Anda di halaman 1dari 6

NAMA : NANDA KARTIKA JAZILAH

KELAS : X – UPW
NO. ABSEN : 27

LANGKAH – LANGKAH KONVERSI TEKS


ANEKDOT
Ada beberapa bentuk teks anekdot, yakni naratif (monolog), dialog (drama),
dan puisi. Bentuk teks anekdot bisa diubah dari naratif (monolog) menjadi
dialog (drama) atau sebaliknya dari dialog (drama) menjadi teks monolog
(naratif).
• Teks naratif. Teks naratif adalah teks cerita. Teks naratif anekdot harus
memiliki kejelasan tokoh, alur peristiwa, dan latar.
• Drama. Drama adalah cerita sandiwara. Ciri-ciri drama adalah menggunakan
dialog dalam bercerita. Selain itu, ekspresi tokoh juga dilukiskan dalam bentuk
mimik dan pantomimik.
Langkah-langkah mengubah teks anekdot naratif menjadi teks drama:
1. Bacalah teks anekdot dengan cermat.
2. Cermatilah tokoh dan apa yang dikatakan oleh tokoh (kalimat langsung).
Contoh :
KUHP DALAM ANEKDOT
(1) Seorang dosen fakultas hukum suatu universitas sedang memberikan
kuliah hukum pidana. Suasana kelas biasa-biasa saja. (2) Saat sesi tanya-
jawab tiba, Ali bertanya kepada pak dosen, “Apa kepanjangan KUHP,
Pak?” Pak dosen tidak menjawab sendiri, melainkan melemparkannya
kepada Ahmad. “Saudara Ahmad, coba dijawab pertanyaan Saudara Ali
tadi,” pinta pak dosen. Dengan tegas Ahmad menjawab, “Kasih Uang
Habis Perkara, Pak …!” (3) Mahasiswa lain tentu tertawa, sedangkan pak
dosen hanya menggeleng-gelengkan kepala seraya menambahkan
pertanyaan kepada Ahmad, “Saudara Ahmad, dari mana Saudara tahu
jawaban itu?” Dasar Ahmad, pertanyaan pak dosen dijawabnya dengan
tegas, “Peribahasa Inggris mengatakan pengalaman adalah guru yang
terbaik, Pak …!” Semua mahasiswa di kelas itu tercengang. Mereka
berpandang-pandangan. Lalu, mereka tertawa terbahak-bahak. (4) Gelak
tawa mereda. Kelas kembali berlangsung normal.

Mari Konversi!
KUHP DALAM ANEKDOT
Seorang dosen fakultas hukum suatu universitas sedang memberikan kuliah
hukum pidana. Suasana kelas biasa-biasa saja. Saat sesi tanya-jawab tiba.
Ali : (Ali mengacungkan jari telunjuknya) “Pak, apa kepanjangan dari
KUHP?” Pak Dosen : “O, ya. Pertanyaan yang bagus. Siapa yang tahu
kepanjangan KUHP?”(sambil melemparkan pandang ke semua mahasiswa).
Terlihat Ahmad sedang sibuk dengan HP barunya. Pak Dosen : “Nah,
Ahmad, coba kamu jawab apa kepanjangan dari KUHP?” Ahmad : “Apa,
Pak? Kepanjangan KUHP, Pak? Ehm..” (berpikir sejenak) “Kasih Uang Habis
Perkara” Mahasiswa lain tertawa, sedangkan Pak Dosen hanya menggeleng-
gelengkan kepala. Pak Dosen : “Saudara Ahmad, dari mana Saudara tahu
jawaban itu?” Ahmad : “Peribahasa Inggris yang mengatakan pengalaman
adalah guru yang terbaik, Pak” Mahasiswa tercengang, berpandang-
pandangan, kemudian tertawa terbahak-bahak.

PERBANDINGAN STRUKTUR ISI DAN CIRI BAHASA


2 TEKS ANEKDOT
Untuk membandingkan dua teks anekdot hal yang perlu dilakukan adalah
sebagai berikut.
1. Bacalah teks dengan cermat
2. Pahami makna kedua teks
3. Bandingkan struktur dan kaidah kebahasaan kedua teks
Struktur teks anekdot yang lengkap meliputi lima bagian yaitu abstraksi,
orientasi, krisis, reaksi, dan koda. Bagian yang harus ada dalam teks anekdot
adalah orientasi, krisis, dan reaksi.
1. Abstraksi berupa cerita pembuka yang akan menggambarkan awal cerita
2. Orientasi yaitu peninjauan yang menggambarkan situasi awal cerita.
3. Krisis yaitu bagian cerita yang menggambarkan keadaan yang genting atau
terjadinya konflik
4. Reaksi yaitu tanggapan tokoh terhadap konflik yang muncul
5. Koda yaitu penutup cerita

Bahasa teks anekdot


1. Kata kias atau konotasi adalah kata yang tidak memiliki makna sebenarnya,
bisa berupa ungkapan, peribahasa, ataupun majas.
2. Kalimat sindiran yang diungkapkan dengan pengandaian, perbandingan, dan
lawan kata atau antonim.
3. Pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban.
4. Kalimat yang menyatakan ajaran moral/pesan kebaikan.
5. Konjungsi yang sering digunakan adalah konjungsi temporal (penanda
waktu) dan konjungsi sebab-akibat.
PERHATIKAN CONTOH:
Teks 1
(1) Orang miskin biasanya menganggap pergantian pemimpin hanya sekedar
pergantian satu majikan pada majikan lainnya.
(2) Seorang tua tengah menggembalakan keledainya di padang rumput saat
tiba-tiba dikejutkan dengan teriakan beberapa tentara musuh.
(3) “Cepat larinya,” teriak si tua itu pada si keledai, “jangan sampai mereka
menangkap kita.”
(4) Tetapi si keledai tetap kalem berjalan.
“Katakan,” ujar si keledai, “jika jatuh ke tangan musuh apa aku harus
membawa beban dobel?”
(5) “Kukira tidak,” jawab si tua.
“Lalu apa peduliku dengan siapa yang akan kulayani? Toh bebanku sama saja.”
(6) Si tua pun berlari meninggalkan keledai.
Teks 2
(1) Para sungai berdemo protes pada lautan.
(2) Para sungai : Kenapa saat kami memasuki lautan, kami masih segar dan
enak diminum. Tetapi mengapa kau buat asin dan tak dapat diminum setelah
kami berada di dalammu?
(3) Laut : Jangan datang jika kau tak mau jadi asin!
MARI BANDINGKAN KEDUA TEKS ANEKDOT TERSEBUT!
Kedua teks tersebut dikatakan teks anekdot karena keduanya memiliki unsur
lucu/konyol/jengkel, serta memiliki pesan moral. Pesan moral teks I adalah
setiap pemimpin pasti memiliki sebuah kebijakan/peraturan dan jangan
menganggap nasib kita akan sama ketika pimpinan kita ganti. Sedangkan
teks II memiliki ajaran yaitu orang yang benar-benar melindungi kita (laut)
terkadang kita masih menyangkal dengan berbagai alasan yang logis.
Kedua teks di atas memiliki bentuk teks yang berbeda. Teks pertama
berbentuk narasi (monolog) sedangkan teks kedua berbentuk drama (dialog).
Struktur teks I
Abstraksi : paragraf 1 (penggambaran cerita)
Orientasi : paragraf 2 (awal cerita)
Krisis : paragraf ke 3 (munculnya masalah)
Reaksi : paragraf 4 dan 5 (tanggapan tokoh si keledai)
Koda : paragraf 5 (penutup cerita)
Struktur teks II
Orientasi : paragraf 1
Krisis : Paragraf 2
Reaksi : paragraf 3
Bahasa yang digunakan teks pertama menggunakan kalimat pengandaian.
Tokoh si keledai berandai-andai jika dia tertangkap musuh bebannya tidak
akan berubah. Sedangkan teks kedua menggunakan sindiran lewat
pengandaian yaitu jika sungai tak mau berubah rasa jangan bermuara ke laut.

KALIMAT SINDIRAN DALAM TEKS ANEKDOT


Teks anekdot sering dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyindir layanan
publik atau keadaan sosial masyarakat. Sebagai sebuah karya, anekdot ini
penting untuk dipelajari karena bisa jadi cara yang menyenangkan dalam
memupuk kepedulian sekitar. Teks anekdot bisa berisi sindiran halus dan
pengandaian. Struktur di bawah ini dapat digunakan ketika membuat teks
anekdot.

1. Kalimat pengandaian;
2. kalimat perbandingan; dan
3. antonim.

PERHATIKAN TEKS ANEKDOT DIBAWAH INI!


Teks 1
Seorang pejabat daerah diwawancarai di sebuah alun-alun kota.
MC : Wah, Bapak hebat, ya, kota ini jadi bersih sejak Bapak menjabat.
Pejabat : Tidak hebatlah Mba, semua ini karena kita ingin lebih baik saja.
MC : Program apa saja yang sudah Bapak lakukan?
Pejabat : Saya sering melakukan penyuluhan, mendesain, dan menyebar tong-
tong sampah unik di setiap sudut fasilitas umum sehingga masyarakat
semangat membuang sampah di tempat sampah.
MC: Sederhana, ya, Pak?
Pejabat : Iya, kita hanya mengasah kepekaan mereka terhadap sampah.
Usai wawancara, pejabat itu dihampiri pemulung.
Pemulung : Maaf Pak, mau ambil gelas plastik bekas di situ.
Pejabat: Di mana?
Pemulung : Itu, dari tadi Bapak injek .
Pejabat : Wah, saya tidak tahu
Pemulung : Tidak apa apa Pak, pandangan Bapak, kan, menjangkau khalayak
luas dan umum, saya ngurusi yang khusus ini.
MARI KITA ULAS!

Teks anekdot di atas menyindir pejabat yang berbicara tentang sesuatu yang
baik dan besar, tapi lupa dengan hal-hal buruk terdekat dari mereka. Teks
anekdot di atas menyindirnya dengan menggunakan antonim
kata umum dan khusus. Kalian dapat mengamatinya pada kalimat terakhir,
yaitu “Tidak apa apa Pak, pandangan Bapak, kan, menjangkau khalayak luas
dan umum, saya ngurusi yang khusus ini.”

Antonim dalam kalimat tersebut adalah luas/umum >< khusus. Antonim adalah
kata-kata yang berlawanan maknanya atau berpasangan. Dalam teks anekdot,
antonim digunakan untuk menyindir secara halus dan mengutarakan sebuah
kenyataan yang seharusnya berlawanan.

Teks 2
Paru – Paru Dunia
Indonesia adalah salah satu paru-paru dunia, bukan? Saya rasa dunia harus
segera membawanya ke rumah sakit karena saat ini kabut asap sudah
membuat paru-paru dunia sakit. Saya khawatir nanti, seandainya paru-paru
sudah semakin parah, dunia pun bisa jadi di ICU-kan.
MARI KITA ULAS!

Teks kedua merupakan teks anekdot berupa monolog. Dalam teks tersebut,
sindiran dilakukan pada dunia yang berlaku acuh tak acuh terhadap musibah
asap yang terjadi di Indonesia. Sindiran ini disampaikan melalui kalimat
pengandaian. Kalian perhatikan kalimat “Saya khawatir nanti, seandainya
paru-paru sudah semakin parah, dunia pun bisa jadi di ICU-kan.” Teks tersebut
membuat pengandaian Indonesia sebagai paru-paru. Dalam pengandaian ini,
kita harus jeli memandang persamaan dari peristiwa sosial yang diceritakan
dan karakter orang yang diceritakan dengan benda yang akan kita jadikan
pengandaian. Dalam teks anekdot, pengandaian bisa terlihat dari pemarkah
kata hubung pengandaian. Kata hubung ini adalah umpama, andaikan,
atau seandainya.

Anda mungkin juga menyukai