Anda di halaman 1dari 72

ANALISIS DAMPAK BULLYING VERBAL TERHADAP

PEMAHAMAN KONSEP DASAR MATEMATIKA SISWA


KELAS IV SD NEGERI 1 KRASAK PECANGAAN JEPARA

HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh
PUTRI NINDA ERLINA
34301500717

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISIS DAMPAK PERILAKU BULLYING VERBAL


TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DASAR MATEMATIKA
SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KRASAK PECANGAAN
JEPARA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh
Putri Ninda Erlina
34301500717

Menyetujui untuk diajukan pada ujian skripsi

Pembimbing I Pembimbing II

Yunita Sari, S.Pd.,M.Pd. Rida Fironika K, S.Pd.,M.Pd.


NIK 211315025 NIK 211312012

Mengetahui,
Ketua Program Studi

Nuhyal Ulia, M.Pd.


NIK 211315026

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Putri Ninda Erlina

NIM : 34301500717

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyusun skripsi dengan judul:


Analisis Dampak Perilaku Bullying Verbal Terhadap Pemahaman Konsep
Dasar Matematika Siswa Kelas Iv Sd Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya tulis saya
sendiri dan bukan dibuatkan orang lain atau jiplakan atau modifikasi karya orang
lain.

Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia meneria sanksi termasuk
pencabutan gelar kesarjanaan yang sudah saya peroleh.

Semarang, 15 Mei 2019

Yang membuat pernyaatan

Putri Ninda Erlina

34301500717

i
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau

telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang

lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”(Q.S Al-Insyirah:6-

7)

PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua saya yang selalu membimbing, memberikan doa serta

dukungan baik secara materil maupun imateriil sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

2. Keluarga tercinta Bapak, Ibu, saudara-saudaraku yang selalu memberikan

doa dan dukungan baik moral maupun material, berkat dukungan kalian

akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Almamater dan semua pihak yang memotivasi penulis dan membantu

dalam pembuatan skripsi ini.

4. Semua teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan skripsi ini.

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji bagi Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian ini. Sholawat serta salam senantiasa terlimpah
kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan para pengikutnya.

Berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis telah menyelesaikan proposal


penelitian yang berjudul “ANALISIS DAMPAK PERILAKU BULLYING
VERBAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DASAR MATEMATIKA
SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 KRASAK PECANGAAN JEPARA”.
Penyusunan proposal penelitian skripsi ini banyak mendapat dukungan,
bimbingan, serta saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan proposal
penelitian ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
terimakasih kepada:

1. Ir. H. Prabowo Setiyawan, M.T., Ph.D; Rektor Universitas Islam Sultan


Agung Semarang.

2. Dr. Turahmad, M.Pd; Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

3. Nuhyal Ulia, M.Pd; Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Yunita Sari, S.Pd., M.Pd; Dosen Pembimbing I Program Studi Pendidikan


Guru Sekolah Dasar.

5. Rida Fironika, S.Pd., M.Pd; Dosen Pembimbing II Program Studi


Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

6. Seluruh dosen FKIP PGSD Universitas Islam Sultan Agung Semarang


yang sudah membimbing saya dari awal semester hingga akhir dan banyak
memberikan ilmu yang bermanfaat.

7. Sandeli, S.Pd.I; Kepala Sekolah SD Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara

8. Illiyin Darojatil ‘Ula; Wali Kelas IV SD Negeri 1 Krasak Pecangaan


Jepara

iii
9. Seluruh Guru Staf Sekolah dan terutama Kepala Sekolah SD Negeri 1
Krasak Pecangaan Jepara yang telah sudi meluangkan waktu guna
melancarkan penulisan Skripsi.

10. Bapak dan ibu saya yang selalu sabar memberikan dukungan dan motivasi
sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Kedua kakak saya yang telah membantu dan mendoakan saya dari awal
semester hingga akhir semester.

12. Teman-teman SI PGSD UNISSULA angkatan 2015 yang selalu


memberikan semangat satu sama lain agar skripsi masing-masing dapat
terselesaikan pada waktunya.

13. Sahabat-sahabatku dirumah yang selalu memberikan motivasi agar selalu


semangat dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih


belum sempurna dan masih banyak kesalahan. Penulis dengan senang hati
menerima kritik dan saran yang disampaikan dengan perbaikan tulisan berikutnya.
Sebagai penulis, saya sangat berharap proposal penelitian ini dapat bermanfaat
bagi pembaca. Untuk perhatian pembaca saya ucapkan terimakasih.

Semarang, Maret 2020

Penulis

ABSTRAK

iv
Putri Ninda Erlina, 2020. Analisis Dampak Bullying Verbal Terhadap Pemahaman
Konsep Dasar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Krasak
Pecangaan Jepara, Skripsi, Program Studi Sekolah Dasar. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sultan Agung.
Pembimbung I Yunita Sari, S.Pd.,M.Pd., Pembimbing II Rida Fironika K,
S.Pd.,M.Pd.

Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan


sehari-hari, karena pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan manusia agar
mempunyai pemikiran yang matang yang diimbangi dengan berbudi pekerti luhur.
Akhir-akhir ini media sosial di ramaikan oleh berita bullying yang dilakukan oleh
anak SD. Permasalahan penelitian adalah bagaimanakah dampak bullying  verbal
terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas IV di SD Negeri 1 Krasak
Pecangaan Jepara. Landasan teori yang digunakan dalam skripsi yang berjudul
Analisis Dampak Bullying Verbal Terhadap Pemahaman Konsep Dasar
Matematika Siswa Kelas Iv Sd Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara adalah
bullying , Pemahaman Konsep Matematika, dan Hakikat Pembelajaran
Matematika. Pendekatan penelitian adalah adalah penelitian kualitatif yang
dilakukan di SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara dengan maksud untuk
mendiskripsikan dampak bullying  verbal terhadap pemahaman konsep di Sekolah
Dasar tersebut, Sumber data menggunakan sumber data primer, sekunder dan
tersier dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, dokumentasi, dan
observasi. Validitas data dengan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan disebabkan karena
perbedaan usia, perbedaan fisik, (senioritas), perbedaan karakter dan latar
belakang peserta didik Bentuk bullying verbal yang ada di SD N 1 Krasak
Pecangaan antara lain seperti: mengejek dengan sebutan, memalak, memanggil
dengan julukan (jebret, pesek, teman musiman dan ikan lohan), mentheleng,
memalak dan mengintimidasi.

Kata Kunci : Bulying Verbal, Pemahaman Konsep Dasar Matematika.

v
ABSTRACT

Putri Ninda Erlina, 2020. Analysis of the impact of Verbal Bullying


Understanding the basic concept of mathematics students grade IV
Elementary School 1 Krasak Pecangaan Jepara, thesis, primary schools
study Program. Faculty of teacher training and education, Sultan Agung
Islamic University. The supervisor I Yunita Sari, S. Pd., M. Pd., supervisor
II Rida Fironika K, S. Pd., M. Pd.

Education is a thing that can not be separated in daily life, because


education is a means to make people to have a mature thought that is balanced
with a virtuous character. Lately, social media is made by bullying news by
elementary school children. The problem of research is how the impact of verbal
bullying on understanding the mathematical concept of class IV students at SD
Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara. Foundation theory used in the thesis titled
Analysis of the Verbal Bullying impact on understanding basic concepts of
Mathematics students Grade Iv elementary School 1 Krasak Pecangaan Jepara is
Bullying, understanding mathematical concepts, and the nature of learning Math.
The research approach is a qualitative study conducted at SD N 1 Krasak
Pecangaan Jepara with the intent to describe the impact of verbal bullying on
understanding the concept of elementary school, data sources using data sources
Primary, secondary and tertiary data collection techniques in the form of
interviews, documentation, and observation. Data validity with triangulation
techniques. The results showed that Bullying occurs in SD N 1 Krasak Pecangaan
due to age differences, physical differences, (seniority), character differences and
the background of learners form of verbal Bullying in elementary N 1 Krasak
Pecangaan Among others such as: Mock with the title, faking, calling with
nicknames (Jebret, Pesek, teman musiman and Lohan), Mentheleng, hold up and
intimidating.

Keywords: Verbally Bulying, understanding basic mathematical concept

vi
sDAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING....................................................................ii
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................................iv
KATA PENGANTAR.........................................................................................................v
ABSTRAK.......................................................................................................................vii
ABSTRACT...................................................................................................................viii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ix
DAFTAR TABEL............................................................................................................xii
DAFTAR LAMPIRAAN................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
1.2 Indentifikasi Masalah.........................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian................................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian..............................................................................................4
BAB II KAJIAN TEORI....................................................................................................5
2.1 Kajian Teori........................................................................................................5
2.1.1. Bullying......................................................................................................5
2.1.1.1. Definisi Bullying................................................................................5

2.1.1.2. Macam-Macam Bullying....................................................................6

2.1.1.3. Factor Penyebab Bullying Verbal.......................................................7

2.1.1.4. Pengukuran Bullying Verbal...............................................................8

2.1.2. Pemahaman Konsep Matematika................................................................9


2.1.2.1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematika......................................9

2.1.2.2. Indikator Pemahaman Konsep Matematika.......................................11

2.1.3. Hakikat Pembelajaran Matematika...........................................................12


2.1.3.1. Pengertian Matematika.....................................................................12

2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Matematika.....................................................12

vii
2.1.3.3. Ruang Lingkup.................................................................................13

2.1.3.4. Pembelajaran Matematika SD...........................................................14

2.2 Penelitian yang Relevan...................................................................................15


BAB III METODE PENILITIAN....................................................................................17
3.1 Desain Penelitian..............................................................................................17
3.2 Tempat Penelitian.............................................................................................17
3.3 Sumber Data Penelitian....................................................................................18
3.4 Teknik Pengumpulan Data................................................................................19
3.5 Instrumen Penelitian.........................................................................................21
3.6 Analisis Instrumen Penelitian...........................................................................25
3.7 Teknik Analisis Data.........................................................................................26
3.8 Pengujian Keabsahan Data...............................................................................27
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................29
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian................................................................................29
4.1.1 Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan......................................................29
4.1.1.1 Penyebab Terjadinya Bullying Siswa....................................................29

4.1.1.2 Bentuk Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan.....................................30

4.1.1.3 Dampak Bullying siswa SD N 1 Krasak Pecangaan.............................32

4.1.1.4 Penyelesaian Masalah Bullying.............................................................34

4.1.1.5 Analisis Observasi Siswa yang Terkena Bullying.................................36

4.1.1.6 Dampak Bullying terhadap pemahaman konsep matematika................40

4.2 Pembahasan......................................................................................................41
4.2.1 Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan......................................................41
4.2.1.1 Penyebab Terjadinya Bullying Siswa....................................................42

4.2.1.2 Bentuk Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan.....................................43

4.2.1.3 Dampak Bullying Siswa.......................................................................44

4.2.1.4 Penyelesaian Masalah Bullying.............................................................46

4.2.1.4.1 Tata Tertib Sekolah.........................................................................46

4.2.1.4.2 Pembinaan dan Pengawasan ke Siswa............................................47

viii
BAB V PENUTUP...........................................................................................................68
5.1 Simpulan..............................................................................................................68
5.2 Saran....................................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................70
LAMPIRAN.....................................................................................................................73

ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi observasi bullying verbal. ................................................23
Tabel 3.2. Kisi-kisi Observasi untuk Siswa......................................................24
Tabel 3.3. Kisi-kisi Pemahaman Konsep Dasar Matematika............................24
Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Pemahaman Konsep Dasar Matematika...................25
Tabel 3.5. Kisi-Kisi Wawancara untuk Korban Bullying verbal.......................25
Tabel 3.6. Kisi-Kisi Wawancara untuk Pelaku Bullying verbal.......................25
Tabel 3.7. Kisi-kisi Wawancara untuk Guru Mengenai Bullying.....................26
Tabel 3.8. Kisi-kisi Wawancara untuk Kepala Sekolah Mengenai Bullying....26
Tabel 3.9. Kisi-kisi Lembar Angket Uji Validitas Ahli.....................................27
Tabel 3.10. Nama Validator..............................................................................28
Tabel 4.1. Siswa yang Menjadi Korban dan Pelaku Bullying...........................38
Tabel 4.2. Kode Keterangan Siswa Pelaku dan Korban Bullying.....................38
Tabel 4.3. Nilai Siswa Terhadap Pemahaman Konsep Dasar Matematika.......42

x
DAFTAR LAMPIRAAN

Lampiran 1. Kisi-kisi observasi bullying verbal dan kode keterangan


Lampiran 2. Kisi-kisi observasi untuk siswa dan kode keterangan
Lampiran 3. Indikator pemahaman konsep matematika
Lampiran 4. Kisi-kisi Lembar Soal
Lampiran 5. Lembar Soal Pemahaman Konsep Dasar Matematika Kelas IV
SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara
Lampiran 6. Lembar Jawaban Pemahaman Konsep Dasar Matematika Kelas
IV SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara
Lampiran 7. Hasil Nilai Pemahaman Konsep Dasar Matematika Siswa
Kelas IV SD Negeri 1 Krasak Pecangaan
Lampiran 8. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Korban Bullying Verbal
Lampiran 9. Lembar Wawancara Korban Bullying Siswa Kelas IV SD N 1
Krasak Pecangaan Jepara
Lampiran 10. Lembar Jawaban Korban Bullying Siswa Kelas IV SD N 1
Krasak Pecangaan Jepara
Lampiran 11. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Pelaku Bullying Verbal
Lampiran 12. Lembar Wawancara Pelaku Bullying Siswa Kelas IV SD N 1
Krasak Pecangaan Jepara
Lampiran 13. Lembar Jawaban Wawancara Pelaku Bullying Siswa Kelas IV
SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara
Lampiran 14. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Kepala Sekolah Mengenai
Bullying
Lampiran 15. Lembar Wawancara Kepala Sekolah
Lampiran 16. Hasil Wawancara Kepala Sekolah SD N 1 Krasak Pecangaan
Jepara
Lampiran 17. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Guru Mengenai Bullying
Lampiran 18. Lembar Wawancara Guru
Lampiran 19. Hasil Wawancara Guru Kelas IV SD N 1 Krasak Pecangaan
Jepara
Lampiran 20. Foto Dokumentasi
Lampiran 21. Izin Penelitian
Lampiran 22. Surat Balasan Penelitian SD Negeri 1 Krasak Pecangaan
Jepara
Lampiran 23. Uji Validitas Dosen
Lampiran 24. Uji Validitas Kepala Sekolah
Lampiran 25. Uji Validitas Guru

xi
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan


sehari-hari, karena pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan manusia agar
mempunyai pemikiran yang matang yang diimbangi dengan berbudi pekerti luhur.
Oleh sebab itu, pendidikan merupakan hal pokok yang harus dijalani oleh manusia
untuk menjadi pribadi yang lebih baik agar dapat mewujudkan masa depan yang
lebih baik. Menurut Mulyasana (2011) mengemukakan bahwa pendidikan pada
hakikatnya adalah proses pematangan kualitas hidup.
Fungsi dari pendidikan itu sendiri yaitu untuk mengembangkan
kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat masyarakat
Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional (Afandi, M: 2013).
Berdasarkan tujuan tersebut diharapkan dengan adanya pendidikan mampu
menjadi sarana untuk mengembangkan potensi yang dimiliki agar dapat menjadi
masyarakat yang unggul dan berbudi pekerti luhur dan mampu bersaing sesuai
dengan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik
serta agar tujuan nasional dapat tercapai dengan baik.
Dalam perwujudan tujuan pendidikan tersebut, tidak terlepas dari proses
pembelajaran. Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan antara siswa
dengan guru, siswa dengan temannya ataupun siswa dengan lingkungannya.
Menurut Susanto (2013) menegaskan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu atau seseorang melalui interaksi dengan
lingkungannya. Seperti halnya teori yang di kemukakan oleh Piaget bahwa tingkat
belajar seorang anak juga bertingkat sesuai dengan usianya, usia siswa sekolah
dasar (7-8 tahun hingga 12- 13 tahun) menurut Piaget termasuk ke dalam tahap
operasional konkret. Dalam teori ini belajar dipengaruhi oleh lingkungan, yang
artinya belajar juga memerlukan lingkungan untuk menemukan informasi.
Akhir-akhir ini media sosial di ramaikan oleh berita bullying yang
2

dilakukan oleh anak SD. Ini merupakan contoh kegagalan pendidikan akil baligh.
1

Sebenarnya kejadian tersebut hanyalah sebagian dari gunung es yang muncul ke


permukaan. Banyak kasus-kasus bullying di sekeliling kita bahkan mungkin di
lingkungan keluarga kita sendiri. Tapi di lingkungan, orang tua, dan guru bahkan
diri kita melakukan pembiaran karena dianggap masih wajar atau bercanda.
Padahal bercandaan dan pembiaran tersebut bisa mengakibatkan anak yang
di bully rendah diri, stress, bahkan celaka. Lebih parah lagi mereka berpotensi
melakukan hal yang sama ke orang lain. Setiap anak bahkan orang dewasa
mempunyai motif yang melatarbelakangi setiap tindakan yang mereka lakukan.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kelas yaitu Ibu
Frianti Muzdalifah S.Pd. di kelas IV SD Negeri 1 Krasak Pecangaan beliau
mengatakan bahwa dari beberapa kasus yang terkait dengan bullying verbal,
kemampuan berfikir siswa masih kurang luwes dalam mengembangkan konsep
untuk menyelesaikan sebuah permasalahan yang diberikan guru. Beliau juga
menambahkan bahwa pernah ada kejadian antara anak dengan anak saling
mengejek, menendang, menarik jilbab teman yang lainnya. Peneliti juga
melakukan wawancara pada 15 orang siswa, didapatkan 15 siswa diantaranya
mengatakan bahwa mereka pernah mengejek, diejek, menendang, ditendang,
mengucilkan teman dan ikut-ikutan teman. Mereka yang melakukan bullying
sebanyak 10 siswa dari 15 siswa memiliki nilai rata-rata prestasi matematika yang
cukup pada raportnya sedangkan 5 siswa memiliki nilai rata-rata prestasi belajar
yang masih dibawah rata-rata B.
Barbara Coloroso (2006) Bullying secara verbal; perilaku ini dapat berupa
julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan
yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-surat yang
mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan
keliru, gosip dan sebagainya. Dengan contoh seorang siswa A di suruh maju untuk
mengerjakan tugas matematika yang ada di papan tulis, karena dia seorang yang
pendek maka timbulah ejekan dari teman yang lainnnya, dipanggillah dia si
pendek, dan akibatnya si A tadi tidak jadi mengerjakan dan akhirnya nangis.
Bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan
2

dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya

serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005)  alasan seseorang
melakukan bullying adalah karena  korban mempunyai persepsi bahwa pelaku
melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan
sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena
korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan
(menurut korban laki – laki ), dan iri hati (menurut korban perempuan). Adapun
korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena
penampilan yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap
tidak sopan, dan tradisi. Contoh dari perilaku siswa yang menggambarkan hal
tersebut adalah ketika siswa diberikan kesempatan dan waktu leluasa untuk
mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya mereka masih cenderung
belum memanfaatkan hal tersebut dengan baik. Selain itu mereka juga cenderung
belum bisa mengembangkan pemikiran mereka dengan cara mencari cara baru
untuk mempermudah mereka dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan
oleh guru.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah diuraikan di atas
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis
Dampak Perilaku Bullying Verbal Terhadap Pemahaman Konsep Dasar
Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara”

1.2 Indentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka masalah


yang dapat di identifikasi sebagai berikut :
1. Terdapat perilaku bullying verbal di kalangan siswa yang menyebkan
siswa kurang produktif dalam KBM
2. Guru kelas dalam penelitian ini berfungsi sebagai pengawas yang baik,
menciptakan KBM yang baik, serta untuk membentuk tindakan disiplin
3

sehingga mampu mengurangi tindakan bullying dalam meningkatkan


pemahaman siswa
3. Pemahaman konsep dasar Matematika siswa kurang optimal
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan diatas, maka
penulis dapat mengajukan rumusan masalah yaitu: Bagaimanakah dampak
bullying verbal terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas IV di SD
Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara ?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dikatakan diatas, maka tujuan
penulis mengadakan penelitian ini adalah: Mengetahui dampak perilaku bullying
verbal terhadap pemahaman konsep matematika pada siswa di SD Negeri 1
Krasak Pecangaan Jepara.

1.5 Manfaat Penelitian


Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat
sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan untuk meningkatkan pemahaman konsep yang
dimiliki siswa pada mata pelajaran Matematika.
2. Membantu guru dalam memperbaiki perilaku bullying verbal di kalangan
siswa serta mampu mengetahui dampak perilaku bullying verbal yang
berlebihan.
Diharapkan mampu mengurangi perilaku bullying dikalangan siswa
999

.BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori

2.1.1. Bullying

2.1.1.1. Definisi Bullying

Menurut Olweus (2004) Bullying adalah sebuah situasi terjadinya


penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok. Pihak yang kuat menekan, memojokkan, melecehkan, menyakiti
seseorang yang lemah dengan sengaja dan berulang-ulang. Pihak yang kuat bisa
berarti kuat dalam hal fisik tapi juga kuat secara mental. Dalam hal ini sang
korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya sendiri
karena lemah secara fisik atau mental.
Rigby (2008) mendefinisikan bullying sebagai sebuah hasrat menyakiti.
Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini
dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak
bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang.
Elliot (2005) mendefinisikan bullying sebagai tindakan yang dilakukan
seseorang secara sengaja membuat orang lain takut atau terancam. Bullying
menyebabkan korban mereka merasa takut, terancam atau setidak tidaknya tidak
bahagia. Bullying merupakan perilaku agresi yang disengaja dan berlangsung
secara terus-menerus yang ditunjukkan pada individu yang sudah menjadi incaran
atau korban (Papalia,Olds and Feldman, 2007) bullying terjadi karena tanpa
disadari sekolah menanamkan budaya kekerasan.
Bullying adalah bentuk perilaku yang bersehubungan dengan keseharian
seperti mengolok-olok, memaki, mengancam, memaksa dengan serangan,
mengucilkan, menggunjing di depan umum, menghina sampai pada batas tertentu
memunculkan perilaku kekerasan seperti menarik, mendorong atau memunculkan
agresi lain yang menciptakan korban merasa terancam, trauma dan tertindas
(Lines,2008).

1
2

Verbal bullying adalah perilaku pelecehan yang cenderung tidak nampak,


hasilnya pun tidak terasa. Mulai dari mencibir, mengejek, mengolok, berbicara
ketus, membentak, menghina dari level terendah hingga tertinggi, atau yang
sedikit tersamarkan dengan gaya bahasa sarkastis, nyinyir, dan lain-lain (Katty,
2010). Karena wujudnya yang tidak nyata, pelaku bullying verbal sulit dikenai
punishment (hukuman) atas perbuatannya. Dampak negatif dari verbal bullying
ini bagi korban adalah ia akan merasa rendah diri, minder, kurang percaya diri,
menarik pergaulan dari teman di sekitarnya, dan berimbas pada prestasi yang
menyebabkan siswa menjadi tidak produktif dan bahkan menjurus belajar
ketergantungan pada orang lain (Semiawan, 2007).

2.1.1.2. Macam-Macam Bullying

1) Bullying Verbal
Jenis bullying yang dikemukakan oleh Sullivan (2000), merupakan jenis
bullying yang dapat terdeteksi atau tertangkap oleh indera pendengaran. Indikator
bullying verbal ini dilakukan dengan menggunakan kata-kata yan menyakitkan,
misalnya panggilan bodoh, gendut. Bentuk lainnya adalah memaki, meledek dan
menghina, memfitnah, dan mencemooh.
2) Bullying Fisik
Jenis bullying yang dikemukakan oleh Sejiwa (2008), merupakan jenis
bullying yang kasat mata. Siapapun dapat melihat karena kontak fisik atau
sentuhan fisik antara pelaku dan korban. Contoh : mendorong, menjewer
menjegal.
3) Bullying Sosial
Jenis bullying yang dikemukakan oleh Elliot (2005). Bullying yang
dilakukan dengan diam secara sengaja atau mengabaikan orang lain untuk
menolak seseorang masuk dalam kelompok tertentu.
4) Bullying Emosional
Dikemukakan oleh (Elliot 2005). Bullying emosional adalah tindakan
negatif yang dilakukan terhadap kelompok besar lainnya, misalnya ada ras yang
999

berbeda, bentuk rambut. Bullying emosional dapat dilakukan dengan cara


mengumpat.
5) Bullying Cyber
Jenis bullying yang dikemukakan oleh Elliot (2005). Bullying jenis ini
dilakukan melalui terlepon seluler, pesan pendek, email, dan website untuk
menyerang orang lain
6) Bullying Mental atau Psikologis
Jenis bullying yang dikemukakan Sejiwa (2008), merupakan jenis bullying
yang paling berbahaya karena tidak terungkap oleh mata atau telinga kita tidak
awas mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi diam-diam dan diluar radar
pemantauaan kita.

2.1.1.3. Faktor Penyebab Bullying Verbal

1) Faktor Kepribadian

Faktor kepribadian yang memberikan konstribusi besar pada siswa yang


melakukan bullying atau menjadi bullying menurut Benitez & Justice (2006)
pelaku bullying cenderung memiliki sifat empati, rendah dan implusif. Adapun
menurut Astuti (2008) penyebab bullying adalah tempramen yaitu sifat yang
terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengacu pada perkembangan dan
tingkah laku siswa.

2) Faktor Komunikasi Interpersonal

Hal ini dengan orang tuanya siswa remaja yang tumbuh dalam keluarga
yang menerapkan pola komunikasi yang negatif seperti sarcarm akan cenderung
meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Hal ini akan diperparah dengan
kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiada dukungan dan pengarahan terhadap
remaja Benitez & Justice (2006).

3) Pengaruh Kelompok

Pengaruh kelompok teman sebaya memberikan pengaruh terhadap


timbulnya bullying menurut Benitez & Justice (2006) kelompok teman sebayanya

3
4

memberikan dampak negatif bagi sekolah seperti kekerasan, rendahnya sifat


menghormati teman dan guru.

4) Faktor Iklim Sekolah

Memberikan pengaruh pada siswa menjadi perilaku bullying. Menurut


Setiawati (2008) kecenderungan pihak sekolah yang sering keberadaan bullying
menjadi para siswa sebagai pelaku bullying mendapat penguatan terhadap perilaku
tersebut untuk melakukan intimidasi pada siswa lain.

2.1.1.4. Pengukuran Bullying Verbal


Indikator bullying yang dapat di temui di sekolah meliputi: memanggil
dengan nama panggilan yang dikriminatif (mengejek), menuduh, membentak,
mengancam dan mencela.
Dari penjelasan tentang bullying dapat diperoleh beberapa indikator dan
deskriptor sebagai poin menyusun pernyataan-pernyataan angket. Indikator yang
dibuat dalam penelitian ini di ambil dari kategori bullying yang dikemukakan oleh
Nusantara (2008) diantaranya adalah mengejek, menuduh, membentak,
mengancam dan mencela.
Bullying verbal dapat berdampak terhadap pemahaman konsep dasar
matematika di siswa dalam jenjang pendidikan dasar mempunyai peran yang
sangat penting, sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan
dalam membentuk sikap, kecerdasan dan kepribadian anak. Matematika adalah
pelajaran yang harus dipelajari dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
Matematika adalah suatu ilmu yang timbul karena adanya pikiran-pikiran manusia
yang berhubungan dengan ide, proses dan pelajaran. Agar siswa dapat
memahaminya dengan baik, diperlukan konsep Matematika dasar yang diajarkan
di SD. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan alat peraga Matematika
karena cara berfikir siswa SD masih berpikir konkret. Pemahaman konsep dalam
suatu pembelajaran tentu sangat penting, juga sangat berpengaruh pada hasil
belajar.
999

2.1.2. Pemahaman Konsep Matematika

2.1.2.1. Pengertian Pemahaman Konsep Matematika

Pemahaman konsep merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam


pembelajaran, karena dengan memahami konsep siswa dapat mengembangkan
kemampuannya dalam setiap materi pelajaran. Pemahaman konsep terdiri dari dua
kata yaitu pemahaman dan konsep. Susanto, A (2013) mengemukakan pendapat
bahwa: Pemahaman (Understanding) adalah kemampuan menjelaskan suatu
situasi dengan kata-kata yang berbeda dan dapat menginterprestasikan atau
menarik kesimpulan dari tabel, data, grafik. dan sebagainya.
Pemahaman konsep peserta didik itu penting. Namun kemampuan
pemahaman konsep peserta didik itu tidak tumbuh begitu saja melainkan adanya
suatu tindakan dari seorang pendidik. Peran seorang pendidik dalam
perkembangan pemahaman siswa dapat berupa pemahaman tentang kepribadian
siswa, hal ini penting untuk mendukung proses belajar siswa. Selain memahami
kepribadia siswa pendidik juga harus siap dan tanggap untuk menolong dan
membimbing siswa yang kesulitan dalam menyerap pemahaman yang diberikan
seorang pendidik.
Menurut Sanjaya (2009), indikator pemahaman konsep diantaranya:
1. Mampu menerangkan secara verbal megenai apa yang telah dicapainya.
2. Mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta
mengetahui perbedaan.
3. Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi/tidaknya
persyaratan yang membentuk konsep tersebut.
4. Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur.
5. Mampu memberikan contoh dan kontra dari konsep yang dipelajari.
6. Mampu menerapkan konsep secara algoritma.
7. Mampu mengembangkan konsep yang dipelajari.
Sedangkan suatu konsep menurut Hamalik, O (2008) adalah “Suatu kelas
atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum”. Jadi pemahaman konsep
adalah menguasai sesuatu dengan pikiran yang mengandung kelas atau kategori

5
6

stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Pemahaman konsep merupakan dasar


utama dalam pembelajaran matematika. Belajar matematika itu memerlukan
pemahaman terhadap konsep-konsep, konsep-konsep ini akan melahirkan teorema
atau rumus. Agar konsep-konsep dan teorema-teorema dapat di aplikasikan ke
situasi yang lain, perlu adanya keterampilan menggunakan konsep-konsep dan
teorema-teorema tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran matematika harus
ditekankan ke arah pemahaman konsep.
Suatu konsep yang dikuasai siswa semakin baik apabila disertai dengan
pengaplikasian. Tahap pemahaman suatu konsep matematika yang abstrak akan
dapat ditingkatkan dengan mewujudkan konsep tersebut dalam amalan
pengajaran. Siswa dikatakan telah memahami konsep apabila dia telah mampu
mengabstraksikan sifat yang sama, yang merupakan ciri khas dari konsep yang
dipelajari, dan telah mampu membuat generalisasi terhadap konsep tersebut.
Pemahaman konsep matematika penting dilakukan agar dewasa kelak
siswa mampu mengimplementasikan pada kehidupan nyata. Program sebelum dan
sesudah sekolah yang dapat disediakan untuk siswa dengan memberikan banyak
kesempatan untuk melakukan pengalaman matematika secara dalam kehidupan
sehari-harinya sebagai penguat konsep matematika pada siswa dalam
pembelajaran di sekolah (Hartini, R:2010).
Konsep matematika dapat terbentuk dengan baik jika program yang
diberikan disekolah disesuaikan dengan pengalaman dalam kehidupan nyata oleh
karena itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep
matematika harus dipahami dengan benar sejak dini.
Sebagai contoh siswa yang tidak mendapatkan perkalian bilangan bulat
cacah secara benar pada waktu disekolah dasar, akan berpandangan bahwa konsep
2 x 3 sama dengan 3 x 2. Fakta 2 x 3 = 3 x 2 sebenarnya hanya merupakan
kesamaan pada tataran hasil komputasi saja, dan kondisi ini menunjukan
berlakunya sifat pertukaran (komutatif) dalam perkalian bilangan bulat. Konsep 3
x 2, sebab 2 x 3 = 3 + 3 dan 3 x 2 = 2 + 2 + 2.
999

Kemampuan pemahaman konsep matematika Lestari, E dan Yudhanegara,


R (2015) adalah kemampuan yang berkenaan dengan memahami ide-ide
matematika yang menyeluruh dan fungsional.
Indikator kemampuan pemahaman matematika diantaranya:
1) Mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh.
2) Menerjemahkan dan menafsirkan makna simbol, tabel, diagram, gambar,
grafik, serta kalimat matematika.
3) Memahami dan menerapkan ide matematika.
4) Membuat suatu ekstrapolasi (perkiraan).
Pemahaman konsep tidak terlepas dari ranah kognitif yang berisi berbagai
perilaku yang menekankan aspek intelektual. Untuk itu penelitian ini
mengaitkannya dengan Taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom (Yohanes.2018)
dibuat oleh seorang psikolog bernama Benjamin Samuel Bloom pada tahun 1956
untuk tujuan pendidikan. Bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan ke dalam
tiga ranah (domain), yaitu; ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor,
dimana setiap ranah dibagi lagi lebih rinci menjadi beberapa bagian. Namun
dalam penelitian ini lebih terfokus pada ranah kognitif yang berisi berbagai
perilaku yang menekankan aspek intelektual. Misalnya; pengetahuan, pengertian,
dan keterampilan berpikir. Pada ranah kognitif terdapat 6 tingkatan proses
berpikir, yaitu: Pengetahuan (C1), Pemahaman (C2), Penerapan (C3), Analisis
(C4), Sintesis (C5), Evaluasi (C6). Penjelasan mengenai tingkatan ranah kognitif
daklam taksonomi Bloom dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengetahuan (Knowlegde)
Pengetahuan adalah ingatan tentang materi atau bahan yang sudah pernah
dipelajari yang telah disampaikan guru. Kemampuan dalam tahap ini menuntut
siswa untuk dapat mengenali atau mengetahi adanya konsep, fakta atau istilah-
istilah tanpa harus mengerti atau dapat memggunakan. Indikator dari pengetahuan
adalah siswa dapat menyebutkan, menunjujkkan, mengenal, mengingat kembali,
menyebutkan definisi, memilih, dan menyatakan. Pengetahuan adalah level paling
rendah dari Taksnomi Bloom karena siswa hanya mampu untuk mengingat saja
dari yang didapatnya.

7
8

2. Pemahaman (Comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap arti suatu materi atau
informasi yang dipelajari atau yang disampaikan guru. Kemampuan siswa lebih
tinggi setelah melewati tingkatan hafalan pada tingkatan awal. Kamampuan dalam
tahap ini siswa sudah mampu memahami dan mencerna makna yang terkandung
dari pesan yang sudah dihafalkan sebelumnya.
3. Penerapan (Application)
Penerapan adalah kemampuan menerapkan informasi atau materi yang
telah dipelajari ke dalam suatu keadaan baru dan konkret dengan hanya mendapat
sedikit pengarahan. Penerapan yang dimaksud siswa dapat menggunakan suatu
aturan, konsep, metode dan teori guna memecahkan masalah. Pada tahap ini siswa
mampu menerapkan pesan yang bersifat teoritis tersebut dalam aktivitas dan
permasalahan yang baru dan lebih konkret.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemapuan memecahkan atau menguraikan suatu materi
atau informasi menjadi komponen-komponen yang lebih kecil sehingga lebih
mudah dipahami.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menyatukan bagian-bagian atau
komponen menjadi suatu bentuk yang lengkap dan unik. Pada tahap ini siswa
mampu mengkombinasikan beberapa permasalahan menjadi satu rangkaian yang
utuh, sehingga terbukti bahwa pesan yang didapat memiliki keterkaitan antara satu
pesan dengan pesan yang lain.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan menentukan nilai suatu materi, pernyataan,
laporan, cerita, atau lainnya untuk tujuan tertentu. Penilaian dilakukan
berdasarkan pada satu kriteria yang baku dan jelas. Tingkatan terakhir dari
pemahaman adalah tingkatan evaluasi. Pada tahap ini siswa mampu memberikan
penilaian, argumen, atau tanggapan dari pesan yang telah dipahami sehingga
siswa memiliki pandangan tersendiri dari pesan tersebut.
999

Dari berbagai pendapat tentang pemahaman konsep matematika maka


dapat dinyatakan bahwa, dalam mempelajari matematika harus dilaksanakan
secara berkesinambungan dari konsep yang paling mendasar ke konsep yang lebih
tinggi, selain itu konsep-konsep matematika harus diberikan secara benar sejak
awal siswa mengenal suatu konsep, sebab kesan yang pertama kali ditangkap oleh
siswa akan terus terekam dan akan menjadi pandangannya dimasa yang akan
datang. Apabila ada suatu konsep yang diberikan secara salah, maka hal ini harus
segera diperbaiki agar tidak menimbulkan kesulitan bagi siswa dikemudian hari.
Kemampuan pemahaman konsep matematika menginginkan siswa mampu
memanfaatkan atau mengaplikasikan apa yang telah dipahaminya ke dalam
kegiatan belajar. Jika siswa telah memiliki pemahaman yang baik, maka siswa
tersebut siap memberi jawaban yang pasti atas pernyataan atau masalah-masalah
dalam belajar.

2.1.2.2. Indikator Pemahaman Konsep Matematika


Ada beberapa indikator diantaranya menurut Lestari, E danYudhanegara,
R (2015):
1) Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari
2) Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan konsep matematika
3) Menerapkan konsep secara logaritma
4) Memberikan contoh atau kontra contoh dari konsep yang dipelajari
5) Menyajikan konsep dalam berbagai representasi
6) Mengaitkan berbagai konsep matematika secara internal atau eksternal
Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi dua indikator.
Selain itu indikator yang dikembangkan harus berkesinambungan dengan
kompetensi yang akan kita capai. Maka dari itu peneliti hanya mengambil
beberapa indikator yang nantinya akan digunakan dalam penelitian Indikator yang
digunakan dalam penelitian:
1) Menyatakan ulang konsep yang telah dipelajari
2) Mengaitkan berbagai konsep matematika secara internal atau eksternal.

9
10

2.1.3. Hakikat Pembelajaran Matematika

2.1.3.1. Pengertian Matematika


Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua
jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal. Susanto, A
(2013) Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berfikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kinerja.
Matematika merupakan ilmu pasti, banyak orang berpendapat mengenai
arti matematika diantaranya yaitu Hariwijaya (2009) menjelaskan bahwa
matematika didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola dari
struktur, perubahan dan ruang. Matematika adalah angka-angka dan perhitungan
yang merupakan bagian dari hidup manusia/matematika merupakan pengetahuan
mengenai kuantitas dan ruang (Halim, A:2009). Matematika merupakan disiplin
ilmu yang mempunyai kekhususan dibanding dengan disiplin ilmu lainnya yang
harus memperhatikan hakikat matematika dan kemampuan siswa belajar.
(Sundayana, R:2015).
Jadi dari berbagai pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa, matematika
adalah ilmu tentang bilangan dan segala bentuk prosedur operasional yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan. Matematis biasa di
gunakan untuk menyebut sesuatu secara sangat pasti dan sangat tepat. Matematika
merupakan salah satu ilmu yang banyak di manfaatkan dalam kehidupan sehari-
hari. Baik secara umum maupun secara khusus.

2.1.3.2. Tujuan Pembelajaran Matematika


Tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang
disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2013), menyebutkan sebagai berikut:
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
999

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau


menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dari berbagai pendapat dapat dinyatakan bahwa, tujuan pendidikan
matematika yaitu mampu mengembangkan aktivitas kreatifitas yang melibatkan
imajinasi, melalui pembicaraan lisan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan
gagasan siswa mampu memecahkan masalah.

2.1.3.3. Ruang Lingkup


Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-
aspek sebagai berikut:
1) Bilangan
2) Geometri dan pengukuran
3) Pengolahan data
Berdasarkan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar
dan menengah dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2006 (Dessi, C.2013) tentang standar lulusan matematika
mencakup:
1) Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan
sifat-sifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari.
2) Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur
dan sifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari.

11
12

3) Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas,


volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya
dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. Memahami
konsep koordinat untuk menentukan letak benda dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-
hari.
4) Memahami konsep pengumpulkan data, penyajian data dengan
tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan
data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan
masalah kehidupan sehari-hari.
5) Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaannya dalam
kehidupan.
6) Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa, standar kelulusan
(SKL) untuk mata pelajaran matematika yaitu salah satunya siswa
harus mampu memahami konsep. Konsep yang melandasi dari
aspek-aspek matematika diantaranya bilangan geometri dan
pengukuran, dan pengolahan data.

2.1.3.4. Pembelajaran Matematika SD


Pembelajaran matematika menurut Susanto, A (2013) adalah suatu proses
belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas
berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat
meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika. Matematika
merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan bahkan juga sampai di perguruan tinggi.
Anak usia SD sedang mengalami perkembangan pada tingkat berfikirnya.
ini karena tahap berfikir mereka masih belum formal, malahan para siswa SD di
kelas rendah bukan tidak mungkin sebagian dari mereka berfikirnya masih berada
pada tahapan (pra konkrit). Manfaat yang menonjol dari matematika yaitu dapat
999

membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis
yang sistematis, logis, kritis, dengan penuh kecermatan (Karso, dkk:2007).
Pada tahap perkembangan berfikir anak-anak usia SD belum formal dan
relatif masih konkret ditambah lagi keanekaragaman intelegensinya, serta serta
jumlah populasi siswa SD yang sangat besar ditambah dan ditambah lagi dengan
wajib belajar 9 tahun maka faktor-faktor ini harus diperhatikan agar proses proses
pembelajaran matematika di SD dapat berhasil.
Pembelajaran matematika materi yang akan di jadikan sebagai subjek
dalam penelitian yaitu dengan standar kompetensi “Bilangan” tepatnya
“Melakukan operasi hitung pecahan dalam pemecahan masalah”, Sedangkan
kompetensi dasar yang di gunakan dalam penelitian ini adalah “Mengubah bentuk
pecahan ke bentuk desimal”.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa, dikatakan berhasil dalam
pembelajaran matematika jika siswa mampu berfikir kreatif dan mampu
mengkonstruksi pengetahuan yang baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan
siswa terhadap materi matematika yang telah disampaikan.

2.2 Penelitian yang Relevan


Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini yaitu hasil penelitian
oleh Al-Raqqad et.al, (2017). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggertakan
sekolah ada di semua sekolah terlepas dari apakah sekolah itu milik pemerintah
atau swasta. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa intimidasi sekolah
mempengaruhi prestasi akademik siswa baik korban maupun pengganggu.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini yaitu hasil penelitian
oleh Setyowati (2018). “Terdapat Hubungan Perilaku Bullying dengan Prestasi
Belajar pada Korban Bullying pada Tingkat Sekolah Dasar”. Didapatkan korban
bullying jarang dengan kemampuan interaksi sosial yang cukup. Maka dari itu
kepribadian anak juga sangat berpengaruh pada perilkau bullying maupun
kemampuan interaksi sosialnya, banyak ditemukan bahwa sering jadi korban
bullying kemampuan interaksinya rendah, namun penelitian ini mengatakan
bahwa seseorang yang jarang dibully interaksi sosialnya cukup.
Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini yaitu seperti yang

13
14

dikemukakan oleh Riauskina dkk (2005) studi kasus perilaku bullying pada siswa
SD di Kota Yogyakarta dampak perilaku bullying ini pada menurunnya
kesejahteraan psikologis dan penyesuaian sosial yang buruk, informan utama
merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, malu,
sedih, tidak nyaman, dan terancam namun tidak berdaya untuk menghadapinya.
Dengan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial memungkinkan
siswa merasakan tidak nyaman dan prestasi akademisnya akan terganggu dan
dengan sengaja tidak hadir di sekolah untuk mengikuti proses belajara mengajar.
Sedangkan hasil yang berbeda dikemukakan dalam penelitian Nurullah
dan Setyarini (2016) di mana tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara
status bullying dengan prestasi belajar di tiga mata pelajaran tersebut. Terdapat
beberapa faktor yang dapat memengaruhi prestasi belajar, seperti sosiodemograf,
komunikasi, dan fasilitas sekolah yang belum sepenuhnya diteliti.
Perbedaan dari penelitian terdahulu adalah penelitian yang berjudul
Analisis Dampak Bullying Verbal Terhadap Pemahaman Konsep Matematika
Siswa Kelas IV SD Negeri 1 Krasak Pecangaan Jepara bertujuan untuk
mengetahui bagaimana dampak yang terjadi akibat dari bullying sesama siswa
baik pelaku bullying maupun korban bullying yang ada di SD Negeri 1 Krasak
Pecangaan jepara. Indikator bullying yang ada di SD Negeri 1 Krasak adalah
mengejek, menuduh, membentak, mengancam, dan mencela. Dari semua bullying
berdampak kepada hasil nilai siswa baik pelaku maupun korban yang
mendapatkan hasil nilai dibawah kkm.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang dilakukan di SD N 1


Krasak Pecangaan Jepara dengan maksud untuk mendiskripsikan dampak bullying
verbal terhadap pemahaman konsep di Sekolah Dasar tersebut. Sugiyono (2012)
menyatakan, penelitian kualitatif adalah penelitian naturalistik karena penelitian
ini dilakukan dalam kondisi ilmiah.

Penelitian kualitatif menurut Creswell (J. R Raco dan Conny. R, 2017)


adalah sebuah pendekatan atau penelusuran guna mengeksplorasi serta memahami
sebuah gejala sentral. Dalam hal ini peneliti mewawancarai partisipan dengan
pertanyaan yang luas dalam rangka mengumpulkan informasi dan data yang
berupa kata-kata tersebut dianalisis.
Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor (2012) penelitian
kualitatif adalah “Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”.
Sedangkan strategi penelitian dalam penelitian ini adalah studi kasus. Menurut
Yin (2012) “Studi kasus digunakan untuk mengetahui dengan lebih mendalam dan
terperinci tentang suatu permasalahan atau fenomena yang hendak diteliti”. Studi
kasus menunjukkan situasi yang sebenar-benarnya mengenai apa yang sedang
terjadi, dilihat dan dialami dalam lingkungan yang sebenarnya serta mendalam
dan menyeluruh.

3.2 Tempat Penelitian


Tempat penelitian yang diambil adalah SD N 1 Krasak Pecangaan, yang
terletak di desa Krasak, kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Lokasi ini
dipilih untuk melanjutkan analisis awal mengenai dampak perilaku bullying
verbal yang terjadi di kelas IV SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara.
16

3.3 Sumber Data Penelitian


Darmiyati Zuchdi (1993) mengungkapkan data adalah unit informasi yang
di rekam dalam suatu media, yang dapat dibedakan dengan data yang lain, dapat
di analisis dengan teknik-teknik yang ada, dan relevan dengan masalah yang
diteliti. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data
kualitatif dalam penulisan ini meliputi:
1. Data tentang gambaran umum mengenai objek penelitian.
2. Data lain yang tidak berupa angka
Oleh karena itu data harus merupakan informasi yang tepat dan credible
serta menunjukkan gejala dan fenomena yang sebenarnya. Data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini berupa data yang mempunyai hubungan dengan masalah yang
diteliti yaitu meliputi literatur yang ada, antara lain:
1. Data guru dan pegawai SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara
2. Data siswa kelas IV Krasak Pecangaan Jepara
Menurut Suharsimi Arikunto (2006) sumber data dalam penelitian adalah
subjek dari mana data dapat diperoleh. Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Data Primer
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2002), data primer adalah data
yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak memakai perantara), data
primer secara khusus dikumpulkan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan peneliti. Data primer pada penelitian ini diperoleh langsung dari
wawancara yang dilakukan dan dari observasi. Adapun yang menjadi sumber data
primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wali kelas, guru dan siswa di
SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara.
2. Data sekunder
Sugiyono (2010), data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder ini diperoleh oleh peneliti
dari literatur-literatur, kepustakaan dan sumber-sumber tertulis lainnya.
Dengan demikian dapat dikategorisasikan bahwa data adakalanya
bersumber dari seeorang yang berarti bersifat aktif, dan bisa juga diperoleh dari
17

dokumen atau sejenisnya yang bersifat pasif. Penelitian kualitatif bertolak dari
asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang unik dan kompleks. Karena itu
data harus ditelusuri sedalam mungkin sesuai dengan fokus penelitian. Sumber
data utama adalah wali kelas IV, alasan ditetapkannya wali kelas IV sebagai
informan kunci karena wali kelas IV memiliki peranan penting dalam mengatasi
perilaku bullying yang ada dikelas IV khususnya.
Sumber data yang lain dalam penelitian ini, dapat berasal dari orang
maupun bukan orang. Sumber data dari orang yaitu kepala sekolah, wali kelas,
guru dan siswa. Sedangkan yang bukan orang dapat berupa buku, jurnal,
dokumen, arsip dan foto yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011) mengungkapkan, tahap
terpenting dalam penelitian adalah tahap pengumpulan data,. Dalam penelitian
kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan melalui.
1. Observasi Non Partisipatif
Dalam Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011), observasi non
partisipatif artinya, kegiatan observasi yang dilakukan, dimana peneliti mengamati
perilaku subjek dari jauh dan tanpa adanya interaksi dengan subjek. Peneliti akan
mengamati subjek penelitian, didalam serta diluar kelas, tanpa adanya interaksi
dan keterkaitan emosi dengan subjeknya.
Peneliti mengobservasi perilaku guru dan siswa di SD N 1 Krasak
Pecangaan Jepara dalam pembelajaran maupun diluar pembelajaran. Peneliti
mengamati perilaku yang dianggap sebagai perilaku bullying verbal, seperti apa
saja perilaku bulIying verbal yang ditunjukan, serta siapa korban, pelaku dan
penontonnya.
2. In Depth Interview (Wawancara Mendalam)
Mc Millan dan Schumacher (Djam’an Satori dan Aan Komariah (2011)
menjelaskan, wawancara mendalam adalah tanya jawab yang terbuka untuk
memperoleh data tentang maksud hati partisipan bagaimana menggambarkan
dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau menyatakan perasaannya
tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya.
18

Peneliti wawancara partisipan dan membebaskan mereka untuk menjawab


pertanyaan peneliti. Dalam penelitian ini partisipannya adalah guru, siswa pelaku
bullying verbal, koban bullying verbal, dan penonton bullying verbal di SD N 1
Krasak Pecangaan Jepara. Peneliti mewawancarai guru mengenai pengetahuan
mereka tentang bullying verbal, perilaku bullying verbal dilihat dari komponen-
komponennya serta bentuk perilaku bullying verbal yang ada di SD N 1 Krasak
Pecangaan Jepara. Untuk siswa pelaku bullying verbal, peneliti mewawancarai
apa motivasi dan bagaimana tanggapan teman-temannya mengenai bullying verbal
yang ia lakukan. Pada siswa korban bullying verbal, peneliti menanyakan kondisi,
motivasi pelaku bullying verbal dari sudut pandang korban, alasan mengenai
reaksi dan apakah korban pernah melaporkan perilaku pelaku, pada orang tua
maupun guru. Peneliti juga melakukan wawancara pada penonton. Tujuannya
untuk mengetahui perasaan penonton ketika ia mendapati seorang mengalami
bullying verbal, apa yang ia lakukan dan mengapa ia melakukan hal tersebut
ketika melihat perilaku bullying verbal terjadi. Wawancara dilakukan hingga data
diperoleh selengkap-lengkapnya dan tidak ada lagi informasi baru diungkap oleh
subjek.
3. Dokumentasi
Sugiyono (2012), dalam bukunya menyebutkan, dokumentasi adalah
catatan peristiwa yang telah lalu. Bogdan dalam Sugiyono (2012) berpendapat,
“In most tradition of qualitative research, the phrase personal document is used
broadly to refer to any first person narative produced by an individual wich
describe his or her own actions, experience and belief”.
Hasil dari observasi maupun wawancara akan lebih kredibel, bila ada
dukunagn dari dokumentasi. Peneliti menggunakan catatan guru mengenai
perilaku siswa yang ada dalam catatan Wali Kelas. Peneliti membaca dan
menganalisis catatan Wali Kelas milik guru, baik wali kelas maupun guru
pendidikan jasmani di SD N 1 Krasak Pecangaan Jepara.

3.5 Instrumen Penelitian


19

(Sugiyono, 2015) mengatakan bahwa “Dalam penelitian kualitatif


instrument utamanya adalah peneliti itu sendiri. Setelah fokus penelitian menjadi
jelas, memungkinkan akan dikembangkan menjadi instrumen sederhana, yang
diharapkan dapat melengkapi data yang sudah ada dan membandingkan dengan
data yang telah ditemukan dalam data sebelumnya”.
Dalam suatu penelitian terdapat variabel-variabel indikator yang kemudian
akan dikembangkan ke dalam instrumen penelitian. Berikut merupakan
penjabaran dari instrumen penelitian:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan suatu cara yang dilakukan peneliti untuk
mendapatkan data dengan cara pengamatan secara langsung dilokasi yang
dilakukan secara terus menerus sampai mendapatkan data secara jenuh. Lembar
observasi yang akan dilakukan ini terdapat lembar observasi untuk siswa, lembar
wawancara kepada guru dan kepala sekolah. Berikut kisi-kisi observasi mengenai
penyebab bullying siswa kelas IV di SD N 1 Krasak Pecangaan:

Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi Bullying Verbal

No Indikator Pernyataan
1 Mengejek PI mengejek KI dengan sebutan yang tidak pantas
2 Menuduh P2 menuduh K2 karena tidak bias mengerjakan soal
3 Membentak P2 membentak K2 Karena saat dipanggil tidak
mendengar
4 Mengancam P1 mengacam K2 tidak boleh ikut kelompok belajar
dengannya
5 Mencela Teman sekelas mencela K3 dengan sebutan yang tidak
pantas

Tabel 3.2. Kisi-kisi Observasi Untuk Siswa


20

Kode Indikator Keterangan


Siswa Mengeje Menuduh Membentak Mengancam Mencela
k
K1 √ - - √ - Korban
K2 - - √ √ - Korban
K3 √ √ - - √ Korban
P1 √ - √ √ - Pelaku
P2 √ √ √ - √ Pelaku

2. Kisi-kisi Instrumen Test


Instrumen test adalah alat yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan yang telah ditentukan.
Instrumen test dalam pebelitian ini antara lain tentang test wawancara kepada
korban dan pelaku bullying, wawancara kepada guru kelas serta wawancara
kepada kepala sekolah. Berikut instrument test yang dilakukan:

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pemahaman Konsep Matematika


No Indikator Kata Kerja Oprasional Soal Tes
(Taksonomi Bloom)
1 Menyatakan ulang konsep yang C1 – Pengetahuan 1, 2 dan 3
telah dipelajari
2 Mengaitkan berbagai konsep C6 – Kreasi 4 dan 5
matematika secara internal
maupun eksternal

Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Pemahaman Konsep Matematika


21

No Pertanyaan Jawaban
1 Materi penjumlahan dalam pelajaran
matematika
2 Materi pengurangan dalam pelajaran
matematika
3 Cara pembagian dan perkalian bilangan
dalam pelajaran matematika
4 Macam-macam segitiga
5 Besaran dan satuan

Tabel 3.5. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Korban Bullying Verbal


NO Indikator Nomor Jumlah
1. Penyebab di bullying teman 1 1
2. Bentuk bullying yang dirasakan 2 1
3. Bagaimana perasaanmu ketika di bullying 3 1
4. Dampak apa yang dirasakan ketika menerima 4 1
bullying
5. Apakah mau memaafkan 5 1
Jumlah 5

Tabel 3.6. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Pelaku Bullying Verbal


NO Indikator Nomor Jumlah
1. Penyebab melakukan bullying 1 1
2. Bentuk bullying yang dilakukan 2 1
3. Bagaimana perasaanmu ketika melakuan 3 1
bullying
4. Dampak apa yang dirasakan ketika 4 1
melakukan bullying
5. Apakah mau memaafkan 5 1

Jumlah 5

Tabel 3.7. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Guru Mengenai Bullying Verbal


22

NO Indikator Nomor Jumlah


1 Penyebab terjadi bullying di lingkungan 1 1
sekolah di SD N 1 Krasak Pecangaan
2 Bentuk bullying siswa di lingkungan sekolah di 2 1
SD N 1 Krasak Pecangaan
3 Cara menyelesaikan bullying siswa di 3 1
lingkungan sekolah di SD N 1 Krasak
Pecangaan
4 Dampak terjadinya bullying siswa di 4, 5 2
lingkungan sekolah SD N 1 Krasak Pecangaan
Jumlah 5

Tabel 3.8. Kisi-Kisi Wawancara Untuk Kepala Sekolah Mengenai Bullying


Verbal
NO Indikator Nomor Jumlah
1 Penyebab terjadi bullying di lingkungan 1 1
sekolah di SD N 1 Krasak Pecangaan
2 Bentuk bullying siswa di lingkungan sekolah di 2 1
SD N 1 Krasak Pecangaan
3 Cara menyelesaikan bullying siswa di 3 1
lingkungan sekolah di SD N 1 Krasak
Pecangaan
4 Dampak terjadinya bullying siswa di 4, 5 2
lingkungan sekolah SD N 1 Krasak Pecangaan
Jumlah 5

3.6 Analisis Instrumen Penelitian


23

1. Validitas Ahli

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan


atau tidaknya sebuah instrumen yang digunakan dalam penelitian. Instrumen
dikatakan valid ataupun sahih apabila memiliki tingkat validitas yang tinggi.
Sebaliknya, instrumen dikatakan tidak valid apabila memiliki tingkat valid yang
rendah. (Arikunto, 2010).
Validitas ahli merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk menentukan
tingkat valid instrumen dengan berdasarkan pada isi, bahasa, serta konstruksi.
Validitas ahli akan menghasilkan perbaikan pada instrumen yang digunakan. Hasil
perbaikan pada tahap validitas ahli ini akan diserahkan atau diujikan kepada pihak
sekolah yang menjadi tempat penelitian.

Tabel 3.9. Kisi-Kisi Lembar Angket Uji Validitas Ahli


No. Indikator
1. Lembar Evaluasi
Lembar evaluasi observasi bullying siswa
Lembar evalusi wawancara bullying siswa di ligkungan
sekolah
2. Lembar Validasi
a. Lembar Validasi Observasi penyebab bullying siswa di
ligkungan sekolah
b. Lembar Validasi Wawancara penyebab bullying siswa di
ligkungan sekolah

2. Validator/Ahli
Dalam mengukur tingkat kevalidan instrumen dalam penelitian ini,
peneliti meminta bantuan kepada dua orang dosen dan satu orang kepala sekolah
yang bertugas sebagai validator. Sedangkan nama yang dipilih menjadi validator
dalam validitas ini disajikan pada tabel di bawah ini.
24

Tabel 3.10. Nama Validator

No. Nama Validator Keterangan


1. Nuhyal Ulia, S.Pd., M.Pd. Dosen PGSD Unissula
2. Sandeli, S.Pd., I Kepala Sekolah SDN 1
Krasak Pecangaan
3. Illiyin Darojatil ‘Ula Guru Kelas IV SDN 1
Krasak Pecangaan

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data merupakan suatu langkah yang paling menentukan
dari suatu penelitian, karena analisis data berfungsi untuk menyimpulkan hasil
penelitian. I Made Wirartha (2006) mengungkapkan, analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan
data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri peneliti dan orang
lain.
Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep yang diberikan
Miles dan Huberman, mengungkapkan bahwa aktivitas dalam analisis dan
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada
setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas.
Komponen dalam analisis data:
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,
perhatian, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul
dalam catatan-catatan tertulis di lapangan.
b. Menarik Kesimpulan
Menarik kesimpulan merupakan bagian paling penting dalam
analisis data kualitatif. Kesimpulan final mungkin tidak muncul sampai
pengumpulan data berakhir, tergantung pada besarnya kumpulan-
25

kumpulan catatan lapangan, penarikan kesimpulan hanyalah bagian dari


suatu kegiatan konfirmasi yang utuh.

3.8 Pengujian Keabsahan Data

Pemeriksaan terhadap keabsahan data pada dasarnya, selain digunakan


untuk menyanggah balik yang dituduhkan kepada penelitian kualitatif yang
mengatakan tidak ilmiah, juga merupakan sebagai unsur yang tidak terpisahkan
dari tubuh pengetahuan penelitian kualitatif (Moleong, 2007).
Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang
dilakukan benar-benar merupakan penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data
yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji,
credibility, transferability, dependability, dan confirmability (Sugiyono, 2007).
Agar data dalam penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan
sebagai penelitian ilmiah perlu dilakukan uji keabsahan data. Adapun uji
keabsahan data yang dapat dilaksanakan.
Teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini
menggunakan Triangulasi. Menurut Wiliam Wiersma (1986) mengatakan
triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi
sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu (Sugiyono 2007).
1) Triangulasi Sumber
Tingulasi Sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Data
yang diperoleh di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber data
(Sugiyono, 2007). Dengan cara penulis mengecek data lampiran pertanyaan
ataupun pernyataan yang telah diberikan kepada guru dan siswa di sekolah.
2) Triangulasi Teknik
Tringulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Misalnya untuk mengecek data bisa melalui wawancara, observasi, dan
26

dokumentasi. Bila dengan teknik pengujian kredibillitas data tersebut


menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut
kepada sumber data yang bersangkutan untuk memastikan data mana yang
dianggap benar (Sugiyono, 2007). Dengan cara mengecek ulang hasil wawancara,
dokumentasi dan observasi kepada siswa dan guru disekolah agar data yang
dimiliki benar-benar valid.
3) Triangulasi Waktu
Tringulasi waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan untuk teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih
segar, akan memberikan data lebih valid sehingga lebih kredibel. Selanjutnya
dapat dilakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam
waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda,
maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian
datanya (Sugiyono, 2007). Dengan cara mgecek hasil dari wawancara, observasi
dan dokumentasi kembali ke sekolah dengan waktu yang berbeda yang sudah
disepakati dengan pihak sekolah.
Kesimpulannya validitas atau keabsahan data adalah data yang tidak
berbeda antara data yang diperoleh oleh peneliti dengan data yang terjadi
sesungguhnya pada objek penelitian sehingga keabsahan data yang telah disajikan
dapat dipertanggungjawabkan. Dari tiga jenis triangulasi tersebut, penulis memilih
keabsahan data dengan pendekatan triangulasi sumber untuk mengungkapkan dan
menganalisis masalah-masalah yang dijadikan objek penelitian.
27

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

4.1.1 Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan

Bullying yang terjadi di setiap tempat memiliki beragam bentuk, penyebab


serta dampaknya. Demikian pula dengan bullying yang terjadi di lingkungan
sekolah juga memiliki perbedaan dengan bullying yang terjadi di tempat lainnya
misalnya di lingkungan masyarakat dan lingkungan kerja. Bullying di sekolah
juga dipengaruhi latar belakang siswa, lingkungan di sekitar siswa, pola
pengasuhan orang tua dan sebagainya. Tindakan bullying juga terjadi karena hal-
hal yang sepele yang memuncak karena emosi siswanya di sekolah. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan di SD N 1 Krasak Pecangaan kepada guru kelas dan
kepala sekolah sebagai berikut:

4.1.1.1 Penyebab Terjadinya Bullying Siswa.

Bullying dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Namun bullying
memang sering terjadi pada anak-anak Berdasarkan penyebab terjadinya bullying
siswa di kelas IV SD Negeri 1 Krasak Pecangaan menurut Ibu Frianti Muzdalifah
selaku guru kelas sebagai berikut:
“Penyebab bullying verbal berawal dari gojegan (bercanda), kemudian
anak itu emosi, sehingga ada yang menendang dan ada juga yang memukul.
Biasanya pelaku bullying merasa lebih dominan”. (Ibu Frianti Muzdalifah, 2
September 2019).

Ibu Frianti Muzdalifah berpendapat bahwa bullying dapat terjadi karena


hal-hal yang sifatnya gojegan (bercanda) yang mampu memancing emosi teman
yang lain serta adanya sifat yang mendominasi yang dimiliki oleh pelaku bullying.
Selain pengalaman di kelas sebelumnya karena pernah menjadi korban bullying
juga dapat menyebabkan terjadinya bullying di sekolah. Penyebab bullying juga
dijelaskan Bapak Sandeli selaku kepala sekolah:
28

“Bullying bisa terjadi karena ejekan. Misalnya, ada anak yang berbadan
pendek dan gendut akhirnya dipanggillah dia si gentong oleh teman-temannya”.
(Pak Sandeli, 2 September 2019).

Bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan dapat disebabkan


beberapa macam seperti yang dijelaskan oleh informan di atas. Perbedaan usia,
karakter siswa serta latar belakang siswa mempengaruhi perilaku siswa di sekolah.
Tindakan bullying dapat terjadi karena awalnya anak hanya gojegan (bercanda)
dan kesalahpahaman kemudian salah satu dari mereka ada yang merasa tersakiti
dan membalas dengan tindakan bullying seperti memukul, mendorong, menarik
jilbab, dan sebagainya.

4.1.1.2 Bentuk Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan

Perilaku bullying dapat terjadi dalam beragam bentuk baik secara fisik
maupun non fisik. Bullying dalam bentuk fisik akan berdampak pada keadaan
fisik maupun psikis korban sedangkan bullying dalam bentuk non fisik hanya
berdampak pada psikis korban. Secara umum bullying dalam bentuk fisik dapat
diamati secara langsung, begitu pula dengan bullying non fisik yang kadang dapat
diamati namun tidak dapat dirasakan orang lain yang mengamatinya. Beberapa
bentuk bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan dapat dikatakan beragam, walaupun
jenisnya ada yang sama. Bentuk bullying di setiap kelas juga beragam, karena
tergantung pada kondisi siswa yang bersangkutan, lingkungan dan pengalaman
siswa selama di sekolah dan luar sekolah. Warga sekolah tentunya juga
mengetahui perilaku siswa secara umum. Hal ini terutama guru, karena guru
memiliki posisi yang paling dekat dengan siswa saat di sekolah.
Bentuk bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu bullying fisik dan bullying non fisik. Bullying
fisik dapat terjadi secara spontan, ada yang memicu, maupun karena bercanda atau
hal-hal yang sepele. Bentuk bullying yang ada di SD N 1 Krasak Pecangaan
dijelaskan Ibu Frianti Muzdalifah selaku guru kelas sebagai berikut:
“Bentuk bullying secara fisik yang ada di SD N 1 Krasak Pecangaan
misalnya menendang dan memukul. Bullying non fisik misalnya mengejek teman
lain secara langsung (misalnya dengan memanggil nama julukan), mengejek
29

dengan nama orang tua, pekerjaan orang tua atau sikap tingkah laku orang tua.
Hal ini sering terjadi ketika mata pelajaran matematika, sering saya suruh salah
satu siswa maju kedepan untuk mengerjakan tugasnya. Karena ada yang tidak
suka maka salah satu dari temannya mengejek dengan sebutan nama julukan.
Anak akhirnya tidak terima dan biasanya terjadi dorong-dorongan. Ada siswa
yang meminta dengan ancaman, misalnya kalau tidak memberikan jajan bisa
ditendang. Saya juga menemukan modus lain mbak, bukan memalak tetapi
menyuruh untuk membelikan sesuatu misalnya jajan”. (Ibu Frianti Muzdalifah, 2
September 2019).

Ibu Frianti Muzdalifah sebagai guru kelas IV dan juga mengajar mata
pelajaran matematika menjelaskan bentuk bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak
Pecangaan secara fisik dapat berupa menendang dan memukul, sedangkan secara
non fisik atau verbal dapat berupa ancaman yang dilakukan siswa untuk meminta
temannya melakukan sesuatu yang diinginkan. Selain itu secara verbal siswa juga
mengejek temannya dengan memanggil julukan/nama (name calling). Hal senada
juga dijelaskan oleh Bapak Sandeli selaku kepala sekolah sebagai berikut:
“Bentuk bullying yang ada di SD N 1 Krasak Pecangaan secara fisik
biasanya saling memukul namun kebanyakan seperti non fisik atau bullying
verbal, misalnya memanggil nama teman dengan sebutan nama julukan.
Contohnya Anam dipanggil pendek karena dia berbadan pendek, maka dari itu
Anam tidak terima dan timbullah perkelahian diantara mereka”. (Pak Sandeli, 2
September 2019).
Secara fisik bentuk bullying biasanya memukul, tetapi yang lebih banyak
secara non fisik atau verbal misalnya dengan memanggil nama teman dengan
nama julukan (bukan nama sebenarnya). Hal tersebut yang membuat siswa sering
mudah marah. Ibu Friyanti Muzdalifah juga menambahkan hal yang sama sebagai
berikut:
“Mengambil barang tanpa ijin atau memaksa. Tetapi persentasenya kecil
mbak. Kejadiannya kalau tidak ada guru pendamping, misalnya saat jam istirahat
atau sepulang sekolah. Ada yang melaporkan ke kantor sekolah kemudian kami
sebagai guru membantu mereka menyelesaikan masalahnya lalu dibimbing dan
dinasihati agar tidak diulangi kembali. Seringnya siswa sini di bullying dengan
sebutan nama julukan mbak yang menyebabkan sesama siswa saling memukul
dan menendang”. (Ibu Friyanti Muzdalifah, 2 September 2019).
30

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk


bullying yang terjadi secara fisik antara lain menendang dan memukul. Sedangkan
untuk bullying secara verbal antara lain, meminta jawaban, memalak (meminta
sesuatu dengan paksaan), mengejek/memanggil nama teman dengan julukan
tertentu (name calling), memanggil dengan nama orang tua dan mengejek
pekerjaan orang tua.
4.1.1.3 Dampak Bullying siswa SD N 1 Krasak Pecangaan

Bullying sebagai suatu tindakan penyerangan akibat ketidakseimbangan


kekuasaan antara perilaku bullying dengan korban, yang dilakukan secara
berulang baik fisik maupun psikis dapat terjadi dimana saja dan kapan saja.
Berbagai kemungkinan terjadinya kenakalan anak dapat terjadi di sekolah dari hal
yang kecil hingga yang berdampak besar. Pelaku bullying memiliki kekuatan yang
lebih besar baik dari segi fisik, posisi di kelas maupun di sekolah daripada
korbannya sehingga dia memiliki keberanian untuk melakukan bullying terhadap
korbannya. Pelaku bullying di sekolah memiliki sifat yang lebih mendominasi
daripada korbannya. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Ibu Frianti Muzdalifah
selaku guru kelas sebagai berikut:
“Pelaku biasanya terpengaruh oleh lingkungan, prestasinya juga lebih
rendah dari temannya yang lain, banyak absen, sering membolos sekolah. Secara
umum pelaku bullying merasa dirinya kuat, secara fisik lebih tua, lebih besar,
berani dan juga lebih berpengalaman. Di luar sekolah ada kelompok tertentu
mbak. Saya pernah masuk kampung, anak-anak seperti itu bergaulnya sama yang
lebih atas, bergaul dengan anak yang umumnya lebih tua. Korban biasanya yang
lemah mbak, jarang berbicara, anteng (tidak banyak tingkah), secara fisik
tubuhnya kecil. Banyak siswa disini pelaku menekan siswa lainnya untuk
mengikuti perbuatannya pada korban bullying”. (Ibu Frianti Muzdalifah, 3
September 2019).

Ibu Frianti Muzdalifah mengungkapkan pelaku bullying memiliki


kemampuan akademik yang lebih rendah dibanding teman-temannya. Hal ini juga
disebabkan karena siswa yang tersebut sering membolos. Selain itu secara fisik
memiliki tubuh yang lebih besar dan berani. Pelaku bullying juga memiliki
kekuatan yang lebih besar daripada korbannya. Sedangkan untuk korban biasanya
31

mereka merupakan siswa yang anteng/tidak banyak tingkah, pendiam, jarang


berbicara, secara fisik juga lebih kecil dari perilakunya. Beberapa korban bullying
juga merupakan siswa yang pandai. Ibu Friyanti Muzdalifah menambahkan:
“Anam misalnya dia suka menyakiti dengan kata-kata dan fisik, kalau
orang jawa bilangnya ”ora sembodo” (berani menyakiti tetapi kalau disakiti
menangis). Misalnya dia mencubit dan mengejek temannya tetapi dia cengeng
kalau dinakali temannya yang lain. Bagus itu kecil, berani dan suka menggoda
temannya. Kalau Fajar suka mengambil barang temannya dengan paksa jika tidak
dikasih biasanya ditendang atau dipukul. Kalau Hendra dia sering mengejek
temannya yang badannya gemuk kecil dengan sebutan gentong. Penyebab dari
kenakalan mereka salah satunya karena lingkungan dari luar sekolah.
Karakteristik korban biasanya yang pendiam seperti Umam, Agus yang fisiknya
lebih kecil. Kalau perempuan itu jarang mbak. Meski ada tapi sekedar menarik
jilbab tidak sampe memukul ataupun menendang”. (Ibu Friyanti Muzdalifah, 3
September 2019).

Beberapa karakter yang dimiliki pelaku bullying seperti yang dijelaskan


Ibu Friyanti Muzdalifah selaku guru kelas bahwa pelaku lebih berani dari
korbannya. Namun juga tidak dapat dipungkiri bahwa pelaku juga dapat menjadi
korban bullying, misalnya yang dialami Anam, dia juga dapat dikatakan lemah
pada situasi tertentu. Anam memiliki karakter yang aktif di kelas tetapi “ora
sembodo” (berani menyakiti orang lain tetapi jika disakiti menangis). Sedangkan
untuk karakter korban seperti yang diungkapkan Ibu Rahayu, mereka memiliki
fisik yang lebih kecil dan pendiam. Hal senada juga diungkapkan Bapak Sandeli
selaku kepala sekolah sebagai berikut:
“Yang mudah bertengkar itu ada beberapa anak. Andre, Ihsan, dan Roni,
mereka itu anaknya kecil,. Kalau Andre awalnya berani, tetapi suka menangis,
Ihsan sama Roni itu emosian, ada apa-apa main tangan. Anak perempuan kalau
saya lihat tidak berani seperti itu. Paling ketika anak laki-laki sekedar iseng
menarik jilbab anak perempuan. Karakteristik pelaku, anaknya itu pendiam,
kelihatan tidak seperti anak nakal, tetapi emosinya kuat, mudah terpancing
keadaan, mungkin karena sudah kebiasaan dari rumah. Jika korban misalnya
Reza, dia suka mengalah, penakut, punya uang. Anak yang suka mengalah itu
yang sering diganggu. Reza awalnya dikompas, penakut. Anak yang pintar jarang
yang jadi korban, biasanya mereka menghindar, berusaha untuk tidak melayani,
dan tidak menyinggung perasaaan, kadang juga langsung lari. Kejadian ini sering
terjadi ketika mata pelajaran matematika yang saya ajarkan, karena tidak semua
32

siswa bisa pelajaran tersebut jadi ada siswa yang mengejek temannya yang masih
belajar. Dampaknya bullying itu ada 2 mbak. Ada anak yang menjadi takut karena
diejek temannya, tetapi ada anak yang lebih berani. Yang punya backing
(kelompok orang yang mampu melindungi anggota kelompoknya) menjadi
tambah berani. .”(Bapak Sandeli, 3 September 2019).

Dari hasil wawancara dengan Ibu Friyanti dan Bapak Sandeli, pada
dasarnya pelaku memiliki sikap yang lebih berani dibanding korbannya.
Walaupun pelaku juga dapat menjadi korban.
Namun secara umum pelaku memiliki kekuatan maupun posisi yang lebih
tinggi dari pada korban, baik secara fisik, pengalaman selama di sekolah maupun
pengalaman dengan lingkungan di sekitar rumahnya (senioritas) sehingga saat di
kelas pun lebih mendominasi daripada teman-temannya. Selain itu emosinya juga
lebih mudah terpancing saat adanya situasi yang memicu timbulnya bullying,
misalnya ada teman yang menggoda. Jika dilihat dari kemampuan akademiknya
juga lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Mereka juga lebih
berani dan aktif daripada teman-temannya. Bahkan beberapa siswa kelas IV
cenderung aktif untuk mengganggu teman-temannya saat pembelajaran mata
pelajaran matematika berlangsung dan tidak mau diam saat pembelajaran
berlangsung.
4.1.1.4 Penyelesaian Masalah Bullying

Bullying sebagai salah satu tindakan yang dapat merugikan siapa saja
termasuk peserta didik saat bullying terjadi di sekolah. Guru kelas selain memiliki
peran yang penting sebagai pendidik, fasilitator, motivator sekaligus sebagai
orang tua kedua saat siswa di sekolah, guru kelas juga menjadi orang terdekat saat
kejadian bullying terjadi di kelas, Guru kelas juga memiliki intensitas interaksi
yang paling banyak dengan siswa saat di kelas, sehingga perilaku siswa di kelas
dapat diamati secara langsung. Begitu pula dengan kepala sekolah sebagai
pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi sekolah. Dengan demikian adanya
berbagai peraturan yang dijalankan oleh warga sekolah serta melalui teladan yang
baik yang dilakukan kepala sekolah, guru dan karyawan lainnya akan memberikan
keseimbangan kehidupan di sekolah. Namun tampaknya sekolah juga menghadapi
33

berbagai latar belakang siswa serta kondisi lingkungan yang mempengaruhi


pergaulan siswa saat di luar sekolah. Berbagai kenakalan siswa yang terjadi di
sekolah merupakan tanggungjawab sekolah. Namun hal itu tentunya
membutuhkan dukungan berbagai pihak sehingga dapat melaksanakan tujuan
sekolah yang sejalan. Dengan demikian semua pihak di sekolah harus mengetahui
tentang makna bullying yang sebenarnya serta penyelesaian masalah bullying
yang dapat dilakukan. Bapak Sandeli selaku kepala sekolah menjelaskan
bagaimana cara menyelesaikan masalah bullying sebagai berikut:

“Cara mengatasi anak korban bullying biasanya dengan memnggil


siswanya, ditanya alur ceritnya bagaimana, memberi nasihat serta sanksi bagi
pelaku bullying supaya anak tersebut mempunyai efek jera atau kapok dan tidak
mengulanginya lagi”. (Bapak Sandeli, 10 September 2019)
Cara yang dilakukan Bapak Sandeli untuk menyelesaikan masalah
bullying yang ada di SD Negeri 1 Krasak pecangaan dengan memanggil siswa
yang bersangkutan baik korban maupun pelaku bullying untuk dimintai bercerita
alur permasalahan yang sebenarnya terjadi, setelah tahu alur ceritanya Bapak
Sandeli memberikan nasihat kepada anak yang bersangkutan serta sanksi kepada
pelaku bullying supaya pelaku bullying mempunyai efek jera atau kapok dan tidak
mengulanginya lagi. Hal senada juga dilakukan Ibu Friyanti Muzdalifah selaku
guru kelas mengatakan:

“Kalau saya biasanya langsung ku tanya mbak alur ceitanya bagaimana,


seketika itu juga saya suruh minta maaf bagi yang salah supaya cepat baikan, jika
tidak mau meminta maaf saya kasih hukuman.” (Ibu Friyanti Muzdalifah, 11
September 2019)
Dari hasil wawancara dengan Bapak Sandeli selaku kepala sekolah dan
Ibu Friyanti selaku guru kelas pada dasarnya sama, yaitu untuk menyelesaikan
masalah bullying yang terjadi antar siswa di SD Negeri 1 Krasak Pecangaan
adalah dengan cara menanyakan alur cerita yang sebenarnya bagaimana, setelah
mengetahui alur ceritanya Bapak Sandeli dan Ibu Friyanti baru bisa memberikan
tindakan berupa hukuman atau sanksi bagi pelaku bullying supaya mempunyai
rasa jera atau kapok serta tidak lupa memberikan nasihat-nasihat supaya siswa
34

tidak melakukan bullying yang merugikan warga sekolah baik siswa, guru
maupun kepala sekolah.

4.1.1.5 Analisis Observasi Siswa yang Terkena Bullying

Berikut adalah hasil analisis observasi siswa yang terkena bullying.

Tabel 4.1. Siswa yang menjadi korban & Pelaku bullying

Indikator
Kode
Mengeje Keterangan
Siswa Menuduh Membentak Mengancam Mencela
k

K1 √ - - √ - Korban

K2 - - √ √ - Korban

K3 √ √ - - √ Korban

P1 √ - √ √ - Pelaku

P2 √ √ √ - √ Pelaku

Tabel 4.2. Kode Keterangan

Nama Siswa Kode

Agus Setiawan K1

Reza Febi Prasetya K2


35

Adelia Meisaroh K3

Hendra Utama P1

Roni Ridwan P2

1. Mengejek

Dari pengamatan yang dilakukan peneliti dan hasil wawancara yang


dilakukan bullying verbal yang ditemukan lainnya yaitu mengejek
atau menghina temanya dengan isyarat tubuh, hal semacam ini
ditemui peneliti saat dalam pengamatan, ketika jam istirahat terlihat
agus sedang bermain dengan hendra, hendra pertama kali bermain
saling dorong dengan dengan agus karena tubuh agus yang lebih besar
dibandingkan hendra, agus tidak melakukan perlawanan apa-apa
terhadap hendra tetapi aksi dorong-doronganpun dimenangkan oleh
agus dan hendra tersungkur karenanya, dan terdengar “ah, maleslah
ngece terus e senengane, iyo-iyo sek awake cilik” agus merasa hanya
sebagai bahan candaan saja oleh hendra, dan hendra melihat agus
menggerutu seperti itu malah membalasnya dengan ketawa lebar, dan
meras senang. Masih dalam konteks yang sama adel juga pernah
mengalami seperti menggoda atau mengejek hal ini didapat dari hasil
wawancara yang dilakukan adel mengatakan bahwa “si hendra itu
sering itu loo.. meleti aku, gak tau caper (cari perhatian) apa gimana
sama aku, sebel aku mbak”.

Dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying verbal berupa menghina


dalam pembelajaran matematika yaitu dengan cara mengejek.

2. Menuduh

menuduh ataupun dituduh pasti pernah rasakan oleh setiap orang,


termasuk peneliti. Dalam proses pembelajaran matematika yang
36

peneliti amati, ada kecenderungan anak melakukan hal tersebut. yaitu


kebanyakan menuduh ketika siswa tidak bisa memengerjakan soal di
depan kelas. Salah satu contohnya yaitu ketika reza tidak bisa bisa
menebak terus menerus saat guru bertanya, Roni terlihat tertawa dan
mengatakan “hahah, koyo ngunu we raiso nebak huu..”.

Hal yang lain juga diungkapkan oleh agus “aku pernah mbak diguyu
karo cah sekelas, gara-gara katoke suwek pas belajar jam belajar
sedang berlangsung, akeh kae sek ngguyi ro ngomong haha katoke
suwek, makane rasah kegeden awak”. Kemudian tak hanya itu reza
juga merasakan hal yang sama dia bercerita ketika “aku pernah
dibilang sama hendra, dasar cah goblok senengane ngapusi hooo gitu
mbak”

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa menuduh adalah hal yang
juga sering dilakukan oleh siswa kepada siswa yang lebih lemah,
karena hal tersebut korban merasa malu dan menjadi minder.

3. Membentak

Bentuk bullying lainya yaitu membentak, membentak adalah hal yang


membuat diri menjadi merasa takut ketika melihatnya dan ada
perasaan tertekan karenanya. Perilaku membentak ini pun disebutkan
oleh korban, jika dirinya pernah diperlakukan seperti itu, hal ini
dilakukan oleh guru maupun temannya, reza mengungkapkan bahwa
saat dalam pembelajaran matematika dia kerap kali dibentak guru
karena dianggap sering mengaggu teman-temannya, dan juga reza
mengungkapkan bahwa dia pernah dibentak oleh roni karena tidak
mau menuruti apa yang roni perintahkan yaitu “aku waktu itu disuruh
minjemin pulpen, tapi aku gak dengar, roni akhirnya ngambil sendiri
terus membentak kearah aku“ kejadian ini berlangsung saat guru tidak
berada di kelas karena ada kepentingan diluar berikut ungkapan reza
37

ketika peneliti menanyakan keberadaan guru saat perilaku itu terjadi


“nggak mba, ibunya pas lagi gak ada, waktu itu ibunya pergi”.

reza mengungkapkan bahwa dia pernah dibentak oleh roni, namun


tidak tau alasanya apa “aku waktu lagi diem aja, tiba-tiba dia
membentak aku sambil mengepelin tangan”

Dari hasil diatas dapat dijelaskan bahwa, mementak juga kerap kali
dilakukan oleh siswa agar siswa yang dibentak itu merasa takut.

4. Mengancam

Bentuk perilaku mengancam menurut pengakuan korban terjadi saat


korban merasa sudah tidak tahan dengan perlakuan tem an-temanya,
mereka mencoba untuk mengatakan kepada seseorang yang lebih
dapat menjamin keamananya di dalam suatu pembelajaran yaitu
dengan maksud ingin melaporkan kepada guru agar dirinya tidak
diganggu lagi, namun niat itu hanyalah niat, karena ketika ingin
melapor korban pun malah diancam oleh pelaku. Seperti reza yang
mengaku pernah diancam hendra untuk tidak melapor perbuatanya
kepada guru, reza mengatakan “pernah mba, sebenernya kalo aku
sama agus itu pengen ngelapor ke guru, tapi belum jadi dia malah
udah bilang ”awas kowe ngandake bu mus, huuu, isone mung kandaan
wae”, sambil melotot lagi kalo ngomong, jadi takut aku”. Dari hal itu
korban pun meras takut dan tidak jadi melapor ke guru. Selain itu
perilaku mengancampun terjadi saat dalam proses pembelajaran
sedang berlangsung. reza diancam saat mengerjakan tugas kelompok,
hendra mengancam untuk tidak boleh ikut dalam kelompoknya.
Dengan mengatakan “awas koe ojok melu kelompokku”.

Dari hasil penelitian dan wawancara dapat disimpulkan bahwa


perilaku mengancam kerap kali di lakukan oleh siswa laki-laki.
5. Mencela
38

Pengamatan peneliti saat dilapangan menunjukan bahwa bentuk


bullying verbal berupa menjuluki sering terjadi. Menjuluki awalnya
disebabkan karena hanya sekedar bercanda. Ada yang mengaku
sampai pernah marah bahkan menangis karena merasa tak terima
dengan hal tersebut, seperti adel dia mengaku bahwa teman-teman
kelasnya pernah memanggil dia dengan sebutan “sidi atau CD (celana
dalam)” saat peneliti berbincang dengan korban, korban menjelaskan
bahwa “Nama bapakku kan Muhammad rosyad Asidi kan mbak, nah
di panggilnya sidi sidi gitu (sidi yang dimaksud dalam artian celana
dalam)”. Kerap kali hal itu membuat adel marah, bahkan pernah
menangis namun hal itu tak dihiraukan oleh teman-temannya.

Dari hasil data ditemukan bentuk bullying verbal lain yang ada dalam
pembelajaran matematika yaitu memelesetkan nama panggilan. adel
sebagai korban mengaku pernah di panggil dengan nama yang kurang
sopan yaitu udel dalam wawancara adel mengungkapkan bahwa “suka
ada yang ngatain aku mbak, nama ku kan adel to mbak, tapi mereka
manggilnya jadi udel udel gitu mbak” sebal, marah, dirasakan oleh
korban, dan bahkan minder dengan teman teman yang lain. Hal ini
juga dibenarkan oleh guru matematika sendiri yaitu saat peneliti
menanyakan apa saja perilaku bullying verbal atau yang sering
dilakukan melalui ucapan, guru matematika pun menjawab dengan
“itu lho mbak yang pake kerudung itu di juluki sama temen-temanya
ono wae sebutane kaelah, ikulah macem-macem pokoke”. Kemudian
disambung dengan “biasane ada sering ngenyeki (menghina), tapi itu
biasa to mba, cah cilik biasane yo dipacok-pacoke ro sopo ngunu
mba, terus aku ngomong halah padune koe sek seneng to, nek ra
pengen di koyo ngunokke yo rasah koyo ngunu”.
39

4.1.1.6 Dampak Bullying terhadap pemahaman konsep matematika


Berikut adalah pemaparan dampak yang ditimbulkan dari bullying
terhadap pemahaman konsep matematika pada siswa kelas IV SD N 1 Krasak
Pecangaan dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.3. Nilai siswa sebagai korban dan pelaku terhadap
pemahaman konsep matematika
Nama siswa Pelaku/korban Nilai

Hendra Utama Pelaku Bullying 45


Roni Ridwan Pelaku Bullying 50
Agus Setiawan Korban Bullying 60
Reza Febi Prasetya Korban Bullying 65
Adel Maisaroh Korban Bullying 60
Sumber: Hasil observasi di kelas IV, 2 September 2019

Dari hasil nilai yang peneliti dapatkan di atas, dapat disimpulkan bahwa
dampak bullying verbal terhadap pemahaman konsep matematika di kelas IV SD
N 1 Krasak Pecangaan sangat berpengaruh ke nilai siswa yang menjadi korban
ataupun pelaku bullying.
Korban bullying yaitu siswa bernama Agus mendapat nilai 60, siswa
bernama Reza mendapatkan nilai 65, siswi bernama Adel mendapatkan nilai 60.
Korban bullying sebelum mendapatkan perilaku bullying nilai yang diperoleh
lebih tinggi karena bisa menerapkan pemahaman konsep yang telah dipelajari.
Sedangkan untuk pelaku bullying yaitu siswa bernama Hendra mendapatkan nilai
50, siswa bernama Roni mendapatkan nilai 45. Pelaku bullying tetap mendapatkan
nilai yang sama, sebelum dan sesudah melakukan bullying karena pada intinya
pelaku memang malas belajar, lebih suka bermain dan menjahili temannya.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang bullying yang terjadi di


SD N 1 Krasak Pecangaan dari segi bentuk bullying dan karakteristik pelaku dan
korban bullying, serta mengetahui penanganan bullying di SD N 1 Krasak
40

Pecangaan dampak penanganan yang telah dilakukan dan faktor pendukung dan
penghambat penanganan bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan. Data sebelumnya
sudah pada hasil penelitian akan dianalisis pada bab ini sehingga ditemukan
kesimpulan-kesimpulan kemudian peneliti dapat memberikan rekomendasi pada
pihak-pihak terkait.

4.2.1 Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan

Bullying adalah suatu tindakan penyerangan akibat ketidakseimbangan


kekuatan antara perilaku bullying dengan korban, yang dilakukan secara berulang,
secara fisik, maupun psikis.Seperti yang dikemukakan oleh Olweus (2004)
Bullying adalah sebuah situasi terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau
kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. School bullying
sebagai salah satu kejadian kenakalan siswa yang terjadi di sekolah. School
bullying dapat terjadi dari tingkat SD, SMP dan SMA dengan bentuk dan motifnya
yang beragam. School bullying juga dipengaruhi keadaan latar belakang siswa. SD
N 1 Krasak Pecangaan merupakan sekolah yang berada di kawasan Kota Jepara
yang juga beresiko terhadap tindakan negatif salah satunya bullying. Hal tersebut
juga didukung data hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di SD N 1
Krasak Pecangaan.

4.2.1.1 Penyebab Terjadinya Bullying Siswa


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan Bapak
Sandeli selaku kepala sekolah dan Ibu Friyanti selaku guru kelas dapat
disimpulkan bahwa bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan dapat
disebabkan karena perbedaan usia yang lebih tua, perbedaan fisik yang lebih
besar, pengalaman yang menyebabkan siswa memiliki kekuasaan (senioritas),
perbedaan karakter dan latar belakang peserta didik. Perbedaan usia yang terjadi
dikarenakan beberapa siswa yang pernah tinggal kelas sehingga usia mereka lebih
tua dibandingkan teman sekelasnya.

Hal ini juga berpengaruh terhadap pengalaman mereka yang lebih banyak
dibandingkan teman sekelasnya dan mereka cenderung lebih memiliki kekuasaan
41

(senioritas). Selain itu juga kecenderungan pelaku memiliki sikap yang emosional
sehingga mudah terpancing untuk melakukan bullying. Beberapa siswa yang
awalnya pendiam akan mudah terpancing emosinya misalnya dengan hal-hal
sepele seperti kesalahpahaman, bercanda (gojegan) dan bermain saat istirahat. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Les Parsons (2009) bahwa hal-hal yang
mendorong terjadinya bullying karena beberapa hal yaitu gangguan pengendalian
diri, bullying yang dipelajari, dan mem-bully untuk memperoleh sesuatu dan
menunjukkan kendali. Siswa dapat mengalami gangguan pengendalian diri dan
mengalami kegelisahan emosional. Hal itu terlihat saat siswa mudah terprovokasi
dan bereaksi terhadap tindakan yang mengancam menurut pandangan mereka,
misalnya saat bermain awalnya bercanda kemudian dibalas dengan reaksi
memukul. Faktor yang kedua adalah bullying yang dipelajari, dimana pola asuh
orang tua mempengaruhi perilaku, misalnya penggunaan hukuman fisik dan
pemanjaan, kesulitan belajar, dan temperamen masing-masing anak. Hal ini
seperti yang dialami siswa Kelas IV yaitu Fadill yang dimanja orang tua dan Dika
yang cenderung keras. Dan yang terakhir adalah melakukan bullying untuk
memperoleh sesuatu, seperti meminta jawaban, meminta uang maupun barang
lainnya.

4.2.1.2 Bentuk Bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan

Berdasarkan hasil observasi serta di dukung hasil wawancara dengan


Bapak Sandeli selaku kepala sekolah dan Ibu Friyanti selaku guru kelas dapat
diketahui bahwa bentuk bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan yaitu
bullying fisik dan bullying verbal. Bullying fisik mengarah pada tindakan-tindakan
bersifat fisik yang dapat berdampak pada fisik korban bahkan bisa sampai ke
psikisnya. Namun jika bullying verbal mengarah pada tindakan yang bersifat
verbal sehingga mampu menyakiti psikis korban.

Secara fisik bentuk bullying di kelas IV antara lain memukul (dapat


dilakukan dengan tangan kosong maupun dengan media, misalnya pensil, buku
dsb), menempeleng/mendorong kepala teman, menindih badan teman, sedangkan
secara verbal yaitu menggangu teman saat belajar, mengejek, berkata kasar pada
42

teman, dan memanggil dengan julukan “gentong” (name calling). Siswa yang
memanggil teman dengan julukan tertentu biasanya disebabkan karena latar
belakang lingkungan sekitar misalnya “gentong” sebagai nama julukan pada Frs
karena dia berbadan pendek dan gemuk.
Selain dengan julukan tertentu berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu
Frianti muzdalifah guru matematika serta selaku guru kelas IV dan Bapak Sandeli
selaku kepala sekolah, siswa sering memanggil dengan nama orang tua, dan
mengejek pekerjaan orang tua. Hal tersebut sering memicu emosi siswa sehingga
terjadi pertengkaran secara fisik.
Dari observasi yang telah dilakukan ternyata ditemukan jenis bullying
verbal dengan bentuk name calling seperti sebutan hewan dan sebutan tertentu.
Hal ini sesuai teori yang dikemukakan oleh Ken Rigby (2008) yang menjelaskan
bullying berdasarkan bentuknya secara langsung yaitu bullying fisik dan bullying
verbal. Pendapat tersebut juga di dukung dengan pendapat Ponny Retno Astuti
(2008) yang menjelaskan bullying secara fisik dan non fisik (verbal dan non
verbal).
Bentuk bullying fisik yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan yaitu
menendang, memukul (dengan tangan atau media seperti buku, penggaris, tempat
pensil), mendorong (tubuh maupun bagian tubuh misalnya kepala), menyundul
kepala, melempar dengan bola, menarik jilbab, nyrekal (menjegal), memaksa
meminta jawaban teman. Sedangkan untuk bullying verbal antara lain
mengintimidasi, mengejek, mencela, menuduh, membentak, memberi
julukan/name calling (dengan julukan tertentu bahkan dengan nama binatang
misalnya “ikan lohan”, “jebret”, “pesek”, “nritik”, “teman musiman”, nama orang
tua maupun pekerjaan orang tua), memandang dengan tajam, meminta jawaban
teman, dan mengangggu kenyamanan teman saat belajar maupun di luar jam
belajar.

4.2.1.3 Dampak Bullying Siswa

Siswa kelas IV memiliki karakter yang lebih aktif dari kelas lainnya.
Siswa yang masih suka bermain dan bercanda dengan temannya walaupun
43

pelajaran sudah dimulai. Terkadang saat pelajaran masih dapat dikontrol oleh guru
kelas. Namun saat salah satu siswa memancing permasalahan, maka mereka cepat
untuk bereaksi secara fisik misalnya dengan memukul, berkelahi atau adu mulut.
Pelaku dan korban bullying di SD N 1 Krasak Pecangaan memiliki
karakteristik tertentu di setiap kelasnya. Pelaku bullying menunjukkan kekuatan
yang lebih di bandingkan korbannya. Hal seperti yang diungkapkan oleh Les
Parson (2009) menjelaskan kekuatan yang berbeda tidak sebatas pada kekuatan
fisik tetapi juga kekuatan lain misalnya perbedaan fisik, psikologis, sosial
ekonomi, intelektual.
Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa karakteristik pelaku
bullying di kelas IV anaknya cenderung aktif, kemampuan akademiknya rendah
(namun Fadil kemampuan akademiknya bagus juga berpotensi menjadi pelaku),
ndableg (tidak menuruti nasehat guru, cuek, kurang merespon terhadap nasehat
guru), mudah emosi, secara fisik juga lebih besar dibandingkan teman yang
lainnya dengan korbannya siswa yang kekuatannya lebih lemah dari segi kekuatan
fisik. Salah satu siswa yang menjadi pelaku di kelas IV juga memiliki pengalaman
dan usia yang lebih besar (senior). Siswa yang berpotensi menjadi korban yang di
kelas 1V biasanya lebih anteng (tidak banyak tingkah) pendiam dibanding
pelakunya serta memiliki kekuatan fisik serta kekuasaan di kelas yang lebih
rendah.
Siswa perempuan juga lebih berpotensi menjadi korban seperti yang
dialami Adel, Tina, Rani, Vivi dan Linda. Mereka sering dijadikan korban untuk
diganggu temannya dengan cara menarik jilbabnya. Adapun beberapa efek saat
menjadi korban bullying di kelas IV, ada yang menangis, kesakitan, bahkan takut.
Namun beberapa siswa kelas 1V sudah berupaya untuk melakukan langkah
antisipasi terhadap bullying dengan cara membalas maupun menghindar dari
siswa tersebut.
pelaku juga dapat berpotensi menjadi korban. Korban yang pernah
mengalami bullying, dapat melampiaskan perasaan yang dialaminya dengan
melakukan bullying dengan temannya yang memiliki kekuatan yang lebih rendah
dibanding dirinya. Untuk karakteristik korban mereka cenderung lebih lemah
44

secara fisik dan kurang aktif saat di kelas. Pengalaman, umur, fisik dan senioritas
mempengaruhi karakter pelaku bullying di kelas IV. Siswa yang menjadi pelaku
bullying secara fisik ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih aktif saat di kelas.
Namun siswa lainnya juga dapat berpotensi menjadi korban maupun pelaku
bullying, bahkan teman dekat maupun teman sebangku pun dapat berpotensi
menjadi pelaku bullying seperti yang dilakukan Lan.
Pelaku juga bicaranya clemang-clemong (suka berkata kasar dan kotor).
Bahkan bullying yang terjadi di kelas IV berdampak pada perubahan sikap yang
dialami salah satu siswa, dia berubah menjadi pemurung (tadinya ceria), dan
puncaknya setelah 3 hari siswa tersebut menangis. Berdasarkan data observasi
terdapat kecenderungan bahwa pelaku dapat berpotensi menjadi korban. Beberapa
siswa sudah berusaha untuk melakukan langkah antisipatif dengan membalas
perlakuan yang dialaminya. Adanya tindakan membalas dengan memukul,
mendorong, dan beberapa siswa yang menjadi pelaku juga menjadi korban maka
terdapat kecenderungan bullying yang saling dilakukan antara siswa yang
melakukan dan menerima perlakuan.

4.2.1.4 Penyelesaian Masalah Bullying

Penyelesaian masalah bullying diperlukan tindakan sebagai langkah dalam


mengurangi bullying yang terjadi serta mencegah timbulnya tindakan bullying
yang terjadi di kemudian hari. SD N 1 Krasak Pecangaan sebagai sekolah yang
berada di salah satu kawasan Kota Jepara yang berpeluang terjadinya kasus
bullying di sekolah sehingga memerlukan upaya penyelesaikan masalah bullying
yang terjadi di sekolah dengan dukungan berbagai pihak semua warga sekolah,
baik kepala sekolah, guru maupun siswa/.
Berdasarkan pemaparan tentang penyelesaian masalah bullying di atas,
dapat dijelaskan ada beberapa strategi yang dilakukan sekolah dalam mengurangi
atau mencegah masalah bullying di SD N 1 Krasak, antara lain:

4.2.1.4.1 Tata Tertib Sekolah


45

Tata tertib berupa peraturan/kebijakan sekolah di SD N 1 Krasak


Pecangaan merupakan pedoman perilaku siswa yang disusun berdasarkan kondisi
siswa dan sekolah mengacu pada visi/misi sekolah. Bagaimanapun juga interaksi
sosial yang terjadi di sekolah juga membutuhkan kontrol sehingga dapat
menghindari tindakan-tindakan negatif yang terjadi di sekolah. Dengan demikian
tata tertib disosialisasikan ke orang tua sehingga orang tua dapat membantu
menyampaikan maksud tata tertib kepada siswa.
Tata tertib di SD N 1 Krasak Pecangaan mencakup beberapa hal, seperti
aturan waktu kegiatan pembelajaran, aturan berpakaian, sepuluh menit untuk
lingkungan sekolah (semutlis) dan kerja bakti, pengabdian sosial, etika/sopan
santun, serta larangan, sanksi dan pelanggaran. Pencegahan bullying yang terjadi
di SD N 1 Krasak Pecangaan dapat dilakukan melalui tata tertib sekolah sebagai
kontrol terhadap perilaku siswa di sekolah sehingga harus dipahami oleh seluruh
siswa sehingga adanya tata tertib di SD N 1 Krasak Pecangaan ini sangat penting
dalam menunjang proses belajar di sekolah.
Tata tertib sekolah selain sebagai upaya dalam melakukan pencegahan
perilaku negatif siswa salah satunya tindakan bullying, maka sekolah juga
melakukan sosialisasi ke orang tua siswa. Dalam tata tertib SD N 1 Krasak
Pecangaan terdapat sistem poin dengan sanksi pelanggaran mulai peringatan lisan,
pernyataan tertulis orang tua, orang tua dipanggil ke sekolah, diskorsing 3 hari
tidak boleh mengikuti pelajaran, diskorsing 1 minggu tidak boleh mengikuti
pelajaran dan dikembalikan ke orang tua. Namun dalam kenyataannya semua
tintadakan itu belum sepenuhnya dilaksanakan karena tidak semua kasus
pelanggaran yang dilakukan ke siswa dicatat dalam buku pedoman penilaian sikap
akhlak siswa.
Pencegahan bullying yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan dilakukan
melalui penerapan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukannya. Hal ini
tentunya membutuhkan tahapan penanganan dari tingkat kelas hingga akhirnya
menerapkan sanksi pelanggaran sesuai dengan jenis kasus yang dilakukan.
Adapun mekanisme penegakan kedisplinan yaitu yang pertama melihat jenis
46

pelanggaran yang dilakukan. Jika termasuk ringan biasanya hanya diingatkan saja
tetapi jika tidak siswa memperoleh poin berdasarkan jenis pelanggarannya.
Namun hal ini belum sepenuhnya dilakukan melihat adanya perlakuan
bullying yang belum ditindak tegas karena masih kurangnya kontrol disetiap
waktunya. Dengan demikian perlu adanya kebijakan sekolah ramah anak yang
dapat menciptakan lingkungan ramah anak karena pada dasarnya penegakan
disiplin melalui hukuman kurang berdampak positif terutama bagi anak usia SD.
Kebiasaan-kebiasaan untuk bertindak dari hal yang terkecil dalam hal menghargai
sesama ini yang mampu memberikan efek dalam sebagai upaya mewujudkan
sekolah ramah anak.

4.2.1.4.2 Pembinaan dan Pengawasan ke Siswa

Adanya seperangkat aturan di sekolah tidak akan berjalan dengan baik jika
tidak ada dukungan dari berbagai komponen di sekolah. Guru sebagai fasilitator
diharapkan mampu memberikan inovasi di kelas sehingga mengurangi adanya
permasalahan siswa saat di kelas. Dalam hal ini sesuai dengan teori Les Parsons di
atas, beberapa guru kelas di SD N 1 Krasak Pecangaan sudah mengembangkan
strategi manajeman kelas, dimana guru mampu menangani permasalahan siswa
saat di kelas dan mengembangan inovasi-inovasi belajar yang memotivasi prestasi
siswa khususnya saat di kelas. Motivasi belajar juga dilakukan oleh guru kelas IV
melalui pemberian soal pada jam pelajaran terakhir terutama untuk materi-materi
yang belum dipahami oleh siswa. Dengan demikian strategi manajemen kelas di
setiap kelas berbeda-beda, tergantung dari inovasi guru dalam menciptakan
suasana belajar yang nyaman bagi siswa dan mampu memotivasi siswa. Pada
dasarnya guru di SD N 1 Krasak Pecangaan menangani bullying dengan
memberikan nasehat, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi belajar dan tingkah
laku di kelas. Hal ini dilakukan dengan melaporkan setiap hasil penilaian siswa ke
orang tua dan memberikan tanda tangan sebagai bukti bahwa nilai sudah
dilaporkan ke orang tua, kemudian di cek guru di pertemuan berikutnya. Tujuan
adanya laporan prestasi ini agar siswa termotivasi untuk berprestasi khususnya di
bidang akademik dan memberikan pandangan kepada orang tua terhadap
47

perkembangan belajar anak serta memotivasi orangtua untuk lebih memperhatikan


anak. Guru kelas sebagai orang yang paling dekat dengan siswa terutama saat di
kelas bertanggungjawab atas pelaksanaan tata tertib siswa. Dalam hal ini sebagai
upaya dalam pencegahan bullying yang ada di SD N 1 Krasak Pecangaan juga
didukung upaya lainnya yaitu adanya pembinaan dan pengawasan.

Hal ini dilakukan karena guru kelas sebagai orang yang paling memahami
karakteristik dan perilaku siswa di kelas sehingga pembinaan di tingkat kelas ini
dapat disesuaikan dengan karakter siswa di kelas. Namun jika tahap pertama ini
tidak berhasil maka guru kelas melaporkan permasalahan ke kepala sekolah dan
memanggil orang tua siswa untuk datang ke sekolah. Pembinaan dilakukan untuk
melatih mental siswa baik sebagai korban maupun pelaku bullying. Pembinaan
mental bagi siswa melalui nasehat dan treatment tertentu dengan kerjasama orang
tua yang disertai dengan pengawasan agar tidak terulang kembali.
Untuk permasalahan tertentu seperti yang terjadi di kelas IV maka pihak
sekolah bekerjasama dengan orang tua untuk mengawasi dan membina siswa yang
bersangkutan di kelas selama 1 minggu. Dalam hal ini sekolah juga masih
berupaya untuk melakukan pembinaan siswa melalui peran guru dalam
memberikan nasehat saat di kelas serta melakukan pengawasan saat di kelas.
Pembinaan juga dilakukan dengan kerjasama orang tua sebagai pihak yang lebih
memahami kondisi siswa, seperti yang dilakukan pada Wdi kelas IV. Pembinaan
dengan salah satu siswa kelas IV dilakukan dengan orang tua diminta memantau
anak selama semingggu. Guru kelas menghimbau kepada orang tua untuk
memperhatikan anak, begitu pula dengan orang tua yang meminta guru untuk
mengawasi dan menasehati anak saat di sekolah.
Namun hal ini masih mengalami kendala, karena tidak semua orang tua
dapat diajak kerjasama dalam melakukan pembinaan dan pengawasan saat di
rumah. Beberapa orang tua cenderung sibuk dengan pekerjaannya. Dari
penjabaran di atas dapat dikatakan bahwa pembinaan masih bersifat umum dan
belum mengarah pada hal khusus terutama bullying. Walaupun demikian hal
tersebut dapat diperbaiki dan ditingkatkan kembali melalui penyusunan
aturan/kebijakan anti bullying, agar dalam pelaksanaannya jelas. Pengawasan
48

yang dilakukan sekolah secara umum masih kurang. Hal ini terbukti dengan masih
adanya tindakan bullying yang terjadi setiap hari selama pengamatan berlangsung.
Pengawasan perlu dilakukan lebih intensif saat jam istirahat dan jam kosong,
karena pada saat itu siswa tidak memiliki kesibukan dalam belajar dan interaksi
dengan teman juga semakin luas, sehingga dapat memicu terjadinya gesekan
maupun bullying.
Untuk kelas IV di SD N 1 Krasak Pecangaan guru kelas berinisiatif untuk
melakukan pengawasan saat jam istirahat di kelas. Hal ini dilakukan sebagai
langkah antisipatif mengurangi tindakan-tindakan bullying yang dilakukan siswa
saat jam istirahat karena siswa kelas IV cenderung lebih aktif dibandingkan siswa
di kelas lainnya.
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah, hasil penelitian dan pembahasan serta


temuan penelitian yang sudah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan Bullying
yang terjadi di SD N 1 Krasak Pecangaan dapat disebabkan karena perbedaan usia
yang lebih tua, perbedaan fisik yang lebih besar, pengalaman yang menyebabkan
siswa memiliki kekuasaan (senioritas), perbedaan karakter dan latar belakang
peserta didik. Perbedaan usia yang terjadi dikarenakan beberapa siswa yang
pernah tinggal kelas dan usia mereka lebih tua dibandingkan teman sekelasnya
sehingga hal itu bisa menyebabkan terjadinya bullying pada anak sebayanya.
Bentuk bullying verbal yang ada di SD N 1 Krasak Pecangaan antara lain seperti:
mengejek dengan sebutan, memalak, memanggil dengan julukan (jebret, pesek,
teman musiman dan ikan lohan), mentheleng, memalak dan mengintimidasi.
Adapun dampak yang ditimbulkan dari bullying, verbal antara lain bagi pelaku
bullying akan dijauhi temannya karena sifatnya yang usil, suka meminta dengan
ancaman, mudah emosi, selalu berbicara clemang-clemong atau memanggil
temannya dengan julukan (bukan nama sebenarnya) dll. Sedangkan bagi korban
bullying akan berdampak lambat dalam belajar, menjadi anak yang penakut,
pendiam, susah bersosialisai dengan teman sebayanya dan cenderug kemampuan
akademiknya menurun. Korban bullying juga berpotensi menjadi pelaku bullying,
begitu juga sebaliknya. Adapun tindakan yang dilakukan untuk
mencegah/mengurangi masalah bullying dengan cara membuat tata tertib sekolah
yang harus dipatuhi oleh seluruh warga sekolah, seperti aturan waktu kegiatan
pembelajaran, aturan berpakaian, sepuluh menit untuk lingkungan sekolah
(semutlis) dan kerja bakti, pengabdian sosial, etika/sopan santun, serta larangan,
sanksi dan pelanggaran. Diadakannya tata tertib sekolah sebagai kontrol terhadap
perilaku siswa di sekolah sehingga sangat penting dalam menunjang proses
belajar di sekolah. Selain tata tertib, pembinaan dan pengawasan ke siswa juga
perlu. Guru sebagai fasilitator diharapkan mampu memberikan inovasi di kelas
sehingga mengurangi adanya permasalahan siswa saat di kelas. Hal ini dilakukan

1
2

karena guru kelas sebagai orang yang paling memahami karakteristik dan perilaku
siswa di kelas sehingga pembinaan di tingkat kelas ini dapat disesuaikan dengan
karakter siswa di kelas. Namun jika tahap pertama ini tidak berhasil maka guru
kelas melaporkan permasalahan ke kepala sekolah dan memanggil orang tua siswa
untuk datang ke sekolah. Pembinaan dilakukan untuk melatih mental siswa baik
sebagai korban maupun pelaku bullying. Pembinaan mental bagi siswa melalui
nasehat dan treatment tertentu dengan kerjasama orang tua yang disertai dengan
pengawasan agar tidak terulang kembali.

5.2 Saran

1. Perlunya kegiatan penanaman kepedulian, kasih sayang antar sesama.


2. Sekolah perlu membentuk peer group yang melibatkan siswa dalam
penanganan bullying dengan teman/sahabat, khususnya untuk
mendampingi siswa yang lemah/menjadi korban bullying.
3. Perlunya pengawasan khusus di tingkat sekolah sebagai upaya dalam
penanganan bullying serta mengetahui secara mendalam kasus bullying
yang terjadi di sekolah.
4. Perlunya komunikasi yang lebih intensif dan berkala bagi
forum/paguyuban orang tua sehingga dapat berdiskusi untuk mencari
solusi terkait permasalahan siswa di sekolah, misalnya melalui pertemuan
langsung, sms, maupun group media sosial.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, M., dkk. (2013). Paradigma Pendidikan Pancasila Untuk Mahasiswa,


Bandung: Alfabeta.

Amir, M.F. “Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Dasar”, ISBN 978-602-
70216-1-7,http://eprints.umsida.ac.id/330/.

Andi, P., Dkk, “Meningkatkan Pemahaman Matematis Melalui Pendekatan


Tematik Dengan Rme”
http://ejournal.upi.edu/index.php/penailmiah/article/view/2929, Vol 1, No
1 (2016).

Asrul, B. “Penerapan metode penemuan terbimbing dalam pembelajaran


matematika untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan
berpikir kritis siswa sekolah dasar” http://jurnal.upi.edu/file/3-
Asrul_Karim.pdf, ISSN 1412-565X (online), Edisi Khusus No. 1
Agustus 2011.

Astuti, P.R. (2008). Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi Kekerasan Pada
Anak. Jakarta: Grasindo.

Astuti, R. (2008). Meredam Bullying (3 Cara Efektif Menanggulangi Kekerasan


pada Anak. Jakarta: Grasindo.

Bambang, S. “Penerapan Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar


Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok Bahasan Keliling
Dan Luas Lingkarandi SD N Tanggul Wetan 02 Kecamatan
TanggulKabupaten Jember”
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/pancaran/article/view/753,VOL 3 NO
2 (2014) .

Coloroso, B. (2006). Penindas, tertindas, dan penonton resep memutus rantai


kekerasan anak dari pra sekolah hingga SMU, Jakarta : Serambi.

Fathoni, A.H. (2009). Matematika Hakikat dan Logika, Jakarta: Ar Ruzz

Hariwijaya. (2009). Meningkatkan Kecerdasan Matematika, Jakarta: Tugu


Publisher.
4

Karso. dkk. (2007). Education Games, Yogyakarta : Pro U Media.

Les, P. (2009). Bullied Teacher Bullied Student. Penerjemah: Grace Worang,


Jakarta : Grasindo.

Lestari, K.E., dan Yudhanegara, M.R. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika,


Bandung: Refika Aditama.

Lisna, A. “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Dan


Pemecahan Masalah Matematika Siswa Smp Negeri 4 Sipirok Kelas Vii
Melalui Pendekatan Matematika Realistik (Pmr)” http://jurnal.um-
tapsel.ac.id/index.php/eksakta/article/view/49, Beranda > Vol 1, No 1
(2016).

Mulyasana. (2011). Pendidikan Bermutu Dan Berdaya Saing, Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Olweus, D. (2004). Bullying at School. Australia: Blackweell Publishing

Papalia, D.E., dan Olds, S.W. (2004). Human Development (9th Ed). New York:
McGraw-Hill, Inc.

Riauskina, I.I., Djuwita, R., dan Soesetio, S.R., (2005). “Gencet-gencetan”


dimata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, scenario,
dan dampak “gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12(01), 1-13.

Rigby, K. (2008). Bullying in Schools: and what to do about it (Revised and


updated. Australia: Acer Press.

Rigby, K. (2008). Children and Bullying ( How Parent and Educators Can Reduce
Bullying at School. Blackwell Publishing:Oxford UK.

Salmivalli, Christina. “Friendship Networks and Bullying in Schools”.


Article in Annals of the New York Academy of Science. December
2006 DOI: 10.1111/j.1749-6632.1996.tb32541.x

Sejiwa. (2008). Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan


Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Administrasi Pendekatan Kuantitatif dan


Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
5

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif dan R&D,


Bandung: Alfabeta.

Sundayana (2015), Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika,


Bandung: Alfabeta.

Susanto, A. (2013). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta:


Kencana Prenada Media Group.

Yin, R.K. 2012. Studi Kasus Desain & Metode, Raja Grafindo Jakarta.
6

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai