Anda di halaman 1dari 15

Tugas Kelompok

Sistem Neurobehavior II

Oleh

Abdul somad (00120039)


Rosmian (00120045)
Enny yopanti
Hartima silitonga

DOSEN

( Mira Agusthia Ners, M.Kep )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AWAL BROS BATAM

2021
Tugas Sistem Neurobehavior II

EBCR : EVIDENCE BASED CASE REPORT

A. PENDAHULUAN

Gangguan Kesehatan jiwa pada pasien jiwa bermacam-macam salah satunya adalah menarik

diri , Pada Pasien dengan menarik diri , pada mulanya pasien merasa tidak berguna lagi sehinggan

merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Yang mungkin bias berakibat patal yang

akhirnya bias jatuh ke resiko bunuh diri .

Resiko Bunuh diri adalah masalah global. Dalam beberapa tahun terakhir, bunuh diri

menjadi fenomena yang sering muncul dalam pemberitaan media cetak maupun media

elektronik. Jumlah kematian yang diakibatkan oleh bunuh diri semakin meningkat, dalam 45

tahun terakhir angka kejadian bunuh diri di dunia meningkat hingga 60% (Befrienders

Worldwide, 2019). Pada tahun 2017 di Amerika Serikat, bunuh diri terletak pada peringkat ke-

7 untuk semua umur (CDC, 2019). Lebih dari 5.000 remaja melakukan bunuh diri setiap

tahunnya di Amerika Serikat, yaitu satu remaja setiap 90 menit (Kaplan, 2019). Data tentang

insidensi di Indonesia sendiri belum jelas sehingga masih banyak dilakukan survei mengenai

angka percobaan bunuh diri di Indonesia.

Resiko Bunuh diri sering disertai gangguan depresi. Ide bunuh diri terbesar terjadi jika

gangguan depresi sudah parah. De Catanzaro menemukan bahwa antara 67% hingga 84%

pikiran bunuh diri bisa dijelaskan dengan masalah hubungan sosial dan hubungan dengan lawan

jenis, terutama yang berkaitan dengan loneliness dan perasaan membebani keluarga. Adapun

dua motivasi yang paling sering muncul dalam pikiran bunuh diri adalah untuk melarikan diri

dari masalah dalam kehidupan dan untuk membalas dendam pada orang lain (Maris, et al 2013).

2
Tapi seringkali didapatkan banyak usaha bunuh diri dengan sebab yang berbeda, sehingga

banyak sekali hal yang bisa membuat seseorang ingin melakukan bunuh diri.

Faktor budaya juga berpengaruh terhadap usaha bunuh diri. Seperti hara-kiri di Jepang, di

Denmark bunuh diri merupakan jalan untuk bertemu kembali dengan orang yang mereka cintai,

di Swedia banyak orang melakukan bunuh diri akibat gagal dalam mencapai ambisinya, dan di

India seorang istri yang ditinggal mati oleh suami akan menenggelamkan dirinya di sungai

temoat abu suaminya dibuang (Maris, et al, 2015). Di Indonesia dengan beragam agama dan

budaya, bunuh diri

Resiko Bunuh diri adalah tindakan untuk membunuh diri sendiri dan memilih untuk tidak

ada, sedangkan percobaan bunuh diri adalah percobaan yang mengancam nyawa secara

disengaja, ditimbulkan sendiri, yang belum sampai mengakibatkan kematian (Varcarolis,

2013). Tindakan ini termasuk dalam kedaruratan psikiatri Faktor risiko dari bunuh diri antara

lain :

1. Jenis kelamin: laki laki melakukan bunuh diri empat kali lebih sering dari pada perempuan,

tetapi percobaan bunuh diri empat kali lebih sering pada perempuan dibandingkan dengan

laki-laki.

2. Usia: angka bunuh diri meningkat seiring dengan usia. Laki-laki mempunyai insidensi

puncak bunuh diri setelah usia 45 tahun, sedangkan perempuan pada usia setelah 55 tahun.

3. Ras: dua dari tiga kejadian bunuh diri dilakukan oleh laki-laki kulit putih.

4. Agama: angka bunuh diri pada Katolik Roma lebih rendah dibandingkan dengan populasi

Protestan dan Yahudi.

5. Status perkawinan: perkawinan yang dilengkapi anak mengurangi risiko bunuh diri secara

signifikan.

3
6. Pekerjaan: semakin tinggi status sosial seseorang semakin tinggi risiko bunuh diri pada orang

tersebut.

7. Kesehatan fisik.

8. Kesehatan jiwa.

9. Pasien psikiatrik:

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat

mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan

perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress

yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme

koping yang digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri

kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress,

perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal

melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat

merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).

Mencederai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

mengahiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu

untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Salah satu upaya yang bisa

dilakukan untuk menurunkan tanda gejala resiko bunuh diri dan menurunkan kemampuan

bunuh diri adalah dengan beberapa inovasi tindakan keperawatan, salah satunya adalah

CBT

Upaya pencegahan bunuh diri di Indonesia salah satunya dapat dilakukan di sekolah

karena sekolah merupakan lingkungan kedua yang terdekat dengan remaja memegang

peranan penting dalam membentuk karakter dan pribadi remaja yang kuat. Tenaga

4
kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan memegang peranan yang efektif dalam

upaya pencegahan, penatalaksanaan atau rehabilitasi pasien dengan kecenderungan bunuh

diri. Biasanya sektor kesehatan merupakan orang yang pertama berkontak dengan pasien

yang melakukan percobaan bunuh diri (selain keluarga). Perawat sebagai salah satu petugas

kesehatan memegang peranan penting dalam mengantisipasi risiko bunuh diri pada remaja

terutama perawat jiwa yang berperan dalam memberikan asuhan keperawatan. Tindakan

keperawatan yang dapat diberikan oleh seorang perawat jiwa pada risiko bunuh diri ada 2

yaitu tindakan keperawatan generalis dan tindakan keperawatan spesialis. Bentuk terapi

spesialis yang dapat diberikan pada risiko bunuh diri adalah Cognitive Therapy (CT), terapi

kognitif dan perilaku (CBT), logoterapi, terapi suportif dan psikoedukasi terapi.

Berdasarkan data Litbangkes Kab. Tanah Datar 2015, kasus bunuh diri di Kota Batu

Sangkar yang merupakan bagian dari Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah penduduk ±

360.000 jiwa memperlihatkan angka yang luar biasa untuk kasus bunuh diri yaitu pada

tahun 2014 dari bulan Januari sampai Maret ditemukan 1 kasus remaja yang melakukan

bunuh diri setiap bulannya. Pada bulan Januari 2015 ada 3 kasus, bulan Maret 2015 ada 3

kasus di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Usia pelaku beragam, ada yang masih

usia pelajar, mahasiswa, remaja, dewasa, hingga orang tua. Dari beberapa kasus bunuh diri

yang telah terjadi, depresi merupakan salah satu pemicu terjadinya bunuh diri, dikarenakan

pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus

mendapat tekanan, masalah yang menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan

bunuh diri.

5
B. KASUS

Seorang perempuan berusia 28 tahun , merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk hidup karena cacat ,
mengatakan ingin mati , tidak memiliki masa depan dan merasa hidupnya tidak berguna lagi , setiap
melihat tali dan pisau , berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya , pasien akan memukul siapa saja
yang didekatnya ketika pasien mendengar suara yang muncul saat menyendiri atau melamun.

C. RUMUSAN MASALAH DENGAN FORMAT PICO ( PROBLEM, INTERVENSI,


COMPARING , OUTCOME)

§ PROBLEM:
Diagnosa medis adalah Depresi berat gejala psikotik+percobaan bunuh diri yang
merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan,
individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang
akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri
§ INTERVENSI:
Pengkajian yang dilakukan Pada remaja menggunakan metode wawancara, observasi
serta catatan rekam medis. Dengan jumlah Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan menggunakan jenis quasy experiment dengan desain pre test and post test design
with group control. Populasi dalam penelitian ini adalah adalah berjumlah 116 orang.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan tekhnik
purposive sampling. Penentuan sampel pada penelitian ini dengan menggunakan rumus
Slovin sehingga didapatkan = 54 orang. lalu dibagi menjadi 2 kelompok (30 orang
sebagai kelompok intervensi CBT dan 24 orang Lagi sebagai kelompok kontrol)
selanjutnya dilakukan pre tes.

§ COMPARING :
1. JURNAL : Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy dalam Mencegah Risiko

Bunuh Diri pada Siswa SMPN 2 Batu Sangkar oleh Alice Rosy Pada Tahun

2020, Di dapatkan Hasil diketahui rata-rata risiko bunuh diri sesudah diberikan

CBT pada kelompok intervensi adalah 12.20 dengan standar deviasi 0.925, dan

pada kelompok kontrol rata-rata risiko bunuh diri adalah 15.37 dengan standar

6
deviasi 1.956. Terdapat perbedaan 3.17 poin antara mean kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol, sehingga disimpulkan terdapat perbedaan risiko bunuh

diri setelah diberikan CBT antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

Hasil uji statistik diperoleh (P value=0,000; α = 0,05 ), artinya ada perbedaan

risiko bunuh diri sesudah diberikan CBT pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol.

diketahui rata-rata risiko bunuh diri sesudah diberikan CBT pada kelompok
intervensi adalah 12.20 dengan standar deviasi 0.925, dan pada kelompok kontrol
rata-rata risiko bunuh diri adalah 15.37 dengan standar deviasi 1.956. Terdapat
perbedaan 3.17 poin antara mean kelompok intervensi dengan kelompok kontrol,
sehingga disimpulkan terdapat perbedaan risiko bunuh diri setelah diberikan CBT
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil uji statistik diperoleh (P
value=0,000; α = 0,05 ), artinya ada perbedaan risiko bunuh diri sesudah
diberikan CBT pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Siswa yang diberi CBT menunjukkan hasil adanya penurunan secara
bermakna pada risiko bunuh diri sebesar 21,14%, ini berarti CBT berpengaruh
terhadap penurunan pikiran siswa tentang bunuh diri yang mana secara
konsepnya bunuh diri merupakan perilaku destruktif seseorang dalam
memecahkan masalah yang dihadapinya dan diawali oleh adanya pemikiran
untuk mengakhiri kehidupan, jika tidak diantisipasi maka akan berakhir pada
perilaku mengakhiri kehidupan yaitu kematian. Untuk itu sangatlah tepat
diberikannya CBT sebagai upaya pencegahan bunuh diri, hal ini sesuai dengan
penelitian mengungkap bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelompok intervensi dan kontrol. Penurunan skor tersebut 54 hingga 77 persen
dalam skor rata-rata.
Melalui penelitian inipun dapat dilihat bahwa terapi ini sangat diperlukan
oleh siswa termasuk guru-guru tentang bagaimana mengidentifikasi dan merujuk
siswa yang berisiko kepusat pelayanan kesehatan jiwa apabila menemukan kasus
yang perlu penanganan bagi siswanya. Sebuah penelitian yang dikemukakan oleh
Alavi dan timnya bahwa CBT adalah metode yang efektif dalam mengurangi ide
bunuh diri dan keputusasaan pada remaja yang depresi dengan upaya bunuh diri
sebelumnya

7
2. JURNAL : Penurunan Resiko Bunuh Diri Dengan Terapi Relaksasi Guided
Imagery Pada Pasien Depresi Berat, oleh Rosdiana Saputri1, Desi Ariana
Rahayu Pada Tahun 2020
Metode penulisan ini menggunakan metode deskriptif studi kasus dengan
strategi proses keperawatan pada 2 pasien yang mempusatkan pada salah satu
masalah penting pada asuhan keperawatan risiko bunuh diri. Studi kasus ini
dimulai dari pengkajian, merumuskan masalah, membuat perencanaan,
melakukan implementasi dan evaaluasi. Studi kasus ini dilakukan dengan
memberikan intervensi setelah itu di lihat pengaruhnya. Penelitian ini tentang
Penerapan Terapi Relaksasi Guided imagery terhadap tingkat risiko bunuh diri
pasien depresi berat Di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Pengkajian pasien didapatkan data fokus diantaranya pasien tampak
bingung, sering mondar mandir lalu berdiam diri di kasur, postur tubuh
menunduk, enggan mencoba hal baru, sering mondar mandir lalu berdiam diri
di Kasur, kontak mata tidak bisa dipertahankan, sering menyendiri, tidak
pernah memulai pembicaraan maupun perkenalan dan afek tumpul pada pasien
1 dan pasien 2, sehingga diagnosa keperawatan yang tepat adalah resiko bunuh
diri (D.0135) berhubungan dengan gangguan perilaku dan harga diri rendah
kronis berhubungan dengan ganngguan psikiatri (D.0086) (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017). Pada studi kasus ini diagnosa prioritas adalah resiko bunuh diri
Hasil studi kasus diperoleh setelah dilakukan asuhan keperawatan
menggunakan Evidance Based Nursing Practice Terapi Relaksasi Guided
imagery dengan masing-masing 3 hari implementasi yang dilakukan
terhadap pasien 1 dan pasien 2. pada hari ke-1 Pasien 1 dengan skor 14 dan
Pasien 2 dengan skor 11 dikategorikan risiko bunuh diri tinggi, kedua Pasien
mengalami penurunan pada hari ke-3 menjadi skor 3 dikategorikan risiko
bunuh diri rendah setelah diberikan terapi relaksasi guided imagery. Dari
data tersebut diketahui bahwa terapi relaksasi guided imagery dapat
menurunkan risiko bunuh diri pasien depresi berat. Pada pemberian terapi
relaksasi Guided imagery hari ketiga, kedua Pasien merasa tenang dan
nyaman, dapat tidur pada malam hari, tidak ingin berfikir untuk bunuh diri,
ingin meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat, ingin
membahagiakan anak dan istri/suaminya, harga diri Pasien meningkat, rasa

8
putus asa menurun, Pasien juga mengatakan ingin cepat sembuh dan
berkumpul bersama keluarganya karena rindu terhadap keluarganya.
Penurunan risiko bunuh diri pada Pasien 1 dan Pasien 2 tidak sama karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor jenis kelamin. Pasien 1
jenis kelamin laki-laki, sedangkan Pasien 2 jenis kelamin perempuan. Pasien
dengan jenis kelamin laki-laki memiliki pemikiran yang simpel dan konsisten
dalam mengambil keputusan kedepannya untuk memperbaiki kesalahan yang
pernah dilakukan, laki-laki sangat mudah konsentrasi dalam suatu keadaan.
Tindakan terapi relaksasi guided imagery dilakukan dengan konsentrasi
terfokus di mana gambar visual pemandangan, suara, musik, dan kata-kata yang
digunakan untuk membuat penguatan perasaan dan relaksasi (Thomas, 2010)..
Hal tersebut menunjukkan bahwa terapi relaksasi guided imagery dapat
menurunkan risiko bunuh diri tubuh pada depresi berat psikotik. Depresi
merupakan penyakit mental yang sangat sering dialami seseorang, membuat
seseorang menjadi putus asa, tidak pantas hidup, harga diri rendah, menjadi
salah satu pemicu individu untuk menyakiti diri sendiri, hingga berakibat
individu dapat mengakhiri hidup atau bunuh diri. Depresi memiliki
beberapa jenis tingkatan, minor depression, moderate depression, hingga
tahap akhir major depression dan bisa berujung kematian. Orang-orang yang
terkena depresi berat akan merasa putus asa, tidak semangat menjalani
hidup, dan terburuk adalah mengakhiri hidupnya sendiri (Pemayun &
Diniari, 2017).
§ OUTCOME :
Jurnal 1 : Hasil penelitian menunjukkan penurunan dari respon kognitif dan perilaku
tentang bunuh diri secara bermakna (P-value≤0,05) pada siswa yang mendapatkan
Cognitive Behaviour Therapy (CBT) direkomendasikan untuk diterapkan pada siswa
yang memiliki risiko bunuh diri bersama intervensi keperawatan lainnya.
Jurnal 2 : Terapi dalam studi kasus ini mampu mengembangkan koping individu
menjadi adaptif, dan terjadilah penurunan tingkat risiko bunuh diri Pasien. Hal ini
dibuktikan setelah intervensi Terapi Relaksasi Guided imagery diberikan, tingkat risiko
bunuh diri Pasien berkurang dari risiko bunuh diri tinggi menjadi risiko bunuh diri
rendah.

9


D. METODE/PENELUSURAN BUKTI

Salah satu pencarian PICO Terbaik adalah PubMed sendiri adalah bank atau basis data dari referensi
dan abstrak dengan topik ilmu pengetahuan alam dan biomedis yang di kelolah oleh united states
national library of medicine (NLM) pada National Institute of health di amerika serikat .
1. https://forikes-ejournal.com/index.php/SF/article/view/sf11nk422
2. https://pubmedhh.nlm.nih.gov/nlmd/pico/piconew.php
3. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/view/6212
4. DOI: http://dx.doi.org/10.33846/sf11nk422

E. HASIL PENELUSURAN BUKTI/TELAAH JURNAL , DI TULISKAN DENGAN


TAMPALTE DI BAWAH INI

10
NO Jurnal Validity Important Applicable
1. Pengaruh Cognitive Penelitian ini merupakan Penelitian dilakukan Hubungan Usia dan
Behaviour Therapy penelitian kuantitatif terhadap 60 responden, 30 Kelamin dengan Risiko
dalam Mencegah dengan menggunakan jenis orang kelompok intervensi, Bunuh Diri
Risiko Bunuh Diri quasy experiment dengan 30 orang kelompok
pada Siswa SMPN 2 desain pre test and post test kontrol. Kelompok Berdasarkan penelitian
Batu Sangkar oleh design with group control. intervensi di bagi menjadi 4 yang telah peneliti lakukan,
Alice Rosy Pada Populasi dalam penelitian kelompok, CBT ada 5 sesi, usia tidak mempunyai
Tahun 2020, ( ini adalah adalah siswa sesi 1,2 dan 3 digabung jadi hubungan secara bermakna
kelas VIII SMP N 2 Batu 1 kali pertemuan, sesi 4 dan dengan risiko bunuh diri.
Sangkar yang berjumlah 5 masing masing 1 kali Ini berarti bahwa
116 orang. Teknik pertemuan, dengan waktu perubahan usia tidak diikuti
pengambilan sampel pada 30 menit setiap sesinya. oleh perubahan pada risiko
penelitian ini adalah Hasil penelitian bunuh diri, baik itu pikiran
dengan menggunakan menunjukkan penurunan tentang bunuh diri maupun
tekhnik purposive dari respon kognitif dan tentang perilaku bunuh diri.
sampling. Penentuan perilaku tentang bunuh diri Selain itu hasil penelitian
sampel pada penelitian ini secara bermakna (P- ini juga mengungkap jenis
dengan menggunakan value≤0,05) pada siswa kelamin tidak memiliki
rumus Slovin sehingga yang mendapatkan hubungan yang bermakna
didapatkan = 60 orang. Cognitive Behaviour dengan risiko bunuh diri.
Therapy (CBT) Ini berarti jenis kelamin
antara siswa laki-laki dan
perempuan tidak
mempengaruhi pikiran dan
perilaku tentang bunuh diri.
Literatur juga mengungkap
bahwa faktor gangguan
mood, psikopatologi,
riwayat pelecehan selama
hidup, adanya senjata api,
dan upaya bunuh diri di
masa lalu membawa risiko
yang signifikan untuk
bunuh diri yang sama pada
kelompok usia di atas dan
di bawah 16 tahun dan baik
laki-laki maupun
perempuan.

Hubungan Status
Pekerjaan dan
Perkawinan Orang Tua
dengan Risiko Bunuh
Diri
Berdasarkan penelitian
yang telah peneliti lakukan
status pekerjaan dan status
pernikahan orang tua tidak
memiki hubungan secara
bermakna dengan risiko
bunuh diri. Berdasarkan
literatur dinyatakan bahwa
status pekerjaan orang tua
yang berimbas pada
ekonomi keluarga
disebutkan mempunyai
hubungan dengan perilaku
bunuh diri. Salah satu
penelitian mengungkap
bahwa faktor sosio-

11
ekonomi dikaitkan dengan
ide bunuh diri pada remaja,
di mana remaja dengan
orang tua tunggal lebih
mungkin melaporkan ide
bunuh diri.(14) Penelitian
lain mengungkap bahwa
pendapatan keluarga yang
rendah menjadi salah satu
faktor risiko percobaan
bunuh diri, namun hal ini
terjadi pada pasien dengan
gangguan mental.(15)
Namun pada penelitian ini
tidak ditemukan adanya
hubungan antara status
pekerjaan orang tua dengan
risiko bunuh diri. Pada
penelitian ini 100 % orang
tua bekerja sehingga masih
dapat dikatakan mampu
untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Selain
itu pada penelitian ini tidak
ditemukan adanya
hubungan antara status
perkawinan orang tua
dengan risiko bunuh diri
hal ini dikarenakan peneliti
hanya melihat hubungan
dari kognitif dan perilaku
bunuh diri saja.

2. Penurunan Studi kasus ini Hasil studi kasus Studi kasus ini didukung
Resiko Bunuh menggunakan metode menunjukan bahwa pasien pendapat (Nurgiawiati,
Diri Dengan deskriptif dengan mengalami penurunan 2015) yang menyebutkan
Terapi Relaksasi pendekatan proses asuhan risiko bunuh diri rata-rata bahwa Terapi relaksasi
Guided Imagery keperawatan. Terapi 3-11 skor setelah dilakukan merupakan teknik, cara,
Pada Pasien relaksasi Guided imagery Terapi Relaksasi Guided proses atau tindakan yang
Depresi Berat, dilakukan selama 3 hari, imagery. kedua Pasien mendukung individu
oleh Rosdiana dalam 1 hari pemberian 1 mengatakan, tenang dan menjadi tenang, nyaman,
Saputri1, Desi kali dengan durasi 15 nyaman, tidak ingin menurunkan cemas, stres
Ariana Rahayu menit. Sampel pada berfikir untuk bunuh diri, dan marah. Terapi
Pada Tahun 2020 penerapan ini yaitu pasien ingin meningkatkan iman relaksasi seringkali
depresi berat dengan gejala dengan ibadah yang lebih digunakan dalam
psikotik yang berisiko giat setelah diberikan terapi manajemen stres yang
bunuh diri dengan relaksasi guided imagery. ditujukan untuk
melakukan pre and post menurunkan ketegangan
test tingkat risiko bunuh Pengkajian pasien otot - otot tubuh menjadi
diri dengan menggunakan didapatkan data fokus rileks, menurunkan
lembar observasi khusus diantaranya pasien tampak tekanan darah,
risiko bunuh diri. bingung, sering mondar menurunkan nyeri dan
mandir lalu berdiam diri di memudahkan tidur. Terapi
kasur, postur tubuh relaksasi Guided imagery
menunduk, enggan dapat dilakukan setiap hari
mencoba hal baru, sering dalam 15 menit, untuk
mondar mandir lalu hasil maksimal dapat
berdiam diri di Kasur, dilakukan sebanyak 14 kali
kontak mata tidak bisa berturt- turut. Sebanding
dipertahankan, sering dengan penelitian (Fatimah
menyendiri, tidak pernah & Fitriani, 2017) tentang

12
memulai pembicaraan Intervensi Inovasi Guided
maupun perkenalan dan imagery terhadap Gejala
afek tumpul pada pasien 1 Resiko Bunuh Diri di
dan pasien 2, sehingga Ruang Punai RSJD Atma
diagnosa keperawatan yang Husada Samarinda
tepat adalah resiko bunuh didapatkan bahwa hasil
diri (D.0135) berhubungan penelitian menunjukkan
dengan gangguan perilaku setelah dilakukan
dan harga diri rendah intervensi pada pasien
kronis berhubungan risiko bunuh diri yaitu
dengan ganngguan psikiatri membina hubungan saling
(D.0086) (Tim Pokja SDKI percaya, klien dapat
DPP PPNI, 2017). Pada mengekspresikan
studi kasus ini diagnosa perasaannya dengan
prioritas adalah resiko perencanaan bersifat
bunuh diri (D.0135) hargai dan bersahabat dan
Intervensi yang diberikan bersikap empati.
pada masalah tersebut
adalah pencegahan bunuh
diri dengan strategi
pelaksanaan pada pasien
resiko bunuh diri (Tim
Pokja SLKI DPP PPNI,
2018). Implementasi yang
diberikan kepada pasien 1
dan pasien 2 yaitu
identifikasi keinginan dan
pikiran rencana bunuh diri,
monitor adanya perubahan
mood atau perilaku,
lakukan pendekatan
langsung dan tidak
menghakimi saat
membahas bunuh diri,
berikan lingkungan dengan
pengamanan ketat dan
mudah dipantau, anjurkan
mendiskusikan perasaan
yang dialami kepada orang
lain, kolaborasi pemberian
antiansietas atau psikotik
sesuai indikasi dan latih
pencegahan risiko bunuh
diri melalui Terapi
Relaksasi Guided imagery.

F. DISKUSI

Setelah di diskusikan oleh kelompok untuk kasus dengan jurnal yang di dapatkan kedua jurnal

sama-sama efektif digunakan untuk menangani pasien dengan resiko bunuh diri yang membedakan

hanya metode penelitian yang dilakukan .

13
1. Pemberian CBT menghasilkan penurunan perilaku secara bermakna pada siswa SMP N 2 Batu

Sangkar, ini berarti CBT berpengaruh terhadap penurunan perilaku siswa tentang bunuh diri.

CBT pada intinya adalah salah satu bentuk terapi psikososial yang bertujuan untuk membantu

individu menggeser penilaian kognitif mereka dari penilaian yang tidak sehat dan maladaptif ke

penilaian berbasis bukti dan adaptif. Banyak faktor yang mempengaruhi pola pikir dari remaja.

Pola pikir tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perilakunya salah satunya yang disebut

personal fable yaitu remaja yang punya keyakinan bahwa masalah yang dihadapi orang lain

karena perbuatan mereka tidak akan menimpa mereka (remaja) sehngingga remaja

berkeyakinan bahwa dirinya memiliki kekebalan yang membuat remaja tersebut mengambil

tindakan yang berisiko, sehingga bisa membuat cedera pada dirinya sendiri, atau bahkan hanya

sekedar mencari perhatian.

2. Pengkajian risiko bunuh diri pasien depresi berat berada dalam kategori tingkat risiko bunuh

diri tinggi. Pada Pasien 1 ditemukan skor risiko bunuh diri 14 (risiko tinggi) sedangkan skor

risiko bunuh diri Pasien 2 adalah 11 (risiko tinggi). Respon dari kedua Pasien saat diberikan

Terapi Relaksasi Guided imagery, kedua Pasien mengatakan, merasa tenang dan nyaman, tidak

ingin berfikir untuk bunuh diri, ingin meningkatkan iman dengan ibadah yang lebih giat. Pasien

cukup antusias selama pelaksanaan Terapi Relaksasi Guided imagery. Risiko bunuh diri pada

kedua Pasien mengalami penurunan risiko bunuh diri yaitu Pasien 1 dengan penurunan 11 skor

menjadi 3 ( risiko rendah) dan Pasien 2 dengan penurunan 8 skor menjadi 3 (risiko rendah).

G. KESIMPULAN

Pemberian intervensi CBT berpengaruh terhadap penurunan perilaku siswa tentang bunuh diri.

CBT pada intinya adalah salah satu bentuk terapi psikososial yang bertujuan untuk membantu

individu menggeser penilaian kognitif mereka dari penilaian yang tidak sehat dan maladaptif ke

14
penilaian berbasis bukti dan adaptif. Hal ini dapat di gunakan dalam penanganan kasus

Seorang perempuan berusia 28 tahun , merasa bahwa dirinya tidak pantas untuk hidup

karena cacat , mengatakan ingin mati , tidak memiliki masa depan dan merasa hidupnya

tidak berguna lagi , setiap melihat tali dan pisau , berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya ,

pasien akan memukul siapa saja yang didekatnya ketika pasien mendengar suara yang

muncul saat menyendiri atau melamun, dalam Hal Ini Banyak faktor yang mempengaruhi pola

pikir dari remaja. Pola pikir tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perilakunya salah satunya

yang disebut personal fable yaitu remaja yang punya keyakinan bahwa masalah yang dihadapi

orang lain karena perbuatan mereka tidak akan menimpa mereka (remaja) sehngingga remaja

berkeyakinan bahwa dirinya memiliki kekebalan yang membuat remaja tersebut mengambil

tindakan yang berisiko, sehingga bisa membuat cedera pada dirinya sendiri, atau bahkan hanya

sekedar mencari perhatian.

DAFTAR PUSTAKA

• Fatimah, & Fitriani, D. R. (2017). Inovasi Guided Imagery Terhadap Gejala Resiko
Bunuh Diri Di Ruang Punai RSJD Atmahusada Samarinda, 1– 29.
• Rosy, A., Keliat, B. A., & Putri, D. E. (2020). Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy
dalam Mencegah Risiko Bunuh Diri pada Siswa SMPN 2 Batu Sangkar. Jurnal Penelitian
Kesehatan" …. Retrieved from http://forikes-ejournal.com/ojs-
2.4.6/index.php/SF/article/view/891

15

Anda mungkin juga menyukai