Anda di halaman 1dari 10

[Type text]

TEORITICAL MAPPING
BUKU DAN JURNAL
MENGENAI DEKLARASI DJUANDA DAN KEIKUTS
DALAM KONFRENSI HUKUM LA
[Type
JUDULtext]BUKU PENERBIT PEMBAHASAN
TAHUN
PENULIS

HUKUM LAUT KENCANA, Kondisi political sangat mempengaruhi kebija


INTERNASION 1 SEPTEMBER 2017,
kebijaka public yag dikeuarkan oleh indoesia teru
AL DHIA
PUSPITAWATI yang berhubungan dengan pemanfaatan laut.
proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menga
beberapa kali perubahan system pemerintahan, perub
system ini tentu sangat berpengaruh pada kebija
kebijakan Indonesia tentang pemanfaatan laut
secara spesifik aka sangat mempengaruhi perkemb
hokum laut nasional. Sebelum proklamasi kemerde
klaim Indonesia atas wilayah laut masih d
berdasarkan aturan-aturan hukum yang dibuat
pemerintah Belanda," yaitu Territoriale zeeen Mari
Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Pasal 1 a
TZMKO 1939 menyatakan bahwa kedaulatan N
Indonesia diperpanjang hingga wilayah laut selebar
mil laut diukur dari garis terendah air laut surut
water mark).Dengan ke tentuan ini maka masing-m
pulau di Indonesia mempu nyai wilayah lautnya se
dan konsekuensinya akan terdapat laut-laut beba
sekitar atau di antara pulau-pulau Indonesia. sehi
pulau-pulau di Indonesia seakan-akan dipisahkan
laut. Pada kurun waktu antara tahun 1956 dan 1
Indonesia menyadari bahwa TZMKO 1939 tidak
sesuai dengan kondi si Indonesia dan oleh karen
diperlukan instrument hukum laut yang dapat
memihak kepada aspek keamanan nasio nal dan kes
bangsa. Instrumen hukum tersebut diharap kan
mengembalikan peranan laut bagi bangsa Indo
sebagaimana peran laut pada jaman kerajaan-keraja
Indonesia sedang berjaya, seperti Sriwijaya
Majapahit, yaitu sebagai alat pemersatu bangsa.
kurun waktu tersebut, Indonesia dengan gigi
berusaha untuk memperkenalkan kepada masya
[Type text]

termasuk dalam kedaulatan mutlak Indo


dan lintas kapal-kapal asing diperbole
selama tidak mengganggu dan membahay
keamanan Indonesia.
(ii) (ii) Lebar laut ter ritorial Indonesia adala
mil laut diukur dari garis pangkal lurus
menghubungkan titik-titik terluar dari p
pu terluar Indonesia.
metode penarikan garis pangkal lurus sebagai
diatur dalam Deklarasi Juanda dapat mengikat p
pulau Indonesia sebagai satu kesatuan sehingga
menjawab kekhawatiran Indonesia atas aspek keam
dan strategis bangsa. Akan tetapi, oleh karena pada t
1957 'konsep Negara kepulauan' belum diakui s
internasional, Deklarasi Juanda hanya dianggap se
unilateral declaration atau pernyataan sepihak
Indonesia dan tidak mempunyai akibat hukum s
internasional. Oleh ka rena itu, Indonesia berma
untuk memperkenalkan konsep baru' ini pada d
internasional dan berharap adanya pengakuan s
internasional atas konsep ini.

POTRET CV. GARUDA MAS Regulasi warisan kolonial menjadikan laut sebagai
KEBIJAKAN SEJAHTERA, pemisah antar pulau, suku, dan kawasan bukannya
KELAUTAN 2016 sebagai pemersatu bangsa. Menurut Tribawono ,
PERIKANAN RONY MEGAWATO menjelang tahun 1957, Ordonansi 1939 sudah tidak
memadai dengan perkembangan keadaan. Apabila hu
ini tidak diubah, akan membahayakan pemerliharaan
kepentingan bangsa di bidang politik, ekonomi, sosia
budaya, dan pertahanan keamanan nasional. Dengan
pertimbangan tersebut, Perdana Menteri Ali
sastroamijoyo membentuk suatu panitia Interdeparte
melalui Keputusan Perdana Menteri No. 400/PM/195
yang bertugas merancang Undang Undang tentang L
Wilayah Indonesia dan Daerah Maritim. Panitia terse
dikemudian hari lebih populer sebagai Panitia Pirnga
karena diketuai oleh Kolonel R.M.S Pirngadi.Tangga
Desember 1957 Rancangan Undang-Undang (RUU)
Wilayah Perairan Indonesia dan Lingkungan Maritim
telah selesai dibuat serta dilaporkan kepada Perdana
Menteri . RUU tersebut belum sempat disetujui karen
[Type text]

bahwa praktek internasional dalam masalah perbatas


laut teritorial berbeda satu samalain; ii) ILC mengang
bahwa hukum internasional tidak memperbolehkan
memperluas jarak laut teritorial melebihi 12 mil; dan
ILC tidak dapat memutuskan mengenai jarak laut
teritorial namun menyatakan bahwa bahwa banyak
negara menetapkan jarak itu lebih dari 3 mil, sedangk
di pihak lain, ada negara yang tidak mengakui jarak 3
terutama karena jarak laut teritorialnya kurang dari 3
mil.keputusan ini masih samar-samar karena banyak
perbedaan pendapat di kalangan anggota komisi dala
menetapkan hukum internasional.Untuk mengatasi
perdebatan mengenai laut teritorial dan masalah mar
lainnya, maka PBB menyelenggarakan Konferensi
Hukum Laut pertama pada tahun 1958 di Genewa, S
Konferensi tersebut merupakan kesempatan pertama
Indonesia untuk memperjuangkan rezim negarakepu
kepada masyarakat internasional. Namun sayangnya,
perjuangan ini belum berhasil karena ditentang keras
masyarakat internasional, terutama negara-negara
maritim besar.Tahap kedua memperjuangkan Deklar
Juanda adalah pada Konferensi Hukum Laut kedua ta
1960 yang juga diselenggarakan di Genewa, Swiss.
Sebelum menghadiri konferensi ini, Indonesia
mengeluarkan UU No. 4/Prp/1960 tentang Perairan
Indonesia. Dasar-dasar pengaturan dalam UU ini ada
hal-hal yang dinyatakan dalam Deklarasi Juanda 195
Undang-Undang ini pun mendapat protes luas dari
negara-negara maritim di seluruh dunia Dalam
konferensi Hukum Laut II ini pun Indonesia masih g
dalam memperjuangkan konsepsi negara kepulauan
seperti yang maksudkan oleh Deklarasi
Juanda.Perjuangan Indonesia untuk memperoleh
pengakuan internasional mendapat momentum baru
setelah PBB menyelenggarakan Konferensi ketiga
tentang hukum laut tahun 1973.Menjelang Konferen
Hukum Laut III, negara-negara pendukung asas
kepulauan (archipelagic principles) yaitu Indonesia,
Filipina, Fiji, dan Mauritus mengajukan pokok-poko
mengenai negara kepulauan dalam sidang Seabed
Committee dalam sidang musim semi tahun 1973 di
York.Kusumaatmadja menjelaskan bahwa pokok per
mengandung definisi tentang negara kepulauan secar
hukum. Berdasarkan definisi tersebut, tampak jelas
bahwa walaupun pengertian negara kepulauan didasa
atas pengertian geografi, pada hakekatnya pengertian
hukum negara kepulauan adalah suatu pengertian
politik.Pokok kedua menegaskan bahwa negara
kepulauan berdaulat atas perairan yang terdapat di da
garis pangkal lurus yang ditarik antara pulau pulau
terluar. Kedaulatan ini tidak saja meliputi perairan, te
[Type text]

kemudian secara resmi di bawa oleh delegasi Indone


dan tiga negara pendukung lainnya dalam Konferens
Hukum Laut III. Pembukaan konferensi sendiri dibag
dalam dua sidang, yaitu sidang pertama yang hanya
membahas prosedur dan tata tertib konferensi, dan si
kedua yang merupakan sidang sebenarnya.Sidang
pertama dilaksanakan di New York tahun 1973
sedangkan sidang kedua di buka di Caracas, Venezue
tahun 1974. Secara keseluruhan Konferensi Hukum L
III ini berlangsung selama 10 tahun yang didahului
perundingan-perundingan selama lebih dari 5 tahun
melalui panitia persiapaan hingga mencapai kesepak
tahun 1982. Pada akhirnya, konsepsi negara kepulua
diterima sebagai bagian integral dari Konvensi Huku
Laut PBB yang ditandatangani tanggal 10 Desember
tahun 1982 di Montego Bay, Jamaika.
[Type text]
[Type text]

JUDUL ARTIKEL JURNAL PENERBIT PEMBAHASAN


VOLUME TERBIT
PENULIS
DARI SUSURGALUR, Sebagai seorang yang ahli dalam bidang hu
DEKLARASI VOLUME 9 khususnya hukum laut, Mochtar Kusumaatmadja ba
DJUANDA KE NIDA menuangkan pemikirannya mengenai segala sesuatu
WAWASAN NURHIDAYANTI berhubungan dengan Hukum Laut Internasi
NUSANTARA Pemahamannya mengenai Indonesia sebagai N
PERAN Kepulauan, terus ia kembangkan dan sebarkan
MOCHTAR menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kedau
KUSUMAATMA wilayah laut suatu negara, yang berpengaruh terh
DJA DALAM persatuan dan kesatuan negara. Pandangan Mo
MENCAPAI Kusumaatmadja yang menganggap bahwa sebagai se
KEDAULATAN Negara Kepulauan seharusnya wilayah lautan menjad
WILAYAH LAUT pemersatu bangsa, bukan malah sebaliknya. Pen
INDONESIA Mochtar Kusumaatmadja tersebut didukung pula
Susanto Zuhdi (2014), dan sarjana lainnya,
menyatakan bahwa dengan cara pandang seperti itu,
laut dianggap sebagai suatu sistem yang mempersa
wilayah Indonesia. Sistem laut dijadikan sebagai
jaringan yang mengintergrasikan belasan ribu pulau
ada di Indonesia; hal inilah yang sesuai dengan wi
Indonesia sebagai sebuah Negara Kepulauan o
Kusumaatmadja memandang Indonesia sebagai se
Negara Kepulauan, dimana laut bukan lagi dian
sebagai alat pemisah, melainkan menjadi alat peme
karena sebagai sebuah negara kelautan, daratan dan l
dianggap sebagai sebuah kesatuan, yang pada aw
tidak bisa diterapakan begitu saja di Indonesia. Pera
1939, yang mengatur mengenai Batas Laut Internasi
dianggap sebagai penghambat perwujudan Indo
sebagai sebuah Negara Kepulauan. Baru pada tahun
pemikiran Mochtar Kusumaatmadja mengenai hal te
dituangkan dalam Deklarasi Djuanda (Kusumaatm
1962, 2001, dan 2003; Djalal, 1999; dan Adisas
2006). Inti dari isi Deklarasi Djuanda 1957 ialah b
segala perairan di sekeliling dan di antara pulau-pul
Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan
daratan dan berada dibawah kedaulatan Indon
Beberapa hari setelah dikeluarkannya Deklarasi Dju
1957, berbagai protes muncul dari dunia Internas
khususnya dari negara maritim besar, seperti Inggris
Amerika Serikat. Amerika Serikat mengirim p
diplomasi kepada Menteri Luar Negeri Indonesia
masa itu, yang berisi protes terhadap perluasan d
perairan Indonesia sampai 12 mil limit. Tindakan
sama juga disusul oleh negara maritim lain, dian
Australia, Belanda, Prancis, dan Selandia Baru Mesk
Deklarasi Djuanda 1957 mendapat berbagai protes
dunia internasional, khususnya negara maritim
seperti Amerika dan Inggris, sehingga mempe
[Type text]

dalam Deklarasi Djuanda Usaha delegasi Indonesia d


memperjuangkan kedaulatan wilayah laut, sebagai se
Negara Kepulauan, tidak berbuah hasil dalam Konfe
Hukum Laut Internasional I itu Selain kegagalan d
mempertahankan konsepsi “Negara Kepula
kegagalan utama yang dialami delegasi Indonesia
Konferensi Jenewa 1958 adalah tidak berhas
penetapan lebar laut wilayah. Setelah Mo
Kusumaatmadja dan delegasi Indonesia lainnya
dalam Konferensi Hukum Laut Internasional I tahun 1
usaha berlanjut pada Konferensi Hukum Laut Internas
II. Pada Konferensi Hukum Laut Internasional II
digelar di Jenewa juga pada tahun 1960, delegasi Indo
mengusulkan lebar laut wilayah seluas 12 mil, s
dengan yang tercantum dalam Undang-Undang No.
Tahun 1960, namun usul ini ditolak dengan 39
setuju, 36 menentang, dan 13 abstain Dengan
didapatnya kesepakatan mengenai lebar laut wi
dalam Konferensi Hukum Laut Internasional II di Je
pada 1960, maka konferensi inipun dianggap g
Dengan tidak didapatnya kesepakatan mengenai leba
wilayah dalam Konferensi Hukum Laut Internasional
Jenewa pada 1960, maka konferensi inipun dian
gagal. Memasuki tahun 1970-an, dengan sem
banyaknya negara yang baru merdeka, sem
memunculkan kesadaran akan diadakannya Konfe
Hukum Laut yang baru untuk menyesuaikan pera
hukum laut yang sebelumnya dengan keadaan
perkembangan yang ada. Oleh sebab itu, munc
berbagai tuntutan untuk diadakannya Konferensi Hu
Laut yang baru, yaitu Konferensi Hukum Laut
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) III atau UNCLOS (U
Nations Convention on the Law of the Sea) III tahun 1
Pada Konferensi Hukum Laut Internasional III
Mochtar Kusumaatmadja dipercaya menjadi K
Delegasi dari Indonesia Jika Konferensi Hukum L
tahun 1958 dan II tahun 1960 merupakan perjua
memperkenalkan konsepsi “Negara Kepulauan”,
Konferensi Hukum Laut III tahun 1982 merupakan
perjuangan untuk memberi konsepsi “Negara Kepula
suatu bentuk hukum yang lengkap dan perjuangan
akhir untuk mendapatkan pengakuan dunia internas
Indonesia melakukan perjuangan ini, baik secara indi
maupun kelompok, yaitu bersama-sama dengan n
kepulauan lainnya Konferensi Hukum Laut PBB III
1982 telah melengkapi pengakuan kedaulatan wilayah
Indonesia, dengan disetujuinya Konsepsi N
Kepulauan, yang diajukan oleh delegasi Indon
Mochtar Kusumaatmadja, sebagai Ketua Del
Indonesia sekaligus menjabat sebagai Menteri Kehak
dan dilanjutkan dengan menjadi Menteri Luar N
[Type text]

Maritieme Kringen Ordonnansi (TZMKO) Stb Nomor


Tahun 1939 atau dikenal juga sebagai Ordonansi tenta
Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim. 27 Pada Pasa
Ordonansi tersebut, ditetapkan bahwa lebar laut teritor
adalah 3 mil laut yang diukur berdasarkan garis pangk
normal, yaitu garis pangkal yang ditetapkan pada pant
saat air laut surut dengan mengikuti arah atau lekukan
pantai tersebut. 28 Berdasarkan Ordonansi tersebut, m
pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, pulau-pulau
wilayah nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingny
dan kapal – kapal asing bebas berlayar di wilayah ters
Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, m
Pemerintah Republik Indonesia berkuasa atas seluruh
wilayah yang sebelumnya menjadi milik pemerintah
Hindia Belanda sesuai dengan prinsip Uti Possidetis J
termasuk di dalamnya adalah wilayah laut. Wilayah la
Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan, sebagai
warisan dari Pemerintah Hindia Belanda, hanyalah
merupakan jalur laut dengan lebar 3 mil dari garis pan
di mana, perairan di antara pulau-pulau milik Indonesi
menjadi wilayah perairan internasional atau laut bebas
Ketentuan hukum laut yang berlaku bagi wilayah laut
Indonesia tersebut menjadikan wilayah Republik Indo
sebagai wilayah yang tidak utuh, terpisah – pisah oleh
perairan internasional. Selain itu, dari segi pertahanan
keamanan, kondisi geografis yang demikian sangatlah
rawan dengan adanya lalu lintas pelayaran yang bebas
karena status perairan sebagai perairan laut bebas, yan
mana memungkinkan akses kapal-kapal asing untuk
melakukan kegiatan yang dapat mengancam atau
merugikan keamanan dan kedaulatan Republik
Indonesiamaka pada tanggal 13 Desember 1957
Pemerintah Republik Indonesia mendeklarasikan wila
perairan Indonesia yang dikenal dengan Deklarasi
Djuanda. ujuan Deklarasi Djuanda secara singkat adal
mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indo
yang utuh; menentukan batas – batas wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan azas Negara
Kepulauan (archipelagic state); serta mengatur lalu lin
damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan
keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. De
adanya Deklarasi Djuanda 1957 maka ketentuan
Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnansi
(TZMKO) Stb Nomor 442 Tahun 1939 Pasal 1 ayat (1
tidak berlaku lagi dan Deklarasi Djuanda 1957 kemud
disahkan dengan Undang – Undang Nomor 4/PRP/Tah
1960 tentang Perairan Indonesia. Deklarasi Djuanda 1
selain telah melahirkan Prinsip Negara Kepulauan jug
melahirkan konsep Wawasan Nusantara. Bahwa laut d
antara pulau – pulau milik Republik Indonesia bukan
sebagai pemisah melainkan sebagai pemersatu wilayah
[Type text]

state principles) kepada dunia. Dalam tataran internasi


Konferensi Hukum Laut I tahun 1958 dan Konferensi
Hukum Laut II Tahun 1960 mengalami kegagalan dal
mencapai kata sepakat mengenai pengaturan lebar lau
teritorial, sehingga menjadi kesempatan yang baik bag
Pemerintah Indonesia untuk secara unilateral
mendeklarasikan lebar laut teritorial seluas 12 mil laut
yang ditarik dengan cara menarik garis pangkal dari ti
titik terluar pulau – pulau di wilayahnya. Archipelagic
state principles ini mendapat tentangan dari negara –
negara baratsedangkan negara – negara anggota Gerak
Non – Blok memberikan dukungan bagi Indonesia.
Selanjutnya, dalam Konferensi Hukum Laut II pada ta
1960, Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan ko
lebar laut wilayah 12 mil dengan cara menarik garis
pangkal dari titik – titik terluar dengan tujuan untuk
menjaga keutuhan wilayah Republik Indonesia di dara
di laut, meskipun hal ini masih mendapat tentangan da
Pemerintah Amerika Serikat. Pada Konferensi Hukum
Laut III tahun 1982, setelah melalui diplomasi ke berb
negara dalam berbagai forum, diantaranya ASEAN,
kelompok 77, Gerakan Non Blok, dan Asia Africa Leg
Consultative Committee (AALCA), serta melalui
diplomasi bilateral ke negara – negara besar seperti
Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Uni Soviet, m
konsep Negara Kepulauan diterima dalam Konferensi
Hukum Laut III di Teluk Montego, Jamaica, pada 10
Desember 198251. Konferensi Hukum Laut III
menghasilkan United NationNCLOS 1982 telah mend
pengakuan sebagai a Constitution of the Oceans, yang
memungkinkan setiap negara dapat menetapkan berba
zona maritim, meliputi perairan pedalaman, laut terito
zona tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas
kontinen yang diukur mulai dari garis-garis pangkal.
Terkait dengan ketentuan bagi Negara-Negara Kepula
UNCLOS 1982 juga mengatur berbagai zona maritim
cara untuk menarik garis-garis pangkal lurus kepulaua
yang memberi arti penting karena peranannya yang sa
enentukan bagi pengukuran batas terluar laut teritorial
zona tambahan, zona ekonomi eksklusif dan landas
kontinen. Dalam hukum laut internasional, konsep Ne
Kepulauan merupakan konsep baru yang mendapat
pengakuan dalam UNCLOS 1982. Sebelum konsep N
Kepulauan diterima dalam UNCLOS 1982, konsep Ne
Kepulauan hanya dikenal melalui praktik beberapa ne
salah satunya Indonesia. Dalam UNCLOS 1982, kons
Negara Kepulauan dituangkan dalam asas-asas Negara
Kepulauan (archipelagic states principle) pada BAB IV
pasal 46 - 54, Dalam kaitannya dengan apa yang diseb
dengan Konsep Negara Kepulauan, UNCLOS 1982 Pa
46 memberi definisi yuridis dimana wilayah dari suatu

Anda mungkin juga menyukai