Anda di halaman 1dari 71

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Menurut Sumaryono dalam Hendra 2002 dalam Penelitian Irawan et.al,
2013, bahwa Indonesia memiliki sumberdaya alam dan Keanekaragaman hayati
yang tinggi, terdiri dari langsung ke jumlah pulau di Indonesia, dengan 34
Provinsi yang memiliki beranekaragam suku dan budaya. Tingginya
keanekaragaman tumbuhan disamaratakan dengan keragaman suku bangsa, akan
terungkap berbagai jenis sistem pengetahuan tentang hubungan budaya satu
masyarakat dengan budaya tumbuhannya.

Keanekaragaman Hayati adalah keberagaman Makhluk hidup baik dari


tingkat keanekaragaman genetik, keanekaragaman spesies maupun
keanekaragaman ekosistem (Campbell, 2015: 426-427). Dengan adanya tingkat
keanekargaman yang tinggi kita mengenal berbagai macam jenis Flora maupun
Fauna di Indonesia. Salah satu cara memanfaatkan keanekaragaman hayati ialah
dengan memanfaatkan segala apa yang terdapat di alam.

Tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya, Indonesia juga memiliki
berbagai macam keanekaragaman kelompok etnis dengan kehidupan sosial dan
budaya yang berbeda. Sehubungan dengan kekayaan sumber daya alam yang
kemudian bila dipadukan dengan indahnya kebhinekaan suku-suku bangsa yang
mendiami di seluruh Kepulauan Indonesia, maka tidak heran lagi jika tumbuh
kembang berbagai sistem pengetahuan tentang alam dan lingkungan. Pengetahuan
ini sangat bervariasi dari satu kelompok suku ke kelompok suku lain yang
tampaknya sangat bergantung pada tipe ekosistem tempat mereka tinggal, iklim
yang berubah-ubah terutama curah hujan, adat, tatacara, perilaku, pola hidup
kelompok atau singkatnya pada tingkat kebudayaan suku-suku bangsa tersebut
(Walujo, et al, 1991)1. Lebih sekitar dari 6000 jenis tumbuhan berbunga, baik
yang hidup secara liar maupun yang dibudidayakan, dikenali dan dimanfaatkan

1
untuk keperluan bahan makanan, pakaian, perlindungan dan obat-obatan.
Masyarakat Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan dan
biji-bijan yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Tidak kurang dari 100
jenis kacang-kacangan, 450 jenis buah-buahan serta 250 jenis sayur-sayuran dan
jamur yang kesemuanya merupakan hasil kekayaan Indonesia (KMNLH 2007).

Begitu juga dengan sumber daya hayati laut, hewan serta miroba (benda-
benda dilaut), sudah lama dimanfaatkan untuk menunjangnya kebutuhan hidup
sehari-hari masyarakat Indonesia. Meskipun Indonesia disebut-sebut sebagai
negara agraris yang terkenal dengan kekeyaan alamnya, akan tetapi kenyataannya
masih banyak kekurangan pangan. Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi
satu-satunya menjadi pemicu yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan
nasional. Akan tetapi berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi
pemukiman dan lahan industri oleh perusahaan-perusahaan ilegal, telah menjadi
ancaman dan tantangan tambahan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
yang mandiri dalam bidang pangan. Ini semua merupakan suatu beban ikutan
yang baru baik dari segi ekonomi, ketahanan nasional maupun bagi kesehatan
masyarakat itu sendiri.

Pengetahuan dan pemahaman kita terkait dengan bahwa flora yang khas
Indonesia juga banyak dikenali oleh masyarakat tempatan dan memiliki kegunaan.
Kekayaan ini menghadirkan berbagai sumber-sumber pangan alternatif yang
sekaligus telah diterima oleh masyarakat. Praktis sejak adanya revolusi hijau,
kebijakan pemerintah hanya cenderung memfokuskan pada peningkatan
produktivitas pangan primadona saja (beras, jagung, singkong, kedelai), akhirnya
menggiring masyarakat di pedesaan untuk melupakan bagimana komoditas
pangan lokal seperti ubi-ubian, kacang-kacangan, buah-buahan, bumbu dan
rempah, bahkan obat-obatan. Beberapa contoh dibawah ini yang menggambarkan
adalah jenis-jenis tumbuhan yang telah banyak dikenali masyarakat yang
memiliki potensi dan keanekaragamannya terdapat di Indonesia. Variasi kultivar
yang dimiliki oleh setiap jenis merupakan sumber plasma nutfah yang tidak

2
ternilai harganya untuk kepentingan pengembangan sumber daya pangan lokal
dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pertanian.

Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang
biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau
setelah diolah secara minimal. Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut
sebagai sayur-sayuran atau sayur-mayur. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi
mentah tanpa dimasak terlebih dahulu, sementara yang lainnya harus diolah
terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus, digoreng, atau disangrai. Sayuran
berbentuk daun yang dimakan mentah disebut sebagai lalapan
Sayuran merupakan bahan pangan asli daerah yang telah dibudidayakan
dan dikonsumsi sejak jaman dahulu kala atau sayuran introduksi yang telah
dikembang baikkan dan dikenal oleh masyarakat di daerah tertentu. Sayuran
merupakan sumber penting makanan dan gizi di Indonesia. Namun, sejauh ini
perhatian terhadap sayuran masih sangat rendah dan cenderung ditinggalkan.
Defisiensi mikronutrien, terutama pada anak-anak, terus menjadi permasalahan
global yang butuh untuk diberi perhatian yang layak dan telah banyak lap yang
menunjukan nilai gizi tinggi yang tinggi yang terdapat pada sayuran . Jika sayuran
tersebut dimasukkan ke dalam menu makanan dalam kebutuhan sehari-hari,
sayuran dapat menghilangkan permasalahan defisiensi mikronutrien.
Sayuran merupakan bagian yang penting dari dari menu makanan manusia.
Karena sayuran merupakan sumber penting dari berbagai macam vitamin,
mineral, serat dan antioksidan. Sayuran memiliki nilai gizi yang cukup tinggi,
dimana konsumsi 100 g sayuran memberikan lebih dari 100% kebutuhan harian
vitamin dan mineral dan 40% protein. Menu makanan Indonesia yang
dikategorikan berdasarkan biji-bijian, oleh karena itu tidak memadai dalam energi
dan gizi yang rendah. Dibutuhkan suplemen khusus sebagai tambahan karbohidrat
berdasarkan menu makanan yang kaya akan mikronutrien seperti sayuran.
Penggabungan antara sayuran dengan menu makanan Indonesia mungkin dapat
membantu untuk meringankan beberapa defisiensi gizi.

3
Rempah-rempah adalah salah satu kekayaan alam dari bangsa Indonesia
yang berperan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam sejarahnya,
rempah-rempah bahkan pernah memainkan peran penting dalam perekonomian
global yang membawa persaingan ekonomi di antara negara Eropa. Rempah-
rempah telah menarik minat bagi bangsa-bangsa asing untuk melakukan
penjelajahan mengarungi samudera luas demi mendapatkan sebuah lokasi
penghasil dan pusat rempah-rempah. Ekplorasi bagi Bangsa Eropa untuk mencari
lokasi rempah- rempah menghasilkan banyak hal, antara lain adalah penemuan
dunia baru, persaingan dagang dan peperangan, interaksi masyarakat antar benua,
pengetahuan tentang dunia timur, penyebaran beberapa agama, penjajahan dan
pengetahuan baru tentang anekaragam jenis rempah dan herba serta flora lainnya
(Balick & Cox, 1996 dalam Hakim, 2015 : 4-5).
Suku Sakai ialah salah satu suku terasing yang kehidupannya terisolasi
dari kehidupan masyarakat biasa. Dampak dari kehidupan yang terisolasi ini
terjadi hampir pada seluruh aspek kehidupan. Mereka masih sangat tradisional
termasuk dalam bidang Pendidikan (Erni, 2014).
Orang Sakai berasal dari ras Veddoid dan dalam hal ini mirip dengan
masyarakat Sakai di Semenanjung Melayu. Namun, orang Sakai di Sumatra
memperoleh bahasa dan adat matrilineal mereka dari orang Minangkabau yang
berimigrasi ke daerah tersebut pada awal abad ke-14. Ada sebuah tradisi yang
menuturkan bahwa di zaman dahulu pernah ada sebuah kerajaan besar
Minangkabau di Sungai Gassip, cabang Sungai Siak, dan kerajaan ini ditaklukkan
oleh orang Aceh. Orang Sakai punmelarikan diri ke hutan di Mandau (M. Loeb :
2013: 346).
Sakai merupakan Etnis asli di Desa Petani, Duri-Riau. Etnis ini biasanya
tinggal berkelompok dan sangat berhati-hati dengan kedatangan orang asing (etnis
lain), namun kini Etnis Sakai di Desa Petani telah berbaur dan menerima
kedatangan Etnis lainnya. Pada umumnya Etnis Sakai menganut Agama Islam,
namun ada juga yang masih menganut kepercayaan dari leluhur (animisme). Etnis
Sakai seperti Etnis lain, Etnis ini juga memiliki sistem kepercayaan, pengetahuan
dalam mengelolahan keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan sekitar
4
seperti pemanfaatkan berbagai jenis rempah-rempah dan sayur mayur untuk
kebutuhan memasak dalam Rumah tangga.
Sumber bahan ajar memiliki peranan penting dalam proses pembeljaran
karena dengan tersedianya sumber belajar yang memadai akan membantu guru
dan siswa dalam memudahkan proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran
yang sudah ditetapkan dapat tercapai.
Menurut Hamdani (2011 : 119-120 dalam Winarti, Wijianto, Winarno :
2018) mengemukakan bahwa, sumber belajar dikategorikan sebagai berikut: (a)
tempat maupun lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat
melakukan belajar ataupun proses perubahan tingkah laku (sikap). Misalnya
perpustakaan, pasar, museum, dan sebagainya. (b) Benda yaitu segala benda yang
memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku (sikap) bagi siswa. Misalnya
situs, candi, benda peninggalan lainnya. (c) Orang yaitu siapa saja yang memiliki
keahlian yang bisa mengajarkan sesuatu kepada siswa, misalnya dokter, polisi dan
ahli-ahli lainnya. (d) Buku yaitu segala macam buku yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi,
handout dan lain sebagainya. (e) Bahan, yaitu segala sesuatu yang berupa teks
tertulis, cetak, rekaman, elektronik, website yang dapat dimanfatkan untuk belajar.
(f) Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, guru dapat menjadikan peristiwa
ataupun kejadian dan fakta sebagai sumber belajar, misalnya peristiwa kerusuhan,
peristiwa bencana dan peristiwa lainnya.
Selain guru yang harus memperhatikan model pembelajaran, guru juga
harus memperhatikan bagaimana media yang akan digunakan. Penggunaan media
pembelajaran bisa membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan
tercapainya tujuan pembelajaran yang baik. Pada penelitian ini, menggunkan
handout sebagai media maupun sumber bahan ajar yang dapat membantu siswa
dalam proses belajar mengajar.
Sumber bahan ajar handout berisi tentang materi yang lebih menarik,
ringkas dan contoh-contoh fakta agar siswa lebih banyak mendapatkan informasi.
Semakin banyak sumber belajar yang dibaca siswa, siswa semakin menguasai
materi dan ketika mengalami kesuitan diharapkan siswa dapat menanyakan
5
kepada guru sehingga akan memicu siswa lebih aktif (Ariyanti, Syryadi & Bakti :
2016).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan guru dan
siswa terhadap pengetahuan masyarakat Suku Sakai yang terdapat di Kabupaten
Siak Khususnya di Mandiangin dan Minas Barat dalam memanfaatkan berbagai
jenis Sayuran serta Rempah yang dimanfaatkan ibu rumah tangga, yang hasilnya
akan dijadikan handout sebagai media belaja bagi siswa X SMA.

1.2 Identifiksi Masalah


Masalah yang teridentifikasi berdasarkan latar belakang adalah sebagai
berikut:
1) Informasi tentang pemanfaatan rempah-rempah dan sayur-mayur Suku sakai
belum banyak dieksporasi yang dimanfaatkan Suku Saka
2) Belum ada handout yang membahas tentang Sayuran dan rempah yang
dimanfaatkan Suku Sakai

1.3 Pembatasan Masalah


Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya
penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebuat lebih
terarah dan memudahkan dalam pembahasan sebagai tujuan dari penelitian akan
tercapai. Oleh sebab itu, penulis membatasi penelitian ini hanya berkaitan dengan
“Keanekaragaman hayati sayuran dan rempah Suku Sakai di Mandiangin dan
Minas Barat Kabupaten Siak sebagai Sumber Bahan Ajar pada Kompetensi Inti
3.2 dan 4.2 Pembelajaran Biologi kelas X SMA”.

1.4 Perumusan Masalah


Rumusan Masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah tanggapan Guru
dan Siswa terhadap Keanekaragaman hayati sayuran dan rempah Suku Sakai di
Mandiangin dan Minas Barat Kabupaten Siak sebagai Sumber Bahan Ajar pada
Kompetensi Inti 3.2 dan 4.2 Pembelajaran Biologi kelas X SMA?”

6
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan Guru dan Siswa
terhadap Keanekaragaman hayati sayuran dan rempah Suku Sakai di Mandiangin
dan Minas Barat Kabupaten Siak sebagai Sumber Bahan Ajar pada Kompetensi
inti 3.2 dan 4.2 Pembelajaran Biologi kelas x SMA.

1.6 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini antara lain:
1) Mengekspolasi Keanekaragaman hayati Sayuran dan rempah Suku Sakai
2) Memperluas wawasan masyarakat untuk mengenal kearifan lokal dari
kehidupan Suku Sakai
3) Mengenal berbagai macam olahan sayuran dan rempah yang dimanfaatkan
ibu Rumah Tangga Suku Sakai
4) Menambah pengetahuan siswa dalam belajar menggunakan media handout

7
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjuan Teori


2.1.1 Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (Biodiversitas) merupakan sumber kekayaan
hidup di bumi, jutaan jenis tumbuhan, hewan dan mikroorganisme yang
dikandungnya, serta ekosistem yang terbentuk menjadi lingkupan hidup
(Supriatna, 2008 dalam Hartono, 2016: 9-10 ). World Wildlife Fund (WWF,
1989) dalam (Hartono, 2016: 9-10) mengartikan biodiversitas sebagai keragaman
berbagai macam jenis tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme termasuk spora,
gen, dan ekosistem rumit yang membentuk dan tersususn membentuk lingkungan
hidupnya. Kemudian, Pengertian keanekaragaman hayati atau biodiversitas
dikenali dalam tiga kategorisasi, yakni:
a. Keanekaragaman Spesies (Jenis)
Merupakan kumpulan spesies yang ditemukan di bumi, baik bakteri, protista,
maupun kelompok spesies bersel banyak dari tumbuhan, hewan, dan jamur.
b. Keanekaragaman Genetik (Gen)
Variasi genetik dalam berbagai spesies tertentu, baik antar populasi yang
berbeda secara geografis (landrace) maupun dengan populasi yang berada pada
bentang geografis yang sama dengan yang sebelumnya. Keanekaragaman
genetik memungkinkan akan adanya beberapa spesies untuk mempertahankan
kelangsungan reproduksinya, tahan terhadap serangan penyakit dan mampu
beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dilingkungannya.
c. Keanekaragaman Komunitas (Ekosistem)
Komunitas yang biologi dari berbagai macam spesies hidup yang berintegrasi
dengan lingkungan fisik yang berada di beberapa bagian setempat (ekosistem)
merupakan tanggapan spesies terhadap bebagai lingkungan yang sangat
berbeda.
Terdapat tiga pendekatan dalam pemahaman keanekaragaman hayati,
yakni tingkat ekosistem, tingkat taksonomi atau spesies dan tingkat genetik.
8
Tingkat ekosistem mencakup keanekaan bentuk dan susunan bentang alam, baik
daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme hidup (tumbuhan,
hewan, dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk keterkaitan dengan
lingkungan fisiknya. Tingkat taksonomi atau spesies adalah keanekaan spesies
organisme yang menempati suatu ekosistem, baik di daratan maupun di perairan.
Dengan demikian, masing-masing organisme mempunyai ciri yang berbeda satu
dengan yang lain. Tingkat genetik adalah keanekaan individu dalam suatu spesies,
keanekaan ini disebabkan adanya perbedaan genetik antar individu.
Berdasarkan penjelasan diatas, status biodiversitas berkaitan erat dengan
keberadaan dan kondisi hutan. Oleh sebab itu, deforestasi dan degradasi hutan
turut pula memengaruhi bagaimana status biodiversitas sehingga sangat perlu
penanganan yang serius. Penanganan deforestasi dan degradasi hutan yang terus
menjadi perhatian, bukan saja berkaitan dengan hilangnya fungsi hidro-orologis
hutan, namun terkait juga dengan rusaknya rantai makanan dan kelangkaan pakan
sehingga bedampak pada meningkatnya varian hama dan penyakit yang
menyerang, baik pada tamanaman, hewan, maupun manusia. Untuk itu,
penanganan secara bersama lintas kementrian diperlukan, tidak saja di lingkup
kementrian LHK, namun juga di luar kementrian LHK untuk keperluan yang lebih
besar, yaitu nasional. Oleh karena itu, “koordinasi” sangat diperlukan.
Keanekaragaman hayati Indonesia yang tersebar pada tujuh bioregion,
yaitu Sumatra, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil
(kepuluan di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur), Maluku, dan
Papua. Berdasarkan Sejarahnya, pembagian bioregion flora dan fauna yang
tersirat didasarkan oleh adanya garis Wallace (tahun 1860 dan 1910), garis Weber
(1904) dan garis Lydekker (tahun 1896) (kementrian perencanaan pembangunan
Nasional/BAPPENAS, 2016). Disebutkan pula bahwa pada awalnya, garis
Wallace memisahkan wilayah geografi fauna (zoogeography) Asia (Paparan
Sunda) dan Australasia. Alfred Russell Wallace menyadari bahwa terdapat
perbedaan pengelompokkan Fauna antara Borneo (Kalimantan) dan Sulawesi,
serta antara Bali dan Lombok. Kemudian, garis ini dikonfirmasi dengan teori
Antonio Pigafetta sehingga garis Wallace digeser ke arah Timur menjadi garis
9
Weber. Sementara itu, garis Lydekker merupakan garis biogeografi yang ditarik
pada batasan Paparan Sahul (Papua-Australia) yang terletak pada bagian timur
Indonesia. Pembagian bioregion ini diperkuat oleh hasil penelitian terkini (Berg
dan Dasman, 1977; Duffels, 1990; Maryanto dan Higashi, 2011 dalam Darajati et
al, 2016 dalam Hartono, 2016: 16-17).
Indonesia merupakan tempat tinggal dari 17% total spesies yang ada di
dunia (biosfer), yang mana terdiri atas 35-40 ribu spesies tumbuhan (11-15%),
707 spesies mamalia (12%), 350 Spesies amphibi dan reptil (15%), 1.602 spesies
burung (17%) dan 2.148 spesies ikan air tawar (37%), yang sebagian populasi
spesisesnya berada dalam kondisi terancam punah. Berdasarkan statistik yang
dilakukan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam terdapat
22,4 juta ha kawasan konservasi darat, 29,9 juta ha hutan lindung (HL) yang
menjadi areal konservasi flora dan fauna di Indonesia, dan 3.746 model di desa
konservasi pada kawasan Konservasi.

2.1.2 Sejarah Sakai


Kata Sakai tak aneh lagi didengar oleh khalayak ramai, tetapi masih belum
banyak yang mengetahui di khlayak ramai. Nama Sakai menurut sebutan bagi
penduduk pengembara yang terpencil dari kejauhan kehidupan dunia kekinian di
Riau. Mereka tinggal di bagian hulu Sungai Siak. Menurut Suparlan (1995 dalam
Elyati dkk, 2015: 9 (2)), mengatakan bahwa orang Sakai awalnya datang dari
kerajaan Pagaruyung Minangkabau Sumatera Barat dalam dua gelombang
migrasi.
Awal mula diperkirakan terjadi sekitar abad ke-14 langsung ke daerah
Mandau. Sedangakan yang datang kemudian diperkirakan tiba di Riau pada abad
ke-18, yang datang di kerajaan Gasib dan kemudian hancur diserang oleh kerajaan
Aceh, sehingga penduduknya lari ke dalam hutan belantara untuk menyelamatkan
diri dan masing-masing membangun rumah dan ladangnya secara terpisah satu
sama lainnya di bawah kepemimpinan salah seorang diantara mereka.

10
Orang Sakai yang tergolong dalam ras Veddoid memiliki ciri-ciri
diantaranya rambut keriting berombak, Kulit coklat kehitaman, tinggi tubuh laki-
laki sekitar 155 cm dan perempuan 145 cm. Untuk berhubungan satu sama lain,
orang Sakai menggunakan bahasa Sakai. Banyak diantara mereka mengujar logat-
logat bahasa Batak Mandailing, bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu.
Sakai tak pernah berkontrafersi dengan pendatang yang telah menggarap
tanah ladang nenek moyang mereka dan membabat hutan rimba mereka
sebagaimana indian berkontrafersi dengan kulit putih. Sakai tidak anti pendatang.
Mereka pun tidak menyalahkan sesiapa, tak juga menyalahkan pemerintah. Hanya
merekalah yang tahu apa yang menjadi kebutuhan mereka, dan kesadaran itu
mereka tunjukkan dalam kerendahan hati (Pahu, 2016: 4-5).
Erni (2014: 25) mengatakan, Jika ditelusuri sejarah asal muasal orang
Sakai, terdapat dua pandangan yang berbeda. Pertama, berdasarkan laporan
Souriya Effendi Harris dalam laporan khusus tentang Suku terasing di Riau pada
Prisma 1 Januari 1994, suku Sakai merupakan Suku yang seketurunan dengan
Suku Semang atau Suku Jakun yang berada di pedalaman Johor Malaysia. Pada
awalnya anak keturunan Suku semang tersebut menyeberangi Selat Malaka dan
sampai di tepi Sungai Siak di Riau. Di tepi-tepi Sungai Siak inilah orang Sakai
membuka perkempungan. Dalam melengkapi kehidupan mereka mulai masuk ke
hutan sekitar Sungai untuk mencari kayu dan buah-buahan yang dapat dijadikan
makanan. Orang Sakai sudah memasuki Riau jauh sebelum kerajaan Siak Sri
indrapura muncul dan berkembang. Namun ketika pemerintahan Siak bersentuhan
dengan mereka. Sakai diberi satu daerah yang bersifat otonom serta memiliki
seorang penghulu dagang. Meskipun demikian orang Sakai tetap suka berpindah-
pindah ke daerah lain yang belum pernah di huni.
Kedua, orang Sakai pada mulanya adalah orang-orang yang berasal dari
kerajaan Pagaruyung Sumatra Barat. Informasi demikian dituturkan oleh hampir
semua orang Sakai yang mengetahui cerita asal muasal mereka. Di kalangan
orang Sakai terdapat kelompok-kelompok yang dikenal dengan perbatinan yakni
batin lima dan batin selapan. Batin lima adalah kelompok lima wilayah yang
dijadikan hunian oleh orang-orang Sakai. Pebatinan lima ini merupakan
11
rombongan yang lebih awal dari utusan raja Pagaruyung yang membuka
perkampungan. Kelima daerah yang menjadi satu dalam kelompok perbatinan
tersebut adalah:
1) Daerah yang menempati sekitar Minas
2) Daerah yang menempati sekitar hulu Penaso
3) Daerah yang menempati sekitar hulu sungai Beringin
4) Daerah yang menempati sekitar Sungai Belutu
5) Daerah yang menempati sekitar Sungai Ebon di Tengganau
Sementara perbatinan Selapan pada rombongan kedua setelah perbatinan
lima yang menempati berbagi daerah menjadi delapan. Setiap daerah dipimpin
oleh seorang batin yang berfungsi sebagai penghulu kedelapan daerah tersebut
adalah:
1) Petani
2) Sebanga Asal (Duri)
3) Air Jamban (Duri)
4) Pinggir
5) Semunakat
6) Sam-sam
7) Balai Makam
8) Kandis
Hasil penelitian Parsudi Suparlan (1995 dalam Penelitian Elyati dkk, 2015:
9 (2)) menjelaskan bahwa masyarakat Sakai berasal dari kerajaan Pagaruyung.
Negeri Pagaruyung sangat padat penduduknya. Rajanya berusaha mencari
wilayah-wilayah pemukiman baru untuk menampung kepadatan penduduk.
Daerah yang dipilih adalah wilayah sebelah timur Pagaruyung yang masih kosong
penduduk. Tempat yang dipilih adalah wilayah-wilayah de sebelah timur
Pagaruyung karena belum dihuni oleh penduduk melainkan hanya hutan rimba
Belantara. Sebuah rombongan yang jumlahnya 190 orang yang terdiri atas 189
orang janda dan seorang hulubalang atau prajurit laki-laki sebagai kepala yang
dikirimn oleh raja untuk berangkat ke arah timur. Mereka menembus hutan rimba

12
dan akhirnya sampai di tepi anak Sungai yang mereka namakan Biduando (Bidu
artinya Kepala rombongan dan Ando artinya Janda).
Nama daerah Biduando akhirnya berubah menjadi Mandau. Rombongan
ini kemudian kembali ke Pagaruyung. Kemudian raja mengutus kembali
rombongan yang terdiri dari 3 orang hulu balang yakni Sutan janggut, Sutan
Harimau dan Sutan Rimbo. Mereka membawa benih dan peralatan pertanian.
Dalam perjalanan menuju Mandau mereka tersesat sampai di daerah Kuanto
Bessalam (Kusnto Darussalam). Di sini mereka menyerahkan diri pada raja dan
beberapa tahun kemudian diangkat menjadi hulu balang.
Pada masa itu kerajaan Kunto Bessalam berniat memperbesar kerajaannya
dengan cara mendatangkan penduduk sekitar 100 orang untuk menambah
penduduk asli yang hanya terdiri dari 25 keluarga dan 10 hulu balang Raja
memutuskan untuk mencari penduduk ke daerah Mentawai. Untuk tujuan tersebut
ketiga hulubalang yang berasal dari Pagaruyung ditugaskan untuk pergi ke
Mentawai sekembalinya dari Mentawai Raja Kunto Bessalam menjadikan mereka
pekerja rodi untuk membangun kemegahan kerajaan Kunto Bessalam.
Setelah tujuan raja tercapai maka ia mengarahkan pembangunan pada
kerajaan Rokan Kanan/Kiri. Raja mengutus Sutan Janggut dan Sutan Rimbo
beserta 50 keluarga untuk menjadi pekerja rodi di sana. Tetapi sebelum
pembangunan selesai yang diutus raja Sutan Janggut dan Sutan Rimbo bersama 5
keluarganya melarikan diri ke hutan dengan alasan bahwa Raja rokan kanan/kiri
sangat kejam. Rombongan yang melarikan diri berjalan ke arah Mandau.
Beberapa tahun perjalanan itu akhirnya sampai di hulu Sungai Mandau. Di
sini mereka menjumpai bekas-bekas perkampungan yang di duga sebagai bekas
perkampungan rombongan pertmana. Setelah tinggal beberapa saat Mereka
meneruskan perjalanan dan sampailah pada hulu sungai penaso. Sultan Rimbo
meninggal dunia dan rombongan berencana kembali ke Mandau. Dalam
perjalanan menuju Mandau Sutan Janggut pergi meninggalkan rombongan dengan
sembunyi-sembunyi.
Akhirnya ke lima keluarga tersebut menyerahkan diri pada penghulu
Mandau dan memohon agar di beri lahan karena mustahil mereka kembali ke
13
Pagaruyung maupun ke desa Kunto Bessalam. Oleh Penghulu setiap keluarga di
beri hak atau wewenag yakni daerah sekitar Minas, hulu Sungai Penaso, hulu
Sungai Beringin, sekitar Sungai Belutu dan sekitar Sungai Ebon di Tengganau.
Semakin padat penduduk di Pagaruyung membuat semakin sulit untuk mencari
nafkah. Tanpa sepengetahuan Raja serombongan orang di bawah pimpinan hulu
balang yang bernama Batin Sangkar.
Setelah beberapa lama berjalan mereka sampai di hulu Sungai Syamsam
di Mandau. Di wilayah ini mereka berkeliling sampai ke daerah yang di aliri tujuh
buah anak Sungai. Di sini mereka membuka perkampungan beberapa saat
kemudian pindah. Rombongan yang dipimpin Batin Sangkar sampai di daerah
Petani setelah menetap untuk beberapa saat di Petani, Batin Sangkar
memutuuskan untuk memecahh romboongan tersebut ke dalam delapan tempat
pemukiman yang saling berdekatan. Kedelapan pemukiman baru termasuk Petani
itu adalah 1) Petani, 2) Sebanga Asal (duri), 3) Air Jamban, 4) Balai Makam, 5)
Pinggir, 6) Semunai, 7) Syamsam dan 8) Kandis.
Ketiga, menurut pendapat UU, Hamidi (1991 dalam Erni, 2014: 29)
budayawan Riau yang banyak melakukan penelitian tentang masyarakat terasing
khususnya orang Sakai, masyarakat Sakai telah ada di Riau jauh sebelum kerajaan
Siak Sri Indrapura berdiri. Orang-orang Sakai berasal dari dua wilayah yang
akhirnya membentuk batin nan Lima dan batin Salapan. Pebatinan yang lima
berasal dari kerajaan Gasib yang lari ke hutan karena diserang oleh kerajaan Aceh.
Pebatinan yang lima berasal dari kerajaan Aceh. Sementara pebatinan delapan
berasal dari semenanjung Melaka.
Secara rinci persoalan asal usul Batin Selapan diperoleh dari seorang
kepala dusun Pematang Pudu yang masih keturunan Batin Bertuah. Pematangan
Pudu yang masih keturunan Batin Bertuah. Menurut kepala dusun tersebut
pemekaran Batin Selapan berasal dari induk ompek (empat) anak ompek. Pada
awalnya keseluruhan warga yang terdiri dari induk empat dan anak empat ini
hidup dalam satu kampung yang dinamai Sebanga Asal. Akan tetapi karena
jumlah penduduk yang semakin banyak maka diadakan pemekaran dengan
membuka wilayah baru untuk ke delapan keluarga itu. Batin induk terdiri dari
14
Batin Jalelo (daerah Pinggir), Batin Bertuah (daerah Pematang Pudu/Air Jamban),
Batin Petani (daerah Petani), dan Batin Sebangar (Sebangar Duri), Sementara
Batin anak menyebar di daerah Semunai disebut dengan Batin Semunai, daerah
Syamsam disebut dengan Batin Syamsam, daerah Minas disebut dengan Batin
Bungsu dan Batin Muara Basung disebut dengan Batin Makendung.
Pebatinan yang berasal dari Batin anak disebut juga dengan Ajong Kayu.
Selain itu penyebut Batin lima dan Selapan juga menjadi simbol pembeda atas
wilayah tinggal. Batin lima adalah sekelompok Sakai yang wilayahnya lebih
banyak anak Sungainya sementara Batin Selapan lebih banyak daratan.
Dalam sejarahnya setelah terjadi pemecahan tempat tinggal masing
perbatinan baik perbatinan Lima maupun Perbatinan Selapan pergi menghadap
raja Siak untuk memohon kepada raja agar mereka diizinkan menjadi bagian dari
kerajaan Siak. Dengan demikian mereka secara resmi menjadi penduduk Siak Sri
Indrapura dan oleh raja mereka diberi pengesahan atas hak tanah dan penggunaan
hutan disekitar wilayah mereka. Kemudian raja juga mengesahkan pimpinan
merekasebagai wakil dan kerajaan yakni batin serta para pembantunya.
Menurut sejarahnya Sultan Syarif Kasim I sangat bijak. Melalui
pendekatan yang baik (persuasif) Sultan Syarif Kasim berhasil membuka kontak
sosial dengan orang Sakai dan membuat mereka patuh pada pemerintahan Siak Sri
Indrapura. Kontak sosial yang sering dilakukan orang Sakai pada raja dan secara
tidak langsung dengan orang Sakai adalah pemberian upeti berupa hasil kebun,
hasil hutan dan bermacam-macam hal yang dapat diberikannya pada raja.
Sakai pada prinsipnya adalah sebutan untuk orang pedalaman yang berada
di beberapa tempat di kebupaten Bengkalis. Orang Sakai sendiri pada awalnya
tidak menyebut diri mereka sebagai Sakai. Sakai adalah sebutan yang muncul
belakangan setelah terjadi penjajahan. Menurut penuturan orang Sakai sendiri
mereka adalah keturunan orang Pagaruyung yang membuka lahan baru disebelah
timur kerajaan yang pada masa itu masih rimba belantara (dalam Erni 2014: 24-
33).

15
2.1.3 Mengenal Sayuran dan Rempah Suku Sakai
1. Sayuran Suku Sakai
Sayuran merupakan bagian tumbuhan yang dikonsumsi manusia karena
menghasilkan sumber vitamin, mineral, serat pangan, dan antioksidan yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia (Juajun et.al., 2012 dalam Susanti 2015).
Adanya berbagai macam kandungan antioksidan dalam sayuran yang berperan
menangkap radikal bebas yang baik tubuh manusia yang dapat menambah khasiat
sayuran sebagai tanaman obat. Departemen Pertanian (2009) memberikan
perincian bahwa sayuran dapat berupa sayuran buah, sayuran daun, sayuran umbi,
sayuran umbut dan jamur.
Sayuran lokal atau sering disebut sebagai sayuran indigenous merupakan
bagian dari kekayaan keanekaragman hayati yang dimiliki Indonesia yang dikenal
sebagai Mega Biodiversity Country. Sayuran lokal didefinisikan sebagai sayuran
yang beradaptasi di suatu daerah dan dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat
mengekspresikan potensi secara penuh untuk kebutuhan makhluk hidup(Soetiarso,
2010 dalam Susanti 2015).
Setelah produksi pangan karbohidrat mengalami kemajuan yang cukup
pesat, maka peningkatan produksi hortikultura atau sayuran yang merupakan
sumber berbagai vitamin dan mineral mendapatkan perhatian dan penanganan
yang sejajar dengan komoditas lain, serta lebih intensif. Kini dapat dikatakan
bahwa komoditas horikultura di Indonesia memiliki prospek pengembangan yang
sangat baik karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, serta potensi pasar yang
terbuka lebar, baik di dalam maupun di luar negeri. Di samping itu, budidaya
tanaman hortikultura tropis dan subtrropis sangat memungkinkan untuk
dikembangkan di Indonesia karena tersedianya keragaman agroklimat dan
karakteristik lahan dan sebaran wilayah yang luar (Zulkarnain, 2013: 1).
Hortikultura sangat beragam jenisnya, meliputi sayuran, buahan, buangaan
dan tanaman hias. Banyaknya hasil tanaman yang di panen dan ragam bagian

16
yang dimanfaatkan oleh manusia serta sifat bahan setelah panen menyebabkan
pentingnya pengelompokan hasil panen (Gardjito et.al., 2015:11).
Dalam Masyarakat Sakai, berdasarkan hasil wawancara Sayuran yang
digunakan ibu rumah tangga dalam memasak memiliki berbagai macam seperti
Pucuk Pakis, Cobu Tolu, Rebung, Urat Rotan, pucuk menggalo (daun singkong),
Labu, Kundur, Jengkol, Petai, Kabau dan lain sebagainya. Sayuran tersebut di
olah berbagai macam olahan misalnya di gulai, di sayur, di tumis maupun di
jadikan sebagai lalapan.

2. Rempah Suku Sakai


Rempah bukanlah suatu istilah asing bagi masyarakat Indonesia. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Rempah merupakan zat yang digunakan untuk
memberikan aroma dan rasa khusus pada masakan (KBBI, 2008 dalam Rhosyana,
2016). Biasanya digunakan dalam jumlah kecil pada makanan sebagai pengawet
atau perasa dalam masakan.
Rempah-rempah dan herba adalah sumberdaya hayati yang sudah lama telah
memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Rempah merupakan bagian
tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu, penguat cita rasa, pengharum, dan
pengawet makanan yang digunakan secara terbatas atau dalam jangaka waktu
tertentu (FAO, 2005 dalam Hakim, 2015: 1). Rempah adalah tanaman atau bagian
tumbuhan yang bersifat aromatik dan digunakan dalam makanan dengan fungsi
utama sebagai pemberi atau penyedap cita rasa. Penggunaan rempah-rempah
dalam seni kuliner telah diketahui secara luas (Duke et al., 2002 dalam Hakim,
2015: 1). Selain terkait makanan, rempah sudah lama digunakan sebagai jamu,
kosmetik dan antimikroba.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia akan kesehatan dan
peran pentingnya kesehatan yang berasal dari tanaman, konsumsi makanan dan
minuman berbasis rempah-rempah saat ini mulai muncul dan menjadi hidangan
dalam wisata kuliner antara lain adalah bandrek hanjuang, bajigur hanjuang,
sekoteng dan lainnya (Marliyati et al., 2013 dalam Hakim, 2015: 1).

17
Rempah-rempah merupakan bagian dari tumbuhan yang berasal dari bagian
batang, daun, kulit kayu, umbi, rimpang (rhizome), akar, biji, bunga atau bagian-
bagian tubuh tumbuhan lainnya. Bagian-bagian tubuh tanaman tersebut
mengandung senyawa fitokimia yang dihasilkan tanaman sebagai bagian dari
proses metabolisme tanaman. Contoh dari rempah-rempah yang merupakan biji
yang berasal dari tanaman antara lain adalah biji adas, jinten dan ketumbar.
Rempah-rempah berbahan baku rimpang, antara lain diperoleh dari tanaman jahe,
kunyit, lengkuas, temulawak, dan kapulaga. Daun adalah bagian tanaman yang
sering dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, terutama sebagai penguat cita rasa
dan aroma makanan. Daun-daun yang sering dipakai antara lain adalah daun
jeruk, daun salam, seledri, dan daun pandan (De Guzman dan Siemonsma, 1999
dalam Hakim, 2015: 1).
Dalam kehidupan Suku Sakai memasak merupakan kewajiban wanita. Istri
atau anak gadis yang ada dalam sebuah keluarga. Memasak merupakan pekerjaan
sehari-hari yang dilakukan dalam rangka menyediakan makanan bagi seluruh
anggota keluarga. Menu makanan bagi orang Sakai terlihat tidak terikat dengan
kandungan gizi maupun energi yang ada dalam makanan yang disediakan. Akan
tetapi lebih tergantung pada bahan makanan yyang dimiliki dan kondisi keuangan
keluarga. Cara memasak yang ditetapkan juga tidak terikat dengan bentuk yang
menarik maupun lezat rasanya tetapi sekedar masak dan dapat dikonsumsi
keluarga.
Berdasarkan hasil wawancara, Rempah-rempah yang digunakan untuk
memasak pada Suku Sakai memanfaatkan tumbuhan yang hidup di hutan.
Misalnya seperti Asam kandis, buah Kulim, Asam Kandis, terung Asam, daun
salam, daun serai, kunyit, jahe, lengkuas, klubi, kemiri, daun jeruk purut, daun
pandan wangi, dan lain sebagainya. Rempah-rempah tersebut digunakan dalam
berbagai jenis masakan, ada digulai santan, di asam pedas, di sayur bahkan di
goreng. Proses masak memasak Suku Sakai ini tidak jauh beda dengan masakan
dari daerah lainnya, yang membedakan hanyalah dari rempah-rempah yang
digunakan.

18
2.1.4 Sumber Bahan Ajar
1) Pengertian Sumber Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan salah satu faktor penting dalam keefektifan sebuah
pembelajaran terlebih ditingkat perguruan tinggi. Kurangnya bahan ajar tentunya
dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran atau perkuliahan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar memiliki peran
yang sangat penting dalam keefektifan proses belajar mengajar baik di sekolah
maupun di perguruan tinggi. Dalam proses perencanaan pembelajaran tersebut
guru bertugas untuk menyiapkan bahan ajar yang dapat menujang proses
pembelajaran, sehingga dapat membantu siswa menambah wawasan dalam
mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Bahan ajar tersebut dapat berupa
tertulis seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,
wallchart, maupun bahan tidak tertulis seperti video/film, VCD, radio, kaset, CD
interaktif berbasis komputer dan internet.

2) Jenis Bahan Ajar


Jenis bahan ajar dikelompokkan menjadi 4 macam menurut Majid (2006 :
174) dalam Arsanti : 2018, yaitu (1) bahan cetak antara lain handout, buku modul,
lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket, (2)
bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan hitam, dan CD audio, (3)
bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video CD, film, dan (4) bahan
ajar interaktif seperti CD interaktif. Empat jenis bahan ajar tersebut akan sangat
bermanfaat dan membantu dalam proses pembelajaran jika digunakan secara tepat
sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Lain halnya yang
disampaikan oleh Suryaman (2008 : 1 dalam Arsanti : 2018) mengatakan bahwa
bahan ajar terdiri atas tujuh jenis, yaitu (1) petunjuk belajar (pentunjuk
mahasiswa/pendidik), (2) kompetensi yang akan dicapai, (3) isi materi

19
pembelajaran, (4) informasi pendukung, (5) latihan-latihan, (6) evaluasi, dan (7)
respon atau umpan balik hasil evaluasi.
Berdasarkan uraian jenis bahan ajar atau materi ajar tersebut dapat
disimpulkan bahwa jenis bahan ajar bermacam-macam dilihat dari bentuk, sifat,
dan fungsinya. Pada penelitian ini jenis bahan ajar yang digunakan adalah bahan
cetak yaitu handout.

3) Kriteria Bahan Ajar


Bahan ajar dapat dikatakan baik apabila telah memenuhi ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan. Ketentuan-ketentuan tersebut kemudian
dijadikan karakteristik atau jenis sebuah bahan ajar atau materi pelajaran. Adapun
karakteristik bahan ajar yang baik menurut Depdiknas (2004) dalam Arsanti :
2018 adalah “Substansi materi diakumulasi dari standar kompetensi atau
kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum, mudah dipahami, memiliki
daya tarik, dan mudah dibaca.
Dalam memilih bahan ajar para pendidik harus mempertimbangkan kriteria-
kriteria yang meliputi, (1) relevansi (secara psikologis dan sosiologis), (2)
kompleksitas, (3) rasional/ilmiah, (4) fungsional, (5) ke-up to date-an, dan (6)
kompherensif/keseimbangan (Tim pengembangan MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran UPI 2011 : 152 dalam Arsanti : 2018). Sementara itu, bersadarkan
kriteria penilian bahan ajar berupa buku pelajaran setidaknya harus ada empat
syarat terpenuhi bila sebuah bahan ajar dikatakan baik, yaitu (1) cakupan materi
atau isi sesuai dengan kurikulum, (2) penyajian materi memenuhi prinsip belajar,
(3) bahasa dan keterbacaan baik, dan (4) format buku atau grafika menarik
(Puskurbuk : 2012 dalam Arsanti : 2018).

2.1.5 Media Pembelajaran Handout


Dari sekian banyak media yang kita kenal, Salah satu media pembelajaran
yang dapat kita gunakan adalah handout. Handout merupakan bahan ajar yang
dituangkan secara ringkas berguna sebagai peganggan dalam pembelajaran.
Handout berasal dari bahasa inggris yang berarti informasi, berita atau lembaran.
20
Handout bahan tertulis yang disiapkan oleh seorang guru untuk memperkaya dan
menambah wawasan atau informasi untuk pengetahuan peserta didik. Handout
termasuk pada media ajar cetak yang meliputi bahan-bahan yang disediakan di
atas kertas untuk pengajaran dan informasi belajar, biasanya diambil dari beberapa
literatur yang memiliki relevansi dengan materi yang diajarkan atau kompetensi
dasar dari materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta didik serta informasi
fakta yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Bahan ajar ini diberikan kepada
peserta didik guna memudahkan mereka saat mengikuti proses pembelajaran.
Handout berisi materi pokok yang akan disampaikan beserta contoh-contoh
soal dan penyelesian. Handout berfungsi sebagai pengganti buku peganggan bagi
siswa. Penggunaan handout dapat memudahkan siswa dalam memecahkan
masalah hitungan yang membutuhkan langkah-langkah yang dianggap rumit.
Menurut Steffen ada tujuh fungsi dari handout, yaitu:
1) Membantu siswa agar tidak perlu mencatat, melainkan mendengarkan dan
membaca informasi yang diperoleh
2) Sebagai pendamping penjelasan guru, agar siswa tidak terlalu menoton kepada
guru
3) Sebagai bahan rujukan siswa dalam mengerjakan tugas sekolah
4) Memotivasi siswa lebih giat belajar dari informasi fakta yang diperoleh
5) Pengingat pokok-pokok materi yang diajarkan berdasarkan kurikulum yang
telah ditetapkan
6) Memberi umpan balik (feedback)
7) Menilai hasil belajar atau mengevaluasi hasil belajar
Sementara itu tujuan dari pembuatan handout itu sendiri meliputi tiga hal,
yaitu:
1) Untuk memperlancar dan memberikan bantuan informasi atau memberi
pembelajaran sebagai pegangan siswa berdasarkan informasi fakta yang terjadi
di lingkungan sekitar.
2) Untuk memperkaya pengetahuan siswa serta menggali wawasan siswa agar
tidak terpaku pada penjelasan guru
3) Mendukung bahana ajar atau penjelasan dari guru
21
Handout sebagai salah satu bentuk bahan ajar yang memiliki struktur yang
terdiri dari dua unsur yaitu: judul dan informasi pendukung sesuai dengan fakta
yang terjadi. Jika dibandingkan dengan struktur bentuk bahan ajar cetak lainnya,
handout tergolong yang paling sederhana karena hanya terdiri atas dua unsur,
sedangkan lainnya rata-rata lebih dari empat unsur. Selanjutnya handout dibuat
atas dasar kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa serta kompetensi inti
dan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, penyusunan
handout harus diturunkan dari kurikulum. Adapun langkah-langkah penyusunan
handout adalah sebagai berikut:
1) Melakukan analisis kurikulum, berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan
oleh sekolah
2) Menetukan judul handout yang menarik dan menyesuaikan dengan
kompetensi dasar dan materi pokok yang akan dicapai
3) Mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan, baik dari buku cetak
maupun dari sumber lainnya
4) Dalam menulis, usahakan agar kalimat yang digunakan tidak telalu panjang.
Untuk siswa SMA diperkirakan jumlah kata per kalimatnya tidak lebih dari 25
kata dan dalam satu paragraf usahakan jumlah kalimatnya 3-7 kalimat saja.
Namun perlu diingat bahwa semakin sederhana dan pendek paragraf dengan
kalimat-kalimat yang lebih efektif dan efesien, justru lebih baik dan
disarankan. Jadi ukurannya, bukan banyaknya kalimat dalam satu paragraf,
tetapi bobot dalam kalimat yang lebih diutamakan. Sehingga penyajian
paragraf bisa singkat namun sudah menjelaskan secara lengkap informasi yang
ingin disampaikan kepada siswa.
5) Mengevaluasi hasil tulisan dengan cara dibaca ulang, bila perlu meyeluruh
orang lain membacanya untuk mendapatkan masukan agar sumber bahan ajar
tersebut layak untuk digunakan.
6) Memperbaiki handout sesuai dengan kekurangan yang ditemukan dari berbagai
penilaian para ahli

22
7) Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi handout,
misalnya : buku, majalah, internet, informasi dari lingkungan sekitar dan jurnal
hasil penelitian.

2.4 Penelitian yang Relevan


Berdasarkan Peneliti yang dilakukan oleh Wulandari, Fitmawati dan Nery
Sofiyanti (2014) dengan judul “Eksplorasi Pengetahuan Tumbuhan Obat Etnis
Sakai Di Desa Petani, Duri-Riau” Penelitian ini menghasilkan bahwa Etnis Sakai
di Desa Petani Kec. Mandau Kab. Bengkalis Duri, Riau memanfaatkan 98 spesies
dengan 48 famili. Tumbuhan obat yang diperoleh dari hutan hasil kekayaan alam,
perkarangan rumah dan kebun pertanian. Bagian tumbuhan yang lebih sering
digunakan etnis Sakai yaitu bagian organ daun misalnya seperti daun, bunga, buah
maupun biji. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan obat diketahui dari
turun-temurun. Pada umumnya tumbuhan yang digunakan etnis Sakai diperoleh
secara liar seperti di kebun pertanian dan dihutan.
Berdasarkan Peneliti yang dilakukan oleh Yulisa Resti Irawan, Fitmawati,
Herman (2013) dengan Judul “ Pengetahuan Tumbuhan Obat Dukun Sakai Desa
Sebangar Duri Tiga Belas dan Desa Kesumbo Ampai Duri Kabupaten Bengkalis”
Penelitian ini menghasilkan bahwa secara umum tumbuhan yang berkhasiat obat
yang digunakan dalam pengobatan tradisional di suku Sakai adalah 205 spesies
yang terdiri dari 49 famili (Desa Sebangar) dan 48 famili (Desa Kesumbo Ampai).
Hasil penelitian ini baru merupakan tahap awal dari penelitian yang panjang
tentang tumbuhan obat. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjutan mengenai
aktifitas mikroba dan aktifitas senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan
obat tradisional Suku Sakai tersebut untuk melihat respon yang diberikan terhadap
penyakit yang diderita oleh sesorang.
Berdasarkan peneliti yang dilakukan oleh Henni Elyati, Zulfan Saam, dan
Yusni Ikhwan Siregar (2015) dengan judul “ Kearifan Lokal Masyarakat Sakai
dalam Melestarikan Hutan dan Sungai Di Kecamatan Mandau” Penelitian ini
23
menghasilkan Dari dulu Suku Sakai itu terbiasa dengan perkembangan zaman
sekarang yang ada di Indonesia karena suku Sakai sangat meneguhkan prinsip
nenek moyangnya yaitu jika ingin makan maka harus mencari sendiri dengan cara
berburu dan kehidupan sehari-hari Suku Sakai ini ada juga dengan cara bercocok
tanam dan berladang.
Dalam melestarikan hutan dan sungai, masyarakat Sakai menerapkan
sanksi yang diberikan kepada anak-kemanakan Sakai yang melakukan
penebangan pohon. Di mana dalam membuka ladang dulu ada istilah darah ganti
darah, nyawa diganti nyawa. Artinya jika menebang pohon ada tunggulnya maka
harus diganti dengan pohon lain sehingga pohon tetap ada. Pohon ini berfungsi
sebagai pengganti dan pelindung bagi tanaman lain. Lahan-lahan yang sudah tidak
ada hutannya ditanam kembali karena seluruh anak kemenakan warga Sakai sudah
diminta melakukan pembibitan tanaman pohon. Ada pohon ditebang, maka di
samping pohon itu ditanam phon baru, fungsinya untuk melindungi tanaman yang
ada di sekitarnya seperti kacang panjang dan lain sebagainya.
Berdasarkan Peneliti yang dilakukan oleh Sagala, Aisyah Fitri Hidayani
(2019) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Siswa Yang Diajarkan Dengan
Model Pembelajaran Learning Cycle 5e Dan Cooperative Learning Tipe Stad
Pada Materi Fungsi Kelas X Sma Negeri 11 Medan Menggunakan Media
Handout” Penelitian ini menghasilkan bahwa terdapat beberapa perbedaan yang
disignifikan antara hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran
Learning Cycle 5e menggunakan media handout dan hasil belajar siswa yang
diajarkan dengan model pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD
menggunakan media handout pada materi fungsi di kelas X SMA Negeri 11
Medan.

24
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada Ibu rumah tangga masyarakat Suku
Sakai yang ada di Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat Kecamatan Minas
Kabupaten Siak, Penelitian ini akan dengan telah dilaksanakan dari bulan Februari
sampai Maret Tahun 2020.

Batas Kecamatan
Minas
1 Desa Mandiangin

2 Desa Minas Barat

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Suku Sakai di Desa
Mandiangin yang berjumlah 1216 orang yang terdiri dari 121 Kepala Keluarga
(KK) dan masyarakat Suku Sakai di Desa Minas Barat yang berjumlah 135 orang
25
yang terdiri dari 97 Kepala Keluarga (KK). Dari kedua desa tersebut total jumlah
masyarakat Suku Sakai adalah 1251 orang, dengan jumlah Kepala Keluarga 232
KK.
Berdasarkan jumlah Populasi Kepala Keluarga 232 KK tersebut, maka
ditetapkan sampel pilihan/sampel tetapan (purposive sampling), yaitu Ibu Rumah
Tangga Suku Sakai yang umumnya menggunakan sayuran dan rempah-rempah
yang selama ini digunakan oleh masyarakat Suku Sakai, berdasarkan hal tersebut,
maka dari 232 ibu rumah tangga, hanya 30 orang yang konsisten menggunakan
sayuran dan rempah lokal yang selama ini digunakan oleh masyarakat Suku Sakai.

3.3 Metode Penelitian


Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode
Eksploratif deskriptif, yaitu tanggapan ibu-ibu rumah tangga Suku Sakai terhadap
keberagaman dan ciri khas sayuran dan rempah yang digunakan dalam memasak
sehari-hari.
a) Observasi
Metode observasi biasanya dilakukan diawal pada proses penelitian.
Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi dan gambaran yang jelas
apabila belum banyak keterangan dimiliki tentang masalah yang akan diselidiki.
Sehingga dari hasil observasi yang didapat akan diperoleh gambaran yang lebih
jelas tentang bagaimana masalah penelitian dan petunjuk-petunjuk tentang cara
memecahkan masalah tersebut (Nasution, 2012 dalam Veriana, 2014 : 26-31).
Observasi yang dilakukan di Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat ini yaitu
mencari informasi tentang Masyarakat yang memanfaatkan Sayuran dan Rempah
Suku Sakai. Dari hasil observasi yang dilakukan, Desa Mandiangin 1216 orang
yang terdiri dari 121 Kepala Keluarga (KK) dan Desa Minas Barat berjumlah 135
orang yang terdiri dari 97 Kepala Keluarga (KK).

b) Wawancara
Metode Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang
umum digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu
26
narasumber atau responden tertentu yang dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara secara semi terstruktur yaitu dengan mewawancarai responden dengan
beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian pertanyaan tersebut satu
persatu diperdalam untuk mencari informasi atau keterangan lebih lanjut
(Sugiyono, 2010). Wawancara semi terstruktur digunakan guna mendapatkan data
jenis-jenis Sayuran dan Rempah Suku Sakai, pertanyaannya meliputi nama lokal
tanaman, bagian yang dimanfaatkan, dan cara pengolahannya.
Pada penelitian ini, wawancara hanya dilakukan kepada masyarakat atau
narasumber yang terpilih menjadi sampel, termasuk didalamnya adalah Bathin
(Kepala pemangku adat). Pengambilan sampel yang ditetapkan merupakan sampel
pilihan/sampel tetapan (purposive sampling), yaitu Ibu Rumah Tangga Suku Sakai
yang umumnya menggunakan sayuran dan rempah-rempah yang selama ini
digunakan oleh masyarakat Suku Sakai, berdasarkan hal tersebut, maka dari 232
ibu rumah tangga, hanya 30 orang yang konsisten menggunakan sayuran dan
rempah-rempah yang selama ini digunakan oleh masyarakat Suku Sakai. Data
yang dihimpun dari wawancara berupa nama lokal, bagian yang dimanfaatkan,
cara pengolahan Sayuran dan Rempah tersebut. Selanjutnya data yang didapat
dari hasil wawancara dicatat pada lembar data.

c) Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang lebih akurat
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, majalah, foto,
prasarti dan sebagainya. Untuk memperkuat data yang diperoleh maka tahap
selanjutnya adalah mengambil gambar atau foto dari subjek yang diamati. Foto
yang diharapkan dapat menghasilkan data deskriptif yang penting sesuai dengan
objek yang diamati.

d) Koleksi Sayuran dan Rempah di Lapangan


Pengambilan sampel tumbuhan obat yang dimanfaatkan dipandu oleh
masyarakat yang menjadi sampel. Tumbuhan yang belum diketahui jenisnya
27
difoto dan diambil untuk dikoleksi (Herbarium). Sebelum pengambilan sampel,
terlebih dahulu dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap keterangan-
keterangan penting dari Sayuran dan Rempah sekiranya akan berubah atau hilang
setelah dikeringkan (dibuat Herbarium), seperti warna dari Tanaman tersebut.

3.4 Instrumen Penelitian


Salah satu media atau cara untuk mengumpulkan data dalam penelitian
pendidikan maupun penelitian sosial yang sering digunakan adalah melalui
Kuesioner (angket). Kuesioner ini sering juga disebut angket dimana didalam
kuesioner terdapat beberapa macam pertanyaan yang berhubungan erat dengan
masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun, dan disebar ke responeden
untuk memperoleh informasi di Lapangan (Sukardi, 2010 : 76 dalam Widadi :
2012).
Sampel yang akan diuji coba yaitu siswa kelas X SMA, dengan catatan
siswa tersebut sudah mempelajari materi pelajaran Biologi tentang
Keanekaragaman Hayati. Sampel diambil secara acak dari ketiga sekolah dengan
masing-masing 10 siswa.

Tabel 3.1 Daftar Sekolah Uji Coba


Nama Sekolah Alamat Jumlah Siswa

SMA N I Minas Jl. Human HS. Jaya Minas 10


Jaya
SMA N 2 Minas Jl Yos Sudarso Minas 10
Barat
SMA N 2 Minas Jauh Jl. Tuah Sekato Desa 10
Kampung Mandiangin Mandiangin

Dibawah ini adalah kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk menilai handout
keanekaragaman hayati Sayuran dan Rempah suku Sakai.

1. Lembar Validasi
Lembar validasi dalam penelitian ini adalah lembaran yang digunakan
untuk memvalidasi sebuah produk. Tujuan pengisian lembar validasi adalah untuk
28
menguji kelayakan handout. Keanekaragaman hayati Sayuran dan Rempah suku
Sakai. Validasi handout oleh para ahli dinilai sesuai dengan aspek yang tersedia.
Aspek penilaian dan butir lembar validasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.2. Kisi-kisi Lembar Validasi Handout Ahli Materi


No. Aspek Jumlah Butir Lembar Nomor Item
Validasi
1. Kelayakan isi 10 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10
2. Bahasa 4 11, 12, 13, 14
Sumber: Modifikasi Penelitian dari Berti (2012) dalam Novitasari (2016)

Tabel 3.3. Kisi-kisi Lembar Validasi Handout Ahli Pembelajaran


No. Aspek Jumlah Butir Lembar Nomor Item
Validasi
1. Struktur Handout 4 1, 2, 3, 4
2. Organisasi 3 5, 6, 7
penulisan
3. Bahasa 3 8, 9, 10
4. Penyajian 11 11, 12, 13, 14,
15, 16, 17, 18,
19, 20, 21
5. Manfaat 1 22
Sumber: Modifikasi Penelitian dari Rifqia, etal (2012) dalam Novitasari (2016)

Tabel 3.4. Kisi-kisi Lembar Validasi Handout Ahli Media


No. Aspek Jumlah Butir Lembar Nomor Item
Validasi
1. Cover 3 1, 2, 3
2. Isi 3 4, 5, 6
3. Manfaat Media 1 7
Sumber: Modifikasi Penelitian dari Saputri (2019)

29
Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Validasi Handout oleh Guru
No. Aspek Jumlah Butir Lembar Nomor Item
Validasi
1. Materi 3 1, 2, 3
2. Kebahasaan 3 4, 5, 6
3. Penyajian 5 7, 8, 9, 10, 11
4. Keterpaduan 2 12, 13
Sumber: Modifikasi Peneliti dari Novitasari (2016)

2. Angket Respon Siswa


Angket respon siswa adalah sebuah daftar pernyataan atau pertanyaan
yang harus dijawab oleh siswa yang akan dievaluasikan berupa angket respon
terbatas siswa terhadap handout. Angket respon digunakan untuk mengetahui
tanggapan siswa terhadap handout Sayuran dan Rempah suku Sakai. Pengisian
angket respon siswa dilakukan kepada siswa yang telah mempelajari materi
tentang Keanekaragaman Hayati. Pengisian angket respon siswa ini juga
digunakan untuk mengetahui kelayakan handout Sayuran dan Rempah suku
Sakai. Aspek penilaian dan butir angket respon siswa dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:

Tabel 3.6. Kisi-kisi Angket Respon Siswa


No. Aspek Jumlah Butir Lembar Nomor Item
Validasi
1. Materi 4 1, 2, 3, 4
2. Kebahasaan 2 5, 6
3. Penyajian 4 7, 8, 9, 10
4. Tampilan 2 11, 12
Sumber: Modifikasi penelitian dari Novitasari (2016)

30
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama yang biasanya
dilakukan dalam suatu penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data (Sugiyono, 2010 : 308 dalam Widadi : 2012). Agar data yang
diperoleh dalam penelitian ini merupakan data valid yaitu data yang diperoleh
merupakan gambaran yang sebenarnya dari kondisi yang ada, maka dalam
penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data. Teknik atau cara pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan angket dan dokumentasi dengan tujuan
untuk menentukan kelayakan handout pembelajaran Keanearagaman Hayati.

3.6 Teknik Analisis Data


3.6.1 Teknik analisis data kualitatif
a) Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data adalah suatu proses merangkum, meringkas, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu (Sugiyono, 2015).
Data yang utama dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana Sayuran
dan Rempah Suku Sakai yang dimanfaatkan ibu rumah tangga di Desa
Mandiangin dan Minas Barat.

b) Data Display (Penyajian Data)


Penyajian dari data pada penelitian ini adalah berupa tabel dan gambar
hasil karakteristik Sayuran dan Rempah baik secara morfologi, bagian yang
dimanfaatkan, dan cara pengolahannya.

c) Conclusing Drawing/verification
Conclusing drawing adalah penarikandari beberapa kesimpulan berupa
Etnobotani Sayuran dan Rempah yang dimanfaatkan Ibu rumah tangga Desa
Mandiangin dan desa Minas Barat dan kelayakan handout sebagai sumber bahan
ajar Siswa/siswi Kelas X SMA.
31
3.6.2 Teknik analisis data Kuantitatif
Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif kuantitatif, yaitu dengan menganalisis data kuantitatif yang diperoleh
dari angket uji ahli dan uji lapangan. Pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik
pernyataan positif maupun pernyataan negatif dinilai oleh responden dengan
ranting scale.

3.6.3 Analisis data uji kelayakan Handout


Pengujian kelayakan handout Sayuran dan Rempah sebagai sumber bahan
ajar dilakukan analisis berdasarkan data hasil dari angket atau kuesioner yang
diberikan kepada siswa/siswi kelas X SMA. Skala pengukuran yang digunakan
sebagai kriteria jawaban angket.
Teknik analisis data ini menggunakan metode skala dengan modifikasi
skala Likert. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang digunakan dalam
kuisioner, mengungkap sikap dan pendapat seseorang terhadap suatu fenomena.
Tanggapan responden yang dapat berupa data kuantitatif, dinyatakan dalam
bentuk rentang jawaban mulai dari 1 = jika tidak ada deskriptor yang muncul, 2 =
jika yang muncul hanya 1 deskriptor, 3 = jika yang muncul hanya 2 deskriptor dan
4 = jika yang muncul ketiga deskriptor. Selanjutnya dibuat berapa presentase
sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan seberapa layak media pembelajaran
tersebut digunakan.
Pada penelitian kali ini, persentase kelayakan handout akan dihitung untuk
lima macam validator, pertama kali ahli materi, ahli pembelajaran, ahli media,
guru dan siswa sebagai responden. Menurut modifikasi Akbar (2013: 158) dalam
Novitasari (2016), rumus untuk analisis tingkat kelayakan secara deskriptif
sebagai berikut:

Vma

Vmo

32
Vp

Vs

Keterangan:
Vma = Validasi kelayakan dari materi
Vmo = Validasi kelayakan dari pembelajaran
Vp = Validasi kelayakan dari guru
Vs = Validasi siswa
Tsh = Total skor maksimal yang diharapkan
Tse = Total skor empiris (hasil uji kelayakan dari ahli validator)

Hasil Validitas masing-masing (ahli dan guru), tingkat persentasenya


dapat dicocokkan atau dikonfirmasikan dengan kriteria kelayakan pada tabel
dibawah ini:

Tabel 3.7. Kriteria kelayakan menurut penilaian validator


No. Kriteria Kelayakan Tingkat Kelayakan

1. 85,01% - 100% Sangat layak, atau dapat digunakan tanpa revisi

2. 70,01% - 85% Cukup layak, atau dapat digunakan namun perlu


direvisi

3. 50,01% - 70% Kurang layak, disarankan tidak dipergunakan


karena perlu revisi

4. 01,00% - 50% Tidak layak, atau tidak boleh digunakan

33
BAB 4
DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

4.1 Deskripsi Data


Penelitian ini awalnya dilakukan pada Ibu Rumah tangga suku Sakai
yang terdapat di Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat Kabupaten Siak.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 09 – 23 Maret tahun 2020 yang
diperoleh dengan melakukan Wawancara. Setelah melakukan wawancara dengan
beberapa ibu rumah tangga suku Sakai diperoleh data nama sayuran dan rempah
yang biasanya dimanfaatkan dalam proses masak memasak. Data yang diperoleh
berdasarkan nama lokal yang langsung ditunjukkan oleh responden. Setelah
menemukan data berdasarkan nama lokal dan morfologinya, kemudian melakukan
kegiatan mendeskripsi dan mengidentifikasikan data sayuran dan rempah tersebut.
Berdasarkan hasil identifikasi diketahui terdapat 26 spesies sayur dan
rempah yang tergolong dalam 16 famili. Ada pun jenis tumbuhan berdasarkan
famili adalah Araceae (Colocasia esculenta L), Arecaceae (Calamus rotang dan
Cocos nucifera), Athyriaceae (Diplazium esculentum), Cucurbitaceae (Cucumis
lativus, Cucurbita moshcata, Lagenaria leucantha, Luffa acutangula),
Euphorbiaceae (Manihot esculenta), Fabaceae (Archidendron bubalinum),
Guttiferaceae (Garcinia dulcis), Liliaceae (Allium ascolonium), Moraceae
(Artocarpus heterophyllus L), Myrtaceae (Syzygium polyanthum), Olacaceae
(Scorodocarpus borneensis), Oxalidaceae (Averrhoa bilimbi), Phyllanthaceae
(Sauropus androgynus), Pluteaceae (Schizophyllum commune), Poaceae
(Cymbopogon citrus DC, Dendrocalamus asper, Saccharum edule), Rutaceae
(Citrus hystrix), Solanaceae (Solanum ferox L), dan Zingiberaceae (Alpinia
galanga, Curcuma domestica, Zingiber offcinale). Data tersebut disajikan dalam
bentuk tabel sebagai berikut:

34
Tabel 4.1 Sayuran suku Sakai Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat
No Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
1. Gambas Luffa Cucurbitaceae Buah Protein, Kalsium,
(Ketulo) acutangula Zat Besi, Vitamin
A, Vitamin C
2. Jamur Volvariella Plutaeaceae Seluruh bagian Kalori, Lemak,
volvacea jamur Kolesterol,
Natrium, Kalium,
Karbohidrat,
Protein, Vitamin
A, Kalsium,
Vitamin D,
Vitamin B12
3. Kabau Archidendrom Fabaceae Buah Protein,
bubalinum Karbohidrat,
Lemak, Asam,
Kalium, Fosfor,
Serat, dan Zat
Besi, dan
Vitamin A,B1, C
4. Keladi Colocasia Araceae Umbi, Batang Kalori, Serat,
esculenta L Protein, Kalsium,
Kalium,
Magnesium,
Fosfor
5. Ketimun Cucumis Cucurbitaceae Buah Energi, Protein,
Suri lativus Lemak, Kalium,
Zat Besi, dan
Kalsium
6. Labu Air Lagenaria Cucurbitaceae Buah Air, Karbohidrat,
leucantha Protein, Lemak,
Kalsium, Fosfor,
Natrium, Kalium,
dan Zat Besi
7. Labu Cucurbita Cucurbitaceae Buah, Daun Asam linoleat,
Kuning moshcata Vitamin A,
Vitamin C,
Kalium,
Potasium dan
Magnesium
8. Nangka Artocarpus Moraceae Buah, Biji Energi, Protein,
heterophyllus Lemak,Karbohidr
35
L at, Kalium,
Kalsium, Fosfor,
Zat Besi
No Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
9. Rebung Dendrocalamu Poaceae Tunas Kalsium,
s asper Magnesium,
Fosfor, Kalium,
Natrium, Seng,
Tembaga,
Mangan,
Selenium, dan
Zat Besi
10. Rotan Calamus Arecaceae Umbut Energi, Protein,
rotang L Lemak,
Karbohidrat,
Tembaga,
Vitamin B1, Seng
11. Singkong Manihot Euphorbiaceae Daun dan Buah Kalori, Air,
esculenta Fosfor,
Karbohidrat,
Kalsium, Vitamin
C, Protein, Besi,
Lemak, Vitamin
B1
12. Tebu Saccharum Poaceae Buah Fosfor, Kalsium,
Telur edule Air, Protein,
Karbohidrat,
Serat, Vitamin C,
Vitamin B
13. Pakis Dipazium Athyriaceae Daun, pucu, Vitamin A,
esculentum batang Vitamin B,
Vitamin C,
Flavonoid,
Kalium serta
Kalsium dan
Fosfor
14 Pohon Cocos nucifera Arecaceae Umbut, buah Vitamin, kalsium,
Kelapa kalium
15. Pucuk Sauropus Phyllanthaceae Daun Energi,
Katu androgynus Karbohidrat,
Protein, Lemak,
Kalsium, Fosfor,
Zat Besi, Vitamin
A
Sumber: Masyarakat suku Sakai Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat
36
Tabel 4.2 Rempah suku Sakai Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat
No. Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
1. Asam Garcinia Guttiferaceae Buah Vitamin C,
Kandis dulcis Antioksidan,
Flavonoid,
Senyawa
xanthon,
Isocoumarin dan
Vitamin B
kompleks
2. Bawang Allium Liliaceae Umbi Kalori, Lemak,
Merah ascolonium Kalium,
Kalsium,
Natrium,
Karbohidrat,
Protein dan
Vitamin
3. Belimbing Averrhoa Oxalidaceae Buah Asam format,
Wuluh bilimbi Asam sitrat,
Asam askorbat,
Saponin, Tanin,
Glukosid,
Flavonoid,
beberapa
Kalsium dan
Mineral
4. Daun Citrus hystrix Rutaceae Daun Flavonoid,
Jeruk Karetenoid,
Purut Glikosida,
Kumarin, Asam
Sitrat, Limonoid,
Asam Amino
5. Daun Syzygium Myrtaceae Daun Alkaloid,
Salam polyanthum Saponin, Steriod,
Fenolik, dan
Flavonoid
6. Jahe Zingiber Zingiberaceae Rimpang Kalori,
offcinale Karbohidrat,
Serat, Protein,
Lemak, Gula
7. Kulim Scorodocarpus Olacaceae Buah Karbohidrat,
borneensis Protein, Serat
37
8. Kunyit Curcuma Zingiberaceae Rimpang, Daun Arabinosa,
domestica Fruktosa,
Glukosa, Pati,
No. Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
Tanin, Dammar,
Besi, Mangan,
Kalsium,
Natrium, Kalium,
Timbal, Seng,
Kobalt,
Aluminium,
Bismuth
9. Lengkuas Alpinia Zingiberaceae Rimpang Sodium, Lemak,
galanga Karbohidrat,
Protein, Zat besi,
Kalsium,
Vitamin A,
Vitamin C, Asam
Amino
10. Serai Cymbopogon Poaceae Batang Vitamin B,
Dapur citrus DC Magnesium,
Kalium dan Zat
Besi
11. Terung Solanum ferox Solanaceae Buah Tembaga,
Asam L Tiamina, Serat
dan Air
Sumber: Masyarakat suku Sakai desa Mandiangin dan desa Minas Barat

4.2 Analisis Data Penelitian


a. Deskripsi morfologi sayuran dan rempah yang dimanfaatkan masyarakat
desa Mandiangin dan desa Minas Barat
1. Gambas, Ketulo (Luffa acutangula)

Gambar 4.1 Luffa acutangula


Sumber : Dokumentasi Penelitian 38
Tumbuhan berbatang lunak dengan batang segi lima, tumbuh merambat, atau
menjalar, serta mempunyai sulur yang digunakan sebagai alat untuk merambat.
Sulur muncul dari ketiak daun, berbentuk spiral dan mempuyai bulu yang lebih
panjang dari pada bulu-bulu batang. Daunnya tunggal berwarna hijau tua, bentuk
lonjong (silindris) dengan pangkal mirip bentuk jantung, puncak daun meruncing
Gdaun menonjol pada permukaan bawah. Buah berbentuk bulat panjang dengan
bagian pangkal yang kecil.

2. Jamur, Cendawan (Schizophyllum commune)

Gambar 4.2 Schizophyllum commune


Sumber: Dokumentasi penelitian

Jamur atau lebih dikenal dengan cendawan adalah salah satu makhluk hidup
yang ada disekitar kita yang memberikan sumbangan bagi kehidupan manusia.
Jamur merupakan salah satu organisme ekukariot yang sangat berperan dalam
mendekomposisi bahan-bahan organik di tanah. Jamur dengan Divisi
Bisidiomycotyna terdiri dari hifa yang bersekat dan berkelompok padat menjadi
semacam jaringan dan tubuh menonjol dari pada ascomycotyna. Di antara
Basidiomycotyna ada yang berguna karena untuk dimakan, tetapi banyak juga
yang merugikan karena dapat merusak tumbuhan kayu dan perabot rumah tangga
(hidup sebagai parasit) (Melfiana: 2017).

3. Jengkol Kabau (Archidendron bubalinum)

39
Gambar 4.3 Archidendrom bubalinum
Sumber: Dokumentasi penelitian

Kabau belum banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat, dengan


demikian keberadaannya dialam semakin berkurang. Kabau secara alami tumbuh
liar di hutan primer dan sekunder dataran rendah. Sejauh ini masayarakat
mengenal kabau hanya untuk dijadikan lalapan atau diolah sebagai sayuran.
Selain itu, kabau juga digunakan sebagai obat tradisonal. Buah kabau berbentuk
bulat panjang yang didalam nya terdapat 8-12 biji berwarna coklat tua.

4. Keladi (Colocasia esculenta)

Gambar 4.4 Colocasia esculenta)


Sumber: Dokumentasi penelitian

Colocasia esculenta memiliki distribusi alami di kawasan Asia Tenggara,


jenis ini tersebar ke berbagai kawasan baik tropis maupun subtropis dan memiliki
banyak sekali manfaatnya bagi kehidupan terutama sebagai tanaman pangan.
Hampir semua bagian keladi ini dapat dikonsumsi baik dari umbi, batang, daun

40
dan tangkai daun (Widya: 2019). Keladi ini termasuk kedalam jenis tumbuhan
herba, yang hidupnya ditempat yang lembab. Daunnya berjumlah 2-3 helai
berwarna hijau tua.

5. Ketimun Suri (Cucumis sativus)

Gambar 4.5 Cucumis sativus


Sumber: Dokumentasi penelitian

Ketimun suri merupakan tanaman tahunan yang tumbuh menjalar, dengan


perakaran yang dangkal. Batang tanaman mentimun ini memiliki panjang 1-3 m
dengan sulu yang tidak bercabang. Bunga nya berwarna kuning berbentuk
lonceng. Daunnya bulat segitiga, agak berbentuk jantung. Memiliki permukaan
yang agak kasar, karena adanya rambut-rambut di permukaan daun.

6. Labu Air (Legenaria leucantha)

Gambar 4.6 Legenaria leucantha


Sumber: Dokumentasi penelitian
41
Buah labu air pada umumnya bersifat liana yang berbatang herbaceous dan
juga liana berkayu lunak, serta terdapat alat tambahan pada tunas berupa sulur
(tendril). Tendril akan menggumpar sehingga membantu menyangga tumbuhan
tersebut (Campbell, 2010 dalam penelitian Zufahmi dkk: 2019). Batang labu air
ini merupakan tanaman herba tahunan atau berumur lebih panjang, menjalar, atau
memanjat. Buahnya berbentuk beranekaragman, ada yang lonjong, panjang
sampai bulat.

7. Labu Kuning (Cucurbita moshcata)

Gambar 4.7 Cucurbita moshcata


Sumber: Dokumentasi penelitian

Labu kuning merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan dan
ditanam di Indonesia (Indrianingsih: 2019). Labu kuning termasuk kedalam famili
Cucurbitaceae. Labu kuning memiliki karakteristik pertumbuhan batang yang
bercabang dan menjalar. Seluruh tubuhnya hampir dipenuhi dengan bulu halus
yang tajam. Labu kuning memiliki perakaran tunggang, daunnya berlobus lima
dengan variasi ornamen warna permukaan hijau polos hingga hijau bertotol putih,
bunganya berwarna kuning (Furqan et.al., 2018).

42
8. Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Gambar 4.8 Artocarpus heterophyllus


Sumber: Dokumentasi penelitian

Tanaman nangka termasuk kedalam famili Morcaceae. Tanaman ini


mempunyai sistem perakaran tunggang berbentuk bulat panjang, menembus tanah
cukup dalam. Akar cabang dan bulu akar tumbuh menembus ke segala arah.
Batang tanaman nangka berbentuk bulat panjang, berkayu keras, memiliki bercak-
bercak dan tumbuhnya lurus dengan diameter antara 30-100 cm, tergantung pada
unsur tanaman. Kulit batang umumnya agak tebal dan berwarna ke abu-abuan
berbercak-bercak. Memiliki bentuk bunga yang ukurannya agak kecil, tumbuh
berkelompok secara rapat yang tersusun dalam tandan. Bunga nya muncul dari
ketiak cabang atau pada cabang-cabang besar. Buahnya berbentuk panjang atau
lonjong atau bulat, berukuran besar dan berduri lunak (Handayani: 2016).

9. Rebung (Dendrocalamus asper)

Gambar 4.9 Dendrocalamus asper


Sumber: Dokumentasi penelitian

43
Rebung (Dendrocalamus asper) merupakan tanaman yang memang peran
penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Rebung meruapakan jenis
rumput-rumputan yang beruas yang tergolong dalam famili Poaceae. Rebung
merupakan rizoma dari bambu yang termasuk jenis tanaman yang mempunyai
pertumbuhan yang tinggi. Beberapa jenis bambu mampu tumbuh hingga
sepanjang 60 cm dalam sehari (Sinyo et.al., 2017).

10. Rotan (Calamus rotang L)

Gambar 4.10 Calamus rotang L


Sumber: Dokumentasi penelitian

Rotan merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang mempunyai nilai
komersial yang tinggi, selain itu juga merupakan sumber devisa pendapatan
negara yang pemanfaatannya banyak melibatkan petani (Suryani et.al., 2019).
Secara ekologis rotan hidup dengan berbagai tempat yang subur, baik di dataran
rendah maupun di dataran tinggi, terutama rotan hidup di pinggir sungai. Rotan
dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan tak hanya dimanfaat kan
sebagai produksi kerajinan saja, melainkan bisa dikonsumsi sebagai sayuran.

11. Ubi Menggalo (Manihot esculenta)

44
Gambar 4.11 Manihot esculenta
Sumber: Dokumentasi penelitian

Ubi Menggalo merupakan tanaman yang berbatang kayu dan beruas dengan
tinggi hingga mencapai lebih dari 3 meter. Warna batangnya bervariasi yaitu
ketika masih muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih-putihan,
kelabu, hingga hijau kelabu. Batangnya berlubang berisi empulur berwarna putih,
lunak dengan struktur seperti gabus. Daun ubi menggalo biasanya menvapai 5-9
helai. Umbi pada ubi menggalo ini ada yang berbentuk menggelembung berfungsi
sebagai cadangan makanan. Bentuk umbi biasanya memanjang yang terdiri atas
kulit luar yang tipis (ari) yang berwarna kecoklat-coklatan. Sedangkan kulit dalam
agak tebal berwarna keputih-putihan dan daging berwarna putih atau kuning
(tergantung varietesnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda
(Satyalowa: 2016).

12. Tebu telur (Saccharum edule hasskarl)

Gambar 4.12 Saccharum edule hasskarl 45


Sumber: Dokumentasi penelitian
Tebu telur tergolong dalam famili Poaceace. Secara morfologi tebu telur ini
memiliki perbedaan dengan tebu lainnya, perbedaaan ini dilihat dari tumbuhnya
buah pada unjung pucuk daun. Batang nya mencapai tinggi 5-15 cm. Batangnya
memiliki tekstur yang beruas atau berbuku, dimana batang nya dapat tumbuh
tinggi tegak keatas. Daunnya berwarna hijau muda sampai hijau tua, dengan
disertai bulu-bulu halus. Buah yang terdapat diujung daun ini memiliki tektus
yang sangat lembut, berwarna putih kekuning-kuningan. Bunga nya termasuk
kedalam bunga majemuk, namun tebu telur ini jarang sekali berbunga.

13. Paku Sayur (Dipazium esculentum)

Gambar 4.13 Dipazium esculentum


Sumber: Dokumentasi penelitian

Paku Sayur ini merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk kedalam divisi
Pteriophyta. Dipazium esculentum adalah pakis yang sering dikonsumsi sebagai
sayuran. Biasanya pakis ini hidup ditempat yang lembab, misalnya di pinggir
sungai, di rawa-rawa, di pinggir sumur dan ada juga yang hidup di pegunungan.
Pakis ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat pada saat masih muda atau baru-
baru tumbuh yang tinggi nya mencapai 5-8 cm. Pakis sayur ini memiliki banyak
kandungan nutrisi yang sangat baik bagi kesehatan tubuh.

14. Pohon K elapa (Cocos nucifera)

46
Gambar 4.14 Cocos nucifera
Sumber: Dokumentasi Penelitian

Pohon kelapa dikenal sebagai tanaman “pohon kehidupan”, karena memiliki


banyak manfaat bagi kehidupan. Tanaman kelapa memiliki perakaran serabut,
akarnya berdiameter o,1 cm. Jenis batang tanaman kelapa ini tidak memliki
kambium. Daunnya panjang mencapai kurang dari 6 cm, bunganya merupakan
jenis berumah satu, artinya bunga jantan dan bunga betinaterletak pada satu malai
dan satu mancung/spathe.

15. Pucuk katu (Sauropus androgynus)

47
Gambar 4.15 Sauropus androgynus
Sumber: Dokumentasi Penelitian

Sauropus androgynus atau di Indonesia sendiri dikenal dengan nama Pucuk


katu berasal dari keluarga Euphorbiaceae. Daunnya berwana hijau gelap yang
mengandung sumber klorofil yang berguna untuk peremajaan sel dan bermanfaat
untuk sistem sirkulasi. Tanaman katu adalah herba dengan tinggi 50 cm sampai
3,5 meter. Katu tersebar di negara beriklim Asia (Cina) dan Asia tropis (India, Sri
Langka, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini dan Filipina (Majid dan
Muchtaridi: 2018).

16. Asam kandis (Garcinia dulcis)

Gambar 4.16 Garcinia dulcis


Sumber: Dokumentasi penelitian

Garcinia dulcis merupakan famili dari Guttiferaceae yang tumbuhnya


ditempat yang menyukai tempat naungan yang lembab. Asam kandis tumbuh
dengan ketinggian pohon yang mencapai 15- 30 meter. Pemanfaatan asam kandis
ini tidak hanya digunakan sebagai obat-obatan saja tetapi dimanfaatkan sebagian
masyarakat sebagai rempah penyedap masakan. Cara pengolahan asam kandis ini
sangat mudah sekali, buah yang muda atau pun yang sudah masak pasca panen,
dibelah dua kemudian dijemur hingga beberapa hari sampai warna buah berubah
menjadi warna hitam kecoklat-coklatan. Buah yang kering ini lah yang digunakan
sebagai bumbu penyedap masakan.

17. Bawang merah (Allium ascalonicum)

48
Gambar 4.17 Allium ascalonicum

Bawang merah adalah salah satu bumbu masak utama dunia yang berasal dari
Iran, Pakistan, dan pegunungan-pegunungan di sebelah utaranya, tetapi kemudian
Sumber: Dokumntasi Penelitian
menyebar keberbagai penjuru dunia baik di iklim tropis maupun sub tropis. Allium
ascaloncium merupakan keluarga dari Liliaceae. Bawang merah merupakan
tanaman Hortikultura unggulan dan sudah diusahakan petani secara intensif
(Kurnianingsih et.al., 2018). Tanaman bawang merah ini memiliki akar pokok dan
bulu akar yang masing-masing memiliki fungsi sebagai penerus kehidupan.
Bawang merah ini tak hanya umbi nya saja yang dimanfaat kan sebagai rempah
masakan melainkan daunnya.

18. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi)

Gambar 4.18 Averrhoa bilimbi 49


Sumber: Dokumentasi Penelitian
Belimbing wuluh atau Averrhoa bilimbi merupakan tanaman yang berasal
dari daerah Amerika yang beriklim tropis dan dibudidayakan di sejumlah Negara
seperti Malaysia, Argentina, Australia, Brazil, India. Belimbing wuluh masuk ke
Indonesia tumbuh dengan subur di seluruh bagian Indonesia, salah satunya adalah
di Bali. Hampir seluruh bagian dari tanaman ini dapat di manfaatkan, salah satu
nya yaitu buahnya yang dijadikan bumbu masakan (Pendit et.al., 2016).
Belimbing wuluh merupakan tanaman sejenis pepohonan yang tinggi batang nya
mencapai ± 15 meter. Cita rasa masam yang dimiliki buah belimbing wuluh ini
lah yang digunakan sebagai bumbu penyedap masakan.

19. Daun Jeruk purut (Citrus hystrix)

Gambar 4.19 Citrus hystrix


Sumber: Dokumentasi Penelitian

Jeruk purut atau Citrus hystrix merupakan tanaman yang telah dikenal
masyarakat memiliki banyak kegunaan. Hampir setiap bagian dari jeruk purut ini
dapat dimanfaatkan mulai dari daun, kulit buah hingga rantingnya (Jamaluddin
et.al., 2017). Tinggi tanaman ini biasanya mencapai 3-5 meter yang batangnya
dipenuhi dengan duri yang cukup tajam. Tanaman jeruk ini memiliki aroma yang
wangi pada kulit buahnya. Ukuran buahnya lebih kecil dari kepalan tangan yang
memiliki bintik-bintik atau tonjolan kecil. Buahnya jika masak berwarna kuning,
namun bila masih muda berwarna hijau tua. Daunnya berwarna hijau tua yang
banyak digunakan sebagai rempah penyedap masakan.

50
20. Daun Salam (Syzygium polyanthum)

Gambar 4.20 Syzygium polyanthum


Sumber: Dokumentasi Penelitian

Daun Salam atau Syzygium polyanthum merupakan tanaman yang tergolong


dari famili Myrtaceae. Masyarakat Indonesia menggunakan daun salam untuk
penyedap masakan. Hal ini karena aroma daun salam yang segar dan wangi.
Tanaman ini biasanya tumbuh liar baik di dataran rendah maupun di dataran
tinggi (Ningtyas dan Ramadhian: 2016). Tanaman daun salam ini memiliki
ketinggian pohon yang mencapai 20-25 meter. Daunnya memiliki tangkai yang
pendek dan kecil, kemudian berbentuk lonjong dengan ujung yang meruncing.
Buahnya berwarna hijau setelah masak berwarna merah gelap.

21. Jahe (Zingiber offcinale)

51
Gambar 4.21 Zingiber offcinale
Sumber: Dokumentasi penelitian

Jahe atau Zingiber offcinale merupakan tanaman terna tahunan, batang semu
dengan ketinggian sekitar 30-70 cm. Jahe hidup merumpun, berkembang biak,
dan menghasilkan rimpang, bentuk rimpang jahe beragam. Didalam rimpang jahe
terdapat minyak atsiri. Jahe dapat tumbuh baik didataran rendah maupun di
dataran yang tinggi (Widiya et.al, 2019). Bentuk daun jahe bulat panjang dan
tidak lebar (sempit). Jahe tak hanya digunakan sebagai obat tradisional, melainkan
sebagai bumbu penyedap masakan.

22. Kunyit (Curcuma domestica)

Gambar 4.22 Curcuma domestica


Sumber: Dokumentasi Penelitian

Kunyit atau Curcuma domestica merupakan salah satu tanaman obat temu-
temuan yang berpotensi untuk dibudidayakan (Syukur et. al., 2006 dalam
penelitian Bursatriannyo et. al 2014). Tanaman kunyit tumbuhn bercabang
dengan tinggi sekitar 40-100 cm. Batang nya merupakan batang semu, tegak,
bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari
pelepah daun (agak lunak). Daunnya berbentuk bulat telur (lanset), dan
pertulangannya menyirip dengan warna hijau pucat. Kulit luar rimpang berwarna
jingga kecoklatan, sedangkan daging buah merah jingga kekuning-kuningan.

23. Lengkuas (Alpinia galanga)


52
Gambar 4.23 Alpinia galanga
Sumber: Dokumentasi penelitian

Lengkuas atau Alpinia galanga merupakan tanaman yang termasuk ke dalam


keluarga Zingiberaceae. Tanaman ini diduga berasal dari Asia Tenggara atau
China bagian selatan. Saat ini, lengkuas telah banyak berkembang dan
dibudidayakan di banyak negara termasuk di Asia Tenggara, seperti Indonesia,
Malaysia, Thailand dan India (Bermawie et.al., 2012).

24. Kulim (Scorodocarpus borneensis)

53
Gambar 4.24 Scorodocarpus borneensis
Sumber: Dokumentasi Penelitian

Kulim atau Scorodocarpus borneensis merupakan tumbuhan berpohon besar,


tingginya mencapai 10-40 meter, gemang batangnya 20-80 meter, setiap
batangnya mengeluarkan bau seperti bawang terutama setelah hujan atau setelah
dilukai. Kulim merupakan jenis pohon yang potensial untuk dibuat kusen pintu
rumah dan kapal kayu terutama bagian dinding/palka dan tiang kapal. Tak hanya
bermanfaat sebagai bahan produksi, buah kulim juga dimanfaatkan sebagai
rempah masakan suku Sakai.

25. Serai dapur (Cymbopogon citrus DC)

Gambar 4.25 Cymbopogon citrus DC


Sumber: Dokumentasi penelitian

Serai dapur atau Cymbopogon citrus DC merupakan tanaman yang biasanya


digunkan sebagai rempah atau bumbu penyedap masakan (Shadri et.al., 2018).
Serai dapur umumnya hidup di tepi jalan atau kebun, tetapi dapat ditanam dalam
kondisi iklim tropis yang lembab, cukup sinar matahari, dan curah hujan relatif
tinggi. Tanaman serai dapur memiliki habitus berupa tanaman tahunan yang hidup
secara liar dan berbatang semu yang membentuk rumpun yang tebal serta
mempunyai aroma yang kuat dan wangi.

54
26. Terung Asam (Solanum ferox)

Gambar 4.26 Solanum ferox


Sumber: Dokumentasi penelitian

Terung asam (Solanum ferox) merupakan jarang ditanam melainkan tmbuh


liar disekitar rumah atau kebun, tanaman ini memiliki ketinggian 0,5 sampai 1
meter saja. Keseluruhan pokok tanaman ini dipenuhi dengan duri dan debu (bulu
halus). Buah terong asam ini lebar bulat 2-3 cm berwarna hijau ketika masih muda
dan berwarna kekuning-kuningan ketika sudah masak dan di selimuti dengan debu
tebal tetapi masih mudah ditanggalkan.

a. Pemanfaatan sayuran berdasarkan cara pengolahan


Cara pengolahan sayuran di desa Mandiangin dan desa Minas Barat, ada
beberapa cara diantaranya digulai, disayur bening, disayur santan, dijadikan
sebagai lalapan, dioseng atau digoreng, ditumis dan diebus (direbus).
Berikut beberapa contoh masakan suku Sakai yang siap untuk dimakan:

55
n Sayur Santan Umbut

Pemanfaatan yang berbeda tersebut memberikan cita rasa yang berbeda-beda


pula pada setiap masakan yang akan dikonsumsi. Menu masakan bagi orang Sakai
terlihat tidak terikat dengan kandungan gizi maupun energi yang ada dalam
makanan yang disediakan. Akan tetapi lebih tergantung pada bahan makanan
yang dimiliki dan kondisi keuangan keluarga. Cara memasak yang ditetapkan juga
tidak terikat dengan bentuk yang menarik maupun lezat rasanya tetapi sekedar
masak dan dapat dikonsumsi keluarga (Erni, 2014: 77).
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ibu suku Sakai desa
Mandiangin dan desa Minas Barat yang dilakukan pada bulan April, bahwa
sayuran yang dimanfaatkan merupakan sayuran hasil dari tanam sendiri dan hasil
dari hutan. Gambas, Ketulo (Luffa acutangula), adalah tanaman yang buahnya
dimanfaatkan sebagai sayur. Buah gambas diperoleh dari hasil kebun sendiri,
biasanya buah gambas dijadikan sayur bening, sayur santan dan ditumis. Cara
pengolahannya hampir sama dengan sayur biasanya, yang membedakan hanya lah
ibu-ibu suku Sakai ini jarang sekali menggunakan minyak goreng. Mereka hanya
mengandalkan air, bawang, dan daun-daunan sebagai rempahnya.
Jamur atau lebih dikenal dengan (Schizophyllum commune) adalah sayur yang
diperoleh dari hutan atau kebun. Biasanya cendawan ini tumbuh pada kayu karet
yang sudah lapuk, atau pada pohon sawit. Cendawan ini biasanya diolah untuk
dijadikan gulai, setelah diambil dari hutan, cendawan tersebut dicuci bersih
terlebih dahulu. Kemudian setelah dicuci bersih, cendawan ditumbuk hingga halus
lalu cendawan bisa digulai. Proses pembuatan gulai sama dengan gulai pada
umumnya, rempah yang digunakan cabai, bawang, kunyit, jahe, dan daun kunyit.
Jengkol kabau (Archidendrom bubalinum) adalah sayuran yang masih belum
banyak dikenal oleh masyakat luas, karena pohonnya sudah sulit ditemukan
(langka). Kabau bisa dikonsumsi langsung (dijadikan lalapan), ada yang
mengosengnya dijadikan sambal. Sebelum dioseng, kabau terlebih dahulu di
56
haluskan atau ditumbuk Oseng-oseng kabau ini tidak boleh dikonsumsi terlalu
banyak karena bisa mengakibatkan kejengkolan.
Keladi (Colocasia esculenta L) adalah sayuran yang tak hanya umbi nya bisa
dimanfaatkan, melainkan batangnya. Dalam mengkonsumsi keladi ini harus
pandai mengolahnya, karena keladi memiliki rasa gatal yang tidak nyaman bila
mengkonsumsinya. Umbi dan batang keladi biasanya digunakan ibu-ibu suku
Sakai untuk digulai menggunakan santan, kadang-kadang gulai tersebut dicampur
dengan ikan sungai atau salai.
Ketimun Suri (Cucumis sativus) adalah sayuran sejenis timun lalapan, yang
membedakan ialah rasa masam dan bentuknya lebih besar dari timun biasanya.
Ketimun suri ini sering kali digulai dengan ikan sungai dan ikan salai. Ketimun ini
memiliki cita rasa yang unik, yaitu rasa masamnya yang sangat enak bila digulai
dengan ikan-ikan segar. Dalam mengulai ini santannya tidak boleh terlalu banyak,
karena timun memiliki kandungan air. Tak hanya untuk digulai, ketimun ini juga
bisa dibuat campuran dalam pindang ikan sungai. Ini membuat selera makan lebih
menggoda.
Labu air (Lagenaria leucantha) adalah sayuran yang hampir sama dengan
labu air, hanya saja labu air ini tidak memiliki cita rasa masam. Labu air ini sering
dijadikan sayur bening maupun sayur santan, tetapi bisa juga dijadikan gulai.
Biasanya ibu-ibu suku Sakai hanya memasukkan air putih, bawang kemudian
daun kunyit pada sayur bening tersebut tanpa menggunakan minyak goreng.
Karena mereka tidak begitu suka mengkonsumsi minyak goreng terlaluu
berlebihan.
Nangka (Artocarpus heterophyllus L), mungkin sudah tidak asing lagi
didengar nangka merupakan sayuran serta buahan yg memiliki cita rasa yang
unik. Tidak hanya buahnya yang bisa dijadikan olahan sayur, ternyata biji nangka
pun dapat diolah menjadi sayuran yang enak. Ibu-ibu suku Sakai memiliki
keterbatasan ekonomi, dengan hal ini mereka memanfaatkan beberapa sayuran
yang bahkan tidak mengeluarkan biaya sedikitpun. Biji nangka ini dapat diebus
dengan isi singkong, dengan tambahan sesiung bawang saja. Olahan sayur ini

57
biasanya dimakan dengan Mengalo mesik. Buah nnagka sendiri dapat digulai
maupun dioseng dijadikan sambal yang enak.
Rebung (Dendrocalamus asper) adalah sayuran yang sudah jarang
ditemukan, rebung bisa dijadikan sayur bening, sayur santan dan gulai yang enak.
Sebelumnya mengolah rebung menjadi masakan yang enak, biasanya rebung
direbus terlebih dahulu agar rasa gatalnya hilang. Kemudian setelah itu baru lah
rebung diolah menjadi olahan masakan yang enak.
Rotan (Calamus rotang L) sayuran khas suku Sakai yang tidak banyak
diketahui masyarakat luas. Umbut rotan yang dimanfaatkan sebagai sayur,
memiliki cita rasa yang sedikit pahit. Ini sebabnya dalam pengolahan umbut rotan
harus benar-benar paham. Umbut rotan bisa dijadikan sayur untuk lalapan (haus
dibakar terlebih dahulu), ditumis dan dijadikan oseng-oseng. Jika untuk ditumis
biasanya umbut rotan direbus terlebih dahulu untuk mengurangi rasa pahit. Jika
dioseng cukup dikukus saja hingga beberapa menit, hal ini juga untuk mengurangi
rasa pahit pada umbut rotan.
Ubi mengalo (Manihot esculenta) merupakan sayuran yang sudah banyak
dikenal oleh masyarakat luas. Mengalo tidak hanya daunnya saja yang bisa
dimanfaatkan, melainkan isinya juga. Daun mengalo bisa dijadikan sayur bening,
digulai, ditumis, dioseng dan isi nya dijadikan masakan khas Sakai yaitu Mengalo
Mesik. Mengalo mesik sebelum diolah, harus memiliki banyak proses, pertama
mengalo tersebut diparut, kemudian dijemur hingga benar-benar kering. Setelah
kering, mengalp tersebut dimasak dibawah tungku hingga menjadi Mengalo Mesik
yang gurih. Masyarakat suku Sakai menjadikan Mengalo Mesik ini sebagai
pengganti nasi.
Pakis (Sauropus androgynus) merupakan sayur hijau yang memiliki banyak
sekali manfaat didalamnya. Pakis sering sekali dimanfaatkan suku Sakai sebagai
sayuran yang wajib dikonsumsi. Pakis ini biasanya dijumpai di hutan, pakis ini
diambil ketika masih muda atau baru-baru tumbuh. Ibu-ibu suku Sakai biasanya
menjadikan pakis ini sebagai sayur bening, sayur santan dan ditumis.
Pucuk katu (Dipazium esculentum) merupakan sayur yang banyak
dikonsumsi ibu-ibu hamil dan ibu-menyusui, karena banyaknya kandungan
58
vitamin didalamnya. Pucuk katu bisa dijadikan sayur bening dan sayur santan,
biasanya dicampur dengan ikan teri membuat rasa sayur lebih nikmat.
Tebu Telur (Saccharum edule) merupakan sayuran yang masi belum banyak
dikenal oleh masyarakat luas. Tebu telur ini tanaman sejenis tebu, tetapi memiliki
buah yang bisa dijadikan sebagai sayur. Buah nya berbentuk lonjong, lunak, dan
memiliki rasa yang enak bisanya bisa di sayur bening, sayur santan dan digulai.
Pada saat memasak tebu telur ini tidak boleh terlalu lama, karena tekstur tebu telur
ini sudah lunak.
Umbut kelapa (Cococs nucifera) merupakan sayuran yang diperoleh dari
pangkal batang pohon kelapa yang didalamnya terdapat umbut berwarna putih.
Umbut kelapa biasanya dijadikan sebagai sayur santan dan sayur bening yang
rasanya manis. Umbut kelapa banyak sekali manfaatnya bagi kesehatan baik
untuk kulit maupun untuk sistem peredaran darah.
Asam kandis (Garcinia dulcis) adalah rempah yang masih jarang digunakan,
asam kandis ini diolah dari buah yang segar. Buah asam kandis yang segar
kemudian dibelah menjadi dua bagian setelah itu baru dijemur 3-5 hari hingga
warna nya berubah menjadi coklat kehitaman. Asam kandis yang sudah berubah
menjadi warna coklat kehitaman, kemudian dimasukkan kedalam masakan seperti
gulai, tumis sebagai bumbu penyedap masakan.
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu rempah yang
wajib ada setiap kali memasak. Bawang merah adalah bumbu serba guna yang
biasanya dipakai disegala macam masakan, misalnya gulai, tumis, sayur, oseng,
pindang, dan lain sebagainya.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) adalah rempah yang dijadikan sebagai
penambah rasa asam pada masakan. Belimbing wuluh ini digunakan untuk
membuat asam pedas, tumis, dan pindang. Ini akan membuat rasa masakan lebih
gurih dan segar.
Daun jeruk purut (Citrus hystrix) merupakan rempah yang sudah umum
digunakan, terutama dalam hal gulai mengulai. Biasanya daun jeruk purut ini
digunakan untuk mengulai, merendang karena daun jeruk purut ini dapat
menambah bau yang harum pada masakan dan menetralisir bau amis.
59
Daun Salam (Syzygium polyanthum) merupakan rempah wajib yang
digunakan ibu-ibu rumah tangga untuk mengulai, merendang dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan daun jeruk purut, daun salam digunakan karena aromanya
yang harum sehingga menambah cita rasa masakan menjadi lebih enak.
Jahe (Zingiber offcinale) merupakan rempah yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat. Jahe tidak hanya digunaka sebagai obat tradisonal tetapi juga
digunakan sebagai rempah wajib pada masakkan. Jahe biasanya dipakai untuk
membuat gulai, rendang, dan pindang. Berbeda dengan gulai dan rendang, kalau
pindang jahe tidak dihaluskan, tetapi dipotong kecil-kecil kemudian baru
dimasukkan kedalam pindang tersebut.
Kunyit (Curcuma domestica) sudah tidak asing lagi digunakan oleh
masyarakat umum, kunyit banyak sekali manfaatnya tidak hanya digunakan untuk
bumbu masakan tetapi dimanfaat kan untuk obat tradisonal. Kunyit digunakan
untuk memasak gulai, rendang, bumbu bakar ikan, pindang dan lain sebagainya.
Lengkuas (Alpinia galanga) sama hal nya dengan kunyit dan jahe, lengkuas
harus wajib ada untuk bumbu penyedap rasa. Lengkuas digunakan untuk gulai,
rendang, pindang, dan membuat ayam bumbu. Tetapi lengkuas juga banyak
dimanfaatkan sebagai obat tradisonal.
Kulim (Scorodocarpus borneensis) atau sering disebut bawang hutan,
mungkin masih terdengar asing oleh masyarakat umumnya karena kulim ini hanya
dimanfaatkan oleh suku Sakai sebagai bumbu khas masakan. Kulim biasanya
dicampur ketika sedang menggiling cabe, aroma yang menyengat pada kulim
membuat masakan menjadi lebih enak. Kulim dipakai ketika sedang membuat
sempedas ayam, dan gulai ayam ini membuat kuah kental pada masakan tersebut.
Serai dapur (Cymbopogon citrus DC) urutan keempat bumbu yang wajib ada
disetiap masakan. Serai biasanya digunakan untuk sayur, baik itu sayur bening
maupun sayur santan. Kemudian untuk gulai, rendang, pindang dan lain
sebagainya.
Terung asam (Solanum ferox L) merupakan penambah cita rasa khas suku
Sakai, terung asam selalu ada disetiap masakan. Biasanya terung asam ini
digunakan untuk membuat sambal mantah dengan belacan, untuk kuah asam,
60
kemudian asam pedas, pindang, bahkan biasanya selalu jadi campuran gulai ikan
sungai.

4.3 Analisis Sumber Belajar


Sumber belajar yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber belajar
berbentuk Handout. Handout ini merupakan sumber belajar tambahan sebagai
pendamping atau pendukung bagi sumber belajar utama.
Handout “Keanekaragaman Sayuran Dan Rempah-Rempah Yang
Dimanfaatkan Masyarakat Suku Sakai Di Kecamatan Minas Timur Kabupaten
Siak”. Penilaian kelayakan Handout dilakukan dengan menggunakan angket.
Handout tersebut kemudian di uji coba ke tiga sekolah, yang pertama di
Sekolah SMAN 1 Minas, SMAN 2 MINAS dan SMAN 2 Minas Jauh Kampung
Mandiangin yang dilaksanakan pada 5 Agustus sampai 19 Agustus 2020 yang
diperoleh yang diperoleh dengan menyebarkan angket yang berisi 12 indikator
yang terdiri dari 37 pernyataan. Adapun responden yang dijadikan sebagai sampel
terdiri dari 30 orang.
Angket ini disebarkan kepada siswa-siswi SMA kelas X dengan
menerapkan Standar Kompetensi, yaitu Kompetensi Inti 3.2 dan 4.2 serta
menyesuaikan dengan Indikator pembelajaran dan tujuan pembelajaran sesuai
dengan kurikulum yang telah ditetapkan.
Hasil penilaian oleh ahli materi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.2 Presentase penilaian Handout oleh Ahli Materi


No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Presentase
1. Kelayakan isi 37 92,5%
2. Bahasa 16 100%
Rata-rata 96,25%

Hasil perhitungan kuisioner penilaian handout sayuran dan rempah suku


Sakai oleh ahli materi bahwasannya terdapat 2 aspek penilaian diantaranya yaitu,
aspek kelayakan isi dan aspek bahasa. Di lihat dari aspek kelayakan isi

61
memperoleh prsentasi 92,5% , yang berarti handout tersebut di lihat dari segi
kelayakan isi adalah (sangat layak). Sedangkan di lihat dari aspek bahasa
memperoleh prsentasi 100%, yang berarti handout tersebut di lihat dari segi
bahasa adalah (sangat layak).
Dari penilaian oleh materi untuk kedua aspek tersebut memperoleh
presentasi 96,25% artinya handout tersebut (sangat layak), tetapi ada beberapa
koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, diantaranya pada
indikator kelayakan isi kasusmya kurang akurat, diperlukan kreatifitas pengujian
dengan peserta didik dan penyajiannya masih terlalu rumit.

Hasil penilaian oleh Ahli Pembelajaran dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Persentase penilaian Handout oleh Ahli Pembelajaran
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Presentase
1. Struktur Handout 13 81,25%
2. Organisasi Penulisan 12 100%
3. Bahasa 9 75%
4. Penyajian 36 81,81%
5. Manfaat 3 75%
Rata-rata 82,61%

Hasil perhitungan kuisioner penilaian handout oleh ahli pembelajaran


bahwasannya di lihat dari aspek struktur handout memperoleh presentasi 81,25% ,
yang berarti handout tersebut di lihat dari segi struktur handout adalah (Cukup
layak). Sedangkan di lihat dari aspek organisasi penulisan memperoleh presentasi
100% artinya handout tersebut di nilai dari aspek organisasi penulisan adalah
(Sangat Layak). Dari aspek bahasa handout memperoleh presentasi 75%, yang
berarti handout tersebut di lihat dari segi bahasa adalah (Cukup layak). Kemudian
di lihat dari aspek penyajian memperoleh presentasi 81,81%, artinya handout
tersebut di nilai dari aspek penyajian adalah (Cukup layak). Dari aspek manfaat
memperoleh presentasi 75%, artinya handout tersebut di nilai dari aspek manfaat
adalah (Cukup layak).

62
Dari penilaian oleh ahli pembelajaran untuk kelima aspek tersebut
memperoleh presentasi 82,61% artinya handout tersebut (Cukup layak), tetapi ada
beberapa koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, antara lain
yaitu judul masih terlalu panjang.
Hasil penilaian oleh Ahli Media dapat dilihat ditabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Presentase penilaian handout oleh Ahli Media
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Presentase
1. Cover 12 100%
2. Isi 11 91,67%
3. Manfaat Media 3 75%
Rata-rata 88,89%
Hasil Perhitungan kuesioner handout sayuran dan rempah suku Sakai oleh
ahli media di lihat dari 3 aspek yaitu cover, isi, dan manfaat media. Presentase
aspek cover memperoleh nilai 100%, artinya cover dari keseluruhan handout
(sangat layak), dari aspek isi memperoleh presentase 91,67%, artinya isi tersebut
(sangat layak), kemudian presentase dalam aspek manfaat handout memperoleh
presentase 75%, artinya handout tersebut cukup layak untuk digunakan.
Dari hasil penilaian oleh ahli media dari 3 aspek tersebut memperoleh
hasil rata-rata yaitu 88,89% yang artinya handout tersebut (sangat layak), tetapi
ada koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, antara lain
tambahkan bab atau sub bab pada tema judul, tambahkan pendapat dokter dan
disis kesehatan kegunaan sayuran dan rempah tersebut dan tambahkan berita atau
artikel ilimah berkaitan sebagai penambah minat dan pengetahuan siswa.
Hasil penilaian oleh guru mata pelajaran Biologi dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 4.5 Persentase penilaian handout oleh guru mata pelajaran Biologi
No. Aspek Penilaian Total Skor Presentasi
1. Materi 11 91,67%
2. Kebahasaan 11 91,67%
3. Penyajian 19 95%
4. Keterpaduan 7 87,5%

63
Rata-rata 91,46%

Hasil perhitungan kuisioner penilaian handout sayuran dan rempah suku


Sakai oleh guru mata pelajaran Biologi di lihat dari 4 aspek penilaian, yaitu
Materi Kebahasaan, Penyajian, dan Keterpaduan. Prsentase aspek materi
memperoleh nilai 91,67% artinya materi dari handout (Sangat layak), dari aspek
kebahasaan memperoleh prsentase 91,67% artinya kebahasaan pada handout
(sangat layak), dari aspek penyajian memperoleh prsentase 95% artinya
kebahasaan dari handout (sangat layak), sedangkan dari aspek keterpaduan
memperoleh prsentase 87,5% artinya handout tersebut sangat layak untuk
digunakan.
Dari hasil penilaian oleh guru mata pelajaran Biologi dari 4 aspek tersebut
memperoleh hasil rata-rata yaitu 91,46%, artinya handout tersebut (sangat layak),
tetapi ada koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, antara lain
Sampul handout harus diperbaiki lebih mendominasi ke sayuran dan rempah suku
Sakai nya, harus memperhatikan tujuan penbelajaran dan kompetensi inti.
Adapun validasi handout tidak hanya di nilai oleh ahli materi, ahli
pembelajaran, ahli media dan guru mata pelajaran Biologi saja, tetapi juga
melibatkan siswa dalam penilaian kelayakan handout sayuran dan rempah suku
Sakai. Dengan menggunakan skala jenuh yaitu melibatkan siswa kelas X SMA
yang mempelajari materi pada bab Keanekaragaman Hayati. Adapun tabel
presentasenya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 hasil kuisioner siswa SMA N 1 Minas kelas X


No. Responden Jumlah Skor Persentase Skor
1. Agus Arisman 39 81, 25%
2. Chairunisa 43 89,585
3. Dinda Melani 38 79,61%
4. Eka Yunandari 41 85,41%
5. Gilang Daniswara 42 87,5%
6. Harza Hardiana 44 91,67%

64
7. M. Khoirul Kamaludin 41 85,41%
8. Nila Sari S. 40 83,33%
9. Rohana Wababan 40 83,33%
10. Reyhana Febrianoza 41 85,41%
Rata-rata 85,20%

Tabel 4.7 hasil kuisioner siswa SMA N 2 Minas kelas X


No. Responden Jumlah Skor Persentase Skor
1. Fahmi Mobobom 42 87,5%
2. Juli Dari Yanti N 44 91,67%
3. Jolo Bodo Siburian 43 89,58%
4. Putra Samuel Munte 42 87,5%
5. Rotua Theres P 43 89,58%
6. Sophan Billeam T 42 87,5%
7. Vandariu 43 89,58%
8. Wahyuni Tanjung 41 85,41%
9. Yasri Yandi 42 87,5%
10. Yosua Pandapotan Z 43 89,58%
Rata-rata 88,54%

Tabel 4.8 hasil kuisioner siswa SMA N 2 Jauh Kampung Mandiangin


No. Responden Jumlah Skor Persentase Skor
1. Ahmil Junanda 43 89,58%
2. Baby Andini 43 89,58%
3. Bayu Ramadhani 42 87,5%
4. Leni Dian Agus T 44 91,67%
5. Lutfiana Salsabila 43 89,58%
6. May Ayu Ningtias 44 91,67%

65
7. Nuraini 42 87,5%
8. Salman 43 89,58%
9. Seteven Ferdian S. 43 89,58%
10. Weni Setiana 39 81,25%
Rata-rata 88,75%

Penilaian angket mahasiswa terdiri atas 4 aspek.


Ada pun tabel 4.9 tentang hasil angket dari siswa kelas X SMA
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Persentasi Skor
1. Materi 427 88,95%
2. Kebahasaan 219 91,25%
3. Penyajian 401 83,54%
4. Tampilan 213 88,75%
Rata-rata 88,12%

Hasil penilaian kuisioner oleh siswa SMA kelas X di lihat dari 4 aspek
yaitu komponen materi memperoleh prsentase 88,95%, komponen kebahasaan
memperoleh prsentase 91,25%, komponen penyajian memperoleh prsentase
83,54% dan komponen tampilan memperoleh prsentase 88,75%. Jadi prsentase
penilaian angket siswa SMA kelas X memperoleh rata-rata 88,12%, artinya
handout “Sangat layak” sebagai sumber belajar Biologi.

Tabel 4.10 rata-rata angket kelayakan


No. Validator Skor Prsentase
1. Ahli Materi 96,25%
2. Ahli Pembelajaran 82,61%
3. Ahli Media 88,89%
4. Guru 91,46%
5. Siswa 88,12%

66
Rata-rata 89,46%

Presentase kelayakan handout Sayuran dan Rempah suku Sakai secara


keseluruhan baik dari segi materi, pembelajaran, media, guru maupun siswa
adalah 89,46%. Sehingga dapat dikatakan Handout Sayuran dan Rempah suku
Sakai sangat layak digunakan sebgai sumber bahan ajar pada siswa kelas X SMA
pada mata pelajaran Biologi.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian diatas yang dapat disimpulkan adalah:
1. Hasil Penelitian pemanfaatan Sayuran dan Rempah di Desa Mandiangin dan
Desa Minas Barat Kecamatan Minas Kabupaten Siak terdapat 26 spesies sayur

67
dan rempah yang tergolong dalam 16 famili. Adapun jenis Sayuran dan
Rempah-rempah berdasarkan famili adalah Araceae (Colocasia esculenta),
Arecaceae (Calamus rotang, Cocos nucifera), Athyriaceae (Diplazium
esculentum), Cucurbitaceae (Cucumis lativus, Cucurbita moshcata, Lagenaria
leucantha, Luffa acutangula), Euphorbiaceae (Manihot esculenta) ,Fabaceae
(Archidendron bubalinum), Guttiferaceae (Garcinia dulcis), Liliaceae (Allium
ascalonicum), Moraceae (Artocarpus heterophyllus), Myrtaceae (Syzygium
polyanthum), Olacaceae (Scorodocarpus borneensis), Oxalidaceae (Averrhoa
bilimbi), Phyllanthaceae (Sauropus androgynus), Pluteaceae (Schizophyllum
commune), Poaceae (Cymbopogon citrus DC, Dendrocalamus asper,
Saccharum edule), Rutaceae (Citrus hystrix), Solanaceae (Solanum ferox), dan
Zingiberaceae (Alpinia galanga, Cucurma longa, Zingiber offcinale).
2. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Mandiangin dan
Desa Minas Barat Kecamatan Minas Kabupaten Siak terdiri dari daun, batang,
umbi, buah, biji, rimpang.
3. Cara pengolahan sayuran dan rempah oleh masyarakat suku Sakai Desa
Mandiangin dan desa Minas Barat Kecamatan Siak Kabupaten Siak,
diantaranya adalah disayur bening, disayur santan, digulai, ditanak, diebus,
dipindang, dan dilalap.
4. Hasil presentase validasi Handout Sayuran dan rempah suku Sakai oleh ahli
materi adalah 96,25%, oleh ahli pembelajaran adalah 82,61%, oleh ahli media
adalah 88,89%, oleh guru adalah 91,46% dan oleh siswan adalah 88,12%.
Rata-rata secara keseluruhan baik dari segi materi, pembelajaran, media, guru
maupun siswa adalah 89,46%. Sehingga dapat dikatakan bahwa Handout
Sayuran dan rempah suku Sakai sangat layak digunakan sebagai sumber bahan
ajar Siswa kelas X SMA pada mata pelajaran Biologi.

5.2 Saran
Saran yang penulis berikan dari penelitian ini diantaranya adalah:

68
1. Handout hasil penelitian ini dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya
sehingga dapat dipublikasikan kepada siswa khalayak umum untuk menambah
pengetahuan terkait dengan judul yang telah disampaikan.
2. Penelitian yang dilakukan hanya sebatas pada jenis sayuran dan rempah yang
dimanfaatkan suku Sakai, sedangkan keanekaragaman hayati sangat melimpah,
bagi peneliti selanjutnya dapat dikaji secara luas dan mendalam terkait
keanekagaman hayati di suku Sakai terkhusus di kecamatan Minas Timur
Kabupaten Siak.
3. Penelitian mengenai Sayuran dan Rempah suku Sakai yang dimanfaatkan
masyarakat sehingga dapat dikatakan merupakan penelitian awal dapat dikaji
oleh peneliti selanjutnya utamanya ilmu farmasi dan kesehatan sebagai peneliti
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali dan Muhammad Asrori. 2014. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Budiono, eko, Susanto. 2006. Penyusunan dan Penggunaan Modul Pembelajaran
Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Sub Pokok Bahasan
Analisa Kuantitatif untuk soal-soal Dinamika Sederhana Pada Kelas x
Semeter 1 SMA. FMIPA UNNES Vol. 4, No. 2
69
Campbell, Simon J. Eric, dkk. 2015. Intisari Biologi. Jakarta: Edisi ke-6, Erlangga
Darmadi, Hamid. 2014. Metode penelitian pendidikan dan sosial. Bandung:
Alfabeta.
Elfis. 2015. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Pekanbaru: FKIP
Universitas Islam Riau
Eryati, H, Saam, Z, Siregar, Y.I. The Local Wisdom of Sakai Tribe in Preserving
the Forest and River in the District of Mandau. 2015: 9 (2)
Erni, Sukma. 2014. Wanita Dalam Tradisi Sosial Budaya Masyarakat Sakai.
Pekanbaru: CV. Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru
Gardjito et.al. 2015. Penanganan Segar Hortikultura Untuk Penyimpanan dan
Pemasaran. Yogyakarta: Prenadamedia Group
Hakim, Luchman. 2015. Rempah dan Herba Kebun-Perkarangan Rumah
Masyarakat. Yogyakarta : Diandra
Hartono, Tri Bambang. 2016. Dilema Pemilikan Keanekaragaman Hayati dan
Orkestrasi Konservasi Tumbuhan Hutan. Bogor: FORDA PRESS
Irawan, Fitmawati, dsn Herman. 2013. The Knowledge of Medicinal Plants of
Dukun Sakai in Sebanggar Duri Tiga Belas and Kesumbo Ampang Duri
Village of Bengkalis Regency. Biosantifika 5 (1) (2013). Hlm. 33
M. Loeb, Edwin. 2013. Sumatra, Sejarah dan Masyarakat. Yogyakarta: Ombak
Novitasari, Riska. 2016. “Pengembangan Modul Berbasis Imtaq Pada Materi
Pokok Struktur dan Fungsi Organ Pada Sistem Pernapasan untuk Siswa
Kelas XI SMA/MA”. Skripsi. Pekanbaru: FKIP Universitas Islam Riau.
Oktafiani, Rizka. 2018. “Etnobotani Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Desa
Rahtawu di Lereng Gunung Muria Kudus (sebagai sumber Belajar Mata
Kuliah Biologi Tumbuhan Obat Berbentuk Majalah)”. Skripsi. Semarang:
Universitas Islam Negeri Walisongo.
Pahu, Ahmad Arifin. 2016. Alkisah Sebuah Desa Bernama Petani. Duri: CV.
Mentari Persada
Putra, Aulia Nugraha. 2016. “Pengembangan Handout berbasis saintifik dan
kontruktivisme pada materi aritmatika sosial di kelas VII SMP N 11
Muari Jambi. Skripsi. Jambi: FKIP Universitas Jambi
Ridiyani Fitria. 2015. “ Hubungan Antara Minat Dengan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 34 Pekanbaru Tahun Ajaran 2014/2015”. Skripsi.
Pekanbaru: FKIP Universitas Islam Riau.

70
Rhosyana, chahya. 2016. “Rempah-rempah (Cengkih, Lada dan Pala) Sebagai Ide
Pembuatan Motif Batik Tulis Untuk Busana Ikat Lilit”. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Sagala, Aisyah Fitri Hidayani. 2019. Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang
Diajarkan dengan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dan
Cooverative Learning Tipe STAD pada Materi Fungsi Kelas X SMA
Negeri 11 Medan Menggunakan Media Handout. Skripsi. Medan: FKIP
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Sudjana, nana. 2014. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar
Baru Algensindo
Sugiono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan. Bandung: Alfabeta
Sumarta, Karsinem. 2013. Cara Mudah Menulis Skripsi. Pekanbaru: Buku Forum
Kerakyatan.
Susanti, hilda. 2015. Studi Etnobotani Sayuran Lokal Khas Rawa di Pasar
Martapura Kalimantan Selatan. ZIRAA’AH, Vol. 40 No. 2
Veriana, Tutik. 2014. “Studi Etabotani Tumbuhan Obat Tradisional oleh Suku
Jawa dan Lembak Kelingi di Kecamatan Sindang Kelingi Kabupaten
Rejang Lebong dan Implementasinya Pada Pembelajaran Biologi SMA”.
Skripsi. Bengkulu: FMIPA Universitas Bengkulu.
Widadi, Martin. 2012. Pengembangan Handout Pembelajaran Kerja Bangku Di
SMK Negeri 1 Seyegan. Skripsi. Yogyakarta. Pendidikan Teknik Mesin
Universitas Negeri Yogyakarta.
Winarti, Wijianto, Winanrno. 2018. Analisis Sumber Belajar Mata Pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Di SMA Negeri 1
Kartasura. Educetizen, Vol. 3 No. 1
Wulandari, Fitmawati, Nery Sofiyanti. 2014. Eksplorasi Pengetahuan Tumbuhan
obat Etnis Sakai Di Desa Petani, Duri-Riau. JOM FMIPA Vol. 1 No. 2.
Hlm. 2
Zulkarnain. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta : Bumi Aksara

71

Anda mungkin juga menyukai