TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Sosial (M.Sos)
pada Program Magister (S2) Prodi Komunikasi & Penyiaran Islam (KPI)
Program PascaSarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Oleh:
NURHAYATI NUFUS
NIM. 2180100050
LEMBAR PERSETUJUAN
Oleh:
Nurhayati Nufus
NIM: 2180100050
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
2
ABSTRAK
3
ABSTRACK
4
PERNYATAAN
Bandung, 16 Desember
2020
Yang membuat pernyataan,
NURHAYATI NUFUS
NIM 2180100050
5
KATA PENGANTAR
NURHAYATI NUFUS
NIM 2180100050
6
RIWAYAT HIDUP
7
DAFTAR ISI
8
3.3 Metode Penelitian.............................................................................................41
3.4 Jenis Penelitian.................................................................................................41
3.5 Sumber Data Penelitian....................................................................................42
3.6 Informan dan Subjek Penelitian........................................................................44
3.7 Teknik Pengumpulan Data...............................................................................44
3.8 Analisis Data.....................................................................................................49
3.9 Lokasi/Objek Penelitian danWaktu Penelitian.................................................50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Lembaga Sensor Film Republik Indonesia ............................................52
4.1.1 Sejarah Pembentukan Lembaga Sensor Film Republik Indonesia..........52
4.1.2 Visi dan Misi Lembaga Sensor Film Republik Indonesia.......................115
4.1.3 Struktural Lembaga Sensor Film Republik Indonesia............................116
4.1.4 Logo Lembaga Sensor Film Republik Indonesiaq..................................118
4.1.5 Lokasi Kantor Lembaga Sensor Film Republik Indonesia.....................118
4.2 Analisis LSF dalam Menyeleksi Film Bergenre Agama...................................118
4.2.1. Proses Penyensoran Film........................................................................118
4.2.2.Pertimbangan penilaian, penentuan kelayakan film dari Lembaga
Sensor Film (LSF) dalam menyeleksi, menilai tayangan atau adegan
yang disensor film bergenre Agama Menurut: ......................................133
4.2.2.1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pedoman dan
kriteria Penyensoran, Penggolongan Usia Penonton, dan
Penarikan Film dari Peredaran....................................................133
4.2.2.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2014 Tentang Lembaga Sensor Film...........................................144
4.2.2.3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009
tentang Perfilman........................................................................162
4.2.3. Sensor Mandiri........................................................................................192
4.2.5. Surat Tanda Lulus Sensor (STLS...........................................................197
4.3. perfilman...........................................................................................................201
4.3.1. Sensor film..............................................................................................204
9
4.3.2. Pertunjukan Perfilman............................................................................206
4.3.3. Pelanggaran Diperfilman........................................................................209
4.3.4.Sanksi Terhadap Film Tidak Sesuai dengan Surat Tanda Lulus Sensor. 212
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan........................................................................................................218
5.2 Saran..................................................................................................................219
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................220
10
DAFTAR SKEMA GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
11
BAB I
PENDAHULUAN
iklan film. Persoalan yang kian hari kian menghangat ketidak pahaman
masyarakat akan sikap Lembaga Sensor Film yang menjadi Garda Budaya
(STLS) Surat Tanda Lulus Sensor tanda bahwa film dan iklan film yang
Sebaliknya jika tidak sesuai, maka akan dikembalikan pada pemilik film untuk
diperbaiki dan dilakukan sensor ulang. Namun yang terjadi sekarang ini adalah
banyak sekali film yang beredar dan dipertunjukan kepada masyarakat tanpa
melalui proses penyensoran dan memeroleh Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).
film tanpa melakukan potongan atau revisi yang telah direkomendasikan oleh
Lembaga Sensor Film (LSF). Film yang diedarkan atau dipertunjukkan kepada
pemilik film tanpa Surat Tanda Lulus Sensor (STLS), maka dapat dikenakan
12
membidangi urusan kebudayaan dalam hal ini Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan setelah mendapat usul dari Lembaga Sensor Film (LSF). Terkait
2009 tentang Perfilman hingga kini, Peraturan Pemerintah tersebut belum juga
terbit. Hal ini menjadi kendala dalam penegakan hukum pemberian sanksi
administratif.
penerapan Ordonasi Film tahun 1916 (film Ordonantie 1916). Kini dalam kurun
waktu satu abad tersebut Lembaga Sensor Film telah beberapa kali berganti
nama yakni Panitia Pengawas Film (PPF) tahun 1950-1966, Kemudian menjadi
Badan Sensor Film (BSF) pada tahun 1966-1992, kemudian berubah kembali
Tak lepaas dari sejarah bangsa Indonesia, dari penjajahan Hindia Belanda
lahirlah sensor film. Diawali penetapan Ordonansi Film tahun 1916. Kemudian
pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu menetapkan sensor sebagai kontrol
13
Sensor film adalah penelitian, penilaian dan penentuan kelayakan film dan
iklan film untuk dipertunjukan kepada khalayak umum hal ini diperkuat dalam
Kmudian Lembaga Sensor Film (LSF) adalah sebuah lembaga yang bertugas
menetapkan status edar film-film Indonesia. Sebuah film hanya dapat diedakan
jika dinyatakan lulus sensor oleh Lembaga Sensor Film. Lembaga Sensor Film
foster film. Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor juga menetapkan
dan pengaruh dari suatu film baik positif maupun negatif sehingga sensor
menjadi media untuk mengendalikan dan mengawasi efek dari film dan iklan
film. Peranan yang harus Lembaga Sensor Film jalankan adalah pertama,
iklan film. Kedua, Lembaga Sensor Film sebagai mercusur dalam dunia
berkembang dan produktifitasnya film nasional yang lebih baik dan berdaya
senantiasa membangun dialog yang kontruktif dengan pemilik film dan iklan
14
terbangunnya persamaan persepsi. Keempat, Lembaga Sensor Film diamanati
budaya sensor mandiri. Dalam hal ini haruslah dipahami bahwa kesadaran dan
kemampuan masyarakat untuk memilah dan memilih film yang tepat sesuai
Ekonomi. Film bergenre Agama menjadi fungsi pendidikan bagi para penonton
film karena didalam film bergenre agama terdapat nilai-nilai religi keislaman
maka peneliti ingin membahas tentang film bergenre agama secara mendalam
15
1. Apa yang menjadi pertimbangan penelitian, penilaian dan penentuan
kelayakan film dari Lembaga Sensor Film (LSF) dalam menyeleksi/ menilai
tayangan atau adegan yang disensor agar diketahui bahwa film tersebut
kelayakan film dari Lembaga Sensor Film (LSF) dalam menyeleksi/ menilai
tayangan atau adegan yang disensor agar diketahui bahwa film tersebut
kelayakan film dari Lembaga Sensor Film (LSF) dalam menyeleksi/ menilai
tayangan atau adegan yang disensor agar diketahui bahwa film tersebut
1. Tujuan Penelitian
16
Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 14
Perfilman
a. Teoretis
terhadap sensor film dalam meyeleksi film bergenre agama dan menambah
Penyiaran Islam.
17
b. Praktis
perfilman.
Mandarin dan non Mandarin dan penyensor kaset video. 2 Peraturan Pemerintah
1.
Lembaga Sensor Film, hal 141
2.
Lembaga Sensor Film , hal 147
18
tersebut dikeluarkan pada tanggal 3 Maret 1994, bersamaan dengan
penelitian, penilaian, dan penentuan kelayakan film dan iklan film untuk
tahun 2009 tentang Perfilman, fungsi dari Lembaga Sensor Film untuk
berikut :
19
d. Pemberian kemudahan masyarakat dalam memilih dan menikmati
pertunjukkan film dan iklan film yang bermutu serta memahami
pengaruh film dan iklan film.
e. Pembantuan pemilik film dan iklan film dalam memberi informasi
yang benar dan lengkap kepada masyarakat agar dapat memilih dan
menikmati film yang bermut dan
f. Pemantauan apresiasi masyarakat terhadap film dan iklan film yang
diedarkan, dipertunjukkan dan menganalisis hasil pemantauan tersebut
untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tugas
penyensoran berikutnya dan/atau disampaikan kepada menteri sebagai
bahan pengambilan kebijakan kearah pengembangan perfilman di
Indonesia.5
Penyensoran dilakukan dengan prinsip memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari pengaruh negatif film dan iklan film.Persoalan yang kian hari
Sensor Film yang menjadi Garda Budaya Bangsa. 6Lembaga Sensor Film
Tahun 2009 tentang Perfilman. Film dan iklan film yang sesuai dengan
film untuk diperbaiki dan dilakukan sensor ulang. Namun, yang terjadi sekarang
ini adalah banyak sekali film yang beredar dan dipertunjukkan kepada
Lulus Sensor (STLS). Lembaga Sensor Film (LSF) tidak lagi memotong film
yang tidak sesuai dengan pedoman dan kriteria penyensoran, tetapi pemilik
5 .
Lembaga Sensor Film, Pasal 7
6.
Lembaga Sensor Film, Paradigma Baru Lembaga Sensor Film Sebagai Garda Budaya
Bangsa,Jakarta: Sekretariat Lembaga Sensor Film, 2005, hal 7
20
filmlah yang memotongataumerevisi sendiri film yang telah disensorkan,
film tanpa melakukan potongan atau revisi yang telah direkomendasikan oleh
Lembaga Sensor Film (LSF). Film yang diedarkan atau dipertunjukkan kepada
pemilik film tanpa Surat Tanda Lulus Sensor (STLS), maka dapat dikenakan
Kebudayaan setelah mendapat usul dari Lembaga Sensor Film (LSF). Terkait
2009 tentang Perfilman hingga kini, Peraturan Pemerintah tersebut belum juga
terbit. Hal ini menjadi kendala dalam penegakan hukum pemberian sanksi
administratif.
Hal ini berlaku menggunakan asas Lex posterior derogat legi priori adalah asas
21
hukum karena Peraturan Pemerintah yang mengatur sanksi administratif
Perfilman, bahwa:
Perfilman, bahwa:
“Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan
melalui media layar lebar, televisi, dan jaringan teknologi informatika wajib
memperoleh surat tanda lulus sensor (STLS). Surat tanda lulus sensor
masyarakat.
7.
UU No. 33 tahun 2009, Pasal 30 a. 1.
8.
Pasal 57 a. 1
9.
Komisi Penyiaran Indonesia, Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
(P3SPS), Pasal 39
22
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Lembaga Sensor Film (LSF)
Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) yang dikeluarkan oleh
Lulus Sensor (STLS) dari Lembaga Sensor Film, film tersebut harus disensor
Lembaga Sensor Film dengan P3SPS yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran
Dunia tanpa batas dan pengalaman baru yang dihasilkan dari loncatan
teknologi, informasi komunikasi itu bukan tidak mungkin malah
menjelma menjadi semacam pengaruh dalam bentuk baru.Munculnya
aktivitas sensor film sendiri sebenarnya belakangan. Karena pada awal
film di buat kemudian ditayangkan tidak menghadapi masalah karena
jumlah dan penyajiannya masih sederhana. Dalam perkembangan
selanjutnya produksi film meningkat banyak, tema dan genre film
semakin beragam, penyajian gambar adegan dan dialog semakin luas
mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, usia penonton semakin
bervariasi, mulailah penonton mengeluh karena isi cerita, adegan gambar
dan dialog yang cenderung mempunyai dampak negativeterhadap
23
masyarakat. Untuk mencegah berkembangnya dampak negatif itu maka
diberlakukan kegiatan sensor film.10
luar biasa, film juga dapat berfungsi ekonomis sehingga memacu industri kreatif
prinsip persaingan bisnis yang sehat. Dengan demikian film juga merambah
bernegara.
merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan
Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman
dilarang mengandung isi yang:
a. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta
penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
b. Menonjolkan pornografi;
c. Memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku,
antar-ras dan/atau antargolongan;
d. Menistakan, melecehkan dan/atau menodai nilai-nilai agama;
e. Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum;
dan/atau
f. Merendahkan harkat dan martabat manusia.12
Pada saat sekarang, film sudah masuk bukan hanya di bioskop dan
videotron, tetapi sudah akrab di setiap rumah dan individu melalui media
10.
Lembaga Sensor Film, Sejarah Lembaga Sensor Film di Indonesia 1916-2011, Jakarta: hal 17.
11.
Lembaga Sensor Film, Pasal 1 angka 1.
12.
Lembaga Sensor Film. Pasal 6.
24
televisi, bahkan telepon genggam. Oleh karena itu, film yang dipertunjukkan
menyebutkan.
2.1 Film
25
Sensor film adalah penelitian, penilaian dan penentuan kelayakan film dan
Film bahwa:
“Karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita selulloid, pita vidio, viringan vidio, dan/atau bahan hasil
penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa
suara, yang dapat dipertunjukan atau ditayangkan dengan proyeksi
mekanik, atau lainnya”.17
“Karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi
massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa
suara dan dapat dipertunjukan”.18
14.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009, , Pasal 1 angka 9.
15.
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Sensor_Film, diakses februari 24, 2020
16
Marcel Danesi, Belajar Memahami Semiotika, hlm.132.
17
Undang Undang Perfilman No.8 Tahun 1992 Pasal 1 Bab 1. Pustaka Yustisia
18
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 3009 tentang Perfilman, pasal 1
ayat (1)
26
Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan film adalah
karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-
dengar yang dibuat berdasarkan atas sinematografi dengan direkam pada fita
seluloid, pita vidio, piringan vidio atau bahan hasil penomuan teknologi lainnya
dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik,
atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukan atau
Menurut kamus besar Indonesia.Film selapus tipis yang dibuat dari seluloid
untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dalam bioskop), lakon
Genre atau jenis film ada bermacam-macam. Sebenarnya, tak ada maksud
lain dari pemisahan tersebut. Namun secara tidak langsung, kehadiran film-
a) Action Laga
19
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), hlm.569
20
Kamus Besar Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka
Jakarta, 2001
21
kamus Inggris- Indonesia, An English- Indonesia Dictionary, John M. Echols dan Hasan
Shadily, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
22
Widagdo M. Bayu, Bikin film Indie Itu Mudah, Andi Offset, Yogyakarta. Hlm 26-27
27
Film yang bertema laga dan mengetenghkan perjuangan hidup
pertarungan hingga akhir cerita, kunci sukses dari genre film tersebut adalah
b) Comedi Humor
disukai dan bisa merambah usia segmentasi penonton. Namun, ada kesulitan
c) Roman Drama
orang tua, atau juga perjalanan manusia untuk mencapai cita-citanya, dan
sebagainya.
28
d) Mistery Horor
karena meskipun cakupannya sempit dan berkisar pada hal yang itu-itu saja,
tetapi genre itu cukup mendapatkan perhaian dari para penonton. Hal
di dunia lain tersebut. Kunci suksesnya terletak pada cara mengemas dan
alur cerita juga harus masuk akal sehingga tidak ada ganjalan dan sanggahan
komedi, drama komedi, drama laga, horor laga, roman laga, dan
semacamny.
Dilihat dari jenisnya, adapula film dibedakan menjadi empat jenis, yaitu
1. Film Cerita
Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang
dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan. Cerita yang diangkat
menjadi topik film bisa berupa secara fiktif atau berdasarkan kisah nyata
yang dimodifikasikan.
23
Elvinora Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2004). Hlm. 148
29
Film cerita terbagi menjadi dua yaitu film cerita pendek dan panjang:24
Durasi film cerita pendek biasanya dibawah 60 menit. Jenis film ini
ini. Beberapa film, misalnya Dances With Wolves, bahkan berdurasi lebih
120 menit. Film-film produksi India rata-rata berdurasi hingga 180 menit.
2. Film Berita
Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang
benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita maka film yang disajikan kepada
publik harus mengandung nilai berita. Kriteria berita itu harus penting dan
menarik.
3. Film Dokumenter
24
Effendy Heru, MariMembuat Film Panduang Menjadi Produser, (Depok: Pustaka
Kompiden, 2001). Hlm. 13
30
tahun kemudian, kata “dokumenter” kembali digunakan oleh pemuat film
dan kritikus film asal Inggris John Grierson untuk film Moana (1926) karya
berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film dokumenter tidak pernah
mungkin. Seiring dengan perjalanan waktu, muncul berbagai aliran dari film
demi tujuan-tujuan estetis, agar ambar dan cerita menjadi lebih menarik.
Sekalipun demikian jarak antara kenyataan dan hasil yang tersaji lewat
dokudrama biasanya tak berbeda jauh. Dalam dokudrama, realita tetap jadi
pakem pegangan.
dunia. Para pembuat film bisa bereksperimen dan belajar tentang banyak hal
ketika terlibat dalam produksi film dokumenter. Tak hanya itu, film
memuaskan. Ini bisa terlihat dari banyaknya film dokumenter yang bisa kita
31
menasbih diri sebagai saluran televisi yang hanya menayangkan program
film di dalam dan luar negeri. Sampai napas penghabisan di tahun 1992,
Pestifal Film Indonesia (FFI) memiliki kategori untuk penjurian jenis film
dokumenter.
telah banyak dihasilkan TVRI. Memasuki era televisi swasta tahun 1990,
satu gaya film dokumenter yang banyak dikenal orang salah satunya karena
ditayangkan oleh lima stasiun televisi swasta dan TVRI adalah Anak Seribu
sekitar enam tahun kemudian program yang hampir sama dengan judul
32
dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film
kenyataan tersebut.
4. Film Kartun
sebagai alat untuk bercerita.27 Film memiliki beberapa unsur yang tidak
dimiliki oleh media massa yang lain, salah satunya adalah unsur
instrinsik film. Yaitu unsur pembangun yang berasal dari dalam film itu
1. Skenario
dalam sebuah film dikemas dalam bentuk siap pakai untuk produksi.
27
Usmar Ismail, Mengupas Film, (Jakarta: Ichtiar, 1965). Hlm. 14.
28
Heru Efendi, Mari Membuat Film: panduan Menjadi Produser, (Jakarta: confide, 2002).
Hlm. 15.
29
Usmar Ismail, Mengupas Film. Hlm.15
33
2. Synopsis
keseluruhan.
34
35
3. Plot
Plot sering disebut juga sebagai alur atau jalan cerita. Plot
4. Penokohan
5. Karakteristik
6. Scene
dalam film yang merupakan rangkaian shot dalam satu ruang dan
7. Shot
penggarapan film.
salah satu dari kebutuhan psikis yang sangat diperlukan. Dan film
hiburan. Jika sebuah film tidak mengikat perhatian kita dari awal
manusia dan jelaslah film adalah salah satu hasil dari pemikiran
Pengaruh film akan sangat terasa sekali jika kita tidak mampu
luar nnegeri.
karakter tokoh dalam film yang bersifat jahat maupun baik sehingga
Sejarah film tidak bisa lepas dari sejarah fotografer dan sejarah
Ibnu Haitnam. Ide dasar sebuah film terfikir secara tidak sengaja. Pada
kuda berbeda pada posisi melayang pada saat bersamaan ketika kuda
kaki kuda tidak menyentuh tanah ketika kuda tengah berlari kencang
berkembang yang mampu merekam gambar dan gerak pada tahun 1888,
Pada awal lahirnya film, memang tampak belum ada tujuan dan
alur cerita yang jelas. Namun ketika ide pembuatan film mulai tersentuh
oleh ranah industri, mulailah film dibuat lebih terkonsep, memiliki alur
yang jelas. Meskipun era baru dunia film, gambarnya masih tidak
film. Akan ada pemain musik yang mengiringi secara langsung gambar
pada akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya akan efek,
Film bahwa:
Tak lepas dari sejarah bangsa Indonesia, dari penjajahan Hindia Belanda
dari negara yang pertama memproduksi seni film yaitu di Amerika Serikat 38.
agar tidak lagi diracuni oleh tontonan yang negatif tetapi disisi lain, ada pula
memproduksi sebuah film. Namun, apabila suatu film tidak melewati pintu
menjadi konsumsi orang dewasa.39 Sensor itu sendiri adalah bertujuan untuk
menjaga moralitas yang selama ini cenderung jauh dari budaya ketimuran.
1. Kuis
2. Drama
3. Action
4. Politik
5. Perang
6. Silat
7. Westeren
8. Crime
9. Adventure
10. Social
11. Sejarah
12. Agama
13. Horor
14. Khayal/fiksi
15. Anak-anak
16. Kartun/animasi
17. Music/musical
18. Pendidikan
39
Ilham Prisgunanto, Praktek Ilmu Komunikasi Dalam Kehidupan Sehari-Hari, 2004
40
Arsif Lembaga Sensor Film, hasil wawanca 1 Juni 2020
41
19. Dokumenter
20. Informasi
21. Iklan
22. Humor
23. Talk show
24. Infotaiment
25. Variety Show
26. Komedi
27. Thriller
28. Iklan film
29. Biografi
30. Olah raga
31. Misteri
32. Lain-lain.
Istialah genre berasal dari bahasa perancis yang bermakna jenis, bentuk
cerita dalam bentuk visual yang mirip dengan film lainnya. Dengan kode
konvesi ini sebuah film akan dikenali orang, apa sebuah film termasuk genre
horor, komedi, musik, drama, dan sebagainya.42 Dalam film genre dapat
didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki
karakter atau pola sama (khas) sperti setting, isi dan subyek, ikon, mood, serta
film. Genre juga dapat berfungsi sebagai antisipasi penonton terhadap film
yang akan ditonton. Gambaran umum sebuah film yang ditonton terdiri atas:
elemen pokok, narasi, pelaku cerita, permasalahan dan konflik, tujuan, jenis-
cerita sebuah film. Kedua, genre sebagai produk interaksi penonton dan
studio.44
Dalam konteks film Agama, istilah genre film para praktisi dan analisis
diberikan. Menyebut film religi sebagai genre hagiopik (hagiopic). Yakni film-
film yang menceritakan tentang kehidupan, atau bagian dari kehidupan seorang
yang diakui sebagai pahlawan agama (orang suci), makhluk surgawi berbicara
tinggal disuatu tempat melampaui awan.45 Dwyer membagi dua macam genre
film Agama, yaitu film mitologis dan film ketakwaan.46 Pembagian genre ini
mitplogi hindu yang ditemukan pada epek Sansekerta seperti Mahabarata dan
Ramayana.47 Sedangkan film ketakwaan dalam film religius karena film ini
44
Thomas Schatz (1981:16)
45
Pamela Grace. The religiouns film. (2009:13-14)
46
Rachel Dwyer. Filming Gods, (2006)
47
Rachel Dwyer. Filming Gods, (2006). Hlm. 16
48
Rachel Dwyer. Filming Gods, (2006). Hlm. 63
43
dengan cara seperti yang digambarkan dalam film-film mitologis dalam tradisi
India.49
gagasan agama atau pesan moral yang bersumber dari kitab suci, ritual atau
satu genre dalam film religi/ agama adalah kritis rekonstruktif. Istilah ini terkait
dengan tema dan ide yang disampaikan dalam film. Kata kritis karena film
nilai itu menjadi bahan dasarnya.51 Karena itu, film bergenre agama di
49
Erik Susono(2011)
50
Melanie J Wright. Religion and film. (2007:2-6)
51
Alex Sobur. Semiotika komunikasi, (Cet 3: Bandung; Remaja Rosdakarya, 2006).
Hlm.177
44
Dari sudut pandang itu, relatif mendukung eksistensi simbolis yang tersaji
dalam film bergenre agama. Dimana unsur-unsur simbolis (tanda) agama suatu
Ilahi, Takdir Ilahi, dan Pintu Hidayah, serta tokohnya menggunakan atribut
Islam. Kedua, cerita film diambil dari buku-buku Islam, sebagaian bahkan
diambilkan dari hadist. Ketiga, sinetron atau film Islam menampilkan kiai.
bahwa film agama dapat diamati berdasarkan pada lokasi, setting, ikonografi,
sumber cerita film, meskipun tema dan narasiya mengikuti genre film roman
wacana sosialnya sebuah film disebut film Islam jika masyarakat secara umum
berpendapat bahwa film itu adalah sebuah film Islam, tidak peduli apa agama
52
Alex Sobur.Semiotika komunikasi, (Cet 3: Bandung; Remaja Rosdakarya, 2006). Hlm.
178
53
Dalam Kata Pengantar H.Santoso (Guru Besar Pascasarjana Unpad, Bandung)
54
Nazaruddin (2007:16-22)
55
Lukman(2009)
56
Nuril (2009)
45
produsernya, sutradara, penulis naskah dan aktor dan tidak peduli apa kontent
jenis perwatakan, seting, ikonografi, narasi, tema dan gaya (Style). 57Hal
penting dari karakteristik genre film agama adalah melihat karakter pemain
yang ada dalam film. Dapat didefinisikan bahwa film religi/ agama adalah jenis
mendapatkan hasil penelitian yang baik. Kajian pustaka ini diambil dari hasil-
hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
sebagai karya lmiah secara mendalam, khususnya pada Prodi Komunikasi dan
Film (LSF) Republik Indonesia). Tujuan peneliti untuk mengetahui apa yang
menilai tayangan atau adegan yang disensor agar diketahui bahwa film
57
Lecey Lecey (2000:136)
46
yang akan dilakukan. Adapun beberapa sumber literasi yang menurut peneliti
sebagai berikut:
mengenai LSF.
penelitian ini dapat menjadi referensi para peneliti lain mengenai LSF
penelitian ini dapat menjadi referensi para peneliti lain mengenai LSF
karena tugas dan fungsi LSF dapat dikatakan sebagai salah satu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
kontrol komunikasi masyarakat. Dalam hal ini Lembaga Sensor Film yang
Paradigma kritis adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan
sebagaimana adanya.59
metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu subjek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun kelas peristiwa pada masa sekarang.
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
60
Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah: pendekatan kualitatif dan kuantitatif,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 2
61
Alase (2017)
62
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; Remaja Rodsakarya, 1997).
Hlm. 2
52
situasi yang wajar dan realitas dari feomena yang nyata, setting alamiah
penelitian.
2. Data yang dikumpulkan dalam bentuk kalimat, gambar dan lainnya yang
lain.
63
Sugiyono,227:15
53
Data merupakan bahan penting dalam penelitian. Data dan kualitas data
dari penelitian. Menurut Kerlinger data adalah hasil penelitian, baik yang
data yang lainya adalah bahan-bahan pustaka, seperti dokumen, arsip, koran,
Sumber data dapat dibedakan menadi sumber data primer (primary data) dan
sumber data sekunder (secondary data).66 Sumber data yang menjadi rujukan
tanpa perantara dari sumbernya, sedangkan data sekunder adalah data yang
1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari Lembaga Sensor Film (LSF).
Melalui wawancara, observasi dan tanya jawab secara langsung atau tatap
64
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian; Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial
Hmaniora Pada Umumnya, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010). Hlm.141
65
Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama Pendidikan Teori dan Praktek, (Jakarta: PT:
Raja Grafido Persada, 2002). Hlm. 63.
66
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2009),
hlm.289.
67
Prasetya Irawan, Metodologi Penelitian Administrasi, Edisi 1, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2007), hlm. 5.4 dan 5.5
54
primer, seperti dari buku-buku, jurnal, artikel, internet dan webset LSF.
yang sama antara yang diteliti dan peneliti. Dalam penelitian ini melibatkan
orang yang berperan. Adalah Dr. Nasrullah yang menjabat sebagai Ketua
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia yaitu Bapak Ambi Darwis, yang
yang dipandang ilmiah dalam suatu penelitian terhadap hasil yang diperoleh
secara keseluruhan.
55
Data yang dipakai adalah data primer dan sekunder yaitu data yang
1. Observasi
68
Sugiono, Metode Penelitian dan R dan D, ( Bandung: Alfabeta, 2012 ), hlm.226.
56
suatu objek atau masalah yang dari situ akan diambil laporan dan
2. Wawancara
data.
mendalam.
Lembaga Sensor Film yaitu dengan Bapak Ambi Darwis selaku Staf
aktual.
Langkah-langkah wawancara:70
pembicaraan
diperoleh
tanggapan. Dari definisi itu, kita juga dapat mengetahui bahwa tanya
mengenal sebelumnya.
sebelumnya.
3. Dokummentasi
LSF, Ruang Penyensoran LSF, Gedung LSF, para Pendiri LSF. Dll.
dan penyediaan dokumen. Dalam hal ini termasuk kegunaan dan arsip
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik eksplikasi
data. Teknik ini merupakan teknik analisis data yang mencakup beberapa
71
http://id.wikipedia.org/wiki/dokumentasi,26Juni2014 (diakses pada 22 Februari 2020)
60
hasil penelitian.72
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Analisis data dalam
penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan data dalam periode tertentu.
serta sistematik data yang diperoleh dari hasil wawancara. Analisis data
merupakan bagian penting dalam suatu proses penelitian. Hal ini karena
dengan analisis data tersebut dapat mengandung makna yang berguna dalam
berlokasi di Jl. Letjen Mt. Haryono No. Kav 47-48, RT.3/ RW.3, Cikokol,
72
Nasution dalam Sugiono (2008:236)
73
Miles dan Huberman, Dalam Sugiono (2008:237)
74
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2000). Hlm. 95
61
Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
(12770)
2. Waktu Penelitian
Kegitan:
1. Persiapan Penelitian
2. Pelaksanaan
BAB IV
Barat dan Timur, Selatan dan Utara telah menjadi “titik temu”
yang masuk secara alami tetapi tidak sedikit yang dengan tekanan
negative dari film, tetapi juga kandungan unsur politisi dalam arti
penjajahan.
dan menjadi bangsa berdaulat, lahir pula sintesa baru. Lahir suatu
plural, beranekaragaman.
tetapi juga dari India, Islam, dan China. Indonesia dan Jawa
dan diperbaharui.76
bahasa Beelanda”.78
77
Majalah Prisma No.6, 1985: hal.11
78
Frances Gouda, Dutch Culture Overseas, PT Ikrar Mandiriabadi, Jakarta, 2007, hal.177.
66
79
Denys Lombard/Jilid I, Nusa Jawa: Silang Budaya I, Gramedia Jakarta 2000: hal.236
80
Denys Lombard/Jilid I, 2000: hal.239
81
Ia adalah penulis buku berjudul ‘The Dawn of Indonesia Nationalism, The Early Years of the
Budi Utomo, 1908-1918’. Buku ini diterbitkan oleh Institute of Developing Economics, Pap. No.
10 Tokyo, 1972
82
Denys Lombard/Jilid I, 2000: hal.327
68
83
Nunu Supardi, Kongres Kebudayaan 1918-2003, Penerbit Ombak Yogyakarta, 2007.
84
Jaap Erkelens, Java Instituut Dalam Foto, Jakarta Perwakilan KITLV di Indonesia, 2001:
hal.13
69
untuk mencapai tujuan itu: (1) melarikan diri dari kenyataan; (2)
lewat impian.86
85
Ki Hajar Dewantara, Kebudayaan II, Taman Siswa Yogyakarta, 1957, hal.35
86
Darsiti Soeratman, 2000: hal.vii-ix
70
sejarah.
Gambar idoep adalah istilah film pada saat itu. Pada bulan
88.
LSF, hal. 60
72
mengenai isi, cerita, adegan, gambar dan dialog dari film yang
1925.
luar.
91
Dr. Taufik Abdullah, Misbach Yusa Biran, SM Ardan “Film Indonesia” bag.1: 1900-1950,
Jakarta, Dewan Film Nasional, 1993.
77
militer Jepang dalam perang dan film tentang budaya dan moral
92
Arifin Suryo Nugroho dan Ipong Jazimah, Detik-detik Proklamasi, Penerbit Narasi, 2011,
hal.5
78
Simandjoentak.
93
Mukhlis PaEni, Dr. (Ed), Sejarah Kebudayaan Indonesia: Seni Pertunjukan dan Seni Media,
2009, hal. 115-116
79
satu kilogram beras jatah pemerintah (10 sen) dan film yang
dan Di Desa. Karena film film itu dibuat dan diedarkan oleh
fungsi dan kerja badan sensor film waktu itu. Seluruh kegiatan
pada waktu itu ada motto lain yang cukup terkenal, yaitu Inggris
95
M.Sarief Arief, Politik Film di Hindia Belanda, Komunitas Bambu, Depok Jawa Barat, 2009
hal 93
82
Indonesia.
Asia” atau lebih dikenal dengan semboyan “3A”. Selain itu juga
Perekonomian.
rakyat Indonesia.
pasifik.
pada film saja melainkan semua dari media masa seperti koran,
1. Di Daerah Republik
96
M. Sarief Arief , Permasalahan Sensor dan Pertanggungjawaban Etika Produksi hal 99
(Jakarta:BP2N,1997).
89
samapai:
- Menimbulkan kekacauan
97
Haris Jauhari, edt. Layar Perak, 90 Tahun Bioskop di indonesiahal. 47 Rifa Sri Hastuti
Berjuang di Garis Belakang, 1942-1949 (Jakarta, Gramedia-DFN,1992).
90
a. Ketua
Penerangan)
b. Anggota
- Wk. Kesultanan
- Wk. Pakualaman
- Wk. BKR
- Wk. BPU
Keterangan:
menghibur.
internasional.
wilayah RI.
berprikemanusiaan.
itu?
lebih besar. Namun demikian, masih tetap ada batasan yang secara
lain. Dalam sikap yang melekat itu, baik Panitia Pemeriksa Film
pemerintahan masing-masing.
Prof. Bahder Djohan No. 23026 tanggal 15 Juli 1952 yang ditunjuk
kepada Ketua dan para anggota Panitia Pengawas Film yang antara
lain berisi:
prajurit;
Panitia Pengawas Film yaitu wakil dari keturunan Arb, Cina dan
menjadi Ketua Badan Sensor Film yang pada waktu itu bernama
Ulfah sebagai Ketua Panitia Pengawas Film atau BSF dan sebagai
pada tahun 1961 oleh goyangan Lekra mantel PKI, LKN mantel PNI,
Soekarno sendiri.
film.
MANIPOL.
oleh musuh politik mereka. Seperti halnya pada film Pager Kawat
Berduri karya Asrul Sani yang diangkat dari novel Trisno Juwono
Ismail dan Djamaluddin Malik (NU) yang dituduh antek CIA kaki
itu. Semenjak Ny. Utami Suryadharma menjadi Ketua BSF, sosok ini
Bachtiar Siagian.
sendiri, pada tanggal 5 April 1963, film Kawat Berduri boleh beredar
alasan oleh PKI bahwa film tersebut membelok dari garis revolusi.
Warta Bhakti.
kegiatan PAPFIAS.
penonton hanya terdiri dari kalangan elit, yaitu orang orang Eropa,
109
ningrat.
jumlah film semakin banyak dan harga tiket masuk gedung bioskop
yang relative semakin “murah”. Apabila pada tahun 1990 tarif tket
masuk kelas satu seharga dua gulden, kelas dua seharga satu gulden
dan kelas tiga seharga lima puluh sen, maka pada tahun 1916 turun
penonton pribumi.
di Indonesia.
tahun 1925.
tidak “tegang” lagi karena adegan itu digunting sensor Komisi Film.
111
beberapa hal.
Brothers.
maksimum 14 hari.
film.
anggota komisi.
diasuransikan.
diadakan siding.
Vrient yang pada waktu itu menjadi Ketua Komisi Sensor Film
cara kerja ketua dan 11 orang anggota Komisi Sensor Film lala itu
kemerdekaan
Pengawas Film yang ketika itu dipimpin oleh Mrs. Maria Ulfah
Amerikan Production”
tidak dapat diterima oleh Mr. Maria Ulfah Santoso selaku Ketua
Santoso menyatakan:
kewajibannya.
dunia perfilman.
Indonesia karena dijejeli dengan yang tidak sesuai dengan nilai nilai
“baik-baik” saja seperti pada tahun 1965 ada 13 film yang diproduksi
Siang Ranjang Malam, Tragedi Tante Seks, dll. Tahun 1977 film
jomplang.
Cium Gue, Maaf Saya Menghamili Istri Anda, Mas Suka Mas Ukin
Aja, dll.
Film adalah menyensor semua film dari segala jenis dan ukuran yang
Tugas Badan Sensor Film ialah memeriksa dan menilai semua film
reklame yang disetujui oleh Badan Sensor Film akan dibubuhi cap
Untuk itu Badan Sensor Film mengusahakan agar film sesuai dengan
kepentingan nasional.
dinamis.
BSF.
122
oleh BSF.
film, iklan film atau rekaman video yang akan diedarkan dana tau
pada umumnya.
dan kaset video illegal. Di daerah hal tersebut dilakukan oleh Kantor
Penerangan RI, Mabes Kepolisian RI, Polda Metro Jaya, Pemda DKI
Pemerintah, dan
batas usia yaitu film untuk semua umur, 13 tahun ke atas, 17 tahuun
penyensor yang disebut Panitia Kecil yang terdiri atas lima orang
pemiliknya.
sense of proportion.
dipungut biaya.
Badan Sensor Film dengan masa jabatan anggota BSF dua tahun.
orang karyawan.
Negara Pancasila, UUD 1945, Tap. MPRS No. XXVII tahun 1966,
kembali.
magnetic yang disebut video tape dan piringan video yang disebut
hakikatnya video tape dan video disch merupakan media massa yang
pengawasan.
empat kelompok:
bahwa:
Penerangan dalam hal ini Ditjen Radio Televisi dan Film, bersifat
pertunjukan/penyiaran film.
Depdikbud
dan Penerangan
70 orang karyawan.
ada perbedaan dengan Badan Sensor Film, antara lain perihal tugas,
sriteria penyensoran.
Presiden atas usul Menteri Penerangan untuk masa tugas tiga tahun
dan Sekretariat.
dan wakil ketua, sekretaris (bukan anggota), anggota (dua ketua, dan
dua wakil ketua komisi- A dan B), para Sekretaris komisi, anggota
98
Disadar dari buku Radio, Televisi dan Film dalam Era 50 Tahun Indonesia Merdeka,
Departemen Penerangan RI, 1995.
133
video;
dengar;
elektronik.
Angka 2
perangkat lainnya.
suara tertentu.
direkam pada pita seluloid melalui kamera mekanik, kini sudah dapat
pada pita video, bahkan untuk home us sudah dapat direkam pada
video disc. Satu hal yang tidak boleh diabaikan adalah akibat
terjebak pada suasana euphoria. Pada masa yang cukup singkat itu
umum. Ada perubahan yang lebih mendasar lagi, kalua dahulu orang
harus datang ke bioskop untuk menonton film, kini film itu yang
kenyataan itu, maka visi, misi dan fungsi LSF mau tidak mau harus
atau lebih tepat lagi dalam melakukan self censorship. Untuk itu,
Sensor Film;
dengan hasil:
Indonesia;
perkembangan zaman.
hokum Lembaga Sensor Film adalah Bab II tentang Dasar, Arah dan
serta Bab V tentang Sensor Film, yaitu Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34
diarahkan kepada:
ketertiban dan rasa kesusilaan pada umumnya. Dengan arah itu pula,
Pasal 33
142
a. Diluluskan sepenuhnya;
yang sama.
4. Fillm dan reklame film yang telah lulus sensor diberi tanda
keluarga.
nasional.
Pasal 34
masyarakat.
Pasal 4
146
Indonesia;
Indonesia.
Pasal 5
ditayangkan.
Pasal 6
lulus sensor;
No 8 Tahun 1992;
film, trailer, serta film iklan, dan tanda tidak lullus sensor
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994, Bab IV: Pasal 17, Pasal 18, Pasal
Pasal 17
reklame film yang tidak sesuai dengan dasar. Arah dan tujuan
perfilman Indonesia.
bersifat amoral;
lainnya; atau
nilai negative.
Pasal 18
segi:
a. Keagamaan;
c. Sosial Budaya;
d. Ketertiban umum.
di Indonesia; atau
atau
Indonesia;
mengandung;
berlebih-lebihan;
154
lainnya; atau
Pasal 19
1. Film dan reklame film yang secara tematis ditolak secara utuh,
adalah:
kejahatan; atau
film dan reklame film dari segi Ideologi dan Politik, adalah:
dan Maoisme.
b. Close up alat vital, paha, buah dada, atau pantat, baik dengan
penuh birahi;
film dan reklame film dinilai dari segi Ketertiban Umum, adalah:
berlebih-lebihan.
Pasal 20
1994 tentang Lembaga Sensor Film, Bab II Pasal 9, Pasal 10, Pasal
Pasal 9
Pasal 10
d. Anggota.
Pasal 11
lima) tahun;
perfilman;
tanggungjawab; dan
Perfilman Nasional.
Pasal 13
yang mengusulkannya;
159
tugas;
e. Meninggal dunia.
Pasal 14
Sekretariatan
usia penonton.
160
digital video disc tidak serta merta bisa dihapus. Karena yang bisa
sekarang.
dilema.
home-theater.
secara tiba-tiba, karena itu LSF menghadapi dua hal yang secara
dimaksud: pertama tentu saja adalah film sebagai materi yang disensor,
dan kedua adalah importir film. Ketiga, penonton film dan keempat
masing unsur memiliki aktivitas dan peran yang berbeda tetapi ada
bidang profesi, yaitu mulai dari penulis scenario, sutradara, actor, aktris,
165
juru kamera, penata lampu, penata suara, penata rias, kru dll, ditambah
cerita, bentuk penyajian gambar (visual), suara atau dialog (audio) yang
baik dalam hal impor film itu sendiri maupun kebijakan tentang ketat
usia (anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua), jenis kelamin, suku,
yang berbeda.
sejak 443 SM. Kata ini digunakan dalam pengertian “sensus” yaitu
4.1.2 Visi dan Misi serta Tujuan Strategis Lembaga Sensor Film
Republik Indonesia
Masyarakat.
Masyarakat
Tujuan Strategis LSF adalah untuk mencapai visi dan misi tersebut,
akuntabel.
Periode 2020-2024
167
Komisi I
Sekretaris : Hafidhah
Promosi
Anggota Komisi:
1. Ira Diana
2. Suhartini
3. A. Sullkarnaen
4. Zara Adriani
6. Ayu Lestari
8. Tanto Wardoyo
10. Rudiyanto
Komisi II
Anggota Komisi:
2. Triyani
3. Nandyto Widyanto
4. Hendri Wijaya
5. Aniqa Fathia
7. Aini Masruroh
Komisi III
169
M.Sn
Anggota Komisi:
1. Ari Sapta
4. Hendri Susanto
6. Nur Ubaidillah
7. Nurainy Hanifah
9. Waluyo Jati
(021) 7902971-79191129
secretariat@lsf.go.id
www.lsf.go.id
Proses sensor produk film dan iklan film yang berlaku di LSF.
Dalam proses ini LSF mengacu pada ketentuan yang telah digariskan
Pada masa lalu, bagian film atau iklan film yang dianggap tidak
satu arah. Secara kekinian, hal tersebut tidak dilakukan lagi. Masyarakat
perfilmanlah yang diminta merevisi sendiri film atau iklan filmnya serta
mengajukannya kembali.
Dalam proses ini LSF zaman now membuka pintu dialog ketika
dan dialog. LSF akan memutuskan lulus dan tidak lulusnya film atau
iklan film.
Sensor atau STLS dan keputusan tidak lulus sensor akan diterbitkan
172
bernuansa/bergenre agama;
dari segi verbalnya, intinya film bergenre Agama kuat nuansa pesan
moral dan kebaikan. Jangan salah paham genre Agama bukan pada
173
satu Agama saja misalnya ada kegiatan “talks show” disalah satu
suatu film tapi Dia ingin fokusnya untuk bagaimna film itu punya
Agama di LSF
Factor pendukung:
6. Ada operator;
Factor penghambat:
100
Hasil Wawancara dengan Dr. Nasrullah Ketua Komisi I pada 11-09-2020 pukul 10.30
berdurasi 00.04.16 di kantor LSF Jakarta
174
1. Kekerasan;
2. Fornografi;
4. Pelanggaran Hukum;
5. Perjudian/Narkoba;
6. Pelecehan Agama.
1. Mendaftar;
2. Membayar;
3. Sensor di studio;
4. Penggolongan usia;
101
Hasil wawancara dengan Dr. Nasrullah Ketua Komisi I pada 11-09-2020 pukul 10.11
berdurasi 00.20.07 di kantor LSF
175
dengan cerita tragedi WTC beberapa tahun yang silam. Film ini
memiliki cerita yang bagus dan penuh hikmah. Film ini juga
2. Hijab (2015)
yang telah dirilis tahun 2015 silam. Film yang satu ini diperankan
Natasha Rizki, Zaskia Adya Mecca dan Tika Bravani yang tentu
membuat salah seorang dari 4 sahabat itu yang tidak ikut serta
Nah untuk film yang satu ini, bisa dibilang film islami yang
amat kaya hikmah dan pelajaran. Film yang diadaptasi dari sebuah
buku best seller dengan judul yang sama karya Ustad Alhabya ini
yang mendasar yang merupakan hikmah dari film ini adalah kalian
rumahmu sendiri.
177
nah kalau film yang satu ini, pasti sudah kalian kenal
kualitas dan juga aktor dan aktris yang memainkan film ini. Film
yang satu ini bisa dibilang film islami terbaik yang pernah ada dan
yakni tentang polygami. Film yang sarat makan dan pelajaran ini
Adalah satu aktor yang ikut berperan dalam film ini adalah Adipati
Dolken. Kalau kamu tahu Aktor yang satu ini, kalian pasti tahu
juga, kalau aktor ini biasa berperan dalam film drama. Namun
178
dalam film ini, image dirinya sebagai seorang pemeran film drama
hilang. Film ini juga sebelumnya pernah masuk dalam seleksi film
kental, film yang satu ini tentu saja pernah kalian dengan judulnya.
Indonesia lainnya.
wanita. Film religi islami yang satu ini merupakan salah satu film
pada tahun 2012 silam. Film yang digarap oleh Affandi Abdul
Rachman ini diadaptasi dari sebuah novel best seller dengan judul
Film ini sendiri lebih mengajarkan kita tentang bagamana kita bisa
diraih. Film ini sendiri memiliki setting tempat yang banyak, mulai
film yang mengambil tema tentang hal itu. Film yang dirilis tahun
yang dirilis pada tahun 2013 silam. Film yang dibintangi oleh Aca
Shirazy. Film yang satu ini bisa dibilang merupakan film yang
pemerannya. Tidak jauh dari itu, film ini juga memiliki setting
ke Mesir. Jadi jangan heran, jika film yang satu ini menjadi salah
satu film terbaik yang mampu menyedot penonton lebih dari 3,1
juta penonton.
dianggap sesat. Walau Adinda sendiri tak mengerti apa itu sesat.
berkelana ke negeri orang tanpa ada tujuan jelas. Sejak saat itu
ghaib.
Film yang satu ini dirilis pada tahun 2015 silam yang mana
sekali pesan di dalamnya, lewat film ini juga akan bisa melihat
Satu Cinta ini dirilis pada tahun 2010 silam yang mengajarkan
banyak hal, terutama masalah cinta dan agama. Masalah seperti ini
biasanya kerap kali terjadi dalam kehidupan kita saat ini, dimana
kisah cinta yang terjadi antara dua insan manusia yang memiliki
Basuki dan Arumi Bachsin ini mungkin bisa jadi inspirasi dan
siapa tahu lewat film ini bisa menemukan solusi dari permasalahan
kali dirilis pada tahun 2012 silam dan termasuk film yang amat
dalam film ini penuh makna dan bisa dikatakan sebaga salah satu
Film ini pertama kali dirilis di tahun 2014 yang lalu dan
amat rumit dan tentunya kita bisa mengambil banyak hikmah dan
185
juga pelajaran berarga dai film yang satu ini. Selain alur cerita
yang bagus dan menawan, dalam film ini kita juga akan disuguhi
2011 silam. Film ini sendiri merupakan adaptasi dari sebuah novel
karya Buya Hamka yang telah lama diterbitkan, yakni pada tahun
1978 silam. Film ini menceritakan tentang kish cinta antara dua
insan manusia dari dua buah latar belakang keluarga yang berbeda.
yang merupakan film yang telah dirilis pada tahun 2015 yang lalu
lagi Pras adalah pria baik hati dan juga setia dan Ariani adalah ibu
kecelakaan.
sensorkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) dan sudah mendapat Surat
KLASIFIKASI
LULUS STTLS
SU, 13+,17+,21+
REVISI
SEPAHAM
BERKEBERATAN DIALAOG
AU ACUAN
UTAMA
AP ACUAN
PENDUKUNG
EP ELEMEN
PENILAIAN
187
188
PERATURAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
11. Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan
13. Surat Tanda Lulus Sensor yang selanjutnya disingkat STLS adalah
surat yang diterbitkan oleh Lembaga Sensor Film bagi setiap Film
kebudayaan.
Pasal 2
(1) Film dan Iklan Film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukan
d. Penentuan kelayakan Film dan Iklan Film dan Iklan Film untuk
Pasal 3
(1) Film dan Iklan Film yang disensor merupakan hasil akhir produksi
(5) Iklan Film sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Poster;
b. Stillphoto;
c. Slide
d. Klise
e. Thriller;
f. Banner;
191
g. Pamflet;
h. Brosur;
i. Baliho;
j. Spanduk;
k. Folder;
l. Plakat; dan
BAB II
Bagian Kesatu
Pedoman Penyensoran
Pasal 4
Pasal 5
b. Acuan pendukung
Pasal 6
Pasal 7
atas:
dan
Bagian Kedua
193
Kriteria Penyensoran
Pasal 8
lainnya;
b. Pornografi;
d. Agama;
e. Hukum;
Pasal 9
Pasal 10
berlebihan.
Pasal 11
Pasal 12
seksual dengan:
f. Visual aborsi;
g. Visual perkosaan;
sebenarnya.
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
perundang-undangan.
BAB III
Pasal 17
Film dan Iklan Film ang telah disensor disertai pencantuman kode
c. D17 untuk penonton usia 27 (tujuh belas) tahun atau lebih; dan
d. D21 untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
Pasal 18
(2) Film dan Iklan Film mengandung kode SU berisi judul, tema,
a. Layar lebar;
198
b. Penyiaran televis;
Pasal 19
(1) Film dan Iklan Film dengan kode R13 sebagaimana dimaksud
(2) Film dan Iklan Film dengan kode R13 berisi judul, tema, gambar,
(3) Film dan Iklan Film dengan kode R13 dipertunjukan pada:
a. Layar lebar;
b. Penyiiaran televisi;
Pasal 20
(1) Film dan Iklan Film dengan kode D17 sebagaimana dimaksud
lingkungan sekitar.
(2) Film dan Iklan Film dengan kode D17 berisi judul, tema, gambar,
(3) Film dan Iklan Film dengan kode D17 dipertunjukan pada:
a. Layar lebar;
Pasal 21
(1) Film dan Iklan Film dengan kode D21 sebagaimana dimaksud
(2) Film dan Iklan Film dengan kode D21 berisi judul, tema, gambar,
dewasa.
(3) Film dan Iklan Film dengan kode D21 dipertunjukan pada:
waktu setempat.
Pasal 22
BAB IV
MEKANISME PENYENSORAN
Pasal 23
(1) film dan Iklan Film yang akan disensor wajib didaftarkan ke
(3) Pemilik atau pemegang hak cipta Film atau Iklan Film
Film sesuai dengan judul dan isi cerita yang tercantum dalam
Pasal 24
untuk disensor?
(2) Film iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Film
dibidang kesehatan;
dan makanan;
f. Obat yang akan diiklankan harus dilampiri nomor izin edar dan
Pasal 25
(2) Lulus sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu
(3) Tidak lulus sensor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
yaitu Film dan Iklan Film yang tidak sesuai dengan Kriteria
(4) Film dan Iklan Film yang dinyatakan tidak lulus sensor
(6) LSF membuka ruang dialog dengan pemilik Film dan Iklan
Pasal 26
(1) Dalam hal Film dan Iklan Film dinyatakan lulus sensor
menerbitkan STLS.
(2) Dalam hal Film dan Iklan Film dinyatakan tidak lulus sensor
Pasal 27
BAB V
Pasal 28
(1) Masyarakat dapat melaoprkan Film dan Iklan Film yang sudah
Pasal 29
(1) Film dan Iklan Film yang sudah lulus sensor dapat ditarik dari
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Republik Indonesia.102
TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
102
Effendy Muhadjir. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Ditetapkan di
Jakarta 22 April 2019
206
media.
kebudayaan.
Pasal 2
207
(1) Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau
(2) Film sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berbentuk film
iklan.
208
BAB II
Bagian Kesatu
Pasal 3
melalui Menteri
Pasal 4
Bagian Kedua
Susunan Organisani
Pasal 5
(3) Ketuua dan wakil ketua dipilih oleh dan dari anggota LSF.
Bagian Ketiga
Pasal 6
adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film dan iklan film
umum.
Pasal 7
timbul dari peredaran dan pertunjukan film dan iklan film yang
Indonesia;
lulus sensor;
210
pemilik film dan iklan film agar dapat menghasilkan film dan
Indonesia.
Pasal 8
diperbaiki oleh pemilik film dan iklan film sesuai pedoman dan
kriteria penyensoran;
setiap kopi-jadi film dan iklan film yang dinyatakan telah lulus
sensor;
g. Pelaporan kegiatan sensor film dan iklan film baik yang lulus
secara periodik.
Pasal 9
Tenga Sensor.
Pasal 10
Bagian Keempat
Keanggotaan
Pasal 11
pemerintah.
a. Pendidikan;
b. Perfilman;
c. Kebudayaan;
d. Hukum;
e. Teknologi informasi;
g. Bahasa;
h. Agama; dan/atau
pemerintahan di bidang:
sebagai berikut:
tahun;
penyensoran; dan
Pasal 12
(1) Masa jabatan anggota LSF selama 4 (empat) tahun dan dapat
Pasal 13
Pasal 14
d. Masyarakat.
berjumlah gasal.
Pasal 15
kepada presiden.
Pasal 16
Pasal 17
c. Meninggal dunia.
diberikan karena:
7.
216
Pasal 18
Pasal 19
masa jabatan.
Pasal 20
d. Bersedia dicalonkan.
(2) Dalam hal calon pengganti antar waktu dari unsur yang sama
Bagian Kelima
Pasal 21
(1) LSF menyusun Kode Etik yang berisi norma yang wajib
Pasal 22
BAB III
Bagian Kesatu
Umum
218
Pasal 23
disensor.
penyensoran.
Pasal 24
(1) Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau
film ke LSF;
d. Film dan iklan film sudah diperbaiki oleh pemilik film dan
b. Tenaga Sensor.
(5) Setiap film dan iklan film yang telah dinyatakan lulussensor
Pasal 25
bangsa.
Pasal 26
220
disensor.
Pasal 26
masyarakat.
Pasal 27
LSF.
(2) Dalam hal ketua LSF sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Ketua LSF.
Pasal 28
(1) Film dan iklan film yang sudah selesai disensor digolongkan
(1).
Bagian Kedua
Pedoman Penyensoran
Pasal 29
tentang Perfilman.
b. Pornografi;
222
d. Agama;
e. Hukum;
Bagian Ketiga
Kriteria Penyensoran
Pasal 30
(1) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
(2) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
(3) Kriteria penyensoran isi film dan iklan film dari segi narkotika
(4) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
(5) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
dan/atau golongan.
(6) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
(7) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
(8) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film dari segi
(9) Kriteria penyensoran terhadap isi film dan iklan film yang
Pasal 31
Bagian Keempat
Penggolongan Usia
Pasal 32
Pasal 33
225
mengenai lingkungan;
anak-anak;
Pasal 34
ke remaja; dan/atau
Pasal 35
keatas;
dan edukatif;
dan/atau
Pasal 36
dan/atau penelitian.
Pasal 37
228
Bagian Kelima
Pasal 38
(1) Film dan iklan film yang sudah lulus sensor dapat ditarik dari
BAB IV
Pasal 39
kepada Menteri.
229
Pasal 40
bidang penyensoran.
BAB V
TENAGA SENSOR
Pasal 41
ditayangkan,
informatika;
kelayakan LSF.
atas:
Pasal 42
231
memenuhi syarat:
local; dan
oleh Menteri.
Pasal 43
(2) Pengambilan sumpah atau janji bagi para Tenaga Sensor film
BAB VI
232
PENDANAAN
Pasal 44
daerah.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
PENJELASAN
ATAS
103
Bambang Yudhoyono Susilo. Presiden Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta 11 Maret
2014.
234
1. UMUM
dari luar tidak hanya berupa pengaruh dalam makna system dan
Bentuk ideologis itu bisa berupa nilai dan norma yang berbeda
mungkin tidak sesuai dengan nilai dan norma luhur yang sudah
ideology barat, tidak selalu berasal dari impor saja. Nilai dan
profosional.
urutan narasi dari awal sampai pada akhir. Hal inilah yang
tentang Perfilman
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
PERFILMAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
film.
238
nonkomersil.
nonkomersi.
perfilman.
pembuatan film.
khalayak umum.
pemerintahan daerah.
kebuayaan.
BAB II
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Perfilman berasaskan:
b. kemanusiaa;
d. keadilan;
e. manfaat;
f. kepastian hukum;
g. kebersamaan
h. kemitraan; dan
i. kebajikan.
240
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Perfilman bertujuan:
berkelanjutan.
Bagian Ketiga
Fungsi
Pasal 4
a. budaya;
b. pendidikan;
c. hiburan;
d. informasi;
f. ekonomi.
241
BAB III
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
bangsa.
Pasal 6
b. menonjolkan pornografi;
hokum; dan/atau
Pasal 7
Pasal 8
a. pembuatan film;
c. pengedaran film;
d. pertunjukan film;
f. pengarsipan film.
a. pembentukan film;
c. pengedaran film;
d. pertunjukan film;
f. pengarsipan film;
243
h. impor film.
peraturan Menteri.
Pasal 9
Pasal 10
Peraturan Menteri.
Pasal 11
sendiri.
245
Pasal 12
tindak sehat.
Pasal 13
Pasal 14
(4) Izin usaha diberikan oleh bupati atau walikota untuk setiap
jenis usaha:
informatika.
(6) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
(7) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bagi usaha
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
Pasal 15
perjanjian tertulis.
Bagian Kedua
Pembuatan Film
Pasal 16
pemerintah daerah.
indonesia
248
Pasal 17
dinyatakan batal.
249
Pasal 18
a. Pita seluloid;
b. Pita video;
d. Bahan lainnya.
Pasal 19
Pasal 20
meliputi:
b. Sutradara film;
c. Artis film;
250
l. Perancang animasi;
a. Perlindungan hukum;
berisiko;
d. Jaminan sosial.
peraturan perundang-undangan.
Pasal 21
film.
(2) Iklan film sebagaimana dimkasud pada ayat (1) wajib sesuai
Pasal 22
Bagian Ketiga
Pasal 23
(2) Jasa teknik film selain sebagaimna dimaksud pada ayat (1)
Pasal 24
(1) Jasa teknik film dapat dilakukan oleh pelaku kegiatan jasa
(3) Pelaku jasa teknik film sebagaimna dimaksud pada ayat (1)
Bagian Keempat
Pengedaran Film
Pasal 25
Pasal 26
memperoleh film.
Pasal 27
Pasal 28
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Kelima
Pertunjukan Film
Pasal 29
Indonesia.
Pasal 30
a. Layar lebar;
a. Di bioskop;
c. Dilapangan terbuka.
Pasal 31
setempat.
256
Pasal 32
berturut-turut.
Pasal 33
dipertunjukan.
dipertunjukan di bioskop.
257
Pasal 34
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33
Bagian Keenam
Pasal 35
peraturan perundangundangan.
Bagian Ketujuh
Apresiasi Film
Pasal 36
pemerintah daerah.
258
Pasal 37
meliputi:
a. Festival film;
daerah.
Bagian Kdelapan
Pengarsipan Film
Pasal 38
daerah.
Pasal 39
film dipertunjukkan.
perundangundang.
260
Bagian Kesembilan
Pasal 40
(3) Pelaku usaha ekspor film dan pelaku usaha impor film
inndonesia
Pasal 41
Pasal 42
kepentingan sendiri.
Pasal 43
Pasal 44
sebagaimnan dimaksud dalam Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, dan
BAB IV
Bagian Kesatu
Pasal 45
Masyarakat berhak:
perfilman;
perfilman;
film; dan
e. Mengembangkan perfilman.
262
Pasal 46
Mayarakat berkewajiban:
pertunjukan film;
dan
film.
Bagian Kedua
Pasal 47
perfilman;
berisiko;
263
kompetensi; dan
perjanjian.
Pasal 48
Bagian Ketiga
Pasal 49
berhak:
perfilman.;
pemerintah daerah.
Pasal 50
dan
perfilman.
perfilman;
dan
BAB V
Pasal 51
Pemerintah berkewajiban:
teknologi perfilman;
Pasal 32.
Pasal 52
perfilman Indonesia.
Pasal 53
Pasal 54
film;
266
bangsa di daerahnya.
Pasal 55
nasional;
perfilman nasional.
Pasal 56
Pasal 57
(1) Setiap film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau
(2) Surat tanda lulus sensor sebagaimna dimaksud pada ayat (1)
umum; dan
Pasal 58
melalui Menteri.
ibukota provinsi.
268
Pasal 59
Pasal 60
disensor.
diperbaiki.
Pasal 61
Pasal 62
a. Secretariat; dan
penyensoran.
Pasal 63
memenuhi syarat-syarat:
puluh) tahun;
Pasal 64
masa jabatann.
Presiden.
Pasal 65
(2) Lembaga sensor film dapat menerima dana dari tarif yang
masyarakat.
Pasal 66
Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65
Pasal 67
perfilman
272
perfilman;
perfilman;
d. Pengarsipan film;
e. Kine klub;
f. Museum pefilman;
g. Memberikan penghargaan;
Pasal 68
perfilman Indoneia.
273
bersifat mandiri.
Republik Indonesia.
Pasal 69
68 bertugas untuk:
asing;
bermutu tinggi.
274
Pasal 70
peraturan perundang-undangan.
BAB VIII
PENGHARGAAN
Pasal 71
Pasal 72
BAB IX
Pasal 73
Pasal 74
perundangundangan.
BAB X
PENDANAAN
Pasal 75
Pasal 76
Pasal 77
perundang-undangan.
Pasal 78
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 15, Pasal
17 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, Pasal
33 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 43, dan Pasal 57 ayat (1)
Pasal 79
dapat berupa:
a. Teguran tertulis;
b. Denda administratif;
Peraturan Pemerintah.
278
BAB XII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 80
rupiah).
Pasal 81
Pasal 82
ancaman pidananya.
a. Korporasi; dan/atau
b. Pengurus korporasi.
pindana; dan/atau
Pasal 83
pembuatan hukum;
korporasi tersebut.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 84
Pasal 85
diundangkan.
diundangkan.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 86
Pasal 87
Pemerintah.
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
PENJELASAN
ATAS
TENTANG PERFILMAN
6. UMUM
104
Bambang Yudhoyono susilo. Presiden Republik Indonesia, Disahkan di Jakarta 8 Oktober
2009
284
tidak bebas nilai karena memiliki seuntai gagasan vital dan pesan
lainnya.
undangan.
Film dibuat di dalam negeri dan dapat diimpor dari luar negeri
jati diri bangsa sehingga efek sebuah film perlu mendapat perhatian dari
era digital kini jutaan orang dapat mengakses film melalui perangkat
mandiri.105
105
Yani Basuki Ahmad, Saatnya Sensor Mandiri, Pengantar, Jakarta, 2018
288
secara bertanggung jawab serta bijak memutuskan apa yang antas untuk
dan orang dewasa yang rentan dari konten-konten film yang tidak
sesuai atau berbahaya. Apa itu sensor mandiri? Perilaku secara sadar
masyarakat perfilman.
Ada alarm peringatan yang sangat berguna bagi para pembuat film
bertanggung jawab.
Aktivasi sensor mandiri dalam film dan iklan film. Mengapa perlu
tidak patut ditonton sesuai dengan klasifikasi usia penonton. Untuk itu,
mandiri snagat penting dan bermakna. Alarm sensor mandiri perlu aktif
1. agama
3. hukum
6. pornografi
291
mengukur sentivitas dampak film. Ada dua acuan sensor film yang
reaksi yang mungkin terjadi pada penonton. Acuan itu adalah acuan
utama dan acuan pendukung. Berikut ini komponen dari acuan utama
genre.
kata kunci berikut inni: Acuan Utama, Acuan Pendukung, dan Elemen
menentukan titik temu. Selain itu, jika tidak ada bagian-bagian yang
harus direvisi.
292
zaman yang menyajikan data dan informasi yang tak terbendung kini.
paling niscaya adalah lahirnya film atau iklan film yang minim revisi,
bahkan tanpa revisi. Hal ini menunjukkan tingkat daya literasi film
Hitungan revisi dalam durasi film atau iklan film adalah detik. Jadi,
walaipun ada adegan hanya 1 detik yang tida patut, film itu harus tetap
mengontrol adegan demi adegan. Film yang minim revisi, bahkan tanpa
(SEMUA UMUR)
4.3. Perfilman
berikut:
b. Kemanusiaa.
d. Keadilan.
e. Manfaat.
f. Kepastian hukum.
g. Kebersamaan.
h. Kemitraan dan
i. Kebajikan.106
dibawah ini:
harus menempatkan Tuhan sebagai yang maha suci, maha agung, dan
maha pencipta.
manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
Indonesia.
106.
UU No. 33 tahun 2009, Pasal 2.
300
3. Azas Bhinneka Tunggal Ika, adalah suatu azas yang menjelaskan bahwa
Indonesia.
4. Asas Keadilan, adalah suatu azas yang menjelaskan juga bahwa adanya
Indonesia.
masyarakat.
Tujuan Perfilman.
301
pesan, himbauan atau hiburan oleh pembuat atau produser film. Definisi film
tentang Perfilman Pasal 1 angka 1, sudah jelas bagi kita bahwa film adalah
karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi
masa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara
dan dapat dipertunjukkan. Sesuai dengan maksud dar pasal 1 ayat 1 tersebut
yang bahwa tujuan perfilman dapat dilihat Pasal 3 nya menjelaskan sebagai
berikut:
Pasal 3
Perfilman bertujuan:
berkelanjutan.107
manfaat, serta pelajaran setelah menonton film, dan film itu sendiri akan
Fungsi Perfilman,
dan budaya.
a. Budaya.
b. Pendidikan.
c. Hiburan.
d. Informasi.
f. Ekonomi.108
108.
LSF, Pasal 4.
303
Film tidak hanya menjadi media hiburan saja, tetapi lebih kepada nilai
yang berjati diri dan berbudaya. Diutamakan dalam film adalah bisa dijadikan
alat atau media informasi, pendidikan, penuangan gagasan atau ide bagi
nilai yang tekandung dalam film yang ditonton ikut mempengaruhi pola
kehidupan dimasyarakat.
100 imajinasi tentang yang ia baca. Tapi Film, tidak. Ada 100 penonton
menilai, apakah film yang akan ditayangkan tersebut layak atau tidak
109 .
H.M. Johan Tjasmadi, 60 Tahun Mengawal Bioskop dan Film Indonesia, Jakarta: PWI, 2015,
hal. 40
304
Tahun 2009 tentang Perfilman, Pasal 57, 58, 59, 60, 61 menyebutkan
bahwa:
Pasal 57
Pasal 58
ayat 2 dan 3 dibentuk lembaga sensor film yang bersifat tetap dan
independen.
Menteri.
provinsi.
Pasal 59
Pasal 60
gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan yang tidak sesuai dengan
Pasal 61
kriteria sensor kepada pemilik film agar dapat menghasilkan film yang
bermutu.110
apabila film tersebut belum mendapat surat tanda lulus sensor film
Pasal 30
a. Layar lebar;
pertunjukan film:
a. Di bioskop;
c. Dilapangan terbuka.
18.
111.
UU No. 33 tahun 2009, Pasal 30
308
bioskop dengan jumlah penonton yang banyak. Layar lebar tak hanya
pertunjukan pada ruang terbuka seperti halnya layar tancap, atau lebih
Penyiaran adalah pendistribusian muatan audio atau vide
112.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bioskop, diakses februari 24, 2020
113.
https://id.wikipedia.org/wiki/Penyiaran, diakses februari 24, 2020.
309
Pasal 7
menilai apakah film tersebut layak atau tidak untuk di pertunjukan atau
menyebutkan bahwa:
Pasal 31
114.
https://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_informasi, diakses februari 24, 2020.
310
Pasal 32
60% (enam puluh persen) dari seluruh jam pertunjukan film yang
Pasal 33
Pasal 34
311
dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan Pasal 33 diatur
tersebut, karena hal ini sangat menentukan atas film yang akan
orang. Hal ini tergantung dari materi atau isi serta muatan gambar dari
film yang akan ditayangkan tersebut. Sebab hal ini sangat berkaitan
tergantung pada film yang mereka tonton. Dari hal tersebut sangat
jelas bahwa lembaga sensor film sangat perperan sekali atas film yang
akan ditayangkan.
1. Sanksi Administratif.
dapat berupa:
a. Teguran tertulis.
b. Denda administrative.
Peraturan Pemerintah.116
116.
LSF, Pasal 79.
313
2. Sanksi Pidana
-Pasal 80
-Pasal 81
-Pasal 82
315
dijatuhkan kepada:
a. Korporasi; dan/atau
b. Pengurus korporasi.
dan/atau
-Pasal 83
hukum; dan/atau
korporasi tersebut.117
117.
LSF. Pasal 80, 81, 82, 83.
316
adalah dalam bentuk sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda
oleh pihak pelaku usaha pembuatan film atau terhadap impor film
tertentu.
4.3.4. Sanksi Terhadap Film Tidak Sesuai dengan Surat Tanda Lulus
Sensor
sesuai dengan surat tanda lulus sensor. Yaitu terdapat dua sanksi, yaitu
Pasal 15, Pasal 17 ayat 1, Pasal 20 ayat 1, Pasal 21 ayat 2, Pasal 22 ayat
317
diatas adalah:
-Pasal 6
lainnya.
b. Menonjolkan pornografi.
-Pasal 7
318
meliputi film:
-Pasal 11 ayat 1
tidak langsung .
tanpa dipungut biaya dan diproses dalam jangka waktu paling lama
-Pasal 15
perjanjian tertulis.
-Pasal 17 ayat 1
dengan disertai judul film, isi cerita, dan rencana pembuatan film.
-Pasal 20 ayat 1
secara optimal.
-Pasal 21 ayat 2
-Pasal 26 ayat 1
-Pasal 27 ayat 1
-Pasal 31
-Pasal 33 ayat 1
-Pasal 39 ayat 1
dipertunjukkan .
-Pasal 43
-Pasal 57 ayat 1
manusia.
usia penonton film yang meliputi film untuk penonton semua umur,
penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih dan atau untuk
revisi sesuai dengan perintah dari lembaga sensor film maka dapat
mencantumkan kriteria usia baik untuk semua umur, 13+ tiga belas
tahun atau lebih, 17+ tujuh belas tahun atau lebih dan 21+ duapuluh
usia tersebut tidak dilaksanakan atau tidak sesuai, maka hal tersebut
2009 tentang Perfilman yaitu Penayangan batas Usia 21+ dua puluh
waktu setempat. Artinya apabila suatu film atau iklan film yang
administratif.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Surat tanda lulus sensor yang telah dikeluarkan oleh lembaga sensor film,
dan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2014 tentang Lembaga Sensor Film.
2. Proses sensor produk film dan iklan film yang berlaku di LSF. Dalam proses
ini LSF mengacu pada ketentuan yang telah digariskan peraturan perundang-
yang tidak ditindaklanjuti otomatis akan menjadi film tidak lulus sensor.
Pada masa lalu, bagian film atau iklan film yang dianggap tidak patut
Pintu dialog tidak dibuka dan dialog hanya berlangsung satu arah. Secara
dialog secara tertulis langsung kepada Ketua LSF. Ketua LSF akan
Dalam proses ini LSF zaman now membuka pintu dialog ketika pelaku
ketentuan maksimal dilakukan sebanyak 2 kali. Dari hasil revisi dan dialog.
LSF akan memutuskan lulus dan tidak lulusnya film atau iklan film.
Keputusan lulus sensor akan diterbitkan dalam Surat Tanda Lulus Sensor
327
atau STLS dan keputusan tidak lulus sensor akan diterbitkan dalam Surat
Tanda Tidak Lulus Sensor (STTLS) yang ditandatangani oleh ketua LSF.
memperbolehkan sulih suara terhadap film dan iklan film untuk kepentingan
pendidikan dan penelitian. Sulih suara terhadap film dan iklan film di luar
administratif.
belum juga terbit. Hal ini menjadi kendala dalam penegakan hukum
pidana terkait dengan surat tanda lulus sensor dijelaskan dalam Pasal 80
tanpa lulus sensor padahal diketahui atau patut diduga isinya melanggar
B. Saran
Sensor Film mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran
DAFTAR PUSTAKA
Asrul Sani, Cara Menghayati Sebuah Film, Jakarta: Yayasan Citra, 1984
Nazaruddin, 2007
Effendy Heru, Mari Membuat Film Panduang Menjadi Produser, Depok: Pustaka
Kompiden, 2001
Heru Efendi, Mari Membuat Film: panduan Menjadi Produser, Jakarta: confide,
2002
https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Sensor_Film, 2020
http://Id.wikipedia.org/wiki/dokumentasi,26 2014
2004
LaRose,et.al.medianow.Boston, USA.2009
Lembaga Sensor Film, Sejarah Lembaga Sensor Film di Indonesia, Jakarta, 1916-
2011
Lembaga Sensor Film, Paradigma Baru Lembaga Sensor Film Sebagai Garda
Lukman, 2009.
Miles dan Huberman (1984). Analisis data kualitatif miles dan huberman-
Nuril, 2009
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian; Kajian Budaya Dan Ilmu Sosial
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Refika Aditama, 2009
Undang Undang Perfilman No.8 Tahun 1992 Pasal 1 Bab 1. Pustaka Yustisia
Widagdo M. Bayu, Bikin film Indie Itu Mudah, Andi Offset, Yogyakarta