Anda di halaman 1dari 12

DOI: http://dx.doi.org/10.21107/ilkom.v11i2.

3324

AKOMODASI KOMUNIKASI ANTARBUDAYA IMIGRAN


ILEGAL ASAL AFGANISTAN DENGAN MASYARAKAT
KOTA PEKANBARU

Nova Yohana, Ringgo Eldapi Yozani

Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Jurusan Komunikasi, Universitas Riau


Pekanbaru- 28293
Telp/Fax/HP (0761) 632677, 35675, 081320033210,
e-mail: nova.yo7@gmail.com

ABSTRAK

Kota Pekanbaru merupakan salah satu kota yang banyak didatangi oleh imigran dengan alasan
mencari suaka. Imigran asal Afghanistan merupakan pencari suaka yang terbanyak menghuni Rumah
Detensi Kota Pekanbaru. Selama berada di Kota Pekanbaru mengakibatkan imigran pencari suaka
asal Afganistan ini tidak bisa menghindari kontak antarbudaya, sehingga penyesuaian atau adaptasi
komunikasi antarbudaya terjadi karena latar belakang budaya yang berbeda. Salah satu cara dalam
berkomunikasi antar budaya untuk mencapai mutual understanding dinamakan dengan akomodasi
komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses konvergensi dan divergensi dalam
akomodasi komunikasi antarbudaya yang dihadapi imigran gelap asal afganistan dengan masyarakat
pribumi selama di Kota Pekanbaru. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Akomodasi
Komunikasi dari Howard Giles. Analisis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif
dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
motivasi konvergensi yang dilakukan imigran asal afganistan untuk mengadaptasikan perilaku verbal
dan nonverbal ketika berinteraksi dengan masyarakat pribumi Kota Pekanbaru meskipun mereka
memiliki kecenderungan divergensi dalam akomodasi komunikasi antarbudaya dengan masyarakat
pribumi Kota Pekanbaru.

PENDAHULUAN yang kemudian menyatakan dirinya sebagai


Pengungsi dan pencari suaka kerap kali pencari suaka (asylum seeker) dan pengungsi
menjadi topik permasalahan antara Negara (refugee) di wilayah Indonesia yang semakin
Penerima dengan United Nations High meningkat telah menimbulkan dampak di
Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
mandat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) budaya, keamanan nasional, dan kerawanan
untuk melindungi pengungsi dan membantu imigrasi.
pengungsi mencari solusi atas keadaan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim)
mereka. Asia Tenggara, khususnya Indonesia adalah sebuah penampungan yang menjadi
merupakan tujuan utama untuk disinggahi tempat karantina bagi para imigran yang
oleh pengungsi dan pencari suaka sebagai memasuki wilayah Indonesia secara ilegal
negara untuk meminta perlindungan. tidak memiliki surat-surat yang resmi seperti
Dalam perkembangannya, kedatangan dan paspor dan visa. Para imigran gelap atau
keberadaan orang asing sebagai imigran ilegal orang asing yang melanggar undang-undang

95
96 Komunikasi, Vol. XI No. 02, September 2017: 95-106

tersebut akan tinggal untuk sementara didalam baru mereka sadar apa yang dilakukan dalam
Rudenim dan mereka disebut sebagai deteni. penyesuaian diri. Hal tersebut dapat diketahui
Rudenim ini dibawah naungan Direktorat melalui pengetahuan yang diperoleh, namun
Jenderal Imigrasi. Rudenim di Indonesia setiap individu memiliki karakter dan cara
tersebar di berbagai kota yang mana di masing-masing dalam menyelesaikan maslah
antaranya Jakarta, Medan, Pekanbaru, Batam, tertentu yang mereka hadapi khusunya dalam
Semarang, Surabaya, Pontianak, Balikpapan, penyesuian diri.
Manado, Denpasar, Kupang, Makasar, dan Penelitian ini menjelaskan suatu
Jayapura. proses adaptasi antarbudaya dengan adanya
Imigran Illegal yang berada di Rumah bentuk akomodasi komunikasi. Akomodasi
Detensi Imigrasi (Rudenim) kota Pekanbaru didefinisikan sebagai kemampuan untuk
berdasarkan data yang diperoleh terdiri dari menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur
warga negara Afghanistan, Pakistan, Iran, perilaku seseorang dalam responnya terhadap
Iraq, Palestina, Bangladesh, Sudan dan Nepal. orang lain (West dan Turner, 2008:217).
Imigran Illegal warga negara asal Afghanistan Communication Accomodation Theory(CAT)
adalah yang terbanyak menghuni rumah memberikan perhatian pada interaksi
detensi imigrasi tersebut. Keberadaan imigran memahami antara orang-orang dari kelompok
di Pekanbaru memicu timbulnya komunikasi yang berbeda dengan menilai bahasa, perilaku
antarbudaya di Pekanbaru khususnya di nonverbal dan penggunaan paralinguistik
Rudemin dan sekitarnya. dalam hal ini kelompok imigran illegal asal
Tempat tinggal, suasana dan kondisi Afghanistan. Kemmpuan Imigran Illegal asal
budaya yang berbeda mengharuskan Imigran Afghanistan dengan petugas rudenim atau
Illegal asal Afghanistan menyesuaikan diri masyarakat di Kota Pekanbaru tidak selalu
dengan segala perbedaan yang mereka jumpai lancar dikarenakan mulai dari perbedaan
saat berada di negara lain khususnya di Kota persepsi,bahasa, perilaku nonverbal, serta
Pekanbaru. Tidak semua hal di Pekanbaru nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang berlaku.
mereka tidak suka, karena berada di Rudenim Untuk bisa melanjutkan hidup,
dan tinggal di Kota Pekanbaru ini membuat manusia memerlukan komunikasi untuk
mereka lebih nyaman dimana penduduknya menyampaikan berbagai pesan terkait
mayoritas memeluk agama Islam. Sehingga dengan kepentingan dan tujuannya.Begitu
tidak sulit bagi mereka untuk beradaptasi pula dengan para imigran Afganisthan ini.
dengan lingkungan dan nilai-nilai agama Mau tidak mau, imigran Afghanistan harus
Islam yang dianut. Atmosfir kultur agama berinteraksi dan berkomunikasi dengan
yang hampir sama ini membuat imigran masyarakat pribumi di Pekanbaru.Sehingga
Afganisthan cenderung lebih mudah untuk hal ini menuntut imigran untuk bisa melakukan
beradaptasi dan membaur dengan masyarakat akomodasi komunikasi agar tercipta atmosfir
sekitar. Hanya saja kendala terbesar bagi komunikasi yang efektif. Mencermati dan
mereka dan masyarakat pribumi adalah bahasa memperhatikan pada fenomena diatas maka
yang berbeda. penulis tertarik meneliti tentang Akomodasi
Kehidupan Imigran Illegal asal Komunikasi AntarBudaya Imigran Illegal
Afghanistan di Kota Pekanbaru ketika asal Afganistan dengan Masyarakat Pribumi
menghadapi lingkungan sosial budaya yang di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan
Akomodasi Komunikasi Antarbudaya Imigran... (Nova Yohana & Ringgo EY) 97

untuk mengetahui strategi konvergensi dan latar belakang budaya membawa pengaruh
divergensi yang dilakukan oleh Imigran tertentu yakni perbedaan pola penyampaian
Illegal asal Afganistan dalam adaptasi budaya serta penerimaan pesan. Saat berkomunikasi
berkomunikasi dengan masyarakat pribumi di dengan orang lain, seorang individu belum
Kota Pekanbaru. tentu mampu mencapai pemahaman yang
sama. Komunikator akan mengubah caranya
TINJAUAN PUSTAKA berbicara atau kata-kata yang digunakan
berdasarkan pada lawan bicaranya. Sebagai
Komunikasi Antarbudaya
contoh, seorang guru taman kanak-kanak
Komunikasi dan kebudayaan merupakan akan menyesuaikan penggunaan kosakatanya
dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. sesuai dengan tingkat pengetahuan anak-anak
Pusat perhatian komunikasi dan kebudayaan didiknya. Salah satu cara dalam berkomunikasi
terletak pada variasi langkah dan cara untuk mencapai mutual understanding seperti
manusia berkomunikasi melintasi komunitas contoh tersebut dinamakan dengan akomodasi
manusia atau kelompok sosial. Pelintasan komunikasi.
komunikasi itu menggunakan kode-kode Akomodasi didefinisikan sebagai
pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, kemampuan menyesuaikan, memodifikasi
yang secara alamiah selalu digunakan dalam atau mengatur perilaku seseorang dalam
semua konteks interaksi. Samovar et al. responnya terhadap orang lain (West
(2010 : 13) mengatakan bahwa komunikasi dan Lynn Turner, 2008: 217). Istilah
antarbudaya terjadi ketika anggota dari satu akomodasi juga mengacu pada cara-cara
budaya tertentu memberikan pesan kepada dimana individu mengamati interkasi atau
anggota dari budaya yang lain. Artinya antara 8 mungkin menyesuaikan perilaku mereka
pengirim pesan dan penerima pesan berbeda selama interaksi (Miller, 2002: 141).
latar belakang budayanya. Komunikasi antara individu yang berasal dari
Seperti diketahui bahwa budaya sangat kelompok berbeda akan menarik perhatian
mempengaruhi orang yang berkomunikasi individu untuk memberikan perhatiannya
dan budaya bertanggung jawab atas seluruh serta memicu munculnya respon untuk
perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki memodifikasi atau mengatur perilakunya agar
setiap orang. Konsekuensinya adalah apabila pesan di antara keduanya dapat tersampaikan
dua orang berbeda budaya, maka akan berbeda dengan baik. Proses inilah yang dinamakan
pula makna yang dimilikinya, dan itu jelas dengan akomodasi komunikasi. Proses
menimbulkan kesulitan tertentu (Mulyana, akomodasi komunikasi telah dirangkum oleh
2007:218). Howard Giles dalam sebuah teori komunikasi
yakni communication accommodation theory
Teori Akomodasi Komunikasi (CAT). Communication Accommodation
Komunikasi antarbudaya memiliki Theory atau bisa disebut CAT adalah teori
ciri khas dimana komunikasi ini melibatkan komunikasi yang mengacu pada proses
orang orang yang memiliki latar belakang bagaimana komunikator mengakomodasi
yang berbeda mulai dari bahasa, makanan, atau beradaptasi satu sama lain. Akomodasi
cara berpakaian, tingkah laku, kebiasan- komunikasi muncul berdasarkan pada motivasi
kebiasaan, sampai perilaku sosial. Perbedaan individual dalam menentukan tindakan apa
98 Komunikasi, Vol. XI No. 02, September 2017: 95-106

yang akan mereka lakukan karena akomodasi bicara. Giles dan Smith (dalam West &
komunikasi adalah proses yang opsional (West Turner, 2008: 223) percaya bahwa beberapa
and Turner, 2008: 225). faktor yang mempengaruhi ketertarikan
Giles merumuskan proses akomodasi kita terhadap orang lain antara lain adalah
komunikasi ke dalam empat tahapan yakni kemungkinan akan interaksi berikutnya,
sociohistorical context, accommodative kemampuan mereka untuk berkomunikasi, dan
orientation, immediate situation, dan perbedaan status antara kedua komunikator.
evaluation ad future intentions. Tahapan- Berbeda dengan konvergensi, pembicara yang
tahapan menjelaskan bagaimana latar melakukan akomodasi divergensi cenderung
belakang budaya, identitas personal, situasi menonjolkan perbedaan verbal dan nonverbal
saat komunikasi terjadi, serta motivasi di antara mereka sendiri dan orang lain (Giles
individu mampu mempengaruhi proses dalam West & Turner, 2008: 225). Alih-alih
akomodasi apabila seseorang sedang melaku- menunjukkan bagaimana dua pembicara mirip
kan komunikasi dengan orang yang memiliki dalam kecepatan bicara, tindak-tanduk atau
latar belakang budaya berbeda. Kedua postur, divergensi adalah ketika tidak terdapat
belah komunikator akan memodifikasi pola usaha untuk menunjukkan persamaan antara
komunikasi mereka berdasarkan keempat para pembicara (West & Turner, 2008: 225).
tahapan tersebut dalam upaya memudahkan Dengan kata lain, dua orang berbicara dengan
pemahaman satu sama lain atau bisa juga untuk satu sama lain tanpa adanya kekhawatiran
menegaskan perbedaan di antara mereka. mengenai mengakomodasi satu sama lain
Modifikasi sebagai bentuk akomodasi atau (West & Turner, 2008: 226)
adaptasi untuk mencapai komunikasi yang
efisien biasanya disebut dengan konvergensi. Imigran Ilegal
Sedangkan akomodasi yang cenderung Ilegal migration diartikan sebagai suatu
mempertegas perbedaan ini sering disebut usaha untuk memasuki suatu wilayah tanpa
dengan divergensi. izin.Imigran gelap dapat pula berarti bahwa
Konvergensi adalah strategi dimana menetap di suatu wilayah melebihi batas
individu beradaptasi terhadap perilaku waktu berlakunya izin tinggal yang sah atau
komunikatif satu sama lain (Giles, Nikolas melanggar atau tidak memenuhi persyaratan
Coupland, dan Justine 9 Coupland dalam untuk masuk ke suatu wilayah secara sah
West & Turner, 2008: 222). Konvergensi (Gordon H. Hanson. 2007). Terdapat tiga
juga mengacu pada kecenderungan individu bentuk dasar dari imigran gelap yakni sebagai
untuk mengadaptasikan perilaku komunikasi berikut;
mereka menjadi lebih mirip dengan lawan 1. Melintasi perbatasan secara ilegal (tidak
bicara (Giles & Noels dalam Gudykunst, resmi).
2002: 229). Adaptasi komunikasi ini mengacu 2. Melintasi perbatasan dengan cara, yang
pada penyelarasan kecepatan bicara, jeda, secara sepintas adalah resmi (dengan
senyuman, tatapan mata, serta perilaku verbal cara yang resmi), tetapi sesungguhnya
dan nonverbal lainnya. Konvergensi ini tidak menggunakan dokumen yang dipalsukan
serta merta dilakukan komunikator namun atau menggunakan dokumen resmi milik
bergantung pada persepsi komunikator serta seseorang yang bukan haknya, atau
didasarkan pada ketertarikan terhadap lawan dengan menggunakan dokumen remsi
Akomodasi Komunikasi Antarbudaya Imigran... (Nova Yohana & Ringgo EY) 99

dengan tujuan yang ilegal. Gambar 1. Kerangka Pemikiran


3. Tetap tinggal setelah habis masa
berlakunya status resmi sebagai imigran
resmi (Friedrich Heckmann. 2004).
Pelaksanaan penegakan hukum terhadap
imigran gelap belum diatur secara khusus
dalam sistem hukum Indonesia tetapi masih
hanya mengacu pada UU.NO.6 Tahun 2011
Tentang Keimigrasian, yakni pasal Pasal
113 yang berbunyi sebagai berikut;“Setiap
orang yang dengan sengaja masuk atau
keluar Wilayah Indonesia yang tidak melalui
pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat
Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah)”.
Di dalam UU Keimigrasian ini juga
belum diatur secara khusus terhadap imigran
yang memiliki paspor palsu, visa palsu,
dan masih diatur secara umum mengenai
pemalsuan dokumen perjalanan, sehingga ini
dapat mengakibatkan imigran bebas secara METODE PENELITIAN
berulang-ulang masuk ke wilayah Negara Penelitian ini menggunakan metode
Republik. kualitatif deskriptif dengan pendekatan
interaksi simbolik,yang bertujuan untuk
KERANGKA PEMIKIRAN mendeskripsikan proses akomodasi komunikasi
dan bentuk-bentuk akomodasi komunikasi
Penelitian ini menjelaskan suatu proses
antarbudaya yang terjadi antara imigran gelap
adaptasi antarbudaya dengan adanya bentuk
asal timur tengah yang berada du rumah
akomodasi komunikasi yang terjadi pada
detensi imigrasi dengan masyarakat pribumi di
setiap imigran ilegal asal Afghanistan yang
kota Pekanbaru.Pendekatan interaksi simbolik
berada di Rumah Detensi Imigrasi saat mereka
digunakan peneliti dikarenakan pendekatan ini
berinteraksi dengan masyarakat pribumi Kota
memiliki asumsi bahwa pengalaman manusia
Pekanbaru. Berdasarkan realitas, konsep-
diperoleh lewat interpretasi objek, situasi,
konsep dan teori yang telah dipaparkan di atas,
orang dan peristiwa yang dapat diperhatikan
maka bagan kerangka pemikiran penelitian ini
melalui observasi dan pengamatan (Arikunto,
sebagai berikut:
2006:12). Selanjutnya Arikunto menjelaskan
lebih lanjut bahwa interaksi simbolik adalah
interaksi yang memunculkan makna khusus
100 Komunikasi, Vol. XI No. 02, September 2017: 95-106

dan menimbulkan interpretasi atau penafsiran. Rumah detensi imigrasi (Rudenim)


Moleong (2008: 5) mengatakan bahwa adalah rudenim yang tidak menahan para
“penelitian kualitatif merupakan penelitian penghuninya yakni pencari suaka dalam
yang memanfaatkan wawancara terbuka untuk kamar-kamar. Hal ini menjadi salah satu
menelaah dan memahami sikap, pandangan, keunggulan dari rudenim Pekanbaru. Gedung
persaan dan perilaku individu atau kelompok rudenim Pekanbaru terletak di Jalan OKM
orang”. nomor 2A. Gedung tersebut berwarna hijau
Informan penelitian ini dipilih melalui dengan luas bangunan 1500 meter persegi.
teknik purposiv terdiri dari 3 orang Imigran Bangunan ini menjadi rumah sementara bagi
Ilegal asal Afghanistan, 2 orang Petugas 276 imigran pencari suaka dari berbagai
Rudenim, dan tiga orang mayarakat pribumi negara di Timur Tengah.Terdapat 34 kamar
sebagai tuan rumah yang berada di sekitar dengan 4 sel isolasi di bangunan tersebut, 2
rumah tahanan detensi dan pernah berinteraksi gudang, satu dapur dan 4 dapur darurat.
dengan imigran asal Afghanistan.. Teknik Di rudenim Pekanbaru, imigran tidak
pengumpulan data menggunakan wawancara ditahan layaknya pelanggar hukum, mereka
(indepth interviews), observasi, dokumentasi bebas beraktivitas di sekitar rudenim. Seperti
dan studi pustaka. Informan penelitian yaitu memasak, bermain internet, serta menelepon
tiga orang imigran asal Afghanistan yang keluarganya. Selain di sekitar rudenim,
berada di Rudenim, kota Pekanbaru, dua imigran ini juga diperbolehkan untuk keluar
orang petugas Rudenim, dan) Kota Pekanbaru. dari rudenim jika ada keperluan keluar.
Analisi data yang digunakan melalui tiga Mereka diberi waktu 4 jam untuk berada di
komponen yaitu reduksi data, sajian data dan luar rudenim (berdasarkan pengakuan salah
penarikan simpulan serta verifikasinya (Milles satu imigran). Imigran memanfaatkan waktu
dan Huberman, 1992: 18). tersebut untuk berbelanja di pasar, melakuklan
kegiatan olahraga seperti futsal serta beberapa
HASIL PENELITIAN DAN aktivitas lainnya.
Keberadaan imigran asal Afghanistan
PEMBAHASAN
di Kota Pekanbaru mengharuskan mereka
Rumah Detensi Imigran (RUDENIM) melakukan kontak antarbudaya dengan pen-
adalah unit pelaksana teknis yang menjalankan duduk asli. Disamping itu mereka dituntut
fungsi keimigrasian sebasgai tempat dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
penampungan sementara bagi orang asing sosial budaya Pekanbaru, artinya mereka
yang melanggar undang-undang imigrasi. diharuskan melakukan proses penyesuaian
Pada tahun 1992 berdasarkan UU Nomor antarbudaya. Gudyskunt (2005:425 mengata-
9 tahun 1992 tentang keimigrasian pasal 1 kan bahwa penyesuaian antarbudaya adalah
angka 15 disebutkan bahwa karantina imigrasi proses perasaan nyaman dalam budaya
adalah penampungan sementara bagi orang pribumi, seperti dapat berkomunikasi dengan
asing yng dikenakan proses pengusiran atau efektif dan terlibat secara sosial dengan orang-
deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya. orang setempat. Meskipun ada beberapa
Maka berdasarkan undang-undang tersebut kemiripan antra budaya orang Afghanistan
dikenallah istilah karantina imigrasi sebagai dengan Orang Indonesia yang ada di Kota
bentuk permulaan dari Rudenim. Pekanbaru yang mayoritas beragama Islam,
Akomodasi Komunikasi Antarbudaya Imigran... (Nova Yohana & Ringgo EY) 101

namun mereka tetap harus menyesuaikan diri berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
selama tinggal di Kota Pekanbaru agar tetap Indonesia atau bahasa Inggris sebagai bahasa
survive. pengantar internasional.
Imigran Afghanistan cenderung tertutup Dalam proses penyesuaian diri yang
terlebih dengan orang asing, mereka cenderung sangat diperlukan adalah penguasaan bahasa.
melindungi dudri dari orang asing, pendiam Sebelum tiba di Kota Pekanbaru mereka belum
dan berbicara yang penting-penting saja. pernah belajar bahasa Indonesia. Interaksi
Mereka bersedia berkomunikasi dengan orang antara imigran illegal asal Afghanistan dengan
yang baru dikenalkan oleh orang yang sudah masyarakat pribumi khususnya mencampurkan
dikenal melalui perantara. Mereka cenderung bahasa indonesia dengan bahasa Inggris. Tidak
melindungi diri dari orang asing, tidak bnayak ada banyak dari imigran asal Afghanistah
omong dan berbicara hal yang penting saja. ini yang fasih berbahasa Indonesia. Mereka
Walaupun demikian komunikasi antarbudaya hanya mengetahui beberapa kata saja dalam
tidak dapat terhindarkan antara imigran illegal bahasa Indonesia.
asal afghanistan dengan masyarakat pribumi Menurut Ibu Yovita selaku KASI
selama mereka berada di Kota Pekanbaru. Perawatan dan Kesehatan Imigran asal
Keterbatasan bahasa dan segala perbedaan Afganisthan adalah imigran yang mudah
yang mereka rasakan selama tinggal di Kota untuk berinteraksi dan berbicara.rata-rata
Pekanbaru menimbulkan rasa ketidakpastian mereka sudah tinggal di Rudenim tidak kurang
dan kekhawatiran dalam tahap penyesuain dari dua tahun. Imigran asal Afganisthan juga
diri dengan keaadan mereka saat ini. Imigran lebih mudah untuk memahami lingkungan
Illegal asal Afghanistan mengalami perbedaan di Pekanbaru dan beberapa diantara mereka
permasalahan dan memiliki cara tersendiri sudah sedikit mampu menggunakan bahasa
untuk dapat menyesuaikan diri dengan Indonesia. Namun demikian, tidak semua
lingkungan di Pekanbaru. imigran Afganisthan di Rudenim bisa
Adapun penyesuaian yang dilakukan menggunakan bahasa Indonesia. Banyak juga
imigran illegal asal afghanistan dengan diantara mereka yang tidak mengerti bahasa
masyarakat pribumi saat terjadi komunikasi Indonesia sama sekali. Untuk tetap bisa
antarbudaya yaitu, bahasa, persepsi, kebiasaan, berkomunikasi, Alfis memilih untuk mengajak
makanan, dan nilai-nilai lainnya yang berlaku temannya yang sudah bisa menggunakan
pada masyarakat Kota Pekanbaru. Untuk dapat bahasa Inggris dan bahasa Indonesia untuk
beradaptasi, salah satu strategi yang dilakukan membantunya ketika berada di luar Rudenim.
dalam akomodasi komunikasi antarbudaya Hal ini disampaikan oleh Alfis seperti berikut
adalah konvergensi dan divergensi. ini.
Konvergensi sebagai salah satu strategi “I can’t speak Indonesian well as I
untuk melakukan akomodasi komunikasi can’t speak English. So it’s not easy
antarbudaya yang dilakukan antara imigran to communicate with the society. But
Afganisthan dan masyarakat pribumi adalah we nearly have the same habits. I will
ask my friend who can speak Indonesian
beradaptasi dalam hal bahasa. Bahasa
a little bit and speak English as well to
Indonesia dan bahasa Afganisthan pasti help me when I go outside.”
memiliki perbedaan yang sangat signifikan
sehingga menuntut mereka untuk belajar
102 Komunikasi, Vol. XI No. 02, September 2017: 95-106

Hambatan utama dalam komunikasi waktu sorenya dengan berolahraga. Selain


antarbudaya yang dirasakan oleh imigran berolahraga, ada beberapa imigran yang
afganisthan dan masyarakat pribumi adalah membeli dagangan penduduk sekitar Rudenim
bahasa.Walaupun ada beberapa orang yang baik itu pulsa, makanan, bahan makanan dan
sudah bisa menggunakan bahasa Indonesia, lain sebagainya. Ketika imigran dan penduduk
namun mayoritas imigran Afganisthan tidak sekitar ini tidak menemukan makna yang
bisa berbahasa Indonesia.Ketidaksamaan dimaksud mereka akan saling menggunakan
bahasa yang dimiliki oleh Indonesia dan komunikasi nonverbal untuk menjelaskan
Afganisthan membuat para imigran jarang maksudnya. Contoh dari konvergensi ini
berkomunikasi dengan masyarakat di disampaikan oleh Eldison.Ia mengatakan
sekitar rudenim. Pencapaian makna yang bahwa:
sama(mutual understanding) hanya akan “ia, pernah juga saya mengalaminya itu,
tercapai jika komunikator dan komunikan ketika saya berada pada saat tersebut,
memiliki kesamaan makna terhadap pesan saya menggunakan isyarat tangan.
Contohnya, ketika ia mau membeli
yang disampaikan. Oleh karena itu informan
sesuatu yang sebenarnya harganya Rp.
Alfis berusaha keras untuk melakukan
5.000,-, saya isyaratkan 5 jari saya
akomodasi melalui strategi konvergensi bahwa harga barang tersebut adalah
dengan memanfaatkan google translate. Upaya lima ribu rupiah. Kalau misalnya mereka
ini dilakukannya untuk dapat mengimbangi belum mengerti juga saya menggunakan
bahasa yang digunakan oleh kaum pribumi. kalkulator, saya buat angka lima ribu
Sebuah komunikasi dikatakan rupiah, saya tunjukkan kemereka.”
efektif apabila terjadi persamaan makna
antara komunikator dan komunikan. Jika Konvergensi komunikasi antarbudaya
komunikator dan komunikan tidak bisa untuk dengan menggunakan isyarat tangan ini juga
saling memahami akan bahasa yang mereka dilakukan oleh imigran terhadap penduduk
gunakan satu sama lain, maka alternatif lain lainnya.Tidak hanya Eldison, Ezy dan Evy
yang dapat digunakan oleh para imigran juga mengakui bahwa isyarat tangan adalah
dan masyarakat pribumi untuk tetap dapat salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang
berkomunikasi adalah dengan menggunakan digunakan untuk menjelaskan suatu hal.
bahasa nonverbal. Walaupun di beberapa Hampir serupa dengan apa yang
daerah atau Negara, simbol nonverbal yang disampaikan oleh penduduk pribumi, para
sama akan memiliki makna yang berbeda. imigran ini juga mengaku bahwa ada saat
Penggunaan komunikasi nonverbal dimana mereka tidak bisa mengungkapkan
sebagai strategi untuk melakukan konvergensi sesuatu dalam bahasa verbal, hingga akhirnya
komunikasi antarbudaya juga dilakukan mereka menggunakan tangan mereka dan
oleh para imigran dengan penduduk pribumi berusaha untuk mempraktikkan gerakan yang
yang berada di sekitar Rudinem. Mayoritas memiliki makna yang sama dengan apa yang
komunikasi nonverbal yang digunakan mereka maksud.Hal ini disampaikan oleh
adalah dengan menggunakan kinesics yang Ahmad dalam berikut ini:
direpresentasikan melalui gerakan-gerakan “there’s a moment when you can’t explain
badan.. Dalam menjalankan kegiatan sehari- something with verbal communication
and I have to use my body like my hands
hari para imigran biasanya akan mengisi
Akomodasi Komunikasi Antarbudaya Imigran... (Nova Yohana & Ringgo EY) 103

to explain what I want to say. Like show memiliki persamaan yang sangat besar
something with my hands, acting like dengan Negara Afganisthan, yakni sama-
eating food when you want to eat and sama merupakan sebuah Negara Islam dimana
those thing like that.” penduduknya mayoritas memeluk agama
Islam.Sehingga tidak sulit bagi mereka untuk
Pakaian pada dasarnya merupakan beradaptasi dengan lingkungan dan nilai-nilai
salah satu bentuk komunikasi nonverbal yang yang dianut.
dapat mengkomunikasikan banyak makna This far i don’t face to much cultural
kepda komunikannya. Selama di Pekanbaru, barrier here. Because there are so
para imigran Afganisthan berusaha untuk many moslem here so the culture is stil
melakukan konvergensi dalam hal berpakaian. the same. Like religious holidays, we
Cara berpakaian antara masyarakat Indonesia also celebrate it here. This country are
dan masyarakat Afganisthan sangat berbeda. also adopts islam value so its has the
same with my culture in Afghanistan.
Sehingga untuk menyadari dan menghargai
Ramadhan, sholat ied and others.”
Indonesia khususnya Pekanbaru sebagai
tempat tinggal sementara imigran, mereka
Atmosfir kultur agama yang hampir sama
menggunakan pakaian yang sama dengan
ini membuat imigran Afganisthan cenderung
apa yang dipakai oleh masyarakat di Kota
lebih mudah untuk beradaptasi dan membaur
Pekabaru. Hal ini disampaikan oleh Ibu Yovita
dengan masyarakat sekitar. Hanya saja kendala
dalam pernyataan berikut.
terbesar bagi mereka dan masyarakat pribumi
“Saya contohkan seperti imigran yang
berasal dari negara Afghanistan, adalah bahasa yang berbeda. Pada dasarnya
seperti yang saya lihat kebanyakan imigran Afganisthan menyadari jika mereka
diantara mereka memulainya dengan adalah musafir yang sedang tinggal untuk
mengenakan baju atau uniform yang sementara waktu di Indonesia khususnya di
sesuai dan sama seperti masyarakat/ Pekanbaru dan mereka harus menyesuaikan
penduduk asli pada umumnya, seperti diri dengan lingkungan sekitar agar bisa
baju kaos, celana training, dan lain diterima oleh masyarakat pribumi dengan
sebagainya.”
melakukan strategi konvergensi.
Proses kedua yang dihubungkan dengan
Disamping itu, para imigran juga
teori akomodasi adalah divergensi yaitu
mengakui jika mereka menggunakan pakaian
strategi yang digunakan untuk menonjolkan
yang berbeda dengan pakaian yang dulu
perbedaan verbal dan non verbal di antara
mereka pakai ketika berada di Afganisthan.
para komunikator. Divergensi terjadi ketika
Hal ini diakui oleh Ahmad dalam petikan
tidak terdapat usaha untuk menunjukkan
wawancara berikut ini.
persamaan antara para komunikator. Strategi
“I’m not so into the society culture but I
divergensi adalah strategi dimana tidak adanya
use the same clothes with you right now
as you see which is different when I’m in usaha-usaha untuk menunjukkan kesamaan
Afghanistan.” antara kedua komunikator seperti dalam
hal kecepatan bicara, tindak tanduk, segala
Strategi konvergensi selanjutnya yang bentuk komunikasi verbal dan nonverbal
dilakukan oleh imigran Afganisthan adalah dalam percakapan. (Turner 2010:226).
dengan menganggap bahwa Negara Indonesia Jika pada strategi konvergensi adalah cara
104 Komunikasi, Vol. XI No. 02, September 2017: 95-106

untuk menciptakan kesamaan, maka strategi “I can’t speak Indonesian well as I


divergensi adalah kebalikannya. Pelaku- can’t speak English. So it’s not easy to
pelaku komunikasi pada strategi ini saat communicate with the society. I will ask
berdialog berusaha menonjolkan perbedaan- my friend who can speak Indonesian a
little bit and speak English as well to
perbedaan budaya, perilaku, kebiasaan dan
help me when I go outside”
ketertarikannya.
Tidak semua Imigaran Gelap asal
Penggunaan komunikasi bahasa asal
Aganisthan ini fasih berbahasa ingris apalagi
tak jarang juga mereka gunakan ketika
berbahasa Indonesia . Maka ketika mereka
berada ditengah masyarakat pribumi yang
ingin sesuatu mereka menggunakan temannya
berada di sekitar Rudinem. Sebagaimana
yang fasih berbahasa Ingris atau pun berbahasa
yang disampaikan oleh salah seorang
Indonesia sebagai penterjemah apa yang
penjual Pulsa electric yang berada di sekitar
mereka maksudkan saat berinteraksi dengan
Rudenim yakni Bapak Ezy juga mengatakan
masyarakat Pribumi Kota Pekanbaru. Disini
bahwa tidak jarang imigran asal afgnistan ini
saat dengan kelompoknya (ingroup) imigran
yang menggunakan bahasa asalnya ketika
gelap asal afganisthan tetap menonjolkan
berkomunikasi dengannya berikut ini “Kalau
cara mereka berbahasa dengan menggunakan
mereka beli pulsa di tempat saya ada juga
bahasa asal afganisthan.
yang berbahasa asli mereka, kalau mereka
Putra sebagai pegawai Rudenim Pekan-
menggunakan bahasa asli mereka, ya saya
baru juga menyatakan bahwa tidak banyak
tidak paham”.
dari para imigran yang bisa menggunakan
Seluruh imigran gelap asal Afghanistan
bahasa Inggris dengan baik dan benar.Dan para
merupakan warga negara asli Afghanistan dan
imigran ini lebih cenderung menggunakan
mereka termasuk dalam ras Persia. Dalam
bahasa asal mereka. Berikut adalah pernyataan
kelompok pencari suaka asal Afghanistan ini
Putra:
mereka berkomunikasi kesesama anggota
“...Melihat dari komunikasi yang saya
bangun dengan mereka, tidak terlalu kelompok menggunakan bahasa Parsi, yang
banyak yang bisa berbahasa inggris mana bahasa Parsi ini adalah bahasa nasional
dengan baik dan benar. Selebihnya dari negara Afghanistan
hanya bisa berbahasa dimana ia Dalam setiap komunikasi yang terjadi
berasal.” antara imigran gelap asal afganistan dengan
masyarakat kota pekanbaru baik dengan
Para imigran Gelap Asal Afganisthan petugas rudenim maupun dengan masyarakat
ini juga mengakui bahwa mereka akan di sekitar rudenim, saat berkomunikasi jarak
tetap menggunakan bahasa asal mereka merupakan bentuk dari strategi divergensi
ketika mereka tidak mengerti bahasa juga. Hal tersebut dibuktikan bahwa imigran
Ingris maupun bahasa Indonesia, sehingga gelap asal Afganisthan tidak menghiraukan
mereka membutuhkan temannya yang bisa jarak saat berkomunikasi dan tidak berusaha
berbahasa Inggris ataupun Indonesia untuk mengetahui kebutuhan jarak lawan bicaranya
menterjemahkan apa yang mereka maksudkan dan berusaha mengetahui apakah jarak
ketika berinteraksi dengan masyarakat tersebut membuat nyaman lawan bicaranya
pribumi. Sebagaimana yang diungkapkan oleh disebabkan jarangnya mereka berinteraksi
Informan Alfis berikut ini:
Akomodasi Komunikasi Antarbudaya Imigran... (Nova Yohana & Ringgo EY) 105

dengan masyarakat pribumi diluar beinteraksi yang dilakukan oleh imigran asal Afghanistan.
hanya untuk memenuhi keperluannya saja. Hal Ini disebabkan karena banyak diantara
Sebagaimana yang disampaikan oleh imigran asal afghanistan tersebut berinteraksi
Informan Syamsullah. Saat pergi keluar dengan masyarakat di Kota pekanbaru hanya
rudenim, Syam tidak terlalu sering mengajak untuk memenuhi kebutuhannya saja. Tidak
masyarakat pribumi untuk berinteraksi. Ia ada intensitas interaksi sehingga mendekatkan
menganggap hal itu tidak terlalu penting untuk jarak sosial mereka dengan masyarakat
dilakukan. Not so often. Because I’m not so pribumi Kota Pekanbaru.
often going outside. I interact with them when
I go outside to buy some needs. PENUTUP
Penggunaan jarak dalam berkomunikasi Berdasarkan hasil penelitian dan
antara Imigran Gelap asal Afganisthan pembahasan mengenai akomodasi komunikasi
ketika berinterkasi dengan masyarakat Kota imigran ilegal asal afghanistan dalam interaksi
Pekanbaru juga dirasakan oleh masyarakat antarbudaya dengan masyarakat Kota
pribumi yang ada di sekitar Rudenim. pekanbaru melalui analisis teori akomodasi
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Howard Giles, maka peneliti menemukan
Eldison Sinaga yang menjual Sembako di kesimpulan sebagai berikut :. Akomodasi
sekitar Rudenim bahwa Imigran gelap Asal komunikasi baik melalui strategi konvergensi
afganisthan cenderung menjaga jarak untuk maupun divergensi yang dilakukan oleh
berkomunikasi dan berinteraksi kecuali Imigran illegal dalam interaksi antar budaya
jika mereka membeli keperluan mereka di untuk mencapai kesamaan makna dengan
warungnya. masyarakat kota Pekanbaru dipengaruhi oleh
.... “kalau dibilang sering, ngak juga,
beberapa keadaan personal, situasional, dan
tetapi adalah sehari sekali mereka
mengunjungi warung. untuk berbicara budaya. Temuan strategi konvergensi yang
maupun berkomunikasi dengan dilakukan berupa pengaturan penggunaan
masyarakat sekitar sini, sangat jarang, bahasa indonesia dan bahasa Inggris saat
setahu saya mereka berbicara hanya berkomunikasi dengan masyarakat pribumi,
ketika mereka ingin membeli sesuatu penggunaan isyarat tangan untuk menegaskan
saja. Kalau untuk berinteraksi hanya apa yang mereka maksudkan ketika tidak
antar mereka saya. menurut saya, tercapai kesamaan makna dalam pengunaan
mereka keluar palingan melakukan bahasa lisan dengan masyarakat pribumi,
kegiatan olahraga disekitar rudenim,
dan penyesuaian penggunaan pakaian seperti
seperti main voli di depan rudenim,
maupun sering juga disore hari mereka masyarakat pribumi kota Pekanbaru dimana
pergi ke MTQ berolahraga”. di negara asalnya imigran asal afghanistan
menggunakan jubah dalam kesehariannya,
Mengabaikan dan tidak memperhatikan serta penyesuaian dengan nilai-nilai norma
batasan jarak yang dibutuhkan lawan bicaranya agama Islam masyarakat Kota Pekanbaru
saat melakukan komunikasi dan tidak adanya dimana mereka juga berasal dari negara Islam.
usaha-usaha untuk mengetahui bahwa setiap Jika pada strategi konvergensi adalah
orang berkomunikasi membutuhkan jarak cara untuk menciptakan kesamaan, maka
agar berjalan lancar merupakan divergensi strategi divergensi adalah kebalikannya.
Temuan strategi divergensi Imigran
106 Komunikasi, Vol. XI No. 02, September 2017: 95-106

illegal asal afghanistan dalam akomodasi Mody (eds).Handbook of International


komunikasi adalah tidak adanya usaha untuk and Intercultural Communication.2nd Ed.
mengetahui dan menggunakan bahasa asal Sage Publications. Thousand Oaks.
lawan bicaranya. Hal tersebut dikarenakan
tidak semua Imigran Illegal asal afganisthan Liliweri, Alo. 2001. Gatra-Gatra Komunikasi
ini fasih berbahasa Iingris apalagi berbahasa Antar budaya. Yogyakarta: Pustaka
Indonesia. Divergensi lainnya yakni imigran Pelajar.
gelap asal Afganisthan tidak menghiraukan
Liliweri, Alo. 2002. Makna Budaya Dalam
jarak saat berkomunikasi dan tidak berusaha
Komunikasi Anar Budaya. Yogyakarta:
mengetahui kebutuhan jarak lawan bicaranya
PT. Lkis Pelangi Aksara
dan berusaha mengetahui apakah jarak
tersebut membuat nyaman lawan bicaranya Moleong, Dr. Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian
disebabkan jarangnya mereka berinteraksi Kualitatif. Bandung : remaja Rosdakarya.
dengan masyarakat pribumi.
Mulyana dan rakhmat. 2003. Komunikasi antar
Dari kesimpulan tersebut diatas
budaya. Bandung:PT Rosdakarya
disarankan Imigran Ilegal asal Afghanistan
sebagai pendatang sebaiknya memiliki Samovar, Larry A, Richard E. Porter, Edwin R.
intensitas lebih tinggi untuk berinteraksi dan Mc Daniel. 2010. Komunikasi Lintas
berkomunikasi dengan masyarakat pribumi Budaya: Communication between
selama mereka berada di Rumah detensi cultures. Jakarta: Salemba Humanika.
Imigran Kota pekanbaru sehingga mereka Suranto. 2010. Komunikasi Sosial Budaya.
dapat meminimalisir hambatan bahasa dan Yogyakarta:Graha Ilmu
budaya dengan masyarakat pribumi. Baik
Yasir. 2009. Penganar Ilmu Komunikasi.
bagi imigran ilegal asal afghanistan maupun
Pekanbaru: Pusat Pengembangan dan
masyarakat pribumi harus saling menghormati
Pendidikan Universitas Riau
perbedaan satu sama lainnya sehingga interaksi
antarbudaya dapat dibangun.

DAFTAR PUSTAKA
Gudykunst, William B. 2002. “Intercultural
Communication Theories” dalam
William B. Gudykunst & Bella Mody
(eds).Handbook of International and
Intercultural Communication. 2nd Ed.
California: Sage Publications.

Kim, Young Yun. 2002. “Adapting to Unfamiliar


Culture: An Interdisciplinary Overview”
dalam William B. Gudykunts & Bella

Anda mungkin juga menyukai