Oleh:
Gita Ayu Wening Tyas
Npm. 1810631200072
Disusun Oleh:
Tanggal Ujian :
Karawang,…………..20….
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Mengesahkan,
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmatnya
sehingga Laporan Kegiatan Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka di
Kementerian ATR/BPN ini dapat diselesaikan. Terimakasih kepada Ibu Wuri
Isnuhoni, S.S.T selaku Mentor yang telah membimbing dan memberikan bantuan
selama kegiatan magang berlangsung hingga sampai Laporan kegiatan magang ini
dapat terselesaikan. Terimakasih Kepada seluruh Pihak yang telah membantu
dalam kegiatan magang ini.
Pada Laporan Magang atau Praktek Kerja Lapangan ini masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki, maka dari itu diperlukan saran-saran dan kritik
yang membangun agar dalam penulisan selanjutnya dapat lebih baik lagi. Semoga
Laporan Kegiatan Magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Kementrian
Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional ini dapat menambah wawasan
dan pengetahuan bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
2
3
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
melaksanakan tugasnya, BPN menyelenggarakan fungsi:
1. Sekretariat Jenderal
9. Inspektorat Jenderal
10. Staf Ahli Bidang Landreform dan Hak Masyarakat atas Tanah
11
Mengingat pentingnya program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka program ini tetap dilanjutkan
oleh Pemerintah untuk lima tahun ke depan. Dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2020-2024 disebutkan bahwa Reforma Agraria mencakup:
Gambar 2. Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan untuk Penyediaan Sumber TORA Revisi V
Adapun perkembangan Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan untuk Penyediaan
Sumber TORA sampai dengan Revisi V dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Tabel 1. Perkembangan Peta Indikatif alokasi kawasan Hutan Untuk penyediaan sumber TORA
Dari ketujuh kriteria sumber Tora diatas beberapa diantaranya sangat berkaitan erat
dengan pertanian yang tentunya memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan petani
dan mendorong ketahanan pangan, yaitu sebagai berikut:
Meskipun lahan untuk alokasi 20% untuk kebun rakyat telah dilepaskan dari
Kawasan Hutan, namun proses redistribusinya belum berjalan efektif karena ada
kendala-kendala yang dihadapi antara lain belum adanya prosedur (rulebase)
penentuan lokasi dan tata cara pengambilan alokasi 20 persen dari pelepasan
Kawasan Hutan tersebut. Selain itu, terdapat peraturan sektor lain yang juga
mengatur tentang alokasi 20% untuk kebun rakyat seperti Undang-Undang No. 39
Tahun 2014 tentang Perkebunan (sektor perkebunan) dan Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang No. 7 Tahun 2017 (sektor pertanahan). Menurut ketentuan
di sektor perkebunan, lokasi 20% berada di luar areal perkebunan yang dikelola
perusahaan, dan perusahaan dalam hal ini tidak menyiapkan lahan 20% dari lahan
perusahaan tetapi lahan 20% adalah lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Peran
perusahaan hanyalah memfasilitasi pembangunan kebun plasma rakyat. Sementara
itu, pada aturan sektor pertanahan, alokasi 20% diambil dari luas HGU.
Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) tidak produktif
Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK) yang Tidak Produktif adalah
HPK yang penutupan lahannya didominasi lahan tidak berhutan. Kawasan Hutan
seperti ini dialokasikan untuk sumber TORA yang dapat digunakan untuk
mendukung program pembangunan nasional/daerah; pengembangan wilayah;
pertanian tanaman pangan/pencetakan sawah baru; kebun rakyat; perikanan;
peternakan; dan fasilitas pendukung budidaya pertanian. Dengan demikian, subyek
penerima TORA HPK Tidak Produktif tidak terbatas hanya perorangan atau
kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, tetapi juga instansi
pemerintah dan badan hukum. Pelepasan HPK Tidak Produktif untuk sumber
TORA dilakukan dengan tahapan:
1) penelitian terpadu
2) pencadangan,
3) permohonan pelepasan,
4) penerbitan keputusan pelepasan,
5) pelaksanaan tata batas, dan
6) penetapan batas.
Pelepasan HPK Tidak Produktif untuk sumber TORA dilakukan
berdasarkan hasil penelitian Tim Terpadu (TIMDU) yang dibentuk oleh Direktur
Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan atas nama Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penelitian atau kajian dilakukan berdasarkan
aspek biofisik, sosial, ekonomi dan budaya, serta aspek hukum dan kelembagaan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat ini telah menetapkan
pencadangan HPK Tidak Produktif di 20 Provinsi dengan total luas 978.108
hektar, yang terdiri dari 938.879 hektar merupakan HPK Tidak Produktif dan
39.229 hektar merupakan pencetakan sawah baru. Ada 5 (lima) provinsi dengan
luas HPK Tidak Produktif terluas, berturut turut adalah Papua (262.109 hektar),
Kalimantan Tengah (223.335 hektar), Maluku (160.473 hektar), Maluku Utara
(97.695 hektar) dan Sumatera Selatan (45.712 hektar).
Tabel 2. Pencadangan HPK Tidak Produktif dan Pencetakan Sawah Baru Untuk Sumber TORA
1. permukiman;
2. fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial;
3. lahan garapan;
4. hutan yang dikelola masyarakat hukum adat.
b) Kepastian Hukum
1. pemetaan sosial
2. peningkatan kapasitas kelembagaan,
3. pendampingan usaha,
4. diversifikasi usaha,
5. penggunaan teknologi tepat guna,
6. peningkatan keterampilan,
7. fasilitas akses permodalan dan pemasaran. Adapun Skema Reforma Agraria
dan Program Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat.
a) pemetaan sosial;
b) peningkatan kapasitas kelembagaan berupa pembentukan kelompok sasaran
berdasarkan jenis usaha (koperasi, BumDes);
c) pendampingan usaha melalui kemitraan dengan BUMN dan BUMD yang
berkeadilan;
d) Peningkatan keterampilan berupa penyuluhan, pendidikan, pelatihan
dan/atau bimbingan teknis;
e) Penggunaan teknologi tepat guna melalui kerjasama dengan universitas,
dunia usaha, balai penelitian, serta badan pengkajian dan penerapan
teknologi;
f) Diversifikasi usaha;
g) Fasilitasi akses permodalan dari lembaga keuangan, koperasi, dan/atau
Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan;
h) Fasilitasi akses pemasaran untuk menampung dan menyalurkan hasil usaha
kelompok sasaran;
i) Penguatan basis data dan informasi komoditas untuk menyusun basis data
pemberdayaan masyarakat Reforma Agraria lintas K/L yang digunakan
sebagai dasar pengendalian dan pengawasan berdasarkan data points yang
telah disepakati;
j) Penyediaan infrastruktur pendukung antara lain berupa jalan, irigasi, dll.
Lokasi ini telah diberikan penataan aset berupa PTSL 2018 sebanyak 53
bidang, serta 160 bidang akan ditindaklanjuti melalui redistribusi tanah pada tahun
2020. Kegiatan pemberdayaan masyarakat berupa pendirian Koperasi Pemasaran
Koerintji Barokah Bersama terdiri dari 257 jiwa, yang merupakan binaan LSM
Rikolto berupa pendampingan dalam peningkatan kapasitas SDM. Koperasi ini
telah mendapat bantuan sarana oleh Bank Indonesia berupa pengering kopi serta
bantuan dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Kerinci berupa Bantuan
Pengering (Solar Drayer Dome).
Gambar 6. Pemanfaatan Lahan untuk Sayuran Hidroponik Kualitas Ekspor di Desa Arjasari
Kampung Reforma Agraria ini lahir dari program redistribusi tanah TORA
yang berasal dari eks-HGU yang ditelantarkan oleh pemegang haknya dengan luas
48 hektar dan diredistribusi kepada 225 Kepala Keluarga. Pengelolaan tanah
tersebut dilakukan melalui kerja sama masyarakat dengan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes)..
Luas keseluruhan Desa Tlogosari kurang lebih 578 hektar, yang sudah
tersertipikasi seluas 242,1 hektar. Penataan aset yang sudah dilakukan di Desa
Tlogosari adalah kegiatan PTSL tahun 2020 sebanyak 2.148 bidang, namun yang
sudah dibagikan sebanyak 884 bidang. Kegiatan akses yang sudah diberikan untuk
penerima manfaat di Desa Tlogosari yaitu akses permodalan dari Bank BPR Bank
Jatim Cabang Pasuruan.. Akses modal yang didapatkan oleh masyarakat digunakan
untuk mengembangkan usaha di bidang peternakan sapi perah dan budidaya
paprika.
Gambar 8. Usaha Bidang Peternakan Sapi Perah dan Budidaya Paprika di Desa Tlogosari,
Kabupaten Pasuruan
Gambar 10. Peremajaan Tanaman Sawit di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat
32
dipahaminya prosedur dan mekanisme penyediaan TORA terutama dari Kawasan
Hutan, serta perlu ditingkatkannya dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah
dalam pelaksanaan program.
5.2 Saran
Wiradi, Gunawan dkk. 2009. Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan
Hubungan Agraris. Yogyakarta: STPN Press.
36
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Magang
38
Lampiran 2. Jurnal Mingguan
1) Minggu ke 1
39
40
2) Minggu ke 2
41
42
43
3) Minggu ke 3
44
45
46
47
4) Minggu ke 4
48
49
5) Minggu ke 5
50
51
6) Minggu ke 6
52
53
7) Minggu ke 7
54
55
56
8) Minggu ke 8
57
58
9) Minggu ke 9
59
60
10) Minggu ke 10
61
62
11) Minggu ke 11
63
64
12) Minggu ke 12
65
66
Lampiran 3. Sertifikat Penilaian Magang
67
Menteri Agraria dan Tata
Ruang/ Kepala Badan
Staff Ahli Pertanahan Nasional Staff Khusus
Kantor Wilayah
Kantor Pertanahan
68