Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN PREEKLAMSIA BERAT

DI RSUP dr. KARIADI SEMARANG

DISUSU OLEH :

YUNITA KURNIASARI

P1337420115021

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2017
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Preeklamsi adalah timbulanya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia 20 minggu atau segera setelah persalinan (Mansjoer dkk, 2006).
Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan atau disertai
edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi Kebidanan : 2009).

B. ETIOLOGI
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti, sehingga
penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor yang berkaitan
dengan terjadinya preeklampsia adalah :
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklamsia dan eklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel – sel endothelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokontrikso generalisata dan sekresi
aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan penguranan perfusi plasenta
sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan plasma.
2. Faktor Imunologik
Secara Imunologik dan diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan
“Blocking Antibodies” terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul
respons imun yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta.
3.  Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron antagonis,
sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldosteron yang menyebabkan  retensi air
dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan Edema.
4. Faktor Genetik
Preeklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Preeklampsia hanya
terjadi pada manusia dan diturunkan pada anak dari ibu yang menderita preeklamsia.
5. Faktor Gizi
Nutrisi  yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama asam Arachidonat
sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin
Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.
6. Jumlah primigravi, terutama primigravida muda
7. Distensi rahim berlebihan : hidramnion, hamil ganda, molahidatidosa
8. Penyakit yang menyertai hamil : diabetes melitus, kegemukan
9. Jumlah umur ibu diatas 35 tahun. ( Ida Bagus. 1998).

C. PATOFISIOLOGI
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan
hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklampsi yaitu mengalami spasme
pembuluh darah karena adanya kompensasi hipertensi (suatu usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi jaringan tercukupi). Dengan adanya spasme
pembuluh darah menyebabkan perubahan – perubahan ke organ antara lain :
a. Otak
Resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi oedema yang
menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing dan CVA, serta kelainan
visus pada mata.
b. Ginjal
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke ginjal
berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif, dimana filtrasi natrium lewat
glomelurus mengalami penurunan sampai dengan 50 % dari normal yang
mengakibatkan retensi garam dan air, sehingga terjadi oliguri dan oedema.
c. URI
Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan plasenta maka
akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga akan terjadi gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin , serta kematian janin dalam kandungan.
d. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan menyebabkan partus
prematur.
e. Paru
Dekompensi cordis akan menyebabkan oedema paru sehingga oksigenasi terganggu
dan sianosis maka akan terjadi gangguan pola nafas. Juga mengalami aspirasi paru
atau abses paru yang bisa menyebabkan kematian .
f. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hepar , dan perdarahan
subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrium, serta ikterus (Wahdi,
2009)
D. PATHWAYS
Tekanan Darah

Meningkat (TD≥140/190) Normal

Hamil <20minggu Hamil>20minggu

Hipertensi kronik Superimposed Kelang (-) Kejang (+)


Pre-eklamsia
Pre-eklamsia Eklamsia

Penurunan plasma sirkulasi

Spasme pembuluh darah sebagai kompensasi hipertensi

Otak Paru URI Rahim Ginjal Hepar

Resistensi pembuluh Dekompensasi Aliran darah Tonus otot rahim Spasme anteriol Perfusi ke
darah menurun cordis plasma berkurang meningkat glomerulus hepar meningkat

Edeme Edema paru IUGR Partus premature Aliran darah ke


Edema &
Ginjal berkurang perdarahan
Terjadi kelianan cerebral Suplai O2 Suplai O2 & nutrisi subskapula
menurun berkurang Filtrasi glomerulus (-)
Pusing & CVA Nyeri
Sesak napas Solusio plasenta Kematian janin Filtrasi Na epigastrium
Kelainan visus mata menurun

Ketidakefektif Resiko Nyeri akut


Gangguan berduka Retensi Na+H2O
an pola napas
persepsi sensori
Oliguria
 Resiko afiksia intra uteri (gawat
Edema
janin)
 Resiko gangguan pertumbuhan
janin intra uteri Kelebihan
volume cairan
E. KOMPLIKASI
Tergantung pada derajat preeklampsi yang dialami. Namun yang termasuk komplikasi
antara lain:
 Pada Ibu
 Eklampsia
 Solusio plasenta
 Pendarahan subkapsula hepar
 Kelainan pembekuan darah (DIC)
 Sindrom HELPP (hemolisis, elevated, liver,enzymes dan low platelet
count)
 Ablasio retina
 Gagal jantung hingga syok dan kematian.

 Pada Janin
 Terhambatnya pertumbuhan dalam uterus dan prematur
 Asfiksia neonatorum dan kematian dalam uterus
 Peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar
enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24
jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan
pembekuan. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk
memantau progresifitas penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml.
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

G. PENATALAKSANAAN
Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin setelah
matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih berat jika
persalinan ditunda lebih lama.

1. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang. Sebagai tindakan pengobatan  untuk mencegah kejang-
kejang dapat di berikan:
1) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan intramuskulus
bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam
menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis
baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat
tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi.
Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis
100 mg/24 jam tidak ada perbaikan,  rawat di ruang  ICU.
Sebagai tindakan pengobatan  untuk menurunkan tekanan darah dengan Anti
hipertensi :
a. Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg)
karena akan menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang
diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan
suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.
(Angsar MD, 2009; Saifuddin et al. 2002):
a) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
b) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
c) Pemberian obat antikejang.
d) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e) Pemberian antihipertensi
f)  Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
PREEKLMSIA BERAT
A. FOKUS PENGKAJIAN
1. Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35 tahun, Jenis
kelamin,
2. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama : biasanya  klien dengan preeklamsia mengeluh demam, sakit
kepala,
 Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri
epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
 Riwayat kesehatan dahulu : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial,
hipertensi kronik, DM
 Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
 Riwayat KB : perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika
ibu pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi) serta
lamanya menggunakan kontrasepsi.
3. Pola Kesehatan
1. Nutrisi – Metabolik
Biasanya terjadi peningkatan berat badan atau penurunan , mual dan muntah
2. Eliminasi
Biasanya proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup, oliguria.       
3. Aktivitas
Biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan berat badan atau
penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-.
4. Istirahat dan Kenyamanan
Biasanya klien sulit tidur dan gelisah akibat nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit
kepala, ikterus, gangguan penglihatan.
5. Psiko sosial spiritual
Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu
kesiapan moril untuk menghadapi resikonya
4. Pemeriksaan Fisik
1. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otak
2. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
3. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
4. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
5. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM ( jika
refleks + )
5. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit
menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml
 USG ; untuk mengetahui keadaan janin
 NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak output
sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  penimbunan cairan pada paru: oedem
paru.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder
terhadap penurunan kardiak output.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: penumpukkan ion Hidrogen

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak output
sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan elama 1x24 jam diharapkan perfusi
jaringan serebral klien adekuat
Intervensi :
a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH
b) Catat tingkat kesadaran pasien
R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak
c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan
nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang
d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi uterus
R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan
terjadinya persalinan
e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi
R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru: oedem
paru.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pertukaran gas adekuat.

Intervensi:

a) Auskultasi bunyi jantung dan paru


R/: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b) Kaji adanya hipertensi
R/ : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R/: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R/: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder
terhadap penurunan cardiac output.
Tujuan:  setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi
kelebihan volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan haluaran urin tepat
dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda
vital dalam batas normal, tak ada edema.

Intervensi:

a) Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.


R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk
mengeluarkan urin, b) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati
hipovolemia/hipotensi atau perubahan fase oliguria gagal ginjal dan perubahan
pada sisten renin-angiotensin.
b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan
resiko kelebihan cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
c) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada skala
+1 sampai +4).
R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh
tangan, kaki, area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan
sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda
perpindahan cairan ini karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi
cairan walaupun minimal.
d) Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.
R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis,
ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia.
e) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin
urin, natrium serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.
R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.
f) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.
R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan
elektrolit, asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam diharapkan klien
menunjukkan toleransi aktivitas.

Intervensi :

a) Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung


sesuai keperluan.
R/: Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan
untuk penyembuihan.
b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.
R/: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area
tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
c) Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi
R/: Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
d) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang jarak sendi
pasif /aktif.
R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena
keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
klien berkurang.

Intervensi :

a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien


R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat menentukan
tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap nyerinya
b) Jelaskan penyebab nyerinya
R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif
c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi pembuluh
darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan terpenuhi.
d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
R/: untuk mengalihkan perhatian pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Hipokartes

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Vol.2
Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai