Anda di halaman 1dari 17

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FK UNPAD/RS.

HASAN SADIKIN
BANDUNG
SARI PUSTAKA
Oleh : Wisda
Divisi : Infeksi dan Penyakit Tropis
Pembimbing : Dr. Djatnika Setiabudi, dr., Sp.A(K)., MCTM., Trop.Ped
Dr. Anggraini Alam, dr., Sp.A(K)
dr. Riyadi, Sp.A(K)., M.Kes
Waktu : 20 Desember 2021

Varian Baru SARS-CoV-2

Pendahuluan
Sejak akhir tahun 2019, berbagai negara telah dimasuki virus SARS-CoV-2 yang
menyebabkan negara-negara tersebut berada dalam kondisi pandemi COVID-19, termasuk
Indonesia. Per 12 Desember 2021, menurut data dari World Health Organization (WHO),
secara global telah terjadi sebanyak 269 juta kasus yang terkonfirmasi COVID-19, termasuk
5.3 juta kematian.1 Dari 3 Januari 2020 hingga 8 Desember 2021, Indonesia telah
menyumbangkan kasus COVID-19 sebesar 4.258.076 kasus dengan jumlah kematian
143.895.2 COVID-19 menyerang beragam usia dari usia anak hingga lansia. Di Indonesia,
menurut Data Satgas Penanganan COVID-19, hingga 16 Juli 2021 ada 777 anak di
Indonesian yang meninggal dunia akibat COVID-19. Persentase Angka Kematian
Tertinggi/Case Fatality Rate (CFR) berada pada kelompok usia 0-2 tahun dan diikuti
kelompok usia 16-18 tahun dan usia 3-6 tahun. Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan
Dokter Indonesia (IDAI), hingga September 2021, jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19
pada populasi anak sebanyak 260.000 kasus. Hal ini terus mengalami peningkatan dengan
rata-rata 100 anak Indonesia meninggal per minggu.3
Peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19, terutama pada populasi anak,
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah terjadinya evolusi dan mutasi
pada kode genetik selama replikasi gen pada virus SARS-CoV-2. Mutasi tersebut membentuk
berbagai varian baru dari virus SARS-CoV-2, variant of concern (VOC) dari virus SARS-
CoV-2. Berdasarkan definisi yang dikeluarkan WHO, VOC adalah varian dari virus SARS-
CoV-2 yang memenuhi kriteria variant of interest dan setelah dinilai secara komparatif,
menunujukkan adanya peningkatan tingkat penularan atau peningkatan virulensi atau
menghambat efektifitas dari upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah atau
mengendalikan pandemi COVID-19. Per Desember 2021, telah ditemukan VOC yang
meliputi varian Alpha (B.1.1.7), Beta (B.1.351), Gamma (P.1), Delta (B. 1. 617. 2), dan
Omicron (B. 1. 1. 529).4 Setelah varian Delta muncul di India pada bulan Oktober 2020,
sebuah studi membandingkan jumlah kasus COVID-19 pada populasi anak dan menemukan
adanya peningkatan jumlah kasus COVID-19 pada anak yang membutuhkan rawat inap,
terutama pada kelompok anak usia di bawah 4 tahun sebesar 10 kali lipat, dari 0,2 menjadi 2
per 100.000 anak, dan diikuti dengan kelompok anak usia 12 hingga 17 tahun. Terdapat
sebanyak seperempat kasus dari total kasus COVID-19 pada anak yang membutuhkan
perawatan ICU setelah varian Delta muncul.6
Hal yang serupa mulai terjadi kembali setelah varian Omicron muncul di Afrika
Selatan pada bulan November 20214, yang dibuktikan oleh adanya pernyatan dari
Kementerian Kesehatan dari Afrika Selatan. Menurut Kementerian Kesehatan di Afrika
Selatan, sejak munculnya varian Omicron pertama kali, terjadi peningkatan jumlah kasus
terkonfirmasi COVID-19 berderajat parah yang meningkatkan jumlah kasus terkonfirmasi
COVID-19 yang membutuhkan perawatan inap pada kelompok anak, terutama pada
kelompok anak usia di bawah 5 tahun. Hal ini menempatkan kelompok anak usia di bawah 5
tahun menjadi kelompok terbanyak kedua yang membutuhkan perawatan inap pada COVID-
19 setelah kelompok lansia.7 Sedikitnya data mengenai varian Omicron masih belum dapat
menjelaskan apakah varian Omicron lebih menular dibandingkan varian Delta.8
Dengan adanya data yang menunjukkan adanya peningkatan keparahan COVID-19
pada populasi anak yang disebabkan oleh varian Delta dan varian Omicron, maka upaya
pencegahan dan pengobatan COVID-19 pada anak perlu dikembangkan lebih lanjut agar
dapat mencegah meningkatnya tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak. Pada referat ini
akan membahas mengenai varian terbaru dari COVID-19, terutama varian Omicron, beserta
manifestasi klinis yang dibentuk, tatalaksana hingga pencegahannya.

Definisi
Menurut Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19) revisi
ke-5 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, definisi operasional
kasus COVID-19 terdiri atas Kasus Suspek, Kasus Probable, dan Kasus Konfirmasi.
Kasus suspek dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kriteria berikut:
1. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanana atau tinggal di wilayah
dengan transmisi lokal
2. Orang dengan salah satu gejala ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul
gejala memiliki riwayat kontak dengan orang yang terkonfirmasi atau memiliki
Kasus Probable COVID-19
3. Orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan.
Kasus Probable dapat didefinisikan sebagai kasus suspek dengan ISPA berat atau
meninggal dengan gambaran klinis yang menunjukkan COVID-19 dan belum ada hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus Konfirmasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang dinyatakan positif
terinfeksi virus COVID-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Terdapat dua jenis kasus konfirmasi yaitu kasus konfirmasi dengan gejala (simtomatik) dan
kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik).9
Di Kanada yang mengalami kenaikan jumlah kasus COVID-19 disebabkan varian
omicron, Kementerian Kesehatan di Ontario mendefinisikan kasus COVID-19 Omicron
sebagai berikut :
1. Confirmed cases of omicron : infeksi SARS-CoV-2 yang dikonfirmasi oleh
laboratorium dengan identifikasi genome sequencing yang menunjukkan varian
Omicron
2. Persons under investigation (PUIs) for Omicron : pasien dengan Kasus Probable
disertai adanya riwayat bepergian ke luar Kanada selama 14 hari terakhir dan tidak
adanya hasil tes yang mengeksklusikan varian Omicron, atau dengan riwayat
paparan tinggi terhadap orang yang telah bepergian keluar Kanada selama 14 hari
sebelum gejala muncul dan tidak adanya hasil tes yang mengeksklusikan
Omicron.10

Epidemiologi
Menurut data yang dikumpulkan WHO pada tanggal 12 Desember 2021, jumlah kasus
COVID-19 terkonfirmasi di seluruh dunia sebanyak 269 juta dengan 5.3 juta kematian, dan
menurut Rangkuman Sitrep WHO per 15 Desember 2021, telah terjadi penurunan kasus
COVID-19 mingguan baru sebesar 5% dan penurunan kematian yang disebabkan COVID-19
sebesar 10%. Sementara di Indonesia, per 19 Desember 2021 jumlah kasus COVID-19 telah
mencapai 4.2 juta dengan hampir 144 ribu kematian. Walau begitu, dibandingkan negara
seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Perancis, dan Rusia, kasus baru mingguan di
Indonesia sebesar 1.468, atau bisa disimpulkan turun sebesar 17%.1
Di Indonesia, menurut Data Satgas Penanganan COVID-19, hingga 16 Juli 2021 ada
777 anak di Indonesian yang meninggal dunia akibat COVID-19. Persentase Angka
Kematian Tertinggi/Case Fatality Rate (CFR) berada pada kelompok usia 0-2 tahun dan
diikuti kelompok usia 16-18 tahun dan usia 3-6 tahun. Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Indonesia (IDAI), hingga September 2021, jumlah kasus terkonfirmasi
COVID-19 pada populasi anak sebanyak 260.000 kasus.3
Sejak munculnya varian Omicron di Afrika Selatan, jumlah kasus COVID-19 di
regional Afrika mengalami peningkatan sebesar 111%. Peningkatan pun terjadi di regional
Wester-pasifik sebesar 7%. Berbeda dengan Afrika Selatan, karena masih mendominasinya
varian Delta dibandingkan varian Omicron, jumlah kasus COVID-19 di Amerika turun
sebesar 10%, Eropa turun sebesar 7%, Asia Tenggara turun sebesar 10%, dan Eastern
Mediterania turun sebesar 4%.1
Walaupun VOC baru, varian Omicron, telah muncul di 76 negara, namun menurut
WHO dalam 60 hari terakhir, sebaran VOC yang masih mendominasi adalah varian Delta
sebesar 99,2% dan varian Omicron sebesar 0,4% di seluruh dunia. Hal ini menyebabkan
proporsi varian Delta untuk pertama kalinya sudah mengalami penurunan sejak diumumkan
sebagai VOC.1
Dengan data yang telah dikumpulkan masih belum dapat dipastikan apakah varian
Omicron lebih menular dibandingkan varian Delta, namun studi di Inggris yang menilai
penularan Omicron dalam konteks rumah tangga, menemukan bahwa telah terjadi penularan
sebesar 3,2 kali lipat lebih besar dibandingan dengan varian Delta. Menurut WHO pun,
walaupun dengan data yang sangat terbatas, terutama yang dikumpulkan dari jumlah kasus di
Afrika Selatan, varian Omicron menyebar lebih cepat dibandingkan varian Delta. Hal yang
sama pun terjadi di United Kingdom.1
Data mengenai COVID-19 yang disebabkan oleh varian Omicron pada populasi anak
masih terbatas walaupun telah dilaporkan sebuah Preliminary Report dari Afrika Selatan
bahwa varian Omicron memiliki tingkat keparahan yang lebih besar pada populasi anak
dibandingkan varian Delta.

Etiologi
COVID-19 disebabkan oleh virus SARS-CoV-2. Nama tersebut diberikan oleh International
Committee on Taxonomy of Viruses (ICTV) yang memiliki kepanjangan dari Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2. SARS-CoV-2 secara genetic berbeda dari SARS-CoV
dengan persamaan sebesar 79%. SARS-CoV-2 merupakan anggota dari order Nidovirales,
family Coronaviridae, dan subfamily Orthocoronavirinae. SARS-CoV-2 merupakan virus
RNA dengan unsegmented single strand.11
Virus SARS-CoV-2 memiliki berbagai jenis protein pada strukturnya yang membantu
infeksi dan replikasi. Berikut adalah ilustrasi dari struktur virus SARS-CoV-2. (Gambar 1)

Gambar 1. Struktur SARS-CoV-2


Sumber: Dhama11

Virus ini memiliki S protein yang berfungsi dalam memasuki partikel virion infeksius
menuju sel melalui interaksi reseptor. S protein merupakan protein immunodominant yang
penting dalam menentukan kapabilitas CoVs dalam menginduksi respon imun host.11
Selain S protein, virus ini juga memiliki M protein. Terdapat banyak sekali M protein
dalam partikel virion karena M protein berfungsi dalam menentukan struktur dari SARS-
CoV-2.11
Protein dari SARS-CoV-2 yang paling kecil adalah E protein. E protein memiliki
beragam peran dalam patogenesis, pembentukan, dan rilis dari virus. E protein merupakan
membrane polypeptide yang berperan sebagai viroporin (ion channel). Apabila terdapat
perubahan pada E protein, maka hal itu dapat mengubah virulensi dari virus karena
perubahan morfologi dan tropisme yang terjadi.11
Selain E protein yang memiliki beragam fungsi, N protein juga memiliki fungsi yang
banyak, terutama dalam formasi genome virus, memfasilitasi interaksi M protein dalam
pembentukan virion, dan meningkatkan efisiensi dari transkripsi yang terjadi dalam virus.
Dibandingkan dengan SARS-CoV, N protein pada SARS-CoV-2 memiliki mutase lima asam
amino.11
Perjalanan penyakit COVID-19 diawali dengan SARS-CoV-2 yang terhirup oleh
manusia lalu S protein berikatan dengan ACE2 di sel epitel pada saluran napas lalu mulai
bereplikasi. Data in vitro menunjukkan bahwa SARS-CoV menginfeksi sel silia pada saluran
pernapasan.11 Sebuah studi SARS-CoV epidemiologis dan biokimia menemukan bahwa
infektivitas dari SARS-CoV pada sel host bergantung pada binding free energy (BFE) antara
receptor-binding domain (RBD) pada S Protein dan ACE2 yang diekspresikan sel host. 12
Setelah virus bereplikasi, virus bermigrasi ke saluran napas lainnya dan memicu terjadi
respons innate immune. Interferon beta dan lambda merupakan sumber mayor sel epitel yang
terinfeksi.12
Seperti virus lainnya, SARS-CoV-2 bermutasi untuk berevolusi dengan membentuk
berbagai varian baru. Masing-masing memiliki jumlah mutasi yang berbeda, yang dapat
dijelaskan pada tabel berikut. (Tabel 1)

Tabel 1. Perbandingan Lima Variants of Concern dari SARS-CoV-2

Varian PANGO Jumlah mutasi asam amino

Total S Protein RBD

Alpha B.1.1.7 21 9 1

Beta B.1.351 16 8 3

Gamma P.1 22 12 3

Delta 20 8 2
B.1.617.2

Omicron 51 33 15
B.1.1.529
Sumber: Dhama11

Berbagai studi telah dilakukan untuk memantau mutase pada genome dari SARS-
CoV-2 terutama pada RBD dari S Protein yang dapat menentukan tingkat keparahan
penyakit.13 Terdapat berbagai jenis varian yang telah terbentuk yang meliputi, variants of
concern (VOC), variants of interest (VOI), dan variants under monitoring (VUM). Berikut
adalah defnisi operasional dari masing-masing varian berdasarkan WHO4 :
1. Variants of concern : Varian SARS-CoV-2 yang memenuhi kriteria VOI dan
dinilai dapat meningkatkan tingkat penularan, virulensi, dan menghambat
efektivitas upaya kesehatan masyarakat dalam mengendalikan pandemi COVID-
19.
2. Variants of interest : Varian SARS-CoV-2 dengan perubahan genetic yang
mempengaruhi karakteristik virus dalam transmisibilitas, keparahan penyakit,
kemampuan menghindar dari respon imun, diagnosis, dan terapi, dan
teridentifikasi dalam jumlah besar pada sebuah komunitas secara signifikan.
3. Variants under monitoring : Varian SARS-CoV-2 yang mengalami perubahan
genetik yang mungkin mempengaruhi karakteristik virus dan terindikasi sebagai
ancaman yang akan terjadi, namun belum disertai bukti data secara kuat.
Varian SARS-CoV-2 yang telah menyebabkan peningkatan jumlah kasus COVID-19,
terutama pada populasi anak, adalah varian Delta. 14 Sementara pada bulan November 2021,
munculnya varian Omicron pun telah meningkatkan keparahan dari COVID-19, terutama
pada populasi anak di Afrika Selatan.15
Kini, varian Delta telah mendominasi penyakit COVID-19 di dunia, lalu varian
Omicron pun mulai mengikutinya sejak kemunculan pertamanya di Afrika Selatan. Hal ini
menjadikan kedua varian tersebut VOC yang paling diwaspadai sekarang oleh para ahli.
Secara singkat, perbandingan varian Delta dan Omicron dapat ditunjukkan pada tabel berikut.
(Tabel 2)

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Varian Delta dan Varian Omicron


WHO Label Delta Omicron
Tingkat Penularan Terjadi peningkatan penularan Belum ada data secara langsung yang
mengindikasikan adanya peningkatan
tingkat penularan
Keparahan Penyakit Adanya kemungkinan Belum dapat dipastikan karena data
peningkatan risiko dirawat klinis yang dikumpulkan masih dalam
inap proses review dan masih sedikit
Risiko Reinfeksi Telah dilaporkan adanya Data preliminary menunjukkan adanya
reduksi pada aktivitas peningkatan risiko reinfeksi
netralisasi
Dampak Terhadap Tidak ada ditemukan adanya PCR masih dapat mendeteksi Omicron,
Diagnostik dampak pada RT-PCR atau Ag namun dampak pada Ag RDT masih
RDT diobservasi lebih lanjut
Sumber: World Health Organization1
Mutasi P681 pada S Potein yang dimiliki varian Delta meningkatkan replikasi virus
dan kemampuan infeksi melalui permukaan sel.16 Hal ini menjelaskan mengapa varian Delta
hanya meningkatkan jumlah kasus COVID-19 yang terjadi, tapi tidak meningkatkan
keparahan dari penyakit COVID-19. Hal ini pun diperkuat dengan data kasus COVID-19
setelah munculnya varian Delta. Di Australia, terjadi peningkatan kasus COVID-19 pada
anak dan remaja menjadi 22% dari seluruh kasus COVID-19, dengan 43% di antara nya
adalah anak berusia 9 tahun ke bawah, dan 57% di antara nya berusia 10 hingga 19 tahun.
Sementara di New South Wales, terdapat 2.864 kasus COVID-19 pada anak dan remaja, yang
berarti adalah 27% dari seluruh kasus COVID-19. Dari 28% di antara nya berusia 5 tahun ke
bawah, 33% di antara nya berusia 6 hingga 12 tahun, 39% di antara nya berusia 13 hingga 18
tahun, dan 2,4% di antara nya perlu perawatan ranap. Dari kasus yang perlu perawatan inap,
terdapat 0,2% yang membutuhkan perawatan ICU. Di United Kingdom, terjadi peningkatan
jumlah kematian dari 25 kasus kematian anak sebelum munculnya varian Delta menjadi 52
kasus kematian anak setelah munculnya varian Delta. Di Amerika Serikat, terjadi
peningkatan jumlah kasus COVID-19 yang membutuhkan perawatan inap pada anak dan
remaja sebesar 5 hingga 10 kali lipat setelah munculnya varian Delta. Hal ini menyimpulkan
bahwa varian Delta memiliki tingkat penularan yang lebih besar terutama pada kelompok
anak dan remaja.17
Sementara itu, varian Omicron memiliki berbagai jenis mutasi. Mutasi insersi
(ins214EPE) adalah mutasi yang terjadi pada varian Omicron yang tidak dimiliki oleh varian
lainnya. Ins214EPE mengkode koekspresi dari SARS-CoV-2 dan reseptor entri HCoV-229E
(ACE2 dan ANPEP) pada sel pernapasan dan pencernaan. Sementara itu, terdapat dua kali
atau lebih besar jumlah mutasi pada S protein yang dimiliki varian Omicron. Pada regio
RBD, telah ditemukan mutase S477N yang berasosiasi dengan afinitas virus terhadap
reseptor ACE2 dan berasosiasi dengan kemampuan virus dalam menghindar dari respon
imuns sel host. Selain pada S protein, mutasi R203K dan G204R pada protein nukleokapsid
berasosiasi dengan peningkatan ekspresi RNA dan peningkatan viral load. Varian Omicron
juga memiliki mutasi yang menyebabkan “S gene target failure” atau “S gene dropout” yang
berarti bahwa beberapa area gen yang ditargetkan saat dilakukan deteksi PCR dapat
memberikan hasil false negative. Dengan adanya mutasi-mutasi tersebut, varian Omicron
memiliki potensi dalam memicu terjadinya pandemi gelombang selanjutnya karena memiliki
tingkat penularan dan replikasi yang lebih besar dibandingkan varian lainnya. Terlebih mutasi
pada regio RBD membuat varian Omicron memiliki kemampuan untuk bertahan terhadap
vaksinasi.19

Manifestasi Klinis
Berbeda dengan populasi dewasa, COVID-19 pada populasi anak biasanya bersifat
asimtomatik atau mengakibatkan gejala ringan dalam durasi yang singkat. Dari sebuah studi
yang dilakukan di United Kingdom, gejala tersering yang muncul meliputi nyeri kepala
(62,2%), lemas (55%), demam (43,7%), nyeri tenggorokan (36,2%), nyeri perut (27,7%),
batuk yang persisten (24,7%) dan anosmia (48,3%). Secara umum, 74,5% dari 1.734 anak
memiliki gejala demam, batuk, dan anosmia. Selain gejala-gejala tersebut, ditemukan juga
gejala neurologis seperti pusing berputar yang ditemukan pada 14,3% dari kelompok anak
dan 26,2% pada kelompok remaja, kebingungan yang ditemukan pada 2,6% dari kelompok
anak dan 7,1% pada kelompok remaja, dan brain fog yang dilaporkan oleh 5,9% dari
kelompok anak dan 11,3% dari kelompok remaja. Dari studi tersebut, kelompok anak usia 5
hingga 17 tahun biasanya memiliki gejala selama 6 hari dibandingkan orang dewasa yang
memiliki gejala selama 11 hari.20
Ringannya gejala COVID-19 secara umum pada populasi anak dapat dijelaskan
karena berkurangnya ekspresi dari ACE2 seiring dengan berkurangnya usia. Selain itu, anak
memiliki respons innate immune yang memungkinkan untuk mengendalikan infeksi awal
oleh virus. Hal ini berkontradiksi dengan respons orang dewasa yang memiliki adaptive
immunity yang tertekan namun memiliki respons innate immunity yang berlebihan dan
disfungsional saat infeksi. Faktor lain seperti kapasitas regenerasi pada epitel alveolar yang
lebih baik pada anak juga dapat berkontribusi pada perjalanan penyakit COVID-19 pada
anak. Anak juga cenderung tidak memiliki faktor risiko yang dapat meningkatkan infeksi
COVID-19 seperti komorbiditas, kebiasaan merokok, dan obesitas.21
Gejala COVID-19 pada anak yang disebabkan oleh varian Delta sama seperti gejala
yang disebabkan oleh varian lainnya. Menurut sebuah studi, gejala yang disebabkan oleh
varian Delta cenderung berdurasi singkat dengan rata-rata kurang dari 2 hari dan rata-rata
COVID-19 berakhir setelah 5 hari.14 Walaupun gejala yang disebabkan varian Delta juga
ringan, namun karena varian Delta memiliki tingkat penularan yang lebih besar, maka jumlah
kasus COVID-19 pada anak yang disebabkan varian Delta meningkat dalam jumlah yang
cukup besar, sehingga kemungkinan untuk terjadinya penyakit COVID-19 bergejala berat
pada anak pun meningkat. Hal ini dibuktikan dengan sebuah data yang ditemukan di Ontario
per 30 Juni 2021, dari 12,9% dari 545.398 kasus terkonfirmasi COVID-19 dimiliki oleh
populasi anak. Dari 12,9% tersebut, sebanyak 401 kasus dirawat inap 39 nya membutuhkan
perawatan ICU, dan 2 kasus meninggal dunia. 5 Hal ini pun di diperkuat dengan data dari
United Kingdom dan Skotlandia yang menemukan adanya peningkatan risiko untuk
perawatan inap dari infeksi varian Delta dibandingkan varian Alpha.22
Data mengenai gejala COVID-19 pada anak yang disebabkan oleh varian Omicron
masih sedikit karena baru munculnya varian tersebut pada bulan November 2021. Menurut
Dr. David Lloyd yang melakukan studi kohort mengenai varian Omicron pada populasi anak,
gejala tersering yang terjadi meliputi lemas, nyeri kepala, penurunan nafsu makan, dan ruam.
Sebesar 15% memiliki gejala berupa ruam. Walau dengan keterbatasan data, namun hal ini
menunjukkan bahwa gejala COVID-19 pada anak yang disebabkan oleh varian Omicron
cukup berbeda dengan gejala COVID-19 yang disebabkan oleh varian lain.
Data mengenai jumlah kasus COVID-19 pada populasi anak pun masih terbatas,
namun menurut laporan pendahuluan dari Afrika Selatan terdapat peningkatan jumlah kasus
COVID-19 pada anak berusia di atas 2 tahun yang perlu perawatan inap karena adanya
peningkatan keparahan COVID-19.23

Diagnosis
Menurut Panduan Klinis Tatalaksana COVID-19 yang diterbitkan oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia pada tanggal 18 Juni 2020, diagnosis pada COVID-19 meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 24
Anamnesis meliputi pertanyaan mengenai manifestasi klinis COVID-19 yang dapat
terjadi secara sistemik (demam, malaise, lemas, nyeri kepala, pegal), dan gejala yang terjadi
pada saluran pernapasan dan pencernaan. Anamnesis mengenai riwayat kontak erat ataupun
bepergian, komorbiditas, dan status gizi pun diperlukan untuk menggali faktor risiko yang
dimiliki pasien. 24
Pemeriksaan fisik dilakukan secara komprehensif, dengan memerhatikan saturasi
oksigen (SaO2<92%).24
Pemeriksaan penunjang terdiri atas berbagai jenis pemeriksaan seperti pemeriksaan
darah, pencitraan, metode RT-PCR dan sequencing, dan pemeriksaan rapid test. Pemeriksaan
darah biasanya menunjukkan leukositosis atau leukositopenia disertai trombositopenia. LED
meningkat pada sebagian besar kasus dan prokalsitonin biasanya meningkat pada fase lanjut.
Pemeriksaan lain seperti gangguan koagulasi, fungsi hati, fungsi ginjal, laktat, AGD,
elektrolit, glukosa, HIV dapat dilakukan sesuai indikasi untuk menilai komplikasi. 24
Pemeriksaan pencitraan yang sering dilakukan adalah foto toraks. Foto toraks
biasanya dilakukan pada pasien dengan suspek pneumonia, Kasus Probable, dan Kasus
Konfirmasi. Foto toraks dapat menggambarkan pneumonia ringan sampai berat dengan
gambaran ground-glass opacity bilateral dengan distribusi bagian perifer, subpleural, dan
atau konsolidasi. 24
Pemeriksaan dengan metode RT-PCR dan sequencing merupakan gold standard dari
penyakit COVID-19. Spesimen yang biasanya digunakan adalah swab nasofaring, sputum,
LCS, swab rektal, feses, dan serum.24 Varian Delta dan Varian Omicron masih dapat
terdeteksi dengan metode RT-PCR dan sequencing yang sekarang dilakukan25, namun sebuah
studi mengatakan bahwa varian Omicron memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
menimbulkan hasil false negative. Hal ini disebabkan oleh salah satu mutasi yang
menyebabkan “S gene target failure” atau “S gene dropout” yang berarti bahwa beberapa
area gen yang ditargetkan oleh metode RT-PCR dapat menunjukkan hasil false negative.26

Tatalaksana
Berdasarkan Panduan Klinis Tata Laksana COVID, tatalaksana COVID-19 pada anak
bergantung pada riwayat tinggal atau bepergian, dan berdasarkan adanya kontak dengan
ODP, PDP, dan kasus konfirmasi COVID-19. 24
Tatalaksana pada pasien tanpa gejala yang telah melakukan perjalanan atau memiliki
riwayat tinggal di wilayah dengan kasus COVID-19 terkonfirmasi meliputi isolasi selama 14
hari dan pemantauan yang disertai pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan PCR pada
hari ke-1 dan hari ke-14, dan edukasi kepada pasien mengenai penyakit dan diet dengan
nutrisi seimbang. 24
Tatalaksana pada pasien asimtomatik terkonfirmasi meliputi isolasi mandiri selama 14
hari disertai pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan PCR pada hari ke-1 dan hari ke-2,
pemeriksaan penunjang lainnya sesuai indikasi, edukasi kepada pasien mengenai penyakit
dan diet nutrisi seimbang, dan obat simtomatik apabila pasien memiliki gejala. Tatalaksana
farmakologis perlu diperhatikan untuk tidak diberikan ibuprofen pada anak, dan perlu
dilakukan pemberian vitamin C sebesar 400 mg/hari pada usia 1-3 tahun, 600 mg/hari pada
usia 4-8 tahun, 1,2 gram/hari pada usia 9-13 tahun dan 1,8 gram/hari pada usia 12-18 tahun.
Zink pun dapat diberikan sebanyak 20 mg/hari. 24
Tatalaksana pada pasien dengan COVID-19 ringan sama dengan tatalaksana pada
pasien asimtomatik terkonfirmasi. 24
Tatalaksana pada pasien dengan COVID-19 sedang membutuhkan perawatan di
rumah sakit. Pasien perlu diberikan oksigenasi pada keadaan takipneu, infus cairan
maintenance dan nutrisi adekuat. Selain perawatan suportif, perlu diberikan antibiotic
intravena berupa Ceftriaxon IV 80 mg/kgBB/24 jam atau Azitromisin 10 mg/kg jika dicurigai
adanya pneumonia atipikal dan pemberian vitamin C dan Zink. 24
Tatalaksana pada pasien dengan COVID-19 berat juga membutuhkan perawatan di
rumah sakit disertai pemeriksaan PCR yang diulang 2 kali dalam 2 hari berturut-turut apabila
klinis membaik, pemeriksaan penunjang sesuai indikasi, tatalaksana nonfarmakologis dan
farmakologis. Perlu dilakukan oksigenasi dengan terapi inisial sebesar 2 liter/menit dengan
target saturasi oksigen >94%, infus cairan maintenance, dan nutrisi adekuat. Antibiotik
intravena, vitamin C, dan Zink sebesar dosis pengobatan COVID-19 sedang diberikan. Perlu
dipertimbangkan untuk memberikan antivirus dengan menilai status komorbid dan progress
penyakit.24
Walaupun pada orang dewasa antivirus bekerja dengan efektif, namun keamanan dan
efisiensi antivirus pada anak masih belum memiliki data yang adekuat. Tidak
direkomendasikan penggunaan lopinavir/ritonavir, ribavirin, atau chloroquine phosphate pada
pasien anak walaupun IDADI masih membolehkan pada neonates. Oseltamivir boleh
diberikan hanya pada anak dengan koinfeksi influenza. Terapi antivirus yang dapat diberikan
adalah interferon-α (IFN-α) dalam bentuk spray dan inhalasi. IFN-α dapat diberikan dengan
dosis sebagai berikut :
1. IFN-α spray : 1-2 spray pada masing-masing hidup, 8-10 spray pada orofaring
yang diberikan 8-10 kali/hari selama 5-7 hari. Menurut studi sebelumnya,
pemberian dengan dosis tersebut direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
kontak erat atau dengan gejala saluran napas atas pada hari-hari awal.
2. Nebulisasi IFN-α : Sebesar 200.000-400.000 IU/kg, 2 ml normal saline yang
diberikan 2 kali/hari selama 5-7 hari.27
Studi mengenai tatalaksana COVID-19 terutama dalam pemberian antivirus pada anak
yang disebabkan oleh varian Delta dan varian Omicron masih sangat terbatas. Studi
mengenai efektivitas terapi terkini terhadap varian Delta dan varian Omicron pun masih
dipelajari lebih lanjut.

Pencegahan
Pencegahan COVID-19 pada populasi anak pada dasarnya adalah dengan menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Selain itu, perlu adanya kerja sama antar berbagai
pihak seperti pemerintah, sekolah, hingga orang tua dalam menjaga paparan anak terhadap
potensi COVID-19 seperti kerumunan pada kegiatan besar, fasilitas umum, dan sekolah. 24
Dengan munculnya berbagai varian baru, maka program vaksinasi juga perlu dilakukan pada
populasi anak.
Program vaksinasi pada kelompok usia 6-18 tahun di Indonesia telah dilakukan
dengan menggunakan vaksin Sinovac dan Pfizer, karena baru-baru ini vaksin Pfizer-
BioNtech, Sinovac, dan Sinopharm telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau
emergency use authorization (EUA) untuk digunakan pada kelompok anak usia 5-11 tahun.28
Efektivitas vaksin-vaksin yang telah beredar terhadap varian baru COVID-19 seperti
varian Delta dan varian Omicron masih dipelajari lebih lanjut. Menurut sebuah artikel, mutasi
yang berada pada varian Omicron memungkinkan varian tersebut menjadi resisten secara
parsial terhadap vaksin.26 Sementara sebuah studi menunjukkan bahwa efektivitas vaksin
terhadap varian Delta dikatakan masih cukup baik dalam mencegah peningkatan tingkat
hospitalisasi atau keparahan penyakit.29 Penemuan ini sedikit berbeda dengan studi di Inggris
mengenai vaccine effectiveness (VE) yang menunjukkan bahwa adanya penurunan efektivitas
pada vaksin Astra Zeneca dan Pfizer terhadap kasus simtomatis. Terjadi penurunan
efektivitas vaksin Pfizer dari 88% pada 2-9 minggu setelah dosis kedua menjadi 48,5%
terhadap varian Omicron dan 77,7% terhadap varian Delta pada 10-14 minggu setelah dosis
kedua. Pada vaksin Astra Zeneca terjadi penurunan efektivitas pada 10-14 minggu setelah
dosis kedua menjadi sebesar 75,5% terhadap varian Omicron dan 93-94% terhadap varian
Delta. Studi tersebut dilakukan pada populasi dewasa. Studi-studi mengenai VE terhadap
varian Delta dan varian Omicron pada populasi anak masih sangat terbatas, sehingga masih
belum dapat disimpulkan seberapa besar VE vaksin-vaksin tersebut pada populasi anak walau
kemungkinan besar terjadi penurunan juga. 1

Kesimpulan
SARS-CoV-2 terus berevolusi dengan bermutasi sehingga membentuk berbagai varian baru,
di antaranya VOC yang dapat meningkatkan jumlah kasus COVID-19 di dunia, termasuk di
Indonesia. Varian Delta masih mendominasi kasus COVID-19 di seluruh dunia, dan mulai
diikuti dengan varian Omicron yang baru terdeteksi sejak bulan November 2021. Varian
Omicron memiliki jumlah mutasi yang lebih banyak dibandingkan varian Delta. Dilaporkan
bahwa varian Omicron memiliki kemungkinan memiliki tingkat penularan yang lebih besar
dibandingkan varian Delta. Walaupun begitu, data-data yang telah ditemukan menunjukkan
bahwa varian Omicron menyebabkan keparahan penyakit yang lebih ringan dibandingkan
varian Delta pada populasi dewasa. Hal ini berbanding terbalik pada populasi anak, varian
Omicron dilaporkan dapat menyebabkan tingkat keparahan lebih besar pada populasi anak
dibandingkan varian Delta. Sejauh ini, manajemen terhadap penyakit COVID-19 yang
disebabkan varian Omicron masih sama dengan manajemen terhadap penyakit COVID-19
yang disebabkan varian lain. Hal ini berbeda dengan efektivitas vaksin terhadap kedua varian
tersebut yang mengalami penurunan.
Dengan data-data yang terbatas, sejauh ini dapat disimpulkan bahwa varian baru dari
SARS-CoV-2, yaitu varian Omicron memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi dan
dampak terhadap penurunan VE dari vaksin-vaksin COVID-19 yang lebih besar
dibandingkan varian Delta.
Daftar Pustaka

1. World Health Organization. COVID-19 weekly epidemiological update, edition


70. 2021 Dec 14.
2. Covid19.who.int. 2021. Indonesia: WHO Coronavirus Disease (COVID-19)
Dashboard With Vaccination Data. [online] Available at:
https://covid19.who.int/region/searo/country/id [Accessed 19 December 2021].
3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Update Kajian IDAI Terkait COVID-19 pada
Anak: Pembelajaran Tatap Muka, serta Publika Data Riset IDAI mengenai
COVID-19 pada Anak Selama 2020. 2021
4. Who.int. 2021. Tracking SARS-CoV-2 variants. [online] Available at:
https://www.who.int/en/activities/tracking-SARS-CoV-2-variants/ [Accessed 19
December 2021].
5. Ontario Agency for Health Protection and Promotion (Public Health Ontario).
Enhanced epidemiological report: COVID-19 infection in children: January 15,
2020 to June 30, 2021 [Internet]. Toronto, ON: Queen's Printer for Ontario; 2021
[cited 2021 Aug 12]. Forthcoming.
6. American Medical Association. News From the Centers for Disease Control and
Prevention Volume 326, Number 14. 2021 Oct 22.
7. Nypost.com. 2021. Omicron cases surging among kids under 5 in South Africa.
[online] Available at: https://nypost.com/2021/12/03/omicron-cases-surging-
among-kids-under-5-in-south-africa/ [Accessed 19 December 2021].
8. Karim SS, Karim QA. Omicron SARS-CoV-2 variant: a new chapter in the
COVID-19 pandemic. The Lancet. 2021 Dec 3.
9. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease (COVID-19). Edisi 5. 2020 July.
10. Ministry of Health of Ontario. COVID-19 Variant of Concern Omicron
(B.1.1.529): Case, Contact and Outbreak Management Interim Guidance. 2021.
11. Dhama K, Khan S, Tiwari R, Sircar S, Bhat S, Malik YS, Singh KP, Chaicumpa
W, Bonilla-Aldana DK, Rodriguez-Morales AJ. Coronavirus disease 2019–
COVID-19. Clinical microbiology reviews. 2020 Jun 24;33(4):e00028-20.
12. Mason RJ. Pathogenesis of COVID-19 from a cell biology perspective. European
Respiratory Journal. 2020 Apr 1;55(4).
13. Alam I, Radovanovic A, Incitti R, Kamau AA, Alarawi M, Azhar EI, Gojobori T.
CovMT: an interactive SARS-CoV-2 mutation tracker, with a focus on critical
variants. The Lancet Infectious Diseases. 2021 May 1;21(5):602.
14. Molteni E, Sudre CH, Canas LS, Bhopal SS, Hughes RC, Chen L, Deng J,
Murray B, Kerfoot E, Antonelli MS, Graham MS. Illness characteristics of
COVID-19 in children infected with the SARS-CoV-2 Delta variant. medRxiv.
2021 Jan 1.
15. Dyer O. Covid-19: South Africa’s surge in cases deepens alarm over omicron
variant.
16. Liu Y, Liu J, Johnson BA, Xia H, Ku Z, Schindewolf C, Widen SG, An Z,
Weaver SC, Menachery VD, Xie X. Delta spike P681R mutation enhances SARS-
CoV-2 fitness over Alpha variant. BioRxiv. 2021 Aug 13.
17. Murdoch Children’s Research Institute. COVID-19 and Child and Adolescent
Health. Version 1. 2021 Sept 13.
18. Venkatakrishnan AJ, Anand P, Lenehan PJ, Suratekar R, Raghunathan B, Niesen
MJ, Soundararajan V. Omicron variant of SARS-CoV-2 harbors a unique
insertion mutation of putative viral or human genomic origin.
19. Qin S, Cui M, Sun S, Zhou J, Du Z, Cui Y, Fan H. Genome Characterization and
Potential Risk Assessment of the Novel SARS-CoV-2 Variant Omicron (B. 1.1.
529). Zoonoses. 2021 Dec 3.
20. Molteni E, Sudre CH, Canas LS, Bhopal SS, Hughes RC, Antonelli M, Murray B,
Kläser K, Kerfoot E, Chen L, Deng J. Illness duration and symptom profile in
symptomatic UK school-aged children tested for SARS-CoV-2. The Lancet Child
& Adolescent Health. 2021 Oct 1;5(10):708-18.
21. Dhochak N, Singhal T, Kabra SK, Lodha R. Pathophysiology of COVID-19: why
children fare better than adults?. Indian journal of pediatrics. 2020 Jul 14:1.
22. Ontario Agency for Health Protection and Promotion (Public Health Ontario).
COVID-19 Delta: risk analysis and implications for public health measures
[Internet]. Toronto, ON: Queen's Printer for Ontario; Available from:
https://www.publichealthontario.ca/- /media/documents/ncov/voc/2021/07/covid-
19-delta-risk-analysis-public-health- measures.pdf?sc_lang=en. [Cited 2021 Aug
12].
23. India Today. 2021. Increased severity in kids, more hospitalisations: Preliminary
report on Omicron from South Africa. [online] Available at:
<https://www.indiatoday.in/coronavirus-outbreak/story/is-omicron-making-kids-
more-sick-south-africa-report-who-1885301-2021-12-08> [Accessed 19
December 2021].
24. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Panduan Klinis Tata Laksana COVID-19 pada
Anak. Edisi 3. 2020 June 14.
25. Who.int. 2021. Classification of Omicron (B.1.1.529): SARS-CoV-2 Variant of
Concern. [online] Available at: <https://www.who.int/news/item/26-11-2021-
classification-of-omicron-(b.1.1.529)-sars-cov-2-variant-of-concern> [Accessed
19 December 2021].
26. Salisbury H. Helen Salisbury: Omicron—panic mongering or appropriate
caution?. bmj. 2021 Nov 29;375.
27. Shen KL, Yang YH, Jiang RM, Wang TY, Zhao DC, Jiang Y, Lu XX, Jin RM,
Zheng YJ, Xu BP, Xie ZD. Updated diagnosis, treatment and prevention of
COVID-19 in children: experts’ consensus statement (condensed version of the
second edition). World Journal of Pediatrics. 2020 Jun;16(3):232-9.
28. American Medical Association. 2021. Statement on ACIP guidelines for Pfizer
COVID-19 vaccine in children. [online] Available at: <https://www.ama-
assn.org/press-center/press-releases/statement-acip-guidelines-pfizer-covid-19-
vaccine-children> [Accessed 19 December 2021].
29. Bian L, Gao Q, Gao F, Wang Q, He Q, Wu X, Mao Q, Xu M, Liang Z. Impact of
the Delta variant on vaccine efficacy and response strategies. Expert Review of
Vaccines. 2021 Oct 3;20(10):1201-9.

Anda mungkin juga menyukai