Anda di halaman 1dari 37

Gambaran Radiologi Lung Oedema

Oleh :
Giovanni Reinaldo Semet
17014101041

Masa KKM PJJ :


On Site : 14 Nov 2021 – 12 Des 2021

Dokter Pembimbing :
dr. Alfa G. E. Y. Rondo, M.Kes, Sp. Rad

BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Refarat
Dengan Judul:
Gambaran Radiologi Lung Oedema

Dibacakan
Oleh:
Giovanni Reinaldo Semet - 17014101041

Masa KKM PJJ : 14 Nov 2021 – 12 Des 2021

Telah dibacakan dan disetujui pada tanggal Desember 2021

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Alfa G. E. Y. Rondo, M.Kes, Sp. Rad

1
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN...................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
2.1. Anatomi dan fisiologi................................................................................4
2.2. Definisi......................................................................................................6
2.3. Patofisiologi...............................................................................................7
2.4. Mekanisme edema paru...........................................................................11
2.5. Klasifikasi................................................................................................12
2.6. Manifestasi klinik....................................................................................16
2.6.1. Edema Paru Kardiogenik.....................................................................18
2.6.2. Edema Paru non- Kardiogenik.............................................................19
2.7. Diagnosis.................................................................................................19
2.8. Penatalaksanaan.......................................................................................30
2.9. Prognosis.................................................................................................32
BAB III..................................................................................................................33
PEMBAHASAN....................................................................................................33
3.1 Kesimpulan..............................................................................................33
3.2 Saran........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

2
BAB 1

PENDAHULUAN

Masuknya cairan ekstravaskular ke dalam paru merupakan masalah


klinis yang penting. Ini merupakan manifestasi klinis dari penyakit penyerta
yang serius.Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan
intravaskuler keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli
yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal cairan intravaskuler merembes
ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah yang sedikit
sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe menuju ke vena
pulmonalis untuk kembali ke dalam sirkulasi.[1]

Edema paru dapat di terapi, tetapi terapi yang efektif adalah untuk
menyelamatkan pasien dari gangguan yang mendasari keseimbangan cairan
paru. Penyebab gangguan sering dapat diketahui, dan dikoreksi. Karena terapi
yang efektif dan rasional bergantung pada prinsip dasar dari normal dan
tidaknya distribusi cairan di paru[2].

Edema paru dibedakan oleh karena sebab Kardiogenik dan Non-


kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya juga
berbeda. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh gagal jantung kiri apapun
sebabnya. Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh gagal jantung
kiri akut. Sedangkan untuk edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh
penyakit dasar di luar Jantung [3].

Pada referat ini akan dibahas definisi, patogenesis, gambaran klinis,


gambaran radiologis, diagnosis, dan penatalaksanaan pada edema paru.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan fisiologi


Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi) vertebrata yang
bernapas dengan udara .Paru – paru terdiri dari paru kanan dan paru kiri.
Paru kanan terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus superior medius dan inferior,
lobus – lobus ini dipisahkan oleh fissura dimana fissura minor atau disebut
juga fissura horizontalis memisahkan lobus superior dengan lobus medius
sedangkan fissura mayor memisahkan lobus inefrior degan lobus medius
dan lobus superior. Paru kiri hanya terdiri dari 2 lobus, yaitu lobus superior
dan lobus inferior. Masing – masing lobus terdiri dari segmen – segmen.

Dalam radiografi, paru dibagi lapangan; yaitu 1) Puncak paru apex,


bagian paru paling atas sampai setinggi clavicula, 2) Lapangan atas paru,
antara clavicula sampai costa II depan, 3) Lapangan tengah paru, antara
costa II depan sampai costa IV depan, 4) Lapangan bawah paru, antara
costa IV depan sampai diafragma[4, 5]

Istilah kedokteran yang berhubungan dengan paru-paru sering


mulai di  pulmo , dari kataLatin  pulmonesuntuk paru-paru. Paru-paru
merupakan organ yang sangat vital bagikehidupan manusia karena tanpa
paru-paru manusia tidak dapat hidup. Didalam paru-paru terjadi proses
pertukaran antara gas oksigen dan karbondioksida. Setelahmembebaskan
oksigen, sel-sel darah merah menangkap karbondioksida sebagai
hasilmetabolisme tubuh yang akan dibawa ke paru-paru.

Secara harafiah pernapasan berarti pergerakan oksigen dari atmosfer


menuju ke sel-sel dankeluarnya karbon dioksida dari sel-sel ke udara
bebas. Proses pernapasan terdiri dari beberapalangkah di mana sistem
pernapasan, sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler
memegangperanan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan

4
terdiri dari suatu rangkaiansaluran udara yang menghantarkan udara luar
agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli,yang merupakan
pemisah antara sistem pernapasan dengan sistem kardiovaskuler[6]

Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,


faring, laring, trakea,bronkus, dan bronkiolus atau bronkiolus terminalis.
Saluran pernapasan dari hidung sampaibronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa yang bersilia. Ketika udara masuk ke dalam ronggahidung, udara
tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakanfungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel
toraks bertingkat, bersilia dan berselgoblet [6]

Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit


fungsional paru-paru,yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1)
bronkiolus respiratorius, yang terkadangmemiliki kantung udara kecil atau
alveoli pada dindingnya, (2) duktus alveolaris, seluruhnyadibatasi oleh
alveoli, dan (3) sakusalveolaristerminalis, merupakan struktur akhir paru-
paru(14).Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang
dikelilingi oleh suatujalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas
membentuk suatu tegangan permukaan yangcenderung mencegah suatu
pengembangan pada waktu inspirasi dan cenderung kolaps padawaktu
ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang
dinamakansurfaktan, yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi terhadappengembangan pada waktu inspirasi, dan
mencegah kolaps alveolus pada waktu ekspirasi [6].

Ruang alveolus dipisahkan dari interstisium paru oleh sel epitel


alveoli tipe I, yang dalamkondisi normal membentuk suatu barrier yang
relatif non-permeabel terhadap aliran cairan dariinterstisium ke rongga-
rongga udara. Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh
kapilerparu yang dindingnya terdiri dari satu lapis sel endotel di atas
membran basal, sedang sisanyamerupakan jaringan ikat yang terdiri dari

5
jalinan kolagen dan jaringan elastik, fibroblas, selfagositik, dan beberapa
sel lain. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan
cairanekstravaskular adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan onkotik
dalam lumen kapiler dan ruanginterstisial, serta permeabilitas sel endotel
terhadap air, solut, dan molekul besar seperti proteinplasma. Faktor-faktor
penentu ini dijabarkan dalam hukum starling [6].

2.2. Definisi
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan
ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru. Edema paru
disebabkan karena akumulasi cairan di paru – paru yang disebabkan
karena akumulasi cairan di paru – paru yang dapat disebabkan oleh
tekanan intravaskular yang tinggi (edema kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edema paru non kardiak)
yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagaian besar
edema paru secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab
sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan mikrosirkulasi atau sebaliknya. Walaupu demikian penting sekali
untuk menetapkan faktor mana yang dominandari kedua mekanisme
tersebut sebagai pedoman pengobatan.

Edema paru terjadi dikarenakan aliran cairan dari pembuluh darah


ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran
cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik [2, 7].

Edema paru terjadi ketika cairan yang disaring ke paru lebih cepat
dari cairan yang dipindahkan. Penumpukan cairan menjadi masalah serius
bagi fungsi paru karena efisiensi perpindahan gas di alveoli tidak bisa
terjadi. Struktur paru dapat menyesuaikan bentuk edema dan yang
mengatur perpindahan cairan dan protein di paru menjadi masalah yang
klasik [7].

6
Peningkatan tekanan edema paru disebabkan oleh meningkatnya
keseimbangan kekuatan yang mendorong filtrasi cairan di paru. Fitur
penting dari edema ini adalah keseimbangan aliran cairan dan protein ke
dalam paru utuh secara fungsional. Peningkatan tekanan edema sering
disebut kardiogenik, tekanan tinggi, hidrostatik, atau edema paru sekunder
tapi lebih efektifnya disebut keseimbangan edema paru terganggu karena
tahanan keseimbangan pergerakan antara cairan dan zat terlarut di dalam
paru [2, 8]

2.3. Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas
terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam
jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi
karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup
protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian
dari darah yang tidak mengandung sel-sel darah) [7, 8]

Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di


paru. Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh
kantong-kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah
tempat dimana oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya,
dan karbondioksida dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk
dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat
tipis yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya
dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini kehilangan
integritasnya.

7
Gambar 1. Alveoli paru normal

Gambar 2. Perbedaan mekanisme edema paru kardiogenik dan non


kardiogenik

8
Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti udara. Ini
dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah
yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai “air di dalam paru”
ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien[7, 8].

Faktor-faktor yang membentuk dan merubah formasi cairan di luar


pembuluh darah dan di dalam paru di tentukan dengan keseimbangan
cairan yang dibuat oleh Starling.

Qf = Kf ⌠(Pmv – Ppmv) – σ(πmv - πpmv)⌡

Keterangan :

 Qf = aliran cairan transvaskuler


 Kf = koefisien filtrasi
 Pmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler
 Ppmv = tekanan hidrostatik pembuluh kapiler intersisial
 σ = koefisien refleksi osmosis
 πmv = tekanan osmotic protein plasma
 πpmv = tekanan osmotic protein intersisial [8].

Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering


adalah :

1) Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik


kapiler paru.
2) Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel
terhadap protein plasma.
3) Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan
cairan dari jaringan interstisial.

9
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal (“wedge” pressure)
adalah sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar
antara 25 mm Hg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke
dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan
barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel
terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara
ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air
di dalam jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila
mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering terganggu seperti
tersebut di bawah ini : - permeabilitas membran yang berubah. - tekanan
hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat. - tekanan peri mikrovaskuler
yang menurun. - tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun. -
tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat. - gangguan
saluran limfe.

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada


Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguan fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder
oleh karena peningkatan tekanan arteri pulmonalis.Penurunan tekanan
onkotik plasma pada hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit
ginjal, hati, atau penyakit nutrisi[8].

Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu


cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang
sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan
peningkatan volume akhir ekspirasi (asma) [8]

Proses terjadinya edema paru melalui 3 tahap, yaitu :

1) Stadium 1 : pada keadaan ini terjadi peningkatan jumlah cairan dan


koloid di ruang interstitial yang berasal dari kapiler paru. Celah pada
endotel kapiler paru mulai melebar akibat peningkatan tekanan

10
hidrostatik atau efek zatzat toksik. Meskipun filtrasi sudah
meningkat, namun belum tampak peningkatan cairan di ruang
interstitial.
2) Stadium 2 : kapasitas limfatik untuk mengalirkan kelebihan cairan
sudah melampaui batas sehingga cairan mulai terkumpul di ruang
interstisial dan mengelilingi bronkioli dan vaskuler paru. Bila cairan
terus bertambah akan menyebabkan membran alveoli menyempit.
3) Stadium 3a : pada stadium ini peningkatan filtrasi cairan dan tekanan
di ruang interstitial dan peribronchovaskular sheat semakin tinggi,
sehingga tight junction diantara sel epitel

2.4. Mekanisme edema paru


Protein yang rendah ke paru, akibat terjadinya peningkatan tekanan di
atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa
perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-kapiler,
dan hasil akhir yang Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:
a. Membran kapiler alveoli
Edema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari darah ke
ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah pengembalian
cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh
limfe. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan
solute dari pembuluh darah ke ruang interstitial. Studi eksperimental
membuktikan bahwa hukum Starling dapat diterapkan pada sirkulasi
paru sama dengan sirkulasi sistemik.
b. Sistem limfatik
Sistem pembuluh ini dipersiapkan untuk merima larutan, koloid dan
cairan balik dari pembuluh darah. Akibat tekanan yang lebih
negative di daerah interstisial peribronkial dan perivascular dan
dengan peningkatan kemampuan dari interstisium non alveolar ini,
cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini ketika
kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan.

11
Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah cairan
maka akanterjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan berat
badan 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe kira-kira
20ml/jam. Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe bisa
mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata.
Jika terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri yang kronik, sistem
limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk
mentransportasi filtrate kapiler dalam jumlah yang lebih besar
sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai
konsekuensinya terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil
dan pembuluh darah akan terkompresi.

2.5. Klasifikasi

Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia


dapat dihubungkan dengan gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary
edema (edema paru kardiak), atau dihubungkan pada sebab-sebab lain,
dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary edema (edema paru
nonkardiak) [2, 8]

Klasifikasi edema paru[8]


Perubahan tekanan kapiler Tekanan kapiler normal
1. Kardiak 1. Ketoasidosis diabetik
a. Gagal ventrikel kiri 2. Feokromositoma
b. Penyakit katup mitral 3. Pankreatitis
2. Penyakit pada vena pulmonal 4. Obstruksi saluran nafas
a. Penyakit oklusi vena primer 5. Penurunan tekanan onkotik
b. Mediastinitis sklerotik kronik kapiler
c. Aliran vena pulmonal yang
abnormal
d. Stenosis atau atresi vena congenital
3. Neurogenik
a. Trauma kepala

12
b. Tekanan intrakranial meningkat

Secara patofisiologi penyakit dasar penyebab edema paru kardiak


dibagi menjadi 3 kelompok :
1) Peningkatan afterload (Pressure overload) : terjadi beban yang
berlebihan terhadap ventrikel pada saat sistolik. Contohnya
ialah hipertensi dan stenosis aorta
2) Peningkatan preload (Volume overload): terjadi beban yang
berlebihan saat diastolik. Contohnya ialah insufisiensi mitral,
insufisiensi aorta, dan penyakit jantung dengan left-to-right
shunt (ventricular septal defect)
3) Gangguan kontraksi otot jantung primer : pada infark miokard
akut jaringan otot yang sehat berkurang, sedangkan pada
kardiomiopati kongestif terdapat gangguan kontraksi otot
jantung secara umum [3, 8]

Penyebab edema paru non kardiak secara patofisiologi dibagi


menjadi : Peningkatan permeabilitas kapiler paru (ARDS) : tenggelam,
inhalasi bahan kimia, dan trauma berat; Peningkatan tekanan kapiler paru :
pada sindrom vena kava superior, pemberian cairan berlebih, dan transfusi
darah; penurunan tekanan onkotik plasma : sindrom nefrotik dan
malnutrisi[9]

Klasifikasi edema paru berdasarkan mekanisme pencetus :

1)  Ketidak-seimbangan Starling Forces:
a. Peningkatan tekanan kapiler paru
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler
pulmonalmeningkat sampai melebihi tekanan osmotic koloid
plasma, yangbiasanya berkisar 28 mmHg pada manusia.
Sedangkan nilai normaldari tekanan vena pulmonalis adalah
antara 8-12 mmHg, yangmerupakan batas aman dari mulai

13
terjadinya edema paru tersebut.Etiologi dari keadaan ini antara
lain:
a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya
gangguan fungsiventrikel kiri (stenosis mitral).
b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena
gangguanfungsi ventrikel kiri.
c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh
karenapeningkatan tekanan arteria pulmonalis (over perf
usionpulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati,
protein-losing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit
nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja tidak menimbulkan edema
paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia
akan menyebabkan edema paru.
c. Peningkatan tekanan negatif intersisial
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari
udarapleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah:
a) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi
pleura(unilateral).
b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi
saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan end-
expiratory volume (asma).
d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial
Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan
maupunklinik
2) Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult
RespiratoryDistress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan
pembatasantara kapiler dan alveolar.Cukup banyak kondisi medis

14
maupunsurgical tertentu yang berhubungan dengan edema paru
akibatkerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
StarlingForce.
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri,
alloxan,alpha-naphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular  Coagulation.
h. Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,leuko
agglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
3) Insufisiensi Limfatik:
a. Post Lung Transplant.
b. Lymphangitic Carcinomatosis.
c. Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4) Tak diketahui/tak jelas
a. High Altitude Pulmonary Edema.
b. Neurogenic Pulmonary Edema.
c. Narcotic overdose.
d. Pulmonary embolism
e. Eclampsia
f. Post cardioversion
g. Post Anesthesia
h. Post Cardiopulmonary Bypass

Dari klasifikasi di atas edema paru dapat disebabkan oleh banyak


penyakit.Untuk pengobatan yang tepat tentunya harus diketahui penyakit
dasamya. 
15
2.6. Manifestasi klinik
Manifestasi dapat dicari dari keluhan, tanda fisik dan perubahan
radiografi (foto toraks). Gambaran dapat dibagi 3 stadium, meskipun
kenyataannya secara klinik sukar dideteksi dini [10]. Secara patofisiologi
edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi cairan dengan
kandungan terjadi adalah penurunan kemampuan diffusi, hipoksemia dan
sesak nafas. Sering kali keadaan ini berlangsung dengan derajat yang
berbeda – beda.
1) Stadium 1
Stadium 1 ditandai dengan distensi pembuluh kapiler paru yang
prominen akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit
meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik
juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali ronki pada saat
inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi [10].
2) Stadium 2
Pada stadium 2 terjadi edema paru intersisial. Batas
pembuluh darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga
menjadi kabur. Garis-garis yang memanjang dari hilus ke arah
perifer (garis Kerley A), septa interlobularis (garis Kerley B) dan
garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru
(garis Kerley C) menebal. Penumpukan cairan di jaringan
intersisial, akan lebih memperkecil saluran napas bagian kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin
pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takipnea
[10].
Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel
kiri, tetapi takipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada
pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan saja [10].

16
3) Stadium 3
Pada stadium 3 terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt [10].
Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus
yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Pada keadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati [10]

Efek dari sumbatan pembuluh darah dan edema pada fisiologi dan mekanis
paru [2, 10]

Sumbatan vaskuler Edema intersisial Edema alveolar


Peningkatan kapasitas  Peningkatan volume  Peningkatan volume akhir
difusi akhir (udara terjebak)
Peningkatan PO2 arteri  Penurunan aliran  Peningkatan tahanan
± penurunan komplians ekspirasi maksimal pembuluh darah
paru  Peningkatan kesalahan  Penurunan volume paru
Bronkokonstriksi ventilasi dan perfusi (kapasitas vital dan
 Penurunan PO2 arteri inspirasi)
 Penurunan komplians paru
 Penurunan kapasitas difusi

Gangguan fungsi sistolik dan/atau diastolik ventrikel kiri, stenosis


mitral atau keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium
kiri dan kapiler paru yang mendadak tinggi akan menyebabkan edema
paru kardiak dan mempengaruhi pemindahan oksigen dalam paru sehingga
tekanan oksigen arteri menjadi berkurang. Di lain pihak rasa seperti
tercekik dan berat pada dada menambah ketakutan penderita sehingga
denyut jantung dan tekanan darah meningkat yang menghambat lebih
lanjut pengisian ventrikel kiri. Kegelisahan dan napas yang berat semakin
menambah beban jantung yang selanjutnya lebih menurunkan fungsi

17
jantung oleh karena adanya hipoksia. Apabila lingkaran setan ini tidak
segera diputus penderita akan meninggal [10].
Posisi penderita biasanya lebih enak duduk dan terlihat megap-
megap. Terdapat napas yang cepat, pernapasan cuping hidung, tarikan otot
interkostal dan supraklavikula saat inspirasi yang menunjukkan tekanan
intrapleura yang sangat negatif saat inspirasi. Penderita sering
berpegangan pada samping tempat tidur atau kursi supaya dapat
menggunakan otot pernapasan sekunder dengan balk. Penderita
mengeluarkan banyak keringat dengan kulit yang dingin dan sianotik
menunjukkan isi semenit yang rendah dan peningkatan rangsang simpatik
[10].
Auskultasi pada permukaan terdengar ronki basah basal halus yang
akhimya ke seluruh paru, apabila keadaan bertambah berat: mungkin
terdengar pula wheezing. Auskultasi jantung mungkin sukar karena suara
napas yang ramai, tetapi sering terdengar suara 3 dengan suara pulmonal
yang mengeras [10]
2.6.1. Edema Paru Kardiogenik
1) Akut
Merupakan proses sekunder, dapat dilihat pada dilatasi jantung yang akut
selama perjalanan penyakit jantung yang kronis, terutama gangguan
ventrikel kiri atau pada stenosis mitral. Penderita tiba-tiba sesak, dada
tertekan dan sering sianosis. Ada ronki pada bagian basal atau menyeluruh.
2) Kronis
Sering terdapat pada kegagalan jantung kiri dan stenosis mitral, tetapi
dapat juga pada retensi cairan atau pada penderita yang lama berbaring
karena suatu penyakit. Pada tahap pertama terdapat ronki basah halus pada
basis atau pada posisi tidur di satu sisi. Pada keadaan lebih lanjut,
penderita sesak sekali, suara napas berkurang dan kadang-kadang
terdengar suara bronkovaskular. Bahkan pada keadaan bendungan yang
hebat, akan terjadi hidrotoraks.

18
2.6.2. Edema Paru non- Kardiogenik
Gejala klinis dari gagal nafas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda
utama dari kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot bantu nafas,
takipnea, takikardia, menurunnya tidal volume, pola nafas ireguler atau
terengah-engah (gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal[11].
2.7. Diagnosis
Untuk mengidentifikasi penyebab dari pulmonary edema, penilaian
keseluruhan dari gambar klinis pasien adalah penting. Sejarah medis dan
pemeriksaan fisik yang saksama seringkali menyediakan informasi yang
tidak ternilai mengenai penyebab.

Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya
adanya riwayatsakit jantung, riwayat gejala yang sesuai dengan gagal
jantung kronik. Edema paru akut kardiak,kejadiannya sangat cepat dan
terjadi hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Edema paru kardiak
berbeda dari ortopnea dan paroksismal nocturnal dyspnea, karena
kejadiannya yang bisa sangat cepat dan terjadinya hipertensi pada kapiler
paru secara ekstrim. Keadaan inimerupakan pengalaman yang yang
menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang
yang akan tenggelam.

Khas pada edema paru non kardiogenik didapatkan bahwa awitan penyakit
ini berbeda-beda, tetapi umumnya akan terjadi secara cepat. Penderita
sering sekali mengeluh tentangkesulitan bernapas atau perasaan tertekan
atau perasaan nyeri pada dada. Pasien biasnaya dalam posisi duduk agar
dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat
respirasi, atau sedikit membungkuk ke depan, sesak hebat, mungkin
disertai sianosis, sering berkeringat dingin, batuk dengan sputum yang
berwarna kemerahan (frothy sputum).

19
Pemeriksaan Fisik
1) Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih, Frekuensi
nafas yang meningkat, dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi
pada sela intercostal dan fossa supraklavikula yang menunjukkan
tekanan negative intrapleural yang besar dibutuhkan pada saat
inspirasi.
2) Pemeriksaan pada paru akan terdengar ronchi basah nyaring di basal
paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru, kadang
disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat
bronkospasme sehingga disebut sebagai asma kardiale.
3) Pemeriksaan jantung dapat ditemukan takikardi dengan protodiastolik
S3 gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah
dapat meningkat dan murmur bila ada kelainan katup.JVP meningkat.
4) Terdapat juga edem perifer, akral dingin dengan sianosis.

Dan pada edema paru non kardiogenik didapatkan khas bahwa Pada
pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada
pemeriksaan auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada
bagian bawah dada(4).

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorim yang relevan diperlukan untuk mengkaji etiologi
edema paru.Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/
darah rutin, fungsi ginjal, elektrolit,kadar protein, urinalisa gas darah,
enzim jantung (CK-MB, troponin I) dan Brain NatriureticPeptide (BNP).

1) Analisa gas darah, meskipun kurang spesifik, PO 2, PCO2, dan pH


merupakan penunjuk yang informatif dalam menilai fungsi paru pada
edema. Analisa gas darah tidak sensitif pada fase awal edema. PO 2
arteri meningkat pada stadium awal dari peningkatan tekanan edema
karena peningkatan tekanan pembuluh darah. PCO2 arteri, pada

20
stadium awal cenderung rendah. Perubahan PCO2 menandakan
terjadinya penurunan ventilasi alveolar.
2) Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
3) Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi coroner.
4) Pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau(brain
natriuretic peptide) plasma atau N-terminal pro-BNP. Ini adalah
penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang
disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan
dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari
beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan
cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari
100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantungsebagai
penyebabnya.
5) Metode-metode yang lebih invasif adakalanya diperlukan untuk
membedakan antara cardiac dan noncardiac pulmonary edema pada
situasi-situasi yang lebih rumit dan kritis. Pulmonary artery catheter
(Swan-Ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter) yang
disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan
dimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari jantung dan
diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau pulmonary capillaries
(cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari paru-
paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur
tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery
wedge pressure.Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi
adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,sementara
wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema.Penempatan kateter Swan-
Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care unit
(ICU).

21
Radiologis
Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitas meningkat
disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstisial atau alveolar.

Foto Thoraks
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada.
Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang
menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus
tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang
menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang
dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.

Foto Thoraks yang khas dengan edema paru mungkin menunjukan lebih
banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya.
Tampak gambaran noduler halus/kecil terletak 2/3 bagian medial paru,
bagian tepi tetap bersih karena drainage system lymphe. [5] Biasanya
ddisertai jantung yang melebar.Kasus-kasus yang lebih parah dari edema
paru dapat menunjukanopacification (pemutihan) yang signifikan pada
paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
edema paru, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal
tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.

Gambaran radiologi yang ditemukan :


1) Pelebaran atau penebalan hilus (pelebaran pembuluh darah di
hilus)
2) Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
3) Kranialisasi vaskuler
4) Hilus suram (batas tidak jelas)
5) Interstitial Fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma
kecil atau nodul milier)

22
6) Gambaran air bronchogram terlihat pada beberapa kasus edema
paru

Pada foto thorax menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar,


pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan
adanya garis kerley A, B dan C akibat edema instrestisial atau alveolar
seperti pada gambaran ilustrasi

Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto thorax postero-anterior


terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel vaskuler > 85%
ditemukan 80% pada kasus edema paru.

Sedangkan vena azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya


kelainan dan dengan diameter > 10 mm sudah pasti terdapat kelainan,
namun pada posisi foto thorax telentang dikatakan abnormal jika
diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena azygos > 3 mm jika
dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan menggambarkan
adanay overload cairan.

Garis kerley A merupakan garis linier panjang yang membentang


dari perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran
anastomose antara limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat
sebagai garis pendek dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat
sudut kostofrenikus yang menggambarkan adanya edem septum
interlobuler. Garis kerley C berupa garis pendek, bercabang pada lobus
inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya karena terlihat
hampir sama dengan pembuluh darah.

23
Gambar 3. Gambaran. Radiologis Edema Paru

Gambar 4. Edema Paru

24
Gambar 5. Peningkatan tekanan Hidrostatik Menyebabkan Edema

Gambar 6. Edema Intersitial


Gambaran underlying disease
(kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi)

25
Gambar 7. Kardiomegali dan Edema Paru
(1) Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)2)
Edema“butterfly” atauBat’sWing (edema sentral)

Gambar 8. Bat's Wing

Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
mempunyai kelainan sebelumnya, contoh : emfisema)

26
Gambar 9. Edema Paru Non Kardiogenik

Tampak Infiltrat alveolar difus tidak merata dan terjadi bilateral dengan gambaran
bronkogram udara (panah), yang merupakan karakteristik dari edema paru non
kardiogenik dan cedera paru akut

Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru


kardiogenik dan edema paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara
radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah
teknik juga dapat mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru,
seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi pasien dan posisi film.

27
Table 1. Gambaran Perbedaan Radiografi Edema Pulomonal Kardiogenik dan
non-Kardiogenik

CT Scan
CT-Scan resolusi tinggi dapat menunjukkan konsolidasi wilayah udara
luas, yang mungkin memiliki distribusi yang dominan di daerah paru-
paru.Sebuah pola retikuler dengan distribusi anterior mencolok sering
ditemuin pada CT-Scan pada penderita ARDS, hal ini terkait dengan
durasi tekanan-dikendalikan ventilasi, invers-rasio.[5]

28
Gambar 10. CT Scan Paru

Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-
tandaiskemia atau infark pada infark miokard akut dengan
edemaparutergantung penyebab gagal jantungUmumnya ditemukan
dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.Pasien dengan krisis hipertensi
gambaran elektrokardiografibiasanya menunjukkan gambaran hipertrofi
ventrikel kiri. Pasiendengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-
iskemik biasanyamenunjukkan gambaran gelombang T negatif yang lebar
dengan QTmemanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24 jam
setelahklinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari
keadaannon-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan
yangdikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-
endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan padadinding,
peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatanelektrikal akibat
perubahan metabolik atau katekolamin

Ekokardiografi
Ekokardiografi dapat mengevaluasi fungsi miokard dan fungsi katup
sehingga dapat dipakai dalam mendiagnosis penyebab edema paru.
Pemeriksaan nii merupakan baku emas untuk mendeteksi disfungsi
ventrikel kiri.

29
Gambar 11. Algoritma dan dalam diagnosis edema paru kardiogenik dan non
kardiogenik.
Diagnosis Banding Edema Paru Kardiak dan Nonkardiak [2, 8] :
Edema paru kardiak Edema paru nonkardiak
1. Riwayat Penyakit Penyakit Jantung Akut Penyakit Dasar di luar Jantung
2. Pemeriksaan Klinik Akral dingin Akral hangat
S3 gallop/Kardiomegali Pulsasi nadi meningkat
Distensi vena jugularis Tidak terdengar gallop
Ronki basah Tidak ada distensi vena jugularis
Ronki kering
3. Tes Laboratorium:
a. EKG Iskhemia/infark Biasanya normal
b. Rontgen Distribusi edema perihiler Distribusi edema perifer
c. Enzim Jantung Enzim jantung mungkin Enzim jantung biasanya normal
meningkat
d. Tekanan > 18mmHg < 18mmHg
Kapiler Paru
e. Intrapulmonar Meningkat ringan Sangat meningkat
y shunting
4. Cairan < 0,5 > 0,7
edema/protein

30
serum
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan edema paru terlebih dahulu
kita cari penyakit yang mendasari terjadinya edema. Karena merupakan
faktor yang sangat penting dalam pengobatan, sehingga perlu diketahui
dengan segera penyebabnya.

Karena terapi spesifik tidak selalu dapat diberikan sampai penyebab


diketahui, maka pemberian terapi suportif sangatlah penting. Tujuan
umum adalah mempertahankan fungsi fisiologik dan seluler dasar. Yaitu
dengan cara memperbaiki jalan napas, ventilasi yang adekuat, dan
oksigenasi. Pemeriksaan tekanan darah dan semua sistem sirkulasi perlu
ditinjau, infus juga perlu dipasang.

1) Penatalaksanaan edema paru non kardiogennik


a. Suportif
Mecari dan menterapu penyebabnya. Yang harus dilakuka
adalah support vaskular, terapi cairan, terapi support, dan
pengelolaan sepsis.
b. Ventilasi
Menggunakan ventilasi protectice lung atau protokol ventilasi
ARDS net
2) Penatalaksanaan edema paru kardiogenik
Sasarannya adalah mencapai oksigenasi yang adekuat, memelihara
stabilitas hemodinamik dan mengurangi stress miokard dengan
menurunkan preload dan afterload.. sistemikanya dengan :
a. Posisi ½ duduk.sehingga meningkatkan volume dankapasitas
vital paru, mengurangi usaha otot pernafasan, dan
menurunkanaliran darah vena balik ke jantung.
b. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan
masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi
bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan

31
O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi,
atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat),
maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
c. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG,
oksimetri bila ada.
d. Diuretik Furosemid
Furosemide adalah obat pokok pada Edema paru, diberikan IV
0,5-1,0mg/kg. Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi
atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip
continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam. 
e. Nitrogliserin sublingual atau intravena.
Ntrogliserin paling efektif mengurangi edema parukarena
mengurangipreload. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 –
10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa
diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak
memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai
didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik
85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan
darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital.
f. Morfin sulfat
Morfin sulfate diencerkan dengan 9cc NaCl 0,9%, berikan 2-4
mg IVdapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari) bilaTD >100mmHg. Obat ini merupakan salah satu
obat pokok pada edema paru namun dianjurkan diberikan di
rumah sakit. Efek venodilatormeningkatkan kapasitas vena,
mengurangi aliran darah balik ke venasentral dan paru,
mengurangi tekanan pengisian ventrikel kiri (preload),dan juga
mempunyai efek vasodilator ringan sehingga afterload 

32
berkurang.Efek sedasi dari morfin sulfat menurunkan aktifitas
tulang-otot dan tenagapernafasan.

2.9. Prognosis
Prognosis tergantung pada penyakit dasar dan faktor
penyebab/pencetus yang dapat diobati. Walaupun banyak penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui mekanisme terjadinya edema paru
nonkardiogenik akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru, perbaikan
pengobatan, dan teknik ventilator tetapi angka mortalitas pasien masih
cukup tinggi yaitu > 50%.

Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada


parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara. Sebagian pasien dapat
pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan
perawatan ICU yang lam

33
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kesimpulan
Edema paru bisa dibagimenjadikardiogenikdan non kardiogenik.
Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskuler
keluar ke ruang ekstravaskuler, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi
secara akutakibat aliran cairan dari darah ke ruang intersisial melebihi
aliran cairan kembali ke darah dan saluran limfe.
Edema paru secara khas didiagnosa dengan foto thorax
dimanamemperlihatkan adanya infiltrat-infiltrat bilateral yangdifus,
kadang-kadang satu paru-paru terserang lebih hebat dari paru-paru
lainnya.Tampak gambaran noduler halus/kecil terletak 2/3 bagian medial
paru, bagian tepi tetap bersih karena drainage system lymphe. Kasus-kasus
yang lebih parah dari dapat menunjukanopacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-
bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari edema paru, namun memberikan informasi yang
minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru
kardiogenik dan edema paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akantampak secara
radiologi sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Pemeriksaananalisa
gas darah dan CT Scan toraks juga dapat membantu menegakkan diagnosis
sertamemberikan petunjuk dalam pengobatan.Termasukjikakardiogenik,
perlupemeriksaan EKGdanEkhokhardiografi.
Pengobatan edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang
menyebabkan terjadinya edema paru tersebutoleh karena sebab
Kardiogenik atau Non-kardiogenik, karena merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengobatandisertai pengobatan suportif terutama

34
mempertahankan oksigenasi yangadekuat (dengan pemberian oksigen
dengan teknik-teknik ventilator) dan optimalisasihemodinamik (retriksi
cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal).

3.2 Saran
Penulis mengaku di dalam referat ini masih banyak kekurangan,
karena itu penulis mengharap saran yang membangun dari dosen
pembimbing dan rekan-rekan guna perbaikan referat ini dan selanjutnya.

35
DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Nendrastuti dan M. Soetomo, “Edema Paru Akut Kardiogenik dan Non
Kardiogenik,” Majalah Kedokteran Respirasi, vol. 1, no. 3, p. 10, 2010.

[2] M. Nadel dan M. Boushet, dalam Textbook of Respiratory Medicine 3rd


edtion, Philadelphia, Pennsylvania, 2000, pp. 1575-1614.

[3] N. Ruggie, “Congestive Heart Failure,” North America, 1986, pp. 829 - 851.

[4] G. a. Hall, dalam Textbook of Medical Physiology 7th ed, Philadelphia, W.B.
Saunders Company, 2007, pp. 622-633.

[5] S. Soerodiwirio, Radiologi Traktus Respiratorius, Bandung: Fakultas


Kedokteran Universitas Padjajaran / Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin, 1984.

[6] L. Wilson, “Fungsi Pernafasan Normal,” dalam Patofisiologi (konsep klinis


proses - proses penyakit), Jakarta, EGC, 1995, pp. 128-130.

[7] N. Staub, “Pulmonary Edema,” Physiol Rev, no. 54, pp. 678-811, 1974.

[8] Fishman, “Pulmonary Disease and Disorders,” vol. 1, United States, 2008,
pp. 593-617.

[9] Braunwauld, “Clinical Aspect of hearth Failure; Pulmonary Edema,” dalam


Cardiovascular Medicine, WB Saunders, 2001, p. 553.

[10] R. J. Ingram dan E. Braunwald, “Pulmonary Edema : cardiogenic and non


cardiogenic,” dalam Cardiovascular Medicine, Philadelphia, 1988, pp. 544-
560.

[11] J. Palililingan, “Gagal Nafas dan Edema Paru,” [Online]. Available:


http://www.scribd.com/doc/3510727/GAGAL-NAFAS-dan-UDEMA-
PARU-.. [Diakses 09 Januari 2016].

[12] I. Meschan, “The Respiratory System,” dalam Normal Radiographic


Anatomyy, Philadelphia and London, W.B Saunders Company, 1960, pp.
440-502.

36

Anda mungkin juga menyukai