Anda di halaman 1dari 29

‫‪Arbain Nawawi [35]:‬‬

‫‪Persaudaraan dan Hak‬‬


‫)‪Sesama Muslim (Bagian 2‬‬
‫‪9 Juni 2020, 09:05‬‬

‫‪Matan Hadits‬‬

‫ضوا‪َ ،‬والَ تَدَابَ ُروا‪َ ،‬والَ‬ ‫اجشُوا‪َ ،‬والَ تَبَا َغ ُ‬ ‫سدُوا‪َ ،‬والَتَنَ َ‬ ‫سو ُل هللاِ ﷺ‪« :‬الَ ت ََحا َ‬ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ‪ ،‬قَا َل‪ :‬قَا َل َر ُ‬ ‫عَنْ َأبِي ه َُر ْي َرةَ َر ِ‬
‫خذلُهُ‪َ ،‬واَل يَ ْك ِذبُهُ‪َ ،‬واَل يَ ْحقِ ُرهُ‪.‬‬ ‫سلِ ُم َأ ُخو ال ُم ْ‬
‫سلِ ِم‪ 1،‬الَ يَ ْظلِ ُمهُ‪َ ،‬والَ يَ ُ‬ ‫ض‪َ ،‬و ُك ْونُوا ِعبَا َد هللاِ ِإ َ‬
‫خواناً‪ .‬ال ُم ْ‬ ‫ض ُك ْم َعلَى بَ ْي ِع بَ ْع ٍ‬‫يَبِ ْع بَ ْع ُ‬
‫سلِ ِم‬ ‫سلِ ِم َعلَى ال ُم ْ‬ ‫ب ا ْم ِرى ٍء ِمنَ الش َِّّر َأنْ يَ ْحقِ َر َأ َخاهُ ال ُم ْ‬
‫سلِ َم‪ُ .‬ك ُّل ال ُم ْ‬ ‫س ِ‬ ‫ت‪ -‬بِ َح ْ‬
‫ث َم َّرا ٍ‬ ‫ص ْد ِر ِه ثَالَ َ‪1‬‬
‫ش ْي ُر ِإلَى َ‬ ‫التَّ ْق َوى هَا ُهنَا َ‬
‫‪-‬ويُ ِ‬
‫سلِ ٌم‬
‫ضهُ» َر َواهُ ُم ْ‬ ‫‪.‬ح َرا ٌم‪َ :‬د ُمهُ َو َمالُهُ َو ِع ْر ُ‬‫َ‬
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki,
janganlah saling tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling
benci, janganlah saling membelakangi (mendiamkan), dan janganlah
menjual di atas jualan saudaranya. Jadilah hamba Allah yang
bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya.
Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, dan
menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke
dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina
saudaranya yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu
haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya.’” (HR. Muslim).

Lanjutan Faedah, Tanbih dan Hikmah Hadits

Jadilah hamba yang bersaudara, janganlah memprovokasi,


menghasut, menebar fitnah dan menyebarkan kebencian. Haram
hukumnya membenci selain karena Allah. Ingat, Kesempurnaan iman
adalah saat kita mencintai, membenci, memberi dan menahan karena
Allah Ta’ala. Sabda Rasulullah saw. ;

ْ ‫ض هَّلِل ِ َوَأ ْعطَى هَّلِل ِ َو َمنَ َع هَّلِل ِ فَقَ ِد ا‬


َ‫ستَ ْك َم َل ْاِإل ْي َمان‬ َ ‫ب هَّلِل ِ َوَأ ْب َغ‬
َّ ‫َمنْ َأ َح‬
Artinya: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena
Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi pun karena Allah,
maka sungguh telah sempurna imannya.” (HR Abu Dawud dan At-
Tirmidzi).

Syekh Abdul Qodir Al Jilani qs. berkata bahwa kita tidak boleh
membenci seseorang yang bagus syariatnya, jangan membenci karena
nafsu. Imam Abu Hasan Ali Asyadzili qs. juga berkata bahwa
persaudaraan harus dengan cinta. Aku mencintai dia karena Allah,
sedangkan engkau membawa berita tentangnya dengan hawa nafsu.
Hal ini tidak akan merubah kecintaan ku pada saudaraku.

Jangan ngomong dibelakang. Kalau tidak suka, ngomong saja


langsung berdua. Jika harus membenci, maka bencilah perilakunya
yang tidak sesuai syariat, bukan orangnya. Semoga kita semua
terhindar dari sifat dengki, membenci, provokasi, dan berbicara
dibelakang.
Membicarakan keburukan orang lain tapi tidak menyebut namanya,
apakah berdosa??Jangan membicarakan keburukan orang lain
meskipun tidak menyebutkan namanya. Karena sama saja. Lisannya
memang tidak berucap, tapi wajah dan nama yang dighibahkan
terpampang di hati, kebayang. Ingat, dengki itu seperti api yang
membakar. Lebih baik dzikir saja, tidak usah ngomongin orang.
Seolah-olah sudah banyak dzikir, merasa lebih baik dari orang lain.

Jangan berdusta. Agama hanya dijadikan bungkus, alat untuk


kepentingan pribadi. Hamba yang senang berbohong, menjauhlah para
malaikat satu mil darinya, karena hakikatnya dia berbau busuk. Dusta
adalah selalu ingin dianggap baik oleh orang lain. Hidup untuk orang
lain. Bukan untuk Allah. Ada seorang Badui yang ahli maksiat, datang
kepada Rasulullah saw. untuk minta diberi nasihat. Oleh Rasulullah
saw dinasehati, “Jangan berdusta, jangan berdusta, jangan berdusta”.

Hukum Haram saat tidak ada faedahnya.


Halal jika untuk melindungi jiwa dan harta. Sunnah saat berperang.
Makruh untuk orang yang istrinya lebih dari satu, niat menyenangkan
istri tapi bohong itu hukumnya makruh. Mubah jika untuk
mendamaikan antar manusia.

Janganlah engkau merendahkan atau melecehkan saudara muslimmu.


Termasuk pandangan meremehkan pun tidak boleh! Janganlah
menghina, bukan hanya kepada yang hidup, tapi juga kepada yang
sudah wafat.

Seseorang dianggap buruk saat dia meremehkan , merendahkan orang


lain. Menunjukan buruknya akhlak saat meremehkan saudaranya
sesama muslim. Karena kita tidak tahu hakikinya. Termasuk pada ahli
maksiat sekalipun. Imam Al-Ghazali ra. berkata, jangan meremehkan
seorang ahli maksiat selama dia tetap menjalankan syariat, karena
tidak ada yang tau akhir dari kehidupannya dan juga akhir kehidupan
kita. Bisa jadi dia terus mendapat hidayah dan taufiq dari Allah swt
sehingga bertaubat dan semakin hari semakin baik. maka lebih
diutamakan untuk tidak menghinakannya tapi mendoakan.

bahkan seorang ulama berkata “Kamu belum akan mati sampai


hinaanmu sampai pada dirimu.” jagalah lisan dan hati kita dari
menghina orang lain. Iblis pun dilaknat karena meremehkan nabi
Adam as. Jadilah Al haqir, orang yang hina dihadapan Allah. Bukan
malah menghinakan orang lain, seperti yang dilakukan iblis kepada
bapak moyang kita.

Takwa

Hati yang bertakwa adalah hati yang selalu merasa terawasi ,dekat,
nyaman dalam ketaatan kepada Allah dan selalu dalam keridhoan-Nya.
Ketakwaan tumbuh dari keikhlasan yang murni dari dalam hati.
Jagalah ketaqwaan dengan menghujamkan ke dalam hatimu kalimat
Laa ilaaha illaa Allah setiap waktu.

Silaturahmi

Silaturahmi mendatangkan rezeki? bukankah rezeki setiap orang


sudah tertulis di lauhul mahfudz? Silaturahmi mengikat kasih sayang
dan agar kita semakin sinergi dalam kebaikan. Sabda Rasulullah saw,

‫األرواح جنود مجندة ما تعارف منها ائتلف وما تناكر منها اختلف‬
Ruh-ruh itu seperti pasukan yang dihimpun dalam kesatuan-kesatuan.
Yang saling mengenal di antara mereka akan mudah saling tertaut.
Yang saling merasa asing di antara mereka akan mudah saling
berselisih. (HR Muslim)

Kita akan cendrung berkumpul dengan yang sefrekuensi, sejiwa. yang


baik dengan yang baik dan yang buruk dengan yang buruk. Karena
kita makhluk , hubungan qadha dan qadar tetap harus melewati
sebab, dan silaturahmi adalah asbabnya. Rejeki tidak datang karena
silaturahmi, tapi silaturahmi ini adalah jalan. Seperti, kita kan sudah
ditakdirkan rezeki sekian di lauhul mahfudz, terus kenapa kita kerja?
Kan sudah diatur Allah?? kerja ini sebab, jalan menuju sesuatu yang
telah ditetapkan Allah Taala. kerja dan silaturahmi kita pun bagian dari
ketetapan Allah. Silaturahmi adalah cahaya, menerangi. Sedangkan
maksiat itu kegelapan.

Tentang Lailatul Qadar

Amalan harian untuk Lailatul Qadar.


Selama hidupnya, Imam Abu Hasan Assyadzili qs. tidak pernah
melewati satu ramadhan pun tanpa mendapat Lailatul Qadar. Jika
Ramadhan mulai hari Jumat, jumhur ulama mengatakan lailatul qadar
ada pada malam ke 27.

Seringkali kita menjadi hamba lailatul qadar, bukan hamba dari


Pemilik lailatul qadar itu. Malam ini adalah puncak, seperti malam
anugerah, sehingga dibutuhkan keistiqomahan dalam beribadah pada
waktu-waktu sebelumnya. Tidak ada amalan khusus yang dianjurkan,
seperti biasa saja, baca Al-Quran, qiyamullail, baca istighfar, baca
sholawat.

Tips mendapatkan lailatul qadar : ISTIQAMAH dan mengikhlaskan hati,


maka insyaAllah akan mendapatkan nya. Cirinya seseorang
mendapatkan Lailatul qadar, saat keluar dari ramadhan akan menjadi
semakin baik dan bertambah ketaatannya.

Lailatul Qadar pun memiliki tingkatan, ada yang top seperti para auliya
dan para quthb, ada yang seperti juara harapan. Tapi karena rahmat
Allah luas, yakinlah Allah akan selalu mengampuni kita.

Wallahu a’lam bisshawaab

Resume Kajian Dhuha Kitab Arbain Nawawi Bersama KH.


Muhammad Danial Nafis Hafizhahullah
(Via zoom Cloud Meeting 05. 30- 07.00 WIB Rabu 20 Ramadhan
1441 / 13 Mei 2020)

(As'ad Syamsul Abidin)

Hadits Arbain ke 35 Tentang Ukhuwah dan


Hak-Hak Muslim
Authoradmin / Posted OnMei 8, 2017
Al-Wafi; Imam Nawawi; DR.Musthafa Dieb al-Bugha

Hadits Arbain nomor 35 (tiga puluh lima)Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah
saw. bersabda: “Jangan saling menghasud, saling menipu, saling membenci,
saling membelakangi, dan jangan membeli barang yang telah dibeli orang lain.
Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim adalah saudara
bagi muslim yang lain. Karena itu, tidak mendhaliminya, tidak menelantarkannya,
tidak membohonginya, dan tidak melecehkannya. Takwa itu di sini, [sambil
menunjuk dadanya tiga kali]. Cukuplah seseorang dikategorikan jahat jika dia
menghina saudaranya sesama muslim. Darah, harta, dan kehormatan setiap
muslim adalah suci terpelihara.” (HR Muslim)

URGENSI HADITS
Rasulullah tidak hanya menegaskan bahwa ketinggian ukhuwah Islamiyah hanya
sebagai slogan. Namun diiringi dengan berbagai perintah dan laranga, hingga
menjadi wujud kongrit di tengah-tengah masyarakat.

Hadits ini memuat berbagai hukum dan manfaat yang besar demi terealisasinya
tujuan Islam yang tinggi tersebut. Di samping juga memelihara dari segala
kekurangan dan kesalahan, sehingga ukhuwah Islamiyah tidak menjadi sekedar
ucapan dan hayalan yang tidak menyentuh kehidupan riil.

Sehubungan dengan urgensi hadits ini, Imam Nawawi berkata, “Alangkah besar
dan banyaknya manfaat hadits ini.”
Ibnu Hajar al-Haitami berkata, “Hadits ini adalah hadits yang banyak manfaatnya.
Ia menjelaskan tentang dasar-dasar penting. Bahkan jika mengamati maknanya
dengan seksama, akan tampak bahwa hadits ini memuat semua hukum dan
adab dalam Islam.
KANDUNGAN HADITS
1. Larangan hasad.
a. Definisi hasad: hasad adalah menginginkan agar nikmat yang dimiliki orang
lain berpindah ke tangannya, atau ke tangan orang lain lagi. Ini adalah akhlak
tercela.
b. Hukumnya: para ulama sepakat bahwa hasad adalah haram. Dalil yang
menunjukkan keharamannya sangat banyak, baik dari al-Qur’an maupun hadits.
Di antaranya:
Firman Allah dalam rangka mencela orang-orang Yahudi:
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri.” (al-Baqarah: 109)
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia Allah
yang telah diberikan kepadanya.” (an-Nisaa’: 54)

Zubair bin Awam ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda.: “Kalian telah
ditimpa penyakit yang menimpa kaum sebelum kalian, yaitu hasad dan
kebencian. Kebencian adalah tukang pangkas yang memangkas ajaran agama,
dan bukan memangkas rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di
tangan-Nya, kalian tidak beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah
kalian aku beritahu tentang perkara yang jika kalian lakukan, kalian dapat saling
berkasih sayang? Sebarkan salam di antara kalian.” (HR Ahmad dan Tirmidzi)
Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hati-hati terhadap
hasad, karena hasad dapat melenyapkan kebaikan, sebagaimana halnya api
melenyapkan kayu bakar.” (HR Abu Dawud)

Abu Hurairah ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Umatku akan
terkena penyakit yang menimpa umat-umat terdahulu.” Para shahabat bertanya,
“Ya Rasulallah, penyakit apakah itu?” Beliau menjawab, “Bersenang-senang
yang melampaui batas, sombong, bermegah-megah, berlomba-lomba dalam
urusan dunia, saling membenci, saling dengki, sehingga terjadi kesewenangan
dan saling menjauhi.” (HR Hakim dan lainnya)

c. Hikmah diharamkannya hasad


Sifat hasad atau dengki diharamkannya karena merupakan pembantahan
terhadap Allah swt. Allah telah memberikan nikmat kepada orang lain, namun ia
berusaha menghalang-halangi apa yang telah dilakukan Allah tersebut.
Abu Thayib berkata, “Penduduk bumi yang paling dhalim adalah pendengki. Ia
gelisah atas nikmat ang tidak ia miliki. Di samping itu, hasad juga usaha dengan
cara yang diharamkan dan hanya akan mendatangkan kesedihan.” Bahkan ia
merupakan perilaku yang sangat rendah.

d. Macam-macam pendengki.
– Golongan yang berusaha agar nikmat yang dimiliki orang lain hilang. Usaha ini
dilakukan melalui ucapan maupun tindakan konkrit. Di antara mereka ada yang
berusaha agar nikmat tersebut berpindah kepadanya, ada juga yang tidak
berusaha ke arah tersebut.
– Golongan yang tidak merefleksikan sikap hasadnya, baik dengan ucapan
maupun tindakan nyata. Menurut Hasan al-Bashri, golongan ini tidak berdosa.
Golongan ini ada dua macam: yang pertama adalah yang tidak mampu
menghilangkan hasad yang ada pada dirinya. Orang seperti ini tidak berdosa.
Yang kedua adalah sikap hasad yang timbul dari kesadaran penuh, artinya
kehadirannya dalam hati memang sengaja ditimbulkan. Meskipun demikian tidak
terefleksikan dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, tetapi ia justru berusaha
untuk mendapatkan kenikmatan seperti yang telah didapatkan orang yang ia
dengki. Ini sebagaimana yang disinyalir dalam ayat, “Berkatalah orang-orang
yang menghendaki kehidupan dunia, ‘Andaikata kita mempunyai seperti yang
telah diberikan kepada Qarun.’” (al-Qashash: 79)
Jika sikap hasad ditujukan terhadap berbagai hal yang baik, maka dibolehkan
bahkan merupakan kebaikan. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada hasad
kecuali dalam dua hal: Terhadap seseorang yang diberikan harta dan mampu
menginfakkan untuk kebaikan, siang dan malam, dan terhadap seseorang yang
diberikan al-Qur’an, lalu ia merefleksikannya sepanjang siang dan malam.” (HR
Bukhari dan Muslim)
– Golongan yang berusaha menghilangkan hasad yang ada di dalam hatinya. Ia
berusaha berbuat baik kepada orang yang ia dengki. Ia juga mendoakan agar
orang tersebut senantiasa dikaruniai nikmat. Inilah derajat keimanan yang paling
mulia.

2. Larangan Najsy

a. Definisi Najsy. Yaitu mempropagandakan naiknya harga sesuatu, tanpa


maksud membelinya, namun untuk merugikan orang lain.

b. Hukum Najsy. Adalah haram, baik dengan persetujuan pedagang maupun


tidak. Karena najsy termasuk penipuan.

Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang menipu kami, maka bukan


termasuk golongan kami.” Riwayat lain menyebutkan, “Barangsiapa yang
menipu.” Ibnu Umar ra. menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang najsy.
(HR Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abi Aufa berkata, “Pelaku najsy seperti orang yang memakan harta riba.”
Ibnu Abdul Bar berkata, “Para ulama sepakat bahwa orang yang mengetahui
bahwa najsy dilarang, tetapi ia melakukannya, berarti telah melakukan maksiat
terhadap Allah swt.”
c. Hukum akad jual-beli jika terdapat unsur najsy.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Imam Ahmad dan sebagian ulama
berpendapat bahwa jual beli dengan unsur najsy tidak sah. Imam Syafi’i
berpendapat, jika yang melakukan najsy adalah penjual sendiri atau atas seizin
penjual maka akad yang dilakukan tidak sah. Namun jika najsy tersebut
dilakukan pihak ketiga tanpa sepengetahuan penjual, maka akad tersebut sah.
Sedangkan kebanyakan ulama, termasuk Abu Hanifah, Malik, Syafi’i (dalam satu
pendapatnya yang lain), Ahmad (dalam satu pendapatnya yang lain)
menyatakan bahwa akad tersebut sah. Hanya saja Malik dan Ahmad
memberikan peluang bagi pembeli untuk membatalkan akad manakala saat itu
tidak tahu dan merasa sangat dirugikan.

d. Penafsiran najsy secara lebih luas.


Najsy dalam hadits di atas bisa juga dipahami dalam bentuk yang lebih luas.
Karena secara bahasa sendiri najsy artinya “melakukan tipu muslihat terhadap
sesuatu.” Dengan demikian, dalam bentuk yang lebih umum hadits tersebut bisa
dipahami, “Janganlah saling menipu dan menyakiti.” Allah berfirman yang
artinya, “Rencana yang jahat tidak tidak akan menimpa selain orang yang
merencanakannya sendiri…” (Faathir: 43)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabdda: “Orang yang melakukan tipu
muslihat dan melakukan penipuan adalah di neraka.”
Diriwayatkan bahwa Beliau juga bersabda: “Terlaknat orang-orang yang
menyakiti atau melakukan muslihat terhadap seseorang.” (HR Turmudzi)

Dengan demikian, semua bentuk muamalah maliyah yang mengandung unsur


penipuan, masuk dalam kategori najsy. Misalnya: menutupi barang yang cacat,
mencampur barang yang jelek dengan barang yang baik.
Namun perlu diketahui, bahwa tipu daya dibolehkan terhadap orang-orang yang
boleh diperangi. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Perang adalah
tipu daya.”
3. Larangan Saling Membenci

a. Definisi benci.
Benci adalah sikap tidak suka. Sikap seperti ini telah dilarang oleh Rasulullah
saw. karena umat Islam adalah bersaudara, yang saling menyayangi dan
mencintai. Karenanya mereka dilarang saling benci, kecuali kebencian karena
Allah. Allah swt berfirman yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin
adalah bersaudara.” (al-Hujurat 10)
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku dalam
genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan
tidak akan beriman kecuali saling mencintai…”

b. Hukum membenci.
Saling benci biasanya dilakukan antara dua kubu. Adakalanya kebencian
tersebut bermuara dari kedua belah pihak, ada kalanya hanya dari salah satu
pihak. Kebencian sifatnya karena Allah swt, hukumnya bisa wajib dan bisa
sunnah. Namun jika didasari karena selain Allah maka hukumnya haram.
Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yhang beriman, janganlah kamu
mengambil musuh-Ku dan musuh-Ku menjadi teman-teman setia.” (al-
Mumtahanah: 1)

Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci


karena Allah, dan memberi karena Allah, maka imannya telah sempurna.”

Karena itu seorang muslim diwajibkan untuk senantiasa mengingatkan dirinya


sendiri dan menghindari kebencian yang disebabkan karena dorongan hawa
nafsu semata, karena kebencian tersebut tidak diperbolehkan.

c. Diharamkannya perkara-perkara yang mendatangkan permusuhan dan


kebencian. Itulah hikmah diharamkannya minuman keras dan judi. Allah
berfiman yang artinya: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum)
khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat;
maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (al-Maaidah: 91)

Allah juga mengharamkan naminmah (menyebarkan keburukan orang lain)


karena namimah dapat menyebabkan permusuhan dan saling benci. Itu semua
mengindikasikan betapa Allah swt. benar-benar menghendaki persatuan antar
umat Islam. Indikasi tersebut terkesan kuat manakala Allah membolehkan
berbohong untuk kepentingan Ishlah (perdamaian).

Firman Allah: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,


kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadaqah,
atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (an-
Nisaa’: 114)

d. Pentingnya penyatuan hati.


Menyatukan hati dan saling kasih sayang adalah pemberian Allah swt yang
sangat berharga. Allah swt. berfirman, “Dan ingatlah akan nikmat Allah
kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang yang
bersaudara.” (Ali ‘Imraan: 103)
“Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang
mukmin. Dia-lah (pula) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang
beriman). Walaupun kamu membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi,
niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka.” (al-Anfaal: 62-63)

4. Larangan untuk memutuskan hubungan.

Memutuskan hubungan, bergantung pada sebabnya. Jika dilakukan karena


tendensi duniawi, maka tidak diperbolehkan. Inilah yang dimaksudkan oleh
sabda Nabi, “Tidaklah halal seorang muslim memutuskan hubungan terhadap
saudaranya sesama muslim lebih dari tiga hari, jika bertemu ia saling berpaling.
Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai salam.” (HR Bukhari
dan Muslim dari Abu Ayub ra.)

Beliau juga bersabda: “Barangsiapa yang memutuskan hubungan terhadap


saudaranya sesama muslim, lebih dari enam hari, maka sama seperti
membunuhnya.” (HR Abu Dawud)

Adapun jika dilakukan karena Allah maka boleh dilakukan lebih dari tiga hari. Hal
ini berdasarkan pada hukuman yang dijatuhkan Rasulullah kepada tiga sahahat
yang tidak mengikuti peperangan Tabuk. Beliau memerintahkan kepada semua
umat Islam, untuk tidak berbicara dengan tiga shahabat tersebut selama 50 hari.

Demikian pula dibolehkan memutuskan hubungan dengan orang-orang yang


senantiasa melakukan perbuatan bid’ah, atau menganut paham-paham sesat.
Al-Khathabi juga menyebutkan bolehnya memutuskan hubungan bagi orang tua
terhadap anaknya, suami terhadap istrinya jika hal itu memberi manfaat. Boleh
juga hal itu dilakukan lebih dari tiga hari, karena Rasulullah saw. pernah
menjauhi istrinya selama sebulan.
5. Larangan menjual atas jualan orang lain.

Misalnya, seseorang pedagang berkata kepada pembeli yang sedang melakukan


transaksi jual beli, “Batalkanlah transaksi anda dan saya akan memberimu
barang yang sama dengan harga yang lebih murah, atau dengan barang yang
lebih bagus dengan harta yang sama.”
Atau seorang pembeli berkata kepada pedangan yang sedang melakukan
transaksi dengan pembeli lain, “Batalkanlah transaksi anda, karena saya akan
membelinya dengan harga yang lebih mahal.”
Para ulama sepakat bahwa jual beli seperti itu haram, sebagaimana sabda Nabi,
“Seorang mukmin tidak menjual atas jualan saudaranya.” (HR Bukhari dan
Muslim dari Abu Hurairah ra)

Imam Nawawi berkata, “Jual beli seperti itu dilarang oleh agama. Namun, jika
transaksi sudah berlangsung, maka Abu Hanifah, madzab Syafi’i, dan ahli fiqih
lain menyatakan bahwa transaksi ini sah. Sementara Dawud dan Malik
menyatakan bahwa transaksi ini tidak sah.

Adapun hikmah diharamkannya jual beli seperti ini, karena akan menyakiti
perasaan orang lain bahkan bisa menimbulkan hal-hal lain yang tidak diinginkan.
Adapun jual beli muzayadah (lelang) diperbolehkan. Diriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. pernah menawarkan suatu barang, lalu bersabda: “Siapa yang
berani dengan harga lebih tinggi?”
6. Perintah untuk menyebarluaskan ruh persaudaraan

Rasulullah saw. memerintahkan untuk menggalakkan persaudaraan di antara


umat Islam, hal ini diisyaratkan oleh sabdanya, “Jadilah hamba Allah yang
bersaudara.”

Jika dihubungkan dengan ucapan sebelumnya, maka bisa dipahami,


“Berusahalah untuk menciptakan berbagai hal yang bisa memicu terjadinya
persaudaraan, di antara pemicu tersebut adalah meninggalkan: dengki, najsy,
benci, memutuskan hubungan, membeli atas pembelian orang lain, dan hal-hal
yang senada lainnya. Sebagai gantinya lakukanlah kasih sayang di antara kalian
dengan muamalah yang penuh persaudaraan, kasih sayang dan tolong
menolong dalam kebaikan, dengan penuh ketulusan hati. Dan jangan lupa
bahwa kalian adalah hamba Allah, sedangkan ciri dari seorang hamba adalah
menaati semua perintah tuannya, termasuk perintah yang menyuruhnya untuk
bersaudara dan saling membantu dalam rangka menegakkan agama dan
menampakkan berbagai syiarnya. Ini semua tidak akan terealisasi tanpa adanya
pertautan hati dan barisan yang rapat.”

Firman Allah: “Dia-lah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan


dengan para mukmin. Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang
beriman).” (al-Anfaal: 62-63)

Dalam upaya untuk menciptakan persaudaraan maka yang perlu diperhatikan


adalah menunaikan berbagai hak seorang muslim terhadap muslim lainnnya,
misalnya salam, menjenguk jika sakit, memenuhi undangannya, memberi
nasehat, dan lain sebagainya.

Satu hal lagi yang bisa menambah persaudaraan menjadi semakin erat adalah
memberikan hadiah dan berjabatan tangan. Rasulullah saw. bersabda, “Berilah
hadiah, karena hadiah dapat menghilangkan penyakit hati.” (HR Tirmidzi)

Umar bin Abdul ‘Aziz berkata, “Berjabat tanganlah, karena berjabat tangan dapat
menghilangkan kebencian. Dan saling memberi hadiahlah.”

Imam Hasan berkata, “Berjabat tangan dapat menambah kasih sayang.”

7. Kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim.

Seorang muslim dituntut untuk bermuamalah dengan saudaranya sesama


muslim dengan cara yang dapat melahirkan pertautan hati. Firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu.” (al-Hujuraat: 10)

Dengan demikian ia dilarang untuk melakukan hal-hal yang bisa memicu


perpecahan hati dan di antara pemicu keretakan hati yang paling utama ada
empat perkara: Kedhaliman, rasa tidak peduli, dusta, dan memandang rendah
orang lain.

Ini semua menunjukkan bahwa persaudaraan adalah sesuatu yang sangat


urgendi dalam Islam. Bahkan lantaran urgensinya pula seorang muslim tidak
dianggap sempurna keimanannya, jika belum mencintai sudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri. Dengan demikian ia akan berusaha untuk tidak
menyakiti hati saudaranya dan menjaganya dari berbagai bentuk kemudlarataan.

Yang juga perlu diketahui bahwa ketinggian akhlak di dalam Islam, tidaklah
terbatas kepasa sesama Muslim. Namun manfaat dari akhlak tersebut juga akan
dirasakan oleh semua umat manusia. Karenanya, semua perkara di atas juga
diharamkan bagi setiap manusia. Jika ada orang kafir diperlakukan dengan salah
satu perkara di antas, maka hal itu semata-mata karena kekafirannya.

a. Dilarang mendhaliminya.
Tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan bahaya bagi diri,
agama, kehormatan dan agamanya, tanpa alasan yang dibenarkan agama.
Karena hal itu adalah kedhaliman yang akan menghancurkan persaudaraan
Islam. Tentang kedhaliman, telah dikupas pada pembahasan hadits, “Wahai
hamba-Ku, Aku telah haramkan kedhaliman atas diri-Ku, dan Aku haramkan atas
kalian. Makan janganlah saling mendhalimi.”
b. Dilarang membiarkannya dengan kesulitannya.
Tidak memberikan pertolongan kepada sesama muslim adalah haram. Terutama
saat ia benar-benar membutuhkan pertolongan. Allah swt. berfirman, “Jika
mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama,
maka kamu wajib memberikan pertolongan.” (al-Anfaal: 72)
Rasulullah saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang membiarkan muslim
lainnya (tanpa mendapatkan pertolongan) saat kehormatannya dirampas dan
harga dirinya dirusak, kecuali Allah akan membiarkannya saat ia membutuhkan
pertolongan-Nya (HR Abu Dawud)

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang dihadapannya ada seorang muslim


yang dihinakan, akan tetapi ia tidak menolongnya, padahal ia mampu
menolongnya, maka Allah akan menghinakannya di hadapan seluruh makhluk
pada hari kiamat.” (HR Ahmad)

“Barangsiapa yang menolong saudaranya ketika ia tidak berada di hadapannya,


maka Allah akan menolongnya di dunia dan di akhirat. (HR Bazzar)

Tidak memberikan pertolongan, bisa dalam masalah diniawi, seperti sebetulnya


ia mampu menolong orang yang didhalimi tetapi tidak melakukannya. Bisa jgua
dalam urusan ukhrawi, seperti sebetulnya ia mampu memberikan nasehat
kepada orang lain tapi ia tidak melakukannya.

c. Dilarang berdusta dan mendustakan.


Di antara hak seorang muslim lainnya adalah berkata jujur dan mempercayai
perkataan saudaranya. Termasuk menodai amanat apabila memberitakan
sesuatu yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya, atau pembicaraannya
bertentangan dengan hakekat sebenarnya, terutama jika tampak pada orang
yang diajak bicara bahwa ia mempercayai pembicaraan itu.
Nawas bin Sam’an ra. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Pengkhianatan yang besar adalah ketika saudaramu berbicara jujur kepadamu
tetapi kamu berdusta kepadanya.” (HR Ahmad)

Berdusta bukan untuk tujuan kemashlahatan, persahabatan, menjaga nyawa dan


harta adalah penipuan dan pengkhianatan. Rasulullah saw. bersabda: “Jika
seorang hamba berbohong dengan suatu kebohongan, maka malaikat akan
menjauh satu mil darinya karena busuknya apa yang keluar dari kebohongan
itu.”

d. Dilarang menghinanya.
Seorang muslim dilarang menganggap remeh saudaranya. Hendaklah
memposisikan saudaranya pada posisi semestinya. Karena ketika Allah
menciptakannya, Dia tidak menghinakannya, tetapi memuliakannya,
meninggikannya, mengajaknya berbicara, dan memeliharanya. Maka menghina
kepadanya merupakan tindakan yang melampaui batas terhadap Allah , karena
dia telah bersikap sombong yang merupakan dosa besar.
Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda, “Cukuplah seorang hamba berbuat
jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim.” Penghinaan muncul dari
kesombongan, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Sombong adalah menolak kebenaran dan menghina manusia.” Imam
Ahmad meriwayatkan, “Sombong adalah tidak mengetahui kebenaran dan
menghina manusia.”

Dalam riwayat lain, “Tidak menghargai manusia. Dia melihat manusia bukan
apa-apa.” Hal itu karena orang yang sombong melihat dirinya sempurna,
sementara orang lain banyak kekurangannya, maka ia mengecilkan dan
menghinakan mereka. sombong adalah keburukan yang paling besar, karena ia
akan memasukkan pemiliknya ke dalam neraka dan menjauhkannya dari surga.

Dari shahih Muslim disebutkan, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam
hatinya terdapat sebesar biji saawi kesombongan.” Haritsah bin Wahhab ra.
berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah ingin aku beritahukan kepada
kalian tentang ahli surga? Yaitu setiap orang lemah yang dianggap lemah, yang
jika berjanji kepada Allah ia memenuhinya. Tidakkah kalian ingin aku beritahukan
tentang penghuni neraka? yaitu semua orang yang kasar, tidak sabaran, dan
sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)
8. Takwa adalah sebuah barometer.

Takwa adalah menjauhi adzab Allah swt. dengan cara melakukan setiap perintah
dan meninggalkan semua larangan. Sesungguhnya Allah swt. hanya akan
menghormati manusia dengan ketakwaannya, bukan karena diri atau
kekayaannya. Karenanya bisa saja seseorang di mata orang lain hina karena
kurang beruntung dalam kenikmatan dunia, akan tetapi di sisi Allah ia
mempunyai kedudukan dan nilai tinggi dibanding orang yang terpandang di mata
masyarakat, karena kedudukan, kekuasaan, dan harta yang sebenarnya
diperoleh secara tidak halal.

Kedudukan manusia di sisi Allah berfariasi, sesuai dengan amal perbuatannya


masing-masing dan sebanding dengan ketakwaan yang dimiliki. Bukan karena
kedudukan atau pun keturunannya. Bukan juga karena bentuk raut muka dan
warna kulit. Juga bukan karena banyaknya harta yang dimiliki. Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu.” (al-Hujuraat: 13)

Suatu ketika Rasulullah saw. ditanya: “Siapakah orang yang paling mulia.” Beliau
menjawab, “Orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa di antara
kalian.”

Adapun tempat ketakwaan adalah hati, Allah berfirman, “Demikianlah [perintah


Allah]. Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya
itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj: 32)

Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad dan
bentuk tubuh kalian, akan tetapi melihat hati kalian.”
Dengan demikian, tidak seorang pun mengetahui hakekat takwa kecuali Allah
swt. berbagai amalan yang tampak juga belum tentu membuahkan ketakwaan.
Namun yang akan melahirkan ketakwaan adalah ketakutan kepada Allah dan
senantiasa melakukan muraqabah (selalu merasa diawasi Allah).
Jika demikian maka betapa banyak orang yang berwajah tampan ataupun cantik,
memiliki harta melimpah, kedudukan yang tinggi, namun hatinya kosong dari
ketakwaan. Betapa banyak orang yang kurang beruntung dalam tiga hal di atas,
namun hatinya penuh dengan ketakwaan, mereka ini lah yang paling mulia di sisi
Allah swt. Bermuara dari realita ini, maka menghina adalah kejahatan yang
besar, karena telah menjungkirbalikkan barometer yang ada, dengan bertumpu
pada sisi luar dan mencampakkan sisi dalam yang menjadi barometer yang
sebenarnya.
9. Terperliharanya seorang muslim.
Nyawa, harta dan kehormatan seorang muslim terpelihara. Hal ini dinyatakan
Rasulullah saw. saat khutbah yang sangat monumental, yaitu khutbah Wada’, di
padang Arafah. Dalam khutbah tersebut beliau bersabda: “Sesungguhnya harta,
darah, dan kehormatan kalian adalah terpelihara, seperti terpeliharanya, hari ini,
di bulan ini, dan di negeri ini…”
Inilah hak-hak manusia secara umum, yang menjadi landasan tertegaknya
masyarakat muslim yang aman sentosa. Dalam masyarakat tersebut, seorang
muslim akan merasa tenang terhadap hartanya, karena tak ada seorang pun
yang akan mencuri ataupun merampasnya. Merasa tenang terhadap
kehormatannya, karena tidak ada siapa pun yang menginjak-injaknya.
Untuk menciptakan kondisi ini, Allah telah menetapkan hukuman qishash bagi
siapa saja yang membunuh atau menghilangkan salah satu anggota tubuh,
menetapkan potong tangan sebagai hukuman orang yang mencuri, menetapkan
rajam bagi pezina.

Kemudian terpeliharanya seorang muslim ini benar-benar mencapai puncaknya,


tatkala sekedar menakut-nakuti atau menyebabkanny rasa tidak aman pun
dilarang di dalam Islam.

Abu Dawun meriwayatkan bahwa seorang sahahbat mengambil tambang


kepunyaan temannya, hingga ia terkejut takut, maka Rasulullah saw. bersabda,
“Tidaklah halal seorang muslim menakuti muslim yang lain.” (HR Abu Dawud)

“Janganlah salah seorang di antara kalian menyembunyikan tongkat


saudaranya, bermain-main maupun bersungguh-sungguh.” (HR Ahmad, Abu
Dawud dan Tirmidzi)

“Janganlah antara dua orang saling berbisik dan meninggalkan orang yang
ketiga, karena hal itu dapat membuatnya sedih.” (HR Bukhari dan Muslim) dan
dalam riwayat lain terdapat tambahan, “Kerena hal itu dapat menyakiti seorang
mukmin. Sedangkan Allah membenci orang yang menyakiti seorang mukmin.”

10. Selain hal-hal di atas, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari hadits-
hadits di atas:
– Islam bukan hanya aqidah dan ibadah, akan tetapi juga mencakup akhlak dan
muamalah.
– Dalam Islam akhlak tercela merupakan kejahatan yang sangat dibenci
– Niat dan amalan adalah barometer yang digunakan Allah untuk menimbang
hamba-Nya
– Hati adalah sumber ketakutan kepada Allah.
Yuk berbagi kebaikan ... https://pusatalquran.org/2017/05/08/hadits-arbain-ke-35-
tentang-ukhuwah-dan-hak-hak-muslim/

Hadits Al-Arbain An-Nawawiyah #35


َ‫ َوال‬،‫ َوالَ َتدَا َبرُوا‬،‫ َوالَ َت َبا َغضُوا‬،‫شوا‬ ُ ‫اج‬َ ‫ َوالَ َت َن‬،‫اس ُدوا‬
َ ‫ «الَ َت َح‬:‫هللا ﷺ‬ِ ‫ َقا َل َرسُو ُل‬:‫ َقا َل‬،ُ‫َعنْ َأ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللا ُ َع ْنه‬
ْ ‫َأ‬
ُ ‫ َوالَ َي‬،ُ‫ الَ َيظلِ ُمه‬،‫ المُسْ لِ ُم ُخو المُسْ لِم‬.ً‫خوانا‬
.ُ‫ َواَل َيحْ قِ ُره‬،ُ‫ َواَل َي ْك ِذ ُبه‬،ُ‫خذلُه‬ ِ َ‫ َو ُك ْو ُنوا عِ َباد‬،‫ض‬
َ ‫هللا ِإ‬ ٍ ْ‫ض ُك ْم َعلَى َبي ِْع َبع‬
ُ ْ‫َي ِبعْ َبع‬
ِ
‫َأ‬ ‫َأ‬
‫ ُك ُّل المُسْ ل ِِم َعلَى المُسْ ل ِِم‬.‫امْرى ٍء م َِن ال َّشرِّ نْ َيحْ ق َِر َخاهُ المُسْ لِ َم‬ َ
َ َ‫ص ْد ِر ِه ثال‬
ِ ْ‫ ِب َحس‬-ٍ‫ث َمرَّ ات‬ َ ‫ال َّت ْق َوى َها ُه َنا‬
َ ‫ويُشِ ْي ُر ِإلَى‬-
ِ ‫ب‬
‫ضهُ» َر َواهُ مُسْ لِ ٌم‬ ُ
ُ ْ‫ دَ ُم ُه َو َمال ُه َوعِ ر‬:‫ح َرا ٌم‬.
َ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling mendengki, janganlah saling
tanajusy (menyakiti dalam jual beli), janganlah saling benci, janganlah saling
membelakangi (mendiamkan), dan janganlah menjual di atas jualan saudaranya.
Jadilah hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara untuk
muslim lainnya. Karenanya, ia tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan,
berdusta, dan menghina yang lain. Takwa itu di sini–beliau memberi isyarat ke
dadanya tiga kali–. Cukuplah seseorang berdosa jika ia menghina saudaranya
yang muslim. Setiap muslim atas muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya,
dan kehormatannya.’” (HR. Muslim) [HR. Muslim no. 2564]
 
Keterangan hadits
– Hasad menurut Ibnu Taimiyah adalah,
‫ال ْال َمحْ سُو ِد‬
ِ ‫ْال َح َسدَ ه َُو ْالب ُْغضُ َو ْال َك َرا َه ُة لِ َما َي َراهُ مِنْ حُسْ ِن َح‬
“Hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada
orang yang dihasad.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:111).
Sedangkan menurut jumhur ulama, hasad adalah berharap hilangnya nikmat
Allah pada orang lain. Nikmat ini bisa berupa nikmat harta, kedudukan, ilmu, dan
lainnya. Demikian penjelasan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Syarh Al-Arba’in An-
Nawawiyyah, hlm. 368.
– Laa tanaaja-syuu: janganlah melakukan najsy, yaitu sengaja membuat harga
barang naik, padahal ia tidak bermaksud membelinya. Najsy ini ingin
memberikan mudarat pada pembeli, atau memberi manfaat pada penjual, atau
bisa kedua-duanya sekaligus.
– Laa tabaa-ghoduu: janganlah saling benci, yaitu jangan sampai membuat
sebab-sebab benci itu muncul.
– Laa tadaa-baruu: janganlah saling membelakangi, ada yang memandang ke
arah yang satu, dan yang lain memandang ke arah lainnya. Maksudnya, jangan
saling membelakangi (memboikot atau mendiamkan) bisa dengan hati, bisa
dengan badan.
Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ َو َخ ْي ُر ُه َما اَلَّذِي َي ْب َدُأ ِبال َّساَل ِم‬,‫ َويُعْ ِرضُ َه َذا‬,‫ َفيُعْ ِرضُ َه َذا‬,‫ان‬
ِ ‫ال َي ْل َتقِ َي‬ ِ ‫اَل َي ِح ُّل لِمُسْ ل ٍِم َأنْ َي ْهج َُر َأ َخاهُ َف ْو َق َثاَل‬
ٍ ‫ث لَ َي‬
“Tidak halal bagi muslim memutuskan persahabatan dengan saudaranya lebih
dari tiga malam. Mereka bertemu, lalu seseorang berpaling dan lainnya juga
berpaling. Yang paling baik di antara keduanya adalah yang memulai
mengucapkan salam.” (HR. Bukhari, no. 6077 dan Muslim, no. 2560)
– Laa yabi’ ba’dhukum ‘ala bay’i ba’din: janganlah menjual di atas jualan
saudaranya. Misalnya ada yang membeli suatu barang pada penjual pertama
dengan harga seratus ribu rupiah. Lalu ada penjual kedua yang datang dan
menawarkan lagi, “Saya bisa beri dengan barang yang sama hanya tujuh puluh
ribu rupiah.” Ini namanya menjual di atas jualan saudaranya.
– Wa kuunu ‘ibadallahi ikhwaanaa: jadilah hamba Allah yang bersaudara.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Sudah dimaklumi bersama bahwa namanya
saudara itu, ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
– Laa yazh-limuhu: janganlah berbuat zalim dalam hal harta, darah,
kehormatan, dan lainnya.
– Laa yakh-dzuluhu: janganlah membiarkan tanpa ditolong (diterlantarkan).
Misalnya, seseorang melihat ada yang dizalimi sedang berdebat dengan orang
yang menzaliminya. Jika ada yang mendukung orang yang menzalimi tanpa
membela orang yang dizalimi seperti itu, itu namanya diterlantarkan. Yang wajib
dilakukan adalah menolong orang yang dizalimi tadi.
– Laa yak-dzibuhu: janganlah berbuat dusta, dengan ucapan ataupun
perbuatan.
– Laa yahqiruhu: janganlah merendahkan muslim yang lain.
Baca Juga: Ya Allah, Satukanlah Hati Kami
Faedah hadits
1. Islam mengajarkan untuk menjalin ukhuwah (persaudaraan).
2. Islam melarang hasad (walaupun hanya dari satu pihak saja), najsy
(menaikkan harga barang lalu memudaratkan penjual atau memberikan
manfaat pada pembeli), saling benci, saling membelakangi (mendiamkan),
menjual di atas jualan saudaranya, menzalimi, enggan menolong
(menelantarkan), merendahkan, mengabarkan berita bohong, merampas
harta, darah, hingga kehormatan orang lain.
3. Hadits ini menganjurkan kaum muslimin untuk saling mencintai. Hadits
menyebutkan larangan saling membenci, itulah mantuqnya (tekstualnya).
Sebaliknya (secara mafhum), kita dianjurkan untuk saling mencintai.
4. Larangan menjual di atas jualan saudaranya berlaku saat khiyar dan
bakda khiyar. Khiyar adalah memilih untuk melanjutkan atau membatalkan
jual beli.
5. Wajib mewujudkan persaudaraan seiman. Bentuk mewujudkan
persaudaraan adalah dengan saling memberi hadiah, berkumpul dalam
ibadah secara berjemaah seperti dalam shalat lima waktu, shalat Jumat,
dan shalat id.
6. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa sesama
muslim itu bersaudara, beliau menjelaskan pula bagaimana seharusnya
seorang muslim pada saudaranya.
7. Ajaran Islam datang untuk menjaga atau menyelamatkan darah, harta, dan
kehormatan.
8. Tidak boleh menjatuhkan kehormatan seorang muslim. Kita tidak boleh
mengghibah yang lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menafsirkan
tentang ghibah dengan membicarakan aib suadara kita di saat ia gaib. Bila
ia hadir, membicarakan kejelekannya disebut dengan mencela, bukan lagi
ghibah.
9. Tidak boleh menelantarkan sesama muslim, berarti kita diperintahkan
untuk menolong mereka. Bahkan kita diperintahkan menolong orang yang
dizalimi dan juga menolong orang yang berbuat zalim. Dalam hadits Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُ ‫كيف أ ْن‬
‫ص ُرهُ؟‬ َ ‫كان ظالِمًا‬
َ ‫ْت إذا‬ َ ‫ أ َف َرَأي‬،‫كان َم ْظلُومًا‬ ُ ‫ أ ْن‬،ِ ‫ يا َرسو َل هَّللا‬:ٌ‫أخاك ظالِمًا ْأو َم ْظلُومًا فقا َل َر ُجل‬
َ ‫ص ُرهُ إذا‬ َ ْ‫ا ْنصُر‬
ْ ُّ
َ َّ‫ م َِن الظل ِم فإن‬،ُ‫ ْأو َتمْ َن ُعه‬،ُ‫ َتحْ ُج ُزه‬:‫قا َل‬.
ُ‫ذلك َنصْ ُره‬
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi.” Ada seseorang
yang berkata, “Wahai Rasulullah, aku tolong menolongnya jika ia dizalimi. Terus
pendapatmu jika ia adalah orang zalim, bagaimana aku bisa menolongnya?”
Beliau bersabda, “Engkau mencegah atau menghalanginya dari tindakan zalim,
berarti engkau telah menolongnya.” (HR. Bukhari, no. 2444, 6952)
10. Kita wajib bersikap jujur, tidak boleh berdusta. Berdusta itu haram
walaupun pada orang kafir.
11. Tidak boleh merendahkan muslim yang lain walau dia itu fakir dan
miskin. Kita harus memuliakan dan menghormati muslim lainnya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ُ‫هللا َأل َبرَّ ه‬
ِ ‫ لو أ ْق َس َم علَى‬،ِ‫وع باألبْواب‬ َ ‫رُبَّ أ ْش َع‬.
ٍ ُ‫ث َم ْدف‬
“Betapa banyak orang yang rambutnya semrawut dan dia diusir ketika berada di
pintu rumah orang lain, tetapi jika ia bersumpah/ berdoa, Allah akan
mengabulkan permintaannya.” (HR. Muslim, no. 2622, 2854)
12. Takwa letaknya di hati.
13. Memberi contoh dengan mempraktikkan lebih mengena dari
sekadar perkataan saat bicara. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berisyarat pada dadanya, bukan hanya berkata-kata.
14. Hadits ini adalah sanggahan untuk orang yang mengerjakan maksiat
dengan anggota badannya, lalu ia katakan, yang penting ketakwaan kita di
sini. Jawabnya, jika hati bertakwa, anggota badan juga turut bertakwa
karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ‫الج َس ُد ُكلُّ ُه َأاَل َوه‬
ُ‫ِي ال َق ْلب‬ َ ‫صل ُ َح‬
ْ ‫الج َس ُد ُكلُّ ُه َوِإ َذا َف َس‬
َ َ‫دَت َف َسد‬ ْ ‫صل ُ َح‬
َ ‫ت‬ َ ‫َأاَل َوِإنَّ فِي‬
َ ‫الج َس ِد مُضْ َغ ًة ِإ َذا‬
“Ingatlah di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, seluruh jasad
akan ikut baik. Jika ia rusak, seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah, segumpal
daging itu adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari, no. 2051 dan Muslim, no. 1599)
15. Bagusnya pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
ucapan dan praktik.
 
Kaedah dari hadits
1. Kaedah bersaudara:
ِ ‫اُأل ُخوَّ ةُ َم ْب ِني ٌَّة َعلَى ال ُم َت َطلِّ َبا‬
ِ ‫ت الَ َعلَى اإِل ْد َعا َءا‬
‫ت‬
“Persaudaraan itu dibangun di atas apa yang orang lain suka, bukan atas
tuntutan hak.”
2. Kaedah fikih:
‫اَألصْ ُل فِي دَ ِّم المُسْ ل ِِم َوعِ رْ ضِ ِه َو َمالِ ِه الحُرْ َم ُة‬
“Hukum asal darah muslim, hartanya, dan kehormatannya adalah terjaga
(dilarang dirampas).”
3. Kaedah hati:
‫ار ِح‬ َ ‫ب َي ْث ُم ُر ِا ِّت َقا َء‬
ِ ‫الج َو‬ ِ ‫ِا ِّت َقا ُء ال َق ْل‬
“Hati yang terjaga baik berbuah pada anggota badan yang terjaga.”
 
Sifat Manusia Saat Hasad 
Hasad itu sifatnya manusiawi. Setiap orang pasti punya rasa tidak suka jika ada
orang yang setipe dengannya melebihi dirinya dari sisi keutamaan.
Manusia dalam hal ini ada empat sifat hasad.
Pertama: Ada yang berusaha menghilangkan nikmat pada orang yang ia hasad.
Ia berbuat melampaui batas dengan perkataan ataupun perbuatan. Inilah hasad
yang tercela.
Kedua: Ada yang hasad pada orang lain. Namun, ia tidak jalankan konsekuensi
dari hasad tersebut di mana ia tidak bersikap melampaui batas dengan ucapan
dan perbuatannya. Al-Hasan Al-Bashri berpandangan bahwa hal ini tidaklah
berdosa.
Ketiga: Ada yang hasad dan tidak menginginkan nikmat orang lain hilang.
Bahkan ia berusaha agar memperoleh kemuliaan semisal. Ia berharap bisa
sama dengan yang punya nikmat tersebut. Jika kemuliaan yang dimaksud
hanyalah urusan dunia, tidak ada kebaikan di dalamnya. Contohnya adalah
keadaan seseorang yang ingin seperti Qarun.
ُ‫ْت لَ َنا م ِْث َل َما ُأوت َِي َقارُون‬
َ ‫َيا لَي‬
“Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun.” (QS. Al-Qasas: 79)
Jika kemuliaan yang dimaksud adalah urusan agama, inilah yang baik.  Inilah
yang disebut ghib-thah.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ ُ‫ ور ُج ٌل آتاهُ هللا ُ الق‬،‫هار‬
‫ فهو َيقو ُم به‬،‫رآن‬ ِ َّ‫ فهو ُي ْنف ُِق مِن ُه آنا َء الل‬، ‫ ر ُج ٌل آتاهُ هللا ُ مااًل‬:‫ين‬
ِ ‫يل وآنا َء ال َّن‬ ِ ‫ال َح َسدَ إاَّل على اثن َت‬
ِ َّ‫آنا َء الل‬.
ِ ‫يل وآنا َء ال َّن‬
‫هار‬
“Tidak boleh ada hasad kecuali pada dua perkara: ada seseorang yang
dianugerahi harta lalu ia gunakan untuk berinfak pada malam dan siang, juga
ada orang yang dianugerahi Alquran, lantas ia berdiri dengan membacanya
malam dan siang.” (HR. Bukhari, no. 5025, 7529 dan Muslim, no. 815)
Keempat: Jika dapati diri hasad, ia berusaha untuk menghapusnya. Bahkan ia
ingin berbuat baik pada orang yang ia hasad. Ia mendoakan kebaikan untuknya.
Ia pun menyebarkan kebaikan-kebaikannya. Ia ganti sifat hasad itu dengan rasa
cinta. Ia katakan bahwa saudaranya itu lebih baik dan lebih mulia. Bentuk
keempat inilah tingkatan paling tinggi dalam iman. Yang memilikinya itulah
yang memiliki iman yang sempurna di mana ia mencintai saudaranya
sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:260-263.
Semoga bermanfaat.
 
Baca pembahasan selanjutnya: Hadits Arbain #36: coming soon
Referensi:
1. Fath Al-Qawi Al-Matin fi Syarh Al-Arba’in wa Tatimmat Al-Khamsin li An-
Nawawi wa Ibnu Rajab rahimahumallah. Cetakan kedua, Tahun 1436 H.
Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Hamad Al-‘Abbad Al-Badr.
2. Jaami’Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit
Muassasah Ar-Risalah.
3. Khulashah Al-Fawaid wa Al-Qawa’id min Syarh Al-Arba’in An-
Nawawiyyah. Syaikh ‘Abdullah Al-Farih.
4. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.
 

 
Selesai disusun di Darush Sholihin, 17 Syakban 1441 H, 10 April 2020, Malam
Sabtu
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Sumber https://rumaysho.com/23991-hadits-arbain-35-kita-itu-bersaudara.html
HADITS ARBAIN NAWAWI

Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara

 Beranda  Download  Kajian  Ustadz Anas Burhanuddin  Hadits Arbain Nawawi  Hadits Arbain Ke 35 –


Semua Muslim Bersaudara

By Radio Rodja | Rabu, 29 September 2021 pukul 8:33 am


Terakhir diperbaharui: Kamis, 30 September 2021 pukul 8:00 am

Tautan: https://rodja.id/37u

Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan
oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba’in An-Nawawiyah (‫ )األربعون النووية‬atau
kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta’ala. Kajian ini disampaikan pada
Selasa, 21 Safar 1443 H / 28 September 2021 M.

Daftar Isi [sembunyikan]

 Status Program Kajian Kitab Hadits Arbain Nawawi

 Kajian Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara

o Jangan saling hasad

o Janganlah saling memancing

o Janganlah saling membenci

o Janganlah saling berpaling/memutus

o Jangan berjualan di atas penjualan orang lain

 Download mp3 Kajian Hadits Arbain Ke 35 – Semua Muslim Bersaudara

STATUS PROGRAM KAJIAN KITAB HADITS ARBAIN NAWAWI

Status program kajian Hadits Arbain Nawawi: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja
756AM dan Rodja TV setiap Selasa sore pekan ke-2 dan pekan ke-4, pukul 16:30 - 18:00 WIB.

Download juga kajian sebelumnya: Hadits Arbain Ke 34 – Aturan dalam Merubah Kemungkaran

KAJIAN HADITS ARBAIN KE 35 – SEMUA MUSLIM BERSAUDARA

ْ‫ َوالَ َي ِبع‬،‫ َوالَ َت َدا َبرُوا‬،‫ َوالَ َت َبا َغضُوا‬،‫شوا‬ ُ ‫اج‬ َ ‫ َوالَ َت َن‬،‫اسدُوا‬
َ ‫ «الَ َت َح‬:‫هللا صلى هللا عليه وسلم‬ ِ ‫ َقا َل َرسُو ُل‬:‫ َقا َل‬،ُ‫َعنْ َأ ِبي ه َُري َْر َة َرضِ َي هللاُ َع ْنه‬
‫ويُشِ ْي ُر ِإلَى‬- ُ ُ ْ ‫َأ‬
َ ‫ ال َّت ْق َوى َها ُه َنا‬.ُ‫ َواَل َيحْ قِ ُره‬،ُ‫ َواَل َي ْك ِذ ُبه‬،ُ‫ َوالَ َيخذله‬،ُ‫ الَ َيظلِ ُمه‬،‫ المُسْ لِ ُم ُخو المُسْ ل ِِم‬.ً‫خوانا‬ ِ َ‫ َو ُك ْو ُنوا عِ َباد‬،‫ض‬
َ ‫هللا ِإ‬ ٍ ْ‫ض ُك ْم َعلَى َبي ِْع َبع‬
ُ ْ‫َبع‬
‫ضهُ» َر َواهُ مُسْ ِل ٌم‬ ُ ْ‫ َد ُم ُه َو َمالُ ُه َوعِ ر‬:‫ ُك ُّل المُسْ ل ِِم َعلَى المُسْ ل ِِم َح َرا ٌم‬.‫ب امْ ِرى ٍء م َِن ال َّشرِّ َأنْ َيحْ ق َِر َأ َخاهُ المُسْ ِل َم‬ ْ‫س‬
ِ َ ِ‫ح‬‫ب‬ -ٍ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫م‬
َّ‫َر‬ ‫ث‬َ َ ‫ال‬ َ
‫ث‬ ‫ه‬ ‫ر‬
ِِ َْ
‫د‬ ‫ص‬ .

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Ta’ala ‘Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Janganlah kalian saling hasad, janganlah saling memancing (harga), janganlah saling membenci,
janganlah saling berpaling/memutus, dan jangan pula berjualan di atas penjualan orang lain, hendaklah
kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudaranya muslim. Jangan sampai
dia mendzaliminya, mengecewakannya, membohonginya, dan mengejeknya. Takwa itu di sini –beliau
menunjuk ke dadanya tiga kali–. Cukup buruk bagi seseorang jika dia merendahkan saudaranya sesama
muslim. Setiap muslim itu haram atas muslim yang lain, yaitu haram darahnya, hartanya, dan
kehormatannya.’” (HR. Muslim)

Baca Juga:
Orang Yang Mengingkari Hari Kebangkitan - Tafsir Al-Qur'an Surat As-Sajdah Bagian 2

JANGAN SALING HASAD

Ini senada dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

َ ‫ت َك َما َتْأ ُك ُل ال َّنا ُر ْال َح َط‬


‫ب‬ ِ ‫ِإيَّا ُك ْم َو ْال َح َس َد َفِإنَّ ْال َح َس َد َيْأ ُك ُل ْال َح َس َنا‬
“Jauhilah oleh kalian jasad (iri dan dengki), karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan
sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abu Dawud)

Api kalau dihadapkan pada kayu bakar, maka itu adalah makanan yang empuk bagi apik. Kayu bakar
akan habis oleh api. Maka demikian juga dengan amal shalih jika dihadapkan pada hasad.

Beliau juga mengatakan:

ِ ‫ َحالِ َق ُة ال ِّدي‬، ‫ِي ْال َحالِ َق ُة‬


‫ْن الَ َحالِ َق ُة ال َّشعْ ِر‬ َ ‫ اَ ْل َح َس ُد َو ْال َب ْغ‬:‫دَبَّ ِإلَ ْي ُك ْم دَ ا ُء اُأْل َم ِم َق ْبلَ ُك ْم‬
َ ‫ َو ْال َب ْغ‬، ‫ضا ُء‬
َ ‫ضا ُء ه‬
“Telah menyebar di antara kalian penyakit umat-umat sebelum kalian; hasad dan saling benci (di antara
umat Islam). Permusuhan adalah sesuatu yang mencukur habis agama seseorang, bukan rambutnya.”
(HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Hasad adalah sesuatu yang ada di hati setiap manusia. Karena setiap orang tidak ingin ada orang lain
yang mengalahkannya, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Namun orang yang mulia akan
menyembunyikan perasaan itu, dia akan menyimpan dan menahan sehingga tidak membuatnya
melakukan hal-hal yang dilarang. Dia justru malah mendoakan orang lain dengan kebaikan, dia berbuat
baik kepada orang tersebut dalam rangka menghilangkan hasad yang ada pada dirinya.

Sementara sebagian orang yang lain tidak bisa menutupinya. Hasad dan iri yang ada dalam hatinya itu
dia tampakkan dalam perkataan-perkataan dan sikap-sikapnya. Sehingga dia mengharapkan nikmat yang
ada pada orang lain itu hilang, baik berpindah kepada dirinya ataupun yang penting tidak lagi dimiliki
oleh orang tersebut. Ini adalah hasad yang dilarang.

Baca Juga:

Adab-Adab Membaca Al-Qur'an

Hasad terpuji (Ghibtah)

Kalau kita punya rasa iri kepada orang lain, tapi kita tidak mengharapkan hilangnya nikmat tersebut dari
dirinya, jika ini terjadi pada urusan-urusan duniawi, Ibnu Rajab Al-Hambali mengatakan bahwa ini tidak
ada manfaat/kebaikan di dalamnya.

Adapun kalau dalam urusan akhirat, maka ini bagus. Ketika ada seorang saudara kita yang diberikan
nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa takwa yang tinggi, iman yang tebal, ibadah yang rajin, ilmu
yang banyak dan bermanfaat, kemudian kita berharap bisa mendapatkan seperti itu juga, kita ikhtiar
untuk bisa memilikinya tanpa berharap nikmat itu hilang dari saudara kita ini, maka ini adalah hasad
yang terpuji. Inilah yang disebut dengan ghibtah  (arab: ‫)غبطة‬.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ِ ‫ َو َرج ٍُل آ َتاهُ هللا َماالً َفه َُو ُي ْنفِقُ ُه آ َنا َء اللَّي ِْل َوآ َنا َء ال َّن َه‬، ‫ار‬
‫ار‬ ِ ‫آن َفه َُو َيقُ ْو ُم ِب ِه آ َنا َء اللَّي ِْل َوآ َنا َء ال َّن َه‬ ِ ‫الَ َح َسدَ ِإالَّ فِي ْاث َن َتي‬.
َ ْ‫ َرج ٍُل آ َتاهُ هللاُ ْالقُر‬:‫ْن‬
“Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara; seseorang yang Allah beri hafalan Al-Qur’an kemudian dia
shalat dengan hafalannya dimalam hari dan disiang hari, dan seseorang yang Allah berikan harta
kemudian ia membelanjakannya di jalan Allah sepanjang malam dan siang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi bukan hartanya yang membuat kita hasad, tapi kita bercita-cita banyak sedekah tanpa berharap
nikmat tersebut hilang dari saudara kita.

Inilah dua perkara yang kita boleh hasad. Dimana keduanya merupakan urusan akhirat. Bahkan kita
dianjurkan bagi kita untuk iri hati dengan orang yang diberikan dua nikmat ini, kemudian kita berusaha
untuk mendapatkan keutamaan itu juga tanpa berharap nikmat tersebut dicabut oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala darinya.

Baca Juga:

Hadits-Hadits Nabi Tentang Pendidikan

JANGANLAH SALING MEMANCING

Menit ke-16:55 Secara bahasa, najasy  artinya memancing binatang buruan supaya keluar dari lubang
atau dari tempat persembunyiannya. Secara istilah najasy  ini diartikan sebagai memancing naiknya
harga (dalam suatu proses lelang). Yaitu jual beli dengan cara harga yang dibiarkan terus bertambah. Ini
dibolehkan dan terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ketika terjadi lelang, ada kebiasaan di sebagian tempat dimana orang yang melelang barang ini memiliki
tim khusus. Tim ini adalah orang-orang yang pura-pura untuk ikut menawar harga padahal mereka tidak
punya keinginan untuk membeli sama sekali. Mereka datang ke tempat lelang kemudian pura-pura
menjadi pembeli di situ agar harga terus naik. Ketika ada seorang pembeli yang nyata menawar dengan
suatu harga, maka dia akan mengangkat tangan kemudian menaikkan harga. Sehingga kemudian para
pembeli yang nyata akhirnya juga berlomba-lomba untuk menaikkan harganya.

Dia tidak punya maslahat untuk membeli barang, tapi dia ingin memberikan keuntungan kepada si
penjual tapi caranya dengan mengorbankan orang lain. Para pembeli yang ingin membeli barang
tersebut akhirnya tidak mendapatkan harga yang sesuai dengan mekanisme pasar. Ini dilarang dalam
agama kita.

Sebagian ulama menafsirkan najasy dengan arti yang lebih umum. Yaitu semua bentuk penipuan (dalam
jual beli atau yang lain) berupa memancing harga yang membumbung atau bentuk penipuan-penipuan
yang lain. Ini juga masuk dalam larangan.

JANGANLAH SALING MEMBENCI


Menit ke-20:24 Permusuhan adalah sesuatu yang sangat umum terjadi pada zaman Jahiliyah. Kemudian
ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membawa Islam kepada umat beliau, maka jadilah umat
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hamba-hamba yang saling bersaudara dan tidak
bermusuhan. Nikmat ini disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Baca Juga:

Kisah-Kisah Shahih Untuk Anak-Anak Shalih

‫وب ُك ْم َفَأصْ َبحْ ُتم ِبنِعْ َم ِت ِه ِإ ْخ َوا ًنا‬ َ َّ‫ت هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم ِإ ْذ ُكن ُت ْم َأعْ َدا ًء َفَأل‬
ِ ُ‫ف َبي َْن قُل‬ žَ ‫َو ْاذ ُكرُوا نِعْ َم‬

“Dan ingatlah nikmat Allah atas kalian ketika dahulu kalian bermusuhan kemudian Allah Subhanahu wa
Ta’ala menyatukannya hati kalian sehingga menjadi saudara-saudara dengan nikmat Allah Subhanahu
wa Ta’ala.”  (QS. Ali-Imran[3]: 103)

Maka nikmat ini hendaknya kita jaga, persaudaraan muslim jangan kita hancurkan dengan saling
membenci dan saling bermusuhan. Karenanya kita disyariatkan untuk menghindari segala bentuk
perbuatan yang bisa menimbulkan permusuhan di antara muslim.

Ini menunjukkan bahwasanya persatuan dan kerukunan umat Islam merupakan salah satu tujuan
diturunkannya syariat Islam kepada umat manusia.

Membenci karena Allah

Adapun yang dikecualikan dari saling membenci adalah membenci karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Misalnya membenci seseorang karena syirik yang dia lakukan, membenci seseorang karena bid’ah yang
dia kerjakan, membenci seseorang karena dia memiliki banyak maksiat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, maka ini disebut sebagai benci karena Allah. Dan ini diperintahkan bahkan termasuk salah satu
cabang iman yang agung. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

ِ ْ‫هللا َو ْالب ُْغضُ فِي‬


‫هللا‬ ِ ‫َأ ْو َث ُق ع َُرى اِإل ْي َم‬
ِ ْ‫ان اَ ْلحُبُّ فِي‬
“Tali iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.” (HR. Thabrani)

Jadi pada umumnya kita dilarang untuk saling membenci dan bermusuhan di antara umat Islam, tapi
kebencian karena Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebuah amal shalih yang merupakan salah satu tali
dan cabang iman yang sangat kuat.

JANGANLAH SALING BERPALING/MEMUTUS

Menit ke-24:35 Ini senada dengan yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
‫ُأ‬ ِ ‫ال َي ِح ُّل ل َِرج ٍُل َأنْ َي ْهج َُر َأ َخاهُ َف ْوقَ َثال‬
‫َّالم‬ ِ ‫ َي ْل َتقِ َي‬،‫ال‬
ِ ‫ َو َخ ْي ُر ُه َما الَّذِي َي ْب َد ِبالس‬،‫ان َفيُعْ ِرضُ َه َذا َويُعْ ِرضُ َه َذا‬ ٍ ‫ث لَ َي‬

Baca Juga:

Berlomba-Lomba dan Bersegera Untuk Mendapatkan Negeri Akhirat


“Tidah halal bagi seorang muslim untuk meng-hajr (mendiamkan) saudaranya selama tiga malam/hari,
keduanya berjumpa kemudian saling berpaling di antara keduanya. Dan sebaik-baik dari keduanya
adalah yang memulai memberi salam dahulu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka ketika terjadi sebuah permasalahan duniawi antara kita dengan seseorang, misalnya karena ada
kata-kata yang tidak kita sukai dari saudara kita, atau perselisihan dalam kepemilikan tanah, atau dalam
perdagangan dan semacamnya, ini adalah urusan duniawi. Kalau kita meng-hajr saudara kita karena
urusan duniawi, maka tidak boleh lebih dari tiga hari.

Kalau ingin memberikan pelajaran, ingin menjelaskan kepadanya bahwa apa yang dilakukan kepada kita
adalah sesuatu yang tidak kita sukai, maka disyariatkan untuk meng-hajr dia tapi jangan lama-lama,
maksimal tiga hari saja. Setelah itu harus segera beres dan ketika bertemu kita ucapkan salam lagi.

Adapun kalau hajr-nya karena urusan akhirat, misalnya karena maksiat-maksiat yang dia miliki, maka ini
dikembalikan kepada maslahat (tidak terbatas pada tiga hari). Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam meng-hajr Ka’ab bin Malik dan orang-orang yang tidak ikut berangkat dalam Perang Tabuk
selama 50 hari, sampai turun ayat pengampunan untuk mereka. Baru kemudian setelah itu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan hajr beliau kepada mereka.

JANGAN BERJUALAN DI ATAS PENJUALAN ORANG LAIN

Menit ke-30:52 Ketika telah terjadi transaksi jual-beli, tapi antara penjual dan pembeli masih terikat
khiyar. Misalnya terikat khiyar majelis, yaitu dimana keduanya masih berada di tempat transaksi yang
sama dan belum berpisah, maka kita masuk ke transaksi tersebut kemudian mengatakan kepada si
penjual: “Jangan engkau menjual barang ini kepada dia, biarkan saya yang membelinya dengan harga
lebih mahal.” Hal ini berarti membeli diatas pembelian orang lain. Seseorang sudah menjual kepada
orang lain, kemudian kita menawarkan harga yang lebih mahal kepada orang tersebut sehingga dia akan
membatalkan jual belinya kepada orang lain.

Baca Juga:

Shalat Ashar Diawal Waktu

Atau sebaliknya, kita datang kepada si pembeli ketika keduanya masih terikat khiyar (masih bisa
membatalkan jual-beli), kemudian kita mengatakan: “Jangan kau beli barang ini, saya punya barang yang
lebih baik, saya akan menjualnya kepadamu dengan harga yang sama/barang yang sama dengan harga
yang lebih murah.” Ini adalah menjual diatas penjulan orang lain atau membeli diatas pembelian orang
lain.

Kita bisa bayangkan kalau berada dalam posisi itu. Kita sudah menjual, sudah deal, sudah transaksi, tapi
ternyata kemudian masuk yang katanya sama-sama muslim, sama-sama satu agama, tapi
memperlakukan kita seperti itu. Tentunya kita akan sakit hati dengan hal seperti itu. Ini termasuk
perkara yang bisa menimbulkan permusuhan di antara sesama muslim. Maka ini juga dilarang dalam
agama kita.
Menit ke-1:13:22 Ini merupakan hadits pokok dalam ibadah sosial. Hadits pokok tentang bagaimana kita
berinteraksi dengan sesama yang tentunya kita tidak bisa lepas dari hal itu. Sesama musim adalah
saudara, maka kita tidak boleh melakukan perkara-perkara yang mengganggu atau mengancam jiwa,
harta dan kehormatan mereka.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak kajian yang penuh manfaat
ini.

https://www.radiorodja.com/50777-hadits-arbain-ke-35-semua-muslim-bersaudara/

Anda mungkin juga menyukai