Oleh :
Pembimbing :
dr. Syarifah Mahlisa Soraya, Sp. A
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan karunian-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Laporan kasus sebagai
salah satu syarat tugas untuk mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Senior
Departemen Ilmu Kedokteran Anak RS Umum Haji Medan.
Pada kesempatan kali ini, izinkan kami untuk mengucapkan terima kasih
kepada pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Dengue syok syindrom “ ini, terutama kepada pembimbing kami dr.
Syarifah Mahlisa Soraya, Sp. A
Semoga Laporan kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua baik
sekarang maupun di hari yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB 1 LAPORAN KASUS 1
I. Identitas pasien...................................................................................... 1
II. Anamnesis............................................................................................. 1
III. Pemeriksaan Fisik................................................................................. 2
IV. Resume ................................................................................................ 5
V. Diagnosa Banding................................................................................ 6
VI. Diagnosa Kerja.................................................................................... 7
VII. Penatalaksanaan................................................................................... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi................................................................................................. 9
II. Definisi.................................................................................................. 10
III. Etiologi.................................................................................................. 10
IV. Klasifikasi............................................................................................. 10
V. Manifestasi Klinis................................................................................. 12
VI. Pemeriksaan Fisik................................................................................. 12
VII. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 12
VIII. Tatalaksana........................................................................................... 13
REFERENSI
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
BAGIAN PENYAKIT PEDIATRI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN SUMATRA UTARA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Queensha Trusayaa Siagian
Jenis Kelamin : wanita
Usia : 9 tahun
Tanggal lahir : 29 – 10 – 2012
Alamat : Jl. Bhayangkara G.Buntu No.502 C Medan RT
0 RW 0 Indra Kasih Medan, Medan Tembung
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Suku Bangsa : WNI
No RM : 314694
Tanggal Kunjungan RS : 22 – 11 – 2021
Ruangan : Hijir Ismail
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara auto-anamnesis. Anamnesis dilakukan pada
hari Senin, tanggal 22 November 2021
Keluhan Utama
Demam sejak 4 Hari yang lalu
Keluhan Tambahan
- Batuk
- Pilek
- Nafsu makan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien perempuan usia 9 tahun datang diantar kedua orang tuanya
dengan keluhan demam, demam dirasakan sejak 4 hari, menurut pengakuan orang tua
OS pasien mengalami penurunan nafsu makan mual (+), muntah (+) setiap kali os
makan dan muntah berisi asupan yang dimakan, Kejang (-),
Riwayat Pengobatan
Tidak ada
B. STATUS GENERALIS
Kepala
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut
- Wajah : Simetris, pucat (-), ikterik (-), petekie (-)
- Mata : Konjungtiva hyperemis (-/-), Pucat (-/-), ikterik (-/-), Pupil
isokor, Reflek cahaya (+/+) Cekung (+)
- Hidung : Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-),
Pernapasan cuping Hidung (-)
- Telinga : Normotia, sekret (-), nyeri tekan (-).
Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba membesar
Massa : Tidak ada
Pembesaran Tiroid : Tidak teraba membesar
Thoraks
Paru
Inspeksi : Semetris Fusiformis, retraksi (-) kanan=kiri
Palpasi : Fremitus kanan=kiri, massa (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Soepel, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas
- atas : Akral Dingin (+/+), oedem (-/-)
- bawah : Akral Dingin (+/+), oedem (-/-)
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan Darah Rutin Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,6 11,7– 15,5 g/dL
Hematokrit 45,9 37 – 45 %
Leukosit 1500 4 – 11 ribu/mm3
Trombosit 49000 150 – 440 ribu/mm3
Eritrosit 5,71 4.00 – 5.00 juta/ uL
RDW-CV 12,8 11.5 – 14.5 %
MPV 10,1 7.2 – 11.1 fL
V. DIAGNOSA BANDING
1. Dengue Syok Syndrom
2. Demam thypoid
3. Malaria
VII. PENATALAKSANAAN.
1.IVFD RL 40 ggt/menit
2. Inj. Cefixime 2 g/hari
3. Inj. Dexamethason 1 amp/8 jam
4. Inj. Ranitidine 25 mg/12 jam
5. Omeprazole 25 mg
Follow up
Tanggal S O A P
1. DEFINISI
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)
2. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di
daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi
sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (1,2,3)
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes
aegypti dan A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada
penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk
Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang
biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan
kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk
betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission). Sekali virus
dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus
memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi
bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)
3. EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian
paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka
kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh
propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.
Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi
berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung
menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk
Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu
udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat
pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)
4. PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua
teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous
infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma
intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. (1,2,3)
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi
virus sehingga dapat bsifat asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas
(undifferentiated fever), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) atau
sindrom syok dengue (SSD) (1,2,3)
Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari)
timbul gejala prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan
merasa lemas.(1)
Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik
(saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang,
atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang
bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan
selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki,
telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekie. Pada keadaan
wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang disertai dengan perdarahan
seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hematuri, dan
menoragi. (1,2,3,4)
Demam Berdarah Dengue
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai
dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang,
sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut
dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling
sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif, kulit mudah memar dan
perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie halus
ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih
jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam.
Hati biasanya membesar dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah
arcus costae kanan. Masa kritis dari penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat
ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba yang sering disertai dengan gangguan
sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan
sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat
penderita dapat mengalami syok. (1,2,3,4)
Sindrom Syok Dengue
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh
ke dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi
cepat-lemah, tekanan nadi < 20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan
produksi urin yang berkurang. Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. Bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat,
syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya seperti asidosis
metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan
terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim
seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi
dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul
ruam pada kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan
kembalinya nafsu makan.(1,2,3,4)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar
hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus
darah tepi menunjukkan limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru.
Kadar leukosit dapat normal atau menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai limfosit plasma biru (LPB >15% total
leukosit) yang pada fase syok akan meningkat. Trombosit umumnya menurun pada
hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk menentukan kebocoran plasma
dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit awal.(1,2)
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell
culture) atau deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang
mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM
yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai ke-5, meningkat smpai minggu 3, dan
menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari ke-14 pada infeksi primer,
dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.(1)
Pemeriksaan lain menunjukkan SGOT dan SGPT dapat meningkat.
Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. aPTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai
setengah kasus DBD. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN ditemukan pada syok
berat. (1,2)
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa
ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura
berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat
ditemukan bilateral.(1,2)
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu
kebocoran plasma. Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi
resusitasi cairan dan indikasi perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD
bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.(1,2,3)
Demam Dengue
Pada fase demam pasien dianjurkan :
• Tirah baring, selama masih demam.
• Obat antipiretik atau kompres hangat diberikan apabila diperlukan.
• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan
antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun,
yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). (1,2,3,4)
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan
darah perifer lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus
dilakukan pengawasan dini terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48
jam. Karena proses patogenesis penyakit masih berlangsung dan cairan kristaloid
hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1 jam pemberian. Diuresis
diusahakan 2 ml/kgBB/jam.(1)
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi
20-30 ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi,
perhatikan nilai Ht. Bila ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka
pilihan cairan koloid. Bila Ht menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal
bleeding) maka dapat diberikan transfuse darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai
kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30°/o
dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1
atau 3:1.(1,2)
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi
setelah 10-30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan
sebaiknya yang tidak menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme
pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah
besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal
sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada kasus SSD apabila setelah pemberian
cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan
ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. (1,2)
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan, Sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi
ganggguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder.
Bila tekanan vena sentral sudah sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi,
maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau
epinephrine). (1,2,4)
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila
asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien
menjadi lebih kompleks. pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan
secepatnya dandilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka
perdarahansebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.(2)
Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD mengingat
kemungkinan infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna.
Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di
tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak
mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.(2)
Gambar 11. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
(1) Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
(2) Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Departemen Kesehatan RI. 2005
(3) Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology
Reviews. 1998.Vol 11, No 3 ;480-496
(4) Dengue Haemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Edition II. Geneva: World Health Organization. 1997. Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication
Accessed December 1, 2009.
(5) Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division
of Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
(6) Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier
Health Sciences. 2008.