Anda di halaman 1dari 5

 Prof. Dr. Muhammad Mahfud MD, S.H.

Sosok Akademi & Politisi Paripurna

Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin S.H., S.U., M.I.P, lahir


13 Mei 1957 di Sampang Madura, lebih dikenal dengan nama Mahfud
MD adalah seorang politisi, akademisi, dan hakim. Saat ini menjabat
sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju periode 2019–2024
Pemerintahan Presiden Joko Widodo-K.H. Ma'ruf Amin.

Mahfud MD dilantik sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Oktober 2019 dan menjadi orang berlatar
belakang sipil pertama yang mengemban jabatan tersebut.

Mahfud lahir dari pasangan Mahmodin dan Siti Khadijah. Mahfud lahir dengan nama
mononim. Namun, gurunya memutuskan untuk menambahkan nama ayahnya,
Mahmodin, untuk membedakannya dengan murid-murid lain yang bernama Mahfud di
sekolahnya.

Pakar hukum tata negara asal Madura ini makin lengkap keahliannya dengan jabatan
yang pernah disandangnya, mulai dari dosen, eksekutif, legislatif, hingga yudikatif. Ia jadi
menteri, anggota DPR, dan Ketua Mahkamah Konstitusi.

Mahfud MD mendudukinya secara beruntun dalam jejak kariernya. Sejak kecil Mahfud
menempuh dua jenis pendidikan, pendidikan agama dan umum. Pagi hari belajar umum di
sekolah dasar dan sore harinya sekolah agama di madrasah. Lulus dari SD, Mahfud
melanjutkan pendidikan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) di Pamekasan,
Madura, kemudian Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) selama 3 tahun di Yogyakarta.

Setelah lulus pendidikan setingkat SMA , Mahfud melanjutkan ke dua perguruan tinggi
sekaligus. Ia mengambil Jurusan Sastra Arab di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan
Jurusan Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namun, dia
lebih fokus pada Hukum Tata Negara dan tidak melanjutkan di Sastra Arab. Dengan nilai
bagus yang diperoleh Mahfud memudahkannya mendapatkan beasiswa untuk membiayai
kuliahnya.
Setelah menggondol gelar sarjana hukum pada usia 26 tahun, Mahfud langsung memulai
kariernya sebagai dosen di kampus almamaternya , UII. Di tengah kesibukannya menjadi
dosen, dia tetap mengikuti pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di UGM. Puncaknya
dia menjadi  Guru Besar Bidang Politik Hukum pada tahun 2000, dalam usia yang
terbilang masih muda (ketika itu) yakni 43 tahun.

Dipusaran Kekuasaan

Nama Mahfud mulai terdengar secara nasional saat dia dipilih menjadi Menteri
Pertahanan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada periode 2000—2001. Mahfud juga
merangkap Menteri Kehakiman dan HAM pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Setelah tidak menjadi eksekutif lagi, Mahfud melirik terjun ke dunia legislatif. Awalnya
dia bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN), partai besutan Amien Rais . Akan
tetapi, akhirnya memilih mantap ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), pertai yang
didirikan oleh Abdurrahman Wahid .

Pada pemilu 2004, Mahfud terbukti terpilih sebagai anggota legislatif dari PKB untuk
periode 2004—2009. Pada masa jabatannya berakhir di DPR, pada tahun 2008 Mahfud
mengikuti uji kelayakan calon hakim konstitusi. Ia lolos seleksi dan terpilih sebagai Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008—2013. Dengan ketegasan, kelugasan, dan
kejujuran Mahfud saat memimpin Mahkamah Konstitusi makin membawa harum
namanya dan lembaga yudikatif tersebut.

Ia menjadi salah satu pakar hukum tata negara yang menjabat tiga lembaga negara
berbeda secara beruntun: lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Di tengah
kesibukannya, dia juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan dan profesi. Ia
didaulat menjadi Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

Korupsi Menggila
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD sangat prihatin terhadap kejahatan korupsi di Indonesia. Ia menyebut korupsi
saat ini jauh lebih gila jika dibandingkan dengan era Orde Baru (Orba).

Mahfud mengungkapkan hal itu dalam dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS
seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada, Sabtu (5-6-2021).
"Korupsi sekarang makin meluas. Lebih meluas dari zaman Orde Baru. Saya katakan, saya
tidak akan meralat pernyataan itu," ujar Mahfud.
Ia melanjutkan, "Kenyatannya saja, sekarang, hari ini korupsi itu jauh lebih gila daripada
zaman Orde Baru. Saya tidak katakan makin besar atau apa jumlahnya, tetapi meluas."

Menurut Mahfud, pada zaman Orde Baru tidak ada anggota DPR, pejabat, atau aparat
penegak hukum yang berani melakukan korupsi.

Menanggapi statement Menkopolhukam tersebut, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat)


Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rahman menguraikan beberapa alasan mengapa
korupsi sekarang lebih menggila. Kini para koruptor bersatu untuk melemahkan KPK. Selain
itu, Zaenur mencatat adanya otonomi daerah juga membuat potensi korupsi makin meluas.
Karena kekuasaan makin tersebar, potensi penyalahgunaan kekuasaan juga makin menyebar
pada era Reformasi saat ini.

Artinya, korupsi tidak hanya di lingkup eksekutif, tetapi juga legislatif, yudikatif, dan daerah.
Alasan ketiga adalah pemerintah Orba tidak memiliki konsen pada pemberantasan korupsi
sehingga jarang kasus korupsi yang terungkap.

Selain itu, juga adanya ekspos media sehingga upaya pemberantasan korupsi pada era
Reformasi juga makin besar. Ketika Orba, tidak ada pemberantasan korupsi yang gencar,
seperti KPK. Di samping itu, kata dia, juga tidak ada kebebasan pers sehingga ekspos
terhadap kasus korupsi tidak terlalu luas.

Zaenur mengapresiasi upaya pemberantasan korupsi pada masa reformasi, khususnya oleh
KPK. Bahkan, dia menyebut minimnya dukungan negara terhadap pemberantasan korupsi
dapat ditutupi oleh KPK yang memiliki kinerja cukup baik. Salah satunya dapat dilihat dari
dukungan dan tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi. Namun, sayangnya semua itu
hilang ketika adanya revisi UU KPK dan terpilihnya Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

Tetap Kondusif
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko
Polhukam) Mahfud MD memprediksi kondisi politik dan keamanan pada tahun 2022 tetap
stabil, kondusif, dan terkendali.

Meski begitu, Mahfud memperkirakan di ranah praktis pada tahun 2022 akan lebih dinamis.
"Karena akan ada pagelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) yang akan diselenggarakan
secara serentak pada tahun 2024," ujar Mahfud.
Ia menjelaskan bahwa pada Pilkada Serentak 2024 menyebabkan pada tahun 2022 dan 2023
akan ada 217 plt. kepala daerah. Mahfud menambahkan 217 plt. kepala daerah itu saat ini
tengah disiapkan oleh Pemerintah.

Menurut dia, Sampai saat ini persiapan berlangsung dengan baik dan sesuai dengan jadwal.
"Itu sebabnya saya optimistis menyambut 2022 dengan kondisi politik, hukum, dan
keamanan yang akan makin baik dan terkendali," kata Mahfud.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah dan KPU hingga saat ini belum meresmikan tanggal
Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Sebelumnya, pemerintah telah mengusulkan agar Pemilu
dan Pilkada Serentak 2024 dilaksanakan pada 15 Mei 2021.

Sarjana Sujono
Sebagai alumnus UGM, Mahfud MD mengingatkan kepada jajaran UGM, khususnya pada
mahasiswa dan juga alumni akan pesan rektor pertama UGM Sardjito yang selalu meminta
agar para lulusan UGM bukan hanya lulus sebagai sarjana semata.

Petuah rektor pertama UGM Sardjito yang selalu diingat Mahfud. Alumnus UGM Jurusan
Sastra Arab pada tahun 1979 ini lanta mengutip pernyataan Sardjito: “Orang yang belajar di
UGM harus jadi sarjana yang sujana, artinya sarjana yang berbudi, baik hati, dan bersedia
berkorban demi bangsa dan negara.”

Sarjana yang sujana, menurut Mahfud, sangat penting untuk Indonesia pada masa saat ini
karena banyak orang pintar otaknya saja tetapi lemah akhlaknya. “Saudara semua yang ada
di sini (maba) harus jadi sarjana yang cendekiawan, punya kemampuan otak tajam, juga
kemuliaan akhlak yang dalam,” katanya.

Hal tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 bahwa
tujuan bernegara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. “Jadi, ingat sujana, bukan hanya
kemampuan otak saja, melainkan kita harus cerdas otaknya dan mulia akhlaknya,” lanjut
Mahfud.

Mahfud yang juga dikenal sebagai santri Almardliyyah Pamekasan Madura ini mengingatkan
bahwa dari semua mimpi dan cita-cita yang ada di benak generasi penerus bangsa ini harus
ada satu yang sama, yakni menjaga keutuhan NKRI.

Hal tersebut sangat penting karena untuk bisa sampai pada jenjang pendidikan tinggi seperti
saat ini, Indonesia jauh sebelumnya harus menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan bersatu
dalam semua perbedaan.

“Kita semua harus menjaga keutuhan NKRI dan harus percaya Tuhan yang menciptakan
Indonesia luar biasa dengan segala perbedaannya. Maka, kita harus bersatu dalam
perbedaan,” pungkas Prof. Mahfud. (*)
 Bambang Saerono

Anda mungkin juga menyukai