Anda di halaman 1dari 109

BAB 1

PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Kemajuan teknologi yang semakin pesat diiringi dengan konsumsi listrik
pada masyarakat maupun dunia usaha juga semakin besar. Hal ini membuktikan
bahwa listrik merupakan salah satu kebutuhan terpenting dalam kehidupan
modern saat ini, mengingat bahwa sifat dari energi listrik yang mudah disalurkan
dan dikonversikan ke dalam berbagai bentuk energi yang lain seperti energi
cahaya, energi mekanik, energi kalor, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk
memenuhi kebutuhan listrik yang akan terus bertambah ini perlu adanya
peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas dari listrik yang dihasilkan
oleh suatu pembangkit listrik.
Perusahaan Listrik Nasional (PLN) di Indonesia belum mampu memenuhi
kebutuhan listrik tersebut secara optimal, oleh sebab itu sejak diberlakukannya
UU No. 15 Tahun 1985, PP No. 10 Tahun 1989 dan Keputusan Presiden Nomor
37 Tahun 1992 memberikan ijin kepada pihak swasta untuk ikut berpartisipasi
dalam usaha ketenagalistrikan di bidang Pembangkit Transmisi dan Distribusi.
Sesuai dengan PERPRES 71 Tahun 2006, pemerintah telah menugaskan kepada
PT. PLN untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik
yang menggunakan bahan bakar batubara. Pembangunan PLTU batubara dibagi
dua tahap yaitu tahap 1 kapasitas sekitar 10.000 MegaWatt untuk menggantikan
PLTU berbahan bakar minyak dan 10.000 MegaWatt tahap II untuk menjaga
sebagian besar beban kh
ususnya di Pulau Jawa Madura Bali yang akan dibangun baik oleh PT.
PLN maupun swasta.
Salah satu perusahan listrik swasta yang bergerak dibidang Pembangkit
Transmisi dan Distribusi adalah PT. Paiton Operation and Maintenance Indonesia
(PT. POMI) yang merupakan pembangkit listrik tenaga uap dengan saluran
distribusi Jawa-Madura-Bali dan terletak di Paiton, Probolinggo.
Di kompleks Paiton, Jawa Timur, Paiton Energy memiliki tiga unit
pembangkit berkapasitas total 2.030 MegaWatt dari sembilan unit yang ada.

1
Masing-masing unit yaitu unit 7 dan unit 8 berkapasitas 615 MegaWatt. Dengan
kapasitas tersebut diharapkan mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat
wilayah Jawa dan Bali. Untuk memenuhi target pemerintah/PLN dalam hal
penyediaan tenaga listrik di Jawa Madura Bali pada percepatan pembangunan
pembangkit listrik tahap II maka PT. POMI ditunjuk pemerintah untuk proyek
perluasan/Expansion Project PLTU di Paiton dengan membangun PLTU unit 3
berkapasitas 1 x 800 MegaWatt. Dengan hasil produksi yang sedemikian besar,
tentunya membutuhkan SDM yang berkualitas. PT. POMI merupakan pembangkit
listrik yang selain mempertahankan teknologi proses produksi juga telah
menuntaskan dengan baik masalah limbahnya, menjadi industri yang tidak
mencemari lingkungan bahkan kini memberikan nilai tambah tersendiri terhadap
perusahaan dan masyarakat sekitarnya.
PT. POMI PLTU Paiton unit 7, 8 dan 3 merupakan pembangkit listrik
tenaga uap yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama dengan rata-
rata penggunaan batubara sekitar 7000-8000 ton untuk setiap unitnya. Sebelum
batubara digunakan sebagai bahan bakar terlebih dahulu dianalisa di laboratorium
untuk diketahui kualitas batubara tersebut berdasarkan sifat fisika dan kimia yang
dimiliki. Analisa yang dilakukan biasanya menggunakan British Standart, ISO
Standart dan ASTM Standart. Untuk analisanya yaitu pengukuran total campuran
batubara, analisa inti atau bawaan batubara (proximate analisis) serta analisis
campuran atau tambahan (seperti total sulfur, nitrogen, hidrogen, karbon, oksigen
dan juga parameter-parameter yang lain) dimana batubara tersebut harus di bom
kalori terlebih dahulu.
Sedangkan air yang digunakan untuk steam berasal dari air laut, dimana
air tersebut sebelumya dimurnikan (didesalinasi) terlebih dahulu. Sistem
pemurnian PLTU Paiton unit 7, 8 dan 3 menggunakan 2 cara yaitu fisika dan cara
kimia. Cara fisika menggunakan penyaringan atau filtrasi sedangkan cara kimia
terdiri dari 4 cara yaitu flocculation, coagulation, mixed bed dan softener.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal tersebut mendorong kami untuk
melaksanakan Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) di instansi tersebut dengan
harapan dapat menerapkan hasil studi, mengetahui proses transformasi yang
terjadi dalam proses pengolahan serta memahami proses industri kimia yang

2
diterapkan. Praktek Kerja Industri sendiri merupakan kegiatan yang ada dalam
kurikulum Jurusan Teknik Kimia yang wajib dilakukan mahasiswa untuk
mendukung kurikulum 7S+1 yakni 7 semester dibangku kuliah dan 1 semester di
industri. Praktek Kerja Industri adalah kegiatan terjun langsung ke lapangan dan
mengaplikasikan hal-hal yang didapat dari teori kemudian dibandingkan dengan
praktek di lapangan.
Setelah melaksanakan PRAKERIN di PT. POMI diharapkan dapat
menerapkan studi yang ada didalam industri, melihat secara langsung proses di
dalam industri, dan mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di dalam industri
sehingga dapat memberikan alternativ pemecahan masalah tersebut.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui persyaratan pelengkap dalam mata kuliah Praktik Kerja
Industri yang merupakan mata kuliah wajib bagi program D4 Teknologi
Kimia Industri, Politeknik Negeri Malang.
2. Mendapatkan pengalaman kerja sekaligus menggabungkan antara teori
yang diperoleh dari bangku kuliah dengan kenyataan di lapangan kerja.
3. Melatih keterampilan sikap serta pola bertindak didalam lingkungan
kerja yang sesungguhnya.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami proses transformasi yang terjadi untuk
pengolahan bahan baku (cycle chemistry) secara langsung di PT. POMI
selaku operator unit 7/8 dan unit 3 PLTU Paiton.
2. Mengetahui aplikasi teknik kimia pada proses kerja PLTU Paiton.
3. Mengetahui laju korosi pada unit 7/8 dan unit 3 PLTU Paiton.

1.3 Manfaat Praktik Kerja Industri


1.3.1 Manfaat bagi Mahasiswa
a) Mengaplikasikan disiplin ilmu yang diperoleh dan dimiliki baik dalam
maupun luar pendidikan formal.

3
b) Memperluas wawasan, pengetahuan dan pengalaman sebelum terjun
kedunia kerja yang sesungguhnya.
c) Melatih diri agar tanggap dan peka dalam menghadapi masalah di
lingkungan kerja.
d) Memperdalam dan meningkatkan kualitas keterampilan dan kreativitas.

1.3.2 Manfaat bagi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang


a) Sebagai masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana kesesuaian
kurikulum yang ada dengan perkembangan yang terjadi di dunia
Industri.
b) Mencetak tenaga kerja yang terampil dan jujur melaksanakan tugas.

1.3.3 Manfaat bagi Perusahaan yang Bersangkutan


a) Membantu menyelesaaikan tugas dan pekerjaan sehari-hari di instansi
tempat Praktik Kerja Industri.
b) Saran alih informasi di bidang Teknik Kimia untuk kemajuan
perusahaan atau instansi.
c) Saran untuk menempatkan hubungan kerja sama antar perusahaan atau
instansi dengan pihak kampus dimasa datang khususnya mengenai
research and development di bidang Teknik Kimia.

1.4 Definisi Istilah


1.4.1 Pure Water : Air yang komponen penyusun di dalamnya hanya H+
dan OH-.
1.4.2 Close Cooling : Proses yang berfungsi sebagai pendingin motor
pompa dan mesin-mesin yang digunakan didalam proses
pembangkit tenaga listrik.
1.4.3 Condenser : Alat yang digunakan untuk mengubah uap dari
low pressure turbine menjadi kondesat.
1.4.4 Condensate Pump : Alat yang digunakan untuk memompa
kondensat dari kondenser menuju condensate polisher.
1.4.5 Silo : Tempat penyimpanan sisa pembakaran batubara

4
1.4.6 Cycle Chemistry : merupakan siklus air dan uap yang
melewati komponen-komponen yang terbuat dari material
yang berbeda. Cycle Chemistry digunakan untuk
mengoptimalkan yang dihasilkan.
1.4.7 Make Up Water : Air demineral yang ditambahkan agar volume air
yang masuk ke closed cooling memiliki volume tetap.
1.4.8 Backwash : Pencuci dengan arah berkebalikan dari arah proses
beroperasi
1.4.9 Ppm : Satu miligram per satu liter larutan (mg/l)
1.4.10 Discharge Canal : tempat pembuangan air limbah produksi unit 3,
7dan 8

5
BAB 2
HASIL PRAKTIK KERJA LAPANGAN

2.1 Gambaran Umum PT POMI


2.1.1 Sejarah berdirinya PT. POMI
Kebutuhan energi listrik adalah hal yang paling vital dalam seluruh
aktivitas kehidupan manusia guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
hidup. Untuk menghasilkan energi listrik harus melalui suatu proses yang panjang
dan rumit. Energi listrik sangat mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan
manusia, mengingat sifat dari energi listrik yang mudah disalurkan dan
dikonversikan ke dalam bentuk energi yang lain, seperti energi cahaya, energi
mekanik, energi kalor, dan sebagainya.
Perkembangan penduduk yang semakin pesat, mengakibatkan peningkatan
konsumsi teknologi serta dunia usaha, sehingga kebutuhan akan energi listrik
terus meningkat. Kebutuhan ini bahkan belum mampu dipenuhi secara optimal
oleh PLN, oleh karena itu sejak diberlakukannya UU No. 15 Tahun 1985, PP No.
10 Tahun 1989 dan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1992 memberikan ijin
kepada pihak swasta untuk ikut berpartisipasi dalam usaha ketenagalistrikan di
bidang Pembangkit Transmisi dan Distribusi.
Sesuai dengan PERPRES 71/Thn 2006, pemerintah telah menugaskan
kepada PT. PLN untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga
Listrik yang menggunakan bahan bakar Batubara. Pembangunan PLTU Batubara
dibagi 2 tahap yaitu Tahap I kapasitas sekitar 10,000 MW untuk menggantikan
PLTU berbahan bakar minyak dan 10,000 MW tahap II untuk menjaga sebagian
besar permintaan beban khususnya di Pulau Jawa Madura Bali yang akan
dibangun baik oleh PT. PLN maupun Swasta.
Salah satu perusahaan listrik swasta adalah PT. Paiton Energy. PT. Paiton
Energy adalah Perusahaan Pembangkit Swasta (Independent Power Producer)
pertama di Indonesia. PT. Paiton Energy didirikan pada tahun 1994. Dalam
mengoperasikan dan memelihara PLTU Paiton Unit 7 dan 8. PT. Paiton Energy
mengikat kerjasama dengan PT. Edison Mission Operation and Maintenance
Indonesia yang mengoperasikan dan memelihara PLTU Paiton Unit 7 dan 8.

6
Namun sejak Desember 2004, PT. Edison Mission Operation and Maintenance
Indonesia (PT. EMOMI) digantikan oleh PT. International Power Mitsui
Operation and Maintenance Indonesia (PT. IPMOMI). Dan pada akhir tahun
2016, PT. International Power Mitsui Operation and Maintenance Indonesia (PT.
IPMOMI) digantikan oleh PT. Paiton Operation and Maintenance Indonesia (PT.
POMI).
Pada proses pembangkitan tenaga listrik diperlukan kontinuitas produksi
energi listrik. Hal ini disebabkan karena PT. POMI sendiri merupakan salah satu
Pembangkit Listrik yang mensuplai listrik untuk wilayah Jawa dan Bali. Dengan
kapasitas total 1230 MW net atau 615 MW net untuk per unitnya, PLTU Paiton
Unit 7 dan 8 diharapkan mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat wilayah
Jawa dan Bali. Dalam mensuplai listrik untuk kebutuhan wilayah Jawa dan Bali
tersebut, PLTU Paiton Unit 7 dan 8 dilengkapi dengan peralatan yang mendukung
dalam sistem PLTU secara keseluruhan.
Untuk memenuhi target pemerintah / PLN dalam hal penyedian tenaga
listrik di Jawa Madura Bali pada percepatan pembangunan pembangkit listrik
Tahap II maka PT. Paiton Energy ditunjuk pemerintah untuk proyek perluasan /
Expansion Project PLTU di Paiton dengan membangun PLTU Unit 3 berkapasitas
1 x 815 NMW. Sehingga total PLTU Batubara yang dikelola oleh PT. Paiton
Energy adalah 2045 NMW di Paiton, Probolinggo. Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) Paiton unit 7 dan 8 merupakan 2 unit pembangkit listrik yang
menggunakan Turbo Generator berbahan bakar Batubara sebagai penghasil uap
panas (steam) dengan kapasitas maksimum 2 x 645 NMW(net) atau 2 x 670
GMW (gross). Kedua unit ini beroperasi dengan faktor kemampuan rata‐rata 85%
per tahun. Dengan memproduksi energi listrik rata‐rata 9,158,580 MWH per tahun
dan mengkonsumsi batubara kira‐kira 4,6 juta ton pertahun. Batubara tersebut
didatangkan dari tambang batubara Adaro dan Kideco di Kalimantan Timur
dengan menggunakan tongkang maupun kapal. Batubara tersebut ditampung di
penimbunan Batubara (Coal Stock Pile) di lokasi PLTU Paiton. PLTU Paiton unit
7 dan 8 ini dimiliki oleh Paiton Energy
Company yang dioperasikan oleh PT. Paiton Operation and Maintenance
Indonesia (PT.POMI). Pembangunan proyek ini ditujukan untuk memenuhi

7
kebutuhan energi listrik Jawa dan Bali. Proyek ini adalah implementasi dari
kebijaksanaan pemerintah Indonesia dalam pertumbuhan diversifykasi energi.
Dalam hal ini, kandungan batubara yang ada di Indonesia akan dimanfaatkan
sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, dan mengurangi ketergantungan
terhadap minyak bumi.
PLTU Unit 3 Paiton merupakan salah satu proyek percepatan
pembangunan pembangkit listrik tahap II dengan kapasitas 1 x 815 NMW yang
berbahan bakar batubara. Bilamana kemampuan beroperasi 90% dalam setahun
maka perkiraan total energi yang dihasilkan adalah : 6,425,460 MWH / tahun dan
mengkonsumpsi batubara sebesar 3,06 Juta Ton pertahun.
Dalam pengoperasian PLTU Paiton Unit 3, 7 & 8, PT. Paiton Energy
mengikat kerjasama Operations & Maintenance dengan PT. Paiton Operations &
Maintenance Indonesia (PT. POMI). Dalam hal ini, PT. POMI mengoperasikan
PLTU milik Paiton Energy untuk memenuhi ketentuan yang diatur dalam Power
Purchase Agreement dengan PLN.

Gambar 2.1 Power Purchase Agreement

2.1.2 Pemegang Saham PT. Paiton Energy


Hingga saat ini Perusahaan konsorsium dari PT Paiton Energi yang
memiliki saham dari proyek PLTU Paiton unit 7 dan 8 serta unit 3, antara lain :
Mitsui & Co dari Jepang, Nebras dari Qatar, Tokyo Electric Power Co. dari
Jepang dan Batu Hitam Perkasa dari Indonesia :

8
Gambar 2.2. Pemegang Saham PT. PAITON ENERGY
2.1.3 Struktur Organisasi PT. POMI
Organisasi merupakan sarana dalam tercapainya suatu tujuan.Dalam
pengertian dinamis, organisasi adalah tempat dan alat dari sekelompok badan
usaha milik swasta maupun instansi pemerintah yang lebih menekankan pada
subjek atau pelaku, yaitu interaksi antara orang‐orang yang berada dalam
organisasi tersebut. Dengan adanya struktur organisasi akan memberikan suatu
penjelasan terhadap pendelegasian tugas dan wewenang pada anggota organisasi,
dengan demikian akan membantu kelancaran aktivitas organisasi tersebut.
Struktur organisasi di PT. POMI, PLTU Paiton unit 3, 7 dan 8 di bagi atas
8 departemen yaitu : Fuel & Ash Department, Production Department,
Community & Human Resources Department, Healthy, Safety, Environment &
Compliance Department, Procurement Department, Engineering Department,
Maintenance Department, Finance & Corporate Service Department yang masing
– masing departmen dipimpin oleh seorang manager yang membawahi supervisor
atau Shift Supervisor, Engineering, Senior Optech, Teknisi, Sekretaris serta
beberapa Adimistrasi. Keseluruhan Department dipimpin oleh President Director
dan Plant Manager.

9
Gambar 2.3. Struktur General PT. POMI

2.1.4 Personalia Perusahaan


PT. POMI adalah perusahaan yang tergolong besar ditinjau dari modal dan
jumlah karyawan yang dimiliki. Hal ini dikarenakan operasi rutin perusahaan
sangat banyak dan harus ditangani dengan sungguh‐sungguh.
Sebagian besar karyawan tetap perusahaan ini berpendidikan Sarjana dan
Diploma. Disamping itu, ada juga karyawan kontrak yang berasal dari kontraktor
yang dibawahi PT.POMI dengan level jabatan dan tingkat pendidikan yang
berbeda‐beda sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
PT. POMI mempunyai sumber daya manusia yang terlatih dan
berpengalaman dari berbagai disiplin ilmu sebanyak 411 karyawan tetap termasuk
3 expatriate/orang asing sebagai President Director & Sr. Manager.

10
2.1.5 Visi dan Misi Perusahaan
Mission (Misi)
“Paiton Operations & Maintenance Indonesia (POMI) operates and
maintains the Paiton Energy Power Plant by promoting safety and environmental
best practices, offering sustained financial returns for its Owners and achieving
excellence in all that it does”. Dalam Bahasa Indonesia : Paiton Operations &
Maintenance Indonesia (POMI) mengoperasikan dan memelihara Power Plant
Paiton Energi dengan mengutamakan standar terbaik di aspek keselamatan dan
lingkungan, memberikan keuntungan finansial yang berkelanjutan kepada
pemiliknya dan pencapaian terbaik di semua bidang.
Vision (Visi)
“Paiton Operations & Maintenance Indonesia (POMI) will be recognized
as a World Class operator of Power Plants”. Dalam Bahasa Indonesia : Paiton
Operations & Maintenance Indonesia (POMI) akan dikenal sebagai Operator
Power Plant kelas dunia. Values (Nilai‐nilai) Nilai Nilai Perusahaan kami sebagai
berikut :
• Trust ‐ Kepercayaan
• Empowerment ‐ Pemberdayaan
• Teamwork ‐ Kerjasama
• Continuous Improvement – Perbaikan yang berkelanjutan

2.1.6 Proses Produksi PLTU Paiton Unit 3 dan Unit 7/8


Prinsip kerja PLTU paiton unit 3 dan unit 7/8 secara umum adalah sama
yaitu bermula dari pembakaran batubara pada boiler untuk memanaskan air yang
akan dirubah menjadi uap yang sangat panas (superheated steam). Steam akan
digunakan untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik dari kumparan
14 medan magnet di generator. Sistem yang digunakan dalam unit ini adalah
sistem tertutup dimana air yang digunakan untuk beberapa proses menggunakan
air yang sama (close cooling dari cycle chemistry). Penggunaan air untuk proses
sirkulasi tertutup memiliki pengendalian level. Jika volume air kurang dari set
pointnya maka akan ditambah air make-up dari Condensat Storage Tank. Proses
pembuatan listrik dimulai dari steam yang terkondensasi dengan air laut menjadi

11
air di kondensor. Selanjutnya air hasil kondensasi dialirkan ke
polisher untuk menghasilkan pure water dengan menggunakan ion exchanger. Air
murni yang dihasilkan dipompa dengan menggunakan condensat extraction pump
ke LPH (Low Pressure Heater) untuk mengalami proses pemanasan awal.
Sebelum air dimasukkan dalam boiler, kandungan gas-gas yang tidak
terkondensasi (uncondensable gas) seperti O2 dan CO2 dihilangkan di deaerator.
Setelah bebas dari gas-gas, selanjutnya di pompa dengan menggunakan boiler
feed pump menuju HPH (High Pressure Heater), dan selanjutnya ke economizer
untuk proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi agar membentuk
saturated steam. Kemudian dialirkan ke steam drum untuk memisahkan fase gas
dan cairnya. Fase gas akan diteruskan ke heater untuk menghasilkan superheated
steam, sedangkan fase cair akan kembali dipanaskan dalam boiler.
Superheated steam akan digunakan untuk memutar HP Turbin (High Pressure
Turbin), selanjutnya sisa steam akan di panaskan kembali di reheater. Steam dari
reheater akan digunakan untuk memutar IP Turbin, dan sisa panasnya dengan
suhu dan tekanan yang relatif rendah digunakan memutar LP Turbin (Low
Pressure Turbin) A dan B. Dalam peralatan turbin akan terjadi konversi energi
thermal (panas) dari steam menjadi energi mekanis yang menyebabkan rotor
turbin berputar. Perputaran rotor akan menggerakkan generator dan akhirnya pada
generator energi mekanis akan diubah menjadi energi listrik. Perbedaan proses
produksi pada unit 3,7 dan 8 adalah terdapat deaerator pada unit 7 dan 8 untuk
menghilangkan gas-gas sperti O2 dan CO2 dan steam drum untuk memisahkan
fase liquid dan gas dalam air proses. Namun pada unit 3, proses penghilangan gas-
gas yang tidak diinginkan menggunakan degasifier dan tidak menggunakan steam
drum. Sehingga pada unit 3 air proses yang sudah dipanaskan dari economizer
langsung diumpankan ke boiler dengan menggunakan suhu dan tekanan yang
lebih tinggi dari unit 7 & 8 dan harus menggunakan air proses yang lebih bersih.
Sistem pada unit 3 disebut sebagai Water Separator Drain Tank (WSDT).

12
Gambar 2.4 Flow Diagram Proses PLTU Paiton Unit 7 dan 8

Adapun cara kerja masing-masing peralatan pada unit 3, 7 dan 8 adalah


sebagai berikut :
a. Coal Handling Batubara merupakan bahan bakar utama PLTU Paiton Unit 3,
7 dan 8. Batubara yang digunakan berupa batubara adaro dan kideco dengan
kandungan ash sebesar 1,5 %. Batubara itu diambil dari tambang batubara di
Kalimantan Selatan dan akan terus disuplai selama pengoperasian. Sebelum
digunakan sebagai bahan bakar, batubara akan melalui beberapa proses yaitu
Stacking, Reclaiming dan Processing.

1) Stacking
Stacking merupakan proses pemindahan batubara dari kapal ke
Coal Pile. Proses stacking berawal dari Jetty, merupakan sebuah dermaga
sebagai tempat merapatnya kapal laut dan tongkang pengangkut batubara
di PLTU Paiton Unit 3, 7 dan 8. Jumlah jetty yang digunakan ada empat
yaitu jetty A, jetty B dan jetty C. Tiap jetty mempunyai empat buah Doc
Mobil Hopper yang fungsinya untuk memindahkan batubara dari kapal ke
Belt Conveyor. Pengiriman batubara ke plant dilakukan dengan
menggunakan kapal laut yang berkapasitas sekitar 43.000 ton, yang

13
kemudian akan ditampung di Coal Pile dengan kapasitas 670.000 ton
untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar.

Gambar 2.5. Coal Pile

2) Reclaiming
Reclaiming adalah proses pengambilan batubara dari Coal Pile dan
menyalurkan ke Silo. Dalam coal pile, proses penimbunan dan
pengambilan batubara dilakukan dengan alat yang disebut
Stacker/Reklaimer. Alat ini merupakan sebuah konveyor yang kompleks
dan terpasang pada sebuah struktur yang dapat bergerak. Di dalam proses
penimbunan, stacker menyalurkan batubara melalui sebuah lengan yang
dapat diatur agar selalu diam membentuk ditempat, sehingga batubara
yang tumpah melalui lengan itu akan membentuk timbunan yang tinggi,
apabila lengan bergerak maju mundur maka timbunan yang akan
dihasilkan menjadi timbunan yang rapi dan memanjang. Terdapat enam
buah coal silo yaitu A, B, C, D, E dan F. Pengisian silo dilakukan dengan
menggunakan Belt Conveyor yang dihubungkan dengan Tripper,
pengoperasiannya dilakukan oleh operator di Coal Handling Control
Building (CHCB). Silo merupakan bunker tempat menampung batubara di
instalasi yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar di Boiler. Volume

14
sebuah silo sebesar 600 ton, pengisian ulang dilakukan setiap volume silo
kurang dari 30 – 40%.

Gambar 2.5 Belt Conveyor

3) Processing
Processing merupakan sistem penanganan batubara dari Silo hingga siap
digunakan di Boiler. Dari silo batubara dimasukkan ke Pulverizer dengan
menggunakan Coal Feeder, batubara dari Pulverizer ini yang akan
digunakan untuk pembakaran di Boiler.

Gambar 2.6 Coal Silo

15
b. Pulverizer
Pulverizer adalah alat untuk menggiling batubara sehingga menjadi
halus dan kemudian bersama dengan udara primer akan dialirkan ke furnace.
Pulverizer dilengkapi dengan feeder (alat pengisi batubara) yang letaknya
diatas pulverizer, berfungsi untuk menyuplai sejumlah batubara sesuai dengan
kebutuhan. Feeder ini mendapat suplai batubara dari penampung batubara
yang disebut coal silo atau coal bunker. Pada bagian atas pulverizer
dilengkapi dengan screening dengan ukuran lubang ±250 mikron. Ketika
proses berlangsung akan terus dimasukkan udara dari PA Fan pada bagian
bawah peralatan untuk mengalirakan batubara menuju screening dan yang
lolos screening akan masuk ke boiler. Sedangkan yang belum lolos akan terus
tergiling di pulverizer. Selain itu, batubara yang tidak tergiling (Pyrites) akan
keluar melalui sebuah lubang di bawah pulverizer, ditampung di Pyrites
Hopper dan kemudian dibuang ke ash dipposal. Dalam penggunaan pulverizer
yang perlu diperhatikan adalah temperatur dari udara primer (PA Fan),
temperatur yang terlalu tinggi dapat menyalakan batubara dari dalam
pulverizer dan menyebabkan ledakan. Jika temperatur terlalu rendah, batubara
tidak bisa kering benar dan sulit dihaluskan. Temperatur ideal udara yang
masuk pulverizer ± 65oC.

Gambar 2.7 Pulverizer

16
c. Condensor
Merupakan tempat awal dimulainya proses pembuatan listrik. Setelah
LP Turbin diputar kemudian steam akan mengalir menuju kondensor untuk
didinginkan dan berubah menjadi air. Kondensor ada dua, A dan B, yang
letaknya dibawah LP Turbin A dan B. Proses yang terjadi yaitu steam
bersentuhan langsung dengan pipa yang didalamnya dialiri pendingin berupa
air laut (open cooling). Kondensasi ini mengubah steam menjadi air yang
kemudian ditampung di Condensate Hot Well. Open Cooling System ini juga
digunakan mendinginkan berbagai peralatan yang membutuhkan pendingin
seperti Air Compressor, Pump dan Generator Stator Cooling dan juga penting
untuk mendinginkan oli untuk pelumasan turbin. Proses pertukaran panas
antar Closed Cooling System dengan air laut (Open Cooling System) terjadi
pada alat disebut Heat Exchanger. Karena adanya blowdown pada steam
drum, maka untuk mengembalikan volume air ke volume semula, pada
kondensor terdapat make-up water untuk menambah volume air. Make up
water diambil dari air demin di condensat water tank. Kondensor bekerja
dalam kondisi vakum, hal ini dikarenakan proses kondensasi yang terjadi yaitu
perubahan steam ke air menyebabkan berkurangnya volume. Selain itu proses
vakum juga berfungsi untuk mengurangi kandungan oksigen dalam air demin
untuk menjaga agar kondensor dalam keadaan vakum, maka gas-gas yang
dilepas dari steam (ketika steam berubah menjadi air) dipompa keluar oleh
vacuum pump. Alasan lain keadaan vakum adalah efisiensi, steam yang
diambil dari turbin adalah enthalpy steam (selisih steam masuk dan keluar)
sehingga tekanan diminimalkan agar energi yang dimanfaatkan semakin besar
karena entalpinya juga besar. Pada bagian bawah condensor terdapat Feed
Water Heater, fungsinya untuk memanaskan air yang keluar dari kondensor.

17
Gambar 2.8 Condensor

d. Condensate Polisher
Dari Condensate Hot Well, condensate water akan dipompa oleh condensate
extraction pump menuju polisher. Peralatan condensate polisher yang
digunakan ada 4 vessel dimana 3 vessel dalam kondisi in-servis dan 1 vessel
dalam kondisi stand-bye. Di polisher terdapat resin kation dan anion, resin ini
berfungsi untuk memurnikan air dengan cara pertukaran ion. Resin kation
akan mengikat ion negatif penyebab korosi sedangkan resin anion akan
mengikat ion positif penyebab kerak atau scale Parameter untuk peratan ini
berdasarkan nilai cation conductivity (≤ 0,2µS/cm) dan sodium (≤ 3ppb) . Jika
nilai conductivity tinggi, bisa berarti dua hal yaitu :
i) Terdapat kebocoran air laut dalam polisher, dapat terdeteksi dengan leak
detector
ii) Resin telah jenuh dan harus diregenerasi. Regenerasi resin dapat
menggunakan asam kuat (H2SO4) untuk resin kation dan menggunakan
basa (NaOH) untuk resin anion Dari polisher, air dipanaskan di LP Heater
(Low Pressure Heater) tetapi sebelum dipanaskan, terlebih dahulu air
diinjeksi ammonium hidroksida (NH4OH) untuk meningkatkan pH (pH
ideal = 9.2 - 9.6) agar sodium dari air hilang karena sodium akan
mengakibatkan kerusakan pada material boiler (karena sodium
memberikan sifat asam pada air). Selain itu digunakan basa jenis NH4OH,
bukan menggunakan basa seperti NaOH (caustic soda) karena penggunaan

18
caustic soda akan menimbulkan kerak pada boiler. Jika hal tersebut terjadi
akan mempertebal dinding boiler dan menghambat panas pada boiler.
Sehingga energi yang diperlukan akan semangkin meningkat dan biaya
operasional pun semakin mahal. Penggunaan NH4OH tidak akan
menimbulkan kerak atau korosi karena akan berubah menjadi gas NH3
ketika mengalami proses pemanasan.

Gambar 2.9 Condensat Polisher

e. LPH (Low Pressure Heater)


Low Pressure Heater merupakan alat pemanas dengan tekanan rendah.
Alat ini berfungsi untuk memanaskan air pada tahap pertama dan dalam
peralatan ini terdapat 3 buah Low Pressure Heater dengan temperatur
pemanasan yang berbeda-beda. LP Heater yang pertama memiliki temperatur
81oC, LP Heater kedua 100oC dan LP heater ketiga 121oC. Dengan
menggunakan temperatur pemanasan yang berbeda-beda maka air yang
dipanaskan akan mengalami proses pemanasan secara perlahan. Panas yang
digunakan pada LP Heater berasal dari extraction panas LP turbine. Fungsi
pemanasan bertahap ini adalah:
i) Pemanasan bertahap menggunakan energi yang lebih rendah, sedangkan
pemanasan secara langsung akan membutuhkan suhu yang tinggi dan
energi yang lebih besar.

19
ii) Pemanasan bertahap memiliki risiko kecelakaan kerja yang lebih rendah
karena lebih aman daripada pemanasan langsung.
iii) Menghemat biaya karena pemanasan bertahap membutuhkan energi yang
lebih rendah daripada pemanasan secara langsung.

f. Deaerator
Deaerator berfungsi untuk menyerap atau menghilangkan gas-gas yang
terlarut dan uncondensable gas pada air pengisi boiler. Gas Oksigen (O2) juga
harus dihilangkan karena gas tersebut akan menimbulkan korosi dalam
perpipaan di boiler untuk batasan kandungan O2 unit 3 adalah 50-150 ppb
sedangkan unit 7 dan 8 adalah 1-15 ppb. Prinsip kerjanya air yang masih
mengandung O2 dan CO2 disemprotkan ke steam daerator, sehingga gas-gas
tersebut diserap secara thermis dan dikeluarkan melalui valve pelepas udara.
Selain itu daerator juga dapat menaikkan temperatur air pengisi boiler
(sampai 162 ⁰C). Penempatan posisi daerator yang tinggi memungkinkan
pemberian suction heat yang cukup untuk Boiler Feed Pump. Dari daerator
air akan dipompa dengan tiga Boiler Feed Pump, dua pompa yang tenaganya
dari extraction IP Turbin disebut Turbin Driven Pump dan satu pompa yang
digerakkan oleh motor disebut Motor Driven Pump, dimana kapasitas tiap
pompa 100% menuju HP Heater, diteruskan ke economizer dan steam drum.
Pada bagian atas deaerator juga dilengkapi dengan Feed Water Heater dengan
panas yang digunakan berasal dari extraction IP turbine.

Gambar 2.10 Deaerator

20
g. HPH (High Pressure Heater)
HP Heater digunakan sebagai alat pemanas tahap kedua sebelum masuk
ke boiler. Terdapat 3 buah peralatan HP Heater dalam cycle chemistry untuk unit
7 dan 8 dengan temperatur ±200-300oC. Parameter pada peralatan HP Heater ini
adalah pH (≥9.2) dan cation conductivity (≤0.2 ppb). HP Heater 6 A-B dan 7 A-B
panas yang digunakan berasal dari extraction IP turbine sedangkan untuk Feed
Water Heater 8 A-B panas yang digunakan berasal dari extraction HP turbine.

h. Boiler
Boiler adalah alat pemanas dengan suhu ± 500oC dangan fungsi untuk
mengubah air menjadi steam dengan tekanan yang tinggi agar mampu
menggerakkan turbin. Ada empat syarat pembakaran dalam peralatan pemanas
yaitu bahan bakar, oksigen, panas dan reaksi kimia. Akan tetapi untuk
pembakaran di boiler perlu adanya syarat tambahan agar pembakaran di dalam
boiler bekerja dengan efisien yaitu turbulensi dan waktu. Waktu yang cukup harus
diupayakan agar campuran yang mudah terbakar dapat terbakar seluruhnya.
Aliran bahan bakar dalam boiler harus cukup lambat untuk memberikan cukup
waktu untuk pembakaran sempurna, kalau tidak bahan yang mudah terbakarakan
terkumpul dalam ketel atau cerobong dan menimbulkan bahaya ledakan. Bahaya
ledakan dicegah dengan perancangan boiler yang tepat, boiler harus cukup besar
untuk memperlambat aliran udara, sehingga sebelum meninggalkan boiler bahan
bakar dapat terbakar dengan sempurna. Panas yang diperlukan untuk pembakaran
disediakan oleh Ignitor dan udara di supply dari FD Fan. Begitu pembakaran
dimulai, bahan bakar yang terbakar akan memasok panas yang cukup untuk
menyalakan bahan bakar baru yang memasuki boiler dan ignitor dapat dimatikan
Dalam power plant, energi secara terus menerus diubah dari satu bentuk ke
bentuk yang lain untuk menghasilkan listrik. Komponen yang mengawali
perubahan dan pengaliran energi dalam power plant disebut Boiler. Definisi
Boiler dalam power plant sendiri adalah suatu bejana tertutup yang secara efisien
mampu mengubah air menjadi steam dengan bantuan panas dari proses
pembakaran batubara. Jika dioperasikan dengan benar, Boiler secara efisien dapat

21
mengubah air dalam volume yang besar menjadi steam yang sangat panas dalam
volume yang lebih besar lagi. Jenis Boiler yang digunakan pada 7 dan 8 adalah
drum type boiler, yang memungkinkan terjadinya sirkulasi sebagian air dalam
Boiler secara terus menerus. Pengoperasian drum type boiler yang efisien dan
aman sangat tergantung pada sirkulasi air yang konstan di beberapa komponen
steam circuit, diantaranya economizer, steam drum dan heater. Sedangkan pada
unit 3 tidak menggunakan steam drum sehingga suhu di boiler harus lebih panas
daripada unit 7 dan 8.

Gambar 2.11 Boiler

i. Economizer
Economizer berfungsi meningkatkan temperatur air dengan suhu ±400oC
(pemanasan awal untuk menjadi steam) untuk selanjutnya dialirkan ke steam
drum. Sumber panas yang diperlukan oleh alat tersebut berasal dari gas buang
dalam Boiler. Air mengalir dalam pipa-pipa, sementara diluar mengalir gas panas
yang berasal dari hasil pembakaran Boiler. Selanjutnya steam panas tersebut
dimanfaatkan untuk memanaskan air sehingga temperaturnya meningkat.
Penggunaan economizer untuk pemanasan awal sangatlah penting, karena :
i) Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi boiler secara keseluruhan,
karena panas yang ada pada steam bisa dimanfaatkan untuk melakukan
usaha

22
ii) Memanaskan air sebelum air diubah menjadi steam di boiler, berarti
mempermudah kerja boiler, hanya sedikit saja panas yang perlu
ditambahkan
iii) Pemanasan air hanya akan mengurangi thermal shock pada boiler

j. Steam Drum
Berfungsi untuk menyimpan air dalam volume yang besar dan untuk
memisahkan uap dari air setelah proses pemanasan yang terjadi dalam boiler.
Secara umum, ada empat jenis pipa sambungan dasar yang berhubungan dengan
steam drum, yaitu :
i) Feed Water Pipe Berfungsi mengalirkan air dari Economizer ke
Distribution Pipe yang panjangnya sama persis dengan Steam Drum.
Distribution Pipe berfungsi mengalirkan air dari Economizer secara
merata keseluruh bagian Steam Drum.
ii) Downcomer atau Pipa Turun Ditempatkan disepanjang bagian dasar steam
drum dengan jarak yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Pipa-
pipa ini mengalirkan air dari steam drum menuju boiler circulating pump.
Boiler Water Circulating Pump (BWCP) digunakan untuk memompa air
dari downcomer dan mensirkulasikannya menuju waterwall yang
kemudian air tersebut dipanaskan oleh pembakaran di boiler dan dikirim
kembali ke steam drum.
iii) Waterwall Pipe Terletak di kedua sisi steam drum dan merupakan pipa-
pipa kecil yang berderet vertical dalam boiler, setiap pipa disambung satu
sama lain agar membentuk selubung yang kontinyu dalam boiler.
Konstruksi seperti ini disebut dengan konstruksi membran. Waterwall
bertugas menerima dan mengalirkan air dari boiler circulating pump
kemudian dipanaskan dalam boiler dan dialirkan ke steam drum kembali.
iv) Steam Outlet Pipe Merupakan sambungan terakhir, diletakkan di bagian
atas steam drum untuk memungkinkan saturated steam keluar dari steam
drum menuju superheater. Dalam steam drum, saturated steam akan
dipisahkan dan diteruskan untuk pemanasan lebih lanjut di superheater,
sedangkan airnya tetap berada dalam steam drum dan dialirkan ke down

23
comer dan dipanaskan kembali di water wall. Selain pipa tersebut, juga
terdapat blowdown pipa yang letaknya dibagian bawah steam drum, tepat
dibawah permukaan air. Saat air berubah menjadi uap, kotoran-kotoran air
akan tetap tinggal di air dalam steam drum. Jika konsentrasi kotoran
tersebut menjadi tinggi, kemudian steam yang keluar dari steam drum
akan terpengaruh dan akan terbawa ke superheater ataupun turbin. Pipa
blowdown akan menghilangkan sebagian kotoran air boiler dari
permukaan steam drum, dan mengalirkannya sehingga dapat mengurangi
konsentrasi kotoran dalam air boiler, dan pada akhirnya dapat menjaga
superheater dan turbin tetap bersih.

Gambar 2.12 Steam Drum

k. Heater
i) Superheater
Superheater merupakan kumpulan pipa boiler yang terletak di jalan aliran
gas panas hasil pembakaran. Panas dari gas ini dipindahkan ke saturated
steam yang ada dalam pipa superheater, sehingga berubah menjadi
superheated steam. Superheater ini ada dua bagian, yaitu primary
superheater dan secondary superheater. Primary superheater merupakan
pemanas pertama yang dilewati oleh saturated steam setelah keluar dari
steam drum, setelah itu baru melewati secondary superheater dan menjadi
superheated

24
steam. Superheated steam akan dialirkan untuk memutar high pressure
turbin, dan kemudian tekanan dan temperaturnya akan turun.
ii) Re-Heater Setelah tekanan dan temperatur superheated steam turun maka
superheated steam tersebut akan dikembalikan ke boiler untuk pemanasan
ulang. Pemanasan ulang ini berlangsung di bagian boiler yang disebut
reheater yang merupakan kumpulan pipa boiler yang diberi panas dari gas
pembakaran seperti superheater. Jadi re-heater berfungsi untuk
menaikkan temperatur superheated steam tanpa mempengaruhi
tekanannya. Di bagian reheater, superheated steam akan dikembailkan
untuk memutar Intermediate Pressure Turbine (IP) dan Low Pressure
Turbine (LP).

l. Turbin
Konversi energi terjadi pada Turbine Blades. Turbin mempunyai susunan
blades bergerak berselang-seling dengan blade tetap. Steam akan masuk ke turbin
dan dialirkan langsung ke Turbine Blades. Blades bergerak dan bekerja untuk
mengubah energi thermal dalam steam menjadi energi mekanis berotasi, yang
menyebabkan rotor turbin berputar, perputaran rotor ini akan menggerakkan
generator dan akhirnya energi mekanik diubah menjadi energi listrik. Turbin yang
digunakan pada PLTU Paiton unit 3, 7 dan 8 ini memiliki tiga jenis yaitu:
i) HP Turbin (High Pressure Turbin) HP turbin merupakan turbin utama
untuk menghasilkan listrik darimedan magnet yang terjadi di turbinn.
Turbin ini diputar dengan suhu steam diatas
27 500oC dan tekanan tinggi hingga lebih dari 100 bar. Steam yang
digunakan dari HP turbin adalah steam dari superheated heater, dan
keluaran steam dari HP turbin dipanaskan kembali di re-heater.
ii) IP Turbin (Intermediate Pressure Turbin) IP turbin memiliki fungsi
yang sama seperti HP turbin tetapi hanya menghasilkan listrik yang
lebih kecil. Steam yang mengalir pada IP turbin merupakan steam hasil
re-heating.
iii) LP turbin (Low Pressure Turbin) LP turbin merupakan turbin terakhir
dan berjumlah dua buah. LP turbin menghasilkan listrik yang paling

25
kecil daripada turbin yang laian, karena steam yang digunakan pada
alat ini merupakan steam sisa dari IP turbin.

Gambar 2.13 Turbin

m. Generator
Generator adalah alat untuk membangkitkan listrik, generator sendiri
terdiri dari stator dan rotor. Rotor dihubungkan dengan shaft turbin sehingga
berputar bersama-sama. Stator bars di dalam sebuah generator membawa arus
hubungan output pembangkit Arus Direct Current (DC) dialirkan melalui Brush
Gear yang langsung bersentuhan dengan slip ring yang dipasang jadi satu dengan
rotor sehingga akan timbul medan magnet (flux). Jika rotor berputar, medan
magnet tersebut memotong kumparan di stator sehingga pada ujung-ujung
kumparan stator timbul tegangan listrik. Untuk penyediaan arus listrik generator
diambilkan arus DC dari luar. Sesaat setelah generator timbul tegangan, sehingga
melalui exitasi transformer arus AC akan diserahkan oleh rectifier dan arus DC
akan kembali ke generator, proses ini disebut dengan Self Excitation. Dalam
sistem tenaga, disamping generator menyuplai listrik ke jaringan ekstra tinggi 500
KV, juga dipakai untuk pemakaian sendiri dimana tegangan output generator
diturunkan melalui transformer sesuai dengan kebutuhan. Untuk kebutuhan saat
start diambilkan dari 150 KV line. Untuk sistem tegangan ekstra tinggi tenaga
listrik yang dihasilkan oleh Power Plant disuplai ke jaringan sebesar 500 KV dan

26
selanjutnya oleh beberapa transformer tegangannya diturunkan sesuai dengan
kebutuhan.

Gambar 2.14 Generator

n. Electrostatic Precipitator
Proses pembakaran batubara di dalam boiler akan menghasilkan polutan
berupa gas yang mengandung debu (disebut fly ash). Sehingga sebelum dibuang
ke lingkungan, terlebih dahulu gas tadi di hilangkan kandungan debunya
menggunakan Electrostatic Precipitator agar tidak menimbulkan pencemaran di
udara. Electrostatic Precipitator adalah alat penangkap debu batu bara. Sebelum
dilepas ke udara bebas, gas buang sisa pembakaran batu bara terlebih dahulu
melewati electrostatic precipitator untuk dikurangi semaksimal mungkin
kandungan debunya. Bagian utama dari EP ini adalah housing (casing), internal
parts yang terdiri dari discharge electrode, collecting plates dan hammering
system, dan ash hoppers yang terletak di bagian bawah untuk menampung abu.
Peralatan Electrostatic Precipitator (EP) terdapat anoda dan katoda berupa plat-
plat yang dialiri arus listrik DC (Dirrect Current) atau arus searah. Sehingga
menyebabkan adanya perbedaan potensial yang dapat membuat debu-debu yang
terkandung dalam gas buang tersebut akan menempel pada plat. Dalam kurun
waktu tertentu akan terjadi proses rapping (pemukulan plat) agar debu yang
menempel terjatuh dan dihembuskan ke silo menggunakan compresor. Debu ini

27
disebut fly ash dan akan ditampung di fly ash silo dan selanjutnya akan dikirim ke
pabrik semen.

Gambar 2.15 Electrostatic Precipitator

o. FGD (Flue Gas Desulfurization)


Flue Gas Desulfurization merupakan peralatan lanjutan dari Electrostatic
Precipitator yang digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur dalam gas
buang hasil pembakaran dari boiler. Gas buangan yang bebas debu (fly ash) akan
masuk ke dalam FGD dari bagian bawah peralatan dan air laut disemprotkan pada
bagian atas peralatan. Air laut ini diambil dari discharge canal dan digunakan
untuk menangkap gas-gas polutan seperti SO2, NOx, CO, CO2, dsb. Bagian
dalam peralatan FGD ini terdapat tray-tray atau nozzle yang bertujuan untuk
memperluas area kontak antara gas dan air laut. Air hasil dari FGD ini akan di
masukkan ke dalam mixing basin untuk diaerasi agar menurunkan kadar polutan
dalam air. Air yang telah memenuhi standar baku mutu, akan dibuang ke
discharge basin dan selanjutnya dibuang ke laut. Apabila air buanagn FGD
melebihi standar baku mutu polutan yang dapat di buang kelaut, maka hal yang
dilakukan adalah melakukan penurunan temperatur pada boiler agar jumlah gas

28
buangan boiler jumlahnya juga berkurang. Gas bebas polutan akan dibuang ke
udara melalui stack.

Gambar 2.16 Stack

2.1.5 Water Treatment Plant PLTU Paiton Unit 3, 7 dan 8


PLTU Paiton Unit 3,7 dan 8 menggunakan air laut sebagai bahan baku
untuk memenuhi kebutuhan air proses maupun kebutuhan pendukung proses
lainnya. Kebutuhan air laut diambil melalui intake canal, dimana dari saluran
tersebut disalurkan ke dua bagian yaitu sebagai air baku di unit pengolahan air
laut menjadi air tawar (close water cooling) sebanyak 575,28 m3/jam dan untuk
kebutuhan air pendingin di kondensor (open water cooling) termasuk untuk
kebutuhan di sea water scrubber system di FGD (Flue Gas Desulfurization)
sebanyak 386,951 m3/jam.

Gambar 2.17 Intake Canal

29
Untuk pembuatan air tawar dilakukan di Water Treatment Plant PLTU
Paiton Unit 7&8 dan Unit 3 menggunakan sistem Reverse Osmosis. Secara umum
proses water treatment di PLTU Paiton Unit 3, 7 dan 8 adalah proses
pretreatment, desalinasi (menyediakan service water dan potabel water) dan
demineralisasi (menyediakan demin water untuk supply ke boiler). Adapun proses
water
treatment di PLTU Paiton Unit 7&8 dan Unit 3 sebagai berikut.
1. Pengolahan Air Pada Unit 7 dan 8

Gambar 2.18 Diagram Alir Water Treatment Plant Unit 7 dan 8

30
a. Inlet Mixing chamber
Air laut dari intake canal dialirkan menuju bar screen untuk
menghilangkan kotoran berlebih seperti sampah dan dialirkan ke drum screen
untuk menghilangkan ikan-ikan yang terikut dalam air. Selanjutnya, dengan nilai
conductivity sekitar 50.000 s/cm dialirkan ke inlet mixing chamber, tangka ini
terbuat dari beton dengan volume sebesar 28 m3 dan berukuran 2000mm x
2000mm x 3200 mm. Sebelum memasuki inlet mixing chamber air laut
diinjeksikan dengan ferri chloride yang berfungsi sebagai koagulan, polymer
sebagai flokulan dan sodium hypocloride untuk mengontrol jumlah bakteri dan
mikroorganisme dalam air dengan menonaktifkan sitoplasmanya. Tujuan dari
mixing chamber untuk memastikan bahwa semua bahan kimia yang diinjeksikan
tercampur rata dengan air laut sebelum air tersebut dialirkan ke DAF.

Gambar 2.19 Bar Screen


b. DAF (Dissolved Air Flotation)
DAF berfungsi sebagai pemisah kotoran dengan menggunakan aeration
flotation (bubling). Terdapat empat tangki DAF yaitu A, B, C dan D dengan dua
compartment pada tiap tangki. Prinsip DAF adalah mengkombinasikan antara
proses pemisahan flok dengan sistem flokulasi dan penyaringan air dengan
menggunakan sistem filtrasi dalam satu tangki. Selain itu tangki ini juga memiliki
dua saturation vessel A dan B, fungsinya menginjeksikan ribuan saturated bubles

31
yang berupa campuran antara air ( 10 – 15 %) dengan udara ke dalam tangki yang
bertujuan untuk memaksimalkan terjadinya proses flokulasi dalam tangki. Pada
filter DAF terjadi dua proses berbeda di dua tempat yang berbeda tetapi dalam

satu tangki, yaitu proses flokulasi dan filtrasi.

Gambar 2.20 Dissolved Air Flotation (DAF)

Proses flokulasi merupakan proses pertama yang terjadi pada permukaan


tangki, dimana koagulan-koagulan yang sudah terbentuk di mixing chamber
kemudian menyatu membentuk flok-flok yang besar dan terakumulasi di
permukaan tangki. Jika lapisan flok sudah tebal, lapisan ini kemudian akan
overflow ke sludge collecting dan kemudian dialirkan ke seawater scrubber.
Proses overflow dari lapisan flok ini disebut sistem desludge. Desludge dilakukan
tiap 1-2 jam pengoperasian atau tergantung dari tebal tipisnya lapisan flok yang
terbentuk. Sistem desludge menggunakan sludge cutting sprays, cara kerjanya
yaitu air dispray atau disemprotkan dari pinggir tangki dengan arah kanan ke kiri
sehingga lapisan flok terdorong menuju sludge collection sehingga flok yang
terkumpul akan ditangkap oleh scrubber. Spray ini diletakkan di perbatasan antara
air yang mengandung flok (permukaan) dan air yang tidak mengandung flok
(ditengah) fungsinya untuk membatasi antara air yang akan dibuang dengan air
yang akan mengalir melewati filter, sehingga flok-flok yang sudah terbentuk tidak
akan bercampur lagi dengan air yang akan melewati filter. Proses filtrasi terjadi di

32
bagian bawah tangki, air yang tidak mengandung partikel tersuspensi dialirkan
kebawah melewati gravity filter yang berupa kerikil, pasir dan antrasit, fungsinya
untuk menyaring air dari partikel tersuspensi yang masih tersisa, mikroorganisme
dan zat-zat organik. Dari sini air dikumpulkan ke Filtered Water Pit yang terletak
dibagian bawah in-filter DAF, selain akan dialirkan ke proses selanjutnya air ini
juga digunakan untuk suplai air di saturation vessel dan untuk backwash. Proses
backwash dilakukan setiap 24 jam sekali, biasanya backwash dilakukan setelah
desludge. Air saturation disemprotkan dari bawah lapisan filter dengan
menggunakan air scours blower berkapasitas 529 m3/jam @40 kPa, fungsinya
untuk melonggarkan lapisan kerikil, pasir dan antrasit yang tercampur dengan
partikel, setelah itu baru air dipompa dengan menggunakan backwash pump
berkapasitas 529 m3/jam @150 kPa dari filtered water pit untuk membersihkan
dan membawa partikel yang terakumulasi di filter tersebut, kemudian air hasil
backwash tersebut dialirkan ke seawater scrubber untuk pengolahan selanjutnya.

c. Polishing Filter
Setelah melalui filtered water pit air dipompa dengan menggunakan
polishing feed pump berkapasitas 249 m3/jam @ 500 kPa menuju polishing filter
tank. Terdapat lima buah polishing filter A, B, C, D dan E yang terbuat dari baja
yang dilapisi dengan anti korosif , berbentuk silinder horizontal berdiameter 2400
mm dengan panjang 4800 mm. Filter ini berupa lapisan pasir dan kerikil dengan
ketebalan 700 mm dan 100 mm, fungsinya untuk menghilangkan partikel
tersuspensi atau flok-flok yang masih terbawa dari filtered water pit. Disini filter
yang ada lebih halus daripada filter pada in-filter DAF sehingga pasir tidak akan
terikut. Backwash terjadi secara otomatis jika ada indikasi kenaikan nilai heat loss
dengan proses yang terjadi sama seperti backwash pada in-filter DAF. Setelah
melewati filter berupa pasior dan kerikil, air dialirkan ke SWRO.

33
Gambar 2.21 Polishing Filter

d. Catridge filter
Setelah melewati polishing filter, air masuk pengolahan tahap kedua yaitu
SWRO treatment, tetapi sebelum air dialirkan ke Reverse Osmosis, air difilter
sekali lagi di catridge filter. Terdapat enam buah catridge filter berupa baja
karbon berbentuk silinder berisi serabut filter berukuran 5 micron yang dijalin
menjadi lembaran filter seperti kain. Catridge filter ini merupakan ptoteksi
terakhir terhadap kontaminasi fisik berupa partikel tersuspensi dan zat-zat organik
yang terdapat dalam air sebelum air tersebut dialirkan ke Reverse Osmosis.
Sebelum memasuki catridge filter air diinjeksikan dengan sulfuric acid, sodium
bisulfit dan anti scalant. Penginjeksian sulfuric acid digunakan untuk mengontrol
pH air yang masuk ke filter agar selalu 7, sodium bisulfit untuk menghilangkan
kandungan klorin yang masih tersisa karena klorin dapat merusak membran RO,
sedangkan anti scalant untuk mencegah terjadinya kerak akibat pembentukan
deposit oleh zat organik pada membran RO karena kerak dapat mengurangi
efisiensi kerja RO. Seperti polishing filter, proses backwash pada catridge filter
juga menggunakan parameter head loss, hal ini dapat diketahui dari Differential
Pressure Transmitter. Jika terdapat kenaikan nilai head loss maka alarm akan
nyala dan mengidentifikasikan bahwa filter telah jenuh dan harus di backwash.
Tetapi jika waktu pemakaian sudah terlalu lama dan proses backwash sudah tidak
dapat diandalkan maka ini menandakan bahwa catridge filter harus diganti. Pada
outlet catridge filter terdapat pengukuran kualitas air yang akan memasuki RO
train yaitu redox meter, turbidity meter, conductivity meter, pH meter dan
residual chlorine meter. Hal ini dilakukan agar air yang masuk RO train memiliki
kualitas yang aman untuk membran RO. Jika ada satu parameter tersebut yang
nilainya tinggi dan dianggap tidak aman untuk dialirkan ke RO train, maka
dengan otomatis alarm akan menyala dan inlet RO train akan tertutup.

34
Gambar 2.22 Catridge Filter

e. Sea Water Treatment Osmosis (SWRO)


Sea Water Treatment Osmosis (SWRO) merupakan suatu sistem untuk
menjadikan air laut menjadi potable water maupun air yang diproses lagi sebagai
air umpan boiler. Pada kondisi ini air mengalami pembalik osmosis atau yang
disebut Reverse Osmosis. Air ini dilewatkan pada membran semipermeable yang
terbuat dari polyamiteide acid. Tekanan yang ada pada SWRO adalah 4200 kPa.
Air dinetralisir hingga 25 % dengan TDS (Total Dissolved Solid) sebesar 200
ppm.

Gambar 2.23 Reverse Osmosis Train

35
Reverse Osmosis Train yang digunakan berjumlah 2 yaitu A dan B.
Peralatan ini berisikan sebuah membran berbentuk gulungan spiral yang terbuat
dari lapisan film tipis polyamide yang panjangnya 1015 mm dan berdiameter 200
mm. Setiap train terdiri dari 30 pipa dipasang paralel dan setiap pipa terdiri dari
tujuh lapis film polyamide tiap train. Tiap train akan menghasilkan effluent air
bersih sebesar 35 % dari effluent catridge filter.
Untuk mengalirkan air menuju peralatan reverse osmosis memerlukan
tekanan yang besar, sehingga terdapat tiga buah RO feed pumps A, B dan C untuk
menaikkan tekanan air. Ketiganya merupakan Multistage High Pressure Feed
Pump dengan kapasitas rata-rata sebesar 295 m3/jam @4336 kPa. Tiap pompa
dapat berfungsi sebagai Turbocharger Energy Recovery dimana energinya didapat
dari reject water. Kecepatan air pada inlet RO sekitar 292,8 m3/jam dengan
tekanan awal sebesar 200 kPa kemudian dipompa dengan RO High Pressure
Pump dimana tekanan dinaikkan hingga menjadi 4336 kPa, terakhir air dialirkan
ke Turbocharger Pump, disini tekanan aliran air dari reject water yang masih
cukup besar (sekitar 191 m3/jam @ 6500 kPa) digunakan untuk menambah
tekanan air hingga 7000 kPa. Dari effluent yang dihasilkan terdapat dua macam
kualitas air, yaitu :
i) Permeate Water Permeate water memiliki nilai conductivity sebesar 200-
500 s/cm, dikumpulkan di SWRO Product Storage Tank kemudian
dipompa dengan Product Water Pump kapasitas 102,5 m3/jam @870 kPa,
menuju :
a. Service Water Air dikumpulkan di service water tank berkapasitas
11,356 m3, fungsinya adalah menyediakan air bersih bagi bermacam-
macam kebutuhan plant seperti flushing, pump seals, air heater wash,
fly ash conditioner dan kebutuhan lainnya yang tidak menggunakan
Potable Water. Selain itu Service Water juga terkadang digunakan
untuk menyuplai make-up demineralizing treatment jika SWRO
treatment tidak bekerja.
b. Potable Water Air ditampung dalam Potable Water Tank berkapasitas
39,75 m3, sebelum air diinjeksikan dengan sodium karbonat untuk
menaikkan pH ke pH netral 7, sedangkan sebagai desinfektan

36
digunakan larutan sodium hypoclorite untuk mengontrol bakteri dan
mikroorganisme yang masih terkandung dalam air. Potable water
digunakan untuk kebutuhan domestik plant sehari-hari seperti
administrasi building, simulator building, service bay, ware house
garage, dll.  Make-up Water Air dari SWRO treatment akan diolah
lebih lanjut di Make-Up Demineralized Treatment, hasil dari
pengolahan ini akan digunakan untuk Condensate Feed Water.
i) Reject Water memiliki nilai conductivity diatas 700 s/cm, tekanan dari air
ini digunakan untuk menambah tekanan pada RO Turbocharger Pump,
setelah itu dikembalikan ke proses awal Water Treatment Plant untuk
diolah ulang. Untuk membersihkan sisa-sisa air laut pada pipa RO, RO
feedpump, turbocharger pump dan inlet-outlet pipa RO digunakan system
flushing dengan menggunakan permeate water. Permeate water dipompa
dari flush inlet valve ke flush outlet valve dengan menggunakan RO flush
pump berkapasitas 48 m3/jam @ 355 kPa. Proses ini juga menghilangkan
supersaturated water yang tertinggal di membran dan meminimalkan
resiko terjadinya korosi ketika system tidak berjalan. Untuk membersihkan
membran RO dari mikro partikel yang tertinggal di membran atau bagian
internal lainnya dari RO filter (lapisan film polyamide), digunakan sistem
cleaning. Cleaning diperlukan jika efisiensi kerja RO filter berkurang 10%
f. Demin Water Reverse Osmosis (DWRO)
Demin Water Reverse Osmosis (DWRO) merupakan air hasil
proses SWRO yang diproses lagi untuk menjadi air umpan boiler. Proses
tahap ini sama dengan SWRO dengan tekanan 1500 kPa dan TDS sebesar
20 ppm.

Gambar 2.24 Demin Water Reverse Osmosis

37
 Make Up Catridge Filter
Ada 2 Make up catridge filter a dan b, terbuat dari stainless steel berbentuk
silinder sepanjang 316 mm yang berisi filter catridge berukuran 5 mikron.
Fungsinya sebagai proteksi terakhir akan kontaminasi fisik berupa partikel
tersuspensi dan za-zat organik yang terdapat dalam air sebelum air tersebut
dialirkan ke make up reverse osmosis. Proses pengolahan yang terjadi di make up
catridge filter sama seperti proses pengolahan di RO catridge filter, begitu pula
untuk proses backwash.

 Make Up Reverse Osmosis


Terdapat 2 make up reverse osmosis train A dan B, berupa membran
berbentuk gelembung gulungan spiral yang terbuat dari lapisan film tipis celluler
acetat yang panjangnya 1015 mm dan berdiameter 200 mm. Setiap train terdiri
dari 10 pipa dipasang parallel dan setiap pipa terdiri dari 7 lapisan film tipis
celluler acetat sehingga total terdapat 70 lapisan film tipis celluler acetat tiap
train. Air mengalir dari RO filter ke make up RO filter dengan kecepatan 87,2
m3/jam, kemudian keluar dengan kecepatan 13,1 m3/jam, reject water dengan
conductivity diatas 125 μS/cm dipompa ke filtered water pit untuk pengolahan
ulang. Sementara permeat water dengan conductivity 25-125 μS/cm ditampung di
RO permeat tank. Tangki ini adalah tangi tertutup berbentuk silinder, yang terbuat
dari plastik yang diperkuat dengan fiber glass dengan kapasitas 48 m3, diameter
3600 mm dan tinggi 5000 mm. Selanjutnya air tersebut akan dipompa ke mixed
bed demineraliser untuk pengolahan lanjut, selain itu air juga digunakan untuk
flushing RO train.

 Mixed Bed Demineraliser


Untuk mencapai nilai TDS yang sangat kecil pada RO permeat, maka
dilakukan proses demineralization dengan menggunakan 3 buah mixed bed
demineraliser. Mixed bed ini terbuat dari stainless steel dengan penambahan
lapisan plastik dan polypropylene pada bagian dalam, berbentuk silinder dengan
diameter 1800 mm dan tinggi 3800 mm, berkecepatan 74,1 m3/jam dengan
effluent sebesar 1778 m3. Dari RO permeat tank air dipompa ke mixed bed
demineraliser dengan menggunakan permeat pump dengan kapasitas 74 m3/jam

38
@ 653 kPa. Air dialirkan turun ke permukaan mixed bed ke mixed resin. mixed
bed resin terbuat dari polysyrene bed , didalam mixed resin terdapat resin anion
dan kation. Resin ini akan menghilangkan atau menangkap partikel terlarut seperti
Na, K, Cl, SiO2, dan lain-lain, sehingga menghasilkan kualitas air yang sangat
baik dan sesuai untuk high pressure boiler system. Effluent dari mixed bed
dialirkan dan ditampung di condensate storage tank untuk digunakan sebagai
condensate feed water dalam boiler system, hydrogen generator dan closed
cooling water make up.

Untuk prinsip kerja dan regenerasi sama dengan resin yang terdapat di
boiler polisher hanya berbeda pada mixed bed tidak terdapat penambahan
amoniac. Untuk backwash dan membuang air hasil regenerasi resin digunakan air
dari condensate storage tank yang dipompa dengan regeneration pump
berkapasitas 34 m3/jam @ 40 kpa, ke mixed bed air ini akan menghilangkan dan
membawa Sulphuric acid dan Caustic soda hasil regenerasi.

Gambar 2.25 Mix bed demineraliser

39
Gambar 2.26 Diagram Alir Water Treatment Plant Unit 3

2. Pengolahan Air Pada Unit 3


a. Dual Media Filter (DMF) Terdapat empat tangki DMF yaitu tangki A, B,
C dan D yang memiliki prisip gravitasi untuk menyaring air laut. Media
filtrasi di dalam peralatan DMF berupa pasir dan gravel. Sebelum air laut
masuk ke dalam DMF ditambahkan terlebih dahulu dengan NaOCl
(Sodium Hipokloride) dan koagulan (FeCl3). Fungsi penambahan NaOCl
adalah untuk mengontrol jumlah mikroorganisme dalam air laut dengan
cara disinfektan bakteri. Sedangkan koagulan yang ditambahkan
berfungsi untuk membentuk inti flok atau flok-flok kecil. Inlet dari DMF
berupa air laut dengan TDS >40.000 dan kadar Chloride (Cl) sebesar
18000 ppm. Effluent yang dihasilkan diharapkan mempunyai kadar Cl
0,2-0,3 ppm dan SDI <4. Through-put dalam DMF adalah 1700 m3, jika
keadaan tangki sudah jenuh secara otomatis akan terjadi back wash.

40
Proses back wash dilakukan dengan cara menyemprotkan udara dan air
dari bagian bawah peralatan.

Gambar 2.27 Dual Media Filter

b. Polishing Filter
Proses yang terjadi di polishing filter sama dengan pada DMF, namun
proses ini tidak ada penambahan bahan kimia. Media filter yang
digunakan yaitu pasir, antracite dan gravel. Effluent yang diharapkan
memiliki kadar chloride (Cl) sebesar 0,01-0,05 dan pH sebesar 6-7.
Selanjutnya effluent dari polisher filter akan ditampung di dalam filtered
water tank. Pada unit 3 terdapat empat jumlah polisher karena satu buah
DMF (Dual Media Filter) memiliki satu unit polisher. Proses back wash
akan terjadi secara otomatis setelah DMF sudah ter-back wash 6 kali.

Gambar 2.28 Polishing Filte

41
c. Filtered Water Tank
Hasil dari pretreatment ditampung di filtered water tank yang
terbuat dari beton. Dalam peralatan ini tidak terjdi reaksi dan kemudian
effluent dari filtered water tank akan dipompa oleh SWRO (Sea Water
Reverse Osmosis) feed pump untuk selanjutnya di proses di SWRO.

Gambar 2.29 Filter Water Tank

d. Cardridge Filter
Sebelum dialirkan ke SWRO (Sea Water Reverse Osmosis) terlebih
dulu air di lewatkan ke cardridge filter dan di cek SDI (Slit Density
Index). Terdapat tiga buah cardridge filter yaitu A, B dan C karena satu
cardridge filter digunakan untyuk satu SWRO. Cardridge filter berupa
baja karbon berbentuk silinder berisi serabut filter berukuran 5 mikron
yang dirangkai dalam silinder menjadi lembaran filter seperti kain. Dalam
cardridge filter terdapat penambahan zat kimia NaHSO3 (Sodium
Bisulfit) untuk menghilangkan kandungan Chloride dalam air,
Chloridedihilangkan karena dapat merusak membran dalam SWRO.
Selain itu juga ada penambahan asam sulfat (H2SO4) untuk mengontrol
pH air 6 - 7,3. Prinsip kerja cardridge filter adalah air masuk dan akan
menembus serabut filter, sehingga pengotor-pengotor akan tertahan di
serabut filter tersebut. Sehingga akan dihasilkan air dengan konduktivitas
lebih rendah yaitu sekitar 47,3 mS/cm. Sedangkan reject water (air sisa
cardridge filter) akan di alirkan ke waste water pit untuk diolah di

42
WWTP (Water Water Treatment). Sebelum air produk di alirkan ke
SWRO akan diukur kualitasnya menggunakan SDI, pH meter, Residual
Chloride Meter dan Redox meter. Hal ini dilakukan agar air yang akan
masuk reverse osmosis memiliki kualitas yang aman dan tidak akan
merusak membran. Jika ada salah satu parameter yang nilainya melebihi
standar air masuka ke reverse osmosis, maka alarm akan otomatis
menyala dan aliran menuju reverse osmosis akan tertutup. Air yang
memenuhi standar akan dialirkan ke SWRO dengan penambahan biocide
untuk mengontrol jumlah mikroorganisme dengan cara disinfektan
bakteri. Proses pemompaan ke SWRO diklakukan dengan menggunakan
Pressure Exchanger Pump agar tekanan dalam air meningkat maksimal
6,9 mPa (biasanya tekanan air sekitar 4,9 mPa).

Gambar 2.30 Cardridge Filter

e. SWRO (Sea Water Reverse Osmosis)


SWRO (Sea Water Reverse Osmosis) merupakan sistem untuk
menjadikan air laut menjadi air tawar (proses desalinasi). Pada kondisi ini
air mengalami pembalikan osmosis, air di lewatkan dalam suatu membran
semipermeable yang terbuat dari polyamiteide acid. Air laut akan
dinetralisis hingga 25% dengan TDS (Total Dissolved Solid) sebesar 200
ppm. Pada Unit 3 PLTU Paiton menggunakan tiga buah SWRO yaitu A,
B dan pada setiap SWRO memiliki 16 vessel dimana setiap vessel
memiliki 5 membran. Air akan masuk ke dalam vessel secara seri, air

43
dengan konsentasi lebih rendah akan dapat dengan mudah melewati
membran dan menjadi produk. Sedangkan air dengan konsentrasi dan
konduktivitas tinggi tidak dapat menembus membran dan akan keluar
menjadi air buanagan (reject produk) dan dialirkan ke waste water pit
untuk diolah di WWTP. Air buangan ini memiliki konduktivitas yang
tinggi yaitu sekitar 59000µS/cm. Sedangkan air produk SWRO memiliki
konduktivitas sebesar 40-80µS/cm. Selama melewati SWRO pH lair akan
turun menjadi 5-5,9. Satu peralatan SWRO akan menghasilkan produk
(effluent) sebesar ± 35% dari effluent catridge filter.

Gambar 2.31 Sea Water Reverse Osmosis

f. Product Water Tank


Air produk hasil SWRO akan ditampung dalam product water tank
untuk diproses menjadi service water dan make-up demineralization.

44
Gambar 2.32 Product Water Tank

i) Service Water Air untuk service water memiliki syarat yaitu memiliki
pH 7-9. Sehingga untuk menaikkan pH, air dilewatkan limestone filter
yang berisikan batuan seperti kerikil dengan sifat basa. Setelah air
melalui limestone pH akan meningkat, namun jika pH belum
memenuhi standar maka secara otomatis akan terjadi penambahan
soda ash ( Na2CO3) agar pH meningkat.
Setelah pH sesuai dengan syarat yang dapat dialirkan ke service water
tank, selama air melalui perpipaan menuju service water tank terjadi
penginjeksian corrotion inhibitor (Zink Fosfat) untuk melapisi pipa
agar tidak berkarat. Penambahan Zink Fosfat akan menurunkan pH
sebesar 0,1- 0,2. Fungsi air service ini adalah untuk kebutuhan di plant
seperti flushing, seal water, heater wash water, bottom ash make-up,
pyrite sluice water, fly ash conditioner, dll.

45
Gambar 2.33 Servise Water Tank

ii) Make-up Demineralization Water


Air hasil SWRO di alirkan menuju FWRO (Fresh Water Reverse
Osmosis) untuk proses desalinasi kembali sebelum dijadikan air
demin.

g. FWRO (Fresh Water Reverse Osmosis)


Air masuk ke FWRO dengan cara dipompa dengan tiga peralatan
pompa A, B dan C. Ketiga pompa adalah multistage high pressure
feed pump dengan kecepatan aliran 584 m3/detik. Peralatan FWRO
memiliki 2 fase dengan 12 vessel di masing-masing fase. Air hasil
SWRO akan masuk pada fase pertama dengan tekanan tinggi, sehingga
produk berupa air dengan konduktivitas rendah sekitar 11 µS/cm akan
diperoleh. Sedangkan air buangaan (reject water) memiliki
konduktivitas < 100 µS/cm masih memenuhi syarat air masuk FWRO
akan di proses pada fase kedua. Air hasil fase kedua akan di jadikan
satu dengan produk fase pertama di permeate tank. Sedangkan air
buangan (reject water) fase kedua dengan konduktivitas > 2600 µS/cm
akan di alirkan ke waste water pit untuk diolah di WWTP.

46
Gambar 2.34 Fresh Water Reverse Osmosis
h. Permeate Water Tank
Produk dari FWRO di tampung di permeate tank dan akan
ditambahkan H2SO4 (Asam Sulfat) jika pH > 5. Air dalam permeate
tank akan diproses menjadi potable water dan make-up condensat
water (demin water)
i) Potable Water Produk FWRO di lewatkan limestone filter untuk
menaikkan pH dari larutan 7-9. Jika pH yang diinginkan belum
tercapai maka secara otomatis akan terjadi penginjeksiaan Soda
Ash (Na2CO3) untuk menaikkan pH larutan. Setelah pH larutan
tercapai maka ditambahkan NaOCl (Sodium Hypocloride) untuk
mengontrol jumlah mikroorganisme dengan cara disinfektan
bakteri. Penggunaan potable water ini untuk kebutuhan domestik
plant sehari-hari sepperti Administrasi Building, Simulator
Building, Servicee Bay, Ware House,dll.
ii) Make-Up Condensat Water (Demin Water)
Produk FWRO paling utama digunakan sebagaiumpan untuk
menghasilkan air demineral sebagai air umpan untuk boiler.
Penggunaan air demineral adalah untuk mengurangi resiko korosi
pada peralatan selama proses produksi.

47
i. Degasifier
Sebelum air masuk ke dalam mixed bed, maka air harus di hilangkan
terlebih dahulu gas-gasnya seperti CO2 dan O2. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi konduktivitas dari air dan meringakan kerja dari mixed bed
dalam melakukan pertukaran ion. Sebelum air masuk ke dalam mixed bed,
maka air harus di hilangkan terlebih dahulu gas-gasnya seperti CO2 dan
O2. Hal ini bertujuan untuk mengurangi konduktivitas dari air dan
meringakan kerja dari mixed bed dalam melakukan pertukaran ion.

Gambar 2.35 Degasifier

j. Mixed Bed
Dalam peralatan mixed bed terdapat anion dan kation resin untuk
digunakan dalampertukaran ion. Ion positif akan ditukar dengan ion
H+ yang dimiliki kation resin dan ion negatif akan ditukarkan dengan
ion OH- yang dimiliki anion resin,. Sehingga hasil dari mixed bed akan
diperoleh H2O (air murni) yang tidak mengandung mineral. Produk
dari mixed bed memiliki konduktivitas ±0,058 µS/cm dan pH 4,8-5.
Through-put dalam mixed bed adalah 10.000 m3, Jika keadaan tangki
sudah jenuh secara otomatis akan terjadi regenerasi. Proses regenerasi
dilakukan dengan cara menginjeksikan NaOH dan H2SO4. Air sisa

48
back wash dalam proses regenerasi dialirkan ke demin waste pit untuk
dilakukan pH balance (pH 7-9) dan kemudian dikirim ke WWTP
untuk diolah.

Gambar 2.36 Mixed Bed

k. Condensat Water Tank


Condensat Water Tank digunakan untuk menampung air demineral
dengan kapasitas 4032 m3. Selanjutnya air ini dapat digunakan untuk
air umpan ke boiler.

Gambar 2.37 Condensat Water Tank

49
2.1.6 Pengolahan Air Limbah PLTU Paiton Unit 3, 7 dan 8
Setiap proses dalam suatu industri menggandung limbah yang tidak boleh
langsung di buang ke lingkungan. Sehingga limbah dari PLTU Paiton Unit 3, 7
dan 8 pun harus melalui serangkaian proses untuk di treatment dan selanjutnya
dapat dibuang ke lingkungan jika air limbah oalahan memenuhi syarat baku mutu
air. Proses pengolahan air limbah yang dilakukan PLTU Paiton Unit 3, 7 dan 8
dapat dilihat pada Gambar 2.34. .Limbah yang diolah di WWTP di tampung
menjadi satu di equalization basin. Adapun sumber limbah (influent) WWTP ini
berasal dari 5 sumber yaitu :
i) Run off pond
Limbah yang berasal dari ash dipossal, karena adanya air hujan atau air
pencucian yang berkontak dengan batu bara. Limbah ini di alirkan dengan
menggunakan pipa 6 inch menuju equalization basin.
ii) Turbin sump pit
Biasanya disebut juga chemical sump pit yaitu limbah yang berasal dari
proses regenerasi dalam unit 3, 7 dan 8. Limbah ini di alirkan dengan
menggunakan pipa 8 inch menuju equalization basin.
iii) Retention basin
Limbah yang berasal dari hasil proses samping di area produksi seperti
dari sisa pencucian alat, air di area turbin dan air di coal plant pond.
Limbah ini di alirkan dengan menggunakan pipa 16 inch menuju
equalization basin.
iv) Sanitary plant
Limbah yang berasal dari domestik (limbah domestik). Limbah ini di
alirkan dengan menggunakan pipa 4 inch menuju equalization basin.
v) WWTP building sump
Limbah yang berasal dari treatment di WWTP yang kualitasnya belum
memenuhi standar untuk bisa di buang ke lingkungan. Limbah ini
dialirkan dengan menggunakan pipa 8 inch menuju equalization basin.

50
Gambar 2.38 Flow Diagram Waste Water Treatment Plant PLTU Paiton Unit 3,7 dan 8

51
a. Equalization Basin
Equalization basin berfungsi sebagai tempat pengenceran limbah
secara natural dan dalam equalization basin terdapat aerator untuk menyuplai
udara dan menghomogenkan campuran beberapa limbah. Peralatan ini
memiliki debit sebesar 140 m3/jam dengan waktu tinggal selama tujuh hari
tanpa proses. Limbah dari PLTU Unit 7&8 dan unit 3 dialirkan melewati pipa
berbahan stainless steel melalui bawah tanah dan menggunkan butterfly valve
sebagai krannya dengan menggunakan motor otomatis untuk membuka valve
tersebut. Selanjutnya dialirkan ke dua basin yaitu A dan B. Namun saat ini
hanya digunakan basin A saja, karena basin B sedang tahap pembersihan
lumpur. Dari equalization basin dialirkan ke aeration tank menggunakan pipa
12 inch dengan butterfly valve dan limbah kemudian di pompa dengan
sentrifugal pump, ada 3 buah pompa sentrifugal yang digunakan A, B dan C.
Namun yang digunakan hanya 1 pompa, sedangkan yang lainnya sebagai
cadangan. Setelah dipompa air limbah akan melalui check valve agar air
limbah tidak dapat kembali lagi ke awal setelah dipompa.

Gambar 2.39 Equalization Basin

b. Aeration Tank
Proses aerasi didalam aeration tank adalah untuk menyuplaikan udara
agar menghomogenkan limbah dan mengoksidasi logam berat seperti besi dan
mangan agar nilai COD (Chemical Oxygen Demand) dalam limbah berkurang.

52
Udara yang digunakan selama proses aerasi diperoleh dari dua buah blower A
dan B dengan spesifikasi 720 m3/hr @59 kPa tiap blower. Namun blower
yang dioperasikan hanya satu sedangkan yang lainnya sebagai cadangan.
Tangki aerasi ini berbentuk silinder dengan bahan baja berlapis bahan anti
korosi dengan volume tangki sebesar 76,45 m3, diameter 5,2 m dan tinggi
tangki 4,05 m. Untuk mempermudah aliran secara gravitasi menuju flocculant
tank, tangki ini dibangun dengan ketinggian 5,930 m dari permukaan tanah.
Sebelum masuk aeration tank pH air limbah dilakukan pengecekan
dengan pH meter untuk mengontrol penambahan basa, sehingga dalam
aeration tank terdapat proses penambahan NaOH (soda caustic) dengan
konsentrasi 50% untuk menaikkan pH air limbah sampai pH > 9. pH limbah
dijaga basa agar mempermudah terbentuknya flok saat di tambahkan koagulan
karena logam lebih mudah terendapkan. Terdapat tiga caustic soda tank A, B
dan C berbentuk silinder dari bahan stainless steel dengan total volume 34,16
m3, diameter 3,5 m dan tinggi 3,75 m. Selain penambahan NaOH, juga
ditambahkan biocide dengan tidak continue, karena biocide digunakan hanya
untuk membunuh mikroorganisme yang berada dalam air limbah. Adanya
mikroorganisme yang berlebih akan membentuk nitrit pada grafity filter
sehingga akan menurunkan pH menjadi asam. Kondisi pH yang asam akan
sulit ditangani di pH Trimp Tank.
Sebelum ditambahkan koagulan (PAC atau Poly Aluminium Chloride)
dan flokulan (polimer), pH dari air limbah harus dicek dengan pH meter agar
mengetahui pH yang diinginkan sudah tercapai atau belum tercapai (pH > 9).
Setelah pH tercapai ditambahkan koagulan seperti PAC dengan konsentrasi
1%, namun yang biasa digunakan adalah organic coagulant seperti ferri
sulfat. Koagulan berfungsi untuk membentuk inti flok (flok-flok kecil).
Kemudian ditambahkan flokulan (polimer) sebelum menuju flocculant tank
untuk membentuk flok-flok besar. Selanjtnya air limbah secara grafitasi akan
menuju flocculant tank.

53
Gambar 2.40 Aeration Tank

c. Flocculant Tank
Tangki flokulan berbentuk silinder dengan bahan dasar baja yang
antikorosif memiliki volume 19,88 m3, diameter 2,25 m dan tinggi 3,2 m.
Dalam tangki ini air limbah akan mengalami proses flokulasi karena
penambahan polimer di tangki aerasi sebelumnya. Proses yang terjadi yaitu
partikel tersuspensi akan bergabung dengan partikel koloid menggunakan
prinsip gaya tarik muatan antar partikel. Selain itu juga ada penambahan
sludge dari lamella clarifier tank untuk membantu terjadinya flok yang lebih
besar. Pada tahap ini diharapkan semua logam berat dalam air limbah sudah
terendapkan semua. Setelah itu air limbah dialirkan ke lamella clarifier secara
gravitasi.

Gambar 2.41 Flocculant Tank

54
d. Reaction Tank
Alat ini disebut juga Sulphite Reaction Tank yang memiliki volume
sebesar 60,79 m3 dengan diameter 3 m dan tinggi 8,8 m bahan baja anti
korosi. Tangki Sulfit berjumlah dua yaitu A dan B. Dahulu air limbah dalam
alat ini ditambahkan bahan sulfit untuk menghilangkan logam-logam berat
untuk menghilangkan nikel, timah dan tembaga. Tangki ini memiliki ventilasi
udara untuk membuang gas-gas berbahaya langsung ke udara bebas. Namun
saat ini WWTP PLTU Paiton Unit 7&8 dan unit 3 tidak menggunakan injeksi
sulfit, karena kandungan logam dalam air limbah sedikit atau biasanya tidak
ada. Sehingga tangki ini hanya sebagai bye pass saja sebelum masuk ke
lamella clarifier.

Gambar 2.42 Reaction Tank

e. Lamella Clarifier Tank


Proses dalam lamella clarifier adalah proses pemisahan sludge dengan
air hasil olahan. Tangki lamella clarifier berbentuk silinder baja anti korosif
bervolume 118,2 m3 dengan diameter 4,100 m dan tinggi 9,1 m. Tangki ini
berbentuk seperti tumpukan lempengan segitiga (lamella), dengan saluran
horizontal clear liquid collector pada puncak bagian lempengan. Ujung

55
saluran tersebut terdapat lubang inlet yang berhubungan dengan vertical
collector duct.
Air limbah dilewatkan dalam lamella dan kemudian bagian partikel
tersuspensi dengan adanya gaya gravitasi bumi dan kemiringan lamella akan
turun ke bawah. Sedangkan air yang sudah bersih akan masuk dan mengisi
saluran horizontal clear liquid collector dan ditampung di vertical collector
untuk diendapkan. Sehingga dapat dipastikan tidak ada partikel tersuspensi
yang masih terikut. Air yang sudah bersih akan menuju ke collecting launder
dengan cara over flow pada vertical collector.
Air limbah kemudian diumpankan ke dalam gravity filter flow splitter
utnuk pembagian ke grafity filter tank. Sludge hasil dari lamella clarifier
kemudian dipompa dan ditekan menuju sludge outlet oleh slow moving
rotating arm. Sludge yang dihasilkan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu
dialirkan dengan sludge recirculation pump menuju flocculation tank dan
sludge sisanya dipompa dengan sludge blown down pump menuju sludge

holding tank.
Gambar 2.43 Lamella Clarifier Tank

f. Grafity Filter Tank


Peralatan grafity filter yang digunakan berjumlah empat unit
berkompartemen ganda, sehingga sebelumnya aliran air limbah harus melalui

56
splitter box untuk membagi arah aliran air. Filter ini berbentuk seperti silinder
berputar dengan bahan baja yang dilapisi dengan lapisan anti korosi. Tangki
ini berdiameter 3,35 m dengan tinggi 6 m. Kompartemen pertama berisi air
pengolahan dan air untuk backwash, sementara kompartemen kedua berisi
media pasir setebal 0,9 m.
Prinsip kerja alat ini menggukan prinsip gravitasi, sehingga padatan
dalam air limbah akan tertinggal di rongga dalam media filter. Untuk waktu
proses yang lama akan membuat pori-pori atau rongga dalam media akan
semakin berkurang, hal ini akan mengakibatkan proses pengolahan tidak
berjalan dengan baik. Sehingga dilakukannya back wash atau pencucian
terbalik untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor yang menyumbat
pori-pori media filter. Proses backwash dilakukan dengan mengkosongkan
unit filter dan kemudian menghembuskan udara dari bagian bawah alat selama
5 menit, fungsinya untuk merenggangkan jarak antar padatan dalam media
filter. Selanjutnya dialirkan air dari bagian bawah menuju ke atas untuk
mengangkat kotoran-kotoran yang ada. Back washing dilakukan hingga air
terletak kira-kira 0,2 m di atas media filter. Air hasil back washing
dikeluarkan melalui pipa drain dan dialirkan ke equalization basin untuk
diolah kembali.

Gambar 2.44 Grafity Filter Tank

57
g. pH Trim Tank
pH trim merupakan silinder dengan total volume 19,07 m3 dengan
diameter 3,4 m dan tinggi 2,4 m. Sebelum air dapat di buang ke lingkungan
(air laut), terlebih dahulu air dilewatkan pH trim tank untuk diatur pH air
menjadi 7-9. Hal ini dilakukan karena sebelumnya banyak terjadi penambahan
NaOH, sehingga sifat air hasil olahan masih bersifat basa (pH > 9). Untuk
mengontrol pH agar sesuai dengan standar bakumutu air buangan, maka
ditambahkan larutan H2SO4 (asam sulfat) untuk menurunkan pH larutan.
Air yang telah memenuhi standar akan terbaca secara otomatis pHnya
di pH meter dan dapat langsung dialirkan menuju seawater scrubber dan
dialirkan kembali ke laut melalui discharge canal. Sedangkan air di bawah
standar baku mutu akan dialirkan ke WasteWater Treatment Plant (WWTP)
Building Sump untuk diolah kembali. Adapun standar baku mutu air
berdasarkan keputusan menteri lingkungan hidup Republik Indonesia No. 363
Tahun 2013 tentang Izin Pembuangan Air Limbah ke Laut PT Paiton Energy-
PLTU Paiton Swasta Unit 7 dan Unit 8 dengan Kapasitas 2x615 MW adalah
sebagi berikut.

Gambar 2.45 pH Trim Tank

58
Tabel 2.1 Tabel Baku Mutu Air Limbah PLTU Paiton Unit 7 dan 8
Baku Mutu Beban
Pencemaran
No Kadar
Parameter Satuan Paling Tinggi
Maksimum
(kg/tahun)
1 pH - 6-9 -
2 TSS Mg/L 100 903.000
3 Minyak dan Lemak Mg/L 10 143.000
4 Klorin Bebas (Cl2) Mg/L 0,5 9.100
5 Kromium Total (Cr) Mg/L 0,5 9.100
6 Tembaga (Cu) Mg/L 1 14.000
Baku Mutu Beban
Pencemaran
No
Kadar Paling Tinggi
Parameter Satuan
Maksimum (kg/tahun)
7 Besi (Fe) Mg/L 3 36.000
8 Seng (Zn) Mg/L 1 18.000
9 Phosfat (PO4-) Mg/L 10 181.000

h. Sludge Holding Tank


Hasil sludge dari lamella clarifier selain sebagian dialirkan ke
flocculant tank juga di tampung di sludge holding tank. Tangki ini berdiameter
5 m, tinggi 4,3 m dilengkapi penyangga setinggi 2,37 m dan dengan
kemiringan dasar tangki 1,76 m. Dalam peralatan ini sludge yang masih
berbentuk encer (masih banyak mengandung air) ditambahkan polimer
(flokulan) dan asam sulfat dengan disertai pengadukan continue selama 4 jam
untuk membentuk sludge yang lebih padat.

59
Gambar 2.46 Sludge Holding Tank
i. Filter Press
Hasil dari sludge tank di pompa ke belt press flocculation tank
menggunakan duty belt press feed pump. Dalam filter press ini sludge ditekan
dan didapatkan hasil sludge kering (cake). Pada alat filter press ini terdapat
dua jenis peralatan pompa dengan kapasitas 22,7 m3/h masing-masing
berkekuatan 50 kPa. Air hasil penyaringan di kembalikan ke equalization tank
untuk diolah.

Gambar 2.47 Filter Press

60
2.1.7 Ammonia Recovery Plant
Ammonia Recovery Plant merupakan plant yang di khususkan sebagai
pengolahan air limbah yang memiliki kandungan ammonia.
a.Tangki penampung (TK-500)
Tangki penampung ini menampung air hasil proses yang berasal dari
regenerasi condensate polisher dari unit 3 dan 7/8. Tangki ini dapat
menampung limbah ammonia dengan kapasitas 4500 m3. Air limbah
yang ditampung memiliki kadar ammonia dengan rentang 1000-4500
ppm dengan pH=9.
b. pH and Temperature Adjustment Tank
air limbah ammonia memasuki proses utama dalam ammonia recovery
plant harus memiliki kriteria pH dan suhu tertentu yang akan
dikondisikan dalam pH and Temperature Adjustment Tank, yang
merupkan tangki untuk memgkondisikan air limbah berada pada pH 11,5
dan suhu 62’C. karena pada kondisi tersebut reaksi dapat berjalan secra
optimum untuk menguraikan gas ammonia dan ammonium hidroksida.
c. R-CAST System Tank
Dalam tangki ini air limbah ammonia melewati proses utama, yaitu
memisahkan gas ammonia yang terkandung dalam limbah. Prinsip kerja
dari alat ini hamper sama dengan prinsip distilasi. Gas ammonia yang
memiliki titik didih lebih rendah dari air akan menguap menjadi distilat
yang akan dikondesansikan menuju venture dan di tampung pada
Aqueous Ammonia Storage Tank. System dalam R-CAST setiap proses
running membutuhkan waktu 20 menit dalam keadaan vakum. Setelah
20 menit bottom product akan di transfer ke tangki umpan membrane
contractor.
d. Ventury Vacuum System
Ventury digunakan untuk mempertahankan vakum dari R-CAST System
Tank dan mengekstrak ammonium hidoksida yang terkondensasi dari R-
CAST System Tank menuju Ammonium Hydroxcide Recovery Tank

61
hingga mencapai level tertentu. Saat high level tercapai secara otomatis
akan di transfer menuju Aqueous Storage Tank.
e. Aqueous Storage Tank
Merupakan tangki penampung larutan ammonium hidoksida dengan
kapasitas tangki sebesar 5,6 m3.
f. Membrane Contractor
Merupakan system proteksi terakhir untuk limbah ammonia yang akan
dikirim ke tempat pembuangan limbah. Fungsi utamanya adalah
mengontakkan atau menangkap kandungan ammonia hasil dari bottom
product dari unit distilasi yang masih mengandung kadar ammonia yang
tinggi (>100ppm), sehingga output dari alat ini hanya mengandung kadar
ammonia sedikit (<10ppm).

Gambar 2.48 Ammonia Recovery Plant

2.1.8 Proses Produksi Sodium Hipoklorit


Electrochlorination adalah suatu metode produksi senyawa chlorine yaitu
NaOCl (sodium hypochlorite) dengan cara elektrolisis pada air laut. Proses
produksi sodium hypochlorite adalah menggunakan elektrolisa. Elektrolisa adalah
metode untuk menggunakan arus listrik searah untuk menggerakkan sebuah reaksi
kimia non-spontan. Elektrolisa seringkali digunakan untuk memisahkan unsur
kimia dalam suatu senyawa kimia dan atau untuk memicu reaksi untuk

62
membentuk senyawa kimia baru. Untuk kapasitas besar, diperlukan arus listrik
yang tinggi agar proses reaksi kimia menjadi efektif dan efisien. Pembuatan
Sodium Hipoklorit di PLTU Paiton Unit 3 dapat dilihat pada Gambar 2.49.

Gambar 2.49 Flow Diagram Pembuatan Sodium Hipoklorit (NaOCl) Unit 3


Air laut secara alami mengandung banyak senyawa terlarut dengan pH
sekitar 8 dan kadar salinitas 3%. Selain itu air laut juga mengandung beberapa ion
seperti ion magnesium, sulfur oksida, potassium, dll. Air laut akan melewati
anoda dan katoda (terbuat dari Platina) seperti pada Gambar 2.36 dan aliran listrik
DC dihubungkan terhadap alat generator agar terjadi proses elektrolisis. Saat
proses elektrolisis, chlorine akan dihasilkan pada permukaan anoda dan
menghasilkan gas chlorine. Sedangkan pada katoda akan menghasilkan caustic
soda (NaOH) dan gas hidrogen. Chlorine dan NaOH akan berkontak di antara
elektroda dan membentuk sodium hypochlorite (NaOCl). Dengan adanya aliran
arus listrik DC, maka air laut yang masuk kedalam cell akan terurai menjadi :
Anodic reaction : 2Cl- → Cl2 + 2e-
Cathodic reaction : 2Na+ + 2H2O + 2e- → 2NaOH + H2 (gas)
Reaction in the electrolyzer : 2NaOH + Cl2 → NaOCl + NaCl + H2O
Reaction total : NaCl + H2O → NaOCl + H2 (gas)
Selama proses elektrolisis juga dihasilkan produk samping berupa
Mg(OH)2 dan Ca(OH)2 yang akan terakumulasi di dalam generator elektrolisis
menjadi sebuah kerak atau scale. Untuk menghilangkan kerak tersebut dapat
dilakukan pembersihan menggunakan larutan asam (acid cleaning) yang

63
dilakukan tiap bulan. Larutan asam yang biasa digunakan adalah HCl yang
disirkulasi ke dalam generator elektrolisis menggunakan hydrochloric acid pump.
Larutan HCl (35% w/w) di dalam tangki penyimpanan akan dilarutkan dengan
menggunakan service water hingga di dapatkan larutan HCl dengan konsentrasi (5
– 6% w/w) . Setelah proses pembersihan dengan HCl selesai dilakukan, kemudian
generator elektrolisis dibilas dengan menggunakan air laut.

Gambar 2.50 Proses Elektrolisis Air Laut

2.1.9 Utilitas
Sistem utilitas suatu proses mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
mendukung operasi suatu proses. Sistem utilitas di PLTU Paiton unit 3 dan unit
7/8 mencakup:
1) Sistem penyediaan air proses
2) Sistem penyediaan steam
3) Sistem penyediaan listrik
1. Air Proses
PLTU Paiton unit 3 dan unit 7/8 memerlukan air untuk proses dimana air
diperoleh dari air laut. Sebelum dimasukkan dalam Boiler air terlebih dahulu
diolah melalui water treatment.
Water Treatment Plant di PLTU Paiton unit 3 dan unit 7/8 berupa sistem
Reverse Osmosis yang menyediakan air bersih untuk service water, potable water
dan make-up demineralized water untuk condensate feed water. Sistem ini dibagi

64
dalam tiga sistem pengolahan yaitu SWRO Pretreatment, SWRO Treatment, dan
Make-Up Demineralizing Treatment.
Sumber air baku berupa air laut yang didapat dari daerah kabupaten
Situbondo, sementara air buangan hasil pengolahan dibuang ke kabupaten
Probolinggo, ini disebabkan karena lokasi PLTU Paiton unit 3 dan unit 7/8 berada
di perbatasan Situbondo dan Probolinggo.
2. Steam
Steam merupakan salah satu utilitas yang sangat diperlukan untuk proses
produksi listrik. Steam digunakan untuk menggerakkan turbin yang memutar
generator dan menghasilkan listrik. Steam pada unit 3 dan unit 7/8 dihasilkan oleh
Boiler yang terdapat pada masing-masing unit.
Jenis boiler yang digunakan pada unit 3 dan unit 7/8 adalah Drum Type
Boiler yang memungkinkan adanya sirkulasi sebagian air dalam Boiler secara
terus menerus. Pengoperasian Drum Type Boiler yang efisien dana man sangat
tergantung pada sirkulasi air yang konstan di beberapa komponensteam circuit,
diantaranya Economizer, Steam Drum dan Boiler Water Circulating Pump (pada
unit 3 menggunakan steam drum tetapi menggunakan separator).
3. Listrik
Listrik yang digunakan pada unit 7/8 berasal dari listrik yang dihasilkan
generator berbahan bakar batubara dengan kapasitas 2x615 MW. Sedangkan unit
3 kapasitasnya 815 MW. Kedua unit ini beroperasi dengan rata-rata 83% capacity
factor pertahun, memproduksi listrik rata-rata 8.943.084 MW/tahun dan
mengkonsumsi batubara 4,3 juta Ton/tahun.

2.1.10 Keselamatan Kerja


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu bentuk
kebutuhan. Setiap upaya yang terkait dengan keselamatan dan kesehatan kerja
hanya akan berhasil jika kedua pihak yaitu perusahaan dan karyawan melakukan
kerjasama sinergis dan harmonis. Setiap pelaku harus bertekad dan berdisiplin
memperkecil terjadinya kecelakaan kerja. Perusahaan perlu memiliki tujuan
memerkecil kejadian kecelakaan kerja sampai nol.

65
a. Fire, Health & Safety
PT. POMI memiliki komitmen untuk menjaga Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) untuk menciptakan lingkungan kerja aman dan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya K3. Hal ini dilakukan untuk melindungi seluruh
pekerja, kontraktor dan pengunjung PT. POMI dari bahaya di tempat. Komitmen
tersebut diwujudkan dalam pelaksanaan managemen kesehatan dan keselamatan
kerja secara menyeluruh dengan melibatkan keaktifan seluruh karyawan dan
managemen.
PT. POMI telah menetapkan suatu prosedur sistem tanggap darurat untuk
mengidentifikasi dan menaggapi potensi kecelakaan dan situasi darurat lainnya.
Adapun sasaran dari timtanggap darurat ini adalah :
Membatasi pengaruh dari keadaan darurat terhadap para personil,
peralatan dan lingkungan.
Memastikan komunikasi yang cepat antar personil
Memudahklan pengembaliaan keadaan normal setelah terjadinya situasi
darurat
Melengkapi dasar dari training yang telah dikembangkan
Salah satu cara untuk memproteksi diri dari bahaya yang terjadi, setiap
pekerja,kontraktor dan pengunjung harus menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) ,adapun APD minimum yang harus digunakan adalah safety helmet, ear
plug, masker protection, sarung tangan, safety glasses dan safety shoes.
Tabel 2.2 Alat Pelindung Diri (APD)
Peralatan Safety Fungsi Gambar
Safety Helmet Melindungi kepala dari
benda yang jauh

66
Ear Plug Mengurangi noise di
lokal

Masker Protection Melindungi pernapasan


dari bahaya seperti debu
atau bau bahan kimia

Sarung tangan Melindungi tangan dari


bahaya

Safety Glasses Melindungi mata dari


bahaya

Safety shoes Melindungi kaki dari


bahan jatuh

b. Emergency Response Team (Tim Tanggap Darurat)


Tim tanggap darurat (ERT) merupakan salah satu komposisis dari lima
departemen yang ada di PT. POMI. ERT Core Team (CT) adalah kelompok
tersendiri yang merupakan trainer dari ERT sebagai commander pada waktu

67
penanganan keadaan darurat. Organisasi ERT berpusat di Production Shift
Supervisor, dimana ia mengetahui keadaan plant dengan baik untuk
memerintahkan jika terjadi situasi darurat atau disebut juga sebgai pengendali
darurat (Emergency Controller).
Pusat pengendalian keadaan darurat berada di Main Controller Room
(MRC). Semua informasi keadaan darurat diteruskan ke MCR melalui Emergency
Internal Telephone, Radio HT atau Paging System di area plant. MCR akan
memerintahkan pada ERT yang berada di grupnya untuk mengidentifikasi
keadaan darurat dan segera melakukan tindakan yang dibutuhkan. Apabila ERT
tidak dapat menangani keadaan tersebut, maka MCR akan meminta Core Team
untuk menanganinya. Core team memiliki peralatan seperti fire truck, alat
pelindung diri lengkap, peralatan pemadam api, alat bantu pernafasan, peralatan
tumpahan bahan kimia, dll. Saat kondisi darurat para karyawan di kumpulkan
dalam satu titik tertentu yang disebut Assembly Point, agar dapat dilakukan
pengecekan apakah seluruhkaryawan telah berkumpul atau masihada yang
terjebak di dalam gedung. Adapun titik Assembly Point sebagai berikut.
Dekat pintu masuk Admin
Building Dekat pintu masuk Plant
Unit 7&8 Dekat pintu masuk
Plant Unit 3
Setelah kondisi dinyatakan aman, maka akan segera dikembalikan ke
keadaan normal untuk diadakan evaluasi keadaan darurat. Sistem tanggap darurat
ini secara periodik dilakukan simulasi untuk menguji dan mempertahankan
kesiapan sistem serta personil secara keseluruhan untuk memberikan respon jika
terjadi keadaan darurat.

68
2.2 Aktivitas Kerja Lapangan
Berikut adalah aktivitas sehari-hari selama melakukan kegiatan Praktik
Kerja Lapangan di PLTU Paiton Unit 3 dan Unit 7/8.
a. Tsamara Amalia Audia
Pelaksanaan Prakerin Paraf
No
Tanggal Kegiatan Pembimbing
1 10 Juni - Pembuatan ID Card, safety .
2019 Induction, peminjaman APD oleh
Pak Kurniawan dan Bu Leni
- Pengenalan Laboratorium oleh Bu
Sri.
2 11 Juni - Materi PLTU secara umum oleh
2019 Pak erwan
- Materi unit 3 oleh Pak Roni
3 12 Juni - Kalibrasi ga detector dan sound
2019 oleh Bu Sri
- Tour ke unit 7 dan 8 oleh Pak
Erwan
4 13 Juni -Mengambil sampel di unit 7 dan 8,
2019 intake oleh Mas Aris
- Toeri cycle chemistry oleh
Pak Erwan
- Pengenalan Analisa TSS, IC,
dan RFC oleh Mbak Inay
- Membuat JSA pengambilan
sampel di intake canal
5 14 Juni - Mengambil hidrogen di unit 3
2019 oleh Bu Lia
- Analisa IC dan hydrogen dengan
Mas Aris

69
- Analisa GC dengan Bu Sri
- Materi Listrik oleh Pak Erwan
6 17 Juni - Mengambil sampel cycle
2019 chemistry ke unit 7 dan 8
dengan Mas Abed
- Analisa IC dengan Mbak Inay
7 18 Juni - Penjelasan WTP diunit 7 dan 8
2019 dengan Pak Zainal
- Penjelasan cycle chemistry unit 3
oleh Mas Ari dan Mas Septa
8 19 Juni - Tour dan penjelasan di WWTP
2019 oleh Mas Rizky
9 20 Juni - Mengambil sampel cycle
2019 chemistry di unit 7 dan 8
dengan Mbak Devi
- Analisa SO4, Cl, Na
menggunakan IC

10 21 Juni - Mengambil sampel SWRO,


2019 intake, discharge, OAB
dengan Mas Cahyo
- Analisa Phosphat influen dan
effluent
11 24 Juni - Penjelasan reaksi hematide
2019 dan magnetide di unit dengan
Pak Jo
- Materi korosi oleh Pak Erwan
12 25 Juni - Mengambil sampel
2019 cycle chemistry di unit 8
- Analisa silika, konduktivity, ph,

70
sulfat, Cloride dan sodium
menggunakan IC, AAS dan
Spectrometer
- Diskusi dengan Pak Erwan
13 26 Juni - Mengambil sampel
2019 cycle chemistry di unit 8
- Analisa silika, konduktivity,
ph, sulfat, Cloride dan sodium
menggunakan IC, AAS dan
Spectrometer
- Diskusi dengan Pak Erwan
14 27 Juni - Penjelasan di WTP unit 3 oleh
2019 Pak Bayu
- Materi scaling oleh Pak Erwan
15 28 Juni - Materi WTP di unit 7 dan 8 oleh
2019 Pak Zainal
- Materi WTP oleh Pak Erwan
1 Juli - Tugas khusus corrosion rate
2019 (meletakkan kertas pada corrosion
monitor di unit 3) dengan Mbak
16 Fitri
- Analisa sampel WWTP
(ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
17 2 Juli - Mengambil sampel influent dan -
2019 effluent dengan Mbak Fitri
- Analisa sampel WWTP
(ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
18 3 Juli - Mengambil kertas saring

71
2019 (corrosion rate ) di unit 3 dengan
Mas Aris
- Analisa corrosion rate
menggunakan AAS
- Diskusi hasil analisa dengan Pak
Erwan
19 4 Juli - Mengambil sampel intake,
2019 siluwel, OAB, DAFF di unit 3, 7
dan 8 dengan Mas Aris
- Analisa Fe dan TSS pada DAFF,
sulfat pada intake
- Tour ke Ash disposal dengan Pak
Erwan
20 5 Juli - Analisa sampel WWTP
2019 (ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
- Analisa oli dengan Mas Aris
21 8 Juli - Tugas khusus corrosion rate
2019 (meletakkan kertas pada corrosion
monitor di unit 7) dengan Mbak
Fitri
- Analisa cycle chemistry
menggunakan IC dan AAS
22 9 Juli - Menggambil cycle chemistry
2019 di unit 3 dan 7, mengambil
sampel SWRO, intake,
discharge, OAB dengan Mas
Aris
- Analisa cycle chemistry unit7
menggunakan IC
23 10 Juli - Mengambil kertas saring

72
2019 (corrosion rate ) di unit 7
- Analisa corrosion rate
menggunakan AAS
24 11 Juli - Analisa TSS pada DAFF
2019 - Analisa phospahat influent dan
effluent

25 12 Juli - Mengambil sampel intake dan


2019 OAB di unit 3 dengan Mas Aris
26 15 Juli - Tugas khusus corrosion rate
2019 (meletakkan kertas pada corrosion
monitor di unit 8) dengan Mas
Cahyo
- Analisa kadar, sodium, cloride
dan sulfat pada amonia
- Analisa CPP A, CPP C, CPP
out, CPP in
- Analisa sampel WWTP
(ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
27 16 Juli - Mengambil sampel
2019 cycle chemistry unit 7
- Analisa menggunakan IC
dan AAS
- Analisa Phosphat pada inffluent
dan efffluent
28 17 Juli Mengambil kertas saring (corrosion
2019 rate ) di unit 8
- Analisa corrosion rate
menggunakan AAS
-Mengambil sampel cycle

73
chemistry unit 8
- Analisa cycle chemistry (ph,
konduktivity, Na, Cl, SO4, dan
silika
29 18 Juli - Mengambil sampel intake,
2019 siluwel, OAB, DAFF di unit 3, 7
dan 8 dengan Mas Aris
-Analisa sodium pada OAB dan
intake, analisa phosphat pada
inffluent dan effluent
30 19 Juli - Penjelasan mengenai pre-
2019 treatment di unit 3 dengan Mas
Lubab
31 22 Juli - Kalibrasi ph, konduktivity, gas
2019 detektor (O2, CO dan CO2) dengan
Bu Sri
-Analisa TSS influent dan effluent
- Mengerjakan JSA water lab

32 23 Juli - Mengambil sampel intake, OAB,


2019 DAFF, dan amonia di unit 7 dan 8
dengan Mas Cahyo
-Analisa amonia unit 7 dan 8
33 24 Juli - Mengambil Sampel di OAB,
2019 intake, SWRO di unit 7 dan 8
dengan Mas Cahyo
- Analisa sodium pada OAB dan
intake
34 25 Juli - Mengambil sampel oli dan analisa
2019 oli dengan Mas Aris

74
- Mengambil sampel intake dan
OAB di unit 3 dengan Mas Cahyo
35 26 Juli - Mengambil hidrogen di unit 8
2019 dengan Mas Aris
- Mengambil sampel intake, OAB,
discharge dengan Mas Aris
- Mengerjakan laporan
36 29 Juli - Mengerjakan laporan
2019 - Analisa SO4 pada Intake canal
dan OAB
- Membuat reagen BaCL2
37 30 Juli - Mengerjakan laporan
2019 - Analisa SO4 pada Intake canal
dan OAB
-Analisa Fe, Cu, NH4, Cr dan NO3
pada Briggaan water
38 31 Juli - Mengerjakan Laporan
2019 - Konsultasi Laporan dengan
Pak Reza
- Analisa Ammonia
- Analisa Pospat pada influent
dan effluent
39 1 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
40 2 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
41 5 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
42 6 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019

75
43 7 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
44 8 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
45 9Agustus - Mengerjakan Laporan
2019

b. Naila Adiba
Pelaksanaan Prakerin Paraf
No
Tanggal Kegiatan Pembimbing
1 10 Juni - Pembuatan ID Card, safety .
2019 Induction, peminjaman APD oleh
Pak Kurniawan dan Bu Leni
- Pengenalan Laboratorium oleh Bu
Sri.
2 11 Juni - Materi PLTU secara umum oleh
2019 Pak erwan
- Materi unit 3 oleh Pak Roni
3 12 Juni - Kalibrasi ga detector dan sound
2019 oleh Bu Sri
- Tour ke unit 7 dan 8 oleh Pak
Erwan
4 13 Juni -Mengambil sampel di unit 7 dan 8,
2019 intake oleh Mas Aris
- Toeri cycle chemistry oleh
Pak Erwan
- Pengenalan Analisa TSS, IC,
dan RFC oleh Mbak Inay
- Membuat JSA pengambilan
sampel di intake canal

76
5 14 Juni - Mengambil hidrogen di unit 3
2019 oleh Bu Lia
- Analisa IC dan hydrogen
dengan Mas Aris
- Analisa GC dengan Bu Sri
- Materi Listrik oleh Pak Erwan
6 17 Juni - Mengambil sampel cycle
2019 chemistry ke unit 7 dan 8
dengan Mas Abed
- Analisa IC dengan Mbak Inay
7 18 Juni - Penjelasan WTP diunit 7 dan 8
2019 dengan Pak Zainal
- Penjelasan cycle chemistry unit 3
oleh Mas Ari dan Mas Septa
8 19 Juni - Tour dan penjelasan di WWTP
2019 oleh Mas Rizky
9 20 Juni - Mengambil sampel cycle
2019 chemistry di unit 7 dan 8 dengan
Mbak Devi
- Analisa SO4, Cl, Na
menggunakan IC

10 21 Juni - Mengambil sampel SWRO,


2019 intake, discharge, OAB
dengan Mas Cahyo
- Analisa Phosphat influen dan
effluent
11 24 Juni - Penjelasan reaksi hematide
2019 dan magnetide di unit dengan
Pak Jo
- Materi korosi oleh Pak Erwan

77
12 25 Juni - Mengambil sampel
2019 cycle chemistry di unit 8
- Analisa silika, konduktivity,
ph, sulfat, Cloride dan sodium
menggunakan IC, AAS dan
Spectrometer
- Diskusi dengan Pak Erwan
13 26 Juni - Mengambil sampel
2019 cycle chemistry di unit 8
- Analisa silika, konduktivity,
ph, sulfat, Cloride dan sodium
menggunakan IC, AAS dan
Spectrometer
- Diskusi dengan Pak Erwan
14 27 Juni - Penjelasan di WTP unit 3 oleh
2019 Pak Bayu
- Materi scaling oleh Pak Erwan
15 28 Juni - Materi WTP di unit 7 dan 8 oleh
2019 Pak Zainal
- Materi WTP oleh Pak Erwan
1 Juli - Tugas khusus corrosion rate
2019 (meletakkan kertas pada corrosion
monitor di unit 3) dengan Mbak
16 Fitri
- Analisa sampel WWTP
(ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
17 2 Juli - Mengambil sampel influent dan -
2019 effluent dengan Mbak Fitri

78
- Analisa sampel WWTP
(ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
18 3 Juli - Mengambil kertas saring
2019 (corrosion rate ) di unit 3 dengan
Mas Aris
- Analisa corrosion rate
menggunakan AAS
- Diskusi hasil analisa dengan Pak
Erwan
19 4 Juli - Mengambil sampel intake,
2019 siluwel, OAB, DAFF di unit 3, 7
dan 8 dengan Mas Aris
- Analisa Fe dan TSS pada DAFF,
sulfat pada intake
- Tour ke Ash disposal dengan Pak
Erwan
20 5 Juli - Analisa sampel WWTP
2019 (ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
- Analisa oli dengan Mas Aris
21 8 Juli - Tugas khusus corrosion rate
2019 (meletakkan kertas pada corrosion
monitor di unit 7) dengan Mbak
Fitri
- Analisa cycle chemistry
menggunakan IC dan AAS
22 9 Juli - Menggambil cycle chemistry
2019 di unit 3 dan 7, mengambil
sampel
SWRO, intake, discharge, OAB

79
dengan Mas Aris
- Analisa cycle chemistry
unit7 menggunakan IC
23 10 Juli - Mengambil kertas saring
2019 (corrosion rate ) di unit 7
- Analisa corrosion rate
menggunakan AAS
24 11 Juli - Analisa TSS pada DAFF
2019 - Analisa phospahat influent
dan effluent

25 12 Juli - Mengambil sampel intake dan


2019 OAB di unit 3 dengan Mas Aris
26 15 Juli - Tugas khusus corrosion rate
2019 (meletakkan kertas pada corrosion
monitor di unit 8) dengan Mas
Cahyo
- Analisa kadar, sodium,
cloride dan sulfat pada amonia
- Analisa CPP A, CPP C, CPP out,
CPP in
- Analisa sampel WWTP
(ph,konduktivity,RFC, Cu, Fe, Cr,
Zn, NH3,PO4)
27 16 Juli - Mengambil sampel
2019 cycle chemistry unit 7
- Analisa menggunakan IC
dan AAS
- Analisa Phosphat pada inffluent
dan efffluent
28 17 Juli Mengambil kertas saring (corrosion

80
2019 rate ) di unit 8
- Analisa corrosion rate
menggunakan AAS
-Mengambil sampel cycle
chemistry unit 8
- Analisa cycle chemistry (ph,
konduktivity, Na, Cl, SO4, dan
silika
29 18 Juli - Mengambil sampel intake,
2019 siluwel, OAB, DAFF di unit 3, 7
dan 8 dengan Mas Aris
-Analisa sodium pada OAB dan
intake, analisa phosphat pada
inffluent dan effluent
30 19 Juli - Penjelasan mengenai pre-
2019 treatment di unit 3 dengan Mas
Lubab
31 22 Juli - Kalibrasi ph, konduktivity, gas
2019 detektor (O2, CO dan CO2) dengan
Bu Sri
-Analisa TSS influent dan effluent
- Mengerjakan JSA water lab

32 23 Juli - Mengambil sampel intake, OAB,


2019 DAFF, dan amonia di unit 7 dan 8
dengan Mas Cahyo
-Analisa amonia unit 7 dan 8
33 24 Juli - Mengambil Sampel di OAB,
2019 intake, SWRO di unit 7 dan 8
dengan Mas Cahyo

81
- Analisa sodium pada OAB dan
intake
34 25 Juli - Mengambil sampel oli dan
2019 analisa oli dengan Mas Aris
- Mengambil sampel intake dan
OAB di unit 3 dengan Mas Cahyo
35 26 Juli - Mengambil hidrogen di unit 8
2019 dengan Mas Aris
- Mengambil sampel intake, OAB,
discharge dengan Mas Aris
- Mengerjakan laporan
36 29 Juli - Mengerjakan laporan
2019 - Analisa SO4 pada Intake canal
dan OAB
- Membuat reagen BaCL2
37 30 Juli - Mengerjakan laporan
2019 - Analisa SO4 pada Intake canal
dan OAB
-Analisa Fe, Cu, NH4, Cr dan NO3
pada Briggaan water
38 31 Juli - Mengerjakan Laporan
2019 - Konsultasi Laporan dengan
Pak Reza
39 1 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
40 2 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
41 5 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
42 6 Agustus - Mengerjakan Laporan

82
2019
43 7 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
44 8 Agustus - Mengerjakan Laporan
2019
45 9Agustus - Mengerjakan Laporan
2019

2.3 Masalah yang Diambil


2.3.1 Latar Belakang Masalah
Boiler adalah salah satu alat utama yang paling penting di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Pada boiler, air digunakan sebagai fluida
kerja karena harganya murah dan mudah diperoleh. Jika air dipanaskan pada
tekanan dan suhu tinggi hingga menjadi uap (superheated steam), maka
volumenya akan meningkat sekitar 16000 kali beberapa volume air murni
(Tim LPL, 2013). Boiler terdiri dari berbagai macam sistem, beberapa
diantaranya adalah sistem air umpan (feed water system), sistem uap (steam
system), dan sistem bahan bakar (fuel system). Siklus air boiler merupakan
suatu mata rantai rangkaian siklus fluida kerja. Air di pompakan
menggunakan pompa air pengisi (boiler feed pump). Sebelum masuk
kedalam stream drum, air dipanaskan terlebih dahulu di Low Pressure
Heater , High Pressure Heater dan yang terakhir di Economizer.
Jenis air ada dua macam yaitu air tawar dan air laut. Dalam industri
Power Plant seperti di PLTU Paiton ini kebanyakan unitnya menggunakan
air laut. Keunggulann dari air laut adalah ketersediaanya sangat melimpah,
tersedianya secara gratis dan cocok untuk industri yang produksinya
kontinyu dan membutuhkan air yang banyak. Tetapi air laut juga memiliki
kelemahan apabila diolah terlebih dahulu yaitu banyak mengandung ion –
ion yang dapat menyebabkan terjadinya korosi dan scaling pada alat
sehingga menurunkan efisiensi proses. Pada paiton unit 3, 7 dan 8

83
menggunakan air laut yang sudah diproses terlebih dahulu, sehingga
mengurangi resiko terjadinya korosi dan scaling.
Agar korosi dan scaling tidak terjadi pada pipa-pipa di boiler maka,
air laut di proses terlebih dahulu di unit Condenser Polisher Plant (CPP).
Ada tiga metode umum yang digunakan untuk pengolahan air pada CPP.
Metode tersebut dipilih sesuai dengan jenis bahan pipa yang digunakan pada
boiler. Apabila pipa boiler menggunakan bahan campuran tembaga dan besi
(Mixed Metallurgy), maka metode pengolahan menggunakan Reducing All-
Vollatile Treatement [AVT(R)]. Apabila pipa boiler menggunakan bahan
All-Ferrous maka metode pengolahan airnya dapat menggunakan
Oxydazing All-Vollatile Treatmen [AVT(O)] atau Oxygenated Treatment
(OT).
Karena pada unit 7 dan 8 bahan pipa boilernya All-Ferrous maka
metode yang digunakan [AVT(O)]. Dengan metode [AVT(O)] maka air
yang digunakan untuk proses di boiler harus memenuhi syarat- syarat yang
telah di tentukan, salah satunya adalah kandungan Fe (besi) di feed water
boiler harus < 2 ppb. Untuk mengentahui kandungan Fe terlarut pada feed
water boiler (Economizer inlet) maka perlu dilakukan analisa Fe di
Economizer inlet. Apabila kandungan Fe di boiler terlalu tinggi, maka bisa
mengakibatkan boiler korosi dan bisa terjadi kebocoran pipa – pipa boiler
sehingga boiler trip atau mati.
Pada unit 3, pipa- pipa tersebut berbahan dasar besi, metode yang
digunakan adalah CWT (Combine Water Treatment). Metode tersebut
merupakan metode gabungan antara [AVT(O)] dengan OT (Oxygen
Treatment). Metode ini lebih efektif jika di lihat dari kurva korosi yang
dihasilkan dari treatment korosi (Dooley, 2002).
2.3.2 Ruang Lingkup Masalah
Air Proses yaitu Demineralized water yang akan menjadi air
umpan boiler. Melalui tahap metode proteksi korosi AVT dan OT, dengan
adanya penginjekkan ammonia juga oksigen sehingga, terjadi reaksi kimia
yang menghasilkan endapan Fe(OH)2, endapan ini akan larut terbawa arus

84
air sebagai economizer inlet. Dengan logam perpipaan berupa steel (Fe)
sehingga dilakukan pengukuran Fe terlarut menggunakan metode Corrosion
Monitor pada Economizer inlet PLTU Paiton Unit 3, 7 dan 8.

2.3.3 Tinjuan Pustaka


2.3.3.1 Pengertian Korosi
Korosi adalah dimana peristiwa logam kembali menuju keadaan
yang paling stabil. Proses tersebut salah satunya dibantu menggunakan
oksigen.
Semua korosi logam membutuhkan oksidasi logam dari keadaan
kurang stabil menjadi keadaan lebih secara termodinamika sebagai mineral
(oksida, karbonat, sulfat dan sulfit). Proses oksidasi membutuhkan elektron
untuk menghasilkan M2+ atau M3+. Proses oksidasi disebut dengan setengah
reaksi (Dooley, 2002).
Pada Unit 3, untuk melindungi korosif pipa-pipa tersebut
menggunakan NH4OH dan O2 pada treatmentnya. NH4OH membuat larutan
menjadi basa sehingga korosif yang dihasilkan berupa Fe3O4 akan menjadi
protektif lapisan lapisan tersebut. Karena sistem flow, guncangan, tekanan
dan sebagainya, terkandung sebagian dari Fe3O4 tersebut terlepas dan
terbawa oleh air dan lapisan yang terlepas tersebut akan tergantikan oleh
Fe3O4 yang baru. Karena ukuran dari lapisan yang baru terkadang tidak
sama, maka akan terjadi penumpukan lapisan Fe 3O4 pada lapisan lapisan
tersebut. Dengan menginjeksikan oksigen, maka akan terbentuk lapisan
Fe2O3 yang berukuran lebih kecil dari Fe3O4 dan akan masuk kedalam pori-
pori atau rongga – rongga pada Fe3O4 sehingga lebih protektif dalam
pelindungannya.
Pada unit 7 dan 8, untuk melindungi dari sifat korosif tersebut
menggunakan NH4OH yang membuat air menjadi basah, NH4OH
merupakan senyawa volatille karena dapat suasana basa, Fe 2+ dan Fe3+ yang
terlarut akan berikatan dengan O2 dan membentuk mangnetit berupa Fe3O4
yang akan menjadi proteksi bagi pipa besi tersebut. NH4OH tersebut hanya

85
berfungsi untuk menaikan ph saja karena sistem flow guncangan, tekanan,
dan sebagainya terkadang sebagian dari Fe3O4 tersebut terlepas dan terbawa
oleh air dan lapisan yang lepas tersebut akan tergantikan dengan Fe3O4 yang
baru. Karena ukuran dari lapisan yang baru terkadang tidak sama, maka
akan terjadi penumpukan lapisan Fe3O4 pada pipa – pipa tersebut kemudian,
NH4OH akan di recovery dari pengotor pengotor yang menempel dalam
ARP untuk digunakan kembali. Reaksi yang terjadi untuk pembuatan Fe3O4
adalah (Faustino, et al.,2008).
3Fe + 4H2O  Fe3O4 + 4H2(g)
Selain itu, CO2 dapat menyebabkan korosifitas. Jika CO2 larut
dalam air maka akan membentuk asam lemah berupa H2CO3 yang bersifat
korosif. Oleh karena itu fungsi dari NH4OH juga untuk menurunkan sifat
keasaman yang akan menurunkan terbentuknya H2CO3 . Reaksi yang terjadi
jika CO2 terlarut dalam air adalah (Aji, 2010)
CO2+H2O ↔ H2CO3
2.3.3.2 Pasivasi
Lapisan tipis produk korosi dapat terbentuk diatas permukaan
logam secara spontan, fungsinya adalah sebagai isolator dari reaksi oksidasi.
Lapisan tipis ini menyebabkan pasivasi. Pasivasi adalah ketahanan sifat
korosi terhadap logam yang mempunyai potensial diatas potensial kritis
yang berada pada daerah-daerah yang mempunyai daya korosi besar.
2.3.3.3 Diagram Pourbaix
Diagram pourbaix merupakan diagram potensial vs pH. Diagram
pourbaix menunjukan reaksi dan produk produk reaksi setelah kondisi
kesetimbangan tercapai. Pada diagram ini terdapat kondisi dimana secara
termodinamika tidak memungkinkan adanya korosi, sehingga dapat diatur
kondisi untuk menghindari terjadinya korosi. Ahli kimia Prancis
M.Pourbaix menemukan sebuah plot yang dinamai dengan namanya sendiri,
walaupun plot tersebut disebut juga diagram E֯ - pH dan diagram daerah
redominance. Diagram yang memperlibatkan kondisi-kondisi dimana logam
akan terkorosi, tidak terkorosi atau mengalami pasivasi dalam larutan

86
berpelarut air dapat disebut sebagai diagram pourbaix. Secara
termodinamika fenomena-fenomena korosi dapat didiskripsikan dalam
diagram hubungan antara E dengan pH (Diagram Pourbaix).
Dari diagram tersebut dapat dibagi menjadi 3 zona, yaitu :
a. Corrosion Zone (terjadi korosi), yaitu daerah reaksi pelarutan besi
yang terletak dalam daerah asam dan didaerah sempit dengan
kondisi basa.
b. Passivity Zone (tidak sedang terkorosi), yaitu daerah terbentuknya
selaput tak larut dipermukaan logam yang mengalami proses korosi
lebih lanjut.
c. Immunity Zone (tidak terjadi korosi), yaitu daerah yang secara
termodinamika keadaan sebagai logam adalah fase paling stabil.
Kegunaannya untuk memperkirakan arah reaksi spontan,
komposisi produk korosi dan perubahan lingkungan yang akan mencegah
atau menurunkan laju korosi.
(http://journal.fmipa.itb.ac.id/jms/article/viewFile/163/160)

Gambar 2.51 Diagram Pourbaix


Sumber : EPRI Cycle AVT Guidelines

87
2.3.3.4 Variabel-variabel yang mempengaruhi korosi
1. pH
Ketika air berada dalam keadaan asam (pH < 4) lapisan pelindung
pada pipa besi tidak akan terbentuk, sehingga laju korosi akan
meningkat. Pada pH sekitar 6-7,5 korosi masih terbentuk tetapi laju
korosinya akan menurun karena lapisan protective layer berupa
hydrate iron oxide terbentuk. pH yang optimum untuk pelapisan
adalah 9,2-9,6 jika diatas pH tersebut maka dapat terjadi korosi juga
disebabkan karena terlalu basa.
2. Oksidasi Terlarut
Semakin tinggi kadar oksigen yang terlarut, maka tingkat
korosifitas juga akan meningkat konsentrasi oksigen juga
mempengarui kompisisi film produksi korosi. Contohnya pada
service water system dengan konsentrasi oksigen sangat rendah.
3. Temperature
Temperature juga dapat mempengaruhi laju korosif. Semakin
tinggi temperature, maka korosifitas juga akan semakin tinggi. Jika
perbedaan suhu semakin jauh rentangnya maka laju korosi juga
dapat semakin besar. Tapi pengaruh suhu tidak berdampak langsung
terhadap korosifitas karena jumlah oksigen terlarut menurun seiring
dengan kenaikkan temperatur.
4. Laju Alir
Pada baja karbon, korosi umumnya akan meningkat dengan
meningkatnya laju alir, kemudian akan stabil pada laju alir yang
tinggi. pada laju alir yang tetap dan lambat, umumnya korosi akan
menurun. Pitting dapat juga terjadi, kenaikkan kecepatan fluida (10
ft/secon), efek konsentrasi yang membatasi transport ion logam dari
permukaan sehingga anoda dan katoda tidak akan terbentuk maka
Pitting akan berhenti. Pada kecepatan tinggi (>10ft/secon) efek
konsentrasi dalam fluida akan dihilangkan dan korosi dapat
terbentuk dengan cepat.

88
2.3.3.5 Produk Korosi Besi
Karat adalah proses oksidasi. Umumnya produk korosi besi adalah
Fe (OH)2, tetapi akibat oksigen dan air menghasilkan produk yang lain
dengan berbeda warna, antara lain :
1. Fe2O3.H2O (Hydrous Ferrous Oxide/Fe(OH)3
Produk korosi ini bewarna merah coklat dan biasa disebut Hematite.
2. Fe3O4 (“Hydrated Magnetite” atau Ferrous Ferrite, Fe2O3.FeO)
Produk korosi ini bewarna biru
3. Fe3O4 (“Magnetite”)
Produk korosi ini bewarna hitam.

Gambar 2.52 Hematite Gambar 2.53 Magnetite

2.3.3.6 Pengendalian Korosi pada Sistem Perpipaan dari Besi


Ketiga sistem pengolahan air umpan diatas dapat digunakan pada
sistem perpipaan yang seluruhnya terbuat dari besi. Prinsip All-Volatile
Treatment (AVT) adalah menaikkan pH air umpan selama aliran siklus.
Amonia digunakan sebagai zat untuk menaikkan pH. Amonia biasanya
digabung dengan zat untuk mengurangi oksigen seperti Hydrazine.
Perlakuan ini disebut dengan Reducing All-Volatile Treatment [AVT(R)]
yang mengidentifikasikan bahwa level oksigen pada keluaran pompa
kondensat (Condensate Pump Dicharge) cukup rendah (<10 ppb). Lapisan
Oksida (Magnetite / Fe3O4) dapat terbentuk pada perukaan besi diseluruh

89
sistem air umpan. Nilai batas parameter air umpan untuk sistem yang
perpipaannya seluruh besi.
Tabel 2.3 Parameter AVT dan OT berdasarkan JIS
JIS-B-8224
Sampling Point Item
AVT CWT
Cation
Conductivity - -
(mS/m)
CP Outlet
Cation
Conductivity - -
(mS/m)
Silika (μg/L) - -
Sodium (μg/L) - -
pH (at 25 C) 8,5 – 9,7 6,5 – 9,3
Cation
CPS Outlet
Conductivity <0,025 <0,020
(mS/m)
Dissolved Oxygen
<7 20-200
(μg/L)
Iron (μg/L) <10 <5
Copper (μg/L) <2 <2
Hydrazine (μg/L) <10 -
Eco Inlet Silika (μg/L) <20 <20
Cation
Conductivity <0,3 -
(mS/m)
Silika (μg/L) <20 -
Steam
Sodium (μg/L) - -

90
Target parameter pada metode AVT sebelum changeover ke OT
dengan adanya penginjekkan amonia (NH3) dan Oksigen Scavenger berupa
Carbo Hidrasin (N2H4) adalah sebagai berikut.
Tabel 2.4 Parameter target metode AVT
Item Sampling Points Criteria (Target)

pH (at 26C) Deaerator inlet


9,3 - 9,7 (9,4)
Economizer inlet

Conductivity Deaerator inlet


(mS/m) 0,68
Economizer inlet

Cation CPS Outlet


Conductivity
(mS/m) Economizer inlet < 0,02

Main Steam

Dissolved Deaerator Outlet


Oxygen (ppb) <7
Economizer inlet

Iron (ppb) Economizer inlet <10

Sio2 (ppb) Economizer inlet


<20
Main Steam

Apabila parameter-parameter tersebut sudah memenuhi standar


untuk dapat melakukan changeover menjadi OT maka penginjekkan amonia
(NH3) dan Oksigen dilakukan. Beberapa target parameter pada mrtode OT adalah
sebagai berikut.
Tabel 2.5 Parameter target metode OT
Item Sampling Points Criteria (Target)

pH (at 26C) Deaerator inlet


8,5 - 9,3 (9,0)
Economizer inlet

91
Conductivity Deaerator inlet
(mS/m) 0,27
Economizer inlet

Cation CPS Outlet


Conductivity
(mS/m) Economizer inlet < 0,02

Main Steam

Dissolved Deaerator Outlet <7


Oxygen (ppb)
Deaerator inlet 50

Economizer inlet 20 – 200 (50)

Iron (ppb) Economizer inlet <2

Sio2 (ppb) Economizer inlet


<20
Main Steam

2.3.3.7 Pembentukan Ferric Oxide Hydrate (FeOOH) pada oxysidizing


All Vollatil Treatment [AVT(O)]
Penghilangan Hydrazine pada [AVT(O)], akan menaikkan
potensial korosi pada baja sebanyak beberapa ratus ml volt. Pada [AVT(O)]
pori-pori pada lapisan pelindung oksida akan terisi dengan Ferric Oxide
Hydarate (FeOOH) atau Ferric Oxyde (hematite) Fe2O3. Dengan cara ini
perpindahan ion Fe2+ dari pori pori permukaan logam pada lapisan
pelindung topotactic menuju air dapat di cegah reaksi oksidanya adalah

2Fe(OH)2+ 1/2O2+ 2H+  2 Fe(OH)2+ +H2O

2Fe(OH)2+ 1/2O2  2 FeOOH + H2O

2Fe(OH)2 + 1/2O2  Fe2O3 + 2 H2O

Dengan Oxydizing All Volatile Treatment [AVT(O)] lebih


menguntungkan karena dapat mengurangi laju korosi dan mengurangi
transport produk korosi.

Pengolahan air umpan dengan Oxydizing All Volatile Treatment


akan terbentuk dua lapisan pelindung yaitu pada awalnya akan membentuk

92
magnetite dan pada bagian epitactic yang lebih porrous akan diisi oleh
hematite atau Ferric Oxide Hydrate. Reaksi pembentukan magnetite :

3Fe2+ + ½ O2 + 3 H2O  Fe3O4 + 6 H+

Reaksi pembentukan pelapis magnetite :

2Fe3O4 + H2O  3 Fe2O3 + 2 H+ + 2e- dan

Fe3O4 + 2H2O  3 FeOOH + H+ + e-

Gambar 2.54 Mekanisme pembentukkan lapisan oksida pada AVT(O)

Sumber : EPRI Oxygenated Treatment Revision

Reaksi pembentukan pelapis hematite :

2Fe(OH)2 + ½ O2 + 2H+ 2 Fe(OH)+ + H2O dan

2Fe(OH)2 + ½ O2  2 FeOOH + H2O

Gambar 2.55 Mekanisme pembentukkan lapisan oksida pada OT

Sumber : EPRI Oxygenated Treatment Revision

93
Fe2O3 yang terbentuk juga sebagai pelindung. Hasil dari Oxydizing
All Volatile Treatment [AVT(O)] adalah lapisan pelindung ganda pada baja
karbon yaitu magnetite yang dilapisi dengan hematite.

Gambar 2.56 Hubungan antara termperatur vs kelarutan magnetit


dengan variasi konsrntrasi ammonia

Sumber : EPRI Oxygenated Treatment Revision

Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa semakin besar


temperature suhu umpan dengan kadar konsentrasi amonia yang rendah maka
kelarutan magnetite akan semakin besar. Namun pada temperatur diatas 300
C kelarutan magnetite menurn drastis. Hal ini disebabkan pada temperatur
diatas 300C lapisan magnetite lebih stabil dan lebih kuat menempel pada
permukaan logam.

94
2.4 Metode Penelitian
2.4.1 Alat dan Bahan
a. Alat-alat
- CPS (Corrosion Product Sampler)
- Particulate filter
- Cation filter
- Pinset
- Beaker glass 100 dan 250 ml
- Kaca arloji
- Hot plate
- AAS
b. Bahan-Bahan
- Larutan HCl 1:1
- Demin water
- Larutan Standar Fe ( 1, 3, 5 ppm)
2.4.2 Skema Kerja
a. Pengambilan sampel dengan CPS
1) Catat volume awal pada flowmeter CPS sebelum cairan
disalurkan ke alat.
2) Pasang filter pada collection filter housing dengan susunan
paling bawah particulate filter untuk menyaring partikel Fe,
Cation filter untuk menyaring ion Fe2+, dan terakhir dengan
particulat filter untuk menyaring particulat Fe yang masih
lolos.
3) Buka valve dari sampel yang akan diambil yaitu pada
economizer inlet disampling rack. Buka valve isolasi inlet.
Buka filter valve isolasi inlet dan atur tekanan regulator serta
valve kontrol laju sampel untuk memberikan.
4) Alirkan inlet ke alat dan atur laju aliran 100 cc/min dan proses
ini dilakukan selama 3 hari.
5) Catat volume akhir.

95
6) Ambil filter yang telah dipasag, taruh pada tempat yang telah
disediakan.
7) Uji laboratorium.
b. Digest
1) Ambil particulat filter kemudian tambahkan HCL 1:1
sebanyak 100 ml kemuadian dipanaskan hingga terlarut dan
warna larutan menjadi kuning.
2) Ambil cation filter kemudian tambahkan HCL 1:1 sebanyak
100 ml kemuadian dipanaskan hingga terlarut dan warna
larutan menjadi kuning.
3) Setelah itu, masing-masing didiamkan hingga dingin.
4) Jika volume berkurang, top up dengan demin water hingga
volume 100 ml.
5) Uji konsentrasi Fe terlarut dengan AAS.
6) Konsentrasi total adalah konsentrasi particulat ditambah
dengan konsentrasi dari ion Fe terlarut ( standart konsentrasi
untuk paiton 7 dan 8 adalah <2 ppb dan paiton 3 yaitu <10
ppb)

2.4.1 Pembahasan
Kandungan Fe terlarut adalah Fe yang terdapat pada air umpan
boiler. Kandungan Fe air umpan boiler salah satunya berasal dari pipa-pipa
di Economizer inlet yang terkikis karena pH, suhu dan aliran yang melewati
pipa-pipa tersebut. Kandungan Fe terlarut pada boiler memiliki batas
tertentu yaitu <2 ppb (EPRI) batas Fe pada Economizer inlet .
Proses running untuk pengukuran kadar Fe terlarut pada
economizer inlet dilakukan selama 3 hari menggunakan corrosion
monitor. Corrosion monitor adalah alat yang dapat digunakan untuk
memfilter senyawa terlarut berbentuk partikel dalam air. Corrosion
monitor dapat dijadikan acuan untuk melakukan pengawasan laju korosi
dengan menyaring senyawa terlarut dalam air yang memiliki potensi untuk

96
korosi. Dalam penelitian yang dilakukan selisih volume air yang melewati
corrosion monitor >200 L dengan flowrate 100 ml/menit. Berikut selisih
volume yang diperoleh selama 3 hari proses running.

Tabel 2.6 Tabel data pengamatan


Conductivity P Selisih
Hari/Tanggal Unit pH
(S/m) (Kpa) Volume (L)
03-07-2019 3 0,261 9,09 310 326,31
10-07-2019 7 0,5639 x 10-3 9,28 620 257,52
17-07-2019 8 0,5503 x 10-3 9,51 260 210,17

Setelah proses dihentikan maka dilakukan analisa data. Analisa


data dilakukan dengan mengguakan metode diggest. Metode diggest Fe ini
dilakukan untuk mengetahui berapa nilai Fe terlarut dari hasil kertas saring
yang terpasang di corrosion monitor dengan feed water berasal dari
economizer inlet. Prinsip kerja dari metode ini adalah dengan melarutkan
kertas saring hasil dari corroison monitor. Kertas saring yang digunakan
ada 3 kertas yaitu : kertas saring penyaring Fe particullat, penyaring ion
cation dan penyaring Fe particullat lagi.
Particullat filter digunakan untuk menyaring Fe terlarut
dalam bentuk particullat. Sedangkan cation filter digunakan untuk
menyaring Fe terlarut dalam bentuk ion, karena muatan dari Fe2+ adalah
positif, maka digunakan cation filter yang bermuatan positif sehingga Fe 2+
akan tertahan pada filter.
Pelarut kertas saring ini dimaksudkan untuk melarutkan
semua Fe yang telah tersaring pada filter. Kedua particullat filter
dilarutkan bersama dengan penambahan HCl 1:1 (diggest) 100 ml dan
dipanaskan di hot plate sampai volume berkurang menjadi 50 ml. begitu
pula untuk cation filter juga dilarutkan dengan cara yang sama. Setelah
kedua filter ini larut dengan sempurna, maka ditambahkan demineralized
water sampai 100 ml.

97
Tabel 2.7 Tabel Hasil aanlisa AAS
Konsentrasi Fe (ppm) Total Fe
Unit
Particullate Cation (ppb)
3 11,128 0,261 3,49
7 1,066 0,093 0,45
8 0,621 0,056 0,32

Dari hasil perhitungan dapat dilihat kandungan Fe total pada


umpan boiler di unit 7 sebesar 0,45 ppb dan di unit 8 sebesar 0,32 ppb.
Pada unit 7 dan 8 metode pengolahan air umpan boilernya menggunakan
AVT(O) tetapi pada unit tersebut juga terdapat oxygen scavanger yang
berfungsi untuk menangkap oksigen pada saat pertama kali unit start up.
Hematite dan Magnetite merupakan senyawa gabungan antara Fe dan
oksigen, sehingga ketika unit mulai beroperasi oksigen akan diserap
oxysigen scavenger yang menyebabkan Fe terpisah dengan oksigen, dan
Fe ikut larut kedalam umpan boiler. Pengukuran kandungan Fe didalam
air umpan boiler dilakukan setiap 3 bulan sekali, hal itu bertujuan untuk
mengamati baik tidaknya kondisi pengolahan air umpan boiler terutama
pada sistem condensate polisher plant (CPP) pada unit 7 dan 8.
Kandungan Fe terlarut pada boiler memiliki batas tertentu, untuk
paiton unit 7 dan 8 memiliki ambang batas kandungan Fe terlarut di air
boiler sebesar <2ppb (EPRI) Batas Fe pada economizer inlet dengan
AVT(O) dengan metode tersebut sesuai dengan ketentuan dari EPRI
(Elektric Power Research Insitute). Sedangkan kandungan Fe terlarut pada
boiler di paiton unit 3 memiliki ambang batas kandungan Fe terlarut di air
boiler sebesar <10 ppb (EPRI) batas Fe pada Economizer inlet dengan
metode AVT(O) dan OT/CWT tersebut sesuai dengan ketentuan dari EPRI
(Electric Power Research Institute). Dari data yang sudah kami ambil
disini mempunyai standart yang berbeda, oleh karena itu kandungan Fe
terlarut di air boiler lebih tinggi pada unit 3 dibandingkan dengan unit 7

98
dan 8. Hasil analisa yang kami lakukan terlihat lebih banyak kandungan Fe
terlarut pada unit 3 dibandingkan dengan unit 7 dan 8.

99
BAB 3
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

a. Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, kami dapat mengetahui dan


memahami proses transformasi yang terjadi untuk pengolahan bahan baku
(cycle chemistry) serta mempelajari dan memahami sistem water treatment
plant yang digunakan pada proses sekaligus pengolahan limbahnya (waste
water treatment) secara langsung di PT. POMI selaku operator unit 3, 7 dan 8.
b. Kandungan Fe terlarut pada boiler memiliki ambang batas tertentu, untuk
paiton unit 7 memiliki ambang batas kandungan Fe terlarut di boiler sebesar
<2ppb. Dari hasil analisa kandungan Fe terlarut dalam penelitian kami
dapatkan kandungan Fe total pada umpan boiler di unit 3 sebesar 3,49 pbb, di
unit 7 sebesar 0,45 ppb dan di unit 8 sebesar 0,322 ppb.
c. Kandungan Fe tpada air umpan boiler juga dipengaruhi oleh keadaan operasi
Power Plant. Saat beroperasi normal kandungan Fe relatif kecil dibandingkan
dengan Power Plant start-up.

1.2 Saran
S

100
DAFTAR PUSTAKA

Nalco Company. 2006. Foam Control PAC-1 Raw Water/Wastewater Technical


Manual (6-06). New York.
Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
Jakarta
Dooley,R.B.2002.Cycle Chemistry Guidline for Fossil Plants, All-Volatile
Treatment Revision I.EPRI.Palo Alto:California
Dooley,R.B.2005.Cycle Chemistry Guidline for Fossil Plants: Oxygeneted
Treatment.EPRI.Palo Alto:California
Mawatari,Kenji.Chemistry:Boiler Water Quality.Paiton Energy.Mitsubishi Heavy
Industries,Ltd.
EPRI.2008.Simulated Boiler Corrosion Studies Electrochemical
Techniques:AVT(O)Contaminant
Limits.http://www.epri.com/abstracts/Pages/ProductAbstracts.aspx?Produ
ctId=000000000001014133
Togar,Luthfan.Pourbaix Diagram.
Httsp;//www.acedemia.edu/10064489/Pourbaix_Diagram

101
LAMPIRAN

A. Perhitungan
Perhitungan kandungan Fe pada air umpan boiler di unit 7
Volume Awal : 84092,08 L
Volume Akhir : 84349,6 L
Volume HCl : 0,1 L
Selisih volume : 257,52 L
Fe Cation : 0,093
Fe Particulat : 1,066
Fe Total : 1,159

M1 x V1 = M2 x V2
M1 x 257,52 L = 1,159 ppm x 0,1 L
M1 = 0,45 x 10-3 ppm
M1 = 0.45 ppb

102
B. Gambar
a. Peralatan dan Parameter pada Corossion rate

Corrosion Monitor Filter Hoder


CC

Flow Meter Pressure Meter

103
pH Meter Temperature Meter

Dissolved Oxygen Conductivity Meter


Meter

104
b. Tahap memasang pada Corossion rate

Menghubungkan Membuka Filter


dengan Eco inlet Press

Membuka Filter Memasukkan kertas


filter

105
c. Tahap mengambil sampel setelah 3 hari

Membuka Filter Mengambil kertas


Press filter

Hasil pada Magnetit Hasil pada Hematit

106
d. Pembuatan HCl 1:1

Mengukur Mengukur HCl 200


Demineral 200 ml ml

Mencampurkan HCl 1:1 siap


demin dan HCl digunakan

107
e. Tahapan Analisa

Memasukkan kertas Menuang HCl 1:1


filter 100 ml

Memanaskan hingga Hasil pemanasan


kertas filter hancur selama ± 1 jam

108
f. Analisa dengan AAS

Hasil analisa Fe terlarut

109

Anda mungkin juga menyukai