Disusun Oleh:
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan komunikasi teraupetik keperawatan ini telah diperiksa, disetujui, dan dievaluasi
oleh pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan pada :
Hari :
Tanggal :
Di susun oleh :
Mengetahui :
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi teraupetik adalah komunikasi yang bertujuan untuk pengobatan dan
dapat membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau
tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4
kali sehari dengan atau tanpa lendir darah. Diare pada anak merupakan masalah
kesehatan dengan angka kematian yang tinggi terutama pada anak umur 1 sampai
4 tahun, jika tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan memadai
(Kemenkes RI., 2011).
Petugas kesehatan dituntut untuk menerapkan model komunikasi yang
tepat dan disesuaikan dengan tahap perkembangan pasien. Pada orang dewasa
mereka mempunyai sikap,pengetahuan dan keterampilan yang lama menetap
dalam dirinya sehingga untuk merubah perilakunya sangat sulit. Oleh sebab itu
perlu kiranya suatu model komunikasi yang tepat agar tujuan komunikasi dapat
tercapai dengan efektif. Bertolak dari hal tersebut kami mencoba membuat
makalah yang mencoba menerapkan model konsep komunikasi yang tepat pada
dewasa.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kegiatan bertujuan untuk mengetahui hubungan komuikasi terapeutik perawat
dengan kepuasan pasien rawat inap puskesmas Gunung Sari
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik perawat, meliputi umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan
3
b. Mengetahui karakteristik pasien, meliputi umur dan jenis kelamin di
Puskesmas Gunung sari
c. Mengetahui pelaksanaan komunikasi terapeutik
d. Mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di puskesmas Gunung Sari
e. Mengetahui hubungan komunikasi terapeutik dengan kepuasan pasien
rawat inap di Puskesmas Gunung Sari
BAB II
TEORI
A. Tehnik Komunikasi
1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan tehnik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Tehnik berikut sering
digunakan pada tahap orientasi.
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik. Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan informasi serta
penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima.
Selama mendengarkan, perawat harus mengikuti apa yang dibacakan klien
dengan penuh perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan
tidak memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat
mempunyai waktu untuk mendengarkan.
3. Mengulang
Mengulang (restarting) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi
perawat mengikuti pembicaraan klien. Restarting (pengulangan) merupakan
suatu strategi yang mendukung listening.
4. Klarifikasi
4
Klarifikasi (clarification) adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya.
Pada saat klarifikasi, perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang
dikatakan klien, juga tidak boleh menambahkan informasi. Apabila perawat
menginterpretasikan pembicaraan klien, maka penilaiannya akan berdasarkan
pandangan dan perasaannya. Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan,
karena pengertian terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami
klien.
5. Refleksi
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien.
6. Memfokuskan
Memfokuskan (focusing) bertujuan memberi kesempatan kepada klien
untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan. Dengan demikian akan terhindar dari pembicaraan tanpa
arah dan penggantian topik pembicaraan. Hal yang perlu diperhatikan dalam
mengguanakan metode ini adalah usahakan untuk tidak memutus pembicaraan
ketika klien menyampaikan masalah penting.
7. Diam
Tehnik diam (silence) digunakan untuk memberikan kesempatan pada
klien sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan
kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasi pikiran masing-
masing. Tehnik ini memberikan waktu pada klien untuk berfikir dan
menghayati, memperlambat tempo interaksi, sambil perawat menyampaikan
dukungan, pengertian, dan penerimaannya. Diam juga memungkinkan klien
untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan berguna pada saat klien harus
mengambil keputusan.
8. Memberi Informasi
5
Memberikan tambahan informasi (informing) merupakan tindakan
penyuluhan kesehatan klien. Tehnik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan
perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi yang diberikan pada klien
harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang
dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan
masalah.
9. Menyimpulkan
Menyimpulkan (summerizing) adalah tehnik komunikasi yang membantu
klien mengeksplorasi poin penting dari interaksi perawat-klien. Tehnik ini
membantu perawat dan klien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat
mengakhiri pertemuan. Poin utama dari menyimpulkan yaitu peninjauan
kembali komunikasi yang telah dilakukan.
B. Model Komunikasi
1. Komunikasi verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan
tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan
arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi
verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon
secara langsung. Komunikasi Verbal yang efektif harus:
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin
sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya
kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari
pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,
mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
6
Contoh: “Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda” lebih baik daripada
“saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan tidak
enak.”
b. Perbendaharaan Kata
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan
dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat,
klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru-paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah
sementara saya mendengarkan paru-paru Anda”.
c. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang
digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu
kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis
untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting
ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
d. Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan
komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada
pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa
perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat
sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas.
Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi
waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan
7
kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan
perlu untuk diulang.
e. Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko
operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu
tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh
karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika
pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
f. Humor
Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap
klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya
untuk berkomunikasi dengan klien.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-
verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan
verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan
asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:
a. Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan
antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu
komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan antara yang
berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan sikap dan
8
perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum ketika sedang
marah.
b. Penampilan Personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul
dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen dari
kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya. Bentuk fisik, cara
berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekrjaan,
agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan
dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif.
Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap
pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap klien
mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang perawat.
Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan
perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa
percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
c. Intonasi (Nada Suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan
yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika
sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa
tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
d. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan
sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat
C. Strategi Komunikasi
1. Tahap Persiapan (Prainteraksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien. Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga
9
mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi
untuk pertemuan pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh
seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan
meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi dengan klien.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum
berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri.
Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan
dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan?.
b. Menganalisis kekuatan dan kelemanhan sendiri. Kegiatan ini sangat
penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara
maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang
perawat mungkin mempunyai kekuatan mampu memulai pembicaraan
dan sensitif terhadap perasaan orang lain, keadaan ini mungkin bisa
dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam membuka
pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya.
c. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting
karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa
memahami klien. Paling tidak perawat bisa mengetahui identitas klien
yang bisa digunakan pada saat memulai interaksi.
d. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk
pertemuan pertama tersebut.
2. Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali
bertemu atau kontak dengan klien. Pada saat berkenalan, perawat harus
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien. Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien
dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya. Tujuan
tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
10
dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan
komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari
keberhasilan hubungan terapeutik, karena tanpa adanya rasa saling
percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah
pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah
tergantung pada situasi dan kondisi. Karena itu, untuk mempertahankan
atau membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka,
jujur, ikhlas, menerima klien apa adanya, menepati janji, dan
menghargai klien.
b. Merumuskan kontrak pada klien. Kontrak ini sangat penting untuk
menjamin kelangsungan sebuah interaksi. Pada saat merumuskan
kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-
peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien
terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk menghindari
adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena
karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba
bisa dan serba tahu. Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya
membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada
diri klien sendiri.
c. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien.
Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan
perasaannya. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan
perawat dapat mendorong klien untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah klien.
d. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan
interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan
kedua dan seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan
data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan
11
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal
yang telah dilakukan bersama klien
3. Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses
komunikasi terapeutik. Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-
sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini
dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan
dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan activelistening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Melalui activelistening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan
masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan
mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya
dengan klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk
memadukan dan menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan
membantu perawat-klien memiliki pikiran dan ide yang sama. Tujuan tehnik
menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema
emosional yang penting.
4. Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien.
Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.
Terminasi sementaraadalah akhir dari tiap pertemuan perawat-klien,
setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu kembali dengan klien
pada waktu yang telah ditentukan.Terminasi akhir terjadi jika perawat telah
menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi,
12
perawat tidak boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi
sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau menyimpulkan.
b. Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Perawat perlu mengetahui bagaimana perasaan klien setelah
berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa bahwa interaksi itu
dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru
menimbulkan masalah baru bagi klien.
c. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan
dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir interaksi klien sudah
memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah. Maka untuk
tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah
satu dari alternative tersebut.
d. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting
dibuat agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk
pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu,
dan tujuan interaksi.
Proses terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam
asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan
baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi lagi pada
klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan
perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien
pada pelaksanaan tahap sebelumnya.
D. Kendala Komunikasi
1. Pesan sulit dipahami
Pesan yang berbelit-belit atau memutar-mutar tanpa ada gagasan inti
yang jelas akan membuat komunikan susah memahami dan malas
memahami pesan yang dibuat oleh komunikator sehingga komunikasi bisa
13
gagal. Hal ini sangat sering dialami oleh mereka yang belum terbiasa
berkomunikasi dengan orang lain.Oleh karena itu, gunakanlah pesan yang
efektif dan efisien ya!
2. Persepsi negatif
14
kelompok, kedekatan kelompok juga berpengaruh, sebagaimana bisa kita
baca pada teori komunikasi kelompok menurut para ahli.
5. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi seperti cacat fisik yang tidak diketahui, sumber
suara yang mengganggu suara komunikator, dan lain sebagainya bisa
menjadi salah satu penyebab gagalnya komunikasi yang dilakukan oleh
komunikator. Oleh karena itu, pilihan media, waktu, dan lain sebagainya
harus dipertimbangkan dengan benar oleh komunikator agar tidak muncul
gangguan komunikasi yang bisa mengganggu komunikasi yang dilakukan
oleh komunikator.
E. Pembahasan
15
adalah pengalaman belajar bersama dan pengalaman dengan menggunakan
berbagai tekhnik komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah positif
seoptimal mungkin. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang
efektif perawat harus mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami
tentang dirinya.
16
a. Gerakan; reflex, postur, ekspresi muka, gerakan yang berulang, atau
gerakan-gerakan yang lain. Khusus gerakan dan ekspresi muka dapat
diartikan sebagai suasana hati.
b. Jarak (space)
Jarak dalam berkomunikasi dengan orang lain menggambarkan
keintiman.
c. Sentuhan
dikatakan sangat penting, namun perlu mempertimbangkan aspek
budaya dan kebiasaaan.
BAB III
KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari
keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2002).
17
B. Etiologi
Diare dapat disebabkan oleh pelbagai infeksi, selain penyebab lain seperti
malabsorbsi. Menurut Ngastiyah (2014), faktor penyebab diare adalah
sebagai berikut.
a. Faktor infeksi
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
Albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti otitis
sebagainya.
b. Faktor malabsorbsi
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
18
d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang
dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
D.Penatalaksanaan
Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI (2011), kebijakan pengendalian
angka kematian karena diare bersama lintas program dan lintas sektor terkait.
19
4) Pemberian antibiotik sesuai indikasi
5) Pemberian nasehat
b. Meningkatkan tata laksana penderita diare di rumah tangga yang tepat dan
benar.
E.Pencegahan diare
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
ilmu kesehatan anak, biasanya diare menyebar dan menginfeksi anak melalui
empat faktor, yaitu food, feces, fly dan finger. Oleh karena, itu untuk
mencegah agar penyakit ini tidak menyebar dan menular, cara yang paling
Adapun beragam upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran dan
20
karena jika makanan yang kita konsumsi tidak bersih maka kuman atau bakteri
yang terdapat pada makanan dapat ikut masuk kedalam tubuh kita, sehingga
makanan harus selalu dalam keadaan tertutup agar tidak dihinggapi lalat.
Makanan basi dan makanan pedas, makanan basi tidak layak makan karena
ada bakteri yang masuk kedalam makanan tersebut. Makanan yang pedas dan
diare sepertinya tidak bisa dipisahkan, bila kita merasa sanggup memakan
makanan pedas, tidak berarti demikian dengan pencernaan kita. Makanan yang
diare bagi banyak orang dengan kondisi pencernaan yang sensitif. Adanya
komposisi kimia dalam makanan yang pedas serta bagaimana interaksinya dalam
antara perilaku jajan dengan kejadian diare pada anak sekolah dasar.
21
3
makanan yang tidak bersih. Tetapi kalau dilihat dari faktor-faktor penyebab diare,
penyebab diare lebih dominan disebabkan oleh bakteri. Bakteri itu sendiri dapat
masuk ke tubuh kita melalui banyak hal, salah satunya melalui air minum yang
ada hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare. Oleh karena
itu, air yang bersih dan steril patut kita perjuangkan seperti air minum harus
selalu dimasak, tidak minum air kran, selalu menutup minuman serta air minum
kebersihan diri dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan
pendapat dari Dirjen PPM & PLP dalam buku materi program P2 diare pada
pelatihan P2ML terpadu bagi dokter Puskesmas bahwa personal hygiene adalah
langkah pertama untuk hidup lebih sehat. Dasar kebersihan adalah pengetahuan,
banyak masalah kesehatan timbul akibat kelalaian kita tetapi standar higyene dapat
mengontrol kondisi ini. Menjaga kebersihan diri merupakan salah satu cara agar
tubuh terhindar dari kuman dan bakteri sehingga tidak mudah terjangkit
22
4
kebersihan kuku seperti memotong kuku agar kuku tidak panjang dan kuku tidak
kotor.
Langkah yang paling mudah dilakukan untuk menghindari diare adalah rajin
mencuci tangan pakai sabun, karena tangan adalah anggota tubuh yang
sangat rentan untuk bakteri dan kuman menempel pada tangan kita, saat kita
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku cuci tangan dengan
kejadian diare. Cuci tangan merupakan tindakan pencegahan yang murah, namun
mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan setelah makan, setelah
buang air besar, sebelum memegang makanan dan setiap tangan kotor.
rentan terkena penyakit diare. Dampak penyakit yang paling sering terjadi akibat
buang air besar sembarangan ke sungai adalah Escherichia Coli, itu merupakan
penyakit yang membuat orang terkena diare. Setelah itu bisa menjadi dehidrasi,
23
5
39-40 juta orang yang buang air besar sembarangan, itu termasuk orang yang
dilakukan UNICEF dan WHO, juga menyatakan lebih dari 370 balita Indonesia
Angka kematian akibat diare ini perlu diturunkun, maka dari itu semua pihak
harus sadar dan segera membuat dan memakai toilet yang sehat. Hal ini selaras
sungai, itu belum termasuk sehat. Sehingga diharapkan tidak buang air besar di
sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau
pinggir jalan. Buang air besar di sungai atau di laut dapat memicu penyebaran
wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja. Buang air besar di pantai atau
tanah terbuka dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, dan
sebagainya yang dapat menyebarkan penyakit akibat tinja, seperti penyakit diare.
pembuangan tinja yang tidak sehat, ini disebabkan kebiasaan dan lokasi
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat karena tidak tersedianya jamban
keluarga sehingga harus membuang tinja di parit, sungai bahkan ada di belakang
rumah dengan cara di timbun dengan tanah. Beberapa jamban ditemukan dalam
24
6
kejadian diare.
sungai, tidak membuang sampah di selokan dan tempat sampah harus ditutup.
berkembangbiaknya hewan kotor seperti nyamuk, kecoak, lalat, dan tikus. Hewan-
hewan tersebut dapat menjadi perantara antara kuman penyakit dan manusia.
Kebersihan merupakan langkah awal agar dapat terhindar dari penyakit diare,
menjadi faktor yang penting untuk menghindarkan anak dari penyakit diare (Fida,
membersihkan selokan secara rutin dan buang air besar pada tempatnya untuk
memberantas lalat dan menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari penyakit
diare
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kemampuan menerapkan teknik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak dalam
kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang turut
mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
2. Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam
penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal lain
yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi ini
merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam mengembangkan
kemampuan berhubungan terapeutik.
B. Saran
1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan klien
untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan di lakukan.
2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan bahasa
yang mudah di mengerti oleh klien sehingga tidak terjadi kesalahpahaman
komunikasi.
3. Dalam menjalankan profesinya hendaknya perawat selalu memegang teguh
etika keperawatan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. StandarLuaranKeperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
27
ANALISA PROSES INTERAKSI KLIEN
LAMANYA : 30 menit
JARAK : 2 meter
TUJUAN INTERAKSI :
Membantu klien untuk menjelaskan dan mengurangi beban pikiran karena penyakit
yang di alami pasien
Meningkatkan kemampuan komunikasi
Meningkatkan kepekaan perawat terhadap kebutuhan klien ,serta memudahkan
perkembangan dan perubahan pendekatan oleh perawat dan klien.
Mengurangi keraguan klien dan mengambil tindakan yang efektif
Mempengaruhi klien untuk menjaga kesehatan
DESKRIPSI KLIEN :
28
KOMUNIKASI VERBAL KOMUNIKASI ANALISA ANALISA RASIONALI
NONVERBAL BERPUSA BERPUSAT SASI
T PADA PADA
KLIEN PERAWAT
29
K: ngih pak K: selanjutnya dengarkan
menentuka mennentukan dan bercerita
P: saya akan memberi sedikit n kontrak topik tentang
edukasi mengenai segala selanjutnya selanjutnya keadaanya
hal yang berkaitan dengan kepada yg akan di dengan
pencegahan penyakit diare perawat bahas seperti itu
K: baik pak membantu
K: P : senang klien
P: kita mulai ya bapak.. memikirka sekali klien mengungkapk
Diare merupakan kumpulan n tentang setuju dengan an perasannn
gejala yang disebabkan dari kegiatan kegiatan pada perawat
beberapa faktor, antara lain yang di yang akan di
faktor penyediaan air bersih, tawarkan lakukan Evaluasi fase
hygiene personal, dan perawat berhasil jikak
kepada P: p senang lien ingat
pengetahuan. Dikatakan karena klien
diare bila adanya klien terhadap
mau kontrak
perubahan konsistensi tinja K: setuju berentraksi
lunak ke cair dan frekuensi selanjutnya
tentang dengan yg sudah di
defikasi lebih dari kebiasaan kegiatan perawat.
individu tersebut. Diare ialah sepakati
yang bersama
keadaan frekuensi buang air ditawar
besar lebih dari empat kali perawat
kan
pada bayi dan lebih dari tiga perawat Salam
kali pada anak; konsistensi dan penutup
feses encer, dapat berwarna menunj merupakan
hijau atau dapat pula ukkan akhir fase
bercampur lendir dan darah rasa yang harus
atau lendir saja (Ngastiyah, percaya dilakukan
Sebenarnya, diare bukanlah kepada untuk
penyakit melainkan pertanda perawat mencegah
adanya bahaya dalam . tidak percaya
saluran cerna anak, sehingga dengan klien.
usus berusaha mengeluarkan
kuman tersebut dan
terjadilah diare
30
yang mbak alami?
K: Alhamdulillahterimakasi
pak sangat jelas,tidak ada
yang saya tanyakan
K: baik pak
K: baik pak
31
tentang penyakit Diare
ini.
waalaikumsalamwarohma
tullohiwabarokatuh.
Keterangan:
P :Perawat
K :Klien
32