Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN ANAK


INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
PUSKESMAS SIKUMANA KOTA KUPANG

OLEH:
BERNADETA A. ANCIS
649 02821

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG

2022
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT
INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

1.1 Pengertian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran
pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan
berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung
pada patogen, penyebabnya faktor lingkungan dan faktor pejamu
(Masriadi, 2017).
ISPA yang terjadi pada saluran pernapasan atas sering ditemui sebagai
common cold, influenza, sinusitis, tonsillitis, bahkan dapat meluas hingga
menyebabkan otitis media. Sementara ISPA yang menyerang saluran
pernapasan bawah adalah bronchitis dan pneumonia (Saputri, 2016).
Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2 ISPA) membagi
penyakit ISPA dalam beberapa klasifikasi yaitu :
1. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat
2. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada ke dalam
3. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk, pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada ke
dalam, tanpa napas cepat

1.2 Etiologi
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri,
virus, dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus,
sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
mycloplasma.
Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovirus, koronavirus,
adenavirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsial pernapasan. Virus
yang ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh
penderita adalah virus influenza, virus sinsial dan rinovirus (Sinuraya,
2017).
1.3 Manifestasi Klinis
a. Gejala dari ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
3. Pilek (mengeluarkan lender atau ingus dari hidung)
4. Demam (suhu badan lebih dari 37oC atau jika dahi anak diraba
b. Gejala dari ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1. Pernapasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur
kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak
yang berumur satu tahun atau lebih
2. Suhu lebih dari 39oC
3. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
4. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari telinga
5. Pernapasan berbunyi seperti mengorok
6. Pernapasan berbunyi menciut-ciut
c. Gejala dari ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai
gejalagejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih
gejalagejala sebagai berikut : 1. Bibir atau kulit membiru
2. Lubang hidung kembang kempis dengan cukup lebar pada saat
bernapas
3. Kesadaran menurun
4. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah 5.
Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
1.4 Patofisiologi
Banyak virus yang dapat menyebabkan salesma atau batuk pilek yang
merupakan bagian dari gejala ISPA. Virus yang masuk ke tubuh dan
menginfiltrasi saluran nafas di hidung sampai tenggorokan akan memicu
rangkaian reaksi sistem imun (pertahanan tubuh) dan bermanifestasi
sebagai gejala-gejala yang dialami (batuk, pilek, demam dan lainnya).
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkus dilapisi oleh membrane
mukosa bersilia (rambut-rambut halus). Udara yang masuk melalui rongga
hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar
dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel
debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia
mendorong lapisan mukosa ke posterior/belakang ke rongga hidung dank e
arah superior/atau atas menuju faring.
Secara umum, efek pencemaran udara terdapat saluran pernapasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernapasan akibat
iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lender akan meningkat sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernapasan dan rusaknya sel
pembunuh bakteri di saluran pernapasan. Akibat dari hal tersebut akan
menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri
lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, hal ini akan
memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan.
1.5 Pathway (terlampir)

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan darah di laboratorium
2. Pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium
3. CT-scan atau X-ray untuk menilai kondisi paru-paru

1.7 Diagnosa Banding


a. Bronkopneumonia
b. Bronkitis
1.8 Komplikasi
1. Otitis Media Akut (OMA)
2. Mastoiditis
3. Gagal nafas
4. Kematian
Dalam penelitian Fakhri, M. I. et al, 2019 bahwa kondisi anak yang lemah,
menyebabkan proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko
ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi
menyebabkan kecacatan seperti otitis media akut (OMA) dan mastoiditis.
Untuk terjadinya OMA, bakteri yang berkolonisasi di nasofaring harus
memasuki telinga tengah melalui tuba eustachii. Dalam keadaan normal,
bakteri dicegah memasuki telinga tengah oleh epitel bersilia yang melapisi
tuba eustachii. ISPA merusak sistem mukosiler dan mengganggu
pertahanan mekanik primer telinga dari invasi bakteri. Disfungsi tuba
eustachii juga pada akhirnya dapat menurunkan tekanan di dalam telinga
tengah, yang mendorong mukus, sekresi nasofaring dan bakteri ke dalam
telinga tengah. Hal ini membuat kondisi ideal terhadap superinfeksi
bakteri.

1.9 Penatalaksanaan
Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan pengendalian
ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi
sesuai kondisi Indonesia.
Tabel 1. Tatalaksana Penderita Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur <2
Bulan
Umur kurang dari 2 bulan
Tanda :
a. Tarikan dinding dada bagian a. bawah Tidak ada TDDK
ke dalam yang kuat b. Tidak ada napas cepat,
(TDDK) frekuensi napas kurang dari
b. Adanya napas cepat 60 kali/menit atau 60 kali/menit
lebih
Klasifikasi pneumonia berat Batuk bukan pneumonia
Tindakan :
a. Rujuk segera ke untuk tetap
rumah sakit memberikan ASI
b. Beri 1 dosis
a. Nasihati Ibu untuk tindakan
antibiotic – Obati
perawatan di rumah/menjaga bagi
demam, jika ada
tetap hangat
c. Obati whezzing,
b. Member ASI lebih sering
jika ada –
c. Membersihkan lubang hidung jika
Anjurkan Ibunya
mengganggu

d. Anjurkan Ibu untuk kontrol kembali jika pernapasan menjadi cepat


atau sukar, kesulitan minum ASI dan sakitnya bertambah parah

Sumber : Kemenkes RI, 2011

Setelah penderita ISPA Balita ditemukan dilakukan tatalaksana sebagai


berikut :
1. Pengobatan dengan menggunakan antibiotic : kontrimoksazol,
amoksilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti
parasetamol, salbutamol
2. Tindakan lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2
hari setelah mendapat antibiotic di fasilitas pelayanan kesehatan
3. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat berat
Tabel 2. Tatalaksana Anak Batuk atau Kesukaran Bernapas Umur 2 Bulan
sampai 5 Tahun
Umur 2 Bulan sampai < 5 Tahun
Tanda :
Tarikan dinding dada a. Tidak ada tarikan a. Tidak ada
tarikan dinding
bagian bawah ke dinding dada
dada bagian
dalam bagian bawah ke dalam bawah ke dalam
Ada napas cepat: b. Tidak ada napas
cepat
b. 2 bl
< 15 bl : > 50
kali/menit 12 blb
c. < 5 tahun : > 40
kali/menit
d.

Klasifikasi pneumonia Pneumonia Batuk bukan


berat pneumonia

Klasifikasi Pneumonia Batuk bukan


pneumonia berat pneumonia

Tindakan :
a. Rujuk segera ke a. Nasihati Ibunya a. Bila batul > 3
Rumah Sakit untuk tindakan minggu, rujuk
b. Beri 1 dosis perawatan di b. Nasihati Ibunya
antibiotic rumah – Beri antibiotic untuk tindakan
c. Obati demam, jika ada selama perawatan di
d. Obati whezzing, 3 hari rumah
b.
Anjurkan Ibu c. Obati demam,
jika ada
untuk kontrol 2 hari jika ada
atau lebih d. Obati whezzing,
jika ada
cepat bila keadaan
anak memburuk
Obati demam,
c.
jika ada
Obati whezzing,
d.
jika ada

Periksa dalam 2 hari anak yang diberi antibiotic


Tanda memburuk : Tanda tetap sama Membaik :
a. Tak dapat minum a. Napasnya
b. Ada TDDK Tindakan : melambat
c. Ada tanda bahaya Ganti antibiotic atau b. Panasnya turun
rujuk
c. Nafsu
Tindakan : makan
Rujuk segera ke membaik
Rumah Sakit

Tindakan :
Teruskan antibiotic
sampai 3 hari
Sumber : Kemenkes RI, 2011

1.10 Konsep Keperawatan


1.1.1 Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita memiliki keluhan berupa batuk
ringan, flu, bersin, bisa juga terjadi konjungtiva merah dan
mata berair.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala,
badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit
ini.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pada saat dikaji, apakah keluarga memiliki riwayat sakit yang
sama seperti klien.
f. Riwayat sosial
Bagaimana lingkungan klien pada tempat tinggal dan
kepadatan penduduknya.
g. Pola aktivitas sehari-hari :
1. Nutrisi
Pada common cold ditemukan riwayat kebiasaan konsumsi
makanan instant/snack seperti chiki, permen, dll. Dari
makanan tersebut dapat menyebabkan mual, muntah
sampai anoreksia
2. Aktivitas
Pada common cold anak lemas dan malas beraktivitas
3. Istirahat
Terjadi sumbatan nafas yang menyebabkan nafas pendek,
dangkal dan cepat sehingga istirahat malam terganggu

h. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Bagaimana keadaan klien pada saat dikaji, apa yang
dirasakan klien.
b. Tanda vital
Bagaimana hasil pemeriksaan suhu, nadi, pernapasan dan
tekanan darah klien.
c. Kepala
Tidak ada haematoma, tidak ada benjolan
d. Wajah
Tidak pucat
e. Mata
Simetris, conjungtiva tidak anemis, sclera tidak uterus
f. Hidung
Terdapat secret cair dan jernih
g. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar thyroid
h. Telinga
Bersih tidak ada seramen
i. Thorax
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernafasan, apakah ada whezzing, apakah ada gangguan
dalam pernafasan.
Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian sistem
pernafasan
1. Inspeksi
a. Membrane mukosa-faring tampak kemerahan
b. Tonsil tampak kemerahan dan edema
c. Tampak batuk tidak efektif
d. Tidak ada jaringan parut
e. Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan, pernafasan cuping hidung

2. Palpasi
a. Adanya demam
b. Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada
daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe sevikalis
c. Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar thyroid
3. Perkusi
a. Suara paru normal (resonance)
4. Auskultasi
a. Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada
kedua sisi paru
j. Abdomen
Bising usus normal, tidak ada nyeri tekan, turgor baik.
k. Integumen
Kaji warna kulit, intregitas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah
kulit teraba panas.

l. Ekstremitas atas
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri
otot serta kelainan bentuk.

1.1.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan Strandar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2017)
didapatkan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Hipertermia
3. Pola nafas tidak efektif
4. Intoleransi aktivitas
5. Resiko infeksi
1.1.3 Perencanaan

STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI) INDONESIA (SDKI)

Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Latihan batuk efektif (1.01006) efektif
berhubungan 1×24 jam, masalah teratasi Tindakan : dengan proses infeksi Kriteria hasil : O :
D.0001 Bersihan jalan nafas (L.01001) - Identifikasi kemampuan batuk
Indikator SA ST - M
Batuk efektif 2 4 onitor
Produksi sputum 2 4 adanya
Sulit bicara 2 4 retensi
sputum T :
- Atur posisi semi fowler/fowler - Buang secret pada tempat sputum
Keterangan : E:
1 = menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2 = cukup menurun - Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung 3 = sedang selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian 4 = cukup meningkat keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
5 = meningkat selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3
kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ke-3 K :
- Kolaborasi pemberian
mukolitis/ekspektoran, jika perlu
Hipertermia berhubungan Termoregulasi membaik dengan kriteria hasil : Manajemen hipertermia
dengan proses penyakit Termoregulasi Tindakan :
a. Menggigil menurun O:
b. Kulit merah menurun - Identifikasi penyebab hipertermia
c. Pucat menurun - Monitor suhu tubuh T :
d. Suhu tubuh membaik - Berikan cairan oral
e. Suhu kulit membaik - Longgarkan atau lepaskan pakaian
f. Tekanan darah membaik - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Lakukan pendinginan eksternal (kompres)

E:
- Anjurkan tirah baring K :
- Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit
berhubungan
Pola nafas tidak efektif
dengan Pola nafas membaik dengan kriteria hasil : menurun Pemantauan Respirasi Tindakan
hambatan nafas Pola Nafas :
(kelemahan otot
pernafasan, upaya saat a. Dispneu menurun O:
bernafas) b. Penggunaan otot bantu nafas - Monitor adanya sumbatan jalan napas
nyeri pernafasan cuping hidung menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
c. Frekuensi nafas membaik - Auskultasi bunyi napas
d. Kedalaman nafas membaik - Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD, monitor hasil x-ray toraks T :
Tingkat Keletihan - Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
a. Mengi menurun pasien
b. Gelisah menurun - Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Frekuensi nafas menurun E:
d. Pola nafas membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Resiko infeksi Resiko infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil : Pencegahan infeksi (1.04539)
Integritas kulit dan jaringan (L.14125) Tindakan :
O: Indikator S.A S.T

Nyeri 2 4
Kemerahan 2 4
Kerusakan jaringan 2 4
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik T :

Keterangan : - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan

1 = menurun pasien dan lingkungan pasien

E:
2 = cukup menurun
3 = sedang - Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar

4 = cukup meningkat - Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka

5 = meningkat operasi
C:
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2004. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta :


Depkes RI
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Dirjen Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan. Jakarta :
Depkes RI
Fakhri, M. I. et al. (2019). Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Atas dengan
Otitis Media Akut Pada Balita di Puskesmas Mangunreja Kabupaten
Tasikmalaya. Prosiding Pendidikan Dokter, 508-517.
Masriadi, H. 2017. Epidemiologi Penyakit Menular. Depok: Rajawali Pers, Hal:
346 – 353
Saputri, I. W. 2016. Analisis Spasial Faktor Lingkungan Penyakit ISPA
Pneumonia Pada Balita Di Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Tersedia
dalam http://repository.uinjkt.ac.id. Diakses tanggal 19 Juli 2021
Sinuraya, L. D. 2017. Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada
Balita Di Desa Singgamanik Kecamatan Munte Kabupaten Karo Tahun
2017. Tersedia dalam http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id. Diakses
tanggal 19 Juli 2021
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai