kepegawaian. DUK dibuat Dalam rangka menjamin objektifitas pekerjaan pegawai negeri sipil
(PNS) berdasarkan sitem karir dan sistem prestasi kerja maka dibuatlah dan dipelihahara yang
lebih dikenal dengan sebutan Daftar Urut Kepangkatan pegawai negeri sipil.
Fungsi DUK
DUK memiliki fungsi sebagai salah satu bahan untuk melaksanakan pembinaan karier PNS
berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, oleh karena itu Daftar Urut Kepangkatan
perlu dibuat dan dipelihara terus menerus tiap tahunnya secara rutin. Dengan DUK pembinaan
karir PNS dapat dilakukan secara objektif.
Pembinaan karir tersebut meliputi: kepangkatan, penempatan dalam jabatan, pengiriman untuk
mengikuti pelatihan jabatan dan lain sebagainya.
Duk juga berguna sebagai bahan pertimbangan untuk mengisi lowongan, maka PNS yang
menduduki DUK lebih tinggi wajib dipertimbangkan. tetapi bila tidak mungkin diangkat untuk
mengisi lowongan karna tidak memenuhi syarat2 lainya seperti syarat kecakapan,
kepemimpinan, pengalaman dan lainnya maka harus diberitahukan kepadanya, sehingga dapat
berusaha untuk memenuhi kekurangan tersebut untuk kepentingan masa mendatang.
1. Berdasarkan Pangkat PNS
PNS/ASN yang memiliki pangkat lebih tinggi, dicantumkan pada no. urut yang lebih tinggi
dalam DUK. Bila ter.dapat 2 orang atau lebih PNS yang berpangkat sama, misalnya Pembina
Tingkat I golongan ruang IV/b, maka di antara mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut
dicantumkan pada nomor urut yang lebih tinggi dalam DUK.
2. Berdasarkan Jabatan PNS
Bila terdapat 2 orang atau lebih PNS yang memiliki pangkat sama dan diangkat dalam pangkat
itu pada waktu yang sama, maka di antara mereka yang memangku jabatan lebih tinggi
dicantumkan pada nomor urut yang lebih tinggi dalam DUK.
Apabila tingkat jabatan juga sama, maka di antara mereka yang lebih dahulu diangkat dalam
jabatan yang sama tingkatnya itu, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi pada Daftar
Urut Kepangkatan.
3. Berdasarkan Masa Kerja PNS
Bila ada 2 orang atau lebih PNS memiliki pangkat yang sama, dan menduduki jabatan yang
sama, maka di antara mereka yang memiliki masa kerja sebagai PNS lebih banyak dicantumkan
dalam no. urut yang lebih tinggi dalam DUK.
Masa kerja yang diperhitungkan dalam DUK, ialah masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk
penetapan gaji.
4. Berdasarkan Latihan Jabatan PNS
Bila terdapat 2 orang atau lebih Pegawai Negeri Sipil memiliki pangkat yang sama, menduduki
jabatan sama dan mempunyai masa kerja sama, maka di antara pegawai yang pernah mengikuti
latihan jabatan yang ditentukan, yang dicantumkan dalam nomor urut lebih tinggi pada
penyusunan Daftar Urut Kepangkatan. Apabila jenis dan tingkat latihan jabatan sama, maka di
antara pegawai yang terlebih dahulu lulus dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi pada
saat penyusunan DUK.
5. Berdasarkan Pendidikan PNS
Bila ada 2 orang atau lebih PNS memiliki pangkat yang sama, menduduki jabatan yang sama,
memiliki total masa kerja yang sama, dan lulus dari latihan jabatan yang sama, maka di antara
pegawai yang lulus dari pendidikan lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
dalam DUK. Bila tingkat pendidikannya sama, maka di antara pegawai yang lebih dulu lulus
dicantumkan pada no. urut yang lebih tinggi dalam DUK.
6. Berdasarkan Usia PNS
Bila terdapat 2 orang atau lebih PNS yang mempunyai pangkat sama, menduduki jabatan sama,
memiliki masa kerja sama, lulus dari latihan jabatan sama, dan lulus dari pendidikan yang juga
sama, maka di antara pegawai yang berusia lebih tinggi dicantumkan pada nomor urut yang lebih
tinggi dalam DUK.
Cara Pengisian Daftar Urut Kepangkatan (DUK)
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai pengisian data DUK yang benar.
1. Penulisan Nomor Urut
Diisi menggunakan angka (value), tanpa tanda titik Angka 1 s.d. jumlah Pegawai Negeri Sipil
pada instansi yang bersangkutan;
2. Penulisan Nama
Diisi dengan nama lengkap serta gelar yang dimiliki
Setelah inisial gelar di depan nama, diberi tanda titik dan 1 spasi. Contoh: Drs.
Poerwanto
Antara gelar yang satu dan lainnya diberi 1 spasi. Contoh : Drs. Ir. Prof. H. Poerwanto
Untuk inisial gelar yang berada di belakang nama, setelah huruf akhir nama, diberi tanda
koma (,) dan 1 spasi, selanjutnya inisial gelar. Contoh : Drs. Ir. Prof. H. Poerwanto,
M.Si.
Untuk singkatan nama, yang berada di depan atau di belakang nama utama, diberi tanda
titik dan 1 spasi (tanpa tanda koma). Contoh : (M. Poerwanto bukan M Poerwanto.M.),
(Poerwanto bukan M Poerwanto.), (Poerwanto M. bukan Poerwanto. M atau Poerwanto.
M.).
Untuk nama singkatan yang menggunakan 2 atau lebih huruf kapital atau gabungan huruf
kapital dan kecil, cukup diberi 1 tanda titik setelah huruf terakhir, Contoh : (Muh.
Poerwanto HS.), (HM. Poerwanto), (Hj. Yuliani Kas.)
Untuk nama dengan singkatan nama yang diikuti oleh inisial gelar, setelah tanda titik
diberi tanda koma (,), 1 spasi kemudian inisial gelar, Contoh : Drs. Ir. Prof. H. Moh.
Abdu HS., M.Si.
3. Penulisan NIP
Diisi dengan angka, NIP terdiri dari 18 digit.
Tanpa tanda titik.
Tanpa Spasi.
Contoh :197102271997022001
4. Penulisan Gol. / Ruang Pangkat Terakhir.
Tanpa menggunakan Spasi dan Tanpa menggunakan Titik (.)
Sesuai dengan SK Kenaikan pangkat terakhir.
Contoh : IV/e IV/d IV/c IV/b IV/a/III/d III/c III/b III/a II/d II/c II/b II/aI/d I/c I/b I/a
5. Penulisan TMT Kenaikan Pangkat
Terhitung Mulai Tanggal (TMT). Kenaikan Pangkat terakhir
Sesuai dgn SK Kenaikan Pangkat terakhir
Formatnya : dd-mm-yyyy
Contoh : 01-03-2002
6. Penulisan Nama Jabatan
Ditulis sesuai dengan NOMENKLATUR atau Struktur Organisasi instansi bersangkutan.
Jika terlalu panjang, bisa disingkat dengan bentuk baku atau yang umum/ sering
digunakan, diantaranyan : (Ka. Dinas), (Ka. Badan), (Wk. Ka.), (Karo), (Kasubdin),
(Kabag), (Kabid.),(Kasubbid), (Set.), (Sek.), (Dir.), (WK. Dir.), (Kasubbag), (Kasubbid),
(Kasi), (Ka. UPTD).
Jika terdapat Nama Jabatan Struktural Eselon IV (di bawah Eselon III) dalam suatu
instansi yang sama, maka Nama Jabatan tersebut harus dilengkapi dengan Jabatan
Struktural Eselon III nya. Misalnya: Kasubbid
Istilah Staf untuk Pegawai Negeri Sipil yang tidak memiliki Jabatan Struktural, sebaiknya
tidak digunakan. contohnya: Juru Ketik, Caraka, Sopir/Pengemudi
Gunakan istilah Pelaksana atau Pengadministrasi untuk Pegawai Negeri Sipil yang tidak
mempunyai Jabatan Struktural. Seperti :Pelaksana Administrasi Kepegawaian,
Pengadministrasi Data Kenaikan Pangkat, Pelaksana Administrasi Keuangan, Pelaksana
Pengawasan Lapangan.
Setelah Nama Jabatan Pelaksana .... atau Peng-administrasi .... sebaiknya dilengkapi
dengan nama Jabatan Struktural ditempat PNS tersebut bertugas. Misalnya: Pelaksana
Administrasi Kepegawaian Subbag Umum, Pengadministrasi Data Kenaikan Pangkat
Subbag Kenaikan Pangkat, Pelaksana Administrasi Keuangan Subbag Keuangan,
Pelaksana Pengawasan Lapangan Seksi Jalan dan Jembatan.
7. Penulisan Eselon
Tanpa menggunakan Spasi di antara Tanda Titik Tengah
Tanpa tanda titik setelah karakter terakhir
Contoh : (I.B), (II.A), (III.A), (IV.A), (V.A), (II.B), (III.B), (IV.A), (V.A).
8. Penulisan TMT Eselon
Terhitung Mulai Tanggal (TMT) Pelantikan pada Eselon ybs.
Sesuai dengan Surat Pernyataan Pelantikan Eselon ybs.
Input data : dd/mm/yy
Baca Juga:
Cara Tepat Menghitung Masa Kerja Pegawai Negeri Sipil
Pengertian Aadministrasi Sekolah
14. Penulisan Nama Pendidikan
Sebaiknya nama pendidikan disingkat sesuai dengan bentuk baku atau yang umum
digunakan, seperti : Fekon, Fisipol, Poltek,, Faperta, Fahutan , Ak. Farmasi, F.
Kedokteran, F. Teknik Unmul, F. Hukum, ABA, UI, Akper, SMA, Unair, SMU STM
ITB, SPMA, SMP, Untag, SKKA, SKKP, ITSSTN, PGAN, IPBSD, FKIP, UGM, SR,
IKIP, Unhas.
Penulisan Nama Pendidikan agar sesuai dengan urutan sebagai berikut:
1. Fakultas, Jurusan, Universitas, Kota
2. Akademi, Jurusan, Kota
3. Sekolah, Jurusan, Kota
Contoh:
Tarbiyah dan Keguruan, Pendidikan Agama Islam, UIN, Jambi
Fekon, Akuntantasi, Unmul, Samarinda
F. Kedokteran, Umum, Airlangga Surabaya
FKIT, Teknik Listrik, IKIP, Surabaya
STIE, Manajemen Pemasaran, Jambi
Akper, Keperawatan, Jambi
ABA, Sastra Inggris, Yogyakarta
Poltek, Tata Niaga, Samarinda
SMAN 4, IPS, Muarojambi
SMKN 2, Muarojambi
SMPN 13, Muarojambi
Dasar Hukum :
Undang-Undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 1999;
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1979;
Surat Edaran Kepala BAKN No. 03 Tahun 1980.