Masjid tidak hanya berperan sebagai tempat bersujud dan sembah yang
saja tetapi masjid merupakan salah satu wadah yang punya banyak peran penting
dalam bidang keagamaan terutama peranannya dalam penyebaran dan
pengembangan Islam.
Seperti yang kita ketahui bahwa Islam masuk ke Indonesia sejak abad ke-7
Masehi dan berkembang secara meluas sejak abad XVIII Masehi. Di Sulawesi
selatan khususnya Islam dibawa oleh tiga ulama minangkabau ketiga ulama
tersebut di kenal dengan gelaran datuk ri bandang atau Abdul Makmur,Datuk
Patimang atau Sulaiman, dan Datuk ri Tiro atau Abdul Jawad. Di Gowa Sulawesi
Selatan salah satu bukti diterimahnya Islam dengan baik adalah adanya sebuah
bangunan masjid yaitu Masjid Tua Al Hilal katangka atau lebih dikenal dengan
Masjid Katangka yang dipercaya sebagai salah satu masjid tertua di Sulawesi
Selatan tepatnya di Jl. Syekh Yusuf, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba
Opu, Kabupaten Gowa, dinamakan Masjid Katangka karena berlokasi di
kelurahan katangka, selain itu dikatakan masjid katangka karena bahan baku dasar
mesjid ini dari pohon katangka.
1
Sebuah prasasti yang ditempelkan pada bagian dinding luar bagian
belakang masjid tertulis jelas bahwa mesjid ini didirikan pada tahun 1603 M, pada
masa pemerintahan Raja Gowa XIV yakni I Mangarangi Daeng Manrabbia Yang
Kemudian mendapat gelar Islam Sultan Alauddin.4 Ia merupakan Raja gowa
yang pertama kali memeluk agama Islam yang dibawa oleh Dato Ri Bandang atau
Abdul Makmur yang dijuluki sebagai Khatib tunggal Dato Ri Bandang berhasil
mengislamkan Raja Gowa pada saat itu.
Sejak Islam diterima maka lokasi yang paling pertama ditunjuk untuk
didirikan sebuah Masjid yaitu dibawah pohon Katangka yang merupakan tempat
pertama kalinya dilaksanakan sholat Jum’at oleh rombonga ulama dari Yaman
jadi pohon Katangka yang banyak tumbuh di lokasi tersebut kemudian ditebang
dan digunakan sebagai bahan bangunan mesjid pertama ini yaitu Masjid Tua Al
Hilal Katangaka.
2
Sulawesi Selatan, khususnya pada wilayah Kabupaten Gowa terdapat
beberapa situs peninggalan sejarah dan kepurbakalaan yang sangat menarik, serta
merefleksikan potensi budaya tersebut. Salah satu diantaranya adalah makam
kuno Raja-Raja Gowa peninggalan kepurbakalaan Islam kerajaan Gowa yang
berada di kompleks Mesjid Tua Katangka (Mesjid Al-Hilal) Kecamatan Somba
Opu Kabupaten Gowa.
3
Di depan masjid tersimpan sebuah beduk yang berfungsi untuk memanggil
kaum muslimin untuk menunaikan shalat, ditabuh atau dipukul pada saat
memasuki bulan Ramadhan dan juga pada saat berakhirnya bulan Ramadhan.
Bangunan masjid tua Katangka tidak mempunyai menara, maka beduklah sebagai
pengganti menara. Beduk ini tidak hanya berfungsi sebagai pendukung kegiatan
ibadah, bahkan pada masa raja-raja, beduk ini digunakan sebagai alat untuk
memanggil aparat pemerintah atau masyarakat, apabila terjadi peristiwa besar
dalam kerajaan seperti ada urusan kepentingan kerajaan yang mendesak,
kelahiran, kematian, bencana alam, kerajaan dalam keadaan perang, dan dalam
keadaan genting lainnya.
Konstruksi pondasi ini sangat kuat karena selain terbuat dari campuran
dari batu kali dan semen, juga tertanam didalam tanah sekitar satu meter
kedalamannya.
3. Bagian serambi
4. Dinding
Pada dinding masjid terdapat pula jendela sebanyak enam buah, dengan
letaknya masing-masing sebagai berikut:
5
Adapun ukuran dinding tersebut sebagai berikut:
Jendela yang terdapat pada dinding utara, barat dan selatan masing-masing
memiliki ukuran yang sama yaitu:
Pada dinding sebelah timur badan masjid terdapat pintu masuk sebanyak
tiga buah.Ketiga pintu tersebut pada bagian atasnya terdapat ornamen kaligrafi
yaitu tulisan Arab berbahasa Makassar, menghadap keluar. Terbuat dari papan
kayu jati yang dipahat. Ketiga pintu tersebut berukuran sama yaitu:
Pada dinding timur terdapat dua buah pintu, dan ventiasi yang terbuat dari
semen dan pasir yang berbentuk segi empat berlubang, terletak di sebelah utara
pintu selatan dan utara. Sedangkan ventilasi yang terdapat pada bagian atas pintu
terbuat dari kayu, bentuknya menyerupai bulu ekor ayam jago dengan posisi
bersilang, ditengahnya terdapat sebuah lingkaran terbuat juga dari kayu. Adapun
ukurannya sebagai berikut:
6
Tinggi pintu : 2,30 meter
5. Tiang
Pada ruang masjid terdapat delapan tiang penyangga berukuran besar dan
kecil. Tiang penyangganya yang besar terbuat dari susunan batu merah berplaster
menyerupai pilar atau silinder merupakan soko guru yang menopang ruang atas
atau ruang tumpang. Sedangkan tiang penyangga kecil terbuat dari besi bundar,
hanya menopang balok plafon, dengan ukuran yang sebagai berikut.
Ukuran tinggi keseluruhan tiang dari lantai ke ruang atas (ruang tumpang)
sekitar 9,5 meter.
7
Lebar landasan tiang : 0,9 meter
6. Denah Atap
Panjang : 6 meter
Lebar : 6 meter
8
Tinggi kosen jendela : 1,8 meter
Lebar : 2 meter
Pada pucuk masjid terdapat sebuah mustaka atau mustika yang terbuat dari
keramik (guci), tetapi sudah hancur diterpa hujan, panas matahari dan angina
kencang sehingga berjatuhan, sekarang hanya terbuat dari semen yang
menyerupai berntuk guci.Atapnya terdiri dari atap genteng, keramik yang
berwarna merah.Genteng ini khusus didatangkan langsung dari negeri Belanda
oleh Raja Gowa Sultan Abdul Kadir Muhammad Aididdin. Tahun pembuatan
genteng tersebut tertulis tahun 1884 dan nama pabrik yang memproduksi adalah
9
Stoom Pannen. Fabriek Van Echt, dan diantara genteng tersebut sudah ada yang
retak atau pecah sehingga harus diganti. Walaupun penggantiannya harus sesuai
dengan genteng orisinil masjid sehingga tidak merubah bentuk keasliannya.2
Masjid Al-Hilal Katangka juga memiliki tempat parker untuk kendaraan roda dua,
walaupun tidak begitu luas karena sebagian besar halamannya digunakan sebagai
makam keluarga raja-raja Gowa.
Kompleks makam kuno Raja-raja Gowa bersatu dengan masjid tua Al-
Hilal Katangka, sehingga lebih dikenal dengan nama kompleks makam masjid tua
Katangka. Seperti halnya di Jawa, umumnya makam tokoh raja/tokoh agama
dipisahkan dari makam-makam lainnya. Khusus di Gowa, makam tokoh
raja/tokoh agama ditempatkan dalam sebuah bangunan cungkup-kubah
(Makassar: disebut kobbang). Luas cungkup kurang lebih 4 x 4 x 6 meter (di
dalamnya memuat 4 – 8 buah makam). Sedangkan fungsi utamanya merupakan
pelindung makam yang ada di dalamnya.Konstruksi makam di kompleks ini
umumnya terbuat dari material kayu (jenis kayu ulin) sekalipun ada beberapa
makam yang terbuat dari marmar setelah direnovasi.
1) Jirat/Motif Gunungan
Lebar : 70 cm – 80 cm
Tinggi : 24 cm – 30 cm
Tebal : 5 cm – 7 cm
10
kelompok; yakni: Nisan bentuk gada, dan Nisan bentuk pipih. Nisan
ini terbuat dari kayu.
3) Kubah, bentuk dasar kubah ini adalah bujur sangkar dengan ukuran
sebagai berikut:
Panjang : 8 cm
Lebar : 8 cm
Tebal dinding : 70 cm
Bentuk atap ada yang berbentuk limas segi empat dan ada yang berbentuk
lengkung limas kapal. Pada puncak atas diberi keramik asing. Pada sisi selatan
badan kubah terdapat pintu masuk yang dilindungi oleh teras yang berbentuk
ceruk.
11
C. Ragam Hias Masjid Tua Al Hilal Katangka Dan Makam Kuno Katangka
Ragam hias Merupakan Karya seni rupa yang diambil dari bentuk-bentuk
flora (vegetal), fauna(animal), figural (manusia), dan bentuk geometris. Ragam
hias tersebut dapat diterapkan pada media dua dan tiga dimensi. (kemendikbud
2017:17). Pada Masjid Tua Al Hilal Katangka ditemukan adanya ragam hias. Hal
ini dapat ditemukan pada bagian mimbar dihiasi dengan kaligrafi berbentuk
kubah berwarna dasar merah diselingi warna kuning.
Di mimbarnya, bagian depan mempunyai ragam hias yakni sulur daun dan
bagian atas terdapat cungkup berbentuk sulur dan pada bagian samping bersusun
ragam hias sampai pada bagian bawah. Di masjid itu pula terdapat empat soko
guru, enam buah jendela, tiga buah pintu masuk ke ruang utama yang dimasing-
masing pintu dihiasi tulisan huruf arab berbahasa Makassar.
Seperti yang diutarakan oleh Harun Daeng Ngella, Pengurus Masjid Tua
Al Hilal Katangka pada saat dilakukan waawancara menyatakan bahwa:
12
Ukiran yang terdapat di mimbar tersebut artinya, mimbar ini dibuat pada
hari jum’at pada tanggal 2 Muharram 1303 H yang dibuat oleh Karaeng Katangka
bersama Tumailalang Loloa, dan apabila jika khatib sudah berada di atas mimbar
maka kita tidak diperkenankan lagi berbicara masalah dunia.
Artinya:
“Masjid ini dibangun pada hari senin tanggal 8 rajab 1303 hijriah yang
diperintahkan oleh Raja, bertepatan dengan tanggal 12 april 1886 masehi. Raja
memerintahkan Karaeng Katangka untuk menjaga masjid ini bersama dengan
Tumailalang Maloloa Gallarang Mangasa, Tombolo dan Sawmata.
13
Pintu bagian tengah:
Artinya:
14
Pada pintu bagian Selatan berbunyi:
Artinya:
15
Adapun ragam hias pada makam kuno katangka yang terdapat pada
kompleks Masjid Tua Al Hilal Katangka yakni:
a. kubah
16
b. Jirat/Motif gunungan
Jirat adalah dasar makam atau biasa dikenal sebagai badan makam yang
berbentuk persegi panjang yang disertai ragam hias atau ornamen dengan berbagai
variasi. Ragam hias atau ornament adalah komponen produk seni yang
ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Sedangkan
Gunungan adalah merupakan satu elemen kesatuan jirat. Bentuk gunungan pada
makam kuno Katangka terdapat dibagian kiri-kanan yang bersambung langsung
dengan jirat makam pada sisi luar dan dalam terdapat motif ragam hias flora
(tumbuhan), geometris dan ukiran kaligrafi Arab berbahasa Makassar.
17
Gambar 10. Jirat/Motif Gunungan
(Makam Kuno Katangka)
Sumber: Budiman,2021
18
Gambar 11. Jirat/Motif Gunungan
(Makam Kuno Katangka)
Sumber: Budiman,2021
19
Gambar 13. Jirat/Motif Gunungan
(Makam Kuno Katangka)
Sumber: Budiman,2021
20
c. Nisan
Nisan atau patok kuburan terbuat dari batu maupun kayu sebagai penanda
biasanya dituliskan nama orang yang dikebumikan disana, tanggal lahir, dan
tanggal mati. Hal ini dapat berguna bagi ahli sejarah dan ahli silsila. Nisan
diletakkan di dalam kotak jirat dengan beberapa variasi bentuk. Setiap nisan
dilengkapi dengan ornament atau ragam hias flora (tumbuhan) dan ukiran
kaligrafi berbahasa arab.
21
D. Makna Simbolis
6) Hiasan kaligrafi yang terdapat pada bagian atas pintu guna untuk
mengingatkan padaTuhan Yang Maha Esa.
9) Pintu masjid ada tiga adalah angka disakralkan, angka ganjil untuk
kehidupan.
10) Tiang dalam masjid bergaya Eropa, karena pada waktu itu terjadi
akulturasi kebudayaan Islam dan kebudayaan dari luar.
11) Masjid, ditempatkan pada tempat yang tinggi adalah konsep sebelum
masuknya Islam, bahwa tempat tinggi adalah tempat suci, sehingga
disakralkan.
12) Masjid memiliki enam jendela pada dinding ruang utama, yang
memiliki arti rukun iman ada enam.
22
b. Makam Kuno Katangka
Jirat, gunungan, dan nisan sarat dengan dengan ragam hias tumbuhan
sulur, daun, bunga teratai dan tumbuhan lotus. Tumbuhan lotus merupakan
lambang atau identitas bagi Dewa dalam agama Hindu, namun pola hias
tersebut telah menjadi pola hias yang bersifat umum (universal). Makna
ragam hias sulur dilambangkan sebagai sumber kehidupan, kemakmuran,
dan kebahagiaan, panjang umur, dan harapan. Pola hias tumbuhan dan
bunga yang lebat berpangkal dari tengah pada sebuah bulatan
dimaksudkan sebagai simbol kebahagiaan, kemujuran (harapan masa
depan yang lebih baik). Pola hias bunga mawar dan kuncup teratai sebagai
salah satu pola hias sulur sejak masa Hindu Budha digunakan sebagai
lambang kesucian, perwujudannya sebagai pola hias, biasanya dalam
bentuk bunga atau daun.
23