Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


RSUD SULTAN SURIANSYAH (RUANG PENYAKIT DALAM)

Pembimbing Klinik
Susanti Solistiyo Dewi, S.Kep.,Ns

OLEH :
RIAD JANATUL JANAH
NIM : 2114901110083

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
BANJARMASIN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

1. Konsep penyakit stroke non hemoragik


1.1. Definisi

Menurut WHO stroke adalah


adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global) dengan
gejala- gejala yang
berlangsung selama 24
jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2000).
Sedangkan menurut Pahria, (2004) Stroke Non Haemoragik adalah
cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi
akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang
mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
Stroke nonhemoragik adalah stroke yang disebabkan karena sumbatan
pada arteri sehingga suplai glukosa dan oksigen ke otak berkurang dan
terjadi kematian sel atau jaringan otak yang disuplai.

1.2. Etiologi
Penyebab stroke dapat dibagi tiga, yaitu :
1.2.1. Trombosis serebrei
Ateroklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis serebral yang adalah penyebab paling
umum dari stroke (Smelter dalam Wijaya & Putri, 2013).
Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang
telah dibuktikan oleh ahli patologi biasanya adakaitannya dengan
kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat ateroskloris (Price
dalam Wijaya & Putri, 2013)
1.2.2. Emboli serebri
Embolisme serebri merupakan urutan kedua dari berbagai
penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda
dibandingkan dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli
serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung sehingga masalah
yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit
jantung (price dalam Wijaya & Putri, 2013)
1.2.3. Hemoragie
Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural
atau epidural), diabwah durameter (hemoragi subdural), diruang
subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau dalam substansial
otak (hemoragi intraserebral). (price dalam Wijaya & Putri, 2013)

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :


1.2.4. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain
dari endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena
arteriosklerosis, yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima)
karena timbunan kalsium yang kemudian mengakibatkan
bertambahnya diameter pembuluh darah dengan atau tanpa
mengecilnya pembuluh darah.
1.2.5. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
1.2.6. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak.
1.2.7. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan
seseorang pingsan.Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat
parah dan menahun.
Sedangkan faktor resiko pada stroke (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1.2.8. Hipertensi merupakan faktor resiko utama.
1.2.9. Penyakit kardiovaskuler (Embolisme serebral mungkin berasal
dari jantung).
1.2.10. Kadar hematokrit normal tinggi (yang berhubungan dengan infark
cerebral).
1.2.11. Kontrasepsi oral, peningkatan oleh hipertensi yang menyertai usia
di atas 35 tahun dan kadar esterogen yang tinggi.
1.2.12. Penurunan tekanan darah yang berlebihan atau dalam jangka
panjang dapat menyebabkan iskhemia serebral umum.
1.2.13. Penyalahgunaan obat tertentu pada remaja dan dewasa muda.
1.2.14. Konsultan individu yang muda untuk mengontrol lemak darah,
tekanan darah, merokok kretek dan obesitas.
1.2.15. Mungkin terdapat hubungan antara konsumsi alkohol dengan
stroke.

1.3. Manifestasi klinik


Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Stroke menyebabkan berbagai deficit
neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
1.3.1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
1.3.2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
1.3.3. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah
paralysis dan hilang atau menurunnya refleks tendon dalam.
1.3.4. Dysphagia
1.3.5. Kehilangan komunikasi
1.3.6. Gangguan persepsi
1.3.7. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
1.3.8. Disfungsi Kandung Kemih

1.4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin,
2008).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai


emboli dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang
lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi perdarahan masif.
(Muttaqin, 2008).

1.5. Pemeriksaan penunjang


Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan
pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya
proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari
pertama.
c. CT scan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
d.   MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak.Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
f. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.

1.6. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
a. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
b. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
c. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
d. Hidrosefalus

1.7. Penatalaksanaan
1.6.1. Penatalaksanaan umum
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral
dekubitus jika disertai muntah. Boleh dimulai mobilisasi
bertahap bila hemodinamik stabil
b. Bebaskan jalan napas dan usahakan ventilasi adekuat bila
perlu berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah
c. Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter
d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal
e. Suhu tubuh harus dipertahankan
f. Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan baik, bila terdapat gangguan
g. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada kontraindikasi
1.6.2. Penatalaksanaan medis
a. Trombolotik
b. Anti platelet / ati trombolitik (asetol, ticlopidin, cilostazol,
dipiridamol)
c. Antikoagulan (heparin)
d. Hemorhagea (pentoxyfilin)
e. Antagonis serotonin (noftidruryl)
f. Antagonis calsium (nomopidin, piracetam)
1.6.3. Penatalaksanaan khusus
a. Atasi kejang (antikonvulsan)
b. Atasi tekanan intrkranial yang meninggi manitol, gliserol,
furosemid, intubasi, steroid
c. Atasi dekompresi (kraniotomi)
d. Untuk penatalaksanaan faktor resiko Anti hipertensi, anti
hiperglkemia, anti hiperurisemia
1.8. Pathway

1. Rencana Asuhan Klien dengan Stroke Non Hemorhagi


2.1. Pengkajian
2.1.1. Riwayat keperawatan
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial.Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.Pengkajian
pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti
pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta,
dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang
jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku
klien.Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga
penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2.1.2. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian
inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks
didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.Auskultasi
tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan
darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi
masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran
area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori).Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik
steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian.Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
untuk pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Menta
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi.Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan berbicara),
ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
12) Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

2.1.3. Pemeriksaan penunjang


a. Angiografi serebral, menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti pendarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur
b. Elektro encefalografy, mengidentifikasi masalah didasarkan pasca
gelombang otak atau mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik
c. Sinar x tengkorak, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas, kalsifikasi
karotis interna terdapat trobus serebral.
d. Ultrasonography dopler
e. CT-Scan, memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
adanya infark
f. MRI, menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya ada
trombosis, emboli dan TIA, tekanan meningkat dan cairan
mengandung darah menunjakkan hemoragi sub
arachnois/pendarahan intrakranial.

2.2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : perfusi jaringan serebral tidak efektif
2.2.1. Definisi
Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman
nutrisi ke jaringan pada tingkat kapiler
2.2.2. Batasan karakteristik
Kariopulmonal
Subjektif
a. Nyeri dada
b. Dispnea
c. Rasa seperti akan mati
Objektif
d. Gas darah arteri tidak normal
e. Perubahan frekuensi pernapasan diluar parameter yang dapat
diterima
f. Aritmia
g. Bronkospasme
h. Pengisian kembali kapiler lebih dari 3 detik
i. Retraksi dada
j. Napas cuping hidung
k. Penggunaan otot bantu pernapasan

Serebral
l. Perubahan status mental
m. Perubahan perilaku
n. Perubahan respon motorik
o. Perubahan reaksi pupil
p. Kesulitan menelan
q. Kelemahan atau paralisis ekstremitas
r. Paralisis
s. Ketidaknormalan dalam berbicara

Gastrointestinal
Subjektif
t. Nyeri atau neri tekan pada abdomen
u. Mual
Objektif
v. Distensi abdomen
w. Bising usus tidak ada atau hipoaktif

Renal
Objektif
x. Perubahan tekanan darah diluar parameter yang dapat diterima
y. Peningkatan rasio BUN/kreatinin
z. Hematuria
aa.Oligouria/anuria

2.2.3. Faktor yang berhubungan


a. Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
b. Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
c. Keracunan enzim
d. Gangguan pertukaran
e. Hipervolemia
f. Hipoventilasi
g. Hipovolemia
h. Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
i. Gangguan aliran arteri atau vena
j. Ketidak sesuaian antara ventilasi dan alirn darah

Diagnosa 2 : Resiko kerusakan integritas kulit


2.2.4. Definisi
Perubahan pada dermis ataupun epidermis
2.2.5. Batasan karakteristik
a. Gangguan pada bagian tubuh
b. Kerusakan lapisa kulit (dermis)
c. Gangguan permukaan kulit (epidermis)
2.2.6. Faktor resiko
Eksternal :
a. Hipertermia atau hipotermia
b. Substansi kimia
c. Kelembaban udara
d. Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka,
tekanan, restraint)
e. Immobilitas fisik
f. Radiasi
g. Usia yang ekstrim
h. Kelembaban kulit
i. Obat-obatan
Internal :
a. Perubahan status metabolik
b. Tulang menonjol
c. Defisit imunologi
d. Faktor yang berhubungan dengan perkembangan
e. Perubahan sensasi
f. Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)
g. Perubahan status cairan
h. Perubahan pigmentasi
i. Perubahan sirkulasi
j. Perubahan turgor (elastisitas kulit)

2.3. Perencanaan
Diagnosa 1 : Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
2.3.1. Tujuan dan kriteria hasil: berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat kesadaran pasien
membaik dengan, kriteria hasil :
a. Mampu mempertahankan tingkat kesadaran
b. Fungsi sensori dan motorik membaik
2.3.2. Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Intervensi rasional
1. Tentukan faktor-faktor yang 1. Mempengaruhi penetapan
berhubungan dengan keadaan intervensi, kerusakan atau
atau penyebab khususnya kemunduran tandaatau gejala
selama koma atau penurunan neurologis atau
perfusi jaringan serebral dan memperbaikinya setelah fase
potensial awal memerlukan
terjadinyapeningkatan tindakanpembedahan.
tekanan intrakranial 2. Mengetahui kecenderungan
2. Pantau atau catat status tingkat kesadaran dan
neurologis sesering mungkin potensial peningkatantekanan
dan bandingkan intrakranial
dengankeadaan normalnya.
3. Pantau tanda-tanda vital 3. Variasi hasil tekanan darah
seperti adanya hipertensi atau mungkin terjadi oleh karena
hipotensi, bandingkantekanan tekanan atau trauma serebral
darah yang terbaca pada pada daerah vasomotor otak,
kedua lengan. hipertensi atau hipotensi
posturaldapat menjadi factor
pencetus.
4. menurunkan tekanan arteri
4. mengoptimalkan bagian dengan meninggikan drainase
kepala (15-30o)dan kaji dan menaikansirkulasi
respon pasien untuk hal serebral.
tersebut. 5. Menurunkan hipoksia yang
5. Kolaborasi pemberian dapat menyebabkan
oksigen, sesuai indikasi. vasodilatasi serebral dan
tekanan meningkat
6. Kolaborasi dalam pemberian 6. Membantu mempercepat
obat. proses penyembuhan
penyakit

Diagnosa 2 : Resiko kerusakan integritas kulit


2.3.3. Tujuan dan kriteria hasil: berdasarkan NOC
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam pasien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil :
a. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
2.3.4. Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Intervensi rasional
1. Rubah posisi tiap 2 jam 1. Menghindari tekanan dan
meningkatkan aliran darah
2. Gunakan bantal air atau 2. Menghindari tekanan yang
pengganjal yang lunak di berlebih pada daerah yang
bawah daerah-daerah yang menonjol
menonjol
3. Lakukan massage pada 3. Menghindari kerusakan-
daerah yang menonjol yang kerusakan kapiler-kapiler
baru mengalami tekanan pada hangat dan pelunakan adalah
waktu berubah posisi tanda kerusakan jaringan
4.  Observasi terhadap eritema 4. Mempertahankan keutuhan
dan kepucatan kulit

3. Daftar Pustaka
DiGiulio, M. Jackson. D. Keogh, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Rapha
Publishing
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Wijaya, A. S. Putri, Y. M. (2013) KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
(Keperaawtan Dewasa). Yogyakarta : Nuha medika

Banjarmasin, 02 November 2021


Preseptor Akademik, Ners Muda,

Linda, Ns, M.Kep Riad Janatul Janah, S.Kep

Anda mungkin juga menyukai