diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Keperawatan Gadar Kritis 2
dosen pengampu Susy Puspasari., M.kep
Oleh
Kelompok 5 :
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan rahmat
dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah yang berjudul “Nutrisi pada pasien kritis” disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Gadar kritis 2.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua piihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang ini dapat memberirikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN TEORI.........................................................................................................3
2.2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2.2 Etiologi.............................................................................................................3
2.2.5 Patofisiologi......................................................................................................4
2.2.6 Komplikasi.......................................................................................................5
2.3.1 Definisi.............................................................................................................6
2.4.1 Definisi.............................................................................................................8
2.4.2 Etiologi.............................................................................................................8
ii
2.4.3 Manifestasi Klinis............................................................................................8
2.4.4 Patofisiologi......................................................................................................8
BAB III...........................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................15
3.2 Saran.....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa itu Gastrointestinal Dismolity ?
b. Jelaskan apa itu Perdarahan Akut !
c. Jelaskan apa itu Sirosis Hepatis !
d. Jelaskan apa itu Trauma Abdomen !
e. Bagaimana nutrisi pada pasien kritis ?
1.3 Tujuan
a. Menjelaskan Gastrointestinal Dismolity
b. Menjelaskan konsep dari Perdarahan Akut
c. Menjelaskan konsep dari Sirosis Hepatis
d. Menelaskan konsep dari Trauma Abdomen
e. Menjelaskan nutrisi pada pasien kritis
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
Nutrisi (zat gizi) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu berupa energi,membangun dan memelihara jaringan serta mengatur
proses kehidupan.
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil,sehingga mengalami
respon hipermetabolik kompleks terhadap trauma, sakit yang dialami akan mengubah
metabolisme tubuh,hormonal,imunologis dan homeostatis nutrisi.
2.2.2 Etiologi
Penyebab perdarahan akut SCBA menurut Morton (2014) dan Nurarif (2013) yang
ditandai dengan hematemesis dan melena adalah :
3
Kelainan esophagus : pecahnya varises esophagus, esophangitis dan adanya
keganasan, ulkus, lessi Mallory weiness
Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung, tukak duodenum, gast-
ritis erosif, gastropati kongestif, keganasan., angoodisplasia, penyakit crohn,
divertikulum meckel
Penyakit darah : leukemia, DIC, purpura, trombositopenia.
Penyakit sistemik : uremia dan lainnya.
Pemakaian obat yang ulserogenik : golongan salisilat, kortikosteroid, alko-
hol, dan lainnya.
2.2.5 Patofisiologi
Penyakit atau kelainan saluran cerna bagian atas disebabkan oleh ketidak-
seimbangan faktor agresif dan faktor defensif, dimana faktor agresif meningkat dan
faktor defensif menurun. Yang dimaksud faktor agresif antara lain asam lambung,
pepsin, refluk asam empedu, nikotin, obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan
obat kortikisteroid, infeksi helikobacter pilory dan faktor radikal bebas khususnya
pada pasien usia lanjut. Yang di maksud faktor defensif adalah mukosa yang baik,
sel epitel permukaan mukosa yang utuh, prostaglandin, musi atau mukus yang
cukup tebal, sekresi bikarbonat, motilitas yang normal, impermiabiloitas mukosa
terhadap ion H+ dan regulasi PH intrasel. Perdarahan dapat terjadi akibat varises
dan non varises.
Perdarahan Varises sering terjadi pada varises esofagus yang disebabkan
penyakit serosis hepatis. Serosis hepatis/ hati banyak disebabkan oleh virus hepat-
4
itis B dan hepatitis C dan penggunaan alcohol. Varises esofagus adalah vena kolat-
eral yang berkembang sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi seg-
mental portal . Faktor penting yang terjadinya perdarahan adalah tekanan portal,
ukuran varises, dinding varises dan tingkat keparahan penyakit hati.
Gagal hati pada serosis hepatis terjadi kematian sel hepar mengakibatkan
tekanan vena portal sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam sub
mukosa esofagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk mengali-
hkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan
dalam vena ini, maka vena ini menjadi mengembang dan membesar ( dilatasi) oleh
darah dan timbul varises. Verises bisa pecah dan mengakibatkan perdarahan
gastrointestinal.
Perdarahan non varises banyak disebabkan oleh gastritis erosif dan tukak
peptik. Kedua kasus ini berhubungan dengan pemakaian obat anti inflamasi nosn
steroid (OINS) , infeksi helicobacter pylori dan stres. Penggunaan obat mengangu
proses peresapan mukosa , proses penghancuran mukosa dan dapat menyebakan
cidera. Obat- obat tersebut dapat menurunkan aliran darah mukosa, menurunkan
sekresi mukus dan bicarbionat , gangguan aggegrasi platelet menyebabkan gang-
guan pertahanan sehingga mukosa mengalami injuri dan megalami perdarahan.
Obat NSAID dapat menyebabkan angiogenesis menurun menganggu proses
penyembuhan dan meningkatkan leukosit adherenc sehingga leukosit teraktivasi
menyebabkan injuri mukosa dan terjadi perdarahan . Secara umum obat NSAID
merusak epitel mukosa lambung menyebabkan difusi asam sehingga terjadi gang-
guan angregasi platelet menyebabkan injuri mukosa sehingga terjadi perdarahan.
Disseminated Intavascular Coagulation (DIC) merupakan syndroma kliniko
patologis yang ditandai dengan adanya aktifasi koagulasi darah. Infeksi/ septikemia
sering menyebabkan DIC akibat dari bakteri. Timbulnya DIC dari sepsis disebab-
kan akaren hipotensi, koagulopati, disfungsi multi organ yang diakibatkan karena
sepsis berat. Yang berujung pada gangguan mediator- mediator inflamasi pada
host.
Gangguan hematologi yang terjadi pada DIC karena sepsis terjadi karena
neutrofil beradesi dengan endotel membawa radikal bebas dan mengeluarkan
lisosim menyebabkan kerusakan endotel yang menyebabkan penurunan O2 di mi-
tokondria dan pembentukan trombin yang diperantarai oleh faktor jaringan dimana
permukaan dinding endotel yang memeiliki sifat anti trombotik berubah menjadi
5
pro trombotik, gangguan mekanisme anti koagulasi (penekanna sistem anti trombin
dan protein C sehingga tidak dapat mengimbangi pembentukan trombin) , gang-
guan degradasi fibrin akibat penekanan sistem fibrinolisis, . Hal ini disebabkan
oleh tingginya kadar plasminogen aktivator inhibitor tipe- 1 (PAI-1) yang beredar
di sirkulasi namun ada fungsi fibrinolisis dapat meningkat sehingga merusak pem-
buluh darah dan dapat menyebabkan perdarahan (Katz, 2011 dan Levi,2014)
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi Komplikasi akibat perdarahan akut SCBA menurut (Priyanto, 2009)
adalah :
Syok hipovolemia
Aspirasi pneumonia
Gagal ginjal akut
Anemia karena perdarahan
Syndrom hepatorenal
Koma hepatikum
6
Virus hepatitis
Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
Zat toksik
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis)
7
cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan
pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.
3. Varises Gastrointestinal
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam
pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, pender-
ita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang men-
colok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pem-
buluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum
bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembu-
luh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menang-
gung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh
darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata
dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan
mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari
ruptur varises pada lambung dan esofagus.
4. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi un-
tuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
5. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi
gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melak-
ukan aktivitas rutin sehari-hari.
8
6. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalo-
pati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemam-
puan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara
2.4.2 Etiologi
Penyebab Trauma Penetrasi :
Luka tembakan
Luka tikaman benda tajam
Luka akibat tusukan
Penyebab Trauma Non-Penetrasi :
Terkena kompresi atau tekanan dari luar
Hancur akibat tertabrak mobil’
Terjepit sabuk pengaman akibat terlalu lama menekan perut
Deserasi akibat kecelakaan saat olahraga.
9
Nyeri spontan.
Pada trauma non penetrasi biasa muncul jejas atau ruptur di bagian dalam
abdomen.
Perdarahan intraabdominal
Apabila trauma sampai ke usus maka fungsi usus akan terganggu
Pada trauma penetrasi biasa ditemuka luka tusuk pada abdomen.
2.4.4 Patofisiologi
Didalam tubuh kita terdapat organ-organ yang sangat penting, apabila bagian
tubuh kita terkena benturan keras atau tumpul, maka trauma merupakan hasil dari
interaksi antara benda tersebut ke tubuh kita. Beratnya trauma yang akan muncul
itu tergantung pada seberapa kuat benda tersebut mengenai tubuh (abdomen)
tersebut. selain itu beratnya trauma juga akan ditentukan oleh elastisitas dari
jaringan tersebut unutk kembali seperti semula ketika terkena benturan, dan juga
viskositas dimana kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya ketika
terjadi benturan tumpul/keras/tajam.
Jika terjadi trauma abdomen jenis penetrasi atau non penetrasi maka tidak
menutup kemungkinan pasti terjadi perdarah intra abdomen yang serius, maka
korban akan menunjukkan tanda tanda yang serius berupa iritasi yang disertai
penurunan sel darah merah yang pada akhirnya akan muncul gambaran syok
hemoragik. Apabila organ viseral mengalami perforasi, mkaa tanda-tanda perforasi
dan iritasi akan tampak.
10
Untuk mengetahui apakah terdapat darah atau cairan usus didalam rongga
perut pasien.
11
urin 24 jam, dalam bentuk nitrogen urea urin (urine urea nitrogen/UUN), dan
nitrogen dari protein dalam makanan :
12
Karbohidrat merupakan sumber energi yang penting. Setiap gram
karbohidrat menghasilkan kurang lebih 4 kalori. Asupan karbohidrat di dalam
diet sebaiknya berkisar 50% –60% dari kebutuhan kalori. Dalam diet,
karbohidrat tersedia dalam 2 bentuk : pertama karbohidrat yang dapat dicerna,
diabsorbsi dan digunakan oleh tubuh (monosakarida seperti glukosa dan
fruktosa;disakarida seperti sukrosa, laktosa dan maltosa;polisakarida seperti
tepung, dekstrin, glikogen) dan yang kedua karbohidrat yang tidak dapat dicerna
seperti serat.
Glukosa digunakan oleh sebagian besar sel tubuh termasuk susunan saraf
pusat, saraf tepi dan sel-sel darah. Glukosa disimpan di hati dan otot skeletal
sebagai glikogen. Cadangan hati terbatas dan habis dalam 24 – 36 jam
melakukan puasa. Saat cadangan glikogen hati habis, glukosa diproduksi lewat
glukoneogenesis dari asam amino (terutama alanin), gliserol dan laktat.
Oksidasi glukosa berhubungan dengan produksi CO2 yang lebih tinggi, yang
ditunjukkan oleh RQ (Respiratory Quotient) glukosa lebih besar dari pada asam
lemak rantai panjang.
b. Lemak
13
pemberian glukosa dalam jumlah besar. Penting juga bagi kita untuk
memperkirakan komposisi pemberian lemak yang berhubungan dengan proporsi
dari asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA), asam
lemak tidak jenuh ganda (PUFA) dan rasio antara asam lemak esensial omega 6
dan omega 3 dan komponen antioksidan.
Kebutuhan protein pada pasien sakit kritis bisa mencapai 1,5 – 2 gram
protein/kgbb/hari, seperti pada keadaan kehilangan protein dari fistula
pencernaan, luka bakar, dan inflamasi yang tidak terkontrol. Hal ini sesuai
14
dengan hasil penelitian Elwyn yang hanya menggunakan dekstrosa 5% nutrisi,
menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan kehilangan nitrogen b/d tingkat
keparahan penyakit.
d. Mikronutrien
e. Nutrisi Tambahan
15
Meskipun rute pemberian nutrisi secara enteral selalu lebih dipilih
dibandingkan parenteral, namun nutrisi enteral tidak selalu tersedia, dan untuk
kasus tertentu kurang dapat diandalkan atau kurang aman. Nutrisi parenteral
mungkin lebih efektif pada kasus-kasus tertentu, asal diberikan dengan cara yang
benar. Dalam perawatan terhadap penderita sakit kritis, nutrisi enteral selalu
menjadi pilihan pertama dan nutrisi parenteral menjadi alternatif berikutnya.
a. Nutrisi Enteral
Pada pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan dari pada oral,
kecuali pada keadaan fraktur basis cranii dimana bisa terjadi resiko penetrasi ke
intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan jika terjadi kelainan
pengosongan lambung yang menetap dengan pemberian obat prokinetik atau
pada pankreatitis Alternatif lain untuk akses nutrisi enteral jangka panjang
adalah dengan gastrostomi dan jejunum perkutaneus.
16
nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu memelihara epitel
pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah peningkatan distensi
gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi.
b. Nutrisi Parenteral
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19