Anda di halaman 1dari 2

Nama : Ana Soraya Nurjanah

NPM : 6052101284
Kelas : PKN I
Tanggapan Pertemuan-9
1. Latar historis lahirnya Deklarasi Djuanda
Wilayah laut Indonesia pada saat sebelum adanya Deklarasi Djuanda bergantung
pada peraturan warisan Ordonansi Hindia Belanda 1939 yaitu Territoriale Zeeën en
Maritieme Kringen Ordonantie (TZMKO). Dalam aturan tersebut ditetapkan bahwa
wilayah laut Indonesia hanya sejauh tiga mil dari garis pantai yang mengelilingi
daerah pulau. Akibatnya, kapal-kapal asing bebas berlayar di daerah Republik
Indonesia seperti Laut Jawa, Laut Banda dan Laut Makassar. Perdana Menteri
Djuanda Kartawidjaja membutuhkan perjalanan yang cukup panjang saat akan
mendeklarasikan diplomasi mengenai wilayah laut Indonesia karena diplomasi
tersebut ditentang oleh negara adidaya, Amerika Serikat, serta Negara Australia.
Perjuangan diplomasi ini dilanjutkan oleh Dr Hasyim Djalal dan Prof Dr Mochtar
Kusumaatmadjadengan mendiplomasikan bahwa negara Indonesia menganut prinsip
negara kepulauan atau archipelagic state, dimana wilayah lautnya adalah termasuk
laut di sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia. Hingga akhirnya
diresmikannya Deklarasi Djuanda dalam UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan
Indonesia, wilayah RI menjadi 2,5 kali lipat menjadi 5.193.250 km² dengan
pengecualian Irian Jaya yang saat itu belum diakui secara Internasional. Deklarasi
Djuanda pertama kali diucapkan oleh Ir. Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13
Desember 1957. Deklarasi Djuanda diakui dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum
Laut PBB atau United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.1
2. Perjuangan di level nasional dan internasional untuk perwujudan/pengakuan
Deklarasi Djuanda
Perjuangan di level nasional untuk pengakuan Deklarasi Djuanda diawali pada saat
TZMKO yang memperbolehkan kapal asing berlayar bebas di wilayah Indonesia.
Negara Indonesia tidak memiliki hak untuk melarangnya karena kekuatan Angkatan
Laut Indonesia tidak sekuat Belanda. Sehingga muncul ide untuk mengubah hukum
laut Indonesia karena adanya desakan dari Departemen Keamanan Negara Indonesia
yang mengungkapkan bahwa Ordonansi yang berlaku akan membahayakan negara
Indonesia. Pada tanggal 17 Oktober 1956, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo
menyetujui ide tersebut dan diwujudkannya dengan pembentukan panitia
interdepartemental yang bertugas merancang undang-undang mengenai wilayah
perairan Indonesia dan lingkungan maritim berdasarkan keputusan Perdana Menteri
No.400/P.M./1956 dengan menetapkan bahwa laut territorial Indonesia menjadi 12
mil. Sebelum rancangan undang-undang tersebut disetujui, kabinet Ali bubar dan
digantikan oleh kabinet Djuanda. Kemudian Ir. Djuanda mengangkat Mochtar
1
Shinta Ulwiya, “Deklarasi Djuanda dalam Sejarah Nusantara” diakses dari
https://www.its.ac.id/news/2019/12/15/deklarasi-djuanda-dalam-sejarah-nusantara/, pada tanggal 22
November 2021 pukul 14.02.
Kusumaatmadja untuk mencari dasar hukum guna mengamankan keutuhan wilayah
Indonesia. Akhirnya, Mochtar Kusumaatmadja berhasil menemukan ide ‘archipelago’
yang telah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional 3 pada 1951.
Dilanjutkan dengan perjuangan di level internasional untuk pengakuan Deklarasi
Djuanda saat Ir. Djuanda mengumumkan diplomasinya tentu mendapat kecaman
dari berbagai negara, tetapi Indonesia tetap bersikukuh bahwa Deklarasi Djuanda
merupakan solusi terbaik untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Perjuangan Deklarasi
Djuanda agar diakui secara internasional dengan mengikuti konferensi hukum laut
yang diadakan oleh PBB dalam UNCLOS I (United Nations Conference on the Law of
Sea), di Jenewa, Swiss pada tahun 1958. Pada tahun 1960 Indonesia mulai
mengajukan deklarasi Djuanda di UNCLOS II. Tetapi usaha tersebut tidak berhasil.
Kemudian pemerintah membuat landasan hukum yang kuat untuk Deklarasi Djuanda
pada tanggal 18 Februari 1960. Akhirnya, pada konferensi Hukum laut PBB ke 3
(UNCLOS III), deklarasi Djuanda kemudian diakui dalam konvensi hukum laut PBB di
Montego Bay (Jamaika) pada tanggal 10 Desember 1982. Indonesia kemudian
meratifikasinya dalam undang-undang No. 17/1985 pada tanggal 31 Desember 1985.
Pada akhirnya deklarasi Djuanda diakui oleh PBB sejak diucapkan oleh Perdana
Menteri Ir. Djuanda, namun baru diakui dunia internasional sejak 16 November 1994
setelah 60 negara meratifikasinya.2
3. Pengaruh Deklarasi Djuanda untuk Indonesia hingga saat ini dalam kaitan dengan
Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik dapat mempertahankan wilayah laut
Indonesia yang sudah seharusnya dioptimalisasi pemanfaatan potensi lautnya oleh
bangsa Indonesia yang telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Undang-
Undang. Jika pada saat itu wilayah laut Indonesia tidak diatur pembaharuan
peraturannya, kapal asing akan bebas berlayar dan mengambil sumber daya alam
yang ada di laut Indonesia. Deklarasi Djuanda juga berpengaruh pada Wawasan
Nusantara sebagai Geopolitik yang membuktikan bahwa wilayah Indonesia diatur
dalam peraturan undang-undang berdasarkan kepentingan ilmu politik hingga saat
ini.

2
Reza Zaki, “Deklarasi Djuanda” diakses dari https://business-law.binus.ac.id/2019/06/28/deklarasi-djuanda/,
pada tanggal 22 November 2021 pukul 14.30.

Anda mungkin juga menyukai