Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

AKUNTANSI, AUDIT DAN PERPAJAKAN LEMBAGA


KEUANGAN SYARIAH
Dosen Pengampu: Dr. Miftahul Huda, S.Ag., M.A.

Disusun Oleh:

KELAS B

PRODI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sistem keuangan dan ekonomi syariah
yang berjudul “Akuntansi, audit dan perpajakan lembaga keuangan syariah".

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak Dr.
Miftahul Huda, S.Ag., M.A pada mata kuliah Sistem Keuangan dan Ekonomi Islam. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Akuntansi, audit dan
perpajakan lembaga keuangan syariah” bagi para pembaca dan juga bagi kami sebagai
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Miftahul Huda, S.Ag., M.A
selaku dosen mata kuliah Sistem Keuangan dan Ekonomi Islam yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami maupun orang membacanya.
Kami menyadari makalah yang kami tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena, itu
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Samarinda,18 November 2021

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................4

A. Latar brlakang.................................................................................................................4

B. Rumusan masalah.........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

A. AKUNTANSI SYARIAH.............................................................................................6

1. Sejarah Singkat Lahirnya Akuntansi Syariah..................................................................6


2. Sejarah Akuntansi Syariah di Indonesia...........................................................................7
3. Pengertian Akuntansi Syariah............................................................................................8
4. Tujuan Akuntansi Syariah..................................................................................................9
5. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah..................................................................................11
B. AUDIT............................................................................................................................12

1. Definisi auditing................................................................................................................12
2. Sejarah Audit Syariah.......................................................................................................13
3. Macam-macam audit syariah...........................................................................................14
4. Sebab-sebab pentingnya audit syariah............................................................................16
5. Tujuan dan manfaat audit syariah...................................................................................16
6. Bukti audit Syariah...........................................................................................................17
7. Program Atau Prosedur Audit Syariah...........................................................................18
C. PERPAJAKAN LEMBAGA KEUANGAN ISLAM.....................................................19

1. Pengertian pajak Menurut Islam......................................................................................19


2. Karakteristik Pajak menurut syariah...............................................................................19
3. Sejarah Pajak Menurut Hukum Islam.............................................................................20
4. Jenis Penerimaan Pajak Menurut Hukum Islam............................................................21
5. Mekanisme Pemungutan Pajak Dalam Hukum Islam...................................................24
BAB III PENUTUP ...............................................................................................................26

Kesimpul.................................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar brlakang

Akuntansi memiliki peranan yang sangat penting dalam lingkup


perusahaan dikarenakan memberikan informasi tentang kondisi keuangan
sebuah perusahaan.Akuntansi yaitu bagian dari sistem informasi yang
menghasilkan sebuah informasi akuntansi keuangan yang dapat
dipertanggungjawabkan.Sistem informasi akuntansi sangat penting, maka
setiap perusahaan dituntut untuk memiliki suatu system informasi akuntansi
yang benar dan relevan agar dapat dipertanggungjawabkan.Jika sistem
akuntansi tersebut tidak benar dikhawatirkan akanmeimbulkan informasi
akuntansi keuangan yang kurang relevan. Sistem informasi akuntansi sangat
bermanfaat untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik dan benar serta
relevan yang dapat digunkan untuk fungsi pengawasan.

Adapun Audit adalah faktor penting untuk menjamin akuntabilitas


perusahaan, hal ini untuk mengeksplorasi audit Syari‟ah yang selanjutnya
memungkinkan praktisi dan pengguna menggunakan pengetahuan yang
diperoleh baik dalam audit konvensional serta perspektif Islam. Arti umum
Audit Syari‟ah adalah untuk melihat dan mengawasi, mengontrol dan
melaporkan transaksi, sesuai aturan dan hukum Islam yang bermanfaat, benar,
tepat waktu dan laporan yang adil untuk pengambilan keputusan. Bukan tugas
yang mudah untuk melakukan audit syariah di dalam kondisi kapitalistik dan
sistem keuangan konvensional yang kompetitif.

Seperti halnya zakat yang merupakan rukun Islam, umat Islam sejak
abad pertama hijriyah sebenarnya telah mengenal bahasa pajak dengan sebutan
kharraj (pajak hasil bumi atau bangunan). Sedangkan pajak dengan pengertian
umum disebut dharibah yangdalam bahasa Inggrisnya di kenal dengan Tax.
Dalam Islam Pajak terdiri dari Kharraj, Usyur atau lebih dikenl dengan pajak
perdagangan/bea cukai dan jizyah yaitu pajak yang dikenakan terhadap non
muslim yang hidup di dalam nungan Negara/pemerintah Islam. Dengan
demikian apabila ada pendapat yang menyatakan bahwa pajak tidak ada dalam
Islam maka pandangan tersebut memiliki landasan yang lemah.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akuntansi Syariah ?
2. Apa yang dimaksud dengan audit ?
3. Apa yang dimaksud dengan perpajakan Lembaga keuangan islam?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan akuntansi Syariah
2. Mengetahui yang dimaksud dengan audit
3. Mengetahui yang dimaksud dengan perpajakan Lembaga keuangan islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. AKUNTANSI SYARIAH
1. Sejarah Singkat Lahirnya Akuntansi Syariah
Pada dasarnya, akuntansi merupakan ilmu yang mencoba mengubah
bukti dan data menjadi informasi. Hal ini dilakukan dengan cara pengukuran
atas berbagai transaksi dan dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos
keuangan, seperti aktiva, utang, modal, pendapatan dan beban. Dalam konsep
syariah Islam, akuntansi bisa digambarkan sebagai kumpulan dasar-dasar
hukum yang permanen, disimpulkan dari nilai-nilai syariah Islam dan
digunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan.Akuntansi syariah pun
memiliki kesamaan penyusunan dengan akuntansi konvensional, terutama
dalam teknik dan operasionalnya. Pemakaian buku besar, sistem pencatatan
dan proses penyusunan dalam akuntansi syariah sama dengan akuntansi
konvensional. Tetapi, pembahasan substansi dari isi laporannya akan berbeda
karena perbedaan filosofi antara kedua jenis akuntansi tersebut.
Sejarah lahirnya ilmu akuntansi syariah tentu tidak terlepas dari
perkembangan agama Islam. Kewajiban mencatat transaksi non tunai
sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah: 282, mendorong seluruh
umat Islam untuk mencatat dan membangun tradisi mencatat di kalangan
umat muslim yang menjadi salah satu faktor pendorong kerjasama ketika
zamannya. Hal itu sekaligus bukti bahwa ilmu akuntansi sudah lama
dipraktekkan menggunakan nilai-nilai ajaran Islam, seperti istilah jurnal yang
dahulu dikenal sebagai jaridah, yakni buku catatan keuangan yang digunakan
selama masa khalifah Islam. Ada pula istilah double entry yang ditulis oleh
Luca Pacioli. Artinya, Islam lebih dulu mengenal sistem akuntansi karena Al-
Qur’an telah turun pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dulu dari Luca
Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494. Pada abad ke-7,
Rasulullah SAW mulai mendirikan Baitul Maal yang fungsinya sebagai
penyimpanan ketika adanya pembayaran wajib zakat dan pajak pertanian dari
muslim. Selain itu, Baitul Maal ini juga berfungsi ketika adanya perluasan
wilayah atau jizia sebagai pajak perlindungan dari non muslim dan adanya
kharaj sebagai pajak pertanian dari non muslim.

2. Sejarah Akuntansi Syariah di Indonesia


Akuntansi pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960an,
sementara akuntansi konvensional yang kita pahami dari berbagai literature
menyebutkan bahwa akuntansi pertama kali berkembang di Italia dan
dikembangkan oleh Lucas Pacioli (1494). Pemahaman ini sudah mendarah
daging pada masyarakat akuntan kita. Olehnya itu, ketika banyak ahli yang
mengemukakan pendapat bahwa akuntansi sebenarnya telah berkembang jauh
sebelumnya dan di mulai di arab, akan sulit diterima oleh masyarakat akuntan.
Alur pembahasan mengenai proses perkembangan akuntansi syariah di
Indonesia, di dapatkan dari berbagai referensi.

Perkembangan akuntansi syariah beberapa tahun terakhir sangat


meningkat, ini di tandai dengan seringnya kita menemukan seminar, workshop,
diskusi dan berbagai pelatihan yang membahas berbagai kegiatan ekonomi dan
akuntansi Islam, mulai dari perbankan, asuransi, pegadaian, sampai pada
bidang pendidikan semua berlabel syariah. Namun dokumen tertulis yang
menyiratkan dan mencerminkan proses perjuangan perkembangan akuntansi
syariah masih sangat terbatas jumlahnya. Demikian pula dengan sejarah
perkembangan akuntansi syariah di Indonesia. Kekurang tertarikan banyak
orang terkait masalah ini, baik sebagai bagian dari kehidupan penelitian
maupun sebagai sebuah ilmu pengetahuan menjadikan sejarah akuntansi
syariah masih sangat minim di temukan. Perkembangan akuntansi syariah di
Indonesia tidak dapat dilepaskan dari proses pendirian Bank Syariah.

Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan landasan awal


diterapkannya ajaran Islam menjadi pedoman bermuamalah. Pendirian ini
dimulai dengan serangkaian proses perjuangan sekelompok masyarakat dan
para pemikir Islam dalam upaya mengajak masyarakat Indonesia bermuamalah
yang sesuai dengan ajaran agama. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa
orang tokoh Islam, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), serta
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pada waktu itu, sekitar tahun 1990an.
Setelah didirikannya bank syariah, terdapat keganjilan ketika bank membuat
laporan keuangan. Dimana pada waktu itu proses akuntansi belumlah mengacu
pada akuntansi yang dilandasi syariah Islam. Maka selanjutnya munculah
kebutuhan akan akuntansi syariah Islam. Dan dalam proses kemunculannya
tersebut juga mengalami proses panjang.

3. Pengertian Akuntansi Syariah


Pengertian akuntansi syariah secara umum dapat diartikan dari kata
yang terpisah. Yaitu dari kata Akuntansi dan syariah. Dimana akuntansi
adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang transaksi, pencatan,
penggolongan dan pengikhtisaran untuk memudahkan untuk membuat laporan
keuangan. Dimana dari hasil laporan keuangan ini nantinya akan membantu
dalam pengambilan keputusan.  Sementara kata syariah itu sendiri memiliki
cakupan aturan yang memberikan batas yang boleh dan tidak boleh dalam
aturan ajaran islam. Jika digabungkan, maka akuntansi syariah secara umum
dapat diartikan sebagai laporan data finansial yang digunakan oleh
perusahaan, lembaga atau organisasi yang menggunakan sistem syariah.

Pengertian Akuntansi Syariah Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah pengertian akuntansi syariah menurut para ahli:


1) Napier
Akuntansi syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada 2
(dua) hal yaitu akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin dari
tauhid yaitu dengan menjalankan segala aktivitas ekonomi sesuai
dengan ketentuan Islam. Sedang pelaporan ialah bentuk
pertanggungjawaban kepada Allah dan manusia.
2) Dr. Omar Abdullah Zaid
Suatu aktivitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi,
tindakan, serta keputusan yang sesuai dengan syariat dan jumlah-
jumlahnya di dalam catatan yang representatif.
Sehingga berkaitan dengan pengukuran dengan hasil keuangan yang
berimplikasi pada transaksi, tindakan, dan keputusan tersebut untuk
membantu pengambilan keputusan yang tepat.
3) Adnan M. Akhyar
Sistem akuntansi syariah adalah praktek akuntansi yang bertujuan untuk
membantu mencapai keadilan sosial ekonomi. Serta mengenal
sepenuhnya akan kewajiban kepada Tuhan, individu, dan masyarakat
yang berhubungan dengan pihak-pihak terkait pada aktivitas ekonomi
seperti akuntan, manajer, auditor, pemilik, pemerintah sebagai sarana
bentuk ibadah.
4) Sofyan S. Harahap
Akuntansi syariah adalah penggunaan akuntansi dalam menjalankan
syariah Islam. Akuntansi syariah ada dua versi, akuntansi syariah yang
yang secara nyata telah diterapkan pada era di mana masyarakat
menggunakan sistem nilai islami khususnya pada era Nabi SAW,
Khulaurrasyidiin, dan pemerintah Islam lainnya. Kedua Akuntansi
syariah yang saat ini muncul di era kegiatan ekonomi dan sosial dikuasai
oleh sistem nilai kapitalis yang berbeda dari sistem nilai Islam.
4. Tujuan Akuntansi Syariah
Akuntansi syariah tidak hanya bertujuan menjalankan sebuah bisnis atau
transaksi ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam. Tetapi, akuntansi syariah
juga memiliki beberapa tujuan dalam prakteknya, antara lain:

a. Menentukan hak dan kewajiban pihak yang terlibat


Akuntansi syariah bertujuan menentukan hak dan kewajiban dari pihak
terlibat dengan lembaga keuangan syariah tersebut. Adapun hak dan
kewajibannya termasuk transaksi yang belum selesai, penerapannya,
kepatutannya atas prinsip dan etika syariat Islam.
Hak adalah segala sesuatu tang harus diperoleh setiap orang yang sudah
ada sejak lahir, bahkan sebelum kahir. Sedangkan, kewajiban adalah
sesuatu yang wajib dilaksanakan atau keharusan untuk mendapatkan
haknya.

b. Menjaga aset dan hak lembaga keuangan


Akuntansi syariah juga bertujuan menjaga aset dan hak-hak lembaga
keuangan syariah yang sesuai dengan syariat Islam.
Aset atau aktiva adalah semua sumber ekonomi atau nilai suati kekayaan
oleh suatu entitas tertentu. Harapannya, aset ini bisa memberikan manfaat
ekonomi dan sosial dalam satuan uang, termasuk di dalamnya sumber
daya non keuangan.

Hak adalah segala sesuatu tang harus diperoleh setiap orang yang sudah
ada sejak lahir, bahkan sebelum kahir. hak juga merupakan sesuatu hal
yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat
sesuatu sesuai ketentuan atau undang-undang, kekuasaan yang benar atau
menuntut sesuatu, derajat maupun martabat.

c. Meningkatkan kemampuan manajerial dan produktivitas


Tujuan ketiga akuntansi syariah adalah meningkatkan kemampuan
manajerial dan produktivitas dari lembaga keuangan syariah.
Manajerial merupakan keterampilan mengoorganisir dan semacamnya
yang sangat diperlukan setiap pemimpin. Hal ini berhubungan dengan
manajer.

Sedangkan, produktivitas adalah istilah dalam kegiatan produksi sebagai


perbandingan antara luaran dengab masukan. Menurut Herjanto,
produktivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan cara mengatur dan
mamanfaatlam sumber daya agar mencapai hasil yang optimal.

d. Menyiapkan informasi laporan keuangan


Akuntansi syariah juga berguna untuk menyiapkan informasi laporan
keuangan kepada pengguna, sehingga mereka bisa membuat keputusan
yang tepat dalam berhubungan dengan lembaga keuangan.
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan
pada satu periode akuntansi yang bisa digunakan untuk menggambarkan
kinerja perusahaan tersebut.

Dalam hal ini, informasi keuangan yang dilaporkan terkait dengan posisi
keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
sabgat berguna bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan.

e. Meningkatkan kepercayaan pengguna


Tujuan akuntansi syariah yang terakhir adalah meningkatkan kepercayaan
pengguna terhadap lembaga keuangan syariah. Caranya, meningkatkan
pemahaman pengguna terhadap informasi akuntansi dan mendukung
penyusunan standar akuntansi yang konsisten.
Ingatlah bahwa kepercayaan adalah suatu sikap yang ditunjukkan manusia
ketika merasa cukup tahu dan menyimpulkan dirinya sudah mencapai
kebenaran.

5. Prinsip-prinsip Akuntansi Syariah


Akuntansi syariah juga memiliki prinsip-prinsip dasar pada prakteknya,
yang membedakannya dengan akuntansi konvensional. Berikut ini, prinsip-
prinsip dasar akuntansi syariah dan penjelasannya.

a. Prinsip pertanggung jawaban


Akuntansi syariah memiliki prinsip pertanggungjawaban sebagai salah satu
bentuk implementasi dari ajaran yang tertera dalam Al Quran. Maksudnya,
setiap manusia diajarkan untuk selalu bertanggungjawab atas
perbuatannya. 
Dalam hal ini, transaksi yang dilakukan seorang pebienis harus
dipertanggungjawabkan secara konkret melalui laporan keuangan atau
laporan akuntansi.
b. Prinsip keadilan
Akuntansi syariah juga berjalan menggunakan prinsip keadilan sesuai
dengan yang diajarkan dalam agama Islam. Setiap manusia harus
berperilaku adil kepada siapapun.
Prinsip keadalian dalam akuntansi syariah sendiri memiliki 2
pengertian. Pertama, prinsip keadilan yang berkaitan dengan praktek moral,
yakni kejujuran. Kejujuran ini sangat penting supaya informasi akuntansi
yang disajikan tidak menyesatkan dan merugikan masyarakat.
Kedua, prinsip keadilan berasal dari kata adil yang bersifat fundamental dan
berpijak pada nilai-nilai syariah serta moral. Artinya, keadilan ini menjadi
pendorong untuk melakukan upaya dekonstruksi terhadap pembangunan
akuntasi modern menjadi akuntansi alternatif yang lebih baik.

c. Prinsip kebenaran
Akuntansi syariah juga memiliki prinsip kebenaran yang berkesinambungan
dengan prinsip keadilan. Adanya prinsip kebenaran ini akan menciptakan
keadilan dalam mengankui, mengukur dan melaporkan setiap transaksi
ekonomi. Karena, pengakuan, pengukuran dan pelaporan transaksi
keuangan akan berjalqn baik bila memiliki rasa kebenaran.

B. AUDIT
1. Definisi auditing

Dari segi etimologis “audit” diartikan pemeriksaan pembukuan


keuangan (KBI, 2008). Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradiredja (1998),
mendefinisikan auditing sebagai proses sistematis untuk mempelajari dan
mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan AAOIFI-GSIFI
(2003), Audit Syari’ah adalah laporan internal syariah yang bersifat independen
atau bagian dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian
melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa, intruksi, dan sebagainya yang
diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah. Menurut Shafi, auditing
dalam Islam adalah: (a) proses menghitung, memeriksa dan memonitor (proses
sistematis); (b) tindakan seseorang (pekerjaan duniawi atau amal ibadah;
lengkap dan sesuai syariah; (c) untuk mendapat rewarddari Allah di akhirat.
Dapat disimpulkan bahwa audit dalam Islam adalah salah satu unsur
pendekatan administratif maka administrasi menggunakan sudut pandang
keterwakilan. Oleh karena itu, auditor merupakan wakil dari para pemegang
saham yang menginginkan pekerjaan (investasi) mereka sesuai dengan hukum-
hukum syariat Islam.

2. Sejarah Audit Syariah

Lembaga Keuangan Islam (Islamic Finance Institutions / IFIs) telah


mendapatkan pengakuan internasional sebagai komponen sistem keuangan
global yang giat dan bersemangat. Sebenarnya, Keuangan Islam telah melihat
peningkatan adopsi di seluruh dunia, dan tumbuh lebih cepat daripada industri
lainnya pada tingkat 15 sampai 20 persen per tahun. Analisis dari penilitian ini
bertujuan untuk memperluas literatur yang berkaitan dengan IFI dan untuk
memberikan pandangan bersama mengenai isu dan tantangan audit Syari'ah di
IFI khususnya di Malaysia.

Audit adalah pemeriksaan laporan keuangan oleh pihak ketiga yang


independen untuk memberikan kepastian yang memadai dan memberikan
pendapat tentang kebenaran dan kewajaran laporan keuangan. Namun,
mengingat skandal akuntansi baru-baru ini, di mana perusahaan menyiapkan
catatan akuntansi yang curang, telah menimbulkan pertanyaan mengenai
kualitas audit dan juga independensi audit, sehingga menyebabkan reputasi
perusahaan audit yang merusak. Terlepas dari permasalahan yang berkembang
dalam independensi audit dan kualitas audit, auditor saat ini menghadapi
masalah lain yang menantang, yaitu audit Lembaga Keuangan Syariah (IFI),
dalam penelitian ini khususnya Perbankan Syariah. IFI adalah istilah selimut
untuk semua lembaga keuangan yang beroperasi dalam lingkup Syariah, yang
mencakup Perbankan Syariah, Asuransi Syariah, dll. Industri Keuangan Islam
diklaim berada di antara industri dengan pertumbuhan tercepat, dengan
pertumbuhan antara 15 sampai 20 persen untuk dekade yang lalu (Yaacob &
Donglah, 2012).

Apalagi, IFI menawarkan produk Islami, yang seharusnya sesuai dengan


Hukum Syariah. Namun saat ini IFI bergantung pada sistem audit saat ini
walaupun struktur pemerintahan dan operasinya berbeda dari sistem keuangan
normal (N. Kasim & M. Sanusi, 2013). Ada banyak perdebatan tentang audit
IFI tentang fungsi audit yang ideal. Isu seperti kerangka audit Syari'ah, lingkup
audit, kualifikasi auditor dan independensi merupakan salah satu isu yang
banyak dibahas.

3. Macam-macam audit syariah

Peran setiap pelaku audit lembaga keuangan syariah begitu krusial


dengan terdapatnya kebutuhan guna memastikan berbagai prinsip audit yang
syariah dalam kegiatan serta operasi. Terkait audit lembaga keuangan syariah,
yang menjadi pelakunya yakni:

1. Auditor internal
Auditor internal lebih rinci melakukan pemeriksaan daripada auditor
eksternal. Auditor internal tidak memeberikan opini terkait laporan
keuangan yang wajar sebab perannya tidak independen dalam perusahaaan.
Laporan auditor internal mencakup pemeriksaan terkait perekomendasian
perbaikan, kelemahan pengendalian internal, penyimpangan, serta
kecurangan. Audit internal dibedakan menjadi:
a) Tata lembaga keuangan Islam dan Komite audit. Tugasnya yakni
memiliki tanggung jawab akan beberapa fungsi seperti, praktik audit dan
akuntansi, rekening tahunan dan sementara, kepatuhan syariah,
penggunaan rekening investasi terbatas dan sistem pengendalian
internal.
b) Dewan pengawas syariah memegang tanggung jawab dalam
merumuskan kebijakan sesuai akan syariat, pengeluaran fatwa, serta
mendukung syariah terhadap jasa serta produk pada lembaga keuangan
syariah. Peranan dasarnya yakni untuk stamping dan persetujuan
otoritas. Dewan syariah memiliki fungsi utama yakni sebagai pemberi
saran serta penasehat direksi bursa penyelenggara pasar komoditas
syariah terkait aspek syariah penyelanggaraan pasar komoditas syariah.
c) Tanggung jawab auditor internal yakni menjalankan audit internal serta
guna memastikan seluruh kontrak dan transaksi dilaksanakan serta
memastikan bahwa lembaga keuangan patuh akan syariat. Petugas
syariah juga dimiliki oleh lembaga-lembaga keuangan islam di mana
melakukan kerjasama dengana auditor internal atau bahkan petugas
syariah ini anggota dari auditor inernal.

2. Auditor eksternal
Tanggung jawab dari auditor eksternal yakni guna menyampaikan
pendapatnya apakah kontrak serta transaksi dalam syariah, pedoman,
peraturan, serta kebijakan. Di mana audtor eksternal serta internal juga
memiliki tanggung jawab untk menguji seberapa patuhnya lembaga
keuangan syariah. Sisi lainnya masih berlangsungnya perdebatan terkait
siapakah yang harus melaksanakan audit syariah. Sebuah penelitian dari
Kasim menghasilkan, mayoritas responden lebih menyukai praktik
syariah audit dari mereka yang memenuhi persyaratan syariat saja.
Sisanya menginginkan audit syariah dipegang auditor internal atau
anggota komite syariah atau department syariah. Price water house
coopersip oleh yacoob dan donglah memaparkan, sebagai mana diikuti
fungsi audit syariah wajib dijalankan auditor internal dengan syariat
terkait keterampilan serta pengetahuan yang mumpuni. Tujuan
utamanya ialah guna memastikan kepatuhan syariah serta keefektifan
system pengendalian internal. Internal auditor dapat juga turut serta
keahlian lembaga keuangan petugas syariah dalam mengaudit, dengan
ketentuan tidak terganggunya objektivitas audit. Lembaga keuangan
islam dalam melaksanakan audit syariah bisa juga menunjuk pihak
eksternal.

4. Sebab-sebab pentingnya audit syariah

Beberapa hal terkait perlunya audit terhadap perusahaan, yakni:

1) Munculnya kondisi di mana publik tidak percaya pada perusahaan, oleh


karenanya perlu pihak ketiga yakni auditor yang independen yang bisa
melakukan penilaian terhadap kewajaran perusahaan.
2) Terjadinya kondisi di mana laba perusahaan terlihat kecil sebab perusahaan
membesarkan biayanya, tujuannya guna mengurangi zakat dan pajak.
3) Laporan keuangan yang dibuat perusahaan disesuaikan dengan
kepentingannya supaya labanya terlihat besar serta asetnya banyak dengan
tujuan menarik invenstor untuk berinvestasi di perusahaannya.
4) Laporan keuangan ialah sebuah sumber informasi keuangan. Terkait
pencatatan laporan keuangan sendiri dapat terjadi kekeliruan baik disengaja
ataukah tidak, di mana apabila disengaja berindikasi perusahaan berlaku
curang.

5. Tujuan dan manfaat audit syariah

Audit syariah IFI sendiri memiliki tujuan guna memastikan keselarasan


operasional lembaga keuangan islam dengan aturan serta prinsip syariah yang
dipakai manajemen menjadi pedomannya mengoperasikan perusahaan.
Beberapa hal yang dijalankan audit syariah adalah memeriksa accounting
terkait produk, baik pembiayaan atau sumber dana, pengungkapan unsur
kepatuhan syariah serta kewajaran penyajian laporan keuangan. Pengakuan
pendapatan cash basis secara nyata, pemeriksaan distribusi profit. Pengakuan
pendapatan dengan bagi hasil, pengakuan beban secara accrual basis.
Pemeriksaan terkait penggunaan serta sumber zakat. Terdapat ataukah tidak
transaksi yang melanggar syariah. Secara operasional tujuan audit syariah
yakni (AAOIFI:137):
1) Memberikan ganjaran buruk (punishment) atas ketidakberhasilan
pekerjaan
2) Memberikan ganjaran baik (reward) untuk kesuksesan pekerjaan.
3) Guna mengkoreksi kesalahan.
4) Guna menilai progress of completeness (tingkat penyelesaian) dari
sabuah tindakan.

Sedangkan manfaat dari audit syariah adalah:

1) Kelengkapan, guna menjamin bahwa seluruh transaksi sudah tercatat


atau sudah disertakan dalam jurnal yang sebenarnya.
2) Klasifikasi, guna menjamin bahwa transaksi dalam jurnal
dikelompokkan secara tepat.
3) Penilaian, guna menjamin bahwa sudah diterapkannya dengan benar
berbagai prinsip akuntansi yang berlaku umum.
4) Keberadaan, guna menjamin bahwa seluruh kewajiban serta asset yang
tercatat terjadi pada suatu tanggal serta mempunyai keberadaan,
sehingga pencatatan transaksi bukan fiktif.
5) Akurasi, guna menjamin bahwa saldo atau transaksi yang ada sudah
dicatat dengan benar jumlahnya, dicatat dengan tepat, dikalifikasikan,
serta dihitung dengan benar.

6. Bukti audit Syariah


Bukti atau bukti audit syariah dapat didefinisikan sebagai setiap
informasi yang digunakan oleh auditor untuk menentukan apakah informasi
yang diaudit telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan untuk tujuan
penjaminan syariah. Kriteria untuk mengevaluasi informasi berbeda-beda
tergantung pada informasi yang diaudit. Dalam audit atas laporan keuangan
historis oleh auditor, kriterianya biasanya standar laporan keuangan (FRS)
Harahap menjelaskan, dalam proses audit syariah, kriteria dapat
dikembangkan berdasarkan opini tertulis dari Shariah Supervisory Agency
(SSA), manual produk dan standar prosedur operasi. Instruksi atau bukti dalam
audit syariah antara lain: kesaksian lisan dari auditor, komunikasi tertulis dengan

pihak luar, observasi oleh auditor, dan transaksi data elektronik. Audit syariah
akan mengembangkan program audit yang sistematis dan komprehensif
(Harahap, 2007).

7. Program Atau Prosedur Audit Syariah


Program audit syariah juga perlu ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami
oleh pemegang saham potensial. Tiga fase Audit Syariah, yaitu
1) Perencanaan
Pertama, perencanaan. Auditor harus memahami bisnis lembaga keuangan
Islam termasuk sifat kontrak yang digunakan untuk berbagai jenis layanan
keuangan Islam. Kemudian, auditor syariah perlu mengidentifikasi teknik,
sumber daya, dan ruang lingkup yang tepat untuk mengembangkan program
audit. Program audit kemudian akan mengidentifikasi kegiatan utama yang
akan dilakukan, tujuan dari setiap kegiatan dan teknik yang akan digunakan,
termasuk teknik pengambilan sampel untuk mencapai tujuan audit. Di
antara teknik yang dapat digunakan antara lain pemeriksaan makalah,
wawancara, benchmarking, survei, studi kasus, diagram alir, dll.
2) Inspeksi
Kedua, inspeksi. Teknik audit yang tepat perlu diidentifikasi dan dijelaskan.
Diperlukan teknik yang tepat untuk mengumpulkan bukti-bukti yang
dibutuhkan baik secara kualitas maupun kuantitas untuk mencapai
kesimpulan yang wajar sesuai dengan syariah. Aspek utama pemeriksaan di
lapangan membutuhkan teknik pengambilan sampel. Pemeriksaan
dokumentasi yang lebih rinci akan diperlukan apakah metodologi
pengambilan sampel digunakan atau tidak. Kertas kerja dan catatan audit
adalah dua hal terpenting dalam tahap pemeriksaan. Tujuan dari kertas kerja
adalah untuk memberikan catatan sistematis tentang pekerjaan yang
dilakukan selama audit dan merupakan catatan informasi dan fakta yang
diperoleh untuk mendukung temuan dan kesimpulan.
3) Laporan
Ketiga, laporan. Hasil dari pelaksanaan audit termasuk penyusunan laporan
audit syariah yaitu komunikasi yang baik dari auditor kepada pengguna atau
pembaca. Secara umum laporan akan berbeda, tetapi semua harus
menginformasikan kepada pembaca tentang tingkat kesesuaian antara
informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan.

C. PERPAJAKAN LEMBAGA KEUANGAN ISLAM


1. Pengertian pajak Menurut Islam
Secara etimologi, pajak dalam bahasa Arab dikenal dengan nama Adh-
dharibah, yang berasal dari kata dasar dharaba, yadhribu, dharban yang artinya:
mewajibkan, menetapkan, menentukan, memukul, menerangkan, atau
membebankan, dan lain-lain. Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi‟il), sedangkan
bentuk kata bendanya (Ism) adalah dharibah, yang dapat diartikan beban. Ia
disebut beban, karena merupakan kewajiban tambahan atas harta selain zakat,
sehingga dalam pelaksanaanya akan dirasakan sebagai sebuah beban.

2. Karakteristik Pajak menurut syariah.


Ada beberapa ketentuan tentang pajak (dharibah) menurut syariah Islam,
yang sekaligus membedakannya dengan pajak dalam sistem kapitalis (non-
Islam) karakteristik pajak menurut syariah, yaitu:

1) Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinyu, hanya boleh


dipungut ketika di baitul mal tidak ada harta atau kurang.Ketika baitul mal
sudah terisi kembali, maka kewajiban pajak bisa dihapuskan.Berbeda
dengan zakat, yang tetap dipungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang
membutuhkan (mustahik). Sedangkan pajak non-Islam adalah abadi.
2) Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang merupakan
kewajiban bagi kaum muslimin dan sebatas jumlah yang diperlukan untuk
pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh lebih. Sedangkan pajak menurut
non-Islam (tax) ditujukan untuk seluruh warga tanpa membedakan agama.
3) Pajak (dharibah) hanya diambil dari kaum muslim, tidak kaum non-Muslim.
Sebab dharibah dipungut untuk membiayai keperluan yang menjadi
kewajiban bagi kaum Muslim.
4) Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya, tidak
dipungut dari selainnya.
5) Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah pembiayaan yang
diperlukan, tidak boleh lebih.
6) Pajak (Dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan.

3. Sejarah Pajak Menurut Hukum Islam


Kegiatan ekonomi merupakan sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia. Kegiatan yang berupa distribusi, produksi dan konsumsi ini
dilakukan semata demi kebutuhan hidup manusia. Setiap tindakan manusia ini
didasarkan pada keinginannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap masa
manusia mencari cara untuk mengembangkan proses ekonomi ini sesuai dengan
tuntutan kebutuhan hidupnya. Tidak terlepas dari itu, Islam yang pada awal
kejayaanya di masa Rasulullah memiliki konsep sistem ekonomi yang patut
dijadikan bahan acuan untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada saat ini.
Sistem pajak yang diaplikasikan pada masa Rasulullah Saw. Yakni sistem Jizyah
yang dibebankan kepada orang-orang non muslim, khususnya Ahli Kitab, sebagai
jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah, serta
pengecualian dari wajib militer, dan lain sebagainya. Adapun jumlah besarnya
pajak yang dibebankan pada masa itu sejumlah 12 dirham/ tahun. Wajib pajak
hanya terbatas bagi orang laki-laki dewasa yang mampu membayar. Sedangkan
perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa dan
semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini.
Inilah kebijakan Rasulullah dengan menimbang unsur-unsur kemanusiaan
dalam menetapkan pajak.13 Sedangkan sistem „usyr adalah bea impor yang
dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya
berlaku bagi barang yang nilainya 200 dirham. ‘Usyr ini diwajibkan pada
komoditas perdagangan ekspor-impor dalam sebuah negara Islam. „Usyr juga
dipungut terhadap pedagang Kafir Zimmi yang melewati perbatasan sebagai
konsekuensi dari perjanjian damai. Adapun pajak lain yang dipungut dari kaum
muslimin yakni terbatas pada pajak sebagai jaminan/santunan sosial serta untuk
mendanai perang serta kebutuhan mendesak.
Rasulullah Saw. Juga menerapkan sistem pajak dengan istilah Kharaj, yaitu
pajak tanah yang dipungut dari kaum nonmuslim ketika wilayah Khaibar
ditaklukkan, tanah hasil taklukan diambil alih oleh kaum muslimin dan pemilik
lamanya diberi hak untuk mengolah tanah tersebut dengan status sebagai penyewa
dan bersedia memberikan separo hasil produksinya.

4. Jenis Penerimaan Pajak Menurut Hukum Islam


Dalam hukum Islam dikenal banyak sekali istilah yang menurut pandangan penulis
memiliki kemiripan dalam masalah distribusi harta. Ada beberapa mekanisme yang
dapat dilakukan oleh umat Islam atau pemerintah dalam pokok bahasan diatas,
yaitu :

1) Ghanimah Ghanimah, berasal dari bahasa Arab yang berarti ” memperoleh


jarahan” (rampasan perang).Ghanimah ini merupakan pendapatan utama negara
Islam periode awal.
2) Infaq
Menurut istilah Infaq berarti mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan
untuk satu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada
nisabnya, infaq tidak mengenal nisab. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang
beriman, baik yang berpenghasilan tinggi, maupun yang berpenghailan rendah,
apakah ia dalam kondisi lapang maupun sempit. Jika zakat diberikan kepada
mustahik (8 Ashnaf), maka infaq boleh diberikan kepada siapa saja, misalnya
kedua orang tua,, anak yatim, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, infaq
merupakn kegiatan penggunaan harta secara konsumtif yakni pembelanjaan
harta atau pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan bukan secara produktif,
yaitu penggunaan harta untuk dikembangkan dan diputar lebih lanjut secara
ekonomis (tanmiyatul mal).
3) Fay‟i Fay’i berarti mengembalikan sesuatu.Dalam terminologi hukum fay‟i
menunjukan seluruh harta yang didapat dari musuh tanpa peperangan. fay‟i
juga disebut pendapatan penuh negara karena Negara memiliki otoritas penuh
dalam menentukan kegunaan pendapatan tersebut, yaitu untuk kebaikan umum
masyarakat. Harta fay‟i ini disebut oleh Al-Ghazali, dinamakan dengan Amwal
Al-mashalih, yaitu pendapatan untuk keejahteraan publik.
4) Waqaf
Secara teknis syariah, waqaf sering kali diartikan sebagai aset yang
dialokasikan untuk kemaslahatan umat dimana substansi atau pokoknya
ditahan, sementara manfaatnya boleh dinikmati untuk kepentingan umum.
Secara administratif waqaf dikelola oleh naziryang merupakan pengemban
amanah waqif (yang memberi waqaf). Contoh yang paling klasik dari waqaf
adalah tanah. Praktek waqaf yang produktif telah dimulai sejak zaman nabi
Muhammad Saw. Sahabat mewaqafkan tanah pertanian untuk dikelola dan
diambil hasilnya, dan hasilnya dimanfaatkan untuk kemaslahatan ummat. Beberapa
sahabat terdekat Nabi Saw. Bahkan berniat mewaqafkan seluruh tanah perkebunan dan
harta miliknya. Peristiwa waqaf yang pertama dalam sejarah Islam yaitu pemberian

Mukhairik,Rbbi Bani Nadhir, yang telah masuk Islam. Ia memberikan tujuh kebunnya

kepada Rasulullah Saw. Dan oleh Rasulullah Saw. Dijadikan sebagai tanah
sedekah.Waqaf ini kemudian diikuti oleh kaum muslimin pada umumnya
selama berabad-abad,
5) Zakat
sumber penerimaan utama negara pada masa awal Islam adalah zakat. Zakat
yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (dirham dan dinar), hasil pertanian
dan binatang ternak. Zakat yang pertama diwajibkan adalah zakat fitrah yang
diwajibkan pada tahun kedua hijriah. Zakat fitrah tersebut diwajibkan setiap
bulan Ramadhan. Jumlah yang harus dikeluarkan satu sha‟ dan dibayar
sebelum shalat hari raya Idul fitri. Pada masa periode sebelumnya (periode
makkah) dan pada awal hijrah, pendapatan umat Islam masih sangat dikit
sekali. Sehingga pada saat ini pembayaran zakat hanya bersifat imbauan.
Menurut salah satu riwayat zakat fitrah mulai diwajibkan pada tahun
kesembilan hijriah, dan pada tahun kelima hijriah. Adapula yang berpendapat
bahwa zakat fitrah telah diwajibkan pada masa periode makkah.Meskipun
demikian, sebelum diwajibkan zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan
khusus atau ketentuan hukum. Pengaturan tentang pengeluaran zakat muncul
pada tahun kesembilan hijriah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara
berekspansi dengan cepat dan berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan
yang disusun meliputi sistem pengumpulan zakat, barang-barangyang dikenai
zakat, batas-batas zakat, dan tingkat prosentase zakat untuk barang yang
berbeda-beda.Pada masa permulaan islam zakat ditarik dari seluruh pendapatan
utama yaitu perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan dan peternakan.
6) Jizyah
Penerimaan negara lain yang berasal dari sektor jizyah yang dibayarkan oleh
kaum non-Muslim khususnya ahli kitab untuk jaminan perlindunga jiwa,
properti, ibadah dan bebas dari kewajiban militer. Pada masa Rasulullah Saw,
besarnya jizyah satu dinar pertahun untuk oraang dewasa yang mampu
membayarnya. Sementara perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang
tua, orang gila dan orang yang menderita sakit dibebaskan dari kewajiban ini.
Pembayaran tersebut tidak harus berupa uang tunai, tetapi dapat juga beruap
barang atau jasa. Sistem ini berlangsung hingga masa khalifah Harun al-Rasyid
(170- 193 H).
7) Kharaj
Pada tahun ketujuh hijriah, kaum muslimin berhasil menaklukan khaibar.
Penduduk rasulullah khaibar diharuskan mnyerahkan setengah dari hasil
pertanian mereka kepada Rasulullah Saw, yang digunakan untuk kepentingan
umum. Hal ini berlangsung terus selama kepemimpinan Rasulullah dan Abu
Bakar. Pajak inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kharaj atau pajak
tanah. Kharaj merujuk kepada pendapatan yang diperoleh dari biaya sewa atas
tanah pertanian dan hutan milik umat. Jika tanah yang diolah dan kebun buah-
buahan yang dimiliki kaum non-Muslim jatuh ketangan umat Islam akibat
kalah dalam pertempuran, aset tersebut menjadi bagian kekayaan publik umat
Islam Karena itu, siapaun yang ingin mengolah tanah tersebut harus membayar
sewa. Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam ruang lingkup kharaj.
Jika konfrontasi antara kaum Muslim dengan orang kafir berakhir damai, maka
mereka membuat perjanjian damai untuk menentukan apakah lahan yang
diolah tetap menjadi milik orang kafir ataukah diserahkan kepada kepada kaum
muslim. Dalam kasus ini untuk mempertahankan hak miliknya, orang-orang
kafir biasanya membayar kharaj yang memiliki karakteristik pajak dan bukan
sewa karena tanah tersebut masih menjadi miliknya. Jika tanah tersebut
menjadi milik kaum Muslim pajak tanah yang ditarik dipandang sebagai
ongkos sewa atas tanah tersebut.

8) Usyur

Usyur merupakan kewajiban atas hatra perdagangan yang pertama kali


dikenalkan Umar ra. Dengan kesepakatan para sahabat. Dalam konteks
perekonomian modern usyur identik dengan pajak ekspor impor atau bea cukai.
Usyur dikenakan atas harta yang masuk di wilayah kekuasaan negara tertentu.
Usyur adalah bea impor yang dikenakan pada semua pedagang, yang hanya
dibayar sekali dalam setahun dan berlaku pada barang yang dinilai lebih tinggi
dari 200 dirham. Adapun tingkat bea orang-orang yang dilindungi (Zimmi)
adalah 5% dan pedagang Muslim hanya 2,5%. Hal ini juga terjadi di Arab
sebelum masa Islam terutama di Mekkah yang merupakan pusat perdagangan
besar. Menurut Dr. Hamidullah, Rasulullah berinisiatif untuk mempercepat
perdagangan, walaupun menjadi beban pendapatan negara dengan menghapus
semua bea masuk.

5. Mekanisme Pemungutan Pajak Dalam Hukum Islam


Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa apa yang ada dilangit dan di bumi adalah
milik Allah. Yang dimaksud dengan segala yang ada di langit dan di bumi itu
dalam pengertian ekonomi adalah sumber daya alam, yang kesemuanya itu adalah
milik Allah bukan milik raja dan juga bukan milik orang-orang tertentu. Sehingga
yang memiliki kekayaan alam itu adalah negarayang dalam pengaturannya ialah
diatur oleh birokrasi. Peranan negara sangat berpengaruh penting sebagai
perwujudan pelaksanaan amanah untuk mengembangkan dan memelihara
kelestarian sumber daya alam, melalui perundangundangan berdasarkan konsep
yang sesuai dengan nilai agama (Islam).
Keterlibatan negara dalam perekonomian menurut Islam lebih mengarah
kepada peranan negara dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Pemerintah
boleh melakukan suatu kebijakan dalam hal apapun selagi itu bermanfaat bagi
warganya yang salah satunya peraturan tentang pengenaan dan penagihan pajak.
Dalam konsep negara Islam pajak merupakan penerimaan terpenting di era
permulaan pemerintahanan Islam. Pajak pada masa pemerintahan Islam terdiri dari
zakat, kharaj, jizyah, dan usyur. Negara islam menjadikan agama sebagai dasar
untuk mengenakan pajak bagi masyarakat. Dengan demikian pemungutan pajak
diawal pemerintahan Islam mempunyai dasar yang sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam kontek ekonomi modern, pajak merupakan salah satu sektor pendapatan
negara yang terpenting dan terbesar.
Dengan alasan bahwa pendapatan tersebut dialokasikan pada kepentingan
umum dan memiliki tujuan retribusi dan sebagai alat untuk menstabilkan
pertumbuhan ekonomi. Dalam terminologi ekonomi modern diyakini bahwa
mekanisme penambahan beban pajak disaat pendapatan masyarakat semakin
bertambah yang akan meningkatkan permintaan, akan mampu mendorong harga
cenderung naik. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan. Ajaran Islam tidak
memberikan tuntunan atau ajaran dibolehkannya pemerintah mengambil harta
mengambil harta milik orang kaya dengan cara paksa dengan alasan bahwa mereka
kaya. Akan tetapi dalam rangka peningkatan kehidupan masyarakat ataupun
kekurangan dana untuk kepentingan pembangunan masyarakat luas, maka ajaran
Islam mendorong umatnya untuk tidak hanya menunaikan kewajiban zakat tetapi
jugan infaq dan shadaqah yang tidak ditentukan jumlahnya sekaligus
pemanfaatannya dan penggunaannya sangat fleksibel, mencakup semua bidang dan
sektor kehidupan yang diperintahkan oleh ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP

Kesimpul
DAFTAR PUSTAKA

https://www.jurnal.id/id/blog/2017-pengertian-kelebihan-sistem-akuntansi-syariah/

https://www.kompasiana.com/embun11/5a1ecce8d0bef50e8176fd32/isu-dan-tantangan-audit-di-
lembaga-keuangan-islam-mathew-kevin-bosil-melissa-della-joy-sabah-malaysia?
page=1&page_images=1

http://repository.uinbanten.ac.id/1452/3/BAB%20II%20skripsi%20Kholid%202017.pdf

Anda mungkin juga menyukai