Anda di halaman 1dari 8

1

A. Identitas buku
Judul Buku : Kawan Dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di
Indonesia (1596-1942)
Judul Asli : Dutch Colonialism and Islam In Indonesia : Conflict and
Contact 1596-1942.
Pengarang : Karel Steenbrink
Penerjemah : Drs. Suryan A. Jumrah, M.A.
Penerbit : Mizan.
Tahun Terbit : Cetakan I 1995
Jumlah halaman : 249 halaman
ISBN : 979-433-067-1
B. Pengantar
Karel Steenbrink merupakan orang Belanda Karya ini merupakan karya
yang memberikan perhatian terutama kepada persepsi orang Belanda mengenai
hubungan mereka dengan bangsa Indonesia. Karya ini memberikan gambaran yang
adil dan jujur mengenai hubungan kolonial Belanda dengan kaum Muslimin yang
juga menjadi perhatian bangsa Indonesia.
C. Pembahasan
1. Tema
Tema yang di angkat dalam buku yang berjudul Kawan dalam
Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942) adalah
kaum Kristen dan Islam sama-sama berusaha menyokong kesejahteraan dan
perdamaian dunia. Oleh karena itu mestinya kedua agama ini bertindak sebagai
kawan dalam usaha mencapai cita yang mulia ini. Namun, kenyataan historis
sering sangat berbeda. Buku ini memberikan gambaran mengenai kesan kolonial
Belanda tentang Muslimin Indonesia dan berbagai kebijakan politik yang
mereka terapkan terhadap Islam. Buku ini juga memberikan gambaran yang adil
dan jujur mengenai hubungan kolonial Belanda dengan kaum Muslimin yang
menjadi perhatian bangsa Indonesia sampai sekarang.
2. Sumber
Karya Karel Steenbrink menggunakan berbagai sumber, mulai dari
sumber-sumber Asli, buku, bahan arsip, artikel, dan dokumentasi lainnya.
2

Sumber-sumber yang di gunakan oleh Karel Steenbrink berjumlah 197 buah,


yang berupa buku, arsip, artikel dan dokumentasi. 197 belum termasuk arsip-
arsip yang hanya disebutkan sekali dalam catatan kaki, maka sumber yang
digunakan Karel Steenbrink lebih dari 200 sumber. Ia menggunakan sumber-
sumber primer dan sekunder, ia juga menggunakan karya penulis Indonesia
Koenjaraningrat.

ISI BUKU

A. Bab I : Titik Tolak dan Ekplorasi


Pada bab ini menjelaskan tentang pertemuan orang Kristen Belanda dan
kaum Muslim Indonesia. Secara umum, kita dapat membedakan empat pola utama
berkenaan dengan orang Belanda. Pola pertama kita temukan campuran antara
perhatian, keinginan, dan kekaguman selektif, namun, dilain pihak, sejak awal
terlihat pengambilan jarak yang signifikan dan tegas.
Pola kedua menyangkut prasangka-prasangka ini, yang berurat akar
didalam dogma, berkenaan dengan kaum muslim sebagai orang sesat yang tidak
disenangi. Pandangan ini menimbulkan pola ketiga, dalam arti kiasan, bahkan
sering pula dalam arti sebenarnya, sebagai penjagaan terhadap hubungan yang tidak
diinginkan dengan penduduk pribumi. Karena alasan ini pangakala-pangkalan
dagang kompeni selalu berupa benteng-benteng. Sebagai agama, Islam dipandang
terutama seperti dinait, bahaya terbesar bagi keamanan orang Eropa. Pola keempat
dan terakhir muncul ketika kekuasaan Kolonial telah angat mapan sehingga rasa
khawatir tidak lagi diperlukan lagi. Sejak inilah perasaan superiritas yang nyata
menjadi sangat dominan dan muncullah sikap sebagai sikap penguasa.
B. Bab II : Pertemuan Petama : Muslim Sebagai Orang Sesat yang Dihormati
Pada bab ini menjelaskan tentang periode pertemuan pertama seorang
Pendeta Francois Valentijn. Dalam karyanya yang berjudul Oud en Niew Oosat-
Indien dan Omstandig verhael Amboina, dia memuji Muslimin karena setia
terhadap Agama dan memuji praktek pensucian dan pembersihan sebelum
sembahyang. Sedangkan mengenai pelaksanaan puasa Ia memandang sebagai hal
yang aneh karena orang-orang terus-menerus berpuasa sepanjang hari, namun
3

hanya sampai terbenamnya matahari. Dia juga membedakan secara tegas antara
penganut Pagan dan Muslimin. Ia memandang Islam sebagai Agama yang salah
namun terhormat, sedangkan Agama-agama Pagan adalah yang paling jelek. Dalam
isi karyanya ia melukiskan Islam sebagai gado-gado yang diambil sebagian dari
sumber murni Perjanjian Lama dan Baru dan sebagian dari tumpukan kotoran
agama Yahudi dan agama kuno. Selain itu isi karyanya memaparkan Muhammad
menulis Al-Qur’an dengan bantuan seorang Yahudi dan rahib Nestorian.
C. Bab III : Teologi di Latar Belakang : Muslim Sebagai Orang Sesat yang
Tidak Disenangi
Pada bab ini menjelaskan tentang para pedagang, pekerja, dan pelaut yang
berkunjung ke Hindia Belanda datang dengan padangan yang sudah terbentuk
sebelumnya mengenai Islam dan umatnya. Valentijn dianggap sebagai teolog yang
tersohor di Indonesia, tidak hanya dalam hal umum melainkan terutama ketika ia
terlibat menilai Islam, ia dipandang sebagai pembela Kristen melawan Islam dan
umat pada periode 1600-1800 M. Pada bab ini juga membicarakan tiga tokoh
sarjana, yang mewakili pandangan teologis abad ke-17. Hugo De Groot (Groteus)
adalah salah seorang anggota delegasi kompeni yang pergi ke London pada 1613 M
untuk mengadakan negosiasi tentag dasar-dasar hukum monopoli. Antoius Walaeus
adalah pendiri sekaligus rektor Seminariun Indicum (1622-1632) di Leiden. Yang
terakhir, Gisbertus Voeteius, juga terlibat dalam pendidikan semacam ini karena
sejumlah siswanya, yang sebagiannya masih menjalin hubungan koresvondensi
dengannya, juga menjadi pendeta di Hindia Belanda.
Dalam berbagi tulisan teologisnya Antonius Walaeusjarang sekali
memberi perhatian pada kaum muslim dan agama Islam. Walaeus memusatkan
perhatian kepada Muslimin, yang percaya bahwa Kristus adalah Mahdi yang
dijanjikan dalam Perjanjian Lama. Dalam Al-Quran Muhammad juga mengakui
bahwa tidak ada seorang pun yang lebih agung daripada Kristus, Muhammad
bahkan menyebutkannya sebagai Kalam dan Anak Tuhan. Akan tetapi orang Islam
tidak bersedia mengakui Kristus sebagai Tuhan secara aktual.

D. Bab IV : “Permusuhan Alamiah “ Para Direktur VOC dengan Umat Islam


4

Bab ini menerangkan tentang Jan Pieterszoon Coen (1587-1629 M),


arsitek dan organisator kekuasaan kolonial di Hindia Belanda. Ada beberapa sub
bab dalam bab ini yaitu: Pandangan dari Benteng: Coen dan Muslimin yang Tidak
Dapat Dipercaya, Satu Konstanta dalam Diplomasi: Akomodasi, Muslimin di
dalam Benteng Belanda: Suatu Kelompok “Yang Tidak Dapat Ditolerir”, Sir
Thomas Stanford Raffles dan Reevaluasi Berat Sebelah mengenai Kebudayaan
Timur, Para Pejabat Belanda yang Pro dan Kontra Kam Padri.
E. Bab V : Holle, Hurgronje, dan Hazen : Tutor bagi “Para Penganut Agama
Terbelakang.
Bab ini menjelaskan tentang wakil-wakil dari periode 1850-1940 M yaitu
tiga tokoh pejabat pemerintah: Karel Frederick Holle, Christiaan Snouck
Hurgronje, dan Godard Arend Hazeu. Mereka ini tidak hanya mewakili jabatan
yang mereka pegang, segai Adviseur voor Inlandsche Zaken (Penasehat untuk
Urusan Pribumi) bagi pemerintah kolonial, mereka juga mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kebijakan pemerintah tentang Islam. Kegiatan dan tulisan mereka
mencerminkan aspek-aspek dasar dari perubahan sikap terhadap Muslimin.
F. Bab VI : Abad Misi (1850-1940): Antara Antisipasi dan Akomodasi
Bab ini menerangkan tentang abad kesembilan belas kadang-kadang
disebut “Abad Misi”, namun pada 1850 misi Katolik dan Protestan masih berada
dalam tingkat awal dari perkembangan misionaris yang besar. Berkenaan dengan
Protestan, telah terjadi pemisahan orgaisasional antara gereja-gereja dan misi-misi
yang ada, yang terus berlanjut sampai akhir periode kolonial. Karena sekte yang
paling penting, Gereja Reformasi, mengalami kekurangan pendeta di Hindia
Belanda, maka untuk sementara waktu sejumlah misionaris diharuskan bertugas
melayani orang-orang Eropa.
G. Bab VII : Reaksi Indonesia Atas Kedatangan Orang Kristen
Setelah menggambarkan kesan kolonial Belanda tentang Muslim dan
berbagai kebijaksanaan politik yang mereka terapkan terhadap Islam. Pada bab ini
membahas tentang tanggapan orang Indonesia serta reaksinya terhadap kedatangan
orang Kristen ke Indonesia. Reaksi tersebut terdiri dari penghargaan dan
penerimaan sampai kepada sikap ketidakpedulian yang tegas, dari sikap setuju
sampai kepada penolakan dan protes keras. Dalam hal penolakan, segala sesuatu
5

yang ‘Kristen’ atau ‘Barat’ ditolak. Sedangkan dalam hal penerimaan, selalu hanya
menyangkut bagian yang diberikan oleh ‘kelompok lain’.
H. Bab VIII : Pelajaran Dari Masa Silam
Pada bab ini menjelaskan tentang permasalahan masa kini dan berbagai
perspektif untuk masa depan yang dekat dengan melihat ke masa lalu. Pertama-
tama membicarakan perkembangan di Indonesia sendiri. Kedua membicarakan
hubungan antara umat Kristen dan Islam di Amerika dan Eropa, terutama di
Belanda. Sebelum menjelaskan kedua masalah tersebut, pada bab ini menjelaskan
terlebih dahulu hubungan umat Kristen dan Islam secara umum untuk
menempatkan perkembangan dalam kerangka yang lebih luas.

Buku Pembanding
A. Identitas buku
Judul Buku : Politik Islam Hindia Belanda Het Kantoor voor Inlandsche
zaken
Pengarang : H. Aqib Suminto
Penerbit : LP3ES
Tahun Terbit : 1985
Jumlah halaman : 260 halaman
Ketebalan buku : 15 x 22,5 cm
B. Pengantar
Karya ini merupakan karya desertasi yang membahas analisa politik
Belanda di bidang Islam di Indonesia. Fokus utamanya yaitu pada sifat Belanda
terhadap umat Islam di Pribumi.
C. Pembahasaan
1. Tema
Tema yang di angkat dalam buku yang berjudul Politik Islam Hindia
Belanda adalah analisa tajam yang diberikan atas ide netralitas di bidang agama,
akan tetapi perlu di catat bahwa campur tangan Belanda terhadap agama Islam
ternyata bukan sekedar mencontoh pemerintah Pribumi sebelumnya.
2. Kerangka Teori
6

H. Aqib Suminto menggunakan pendekatan sosial dan pendekatan politik.


Pendekatan sosial digunakan Aqib Suminto untuk menjelaskan bagaimana
Kolonial Belanda mendekati para pemuka adat di pribumi, sedangkan pendekatan
politik digunakan untuk menjelaskan kolonial Belanda yang ingin menguasai
masyarakat pribumi.
3. Sumber
Karya H. Aqib Suminto ini menggunakan berbagai sumber. Sumber-
Sumber Resmi berjumlah 28, Sumber Harian dan Berkala berjumlah 32, dan
Sumber Buku dan Makalah berjumlah 161. Sumber resmi yang di pakai H. Aqib
Suminto ini berupa Arsip-arsip milik negara. Buku yang di tulis oleh Karel
Steenbrink yang diterjemahkan oleh Drs. Suryan A. Jumrah, M.A berjudul Kawan
dalam Pertikaian Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia tidak menjadi
sumber dalam penulisan buku ini. Ada karya dari Karel Steenbrink sebagai
sumber dalam buku ini, yang berjudul Paderi, Penghulu dan Penjual Jimat.

ISI BUKU
A. BAB I : Pendahuluan
Didalamnya membahas mengenai pemerintah Hindia Belanda dan umat
Islam Indonesia yang mempunyai kepentingan berbeda. Pemerintah Belanda
berusaha memperkuat dan mempertahankan kekuasaannya. Sementara umat Islam
Indonesia untuk melepaskan diri dari cengkeraman kekuasaan Hindia Belanda.
Pemerintah Belanda dalam menangani masalah ini sering di sebut dengan istilah
Islam Politik.
B. Bab II : Politik Islam Pemerintah Hindia Belanda
Kedatangan Snouck Hurgronje pada tahun 1889, pemerintah Hindia
Belanda mempunyai kebijaksanaan yang jelas mengenai Islam. Bagi Snouck
Hurgronje musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama, melainkan Islam
sebagai doktrin politik. Snouck Hurgronje membedakan Islam dalam arti “Ibadah”
dengan Islam sebagai “kekuataan sosial politik”. Dalam hal ini dia membagi
menjadi tiga kategori, yakni: : 1. Bidang agama murni atau ibadah; 2. Bidang sosial
kemasyarakatan dan 3. Bidang politik. Politik Islam yang menurut Snouck
Hurgronje yaitu 1. Terhadap dogma dan perintah hukum yang murni agama,
7

hendaknya pemerintah bersikap netral. 2. Masalah perkawinan dan pembagian


warisan dalam Islam, menuntut penghormatan. 3. Tiada satupun bentuk Pan Islam
boleh diterima oleh kekuasaan Eropa. Pemerintah kolonial Belanda akan bersifat
netral terhadap agama yang berada di Nusantara akan tetapi dalam prakteknya
pemerintah Belanda lebih bersimpatik terhadap agama Kristen. Pemerintah Belanda
tidak dapat bersifat netral dan masih ikut campur tangan dalam masalah keagamaan.
Pernyataan netral terhadap agama, ternyata berbeda antara teori dan prakteknya.
Sampai tahun-tahun terakhir berkuasanya, kebijaksanaan pemerintah Hindia
Belanda terhadap agama lebih tepat dikatakan ikut campur tangan dari pada netral,
meskipun campur tangan terhadap Islam dan Kristen berbeda dalam jenis kualitas
dan Kuantitasnya.
Dalam rangka menerapkan politik asosiasi Snouck Hurgronje memprakarsai
pendidikan anak-anak bangsawan. Snouck Hurgronje optimis bahwa Islam tidak
akan sanggup bersaing dengan pendidikan Barat. Agama islam dinilai sebagai beku
dan penghalang kemajuan, sehingga harus di imbangi dengan meningkatkan taraf
kemajuan pribumi. Maka pendidikan Barat diformulasikan sebagai faktor yang akan
menghancurkan kekuatan Islam di Indonesia
Tarekat dan Pan Islam
Gerakan Tarkeat
Di kalangan masyarakat Belanda di Indonesia telah terdapat rasa takut
terhadap tarekat, karena mereka yakin bahwa gerakan tarekat akan bisa
dipergunakan oleh pemimpin-pemimpin fanatik sebagau basis kekuatan untuk
memberontak. Kekhawatiran ini nampak jelas pada peristiwa Cianjur Sukabumi
tahun 1885, peristiwa Cilegon Banten 1888 dan peristiwa Garut 1919
Pan Islam
Kalau gerakan tarekat merupakan bahaya dari dalam, maka gerakan Pan
Islam merupakan bahaya dari luar. Dalam hal ini para haji menduduki posisi sangat
penting sebagai faktor pembawa pengaruh Pan Islam dari luar, sehingga mereka
pun sering dicurigai dan diawasi oleh pemerintah kolonial.
C. Bab III : Het Kantoor voor Inlandsche zaken
Pada bab ini membahas tentang aktifitas Kantoor voor Inlandsche zaken
yang bertugas memberikan saran kepada kolonial tentang masalah-masalah
8

pribumi. Pada subbab yang berjudul Adviseur voor Inlandsche zaken menerangkan
biografi orang-orang yang menjadi adviseur.
Dijelaskan juga tentang peranan Kantoor voor Inlandsche zaken,
persainagan antara Islam dan Kristen, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
Indonesia.
D. Bab IV : Penutup
Pada bab ini menjelaskan tentang proses modernisasi umat Islam yang di
bawa oleh Snouck Hurgronje pada akhir abad ke-19. Kemudian pada bab ini juga
dijelaskan prinsip dan saran-saran Snouck Hurgronje, serta menjelaskan pula hal-
hal yang melatarbelakangi penanganan peristiwa Garut.

Kesimpulan
Dari kedua buku inimemiliki kesamaan yakni membahas mengenai agama
Islam dan Kristen. Dalam agama Islam dan Kristen adanya perbedaan faham, dan
mereka sama-sama ingin mengungkapkan keadilan di dunia. Pengaruh kolonial Belanda
terhadap kedua agama ini di peribumi.
Dari kedua buku ini terdapat beberapa perbedaan, dalam buku utama
membahas mengenai hubungan antara orang Islam dan Kristen, dan perbedaan mereka
terhadap agama mereka masing-masing.
Dalam buku pendamping, kaum kolonial Belanda menganggap Islam bukan
sebagai agama melainkan sebagai politik, karena orang Islam merupakan ancaman bagi
kedudukan kaum Kolonial di Peribumi.

Anda mungkin juga menyukai