Metode Volumetri
Metode Volumetri
penentuan jumlah zat dalam sampel dilakukan dengan perhitungan dari volume
dari standar titran yang diperlukan untuk bereaksi dengan suatu zat tersebut yang
akan dianalisis. Metode volumetri juga biasa disebut dengan metode titrasi. Dalam
metode volumetri, dilakukan perhitungan dari suatu larutan yang mengandung
suatu reagen yang jumlahnya cukup untuk dapat bereaksi sempurna dengan zat
yang akan dianalisis. Klasifikasi metode volumetri/titrasi berdasarkan reaksi kimia
adalah :
1. Titrasi langsung
Contoh metode titrasi langsung adalah metode titrasi iodimetri. Titrasi
iodimetri mengacu pada titrasi dengan suatu larutan baku iod standar. Pada
titrasi langsung sudah terbentuk I2.
2. Titrasi tidak langsung
Contoh metode titrasi tidak langsung adalah metode titrasi iodometri. Titrasi
iodometri berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi
kimia. Pada titrasi ini, I2 yang terbentuk beraksi dengan zat lain.
3. Titrasi balik
Saat titrasi ada kalanya terjadi kelebihan titran yang menyebabkan over
titrasi. Untuk itu, dilakukan titrasi kembali dengan titran yang lain.
1. Titrasi makro
Jumlah sampel sebanyak 100-1000 mg. Volume titran sebanyak 10-20 mL.
Ketelitian biuret sebesar 0,02 mL
2. Titrasi semi mikro
Jumlah sampel sebanyak 10-100 mg. Volume titran sebanyak 1-10 mL.
Ketelitian biuret sebesar 0,001 mL
3. Titrasi mikro
Jumlah sampel sebanyak 1-10 mg. Volume titran sebanyak 0,1-1 mL.
Ketelitian biuret sebesar 0,001 mL.
1. Buret
2. Statis
3. Erlenmeyer
4. Pipet Volume
5. Pipet tetes
6. Labu volumetrik
7. Corong
8. Botol aquades
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam metode volumetri adalah sebagai berikut:
Reaksi harus dapat berlangsung secara cepat, sehingga perubahan yang terjadi langsung
dapat diamati.
Reaksi kimia yang berlangsung harus sesuai dengan persamaan reaksi ertentu dan tidak
menghasilkan produk sampingan
Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir titrasi
(memiliki nilai konstanta kesetimbangan yang sangat besar).
Adanya perubahan yang terlihat saat proses titrasi telah mencapai titik ekuivalen, seperti
adanya perubahan warna yang disebabkan oleh indikator.
a A + t T produk
dimana sebanyak a molekul dari analit (A) bereaksi dengan t molekul dari titran (T). Pada
proses titrasi, titran dimasukkan ke dalam buret, lalu ditambahkan sedikit demi sedikit ke
dalam erlenmeyer yang berisi analit, hingga terjadi perubahan warna. Pada metode volumetri
ini, konsentrasi dari titran telah diketahui konsentrasinya. Konsentrasi titran juga dapat
diketahui melalui proses titrasi antara titran dengan larutan baku. Larutan baku adalah larutan
yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat dan teliti. Larutan baku biasanya disebut
dengan larutan standar. Ada dua Mac larutan baku, yaitu:
Dalam metode volumetri, kandungan yodium dapat ditentukan dengan metode iodometri
ataupun metode iodimetri. Metode iodimetri merupakan analisis titrimetri yang secara
langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan
iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodin dititrasi kembali
dengan menggunakan larutan tiosulfat. (Saragih,-)
Metode iodometri Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat
yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi iodida
yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan dengan menggunakan
larutan baku natrium tiosulfat. (Saragih,-)
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6
Dalam hal ini iodide sebagai pereduksi diubah menjadi iodium. Iodium yang terbentuk
dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan untuk untuk menentukan
zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator H2O2. Pada oksidator ini ditambahkan
larutan KI dan asam sehingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3.
Reaksi :
H2O2 + KI + HCl → I2 + KCl + 2H2O