Matan Hadits
ضواَ ،والَ تَدَابَ ُرواَ ،والَ اجشُواَ ،والَ تَبَا َغ ُ سدُواَ ،والَتَنَ َ سو ُل هللاِ ﷺ« :الَ ت ََحا َ ض َي هللاُ َع ْنهُ ،قَا َل :قَا َل َر ُ عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرةَ َر ِ
خذلُهَُ ،واَل يَ ْك ِذبُهَُ ،واَل يَ ْحقِ ُرهُ. سلِ ُم َأ ُخو ال ُم ْ
سلِ ِم 1،الَ يَ ْظلِ ُمهَُ ،والَ يَ ُ ضَ ،و ُك ْونُوا ِعبَا َد هللاِ ِإ َ
خواناً .ال ُم ْ ض ُك ْم َعلَى بَ ْي ِع بَ ْع ٍيَبِ ْع بَ ْع ُ
سلِ ِم سلِ ِم َعلَى ال ُم ْ ب ا ْم ِرى ٍء ِمنَ الش َِّّر َأنْ يَ ْحقِ َر َأ َخاهُ ال ُم ْ
سلِ َمُ .ك ُّل ال ُم ْ س ِ ت -بِ َح ْ
ث َم َّرا ٍ ص ْد ِر ِه ثَالَ َ1
ش ْي ُر ِإلَى َ التَّ ْق َوى هَا ُهنَا َ
-ويُ ِ
سلِ ٌم
ضهُ» َر َواهُ ُم ْ .ح َرا ٌمَ :د ُمهُ َو َمالُهُ َو ِع ْر َُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki,
janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling
benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah
menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang
bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya.
Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, dan
menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke
dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina
saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu
haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim).
Syekh Abdul Qodir Al Jilani qs. berkata bahwa kita tidak boleh
membenci seseorang yang bagus syariatnya, jangan membenci karena
nafsu. Imam Abu Hasan Ali Asyadzili qs. juga berkata bahwa
persaudaraan harus dengan cinta. Aku mencintai dia karena Allah,
sedangkan engkau membawa berita tentangnya dengan hawa nafsu.
Hal ini tidak akan merubah kecintaan ku pada saudaraku.
Takwa
Hati yang bertakwa adalah hati yang selalu merasa terawasi ,dekat,
nyaman dalam ketaatan kepada Allah dan selalu dalam keridhoan-Nya.
Ketakwaan tumbuh dari keikhlasan yang murni dari dalam hati.
Jagalah ketaqwaan dengan menghujamkan ke dalam hatimu kalimat
Laa ilaaha illaa Allah setiap waktu.
Silaturahmi
األرواح جنود مجندة ما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها اختلف
Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan-kesatuan.
Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut.
Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling
berselisih. (HR Muslim)
Lailatul Qadar pun memiliki tingkatan, ada yang top seperti para auliya
dan para quthb, ada yang seperti juara harapan. Tapi karena rahmat
Allah luas, yakinlah Allah akan selalu mengampuni kita.
Hadits Arbain nomor 35 (tiga puluh lima)Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah
saw. bersabda: “Jangan saling menghasud, saling menipu, saling membenci,
saling membelakangi, dan jangan membeli barang yang telah dibeli orang lain.
Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim adalah saudara
bagi muslim yang lain. Karena itu, tidak mendhaliminya, tidak menelantarkannya,
tidak membohonginya, dan tidak melecehkannya. Takwa itu di sini, [sambil
menunjuk dadanya tiga kali]. Cukuplah seseorang dikategorikan jahat jika dia
menghina saudaranya sesama muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap
muslim adalah suci terpelihara.” (HR Muslim)
URGENSI HADITS
Rasulullah tidak hanya menegaskan bahwa ketinggian ukhuwah Islamiyah hanya
sebagai slogan. Namun diiringi dengan berbagai perintah dan laranga, hingga
menjadi wujud kongrit di tengah-tengah masyarakat.
Hadits ini memuat berbagai hukum dan manfaat yang besar demi terealisasinya
tujuan Islam yang tinggi tersebut. Di samping juga memelihara dari segala
kekurangan dan kesalahan, sehingga ukhuwah Islamiyah tidak menjadi sekedar
ucapan dan hayalan yang tidak menyentuh kehidupan riil.
Sehubungan dengan urgensi hadits ini, Imam Nawawi berkata, “Alangkah besar
dan banyaknya manfaat hadits ini.”
Ibnu Hajar al-Haitami berkata, “Hadits ini adalah hadits yang banyak manfaatnya.
Ia menjelaskan tentang dasar-dasar penting. Bahkan jika mengamati maknanya
dengan seksama, akan tampak bahwa hadits ini memuat semua hukum dan
adab dalam Islam.
KANDUNGAN HADITS
1. Larangan hasad.
a. Definisi hasad: hasad adalah menginginkan agar nikmat yang dimiliki orang
lain berpindah ke tangannya, atau ke tangan orang lain lagi. Ini adalah akhlak
tercela.
b. Hukumnya: para ulama sepakat bahwa hasad adalah haram. Dalil yang
menunjukkan keharamannya sangat banyak, baik dari al-Qur’an maupun hadits.
Di antaranya:
Firman Allah dalam rangka mencela orang-orang Yahudi:
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri.” (al-Baqarah: 109)
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia Allah
yang telah diberikan kepadanya.” (an-Nisaa’: 54)
Zubair bin Awam ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda.: “Kalian telah
ditimpa penyakit yang menimpa kaum sebelum kalian, yaitu hasad dan
kebencian. Kebencian adalah tukang pangkas yang memangkas ajaran agama,
dan bukan memangkas rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, kalian tidak beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah
kalian aku beritahu tentang perkara yang jika kalian lakukan, kalian dapat saling
berkasih sayang? Sebarkan salam di antara kalian.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hati-hati terhadap
hasad, karena hasad dapat melenyapkan kebaikan, sebagaimana halnya api
melenyapkan kayu bakar.” (HR Abu Dawud)
Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Umatku akan
terkena penyakit yang menimpa umat-umat terdahulu.” Para shahabat bertanya,
“Ya Rasulallah, penyakit apakah itu?” Beliau menjawab, “Bersenang-senang
yang melampaui batas, sombong, bermegah-megah, berlomba-lomba dalam
urusan dunia, saling membenci, saling dengki, sehingga terjadi kesewenangan
dan saling menjauhi.” (HR Hakim dan lainnya)
d. Macam-macam pendengki.
– Golongan yang berusaha agar nikmat yang dimiliki orang lain hilang. Usaha ini
dilakukan melalui ucapan maupun tindakan konkrit. Di antara mereka ada yang
berusaha agar nikmat tersebut berpindah kepadanya, ada juga yang tidak
berusaha ke arah tersebut.
– Golongan yang tidak merefleksikan sikap hasadnya, baik dengan ucapan
maupun tindakan nyata. Menurut Hasan al-Bashri, golongan ini tidak berdosa.
Golongan ini ada dua macam: yang pertama adalah yang tidak mampu
menghilangkan hasad yang ada pada dirinya. Orang seperti ini tidak berdosa.
Yang kedua adalah sikap hasad yang timbul dari kesadaran penuh, artinya
kehadirannya dalam hati memang sengaja ditimbulkan. Meskipun demikian tidak
terefleksikan dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, tetapi ia justru berusaha
untuk mendapatkan kenikmatan seperti yang telah didapatkan orang yang ia
dengki. Ini sebagaimana yang disinyalir dalam ayat, “Berkatalah orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia, ‘Andaikata kita mempunyai seperti yang
telah diberikan kepada Qarun.’” (al-Qashash: 79)
Jika sikap hasad ditujukan terhadap berbagai hal yang baik, maka dibolehkan
bahkan merupakan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada hasad
kecuali dalam dua hal: Terhadap seseorang yang diberikan harta dan mampu
menginfakkan untuk kebaikan, siang dan malam, dan terhadap seseorang yang
diberikan al-Qur’an, lalu ia merefleksikannya sepanjang siang dan malam.” (HR
Bukhari dan Muslim)
– Golongan yang berusaha menghilangkan hasad yang ada di dalam hatinya. Ia
berusaha berbuat baik kepada orang yang ia dengki. Ia juga mendoakan agar
orang tersebut senantiasa dikaruniai nikmat. Inilah derajat keimanan yang paling
mulia.
2. Larangan Najsy
a. Definisi benci.
Benci adalah sikap tidak suka. Sikap seperti ini telah dilarang oleh Rasulullah
saw. karena umat Islam adalah bersaudara, yang saling menyayangi dan
mencintai. Karenanya mereka dilarang saling benci, kecuali kebencian karena
Allah. Allah swt berfirman yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin
adalah bersaudara.” (al-Hujurat 10)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku dalam
genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan
tidak akan beriman kecuali saling mencintai…”
b. Hukum membenci.
Saling benci biasanya dilakukan antara dua kubu. Adakalanya kebencian
tersebut bermuara dari kedua belah pihak, ada kalanya hanya dari salah satu
pihak. Kebencian sifatnya karena Allah swt, hukumnya bisa wajib dan bisa
sunnah. Namun jika didasari karena selain Allah maka hukumnya haram.
Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yhang beriman, janganlah kamu
mengambil musuh-Ku dan musuh-Ku menjadi teman-teman setia.” (al-
Mumtahanah: 1)
Adapun jika dilakukan karena Allah maka boleh dilakukan lebih dari tiga hari. Hal
ini berdasarkan pada hukuman yang dijatuhkan Rasulullah kepada tiga sahahat
yang tidak mengikuti peperangan Tabuk. Beliau memerintahkan kepada semua
umat Islam, untuk tidak berbicara dengan tiga shahabat tersebut selama 50 hari.
Imam Nawawi berkata, “Jual beli seperti itu dilarang oleh agama. Namun, jika
transaksi sudah berlangsung, maka Abu Hanifah, madzab Syafi’i, dan ahli fiqih
lain menyatakan bahwa transaksi ini sah. Sementara Dawud dan Malik
menyatakan bahwa transaksi ini tidak sah.
Adapun hikmah diharamkannya jual beli seperti ini, karena akan menyakiti
perasaan orang lain bahkan bisa menimbulkan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Adapun jual beli muzayadah (lelang) diperbolehkan. Diriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. pernah menawarkan suatu barang, lalu bersabda: “Siapa yang
berani dengan harga lebih tinggi?”
6. Perintah untuk menyebarluaskan ruh persaudaraan
Satu hal lagi yang bisa menambah persaudaraan menjadi semakin erat adalah
memberikan hadiah dan berjabatan tangan. Rasulullah saw. bersabda, “Berilah
hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan penyakit hati.” (HR Tirmidzi)
Umar bin Abdul ‘Aziz berkata, “Berjabat tanganlah, karena berjabat tangan dapat
menghilangkan kebencian. Dan saling memberi hadiahlah.”
Yang juga perlu diketahui bahwa ketinggian akhlak di dalam Islam, tidaklah
terbatas kepasa sesama Muslim. Namun manfaat dari akhlak tersebut juga akan
dirasakan oleh semua umat manusia. Karenanya, semua perkara di atas juga
diharamkan bagi setiap manusia. Jika ada orang kafir diperlakukan dengan salah
satu perkara di antas, maka hal itu semata-mata karena kekafirannya.
a. Dilarang mendhaliminya.
Tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi diri,
agama, kehormatan dan agamanya, tanpa alasan yang dibenarkan agama.
Karena hal itu adalah kedhaliman yang akan menghancurkan persaudaraan
Islam. Tentang kedhaliman, telah dikupas pada pembahasan hadits, “Wahai
hamba-Ku, Aku telah haramkan kedhaliman atas diri-Ku, dan Aku haramkan atas
kalian. Makan janganlah saling mendhalimi.”
b. Dilarang membiarkannya dengan kesulitannya.
Tidak memberikan pertolongan kepada sesama muslim adalah haram. Terutama
saat ia benar-benar membutuhkan pertolongan. Allah swt. berfirman, “Jika
mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama,
maka kamu wajib memberikan pertolongan.” (al-Anfaal: 72)
Rasulullah saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang membiarkan muslim
lainnya (tanpa mendapatkan pertolongan) saat kehormatannya dirampas dan
harga dirinya dirusak, kecuali Allah akan membiarkannya saat ia membutuhkan
pertolongan-Nya (HR Abu Dawud)
d. Dilarang menghinanya.
Seorang muslim dilarang menganggap remeh saudaranya. Hendaklah
memposisikan saudaranya pada posisi semestinya. Karena ketika Allah
menciptakannya, Dia tidak menghinakannya, tetapi memuliakannya,
meninggikannya, mengajaknya berbicara, dan memeliharanya. Maka menghina
kepadanya merupakan tindakan yang melampaui batas terhadap Allah , karena
dia telah bersikap sombong yang merupakan dosa besar.
Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda, “Cukuplah seorang hamba berbuat
jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim.” Penghinaan muncul dari
kesombongan, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Sombong adalah menolak kebenaran dan menghina manusia.” Imam
Ahmad meriwayatkan, “Sombong adalah tidak mengetahui kebenaran dan
menghina manusia.”
Dalam riwayat lain, “Tidak menghargai manusia. Dia melihat manusia bukan
apa-apa.” Hal itu karena orang yang sombong melihat dirinya sempurna,
sementara orang lain banyak kekurangannya, maka ia mengecilkan dan
menghinakan mereka. sombong adalah keburukan yang paling besar, karena ia
akan memasukkan pemiliknya ke dalam neraka dan menjauhkannya dari surga.
Dari shahih Muslim disebutkan, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam
hatinya terdapat sebesar biji saawi kesombongan.” Haritsah bin Wahhab ra.
berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah ingin aku beritahukan kepada
kalian tentang ahli surga? Yaitu setiap orang lemah yang dianggap lemah, yang
jika berjanji kepada Allah ia memenuhinya. Tidakkah kalian ingin aku beritahukan
tentang penghuni neraka? yaitu semua orang yang kasar, tidak sabaran, dan
sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)
8. Takwa adalah sebuah barometer.
Takwa adalah menjauhi adzab Allah swt. dengan cara melakukan setiap perintah
dan meninggalkan semua larangan. Sesungguhnya Allah swt. hanya akan
menghormati manusia dengan ketakwaannya, bukan karena diri atau
kekayaannya. Karenanya bisa saja seseorang di mata orang lain hina karena
kurang beruntung dalam kenikmatan dunia, akan tetapi di sisi Allah ia
mempunyai kedudukan dan nilai tinggi dibanding orang yang terpandang di mata
masyarakat, karena kedudukan, kekuasaan, dan harta yang sebenarnya
diperoleh secara tidak halal.
Suatu ketika Rasulullah saw. ditanya: “Siapakah orang yang paling mulia.” Beliau
menjawab, “Orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa di antara
kalian.”
Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan
bentuk tubuh kalian, akan tetapi melihat hati kalian.”
Dengan demikian, tidak seorang pun mengetahui hakekat takwa kecuali Allah
swt. berbagai amalan yang tampak juga belum tentu membuahkan ketakwaan.
Namun yang akan melahirkan ketakwaan adalah ketakutan kepada Allah dan
senantiasa melakukan muraqabah (selalu merasa diawasi Allah).
Jika demikian maka betapa banyak orang yang berwajah tampan ataupun cantik,
memiliki harta melimpah, kedudukan yang tinggi, namun hatinya kosong dari
ketakwaan. Betapa banyak orang yang kurang beruntung dalam tiga hal di atas,
namun hatinya penuh dengan ketakwaan, mereka ini lah yang paling mulia di sisi
Allah swt. Bermuara dari realita ini, maka menghina adalah kejahatan yang
besar, karena telah menjungkirbalikkan barometer yang ada, dengan bertumpu
pada sisi luar dan mencampakkan sisi dalam yang menjadi barometer yang
sebenarnya.
9. Terperliharanya seorang muslim.
Nyawa, harta dan kehormatan seorang muslim terpelihara. Hal ini dinyatakan
Rasulullah saw. saat khutbah yang sangat monumental, yaitu khutbah Wada’, di
padang Arafah. Dalam khutbah tersebut beliau bersabda: “Sesungguhnya harta,
darah, dan kehormatan kalian adalah terpelihara, seperti terpeliharanya, hari ini,
di bulan ini, dan di negeri ini…”
Inilah hak-hak manusia secara umum, yang menjadi landasan tertegaknya
masyarakat muslim yang aman sentosa. Dalam masyarakat tersebut, seorang
muslim akan merasa tenang terhadap hartanya, karena tak ada seorang pun
yang akan mencuri ataupun merampasnya. Merasa tenang terhadap
kehormatannya, karena tidak ada siapa pun yang menginjak-injaknya.
Untuk menciptakan kondisi ini, Allah telah menetapkan hukuman qishash bagi
siapa saja yang membunuh atau menghilangkan salah satu anggota tubuh,
menetapkan potong tangan sebagai hukuman orang yang mencuri, menetapkan
rajam bagi pezina.
“Janganlah antara dua orang saling berbisik dan meninggalkan orang yang
ketiga, karena hal itu dapat membuatnya sedih.” (HR Bukhari dan Muslim) dan
dalam riwayat lain terdapat tambahan, “Kerena hal itu dapat menyakiti seorang
mukmin. Sedangkan Allah membenci orang yang menyakiti seorang mukmin.”
10. Selain hal-hal di atas, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari hadits-
hadits di atas:
– Islam bukan hanya aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mencakup akhlak dan
muamalah.
– Dalam Islam akhlak tercela merupakan kejahatan yang sangat dibenci
– Niat dan amalan adalah barometer yang digunakan Allah untuk menimbang
hamba-Nya
– Hati adalah sumber ketakutan kepada Allah.
Yuk berbagi kebaikan ... https://pusatalquran.org/2017/05/08/hadits-arbain-ke-35-
tentang-ukhuwah-dan-hak-hak-muslim/
Selesai disusun di Darush Sholihin, 17 Syakban 1441 H, 10 April 2020, Malam
Sabtu
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Sumber https://rumaysho.com/23991-hadits-arbain-35-kita-itu-bersaudara.html
HADITS ARBAIN NAWAWI
Tautan: https://rodja.id/37u
Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan
oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah ( )األربعون النوويةatau
kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala. Kajian ini disampaikan pada
Selasa, 21 Safar 1443 H / 28 September 2021 M.
Daftar Isi [sembunyikan]
Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja
756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.
ْ َوالَ َي ِبع، َوالَ َت َدا َبرُوا، َوالَ َت َبا َغضُوا،شوا ُ اج َ َوالَ َت َن،اسدُوا
َ «الَ َت َح:هللا صلى هللا عليه وسلم ِ َقا َل َرسُو ُل: َقا َل،َُعنْ َأ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللاُ َع ْنه
ويُشِ ْي ُر ِإلَى- ُ ُ ْ َأ
َ ال َّت ْق َوى َها ُه َنا.ُ َواَل َيحْ قِ ُره،ُ َواَل َي ْك ِذ ُبه،ُ َوالَ َيخذله،ُ الَ َيظلِ ُمه، المُسْ لِ ُم ُخو المُسْ ل ِِم.ًخوانا ِ َ َو ُك ْو ُنوا عِ َباد،ض
َ هللا ِإ ٍ ْض ُك ْم َعلَى َبي ِْع َبع
ُ َْبع
ضهُ» َر َواهُ مُسْ ِل ٌم ُ ْ َد ُم ُه َو َمالُ ُه َوعِ ر: ُك ُّل المُسْ ل ِِم َعلَى المُسْ ل ِِم َح َرا ٌم.ب امْ ِرى ٍء م َِن ال َّشرِّ َأنْ َيحْ ق َِر َأ َخاهُ المُسْ ِل َم ْس
ِ َ ِحب -ٍ ت ا م
ََّر ثَ َ ال َ
ث ه ر
ِِ َْ
د ص .
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Janganlah kalian saling hasad, janganlah saling memancing (harga), janganlah saling membenci,
janganlah saling berpaling/memutus, dan jangan pula berjualan di atas penjualan orang lain, hendaklah
kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudaranya muslim. Jangan sampai
dia mendzaliminya, mengecewakannya, membohonginya, dan mengejeknya. Takwa itu di sini –beliau
menunjuk ke dadanya tiga kali–. Cukup buruk bagi seseorang jika dia merendahkan saudaranya sesama
muslim. Setiap muslim itu haram atas muslim yang lain, yaitu haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya.’” (HR. Muslim)
Baca Juga:
Orang Yang Mengingkari Hari Kebangkitan - Tafsir Al-Qur'an Surat As-Sajdah Bagian 2
Api kalau dihadapkan pada kayu bakar, maka itu adalah makanan yang empuk bagi apik. Kayu bakar
akan habis oleh api. Maka demikian juga dengan amal shalih jika dihadapkan pada hasad.
Hasad adalah sesuatu yang ada di hati setiap manusia. Karena setiap orang tidak ingin ada orang lain
yang mengalahkannya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Namun orang yang mulia akan
menyembunyikan perasaan itu, dia akan menyimpan dan menahan sehingga tidak membuatnya
melakukan hal-hal yang dilarang. Dia justru malah mendoakan orang lain dengan kebaikan, dia berbuat
baik kepada orang tersebut dalam rangka menghilangkan hasad yang ada pada dirinya.
Sementara sebagian orang yang lain tidak bisa menutupinya. Hasad dan iri yang ada dalam hatinya itu
dia tampakkan dalam perkataan-perkataan dan sikap-sikapnya. Sehingga dia mengharapkan nikmat yang
ada pada orang lain itu hilang, baik berpindah kepada dirinya ataupun yang penting tidak lagi dimiliki
oleh orang tersebut. Ini adalah hasad yang dilarang.
Baca Juga:
Kalau kita punya rasa iri kepada orang lain, tapi kita tidak mengharapkan hilangnya nikmat tersebut dari
dirinya, jika ini terjadi pada urusan-urusan duniawi, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan bahwa ini tidak
ada manfaat/kebaikan di dalamnya.
Adapun kalau dalam urusan akhirat, maka ini bagus. Ketika ada seorang saudara kita yang diberikan
nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa takwa yang tinggi, iman yang tebal, ibadah yang rajin, ilmu
yang banyak dan bermanfaat, kemudian kita berharap bisa mendapatkan seperti itu juga, kita ikhtiar
untuk bisa memilikinya tanpa berharap nikmat itu hilang dari saudara kita ini, maka ini adalah hasad
yang terpuji. Inilah yang disebut dengan ghibtah (arab: )غبطة.
ِ َو َرج ٍُل آ َتاهُ هللا َماالً َفه َُو ُي ْنفِقُ ُه آ َنا َء اللَّي ِْل َوآ َنا َء ال َّن َه، ار
ار ِ آن َفه َُو َيقُ ْو ُم ِب ِه آ َنا َء اللَّي ِْل َوآ َنا َء ال َّن َه ِ الَ َح َسدَ ِإالَّ فِي ْاث َن َتي.
َ ْ َرج ٍُل آ َتاهُ هللاُ ْالقُر:ْن
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara; seseorang yang Allah beri hafalan Al-Qur’an kemudian dia
shalat dengan hafalannya dimalam hari dan disiang hari, dan seseorang yang Allah berikan harta
kemudian ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi bukan hartanya yang membuat kita hasad, tapi kita bercita-cita banyak sedekah tanpa berharap
nikmat tersebut hilang dari saudara kita.
Inilah dua perkara yang kita boleh hasad. Dimana keduanya merupakan urusan akhirat. Bahkan kita
dianjurkan bagi kita untuk iri hati dengan orang yang diberikan dua nikmat ini, kemudian kita berusaha
untuk mendapatkan keutamaan itu juga tanpa berharap nikmat tersebut dicabut oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala darinya.
Baca Juga:
Menit ke-16:55 Secara bahasa, najasy artinya memancing binatang buruan supaya keluar dari lubang
atau dari tempat persembunyiannya. Secara istilah najasy ini diartikan sebagai memancing naiknya
harga (dalam suatu proses lelang). Yaitu jual beli dengan cara harga yang dibiarkan terus bertambah. Ini
dibolehkan dan terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ketika terjadi lelang, ada kebiasaan di sebagian tempat dimana orang yang melelang barang ini memiliki
tim khusus. Tim ini adalah orang-orang yang pura-pura untuk ikut menawar harga padahal mereka tidak
punya keinginan untuk membeli sama sekali. Mereka datang ke tempat lelang kemudian pura-pura
menjadi pembeli di situ agar harga terus naik. Ketika ada seorang pembeli yang nyata menawar dengan
suatu harga, maka dia akan mengangkat tangan kemudian menaikkan harga. Sehingga kemudian para
pembeli yang nyata akhirnya juga berlomba-lomba untuk menaikkan harganya.
Dia tidak punya maslahat untuk membeli barang, tapi dia ingin memberikan keuntungan kepada si
penjual tapi caranya dengan mengorbankan orang lain. Para pembeli yang ingin membeli barang
tersebut akhirnya tidak mendapatkan harga yang sesuai dengan mekanisme pasar. Ini dilarang dalam
agama kita.
Sebagian ulama menafsirkan najasy dengan arti yang lebih umum. Yaitu semua bentuk penipuan (dalam
jual beli atau yang lain) berupa memancing harga yang membumbung atau bentuk penipuan-penipuan
yang lain. Ini juga masuk dalam larangan.
Baca Juga:
وب ُك ْم َفَأصْ َبحْ ُتم ِبنِعْ َم ِت ِه ِإ ْخ َوا ًنا َ َّت هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُكن ُت ْم َأعْ َدا ًء َفَأل
ِ ُف َبي َْن قُل žَ َو ْاذ ُكرُوا نِعْ َم
“Dan ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika dahulu kalian bermusuhan kemudian Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyatukannya hati kalian sehingga menjadi saudara-saudara dengan nikmat Allah Subhanahu
wa Ta’ala.” (QS. Ali-Imran[3]: 103)
Maka nikmat ini hendaknya kita jaga, persaudaraan muslim jangan kita hancurkan dengan saling
membenci dan saling bermusuhan. Karenanya kita disyariatkan untuk menghindari segala bentuk
perbuatan yang bisa menimbulkan permusuhan di antara muslim.
Ini menunjukkan bahwasanya persatuan dan kerukunan umat Islam merupakan salah satu tujuan
diturunkannya syariat Islam kepada umat manusia.
Adapun yang dikecualikan dari saling membenci adalah membenci karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Misalnya membenci seseorang karena syirik yang dia lakukan, membenci seseorang karena bid’ah yang
dia kerjakan, membenci seseorang karena dia memiliki banyak maksiat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, maka ini disebut sebagai benci karena Allah. Dan ini diperintahkan bahkan termasuk salah satu
cabang iman yang agung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Jadi pada umumnya kita dilarang untuk saling membenci dan bermusuhan di antara umat Islam, tapi
kebencian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebuah amal shalih yang merupakan salah satu tali
dan cabang iman yang sangat kuat.
Menit ke-24:35 Ini senada dengan yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
ُأ ِ ال َي ِح ُّل ل َِرج ٍُل َأنْ َي ْهج َُر َأ َخاهُ َف ْوقَ َثال
َّالم ِ َي ْل َتقِ َي،ال
ِ َو َخ ْي ُر ُه َما الَّذِي َي ْب َد ِبالس،ان َفيُعْ ِرضُ َه َذا َويُعْ ِرضُ َه َذا ٍ ث لَ َي
Baca Juga:
Maka ketika terjadi sebuah permasalahan duniawi antara kita dengan seseorang, misalnya karena ada
kata-kata yang tidak kita sukai dari saudara kita, atau perselisihan dalam kepemilikan tanah, atau dalam
perdagangan dan semacamnya, ini adalah urusan duniawi. Kalau kita meng-hajr saudara kita karena
urusan duniawi, maka tidak boleh lebih dari tiga hari.
Kalau ingin memberikan pelajaran, ingin menjelaskan kepadanya bahwa apa yang dilakukan kepada kita
adalah sesuatu yang tidak kita sukai, maka disyariatkan untuk meng-hajr dia tapi jangan lama-lama,
maksimal tiga hari saja. Setelah itu harus segera beres dan ketika bertemu kita ucapkan salam lagi.
Adapun kalau hajr-nya karena urusan akhirat, misalnya karena maksiat-maksiat yang dia miliki, maka ini
dikembalikan kepada maslahat (tidak terbatas pada tiga hari). Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam meng-hajr Ka’ab bin Malik dan orang-orang yang tidak ikut berangkat dalam Perang Tabuk
selama 50 hari, sampai turun ayat pengampunan untuk mereka. Baru kemudian setelah itu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan hajr beliau kepada mereka.
Menit ke-30:52 Ketika telah terjadi transaksi jual-beli, tapi antara penjual dan pembeli masih terikat
khiyar. Misalnya terikat khiyar majelis, yaitu dimana keduanya masih berada di tempat transaksi yang
sama dan belum berpisah, maka kita masuk ke transaksi tersebut kemudian mengatakan kepada si
penjual: “Jangan engkau menjual barang ini kepada dia, biarkan saya yang membelinya dengan harga
lebih mahal.” Hal ini berarti membeli diatas pembelian orang lain. Seseorang sudah menjual kepada
orang lain, kemudian kita menawarkan harga yang lebih mahal kepada orang tersebut sehingga dia akan
membatalkan jual belinya kepada orang lain.
Baca Juga:
Atau sebaliknya, kita datang kepada si pembeli ketika keduanya masih terikat khiyar (masih bisa
membatalkan jual-beli), kemudian kita mengatakan: “Jangan kau beli barang ini, saya punya barang yang
lebih baik, saya akan menjualnya kepadamu dengan harga yang sama/barang yang sama dengan harga
yang lebih murah.” Ini adalah menjual diatas penjulan orang lain atau membeli diatas pembelian orang
lain.
Kita bisa bayangkan kalau berada dalam posisi itu. Kita sudah menjual, sudah deal, sudah transaksi, tapi
ternyata kemudian masuk yang katanya sama-sama muslim, sama-sama satu agama, tapi
memperlakukan kita seperti itu. Tentunya kita akan sakit hati dengan hal seperti itu. Ini termasuk
perkara yang bisa menimbulkan permusuhan di antara sesama muslim. Maka ini juga dilarang dalam
agama kita.
Menit ke-1:13:22 Ini merupakan hadits pokok dalam ibadah sosial. Hadits pokok tentang bagaimana kita
berinteraksi dengan sesama yang tentunya kita tidak bisa lepas dari hal itu. Sesama musim adalah
saudara, maka kita tidak boleh melakukan perkara-perkara yang mengganggu atau mengancam jiwa,
harta dan kehormatan mereka.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak kajian yang penuh manfaat
ini.
https://www.radiorodja.com/50777-hadits-arbain-ke-35-semua-muslim-bersaudara/