َو.ُك لَ ه ِ اَلْحم ُد لِلَّ ِه الَّ ِذي َأمرنَ ا بِاْ ِال ْعتِص ِام بِح ْب ِل
ْ .اهلل َ َ ََ ْ َْ
ص ْحبِ ِه َو ِِ ٍ
َ اَللَّ ُه َّم.َُأن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َر ُس ْولُهُ الَ نَبِ َّي َب ْع َده
َ ص ِّل َعلَى ُم َح َّمد َو َعلَى آل ه َو َّ َأش َه ُد
ْ
.َّات ُقوا اهللَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُم ْوتُ َّن ِإالَّ َوَأنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن
Pertama kali, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah Swt yang telah
menganugerahkan nikmat iman dan Islam serta kesehatan sehingga kita dapat menghadiri
sidang Jumat yang penuh berkah ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah ke pangkuan junjungan kita Nabi besar Muhammad
Saw, beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang beriman hingga akhir zaman.
Mengawali khutbah Jumat kali ini, khatib mengingatkan kita semua, khususnya diri khatib
sendiri, agar senantiasa meningkatkan takwa kepada Allah Swt dengan sebenar-benar takwa.
Yaitu, menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Takwa adalah
“jalan terang” menuju ke hadirat-Nya, sehingga kita akan menemukan nilai-nilai kebajikan
dan kemuliaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Salah satu wujud sikap taqwa adalah dengan berhati-hati dalam urusan harta, karena
pertanggungjawaban terhadap harta yang kita miliki pada hari akhir nanti lebih panjang dan
berat dari pada terhadap umur, ilmu dan tubuh kita. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Ad
Darimi dan Ibnu Khibban, Rasulullah pernah berkata kepada Ka’ab:
َّار َْأولَى بِ ِه ٍ ِ َ يا َكعب بن عجر َة ِإنَّه اَل ي ْد ُخل الْجنَّةَ لَحم َنب
ُ ت م ْن ُس ْحت الن َ ٌ ْ َ ُ َ ُ َْ ُ َْ ُ ْ َ
Wahai Ka’b bin Ujroh sesungguhnya tidak akan masuk syurga daging yang tumbuh dari hal
yg haram, dan neraka adalah paling tepat untuknya, (HR. Ahmad)
Pada saat ini kita melihat banyak sekali kawan-kawan kita khsusnya para pejabat kita
tersandung permasalahan korupsi. Korupsi bagaikan ancaman yang mematikan
melebihi narkoba dan aksi teroris, korupsi telah menghancurkan negeri ini. Bukan
hanya perekonomian semata, tetapi mampu mengubah budaya negeri ini. Akankan
negeri ini mengalami kehancuran akibat aksi korupsi yang terus merajalela? Kita selalu
mengutuk oknum Polantas yang menilang dan cenderung mencari kesalahan pengendara
bermotor yang berujung aksi damai di tempat. Kita selalu mengutuk oknum pihak kelurahan
yang memanfaatkan jabatan sebagai pelayan masyarakat untuk melakukan aksi pungli. Tetapi
di balik itu semua tanpa kita sadari bentuk-bentuk perbuatan yang merugian rakyat, perbuatan
yang mengahcurkan bangsa terkesan dibiarkan terjadi.
Setidaknya ada dua faktor utama penyebab meningkatnya korupsi di negeri ini.
Yang pertama adalah faktor individu yang teracuni paham materialisme. Paham ini
menyebar luas dimasyarakat, mereka mengukur kebahagiaan dan kesuksesan seseorang
dengan berapa banyak harta yang ia punyai. Akibatnya orang akan melakukan apa saja untuk
mendapatkan harta, kalau perlu ia akan menyuap untuk bisa menjadi pejabat, dan kalau sudah
jadi pejabat ia akan melakukan berbagai cara untuk menambah kekayaannya.
Yang kedua adalah faktor sistem dan aturan yang diberlakukan dinegeri kita, diantaranya
adalah sistem hukum/sanksi yang lemah, penegakan hukum yang setengah hati, penggajian
yang rendah, juga sistem sosial, dimana masyarakat justru memuja seorang koruptor yang
‘baik hati’, rajin menyumbang pesantren, sekolah dan masjid.
ض الَّ ِذي َع ِملُ وا لَ َعلَّ ُه ْم ِ ِ ِ ت َأي ِدي الن ِ ِ ُ ظَه ر الْ َفس
َ َّاس ليُ ذي َق ُه ْم َب ْع َ اد في الَْب ِّر َوالْبَ ْح ِر ب َم ا َك
ْ ْ َس ب َ ََ
َي ْر ِجعُو َن
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar). [QS. Ar Ruum : 41]
Kesempurnaan syari’ah Islam dalam menangani korupsi terlihat dari aturan penggajian
yang jelas, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan
bagi pejabat, keteladanan pemimpin, dan sistem hukum yang sempurna, dan semua itu
dilaksanakan dengan pondasi iman kepada Allah dan hari akhir.
“Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak punya rumah, maka haruslah
ia mendapatkan rumah. Bila ia tidak memiliki istri, maka haruslah ia menikah, bila ia tidak
memiliki pembantu maka hendaklah ia mengambil pembantu dan bila ia tidak memiliki
hewan tunggangan hendaklah ia memiliki hewan tunggangan. Barang siapa yang mengambil
selain itu maka ia telah melakukan kecurangan”. (HR Abu Dawud)
Rasulullah SAW juga bersabda : “Hai kaum muslimin, siapa saja diantara kalian yang
melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia
menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat
curang. Dan kecurangannya itu akan ia bawa pada hari kiamat nanti…”. (HR Abu Dawud)
Imam Ad Damsyiqi menceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah mengeluarkan kas
negara untuk menggaji tiga orang guru yang mengajar anak-anak sebesar 15 dinar (sekitar
63,75 gram emas) per orang per bulan[6].
Sistem Islam juga melarang aparat untuk menerima hadiah dari orang yg tidak biasa
memberi hadiah sebelum dia menjadi pejabat. Imam Bukhari & Muslim meriwayatkan bahwa
Rasulullah s.a.w telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang bernama
Ibnu Lutbiyah untuk memungut Zakat. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki
tersebut berkata kepada Rasulullah s.a.w: (harta) Ini untuk anda dan (harta) ini untukku krn
dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar kata-kata tersebut, Rasulullah s.a.w naik keatas
mimbar. Setelah mengucapkan puji-pujian ke hadirat Allah, beliau bersabda: Adakah patut
seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani berkata: “Ini untuk anda
dan ini untukku krn memang dihadiahkan kepadaku”? Bukankah lebih baik dia duduk di
rumah bapa atau ibunya (tanpa memegang suatu jabatan) dan perhatikan apakah dia akan
dihadiahi sesuatu atau tidak. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-
Nya, tidaklah seorang di antara kalian (pejabat) memperoleh sesuatu darinya, kecuali pada
Hari Kiamat dia akan datang dengan memikul seekor unta yang sedang melenguh atau
seekor lembu atau seekor kambing yang mengembek di atas tengkuknya. Kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sehingga tampak kedua ketiaknya yang putih dan
bersabda: Ya Allah! Bukankah aku telah sampaikannya, sebanyak dua kali.[7]
Islam juga mensyari’atkan perhitungan kekayaan para pejabat di awal dan di akhir
jabatannya. Jika ada kenaikan yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan bahwa
kekayaan itu benar-benar halal, kalau tidak dia tidak bisa membuktikan maka hartanya akan
dimasukkan ke baitul mal, sebagian atau seluruhnya. Ini pernah dilakukan Umar bin Khattab
kepada Abu Hurairah dan Khalid bin Walid r.a. Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah
keteladanan pemimpin. Khalifah Umar bin al-Khaththab menyita sendiri seekor unta gemuk
milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan digembalakan di padang rumput milik
Baitul Mal. Ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.
Inilah beberapa konsep syari’ah dalam menyelesaikan korupsi yg semakin kronis ini. Untuk
itu diperlukan upaya kita semua untuk mengajak kepada syari’ah dan diperlukan kemauan
penguasa untuk kembali menerapkan syari’ah dalam setiap aspek kehidupan, tanpa ini, maka
memerangi korupsi hanyalah sebatas mimpi yg tidak akan terlaksana. Semoga Allah menjaga
kita dari segala yg di murkai-Nya.
Khutbah kedua:
َ ْ َوَأ ْش َه ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ اهللُ َو ْح َدهُ الَ َش ِري.ُي لَه ِ ِ ْ ض َّل لَه ومن ي
ِ من ي ْه ِد اهلل فَالَ م
ُك لَه َ ضل ْل فَالَ َهاد ُ ْ ََ ُ ُ ُ َ َْ
ِ َّ ُّ ي: ََّأما بع ُد؛.َأن مح َّم ًدا َعب ُدهُ ورسولُهُ صلَّى اهلل َعلَي ِه وس لَّم تَس لِيما
ين َء َامنُ وا
َ اَأي َه ا الذَ َْ ًْ ْ َ َ َ ْ ُ َ ُْ َ َ ْ َ ُ َّ َوَأ ْش َه ُد
.َّات ُقوا اللَّهَ َح َّق ُت َقاتِِه َوالَ تَ ُموتُ َّن ِإالَ َوَأْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمو َن
Ada beberapa hikmah yang dapat diperoleh dalam mempelajari korupsi menurut syariat Islam
antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan korupsi atau tindakan kriminal yang dapat merugikan negara atau orang lain
sangat lah tidak baik dan sangat tidak disukai oleh Allah. Oleh karena itu, perbuatan tersebut
harus dihindari.
2. Mengingatkan kepada kita bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi adalah tugas kita
semua.
Semoga Allah senantiasa menjaga keikhlasan hati kita dan menjauhkan kita dari beramal
karena pujian dan penglihatan manusia karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua
yang kita sembunyikan dalam hati. Dan Allah hanya akan menerima amalan yang ditujukan
untuk mencari ridha-Nya semata.