Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MATERNITAS II

LAPORAN PENDAHULUN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFEKSI


TORCH

Oleh Kelompok 8
1. Ayu Novita Sari Tampubolon (193213008)
2. Febriyani Falentien Fairnap (193213011)
3. Ni Komang Sindy Octaviana Dewi (193213030)
4. Putu Ardia Piranika Putri (193213048)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
kelompok untuk mata kuliah Maternitas II, dengan Judul“Laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan pada infeksi torch”
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami
mengharapkan segala segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yan dapat
membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi seluruh pembaca.

Denpasar, 12 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB IPENDAHULUAN.................................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG............................................................................................................
1.2 RUMUS MASALAH.............................................................................................................
1.3  TUJUAN...............................................................................................................................
1.4 MANFAAT............................................................................................................................
BAB IIPEMBAHASAN..................................................................................................................
A. KONSEP INFEKSI TORCH..................................................................................................
2.1 DEFINISI...............................................................................................................................
2.2 ETIOLOGI INFEKSI TORCH..............................................................................................
2.3 KLASIFIKASI.......................................................................................................................
2.4 PATOFISILOGI.....................................................................................................................
2.5 PATHWAY..........................................................................................................................
2.6 MANIFESTASI KLINIS.....................................................................................................
2.7 PENATALAKSANAAN INFEKSI TORCH......................................................................
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG TORCH..........................................................................
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................
1. Pengkajian.......................................................................................................................
2. Diagnosa..........................................................................................................................
3. Intervensi.........................................................................................................................
4. Implementasi...................................................................................................................
5. Evaluasi...........................................................................................................................
BAB IIIPENUTUP........................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................
3.2 SARAN................................................................................................................................
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi
yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Penyakit TORCH ini dikenal
karena menyebabkan kelainan dan berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai
anak-anak sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat
hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental
yang beraneka ragam. Beberapa jenis infeksi yang umum dialami oleh wanita yang akan
ataupun sedang hamil dan infeksi ini biasanya ditularkan ke calon bayi sehingga
menyebabkan cacat. Oleh sebab itu, sangat penting dilakukan diagnosis dini agar dapat
dilakukan pencegahan atau pengobatan lebih awal. Proses diagnosis dapat dilakukan
langsung kepada dokter atau bidan, namun sering terjadi hambatan-hambatan seperti:
keterbatasan waktu, keadaan fisik yang tidak memungkinkan untuk meninggalkan rumah,
masalah keuangan, keterbatasan tenaga dokter atau bidan, dan lain-lain. (Bayu,2018).
Salah satu penyakit yang membuat wanita merasa khawatir salah satunya adalah
penyakit TORCH. Sekitar 40% wanita hamil pengidap TORCH pada awal kehamilan, janin
yang dilahirkan akan terinfeksi dan 15% mengalami keguguran atau kelahiran dini. Sebanyak
17% janin terinfeksi pada trimester pertama, 24% pada trimester kedua dan 62% pada
trimester ketiga. Hasil penelitian lain juga mengatakan bahwa 90% bayi yang terinfeksi dapat
lahir dengan normal, walaupun 80–90% bayi tersebut dapat menderita gangguan penglihatan
sampai buta setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah lahir, dan 10% dapat
mengalami gangguan pendengaran (Bobak, 2005).
Banyaknya wanita yang mengalami kegugurandan tidak dapat mengalami kehamilan
dikarenakan virus TORCH ini. Penyebab virus ini masuk kedalam tubuh manusia yaitu
melalui lantaran hewan yang berada di sekitar kita, seperti kucing, ayam, tikus, burung,
anjing, sapi dan lain sebagainya. Meskipun kita tidak dekat dengan hewanhewan di atas
namun virus ini dapat menular melalui sayuran, daging setengah matang, udara. Virus ini
juga sangat mudah menular seperti halnya penyakit HIV (Lowdermilk, 2005).

1.2 RUMUS MASALAH


1. Apa definisi dari infeksi TORCH?
2. Apa etiologi dari infeksi TORCH?
3. Bagaimana patofisiologi dari infeksi TORCH?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari infeksi TORCH?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari infeksi TORCH?
6. Apa pemeriksaan penunjang dari infeksi TORCH?
7. Apa saja asuahan keperawatan pada infeksi TORCH?

1.3  TUJUAN

1. Untuk mengetahui definisi dari infeksi TORCH


2. Untuk mengetahui etiologi dari infeksi TORCH
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari infeksi TORCH
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari infeksi TORCH
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari infeksi TORCH
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari infeksi TORCH
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada infeksi TORCH

1.4 MANFAAT
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan
infeksi torch.
b. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi
bekal dalam persiapan praktek di rumah sakit maupun di masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP INFEKSI TORCH

2.1 DEFINISI
Toksoplasmosis, rubella virus, citomegalovirus, dan herpes simplek virus,
yang secara korelatif dikenal sebagai infeksi TORCH, adalah suatu kelompok
organisme yang mampu menembus plasenta dan memengaruhi perkembangan janin.
(Bobak, 2005).
a. Toxoplasm
Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi.
Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-
kira hanya 10-20% kasu infeksi. Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala
influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan
masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil
terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau
keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada
Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitasi.
b. Rubella
Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran
kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang
anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila terjadi pada wanita hamil
muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya.jika infeksi terjadi pada
bulan pertama kehamilan maka resiko terjadinya kelainan adalah 50%,sedangkan jika
infeksi terjadi trimester pertama maka resikonya menjadi 25% (menurut Huda,2015).
c. Cytomegalovirus
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini termasuk
golongan virus keluarga herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV
dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab
infeksi yang berbahaya bagi janin bilainfeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu
terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai resiko tertular sehingga
mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian
retardasi mental, dan lain-lain.
d. Herpes
Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh herpes simpleks
tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan
dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal
ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi
yang baru lahir dapat berakibat fatal (lebih dari 50 kasus).

2.2 ETIOLOGI INFEKSI TORCH

1. Toxoplasma Gondii
Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraselular obligat yang tergolong
dalam filum Apicomplexa dan secara taksonomi mempunyai kekerabatan dengan
Plasmodium, penyebab malaria dan Pneumocystis, penyebab pneumonia. Hospes
definitif Toxoplasma gondii adalah kucing dan hospes sementara adalah burung dan
mamalia, termasuk manusia. (Saiful, 2017)
2. Rubella
Rubela disebabkan oleh suatu RNA virus, genus Rubivirus, family
togaviridae. Secara fisikokimiawi, virus ini sama dengan anggota virus lain dari famili
tersebut. Tetapi secara serologi, virus rubela berbeda. Sindrom rubela konginetal
merupakan penyakit yang sangat menular yang penularannya melalui oral droplet,
dari nasofaring atau rute pernafasan dan selanjutnya memasuki aliran darah. Namun,
terjadi erupsi di kulit dan belum diketahui patogenesisnya. Virus rubela hanya
menjangkiti manusia saja dan penularan dapat terjadi biasanya sejak 7 hari sebelum
hingga 5 hari sesudah timbulnya erupsi, daya tular tertinggi terjadi pada akhir masa
erupsi, kemudian menurun hingga cepat dan berlangsung hingga hilangnya erupsi.
(Amin Huda.2015).
3. Cyto Megalo Virus
CMV merupakan virus litik yang menyebabkan efek sitopatik in vivo dan in
vitro.tanda patologi dari infeksi CMV adalah sebuah pembesaran sel dengan tubuh
yang terinfeksi virus.sel yang menunjukan cytomegaly biasanya terlihat pada infeksi
yang disebabkan oleh betaherpesvirinae lain.meskipun berdasarkan pertimbangan
diagnosa,penemuan histological tersebut kemungkinannya minimal atau tidak ada
pada organ yang trinfeksi. Ketika inang telah terinfeksi,DNA CMV dapat di deteksi
oleh polymerase chain reaction (PCR) di dalam semua keturunan sel atau dan sistem
organ didalam sistem tubuh.pada permulaannya, CMV menginfeksi sel epitel dari
kelenjar saliva,menghasilkan infeksi yang terus menerus dan pertahanan virus.infeksi
dari sistem genitif memberi kepastian klinik yang tidak konsekuen.meskipun replikasi
virus pada ginjal berlangsung terus-menerus,disfungsi ginjal jarang terjadi pada
penerima transplantasi ginjal. (Bayu Fajar, 2018)
4 Herpes
HSV tipe I dan II merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan tipe II
berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenik, marker, dan
lokasi klinis (tempat predileksi).
Transmisi virus herpes pada manusia ( Amin Huda.2015 )
Virus Transmisi Portal of entry Target sel awal
HSV 1 Kontak langsung Mukosa, kulit Epitel
HSV 2 Kontak langsung Mukosa, kulit Epitel
VZV Inhalasi, kontak langsung Saluran nafas, mukosa Epitel
CMV Saliva Mukosa, aliran darah Neutrofil, monosit
EBV Mukosa, aliran darah Limfosit B, kelenjar ludah

2.3 KLASIFIKASI
Penularan dapat disebut penularan dari ibu ke anak (mother-to-
childtransmission). Infeksi yang dapat ditularkan vertical dapat disebut infeksi perinatal
(perinatal infaction) jika ditularkan pada periode perinatal, yaitu periode yang dimulai
pada masa gestasional 22 minggu sampai 28 (dengan variasi regional untuk definisi) dan
berakhir tujuh hari penuh setelah kelahiran. Istilah infeksi kongenital (congenital
infection) dapat digunakan jika infeksi uang ditularkan vertical itu masih terus dialami
setelah melahirkan. Contoh : Beberapa infeksi yang ditularkan vertikel dimasukkan ke
dalam kompleks TORCH, yang merupakan singkatan dari:
T- Toxoplasmosis / toxoplasma gondii
O- Other infections (see below)
R- Rubella
C- Cytomegalovirus
H- Herpes simplex virus-2 atau neonatal herpes simplex
Huruf O nerujuk pada other agentsatau penyebab lain termasuk :
Coxsackievirus
Chickenpox atau cacar air disebabkan oleh varicella zoster virus
Parvovirus
Chlamydia
HIV
Human T-lymphotropic virus
Syphilis
Hepatitis B juga dapat digolongkan sebagai infeksi yang ditularkan vertikal, tetapi
virus hepatitis B berukuran besar dan tidak dapatmenembus ke plasenta, sehingga
tidak dapat menginfeksi janin kecuali ada kebocoran pada barier ibu-bayi, misalnya
pada pendarahan pada waktu melahirkan atau amniocentesis.

2.4 PATOFISILOGI
1. Toxoplasma Gondii
Toxoplasma gondii merupakan protozoa intraselular obligat yang tergolong
dalam filum Apicomplexa dan secara taksonomi mempunyai kekerabatan dengan
Plasmodium, penyebab malaria dan Pneumocystis, penyebab pneumonia. Hospes
definitif Toxoplasma gondii adalah kucing dan hospes sementara adalah burung dan
mamalia, termasuk manusia. Toksoplasma gondii mempunyai 3 bentuk, (1) Ookista,
yang dibentuk dalam mukosa usus kucing (2) Takizoit (tropozoit yang membelah
dengan cepat), merupakan bentuk yang ditemukan pada infeksi akut dalam tubuh
hospes perantara. (3) Kista (mengandung bradizoit, tropozoit yang membelah lebih
lambat), yang terdapat dalam jaringan hospes perantara, terutama di otak, otot rangka
dan otot jantung. Kista dapat bertahan lama dan menyebabkan infeksi menahun.
Siklus hidup Toksoplasma gondii memiliki 2 fase, yaitu seksual dan aseksual. Fase
seksual terjadi dalam tubuh hospes definitif. Pada fase ini terjadi pembentukan ookista
dalam mukosa usus halus kucing yang akan dikeluarkan lewat tinja. Ookista sangat
stabil pada lingkungan yang lembab dan hangat, tetapi tidak mampu bertahan
terhadap iklim dingin dan kering. Ookista juga resisten terhadap banyak desinfektan.
Ookista dapat menyebar ke lingkungan dan mengkontaminasi air, tanah, buah-buahan,
dan sayur-sayuran, sehingga dapat tertelan oleh binatang lain dan manusia. Babi, sapi,
atau kambing yang terinfeksi dapat menyebabkan infeksi sekunder pada manusia yang
memakan daging yang tidak dimasak. Fase aseksual terjadi dalam tubuh hospes
perantara. Pada fase ini terbentuk takizoit yang masuk dalam peredaran darah dan
menyebar ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan infeksi akut. Daya tahan tubuh
akan menghambat proses infeksi dan takizoit berubah menjadi bentuk kista yang
mengandung bradizoit, yang dapat bertahan seumur hidup. Toksoplasmosis umumnya
ditularkan melalui 3 cara: menelan bentuk ookista Toksoplasma dari kotoran kucing
yang melekat di tangan, memakan makanan mentah seperti sayuran atau buah yang
tidak dicuci atau daging yang kurang matang, dan dari ibu kepada janin melalui
plasenta. Penularan juga bisa terjadi melalui tranfusi darah dan transplantasi organ
Ookista atau kista yang ditelan akan pecah dalam usus dan mengeluarkan tropozoit
yang akan menyerang sel tubuh dan berkembang biak dalamnya. Sel yang telah penuh
dengan tropozoit akan pecah dan menyerang sel lain disekitarnya. Parasit dapat
menyerang semua sel tubuh kecuali sel darah merah20,23 serta mampu melewati
dinding usus, blood brain barrier dan plasenta. Parasit tidak menghasilkan toxin,
tetapi pertumbuhan kista intraselular akan menyebabkan sel tubuh menjadi nekrosis.
(Saiful, 2017)
2.Rubella
Penularan terjadi melalui oral droplet, dari nasofaring, atau rute pernafasan.
Selanjutnya virus rubella memasuki aliran darah. Namun terjadinya erupsi dikulit
belum diketahui patogenesisnya. Viremia mencapai puncaknya tepat sebelum
timbul erupsi di kulit. Di nasofaring virus tetap ada sampai 6 hari setelah
timbulnya erupsi dan kadang-kadang lebih lama. Selain dari darah dan sekret
nasofaring, virus rubella telah diisolasi dari kelenjer getah bening, urin, cairan
serebrospinal, ASI, cairan sinovial dan paru.
Penularan dapat terjadi biasanya sejak 7 hari sebelum hingga 5 hari sesudah
timbulnya erupsi. Daya tular tertinggi terjadi pada akhir inkubasi, kemudian
menurun dengan cepat. Dan berlangsung hingga menghilangnya erupsi.
Rubella dapat ditularkan melalui kontak pernafasan dan memiliki masa
inkubasi antara minggu. Penderita dapat menularkan penyakit ini selama seminggu
sebelum dan sesudah timbulnya rash (bercak - bercak merah) pada kulit. Rash pada
Rubella berwarna merah jambu, mengjilang dalam waktu 2-3 hari dan tidak selalu
muncul untuk semua kasus infeksi.
Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal
melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi
antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan
timbul ruam. Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara
hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan
viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas.
Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk
dapat terjadi viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin.
Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas. Bayi- bayi yang
dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius
melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 – 50 %,
dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi
tersebut merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa
yang rentan dan berhubungan dengan bayi. (Amin Huda, 2015)
3. Cyto Megalo Virus
Sitomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus kongenital di
amerika utara. CMV ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung dengan
cairan atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan
ASI. Masa inkubasi tidak diketahui; berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi:
setelah lahir-3 sampai 12 minggu; setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah
transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari
beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat tetap
tidak aktif dalam tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini
belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
Ada 3 jenis CMV:
a. Kongenital
Didapat didalam rahim melalui plasenta. Kira-kira 40%bayi yang lahir dari wanita
yang menderita CMV selama kehamilan juga akan terinfeksi CMV. Bentuk paling
berat dari infeksi ini adalah penyakit inklusi sito megalik.
b. 2).Akut-didapat
Didapat selama atau setelah kelahiran sampai dewasa. Gejala mirip dengan
mononucleosis( malaise, demam, faringitis, splenomegali, ruam petekia, gejala
pernapasan). Infeksi bukan tanpa sekuela, terutama pada anak-anak yang masih
kecil, dan dapat terjadi akibat tranfusi.
c. Penyakit sistemik umum yang terjadi pada individu yang menderita imunosupresi,
terutama jika mereka telah menjalani transpantasi organ. Gejala-gejalanya
termasuk pneumonitis, hepatitis, dan leucopenia, yang kadang-kadang fatal.
Infeksi sebelumnya tidak menghasilkan kekebalan dan dapat menyebabkan
reaktivasi virus.(Bayu Fajar, 2018).
d. Herpes
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam HSV 1 dan
2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir, dan mata, sedangkan HSV 2
dapat menyebabkan lesi genital. Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan
seksual atau kontak fisik lainnya.
Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV akan mengadakan
replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi 4 sampai 6 hari. Replikasi akan
berlangsung terus sehingga sel akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal.
Selanjutnya, akan terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris
perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti penyebarannya ke
daerah mukosa dan kulit yang lain.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami peningkatan.
Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang terjadi, bervariasi dari 1
dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak
langsung dengan HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--
40% jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir
kehamilannya. (Bayu Fajar, 2018).
PATHWAY

Toxoplasma gondi
2.5 PATHWAY Virus Rubella Cytomegalo virus Herpes

Toxoplasma gondi

Makanan yang Virus disebarkan Tidak mengetahui


tercemar oosislat dari melalui udara prognosis penyakit,
feses kucing yang gelisah/cemas
menderita TORCH
Masuk melalui
saluran pernapasan Ansietas

Menginfeksi saluran
pencernaan
Menyebar keseluruh
tubuh
Diare

Peradangan

Kerukarangan
volume cairan
Terjadinya proses Nyeri
infeksi

Peningkatan suhu
tubuh

Hipertermi
2.6 MANIFESTASI KLINIS

1 Toxoplasma Gondii
Manifestasi klinis yang timbul pada penderita toksoplasmosis kongenital berupa
retinokoroiditis, hepatoslenomegali, kalsifikasi intrakranial, hidrosefalus, mikrosefali,
dan retardasi mental. Derajat kelainan yang timbul tergantung pada saat terjadinya
infeksi selama masa kehamilan dan daya tahan tubuh penderita. Infeksi yang terjadi pada
awal kehamilan bahkan dapat menyebabkan abortus atau bayi lahir mati.
Manifestasi klinis yang paling sering dijumpai adalah retinokoroiditis, yang kadang-
kadang dapat timbul bersamaan dengan manifestasi okular lain seperti iritis dan uveitis
anterior. Sebagian besar kasus penyakit ini menimbulkan kelainan pada kedua mata
(bilateral). (Saiful, 2017 )
2. Rubella
a. Masa inkubasi 14-21 hari. Pada anak erupsi timbul tanpa keluhan jarang disertai
gejala dan tanda pada masa prodromal.
b. Pada remaja masa prodromal berlangsung 1-5 hari dan terdiri dari demam ringan,
sakit kepala, nyeri tenggorokan, kemerahan pada konjungtiva, rhinitis, batuk dan
limfadenopatik.
c. Hari pertama erupsi timbul suatu enantema, forschheimer sport, yaitu makula atau
pteki pada pallatum molle, bisa saling merengkuh sampai seluruh permukaan
faucia.
d. Pembesaran kelenjar limfe timbul 5-7 hari sebelum timbul eksantema, khas
mengenai kelenjar suboksipital, postaurikular dan servikal dan disertai nyeri
tekan.
e. Gejala prodromal menghilang saat erupsi timbul.
f. Bayi yang lahir dari ibu hamil yang menderita rubela pada trimester 1 bisa
terkena sindrom rubela konginetal, yaitu trias anomali konginetal pada mata,
telinga, dan defek jantung. Kerusakan jantung dan mata terjadi karena infeksi
embrio yang berumur 6 minggu, sedangkan ketulian dan defek jantung terjadi
pada semua embrio yang berumur sampai kira-kira 16 minggu. ( Amin
Huda.2015 )
3.Cyto Megalo Virus
a. Pteki dan ekimosis
b. Hepatosplenomegali
c. Ikterus neonatorum, hiperbilirubinemia
d. Retardasi pertumbuhan intrauterin
e. Prematuritas (ukuran kecil menurut usia kehamilan)
f.Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar :
purpura , hilang pendengaran, korioretinitas : buta, demam, kerusakan otak (Bayu
Fajar, 2018)
4 Herpes
a. Infeksi primer
 Tipe I : di daerah pinggang ke atas, terutama daerah mulut dan hidung
 Tipe II : di daerah pinggang ke bawah terutama di daerah genital
 Infeksi primer berlangsung 3 minggu
 Menular melalui kontak kulit
 Demam, malaise, anoreksia
 Pembengkakan kelenjar getah bening regional ( Amin Huda.2015 )
b. Fase laten
Fase ini tidak ditemukan gejala klinis, tetapi HSV dapat ditemukan dalam keadaan
tidak aktif pada ganglion dorsalis
c.Infeksi rekurens
 Trauma fisik (demam, infeksi, kurang tidur, berhubungan seksual)
 Trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi)
 ·Berlangsung 7-10 hari
 ·Rasa panas, gatal, dan nyeri
 ·Dapat timbul pada tempat yang sama.

2.7 PENATALAKSANAAN INFEKSI TORCH


1.Toxoplasma Gondii
Wanita hamil dan bayi yang terinfeksi, baik yang menunjukkan gejala
atau tidak, mempunyai indikasi untuk mendapat pengobatan spesifik Toksoplasma
gondii secepatnya setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa obat terbukti efektif terhadap
bentuk takizoit Toxoplasma gondii, tetapi belum ada obat yang efektif terhadap bentuk
bradizoit.Pengobatan terpilih toksoplasmosis kongenital adalah kombinasi pirimetamin
dan sulfadiazin.
WHO dan CDC merekomendasikan protokol terapi terhadap wanita hamil
yang terinfeksi Toksoplasma berupa kombinasi pirimetamin (dosis dewasa 25-100
mg/hari, selama 3-4 minggu), sulfadiazin (dosis dewasa 1-1,5 gr 4x sehari selama 3-4
minggu), dan asam folat (leucovorin, 10-25 mg/hari selama 3-4 minggu) untuk
mencegah depresi sumsum tulang.Pirimetamin tidak dapat diberikan pada trimester
pertama dan kedua kehamilan karena efek teratogeniknya. Obat yang dapat diberikan
untuk wanita pada kehamilan trimester pertama dan kedua adalah sulfadiazin.
Spiramisin juga digunakan untuk mengobati wanita yang mendapat infeksi
selama kehamilan. Obat ini dapat mengurangi resiko terjadinya toksoplasmosis
kongenital bila diberikan pada fase awal penyakit. Spiramisin memiliki konsentrasi
yang tinggi dalam jaringan, terutama plasenta. Dosis yang diberikan pada infeksi
maternal akut adalah 3-4 gr/hari per oral yang dibagi dalam 4 dosis selama 3-4 minggu.
Belum ada laporan efek teratogenik obat ini pada hewan dan manusia.
Derouin dkk. menyampaikan bahwa kotrimoksazol merupakan obat yang lebih
baik dibandingkan spiramisin untuk mengobati toksoplasmosis selama kehamilan,
tetapi kurang efektif dibandingkan kombinasi pirimetamin-sulfadiazin. Obat ini tidak
boleh diberikan pada trimester I kehamilan. Pengobatan pada bayi penderita
toksoplasmosis kongenital dapat berlangsung selama 1 tahun. Pada 6 bulan pertama
dapat diberikan sulfadiazin (80-100 mg/kgbb/hari) dan pirimetamin (1-2 mg/kgbb/hari)
ditambah kalsium leukovorin (5 mg/3 hari), untuk mengatasi efek samping depresi
sumsum tulang. Jika terdapat gejala korioretinitis aktif, dapat diberikan terapi streoid (1
mg/kgbb/hari). Setelah 6 bulan terapi, kombinasi terapi diatas dapat diberikan
bergantian setiap bulan dengan spiramisin (100 mg/kgbb/hari). (Saiful Basri 2017 )
2.Rubella
Untuk tahap penyembuhan sebenarnya tidak ada obat yang spesifik. Berikut beberapa
penanganan yang dilakukan jika terinfeksi :
a. Farmakologi : Acetaminopen atau ibuprofen dapat mengurangi demam dan nyeri
b. Pengobatan rawat jalan
Dikarenakan penyakit rubela merupakan penyakit yang ringan (jika menyerang
anak-anak dan orang dewasa). Seseorang yang menderita rubela bisa dijaga di
rumah, tetapi tetap menjaga suhu tubuh pasien.
c. Pengobatan untuk wanita yang hamil
Pada wanita hamil jika terserang virus ini maka sebaiknya segera diperiksa
ke dokter dan kemungkinannya dokter memberikan suntikan immunoglobulin.
Ig tidak dapat menghilangkan virus rubela tetapi dapat membantu dalam
meringankan gejala yang diberikan oleh virus ini dan dapat mengurangi risiko
pada janin
Walaupun tidak ada obat yang spesifik, namun dapat diberikan pencegaha,
yaitu dengan vaksin dalam bentuk vaksin kombinasi yang sekaligus digunakan
untuk mencegah infeksi campak dan gondongan dikenal dengan vaksin
MMR( Amin Huda.2015 )
3.Cyto Megalo Virus
Tidak ada terapi khusus untuk CMV pada individu yang sehat. Pasien dengan
gangguan kekebalan dan mereka yang memiliki gejala mononukleosis atau gejala
hepatitis diobati berdasarkan gejala yang timbul atau dengan terapi antivirus. (Bayu
Fajar, 2018)
4.Herpes
Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salep atau krim yang
mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat
asiklofir (zofirax). Pengobatan oral preparat asiklofir dengan dosis 5 x 200 mg perhari
selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa
rekuren. Pemberian parenteral asiklofir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin)
dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam.
Untuk terapi sistemik digunakan asilofir, falasiklofir atau farmsiklofir. Jika
pasien mengalami rekuren 6 kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan
asiklofir 400 mg atau falasiklofir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk
obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin
HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklofir intravena.
( Amin Huda.2015 )

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG TORCH

1. Toxoplasma Gondii
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang diletakkan pada penyangga
padat, mula-mula di inkubasi dengan serum penderita kemudian dengan antibodi
berlabel enzim. Kadar antibodi dalam serum penderita sebanding dengan intertitas
warna yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan substrat. Uji
aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi prediktif kapan seseorang atau
individu tersebut diperkirakan terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk
menentukan status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan
antigen.
Cara Kerja :
a. Lokasi Pengambilan Sampel
- vena mediana cubiti ( dewasa )
- vena jugularis superficial
b. Cara kerja pengambilan sampel :
- Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol 70% dan biarkan
menjadi kering kembali
- Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
- Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar vena tidak bergerak
- Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai yang dibutuhkan
- Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
- Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan kapas tadi
- Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji dinding tabung dan
berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien dan jenis specimen.
2. Rubella
a. a.Tes darah serologi antigen rubela
b. b.Pemeriksaan ELISA ( Amin Huda.2015 )
3. Cyto Megalo Virus
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut
atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi.
Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta
Aviditas Anti-CMV IgG. (Bayu Fajar, 2017)
4. Herpes
Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan. Jika tidak ada
lesi, dapat diperiksa antibodi HSV. Pada percobaan Tzanck dengan pewarnaan
Giemsa dari bahan vesikel dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi
itranuclear.( Amin Huda.2015 ).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Data Umum
1) Identitas Klien
Identitas meliputi nama klie, umur, agama, jenis kelamin, status marital,
pedidikan, pekerjaan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian no. register, diagnose medis dan penanggung jawab klien meliputi
nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan dan
2. Riwayat Kesehatan
2) Keluhan Utama
3) Riwayat Penyakit Sekarang
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu meliputi penyakit yang pernah dialami, pernah
dirawat, alergi, kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
6) Riwayat Sosisokultural
7) Riwayat obstetric
Riwayat obstetric meliputi riwayat menstruasi, riwayat pernikahan
riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu, riwayat kehamilan saat
ini ,riwayat keluarga berencana
3. Pola Fungsional Kesehatan
1. Pola Nutrisi Dan Metabolisme
2. Pola Eliminasi
3. Pola Tidur danIstirahat
4. Pola Seksual dan Reproduksi
5. Pola Kognitif dan Sensori
6. Pola Hubungan danPeran
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
8. Pola Mekanisme Stres dan Koping
9. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
4. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum
 Head to toe

 Kepala Wajah

 Dada

 Genetalia dan perineum


 Ekstremitas

1. Diagnosa
a. Gangguan integritas kulit b.d hipertermia
b. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolisme
c. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurang asupan makanan
d. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (infeksi, iskemia,neoplasma)

2. Intervensi
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Rencana Tindakan Rasional
keperawatan Hasil
1. Gangguan Setelah diberikan asuhan Perawatan integritas kulit: 1. Untuk
integritas kulit keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab mengetahui
3x24 jam diharapkan gangguan integritas penyebab
integritas kulit meningkat kulit kerusakan
dengan kriteria hasil: 2. Ubah posisi tiap 2 kulit
jam sekali 2. Agar tidak
1. Kerusakan jaringan
3. Gunakan produk merusak
menurun
berbahan petroleum integritas
2. Kerusakan lapisan
atau minyak pada kulit lainnya
kulit menurun
kulit kering 3. Agar kulit
3. Nyeri menurun
4. Gunakan produk tidak kering/
4. Kemerahan menurun
berbahan lembab
ringan/alami untuk 4. Agar kulit
kliit sensitive tidak kering/
5. Hindari produk lembab
berbahan dasar 5. Agar kulit
alcohol pada kulit tidak
kering mengalami
kerusakan
2. Hipertermia Setelah diberikan asuhan Manajemen hipertermia: 1. Untuk
keperawatan selama mengetahui
1. Monitor suhu tubuh
3x24 jam diharapkan suhu tibuh
2. Longgarkan atau
termoregulasi membaik pasien
lepaskan pakaian
dengan kriteria hasil: 2. Agar pasien
3. Anjurkan tirah baring
1. Kulit merah merasa
4. Kolaborasi pemberian
menurun nyaman
cairan intra vena jika
2. Suhu tubuh 3. Agar pasien
perlu
membaik merasa
3. Suhu kulit nyaman
membaik 4. Untuk
memebuhi
kebutuhan
cairan pasien

3. Ketidak a.Nutritional Status: Nutrion Management 1. Untuk


seimbangan Food and Fluid Intake Nutrion Monitoring mengetahui
nutrisi kurang b.Nutritional Status: 1. Kaji adanya alergi jenis maknan
dari kebutuhan Nutrient Intake makanan yang tidak
tubuh c.Weigh control 2. Kolaborasi dengan boleh untuk
Kriteria Hasil ahli gizi untuk pasien
1. Adanya peningkatan menentukan jumlah 2. Untuk
berat badan sesuai kalori dan nutrisi yang memenuhi
dengan tujuan dibutuhkan pasien kebutuhan
2. Berat badan ideal 3. Monitor jumlah nutrisi pasien
sesuai dengan tinggi nutrisi dan kandungan 3. Untuk
badan kalori mengetahui
3. Mampu 4. Berikan informasi kebutuhan
mengidentifikasi tentang kebutuhan nutrisi dan
kebutuhan nutrisi nutrisi kalori yang
4. Tidak ada tanda-tanda 5. Monitor adanya seimbang
malnutrisi penurunan berat untuk pasien
5. Menunjukkan badan 4. Agar pasien
peningkatan fungsi 6. Monitor pucat, mengetahui
pengecap dari kemerahan, tentang
menelan dankekeringan kebutuhan
6. Tidak terjadi jaringan konjungtiva nutrisinya
penurunan berat 7. Monitor kalori dan 5. Untuk
badan yangberarti intake nutrisi. mengetahui
BB pasien
6. Untuk
mengetahui
kondisi
pasien
7. Untuk
mengetahui
kalori dan
intake nutrisi
pasien
4. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri 1. Mengetahui
keperawatan selama tingkat nyeri
1. Identifikasi lokasi,
3x24 jam diharapkan yang dirasakan
karakterisitik, durasi,
tingkat nyeri menurun klien
frekuensi, kualitas,
dengan kriteria hasil: 2. Mengetahui
intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri apakah obat
2. Monitor efek samping
menurun yang diberikan
penggunaan analgetik
3. Meringis mampu
3. Fasilitasi istirahat dan
menurun mengatasi
tidur
4. Gelisah menurun nyeri yang
4. Ajarkan teknik
kesulitan tidur pasien alami
relaksasi
menurun 3. Pasien mampu
5. Kolaborasi pemberian
beristirahat
analgetik
dengan
nyaman
4. Teknik
relaksasi
membantu
mengurangi
nyeri pada
klien
5. Dapat
mengurangi
rasa nyeri yang
pasien alami

3. Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalampelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :Intervensi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal,
teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul
pada pasien.

4. Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai
kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi berfokus pada
ketepatan perawatan yang diberikan dan kemajuan pasien atau kemunduran pasien terhadap
hasil yang diharapkan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu karena setiap
tindakan keperawatan dilakukan, respon klien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya
dengan hasil yang yang diharapkan. Kemudian berdasarkan respon klien, direvisi intervensi
keperawatan atau hasil yang diperlukan. Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas
tindakan computer keperawatan, yaitu:
1. Proses(sumatif)
Fokus tipe ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan,
dilaksanakan untukmembantu keefektifan terhadap tindakan.
2. Hasil (formatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir
tindakan keperawatan klien

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus
(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan
oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella,
Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B). Penyakit ini sangat
berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada
wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan.

3.2 SARAN

Untuk selalu waspada terhadap penyakit torch dengan cara mengetahuimedia dan cara
penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan tertular. Hidup bersih dan
makan,makanan yang dimasuk dengan matang.
DAFTAR ISI
Basri, Saiful. 2017. Toksoplasmosis Okular Kongenital Volume 17 https:// doi.org/ 10.24815/
jks.v17i2.8993
Bobak, Lowdermilk, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Fajar, Bayu. 2018. Infeksi CMV. Volume 1. https://doi.org.10.26891/jkm.vl2.2018.114-117
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Nanda NIC NOC. Jilid 2. Yogyakarta : Mediaction
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Nanda NIC NOC. Jilid 3. Yogyakarta : Mediaction

Anda mungkin juga menyukai