Anda di halaman 1dari 26

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER

SPESIALIS
ILMU KESEHATAN ANAK

MODUL BATUK KRONIK

KOLEGIUM ILMU KESEHATAN ANAK INDONESIA

2019
CAPAIAN PEMBELAJARAN

a. Capaian Pembelajaran Modul

Sikap
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap
religious;
2. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan
agama, moral, dan etika;
3. Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban berdasarkan Pancasila
4. Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki
nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa
5. Menghargai keanekaragaman budaya, pandangan, agama, dan kepercayaan,
serta pendapat atau temuan orisinal orang lain;
6. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta kepedulian terhadap
masyarakat dan lingkungan;
7. Taat hukum dan disiplin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
8. Menginternalisasi nilai, norma dan etika akademik;
9. Menunjukkan sikap bertanggung jawab atas pekerjaan dibidang
keahliannya secara mandiri;
10. Menginternalisasi semangat kemandirian, kejuangan dan kewirausahaan;
11. Menunjukkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai Unsrat

Keterampilan Umum
1. Mampu mengambil keputusan dalam konteks penyelesaian masalah
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan dan
menerapkan nilai humaniora berdasarkan kajian, analisis atau eksperimental
terhadap informasi dan data.
Pengetahuan
1. Menerapkan ilmu penyakit mengenai batuk kronik pada anak untuk
mengelola masalah kesehatan/penyakit serta tatalaksana secara holistik
dan komprehensif

Sub-Capaian Pembelajaran Modul


• Mahasiswa mampu menjelaskan batuk kronik berulang pada anak
• Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi batuk kronik
• Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi batuk kronik
• Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi batuk kronik
• Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana dari batuk kronik
PENDAHULUAN

Batuk merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh (dalam sistem respirasi) yang
alami yang berupa suatu reflex primitif saluran nafas untuk mengeluarkan sekret berlebih atau
kotoran dan benda asing yg masuk ke jalan nafas. Batuk tidak selalu berarti suatu hal yang
patologis, bisa juga merupakan suatu hal yang fisiologis. Pada orang dewasa dikatakan bahwa
volume dahak yang dikeluarkan dalam tiap batuk sekitar 30ml. Sebuah studi yang mengukur
batuk secara obyektif menemukan bahwa anak sehat dengan rerata umur 10 tahun biasanya
mengalami 10x batuk (rentang hingga 34) dalam 24 jam, sebagian besar batuk terjadi pada
siang hari1. Angka ini meningkat selama infeksi respiratorik, yang bisa terjadi hingga 8x lipat
per tahun pada anak sehat. Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami kelainan
paru yang serius, batuk dapat sangat mengganggu dan sulit untuk diatasi. Sampai batas tertentu
batuk kronik pada anak adalah normal dan mempunyai prognosis yang baik. Jika batuk kronik
yang terjadi sangat sering atau berat, maka sangat mungkin terdapat penyakit yang
mendasarinya2.

Pada dasarnya batuk sendiri merupakan suatu reflex tubuh yang harus dipelihara,
karena fungsinya yang sangat penting bagi tubuh. Respon batuk dapat terjadi akibat adanya
rangsangan pada reseptor batuk di saluran nafas maupun di luar saluran nafas. Rangsangan
yang terjadi bisa akibat rangsangan mekanik maupun kimiawi. Reseptor batuk di saluran
nafas merupakan ujung akhir dari n. vagus (N.X) yang berada pada sel – sel rambut getar
dari faring sampai bronkiolus, hidung. Yang berada di luar saluran nafas antara lain sinus –
sinus paranasal, saluran telinga dan memban timpani, pleura, lambung, perikard dan
diafragma.
Jenis rangsangan yang dapat menimbulkan timbulnya respon batuk antara lain:
1. Udara dingin
2. Benda asing (contoh: debu, serbuk sari, partikel polutan, dll)
3. Radang atau adanya edema saluran nafas
4. Adanya tekanan pada saluran nafas (contoh: tumor, kanker, dll)
5. Jumlah Lendir yang banyak pada saluran nafas
6. Kontraksi berlebih pada saluran nafas (contoh: asma)

Definisi batuk kronik bervariasi, ada yang menyatakan batuk kronik adalah batuk yang
berlangsung lebih dari atau sama dengan 2 minggu, ada yang mengambil batasan 3 minggu,
bahkan 4 minggu.1 Unit Kerja Koordinasi Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (UKK
Respirologi IDAI) membuat batasan batuk kronik adalah batuk yang berlangsung lebih dari
atau sama dengan 2 minggu. sedangkan batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari
2 minggu. Selain batuk akut dan kronik beberapa literatur menyebutkan pembagian lain yaitu
batuk sub akut tetapi UKK Respirologi tidak menggunakan istilah batuk sub akut. Selain batuk
kronik dikenal istilah batuk kronik berulang (BKB) yaitu batuk yang berlangsung lebih dari
atau sama dengan 2 minggu dan/atau berlangsung 3 episode dalam 3 bulan berturut-turut.7

Terkadang sulit untuk menentukan masalah yang memicu terjadinya batuk kronik pada
pasien, tetapi yang tersering adalah batuk kronik dikarenakan post nasal drip, asma dan
refluks asam yang merupakan gejala khas dari gastroesophageal reflux disease (GERD).
Batuk kronik biasanya menghilang sesudah faktor pemicu dapat dihilangkan.

Etiologi
Dalam menentukan diagnosis etiologi batuk kronik perlu dipertimbangkan faktor usia.
(Tabel 1)
Tabel 1. Etiologi Batuk Kronik Berdasarkan Usia7
Bayi Anak (usia muda) Anak (usia lebih tua)
Kongenital Aspirasi Asma
- Trakeomalasia Pasca infeksi virus Rokok (aktif)
- Vascular ring Asma Postnasal drip
Infeksi: Tuberkulosis Pasca infeksi virus
- Pertusis, virus, Pertusis Infeksi
- Klamidia OMSK* Tuberkulosis
Asma GER* OMSK*
Pneumonia aspirasi Bronkiektasis Bronkiektasis
GER* Psikogenik
Rokok pasif Tumor
*OMSK: otitis media supurativa kronik;
GER: gastro-esophageal reflux
Tatalaksana
Tatalaksana batuk kronik tergantung pada penyakit dasar sebagai etiologinya. Pada
keadaan infeksi bakteri maka pemberian antibiotik merupakan pilihan utama sedangkan pada
asma pemberian bronkodilator sebagai obat utamanya, demikian juga yang lainnya. Namun
pada keadaan tertentu diperlukan pengobatan suportif lain seperti misalnya mukolitik,
fisioterapi, dan lain-lain. Secara garis besar tatalaksana batuk kronik dibagi dalam 2 kelompok
besar yaitu farmakologik dan non farmakologik. 8

Farmakologik
Tatalaksana farmakologi pada batuk dikenal sebagai obat utama dan obat suportif. Yang
termasuk obat utama adalah antibiotik, bronkodilator, dan antiinflamasi, sedangkan yang
termasuk suportif adalah mukolitik dan antitusif.10 Pada batuk kronik dengan penyebab utama
infeksi bakteri maka pengobatan utamanya adalah antibiotik. Jenis antibiotik yang diberikan
tergantung dugaan etiologinya, misalnya pada faringitis yang diduga bakteri maka pilihan
utama adalah golongan penisilin sedangkan pada rinosinusitis sebagai pilihan utama adalah
kombinasi amoksislin dan asam klavulanat serta pada pneumonia atipik pilihan utama adalah
makrolid dan lain-lain. Selain pilihan antibiotik yang berbeda juga perlu diperhatikan lamanya
pemberian antibiotik misalnya faringitis bakteri cukup dengan 7 hari sedangkan pada
rinosinusitis diberikan selama 3 minggu.11 Penyebab batuk kronik yang sering adalah asma
sehingga pengobatan utama pada saat serangan asma adalah bronkodilator.14 Pada asma terjadi
keadaan bronkokonstriksi akibat pajanan alergen pada saluran respiratorik sehingga terjadi
obstruksi dengan akibat hipoksemia dan hiperkarbia yang harus ditatalaksana sesegera
mungkin untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.15 Bronkodilator yang digunakan
sebaiknya dalam bentuk inhalasi karena mempunyai awitan yang cepat, langsung menuju
sasaran, dosis kecil, dan efek samping kecil. Pada serangan asma, bronkodilator yang
digunakan adalah yang termasuk dalam golongan short acting sedangkan pada tatalaksana
jangka panjang digunakan long acting beta-2 agonist (sebagai ajuvan terhadap obat pengendali
utama yaitu steroid inhalasi). Bronkodilator yang sering digunakan pada serangan asma adalah
salbutamol, terbutalin, prokaterol, dan ipratropium bromida, sedangkan pada tatalaksana
jangka panjang adalah formoterol, salmeterol, dan bambuterol.9
Pada batuk kronik yang didasari inflamasi sebagai faktor etiologi seperti rinitis alergika dan
asma pemberian antiinflamasi merupakan pilihan utama. Pada rinitis alergika antiinflamasi
yang dianjurkan adalah kortikosteroid intranasal selama 4-8 minggu. Pemberian kortikosteroid
intranasal juga diberikan pada rinosinusitis yang disertai dengan alergi selama 3 minggu.11
Penggunaan antiinflamasi untuk asma terbagi dalam 2 kelompok besar, yaitu untuk tatalaksana
serangan asma dan tatalaksana di luar serangan asma. Untuk mengatasi serangan asma,
antiinflamasi (kortikosteroid) yang digunakan umumnya sistemik yaitu pada serangan asma
sedang dan serangan asma berat. Pada serangan asma ringan umumnya tidak diberikan
kortikosteroid kecuali pernah mengalami serangan berat yang memerlukan perawatan
sebelumnya. Pemberian kortikosteroid pada asma di luar serangan diberikan secara inhalasi
yaitu pada asma episodik sering dan asma persisiten. Pada keadaan tersebut umumnya
kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan long acting beta-2 agonist.7
Selain pengobatan utama beberapa kasus diberikan obat suportif seperti mukolitik dan
antitusif.5,8 Cara kerja mukolitik ada beberapa mekanisme yaitu meningkatkan ketebalan
lapisal sol, mengubah viskositas lapisan gel, menurunkan kelengketan lapisan gel, dan
meningkatkan kerja silia. Selain mukolitik beberapa keadaan dapat mempengaruhi kondisi
tersebut di atas yang dapat bekerja sama yaitu hidrasi yang cukup, obat-obat beta-2 agonis,
antitusif dan lain-lain. Selain bekerja dengan mekanisme tersebut di atas mukolitik dapat pula
memecah ikatan mukoprotein atau ikatan disulfid dari sputum sehingga sputum mudah untuk
dikeluarkan. Antitusif merupakan obat suportif lain yang diberikan pada batuk kronik tetapi
penggunaan antitusif terutama bagi anak-anak harus dipertimbangkan secara hati-hati.
Pemberian antitusif justru akan membuat sputum tidak dapat keluar karena menekan refleks
batuk yang dibutuhkan untuk mengeluarkan sputum selain antitusif pun dapat menurunkan
kerja silia.8 Antitusif perlu dipertimbangkan pada kasus pertusis yang dapat terjadi apnea
akibat batuk yang berat sehingga tidak dapat inspirasi karena batuknya. Pada keadaan tersebut
antitusif dapat diberikan tetapi secara umum pemberian antitusif sedapat mungkin
dihindarkan.8 Pada asma pemberian antitusif merupakan kontraindikasi karena akan
memperberat keadan asmanya.7,9

Non farmakologik
Selain tatalaksana farmakologik diperlukan pula penatalaksanaan non farmakologi seperti
pencegahan terhadap alergen, pengendalian lingkungan, dan hidrasi yang cukup.8,10 Pada
penyakit yang hanya timbul akibat adanya pajanan alergen maka faktor pencegahan terhadap
alergen merupakan hal yang harus dilakukan misalnya pencegahan terhadap asap rokok,
tungau debu rumah, atau makanan tertentu yang menyebabkan alergi. Selain itu pengaturan
lingkungan seperti kebersihan lingkungan dan pengaturan suhu serta kelembaban merupakan
hal yang perlu diperhatikan. 7,9 Dengan suasana lingkungan yang baik maka tatalaksana batuk
kronik menjadi lebih baik. Hidrasi yang cukup dapat berperan sebagai faktor yang
memudahkan terjadinya pengeluaran sekret lebih baik. Dengan hidrasi yang cukup dapat
mengubah ketebalan lapisan sol dan menurunkan viskositas lapisan gel serta menurunkan
kelengketan lapisan gel sehingga proses pengeluaran sekret menjadi lebih mudah.8
Tinjauan Pustaka

Pada diskusi Kelompok Pulmonologi Anak dalam Kongres Nasional Ilmu Kesehatan
Anak (KONIKA) V tahun 1981 di Medan telah disepakati bahwa BKB adalah keadaan klinis
oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang berlangsung selama 2 minggu atau lebih
dan / atau batuk yang berulang sedikitnya 3 episode dalam 3 bulan berturut, dengan atau tanpa
disertai gejala respiratorik atau non-respiratorik lainnya5.
Penyebab batuk tersering pada anak yang dihadapi dalam praktek sehari – hari adalah
infeksi respiratorik akut (IRA) yang sebagian besar penyebabnya adalah virus4. Sebagian IRA
karena virus tertentu dapat menyebabkan batuk yang berkepanjangan yang disebut post
infectious cough. Bila seorang anak mengalami keadaan ini berulang-ulang akan terlihat
sebagai batuk kronik.
Terdapat kesulitan dalam membedakan kedua hal tersebut, maka dalam bidang Ilmu
Kesehatan Anak dikenal istilah batuk kronik berulang (BKB) atau chronic recurrent cough.
Sebenarnya istilah itu terdiri dari dua pengertian dengan kata penghubung dan/ atau, yaitu
tepatnya batuk kronik dan atau batuk berulang. Pengertiannya bila terpenuhi salah satu saja
maka sudah bisa dimasukkan sebagai Batuk Kronik Berulang.

Patofisiologi Batuk

Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut
saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang
terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura.
Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan
sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus.
Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis,
perikardial, dan diafragma.6
Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang
dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui
cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus
menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.4
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di
dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen
nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus
fasialis, nervus hipoglosus, dan lain – lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot –
otot laring, trakea, bronkus, diafragma, otot – otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah
efektor inilah tempat mekanisme batuk terjadi.4

Gambar 1. Reseptor batuk.

Diunduh dari : http://www.asthma.partners.org/Images/CoughReceptors.gif

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :7
1. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat
afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga
timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga
luar dirangsang.
2. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago
aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan
dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat
kontraksi otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar
mengakibatkan peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah
banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih
cepat dan kuat serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan
mekanisme pembersihan yang potensial. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi
jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional.
Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal
volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah
besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya
dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume
yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret
akan lebih mudah.
3. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago aritenoidea,
glotis tertutup selama 0,2 detik.Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300
cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama 0,5 detik
setelah glotis terbuka .Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi
mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4. Fase ekspirasi/ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga
terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai
dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan – bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot
pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase
mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat
bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
Gambar 2. Fase batuk
Diunduh dari : http://healthy-lifestyle.most-effective-solution.com/wp-
content/uploads/2010/09/human-anatomy-lungs.jpg

Klasifikasi
Berdasarkan kondisi klinis anak Batuk Kronik Berulang (BKB) dibagi menjadi,

Kelompok I Kelompok II
Anak Relatif Tampak Sehat Penyakit Dasar Nyata
Infeksi
Tuberkulosis
(Virus / bakteri)
Alergi (Asma) Aspirasi Paru
Berulang
Bronkitis
Kimiawi (Aspirasi Benda Asing
susu / isi lambung,
Inhalasi asap
Penyakit Paru
rokok)
Supuratif Kronik
Batuk post infeksi saluran nafas Bronkiektasis
Pertusis Defisiensi imun
Asma Atelektasis
Diskinesia Silia
Refleks Gastro-Esofagus
Primer
Psikogen Benda asing
Post Nasal Drip (PND) Trakeobronkomalasia
Tuberkulosis
(Kompresi oleh
Lesi Fokal kelenjar getah bening
Respiratorik di mediastinum atau
paru)
Tumor
Kista atau
hemangioma dari
laring atau trakea
Stenosis

Tabel 1. Klasifikasi Batuk Kronik Berulang pada Anak

Wahab dan Utomo mengungkapkan bahwa untuk Indonesia apabila seorang dokter
berhadapan dengan pasien anak yang memperlihatkan gejala batuk yang cukup lama berulang dengan
pengobatan atau menetap, maka sebaiknya dipikirkan kemungkinan 3 hal, yaitu batuk karena Tb
primer, batuk karena alergi (asma bronkial) dan batuk karena kelainan jantung bawaan5.

TERAPI
Penatalaksanaan Batuk Kronik Berulang (BKB) terdiri dari kausatif, simptomatik dan
rehabilitatif. Pada BKB dengan diagnose pertusis, TBC, asma, bronchitis maka pengobatan langsung
ditujukan pada kelainan yang di dapat. Pemberian antibiotika dapat dipertimbangakan sesuai dengan
data empirik dan epidemiologi yang ada dan sesuai pada penegakan diagnosa.
Daftar rujukan

1. Chung KF. The clinical and pathophysiological chal- 69 lenge of cough. Dalam: Chung KF,
Widdicombe J, Boushey H, Penyunting. Cough. Massachusetts: Blackwell Publishing, 2003.
h. 3-10.
2. Phelan PD. Cough. Dalam: Phelan PD, Olinsky A, Robertson CF. Penyunting Respiratory
illness in chil- dren. Oxford: Blackwell S Publications 1994.
3. Chang AB. Causes, assessement and measurement of cough in children. Dalam: Chung KF,
Widdicombe J, Boushey H. Penyunting. Cough. Massachusetts: Blackwell Publishing,
2003. h. 57-73.
4. McCool F D. Global Physiology and Pathophysiology of Cough. CHEST January 2006 vol.
129 no. 1 suppl 48S-53S
5. Wahab AS, Utomo. Batuk kronik pada anak. MDK 6(11), 1987, 640.
6. Chung K F, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic cough.
Lancet 371 (9621): 1364–74.
7. Chung K F, Pavord ID (April 2008). Prevalence, pathogenesis, and causes of chronic
cough. Lancet 371 (9621): 1364–74.
8. Global Initiative for Asthma (GINA). Pocket guide management and prevention asthma in
children. 2005
STRATEGI PENGAJARAN

a. Sumber Belajar
1. Buku-buku:
1) Buku referensi (daftar referensi terlampir di BAB III.B)
2) Kamus kedokteran
3) Buku Pegangan Mahasiswa
4) Modul e-learning
5) Handouts
2. VCD, Website
3. Narasumber

b. Metode pengajaran dan waktu

Metode Kegiatan pengajar Kegiatan mahasiswa


Memberikan kuliah Mendengarkan kuliah;
1. Kuliah pakar
topik-topik yang terkait; Bertanya bila ada hal yang
memberi kesempatan tidak dimengerti.
mahasiswa bertanya;
menjawab pertanyaan
mahasiswa.
Tutor : Diskusi kelompok:
2. Diskusi
kelompok Memfasilitasi jalannya 1. Mendefinisikan kata-
diskusi kata dalam skenario
tutorial (PBL)
Memberi penilaian yang belum dimengerti
terhadap mahasiswa
2. Mendefinisikan masalah
dalam skeanrio dalam
bentuk pertanyaan
3. Curah pendapat
menegenai masalah
yang didefinisikan
dalam langkah kedua
4. Merumuskan dan
menganalisa penjelasan
dari hasil curah
pendapat pada langkah
ketiga.
5. Merumuskan hal-hal
yang perlu dipelajari
lebih lanjut melalui
kegiatan belajar mandiri
6. Belajar mandiri dan
mencari informasi
tentang hal-hal yang
dirumuskan pada
langkah kelima
7. Berbagi informasi dari
hasil belajar mandiri.
*Pertemuan I: Langkah 1-5
*Pertemuan II: Langkah 7
Narasumber: Melaporkan hasil analisis
3. Pleno
Memberikan penjelasan dan
untuk masalah yang Sintesis kelompok
belum jelas bagi
mahasiswa dan
meluruskan bila ada
kesalahan persepsi dari
mahasiswa.
Tutor: Membuat laporan penyajian
4. Tugas
Mengecek laporan kelompok dan perorangan.
diskusi kelompok dan (dikumpulkan kepada tutor
perorangan. dan tutor mengumpulkan ke
PJ untuk diteruskan ke tim
Narasumber dapat modul)
memberikan tugas

Alokasi pembagian waktu seperti pada tabel dibawah ini

Kuliah 10 jam TM /16 0,63 sks


Tutorial 4 jam TM/16 0,25 sks
Pleno 1 jam TM/16 0,06 sks
Ujian 1 jam TM/16 0,06 sks
Total 2 sks

c. Sumber daya manusia

1. Nara Sumber
No Nama Bagian Nomor telepon
1 Dr. dr. Billy J. Kepel, Dekan FK 08124435152
M.MedSc Unsrat
2 dr. Iyone E. T. Siagian, IKKOM 082343344554
M.Kes
3 dr. Windy M. V. Wariki, IKKOM 082191436307
MSc, PhD
4 Dr. dr. Gustaaf A. E. IKKOM 082271617484
Ratag, MPH
5 Dr. dr. Dina V. Rombot, IKKOM 081242310607
M.Kes
6 dr. Henry M. F. IKKOM 085239221312
Palandeng, MSc
7 dr. Ronald I. Ottay, IKKOM 081340072040
M.Kes
8 dr. Sekplin Sekeon, MPH, Neurologi 081244058656
SpS
9 dr. Frelly Kuhon, M.Kes IKKOM 085299986875
10 dr. Lilian Andries, MS IKKOM 087846692286
11 Dr. dr. Nelly Mayulu, Gizi 082193753516
MSi

2. Tutor (disesuaikan)
No Nama Bagian Nomor telepon
1 Dr.dr Eko Prasetyo, Bedah 08114300131
SpBS(K)
2 dr. Diana Shintawati 0811434332
Purwanto, M.LabMed,
Sp.PK
3 dr. Henry Malcom Frank IKKOM 085239221312
Palandeng, MSc
4 Dr. dr. Gustaaf Alfrits IKKOM 082271617484
Elisa Ratag, MPH
5 Dr. dr. Dina Victoria IKKOM 081242310607
Rombot, M.Kes
6 dr. Ronald Imanuel Ottay, IKKOM 081340072040
M.Kes
7 dr. Frelly Valentino IKKOM 085299986875
Kuhon, M.Kes
8. dr. Zwingly Christian IKKOM 08124300028
Jeferson Gerard Porajow
9. dr. Windy Mariane IKKOM 082191436307
Virenia Wariki, MSc,
PhD
10 dr. Sekplin Sekeon, SpS Neurologi 081244058656
11 dr. Angle Maria Hasthee 081340481046
Sorisi, MSc
12 dr. Magdalena Poppy 08124401384
Lintong, Sp.PA(K)
13 dr. Christilia Grazille 085298994888
Wagiu, M.Kes
14 dr. Anggun R. P. Layuck 085299912771
Cadangan
15 dr. Youla Annatje Assa, 081342160439
M.Kes, AIFO
16 dr. Iyone Esra Tiurma IKKOM 082343344554
Siagian, M.Kes

3.Tim Modul/Penanggung Jawab Pelaksanaan Kegiatan Modul


No Nama Bagian Nomor Tugas
Telepon
1 dr. Windy M. V. Wariki, IKKOM 082191436307 Ketua
MSc, PhD
2 Dr. dr. Dina V. Rombot, IKKOM 081242310607 Wakil Ketua
M.Kes
3 dr. Ronald I. Ottay, M.Kes IKKOM 081340072040 Sekretaris 1
4 dr. Sekplin Sekeon, MPH, Neurologi 081244058656 Sekretaris 2
Sp.S
5 Dr. dr. Billy J. Kepel, Dekan FK 08124435152 Anggota
M.MedSc
6 dr. Frelly Kuhon, M.Kes IKKOM Anggota
7 dr. Iyone E. T. Siagian, IKKOM 082343344554 Anggota
M.Kes
8 dr. Henry M. F. Palandeng, IKKOM 085239221312 Anggota
MSc
9 Dr. dr. Gustaaf A. E. Ratag, IKKOM 082271617484 Anggota
MPH
10 Dr. dr. Martha Marie Anatomi- 08124545472 Anggota
Kaseke, M.Kes Histologi
BAB V
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG

a. Sarana
o Komputer
o Jaringan internet
o Buku ajar
o Buku Pegangan Mahasiswa
o Buku Pegangan Tutor

b. Prasarana

o Jaringan internet
EVALUASI

Ada 3 bentuk penilaian sumatif dalam modul ini, yaitu: (contoh ini untuk modul
bukan PJJ, untuk modul PJJ silahkan melihat bobot penilaian diatas)

1) Ujian tertulis berbasis computer/ CBT bentuk soal pilihan ganda (multiple
choice question/MCQ). Terdiri dari 80-130 nomor soal MCQ dengan
bobot 60 % dan dilaksanakan 2 kali. Pelaksanaan ujian 1 pada hari Jumat
minggu terakhir dan ujian 2 pada hari Senin setelah ujian 1. Diberikan
kesempatan ujian remedial untuk mahasiswa yang mendapat nilai C+, C,D,
dan E. Remedial dilaksankan ditentukan pada tengah/akhir semester. Untuk
dapat mengikuti ujian ini mahasiswa harus memenuhi persyaratan
mengikuti kegiatan dengan jumlah kehadiran minimal 80 % dan
memasukan laporan diskusi kelompok.
2) Penilaian proses diskusi oleh tutor dengan bobot 20 %
3) Penilaian tugas dengan bobot 10%
Laporan diskusi perorangan dan kelompok diperiksa oleh tutor, setelah
diperiksa dikumpulkan ke penanggung jawab semester untuk diteruskan ke
tim modul.
Lembar Penilaian Tutorial

Hari/ Tanggal :
Kelompok Tutor
Modul/Skenario

Peran serta Perilaku Total Nilai


Nama
No NIM (konversi
Mahasiswa Sharing Argumen Aktifitas Kehadiran Sopan 100)
Santun
1.
2.
3.
dst

PembobotanPeran Serta

(Maksimal bobot 6):


PERAN SERTA Score 2 Score 1 Score 0
Sharing Membagi informasi Membagi informasi Tidak membagi
atau pendapat yang atau pendapat yang informasi sama sekali
sesuai dengan topik tidak sesuai dengan
topik
Argument Menyampaikan Menyampaikan Tidak dapat
argumen dan argumen dan menyampaikan
pengetahuan yang pengetahuan tidak argumen
logis berdasarkan berdasarkan literatur
literatur yang akurat yang akurat
Aktifitas Aktif dalam diskusi Aktif dalam diskusi Sama sekali tidak aktif
tanpa dorongan dengan dorongan walaupun ada
fasiltator fasiltator dorongan dari
fasilitator
Perilaku (Maksimal bobot 4):
PERILAKU Score 2 Score 1 Score 0
Kehadiran Tidak terlambat Terlambat > 15 Tidak hadir
menit
Sopan santun Tingkah laku yang Tingkah laku Tidak kembali ke
sopan yang tidak sopan ruangan sampai
seperti keluar jam diskusi
masuk ruang berakhir tanpa
diskusi tanpa ijin, alasan jelas
meneriaki teman
diskusi dengan
bahasa tidak
sopan
MUATAN PENDIDIKAN INTERPROFESI (IPE)

Pendidikan Interprofesi atau IPE adalah proses pendidikan yang melibatkan dua atau lebih jenis
profesi. Pendidikan interprofesi bisa terjadi apabila beberapa mahasiswa dari berbagai profesi
belajar tentang profesi lain, belajar bersama satu sama lain untuk menciptakan kolaborasi efektif
dan pada akhirnya meningkatkan outcome kesehatan yang di inginkan.

Pendidikan interprofesi merupakan tahap yang penting dalam upaya mempersipakan lulusan atau
professional kesehatan yang siap untuk bekerja di dalam tim dan melakukan praktek kolaborasi
dengan efektif untuk merespon atau memecahkan masalah yang ada di masyarakat.

Ada 4 domain dalam kompetensi Pendidikan / Kolaborasi antar profesi, yaitu nilai/etik
interprofesi, peran/tanggung jawab, komunikasi interprofesi dan kerjasama tim

Materi : Pembelajaran kerjasama tim antar profesi

Waktu : 45 menit

Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan
pembelajaran kerjasama tim dalam pendidikan antar profesi

Tujuan Pokok Metode Media dan Alat Referensi


Pembelajaran Bahasan/Sub Bantu
Khusus (TPK) Pokok Bahasan
1. Menjelaskan 1. Kerjasama • Ceramah tanya • LCD • Barr, H.,
tentang antar profesi: jawab • Laptop Helme, M., &
kerjasama antar a. Pengertian • Role play • Hot Spot (Wi- D'Avray, L.
profesi kerjasama antar fi) • Video (2011).
profesi • Skenario role Developing
b. Manfaat play Interprofessional
kerjasama antar • White board Education in
profesi health and social
c. Prinsipprinsip care courses in
dasar kerjasama the United
antar profesi Kingdom: A
2. Menjelaskan 2. Peran tim • Ceramah tanya • LCD Progress
tentang peran tim (team roles) jawab • Laptop Report.London:
(team roles) dalam ling kup • Role play • Hot Spot (Wi- Higher
dalam lingkup pembelajaran fi) • Video Education
pembelajaran antar profesi dan • Skenario role Academy,
antar profesi dan praktik play Health Sciences
praktik kolaboratif a. • White board and Practice
kolaboratif Pengertian Subject Centre.
tentang tugas • Cashman SB,
(task) dan Reidy P, Cody
tanggung K, Lemay C a.
jawab(respon Developing and
sibility) individu measuring
profesi dan tim progress toward
antar profesi collaborative,
b. Strategi integrated,
kepemimpinan interdisciplinary
dalam kerjasama health care
antar tim teams. J
3. Menjelaskan Proses tim (team • Ceramah tanya • LCD Interprof Care.
tentang proses proces)dalam jawab • Laptop 2004;18(2):183-
tim (team lingkup • Role play • Hot Spot (Wi- 196.
process)dalam pembelajaran fi) • Video • Ellingson LL.
lingkup antar profesi dan • Skenario role Communication ,
pembelajaran praktik play Collaboration ,
antar profesi dan kolaboratif • • White board and Teamwork
praktik Strategi among Health
kolaboratif penerapan Care
pengembangan Professionals.
tim (tim Commun Res
building) pada Trends.
kerjasama antar 2002;21(3):1-15.
profesi
• Prinsip
mempercayai
dan
menghormati
(trust and
respect) dalam
kerjasama antar
profesi
• Berbagai jenis
konflik yang
timbul dalam
kerjasama antar
profesi • Strategi
menerapkan
manajemen
konflik dalam
kerjasama antar
profesi
4. Membuat Strategi yang • Ceramah tanya • LCD
strategi yang memfasilitasi jawab • Laptop
memfasilitas i kerjasama tim • Role play • Hot Spot (Wi-
kerjasama tim pada fi) • Video
pada pembelajaran • Skenario role
pembelajara n antar profesi play
antar profesi a. Integrated care • White board
pathways untuk
penanganan
masalah
Kesehatan dalam
kerjasama antar
profesi
b. Model case
management
dalam
penanganan
masalah
kesehatan dalam
kerjasama antar
profesi
5. Melakukan Metode evaluasi • Ceramah tanya • LCD
evaluasi dalam dalam jawab • Laptop
pembelajaran pembelajaran • Role play • Hot Spot (Wi-
kerjasama kerjasama antar fi) • Video
antarprofesi profesi • Skenario role
a. Strategi play
evaluasi • White board
pembelajaran
kerjasama antar
profesi secara
formatif dan
sumatif pada
bagian:
- Masukan /
input: evaluasi
peserta didik,
pengajar,
fasilitas
- Proses: proses
pembelajaran
- Keluaran:
Metode
Kirkpatrick (ada
4 level evaluasi:
Reaksi, learning,
behaviour, result
b. Strategi
penilaian
impact/dampak
pembelajaran
kerjasama antar
profesi pada
pasien (kepuasan
layanan) -
profesi
(kepuasan
bekerja,
rendahnya work
stress)

Anda mungkin juga menyukai