Anda di halaman 1dari 134

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM

PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI


MALAYSIA: STUDI KOMPARATIF PADA MASA
PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TAHUN
2004-2009 DENGAN MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO
TAHUN 2014-2019

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

oleh:
Ronaldi Billy Putrajaya
11161130000047

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN


PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA: STUDI KOMPARATIF
PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
TAHUN 2004-2009 DENGAN MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO
TAHUN 2014-2019

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Oktober 2020

Ronaldi Billy Putrajaya

I
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Ronaldi Billy Putrajaya

NIM : 11161130000047

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN


PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA: STUDI KOMPARATIF
PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
TAHUN 2004-2009 DENGAN MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO
TAHUN 2014-2019

dan telah memenuhi syarat untuk diuji.

Jakarta, 23 Oktober 2020


Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi, Pembimbing,

Muhammad Adian Firnas, S.IP., M.Si. Agus Nilmada Azmi, M.Si.

II
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN


PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA: STUDI KOMPARATIF
PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
TAHUN 2004-2009 DENGAN MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO
TAHUN 2014-2019

oleh

Ronaldi Billy Putrajaya


11161130000047

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
2 November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,

Muhammad Adian Firnas, S.IP., M.Si. Irfan Hutagalung, SH, LLM

Penguji I, Penguji II,

Ahmad Alfajri, M.A Robi Sugara, M.Sc

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 2 November


2020

Ketua,

Muhammad Adian Firnas, S.IP., M.Si.

III
ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam


Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia: Studi Komparatif pada Masa
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009 dengan Masa Pemerintahan
Joko Widodo Tahun 2014-2019. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana masing-
masing masa pemerintahan dalam mengeluarkan kebijakan perlindungan terhadap pekerja
migran Indonesia di Malaysia. Dengan demikian, untuk dapat menjelaskan kebijakan
tersebut penulis menggunakan teori dan konsep yaitu Teori Liberalisme, Konsep Hak Asasi
Manusia, Konsep Kebijakan Luar Negeri, dan Konsep Kepentingan Nasional. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan berjenis penelitian komparatif.
Dalam memperoleh sumber data dan informasi, skripsi ini menggunakan metode berupa
studi pustaka. Dengan teori dan konsep tersebut, penelitian ini menemukan bahwa terdapat
faktor-faktor domestik yang sangat mempengaruhi kedua masa pemerintahan Indonesia
dalam mengeluarkan kebijakan dalam perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di
Malaysia. Faktor domestik tersebut yaitu: Kondisi Sosial Politik, Karakteristik Pemimpin,
dan Kondisi Ekonomi Domestik. Perlindungan pekerja migran Indonesia pada masa
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009 berfokus pada penataan dan
pembenahan tata kelola dalam penempatan pekerja migran Indonesia ke Malaysia, dengan
minim aspek perlindungan. Sementara, pemerintahan Joko Widodo Tahu 2014-2019
berfokus pada peningkatan dan perluasan aspek-aspek perlindungan yang dapat
dimanfaatkan oleh pekerja migran Indonesia baik yang akan berangkat, pada saat di
Malaysia, maupun saat kembali ke Indonesia.

Kata Kunci: Pekerja Migran Indonesia, Joko Widodo, Susilo Bambang Yudhoyono

IV
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh,

Salam sejahtera bagi kita semua,

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan berkat

dan rahmat kepada kita semua. Selawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi

Muhammad Saw. yang telah membawa umat manusia dari zaman kebodohan

menuju zaman yang penuh akan ilmu pengetahuan.

Skripsi yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan

Pekerja Migran Indonesia di Malaysia: Studi Komparatif pada Masa Pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009 dengan Masa Pemerintahan Joko Widodo Tahun

2014-2019” merupakan sebuah karya dari penulis sebagai syarat untuk dapat memperoleh

gelar sarjana.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak

dalam memberikan dukungan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Allah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi karunia dan

kemampuan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

2. Nabi Muhammad Saw., semoga rahmat dan berkat menyertainya pada

hari lahirnya, hari wafatnya, dan hari ia dihidupkan kembali.

3. Keluarga penulis, Ayahanda Alm. Johanes Achmad Putrajaya, Ibunda

Deswita Anugrah, Kakak Stefani Nuranugrah Putrijaya, Adik Almh. Joi

V
Putrijaya, dan Nenek tersayang Almh. Sumiyati serta keluarga besar

yang selalu memberikan doa, semangat, nasihat, dan mendidik saya

hingga dapat menjadi seperti ini. Semoga Allah memberkati kita semua.

4. Bapak Agus Nilmada Azmi, selaku dosen pembimbing yang telah sabar

dan meluangkan waktu dalam memberikan pengetahuan, kritik dan

saran, arahan, serta bimibingan kepada penulis pada proses penyelesaian

skripsi ini.

5. Ibu Ana Sabhana Azmy, selaku penulis dari “Negara dan Buruh Migran

Perempuan: Kebijakan Perlindungan Buruh Migran Perempuan

Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010

(Studi Terhadap Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di

Malaysia)”. Terima kasih telah memberikan masukan dan saran dari

karya tulisnya.

6. Dosen dan jajaran staf Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya

program studi Ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Terima kasih atas doa dan ilmu yang telah diberikan selama

masa perkuliahan.

7. Keluarga Besar SMA Islam Al-Azhar Harapan Indah, khususnya, Miss.

Dinda, Miss Reni, Pak Fauzi, Pak Agus, Andwitya, Sabill, Kevin

Pratama, Kevin Octovian, Dicky Rachmat, dan Linda.yang sudah sangat

membantu penulis hingga penulis dapat menempuh perkuliahan di

kampus ini.

VI
8. Sahabat-sahabat penulis, yaitu Nur Aisah S., Dewi Oktaviani, dan

Syafira Imsakiyah. Terima kasih telah banyak membantu penulis, dan

sabar menjadi teman dengar keluh kesah penulis selama perkuliahan.

9. Sahabat-sahabat penulis lainnya yang telah memberikan dukungan, dan

membantu penulis selama perkuliahan, Adam Anthony, Ridho Sucipto,

Chatomy Anwar, Hamemayu H., Miftahul Khausar, Siti Fitriana

Romana, Meisha Marsella, Wahyu Rizky, M. Reyhan Hidayat, M.

Alifurrohman, Mahathir M., Ahmad Anwar, Fajrin M. dan M. Iqbaludin,

serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan, namun tidak

mengurangi rasa terima kasih penulis.

10. Rekan teacher Digikidz Indonesia, terima kasih atas pengalaman yang

luar biasa dan sangat menginspirasi.

11. Pimpinan dan rekan kerja Mahadya Group, yaitu Mba Diasha Kashatri,

Pak Taufik Nugraha, Kak Prima Margareth, Kak Dewanti Silalahi, Mba

Maria S., Mba Cindy A., Mba Heni Istiana, dan Mas Irvan Rezky.

Terima kasih atas kesempatan dan pengalamannya sehingga penulis

dapat berkembang menjadi seperti saat ini.

12. Pimpinan dan rekan kerja team Real Estate Kopi Kenangan, yaitu Mba

Roro Sinduretno, Mba Yulianawati Mismasdi, Mba Nur H., Mba Najwa

A., dan Mas Fabian D. Terima kasih atas dukungan dan doanya.

13. KKN Parama Darya 126. Terima kasih telah memberikan pengalaman

survival yang tidak akan pernah terlupakan.

VII
14. Keluarga besar HI UIN Jakarta 2016, serta kakak-kakak dari angkatan

2014-2015. Terima kasih telah memberikan pengalaman yang

mengesankan semasa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh

karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun dalam

pengembangan penelitian ini kedepannya. Terima kasih.

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 23 Oktober 2020

Ronaldi Billy Putrajaya

VIII
DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .......................................................... I

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ..................................................... II

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................... III

ABSTRAK ........................................................................................................... IV

KATA PENGANTAR ...........................................................................................V

DAFTAR ISI ........................................................................................................ IX

DAFTAR TABEL ............................................................................................... XI

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... XII

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. XIII

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG ........................................................................................ 1


B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................... 8
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................................ 8
3. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 9
4. LANDASAN PEMIKIRAN ............................................................................... 13
1. Teori Liberalisme ................................................................................... 13
2. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) ....................................................... 15
3. Konsep Kebijakan Luar Negeri .............................................................. 17
4. Konsep Kepentingan Nasional ............................................................... 20
5. METODE PENELITIAN .................................................................................. 21
6. SISTEMATIKA PENULISAN ........................................................................... 24

IX
BAB II PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA ......................... 26

A. GAMBARAN UMUM PEKERJA MIGRAN ........................................................ 26


B. PEKERJA MIGRAN DI MALAYSIA ................................................................. 33
C. PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA ............................................... 39

BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM


PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA .... 44

A. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA


PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TAHUN 2004-

2009 ........................................................................................................... 46
B. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA
PADA MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO TAHUN 2014-2019 ............... 58

BAB IV ANALISIS KOMPARASI KEBIJAKAN PEMERINTAH


INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN
INDONESIA DI MALAYSIA ............................................................................ 75

A. ANALISIS KOMPARASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN SOSIAL TERKAIT


PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA .............................................. 78
B. ANALISIS KOMPARASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TEKNIS TERKAIT
PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA .............................................. 87
C. ANALISIS KOMPARASI KEBIJAKAN PERLINDUNGAN EKONOMIS TERKAIT
PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA .............................................. 94

BAB V PENUTUP ............................................................................................. 100

A. KESIMPULAN ............................................................................................. 100

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ XIVXIV

X
DAFTAR TABEL

Tabel II.B.1. Estimasi Jumlah Pekerja Migran di Malaysia (2017)…………….37

Tabel II.C.1. Negara Dengan Jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) Terbanyak

di Luar Negeri Tahun 2014-2019…………………………………………………42

Tabel II.C.2. Jumlah Pengaduan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia

Tahun 2014-2019……………………………………………………………...…43

III.A.I. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan Pekerja Migran

Indonesia di Malaysia pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Tahun 2004-2009………………………………………………………………...57

III.B.I. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan Pekerja Migran


Indonesia di Malaysia pada Masa Pemerintahan Joko Widodo Tahun 2014-
2019……………………………………………………………………………...74

Tabel IV.A.1. Tanggung Jawab Majikan dan Pekerja Migran Indonesia (Pekerja

Domestik) berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) Tahun

2006………………………………………………………………………………78

Tabel IV.A.2. Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan

Sosial Pekerja Migran Indonesia di Malaysia……………………………………84

Tabel IV.B.1. Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan

Teknis Pekerja Migran Indonesia di Malaysia……………………………………92

Tabel IV.C.1. Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan

Ekonomis Pekerja Migran Indonesia di Malaysia………………………………..98

XI
DAFTAR GAMBAR

Gambar II.A.1. Jumlah Korban Perdagangan Manusia 2008-2019………………28

Gambar II.B.1. Jumlah Pekerja Migran di Malaysia Berdasarkan Negara Asal….38

Gambar II.C.1. Jalur Migrasi Pekerja Migran Indonesia Ke Malaysia……………40

XII
DAFTAR SINGKATAN

BNP2TKI Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga


Kerja Indonesia
BP3TKI Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia
BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
HAM Hak Asasi Manusia
ILO International Labour Organizations
KBRI Kedutaan Besar Republik Indonesia
KEMENAKER Kementerian Ketenagakerjaan
KEMENAKERTRANS Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
KEMLU Kementerian Luar Negeri
KTKLN Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
LOI Letter of Intent
MOU Memorandum of Understanding
OPP Orientasi Pra-Penempatan
PAP Pembekalan Akhir Pemberangkatan
PBB Persatuan Bangsa-Bangsa
PERKESO Pertubuhan Keselamatan Sosial
PERMENAKER Peraturan Menteri Tenaga Kerja
PERMENLU Peraturan Menteri Luar Negeri
PERPRES Peraturan Presiden
PMI Pekerja Migran Indonesia
PPMI Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
PPTKILN Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri
PPTKIS Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta
RPJMN Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SBY Susilo Bambang Yudhoyono
SOCSO Social Security Organization
TKI Tenaga Kerja Indonesia
UDHR Universal Declaration of Human Rights
UU Undang-Undang

XIII
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan pekerja migran Indonesia sebelumnya diatur dalam Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia Di Luar Negeri (PPTKILN). Undang-undang tersebut merupakan

hasil ratifikasi 8 (delapan) konvensi penting International Labour Organization

(ILO) yang memuat mengenai beberapa jenis perlindungan bagi pekerja migran.1

Menurut undang-undang PPTKILN tersebut, pekerja migran Indonesia

(PMI) atau sebelumnya disebut dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan

setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri

dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.2

Pada tahun 2004, Menurut data dari Jabatan Imigresen Malaysia jumlah

TKI yang tercatat berada di Malaysia sebesar 1.024.363 orang.3 Para TKI tersebut

umumnya bekerja di sektor informal sebagai pekerja domestik atau asisten rumah

tangga, sektor perkebunan, perindustrian, penjaga orang tua, pelayan toko dan

restoran. 4 Jumlah TKI tersebut terus meningkat dan hingga tahun 2006 saja,

1
Albert Bonsahat, dkk, “Indonesia: Pekerjaan Layak Untuk Pekerja Migran Indonesia”, Asia-
Pacific Decent Work Decade, (Jakarta: International Labour Organizations, 2015), hal. 1,
https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_366944.pdf (diunduh pada 2 Mei 2020)
2
Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Migran
Indonesia.
3
Sutaat, “Masalah Sosial Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Shelter KBRI Kuala Lumpur”, Sosio
Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 13, No. 2, (Indonesia:
Puslitbang Kemsos RI, 2008), hal. 4.
4
Chitrawati Buchori, dan Mia Amalia, "Lembaran Fakta: Migrasi, Remitansi, dan Pekerja Migran
Perempuan", (Indonesia: World Bank, 2004),

1
terdapat 1.215.036 TKI yang terdaftar dalam Pas Lawatan (Izin Kerja Sementara)

di Malaysia.5

Oleh sebab banyaknya jumlah warga negara Indonesia yang bekerja di

Malaysia, dan sebagai salah satu negara dengan pengirim pekerja migran terbesar,

upaya bagi perlindungan pekerja migran Indonesia sudah sepatutnya merupakan

salah satu prioritas. Adapun, terdapat dua faktor yang mempengaruhi perlindungan

terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri, yaitu:6 Pertama, faktor internal,

yaitu tingkat kesiapan dan pengetahuan para calon pekerja terhadap kondisi

lingkungan negara tujuan dan hak-hak yang yang seharusnya mereka miliki; dan

kedua, faktor eksternal, yaitu kondisi dan situasi lingkungan yang mendukung

perlindungan bagi pekerja migran Indonesia tersebut. Seperti posisi tawar

diplomatik antara negara pengirim dengan negara penempatan yang juga didukung

atas situasi di kedua negara berlangsung kondusif.

Pada tahun 2005, jumlah pekerja migran asal Indonesia merupakan yang

terbanyak di Malaysia, jumlah ini melebihi pekerja migran yang berasal dari Nepal,
7
India, Vietnam, Myanmar, Bangladesh, dan Filipina. Hal ini disebabkan,

pertumbuhan ekonomi Malaysia yang berkembang secara masif menciptakan

http://documents.worldbank.org/curated/en/975091468258845060/Lembaran-fakta-migrasi-
remitansi-dan-pekerja-migran-perempuan (diunduh pada 20 Mei 2020).
5
Tjipto Subadi, “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa Tengah dengan
Pendekatan Fenomenologi)”, Indonesian Journal of Spatial and Regional Analysis (Surakarta: MUP
Press, 2010).
6
Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis, Ed. 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008).
7
Tjipto Subadi, “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa Tengah dengan
Pendekatan Fenomenologi)”.

2
permintaan tinggi terhadap para pekerja migran, sementara Indonesia dapat

menyediakan tenaga kerja yang murah.8

Pengiriman pekerja migran Indonesia ke luar negeri dalam hal ini ke

Malaysia selain memberikan dampak positif berupa peningkatan devisa negara,

juga tidak sedikit menimbulkan banyak kasus permasalahan. Menurut data pada

Bidang Konsuler Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, di

tahun 2005 terdapat sejumlah kasus permasalahan yang dialami TKI wanita

(khususnya TKI wanita yang berada di penampungan). Kasus-kasus tersebut

meliputi korban penyiksaan sejumlah 14 korban, korban pelecehan

seksual/pemerkosaan sejumlah 12 korban, TKI yang melarikan diri dari majikan

sejumlah 141 orang, upah yang tidak dibayar berjumlah dua orang, pekerja

seks/korban trafficking sejumlah 10 orang (korban trafficking), gangguan jiwa

berjumlah dua orang, dan kasus lainnya sejumlah 15 orang (ditelantarkan

majikan/agency, tidak boleh kembali ke rumah majikan, dibuang oleh agency,

dikembalikan ke agency oleh majikan, lari dari agency, dan sebagainya).9

Pada saat itu, Presiden yang sedang menjabat adalah Susilo Bambang

Yudhoyono (SBY) yang menjabat sejak 20 Oktober 2004. Berbagai kebijakan

terkait perlindungan TKI di luar negeri yang dilakukan oleh pemerintahan SBY

masih didasarkan pada undang-undang PTKILN tahun 2004, dan khususnya

perlindungan TKI di Malaysia masih merujuk pada nota kesepahaman (MoU)

penempatan TKI di Malaysia tanggal 10 Mei 2004 yang keduanya telah disahkan

8
Christine, Chin. “In Service and Servitude: Foreign Female Domestic Workers and The Malaysian
'Modernity' Project”, Crossroads: An Interdisciplinary Journal of Southeast Asian Studies, (New
York: Columbia University Press, 1998).
9
Sutaat, “Masalah Sosial Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Shelter KBRI Kuala Lumpur”.

3
pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri.10 Salah satu kebijakan Presiden

SBY adalah penerbitan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan

Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Dengan

ditetapkannya peraturan tersebut, menandai terbentuknya Badan Nasional

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), yaitu lembaga

khusus yang berwenang dalam pengelolaan TKI yang akan ditempatkan ke luar

negeri.11

Namun, sepanjang tahun 2006 hingga 2008 atau setelah terbentuknya

BNP2TKI, masih banyak TKI yang terjerat kasus hukum di Malaysia. Data yang

dikeluarkan KBRI Kuala Lumpur menunjukan jumlah kasus yang melibatkan TKI

pada periode tersebut rata-rata sejumlah 766 kasus.12 TKI sektor informal seperti

pekerja domestik adalah golongan yang paling rawan terjerat berbagai kasus.13 Isu

TKI di Malaysia juga semakin rumit dengan munculnya istilah “Indon” yang sangat

familiar di Malaysia dalam setiap narasi yang melibatkan TKI.14 Media di Malaysia

juga tidak segan menyebut TKI sebagai “troublemaker”.15

10
Muhammad Nafi, “Indonesia-Malaysia Tanda Tangani Nota Kesepahaman TKI”, Tempo.co, (10
Mei 2004), https://bisnis.tempo.co/read/42419/indonesia-malaysia-tandatangani-nota-
kesepahaman-tki (diakses pada 20 Mei 2020).
11
Adharinalti, “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar Negeri”, Jurnal
Rechtsvinding, Vol. 01, No. 01, (Indonesia: BPHN, 2012).
12
Ali Maksum, “Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Hubungan Indonesia-Malaysia di Era Jokowi”,
Jurnal PIR, Vol. 02, No. 01, (Indonesia, 2017).
13
Rahman W. Abdul, dan Latif W. Abdul, “Kes Perburuhan dan Tuduha Politik Tidak Jejas
Hubungan: Malaysia-Indon Cipta Masalah?”, Jurnal Pemikir, Vol. 67, (Indonesia, 2012), hal. 125-
136.
14
Nasrullah Fauzi, “Indonesia Dalam Pandangan Media Malaysia: Sebuah Kajian Awal”, (Malaysia,
2007).
15
Joseph Liow, “Malaysia's Approach to Its Illegal Indonesian Migrant Labour Problem:
Securitization, Politics, or Catharsis?”, IDSS-FORD Workshop on Non-Traditional Security in Asia
(Singapura, 2004)

4
Puncaknya pada tahun 2009, Presiden SBY mengeluarkan kebijakan

moratorium atau penghentian sementara pengiriman TKI sektor informal ke

Malaysia. 16 Moratorium tersebut baru dicabut pada masa pemerintahan SBY

periode kedua, tepatnya pada tanggal 1 Desember 2011, bersamaan dengan telah

disepakatinya protokol perubahan terhadap nota kesepahaman (MoU) antara

pemerintah Malaysia dan Indonesia. Namun, di sisi lain pencabutan moratorium ini

juga disebabkan karena selama berlakunya moratorium ini, banyak masyarakat

Indonesia yang bekerja ke Malaysia melalui jalur ilegal.17

Banyaknya TKI yang terjerat hukum pada saat itu dinilai karena kurangnya

substansi perlindungan dalam undang-undang PTKILN tahun 2004. Di mana hal

ini dapat dilihat dari 109 pasal yang ada, hanya 8 pasal saja yang mengatur

mengenai perlindungan TKI. Banyak kalangan menilai undang-undang ini lebih

menekankan pada aspek penempatan TKI, dengan kata lain undang-undang ini

lebih bernuansa bisnis dari pada aspek perlindungan. Penempatan TKI untuk

bekerja di luar negeri dianggap sebagai solusi untuk memecahkan persoalan

ketenagakerjaan disaat pemerintah tidak mampu menyediakan pekerjaan bagi

warga negaranya.18

16
Ana S. Azmy, “Negara dan Buruh Migran Perempuan; Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran
Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap
Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”, (Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Indonesia, Juni 2011).
17
Fathiyah Wardah, “Pemerintah Cabut Moratorium TKI ke Malaysia 1 Desember Mendatang”,
VOA Indonesia (26 Oktober 2011), https://www.voaindonesia.com/a/moratorium-tki-ke-malaysia-
dicabut-1-desember-132637553/99955.html (diakses pada 12 Des 2019).
18
Lalu Husni, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri”. Mimbar
Hukum, Vol. 23, No. 1. (Indonesia, 2011).
http://www.jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16206/10752 (diunduh pada 5 Februari 2020)

5
Di awal masa pemerintahan Joko Widodo, kasus yang menjerat TKI di

Malaysia masih banyak terus terjadi. Berdasarkan data Migrant CARE yang dikutip

dari situs daring tirto.id, pada tahun 2014 tercatat jumlah kasus terhadap TKI di

Malaysia mencapai 72 kasus, di 2015 menurun 68 kasus, tapi mengalami

peningkatan di 2016 dengan 132 kasus, dan 200 kasus pada tahun 2017. 19

Minimnya keterampilan dan rendahnya kualitas kerja TKI masih menyebabkan

mereka rentan terjerat tindakan kekerasan.20

Di sisi lain, menurut data kasus yang ditangani Serikat Buruh Migran

Indonesia (SBMI) dikutip dari portal berita daring Tempo.co, pada tahun 2016

hingga 2017 terdapat lonjakan kasus yang dialami TKI sebanyak 1,501 kasus,

dengan kasus TKI terbanyak di Malaysia.21 Kasus yang dialami oleh TKI ini masih

sama dengan jenis kasus yang terjadi sebelumnya. Hingga 2018, kasus perdagangan

manusia merupakan kasus terbanyak yang ditangani oleh SBMI.22

Dalam mengeluarkan kebijakan perlindungan TKI, awal mulanya Presiden

Jokowi masih merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004, dan kerja

sama TKI di Malaysia masih merujuk pada protokol perubahan tahun 2011 yang

disepakati sebelumnya pada masa pemerintahan SBY (2009-2014). Pada masa awal

Presiden Jokowi menjabat, salah satu upaya beliau guna meningkatkan perindungan

TKI adalah rencana penghapusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

19
Widia Primastika, “Meski Banyak Kasus, Malaysia Tetap Tujuan Populer Buruh Migran
“, Tirto.id, (30 Juni 2018), https://tirto.id/meski-banyak-kasus-malaysia-tetap-tujuan-populer-
buruh-migran-cNbU (diakses pada 12 Desember 2019).
20
Sutaat, “Masalah Sosial Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Shelter KBRI Kuala Lumpur”.
21
Suci Sekarwati, “TKI Bermasalah Terbanyak Ada di Malaysia”, Tempo.co, (8 Mei 2018),
https://dunia.tempo.co/read/1087016/tki-bermasalah-terbanyak-ada-di-malaysia/full&view=ok
(diakses pada 15 Desember 2019).
22
Suci Sekarwati, “TKI Bermasalah Terbanyak Ada di Malaysia”, (diakses pada 15 Desember 2019).

6
Rencana penghapusan ini disebabkan karena KTKLN dianggap telah

disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan atau agency-agency untuk memeras

para tenaga kerja atau pekerja migran Indonesia baik saat meninggalkan dan tiba di

Indonesia.23

Semasa Presiden Jokowi menjabat, para aktivis pekerja migran Indonesia

kembali mendesak pemerintah untuk segera direvisinya Undang-Undang Nomor 39

Tahun 2004. 24 Kemudian pada tahun 2017, akhirnya pemerintah dan parlemen

berhasil mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dan sebagai penanda dicabutnya Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2004. Dengan ditetapkannya undang-undang ini,

penggunaan istilah Tenaga Kerja Indonesia juga turut berubah menjadi Pekerja

Migran Indonesia (PMI), meskipun pemaknaan terhadap istilah tersebut tidak


25
mengalami perubahan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia tersebut memuat lebih banyak mengenai

aspek perlindungan dibandingkan undang-undang sebelumnya.

Berdasarkan data-data dan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk

mengamati dan mengkaji terhadap bagaimana pemerintah Indonesia mengeluarkan

kebijakan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di Malaysia di kedua

23
BBC Indonesia, “Jokowi hapus Kartu tenaga kerja luar negeri”, BBC Indonesia, (30 Desember
2014),
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/11/141130_presiden_hapus_kartu_tenagak
erja_luar_negeri (diakses pada 15 Desember 2019).
24
Kholid S. Ahmad, “Perumusan Kebijakan Perspektif Good Governance: (Studi Pada Proses
Perumusan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan perlindungan
Tenaga Kerja Luar Negeri Pada Thaun 2015-2017)”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2017).
25
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia Di Luar Negeri; dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia.

7
masa pemerintahan yang berbeda, dalam hal ini pada Masa Pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009 dan Pemerintahan Joko Widodo Tahun

2014-2019. Oleh karena itu, peneliti tertarik dalam mengamati komparasi kebijakan

antara kedua masa pemerintahan tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti merumuskan permasalahan

dalam penelitian ini yaitu Bagaimanakah Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia pada Masa Pemerintahan

Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009 dan Masa Pemerintahan Joko

Widodo Tahun 2014-2019?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Menganalisis dan mengkaji secara komparasi atau membandingkan upaya-

upaya kebijakan pemerintah Indonesia yang diterapkan oleh pemerintah

Indonesia pada masa pemerintahan SBY tahun 2004-2009, dengan

pemerintahan Joko Widodo tahun 2014-2019 dalam perlindungan pekerja

migran Indonesia di Malaysia.

2. Mengetahui bagaimana dampak kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah

Indonesia pada masing-masing masa pemerintahan terhadap perlindungan

pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

8
1. Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pemahaman pembaca

dalam memahami kebijakan luar negeri Indonesia dalam perlindungan

pekerja migran, khususnya pekerja migran Indonesia yang ditempatkan di

Malaysia.

2. Penelitan ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan menjadi sumber referensi

literatur terhadap penelitian yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah

Indonesia dalam perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

3. Tinjauan Pustaka

Sebagai bahan acuan dan penunjang penelitian ini, penelitian yang

dilakukan sebelumnya sangat penting untuk ditelaah dan diungkapkan. Sebab,

penelitian tersebut dapat digunakan sebagai informasi terhadap topik yang akan

diteliti.

Penelitian yang ditulis oleh Sunawar Sukowati dengan berjudul

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri Menurut Undang-

Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (Studi pada Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga

Kerja Indonesia Propinsi Jawa Tengah). Dalam penelitian ini, ada beberapa

kesimpulan yang diperoleh oleh peneliti. Pertama, bahwa perlindungan hukum atas

hak-hak pekerja migran Indonesia/TKI dalam bekerja belum berjalan dengan baik,

kurangnya pengarahan tentang arti hukum bagi para TKI, hal ini mempersulit para

TKI dan menghilangkan rasa aman bagi TKI sewaktu di luar negeri. Kedua, kendala

pelaksanaan perlindungan hukum terhadap TKI adalah adanya kesalahan yang

9
dilakukan oleh TKI, yaitu tidak melaporkan permasalahannya pada pemerintah

Indonesia di tempat TKI bekerja, terlebih pendidikan yang dimiliki TKI masih

rendah. Ketiga, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (BP3TKI) berupaya mengadakan bursa kerja TKI, yang diharapkan dapat

menjadi wahana komunikasi antara pencari kerja dan perusahaan penyalur TKI,

dengan bertujuan untuk meminimalisir kesalahan yang berakibat kerugian saat

penempatan dan penyaluran TKI.26

Penelitian Ana Sabhana Azmy dengan judul Negara dan Buruh Migran

Perempuan: Kebijakan Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Masa

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap

Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia). Dalam penelitian

ini, Ana melihat kebijakan sebagai suatu peraturan atau regulasi yang mengikat.

Ana lebih memfokuskan analisis terhadap kebijakan perlindungan terhadap pekerja

migran Indonesia di Malaysia dengan berbasis gender. Ana juga menjelaskan

bagaimana keterkaitan partisipasi politik para pekerja migran dalam perumusan

kebijakan perlindungan pekerja migran itu sendiri. Menurut Ana kebijakan

perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia pada masa pemerintahan Susilo

Bambang Yudhoyono (2004-2010_ belum dapat memberikan perlindungan

terhadap pekerja migran perempuan yang bekerja di Malaysia.27

26
Sunawar Sukowati, “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri Menurut
Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja”,
(Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, 2011).
27
Ana Sabhana Azmy, “Negara dan Buruh Migran Perempuan: Kebijakan Perlindungan Buruh
Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi
Terhadap Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”, (Jakarta: Universitas
Indonesia, 2011).

10
Defending Indonesia’s Migrant Domestic Workers dalam buku Citizenship

and Democratization in Southeast Asia dengan editor Ward Berenschot, Henk

Schulte Nordholt, Laurens Bakker. Dalam bab buku ini, Mary Austin meneliti

bagaimana kebijakan pemerintah dan norma-norma gender mendasari perdagangan

antara Indonesia dengan Malaysia dalam transfer pekerja migran. Mary Austin

meneliti hubungan antara pekerja migran dengan pemerintah sebelum moratorium

yang dilakukan oleh Presiden SBY tahun 2009. Dalam chapter ini, Mary Austin

juga menganalisis hubungan antara aktivis, pers, dan pemerintah dalam memetakan

perubahan kebijakan pemerintah terhadap pekerja migran.28

Foreign Policy and the Domestic Worker dengan subjudul The Malaysia-

Indonesia Domestic Worker Dispute yang ditulis oleh Juanita Elias pada tahun 2013

dalam jurnal International Feminist Journal of Politics. Dalam artikel ini, Juanita

Elias menganalisis permasalahan pekerja migran Indonesia ini dengan kaca mata

Feminis. Juanita Elias membahas mengenai perselisihan antara Malaysia dengan

Indonesia dalam mengeksplorasi bagaimana kebijakan luar negeri suatu negara

terhubung dengan peran negara dalam menciptakan tatanan gender yang berpusat

pada perbedaan antara pekerjaan produktif dengan pekerjaan secara sosial. Dalam

artikel ini, Juanita Elias berkesimpulan dengan sistem migrasi yang berpusat pada

negara, menimbulkan peningkatan marketisasi kehidupan rumah tangga yang

disebabkan oleh dalamnya tingkat keterlibatan pekerja rumah tangga perempuan

pada ekonomi di kedua negara. Dalam artikelnya ini, Juanita Elias juga

28
Mary Austin, and Ward Berenschot, dkk (Ed.), “Defending Indonesia's Migrant Workers”,
Citizenship and Democratization in Southeast Asia, (Brill, 2017),
https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctt1w76ws5.15 (diunduh pada 2 Februari 2020)

11
mengemukakan bagaimana Malaysia telah terbawa ke model capitalist

developmentalism. Sehingga menurut Juanita Elias penekanan pada bilateralisme

antar kedua negara dalam konteks permasalahan pekerja migran ini tidak membantu

menyelesaikan perselisihan tersebut.29

Artikel karya Ali Maksum dengan judul Kebijakan Pemerintah Jokowi

Terkait Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia dan Implikasinya Terhadap

Hubungan Dua Negara Serumpun dalam jurnal JISIERA: The Journal of Islamic

Studies and International Relations, tahun 2017. Dalam artikel ini, Ali Maksum

menjelaskan isu-isu permasalahan TKI yang saat itu terjadi pada masa

pemmerintahan Joko Widodo. Ali juga banyak menyinggung kasus-kasus yang

masih banyak terjadi selama masa pemerintahan Joko Widodo. Menurut Ali,

kebijakan yang diambil Joko Widodo tidak jauh berbeda dengan kebijakan yang

diambil pada masa pemerintahan sebelumnya. Namun, Ali tidak menjelaskan dan

meneliti secara spesifik terkait perbandingan kebijakan Joko Widodo dengan

pemerintahan sebelumnya.30

Dari kelima penelitian sebelumnya, peneliti menemukan perbedaan

mendasar antara keempat hasil penelitian tersebut dengan penelitian yang akan

peneliti lakukan, yaitu penelitian yang saat ini dilakukan merupakan studi

komparatif kebijakan pemerintah Indonesia antara pemerintahan SBY tahun 2004-

29
Juanita Elias, “Foreign Policy and the Domestic Worker: The Malaysia-Indonesia Domestic
Worker Dispute”, International Feminist Journal of Politics, Vol. 15, No. 3, (Britania Raya:
Routledge, 2013), hal. 391-410, https://doi.org/10.1080/14616742.2012.755835 (diunduh pada 4
Januari 2020
30
Ali Maksum, “Kebijakan Pemerintah Jokowi Terkait Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia dan
Implikasinya Terhadap Hubungan Dua Negara Serumpun”, JISIERA: The Journal of Islamic
Studies and International Relations, Vol. 2, (Yogyakarta, 2017).

12
2009 dan pemerintahan Joko Widodo tahun 2014-2019. Penelitian ini hanya

berfokus menganalisis komparasi kebijakan perlindungan pekerja migran Indoensia

di Malaysia pada masing-masing masa pemerintahan tersebut.

4. Landasan Pemikiran

Dalam menganalisis suatu fenomena diperlukan suatu landasan pemikiran

yang dijadikan sebagai sebuah landasan dalam menggambarkan fenomena yang

akan dianalisis. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori liberalisme, konsep

Hak Asasi Manusia (HAM), konsep kebijakan luar negeri, dan konsep kepentingan

nasional dalam menganalisis kebijakan yang diimplementasikan Indonesia dalam

perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

1. Teori Liberalisme

Liberalisme sebagai salah satu perspektif dari pemikiran politik barat

memilik dampak yang sangat besar terhadap pembentukan masyarakat modern.

Liberalisme telah memperjuangkan individu untuk hidup dengan bebas kebebasan

individu dari persekusi, dan bayang-bayang kesewenang-wenangan negara.31

Secara garis besar, liberalisme memiliki empat asumsi dasar yaitu sifat

manusia yang pada dasarnya baik, dengan demikian manusia mampu diajak untuk

bekerja sama; asumsi kedua adalah keyakinan bahwa Hubungan Internasional lebih

bersifat kooperatif dari pada konfliktual; dan yang terakhir, kaum Liberalis percaya

31
Scott Burchill, and Andrew Linklater, Theories of International Relations, (New York: St.
Martin's Press, 1996).

13
bahwa negara pada hakikatnya dibentuk oleh manusia, oleh karena itu memiliki

sifat dasar yang sama dengan manusia.32

Liberalisme didasarkan pada argumen moral bahwa memastikan hak

individu seseorang untuk hidup, kebebasan dan properti adalah tujuan utama dari

suatu negara. Konsekuensinya, kaum liberal menekankan kesejahteraan individu

sebagai blok pembangun sistem politik yang adil. Sistem politik yang ditandai oleh

kekuatan yang tidak terkendali, seperti monarki atau kediktatoran, tidak dapat

melindungi kehidupan dan kebebasan warganya.33

Kaum Liberal percaya bahwa perdamaian adalah keadaan normal, atau

dalam pendapat Immanuel Kant, perdamaian bisa abadi. Hukum alam menentukan

keharmonisan dan kerja sama antara manusia. Karena itu perang dianggap sebagai

sesuatu yang tidak wajar dan irasional dan merupakan buatan serta bukan dari

kekhasan sifat manusia.34

Kaum liberal memiliki keyakinan akan kemajuan dan kesempurnaan

kondisi manusia. Melalui kepercayaan mereka pada kekuatan akal manusia dan

kapasitas manusia untuk menyadari potensi batin mereka, mereka tetap yakin

bahwa noda perang dapat dihilangkan dari pengalaman manusia. 35 Sebagaimana

uraian tersebut di atas, peneliti menilai bahwa teori liberalisme sangat relevan

digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini karena kebijakan perlindungan

32
Robert Jackson, and Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), hal. 139.
33
Jeffrey W. Meiser, “Introducing Liberalism in International Relations Theory”, E-International
Relations, (18 Februari 2018), https://www.e-ir.info/2018/02/18/introducing-liberalism-in-
international-relations-theory/ (diakes pada 20 Mei 2020).
34
Scott Burchill, and Andrew Linklater, Theories of International Relations.
35
Scott Burchill, and Andrew Linklater, Theories of International Relations.

14
pekerja migran merupakan bentuk dari tindakan pemerintah untuk melindungi hak

individu warga negaranya.

2. Konsep Hak Asasi Manusia (HAM)

Penulis menggunakan konsep HAM sebagai salah satu landasan pemikiran

karena fokus perlindungan pekerja migran Indonesia sangat berkaitan dengan

penegakan HAM. Menurut John Locke, hak asasi manusia atau HAM merupakan

hak yang sifatnya fundamental bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan

hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia. 36 John

Locke dalam pandangannya berargumen bahwa hak asasi manusia telah melekat

pada setiap individu dan oleh karenanya hak itu tidak bisa diambil atau diserahkan

kepada orang lain atau lembaga tertentu tanpa adanya persetujuan dari yang

bersangkutan.37

Jeremy Waldron memperjelas bahwa apa yang mendasar bagi hak asasi

manusia bukanlah kebebasan si pembawa hak, melainkan kepentingan individu

yang perlu dilindungi. Dalam hal ini, hak asasi manusia menentukan batas-batas

kepentingan vital yang dimiliki semua manusia sebagai manusia. Pemegang hak

ditentukan bukan oleh kapasitasnya untuk memilih tetapi oleh fakta bahwa ia

memiliki kebutuhan mendasar yang tidak dapat diganggu gugat.38

36
H. A. Masyhur Effendi, Dimensi dan Dinamika HAM dalam Hukum Nasional dan Internasional,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994).
37
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 306,
dalam Muhammad D. Ardiansyah, “HAM dalam Konteks Hubungan Internasional dan Indonesia”,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).
38
Alex Gourevitch, “Are Human Rights Liberal?”, Journal of Human Rights, Vol. 8, No. 4, (Taylor
$ Francis Online, 2009), hal. 303, https://doi.org/10.1080/14754830903324720 (diunduh pada 20
Mei 2020)

15
Menurut sistem kebebasan alamiah Adam Smith, bahwa penguasa atau

negara hanya memiliki tiga tugas untuk dilakukan; pertama, tugas melindungi

masyarakat dari kekerasan dan invasi masyarakat independen lainnya; kedua,

kewajiban melindungi, sejauh mungkin, setiap anggota masyarakat dari

ketidakadilan atau penindasan setiap anggota lainnya, atau tugas untuk membentuk

administrasi peradilan yang tepat; dan, ketiga, tugas mendirikan dan memelihara

pekerjaan umum dan lembaga publik tertentu, yang tidak pernah dapat dilakukan

untuk mendirikan dan mempertahankan kepentingan individu, atau sejumlah kecil

individu.39

Implementasi perlindungan terhadap HAM telah diadopsi oleh masyarakat

internasional pada 10 Desember 1948, masyarakat internasional melalui Majelis

Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Universal Declaration of

Human Rights atau Deklarasi Universal HAM.40

Deklarasi Universal HAM ini terdiri dari 30 (tiga puluh) pasal, di mana pada

pasal 3 hingga pasal 7 berisi mengenai hak individu untuk mendapatkan hak

keselamatan, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk

mendapatkan perlakuan yang sama dan perlindungan hukum.

Meskipun Deklarasi Universal HAM ini memiliki arti yang sangat penting,

namun deklarasi ini tidak memiliki daya ikat hukum terhadap hukum internasional.

39
Adam Smith, and S.M. Soares (Ed.), “Chapter IX: Of The Agricultural Systems, or Of Those
Systems of Political Economy Which Represent The Produce of Land as Either The Sole or The
Principal Source of The Revenue and Wealth Every Country”. An Inquiry into the Nature and
Causes of the Wealth of Nations, (MetaLibri Digital Library, 2007), hal. 208.
40
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948, https://www.un.org/en/universal-
declaration-human-rights/ (diakses pada 4 Agustus 2020).

16
Namun, ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam deklarasi ini banyak diadopsi

oleh negara-negara anggota PBB sebagai hukum nasional mereka, sehingga

ketentuan-ketentuan di dalamnya telah menjadi tolak ukur untuk menilai sejauh

mana suatu negara melaksanakan perlindungan terhadap hak-hak asasi rnanusianya.

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Dekiarasi Universal HAM ini dianggap

mempunyai nilai sebagai hukum kebiasaan internasional (Customary International

Law).41 Salah satunya adalah Indonesia yang menjamin hak untuk mendapatkan

pekerjaan dan penghidupan yang layak dan kepastian kesamaan di mata hukum

yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).42

Oleh karena hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan mendapat

perlakuan dan perlindungan yang sama di mata hukum merupakan amanat UUD

1945, maka konsep HAM ini sangat relevan dalam mempelajari kebijakan

pemerintah Indonesia dalam perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

3. Konsep Kebijakan Luar Negeri

Penggunaan konsep kebijakan luar negeri sebagai landasan pemikiran

dalam penelitian ini dikarenakan objek penelitian dalam penelitian ini adalah

mengenai kebijakan pemerintah Indonesia dalam melakukan upaya perlindungan

terhadap pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Menurut James E. Anderson secara umum kebijakan merupakan “a

purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a

41
F. Y. Hakim, “Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia”, International Making, Vol. 04, No.
01 (Jakarta: Universitas Indonesia, 2006).
42
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

17
problem or matter of concern” atau dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan

yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku

atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.43 Dalam studi

Hubungan Internasional, dikenal istilah kebijakan luar negeri yang erat kaitannya

dengan perilaku suatu negara terhadap negara lain.44

George Modelski (1962), mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai

suatu sistem tindakan yang dipengaruhi oleh komunitas untuk mengubah perilaku

negara lain dan menyesuaikan tindakan mereka terhadap lingkungan internasional.

Kebijakan luar negeri menunjukan bagaimana suatu negara berusaha untuk

mengubah perilaku negara lain.45

Rosenau (1976) membagi 3 (tiga) konsep pemaknaan terhadap kebijakan

luar negeri. Konsep pertama adalah kebijakan luar negeri sebagai orientasi, kedua,

kebijakan luar negeri sebagai akumulasi dari sekumpulan komitmen dan strategi,

dan ketiga, kebijakan luar negeri merupakan pola perilaku.46

Dari penjelasan tersebut, pengertian kebijakan dalam konteks penelitian ini,

dapat diartikan sebagai serangkaian tindakan pemerintah Indonesia yang dilakukan

untuk melindungi pekerja migran Indonesia di Malaysia.

43
James E. Anderson, Public Policymaking: An Introduction, Ed. 2, (1994), hal 5-6.
44
Bojang AS, “The Study of Foreign Policy in International Relations”, Journal of Political
Sciences & Public Affairs, (Turkey: Ege University, 2018).
45
Laura Neack, The New Foreign Policy: Power Seeking in a Globalized Era, (Lanham: Rowman
& Littlefield Publishers, 2008).
46
James N. Rosenau, dan Kenneth W. Thompson, Gavin Boyd (Ed.), “The Study of Foreign
Policy” ,World Politics: An Introduction, (New York: Free Press,1976).

18
Dalam pendekatan pengambilan keputusan kebijakan luar negeri, pemimpin

sebagai individu berperan penting dalam menjelaskan keputusan kebijakan luar

negeri negara mereka dengan bertindak berdasarkan pengertian mereka terhadap

politik dunia.47 Dari keputusan individu tersebut membentuk perilaku kelompok,

koalisi, dan negara.48

Dalam proses menentukan kebijakan luar negeri, terdapat 2 (dua) faktor

yang dapat mempengaruhi proses keputusan kebijakan luar negeri tersebut. Pertama,

adalah faktor dari politik internasional (eksternal), dan kedua adalah faktor

domestik (internal). 49 Sebagaimana pandangan Christopher Hill bahwa “foreign

policy is the hinge of domestic and international politics” atau dapat diartikan

kebijakan luar negeri bergantung pada politik domestik dan politik internasional.50

Menurut William D. Coplin (2003), terdapat beberapa faktor penentu yang

mempengaruhi seorang kepala negara dalam menentukan kebijakan luar negerinya;

pertama, situasi politik negara tersebut; kedua, kekuatan ekonomi dan militer

negara tersebut; ketiga, keadaan internasional.51 Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa penentu kebijakan luar negeri pemerintah suatu negara sangat dipengaruhi

oleh faktor domestik dan kondisi internasional yang terjadi saat rezim tersebut

memerintah. Selain itu, faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kebijakan luar

47
Mark Schafer, dan Stephen G. Walker (Ed.), Beliefs and Leadership in World Politics
Methods and Applications of Operational Code Analysis, (USA: Palgrave Macmillan, 2006).
48
Alex Mintz, dan Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, (New York:
Cambridge University Press, 2010).
49
Bojang AS, “The Study of Foreign Policy in International Relations”.
50
Yitan L, “Domestic Vs. International Determinants of Foreign Policy: An Empirical Investigation
of The Case of China-Taiwan,1991-2000”, 49th ISA convention, (San Francisco, 2008), dalam
Bojang AS, “The Study of Foreign Policy in International Relations”.
51
William D. Coplin, dan Maesedes Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah Teoritis,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003).

19
negeri suatu negara, antara lain seperti perbedaan geografi suatu negara, rezim

politik, persepsi publik, karakter dan kepribadian pemimpin negara itu sendiri.52

4. Konsep Kepentingan Nasional

Konsep kepentingan nasional digunakan sebagai landasan berpikir pada

penelitian ini karena dalam pandangan penulis, kebijakan luar negeri suatu negara

didasarkan atas pemenuhan kepentingan nasional negara tersebut. Sebagaimana

yang telah dijelaskan sebelumnya, mengenai tugas negara menurut Adam Smith,

yakni tugas untuk melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi masyarakat

independen lainnya. Dengan demikian, jaminan perlindungan masyarakat ini bagi

kaum liberalis merupakan kepentingan utama dari berdirinya suatu negara, dan

dalam penelitian ini termasuk juga jaminan perlindungan terhadap masyarakat yang

bekerja di luar negeri.

Bagi kaum liberalis, mereka memiliki pandangan optimis terhadap

kepentingan nasional. Kaum liberal meyakini bahwa akal manusia dan prinsip-

prinsip rasional dapat diterapkan pada hubungan internasional. 53 Menurut Adam

Smith, kepentingan nasional merupakan akumulasi dari kepentingan pribadi

masing-masing individu yang dihasilkan tanpa pemikiran atau direncanakan.54

Dalam pandangan E. H. Carr, konsepsi Smith tentang kepentingan nasional

tersebut berkisar pada simbiosis kepentingan individu dan komunitas. Kepentingan

nasional mencapai sintesis dengan mempertahankan bahwa kepentingan tertinggi

52
Bojang AS, “The Study of Foreign Policy in International Relations”.
53
Robert Jackson, and Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional, hal. 106.
54
Scott Burchill, The National Interest in International Relations Theory, (Birtania Raya: Palgrave
Macmillan, 2005).

20
individu dan kepentingan paling utama dari komunitas secara alami saling

bertepatan. Dalam mencapai kepentingannya sendiri, individu akan mencapai

kepentingan komunitas, dan dalam mempromosikan kepentingan komunitas ia

mempromosikan kepentingannya sendiri.55

Oleh karena kaum liberal memandang hubungan internasional sebagai suatu

dunia yang damai dan saling ketergantungan, negara akan lebih bersikap kooperatif

dibanding berkonflik dan berpikir dalam hal saling menguntungkan dibandingkan

pandangan kepentingan nasional yang sempit. 56 Dengan kata lain, negara akan

melakukan kerja sama yang saling menguntungkan, sehingga akan menimbulkan

interdependensi dan kepentingan nasional berpeluang akan bertransformasi

menjadi kepentingan global.57

5. Metode Penelitian

Metode penelitian memiliki peran penting dalam penyusunan sebuah

penelitian. Menurut Sugiyono (2014:2) secara umum metode penelitian diartikan

sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.58

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitaf, yaitu

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.,

secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada

55
Scott Burchill, The National Interest in International Relations Theory, hal. 120-121.
56
Scott Burchill, The National Interest in International Relations Theory, hal. 120-121.
57
Scott Burchill, The National Interest in International Relations Theory, hal. 120-121.
58
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2014).

21
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.59

Penelitian ini berjenis komparatif, yaitu penelitian yang membandingkan

keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau sampel yang berbeda, atau pada

waktu yang berbeda.60 Pada penelitian komparatif, untuk sampel yang lebih dari

satu atau dalam waktu yang berbeda memiliki variabel yang masih mandiri.61

Suharsimi Arikunto (1998:236) menjelaskan bahwa penelitian komparasi

dapat menemukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan tentang benda-

benda, tentang orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang, kelompok,

terhadap suatu ide atau prosedur kerja. Penelitian ini juga dapat membandingkan

kesamaan pandangan dan perubahan-perubahan pandangan orang, grup atau negara,

terhadap kasus, terhadap orang, peristiwa atau terhadap ide-ide.62

Penelitian komparatif memiliki tujuan untuk memahami bagaimana faktor-

faktor karakteristik dari lingkungan kontekstual membentuk proses komunikasi

yang berbeda dalam pengaturan yang berbeda. Untuk memahami hubungan antara

pengaruh kontekstual divergen dan implikasinya masing-masing untuk objek

penelitian, peneliti mengidentifikasi dan mengoperasionalkan variabel penjelas dan

59
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), hal. 6.
60
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2007).
61
Febi E. B. Setyawan, Pengantar Metodologi Penelitian (Statistika Praktis), (Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang, 2017).
62
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT. Rineka Cipta
Asyhadie, 1998.

22
hasil utama, yang dapat diatur dalam berbagai bentuk untuk mengajukan pertanyaan

penelitian eksplanatori yang berbeda.63

Pada penelitian komparatif ini jenis analisis komparatif yang digunakan

adalah perbandingan universal (universalizing comparison). Perbandingan

universal bertujuan untuk menunjukan bahwa setiap fenomena atau persitiwa

mengikuti ketentuan dan aturan yang sama. Jenis analisis komparatif ini

menggunakan perbandingan untuk teori-teori fundamental dengan

menggeneralisasi dan relevansi yang signifikan, dan untuk memberikan penjelasan

lebih jauh terkait kasus yang sedang dipelajari.64

Dalam penelitian ini, objek kajiannya adalah kebijakan pemerintah

Indonesia dalam perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia, yang mana

sampel dalam penelitian ini adalah kebijakan pada masa pemerintahan SBY tahun

2004-2009 dan kebijakan pada masa pemerintahan Joko Widodo 2014-2019.

Dalam memperoleh data dan informasi yang menggambarkan topik yang

dianalisis pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara dan studi

kepustakaan (library research)¸ yaitu metode pengumpulan informasi dan data

dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan daring maupun

luring seperti dokumen, buku, catatan, jurnal, majalah, dan sebagainya.65 Selain itu,

penelitian ini bersumber dari sumber data primer dan sekunder. Yaitu, sumber data

63
Frank Esser, dan Vliegen Hart, “Comparative Research Methods”, The International
Encyclopedia of Communication Research Methods, (Swiss: Willey-Blackwell, 2017).
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1002/9781118901731.iecrm0035 (diunduh pada 13 Juli
2020)
64
Charles Tilly, Big Structures, Large Processes, Huge Comparisons, (New York: Russell Sage
Foundation, 1984). dalam https://penelitianilmiah.com/penelitian-komparatif/ (diakses pada 8
November 2020).
65
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006).

23
primer yang diambil dari sumber utama, dan sumber sekunder yang bukan dari

rujukan utamanya, melainkan diambil dari sumber kedua maupun ketiga.

6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam proposal skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab,

masing-masing dengan perincian sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum

terkait penelitian ini dengan beberapa sub-bab diantaranya: latar belakang

penelitian; rumusan masalah; tujuan dan manfaat penelitian; landasan pemikiran;

metode penelitian; dan sistematika penulisan penelitian.

Bab II Pekerja Migran Indonesia di Malaysia. Bab ini membahas terkait

gambaran umum pekerja migran, gambaran pekerja migran Indonesia di Malaysia,

dan permasalahan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Bab III Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan Pekerja

Migran Indonesia di Malaysia. Bab ini menjelaskan terkait dengan kebijakan-

kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan SBY tahun 2004-2009 dan

pemerintahan Joko Widodo tahun 2014-2019 terhadap perlindungan Pekerja

Migran Indonesia di Malaysia.

Bab IV Analisis Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam

Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia. Bab ini akan menguraikan

analisis komparasi kebijakan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Tahun 2004-2009 dan kebijakan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo

Tahun 2014-2019.

24
Bab V Penutup. Pada bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian

skripsi ini.

Daftar Pustaka.

25
BAB II

PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA

A. Gambaran Umum Pekerja Migran

Perpindahan penduduk antar wilayah sudah dilakukan jauh sebelum

berdirinya negara bangsa. Perpindahan tersebut dahulu bertujuan untuk mencari

tempat untuk kehidupan yang lebih layak dibandingkan tempat sebelumnya. Di era

modern ini, perpindahan manusia antar wilayah masih terus terjadi, bahkan

perpindahan manusia tesebut hingga melampaui batas-batas negara dan budaya,

yang dapat disebut sebagai migrasi internasional.66

Migrasi internasional dapat didefinisikan sebagai aktivitas perpindahan

penduduk yang berkaitan dengan aspek perubahan tempat tinggal, tujuan migrasi,

serta keinginan-keinginan untuk menetap ataupun tidak di daerah tujuan.67 Salah

satu tujuan bermigrasi tersebut adalah untuk bekerja, dan orang yang bekerja di luar

wilayah negara asalnya disebut sebagai pekerja migran.

Terdapat tiga kelompok yang mendominasi studi mengenai migrasi selama

ini, yaitu: pekerja migran (temporary labour migrants), migran tetap

(settlemigrants); dan pengungsi (refugees). Era migrasi terlihat mengalami

perkembangan terhadap jenis migrasi baru dan mobilitas internasional yang berasal

66
Zlotnik H., “Empirical Identification of International Migration System” dalam M. M. Ktiz et al.
(Ed.), International Migration Systems: A Global Approach, (Oxford: Clarendon Press, 1992)
67
Everett S. Lee, dan Robin Cohen (Ed.). “A Theory of Migration”. Theories of Migration,
(Cheltenham, 1996).

26
dari elemen penting dari peta pergerakan penduduk global yang semakin

kompleks.68

Beberapa faktor non-ekonomis yang mendorong keinginan seseorang

melakukan migrasi (Damandiri, 2010), antara lain:69

1. Faktor-faktor sosial, termasuk keinginan para migran untuk melepaskan

dari kendala-kendala tradisional yang terkandung dalam organisasi-

organisasi sosial yang sebelumnya mengekang mereka.

2. Faktor-faktor fisik, termasuk pengaruh iklim dan bencana meteorologis,

seperti banjir dan kekeringan;

3. Faktor-faktor demografi, termasuk penurunan tingkat kematian yang

kemudian mempercepat laju pertumbuhan penduduk suatu tempat;

4. Faktor-faktor kultural, termasuk pembinaan kelestarian hubungan

keluarga besar yang berada pada tempat tujuan migrasi; dan

5. Faktor-faktor komunikasi, termasuk kualitas seluruh sarana transportasi,

sistem pendidikan yang cenderung berorientasi pada kehidupan kota dan

dampak-dampak modernisasi yang ditimbulkan oleh media massa atau

media elektronik.

Menurut data International Labour Organization (ILO), suatu organisasi

buruh internasional di bawah naungan PBB, bahwa pada tahun 2013, jumlah

68
Russell King, “Theories and Typologies of Migration: An Overview and a Primer”, Willy
Brandt Series of Working Papers in International Migration and Ethnic Relations, (Malmo:
Malmö Institute for Studies of Migration, Diversity and Welfare, 2012).
69
Wahyuni D., "Perlindungan TKI di Malaysia", Jurnal Aspirasi, Vol. 1, No. 2., (Jakarta: Pusat
Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, 2010), hal. 152.

27
pekerja migran di seluruh dunia diestimasikan berjumlah sekitar 150 juta orang, dan

diperkirakan pada 2018 jumlah pekerja migran bertambah menjadi 164 juta orang

atau meningkat 9% sejak tahun 2013 tersebut.70

Migrasi internasional pada dasarnya merupakan salah satu kunci

pembangunan dan pertumbuhan di banyak negara. Karena masuknya dana dari para

pekerja migran yang ditransfer dari negara tempat pekerja tersebut berada menuju

ke negara asalnya atau disebut sebagai remitansi melebihi jumlah yang dialokasikan

untuk bantuan pembangunan, mencapai tingkat yang mendekati jumlah total ekspor

minyak dunia.71

Namun, pekerja migran ini rentan mengalami tindakan diskriminatif,

kekerasan, dan perdagangan manusia sehingga kepastian perlindungan dan

Gambar II.A.1. Jumlah Korban Perdagangan Manusia 2008-2019

Sumber: Statista Research Department, 2020

70
International Labour Organization, ILO Global Estimates on International Migrant Workers:
Results and Methodology, (Geneva: ILO, 2018).
71
Judith Van Doorn, “Migration, Remittances and Development”, Migrant Workers, (Geneva: ILO,
2002) .

28
pemenuhan hak para pekerja migran merupakan fokus permasalahan yang sangat

penting untuk diperhatikan.72

Data yang disajikan oleh Statista Research Department di atas, dapat dilihat

bahwa pada tahun 2008, jumlah korban perdagangan manusia berjumlah sebanyak

30.961 korban, dan di tahun 2019 menjadi 105.787 korban.73 Dengan demikian,

terdapat peningkatan secara signifikan hingga mencapai tiga kali lipat dari data

sebelumnya.

Dalam hukum internasional, terdapat sejumlah instrumen-instrumen yang

menjadi kesepakatan bersama bagi negara-negara di dunia yang terkait dengan

perlindungan pekerja migran. Instrumen tersebut berupa deklarasi maupun

rekomendasi yang disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Meskipun

instrumen ini tidak selalu mengikat secara hukum, namun instrumen tersebut

menjadi sebuah standar bahkan sumber hukum dalam perlindungan pekerja migran

di banyak negara.74

Instrumen tersebut diantaranya adalah Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia (UDHR) Majelis Umum PBB tahun 1948 yang merupakan tonggak dasar

dari instrumen perlindungan hak asasi manusia lainnya. Dalam pembukaan UDHR,

diakui bahwa seluruh umat manusia memiliki martabat yang melekat dan hak-hak

72
Judith Van Doorn, “Migration, Remittances and Development”.
73
Statista Research Department, “Total number of human trafficking victims identified worldwide
from 2008 to 2019”, Statista, (29 Juni 2020), https://www.statista.com/statistics/459637/number-of-
victims-identified-related-to-labor-trafficking-worldwide/ (diakses pada 4 Agustus 2020)
74
Naek Siregar, Ahmad Syofyan, dan Heryandi (Ed.), “Perlindungan Hak Pekerja Migran dalam
Hukum Internasional dan Implementasinya di Indonesia”, Dimensi Hukum Internasional, Vol. 2,
(Bandar Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2014).

29
yang setara dan tidak dapat dicabut yang menjadi landasan bagi kebebasan,

keadilan dan perdamaian di dunia.75

Praktek perbudakan merupakan hal yang biasa terjadi sebelum berakhirnya

Perang Dunia Ke-II, oleh karena itu pada pasal 4 dinyatakan bahwa “No one shall

be held in slavery or servitude; slavery and the slave trade shall be prohibited in

all their forms”, yang artinya tidak seorang pun boleh diperbudak atau

diperhambakan; perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun wajib

dilarang, dan pada pasal 5, “No one shall be subjected to torture or to cruel,

inhuman or degrading treatment or punishment” yang dapat diartikan tidak ada

seorang pun yang dapat dijadikan sebagai subjek kekerasan, penganiayaan, atau

tindakan atau hukuman yang tidak manusiawi.

Sementara terkait dengan pengakuan dan perlindungan hak-hak manusia

untuk bekerja tercantum pada Pasal 23 UDHR, yang berbunyi sebagai berikut:76

1. “Everyone has the right to work, to free choice of employment, to just and

favourable conditions of work and to protection against unemployment”

atau artinya setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas

memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil serta

baik, dan berhak atas perlindungan dari pengangguran;

2. “Everyone, without any discrimination, has the right to equal pay`for equal

work” atau artinya setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan

yang sama untuk pekerjaan yang sama;

75
UDHR 1948.
76
UDHR 1948.

30
3. “Everyone who works has the right to just and favourable remuneration

ensuring for himself and his family an existence worthy of human dignity,

and supplemented, if necessary, by other means of social protection” atau

artinya setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan

yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya dan keluarganya, suatu

kehidupan yang pantas untuk manusia yang bermartabat, dan jika perlu

ditambah dengan perlindungan sosial lainnya;

4. “Everyone has the right to form and to join trade unions for the protection

of his interests” atau artinya setiap orang berhak mendirikan dan memasuki

serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.

Dalam pasal tersebut di atas, terdapat 4 (empat) poin pengakuan terhadap hak-hak

manusia yang erat kaitannya dengan perlindungan pekerja. Dari UDHR tersebut,

dapat dirangkum bahwa terdapat prinsip-prinsip dasar yang melekat pada pekerja

migran, antara lain: Non diskriminasi; Anti Perdagangan, Perbudakan, dan

Penyelundupan Manusia; Kesetaraan di depan hukum; dan Universalitas.77

Selain UDHR, terdapat juga Konvensi Internasional Tentang Perlindungan

atas Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya tahun 1990, dengan 33 negara

penandatangan dan 45 negara dengan status aksesi. 78 Malaysia sendiri bukan

merupakan peserta penandatangan konvensi ini, sementara Indonesia merupakan

peserta penandatangan dan telah meratifikasinya melalui Undang-Undang

77
Kamala Chandrakirana, et.al., Seri Dokumen Kunci 9, (Jakarta: Komnas Perempuan, 2007), hal
7-8.
78
Konvensi Internasional Tentang Perlindungan atas Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya
tahun 1990.

31
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan International

Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members

Of Their Families 1990 (Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-Hak

Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1990).79

Kemudian dalam ILO sendiri, juga sudah terdapat beberapa instrumen

perjanjian internasional yang berkaitan dengan pekerja migran, antara lain:80

1. Migration for Employment Convention (Revised), 1949 (No. 97) atau

Konvensi Migrasi untuk Bekerja;

2. Migration for Employment Recommendation (Revised), 1949 (No. 86) atau

Rekomendasi Migrasi untuk Bekerja;

3. Migrant Workers (Supplementary Provisions) Convention, 1975 (No. 143)

atau Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan);

4. Migrant Workers Recommendation, 1975 (No. 151) atau Rekomendasi

Pekerja Migran;

5. Protection of Migrant Workers (Underdeveloped Countries)

Recommendation, 1955 (No. 100) atau Rekomendasi Perlindungan

Terhadap Pekerja Migran (Negara Belum Berkembang);

6. Domestic Wokrer Convention, 2011 (No. 189) atau Konvensi Pekerja

Domestik.

79
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan International
Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant Workers And Members Of Their
Families 1990 (Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran
dan Anggota Keluarganya 1990).
80
Naek Siregar, Ahmad Syofyan, dan Heryandi (Ed.), “Perlindungan Hak Pekerja Migran dalam
Hukum Internasional dan Implementasinya di Indonesia”.

32
B. Pekerja Migran di Malaysia

Jauh sebelum berdirinya negara Malaysia, kawasan Semenanjung Melayu

merupakan kawasan strategis untuk lokasi perdagangan dan merupakan lalu lintas

perdagangan internasional. Pada saat zaman penjajahan Inggris, Malaysia yang

pada saat itu disebut sebagai Malaya hanya memiliki sedikit populasi sementara

Inggris membutuhkan tenaga kerja untuk pembukaan pertambangan dan

perkebunan dan pada tahun 1940, Malaya menjadi produser terbesar di dunia pada

komoditas industri seperti kaleng dan karet. Pemerintah kolonial inggris pada saat

itu juga mendirikan struktur birokrasi modern, peraturan baru, kerangka kebijakan

ekonomi dan sosial, serta mengerahkan pekerja dari India dan Tiongkok sebagai

tenaga kerja di daerah koloni Malaya.81

Ahmad Kamil Mohamed (2007), menjelaskan bahwa Malaysia merupakan

salah satu negara pengimpor buruh asing terbesar di Asia. Sekitar 20% dari tenaga

kerjanya terdiri dari pada warga asing, yang sebagian besar ditempatkan di dalam

bidang pembinaan, ladang kelapa sawit dan rumah tangga.82

Pasca berdirinya Malaysia, pengelolaan pekerja migran di Malaysia

dipisahkan antara kategori formal dan informal. Pekerja formal ialah tenaga kerja

yang bekerja pada perusahaan sebagai tenaga kerja terlatih (skilled worker). Mereka

memperoleh perlindungan hukum yang lebih kuat, kontrak kerja yang resmi, dan

berada didalam organisasi yang berbadan hukum. Sementara pekerja informal

81
Amarjit Kaur, “International Migration and Governance in Malaysia: Policy and Performance”,
UNEAC Asia Papers, No. 2, (Australia: University of New England, 2008), hal 7-8.
82
Tjipto Subadi, “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa Tengah dengan
Pendekatan Fenomenologi)”.

33
adalah pekerja yang bertanggung jawab atas perseorangan yang tidak berbadan

hukum dan umumnya hanya berdasarkan atas kesepakatan.83

Malaysia belum memiliki undang-undang dan mekanisme yang jelas terkait

pekerja informal dan majikan atau pengguna jasa yang memiliki izin perekrutan

pekerja informal, terutama bagi pekerja domestik.84 Pekerja migran Indonesia yang

umumnya bekerja sebagai pekerja domestik atau asisten rumah tangga hanya diatur

oleh sistem keimigrasian Malaysia dengan hak tinggal terbatas di Malaysia.

Dalam pengaturan keberadaan pekerja migran, Malaysia hanya

berlandaskan perjanjian yang bersifat government to government. Perjanjian ini

berbentuk nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU), MoU

inilah yang menjadi dasar bagi perlindungan hak dan kewajiban pekerja migran

Indonesia di Malaysia.85

Secara umum, permintaan asisten rumah tangga sejalan dengan adanya

peningkatan jumlah pekerja perempuan di Malaysia. Bagi para pekerja ini,

mempekerjakan asisten rumah tangga memungkinkan mereka untuk mengatur

pekerjaan mereka dalam mengurus rumah, anak, hingga lansia dan dengan karir

pribadi mereka. Asisten rumah tangga memungkinkan fleksibilitas dan

keterjangkauan (mereka dibayar dengan upah yang relatif lebih rendah), dan karena

83
Tjipto Subadi, “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa Tengah dengan
Pendekatan Fenomenologi)”.
84
Amarjit Kaur, “International Migration and Governance in Malaysia: Policy and Performance”.
85
Dwi W. Handayani, et. al, “Dinamika Kerjasama Indonesia dan Malaysia tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja”, Jurnal Sosiologi, (Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2018).

34
mereka dipekerjakan di rumah-rumah pribadi dianggap sebagai pekerja informal

oleh pemerintah Malaysia.86

Namun, peraturan terkait dengan ketenagakerjaan formal di Malaysia dapat

dilihat di Akta Kerja 1955, dan Akta Perhubungan Perusahaan 1967. Akta Kerja

1955 ini melindungi pekerja yang memiliki upah kurang dari RM2.000 per bulan,

buruh kasar, dan siapapun yang mengoperasikan sebuah mesin yang secara teknis

dalam naungan suatu perusahaan. Sedangkan, Akta Perhubungan Perusahaan 1967,

ditujukan kepada setiap orang yang bekerja dalam naungan perusahaan di Malaysia.

Akta ini mengatur hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja mereka, dan juga

secara spesifik mengatur tanggung jawab atas segala pertikaian yang dapat timbul

antara pemberi kerja dengan para pekerja.87

Meskipun, Malaysia bukan negara peserta dari Konvensi Internasional

mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota

Keluarganya 1990. Namun, Malaysia telah meratifikasi beberapa Konvensi ILO

yang fundamental, antara lain:88

1. Forced Labour Convention, 1930 (No. 29) atau Konvensi Kerja Paksa;

2. Right to Organise and Collective Bargaining Convention, 1949 (No. 98)

atau Konvensi Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama;

86
Amarjit Kaur, “Managing Labour Migration in Malaysia: Guest Worker Programs and the
Regularisation of Irregular Labour Migrants as a Policy Instrument”, Asian Studies Review,
(Australia: Routledge, 2014) hal. 345-366.
87
Paul Hype Page and Co, “How Malaysia’s Labor Laws Apply to Foreign Workers”, (10 Desember
2019), https://www.paulhypepage.my/how-malaysias-labor-laws-apply-to-foreign-workers/
(diakses pada 5 Agustus 2020).
88
International Labour Organizations,
https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11200:0::NO:11200:P11200_COUNTRY_ID:1029
60 (diakses pada 5 Agustus 2020)

35
3. Equal Remuneration, 1951 (No. 100) atau Rekomendasi Kesetaraan;

4. Abolition of Forced Labour Convention, 1957 (No. 105) atau Konvensi

Penghapusan Kerja Paksa – namun Malaysia mengakhiri pada 10 Januari

1990;

5. Minimum Age Convention, 1973 (No. 138) atau Konvensi Usia Minimum;

6. Worst Forms of Child Labour Convention, 1999 (No. 182) atau Konvensi

Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan

Terburuk untuk Anak; dan

7. Migration for Employment Recommendation (Revised), 1949 (No. 86) atau

Rekomendasi Migrasi untuk Pekerja – hanya Negara Bagian Sabah yang

meratifikasi konvensi ini.

Pada tahun 2017, pemerintah Malaysia memperkirakan jumlah pekerja

migran di Malaysia dapat melebihi 3 juta pekerja migran. Namun, terdapat

perbedaan data perkiraan jumlah pekerja migran yang berasal dari lembaga-

lembaga pemerintah Malaysia. Menurut Menteri Dalam Negeri (MOHA) Malaysia,

pada 2017 terdapat 1,8 juta pekerja migran yang tersebar di seluruh Malaysia.

Sedangkan data tahun 2018 menurut data Departemen Statistik Malaysia (DOSM)

terdapat 2,27 juta pekerja migran.89

Perbedaan data total pekerja migran tersebut dikarenakan MOHA hanya

mendata pekerja migran yang secara legal terdokumentasi dalam data Pemerintah

89
Wei San Loh, et. al., “Malaysia - Estimating the Number of Foreign Workers : A Report from the
Labor Market Data for Monetary Policy Task”, (Washington, D.C.: World Bank Group, 2019),
http://documents.worldbank.org/curated/en/953091562223517841/Malaysia-Estimating-the-
Number-of-Foreign-Workers-A-Report-from-the-Labor-Market-Data-for-Monetary-Policy-Task
(diunduh pada 6 Agustus 2020)

36
Malaysia. Sedangkan, DOSM mendata lebih luas termasuk dengan pekerja non

warga negara Malaysia dan pekerja migran ilegal.90

Tabel II.B.1. Estimasi Jumlah Pekerja Migran di Malaysia (2017)

LEMBAGA MOHA DOSM

Estimasi 1.797 juta 2.27 juta

Pekerja non warga negara


Malaysia, termasuk pekerja
migran ilegal namun tidak
Definisi Pekerja migran terdaftar
termasuk turis atau pekerja
asing yang tidak menetap di
Malaysia.
Sumber: MOHA, dan DOSM dalam Estimate Migrant Worker Worldbank

Pekerja migran ilegal di Malaysia dapat dikasifikasikan menjadi 4 (empat)

kategori, sebagai berikut:91

a. Pendatang Ilegal merupakan pekerja yang tidak dapat menunjukan

dokumen legalitas dan izin kerja yang dibutuhkan, dan memasuki Malaysia

tidak melalui kontrol imigrasi yang sah. Umumnya hal ini terjadi pada pintu

perbatasan yang lemah pengawasan seperti pada perbatasan dengan Filipina

dan Indonesia.

b. Pekerja Yang Tidak Diizinkan Bekerja merupakan seorang pekerja yang

memasuki Malaysia secara sah dan legal namun tidak diizinkan bekerja,

dikarenakan gagal melewati persyaratan tes medis di Malaysia, memiliki

90
Wei San Loh, et. al., “Malaysia - Estimating the Number of Foreign Workers : A Report from the
Labor Market Data for Monetary Policy Task”.
91
Wei San Loh, et. al., “Malaysia - Estimating the Number of Foreign Workers : A Report from the
Labor Market Data for Monetary Policy Task”.

37
Izin Kunjungan namun berganti majikan saat di Malaysia, dan hanya

memiliki Visa turis atau Pelajar namun melakukan aktivitas pekerjaan di

Malaysia.

c. Overstayers merupakan pekerja yang belum atau tidak meninggalkan

Malaysia setelah habis masa berlaku atau dibatalkannya izin mereka.

d. Pengungsi dan Pencari Suaka yang tidak memiliki status secara legal di

Malaysia namun mencari dan melakukan pekerjaan.

Pekerja migran ilegal inilah yang sangat rentan terkena masalah di Malaysia.

Mereka umumnya merupakan pekerja sektor informal, dan statusnya yang tidak sah

membuat sulitnya negara asalnya dalam melindungi pekerja migran tersebut.92

Pekerja migran di Malaysia merupakan pendatang yang berasal dari

berbagai negara, terutama dari negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan. Data
Gambar II.B.1. Jumlah Pekerja Migran di Malaysia
Berdasarkan Negara Asal

Sumber: Statista Research Department, 2017

92
Willyam Saroinsong, “Penanganan Masalah TKI Ilegal oleh Pemerintah RI”, Jurnal Hukum
Internasional, (Depok: Universitas Indonesia, 2015).

38
dari Statista Research Department tahun 2017 menunjukan bahwa pekerja migran

di Malaysia mayoritas berasal dari Indonesia dengan jumlah sebanyak 720.460

pekerja, dan sisanya berasal dari Nepal, Bangladesh, India, Myanmar, Pakistan,

Filipina, dan Thailand.93 Menurut AHM Zehadul ,Moha Asridan Mohd Isa, alasan

dibalik tingginya permintaan pekerja migran asal Indonesia dikarenakan upah yang

murah, bahasa yang mudah dipahami, dan budaya masyarakat yang serumpun

dengan Malaysia. 94 Karena itulah, pekerja migran Indonesia dapat berjumlah

banyak di Malaysia.

C. Pekerja Migran Indonesia di Malaysia

Pertumbuhan ekonomi di Malaysia memberikan dampak terhadap

peningkatan permintaan pekerja di Malaysia. Banyaknya permintaan

pemberangkatan pekerja migran Indonesia ke Malaysia sejak masa pemerintahan

Soeharto menyebabkan peningkatan jumlah pekerja migran Indonesia baik legal

maupun ilegal yang masuk ke Malaysia.95

Dalam perkembangannya, hubungan ketenagakerjaan antara Indonesia

dengan Malaysia menyebabkan dilema tersendiri bagi pemerintah Malaysia.

Peningkatan jumlah pekerja migran Indonesia di Malaysia menyebabkan kompetisi

93
Rhaudhah Hirschmann, “Malaysia Number of Migrant Workers by Country of Origin”, Statista,
(6 April 2020), https://www.statista.com/statistics/711974/malaysia-number-of-migrant-workers-
by-country-of-origin/ (diakses pada 5 Agustus 2020)
94
Tjipto Subadi, “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa Tengah dengan
Pendekatan Fenomenologi)”.
95
Syamsul Hadi, “Sekuritisasi dan Upaya Peningkatan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja
Indonesia di Malaysia”, Jurnal Hukum Internasional, Vol. 5, No. 4, (Depok: Universitas Indonesia,
2008).

39
lapangan kerja dengan warga negara Malaysia, dan hal ini diperparah banyaknya

pekerja migran Indonesia yang tersandung kasus kriminal di negara tersebut.96

Pada masa pemerintahan SBY jilid pertama (2004-2009), dalam data

Jabatan Imigresen Malaysia mencatat jumlah pekerja migran Indonesia yang

terdaftar dalam Pas Lawatan (Izin Kerja Sementara) di Malaysia tahun 2004

berjumlah 1.024.363 orang.97 Pada tahun 2006, jumlah pekerja migran Indonesia

yang tercatat meningkat menjadi 1.215.036 orang atau sekitar 65% pekerja migran

di Malaysia merupakan pekerja migran Indonesia.98 Jumlah tersebut tidak termasuk

pekerja migran Indonesia yang bekerja secara ilegal ke Malaysia.

Gambar II.C.1. Jalur Migrasi Pekerja Migran


Indonesia Ke Malaysia

Sumber: Graeme Hugo, Indonesian International Domestic Workers:

Contemporary Developments and Issues, 2005.

96
Joseph Liow, “Malaysia's Illegal Indonesian Migrant Labour Problem: In Search of Solutions”,
Contemporary Southeast Asia, Vol. 25, No. 1, (ISEAS Yushof Ishak Institute, 2003). hal. 46
97
Sutaat, “Masalah Sosial Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Shelter KBRI Kuala Lumpur”.
98
Ruhidini, “Kebanjiran Pendatang Asing Sumbang Peningkatan Kadar Jenayah-Polis” dalam
Tjipto Subadi, “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa Tengah dengan
Pendekatan Fenomenologi)”.

40
Banyaknya pekerja migran Indonesia yang bekerja sebagai pekerja

domestik atau rumah tangga di Malaysia, namun di sisi lain belum memadainya

regulasi dan kebijakan dalam perlindungan pekerja domestik di Malaysia

menyebabkan tingginya kasus permasalahan yang menjerat pekerja migran

Indonesia di Malaysia.

Dikutip berita daring Detik.com, menurut data BNP2TKI tahun 2009,

terdapat 45.626 kasus permasalahan yang melibatkan pekerja migran Indonesia di

seluruh dunia yang terjadi sepanjang tahun 2008. Di Malaysia sendiri, terdapat

2.476 kasus permasalahan. Kasus yang paling banyak dari total kasus di seluruh

dunia tersebut adalah adanya pemberhentian pekerja secara sepihak, sakit bawaan,

sakit akibat bekerja, kasus gaji tidak dibayar dan kasus kekerasan seksual.99

Dikutip dari berita daring Liputan6.com, menurut Kepala Bidang

Penerangan, Sosial, dan Budaya Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di

Malaysia, Suryana Sastradiredja, menyebutkan bahwa jumlah kasus permasalahan

yang terselesaikan oleh KBRI mengalami peningkatan. Tahun 2007, terdapat 973

kasus, pada 2008, ada 732 kasus dan tahun 2009 mencapai 960 kasus. Penyelesaian

kasus itu termasuk dalam mengupayakan hak hak para pekerja migran Indonesia

seperti gaji yang tidak dibayarkan oleh para majikannya.100

99
Muhammad Iqbal, “Catatan Akhir Tahun Pemerintah Membenahi TKI”, Detik.com, (30
Desember 2010), https://news.detik.com/opini/d-1535675/catatan-akhir-tahun-pemerintah-
membenahi-tki (diakses pada 23 Mei 2020).
100
“Kasus TKI di Malaysia Meningkat”, Liputan6.com, (1 Februari 2011),
https://www.liputan6.com/news/read/318421/kasus-tki-di-malaysia-meningkat (diakses pada 7
Agustus 2020).

41
Sedangkan di masa pemerintahan Jokowi (2014-2019), dilihat dari data

BNP2TKI terdapat penurunan jumlah pekerja migran Indonesia di Malaysia,

meskipun begitu Malaysia tetap menjadi negara tujuan utama bagi pekerja migran

Indonesia untuk bekerja.101 Pada tahun 2014 saja, jumlah pekerja migran Indonesia

di Malaysia mencapai 127.827 orang, disusul pekerja migran Indonesia di Taiwan

yang berjumlah 82.665 dan di Arab Saudi sejumlah 44.325.102

Tabel II.C.1. Negara Dengan Jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI)


Terbanyak di Luar Negeri Tahun 2014-2019
Tahun Malaysia Taiwan Arab Saudi
2014 127.827 82.665 44.325
2015 97.635 75.303 23.000
2016 87.616 77.087 13.538
2017 88.991 62.823 6.471
2018 90.671 72.373 5.894
2019 (Jan-Mar) 19.695 17.244 1.648
1
Sumber:Pusat
Sumber: PusatPenelitian
Penelitian Pengembangan
Pengembangan dan
dan Informasi
InformasiBNP2TKI,
BNP2TKI,data
datadiolah
diolah

Jumlah tersebut merupakan jumlah berdasarkan data pekerja migran

Indonesia yang sesuai prosedur dan legal tercatat oleh BNP2TKI. Sedangkan total

jumlah pekerja migran Indonesia yang sebenarnya dapat berjumlah jutaan orang,

dimana sebagian besar dari mereka merupakan pekerja yang tidak berdokumen

lengkap atau ilegal.103

101
BNP2TKI, http://portal.bnp2tki.go.id/stat_penempatan/indeks (diakses pada 1 April 2020).
102
“Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2014”, (BNP2TKI, 2014),
http://portal.bnp2tki.go.id/read/9798/Data-Penempatan-dan-Perlindungan-TKI-Periode-Tahun-
2014.html (diakses pada 1 April 2020).
103
“TKI Ilegal Capai 1,9 Juta Orang, Malaysia dan Arab Saudi Jadi Negara Favorit”, Detik.com, (16
Februari 2015), https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2834245/tki-ilegal-capai-1,9-
juta-orang-malaysia-dan-arab-saudi-jadi-negara-favorit (diakses pada 1 April 2020).

42
Sepanjang tahun 2014-2019, BNP2TKI mencatat terjadinya peningkatan

yang cukup signifikan terhadap jumlah pengaduan pekerja migran Indonesia di

Malaysia. Pada tahun 2014, jumlah pengaduan pekerja migran Indonesia di

Malaysia mencapai 1.296 pengaduan, dan meningkat pada tahun 2015 mencpai

1.994 pengaduan. Kemudian mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 1.535

pengaduan, dan kembali meningkat hingga pada tahun 2018 menyentuh angka

3.133 pengaduan.104

Tabel II.C.2. Jumlah Pengaduan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di


Malaysia Tahun 2014-2019
Tahun Jumlah Pengaduan
2014 1.296
2015 1.994
2016 1.535
2017 1.777
2018 3.133
2019
926
(Jan -Maret)
Sumber: Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi BNP2TKI, data diolah

Indonesia sebagai negara pengirim pekerja migran Indonesia terbanyak di

Malaysia memerlukan kebijakan yang dapat memberikan keamanan dan

perlindungan bagi warga negaranya. Bagaimanapun, pekerja migran Indonesia

tidak akan dapat membela hak-haknya sendiri, mengingat posisi tawarnya yang

relatif rendah. Di sinilah pentingnya peran kebijakan pemerintah selaku pemangku

kebijakan dan pelaku diplomasi untuk melindungi hak-hak warga negaranya.105

104
BNP2TKI, http://portal.bnp2tki.go.id/stat_penempatan/indeks (diakses pada 1 April 2020).
105
Syamsul Hadi, “Sekuritisasi dan Upaya Peningkatan Perlindungan Terhadap Tenaga Kerja
Indonesia di Malaysia”.

43
BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN

PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI MALAYSIA

Kebijakan merupakan suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang

harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. 106 Mustopadidjaja dalam

Tahir (2014:21) menjelaskan, bahwa kebijakan umum digunakan kaitannya dengan

tindakan atau keputusan yang dilakukan pemerintah, serta perilaku negara, dan

dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan. 107 Kebijakan atau keputusan yang

dibuat oleh negara atau pemerintah inilah yang dijadikan sebagai strategi untuk

merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan.108

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan perlindungan pekerja

migran Indonesia merupakan tindakan atau keputusan yang dilakukan oleh negara

dengan berupa peraturan-peraturan yang bertujuan untuk memberikan

perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. Dalam penelitian ini, kebijakan

dan peraturan yang dimaksud adalah kerja sama bilateral maupun multilateral,

peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh presiden, dan peraturan di level

kementerian atau lembaga setara yang berkaitan dengan perlindungan pekerja

migran Indonesia.

106
Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), hal. 7.
107
Arifin Tahir, Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah Daerah, (Bandung:
Alfabeta, 2014).
108
Riant Nugroho, Public Policy, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008).

44
Secara teoritis perlindungan kerja dapat dibagi menjadi tiga jenis, antara

lain:109

a. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha

kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh

mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada

umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga.

Perlindungan ini bermaksud melindungi atau menjaga tenaga kerja dari

kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan

kesusilaannya dalam hal tenaga kerja melakukan pekerjaannya.

Perlindungan ini berupa aturan-aturan yang bermaksud mengadakan

pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pengusaha untuk

memperlakukan pekerja ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma

yang berlaku.

b. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan

usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya

kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan.

Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja. Dalam

konteks perlindungan pekerja migran Indonesia pada penelitian ini, dapat

diartikan perlindungan terhadap keselamatan pekerja tersebut yang dapat

berupa perlindungan hukum, pengawasan, dan pelatihan atau pembinaan.

109
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007), hal 78.

45
c. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan

dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu

penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan

keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena

sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan

jaminan sosial.

Singkatnya, menurut Soepomo dan Asikin perlindungan terhadap pekerja

dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam, antara lain:110

a. Perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk

bila pekerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya;

b. Perlindungan terhadap jaminan kesehatan kerja dan kebebasan berserikat

dan perlindungan hak pekerja untuk berorganisasi;

c. Perlindungan tenaga kerja dalam keamanan dan keselamatan kerja.

A. Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia pada Masa

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY merupakan presiden

Republik Indonesia ke-6 bersama Drs. M. Jusuf Kalla sebagai wakil presidennya,

beliau terpilih dalam pemilihan presiden di 2004 mengungguli Presiden Megawati

110
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Cetakan ke-4 Edisi Revisi,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014).

46
Soekarnoputri dengan 60% suara pemilih.111 Pelantikannya dilakukan pada tanggal

20 Oktober 2004 sebagai presiden Indonesia dilakukan oleh MPR hasil pemilu

legislatif 5 April 2004.112

Dalam bukunya yang disampaikan saat masa kampanye, pemerintahan SBY

memiliki visi Indonesia 2004-2009 yang mengarah pada: Terwujudnya kehidupan

masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; terwujudnya

masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan

hak-hak asasi manusia; terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan

kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang

kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.113

Kemudian visi tersebut diadaptasi ke dalam Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) Tahun 2004-2009.114 Pada Perpres RPJMN ini, terdapat tiga kelompok

agenda yang menjadi fokus perhatian pemerintahan SBY, yakni:115

a. Agenda pertahanan, keamanan, politik, dan harmoni sosial untuk

menuju Indonesia yang aman dan damai;

111
“Biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”, Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok,
(22 Maret 2012), http://id.china-embassy.org/indo/ztbd/SBY/t916445.htm (diakses pada 20 Mei
2020).
112
Agus R. Rahman, “Politik Luar Negeri Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono terhadap
Eropa”, Jurnal Penelitan Politik, (Jakarta: LIPI, 2016).
113
Susilo B. Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil, dan Sejahtera,
(Jakarta, 2004). hal. 12-13.
114
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009
115
Susilo B. Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil, dan Sejahtera,
hal. 31.

47
b. Agenda keadilan, hukum, HAM, dan demokrasi untuk menuju

masyarakat yang adil dan demokratis; dan

c. Agenda ekonomi untuk menuju masyarakat sejahtera.

Dalam agenda nomor dua tersebut, salah satu fokus pada pemerintahan SBY

adalah pemenuhan hak-hak dasar masyarakat. Bagi Presiden SBY, Pembangunan

kebangsaan yang membebaskan merupakan prinsip yang harus dianut.

Pembangunan harus mampu menciptakan ruang gerak masyarakat yang semakin

terbuka dalam mengembangkan pilihan-pilihan kehidupan yang sah. Pembangunan

harus mampu membebaskan masyarakat dari berbagai belenggu yang menghambat

ruang gerak bersama dalam mengekspresikan dan mewujudkan nilai-nilai dan

tujuan bersama. 116 Hak-hak dasar warga negara yang menjadi fokus pencapaian

Presiden SBY dalam pemerintahannya, antara lain:117

a. Hak rakyat untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan;

b. Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum;

c. Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman;

d. Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan;

e. Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan;

f. Hak rakyat untuk memperoleh keadilan;

g. Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam politik dan perubahan;

h. Hak rakyat untuk berinovasi; dan

116
Susilo B. Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil, dan Sejahtera,
hal. 25
117
Susilo B. Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil, dan Sejahtera,
hal. 26.

48
i. Hak rakyat untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk

beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Fokus Presiden SBY ini sejalan dengan pandangan kaum liberal yang

berpendapat bahwa tujuan utama dari suatu negara yaitu memastikan warga

negaranya untuk hidup bebas. 118 Sebagaimana yang dipercayai kaum liberal,

legitimasi tatanan politik dalam negeri sebagian besar bergantung pada penegakan

supremasi hukum dan penghormatan negara terhadap hak asasi warga negaranya.119

Menurut Presiden SBY, kebebasan atas ruang gerak warga negara tersebut

akan terjamin apabila negara dapat memenuhi ketiga faktor, yaitu: Ekonomi negara

stabil, mandiri, dan tumbuh dengan cepat; adanya jaminan dan kepastian hukum

serta aturan-aturan; dan kapasitas diri dan kualitas kehidupan warga negara yang

meningkat.120

Fokus pencapaian pemerintahan SBY tersebut dan juga pendekatan

kebijakan luar negeri SBY yakni “a million friends, zero enemy” memberikan

dampak terhadap bagaimana kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintahan

SBY dalam perlindungan warga negara termasuk pekerja migran yang berada di

luar negeri.121

Perlindungan tersebut berupa pemenuhan jaminan terhadap hak-hak sebagai

warga negara, seperti hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi

118
Jeffrey W. Meiser, “Introducing Liberalism in International Relations Theory”, (diakses pada 20
Mei 2020).
119
Scott Burchill, and Andrew Linklater, Theories of International Relations, hal. 66.
120
Susilo B. Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil, dan Sejahtera,
hal. 27.
121
Ziyad Falahi, “Memikirkan Kembali Arti A Million Friends Zero Enemy dalam Era Paradox of
Plenty”, Global & Strategis, Vol. 7, No. 2, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2013).

49
kemanusiaan; hak untuk memperoleh perlindungan hukum; hak untuk memperoleh

rasa aman; dan hak untuk memperoleh keadilan. Jaminan pemenuhan hak-hak dasar

ini berlaku bagi setiap warga negara Indonesia, termasuk juga mencakup jaminan

terhadap hak warga negara Indonesia yang akan atau sedang bekerja di luar

negeri. 122 Meskipun tidak secara eksplisit disebutkan, dari penjabaran tersebut

dapat dikatakan bahwa perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia juga

merupakan salah satu fokus pencapaian utama bagi pemerintahan SBY tahun 2004-

2009.

Dalam mengeluarkan kebijakan perlindungan pekerja migran Indonesia

atau dulu disebut sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), pemerintahan SBY masih

merujuk pada undang-undang yang disahkan pada masa pemerintahan Megawati

Soekarnoputri, yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan

dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.123

Sebagaimana tertuang dalam undang-undang tersebut, bahwa pemerintah

memiliki kewajiban untuk mengupayakan perlindungan terhadap pekerja migran

Indonesia di luar negeri, oleh karena permasalahan perlindungan terhadap pekerja

migran Indonesia sudah menyangkut antar negara, maka perlu adanya perjanjian

bilateral antara kedua negara mengenai perlindungan dalam penempatan pekerja

migran Indonesia dengan negara penempatan.124

122
Susilo B. Yudhoyono, dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil, dan Sejahtera.
123
Ana S. Azmy, “Negara dan Buruh Migran Perempuan; Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran
Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap
Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”.
124
Lalu Husni, “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri”.

50
Hal ini dikarenakan hukum nasional suatu negara tidak akan mungkin

dipaksakan keberlakuannya di wilayah negara lain, sehingga langkah yang paling

mungkin untuk mewujudkannya adalah dengan membuat kerjasama dan perjanjian

bilateral maupun multilateral antarnegara untuk memberikan perlindungan

maksimal terhadap warga negaranya.125 Hal ini juga sejalan dengan argumen kaum

liberal bahwa negara akan mengeyampingkan kepentingannya masing-masing dan

akan lebih mengutamakan kerja sama yang saling menguntungkan.

Terkait dengan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di

Malaysia, pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia telah menandatangani

nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani pada 10 Mei 2004.126 Namun, MoU

2004 tersebut hanya mengatur perlindungan pekerja migran Indonesia di sektor

formal, dan tidak mengatur pekerja yang bekerja di sektor informal.

Upaya pemerintahan SBY dalam perlindungan pekerja migran Indonesia di

Malaysia dapat dilihat pada saat kunjungan kerja perdana Presiden SBY ke

Malaysia tanggal 14 Februari 2005. Kunjungan kerja ini merupakan kunjungan

pertama beliau ke luar negeri pasca beliau menjabat sebagai presiden. Dalam

kunjungan tersebut, pemerintah Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk

menekan jumlah pekerja migran Indonesia ilegal yang saat itu berjumlah sangat

banyak hingga mencapai nol persen.127 Salah satu implementasi komitmen tersebut

adalah disepakatinya pembentukan sistem pelayanan satu atap pekerja migran

125
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 103.
126
Muhammad Nafi, “Indonesia-Malaysia Tanda Tangani Nota Kesepahaman TKI”.
127
Sutaat, “Masalah Sosial Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Shelter KBRI Kuala Lumpur”.

51
Indonesia ex-amnesty yang bertujuan untuk menempatkan kembali secara legal

pekerja migran Indonesia ex-amnesty ke Malaysia.128

Satu tahun setelah itu, pada 8 Agustus 2006, Presiden SBY menerbitkan

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan

Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.129 Inpres ini

lahir berdasarkan masukan dari pekerja migran Indonesia ketika Presiden SBY

mengunjungi Malaysia pada beberapa waktu yang lalu. 130 Dalam Inpres ini,

Presiden SBY menginstruksikan sistem perlindungan pekerja migran Indonesia

yang terbagi menjadi dua fokus program, antara lain: Advokasi dan pembelaan

pekerja migran Indonesia, dan penguatan fungsi perwakilan Indonesia dalam

perlindungan pekerja migran Indonesia.131

Dalam program advokasi dan pembelaan pekerja migran Indonesia,

presiden menginstruksikan untuk melakukan penyediaan perlindungan hukum bagi

pekerja migran Indonesia berupa memfasilitasi calon pekerja migran Indonesia

dengan lembaga bantuan hukum di provinsi calon pekerja tersebut, melakukan kerja

sama perwakilan Indonesia dengan law firm setempat, dan penugasan pejabat polisi

Indonesia di negara-negara penempatan pekerja migran Indonesia.132

128
Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis.
129
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
130
Ana S. Azmy, “Negara dan Buruh Migran Perempuan; Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran
Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap
Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”.
131
Inpres Nomor 6 Tahun 2006.
132
Inpres Nomor 6 Tahun 2006..

52
Kemudian, dalam program penguatan fungsi perwakilan Indonesia di

negara penempatan guna memfasilitasi pekerja migran Indonesia berupa

pembentukan Atase Ketenagakerjaan dan Pelayanan Masyarakat (Citizen

Service).133 Namun, pada Inpres ini Presiden hanya baru menginstruksikan untuk

membentuk Citizen Service di 6 (enam) negara yang tidak termasuk Malaysia di

dalamnya, yaitu Korea Selatan, Brunei Darussalam, Singapura, Yordania, Suriah,

dan Qatar.

Pada 13 Mei 2006, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia sepakat

menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai rekrutmen dan penempatan

pekerja domestik Indonesia.134 MoU tersebut merupakan hasil tindak lanjut dari

pertemuan tahunan antara pemimpin kedua negara yang diselenggarakan pada

bulan Januari sebelumnya di Bukittinggi, Indonesia.135 MoU ini secara garis besar

hanya meliputi aspek rekrutmen dan penempatan, serta menjelaskan tanggung

jawab pihak-pihak terkait.

Pada 8 September 2006, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 39

Tahun 2004 Bab X, Presiden SBY menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 81 Tahun 2006 tentang Pembentukan BNP2TKI, yang mana struktur

operasional kerjanya melibatkan berbagai unsur instansi pemerintah pusat terkait

pelayanan pekerja migran Indonesia, antara lain Kemenlu, Kemenhub,

133
Inpres Nomor 6 Tahun 2006.
134
Memorandum of Understanding antara Pemerintah Republik Indonesia dan Malaysia tentang
Rekrutmen dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia Tahun 2006.
135
“SBY-Badawi Akan Bahas TKI”, Detik.com, (12 Januari 2006), https://news.detik.com/berita/d-
516798/sby-badawi-akan-bahas-tki (diakses pada 20 Mei 2020).

53
Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi

(Kemenhukam), Sesneg, dan lain-lain.136

BNP2TKI merupakan lembaga pemerintah non-departemen yang

bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Lembaga terpadu ini bertujuan untuk

menjamin dan mempercepat tujuan penempatan dan perlindungan pekerja migran

Indonesia atau TKI.137

Dalam pelaksanaan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri,

pemerintahan SBY melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia

(Permenakertrans) Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan

Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Namun, peraturan ini lebih

berfokus pada pengaturan dan tata cara pembekalan akhir pemberangkatan para

pekerja migran, dan tidak ada pengaturan aspek perlindungan yang secara jelas

dalam peraturan ini.138

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-12 pada 13 Januari 2007

yang diselenggarakan di Cebu, Filipina, pemerintahan SBY beserta negara anggota

ASEAN lainnya, termasuk Malaysia menandatangani Deklarasi ASEAN dalam

Perlindungan dan Pemajuan Hak-Hak Pekerja Migran. Dalam deklarasi ini berisi

mengenai komitmen negara-negara tersebut dalam meningkatkan perlindungan

136
Ana S. Azmy, “Negara dan Buruh Migran Perempuan; Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran
Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap
Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”.
137
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
138
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

54
terhadap hak-hak pekerja migran, dan melaksanakan kewajiban-kewajiban yang

ditujukan untuk negara pengirim, maupun negara penerima. 139

Di tahun ini juga Permenakertrans sebelumnya disempurnakan dengan

ditetapkannya Permenakertrans Nomor 18 Tahun 2007. 140 Meskipun sudah ada

beberapa penyempurnaan, Permenakertrans ini masih belum menjelaskan secara

rinci terkait aspek perlindungan terhadap para pekerja migran Indonesia, salah

satunya adalah tidak dijabarkannya dengan secara jelas perlindungan pekerja

migran Indonesia pada tahap purna penempatan.

Sehingga pada tahun 2008, Permenakertrans ini kembali disempurnakan

dengan ditetapkannya Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2008.141 Dengan adanya

permenaker ini mempertegas posisi perwakilan pemerintah Indonesia dalam

memberikan perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia dengan berupa

pemberian bantuan hukum, advokasi, konsuler, upaya diplomatik, dan asuransi.142

Pada tahun yang sama, Kementerian Luar Negeri Indonesia pada saat itu

menerbitkan Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 4 Tahun 2008

Tentang Pelayanan Warga Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.143

Peraturan ini menandai terbentuknya layanan Citizen Service di Malaysia. Layanan

139
ASEAN, “ASEAN Declaration on The Protection and Promotion of The Rights of Migrant
Workers”, https://asean.org/?static_post=asean-declaration-on-the-protection-and-promotion-of-
the-rights-of-migrant-workers (diakses pada 5 Agustus 2020).
140
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Indonesia (Permenakertrans) Nomor 18 Tahun
2007 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
141
Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
142
Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
143
Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pelayanan Warga Pada
Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.

55
Citizen Service tersebut dibentuk berdasarkan jumlah pekerja migran Indonesia dan

intensitas urgensi perlindungan pekerja migran Indonesia di negara penempatan.

Adapun layanan ini terdapat di 5 (empat) lokasi berbeda di Malaysia, antara lain:144

a. Kedutaan Besar Republik Indonesia Kuala Lumpur, Malaysia;

b. Konsulat Jenderal Republik Indonesia Penang, Malaysia;

c. Konsulat Jenderal Republik Indonesia Kota Kinabalu, Malaysia;

d. Konsulat Jenderal Republik Indonesia Johor Bahru, Malaysia; dan

e. Konsulat Jenderal Republik Indonesia Kuching, Malaysia.

Semasa pemerintahannya, presiden SBY telah melakukan berbagai

kebijakan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di Malaysia. Namun,

kebijakan-kebijakan tersebut belum juga dapat menyelesaikan persoalan-persoalan

yang timbul dalam rentang waktu tersebut. Bahkan, salah satu kebijakan SBY yang

cukup strategis untuk perlindungan pekerja migran Indonesia adalah pemotongan

mata rantai birokrasi penempatan pekerja migran yang dinilai sangat panjang dan

menyulitkan calon pekerja migran Indonesia.145

Setelah berbagai kebijakan yang ditetapkan pada masa pemerintahan beliau,

jumlah kasus dan permasalahan yang melibatkan pekerja migran Indonesia di

Malaysia masih tergolong tinggi. Hal ini menyebabkan diputuskannya penghentian

sementara pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia sejak tanggal 26 Juni

144
Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
145
Ana S. Azmy, “Negara dan Buruh Migran Perempuan; Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran
Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap
Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”.

56
2009. Hal ini didasari karena desakan masyarakat Indonesia yang marah karena

kasus-kasus kekerasan yang selama ini dialami oleh pekerja migran Indonesia di

Malaysia dan puncaknya pada kasus yang dialami oleh Siti Hajar, pekerja migran

Indonesia asal Jawa Barat. 146 Moratorium ini menandai akhir dari kebijakan

pemerintahan SBY dalam perlindungan pekerja migran Indonesia pada masa

pemerintahan tahun 2004-2009.

III.A.I. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan Pekerja


Migran Indonesia di Malaysia pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono Tahun 2004-2009

No. Jenis Kebijakan Kebijakan


Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
1. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Peraturan Presiden Tahun 2004-2009
Perpres Nomor 81 Tahun 2006 tentang Pembentukan
2.
BNP2TKI
Inpres Nomor 6 Tentang Reformasi Kebijakan
3. Instruksi Presiden Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
di Luar Negeri Tahun 2006
Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2006 Tentang
4. Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri
Permenakertrans Nomor 18 Tahun 2007 Tentang
5. Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri
Peraturan Menteri
Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2008 Tentang
6. Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri
Peraturan Menteri Luar Negeri (Permenlu) Nomor 4
7. Tahun 2008 Tentang Pelayanan Warga Pada Perwakilan
Republik Indonesia di Luar Negeri
MoU Rekrutmen dan Penempatan Pekerja Domestik
8. Kerja Sama Bilateral
Tahun 2006
Deklarasi ASEAN dalam Perlindungan dan Pemajuan
9. Kerja Sama Multilateral
Hak-Hak Pekerja Migran

146
Hamzirwan, “Kisah Moratorium..”, Kompas.com, (26 November 2010),
https://nasional.kompas.com/read/2010/11/26/03205344/kisah.moratorium?page=1 (diakses pada
23 Mei 2020).

57
B. Kebijakan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Malaysia pada Masa

Pemerintahan Joko Widodo Tahun 2014-2019

Pada pemilihan presiden Indonesia yang digelar pada 9 Juli 2014, pasangan

Joko Widodo dan Jusuf Kalla berhasil unggul meraih 53,15% suara, mengalahkan

pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, yang mengumpulkan 46,85%

suara. 147 Ia terpilih sebagai presiden ke-7 Republik Indonesia menggantikan

Presiden SBY yang telah memimpin selama dua periode dan dilantik pada 20

Oktober 2014.148

Semasa kampanyenya, Presiden Joko Widodo, dan wakilnya, Jusuf Kalla,

menjabarkan agenda arah kebijakan umumnya yang dikenal dengan Nawa Cita,

yakni istilah yang merujuk pada sembilan agenda strategis pembangunan untuk

mewujudkan visinya yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan

Berkepribadian Dengan Berlandaskan Gotong Royong”. 149 Kesembilan agenda

Nawa Cita tersebut, antara lain:150

147
“Jokowi Dilantik Hari Ini Sebagai Presiden Indonesia”, (20 Oktober 2014),
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141016_jokowi_persiapanpelantikan
(diakses pada 15 Mei 2020).
148
Rosiana Haryanti, dan Inggried Dwi W. (Ed.), “Hari Ini dalam Sejarah: 20 Oktober 2014,
Melepas SBY, Menyambut Jokowi”,
https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/20/135056665/hari-ini-dalam-sejarah-20-oktober-
2014-melepas-sby-menyambut-jokowi (diakses pada 15 Mei 2020).
149
Nur H. Rahayu, “Menggapai Asa Melalui Nawa Cita”, Simpul: Perjalanan Dua Tahun Nawa
Cita di Pusat dan Daerah, Vol. 12, (Jakarta: Bappenas, 2017).
150
“Visi–Misi–Program Aksi Ir. H. Joko Widodo – Drs. H.M. Jusuf Kalla Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2014”, (2014), https://www.kpu.go.id/koleksigambar/Visi_Misi_JOKOWI-
JK.pdf (diakses pada 16 Mei 2020).

58
a. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman pada seluruh warga negara;

b. Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola

pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya;

c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-

daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan;

d. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan

penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya;

e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia;

f. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional

sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-

bangsa Asia lainnya;

g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-

sektor strategis ekonomi domestik;

h. Melakukan revolusi karakter bangsa;

i. Memperteguh ke-bhinneka-an dan memperkuat restorasi sosial

Indonesia.

Kesembilan Nawa Cita tersebut dituang dan memperkuat rancangan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 yang kemudian

ditetapkan sebagai Peraturan Presiden (Perpres) No. 2 Tahun 2015.151

151
Nur H. Rahayu, “Menggapai Asa Melalui Nawa Cita”.

59
Sebagaimana yang tercantum pada Perpres RPJMN tersebut, terdapat lima

pilar penting yang menjadi fokus utama kebijakan politik luar negeri Indonesia pada

masa pemerintahan Joko Widodo, antara lain:152

a. Keamanan dan perdamaian;

b. Diplomasi ekonomi;

c. Perlindungan warga negara Indonesia (WNI), dalam hal ini juga

termasuk pekerja migran Indonesia dan badan hukum Indonesia (BHI)

di luar negeri;

d. Kerja sama ASEAN; dan

e. Diplomasi maritim.

Dalam RPJMN tersebut ditegaskan juga bahwa sasaran utama yang ingin

dicapai pemerintahan Joko Widodo (2014-2019) adalah menurunnya jumlah

pekerja migran yang menghadapi masalah hukum di dalam dan luar negeri. 153

Untuk mewujudkannya, orientasi kebijakan dan strategi dalam perlindungan

pekerja migran Indonesia tersebut, antara lain:

a. Meningkatkan tata kelola penyelengaraan penempatan;

b. Meperluas kerja sama dalam rangka meningkatkan perlindungan;

c. Membekali pekerja migran dengan pengetahuan, pendidikan, dan

keahlian; dan

d. Memperbesar pemanfaatan jasa keuangan bagi pekerja.

152
Fitriani, dan Vido C. Panduwinata, “Analisis Kinerja Kementerlian Luar Negeri Indonesia (2015-
2018)”, (Jakarta: Centre for Strategic and International Studies, 2018).
153
RPJMN 2015-2019

60
Ditetapkannya perlindungan pekerja migran Indonesia sebagai salah satu

agenda RPJMN dan pilar penting kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa

pemerimtahan Jokowi (2014-2019) serta pendekatan kebijakan luar negeri Presiden

Joko Widodo yang menganut “Diplomasi Pro-Rakyat” atau Pro-People Diplomacy.

Diplomasi pro-rakyat merupakan diplomasi dimana kepentingan domestik menjadi


154
acuan bagi pembentukan kebijakan luar negeri Indonesia. Diplomasi ini

merupakan bentuk keseriusan pemerintahan Jokowi dalam menunjukan kehadiran

kembali negara bagi seluruh lapisan masyarakat sebagaimana visi-misi yang

diutarakan oleh Presiden Jokowi. 155 Tidak terkecuali masyarakat yang sedang

bekerja di luar negeri.

Dilantiknya Presiden Jokowi menggantikan Presiden SBY yang telah

menjabat dua periode sejak tahun 2004, memberikan harapan baru bagi para pekerja

migran Indonesia dalam pembenahan sistem ketenagakerjaan bagi warga negara

Indonesia yang bekerja di luar negeri. Harapan tersebut timbul atas dasar kesamaan

latar belakang ekonomi dan sosial Presiden Jokowi yang dianggap berlatar dari

masyarakat biasa, sehingga diharapkan dapat lebih memahami dan lebih

memperhatikan kondisi pekerja migran Indonesia, sebagaimana yang diutarakan

154
Muhammad Tri Andhika, “An Analysis of Indonesia Foreign Policy UnderJokowi’s Pro-People
Diplomacy”, Indonesian Perspective, Vol. 1, No. 2, (Jakarta: Universitas Bakrie, 2016); “Visi–
Misi–Program Aksi Ir. H. Joko Widodo – Drs. H.M. Jusuf Kalla Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2014”.
155
Muhammad Tri Andhika, “An Analysis of Indonesia Foreign Policy UnderJokowi’s Pro-People
Diplomacy”, hal. 167.

61
oleh Miftah Farid, Sekjen gerakan ‘Jokowi-JK Pro TKI’ yang dikutip dari berita

daring Kompas.com.156

Pada masa pemerintahan Jokowi (2014-2019), kesepakatan kerja sama antar

kedua negara mengenai perekrutan dan penempatan pekerja migran Indonesia di

Malaysia masih merujuk kepada Protokol Perubahan Tahun 2011 yang disahkan

sebelumnya pada masa pemerintahan SBY periode kedua.

Protokol Perubahan tahun 2011 merupakan penanda dicabutnya

moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia yang sebelumnya

diberlakukan sejak tahun 2009. Protokol ini merupakan hasil kesepakatan kedua

negara dalam mengamendemen MoU tahun 2006. Beberapa poin perubahan

kesepakatan terhadap MoU tersebut, antara lain:157

a. Kesepakatan Indonesia dan Malaysia dalam pembentukan Satuan Tugas

Gabungan atau Joint Task Force yang bertugas untuk membantu dalam

upaya penyelesaian permasalahan yang terkait dengan pekerja migran

Indonesia dan melaporkan secara berkala kepada Kelompok Kerja Bersama

sesuai dengan Pasal 12 MoU 2006 beserta protokolnya.

b. Kewenangan majikan atau pengguna jasa pekerja migran yang sebelumnya

diberikan hak untuk memegang dan menyimpan paspor pekerja migran, kini

tidak diizinkan apabila tidak ada persetujuan tertulis dari pekerja migran itu

156
Meidella Syahni, dan I Made Ashdiana (Ed.), “6,5 Juta TKI Dukung Jokowi-JK, Kompas.com,
https://nasional.kompas.com/read/2014/06/05/1709269/6.5.Juta.TKI.Dukung.Jokowi-JK (diakses
pada 17 Mei 2020).
157
Protokol Perubahan Terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia yang
Ditandatangani di Bali, Indonesia Pada 13 Mei 2006.

62
sendiri, dan wajib dikembalikan majikan atau pengguna jasa apabila diminta

oleh pekerja migran.

c. Pengaturan hari libur pekerja migran Indonesia yang sebelumnya sama

sekali tidak diatur, kini pekerja migran Indonesia memiliki hak untuk hari

libur selama 1 (satu) hari libur dalam seminggu dan berhak mendapatkan

upah tambahan apabila bekerja pada hari libur.

d. Perpanjangan nota kesepahaman atau MoU 2006 selama 5 tahun.

Pada mulanya kebijakan perlindungan pekerja migran Indonesia masih

merujuk pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004. Kebijakan pemerintah

Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo dalam mengatur pelaksanaan

penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri diawali

dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 22

Tahun 2014. Merujuk permenaker ini, memberikan kewenangan terhadap gubernur

dalam penyelenggaraan layanan satu atap di daerahnya guna mengkordinasikan

pelayanan penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. Dalam

beberapa pasal juga memberikan kewajiban terhadap PPTKIS dalam pemantauan

dan memberikan perlindungan baik di masa pra-penempatan, masa penempatan,

dan masa purna penempatan. 158

Sebagai salah satu bentuk implementasi Permenaker Nomor 22 Tahun 2014,

terkait dengan pelayanan perlindungan pekerja migran Indonesia yang harus

diselenggarakan secara terpadu melalui sistem daring, Kemnaker dan Kemlu serta

158
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

63
dengan kementerian lain bekerja sama mengadakan platform yang terhubung

jaringan daring untuk memberikan pelayanan pertolongan pertama terhadap para

pekerja migran Indonesia, termasuk juga pemberian bantuan hukum.159

Sebelumnya saat masa awal kepemimpinannya, Presiden Jokowi beserta

jajaran kabinetnya pernah melakukan video telekonferensi dengan para pekerja

migran Indonesia yang berada di beberapa negara, salah satunya termasuk Malaysia.

Pada saat itu presiden berjanji akan mengeluarkan kebijakan penghapusan Kartu

Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sebagai syarat pekerja migran Indonesia agar

dapat bekerja di luar negeri. Hal ini atas desakan para pekerja migran Indonesia di

berbagai negara karena KTKLN dianggap telah disalahgunakan oleh perusahaan-

perusahaan atau agency-agency untuk memeras para tenaga kerja atau pekerja

migran Indonesia baik saat meninggalkan dan tiba di Indonesia.160

Namun, pada faktanya janji Presiden Jokowi ini bertolak belakang dengan

salah satu persyaratan menjadi pekerja migran Indonesia pada Pasal 26 ayat (2) UU

PPTKILN tahun 2004 yang mewajibkan para pekerja migran memiliki KTKLN,

yang mana undang-undang PPTKILN tahun 2004 tersebut masih berlaku pada saat

itu. 161 Sementara dikutip dari Kompas.com, Menteri Ketenagakerjaan Indonesia

(Menaker), Muhammad Hanif Dhakiri, menegaskan bahwa KTKLN ini tidak serta

merta dihapus keberadaannya, melainkan pemerintah akan memikirkan dokumen

pengganti sehingga pekerja migran Indonesia dapat terlindungi dari oknum-oknum

159
Fitriani, dan Vido C. Panduwinata, “Analisis Kinerja Kementerian Luar Negeri Indonesia (2015-
2018)”, hal. 6.
160
BBC Indonesia, “Jokowi Hapus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri”.
161
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.

64
yang melakukan pungutan liar.162 Kemudian melalui Permenaker Nomor 7 Tahun

2015, KTKLN elektronik diberlakukan menggantikan KTKLN konvensional

tersebut.163 Dengan berlakunya kebijakan ini pekerja migran Indonesia yang akan

berangkat ke Malaysia hanya perlu mendaftarkan diri untuk mendapatkan KTKLN

elektronik.

Upaya pemerintahan Jokowi dalam penguatan perlindungan pekerja migran

Indonesia di Malaysia ditindaklanjuti dengan melakukan pertemuan bersama

Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, yang dilakukan di Putrajaya, Malaysia.

Pada pertemuan tersebut, kedua belah negara membahas berbagai bidang

permasalahan, seperti terkait perbatasan Indonesia dan Malaysia dan juga terkait
164
dengan pekerja migran Indonesia di Malaysia. Kedua pemimpin negara

menyepakati akan meningkatkan upaya-upaya kebijakan perlindungan terhadap

pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Pada 31 Mei 2016, masa berlaku dari kesepakatan penempatan pekerja

migran Indonesia berakhir. 165 Habisnya masa berlaku MoU antara Indonesia

dengan Malaysia ini menyebabkan terjadinya kevakuman hukum karena ketiadaan

payung hukum yang melindungi pekerja migran Indonesia di Malaysia.166 Hal ini

162
Inggrid D. Wedhaswary (Ed.), “Indonesia-Malaysia Sepakati Kebijakan Satu Pintu TKI”,
Kompas.com, https://nasional.kompas.com/read/2015/02/09/20404811/Indonesia-
Malaysia.Sepakati.Kebijakan.Satu.Pintu.TKI (diakses pada 15 Desember 2019).
163
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Tata XCara Pemberian Elektronik
Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri Kepada Tenaga Kerja Indonesia
164
“Jokowi Berkunjung, RI-Malaysia Sepakat Percepat Selesaikan Perbatasan Negara”, Detik.com,
(7 Februari 2015), https://news.detik.com/berita/2826370/jokowi-berkunjung-ri-malaysia-sepakat-
percepat-selesaikan-perbatasan-negara?n991101605 (diakses pada 20 Mei 2020)
165
Siprianus E. Hardum, “MOU Perlindungan TKI Kedaluwarsa”, Berita Satu,
https://www.beritasatu.com/ekonomi/486818/mou-perlindungan-tki-kedaluwarsa-tki-terancam-
banyak-masalah (diakses pada 20 mei 2020).
166
Siprianus E. Hardum, “MOU Perlindungan TKI Kedaluwarsa”.

65
menyebabkan para pekerja migran Indonesia di Malaysia menjadi lebih rentan

terancam banyak permasalahan, karena tidak adanya landasan hukum perlindungan

terhadap para pekerja migran di Malaysia tersebut.167

Kemnaker Indonesia sebetulnya telah mendesak pemerintah Malaysia agar

segera dapat menyepakati MoU penempatan pekerja migran Indonesia ini. Namun,

Malaysia enggan dalam memperpanjang MoU ini karena apabila Malaysia

memperbaharui MoU dengan Indonesia itu berarti Malaysia memperbaharui MoU

dengan sejumlah negeri pengirim tenaga kerja ke Malaysia, seperti dari Filipina,

Bangladesh, India dan Tiongkok.168

Selain itu, keengganan Malaysia tersebut dikarenakan belum setujunya

pemerintah Malaysia atas beberapa poin pengajuan pemerintah Indoensia dalam

draf pembaharuan MoU tersebut. Beberapa poin yang belum disepakati oleh

pemerintah Malaysia, antara lain:169

a. Minimal gaji pekerja migran Indonesia yang setidaknya sebesar RM 1.200

per bulan;

b. Kemudahan pemberian akses para pekerja migran Indonesia untuk

berkomunikasi dengan pihak kedutaan di Malaysia beserta keluarganya;

c. Pemberian hari libur;

167
Siprianus E. Hardum, “MOU Perlindungan TKI Kedaluwarsa”.
168
Cahya Mulyana, “Malaysia Belum Juga Gubris Perpanjangan MOU TKI”, Media Indonesia,
https://mediaindonesia.com/read/detail/153764-malaysia-belum-juga-gubris-perpanjangan-mou-tki
(diakses pada 21 Mei 2020)
169
Cahya Mulyana, “Malaysia Belum Juga Gubris Perpanjangan MOU TKI”.

66
d. Seluruh pengelolaan dokumen milik pekerja migran Indonesia beserta

kontrak kerja wajib dipegang oleh pekerja itu sendiri.

Dengan alasan tersebut, bahkan hingga pada akhir masa pemerintahan Joko Widodo

Tahun 2014-2019 perpanjangan MoU ini juga belum disepakati oleh pemerintah

Malaysia.

Namun, sebagai upaya selanjutnya yang dilakukan pemerintah Indonesia

selama MoU berikutnya belum ditandatangani adalah baru sebatas

penandatanganan Letter of Intent (LoI) sebagai bentuk kelanjutan dan peningkatan

hubungan baik serta perlindungan serta keamanan pekerja migran Indonesia. Dalam

LoI ini, Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat untuk bekerja sama untuk

menempatkan pekerja migran Indonesia di Malaysia melalui sistem saluran tunggal.

Sistem satu saluran ini diimplementasikan berdasarkan pada sistem yang terhubung

antara kedua negara.170

Selain perjanjian satu kanal, kedua negara sepakat untuk membentuk “Join

Working Group” untuk menangani masalah pekerja migran. Tujuan dari diskusi

tersebut yakni meningkatkan tata kelola penempatan serta perlindungan pekerja

migran Indonesia. Agenda yang dibahas dalam Join Working Group termasuk

upaya untuk mengurangi struktur biaya penempatan pekerja migran Indonesia

170
Gusti Ayu N. S. D., Putu Ratih K. D., dan Putu Titah K. R. "Upaya Preventif dalam Menekan
Insiden Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Melalui Hubungan Bilateral Indonesia dan Malaysia",
Jurnal Hubungan Internasional, Volume 1, No. 2, (Denpasar: Universitas Udayana, 2019).

67
untuk pengguna individu, meningkatkan upah, dan biaya asuransi yang harus

dibayar oleh pengusaha atau pengguna.171

Pada tahun 2017, Semenjak dimasukannya agenda revisi undang-undang

PPTKILN ke dalam agenda Program Legislasi Nasional pada tahun 2010, setelah

melalui proses yang panjang baru pada tahun 2017 undang-undang ini pada

akhirnya disahkan pada 25 Oktober 2017, dan menjadi Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). 172 Dengan

disahkannya undang-undang ini, maka landasan hukum kebijakan pemerintah

Indonesia dalam perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia menjadi

berlandaskan pada undang-undang PPMI tersebut.

Dalam undang-undang tersebut, terdapat 3 (tiga) klasifikasi dalam

perlindungan pekerja migran Indonesia, yaitu: Perlindungan sebelum bekerja;

perlindungan selama bekerja; perlindungan setelah bekerja.173

Perlindungan sebelum bekerja merupakan perlindungan terhadap pekerja

migran Indonesia pada saat proses pendaftaran hingga masa pemberangkatan.

Perlindungan selama bekerja merupakan perlindungan terhadap pekerja migran

Indonesia dan beserta anggota keluarganya. Sementara, perlindungan setelah

171
Gusti Ayu N. S. D., “Upaya Preventif dalam Menekan Insiden Tenaga Kerja Indonesia di
Malaysia Melalui Hubungan Bilateral Indonesia dan Malaysia".
172
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,
http://www.migrantcare.net/2017/12/undang-undang-no-18-tahun-2017-tentang-pelindungan-
pekerja-migran-indonesia/ (diunduh pada 21 Juni 2020).
173
Adnan Hamid, Thomas Arsil, dan Nina Rosida, “Laporan Penelitian Internal Dosen:
Perlindungan Hukum Bagi Buruh Migran Indonesia Menurut UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2019).

68
bekerja merupakan bentuk pemberian perlindungan terhadap pekerja migran

beserta anggota keluarganya yang telah kembali ke Indonesia.174

Selain itu, undang-undang ini juga membagi dua jenis perlindungan dalam

perlindungan sebelum bekerja, antara lain:175

a. Perlindungan administrasi meliputi keabsahan dan kelengkapan dokumen

serta penetapan kondisi dan syarat kerja;

b. Perlindungan teknis meliputi sosialisasi informasi, pendidikan dan pelatihan,

jaminan pendidikan dan pelatihan, jaminan sosial, layanan pemenuhan hak

pekerja migran Indonesia, penguatan pengawal, layanan terpadu Satu Atap

(LTSA), serta pembinaan dan pengawasan.

Perlindungan sebelum bekerja tersebut merupakan bentuk pencegahan

pemerintah Indonesia guna menjamin kepastian status hubungan kerja serta

kepastian hak dan kewajiban antara pekerja migran Indonesia, perusahaan penyalur

tenaga kerja, dan pemberi kerja.176

Sebelumnya, pada Januari 2017, salah satu bentuk langkah preventif

pemerintahan Jokowi dalam perlindungan pekerja migran Indonesia adalah dengan

174
Adnan Hamid, Thomas Arsil, dan Nina Rosida, “Laporan Penelitian Internal Dosen:
Perlindungan Hukum Bagi Buruh Migran Indonesia Menurut UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”.
175
Adnan Hamid, Thomas Arsil, dan Nina Rosida, “Laporan Penelitian Internal Dosen:
Perlindungan Hukum Bagi Buruh Migran Indonesia Menurut UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”.
176
Adnan Hamid, Thomas Arsil, dan Nina Rosida, “Laporan Penelitian Internal Dosen:
Perlindungan Hukum Bagi Buruh Migran Indonesia Menurut UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”.

69
melakukan penguatan database dan pemanfaatan aplikasi digital, serta melakukan

diplomasi berbasis digital berupa peluncuran digital command centre.177

Pasca berlakunya undang-undang PPMI 2017 tersebut, sebagaimana

tercantum dalam undang-undang tersebut, pekerja migran Indonesia dibebaskan

atas biaya penempatan yang sebelumnya ditanggung oleh pekerja migran itu sendiri

dan sekarang menjadi beban pemberi kerja.178 Pemerintah Indonesia juga kembali

menegaskan pentingnya pemberlakuan kebijakan perekrutan satu pintu atau one

channel policy sebagaimana yang telah disepakati pada beberapa tahun lalu. Namun

hingga tiga tahun berlalu, pemerintah Malaysia masih belum merespons

implementasi kebijakan terhadap kesepakatan tersebut. Sementara itu, pemerintah

Malaysia justru memberlakukan kebijakan direct hiring yang mana hal tersebut

sangat ditentang oleh pemerintah Indonesia.179

Sebagai tindak lanjut atas kebijakan direct hiring-nya pemerintah Malaysia,

pemerintah Indonesia melarang perusahaan penyalur untuk menigimkan calon

pekerja ke Malaysia, dan menginstruksikan Atase Ketenagakerjaan di Kuala

Lumpur, Malaysia, untuk tidak memberikan layanan terhadap program direct

hiring untuk pekerja migran sektor informal dari Indonesia.180

177
Fitriani, dan Vido C. Panduwinata, “Analisis Kinerja Kementerlian Luar Negeri Indonesia (2015-
2018)”, hal. 9.
178
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
179
Yulida Medistiara, “Indonesia Desak Malaysia Bikin Kebijakan Perlindungan TKI”, Detik.com,
(21 Februari 2018), https://news.detik.com/berita/d-3878662/indonesia-desak-malaysia-bikin-
kebijakan-perlindungan-tki (diakses 21 Mei 2020).
180
Safyra Primadhyta, “Pemerintah ‘Haramkan’ Rekrutmen Langsung TKI ke Malaysia”, CNN
Indonesia, (10 Januari 2018), https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180110122917-92-
267866/pemerintah-haramkan-rekrutmen-langsung-tki-ke-malaysia (diakses pada 21 Mei 2020).

70
Pada tahun ini juga, pemerintah Indonesia kembali mendesak pemerintah

Malaysia untuk segera mempercepat persetujuan perpanjangan nota kesepahaman

MoU pekerja migran Indonesia di Malaysia yang telah habis masa berlakunya pada

tiga tahun silam. 181 Bahkan, pemerintahan Jokowi mempertimbangkan untuk

melakukan kembali moratorium seperti yang pernah dilakukan pemerintahan SBY

pada tahun 2009 silam. Namun, kebijakan ini belum dapat direalisasikan mengingat

nasib sekitar 2,8 juta pekerja migran Indonesia yang masih terdapat di Malaysia.182

Pada 14 November 2017, kedua negara bersama negara ASEAN lainnya

menandatangani Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak

Pekerja Migran. Dalam konsesus ini, berisi mengenai komitmen negara-negara

ASEAN untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak pekerja migran di Asia

Tenggara. Konsensus ini merupakan tindak lanjut terhadap deklarasi yang dibuat

pada tahun 2007 silam.183

Pada tahun 2018, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengesahkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2018

tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia. Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan ini merevisi Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia. Kebijakan ini merupakan turunan

181
Safyra Primadhyta, “Pemerintah ‘Haramkan’ Rekrutmen Langsung TKI ke Malaysia”.
182
Siprianus E. Hardum, “Soal TKI, Pemerintah Dilematis Sikapi Malaysia”, Berita Satu, (7 April
2018), https://www.beritasatu.com/ekonomi/486995-soal-tki-pemerintah-dilematis-sikapi-malaysia
(diakses pada 22 Mei 2020).
183
https://asean.org/asean-leaders-commit-safeguard-rights-migrant-
workers/#:~:text=The%20ASEAN%20Consensus%20stipulates%20the%20general%20principles
%2C%20fundamental,on%20addressing%20migrant%20workers%E2%80%99%20issues%20in%
20the%20region.

71
pertama yang disahkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.184

Dalam peraturan menteri tersebut, pekerja migran Indonesia baik yang akan

dan sudah ditempatkan diwajibkan terdaftar pada program kepesertaan jaminan

kecelakaan kerja, dan jaminan kematian. Selain itu, pekerja migran Indonesia juga

dapat mendaftar dalam program jaminan hari tua. 185 Perlindungan jaminan sosial

terhadap pekerja migran Indonesia tersebut berupa pemberian uang santunan,

pendampingan dan pelatihan keahlian di Indonesia bagi yang mengalami kecacatan

akibat kecelakaan kerja, perawatan dan pengobatan akibat kecelakaan kerja, dan

juga santunan kematian.186

Di Malaysia sendiri, pada Januari 2019, pemerintah Malaysia

memberlakukan undang-undang perlindungan bagi pekerja migran di Malaysia. Di

mana sebelumnya skema perlindungan Workmen’s Compensation (WC), dan kini

skema perlindungan negara dikelola oleh Pertubuhan Keselamatan Sosial

(PERKESO).187

184
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja
Migran Indonesia, http://www.migrantcare.net/2019/01/peraturan-menteri-ketenagakerjaan-ri-no-
18-tahun-2018-tentang-jaminan-sosial-pekerja-migran-indonesia/ (diunduh pada 22 Mei 2020)
185
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
186
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
187
BPJS Ketenagakerjaan, “BPJS Ketenagakerjaan dan SOCSO Sepakat Lindungi PMI di
Malaysia”, (11 Maret 2019), https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/24286/BPJS-
Ketenagakerjaan-dan-SOCSO-Sepakat-Lindungi-PMI-di-Malaysia (diakses pada 1 Februari 2020).

72
Hal ini sejalan dengan undang-undang PPMI tahun 2017 yang menetapkan

3 (tiga) syarat negara tujuan penempatan, yakni:188

a. Negara tujuan penempatan telah memiliki peraturan perundang-undangan

terkait dengan perlindungan pekeja migran;

b. Negara tujuan penempatan memiliki perjanjian tertulis antara pemerintah

negara tersebut dengan pemerintah Indonesia;

c. Negara tujuan penempatan memiliki sistem jaminan sosial dan/atau asuransi

yang melindungi pekerja migran;

Kemudian sebagai tindak lanjut atas kebijakan baru di Malaysia tersebut,

pemerintah Indonesia melalui BPJS Ketenagakerjaan menandatangani

Memorandum of Collaboration (MoC) dengan penyelenggara jaminan sosial di

Malaysia, yakni Pertubuhan Keselamatan Sosial (PERKESO) di Menara Perkeso,

Kuala Lumpur, Malaysia, pada 4 Maret 2019. MoC ini meliputi sosialiasi dan

edukasi bersama, pemberian pelayanan lintas negara dan penegakan law

enforcement, pembagian data pekerja migran Indonesia yang terdaftar di BPJS

Ketenagakerjaan untuk selanjutnya disampaikan pada PERKESO. Begitu juga

sebaliknya, pekerja migran Indonesia yang sudah berada di Malaysia dan mendaftar

di PERKESO akan diberikan laporan data kepesertaannya pada BPJS

Ketenagakerjaan.189

188
Adnan Hamid, Thomas Arsil, dan Nina Rosida, “Laporan Penelitian Internal Dosen:
Perlindungan Hukum Bagi Buruh Migran Indonesia Menurut UU Nomor 18 Tahun 2017 Tentang
Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”.
189
BPJS Ketenagakerjaan, “BPJS Ketenagakerjaan dan SOCSO Sepakat Lindungi PMI di
Malaysia”.

73
Pada 2019 ini juga, pemerintah Indonesia kembali menerbitkan Permenaker

Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia

yang berisi mengenai aturan terbaru dan penyempurnaan tata cara penempatan yang

sebelumnya diatur pada Permenaker Nomor 22 Tahun 2014.

III.B.I. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Perlindungan Pekerja


Migran Indonesia di Malaysia pada Masa Pemerintahan Joko Widodo
Tahun 2014-2019

No. Jenis Kebijakan Kebijakan


Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
1. Peraturan Presiden Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Tahun 2015-2019
Permenaker Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan
2. Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia.
Permenaker Nomor 7 Tahun 2015 tentang Tata Cara
3. Pemberian Elektronik Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
Kepada Tenaga Kerja Indonesia
Peraturan Menteri
Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2017 tentang
4.
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia
Permenaker Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan
5.
Sosial Pekerja Migran Indonesia.
Permenaker Nomor 9 Tahun 2019 tentang Tata Cara
6.
Penempatan Pekerja Migran Indonesia
Letter of Intent (LOI) Perlindungan Tenaga Kerja
7.
Indonesia di Malaysia Tahun 2016
Kerja Sama Bilateral
MoC BPJS Ketenagakerjaan dengan Perkeso Malaysia
8.
Tahun 2019
Konsensus ASEAN tentang Perlindungan dan Pemajuan
9. Kerja Sama Multilateral
Hak Pekerja Migran Tahun 2017

74
BAB IV

ANALISIS KOMPARASI KEBIJAKAN PEMERINTAH INDONESIA

DALAM PERLINDUNGAN PEKERJA MIGRAN INDONESIA DI

MALAYSIA

Dari penjelasan pada bab sebelumnya, secara umum baik pada masa

pemerintahan SBY (2004-2009) maupun masa pemerintahan Joko Widodo (2014-

2019), keduanya sama-sama memiliki program prioritas kebijakan pembangunan

dengan berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagaimana

tercantum pada Perpres Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) masing-masing pemerintahan.190 Hal ini erat berkaitan dengan tingginya

migrasi para pekerja dari Indonesia ke Malaysia seperti yang telah diuraikan pada

bab II sebelumnya, bahwa faktor terbesar warga negara Indonesia untuk bekerja di

Malaysia adalah dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi.

Namun, hanya pada masa pemerintahan Joko Widodo lah yang menegaskan

pada kebijakannya bahwa negara berfungsi sebagai pelindung dan bertujuan untuk

memberikan rasa aman pada setiap warga negara ke dalam agenda utama

pembangunan nasionalnya.191 Bahkan, dalam konteks perlindungan pekerja migran

khusus disebut secara eksplisit sebagai bagian dari agenda prioritas pembangunan

nasionl pemerintahan Joko Widodo.192

190
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang RPJMN 2004-2009; dan Peraturan Presiden
Nomor 2 Tahun 2015 Tentang RPJMN 2015-2019.
191
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang RPJMN 2015-2019.
192
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang RPJMN 2015-2019.

75
Sasaran utama yang ingin dicapai dalam pemerintahan Joko Widodo adalah

menurunnya jumlah pekerja migran yang menghadapi masalah hukum di dalam dan

luar negeri. 193 Serta, terwujudnya mekanisme rekrutmen dan penempatan yang

melindungi pekerja migran, meningkatnya pekerja migran yang memiliki

keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pasar, meningkatnya

peran daerah dalam pelayanan informasi pasar kerja dan pelayanan rekrutmen calon

pekerja migran, dan tersedianya regulasi yang memberi perlindungan bagi pekerja

migran.194

Sementara, perlindungan warga negara pada masa pemerintahan SBY

hanya merupakan tujuan dari arah kebijakan pemantapan politik luar negeri SBY

dalam peningkatan kualitas diplomasi Indonesia, itu pun berfokus terhadap

perlindungan kepentingan dari masyarakatnya bukan terhadap subjek pekerja

migrannya.195

Dalam konteks pekerja migran Indonesia, pemerintahan SBY lebih melihat

para pekerja tersebut sebagai komoditas dan solusi atas tingginya angka

pengangguran di dalam negeri. Sebagaimana tercantum pada RPJMN 2004-2009,

“Peluang kesempatan kerja di luar negeri masih dibutuhkan mengingat besarnya

pengangguran di dalam negeri”.196

Penegasan aspek ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

dalam prioritas agenda nasional pemerintahan SBY dapat dipahami, karena pada

193
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
194
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
195
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
196
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015

76
masa tersebut Indonesia memang sedang dalam tahap pemulihan ekonomi pasca

krisis moneter tahun 1997/1998.

Hal ini sejalan dengan teori faktor penentu kebijakan yang dilatarbelakangi

oleh kondisi domestik termasuk budaya dan sistem politik yang berjalan. Situasi

politik dalam negeri yang tengah dihadapi. Teori ini menyebutkan bahwa dalam

kaitannya terhadap politik luar negeri, politik dalam negeri berfokus pada hubungan

antara para pengambil keputusan politik luar negeri dengan aktor-aktor politik

dalam negeri, yang berupaya untuk mempengaruhi perilaku politik luar negeri.197

Dalam data yang ada pada RPJMN 2004-2009 tersebut, pada tahun 2003

jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,5 juta jiwa dan setiap tahunnya sekitar

2,5 juta angkatan kerja baru menambah jumlah angkatan kerja. Pada tahun 2004,

presentasi penduduk miskin sebesar 16,6% atau berjumlah 36,1 juta jiwa. Jumlah

pengangguran dan kemiskinan ini sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi

politik, ekonomi, konflik sosial yang terjadi di berbagai daerah, dan bencana

alam.198

Sementara kondisi yang berbeda yang dialami saat pemerintahan Joko

Widodo menjabat, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014

menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih rendah dibanding

pada tahun 2004, yakni berjumlah 27 juta jiwa. Sementara tingkat pengangguran

terbuka sebesar 5,94%. Dengan kondisi politik dan perekenomoian yang mulai

197
William D. Coplin, dan Maesedes Marbun, Pengantar Politik Internasional Suatu Telaah
Teoritis.
198
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005

77
stabil, memberikan kesempatan pada pemerintahan Joko Widodo untuk berfokus

pada aspek perlindungan pekerja migran Indonesia di Malaysia.

Sejalan dengan argumen moral kaum liberal, bahwa memastikan hak

individu seseorang untuk hidup, kebebasan dan properti adalah tujuan utama dari

suatu negara.199 Fungsi negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat.200

Selain itu, berangkat dari asumsi liberal bahwa kepentingan nasional merupakan

akumulasi dari kepentingan individu atau kelompok, dengan demikian kepentingan

pekerja migran Indonesia ini berakumulasi menjadi kepentingan nasional

Indonesia.201

Analisis komparasi kebijakan pemerintah Indonesia dalam perlindungan

pekerja migran Indonesia di Malaysia lebih lanjut akan dianalisis berdasarkan 3

jenis kebijakan, yakni kebijakan perlindungan sosial, kebijakan perlindungan teknis,

dan kebijakan perlindungan ekonomis.

A. Analisis Komparasi Kebijakan Perlindungan Sosial terkait Pekerja Migran

Indonesia di Malaysia

Kebijakan perlindungan sosial dalam konteks perlindungan pekerja migran

Indonesia dapat diartikan sebagai kebijakan yang mengadakan pembatasan-

pembatasan terhadap kekuasaan pengguna jasa untuk tidak memperlakukan pekerja

199
Jeffrey W. Meiser, “Introducing Liberalism in International Relations Theory”.
200
Sukarna, Ideologi: Suatu Studi Ilmu Politik, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981).
201
Adam Smith, and S.M. Soares (Ed.), “Chapter IX: Of The Agricultural Systems, or Of Those
Systems of Political Economy Which Represent The Produce of Land as Either The Sole or The
Principal Source of The Revenue and Wealth Every Country”.

78
migran Indonesia dengan sewenang-wenang. Perlindungan ini juga berfungsi untuk

membuat pengguna jasa memandang pekerja sebagai makhluk Tuhan yang

mempunyai hak asasi.202

Baik pada masa pemerintahan SBY maupun masa pemerintahan Joko

Widodo untuk melakukan pembatasan-pembatasan tersebut, dapat dilihat bahwa

tindakan keduanya sama-sama berfokus pada penguatan kerja sama bilateral

dengan berupa pembentukan nota kesepahaman atau MoU.

Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, bahwa kerja sama bilateral

merupakan langkah yang perlu diambil dikarenakan penerapan hukum nasional

suatu negara tidak dapat diaplikasikan pada negara lain. Namun, dengan adanya

kerja sama ini kesepakatan yang diambil dapat merujuk atau didasari atas nilai-nilai

kepentingan masing-masing negara yang terlibat.

Dalam menentukan batasan-batasan mengenai hak dan tanggung jawab

pekerja migran Indonesia di Malaysia, pemerintahan SBY berhasil mengadakan

kesepakatan bilateral berupa pembentukan MoU dengan pemerintah Malaysia

mengenai rekrutmen dan penempatan pekerja domestik Indonesia yang terdiri dari

17 Pasal. Namun, MoU ini hanya memuat aturan-aturan mengenai pembatasan

tanggung jawab para pihak terkait, terutama majikan dan pekerja migran Indonesia.

202
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja).

79
Tabel IV.A.1. Tanggung Jawab Majikan dan Pekerja Migran Indonesia
(Pekerja Domestik) berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) Tahun 2006

No. Pihak Tanggung Jawab


a. Majikan bertanggungjawab secara personal atau melalui
otoritas BPM untuk mendapat persetujuan dari otoritas terkait
di Malaysia untuk tujuan rekruitmen/memperkerjakan Pemerja
Rumah Tangga.
b. Subyek pasal 5 MOU, Majikan secara personal atau melalui
BPM merekrut Pekerja Domestik di Indonesia melalui BPI.
c. Majikan harus membayar Pekerja Domestik dalam jangka
bulan dalam jumlah yang disepakati dalam syarat dan kondisi
Kontrak Pekerja.
d. Majikan harus menandatangani Kontrak Pekerja di Malysia
sebelum atau pada saat permulaan kerja dan kopi kontran
tersebut harus disediakan untuk Pekarja Rumah Tangga.
e. Majikan harus bertanggungjawab untuk pembayaran sebagai
berikut:
 Biaya transportasi dari titik keluar awal Indonesia ke
tempat pekerjaan di Malaysia;
 Jaminan keamanan sebagaimana disyaratkan oleh
Departemen Imigrasi Malaysia;
 Biaya Pemrosesan;
 Izin Kerja;
 Uji kesehatan untuk tujuan perpanjangan Ijin Kerja; dan
 Pajak tahunan
f. Majikan dapat, dalam peristiwa dimana Pekerja Domestik
1. Majikan direkrut menurut pasal 5 MoU, bertanggung jawa untuk
kebutuhan pengaturan masuknya Pekerja Domestik pada
kedatangan titik masuk di malaysia dan selanjutnya.
g. Majikan harus memastikan Pekerja Domestik menjalani
pengujian medin dalam satu (1) bulan dari tanggal kedatangan
di Malaysia sebagaimana disyaratkan oleh pemerintah
Malaysia.
h. Majikan harus, dalam hal dimana Pekerja Domestik direkrut
berdasar pada Pasal 5 MoU, bertanggung jawab atas biaya
pemulangan Pekerja Domestik yang tidak ditetapkan bugar dan
sehat dari pengujian medis yang dilakukan dibawah paragraf
vii diatas.
i. Majikan harus menyediakan pemberitaan untuk Pekerja
Domestik dibawah Skema Kompensasi Pekerja Asing
sebagaimana ditetapkan melalui Mentri Sumber Daya
Manusia, Malaysia.
j. Majikan harus memastikan bahwa Pekerja Domestik mendapat
kartu pekerja asing mereka dari Departemen Imigrasi Malaysia
seiring penggunaannya dan kartu disimpan oleh Pekerja
Domestik.
k. Majikan harus memperbarui Ijin Kerja Pekerja Domestik tiga
(3) bulan sebelum tanggal tidak berlaku. Biaya apapun, pinalti
atau gabungan kegagalan Majikan untuk melakukannya
menjadi tanggungan Majikan.

80
l. Majikan bertanggungjawab untuk keamanan menyimpan
pasport Pekerja Rumah Tangga dan untuk menyerahkan
pasport tersebut pada Perwakilan Indonesia dalam peristiwa
melarikan diri atau meninggalnya Pekerja Rumah Tangga.
m. Majikan harus menanggung biaya penggunaan pelayanan BPM
yang digunakan.
n. Dalam peristiwa kematian Pekerja domestik, majikan harus
menanggung biaya pemakaman atau pemulangan Pekerja
Rumah Tangga dan biaya tersebut dapat dibayarkan dari
Skema Kompensasi Pekerja Asing.
o. Majikan harus menghormati dan memperhatikan terkait pada
sensitifitas kepercayaan agama Pekerja Domestik, termasuk
hak untuk melakukan sembahyang dan untuk menolak
menangani atau mengkonsumsi makanan yang tidak halal.
p. Majikan harus menyediakan akomodasi yang layak pada
Pekerja Rumah tangga dengan sikap ramah.
q. Majikan harus menyediakan Pekerja rumah Tangga dengan
istirahat yang cukup.
r. Majikan harus memastikan bahwa Pekerja Rumah Tangga
harus dipekerjakan untuk tugas-tugas kerumahtanggaan.
s. Majikan harus melengkapi keterangan-keterangan Departemen
Buruh Malaysia tentang Pekerja Rumah Tangga termasuk
keluarganya didalam empat belas (14) hari dari permulaan
kerja.
t. Biaya pemulangan Pekerja Rumah Tangga dari tempat mereka
bekerja sampai titik ke awal di Indonesia harus di bebankan
pada Majikan sesuai dengan keadaan berikut:
 berakhirnya Kontrak Pekerka
 penghentian Kontrak Pekerja oleh Majikan; atau
 penghentian terkait tidak terpenuhinya syarat-syarat dan
kondisi Kontrak Pekerjaan oleh Majikan.
u. Majikan harus, lebih awal meninggalkan Malaysia untuk
bekerja di negara luar dan bermaksud mengajak bersama
Pekerja Rumah Tangga, melakukan segala sesuatu untuk
memastikan pengehentian Izin Kerja dan memperoleh
persetujuan yang diperlukan dari Perwakilan Indonesia.
v. Majikan harus, sebagaimana dimungkinkan dilaksanakan, dan
jika diminta oleh Pekerja Domestik, memandu Pekerja Rumah
Tangga untuk membuka rekening di institusi keuangan
Malaysia.
a. Pekerja Rumah Tangga harus menandatangani Kontrak Kerja
sebelum waktu kerja dimulai. Salinan kontrak tersebut harus
disediakan untuk Pekerja Rumah Tangga.
b. Pekerja Rumah Tangga harus bertanggungjawab untuk
pembayaran berikut:
 Visa;
Pekerja Migran  Dokumen perjalanan dan dokuem lainnya yang terkait
2. Indonesia dibebankan oleh otoritas Indonesia terkait;
(Sektor Informal)  Pengujian medis awal untuk Ijin Kerja Pekerja Rumah
Tangga;
 Akomodasi dan pembiayaan tambahan yang dibebankan
oleh BPI di Indonesia seblum keberangkatan;
 Biaya transportasi dari tempat tinggal Pekerja rumah tingga
pada titik keluar awal di Indonesia; dan
 Pengeluaran lain yang terjadi di Indonesia.

81
c. Pekerja Rumah Tangga harus memastikan salinan laporan
pengujian medis tersedia untuk diperlihatkan pada titik masuk.
d. Pemerintahan Malaysia menyediakan hak untuk mencabut
kembali Ijin Kerja dalam kasus apabila pekerja Rumah Tangga
menikah di Malaysia saat periode bekerja.
e. Tidak ada anggota keluarga atau orang lain yang diijinkan
untuk tinggal dengan Pekerja Domestik di tempat pekerja tanpa
sepengetahuan Majikan.
f. Pekerja Rumah Tangga harus bertanggung jawab untuk
mendapatkan kartu kerja asing untuk tujuan identifikasi untuk
mendoronng agen-agen kapanpun dibutuhkan saat mereka
tinggal di Malaysia.
g. Pekerja Rumah tangga mematuhi semua hukum, peraturan,
regulasi dan kebijakan dan menghargai tradisi dan budaya
Malaysia saat tinggal di Malaysia.
h. Pekerja Rumah Tangga harus menjalankan tanggung jawab
terhadap anak-anak, orang muda dan orang yang berada
dibawah perawatan dalam hal tanggung jawab.
i. Biaya pemulangan Pekerja Rumah Tangga harus dibebankan
oleh Pekerja Rumah Tangga dalam situasi:
 Penghentian akibat pengabaian atau kekerasan terhadap
anak-anak dan anak muda atau orang yang berada dibawah
perawatan mereka.
 Pekerja rumah Tangga dipecat atau melarikan diri; atau
 Pengehentian pekerjaan menurut paragraf 7 Kontrak
Pekerjaan.
Sumber: MoU antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia Tentang
Rekruitmen dan Penempatan Pekerja Indonesia Tahun 2006

MoU tahun 2006 ini tidak memuat tentang aturan jam kerja, usia minimum,

tidak menjelaskan hak-hak yang wajib dilindungi, dan hari libur. Menurut Direktur

Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, dikutip dari berita daring

VoaIndonesia.com, bahwa MoU tersebut tidak memuat hak-hak pekerja migran dan

kesepahaman dibangun atas landasan saling menguntungkan, dan bukan

berdasarkan penghormatan terhadap hak asasi manusia.203 Pernyataan tersebut juga

diperkuat dengan data BNP2TKI pada tahun 2008 yang menunjukan bahwa masih

203
Fathiyah Wardah, “Kebijakan Buruh Migran Belum Berikan Perlindungan”, VoaIndonesia.com,
(8 Maret 2016), https://www.voaindonesia.com/a/kebijakan-buruh-migran-belum-berikan-
perlindungan/3225409.html (diakses pada 12 Agustus 2020)

82
tingginya tingkat pekerja migran Indonesia yang bermasalah dua tahun pasca

disepakatinya MoU tersebut dengan angka 2.476 kasus.204

Hal ini diperparah dengan mencuatnya kasus penganiayaan yang dialami

oleh pekerja migran Indonesia, Siti Hajar, yang dilakukan oleh Hau Yuang Tyng

alias Michelle. 205 Oleh karena hal tersebut, maka desakan untuk merevisi dan

menghentikan pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia terus bergulir.

Sehingga pada 26 Juni 2009, melalui Surat Nomor 677/PPTK-

TKLN/VI/2009 yang ditandatangani pejabat eselon II di Kementerian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Indonesia dan ditujukan pada Kepala Kepolisian Resor Bandara

Soekarno-Hatta, Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Kepala Cabang

Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta, dan Kepala Administrator Bandara

Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, menandai diberlakukannya kebijakan

moratorium atau penghentian sementara pengiriman pekerja migran Indonesia pada

sektor informal ke Malaysia.206

Kebijakan moratorium tersebut merupakan upaya pemerintah Indonesia

dalam memberikan perlindungan karena Malaysia sebagainegara penempatan

tersebut tidak bisa memberikan jaminan perlindungan. 207 Sehingga, moratorium

tersebut baru akan dicabut setelah disepakatinya oleh kedua negara mengenai

penguatan aspek perlindungan pada MoU tahun 2006, yang mana pada tahun 2011

204
Muhammad Iqbal, “Catatan Akhir Tahun Pemerintah Membenahi TKI”.
205
Hamzirwan, “Kisah Moratorium”.
206
Hamzirwan, “Kisah Moratorium”.
207
Ajeng Ritzki Pitakasari (Ed.), “Moratorium TKI ke Malaysia Masih Berlaku”, Republika, (16
November 2012), https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/16/mdkhkx-
moratorium-tki-ke-malaysia-masih-berlaku (diakses pada 8 Agustus 2020).

83
atau pada periode kedua masa pemerintahan SBY, pemerintah Indonesia dan

Malaysia berhasil menyepakati perubahan terhadap MoU tahun 2006 dan disebut

dengan Protokol Perubahan Tahun 2011.

Protokol Perubahan Tahun 2011 ini masih berlaku hingga saat pemerintahan

Joko Widodo menjabat, dan berakhir pada tahun 2016. Namun, hingga berakhirnya

masa pemerintahan Joko Widodo pada tahun 2019, pemerintahan Joko Widodo

beelum dapat melakukan kesepakatan perpanjangan MoU dengan pemerintah

Malaysia. Meskipun, draft perpanjangan MoU telah diusulkan pemerintah

Indonesia sebelumnya pada tahun 2017.208 Untuk sementara waktu, sebagai upaya

perlindungan selanjutnya yang dilakukan pemerintah Joko Widodo selama MoU

berikutnya belum ditandatangani adalah dengan ditandatanganinya LoI pada 23

September 2016.209

Penulis melihat bahwa belum tercapainya kesepakatan yang saling

menguntungkan terutama pada pihak pekerja migran Indonesia sehingga belum

menemui titik temu kesepakatan. Presiden Joko Widodo dengan “Diplomasi Pro-

Rakyat”-nya secara jelas menempatkan kepentingan masyarakat terutama ekonomi

sebagai pusat diplomasi kebijakan Indonesia. Hal ini bertujuan untuk

mengamankan kebutuhan masyarakat Indonesia terlebih dahulu.210 Hal ini dapat

dilihat dengan poin-poin usulan dalam draft perpanjangan MoU yang lebih

208
Anisa Rahmayuwati, “Kerja Sama Bilateral Indonesia dan Malaysia Terkait Penanganan Kasus
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal di Malaysia pada Kurun Waktu 2015-2018”, (Jakarta:
Universitas Pertamina, 2020).
209
Gusti Ayu N. S. D., Putu Ratih K. D., dan Putu Titah K. R. "Upaya Preventif dalam Menekan
Insiden Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Melalui Hubungan Bilateral Indonesia dan Malaysia".
210
Muhammad Tri Andhika, “An Analysis of Indonesia Foreign Policy Under Jokowi’s Pro-People
Diplomacy”.

84
menitikberatkan kepentingan individu pekerja migran, salah satunya usulan terkait

kompetensi jabatan kerja.

Tabel IV.A.2. Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam


Perlindungan Sosial Pekerja Migran Indonesia di Malaysia

Kebijakan Pemerintah Dampak Terhadap


Indonesia dalam Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Sosial Pekerja Migran di Malaysia
Indonesia di Malaysia
Masa  Melakukan kerja sama  Pekerja migran Indonesia
Pemerintahan bilateral antara pemerintah memiliki landasan hukum yang
Susilo Indonesia dan pemerintah lebih jelas mengatur batasan hak
Bambang Malaysia berupa dan tanggung jawab antara
Yudhoyono pembentukan MoU tentang pekerja dengan pengguna
(2004-2009) rekrutmen dan penempatan jasa/majikan. Namun, Ketentuan
pekerja domestik Indonesia. mengenai upah minimum, jam
kerja dan waktu istirahat, cuti atau
hari libur belum ditentukan pada
MoU ini.
 Pengguna jasa/majikan memiliki
wewenang untuk menyimpan
paspor pekerja migran Indonesia.
 Standar dan ketentuan perjanjian
kerja antara pekerja migran
Indonesia dengan pengguna
jasa/majikan telah diatur dalam
MoU tersebut.
 Prosedur dan persyaratan
perekrutan dan penempatan
pekerja migran Indonesia di
Malaysia menjadi lebih jelas.
 Aspek perlindungan terhadap
pekerja migran Indonesia belum
diatur secara jelas.
Masa  Pembentukan LoI antara  Ketentuan yang mengatur
Pemerintahan pemerintah Indonesia dan mengenai batasan-batasan hak
Joko Widodo Pemerintah Malaysia sebagai dan tanggung jawab sebagaimana
(2014-2019) upaya sementara dalam tercantum pada Protokol
penguatan perlindungan Perubahan Tahun 2011 menjadi
pekerja migran Indonesia di tidak berlaku akibat belum
Malaysia. disepakatinya perpanjangan MoU
 Mengusulkan penambahan baru yang telah berakhir pada
poin-poin baru termasuk hak 2016.
pendidikan anak pekerja  LoI yang telah ditandatangani
migran Indonesia di mencakup pembentukan sistem

85
Malaysia, dan batas minimal satu saluran, dan komitmen
upah ke dalam draft meningkatkan perlindungan
perpanjangan MoU yang dalam percepatan perampungan
telah kadaluwarsa. perpanjangan MoU.
 Rentannya pekerja migran
Indonesia mengalami perselisihan
akibat ketiadaan MoU yang
mengatur batasan hak dan
tanggung jawab para pihak.
Sumber: Data diolah dari berbagai sumber

Sementara pada masa pemerintahan SBY jelas menempatkan keterlibatan

internasional sebagai prioritas utama kebijakan luar negeri Indonesia dengan dilihat

dari pendekatan “a million friends, zero enemy”. Pendekatan ini seolah memiliki

jarak antara kebijakan dan kebutuhan dalam negeri. Sehingga, politik luar negeri

ditempatkan pada tingkat high profile, tetapi kurang mengakar pada aspek

domestik.211 Hal ini juga termasuk dalam kebijakan terkait perlindungan pekerja

migran Indonesia yang dapat dilihat pada MoU tahun 2006 yang minim berfokus

pada perlindungan individu pekerja itu sendiri.

Dalam pandangan penulis, model perlindungan yang hanya berupa MoU

atau kesepakatan bersama yang selama ini dijalani oleh pemerintah Indonesia

belum cukup untuk memberikan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia

di Malaysia, diperlukan ratifikasi konvensi-konvensi PBB dan ILO terkait dengan

perlindungan pekerja migran tersebut oleh pemerintah Malaysia, agar dapat

Muhammad Tri Andhika, “An Analysis of Indonesia Foreign Policy Under Jokowi’s Pro-People
211

Diplomacy”.

86
menguatkan prinsip perlindungan para pekerja yang berdasarkan kesetaraan dan

hak asasi manusia ke dalam kebijakan nasional Malaysia.212

B. Analisis Komparasi Kebijakan Perlindungan Teknis terkait Pekerja Migran

Indonesia di Malaysia

Perlindungan teknis atau yang juga dikenal sebagai perlindungan

keselamatan kerja merupakan salah satu perlindungan yang berfungsi untuk

mencegah terjadinya bahaya atau kecelakaan yang dialami oleh tenaga kerja yang

ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau pekerjaannya. 213 Dalam konteks pekerja

migran, dapat dipahami sebagai usaha-usaha untuk mencegah terjadinya bahaya

atau permasalahan yang dapat timbul dalam penempatan ke negara tujuan.

Untuk dapat melindungi keselamatan kerja pekerja migran Indonesia

diperlukan ketentuan dan aturan terkait tata teknis pelaksanaan penempatan dan

perlindungan pekerja migran Indonesia di luar negeri. Pada masa pemerintahan

SBY, peraturan mengenai hal tersebut mengalami tiga kali penyempurnaan,

sementara tata pelaksanaan penempatan dan perlindungan pekerja migran

Indonesia di luar negeri pada masa pemerintahan Joko Widodo tidak mengalami

penyempurnaan apapun.

Persamaan kedua pemerintahan terkait perlindungan teknis ini adalah sama-

sama mewajibkan calon pekerja migran Indonesia memiliki sertifikasi melalui

Bojang AS, “The Study of Foreign Policy in International Relations”.


212
213
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2007, hal 78

87
pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi kerja, dan mewajibkan calon pekerja

migran Indonesia untuk mengikuti pembekalan akhir sebelum pemberangkatan

(PAP).

Pembekalan tersebut meliputi sosialisasi peraturan perundang-undangan

yang terdiri dari peraturan keimigrasian, peraturan ketenagakerjaan, dan peraturan

pidana di negara penempatan. Selain itu, sosialisasi yang berkaitan dengan

perjanjian kerja seperti hak dan kewajiban antara pekerja dan pengguna jasa, upah,

waktu kerja, hari libur, asuransi, jenis pekerjaan, jangka waktu perjanjian dan tata

cara perpanjangan perjanjian, dan penyelesaian perselisihan atau masalah.214

Namun, perbedaan yang mendasar adalah apabila dilihat dari

Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2006 sebelumnya, pemerintahan SBY tidak

memiliki ketentuan yang jelas terkait pelatihan kerja pekerja migran Indonesia.

Kewajiban sertifikasi tersebut pun tidak diatur secara jelas dalam peraturan tersebut.

Ketentuan mengenai pelatihan kerja baru diatur pada Permenakertrans Nomor 18

Tahun 2007, yang mana pekerja migran Indonesia wajib memiliki sertifikasi

kompetensi kerja yang didapatkan melalui pelatihan berbasis kompetensi, dan

diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yang dilisensi oleh BNSP.

Sementara pada pemerintahan Joko Widodo melalui Permenaker Nomor 22

Tahun 2014 telah mengatur lebih jelas kewajiban sertifikasi dan PAP terhadap

calon pekerja migran Indonesia. Meskipun, pada UU PPMI kewajiban PAP ini tidak

diatur dalam undang-undang tersebut. Namun, pemerintahan Joko Widodo

214
Permenakertrans Nomor 19 Tahun 2006; Permenakertrans Nomor 18 Tahun 2007;
Permenakertrans Nomor 22 Tahun 2008

88
mewajibkan pembekalan ini yang ditegaskan kembali melalui Permenaker Nomor

9 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia, namun

dengan berganti menjadi Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP).

Selain itu, sebagai langkah preventif untuk melindungi keselamatan kerja

pekerja migran Indonesia di Malaysia, sebagaimana wawancara yang dilakukan

penulis terhadap Bobi Alwy, Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) pada

15 November 2020, beliau mengatakan bahwa salah satu kebijakan yang terbilang

maju pada masa pemerintahan SBY tersebut adalah dibentuknya Sistem

Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (SISKOTKLN). Yaitu, suatu sistem

pendataan calon pekerja migran Indonesia yang akan berangkat ke luar negeri.215

Pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan SBY juga membentuk

Citizen Service untuk meningkatkan pelayanan perlindungan warga negara

Indonesia di beberapa daerah di Malaysia sebagaimana yang telah dijelaskan pada

bab sebelumnya.216 Pembentukan Citizen Service ini merupakan tindak lanjut dari

Inpres Nomor 6 Tahun 2006 terkait dengan penguatan fungsi perwakilan Indonesia

(diplomat) dalam perlindungan pekerja migran Indonesia.

Sebagaimana tugas dan fungsi negara menurut Adam Smith, bahwa negara

bertugas untuk melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi masyarakat

independen lainnya, dan salah satu fungsi dari perwakilan diplomatik yaitu

215
Wawancara Daring dengan Bobi Alwy, Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, tanggal 15
November 2020.
216
Permenlu Nomor 4 Tahun 2008

89
melindungi kepentingan nasional negara dan warga negara yang diwakilinya di

negara penerima berdasarkan batas-batas hukum internasional (protecting).217

Sementara kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam upaya pencegahan

terhadap permasalahan yang mungkin dialami oleh pekerja migran Indonesia di

Malaysia adalah dengan membentuk platform untuk memberikan pelayanan

pertolongan pertama terhadap para pekerja migran Indonesia. 218 Sistem ini

merupakan implementasi dari kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam

melakukan penyelenggaraan layanan data dan informasi pekerja migran Indonesia

yang berbasis daring dan terintegrasi secara terpusat lintas kementerian/lembaga.219

Menurut Bobi Alwy, kemudahan akses internet dan pemanfaatan digital

dalam pelayanan pengaduan pekerja migran Indonesia inilah yang menyebabkan

meningkatnya jumlah kasus pengaduan pekerja migran Indonesia yang bermasalah.

Selain itu, Bobi juga menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan sosialisasi disemninasi

informasi, pemerintahan Joko Widodo juga mememberdayakan perangkat desa

guna menjangkau desa-desa pelosok yang mayoritas merupakan asal pekerja

migran.

Selain itu, bentuk KTKLN konvensional yang sebelumnya wajib dimiliki

oleh pekerja migran Indonesia juga diubah dengan KTKLN elektronik yang

berbasis daring. 220 Dengan pemanfaatan teknologi dan digitalisasi khususnya

217
Saleha Mufida, “Upaya Pemerintah Indonesia dalam Menanggulangi Masalah Pendidikan Anak
TKI di Sarawak Periode 2014-2018”, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2018).
218
Fitriani, dan Vido C. Panduwinata, “Analisis Kinerja Kementerian Luar Negeri Indonesia (2015-
2018)”, hal. 6.
219
Permenaker Nomor 22 Tahun 2014
220
Permenaker Nomor 7 Tahun 2015

90
dalam pendataan pekerja migran Indonesia ini, seharusnya dapat lebih

meningkatkan perlindungan pekerja migran Indonesia terutama dalam hal

administrasi dan pengawasan. Perubahan KTKLN ini juga merupakan

implementasi dari Permenaker Nomor 07 Tahun 2015 yang mengubah paradigma

dalam penerapan KTKLN yang mana sebelumnya pekerja migran Indonesia wajib

memiliki KTKLN, dan sekarang diubah menjadi negara yang wajib menyediakan

KTKLN.

Perbedaan ini juga dapat dilihat dengan kebijakan pemerintahan SBY yang

menerapkan moratorium, sementara pemerintahan Joko Widodo tidak melakukan

penghentian arus pengiriman pekerja migran Indonesia ke Malaysia. Meskipun,

opsi moratorium tersebut tetap dijadikan pertimbangan.221

Kebijakan moratorium yang diterapkan pemerintahan SBY menyebabkan

terjadinya peningkatan pekerja migran illegal asal Indonesia yang terjadi selama

masa pemberlakuan moratorium. Dalam pandangan penulis, peningkatan ini

disebabkan kebijakan pemerintahan SBY yang mengesampingkan kebutuhan dasar

ekonomi para pekerja sehingga mereka akan melakukan segala cara untuk dapat

tetap berkerja di Malaysia. 222 Sementara itu, pemerintahan Joko Widodo dalam

keadaan dilematis karena apabila pengiriman pekerja migran Indonesia tidak

221
Yustinus Andri, “Perlindungan TKI: Moratorium Pengiriman TKI ke Malaysia Jadi Opsi”,
Bisnis.com, (20 April 2018), https://ekonomi.bisnis.com/read/20180420/12/786830/perlindungan-
tki-moratorium-pengiriman-tki-ke-malaysia-jadi-opsi (diakses pada 7 Agustus 2020)
222
Ahmad A. Ramdlany, Devi Rahayu, “Studi Moratorium Sebagai Upaya Perlindungan
Pengiriman TKI Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2004 di Madura”, Rechtidee, Vol. 11, No. 2,
(Indonesia: Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, 2016), hal. 227.

91
dihentikan, maka hal ini akan bertentangan dengan komitmen pemerintahannya

terhadap perlindungan pekerja migran Indonesia sebagaimana yang tercantum pada

Perpres RPJMN 2015-2019. Karena dengan tetap dibukanya arus migrasi pekerja

Indonesia ke Malaysia sebelum disepakatinya MoU antara kedua negara, akan

berakibat semakin lemahnya perlindungan dan rentannya pekerja migran Indonesia

terkena masalah di Malaysia karena para pekerja tersebut tidak memiliki payung

hukum yang memadai.223

Akan tetapi, apabila dilakukan moratorium secara sepihak, maka tingkat

penyelundupan pekerja migran ilegal atau perdagangan orang semakin meningkat

sebagaimana yang pernah terjadi pada moratorium 2009 sebelumnya, dan ribuan

pekerja migran Indonesia yang masih berada di Malaysia juga akan sangat rentan.

Hal ini dapat terus terjadi apabila Malaysia tetap memberikan Work Permit,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Saleh

Partonan Daulay.224

Tabel IV.B.1. Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam


Perlindungan Teknis Pekerja Migran Indonesia di Malaysia
Kebijakan Pemerintah Indonesia Dampak Terhadap
dalam Perlindungan Teknis Pekerja Pekerja Migran Indonesia
Migran Indonesia di Malaysia di Malaysia
Masa  Membentuk Citizen Service di 5  Maraknya praktek calo dan
Pemerintahan Kota Besar di Malaysia sebagai pungutan liar terhadap pekerja
Susilo Bambang bentuk penguatan upaya diplomatik. migran Indonesia dalam
Yudhoyono  Mewajibkan pendidikan dan pengurusan KTKLN di bandara
(2004-2009) pelatihan berbasis kompetensi kerja, atau Badan Pelayanan
dan mewajibkan calon pekerja Penempatan dan Perlindungan
migran Indonesia untuk mengikuti Tenaga Kerja Indonesia
pembekalan akhir sebelum (BP3TKI).

Siprianus Edi Hardum, “MoU Perlindungan TKI Kedaluwarsa, TKI Terancam Banyak Masalah”.
223
224
Tia Asmara. “Indonesia Pertimbangkan Moratorium TKI ke Malaysia”, Berita Benar, (26
Februari 2018), https://www.benarnews.org/indonesian/berita/tki-pertimbangan-moratorium-
02262018160959.html (diakses pada 7 Agustus 2020).

92
pemberangkatan atau PAP yang  Pekerja migran Indonesia yang
terdiri dari sosialisasi dan akan berangkat secara procedural
pengenalan materi kerja terkait akan terdata di SISKOTKLN
negara tujuan.  Moratorium menyebabkan
 Membentuk SISKOTKLN peningkatan jumlah pekerja
 Memfasilitasi calon pekerja migran migran Indonesia yang berangkat
Indonesia dengan lembaga bantuan secara ilegal ke Malaysia.
hukum di provinsi calon pekerja  Citizen service meningkatkan
tersebut, melakukan kerja sama kemudahan pelayanan dan
perwakilan Indonesia dengan law perlindungan terhadap warga
firm setempat, dan penugasan negara Indonesia khususnya para
pejabat polisi Indonesia di negara- pekerja migran di Malaysia.
negara penempatan pekerja migran
Indonesia
 Mewajibkan pekerja migran
Indonesia untuk memiliki KTKLN
 Moratorium pengiriman pekerja
migran Indonesia di sektor informal
pada tahun 2009.
Masa  Menyelenggarakan layanan data  KTKLN elektronik diproses saat
Pemerintahan dan informasi pekerja migran pembekalan akhir
Joko Widodo Indonesia yang berbasis daring dan pemberangkatan oleh beberapa
(2014-2019) terintegrasi secara terpusat lintas lembaga, sehingga meningkatkan
kementerian/lembaga. kontrol dan pengawasan dalam
 Membentuk platform pengaduan implementasi kebijakan ini.
pekerja migran Indonesia yang  Larangan untuk melakukan
mengalami masalah pemungutan biaya terhadap
 Merevisi ketentuan terkait bentuk pekerja migran Indonesia dalam
KTKLN yang sebelumnya pembuatan KTKLN elektronik.
konvensional menjadi KTKLN  Peningkatan jumlah aduan kasus
elektronik. pekerja migran Indonesia
 Negara wajib menyediakan bermasalah, akibat kemudahan
KTKLN elektronik. akses pengaduan tersebut.
 Meberikan sosialisasi dan  Dalam sistem satu saluran,
disemninasi informasi. pekerja migran Indonesia dapat
 Melakukan peningkatan kualitas mengetahui profil pengguna jasa
calon pekerja migran Indonesia sebelum diberangkatkan, karena
melalui pelatihan dan pendidikan. calon pekerja migran Indonesia
 Pembentukan sistem satu saluran, akan mendapatkan info lowongan
sehingga pengguna jasa yang akan yang valid yang telah diotorisasi
merekrut jasa pekerja migran oleh pemerintah.
Indonesia hanya melalui satu  Menghidupkan kembali medical
saluran. check up, pemeriksaan psikologi,
 Melakukan pendampingan, OPP dan urus visa yang
mediasi, advokasi, dan pemberian diserahkan untuk dikelola swasta,
bantuan hukum berupa fasilitasi membuka peluang komersialisasi
jasa advokat oleh Pemerintah Pusat terhadap pekerja migran
dan/atau Perwakilan Republik Indonesia.
Indonesia serta perwalian sesuai
dengan hukum negara setempat.
Sumber: Data diolah dari berbagai sumber

93
C. Analisis Komparasi Kebijakan Perlindungan Ekonomis terkait Pekerja

Migran Indonesia di Malaysia

Perlindungan ekonomis atau perlindungan jaminan sosial hakikatnya

merupakan program yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang sebagian hilang. 225

ILO telah merekomendasikan tentang pentingnya perlindungan jaminan


226
sosial terhadap pekerja migran beserta keluarganya sejak Juni 2012.

Rekomendasi tersebut memfokuskan pada akses kesehatan dan program jaminan

lainnya, tetapi secara umum pada kesehatan, keselamatan, pendidikan, air dan

sanitasi, tempat tinggal, dan makanan.227

Program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek tujuan

antara lain:228

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal

bagi tenaga kerja beserta keluarganya;

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang mendidik kemandirian

pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika

225
Ashabul Kahfi, “Perlindungan Hukum Tenaga Kerja”, Jurisprudentie, Vol. 3, No. 2, (Makassar:
UIN Alauddin Makassar, 2016).
226
Wouter Van Ginneken, “Social Protection for Migrant Workers: National and International
Policy Challenges”, European Journal of Social Security, (SAGE Publishing, 2013).
227
Anita Kristina, “Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Indonesia (Mencari Pelajaran Dari
Implementasi Kebijakan di Berbagai Negara), Media Trend, (Bangkalan: Universitas Trunojoyo
Madura, 2018).
228
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Paca Reformasi, dalam Ashabul Kahfi, “Perlindungan
Hukum Tenaga Kerja”.

94
dalam hubungan kerja terjadi resiko –resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari

tua dan lainnya.

Pada masa pemerintahan SBY, calon pekerja migran yang akan

diberangkatkan wajib diikutsertakan oleh PPTKIS dengan program asuransi

pekerja migran Indonesia atau pada saat itu disebut sebagai asuransi TKI. Pada

tahun 2006, dalam Permenakertrans Nomor 23 Tahun 2006 tentang Asuransi TKI,

pekerja migran Indonesia tidak langsung menjadi sebagai tertanggung atau

pemegang polis asuransi ini, namun diwakili oleh BP3TKI sebagai pemegang polis.

Namun, kebijakan tersebut disempurnakan pada tahun 2007, dan kembali

disempurnakan dengan Permenakertrans Nomor 23 Tahun 2008, sehingga pekerja

migran Indonesia merupakan langsung dan sebagai pemegang polis langsung tanpa

diwakilkan.229 Pada peraturan yang baru tersebut, perusahaan asuransi tersebut juga

wajib bekerja sama dengan pengacara atau lembaga bantuan hukum di negara

penempatan untuk melaksanakan perlindungan hukum terhadap pekerja migran

Indonesia yang bermasalah di negara tersebut.

Pemerintahan SBY sebetulnya sadar bahwa pekerja migran Indonesia rentan

mengalami berbagai masalah selama bekerja, dengan demikian program asuransi

yang berguna untuk menjamin bantuan bila terjadi permasalahan tersebut sangat

diperlukan bagi pekerja migran Indonesia Namun, implementasi kebijakan

pemerintahan SBY terkait asuransi ini belum berfokus pada proses yang efisien.

229
Organisasi Internasional untuk Migrasi, “Migrasi Tenaga Kerja Dari Indonesia: Gambaran
Umum Migrasi Tenaga Kerja Indonesia di Beberapa Negara Tujuan di Asia dan Timur Tengah”,
(Jakarta: Organisasi Internasional untuk Migrasi, 2010).

95
Kebijakan asuransi ini telah mengalami revisi berulang kali, namun substansi dari

kebijakan tersebut belum dapat menjamin hak-hak perlindungan pekerja migran

Indonesia terkait jaminan perlindungan sosial ini.230

Dalam wawancara terhadap Bobi Alwy, Sekjen SBMI, beliau

mengungkapkan bahwa pada masa pemerintahan SBY, untuk jumlah risiko yang

ditanggung oleh pihak asuransi swasta sebanyak 13 risiko. Namun, tingkat

pengklaiman jaminan sosial terbilang rendah hanya berkisar 12% - 20% dari total

premi yang masuk.231

Sementara pada masa pemerintahan Joko Widodo, pengelolaan terkait

jaminan sosial terhadap pekerja migran Indonesia yang sebelumnya menjadi

kewenangan pihak asuransi swasta dilimpahkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

Sehingga, perlindungan tersebut terdiri dari jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan

kematian. Sementara untuk jaminan hari tua merupakan pilihan terhadap pekerja

migran Indonesia untuk dapat bergabung dalam program tersebut atau tidak.232

Awalnya para serikat atau organisasi pekerja migran Indonesia menilai

bahwa dengan dilimpahkannya pengelolaan perlindungan jaminan sosial ini yang

sebelumnya dikelola oleh swasta, menjadi di bawah pemerintah dapat memberikan

dampak positif berupa peningkatan tingkat pengklaiman asuransi tersebut. Namun,

pada praktiknya pengalihan pengelolaan jaminan sosial ini justru memberikan

230
Organisasi Internasional untuk Migrasi, “Migrasi Tenaga Kerja Dari Indonesia: Gambaran
Umum Migrasi Tenaga Kerja Indonesia di Beberapa Negara Tujuan di Asia dan Timur Tengah”,
231
Wawancara Daring dengan Bobi Alwy, Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, tanggal 15
November 2020.
232
Permenaker Nomor 18 Tahun 2018.

96
kerugian karena BPJS Ketenagakerjaan ini hanya dapat digunakan dan diklaim di

Indonesia. Selain itu, justru tingkat pengklaiman sebagaimana yang dijelaskan oleh

Bobi menjadi lebih rendah, sekitar 2,5% dari total premi. Hal ini tentunya sangat

merugikan bagi pihak pekerja migran Indonesia.233

Pada tahun 2019 pemerintah Indonesia dengan melalui BPJS

Ketenagakerjaan melakukan kerja sama dengan pemerintah Malaysia yang melalui

SOCSO/PERKESO dalam peningkatan jaminan perlindungan pekerja migran

Indonesia di Malaysia. 234 Kerja sama ini berupa pertukaran data kepesertaan,

sosialiasi dan edukasi bersama, pemberian pelayanan lintas negara, dan penegakan

law enforcement. 235 Melalui skema perlindungan ini, pekerja migran Indonesia

berhak atas manfaat jaminan pensiun berkala dari SOCSO apabila mengalami

kecelakaan kerja yang berdampak pada kecacatan, dan manfaat tersebut akan tetap

terus berlanjut yang akan diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan di Indonesia.236

Namun, dikutip dari wawancara terhadap Deputi Direktur Bidang Humas

dan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja pada berita daring

HarianTerbit.com, bahwa kerja sama perlindungan jaminan sosial ini hanya

ditujukan kepada pekerja migran sektor formal, dan belum mencakup pekerja sektor

informal termasuk pekerja domestik. 237 Hal ini kembali lagi disebabkan dengan

233
Wawancara Daring dengan Bobi Alwy, Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia, tanggal 15
November 2020.
234
BPJS Ketenagakerjaan, “BPJS Ketenagakerjaan dan SOCSO Sepakat Lindungi PMI di
Malaysia”.
235
BPJS Ketenagakerjaan, “BPJS Ketenagakerjaan dan SOCSO Sepakat Lindungi PMI di
Malaysia”.
236
BPJS Ketenagakerjaan, “BPJS Ketenagakerjaan dan SOCSO Sepakat Lindungi PMI di
Malaysia”.
237
“Februari 2019, BPJSTK dan SOCSO Malaysia Teken Kerjasama Perlindungan Pekerja
Migran”, Harian Terbit, (18 Januari 2019),

97
hukum nasional Malaysia yang tidak mengakui pekerja domestik atau asisten

rumah tangga sebagai pekerja.238

Pemberian jaminan sosial terhadap pekerja migran Indonesia sudah

sejatinya merupakan bentuk tugas dan fungsi negara dalam melindungi hak-hak

individu warga negaranya ketika warga negara tersebut sudah tidak memiliki

kemampuan untuk menghidupi dirinya sendiri maupun keluarganya. Pada saat

inilah, negara bertugas untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar tersebut yang

mana harus dengan melihat individu tersebut sebagai manusia, dan bukan melihat

dari status pekerjaan mereka.

Tabel IV.C.1. Komparasi Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam


Perlindungan Ekonomis Pekerja Migran Indonesia di Malaysia

Kebijakan Pemerintah Dampak Terhadap


Indonesia dalam Pekerja Migran Indonesia
Perlindungan Ekonomis di Malaysia
Pekerja Migran Indonesia
di Malaysia
Masa  Mewajibkan PPTKIS  Pekerja migran Indonesia mendapatkan
Pemerintahan untuk mengikutsertakan program asuransi TKI yang terbagi
Susilo Bambang pekerja migran Indonesia menjadi 3 jenis, yakni:
Yudhoyono jaminan sosial yang a. Perlindungan Pra-Penempatan;
(2004-2009) diselenggarakan oleh b. Perlindungan Masa Penempatan;
perusahaan asuransi yang c. Perlindungan Purna Penempatan.
ditetapkan pemerintah.  Pekerja migran Indonesia dibebankan
 Memberikan wewenang biaya asuransi senilai Rp400.000 yang
terhadap perusahaan terdiri dari:
asuransi dalam bekerja a. Pra penempatan Rp50.000;
sama dengan lembaga b. Masa Penempatan Rp300.000;
bantuan hukum di negara c. Purna penempatan Rp50.000.
penempatan untuk  Jaminan perlindungan dalam menghadapi
melakukan perlindungan permasalahan hukum hanya saat masa
hukum terhadap pekerja penempatan. Sehingga pekerja migran
migran Indonesia di Indonesia yang menghadapi permasalahan
negara penempatan.

https://www.harianterbit.com/nasional/read/103057/Februari-2019-BPJSTK-dan-Socso-Malaysia-
Teken-Kerjasama-Perlindungan-Pekerja-Migran (diakses pada 10 Agustus 2020).
238
Organisasi Internasional untuk Migrasi, “Migrasi Tenaga Kerja Dari Indonesia: Gambaran
Umum Migrasi Tenaga Kerja Indonesia di Beberapa Negara Tujuan di Asia dan Timur Tengah”.

98
hukum pada saat pra-penempatan, dan
purna penempatan tidak terlindungi.

Masa  Mengalihkan  BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat


Pemerintahan pengelolaan jaminan digunakan di luar Indonesia.
Joko Widodo sosial pekerja migran  Pekerja migran Indonesia mendapatkan
(2014-2019) yang sebelumnya program jaminan sosial terdiri dari:
dikelola oleh asuransi a. Jaminan Kecelakaan Kerja;
swasta menjadi dikelola b. Jaminan Kematian;
oleh BPJS  Pekerja migran Indonesia dibebankan
Ketenagakerjaan. biaya iuran sejumlah Rp370.000.
 Melakukan kerja sama  Khusus Jaminan Hari Tua, pekerja migran
dengan lembaga jaminan Indonesia dapat memilih untuk bergabung
sosial pemerintah dalam program Jaminan Hari Tua atau
Malaysia, yaitu tidak.
SOCSO/PERKESO.  Manfaat berupa santunan uang yang
diterima oleh pekerja migran Indonesia
lebih besar dibandingkan program asuransi
TKI.
 Jaminan sosial yang diberikan kepada
pekerja migran Indonesia tidak hanya
berupa uang santunan, atau perawatan dan
pengobatan kebutuhan medis, namun juga
berupa pendidikan dan pelatihan
vokasional bagi yang mengalami kecacatan
akibat kecelakaan kerja.
 Memberikan beasiswa pendidikan atau
pelatihan kerja bagi anak pekerja migran
Indonesia yang mengalami kecacatan
akibat kecelakaan kerja.
 Lembaga penyelenggara jaminan sosial
tidak memiliki kewenangan dalam bantuan
perlindungan hukum.
 Pekerja migran Indonesia sektor formal
juga mendapatkan maanfaat dari
SOCSO/PERKESO selama di Malaysia
dan dilanjutkan oleh BPJS
Ketenagakerjaan pada saat di Indonesia.
Sumber: Data diolah dari berbagai sumber

99
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perlindungan terhadap warga negara merupakan salah satu hakikat dari

tujuan utama berdirinya sebuah negara. Oleh karena itu, sebuah negara perlu

melakukan kerja sama dengan negara lain guna melindungi warga negara tersebut

di negara lain. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam perlindungan pekerja migran

Indonesia di Malaysia baik pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

Tahun 2004-2009 maupun pada masa pemerintahan Joko Widodo Tahun 2014-

2019 masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai presiden Indonesia pertama

yang dipilih langsung oleh rakyat langsung dihadapi oleh berbagai permasalahan

berat akibat kondisi Indonesia saat itu yang masih dalam pemulihan pasca krisis

moneter tahun 1997/1998, kondisi ketimpangan ekonomi antar daerah, tingginya

tingkat pengangguran, dan masih belum stabilnya perekonomian negara memaksa

pemerintah Indonesia untuk mencari solusi dalam mempercepat pemulihan

perekonomian. Salah satunya adalah dengan meningkatkan penyerapan sumber

daya manusia atau tenaga kerja.

Faktor tersebut membentuk penyusunan agenda RPJMN pemerintah

Indonesia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009

yang secara eksplisit menyebutkan bahwa bekerja di luar negeri merupakan solusi

100
dalam menangani tingginya tingkat pengangguran pada saat itu. Dengan demikian,

hal ini dapat dipahami bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintahan

SBY Tahun 2004-2009 lebih berfokus pada penempatan pekerja migran Indonesia

ke luar negeri.

Sementara itu, agenda kebijakan pemerintah Indonesia dalam perlindungan

pekerja migran Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo sebagaimana yang

tercantum pada RPJMN 2015-2019 pada saat itu secara eksplisit menegaskan

berorientasi kepada peningkatan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia

agar dapat menurunkan jumlah permasalahan yang dihadapi pekerja migran.

Peningkatan fokus aspek perlindungan didasari atas mulai stabilnya kondisi

ekonomi dan politik domestik Indonesia, dan tindak lanjut telah diratifikasinya

Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran

dan Anggota Keluarganya 1990.

Perbedaan fokus tersebut dapat dilihat dengan mengamati tiga aspek

perlindungan. Dalam perlindungan sosial, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh

Bobi Alwy, beliau mengatakan bahwa MoU 2006 memang sangat minim aspek

perlindungan dan lebih berfokus pada aspek penempatan karena pada saat itu

undang-undang yang berlaku adalah UU PTKILN, yang memang undang-undang

tersebut berfokus pada pengaturan penempatan. Sementara, pada saat itu Indonesia

juga belum meratifikasi Konvensi Internasional mengenai Perlindungan Hak-Hak

Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1990. Sehingga aspek-aspek

101
perlindungan pekerja migran memang belum menjadi fokus pembentukan nota

kesepahaman pada kedua negara.

Sementara itu, poin-poin draft perpanjangan MoU yang diusulkan oleh

pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo tersebut sudah banyak

mengajukan aspek perlindungan. Pada proses pembentukan kerja sama tersebut,

pemerintahan Joko Widodo berkomitmen untuk memperluas cakupan perlindungan

terhadap pemenuhan hak-hak pekerja migran Indonesia di Malaysia, yang mana

mengusulkan beberapa poin seperti batasan minimal upah, penetapan kompetensi

jabatan pekerjaan, hari libur, dan lainnya yang menitikberatkan pada kebutuhan dan

kepentingan pekerja migran Indonesia itu sendiri dibandingkan pada masa

pemerintahan SBY Tahun 2004-2009 yang belum menuangkan aturan hal-hal

tersebut pada MoU yang disepakati dengan Malaysia. Hal ini didasari atas setelah

diratifikasinya Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh

Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1990, dan Diplomasi Pro-Rakyat yang

diterapkan oleh pemerintahan Joko Widodo juga mempengaruhi dalam pendekatan

pembentukan kerja sama terhadap penempatan dan perlindungan pekerja migran

Indonesia dan Malaysia.

Dalam pelaksanaan perlindungan teknis guna pencegahan terjadinya kasus

pekerja migran Indonesia bermasalah, pemerintah Indonesia pada masa

pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono Tahun 2004-2009, memang berfokus

dalam tahap pembenahan dan penataan pelaksanaan penempatan pekerja migran

Indonesia. Seperti pembentukan citizen service sebagai layanan bantuan

102
perlindungan, KTKLN dan SISKOTKLN sebagai pendataan pekerja migran

Indonesia, dan BNP2TKI sebagai lembaga yang mengelola pengaturan pekerja

migran Indonesia. Namun, justru beberapa diantaranya dalam pelaksanaannya

memberikan dampak negatif terhadap pekerja migran Indonesia, berupa eksploitasi

dan pungutan liar yang pada saat itu marak terjadi pada calon pekerja migran

Indonesia.

Sementara pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo

Tahun 2014-2019, secara teknis cenderung berfokus dalam peningkatan aspek

perlindungan. Seperti pembuatan platform digital dalam pengaduan dan pelayanan

pekerja migran Indonesia yang bermasalah, pemberdayaan perangkat desa dalam

peningkatan sosialisasi dan edukasi pekerja migran yang akan bekerja ke luar negeri,

dan pembentukan KTKLN elektronik. Pemanfaatan teknologi yang dilakukan

pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo meningkatkan fungsi

kontrol dan pengawasan dalam implementasi kebijakan ini. Sehingga paraktek calo

dan pungutan liar terhadap para pekerja dapat diminimalisir. Selain itu, kemudahan

dalam mengakses pengaduan juga meningkatkan tingkat keterdataan jumlah kasus

permasalahan yang dihadapi pekerja migran Indonesia.

Sementara dalam perlindungan ekonomis atau jaminan sosial, meskipun

dalam segi peraturan, peraturan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Joko

Widodo memberikan penambahan nilai pertanggungan yang dapat dimanfaatkan

oleh para pekerja migran Indonesia. Namun, pada pelaksanaannya justru

memberikan kerugian bagi pekerja migran Indonesia, seperti rendahnya presentase

103
klaim atas total premi yang telah dibayarkan, dan penggunaan BPJS

Ketenagakerjaan yang tidak dapat digunakan di Malaysia.

Dengan demikian kebijakan perlindungan yang diterapkan pada kedua masa

pemerintahan dapat dilihat bahwa kebijakan tersebut dipengaruhi oleh berbagai

faktor domestik, dan karakteristik dari pemerintahan itu sendiri. Sebagaimana teori

pembentuk kebijakan yang telah dijelaskan sebelumnya pada penelitian ini.

Sehingga, kebutuhan dan kondisi dalam negeri yang berlangsung pada saat itu

secara langsung berperan penting atas pembentukan fokus kebijakan dalam

perlindungan pekerja migran Indonesia yang diambil oleh pemerintah Indonesia.

104
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agusmidah. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.


Rineka Cipta Asyhadie, 1998.

Zaeni. Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja). Jakarta:


Raja Grafindo Persada, 2007.

Burchill, Scott, dan Andrew Linklater. Theories of International Relations. New


York: St. Martin's Press, 1996.

Burchill, Scott. The National Interest in International Relations Theory. Britania


Raya: Palgrave Macmillan, 2005.

Chandrakirana, Kamala, et.al., Seri Dokumen Kunci 9, Jakarta: Komnas Perempuan,


2007.

Coplin, William D, dan Maesedes Marbun. Pengantar Politik Internasional Suatu


Telaah Teoritis. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003.

Effendi, H. A. Masyhur. Dimensi dan Dinamika HAM dalam Hukum Nasional dan
Internasional. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.

Esser, Frank, dan Vliegen Hart. “Comparative Research Methods”. The


International Encyclopedia of Communication Research Methods. (Swiss:
Willey-Blackwell, 2017).
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1002/9781118901731.iecrm0035
(diunduh pada 13 Juli 2020).

Fauzi, Nasrullah. “Indonesia Dalam Pandangan Media Malaysia: Sebuah Kajian


Awal”. Malaysia, 2007.

XIV
H., Zlotnik. “Empirical Identification of International Migration System”.
International Migration Systems: A Global Approach. Oxford: Clarendon
Press, 1992.

International Labour Organization. ILO Global Estimates on International Migrant


Workers: Results and Methodology. Geneva: ILO, 2018.

Jackson, Robert Jackson, dan Georg Sorensen. Pengantar Studi Hubungan


Internasional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Khakim, Abdul. Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Cetakan ke-4


Edisi Revisi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.

Lee, Everett S., dan Robin Cohen (Ed.). “A Theory of Migration”, Theories of
Migration, (Cheltenham, 1996).

Mintz, Alex, dan Karl DeRouen Jr.. Understanding Foreign Policy Decision
Making. New York: Cambridge University Press, 2010.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, 2010.

Neack, Laura. The New Foreign Policy: Power Seeking in a Globalized Era.
Lanham: Rowman & Littlefield Publishers, 2008.

Nugroho, Riant. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta:


PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004.

Nugroho, Riant. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008.

Rosenau, James N., Kenneth W. Thompson, dan Gavin Boyd (Ed.). “The Study of
Foreign Policy”. World Politics: An Introduction. New York: Free Press,
1976.

Schafer, Mark, dan Stephen G. Walker (Ed.). Beliefs and Leadership in World
Politics Methods and Applications of Operational Code Analysis. USA:
Palgrave Macmillan, 2006.

XV
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.

Setyawan, Febi E. B. Pengantar Metodologi Penelitian (Statistika Praktis). Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang, 2017.

Smith, Adam, dan S.M. Soares (Ed.). “Chapter IX: Of The Agricultural Systems,
or Of Those Systems of Political Economy Which Represent The Produce of
Land as Either The Sole or The Principal Source of The Revenue and Wealth
Every Country”. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations. MetaLibri Digital Library, 2007.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta, 2014.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta, 2007.

Sukarna. Ideologi: Suatu Studi Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Alumni, 1981.

Syahmin, A. K. Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis. Ed. 1. Jakarta:


Rajawali Pers, 2008.

Tahir, Arifin. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah


Daerah. Bandung: Alfabeta, 2014.

Van Doorn, Judith. “Migration, Remittances and Development”. Migrant Workers.


Geneva: ILO, 2002.

Yudhoyono, Susilo B. dan Jusuf Kalla, Membangun Indonesia Yang Aman, Adil,
dan Sejahtera. Jakarta, 2004.

XVI
B. Artikel Jurnal
Abdul, Rahman, dan Latif Abdul. “Kes Perburuhan dan Tuduhan Politik Tidak
Jejas Hubungan: Malaysia-Indon Cipta Masalah?”. Jurnal Pemikir. Vol. 67.
Indonesia, 2012.
Adharinalti. “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar Negeri”.
Jurnal Rechtsvinding. Vol. 01. No. 01. Indonesia: BPHN, 2012.

Andhika, Muhammad Tri. “An Analysis of Indonesia Foreign Policy


UnderJokowi’s Pro-People Diplomacy”. Indonesian Perspective. Vol. 1. No.
2. Jakarta: Universitas Bakrie, 2016.

AS, Bojang. “The Study of Foreign Policy in International Relations”, Journal of


Political Sciences & Public Affairs. Turkey: Ege University, 2018.
Austin, Mary, dan Ward Berenschot, dkk. (Ed.). “Defending Indonesia's Migrant
Workers”. Citizenship and Democratization in Southeast Asia. Brill, 2017.
https://www.jstor.org/stable/10.1163/j.ctt1w76ws5.15 (diunduh pada 2
Februari 2020).
Chin, Christine. “In Service and Servitude: Foreign Female Domestic Workers and
The Malaysian 'Modernity' Project”. Crossroads: An Interdisciplinary
Journal of Southeast Asian Studies. Vol. 13. No. 1. New York: Columbia
University Press, 1998.
Elias, Juanita. “Foreign Policy and the Domestic Worker: The Malaysia-Indonesia
Domestic Worker Dispute”. International Feminist Journal of Politics. Vol.
15. No. 3. Britania Raya: Routledge, 2013.
https://doi.org/10.1080/14616742.2012.755835 (diunduh pada 4 Januari
2020).

Ginneken, Wouter Van. “Social Protection for Migrant Workers: National and
International Policy Challenges”. European Journal of Social Security.
SAGE Publishing, 2013.

XVII
Gourevitch, Alex. “Are Human Rights Liberal?”. Journal of Human Rights. Vol. 8.
No. 4. Taylor $ Francis Online, 2009. hal. 303.
https://doi.org/10.1080/14754830903324720 (diunduh pada 20 Mei 2020).
Hadi, Syamsul Hadi. “Sekuritisasi dan Upaya Peningkatan Perlindungan Terhadap
Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia”. Jurnal Hukum Internasional. Vol. 5.
No. 4. Depok: Universitas Indonesia, 2008.
Hakim, F. Y. “Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia”, International Making.
Vol. 04. No. 01. Jakarta: Universitas Indonesia, 2006.
Handayani, Dwi W., et. al. “Dinamika Kerjasama Indonesia dan Malaysia tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja”. Jurnal Sosiologi. Bandar
Lampung: Universitas Lampung, 2018.
Husni, Lalu. “Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri”. Mimbar Hukum. Vol. 23. No. 1. Indonesia, 2011.
http://www.jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16206/10752 (diunduh pada 5
Februari 2020).

Kahfi, Ashabul. “Perlindungan Hukum Tenaga Kerja”. Jurisprudentie. Vol. 3. No.


2. Makassar: UIN Alauddin Makassar, 2016.

Kaur, Amarjit. “International Migration and Governance in Malaysia: Policy and


Performance”. UNEAC Asia Papers. No. 2. Australia: University of New
England, 2008.
Kaur, Amarjit. “Managing Labour Migration in Malaysia: Guest Worker Programs
and the Regularisation of Irregular Labour Migrants as a Policy Instrument”.
Asian Studies Review. Australia: Routledge, 2014.
King, Russell. “Theories and Typologies of Migration: An Overview and a Primer”.
Willy Brandt Series of Working Papers in International Migration and Ethnic
Relations. (Malmo: Malmö Institute for Studies of Migration, Diversity and
Welfare, 2012).
Kristina, Anita Kristina. “Jaminan Sosial Bagi Tenaga Kerja Indonesia (Mencari
Pelajaran Dari Implementasi Kebijakan di Berbagai Negara). Media Trend.
Bangkalan: Universitas Trunojoyo Madura, 2018.

XVIII
Liow, Joseph. “Malaysia's Approach to Its Illegal Indonesian Migrant Labour
Problem: Securitization, Politics, or Catharsis?”, IDSS-FORD Workshop on
Non-Traditional Security in Asia. Singapura, 2004.
Liow, Joseph. “Malaysia's Illegal Indonesian Migrant Labour Problem: In Search
of Solutions”. Contemporary Southeast Asia. Vol. 25. No. 1. ISEAS Yushof
Ishak Institute, 2003.
Maksum, Ali. “Kebijakan Pemerintah Jokowi Terkait Tenaga Kerja Indonesia di
Malaysia dan Implikasinya Terhadap Hubungan Dua Negara Serumpun”.
JISIERA: The Journal of Islamic Studies and International Relations. Vol. 2.
Yogyakarta, 2017.
Maksum, Ali. “Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Hubungan Indonesia-Malaysia
di Era Jokowi”. Jurnal PIR. Vol. 02. No. 01. Indonesia, 2017.

Rahayu, Nur H. “Menggapai Asa Melalui Nawa Cita”. Simpul: Perjalanan Dua
Tahun Nawa Cita di Pusat dan Daerah. Vol. 12. Jakarta: Bappenas, 2017.

Rahman, Agus R. “Politik Luar Negeri Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono


terhadap Eropa”. Jurnal Penelitan Politik, Jakarta: LIPI, 2016.

Ramdlany, Ahmad A., dan Devi Rahayu. “Studi Moratorium Sebagai Upaya
Perlindungan Pengiriman TKI Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2004 di
Madura”. Rechtidee. Vol. 11. No. 2. Indonesia: Fakultas Hukum Universitas
Trunojoyo Madura, 2016.

Saroinsong, Willyam Saroinsong. “Penanganan Masalah TKI Ilegal oleh


Pemerintah RI”. Jurnal Hukum Internasional. Depok: Universitas Indonesia,
2015.
Siregar, Naek, Ahmad Syofyan, dan Heryandi (Ed.). “Perlindungan Hak Pekerja
Migran dalam Hukum Internasional dan Implementasinya di Indonesia”.
Dimensi Hukum Internasional. Vol. 2. Bandar Lampung: Fakultas Hukum
Universitas Lampung, 2014.
Situmorang, Mangadar. “Orientasi Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia di
Bawah Pemerintahan Jokowi-JK”. Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional.

XIX
Bandung: Universitas Parahyangan, 2014.
http://journal.unpar.ac.id/index.php/JurnalIlmiahHubunganInternasiona/artic
le/view/1442 (diunduh pada 23 Maret 2020).
Subadi, Tjipto. “Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia (Studi Kasus TKW Asal Jawa
Tengah dengan Pendekatan Fenomenologi)”. Indonesian Journal of Spatial
and Regional Analysis. Surakarta: MUP Press, 2010.

Sutaat. “Masalah Sosial Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Shelter KBRI Kuala
Lumpur”. Sosio Konsepsia: Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial. Vol. 13. No. 2. Indonesia: Puslitbang Kemsos RI, 2008.

Wahyuni, Dinar. “Perlindungan TKI di Malaysia”. Jurnal Aspirasi. Vol. 1. No. 2.


Jakarta: Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat
Jenderal DPR RI, 2010.

Ziyad Falahi, “Memikirkan Kembali Arti A Million Friends Zero Enemy dalam Era
Paradox of Plenty”. Global & Strategis. Vol. 7. No. 2. Surabaya: Universitas
Airlangga, 2013.

C. Laporan
“Migrasi Tenaga Kerja Dari Indonesia: Gambaran Umum Migrasi Tenaga Kerja
Indonesia di Beberapa Negara Tujuan di Asia dan Timur Tengah”. Jakarta:
Organisasi Internasional untuk Migrasi, 2010.
Bonsahat, Albert, dkk, “Indonesia: Pekerjaan Layak Untuk Pekerja Migran
Indonesia”, Asia-Pacific Decent Work Decade, (Jakarta: International Labour
Organizations, 2015), hal. 1, https://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---
asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_366944.pdf
(diunduh pada 2 Mei 2020).
Buchori, Chitrawati, dan Mia Amalia. "Lembaran Fakta: Migrasi, Remitansi, dan
Pekerja Migran Perempuan". (Indonesia: World Bank, 2004).
http://documents.worldbank.org/curated/en/975091468258845060/Lembara

XX
n-fakta-migrasi-remitansi-dan-pekerja-migran-perempuan (diunduh pada 20
Mei 2020).
Fitriani, dan Vido C. Panduwinata. “Analisis Kinerja Kementerlian Luar Negeri
Indonesia (2015-2018)”. Jakarta: Centre for Strategic and International
Studies, 2018.
Hamid, Adnan, Thomas Arsil, dan Nina Rosida. “Laporan Penelitian Internal
Dosen: Perlindungan Hukum Bagi Buruh Migran Indonesia Menurut UU
Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia”.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2019.
Loh, Wei San, et. al., “Malaysia - Estimating the Number of Foreign Workers : A
Report from the Labor Market Data for Monetary Policy Task”. Washington,
D.C.: World Bank Group, 2019.
http://documents.worldbank.org/curated/en/953091562223517841/Malaysia
-Estimating-the-Number-of-Foreign-Workers-A-Report-from-the-Labor-
Market-Data-for-Monetary-Policy-Task (diunduh pada 16 Februari 2020).

D. Skripsi, Thesis, dan Disertasi


Ahmad, Kholid. “Perumusan Kebijakan Perspektif Good Governance: (Studi Pada
Proses Perumusan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang
Penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri Pada Thaun 2015-
2017)”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
Ardiansyah, Muhammad D. “HAM dalam Konteks Hubungan Internasional dan
Indonesia”. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Azmy, Ana Sabhana. “Negara dan Buruh Migran Perempuan; Kebijakan
Perlindungan Pekerja Migran Perempuan Indonesia Masa Pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010 (Studi Terhadap Perlindungan
Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia)”. Jakarta: Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011.

XXI
Mufida, Saleha Mufida. “Upaya Pemerintah Indonesia dalam Menanggulangi
Masalah Pendidikan Anak TKI di Sarawak Periode 2014-2018”. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah, 2018.
Rahmayuwati, Anisa Rahmayuwati. “Kerja Sama Bilateral Indonesia dan Malaysia
Terkait Penanganan Kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal di Malaysia
pada Kurun Waktu 2015-2018”. Jakarta: Universitas Pertamina, 2020.
Sukowati, Sunawar. “Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri
Menurut Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan
Perlindungan Tenaga Kerja”. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Negeri
Semarang, 2011.

E. Berita

“Februari 2019, BPJSTK dan SOCSO Malaysia Teken Kerjasama Perlindungan


Pekerja Migran”. Harian Terbit. 18 Januari 2019.
https://www.harianterbit.com/nasional/read/103057/Februari-2019-
BPJSTK-dan-Socso-Malaysia-Teken-Kerjasama-Perlindungan-Pekerja-
Migran (diakses pada 10 Agustus 2020).

“Jokowi Berkunjung, RI-Malaysia Sepakat Percepat Selesaikan Perbatasan


Negara”. Detik.com. 7 Februari 2015.
https://news.detik.com/berita/2826370/jokowi-berkunjung-ri-malaysia-
sepakat-percepat-selesaikan-perbatasan-negara?n991101605 (diakses pada
20 Mei 2020).

“Jokowi Dilantik Hari Ini Sebagai Presiden Indonesia”. 20 Oktober 2014.


https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/10/141016_jokowi_
persiapanpelantikan (diakses pada 15 Mei 2020).

“Jokowi hapus Kartu tenaga kerja luar negeri”. BBC Indonesia. 30 Desember 2014.
https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/11/141130_presiden
_hapus_kartu_tenagakerja_luar_negeri (diakses pada 15 Desember 2019).

XXII
“Kasus TKI di Malaysia Meningkat”. Liputan6.com. 1 Februari 2011.
https://www.liputan6.com/news/read/318421/kasus-tki-di-malaysia-
meningkat (diakses pada 7 Agustus 2020).

“SBY-Badawi Akan Bahas TKI”. Detik.com. 12 Januari 2006.


https://news.detik.com/berita/d-516798/sby-badawi-akan-bahas-tki (diakses
pada 20 Mei 2020).

“TKI Ilegal Capai 1,9 Juta Orang, Malaysia dan Arab Saudi Jadi Negara Favorit”.
Detik.com. 16 Februari 2015. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-
bisnis/d-2834245/tki-ilegal-capai-1,9-juta-orang-malaysia-dan-arab-saudi-
jadi-negara-favorit (diakses pada 1 April 2020).

Andri, Yustinus Andri. “Perlindungan TKI: Moratorium Pengiriman TKI ke


Malaysia Jadi Opsi”. Bisnis.com. 20 April 2018.
https://ekonomi.bisnis.com/read/20180420/12/786830/perlindungan-tki-
moratorium-pengiriman-tki-ke-malaysia-jadi-opsi (diakses pada 7 Agustus
2020).

Asmara, Tia. “Indonesia Pertimbangkan Moratorium TKI ke Malaysia”. Berita


Benar. 26 Februari 2018. https://www.benarnews.org/indonesian/berita/tki-
pertimbangan-moratorium-02262018160959.html (diakses pada 7 Agustus
2020).

Hamzirwan. “Kisah Moratorium…”. Kompas.com. 26 November 2010.


https://nasional.kompas.com/read/2010/11/26/03205344/kisah.moratorium?
page=1 (diakses pada 23 Mei 2020).

Hardum, Siprianus E. “Soal TKI, Pemerintah Dilematis Sikapi Malaysia”. Berita


Satu. 7 April 2018. https://www.beritasatu.com/ekonomi/486995-soal-tki-
pemerintah-dilematis-sikapi-malaysia (diakses pada 22 Mei 2020).

Hardum, Siprianus E. Hardum. “MOU Perlindungan TKI Kedaluwarsa”. Berita


Satu. https://www.beritasatu.com/ekonomi/486818/mou-perlindungan-tki-
kedaluwarsa-tki-terancam-banyak-masalah (diakses pada 20 mei 2020).

XXIII
Haryanti, Rosiana, dan Inggried Dwi W. (Ed.). “Hari Ini dalam Sejarah: 20 Oktober
2014, Melepas SBY, Menyambut Jokowi”.
https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/20/135056665/hari-ini-dalam-
sejarah-20-oktober-2014-melepas-sby-menyambut-jokowi (diakses pada 15
Mei 2020).

Iqbal, Muhammad. “Catatan Akhir Tahun Pemerintah Membenahi TKI”, Detik.com.


30 Desember 2010. https://news.detik.com/opini/d-1535675/catatan-akhir-
tahun-pemerintah-membenahi-tki (diakses pada 23 Mei 2020).

Medistiara, Yulida Medistiara. “Indonesia Desak Malaysia Bikin Kebijakan


Perlindungan TKI”. Detik.com. 21 Februari 2018.
https://news.detik.com/berita/d-3878662/indonesia-desak-malaysia-bikin-
kebijakan-perlindungan-tki (diakses 21 Mei 2020).

Mulyana, Cahya. “Malaysia Belum Juga Gubris Perpanjangan MOU TKI”. Media
Indonesia. https://mediaindonesia.com/read/detail/153764-malaysia-belum-
juga-gubris-perpanjangan-mou-tki (diakses pada 21 Mei 2020).

Nafi, Muhammad. “Indonesia-Malaysia Tanda Tangani Nota Kesepahaman TKI”,


Tempo.co. 10 Mei 2004. https://bisnis.tempo.co/read/42419/indonesia-
malaysia-tandatangani-nota-kesepahaman-tki (diakses pada 20 Mei 2020).

Pitakasari, Ajeng Ritzki (Ed.). “Moratorium TKI ke Malaysia Masih Berlaku”.


Republika. 16 November 2012.
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/11/16/mdkhkx-
moratorium-tki-ke-malaysia-masih-berlaku (diakses pada 8 Agustus 2020).

Primadhyta, Safyra Primadhyta. “Pemerintah ‘Haramkan’ Rekrutmen Langsung


TKI ke Malaysia”. CNN Indonesia. 10 Januari 2018.
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180110122917-92-
267866/pemerintah-haramkan-rekrutmen-langsung-tki-ke-malaysia (diakses
pada 21 Mei 2020).

XXIV
Primastika, Widia. “Meski Banyak Kasus, Malaysia Tetap Tujuan Populer Buruh
Migran“. Tirto.id. 30 Juni 2018. https://tirto.id/meski-banyak-kasus-
malaysia-tetap-tujuan-populer-buruh-migran-cNbU (diakses pada 12
Desember 2019).

Sekarwati, Suci. “TKI Bermasalah Terbanyak Ada di Malaysia”. Tempo.co. 8 Mei


2018. https://dunia.tempo.co/read/1087016/tki-bermasalah-terbanyak-ada-
di-malaysia/full&view=ok (diakses pada 15 Desember 2019).

Syahni, Meidella, dan I Made Ashdiana (Ed.). “6,5 Juta TKI Dukung Jokowi-JK”.
Kompas.com.
https://nasional.kompas.com/read/2014/06/05/1709269/6.5.Juta.TKI.Dukun
g.Jokowi-JK (diakses pada 17 Mei 2020).

Wardah, Fathiyah Wardah. “Kebijakan Buruh Migran Belum Berikan


Perlindungan”. VoaIndonesia.com. 8 Maret 2016.
https://www.voaindonesia.com/a/kebijakan-buruh-migran-belum-berikan-
perlindungan/3225409.html (diakses pada 12 Agustus 2020)

Wardah, Fathiyah. “Pemerintah Cabut Moratorium TKI ke Malaysia 1 Desember


Mendatang”. VOA Indonesia. 26 Oktober 2011.
https://www.voaindonesia.com/a/moratorium-tki-ke-malaysia-dicabut-1-
desember-132637553/99955.html (diakses pada 12 Des 2019).

Wedhaswary, Inggrid D. (Ed.). “Indonesia-Malaysia Sepakati Kebijakan Satu Pintu


TKI”. Kompas.com.
https://nasional.kompas.com/read/2015/02/09/20404811/Indonesia-
Malaysia.Sepakati.Kebijakan.Satu.Pintu.TKI (diakses pada 15 Desember
2019).

F. Dokumen Pemerintah dan Kenegaraan


Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2006 tentang Reformasi Kebijakan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

XXV
Konvensi Internasional Tentang Perlindungan atas Hak Pekerja Migran dan
Anggota Keluarganya tahun 1990.
Memorandum of Understanding antara Pemerintah Republik Indonesia dan
Malaysia tentang Rekrutmen dan Penempatan Pekerja Domestik Indonesia
Tahun 2006.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan
Sosial Pekerja Migran Indonesia,
http://www.migrantcare.net/2019/01/peraturan-menteri-ketenagakerjaan-ri-
no-18-tahun-2018-tentang-jaminan-sosial-pekerja-migran-indonesia/
(diunduh pada 22 Mei 2020).
Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pelayanan Warga
Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 18 Tahun 2007 Tentang
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2006 Tentang
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 22 Tahun 2008 Tentang
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pemberian Elektronik Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri Kepada Tenaga Kerja
Indonesia.
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009.

XXVI
Protokol Perubahan Terhadap Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Malaysia mengenai Perekrutan dan Penempatan
Pekerja Domestik Indonesia Tahun 2006.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia, http://www.migrantcare.net/2017/12/undang-undang-no-18-
tahun-2017-tentang-pelindungan-pekerja-migran-indonesia/ (diunduh pada
21 Juni 2020).
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengesahan
International Convention On The Protection Of The Rights Of All Migrant
Workers And Members Of Their Families 1990 (Konvensi Internasional
Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota
Keluarganya 1990).
Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948,
https://www.un.org/en/universal-declaration-human-rights/ (diunduh pada
20 Mei 2020).

G. Situs Web Daring

“Biografi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”. Kedutaan Besar Republik Rakyat


Tiongkok. 22 Maret 2012. http://id.china-
embassy.org/indo/ztbd/SBY/t916445.htm (diakses pada 20 Mei 2020).

“Data Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Tahun 2014”,


(BNP2TKI, 2014), http://portal.bnp2tki.go.id/read/9798/Data-Penempatan-
dan-Perlindungan-TKI-Periode-Tahun-2014.html (diunduh pada 1 April
2020).

“Visi–Misi–Program Aksi Ir. H. Joko Widodo – Drs. H.M. Jusuf Kalla Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014”. 2014.

XXVII
https://www.kpu.go.id/koleksigambar/Visi_Misi_JOKOWI-JK.pdf (diunduh
pada 16 Mei 2020).

ASEAN. “ASEAN Declaration on The Protection and Promotion of The Rights of


Migrant Workers”. https://asean.org/?static_post=asean-declaration-on-the-
protection-and-promotion-of-the-rights-of-migrant-workers (diakses pada 5
Agustus 2020).

BNP2TKI. http://portal.bnp2tki.go.id/stat_penempatan/indeks (diakses pada 1


April 2020).

BPJS Ketenagakerjaan. “BPJS Ketenagakerjaan dan SOCSO Sepakat Lindungi


PMI di Malaysia”. 11 Maret 2019.
https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/berita/24286/BPJS-
Ketenagakerjaan-dan-SOCSO-Sepakat-Lindungi-PMI-di-Malaysia (diakses
pada 1 Februari 2020).

Hirchmann, Rhaudhah. “Malaysia Number of Migrant Workers by


Country of Origin”. Statista. 6 April 2020.
https://www.statista.com/statistics/711974/malaysia-number-of-migrant-
workers-by-country-of-origin/ (diakses pada 5 Agustus 2020).

International Labour Organizations.


https://www.ilo.org/dyn/normlex/en/f?p=1000:11200:0::NO:11200:P11200
_COUNTRY_ID:102960 (diakses pada 5 Agustus 2020).

Meiser, Jeffrey. “Introducing Liberalism in International Relations Theory”, E-


International Relations. 18 Februari 2018). https://www.e-
ir.info/2018/02/18/introducing-liberalism-in-international-relations-theory/
(diakses pada 20 Mei 2020).

Paul Hype Page and Co. “How Malaysia’s Labor Laws Apply to Foreign Workers”.
10 Desember 2019. https://www.paulhypepage.my/how-malaysias-labor-
laws-apply-to-foreign-workers/ (diakses pada 5 Agustus 2020).

XXVIII
Statista Research Department. “Total number of human trafficking victims
identified worldwide from 2008 to 2019”. Statista. 29 Juni 2020.
https://www.statista.com/statistics/459637/number-of-victims-identified-
related-to-labor-trafficking-worldwide/ (diakses pada 4 Agustus 2020).

Tilly, Charles. Big Structures, Large Processes, Huge Comparisons. (New York: Russell
Sage Foundation, 1984). dalam https://penelitianilmiah.com/penelitian-komparatif/
(diakses pada 8 November 2020).

XXIX

Anda mungkin juga menyukai