2: 45-53
Available online: https://journal.uhamka.ac.id/index.php/argipa
p-ISSN 2502-2938; e-ISSN 2579-888X
Redy Sopiandi
Puskesmas Pondok Betung, Kelurahan Pondok Aren, Tangerang Selatan
Email korespondensi: redysopiandi@gmail.com
ABSTRAK
Penerapan diet bebas gluten dan kasein dianggap dapat meringankan kondisi
anak autis. Namun, diet ini mulai dikaitkan dengan risiko status gizi lebih pada anak
dengan Autism Spectrum Disorder (ASD). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi ibu, pola makan, asupan energi dan
zat gizi makro dengan status gizi anak autis di Sekolah Citra Anindya Bintaro,
Tangerang Selatan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei dengan
desain Cross Sectional. Pemilihan subjek menggunakan teknik purposive sampling dan
jumlah subjek sebesar 32 orang. Analisis data yang digunakan yaitu uji statistik Chi-
Square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna (p<0,05) antara
pola makan, asupan energi, dan asupan lemak dengan status gizi anak autis. Tidak
ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara pengetahuan gizi ibu, asupan protein,
dan asupan karbohidrat terhadap status gizi anak autis.
Kata kunci: Asupan Zat Gizi, Autis, Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Makan, Status Gizi
ABSTRACT
Implementation of gluten-free casein-free diet considered to alleviate the condition of
children with autism. However, this diet began to be associated with a risk of overweight in
children with Autism Spectrum Disorder (ASD). The general objective of this study was to
determine the relationship between maternal nutritional knowledge, diet, energy intake and
macro-nutrients with the nutritional status of children with autism in the School of Citra
Anindya Bintaro, South Tangerang. In this study, the method used was the cross sectional
design. Sampling method with purposive sampling with the total number of subjects were 32.
Data analysis technique with Chi-Square statistical test. Based on this research, there was
significant correlation (p<0,05) between diet, energy intake, and fat intake with nutritional
status of autism children. There was no significant correlation (p>0,05) between maternal
nutritional knowledge, protein intake and carbohydrate intake with nutritional status of
children with autism.
45
PENDAHULUAN protein (prolamin) yang terdapat
pada beberapa jenis gandum-
Autis adalah gangguan
ganduman terutama wheats, rye, oat,
perkembangan secara menyeluruh
dan barley. Kasein adalah fosfo-
yang mengakibatkan hambatan
protein yang terdapat pada susu dan
dalam kemampuan sosialisasi,
produk olahannya.
komunikasi, dan juga perilaku. Gejala
Menurut Mashabi dan Tajudin
autis biasanya disadari orangtua saat
(2009), pengetahuan ibu dapat
anak berusia 18-24 bulan
menjadi faktor yang memengaruhi
(Zwaigenbaum, et al., 2015). Pada
status gizi anak autis. Pengetahuan
umumnya, penyandang autis
dan pemahaman ibu yang benar
mengacuhkan suara, penglihatan
tentang terapi anak autis dapat sangat
ataupun kejadian yang melibatkan
membantu ibu untuk menjalankan
mereka, dan mereka menghindari
peran sehari-hari dalam merawat dan
atau tidak merespon kontak sosial
mempertahankan status gizi anak
misalnya pandangan mata, sentuhan
autis. Menurut Al-Farsi, et al. (2011),
kasih sayang, dan bermain dengan
anak autis memiliki risiko malnutrisi
anak (Rahayu, 2014). Di Indonesia,
yang diakibatkan oleh beberapa
pada tahun 2015 diperkirakan satu
faktor, antara lain terapi diet ketat,
per 250 anak mengalami gangguan
gangguan perilaku makan, asupan
spektrum Autis. Tahun 2015
makan yang terbatas, pengetahuan
diperkirakan terdapat kurang lebih
gizi orangtua, dan pengaruh obat-
12.800 anak penyandang autisme dan
obatan.
134.000 penyandang spektrum Autis
di Indonesia (Judarwanto, 2015).
METODE
Penerapan diet bebas gluten
Desain penelitian yang
dan kasein dianggap dapat
digunakan adalah cross-sectional.
meringankan kondisi anak autis. Diet
Penelitian dilaksanakan di Sekolah
bebas gluten dan kasein adalah
Citra Anindya Bintaro Kota
pembatasan konsumsi makanan yang
Tangerang Selatan pada April 2016.
mengandung gluten dan kasein. Diet
Subjek dalam penelitian ini adalah 32
bebas gluten dan kasein kini
anak penyandang autis. Teknik
dikaitkan dengan risiko kesehatan,
pengambilan sampel dalam penelitian
salah satu perhatiannya adalah
ini adalah purposive sampling. Data
peningkatan risiko gizi lebih
primer diambil dari pengisian
(Kabbani, et al., 2012). Gluten adalah
kuesioner karakteristik anak dan ibu,
46
pengetahuan gizi ibu, food frequency ibu, semakin mudah dalam
questionnaire untuk pola makan dan mengakses informasi mengenai
food recall 2x24 jam untuk mengukur informasi tentang anak autis.
asupan energi dan gizi makro. Selain Sebesar 65,6% ibu dengan anak
itu, untuk status gizi didapat dengan penyandang autis adalah ibu bekerja.
pengukuran tinggi badan (TB) Menurut Martiani, et al. (2012) hal ini
menggunakan microtoise dan berat disebabkan karena mengasuh anak
badan (BB) menggunakan timbangan autis secara umum berdampak
injak. Hubungan antar variabel diuji terhadap karir orangtua dalam
menggunakan uji statistik Chi-Square. kemampuan bekerja mereka. Secara
lebih lengkap, hal tersebut dapat
HASIL
dilihat pada Tabel 1.
Karakteristik Ibu
Pengetahuan Gizi Ibu
Karakteristik ibu dalam
Pengetahuan gizi ibu dapat
penelitian ini dibagi mejadi 2, yaitu
menentukan diet yang tepat untuk
pendidikan dan pekerjaan ibu. Ibu
diterapkan pada anak penyandang
merupakan pelaku utama dalam
spektrum autis. Sebagian besar
keluarga pada proses pengambilan
(56,2%) subjek memiliki ibu dengan
keputusan terutama yang
pengetahuan gizi yang cukup, sebesar
berhubungan dengan konsumsi
28,1% subjek memiliki ibu dengan
pangan (Johnson, et al., 2011). Latar
pengetahuan gizi tinggi dan 15,6%
belakang pendidikan, pekerjaan,
subjek memiliki ibu dengan
pendapatan maupun besar keluarga
pengetahuan gizi rendah. Secara lebih
berpengaruh terhadap pola konsumsi
lengkap, hal tersebut dapat dilihat
makanan keluarga (Shariff, et al.,
pada Tabel 1.
2015), apalagi jika keluarga tersebut
memiliki anak dengan spektrum Pola Makan
autis. Pola makan pada anak
Pada penelitian ini, mayoritas penyandang spektrum autis harus
ibu memiliki pendidikan terakhir diperhatikan terutama bahan
lebih tinggi dari SLTP (90,6%). makanan dan sumber pangan
Klasifikasi ini dipilih dengan lainnya, karena makanan anak
pertimbangan bahwa Indonesia penyandang autis berbeda dan harus
mewajibkan pendidikan dasar 9 memilih makanan tanpa gluten dan
tahun. Menurut Martiani, et al. (2012) kasein (free gluten free casein). Selain
semakin tinggi tingkat pendidikan itu bahan makanan tambahan, seperti
47
ragi, tidak dapat dikonsumsi oleh dengan sebesar 37,5% memiliki status
anak penyandang spektrum autis. gizi baik, sedangkan anak
Pada variabel pola makan diet penyandang autis yang memiliki
gluten dan intoleransi makanan, 50% status gizi lebih sebesar 12,5% dan
subjek memiliki kategori baik, tidak anak penyadang autis yang memiliki
jauh berbeda dengan variabel pola status gizi kurang yaitu sebesar 9,4%.
makan diet kasein (56,2%), dan diet Secara lebih lengkap, hal tersebut
anti yeast (53,1%). Sedangkan variable dapat dilihat pada Tabel 1.
pola makan diet zat aditif sebagian Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu
besar (53,1%) subjek dikategorikan dengan Status Gizi
kurang baik. Sebesar 58,3% anak
Asupan Zat Gizi penyandang autis dengan status gizi
subjek memiliki asupan zat gizi yang autis. Walaupun demikian, ada
dengan kategori normal sebesar 15%. dengan status gizi baik. Secara lebih
Sebesar 65,6% anak penyandang autis lengkap, hal tersebut dapat dilihat
48
Tabel 1.
Distribusi tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan pengetahuan gizi ibu, pola
makan, asupan makanan dan status gizi
Variabel n %
Pendidikan Ibu
≤ SLTP 3 9,4
> SLTP 29 90,6
Status Pekerjaan
Tidak Bekerja 11 34,4
Bekerja 21 65,6
Pengetahuan Gizi Ibu
Rendah 5 15,6
Cukup 18 56,2
Tinggi 9 28,1
Pola Makan
Diet gluten
Kurang Baik 16 50,0
Baik 16 50,0
Diet kasein
Kurang Baik 14 43,8
Baik 18 56,2
Diet anti yeast/ragi/jamur
Kurang Baik 15 46,9
Baik 17 53,1
Diet bebas zat aditif
Kurang Baik 17 53,1
Baik 15 46,9
Diet alergi dan intoleransi makanan
Kurang Baik 16 50,0
Baik 16 50,0
Asupan Makanan
Energi
Kurang 6 18,8
Normal 15 46,8
Lebih 11 34,4
Karbohidrat
Kurang 21 65,6
Normal 5 15,6
Lebih 6 18,8
Protein
Kurang 21 65,6
Normal 4 12,5
Lebih 7 21,9
Lemak
Kurang 8 25
Normal 11 34,4
Lebih 13 40,6
Status Gizi
Gizi Kurang 3 9,4
Gizi Baik 12 37,5
Gizi Lebih 4 12,5
Obesitas 13 40,6
49
Hubungan Asupan Energi dan Zat anak penyandang autis (p>0,05).
Gizi Makro dengan Status Gizi Sebesar 57,1% anak penyandang autis
Sebesar 81,8% anak penyandang dengan status gizi lebih memiliki
autis dengan status gizi lebih memiliki asupan protein lebih. Hasil uji statistik
asupan energi lebih. Hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan tidak ada
Chi-Square menunjukkan ada hubungan asupan protein dengan
hubungan asupan energi dengan status status gizi anak penyandang autis
gizi pada anak penyandang autis (p>0,05). Sebesar 76,9% anak
(p<0,05). Sebesar 66,7% anak penyandang autis dengan status gizi
penyandang autis dengan status gizi lebih memiliki asupan lemak lebih.
baik memiliki asupan karbohidrat Ada hubungan asupan lemak dengan
lebih. Hasil uji statistik Chi-Square status gizi pada anak penyandang
menunjukkan tidak ada hubungan autis (p<0,05). Data hasil penelitian
asupan karbohidrat dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.
Hubungan pengetahuan gizi, pola makan, asupan energi dan zat gizi makro
dengan status gizi
Status gizi (IMT/U)
Jumlah
Gizi baik Gizi lebih p
n % n % n %
Pengetahuan Gizi
Tinggi 10 50,0 10 50,0 20 100,0 0,647
Rendah 5 41,7 7 58,3 12 100,0
Pola Makan
Baik 8 72,7 3 27,3 11 100,0 0,034
Kurang baik 7 33,3 14 66,7 21 100,0
Asupan makanan
Energi
Normal 13 61,9 8 38,1 21 100,0 0,019
Lebih 2 18,2 9 81,8 11 100,0
Karbohidrat
Normal 11 42,3 15 57,7 26 100,0 0,383
Lebih 4 66,7 2 33,3 6 100,0
Protein
Normal 12 48,0 13 52,0 25 100,0 1,000
Lebih 3 42,9 4 57,1 7 100,0
Lemak
Normal 12 63,2 7 36,8 19 100,0 0,026
Lebih 3 23,1 10 76,9 13 100,0
50
DISKUSI mengandung karbohidrat, protein
dan kalsium dalam jumlah yang
Autism spectrum disorder (ASD)
tinggi. Konsultan anak berkebutuhan
adalah gangguan perkembangan
khusus dari Yayasan Medical Exercise
saraf yang biasanya didiagnosis pada
Therapy mengatakan hal pertama
anak-anak sebelum usia tiga tahun.
yang dilakukan orangtua sebelum
Kelainan ini ditandai dengan
menerapkan pola makan terhadap
gangguan dalam interaksi sosial,
anak autis adalah mengetahui tipe
kemampuan bahasa terutama dalam
dari perilaku anak, apakah termasuk
komunikasi sosial dan senang
ke dalam tipe Seeking Defensiveness
berimajinasi, bersamaan dengan
(mencari) atau tipe Bahavior
kecenderungan terhadap berbagai
Defensiveness (menghindar).
jenis kegiatan dan kesenangan
Kebutuhan gizi anak,
repetitive (Liu, et al., 2010). Penyebab
khususnya anak sekolah, relatif besar
autisme tidak diketahui, namun
karena pada usia tersebut, anak
terdapat bukti yang menunjukkan
membutuhkan zat gizi lebih banyak
bahwa lingkungan memainkan peran
untuk digunakan dalam aktivitas dan
penting dalam memicu autisme (Liu,
proses pertumbuhan. Pemenuhan
et al., 2010), mungkin tidak sendiri
kebutuhan gizi saat usia sekolah
melainkan melalui interaksi yang
inilah yang nantinya akan sangat
kompleks dengan genetika pribadi
memengaruhi status gizi dan kondisi
(Martiani, et al., 2012).
kesehatan pada masa yang akan
Selain itu, pengetahuan gizi ibu
datang, seperti pada masa remaja
juga mempunyai peran penting
ataupun saat dewasa. Kebutuhan gizi
dalam perilaku anak penyandang
pada anak penyandang autis
autis seperti pengetahuan tentang
memperhatikan bahan makanan yang
pola makan dan bahan makanan yang
bergizi serta bahan makanan yang
bergizi. Sebab, pengetahuan
menimbulkan efek samping pada
berhubungan dengan masalah
anak penyandang autis. Ada
kesehatan terutama status gizi yang
beberapa jenis makanan yang
memengaruhi gangguan kesehatan
menyebabkan reaksi alergi pada anak
pada kelompok tertentu (Himawan,
autis seperti gula, susu sapi, gandum,
2006). Hasil penelitian menunjukkan
coklat, telur, kacang, maupun ikan.
bahwa 56,2% pengetahuan gizi ibu
Selain itu konsumsi gluten dan kasein
mempunyai pengetahuan gizi cukup.
perlu dihindari karena penderita
Pola makan pada anak autis harus
autis umumnya tidak tahan dengan
51
gluten dan kasein. Gluten adalah SIMPULAN
protein yang bersifat khas yang Ada hubungan bermakna
terdapat pada tepung terigu dan antara pola makan, asupan energi,
dalam jumlah kecil pada tepung dan asupan lemak dengan status gizi
serelia lainnya. Gluten terdiri dari anak autis di Sekolah Citra Anindya
dua komponen protein yaitu gliadin Bintaro, Tanggerang Selatan April
dan glutein. Sedangkan kasein adalah 2016. Namun, tidak ada hubungan
protein kompleks pada susu yang bermakna antara pengetahuan gizi
mempunyai sifat khas yaitu dapat ibu, asupan protein, dan asupan
menggumpal dan membentuk massa karbohidrat dengan status gizi anak
yang kompleks (Mashabi & Tajudin, autis di Sekolah Citra Anindya
2009). Hasil penelitian menujukkan Bintaro, Tanggerang Selatan.
bahwa sebesar 46,8% anak
penyandang autis memiliki asupan DAFTAR RUJUKAN
52
Kabbani, TA., Goldberg, A., Kelly, CP., practice and research. Pediatrics.
Pallav, K., Tariq, S., Peer, A., et al. 136:Suppl 1.
(2012). Body mass index and the
risk of obesity in coeliac disease
treated with the gluten-free diet.
Aliment Pharmacol Ther, 35(6):723-
729.
53