Anda di halaman 1dari 2

Dr.

Marzuki Darusman
Abdi Negara Bertaraf Internasional

Seorang pengacara dan politikus yang banyak berkancah di perpolitikan nasional dan
internasional, Dr. Marzuki Darusman adalah tokoh politik Indonesia terkemuka yang diakui atas
kontribusinya yang sangat besar terhadap hak asasi manusia dalam lingkup domestik dan
internasional.

Marzuki Darusman adalah salah seorang alumni Unika Parahyangan Fakultas Hukum yang
menonjol dalam studi Hukum Internasional. Selama menulis skripsi, dirinya fokus membahas
Hukum Laut Internasional dengan dosen pembimbing Mochtar Kusumaatmadja, yang ketika itu
adalah Rektor Universitas Padjadjaran. Kuliahnya di Unpar diselesaikan di tahun 1974.

Semasa kuliahnya di Unpar, banyak mahasiswa yang tergabung dalam organisasi-organisasi


seperti HMI dan PMB (Persatuan Mahasiswa Bandung). Saat itu Marzuki tidak tergabung di
organisasi kemahasiswaan manapun, tetapi pergaulan ketika itu rileks sehingga tidak ada
ketegangan. Walaupun tidak tergabung ke dalam organisasi, Marzuki bisa berteman dengan
mereka

Pada tahun 1970 saat masih menjadi mahasiswa aktif, Marzuki bergabung dengan Golongan
Karya. Ketika itu tentara aktif mencari kader dan hubungan mahasiswa dengan Kodam
Siliwangi pun cukup dekat. Selama di Golkar, Marzuki aktif di Centre for Strategic and
International Studies (CSIS). Ketua CSIS saat itu, Ali Murtopo, dekat dengan Presiden
Soeharto, dan CSIS dominan dalam Politik Pembaruan.

Pada tahun 1982, Marzuki masuk pemerintahan dan mewakili Jawa Barat selama lima belas
tahun keanggotaannya dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Selama berkantor di Senayan, dirinya
ditempatkan di sejumlah komisi, di Komisi I yang membawahi Pertahanan dan Luar Negeri,
kemudian pindah ke bidang Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara. Di internal Golkar
sendiri, Marzuki ditempatkan di Bidang Pemuda, Mahasiswa, dan Cendekiawan.

Indonesia memasuki alam reformasi di tahun 1998, Marzuki ditunjuk menjadi Ketua Bidang Luar
Negeri di Golkar. Pada masa itu Golkar dipimpin oleh Akbar Tandjung, yang sudah lama
dikenalnya. Namun, Marzuki sempat keluar dari Golkar ketika ada ketidak sepemahaman
keputusan politik Golkar saat itu.

Marzuki mendapat kesempatan kembali untuk mengabdi kepada Republik ketika pada 1999,
Presiden Abdurrahman Wahid menunjuknya menjadi Jaksa Agung. Selama menjadi Jaksa
Agung, Marzuki bekerja keras dalam pemberantasan korupsi dengan menangkap banyak kroni
Presiden Soeharto. Kejaksaan Agung sangat produktif pada masa itu karena momentumnya
pas dalam atmosfer semangat Reformasi. Ada tuntutan dari rakyat dan para jaksa tidak mampu
membendung keinginan masyarakat.
Pada masa itu, Marzuki sebagai Jaksa Agung juga menangani puluhan perkara perbankan.
Salah satunya adalah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang merugikan negara sekitar
Rp 4,5 triliun. Kasus tersebut sudah dianggap selesai oleh pemerintah saat itu karena uangnya
sudah kembali. Presiden Abdurrahman Wahid berpesan untuk memprioritaskan pengembalian
uang ke negara.

Marzuki membawa nilai-nilai Komnas HAM – institusi di mana ia pernah menjabat sebagai
Wakil Ketua – ke Kejaksaan Agung. Dirinya pantang pandang bulu dalam mengusut kasus-
kasus korupsi, tak terkecuali rekan-rekannya di Golkar yang kasus-kasusnya tetap dilanjutkan.
Meskipun pada akhirnya dirinya dikucilkan teman-temannya sendiri, Marzuki tetap berpegang
pada prinsip-prinsipnya. Ia sendiri tidak ada urusan apa-apa berkenaan dengan bisnis,
sehingga tidak ada kepentingan apa-apa di dalamnya.

Marzuki mengakhiri jabatannya sebagai Jaksa Agung persis di hari terakhir pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid. Dirinya tidak lagi masuk kabinet ketika Megawati Soekarnoputri
naik menjadi Presiden. Ia tetap memegang profesionalitasnya dengan tidak sowan kepada
Presiden baru hanya untuk meminta jabatan.

Kancah Internasional
Selain mengabdi bagi Ibu Pertiwi, nama Marzuki Darusman juga dikenal luas dalam Dunia
Internasional. Ia dipanggil oleh Lynn Pascoe, Wakil Sekretaris Jenderal PBB, untuk masuk
dalam tim investigasi PBB atas peristiwa pembunuhan mantan Perdana Menteri Pakistan,
Benazir Bhutto. Bersama tim tersebut, Marzuki berpartisipasi selama sembilan bulan.

Marzuki juga merupakan anggota International Independent Group of Eminent Persons (IIGEP),
sebuah badan khusus beranggotakan 11 orang dari berbagai negara yang dibentuk oleh
Presiden Sri Lanka untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia dalam negeri. Atas
karyanya tersebut, Marzuki mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Katolik
Parahyangan Bandung pada tahun 2008.

Marzuki juga adalah anggota aktif ASEAN Inter Parliamentarians on Myanmar Caucus (AIPMC)
untuk Indonesia, anggota parlemen untuk Aksi Global (PGA), dan ketua Kemitraan untuk
Reformasi Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia (Partnership for Governance Reform in
Indonesia (PGRI)). Ia juga pernah menjadi anggota Komite Eksekutif Persatuan Antar Parlemen
(IPU) dan Wakil Ketua Komite Nasional Konferensi Kerjasama Ekonomi Pasifik (Pacific
Economic Cooperation Conference (PECC)).

Anda mungkin juga menyukai