Anda di halaman 1dari 213

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN

KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS V SDI


AL ANSHAR BEKASI

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:
Rahma Syifa Nur Azizah
11170183000065

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi dengan judul Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional


Siswa Kelas V SDI Al-Anshar Bekasi yang disusun oleh Rahma Syifa Nur
Azizah, NIM. 11170183000065. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta telah melalui program bimbingan dan dinyatakan sah sebagai
karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan fakultas.

Bojongsari, 27 April 2021

Yang mengesahkan,

Pembimbing

Drs. Ja’far Sanusi, M.A

NIP. 195804171992031001

i
LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH
PERAN GURU DALAM MENANAMKAN KECERDASAN
EMOSIONAL SISWA KELAS V SDI AL-ANSHAR BEKASI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat


mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Rahma Syifa Nur Azizah


NIM. 11170183000065

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Drs. Ja’far Sanusi, M.A


NIP. 195804171992031001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021

ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH
Skripsi berjudul Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional
Siswa Kelas V SDI Al-Anshar Bekasi disusun oleh Rahma Syifa Nur Azizah
Nomor Induk Mahasiswa 11170183000065, diajukan kepada Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan
lulus dalam Ujian Munaasah pada tanggal 2 Juli 2021 di hadapan dewan penguji.
Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI).

Jakarta, 02 Juli 2021

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia Tanggal Tanda Tangan

(Ketua Jurusan/Program Studi)

Asep Ediana Latip, M.Pd 22 Juli 2021


NIP. 19810623 200912 1 003

Sekretaris (Sekretris Jurusan/Prodi)

Rohmat Widiyanto, M.Pd 22 Juli 2021


NIP.19890913 201801 1 002

Penguji I
Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi 16 Juli 2021
NIP. 19690206 199503 2 001

Penguji II
Dr. Khalimi, M.A. 15 Juli 2021 .
NIP. 19650515 199403 1 006

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Sururin, M.Ag


NIP. 19710319 199803 2 001
iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

iv
ABSTRAK

Rahma Syifa Nur Azizah (NIM: 11170183000065). Peran Guru dalam


Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas V SDI Al-Anshar Bekasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peran guru
dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa kelas V di SDI Al-Anshar
Bekasi. Penelitian ini juga mendeskripsikan kondisi kecerdasan emosional siswa
kelas V di lokasi penelitian.
Metode yang peneliti gunakan di dalam penelitian ini adalah mixed
methods atau metode campuran, strategi yang digunakan adalah strategi
Embeded/Nested Konkuren di mana dalam pelaksanaannya peneliti
mengumpulkan data kuantitatif dan data kualitatif dalam waktu yang bersamaan.
Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V Reguler dan
kelas V TECC (Tahfiz English Curriculum Class). Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara, studi dokumentasi Rancangan Pelaksanaan
Penelitian (RPP) guru kelas, dan angket. Pemeriksaan keabsahan data
menggunakan perpanjangan waktu penelitian, Comfirmability (Objektivitas), dan
triangulasi. Data dianalisis melalui langkah-langkah reduksi data, display data,
dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran guru dalam menanamkan
kecerdasan emosional siswa kelas V sudah cukup baik di mana guru sudah
menerapkan pembelajaran kelompok untuk melatih kecakapan pribadi dan
kecakapan sosial siswa, memberikan contoh teladan untuk ditiru siswa, dan
menanamkan nilai-nilai kecerdasan emosional dengan mengikutsertakan ajaran
agama Islam di dalamnya sesuai dengan latar belakang sekolah yang merupakan
Sekolah Dasar Islam.
Penanaman kecerdasan emosional siswa belum benar-benar tertanam
dengan baik dikarenakan faktor lingkungan yang masih mempengaruhi siswa di
luar lingkungan sekolah. Kurangnya kerja sama yang baik antara guru dan orang
tua dalam hal kecerdasan emosional juga menjadi salah satu faktor
penghambatnya. Selain itu, peran guru di kelas V juga terlihat dari bagaimana
kondisi kecerdasan emosional siswa di kelas tersebut. Aspek-aspek kecerdasan
emosional seperti pengaturan diri, kesadaran diri, motivasi, empati, keterampilan
sosial, dan penerimaan emosi pada diri siswa terlihat cukup baik. Kesadaran diri
siswa salah satunya terlihat dari pemahaman siswa mengenai tujuan dan nilai
dirinya, dan lain-lain.
Kata kunci: Peran guru, kecerdasan emosional, siswa
ABSTRACT

Rahma Syifa Nur Azizah (NIM: 11170183000065). The Role of Teachers in


Instilling Emotional Intelligence of Fifth Grade Islamic Primary School Bekasi.
The aims of this research was describe the teacher’s role in instilling
emotional intelligence for fifth grade students at Al-Anshar Islamic Primary
School Bekasi. This study also describes the condition of the emotional
intelligence of fifth grade students at the research location. The method of this
study is mixed methods and the strategy of this study is strategy of
Embeded/Nested Concurrent. Researcher collected quantitative data and
qualitative data at the same time.
The subjects of this study were teachers and students of Regular fifth class
and TECC (Tahfiz English Curriculum Class). The technique of data collection of
this study is interview, study of lesson plan, and questionnaire. Checking the
validity of the data used research time extension, comfirmatibility, and
triangulation. Analysis of data was data reduction steps, data display, and drawing
conclusions.
The results showed that the teacher’s role in instilling emotional
intelligence in fifth grade students was quite good where the teacher had
implemented group learning to train student's personal and social skills, provided
exemplary examples for students to imitate, and instilled emotional intelligence by
including religious values of Islam. It is accordance with the school’s background
which is an Islamic Elementary School.
The cultivation of students’ emotional intelligence has not been properly
embedded due to environmental factors that still affect to students outside the
school environment. Lack of good cooperation between teachers and parents in
terms of emotional intelligence is also an inhibiting factor. In addition, the role of
the teacher in fifth grade can also be seen from the condition of the emotional
intelligence of students in their class. The aspects of emotional intelligence such
as self-regulation, self-awareness, motivation, empathy, social skills, and
emotional receptivy in students looked quite good. The characteristics of self-
awareness is students could understand about their goals and values, etc.
Key words: Teacher’s role, emotional intelligence, students

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim. Segala puja dan puji bagi Allah SWT


yang telah memberikan hidayah-Nya dan kasih sayang-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Peran Guru dalam
Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas V SDI Al-Anshar
Bekasi”. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik umatnya
dengan ilmu dan akhlak menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penyusunan skripsi ini sejatinya tidak terlepas dari adanya doa,


bantuan, bimbingan serta arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut serta membantu penyusunan skripsi ini, antara lain:

1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Asep Ediana Latip, M.Pd., selaku Ketua Prodi Pendidikan Madrasah
Ibtidaiyah yang telah memberikan nasehat, arahan, dan kemudahan dalam
penyusunan proposal ini.
3. Rohmat Widiyanto, M.Pd., selaku sekretaris prodi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Drs. Ja’far Sanusi, M.A., selaku pembimbing dalam penyusunan
proposal skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik saya. Apresiasi
dan terima kasih yang sebesar-besarnya secara khusus saya haturkan atas
keikhlasan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan serta saran kepada
penulis.
5. Kepada segenap dosen PGMI, terima kasih atas ilmu, nasehat, dan
motivasi yang sudah diberikan sehingga membangun pribadi saya menjadi
lebih baik dan memiliki tujuan yang lebih baik dalam niat menjadi
pendidik.
6. UU Bahru Ubaidillah, ayah saya. Kesanggupan saya untuk bisa terus
menuntut ilmu tidak lepas dari doa dan kerja keras beliau selama ini. Ibu
saya, Enung Relistia Fauziah. Tanpa doa dan ridha beliau maka saya tidak
akan menjadi siapa saya sekarang. Terima kasih sudah mendoakan hal-hal
baik untuk terus terjadi di dalam hidup saya.
7. Ali Imran, S.Pd. I, selaku Kepala Sekolah SDI Al-Anshar Bekasi dan
seluruh dewan guru yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan
menerima saya dengan tangan terbuka.
8. Lu’lu’a Farah Adiba, S.Pd., terimakasih kepada kakak tingkat PGMI
yang sudah bersedia meluangkan waktu dan memberikan saran dalam
perjalanan penulisan skripsi mulai dari persiapan seminar proposal.
Demikian ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan dan
tak lupa iringan doa selalu penulis ucapkan semoga segala hal baik yang
telah diberikan mendapat balasan yang besar dari Allah SWT. Tak lupa
penulis juga mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar- besarnya jika
dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kesalahan. Penulis dengan
senang hati menerima saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Penulis sangat berharap bahwa karya ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca, juga bagi pengembangan pendidikan.
Bekasi, 27 April 2021
Penulis,

Rahma Syifa Nur A.


11170183000065

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ........................................... i


LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH ...................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ........................... iii
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI....................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 4
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 5
D. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ................................................................................... 5
BAB II KAJIAN TEORI......................................................................................... 7
A. Pengertian Peran Guru .............................................................................. 7
B. Tugas dan Peran Guru .............................................................................. 9
C. Pengertian Kecerdasan Emosional ......................................................... 10
D. Kecerdasan Emosional Menurut Islam ................................................... 14
E. Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Sekolah Dasar dan
Karakteristiknya ................................................................................................ 15
F. Komponen Kecerdasan Emosi ............................................................... 18
G. Manfaat Kecerdasan Emosi .................................................................... 23
H. Dampak Negatif Kecerdasan Emosi Rendah ......................................... 27
I. Hasil Penelitian Relevan ........................................................................ 31
ix
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 34
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 34
B. Metode Penelitian ..................................................................................... 35
C. Teknik Pemilihan Informan ...................................................................... 36
D. Situasi Sosial............................................................................................. 37
E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data........................................... 37
F. Instrumen Penelitian .................................................................................. 39
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ....................................... 45
H. Analisis Data ............................................................................................. 46
I. Data dan Sumber Data................................................................................ 50
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 51
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ....................................................... 51
1. Profil Singkat SDI Al-Anshar Bekasi .................................................... 51
2. Visi dan Misi .......................................................................................... 52
3. Tujuan SDI Al-Anshar ........................................................................... 52
4. Sarana dan Prasarana .............................................................................. 53
5. Guru dan Tenaga Kependidikan ............................................................. 55
6. Siswa .......................................................................................................... 58
B. Deskripsi dan Interpretasi Data ................................................................. 59
1. Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas V . 60
2. Kondisi Kecerdasan Emosional Siswa ...................................................... 91
3. Faktor Penghambat Penanaman Kecerdasan Emosional Siswa .............. 118
C. Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 120
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .............................................. 121
A. Kesimpulan ........................................................................................... 121
B. Rekomendasi ........................................................................................ 123
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 124
LAMPIRAN ........................................................................................................ 130
BIODATA PENULIS ......................................................................................... 197

x
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Perencanaan Penelitian ........................................................................ 34


Tabel 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara .......................................................... 39
Tabel 3. 3 Tabel Analisis Dokumen RPP Guru ................................................... 40
Tabel 3. 4 Kisi-kisi Instrumen Angket .................................................................. 41
Tabel 4. 1 Sarana Bangunan SDI Al-Anshar Bekasi ........................................... 53
Tabel 4. 2 Prasana SDI Al-Anshar Bekasi ............................................................ 54
Tabel 4. 3 Rekap Jumlah Siswa SDI Al-Anshar ................................................... 58
Tabel 4. 4 Siswa Mengerti Hubungan antara Perasaan, Pikiran, dan Perilaku ..... 91
Tabel 4. 5 Siswa Mengerti Hubungan antara Pikiran dan Perilaku ...................... 92
Tabel 4. 6 Siswa Mengerti Hubungan antara Pikiran dan Perasaan ..................... 93
Tabel 4. 7 Siswa Mengetahui Tujuan dalam Dirinya ............................................ 94
Tabel 4. 8 Siswa Merasa Bernilai ......................................................................... 94
Tabel 4. 9 Siswa Tahu tentang Kekurangan Diri .................................................. 95
Tabel 4. 10 Siswa Merasa Memiliki Bakat ........................................................... 96
Tabel 4. 11 Siswa Mengetahui tentang Kesedihannya.......................................... 96
Tabel 4. 12 Siswa Menyadari Emosi Negatif di dalam Dirinya ........................... 97
Tabel 4. 13 Cara Siswa Mengatasi Emosi Negatif ................................................ 98
Tabel 4. 14 Cara Siswa Mengekspresikan Kemarahan ......................................... 98
Tabel 4. 15 Siswa Mengetahui Hal yang Membuatnya Bahagia .......................... 99
Tabel 4. 16 Perasaan Bahagia Siswa ................................................................... 100
Tabel 4. 17 Siswa Memiliki Semangat dalam Meningkatkan Kualitas Diri ....... 101
Tabel 4. 18 Siswa Bersemangat dalam Melakukan Sesuatu yang Baru ............. 102
Tabel 4. 19 Tekad Siswa dalam Menjalankan Sesuatu ....................................... 102
Tabel 4. 20 Siswa Memiliki Tekad yang Kuat dalam Menjalankan Sesuatu...... 103
Tabel 4. 21 Siswa Memiliki Inisiatif Memberikan Semangat Kepada Dirinya .. 104
Tabel 4. 22 Siswa Memiliki Sikap Optimis ........................................................ 104
Tabel 4. 23 Kemampuan Siswa dalam Mengetahui Perasaan Orang Lain ......... 105
Tabel 4. 24 Siswa Mampu Mengerti Cara Berpikir Orang Lain Siswa .............. 106
Tabel 4. 25 Siswa Menunjukkan Kepedulian dengan Membantu Orang Lain ... 107
Tabel 4. 26 Siswa Mengetahui Hal yang Harus Dilakukan Ketika Temannya
Menangis ......................................................................................... 107
Tabel 4. 27 Siswa Menghargai Teman yang Berlatar Belakang Ekonomi Berbeda
......................................................................................................... 108
Tabel 4. 28 Siswa Mendengarkan saat Teman Sedang Berbicara ...................... 109
Tabel 4. 29 Siswa Mampu Meyakinkan Orang Lain .......................................... 110
Tabel 4. 30 Siswa Mampu Memberikan Saran Kepada Temannya ................... 110
Tabel 4. 31 Keterampilan Berteman Siswa ......................................................... 111
Tabel 4. 32 Siswa Mampu Mengatasi Pertengkaran ........................................... 112
Tabel 4. 33 Siswa Menggunakan Bahasa yang Baik dalam Berbicara ............... 112
Tabel 4. 34 Siswa Mengucap Permisi ketika Berjalan Melewati Orangtua…….
113
Tabel 4. 35 Siswa mampu Bekerja Sama dengan Orang Lain ............................ 114
Tabel 4. 36 Sikap Kerja Sama Siswa .................................................................. 114
Tabel 4. 37 Siswa Membantu Teman Merasa Lebih Baik ................................. 115
Tabel 4. 38 Siswa Mampu Menawarkan Bantuan .............................................. 116
Tabel 4. 39 Siswa Memuji Pencapaian Teman ................................................... 116
Tabel 4. 40 Guru Mengajarkan Siswa untuk Memberikan Semangat kepada Orang
Lain .................................................................................................. 117

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Bimbingan Skripsi .................................................................. 131


Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Penelitian ................................................... 132
Lampiran 3 Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian ................................ 133
Lampiran 4 Surat Permohonan Validasi Instrumen ............................................ 134
Lampiran 5 Surat Keterangan Validasi Instrumen .............................................. 135
Lampiran 6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ......................................................... 136
Lampiran 7 Pedoman Wawancara ...................................................................... 141
Lampiran 8 Pertanyaan Wawancara.................................................................... 142
Lampiran 9 Transkrip Wawancara 01 ................................................................. 144
Lampiran 10 Transkrip Wawancara 02 ............................................................... 156
Lampiran 11 Analisis Dokumen RPP Guru Kelas V Reguler ............................ 164
Lampiran 12 Analisis Dokumen RPP Guru Kelas V TECC ............................... 165
Lampiran 13 RPP Guru Kelas V Reguler ........................................................... 166
Lampiran 14 RPP Guru Kelas V TECC .............................................................. 168
Lampiran 15 Angket Siswa ................................................................................. 169
Lampiran 16 Angket Guru .................................................................................. 173
Lampiran 17 Hasil Angket Peran Guru ............................................................... 177
Lampiran 18 Hasil Angket Kecerdasan Emosional Siswa.................................. 183
Lampiran 19 Surat Pernyataan Uji Referensi...................................................... 188
Lampiran 20 Dokumentasi……………………………………………………....187

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan upaya dalam membantu jiwa peserta didik
untuk mampu berkembang baik secara lahir maupun batin. Pendidikan
adalah sebuah proses yang tidak akan pernah berakhir (never ending
process) yang dimana bertujuan untuk menghasilkan kualitas yang sesuai
untuk mewujudkan sosok manusia masa depan yang sesuai dengan nilai-
nilai budaya Pancasila dan budaya bangsa Indonesia.1
Berjalannya proses pendidikan tentu memiliki tujuan, yakni tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional ini sesuai dengan
undang-undang No. 2 Tahun 2003 yaitu pendidikan diupayakan dari
manusia yang apa adanya (aktualisasi) dengan mempetimbangkan
berbagai kemungkinan yang potensial, lalu akan diarahkan menuju
terwujudnya manusia yang ideal atau manusia yang dicita-citakan.2
Tujuan pendidikan tidak lepas dari iman dan takwa manusia
kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki akhlak yang mulia, sehat, cerdas,
berperasaan, berperikemanusiaan, dan mampu memenuhi berbagai
kebutuhan dirinya secara wajar, mampu mengendalikan hawa nafsunya,
mampu menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat, dan berbudaya.
Pendidikan seharusnya mampu mengembangkan beragam potensi yang
ada pada diri seseorang dari berbagai dimensi. 3 Dengan demikian,
pendidikan memiliki tujuan yang besar dalam membangun pribadi
manusia karena tujuan yang diharapkannya begitu mendalam. Sehingga
proses pendidikan yang baik akan membawa kepada hasil yang
diharapkan. S. Nasution mengatakan bahwa setiap sekolah bertugas untuk
mendidik anak menjadi anggota masyarakat yang berguna. Salah satu
tujuan pendidikan nasional yang sudah dipaparkan di atas adalah

1
I Wayan Cong Sujana, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia, ADI WIDYA: Jurnal
Pendidikan Dasar Vol. 4, No. 1 April 2019, h. 29.
2
Ibid,h. 31.
3
Ibid.
1
mencerdaskan seseorang . Kecerdasan adalah kemampuan di dalam diri
seseorang yang bisa dilihat dari segi kognitif (otak) maupun afektif (sikap
dan nilai).4
Fenomena yang terjadi di masyarakat khususnya di dunia sekolah,
adalah nilai bagus yang divisualisasikan dengan prestasi akademik yang
baik masih menjadi sebuah fokus utama dalam mendidik anak. Semakin
tinggi nilainya, semakin baik prestasinya, maka anak akan dianggap
sukses. Sementara jika kurang baik dalam prestasi akademiknya, siswa
dianggap belum belajar dengan maksimal. Beberapa orang banyak
beranggapan bahwa IQ yang bagus akan membawa seseorang pada
kesuksesan. Hal tersebut sebenarnya kurang tepat. Untuk menjadi
seseorang yang berhasil perlu memiliki kecerdasan tertentu, ini yang
benar. Tidak ada kepastian bahwa yang kecerdasan intelektualnya tinggi,
akan memiliki karir yang cemerlang.
Di sekolah, anak cenderung terbiasa menjalani kegiatan
pembelajaran dengan mengikuti serangkaian aktifitas. Mereka harus
mendapat nilai bagus sebagai tanda bahwa mereka benar-benar paham dan
mengerti pelajaran tertentu. Orang tua dan para guru sering kali lupa
bahwa faktor lain dalam diri siswa juga perlu ditanamkan dan
dikembangkan. Untuk pengetahuan, sebenarnya anak bisa mencari tahu
dan hal ini tidak terlalu sulit untuk menanamkan pemahaman pada anak-
anak. Karena pada dasarnya, anak lebih mudah dalam belajar.
Salah satu tempat di mana seseorang bisa belajar menjadi cerdas
dan mengolah kecerdasan yang sudah di milikinya adalah sekolah.
Sekolah juga menjadi pilihan tempat di mana para orang tua menitipkan
anaknya untuk ditempa menjadi anak yang cerdas. Saat ini, sekolah sudah
mengalami kemajuan seiring dengan perubahan kurikulum. Kemunculan
kurikulum 2013 yang memiliki Kompetensi Inti (KI) dan juga KD
(Kompetensi Dasar) membuat proses belajar anak di Sekolah Dasar tidak
hanya mengarah pada kemampuan anak dalam pengetahuan saja. Namun
4
Ibid, h. 32.
2
juga dirancang supaya anak mampu memiliki kompetensi dalam sikap
sosial, keterampilan, dan sikap spritualnya. Sehingga anak bukan hanya
dilihat dari sisi kecerdasan intelektualnya saja, karena aspek lain juga ada
penilaiannya.
Masalah yang ditemukan di lapangan adalah para guru sering kali
melupakan bahwa ada capaian lain dan bukan hanya menjadikan
kecerdasan intelektual anak sebagai tujuan pembelajaran. Cukup banyak
siswa yang diharapkan menjadi anak cerdas oleh orang tuanya, diminta
bimbingan belajar di luar sekolah formal, dan guru yang tampak fokus
mencapai Kompetensi Dasar pengetahuannya saja. Kecerdasan emosi anak
kadang dikesampingkan.
Guru adalah yang paling besar peranannya mendidik anak di
sekolah. Buku guru dan siswa dibuat, administrasi sekolah perlu disusun,
sehingga peran guru sangat diperlukan dalam membantu menyukseskan
perkembangan anak khususnya selama di sekolah. Pengembangan emosi
bagi siswa di sekolah bukan hal yang mudah dan ringan. Perlu usaha dan
perhatian lebih dari guru di sekolah. Di lingkungan sekolah, akan terjadi
proses di mana siswa akan bergaul dengan teman-teman seusianya. Dalam
pergaulan, bisa saja baik untuk anak jika dia diterima di dalam
pergaulannya. Namun akan lebih baik bagi anak untuk bisa merasa
diterima di tengah lingkungannya. Kondisi masa kini di mana pandemi
terjadi sejak Maret tahun 2020, membuat siswa belajar di rumah sehingga
tidak bisa bertatap muka secara langsung dengan teman sebayanya
maupun dengan guru-gurunya. Proses bergaul siswa pun jadi terbatas.
Pada siswa kelas 5 SDI Al-Anshar ditemukan bahwa ada anak-
anak yang memiliki emosi yang stabil dan ada pula yang kurang stabil.
Pada anak yang kurang stabil emosinya, reaksinya ketika marah cenderung
berlebihan, seperti membanting meja, melempar buku, merusak barang,
dan berbicara kasar pada temannya. Dan ketika guru berusaha untuk
menasehatinya, anak cenderung melawan dan sulit untuk diatasi.
Beberapa siswa yang kurang baik sikap dan emosinya ini cenderung
kurang disukai oleh teman-temannya, dan sedikit memiliki teman.
Temannya cenderung merasa takut untuk berteman dengan anak-anak
yang memiliki sikap kasar atau pemarah. Sehingga, yang jadi persoalan
adalah bagaimana peran guru dalam proses penanaman kecerdasan
emosional ini.
Di SDI Al-Anshar sendiri, para siswa diberi banyak muatan agama
karena memang sekolah ini merupakan Sekolah Dasar Islam Terpadu.
Siswa diajarkan hadist dan Al-Qur’an. Namun dalam praktiknya, tentu
pengetahuan mengenai agama sama tidak sama dengan pengamalannya.
Siswa boleh saja tahu tentang hadist anjuran duduk ketika makan dan
minum, namun pengamalannya masih dirasa kurang. Anak-anak masih
perlu diingatkan untuk duduk saat makan atau minum. Maka memang
memberikan ilmu pengetahuan tidaklah sulit, namun menanamkannya
pada siswa sehingga ilmu tersebut terserap dan mampu diaplikasikan
menjadi sebuah tantangan yang lebih kompleks. Para guru tampaknya
lupa, bahwa nilai-nilai agama tersebut tidak cukup hanya dengan
mengajarkannya kepada mereka melalui kegiatan pembelajaran. Hal ini
memberikan gambaran bahwa dalam mendidik karakter dan menanamkan
nilai tertentu bukanlah hal yang mudah.
Penelitian ini ditujukan khususnya untuk guru Sekolah Dasar yang
memiliki peran besar dalam proses pendidikan anak. Pendidikan yang
sempurna tentu divisualisasikan dengan seimbangnya semua kemampuan
dan potensi di dalam diri anak. Peneliti menginginkan para pendidik
mampu mempertimbangkan untuk mengambil peran yang lebih besar
dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa. Memperhatikan
kecerdasan emosional siswa untuk membantu siswa mengelola emosinya
dan lebih sempurna dalam perkembangannya.

B. Identifikasi Masalah
1. Peran guru dalam kecerdasan emosional menjadi salah satu
faktor penting dalam penanaman kecerdasan emosional.

4
2. Penanaman kecerdasan intelektual dan emosional yang
dilakukan guru kepada siswa belum seimbang.
3. Kurangnya perhatian guru dalam hal kecerdasan emosional
siswa.
4. Adanya faktor psikologis dalam diri siswa dan lingkungan
sekitarnya yang berbeda yang pada akhirnya menghambat
penanaman kecerdasan emosional siswa saat di sekolah.

C. Pembatasan Masalah
Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya
penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut
lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan
penelitian akan tercapai. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah
kurangnya peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa
kelas V di SDI Al-Anshar Bekasi.

D. Rumusan Masalah
Agar penulisan penelitian ini lebih terarah berdasarkan pembatasan
masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini yaitu:
Bagaimana peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa
kelas 5 di SDI Al-Anshar Bekasi?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi peran guru
dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa kelas V di SDI Al-
Anshar Bekasi.

F. Manfaat Penelitian
1. Secara akademik, penelitian ini dapat menambah wawasan penulis
dan masyarakat sekolah atau guru mengenai pentingnya kecerdasan
emosional untuk diperhatikan oleh guru yang menjadi pendidik di
lingkungan sekolah khususnya di SDI Al-Anshar Bekasi. Selain
itu, hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan
kepustakaan bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya
mengenai peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional
anak di Sekolah Dasar.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi
materi bagi para mahasiswa khususnya mahasiswa Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah yang ingin memahami tentang
pentingnya kecerdasan emosional untuk diperhatikan sejak dini
sehingga seorang anak mampu berkembang kecerdasannya dengan
lebih seimbang.

6
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Peran Guru


Guru atau pendidik adalah orang dewasa yang memiliki tanggung
jawab dalam memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta didik
dalam perkembangan rohani mau pun jasmaninya sehinga peserta didik
mampu mencapai kedewasaaannya, mampu menjalankan tugasnya sebagai
makhluk Allah, sebagai makhluk sosial dan juga sebagai individu yang
mampu berdiri di atas kakinya sendiri.1
Sudah umum diketahui bahwa peran guru sangat penting dalam
kemajuan pendidikan. Peran guru yang dimaksud disini adalah peran yang
berkaitan dengan peran guru dalam hal pembelajaran.2
Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya Psikologi Belajar dan
Mengajar menuliskan bahwa peran guru yang pertama adalah sebagai
pengajar, memberikan pelayanan kepada para siswa supaya mereka selaras
dengan tujuan sekolah. Peran yang kedua, yakni memberikan bimbingan
dan bantuan terhadap setiap individu siswa agar mampu memahami dan
mengarahkan dirinya sendiri dalam melakukan penyesuaian secara
maksimum antara dirinya terhadap sekolah, keluarga, maupun
masyarakat.3
Sementara itu, menurut Gery Flewing dan William Hingginson
salah satu peran dari empat peran guru yang mereka ungkapkan adalah
dengan memberikan stimulasi kepada siswa dengan menyediakan tugas-
tugas pembelajaran yang kaya dan terencana dengan baik sehingga mampu

1
Yohana Afliani Ludo Buan, Guru dan Pendidikan Karakter Sinegritas Peran Guru
dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Karakter di Era Milenial, (Indramayu: Penerbit Adab,
2020), h. 1.
2
Askhabul Kirom, Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran Berbasis
Multikultural, Jurnal Al-Murrabi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No. 1, Desember 2017,
h. 73.
3
Ibid.
7
meningkatkan perkembangan intelektual, emosional, spiritual, dan
sosialnya.4
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran guru
dalam proses perkembangan anak cukup besar. Bahkan jika di sekolah,
guru adalah pihak yang paling banyak mengambil peran. Guru perlu
merencanakan proses pembelajaran, mengelola proses berjalannya, dan
menilai hasil dari proses yang sudah dijalani siswa. Bukan hanya dalam
hal intelektual dan kemampuan berpikir mengenai ilmu pengetahuan,
namun guru juga berperan dalam perkembangan emosional sehingga siswa
mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik ketika berhadapan
dengan orang lain.
Kecerdasan emosional anak bisa dilihat dari bagaimana
karakternya, sehingga guru akan berperan dalam melakukan pendidikan
karakter anak. Dikatakan bahwa meski pembangunan infrakstruktur
dilakukan dengan sangat baik, tanpa pembangunan karakter maka hasilnya
hanya membuat rakyat kesulitan sementara pihak yang berkuasa dan yang
berkepentingan yang akan menerima keuntungan.5
Kita dapat melihat bagaimana Negara di belahan dunia yang lain
mengaplikasikan pendidikan karakter pada siswanya. Seperti Finlandia
yang menjadi Negara maju karena tingkat kejujuran yang menjadi asas
pembangunan negaranya, Jepang dengan nilai kedisiplinan, juga Amerika
Serikat dengan penanaman kesantunan dan penghormatan terhadap orang
lain.6
Artinya, ketika sebuah bangsa didominasi oleh orang-orang yang
cerdas secara intelektual dan kurang baik dalam kecerdasan emosi, maka
pihak-pihak ini bisa mencari keuntungan dengan kecerdasan mereka.

4
Askhabul Kirom, Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses Pembelajaran Berbasis
Multikultural, Jurnal Al-Murrabi: Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No. 1, Desember 2017,
h. 72.
5
Asep Ediana Latip, Pembangunan Karakter Peserta Didik pada Jenjang Pendidikan
Dasar, (Repository FITK Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, diakses pada 23 Januari 2021,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39107/1/Asep-FITK), h. 307.
6
Ibid, h. 307.
8
Namun tidak memikirkan dampak buruk yang mereka hasilkan kepada
orang lain. Jika ada orang cerdas namun tidak jujur, orang cerdas namun
tidak santun, atau orang yang cerdas namun pemarah dan juga pendendam.
Justru dampaknya bisa saja merugikan orang lain. Penjahat yang cerdas
sungguh berbahaya. Namun orang yang kurang cerdas namun jujur, akan
tampak bersahaja.
Jika melihat betapa besar efek sebuah pendidikan bagi sebuah
bangsa, maka seharusnya pendidik perlu mengambil perhatian untuk
meningkatkan peran dan kontribusi dalam mendidik siswanya. Bukan
hanya dalam mencerdaskan intelektualnya saja, namun juga mencerdaskan
karakter siswa sebagai salah satu aspek dari kecerdasan emosional.
Dengan begitu, kelak anak-anak di Negara ini akan tumbuh menjadi orang
yang cerdas otaknya juga baik kepribadiannya.

B. Tugas dan Peran Guru


Tugas pendidik atau guru adalah mendidik, mengajar, melatih,
mengevaluasi, dan terus memperbaiki sampai peserta didik berlanjut
menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Proses ini harus dilakukan oleh
pendidik sebagai sebuah proses kehidupan di dalam dunia pendidikan.
Sementara itu, tugas pendidik menurut Ag. Soejono dalam bukunya
Ahmad Tafsir mengatakan:
1. Wajib mengetahui dan menemukan hal yang ada pada diri anak
sebagai sebuah pembawaan alaminya dengan berbagai cara seperti
observasi, wawancara, pergaulan, angket, dan lain sebagainya.
2. Berusaha menolong anak didik dalam mengembangkan hal-hal
bawaan yang positif dan menekan perkembangan hal-hal bawaan yang
tidak baik agar tidak berkelanjutan.
3. Memberi gambaran kepada peserta didik mengenai tugas orang
dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian dan
keterampilan supaya peserta didik bisa menentukannya sesuai dengan
kemampuan dan minatnya dengan tepat.
4. Melakukan evaluasi setiap waktu agar mengetahui perkembangan
yang terjadi pada peserta didik apakah sudah berjalan dengan baik.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan ketika peserta didik
mengalami kesulitan dalam mengembangkan potensinya.7
Selain memiliki tugas, guru juga memiliki peran yang sangat
penting dalam pendidikan karakter siswa karena guru adalah sosok yang
mampu memberikan contoh kepada peserta didik. Guru mampu dijadikan
teladan dan contoh yang tepat karena memiliki tugas dalam mendidik
siswa dan memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan
siswa. 8 Guru sebagai teladan dapat dilihat dari tiga aspek yakni sikap,
perkataan, dan perbuatan. Tiga aspek ini pasti ada dalam diri manusia dan
memiliki keterkaitan satu sama lain karena sikap seseorang dapat dilihat
melalui bagaimana ia bertutur kata. Dan juga sikap seseorang bisa dinilai
dari bagaimana tindakannya. Dengan tiga aspek ini, guru diharapkan
mampu memunculkannya dalam dirinya sendiri untuk bisa ditiru oleh
peserta didik.

C. Pengertian Kecerdasan Emosional


Kecerdasan memiliki banyak pengertian yang barang kali akan
berbeda menurut sudut pandang para tokoh dan pengertiannya akan
berbeda bergantung pada cara bagaimana kata ini digunakan. Gardner,
salah satu tokoh pluralistik berpendapat bahwa kecerdasan adalah salah
satu kemampuan yang dimiliki seorang individu yang nantinya digunakan
untuk membantu masyarakat sosial memecahkan sebuah masalah.
Sehingga, Gardner memunculkan pengertian kecerdasan yang digunakan
pada masyarakat sosial yakni kecerdasan majemuk atau Multiple
Intelegences. Jika dilihat dari teori Gardner, definisinya mengarah kepada

7
Yohana, Op.Cit. h. 3-5
8
Ibid.
10
konsep kecerdasan pengetahuan atau kecerdasan yang melalui pemikiran
rasional (IQ).9
Sementara tokoh lain, yakni Michele Borba merumuskan bahwa
manusia memiliki kemampuan untuk memahami apa yang benar dan apa
yang salah pada suatu masyarakat sosial yang disebut dengan kecerdasan
moral. Kecerdasan moral ini lebih merujuk kepada nilai atau etika
universal yang akan digunakan seseorang ketika dia berada di sebuah
lingkungan sosial yang tentu di dalamnya memiliki aturan tersendiri.
Artinya, seseorang dengan kemampuan ini memiliki karakter yang mampu
merasakan penderitaan oran lain. Sehingga, kecerdasan menurut Borba
lebih merujuk kepada kecerdasan Emosional (EQ).10
Paradigma mengenai kecerdasan emosional membawa kita pada
bagaimana emosi seseorang akan dikenali, disadari, dikelola, dan
dimotivasi. Ajaran filsuf Socrates mengenai “kenalilah dirimu”
menunjukkan bahwa ada kecerdasan emosional di dalam diri manusia. 11
Emosi adalah pengalaman yang dapat dirasakan secara fisik yakni berupa
sistem isyarat yang menjadi alarm informasi yang dibutuhkan seseorang
dan akan mengarahkannya kepada berbagai jalan keluar, juga
menghasilkan tindakan atau perubahan pada waktu tertentu. Biasanya
emosi mampu dirasakan setelah mendengar pesan yang berasal langsung
dari hati.12
Kecerdasan intelektual saja tidak dapat menjamin keberhasilan
hidup seseorang. Anggapan tentang seseorang yang memiliki IQ tinggi
adalah orang pintar dan yang IQ-nya rendah adalah orang bodoh adalah
pernyataan yang kurang benar. Para psikolog sepakat bahwa dalam faktor
yang menentukan keberhasilan seseorang, IQ sekiranya hanya

9
Faisal Faliyandra, Tri Pusat Kecerdasan Sosial Membangun Hubungan Baik Antar
Manusia Pada Lingkungan Pendidikan di Era Teknologi, (Batu: Literasi Nusantara, 2019), h. 77.
10
Ibid, h. 78.
11
Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ lebih
Penting daripada IQ dan EQ, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004) , h. 44
12
Nofianty Djafri. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah (Pengetahuan Manajemen,
Efektivitas, Kemandirian Keunggulan Bersaing dan Kecerdasan Emosi). (Yogyakarta:
Deepublish, Cet. 2, 2017), h. 29.
menyumbangkan 20% dan 80% berasal dari faktor lain yakni kecerdasan
emosional. Kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam
mengatur dan mengelola dorongan-dorongan emosi yang ada di dalam
dirinya dengan baik.13
Goleman dan Sawaf mendefinisikan kecerdasan emosional dengan
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan untuk menghadapi
frustrasi, mengendalikan dorongan hati, juga mengatur suasana hati dalam
artian tidak melebih-lebihkan kesenangan maupun kesedihan, dan mampu
menjaga agar kemampuan berpikir tidak dipengaruhi oleh stres yang
dialaminya, juga mampu berempati pada orang lain dan mampu berdoa
dalam arti mampu mengingat Tuhan.14
Menurut Goleman kecerdasan emosional dapat dikelompokan
dalam lima komponen penting yaitu: mengenali emosi, mengelola emosi,
motivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina
15
hubungan. Bagian dari kecerdasan emosional yakni melibatkan
kemampuan dalam memantau perasaan dan emosi orang lain maupun
emosi dirinya sendiri, sehingga mampu membedakan emosi-emosi yang
dirasakannya. Ketika informasi mengenai emosi ini, maka seseorang akan
menggunakannya sebagai cara dalam mengatur pola pemikiran dan
tindakan yang akan dilakukan.16
Goleman mengartikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
seseorang dalam mengatur emosinya dengan inteligensi, menjaga
kesehatan emosi dan cara mengungkapkan emosi yang tepat dengan

13
Dra. Wiwik Suciati, M.Pd. Kiat Sukses Melalui Kecerdasan emosional dan
Kemandirian Belajar. (Bandung: CV. Rasi Terbit, 2016), h. 2.
14
Yohanes Temaluru Dominikus Dolet Unaradjan. Pengembangan Kemampuan Personal,
(Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019), h. 102.
15
Nur Istiqomah Hidayati, Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi, Dan
Kemandirian Anak SD, Persona: Jurnal Psikologi Indonesia Januari 2014, Vol. 3, No. 01, h. 3.
16
Gwalior dan Madhya Pradesh, “Role of Emotional Intelligence for Academic
Achievement for Students, Bhadouria Preeti Boston College for Professional Studies”, Research
Journal of Educational Sciences, ISSN 2321-0508, Vol. 1(2), Mei (2013), h. 8.
12
kesadaran dan keterampilan, motivasi, empati, dan keterampilan sosial
dalam diri.17
Menurut Salover dan Mayer kecerdasan emosional atau Emotional
Quotient (EQ) diartikan sebagai bagian dari kecerdasan sosial yang
melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial di mana seseorang
melibatkan kemampuannya kepada orang lain, lalu memilah dan
menggunakan informasi ini sehingga mampu membimbing pikiran dan
tindakannya.18 Menurut Bar-On kecerdasan emosional adalah serangkaian
kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang pada akhirnya mempengaruhi
kemampuan seseorang sehingga mampu mengatasi tuntutan dan tekanan
dari lingkunganya. 19 Sementara itu, Ginanjar mengatakan bahwa hati
nurani akan menjadi pembimbing dalam hal-hal yang harus ditempuh dan
diperbuat. Seolah manusia memiliki radar hati sebagai pembimbingnya.20
Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah sebuah kemampuan individu dalam mengolah diri dan
emosinya dengan melibatkan pikirannya, seperti ketika seseorang mampu
berempati dengan orang lain dan mengekspresikannya dengan baik dan
benar, menata emosi dengan akal sehatnya, atau mampu mengalahkan
perasaan sedih dan putus asa dalam dirinya untuk tidak membawanya pada
tindakan yang buruk.
Meski terkadang ada beberapa orang yang tidak menyadari, anak-
anak cenderung meniru ucapan dan perilaku di sekitarnya. Sehingga guru
dan orang tua perlu memberikan contoh nyata dan keteladanan yang baik
kepada anak-anak. Anak memang cerminan dari orang tua, namun bukan
hanya itu karena anak juga akan bercermin pada lingkungannya baik dari

17
Yohanes Temaluru, Op.Cit., h. 101.
18
Ibid.
19
Ibid.
20
Nofianty Djafri, Op.Cit., h. 32.
lingkungan terdekatnya maupun lingkungan dari media yang dilihatnya
seperti televisi, games, dan lainnya21.
Kecerdasan emosional pun dikenal dalam islam karena islam
muslim diharapkan menjadi masyarakat yang cerdas secara emosi. Hal ini
berdasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah. Konsep kecerdasan emosional
ini juga diberikan perhatian lebih awal di dalam psikologi islam. Hasan
Langgulung dalam jurnal Hamidah Sulaiman dkk dikatakan bahwa emosi
di sini sama dengan potensi fitrah manusia yang lain dengan melalui
proses pertumbuhan serta perkembangan.22

D. Kecerdasan Emosional Menurut Islam


Dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariat (51: 20 & 21) dikatakan
bahwa “…dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
orang-orang yang yakin, dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah
kamu tidak perhatikan?” Kepentingan untuk mengurus emosi dan jiwa
dalam Al-Quran juga dikuatkan dengan hadist Rasulullah SAW yang
berbunyi; ”…di antara kalian yang paling mengenal Tuhannya adalah yang
paling mengenal dirinya.” (Hadist riwayat Bukhari Muslim).23
Islam juga mengajarkan untuk menahan emosi negatif dalam diri.
Dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 134 dikatakan, “... dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan”.
Menumbuhkan emosi positif juga penting sebab kebahagiaan
adalah sebuah pencarian dan tujuan. Kebahagiaan banyak diartikan
sebagai ketenangan dan kenyamanan. Dan setiap manusia memiliki
pemahamannya sendiri mengenai definisi kebahagiaan.24

21
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam Berbagai Aspeknya,
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2011), h. 3.
22
Hamidah Sulaiman dkk, Kecerdasan Emosional Menurut Al-Quran dan Al-Sunnah:
Aplikasinya dalam Membentuk Akhlak Remaja, The Online Journal of Islamic Education, Vol. 1,
No. 2, h. 51.
23
Ibid.
24
Mushlih Muhammad, Kecerdasan Emosional menurut Al-Qur’an, terj. Emiel Theeska,
Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2010, h. 21-22.
14
Syaikh Ahmad asy-Syarbashi dalam Mushlih Muhammad
mengatakan, “Setiap manusia selalu berupaya dengan sungguh-sungguh
untuk mencari kebahagiaan. Ia sangat ingin untuk mendapatkannya. Ia
berupaya mencarinya, betapapun mahal harganya.” Ini menandakan bahwa
emosi positif perlu dimiliki seseorang dan banyak yang mencoba untuk
mencarinya di luar kenyataan apakah ia sudah menemukannya atau
belum.25
Ajaran Islam telah membimbing manusia untuk tidak lalai dalam
memandang dirinya. Jika demikian, maka di antara pemicunya adalah:
a. Tubuh yang kepentingannya hanyalah makan, minum, dan
tambahan asupan tanpa batas;
b. Jiwa yang kepentingannya hanya untuk bersenang-senang dalam
dosa dan kedurhakaan;
c. Hati yang selalu terguncang dengan kecemasan dan kesedihan;
d. Lidah yang selalu berbicara hal yang sia-sia yang melukai dan
tidak dapat disembuhkan.26
Tsabit Bin Qarrah, seorang dokter muslim terkenal mengemukakan
jalan yang dapat mencapai kebahagiaan. Dikatakan bahwa ketenangan
tubuh ada di dalam sedikitnya makanan, ketenangan jiwa dalam sedikitnya
dosa, ketenangan hati dalam sedikitnya kesedihan, dan ketenangan lidah
dalam sedikit bicara.27

E. Perkembangan Kecerdasan Emosional Anak Sekolah Dasar dan


Karakteristiknya
Perkembangan adalah proses bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Hal ini
menyangkut beragam proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa yang

25
Ibid, h. 22.
26
Ibid, h. 23-24.
27
Ibid, h. 24.
kemudian mampu memenuhi fungsinya masing-masing. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan.28

Anak usia dini mulai peka atau atau sensitif untuk menerima
berbagai rangsangan. Setiap anak memiliki masa peka yang berbeda
seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan sang anak sebagai
individu. Peletakan dasar pengembangan aspek bahasa, moral, agama,
kognitif, fisik, motorik, sosial, dan emosional sangat baik dilakukan pada
masa usia ini. Sebab itulah perkembangan anak usia dini dijadikan sebagai
masa keemasan atau golden age. 29

Perkembangan sosial dan emosional anak usia dini dimulai dari


masa konsepsi. Anak akan selalu berkembang melalui stimulus yang
diberikan kepadanya. Dalam berbagai aspek perkembangan, setiap anak
memiliki masa peka yakni pada rentang usia 4 sampai 6 tahun. Usia
tersebut adalah masa peka perkembangan aspek sosial emosional anak.
Anak usia ini sensitif dalam menerima berbagai upaya perkembangan
potensinya.30

Emosi adalah sebuah reaksi subjektif terhadap pengalaman yang


diasosiasikan dengan perubahan fisiologis dan tingkah laku. 31 Emosi
dipengaruhi oleh dasar biologis dan masa lalu dan emosi ini dapat
berbentuk sesuatu yang spesifik seperti sedih, senang, takut, dan marah.32
Setiap anak memiliki kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk dicintai,
dihargai, merasa aman, merasa kompeten, dan kebutuhan untuk
mengoptimalkan kompetensi. Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi

28
Soedjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta: EGC, 1995), h. 1.
29
Tien Asmara Palintan, Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak Sejak Usia Dini,
(Bogor: Penerbit Lindan Bestari, 2020), h. 1.
30
Ibid, h. 2.
31
Papalia Olds Feldman, Human Development (Perkembangan Manusia), (Jakarta:
Salemba Humanika, 2008), h. 262.
32
Tien Asmara Palintan., Loc.cit, h. 12.
16
dengan baik maka akan meningkatkan kemampuan anak dalam mengelola
emosinya terutama emosi negatif.33

Pada usia 6 tahun, anak-anak memahami konsep emosi yang lebih


kompleks seperti kebanggaan, kesedihan, kecemburuan, dan kehilangan.
Namun anak-anak masih memiliki kesulitan dalam menafsirkan emosi
orang lain. Pada usia 7-8 tahun, perkembangan emosi anak telah
menginternalisasikan rasa bangga dan juga rasa malu. Konflik emosi yang
dialami anak mampu ia verbalisasikan. Semakin bertambah usia anak, ia
akan semakin menyadari perasaan dirinya dan orang lain. Mereka mulai
belajar untuk memahami perasaan orang-orang yang berada di
sekitarnya.34

Untuk anak usia 9-10 tahun, anak dapat mengatur ekspresi emosi
dalam situasi sosial dan dapat memberikan respon terhadap distress
emosional atau sebuah stress negatif yang menimbulkan rasa tidak nyaman
yang terjadi pada orang lain. Anak juga mampu mengontrol emosi negatif
seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya marah,
sedih, atau takut sehingga ia juga belajar untuk beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol.35

Pada usia 11-12 tahun, anak sudah mulai lebih mengenal


pengertian tentang baik dan buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-
nilai yang berlaku di masyarakat sekitar lingkungannya dan menjadi lebih
fleksibel tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Anak akan mulai
memahami bahwa ada penilaian baik dan buruk atau aturan yang ada dapat
berubah tergantung bagaimana keadaan dan situasi munculnya perilaku
tersebut. Nuansa emosi anak pada usia ini menjadi semakin beragam.36

33
Erna Labudasari dan Wafa Sriastria, Perkembangan Emosi pada Anak Sekolah Dasar,
Jurnal Pendidikan Dasar dan Pebelajaran 9 (1), 58, Tahun 2019, h. 2.
34
Ibid, h. 6.
35
Ibid.
36
Ibid.
Peran dan fungsi emosi pada perkembangan anak adalah sebuah
bentuk komunikasi dan berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan
penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. Selain itu, tingkah
laku yang sama dan berulang-ulang kali dilihat atau dialaminya dapat
menghambat aktivitas motorik dan mental anak.37

F. Komponen Kecerdasan Emosi


Keadaan internal psikologis anak dapat diidentifikasi dengan lima
sistem pengendalian emosi sebagai rumusan dari kecerdasan emosional
menurut teori Daniel Goleman. Secara umum, lima rumusan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Self Knowing
Self knowing adalah suatu keadaan di mana seseorang
mampu melatih kematangan emosinya sehingga ia mampu
mengenal dirinya sendiri. Hal ini akan menjadikan seseorang
mampu mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya karena ia
sudah mengetahui apa kelebihan dan kekurangan dirinya. Ketika
anak usia MI/SD dikenalkan untuk mampu mengenal dirinya, anak
mampu membangun kesadaran bahwa ia memiliki potensi
emosional yang perlu dilatih terus menerus sampai anak matang
secara emosi.38 Perlu dilakukan proses refleksi sebagai salah satu
cara untuk mengajarkan self knowing kepada anak. Refleksi di sini
adalah sebuah proses merenungi perasaan yang dimiliki oleh
peserta didik dan bisa dilakukan dengan memberikan self
affirmative misalnya, mengapa saya marah? Mengapa saya harus
merasa sedih? Dan sebagainya. Jawaban yang diberikan atas
pertanyaan tersebut akan memunculkan perasaan tahu dan sadar
akan potensi emosi yang dimilikinya.39

37
38
Nafia Wafiqni, M.Pd dan Asep Ediana Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia
MI/SD Teori dan Grand Desain Pendidikan Berbasis Perkembangan (Education Based Child’s
Development), Ciputat: UIN Press, 2015), h. 133.
39
Ibid, h. 134.
18
2. Managing Emotion
Ketika ada seseorang mendapat masalah yang membuatnya
merasa stress atau tertekan, lalu kemudian ia menjadi sensitive dan
mudah marah, maka akar persoalannya adalah karena
ketidakpahaman individu mengenai cara menyelesaikan masalah.
Ketika seseorang mampu menyelesaikan masalah dalam kondisi
emosi yang baik dan stabil, managing emotion dapat
dikembangkan dengan cara meningkatkan pengetahuan atau
40
kecerdasannya. Managing Emotion dapat diartikan sebagai
sebuah kemampuan untuk mengendalikan dan mengolah emosi
dengan baik. Ketika seseorang kecerdasannya tinggi maka
seharusnya ia mampu mengendalikan emosinya dengan lebih baik
karena intelegensi adalah dasarnya. Kecerdasan dan emosi adalah
dua hal yang tak bisa dipisahkan. Ketika seseorang mengalami
masalah, ia harus cerdas dalam mencari cara penyelesaian dan
cerdas dalam mengatur tingkat emosinya sehingga tidak berlebihan
baik dalam pikiran maupun tindakan.
3. Motivating Oneself
Motivasi dapat hadir bergantung dengan suasana hati
seseorang. Suasana emosi yang baik, mampu menjadi motivasi
bagi siswa dalam menjalankan aktivitas mau pun belajar. Ketika
anak usia MI/SD memiliki suasana emosi yang damai dan tidak
tertekan, maka motivasi belajarnya pun akan meningkat.41 Desnita
menjelaskan, bahwa emosi adalah bahan bakar yang melahirkan
motivasi dan motivasi adalah ujung tombak terealisasinya sebuah
aktivitas yang penuh dengan semangat. Motivating oneself adalah
proses memotivasi diri sendiri mau pun memotivasi orang lain.
Ketika seseorang mendengar motivator berbicara, menonton, dan
mendengar sebuah kisah yang akhirnya memicu seseorang untuk

40
Ibid.
41
Ibid, h. 135.
42
lebih termotivasi. Contoh sederhananya, ketika seseorang
menonton film tentang semangat mengejar mimpi dan cita-cita.
Maka orang tersebut akan terpicu untuk ikut mengejar mimpinya
dan merasa sangat bersemangat dalam menjalankannya.
4. Empathy
Empati adalah sebuah bagian kecil dari emosi positif yang
menjadikan seseorang menjadi matang dan dewasa. Ketika
individu ditampilkan sebuah peristiwa di masyarakat, kisah yang
dialami seseorang, tentu akan memicu rasa empati. Ini adalah salah
satu upaya untuk mengoptimalkan rasa empati seseorang.43 Empati
dan kepedulian kepada orang lain perlahan muncul ketika seorang
anak berusia 9 atau 10 tahun.44
5. Handling Relationship
Emosi yang berkembang dalam diri seorang anak tidak
terlepas dari kemampuannya membangun relasi dengan teman
sebayanya, orang tua, maupun dengan guru. Kemampuan
membangun hubungan adalah salah satu ciri matangnya emosi.
Saat kematangan emosi ini tercapai, tanda yang muncul biasanya
berupa percaya diri, ramah, dan menyayangi. Sementara ketika
seseorang terganggu emosinya maka muncul sikap seperti menjadi
pemurung, pemarah, pembenci dan lain-lain.45
Secara khusus, aspek-aspek yang termasuk ke dalam lima
komponen utama di atas terbagi ke dalam dua bagian. Yang
pertama adalah kecakapan pribadi dan yang kedua kecakapan
sosial. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Kecakapan Pribadi

42
Ibid.
43
Ibid.
44
Gita Sekar Prihanti, Empati dan Komunikasi (Dilengkapi Modul Pengajaran dengan
Model Pendidikan Berbasis Komunitas), (Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,
2017), h. 32.
45
Nafia Wafiqni, Op.Cit., h.137.
20
Kecakapan pribadi ini akan menentukan bagaimana
seseorang mengolah dirinya sendiri. Kecakapan pribadi terbagi
menjadi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Kesadaran Diri
Kesadaran diri akan membantu seseorang untuk
mengetahui dan peka terhadap kondisi diri sendiri, kesukaan,
sumber daya dan intuisi. Selain itu, seseorang akan mampu
mengenali emosi dirinya sendiri dan apa efeknya. Penilaian diri
yang teliti juga termasuk ke dalam kesadaran diri, yakni
mengetahui kekuatan dan batas diri. Bentuk lain dari kesadaran diri
adalah percaya diri, merasa yakin tentang betapa berharga dan
penting dirinya dan menyadari bahwa dia mampu.
b. Pengaturan Diri
Dalam pengaturan diri, seseorang akan mengelola kondisi,
impuls, dan sumber daya diri. Beberapa hal diantaranya adalah,
yang pertama, mengenali dirinya sendiri yakni mengelola emosi
dan desakan hati yang merusak. Kedua, sifat dapat dipercaya yakni
mampu memelihara norma kejujuran dan integritas. Ketiga,
memiliki kewaspadaan artinya mampu bertanggungjawab atas
pekerjaannya sendiri. Yang ke empat, adaptabilitas yakni luwes
ketika terjadi perubahan. Dan yang terakhir, mampu berinovasi
seperti mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan atau
informasi baru yang diperoleh.
c. Motivasi
Beberapa aspek dari motivasi adalah memiliki dorongan
prestasi seperti memiliki dorongan untuk menjadi lebih baik,
memiliki komitmen, inisiatif, dan optimis artinya memiliki
kegigihan dalam memperjuangkan sebuah tujuan meskipun
menghadapi halangan dan kegagalan. 46
2. Kecakapan Sosial
Kecakapan sosial akan menentukan bagaimana seseorang
mampu mengatasi suatu hubungan. Kecakapan atau keterampilan
sosial biasanya ditunjukkan dengan sikap mudah berbicara sebagai
tanda lain dari kecerdasan emosional. Mereka yang kuat
keterampilan sosialnya biasanya adalah tipikal orang yang mampu
bekerja di dalam tim. Daripada mengutamakan kesuksesan diri
sendiri, biasanya orang-orang dengan keterampilan sosial mau
membantu orang lain untuk berkembang, dapat mengatasi
perselisihan, seorang komunikator yang baik dan mampu
membangun dan mempertahankan sebuah hubungan. 47 Kecakapan
sosial terdiri dua hal, sebagai berikut:
a. Empati
Empati adalah sebuah kepekaan terhadap perasaan,
kebutuhan, dan kepentingan orang lain. Beberapa tanda dari empati
adalah mampu memahami orang lain seperti mengerti perspektif
dan mampu menunjukan kepedulian terhadap minat mau pun
keadaan mereka.
b. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah sebuah kecerdasan dalam
memberikan respon yang dikehendaki pada orang lain. Beberapa
bagian dari keterampilan sosial adalah mampu berkomunikasi,
memiliki kemampuan dalam memimpin, dan mampu bekerja sama
dengan tim mau pun orang lain.48
c. Penerimaan Emosi

46
Lauw Tjun Tjun dkk, Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Pemahaman
Akuntansi Dilihat dari Perspektif Gender, Jurnal Akuntansi Vol I, No. 2, November 2009: 101-
118, h. 104.
47
Sandhya Mehta dan Namrata Singh, Development of The Emotional Intelligence Scale,
International Journal of Management & Information Technology Vol. 8, No. 1, 2013, h.1253.
48
Ibid.
22
Penerimaan emosi atau emotional receptivity memiliki arti
menerima dan mendorong pandangan orang lain dengan terbuka
pada emosi mereka. Selain itu, juga memberikan upaya dalam
memfasilitasi arus masuk dan arus ke luarnya emosi sehingga
mampu meningkatkan kemampuan intrapersonalnya.49
Kemampuan intrapersonal adalah kepekaan seseorang
terhadap perasaan dirinya sendiri.50 Daya penerimaan emosi yang
baik mampu membuat seseorang secara pribadi dan sosial menjadi
kompeten. Dan bahkan lebih jauhnya, reseptor emosi atau
penerimaan emosi ini mampu membuat individu menjadi
berempati dan peka terhadap kebutuhan orang lain.51

G. Manfaat Kecerdasan Emosi


Sering terlupakan, sebenarnya kecerdasan emosi memegang
peranan penting dalam kesuksesan hubungan individu. Artinya,
kecerdasan emosional juga berpengaruh dalam proses perkembangan anak
sejak usia dini. Anak perlu dididik sejak awal supaya perkembangannya
akan berjalan baik hingga anak dewasa. Penelitian Stocker dan Dunn
membuktikan bahwa anak yang mengalami perubahan suasana hati yang
fluktuatif atau tidak beraturan dan memiliki emosi negatif akan mengalami
penolakan yang lebih besar dari teman sebaya mereka, jika dibandingkan
dengan anak yang memiliki emosi yang positif dan stabil.52
Kecerdasan otak (IQ) masih sebatas syarat minimal meraih
keberhasilan, sementara kecerdasan emosional yang sebenarnya
mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Faktanya, banyak orang
yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi mengalami keterpurukan di

49
Sandhya Mehta dan Namrata Singh, Op.Cit., h.1256
50
Nur Asiah, Analisis Kemampuan Praktik Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Mahasiswa PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung, Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, Vol. 4, No. 1 Tahun 2017, h. 24.
51
Sandhya Mehta dan Namrata Singh, Op.Cit., h.1256
52
Nurafni, Devi Murnianti & Maya Khairani, “Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah
Dasar Negeri (SDN) dengan Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) di Kota Banda Aceh”,
Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies, Vol. 3, No.1, Tahun 2017, h.
33.
tengah persaingan. Sementara di lain sisi, orang yang kecerdasan
intelektualnya biasa saja namun sukses menjadi pengusaha bahkan seorang
pemimpin. 53 Kondisi di masyarakat kita adalah anak-anak yang kurang
pandai dalam pelajaran sekolah dianggap anak yang tidak cerdas. Tempat
les dibuka untuk membantu siswa mengembangkan kecerdasan
intelektualnya, namun proses penanaman karakter atau proses
menanamkan kecerdasan emosional ini cukup jarang ditemukan. Tidak
banyak orang yang cukup paham atau sekedar mengetahui bahwa ada
kecerdasan lain selain IQ.
Padahal ketika anak mampu menyadari emosi orang lain dan
mampu memberikan respon yang tepat, maka anak tersebut bisa dibilang
anak cerdas. Cerdas secara emosi. Contoh ketika ada anak yang dimarahi
orang lain terlalu keras, lalu ia merasa tidak nyaman dan sedih. Jika anak
tersebut cerdas emosinya, maka ia tidak akan berbicara dengan cara yang
ia sendiri pun tidak ingin terima. Ketika anak mampu menyadari hal ini,
maka itu sebuah hal yang luar biasa. Sama hebatnya dengan anak-anak
yang mampu berhitung dengan cepat, atau menghafal dengan mudah.
Menurut Shapiro, kemampuan anak untuk mengungkapkan
emosinya ke dalam kata-kata adalah bagian dari pemenuhan kebutuhan
dasar seorang anak. Belajar mengidentifikasi dan menyampaikan emosi
adalah bagian penting dalam komunikasi dan penentu untuk mendapatkan
kendali emosional. Konsep mengenal diri sendiri dimulai dengan
kebangkitan diri. Ini menghasilkan kemampuan seseorang untuk melihat
pada pikiran, perasaan dan tindakannya.54
Kecerdasan emosional sangat penting dalam membina hubungan
antar manusia karena emosi memegang peranan dalam mengembangkan
sesuatu di masa depan seperti institusi atau lembaga, misalnya. Selain itu,
juga akan membantu dalam memahami dan memecahkan dan mengambil
keputusan pada beragam masalah penting bagi dirinya sendiri maupun
53
Faisal Faliyandra, Op.Cit., h. 81.
54
Melanie Richburg dan Teresa Fletcher, “Emotional Intelligence: Directing A Child's
Emotional Education”, Child Study Journal, Tahun 2002, h. 2.
24
bagi orang banyak di kemudian hari. Hal ini sejalan dengan pemikiran
yang mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan bagian dari
kecerdasan sosial.55
Fungsi kecerdasan emosi bisa diumpamakan dengan sonar pada
sebuah kapal namun dalam hal ini, sonar tersebut mampu memberikan
gambaran situasi yang lebih lengkap, dan membantu menghindari
hambatan dan masalah yang tak terlihat. Seperti halnya kapten kapal yang
hanya mampu melihat ke atas permukaan air, lalu sonar akan menyediakan
informasi tentang penampakan yang ada di bawah air. Seperti itulah
kecerdasan emosi akan bekerja dalam membantu seseorang melihat hal
yang logika kita abaikan sehingga mampu mengarahkan kepada haluan
terbaik dan teraman demi keberhasilan.56
Jika ingin mendapatkan manfaat dari kecerdasan emosi maka
terlebih dahulu seseorang perlu memerhatikan kecerdasan emosinya.
Tentu semua sudah punya potensi ini di dalam diri masing-masing, namun
perlu diperhatikan jangan sampai potensi yang sudah ada tidak
dikembangkan dan akhirnya justru terlupakan. Sehingga, sebaiknya
kecerdasan emosional ini di perhatikan sejak usia dini.
Menurut Schutte dkk, kecerdasan emosi yang lebih tinggi dapat
berhubungan dengan perasaan hati yang lebih baik dan kontrol yang lebih
bersifat keinginan hati. Hal ini akan membuat orang lain mengaitkan
bahwa kecerdasan emosi yang rendah akan berkaitan dengan tingkat
gangguan kendali impuls dan gangguan adiktif yang tinggi. Beberapa studi
yang dilakukan oleh Bracket, Mayer dan Warner, Riley dan Schutte, juga
Trinidad dan Johnsin menemukan bahwa ketika kecerdasan emosional
yang rendah dikaitkan dengan masalah penyalahgunaan obat, berdasarkan
penelitian tersebut subjek mengalami kesulitan dalam persepsi dan
pengolahan emosi. Sementara pada orang yang memiliki kecerdasan

55
Nofianty Djafri, Loc.Cit.
56
David Ryback, Putting Emotional Intelligence to Work Succesfull Leadership is More
Than IQ, (New York: Routlegde, 2012), h. 53.
emosional yang lebih baik, akan memiliki rasa percaya diri yang lebih
tinggi. Mereka akan memiliki keyakinan bahwa mereka mampu berhasil
mengatasi masalah kehidupan tanpa menggunakan obat-obatan. Dengan
kecerdasan emosi yang baik, seseorang akan melawan dorongan dalam diri
mereka untuk tidak menggunakan bahan-bahan adiktif. 57
Artinya ketika ada seseorang yang memiliki pengendalian emosi
yang baik atau cerdas secara emosi, mereka mampu mengalihkan pikiran
dan mencari cara untuk mengatasi kesulitan yang mereka alami dengan
cara yang lebih positif dan bukan dengan mencari pelarian yang
membahayakan diri mereka sendiri.
Orang dengan kecerdasan emosional yang baik lebih mungkin
untuk mencapai kesuksesan karena mereka tahu bagaimana cara
mengidentifikasi emosi sehingga mampu memahami emosi itu dengan
baik. Hal ini diperlukan bagi mereka karena merupakan sebuah
keterampilan yang bukan hanya meningkatkan pertumbuhan dirinya saja,
namun juga meningkatkan hubungannya dengan orang lain. Meskipun
kecerdasan emosional ini penting dan sudah bisa dijelaskan, namun
pendekatan dalam proses mengelola dan mendidiknya masih belum terjadi
terlalu luas dan besar. Cara dalam membesarkan anak akan sangat
dipengaruhi oleh emosi dan kompetensi sosial anak-anak itu sendiri. 58
Sehingga emosi orang lain di sekitarnya juga akan mempengaruhi
pertumbuhan emosi seseorang.
Cara untuk memperoleh kecerdasan emosional adalah dengan
mengarahkan hati agar melakukan sesuatu dengan pikiran jernih dan
objektif yang mampu dilakukan dengan mengenali faktor yang
mempengaruhinya dan unsur yang ada di dalamnya terlebih dahulu. Faktor
yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional ini adalah dengan

57
Inderjit Kaur, Nicola S. Schutt, Einar B. Thorsteinsson, “Gambling Control Self-
efficacy as a Mediator of the Effects of Low Emotional Intelligence on Problem Gambling”, J
Gambl Stud (2006) Vol. 22, h. 406.
58
Helen Y. Sung, “The Influence of Culture on Parenting Practices of East Asian
Families and Emotional Intelligence of Older Adolescents A Qualitative Study”, School
Psychology International (2010), Vol. 31, No. 2, h. 200.
26
mampu melihat, memilih, dan memprioritaskan sesuatu dengan baik.
Selain itu, menurut Ginanjar, unsur di dalam kecerdasan emosi meliputi
suara hati, kesadaran diri, motivasi, etos kerja, keyakinan, integritas,
komitmen, konsistensi, persistensi, kejujuran, daya tahan dan
keterbukaan.59
Kecerdasan emosional anak bisa ditingkatkan dengan
meningkatkan kesadaran guru tentang masalah emosional anak dan
memotivasi pendidik untuk menangani masalah kecerdasan emosional ini
dengan serius. 60 Kecerdasan emosional memang bukan sebuah cara paling
ajaib untuk berbagai masalah hidup. Namun banyak bukti yang
menunjukkan bahwa kemampuan dalam memahami dan menangani emosi
secara efektif memainkan peran penting dalam kehidupan. 61

H. Dampak Negatif Kecerdasan Emosi Rendah


Seperti yang sudah dibahas di atas mengenai manfaat kecerdasan
emosi jika dilatih dan diperhatikan dengan baik, akan menghasilkan hal
yang baik maka hal sebaliknya akan berlaku. Jika kecerdasan emosi tidak
diperhatikan dan rendah nilainya, maka akan membawa kita pada hal lain
yang terjadi sebagai dampak negatif.
Salah satunya adalah ketidakmampuan siswa dalam membawa
isyarat emosional dan sosial dari orang lain membuat anak memiliki
respon yang terbatas. Putus sekolah menjadi salah satu risiko terbesar
untuk anak-anak yang ditolak dalam pergaulan mereka. Angka putus
sekolah yang terjadi pada kalangan anak yang ditolak oleh teman
sebayanya berkisar antara dua hingga delapan kali lebih besar jika
dibandingkan dengan anak yang memiliki teman.62

59
Nofianty Djafri, Loc.,Cit.
60
Moshe Zeidner, Israel Richard D. Roberts, Gerald Matthews, “Can Emotional
Intelligence Be Schooled? A Critical Review”, Educational Psychologist Journal, Vol. 37 No. 4,
Tahun 2002, h. 229.
61
Mihaly Csikszentmihalyi dan Isabella Selega Csikszentmihalyi, Library of Congress
Cataloging in Publication Data, (New York: Oxford University Press, 2006), hal. 104.
62
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, Cet. Ke-17, 2007), h. 355.
Jika siswa sejak Sekolah Dasar sudah memiliki dasar kecerdasan
emosional yang baik, diharapkan ketika ia beranjak dewasa tidak akan
mengalami kesulitan yang berarti dalam mengolah emosinya. Yang jadi
persoalan adalah ketika anak tidak bisa mengendalikan diri dengan baik,
emosi yang mengontrol dirinya adalah emosi yang tidak sehat untuk
mentalnya. Karena, kecerdasan emosional juga merupakan hal penting dan
perlu dilatih sejak kecil sama seperti kecerdasan lainnya. Peran dan
pengaruh keluarga, sekolah, dan lingkungan bagi kecerdasan emosional
anak sangat besar.63
Selain itu, jika dilihat dari sisi lain maka akan ditemukan fakta
bahwa ada bagian penting dalam otak manusia yang mengelola emosi.
Hippocampus dan amigdala merupakan dua bagian penting primitif yang
dalam evolusinya memunculkan korteks dan neokorteks. Amigdala adalah
spesialis berbagai masalah emosional. Jika bagian ini dihilangkan atau
dipisahkan dari bagian otak lainnya maka akan memunculkan hasil
ketidakmampuan yang sangat mencolok dari seseorang dalam menangkap
makna emosional dari sebuah peristiwa. Dengan istilah lain dikatakan
sebagai “kebutaan afektif”. Ketika tidak adanya bobot emosional, maka
peristiwa yang terjadi menjadi tidak bermakna. Pemuda yang dibuang
amigdala-nya untuk mengendalikan penyakit epilepsinya menjadi tidak
berminat kepada manusia dan menarik diri dari hubungan antar manusia.64
Dapat dikatakan bahwa emosi itu perlu ada sebagai bagian dari manusia,
tidak baik jika dihilangkan dan tidak baik pula jika tidak dikendalikan.
Anak yang memiliki kecerdasan emosi rendah hingga pada
akhirnya mendatangkan dampak negatif bagi dirinya sendiri. Goleman
mengatakan bahwa anak yang mengalami gangguan kecerdasan emosional
akan menutup diri dari pergaulan atau masalah sosial, cemas dan depresi,
memiliki masalah dalam hal perhatian atau berpikir, serta nakal atau

63
Hardywinoto dan Tony Setiabudhi, Anak Unggul Berotak Prima, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2003), h. 20-21.
64
Daniel Goleman, Op.Cit., hal 19.
28
agresif. 65 Selain itu, siswa dengan kecerdasan emosional yang rendah
memiliki ciri-ciri seperti sulit bergaul, senang menyendiri, acuh tak acuh,
pesimis, pasif, dan sulit berdaptasi dengan orang lain.66
Pengaruh protektif dari kecerdasan emosional, didorong oleh aspek
strategic emotional intelligence yang merupakan kemampuan untuk
memahami dan mengelola emosi. Pada sebuah penelitian lain ditemukan
bahwa ada risiko perilaku yang kecenderungan ingin melakukan bunuh
diri. Hal ini sebagai salah satu dampak negatif jika memiliki kecerdasan
emosional yang rendah, khususnya dengan aspek emotional clarity dan
emotional repair yaitu kemampuan memahami emosi dan kemampuan
memoderasi respon emosional, serta memperbaiki keadaan suasana hati
yang negatif.67
Ketika anak tidak dibantu untuk mengendalikan emosinya, tidak
ditanamkan kecerdasan emosionalnya, anak menjadi kurang seimbang.
Tidak semua hal mampu dipikirkan secara logika, ada masyarakat yang
bukan hanya membutuhkan orang cerdas, ada banyak aspek dalam
kehidupan yang memerlukan lebih dari sebatas cerdas secara intelektual.
Anak perlu memahami teman sebayanya, mampu merasakan sebuah
perasaan yang dialaminya dan mengekspresikannya dalam porsi yang
sesuai. Seperti tidak marah berlebihan, juga tidak perlu memendam
kesedihan sampai akhirnya berdampak buruk ketika ia dewasa. Bahkan
pengelolaan emosi yang buruk, dapat berdampak negatif pada seseorang.
Dalam manajemen stress yang buruk, seseorang bisa mengalami depresi
dan berujung pada pengambilan keputusan yang salah dan yang paling
parah adalah keputusan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.

65
Enda Yulita dkk, “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan Kecerdasan
Emosional (Emotional Intelligence) Siswa Kelas V SDN 50 Kota Bengkulu”, Jurnal Riset
Pendidikan Dasar, Vol. 1, No. 3, T.T, h. 235.
66
Olivia Cherly Wuwung, Strategi Pembelajaran dan Kecerdasan Emosional, (Surabaya:
Scopindo Media Pustaka, 2020), h. 62.
67
Ratu Ayu Safira Destianda & Hamidah, “Hubungan Kecerdasan Emosional Dengan
Ide Bunuh Diri Pada Remaja”, Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 8, Tahun
2009, h. 18.
Bunuh diri bukan saja menjadi pikiran bagi orang-orang dewasa
yang sudah merasa stress dan frustrasi dengan masalah dan beban
hidupnya. Bahkan pada remaja dan anak-anak pun, kasus serupa
ditemukan. Dilansir dari SuaraJawaTengah.id, diketahui bahwa ada siswa
Sekolah Dasar di Kelurahan Butuh, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah
yang dilaporkan meninggal dunia akibat gantung diri. Anak kelas 5
Sekolah Dasar berinisial HAN yang berusia 12 tahun ditemukan
meninggal dunia setelah melakukan tindakan gantung diri. HAN diketahui
sebagai anak yang periang dan kesehariannya baik di mata masyarakat.
Namun sebuah informasi mengatakan bahwa HAN sempat dimarahi oleh
orang tuanya karena tidak pulang ke rumah malam Minggu sebelumnya.68
Kendali dalam emosi perlu diperhatikan karena apa bila kesedihan,
kemarahan, kesenangan, dan emosi-emosi lain ini terlalu berlebihan
sampai mengambil kendali dan keputusan yang salah justru akan
berdampak buruk. Apalagi jika terjadi kepada anak-anak yang memang
pola pikirnya belum bisa sebaik orang dewasa. Ketika ada fakta bahwa
anak bisa memikirkan dan bahkan memutuskan hal sebesar ini, maka
sudah jelas anak tersebut membutuhkan pertolongan.
Humphrey mengemukakan adanya hubungan yang kuat antara
emosi dan kepemimpinan. Dan menurut Lyons & Schneider dalam Con
Stough dkk dikatakan bahwa ada banyak literatur yang menunjukkan
bahwa kecerdasan emosional dapat dikaitkan dengan pengurangan stres
kerja pada sampel siswa. 69 Jika emosi berbentuk stress atau frustrasi
menimpa seorang anak tanpa anak ini tahu bagaimana cara mengendalikan
diri, atau bagaimana jika lingkungan seperti keluarga dan sekolah tidak
bisa membantu anak untuk belajar mengatasi emosinya, anak akan
kebingungan untuk tumbuh. Anak akan merasa kesulitan dalam mengatasi

68
Bangun Santoso, “Isi Surat Memilukan Bocah SD Gantung Diri di Temanggung”,
https://jateng.suara.com/read/2019/10/08/060908/isi-surat-memilukan-bocah-sd-gantung-diri-di-
temanggung?page=all diakses pada 17 Oktober 2020).
69
Con Stough, Donald H. Saklofske, James D.A. Parker, Assessing Emotional Intelligence
Theory, Research and Aplications, (New York: Springer Science and Business Media, 2009), h.
176-177.
30
masalah hidup yang kelak bisa lebih rumit dan kesulitan dalam
mengendalikan amarah juga emosi negatif lainnya. Ini pentingnya
memperhatikan kecerdasan emosi anak dan perkembangannya.
Dikatakan juga bahwa orang tua yang sedang mengalami stress,
dapat menimbulkan perilaku kekerasan kepada anak. Ketika anak tumbuh
dengan emosi yang tidak baik atau dengan perilaku kasar dari orang tua,
hal ini dapat menjadikan anak tersebut tumbuh menjadi orang yang kasar
sama seperti apa yang dia lihat dalam kesehariannya.70 Di sinilah mengapa
guru sebaiknya mengambil peran untuk memutus mata rantai yang seolah
tidak ada habisnya. Anak yang dibesarkan dengan kekerasan, menjadi
remaja yang kasar, lalu menjadi orang tua yang kasar pula. Tentu semua
bisa diperbaiki walau hanya dengan satu peran kecil dari seorang guru. Hal
ini diharapkan berdampak besar bagi kehidupan siswanya. Satu langkah
kecil yang memperbaiki ribuan langkah ke depannya.

I. Hasil Penelitian Relevan


Penelitian ini dilakukan berdasarkan pertimbangan terhadap
beberapa hasil penelitian yang relevan dengan peran guru dalam
menanamkan kecerdasan emosional anak.
1. Ardiani, Halida dan Lukmanulhakim dalam penelitian mereka yang
berjudul Peran Guru Dalam Mengembangkan Sosial Emosional di
Kelas B3 TK Gembala Baik Kota Pontianak diketahui bahwa
kesimpulan secara umumnya adalah perilaku sosial emosional anak
usia 5-6 tahun di kelas B3 TK Gembala Baik Kota Pontianak,
cukup baik karena guru sudah berperan sebagai inspirator, model
dan evaluator. Namun peran guru sebagai fasilitator masih terdapat
kekurangan dalam pelaksanaannya.71

70
Lu’luil Maknun, Kekerasan terhadap Anak yang Dilakukan oleh Orang Tua (Child
Abuse), Muallimuna: Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 3, No. 1, Oktober 2017, h. 76.
71
Ardiani, Halida dan Lukmanulhakim, “Peran Guru Dalam Mengembangkan Sosial
Emosional di Kelas B3 TK Gembala Baik Kota Pontianak”, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Khatulistiwa, Vol. 6, No. 10, Tahun. 2017, h. 8.
2. Hasil penelitian Stella Mavroveli, K. V. Petrides, Yolanda
Sangareau dan Adrian Furnham yang berjudul Exploring The
Relationships Between Trait Emotional Intelligence and Objective
Socio-Emotional Outcomes in Childhood menyatakan bahwa
konstruksi sifat kecerdasan emotional sebagian besar tidak
bergantung pada kemampuan kognitif, tetapi sangat prediktif
melalui kriteria emosional dan sosial. Kesimpulan umumnya
adalah sifat kecerdasan emosi berkorelasi kuat dengan affect-laden
(pengaruh saraf), tetapi kurang begitu berhubungan dengan
variabel yang terkait dengan kemampuan kognitif. Dari perspektif
praktis, profiling kecerdasan emosional dapat membantu
mengidentifikasi anak-anak sehingga lebih mungkin untuk
mendapatkan keuntungan dari intervensi sosial dan juga memiliki
harga diri di sekolahnya.72
3. Hasil penelitian dari K. V. Petrides yang berjudul Trait Emotional
Intelligence and Children’s Peer Relations at School menunjukkan
bahwa mengukur kecerdasan emosional akan menjadi sebuah
tambahan berharga untuk penilaian psikologis sehingga mampu
mengidentifikasi anak-anak dan remaja yang berisiko terhadap
perilaku antisosial. Mengingat kecerdasan emosi memiliki peran
sentral dalam kehidupan sehari-hari, sifat kecerdasan emosional
terlibat dalam kinerja akademis dan perilaku siswa di sekolah,
dengan pengaruh yang sangat relevan khususnya pada siswa yang
rentan terhadap emosi negatif.73
4. Dalam penelitian Himmatul Farihah yang berjudul Peran Guru
Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak Usia Dini
dikatakan bahwa peran guru dalam perkembangan kecerdasan

72
Stella Mavroveli, K. V. Petrides, Yolanda Sangareau, Adrian Furnham, “Exploring The
Relationships Between Trait Emotional Intelligence and Objective Socio-Emotional Outcomes in
Childhood”, British Journal Psychology Vol. 79, DOI:10.1348/000709908X368848 Tahun 2009,
h. 268.
73
K. V. Petrides, “Trait Emotional Intelligence and Children’s Peer Relations at School”,
Social Development Journal, Vol. 15, No. 3 Tahun 2006, h. 545.
32
emosional anak adalah: 1) Mengembangkan Kemampuan
Mengenali Emosi, 2) Mengembangkan Kemampuan Mengelola
Emosi, 3) Mengembangkan Kemampuan Memotivasi Diri, 4)
Mengembangkan Kemampuan Empati, 5) Mengembangkan
Kemampuan Menjalin Hubungan Dengan Orang Lain.74

74
Himmatul Farihah, “Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan Emosional Anak Usia
Dini”, Proseding Seminar Naional Unirow Tuban, Vol 1 No 1 (2017): Pengembangan Luaran
Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Yang Mendukung Pendidikan Dan Saintek Menuju Dunia
Usaha Dan Industri, Tahun 2017, h. 58-60.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di SDI Al Anshar Bekasi, yang
bertempat di Jl. Pulo Ribung No.2, RT.010/RW.013, Pekayon Jaya, Kec.
Bekasi Sel., Kota Bks, Jawa Barat 17148. Penelitian ini akan dimulai pada
semester genap Tahun Ajaran 2020/2021 yaitu pada awal bulan Februari
hingga akhir Juni 2021. Di bawah ini merupakan tabel perencanaan
penelitian sampai dengan sidang munaqasah dan revisi skripsi:
Tabel 3. 1
Perencanaan Penelitian
Tahun dan Bulan
No Keterangan 2020 2021
Nov Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1. Obeservasi dan 
Penyusunan Proposal
Skripsi (BAB 1-3)

2. Seminar Proposal 
Skripsi
3. Revisi Proposal Skripsi 

4. Penyusunan instrument 

5. Penelitian 
6. Penyusunan BAB 4-5  

7. Munaqasah dan Revisi 


Skripsi

34
B. Metode Penelitian
Di dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah mixed
methods, yang berarti menggabungkan dua bentuk penelitian yang telah
ada sebelumnya yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan
di dalamnya banyak menggunakan analisis dengan pendekatan induktif.
Pendekatan kualitatif menekankan kepada makna, definisi kondisi tertentu,
serta meneliti hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. 1
Sementara untuk meneliti sampel dan populasi tertentu digunakan
2
penelitian kuantitatif. Tujuan metode ini secara umum adalah untuk
mendapatkan hasil penelitian yang lebih mendalam dan memperkecil
kesalahan data. 3 Metode gabungan atau mixed method menurut Hanson
adalah mencakup koleksi, analisis, dan integrasi data kualitatif dan
kuantitatif dalam kajian tunggal atau bertahap. Artinya metode ini
menggunakan lebih dari satu metode dalam sebuah kegiatan penelitian.4
Dengan demikian, penelitian ini akan menggunakan instrumen penelitian
yang ada di dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif.
Strategi yang digunakan pada penelitian ini adalah strategi
Embeded/Nested Konkuren yang merupakan bagian dari strategi metode
campuran sewaktu-waktu atau concurrent mixed methods yakni sebuah
strategi yang dalam pelaksanaannya peneliti mengumpulkan data kualitatif
dan data kuantitatif pada waktu yang bersamaan.5
Pada pelaksanaannya, penelitian ini memiliki metode primer yang
memandu proyek dan metode sekunder yang berperan sebagai metode
pendukung dalam prosedur penelitian. Metode sekunder yang kurang

1
Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Talakar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia,
2019), h. 6.
2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Alfabeta: Bandung, 2017), h.
8
3
Iskandar, Metode Penelitian Campuran (Konsep, Prosedur, dan Contoh Penerapan),
(Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management, 2021), h. 9.
4
Jonathan Sarwono, Mixed Metods: Cara Menggabung Riset Kuantitatif dan Riset
Kualitatif Secara Benar, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2011) h. 1
5
Iskandar, Op.Cit., h. 19.
dominan akan disandarkan keapda metode yang lebih dominan, yakni
metode kualitatif.
Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan metode kualitatif sebagai
metode primer sementara metode kuantitatif dijadikan sebagai metode
sekunder. Pertama, peneliti akan mengumpulkan data kualitatif mengenai
peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional dengan
menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. Di saat yang bersamaan,
peneliti juga mengumpulkan data kuantitatif dengan menyebarkan angket
kepada guru kelas untuk melihat peran guru dan angket siswa kelas V
untuk memperoleh gambaran mengenai kecerdasan emosional siswa.
Tahap selanjutnya, peneliti menganalisis setiap sumber data yang
telah didapatkan untuk dikombinasikan dan dibandingkan. Dengan
demikian, peneliti akan mendapat informasi yang mendalam mengenai
peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa kelas V di
SDI Al-Anshar Bekasi.

C. Teknik Pemilihan Informan


Informan adalah orang yang memberikan informasi. Dalam
penelitian ini teknik yang digunakan untuk menentukan subjek penelitian
kualitatif adalah dengan menggunakan teknik Purposive Sampling yaitu
sampel yang bertujuan. Pemilihan sampel dilakukan dengan menyesuaikan
gagasan, asumsi, sasaran, tujuan, dan manfaat yang hendak dicapai oleh
peneliti.6 Teknik ini dipilih berdasarkan tujuan penelitian yakni memilih
orang yang dianggap mampu memberikan informasi mengenai asalah pada
penelitian ini.
Adapun beberapa informan tersebut adalah:
1. Guru kelas V Reguler dan TECC SDI Al-Anshar Bekasi
2. Siswa dan siswi kelas V Reguler dan TECC SDI Al-Anshar Bekasi

6
Suwardi Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006) , hal. 115.
36
D. Situasi Sosial
Penelitian ini utamanya menggunakan metode kualitatif. Penelitian
kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, namun Spradley
menamakannya dengan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri
atas tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas
(activity) yang berinteraksi secara sinergis.7
Pelaku dalam aktivitas penelitian ini adalah guru kelas V dan
seluruh siswa dan siswi kelas V baik kelas Reguler maupun kelas TECC
(Tahfidz and International Curriculum Class) di SDI Al-Anshar Bekasi.
Aktivitas dalam penelitian ini adalah peran guru yang telah
diaplikasikan di sekolah dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa
kelas V.

E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data


Dalam pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini,
maka langkah-langkah yang peneliti lakukan antara lain sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan antara dua orang untuk
saling bertukar informasi, ide, atau gagasan melalui kegiatan
tanya jawab, sehingga kemudian dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.8
Selan itu, wawancara bisa digunakan untuk memperoleh
data melalui narasumber yang dianggap sebagai pihal yang paling
mengetahui dan paham mengenai pokok masalah yang sedang
diteliti. Penelitian ini menggunakan wawancara semi terstruktur,
yakni wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah dibuat, namun dapat berkembang kemudian
ketika wawancara berlangsung.9

7
Sugiyono, Op.Cit, h. 242.
8
Ibid, h. 260.
9
Ibid, h. 262.
Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan antara peneliti
dan guru kelas V di SDI Al-Anshar baik kelas V reguler maupun
kelas V TECC. Hal ini bertujuan agar peneliti dapat memiliki
data dan informasi yang lebih mendalam dan sebagai bentuk
konfirmasi dari data yang sudah diambil melalui studi
dokumentasi RPP.
2. Dokumentasi
Bentuk instrument dokumentasi memiliki dua variasi yakni
yang pertama pedoman dokumentasi yang membuat garis-garis
besar atau kategori yang akan dicari datanya. Kedua, checklist
yang berisi daftar variabel yang akan dikumpulkan datanya.
Instumen dokumentasi dikembangkan untuk penelitian dengan
menggunakan pendekatan analisis isi. Subjek penelitiannya dapat
berupa dokumen, majalah, peraturan, buku-buku, catatan harian,
dan lainnya. 10 Dalam penelitian ini dokumen yang dimaksud
adalah Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru kelas V
Reguler maupun TECC.
3. Angket
Angket atau yang disebut juga dengan kuisioner adalah
suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan sejumlah pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada
responden untuk kemudian dijawab sesuai dengan instruksinya.11
Dalam penelitian ini, angket berisi sejumlah pernyataan
mengenai peran guru dalam kecerdasan emosional siswa yang
mencakup komponen kecerdasan emosional kesadaran diri,
pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan sosial, dan
penerimaan emosi siswa kelas V di SDI Al-Anshar Bekasi.

10
Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Literasi
Media Publishing, 2015), h. 83.
11
Sugiyono, Op.Cit., h. 158.
38
F. Instrumen Penelitian
Di dalam penelitian, terdapat masalah atau pertanyaan-pertanyaan
yang perlu dijawab dengan melaksanakan penelitian. Pada saat inilah,
peneliti memerlukan alat yang dapat membantu untuk mengumpulkan data
sehingga pertanyaan penelitian dapat terjawab. Alat untuk menunjang
pengumpulan data disebut dengan instrumen penelitian. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengetahui
peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa kelas V di
SDI Al-Anshar Bekasi. Selain itu wawancara juga dilakukan untuk
mengetahui kondisi sekolah dan kondisi kecerdasan emosional siswa
kelas V.
Tabel 3. 2
Kisi-kisi Instrumen Wawancara
Indikator Pertanyaan Nomor
Pertanyaan
Pemahaman mengenai peran guru 2 1,3
Penanaman mengenai kecerdasan emosional 1 2
Penanaman kesadaran diri kepada siswa 3 5, 6, 7
Penanaman pengaturan diri kepada siswa 3 8, 9,10
Penanaman motivasi kepada siswa 3 11, 12,13
Penanaman empati kepada siswa 3 14, 15,16
Penanaman keterampilan sosial kepada siswa 3 17, 18, 19
Penanaman penerimaan emosi kepada siswa 3 20, 21, 22
Faktor yang membuat penanaman kecerdasan 2 23, 24
emosional sulit
Karakteristik kecerdasan emosional siswa kelas 3 25, 26, 27
V
Respon siswa dengan kecerdasan emosional yang 2 28, 29
baik dan kurang baik
Fokus guru dalam pembelajaran 1 30

2. Dokumentasi
Dokumentasi meliputi kegiatan mengumpulkan Rancangan
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru kelas V untuk menelaah peran
guru apakah sudah tergambar dalam perencanaan pembelajaran bahwa
guru menanamkan kecerdasan emosional pada siswa.
Tabel 3. 3
Tabel Analisis Dokumen RPP Guru Kelas V
No Jenis Sub-Aspek Indikator Ketersediaan
Ada Tidak
1. Kesadaran Diri  Guru merancang pembelajaran
yang membantu peserta didik
memiliki kesadaran diri.
2. Pengaturan Diri  Guru merancang pembelajaran
yang membantu peserta didik
dalam mengatur dirinya sendiri.
3. Motivasi  Guru merancang pembelajaran
yang membantu peserta didik
dalam membangun motivasi
dalam dirinya.
4. Empati  Guru merancang pembelajaran
yang membantu peserta didik
dalam membangun empati
terhadap orang lain.
5. Keterampilan Sosial  Guru merancang pembelajaran
yang membantu peserta didik
membangun dan mengembangkan
keterampilan sosial yang

40
dimilikinya.
6. Penerimaan Emosi  Guru merancang pembelajaran
yang membantu peserta didik
dalam membangun dan
mengembangkan penerimaan
emosi dalam diri.

3. Angket

Tabel 3. 4
Kisi-kisi Intrumen Angket
No. Fokus Aspek Indikator Sumber No
Penelitian Data Item

1. Peran Guru Menanamkan 1. Guru membelajarkan siswa untuk Siswa,


. Kesadaran diri menghubungkan antara perasaaan, Guru. 1,2,3
kepada siswa pikiran, dan perlakuan.

2. Guru menanamkan cara


mengetahui tujuan dan nilai diri 4,5
kepada siswa.
3. Guru membelajarkan siswa
untuk sadar akan kelebihan dan 6,7
kekurangan.

Menanamkan 1. Guru membelajarkan hal-hal


pengaturan diri terkait emosi negatif dalam diri 8,9
kepada siswa siswa.
2. Guru membelajarkan cara
mengatasi emosi negatif yang 10,11
muncul.
3. Guru menanamkan hal-hal yang
mampu membuat diri siswa bahagia 12,13
dan cara membangun rasa bahagia.

Menanamkan 1. Guru menanamkan semangat untuk


motivasi kepada meningkatkan kualitas diri kepada 14,15
siswa siswa.

2. Guru membelajarkan cara


memiliki tekad yang kuat dalam 16,
menjalankan sesuatu. 17
3. Guru merencanakan pembelajaran
yang memicu siswa memiliki inisiatif 18,
dan menanamkan sikap optimis 19
kepada siswa.

Menanamkan 1. Guru membelajarkan siswa untuk 20,21


empati kepada peka terhadap apa yang orang lain
siswa pikirkan maupun orang lain rasakan.

2. Guru membelajarkan siswa untuk


paham apa yang orang lain butuhkan. 22,
23
3. Guru menanamkan cara
menghargai orang lain. 24,
25

42
Menanamkan 1. Guru membelajarkan cara dalam
keterampilan memberikan respon. 26,
sosial kepada 27
siswa 2. Guru merancang pembelajaran
yang membantu siswa terampil dalam 28,
berteman dan membangun relasi. 29

3. Guru menanamkan sopan santun


siswa terhadap orang lain. 30,
31

Penerimaan 1. Guru membelajarkan siswa untuk 32,


Emosi mampu bekerja sama dengan orang 33
lain.

2. Guru membelajarkan siswa untuk


mau membantu orang lain dalam 34,
keadaan sulit. 35

3. Guru membelajarkan siswa untuk


selalu memberikan dukungan dan 36,
semangat kepada orang lain. 37

2. Kecerdasan Kesadaran Diri 1. Siswa mengerti hubungan


Emosional antara perasaaan, pikiran, dan Buku, 1,2,3
perlakuan. jurnal,
2. Siswa mengetahui tujuan dan nilai siswa. 4,5
diri.
3. Siswa memiliki kesadaran 6,7
mengenai kelebihan dan kekurangan
diri.
Pengaturan Diri 1. Siswa menyadari hal-hal terkait 8, 9
emosi negatif dalam diri.
2. Siswa menyadari cara mengatasi 10,11
emosi negatif yang muncul.
3. Siswa mengetahui hal-hal yang 12,13
mampu membuat diri bahagia dan
cara membangun rasa bahagia.
Motivasi 1. Siswa memiliki semangat untuk 14,15
meningkatkan kualitas diri.
2. Siswa memiliki tekad yang kuat 16,17
dalam menjalankan sesuatu.
3. Siswa memiliki inisiatif dan 18,19
merupakan pribadi yang optimis.
Empati 1. Siswa menyadari apa yang orang 20,21
lain pikirkan maupun orang lain
rasakan.
2. Siswa menyadari apa yang orang 22,23
lain butuhkan.
3. Siswa menghargai orang lain. 24,25

Keterampilan 1. Siswa memiliki kecakapan dalam 26,27


Sosial memberikan respon.
2. Siswa terampil dalam berteman 28,29
dan membangun relasi.
3. Siswa memiliki sopan santun 30,31
terhadap orang lain.

44
Penerimaan 1. Siswa mudah bekerja sama 32,33
Emosi dengan orang lain
2. Siswa mampu membantu orang 34,35
lain dalam keadaan sulit
3. Siswa mampu memberikan 36,37
dukungan dan semangat kepada
orang lain.

G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data


Dalam penelitian perlu diketahui bahwa data memiliki kesesuaian
dengan tujuan penelitiannya. Maka dari itu, peneliti akan memuat
pemeriksaan dan informasi keabsahan data yaitu dengan teknik sebagai
berikut:
1. Triangulasi Data
Triangulasi data merupakan recheck dan cross check terhadap
informasi dan data yang telah didapatkan dari lapangan dengan
informan lain untuk memahami kompleksnya fenomena sosial ke
sebuah esensi yang sederhana.12
Peneliti akan menggunakan triangulasi dengan sumber berupa
data dan teori sebagai perbandingan dan pengecekan kepercayaan
suatu data informasi yang telah ditulis oleh peneliti. Triangulasi data
pada hakikatnya menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data
untuk dicek keabsahannya, yang antara lain melalui wawancara,
angket, dan dokumentasi.13
2. Comfirmability (Objektivitas)

12
Suwardi Endaswara, Op.Cit., h. 110
13
Suyigono, Op.Cit., h. 270.
Peneliti secara jujur menuliskan apa yang dilihat, didengar dan
diamati tanpa memasukkan kepentingan pribadi, orang lain, atau suatu
organisasi ke dalam skripsi ini dan secara objektif tidak mendukung
pihak-pihak tertentu. Selain itu, peneliti juga memberikan beberapa
hasil gambar terkait penelitian yang berlangsung dengan sumber yang
relevan.
3. Perpanjangan Penelitian
Perpanjangan penelitian yakni peneliti kembali ke lapangan,
melakukan pengamatan, wawancara, dan yang lainnya dengan sumber
data yang lama maupun data yang baru.14

H. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari serta menyusun secara
sistematis data yang telah didapatkan dari hasil wawancara dan dokumen
RPP, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam beberapa bagian untuk kemudian dilakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah dimengerti oleh orang lain.15
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
Miles dan Huberman yang terbagi menjadi beberapa tahan, yaitu:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
utama, memfokuskan pada hal-hal yang penting, lalu dicari tema
polanya.16
Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yakni wawancara dan studi dokumen
RPP.
2. Penyajian Data (Data Display)

14
Ibid, h. 302
15
Ibid, h. 275.
16
Ibid, h. 277
46
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
bagan, uraian singkat, dan hubungan antar kategori.
Penggunaan gambar, bagan, dan tabel bisa memperkuat data
deskriptif, dan mempermudah pembaca dalam memahami isi
penelitian.17
3. Verifikasi Data (Conclusion Drawing)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dan
mendukung pada pengumpulan data berikutnya. 18

Untuk data angket mengenai peran guru dan kecerdasan emosional


siswa, setelah data yang diperlukan terkumpul maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data. Teknik analisis data adalah sebuah cara dalam
menguraikan keterangan atau data-data yang ada sehingga dapat dipahami
bukan hanya oleh peneliti saja, namun juga dapat dipahami oleh orang lain
yang ingin mengetahui hasil penelitian. Dalam menganalisis data angket
penulis menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Penentuan Skor Jawaban


Skala Jawaban Nilai
Sangat setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

b. Skor Ideal
Skor ideal adalah skor yang digunakan untuk menghitung
skor untuk menentukan rating scale dan jumlah seluruh

17
Ibid, h. 71
18
Ibid, h. 283.
jawaban. Untuk menghitung jumlah skor ideal (kriterium)
dari seluruh item, digunakan rumus berikut, yaitu:

Skor Kriterium = Nilai skala X Jumlah responden

Skor tertinggi adalah 4 dan jumlah responden dalam angket


siswa adalah 43, maka dapat dirumuskan menjadi:

Rumus Skala
4 x 43 = 172 Sangat Baik
3 x 43 = 129 Baik
2 x 43 = 86 Kurang Baik
1 x 43 = 43 Sangat Tidak Baik

Sementara pada angket guru jumlah respondennya adalah


dua sehingga skor idealnya adalah sebagai berikut:

Rumus Skala
4x2=8 Sangat Baik
3x2=6 Baik
2x2=4 Kurang Baik
1x2=2 Sangat Tidak Baik

c. Rating Scale
Selanjutnya semua jawaban responden dijumlahkan dan
dimasukkan ke dalam rating skale dan ditentukan daerah
jawabannya. Rating scale berfungsi untuk mengetahui hasil
data angket (kuisioner) secara umum dan keseluruhan yang
didapat dari penilaian angket dengan ketentuan sebagai
berikut:

48
Angket Siswa
Nilai Jawaban Skala
130 – 172 Sangat Baik
87 – 129 Baik
44 – 86 Kurang Baik
0 - 43 Sangat Tidak Baik

Angket Guru
Nilai Jawaban Skala
7-8 Sangat Baik
5-6 Baik
3-4 Kurang Baik
0-2 Sangat Tidak Baik

d. Persentase Persetujuan
𝐹
P = X 100%
𝑁
Keterangan:
P : Presentasi untuk setiap alternative jawaban
F : Frekuensi (jumlah jawaban responden)
N : Number of Cases (jumlah responden)
100% : Bilangan tetap

Kategori persentasenya adalah:


Baik : 76% - 100%
Cukup : 56% - 75%
Kurang Baik : 40% - 55%
Tidak Baik : Kurang dari 40%

Adapun untuk menguji validitas data angket, peneliti mengajukan


permohonan kepada dosen PGMI UIN Jakarta sebagai expert judgment.
I. Data dan Sumber Data
Data dan sumber data penelitian ini adalah data kualitatif. Data
kualitatif berupa hasil wawancara, angket, maupun dokumentasi RPP.
Adapun keseluruhan data yang dibutuhkan untuk keperluan analisis adalah
data primer yang bersumber dari guru kelas V regular dan TECC juga
siswa dan siswi kelas V reguler maupun TECC. Data primer yang
dimaksud adalah hasil jawaban responden. Sedangkan data sekunder
adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya. Data ini
diperoleh melalui laporan dan dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan penelitian yang meliputi peran guru maupun kecerdasan
emosional.

50
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian


1. Profil Singkat SDI Al-Anshar Bekasi
SD Islam Al Anshar dibentuk sejak awal tahun ajaran 2008-
2009 dengan nama SD Islam Muhammad Ramadhan. Terkait masalah
perijinan dan legalitas maka nama SD dikembalikan kepada nama
induk yayasan menjadi SD Islam Al Anshar. Pada tahun ajaran
2018/2019 SD Islam Al Anshar sudah menghasilkan 6 angkatan
lulusan. Adapun latar belakang pendirian SD ini adalah:
a. Keprihatinan terhadap aqidah dan akhlaq generasi muda
saat ini;
b. Secara geografis lokasi sekolah berhadapan langsung
dengan 7 buah gereja besar yang berlokasi di komplek
Grand Galaxy;
c. Kegiatan pendangkalan aqidah terhadap generasi muda dan
pemurtadan terhadap kaum dhuafa;
d. Pendirian SD Islam Al Anshar ini sesuai dengan misi utama
yayasan untuk berperan serta dalam mencerdaskan ummat,
menyehatkan ummat, dan mensejahterakan ummat.
SDI Al-Anshar ada di bawah naungan Yayasan Islam Al
Anshar, yang pada saat ini adalah sebuah lembaga sosial keagamaan
yang bergerak di bidang pendidikan, pemberdayaan ekonomi,
kesehatan masyarakat serta dakwah dan sosial. Pada awal berdirinya,
Yayasan Islam Al Anshar didirikan dalam rangka memenuhi
kebutuhan terhadap sebuah lembaga hukum yang diharapkan dapat
menaungi seluruh kegiatan di masjid Muhammad Ramadhan dan
kegiatan sosial keagamaan serta program pendidikan yang akan
diselenggarakan. Susunan keanggotaan Yayasan terdiri dari anggota

51
Panitia Pembangunan Masjid Muhammad Ramadhan yang melebur di
dalam keanggotaan Yayasan, baik itu sebagai pendiri, pembina dan
pengurus serta pengawas.

2. Visi dan Misi


Visi SDI Al Anshar:
Mewujudkan generasi yang cerdas, tanggap, dan berakhlakul
karimah berdasarkan al Quran dan Sunnah menurut pemahaman yang
shahih.

Misi SDI Al Anshar :


a. Menanamkan aqidah yang kuat berdasarkan quran dan sunnah
menurut pemahaman yang shahih;
b. Meningkatkan pembelajaran agama bagi peserta didik dan
stakeholder;
c. Melaksanakan pembelajaran berkarakter melalui pembiasaan;
d. Menekankan pembelajaran ketrampilan pada peserta didik guna
mendorong kemandirian;
e. Melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan, efektif, dan
terpadu.

3. Tujuan SDI Al-Anshar


a. Berperilaku sesuai dengan ajaran agama Islam;
b. Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan;
kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya;
c. Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas
perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya;
d. Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial;
e. Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan
secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif;

52
f. Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar
untuk pemberdayaan diri;
g. Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan
hasil yang terbaik;
h. Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung
jawab;
i. Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;
j. Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani,
serta kebersihan lingkungan;
k. Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun.

4. Sarana dan Prasarana


A. Sarana

Tabel 4. 1
Sarana Bangunan SDI Al-Anshar Bekasi
No Jenis Fasilitas Jumlah
1. Aula untuk pembelajaran 1
2. Lab. IPA 1
3. Lab. Komputer 1
4. Kantin 1
5. Lapangan Olahraga 1
6. Ruang Kelas 13
7. Ruang Kepala Madrasah 1
8. Ruang Guru 2
9. Ruang Tata Usaha 1
10. Perpustakaan 1
11. Ruang UKS 1
12. Koperasi 1
13. WC Guru 4
14. WC Murid 4
B. Prasarana

Tabel 4. 2
Prasarana SDI Al-Anshar Bekasi

No Jenis Fasilitas Jumlah


1. Komputer Siswa 30
2. Komputer Kantor 8
3. Printer 6
4. Meja Guru 30
5. AC 12

C. Kegiatan Ekstrakulikuler
a. Pramuka (wajib) f. Calistung
b. Bahasa Arab g. Science Class
c. Pesantren Sabtu Ahad h. Memanah
d. English Club i. Karate
e. Tijaroh/ Perdagangan

D. Kegiatan Tahunan
a. Outing Class e. Renang
b. Cooking Class f. Field Trip
c. Student Competition g. Market Day
d. Pembinaan Karakter Keislaman

54
5. Guru dan Tenaga Kependidikan

STRUKTUR ORGANISASI
SEKOLAH DASAR ISLAM AL-ANSHAR BEKASI

YAYASAN
ISLAM AL ANSHAR

DIREKTUR
PENDIDIKAN

KEPALA SEKOLAH
GENERAL AFFAIR
WAKIL KEPALA
SEKOLAH

SARPRAS
KORDINATOR KEPALA TU DAN
KURIKULUM ADMINISTRASI

KEAMANAN

KORDINATOR KOORDINATOR KOORDINATOR STAF TU DAN OPERATOR


KESISWAAN TAHFIDZ BAHASA ADMINISTRASI SEKOLAH

WALI KELAS /
GURU MAPEL KEBERSIHAN
DAN PETUGAS
LAPANGAN
SISWA
DATA PENDIDIK SDI AL-ANSHAR BEKASI
Tahun Pelajaran 2019/2020

No Nama Tugas & Jabatan Jenjang Pendidikan


1 Ali Imran, S.Pd.I Kepala Sekolah S1
2 Nasyitoh, S.Ag Guru Walikelas S1
3 Farida, S.Pd Guru Walikelas S1
4 Amirudin, S.Pd.I Guru Walikelas S1
5 Eko Riyanti, S.Pd.I Guru Walikelas S1
6 Siti Rosidah, S.Pd.I Guru Walikelas S1
7 Nuryati Hasbiyah, S.Pd Guru Walikelas S1
8 Nurlayla Kodriyah,S.Pd Guru Walikelas S1
9 Halim Ahmad, S.Pd.I Guru Walikelas S1
10 Erayati, S.Ag Guru Walikelas S1
11 Sunaryo Ahmad Melan Guru Tahfidz & PAI D3
12 Ubaidillah Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
13 Kurnia Tanti Mulya Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
14 Muhtar Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
15 Adam Firdaus Staff Yayasan D3
16 M. Atjo Faisal, S.Pd Guru Olahraga S1
17 Yenni Suryani Kepala TU D3
18 Jenrysca Roselina Staff TU SMK
19 Tarmini Staff Umum / Dapur SMP
20 Muslim Setiawan Staff Umum / OB SMA/MA
21 Umar Staff Umum / Keamanan SMA/MA
22 Ibnu Sukamto Staff Umum / OB STM
23 Imas Siti Munawaroh Guru Tahfidz & PAI S1
24 Riyanti Mala Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
25 Ainun Abdullah Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
26 Muhammad Iqlal Fahlephi Staff Umum / Keamanan STM
Fatimah Maratush Sholihah,
27 Guru Walikelas
S.Pd S1
28 Taufiqurahman Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
29 Fitriani Staff Yayasan / OTA S1
30 Sri Lestari Guru Walikelas S1
31 Muhammad Ahta Arazy Web Admin SMA/MA
32 Nuryono Staff Umum / Keamanan SMA/MA
33 Ahmad Mujahid Staff Umum / OB SMP
34 Dariah Guru Walikelas S1
35 Arif Rachman Jalil Guru Tahfidz & PAI S1
36 Ferdi Rama Achnar Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
37 Putri Suryani Staff TU S1

56
38 Chepy Ragil Septian Guru Olah Raga S1
39 Reza Erli Putra Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
40 Wafiatul Khoiriyah Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
41 Diyah Aviyanti Guru Walikelas S1
42 Yusuf Gymnastiar bin Dasiya Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
43 Ahmad Arif Fadilah Guru Walikelas S1
44 Aliffuddin Al Islami Guru Tahfidz & PAI SMA/MA
45 Dedi Kusmaya Staff Umum / Keamanan SMA/MA
46 Andi Putra Irawan Staff Yayasan S1
47 Muflih Bayu Gumilang, SE Staff Yayasan S1
48 Kamas Ibrahim Salam Guru Tahfidz & PAI SMA/MA

Grafik Pendidik berdasarkan Pendidikan

S2
S1
D3
SMA
SMK
STM
6. Siswa

Tabel 4. 3
Rekap Jumlah Siswa SDI Al-Anshar Bekasi

JUMLAH SISWA
TAHUN AJARAN
DHUAFA MANDIRI TOTAL
2008 – 2009* 30 10 40
2009 – 2010* 58 17 75
2010 – 2011* 88 22 110
2011 – 2012* 118 26 144
2012 – 2013* 135 46 181
2013 – 2014* 135 27 162
2014 – 2015* 165 46 211
2015 – 2016* 173 77 250
2016 – 2017* 177 85 262
2017 – 2018* 177 98 275
2018 – 2019* 120 172 292
2019 – 2020* 120 204 324
Keterangan :
*termasuk murid TECC

Untuk kelas lima, SDI Al-Anshar memiliki dua kelas yakni kelas V
reguler dengan 33 siswa dan kelas V TECC dengan 17 orang siswa.
Program TICC merupakan kependekan dari Tahfidz and International
Curriculum Class dengan bahasa pengantar beberapa bidang studi adalah
bahasa Inggris dan Arab. Pendirian kelas khusus ini dilatarbelakangi
adanya kebutuhan akan kelangsungan dukungan operasional kelas dhuafa
dengan cara subsidi silang. Selain itu kualitas TICC yang berstandard
lebih tinggi diharapkan bisa mengangkat kualitas kelas reguler. Kelas
TICC ini direncanakan bisa menjadi cikal bakal untuk berdirinya sebuah
sekolah unggulan yang nantinya berdiri sendiri terpisah operasionalnya
dengan SDI Al Anshar baik tempat maupun struktur organisasinya.
Namun sekolah tersebut masih di bawah naungan Yayasan Islam Al
Anshar. Pada tahun ajaran 2017/2018 program TICC berubah nama
menjadi TECC (Tahfidz English Curriculum Class) dengan tujuan untuk
mengoptimalkan program unggulan secara bertahap agar diperoleh hasil
58
yang lebih optimal. Dengan program ini diharapkan para siswa memiliki
kemampuan dalam hafalan Al Quran yang lebih tinggi daripada siswa
reguler Al Anshar.

B. Deskripsi dan Interpretasi Data


Data-data hasil penelitian peran guru dalam menanamkan
kecerdasan emosional siswa kelas V di SDI Al-Anshar Bekasi diperoleh
melalui wawancara, studi dokumentasi RPP, dan angket. Wawancara yang
dilakukan berupa wawancara semi terstruktur yang dimana penulis telah
membuat sejumlah pertanyaan terlebih dahulu untuk diajukan namun
pertanyaannya tersebut berkembang saat proses wawancara berlangsung.
Wawancara ini ditujukan kepada pihak yang dianggap oleh peneliti
sebagai narasumber yang tepat untuk menggali data yang dibutuhkan oleh
peneliti, antara lain guru kelas V reguler dan guru kelas 5 TECC (Tahfiz
and English Curriculum Class).
Studi dokumentasi dilakukan dengan menganalisis dokumen
Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru untuk meninjau proses
perancangan kegiatan pembelajaran yang guru buat apakah memuat
penanaman kecerdasan emosional di kelas lima.
Selain itu, peneliti juga menggunakan angket sebagai alat ukur
kecerdasan emosional siswa kelas lima SDI Al-Anshar Bekasi. Angket
yang dibuat berdasarkan teori mengenai komponen kecerdasan emosional
yakni kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan
sosial, dan penerimaan emosi yang akhirnya dituangkan ke dalam
pernyataan tertulis.
Sebagaimana yang diketahui bahwa terdapat satu tujuan penelitian
yang dikemukakan pada bab 1 yaitu untuk mengetahui bagaimana peran
guru dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa kelas V di SDI Al-
Anshar Bekasi. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, peneliti uraikan
menjadi sebagai berikut:
1. Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas V
Guru memiliki peran besar dalam proses pendidikan karena guru
adalah sosok yang tiru dan dijadikan teladan bagi siswa di sekolah. Proses
pendidikan dialihkan kepada guru sebagai pihak yang dianggap mampu
membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang ada di dalam
dirinya. Banyak sekolah yang dibangun dengan visi dan misi berbeda,
begitu juga SDI Al-Anshar Bekasi yang merupakan sebuah sekolah islam
yang bukan hanya bertujuan untuk mencerdaskan siswa dari sisi akademik
saja namun juga ditanamkan nilai-nilai agama di dalam pembelajarannya.
Bahkan kelasnya pun dibagi menjadi dua dan salah satunya memiliki
kurikulum tahfiz dan menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa
pengantarnya. Peran guru tentu terlibat di dalam mencapai tujuan sekolah
dan menjadi sebuah agen yang memulai perubahan dan perkembangan
peserta didik. Secara sederhana, peran guru adalah menyampaikan ilmu
kepada peserta didik. Hal ini dijelaskan oleh guru kelas V TECC ketika
ditanyakan mengenai pendapatnya tentang peran guru:
“Menurut saya, menyampaikan ilmu kepada anak-anak”1

Secara lebih luas, definisi peran guru menurut Dr. Oemar Hamalik
peran guru adalah sebagai pengajar, mampu memberikan pelayanan
kepada para siswa supaya peserta didik selaras dengan tujuan sekolah,
sebagai pembimbing yakni mampu memberikan bimbingan dan bantuan
terhadap setiap siswa agar mampu memahami dan mengarahkan dirinya
sendiri dalam melakukan penyesuaian yang optimal dengan
2
lingkungannya. Apabila melihat latar belakang sekolah yang memiliki sisi
keislaman baik dari nama sekolah, kegiatan pembelajaran, sampai kepada
seragam atau pakaian para guru dan siswa, maka seharusnya ada
perbedaan cara guru dalam menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa.
Dengan begitu, pemahaman guru mengenai perannya pun akan berbeda

1
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
2
Rusman,. Model-Model Pembelajaran mengembangkan profesionalisme guru, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2016), h. 62-64.
60
dan sedikit banyak didasari oleh nilai-nilai agama. Guru di SDI Al-Anshar
bukan hanya menginginkan peserta didik cerdas secara akademik, namun
juga memiliki akhlak yang baik. Hal ini sejalan dengan yang telah peneliti
tanyakan kepada guru kelas V yang lain, mengenai pemahaman guru
mengenai perannya sebagai guru:
“Peran saya adalah membimbing dan mengarahkan anak supaya mereka
bisa menjadi anak yang lebih baik dari segala sisi. Dari mulai
akademiknya, akhlaknya, maupun adabnya."3

Melihat dari hal tersebut, maka sesungguhnya peran guru cukup


luas karena tugasnya bukan lagi terfokus pada bagaimana cara
mengajarkan anak berhitung atau membaca. Guru memiliki peran yang
lebih kompleks karena harus membimbing siswa dari sisi akademik,
emosional, dan bahkan spiritualnya. Namun, emosi juga memegang peran
penting dalam diri seseorang dalam memutuskan sesuatu. Tidak semua
orang mampu cerdas secara emosional dan ini menjadi salah satu tugas
guru untuk menanamkan aspek kecerdasan emosional pada siswa sedini
mungkin. Secara definisi, guru memahami kecerdasan emosional sebagai
kemampuan seorang anak dalam mengatur sikap, sifat, dan ucapannya.
Hal seperti ini yang dipaparkan oleh guru kelas V SDI Al-Anshar
mengenai makna dari kecerdasan emosional:
“Kecerdasan dalam mengontrol sikap, perilaku, dan ucapan.”4

“Menurut saya, kecerdasan emosional adalah kemampuan anak untuk


memanage sikap dan sifatnya.“5

Dengan demikian, guru memahami bahwa perannya dalam


menanamkan kecerdasan emosional adalah membimbing siswa untuk bisa
mengatur emosinya. Dan cara yang guru lakukan untuk menanamkannya

3
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
4
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
5
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
adalah dengan memberikan nasehat dan memberikan contoh untuk bisa
ditiru oleh peserta didik. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh guru kelas
V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Saya sebagai guru berperan dalam membimbing anak agar anak mampu
me-manage emosinya.”6

“Menyampaikan kepada anak tentang adab yang baik kepada orang yang
lebih tua maupun yang lebih muda, cara berbicara yang baik dengan
orang lain. Cara yang saya lakukan dengan lisan, perkataan yang
mengajarkan mereka. Dan juga dengan perbuatan, supaya bisa ditiru oleh
mereka.”7

Dalam kecerdasan emosional ada enam komponen utama yang


dijadikan sandaran yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati,
keterampilan sosial, dan penerimaan emosi. Enam aspek ini akan
berpengaruh pada diri siswa apabila siswa kurang cerdas dalam mengelola
hal tersebut. Secara umum, enam komponen ini dikategorikan kepada dua
bagian yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial.
Kecakapan pribadi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
untuk mengolah dirinya sendiri. Yang masuk ke dalam kecakapan pribadi
ada tiga hal yakni kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi.
Kecerdasan individu dalam kecakapan pribadi akan membantu individu
mampu peka dan paham terhadap kondisi dirinya sendiri baik berupa
potensi maupun kekurangan diri, mengelola kondisi dan sumber daya
dirinya dengan baik, serta mampu mendorong dirinya sendiri dalam
mencapai tujuan dalam artian ia mampu berdiri lagi setelah menghadapi
kegagalan karena memiliki kemampuan memotivasi dirinya sendiri.
Namun, selain dalam proses pembelajaran yang sedang
berlangsung di dalam kelas, guru juga berperan dalam merancang
pembelajaran sebelum kegiatan dimulai. Hal ini bertujuan untuk menjadi
acuan bagi guru dalam mengajar tentang target dan capaian yang akan
disampaikan guru dan capaian yang harus dicapai oleh siswa. Perencanaan
6
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
7
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
62
pembelajaran ini disebut juga dengan RPP (Rancangan Pelaksanaan
Pembelajaran).
Untuk Sekolah Dasar, Kompetensi Inti sikap sosial (KI-II) pada
kelas 5 adalah menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
santun, perduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga,
teman, guru dan tetangganya serta cinta tanah air. Ketika guru hendak
mengajar, maka sebaiknya guru membuat rancangan pembelajaran yang
akan membawa guru kepada tujuan pembelajarannya. Kegiatan yang akan
dilakukan dibuat sedemikian rupa untuk membantu siswa mencapai
standarnya.
Tanda seseorang memiliki kesadaran diri yang baik adalah yang
pertama, mampu menghubungkan antara perasaan, pikiran, dan
perbuatannya dengan baik. Guru melakukan pendekatan untuk mengetahui
karakteristik siswa yang berbeda satu sama lain, hal ini berguna untuk
mengenal lebih dekat dan memahami siswa lebih baik. Dengan mengenal
siswa lebih dalam, maka proses untuk menanamkan hal tertentu bisa
disesuaikan dengan kondisi siswa. Setelah diberikan nasehat atau
ditanamkan sebuah nilai tertentu, siswa mungkin tidak langsung paham
dan mengamalkannya. Ada proses dan waktu yang lebih lama dalam
penanaman nilai hingga siswa benar-benar memiliki nilai tersebut adalah
hal yang wajar. Hal ini sesuai dengan pernyataan guru kelas V TECC SDI
Al-Anshar ketika ditanya bagaimana cara beliau dalam membelajarkan
siswa untuk mengubungkan perasaan, pikiran, dan perilakunya:
“Pertama, dengan menasehati dan yang kedua dengan contoh perilaku.
Tentu butuh waktu untuk menanamkannya kepada siswa, jadi
berproses saja. Setelah diajarkan, maka siswa nanti akan paham apa
yang gurunya ajarkan. Cara yang saya gunakan yakni dengan
melakukan pendekatan untuk mengetahui karakteristik siswa, satu
persatu. Saya mencoba mengenal siswa terlebih dahulu sebelum
mengajarkan atau menanamkan nilai-nilai tertentu.”8

8
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
Pendapat lain diutarakan oleh guru kelas V reguler yang
mencoba menyelipkan ajaran agama dalam proses penanaman nilai
kesadaran diri kepada siswa. Siswa diajarkan bahwa setiap perbuatan ada
sebabnya yang pada akhirnya akan memberikan akibat bagi yang
melakukan. Sehingga, siswa akan berpikir mengenai dampak dari
perbuatannya sebelum benar-benar melakukan sebuah tindakan. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V reguler SDI Al-
Anshar Bekasi:
“Kalau saya mengajarkan kepada anak-anak, bahwa di dalam Agama
kita diajarkan untuk menanamkan hal-hal baik. Sehingga saya
menanamkan kepada mereka bahwa setiap perbuatan itu ada sebab dan
ada juga akibatnya. Saya menanamkan kepada mereka untuk bertanya
pada dirinya, apa yang akan mereka dapatkan jika melakukan sesuatu
sehingga anak akan berpikir, “jika saya melakukan ini, maka saya akan
mendapatkan ini.”9

Selain itu, penanaman kesadaran diri juga terlihat pada butir angket
1 dengan pernyataan “Saya mengajarkan materi kepada siswa untuk
menghubungkan hal yang dirasakan dan lakukan”, diperoleh data bahwa
dari 2 guru kelas V SDI Al-Anshar diketahui bahwa satu guru menjawab
setuju dan satu guru lainnya menjawab sangat setuju.
Dan hasil serupa ditemukan pada butir angket 2 dengan pernyataan
“Saya mengajarkan materi kepada siswa untuk menghubungkan hal yang
dipikirkan dan lakukan”, butir angket 3 dengan pernyataan “Saya
mengajarkan materi kepada siswa untuk menghubungkan hal yang
dirasakan dan dipikirkan”, dan butir angket 4 dengan pernyataan “Saya
menanamkan kepada siswa bahwa perasaannya sering kali bisa
mempengaruhi prestasi”.
Kedua, mengetahui tujuan dan nilai dirinya sendiri. Ketika
seseorang memiliki tujuan maka ia akan punya semangat untuk
menggapainya dan merasa berharga karena ia tahu bahwa dirinya berarti
dan bernilai. Namun tidak semua tujuan individu bisa berdampak positif
9
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.

64
bagi orang lain, sehingga menanamkan tujuan dengan menyandarkannya
kepada ajaran agama dengan harapan meski memiliki tujuan mereka tetap
mengetahui apa yang boleh dan yang tidak adalah salah satu upaya yang
baik. Diharapkan tujuan yang dibuat oleh anak-anak adalah tujuan yang
baik karena guru menanamkan untuk mengembalikannya kepada ajaran
agama. Dan sejatinya hal yang diatur dalam agama tentu adalah hal yang
baik bagi manusia. Hal ini sejalan dengan pernyataan guru kelas V reguler
SDI Al-Anshar:
“Karena sekolah ini latarnya memang sekolah Islam, saya selalu
mengembalikan segala sesuatu kepada ajaran agama. Karena ketika
mereka berpegang pada agama, mereka jadi tahu apa yang boleh dan
tidak dan akhirnya akan memiliki tujuannya yakni memiliki akhlak
yang baik. Dengan begitu, saya rasa karakter lain akan mengikuti.”10

Selain itu, cara untuk menanamkan tujuan dan nilai diri juga bisa
dengan cara meminta siswa untuk berkaca pada dirinya sendiri. Artinya,
siswa melihat apa mimpinya, apa yang diinginkannya. Namun yang
terpenting adalah bagaimana seseorang mampu memberikan manfaat
kepada orang lain. Contohnya ketika siswa ingin menjadi guru lalu ia
menyadari bahwa cita-citanya itu kelak bisa menjadikan ilmu yang ia
miliki menjadi manfaat bagi orang lain. Cara lain yang lebih
menyenangkan dalam menanamkan hal ini bisa dengan menggunakan
cerita menarik yang berisi nilai dan pesan-pesan bermakna. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan guru kelas V TECC SDI Al-Anshar
Bekasi:
“Pertama, saya minta siswa melihat dirinya sendiri dulu. Cita-cita anak
di kelas saya itu macam-macam, tapi harapan saya yang penting
mereka bisa jadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak. Tujuan
hidup itu penting, jadi mereka perlu memilikinya. Cara yang biasanya
saya gunakan itu dengan memberikan cerita dan perumpamaan yang
berisi pesan tentang kisah-kisah tertentu.”11

10
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
11
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
Selain dari hasil wawancara, penanaman tujuan kepada siswa ini
juga terlihat dari butir angket 5 yang bertuliskan, “Saya biasa memberitahu
siswa bahwa memiliki cita-cita dan tujuan itu penting” dengan hasil bahwa
kedua guru kelas V SDI Al-Anshar menjawab sangat setuju. Dan pada
penanaman nilai diri terlihat pada jawaban guru kelas V SDI Al-Anshar
yang keduanya menjawab sangat setuju pada butir angket 6 dengan
pernyataan “Saya selalu menekankan kepada siswa bahwa diri mereka
berharga dan disayangi”.
Tanda seseorang memiliki kesadaran diri yang baik yang ketiga
adalah menyadari kelebihan dan kekurangannya. Siswa diberikan
pemahaman bahwa setiap manusia itu ada kekurangan dan kelebihannya.
Hal ini didukung dengan hasil angket guru butir 7 dengan pernyataan
“Saya memberi tahu siswa bahwa selalu ada kekurangan dan kelebihan
dalam setiap orang”, diketahui bahwa kedua guru menjawab sangat setuju.
Selain itu, pada butir angket 8 dengan pernyataan “Saya menanamkan
kepada siswa bahwa mereka punya bakat dan istimewa”, dari dua guru
kelas V diketahui bahwa satu guru menjawab sangat setuju dan satu guru
lain menjawab setuju.
Guru kelas V menanamkan kepada anak agar mampu mengetahui
kekurangannya. Guru mencoba untuk memberikan pertanyaan mengenai
apa kesulitannya dalam belajar, dalam hal ini siswa bisa melihat
kekurangan dan kelebihannya dalam sisi akademik. Jika anak memiliki
kekurangan, maka ia juga pasti memiliki kelebihan. Baik guru kelas
reguler maupun TECC dirasa memiliki pemahaman yang sama disini.
Namun perbedaannya terletak pada cara menanamkannya. Guru
kelas V reguler menggunakan tanya jawab untuk mengetahui kesulitan
siswa dalam belajar. Dan dalam hal kekurangan di luar kesulitan belajar,
seperti dalam kekurangan dari sisi fisik, siswa masih memiliki rasa
percaya diri yang baik sehingga tidak menyadari kekurangannya sebelum
ada temannya yang mulai mengusik atau meledeknya. Sementara guru
kelas V TECC mengajarkannya dengan menggunakan cerita. Hal ini
66
sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar
Bekasi:
“Saya menerapkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan
kekurangannya sendiri. Misalnya, “kamu lebih kesulitan di pelajaran
apa?” lalu ia menjawab bahwa ia merasa lebih kesulitan menghafal
daripada menghitung. Dari sana, mereka akan mengetahui
kekurangannya di sisi apa dan lebih unggul di sisi apa. Saya juga sering
bertanya mengenai pelajaran apa yang membuat kalian merasa
kesulitan, sehingga mereka akan menjawab di bagian apa mereka
kurang menguasai atau sulit. Sementara dalam hal di luar pelajaran,
seperti masalah fisik, siswa justru baru mengeluhkan keadaan dirinya.
Ketika ia dikatain hitam atau tidak cantik dengan temannya, ia baru
merasa kurang. Di luar itu, saya rasa percaya diri siswa di kelas saya
masih baik dan baru mengadu kalau diledek oleh temannya.”12

“Biasanya memakai cerita, atau dari pengalaman-pengalaman yang


ada. Ketika misalnya anak kurang nilainya, saya akan menjelaskan
bahwa mungkin ada sisi lain yang dia unggul apa kah itu seni,
kreasinya bagus. Jadi pasti ada kelebihan dan kekurangan, tidak perlu
ditakuti meski punya kekurangan. Biasanya dengan cerita itu saya
harap anak bisa memetik nilainya.”13

Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan hasil analisis pada


dokumen RPP guru kelas V reguler maupun kelas V TECC SDI Al-
Anshar pada Tema 6 (Panas dan Perpindahannya) Sub Tema 1
Pembelajaran 2 dan diketahui bahwa pada aspek kesadaran diri, guru
merancang pembelajaran yang membantu siswa untuk merasa percaya diri.
Hal ini ada di dalam kegiatan inti di mana siswa memberikan pertanyaan,
menjawab pertanyaan, dan menyanyikan sebuah lagu.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas
V baik guru kelas TECC dan Reguler, hasil analisis pada dokumen RPP,
dan jawaban pada butir angket dapat disimpulkan bahwa guru berperan
dalam penanaman kesadaran diri siswa.
Setiap orang memiliki emosi masing-masing. Ada emosi yang
negatif yang apabila tidak dikendalikan bisa mempengaruhi interaksi anak

12
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
13
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
dengan orang lain atau lingkungannya. Jika seorang anak tidak bisa
mengendalikan amarahnya, misalnya ia mudah marah ketika diajak
bercanda dengan temannya dan respon marahnya ini berlebihan maka
hanya sedikit anak yang ingin berteman dengannya. Jika sudah begini,
bagaimana anak bisa belajar bekerja sama, sementara temannya untuk
dekat saja tidak mau. Dengan begitu, anak harus bisa mengatur dirinya
sendiri. Mengatur emosi negatif yang ada dan mempertahankan emosi
positif sebisa mungkin agar kondisinya tetap stabil. Hal ini sejalan dengan
hasil wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:

“Jika kita egois atau pemarah, maka nanti kita dijauhi teman. Jadi saya
jelaskan dampak jika melakukan hal baik dan buruk.”14

Hal ini didukung dengan hasil angket guru pada butir 9 dengan
pernyataan “Saya meminta siswa paham apa saja hal-hal yang
membuatnya sedih atau marah”, diketahui bahwa guru kelas V SDI Al-
Anshar menjawab setuju. Dan pada butir angket 10 dengan pernyataan
“Saya memberi tahu siswa bahwa ada emosi yang positif dan ada juga
emosi negatif”, kedua guru kelas menjawab sangat setuju.

Upaya yang dilakukan guru untuk membantu peserta didik


memiliki pengaturan diri yang baik secara sederhana kepada siswa adalah
dengan menjelaskan untung dan rugi. Artinya, ketika siswa melakukan
sesuatu yang baik ia akan mendapatkan keuntungan sementara jika ia
melakukan keburukan maka ia akan rugi. Kerugian yang paling jelas
terlihat contohnya adalah dijauhi teman. Seperti yang dikatakan dalam
buku karya Olivia Cherly Wuwung, siswa dengan kecerdasan emosional
yang rendah memiliki ciri sulit bergaul, senang menyendiri, acuh tak acuh,

14
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.

68
dan sulit beradaptasi dengan orang lain.15 Hal ini didukung dengan hasil
wawancara guru kelas V reguler SDI Al-Anshar Bekasi:

“Saya selalu mengajarkan kepada anak bahwa setiap apa yang dilakukan
pasti ada sebabnya dan juga ada akibatnya. Saya menanamkan dengan
cara menjelaskan untung dan rugi. Jika melakukan hal negatif, maka
akan mendatangkan hal yang negatif kepada dirinya. Jika saya memukul
orang, selain saya diberikan sanksi maka saya akan diberi pukulan balik
oleh teman saya. Lebih ke menanamkan sebab akibat atau untung dan
rugi dalam bersikap.”16

Penanaman sebab dan akibat atau konsep mengenai berpikir


sebelum bertindak ini bisa diterapkan sebagai salah satu cara memberikan
pemahaman kepada siswa secara sederhana bahwa apa yang ia lakukan
jika tidak dipikirkan baik-baik akan menjadi masalah bagi dirinya atau
bahkan orang lain. Namun tidak jarang, terjadi juga anak yang lepas
kendali dan benar-benar marah sampai akhirnya bertengkar dengan teman
sekelasnya. Guru juga harus mengambil tindakan dan mencari cara
mengendalikan masalah yang muncul di dalam kelas. Salah satu cara yang
dilakukan guru dalam mengatasi siswa yang tidak mampu mengendalikan
emosi negatif dengan marah adalah meminta siswa untuk tenang dengan
mengembalikannya dengan bagaimana Islam mengajarkan untuk
mengatasi rasa marah. Yakni untuk berganti posisi dan jika belum reda
dia bisa mengambil wudhu. Guru mencoba membuat siswa tenang dan
memisahkan keduanya sampai tidak terlihat tanda mereka masih marah.
Dengan begitu, guru bisa mencari solusi dan memberikan nasehat yang
sesuai untuk pihak yang bermasalah. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan guru kelas V reguler SDI Al-Anshar:

“Ketika anak emosi, saya menyarankannya untuk duduk. Jika tidak


reda, maka berbaring. Jika tidak bisa juga maka pergi ke tempat
wudhu. Saya mengembalikannya kepada ajaran agama. Atau dari sisi

15
Olivia Cherly Wuwung, Strategi Pembelajaran dan Kecerdasan Emosional, (Surabaya:
Scopindo Media Pustaka, 2020), h. 62.
16
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
lain, ketika mereka marah saya memintanya untuk tenang dulu. Saya
bertanya, jika mereka kesal dan marah dengan berlebihan, apa
akibatnya nanti. Dan pada kasus anak yang bertengkar misalnya,
pernah ketika pembelajaran offline itu jadi ada anak yang usil dengan
temannya. Yang di usili tidak terima, dan bertengkar mereka. Saya
pisahkan, saya minta mereka duduknya agak jauh. Saya minta mereka
diam dulu, baru ketika mereka tenang saya tanya apa masalahnya dan
bagaimana solusinya. Saya prinsipnya, mereka harus selesaikan
masalah saat itu, Saya berikan nasehat yang berbeda untuk si A dan si
B sesuai dengan akar masalahnya. Misalnya anak ini dipukul atau
disuruh keluar kelas, memang kelasnya akan tenang. Tapi apakah
masalahnya selesai? Apakah di hati anak ini masih ada dendam dengan
temannya? Kita coba kurangi efek untuk kedepannya, dengan
menyelesaikan sesegera mungkin. Agar tidak ada rasa kesal yang
berkelanjutan.”17

Hal ini diperkuat dengan hasil dari angket guru pada butir 11
dengan pernyataan ”Saya memberi tahu siswa bahwa berteriak bukanlah
cara untuk meredakan emosi”, diketahui bahwa guru kelas TECC
menjawab setuju sementara guru kelas V Reguler menjawab sangat setuju.
Dan pada butir angket 12 dengan pernyataan “Saya membiasakan siswa
untuk diam dan tenang ketika sedang marah”, diketahui bahwa kedua guru
kelas V menjawab sangat setuju.
Selain menanamkan untuk sadar akan emosi negatif dan cara
untuk meredakan emosi, guru juga bisa mengajarkan kepada siswa untuk
merasa bahagia. Dengan rasa bahagia yang tertanam di dalam diri,
seseorang bisa menjadi positif karena tindakan maupun ucapannya
mampu tertata dengan baik. Ketika anak bisa berprasangka baik, merasa
bahagia dengan dirinya sendiri, maka anak bisa menjadi lebih positif.
Dengan ditanamkan hal-hal positif, maka siswa bisa menghindari sikap
yang buruk terhadap orang lain. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan guru kelas V TECC SDI Al-Anshar:
“Saya mencoba menanamkan rasa bahagia kepada anak, tentu. Karena
jika orang yang merasa bahagia, tindakan dan ucapannya jadi baik.
Upaya yang saya lakukan adalah menanamkan siswa untuk
berprasangka baik dengan orang lain, sehingga dia tidak bersikap
buruk. Dengan berprasangka baik, saya pikir nantinya anak menjadi

17
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
70
lebih positif. Jadi anak harus bahagia dengan dirinya dulu, pikirannya
dulu yang harus baik.“18

Hal tersebut dibuktikan di dalam Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran yang guru buat sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.
Dalam aspek pengaturan diri, guru merancang pembelajaran yang
bertujuan untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa. Selain
itu, ciri lain seseorang memiliki pengaturan diri yang baik diantaranya
adalah siswa memiliki rasa tanggung jawab dan mampu berinovasi.
Penanaman tanggung jawab ini tertera pada tujuan pembelajaran di dalam
RPP Tema 6 (Panas dan Kalor) Sub Tema 1 Pembelajaran 1. Dan
penanaman inovasi terlihat pada bagian kegiatan inti dengan membuat
kesimpulan dari bacaan dan menjelaskannya kepada teman sebangkunya.
Dan pada kelas V TECC, yang ditemukan di dalam RPP adalah guru
memberikan instruksi kepada siswa untuk mengamati dan
mempresentasikan hasil diskusi kelompok sebagai upaya untuk
membangun rasa tanggung jawab siswa.
Hal ini sesuai dengan butir angket 13 dengan pernyataan “Saya
selalu memiliki ide agar dalam upaya menanamkan pentingnya rasa
bahagia dalam diri siswa” dan pada butir angket 14 dengan pernyataan
“Saya selalu membuat suasana bahagia di dalam kelas”, diketahui bahwa
guru kelas TECC menjawab sangat setuju dan guru kelas V Reguler
menjawab setuju.
Dengan demikian, berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas
V baik guru kelas TECC dan Reguler, hasil analisis pada dokumen RPP,
dan jawaban pada butir angket dapat disimpulkan bahwa guru berperan
dalam penanaman pengaturan diri siswa.
Dalam pembelajaran, yang perlu guru pikirkan adalah bagaimana
siswa mampu semangat dalam belajar. Dari hasil angket guru pada butir
angket 15 dengan pernyataan “Saya menyemangati siswa agar semangat

18
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
menjadi lebih baik dari sebelumnya”, diketahui bahwa guru kelas TECC
menjawab sangat setuju dan guru kelas V Reguler menjawab setuju. Sela
Siswa perlu memiliki motivasi dalam dirinya, dan kemampuan
untuk memotivasi dirinya atau orang lain. Motivasi dapat hadir
bergantung pada suasana hati seseorang. Suasana emosi yang baik
mampu menjadi motivasi bagi siswa untuk menjalankan sesuatu seperti
belajar. Dengan begitu, emosi memang menjadi bahan bakar yang
mampu melahirkan motivasi. Salah satu aspek dari motivasi adalah
memiliki dorongan atau semangat untuk menjadi lebih baik. Dari hasil
wawancara dengan guru kelas V ditemukan dua cara guru dalam
menanamkan semangat dalam meningkatkan kualitas diri siswa di SDI
Al-Anshar:
“Kalau saya, menanamkan anak untuk berusaha dulu. Apa pun hasilnya,
saya rasa itu sudah usaha, saya hargai. Intinya, saya ingin anak berusaha
dulu sebisanya. Jangan menyerah. Jadi anak dengan sendirinya punya
tekad untuk berusaha, saya juga menghargai hasilnya apapun itu. Saya
menghargai usahanya, apapun hasilnya. Saya sebagai pendidik, tidak
ingin membuat mereka down dengan menyalahkan hasil yang kurang.
Kalau misalnya dia salah langsung dimarahi, maka tekadnya saya rasa
akan turun. Namun jika usahanya dihargai, maka akan ingin lebih baik
lagi. Saya memberikan motivasi dan apresiasi siswa. Jika sedang offline,
biasanya diberikan reward kecil selain ucapan-ucapan positif.”19

“Saya menanamkan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, karena
jika sama dengan hari kemarin maka kita orang yang rugi. Sehingga dia
bisa termotivasi untuk menjadi lebih baik. Saya biasanya mengajarkan
nilai-nilai tertentu dengan video motivasi, cerita teladan, supaya mereka
bisa meniru dan memetik hikmahnya.”20

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa cara


guru dalam menanamkan motivasi yang pertama adalah dengan
menunjukkan kepercayaan kepada siswa dengan memintanya untuk
berusaha terlebih dahulu. Guru perlu memiliki rasa percaya kepada siswa
dengan membiarkannya melakukan sesuatu dan yakin ia mampu
19
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
20
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.

72
mengerjakannya. Cara kedua, yaitu dengan memberikan apresiasi
kepada siswa. Meskipun pada akhirnya akan ada hasil yang belum sesuai
harapan, guru perlu menghargai usaha siswa dengan menunjukkan
apresiasi berupa ucapan atau reward kecil lainnya. Dengan demikian,
guru bisa memberikan semangat kepada siswa yang membuatnya merasa
semangat untuk lebih baik karena melihat kepercayaan dan penghargaan
dari gurunya. Tidak membuat mental siswa jatuh adalah salah satu cara
yang bijak untuk menanamkan semangat. Artinya, berikan dulu
semangat kepada siswa agar tertanam semangat lain dalam dirinya. Cara
yang lainnya adalah dengan memberikan nasehat bahwa sebaiknya kita
menjadi orang yang lebih baik dari hari kemarin. Hal ini diperkuat
dengan butir angket 17 dengan pernyataan “Saya biasanya tidak
membiarkan siswa menyerah dalam mata pelajaran yang tidak
kuasainya”, yang diketahui bahwa guru kelas V TECC menjawab sangat
setuju dan guru kelas V Reguler menjawab setuju.
Selain dalam bentuk tindakan dan ucapan, guru juga perlu
merancang pembelajaran yang membantu siswa untuk belajar berinisiatif
dan bersikap optimis sebagai salah satu jalan untuk membangun
motivasi. Pembelajaran aktif bisa menjadi salah satu alternatif pilihan.
Seperti yang diungkapkan oleh Gery Flewing dan William Hingginson
bahwa salah satu peran guru adalah memberikan stimulasi dengan
membuat pembelajaran yang baik sehingga mampu membantu
perkembangan siswa dari sisi intelektual, emosional, spiritual, dan
sosialnya. Dengan pembelajaran yang aktif, diskusi kelompok, maka
akan timbul rasa ingin tahu siswa yang mengantarkannya kepada
keberanian untuk bertanya. Dan dengan interaksi tanya jawab dalam
pembelajaran ini, siswa juga dilatih sikap optimisnya untuk berani
menjawab atau mengajukan pendapat. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Saya biasanya membuat pembelajaran untuk tanya jawab agar
pembelajaran menjadi aktif. Saya tidak memaksa siswa untuk
menyebutkan pengertian sebuah pelajaran dengan bahasa buku.
Menggunakan bahasanya sendiri tidak masalah, yang penting ia paham
dan berani menjawab. Selain itu, juga ada diskusi kelompok supaya ada
inisiatif siswa untuk bertanya maupun menjawab. Biasanya dari satu
pertanyaan, temannya menjawab, lalu anak lain akan bertanya lagi. Jadi
ini memancing siswa untuk ingin tahu dan aktif. Ada presentasi juga,
saya wajibkan tiap kelompok mengajukan pertanyaan.”21

Penanaman sikap optimis ini juga terlihat dari hasil jawaban angket
guru pada butir angket 20 dengan pernyataan “Saya selalu menanamkan
sikap optimis kepada siswa”, diketahui bahwa kedua guru kelas V SDI
Al-Anshar Bekasi menjawab sangat setuju.
Dalam aspek motivasi, guru memberikan gambaran mengenai
manfaat mempelajari pelajaran yang akan dipelajari dalam kehidupan
sehari-hari sehingga hal tersebut diharapkan mampu membangkitkan
motivasi siswa sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Hal ini tercantum
di dalam setiap pembelajaran dari pembelajaran 1-6 pada kegiatan
pendahuluan dalam RPP guru kelas V Reguler. Sementara itu, hasil
temuan pada RPP guru kelas V TECC adalah dengan meminta siswa untuk
berdiskusi dengan temannya, guru mencoba untuk membangun inisiatif
siswa dan dilatih untuk optimis dalam memberi tahu teman
sekelompoknya akan ide-ide atau gagasannya.
Dengan demikian, jika melihat hasil wawancara dengan guru kelas
V, analisis terhadap dokumen RPP guru, dan jawaban pada butir angket,
dapat disimpulkan bahwa guru berperan di dalam penanaman motivasi
siswa.
Selain kecakapan pribadi, aspek kecerdasan emosional juga dimuat
ke dalam kategori kecakapan sosial. Kecakapan sosial akan menentukan
seseorang dalam mengatasi hubungannya dengan orang lain yang
ditunjukkan dengan keterampilan berbicara dan komunikasi yang baik.
Ketika seseorang cakap dalam keterampilan sosial ia mampu bekerja
dengan orang lain dengan baik, mampu membantu orang lain untuk

21
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB
74
berkembang. Tiga aspek yang masuk ke dalam kecakapan sosial adalah
empati, keterampilan sosial, dan penerimaan emosi. Bagi anak-anak,
ketiga hal ini bisa dilatih sejak dini dengan bantuan guru di sekolah.
Karena berinteraksi dengan orang lain di sekolah, siswa harus
belajar memahami orang lain. Memahami apa yang orang lain pikirkan,
rasakan, butuhkan juga cara menghargai orang lain yang disebut dengan
empati. Empati yang dimiliki siswa Sekolah Dasar memiliki perbedaan
jika dibandingkan dengan empati siswa SMA. Siswa Sekolah Dasar
memiliki kepekaan dalam menyadari temannya yang bersikap berbeda.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan guru kelas V Reguler
SDI Al-Anshar Bekasi:
“Mungkin tingkatan anak kelas 5, tidak akan sama ya dengan rasa
kepedulian anak SMA. Tidak serta merta melihat anak yang sedih atau
bagaimana, kepedulian mereka akan sama dengan orang yang lebih
dewasa. Namun, mereka mengetahui ketika temannya bersikap berbeda.
Misalnya temannya ada yang diam dan tidak seperti biasa, mereka akan
bertanya.”22

Hal ini sejalan dengan hasil angket guru pada butir angket 21
dengan pernyataan “Saya membiasakan siswa untuk mengerti perasaaan
temannya”, di mana guru kelas V TECC menjawab sangat setuju dan
guru kelas V Reguler menjawab setuju. Jawaban serupa juga terlihat
pada butir angket 24 dengan pernyataan “Saya mengkondisikan siswa
untuk selalu peduli dengan orang lain”.
Meski tidak sama dengan orang dewasa, kepekaan yang muncul ini
memiliki arti yang baik. Siswa sudah memiliki sisi empati dalam dirinya
dan harapannya adalah kemudian hari bisa lebih berkembang. Untuk
menanamkan kepekaan terhadap orang lain, upaya yang dilakukan oleh
guru bisa dengan meminta siswa memposisikan dirinya sebagai orang
lain. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V reguler
maupun kelas V TECC SDI Al-Anshar Bekasi:

22
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB
“Saya tanamkan kepada mereka, untuk melihat dirinya sendiri. Jika aku
tidak punya uang untuk jajan, aku merasa sedih. Jadi mereka peka
dengan melihat dirinya sendiri dulu. Dengan begitu, mereka akan
melakukan sesuatu karena bisa melihat dirinya. Merasakan dulu, atau
membayangkan posisinya dalam kondisi orang lain supaya lebih peka.
‘Oh dia diam karena ini, aku biasanya kalau begitu inginnya seperti ini’,
Jadi bercermin dengan diri sendiri dulu.”23

“Saya menanamkan untuk siswa bisa memposisikan diri dengan orang


tersebut.“24

Dari hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa guru mencoba


untuk menanamkan kepada siswa memposisikan dirinya dalam kondisi
orang lain. Atau bahkan sederhananya, jika belum bisa memposisikan diri
menjadi orang lain, ia mampu membayangkan kondisi orang lain dan
menjadi lebih sensitif akan pikiran, perasaan, atau kebutuhan orang lain.
Kedua wali kelas memiliki cara pandang yang sama dalam menanamkan
kepekaan terhadap orang lain. Ketika anak mampu mengamati orang lain,
ia akan bertanya pada dirinya terlebih dahulu apa sebab yang
memungkinkan temannya bersikap demikian. Meski sepertinya hasil
perkiraan dari bayangannya ini tidak akan sama persis dengan kondisi
yang dialami temannya, setidaknya ia bisa paham apakah temannya ini
sedang dalam keadaan baik atau tidak, senang atau sedih.
Selain kepekaan terhadap orang lain, siswa juga ditanamkan untuk
menghargai orang lain. Siswa diberikan pemahaman bahwa hidup tidak
bisa sendiri dan membutuhkan orang lain. Siswa diminta untuk menyadari
bahwa hidup tidak selamanya sama. Terkadang kondisi kita bertukar
dengan orang lain. Jika kita merasa hebat dan akhirnya merendahkan
orang lain, maka kelak kita pun akan direndahkan. SDI Al-Anshar
memiliki dua jenis kelas berbeda di tiap tingkatan. Ada kelas reguler dan
TECC. Untuk kelas reguler, ada dua kategori siswa dalam hal biaya

23
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
24
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.

76
sekolah. Pertama, ada yang biaya sekolahnya digratiskan dan disubsidi.
Ada juga yang biaya normal namun dibiayai oleh orang tua asuh. Selain
itu, yang kedua, ada siswa yang biaya sendiri atau mandiri. Dari hal ini,
siswa belajar bahwa kondisi tiap keluarga berbeda. Mereka secara tidak
langsung belajar menghargai temannya yang memiliki latar belakang
ekonomi berbeda.
Penanaman mengenai menghargai perbedaan dengan orang lain
terlihat pada jawaban guru dalam angket butir 25 dengan pernyataan “Saya
memberikan pemahaman kepada siswa untuk menghargai perbedaan”, dan
diketahui baik guru kelas V TECC maupun guru kelas V Reguler
menjawab sangat setuju. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan
guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Saya tanamkan kepada mereka bahwa kita hidup butuh orang lain, tidak
selamanya juga kita hidup di atas. Kalau kita tidak menghargai orang
lain, maka kita tidak akan dihargai. Kebetulan di sekolah ini, di kelas
regular, ada sistem mandiri dan subsidi. Nah anak yang mandiri ini
biasanya sudah paham, mereka tidak membedakan orang lain.”25

Siswa di SDI Al-Anshar memang dibina dari sisi agama sehingga


dalam penanaman nilai-nilai tertentu, guru juga menyelipkan nilai agama.
Dalam hal menghargai orang lain, guru juga menanamkan rasa syukur dan
pemahaman bahwa jika kondisi kehidupannya lebih baik dan beruntung
daripada orang lain, tidak menjadikannya sombong dan lebih tinggi dari
orang lain, karena manusia diciptakan setara oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Penanaman hal ini disampaikan dengan pemberian contoh sederhana dan
dibuat sesuai dengan kehidupan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan guru kelas V reguler SDI Al-Anshar Bekasi:

“Karena memang ditanamkan sisi agama juga. Sehingga mereka paham


bahwa kekayaan itu tidak akan dibawa sampai meninggal. Dan saya
tanamkan rasa syukur juga, sehingga mereka bisa sadar oh saya mampu
maka saya bantu orang lain. Saya mengatakan kepada mereka bahwa
semua manusia diciptakan sama oleh Allah. Jadi mereka akan berpikir

25
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
bahwa yang aku punya, bukan milikku. Dan saya berikan contoh sesuai
dengan kehidupan.”26

Meski demikian, bukan berarti keseluruhan siswa memiliki


kemampuan menghargai orang yang sama. Ada siswa tertentu yang masih
bersikap sombong dalam arti ia menceritakan apa yang dia punya kepada
temannya. Namun, diakui bahwa sombong dari anak-anak ini berupa
membanggakan apa yang dia punya dan tidak merendahkan orang lain.
Sementara untuk menghina teman, kelas V ini biasanya hanya sedikit
menyinggung fisik temannya. Dan guru pun akan menegur siswa dengan
cara yang baik. Hal ini sesuai dengan jawaban guru pada butir angket 26
dengan pernyataan “Saya akan menegur siswa yang tidak bisa
menghargai temannya dengan cara yang baik”, diketahui bahwa kedua
guru kelas V SDI Al-Anshar menjawab sangat setuju.
Hal ini dijabarkan lagi pada sesi wawancara dengan V reguler SDI
Al-Anshar Bekasi:
“Tidak semua anak ya bisa berpikir seperti itu. Tapi di lihat oleh saya,
masalah menghargai itu sudah ada. Tidak menghina yang merendahkan,
paling ya meledek fisik sedikit, dan sombongnya pun tetap ada ya anak-
anak tuh. Misal ‘nih aku beli ini’.”27

Dengan begitu, guru pun mengajarkan siswa untuk bersyukur akan


apa yang ia miliki, sedikit atau banyak perlu disyukuri. Dengan bersyukur,
menerima apa yang ada pada dirinya, dia akan menghargai apa yang ada.
Ketika anak mampu bersyukur, maka ia bisa menghargai. Dan ketika ada
siswa yang tidak menghargai temannya, maka guru akan bertanya kepada
siswa agar ia bisa berpikir bagaimana perasaannya ketika tidak dihargai.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V TECC SDI
Al-Anshar Bekasi:
“Saya menanamkan siswa untuk bersyukur dulu dengan kondisi dirinya,
menghargai dirinya dulu sehingga dengan begitu dia bisa menghargai
26
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
27
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
78
orang lain. Dan jika siswa kurang menghargai orang lain, kita tanya dia
mau tidak diperlakukan seperti itu? Pasti tidak mau. Jadi, hargai orang
lain dulu baru akan dihargai.”28

Peran guru dalam penanaman empati lebih lanjut tertuang di dalam


usaha guru dalam merancang pembelajaran yang dimuat dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Tanda dari empati adalah mampu
memahami orang lain seperti mengerti perspektif dan mampu menunjukan
kepedulian terhadap minat maupun keadaan mereka. Setelah melakukan
analisis terhadap dokumen RPP kelas V baik pada kelas reguler dan TECC
menunjukkan bahwa guru merancang pembelajaran yang memicu empati.
Guru kelas V merancang pembelajaran secara kelompok, agar siswa bisa
belajar menghargai pendapat temannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan jika melihat hasil wawancara,


analisis pada dokumen RPP guru kelas, dan jawaban pada butir angket
bahwa guru berperan dalam menanamkan empati siswa.

Aspek kedua dalam kecakapan sosial adalah keterampilan sosial.


Siswa yang mampu memberikan respon dengan baik, terampil dalam
berteman dan membangun relasi. Pada butir angket 29 dengan pernyataan
“Saya merancang pembelajaran yang membantu siswa terampil dalam
berteman dan membangun relasi,” diketahui bahwa guru kelas V TECC
menjawab sangat setuju dan guru kelas V Reguler menjawab setuju.
Dengan demikian, ada indikasi bahwa guru mencoba untuk menanamkan
keterampilan sosial kepada siswa.
Selain itu ciri lain siswa yang memiliki keteramplan sosial yang
baik adalah siswa memiliki sopan santun dapat dikatakan sebagai siswa
yang memiliki keterampilan sosial yang baik. Upaya guru dalam
membelajarkan siswa untuk memberi respon dan membangun relasi
dilakukan dengan menggunakan sistem diskusi kelompok dan tanya jawab

28
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara yang
dilakukan dengan guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Ketika sedang belajar, ada sesi tanya jawab biasanya.”29

“Pembelajarannya itu biasanya dengan diskusi. Dengan diskusi, mereka


bisa berinteraksi dan berteman dengan yang lain.”30

Hal ini diperkuat dengan hasil angket guru pada butir angket 27
dengan pernyataan “Saya merancang pembelajaran yang aktif sehingga
siswa mampu memberikan respon” dan diketahui guru kelas V TECC
menjawab sangat setuju sementara guru kelas V Reguler menjawab setuju.
Dengan demikian, guru kelas V SDI Al-Anshar telah mengambil peran di
dalam penanaman empati siswa. Jawaban serupa muncul pada butir
angket 28 dengan pernyataan “Saya melatih siswa untuk mampu
memberikan saran kepada temannya”.

Sopan santun juga menjadi salah satu indikator dalam keterampilan


sosial. Artinya, jika seorang anak memiliki sopan santun maka dia bisa
dikatakan orang yang cakap secara sosial. Guru sebagai pembimbing
utama siswa di sekolah tentu berperan dalam penanaman sopan santun
karena ini merupakan karakter siswa. Guru perlu membimbing siswa
dalam karakter dan keterampilan sosialnya. Bahkan guru kelas V pun
memiliki pandangan yang sama bahwa sopan santun adalah hal yang
penting bahkan utama jika dibandingkan dengan ilmu pengetahuan.
Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dianggap kosong jika tidak
memiliki sopan santun. Hal ini sejalan dengan yang dipaparkan oleh guru
kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Sangat penting ya memiliki sopan santun karena ilmu tanpa adab itu
kosong. Menurut saya adab itu nomor satu, adab berjalan, adab bertemu,
artinya sopan santun itu penting.”31

29
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
30
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
31
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
80
“Bagi saya, sopan santun itu sangat penting. Karena banyak ilmu tanpa
adab, sia-sia.”32

Penanaman sopan santun sebagai salah satu bagian dari


keterampilan sosial juga terlihat dalam respon guru dalam butir angket 31
dengan pernyataan “Saya membiasakan siswa untuk tidak berteriak ketika
memanggil temannya”, diketahui kedua guru menjawab sangat setuju.
Jawaban yang sama muncul pada butir angket selanjutnya, yakni butir
angket 32 dengan pernyataan “Saya selalu menanamkan norma kesopanan
kepada siswa,”.
Melihat pandangan yang cukup serius dalam melihat sopan santun
dalam diri siswa, upaya yang dilakukan guru untuk menanamkan sopan
santun adalah dengan menyandarkannya dengan agama, selain itu juga
dengan memberikan perumpamaan sederhana seperti tidak mencubit orang
lain apabila tidak ingin dicubit. Dengan begitu, siswa diharapkan bisa
memahami lebih mudah. Contoh sopan santun yang dibiasakan adalah
dengan membiasakan mengucapkan salam, dan bersikap santun dalam
keseharian. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh guru kelas V reguler SDI
Al-Anshar Bekasi:
“Untuk menanamkannya, saya biasanya iringi dengan ajaran agama. Jika
sopan dengan orang, maka orang lain akan bersikap baik. Bahasa anak-
anaknya, “kalau gak mau dicubit, jangan mencubit.” Saya juga
menanamkan mereka mengucapkan salam, dan menanamkan sopan
santun dalam kegiatan sehari-hari.”33

Selain itu, cara lain dalam menanamkan sopan santun adalah


dengan memberikan contoh. Artinya guru juga perlu memberikan teladan,
menunjukkan sikap sopan santun sehingga siswa tidak hanya paham teori
sopan santun, namun juga melihat perbuatan nyata yang divisualisasikan

32
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
33
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
oleh gurunya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan guru kelas V
TECC SDI Al-Anshar Bekasi:
“Cara menanamkannya yakni dengan memberi contoh dari gurunya
sendiri, sehingga anak bisa mengikuti.”34

Hal ini juga diperkuat dengan hasil analisis dokumen RPP guru
kelas V SDI Al-Anshar Bekasi yang mana ditemukan bahwa guru
merancang pembelajaran yang menanamkan keterampilan sosial
khususnya keterampilan memberikan respon dengan baik, terampil dalam
berteman dan membangun relasi dengan desain pembelajaran kelompok.
Selain itu, pada kegiatan pendahuluan siswa dibiasakan untuk membaca,
menulis, mendengarkan, dan berbicara selama 15-20 menit setiap harinya.
Selain terlihat pada dokumen RPP, pembelajaran kelompok juga muncul
pada jawaban guru dalam butir angket 33 dengan pernyataan “Saya sering
membagi siswa ke dalam kelompok dalam mengerjakan tugas”, diketahui
bahwa guru kelas V TECC menjawab sangat setuju, dan guru kelas V
Reguler menjawab setuju.

Jika melihat hasil wawancara dengan guru, hasil analisis dokumen


RPP, dan jawaban pada angket, dapat terlihat bahwa guru kelas V SDI Al-
Anshar sudah mencoba merancang dan menanamkan keterampilan sosial
kepada siswanya.

Aspek ketiga dari kecakapan sosial adalah penerimaan emosi.


Penerimaan emosi atau emotional receptivy adalah menerima pandangan
orang lain dan mampu menerima emosi orang lain secara terbuka. Daya
penerimaan emosi yang baik akan membawa seseorang menjadi kompeten
secara sosial dan pribadi. Seseorang yang memiliki kemampuan
penerimaan emosi yang baik mampu mengatur arus masuk dan keluar
emosi sehingga mampu meningkatkan kemampuan intrapersonal.

34
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.

82
Penerimaan emosi ini memiliki tiga indikator yakni mampu membantu
orang lain yang kesulitan, dan mampu memberikan dukungan kepada
orang lain, dan mudah bekerja sama.
Dalam kerja sama, siswa memang ada dalam lingkungan di mana
ia tidak hanya terlibat dengan dirinya sendiri. Ia juga terlibat dengan teman
sebaya, guru, dan orang-orang lain di lingkungan sekolah. Contoh
terdekatnya adalah siswa harus bekerja sama dengan teman sekelasnya
dalam pembelajaran yang mengharuskan siswa terlibat dalam sebuah
kelompok. Upaya yang dilakukan guru untuk menanamkan kerja sama
kepada siswa adalah memberikan pemahaman tentang konsep membantu
orang lain. Contohnya dengan membantu teman. Hal ini seperti yang
dipaparkan oleh guru kelas V TECC SDI Al-Anshar Bekasi:
“Kalau dengan teman, dengan cara mereka saling membantu.”35

Lebih lanjut, upaya lain yang dilakukan adalah dengan mendesain


pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan
kemampuannya dalam bekerja sama. Kegiatan yang dibuat adalah kegiatan
harian seperti kegiatan membantu orang tua. Dengan begitu, siswa belajar
bekerja sama dengan keluarganya. Membantu mengerjakan tugas di rumah
sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, ada juga kegiatan berupa tugas
wawancara agar siswa bisa berinteraksi dan membangun kerja sama
dengan tetangga. Hal ini sesuai dengan yang dipaparkan oleh guru kelas V
reguler SDI Al-Anshar Bekasi:
“Dan kebetulan ada kegiatan di masa pandemi ini, berupa kegiatan harian
seperti sholat dan membantu orang tua. Jadi apa yang mereka lakukan di
rumah dicatat. Itu untuk melatih kerja sama mereka dengan keluarga ya.
Dan ada pembelajaran yang memberi tugas untuk siswa berinteraksi
dengan tetangga, seperti kemarin ada wawancara.”36

Upaya guru dalam penanaman kerja sama ini diperkuat dengan


hasil analisis dokumen RPP guru kelas. Dalam menanamkan penerimaan

35
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
36
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
emosi kepada siswa, guru kelas V merancangnya di dalam RPP dengan
membentuk kelompok ketika belajar. Saat pembelajaran didesain untuk
siswa belajar di dalam kelompok, siswa akan secara otomatis akan melatih
kerja sama siswa dengan teman kelompoknya.

Ditemukan bahwa keterampilan pribadi juga terlibat dalam


keterampilan sosial penerimaan emosi. Dalam tolong menolong, guru
menganggap bahwa siswa perlu memiliki kepekaan yang baik terlebih
dahulu. Artinya, sebelum menolong orang lain siswa perlu tahu kondisi
apa yang dialami orang lain yang akhirnya memunculkan keinginannya
untuk membantu. Ketika siswa paham bahwa ada kondisi dirinya di mana
ia memerlukan bantuan, ia bisa memakai pemahaman ini untuk mengerti
kondisi orang lain.

Berdasarkan hasil angket guru butir 35 dengan pernyataan “Saya


selalu mengajarkan siswa untuk menolong orang lain” diketahui bahwa
guru kelas kedua guru kelas V SDI Al-Anshar Bekas menjawab setuju.
Selain itu, guru juga mencoba untuk membiasakan siswa untuk
menawarkan bantuan kepada temannya. Hal in terlihat pada butir angket
36 dengan pernyataan “Saya membiasakan siswa untuk menawarkan
bantuan kepada temannya”, diketahui bahwa jawaban dari guru kelas V
TECC adalah sangat setuju sementara jawaban dari guru kelas V Reguler
adalah setuju.

Sejalan dengan tolong menolong, guru juga perlu menanamkan


kepada siswa untuk selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
orang lain sebagai salah satu indikator dalam penerimaan emosi. Guru
memberikan pemahaman untuk bertanya kepada dirinya sendiri untuk bisa
memutuskan. Jika siswa menyadari bahwa ketika ia sedang kesulitan,
bukankah diberi dukungan adalah hal yang menenangkan. Dengan begitu,
apa yang ia harapkan dari orang lain untuk dirinya, bisa ia praktikkan

84
terlebih dahulu kepada orang lain. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh
guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Saya menanamkan mereka untuk bertanya pada dirinya. Kalau
kesusahan enak apa engga? Misalnya gitu. Lalu apa yang kalian
harapkan? Ingin dibantu. Saya mencoba supaya anak ini bisa merasakan
dulu.”37

“Seperti yang tadi, saya menanamkan anak untuk mau bersikap baik dulu
kepada orang lain. Dengan memberikan hal baik, maka orang di sekitar
juga akan bersikap baik dengan kita.”38

Jawaban ini diperkuat dengan hasil angket butir 37 dengan


pernyataan “Saat ada siswa yang merasa gagal dalam pelajaran, saya
meminta siswa lain untuk memberikan dukungan moril”, diketahui bahwa
guru kelas TECC menjawab sangat setuju dan guru kelas V Reguler
menjawab setuju. Berdasarkan hasil wawancara, analisis dokumen RPP
dan jawaban angket guru dapat disimpulkan bahwa guru kelas V SDI Al-
Anshar Bekasi merencanakan pembelajaran dalam menanamkan
penerimaan emosi siswa.
Fokus utama guru di dalam pembelajaran tampaknya akan
menentukan kemana arah pendidikan yang diberikan oleh guru kepada
peserta didik. Ketika guru fokus pada kecerdasan intelektual saja, maka
perhatian guru pada kecerdasan emosional siswa pun akan berkurang. Dan
peran guru pun akan menjadi kurang maksimal jika baru berfokus pada
satu aspek saja. Karena sejatinya guru perlu berperan dalam banyak sisi
seperti intelektual siswa, emosional, spiritual, dan sosial siswanya.
Di SDI Al-Anshar sendiri, guru mencoba menyeimbangkan antara
kecerdasan emosional dan intelektual. Dan dari sisi agama pun guru
mencoba untuk menanamkannya. Guru kelas V sepakat bahwa kecerdasan
emosional adalah hal yang penting dan memiliki pengaruh untuk

37
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
38
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
perkembangan anak. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan guru
kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Saya mencoba untuk menyeimbangkan. Kecerdasan emosional ini saya
coba latih, tapi juga saya usahakan untuk sisi agama, motorik,
pengetahuan juga. Menurut saya antara kecerdasan intelektual atau
emosional, saya rasa emosional itu lebih besar ya. Pengaruhnya lebih
besar untuk anak.“39

40
“Iya, tentu. Karena merupakan salah satu hal yang penting bagi anak.”

Dari total tiga puluh pertanyaan yang diajukan mengenai aspek


peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa, peneliti dapat
menyimpulkan bahwa peran guru dalam merancang pembelajaran dan
menanamkan komponen-komponen kecerdasan emosional di kelas V
sudah cukup baik.
Peran guru yang terlibat dalam penanaman kecerdasan emosional
siswa ini akhirnya sedikit atau banyak akan terlihat pada kondisi siswa.
Terlepas apakah benar kondisi siswa ini dipengaruhi oleh gurunya atau
bukan, kondisi yang ada di sekolah ini adalah siswa siswinya secara umum
memiliki kecerdasan emosional yang beragam. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Ada siswa yang kecerdasan emosionalnya bagus. Sikapnya kepada
guru, teman, pegawai kantin, security juga baik.“41

Namun ada hal unik yang ditemukan bahwa pada masalah


kepekaan, anak perempuan lebih dominan jika dibandingkan dengan anak
laki-laki di kelasnya. Meski usia yang sama, ternyata sikap mereka
berbeda secara emosional. Pada anak perempuan, jika melihat teman yang
murung dan berbeda maka mereka akan bertanya dan jika tidak bisa
mengatasi kondisi tersebut dia akan mengatakannya kepada guru untuk

39
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
40
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
41
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
86
meminta gurunya menangangi. Contohnya ketika melihat temannya
menangis. Sementara anak laki-laki dianggap lebih cuek, meski tidak
seluruhnya seperti ini. Mereka memperhatikan teman, namun
kepeduliannya tidak seperti anak-anak perempuan. Hal ini seperti yang
dipaparkan oleh guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Ada anak-anak yang peka dengan temannya. Biasanya, pada anak-
anak perempuan itu lebih peka. Ketika ada anak yang tidak istirahat,
sikapnya beda, dia tahu kalau anak ini ada masalah. Dan ketika ia tidak
bisa menangani masalah temannya, maka akan bilang sama saya.
“Bunda, tadi si A gak jajan. Aku ajak jajan, dia gak mau.” Misalnya
seperti itu. Anak perempuan peka, dan ambil tindakan biasanya.
Sementara anak laki-laki biasanya jarang yang ambil tindakan. Anak
juga biasanya terlihat dari tindaknya.”42
Dengan kondisi emosional yang baik, ternyata mendatangkan
dampak positif yang muncul. Dampak positif ini seperti memiliki
kedisiplinan yang baik dalam belajar, interaksi dengan teman yang baik,
dan memiliki kemandirian yang baik. Ketika anak memiliki kedisiplinan
yang baik, maka ia tahu kapan ia harus belajar dan apa tanggung jawabnya
sehingga anak yang seperti ini juga akan lebih baik dalam belajar.
Ternyata ada perbedaan yang jelas antara sikap anak yang cerdas secara
emosional dan yang tidak. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan
guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Disiplin belajarnya, interaksinya dengan teman, tanggung jawabnya,
juga kemandiriannya itu baik. Jadi sifatnya ini terlihat jelas berbeda
dengan teman yang biasa saja. Dengan disiplin yang baik kan siswa
jadinya bisa lebih baik dalam belajarnya juga.”43

Selain itu, dampak positif lainnya adalah siswa dengan kecerdasan


emosional yang baik yang mana tergambar dalam kesehariannya mampu
menjadi contoh yang baik untuk teman-temannya. Jika dikembalikan
kepada karakter anak yang masih meniru, semakin baik sikap teman dalam
ruang lingkup sosialnya maka anak bisa memiliki karakter baik untuk dia
tiru. Dan jika faktor lingkungan adalah yang menghambat penanaman

42
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
43
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
kecerdasan emosional anak, seharusnya anak-anak dengan kecerdasan
emosional mampu membantu hambatan yang ada ini. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara dengan guru kelas V Reguler SDI Al-Anshar
Bekasi:
“Dampaknya ia bisa menjadi contoh yang baik untuk teman-temannya.
Jadi bisa ditiru.”44

Respon dari anak yang cerdas secara emosi juga baik. Entah untuk
dirinya sendiri, dia memiliki karakter yang baik seperti disiplin dan sopan
dengan siapa saja. Responnya dengan teman yang kurang baik pun tidak
memberikan reaksi yang berlebihan, namun biasanya dia hanya
mengadukannya kepada guru. Hal ini sesuai dengan wawancara dengan
guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Baik. Responnya pada dirinya sendiri seperti disiplin belajarnya
itu bagus. Dan sopan dengan siapa saja. Kecerdasan emosional
yang baik ini, menghasilkan respon yang baik dari siswa.”45

“Responnya Alhamdulillah baik. Jika ada teman yang kurang


menyenangkan sikapnya, paling biasanya dia bilang ke gurunya.
Dia sikapnya baik kepada siapa saja.”46

Di samping itu, ada pula anak-anak yang kecerdasan emosionalnya


kurang baik. Karakteristik yang ditemukan adalah interaksinya dengan
orang lain menjadi kurang baik. Selain itu, siswa tersebut dinilai memiliki
adab atau sopan santun yang kurang baik pula. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:
“Sikapnya untuk diri sendiri saja dia belum paham ya. Sehingga saat
berinteraksi dengan teman pun jadi kurang baik.”47
48
“Adabnya biasanya jadi kurang.”

44
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
45
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
46
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
47
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
88
Cara yang dilakukan dalam menanamkan sopan santun kepada
siswa diantaranya dengan memberikan cerita yang mengandung amanat
baik dan kembali kepada penanaman kepekaan atau empati. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar:

“Menanamkan kepekaan terhadap emosi diri sendiri baru dengan


begitu bisa mengambil sikap untuk orang lain karena ia paham
dengan kondisinya sendiri.”49

“Dengan bercerita, dengan mengajarkan siswa untuk


memposisikan diri dengan kondisi orang lain. Jika kita kena
musibah, tentu kita ingin ditolong.”50

Ketika anak berinteraksi dengan orang lain, kestabilan emosinya


perlu dijaga. Apalagi dalam beberapa kondisi di mana anak marah dan
terjadi pertengkaran dengan teman sekelasnya. Ketika anak tidak mampu
mengontrol emosi negatif ini, dampaknya adalah respon dari temannya.
Kerja sama dari teman pun tidak berjalan baik dan bahkan anak tipe
pemarah ini biasanya dijauhi teman. Hal ini sesuai dengan yang
dipaparkan oleh guru kelas V reguler SDI Al-Anshar Bekasi:
“Pada anak yang mudah marah misalnya, disinggung sedikit saja dia
marah. Maka respon temannya pun akan tidak baik. Bagaimana
temannya mau berinteraksi atau bekerja sama dengannya, kalau dekat
saja sudah malas begitu kan. Sifat dan sikapnya jadi agak kurang baik.”51

“Dia biasanya jadi kurang baik dalam berinteraksi dengan orang lain. Dia
jadi memberikan respon yang tidak baik ya.”52

“Biasanya dia dilihat kurang enak ya sama temannya. Jadi biasanya juga
dijauhi dengan teman, gak mau main sama dia gitu.”53

48
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
49
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
50
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
51
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
52
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
Hal ini ternyata sesuai dengan pendapat Goleman yang
menyatakan bahwa anak yang mengalami gangguan dalam emosi akan
mendatangkan dampak yakni anak akan menutup diri dari pergaulan,
memiliki masalah sosial, cemas dan depresi, memiliki masalah dalam hal
perhatian atau berpikir, serta nakal atau agresif.
Dengan sifat yang kurang baik pada akhirnya respon dari temannya
pun akan kurang baik. Sehingga anak dijauhi dan teman-temannya ini
tidak mau bergaul dengannya. Sikap guru adalah dengan menasehatinya
perlahan-lahan. Artinya, dalam memahami dan menangani karakter siswa
tidak bisa dilakukan dalam sekejap. Guru pun memutuskan untuk bersikap
bijak pada situasi seperti ini.
“Sementara saya, gurunya, berusaha untuk menasehatinya perlahan-
lahan. Memang butuh waktu. Jadi saya bersikap bijak saja.”54

Berdasarkan hasil angket diketahui bahwa jumlah skor adalah 276


dengan jumlah item sebanyak 38 butir angket. Sehingga kemudian dapat
diketahui bahwa:
Rata-rata skor = Total Skor
Jumlah item

= 7, 263

Selanjutnya ditentukan dalam bentuk persentasi perhitungan


sebagai berikut:

Presentasi skor = Skor rata-rata X 100%


Skor Ideal

Presentasi skor = 7, 263 X 100%


8

= 90, 45.

53
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
54
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
90
Kategori Presentase

Baik 76% -100%


Cukup 56 % - 75%
Kurang Baik 40% - 55%
Tidak Baik Kurang dari 40%

Dengan angka presentasi 90, 45% maka dapat diketahui bahwa


peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosional SDI Al-Anshar
Bekasi masuk ke dalam kategori Baik.

2. Kondisi Kecerdasan Emosional Siswa


Secara umum, jika melihat hasil angket mengenai kondisi
kecerdasan emosional siswa yang ada di kelas V SDI Al-Anshar,
keberagaman terlihat. Berikut ini merupakan beberapa kondisi siswa kelas
V SDI Al-Anshar Bekasi dalam kecerdasan emosional:
a. Aspek Kesadaran Diri

Kesadaran diri adalah kondisi di mana siswa mampu memahami


hubungan antara apa yang ia pikirkan, rasakan, dan lakukan, mengerti
tujuan dan nilai diri, dan menyadari kelebihan dan kekurangannya.
Seseorang yang memiliki kesadaran diri yang baik mampu mengenali
emosinya dan mengerti apa efeknya.
Berdasarkan hasil angket dapat diperoleh informasi bahwa:
Tabel 4. 4
Siswa mengerti hubungan antara perasaan, pikiran, dan
perlakuannya
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 2 5
Setuju 17 38
1 Tidak Setuju 18 42
Sangat Tidak Setuju 6 14
Jumlah 43 100
Pada butir angket 1 dengan pernyataan “Jika merasa marah
maka saya akan menunjukkannya”, diperoleh data sebanyak 2
siswa atau setara dengan 5% siswa menjawab sangat setuju untuk
menunjukkan amarahnya, 17 siswa atau 38% persen siswa
menjawab setuju, 18 siswa atau 42% menjawab tidak setuju, dan 6
siswa atau 14% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa ketika merasa
marah tidak menunjukkannya, hal ini membuktikan bahwa tidak
menghubungkan antara yang ia rasakan dengan yang apa yang
harus dilakukan. Menunjukkan rasa marah tidak harus dengan
membentak, berteriak, atau bersikap agresif. Namun dari data
tersebut diketahui bahwa kebanyakan siswa tidak menunjukkan
perasaan marahnya.
Selain menghubungkan antara apa yang dirasakan dengan
yang dilakukan, siswa juga perlu menghubungkan antara yang dia
pikirkan dengan yang ia lakukan. Hal ini dilihat dari hasil butir
angket 2.
Tabel 4. 5
Siswa mengerti hubungan antara yang dipikirkan dengan yang
dilakukan
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 11 26
Setuju 23 53
2 Tidak Setuju 7 16
Sangat Tidak Setuju 2 5
Jumlah 43 100

Dari data di atas diketahui bahwa pada pernyataan “Jika


memikirkan hal yang sedih maka saya akan menangis”, diperoleh
data sebesar 11 siswa atau setara dengan 26% siswa menjawab
sangat setuju, 23 siswa atau 53% siswa menjawab setuju, 7 siswa

92
atau 16% siswa menjawab tidak setuju, dan 2 siswa atau 5% siswa
menjawab sangat tidak setuju.
Mayoritas siswa akan menangis jika memikirkan hal yang
menyedihkan. Dengan demikian, siswa mampu menghubungkan
perasaan dengan perilakunya.
Selanjutnya adalah siswa juga perlu mengerti hubungan
antara yang dipikirkan dengan yang dirasakan. Hal ini akan
dibuktikan dengan hasil angket butir 3.
Tabel 4. 6
Siswa mengerti hubungan antara yang dipikirkan dengan yang
dirasakan
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 21 49
Setuju 19 44
3 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 2 5
Jumlah 43 100

Pada butir angket 3 dengan pernyataan “Jika memikirkan


kelebihan diri maka saya akan merasa bersyukur”, diperoleh data
sebanyak 21 siswa atau setara dengan 49% siswa menjawab sangat
setuju, 19 atau 44% siswa menjawab sangat setuju, 1 siswa atau
2% siswa menjawab tidak setuju, dan 2 orang siswa atau 5%
menjawab sangat tidak setuju.
Dari data tersebut diketahui bahwa mayoritas siswa merasa
bersyukur ketika memikirkan kelebihan yang ada pada dirinya. Hal
ini menandakan bahwa siswa mampu mengubungkan antara yang
dia pikirkan dengan apa yang dia rasakan.
Selain mengerti dalam menghubungkan perasaan, pikiran,
dan perbuatannya, bagian lain dalam kesadaran diri adalah
mengetahui tujuan dan nilai dirinya. Seseorang perlu mengetahui
apa yang ia inginkan di dalam hidup dan betapa bernilai dirinya.
Dalam hal tujuan hidup, mayoritas siswa mengakui bahwa mereka
ingin menggapai cita-citanya. Memiliki cita-cita bisa dikatakan
sebagai sebuah tujuan seorang siswa di dalam hidup. Cita-cita ini
bisa membangun mimpi di dalam diri siswa dan memiliki
pandangan tentang apa yang ingin ia capai suatu hari nanti.
Tabel 4. 7

Siswa mengetahui tujuan dalam dirinya


No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 33 77
Setuju 9 21
4 Tidak Setuju 0 0
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan bahwa pada pernyataan “Saya


sangat berharap bisa menggapai cita-cita”, 33 siswa atau setara
dengan 77% siswa menjawab sangat setuju, 9 siswa atau 21%
menjawab setuju, 0 siswa menjawab tidak setuju, dan 1 siswa atau
2% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Dan keadaan siswa pada pandangannya mengenai nilai
dirinya sendiri diketahui bahwa sebagian besar siswa merasa
bernilai dengan pandangan mereka adalah anak yang disayangi dan
diharapkan oleh keluarganya.

Tabel 4. 8

Siswa merasa bernilai

No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 25 58
Setuju 17 40
5 Tidak Setuju 0 0
Sangat Tidak Setuju 1 2
94
Jumlah 43 100

Pada butir angket kelima dengan pernyataan ”Saya adalah anak


yang diharapkan oleh keluarga dan disayangi”, diketahui bahwa 25 siswa
atau setara dengan 58% siswa menjawab sangat setuju, 17 siswa atau 40%
siswa menjawab setuju, 0 siswa atau 0% siswa menjawab tidak setuju, dan
1 orang siswa atau 2% siswa menjawab sangat tidak setuju. Meski
mayoritas siswa sudah merasa bernilai, ternyata masih ditemukan satu
orang siswa yang kurang baik dalam memahami nilai dirinya.
Selanjutnya, dalam hal kesadaran mengenai kelebihan dan
kekurangan diri ditemukan bahwa sebagian besar siswa mengetahui
kekurangan dirinya sendiri. Sementara dalam hal mengetahui kelebihan
yang disimbolkan dengan penilaian siswa terhadap dirinya mengenai
bakat, cukup banyak siswa yang menyadarinya.
Tabel 4. 9
Siswa Tahukekurangan diri sendiri
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 19 44
Setuju 18 42
6 Tidak Setuju 5 12
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Pada butir angket 6 dengan pernyataan “Saya tahu tentang


kekurangan diri sendiri”, diperoleh data sebanyak 19 siswa atau setara
dengan 44% siswa menjawab sangat setuju, 18 atau 42% menjawab
setuju, 5 siswa atau 12% menjawab tidak setuju, dan 1 atau 2% siswa
menjawab sangat tidak setuju. Sebagian siswa mengatakan bahwa mereka
mengetahui apa yang menjadi kekurangannya, sementara sebagian yang
lain menyatakan tidak mengetahui mengenai kekurangannya.
Manusia diberikan kelebihan dan kekurangan di dalam dirinya.
Meski memiliki kekurangan, bukan berarti seseorang menjadi tidak
bernilai. Dengan atau tanpa kekurangan, manusia tetap perlu merasa
berharga. Di kelas V ditemukan sebagian besar siswa merasa bahwa
mereka memiliki bakat, dan ada pula yang mengaku tidak memiliki bakat.
Tabel 4. 10
Siswa merasa memiliki bakat
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 10 23
Setuju 20 47
7 Tidak Setuju 12 28
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Dari data di atas menggambarkan bahwa pada pernyataan “Saya


adalah anak yang memiliki bakat”, diperoleh data sebanyak 10 atau setara
dengan 23% siswa menjawab sangat setuju, 20 siswa atau 47% siswa
menjawab setuju, 12 atau 28% siswa menjawab tidak setuju, serta 1 atau
2% siswa menjawab sangat tidak setuju. Dapat diketahui bahwa jumlah
anak yang merasa memiliki bakat lebih banyak dari siswa yang merasa
tidak berbakat.
b. Aspek Pengaturan Diri
Pengaturan diri yang baik dalam diri siswa tercemin setidaknya
pada tiga hal. Pertama, siswa menyadari emosi negatif yang ada di
dalam dirinya. Di kelas V SDI Al-Anshar ditemukan bahwa kondisi
pengaturan diri siswa dalam menyadari emosi negatif adalah mayoritas
siswa mengakui bahwa mereka bisa merasa sedih karena beberapa
alasan atau masalah. Hal ini terlihat melalui jawaban siswa dalam
angket butir 8.
Tabel 4. 11
Siswa mengetahui tentang kesedihannya
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 9 21
Setuju 25 58

96
8 Tidak Setuju 5 12
Sangat Tidak Setuju 4 9
Jumlah 43 100

Pada butir angket 8 dengan pernyataan ”Saya biasanya merasa


sedih karena satu atau banyak persoalan”, diperoleh data bahwa 9 atau
21% siswa menjawab sangat setuju, 25 siswa atau 58% siswa
menjawab setuju, 5 siswa atau 12% siswa menjawab tidak setuju, serta
4 siswa atau 9% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Selain banyaknya siswa yang mengetahui bahwa ada masalah
bisa membuatnya merasa sedih, sebagian besar siswa juga menyatakan
akan merasa sangat marah ketika diganggu oleh orang lain. Hal
tersebut terlihat pada jawaban siswa pada butir angket 9 dengan
gambaran sebagai berikut:
Tabel 4. 12
Siswa menyadari emosi negatif di dalam dirinya
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 14 33
Setuju 20 46
9 Tidak Setuju 8 19
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Berdasarkan data di atas, pada pernyataan “Saya akan sangat


marah ketika diganggu”, diketahui bahwa 14 siswa atau setara dengan
33% siswa menjawab sangat setuju, 20 siswa atau 46% siswa
menjawab setuju, 8 siswa atau 19% siswa menjawab tidak setuju, serta
1 atau 2% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Ketika seseorang sudah mengetahui ada emosi negatif di dalam
dirinya, maka seseorang perlu mengetahui cara dalam mengatasi emosi
negatif yang muncul sebagai unsur lain di dalam pengaturan diri. Cara
individu dalam mengatasi emosi negatif cukup beragam, bisa dengan
berteriak hingga merasa lega atau justru menahan emosi tersebut
hingga hilang dengan sendirinya.
Tabel 4. 13
Cara siswa mengatasi emosi negatif
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 2 5
Setuju 6 14
10 Tidak Setuju 24 56
Sangat Tidak Setuju 11 26
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan hasil pada butir angket 10 dengan


pernyataan “Ketika marah saya lebih memilih berteriak kepada
siapapun’, dan diperoleh data bahwa sebanyak 2 atau 5% siswa
menjawab sangat setuju, 6 atau 14% siswa menjawab setuju, 24 atau
56% menjawab tidak setuju, dan 11 atau setara dengan 26% siswa
menjawab sangat tidak setuju.
Dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa tidak beteriak
sebagai upayanya dalam mengatasi kemarahan atau cara mereka dalam
mengekspresikan kemarahan. Hanya sedikit siswa yang berteriak
ketika mereka merasa marah.
Selain marah, ternyata ditemukan bahwa sebagian besar siswa
mengatakan memilih cara lain dalam mengatasi kemarahan dan
mengekspresikan kemarahan tersebut dengan diam atau menangis. Hal
ini memang biasa dijadikan pilihan lain ketika sedang merasa marah
selain dengan berteriak atau bahkan bersikap tak terkendali.
Tabel 4. 14
Cara siswa dalam mengekspresikan kemarahan
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 11 26
Setuju 22 51
11 Tidak Setuju 9 21
Sangat Tidak Setuju 1 2
98
Jumlah 43 100

Pada butir angket 11 dengan pernyataan “Ketika marah saya


lebih memilih untuk diam atau menangis”, diperoleh data sebanyak 11
atau setara dengan 26% siswa menjawab sangat setuju, 22 siswa atau
51% siswa menjawab setuju, 9 siswa atau 21% siswa menjawab tidak
setuju, serta 1 atau 2% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Dengan dua butir angket di atas, dapat disimpulkan bahwa
bentuk ekspresi anak dalam mengatasi kemarahan bisa dengan
berteriak, diam, atau menangis. Meski sepertinya cara ini tidak benar-
benar menghilangkan rasa marah, mengekspresikan kemarahan bisa
membantu seseorang untuk merasa lebih tenang. Dengan demikian,
diperlukan sikap bijak dalam menunjukkan amarah.
Emosi di dalam diri manusia bukan hanya ada marah saja. Ada
emosi positif seperti rasa bahagia yang sebaiknya bisa kita kelola dan
pertahankan dengan baik. Pengaturan diri juga termasuk cara untuk
mengatur kadar bahagia di dalam diri, dan diusahakan rasa bahagia ini
untuk tetap stabil khususnya bagi anak-anak sekolah. Dari hasil angket
butir 12 dengan pernyataan “Saya bisa menemukan cara untuk kembali
senang setelah merasa sedih atau menangis” diketahui bahwa
mayoritas siswa mampu menemukan cara untuk mengembalikan
perasaan bahagia setelah ia menangis atau merasa sedih. Hanya
sebagian kecil siswa yang tidak mengetahui cara untuk
mengembalikan perasaan bahagianya.

Tabel 4. 15
Siswa mengetahui hal yang membuatnya bahagia
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 19 44
Setuju 17 40
12 Tidak Setuju 6 14
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan bahwa pada butir angket 12 dapat


diketahui sebesar 19 siswa atau 44% siswa menjawab sangat setuju, 17
atau 40% siswa menjawab setuju, 6 siswa atau 14% siswa menjawab
tidak setuju, serta 1 atau 2% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Penting bagi siswa untuk merasa bahagia dalam menjalani
sesuatu. Tanpa didasari rasa bahagia, maka sebuah kegiatan atau
aktifitas boleh jadi membuat siswa merasa tidak bersemangat dan
memberikan dampak lain yang kurang sesuai dengan harapan. Untuk
mengetahui perasaan siswa dalam menjalani hal yang ia senangi,
diberikan pernyataan “Ketika melakukan sesuatu yang disenangi saya
merasa sangat senang” pada butir angket 13.
Tabel 4. 16
Perasaan bahagia siswa
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 25 59
Setuju 16 37
13 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel di atas diperoleh data sebesar 25 siswa atau


setara dengan 59% siswa menjawab sangat setuju, 16 atau 37% siswa
menjawab setuju, 1 siswa atau 2% siswa menjawab tidak setuju, serta
1 atau 2% persen siswa menjawab sangat tidak setuju.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mayoritas siswa
merasa bahagia ketika melakukan hal yang mereka senangi. Sehingga,
penting bagi orang dewasa baik orang tua maupun guru untuk
membuat kondisi yang menyenangkan sehingga perasaan bahagia
dalam diri siswa bisa tetap ada. Sehingga menjadi salah satu tugas guru

100
untuk membantu siswa bisa merasa senang dalam belajar sehingga rasa
bahagia bisa dirasakan oleh siswa.
Melihat dari hasil jawaban siswa dalam butir-butir angket yang
memuat pengaturan diri siswa, diketahui bahwa secara umum
pengaturan diri siswa kelas V SDI Al-Anshar cukup baik.

c. Aspek Motivasi
Motivasi dalam diri seseorang menjadi sebuah pemicu untuk
bisa terus bertahan ketika ada masalah atau kesulitan yang datang.
Dengan motivasi yang tinggi, semangat dan sikap optimis akan
tercermin dan dirasakan oleh seseorang.
Motivasi siswa kelas V SDI Al-Anshar dalam hal semangat
meningkatkan kualitas diri terlihat dalam jawaban siswa dalam butir
angket 14 dengan pernyataan “Saya selalu belajar supaya menjadi
lebih pandai dari sebelumnya”.
Tabel 4. 17
Siswa memiliki semangat dalam meningkatkan kualitas diri
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 19 44
Setuju 23 54
14 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan sebanyak 19 siswa atau setara


dengan 44% siswa menjawab sangat setuju pada pernyataan butir
angket 14, lalu 23 siswa atau 54% siswa menjawab setuju, 1 siswa atau
2% siswa menjawab tidak setuju, serta 0 siswa menjawab sangat tidak
setuju. Berdasarkan hasil angket tersebut diketahui bahwa mayoritas
siswa memiliki motivasi untuk menjadi anak yang lebih baik.
Selain itu, motivasi untuk menjadi lebih baik ini akan
memberikan semangat lain dalam melakukan sesuatu yang baru.
Diketahui bahwa sebagian besar siswa kelas V SDI Al-Anshar merasa
bersemangat sebelum melakukan sesuatu yang baru. Hal ini sesuai
dengan hasil angket siswa butir 15.
Tabel 4. 18
Siswa bersemangat dalam melakukan sesuatu yang baru
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 20 46
Setuju 17 40
15 Tidak Setuju 4 9
Sangat Tidak Setuju 2 5
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan hasil dari butir angket 15 dengan


pernyataan “Sebelum melakukan suatu yang baru, saya merasa sangat
bersemangat”, dan diperoleh data sebesar 20 siswa atau setara dengan
46% siswa menjawab sangat setuju, 17 siswa atau 40% siswa
menjawab setuju, 4 siswa atau 9% siswa menjawab tidak setuju, serta
2 orang siswa atau 5% siswa menjawab sangat tidak setuju.
Meski terdapat 6 orang siswa yang menyatakan tidak merasa
bersemangat sebelum melakukan hal yang baru, mayoritas siswa
lainnya menyatakan bahwa mereka bersemangat ketika akan
melakukan sesuatu yang baru.
Sejalan dengan semangat, tekad dalam menjalankan sesuatu
juga bagian di dalam motivasi. Tekad siswa di kelas V tergambar
melalui hasil angket pada butir angket 16 dengan pernyataan “Saya
memikirkan hasil yang baik ketika berjuang dalam mendapatkan
sesuatu”, diketahui bahwa mayoritas siswa meyakini bahwa akan
mendapatkan hasil yang baik ketika sedang berjuang mendapatkannya.
Tabel 4. 19
Tekad siswa dalam menjalankan sesuatu
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 15 35
102
Setuju 25 58
16 Tidak Setuju 3 7
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Hasil positif juga terlihat pada butir angket 17 dengan


pernyataan “Saya tetap tekun dalam menggapai tujuan meskipun ada
rintangan”, diketahui bahwa sebesar 15 siswa atau 35% siswa
menjawab sangat setuju, 23 siswa menjawab 54% siswa menjawab
setuju, 4 siswa atau 9% siswa menjawab tidak setuju, serta 1 atau 2%
siswa menjawab sangat tidak setuju. Hal ini tergambar di dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 4. 20
Siswa memiliki tekad yang kuat dalam menjalankan sesuatu
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 15 35
Setuju 23 54
17 Tidak Setuju 4 9
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar


siswa tidak turun semangat dan tetap tekun untuk mencapai tujuan dan
cita-citanya meski menghadapi masalah.
Hal lain yang juga termasuk di dalam motivasi adalah kondisi di
mana siswa memiliki inisiatif dan sikap optimis. Cara yang bisa
dilakukan untuk memicu sikap optimis adalah memberikan semangat
kepada diri sendiri dengan cara yang sesuai. Artinya, siswa perlu
menanamkan inisiatif di dalam dirinya untuk bisa terus menemuka ide
dan cara menjaga semangat belajarnya. Berdasarkan hasil angket butir
18 dengan pernyataan “Saya memiliki cara tertentu untuk memberikan
semangat kepada diri sendiri dalam meraih cita-cita” dapat
disimpulkan bahwa siswa sebagian besar mampu memberikan
semangat kepada dirinya sendiri.
Tabel 4. 21
Siswa memiliki inisiatif dalam memberikan semangat kepada dirinya
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 15 35
Setuju 26 60
18 Tidak Setuju 2 5
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Sesuai dengan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebesar 15


orang siswa atau setara dengan 35% siswa menjawab sangat setuju, 26
siswa atau 60% menjawab setuju, 2 atau 5% menjawab tidak setuju,
serta 0 siswa menjawab sangat tidak setuju. Hanya dua orang siswa
yang menyatakan bahwa tidak memiliki cara untuk memberikan
semangat kepada dirinya sendiri.
Siswa perlu percaya pada kemampuan dirinya sendiri sehingga
ia bisa menanamkan sikap optimis. Dengan begitu, siswa memiliki
keyakinan bahwa ia mampu menggapai tujuannya dan bisa melakukan
apapun. Sering kali seseorang merasa lemah dan tidak punya
keyakinan untuk menjalani sesuatu. Sehingga sikap optimis perlu
ditanamkan sedini mungkin.
Pada butir angket 19 dengan pernyataan “Saya yakin usaha yang
baik akan mengantarkan pada cita-cita”, diketahui hasil sebagai
berikut:

Tabel 4. 22
Siswa memiliki sikap optimis
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 27 63
Setuju 15 35

104
19 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diperoleh data sebesar 27 siswa


atau 63% siswa menjawab sangat setuju dengan pernyataan “Saya
yakin usaha yang baik akan mengantarkan pada cita-cita”, 15 siswa
atau 35% menjawab setuju, 1 atau 2% siswa menjawab tidak setuju,
serta 0 siswa menjawab sangat tidak setuju.
Sesuai dengan data di atas diketahui bahwa hampir seluruh
siswa dengan total 42 siswa meyakini bahwa usaha yang baik akan
mengantarkan kepada tujuannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa motivasi siwa kelas V SDI Al-Anshar Bekasi sudah cukup baik.

d. Aspek Empati
Empati adalah salah satu keterampilan sosial yang perlu
ditanamkan sejak usia sekolah karena akan membentuk kepekaan
siswa terhadap orang lain. Dengan memiliki empati, siswa mampu
menyadari kondisi teman atau keluarganya mengenai apa yang mereka
pikirkan atau rasakan.
Dari hasil angket yang diberikan kepada siswa kelas V di SDI
Al-Anshar dengan pernyataan “Saya cukup mudah dalam mengetahui
perasaan orang lain walau hanya dari ekspresi wajahnya”, diketahui
bahwa sebagian siswa menyatakan mereka mampu mengetahui
perasaan orang lain dari ekspresi wajahnya.

Tabel 4. 23
Kemampuan siswa dalam mengetahui perasaan orang lain
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 9 21
Setuju 22 51
20 Tidak Setuju 11 26
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Berdasarkan butir angket 20 di atas, dapat diperoleh informasi


bahwa 9 atau 21% siswa menjawab sangat setuju terhadap pernyataan
“Saya cukup mudah dalam mengetahui perasaan orang lain walau
hanya dari ekspresi wajahnya”, 22 siswa atau 51% siswa menjawab
setuju, 11 siswa atau 26% siswa menjawab tidak setuju, serta 1 atau
2% siswa menjawab sangat tidak setuju dengan pernyataan tersebut.
Selain melihat ekspresi orang lain, diketahui sebagian siswa
mampu mengerti cara berpikir orang lain sementara yang lain tidak
bisa mengerti bagaimana cara berpikir orang lain. Hal tersebut sesuai
dengan hasil angket siswa pada butir angket 21.
Tabel 4. 24
Siswa mampu mengerti cara berpikir orang lain
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 5 12
Setuju 15 35
21 Tidak Setuju 19 44
Sangat Tidak Setuju 4 9
Jumlah 43 100

Dari data di atas diketahui bahwa 5 atau 25% siswa


menyatakan sangat setuju, 15 atau 35% menjawab setuju, 19 atau 44%
siswa menjawab tidak setuju, serta 4 atau 9% siswa menjawab sangat
tidak setuju.
Memiliki kemampuan untuk peka terhadap orang lain memang
cukup sulit karena tidak semua orang memiliki kemampuan ini.
Bahkan pada orang dewasa, memahami orang lain juga menjadi
persoalan yang tidak mudah.
Selain memiliki kepekaan terhadap pikiran dan perasaan orang
lain, empati juga terdiri dari menyadari apa yang orang lain butuhkan.
106
Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, terkadang ingin
ditolong orang lain dan di sini empati diperlukan. Hasrat ingin
membantu pihak-pihak yang dirasa membutuhkan bantuan.
Tabel 4. 25
Siswa menunjukkan kepedulian dengan membantu orang lain.
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 18 42
Setuju 23 54
22 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Sesuai dengan data di atas yang menggambarkan hasil butir


angket 22 pada pernyataan “Saya menunjukkan kepedulian dengan
membantu orang lain”, diperoleh informasi bahwa sebesar 18 siswa
atau setara dengan 42% siswa menjawab sangat setuju, 23 siswa atau
54% siswa menjawab setuju, 1 siswa atau 2% siswa menjawab tidak
setuju, serta 1 atau 2% siswa menjawab sangat tidak setuju. Dapat
disimpulkan dari hasil angket tersebut bahwa mayoritas siswa
memiliki kepedulian terhadap orang lain.
Ketika membantu orang lain, seseorang juga perlu mengetahui
tindakan apa yang harus dia lakukan dalam menolong. Pada anak-anak,
bentuk tindakan sederhana seperti menolong ketika teman memiliki
masalah atau bertanya ketika melihat teman menangis. Berdasarkan hal
ini, diberikan angket kepada siswa dengan pernyataan “Saya
mengetahui apa yang harus dilakukan ketika mendengar teman mulai
menangis”.
Tabel 4. 26
Siswa mengetahui apa yang harus dilakukan ketika mendengar teman
mulai menangis
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 16 37
Setuju 24 56
23 Tidak Setuju 3 7
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Berdasarkan hasil butir angket 23 di atas dapat diperoleh data


bahwa sebesar 16 atau 37% siswa menjawab sangat setuju, 24 atau
56% menjawab setuju, 3 siswa atau setara dengan 7% siswa menjawab
tidak setuju, serta 0 siswa menjawab sangat tidak setuju. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa mengetahui
hal yang harus mereka lakukan ketika melihat temannya menangis.
Siswa juga perlu menunjukkan sikap menghargai perbedaan
dengan temannya sebagai bentuk lain dari empati. Dari butir angket 24
dengan pernyataan “Saya menghargai teman yang memiliki latar
belakang ekonomi berbeda”, diketahui bahwa hampir seluruh siswa
menghargai teman yang memiliki latar belakang ekonomi yang
berbeda dengannya.
Tabel 4. 27
Siswa menghargai teman yang memiliki latar belakang ekonomi
berbeda
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 24 56
Setuju 18 42
24 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Berdasarkan hasil angket butir 24 di atas diperoleh data


sebesar 24 siswa atau setara dengan 56% siswa menjawab sangat
setuju, 18 siswa atau 42% siswa menjawab setuju, 1 siswa atau 2%
siswa menjawab sangat tidak setuju. Dari 43 siswa yang menjawab
angket, 42 orang menyatakan bahwa mereka menghargai temannya.

108
Bentuk lain dalam menghargai sesama adalah mendengarkan
apabila ada teman yang berbicara dengan kita. Siswa kelas V SDI Al-
Anshar diketahui memiliki sikap yang baik dengan temannya ketika
ada yang sedang berbicara. Hal tersebut sesuai dengan hasil angket
pada butir 25 dengan pernyataan “Saya mendengarkan saat teman
sedang berbicara” .
Tabel 4. 28
Siswa mendengarkan saat teman sedang berbicara
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 15 35
Setuju 27 63
25 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa sebesar 15


siswa atau 35% siswa menjawab sangat setuju, 27 siswa atau 63%
siswa menjawab setuju, 1 atau 2% siswa menjawab tidak setuju, serta
0% atau tidak ada siswa yang menjawab sangat tidak setuju.
Dengan pemberian angket untuk melihat kondisi empati siswa
kelas V di SDI Al-Anshar, dapat disimpulkan bahwa banyak siswa
yang memiliki empati yang baik terhadap temannya.

e. Aspek Keterampilan Sosial


Keterampilan sosial merupakan kemampuan seseorang
untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Perilaku seperti
mampu memberikan respon dengan baik, terampil dalam berteman
dan membangun relasi, juga memiliki sopan santun terhadap orang
lain. Hal pertama yang akan dijabarkan adalah mengenai
kemampuan siswa memberikan respon. Untuk mengetahui
kemampuan ini, diberikan butir angket 26 dengan pernyataan
“Saya hebat dalam meyakinkan orang lain” dengan data sebagai
berikut:
Tabel 4. 29
Siswa mampu meyakinkan orang lain
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 6 14
Setuju 20 47
26 Tidak Setuju 16 37
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan bahwa pada butir angket 26


diperoleh informasi sebesar 6 atau 14% siswa menjawab sangat
setuju, 20 siswa atau setara dengan 47% siswa menjawab setuju, 16
siswa atau 37% siswa menjawab tidak setuju, dan 1 atau 2% siswa
menjawab sangat tidak setuju. Dapat disimpulkan bahwa sebagian
siswa mampu meyakinkan temannya.
Dalam kemampuan siswa memberikan respon ini, angket
dengan pernyataan lain juga diberikan. Pada butir angket 27
berbunyi “Saya akan memberikan saran jika teman memintanya”,
diketahui bahwa mayoritas siswa memberikan saran kepada
temannya. Hanya dua orang yang menyatakan tidak memberikan
saran kepada teman apabila diminta. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. 30
Siswa mampu memberikan saran kepada temannya
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 12 28
Setuju 29 68
27 Tidak Setuju 1 2
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

110
Data di atas menggambarkan bahwa sebesar 12 siswa atau
28% siswa menjawab sangat setuju, 29 siswa atau 68% siswa
menjawab setuju, 1 atau 2% siswa menjawab tidak setuju, dan 1
atau 2% menjawab sangat tidak setuju.
Seperti yang diucapkan guru kelas bahwa pembelajaran
yang dibuat sering kali berupa membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok. Jika dilihat dari sudut siswa, apakah hal ini akhirnya
menanmkan keterampilan dalam berteman dan membangun relasi
antar siswa. Dengan butir angket 28 dengan pernyataan “Saya
sangat mudah berteman dengan siapa saja”, diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4. 31
Keterampilan berteman siswa
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 11 25
Setuju 21 49
28 Tidak Setuju 9 21
Sangat Tidak Setuju 2 5
Jumlah 43 100

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa sebanyak 11


siswa atau setara dengan 25% siswa menjawab sangat setuju, 21
siswa atau 49% siswa menjawab setuju, 9 atau 21% siswa
menjawab tidak setuju, dan 2 siswa atau 5% siswa menjawab
sangat tidak setuju. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
sebagian besar siswa mudah berteman dengan siapa saja.
Selain berteman dengan siapa saja, diketahui pula bahwa
sebagian siswa bisa mengatasi pertengkaran di antara dua orang
temannya sementara yang lainnya tidak bisa mengatasinya. Hal ini
sesuai dengan hasil butir angket 29 dengan pernyataan “Saya bisa
mengatasi pertengkaran di antara dua orang teman”, diperoleh hasil
sebesar 11 siswa atau 26% siswa menjawab sangat setuju, 17 siswa
atau 39% menjawab setuju, 15 siswa atau 35% menjawab tidak
setuju, serta 0 siswa yang menjawab pada pilihan jawaban sangat
tidak setuju. Gambaran data tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 32
Siswa mampu mengatasi pertengkaran
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 11 26
Setuju 17 39
29 Tidak Setuju 15 35
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Dalam berinteraksi dengan orang lain, diperlukan sopan


dan santun dalam bersikap. Baik kepada teman sebaya, yang lebih
muda, juga kepada yang lebih dewasa. Setelah diberikan
pernyataan “Saya selalu menggunakan bahasa yang baik dalam
berbicara” dalam butir angket 30 diketahui bahwa mayoritas siswa
menggunakan bahasa yang baik ketika berbicara.
Tabel 4. 33
Siswa menggunakan bahasa yang baik dalam berbicara
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 14 33
Setuju 24 56
30 Tidak Setuju 4 9
Sangat Tidak Setuju 1 2
Jumlah 43 100

Dari data di atas diperoleh gambaran bahwa sebesar 14


siswa atau 33% siswa menjawab sangat setuju, 24 siswa atau 56%
siswa menyatakan setuju, 4 siswa atau 9% siswa menjawab tidak
setuju, serta 1 siswa atau sebesar 2% siswa menyatakan sangat
tidak setuju.

112
Kesopanan siswa yang lain lebih lanjut terlihat pada butir
angket 31 dengan pernyataan “Saya mengucapkan permisi ketika
berjalan melewati orang tua” dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. 34
Siswa mengucapkan permisi ketika berjalan melewati orang tua.
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 17 40
Setuju 26 60
31 Tidak Setuju 0 0
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Sesuai dengan data di atas diperoleh hasil sebesar 17 siswa


atau 40% siswa menjawab sangat setuju, 26 siswa atau 60% siswa
menjawab setuju, 0 siswa atau 0% siswa menjawab tidak setuju
dan sangat tidak setuju. Sehingga dapat diketahui seluruh siswa
mengucapkan permisi ketika berjalan melewati orang tua.
Sebagai salah satu adab kesopanan yang biasa hidup di
tengah masyarakat, berjalan di dekat orang tua memiliki aturan tak
tertulis tersendiri. Dengan begitu, pembiasaan mengucapkan kata
permisi ketika berjalan melewati orang tua berhasil mendapat
persetujuan dari seluruh siswa kelas V SDI Al-Anshar.
Berdasarkan enam pernyataan mengenai aspek
keterampilan sosial siswa kelas V, dapat disimpulkan bahwa
mayoritas siswa mampu memberikan respon, terampil dalam
berteman dan membangun relasi, dan memiliki sopan santun yang
cukup baik.

f. Aspek Penerimaan Emosi


Penerimaan emosi sebagai pengatur arus masuk dan keluarnya
emosi dalam diri seseorang mampu meningkatkan kemampuan
seseorang dalam memahami dan mengerti akan emosi orang lain.
Dengan penerimaan emosi yang baik diharapkan siswa mampu bekerja
sama dengan orang lain, membantu orang lain, dan memberikan
dukungan kepada orang lain. Hal ini dikarenakan kemampuan
penerimaan emosi yang baik dapat membantu individu menjadi
berempati dengan orang lain.
Tabel 4. 35
Siswa mampu bekerja sama dengan orang lain
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 19 44
Setuju 16 37
32 Tidak Setuju 8 19
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Pada butir angket 32 dengan pernyataan “Saya suka bekerja


sama dengan teman dalam mengerjakan tugas kelompok”, diperoleh
data sebanyak 19 atau setara dengan 44% siswa menjawab sangat
setuju bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan tugas
kelompok, 16 siswa atau 37% siswa menjawab setuju, 8 siswa atau
19% siswa menjawab tidak setuju, serta 0 siswa atau 0% siswa yang
menjawab sangat tidak setuju.
Hal ini mengasumsikan bahwa sebagian besar siswa menyukai
kerja sama dengan temannya dalam tugas kelompok, sesuai dengan
pola pembelajaran kelompok yang guru rencanakan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, peneliti memberikan
pernyataan lain pada butir angket 33 yakni “Saya lebih suka bekerja
sendirian dari pada dengan orang lain”, diperoleh data bahwa siswa
tidak terlalu menyukai mengerjakan sesuatu sendirian. Hal tersebut
tampak pada hasil angket berikut:
Tabel 4. 36
Sikap kerja sama siswa

114
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 3 7
Setuju 14 33
33 Tidak Setuju 19 44
Sangat Tidak Setuju 7 16
Jumlah 43 100

Data di atas menggambarkan bahwa sebanyak 3 atau 7% siswa


menjawab sangat setuju untuk mengerjakan tugas sendirian, 14 siswa
atau 33% siswa menjawab setuju, 19 siswa atau 44% siswa menjawab
tidak setuju, dan 7 siswa atau 16% yang menjawab sangat tidak setuju.
Kepedulian siswa dengan emosi temannya terlihat sangat baik
dengan menunjukkan usaha siswa dalam membantu teman untuk
merasa lebih baik ketika suasana hatinya sedang buruk. Kepedulian
antar siswa bisa membangun persahabatan dan pertemanan yang lebih
baik.
Tabel 4. 37
Siswa membantu teman merasa lebih baik saat suasana hatinya buruk.
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 13 30
Setuju 23 54
34 Tidak Setuju 7 16
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Pada butir angket 34 dengan pernyataan “Saya membantu


teman merasa lebih baik saat suasana hatinya buruk”, diperoleh data
sebanyak 13 siswa atau setara dengan 30% siswa menjawab sangat
setuju, 23 siswa atau 54% siswa menjawab setuju, 7 siswa atau 16%
siswa menjawab tidak setuju, dan 0 siswa yang menjawab sangat tidak
setuju.
Siswa juga perlu dilatih sikapnya untuk sigap membantu orang
lain yang sedang kesulitan. Seperti yang diketahui dari hasil
wawancara dengan guru, bahwa dengan membayangkan kondisi orang
lain pada dirinya sendiri, siswa bisa lebih paham apa yang harus ia
lakukan ketika melihat situasi orang lain.
Dalam membantu orang lain siswa melakukannya dengan baik
seperti yang tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4. 38
Siswa mampu menawarkan bantuan
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 13 30
Setuju 26 54
35 Tidak Setuju 2 5
Sangat Tidak Setuju 2 5
Jumlah 43 100

Pada butir angket 35 dengan pernyataan “Saya menawarkan


bantuan ketika ada teman yang mengalami kesulitan”, diperoleh data
sebanyak 13 siswa atau 30% siswa menjawab sangat setuju untuk
menawarkan bantun ketika melihat temannya kesulitan, 26 siswa atau
54% siswa menjawab setuju, 2 siswa atau 5% siswa menjawab tidak
setuju dan 2 siswa atau 5% siswa yang menjawab sangat tidak setuju.
Sehingga dapat dikatakan bahwa mayoritas siswa menawarkan bantuan
kepada temannya ketika sedang mengalami kesulitan.
Hubungan yang baik dengan teman juga terlihat dengan adanya
siswa yang memuji pencapaian temannya sehingga temannya akan
tetap merasa semangat dalam mencapai tujuannya.
Tabel 4. 39
Siswa memuji pencapaian teman
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 16 37
Setuju 24 56
36 Tidak Setuju 3 7
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100
116
Pada butir angket 36 dengan pernyataan “Saya suka memuji
pencapaian teman agar dia terus semangat melakukannya”, diperoleh
data sebesar 16 siswa atau 37% menjawab sangat setuju, 24 siswa atau
56% menjawab setuju, 3 siswa atau 7% siswa menjawab tidak setuju,
serta 0 siswa atau 0% yang menjawab sangat tidak setuju.
Peneliti ingin melihat apakah guru berperan di dalam
mengajarkan kepedulian siswa dalam hal memberikan semangat
dengan memberikan pernyataan pada butir angket 37 yakni “Guru saya
selalu mengajarkan untuk memberikan semangat kepada orang lain”,
lalu ditemukan data sebagai berikut:
Tabel 4. 40
Guru mengajarkan siswa untuk memberikan semangat kepada orang
lain
No Alternatif Jawaban F P (%)

Sangat Setuju 27 63
Setuju 14 32
37 Tidak Setuju 2 5
Sangat Tidak Setuju 0 0
Jumlah 43 100

Sesuai dengan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebesar 27


siswa atau 63% menjawab sangat setuju, 14 siswa atau 32% menjawab
setuju, 2 siswa atau 5% siswa menjawab tidak setuju, dan 0 siswa atau
0% yang menjawab sangat tidak setuju bahwa guru mengajarkan
siswa untuk memberikan semangat kepada orang lain..
Berdasarkan enam pernyataan mengenai aspek penerimaan
emosi siswa, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa kemauan
siswa untuk bekerja sama, membantu orang lain, dan memberikan
semangat terlihat baik. Mayoritas siswa menjawab sangat setuju dan
setuju pada pernyataan-pernyataan positif.
Setelah dihitung sesuai dengan pedoman penskoran, dari 37
butir angket yang dijawab oleh 43 responden yakni siswa kelas V
diketahui bahwa jumlah skor yang didapat sebesar 5.048. Kemudian
dapat dihitung lebih lanjut dengan rumus berikut untuk mencari rata-
rata skor:
5.048
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟 =
237

Rata-rata skor = 136, 432

Selanjutnya ditentukan dalam bentuk persentase perhitungan


sebagai berikut:

136,432
Presentase skor = 𝑥 100%
172

= 78,86%

Kategori Presentase

Baik 76% -100%


Cukup 56 % - 75%
Kurang Baik 40% - 55%
Tidak Baik Kurang dari 40%

Dengan presentase skor sebesar 78, 86% dapat diketahui bahwa


kondisi kecerdasan emosional siswa berada dalam kategori baik.

3. Faktor Penghambat Penanaman Kecerdasan Emosional Siswa


Kecerdasan emosional yang guru coba tanamkan sebisa mungkin
di sekolah kenyataannya tidak selalu berjalan baik. Ditemukan ada faktor
yang akhirnya menghambat penanaman kecerdasan emosional yang sudah
diberikan oleh guru di sekolah. Faktor ini terbagi menjadi dua yakni faktor

118
internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini diantaranya adalah anak
yang masih dalam tahapan meniru. Sehingga faktor internal dikatakan
berkaitan dengan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi lebih besar
dalam penanaman kecerdasan emosional ini.

“Untuk faktor internal, saya pikir karena anak-anak ini masih meniru.
Sehingga karena lingkungannya tidak mendukung, maka secara naluri
anak-anak ini meniru. Terus menerus melihat, maka sedikit demi sedikit
jadi terbawa kepada dirinya kan. Jadi menurut saya, faktor internal diri
siswa ini pun jadi bergantung dengan lingkungannya. Yang sudah baik
dari dalam diri saja bisa berubah karena lingkungan, apa lagi yang
memang anak ini masih kurang. Karena kan anak ini belum bisa
mengambil sikap ingin jadi sifat seperti apa dia. Dia masih meniru.”55

Dengan begitu, penanaman kecerdasan emosional dengan


memberikan contoh sikap teladan, nilai-nilai positif, pada akhirnya bisa
dipengaruhi dengan apa yang ia tiru. Ini berhubungan dengan faktor kedua
yakni faktor eksternalnya yaitu lingkungan. Lingkungan bermain anak
baik di dunia nyata atau dunia daring, dan juga lingkungan keluarganya
sendiri. Sehingga ketika di luar sekolah, yang anak lihat dan tiru bukan
lagi gurunya melainkan orang-orang yang ia temui di lingkungannya. Jika
lingkungan ini tidak mendukung perkembangan emosional yang baik,
maka bisa menjadi penghambat penanaman yang telah guru lakukan. Hal
ini didukung dengan hasil wawancara dengan guru kelas V SDI Al-Anshar
Bekasi:

“Lingkungan ya. Karena lingkungan kan berbeda, seperti lingkungan


main, keluarga, itu berpengaruh pada anak.”56

“Pergaulannya. Entah pergaulan di media sosial maupun pergaulan di


sekitar rumahnya.“57

55
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB
56
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB
57
Ahmad Arif Fadilah, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V TECC, 31 Maret 2021,
pukul 13.00 WIB.
Contoh yang muncul adalah siswa jadi membandingkan dengan
orang lain, menganggap apa yang dilakukan orang lain benar dan dia boleh
mengikutinya. Sementara, tidak semua hal yang orang lain lakukan dan dia
tiru perilakunya merupakan hal yang sesuai dengan nilai yang diajarkan
oleh guru di sekolah. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan guru
kelas V SDI Al-Anshar Bekasi:

“Misalnya anak melihat orang tuanya berkata kasar, tidak disiplin, tidak
ada tanggung jawabnya, itu nanti tertanam kepada dirinya. Padahal di
sekolah diajarkan semuanya, tapi ketika di rumah, tidak berlanjut. Saya
pikir itu jadi sulit untuk menanamkan kecerdasan emosional kepada
anak. Gurunya ditiru di sekolah, sementara di rumah maka keluarganya
yang ditiru. Di sekolah ditanamkan, ‘Jangan teriak-teriak kalau bicara’.
Nanti dia bisa mengungkit orang lain, ‘Dia aja teriak-teriak.’ Jadi ya
faktor lingkungan menurut saya salah satu yang membuat sulit. Kerja
samanya yang masih kurang antara pihak sekolah dan lingkungan luar.”58

C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kekurangan disebabkan keterbatasan
peneliti. Penelitian ini hanya berfokus kepada peran guru dalam
menanamkan kecerdasan emosional di kelas V saja dan tidak bisa
menjangkau keseluruhan kelas yang ada di setiap tingkatannya. Selain itu,
penelitian ini dilaksanakan di masa pandemi sehingga peneliti tidak bisa
melihat secara langsung proses penanaman kecerdasan emosional yang
dilakukan guru ketika pembelajaran sedang bertatap muka.

58
Farida, Hasil Wawancara dengan Guru Kelas V Reguler di SDI Al-Anshar Bekasi, 31
Maret 2021 pukul 11.00 WIB.
120
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Peran guru dalam menanamkan kecerdasan emosi berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan nasehat dan memberikan contoh sikap teladan untuk bisa
ditiru oleh peserta didik, seperti dengan memberikan contoh dalam
perbuatan sehari-hari.
2. Memberikan perumpamaan yang sederhana namun mampu dipahami
oleh siswa. Dengan memberikan perumpaan seperti untung dan rugi,
untuk mengajarkan siswa bahwa apa yang kita perbuat dapat
mendatangkan kebaikan (keuntungan) atau justru mendatangkan
keburukan (kerugian). Dan juga memberikan perumpamaan lain
seperti sebab dan akibat, agar siswa memahami bahwa apa yang ia
lakukan akan berdampak kepadanya.
3. Memberikan pemahaman kepada siswa untuk memposisikan dirinya
sebagai orang lain. Ketika siswa mampu memposisikan atau
membayangkan kondisi orang lain, maka dia bisa lebih mengerti
keadaan orang lain.
4. Meminta siswa bercermin pada dirinya sendiri. Siswa diminta bertanya
pada dirinya terlebih dahulu sebelum bersikap atau berucap, apakah
tindakan atau ucapan tersebut bisa dia terima dengan baik jika ia
dapatkan dari orang lain.
5. Menanamkan nilai-nilai agama supaya siswa mampu bersandar pada
ajaran agamanya. Hal ini dilakukan guru dalam aspek kecerdasan
emosional pengaturan diri dalam mengajarkan siswa untuk tidak marah
berlebihan, sehingga menerapkan ajaran Islam dalam mengatasi
amarah seperti meminta siswa berubah posisi atau berwudhu.

121
6. Bertanya mengenai hal yang dikuasai atau tidak dikuasai siswa.
Dengan menanyakan hal ini, siswa mampu menyadari apa yang kurang
dan apa kelebihan dirinya. Dengan demikian, siswa bisa
memaksimalkan kelebihannya.
7. Menghargai usaha siswa bagaimana pun hasilnya. Tidak perduli
hasilnya belum maksimal, guru mencoba untuk menghargainya
sehingga siswa mau mencoba lebih baik.
8. Guru merancang pembelajaran yang memuat penanaman kecerdasan
emosional. Dalam membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran
guru kelas V SDI Al-Anshar secara umum memasukkan aspek sikap
berupa sikap tanggung jawab, kemandirian, bekerja sama, dan lain
sebagainya sebagai komponen yang masuk ke dalam kecerdasan
emosional. Salah satu contohnya, guru mendesain pembelajaran
kelompok yang mampu melatih kemampuan siswa dalam membangun
pertemanan dan kerja sama (aspek keterampilan sosial). Guru juga
memberikan motivasi kepada siswa dengan menampilkan video, cerita
motivasi, atau reward sebagai apresiasi kepada siswa sehingga siswa
mampu terpacu lebih baik.
Guru sudah berperan dengan baik dalam menanamkan kecerdasan
emosional dengan ucapan, tindakan, sampai pada tahap perencanaan
pembelajaran walaupun dalam praktiknya ditemukan juga faktor yang
menghambat proses penanaman kecerdasan emosional siswa. Faktor
penghambat yang paling besar dan paling mungkin mengganggu proses
penanaman kecerdasan emosional adalah lingkungan siswa baik
lingkungan bermain dalam media sosial, keluarga, dan lingkungan
sekitarnya. Perlu ada kerja sama yang baik antara semua pihak mulai dari
orang tua, masyarakat, keluarga, dan khususnya orang tua bersama-sama
membangun lingkungan yang sesuai demi menyukseskan penanaman
kecerdasan emosional yang sudah dilakukan oleh guru di sekolah. Selain
itu, secara umum kondisi kecerdasan emosional siswa di SDI Al-Anshar
dalam kategori baik, dan diharapkan bisa lebih baik lagi.
122
B. Rekomendasi
Dalam menanamkan kecerdasan emosional siswa, cara yang
digunakan oleh guru hendaknya lebih beragam tidak terbatas pada menjadi
contoh teladan atau membuat pembelajaran secara berkelompok saja.
Akan lebih baik apabila guru mampu membuat inovasi baru dalam
menanamkan kecerdasan emosional siswa, khususnya guru kelas sehingga
perhatian guru dalam aspek ini bisa lebih jelas terlihat. Faktor penghambat
yang ada sebaiknya dijadikan motivasi untuk guru sehingga mampu
mengembangkan ide-ide kreatifnya dan membawa perubahan yang baru
pada kecerdasan emosional siswa di Sekolah Dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiani, Halida dan Lukmanulhakim. 2017. “Peran Guru Dalam


Mengembangkan Sosial Emosional di Kelas B3 TK Gembala Baik Kota
Pontianak”. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, Vol. 6, No.
10.

Asiah, Nur. Analisis Kemampuan Praktik Strategi Pembelajaran Aktif (Active


Learning) Mahasiswa PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN
Raden Intan Lampung. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, Vol. 4,
No. 1 Tahun 2017.

Bangun Santoso. “Isi Surat Memilukan Bocah SD Gantung Diri di Temanggung”,


https://jateng.suara.com/read/2019/10/08/060908/isi-surat-memilukan-
bocah-sd-gantung-diri-di-temanggung?page=all, (diakses pada 17 Oktober
2020).

Buan, Yohana Afliani Ludo. 2020. Guru dan Pendidikan Karakter Sinegritas
Peran Guru dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Karakter di Era
Milenial. Indramayu: Penerbit Adab.

Csikszentmihalyi, Selega Isabella dan Mihaly Csikszentmihalyi. 2006. Library of


Congress Cataloging in Publication Data. New York: Oxford University
Press.

Djafri, Nofianty. 2017. Manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah (Pengetahuan


Manajemen, Efektivitas, Kemandirian Keunggulan Bersaing dan
Kecerdasan Emosi). Yogyakarta: Deepublish.

Enda Yulita, Herman Lusa, Sri Dadi. T.T. “Hubungan Antara Pola Asuh Orang
Tua dengan Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) Siswa Kelas
V SDN 50 Kota Bengkulu”, Jurnal Riset Pendidikan Dasar, Vol. 1, No. 3.

124
Endraswara. Suwardi. 2009. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan
Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Faliyandra, Faisal. 2019. Tri Pusat Kecerdasan Sosial Membangun Hubungan


Baik Antar Manusia Pada Lingkungan Pendidikan di Era Teknologi. Batu:
Literasi Nusantara.

Feldman, Papalia Olds. 2008. Human Development (Perkembangan Manusia),


Jakarta: Salemba Humanika.

Goleman, Daniel. 2007. Kecerdasan Emosional, Terj. T. Hermaya. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama, Cet. Ke-17.

Hamidah Sulaiman dkk. Kecerdasan Emosional Menurut Al-Quran dan Al-


Sunnah: Aplikasinya dalam Membentuk Akhlak Remaja. The Online
Journal of Islamic Education. Vol. 1, No. 2.

Hardywinoto dan Tony Setiabudhi. 2003. Anak Unggul Berotak Prima, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Hidayati, Nur Istiqomah. 2014. Pola Asuh Otoriter Orang Tua, Kecerdasan Emosi,
Dan Kemandirian Anak SD, Persona: Jurnal Psikologi Indonesia Januari,
Vol. 3, No. 01.

Himmatul Farihah. 2017. “Peran Guru Dalam Mengembangkan Kecerdasan


Emosional Anak Usia Dini”. Proseding Seminar Naional Unirow Tuban.

Inderjit Kaur, Nicola S. Schutt, Einar B. Thorsteinsson. 2006. “Gambling Control


Self-efficacy as a Mediator of the Effects of Low Emotional Intelligence on
Problem Gambling”. J Gambl Stud, Vol. 22, DOI 10.1007/s10899-006-
9029-1.

Iskandar. 2021. Metode Penelitian Campuran (Konsep, Prosedur, dan Contoh


Penerapan. Pekalongan: PT. Nasya Expanding Management.
K. V. Petrides. 2006. “Trait Emotional Intelligence and Children’s Peer Relations
at School”. Social Development journal, Vol. 15, No. 3.

Kirom, Askhabul. 2017. “Peran Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses
Pembelajaran Berbasis Multikultural”. Jurnal Al-Murrabi: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Vol. 3 No. 1, Desember 2017.

Labudasari, Erna dan Wafa Sriastria. 2019. Perkembangan Emosi pada Anak
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar dan Pebelajaran 9 (1), 58.

126
Latip, Asep Ediana. 2017. Pembangunan Karakter Peserta Didik pada Jenjang
Pendidikan Dasar. Repository FITK Uin Syarif Hidayatullah Jakarta,
diakses pada 23 Januari 2021.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39107/1/Asep-
FITK).

Lauw Tjun Tjun dkk. 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap


Pemahaman Akuntansi Dilihat dari Perspektif Gender. Jurnal Akuntansi
Vol I, No. 2.

Maknun, Lu’luil. 2017. Kekerasan terhadap Anak yang Dilakukan oleh Orang Tua
(Child Abuse). Muallimuna: Jurnal Madrasah Ibtidaiyah. Vol. 3, No. 1,
Oktober.

Mehta, Sandhya dan Namrata Singh. 2013. Development of The Emotional


Intelligence Scale. International Journal of Management & Information
Technology Vol. 8, No. 1, ISSN 227-5612.

Melanie Richburg and Teresa Fletcher. 2002. “Emotional Intelligence: Directing


A Child's Emotional Education”. Child Study Journal. .

Moshe Zeidner, Israel Richard D. Roberts, Gerald. 2002. “Can Emotional


Intelligence Be Schooled? A Critical Review”. Educational Psychologist
Journal, Vol. 37, No. 4, 215–231.

Muhammad, Mushlih. 2010. Kecerdasan Emosional menurut Al-Qur’an, terj.


Emiel Theeska. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana.

Nurafni, Devi Murnianti & Maya Khairani. 2017. “Kecerdasan Emosional Siswa
Sekolah Dasar Negeri (SDN) dengan Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu
(SDIT) di Kota Banda Aceh”, Gender Equality: International Journal of
Child and Gender Studies, Vol. 3, No.1.

Palintan, Tien Asmara. 2020. Membangun Kecerdasan Emosi dan Sosial Anak
Sejak Usia Dini. Bogor: Penerbit Lindan Bestari.
Pradesh, Madhya dan Gwalior. 2013. “Role of Emotional Intelligence for
Academic Achievement for Students”, Research Journal of Educational
Sciences. ISSN 2321-0508. Vol. 1, No. 2.

Prihanti, Gita Sekar. 2017. Empati dan Komunikasi (Dilengkapi Modul


Pengajaran dengan Model Pendidikan Berbasis Komunitas). Malang:
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Ratu Ayu Safira Destianda, Hamidah. 2009. “Hubungan Kecerdasan Emosional


Dengan Ide Bunuh Diri Pada Remaja”. Jurnal Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental, Vol. 8.

Rukin. 2019. Metodologi Penelitian Kualitatif. Talakar: Yayasan Ahmar


Cendekia Indonesia.

Ryback, David. 2012. Putting Emotional Intelligence to Work Succesfull


Leadership is More Than IQ. New York: Routlegde, 2012.

Ryback, David. 2021. Putting Emotional Intelligence to Work Succesfull


Leadership is More Than IQ. New York: Routlegde.

Sarwono, Jonathan. 2011. Mixed Metods: Cara Menggabung Riset Kuantitatif dan
Riset Kualitatif Secara Benar. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Soedjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Stella Mavroveli, K. V. Petrides, Yolanda Sangareau, Adrian Furnham. 2019.


“Exploring The Relationships Between Trait Emotional Intelligence and
Objective Socio-Emotional Outcomes In Childhood”. British Journal of
Educational Psychology, Vol. 79. DOI:10.1348/000709908X368848 .

Stough, Con, Donald H. Saklofske, James D.A. Parker. 2009. Assessing


Emotional Intelligence Theory, Research and Aplications. New York:
Springer Science and Business Media.

128
Suciati, Wiwik. 2016. Kiat Sukses Melalui Kecerdasan emosional dan
Kemandirian Belajar. Bandung: CV. Rasi Terbit.

Sugiyono. 2017. Metode Penlitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Alfabeta:


Bandung.

Sujana, I Wayan Cong. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia, ADI WIDYA:
Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 4, No. 1 April 2019

Sukidi. 2004. Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual Mengapa SQ


lebih Penting daripada IQ dan EQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sung, Helen Y. 2010. “The Influence of Culture on Parenting Practices of East


Asian Families and Emotional Intelligence of Older Adolescents A
Qualitative Study”. School Psychology International, Vol. 31, No. 2.

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini: Pengantar Dalam


Berbagai Aspeknya. Jakarta: Prenadamedia Group.

Suyono dan Hariyanto. 2014. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Unaradjan, Yohanes Temaluru Dominikus Dolet. 2019. Pengembangan


Kemampuan Personal. Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya.

Wafiqni, Nafia dan Asep Ediana Latip. 2015. Psikologi Perkembangan Anak Usia
MI/SD Teori dan Grand Desain Pendidikan Berbasis Perkembangan
(Education Based Child’s Development). Ciputat: UIN Press.

Wuwung, Olivia Cherly. 2020. Strategi Pembelajaran dan Kecerdasan Emosional.


Surabaya: Scopindo Media Pustaka.
LAMPIRAN

130
Lampiran 1

Surat Bimbingan Skripsi


Lampiran 2

Surat Permohonan Izin Penelitian

132
Lampiran 3
SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN
Lampiran 4
SURAT PERMOHONAN VALIDASI INSTRUMEN

134
Lampiran 5

SURAT KETERANGAN VALIDASI INSTRUMEN


Lampiran 6
KISI-KISI INSTRUMEN PENELITIAN

No. Fokus Aspek Indikator Sumber Teknik No


Penelitian Data Pengumpulan Item
Data
1. Peran Guru Menanamkan 1. Guru Siswa, Wawancara 5
. Kesadaran membelajarkan Guru.
diri kepada siswa untuk Angket 1,2,3,4
siswa menghubungkan
antara perasaaan,
pikiran, dan
perlakuan.
2. Guru menanamkan Wawancara 6
cara mengetahui tujuan
dan nilai diri kepada Angket 5,6
siswa.
3. Guru Wawancara 7
membelajarkan siswa
untuk sadar akan Angket 7,8
kelebihan dan
kekurangan.
Menanamkan 1. Guru membelajarkan Wawancara 8
pengaturan hal-hal terkait emosi
diri kepada negatif dalam diri siswa. Angket 9,10
siswa
2. Guru membelajarkan Wawancara 9
cara mengatasi emosi
negatif yang muncul. Angket 11,12

136
3. Guru menanamkan Wawancara 10
hal-hal yang mampu
membuat diri siswa Angket 13,14
bahagia dan cara
membangun rasa
bahagia.
Menanamkan 1. Guru menanamkan Wawancara 11
motivasi semangat untuk
kepada siswa meningkatkan kualitas Angket 15,16
diri kepada siswa.
2. Guru membelajarkan Wawancara 12
cara memiliki tekad yang
kuat dalam menjalankan Angket 17,18
sesuatu.
3. Guru merencanakan Wawancara 13
pembelajaran yang
memicu siswa memiliki Angket 19,20
inisiatif dan menanamkan
sikap optimis kepada
siswa.
Menanamkan 1. Guru membelajarkan Wawancara 14
empati siswa untuk peka
kepada siswa terhadap apa yang orang Angket 21,22
lain pikirkan maupun
orang lain rasakan.
2. Guru membelajarkan Wawancara 15
siswa untuk paham apa
yang orang lain Angket 23, 24
butuhkan.
3. Guru menanamkan Wawancara 16
cara menghargai orang
lain. Angket 25, 26
Menanamkan 1. Guru membelajarkan Wawancara 17
keterampilan cara dalam memberikan
sosial kepada respon. Angket 27, 28
siswa 2. Guru merancang Wawancara 18
pembelajaran yang
membantu siswa terampil Angket 29, 30
dalam berteman dan
membangun relasi.
3. Guru menanamkan Wawancara 19
sopan santun siswa
terhadap orang lain. Angket 31, 32

Penerimaan 1. Guru membelajarkan Wawancara 20


Emosi siswa untuk mampu
bekerja sama dengan Angket 33, 34
orang lain.
2. Guru membelajarkan Wawancara 21
siswa untuk mau
membantu orang lain Angket 35, 36
dalam keadaan sulit.
3. Guru membelajarkan Wawancara 22
siswa untuk selalu
memberikan dukungan Angket 37, 38
dan semangat kepada
orang lain.
2. Kecerdasan Kesadaran 1. Siswa mengerti
Emosional Diri hubungan antara Buku, Angket 1,2,3,

138
perasaaan, pikiran, dan jurnal, 4,5,6
perlakuan. siswa.
2. Siswa mengetahui 4,5
tujuan dan nilai diri.
3. Siswa memiliki 6,7
kesadaran mengenai
kelebihan dan
kekurangan diri.
Pengaturan 1. Siswa menyadari hal- Angket 8,9
Diri hal terkait emosi negatif
dalam diri.
2. Siswa menyadari cara 10,11
mengatasi emosi negatif
yang muncul.
3. Siswa mengetahui 12,13
hal-hal yang mampu
membuat diri bahagia
dan cara membangun
rasa bahagia.
Motivasi 1. Siswa memiliki Angket 14,15
semangat untuk
meningkatkan kualitas
diri.
2. Siswa memiliki tekad 16,17
yang kuat dalam
menjalankan sesuatu.
3. Siswa memiliki 18,19
inisiatif dan merupakan
pribadi yang optimis.
Empati 1. Siswa menyadari apa Angket 20,21
yang orang lain pikirkan
maupun orang lain
rasakan.
2. Siswa menyadari apa 22,23
yang orang lain
butuhkan.
3. Siswa menghargai 24,25
orang lain.
Keterampilan 1. Siswa memiliki Angket 26,27
Sosial kecakapan dalam
memberikan respon.
2. Siswa terampil dalam 28,29
berteman dan
membangun relasi.
3. Siswa memiliki sopan 30,31
santun terhadap orang
lain.
Penerimaan 1. Siswa mudah bekerja Angket 32,33
Emosi sama dengan orang lain
2. Siswa mampu 34,35
membantu orang lain
dalam keadaan sulit
3. Siswa mampu 36,37
memberikan dukungan
dan semangat kepada
orang lain.

140
Lampiran 7
PEDOMAN WAWANCARA
Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa di Kelas V
SDIT Al-Anshar Bekasi

A. Identitas Informan
Nama :
Waktu :
Guru Kelas :
Alamat Sekolah :
Tanggal Wawancara :
B. Pengetahuan
1. Menggali pengetahuan informan tentang perannya sebagai guru secara
umum.
2. Menggali pengetahuan informan tentang kecerdasan emosional.
3. Menggali pengetahuan informan tentang perannya dalam menanamkan
kecerdasan emosional.
C. Sikap
1. Menggali sikap yang meliputi tanggapan/penilaian informan tentang
karakteristik kecerdasan emosional siswa kelas V yang dipegang oleh
informan.
2. Menggali sikap meliputi tanggapan/penilaian informan tentang dampak
negatif kecerdasan emosional yang rendah bagi siswa.
3. Menggali sikap meliputi tanggapan/penilaian informan tentang kesulitan
penanaman kecerdasan emosional.
D. Tindakan
1. Menggali tindakan yang meliputi upaya yang dilakukan informan dalam
menanamkan kecerdasan emosional siswa.
2. Menggali tindakan yang meliputi upaya yang dilakukan informan terhadap
kecerdasan emosional siswa yang rendah.
Lampiran 8
Pertanyaan Wawancara

1. Apa yang Ibu ketahui mengenai peran Ibu sebagai guru?


2. Apa yang Ibu ketahui mengenai kecerdasan emosional?
3. Apa yang Ibu ketahui mengenai peran Ibu dalam menanamkan kecerdasan
emosi?
4. Bagaimana karakteristik emosional siswa kelas V di SDIT Al-Anshar?
5. Apa yang Ibu lakukan untuk mengajarkan siswa agar mampu mengubungkan
hubungan antara perasaan, pikiran, dan perasaannya?
6. Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa agar mengetahui tujuan dan nilai
dirinya sendiri?
7. Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa untuk sadar akan kelebihan dan
kekurangannya?
8. Apakah Ibu mengajarkan siswa tentang emosi negatif di dalam dirinya? Jika
iya, bagaimana cara Ibu mengajarkannya?
9. Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa untuk mengatasi emosi negatif yang
muncul dalam dirinya?
10. Apakah Ibu menanamkan pentingnya rasa bahagia kepada siswa? Jika iya,
apa upaya yang Ibu lakukan untuk membangun rasa bahagia dalam diri
siswa?
11. Bagaimana upaya Ibu dalam menanamkan semangat siswa untuk
meningkatkan kualitas diri?
12. Bagaimana cara ibu mengajarkan siswa agar memiliki tekad yang kuat dalam
menjalani sesuatu?
13. Pembelajaran seperti apa yang Ibu rancang untuk memicu inisiatif dan
sikap optimis siswa?
14. Bagaimana cara Ibu menanamkan kepekaan terhadap hal yang orang lain
pikirkan dan rasakan kepada siswa?
15. Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa dalam memahami orang lain dan
kebutuhannya?
142
16. Bagaimana cara Ibu menanamkan rasa menghargai orang lain kepada siswa/I
Ibu?
17. Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa dalam memberi respon?
18. Pembelajaran apa yang Ibu rancang dalam rangka membantu siswa untuk
terampil dalam berteman dan membangun relasi?
19. Seberapa pentingkah sopan santun siswa bagi Ibu dan bagaimana cara Ibu
menanamkan sopan santun kepada siswa?
20. Bagaimana cara Ibu untuk membangun rasa kerja sama siswa dengan orang
lain?
21. Apa yang Ibu lakukan untuk menanamkan rasa tolong menolong kepada
siswa?
22. Bagaimana cara Ibu agar siswa mau dan mampu memberikan dukungan
kepada orang lain?
23. Faktor eksternal apa yang membuat penanaman kecerdasan emosional ini
sulit
24. Faktor internal apa yang membuat penanaman kecerdasan emosional ini
sulit?
25. Bagaimana karakteristik siswa kelas V yang memiliki kecerdasan emosional
yang baik? Tolong sebutkan contoh sikap seperti apa yang tampak dari siswa
tersebut.
26. Apa dampak positif yang muncul pada siswa yang memiliki kecerdasan
emosional yang baik?
27. Bagaimana karakteristik siswa kelas V yang memiliki kecerdasan
emosional yang buruk? Tolong sebutkan contoh sikap seperti apa yang
tampak dari siswa tersebut.
28. Bagaimana respon dari siswa yang kecerdasan emosionalnya kurang baik
kepada dirinya sendiri, teman, maupun guru di sekolah?
29. Bagaimana respon dari siswa yang memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi kepada dirinya sendiri, teman, maupun guru di sekolah?
30. Apakah kecerdasan emosional menjadi fokus utama Ibu sebagai guru dalam
pembelajaran?
Lampiran 9
TRANSKRIP WAWANCARA 01

Nama : Farida, S.Pd


Waktu : 11.00 – 12.00
Guru Kelas : V Reguler
Alamat Sekolah : Jl. Pulo Ribung No.2, RT.010/RW.013, Pekayon
Jaya, Kec. Bekasi Sel., Kota Bks, Jawa Barat 17148.
Tanggal Wawancara : 31 Maret 2021

Pertanyaan : Apa yang Ibu ketahui mengenai peran Ibu sebagai guru?
Jawaban : Peran saya adalah membimbing dan mengarahkan anak supaya
mereka bisa menjadi anak yang lebih baik dari segala sisi. Dari
mulai akademiknya, akhlaknya, maupun adabnya.

Pertanyaan : Apa yang Ibu ketahui mengenai kecerdasan emosional?


Jawaban : Menurut saya, kecerdasan emosional adalah kemampuan anak
untuk me-manage sikap dan sifatnya.

Pertanyaan : Apa yang Ibu ketahui mengenai peran Ibu dalam menanamkan
kecerdasan emosional?
Jawaban : Saya sebagai guru berperan dalam membimbing anak agar anak
mampu me-manage emosinya.

Pertanyaan: Bagaimana karakteristik emosional siswa kelas V di SDI Al-


Anshar?
Jawaban : Secara garis besar atau secara umum, sebagai guru tentunya perlu
untuk memperhatikannya. Dari yang saya lihat, meski anak
memiliki emosi yang berbeda tingkatannya. Sejauh ini, kelas saya
tidak memiliki emosi yang berlebihan dalam artian masih stabil
dan tidak hyper. Insyaallah masih dalam batasnya.
144
Pertanyaan : Apa yang Ibu lakukan untuk mengajarkan siswa agar mampu
mengubungkan hubungan antara perasaan, pikiran, dan
perasaannya?
Jawaban : Kalau saya mengajarkan kepada anak-anak, bahwa di dalam
Agama kita diajarkan untuk menanamkan hal-hal baik. Sehingga
saya menanamkan kepada mereka bahwa setiap perbuatan itu ada
sebab dan ada juga akibatnya. Saya menanamkan kepada mereka
untuk bertanya pada dirinya, apa yang akan mereka dapatkan jika
melakukan sesuatu sehingga anak akan berpikir, “jika saya
melakukan ini, maka saya akan mendapatkan ini.”

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa agar mengetahui tujuan


dan nilai dirinya sendiri?
Jawaban : Karena sekolah ini latarnya memang sekolah Islam, saya selalu
mengembalikan segala sesuatu kepada ajaran agama. Karena
ketika mereka berpegang pada agama, mereka jadi tahu apa yang
boleh dan tidak dan akhirnya akan memiliki tujuannya yakni
memiliki akhlak yang baik. Dengan begitu, saya rasa karakter
lain akan mengikuti.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa untuk sadar akan


kelebihan dan kekurangannya?
Jawaban : Saya menerapkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan
kekurangannya sendiri. Misalnya, “kamu lebih kesulitan di
pelajaran apa?” lalu ia menjawab bahwa ia merasa lebih kesulitan
menghafal daripada menghitung. Dari sana, mereka akan
mengetahui kekurangannya di sisi apa dan lebih unggul di sisi
apa. Saya juga sering bertanya mengenai pelajaran apa yang
membuat kalian merasa kesulitan, sehingga mereka akan
menjawab di bagian apa mereka kurang menguasai atau sulit.
Sementara dalam hal di luar pelajaran, seperti masalah fisik,
siswa justru baru mengeluhkan keadaan dirinya. Ketika ia
dikatain hitam atau tidak cantik dengan temannya, ia baru merasa
kurang. Di luar itu, saya rasa percaya diri siswa di kelas saya
masih baik dan baru mengadu kalau diledek oleh temannya.

Pertanyaan : Apakah Ibu mengajarkan siswa tentang emosi negatif di dalam


dirinya? Jika iya, bagaimana cara Ibu mengajarkannya?
Jawaban : Saya selalu mengajarkan kepada anak bahwa setiap apa yang
dilakukan pasti ada sebabnya dan juga ada akibatnya. Saya
menanamkan dengan cara menjelaskan untung dan rugi. Jika
melakukan hal negatif, maka akan mendatangkan hal yang
negatif kepada dirinya. Jika saya memukul orang, selain saya
diberikan sanksi maka saya akan diberi pukulan balik oleh teman
saya. Lebih ke menanamkan sebab akibat atau untung dan rugi
dalam bersikap.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa untuk mengatasi emosi


negatif yang muncul dalam dirinya?
Jawaban : Ketika anak emosi, saya menyarankannya untuk duduk. Jika
tidak reda, maka berbaring. Jika tidak bisa juga maka pergi ke
tempat wudhu. Saya mengembalikannya kepada ajaran agama.
Atau dari sisi lain, ketika mereka marah saya memintanya untuk
tenang dulu. Saya bertanya, jika mereka kesal dan marah dengan
berlebihan, apa akibatnya nanti. Dan pada kasus anak yang
bertengkar misalnya, pernah ketika pembelajaran offline itu jadi
ada anak yang usil dengan temannya. Yang di usili tidak terima,
dan bertengkar mereka. Saya pisahkan, saya minta mereka
duduknya agak jauh. Saya minta mereka diam dulu, baru ketika
mereka tenang saya tanya apa masalahnya dan bagaimana
solusinya. Saya prinsipnya, mereka harus selesaikan masalah saat
146
itu, Saya berikan nasehat yang berbeda untuk si A dan si B sesuai
dengan akar masalahnya. Misalnya anak ini dipukul atau disuruh
keluar kelas, memang kelasnya akan tenang. Tapi apakah
masalahnya selesai? Apakah di hati anak ini masih ada dendam
dengan temannya? Kita coba kurangi efek untuk kedepannya,
dengan menyelesaikan sesegera mungkin. Agar tidak ada rasa
kesal yang berkelanjutan.

Pertanyaan : Apakah Ibu menanamkan pentingnya rasa bahagia kepada


siswa? Jika iya, apa upaya yang Ibu lakukan untuk membangun
rasa bahagia dalam diri siswa?
Jawaban : Setiap pendidik pasti ingin siswanya merasa bahagia dalam
belajar ya. Saya biasa menanamkan semangat kepada anak-anak
agar timbul rasa bahagia nantinya. Dalam segi pembelajaran,
biasanya ditanya kabar sebelum belajar dalam kata lain ada
pertanyaan sederhana seperti sudah sarapan belum, dan
pertanyaan lain supaya mereka merasa diperhatikan. Sekedar
ditanya hal-hal kecil, mereka senang. Saya mencoba membangun
situasi yang menyenangkan, tidak kaku.

Pertanyaan : Bagaimana upaya Ibu dalam menanamkan semangat siswa


untuk meningkatkan kualitas diri?
Jawaban : Kembali ke poin tadi, ketika anak ini memiliki tujuan hidup
maka mereka akan punya semangat. Misalnya, saya menanamkan
apa tujuan mereka belajar. Jika sudah punya tujuan, maka
semangatnya nanti akan muncul dan dikembangkan. Ketika
mereka ingin menghafal satu juz misalnya, maka akan ada rasa
semangat. Jadi saya tanamkan tujuannya dulu.

Pertanyaan : Bagaimana cara ibu mengajarkan siswa agar memiliki tekad


yang kuat dalam menjalani sesuatu?
Jawaban : Kalau saya, menanamkan anak untuk berusaha dulu. Apa pun
hasilnya, saya rasa itu sudah usaha, saya hargai. Intinya, saya ingin
anak berusaha dulu sebisanya. Jangan menyerah. Jadi anak dengan
sendirinya punya tekad untuk berusaha, saya juga menghargai
hasilnya apapun itu. Saya menghargai usahanya, apapun hasilnya.
Saya sebagai pendidik, tidak ingin membuat mereka down dengan
menyalahkan hasil yang kurang. Kalau misalnya dia salah
langsung dimarahi, maka tekadnya saya rasa akan turun. Namun
jika usahanya dihargai, maka akan ingin lebih baik lagi. Saya
memberikan motivasi dan apresiasi siswa. Jika sedang offline,
biasanya diberikan reward kecil selain ucapan-ucapan positif.

Pertanyaan : Pembelajaran seperti apa yang Ibu rancang untuk dalam upaya
memancing inisiatif dan sikap optimis siswa?
Jawaban : Saya biasanya membuat pembelajaran untuk tanya jawab agar
pembelajaran menjadi aktif. Saya tidak memaksa siswa untuk
menyebutkan pengertian sebuah pelajaran dengan bahasa buku.
Menggunakan bahasanya sendiri tidak masalah, yang penting ia
paham dan berani menjawab. Selain itu, juga ada diskusi kelompok
supaya ada inisiatif siswa untuk bertanya maupun menjawab.
Biasanya dari satu pertanyaan, temannya menjawab, lalu anak lain
akan bertanya lagi. Jadi ini memancing siswa untuk ingin tahu dan
aktif. Ada presentasi juga, saya wajibkan tiap kelompok
mengajukan pertanyaan.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu menanamkan kepekaan terhadap hal yang


orang lain pikirkan dan rasakan kepada siswa?
Jawaban : Saya tanamkan rasa kepedulian. Mungkin tingkatan anak kelas 5,
tidak akan sama ya dengan rasa kepedulian anak SMA. Tidak serta
merta melihat anak yang sedih atau bagaimana, kepedulian mereka
akan sama dengan orang yang lebih dewasa. Namun, mereka
148
mengetahui ketika temannya bersikap berbeda. Misalnya temannya
ada yang diam dan tidak seperti biasa, mereka akan bertanya. Saya
tanamkan kepada mereka, untuk melihat dirinya sendiri. Jika aku
tidak punya uang untuk jajan, aku merasa sedih. Jadi mereka peka
dengan melihat dirinya sendiri dulu. Dengan begitu, mereka akan
melakukan sesuatu karena bisa melihat dirinya. Merasakan dulu,
atau membayangkan posisinya dalam kondisi orang lain supaya
lebih peka. “Oh dia diam karena ini, aku biasanya kalau begitu
inginnya seperti ini.” Jadi bercermin dengan diri sendiri dulu.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa dalam memahami orang


lain dan kebutuhannya?
Jawaban : Saya menanamkan untuk melihat dirinya sendiri dulu. Jika dia
memahami dirinya sendiri, kesulitan diri, dengan seperti itu mereka
bisa memahami orang lain yang setidaknya masalahnya itu sama
dengan dirinya. Misalnya ada teman yang butuh bantuan pun, saya
mengajarkan untuk membantu sebisanya agar mereka tetap ikhlas
membantu.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu menanamkan rasa menghargai orang lain


kepada siswa/I Ibu?
Jawaban : Saya tanamkan kepada mereka bahwa kita hidup butuh orang
lain, tidak selamanya juga kita hidup di atas. Kalau kita tidak
menghargai orang lain, maka kita tidak akan dihargai. Kebetulan di
sekolah ini, di kelas regular, ada sistem mandiri dan subsidi. Nah
anak yang mandiri ini biasanya sudah paham, mereka tidak
membedakan orang lain. Karena memang ditanamkan sisi agama
juga. Sehingga mereka paham bahwa kekayaan itu tidak akan
dibawa sampai meninggal. Dan saya tanamkan rasa syukur juga,
sehingga mereka bisa sadar oh saya mampu maka saya bantu orang
lain. Saya mengatakan kepada mereka bahwa semua manusia
diciptakan sama oleh Allah. Jadi mereka akan berpikir bahwa yang
aku punya, bukan milikku. Dan saya berikan contoh sesuai dengan
kehidupan. Tapi ya, tidak semua anak ya bisa berpikir seperti itu.
Tapi di lihat oleh saya, masalah menghargai itu sudah ada. Tidak
menghina yang merendahkan, paling ya meledek fisik sedikit, dan
sombongnya pun tetap ada ya anak-anak tuh. Misal “nih aku beli
ini”.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu mengajarkan siswa dalam memberi respon?


Jawaban : Saya membiasakan mereka untuk selalu memberi jawaban jika
ada yang bertanya. Dan ketika ada yang berbicara, mereka harus
diam, tidak menyela pembicaraan orang lain. Karena pembelajaran
tanya jawab juga melatih siswa memberi respon.

Pertanyaan : Pembelajaran apa yang Ibu rancang dalam rangka membantu


siswa untuk terampil dalam berteman dan membangun relasi?
Jawaban : Pembelajarannya itu biasanya dengan diskusi. Dengan diskusi,
mereka bisa berinteraksi dan berteman dengan yang lain.

Pertanyaan : Seberapa pentingkah sopan santun siswa bagi Ibu dan bagaimana
cara Ibu menanamkan sopan santun kepada siswa?
Jawaban : Bagi saya, sopan santun itu sangat penting. Karena banyak ilmu
tanpa adab, sia-sia. Untuk menanamkannya, saya biasanya iringi
dengan ajaran agama. Jika sopan dengan orang, maka orang lain
akan bersikap baik. Bahasa anak-anaknya, “kalau gak mau dicubit,
jangan mencubit.” Saya juga menanamkan mereka mengucapkan
salam, dan menanamkan sopan santun dalam kegiatan sehari-hari.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu untuk membangun rasa kerja sama siswa
dengan orang lain?

150
Jawaban : Kalau dengan teman, dengan cara mereka saling membantu. Dan
kebetulan ada kegiatan di masa pandemi ini, berupa kegiatan
harian seperti sholat dan membantu orang tua. Jadi apa yang
mereka lakukan di rumah dicatat. Itu untuk melatih kerja sama
mereka dengan keluarga ya. Dan ada pembelajaran yang memberi
tugas untuk siswa berinteraksi dengan tetangga, seperti kemarin
ada wawancara.

Pertanyaan : Apa yang Ibu lakukan untuk menanamkan rasa tolong menolong
kepada siswa?
Jawaban : Tentu dengan yang tadi, menanamkan kepekaan terhadap emosi
diri sendiri baru dengan begitu bisa mengambil sikap untuk orang
lain karena ia paham dengan kondisinya sendiri.

Pertanyaan : Bagaimana cara Ibu agar siswa mau dan mampu memberikan
dukungan kepada orang lain?
Jawaban : Saya menanamkan mereka untuk bertanya pada dirinya. Kalau
kesusahan enak apa engga? Misalnya gitu. Lalu apa yang kalian
harapkan? Ingin dibantu. Saya mencoba supaya anak ini bisa
merasakan dulu.

Pertanyaan : Faktor eksternal apa yang membuat penanaman kecerdasan


emosional ini sulit
Jawaban : Lingkungan ya. Karena lingkungan kan berbeda, seperti
lingkungan main, keluarga, itu berpengaruh pada anak. Misalnya
anak melihat orang tuanya berkata kasar, tidak disiplin, tidak ada
tanggung jawabnya, itu nanti tertanam kepada dirinya. Padahal di
sekolah diajarkan semuanya, tapi ketika di rumah, tidak berlanjut.
Saya pikir itu jadi sulit untuk menanamkan kecerdasan emosional
kepada anak. Gurunya ditiru di sekolah, sementara di rumah maka
keluarganya yang ditiru. Di sekolah ditanamkan, “Jangan teriak-
teriak kalau bicara”. Nanti dia bisa mengungkit orang lain, “Dia aja
teriak-teriak.” Jadi ya faktor lingkungan menurut saya salah satu
yang membuat sulit. Kerja samanya yang masih kurang antara
pihak sekolah dan lingkungan luar.

Pertanyaan : Faktor internal apa yang membuat penanaman kecerdasan


emosional ini sulit?
Jawaban : Untuk faktor internal, saya pikir karena anak-anak ini masih
meniru. Sehingga karena lingkungannya tidak mendukung, maka
secara naluri anak-anak ini meniru. Terus menerus melihat, maka
sedikit demi sedikit jadi terbawa kepada dirinya kan. Jadi menurut
saya, faktor internal diri siswa ini pun jadi bergantung dengan
lingkungannya. Yang sudah baik dari dalam diri saja bisa berubah
karena lingkungan, apa lagi yang memang anak ini masih kurang.
Karena kan anak ini belum bisa mengambil sikap ingin jadi sifat
seperti apa dia. Dia masih meniru.

Pertanyaan : Bagaimana karakteristik siswa kelas V yang memiliki kecerdasan


emosional yang baik? Tolong sebutkan contoh sikap seperti apa
yang tampak dari siswa tersebut.
Jawaban : Ada anak-anak yang peka dengan temannya. Biasanya, pada
anak-anak perempuan itu lebih peka. Ketika ada anak yang tidak
istirahat, sikapnya beda, dia tahu kalau anak ini ada masalah. Dan
ketika ia tidak bisa menangani masalah temannya, maka akan
bilang sama saya. “Bunda, tadi si A gak jajan. Aku ajak jajan, dia
gak mau.” Misalnya seperti itu. Anak perempuan peka, dan ambil
tindakan biasanya. Sementara anak laki-laki biasanya jarang yang
ambil tindakan. Anak juga biasanya terlihat dari tindaknya.

Pertanyaan : Apa dampak positif yang muncul pada siswa yang memiliki
kecerdasan emosional yang baik?
152
Jawaban : Disiplin belajarnya, interaksinya dengan teman, tanggung
jawabnya, juga kemandiriannya itu baik. Jadi sifatnya ini terlihat
jelas berbeda dengan teman yang biasa saja. Dengan disiplin yang
baik kan siswa jadinya bisa lebih baik dalam belajarnya juga.

Pertanyaan : Bagaimana karakteristik siswa kelas V yang memiliki kecerdasan


emosional yang buruk? Tolong sebutkan contoh sikap seperti apa
yang tampak dari siswa tersebut.
Jawaban : Sikapnya untuk diri sendiri saja dia belum paham ya. Sehingga
saat berinteraksi dengan teman pun jadi kurang baik. Pada anak
yang mudah marah misalnya, disinggung sedikit saja dia marah.
Maka respon temannya pun akan tidak baik. Bagaimana temannya
mau berinteraksi atau bekerja sama dengannya, kalau dekat saja
sudah malas begitu kan. Sifat dan sikapnya jadi agak kurang baik.

Pertanyaan : Bagaimana respon dari siswa yang kecerdasan emosionalnya


kurang baik kepada dirinya sendiri, teman, maupun guru di
sekolah?
Jawaban : Dia biasanya jadi kurang baik dalam berinteraksi dengan orang
lain. Dia jadi memberikan respon yang tidak baik ya.

Pertanyaan : Bagaimana respon dari siswa yang memiliki kecerdasan


emosional yang tinggi kepada dirinya sendiri, teman, maupun guru
di sekolah?
Jawaban : Baik. Responnya pada dirinya sendiri seperti disiplin belajarnya
itu bagus. Dan sopan dengan siapa saja. Kecerdasan emosional
yang baik ini, menghasilkan respon yang baik dari siswa.

Pertanyaan : Apakah kecerdasan emosional menjadi fokus utama Ibu sebagai


guru dalam pembelajaran?
Jawaban : Saya mencoba untuk menyeimbangkan. Kecerdasan emosional
ini saya coba latih, tapi juga saya usahakan untuk sisi agama,
motorik, pengetahuan juga. Menurut saya antara kecerdasan
intelektual atau emosional, saya rasa emosional itu lebih besar ya.
Pengaruhnya lebih besar untuk anak.

154
Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rahma Syifa Nur Azizah

NIM : 11170183000065

Status : Mahasiswa

Hari/Tanggal : Rabu, 31 Maret 2021

Telah melakukan wawancara langsung dengan guru kelas V Reguler untuk


kepentingan memperoleh data yang diperlukan untuk kegiatan Tugas Akhir pada
prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan topik “Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan
Emosional Siswa Kelas V SDI Al-Anshar Bekasi”.

Demikian data ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.


Lampiran 10
TRANSKRIP WAWANCARA 02

Nama : Ahmad Arif Fadilah, S.Pd


Waktu : 13.00 – 13.30
Guru Kelas : V TECC
Alamat Sekolah : Jl. Pulo Ribung No.2, RT.010/RW.013, Pekayon
Jaya, Kec. Bekasi Sel., Kota Bks, Jawa Barat 17148.
Tanggal Wawancara : 31 Maret 2021

Pertanyaan : Apa yang Bapak ketahui mengenai peran Bapak sebagai guru?
Jawaban : Menurut saya, menyampaikan ilmu kepada anak-anak.

Pertanyaan : Apa yang Bapak ketahui mengenai kecerdasan emosional?


Jawaban : Kecerdasan dalam mengontrol sikap, perilaku, dan ucapan.

Pertanyaan : Apa yang Bapak ketahui mengenai peran Bapak dalam


menanamkan kecerdasan emosi?
Jawaban : Menyampaikan kepada anak tentang adab yang baik kepada
orang yang lebih tua maupun yang lebih muda, cara berbicara
yang baik dengan orang lain. Cara yang saya lakukan dengan
lisan, perkataan yang mengajarkan mereka. Dan juga dengan
perbuatan, supaya bisa ditiru oleh mereka.

Pertanyaan : Bagaimana karakteristik emosional siswa kelas V di SDIT Al-


Anshar?
Jawaban : Berbagai macam karakteristiknya. Ada yang sangat aktif, ada
yang pendiam, ada yang biasa saja.

156
Pertanyaan : Apa yang Bapak lakukan untuk mengajarkan siswa agar mampu
mengubungkan hubungan antara perasaan, pikiran, dan
perasaannya?
Jawaban : Pertama, dengan menasehati dan yang kedua dengan contoh
perilaku. Tentu butuh waktu untuk menanamkannya kepada
siswa, jadi berproses saja. Setelah diajarkan, maka siswa nanti
akan paham apa yang gurunya ajarkan. Cara yang saya gunakan
yakni dengan melakukan pendekatan untuk mengetahui
karakteristik siswa, satu persatu. Saya mencoba mengenal siswa
terlebih dahulu sebelum mengajarkan atau menanamkan nilai-
nilai tertentu.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak mengajarkan siswa agar mengetahui


tujuan dan nilai dirinya sendiri?
Jawaban : Pertama, saya minta siswa melihat dirinya sendiri dulu. Cita-
cita anak di kelas saya itu macam-macam, tapi harapan saya yang
penting mereka bisa jadi orang yang bermanfaat bagi orang
banyak. Tujuan hidup itu penting, jadi mereka perlu
memilikinya. Cara yang biasanya saya gunakan itu dengan
memberikan cerita dan perumpamaan yang berisi pesan tentang
kisah-kisah tertentu.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak mengajarkan siswa untuk sadar akan


kelebihan dan kekurangannya?
Jawaban : Biasanya memakai cerita, atau dari pengalaman-pengalaman
yang ada. Ketika misalnya anak kurang nilainya, saya akan
menjelaskan bahwa mungkin ada sisi lain yang dia unggul apa
kah itu seni, kreasinya bagus. Jadi pasti ada kelebihan dan
kekurangan, tidak perlu ditakuti meski punya kekurangan.
Biasanya dengan cerita itu saya harap anak bisa memetik
nilainya.
Pertanyaan : Apakah Bapak mengajarkan siswa tentang emosi negatif di
dalam dirinya? Jika iya, bagaimana cara Bapak mengajarkannya?
Jawaban : Saya terkadang mengajarkannya. Saya mengajarkan tentang
sebab akibat juga. Jika kita egois atau pemarah, maka nanti kita
dijauhi teman. Jadi saya jelaskan dampak jika melakukan hal
baik dan buruk.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak mengajarkan siswa untuk mengatasi


emosi negatif yang muncul dalam dirinya?
Jawaban : Seperti yang sebelumnya, saya mencoba menjelaskannya
melalui kisah-kisah atau cerita supaya mereka bisa menghindari
emosi negatif yang berlebihan.

Pertanyaan : Apakah Bapak menanamkan pentingnya rasa bahagia kepada


siswa? Jika iya, apa upaya yang Bapak lakukan untuk
membangun rasa bahagia dalam diri siswa?
Jawaban : Saya mencoba menanamkan rasa bahagia kepada anak, tentu.
Karena jika orang yang merasa bahagia, tindakan dan ucapannya
jadi baik. Upaya yang saya lakukan adalah menanamkan siswa
untuk berprasangka baik dengan orang lain, sehingga dia tidak
bersikap buruk. Dengan berprasangka baik, saya pikir nantinya
anak menjadi lebih positif. Jadi anak harus bahagia dengan
dirinya dulu, pikirannya dulu yang harus baik.

Pertanyaan : Bagaimana upaya Bapak dalam menanamkan semangat siswa


untuk meningkatkan kualitas diri?
Jawaban : Saya menanamkan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin,
karena jika sama dengan hari kemarin maka kita orang yang rugi.
Sehingga dia bisa termotivasi untuk menjadi lebih baik.

158
Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak mengajarkan siswa agar memiliki tekad
yang kuat dalam menjalani sesuatu?
Jawaban : Dengan memberikan contoh bahwa orang yang rajin dan ulet
pasti akan ada hasilnya. Jika orang yang malas, maka hasilnya
juga kurang. Sehingga anak ini memiliki tekad untuk menggapai
tujuannya.

Pertanyaan : Pembelajaran seperti apa yang Bapak rancang untuk memicu


inisiatif dan sikap optimis siswa?
Jawaban : Pertama, saya tanamkan dulu sikap optimis itu apa. Setelah itu,
memberikan contoh teladan supaya mudah dipahami siswa.
Pembelajaran yang digunakan biasanya dengan metode ceramah,
belajar kelompok, dan searching di internet supaya siswa
memiliki inisiatif untuk mencari tahu.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak menanamkan kepekaan terhadap hal


yang orang lain pikirkan dan rasakan kepada siswa?
Jawaban : Saya menanamkan untuk siswa bisa memposisikan diri dengan
orang tersebut.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak mengajarkan siswa dalam memahami


orang lain dan kebutuhannya?
Jawaban : Saya menanamkan kepada siswa supaya memperlakukan orang
lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Dengan begitu, siswa
bisa perlahan-lahan memahami orang lain.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak menanamkan rasa menghargai orang


lain kepada siswa/I Bapak?
Jawaban : Saya menanamkan siswa untuk bersyukur dulu dengan kondisi
dirinya, menghargai dirinya dulu sehingga dengan begitu dia bisa
menghargai orang lain. Dan jika siswa kurang menghargai orang
lain, kita tanya dia mau tidak diperlakukan seperti itu? Pasti tidak
mau. Jadi, hargai orang lain dulu baru akan dihargai.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak mengajarkan siswa dalam memberi


respon?
Jawaban : Ketika sedang belajar, ada sesi tanya jawab biasanya.

Pertanyaan : Pembelajaran apa yang Bapak rancang dalam rangka


membantu siswa untuk terampil dalam berteman dan
membangun relasi?
Jawaban : Saya menggunakan pembelajaran secara berkelompok.

Pertanyaan : Seberapa pentingkah sopan santun siswa bagi Bapak dan


bagaimana cara Bapak menanamkan sopan santun kepada siswa?
Jawaban : Sangat penting ya memiliki sopan santun karena ilmu tanpa
adab itu kosong. Menurut saya adab itu nomor satu, adab
berjalan, adab bertemu, artinya sopan santun itu penting. Cara
menanamkannya yakni dengan memberi contoh dari gurunya
sendiri, sehingga anak bisa mengikuti.

Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak untuk membangun rasa kerja sama


siswa dengan orang lain?
Jawaban : Dengan cara berkelompok.

Pertanyaan : Apa yang Bapak lakukan untuk menanamkan rasa tolong


menolong kepada siswa?
Jawaban : Dengan bercerita, dengan mengajarkan siswa untuk
memposisikan diri dengan kondisi orang lain. Jika kita kena
musibah, tentu kita ingin ditolong.

160
Pertanyaan : Bagaimana cara Bapak agar siswa mau dan mampu
memberikan dukungan kepada orang lain?
Jawaban : Seperti yang tadi, saya menanamkan anak untuk mau bersikap
baik dulu kepada orang lain. Dengan memberikan hal baik, maka
orang di sekitar juga akan bersikap baik dengan kita.

Pertanyaan : Faktor eksternal apa yang membuat penanaman kecerdasan


emosional ini sulit?
Jawaban : Pergaulannya. Entah pergaulan di media sosial maupun
pergaulan di sekitar rumahnya.

Pertanyaan : Faktor internal apa yang membuat penanaman kecerdasan


emosional ini sulit?
Jawaban : Misalnya di sekolah sudah diajarkan, tapi di keluarganya tidak
maka percuma ya.

Pertanyaan : Bagaimana karakteristik siswa kelas V yang memiliki


kecerdasan emosional yang baik? Tolong sebutkan contoh sikap
seperti apa yang tampak dari siswa tersebut.
Jawaban : Ada siswa yang kecerdasan emosionalnya bagus. Sikapnya
kepada guru, teman, pegawai kantin, security juga baik.

Pertanyaan : Apa dampak positif yang muncul pada siswa yang memiliki
kecerdasan emosional yang baik?
Jawaban : Dampaknya ia bisa menjadi contoh yang baik untuk teman-
temannya. Jadi bisa ditiru.

Pertanyaan : Bagaimana karakteristik siswa kelas V yang memiliki


kecerdasan emosional yang buruk? Tolong sebutkan contoh
sikap seperti apa yang tampak dari siswa tersebut.
Jawaban : Adabnya biasanya jadi kurang.
Pertanyaan : Bagaimana respon dari siswa yang kecerdasan emosionalnya
kurang baik kepada dirinya sendiri, teman, maupun guru di
sekolah?
Jawaban : Biasanya dia dilihat kurang enak ya sama temannya. Jadi
biasanya juga dijauhi dengan teman, gak mau main sama dia
gitu. Sementara saya, gurunya, berusaha untuk menasehatinya
perlahan-lahan. Memang butuh waktu. Jadi saya bersikap bijak
saja.

Pertanyaan : Bagaimana respon dari siswa yang memiliki kecerdasan


emosional yang tinggi kepada dirinya sendiri, teman, maupun
guru di sekolah?
Jawaban : Responnya Alhamdulillah baik. Jika ada teman yang kurang
menyenangkan sikapnya, paling biasanya dia bilang ke gurunya.
Dia sikapnya baik kepada siapa saja.

Pertanyaan : Apakah kecerdasan emosional menjadi fokus utama Bapak


sebagai guru dalam pembelajaran?
Jawaban : Iya, tentu. Karena merupakan salah satu hal yang penting bagi
anak. Yang ingin saya tanamkan adalah adab bersikap kepada
orang lain. Saya biasanya mengajarkan nilai-nilai tertentu dengan
video motivasi, cerita teladan, supaya mereka bisa meniru dan
memetik hikmahnya. Dan tentu, sebagai guru juga harus
memberi contoh ya. Namun jika fokus utama, ketika pandemi ini
saya sedang memfokuskan kecerdasan emosionalnya yang tentu
saja berproses.

162
Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Rahma Syifa Nur Azizah

NIM : 11170183000065

Status : Mahasiswa

Hari/Tanggal : Rabu, 31 Maret 2021

Telah melakukan wawancara langsung dengan guru kelas V TECC untuk


kepentingan memperoleh data yang diperlukan untuk kegiatan Tugas Akhir pada
prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan topik “Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan
Emosional Siswa Kelas V SDI Al-Anshar Bekasi”.

Demikian data ini dibuat untuk digunakan sebagaimana mestinya.


Lampiran 11
TABEL ANALISIS DOKUMEN RPP GURU KELAS V REGULER

No Jenis Sub-Aspek Indikator Ketersediaan


Ada Tidak
1. Kesadaran Diri  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
memiliki kesadaran diri.
2. Pengaturan Diri  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam mengatur dirinya sendiri.
3. Motivasi  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam membangun motivasi
dalam dirinya.
4. Empati  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam membangun empati
terhadap orang lain.
5. Keterampilan Sosial  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
membangun dan mengembangkan
keterampilan sosial yang
dimilikinya.
6. Penerimaan Emosi  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam membangun dan
mengembangkan penerimaan
emosi dalam diri.

164
Lampiran 12

TABEL ANALISIS DOKUMEN RPP GURU KELAS V TECC

No Jenis Sub-Aspek Indikator Ketersediaan


Ada Tidak
1. Kesadaran Diri  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
memiliki kesadaran diri.
2. Pengaturan Diri  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam mengatur dirinya sendiri.
3. Motivasi  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam membangun motivasi
dalam dirinya.
4. Empati  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam membangun empati
terhadap orang lain.
5. Keterampilan Sosial  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
membangun dan mengembangkan
keterampilan sosial yang
dimilikinya.
6. Penerimaan Emosi  Guru merancang pembelajaran 
yang membantu peserta didik
dalam membangun dan
mengembangkan penerimaan
emosi dalam diri.
Lampiran 13
RPP GURU KELAS V REGULER

166
Lampiran 14
RPP GURU KELAS V TECC

168
Lampiran 15
ANGKET SISWA

“Kecerdasan Emosional Siswa di Kelas V SDIT Al-Anshar Bekasi”

Nama Siswa :

No. Absen :

Kelas :

Petunjuk : Jawablah dengan jujur dan teliti dengan memberi tanda ()
pada jawaban yang tersedia!

No Pernyataan Jawaban

Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak


Setuju Setuju Setuju
1 Jika merasa marah maka saya akan
menunjukkannya.

2 Jika memikirkan hal yang sedih maka


saya akan menangis.

3 Jika memikirkan kelebihan diri maka saya


akan merasa bersyukur.

4 Saya sangat berharap bisa menggapai


cita-cita.
5 Saya adalah anak yang diharapkan oleh
keluarga dan disayangi.
6 Saya tahu tentang kekurangan diri sendiri.

7 Saya adalah anak yang memiliki bakat.


8 Saya biasanya merasa sedih karena satu
atau banyak persoalan.
9 Saya akan sangat marah ketika diganggu.

10 Ketika marah saya lebih memilih berteriak


kepada siapapun.
11 Ketika marah saya lebih memilih untuk
diam atau menangis.
12 Saya bisa menemukan cara untuk kembali
senang setelah merasa sedih atau
menangis.
13 Ketika melakukan sesuatu yang disenangi
saya merasa sangat senang.
14 Saya selalu belajar supaya menjadi lebih
pandai dari sebelumnya.
15 Sebelum melakukan suatu yang baru, saya
merasa sangat bersemangat.
16 Saya memikirkan hasil yang baik ketika
berjuang dalam mendapatkan sesuatu.
17 Saya tetap tekun dalam menggapai tujuan
meskipun ada rintangan.
18 Saya memiliki cara tertentu untuk
memberikan semangat kepada diri sendiri
dalam meraih cita-cita.
19 Saya yakin usaha yang baik akan
mengantarkan pada cita-cita.

20 Saya cukup mudah dalam mengetahui


perasaan orang lain walau hanya dari
ekspresi wajahnya.

170
21 Saya mampu mengerti cara berpikir orang
lain.
22 Saya menunjukkan kepedulian dengan
membantu orang lain.
23 Saya mengetahui apa yang harus dilakukan
ketika mendengar teman mulai menangis.
24 Saya menghargai teman yang memiliki
latar belakang ekonomi berbeda.
25 Saya mendengarkan saat teman sedang
berbicara.
26 Saya hebat dalam meyakinkan orang lain.

27 Saya akan memberikan saran jika teman


memintanya.
28 Saya sangat mudah berteman dengan siapa
saja.
29 Saya bisa mengatasi pertengkaran di antara
dua orang teman.
30 Saya selalu menggunakan bahasa yang
baik dalam berbicara.
31 Saya mengucapkan permisi ketika berjalan
melewati orang tua.
32 Saya suka bekerja sama dengan teman
dalam mengerjakan tugas kelompok.

33 Saya lebih suka bekerja sendirian dari


pada dengan orang lain.

34 Saya membantu teman


merasa lebih baik saat suasana hatinya
buruk.
35 Saya menawarkan bantuan ketika ada
teman yang mengalami kesulitan

36 Saya suka memuji pencapaian teman agar


dia terus semangat melakukannya.
37 Guru saya selalu mengajarkan untuk
memberikan semangat kepada orang lain.

172
Lampiran 16
ANGKET GURU

“Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa di Kelas V SDIT


Al-Anshar Bekasi”

Nama Guru :

Kelas :

Petunjuk : Jawablah dengan jujur dan teliti dengan memberi tanda ()
pada jawaban yang tersedia!
No Pernyataan Jawaban

Sangat Setuju Tidak Sangat Tidak


Setuju Setuju Setuju
1 Saya mengajarkan materi kepada siswa
untuk menghubungkan hal yang dirasakan
dan lakukan.

2 Saya mengajarkan materi kepada siswa


untuk menghubungkan hal yang
dipikirkan dan lakukan.

3 Saya mengajarkan materi kepada siswa


untuk menghubungkan hal yang dirasakan
dan dipikirkan.

4 Saya menanamkan kepada siswa bahwa


perasaannya sering kali bisa
mempengaruhi prestasi.
5 Saya biasa memberitahu siswa bahwa
memiliki cita-cita dan tujuan itu penting.
6 Saya selalu menekankan kepada siswa
bahwa diri mereka berharga dan
disayangi.
7 Saya memberi tahu siswa bahwa selalu
ada kekurangan dan kelebihan dalam
setiap orang.
8 Saya menanamkan kepada siswa bahwa
mereka punya bakat dan istimewa.
9 Saya meminta siswa paham apa saja hal-
hal yang membuatnya sedih atau marah.
10 Saya memberi tahu siswa bahwa ada
emosi yang positif dan ada juga emosi
negatif.
11 Saya memberi tahu siswa bahwa berteriak
bukanlah cara untuk meredakan emosi.
12 Saya membiasakan siswa untuk diam dan
tenang ketika sedang marah.
13 Saya selalu memiliki ide agar dalam upaya
menanamkan pentingnya rasa bahagia
dalam diri siswa.
14 Saya selalu membuat suasana bahagia di
dalam kelas.
15 Saya menyemangati siswa agar semangat
menjadi lebih baik dari sebelumnya.
16 Saya cenderung lupa dalam hal
menanamkan semangat kepada siswa.
17 Saya biasanya tidak membiarkan siswa
menyerah dalam mata pelajaran yang tidak
kuasainya.
18 Saya menanamkan ketekunan kepada

174
setiap siswa.

19 Saya selalu merencanakan pembelajaran


yang memberikan kesempatan untuk siswa
menyalurkan ide-ide.
20 Saya selalu menanamka sikap optimis
kepada siswa.
21 Saya membiasakan siswa untuk mengerti
perasaaan temannya.

22 Saya cenderung mengabaikan kepekaan


siswa terhadap temannya.

23 Saat ada siswa yang menangis, saya


meminta temannya untuk menawarkan
bantuan.
24 Saya mengkondisikan siswa untuk selalu
peduli dengan orang lain.
25 Saya memberikan pemahaman kepada
siswa untuk menghargai perbedaan.
26 Saya akan menegur siswa yang tidak bisa
menghargai temannya dengan cara yang
baik.
27 Saya merancang pembelajaran yang aktif
sehingga siswa mampu memberikan
respon.
28 Saya melatih siswa untuk mampu
memberikan saran kepada temannya.
29 Saya merancang pembelajaran yang
membantu siswa terampil dalam berteman
dan membangun relasi.
30 Saya meminta siswa untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri.
31 Saya membiasakan siswa untuk tidak
berteriak ketika memanggil temannya.
32 Saya selalu menanamkan norma
kesopanan kepada siswa.
33 Saya sering membagi siswa ke dalam
kelompok dalam mengerjakan tugas.
34 Saya lebih suka memberikan tugas
individu kepada siswa.
35 Saya selalu mengajarkan siswa untuk
menolong orang lain.

36 Saya membiasakan siswa untuk


menawarkan bantuan kepada temannya.

37 Saat ada siswa yang merasa gagal dalam


pelajaran, saya meminta siswa lain untuk
memberikan dukungan moril.
38 Siswa di kelas saya terbiasa untuk saling
memberikan kata-kata positif kepada
temannya.

176
Lampiran 17
HASIL ANGKET
Peran Guru

Jumlah Respon Guru (Guru kelas Presentase Respon Guru


V Reguler dan TECC)
No Angket Sangat Setuju Tidak Sangat Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju Setuju Tidak Setuju Setuju Tidak
Setuju Setuju
1 Saya mengajarkan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
materi kepada siswa
untuk menghubungkan
hal yang dirasakan dan
lakukan.
2 Saya mengajarkan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
materi kepada siswa
untuk menghubungkan
hal yang dipikirkan dan
lakukan.
3 Saya mengajarkan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
materi kepada siswa
untuk menghubungkan
hal yang dirasakan dan
dipikirkan.
4 Saya menanamkan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
kepada siswa bahwa
perasaannya sering kali
bisa mempengaruhi
prestasi.
5 Saya biasa memberitahu 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
siswa bahwa memiliki
cita-cita dan tujuan itu
penting.
6 Saya selalu menekankan 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
kepada siswa bahwa diri
mereka berharga dan
disayangi.
7 Saya memberi tahu 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
siswa bahwa selalu ada
kekurangan dan
kelebihan dalam setiap
orang.
8 Saya menanamkan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
kepada siswa bahwa
mereka punya bakat dan
istimewa.
9 Saya meminta siswa 0 2 0 0 0% 100% 0% 0%
paham apa saja hal-hal
yang membuatnya sedih
atau marah.
10 Saya memberi tahu siswa 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
bahwa ada emosi yang
positif dan ada juga
emosi negatif.
11 Saya memberi tahu siswa 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
bahwa berteriak
bukanlah cara untuk
meredakan emosi.
12 Saya membiasakan siswa 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%

178
untuk diam dan tenang
ketika sedang marah.
13 Saya selalu memiliki ide 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
agar dalam upaya
menanamkan pentingnya
rasa bahagia dalam diri
siswa.
14 Saya selalu membuat 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
suasana bahagia di dalam
kelas.
15 Saya menyemangati 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
siswa agar semangat
menjadi lebih baik dari
sebelumnya.
16 Saya cenderung lupa 0 0 2 0 0% 0% 100% 0%
dalam hal menanamkan
semangat kepada siswa.
17 Saya biasanya tidak 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
membiarkan siswa
menyerah dalam mata
pelajaran yang tidak
kuasainya.
18 Saya menanamkan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
ketekunan kepada setiap
siswa.
19 Saya selalu 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
merencanakan
pembelajaran yang
memberikan kesempatan
untuk siswa menyalurkan
ide-ide.

20 Saya selalu menanamkan 2 0 0 0 100% 0% 0%


sikap optimis kepada
siswa.
21 Saya membiasakan siswa 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
untuk mengerti
perasaaan temannya.
22 Saya cenderung 0 0 2 0 0% 100% 0% 0%
mengabaikan kepekaan
siswa terhadap
temannya.
23 Saat ada siswa yang 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
menangis, saya meminta
temannya untuk
menawarkan bantuan.
24 Saya mengkondisikan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
siswa untuk selalu peduli
dengan orang lain.
25 Saya memberikan 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
pemahaman kepada
siswa untuk menghargai
perbedaan.
26 Saya akan menegur 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
siswa yang tidak bisa
menghargai temannya
dengan cara yang baik.
27 Saya merancang 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
pembelajaran yang aktif
sehingga siswa mampu
memberikan respon.

180
28 Saya melatih siswa untuk 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
mampu memberikan
saran kepada temannya.
29 Saya merancang 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
pembelajaran yang
membantu siswa
terampil dalam berteman
dan membangun relasi.
30 Saya meminta siswa 0 2 0 0 0% 100% 0% 0%
untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri.
31 Saya membiasakan siswa 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
untuk tidak berteriak
ketika memanggil
temannya.
32 Saya selalu menanamkan 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
norma kesopanan kepada
siswa.
33 Saya sering membagi 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
siswa ke dalam
kelompok dalam
mengerjakan tugas.
34 Saya lebih suka 0 2 0 0 0% 100% 0% 0%
memberikan tugas
individu kepada siswa.
35 Saya selalu mengajarkan 2 0 0 0 100% 0% 0% 0%
siswa untuk menolong
orang lain.
36 Saya membiasakan 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
siswa untuk menawarkan
bantuan kepada
temannya.

37 Saat ada siswa yang 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%


merasa gagal dalam
pelajaran, saya meminta
siswa lain untuk
memberikan dukungan
moril.
38 Siswa di kelas saya 1 1 0 0 50% 50% 0% 0%
terbiasa untuk saling
memberikan kata-kata
positif kepada temannya.

Total Skor = 276

182
Lampiran 18

HASIL ANGKET
Kecerdasan Emosional Siswa

Jumlah Respon Guru (Guru kelas Presentase Respon Guru


V Reguler dan TECC)
No Angket Sangat Setuju Tidak Sangat Sangat Setuju Tidak Sangat
Setuju Setuju Tidak Setuju Setuju Tidak
Setuju Setuju
1. Jika merasa marah maka 2 17 18 6 5% 39% 42% 14%
saya akan
menunjukkannya.
2. Jika memikirkan hal yang 11 23 7 2 26% 53% 16% 5%
sedih maka saya akan
menangis.
3. Jika memikirkan 21 19 1 2 49% 44% 2% 5%
kelebihan diri maka saya
akan merasa bersyukur.
4. Saya sangat berharap bisa 33 9 0 1 77% 21% 0% 2%
menggapai cita-cita.
5. Saya adalah anak yang 25 17 0 1 58% 40% 0% 2%
diharapkan oleh keluarga
dan disayangi.
6. Saya tahu tentang 19 18 5 1 44% 42% 12% 2%
kekurangan diri sendiri.
7. Saya adalah anak yang 10 20 12 1 23% 47% 28% 2%
memiliki bakat.
8. Saya biasanya merasa 9 25 5 4 21% 58% 12% 9%
sedih karena satu atau
banyak persoalan.
9. Saya akan sangat marah 14 20 8 1 33% 46% 19% 2%
ketika diganggu.
10. Ketika marah saya lebih 2 6 24 11 5% 14% 56% 26%
memilih berteriak kepada
siapapun.
11. Ketika marah saya lebih 11 22 9 1 26% 51% 21% 2%
memilih untuk diam atau
menangis.
12. Saya bisa menemukan cara 19 17 6 1 44% 40% 14% 2%
untuk kembali senang
setelah merasa sedih atau
menangis.
13. Ketika melakukan sesuatu 25 16 1 1 59% 37% 2% 2%
yang disenangi saya
merasa sangat senang.
14. Saya selalu belajar supaya 19 23 1 0 44% 54% 2% 0%
menjadi lebih pandai dari
sebelumnya.
15. Sebelum melakukan suatu 20 17 4 2 46% 40% 9% 5%
yang baru, saya merasa
sangat bersemangat.
16. Saya memikirkan hasil 15 25 3 0 35% 58% 7% 0%
yang baik ketika berjuang
dalam mendapatkan
sesuatu.
17. Saya tetap tekun dalam 15 23 4 1 35% 54% 9% 2%
menggapai tujuan

184
meskipun ada rintangan.
18. Saya memiliki cara tertentu 15 26 2 0 35% 60% 5% 0%
untuk memberikan
semangat kepada diri
sendiri dalam meraih cita-
cita.
19. Saya yakin usaha yang 27 15 1 0 63% 35% 2% 0%
baik akan mengantarkan
pada cita-cita.
20. Saya cukup mudah dalam 9 22 11 1 21% 51% 26% 2%
mengetahui perasaan orang
lain walau hanya dari
ekspresi wajahnya.
21. Saya mampu mengerti cara 5 15 19 4 12% 35% 44% 9%
berpikir orang lain.
22. Saya menunjukkan 18 23 1 1 42% 54% 2% 2%
kepedulian dengan
membantu orang lain.
23. Saya mengetahui apa yang 16 24 3 0 37% 56% 7% 0%
harus dilakukan ketika
mendengar teman mulai
menangis.
24. Saya menghargai teman 24 18 1 0 56% 42% 2% 0%
yang memiliki latar
belakang ekonomi berbeda.
25. Saya mendengarkan saat 15 27 1 0 35% 63% 2% 0%
teman sedang berbicara.
26. Saya hebat dalam 6 20 16 1 14% 47% 37% 2%
meyakinkan orang lain.
27. Saya akan memberikan 12 29 1 1 28% 68% 2% 2%
saran jika teman
memintanya.
28. Saya sangat mudah 11 21 9 2 25% 49% 21% 5%
berteman dengan siapa
saja.
29. Saya bisa mengatasi 11 17 15 0 26% 39% 35% 0%
pertengkaran di antara dua
orang teman.
30. Saya selalu menggunakan 14 24 4 1 33% 56% 9% 2%
bahasa yang baik dalam
berbicara.
31. Saya mengucapkan permisi 17 26 0 0 40% 60% 0% 0%
ketika berjalan melewati
orang tua.
32. Saya suka bekerja sama 19 16 8 0 44% 37% 19% 0%
dengan teman dalam
mengerjakan tugas
kelompok.
33. Saya lebih suka bekerja 3 14 19 7 7% 33% 44% 16%
sendirian dari pada dengan
orang lain.
34. Saya membantu teman 13 23 7 0 30% 54% 16% 0%
merasa lebih baik saat
suasana hatinya buruk.
35. Saya menawarkan bantuan 13 26 2 2 30% 60% 5% 5%
ketika ada teman yang
mengalami kesulitan
36. Saya suka memuji 16 24 3 0 37% 56% 7% 0%
pencapaian teman agar dia

186
terus semangat
melakukannya.

37. Guru saya selalu 27 14 2 0 63% 32% 5% 0%


mengajarkan untuk
memberikan semangat
kepada orang lain.

Jumlah Total Skor : 5.048


Lampiran 19
UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul Peran
Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas V SDI Al-Anshar
Bekasi yang disusun oleh Rahma Syifa Nur Azizah, NIM. 11170183000065.
Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah diuji
kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi.

Bojongsari, 27 April 2021

Dosen pembimbing,

Drs. Ja’far Sanusi, M.A

NIP. 195804171992031001

188
UJI REFERENSI

Nama : Rahma Syifa Nur Azizah

NIM : 11170183000065

Judul Skripsi : Peran Guru dalam Menanamkan Kecerdasan Emosional Siswa


Kelas V SDI Al-Anshar Bekasi

Pembimbing : Drs. Ja’far Sanusi, M.A

No Referensi No Halaman Paraf


Footnote Skripsi Pembimbing
BAB I
1. I Wayan Cong Sujana, Fungsi dan 1, 2, 3, 4 1, 2
Tujuan Pendidikan Indonesia, ADI
WIDYA: Jurnal Pendidikan Dasar
Vol. 4, No. 1 April 2019, h. 29.
BAB II
2. Yohana Afliani Ludo Buan, Guru 1, 7, 8 7, 10
dan Pendidikan Karakter Sinegritas
Peran Guru dalam Menanamkan
Nilai-Nilai Pendidikan Karakter di
Era Milenial, (Indramayu: Penerbit
Adab, 2020), h. 1, h. 4-5
3. Hardywinoto dan Tony Setiabudhi, 3, 47 7, 24
Anak Unggul Berotak Prima,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003), h. 20-21.
4. Askhabul Kirom, Peran Guru Dan 2, 4 7, 8
Peserta Didik Dalam Proses
Pembelajaran Berbasis Multikultural,
Jurnal Al-Murrabi: Jurnal Pendidikan
Agama Islam, Vol. 3 No. 1,
Desember 2017, h. 72, h. 73
5. Asep Ediana Latip, Pembangunan 5, 6 8
Karakter Peserta Didik pada Jenjang
Pendidikan Dasar, (Repository FITK
Uin Syarif Hidayatullah Jakarta,
diakses pada 23 Januari 2021,
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/b
itstream/123456789/39107/1/Asep-
FITK), h. 307.
6. Faisal Faliyandra, Tri Pusat 9, 10, 37 11, 20
Kecerdasan Sosial Membangun
Hubungan Baik Antar Manusia
Pada Lingkungan Pendidikan di Era
Teknologi, (Batu: Literasi
Nusantara, 2019), h. 77, h. 78, h. 81.

7. Sukidi, Rahasia Sukses Hidup 11 11


Bahagia Kecerdasan Spiritual
Mengapa SQ lebih Penting daripada
IQ dan EQ, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2004
8. Ahmad Susanto, Perkembangan Anak 21 14
Usia Dini: Pengantar Dalam
Berbagai Aspeknya, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2011), h. 3.
9. Nofianty Djafri. Manajemen 12, 20, 11, 13,
Kepemimpinan Kepala Sekolah 39, 43 21, 23
(Pengetahuan Manajemen,
Efektivitas, Kemandirian Keunggulan
Bersaing dan Kecerdasan Emosi).
(Yogyakarta: Deepublish, Cet. 2,
2017), h. 29, h. 32.
10. Dra. Wiwik Suciati, M.Pd. Kiat 13 12
Sukses Melalui Kecerdasan
emosional dan Kemandirian
Belajar. (Bandung: CV. Rasi Terbit,
2016), h. 2.
11. Yohanes Temaluru Dominikus Dolet 14, 17, 12, 13
Unaradjan. Pengembangan 18,
Kemampuan Personal, (Jakarta:
Penerbit Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya, 2019), h. 101,
h. 102.
12. Nur Istiqomah Hidayati, Pola Asuh 15 12
Otoriter Orang Tua, Kecerdasan
Emosi, Dan Kemandirian Anak SD,
Persona: Jurnal Psikologi Indonesia
Januari 2014, Vol. 3, No. 01, h. 3.
13. Gwalior dan Madhya Pradesh, “Role 16 12
of Emotional Intelligence for
Academic Achievement for Students,
Bhadouria Preeti Boston College for
Professional Studies”, Research
190
Journal of Educational Sciences,
ISSN 2321-0508, Vol. 1(2), Mei
(2013), h. 8.
14. Nafia Wafiqni, M.Pd dan Asep 22, 23, 14, 15,
Ediana Latip, Psikologi 24, 25, 16
Perkembangan Anak Usia MI/SD 26, 27,
Teori dan Grand Desain Pendidikan 29
Berbasis Perkembangan (Education
Based Child’s Development), Ciputat:
UIN Press, 2015), h. 133-137.
15. Gita Sekar Prihanti, Empati dan 28 16
Komunikasi (Dilengkapi Modul
Pengajaran dengan Model
Pendidikan Berbasis Komunitas),
(Malang: Penerbitan Universitas
Muhammadiyah Malang, 2017), h.
32.
16. Lauw Tjun Tjun dkk, Pengaruh 30 17
Kecerdasan Emosional terhadap
Pemahaman Akuntansi Dilihat dari
Perspektif Gender, Jurnal Akuntansi
Vol I, No. 2, November 2009: 101-
118, h. 104.
17. Sandhya Mehta dan Namrata Singh, 31, 32, 18, 19
Development of The Emotional 33, 35
Intelligence Scale, International
Journal of Management &
Information Technology Vol. 8, No.
1, 2013, h.1253, h. 1256.
18. Nur Asiah, Analisis Kemampuan 34 19
Praktik Strategi Pembelajaran Aktif
(Active Learning) Mahasiswa PGMI
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
IAIN Raden Intan Lampung, Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Dasar,
Vol. 4, No. 1 Tahun 2017, h. 24.
19. Nurafni, Devi Murnianti & Maya 36 19
Khairani, “Kecerdasan Emosional
Siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN)
dengan Siswa Sekolah Dasar Islam
Terpadu (SDIT) di Kota Banda
Aceh”, Gender Equality:
International Journal of Child and
Gender Studies, Vol. 3, No.1, Tahun
2017, h. 33.
20. Melanie Richburg dan Teresa 38 20
Fletcher, “Emotional Intelligence:
Directing A Child's Emotional
Education”, Child Study Journal,
Tahun 2002, h. 2.
21. David Ryback, Putting Emotional 40 21
Intelligence to Work Succe2sfull
Leadership is More Than IQ, (New
York: Routlegde, 2012), h. 53.
22. Inderjit Kaur, Nicola S. Schutt, Einar 41 22
B. Thorsteinsson, “Gambling Control
Self-efficacy as a Mediator of the
Effects of Low Emotional Intelligence
on Problem Gambling”, J Gambl
Stud (2006) Vol. 22, h. 406.
23. Helen Y. Sung, “The Influence of 42 22
Culture on Parenting Practices of
East Asian Families and Emotional
Intelligence of Older Adolescents A
Qualitative Study”, School
Psychology International (2010), Vol.
31, No. 2, h. 200.
24. Moshe Zeidner, Israel Richard D. 44 23
Roberts, Gerald Matthews, “Can
Emotional Intelligence Be Schooled?
A Critical Review”, Educational
Psychologist Journal, Vol. 37 No. 4,
Tahun 2002, h. 229.
25. Mihaly Csikszentmihalyi dan Isabella 45 23
Selega Csikszentmihalyi, Library of
Congress Cataloging in Publication
Data, (New York: Oxford University
Press, 2006), hal. 104
26. Enda Yulita dkk, “Hubungan Antara 49 25
Pola Asuh Orang Tua dengan
Kecerdasan Emosional (Emotional
Intelligence) Siswa Kelas V SDN 50
Kota Bengkulu”, Jurnal Riset
Pendidikan Dasar, Vol. 1, No. 3, T.T,
h. 235.
27. Olivia Cherly Wuwung, Strategi 50 25
Pembelajaran dan Kecerdasan
Emosional, (Surabaya: Scopindo
Media Pustaka, 2020), h. 62.

192
28. Ratu Ayu Safira Destianda & 51 25
Hamidah, “Hubungan Kecerdasan
Emosional Dengan Ide Bunuh Diri
Pada Remaja”, Jurnal Psikologi
Klinis dan Kesehatan Mental, Vol. 8,
Tahun 2009, h. 18.
29. Bangun Santoso, “Isi Surat 52 26
Memilukan Bocah SD Gantung Diri
di Temanggung”,
https://jateng.suara.com/read/2019/10
/08/060908/isi-surat-memilukan-
bocah-sd-gantung-diri-di-
temanggung?page=all diakses pada
17 Oktober 2020).
30. Con Stough, Donald H. Saklofske, 53 26
James D.A. Parker, Assessing
Emotional Intelligence Theory,
Research and Aplications, (New
York: Springer Science and Business
Media, 2009), hal. 176-177.
31. Lu’luil Maknun, Kekerasan terhadap 54 27
Anak yang Dilakukan oleh Orang
Tua (Child Abuse), Muallimuna:
Jurnal Madrasah Ibtidaiyah, Vol. 3,
No. 1, Oktober 2017, h. 76.
32. Ardiani, Halida dan Lukmanulhakim, 55 27
“Peran Guru Dalam
Mengembangkan Sosial Emosional di
Kelas B3 TK Gembala Baik Kota
Pontianak”, Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa, Vol. 6,
No. 10, Tahun. 2017, h. 8.
33. Stella Mavroveli, K. V. Petrides, 56 28
Yolanda Sangareau, Adrian Furnham,
“Exploring The Relationships
Between Trait Emotional Intelligence
and Objective Socio-Emotional
Outcomes in Childhood”, British
Journal Psychology Vol. 79,
DOI:10.1348/000709908X368848
Tahun 2009, h. 268.
34. K. V. Petrides, “Trait Emotional 57 28
Intelligence and Children’s Peer
Relations at School”, Social
Development Journal, Vol. 15, No. 3
Tahun 2006, h. 545.
35. Himmatul Farihah, “Peran Guru 58 29
Dalam Mengembangkan Kecerdasan
Emosional Anak Usia Dini”,
Proseding Seminar Naional Unirow
Tuban, Vol 1 No 1 (2017):
Pengembangan Luaran Penelitian
Dan Pengabdian Masyarakat Yang
Mendukung Pendidikan Dan Saintek
Menuju Dunia Usaha Dan Industri,
Tahun 2017, h. 58-60.
36. Daniel Goleman, Kecerdasan 46, 48 23, 24
Emosional, Terj. T. Hermaya,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
Cet. Ke-17, 2007), h. 19, h. 355
BAB III
37. Rukin, Metodologi Penelitian 1 31
Kualitatif, (Talakar: Yayasan Ahmar
Cendekia Indonesia, 2019), h. 6.

38. Sugiyono, Metode Penelitian 2, 7, 8, 9, 31, 33,


Kuantitatif, Kualitatif, R&D, 11 34
(Alfabeta: Bandung, 2017), h. 8, h.
242, h. 260, h. 158, h. 110, h. 270, h.
302, h. 275, h. 277, h. 71, h. 283.
39. Iskandar, Metode Penelitian 3, 5 31
Campuran (Konsep, Prosedur, dan
Contoh Penerapan), (Pekalongan: PT.
Nasya Expanding Management,
2021, h. 9, h.19
40. Jonathan Sarwono, Mixed Metods: 4 31
Cara Menggabung Riset Kuantitatif
dan Riset Kualitatif Secara Benar,
(Jakarta: Elex Media Komputindo,
2011) h. 1.
41. Suwardi Endraswara, Metode, Teori, 6 32
Teknik Penelitian Kebudayaan
Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Pustaka Widyatama,
2006) , h. 115.
42. Sandu Siyoto dan Ali Sodik, Dasar 10 34
Metodologi Penelitian, (Yogyakarta:
Literasi Media Publishing, 2015, h.
23

194
Lampiran 20

DOKUMENTASI
196
BIODATA PENULIS

Rahma Syifa Nur Azizah lahir di Ciamis pada tanggal


28 September 1999 sebagai putri pertama dari pasangan
Ubaidillah dan Enung Relistia Fauziah. Penulis
menghabiskan masa kanak-kanaknya di SDN Pekayon
Jaya X dan melanjutkan masa remajanya di MTs
Annida Al-Islamy dan berlanjut hingga MA Annida Al-
Islamy dan saat ini adalah seorang mahasiswa Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan disiplin ilmu Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
(PGMI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kegemarannya adalah menulis.
Beberapa tulisannya dimuat pada aplikasi menulis Novelme. Judul-judul web-
novel yang dimilikinya adalah Fetish, Weekend Lover, Young Marriage, dan
Motel Del Luna. Penulis tengah fokus pada upaya self-love sebagai salah satu cara
menyadari bahwa diri ini berarti. Pada hari-hari tertentu yang terasa berat dan
pahit, penulis mencoba menemukan manisnya hidup pada makanan. Dan ketika
makanan tidak cukup untuk membuat hari menjadi lebih baik, maka mengadu
pada Sang Pencipta adalah jalan terbaik. Hidup memang tidak mudah, namun
penulis percaya bahwa Allah selalu ada.

Anda mungkin juga menyukai