Anda di halaman 1dari 9

‫ات أَ حع َمالِنَا‪،‬‬

‫هلل ِمن ُشروِر أَنح ُف ِسنَا وِمن سيِئَ ِ‬


‫َ ح َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫اَإِ َّن ا حْلَ حم َد َّّلِل َحَن َم ُدهُ َونَ حستَع حي نُهُ َونَ حستَ غحف ُرهُ َونَعُوذُ ِِب ح ُ ح‬

‫ي لَهُ‪ .‬أَ حش َه ُد أَ حن الَ إِلَهَ إِالَّ هللاُ َو حح َدهُ الَ‬ ‫ِ‬ ‫ض َّل لَه ومن ي ح ِ‬
‫من ي حه ِدهِ هللا فَالَ م ِ‬
‫ضللحه ُُ فَالَ َهاد َ‬ ‫ُ ََ ح ُ‬ ‫ُ ُ‬ ‫َح َ‬
‫ك لَهُ َوأَ حش َه ُد أ َّ‬
‫َن ُُمَ َّم ًدا َع حب ُدهُ َوَر ُس حولُهُ‪.‬‬ ‫َش ِريح َ‬

‫ان إِ ََل ي وِم ِ‬


‫الديح ِن‪.‬‬ ‫اَللَّ ُه َّم ص ِل َعلَى ُُمَ َّم ٍد و َعلَى آلِ ِه وص ححبِ ِه ومن تَبِع ُهم ِبِِ ححس ٍ‬
‫َح‬ ‫َ َ ََ ح َ ح َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬

‫الر ِج حي ِم‪ََ .‬ي أَيُّهاَ الَّ ِذيح َن ءَ َامنُوا اتَّ ُقوا هللاَ َح َّق تُ َقاتِ ِه‬ ‫هلل ِم َن َّ‬
‫الش حيطَ ِ‬
‫ان َّ‬ ‫اما بع د قال هللا تعاَل‪ :‬اَعُوذُ ِِب ِ‬
‫ح‬

‫َوالَ ََتُحوتُ َّن إِالَّ َوأَنتُ حم ُّم حسلِ ُم حو َن‬

‫صلِ حح لَ ُك حم أَ حع َمالَ ُك حم َويَغح ِف حر لَ ُك حم ذُنُ حوبَ ُك حم‬


‫ََي أَيُّ َها الَّ ِذيح َن ءَ َامنُوا اتَّ ُقوا هللاَ َوقُ حولُحوا قَ حوالً َس ِديح ًدا‪ .‬يُ ح‬

‫َوَم حن يُ ِط ِع هللاَ َوَر ُس حولَهُ فَ َق حد فَ َاز فَ حوًزا َع ِظ حي ًما‪.‬‬

‫‪Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,‬‬

‫‪Memanjatkan puji syukur kepada Allah dan shalawat kepada Nabi Muhammad‬‬

‫‪saw merupakan kewajiban yang harus disampaikan oleh setiap khatib dalam‬‬

‫‪khutbahnya. Selain itu khatib juga memiliki kewajiban untuk menyampaikan dan‬‬

‫‪mengingatkan‬‬ ‫‪jamaah‬‬ ‫‪tentang‬‬ ‫‪wasiat‬‬ ‫‪ketakwaan.‬‬ ‫‪Oleh‬‬ ‫‪karenanya‬‬ ‫‪pada‬‬

‫‪momentum khutbah Jum‟at kali ini, khatib mengajak kepada seluruh jamaah untuk‬‬
senantiasa memanjatkan puji syukur kepada Allah dan menyampaikan shalawat pada

Rasulullah sekaligus meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

Bagaimana cara meningkatkan takwa? Yakni dengan senantiasa lebih

semangat lagi menjalankan segala perintah Allah dan sekuat tenaga meninggalkan

segala yang dilarang oleh-Nya. Dengan upaya inilah, kita akan mampu terus berada

pada jalur yang telah ditentukan oleh agama sehingga tidak melenceng dan tersesat

ke jalan yang tidak benar. Mengawali tahun baru 2023 khotib mengajak belajar

untuk mengenal diri (ma„rifatun nafs).

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhamad al-Ghazali

dalam kitabnya Kîmiyâ‟us Sa„âdah mengatakan bahwa mengenal diri (ma„rifatun

nafs) adalah kunci untuk mengenal Allah. Logikanya sederhana: diri sendiri adalah

hal yang paling dekat dengan kita; bila kita tidak mengenal diri sendiri, lantas

bagaimana mungkin kita bisa mengenali Allah? Imam al-Ghazali juga mengutip hadits

Rasulullah “man „arafa nafsah faqad „arafa rabbah” (siapa yang mengenal dirinya,

ia mengenal Tuhannya). Dalam Surat Fusshilat ayat 53 juga ditegaskan:


ُّۗ
ِ ‫َّي ََلُم اَنَّهُ ا حْلَ ُّق اَوََلح يَ حك‬
َ ِ‫ف بَِرب‬
‫ك اَنَّهٗ َع ٰلى ُك ِل‬ ِ ْٓ ِ‫اق و‬ ِ ٰ ‫سنُ ِريح ِهم ٰايٰتِنَا ِِف ح‬
َ ‫ف اَنح ُفس ِه حم َح ٰت يَتَ بَ َّ َ ح‬
‫االفَ َ ح‬ ‫َ ح‬

‫َش حي ٍء َش ِه حيد‬
Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di dunia ini dan

di dalam diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah

benar.”

Tentu saja yang dimaksudkan Imam al-Ghazali di sini lebih dari sekadar

pengenalan diri secara lahiriah:

seberapa besar diri kita, bagiamana anatomi tubuh kita, seperti apa wajah kita,

atau sejenisnya.

Bukan pula atribut-atribut yang sedang kita sandang, seperti jabatan, status

sosial, tingkat ekonomi, prestasi, dan lain-lain. Lebih dalam dari itu semua, yang

dimaksud dengan “mengenal diri” adalah berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan

mendasar: Siapa aku dan dari mana aku datang?

Ke mana aku akan pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini,

dan di manakah kebahagiaan sejati dapat ditemukan?

Di sini kita diantarkan untuk memilah, mana yang bersifat hakiki dalam diri kita

dan mana yang tidak. Serentetan pertanyaan sederhana namun sangat kompleks. Butuh

perenungan diri untuk menjawab satu persatu pertanyaan tersebut. Jawabannya

mungkin sudah sangat kita hafal, tapi belum tentu mampu kita resapi sehingga

menjiwai keseluruhan aktivitas kita.


Jamaah Jum’ah Rahimakumullah

Untuk mengenali diri sendiri, Imam al-Ghazali mengawali penjelasan dengan

menyebut bahwa dalam diri manusia ada tiga jenis sifat: (1) sifat-sifat binatang

(shifâtul bahâ‟im), (2) sifat-sifat setan (shifâtusy syayâthîn), (3) sifat-sifat malaikat

(shifâtul malâikah).

Pertama; Apa itu sifat-sifat binatang? Seperti banyak kita jumpai, binatang adalah

makhluk hidup dengan rutinitas kebutuhan bilogis yang sama persis dengan manusia.

Mereka tidur, makan, minum, kawin, berkelahi, dan sejenisnya. Manusia pun

menyimpan kecenderungan-kecenderugan ini, dan bahkan memiliki ketergantungan

yang nyaris tak bisa dipisahkan. Watak-watak tersebut bersifat alamiah dan dalam

konteks tertentu dibutuhkan untuk mempertahankan hidup.

Yang kedua, sifat-sifat setan. Setan adalah representasi keburukan. Ia digambarkan

selalu mengobarkan keja¬hatan, tipu daya, dan dusta. Demikian pula orang-orang

yang memiliki sifat setan.

Yang ketiga, sifat-sifat malaikat berarti sifat-sifat yang senantiasa menerungi

keindahan Allah, memuji-Nya, dan mentaati-Nya secara total.

Ringkas kata, kebahagiaan hewani adalah ketika ia kenyang, mampu memuaskan

hasrat dirinya, atau sanggup mengalahkan lawan untuk memenuhi kepentingan dirinya

sendiri atau paling banter untuk keluarganya. Sedangkan kebahagiaan setan adalah

tatkala berhasil mengelabuhi yang lain atau memproduksi keburukan. Sementara


kebahagiaan malaikat ialah saat diri kian mendekat kepada Allah dan semua aktivitas

merupakan cerminan dari kedekatan itu.

Jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,

Imam al-Ghazali mengatakan bahwa diri manusia layaknya sebuah kerajaan

yang terbagi dalam empat struktur pokok: jiwa sebagai raja, akal sebagai perdana

menteri, syahwat sebagai pengumpul pajak, dan amarah sebagai polisi.

Syahwat memiliki karakter untuk menarik manfaat, kenikmatan, dan keuntungan

sebanyak-banyaknya. Ia befungsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individu.

Sementara amarah berfungsi melindungi dari berbagai ancaman atau mudarat,

karenanya ia identik dengan karakter berani, cenderung kasar dan keras.

Keduanya penting untuk kehidupan manusia. Dengan syahwat manusia tahu akan

kebutuhan makan, misalnya; dengan amarah, ia mengerti akan perlunya membela diri

ketika serangan mengancam. Namun syahwat dan amarah harus didudukkan di bawah

kendali akal dan tentu saja di bawah raja.

Apabila syahwat dan amarah menguasai akal/nalar maka kerajaan terancam

runtuh. Sebab susunan “kekuasaan” tak terjalan menurut kontrol seharusnya.

Syahwat yang di luar kendali akal dan jiwa akan memunculkan sifat-sifat buruk

seperti rakus atau tamak. Sementara amarah yang tak terkendali akan menimbulkan

kebencian dan kecurigaan berlebihan sehingga muncul sikap-sikap membabi buta dan

semena- mena.
Akal pun mesti berada di bawah kendali jiwa atau hati (qalb). Akal memang

memiliki potensi yang istimewa: berpikir, berimajinasi, menghafal, dan lain-lain. Bila

ia bertindak liar maka potensi akal untuk menjadikan manusia sebagai tukang tipu

daya atau semacamnya sangat mungkin. Kalau kita pernah mendengar kalimat “orang

pintar yang gemar minterin (memperdaya) orang lain” maka itu tak lain akibat akal

bertolak belakang dengan nurani alias tak berada dalam naungan jiwa yang bersih.

Untuk mencapai jiwa yang berkuasa utuh, Imam al-Ghazali menekankan adanya

perjuangan keras dalam olah rohani (mujâhadah) demi proses pembersihan jiwa

atau tazkiyatun nafs. Jiwa yang jernih akan memicu munculnya cahaya ilahi yang

member petunjuk manusia akan jalan terbaik bagi langkah-langkahnya. Fiman Allah

SWT;

ࣖ‫َّي‬ِ
‫ن‬ ِ
‫س‬ ‫ح‬ ‫حم‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ع‬ ‫م‬َ‫ل‬ ٰ
‫اّلِل‬ َّ
‫ن‬ ِ‫والَّ ِذين جاه ُدوا فِي نا لَن ه ِدي نَّهم سب لَن ُّۗا وا‬
َ‫َ ح َ َ َ ح حَ َ ح َ ُ ح ُُ َ َ َ َ َ ُ ح ح‬

Artinya: “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh (muhajadah) untuk untuk

(mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-

jalan Kami.” (Al-„Ankabut: 69).

Semoga kita termasuk orang-orang yang lebih banyak belajar mengenali diri

sendiri, ketimbang menilai orang lain, untuk menggapai kebahagiaan hakiki.


‫ َونَ َف َع ِِن َوإِ ََّي ُك حم ِِبَافِ حي ِه ِم حن آيَ ِة َو ِذ حك ِر ا حْلَكِ حي ِم َوتَ َقبَّ َل هللاُ ِمنَّا‬،‫آن اح َلع ِظ حي ِم‬
ِ ‫ِبر َك هللا ِِل ولَ ُكم ِِف احل ُقر‬
‫ح‬ ‫َ ح‬ ََ
‫الع ِظ حي َم إِنَّهُ ُه َو الغَ ُف حوُر‬ ِ َ‫ وأَقُو ُل قَوِِل َه َذا ف‬،‫الس ِميع العلِيم‬
َ َ‫أستَ غحف ُر هللا‬
‫ح‬ ِ ِ
‫َوم حن ُك حم تالَ َوتَهُ َوإِنَّهُ ُه َو َّ ح ُ َ ح ُ َ ح ح‬

‫الر ِح حيم‬
َّ

Khutbah II

ِ ِ ِ ِ ِ‫هلل َعلى اِحسان‬


ِ ‫اَ حْلم ُد‬
ُ‫ َواَ حش َه ُد اَ حن الَ الَهَ االَّ هللاُ َوهللاُ َو حح َده‬.‫لى تَ حوفِ حي ِق ِه َوا حمتِنَانِ ِه‬
َ ‫ع‬
َ ‫ه‬
ُ ‫ل‬
َ ‫ر‬
ُ ‫ك‬
‫ح‬ ُّ
‫الش‬‫و‬َ ‫ه‬ َ ‫ح‬ َ ‫َح‬
.‫ض َوانِ ِه‬
‫َل ِر ح‬ ِ ِ َّ ‫الَ َش ِريك لَه واَ حشه ُد اَ َّن سيِ َدَن ُُمَ َّم ًدا عب ُده ورسولُه‬
َ ‫الداعى ا‬ ُ ‫َح ُ َ َ ُ ح‬ َ َ َ َُ َ‫ح‬

.‫ثْيا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الله َّم ص ِل َعلَى سيِ ِد ََن ُُمَ َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه واَ ح‬
ً ‫ص َحابه َو َسل حم تَ حسل حي ًما ك ح‬ َ َ َ ُ

َ ‫َّاس اِتَّ ُق‬


‫واهلل فِ حي َما اَ َم َر َوانح تَ ُه حوا َع َّما ََنَى‬ ُ ‫ فَياَ اَيُّ َها الن‬.‫اَ َّما بَ حع ُد‬
Jamaah Jum’ah rahimakumullaah.

Mengetahui cara mengenali diri sendiri sebelum mengenal Allah SWT adalah satu hal
yang krusial. Mengenal diri sendiri tak semudah yang dibayangkan. Sejatinya, yang
paling mengenal diri manusia adalah Allah SWT

Oleh karena itu, sebagai seorang hamba Anda diharuskan untuk memohon kepada
Allah SWT agar dimudahkan dalam proses pengenalan diri sendiri terlebih dahulu.
Tak heran ada ungkapan yang berbunyi, "usaha mengenal Allah adalah dengan cara
mengenal diri sendiri."
Jamaah Jum’ah rahimakumullaah.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa cara mengenal Allah SWT adalah dengan
mengenali diri sendiri terlebih dahulu. cara nengenali diri sendiri bisa terjadi dengan
sederhana, bisa dahsyat, bisa dramatis, bisa pula romantis. Dan yang paling mengenal
diri kita adalah sang Pencipta.

Untuk itu, sebaiknya kita sebagai hamba memohon kepada Allah SWT agar
dimudahkan dalam proses pengenalan diri sendiri. Mohonlah kepada Allah agar
masing-masing kita dikenalkan siapa diri ini menurut Dia bukan menurut kita. Agar
kita sebagai manusia mengenalNya menurut kehendak-Nya.

Kekacauan khayalan, imajinasi, lamunan, kecamuk dalam simpul emosi dan


kebinatangan, lalu diklaim sebagai kebenaran akal dan hak asasi adalah hal yang
menyusahkan umat manusia dalam proses pengenalan diri dan Tuhan. Padahal, setiap
orang adalah pemimpin dan sebagai pemimpin, maka ia bertugas menggembalakan
sifat kehewaniannya dengan akal sehat dan akhlak.

Semoga kita mampu mengenali diri kita sendiri dan menjadikannya sebagai modal
guna memperbaiki dan meningkatkan kualitas ketaatan, sehingga tidak menjadi orang
yang merugi, apalagi celaka.

‫صلُّ حوا َعلَ حي ِه َو َسلِ ُم حوا تَ حسلِ حي ًما‬ ِ ِ‫اِ َّن هللا ومآل ئ‬
َ ‫لى النَِِّب آي اَيُّ َها الَّذيح َن‬
َ ‫آمنُ حوا‬ َ ‫ع‬
َ ‫ن‬
َ ‫و‬
‫ح‬ ُّ‫صل‬
َ ‫ي‬
ُ ‫ه‬
ُ ‫ت‬
َ ‫ك‬
َ ََ َ

‫ك‬ ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَحي ِه و َسلِ حم و َعلَى‬


َ ِ‫آل َسيِ ِدَنَ ُُمَ َّم ٍد َو َعلَى اَنحبِيآئ‬ ٍ ِ
َ ‫ص ِل َعلَى َسيِد ََن ُُمَ َّمد‬ َ ‫الله َّم‬
ُ
َ َ
‫روعُثح َمان َو َعلِى َو َع حن‬ ِ ِ َّ ‫ك ومآلئِ َك ِة احملَُق َّربِ حَّي وارض الله َّم َع ِن احخلُلَ َف ِاء‬ ِ
َ ‫الراشديح َن اَِِب بَ حك ٍرَوعُ َم‬ ُ َ ‫ََح‬ َ َ َ ‫َوُر ُسل‬
‫ض َعنَّا َم َع ُه حم بَِر حْحَتِ َ‬ ‫ان اِلَىي وِم ِ‬ ‫َّي وََتبِعِي التَّابِعِ ح َ ِ‬ ‫ب ِقيَّ ِة َّ ِ ِ ِ‬
‫ك ََي‬ ‫س ٍ َح ح َ ح َ‬
‫ار‬‫و‬ ‫ِ‬
‫ن‬ ‫ي‬ ‫الد‬ ‫َّي ََلُ حم ِِب حح َ‬ ‫الص َحابَة َوالتَّابع ح َ َ‬ ‫َ‬
‫َّي‬ ‫الر ِ ِ‬
‫اْح ح َ‬ ‫اَ حر َح َم َّ‬

‫له َّم اَ ِع َّز‬ ‫ات اَالَ ححيآء ِمنح ُهم واحالَ حمو ِ‬
‫ات ال ُ‬ ‫ُ ح َ َ‬
‫َّي واحملُسلِم ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َّي َواحملُحؤمنَات َواحملُ حسلم ح َ َ ح َ‬
‫ِ ِ ِ‬
‫لله َّم اغحف حر لل ُحم حؤمنِ ح َ‬
‫اَ ُ‬
‫اد َك احملُو ِح ِديَّةَ وانحصر من نَصر ِ‬
‫الديح َن‬ ‫الشر َك واحملُ حش ِركِ حَّي وانح ِ‬
‫اح ِالسالَم واحملُسلِ ِم ح ِ َّ ِ‬
‫َ ُح َ ح ََ‬ ‫ص حر عبَ َ َ‬ ‫َ َ ُ‬ ‫َّي َوأَذل ح َ‬ ‫ح ََ ح َ‬
‫ك اِ ََل ي وم ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الديح ِن‬ ‫َوا حخ ُذ حل َم حن َخ َذ َل احملُ حسل ِم ح َ‬
‫َّي َو َدم حر اَ حع َداءَالديح ِن َوا حع ِل َكل َمات َ َ ح َ‬

‫حح َن َما ظَ َه َر ِم حن َها َوَما بَطَ َن‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬


‫الزالَ ِز َل َواحمل َح َن َو ُس حوءَ احلف حت نَة َواحمل َ‬
‫الله َّم ا حدفَ حع َعنَّا احلبَالَءَ َواح َلوَِبءَ َو َّ‬
‫ُ‬
‫خآصةً وسائِ ِر احلب لح َد ِ ِ‬ ‫ِ ِ ِِ‬
‫ب اح َلعالَ ِم ح َ‬
‫َّي‬ ‫عآمةً ََي َر َّ‬
‫َّي َّ‬ ‫ان احملُ حسل ِم ح َ‬ ‫َع حن بَلَد ََن انح ُدون حيسيَّا َّ َ َ ُ‬

‫سنَةً َوِِف‬ ‫ربَّنَا ظَلَمنَا اَنح ُفسنَاواِ حن ََل تَ غح ِفر لَنَا و َتَت َْححنَا لَنَ ُكونَ َّن ِمن احخلَ ِ‬
‫اس ِريح َن‪َ .‬ربَّنَا آتِناَ ِِف ُّ‬
‫الدنح يَا َح َ‬ ‫ح َ‬ ‫َ َ ح ح َ ح‬ ‫ح‬ ‫َ‬
‫اب النَّار‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫سنَةً َوقنَا َع َذ َ‬ ‫احآلخ َرة َح َ‬
‫تآء ِذى احل ُقرِب وي حن هى عع ِن احل َفح ِ‬
‫ان وإِي ِ‬ ‫ِعب ِ ِ‬
‫شآء َواحملُحن َك ِر‬ ‫ح‬ ‫ح َ ََ َ َ‬ ‫سِ َح‬ ‫ِ ِ‬
‫ادهللا !ا َّن هللاَ ََي ُحم ُرََن ِِبحل َع حدل َواحال حح َ‬
‫ََ‬

‫لى نِ َع ِم ِه يَ ِز حد ُك حم َولَ ِذ حك ُر‬ ‫واحلب غحي يعِظُ ُكم لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرو َن واذح ُكر َ ِ‬
‫واهلل اح َلعظ حي َم يَ حذ ُك حرُك حم َوا حش ُك ُرحوهُ َع َ‬ ‫َ َ َ ح َ ح ُح َ ُ‬
‫ِ‬
‫هللا اَ حك َ حب‬

Anda mungkin juga menyukai