Disusun oleh :
Kelompok III
2019/2020
KATA PENGANTAR
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
asuhan keperawatan pada konsep diri, pembaca dan juga bagi penulis.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu yang telah
memberi tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kelompok kami tulis masih jauh dari kata
sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario.............................................................................................. 4
1.2 Analisa Kasus..................................................................................... 4
BAB II ISI
3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 25
B. Saran.............................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 26
BAB I
PENDAHULUAN
1. SKENARIO
Seorang laki-laki (68 tahun) dibawa ke RSUD Tasikmalaya dengan keluhan merasa
kesakitan pada bagian bawah perutnya, dia juga mengeluh tidak bisa buang air kecil
total sejak 3 hari yang lalu. Pada saat dilakukan pemeriksaan oleh seorang perawat
diketahui bahwa sejak tiga bulan terakhir sering buang air kecil akan tetapi tidak
lancar, tersendat dan akhir-akhir ini kadang urinnya agak berwarna kemerahan,
pasien juga mengeluhkan setiap buang air kecil harus mengejan dan terasa nyeri
dipinggangnya. Pasien sering terbangun di malam hari dan sulit tidur kembali, hal ini
membuat pasien merasa cemas kurang berenergi di siang harinya. Pasien tidak pernah
mempunyai riwayat penyakit prostat. Sejak 5 jam sebelum datang ke rumah sakit, air
kencingnya macet total, perut bagian bawah semakin memberas, menegang dan
sangat nyeri. Pasien direncanakan akan menjalani operasi TURP besok.
Hasil pemeriksaan fisik: Irama jantung regular, Nadi 69x/ menit, kuat, Tensi darah
110/80 mmHg, Frekuensi nafas 22x/menit, Suhu tubuh 37 C.
4
1. Langkah 1 (Klarifikasi dan identifikasi istilah)
a. Prostat
b. Operasi TURP
JAWAB
a. Peradangan prostat atau bisa disebut pula dengan istilah prostatis ini
merupakan peradangan ataupun pembengkakan pada kelenjar prostat. Penyakit
prostat ini lebih sering terkena pada pria yang berusia 30 hingga 50 tahun.
1. Prostat adalah kelenjar kecil yang terletak di bagian dasar kandung kemih.
Kelenjar ini merupakan bagian dari sistem reproduksi dan posisinya mengelilingi
saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke penis. Prostat juga berfungsi
5
sebagai penghasil semen, yaitu cairan yang dikeluarkan bersama sperma saat
ejakulasi.
6
kemih dan pada usia 75 tahun 50% pria mengalami pelemahan pancaran urin (weak
stream).
7
1) Apa saja gejala jika seseorang terkena BPH?
6. Langkah 6
1) Tingkat keparahan gejala pembesaran prostat jinak bisa berbeda pada tiap
penderita, tetapi umumnya akan memburuk seiring waktu. Gejala utama penderita
benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah gangguan saat buang air kecil, yang bisa
berupa:
2) Pembesaran prostat jinak tidak dapat dicegah. Upaya pencegahan yang bisa
dilakukan adalah mencegah agar gejalanya tidak semakin memburuk, yaitu dengan
perawatan mandiri.
Atau bisa juga mencegah kondisi semakin memburuk dengan segera memeriksakan
diri ke dokter begitu mengalami gejala pembesaran prostat jinak. Dengan begitu,
kondisi Anda dapat segera ditangani sebelum muncul komplikasi.
8
3) Pengobatan pembesaran prostat jinak tergantung pada usia dan kondisi pasien,
ukuran prostat, serta tingkat keparahan gejala. Metode pengobatan yang dapat
dilakukan meliputi:
a. Perawatan mandiri
Bila gejala yang dirasakan tergolong ringan, pasien bisa melakukan penanganan
secara mandiri untuk meredakan gejala, yaitu dengan:
antihistamin.
• Membuat jadwal untuk buang air kecil, misalnya tiap 4 atau 6 jam.
• Menjaga berat badan ideal, dengan menjalani pola makan yang sehat.
b. Obat-obatan
Bila pengobatan mandiri tidak bisa meredakan gejala, dokter dapat meresepkan obat-
obatan berikut:
9
Penelitian menunjukkan bahwa obat untuk menangani disfungsi ereksi, seperti
tadalafil, juga bisa digunakan untuk mengatasi pembesaran prostat jinak.
c. Operasi
Ada sejumlah metode operasi prostat yang bisa digunakan dokter urologi untuk
mengatasi pembesaran prostat jinak, di antaranya:
TURP merupakan metode operasi yang paling sering dilakukan untuk mengangkat
kelebihan jaringan prostat. Dalam prosedur ini, jaringan prostat yang menyumbat
diangkat sedikit demi sedikit, menggunakan alat khusus yang dimasukkan melalui
lubang kencing.
TUIP tidak mengangkat jaringan prostat, namun membuat irisan kecil pada prostat
agar aliran urine menjadi lancar. Prosedur ini dilakukan pada pembesaran prostat
yang ukurannya kecil hingga sedang.
Selain kedua prosedur di atas, jaringan prostat yang menyumbat bisa dibakar dengan
sinar laser atau diangkat melalui operasi terbuka. Pengangkatan prostat melalui
operasi terbuka (prostatektomi) dilakukan apabila ukuran jaringan prostat sudah
sangat besar atau sudah terdapat kerusakan pada kandung kemih. Dalam prosedur ini,
prostat diangkat melalui sayatan yang dibuat di perut.
Belum diketahui apa yang menyebabkan pembesaran prostat jinak. Akan tetapi,
kondisi ini diduga terkait dengan perubahan pada keseimbangan kadar hormon
seksual seiring pertambahan usia pria.
Pada sebagian besar pria, prostat akan terus tumbuh seumur hidup. Ketika ukurannya
cukup besar, prostat akan menghimpit uretra, yaitu saluran yang mengalirkan urine
10
dari kandung kemih ke lubang kencing. Kondisi inilah yang menyebabkan munculnya
gejala-gejala di atas.
Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang terkena pembesaran
prostat jinak, yaitu:
• Kurang berolahraga
BAB II
ISI
Pada bab ini, penulis akan menjelaskan tentang teori “Nyeri pada klien Post Operasi
BPH”. Pada bab ini juga akan disajikan materi sebagai berikut: konsep BPH, konsep
nyeri pada post operasi BPH, dan asuhan keperawatan post operasi BPH dengan
masalah nyeri.
2.2 Definisi BPH BPH ( Benigna Prostat Hyperplasia ) adalah suatu keadaan dimana
kelenjar prostat mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih
dan menyumbat aliran urine dengan menutup orifisium uretra (Smeltzer dan Bare,
2013). Hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel dan diikuti oleh penambahan
jumlah sel. BPH merupakan suatu kondisi patologis yang paling umum di derita oleh
laki-laki dengan usia rata-rata 50 tahun ( Prabowo dkk, 2014 ). Gambar 2.1 BPH
(Benign Prostatic Hyperplasia) 7
11
2.3 Tanda dan Gejala BPH Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH
meliputi:
1. Gejala obstruktif
a. Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan
mengejan.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala iritasi
a.Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan.
b.Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat terjadi pada
malam dan siang hari.
12
2.5 Etiologi BPH Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut: 1.
Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto
androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hyperplasia. 2. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini
terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan
hormone estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stroma pada prostat. 3. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat
peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH. 9 4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat. 5. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan
mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi BPH.
13
instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran
kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH. c.
Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat
lewat uretra menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi
dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan alat
pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus listrik. 11
2.9 Patofisiologi Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya
usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena
produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung
pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan
dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.
Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel
14
kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat
mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga
mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin,
buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013).
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan
struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih
sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot
detrusor masuk ke dalam fase 13 dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk
berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non
invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang
paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014) .
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan
resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk
pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang
disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada
lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai
konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012) 14
2.10 Pathway Bagan 2.1 Pathway BPH ( Benign Prostatic Hyperplasia ) Prabowo,
dkk. 2014 Faktor usia (usia lanjut) Perubahan keseimbangan hormon testosterone dan
esterogen memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat BPH Tindakan
pembedahan Trauma bekas resectocopy Saraf eferen memberi respon Nyeri akut
Rangsangan saraf Diameter kecil Kadar testosteron Kadar esterogen meningkat
menurun Poliferasi sel prostat Hiperplasia sel prostat 15
15
2.11 Konsep Nyeri Akut
2.12 Definisi nyeri Akut, Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas
yang bervariasi ringan sampai berat dan berlangsung dalam waktu beberapa detik
hingga enam bulan (Andarmoyo, 2013).
2.13 Penyebab nyeri Akut, Nyeri akut sebagian terbesar, di akibatkan oleh penyakit,
radang, atau injuri. Nyeri ini awalnya datang tiba-tiba dan biasanya. Nyeri akut
biasanya sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Apabila nyeri akut tidak diatasi
secara adekuat mempunyai efek nyeri yang dapat membahayakan diluar
ketidaknyamanan yang disebabkannya seperti mempengaruhi system pulmonary,
kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan imunologik (Ardiansyah, Muhammad
2012).
2.14 Klasifikasi nyeri akut, 1. Nyeri berdasarkan lokasi atau sumber a.Nyeri
somatic supervisial (kulit) b. Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur super visial
kulit dan jaringan subkutis. c. Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang
berasal dari otot tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri. d. Nyeri visera
mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. 16 e. Nyeri alih, nyeri
berasal dari salah satu daerah di tubuh teapi dirasakan terletak di daerah lain. f. Nyeri
neuropatik system syaraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan
dari system syaraf tepi (SST) ke system syaraf pusat (SSP) menimbulkan nyeri. 2.
Alat ukur Nyeri a. Intensitas nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa
parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri dengan
subjektif dan individu, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat-sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran subjektif nyeri dapat
dilakukan menggunakan : 1) Visual analoge scale (VAS). Gambar 2.1 Skala nyeri
Visual Analog Scale (VAS) (Andarmoyo, 2013) Keterangan : 0-1 : Perasaan tidak
nyeri 1-3 : Nyeri ringan. 4-7 :Nyeri sedang. 17 7-9: Nyeri yang berat. 10 : Nyeri yang
sangat hebat. VAS adalah garis lurus sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas
nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Ujung kiri
16
menandakan “tidak ada nyeri ” dan ujung kanan menandakan “nyeri yang paling
buruk”. VAS merupakan pengukuran yang lebih sensitif karena dapat
mengidentifikasi setiap titik (Smeltzer, 2002 didalam Andarmoyo, 2013) 2) Skala
Numerik Gambar 2.3 Skala nyeri numerik (Andarmoyo, 2013) Mengandung nilai 1 –
10 yang bisa direpresentasikan dalam format verbal maupun grafik. Klien harus
diberikan penjelasan nilai terendah dan tertinggi dari skor nyeri (Andarmoyo,2013).
3. Nyeri berdasarkan karakteristik Menurut Judha (2012) yang terdiri dari : Provocate
/ Paliatif (P), penyebab terjadinya nyeri dari klien, hal yang membuat nyerinya lebih
baik, dalam hal ini perlu dipertimbangkan bagian-bagian tubuh mana yang
mengalami cedera termasuk menghubungkan antara nyeri yang diderita dengan factor
psikologisnya, karena biasanya terjadinya nyeri hebat karena dari factor psikologis
bukan dari lukanya. 18 Quality(Q)kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif
yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendiskripsikan nyeri dengan kalimat
nyeri seperti ditusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superfisial, atau bahkan seperti
di gencet. Region(R), untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita
untuk menunjukkan semua bagian / daerah yang dirasakan tidak nyaman. Untuk
melokalisasi lebih spesifik maka sebaiknya tenaga kesehatan meminta penderita
untuk menunjukkan daerah yang nyerinya minimal sampai kearah nyeri yang sangat.
Namun hal ini akan sulit dilakukan apabila nyeri yang dirasakan bersifat menyebar
atau difuse. Severe(S), tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang
dirasakan oleh penderita, karena akan diminta bagaimana kualitas nyeri, kualitas
nyeri harus bisa digambarkan menggunakan skala yang sifatnya kuantitas. Time(T),
tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi dan rangkaian nyeri. Perlu
ditanyakan kapan mulai muncul adanya nyeri, berapa lama menderita, seberapa
sering untuk kambuh dll.
17
digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang. b. Terapi simptomatis :
pemberian golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot
polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka. Obat golongan 5-alfa-reduktase
inhibitor mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga dengan
turunnya kadar testosterone dalam plasma maka prostatakan mengecil (Prabowo,
2014). 2. Non farmakologis : Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang
dapat dilakukan dengan mengkombinasikan pemberian analgesik dengan terapi
nonfarmakologis seperti distraksi dan relaksasi. a. Relaksasi merupakan terapi
perilaku-kognitif pada intervensi nonfarmakologis yang dapat mengubah persepsi
pasien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri dan memberi pasien rasa pengendalian
yang lebih besar terhadap nyeri. Relaksasi akan menimbulkan respon fisiologis
seperti penurunan denyut nadi, penurunan konsumsi oksigen, penurunan kecepatan
pernapasan, penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan otot. Selain itu,
relaksasi akan berdampak terhadap respon psikologis yaitu menurunkan stress,
kecemasan, depresi dan penerimaan terhadap kontrol nyeri pasca bedah (Prabowo,
2014). 20 b. Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga
dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi
terhadap nyeri (Prabowo, 2014).
18
2.18 ASUHAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Tn. L
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Nama : Ny. B
Hubungan : istri
19
Riwayat kesehatan
Keluhan utama
Kesakitan pada bagian bawah perutnya, dan mengeluh tidak bisa buang air kecil total
sejak 3 hari yang lalu.
Pasien mengalami kesakitan pada bagian bawah perutnya, tidak bisa buang air kecil
sehingga menyebabkan buang air kecil tidak lancar. Pada saat dikaji pasien kesakitan
pada bagian bawah perutnya dan tidak bisa buang air kecil disertai urine agak
berwarna kemerahan, buang air kecil harus mengejan dan tersa nyeri dipinggangnya,
air kencing macet total, perut bagian bawah semakin besar, menegang dan saat nyeri,
nyeri teralokasi pada bagian bawah perutnya dan menyebar ke pinggang.
Menurut penuturan klien dan keluarganya klien tidak pernah mengalami penyakit
tersebut sebelumnya.
Menurut penuturan keluarga klien tidak ada anggota keluarga yang pernah
mengalami penyakit seperti ini.
Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakit yang
dideritanya, cara apa saja yang dilakukan klien untuk mengatasi masalah yang
dihadapinya serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang diberikan
kepedanya.
Pemeriksaan Fisik
20
B1 (Breathing)
Inspeksi
Palpasi
Pada palpasi bimanual ditemukan adanya rabaan pada ginjal. Dan pada palpasi supra
simfisis akan teraba distensi bladder dan terdapat nyeri tekan.
Perkusi
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin terdapat suara redup
dikandug kemih karena terdapat residual (urin).
Auskultasi
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN
3) RENCANA INTERVENSI
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 klien dapat berkemih dengan
21
jumlah yang cukup dan tidak teraba distensi kandung kemih.
Kriteria Evaluasi:
Eliminasi urine lancar, urine berwarna kuning cerah tetapi sedikit pucat, volume
Dorong pasien berkemih tiap 2-4 jam dan Meminimalkan retensi urin, distensi
bila tiba-tiba dirasakan. berlebihan pada kandung kemih.
Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap Retensi urin meningkatkan tekanan
berkemih.
dalam saluran perkemihan atas yang
Dorong pasien untuk berkemih bila terasa Berkemih dengan dorongan sampai
adanya dorongan. mencegah retensi urine.
si sisa toksik.
22
Nyeri berhubungan dengan iritasi dimukosa kandung kemih dan infeksi disaluran
perkemihan.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 klien menyatakan nyeri hilang
dan mampu untuk melakukan istirahat dengan tenang.
Kriteria Evaluasi:
Ajarkan klien tehnik relaksasi dan tehnik Membantu mengurangi rasa nyeri dengan
distraksi. cara mengalihkan perhatian klien.
Eperidin
23
Cemas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah/ operasi
Tujuan:
Kriteria Evaluasi:
1.Kecemasan berkurang
24
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Masalah yang diderita oleh klien dapat teratasi meliputi nyeri akut, hambatan
mobilitas ditempat tidur, resiko infeksi sehingga klien dapat sembuh lagi dan dapat
melakukan kegiatan sehari-hari tanpa masalah.
B. Saran
1. Untuk klien: agar selalu menerapkan anjuran dari dokter dan perawat supaya tidak
terjadi masalah yang sama dan dihindari.
25
DAFTAR PUSTAKA
26