Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH DURASI SCREEN-TIME PADA MASA TUMBUH

KEMBANG ANAK

Karya Ilmiah Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Mata


Pelajaran Bahasa Indonesia

Disusun Oleh :

Nama :Diani Tri Nugraheni

Kelas:XI IPS 2

Nomor Absen: 8

SMA NEGERI 60 JAKARTA

Jl. Kemang Timur No. 6, Mampag Prapatan,Jakaarta Selatan, Dki


Jakarta, Indonesia

2022
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH PENINGKATAN SCREEN TIME PADA MASA TUMBUH


KEMBANG ANAK

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Sebagai Syarat Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Oleh :

Diani Tri Nugraheni

XI IPS 2

Disetujui Oleh :
ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah adanya


peningkatan intensitas pemakaian perangkat elektronik oleh anak khususnya anak
yang masih dalam tahap tumbuh kembang. Bagaimana pola peningkatan yang
terjadi, apa saja yang mempengaruhi peningkatan tersebut, dan juga dampak bagi
tumbuh kembang anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif-naratif
untuk memaparkan banyaknya screen time dalam kehidupan anak usia dini dalam
sehari hari khususnya anak yang masih dalam masa tumbuh kembang di masa
pandemic Covid-19 ini. Screen time dapaat diartikan sebagai waktu atau lamanya
waktu yang dihabiskan oleh anak di depan layar atau alat elektronnik, yang bisa
berupa smartphone, televisi ,laptop, tablet dan media digital lainnya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa sekiranya ada 6 faktor yang
mempengaruhi cara, intensitas, dan juga jangka waktu anak usia pertumbuhan
dalam menggunakan perangkat elektronik digital.

Hasil menunujukan bahwa peningkatan intensitas dan jangka penggunaan


terjadi ketika orang tua dari anak tersebut masih lalai dan belum disiplin dalam
memberi batasan pada penggunaan alat elektronik digital baik untuk hiburan,
kepentingan sekolah, maupun sebagai distraksi ketika anak mengalami tantrum.
Perangkat elektronik digital dapat menyebabkan dampak positif maupun negative
bagi tumbuh kembang pada anak

Kata Kunci : Screen time, Perangkat Digital, Tumbuh Kembang anak, pola Asuh
MOTTO

‘’God Feeds Every Single Bird. But Does Not Put It Right In Its
Nest.’’

(Mark Lee)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah
SWT. Karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah penulis daapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ‘’Pengaruh Durasi Screen-Time
pada Masa Tumbuh Kembang Anak’’ dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dilakukan sebagai syarat memenuhi
tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari baerbagai


pihak, akan sangar sulit untuk menyelesaikan tugas karya ilimiah ini. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada :

1. Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi nikmat
sehat, nikmat iman, serta limpahan rahmat dan hidayah-Nya.
2. Ibu Maulidah S.Pd selaku guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 60 Jakarta
3. Dewan guru yangtelah mendidik dan mengajar penulis di SMA Negeri 60
Jakarta
4. Keluarga besar yang banyak memberi dukungan baik secara moral dan
meteril, memberi bantuan, dan mendengarkan segala kluh kesah dan
kesulitan penulis dalam tahap pembuatan karya ilmiah
5. Serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun tidak
mengurangi rasa terima kasih saya.

Penulis menyadari bahwa dalam karya tulis ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan juga kesalahan dalam proses penulisannya. Oleh karena itu, kritk
dan saran yang sifatnya membangun akan sangat diharapkan demi
menyempurnakan karya penulis kedepannya. Demikian karya tulis ilmiah ini
disusun. Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat membawa manfaat
dan juga dampak positif bagi pembaca dan pihak-pihak lainnya.

Jakarta, 5 Februari 2022

Penulis
Diani Tri Nugraheni
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada akhir tahun 2019, tepatnya di bulan Desember. Muncul


sebuah wabah di kota Wuhan, Cina. Wabah penyakit tersebut diberi
nama Coronavirus (COVID-19). Tak lama setelah penyakit itu
muncul di kota Wuhan, penyakit tersebut mulai tersebar ke seluruh
wilayah di Negara Cina, lalu menyebar ke seluruh wilayah di dunia,
termasuk di Indonesia. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo
melalui konferensi pers di istana Bogor, hari Minggu tepatnya pada
tanggal 15 Maret 2020 menyatakan bahwa wabah COVID-19 telah
masuk dan menyebar di beberapa wilayah di Indonesia, oleh karena
itu beliau menginstruksikan untuk melakukan segala aktivitas yang
biasanya dilakukan di luar rumah dan secara berkerumun, menjadi
dilakukan dari dalam rumah untuk memperlambat laju penyebaran
virus COVID-19. Kebijakan tersebut utamanya adalah ditunjukan
untuk aktivitas bekerja, belajar dan beribadah yang sekiranya akan
menciptakan kerumunan.
Instruksi Presiden Joko Widodo tersebut langsung ditindak
lanjuti oleh beberapa kementerian yang sekiranya ikut andil dalam
tahap penyesuaian atas berubahnya kebiasaan beraktifitas sehari-hari
masyarakat umum. Salah satunya adalah Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan, yang merupakan kementerian yang mengurus serta
bertanggungjawab atas jalannya kegiatan belajar dan mengajar di
Indonesia. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim
menyatakan dukungan dan menindak lanjuti instruksi tersebut dengan
meliburkan sekolah-sekolah yang ada di Indonesia dengan tujuan
untuk menjaga keselamatan,keamanan, serta kesehhatan para peserta
didik dan juga tenaga pengajar di Indonesia atas penyebaran virus
COVID-19.
Keputusan serta kebijakan ini, ditujukan dan
diimplementasikan untuk semua jenjang pendidikan yang ada di
Indonesia. Yang artinya mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD)
hingga perguruan tinggi diliburkan. Oleh karena itu diharapkan
selama kebijakan ini berlangsung, diharapkan anggota keluarga yang
ada di rumah mendukung serta memberi akses agar proses belajar –
mengajar yang diadakan dari rumah tetap berjalan dengan kondusif
dan semaksimal mungkin.
Bagi anak usia dini, peran orang tua lah yang menjadi kunci
utama dalam berjalannya kebiasaan baru ini. Orang tua diharapkan
mengambil peran yang selama ini dijalankan oleh para guru pengajar
di sekolah. Orang tua dianggap sebagai orang yang memiliki peran
besar dalam membantu anak belajar dan menjalankan aktivitas dari
rumahnya secara produktif dan juga kondusif. Oleh karena itu, orang
tua memiliki kendali penuh atas pengawasan tumbuh kembang anak-
annaknya. Mulai dari memberi stimulus dari aspek kognitif,
social,moral,agama,emosional,bahasa, hingga fisik dan motorik anak
Untuk itu, interaksi antar anak adan orang tua adalah factor
yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak untuk jangka yang
panjang dan juga secara keseluruhan. Dalam saat yang bersamaan,
perubahan pola aktivitas dari yang tadinya anak banyak berinteraksi
langsung dengan dunia luar dan lingkungannya, harus berubah
menjadi terbatas dan hanya berlangsung di rumah saja. Dalam hal ini,
teknologi merupakan pilihan yang mau tidak mau harus diambil agar
proses belajar dan mengajar anak tetap berjalan. Penggunaan layar
(screen-time) oleh orang tua dan anak secara tidak sadar dapat
mengurangi waktu yang biasanya dihabiskan untuk berinteraksi
secara langsung. Untuk itu, kehadiran perangkat elektronik digital di
dalam kehidupan anak dan orang tua yang baik mau ataupun tidak
bertambah menjadi tantangan baru bagi orang tua dalam pola
mengasuh anak.
Karena pastinya orang tua memiliki kepentingan lain yang
harus diselesaikan dan dikerjakan selain mengurus anak. Perangkat
elektronik digital menjadi solusi andalan bagi para orang tua yang
masih harus mengurus pekerjaan diluar mengasuh anak,a atau ketika
mereka mulai jenuh dalam menghadapi tingkah laku anak yang sering
kali menguji kesabaran. Biasanya apabila anak diberi alat perangkat
digital, mereka lebih mudah dikontrol dan cenderung lebih tenang.
Bahkan dalam survey yang dilakukan oleh V.J Rideout pada tahun
2013, menyebutkan bahwa sekiranya ada 44% orang tua yang
menyebut dirinya ‘’sering’’ atau “ kadang” mengizinkan anak-anak
mereka untuk menggunakan perangkat elektronik digital sementara
mereka mengerjakan tugas lain diluar mengurus anak. Bahkan ada
survey lain yang menemukan bahwa intensitas interasi anak-anak
terhadap media berkolerasi sedang dengan kebutuhan orang tua untuk
menyelesaikan pekerjaan (Cingel & Kremar, 2013)
Menurut anak, khususnya mereka yang masih berusia dini,
perangkat digital memiliki peran yang cukup penting dalam
keseharian mereka. Baik untuk bermain games, menggunakan
aplikasi di dalam perangkat maupun menonton video dari berbagai
platform di internet. Sejak lama, peneliti telah mengutarakan
pendapatnya mengenai bagaimana anak-anak usia dini menghabiskan
banyak waktu mereka memiliki pengaruh yang cukup besar
khususnya pada perkembangan keterampilan, berhubungan, sikap dan
juga pola berperilaku mereka dalam kesehariannya
(Huston,Wright,Marquis & Green , 1999)
Selain alasan-alasan yang telah disebutkan, tumpuan orang tua
dalam pemberian perangkat digital pada anak adalah, agar anak dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan tekonologi dan juga
sekaligus sebagai media bermain dan juga belajar. Banyak dari orang
tua, pendidik, bahkan peneliti menyadari bahwa sekarang ini, cara
belajar anak sudah mulai berubah dan berkembang. Perangkat digital
dapat memberi peluang yang besar dan juga canggih, bahkan bagi
mereka yang usianya masih tergolong dini. Perangkat digital
dianggap sebagai perangkat yang sangat interaktif dan mudah
dioperasikan oleh anak-anak walaupun dengan keterampilan motorik
mereka yang terbatas (Chiong &Shuler, 2010)
Anak dengan usia yang masih tergolong dini, memiliki
peluang untuk belajar serta mencerna informasi dan pengetahuan
dengan gaya abad ke 21,dimana teknolgi meresap ke dalam kesearian
mereka. Anak usia dini dapat belajar secara informal, hanya dengan
menggunakan perangkat digital saja. Maka, jangan heran ketika
(CommonSensemmMedia,2013) merilis laporan bahwa paling sedikit
anak usia dibawah 8 tahun menghabiskan sekiranya 2 jam untuk
berada di depan layar. Seiringan dengan berjalannya produksi masal
smartphone yang harganya sudah mulai terjangkau, banyak orang tua
yang secara suka rela membelikan perangkat digital khusus untuk
anak mereka. Bahkan pada tahun 2011 hingga 2013, penggunaan
perangkat digital seluler meningkat oleh penggunaan anak dibawah
umur meningkat 10% dalam kurun waktu 2 tahun. Bahkan untuk
anak berusia 2-4 tahun meningkat sebanyak 39% menjadi 80%.
Berdasarkan riset yang di jalankan oleh (V.J.Rideout,2013) dan
dikuatkan dengan hasil peneliti lain yaitu Cristia & Seidl,2015 di
Perancis, setidaknya 20% bayi diasuh dengan bantuan perangkat
digital setiap harinya.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, dapat


disimpulkan bahwa identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Berapakah banyaknya rata-rata screen-time yang dilakukan pada
anak di usia tumbuh kembang? Dan apakah terjadi peningkatan
durasi pada pandemi COVID-19 ini?
2. Apakah cara orang tua dalam membatasi penggunaan perangkat
digital berpengaruh terhadap screen-time anaknya?
3. Apakah sebenarnya yang dilakukan anak ketika mengunakan
perangkat digital?
4. Apakah penggunaan screen-time berlebih dapat mempengaruhi
tumbuh kembang tiap anak?

C. Rumusan Masalah
Serta dapat ditarik kesimpulan bahwa rumusan masalah dari karya
tulis ilmiah ini adalah :
1. Apa pengaruh meningkatnya durasi screen-time pada anak yang
masih berada dalam usia pertumbuhan?

D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya kenaikan screen-time
pada anak usia pertumbuhan khususnya di masa pandemi
COVID-19.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan peningkatan
naiknya screen-time pada anak usia pertumbuhan.
3. Untuk mengetahui cara parenting yang cocok untuk mengontrol
screen-time pada anak usia pertumbuhan.
4. Untuk mengetahui akibat dari tingginya screen-time dan budaya
pemberian perangkat digital pada anak di usia pertumbuhan.
E. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini ditulis dengan terdiri dari empat bab, dan setiap bab
terdiri dari sub-sub bab dengan sistematike penulisan sebagai
berikut :
1. Bab pertama, pendahuluan. Merupakan penguraian mengenai
latar belakang masalah,identifikasi masalah,rumusan masalah,
serta tujuan penelitian dan sistematika penulisan dalam karya tulis
ilmiah ini.
2. Bab kedua, landasan teori.yaitu berisi tentang kajian teori yang
digunakan sebagai bahan untuk menganalisa objek penelitian dan
juga terdapat teori yang relevan yang digunakan penulis untuk
menganalisa objek penelitian, dan juga terdapat kerangka berpikir
atau kerangka koseptual. Pada bagian kerangka berpikir, peneliti
merangkai semua teori yang digunakan menjadi satu pola pikir
yang berfokus pada objek dan masalah penelitian.
3. Bab ketiga, hasil dan pembahasan. Berisi tentang deskripsi objek
dan permasalahan penelitian, gambaran umum penelitian, analisis
data penelitian, serta pembahasan dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
4. Bab keempat, penutup. Merupakan bab yang berisi tentang
kesimpulan penelitian yang telah dilakukan berdasarkan analisis
data tertentu, serta ada pula saran yang ditunjukan kepada pihak
orang tua ataupun pihak lain yang terkait dan tertarik dengan
penelitian dan berencana untuk melakukan penelitian lanjutan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Konsep Dasar Tumbuh Kembang anak
a. Definisi
Tumbuh kembang merupakan manifestasi atau istilah
yang cukup kompleks, mulai dari perubahan
morfologi,biokimia, dan fisiologi yang terjadi sejak manusia
lahir, hingga tumbuh dewasa.
1. Pertumbuhan (growth) merupakan perubahan yang
bersifat kuantitatif, yaitu bertambahya jumlah,ukura,
dimensi pada sel,organ maupun individu. Seseorang
tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan
juga ukuran dan struktur organ-organ yang ada di
dalam tubuh, bahkan otak sekalupun
2. Perekembangan (development) adalah pertambahan
yang bersifat kuantitatif dankualitatif. Perkembangan
adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan
hasil proses pematangan/maturitas. Perkembangan
juga menyangkut berkebang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk
juga perkembangan kognitif,motoric, emosi, serta
perilaku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Perkembangan merupakan progresif, terarah, serta
terpadu. Progresif yaitu perubahan yang terjadi
mempunyai arah tertentu dan cenderung maju ke
depan, tidak mundur ke belakang. Terarah dan terpadu
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang pasti
antara yang terjadi saat ini, sebelumnya, dan juga
berikutnya.

b. Ciri-Ciri Tumbuh Kembang Anak

Menurut Hurlock EB dalam Soetjiningsih (2016), tumbuh


kembang anak memiliki beberapa ciri yaitu :
1. Perkembangan melibatkan perubahan (Development
involves change)
2. Perkembangan awal lebih kritis daripada
perkembangan lanjutannya ( Early development more
critical than later development)
3. Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses
belajar (Development is the product of maturation and
learning).
4. Pola perkembangan dapat diramalkan (The
Developmental patern is predictable)
5. Pola perkebangan mempunyai karakteristik yang dapat
diramalkan ( the developmental pattern has
predictable characteristic)
6. Terdapat perbedaan individu dalam suatu
perkembangan (there is individual defferences the
development)
7. Terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan
(there are periods in the development pattern)
8. Terdapat harapan social untuk setiap periode
perkembangan (there are social expectation for every
developmental period)
9. Setiap area perkembangan mempunyai potensi resiko
tinggi (Every area of developments has potensial
hazards)

c. Tujuan Ilmu Tumbuh Kembang

Tujuan umum ilmu tumbuh kembang adalah :

1. Memahami pola normal tumbuh kembang khususnya


pada anak.
2. Memahami faktor yang berhubungan dengann tumbuh
kembang anak.
3. Melakukan upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan
tumbuh kembang,fisik,mental,kognitif,serta social-
emosional.
4. Melakukan deteksi dini terhadap kelainan tumbuh
kembang anak dengan cepat dengan melakukan
skrining rutin serta melakukan assasment untuk
mengeetahui diagnosis dan mencari penyebab.
5. Melakukan tata laksana yang komperhensif terhadap
masalah-masalah yang terkait dengan tumbuh

d. Tahapan Tumbuh Kembang Manusia

1. Masa perinatal mulai dari konsepsi sampai lahir. Pada


masa ini terjadi tumbuh kembang yang sangat pesat. Sel
telur yang dibuahi mengalami deferensiasi yang
berlangsung cepat hingga terbentuk organ-organ tubuh
yang berfungsi sesuai dengan tugasnya. Yaitu hanya
memerlukan waktu 9 bulan di dalam kandungan. Masa
kambrio berlangsung sejak konsepsi sampai umur 8
minggu atau 12 minggu. Pada fase ini terbentuk organ
yang sangat peka terhadap lingkungan. Pada masa fetus
ini terjadi percepatan pertumbuhan , pembentukan jasad
manusia yang sempurna, dan organ-organ tubuh yang
mulai berfungsi. Sedangkan pada masa fetus lanjut,
pertumbuhan berlangsung makin pesat dan berkembang
fungsi organ-organ tubuh.
2. Pada masa neonatal, terjadi adaptasi lingkungan dari
kehidupan intrauteri ke kehidupan ektrauteri dan terjadi
perubahan siklus darah. Organ-organ tubuh mulai
berfungsi sesuai dengan tugasnya di dalam kehidupan
ektrauteri. Pada masa 7 hari pertama, bayi harus
mendapatkan perhatian khusus karena angka kematian
bayi pada masa ini cukup tinggi.
3. Pada masa bayi dan anak dini, pertumbuhan anak cukup
pesat walaupun kecepatan telah mengalami deselarasi dan
proses maturasi yang berlangsung, terutama system saraf.
4. Pada masa anak prasekolah, kecepatan pertumbuhan
lambat dan berlangsung stabil (plateau) pada masa ini
terdapat kecepatan perkembangan motoric dan fungsi
eksresi. Aktifitas fisik bertambah serta keterampilan dan
proses fikir meningkat.
5. Pada masa praremaja, anak perempuan 2 tahun lebih cepat
memasuki masa remaja bila dibandingkan dengan anak
laki-laki. Masa ini merupakan transisi dari masa anak ke
dewasa, pada masa ini terjadi pacu tumbuh berat badan,
tinggi badan dan juga pertumbuhan pesat pada alat
kelamin dan timbul tanda-tanda seks sekunder.
e. Kebutuhan Dasar Anak pada Masa Pertumbuhan

Menurut Titi (1993) dan Soetjiningsih (2016) kebutuhan dasar


anak untuk tumbuh kembang secara umum dibagi menjadi 3,
yaitu :
1. Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh)
Kebutuhan ini meliputi pangan/gizi (kebutuhan
terpenting), perawatan kesehatan dasar (imunisasi,
pemberian ASI, penimbangan anak yang teratur,
pengobatan jika sakit), papan/ rumah yang layak,
kebersihan perorangan, sanitasi lingkungan, sandang,
kebugaran jasmani, rekreasi, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan emosi/kasih sayang (Asih)
Pada tahun pertama kehidupan, hubungan penuh kasih
sayang, erat, mesra, dan selaras antar ibu/pengasuh dan
anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh
kembang yang optimal, baik fisik, mental, maupun
spikososial. Peran dan kehadiran ibu/pengasuh sedini dan
se langgeng mungkin akan menjalin rasa aman bagi bayi.
Hubungan ini dapat diwujudkan dengan kontak fisik, dan
psikis sedini mungkin. Contohnya, menyusui bayi secepat
mungkin setelah lahir dan peran ayah yang memberi kasih
sayang dan menjaga keharmonisan keluarga juga
merupakan media yang baik untuk tumbuh kembang anak.
Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama
kehidupan mempunyai dampak yang negative pada
tumbuh kembang anak secara fisik, mental social emosi,
yang disebut syndrome deprivasi meternal. Kasih sayang
dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat dengann
kepercayaan dasar.
3. Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)
Stimulasi mentak merupakan asal dari proses belajar
(proses pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi
mental dapat merangsang mental spikososial kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian, moral-etika, dan produktivitas

f. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


Berikut adalah faktor-faktor yang dapat berpengaruh dalam
tumbuh kembang anak, yaitu :
1. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai
peran utama dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh
kembang anak. Melalui intruksi genetik yang terkandung
dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan.Pertumbuhan ditandai
dengan intensitas kecepatan pembelahan, derajat
sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas
dan berhentinya pertumbuhan tulang. Faktor genetik
antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal
dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan
tercapai tidaknya potensi genetik. Lingkungan yang baik
akan memungkinkan tercapainya potensi genetik,
sedangkan potensi yang tidak baik akan menghambatnya.
Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi :
a. Faktor lingkungan prenatal
Berhubungan dengan berbagai cirri pertumbuhan janin
selama dalam kandungan dan msalah-masalah yang
mungkin dapat terjadi, maka masa prenatal dibagi:
1) Masa embrionik/masa mudigah : sampai 8/12
minggu
2) Masa fetal/masa janin : 12 sampai dengan 40
minggu
a) Periode praviabel : sebelum 24/26 minggu
b) Periode viabel : dari 27/28 sampai dengan
40 minggu.
b. Faktor lingkungann perinatal
1. Afiksia
2. Trauma Lahir
3. Hipoglikemia
4. Hiperbilirubinemia
5. Bayi Berat Badan Rendah
6. Infeksi
c. Faktor Lingkungan Pascanatal
1. Gizi anak
2. Kesehatan anak
3. Imunisasi
4. Perumahan
5. Sanitasi Lingkungan
6. Stimulasi
7. Keluarga Berencana
8. Keluarga

2. Tumbuh dan Berkembang Anak Prasekolah

a. Pertumbuhan Anak Prasekolah

Tumbuh berati bertambah dalam ukuran.


Perkembangan anak tidak sama dengan pertumbuhannya. Bila
pertumbuhan menjelaskan perubahan dalam ukuran,
sedangkan perkembangan adalah perubahan dalam
kompleksitias dan fungsinya.

Apabila anak berinteraksi dengan lingkungan berate


sekaligus anak dipengaruhi dan mempengaruhi lingkunga.
Dengan demikian hubungan anak dengan lingkungan bersifat
timbal balik, baik yang bersifat perkembangan psikologi
maupun pertumbuhan dan perkembangan fisik. Perkembangan
kognitif dan social dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan
perkembangan hubungan antar sel otak (Dr.Soemiarti,2003)

Pada masa ini anak mengalami proses perubahan


dalam pola makan dimana anak pada umumnya mengalami
kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak sudah
menunjukan proses kemandirian dimana pada masa in adalah
masa perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan
perkembangan dan anak sudah mempersiapkan diri untuk
memasuki sekolah dan mulai tampak kemampuan anak belum
mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat
dan anak membutuhkan pengalaman belajar dengan
lingkungan dan orang tuanya. Sedangkan, perkembangan
psikososial anak sudah menunjukan adanya rasa inisiatif,
konsep diri yang positif serta mampu mengidentifikasi
identitas dirinya (Azis,2008)

b. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Anak Prasekolah

Anak yang berusia 1-5 tahun merupakan kelompok


yang rawan gizi dan rawan penyakit. Beberapa kondisi yang
menyebabkan usia ini rawan kesehatan antara lain sebagai
berikut :
1. Anak usia 1-5 tahun masih berada dalam masa transisi dari
makanan bayi ke makanan dewasa
2. Pada usia ini anak sudah mulai bermain di tanah dan sudah
bisa main di luar rumah sendiri, sehingga lebih terpapar
dengan lingkungan kotor dan kondisi yang memungkinkan
untuk terinfeksi dengan berbagai penyakit.
3. Anak sudah bisa mengurus dirinya sendiri, dan termasuk
dalam hal memilih makanan. Di pihak lain, ibunya sudah
tidak begitu memperhatikan makanan anaknya seperti di
masa usia sebelumnya, karena anak sudah dianggap bisa
memilih dan makan makanan sendiri (Meryana
Andriani,2012;205)

c. Ciri Tahapan Perkembangan Berdasarkann Aspek


Perkembangan Anak Prasekolah

Terdapat beberapa ciri tahapan perkembangan anak


prasekolah menurut Dr.Soemiarti (2003) yang antara lain
sebagai berikut :

1. Perkembangan Jasmani
Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah (3-6
tahun) ada ciri yang jelas berbeda antara anak usia bayi
dan anak prasekolah. Pada anak 64 prasekolah telah
tampak otot-otot tubuh yang berkembang dan
memungkinkan bagi mereka melakukan berbagai
ketrampilan.
Pada usia antara 4-5 tahun, biasanya mereka sudah
mampu membuat gambar, gambar orang. Pada usia 4
tahun anak-anak telah memiliki ketrampilan yang lebih
baik, mereka mampu melambungkan bola, melompat
dengan satu kaki, telah mampu menaiki tangga dengan
kaki yang berganti ganti.

2. Perkembangan Kognitif
Kognitif seringkali diartikan sebagai kecerdasan atau
berfikir. Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai
berfikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku –
tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh
pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan
pengetahuan. Perkembangan kognitif dinyatakan dengan
pertumbuhan kemampuan merancang, mengingat dan
mencari penyesalan masalah yang dihadapi.
Walaupun pada umumnya usia anak prasekolah
dikaitkan dengan tahapan perkembangan dari Piaget,
yakni fase sensikmotorik (0-2 tahun), fase praoperasional
(3-6 tahun), kecepatan perkembangan anak bersifat
pribadi, tidak selalu sama untuk masing-masing anak.
3. Perkembangan Bahasa
Dalam proses tumbuh kembangnya, seorang anak akan
tumbuh dan berkembang bersama dengan produk bahasa
mereka yang akan meningkat dalam segi kuantitas,
keluasan dan kerumitannya. Dalam membicarakan 65
perkembangan bahasa terdapat 3 butir yang perlu
dibicaarakan, antara lain sebagai berikut.
a. Ada perbedaan antara bahasa dan kemampuan
berbicara. Bahasa biasanya dipahami sebagai sistem
tatabahasa yang rumit dan bersifat semantik,
sedangkan kemampuan bicara terdiri dari ungkapan
dalam bentuk kata-kata. Walaupun bahasa dan
kemampuan berbicara sangat dekat hubungannya,
keduanya berbeda
b. Terdapat dua daerah pertumbuhan bahasa yaitu bahasa
yang bersifat pengertian / reseptif (understanding) dan
pernyataan atau ekspresif (producing). Bahasa
pengertian (misalnya mendengarkan dan membaca)
menunjukkan kemampuan anak untuk memahami dan
berlaku terhadap komunikasi yang ditujukan kepada
anak tersebut. Bahasa ekspresif (bicara dan tulisan)
menunjukkan ciptaan bahasa yang dikomunikasikan
kepada orang lain.
c. Komunikasi diri atau bicara dalam hati, juga harus
dibalas. Anak akan berbicara dengan dirinya sendiri
apabila berkhayal, pada saat merencanakan
menyelesaikan masalah, dan menyerasikan gerakan
mereka

Anak prasekolah biasanya telah mampu


mengembangkan ketrampilan bicara melalui percakapan
yang dapat memikat orang lain. Sejak anak berusia dua
tahun anak memiliki minat yang kuat untuk menyebutkan
berbagai nama benda. Minat tersebut akan terus
berlangsung dan meningkat yang sekaligus akan
menambah perbendaharaan kata yang telah dimiliki. Anak
dapat 66 menggunakan bahasa dengan ungkapan yang
lain, misalnya : bermain peran, isyarat yang ekspresif, dan
melalui bentuk seni (misalnya menggambar). Ungkapan
tersebut dapat merupakan petunjuk bagaimana anak
memandang dunia dalam kaitan dirinya kepada orang lain.

4. Perkembangan Emosi dan Sosial


Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek
perkembangan anak. Setiap anak mempunyai emosi rasa
senang, marah, jengkel dalam menghadapi lingkungannya
sehari-hari. Pada tahapan ini emosi anak prasekolah lebih
rinci, bernuansa atau disebut teridentifikasi. Masing-
masing anak menunjukkan ekspresi yang berbeda sesuai
dengan suasana hati dan dipengaruhi oleh pengalaman
yang diperoleh sepanjang perkembangannya. Tingkah
laku sosialisasi adalah sesuatu yang dipelajari, bukan
sekedar hasil dari kematangan.

3. Konsep Dukungan Sosial Keluarga

a. Definisi

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang


bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang
dapat dipercaya, sehingga seorang akan tahu bahwa ada orang
lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya
(Cohen & Sme 1996:241)

Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses


hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial
(Friedmen, 1998:174). 67 Dukungan keluarga didefinisikan
oleh Gottieb (1983) dalam Zainudin (2002) yaitu informasi
verbal, sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek didalam
lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal yang
dapat memberi keuntungan emosional atau pengaruh pada
tingkah laku penerimanya.
Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga
menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan sebagai
kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan
dan adaptasi mereka dalam kehidupan.

b. Manfaat

Dukungan sosial keluarga dapat diperoleh individu


melalui ikatan sosial yang positif yaitu kepedulian orang-
orang yang dapat diandalkan, percaya, menghargai serta
mencintai seseorang ketika orang tersebut sedang menghadapi
masalah, Setiadi (2008). Manfaat dari dukungan sosial
keluarga terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial
yang adekuat terbukti berhubungan dengan mortalitias, lebih
mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan
emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial
keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress.

Dukungan keluarga merupakan suatu strategi


intervensi preventif yang paling baik dalam membantu
anggota keluarga mengakses dukungan sosial yang belum
digali untuk suatu strategi bantuan yang bertujuan untuk
meningkatkan dukungan keluarga yang adekuat. Dukungan
keluarga mengacu pada dukungan yang dipandang oleh
anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses untuk 68
keluarga misalnya dukungan bisa atau tidak digunakan, tapi
anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan
jika diperlukan (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi


dukungan sebagai koping keluarga, baik dukungan keluarga
yang eksternal maupun internal. Dukungan dari keluarga
bertujuan untuk membagi beban, juga memberi dukungan
informasional (Friedman, 2010).

c. Sumber-sumber

1. Keluarga
Keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam
hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling
mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan
menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat
bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-
keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan.

2. Teman – teman

Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena


dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama
mengalami suatu permasalahan. Menurut Santrock (2007) ada
dua sumber dukungan sosial antara lain:

a. Sumber dukungan sosial yang didapat secara informal


dapat diperoleh melalui dukungan guru, pelatih atau orang
dewasa signifikan lainnya.
b. Sumber dukungan sosial yang didapat secara formal dapat
diperoleh melalui orang tua (bapak ibu), saudara. Orang
tua menjad sumber utama dukungan sosial orang tua
karena orang tua yang pertama dikenal.
c. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang tua
sebagai sumber dukungan sosial yang dapat memberikan
bantuan, dorongan, sokongan, penerimaan dan perhatian
terhadap remaja yang terdiri dari dukungan emosional,
dukungan penghargaa, dukungan informasi/nasehat dan
dukungan instrumental yang dapat berbentuk verbal atau
non verbal yang menyebabkan efek tindakan atau
keuntungan emosional bagi penerimanya 71 2.3.5. Faktor-
faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

d. Faktor-faktor

Menurut stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi


dukungan sosial adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan Fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial.
Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan
papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan
fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat
dukungan sosial.
2. Kebutuhan Sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih
kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah
bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai
aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin
mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat.
Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan
penghargaan.

3. Kebutuhan Psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya
termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius,
tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain.
Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah
baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan
cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang
sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan
dicintai.

4. Konsep Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas


kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal
di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Sudiharto,
2007).

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari


suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan
anaknya (Suprajitno, 2004). Menurut Perry dan Potter (2005),
keluarga adalah sebagai unit yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-
anak mereka dan memperlihatkan pembagian kerja menurut jenis
kelamin.

a. Macam-macam Kelurga
Friedman (1998) dalam Suprajitno (2004) menyatakan bahwa
tipe-tipe keluarga dibagi atas :
1. Keluarga inti adalah keluarga yang sudah menikah, sebagai
orang tua, atau pemberi nafkah. Keluarga inti terdiri dari
suami istri dan anak mereka baik anak kandung ataupun
anak adopsi.
2. Keluarga orientasi (keluarga asal) yaitu unit keluarga yang
didalamnya seseorang dilahirkan
3. Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah anggota
keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
seperti kakek dan nenek, paman dan bibi

b. Tugas Keluarga di Bidang Kesehatan

1. Mengenal masalah kesehatan Keluarga


Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak
boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu
tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh
kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua
perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahanperubahan yang dialami anggota keluarga.
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga
secara tidak langsung menjadi perhatian orang
tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan
keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa
yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya

2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga


Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama
untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan
keadaan keluarga dengan pertimbangan siapa diantara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk
menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah
kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan
kepada orang di lingkungan tinggal keluarga agar
memperoleh bantuan.

3. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan


Seringkali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat
dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah
diketahui keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga
yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih
parah tidak terjadi
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin
kesehatan keluarga
5. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya
bagi keluarga.

B. Metode Penelitian
Penelitian dengan desain cross sectional dilakukan dengan
menyebarkan kuesioner melalui google form dengan link
http://bit.ly/SurveyPerilakuAnak. Link disebarkan oleh peneliti
melalui group Whatsapp, dan memberikan keterangan untuk
menyebarkan link tersebut pada orang tua yang lain yang memiliki
anak usia 4-12 tahun. Populasi yang digunakan adalah pasangan Ibu
dan anak usia 4-12 tahun, yang tinggal satu rumah dan bersedia
mengikuti penelitian. Penelitian ini menggunakan kuesioner Strength
and Difficulties Questionaire (SDQ) (Goodman, 2001) untuk
mengetahui Perilaku Anak, dan kuesioner Screentime untuk
mengetahui durasi screentime. Pengolahan data dengan SPSS 20.0,
kemudian dilakukan analisis data dengan chi square atau Fisher’s.

C. Kerangka Berpikir
Sekaran (dalam Sugiyono, 2018) menyatakan bahwa kerangka
berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
hubungan dengan berbagai faktor yang telah di identifikasi sebagai
masalah yang penting. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

Tumbuh
Kembang Anak
Dampak Screen
Time
Gangguan Akibat
Screen time

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Penelitian berfokus pada pembahasan analisis mengenai hubungan


dan pengaruh dari tingginya screen-time anak di masa pertumbuhan
dengan tumbuh kembang anak dan juga dampak yang ditimbulkan dari
tingginya screen-time tersebut.

D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2018).
Hipotesis yang dimaksud merupakan dugaan yang mungkin benar
dan mungkin salah. Dengan mengacu pada pemikiran yang bersifat teoritis
dan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini,
maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Tingginya screen-time pada anak yang berada di masa
pertumbuhan memiliki pengaruh yang negative.
2. Tingginya Screen-time pada anak yang berada di masa
pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang .
A.
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian
Karakteristik responden tertera pada tabel 1. Hasil penelitian
didapatkan sebagian besar responden berusia 4-6 tahun atau dalam
kategori pra sekolah yakni sebanyak 45 (60,8%). Perilaku anak dalam
penelitian ini diukur menggunakan instrument SDQ yakni untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan atau permasalahan terkait
perilaku anak. Kekuatan yang diukur meliputi perilaku prososial,
sedangkan permasalahannya meliputi, masalah emosi, conduct,
hiperaktivitas, dan permasalahan dengan teman sebaya (peer).

Karakteristik Frekuensi (F) Prosentase (%)


Usia Anak
Pra Sekolah (4-6 tahun) 45 60,8
Sekolah (7-12 tahun) 25 39,2
Jenis Kelamin Anak
Laki-laki 33 44,6
Perempuan 41 55,4
Perilaku Anak
Emosi
Normal 70 94,6
Abnormal 4 5,4
Conduct
Normal 69 93,2
Abnormal 5 6,8
Hiperaktif
Normal 68 91,9
Abnormal 6 8,1
Peer
Normal 67 90,5
Abnormal 7 9,5
Proporsional
Normal 69 93,2
Abnormal 5 6,8
Total Masalah
Normal 62 83,3
Abnormal 12 16,2
Durasi Screen time
Kurang dari 1 jam 47 63,5
Lebih dari 2 jam 27 36,5

Responden dalam penelitiaan ini menunjukkan untuk


keseluruhan total masalah perilaku dialami oleh sebanyak 12 (16,2%)
anak. Masalah emosi dialami oleh 4 (5,4%) anak, masalah conduct
dialami oleh 5 (6,8%) anak, Masalah hiperaktif dialami oleh 6 (8,1%)
anak, dan masalah dengan teman sebaya dialami oleh 7 (9,5%) anak.
Hasil dari penelitian ini juga menjelaskan bahwa, responden anak
sebanyak 27 (36,5%) menghabiskan waktu selama lebih dari 2 jam.
Hasil penelitian ini juga didapatkan kekuatan perilaku anak, yg dilihat
dari hasil perilaku prososial, Sebagian besar anak memiliki nilai
prososial anak yg baik atau normal. Hasil analisa bivariat tertera pada
tabel 2. Durasi screentime memiliki hubungan yang signifikan terhadap
keseluruhan masalah perilaku pada anak, dimana didapatkan nilai
signifikan sebesar 0,024.

B. Pembahasan

Covid-19 merupakan virus yang menyerang saluran


pernafasan melalui droplet dan kontak lansung dari sekret yang
bersifat infeksius (Jacob et al., 2020). Peningkatan kasus Covid-19
disikapi oleh pemerintah dan WHO dengan menginstruksikan kepada
seluruh masyarakat untuk mengurangi kegiatan tatap muka dan
sebaiknya berdiam diri di rumah. Instruksi untuk mengurangi aktifitas
termasuk juga dengan pembatasan kegiatan anak di sekolah (Tanoue
et al., 2020). Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) sangat
berdampak pada kesehatan fisik dan mental (WHO, 2020).

Penutupan sekolah, yang akhirnya mengharuskan anak-anak


melakukan pembelajaran dari rumah dengan menggunakan laptop,
tablet ataupun gawai dalam bentuk lain (Robbin et al, 2020).
Pembatasan jarak sosial yang diberlakukan selama Pandemi Covid-19
dapat meningkatkan screen time pada anak dan remaja (Nagata,
Abdel Magid and Pettee Gabriel, 2020). Anak - anak dimasa pandemi
ini menghabiskan waktu untuk menonton televisi atau menggunakan
media digital dengan tujuan sekolah maupun media hiburan
(UNICEF, 2020). Pada penelitian ini, mayoritas responden adalah
anak yang berusia 6 tahun yakni sebanyak 19 (25,7%). Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa anak usia pra sekolah memiliki
durasi screen time yang melebihi ketentuan. Ketentuan menurut
WHO durasi screentime pada anak usia pra sekolah dalam sehari
tidak lebih dari 1 jam (WHO, 2019).

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian di Kanada terhadap


254 keluarga, terhadap anakanak adaya peningkatan waktu layar atau
screen ime pada ibu, ayah, dan anak selama COVID-19 masing-
masing sebagai 74%, 61%, dan 87% (Carroll et al., 2020).

Data lain yang ditampilkan pada penelitian ini menunjukkan


48,6% responden menghabiskan waktu screen time selama < 1 jam
untuk mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas sekolah.
Sementara itu, sebanyak 37,8% responden memiliki screen time.

Rekomendasi dari WHO, screen time yang direkomendasikan


pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun adalah < 1 jam
(American Optometric Association, 2019). Hal ini bertentangan
dengan hasil penelitian ini yakni, sebanyak 60,6% anak yang berusia
4-5 tahun melakukan screen time dengan durasi ≥ 1 jam. Periode
umur 0-5 tahun merupakan periode proses perkembangan yang pesat
terjadi pada anak sehingga perlu diisi dengan kegiatan yang sehat
seperti aktifitas fisik, mengurangi waktu duduk dan meningkatkan
kualitas tidur (American Optometric Association, 2019).

Menurut American Optometric Association (2019) screen


time yang berlebihan pada anak yang berusia 4-5 tahun dapat
mengakibatkan kerusakan pada penglihatan, berkurangnya
kemampuan motorik halus karena waktu lebih banyak digunakan
untuk duduk serta berkurangnya kemampuan berkomunikasi,
perbendaharaan kata dan kontak mata selama berinteraksi sosial.
(Madigan et al., 2019) mengatakan bahwa screen time yang
berlebihan pada anak dapat mengurangi komunikasi verbal dan non
verbal antara anak dengan pengasuhnya untuk. Peningkatan screen
time pada anak merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan terutama
pada anak-anak yang orangtuanya bekerja di luar rumah (Nagata,
Abdel Magid and Pettee Gabriel, 2020)

Media yang digunakan oleh mayoritas responden (47,3%)


selama melakukan screen time adalah smart phone. Selama Pandemi
Covid-19, kegiatan sekolah dilaksanakan secara daring. Berbagai
platform pengajaran digunakan seperti google classroom, grup
whatsapp, zoom, google meet. Akan tetapi, hasil mengejutkan dari
penelitian ini adalah mayoritas responden membuka platform
Youtube selama screen time. Terkait dengan hasil tersebut, sebanyak
74,3% orangtua melaporkan bahwa mereka selalu mengawasi anak-
anak mereka selama screen time.

Screen time pada anak sering dihubungkan sebagai kegiatan


yang tidak membutuhkan banyak kalori sehingga dapat meningkatkan
risiko obesitas dan penyakit jantung (Lissak, 2018). Ketika anak
menghabiskan waktu dengan mengamati layar tanpa ada interaksi dan
kegiatan fisik maka anak kehilangan kesempatan dalam melatih
keterampilan motorik kasar seperti berjalan dan berlari (Madigan et
al., 2019). Akan tetapi, screen time dapat juga memberikan manfaat
positif pada anak jika digunakan dengan bijaksana. Anak dapat
mengikuti aktifitas fisik yang dapat diakses dengan menggunakan
smart phone (WHO, 2020).

Peningkatan terhadap waktu layar atau durasi screentime,


memiliki dampak negative terhadap kesehatan (Sultana et al, 2020).
Masalah perilaku pada penelitian ini dialami oleh 16,2%, sedangkan
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liu et al (2021)
mengemukakan bahwa masalah perilaku total yang terjadi pada anak
sebesar 8,2%. Conduct problem (7,0%), masalah teman sebaya (peer)
(6,6), hiperaktivitas (6,3%), masalah emosi (4,7%).

Hasil analisa bivariat pada penelitian ini menunjukkan


terdapat hubungan antara durasi screentime terhadap masalah
perilaku pada anak. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Guerrero et al (2019) yang
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara screentime dengan
perilaku anak, semakin meningginya durasi, akan semakin meninggi
juga masalah perilaku pada anak. Penelitian yang dilakukan di China
menyatakan bahwa anak dengan durasi screen time >60 menit
cenderung mengalami masalah perilaku dibanding dengan anak yang
memiliki durasi screen time 2 j am secara signifkan meningkatkan
masalah perilaku pada anak.
Durasi screentime berpengaruh terhadap kurangnya kuantitas
dan kualitas tidur dimana hal tersebut juga mempengaruhi ke masalah
perilaku yang timbul (Wu et al., 2017). Materi yang terpapar pada
anak selama screen time yakni video yang dilihat oleh anak juga
mempengaruhi emosi yang dialami anak, video permainan sangat
mempengaruhi pola emosi anak dibandingkan dengan acara di
televisi (Guerrero et al., 2019) Sinar biru yang dimunculkan pada saat
screen time juga mempengaruhi kesehatan mata anak (American
Optometric Association, 2019).

Hasil Penelitian yang ditemukan dalam penelitian (Moon,Jin


Hwa,Cho,Sang Yeong Lim, Sung Min Roh, Joo Hyung Koh, Minn
Seok Kim, Yoong Joo Nam, dan Eunwoo 2015) menyatakan bahwa
lama penggunaan gawai (screen-time) berkolerasi negative pada
perkembangan bahasa anak usia anak tiga tahun dan perkembangan
bahasa anak juga ditemukan berkolerasi dengan negative lama
penggunaan gawai (Screen-time). Oleh Karen itu diperoleh hasil
bahwa semakin tinggi paparan media maka semakin rendah
kemampuan bahasa anak. Hasil penelitian serupa juga ditemukan
pada penelitian Amalia, H.F, Rahmadi,F.A,Anantyo,D.T (2019),
dimana anak-anak yang menunjukan rata-rata hasil tes kemampuan
komunikasi (CLAMS) tinggi memiliki tingkat paparan media
elektronik yang rendah (<1jam). Selain itu anak-anak dengan nilai
rata-rata CLAMS yang lebih tinggi juga berkolerasi secara signifikan
dengan onset <12bulan, dan jenis konten tontonan edukasi.

Efek dari paparan media sendiri dapat memberikan dampak


yang positif terhadap perkembangan bahasa anak, asalkan orang tua
memberi pendampingan yang konsisten terhadap screen-time anak,
namun juga pemilihan konten yang dapat mengedukasi anak serta
konsistensi kehadiran orang tua untuk memberikan bimbingan dan
pengajaran lewat media yang ditonton anak merupakan hal kruisal
terutama bagi anak-anak usia dini yang sekarang tidak terpisahkan
dengan perkembangan teknologi.

Penelitian Dynia, Jaclyn M Dore, REBECCA a Bates, Randi


A JUSTICE, Laura M (2021) menunjukan hasil yang serupa dengan
kedua penelitian sebelumnya, dimana total paparan media
berpengaruh secara signifikan pada kemampuan bahasa ekspresi anak
usia dini. Penelitian ini juga menguji bagaimana faktor latar belakang
pendapatan keluarga sangat berpengaruh terhadap paparan media
pada anak serta perkembangan bahasanya. Anak-anak yang berasal
dari keluarga dengan pendapatan rendah akan cenderung terpapar
media sangat tinggi, dengan rata-rata 3,5 jam per hari dan hal tersebut
berada diatas rekomendasi AAP. Temuan ini berkolerasi dengan
caregivers anak dengan status ekonomi-sosial yang rendah yang
harus melakukan beberapa pekerjaab secara bersamaan dan
menghadapi kesulitan secara finansial sehinngga mereka tidak bisa
menghabiskan banyak waktu untuk anak mereka. Hal ini didukung
oleh penelitian Pratiwi .H. (2021) yang menyatakan adanya enam
faktor yang mempengaruhi screen-timeanak, yaitu ; tingkat kesibukan
orang tua, pola penggunaan media digital orang tua, jumlah saudara
dalam keluarga, kondisi lingkungan, pengetahuan orang tua, dan
dukungan pengasuhan anak dari pihak lain selain orang tua.

Adanya pengaruh signifikan dari screen time terhadap


perkembangan bahasa anak yang dinyatakan pada penelitian Pratiwi.h
(2021). Dari data hasil wawancara dengan para orang tua yang
memiliki anak-anak usia dini, peneliti menemukan bahwa pada masa
pandemic anak-anak lebih banyak mengakses media gawai dan juga
TV. Sebagian besar respoden mengaku bahwa hal tersebut
berdampak bukan hanya pada perkembangan bahasa anak namun
juga perkembangan kognitif anak. Melalui media digital yang
diberikan orang tua pda anak, anak menjadi sedikit banyak
terstimulasi oleh kehadiran konten-konten yang tersaji dalam media
digital tersebut. Konten-konten pada media dgital tersebut diakui para
respoden sangat disukai oleh anak-anak mereka. Selain tampilannya
yang menarik, konten tersebut dapat membantu anak unuk edukasi di
dalamnya sehingga hal tersebut dapat membantu anak untuk
mengembangkan kemampuan berbahasa serta kemampuan berpikir
kristisnya. Anak-anak menjadi lebih cepat mengenal huruf,angka,
serta nama-nama benda. Anak juga lebih dapat menguasai bahasa
asing seperti bahasa inggris ketika mereka menonton konten
berbahasa inggris.

Selain itu adanya perangkat media digital dapat membantu


orang tua dalam pengasuhan. Anak-anak kerap menjadi tidak rewel
ketika menggunakan gawai atau menonton TV dan hal tersebut
sangat membantu orang tua terutama jika mereka memiliki kesibukan
lain di rumah. Namun dampak negative juga dirasaan oleh para orang
tua terkait pengaruh screen-time tersebut, dimana anak menjadi
begitu ketergantungan dengan gawai dan TV sehingga mereka jarang
menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan fisik seperti
berinteraksi dengan keluarga. Dan dalam beberapa kasus, anak justru
ditemukan adanya perkembangan berbahasa karena konten yang
mereka tonton hanyalah konten dengan bahasa asing yang berbeda
dengan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh lingkungan sekitar
anak. Sehingga mereka menjadi lebih pendiam dan justru tidak
banyak berbicara karena merasa bingung dalam memahami serta
memberi respon pada orang yang mengajaknya berkomunikasi.
Beberapa anak mengalami ketergantungan dengan media digital
kerap menangis dan melemparkan tantrum ketika orang tua tidak
memberi izin pada anak untuk mengakses media tersebut. Selain itu,
dalam beberapa kasus juga dilihat adanya tindakan kekerasan yang
dilakukan anak karena mereka mencontoh tontonan yang mereka
tonton tanpa mengetahui apakah tindakan tersebut baik atau tidak.
Banyak orang tua yang khawatir apa bila hal ini tidak dapat
dihentikan, kebiasaaan ini akan anak bawa ke lingkungan luar.
Banyak juga orang tua yang mengaku bahwa tidak adanya dampak
screen-time terhadap perkembangan bahasa anak dikarenakan anakk
mereka memang belum bisa berbicara.

Namun, jika karakteristik anak (jenis kelamin, status social,


pegalaman di rumah) dikaitkan dengan kedua vatiabel, maka anak
yang menonton TV lebih dari dua jam dan kurang dari tiga jam aka
memiliki 2,7 kali lipat lebih besar mengalami gangguan
perkembangan bahasa dari anak-anak yang menonton kurang dari
satu jam. Sedangkan pada anak yang menonton TV lebih dari 3 jam
resiko yang mereka alami akan menigkat 3 kali lipat. Hasil penelitian
yang serupa dengan penelitian ini juga ditunjukan pada penelitian
keenam. Jika sebelumnya menjelaskan kaitan antara durasi menonton
TV dengan perkembangan bahasa anak, paada penelitian ini
dilakukan penelitian terhadap pengaruh durasi penggunaan gawai
dengan perkembangan bahasa anak. Setiap 30 menit screen-
timeterdapat 2,3 kali lipat resiko kemampuan bahasa ekspresif anak
usia 18 bulan. Adanya peningkatan pada resiko terhambatnya bahasa
ekspresif anak ini disebabkan karena gawai merupakan media pasif
yang menyebabkan anak-anak dibawah usia 30 bulan mengalami
kesulitan dalamm mempelajari bahasa lewat paparan media digital.
Mereka masih belum mampu untuk melakukan transfer
pembelanjaran dari media yang ada dan lebih mampu untuk
mengembangkan keterampilan bahasa lewat interaksii langsung
dengan lingkungan.

Dari hasil pengujian Radesku,Jenny S, Peacock-Chambers,


Elicabeth Zuckerman,Barry Silverstain, dan Michael (2015)
dinyatakan bahwa paparan TV pada anak saat berusia tiga dan empat
tahun tidak secara signifikan berkaitan dengan prediksi kemampuan
perkembangan kosakata anak pada saat usia lima tahun. Para peneliti
pada penelitian ini merasa bahwa adanya asosiasi antara paparan TV
dengan prediksi perkembangan bahasa anak pada saat usia lima
tahun, namun variable tersebut tidak dapat berhubungan secara
langsung dan harus melalui variable mediator, yakni parental
scaffolding dan home environment. Hasilnya adalah peran orang tua
pada parental savffolding dan home environment berpebgaruh pada
rendahnya paparan TV yang diterima oleh anak. Anak-anak yang
menerima stimulasi yang sesuai berupa tersedianya bahan dan alat
permainan di rumah dapat menurunkan dorongan anak untuk
menonton TV. Begitu pula dengan orang tua yang dapat menyediakan
lingkungan yang dapat menyediakan lingkungan yang bisa
menstimulasi kognitif anak agar dapat menurunkan paparan TV pada
anak usia tiga hingga empat tahun, namun parental scaffolding, home
environment¸dan paparan TV pada anak usia tiga hingga empat tahun
tidak berasosiasi degan perkembangan bahasa mereka pada usia lima
tahun. Parental scaffolding dan home environment berperan dalam
perkembangan bahasa anak secara langsung dan lebih baik ketimbang
peran TV sebagai media hiburan anak. Hal ini dikarenakan adanya
interaksi antar manusia secara langsung yang dapat membanatu anak
untuk mendapatkan stimulasi secara ;angsung bagi perkembangan
bahasa dan kemampuan eksekutif anak.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini yaitu bagaimana Pengaruh
Peningkatan Screen-Time pada Anak di Masa Pertumbuhan. Untuk
mengetahui apakah peningkatan screen-time pada anak di masa
pertumbuhan dapat membawa dampak negative pada tumbuh
kembang anak, dilihat dari kemampuan berbahasa, kemampuan
kognitif, dan juga kemampuan social-emosional. Dan penelitian
mengacu pada teori dan juga fase-fase tumbuh kembang anak
sehingga dapat dilihat perbedaan antara tiap anak yang memiliki rata-
rata durasi screen time yang berbeda-beda. Berdasarkab hasil
penelitian, yang didukung oleh pendapat para ahli penelitian
sebelumnya, serta analisis yang telah dilalui. Dapat diambil
kesimpulan yaitu;

1. Terdapat hubungan antara durasi screen-time dengan masalah


tumbuh kembang pada anak. Semakin banyak durasi screen-time
pada anak maka masalah yang tumbuh pada proses tumbuh
kembangnya akan semakin banyak dan dapat menganggu
kemampuannya di masa sekolah.
2. Tingkat signikansi dari pengaruh durasi screen-time berbeda-
beda, tergantung pada media apa yang digunakan oleh anak,
lingkungan anak, durasi anak dalam menggunakan media digital,
bahkan kondisi ekonomi orang tua dari anak.
3. Peran orang tua dalam pengawasan anak dalam banyaknya durasi
screen-time anak menjadi faktor penting yang menjadi penentu
dampak apa yang di dapat anak dari melihat dan menggunakan
media digital.
4. Adanya interaksi antar orang tua,keluarga, dan lingkungan secara
langsung dengan anak dapat menciptakan stimulasi yang jauh
lebih baik bagi perkembangan bahasanya,emosinya, dan
kognitifnya disbanding dengan anak yang lebih banyak
berinteraksi dengan elektronik .
5. Pola pengasuhan orang tua yang tepat dan juga konsisten dalam
membuat batasan-batasan penggunaan media digital pada anak
merupakan hal yang sangat berpengaruh pada ketergantungan
anak terhadap media digital.
6. Meskipun membawa dampak negative pada proses tumbuh
kembang anak, anak tidak bisa dihindarkan dari kemajuan
teknologi dan orang tua harus tetap mengenalkan kegunaan
teknologi dalam keseharian anak, namun tetap harus diingat
dampak negative yang dapat timbul apabila orang tua lalai dalam
mengawasi anak dalam interaksinya dengan teknologi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka penulis dapat


memberikan saran yang berdasarkan dari penelitian diatas, yaitu :
1. Untuk mengurangi presentase anak yang durasi screen-time nya
tinggi maka dibutuhkan orangg tua yang kooperatif dan konsisten
dalam pendampingan anak-anaknya pada setiap penggunaan
media digital agar dapat dipastikan bahwa konten yang dilihat
oleh anak merupakan konten yang bermanfaat bagi anak dan juga
orang tua dapat mengatur durasi anak dalam penggunaan media
digital.
2. Selain pengawasan anak pada tiap pemakaian media digital, orang
tua juga perlu meningkatkan intensitas interaksi secara langsung
dengan anak sehingga anak lebih banyak menghabiskan waktu
dengan orang dan keluarga disekitarnya dibanding dengan media
digital agar anak terhindar dari dampak negative yang dapat
ditimbulkan dari penggunaan media digital.
3. Karena pada penelitian ini hanya berfokus pada tumbuh kembang
anak yang berhubungan dengan kemampuan bahasa,kognitif, dan
juga social-emosi, maka penulis menyarankan agar para peneliti
selanjutnya dapat juga berfokus pada tumbuh kembang yang
berhubungan dengan fisik anak dan tidak hanya pada kemampuan
bahasa,kognitif, dan social-emosi, agar para orang tua menjadi
lebih bijaksana dalam pemberian gadget untuk anaknya yang
masih berada dalam masa tumbuh kembang.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN- LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai