Anda di halaman 1dari 72

LITERATURE REVIEW :

PERBEDAAN PENGGUNAAN ANTIKOAGULAN


EDTA KONVENSIONAL DAN EDTA VACUTAINER
TERHADAP JUMLAH TROMBOSIT

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Studi


Diploma III Analis Kesehatan Di STIKes Karsa Husada Garut

INTAN RIHNA
NIM KHGE 17034

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT


PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN
2020
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis saya, KTI ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (A.Md.Kes), baik dari STIKes Karsa Husada
Garut maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan Tim Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis
atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang berlaku di STIKes Karsa Husada Garut.

Garut, Agustus 2020


Yang membuat pernyataan

Materai Rp. 6000

Intan Rihna

NIM: KHGE17034
ABSTRAK

LITERATURE REVIEW: PERBEDAAN PENGGUNAAN ANTIKOAGULAN


EDTA KONVENSIONAL DAN EDTA VACUTAINER TERHADAP
JUMLAH TROMBOSIT

Terdiri V BAB, halaman, 3 tabel, 2 lampiran

Pemeriksaan jumlah trombosit sangat dipengaruhi oleh pemberian antikoagulan karena


memberikan kontribusi yang cukup besar yaitu sekitar 62%. Terdapat 2 jenis antikoagulan
dalam penelitian ini yaitu antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Literature Review yang disusun dari literatur
online jurnal lokal yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan penggunaan antikoagulan
EDTA konvensional dan EDT A vacutainer terhadap jumlah trombosit . Adapun pencarian
dilakukan secara elektronika dengan kata kunci jumlah trombosit, EDTA konvens ional, dan
EDTA vacutainer didapat dari database Google Scholar. Hasil penelitian pada jurnal Garini
(2011) dan Sigit, Nur'aeni (2013) menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifkan pada
penggunaan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer terhadap jumlah trombosit.
Sedangkan hasil penelitian pada jurnal Faradilla, dkk (2018) menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada penggunaan EDT A konvensional dan EDTA
vacutainer terhadap jumlah trombosit. Kesimpulan dari penelitian Literature Review ini
bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada penggunaan EDTA konvensional dan EDTA
vacutainer terhadap jumlah trombosit. Maka dari itu disarankan untuk menggunakan EDTA
vacutainer pada pemeriksaan hematologi khususnya untuk pemeriksaan jumlah trombosit
karena tabung vacutainer merupakan tabung yang direkomendasikan oleh National
Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS).

Kata Kunci : Jumlah Trombosit, EDTA Konvensional, EDTA Vacutainer


Jumlah Pustaka : 46 buah (tahun 2000 – 2018)
ABSTRACT

LITERATURE REVIEW: DIFFERENCE OF USING EDTA CONVENTIONAL AND


EDTA VACUTAINER ANTICOAGULANTS ON PLATELET COUNTS

Consists of 5 chapters, pages, 3 table, 2 attachments

Examination of platelet counts is strongly influenced by the administration of anticoagulants


because it provides a sizeable contribution of around 62%. There are 2 types of
anticoagulants in this study, namely conventional EDTA anticoagulants and EDTA
vacutainer. The method used in this study is a Literature Review compiled from the online
literature of local journals that aims to find a difference of the use of conventional EDTA
anticoagulants and EDTA vacutainer on platelet counts. The search was carried out
electronically with keywords platelet count, conventional EDTA, and EDTA vacutainer
obtained from the Google Scholar database. The results of research in the journal Garini
(2011) and Sigit, Nur'aeni (2013) state that there is a significant difference in the use of
conventional EDTA and vacutainer EDTA on the platelet count. While the results of research
in the journal Faradilla, et al (2018) state that there is no significant difference in the use of
conventional EDTA and vacutainer EDTA on the platelet count. The conclusion of this
Literature Review study is that there are significant differences in the use of conventional
EDTA and vacutainer EDTA on platelet counts. Therefore it is recommended to use the
vacutainer EDTA in the hematological examination especially for examining platelet counts
because the vacutainer tube is a tube recommended by the National Committee for Clinical
Laboratory Standards (NCCLS).

Keywords : Platelet count, Conventional EDTA, EDTA Vacutainer


Number of Reference : 46 units (in 2000 - 2018)
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan
Karunia-Nya, Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
Baginda kita Rasulullah SAW serta kepada keluarga dan sahabat - Nya, penulis
dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Literature
Review : Perbedaan Penggunaan Antikoagulan EDTA Konvensional Dan
EDTA Vacutainer Terhadap Jumlah Trombosit ”.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III Analis Kesehatan di STIKes Karsa Husada
Garut.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya tugas akhir ini tidak terlepas


dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Kepada Allah SWT yang telah memberi kelancaran dalam peyusunan


Karya Tulis Ilmiah ini.
2. Bapak Dr. (Hc) H. Amas Setiana selaku Ketua Pembina Yayasan
Dharma Husada Insani Garut.
3. Bapak H. D. Saepudin, S.Sos, M.Kes selaku Ketua Pengurus Yayasan
Dharma Husada Insani Garut.
4. Bapak H. Engkus Kusnadi, S.Kep, M.Kes selaku Ketua STIKes Karsa
Husada Garut.
5. Bapak Muhammad Hadi Sulhan, S.Si, M.Sc selaku Ketua Program
Studi DIII Analis Kesehatan.
6. Ibu Meti Rizki Utari, SKM selaku pembimbing dalam pembuatan
Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Bapak H. Engkus Kusnadi, S.Kep, M.Kes selaku Penguji I dan Ibu
Astari Nurisani, S.Tr.Ak selaku Penguji II.

i
ii

8. Seluruh Dosen Pengajar Program Studi DIII Analis Kesehatan yang


telah memberi ilmu dan pengetahuan selama hampir 3 tahun ini.
9. Kedua Orang Tua Saya, dan keluarga besar yang selalu memberikan
doa dan support tiada hentinya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
10. Rekan perjuangan sepembimbing Annisa Fuji Wahyuni, Gina
Mardiana, Ismi Fauzi Rahayu, Mira Ramadani, dan Sopi Mulyana.
11. Siti Zamilaturrobiah Mila sahabatku tercinta.
12. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Analis Kesehatan,
Khususnya kelas 3B yang telah sama-sama berjuang selama kuliah 3
tahun ini yang selalu memberikan semangat, dukungan serta
memberikan saran-saran yang bermanfaat bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak ketidaksempurnaan dan
kekurangan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan dalam karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis
ilmiah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Garut, Agustus 2020

Intan Rihna

KHGE17034
DAFTAR ISI

Lembar Judul

Lembar Persetujuan

Lembar Pengesahan

Lembar Pernyataan

Abstrak

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 5

1.3.1 Tujuan Umum............................................................................... 5

1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis......................................................................... .. 5

1.4.2 Manfaat Praktis.......................................................................... .. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 7

2.1 Tinjauan Pustaka..................................................................................... 7

iii
iv

2.1.1 Darah.......................................................................................... 7

2.1.2 Trombosit.................................................................................... 13

2.1.3 Macam – macam Antikoagulan ................................................ 32

2.1.4 Macam – macam Tabung Vacutainer ....................................... 37

2.1.5 Pengaruh Pemberian Antikoagulan EDTA Konvensional

dan EDTA Vacutainer terhadap Jumlah Trombosit ................... 39

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 41

3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 41

3.2 Strategi Penelitian .................................................................................. 41

3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi ................................................... 42

3.3.1 Kriteria Inklusi.............................................................................. 42

3.3.2 Kriteria Eksklusi ........................................................................... 42

3.4 Hasil Seleksi Pencarian Jurnal .............................................................. 42

3.5 Jadwal Penelitian .................................................................................... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 44

4.1 Hasil Penelitian................................................................................ ........ 44

4.2 Pembahasan..................................................................................... ......... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................. ........ 53

5.1 Kesimpulan....................................................................................... ......... 53

5.2 Saran................................................................................................. ......... 53

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 54

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Persentase Jenis – jenis Leukosit.................................................. 11

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian........................................................................... 42

Tabel 4.1 Jurnal yang Relevan dengan Penelitian......................................... 43

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Eritrosit......................................................................................... 9

Gambar 2.2 Leukosit ....................................................................................... 11

Gambar 2.3 Trombosit ..................................................................................... 12

Gambar 2.4 Penampakan Trombosit pada Bilik Hitung.................................. 18

Gambar 2.5 Trombosit dengan Pengecatan Giemsa........................................ 19

Gambar 2.6 Bilik Hitung Improved Neubauer ............................................... 22

Gambar 2.7 Pola Garis dan Ukuran Counting area Neubauer Improved ..... 23

Gambar 2.8 Bagian – bagian Bilik Hitung dilihat dari samping ..................... 23

Gambar 2.9 (a) Pipet Thoma Eritrosit (b) Pipet Thoma Leukosit ................... 24

Gambar 2.10 Alat Hematology Analyzer ........................................................ 25

Gambar 2.11 Blok Diagram Hematology Analyzer ....................................... 25

Gambar 2.12 Tabung Vacutainer ..................................................................... 38

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Bimbingan

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium saat ini menjadi pemeriksaan yang sangat penting

karena pergeseran fungsi hasil pemeriksaan laboratorium dari penunjang diagnosa

menjadi penegak diagnosa (King C. W, 2006). Salah satu pemeriksaan

laboratorium yang sering diminta klinisi adalah pemeriksaan hematologi.

Pemeriksaan hematologi ini digunakan oleh klinisi sebagai dasar untuk

penanganan penderita. Oleh karena itu pemeriksaan hematologi ini harus

dikerjakan dengan baik dan benar sehingga memberikan hasil yang teliti dan

akurat dengan validasi yang baik (Nurzanah, 2016).

Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk mendapatkan hasil yang tepat

sehingga dapat membantu dokter dalam menentukan diagnosa yang tepat dan

tindak lanjut pengobatan. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa banyak faktor yang

berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan laboratorium. Ada beberapa faktor yang

berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan laboratorium yakni pra analitik, analitik,

dan pasca analitik. Salah satu faktor pra analitik yang berpengaruh terhadap hasil

pemeriksaan yaitu pemberian antikoagulan (Malau, 2006). Kesalahan pada proses

pra analitik memberikan kontribusi yang sering terjadi dengan frekuensi 62%,

diikuti oleh pasca analitik 23%, dan analitik 15% (Mengko R., 2013).

Pemeriksaan hitung jumlah trombosit termasuk salah satu pemeriksaan

hematologi yang banyak diminta di laboratorium klinik. Hal ini disebabkan oleh

meningkatnya kebutuhan akan data tersebut dalam upaya membantu menegakkan

1
2

diagnosis (Handayani et al, 2008 hal 12). Penghitungan jumlah kandungan sel

trombosit dalam darah adalah salah satu topik yang penting dalam menentukan

beberapa masalah kesehatan atau penyakit. Salah satu diagnosa penyakit yang

membutuhkan data jumlah sel trombosit adalah penyakit demam berdarah Dengue

atau DBD. Pada penyakit ini akan menurunkan konsentrasi trombosit darah

sampai ke tingkat yang rendah (Sadikin, 2013).

Jenis antikoagulan yang sering digunakan dalam pemeriksaan hematologi

adalah EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) , dimana pH EDTA mendekati

pH darah sehingga tidak mempengaruhi bentuk sel darah. EDTA terdapat 2

macam yaitu konvensional (serbuk dan cair) dan vacutainer (spray di dalam

tabung vacutainer), 1 mg EDTA dapat digunakan untuk 1 ml darah agar tidak

mudah membeku. Penggunaan EDTA kering sebesar 1 sampai 1,5 mg/ml darah

dan penggunaan EDTA cair sebesar 10 µl/ml darah untuk menghindari terjadinya

pembekuan (Gandasoebrata, 2013). Pada pemakaian EDTA konvensional tingkat

kesalahannya masih cukup tinggi. Perbandingan EDTA dan darah harus tepat,

karena hal ini sangat berpengaruh terhadap pemeriksaan hematologi. Bila

perbandingan kurang tepat, maka akan memberikan hasil yang tidak sesuai.

Dalam pemeriksaan hitung jumlah trombosit lebih baik menggunakan EDTA

vacutainer karena sudah memiliki takaran EDTA 1,5 mg/ml darah sehingga tidak

terjadi kelebihan antikoagulan. EDTA vacutainer stabilitasnya sangat baik

dibandingkan dengan garam EDTA yang lain, akan tetapi biayanya lebih mahal

atau 1 sampel EDTA vacutainer sama dengan 4 kali harga EDTA konvensional.
3

Spesimen untuk pemeriksaan hitung jumlah trombosit paling baik diambil dari

darah vena dengan penambahan antikoagulan EDTA agar tidak membeku. Sampai

saat ini antikoagulan EDTA dalam bentuk serbuk dan cair (pada penelitian ini

disebut EDTA konvensional) masih banyak digunakan di berbagai laboratorium

(Wijaya, 2006). Pemberian antikoagulan EDTA kurang dari yang dibutuhkan akan

menyebabkan hitung jumlah trombosit menurun karena terjadi mikrotrombi di

dalam penampung yang dapat menyumbat alat, sedangkan apabila dalam

pemberian antikoagulan berlebih akan menyebabkan sel mengalami

pembengkakan kemudian disintegrasi, membentuk fragmen dalam ukuran yang

sama dengan trombosit sehingga terhitung oleh alat penghitung elektronik dan

berakibat peningkatan palsu jumlah hitung trombosit, bila disintegrasi membentuk

fragmen yang berbeda dengan ukuran trombosit akan menyebabkan penurunan

jumlah hitung trombosit (Wirawan R, 2004). Pemberian antikoagulan EDTA

berlebih akan menyebabkan eritrosit mengalami krenasi/pengerutan dan

perubahan degeneratif, sehingga akan menyebabkan penurunan jumlah eritrosit

karena EDTA yang bersifat hiperosmolar. Apabila pemberian antikoagulan EDTA

berlebih akan menyebabkan perubahan pada morfologi neutrofil, seperti

pembengkakan, hilangnya lobus neutrofil dan sel akan mengalami disintegrasi

yang dapat menyebabkan penurunan jumlah leukosit (Wirawan R, 2004).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Faradilla (2018) pada pemeriksaan

hitung jumlah trombosit menunjukan hasil uji statistik p= 0,711 (p>0,05) yang

berarti Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil
4

jumlah trombosit pada pemberian antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA

vacutainer.

Namun, has il penelitian yang dilakukan oleh Faradilla (2018) ini bertentangan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurrachmat (2005) pada pemeriksaan

hitung jumlah trombosit dimana hasil uji statistik nya yaitu p=0,001(p<0,05) yang

berarti Ho ditolak, artinya adanya perbedaan yang signifikan antara hasil jumlah

trombosit pada pemberian antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA

vacutainer.

Pada beberapa instansi kesehatan, untuk pemeriksaan hematologi masih ada

yang menggunakan EDTA konvensional, dimana untuk penggunaan antikoagulan

ini dibutuhkan ketelitian dalam mengukur, ketepatan dosis dan volume darah. Hal

tersebut sangat tergantung pada keterampilan petugas laboratorium, sedangkan

saat ini sudah tersedia tabung vacutainer yang berisi antikoagulan EDTA yang

mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap ketepatan dosis dan volume darah.

Maka dari itu, berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mereview

beberapa literature tentang “Perbedaan Penggunaan Antikoagulan EDTA

Konvensional dan EDTA Vacutainer terhadap Jumlah Trombosit”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perbedaan

penggunaan antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer terhadap

jumlah trombosit?
5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan

penggunaan antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer terhadap

jumlah trombosit.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk menganalisis penggunaan antikoagulan EDTA konvensional

terhadap hasil jumlah trombosit.

2) Untuk menganalisis penggunaan antikoagulan EDTA vacutainer terhadap

jumlah trombosit.

3) Untuk menganalisis perbedaan penggunaan antikoagulan EDTA

konvensional dan EDTA vacutainer terhadap hasil jumlah trombosit.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dapat menambah ilmu pengetahuan, sebagai ajang pengembangan ilmu

pengetahuan bagi penulis, pembaca dan masyarakat mengenai perbedaan

penggunaan antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer terhadap

jumlah trombosit.
6

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk

petugas laboratorium untuk lebih teliti lagi dalam menggunakan

antikoagulan, karena pemberian antikoagulan yang lebih atau kurang akan

berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan laboratorium.

2) Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang

pembelajaran dalam praktikum mengenai penggunaan antikoagulan EDTA

konvensional dan antikoagulan EDTA vacutainer dalam penetapan hasil

trombosit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Darah

Darah merupakan salah satu jaringan dalam tubuh yang berbentuk cair

berwarna merah. Karena sifat darah yang berbeda dengan jaringan lain,

mengakibatkan darah dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain sehingga

dapat menyebar ke berbagai kompartemen tub uh. Penyebaran tersebut harus

terkontrol dan harus tetap berada pada satu ruangan agar darah benar - benar

dapat menjangkau seluruh jaringan di dalam tubuh melalui suatu sistem yang

disebut sistem kardiovaskuler, yang meliputi jantung dan pembuluh darah.

Dengan sistem tersebut darah dapat diakomodasikan secara teratur dan

diedarkan menuju organ dan jaringan yang tersebar di seluruh tubuh (Nugraha,

2015).

Sirkulasi darah terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit

yang tersuspensi dalam plasma. Sel yang bersikulasi dalam darah berasal dari

sumsum tulang. Darah juga merupakan cairan yang ada di dalam tubuh yang

berfungsi untuk mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh

tubuh. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, dan protein

pernafasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme

yang merupakan tempat terikatnya molekul oksigen (Sofro, 2012).

7
8

2.1.1.1 Fungsi Darah

Berdasarkan kandungan selular dan non selular dalam darah, jaringan ini

memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu : (Nugraha, 2015)

1) Fungsi Respirasi

2) Fungsi Nutrisi

3) Fungsi Ekskresi

4) Fungsi Penyeimbangan Asam Basa Tubuh

5) Fungsi Penyeimbangan Air Tubuh

6) Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh

7) Fungsi Pertahanan terhadap Infeksi

8) Fungsi Transpor Hormon dan Pengaturan Metabolisme

9) Fungsi Pembekuan Darah (Koagulasi).

2.1.1.2 Komponen Darah

Darah dibentuk dari dua komponen yaitu komponen selular dan komponen

non selular. Komponen selular sering disebut juga korpuskuli, yang

membentuk sekitar 45% yang terdiri dari tiga macam atau jenis sel yaitu

eritrosit, leukosit dan trombosit. Pada dasarnya trombosit bukan berupa sel

melainkan bentuk keping – keping dari pecahan sitoplasma sel megakariosit

(Nugraha, 2015).

Komponen non selular berupa cairan yang disebut plasma dan membentuk

sekitar 55% bagian dari darah. Dalam plasma terkandung berbagai macam

molekul makro dan mikro, baik yang bersifat larut air (hidrofilik) maupun

tidak larut air (hidrofobik), berupa organik maupun anorganik, serta atom –
9

atom maupun ionik. Plasma yang tidak mengandung faktor – faktor

pembekuan darah disebut serum (Nugraha, 2015).

Plasma darah terdiri dari air, protein, karbohidrat, lipid, asam amino,

vitamin, mineral dan lain sebagainya. Komponen tersebut ikut mengalir dalam

sirkulasi bersama darah, baik bebas atau diperantarai molekul lain agar dapat

terlarut di dalam plasma (Nugraha, 2015).

2.1.1.3 Sel - sel Darah

Adapun jenis sel – sel darah yang terdapat di dalam tubuh adalah sebagai

berikut :

1) Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang berbentuk cakram

bikonkaf, tidak berinti, berwarna merah karena mengandung hemoglobin.

Eritrosit berdiameter 7,5 µm dan tebal 2,0 µm. Jumlah di dalam tubuh paling

banyak kira-kira mencapai, 4,5-5 juta/mm dan memiliki bentuk yang bersifat

elastis agar bisa berubah bentuk ketika melalui berbagai macam pembuluh

darah yang dilaluinya (Nugraha, 2015). Melalui mikroskop, eritrosit tampak

bulat, berwarna merah, dan dibagian tengahnya tampak lebih pucat, disebut

dengan central pallor yang diameternya kira – kira sepertiga dari keseluruhan

diameter eritrosit (Kiswari, 2014). Seperti pada gambar berikut ini :


10

Gambar 2.1

Fungsi utama eritrosit adalah untuk pertukaran gas. Eritrosit membawa

oksigen ( ) dari paru menuju ke jaringan tubuh dan membawa

karbondioksida ( ) dari jaringan tubuh ke paru (Kiswari, 2014).

Pembuatan sel - sel darah merah (hematopoiesis) terjadi di dalam sumsum

tulang terutama dari tulang pendek pipih dan tidak beraturan, jaringan

kanselus pada ujung tulang pipa, sumsum dalam batang iga - iga dan dari

sternum. Perkembangan sel darah merah dalam sumsum tulang melalui

berbagai tahap : mula - mula besar dan berinti (nucleus), tidak mengandung

hemoglobin, kemudi

Rata - rata masa hidup sel darah merah adalah 120 hari. Sel darah merah

menjadi rusak dan dihancurkan dalam sistem retikulum endothelium terutama

dalam limfa dan hati. Globin dan hemoglobin dipecah menjadi asam amino

untuk digunakan sebagai protein dalam jaringan - jaringan. Zat besi (Fe)

dalam hem (dari hemoglobin) dikeluarkan untuk di recycle dalam

pembentukan sel darah merah kembali. Sisa hem


11

2) Leukosit

Leukosit atau sel darah putih memiliki ciri khas sel yang berbeda – beda,

secara umum leukosit memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit, tidak

berwarna dan dapat melakukan pergerakan dengan adanya kaki semu

(pseudopodia) dengan masa hidup 13 – 20 hari. Jumlah leukosit paling sedikit

di dalam tubuh, yaitu sekitar 4.000 –11.000/mm³ (Nugraha, 2015).

Sel darah putih dibuat dalam sumsum tulang. Sel ini memiliki sebuah inti

yang dapat membelah menjadi banyak dan protoplasmanya berbulir atau

bergranula (maka disebut granulosit

Meskipun leukosit merupakan sel darah, tetapi fungsinya lebih banyak

dilakukan di dalam jaringan. Selama berada di dalam darah, leukosit hanya

bersifat sementara mengikuti aliran darah ke seluruh tubuh. Apabila terjadi

peradangan pada jaringan tubuh, leukosit akan bermigrasi, menuju jaringan

yang mengalami radang dengan cara menembus dinding pembuluh darah

(kapiler) (Kiswari, 2014).

Terdapat lima jenis leukosit yaitu : neutrofil, eosinofil, basofil (granulosit),

monosit dan limfosit (agranulosit). Berdasarkan fungsinya dalam

mempertahankan tubuh, leukosit dibagi menjadi ke dalam dua kelompok

besar, yaitu fagosit yang mencakup neutrofil, eo sinofil, basofil, monosit dan

imunosit yang hanya mencakup limfosit. Fagosit dan imunosit berperan

penting dalam melindungi tubuh terhadap adanya infeksi (Nugraha, 2015).

Sebagai alat pertahanan tubuh, sel darah putih berfungsi membantu tubuh

melawan berbagai penyakit infeksi. Neutrofil berfungsi melawan bakteri dan


12

jamur, eosinofil melawan parasit yang lebih besar dan memodulasi respon

inflamasi dengan alergi, dan basofil melepaskan histamin untuk menginduksi

respon inflamasi (Jitowiyono, 2018).

Ada tiga jenis limfosit: sel B, Sel T dan Sel pembunuh alami (NK/natural

killer). Sel B memproduksi antibodi. Sementara itu, sel T berfungsi membuat

tubuh kembali normal setelah mendapat respons inflamasi, mereka dapat

mengaktifkan dan mengatur sel B dan T, atau mereka dapat menyerang sel-sel

yang terinfeksi virus. Sel pembunuh alami menyerang sel-sel yang terinfeksi

virus. Monosit pindah ke jaringan dan kemudian berdiferensiasi menjadi

makrofag. Makrofag adalah sel fagositik, yang memakan limbah seluler dan

patogen. Makrofag juga berfungsi merangsang limfosit (Jitowiyono, 2018).

Gambar 2.2 Jenis- jenis Sel Darah Putih (Leukosit) (Sumber : widodoandy.blogspot.com)

Tabel 2.1 Persentase Jenis – jenis Leukosit (Kiswari, 2014)

Jenis Sel % Absolut/mL


Eosinofil 2–4 ≤7
Basofil ≤ ≤
Neutrofil batang 2–6 ≤
Neutrofil segmen 50 – 70 1500 – 8000
Limfosit 20 – 40 600 – 5000
Monosit 2–9 100 – 800
13

2.1.2 Trombosit

Trombosit disebut juga keping darah atau platelet yaitu fragmen atau

potongan – potongan kecil dari sitoplasma megakariosit, jumlah di dalam

tubuh antara 150.000 – 400.000 keping/mm³ (Nugraha, 2015). Trombosit

dibentuk dalam sumsum tulang. Berperan sangat

Trombosit sering juga disebut sebagai sel-sel penggumpal atau pembekuan

darah. Trombosit ini lebih unik dibandingkan dengan leukosit dan eritrosit,

yaitu karena bentuknya tidak lazim sebagai mana umumnya. Semula trombosit

ini dianggap sebagai artefak pada pembuatan apusan darah karena jika dilihat

dibawah mikroskop tidak nampak bentuk seperti sel melainkan seperti bentuk

bercak kotoran pengecatan. Pada keadaan tertentu misalnya pada gangguan

kesehatan jumlahnya dapat menurun sering disebut sebagai thrombositopenia,

dan sebaliknya trombosit juga dapat meningkat jumlahnya yang disebut

thrombositosis (Sofro, 2012). Masa hidupnya 8 – 10 hari, setelah itu keping

darah akan dibawa ke limpa untuk dihancurkan. S isa – sisa sel tersebut akan

dimakan oleh makrofag (Dharma AR dkk, 2011).

Gambar 2.3 Trombosit (Platelet) (Sumber : Okti Amalina, 2018)


14

2.1.2.1 Produksi Trombosit

Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui fragmentasi

sitoplasma megakariosit. Produksi trombosit mengikuti pembentukan

mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membran

pembatas trombosit. Interval waktu semenjak di diferensiasi sel induk manusia

sampai produksi trombosit berkisar 10 hari. Tiap sel megakariosit

menghasilkan 1.000 – 1.500 trombosit, sehingga diperkirakan akan dihasilkan

35.000/ul trombosit perhari (Hoffbrand dkk, 2013).

Trombopoetin adalah pengatur utama produksi trombosit, dihasilkan oleh

hati dan ginjal. Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoetin (C-MPL)

dan mengeluarkannya dari sirkulasi, karena itu kadar trombopoetin tinggi pada

trombositopenia akibat aplasia sumsum tulang. Trombopoetin meningkatkan

jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. Jumlah trombosit mulai

meningkat pada 6 hari setelah dimulainya terapi dan tetap tinggi selama 7 – 10

hari. Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x 109 per liter (rentang 150-

400 x 109 per liter). Hingga sepertiga dari trombosit produksi sumsum tulang

dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi jumlah ini meningkat

menjadi 90% pada kasus splenomegali berat (Bain, 2015).

2.1.2.2 Morfologi Trombosit

Morfologi trombosit yaitu berbentuk bulat atau oval, berukuran 1–4 µm,

tidak mempunyai inti, sitoplasma berwarna biru dengan granula yang

berwarna ungu kemerahan dan apabila dilihat dari mikroskop akan mengkilat

dan berwarna biru. Pada mikroskop elektron, trombosit dapat dibagi menjadi 4
15

zona dengan masing – masing zona mempunyai fungsi khusus. Keempat zona

adalah zona perifer yang berfungsi untuk adhesi dan agregasi, zona solgel

menunjang struktur dan mekanisme kontraksi, zona organel yang berperan

dalam pengeluaran isi trombosit serta zona membran yang keluar dari isi

granula saat pelepasan (Nugraha, 2015).

2.1.2.3 Struktur Trombosit

Struktur trombosit terdapat glikoprotein yang menyelubungi permukaan

trombosit yang sangat berperan dalam reaksi perlekatan pada proses

pembentukan sumbatan trombosit. Dalam sitoplasma trombosit terdapat tiga

jenis granula, yaitu granula alfa, padat dan lisosom. Granula alfa banyak

megandung faktor pembekuan. Granula padat sangat jarang mengandung

adenosin difosfat (ADP), adenosin trifosfat (ATP), serotonin dan kalsium.

Granula lisosom sangat banyak mengandung enzim hidrolitik (Nugraha,

2015).

2.1.2.4 Fungsi Trombosit

Trombosit sangat berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila

terjadi cidera vaskuler, trombosit akan mengumpul pada tempat yang

mengalami cidera tersebut. Fungsi utama dari trombosit adalah sebagai

pembentuk sumbatan mekanis selama respon hemostatik normal terhadap luka

vaskuler. Tanpa adanya trombosit akan menyebabkan terjadinya kebocoran

darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa proses

adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat

penting untuk fungsinya (Brunner, 2013).


16

Setelah terjadi adhesi trombosit, selanjutnya akan dilepas ADP. Proses ini

bersifat reversibel, yang terlihat sebagai gelombang pertama pada tes agregasi

trombosit. Bila konsentrasi ADP semakin meningkat, maka terjadilah agregasi

trombosit. Selain ADP, juga dilepas serotonin, yang menyebabkan

vasokontriksi, sehingga memberi kesempatan untuk menyiapkan pembentukan

sumbatan hemostatik primer, yaitu yang terdiri atas trombosit dan fibrin.

Benang – benang fibrin akan membentuk sebuah formasi seperti jaring –

jaring yang akan menutupi daerah luka sehingga dapat menghentikan

perdarahan aktif yang terjadi pada luka. Selain itu, trombosit juga dapat

berperan dalam melawan infeksi virus dan bakteri yang masuk kedalam tubuh

kemudian dengan bantuan sel – sel kekebalan tubuh lainnya untuk

menghancurkan virus dan bakteri di dalam trombosit tersebut (Sacher, 2012).

Trombosit dalam keadaan normal bersirkulasi keseluruh tubuh melalui

aliran darah. Namun, dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh

darah, trombosit tertarik ke daerah tersebut sebagai respon terhadap kolagen

yang terpajan di lapisan subendotel pembuluh darah. Trombosit melekat ke

permukaan yang rusak dan mengeluarkan beberapa zat (serotonin dan

histamin) yang menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh. Fungsi lain

dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk dan kualitas setelah berikatan

dengan pembuluh darah yang cidera. Trombosit akan menjadi lengket dan

menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang secara e fektif

menambal daerah yang luka (Wiwik dkk, 2008).


17

2.1.2.5 Sifat Trombosit

Sifat fisis trombosit diantaranya (Muttaqin, 2009) :

1) Adhesi yaitu sifat trombosit yang mudah melekat pada permukaan

asing.

2) Agregasi yaitu sifat trombosit yang mudah melekat satu sama lain.

3) Aglutinasi yaitu sifat trombosit yang mudah menggumpal.

4) Disintegrasi yaitu sifat trombosit yang mudah pecah/mati.

2.1.2.6 Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit

Trombosit sulit dihitung karena mudah sekali pecah dan karena sukar

dibedakan dari kotoran kecil. Oleh sebab itu, sel – sel trombosit cenderung

melekat pada permukaan benda asing (bukan endotel tubuh) dan menggumpal.

Cara yang lazim digunakan untuk pemeriksaan trombosit yaitu pemeriksaan

cara langsung yang menggunakan metode Rees Ecker atau Breacher Cronkite,

dan cara tidak langsung menggunakan metode fonio atau MgS , dan cara

automatic dengan alat Hematology Analyzer. Guna mencegah trombosit

melekat pada permukaan asing dianjurkan menggunakan alat – alat gelas yang

dilapisi dengan silikon atau menggunakan alat – alat plastik (Gandasoebrata,

2010).

Adapun pemeriksaan hitung jumlah trombosit dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :
18

1) Perhitungan Trombosit Secara Langsung

a. Metode Rees Ecker

Metode langsung ini menggunakan darah yang diencerkan menggunakan

pipet thoma eritrosit lalu dimasukkan ke dalam kamar hitung. Dengan

menggunakan larutan pengencer yang terdiri dari BCB (Brilliant Cresyl Blue)

yang dapat membuat trombosit menjadi berwarna terang kebiruan saat dilihat

dibawah mikroskop. Larutan BCB tidak mengandung zat yang dapat

melisiskan eritrosit sehingga eritrosit akan tetap tampak saat dilakukan

perhitungan trombosit di bawah mikroskop (Nugraha, 2015). Metode ini

mempunyai kesalahan sekitar 16 – 25 %. Penyebabnya karena faktor teknik

pada pengambilan sampel yang menyebabkan trombosit bergerombol

sehingga sulit dihitung, pengenceran yang tidak akurat dan penyebaran

trombosit yang tidak merata (Riswanto, 2013).

Kelebihan dari larutan Rees Ecker adalah trombosit lebih jelas terlihat dan

trombosit berwarna biru. Sedangkan kekurangannya adalah harga larutan Rees

Ecker lebih mahal, tidak dapat melisiskan eritrosit, dan dengan pengenceran

kecil eritrosit menumpuk sehingga menutupi trombosit (Sacher dan

McPherson, 2004).

b. Metode Breacher Cronkite

Metode ini mempunyai cara yang hampir sama dengan metode Rees

Ecker, perbedaan dari keduanya yaitu berada pada larutan pengencer yang

digunakan. Metode Breacher Cronkite yaitu menggunakan darah yang

diencerkan dengan larutan ammonium oksalat 1% yang berfungsi untuk


19

melisiskan eritrosit, trombosit akan tampak tidak berwarna atau jernih di

bawah mikroskop. Kesalahan pada metode ini berkisar antara 8 – 10%.

Metode ini merupakan cara perhitungan yang paling baik. Penyebab kesalahan

yang utama pada metode ini adalah faktor teknis atau pengenceran yang tidak

akurat, serta percampuran yang belum merata dan adanya perlekatan trombosit

atau agregasi (Riswanto, 2013).

Kelebihan dari larutan ammonium oksalat 1% adalah dapat melisiskan

eritrosit dan bayangan leukosit lenyap, lebih terlihat jelas dan harga relatif

lebih murah. Sedangkan kekurangannya adalah lebih mudah terkontaminasi

dan mempunyai latar belakang jernih sehingga trombosit sukar dibaca (Sacher

dan McPherson, 2004).

Gambar 2.4 Penampakan Trombosit pada Bilik Hitung (Sumber : medlab.id)

2) Perhitungan Trombosit Secara Tidak Langsung

Perhitungan trombosit cara tidak langsung ini menggunakan metode

Fonio, metode ini menggunakan darah yang ditambahkan larutan MgS 14%

kemudian dibuat sediaan apusan darah tepi (SADT) lalu dicat dengan Wright

atau Giemsa. Jumlah trombosit kemudian diperiksa dibawah mikroskop


20

dengan menggunakan perbesaran 40x, dan dihitung per jumlah eritrosit atau

dalam 1000 eritrosit (Gandasoebrata, 2010).

Kelebihan sediaan apusan darah tepi (SADT) yaitu dapat melihat langsung

keadaan sel trombosit yang rusak dan yang beragregasi, biayanya murah.

Kekurangannya yaitu tergantung dari keteramp ilan seseorang dari pembuatan

apusan darah tepi, hasil pemeriksaan yang sangat subjektif, cara membaca

dalam lapang pandang, distribusi sel yang tidak merata (Sacher dan

McPherson, 2004).

Gambar 2.5 Trombosit dengan Pengecatan Giemsa (Sumber : Houwen, 2000)

3) Metode Automatic (Cell Counter Automatic)

Pengukuran RBC/PLT dihitung dan diukur dengan metode impedansi.

Metode ini berdasarkan pada pengukuran perubahan daya tahan elektris yang

di produksi oleh sebuah partikel, dalam hal ini adalah sel darah. Tergantung

konduksi diluent dalam melewati celah/lubang yang disebut dimensi, sebuah

elektroda terendam dalam cairan di kedua sisi dari celah/lubang yang akan

menghasilkan arus listrik. Setiap partikel yang melewati celah ini dapat

mengalami perubahan pada daya tahannya diantara elektroda-elektroda yang

di produksi. Perubahan yang dihasilkan dapat diukur dengan getaran

elektrisnya. Jumlah getaran menghasilkan sinyal jumlah partikel yang


21

melewati celah/lubang. Setiap getaran akan diperkuat dan dibandingkan

dengan saluran voltasi referensi yang hanya diterima oleh getaran dengan

amplitude tertentu. Jika getaran yang di bandingkan melebihi range terendah

RBC/PLT maka dihitung sebagai RBC/PLT (Mindray, 2006).

Kelebihan pada metode ini adalah mampu mengerjakan beberapa

parameter pemeriksaan dalam waktu bersamaan, hasil pemeriksaan valid

karena terstandarisasi dan proses pengerjaan lebih cepat dibanding manual

sehingga lebih efektif dan efisien (Harjo, 2011). Kekurangan dari metode ini

meliputi harga yang cukup mahal untuk membeli alat, harus dilengkapi

instalasi listrik yang memadai dan stabil, suhu dan ruang akan mempengaruhi

kinerja alat, apabila ada trombosit bergerombol, trombosit besar ( giant

platelete ) serta adanya kotoran, pecahan eritrosit, pecahan leukosit tidak dapat

terdektesi atau tidak dapat dibedakkan. Teknik ini pada keadaan tertentu dapat

memberikan hasil trombosit rendah palsu atau trombosit tinggi palsu

(Wulandari, Zualikah, 2012).

4) Metode Sediaan Apusan Darah Tepi (SADT)

Pada prinsipnya semua hasil perhitungan jumlah trombosit, baik itu

normal maupun abnormal yang diperiksa secara langsung harus dilakukan

cross check dengan apusan darah tepi. Cross check pada sediaan apusan darah

tepi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara hitung jumlah trombosit

secara langsung dan estimasi.

Menurut metode Barbara Brown untuk menghitung estimasi jumlah

trombosit yaitu ditentukan dari jumlah trombosit dari 5 – 10 lapang pandang


22

pada apusan darah tepi, yaitu pada daerah yang tipis atau ekor dimana eritro sit

yang terlihat menyebar atau sedikit over lapping. Rata – rata dari jumlah

trombosit kemudian dikalikan dengan 20.000/mm3. Dari hasil tersebut

merupakan jumlah trombosit secara estimasi. Ketepatan hasil estimasi juga

bergantung pada kemampuan pemeriksa dalam mengidentifikasi jumlah

trombosit pada apusan darah tepi (Rohmawati, 2003).

Kelebihan sediaan apusan darah tepi (SADT) yaitu dapat melihat langsung

keadaan sel trombosit yang rusak dan yang beragregasi, biayanya murah.

Kekurangannya yaitu tergantung dari keterampilan seseorang dari pembuatan

apusan darah tepi, hasil pemeriksaan yang sangat subjektif, cara membaca

dalam lapang pandang, distribusi sel yang tidak merata (Sacher dan

McPherson, 2004).

2.1.2.7 Alat yang Digunakan untuk Menghitung Jumlah Trombosit

1) Hemositometer

Hemositometer atau haemocytometer adalah seperangkat alat yang

dipergunakan untuk menghitung sel darah. Satu set hemositometer terdiri dari

(Nugraha, 2015) :

a. Bilik Hitung (Counting Chamber)

Bilik hitung atau kamar hitung adalah kaca objek yang berukuran tebal,

dengan dua buah lekukan kaca persegi panjang yang membentuk ruangan atau

bilik (mounting support), dibagian tengah terdapat dua area garis bagi yang

teliti untuk perhitungan sel pada dua permukaan rata (Nugraha, 2015).
23

Gambar 2.6 (a) Bilik Hitung Neubauer Improved (b) Posisi counting area pada
bilik hitung (Sumber : Nugraha, 2015)

Terdapat berbagai macam - macam bilik hitung berdasarkan perbedaan

ukuran dan pola garis pada counting area yaitu original Neubauer, Neubauer

Improved, Burker, Turk, Thoma, Fuch - Roshenthal, Tatai dan Spers - Levy.

Dari banyak macam bilik hitung di atas, bilik hitung jenis Neubauer

Improved adalah bilik hitung yang sering digunakan dalam menghitung jenis

sel (Nugraha, 2015).

Pada bilik hitung Neubauer Improved memiliki luas 3 mm × 3 mm yang

dibagi menjadi 9 kotak besar dengan ukuran masing - masing kotak 1 mm ×

1 mm. Penghitungan sel eritrosit dan trombosit dilakukan pada bagian tengah.

Kotak eritrosit ini terbagi menjadi 25 kotak sedang dengan ukuran 0,20 mm ×

0,20 mm. Masing - masing kotak sedang ini terbagi lagi menjadi 16 kotak

kecil, dengan ukuran 0,05 mm × 0,05 mm (Nugraha, 2015).


24

Gambar 2.7 Pola garis dan ukuran pada counting area Neubauer Improved (Sumber :
Nugraha, 2015)

b. Kaca Penutup (Deck Glass)

Kaca penutup khusus untuk bilik hitung biasanya lebih tebal dari pada

kaca penutup biasa, tetapi dapat juga menggunakan kaca penutup biasa. Kaca

penutup yang terpasang membentuk celah antara kaca penutup dan bilik

hitung, ukuran tinggi celah tepat 0,100 mm ditandai dengan adanya warna

pelangi yang disebut cincin newton pada kedua tanggul bilik hitung (Nugraha,

2015).

Gambar 2.8
25

c. Pipet Thoma (Pipet Pengencer)

Pipet thoma berbentuk seperti pipa kapiler yang memiliki ruangan bulat

lonjong pada sepertiga bagian pipet menyerupai pipet gondok, dalam bulatan

tersebut terdapat sebutir kaca atau pelampung (bead) berwarna yang berfungsi

untuk membantu proses homogenisasi pada saat pengenceran darah. Terdapat

dua jenis pipet thoma yaitu pipet thoma eritrosit yang digunakan untuk

menghitung jumlah eritrosit dan trombosit ditandai dengan butiran kaca warna

merah dan pipet thoma leukosit untuk menghitung jumlah leukosit yang

ditandai dengan butiran kaca berwarna putih (Nugraha, 2015).

Gambar 2.9 (a) Pipet thoma eritrosit (b) Pipet thoma leukosit (Sumber : Nugraha, 2015)

d. Aspiratori

Aspiratori atau penghisap yang dipasangkan pada pipet thoma untuk

menghisap sampel dan reagen (Nugraha, 2015).

2) Hematology Analyzer

Alat Hematology Analyzer merupakan alat hematologi full automatik

untuk menghitung sel darah dalam larutan diluent secara akurat, serta dapat

memeriksa 18 parameter. Volume cairan yang melewati aperture harus

konstan, manometer mengontrol volume dengan membaca level diluent

dengan menggunakan optical sensor. Sampel yang digunakan adalah darah


26

(whole blood), dan hasil pemeriksaan tampil pada display atau print out

(Murti, 2011).

Gambar 2.10 Alat Hematology Analyzer (Sumber : Mindray, 2006)

Komponen yang terdapat pada Hematology Analyzer antara lain : Probe

(jarum penghisap), display (layar), printer, switch (tombol start), diluent,

presure (pengatur tekanan), vacum, trap chember, detektor (tranducer WBC

dan RBC) (Murti, 2011).

Hematology Analyzer menggunakan 3 detektor yaitu : Blok detektor WBC

untuk menentukan angka WBC, RBC dan PLT diperiksa dengan blok detector

HGB (hemoglobin), dan menggunakan SLS Hemoglobin

(cianmethemoglobin) detection method (Murti, 2011).

Gambar 2.11 Blok diagram Hematology Analyzer (Sumber : Infolabmed, 2017)


27

Gambar 2.11 menunjukkan blok diagram Hematology Analyzer. Prinsip

kerja Hematology Analyzer adalah sampel darah yang sudah dicampur dengan

reagen dilusi sebanyak 200x proses hemolyzing untuk mengukur jumlah

leukosit. Selanjutnya sampel dilakukan dilusi lanjutan sebanyak 200x (jadi

40.000x) untuk mengukur eritrosit dan trombosit. Sampel diproses pada blok

data processing dan hasilnya akan ditampilkan pada monitor dan dicetak

dengan mesin print (Infolabmed, 2017).

2.1.2.8 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan Trombosit

1) Faktor Teknis

a. Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai

dapat menyebabkan kesalahan pada hasil :

1. Jika volume darah terlalu sedikit (1-1,5 mg EDTA/ml darah

untuk EDTA kering dan 10 µl/ml darah untuk EDTA cair) ,

sel – sel eritrosit mengalami krenasi, sedangkan trombosit

membesar dan mengalami disintegrasi. Dapat diartikan

jumlah trombosit dapat menurun.

2. Jika volume darah terlalu banyak (1-1,5 mg EDTA/ml

darah untuk EDTA kering dan 10 µl/ml darah untuk EDTA

cair), dapat menyebabkan terbentuknya jendalan yang

berakibat menurunnya jumlah trombosit (Child J.A, 2010).

b. Pemeriksaan hitung jumlah trombosit yaitu penundaan

pemeriksaan lebih dari satu jam dapat menyebabkan penurunan

jumlah trombosit (Gandasoebrata, 2010).


28

c. Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung jumlah trombosit

cenderung lebih rendah (Gandasoebrata, 2010).

d. Pengambilan sampel darah yang terlalu lama dapat menyebabkan

trombosit saling melekat (agregasi) sehingga hitung trombosit

menurun (Gandasoebrata, 2010).

e. Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau

pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan

agregasi trombosit, bahkan terjadi bekuan (Gandasoebrata, 2010).

f. Kesalahan pada saat pengambilan darah vena.

1. Menggunakan spuit yang basah.

2. Menggunakan ikatan pembendung terlalu lama atau terlalu

keras akibatnya yaitu terjadi hemokonsentrasi.

3. Terjadinya bekuan dalam spuit karena lambatnya bekerja.

4. Terjadinya bekuan dalam tabung karena tidak dicampur

semestinya dengan antikoagulan yang digunakan

(Gandasoebrata, 2010).

2) Faktor Patologis

a. Hasil trombosit tinggi

Polisitemia vera, trauma (pembedahan, fraktur), pasca splenektomi,

kehilangan darah akut (memuncak pada 7 sampai 10 hari), karsino ma

metastatik, embolisme pulmonar, dataran tinggi, tuberkulosis, retikulositosis,

latihan fisik berat (Nugraha, 2015).


29

b. Hasil trombosit rendah

ITP, mieloma multipel, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak),

leukemia (limfostik, mielostik, monositik), anemia (aplastik, defisiensi zat

besi, pernisioasa, defisiensi asam folat, sel sabit), penyakit hati (sirosis,

hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, penyakit ginjal, DBD, eklamsia, demam

reumatik akut (Nugraha, 2015).

3) Faktor Laboratoris

a. Pra Analitik

1. Persiapan Pasien

Beberapa sumber kesalahan yang kurang terkontrol dari tahap pra

analitik ini seperti aktivitas fisik, puasa, diet, stress, efek posisi,

menstruasi, kehamilan, gaya hidup (konsumsi alkohol, rokok, kopi, obat) ,

usia, jenis kelamin, pasca tranfusi, pasca operasi dan lainnya. Karena hal –

hal tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap beberapa pemeriksaan

hematologi, maka pasien harus selalu dipertimbangkan sebelum

pengambilan sampel (Riswanto, 2010).

2. Persiapan Pengumpulan Sampel

Spesimen yang akan diperiksa harus memenuhi persyaratan sesuai

jenis pemeriksaan, volume mencukupi, kondisi baik (tidak lisis,

segar/tidak kadaluwarsa, penggunaan antikoagulan yang tepat, ditampung

dalam wadah yang memenuhi syarat identitas benar sesuai dengan data

pasien (Riswanto, 2010).


30

3. Pengambilan Spesimen

Teknik pengambilan sesuai dengan SOP, penampungan spesimen

dalam wadah harus diperhatikan (seluruh sampel harus masuk ke dalam

wadah jangan ada yang menempel pada bagian luar untuk menghindari

kontaminasi, wadah harus ditutup rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri

untuk mencegah spesimen tumpah, darah harus segera dimasukkan dalam

tabung setelah sampling, lepaskan jarum alirkan darah melalui dinding

tabung perlahan – lahan agar tidak terjadi hemolisis).

Sumber – sumber kesalahan pada pengambilan sampel darah :

a) Pemasangan torniquet terlalu lama.

b) Pengambilan darah terlalu lama (tidak sekali tusuk kena) dapat

menyebabkan trombosit menurun.

c) Pengambilan darah pada jalur infus dapat menyebabkan eritrosit, leukosit,

trombosit menurun.

d) Homogenisasi darah dengan antikoagulan yang tidak sempurna atau

keterlambatan homogenisasi menyebabkan terbentuknya bekuan darah

(Riswanto, 2010).

b. Analitik

Proses analitik adalah tahap pengerjaan sampel sehingga diperoleh

hasil pemeriksaan.
31

1) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan eritrosit, leukosit, trombosit dapat menggunakan darah

vena maupun kapiler. Pemeriksaan dengan darah kapiler memberikan hasil

lebih rendah dibandingkan darah vena.

2) Pemeliharaan dan kalibrasi alat

Alat pemeriksaan jika tidak dilakukan perawatan secara rutin

maupun kalibrasi maka akan mempengaruhi pada hasil pemeriksaan.

3) Kualitas reagen

Reagen harus diperlakukan sesuai aturan yang diberikan pabrik

pembuatannya termasuk cara peyimpanannya, penggunaan dan

expirednya. Pemakaian reagen yang sudah rusak oleh karena sudah

expired maupun salah dalam suhu penyimpanan akan menyebabkan

penurunan hasil pemeriksaan (Nurrachmat, 2005).

4) Pemeriksa

Faktor pemeriksa juga berpengaruh terhadap hasil pemeriksaan.

Pemeriksa perlu memiliki keterampilan dan rasa tanggungjawab dalam

melakukan suatu pemeriksaan, baik dari segi ketepatan dan ketelitian

(Nurrachmat, 2005).

c. Pasca Analitik

Proses pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang

dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarka

benar – benar valid atau dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan

pencatatan dan pelaporan hasil laboratorium harus dilaksanakan dengan


32

cermat dan teliti karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan dapat

menyebabkan kesalahan dalam penyampaian hasil pemeriksaan.

2.1.3 Macam - macam Antikoagulan

Antikoagulan merupakan zat yang dapat menghambat penggumpalan

darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan

trombin yang digunakan untuk merubah fibrinogen menjadi fibrin dalam

proses pembekuan (Dewi, 2017).

Aktivitas zat antikoagulan pada dasarnya adalah dengan mengikat atau

mengendapkan ion kalsium (Ca). Ion kalsium adalah salah satu faktor

pembekuan (faktor IV), tanpa kalsium pembekuan tidak terjadi, dan akan

menghambat pembentukan trombin. Trombin adalah enzim yang berperan

dalam perubahan fibrinogen menjadi fibrin (Kiswari, 2014). Jenis

antikoagulan yang baik adalah yang tidak merusak komponen - komponen

yang terkandung di dalam darah. Penggunaan antikoagulan harus sesuai

dengan jenis pemeriksaan (Blue Goby, 2016).

Adapun jenis – jenis antikoagulan adalah sebagai berikut :

2.1.3.1 Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA)

Antikoagulan EDTA ini yang biasa digunakan di laboratorium ada 3

macam, yaitu dinatrium ( EDTA), dipotassium ( EDTA), dan

tripotassium ( EDTA). EDTA dan EDTA biasanya digunakan dalam

bentuk serbuk (EDTA konvensional), sedangkan EDTA biasanya

digunakan dalam bentuk cair. Sampai saat ini penggunaan EDTA

konvensional masih banyak digunakan di berbagai laboratorium. Sedangkan


33

EDTA vacutainer biasanya dalam bentuk cair yang sudah terdapat pada

tabung vacum. Pengukuran dibuat untuk memudahkan dalam pemeriksaan

yaitu dibuat menjadi larutan dengan konsentrasi 10% (10g / 100ml EDTA =

10.000mg/100ml), dimana 0,01 ml EDTA 10% digunakan untuk mencegah

pembekuan dari 1 ml darah. Perbandingan EDTA dengan darah harus tepat

karena jika EDTA kurang akan mengalami pembekuan dan apabila EDTA

berlebihan maka sel eritosit akan mengalami krenasi serta trombosit akan

membesar dan mengalami disintegrasi (Riswanto, 2013).

EDTA konvensional memiliki keunggulan yaitu dari segi biaya lebih

murah dan mudah diperoleh, tetapi juga memiliki kelemahan antara lain yaitu

takaran yang digunakan harus sesuai, agak sukar larut dengan darah karena

bentuknya serbuk. Sedangkan keunggulan dari EDTA vacutainer yaitu tabung

vacum dapat mengontrol jumlah darah yang masuk dengan jumlah tertentu

sehingga perbandingan antara antikoagulan dengan darah dapat

dipertanggungjawabkan, antikoagulan dengan darah lebih mudah homogen

karena bentuknya cair sehingga memudahkan proses homogenisasi. Sama hal

nya dengan EDTA konvensional, EDTA vacutainer juga memiliki kelemahan

di antaranya yaitu dari segi biaya lebih mahal bisa mencapai 4 kali harga dari

EDTA konvensional, dapat menyebabkan trombosit membesar dan mengalami

disintegrasi karena sebelum tabung vacum berhenti menghisap sudah

dilakukan pencabutan jarum sehingga jumlah antikoagulan dan darah tidak

tepat lagi (Wijaya, 2006).


34

Darah yang berantikoagulan EDTA pada waktu setelah pengambilan

spesimen harus segera dihomogenkan untuk menghindari adanya

pengelompokan trombosit. Homogenisasi dilakukan dengan membolak –

balikkan tabung sebanyak 8 – 10 kali dan dilakukan dengan lembut dan hati –

hati agar darah tidak hemolisis (Riswanto, 2013).

Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami pembekuan.

Sebaliknya, bila EDTA berlebihan eritrosit mengalami penyusutan, trombosit

membesar dan mengalami disintegrasi. Darah EDTA harus segera dicampur

setelah pengambilan untuk menghindari pengelompokan trombosit dan

pembentukan bekuan (Ria, 2016).

2.1.3.2 Heparin

Antikoagulan heparin ini merupakan suatu asam mukopolisakarida yaitu

yang bekerja dengan cara menghentikan pembentukan trombin dari protombin

sehingga dapat menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen. Heparin ini

berdaya seperti antitrombin, dan tidak berpengaruh terhadap bentuk eritrosit

dan leukosit. Dalam keadaan sehari – hari heparin ini jarang dipakai karena

mahal harganya. Heparin ini dapat dipakai sebagai larutan ataupun dalam

bentuk kering dengan konsentrasi perbandingan penggunaannya adalah 1 mg

heparin kering untuk 10 ml darah (Gandasoebrata, 2010).

Ada tiga macam jenis antikoagulan heparin, yaitu jenis ammonium

heparin, lithium heparin dan sodium heparin. Pada pemeriksaan kadar

hemoglobin, pemeriksaan hematokrit, pemeriksaan perhitungan sel – sel

darah, golongan darah, serta pada saat transfusi darah biasanya digunakan
35

jenis antikoagulan lithium heparin. Konsentrasi dalam penggunaa n adalah

sekitar 15 ± 2,5 IU heparin untuk 1 ml darah atau 0,1 – 0,2 ml heparin untuk 1

ml darah (Riswanto, 2013). Heparin tidak dianjurkan untuk pemeriksaan

apusan darah tepi karena menyebabkan latar belakang berwarna gelap (biru

kehitaman) pada preparat (Nugraha, 2015).

2.1.3.3 Natrium Sitrat (Sodium citratet)

Natrium Sitrat adalah jenis antikoagulan yang direkomendasikan oleh

International commite for Standardization in Haematology (ICSH) dan

International for Thrombosis and Haematology sebagai antikoagulan yang

terpilih untuk tes koagulasi. Cara kerjanya dengan mengendapkan ion kalsium,

sehingga menjadi bentuk yang tidak aktif (Dewi, 2017).

Natrium Sitrat dalam larutan 3,8 %, yaitu larutan yang bersifat isotonik

dengan darah. Dapat dipakai untuk pemeriksaan laju endap darah cara

westergren (Gandasoebrata, 2013).

Penggunaan Na - sitrat 3,2% dapat dilakukan untuk pemeriksaan sistem

pembekuan darah (1 bagian Na citrat + 9 bagian darah), pemeriksaan LED (1

bagian Na – citrat + 4 bagian darah), penentuan golongan darah, dan transfusi

darah (Riswanto, 2013).

2.1.3.4 Oksalat

Antikoagulan oksalat tersedia dalam bentuk natrium oksalat (Na2C2O4),

kalium oksalat (K2C2O4), dan ammonium oksalat ([NH4]2C2O4). Oksalat

bekerja sebagai antikoagulan dengan cara mengikat ion kalsium, umumnya

bersifat toksik dan berbahaya (Nugraha, 2015).


36

Selain itu, kalium oksalat dikombinasikan dengan ammonium oksalat

menurut Heller dan Paul yang juga dikenal sebagai double oxalat atau

balanced oxalate mixture. Jika hanya menggunakan kalium oksalat sel - sel

eritrosit akan mengkerut, jika hanya ammonium oksalat sel - sel eritrosit akan

mengembang. Campuran kedua garam dengan perbandingan 2 Na oksalat : 3

ammonium oksalat, tidak akan mempengaruhi ukuran eritrosit (Nugraha,

2015).

Natrium oksalat ( ) 0,1 N biasa digunakan untuk pemeriksaan

faktor pembekuan darah misalnya pemeriksaan PPT (Plasma Prothombin

Time) dengan menggunakan perbandingan 9 bagian darah + 1 bagian natrium

oksalat. Antikoagulan oksalat ini bekerja dengan mencegah pembekuan dara h

dengan cara mengendapkan kalium dalam darah. Antikoagulan ini dapat

dijumpai sebagai ammonium, lithium, kalium dan natrium (Riswanto, 2013).

Antikoagulan ini tidak boleh digunakan pada pembuatan hapusan darah,

karena bahan ini bersifat toxis dan dapat menyebabkan perubahan – perubahan

pada morfologi dari sel – sel darah antara lain krenasi dari eritrosit,

vakuolisasi pada protoplasma dari granulosit, dan perubahan – perubahan

artefact pada inti limfosit dan monosit (Subroto, 2000).

2.1.3.5 Asam Sitrat Dektrosa (ACD/Acid Citrate Dextrose)

Asam sitrat mencegah koagulasi dengan cara mengikat kalsium melalui

sedikit efeknya pada trombosit. Larutan ACD tersedia dalam dua formulasi

(larutan A dan larutan B) untuk tes imunohematologi, seperti tes DNA dan

fenotipen human leucocyte antigen (HLA), yang digunakan untuk menentukan


37

kompatibilitas transplantasi. Dektrosa bertindak sebagai pengawet eritrosit dan

dengan energi mempertahankan kelangsungan hidup eritrosit. Citrate

Phophatase Dextrose (CPD) digunakan pada unit darah untuk transfusi. Sitrat

mencegah pembekuan dengan cara mengikat kalsium. Fosfat menstabilkan

pH, dan dekstrosa menyediakan energi untuk membantu menjaga sel darah

agar hidup (Kiswari, 2014).

2.1.3.6 Natrium Polianetol Sulfonat (SPS/Sodium Polianetol Sulfonat)

SPS mencegah koagulasi dengan mengikat kalsium. Digunakan untuk

pengumpulan darah dalam pemeriksaan kultur. Selain sebagai antikoagulan,

SPS juga mengurangi aktivitas dari protein yang disebut komplemen , yang

menghancurkan bakteri. SPS juga memperlambat fago sitosis dan mengurangi

aktivitas antibiotik tertentu (Kiswari, 2014).

2.1.4 Macam - macam Tabung Vacutainer

Vacutainer adalah tabung reaksi hampa udara yang terbuat dari kaca atau

plastik, apabila dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam

tabung dan berhenti mengalir ketika sejumlah volume tertentu telah tercapai.

Tabung Vacumtube yang berisi antikoagulan K 3 EDTA telah direkomendasi

oleh NCCLS (National Committe for Clinical Laboratory Standard) untuk

pemeriksaan hematologi, karena mempunyai stabilitas yang lebih baik dari

EDTA lain dan mempunyai pH mendekati pH darah (W ijaya, 2006). Tabung

ini pertama kali diciptakan oleh Joseph Kleiner pada tahun 1947, kemudian

diproduksi secara masal oleh perusahaan Becton Dickinson (Anonim, 2009).


38

Menurut Riswanto (2009), warna tutup tabung vacutainer digunakan untuk

membedakan jenis antikoagulan dan kegunaannya dalam pemeriksaan

laboratorium, yaitu sebagai berikut :

1) Tabung tutup merah, tanpa penambahan zat additive. Darah akan menjadi

beku dan serum dipisahkan dengan pemusingan. Umumnya digunakan

untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi, serologi, dan bank darah

(crossmatching test).

2) Tabung tutup kuning, berisi gel separator ( serum separator tube/ SST)

yang fungsinya memisahkan serum dan sel darah. Umumnya digunakan

untuk pemeriksaan kimia darah, imunologi dan serologi.

3) Tabung tutup hijau terang, berisi gel separator (plasma separator

tube/PST) dengan antikoagulan lithium heparin. Umumnya digunakan

untuk pemeriksaan kimia darah.

4) Tabung tutup ungu atau lavender, berisi EDTA. Umumnya digunakan

untuk pemeriksaan darah lengkap dan bank darah (crossmatch).

5) Tabung tutup biru, berisi natrium sitrat. Umumnya digunakan untuk

pemeriksaan koagulasi (misalnya: PT, APTT)

6) Tabung tutup hijau, berisi natrium dan lithium heparin. Umumnya

digunakan untuk pemeriksaan fragilitas osmotik eritrosit, dan kimia darah.

7) Tabung tutup biru gelap, berisi EDTA yang bebas logam. Umumnya

digunakan untuk pemeriksaan trace element (zink, copper, mercury) dan

toksikologi.
39

8) Tabung tutup abu-abu terang, berisi natrium fluoride dan kalium oksalat.

Umumnya digunakan untuk pemeriksaan glukosa.

9) Tabung tutup hitam, berisi buffer sodium sitrat. Umumnya digunakan

untuk pemeriksaan LED (ESR).

10) Tabung tutup pink, berisi potassium EDTA. Umumnya digunakan untuk

pemeriksaan imunohematologi, molekuler/PCR dan bDNA.

11) Tabung tutup kuning dengan warna hitam dibagian atas, berisi media

biakan. Umumnya digunakan untuk pemeriksaan mikrobiologi aerob,

anaerob dan jamur.

Gambar 2.12 Tabung Vacutainer (Sumber : Nurmastoeti, 2015)

2.1.5 Pengaruh Pemberian Antikoagulan EDTA Konvensional dan EDTA

Vacutainer Terhadap Jumlah Trombosit

Mekanisme kerja EDTA adalah dengan menghambat kerja aktivator pada

pembekuan darah. Pada proses pembekuan darah diperlukan untuk

mengaktivasi kerja protrombin menjadi trombin. diperlukan kembali

pada proses aktivasi fibrin lunak menjadi fibrin dengan gumpalan keras. EDTA

disini berfungsi sebagai chelating agent yang dapat mengikat ion yang
40

bebas dalam darah sehingga tidak dapat berperan aktif dalam proses

selanjutnya (Riswanto, 2013).

EDTA tidak berpengaruh terhadap besar dan bentuknya eritrosit dan tidak

juga terhadap bentuk leukosit. Selain itu EDTA mencegah trombosit

menggumpal, karena itu EDTA sangat baik dipakai sebagai antikoagulan pada

hitung trombosit. Bila jumlah EDTA kurang, darah dapat mengalami

pembekuan. Sebaliknya, bila EDTA berlebihan eritrosit mengalami

penyusutan, trombosit membesar dan mengalami disintegrasi. Darah EDTA

harus segera dicampur setelah pengambilan untuk menghindari

pengelompokan trombosit dan pembentukan bekuan (Ria, 2016).

Pengaruh pemberian EDTA konvensional dan EDTA vacutainer jika tidak

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu :

1. Darah yang ditampung lebih banyak dari yang seharusnya atau

antikoagulan yang kurang menyebabkan : hitung jumlah trombosit

menurun.

2. Darah yang ditampung kurang dari yang seharusnya atau antikoagulan

yang berlebihan menyebabkan : hitung jumlah eritrosit menurun, hitung

jumlah leukosit menurun, dan hitung jumlah trombosit bisa menurun dan

bisa juga meningkat.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini dilakukan dengan metode Literature Review (systematic

Literature Review/SLR), yaitu sebuah studi literatur secara sistematik, jelas,

menyeluruh dengan mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengumpulkan d ata-

data penelitian yang sudah ada (Okoli, 2010). Maka dari itu, penulis melakukan

literature review dengan cara mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengumpulkan

data – data penelitian yang sudah ada tentang "Perbedaan Penggunaan

Antikoagulan EDTA Konvensional dan EDTA Vacutainer terhadap Jumlah

Trombosit".

3.2 Strategi Pencarian

Strategi pencarian yang dilakukan yaitu dengan mencari sumber – sumber

yang mendukung penelitian yang dilakukan dengan mencari beberapa jurnal

penelitian yang dipublikasikan melalui database elektronik yaitu Google Scholar

yang dapat diakses secara bebas dan dapat diakses secara full text, waktu

pencarian (Juni – Agustus 2020). Kata kunci yang digunakan dalam penelusuran

literature ini adalah "Jumlah Trombosit, EDTA Konvensio nal, dan EDTA

Vacutainer".

Adapun kriteria jurnal yang direview sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

penelitian yang akan dilakukan, artikel jurnal penelitian berbahasa Indonesia,

ditujukan untuk orang dewasa yang membutuhkan beberapa informasi yang

41
42

terkait dengan sebuah penelitian ataupun bukan. Jenis artikel penelitian adalah

jurnal, skripsi dan KTI dengan rentang terbit tahun 2010-2020.

3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Jurnal yang diambil dalam 10 tahun terakhir dengan rentang tahun 2010 –

2020.

2) Jurnal penelitian pada penggunaan EDTA konvensional dan EDTA

vacutainer terhadap jumlah trombosit.

3) Jurnal dengan full text.

3.3.2 Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Jurnal penelitian yang kurang dalam rentang waktu 10 tahun terakhir.

2) Jurnal penelitian dengan topik permasalahan tidak berhubungan dengan

penggunaan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer terhadap jumlah

trombosit.

3.4 Hasil Seleksi Pencarian Jurnal

Hasil pencarian pada database Google Scholar dengan kata kunci Jumlah

Trombosit, EDTA Konvensional, dan EDTA Vacutainer didapatkan jurnal (n =

25). Kemudian jurnal atau artikel disaring atas dasar judul, abstrak dan kata kunci,
43

dimana hasil pencarian yang akan diproses kembali (n = 12) dan hasil pencarian

yang tidak diproses kembali (n = 13). Selanjutnya hasil pencarian yang akan

diproses tersebut disaring kembali dengan melihat keseluruhan teks dan didapat

hasil pencarian yang akan diproses kembali (n = 5) dan hasil pencarian yang tidak

akan diproses kembali (n = 7). Terakhir hasil pencarian yang akan diproses

kembali dilakukan penyaringan berdasarkan daftar referensi dari artikel atau

jurnal yang akan diproses 10 tahun terakhir (2010-2020) dan dapat diakses secara

full text sesuai dengan kriteria inklusi yang ditentukan peneliti. Maka dari itu

didapatkan artikel atau jurnal yang relevan dengan penelitian ini adalah (n = 3)

dan jurnal yang tidak relevan dengan penelitian ini adalah (n = 2).

3.5 Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Penelitian Bulan Bulan Bulan


Juni Juli Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Menentukan tema √
2. Pencarian literatur √
3. Mengumpulkan data relevan √ √
4. Analisis data √ √
5. Penyusunan laporan √ √ √
6. Sidang laporan KTI √ √ √
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Jurnal yang diperoleh dari database Google Scholar dan yang memenuhi

kriteria penelitian berjumlah 3 jurnal penelitian. Hasil penelitian terdapat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Jurnal yang Relevan dengan Penelitian

No Nama Judul Metode Sampel Hasil Penelitian


Peneliti
1. Ardiya Garini "Perbandingan Deskriptif 76 Rata- rata hitung jumlah
(2011) Hasil Hitung Analitik trombosit menggunakan
Jumlah Trombosit antikoagulan EDTA
Secara Otomatik vacutainer ( ̅ )=
Pada Darah Yang 270.526,320
Ditambahkan Rata-rata hitung jumlah
Antikoagulan trombosit menggunakan
EDTA 10% antikoagulan EDTA
(Konvensional) 10% (konvensional) ( ̅ )=
Dan Dengan 254.657,890
EDTA Rata-rata penyimpangan
Vacutainer" sampel ( ̅ )= 15,87
Simpangan baku pada
sampel yang berpasangan
(SD)= 9,8
Tingkat kepercayaan 95%
α =
Kriteria Keputusan :
- Terima H0 jika – ≤

- Tolak H0 jika t hit < - t tab
atau t H > t tab
Hasil = t hit > t tab = 14.060
> 1.960
Hasil analisa H0 ditolak
yang berarti ada perbedaan
hasil hitung jumlah

44
45

trombosit secara otomatik


pada darah yang
ditambahkan antikoagulan
EDTA 10%
(konvensional) dengan
EDTA vacutainer.
2. Wimbadi "Pemeriksaan Deskriptif 35 Hasil penelitian
Sigit, Jumlah Trombosit Analitik menunjukkan bahwa jumlah
’ Menggunakan trombosit pada pemberian
(2013) Hematologi EDTA vacutainer jumlah
Analyzer Dengan terendah 78.000/mm³,
Pemberian EDTA tertinggi 322.000/mm³,
Vacutainer Dan rata-rata 201.428,57/mm³
Antikoagulan dan simpang baku
EDTA (Pipet 63.120,932/mm³, sedangkan
Mikro/ jumlah trombosit
Konvensional) Di pada pemberian EDTA
Rumah Sakit konvensional (pipet
Bhayangkara mikro/konvensional) jumlah
Jayapura" terendah 73.000/mm³,
jumlah tertinggi
316.000/mm³, rata-rata
194.971,43/mm³, simpang
baku 62.611,541/mm³. N ilai
rata – rata menunjukan
jumlah trombosit pada
pemberian EDTA
konvensional (pipet
mikro/konvensional) lebih
rendah dibandingkan
dengan nilai rata-rata
jumlah trombosit pada
pemberian EDTA
vacutainer.
Hasil lainnya dengan
menggunakan hasil uji
statistik didapatkan nilai
t=16,131 p=0,00. Karena
nilai sig <0,05 maka dapat
disimpulkan ada perbedaan
yang signifikan antara
jumlah trombosit EDTA
vacutainer dan EDTA
konvensional.
46

3. Nur Faizzah "Perbedaan Analitik 12 Hasil penelitian yang


Faradilla, Sri Jumlah Trombosit dengan didapatkan bahwa
Sayekti, Dwi Dengan teknik pemeriksaan hasil jumlah
Prasetyaning Pemberian sampling trombosit dengan
ati (2018) Antikoagulan Accidental antikoagulan EDTA
EDTA (Ethylene sampling konvensional memiliki hasil
Diamine yang normal sejumlah 9
Tetraacetic Acid) responden dan yang tidak
Konvensional dan normal 3 responden dengan
EDTA rata – rata 234.750 /µl,
Vacutainer" sedangkan jumlah trombosit
dengan EDTA vacutainer
memiliki hasil yang normal
9 responden dan yang tidak
normal 3 responden dengan
rata – rata 250.333 /µl.
Uji statistik T–test juga
didapatkan hasil p= 0,711
˃
bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan jumlah
trombosit antara pemberian
antikoagulan EDTA
konvensional dan EDTA
vacutainer.

4.2 Pembahasan

Trombosit disebut juga keping darah (platelet) yaitu fragmen atau potongan

– potongan kecil dari sitoplasma megakariosit, jumlah di dalam tubuh antara

150.000 – 400.000 keping/mm³. Pemeriksaan hitung jumlah trombosit termasuk

salah satu pemeriksaan hematologi yang banyak diminta di laboratorium klinik.

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan akan data tersebut dalam upaya

membantu menegakkan diagnosis. Adapun dalam hal ini, pemeriksaan trombosit

sangat dipengaruhi oleh pemberian antikoagulan karena memberikan kontribusi

yang cukup besar yaitu sekitar 62% (pra analitik).


47

Dalam hal ini, terdapat 2 jenis pemakaian antikoagulan yaitu antikoagulan

EDTA konvensional dan EDTA vacutainer dimana keduanya menghasilkan

perbedaan hasil yang signifikan terhadap jumlah trombosit. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Garini (2011) yang menyatakan bahwa ada

perbedaan hasil hitung jumlah trombosit secara otomatik pada darah yang

ditambahkan antikoagulan EDTA 10% konvensional dengan EDTA

vacutainer. Hasil ini menyatakan bahwa jumlah trombosit dengan menggunakan

antikoagulan EDTA 10% konvensional lebih rendah dari pada EDTA

vacutainer.

Pemberian antikoagulan EDTA konvensional cenderung memberikan hasil

yang lebih rendah dibandingkan dengan EDTA vacutainer, pemipetan yang

kurang tepat mengakibatkan perbandingan darah dan EDTA konvensional tidak

sebanding, karena dalam melakukan pemipetan EDTA konvensional cenderung

berlebih atau kurang dari dosis yang sudah ditentukan. Penggunaan pipet mikro

atau mikropipet masih sering diabaikan oleh petugas laboratorium. Hal ini

sependapat dengan hasil penelitian Sigit dan Nur'aeni (2013) yang menyatakan

bahwa didapatkan hasil nilai rata – rata jumlah trombosit pada pemberian EDTA

konvensional (pipet mikro) lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata

jumlah trombosit pada pemberian EDTA vacutainer. Sehingga dapat dinyatakan

bahwa ada perbedaan yang signifikan antara jumlah trombosit EDTA vacutainer

dan EDTA konvensional.

Hasil rendah jumlah trombosit bisa terjadi apabila darah yang ditampung

lebih banyak dari yang seharusnya atau antikoagulan yang kurang sehingga
48

menyebabkan darah membeku dan terbentuk mikrotrombi yang berakibat

penurunan palsu jumlah trombosit. Kelebihan darah seharusnya tidak mungkin

terjadi oleh karena menggunakan spuit yang takarannya pasti. Jadi hasil yang

lebih rendah kemungkinan besar disebabkan oleh takaran EDTA yang kurang.

Namun tidak menutup kemungkinan penurunan jumlah trombosit EDTA

konvensional juga bisa disebabkan oleh volume EDTA berlebihan yang

menyebabkan trombosit membengkak kemudian terjadinya disintegrasi yang

membentuk fragmen dalam ukuran yang lebih kecil dari ukuran trombosit

sehingga tidak terhitung oleh alat, sehingga terjadinya penurunan jumlah

trombosit.

Faktor yang menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna ini disebabkan

pada human error yang masih kurang diperhatikan baik pada pemipetan EDTA

konvensional maupun penambahan darah pada EDTA vacutainer. Misalnya, pada

pemberian antikoagulan yang tidak sesuai perbandingannya dengan volume darah

(1-1,5 mg EDTA/ml darah untuk EDTA kering dan 10 µl/ml darah untuk EDTA

cair) dapat menyebabkan darah membeku dan bila lebih dari dosis yang

ditentukan menyebabkan trombosit membesar dan mengalami disintegrasi.

Pemipetan yang seharusnya tegak lurus dan dalam keadaan kosong, serta

ketepatan takaran masih sering diabaikan oleh petugas laboratorium,

homogenisasi antara darah dengan antikoagulan tidak dilakukan dengan baik.

Menurut Wirawan (2004) pemberian antikoagulan EDTA kurang dari yang

dibutuhkan akan menyebabkan hitung jumlah trombosit menurun karena terjadi

mikrotrombi di dalam penampung yang dapat menyumbat alat, sedangkan apabila


49

dalam pemberian antikoagulan berlebih akan menyebabkan sel mengalami

pembengkakan kemudian disintegrasi, membentuk fragmen dalam ukuran yang

sama dengan trombosit sehingga terhitung oleh alat penghitung elektronik dan

berakibat peningkatan palsu jumlah hitung trombosit, bila disintegrasi membentuk

fragmen yang berbeda dengan ukuran trombosit akan menyebabkan pe nurunan

jumlah hitung trombosit.

Tabung vacutainer merupakan tabung yang direkomendasikan oleh

National Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) untuk

pemeriksaan hematologi karena mempunyai ketepatan perbandingan antikoagulan

dan darah yang tepat dibandingkan cara konvensional. Namun, secara teori EDTA

konvensional dan EDTA vacutainer menunjukkan secara substansial setara

sehingga tidak ada perbedaan secara klinis antara keduanya. Hal ini dikemukakan

oleh Faradilla, dkk (2018) bahwa pemeriksaan jumlah trombosit yang sesuai

dengan Standar Operasional Prosedur (SOP), pemberian EDTA konvensional

sebanding dengan darah dan penambahan darah pada EDTA vacutainer sebanding

dengan antikoagulan yang sudah terdapat pada tabung vacutainer tersebut akan

memberikan hasil yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna

antara pemberian antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA vacutainer

terhadap jumlah trombosit, hal ini didukung oleh hasil penelitiannya yang

menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap jumlah

trombosit dengan pemberian antikoagulan EDTA konvensional dan EDTA

vacutainer.
50

Faktor yang menyebabkan tidak adanya perbedaan yang bermakna ini bisa

disebabkan karena secara teori EDTA konvensional dan EDTA vacutainer

menunjukkan secara substansial setara sehingga tidak ada perbedaa n secara klinis

antara keduanya. EDTA memiliki rumus kimia [CH2 N(CH2 CO2 H)2 ] dan dalam

pemakaiannya sebagai garam natrium atau kalium. Semua garam EDTA bersifat

hiperosmolar yang dapat menyebabkan eritrosit mengkerut dan penggunaan

antikoagulan EDTA menunjukkan stabilitas yang lebih baik karena darah dengan

antikoagulan ini menunjukkan pH yang mendekati pH darah (Wirawan, 2004).

Secara mekanisme kerja, EDTA berperan menghambat kerja aktivator

pada pembekuan darah. Pada proses pembekuan darah diperlukan untuk

mengaktivasi kerja protrombin menjadi trombin. diperlukan kembali pada

proses aktivasi fibrin lunak menjadi fibrin dengan gumpalan keras. EDTA disini

berfungsi sebagai chelating agent yang dapat mengikat ion yang bebas

dalam darah sehingga tidak dapat berperan aktif dalam proses selanjutnya

(Riswanto, 2013).

Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan jumlah

trombosit dapat meliputi faktor teknis, faktor patologis, dan faktor laboratoris.

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

1) Faktor Teknis

a. Perbandingan volume darah dengan antikoagulan tidak sesuai

dapat menyebabkan kesalahan pada hasil (Child J.A, 2010).


51

b. Pemeriksaan hitung jumlah trombosit yaitu penundaan

pemeriksaan lebih dari satu jam dapat menyebabkan penurunan

jumlah trombosit (Gandasoebrata, 2010).

c. Penggunaan darah kapiler menyebabkan hitung jumlah trombosit

cenderung lebih rendah (Gandasoebrata, 2010).

d. Pengambilan sampel darah yang terlalu lama dapat menyebabkan

trombosit saling melekat (agregasi) sehingga hitung trombosit

menurun (Gandasoebrata, 2010).

e. Tidak segera mencampur darah dengan antikoagulan atau

pencampuran yang kurang adekuat juga dapat menyebabkan

agregasi trombosit, bahkan terjadi bekuan (Gandasoebrata, 2010).

f. Kesalahan pada saat pengambilan darah vena (Gandasoebrata,

2010).

2) Faktor Patologis

a. Hasil trombosit tinggi

Polisitemia vera, trauma (pembedahan, fraktur), pasca splenektomi,

kehilangan darah akut (memuncak pada 7 sampai 10 hari), karsinoma

metastatik, embolisme pulmonar, dataran tinggi, tuberkulosis, retikulositosis,

latihan fisik berat (Nugraha, 2015).

b. Hasil trombosit rendah

ITP, mieloma multipel, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak),

leukemia (limfostik, mielostik, monositik), anemia (aplastik, defisiensi zat

besi, pernisioasa, defisiensi asam folat, sel sabit), penyakit hati (sirosis,
52

hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, penyakit ginjal, DBD, eklamsia, demam

reumatik akut (Nugraha, 2015).

3) Faktor Laboratoris

a. Pra Analitik

1. Persiapan Pasien.

2. Persiapan Pengumpulan Sampel.

3. Pengambilan Spesimen.

b. Analitik

Proses analitik adalah tahap pengerjaan sampel sehingga diperoleh

hasil pemeriksaan.

1. Pemeriksaan laboratorium.

2. Pemeliharaan dan kalibrasi alat.

3. Kualitas reagen.

4. Pemeriksa.

c. Pasca Analitik

Proses pasca analitik adalah tahap akhir pemeriksaan yang

dikeluarkan untuk meyakinkan bahwa hasil pemeriksaan yang dikeluarka

benar – benar valid atau dapat dipertanggungjawabkan. Kegiatan

pencatatan dan pelaporan hasil laboratorium harus dilaksanakan dengan

cermat dan teliti karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan dan dapat

menyebabkan kesalahan dalam penyampaian hasil pemeriksaan.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari studi literatur review, dapat disimpulkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan antara penggunaan antikoagulan EDTA

konvensional dan EDTA vacutainer terhadap jumlah trombosit. Antikoagulan

EDTA vacutainer memiliki takaran dosis EDTA yang sesuai dengan darah, serta

memiliki stabilitas yang sangat baik untuk pemeriksaan hitung jumlah trombosit.

5.2 Saran

Dari hasil beberapa literature review yang didapatkan oleh penulis

disarankan untuk menggunakan EDTA vacutainer pada pemeriksaan hematologi

khususnya untuk pemeriksaan jumlah trombosit karena tabung vacutainer

merupakan tabung yang direkomendasikan oleh National Committee for Clinical

Laboratory Standards (NCCLS).

Adapun untuk penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti dapat melakukan

penelitian tentang faktor yang dapat mempengaruhi hasil hitung jumlah trombosit,

seperti faktor teknis, faktor patologis, dan faktor laboratoris.

53
DAFTAR PUSTAKA

Amalina, L. O. 2018. Perbedaan Penggunaan Antikoagulan EDTA Konvensional


Dan EDTA Vacumtube Pada Jumlah Trombosit Metode Hematology
Analyzer. [Karya Tulis Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Setia Budi Surakarta.

Anonim. 2009. Petunjuk Penggunaan Sysmex Pouch 100i. [Diakses tanggal 2 Juli
2020]

Bain, B.J. 2015. Hematologi Kurikulum Inti. Jakarta: EGC

Blue Goby, Uly. 2016. Hematologi Jenis - jenis Antikoagulan. Melalui .


<https://www.academia .edu/9789686/hematologi_jenis_jenis
i_antikoagulan>. [Diakses tanggal 29 Januari 2020]

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC

Child, J.A. 2010. Buku Saku Hematologi Klinik. Tangerang: Binarupa Aksara

’ Live Blood Analysis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Dewi, R. A. 2017. Perbedaan Jumlah Hematokrit dengan Antikoagulan EDTA


Konvensional dan EDTA Vacutainer. [Karya Tulis Ilmiah]. Sekolah
Tinggi Jombang: Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang.

Dharma, R., Immanuel, S., Wawan, R. Penelitian Hasil Pemeriksaan Hematologi


Rutin. Patologi Klinik. Universitas Indonesia/RSCM. Jakarta: Melalui
<http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10.PenilaianHasilPemeriksaan.pd
f/10 Desember12>. [Diakses tanggal 29 Januari 2020]

Faradilla, N.F. , Sayekti, S. , Prasetyaningati, D. 2018. Perbedaan Jumlah


Trombosit Dengan Pemberian Antikoagulan EDTA (Ethylene Diamine
Tetraacetic Acid) Konvensional Dan EDTA Vacutainer. [Artikel].
Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang.

Gandasoebrata. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat

Gandasoebrata. 2013. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta : Dian Rakyat

Garini, A. 2011. Perbandingan Hasil Hitung Jumlah Trombosit Secara Otomatik


Pada Darah Yang Ditambahkan Antikoagulan EDTA 10 % Dengan
EDTA Vacutainer. [Artikel]. Palembang: Poltekkes Palembang.

54
55

Handayani, Wiwik dan Haribowo, A.S. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Harjo, A.D.D. 2011. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Hitung Jumlah Trombosit Cara
Manual Dan Cara Automatik ( Analizer ). Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang. Skripsi yang tidak dipublikasikan

Hoffbrand, A.V; J.E. Pettit; P.A.H. Moss. 2013. Kapita Selekta Hematologi
(Essential Haematology). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Houwen, Berend. 2000. Blood Film Preparation and Staining Procedures.


California: Loma Linda University School of Medicine

Infolabmed. 2017. Metode Pengukuran Pada Hematology Analyzer I Elektrikal


Impedance, Fotometri, Flowcytometri, dan Histogram/Kalkulsi. Melalui
<http://www.infolabmed.com/2017/04/metode-pengukuran-pada-
hematologi.html>. [Diakses tanggal 9 Januari 2020]

Jitowiyono, Sugeng. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Kiswari R. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta : Erlangga

Malau, E. D. 2006. Perbedaan Jumlah dan Morfologi Neutrofil pada Penggunaan


EDTA Konvensional dan EDTA Vacutainer. [Karya Tulis Ilmiah].
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Medlab.id. (tanpa tahun). Hitung Jumlah Trombosit Metode Pipet – Indonesian


Medical Laboratory. Melalui
https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fi1.wp.com%
2Fmedlab.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2016%2F06%2Fhitung-
jumlah trombosit.png%3Ffit%3D572%252C372%26ssl%3D1. [Diakses
tanggal 12 Januari 2020]

Mengko, R. 2013. Instrumen Laboratorium Klinik. Bandung: Institut Teknologi


Bandung

Mindray. (2006). BC-2600 Auto Haematologi Analyzer : China. [Diakses tanggal


2 Juli 2020]

Murti, B. 2011. Uji validitas dan reliabilitas pengukuran. Surakarta: Institute Of


Health Economic And Policy Studies (IHEPS) Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret

Muttaqin, A. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
56

Nugraha, Gilang. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.


Jakarta : CV Trans Info Medika

Nurmastuti. 2015. Macam - macam Tabung Vacutainer. Melalui


<https://nurmastutiesti.wordpress.com/2015/03/04/macam- macam-
tabung vacutainer/˃. [Diakses tanggal 20 Januari 2020]

Nurrachmat, H. 2005. Perbedaan Jumlah Eritrosit, Leukosit, Dan Trombosit Pada


Pemberian Antikoagulan EDTA Konvensional Dengan EDTA
Vacutainer. [tesis]. Semarang: Bagian Patologi Klinik FK UNDIP.

Nurzanah, Desi. 2016. Perbandingan Jumlah Trombosit pada Penggunaan


Antikoagulan Na2EDTA Manual dan K3EDTA Vacutainer. [Karya Tulis
Ilmiah]. Bandung: Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bandung.

Okoli, C., Schabram, K. 2010. A Guide to Conducting a Systematic Literature


Review of Information Systems Research. Sprouts: Working Papers on
Information Systems, 10(26)

Ria, Jumiati. 2016. Gambaran Pemeriksaan Laju Endap Darah Menggunakan


Antikoagulan Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) dan Natrium
Sitrat Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Anna Kota Kendari
Provinsi Sulawesi Tenggara. [Karya Tulis Ilmiah]. Kendari : Analis
Kesehatan Politeknik Kemenkes.

Riswanto. 2009. Melalui <http://www.labkesehatan.blogspot.com/pengumpulan


sampel darah˃.[Diakses tanggal 10 Juli 2020]

Riswanto. 2010. Melalui <http://www.scribd.com/doc/57806737/Pemantapan-


Mutu-Pra-Analitik ˃. [Diakses tanggal 8 Juli 2020]

Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta : Alfamedia


dan Kanal Medika

Rohmawati, E. 2003. Penentuan Faktor Estimasi Jumlah Trombosit Pada Sediaan


Apus Darah Tepi Pasien Trombositopenia. Semarang: Univesitas
Diponegoro. Skripsi yang tidak dipublikasikan

Sacher, R. A., dan McPherson, R. A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan


Laboratorium (terjemahan). Edisi 11. Jakarta: Penerbit kedokteran EGC

Sacher, R. A. and McPherson, R. A. 2012. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Edisi 11. Alih Bahasa: H. Hartanto. Jakarta: EGC
Sadikin, M. 2013. Biokimia Darah. Jakarta: Widiya Medika
57

Sigit, W. , Nur'aini. 2013. Pemeriksaan Jumlah Trombosit Menggunakan


Hematologi Analyzer Dengan Pemberian EDTA Vacutainer Dan
Antikoagulan EDTA (Pipet Mikro) Di Rumah Sakit Bhayangkara
Jayapura. [Artikel]. Jayapura: Fakultas Ilmu – ilmu Kesehatan
Universitas Sains dan Teknologi Jayapura.

Sofro, A.S.M. 2012. Darah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Subroto, L. 2000. Patologi Klinik 1 Hematologi. Surabaya

Widodoandy.2013.blogspot.com. Sel Darah Putih Leukosit. Melalui


<http://widodoandy.blogspot.com/2013/02/sel-darah-putih-
leucocyte.html˃. [Diakses tanggal 8 Januari 2020]

Wijaya, Charles. K. 2006. Perbedaan Jumlah Trombosit Cara Manual pada


Antikoagulan EDTA Konvensional dengan EDTA Vacutainer. [Skripsi].
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Wirawan, R. 2004. Kualitas Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Dalam Era


Globalisasi. Dalam : Pemantapan Kualitas Hematologi Sebagai Model
Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam
Ilmu Patologi Klinik Pada Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Wulandari, A. Zulaikah, S. 2012. Perbandingan antara Hitung Trombosit dengan


alat hitung automatis dan cara manual tidak langsung. Malang: Akademi
Analis Kesehatan Malang. Skripsi yang tidak dipublikasikan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Assalamu'alaikum wr.wb

Intan Rihna, lahir di Garut 10 November 1999. Nama ayah Amas Masdar dan

nama Siti Khodijah Nurlaeni. Lulus Sekolah Dasar pada tahun 2011 di SD Negeri

2 Sukakarya Banyuresmi, lalu di lanjut Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 3 Banyuresmi dan lulus pada tahun 2014. Kemudian dilanjut di SMK

Negeri 1 Garut dengan mengabil jurusan Analis Kesehatan dan lulus pada tahun

2017. Sekarang sedang meneruskan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karsa

Husada Garut Prodi DIII Analis Kesehatan. Kegiatan organisasi yang telah diikuti

selama kuliah adalah sebagai Himpunan Mahasiswa Analis Kesehatan dan

anggota Paduan Suara STIKes Karsa Husada Garut. Penghargaan yang pernah

diraih selama kuliah adalah mendapatkan beasiswa jalur PPA dan beasiswa dari

L2DIKTI wilayah IV JABAR.

Sekian daftar riwayat hidup dari penulis.

Wassalamu'alaikum wr.wb

Anda mungkin juga menyukai