Mulut Terkunci
Mulut Terkunci
Jika selama hidup di dunia ini kita leluasa menggunakan mulut kita untuk berbicara, mungkin pernah digunakan untuk
membagus-baguskan sesuatu yang sebenarnya tidak sebagus itu. Atau mungkin pernah digunakan untuk mengada-ada
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, atau menutup-nutupi sesuatu yang sebenarnya terjadi. Maka, akan datang
masanya di mana mulut kita terkunci.
Dan pada waktu itu, yang mendapat giliran berbicara adalah tangan kita. Ia akan berbicara apa adanya tentang apa saja
yang telah dilakukannya, apa saja yang pernah diambilnya dan dipegangnya. Lalu kaki kita, ia akan berbicara tentang
kemana saja ia telah melangkah.
Mulut Terkunci, Tangan dan Kaki Bersaksi Demi mengenyam sebuah kenikmatan dosa, nafsu manusia
melibatkan seluruh indera dan anggota tubuh untuk mengikuti keinginannya. Kaki yang mengantarkan ia ke
tempat tujuannya, mata yang menunjukkan arah jalan, tangan yang merengkuhnya, telinga yang mendengarkan
apa-apa yag diinginkan dan begitupun halnya dengan semua anggota badan. Adapun lisan memback up dengan
alasan. Sehingga tertutuplah dosa-dosa yang dilakukan oleh anggota badannya.
Ibnu Katsier rahimahullah mebjelaskan tentang ayat ini, “ Ini adalah kondisi orang-orang kafir dan orang-orang
munafik pada hari kiamat ketika mereka mengingkari perilaku buruk yang mereka lakukan di dunia serta
bersumpah dengan apa yang telah mereka lakukan. Lalu Allah menutup lisan-lisan mereka, sedangkan anggota
tubuh mereka berbicara tentang apa yang sudah mereka perbuat.”
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Suatu kali kami berada di sisi Rasulullah lalu tiba-tiba beliau
tertawa, kemudian bersabda, “Tahukah kalian apa yang menyebabkan aku tertawa?” Kami menjawab, “ Allah dan
Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu beliau bersabda,
الظ ْل ِم َقا َل َيقُو ُل َب َلى َقا َل ُّ ِْمنْ م َُخا َط َب ِة ْال َع ْب ِد َر َّب ُه َيقُو ُل َيا َربِّ َأ َل ْم ُت ِجرْ نِي ِمن
َ َِف َيقُو ُل َفِإ ِّني اَل ُأ ِجي ُز َع َلى َن ْفسِ ي ِإاَّل َشا ِه ًدا ِم ِّني َقا َل َف َيقُو ُل َك َفى ِب َن ْفس
ك ْال َي ْو َم
شهُو ًدا ُ ين َ ك َش ِهي ًدا َو ِب ْالك َِر ِام ْال َكات ِِب
َ َع َل ْي
“Aku tertawa karena ada percakapan hamba terhadap Rabbnya, hamba itu berkata, “Wahai Rabbku! Bukankah
engkau akan menjatuhkan hukuman kepadaku lantaran kedzaliman? Allah menjawab, “Ya tentu.” Rasul
melanjutkan sabdanya, lalu hamba itu berkata, “Kalau begitu aku tidak mau diberi sangsi kecuali ada saksi dari
diriku sendiri, lalu Allah berfirman, “Cukuplah dirimu pada hari ini menjadi saksi atas dirimu sendiri, dan para
Malaikat pencatat juga mnejadi saksi.” Lalu dikuncilah mulutnya kemudian dikatakan kepada anggota-anggota
badannya, bicaralah kamu! Lalu anggota-anggota badan itu menceritakan tentang amal perbuatannya. Kemudian
ketika dia dibebaskan dan bisa bicara lagi, ia berkata, “Celakalah kalian, padahal untuk kalianlah aku membela
dan membantah.” (HR Muslim)
Diantara para saksi yang dihadirkan pada hari Kiamat, bisa jadi kesaksian yang diberikan anggota tubuh
sendirilah yang paling dramatis sekaligus menyakitkan. Semasa di dunia, anggota tubuh sepenuhnya taat pada
majikannya. Ia dikendalikan sepenuhnya, untuk memegang, berjalan dan beraktivitas. Hari itu, di luar
kesadarannya masing-masing memberi kesaksian. Anggota tubuh justru malah membeberkan aib-aib dan
kesalahan sendiri secara detil dan jelas.
Mata akan bersaksi atas apa yang dilihatnya, telinga bersaksi atas apa yang telah didengarnya, tangan berkisah
tentang apa saja yang telah digenggam dan disentuhnya, kakipun menuturkan kembali riwayat seluruh
perjalanannya.
Maka yang tersisa hanyalah sebuah protes yang tak berarti, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kita sendiri
kelak di yaumil kiyamah?” Dan Allah Ta’ala menjawab, “ …
اس َع َلى هّٰللا ِ حُجَّ ٌة
ِ ۢ لَِئ اَّل َي ُك ْو َن لِل َّن
agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah.” (Qs. An-Nisa: 165).
Kesimpulan..
o Yang bisa membuat tangan dan kaki bisa berbicara pada hari kiamat adalah kuasa Allah.
o Sebagian anggota badan bisa menjadi saksi pada anggota badan lainnya pada hari kiamat. Jadi manusia
bisa menjadi saksi untuk dirinya sendiri.
o Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengungkapkan, yang diperhitungkan pada hari kiamat bukan sekedar amal,
namun amal yang diusahakan seseorang (artinya atas kehendak). Maka berbeda antara ayat “bimaa kaanu
yaksibuun” dan “bimaa kaanu ya’maluun”. Karena ada yang beramal namun bukan dengan kehendak dia
sendiri seperti amalan orang yang lupa, yang tertidur atau semisal itu.
o Surat Yasin ayat 65 menunjukkan bahwa mereka -orang kafir- benar-benar merugi, mereka tidak bisa
berbicara, mereka juga tidak mampu mengingkari kekufuran dan kedustaan mereka. Demikian disebutkan
oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.