Anda di halaman 1dari 4

Nama : Linawatim

Nim : 20130147
Matkul : Teori dan kritik sastra

1. Profil Jalaludin Rumi

Nama lengkap Jalaluddin Rumi adalah Maulana Jalaluddin Rumi


Muhammad bin Husin al-Khathbi al-Bakri. Beliau dilahirkan di Balkhi (Persia)
pada tahun 604 H (1217 M) dan meninggal pada tahun 672 H (1273 M). Ketika
beliau berusia 4 tahun, ayahnya membawa Rumi ke Asia Kecil yang pada waktu itu
lebih dikenal dengan Negeri Rum. Itulah sebabnya, maka dia memakai nama
“Rumi”, yang diambil dari nama negeri tempat tinggalnya. Ayahnya, Baha’ Walad
adalah seorang dai terkenal, fakih sekaligus sufi yang menempuh jalan rohani
sebagaimana Ahmad al-Ghazali, saudara Muhammad al-Ghazali yang dikenal
dengan kesufiannya. Sebagai ahli fiqh sekaligus sufi, Baha’ memiliki pengetahuan
eksoterik (yang berkaitan dengan hukum Islam) maupun pengetahuan esoterik
(yang berkaitan dengan thariqah / tasawuf). Berkaitan dengan dimensi eksoterik ini,
dia mengajarkan kepada setiap Muslim tentang bagaimana caranya menjalankan
kewajiban-kewajiban agama, sedangkan dalam dimensi esoterik, dia mengajarkan
bagaimana cara menyucikan diri dan meraih kesempurnaan. Ia juga mempelajari
dengan tekun kitab suci al-Qur’an baik pembacaan, penjelasan, ataupun
penafsirannya. Penelusuran keilmuannya tidak berhenti sampai disana, Ia juga
mempelajari hadist (satu cabang ilmu yang mengkaji ucapan dan perbuatan Rasul
Muhammad serta para sahabat). Pengetahuannya yang luas dalam kajian keIslaman
ditunjukkan dalam karya-karyanya yang mendalam.
Balkhi, pada tahun-tahun awal abad ke-13 di samping menjadi pusat pembelajaran
yang maju juga merupakan pusat perdagangan. Tetapi keadaan politik memaksa
terjadinya perubahan besar-besaran seiring dengan terjadinya penyerbuan besar-
besaran tentara Mongol dari Asia Dalam. Tepatnya pada tahun 1220 Balkhi diserbu
dan dimusnahkan hingga runtuh oleh kaum Mongol. Tapi penghancuran Balkhi
oleh tentara Mongol tidak berpengaruh pada Baha’ Walad dan keluarganya. Mereka
telah pindah dari Balkhi satu atau dua tahun sebelum penghancuran tersebut. Dalam
pengelanaannya keluarga itu melewati Bagdad ke Mekah, kemudian ke Syria dan
akhirnya sampai di Anatolia Tengah. Keluarga itu kemudian menetap di Laranda
(Karaman, saat ini Turki). Di sana Jalaluddin menikahi Jauhar Khatun, seorang
gadis muda berasal dari Samarkand. Pada tahun 1228, atas undangan Pangeran
Ala’uddin Kay-Qubad, Baha’ Walad memboyong keluarganya ke Konya Ibukota
Kesultanan Rum Seljuq yang sedang berkembang pesat, dan pada waktu itu masih
jauh dari jangkauan tentara Mongol. Di kota itu Baha’ Walad menjadi pengajar
sebagaimana yang ia lakukan di Balkhi. Pada Januari 1231, Baha’ Walad yang
mendapat julukan “Sultan Kaum Terpelajar”, wafat dan meninggalkan Jalaluddin
sebagai penggantinya. Ketika Rumi mengambil kedudukan ayahnya, dia tampak
sudah menguasai disiplin ilmu rohani dan ilmu-ilmu esoterik sufisme. Sejak itulah
maka dia seakan-akan sulit menghindarkan diri dari sufisme, bahkan senantiasa
terdorong kearahnya. Namun demikian, secara formal dia baru menjalani kehidupan
seorang sufi ketika Burhanuddin Tirmidzi, murid kesayangan ayahnya datang ke
Konya pada tahun 1232 hingga wafatnya tahun 1240. di bawah bimbingannya Rumi
menjalani disiplin-disiplin ilmu kerohanian. Rumi menjadi berubah ketika
Syamsuddin dari Tabriz datang ke Konya pada tahun 1244. Syamsuddin Tabrizi
memiliki pengaruh yang begitu besar terhadap pribadi Rumi. Dialah yang
menyebabkan Rumi berubah dari seorang ahli hukum menjadi seorang pecinta yang
mabuk. Sehingga ada yang mengatakan bahwa tanpa kehadiran Syams, maka tidak
akan pernah ada Rumi. Selama kurang lebih satu atau dua tahun, Syams senantiasa
mendampingi Rumi. Sehingga ketika tiba-tiba Syams meninggalkan Konya, maka
Rumi menjadi cemas. Hilangnya Syams dan kerinduan yang timbul di dalam
jiwanya pada kekasih spiritual menjadi pemicu pada diri Rumi untuk menggubah
dan melagukan hasratnya yang merindu dalam lirik puisi Persia. Akhirnya Rumi
mengetahui bahwa Syamsuddin pergi ke Damaskus, lalu ia mengutus putra
tertuanya, Sultan Walad untuk membawa Syams kembali ke Konya. Syams
akhirnya menempati rumah Rumi dan menikahi gadis muda pelayan rumah. Dia
menetap di sana hingga tahun 1248, sebelum akhirnya menghilang sekali lagi dan
tidak pernah ditemukan kembali. Tuduhan pembunuhan oleh anak kedua Rumi
yang dilontarkan Aflaki, salah seorang penulis awal biografi, saat ini banyak diakui
kebenarannya. Rumi amat terkejut oleh perpisahan kedua ini hingga kemudian dia
memutuskan untuk pergi sendiri ke Syria’ satu atau dua kali, untuk mencari
sahabatnya. Pada akhirnya, dia menyadari bahwa Syams tidak akan ditemukan dan
dia memutuskan untuk lebih mencari Syams “yang nyata” di dalam dirinya sendiri.
Proses pemenuhan perkenalan antara pecinta dan kekasihnya telah terpenuhi,
Jalaluddin dan Syamsuddin bukan merupakan dua jiwa dunia pada 17 Desember
1273.

2. Karena, tidak lagi diragukan lagi bahwa ribuan pesan tersurat maupun tersirat tentang
yang terpisah mereka satu selamanya. Setelah menjalani kehidupan mengajar dan
memenuhi kebutuhan pengikut dan sahabatnya Maulana Jalaluddin Rumi meninggal
makna kehidupan terkandung di antara larik demi larik puisi dan syairnya. Jalaluddin
Rumi merupakan salah satu dari sekian banyak sufi yang mengagungkan cinta. Ia
mampu memberikan energi tersendiri dalam tiap larik dan sajaknya, dan menjadikan
tiap kalimat yang ia tulis menjadi penyejuk bagi tiap jiwa, bahkan sama sekali tidak
haus akan kata cinta. Puisi dalam dunia sufi ialah sebuah karya tulis yang
mengandung nilai-nilai tasawuf, pengalaman tasawuf, dan biasanya merupakan
ungkapan kerinduan sang penyair akan Tuhan. Seperti yang kita ketahui bersama
bahwa karya-karya dari Jalaludin Rumi memang bagaikan catatan cinta dan rindu
yang bernuansa spiritual.
 Karya-karya Jalaluddin Rumi

Rumi tidak “menulis “ buku dengan cara konvensional sebagaimana orang


lain melakukannya. Prosa dan puisi Rumi pada saat ini disamping berasal dari
karya-karya yang dicatat oleh pengikutnya ketika Rumi menyampaikannya secara
lisan dan hasil pendiktean yang kemudian dia periksa lagi seperti
dalam Matsnawi dan Diwan, juga karya-karya yang ditulis oleh para pengikutnya
dari ingatan mereka atau dari catatan-catatan Rumi sendiri setelah kematiannya.
Karya-karya seperti itulah yang terangkum dalam buku Signs of the Unseen (fihi ma
fihi). Karya utama Rumi adalah berjudul Masnavi-i ma’navi, yang dalam edisi
Inggris berjudul Masnavi of Intrinsic Meaning. Karya ini terdiri dari enam jilid
buku yang berisi 25.000 bait puisi. Karya ini digubah sebagai persembahan untuk
memenuhi permintaan orang yang menjadi sumber inspirasi Rumi yang ketiga,
Husamuddin Chelebi. Rumi menggunakan berbagai jenis cara pengungkapan
sebagai medium ekspresinya. Dalam karyanya terdapat cerita, anekdot, dan lain-
lain. Tapi semua isinya menyentuh aspek pembelajaran dan pemikiran spiritual.
Adalah suatu yang wajar jika kita mengatakan bahwa ketika karya Rumi digubah,
tidak ada kitab di dalam dunia Islam, kecuali al-Qur’an, yang begitu dihormati dan
dirujuk oleh kaum Muslim sebagaimana Matsnawi karya Rumi. Karya utama Rumi
yamg lain ialah kumpulan puisi pendeknya yang luar biasa besar, Divan-i Syams-
i Tabriz, yang terdiri dari ghazal, kuatrin (sajak empat seuntai) dan lain-lain, dalam
bentuk yang tidak konvensional. Ciri khas Rumi yang secara sempurna tergabung
dengan alter egonya dapat kita lihat dari baris-baris terakhir ghazalnya, suatu
bagian yang dijadikan tempat oleh aturan konvensional di dalam puisi Persia untuk
menyisipkan nama samaran sang penyair, sementara Rumi menempatkan nama
kekasihnya Syams dari Tabriz. Untuk melengkapi karya Matsnawi dan Diwan,
kami menambahkan 144 surat Maulana Jalaluddin Rumi yang telah dikumpulkan
dan dipelihara oleh pengikutnya. Surat-surat itu kebanyakan ditujukan kepada
Parwana Mu’inuddin atau pejabat resmi lain dan pejabat-pejabat di Konya. Surat-
surat itu ditulis untuk kepentingan mereka yang membutuhkan bantuan. Dan untuk
menambah catatan ceramah Rumi, di dalam Signs of Unseen (fihi ma fihi), kami
sertakan kumpulan ceramah yang terpelihara di dalam Majalis-i sab’a-i
Maulana (Ceramah dari Tujuh Pembahasan Maulana). Fihi ma fihi merupakan
kumpulan kuliah, wacana, perbincangan, dan komentar Rumi pada pelbagai
masalah. Kebanyakan dari tujuh puluh satu bagian yang dimuat di dalam buku ini
adalah bagian-bagian yang terlepas. Beberapa lagi berasal dari yang sejenis dengan
“pembahasan” (majelis) guru sufi, atau pertemuan tak resmi dengan murid dan
pengikutnya, selama itu sang guru menguraikan satu pokok bahasan atau lebih.
Meskipun banyak, atau bahkan semuanya, dari bagian yang barangkali telah ditulis
Rumi selama masa kehidupan Rumi, hampir dapat dipastikan bahwa keseluruhan
karya ini tidak selesai dibuat hingga Rumi wafat. Bentuk buku itu merupakan
kenang-kenangan dari kumpulan wacana-wacana ayahnya, yang umumnya
cenderung lebih merupakan pandangan terhadap suatu gagasan (seperti bagian 34
kitab Fihi ma fihi).

Kumpulan puisi Rumi yang terkenal bernama al-matsnawi al-


maknawi konon adalah sebuah revolusi terhadap ilmu kalam yang kehilangan
semangat dan kekuatannya. Isinya juga mengkritik langkah dan arahan filsafat yang
cenderung melampaui batas. Diakui, bahwa puisi Rumi memiliki ciri khas tersendiri
dibandingkan para sufi penyair lainnya. Melalui puisi-puisinya Rumi
menyampaikan bahwa pemahaman atas dunia hanya mungkin didapat lewat cinta,
bukan semata-mata lewat kerja fisik. Dalam puisinya Rumi juga menyampaikan
bahwa tuhan  sebagai satu-satunya tujuan, tidak ada yang menyamai.

Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah:

Jangan tanya apa agamaku. Aku bukan Yahudi, bukan zoroaster,


bukan pula Islam. Karena aku tahu, begitu suatu nama kusebut, kau akan
memberikan arti yang lain daripada makna yang hidup di hatiku.

Anda mungkin juga menyukai