Anda di halaman 1dari 26

Asuhan Keperawatan pada Tn.

L dengan Diagnosa Benigna Prostat


Hyperplasia RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya

Dosen Pembimbing Dra. Yayah Syafariah, S.kep., Ns., MM

Disusun oleh :
Kelompok III

 Aom Al Karom (10119077)  Dede komariah (1011985)


 Dikri Nurfazrin (10119063)  Delia Rosdiana (10119069)
 Reksa Fajar (10119065)  Isna Kurnia (10119089)
 Rizqi Fauzi (10119059)  Tasya Nabila (10119100)
 M. Ridho (10119079)  Tasya Widya (10119099)

PRODI D-III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA


TASIKMALAYA

2019/2020
KATA PENGANTAR

‫بسم هّللا ال ّر حمن ال ّر حيم‬


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah TUTORIAL KMB I yang
berjudul Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan DiagnosaAcute Coronary
Syndrome (ACS) RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya di Ruang VI tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
asuhan keperawatan pada konsep diri, pembaca dan juga bagi penulis.

Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu yang telah
memberi tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah yang kelompok kami tulis masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, 08 September 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario.............................................................................................. 4
1.2 Analisa Kasus..................................................................................... 4

BAB II ISI

2.1 Konsep BPH........................................................................................11


2.2 Definisi BPH BPH...............................................................................11
2.3 Tanda dan Gejala BPH........................................................................12
2.4 Klasifikasi BPH...................................................................................12
2.5 Etiologi BPH.......................................................................................13
2.6 Komplikasi..........................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................13
2.8 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................14
2.9 Patofisiologi.........................................................................................14
2.10 Pathway.............................................................................................15
2.11 Konsep Nyeri Akut............................................................................16
2.12 Definisi nyeri Akut............................................................................16
2.13 Penyebab nyeri Akut.........................................................................16
2.14 Klasifikasi nyeri akut.........................................................................16
2.15 Penatalaksanaan nyeri pasca bedah...................................................17
2.16 Konsep Dewasa.................................................................................18
2.17 Pengertian Dewasa............................................................................18
2.18 Asuhan Keperawatan.........................................................................19

3
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................... 25
B. Saran.............................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 26

BAB I

PENDAHULUAN

1. SKENARIO

Seorang laki-laki (68 tahun) dibawa ke RSUD Tasikmalaya dengan keluhan merasa
kesakitan pada bagian bawah perutnya, dia juga mengeluh tidak bisa buang air kecil
total sejak 3 hari yang lalu. Pada saat dilakukan pemeriksaan oleh seorang perawat
diketahui bahwa sejak tiga bulan terakhir sering buang air kecil akan tetapi tidak
lancar, tersendat dan akhir-akhir ini kadang urinnya agak berwarna kemerahan,
pasien juga mengeluhkan setiap buang air kecil harus mengejan dan terasa nyeri
dipinggangnya. Pasien sering terbangun di malam hari dan sulit tidur kembali, hal ini
membuat pasien merasa cemas kurang berenergi di siang harinya. Pasien tidak pernah
mempunyai riwayat penyakit prostat. Sejak 5 jam sebelum datang ke rumah sakit, air
kencingnya macet total, perut bagian bawah semakin memberas, menegang dan
sangat nyeri. Pasien direncanakan akan menjalani operasi TURP besok.

Hasil pemeriksaan fisik: Irama jantung regular, Nadi 69x/ menit, kuat, Tensi darah
110/80 mmHg, Frekuensi nafas 22x/menit, Suhu tubuh 37 C.

1.2 ANALISA KASUS

4
1. Langkah 1 (Klarifikasi dan identifikasi istilah)

a. Prostat

b. Operasi TURP

JAWAB

a. Peradangan prostat atau bisa disebut pula dengan istilah prostatis ini
merupakan peradangan ataupun pembengkakan pada kelenjar prostat. Penyakit
prostat ini lebih sering terkena pada pria yang berusia 30 hingga 50 tahun.

b. Metode ini dikenal dengan nama transurethral resection of the prostate


(TURP) atau transurethral incision of the prostate (TUIP). Keduanya dilakukan
dengan cara memotong bagian kelenjar prostat yang menyumbat saluran urine, lalu
potongan tersebut akan keluar bersamaan dengan urine pada saat pasien buang air
kecil.

2. Langkah 2 (Daftar Masalah)

1. Jelaskan pengertian prostat?

2. Jelaskan pengertian BPH?

3. Bagaimana patofisiologi dari BPH?

4. Bagaimana etiologi prostat?

5. Bagaimana epidemiologi dari prostat?

6. Bagaimanakah prognosis dari prostat?

7. Apa saja kompliaksi dari prostat?

3. Langkah 3 (Analisa masalah)

1. Prostat adalah kelenjar kecil yang terletak di bagian dasar kandung kemih.
Kelenjar ini merupakan bagian dari sistem reproduksi dan posisinya mengelilingi
saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke penis. Prostat juga berfungsi

5
sebagai penghasil semen, yaitu cairan yang dikeluarkan bersama sperma saat
ejakulasi.

2. Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah


kondisi ketika kelenjar prostat membesar. Akibatnya, aliran urine menjadi tidak
lancar dan buang air kecil terasa tidak tuntas.

3. Patofisiologi benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa faktor,


yaitu faktor usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat akan
mengalami pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh hormon androgen,
terutama dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar testosteron dalam kelenjar prostat
mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena
adanya isoenzim alfa-5-reduktase mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron
(DHT). Penurunan kadar testosteron ini kemudian akan mengakibatkan
ketidakseimbangan hormon androgen, sehingga terjadi peningkatan rasio
esterogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat, terutama pada stroma. DHT
juga akan berikatan dengan reseptor androgen pada nukleus sel, sehingga dapat
menyebabkan hiperplasia.

4. Etiologi terjadinya benign prostatic hyperplasia belum diketahui secara pasti.


Menurut teori yang ada, peningkatan DHT (dihidrotestosteron), penurunan kadar
testosteron, dan ketidakseimbangan esterogen dan testosteron, serta penurunan laju
apoptosis sel dapat menyebabkan terjadinya benign prostatic hyperplasia.

5. Epidemiologi benign prostatic hyperplasia meningkat seiring dengan


bertambahnya usia. Di Indonesia, penelitian menunjukkan benign prostatic
hyperplasia mengenai hamper 50% laki-laki di atas 50 tahun.Angka kejadian benign
prostatic hyperplasia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. benign prostatic
hyperplasia merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada pria, yaitu sekitar
8% pada pria usia 41-50 tahun, 50% pada pria usia 51-60, dan >90% pada pria di atas
80 tahun. Pada usia 55 tahun, sekitar 25% pria mengalami gejala obstruktif saluran

6
kemih dan pada usia 75 tahun 50% pria mengalami pelemahan pancaran urin (weak
stream).

6. Prognosis benign prostatic hyperplasia umumnya baik.

7. Pembesaran prostat jinak yang tidak ditangani dapat menyebabkan sejumlah


komplikasi serius, yaitu:

• Infeksi saluran kemih

• Penyakit batu kandung kemih

• Tidak bisa buang air kecil

• Kerusakan kandung kemih dan ginjal.

4. Langkah 4 (Pohon Masalah/ Problem Tree)

5. Langkah 5 (Sasaran Belajar)

7
1) Apa saja gejala jika seseorang terkena BPH?

2) Bagaimana cara pencegahan penyakit BPH?

3) Bagaimana cara mengobati penyakit BPH?

4) Apa penyebab seseorang bisa terjangkit penyakit BPH?

6. Langkah 6

1) Tingkat keparahan gejala pembesaran prostat jinak bisa berbeda pada tiap
penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Gejala utama penderita
benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah gangguan saat buang air kecil, yang bisa
berupa:

• Urine sulit keluar di awal buang air kecil.

• Perlu mengejan saat buang air kecil.

• Aliran urine lemah atau tersendat-sendat.

• Urine menetes di akhir buang air kecil.

• Buang air kecil terasa tidak tuntas.

• Buang air kecil di malam hari menjadi lebih sering.

• Beser atau inkontinensia urine.

2) Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya pencegahan yang bisa
dilakukan adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin memburuk, yaitu dengan
perawatan mandiri.

Atau bisa juga mencegah kondisi semakin memburuk dengan segera memeriksakan
diri ke dokter begitu mengalami gejala pembesaran prostat jinak. Dengan begitu,
kondisi Anda dapat segera ditangani sebelum muncul komplikasi.

8
3) Pengobatan pembesaran prostat jinak tergantung pada usia dan kondisi pasien,
ukuran prostat, serta tingkat keparahan gejala. Metode pengobatan yang dapat
dilakukan meliputi:

a. Perawatan mandiri

Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa melakukan penanganan
secara mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan:

• Menghindari minum apapun satu atau dua jam sebelum tidur.

• Membatasi asupan minuman yang mengandung kafein dan alkohol.

• Membatasi konsumsi obat pilek yang mengandung dekongestan dan

antihistamin.

• Tidak menahan atau menunda buang air kecil.

• Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.

• Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.

• Berolahraga secara teratur dan rutin melakukan senam Kegel.

• Mengelola stres dengan baik.

b. Obat-obatan

Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan obat-
obatan berikut:

• Penghambat alfa, seperti tamsulosin, untuk memudahkan buang air kecil.

• Penghambat 5-alpha reductase, seperti finasteride atau dutasteride, untuk


menyusutkan ukuran prostat.

9
Penelitian menunjukkan bahwa obat untuk menangani disfungsi ereksi, seperti
tadalafil, juga bisa digunakan untuk mengatasi pembesaran prostat jinak.

c. Operasi

Ada sejumlah metode operasi prostat yang bisa digunakan dokter urologi untuk
mengatasi pembesaran prostat jinak, di antaranya:

• Transurethral resection of the prostate (TURP)

TURP merupakan metode operasi yang paling sering dilakukan untuk mengangkat
kelebihan jaringan prostat. Dalam prosedur ini, jaringan prostat yang menyumbat
diangkat sedikit demi sedikit, menggunakan alat khusus yang dimasukkan melalui
lubang kencing.

• Transurethral incision of the prostate (TUIP)

TUIP tidak mengangkat jaringan prostat, namun membuat irisan kecil pada prostat
agar aliran urine menjadi lancar. Prosedur ini dilakukan pada pembesaran prostat
yang ukurannya kecil hingga sedang.

d. Metode pengobatan lainnya

Selain kedua prosedur di atas, jaringan prostat yang menyumbat bisa dibakar dengan
sinar laser atau diangkat melalui operasi terbuka. Pengangkatan prostat melalui
operasi terbuka (prostatektomi) dilakukan apabila ukuran jaringan prostat sudah
sangat besar atau sudah terdapat kerusakan pada kandung kemih. Dalam prosedur ini,
prostat diangkat melalui sayatan yang dibuat di perut.

4) Penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan tetapi,
kondisi ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar hormon
seksual seiring pertambahan usia pria.

Pada sebagian besar pria, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika ukurannya
cukup besar, prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang mengalirkan urine

10
dari kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya
gejala-gejala di atas.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena pembesaran
prostat jinak, yaitu:

• Berusia di atas 60 tahun

• Kurang berolahraga

• Memiliki berat badan berlebih

• Menderita penyakit jantung atau diabetes

• Rutin mengonsumsi obat hipertensi jenis penghambat beta

• Memiliki keluarga yang mengalami gangguan prostat.

BAB II

ISI

Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi
BPH”. Pada bab ini juga akan disajikan materi sebagai berikut: konsep BPH, konsep
nyeri pada post operasi BPH, dan asuhan keperawatan post operasi BPH dengan
masalah nyeri.

2.1 Konsep BPH

2.2 Definisi BPH BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare,
2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan
jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh
laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk, 2014 ). Gambar 2.1 BPH
(Benign Prostatic Hyperplasia) 7

11
2.3 Tanda dan Gejala BPH Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH
meliputi:

1. Gejala obstruktif

a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan.

b. Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh ketidak


mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai
berakhirnya miksi.

c. Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor


memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala iritasi

a.Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.

b.Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat terjadi pada
malam dan siang hari.

c.Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.

2.4 Klasifikasi BPH Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ),


klasifikasi BPH meliputi : a. Derajat 1 : Biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberi pengobatan konservatif. 8 b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral
resection / TUR ). c. Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila
diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan
pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal. d. Derajat 4 : Tindakan
harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan
pemasangan kateter.

12
2.5 Etiologi BPH Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut: 1.
Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia. 2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini
terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan
hormone estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat. 3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH. 9 4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat. 5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan
mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi BPH.

2.6 Komplikasi Menurut Widijanto ( 2011 ) komplikasi BPH meliputi : a)


Aterosclerosis b) Infark jantung c) Impoten d) Haemoragik post operasi e) Fistula f)
Struktur pasca operasi dan inconentia urin g) Infeksi

2.7 Penatalaksanaan Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi : 1.


Terapi medikamentosa a. Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin,
afluzosin. b. Penghambat enzim, misalnya finasteride c. Fitoterapi, misalnya
eviprostat 2. Terapi bedah Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung
beratnya gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi: 10
a. Prostatektomi 1) Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung
kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. 2) Prostaktektomi perineal, adalah
mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. 3) Prostatektomi
retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding [endekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara
arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. b. Insisi prostat
transurethral (TUIP) Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan

13
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran
kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH. c.
Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat
lewat uretra menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus listrik. 11

2.8 Pemeriksaan penunjang Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH


meliputi : 1. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan
kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan
dalam rectum dan prostat. 2. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa
konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urine.
3. Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi
dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan
atau hematuria (prabowo dkk, 2014). 4. DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan
pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam abdomen.
Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah
merahnya. 5. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk
menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk mengetahui
penyakit komplikasi dari BPH. 6. PA(Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan
dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis untuk 12 mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna
sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya.

2.9 Patofisiologi Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya
usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena
produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung
pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel

14
kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat
mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga
mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot
detrusor masuk ke dalam fase 13 dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non
invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang
paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014) .
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada
lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai
konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012) 14

2.10 Pathway Bagan 2.1 Pathway BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia ) Prabowo,
dkk. 2014 Faktor usia (usia lanjut) Perubahan keseimbangan hormon testosterone dan
esterogen memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat BPH Tindakan
pembedahan Trauma bekas resectocopy Saraf eferen memberi respon Nyeri akut
Rangsangan saraf Diameter kecil Kadar testosteron Kadar esterogen meningkat
menurun Poliferasi sel prostat Hiperplasia sel prostat 15

15
2.11 Konsep Nyeri Akut

2.12 Definisi nyeri Akut, Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas
yang bervariasi ringan sampai berat dan berlangsung dalam waktu beberapa detik
hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).

2.13 Penyebab nyeri Akut, Nyeri akut sebagian terbesar, di akibatkan oleh penyakit,
radang, atau injuri. Nyeri ini awalnya datang tiba-tiba dan biasanya. Nyeri akut
biasanya sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Apabila nyeri akut tidak diatasi
secara adekuat mempunyai efek nyeri yang dapat membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang disebabkannya seperti mempengaruhi system pulmonary,
kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik (Ardiansyah, Muhammad
2012).

2.14 Klasifikasi nyeri akut, 1. Nyeri berdasarkan lokasi atau sumber a.Nyeri
somatic supervisial (kulit) b. Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur super visial
kulit dan jaringan subkutis. c. Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang
berasal dari otot tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri. d. Nyeri visera
mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. 16 e. Nyeri alih, nyeri
berasal dari salah satu daerah di tubuh teapi dirasakan terletak di daerah lain. f. Nyeri
neuropatik system syaraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan
dari system syaraf tepi (SST) ke system syaraf pusat (SSP) menimbulkan nyeri. 2.
Alat ukur Nyeri a. Intensitas nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa
parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri dengan
subjektif dan individu, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat-sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran subjektif nyeri dapat
dilakukan menggunakan : 1) Visual analoge scale (VAS). Gambar 2.1 Skala nyeri
Visual Analog Scale (VAS) (Andarmoyo, 2013) Keterangan : 0-1 : Perasaan tidak
nyeri 1-3 : Nyeri ringan. 4-7 :Nyeri sedang. 17 7-9: Nyeri yang berat. 10 : Nyeri yang
sangat hebat. VAS adalah garis lurus sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung kiri

16
menandakan “tidak ada nyeri ” dan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling
buruk”. VAS merupakan pengukuran yang lebih sensitif karena dapat
mengidentifikasi setiap titik (Smeltzer, 2002 didalam Andarmoyo, 2013) 2) Skala
Numerik Gambar 2.3 Skala nyeri numerik (Andarmoyo, 2013) Mengandung nilai 1 –
10 yang bisa direpresentasikan dalam format verbal maupun grafik. Klien harus
diberikan penjelasan nilai terendah dan tertinggi dari skor nyeri (Andarmoyo,2013).
3. Nyeri berdasarkan karakteristik Menurut Judha (2012) yang terdiri dari : Provocate
/ Paliatif (P), penyebab terjadinya nyeri dari klien, hal yang membuat nyerinya lebih
baik, dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagian-bagian tubuh mana yang
mengalami cedera termasuk menghubungkan antara nyeri yang diderita dengan factor
psikologisnya, karena biasanya terjadinya nyeri hebat karena dari factor psikologis
bukan dari lukanya. 18 Quality(Q)kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif
yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan kalimat
nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti
di gencet. Region(R), untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita
untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman. Untuk
melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan meminta penderita
untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai kearah nyeri yang sangat.
Namun hal ini akan sulit dilakukan apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar
atau difuse. Severe(S), tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang
dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri, kualitas
nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala yang sifatnya kuantitas. Time(T),
tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian nyeri. Perlu
ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama menderita, seberapa
sering untuk kambuh dll.

2.15 Penatalaksanaan nyeri pasca bedah, 1. Farmakologis a. Analgesik: yang


diberikan pada pasien pasca bedah TUR-Prostat pada umumnya menggunakan
golongan non opioid (Andarmoyo, 2013). Golongan non opioid yang sering diberikan
adalah acetaminophen atau 19 non steroidal anti-inflamantory drugs (NSAIDs) dan

17
digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang. b. Terapi simptomatis :
pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot
polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase
inhibitor mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan
turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostatakan mengecil (Prabowo,
2014). 2. Non farmakologis : Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang
dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi
nonfarmakologis seperti distraksi dan relaksasi. a. Relaksasi merupakan terapi
perilaku-kognitif pada intervensi nonfarmakologis yang dapat mengubah persepsi
pasien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi pasien rasa pengendalian
yang lebih besar terhadap nyeri. Relaksasi akan menimbulkan respon fisiologis
seperti penurunan denyut nadi, penurunan konsumsi oksigen, penurunan kecepatan
pernapasan, penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan otot. Selain itu,
relaksasi akan berdampak terhadap respon psikologis yaitu menurunkan stress,
kecemasan, depresi dan penerimaan terhadap kontrol nyeri pasca bedah (Prabowo,
2014). 20 b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga
dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri (Prabowo, 2014).

2.16 Konsep Dewasa

2.17 Pengertian Dewasa adalah : masa-masa terjadi perubahan-perubahan dalam hal:


fungsi tubuh, minat, sikap, dan tingkah laku social terutama mempunyai tanggung
jawab terhadap perbuatan-perbuatannya (Sujarwo, 2013). 2.3.2 Klasifikasi dewasa
Menurut Handayani, 2009 : a) Masa dewasa muda (18-25 tahun) b) Masa dewasa
awal (25-40 tahun) c) Masa dewasa tengah (40-65 tahun) d) Masa dewasa akhir (65-
75 tahun) e) Masa dewasa lanjut (65-75 tahun) Menurut WHO 2016 klasifikasi lansia
meliputi : a) Usia pertengahan / Middle age : 45-59 tahun b) Lanjut usia / elderly : 60-
74 tahun c) Lanjut usia tua / old : 75-90 tahun d) Usia sangat tua / very old : diatas 90
tahun

18
2.18 ASUHAN KEPERAWATAN

1) PENGKAJIAN

 Anamnesis

Identitas Pasien

Nama : Tn. L

Tempat, tanggal lahir : Tasikmalaya, 25 Januari 1963

Alamat : Jl cilolohan, Tasikmalaya

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Tanggal Masuk : 2 April 2020

Tanggal Pengkajian : 2 April 2020

Ruang Perawatan : Anggrek

Diagnosa : Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

No. Rekam Medic : 11-45-45

Identitas Penaggung jawab

Nama : Ny. B

Tempat, tanggal, lahir : Tasikmalaya, 9 Juni 1965

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jl cilolohan, Tasikmalaya

Hubungan : istri

19
Riwayat kesehatan

Keluhan utama

Kesakitan pada bagian bawah perutnya, dan mengeluh tidak bisa buang air kecil total
sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Saat Ini

Pasien mengalami kesakitan pada bagian bawah perutnya, tidak bisa buang air kecil
sehingga menyebabkan buang air kecil tidak lancar. Pada saat dikaji pasien kesakitan
pada bagian bawah perutnya dan tidak bisa buang air kecil disertai urine agak
berwarna kemerahan, buang air kecil harus mengejan dan tersa nyeri dipinggangnya,
air kencing macet total, perut bagian bawah semakin besar, menegang dan saat nyeri,
nyeri teralokasi pada bagian bawah perutnya dan menyebar ke pinggang.

Riwayat Penyakit dahulu

Menurut penuturan klien dan keluarganya klien tidak pernah mengalami penyakit
tersebut sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga

Menurut penuturan keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang pernah
mengalami penyakit seperti ini.

 Pengkajian Psikososial

Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakit yang
dideritanya, cara apa saja yang dilakukan klien untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang diberikan
kepedanya.

 Pemeriksaan Fisik

20
B1 (Breathing)

Inspeksi

Terdapat masa padat dibawah abdomen bawah (distensi kandung kemih).

Palpasi

Pada palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada palpasi supra
simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri tekan.

Perkusi

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin terdapat suara redup
dikandug kemih karena terdapat residual (urin).

Auskultasi

Biasanya bising usus normal.

2) DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat

b. Nyeri berhubungan dengan iritasi dimukosa kandung kemih dan infeksi


disaluran perkemihan.

c. Cemas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah/ operasi.

3) RENCANA INTERVENSI

Retensi urin berhubungan dengan obstruksi akibat pembesaran prostat.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 klien dapat berkemih dengan

21
jumlah yang cukup dan tidak teraba distensi kandung kemih.

Kriteria Evaluasi:

Eliminasi urine lancar, urine berwarna kuning cerah tetapi sedikit pucat, volume

pengeluaran urin 3000cc/menit

Rencana Intervensi Rasional

Dorong pasien berkemih tiap 2-4 jam dan Meminimalkan retensi urin, distensi
bila tiba-tiba dirasakan. berlebihan pada kandung kemih.

Observasi aliran urine, perhatikan ukuran Berguna untuk mengevaluasi obstruksi


dan kekuatan. dan pilihan intervensi.

Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap Retensi urin meningkatkan tekanan
berkemih.
dalam saluran perkemihan atas yang

dapat mempengaruhi fungsi ginjal.

Dorong pasien untuk berkemih bila terasa Berkemih dengan dorongan sampai
adanya dorongan. mencegah retensi urine.

Dorong masukan cairan sampai 3000 Peningkatan aliran cairan mempertahan-


ml/hari.
kan perfusi ginjal dan membersihkan
ginjal dan kandung kemih dari
pertumbuhan bakteri.

Awasi tanda-tanda vital Kehilangan fungsi ginjal mengakibatkan


penurunan eliminasi cairan dan akumula-

si sisa toksik.

Berikan obat-obatna antispasmodik Menghilangkan spasme kandung kemih.

22
Nyeri berhubungan dengan iritasi dimukosa kandung kemih dan infeksi disaluran
perkemihan.

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 klien menyatakan nyeri hilang
dan mampu untuk melakukan istirahat dengan tenang.

Kriteria Evaluasi:

1.Hilangnya perasaan nyeri

2.menurunnya retensi nyeri.

3.adanya respon fisiologi yang baik.

Rencana Intervensi Rasional

Kaji nyeri, lokasi dan intensitas. Memberikan informasi untuk membantu


dalam menentukan pilihan/keefektivan
intervensi.

Perhatikan tirah baring bila Tirah baring mungkin diperlukan pada


awal selama fase retensi urine.
Diindikasikan.

Ajarkan klien tehnik relaksasi dan tehnik Membantu mengurangi rasa nyeri dengan
distraksi. cara mengalihkan perhatian klien.

Masukkan kateter untuk kelancaran Pengaliran kandung kemih meurunkan


drainase. tegangan dan kepekaan kelenjar.

Kolaborasi dalam pemberian obat Untuk menghilangkan nyeri berat dan


menberikan relaksasi mental dan fisik.
Antianalgetik sesuai indikasi, contoh

Eperidin

23
Cemas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah/ operasi

Tujuan:

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 diharapkan kecemasan klien


berkurang.

Kriteria Evaluasi:

1.Kecemasan berkurang

2.Pasien tampak rileks

3.TTV dalam batas normal.

Rencana Intervensi Rasional

Kaji tingkat kecemasan klien. Untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Berikan rasa nyaman pada klien. Memudahkan klien terhadap informasi


yang diberikan.

Berikan penjelasan tentang penyakitnya Meningkatkan pemahaman klien tentang


dan penyebab penyakitnya. penyakitnya.

Libatkan keluarga untuk mendampingi Agar klien merasa lebih tenang.


klien.

24
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Masalah yang diderita oleh klien dapat teratasi meliputi nyeri akut, hambatan
mobilitas ditempat tidur, resiko infeksi sehingga klien dapat sembuh lagi dan dapat
melakukan kegiatan sehari-hari tanpa masalah.

B. Saran

1. Untuk klien: agar selalu menerapkan anjuran dari dokter dan perawat supaya tidak
terjadi masalah yang sama dan dihindari.

2. Institusi pelayanan kesehatan : diharapakan meningkatkan kualitas, ketelitian,


perawatan, pendokumentasian dan pelayanan yang propesional.

3. Tenaga ksehatan: duharapkan dapat melakukan perawatan yang holistic,


komprehensif, serta tanggung jawab dalam melakukan tindakan

4. Pendidikan: supaya meningkatkan mutu pendidikan yang berkualitas, professional,


bermutu, terampail, cekatan dan bertanggung jawab.

25
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2000. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek Klinik


(Terjemahan). Edisi 6. Jakarta: EGC.

Djuantoro, D. 2011 Case Files: Ilmu Badah (Terjemahan). Edisi 3. Tangerang


Selatan: Karisma Publishing Group.

Doenges, E. M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Terjemahan). Edisi 3. Jakarta:


EGC.

Jitowiyono, S. 2011. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Edisi 2. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Muttaqin, A & Sari, K. 2009. asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses,


Aplikasi. Jakarta: salemba Medika.

NANDA. 2012-2014. Panduan Diagnosa Keperawatan (Terjemahan). Jakarta: EGC.

Purnomo, B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Sjamsuhidajat, R. 2011, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC

Wijaya, S. A. & Putri, M. Y. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan


Dewasa, Teori, Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

26

Anda mungkin juga menyukai