PENDAHULUAN
1.1 SKENARIO
Tn. Rafi (30 tahun) dirawat di rumah sakit dengan keluhan sesak napas dan nyeri
dada. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan Ners Olga didapatkan penurunan
vokal fremitus, dullness dan penurunan pergerakan dada. Tn Rafi masuk dan
dirawat di ruang paru untuk ketiga kalinya dengan riwayat TB paru. Hasil foto
thoraks pada posisi AP lateral didapatkan cairan sebanyak 200 ml. Setelah Ners
Olga mendiskusikan hasil pengkajiannya dengan tim medis diputuskan untuk
dilakukan tindakan pemasangan WSD dan observasi karakteristik serta tipe cairan
pleura selama beberapa hari.
1
d. Nyeri dada adalah sensasi rasa tidak nyaman pada bagian dada, dinilai
melalui verbal dan skala.
e. Vokal fremitus adalah tindakan palpasi, pasien sambil menyebutkan angka
77 sambil merasakan pergerakan dinding dada, getaran dinding dada pada
waktu inspirasi, normalnya simetris bilateral.
f. Foto thorax adalah melihat organ dengan menggunakan rontgen proyeksi
radang untuk menentukan diagnostic.
g. Cairan pleura adalah cairan yang dihasilkan oleh pleura sekitar 10-20 ml
sebagai pelumas.
2
16. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dan nonmedis pada efusi
pleura?
17. Apakah kompliaksi dari efusi pleura?
18. Bagaimanakah discharge planning pasien denagn efusi pleura?
3
16. Sasaran belajar
17. Sasaran belajar
18. Sasaran belajar
Etiologi Epidemiologi
Efusi Pleura
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Penatalaksanaan
Medis
Nonmedis
Farmakologi Askep
Prognosis
4
5. Langkah 5 (Sasaran Belajar)
1. Bagaimana bisa terjadi penurunan pada vokal fremitus, dullness dan
penurunan pergerakan dinding dada?
2. Bagaimana pathogenesis dan etiologi efusi pleura?
3. Bagaimana penatalaksanaan efusi pleura?
4. Apa saja tipe dan karakteristik cairan pleura?
5. Bagaimana epidemiologi dari efusi pleura?
6. Apakah definisi, indikasi dan hal yang perlu diperhatikan dalam
pemasangan WSD?
7. Bagaimanakah prognosis dari efusi pleura?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada efusi pleura?
9. Bagaimanakah pencegahan dari efusi pleura?
10. Apakah hubungan efusi pleura dengan TB paru?
11. Bagaimanakah penatalaksanaan medis dan nonmedis pada efusi pleura?
12. Apakah kompliaksi dari efusi pleura?
13. Bagaimanakah discharge planning pasien denagn efusi pleura?
5
BAB II
ISI
2.1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain.
Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau
dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).
2.2. Etiologi
Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan
primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu:
- Infeksi kuman primer intrapleura
- Tumor primer pleura
Namun, efusi pleura juga dapat terjadi karena:
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
b. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
6
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis.
2.3. Patogenesis
Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi:
a. Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura (misalnya karena adanya tumor)
b. Peningkatan produksi cairan pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura).
Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
Penyebab efusi pleura dilihat dari jenis cairan yang dihasilkannya adalah:
a. Transudat
Gagal jantung, sirsis hepatis dan ascites, hipoproteinemia pada nefrotik
sindrom, obstruksi vena kava superior, pasca bedah abdmen, dialisis
peritoneal, dan atelektasis akut.
b. Eksudat
7
- Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasit, dan abses)
- Neoplasma (Ca. Paru-paru, metastasis, limfoma, dan leukemia)
- Emboli/infark paru-paru.
- Penyakit kolagen (SLE dan rhematoid asthritis)
- Penyakit gastrointestinal (pankreatitis, ruptur esofagus, dan abses hati).
- Trauma (hemothoraks dan khilothoraks)
a. Pleura Visceralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya
tidak lebih dari 30 mm), di antara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di
bawah sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Di
bawah endopleura terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik yang dinamakan
lapisan tengah. Lapisan adalah jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak
mengandung pembuluh darah kapiler ( arteri pulmonalis dan arteri brakhialis) dan
kelenjar getah bening, keseluruhan jaringan pleura visceralis ini menempel dengan
kuat pada jaringan parenkim paru-paru.
b. Pleura Parietalis
Lapisan jaringan pada pleura parietalis terdiri atas sel-sel mesotelial dan
jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik) namun lebih dari pleura
visceralis. Dalam jaringan ikat tersebut terdapat pembuluh kapiler (arteri interkostalis
dan arteri mammaria interna), kelenjar getah bening, dan banyak reseptor saraf
sensoris yang peka terhadap rasa nyeri dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan
ini berasal dari Nervus Interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan
8
dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel tetapi juga
mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.
Cairan pleura diprosuksi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi oleh pleura
visceralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler, kemudian
direabsrbsi oleh pembuluh limfe dan venula pleura. Telah diketahui bahwa cairan
masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam
jumlah yang sama melalui membran pleura visceralis via sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi
karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid plasma.
Cairan terbanyak direabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang
direabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovilli di sekitar sel-sel
mesotelial.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura
tersebut karena biasnya hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan
lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama
lain. Dalam keadaan patologis, rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan
beberapa liter cairan atau udara.
2.5. Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
(transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau
keterlibatan noplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah
jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami
efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kngestif. Ketika jantung tidak dapat
memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan
9
tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya
menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari
pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan
adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotik yang
dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekakuan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan
normal, dinding dada cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk
rekil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan
cenderung untuk mengempis).
10
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,
dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis
Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar
krepitasi pleura.
2.7. Komplikasi
1. Pneumonia
2. Fibrosis paru
3. Pneumotorak
4. Emfisema
5. Arelektasis.
11
b) Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk disgnosis maupun
terapeutik. Pelaksanaan dilakukan sebaiknya pada posisi duduk. Aspirasi
dilakukan pada bagian bawah paru-paru di sela iga IX garis aksila posterior
dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan
sebaiknya tidak lebih dari 1000-1500 cc pada setiak kali aspirasi. Aspirasi
sekaligus banyak akan menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema
paru-paru. Edema paru-paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat
mengembang.
Transudat Eksudat
12
12. (-) 12. (-)/(+)
c) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura.
Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan.
Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks, hemothoraks, dan penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada.
d) Pendekatan pada Efusi yang Tidak Terdiagnosis
Pemeriksaan tambahan:
- Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienium, dan abses
paru-paru.
- Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru.
- Toraskopi (Fiber-optic pleuroscopy): pada kasus dengan neoplasma atau
TBC.
13
memabantu kelancaran prosedur. Sebelum tindakan dilakukan, perawat melakukan
pengkajian terutama TTV dan status pernapasan.
Tujuannya yaitu: (1) preventif untuk mengeluarkan udara atau darah yang
masuk ke rongga pleura sehingga “mechanism of breathing” tetap baik; (2)
Diagnostik untuk menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi toraktomi atau tidak, sebelum penderita jatuh
pada keadaan syok; (3) terapeutik untuk mengeluarkan darah atau udara yang
terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga
“mechanism of breathing” dapat kembali seperti semula.
Indikasi WSD:
a) Pneumotoraks
b) Hemothoraks
c) Thorakotomi
d) Efusi Pleura
e) Empiema
Tempat Pemasangan:
1) Bagian Apex paru (apical)
- Anterolateral interkosta ke 1-2
- Fungsi: untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2) Bagian basal
- postero lateral interkosta ke 8-9
- Fungsi: untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
1) PENGKAJIAN
Anamnesis
14
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan, pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.
Keluhan utama merupakan faktor yang mendorong klien mencari pertolongan
atau berobat ke pelayanan kesehatan. Biasanya klien dengan efusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk yang tidak produktif.
Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakit yang
dideritanya, cara apa saja yang dilakukan klien untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang diberikan
kepedanya.
15
Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi
Peningkatan usaha frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot-otot bantu
pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada
tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada
sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.
Palpasi
Pendorongan mediastinum kea rah hemitoraks kontralateral yang diketahui dari posisi
trakea dan iktus kordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang
jumlah cairannya >300 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya.
Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk,
cairan semakin ke atas semakin tipis.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus
yang kental, kelemahan, batuk tidak produktif, dan edema trakeal/faringeal.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
16
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan metabolism tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen.
e. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan bernapas).
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak
napas serta perubahan suasana lingkungan.
g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat
terkait penyebab, tanda dan gejala, proses penyakit, dan pengobatan.
3) RENCANA INTERVENSI
17
kondisi klien.
Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan diafragma dapat memperluas
nyaman, dalam posisi duduk, dengan daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90o maksimal.
atau miringkan kearah sisi yang sakit. Miring kearah sisi yang sakit dapat
menghindari efek penenkanan gravitasi
cairan sehingga ekspansi paru dapat
maksimal.
Observasi tanda-tanda vital (nadi dan Peningkatan frekuensi napas dan
pernapasan). takikardi dapat menjadi indikator adanya
penurunan fungsi paru.
Lakukan auskultasi suara napas tiap 2 - 4 Auskultasi dapat menetukan kelainan
jam. suara napas pada bagian paru.
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri ketika batuk
efektif dna napas dalam yang efektif. atau napas dalam. Penekanan otot-otot
dada serta abdomen membuat batuk lebih
efektif.
Kolaborasi tim medis lain untuk Pemberian O2 dapat menurunkan beban
pemberian O2 dan obat-obatan serta foto pernapasan dan mencegah terjadinya
toraks. sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto toraks, dapat dimonitor
kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.
Kolaborasi untuk tindakan torakosentesis. Tindakan torakosentesis atau pungsi
pleura bertujuan untuk menghilangkan
sesak napas yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam rongga pleura.
18
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi mukus yang
kental, kelemahan, batuk tidak produktif, dan edema trakeal/faringeal.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam bersihan jalan napas klien
kembali efektif
Kriteria Evaluasi:
- Klien mampu melakukan batuk efektif.
- Pernapasan klien normal (16 – 20 kali/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal.
Rencana Intervensi Rasional
Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, Penurunan bunyi napas menunjukkan
kecepatan, irama, kedalaman, dan atelektasis, ronkhi menunjukkan
penggunaan otot bantu napas). akumulasi sekret dan ketidakefektifan
pengeluaran sekresi yang selanjutnya
dapat menimbulkan penggunaan otot
bantu napas dan peningkatan kerja
pernapasan.
Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat
catat karakter dan volume sputum. kental (efek infeksi dan hidrasi yang
tidak adekuat).
Berikan posisi semi fowler/fowler tinggi Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
dan bantu klien latihan napas dalam dan paru dan menurunkan upaya bernapas.
batuk efektif. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan
sekret ke dalam jalan napas besar untuk
19
dikeluarkan.
Pertahankan intake cairan sedikitnya Hidrasi yang adekuat membantu
2500ml/hari kecuali tidak diindikasikan. mengencerkan sekret dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, Mencegah obstruksi dan aspirasi.
bila perlu lakukan pengisapan (suction). Pengisapan diperlukan bila klien tidak
mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi
lender dengan suction sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu kurang
dari 10 menit, dengan pengawasan efek
samping suction.
Kolaborasi pemberian obat sesuai Pengobatan antibiotik yang idel adalah
indikasi: Obat antibiotik dengan adanya dasar dari tes uji resistensi
kuman terhadap jenis antibiotik sehingga
lebih mudah mengobati pneumonia.
Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
Bronkodilator: jenis aminofilin via Bronkodilator meningkatkan diameter
intravena lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
Kortokosteroid Kortokosteroid berguna pada hipoksemia
dengan keterlibatan luas dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukan cairan
dalam rongga pleura. Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan
sekunder. Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, timbul gejala sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya. Perubahan pergerakan cairan ke dalam dan
keluar rongga pleura disebabkan adanya ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
tekanan koloid osmotic dalam permukaan kapiler dan pleura.
3.2. Saran
Efusi pleura merupakan kelainan sekunder yang didasari oleh penyakit
sebelumnya. Agar tidak terjadi efusi pleura maka pengobatan yang teratur serta
perawatan yang baik harus dilakukan agar penyakit primer yang di alami klien cepat
sembuh dan tidak berkembang menjadi efusi pleura.
21
DAFTAR PUSTAKA
22