PENDAHULUAN
Tidak hanya kaya akan sumber daya alamnya, Indonesia juga memiliki
berbagai macam keanekaragaman kelompok etnis dengan kehidupan sosial dan
budaya yang berbeda. Sehubungan dengan kekayaan sumber daya alam yang
kemudian bila dipadukan dengan indahnya kebhinekaan suku-suku bangsa yang
mendiami di seluruh Kepulauan Indonesia, maka tidak heran lagi jika tumbuh
kembang berbagai sistem pengetahuan tentang alam dan lingkungan. Pengetahuan
ini sangat bervariasi dari satu kelompok suku ke kelompok suku lain yang
tampaknya sangat bergantung pada tipe ekosistem tempat mereka tinggal, iklim
yang berubah-ubah terutama curah hujan, adat, tatacara, perilaku, pola hidup
kelompok atau singkatnya pada tingkat kebudayaan suku-suku bangsa tersebut
(Walujo, et al, 1991)1. Lebih sekitar dari 6000 jenis tumbuhan berbunga, baik
yang hidup secara liar maupun yang dibudidayakan, dikenali dan dimanfaatkan
1
untuk keperluan bahan makanan, pakaian, perlindungan dan obat-obatan.
Masyarakat Indonesia mengonsumsi tidak kurang dari 100 jenis tumbuhan dan
biji-bijan yang dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Tidak kurang dari 100
jenis kacang-kacangan, 450 jenis buah-buahan serta 250 jenis sayur-sayuran dan
jamur yang kesemuanya merupakan hasil kekayaan Indonesia (KMNLH 2007).
Begitu juga dengan sumber daya hayati laut, hewan serta miroba (benda-
benda dilaut), sudah lama dimanfaatkan untuk menunjangnya kebutuhan hidup
sehari-hari masyarakat Indonesia. Meskipun Indonesia disebut-sebut sebagai
negara agraris yang terkenal dengan kekeyaan alamnya, akan tetapi kenyataannya
masih banyak kekurangan pangan. Bertambahnya penduduk bukan hanya menjadi
satu-satunya menjadi pemicu yang menghambat untuk menuju ketahanan pangan
nasional. Akan tetapi berkurangnya lahan pertanian yang dikonversi menjadi
pemukiman dan lahan industri oleh perusahaan-perusahaan ilegal, telah menjadi
ancaman dan tantangan tambahan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
yang mandiri dalam bidang pangan. Ini semua merupakan suatu beban ikutan
yang baru baik dari segi ekonomi, ketahanan nasional maupun bagi kesehatan
masyarakat itu sendiri.
Pengetahuan dan pemahaman kita terkait dengan bahwa flora yang khas
Indonesia juga banyak dikenali oleh masyarakat tempatan dan memiliki kegunaan.
Kekayaan ini menghadirkan berbagai sumber-sumber pangan alternatif yang
sekaligus telah diterima oleh masyarakat. Praktis sejak adanya revolusi hijau,
kebijakan pemerintah hanya cenderung memfokuskan pada peningkatan
produktivitas pangan primadona saja (beras, jagung, singkong, kedelai), akhirnya
menggiring masyarakat di pedesaan untuk melupakan bagimana komoditas
pangan lokal seperti ubi-ubian, kacang-kacangan, buah-buahan, bumbu dan
rempah, bahkan obat-obatan. Beberapa contoh dibawah ini yang menggambarkan
adalah jenis-jenis tumbuhan yang telah banyak dikenali masyarakat yang
memiliki potensi dan keanekaragamannya terdapat di Indonesia. Variasi kultivar
yang dimiliki oleh setiap jenis merupakan sumber plasma nutfah yang tidak
2
ternilai harganya untuk kepentingan pengembangan sumber daya pangan lokal
dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pertanian.
Sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan asal tumbuhan yang
biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau
setelah diolah secara minimal. Sebutan untuk beraneka jenis sayuran disebut
sebagai sayur-sayuran atau sayur-mayur. Sejumlah sayuran dapat dikonsumsi
mentah tanpa dimasak terlebih dahulu, sementara yang lainnya harus diolah
terlebih dahulu dengan cara direbus, dikukus, digoreng, atau disangrai. Sayuran
berbentuk daun yang dimakan mentah disebut sebagai lalapan
Sayuran merupakan bahan pangan asli daerah yang telah dibudidayakan
dan dikonsumsi sejak jaman dahulu kala atau sayuran introduksi yang telah
dikembang baikkan dan dikenal oleh masyarakat di daerah tertentu. Sayuran
merupakan sumber penting makanan dan gizi di Indonesia. Namun, sejauh ini
perhatian terhadap sayuran masih sangat rendah dan cenderung ditinggalkan.
Defisiensi mikronutrien, terutama pada anak-anak, terus menjadi permasalahan
global yang butuh untuk diberi perhatian yang layak dan telah banyak lap yang
menunjukan nilai gizi tinggi yang tinggi yang terdapat pada sayuran . Jika sayuran
tersebut dimasukkan ke dalam menu makanan dalam kebutuhan sehari-hari,
sayuran dapat menghilangkan permasalahan defisiensi mikronutrien.
Sayuran merupakan bagian yang penting dari dari menu makanan manusia.
Karena sayuran merupakan sumber penting dari berbagai macam vitamin,
mineral, serat dan antioksidan. Sayuran memiliki nilai gizi yang cukup tinggi,
dimana konsumsi 100 g sayuran memberikan lebih dari 100% kebutuhan harian
vitamin dan mineral dan 40% protein. Menu makanan Indonesia yang
dikategorikan berdasarkan biji-bijian, oleh karena itu tidak memadai dalam energi
dan gizi yang rendah. Dibutuhkan suplemen khusus sebagai tambahan karbohidrat
berdasarkan menu makanan yang kaya akan mikronutrien seperti sayuran.
Penggabungan antara sayuran dengan menu makanan Indonesia mungkin dapat
membantu untuk meringankan beberapa defisiensi gizi.
3
Rempah-rempah adalah salah satu kekayaan alam dari bangsa Indonesia
yang berperan penting dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dalam sejarahnya,
rempah-rempah bahkan pernah memainkan peran penting dalam perekonomian
global yang membawa persaingan ekonomi di antara negara Eropa. Rempah-
rempah telah menarik minat bagi bangsa-bangsa asing untuk melakukan
penjelajahan mengarungi samudera luas demi mendapatkan sebuah lokasi
penghasil dan pusat rempah-rempah. Ekplorasi bagi Bangsa Eropa untuk mencari
lokasi rempah- rempah menghasilkan banyak hal, antara lain adalah penemuan
dunia baru, persaingan dagang dan peperangan, interaksi masyarakat antar benua,
pengetahuan tentang dunia timur, penyebaran beberapa agama, penjajahan dan
pengetahuan baru tentang anekaragam jenis rempah dan herba serta flora lainnya
(Balick & Cox, 1996 dalam Hakim, 2015 : 4-5).
Suku Sakai ialah salah satu suku terasing yang kehidupannya terisolasi
dari kehidupan masyarakat biasa. Dampak dari kehidupan yang terisolasi ini
terjadi hampir pada seluruh aspek kehidupan. Mereka masih sangat tradisional
termasuk dalam bidang Pendidikan (Erni, 2014).
Orang Sakai berasal dari ras Veddoid dan dalam hal ini mirip dengan
masyarakat Sakai di Semenanjung Melayu. Namun, orang Sakai di Sumatra
memperoleh bahasa dan adat matrilineal mereka dari orang Minangkabau yang
berimigrasi ke daerah tersebut pada awal abad ke-14. Ada sebuah tradisi yang
menuturkan bahwa di zaman dahulu pernah ada sebuah kerajaan besar
Minangkabau di Sungai Gassip, cabang Sungai Siak, dan kerajaan ini ditaklukkan
oleh orang Aceh. Orang Sakai punmelarikan diri ke hutan di Mandau (M. Loeb :
2013: 346).
Sakai merupakan Etnis asli di Desa Petani, Duri-Riau. Etnis ini biasanya
tinggal berkelompok dan sangat berhati-hati dengan kedatangan orang asing (etnis
lain), namun kini Etnis Sakai di Desa Petani telah berbaur dan menerima
kedatangan Etnis lainnya. Pada umumnya Etnis Sakai menganut Agama Islam,
namun ada juga yang masih menganut kepercayaan dari leluhur (animisme). Etnis
Sakai seperti Etnis lain, Etnis ini juga memiliki sistem kepercayaan, pengetahuan
dalam mengelolahan keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan sekitar
4
seperti pemanfaatkan berbagai jenis rempah-rempah dan sayur mayur untuk
kebutuhan memasak dalam Rumah tangga.
Sumber bahan ajar memiliki peranan penting dalam proses pembeljaran
karena dengan tersedianya sumber belajar yang memadai akan membantu guru
dan siswa dalam memudahkan proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran
yang sudah ditetapkan dapat tercapai.
Menurut Hamdani (2011 : 119-120 dalam Winarti, Wijianto, Winarno :
2018) mengemukakan bahwa, sumber belajar dikategorikan sebagai berikut: (a)
tempat maupun lingkungan alam sekitar yaitu dimana saja seseorang dapat
melakukan belajar ataupun proses perubahan tingkah laku (sikap). Misalnya
perpustakaan, pasar, museum, dan sebagainya. (b) Benda yaitu segala benda yang
memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku (sikap) bagi siswa. Misalnya
situs, candi, benda peninggalan lainnya. (c) Orang yaitu siapa saja yang memiliki
keahlian yang bisa mengajarkan sesuatu kepada siswa, misalnya dokter, polisi dan
ahli-ahli lainnya. (d) Buku yaitu segala macam buku yang dapat dimanfaatkan
oleh siswa, misalnya buku pelajaran, buku teks, kamus, ensiklopedi, fiksi,
handout dan lain sebagainya. (e) Bahan, yaitu segala sesuatu yang berupa teks
tertulis, cetak, rekaman, elektronik, website yang dapat dimanfatkan untuk belajar.
(f) Peristiwa dan fakta yang sedang terjadi, guru dapat menjadikan peristiwa
ataupun kejadian dan fakta sebagai sumber belajar, misalnya peristiwa kerusuhan,
peristiwa bencana dan peristiwa lainnya.
Selain guru yang harus memperhatikan model pembelajaran, guru juga
harus memperhatikan bagaimana media yang akan digunakan. Penggunaan media
pembelajaran bisa membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan
tercapainya tujuan pembelajaran yang baik. Pada penelitian ini, menggunkan
handout sebagai media maupun sumber bahan ajar yang dapat membantu siswa
dalam proses belajar mengajar.
Sumber bahan ajar handout berisi tentang materi yang lebih menarik,
ringkas dan contoh-contoh fakta agar siswa lebih banyak mendapatkan informasi.
Semakin banyak sumber belajar yang dibaca siswa, siswa semakin menguasai
materi dan ketika mengalami kesuitan diharapkan siswa dapat menanyakan
5
kepada guru sehingga akan memicu siswa lebih aktif (Ariyanti, Syryadi & Bakti :
2016).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanggapan guru dan
siswa terhadap pengetahuan masyarakat Suku Sakai yang terdapat di Kabupaten
Siak Khususnya di Mandiangin dan Minas Barat dalam memanfaatkan berbagai
jenis Sayuran serta Rempah yang dimanfaatkan ibu rumah tangga, yang hasilnya
akan dijadikan handout sebagai media belaja bagi siswa X SMA.
6
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan Guru dan Siswa
terhadap Keanekaragaman hayati sayuran dan rempah Suku Sakai di Mandiangin
dan Minas Barat Kabupaten Siak sebagai Sumber Bahan Ajar pada Kompetensi
inti 3.2 dan 4.2 Pembelajaran Biologi kelas x SMA.
7
BAB 2
TINJAUAN TEORI
10
Orang Sakai yang tergolong dalam ras Veddoid memiliki ciri-ciri
diantaranya rambut keriting berombak, Kulit coklat kehitaman, tinggi tubuh laki-
laki sekitar 155 cm dan perempuan 145 cm. Untuk berhubungan satu sama lain,
orang Sakai menggunakan bahasa Sakai. Banyak diantara mereka mengujar logat-
logat bahasa Batak Mandailing, bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu.
Sakai tak pernah berkontrafersi dengan pendatang yang telah menggarap
tanah ladang nenek moyang mereka dan membabat hutan rimba mereka
sebagaimana indian berkontrafersi dengan kulit putih. Sakai tidak anti pendatang.
Mereka pun tidak menyalahkan sesiapa, tak juga menyalahkan pemerintah. Hanya
merekalah yang tahu apa yang menjadi kebutuhan mereka, dan kesadaran itu
mereka tunjukkan dalam kerendahan hati (Pahu, 2016: 4-5).
Erni (2014: 25) mengatakan, Jika ditelusuri sejarah asal muasal orang
Sakai, terdapat dua pandangan yang berbeda. Pertama, berdasarkan laporan
Souriya Effendi Harris dalam laporan khusus tentang Suku terasing di Riau pada
Prisma 1 Januari 1994, suku Sakai merupakan Suku yang seketurunan dengan
Suku Semang atau Suku Jakun yang berada di pedalaman Johor Malaysia. Pada
awalnya anak keturunan Suku semang tersebut menyeberangi Selat Malaka dan
sampai di tepi Sungai Siak di Riau. Di tepi-tepi Sungai Siak inilah orang Sakai
membuka perkempungan. Dalam melengkapi kehidupan mereka mulai masuk ke
hutan sekitar Sungai untuk mencari kayu dan buah-buahan yang dapat dijadikan
makanan. Orang Sakai sudah memasuki Riau jauh sebelum kerajaan Siak Sri
indrapura muncul dan berkembang. Namun ketika pemerintahan Siak bersentuhan
dengan mereka. Sakai diberi satu daerah yang bersifat otonom serta memiliki
seorang penghulu dagang. Meskipun demikian orang Sakai tetap suka berpindah-
pindah ke daerah lain yang belum pernah di huni.
Kedua, orang Sakai pada mulanya adalah orang-orang yang berasal dari
kerajaan Pagaruyung Sumatra Barat. Informasi demikian dituturkan oleh hampir
semua orang Sakai yang mengetahui cerita asal muasal mereka. Di kalangan
orang Sakai terdapat kelompok-kelompok yang dikenal dengan perbatinan yakni
batin lima dan batin selapan. Batin lima adalah kelompok lima wilayah yang
dijadikan hunian oleh orang-orang Sakai. Pebatinan lima ini merupakan
11
rombongan yang lebih awal dari utusan raja Pagaruyung yang membuka
perkampungan. Kelima daerah yang menjadi satu dalam kelompok perbatinan
tersebut adalah:
1) Daerah yang menempati sekitar Minas
2) Daerah yang menempati sekitar hulu Penaso
3) Daerah yang menempati sekitar hulu sungai Beringin
4) Daerah yang menempati sekitar Sungai Belutu
5) Daerah yang menempati sekitar Sungai Ebon di Tengganau
Sementara perbatinan Selapan pada rombongan kedua setelah perbatinan
lima yang menempati berbagi daerah menjadi delapan. Setiap daerah dipimpin
oleh seorang batin yang berfungsi sebagai penghulu kedelapan daerah tersebut
adalah:
1) Petani
2) Sebanga Asal (Duri)
3) Air Jamban (Duri)
4) Pinggir
5) Semunakat
6) Sam-sam
7) Balai Makam
8) Kandis
Hasil penelitian Parsudi Suparlan (1995 dalam Penelitian Elyati dkk, 2015:
9 (2)) menjelaskan bahwa masyarakat Sakai berasal dari kerajaan Pagaruyung.
Negeri Pagaruyung sangat padat penduduknya. Rajanya berusaha mencari
wilayah-wilayah pemukiman baru untuk menampung kepadatan penduduk.
Daerah yang dipilih adalah wilayah sebelah timur Pagaruyung yang masih kosong
penduduk. Tempat yang dipilih adalah wilayah-wilayah de sebelah timur
Pagaruyung karena belum dihuni oleh penduduk melainkan hanya hutan rimba
Belantara. Sebuah rombongan yang jumlahnya 190 orang yang terdiri atas 189
orang janda dan seorang hulubalang atau prajurit laki-laki sebagai kepala yang
dikirimn oleh raja untuk berangkat ke arah timur. Mereka menembus hutan rimba
12
dan akhirnya sampai di tepi anak Sungai yang mereka namakan Biduando (Bidu
artinya Kepala rombongan dan Ando artinya Janda).
Nama daerah Biduando akhirnya berubah menjadi Mandau. Rombongan
ini kemudian kembali ke Pagaruyung. Kemudian raja mengutus kembali
rombongan yang terdiri dari 3 orang hulu balang yakni Sutan janggut, Sutan
Harimau dan Sutan Rimbo. Mereka membawa benih dan peralatan pertanian.
Dalam perjalanan menuju Mandau mereka tersesat sampai di daerah Kuanto
Bessalam (Kusnto Darussalam). Di sini mereka menyerahkan diri pada raja dan
beberapa tahun kemudian diangkat menjadi hulu balang.
Pada masa itu kerajaan Kunto Bessalam berniat memperbesar kerajaannya
dengan cara mendatangkan penduduk sekitar 100 orang untuk menambah
penduduk asli yang hanya terdiri dari 25 keluarga dan 10 hulu balang Raja
memutuskan untuk mencari penduduk ke daerah Mentawai. Untuk tujuan tersebut
ketiga hulubalang yang berasal dari Pagaruyung ditugaskan untuk pergi ke
Mentawai sekembalinya dari Mentawai Raja Kunto Bessalam menjadikan mereka
pekerja rodi untuk membangun kemegahan kerajaan Kunto Bessalam.
Setelah tujuan raja tercapai maka ia mengarahkan pembangunan pada
kerajaan Rokan Kanan/Kiri. Raja mengutus Sutan Janggut dan Sutan Rimbo
beserta 50 keluarga untuk menjadi pekerja rodi di sana. Tetapi sebelum
pembangunan selesai yang diutus raja Sutan Janggut dan Sutan Rimbo bersama 5
keluarganya melarikan diri ke hutan dengan alasan bahwa Raja rokan kanan/kiri
sangat kejam. Rombongan yang melarikan diri berjalan ke arah Mandau.
Beberapa tahun perjalanan itu akhirnya sampai di hulu Sungai Mandau. Di
sini mereka menjumpai bekas-bekas perkampungan yang di duga sebagai bekas
perkampungan rombongan pertmana. Setelah tinggal beberapa saat Mereka
meneruskan perjalanan dan sampailah pada hulu sungai penaso. Sultan Rimbo
meninggal dunia dan rombongan berencana kembali ke Mandau. Dalam
perjalanan menuju Mandau Sutan Janggut pergi meninggalkan rombongan dengan
sembunyi-sembunyi.
Akhirnya ke lima keluarga tersebut menyerahkan diri pada penghulu
Mandau dan memohon agar di beri lahan karena mustahil mereka kembali ke
13
Pagaruyung maupun ke desa Kunto Bessalam. Oleh Penghulu setiap keluarga di
beri hak atau wewenag yakni daerah sekitar Minas, hulu Sungai Penaso, hulu
Sungai Beringin, sekitar Sungai Belutu dan sekitar Sungai Ebon di Tengganau.
Semakin padat penduduk di Pagaruyung membuat semakin sulit untuk mencari
nafkah. Tanpa sepengetahuan Raja serombongan orang di bawah pimpinan hulu
balang yang bernama Batin Sangkar.
Setelah beberapa lama berjalan mereka sampai di hulu Sungai Syamsam
di Mandau. Di wilayah ini mereka berkeliling sampai ke daerah yang di aliri tujuh
buah anak Sungai. Di sini mereka membuka perkampungan beberapa saat
kemudian pindah. Rombongan yang dipimpin Batin Sangkar sampai di daerah
Petani setelah menetap untuk beberapa saat di Petani, Batin Sangkar
memutuuskan untuk memecahh romboongan tersebut ke dalam delapan tempat
pemukiman yang saling berdekatan. Kedelapan pemukiman baru termasuk Petani
itu adalah 1) Petani, 2) Sebanga Asal (duri), 3) Air Jamban, 4) Balai Makam, 5)
Pinggir, 6) Semunai, 7) Syamsam dan 8) Kandis.
Ketiga, menurut pendapat UU, Hamidi (1991 dalam Erni, 2014: 29)
budayawan Riau yang banyak melakukan penelitian tentang masyarakat terasing
khususnya orang Sakai, masyarakat Sakai telah ada di Riau jauh sebelum kerajaan
Siak Sri Indrapura berdiri. Orang-orang Sakai berasal dari dua wilayah yang
akhirnya membentuk batin nan Lima dan batin Salapan. Pebatinan yang lima
berasal dari kerajaan Gasib yang lari ke hutan karena diserang oleh kerajaan Aceh.
Pebatinan yang lima berasal dari kerajaan Aceh. Sementara pebatinan delapan
berasal dari semenanjung Melaka.
Secara rinci persoalan asal usul Batin Selapan diperoleh dari seorang
kepala dusun Pematang Pudu yang masih keturunan Batin Bertuah. Pematangan
Pudu yang masih keturunan Batin Bertuah. Menurut kepala dusun tersebut
pemekaran Batin Selapan berasal dari induk ompek (empat) anak ompek. Pada
awalnya keseluruhan warga yang terdiri dari induk empat dan anak empat ini
hidup dalam satu kampung yang dinamai Sebanga Asal. Akan tetapi karena
jumlah penduduk yang semakin banyak maka diadakan pemekaran dengan
membuka wilayah baru untuk ke delapan keluarga itu. Batin induk terdiri dari
14
Batin Jalelo (daerah Pinggir), Batin Bertuah (daerah Pematang Pudu/Air Jamban),
Batin Petani (daerah Petani), dan Batin Sebangar (Sebangar Duri), Sementara
Batin anak menyebar di daerah Semunai disebut dengan Batin Semunai, daerah
Syamsam disebut dengan Batin Syamsam, daerah Minas disebut dengan Batin
Bungsu dan Batin Muara Basung disebut dengan Batin Makendung.
Pebatinan yang berasal dari Batin anak disebut juga dengan Ajong Kayu.
Selain itu penyebut Batin lima dan Selapan juga menjadi simbol pembeda atas
wilayah tinggal. Batin lima adalah sekelompok Sakai yang wilayahnya lebih
banyak anak Sungainya sementara Batin Selapan lebih banyak daratan.
Dalam sejarahnya setelah terjadi pemecahan tempat tinggal masing
perbatinan baik perbatinan Lima maupun Perbatinan Selapan pergi menghadap
raja Siak untuk memohon kepada raja agar mereka diizinkan menjadi bagian dari
kerajaan Siak. Dengan demikian mereka secara resmi menjadi penduduk Siak Sri
Indrapura dan oleh raja mereka diberi pengesahan atas hak tanah dan penggunaan
hutan disekitar wilayah mereka. Kemudian raja juga mengesahkan pimpinan
merekasebagai wakil dan kerajaan yakni batin serta para pembantunya.
Menurut sejarahnya Sultan Syarif Kasim I sangat bijak. Melalui
pendekatan yang baik (persuasif) Sultan Syarif Kasim berhasil membuka kontak
sosial dengan orang Sakai dan membuat mereka patuh pada pemerintahan Siak Sri
Indrapura. Kontak sosial yang sering dilakukan orang Sakai pada raja dan secara
tidak langsung dengan orang Sakai adalah pemberian upeti berupa hasil kebun,
hasil hutan dan bermacam-macam hal yang dapat diberikannya pada raja.
Sakai pada prinsipnya adalah sebutan untuk orang pedalaman yang berada
di beberapa tempat di kebupaten Bengkalis. Orang Sakai sendiri pada awalnya
tidak menyebut diri mereka sebagai Sakai. Sakai adalah sebutan yang muncul
belakangan setelah terjadi penjajahan. Menurut penuturan orang Sakai sendiri
mereka adalah keturunan orang Pagaruyung yang membuka lahan baru disebelah
timur kerajaan yang pada masa itu masih rimba belantara (dalam Erni 2014: 24-
33).
15
2.1.3 Mengenal Sayuran dan Rempah Suku Sakai
1. Sayuran Suku Sakai
Sayuran merupakan bagian tumbuhan yang dikonsumsi manusia karena
menghasilkan sumber vitamin, mineral, serat pangan, dan antioksidan yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia (Juajun et.al., 2012 dalam Susanti 2015).
Adanya berbagai macam kandungan antioksidan dalam sayuran yang berperan
menangkap radikal bebas yang baik tubuh manusia yang dapat menambah khasiat
sayuran sebagai tanaman obat. Departemen Pertanian (2009) memberikan
perincian bahwa sayuran dapat berupa sayuran buah, sayuran daun, sayuran umbi,
sayuran umbut dan jamur.
Sayuran lokal atau sering disebut sebagai sayuran indigenous merupakan
bagian dari kekayaan keanekaragman hayati yang dimiliki Indonesia yang dikenal
sebagai Mega Biodiversity Country. Sayuran lokal didefinisikan sebagai sayuran
yang beradaptasi di suatu daerah dan dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat
mengekspresikan potensi secara penuh untuk kebutuhan makhluk hidup(Soetiarso,
2010 dalam Susanti 2015).
Setelah produksi pangan karbohidrat mengalami kemajuan yang cukup
pesat, maka peningkatan produksi hortikultura atau sayuran yang merupakan
sumber berbagai vitamin dan mineral mendapatkan perhatian dan penanganan
yang sejajar dengan komoditas lain, serta lebih intensif. Kini dapat dikatakan
bahwa komoditas horikultura di Indonesia memiliki prospek pengembangan yang
sangat baik karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, serta potensi pasar yang
terbuka lebar, baik di dalam maupun di luar negeri. Di samping itu, budidaya
tanaman hortikultura tropis dan subtrropis sangat memungkinkan untuk
dikembangkan di Indonesia karena tersedianya keragaman agroklimat dan
karakteristik lahan dan sebaran wilayah yang luar (Zulkarnain, 2013: 1).
Hortikultura sangat beragam jenisnya, meliputi sayuran, buahan, buangaan
dan tanaman hias. Banyaknya hasil tanaman yang di panen dan ragam bagian
16
yang dimanfaatkan oleh manusia serta sifat bahan setelah panen menyebabkan
pentingnya pengelompokan hasil panen (Gardjito et.al., 2015:11).
Dalam Masyarakat Sakai, berdasarkan hasil wawancara Sayuran yang
digunakan ibu rumah tangga dalam memasak memiliki berbagai macam seperti
Pucuk Pakis, Cobu Tolu, Rebung, Urat Rotan, pucuk menggalo (daun singkong),
Labu, Kundur, Jengkol, Petai, Kabau dan lain sebagainya. Sayuran tersebut di
olah berbagai macam olahan misalnya di gulai, di sayur, di tumis maupun di
jadikan sebagai lalapan.
17
Rempah-rempah merupakan bagian dari tumbuhan yang berasal dari bagian
batang, daun, kulit kayu, umbi, rimpang (rhizome), akar, biji, bunga atau bagian-
bagian tubuh tumbuhan lainnya. Bagian-bagian tubuh tanaman tersebut
mengandung senyawa fitokimia yang dihasilkan tanaman sebagai bagian dari
proses metabolisme tanaman. Contoh dari rempah-rempah yang merupakan biji
yang berasal dari tanaman antara lain adalah biji adas, jinten dan ketumbar.
Rempah-rempah berbahan baku rimpang, antara lain diperoleh dari tanaman jahe,
kunyit, lengkuas, temulawak, dan kapulaga. Daun adalah bagian tanaman yang
sering dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, terutama sebagai penguat cita rasa
dan aroma makanan. Daun-daun yang sering dipakai antara lain adalah daun
jeruk, daun salam, seledri, dan daun pandan (De Guzman dan Siemonsma, 1999
dalam Hakim, 2015: 1).
Dalam kehidupan Suku Sakai memasak merupakan kewajiban wanita. Istri
atau anak gadis yang ada dalam sebuah keluarga. Memasak merupakan pekerjaan
sehari-hari yang dilakukan dalam rangka menyediakan makanan bagi seluruh
anggota keluarga. Menu makanan bagi orang Sakai terlihat tidak terikat dengan
kandungan gizi maupun energi yang ada dalam makanan yang disediakan. Akan
tetapi lebih tergantung pada bahan makanan yyang dimiliki dan kondisi keuangan
keluarga. Cara memasak yang ditetapkan juga tidak terikat dengan bentuk yang
menarik maupun lezat rasanya tetapi sekedar masak dan dapat dikonsumsi
keluarga.
Berdasarkan hasil wawancara, Rempah-rempah yang digunakan untuk
memasak pada Suku Sakai memanfaatkan tumbuhan yang hidup di hutan.
Misalnya seperti Asam kandis, buah Kulim, Asam Kandis, terung Asam, daun
salam, daun serai, kunyit, jahe, lengkuas, klubi, kemiri, daun jeruk purut, daun
pandan wangi, dan lain sebagainya. Rempah-rempah tersebut digunakan dalam
berbagai jenis masakan, ada digulai santan, di asam pedas, di sayur bahkan di
goreng. Proses masak memasak Suku Sakai ini tidak jauh beda dengan masakan
dari daerah lainnya, yang membedakan hanyalah dari rempah-rempah yang
digunakan.
18
2.1.4 Sumber Bahan Ajar
1) Pengertian Sumber Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan salah satu faktor penting dalam keefektifan sebuah
pembelajaran terlebih ditingkat perguruan tinggi. Kurangnya bahan ajar tentunya
dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran atau perkuliahan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar memiliki peran
yang sangat penting dalam keefektifan proses belajar mengajar baik di sekolah
maupun di perguruan tinggi. Dalam proses perencanaan pembelajaran tersebut
guru bertugas untuk menyiapkan bahan ajar yang dapat menujang proses
pembelajaran, sehingga dapat membantu siswa menambah wawasan dalam
mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Bahan ajar tersebut dapat berupa
tertulis seperti handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,
wallchart, maupun bahan tidak tertulis seperti video/film, VCD, radio, kaset, CD
interaktif berbasis komputer dan internet.
19
pembelajaran, (4) informasi pendukung, (5) latihan-latihan, (6) evaluasi, dan (7)
respon atau umpan balik hasil evaluasi.
Berdasarkan uraian jenis bahan ajar atau materi ajar tersebut dapat
disimpulkan bahwa jenis bahan ajar bermacam-macam dilihat dari bentuk, sifat,
dan fungsinya. Pada penelitian ini jenis bahan ajar yang digunakan adalah bahan
cetak yaitu handout.
22
7) Gunakan berbagai sumber belajar yang dapat memperkaya materi handout,
misalnya : buku, majalah, internet, informasi dari lingkungan sekitar dan jurnal
hasil penelitian.
24
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Batas Kecamatan
Minas
1 Desa Mandiangin
b) Wawancara
Metode Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data yang
umum digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu
26
narasumber atau responden tertentu yang dilakukan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara secara semi terstruktur yaitu dengan mewawancarai responden dengan
beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian pertanyaan tersebut satu
persatu diperdalam untuk mencari informasi atau keterangan lebih lanjut
(Sugiyono, 2010). Wawancara semi terstruktur digunakan guna mendapatkan data
jenis-jenis Sayuran dan Rempah Suku Sakai, pertanyaannya meliputi nama lokal
tanaman, bagian yang dimanfaatkan, dan cara pengolahannya.
Pada penelitian ini, wawancara hanya dilakukan kepada masyarakat atau
narasumber yang terpilih menjadi sampel, termasuk didalamnya adalah Bathin
(Kepala pemangku adat). Pengambilan sampel yang ditetapkan merupakan sampel
pilihan/sampel tetapan (purposive sampling), yaitu Ibu Rumah Tangga Suku Sakai
yang umumnya menggunakan sayuran dan rempah-rempah yang selama ini
digunakan oleh masyarakat Suku Sakai, berdasarkan hal tersebut, maka dari 232
ibu rumah tangga, hanya 30 orang yang konsisten menggunakan sayuran dan
rempah-rempah yang selama ini digunakan oleh masyarakat Suku Sakai. Data
yang dihimpun dari wawancara berupa nama lokal, bagian yang dimanfaatkan,
cara pengolahan Sayuran dan Rempah tersebut. Selanjutnya data yang didapat
dari hasil wawancara dicatat pada lembar data.
c) Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data yang lebih akurat
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, majalah, foto,
prasarti dan sebagainya. Untuk memperkuat data yang diperoleh maka tahap
selanjutnya adalah mengambil gambar atau foto dari subjek yang diamati. Foto
yang diharapkan dapat menghasilkan data deskriptif yang penting sesuai dengan
objek yang diamati.
Dibawah ini adalah kisi-kisi instrumen yang digunakan untuk menilai handout
keanekaragaman hayati Sayuran dan Rempah suku Sakai.
1. Lembar Validasi
Lembar validasi dalam penelitian ini adalah lembaran yang digunakan
untuk memvalidasi sebuah produk. Tujuan pengisian lembar validasi adalah untuk
28
menguji kelayakan handout. Keanekaragaman hayati Sayuran dan Rempah suku
Sakai. Validasi handout oleh para ahli dinilai sesuai dengan aspek yang tersedia.
Aspek penilaian dan butir lembar validasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
29
Tabel 3.5 Kisi-kisi Lembar Validasi Handout oleh Guru
No. Aspek Jumlah Butir Lembar Nomor Item
Validasi
1. Materi 3 1, 2, 3
2. Kebahasaan 3 4, 5, 6
3. Penyajian 5 7, 8, 9, 10, 11
4. Keterpaduan 2 12, 13
Sumber: Modifikasi Peneliti dari Novitasari (2016)
30
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama yang biasanya
dilakukan dalam suatu penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data (Sugiyono, 2010 : 308 dalam Widadi : 2012). Agar data yang
diperoleh dalam penelitian ini merupakan data valid yaitu data yang diperoleh
merupakan gambaran yang sebenarnya dari kondisi yang ada, maka dalam
penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data. Teknik atau cara pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan angket dan dokumentasi dengan tujuan
untuk menentukan kelayakan handout pembelajaran Keanearagaman Hayati.
c) Conclusing Drawing/verification
Conclusing drawing adalah penarikandari beberapa kesimpulan berupa
Etnobotani Sayuran dan Rempah yang dimanfaatkan Ibu rumah tangga Desa
Mandiangin dan desa Minas Barat dan kelayakan handout sebagai sumber bahan
ajar Siswa/siswi Kelas X SMA.
31
3.6.2 Teknik analisis data Kuantitatif
Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
deskriptif kuantitatif, yaitu dengan menganalisis data kuantitatif yang diperoleh
dari angket uji ahli dan uji lapangan. Pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik
pernyataan positif maupun pernyataan negatif dinilai oleh responden dengan
ranting scale.
Vma
Vmo
32
Vp
Vs
Keterangan:
Vma = Validasi kelayakan dari materi
Vmo = Validasi kelayakan dari pembelajaran
Vp = Validasi kelayakan dari guru
Vs = Validasi siswa
Tsh = Total skor maksimal yang diharapkan
Tse = Total skor empiris (hasil uji kelayakan dari ahli validator)
33
BAB 4
DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
34
Tabel 4.1 Sayuran suku Sakai Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat
No Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
1. Gambas Luffa Cucurbitaceae Buah Protein, Kalsium,
(Ketulo) acutangula Zat Besi, Vitamin
A, Vitamin C
2. Jamur Volvariella Plutaeaceae Seluruh bagian Kalori, Lemak,
volvacea jamur Kolesterol,
Natrium, Kalium,
Karbohidrat,
Protein, Vitamin
A, Kalsium,
Vitamin D,
Vitamin B12
3. Kabau Archidendrom Fabaceae Buah Protein,
bubalinum Karbohidrat,
Lemak, Asam,
Kalium, Fosfor,
Serat, dan Zat
Besi, dan
Vitamin A,B1, C
4. Keladi Colocasia Araceae Umbi, Batang Kalori, Serat,
esculenta L Protein, Kalsium,
Kalium,
Magnesium,
Fosfor
5. Ketimun Cucumis Cucurbitaceae Buah Energi, Protein,
Suri lativus Lemak, Kalium,
Zat Besi, dan
Kalsium
6. Labu Air Lagenaria Cucurbitaceae Buah Air, Karbohidrat,
leucantha Protein, Lemak,
Kalsium, Fosfor,
Natrium, Kalium,
dan Zat Besi
7. Labu Cucurbita Cucurbitaceae Buah, Daun Asam linoleat,
Kuning moshcata Vitamin A,
Vitamin C,
Kalium,
Potasium dan
Magnesium
8. Nangka Artocarpus Moraceae Buah, Biji Energi, Protein,
heterophyllus Lemak,Karbohidr
35
L at, Kalium,
Kalsium, Fosfor,
Zat Besi
No Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
9. Rebung Dendrocalamu Poaceae Tunas Kalsium,
s asper Magnesium,
Fosfor, Kalium,
Natrium, Seng,
Tembaga,
Mangan,
Selenium, dan
Zat Besi
10. Rotan Calamus Arecaceae Umbut Energi, Protein,
rotang L Lemak,
Karbohidrat,
Tembaga,
Vitamin B1, Seng
11. Singkong Manihot Euphorbiaceae Daun dan Buah Kalori, Air,
esculenta Fosfor,
Karbohidrat,
Kalsium, Vitamin
C, Protein, Besi,
Lemak, Vitamin
B1
12. Tebu Saccharum Poaceae Buah Fosfor, Kalsium,
Telur edule Air, Protein,
Karbohidrat,
Serat, Vitamin C,
Vitamin B
13. Pakis Dipazium Athyriaceae Daun, pucu, Vitamin A,
esculentum batang Vitamin B,
Vitamin C,
Flavonoid,
Kalium serta
Kalsium dan
Fosfor
14 Pohon Cocos nucifera Arecaceae Umbut, buah Vitamin, kalsium,
Kelapa kalium
15. Pucuk Sauropus Phyllanthaceae Daun Energi,
Katu androgynus Karbohidrat,
Protein, Lemak,
Kalsium, Fosfor,
Zat Besi, Vitamin
A
Sumber: Masyarakat suku Sakai Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat
36
Tabel 4.2 Rempah suku Sakai Desa Mandiangin dan Desa Minas Barat
No. Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
1. Asam Garcinia Guttiferaceae Buah Vitamin C,
Kandis dulcis Antioksidan,
Flavonoid,
Senyawa
xanthon,
Isocoumarin dan
Vitamin B
kompleks
2. Bawang Allium Liliaceae Umbi Kalori, Lemak,
Merah ascolonium Kalium,
Kalsium,
Natrium,
Karbohidrat,
Protein dan
Vitamin
3. Belimbing Averrhoa Oxalidaceae Buah Asam format,
Wuluh bilimbi Asam sitrat,
Asam askorbat,
Saponin, Tanin,
Glukosid,
Flavonoid,
beberapa
Kalsium dan
Mineral
4. Daun Citrus hystrix Rutaceae Daun Flavonoid,
Jeruk Karetenoid,
Purut Glikosida,
Kumarin, Asam
Sitrat, Limonoid,
Asam Amino
5. Daun Syzygium Myrtaceae Daun Alkaloid,
Salam polyanthum Saponin, Steriod,
Fenolik, dan
Flavonoid
6. Jahe Zingiber Zingiberaceae Rimpang Kalori,
offcinale Karbohidrat,
Serat, Protein,
Lemak, Gula
7. Kulim Scorodocarpus Olacaceae Buah Karbohidrat,
borneensis Protein, Serat
37
8. Kunyit Curcuma Zingiberaceae Rimpang, Daun Arabinosa,
domestica Fruktosa,
Glukosa, Pati,
No. Nama Nama Spesies Famili Bagian yang Kandungan
Lokal dimanfaatkan
Tanin, Dammar,
Besi, Mangan,
Kalsium,
Natrium, Kalium,
Timbal, Seng,
Kobalt,
Aluminium,
Bismuth
9. Lengkuas Alpinia Zingiberaceae Rimpang Sodium, Lemak,
galanga Karbohidrat,
Protein, Zat besi,
Kalsium,
Vitamin A,
Vitamin C, Asam
Amino
10. Serai Cymbopogon Poaceae Batang Vitamin B,
Dapur citrus DC Magnesium,
Kalium dan Zat
Besi
11. Terung Solanum ferox Solanaceae Buah Tembaga,
Asam L Tiamina, Serat
dan Air
Sumber: Masyarakat suku Sakai desa Mandiangin dan desa Minas Barat
Jamur atau lebih dikenal dengan cendawan adalah salah satu makhluk hidup
yang ada disekitar kita yang memberikan sumbangan bagi kehidupan manusia.
Jamur merupakan salah satu organisme ekukariot yang sangat berperan dalam
mendekomposisi bahan-bahan organik di tanah. Jamur dengan Divisi
Bisidiomycotyna terdiri dari hifa yang bersekat dan berkelompok padat menjadi
semacam jaringan dan tubuh menonjol dari pada ascomycotyna. Di antara
Basidiomycotyna ada yang berguna karena untuk dimakan, tetapi banyak juga
yang merugikan karena dapat merusak tumbuhan kayu dan perabot rumah tangga
(hidup sebagai parasit) (Melfiana: 2017).
39
Gambar 4.3 Archidendrom bubalinum
Sumber: Dokumentasi penelitian
40
dan tangkai daun (Widya: 2019). Keladi ini termasuk kedalam jenis tumbuhan
herba, yang hidupnya ditempat yang lembab. Daunnya berjumlah 2-3 helai
berwarna hijau tua.
Labu kuning merupakan salah satu tanaman yang banyak ditemukan dan
ditanam di Indonesia (Indrianingsih: 2019). Labu kuning termasuk kedalam famili
Cucurbitaceae. Labu kuning memiliki karakteristik pertumbuhan batang yang
bercabang dan menjalar. Seluruh tubuhnya hampir dipenuhi dengan bulu halus
yang tajam. Labu kuning memiliki perakaran tunggang, daunnya berlobus lima
dengan variasi ornamen warna permukaan hijau polos hingga hijau bertotol putih,
bunganya berwarna kuning (Furqan et.al., 2018).
42
8. Nangka (Artocarpus heterophyllus)
43
Rebung (Dendrocalamus asper) merupakan tanaman yang memang peran
penting dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Rebung meruapakan jenis
rumput-rumputan yang beruas yang tergolong dalam famili Poaceae. Rebung
merupakan rizoma dari bambu yang termasuk jenis tanaman yang mempunyai
pertumbuhan yang tinggi. Beberapa jenis bambu mampu tumbuh hingga
sepanjang 60 cm dalam sehari (Sinyo et.al., 2017).
Rotan merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang mempunyai nilai
komersial yang tinggi, selain itu juga merupakan sumber devisa pendapatan
negara yang pemanfaatannya banyak melibatkan petani (Suryani et.al., 2019).
Secara ekologis rotan hidup dengan berbagai tempat yang subur, baik di dataran
rendah maupun di dataran tinggi, terutama rotan hidup di pinggir sungai. Rotan
dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan tak hanya dimanfaat kan
sebagai produksi kerajinan saja, melainkan bisa dikonsumsi sebagai sayuran.
44
Gambar 4.11 Manihot esculenta
Sumber: Dokumentasi penelitian
Ubi Menggalo merupakan tanaman yang berbatang kayu dan beruas dengan
tinggi hingga mencapai lebih dari 3 meter. Warna batangnya bervariasi yaitu
ketika masih muda berwarna hijau dan setelah tua menjadi keputih-putihan,
kelabu, hingga hijau kelabu. Batangnya berlubang berisi empulur berwarna putih,
lunak dengan struktur seperti gabus. Daun ubi menggalo biasanya menvapai 5-9
helai. Umbi pada ubi menggalo ini ada yang berbentuk menggelembung berfungsi
sebagai cadangan makanan. Bentuk umbi biasanya memanjang yang terdiri atas
kulit luar yang tipis (ari) yang berwarna kecoklat-coklatan. Sedangkan kulit dalam
agak tebal berwarna keputih-putihan dan daging berwarna putih atau kuning
(tergantung varietesnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda
(Satyalowa: 2016).
Paku Sayur ini merupakan salah satu tumbuhan yang termasuk kedalam divisi
Pteriophyta. Dipazium esculentum adalah pakis yang sering dikonsumsi sebagai
sayuran. Biasanya pakis ini hidup ditempat yang lembab, misalnya di pinggir
sungai, di rawa-rawa, di pinggir sumur dan ada juga yang hidup di pegunungan.
Pakis ini biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat pada saat masih muda atau baru-
baru tumbuh yang tinggi nya mencapai 5-8 cm. Pakis sayur ini memiliki banyak
kandungan nutrisi yang sangat baik bagi kesehatan tubuh.
46
Gambar 4.14 Cocos nucifera
Sumber: Dokumentasi Penelitian
47
Gambar 4.15 Sauropus androgynus
Sumber: Dokumentasi Penelitian
48
Gambar 4.17 Allium ascalonicum
Bawang merah adalah salah satu bumbu masak utama dunia yang berasal dari
Iran, Pakistan, dan pegunungan-pegunungan di sebelah utaranya, tetapi kemudian
Sumber: Dokumntasi Penelitian
menyebar keberbagai penjuru dunia baik di iklim tropis maupun sub tropis. Allium
ascaloncium merupakan keluarga dari Liliaceae. Bawang merah merupakan
tanaman Hortikultura unggulan dan sudah diusahakan petani secara intensif
(Kurnianingsih et.al., 2018). Tanaman bawang merah ini memiliki akar pokok dan
bulu akar yang masing-masing memiliki fungsi sebagai penerus kehidupan.
Bawang merah ini tak hanya umbi nya saja yang dimanfaat kan sebagai rempah
masakan melainkan daunnya.
Jeruk purut atau Citrus hystrix merupakan tanaman yang telah dikenal
masyarakat memiliki banyak kegunaan. Hampir setiap bagian dari jeruk purut ini
dapat dimanfaatkan mulai dari daun, kulit buah hingga rantingnya (Jamaluddin
et.al., 2017). Tinggi tanaman ini biasanya mencapai 3-5 meter yang batangnya
dipenuhi dengan duri yang cukup tajam. Tanaman jeruk ini memiliki aroma yang
wangi pada kulit buahnya. Ukuran buahnya lebih kecil dari kepalan tangan yang
memiliki bintik-bintik atau tonjolan kecil. Buahnya jika masak berwarna kuning,
namun bila masih muda berwarna hijau tua. Daunnya berwarna hijau tua yang
banyak digunakan sebagai rempah penyedap masakan.
50
20. Daun Salam (Syzygium polyanthum)
51
Gambar 4.21 Zingiber offcinale
Sumber: Dokumentasi penelitian
Jahe atau Zingiber offcinale merupakan tanaman terna tahunan, batang semu
dengan ketinggian sekitar 30-70 cm. Jahe hidup merumpun, berkembang biak,
dan menghasilkan rimpang, bentuk rimpang jahe beragam. Didalam rimpang jahe
terdapat minyak atsiri. Jahe dapat tumbuh baik didataran rendah maupun di
dataran yang tinggi (Widiya et.al, 2019). Bentuk daun jahe bulat panjang dan
tidak lebar (sempit). Jahe tak hanya digunakan sebagai obat tradisional, melainkan
sebagai bumbu penyedap masakan.
Kunyit atau Curcuma domestica merupakan salah satu tanaman obat temu-
temuan yang berpotensi untuk dibudidayakan (Syukur et. al., 2006 dalam
penelitian Bursatriannyo et. al 2014). Tanaman kunyit tumbuhn bercabang
dengan tinggi sekitar 40-100 cm. Batang nya merupakan batang semu, tegak,
bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari
pelepah daun (agak lunak). Daunnya berbentuk bulat telur (lanset), dan
pertulangannya menyirip dengan warna hijau pucat. Kulit luar rimpang berwarna
jingga kecoklatan, sedangkan daging buah merah jingga kekuning-kuningan.
53
Gambar 4.24 Scorodocarpus borneensis
Sumber: Dokumentasi Penelitian
54
26. Terung Asam (Solanum ferox)
55
n Sayur Santan Umbut
57
biasanya dimakan dengan Mengalo mesik. Buah nnagka sendiri dapat digulai
maupun dioseng dijadikan sambal yang enak.
Rebung (Dendrocalamus asper) adalah sayuran yang sudah jarang
ditemukan, rebung bisa dijadikan sayur bening, sayur santan dan gulai yang enak.
Sebelumnya mengolah rebung menjadi masakan yang enak, biasanya rebung
direbus terlebih dahulu agar rasa gatalnya hilang. Kemudian setelah itu baru lah
rebung diolah menjadi olahan masakan yang enak.
Rotan (Calamus rotang L) sayuran khas suku Sakai yang tidak banyak
diketahui masyarakat luas. Umbut rotan yang dimanfaatkan sebagai sayur,
memiliki cita rasa yang sedikit pahit. Ini sebabnya dalam pengolahan umbut rotan
harus benar-benar paham. Umbut rotan bisa dijadikan sayur untuk lalapan (haus
dibakar terlebih dahulu), ditumis dan dijadikan oseng-oseng. Jika untuk ditumis
biasanya umbut rotan direbus terlebih dahulu untuk mengurangi rasa pahit. Jika
dioseng cukup dikukus saja hingga beberapa menit, hal ini juga untuk mengurangi
rasa pahit pada umbut rotan.
Ubi mengalo (Manihot esculenta) merupakan sayuran yang sudah banyak
dikenal oleh masyarakat luas. Mengalo tidak hanya daunnya saja yang bisa
dimanfaatkan, melainkan isinya juga. Daun mengalo bisa dijadikan sayur bening,
digulai, ditumis, dioseng dan isi nya dijadikan masakan khas Sakai yaitu Mengalo
Mesik. Mengalo mesik sebelum diolah, harus memiliki banyak proses, pertama
mengalo tersebut diparut, kemudian dijemur hingga benar-benar kering. Setelah
kering, mengalp tersebut dimasak dibawah tungku hingga menjadi Mengalo Mesik
yang gurih. Masyarakat suku Sakai menjadikan Mengalo Mesik ini sebagai
pengganti nasi.
Pakis (Sauropus androgynus) merupakan sayur hijau yang memiliki banyak
sekali manfaat didalamnya. Pakis sering sekali dimanfaatkan suku Sakai sebagai
sayuran yang wajib dikonsumsi. Pakis ini biasanya dijumpai di hutan, pakis ini
diambil ketika masih muda atau baru-baru tumbuh. Ibu-ibu suku Sakai biasanya
menjadikan pakis ini sebagai sayur bening, sayur santan dan ditumis.
Pucuk katu (Dipazium esculentum) merupakan sayur yang banyak
dikonsumsi ibu-ibu hamil dan ibu-menyusui, karena banyaknya kandungan
58
vitamin didalamnya. Pucuk katu bisa dijadikan sayur bening dan sayur santan,
biasanya dicampur dengan ikan teri membuat rasa sayur lebih nikmat.
Tebu Telur (Saccharum edule) merupakan sayuran yang masi belum banyak
dikenal oleh masyarakat luas. Tebu telur ini tanaman sejenis tebu, tetapi memiliki
buah yang bisa dijadikan sebagai sayur. Buah nya berbentuk lonjong, lunak, dan
memiliki rasa yang enak bisanya bisa di sayur bening, sayur santan dan digulai.
Pada saat memasak tebu telur ini tidak boleh terlalu lama, karena tekstur tebu telur
ini sudah lunak.
Umbut kelapa (Cococs nucifera) merupakan sayuran yang diperoleh dari
pangkal batang pohon kelapa yang didalamnya terdapat umbut berwarna putih.
Umbut kelapa biasanya dijadikan sebagai sayur santan dan sayur bening yang
rasanya manis. Umbut kelapa banyak sekali manfaatnya bagi kesehatan baik
untuk kulit maupun untuk sistem peredaran darah.
Asam kandis (Garcinia dulcis) adalah rempah yang masih jarang digunakan,
asam kandis ini diolah dari buah yang segar. Buah asam kandis yang segar
kemudian dibelah menjadi dua bagian setelah itu baru dijemur 3-5 hari hingga
warna nya berubah menjadi coklat kehitaman. Asam kandis yang sudah berubah
menjadi warna coklat kehitaman, kemudian dimasukkan kedalam masakan seperti
gulai, tumis sebagai bumbu penyedap masakan.
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu rempah yang
wajib ada setiap kali memasak. Bawang merah adalah bumbu serba guna yang
biasanya dipakai disegala macam masakan, misalnya gulai, tumis, sayur, oseng,
pindang, dan lain sebagainya.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) adalah rempah yang dijadikan sebagai
penambah rasa asam pada masakan. Belimbing wuluh ini digunakan untuk
membuat asam pedas, tumis, dan pindang. Ini akan membuat rasa masakan lebih
gurih dan segar.
Daun jeruk purut (Citrus hystrix) merupakan rempah yang sudah umum
digunakan, terutama dalam hal gulai mengulai. Biasanya daun jeruk purut ini
digunakan untuk mengulai, merendang karena daun jeruk purut ini dapat
menambah bau yang harum pada masakan dan menetralisir bau amis.
59
Daun Salam (Syzygium polyanthum) merupakan rempah wajib yang
digunakan ibu-ibu rumah tangga untuk mengulai, merendang dan lain sebagainya.
Sama halnya dengan daun jeruk purut, daun salam digunakan karena aromanya
yang harum sehingga menambah cita rasa masakan menjadi lebih enak.
Jahe (Zingiber offcinale) merupakan rempah yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat. Jahe tidak hanya digunaka sebagai obat tradisonal tetapi juga
digunakan sebagai rempah wajib pada masakkan. Jahe biasanya dipakai untuk
membuat gulai, rendang, dan pindang. Berbeda dengan gulai dan rendang, kalau
pindang jahe tidak dihaluskan, tetapi dipotong kecil-kecil kemudian baru
dimasukkan kedalam pindang tersebut.
Kunyit (Curcuma domestica) sudah tidak asing lagi digunakan oleh
masyarakat umum, kunyit banyak sekali manfaatnya tidak hanya digunakan untuk
bumbu masakan tetapi dimanfaat kan untuk obat tradisonal. Kunyit digunakan
untuk memasak gulai, rendang, bumbu bakar ikan, pindang dan lain sebagainya.
Lengkuas (Alpinia galanga) sama hal nya dengan kunyit dan jahe, lengkuas
harus wajib ada untuk bumbu penyedap rasa. Lengkuas digunakan untuk gulai,
rendang, pindang, dan membuat ayam bumbu. Tetapi lengkuas juga banyak
dimanfaatkan sebagai obat tradisonal.
Kulim (Scorodocarpus borneensis) atau sering disebut bawang hutan,
mungkin masih terdengar asing oleh masyarakat umumnya karena kulim ini hanya
dimanfaatkan oleh suku Sakai sebagai bumbu khas masakan. Kulim biasanya
dicampur ketika sedang menggiling cabe, aroma yang menyengat pada kulim
membuat masakan menjadi lebih enak. Kulim dipakai ketika sedang membuat
sempedas ayam, dan gulai ayam ini membuat kuah kental pada masakan tersebut.
Serai dapur (Cymbopogon citrus DC) urutan keempat bumbu yang wajib ada
disetiap masakan. Serai biasanya digunakan untuk sayur, baik itu sayur bening
maupun sayur santan. Kemudian untuk gulai, rendang, pindang dan lain
sebagainya.
Terung asam (Solanum ferox L) merupakan penambah cita rasa khas suku
Sakai, terung asam selalu ada disetiap masakan. Biasanya terung asam ini
digunakan untuk membuat sambal mantah dengan belacan, untuk kuah asam,
60
kemudian asam pedas, pindang, bahkan biasanya selalu jadi campuran gulai ikan
sungai.
61
memperoleh prsentasi 92,5% , yang berarti handout tersebut di lihat dari segi
kelayakan isi adalah (sangat layak). Sedangkan di lihat dari aspek bahasa
memperoleh prsentasi 100%, yang berarti handout tersebut di lihat dari segi
bahasa adalah (sangat layak).
Dari penilaian oleh materi untuk kedua aspek tersebut memperoleh
presentasi 96,25% artinya handout tersebut (sangat layak), tetapi ada beberapa
koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, diantaranya pada
indikator kelayakan isi kasusmya kurang akurat, diperlukan kreatifitas pengujian
dengan peserta didik dan penyajiannya masih terlalu rumit.
Hasil penilaian oleh Ahli Pembelajaran dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:
Tabel 4.3 Persentase penilaian Handout oleh Ahli Pembelajaran
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Presentase
1. Struktur Handout 13 81,25%
2. Organisasi Penulisan 12 100%
3. Bahasa 9 75%
4. Penyajian 36 81,81%
5. Manfaat 3 75%
Rata-rata 82,61%
62
Dari penilaian oleh ahli pembelajaran untuk kelima aspek tersebut
memperoleh presentasi 82,61% artinya handout tersebut (Cukup layak), tetapi ada
beberapa koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, antara lain
yaitu judul masih terlalu panjang.
Hasil penilaian oleh Ahli Media dapat dilihat ditabel dibawah ini:
Tabel 4.4 Presentase penilaian handout oleh Ahli Media
No. Aspek Penilaian Jumlah Skor Presentase
1. Cover 12 100%
2. Isi 11 91,67%
3. Manfaat Media 3 75%
Rata-rata 88,89%
Hasil Perhitungan kuesioner handout sayuran dan rempah suku Sakai oleh
ahli media di lihat dari 3 aspek yaitu cover, isi, dan manfaat media. Presentase
aspek cover memperoleh nilai 100%, artinya cover dari keseluruhan handout
(sangat layak), dari aspek isi memperoleh presentase 91,67%, artinya isi tersebut
(sangat layak), kemudian presentase dalam aspek manfaat handout memperoleh
presentase 75%, artinya handout tersebut cukup layak untuk digunakan.
Dari hasil penilaian oleh ahli media dari 3 aspek tersebut memperoleh
hasil rata-rata yaitu 88,89% yang artinya handout tersebut (sangat layak), tetapi
ada koreksi dan masukan untuk kesempurnaan handout tersebut, antara lain
tambahkan bab atau sub bab pada tema judul, tambahkan pendapat dokter dan
disis kesehatan kegunaan sayuran dan rempah tersebut dan tambahkan berita atau
artikel ilimah berkaitan sebagai penambah minat dan pengetahuan siswa.
Hasil penilaian oleh guru mata pelajaran Biologi dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 4.5 Persentase penilaian handout oleh guru mata pelajaran Biologi
No. Aspek Penilaian Total Skor Presentasi
1. Materi 11 91,67%
2. Kebahasaan 11 91,67%
3. Penyajian 19 95%
4. Keterpaduan 7 87,5%
63
Rata-rata 91,46%
64
7. M. Khoirul Kamaludin 41 85,41%
8. Nila Sari S. 40 83,33%
9. Rohana Wababan 40 83,33%
10. Reyhana Febrianoza 41 85,41%
Rata-rata 85,20%
65
7. Nuraini 42 87,5%
8. Salman 43 89,58%
9. Seteven Ferdian S. 43 89,58%
10. Weni Setiana 39 81,25%
Rata-rata 88,75%
Hasil penilaian kuisioner oleh siswa SMA kelas X di lihat dari 4 aspek
yaitu komponen materi memperoleh prsentase 88,95%, komponen kebahasaan
memperoleh prsentase 91,25%, komponen penyajian memperoleh prsentase
83,54% dan komponen tampilan memperoleh prsentase 88,75%. Jadi prsentase
penilaian angket siswa SMA kelas X memperoleh rata-rata 88,12%, artinya
handout “Sangat layak” sebagai sumber belajar Biologi.
66
Rata-rata 89,46%
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian diatas yang dapat disimpulkan adalah:
1. Hasil Penelitian pemanfaatan Sayuran dan Rempah di Desa Mandiangin dan
Desa Minas Barat Kecamatan Minas Kabupaten Siak terdapat 26 spesies sayur
67
dan rempah yang tergolong dalam 16 famili. Adapun jenis Sayuran dan
Rempah-rempah berdasarkan famili adalah Araceae (Colocasia esculenta),
Arecaceae (Calamus rotang, Cocos nucifera), Athyriaceae (Diplazium
esculentum), Cucurbitaceae (Cucumis lativus, Cucurbita moshcata, Lagenaria
leucantha, Luffa acutangula), Euphorbiaceae (Manihot esculenta) ,Fabaceae
(Archidendron bubalinum), Guttiferaceae (Garcinia dulcis), Liliaceae (Allium
ascalonicum), Moraceae (Artocarpus heterophyllus), Myrtaceae (Syzygium
polyanthum), Olacaceae (Scorodocarpus borneensis), Oxalidaceae (Averrhoa
bilimbi), Phyllanthaceae (Sauropus androgynus), Pluteaceae (Schizophyllum
commune), Poaceae (Cymbopogon citrus DC, Dendrocalamus asper,
Saccharum edule), Rutaceae (Citrus hystrix), Solanaceae (Solanum ferox), dan
Zingiberaceae (Alpinia galanga, Cucurma longa, Zingiber offcinale).
2. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Mandiangin dan
Desa Minas Barat Kecamatan Minas Kabupaten Siak terdiri dari daun, batang,
umbi, buah, biji, rimpang.
3. Cara pengolahan sayuran dan rempah oleh masyarakat suku Sakai Desa
Mandiangin dan desa Minas Barat Kecamatan Siak Kabupaten Siak,
diantaranya adalah disayur bening, disayur santan, digulai, ditanak, diebus,
dipindang, dan dilalap.
4. Hasil presentase validasi Handout Sayuran dan rempah suku Sakai oleh ahli
materi adalah 96,25%, oleh ahli pembelajaran adalah 82,61%, oleh ahli media
adalah 88,89%, oleh guru adalah 91,46% dan oleh siswan adalah 88,12%.
Rata-rata secara keseluruhan baik dari segi materi, pembelajaran, media, guru
maupun siswa adalah 89,46%. Sehingga dapat dikatakan bahwa Handout
Sayuran dan rempah suku Sakai sangat layak digunakan sebagai sumber bahan
ajar Siswa kelas X SMA pada mata pelajaran Biologi.
5.2 Saran
Saran yang penulis berikan dari penelitian ini diantaranya adalah:
68
1. Handout hasil penelitian ini dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya
sehingga dapat dipublikasikan kepada siswa khalayak umum untuk menambah
pengetahuan terkait dengan judul yang telah disampaikan.
2. Penelitian yang dilakukan hanya sebatas pada jenis sayuran dan rempah yang
dimanfaatkan suku Sakai, sedangkan keanekaragaman hayati sangat melimpah,
bagi peneliti selanjutnya dapat dikaji secara luas dan mendalam terkait
keanekagaman hayati di suku Sakai terkhusus di kecamatan Minas Timur
Kabupaten Siak.
3. Penelitian mengenai Sayuran dan Rempah suku Sakai yang dimanfaatkan
masyarakat sehingga dapat dikatakan merupakan penelitian awal dapat dikaji
oleh peneliti selanjutnya utamanya ilmu farmasi dan kesehatan sebagai peneliti
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali dan Muhammad Asrori. 2014. Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Budiono, eko, Susanto. 2006. Penyusunan dan Penggunaan Modul Pembelajaran
Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi Sub Pokok Bahasan
Analisa Kuantitatif untuk soal-soal Dinamika Sederhana Pada Kelas x
Semeter 1 SMA. FMIPA UNNES Vol. 4, No. 2
69
Campbell, Simon J. Eric, dkk. 2015. Intisari Biologi. Jakarta: Edisi ke-6, Erlangga
Darmadi, Hamid. 2014. Metode penelitian pendidikan dan sosial. Bandung:
Alfabeta.
Elfis. 2015. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Pekanbaru: FKIP
Universitas Islam Riau
Eryati, H, Saam, Z, Siregar, Y.I. The Local Wisdom of Sakai Tribe in Preserving
the Forest and River in the District of Mandau. 2015: 9 (2)
Erni, Sukma. 2014. Wanita Dalam Tradisi Sosial Budaya Masyarakat Sakai.
Pekanbaru: CV. Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru
Gardjito et.al. 2015. Penanganan Segar Hortikultura Untuk Penyimpanan dan
Pemasaran. Yogyakarta: Prenadamedia Group
Hakim, Luchman. 2015. Rempah dan Herba Kebun-Perkarangan Rumah
Masyarakat. Yogyakarta : Diandra
Hartono, Tri Bambang. 2016. Dilema Pemilikan Keanekaragaman Hayati dan
Orkestrasi Konservasi Tumbuhan Hutan. Bogor: FORDA PRESS
Irawan, Fitmawati, dsn Herman. 2013. The Knowledge of Medicinal Plants of
Dukun Sakai in Sebanggar Duri Tiga Belas and Kesumbo Ampang Duri
Village of Bengkalis Regency. Biosantifika 5 (1) (2013). Hlm. 33
M. Loeb, Edwin. 2013. Sumatra, Sejarah dan Masyarakat. Yogyakarta: Ombak
Novitasari, Riska. 2016. “Pengembangan Modul Berbasis Imtaq Pada Materi
Pokok Struktur dan Fungsi Organ Pada Sistem Pernapasan untuk Siswa
Kelas XI SMA/MA”. Skripsi. Pekanbaru: FKIP Universitas Islam Riau.
Oktafiani, Rizka. 2018. “Etnobotani Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Desa
Rahtawu di Lereng Gunung Muria Kudus (sebagai sumber Belajar Mata
Kuliah Biologi Tumbuhan Obat Berbentuk Majalah)”. Skripsi. Semarang:
Universitas Islam Negeri Walisongo.
Pahu, Ahmad Arifin. 2016. Alkisah Sebuah Desa Bernama Petani. Duri: CV.
Mentari Persada
Putra, Aulia Nugraha. 2016. “Pengembangan Handout berbasis saintifik dan
kontruktivisme pada materi aritmatika sosial di kelas VII SMP N 11
Muari Jambi. Skripsi. Jambi: FKIP Universitas Jambi
Ridiyani Fitria. 2015. “ Hubungan Antara Minat Dengan Hasil Belajar IPA Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 34 Pekanbaru Tahun Ajaran 2014/2015”. Skripsi.
Pekanbaru: FKIP Universitas Islam Riau.
70
Rhosyana, chahya. 2016. “Rempah-rempah (Cengkih, Lada dan Pala) Sebagai Ide
Pembuatan Motif Batik Tulis Untuk Busana Ikat Lilit”. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Sagala, Aisyah Fitri Hidayani. 2019. Perbedaan Hasil Belajar Siswa yang
Diajarkan dengan Model Pembelajaran Learning Cycle 5E dan
Cooverative Learning Tipe STAD pada Materi Fungsi Kelas X SMA
Negeri 11 Medan Menggunakan Media Handout. Skripsi. Medan: FKIP
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Sudjana, nana. 2014. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar
Baru Algensindo
Sugiono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan. Bandung: Alfabeta
Sumarta, Karsinem. 2013. Cara Mudah Menulis Skripsi. Pekanbaru: Buku Forum
Kerakyatan.
Susanti, hilda. 2015. Studi Etnobotani Sayuran Lokal Khas Rawa di Pasar
Martapura Kalimantan Selatan. ZIRAA’AH, Vol. 40 No. 2
Veriana, Tutik. 2014. “Studi Etabotani Tumbuhan Obat Tradisional oleh Suku
Jawa dan Lembak Kelingi di Kecamatan Sindang Kelingi Kabupaten
Rejang Lebong dan Implementasinya Pada Pembelajaran Biologi SMA”.
Skripsi. Bengkulu: FMIPA Universitas Bengkulu.
Widadi, Martin. 2012. Pengembangan Handout Pembelajaran Kerja Bangku Di
SMK Negeri 1 Seyegan. Skripsi. Yogyakarta. Pendidikan Teknik Mesin
Universitas Negeri Yogyakarta.
Winarti, Wijianto, Winanrno. 2018. Analisis Sumber Belajar Mata Pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Di SMA Negeri 1
Kartasura. Educetizen, Vol. 3 No. 1
Wulandari, Fitmawati, Nery Sofiyanti. 2014. Eksplorasi Pengetahuan Tumbuhan
obat Etnis Sakai Di Desa Petani, Duri-Riau. JOM FMIPA Vol. 1 No. 2.
Hlm. 2
Zulkarnain. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta : Bumi Aksara
71