Anda di halaman 1dari 404

ISLAMIC EDUCATION

FACES GLOBAL CHALLENGES


Prosiding
The 1st UPI International Conference on Islamic Education
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES
Nomor ISSN: 2541-4143
Kodebar: 977 2541414 00
Tanggal Verifikasi: 19 Oktober 2016
SK ISSN: 0005.25414143/JI.3.1/SK.ISSN/2016.10
Sumber: issn.lipi.go.id
ISSN 2541-4143

Prosiding
The 1st UPI International Conference on Islamic Education

ISLAMIC EDUCATION
FACES GLOBAL CHALLENGES
Bandung, 26 September 2016

Editors:
Prof. Dr. H. Abdul Somad, M.Pd.
Prof. Dr. H. Makhmud Syafe’i, M.Ag., M.Pd.I.
Dr. H. Aam Abdussalam, M.Pd.
Dr. H. Syahidin, M.Pd.
Saepul Anwar, S. Pd.I., M.Ag.
Agus Fakhruddin, S.Pd., M.Pd.
Cucu Surahman, S.Th.I, M.Ag., M.A.

Prodi IPAI dan DPU


Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
ALQA 38.16.105

Prosiding
The 1st UPI International Conference on Islamic Education
ISLAMIC EDUCATION
FACES GLOBAL CHALLENGES
Bandung, 26 September 2016

© Prodi IPAI dan DPU


Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Diterbitkan oleh
Alqaprint Jatinangor (Anggota Ikapi)
Jalan Cibeusi Kawasan Pendidikan Jatinangor
Sumedang 45363/Bandung 40600
Telepon/Faksimili (022) 778 1645
Pos-el: alqaprint@yahoo.co.id
Bekerja sama dengan
Prodi IPAI dan DPU
Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Setiabudhi No. 229
Telepon (022) 201 3163 Faksimili (022) 201 3651
Bandung Indonesia 40154
http://www.upi.edu
CP: HP 082191986838 Pos-el: cucu.surahman@upi.edu

Cetakan Pertama,
Muharam 1438H/Oktober 2016

Pasal 72
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud da-
lam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual ke-
pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait se-
bagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
PENGANTAR
REKTOR UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D.

S eminar Internasional Pendidikan Islam merupakan kegiatan yang sangat penting


mengingat di satu sisi, Pendidikan Agama diyakini memiliki fungsi yang sangat
strategis dan krusial dalam upaya membangun moral bangsa (Shindunata, 2000: 216), dan
di sisi lain, kenyataan bahwa tantangan yang kian kompleks telah membawa pengaruh
negatif dan kontra-produktif bagi tercapainya tujuan Pendidikan Agama.
Penguatan Pendidikan Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional, terutama
di Sekolah dan Perguruan Tinggi Umum, harus terus diupayakan mengingat masih
banyaknya kelemahan-kelemahan yang dirasakan, mulai dari minimnya jumlah jam
belajar Agama, kurang meratanya jumlah guru-dosen Pendidikan Agama, kurangnya
pengembangan kurikulum Pendidikan Agama, terlalu umumnya pembahasan materi,
kurangnya hasil-hasil penelitian dalam Pendidikan Agama, kurangnya inovasi-inovasi
metode pengajaran dalam Pendidikan Agama, sampai kepada faktor dana dan politik
pendidikan.
Abd A‘la (2002) misalnya menengarai ada dua kelemahan Pendidikan Agama.
Pertama, dari aspek isi materi, di mana pembahasan Pendidikan Agama terlalu
memfokuskan pada persoalan-persoalan agama yang bersifat ritual-formal serta aqidah/
teologi yang terkesan eksklusif. Kedua, dari aspek penilaian yang hanya bersifat karikatif
(penilaian yang didasarkan kepada belas kasih, siapa saja yang telah mengikuti pelajaran/
mata kuliah Pendidikan Agama, ia dianggap telah memahaminya.
Pendidikan Agama yang lebih menekankan aspek ritual-formal dan penilaian
karikatif (simbolis) ini, menurut Abd A’la, alih-alih dapat mencetak peserta didik yang
mampu menciptakan kedamaian hidup, keadilan, persamaan kemanusiaan dan nilai-nilai
sejenis yang menjadi risalah agama-agama besar, tetapi sebaliknya, justru yang muncul
adalah sikap dan perilaku yang mencerminkan kedzaliman, ketidakadilan, dan kekerasan.
Sementara menurut Haidar Bagir (2003), kelemahan yang menyebabkan kegagalan
Pendidikan Agama adalah karena ia hanya terfokus pada aspek kognisi (intelektual-
pengetahuan) semata, sehingga ukuran keberhasilan peserta didik hanya dinilai ketika
mampu menghafal, menguasai materi, bukan bagaimana nilai-nilai pendidikan agama,
seperti nilai keadilan, tasamuh (toleransi), dan silaturrahmi, dihayati (afektif) dan
kemudian diamalkan.
Pentingnya reafirmasi peranan Pendidikan Agama di sekolah dan bangku kuliah ini
juga mengingat derasnya tantangan global yang menghadang generasi bangsa ini. Arus

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 v


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

globalisasi terutama di bidang telekomunikasi dan transportasi telah banyak mengubah


kepribadian bangsa ini. Globalisasi seakan telah menjelma menjadi “agama” baru yang
menawarkan cara pandang (world view) dan cara hidup (way of life) baru. Kapitalisme,
sekularisme, materialisme, konsumerisme, individualisme, dan hedonisme. Efek-efek
negatif dari isme-isme itu seperti monopoli, keserakahan, kesenjangan, ketidakadilan,
fokus pada materi (duniawi), penyalahgunaan narkoba, pornografi, pornoaksi, dan
pergaulan bebas, kini mewabah di tengah-tengah kehidupan bangsa kita.
Mencermati berbagai fenomena di masyarakat sekarang ini dan tantangan global
yang menghadang, kita harus terus berupaya merevitalisasi peran penting Pendidikan
Agama dalam Sistem Pendidikan Nasional. Dengan Pendidikan Agama diharapkan
peserta didik akan memiliki kepribadian yang utama, karena tujuan Pendidikan Agama
itu sendiri adalah untuk membentuk insan kamil (manusia sempurna).
Penyelenggaraan kegiatan Seminar Internasional Pendidikan Islam ini adalah
salah satu ikhtiar merevitalisasi Pendidikan Agama (Islam) dan upaya menyiapkan
generasi bangsa yang unggul dan berakhlak mulia. Dengan seminar ini diharapkan teori-
teori, konsep-konsep, model-model pembelajaran, dan kebijakan-kebijakan strategis
baru terkait Pendidikan Agama Islam dapat dihasilkan untuk menghadapi tantangan,
baik lokal, nasional, maupun global. Prosiding ini berisi kumpulan tulisan para presenter
dalam acara seminar internasional tersebut. Selamat membaca. [ ]

vi Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

P uji syukur ke hadirat Ilahi Rabb, Seminar Internasional Pendidikan Islam yang
digelar untuk pertama kalinya di Universitas Pendidikan Indonesia atas kerja sama
Departemen Pendidikan Umum (DPU) FPIPS UPI, Program Studi Ilmu Pendidikan
Agama Islam (Prodi IPAI) FPIPS UPI, dan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Dosen
Pendidikan Agama Islam Seluruh Indonesia (DPP ADPISI) telah terlaksana dengan
baik pada 26 September 2016. Sebagai bentuk pertanggungjawaban akademik dan
dalam rangka menyebarluaskan gagasan yang telah dipresentasikan oleh beragam
pakar Pendidikan Islam pada kegiatan tersebut, kami persembahkan Prosiding Seminar
Internasional Pendidikan Islam I.
Prosiding ini memuat lima puluh judul artikel. Tiga artikel pertama merupakan
artikel utama yang kami ambil dari makalah pembicara kunci. Diawali dengan tulisan
Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D., Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, selaku Keynote
Speaker yang mengkaji tentang pedagogi spiritual, dilanjut dengan pemikiran Prof.
Dr. Azyumardi Azra, M.A. yang termuat dalam artikel dengan judul Islamic Higher
Education and Reintegration of Sciences (Responding Challenges of Globalization), dan
pemikiran Dr. Fahad bin Matar Alshahrani, M.A. yang mengkaji tentang prinsip-prinsip
dasar yang harus dibentuk dalam membangun peradaban dan pendidikan Islam di era
global. Kedua pemikir ini merupakan pembicara tamu dalam seminar ini.
Artikel selanjutnya disusun secara alfabetis yang merupakan pemikiran-
pemikiran dari para pemakalah terpilih. Artikel-artikel tersebut ada yang ditulis dalam
bahasa Inggris, bahasa Arab, dan juga bahasa Indonesia. Secara garis besar, artikel-
artikel tersebut memuat lima tema besar, yaitu; 1) Tantangan dan Peluang Pendidikan
dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah; 2) Model-Model Pendidikan dan
Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah; 3) Kebijakan-Kebijakan Strategis
terkait Pendidikan dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah; 4) Kontribusi
Pendidikan dan Pembelajaran PAI di Perguruan Tinggi/Sekolah dalam Konteks Negara
Kesatuan Republik Indonesia; dan 5) Konsep/Teori Pendidikan Islam Berdasarkan
AlQuran dan Hadis.
Semoga semua tulisan yang termuat dalam prosiding ini bisa berkontribusi dalam
upaya membangun Pendidikan Islam yang adaptif dan siap dalam menghadapi tantangan
global.

Editor,

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISSN 2541-4143

Prosiding
The 1st UPI International Conference on Islamic Education

ISLAMIC EDUCATION
FACES GLOBAL CHALLENGES

DAFTAR ISI

Pengantar Rektor Universitas Pendidikan Indonesia .................................. v


Kata Pengantar .................................................................................................. vii
Daftar Isi ............................................................................................................. x
•• KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL
Prof. H. Furqon, M.A., Ph.D....................................................................... 1 – 10
•• ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES:
RESPONDING CHALLENGES OF GLOBALIZATION
Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE.................................................................. 11 – 20
•• AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI LI AL-MUJTAMA’AT AL-
ISLAMIYYAH WA ATSARIHI
Dr. Fahad bin Matar Alshahrani................................................................ 21 – 28
•• TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS DAN BAYANI
TERHADAP AYAT AL-QURAN AL-KARIM)
Aam Abdussalam ......................................................................................... 29 – 38
•• MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL (BEST PRACTICE DI SD ISLAM
IBNU SINA BANDUNG)
Abas Asyafah................................................................................................ 39 – 48
•• AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD WA WADZIFATIHI FI AL-
TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH
Abbas Manshur Tamam.............................................................................. 49 – 56
•• PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBIASAAN
DZIKIR (SEBUAH MODEL PENDIDIKAN PADA THARIQAT
TIJANIYAH)
Aceng Kosasih............................................................................................... 57 – 61
•• PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK
Ade Imelda Frimayanti .............................................................................. 63 – 68

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

•• NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL


PENGELOLAAN GURU (TELAAH PADA UNDANG-UNDANG NO. 14
TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN)
Agus Fakhruddin ........................................................................................ 69 – 75
•• DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH FI AT-TA’ZIZY AL-WASATHIYYAH
AL-ISLAMIYYAH
Andy Hadiyanto .......................................................................................... 77 – 84
•• PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI
TERHADAP PENINGKATAN SIKAP RELIGIUS MAHASISWA
Ani Nur Aeni .............................................................................................. 85 – 94
•• FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT MUSLIM
DI KOTA PONTIANAK
Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah ................................................. 95 – 103
•• ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED
ON “SISTEM AMONG”
Bayu Iqbal Anshari, Meisa Yutika, Moh. Dede,
dan Ridha Eka Rahayu................................................................................ 105 – 114
•• TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM: A STUDY OF LABIB AL-SA‛ĪD’S
EFFORTS IN PRESERVING THE QUR’ĀN
Cucu Surahman .......................................................................................... 115 – 120
•• PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR AGAMA; INSPIRASI
UNTUK MEMBANGUN HARMONISME MUSLIM DAN NON-MUSLIM
Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah ................................................. 121 – 131
•• AVEROES: A STUDY OF THE INFLUENCE OF HIS THOUGHTS
ON RENAISSANCE
Edi Suresman................................................................................................ 133 – 138
•• MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BERBASIS KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA
DI PERGURUAN TINGGI
Eka Kurniawati .......................................................................................... 139 – 144
•• AL-ADALAH WA AL-DHABT LI AR-RAWY FI MANDHUR AL-JARH
WA AL-TA’DIL
Elan Sumarna............................................................................................... 145 – 150
•• LEARNING MODEL OF RELIGIOUS TOLERANCE
(A STUDY OF THE INCREASE OF LIFE COHESION FOR STUDENTS)
Endis Firdaus dan Munawar Rahmat ...................................................... 151 – 155
•• TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF
Fahrudin ...................................................................................................... 157 – 163

x Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


DAFTAR ISI

•• PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC


PROGRAMING) SEBAGAI BEST PRACTISE PERCEPATAN
REVOLUSI MENTAL DI INDONESIA
Helmawati .................................................................................................... 165 – 170
•• PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK: PAKET PERMAINAN
INTERAKTIFALIF AQIDAH UNTUK ANAK
Imas Eva Nurviati ....................................................................................... 171 – 175
•• STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL
THREE IN ONE LICKONA UNTUK MENINGKATKAN AKHLAK MULIA
SISWA SD
M. Abdul Somad dan Munawar Rahmat .................................................. 177 – 181
•• IJTIHAD RASUL SAW (UPAYA MENELUSURI ASAL-USUL SUNNAH
SEBAGAI SUMBER DAN DALIL HUKUM ISLAM)
Makhmud Syafe’i ....................................................................................... 183 – 189
•• PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA
SEKOLAH MENENGAH ATAS MELALUI OPTIMALISASI
PROGRAM KEGIATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
Mokh. Iman Firmansyah ........................................................................... 191 – 195
•• PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK
Mualimin ..................................................................................................... 197 – 202
•• ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE
ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION IN THE SPOTLIGHT ON THE
MIDST GLOBAL CHALLENGES (PROBLEM AND SOLUTION)
Muhammad Turhan Yani ........................................................................... 203 – 208
•• PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK
DI SMP LABORATORIUM UPI
Mulyana Abdullah ...................................................................................... 209 – 214
•• STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB”
DALAM PERKULIAHAN SEMINAR PAI UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN DAN TOLERANSI SE AGAMA
PADA MAHASISWA UPI.
Munawar Rahmat ...................................................................................... 215 – 221

•• STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH


FIL ARDHI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN
Munawar Rahmat dan Fahrudin .............................................................. 223 – 229

•• ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY (LESSONS FROM


NURCHOLISH MADJID)
Mushlihin ..................................................................................................... 231 – 235

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 xi


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

•• PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN


DAN KONSELING
N. Fathurrohman ........................................................................................ 237 – 243

•• PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU


SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
Nurhasanah Bakhtiar ................................................................................. 245 – 250

•• KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM AL-QURAN DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP TEORI PENDIDIKAN ISLAM (STUDI ANALISIS
TERHADAP SEPULUH TAFSIR MU’TABAROĦ)
Nurti Budiyanti ........................................................................................... 251 – 257

•• INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR)


KE DALAM MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
Riadi Budiman ............................................................................................ 259 – 263

•• KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS SYEH MUHAMMAD ARSYAD


AL-BANJARI
Rihlah Nur Aulia ........................................................................................ 265 – 272

•• KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI


PADA PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA: PERSPEKTIF
PENDIDIKAN ISLAM, PENDIDIKAN AGAMA,
DAN PENDIDIKAN UMUM
Saepul Anwar .............................................................................................. 273 – 277

•• PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM


Sari Narulita, Embang Syasyadin, dan Sarotul Musabbihah ................. 279 – 285

•• PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM MENGANTISIPASI


TANTANGAN GLOBAL DI KALANGAN MAHASISWA
Shohib Khoiri dan Yedi Purwanto ............................................................ 287 – 292
•• MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION)
Supa’at ......................................................................................................... 293 – 306

•• PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN RADIKALISME


DI PTU
Supian Ramli dan K. A. Rahman .............................................................. 307 – 312
•• SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM
Syahidin ....................................................................................................... 313 – 319
•• PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
DAN GURU BERPRESTASI
Syihabuddin ................................................................................................ 321 – 334

xii Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
DAFTAR ISI

•• MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN


NILAI IMAN DAN TAQWA DALAM PEMBELAJARAN PAI
DI SEKOLAH DASAR
Tedi Supriyadi ............................................................................................. 335 – 340
•• PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA
Wawan Hermawan ..................................................................................... 341 – 345
•• URGENSI MENANAMKAN POLA PENDIDIKAN EKONOMI
YANG DIPERKUAT NILAI-NILAI SYARIAH
Wening Estiningsih, Lindiawatie, dan Anita Ria ...................................... 347 – 352
•• PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ANAK-ANAK
DI MASYARAKAT BALAI GURAH KABUPATEN AGAM
SUMATERA BARAT
Wirdanengsih .............................................................................................. 353 – 363
•• KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN
DAKWAH DI KALANGAN MAHASISWA ITB
Yedi Purwanto ............................................................................................. 365 – 371
•• MAKNA FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP PENDIDIKAN UMUM
Yoyo Zakaria Ansori .................................................................................. 372 – 376
•• PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI) DI PERGURUAN TINGGI UMUM (PTU) DALAM PERSPEKTIF
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI (SNPT)
Yusuf Hanafi ............................................................................................... 377 – 389

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 xiii
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

INDEKS PENULIS

1. Aam Abdussalam — 29 31. Moh. Dede — 105


2. Abas Asyafah — 39 32. Mokh. Iman Firmansyah — 191
3. Abbas Manshur Tamam — 49 33. Mualimin — 197
4. Aceng Kosasih — 57 34. Muhammad Turhan Yani — 203
5. Ade Imelda Frimayanti — 63 35. Mulyana Abdullah — 209
6. Agus Fakhruddin — 69 36. Munawar Rahmat — 151, 215, 223
7. Andy Hadiyanto — 77 37. Mushlihin — 231
8. Ani Nur Aeni — 85 38. N. Fathurrohman — 237
9. Anita Ria — 347 39. Nelly Mujahidah — 95
10. Azyumardi Azra, Prof., Dr., CBE — 11 40. Nurhasanah Bakhtiar — 245
11. Baidhillah Riyadhi — 95 41. Nurti Budiyanti — 251
12. Bayu Iqbal Anshari — 105 42. Riadi Budiman — 259
13. Cucu Surahman — 115 43. Ridha Eka Rahayu — 105
14. Dewi Anggraeni — 121 44. Rihlah Nur Aulia — 265
15. Edi Suresman — 133 45. Saepul Anwar — 273
16. Eka Kurniawati — 139 46. Sari Narulita — 279
17. Elan Sumarna — 145 47. Sarotul Musabbihah — 279
18. Embang Syasyadin — 279 48. Shohib Khoiri — 287
19. Endis Firdaus — 151 49. Supa’at — 293
20. Fahad bin Matar Alshahrani, Dr. — 21 50. Supian Ramli — 307
21. Fahrudin — 157, 223 51. Syahidin — 313
22. Furqon, Prof., M.A., Ph.D. — 1 52. Syihabuddin — 321
23. Gumilar Irfanullah — 121 53. Tedi Supriyadi — 335
24. Helmawati — 165 54. Wawan Hermawan — 341
25. Imas Eva Nurviati — 171 55. Wening Estiningsih — 347
26. K. A. Rahman — 307 56. Wirdanengsih — 353
27. Lindiawatie — 347 57. Yedi Purwanto — 287, 365
28. M. Abdul Somad — 177 58. Yoyo Zakaria Ansori — 372
29. Makhmud Syafe’i — 183 59. Yusuf Hanafi — 377
30. Meisa Yutika — 105

xiv Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL
KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL

Prof. H. Furqon, MA., Ph.D.


Prof. H. Furqon, MA., Ph.D.
(Rektor Universitas Pendidikan Indonesia)
(Rektor Universitas Pendidikan Indonesia)

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Pada tahun 2010-2035 ini, Indonesia mengalami apa yang disebut dengan bonus
demografi. PadaHal tahun 2010-2035
ini terjadi karenaini, Indonesia
jumlah angkatan mengalami
usia muda apajauh
yanglebihdisebut
banyak dengan bonus
dari jumlah
demografi.
usia tuanya.Hal ini terjadiinikarena
Fenomena di satu jumlah
sisi angkatan
akan menjadi usia muda
modaljauh yanglebih banyak
sangat dari jumlah
berharga bagi
usia tuanya. Fenomena ini di satu sisi akan menjadi modal
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi di sisi lain, sebaliknya, ia bisa menjadi yang sangat berharga bagi
kemajuanjuga.
bencana dan Bisakesejahteraan masyarakat,
menjadi anugerah bilatetapi
angkatandi sisi lain,ini
muda sebaliknya,
bisa bersikap ia bisa menjadi
positif dan
bencana juga. Bisa menjadi anugerah bila angkatan muda
benar-benar produktif, dan bisa jadi bencana bila mereka hanya menjadi sumber masalah ini bisa bersikap positif dan
benar-benar
dan “sampah”produktif,
masyarakat. danIni bisa jadi tantangan
adalah bencana bila bagimereka hanya menjadi
dunia pendidikan kita. sumber masalah
dan “sampah”
Terkait hal ini, fenomena degradasi moral yang mewabahkita.
masyarakat. Ini adalah tantangan bagi dunia pendidikan di tengah-tengah
Terkait hal ini, fenomena degradasi moral
masyarakat kita akhir-akhir ini sungguh sangat mengkhawatirkan. Pemberitaan yang mewabah di tengah-tengah
media, baik
masyarakat
cetak maupun kitaelektronik,
akhir-akhir dipenuhi
ini sungguh sangatinformasi
dengan mengkhawatirkan. Pemberitaanakhlak
tentang rendahnya media,anakbaik
cetak maupun elektronik, dipenuhi dengan informasi
bangsa ini. Hampir setiap hari media memberitakan kabar buruk itu, mulai dari kasus tentang rendahnya akhlak anak
bangsa ini. penipuan,
perjudian, Hampir setiap hari media
pencurian, memberitakan
pencabulan, kabar buruk perkelahian,
pemerkosaan, itu, mulai darisampai kasus
perjudian, penipuan, pencurian, pencabulan, pemerkosaan,
pembunuhan. Mulai dari ulah kenakalan remaja yang dilakukan oleh anak sekolahan perkelahian, sampai
pembunuhan.
sampai denganMulai kasusdari ulah kenakalan
penyelundupan remajadanyang
manusia dilakukan oleh
penyalahgunaan uanganak sekolahan
negara oleh
sampai dengan kasus
oknum mafia dan pejabat negara. penyelundupan manusia dan penyalahgunaan uang negara oleh
oknum Berita
mafia dan pejabatmahasiswa
seorang negara. yang membunuh dosennya sendiri di salah satu
Berita seorang mahasiswa
universitas swasta di kota Medan, benar-benar yang membunuh dosennya
telah menohok marwahsendiriduniadi pendidikan
salah satu
universitas
kita. Kasus swasta
ini mungkin di kotahanyalah
Medan, satu benar-benar
dari banyak telahkasus
menohok yangmarwah
menunjukkan dunia pendidikan
rendahnya
kita. Kasus ini mungkin hanyalah satu dari banyak
dan atau telah hilangnya rasa hormat dan akhlak seorang murid kepada gurunya kasus yang menunjukkan rendahnya
yang
dan atau telah
muncul ke ruang publik. hilangnya rasa hormat dan akhlak seorang murid kepada gurunya yang
munculKita ke ruang
sebagai publik.praktisi pendidikan di negara ini pantas untuk mempertanyakan
Kita sebagai
apakah ada sesuatu yang praktisi
salah pendidikan
dengan sistem di pendidikan
negara ini kita pantassaatuntuk
ini? Kenapamempertanyakan
murid tidak
apakahrasa
punya adatakzim
sesuatukepadayang salah dengan
gurunya? sistempola
Apakah pendidikan
pendidikan kitayang
saat ini? Kenapa murid
kita terapkan selama tidak
ini
punya rasa takzim kepada gurunya? Apakah pola pendidikan
telah gagal mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri? Kenapa hal itu semua bisa terjadi? yang kita terapkan selama ini
telah gagal
Siapa yang mewujudkan tujuan pendidikan
harus bertanggungjawab itu sendiri?semua
atas terjadinya Kenapaitu? hal Pertanyaan-pertanyaan
itu semua bisa terjadi?
Siapa yang harus bertanggungjawab atas
evaluatif seperti ini saya kira penting untuk kita jawab bersama. terjadinya semua itu? Pertanyaan-pertanyaan
evaluatif seperti iniantara
Hubungan saya kirafaktapenting
krisisuntuk
akhlakkitadengan
jawab bersama.
pendidikan ini pantas untuk dikaji
Hubungan antara fakta krisis
ulang mengingat akan posisi dan fungsi pendidikan yang akhlak dengan pendidikan ini pantas
sangat krusial dalamuntuk dikaji
membina
ulang mengingat akan posisi dan fungsi pendidikan yang
mental dan moral bangsa. Pentingnya pendidikan akhlak (kepribadian) ini sesuai dengan sangat krusial dalam membina
mental dan
pepatah Arabmoral
yang bangsa.
mengatakan, Pentingnya
“sebuahpendidikan
bangsa ituakhlak (kepribadian)
akan bangkit jika akhlakini sesuai dengan
penduduknya
pepatah Arab yang mengatakan, “sebuah bangsa itu akan
baik, tetapi akan hancur jika akhlak penduduknya hancur.” Pendidikan, terutama bangkit jika akhlak penduduknya
baik, tetapiagama,
pendidikan akan diyakini
hancur merupakan
jika akhlakinstrumenpenduduknya pentinghancur.” Pendidikan,
dalam membentuk terutama
kepribadian
pendidikan agama, diyakini merupakan instrumen penting
bangsa karena pendidikan bukan hanya aktifitas transfer of knowledge (transfer dalam membentuk kepribadian
bangsa karena
pengetahuan) tetapipendidikan
juga merupakan bukanproses hanyatransfer
aktifitas transfer
of value of knowledge
and culture (transfer
(transfer nilai dan
pengetahuan) tetapi juga merupakan proses transfer of value
budaya), yaitu media untuk membagun kesadaran, kedewasaan, kepribadian, dan akhlak and culture (transfer nilai dan
budaya),
peserta yaituHal
didik. media untukdengan
ini sesuai membagun kesadaran,
pengertian kedewasaan,
pendidikan kepribadian,
seperti tertuang dalam dan akhlak
Undang-
peserta didik. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan
undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab I, di mana pendidikan adalah pembentuk seperti tertuang dalam Undang-
undang Sisdiknas
kepribadian bangsa,No. baik20 secaraTahun 2003 moral,
spiritual, Bab I,maupundi mana pendidikan adalah pembentuk
sosial.
kepribadian bangsa, baik secara spiritual, moral, maupun sosial.



Keynote
Speaker
Keynote Speaker

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 1


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

Fakta-fakta negatif
Fakta-fakta negatif yang
yang terjadi
terjadi didi tangah
tangah masyarakat
masyarakat memang
memang bukanbukan sepenuhnya
sepenuhnya
tanggungjawab dunia
tanggungjawab dunia pendidikan
pendidikan (formal),
(formal), karena
karena masih
masih banyak
banyak elemen
elemen lain
lain yang
yang terkait,
terkait,
baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan hal tersebut
baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi. Sebab bisa terjadi. Sebab
nyatanya, selain
nyatanya, selain dari
dari masih
masih adanya
adanya kelemahan
kelemahan dunia dunia pendidikan
pendidikan kitakita terkait
terkait dengan
dengan 88
(delapan) Standar Nasional Pendidikan (standar isi, proses, kompetensi
(delapan) Standar Nasional Pendidikan (standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik lulusan, pendidik
dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan),
penilaian pendidikan), dunia
dunia pendidikan
pendidikan secara
secara umum
umum juga juga dihadapkan
dihadapkan pada pada tantangan
tantangan
eksternal, yang merupakan ekses dari arus globalisasi, kemajuan teknologi
eksternal, yang merupakan ekses dari arus globalisasi, kemajuan teknologi informasi, dan informasi, dan
transportasi, seperti
transportasi, seperti penyalahgunaan
penyalahgunaan internet, internet, tayangan
tayangan pornografi
pornografi dan dan pornoaksi,
pornoaksi,
peredaran narkoba, perdagangan gelap, dan
peredaran narkoba, perdagangan gelap, dan seterusnya. seterusnya.
Terlepas dari
Terlepas dari semua
semua itu, itu, kita
kita selaku
selaku praktisi
praktisi di di dunia
dunia pendidikan,
pendidikan, sekali
sekali lagi,
lagi, harus
harus
selalu melakukan evaluasi dan inovasi, sehingga tujuan pendidikan
selalu melakukan evaluasi dan inovasi, sehingga tujuan pendidikan nasional dapat tercapainasional dapat tercapai
secara efektif
secara efektif dan
dan efisien.
efisien. Salah
Salah satunya
satunya dengan
dengan mengembangkan
mengembangkan model model pendidikan
pendidikan
berbasis agama (Islam). Pengembangan model seperti ini sangat
berbasis agama (Islam). Pengembangan model seperti ini sangat penting mengingat agama penting mengingat agama
merupakan sumber budaya dan kearifan lokal bangsa. Hal
merupakan sumber budaya dan kearifan lokal bangsa. Hal ini sesuai dengan apa yangini sesuai dengan apa yang
diamanatkan dalam
diamanatkan dalam Undang-undang
Undang-undang (UU) (UU) Sisdiknas
Sisdiknas TahunTahun 2003
2003 Pasal
Pasal 11 ayat
ayat (2)
(2) bahwa
bahwa
Pendidikan Nasional harus berdasarkan Pancasila dan
Pendidikan Nasional harus berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar NegaraUndang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun
Tahun 1945 1945 yangyang berakar
berakar pada pada nilai-nilai
nilai-nilai agama,
agama, kebudayaan
kebudayaan
nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
nasional dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. zaman.
Dalam makalah
Dalam makalah ini, ini, saya
saya menawarkan
menawarkan model model pendidikan
pendidikan yang yang didasarkan
didasarkan pada pada
spiritualitas dan kearifan Islam (Islamic Spirituality and wisdom-based
spiritualitas dan kearifan Islam (Islamic Spirituality and wisdom-based pedagogy). Di pedagogy). Di
dalamnya dibahas
dalamnya dibahas prinsip-prinsip
prinsip-prinsip pedagogi
pedagogi spiritual,
spiritual, kecakapan
kecakapan dan dan karakter
karakter yang
yang harus
harus
dimiliki oleh seorang pendidik, dan kebiasaan yang seharusnya dilakukan
dimiliki oleh seorang pendidik, dan kebiasaan yang seharusnya dilakukan seorang pendidik seorang pendidik
dalam kegiatan
dalam kegiatan pembelajaran.
pembelajaran. Model Model pendidikan
pendidikan ini ini diharapkan
diharapkan dapatdapat memberi
memberi kontribusi
kontribusi
dalam menyiapkan generasi yang unggul dalam mengisi
dalam menyiapkan generasi yang unggul dalam mengisi bonus demografi dan dapat bonus demografi dan dapat
mengatasi masalah-masalah terkait krisis moral bangsa seperti diutarakan
mengatasi masalah-masalah terkait krisis moral bangsa seperti diutarakan di atas, terutama di atas, terutama
untuk mengangkat
untuk mengangkat marwah
marwah duniadunia pendidikan
pendidikan kita.kita.
Dalam penyusunan makalah ini,
Dalam penyusunan makalah ini, Al-Quran, Hadits,Al-Quran, Hadits, dan dan kisah-kisah
kisah-kisah pedagogik
pedagogik
Islami (best
Islami (best practice) merupakan sumber
practice) merupakan sumber rujukan.
rujukan. Al-Quran
Al-Quran di di sini
sini dijadikan
dijadikan sebagai
sebagai
rujukan utama karena ia adalah wahyu Allah SWT yang berfungsi
rujukan utama karena ia adalah wahyu Allah SWT yang berfungsi sebagai petunjuk etika, sebagai petunjuk etika,
kebijaksanaan, dan
kebijaksanaan, dan dapat
dapat menjadi
menjadi grand
grand theory (Sutrisno, 2006:
theory (Sutrisno, 2006: 91).
91).

B. PENDIDIKAN
B. PENDIDIKAN BERBASIS BERBASIS SPIRITUALITAS
SPIRITUALITAS
Penelitian Daniel
Penelitian Daniel Goleman
Goleman (2000)
(2000) yangyang menunjukkan
menunjukkan pentingnya
pentingnya kecerdasan
kecerdasan
emosional bagi kesuksesan seseorang seharusnya membuat para
emosional bagi kesuksesan seseorang seharusnya membuat para ilmuan dan praktisi ilmuan dan praktisi
pendidikan kita terus mengembangkan pendidikan berbasis spiritualitas
pendidikan kita terus mengembangkan pendidikan berbasis spiritualitas (baca: agama). (baca: agama).
Pendidikan agama
Pendidikan agama iniini menjadi
menjadi penting
penting karena
karena kecerdasan
kecerdasan emosional
emosional yang
yang dimaksud
dimaksud
Goleman, seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan
Goleman, seperti kemampuan memotivasi diri sendiri, kemampuan mengatasi frustasi, mengatasi frustasi,
mengontrol desakan
mengontrol desakan hati,
hati, mengatur
mengatur suasana
suasana hatihati (mood),
(mood), berempati
berempati serta
serta kemampuan
kemampuan
bekerja sama adalah tiada lain merupakan-di antara-tujuan pendidikan
bekerja sama adalah tiada lain merupakan-di antara-tujuan pendidikan agama (Islam). agama (Islam).
Pendidikan yang
Pendidikan yang berbasis
berbasis spiritualitas
spiritualitas Islam
Islam sejatinya
sejatinya bertujuan
bertujuan menghasilkan
menghasilkan
kecerdasan emosional dan—istilah yang kini berkembang yaitu,
kecerdasan emosional dan—istilah yang kini berkembang yaitu, kecerdasan adversitas kecerdasan adversitas
(Adversity Intelligence),
(Adversity suatu kecerdasan
Intelligence), suatu kecerdasan atauatau ketahanan
ketahanan seseorang
seseorang dalam
dalam menghadapi
menghadapi
permasalahan hidupnya. Banyak riset yang menunjukkan
permasalahan hidupnya. Banyak riset yang menunjukkan adanya hubungan yang adanya hubungan yang kuat
kuat
antara spiritualitas
antara spiritualitas dengan
dengan kapasitas
kapasitas seseorang
seseorang dalam
dalam hubungannya
hubungannya dengandengan dunia
dunia didi
sekitarnya, yang tercermin dalam bentuk empati, sikap etis, tanggung
sekitarnya, yang tercermin dalam bentuk empati, sikap etis, tanggung jawab sosial, jawab sosial,
semangat dan
semangat dan peduli
peduli terhadap
terhadap keadilan
keadilan sosial
sosial (Lindholm
(Lindholm and and Astin,
Astin, 2008:
2008: 186).
186).
Kegagalan pendidikan
Kegagalan pendidikan kita kita saat
saat ini,
ini, seperti
seperti dikatakan
dikatakan oleh
oleh Nata
Nata (2003:
(2003: 5)5) di
di
antaranya adalah karena dunia pendidikan kita selama ini hanya
antaranya adalah karena dunia pendidikan kita selama ini hanya menitikberatkan pada menitikberatkan pada

2 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

kecerdasan intelektual dan kurang perhatian terhadap pembentukan karakter. Padahal


dalam Islam,intelektual
kecerdasan ilmu bukandan
sekedar untuk
kurang dikuasaiterhadap
perhatian dan menjadi wawasan bagi
pembentukan murid Padahal
karakter. (peserta
didik), tetapi harus menjadi kesadaran dan amalan dalam kehidupannya.
dalam Islam, ilmu bukan sekedar untuk dikuasai dan menjadi wawasan bagi murid (peserta
didik), tetapi harus menjadi kesadaran dan amalan dalam kehidupannya.
C. PENDIDIKAN ISLAM
Islam sebagai ISLAM
C. PENDIDIKAN agama mayoritas bangsa Indonesia adalah modal ideologis
(ideological sebagaibangsa
Islamcapital) agama ini.mayoritas
Baik-buruknya
bangsa moral (akhlak) adalah
Indonesia bangsa modal
ini sangat terkait
ideologis
dengan pemahaman dan pengamalan keIslamannya. Oleh karena itu,
(ideological capital) bangsa ini. Baik-buruknya moral (akhlak) bangsa ini sangat terkaitpendidikan Islam
menjadi sangat penting. Menurut Zakiah Daradjat (2000: 28),
dengan pemahaman dan pengamalan keIslamannya. Oleh karena itu, pendidikan IslamPendidikan Islam adalah
pembentukan
menjadi sangatkepribadian Muslim.Zakiah
penting. Menurut Pendidikan
DaradjatIslam diarahkan
(2000: agar terjadi
28), Pendidikan perubahan
Islam adalah
sikap dan tingkah laku peserta didik sesuai dengan petunjuk ajaran
pembentukan kepribadian Muslim. Pendidikan Islam diarahkan agar terjadi perubahan Islam. Ramayulis
(2010:dan
sikap 134)tingkah
mengatakan bahwa tujuan
laku peserta pendidikan
didik sesuai denganIslam adalah ajaran
petunjuk untuk membentuk insan
Islam. Ramayulis
kamil (manusia paripurna).
(2010: 134) mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk insan
Berbeda paripurna).
kamil (manusia dengan spiritualitas yang dikembangkan di Barat yang lebih menekankan
pada pencarian jati
Berbeda dengan diri dan pemaknaan
spiritualitas hidup
yang tanpa terkaitdipada
dikembangkan Baratagama/keyakinan tertentu,
yang lebih menekankan
spiritualitas
pada pencarianIslam
jatimenekankan keyakinan
diri dan pemaknaan dan tanpa
hidup ketundukan
terkait pada
pada Tuhan, Allah SWT.tertentu,
agama/keyakinan Begitu
juga dengan pendidikan Islam yang tujuan utamanya adalah realisasi
spiritualitas Islam menekankan keyakinan dan ketundukan pada Tuhan, Allah SWT. Begitu ketundukan diri
secaradengan
juga total kepada AllahIslam
pendidikan SWT,yangbaiktujuan
pada utamanya
level individu,
adalahmasyarakat, maupun level
realisasi ketundukan diri
kemanusiaan secara luas (the ultimate aim of Muslim education
secara total kepada Allah SWT, baik pada level individu, masyarakat, maupun lies in the realization of
level
complete submission to Allah on the level of individual, the community
kemanusiaan secara luas (the ultimate aim of Muslim education lies in the realization of and humanity at
large) (Langgulung,
complete submission1988: 308).on the level of individual, the community and humanity at
to Allah
Tujuan pendidikan
large) (Langgulung, 1988: 308). Islam pada intinya adalah penghambaan total kepada Allah
SWT. Dari
Tujuantujuan utama ini,Islam
pendidikan makapada
akan intinya
muncul adalah
akhlak penghambaan
yang terpuji dalamtotal setiap
kepadaperilaku
Allah
peserta didik sebagai akibat dari mencontoh sifat-sifat Allah SWT. Akhlak
SWT. Dari tujuan utama ini, maka akan muncul akhlak yang terpuji dalam setiap perilaku terpuji inilah
yang merupakan
peserta hasil akibat
didik sebagai utama/produk (the mainsifat-sifat
dari mencontoh Allahdari
goal/product) SWT. pendidikan
Akhlak Islam.
terpujiHal ini
inilah
sesuai dengan misi kenabian Nabi Muhammad SAW, seperti tertuang dalam
yang merupakan hasil utama/produk (the main goal/product) dari pendidikan Islam. Hal ini Hadits yang
berbunyi:
sesuai dengan misi kenabian Nabi Muhammad SAW, seperti tertuang dalam Hadits yang
berbunyi: )������� ����� ����� ���� ���� ����
)������� �����
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan ����� ���
Akhlak.” � ���� ����
(Hadits)
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan Akhlak.” (Hadits)
Kalau kita melihat pada rumusan pendidikan Islam dan tujuannya, maka rasanya
tidak ada
Kalauyang kurang, pada
kita melihat apalagi salah.
rumusan Semuanya
pendidikan Islamtampak sempurnamaka
dan tujuannya, danrasanya
ideal.
Permasalahannya
tidak ada yang mungkin
kurang, terletak
apalagi pada metode
salah. atau caratampak
Semuanya bagaimana tujuan yang
sempurna dan mulia
ideal.
Permasalahannya mungkin terletak pada metode atau cara bagaimana tujuan yangmengisi
tersebut bisa tercapai dengan sempurna. Pedagogi spiritual dirancang untuk mulia
kelemahan
tersebut tersebut.
bisa tercapai dengan sempurna. Pedagogi spiritual dirancang untuk mengisi
kelemahan tersebut.
D. PEDAGOGI SPIRITUAL
Di Barat sendiri,
D. PEDAGOGI istilah pedagogi spiritual (spiritual pedagogy) ini memang
SPIRITUAL
bukanlah
Diistilah
Baratyang asingistilah
sendiri, atau baru. Kita dapat
pedagogi dengan
spiritual mudah menemukan
(spiritual pedagogy) banyak judul
ini memang
buku dan artikel yang menggunakan kata spiritual pedagogy ini, misalnya:
bukanlah istilah yang asing atau baru. Kita dapat dengan mudah menemukan banyak judul Teaching
Mysteries:
buku Foundations
dan artikel of a Spiritual
yang menggunakan kataPedagogy, karya Clifford
spiritual pedagogy Mayes, Teaching
ini, misalnya: Spiritual
Pedagogy: A Survey, Critique and Reconstruction of Contemporary Spiritual
Mysteries: Foundations of a Spiritual Pedagogy, karya Clifford Mayes, Spiritual Education in
England and
Pedagogy: A Survey, karya Andrew
Wales, Critique Wright, Heideggerian
and Reconstruction Mathematics:
of Contemporary Badiou's
Spiritual Being
Education in
and Event as Spiritual Pedagogy, karya Ian Hunter, Spiritual awareness
England and Wales, karya Andrew Wright, Heideggerian Mathematics: Badiou's Being pedagogy: the
Classroom
and as Spiritual
Event as Spiritual Reality,
Pedagogy,karya Miller,
karya IanLisa, Athan,
Hunter, dan Aurelie,
Spiritual Toward
awareness a Spiritual
pedagogy: the
Pedagogy: as
Classroom Meaning,
SpiritualPractice,
Reality, and Applications
karya Miller, Lisa,inAthan,
Management Education,
dan Aurelie, Toward karya Harlos
a Spiritual
dan Karen, Meaning,
Pedagogy: Diverse Perspectives
Practice, andonApplications
Spiritual Curriculum Education,karya
and Pedagogy,
in Management karyaJohnson
Harlos
dan Karen, Diverse Perspectives on Spiritual Curriculum and Pedagogy, karya Johnson

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 3


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

dan Aostre N, dan Toward a spiritual pedagogy: A conceptual and operational proposal
based on five schools of Yoga, karya Velonis dan Ursula Isa.
Pedagog Jerman F.W. Foerster (1869-1966), perintis Pendidikan Karakter, juga
sejak lama telah menawarkan ilmu pedagogi yang ia sebut dengan Ideal-Spiritual
Pedagogy. Dengan istilah ini ia berpendapat bahwa pendidikan itu bukan hanya penyaluran
pengetahuan kepada peserta didik, melainkan juga sebuah sarana pembentukan karakter
yang didasarkan pada dimensi etis-spiritual (etika dan spiritual seseorang).
Apa yang ingin saya tawarkan dengan istilah pedagogi spiritual ini ada
persamaanya dengan apa yang dikembangkan di Barat, yaitu pendidikan yang
mengintegrasikan kognitif (head/kepala), afektif (hearth/hati), dan behavioral
(hand/tangan), tetapi berbeda dalam filsafat yang mendasari dan tujuan akhirnya. Dalam
konteks ini pula saya ingin menunjukkan dan mengafirmasi kembali fakta bahwa Islam,
agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, empat belas abad yang lalu, telah
mengajarkan metode pembelajaran yang luar biasa, terutama dalam menanamkan nilai
karakter dan akhlak mulia. Apa yang saya kembangkan di sini adalah pedagogi spiritual
berdasarkan ajaran luhur Islam.
Di kalangan pedagog Muslim sendiri, kita menemukan beberapa karya yang
memuat model dan metode pendidikan Islam ini walaupun tentu tidak menggunakan istilah
pedagogi spiritual (spiritual pedagogy). Salah satu kitab yang dapat dirujuk karena
kepopulerannya adalah kitab yang dikarang oleh al-Zarnuji, yaitu Ta’lim al-Muta’allim
Thariq al-Ta’allum. Dalam kitab tersebut, al-Zarnuji membahas tentang hakikat ilmu,
hukum mencari ilmu, dan keutamaan ilmu. Selain itu, ia berbicara tentang pentingnya niat
dalam mencari ilmu, cara memilih ilmu, guru, teman, serta pentingnya memiliki rasa
hormat kepada semua itu. Dalam kitab tersebut, al-Zarnuji menekankan pentingnya aspek
adab dalam proses pembelajaran, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah. Selain itu,
dalam kitab ini ia—seperti halnya Foerster—menekankan bahwa pendidikan bukan
sekedar proses transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan (skill), namun yang terpenting
adalah transfer adab (nilai) (Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim).
Adapun yang menjadi titik tekan dalam pedagogi spiritual ini adalah adanya
kesadaran (awareness) dari pendidik (murabbi) dan peserta didik (mutarabbi) bahwa
proses pendidikan/pembelajaran (tarbiyyah/ta’lim) ini bukanlah semata merupakan
aktifitas duniawi yang material dan profan tetapi lebih dari itu ia adalah aktifitas yang
spiritual, suci, dan transenden, yang dalam segala aspeknya terhubung (connected) dengan
zat yang Maha Gaib, Maha Pencipta, dan Maha Pengatur, yaitu Allah SWT.
Dalam mengembangkan model pedagogi spiritual ini, tentu yang pertama kali harus
dipahami oleh kita adalah bahwa kita, manusia, adalah makhluk yang memiliki dimensi
spiritual (ruh). Bahkan inti dari manusia itu sendiri adalah ruhnya (spirit). Kita bisa hidup
di muka bumi ini karena Allah telah meniupkan ruh-Nya kepada jasad manusia, sesuai
dengan keterangan Al-Quran dalam QS. Shad: 72 dan Al-Hijr:29. Bahkan dalam QS. Al-
Insan: 1, Allah menjelaskan bahwa manusia (spiritual/ruh) telah diciptakan-Nya jauh
sebelum diciptakan waktu. Apabila tubuh (jasmani/basyar) diciptakan dari tanah (QS.
Shad: 71) dan akan kembali ke tanah (dikubur), maka ruh (spirit) itu berasal dari Allah dan
akan kembali kepada Allah (QS. al-Baqarah: 156).
Hal lain yang juga sangat penting untuk dipahami terkait pengembangan pedagogi
spiritual ini adalah paradigma Islam yang paling esensial dan fundamental, yaitu tauhid.
Tauhid adalah prinsip pertama dan utama serta menjadi acuan bagi prinsip-prinsip yang
lain dalam model pedagogi ini. Paradigma tauhid ini meniscayakan bahwa proses
pendidikan dan pembelajaran dilakukan dengan menjadikan Allah SWT, zat yang Maha
Gaib, sebagai pusat (Allah-centric), baik secara ontologis,epistemologis, maupun

4 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

aksiologis. Dalam paradigma tauhid ini, Allah diyakini sebagai sumber ilmu, jalan/cara
datangnya ilmu, dan tujuan akhir (penggunaan) ilmu.
Dalam QS. al-Baqarah : 30, Allah SWT menyatakan bahwa Dia yang mengajarkan
ilmu (nama-nama segala sesuatu) kepada Adam (���� ���‫)���� ��� ��س‬. Dalam QS. al-‘Alaq: 5
Allah SWT mengatakan bahwa Dia yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang belum
mereka ketahui (���� �� �� ��‫) ��� ���س‬. Begitu juga dalam QS. al-Rahman: 1-2, Allah SWT
menyatakan bahwa Dialah yang telah mengajarkan Al-Quran dan mengajarkan
penjelasan/bayan (���‫)���ح�ن� ��� ������� ��� ���س�� ���� ��ب‬.
Sedangkan bahwa Allah SWT adalah jalan dan cara datangnya ilmu, di antaranya
dijelaskan dalam QS. al-Baqarah : 282, bahwa Allahlah yang akan mengajarkan ilmu
(�������) kepada manusia dan akan terus mengajarkan (sesuai dengan redaksi katanya yang
dinyatakan dalam sighat fiil mudhari), dengan syarat orang tersebut bertaqwa kepada-Nya
(�������). Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat al-Kahfi : 6 yang
menyatakan bahwa Allah yang telah mengajarkan ilmu kepada Nabi Khidir AS. secara
langsung (���� ���� ‫)������� �ن‬. Begitu juga keterangan al-Qur’an dalam suratal-‘Alaq: 4,
bahwa Allah yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam, mengajarkan mereka
sesuatu yang belum mereka ketahui,
(���� �� �� ��‫)��� ������� ��� ���س‬.
Sebuah Hadits Nabi SAW,
��������‫����ي ��ي ��حسن ����بي‬
Artinya: “Tuhanku telah mengajariku, maka aku mendapatkan sebaik-baik pengajaran.”
(Hadits).
Juga doa Nabi SAW untuk Ibn Abbas yang berbunyi,
��������������� ����� ‫����� ���� �ي ����ن‬
Artinya: “Ya Tuhanku fahamkanlah ia tentang urusan agama, dan ajari ia takwil.”
(Hadits).
Hadis tersebut menunjukkan bahwa Allahlah sebaik-baik pendidik dan ilmu itu semata-
mata datangnya dari Allah SWT. Oleh karena itu, maka kita harus senantiasa memohon
(berdoa) kepada Allah untuk diberi ilmu. Sudah semestinya dalam setiap kegiatan
pembelajaran, kita memohon kelancaran dan kemudahan dalam menuntut ilmu, dalam
memahami dan mengamalkannya. Hal ini sekali lagi menunjukkan keyakinan bahwa
Allahlah yang memberi kita (manusia) ilmu pengetahuan.
Sementara landasan aksiologis bahwa Allah SWT adalah tujuan pendidikan, di
antaranya tersirat dalam QS. ‘Alaq: 1-3, kata (�‫ )��س‬dengan menggunakan huruf ba (�)
menunjukkan sebab (‫)سبب‬, kebersamaan (����) sekaligus tujuan (����). Begitu juga dengan
kalimat “Tuhanmulah yang Maha Mulia”(����� ����), menunjukkan bahwa kegiatan
pendidikan dan pembelajaran, serta ilmu yang didapat semata-mata hanya untuk
mengagungkan AllahSWT. Hal ini juga sesuai dengan apa yang tertera dalam QS. al-
Fatihah: 2 ( ‫����� � �� �������ن‬/ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).
Sekaitan dengan tujuan dan hasil kegiatan pendidikan dan pembelajaran ini,
Abdussalam (2011) ketika menjelaskan QS. al-Thuur: 44-45 mengatakan bahwa Al-Quran
menghendaki agar manusia jangan hanya merasa kagum terhadap fenomena alam, ilmu
atau penemunya. Kekaguman pada fenomena alam dan ilmu haruslah mengantarkan pada
rasa kagum yang lebih hebat kepada Yang Maha Agung. Di sinilah prinsip tauhid
membangun keilmuan sekaligus spiritual yang utuh.
Tauhid adalah prinsip dan cara pandang yang paling fundamental sekaligus paling
komprehensif. Tauhid memandang bahwa alam dan kehidupan merupakan satu kesatuan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 5


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

yang komprehensif dan integratif, di mana Tuhan (Allah) ditempatkan dan diperlakukan
yang komprehensif
sebagai satu-satunyadan integratif,
sentral (asal,dirujukan
mana Tuhan (Allah)Paradigma
dan tujuan). ditempatkan dan diperlakukan
tauhid ini, menurut
sebagai satu-satunya
Abdussalam, merupakan sentral (asal,
payung bagirujukan
seluruhdan tujuan). Paradigma
prinsip-prinsip pendidikan tauhid ini, menurut
dan pembelajaran
Abdussalam,
dalam Islam. merupakan payung bagi seluruh prinsip-prinsip pendidikan dan pembelajaran
dalam Islam.
E. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI SPIRITUAL
E. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGIpedagogi
Berikut ini adalah prinsip-prinsip SPIRITUAL spiritual (Abdussalam, 2011) :
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pedagogi spiritual (Abdussalam, 2011) :
1. Prinsip Syumuliyyah (Komprehensif)
Prinsip Syumuliyyah
1. Prinsip (Komprehensif)
syumuliyyah meniscayakan bahwa pengembangan konsep dan praktek
Prinsipharus
pendidikan syumuliyyah meniscayakan
meliputi seluruh bahwa
entitas dan pengembangan
dimensi kehidupan.konsepDimensidan praktek
kehidupan
pendidikan harus meliputi seluruh entitas dan dimensi kehidupan.
mencakup dimensi sosial dan individual, dimensi ilmu dan amal, dunia dan akhirat, Dimensi kehidupan
mencakup
akal, jasad dimensi sosialdan
dan ruhiyah, danlainindividual,
sebagainya. dimensi ilmu dan
Semuanya menjadiamal,perhatian
dunia dan akhirat,
pendidikan
akal, jasad dan ruhiyah,
dan pembelajaran, dan lain
sepanjang ada sebagainya. Semuanya
kaitan, fungsional menjadi perhatian
dan bermakna pendidikan
bagi pengembangan
dan pembelajaran,
manusia sepanjangsecara
dan kehidupannya ada kaitan, fungsional
menyeluruh. dan bermakna
Prinsip ini berbandingbagi pengembangan
sejajar dengan
manusia
syumuliyah danyang
kehidupannya secara menyeluruh.
menjadi karakteristik ajaran Islam. Prinsip ini berbanding sejajar dengan
Prinsipyang
syumuliyah menjadi karakteristik
syumuliyyah dalam pedagogi ajaran spiritual
Islam. Islam ini, menurut Abdussalam,
Prinsip adanya
menandakan syumuliyyah dalamfundamental
perbedaan pedagogi spiritual
dengan Islam ini, menurut
pendidikan Abdussalam,
yang dikembangkan
menandakan adanya perbedaan fundamental dengan pendidikan
dengan paradigma sain Barat yang sekuler. Prinsip syumuliyyah menetapkan segala yang dikembangkan
dengan
sesuatu, paradigma sain Barat
baik yang nampak atauyang
yangsekuler.
abstrak, Prinsip
sebagai syumuliyyah
objek ilmu dan menetapkan
pendidikansegala
yang
sesuatu, baik yang nampak atau yang abstrak, sebagai objek
sah, sedangkan prinsip sains Barat modern menetapkan bahwa objek-objek ilmu ilmu dan pendidikan yang
sah, sedangkan
sah hanya segala prinsip
sesuatu sainsyangBarat modern
dapat menetapkan
diobservasi bahwa objek-objek
atau diamati ilmu yang
oleh indra. Sedangkan
sah hanya segala sesuatu yang dapat diobservasi atau diamati
segala objek yang ada di luar jangkauan panca indra (five senses) dianggap tidak sah oleh indra. Sedangkan
segala
sebagaiobjek
objekyang
ilmu.ada di luar jangkauan panca indra (five senses) dianggap tidak sah
sebagai objek ilmu.
2. Prinsip Takamuliyah (Integratif)
2. Prinsip Takamuliyahini
Prinsip takamuliyyah (Integratif)
adalah prinsip yang menunjukkan bahwa pengembangan
teori dan praktek pedagogi spiritual prinsip
Prinsip takamuliyyah ini adalah Islam yang menunjukkan
dibangun atas prinsipbahwa pengembangan
keterpaduan yang
teori
sangatdan praktek
kokoh. pedagogi
Dengan spiritual
landasan Islam dibangun
tauhidullah, pedagogi atasspiritual
prinsip Islam
keterpaduan yang
memandang
sangat
bahwa kokoh.
alam dan Dengan landasan
kehidupan tauhidullah,
secara keseluruhanpedagogi spiritualsatu
merupakan Islam memandang
kesatuan yang
bahwa alam dan
menempatkan Allahkehidupan
sebagai sentralsecara keseluruhan
(asal, rujukan danmerupakan
tujuan)-nya.satuKeterpaduan
kesatuan yang
menempatkan
dibangun atas Allah dasar sebagai
paradigma sentral
tauhid(asal,
ini rujukan
menyangkutdan tujuan)-nya.
pengembangan Keterpaduan yang
sumber-sumber
dibangun atas dasar belajar,
belajar, pengalaman paradigma tauhid
maupun ini menyangkut
pengembangan pengembangan
aspek-aspek sumber-sumber
kepribadian manusia.
belajar, pengalaman belajar, maupun pengembangan aspek-aspek
Pengembangan sumber belajar tidak mengakui adanya dikotomi antara ayat-ayat kepribadian manusia.
Pengembangan
qauliyah sumber belajar
dengan ayat-ayat tidak Pengembangan
kauniyah. mengakui adanyapengalamandikotomi antara ayat-ayat
belajar tidak
mengakui dengan
qauliyah dikotomiayat-ayat
antara teori kauniyah. Pengembangan
dan praktek, ilmu dan amal, pengalaman
empirik belajar tidak
dan intuitif.
mengakui
Pengembangan dikotomi antara teori
aspek-aspek dan praktek,
kepribadian ilmumengakui
ini tidak dan amal,adanya empirik dan intuitif.
dikotomi antara
Pengembangan
jasadiyah, aqliyyah aspek-aspek
dan ruhiyyah.kepribadian ini tidak mengakui adanya dikotomi antara
jasadiyah, aqliyyah
Prinsip dan ruhiyyah.
takamuliyyah ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan hakikat
manusiaPrinsip
sebagaitakamuliyyah ini mencakup hakikat
kesatuan tubuh-jiwa-ruh, hal-hal yangmanusia berkaitan
sebagai dengan
makhlukhakikat
yang
manusia sebagai kesatuan tubuh-jiwa-ruh, hakikat manusia
memiliki saling ketergantungan, berkaitan dengan pengembangan objek atau sumber sebagai makhluk yang
memiliki
pembelajaran,salingdanketergantungan,
berkaitan dengan berkaitan
metode dengan pengembangan
pembelajaran objek belajar.
dan pengalaman atau sumber
pembelajaran, dan berkaitan dengan metode pembelajaran dan pengalaman belajar.
3. Prinsip Tawazuniyyah (Keseimbangan)
3. Prinsip Tawazuniyyah
Prinsip tawazuniyah (Keseimbangan)
(keseimbangan) ini adalah prinsip bahwa pendidikan harus
mampu Prinsip tawazuniyah
menempatkan (keseimbangan) semua
dan memperlakukan ini adalah prinsip
entitas secarabahwa
tepatpendidikan harus
dan proporsional,
mampu
terutamamenempatkan
di antara entitas dan yang
memperlakukan
memiliki arah semua
yangentitas
seringsecara tepat dan
dipandang proporsional,
berhadapan atau
terutama di antara entitas yang memiliki arah yang sering dipandang
berlawanan, seperti antara maddiyyah (materialistik) dengan ruhiyah (spiritualistik), berhadapan atau
berlawanan, seperti antara maddiyyah (materialistik) dengan ruhiyah (spiritualistik),

6 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

dunyawiyyah (keduniaan) dengan ukhrawiyyah (keakhiratan), fardiyyah


(individualistik) dengan ijtimaiyyah (kolektivistik), dan sebagainya.
Dengan prinsip ini, pendidikan harus mampu mengembangkan seluruh potensi
dan kepentingan manusia secara seimbang. Potensi atau kepentingan-kepentingan
'aqliyyah (nalar), ruhiyyah (spiritual), jasadiyyah (fisikal), insaniyyah (kemanusiaan),
ilahiyyah (ketuhanan), dunyawiyyah (keduniaan), ukhrawiyyah (keakhiratan),
nazhariyyah (teori), tathbiqiyyah (praktek), ilmiyyah (ilmu), 'amaliyyah (amal), dan
sebagainya harus dikembangkan dan diberdayakan secara proporsional sesuai dengan
kodrat dan tujuan penciptaan (keberadaan)-nya.
Dengan paradigma tauhid yang mencakup prinsip syumuliyah, takamuliyah, dan
tawazuniyah ini, diharapkan kegiatan pendidikan dan pembelajaran dapat mencetak para
peserta didik yang memiliki kesadaran spiritual dan memiliki tanggung jawab terhadap
lingkungan sekitarnya dan alam semesta secara luas. Hal ini sesuai dengan visi Islam ini
sendiri sebagai rahmatan lil ‘alamin (QS. al-Anbiya: 107).

4. Prinsip Rabbaniyyah (Ketuhanan)


Prinsip Rabbaniyyah berarti bahwa pendidikan harus menempatkan Rabb atau
nilai-nilainya sebagai rujukan dan tujuan utama. Dengan prinsip ini, pendidikan
hendaknya diarahkan pula untuk melihat dan menghayati kehadiran serta keterlibatan
Rabb dalam seluruh fenomena, khususnya fenomena atau materi yang dipelajari.
Pendidikan tidak hanya berujung pada penemuan ilmu atau perolehan keterampilan.
Pendidikan seyogyanya berangkat dan berujung pada nilai-nilai ketuhanan sehingga
keseluruhan proses, tujuan, dan pengembangkan kehidupan yang dihasilkannya
merupakan pengintegrasian dari entitas bumi dengan entitas langit.
Prinsip rabbaniyah ini merupakan perincian dari prinsip tauhid di atas. Menurut
Ahmad Madkur, prinsip ini mencakup dua hal, yaitu sebagai sumber dan tujuan
pendidikan dalam Islam. Pertama, bahwa seluruh yang dikembangkan dalam proses
pendidikan harus bersifat rabbany, yakni sesuai dengan tuntunan Allah Rabbul ‘alamin.
Kedua, bahwa tujuan akhir dari seluruh upaya pendidikan harus diarahkan untuk
mencapai ridla-Nya, sebab keselamatan dan kesempurnaan hidup manusia yang hakiki
terletak padanya (Madkur, 2002: 81). Prinsip ini menunjukkan bahwa proses
pembelajaran harus dijalani karena Allah SWT sebagai Rabbul ‘alamin. Baik pendidik
maupun peserta didik harus menyadari bahwa menuntut ilmu adalah perintah-Nya.
Sebagaimana Sabda Nabi SAW,
)������( ����� � ‫��� ����م ����� ع�� �� ���م‬
Artinya: “Menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah.” (Hadits).
Sesuai dengan prinsip ini pula, seharusnya pendidik (guru) mencontoh sifat-sifat
Allah, sebagai Sang Murabbi (pendidik) sejati, seperti mencontoh dan memiliki sifat
rahman (kasih). Sebagai sang Pendidik, Allah menampilkan diri-Nya sebagai zat yang
Maha Pengasih. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. al-Rahman: 1-2,
)�( ��� ْ�����ْ ‫�����ْ �� �ن (�) �ع�� �م‬
Artinya: “1. (Tuhan) yang Maha pemurah, 2. yang telah mengajarkan Al Quran.”

5. Prinsip Rahmaniyah
Yang dimaksud dengan rahmaniyyah sebagai prinsip pedagogi spiritual adalah
bahwa kasih sayang seyogyanya menjadi cara pandang dan pola sikap dalam
pengembangan seluruh komunikasi dan interaksi pendidikan. Kasih sayang pendidik
harus terbaca dan terapresiasi oleh peserta didik melalui tindakan-tindakan edukatifnya.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 7


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

Dengan prinsip rahmaniyyah, maka pengembangan komunikasi dan interaksi


pendidikan lebih bersifat “telaten”, yakni tindakan-tindakan (edukatif) yang
mengandung intensitas
Dengan prinsip kasih sayang,
rahmaniyyah, makakesungguhan
pengembangandan ketulusan.
komunikasiHubungan inilah
dan interaksi
yang kemudian
pendidikan akan menumbuhkan
lebih rasa percaya
bersifat “telaten”, yakni dan kesediaan dari peserta
tindakan-tindakan didik untuk
(edukatif) yang
mencerap nilai-nilai dan mengidentifikasikan dirinya kepada harapan-harapan
mengandung intensitas kasih sayang, kesungguhan dan ketulusan. Hubungan inilah
pendidiknya.
yang kemudian akan menumbuhkan rasa percaya dan kesediaan dari peserta didik untuk
mencerap nilai-nilai dan mengidentifikasikan dirinya kepada harapan-harapan
6. Prinsip Uswiyyah (Keteladanan)
pendidiknya.
Yang dimaksud dengan prinsip Uswiyyah adalah bahwa nilai-nilai yang tercermin
pada
6. prinsip-prinsip
Prinsip Uswiyyahdi atas (seperti rahmaniyyah, rabbaniyyah, dan sebagainya) harus
(Keteladanan)
terwujud secara konkrit dalam
Yang dimaksud dengan prinsip bentuk
Uswiyyahprilaku nyata.
adalah bahwaIntensitas
nilai-nilai kasih sayang,
yang tercermin
kesungguhan, ketulusan
pada prinsip-prinsip dan(seperti
di atas keberpihakannya
rahmaniyyah, kepada nilai-nilaidan
rabbaniyyah, luhur harus terbaca
sebagainya) harus
oleh peserta didik secara utuh dan konkrit dari keseluruhan
terwujud secara konkrit dalam bentuk prilaku nyata. Intensitas kasih penampilan pendidik. Di
sayang,
sinilah pendidik
kesungguhan, harus mampu
ketulusan tampil sebagaikepada
dan keberpihakannya uswahnilai-nilai (teladan).
hasanah luhur harusSeorang
terbaca
pendidik harus mampu menampilkan diri dan seluruh prilakunya untuk
oleh peserta didik secara utuh dan konkrit dari keseluruhan penampilan pendidik. menjadi rujukanDi
bagi peserta didik dalam pengembangan kepribadiannya sesuai dengan
sinilah pendidik harus mampu tampil sebagai uswah hasanah (teladan). Seorang nilai-nilai yang
diagungkannya. Tanpa menampilkan
pendidik harus mampu prinsip uswiyyah
diri danini, prinsip-prinsip
seluruh lain bisa
prilakunya untuk kehilangan
menjadi rujukan
kekuatan utamanya dalam membina kepribadian.
bagi peserta didik dalam pengembangan kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai yang
Hal ini sejalan
diagungkannya. dengan
Tanpa kehadiran
prinsip Nabi ini,
uswiyyah SAWprinsip-prinsip
yang merupakan lainsosok
bisateladan bagi
kehilangan
umatnya. Sebagaimana firman Allah dalam
kekuatan utamanya dalam membina kepribadian. QS. al-Ahzab: 21,
)��ini
Hal ��‫ه� �ك‬
� ��‫ي‬sejalan � �� dengan
‫��� �� �� �� �ك‬ �� ْ��‫ه� �� ْ�لي‬
� kehadiran � Nabi ���‫ ْن �ك‬yang
��‫ي��ْ و‬SAW ‫ه� ��س �ْ� ح �ح‬
�� �‫ �س���ح ل‬merupakan � ��� �‫ �ك��� ل� �� ْم ف‬bagi
‫� ��س‬teladan
� sosok �ْ ���‫ل‬
umatnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ahzab: 21,
Artinya:“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
)�� � �� ‫ �� �ك‬bagi
� ��‫( �ك��ي‬yaitu)
bagimu �‫ه‬ �� �� ��� �� ْ��‫ ْ�لي‬yang
� orang �� �‫ه‬� ��mengharap � � �‫ه‬
‫س �ْ� ح �ح �س���ح‬Allah
‫(ل� �� ْن �ك��� ي��ْ و‬rahmat) � ��� ��‫ل��� ْ� �ك��� ل� �� ْم ف‬
‫( ��س‬kedatangan)
� dan
hari kiamat dan Dia
Artinya:“Sesungguhnya telahbanyak
ada pada menyebut
(diri)Allah.”
Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu)
Prinsip-prinsip bagi orang
tersebut yang mengharapTakamuliyah,
di atas(Syumuliyyah, (rahmat) Allah dan (kedatangan)
Tawazuniyyah, dan
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”
seterusnya), itu merupakan hasil pengkajian Abdussalam (2011) yang serius terhadap
ta’lim (‫ )���يم‬dalam
konsepPrinsip-prinsip al-Qur’an.
tersebut Penelitian ini menyimpulkan
di atas(Syumuliyyah, Takamuliyah,bahwa konsep ta’lim
Tawazuniyyah, dan
(‫)���يم‬ lebih bermakna pembelajaran (instructing), bukan pengajaran
seterusnya), itu merupakan hasil pengkajian Abdussalam (2011) yang serius terhadap(teaching).
konsep Menurut Abdussalam,
ta’lim (‫)���يم‬ tiga prinsip
dalam al-Qur’an. pertama
Penelitian ini berfungsi
menyimpulkanmemandu
bahwapengembangan
konsep ta’lim
pendidikan Islam dalam memandang dan memperlakukan seluruh
(‫ )���يم‬lebih bermakna pembelajaran (instructing), bukan pengajaran (teaching). entitas, sedangkan
tiga prinsip
Menurut kedua memandu tiga
Abdussalam, pengembangan komunikasi
prinsip pertama edukatif
berfungsi (Abdussalam,2011).
memandu pengembangan
Selain enam prinsip tersebut, Abdussalam menemukan tiga
pendidikan Islam dalam memandang dan memperlakukan seluruh entitas, sedangkan prinsip yang memandu
pengembangan
tiga prinsip kedua strategi pendidikan
memandu dan pembelajaran.
pengembangan komunikasiKetiga prinsip(Abdussalam,2011).
edukatif itu adalah: prinsip
wasaliyyah (kemediaan), di mana pendidikan itu harus
Selain enam prinsip tersebut, Abdussalam menemukan tiga prinsip yangmemberdayakan sumber belajar
memandu
atau media (yang
pengembangan juga pendidikan
strategi bermakna kemandirian), prinsip
dan pembelajaran. istimrariyyah
Ketiga (kontinyu),
prinsip itu adalah: di
prinsip
mana proses pendidikan itu berlaku secara terus menerus, sepanjang
wasaliyyah (kemediaan), di mana pendidikan itu harus memberdayakan sumber belajar hidup manusia atau
selama
atau mediabumi (yang
berputar,
jugadan prinsip waqi'iyyah
bermakna (kontekstual),
kemandirian), di mana pendidikan
prinsip istimrariyyah harus
(kontinyu), di
menapak pada kenyataan dan hadir sebagai solusi terhadap pemasalahannya.
mana proses pendidikan itu berlaku secara terus menerus, sepanjang hidup manusia atau
selama bumi berputar, dan prinsip waqi'iyyah (kontekstual), di mana pendidikan harus
F. KECAKAPAN
menapak PEDAGOGI
pada kenyataan dan hadirSPIRITUAL
sebagai solusi terhadap pemasalahannya.
Dari pembahasan tentang prinsip-prinsip pedagogi spiritual di atas, maka seorang
pendidik harus memiliki PEDAGOGI
F. KECAKAPAN kecakapan danSPIRITUAL
kebiasaan sebagai berikut :
1. Dari
Seorang pendidiktentang
pembahasan selalu membersihkan
prinsip-prinsip hati dan menjaga
pedagogi spiritual niatnya
di atas, ketika hendak
maka seorang
mengajar agar tetap lurus ikhlas karena Allah SWT.
pendidik harus memiliki kecakapan dan kebiasaan sebagai berikut : Hal ini penting karena dalam
1. Islam, segala
Seorang sesuatu
pendidik tergantung
selalu pada niatnya
membersihkan hati (�‫��ل�ي‬ ����������);
dan menjaga niatnya ketika hendak
mengajar agar tetap lurus ikhlas karena Allah SWT. Hal ini penting karena dalam
Islam, segala sesuatu tergantung pada niatnya (�‫;)���������� ��ل�ي‬

8 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KE ARAH PENGEMBANGAN PEDAGOGI SPIRITUAL — [H. Furqon]

2. Seorang pendidik selalu berdoa memohon bantuan Allah SWT dalam proses
2. pembelajaran
Seorang pendidik agar selalu
Allahberdoa
senantiasa
memohonmemberi kemudahan,
bantuan Allah SWT kelancaran,
dalam proses dan
pemahaman baik bagi dirinya sendiri maupun bagi peserta
pembelajaran agar Allah senantiasa memberi kemudahan, kelancaran, dan didik;
3. Seorang
pemahaman pendidik selalu
baik bagi mendoakan
dirinya sendiripeserta
maupundidikbagidemi
pesertakebaikan
didik; mereka. Untaian
doa selalu mereka panjatkan ke hadirat Allah
3. Seorang pendidik selalu mendoakan peserta didik demi kebaikan SWT di setiap saat (tidak
mereka. terbatas
Untaiandi
kelas). Terkait
doa selalu hal ini,
mereka banyakkeketerangan
panjatkan dalam
hadirat Allah SWTkhazanah
di setiap keilmuan
saat (tidakIslam, bahwa
terbatas di
doa adalah unsur yang sangat penting dalam proses pendidikan
kelas). Terkait hal ini, banyak keterangan dalam khazanah keilmuan Islam, bahwa dan pembelajaran,
seperti terlihat
doa adalah dalam
unsur yangdoa Nabipenting
sangat SAW untukdalamIbn Abbas
proses ra. Ada kisah
pendidikan menarik dari
dan pembelajaran,
pesantren,
seperti terlihatyaitudalam
tentang seorang
doa Nabi SAW kyai yang
untuk Ibnmenyuruh
Abbas ra. Ada ketuakisahpengurus
menarik (lurah
dari
santri) untuk menuliskan nama-nama santri yang nakal.
pesantren, yaitu tentang seorang kyai yang menyuruh ketua pengurus (lurah Kemudian lurah santri itu
menyerahkan 10 nama santri
santri) untuk menuliskan yang nakal.
nama-nama santriSetelah sekianKemudian
yang nakal. lama, si lurah
lurah santri
santri itu
heran kenapa Sang Kyai tidak menghukum 10 orang santri
menyerahkan 10 nama santri yang nakal. Setelah sekian lama, si lurah santri itu itu. Untuk mengobati
rasa
heranherannya
kenapa Sang itu kemudian
Kyai tidakiamenghukum
langsung bertanya
10 orangkepada Sang
santri itu. “kenapa
Kyai,mengobati
Untuk
mereka tidak dihukum?”, dan dijawab oleh Sang Kyai,
rasa herannya itu kemudian ia langsung bertanya kepada Sang Kyai, “kenapa “saya sebut mereka dalam
merekadoa
setiap tidak
dandihukum?”,
munajat saya dankepada
dijawab olehSWT.”
Allah Sang Kyai, “saya sebut mereka dalam
4. Seorang
setiap doa dan munajat saya kepada Allah SWT.” hasanah) bagi peserta didiknya,
pendidik selalu menjadi teladan (uswah
4. baik dalam
Seorang hal intelektual,
pendidik emosional,
selalu menjadi teladanspiritual,
(uswahmaupun
hasanah) profesional.
bagi peserta Dengan ini,
didiknya,
pendidik/guru/dosen menjadi pantas untuk dihargai dan dihormati.
baik dalam hal intelektual, emosional, spiritual, maupun profesional. Dengan ini, Karena ini
pula, marwah pendidik dan pendidikan kita naik kembali;
pendidik/guru/dosen menjadi pantas untuk dihargai dan dihormati. Karena ini
5. Seorang
pula, marwah pendidik
pendidikselalu
danmengingatkan
pendidikan kitapeserta didik untuk selalu mengingat
naik kembali;
keberadaan Allah, mengagungkan,
5. Seorang pendidik selalu mengingatkan peserta didik dan bersyukur kepada-Nya.
untuk selalu Hal mengingat
ini sesuai
dengan
keberadaan prinsip bahwa
Allah, kegiatan pendidikan
mengagungkan, dan pembelajaran
dan bersyukur kepada-Nya.ituHal harus ini karena
sesuai
Allah, bersama Allah, dan untuk Allah;
dengan prinsip bahwa kegiatan pendidikan dan pembelajaran itu harus karena
6. Seorang pendidik
Allah, bersama selalu
Allah, danmengingatkan
untuk Allah; peserta didik untuk meluruskan niat agar
senantiasa melakukan segala
6. Seorang pendidik selalu mengingatkan sesuatu karena Allah
peserta SWT;
didik untuk meluruskan niat agar
7. Seorang
senantiasapendidik
melakukan selalu
segalamengingatkan
sesuatu karena peserta
Allah didik
SWT; untuk memulai aktifitas
7. belajar
Seorangdengan Bismillahirrahmanirrahim;
pendidik selalu mengingatkan peserta didik untuk memulai aktifitas
8. Seorang pendidik
belajar dengan selalu mengajak peserta didik untuk berdoa, memohon bantuan
Bismillahirrahmanirrahim;
8. dan petunjuk
Seorang Allahselalu
pendidik dalammengajak
proses menuntut
peserta ilmu;
didik untuk berdoa, memohon bantuan
9. Seorang pendidik harus berusaha
dan petunjuk Allah dalam proses menuntut ilmu; untuk mengajar dari hati (qalbu to qalbu
Seorang pendidikdengan
9. communication), haruspenuh kasihuntuk
berusaha sayangmengajar
(rahmaniyah). Ekspresi,
dari hati (qalbu ucapan, dan
to qalbu
tindakan seorang pendidik haruslah baik, lembut, dan santun;
communication), dengan penuh kasih sayang (rahmaniyah). Ekspresi, ucapan, dan
10. Seorang
tindakan pendidik harus selalu
seorang pendidik mengajak
haruslah peserta dan
baik, lembut, didiksantun;
untuk melihat, mengenali,
merenungi, dan mempelajari tanda-tanda
10. Seorang pendidik harus selalu mengajak peserta didik untuk kekuasaan Allah melihat,
di jagatmengenali,
raya ini.
Karena
merenungi,tujuandanpendidikan
mempelajaridan pembelajaran
tanda-tanda itu hakikatnya
kekuasaan hanya
Allah di untuk
jagat mengenal
raya ini.
Allah;
Karena tujuan pendidikan dan pembelajaran itu hakikatnya hanya untuk mengenal
11. Seorang
Allah; pendidik harus selalu mengajak peserta didik untuk meningkatkan
11. ketaqwaan
Seorang pendidiksebagai hasil
harus dari proses
selalu belajar peserta
mengajak tadi. Karena
didiktujuan
untukpendidikan
meningkatkan dan
pembelajaran itu hakikatnya hanya untuk mengenal Allah dan
ketaqwaan sebagai hasil dari proses belajar tadi. Karena tujuan pendidikan dan taqwa kepada-Nya;
pembelajaran itu hakikatnya hanya untuk mengenal Allah dan taqwa kepada-Nya;
G. PENUTUP
G. Model
PENUTUP pendidikan seperti ini mungkin bukan sesuatu yang baru, tetapi
penerapannya
Model saat ini sungguh
pendidikan sangat
seperti inidibutuhkan.
mungkin Krisisbukan moral
sesuatu yangyangkini mewabah
baru, tetapi di
tengah bangsa, terutama generasi muda kita bukanlah karena buruknya
penerapannya saat ini sungguh sangat dibutuhkan. Krisis moral yang kini mewabah di sistem pendidikan
yang
tengahkita terapkan
bangsa, saat ini,
terutama tetapimuda
generasi lebih kita
karena apa yang
bukanlah kitaburuknya
karena lakukan sistem
sudah kehilangan
pendidikan
esensinya.
yang kita terapkan saat ini, tetapi lebih karena apa yang kita lakukan sudah kehilangan
Paradigma sekuler-materialistik-hedonis yang terus merasuki pikiran bangsa ini
esensinya.
tampaknya telah menggeser
Paradigma nilai-nilai spiritual-religius
sekuler-materialistik-hedonis mereka
yang terus sehinggapikiran
merasuki apa yangbangsamereka
ini
tampaknya telah menggeser nilai-nilai spiritual-religius mereka sehingga apa yang mereka

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 9


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 1 – 10

lakukan, termasuk dalam aktifitas pendidikan dan pembelajaran, hanya dilihat dari kaca
mata duniawi semata, dengan angka dan rupiah sebagai ukurannya.
Sebagai bangsa yang memegang falsafah hidup berdasarkan agama, kita yakin
bahwa kemajuan bukan semata diukur dengan kemajuan material, tetapi kemajuan yang
hakiki adalah di saat bangsa ini bisa menyelaraskan seluruh aktifitas hidupnya dengan
tuntunan agama, sehingga keberkahan hidup dapat diraih dan kebahagian dapat dirasa.
Wallahu a’lam.

REFERENSI
Al-Quran
Hadits
Abdussalam, Aam. (2011). Pembelajaran dalam al-Qur’an al-Karim (Studi Bayani
terhadap Konsep Ta’lim dalam al-Qur’an. Bandung: Disertasi UIN Sunan Gunung
Djati.
Baqy, Muhammad Fuad Abd al-. (2007). al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an al-
Karim. Kairo: Dar al-Hadits.
Daradjat, Zakiah. (2000). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Goleman, Daniel. (2000). Emotional Intelligence (terj.). Jakata : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Langgulung, Hasan. (1988). Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, cet.
II.
Lindholm, J. A. & Astin, H. S. (2008). “Spirituality and pedagogy: Żaculty’s Spirituality
and Use of Student-Centered Approaches to Undergraduate Teaching.” The Review
of Higher Education 31 (2), 185-207.
Madkur, Ali Ahmad. (2002). Manhaj al-Tarbiyah fî al-Tashawwur al-Islami. Kairo: Dar
al-Fikr al-Arabî., cet. I.
Nahlawi, Abdurrahman An-. (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (terj.).
Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. II.
Nata, Abuddin. (2003). Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam
di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
Ramayulis. (2010). Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Sutrisno. (2006). Pendidikan Islam yang Menghidupkan (Studi Kritis terhadap Pemikiran
Pendidikan Fazlur Rahman). Yogyakarta: Kota Kembang.
Tafsir, Ahmad. (1992). Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda Karya.
Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003.
Zarnuji, Syeikh Burhanuddin al-. Ta’lim Muta’allim Thariq al-Ta’allum. Maktab al-
Rahmaniyyah.

10 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC HIGHER
ISLAMIC HIGHEREDUCATION
EDUCATIONAND ANDREINTEGRATION
REINTEGRATION OF OF SCIENCES
SCIENCES
(Responding Challenges of Globalization)
(Responding Challenges of Globalization)

Prof.Dr.
Prof. Dr.Azyumardi
AzyumardiAzra,
Azra,CBE
CBE*

“In the early centuries of Islamic civilization, the broadest possible learning
was widely supported by orthodox Muslim precepts. However, in time, an
opposing doctrinal trend gained strength. Not only the limitation but also
the “dangers” of knowledge were increasingly described by religious
authorities…Limits to the scope of permissible learning eventually came to
be defined by religious scholars, and philosophical and scientific
investigation came under increasing attack” (Turner 1995:18).

The Noble Prize Winner for Physics, Mohammed Abdus Salam, rightly maintains
that there is almost no question that among all civilizations in the present time on this
planet, science is weakest in the lands of Islam. In his opinion, the danger of this weakness
cannot be underestimated since social development and even the survival of a society
depends directly on its strength in science and technology in the condition of the present
age. Therefore, Muslim societies have a little chance to survive in the very competitive age
of globalization unless they seriously address this grave problem.
The weaknesses of science in the Muslim world as whole can be seen in a number
of rough indicators that are available since the 1980s when many Muslim countries began
to modernize their economy. By and large, up until today, Muslim countries are classified
as ‘third world countries’; only few of them can be included among developing countries,
let alone ‘developed’ and ‘advanced’ countries. As a result, there is a lot of retardation of
social development in the Muslim world.
Most of Muslim countries are producers of raw materials such as oil, natural gas,
rubber, palm oil, food grain, cotton, and sugar cane. The nature of the economy in most
Muslim countries is, therefore, basically extractive or agricultural. Manufacturing that can
produce a great deal of added values is only a minor part of the total economy of most
Muslim countries.
There is little doubt that advanced scientific methods are badly needed for oil and
natural gas extraction, mining and agriculture; and these do create a lot of demand for
learning and developing innovation and new techniques. But up until today, the technology
for extraction and further processing are continuously imported from non-Muslim
countries. The case is also the same with agriculture; Muslim countries are lagged in
research and development of agriculture and agribusiness compared to such country as
Thailand, for instance. In short, the overall importance of science to increase production
and added values in the Muslim world is peripheral, and incentives for indigenous growth
are small and insignificant.
The fact that scientific research and development are very weak in most of Muslim
countries related to another sorry reality; that is, the science as an institution has not
existed in an encouraging manner in most of the Islamic world. While in the West and
other countries, institutions of science continue to flourish in response to the era of
globalization, in most Muslim countries their growth is much slower. In most of the


Invited Speaker

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 11


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

Muslim countries, compared with the rest of the world, the number of research institutions
in science is very much lower; the budget spend in scientific programs is almost
insignificant; the size of the scientific community and the productivity of the scientists are
also considerably lower.
Some of these weaknesses have a lot to do with the state of education in the
Muslim world. Scientific research and development and, therefore the growth and decay of
science as an institution in society, are inescapably connected with education. In general,
education in most Muslim countries is dominated by social sciences and humanities; the
number of faculties, departments and programs in science is relatively limited. Worse still,
in the teaching processes, rote learning tends to dominate not only in social sciences and
humanities, but also in science teaching. It is clear that to a significant degree, the survival
of rote learning in educational institutions of contemporary Muslim world shows that many
Muslims still believe that knowledge is something to be acquired rather than discovered
and developed; therefore, the attitude of mind is passive and receptive rather than creative
and inquisitive. Furthermore, all knowledge comes to be viewed as unchangeable and all
books tend to be memorized or even venerated.

A. PAST LEGACY AND MUSLIM RESPONSES


The fact that Muslim countries in general are very much behind in the fields of
science is indeed an historical irony. There is no need to dwell on the great and significant
contribution of Muslim scientists to human civilization in the medieval period. One can
draw an inexhaustible list of Muslim scientists who were hailed not only from the Arab
region, but also from Bukhara, Khurasan, Andalusia and many other regions; they wrote
their works not only in religious sciences (al-`ulum al-diniyyah), but also on various
branches of rational and empirical sciences.
Commenting on the achievement of Muslim scientists, George Sarton in his famous
work, Introduction to the History of Science, says that it will suffice to evoke a few
glorious names without contemporary equivalents in the West: Jabr ibn Hayyan, al-Kindi,
al-Khawarizmi, al-Farghani, al-Razi, Thabit ibn al-Qurra, al-Battani, al-Farabi, al-Mas`udi,
al-Biruni, Ibn Sina, Ibn al-Haytham and many others; a magnificent array of names, which
it would not be difficult to extend. Sarton concludes, “if any one tells you that the Middle
Ages were scientifically sterile, just quote these men to him, all of whom flourished within
relatively short period, between 750 to 1100”.
With regards to the achievements of these Muslim scientists, the irony of the
backwardness of the Muslim world today is even bitter. In the midst of rapid progress of
modern and contemporary science, many Muslims maintain their suspicion towards
science. In many quarters of the Islamic world, science still seems to be regarded as an
intellectual and empirical exercises alien to and incompatible with Islam. This unfortunate
perception and attitude have of course been inherited by the Muslim world since the 12th
century at least, during which period the opposition against science grew rapidly among
the fuqaha’ (jurists) and mutakallimun (theologians) who were generally regarded as the
true representatives of Islamic orthodoxy.
There are many instances of suspicions among many orthodox scholars towards
rational and empirical sciences. Ibrahim Musa (d. 1398), a leading Andalusian scholar, for
instance, came to the conclusion that the average orthodox theologian regarded that only
those sciences as worthwhile that were necessary to, or useful for, religious practice
(`ibadah). All other sciences were without value and would only lead Muslims away from
the straight path. A more prominent scholar, Ibn Taymiyyah, believed that `ilm refers only
to knowledge that derives from the Prophet; he regards everything else either as useless or

12 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

no science at all, even though it might be called by name.


The opposition of the Muslim orthodox to rational and empirical sciences, in the
end created a seemingly unbridgeable gap between the so-called “religious sciences”
derived from the “signs” of the Qur’an (“al-ayat al-Qur’aniyyah”) on the one hand, and
“non-religious sciences” derived from the “signs of being” (al-ayat al-kawniyyah) on the
other. This kind of division and dichotomy can be observed in educational institutions in
many parts of the Muslim world today. This dichotomy of sciences is undoubtedly also
responsible for the backwardness of science and technology in the Muslim world.
There has been continuing debates among Muslim scholars and leaders on these
issues and on how to respond to the ever increasing progress of sciences among other
nations and countries in the age globalization. Faced with a fundamental crisis and only too
manifest continued decline of the Muslim world, three distinct responses have emerged
from within Islamic civilization in the colonial and post-colonial periods. To borrow the
characterizations of Eqbal Ahmad, elaborated further by Pervez Hoodbhoy, they are :
restorationist, reconstructionist, and pragmatist responses. The latest two groups are, I
would argue, basically have similar position. These categories can provide a useful
analytical framework within which one can examine the problems and possibilities of
developing a science-oriented society in the Muslim world.
The restorationist response seeks to idealized version of the past, and locates all
failures, defeats and backwardness of Muslims to their deviation from the true path, that is
genuine and pristine Islam in the period of the Prophet and his companions (sahabah, or
the salafs). This group of Muslims basically opposes the foundations and appearance of
modern, secular, scientific thought and methods. One of the most articulate spokespersons
on matters of science and modernity is Maryam Jameelah, a Jewish convert to Islam. In her
opinion, all pursuits of science and modernism are identical with idolatry; modern science
is guided by no moral value, but naked materialism and arrogance. The whole branch of
knowledge and its application is contaminated by the same evil. Science and technology
are totally dependent upon the set of ideals and values cherished by its members, in the
case of modern sciences is the West. She concludes that “if the roots of the tree are rotten,
the tree is rotten; therefore all its fruits are rotten”.
Another prominent leader of this group and even much more influential is Abu al-
A`la al-Mawdudi, the leader of Jama`at-i-Islami of Pakistan. He bitterly criticizes modern
sciences that have been produced by the West. He maintains that geography, physics,
chemistry, biology, zoology, geology, and economics are taught in modern education
system without reference to God and the Prophet Muhammad. Therefore they become a
source of Muslims’ straying from the truth. He argues that reflection on the nature of
modern education immediately reveals some contradiction with the nature of Islamic
education. He concludes that “you teach them science which is devoid of reason and slave
of the senses”.
The second group, the reconstructionist as well as the pragmatist stand in the
opposite side of the restorationist. Their position is essentially to reinterpret certain
teachings of Islam in order to reconcile the demands of modern civilization with Islam.
This group argues that Islam in the period of the Prophet and his companions was
revolutionary, progressive and rational. Muslims’ backwardness in later period of Muslim
history was a direct result of superstitious beliefs and rejection of reason in favor of blind
obedience to old and archaic tradition.
One representative of this group was Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) who
proposes that since the Qur’an was the word of żod and since scientific truths were
manifestly correct, then any contradiction between religion and science could only be

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 13


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

apparent and not real. Criticizing Muslims’ tendency to read old religious books while
ignoring scientific ones, Ahmad Khan suggests that Muslims should adopt modern
sciences in order for them to resolve their problems.
Another prominent thinker of the constructionist and pragmatist groups was Jamal
al-Din al-Afghani (1838-1897). He was of course a bitter enemy of Western colonialism,
but there is no doubt that he was also enchanted with the power of modern science that he
regarded as the secret of the strength of the Western world. In a lecture in Calcutta in 1882,
al-Afghani says that if someone looks into the question of Muslims’ inability to confront
the West, then he will see that science rules the world. There was, is, and will be no ruler
in the world but science; the benefits of science are immeasurable. Al-Afghani furthermore
believes that Islam brought with it a spirit of scientific inquiry. He argues that the first
Muslims had no science, but thanks to Islam, a philosophic spirit arose among them. This
was why they acquired in a short time all the sciences with particular subjects that they
translated from the Syriac, Persian, and Greek into the Arabic language.

B. REINTEGRATION OF SCIENCES
This paper basically argues that in order for Muslims to able to compete in the age
of globalization, there should be an adoption of new paradigm of Islamic education. In that
context, it is good to quote Nasr who persuasively argued that sciences in Islam are based
on the idea of transcendent unity, which is the heart of Islamic revelation. In fact, the aim
of all the Islamic sciences is to show the unity and interrelatedness of all that exists. So
that, in contemplating the unity of the cosmos, human being may be led to the unity of the
Divine Principle. That is why Muslim scientists believe that rational and empirical
knowledge will lead naturally to the affirmation of the Divine Unity.
With regards to that argument, the unifying perspective of Islam has never allowed
various forms of knowledge to be cultivated independently each other. There is, however,
hierarchy of knowledge in which every form of knowledge from that of material
substances to the highest metaphysics is organically interrelated. The rise of sciences in
Islamic civilization and their later development is inconceivable without the ever present
spirit of the Islamic revelation; and the manner this revelation has moulded the minds,
actions, and surroundings of Muslims scientists and civilizations responsible for the
creation and cultivation of the sciences.
Again, sciences came into being among Muslim scientists from a wedding between
the spirit that originated from the Qur’anic revelation and the existing sciences of various
civilizations which the Muslims inherited. This is particularly true in regard to the
kawniyyah (nature) sciences from the Greek, Chaldean, Persian, Indian and Chinese.
However, in the process of transmission of the sciences, Muslim scientists transmuted
them through spiritual power of Islam into a new substance, at once different from and
continous with what had existed before. The international and cosmopolitan nature of the
Islamic civilization, derived from the universal character of the Islamic revelation, enabled
it to create the first science of a truly international nature in human history. Muslim
scientists united these sciences into a new corpus of sciences, which was to grow over the
centuries and became part and parcel of Islamic civilization.
As far as sciences are concerned, the present challenges of Islamic education are
two-folds. Firstly, sciences that have been separated from spiritual and ethical values and,
therefore, to some extent are harmful even for the future of human being and the universe.
Through various levels of Islamic education, this kind of sciences should be reconciled
with religious and spiritual values, so that they can bring the utmost benefit for human
being and all universe (rahmah li al-‘alamin). Secondly, the marginality of (general)

14 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

sciences vis-à-vis the so-called “religious sciences”. The challenge of Islamic education
here is to bring general sciences into mainstream of Islamic perspective of `ilm as a whole.
The reconciliation and reintegration between the two groups of sciences—the sciences that
derived from the ayat al-Qur’aniyyah and those derived from the ayat kawniyyah—means
the return to the transcendent unity of all knowledge.
The cultivation of integrated sciences in the Muslim world is clearly dependent on
an educational system which allows the transmission and implantation of knowledge in all
its forms in an integrated and holistic manner. Islamic educational system should
emphasize all of the religious sciences, but at the same time it also includes all other forms
of knowledge and sciences.

C. REINTEGRATION OF SCIENCES: INDONESIAN CASE


In the context of the whole discussion above, it is relevant to cite the model
developed by Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta which devotes itself
to integration of sciences mentioned above. This integration is based on faith, knowledge
and good deeds. The paradigm of scientific integration is the basis for the development of
the university, so that it can contribute significantly to the progress of social development
of the nation.
The creation of UIN is an end product of a long struggle among IAIN dan MORA’s
circles. One of the most important hurdles is legal constraint. According to various
regulations concerning higher education and particularly Indonesian law of education of
1989, ‘institut’ (institute) such as IAIN has a limited mandate compare to ‘universitas’
(university). The law states that ‘institut’ is a higher educational institution that is allowed
to teach only in a certain field of knowledge; while ‘universitas’ can provide education in
virtually all branches of knowledge. Therefore, the mandate of IAIN as an Islamic higher
education since the time of its foundation is limited to the so-called ‘Islamic religious
sciences’; therefore, it is against law if IAIN offers academic programs outside of the
boundaries of the so-called Islamic religious sciences.
But it is important to make it clear that even though IAIN is an institute of Islamic
religious sciences, it is not a ‘seminary’; it is basically a liberal institute that prepares
Muslim youth to work as teachers of not only Islamic instruction at madrasahs, pesantrens
and public schools, but also teachers of English, for instance. Many IAIN graduates also
work as social and NGO activists, journalists, political activists, leaders of socio-religious
organizations, and kiyai at pesantren. With the liberalization of Indonesian politics
following the fall of President Soeharto an ever increasing number of IAIN graduates
become leaders of political parties and of members of legislature bodies at national and
local levels.
In this respect, there is little doubt only that IAIN has played a crucial role in the
modernization of Indonesian Muslim society. First of all, IAIN has made possible for
children of santri (practicing Muslims) families to get ‘modern’ Islamic higher education
that allows them to achieve not only educational mobility, but also social and economic
mobility; IAIN, no doubt, has contributed significantly to the so-called ‘intellectual boom’
that has been taking place in Indonesia since the late 1970s. Furthermore, one cannot
ignore the role of IAIN graduates in the modernization of Islamic educational institutions
such as madrasahs, pesantrens, and sekolah Islam (Islamic schools) as well as in the
development of other Islamic institutions such as Islamic courts, Islamic banking and
others.
Despite its important role, there is a lot of dissatisfaction among IAIN circles of the
limited academic mandate to deal only with the so-called Islamic religious sciences. There

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 15


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

is a number of important reasons behind the efforts to convert IAIN to UIN. First, more
and more Muslims realized that the long standing dichotomy between the Islamic religious
sciences and ‘secular’, or better, ‘general’ sciences, cannot be maintained any longer, since
essentially there is no separation in Islam between the sacred and the profane. The
dichotomy—if not separation—had created negative consequences for the life of Muslims
as a whole.
Second, the development program that was launched from the early 1970s onward
in Indonesia has produced an increasing need of a greater role of Muslims in almost all
walks of life. In the popular discourse since the 1970s, Muslims should not become the
‘objects’ of development; they should become the ‘subject’ of national development. But it
is clear that they cannot fulfill that role satisfactorily unless they are better prepared in all
branches of knowledge.
Third, the transformation of most of madrasahs into ‘public schools’ with Islamic
characters as stated by the national education law of 1989 has far-reaching consequences
for IAIN and STAIN. Now, if the graduates of secondary madrasah (Madrasah
Aliyah/MA), particularly of divisions of natural sciences and of social science, wish to
continue their studies to IAIN, then the IAIN itself must provide similar academic
programs. But this is of course beyond the traditional mandate of IAIN. As a result, since
1997 the number of prospective students and, therefore, students admitted, at IAIN and
STAIN has been decreasing continuously.
At a more philosophical level, at least in UIN Jakarta, the conversion of IAIN to
UIN is based on the idea of reintegration of the so-called Islamic religious sciences and
‘secular’ sciences. There is no need here to discuss again the origins of this dichotomy in
the history of knowledge in Islam. What is important is from the UIN Jakarta perspective is
that all sciences epistemologically come from God, the All-Knowledgeable, through the
‘ayat Qur’aniyyah’ (Qur’anic verses) and the ‘ayat kawniyah’, the signs of żod that are
spread all over the universe. Muslims needs to learn the ‘ayat Qur’aniyyah’ and the ‘ayat
kawniyyah’ at the same time, since through the study of the two ayats, Muslims will be
able to acquire various kind of knowledge and sciences that are necessary for their lives.
The concept of reintegration of sciences at the UIN Jakarta is conducted at three
levels at least: first, at philosophical and epistemological levels, mentioned above; second,
at the level of curriculum; third, at the level of faculty and academic programs.
It should be clear, therefore, that the conversion is not based on the idea of the
‘Islamization of knowledge’ that has been a subject of discussion and debate among certain
Muslim scholars since the early 1980s. Again, from the UIN Jakarta perspective, the idea
of ‘Islamization of knowledge’ is to a large extent questionable, since all knowledge and
sciences are already Islamic. Natural sciences are of course already bases on universal
principles; while if certain theories in social sciences and humanities are mostly Western-
based, then the need is not to ‘Islamize’ them, but to develop theories that are based on
Muslim social and cultural realities.
Based on all of the above-mentioned reasons, the idea of conversion of IAIN to
UIN has its strong basis. Maintaining the existing form or mandate of IAIN will make it
very difficult for it to survive. Therefore, the mandate of IAIN needs to be expanded; if the
direct conversion to UIN is not possible, then the IAIN should be given a wider mandate,
meaning to maintain the institute status, but at the same time is officially allowed by
Ministry of National Education (MONE) to open ‘non-religious’ academic programs. The
wider mandate concept was in fact adopted by MORA and MONE as ‘bridging’ stages in
the transformation of IAIN Jakarta, IAIN Yogyakarta, STAIN Malang, IAIN Pekanbaru,
IAIN Bandung, and IAIN Makasar to UIN. Later, a number of other IAINs followed the

16 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

suit in 2013 and as of the end 2015 there are 11 UINs across Indonesia.
The result of the transformation is clear. To take UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
that was the earliest to have been converted in May 20th, 2002 as an example, now the UIN
Jakarta consists of not only religious faculties, but also ‘non religious’, or better natural
and social sciences and humanities faculties. More than that, even the tradition religious
faculties are combination of religious and non-religious departments or programs.
The complete faculties of UIN Jakarta as the following: Faculty of Tarbiyah and
Teaching Sciences; Faculty of Syariah and Law; Faculty of Ushuluddin and Philosophy;
Faculty of Adab and Humanities; Faculty of Dakwah and Communication; Faculty of
Islamic Studies (Dirasat Islamiyyah); Faculty of Psychology; Faculty of Economics and
Social Sciences; Faculty of Science and Technology; Faculty of Medicine and Health
Sciences; and Graduate School.
With the new status, UIN Jakarta since 2003 has participated in the national
entrance examination (SPMB/Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) which is carried out
by the Indonesian association of state universities, in addition to local entrance
examination conducted internally at UIN Campus. This participation allows UIN Jakarta to
recruit students more widely, or more precisely, nationally and internationally. And
according to statistics released by the national committee of SPMB, based on score
achieved by its prospective students, UIN Jakarta in 2003 SPMB was ranked 14th in natural
sciences and 16th in social sciences out of 48 participating university. In 2004, UIN Jakarta
was the 5th most competitive university among 49 state universities participated in SPMB
in such programs as Information and Communication Technology (ICT), Management,
Accountancy, Psychology, Medical and Health Sciences.
Again, a number of consequences of this transformation is also clear; the most
important among them is that these UINs have included the opening of new academic
programs that are beyond the religious sciences that are traditionally taught at IAINs and
STAINs. These new programs are, for instance, mathematics, biology, computer sciences,
medical and health sciences, and other natural and basic sciences.
The decision of Indonesian government in that crucial transformation in one way or
another reflects the long standing aspiration within government circles and Muslim society
to have modern Islamic universities that will in turn contribute even greater to the creation
of a modern and democratic Indonesia. Greater opportunities for Islamic higher education
institutions, no doubt, will be possible only if the mandate of these institutions is not
confined to religious sciences only, but to include also other sciences that are necessary for
Indonesians to improve their lives.

REFERENCES
Azra, Azyumardi, 2006b & 2004, “Żrom IAIN to UIN: Islamic Studies in Indonesia”,
paper presented at International Workshop “Voices of Islam in Europe and
Southeast Asia”, The Regional Studies Program, Institute of Liberal Arts, Wailalak
University, Nakhon Sri Thammarat, Thailand, 20-22 January, 2006; and at
Conference “The Idea(l) of an Indonesian Islamic University: Contemporary
Perspective”, MORA of Indonesia and CIDA Canada, Yogyakarta, 9-11 December
2004.
Azra, Azyumardi, 2004, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of
Malay-Indonesian and Middle Eastern `Ulama’ in the Seventeenth and Eighteenth
Century, Crows Nest, Aust; Honolulu; Leiden: Asian Studies Association of
Australia (AAAS) & Allen & Unwin; Hawaii University Press; KITLV.
Azra, Azyumardi, 2004b, “International and Domestic Networking of the UIN (State

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 17


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

Islamic University) Jakarta”, paper presented at “Żorum Indonesia-United States


Partnership for International Education”, The Embassy of the Republic of
Indonesia, Washington DC, April 28-30, 2004.
Azra, Azyumardi, 2003a, “Reintegration of Sciences in Islam”, paper presented at
International Conference of Islamic Universities League, “Scientific Methods in
Islam”, Jakarta, 23-25 September, 2003.
Azra, Azyumardi, 2003b, “Pengembangan Ilmu-ilmu KeIslaman”, paper presented at
National Symposium “Pengembangan Ilmu-Ilmu KeIslaman”, IAIN Wali Songo,
Semarang, 10-11 July, 2003.
Azra, Azyumardi, 2002, “The Making of Islamic Studies in Indonesia”, in Jabali &
Jamhari (eds.), Islam in Indonesia: Islamic Studies and Social Transformation.
Azra, Azyumardi, 2002b, Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan
Demokratisasi”, Jakarta: Penerbit Kompas.
Azra, Azyumardi, 2000a, “IAIN di Tengah Paradigma Baru Perguruan Tinggi”, in Hidayat
& Prasetyo (eds.), Problem & Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi Islam,
Jakarta: Ditperta, Depag RI.
Azra, Azyumardi, 2000b. “Pengelompokan Disiplin Ilmu Agama: Perspektif IAIN”, in
Abdullah et al, 2000, Antologi Studi Islam: Teori dan Metodologi, Yogyakarta:
IAIN Sunan Kalijaga.
Azra, Azyumardi, 1999, “Studi-studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri”, in
A. Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
Jakarta: Logos.
Azra, Azyumardi, 1999b, Esei-esei Pendidikan Islam dan Intelektual Muslim, Jakarta:
Logos.
Alhabshi, Syed Othman & Nik Mustapha Nik Hassan (eds.), 1998, Islam: Knowledge and
Ethics, Kuala Lumpur: IKIM.
Gutas, Dimitri, 1999, Greek Thought, Arabic Culture: The Graceo-Arabic Translation
Movement in Baghdad and Early Abbasid Society, London: Routledge.
Hoodbhoy, Pervez, 1991, Islam and Science: Religious Orthodoxy and the Battle for
Rationality, London: Zed Books Ltd.
Mirza, Md. R. & Mohd. Iqbal Siddiqui, 1997, Muslim Contribution to Science, Noida:
New Era Publishers.
Nakosten, Mehdi, 1996, Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis
Abad Keemasan Islam, Surabaya: Risalah Gusti.
Nasr, Seyyed Hossein, 1987, Science and Civilization in Islam, Second Edition,
Cambridge, U.K: The Islamic Texts Society.
Nasr, Seyyed Hossein, 1976, Islamic Science: An Illustrated Study, [London]: World of
Islam Festival Publishing Co.
Sarton, George, 1927-48, Introduction to the History of Science, 3 vols, Baltimore: The
Williams and Wilkins Co.
Turner, Howard R., 1995, Science in Medieval Islam, Austin: University of Texas Press.

Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE, born on March 4, 1955, is Professor of history and was Director
Prof. Dr. Azyumardi
of Graduate School, Azra,
Syarif CBE, born on March
Hidayatullah 4, 1955,University,
State Islamic is ProfessorJakarta,
of history and was(January
Indonesia Director
of Graduate 2015);
2007-March School,and
Syarif Hidayatullah
was also Deputy forState Islamic
Social University,
Welfare Jakarta,
at the Office Indonesia (January
of Vice-President of the
2007-March 2015); and
Republic of Indonesia was 2007-October
(April also Deputy for20,Social
2009).Welfare at the Office of Vice-President of the
RepublicHeof was
Indonesia
rector(April 2007-October
of Syarif 20, State
Hidayatullah 2009).Islamic University for two terms (1998-2002
He was rector of Syarif Hidayatullah State
and 2002-2006). He earned his MA in Middle Islamic
Eastern University
Studies, forand
MPhil twoPhD
termsdegrees
(1998 –in2002 and
history
all from Columbia University in the City of New York (1992) with the dissertation
2002 – 2006). He earned his MA in Middle Eastern Studies, MPhil and PhD degrees in history “The
all

18 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC HIGHER EDUCATION AND REINTEGRATION OF SCIENCES ... — [Azyumardi Azra]

from Columbia University in the City of New York (1992) with the dissertation “The Transmission of
Islamic Reformism to Indonesia: Networks of Middle Eastern and Malay-Indonesian `Ulama’ in the
17th and 18th Centuries”. In May 2005 he was awarded Doctoral Degree Honoris Causa in Humane
Letters from Carroll College, Montana, USA.
He was fellow at Oxford Centre for Islamic Studies (OXCIS, 1994 – 5); a Honorary Professorial
Fellow, University of Melbourne, Australia (2004 – 9); a member of Board of Trustees, International
Islamic University, Islamabad, Pakistan (2004-on); a member of Academic Development Committee,
Aga Khan International University-Institute for the Study of Muslim Civilisations (AKU-ISMC),
London (2006 – 9); and Chief, Auditory Board, Bogor Agricultural University (Bogor, Indonesia,
2008-on).
He has been involved as a member of selection committees for research awards, such as
SEASREP (Southeast Asia Studies Research Exchange Program), The Nippon Foundation & The
Asia Center, Tokyo (1998 – 9). He is also a member of Advisory/Management Board of Asian
Research Foundation (ARF), Bangkok (2005-on); Asian Scholarship Foundation (ASF), Bangkok
(2007-on); The Habibie Centre Scholarship (Jakarta, 2005-on); Asian Public Intellectual (API)
Fellowship Program, The Nippon Foundation, Tokyo (2007-on); and Indonesian International
Education Foundation (IIEF, Jakarta 2007-on). He is also a member of Indonesian National Research
Council (DRN, 2004-on); a life-time member of Indonesian Academy of Sciences (AIPI); member of
American Academy of Religion (AAR); and President of International Association of Historians of
Asia (IAHA, 2010 – 12).
In addition, he is a member of advisory board of a number of international institutions such as
Partnership for Governance Reform in Indonesia (2004-on); the Multi-Faith Centre (MFC), Griffith
University, Brisbane, Australia (2005-on); the US Institute of Global Ethics and Religion (2004-on);
Centre for the Study of Contemporary Islam (CSCI), University of Melbourne, Melbourne (2005-09);
Centre for Islamic Law and Society, University of Melbourne (2008-on); the UN Democracy Fund/
UNDEF, New York (2006-08); US LibforAll (2006-on). He is also member of the Tripartite Forum
[governments, UN offices and Civil Society organizations] for Interfaith Cooperation for Peace,
Development and Human Dignity, launched at the UN in New York on March 24, 2006; member
of the Board of International IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance, Stockholm
2007 – 13); member of Board of Governors, Bali Democracy Forum (BDF)/Institute for Peace and
Democracy (IPD), Jakarta/Bali, 2008-on); member of Council of Faith, World Economic Forum,
Davos (2008-on), and chairman of Asian Muslim Action Network (AMAN, Bangkok, 2012-on).
He is editor-in-chief, Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies (1994-
on); advisory board of Journal of Qur’anic Studies (SOAS, London, 2005-on), Journal Usuluddin
(Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 2005 on); Journal Sejarah (Universiti Malaya, 2006-on);
Australian Journal of Asian Law (2008-on); Journal of Islamic Advanced Studies (Kuala Lumpur,
2008-on); Journal of Royal Asiatic Society (JRAS, London 2009-on); Journal Islamic Studies (IIUI,
Islamic Research Institute, Islamabad, 2010-on); Akademika: Journal of Southeast Asia Social
Sciences and Humanities (Universiti Kebangsaan Malaysia, 2010-on); and Journal of Islamic Studies
(Oxford Centre for Islamic Studies, 2013-on).
He has been international visiting fellow at the Azhar University, Cairo; Leiden University;
Oxford University; University of Philippines; New York University; Columbia University; University
of Melbourne, and many others. He regularly presented papers on various subjects at national and
international conferences.
He has published 23 books; numerous chapters in internationally edited books; his English
books are The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia, Crows Nest, Australia: Asian Studies
Association of Australia and Allen & Unwin; Honolulu: University of Hawai’i Press; Leiden: KITLV
Press, 2004; co-editor, Sharia’ and Politics in Indonesia, Singapore: ISEAS, 2005; Indonesia, Islam
and Democracy, Jakarta & Singapore, ICIP & Equinox, 2006; Islam in the Indonesian World: An
Account of Institutional Development, Bandung: Mizan International, 2007; contributing editor,
Islam beyond Conflict: Indonesian Islam and Western Political Theory, London: Ashgate, 2008; co-

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 19


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 11 – 20

editor, The Varieties of Religious Authority: Changes and Challenges in 20th Century Indonesian
Islam, Singapore: ISEAS, 2010; contributing-editor, Indonesia dalam Arus Sejarah: Jilid III,
Kedatangan dan Peradaban Islam (Indonesia in the Stream of History: Volume III, The Coming and
Civilization of Islam), Jakarta: Ministry of Education and Culture & Ichtiar Baru-Van Hoeve, 2012
and co-contributing editor, Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia: Institusi dan Gerakan (The History
of Indonesian Islamic Culture: Institutions and Movements), Jakarta: Ministry of Education and
Culture, 2015.
He is also co-chair of United Kingdom-Indonesia Muslim Advisory Council, formed at the
end of 2006 by British PM Tony Blair and Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono. He
has been regularly invited to meet top level foreign dignitaries who visited Indonesia, among others:
President George W Bush (October 2003); US State Secretaries, Colin Powell, Condoleezza Rice,
and Hillary Clinton; Prince Charles, PMs Tony Blair and David Cameron; Australian PMs John
Howard, and Kevin Rudd; New Zealand Prime Minister Helen Clark; and Dutch Prime Minister Jan
Peter Balkenende.
In 2004 he was awarded the prestigious Miegunyah Distinguished Award from University of
Melbourne. Then in conjunction with the commemoration of Indonesian independence (August 17,
1945), on August 15, 2005, he was awarded by Indonesian President Susilo Bambang Yudhoyono the
‘Bintang Maha Putra Utama’ [lit, the Star of the Greatest Son of the Soil], the highest star for Indonesia
civilian, for his significant contribution to the strengthening of moderate Islam in the country. Early
that year, in conjunction with its 50th year anniversary, The Asia Foundation (TAF) also awarded him
for his outstanding contribution to the modernization of Indonesian Islamic education.
Then in August 2010 he was awarded the Royal Honorary Title CBE (Commander of the
Most Excellent Order of British Empire) by Her Majesty Queen Elizabeth for his great contribution
to inter-faith and inter-civilisation dialogues. In August 2014 he was awarded ‘Commendations 2014’
from Japanese Foreign Ministers for his significant roles in the promotion of mutual understanding
between Japan and Indonesia; on September 18, 2014, he was awarded the prestigious 2014 Fukuoka
Prize Academic for his outstanding contribution to international cross-cultural understanding; and
he was also selected to receive the ‘MIPI Award 2014’ ’from the Masyarakat Ilmu Pemerintahan
Indonesia (Indonesian Society for the Science of Governance). On June 25, 2015, he was honored as
‘Dedicated Intellectual 2015’ by Harian Kompas, the largest and most influential daily in Indonesia;
and on August 21, 2015 he was awarded ‘Achmad Bakrie Award XIII’ on Social Thought.
In 2009 he was selected as one of ‘The 500 Most Influential Muslim Leaders’ in scholarly field
by the Prince Waleed bin Talal Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University,
Washington DC and The Royal Islamic Strategic Studies Centre, Amman, Jordan under direction of
Professors John Esposito and Prof Ibrahim Kalin.
In addition, he is known as a leading public intellectual commenting on national/international
in newpapers and TVs on various current issues ranging from religious, political, cultural and
educational to international relations. He can be reached at: azyumardiazra1@gmail.com and/or
azyumardiazra1@yahoo.com

20 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


‫�ل���ين �ل���� ��ل���ف� ل�����ع�� ����مي� ������‬
‫ف� �ل ��ق� �لع�ل�� �ل�ع��� �ت��ي�ت��‬
‫‪‬‬
‫ف�� �ن م�� �ل����ن�‬
‫������ ب�سم �ل���ع� �ل�س���‬
‫مع�� �لع��� ���امي� ��لع�بي� ب����ت�‬

‫أ‪� .‬ل���م�‬
‫�ل���ع� ���امي� �ع�� ���� ت���� بين ���س�� �م�ي�� �ل������ ���� ���� ��� �ل��ي�‬
‫����� �� ���ت� �� حي���� �� ��س���‪.‬‬
‫ف�ن خ���� ������ ‪ -‬فا شك‪� ��� -‬ل�حي� �ل���� ��� �لع�� ب����� ������ �����ي�ت�� م� بي����‬
‫�ل��ي�� ب��‪.‬‬
‫ل�لك �ع�م �ا ��ي� ل��م ت�ك �ل����� ���س��ي� �ت��ي��� �ا ب�لع�م �ل��ي� �ل���� ��� �ص��‬
‫س��� �م� ل� إم ي� إع�� إم‪��� � ‬ل� تع�ل��‪�� ‬أ� إن �� �� ه� �ع�� إيك� �ل ��� �‬ ‫�ب��ي� ������ �ل�ي�� ��� ��� تع�ل��‪� ‬ع�َ �م إ �‬
‫�� إن �‬
‫(‪)1‬‬
‫���‬
‫� �ل ه� �ع�� إيك� ع ��ظي ���‪.)2(‬‬ ‫�ل� إ� ���� �� �ع�َ ��ك� �م� ل� إم ت� ��نإ ت� إع�� �م �� �ك��� ف� إ‬ ‫�� �‬
‫ل�لك ص�� � ������ �تع�ل� �� م� ف� ���� ل��� ���لك �ن ���� ل�� �ل�ع�م� م� م� في��‬
‫� �ج ��ي �ع�‪�)3( ‬م ��� بع� �لك‪:‬‬ ‫ق ل� ��م َم� ف�� إ��� إ� �‬ ‫من ���� ����� ���س��� ���� تع�ل�� ‪‬ه ��� �لَ ��� �خ�� �‬
‫� ب� ْع �� ��صْ ا� �ح��� ��ل� �� ْم خ� ْي �� ل� �� ْم ��� �����م �م ْ� �م��ين� ‪. ‬‬
‫(‪)4‬‬
‫�� ف�� ����ْ �‬ ‫‪�� ‬ا� ت� ْ� �س �� ْ‬
‫ف�� م� م�� �� �ي�ي� �ل�ع�م� م� �ل�ي��‪.‬‬
‫��ف��� ���َ‬ ‫�� ��نَ� �خ�� إ���� �ك إم �منإ �� �ك �� ��أ� إن��� �� �ج �ع إ���� �ك إم �‬
‫ش �ع���� ��ق������ �ل ل��� �ع �‬ ‫�ف� ��� �����‪‬ي�� أ�يّ ��� �ل�َ �‬
‫ه� �ع��ي �م �خ��ي ��‪ ،)5(‬ت�ص� �ل���ع� ف� تع�م� �ل��� م� بع��م� ب��‬ ‫ه� أ� إت��� �ك إم ���َ َ‬ ‫أ� إك �� �م �� إم �ع إ� �� َ‬
‫�ل��� �ن �����م ���ي�ت�م ����ف��م �������م‪.‬‬
‫(ف��� �� خ�� � ��� ‪����� ‬ل� �ل� ����� ��� ��ي�� ب����� �ل������ ف���� ب������ ���ي�‬
‫�م����� ��لك ف� ������ �ل������ �ل��حي� ��ل�س���‪�� .‬ع� �لك �ا����� ����� ��� ����� من بع���‬
‫ف��� �ا����� ��� �ل��� �ل����� ب�� ح�� من ��ح���� فسن ل�� �ل����ين �لا�م� ل�ع�� ح�����‬
‫�ح����� ������ت��‪.‬‬
‫����س�� ب�لك ��� ��س� م���� بعا��� ���ي�� م����� ف� مس����ت��� ��ت����ت��� ����ف���‬
‫م�� �� ���� ��ا م� ��ل���� �م ف� م��ح� ���ت� ف� ���ت�� ح�� ���� ���� ف� م���ع�‪.‬‬
‫���� �لعا��� �� م� ت�ع� ل��س�� ح���� �������� ا ��� ل� ����� �ف� �ل���ب� ��ي�‬

‫‪‬‬
‫‪Invited Speaker‬‬
‫ُ‪ َ1‬سورة العلق‪ ،‬جزء من آية‪.َ5ُ :‬‬
‫ُ‪ َ2‬سورة البقرة‪ ،‬جزء من آية‪.َ29ُ :‬‬
‫ُ‪ َ3‬سورة البقرة‪ ،‬جزء من آية‪.َ29ُ :‬‬
‫ُ‪ َ4‬سورة اأعراف‪ ،‬اآية‪.َ56ُ :‬‬
‫ُ‪ َ5‬سورة ا��را�‪ ،‬آية‪.َ13ُ :‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪21‬‬
‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫����� ���‪�� ������ ���� ،‬ف����‪.)6( )����� ��������� ����� ،‬‬


‫�‬ ‫������ ��������� ������‬
‫ف�������� �������� �������� ف� �������� �������� ��������� �������� ��� ���� ���������‬
‫��������� ���������‪.‬‬

‫�� ����� ������� ������� ������� ���������‬


‫������� ���� ������� ��������� ���� ��� ���� �������� ���������‪������ ���� ،‬‬
‫���������‪.������ ���� ��� ���� ���� �� ���� �� ،‬‬
‫ف�� ��� ���� �� �������‪ ،����� ����� ����� ،���� ����� ،‬ف��� ��� �� �� �� ����ح‬
‫� �����‪.���� ����� ���� �� ،�� �� �� ��� ،‬‬‫���� �� � ح‬
‫���� ف�� �� ��� ���� ����� ������ ������ ��������� ف� ������� ������� �� �������‬
‫��� ����� ����� �������‪ ����� ������ ،‬ف� �������‪، ����� �� ���� �� ���� �� �� ����� ،‬‬
‫��� ���� (���� ���� ���� ����� �����)(‪.)7‬‬
‫ف������� ��������� ��������‪ ��� ������� ،���� ��� ،‬ف���‪� ������ ������ ،‬ف���� ����‬
‫ف��� ����� �� ��� ‪ ��-‬ف� ���‪������� ����� �� �� ��������� �������� ،�������� �������� ،-‬‬
‫��������� ������� ��� ������ ������� �����ف�(‪�������� ،������� ��������� �� ����� ��� ،)8‬‬
‫�������� ف����� ������ �� ������ ��������‪ ������ ،‬ف� ����� ������� ������� ������� ��� ���‬
‫����� �� ��� ����‪ ،‬ف��� ����� �� ����� ������� ��������� �� ف� ������ ���� ����� ������‪،‬‬
‫������� ��� ���� �� ������� �����‪�������� ������ ���� ،�������� ،��������� ،������ ،‬‬
‫�������� ��� ��� �� ��� ����� ��� �����ف�� ���� �������‪.�������� ����� ����� ������� ،‬‬
‫����� ���� ��� ������� ��������� ������� ����� ��� ������� ��������‬
‫‪���������� ������� �� ������� -1‬‬
‫������ ����� ������ ������� �������‪��� ��� ���� ،���� �� ��� ���� ���� ������ ����� ،‬‬
‫������� �� ���� ���� ������� ��� �������� ����� ���� ������ ��������� ����� ��� ���‬
‫������� ���� ������ ����� �� ����� �� �����‪ ����� ���� ،‬ف� ����� ������� ��� ������ ��‬
‫��� ��� �� ف� ���� ������ ������ ��� ف�� �� ����� ������ ������ ����� �������(‪.)9‬‬
‫‪���������� ������� �� ������� -2‬‬
‫�� ��� ������� ����� �� ��� �����‪������ ،������ �� -������ ������ � � ���� ��� ،‬‬
‫�����‪� �������� �������� ،‬ف� ���� �������� �����‪ ،‬ف��� ����� �� ���� ������ ������� ���‬
‫���� ���� ���� ����� ������‪،������� ��� ������� ��� ��� ������ .������� �� ���� ��� ،‬‬

‫ُ‪ َ6‬القضايا اإسامية امعاصرة ي ام�ظمات الدولية وت���ها ي العا�ات الدولية والسلم العامي‪ ،‬فهد بن مطر الشهراي‪ ،‬رسالة دكتورا�‪ ،‬ي �سم الدراسات‬
‫اإسامية امعاصرة �امعة اإمام حمد بن سعود اإسامية‪1436‬ه ــ‪.‬‬
‫ُ‪ َ7‬السلسلة الصحيحة‪ ،‬األباي‪ ،75/1 ،‬و�ال في�‪:‬روا� الب�ار� ي "اأد� امفرد"‪ ،‬ر�م ا�دي� ُ‪ ،َ273‬و ابن سعد ي‬
‫"الطبقات"ُ‪ ،َ192/1‬و ا�اكم ُ‪ ،َ613/2‬و أمد ُ‪ ،َ318/2‬و ابن عساكر ي" تاريخ دمشق" ُ‪ َ6/276‬من طريق ابن عجان عن‬
‫القعقاع بن حكيم عن أي صاح عن أي هريرة مرفوعا‪.‬‬
‫ُ‪ َ8‬انظر‪ :‬ت�ظيم اإسام للمجتم�‪ ،‬حمد أبو �هرة‪ ،‬د‪.‬ط‪ُ ،‬دار الفكر العري‪ ،‬القاهرة‪1975 ،‬مَ‪ ،‬ص‪.31-30‬وانظر‪ :‬ع�اية القر�ن �قو�‬
‫اإنسان "دراسة مو�وعية وفقهية"‪� ،‬ي�� عبدالسام أبو الفضل‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار ا�دي�‪ ،‬القاهرة ‪ -‬مصر‪1429 ،‬هـ‪2008-‬مَ‪.2/30 ،‬‬
‫ُ‪ َ9‬انظر‪ :‬اإسام وامشكات السياسية امعاصرة‪ ،‬مال الدين حمود‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار الكتا� امصر� اللب�اي‪1413 ،‬هـَ‪ ،‬ص‪.266‬‬

‫‪22‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
‫] ‪AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI .. — [Fahad bin Matar Alshahrani‬‬

‫ف���‪ �( :‬ف�ل �ع�بي ��� ����ي �� ب������)(‪.)10‬‬


‫‪ ������ -3‬في ��عاق�� ���������‪:‬‬
‫�ل��ي� �ل�ي يع�ي�� ����� في �لع�ق� ��و���عي� هي ������� ق���� �ل��� ��ل��� ��لع�ل‬
‫في �ل���ي� ��لع�ل ب�ب� �لع�ق� ب�ل�ي�� ��� ت���� ل���� �ل��� �ل�ي ح���� ����� ��ل�ي لي�‬
‫في�� ت���� �ت��� ع�� �ل��لق �� �لي� في�� تع �� ع�� �ل��� �ل�ي ��ع�� ه �م���� �� تع �� ع��‬
‫����ين� ف�ل��ي� ه�� ت�� ع�� ت���� ح�ي� ����ين‪.‬‬
‫��ل��ب� في��‪ :‬ع�� ت���� ح��� �ل����ي�� �ل��� ل�����‪� :‬لع�ل ��ل��� ��ل��� ��لع��‬
‫��ل�ين� ف�� ��ع��� ع�� �ح�ه�� ��� ه�� م��ل�� ل���ي� �لب��ي� ��� �م�����‪.‬‬
‫ل�لك ���� ب����� ��ع������ ع�� ������� ه� ي�� ت��ي�� ��و���� ف�ل ل�ي� �ب���‬
‫��عي��� �م م� ه� ح�ل� �ق� ���� ه � ع�� �ل����� �ل�ي ق�� س�ب����‪ -‬في��‪(:‬ف���ق� ْم ��وْ ��ك� ل���ّي �ن‬
‫ه�)(‪� )11‬ي��� ‪( :‬كل م���� ���� ���‬ ‫يل‪12‬ل�)�� ْ� �‬
‫ق �‬ ‫ه� �ل���ي ف��� �� �ل�� �‬
‫�� �ع�� ْي��� � �� ت� ْب �� �‬ ‫�ح��ي�� � ف� ْ‬
‫� ���� �‬
‫(‬
‫������‪ ،‬فأب��� �����ن� �� �����ن� �� �����ن�) ‪.‬‬
‫�� م� ي�ب� ت�ك ��ع������� �ح�ي� �لع�ق�� ��و���عي�� ه�‪�� :‬م� ب�ل�ع��� ��ل��ي عن‬
‫�ل����� �ل�� ي��� ب� ��م�� �من ي��� ع�� ‪-‬ب��ي�� �ل��مي�‪� �-‬م م� ي��� ب� �ل����� م� بع�� ‪-‬‬
‫ب��ي�� ت��عي�‪ �-‬حي� ي��� ه تع�ل�‪ْ �� (:‬ل�� ��ن ّم� �� ْم �� �م�ح ي� ْ� �ع��� ��ل�� ْ�ل ��ي �ْ� ��ي��ْ �م����� ب� ْ�ل �� ْع� �‬
‫���‬
‫��ي� ْ����ْ �� ع ��ن ْ�ل ��� �� �� � ����� ٰل���ك� ه� �م ْ�ل �� ْ�������� ) (‪.)13‬‬
‫س����� ��‪ ،‬ف�أ � �‬
‫���‬ ‫س�� ����� ��� �‬ ‫�� � إ‬‫ه �� إ� ���ق�� ف���‪� ،‬ك��ل ق� �‬ ‫�ي��� ‪� ( :‬م�� �ل �������م في �ح��� �� َ‬
‫س��� ���‪ ،‬ف��� ���� في ��س���� ��� �س���� إ�� من ����� �م ّ��� ��� �منإ‬ ‫��م �� إ‬ ‫��م ��إاه��‪� ،‬بع �‬ ‫ب� إع �‬
‫������� ���ق� � ��� إم ن�� �� �منإ ف��ق���� ف�� � ��� �ك� �ه إم �م� �� ������ �ه�����‬ ‫ف��ق�� إم‪ ،‬ف�����‪� �� :‬ن� �� �� إق�� في ن� �‬
‫�ه���� ����ع��‪��� ،‬إ �� ���� ��� ����� �� إم ن� �� إ�� �ن� �� إ�� ����ع� �) ‪.‬‬
‫(‪)14‬‬

‫(‪)15‬‬
‫�� �ك ب�� ه�� �ل�عل ي��م في �ب� �ب��� �لع�ق�� ��و���عي�� ب�� ل�� من ح�ي� ف��ي�‬
‫��ي��ي� ��ق����ي� ��و���عي� ����في� ��ي��ي�� ت���ه� �ل��ب� ��ل��� ��ل���ي� �و�� �ل���ف�‬
‫��ل���ل� ��ف� �ل��م ��ل��ي�� ��ل�����‪.‬‬
‫‪ �������� -4‬في ��عاق�� ���������‪:‬‬
‫�� �ل������ ����مي� في �ل����� ��ب� �لع�ق� بين �ف���� ل�ي ��ق� ح���� في �ل���ي�‬
‫���� �ي���� ه�� ��� ع�ف�� م� فع��� �ل������ �ل��ب�� من �ل��يي� �لع���� بين �لب�� ��و����م‪.‬‬
‫ف��� ����� �ق�� �ل������ في �ل���� بين �لب��� ��� �ل��ي� ي���� ب�ل م� �هب� ه ��ب����‬

‫ُ‪ َ10‬مس�د اإمام أحـمد‪ ،‬رقم ا�دي� ُ‪ُ ،َ23536‬دار إحياء الراث العري‪1414 ،‬هـ‪1993-‬مَ‪.411/5 ،‬‬
‫ُ‪ َ11‬سورة الروم‪ ،‬آية‪.َ30ُ :‬‬
‫ُ‪ َ12‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب ا��ا��‪ ،‬باب إ�ا أسلم ال�� فمات هل ي�ل� عليه وهل يعر� على ال�� اإسام‪ ،‬رقم ا�دي�‪،َ1292ُ :‬وي‬
‫كتاب التفسر – باب تفسر سورة الروم‪ ،‬رقم ا�دي�‪ .1792 / 4ُ َ4497ُ :‬صحيح مسلم‪ ،‬كتاب القدر‪ ،‬باب معى كل مولود يولد‬
‫على الفطرة وحكم موت أطفال الكفار وأطفال امسلم�‪ ،‬رقم ا�دي�ُ‪.2047 / 4 َ2658‬‬
‫ُ‪ َ13‬سورة آل عمران‪ ،‬آية‪.َ104ُ :‬‬
‫ُ‪ َ14‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب الشركة‪ ،‬باب هل يقرع ي القسمة‪ ،‬رقم ا�دي�‪،َ2493ُ :‬وأخرجه أيضا ي كتاب الشهادات‪ ،‬باب القرعة ي‬
‫امشكات‪ ،‬رقم ا�دي�‪ ،َ2686ُ :‬بلفظ‪) :‬مثل امدهن ي حدود اه والواقع فيها‪.َ...‬‬
‫ُ‪ َ15‬انظر‪ :‬ا�ُريات ي الشريعة اإسامية مقار�ة باإعان العام� �قو� اإ�سان‪ ،‬خالد سليم عبدالفتا�‪ُ ،1� ،‬م�شورات ا�ل� ا�قوقية‪،‬‬
‫بروت‪2012 ،‬مَ‪ ،‬ص‪.35-23‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪23‬‬
‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫�تع�ل�‪ -‬م� �ل���� ��ل����‪� ،‬لي� ��� ت�يي� ���� ��� ��خ�‪� ،‬م ق�� �لع�ق�� �ي� �لب��‪،‬‬
‫��ب� �ل���� �لع�� ل�م‪� ،‬ق�� �ي�� �ل���� ��ل��وب�� ل�م ��� ت�يي�‪ ،‬ي��� تع�ل�‪ (:‬ي�� ��ي���� �ل�����‬
‫ه� �ع��ي حم‬‫ه� �� ْت��� �ك ْم � �� �� �‬‫��ن�� خ� �� ْ���� �كم ّم� �� �ك �� ����ن�� ٰ� �� �و �ع ْ���� �ك ْم �شع���� ��ق�ب���� �ل ل��� �ع� ��ف��� � �� �� �� ْك �� �م �� ْم �ع� �� �‬
‫خ� ب�ي ح�)(‪ ،)16‬ك�� ف�� �ل������ �ي��م ف� ������ �ل��عي� ��� ت�يي� ل����ن� ��و���عي� ��‬
‫�����ي�‪ ،‬ك�� ق�� ‪ ����) :‬أ��� ���ين ����م أ��م ك���� ��� س�� في�م ����ي� ��ك��‪ ���� ،‬س��‬
‫في�م ����ي� أ��م�� ع�يه ����‪�� ،‬يم ه �� أ� ف���� ب�� م��� س��� ����� ي���)(‪���� .)17‬‬
‫�ل������ م�ب�� ع�� �ل����ي� ��ي� �ل����ي� ف� �ل���� ��ل��وب�� ��ل���ي�‪.‬‬
‫�� م� ي�� ��ش��� �لي� �� �ل�كي�� �ل��ي�� ��ل��ي� �ل�� ���ي� ع�ي�� �لع�ق�� ��و���عي�‬
‫ﲭ(‪،)18‬‬ ‫����مي� �� �لع�ي�� ��ل�ي�� ف��خ�� �ل��ي�ي� ت��� في��‪ ،‬ك�� ق�� ه تع�ل�‪��:‬ﲫﲬ �‬
‫���خ�� �ن�� ���ي� ع�� ن�ي� �ل��ع� � ��عل �ل����� ��ل��م���� ��و���� �ل���ي��‪��� ،‬م�‬
‫��ل�ع��� ��ل��� ع� �ل���� ��ل�����‪��� ،‬خ�� تب�� ع�� �ل��ب� �لي� ع�� �ل��ي�� ��لع���‪،‬‬
‫ك�� ف� �ل��ي� �ل��ي�‪( :‬ا ��خ��� ����� ح�� ��م���‪� ،‬ا ��م��� ح�� ���ب��‪ ،‬أ�ا أ���م ع��‬
‫س�� �م‪� ،‬ا ي� إظ�� ��ه�‪� �� ،‬ا‬ ‫س�� �م أ� �خ� � إ� �� إ‬
‫�ي� ��� ف������ ���ب���م� أف��� ��س�� بي��م) ‪� ،‬ق�ل� ‪ �( :‬إ� �� إ‬
‫(‪)19‬‬

‫ه� �ع إ�ه�‬ ‫س�� �م �ك إ�ب���‪ ،‬ف� َ� �� َ‬ ‫���� �ه‪� �� ،‬منإ ف� َ� �� ع�نإ �م إ‬ ‫ه� ف�ي �ح �‬ ‫�� �� أ� �خي �ه‪� ،‬ك��� َ‬ ‫س�� ��ه‪� �� ،‬منإ �ك��� ف�ي �ح �‬ ‫ي� إ‬
‫ه� ي� إ� �� � إ���ي�� �م ��) ‪.‬‬ ‫س� ����� َ‬ ‫� ي� إ� �� � إ���ي�� �م ��‪� �� ،‬منإ �‬ ‫�ك إ�ب��� �منإ �ك ��ب�� �‬
‫(‪)20‬‬
‫س�� ���‪� ،‬‬ ‫س� ��� �م إ‬
‫�م� ت�� �ل���� �ل������‪�� ،‬ل��ي� �ل�بي�� �ل�� ك�ن� ت�� �لع�ق� �ل��ي�� ��لع�ي�� ‪-‬ف� ن��‬
‫�ل�ق�‪� �� ،-‬ن�� لم ت��ل ����م ��ن��ني�‪� ��� ،‬ل��� ع� ع�����م‪� ،‬م���م‪� ،‬ن���م‪� ،‬م� ي����‬
‫��� �لع�ق� م� ���� ���وب��� ف�ب�� �لع�ق� م� و�� مب�� �ل��ي� ف� �ع���� �����‪� � :‬ك���‬
‫ف� �ل�ي��(‪.)21‬‬

‫�� ���ي��‪�� :‬من ���س�م ���س� ������ ���س��ي�‬


‫ع��م� خ�� ه � �ل���‪� ،‬ل�م�م �����م� ��ل�����‪� ،‬يبي� ل�م ������م ف� �ل�ي��‪� ،‬ع����‬
‫����‪� ،‬م� �ل��ي� م� خ���م‪ ،‬ف�ن� ق� ��� ل��� �ل��� �لب��ي� �ل��� �ل��ي� ل�� ق� ي��ي�� ��‬
‫ي�� ���‪� ���� ،‬ي��� �� �ي� �ي���‪.‬‬
‫ف����� �ي� ���� �ش��� ��ل���‪� ��� ،‬ي� ���� �ت��� ������� ف�� ت��ل ���� ��� ��ن���‪،‬‬
‫��م� ��ل م� ي�ب�� ن��� ��ي�� مع�ف��‪.‬‬
‫�� م� ��م م� �ع��� �� ����� ل����� ع�� ��م ��م� ��ف���‪ ،‬م� ي�ع�� ��ل��ن� �ل���� (�لع���)‬
‫��ل��ن� �ل����‪.‬‬
‫أ�ا�‪:������ ������ :‬‬
‫�� م� ��وب� ه � �� �ل���� ع�� �ل���� �ل��ي��‪� ،‬ل�� ف�� ع�ي�� �لب�� ���ت���� ل�م‪ ،‬ي���‬
‫‪(:‬ك� م���� ي��� ع�� ������‪ ،‬ف�ب��� ي�����ه أ� ي�����ه أ� ي��س��ه)(‪.)22‬‬

‫ُ‪ َ16‬سورة ا��را�‪ ،‬آية‪.َ13ُ:‬‬


‫ُ‪ َ17‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب ا��و�‪ ،‬باب ��� السار� ال�ري� و��� وال��� عن ال��اعة � ا��و�‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪.َ1688‬‬
‫ُ‪ َ18‬سورة ا��را�‪ ،‬جزء من آية‪.َ10ُ :‬‬
‫ُ‪ َ19‬صحيح مسلم‪ ،‬كتاب ا��ا�‪ ،‬باب بيا� �� ا ي��� ا��ة �ا ام�م�و�‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪.َ56‬‬
‫امسلم امسلم وا يسلم�‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪ ،َ2310‬صحيح مسلم‪ ،‬الر والصلة‬
‫ُ‬ ‫ُ‪ َ20‬صحيح البخاري‪ ،‬كتاب امظام والغصب‪ ،‬باب ا يظلم‬
‫وا��اب‪ ،‬ر�م ا��ي�ُ‪.َ2580‬‬
‫ُ‪ َ21‬سورة البقرة‪ ،‬جزء من آية‪.َ256ُ :‬‬
‫ُ‪ َ22‬صحيح البخاري‪ ،‬صحيح مسلم‪ ،‬و�� سب� �ر�� � �ر�‪ :‬مو�� ا�س�� من ال���ا� ااجتماعية‪.‬‬

‫‪24‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI .. — [Fahad bin Matar Alshahrani ]

����� ���� ��� ��� ������ ���� ،������� ،������� ���� ���� � ��� ���� ������� �������
�� ������ ���� �� ��� ،������� ������ ������ �� �������� ������ ������� ���� � ،����
.����� �� ���� ����� ������ �� �����
���� ���� ���� ،����� ���� �� ���� ������ ������ ���� ��� �� ������ ���� ���� ���� ��
��������� ������ ،����� ����� �� �� ���� ������ ������ ����� ����� ����� �� ����� ����
��� ،������� ����� ��� ������ �������  ������ ����� ��  ������� ���� ������ ����� ���� ����
.����� ����� ������ ����� �� ��� ��� ������� �������� ������ ��� ����� ����
���‫��ني��� �ل��ن� �ل�س‬
������� �� ������ ،������� ������ ������ ،����� ���� �� ������ ������� ����� ��� �� ����� � ��
��� ������� ������� �� -�� ����- ������ ،�������� ،������� ����� ���� �� ،������ ������ ���� �����
���� ������� ،� ���� ��� �������� ،������� ������� �� ��� ����� ��������� ����� �� ����� ،�����
ٰ
� �‫س �����ي �ل أ�نَه� �منإ ق��� �ل ن� إ‬
� �‫س� ب� �غ إي �� ن� إ‬
‫س‬ ‫ ���� ������ ( �منإ أ� إج �ل ��ل�ك� �ك�� إ���� ���� ٰ� ب���� �� إ‬،������ ���� ،������
.)23((�‫�� �ج ��ي �ع‬ � َ�‫�� �ج ��ي �ع� �� �منإ أ� إحي����� ف� ��أ�نَ ��� أ� إحي�� �ل‬� َ�‫� ف� ��أ�نَ ��� ق��� �ل �ل‬
� �‫س� �� ف�� إ��� إ‬
� �‫أ� إ� ف‬
����� ��� ��� ��������� ����� �� �� ����� ���� �� ،������ ���� ������� ��������
����� �������� ����� ��������� ������� ��� ،���� ������ ����� �-������ ���� ��- �������
.��������
�� ���� ،����� ���� ��� ������ �� ،������� ������ ������ �� ،������� ���� ��� �������
������� �� ��������� ������ ���� ��� �� ،����� ������� ����� ،�� ���� ،���� ،����� ��
.������ ���� ���� ���� ،�������� ،������ ���� ،�����
���� ��� ������� �� ������ �� ������ ���� �� ����� �� ،������� ��� ������ ����� ������ ��
.������ ���� ���� ��� ����� ������� ������
،���� �������� ،���� ������ ��� ����� ،������ ����� ����� ���� �� ��� ،������� �������� ���� ��
���� �� ��� ���� ������ ��� ���� ���� �������� �������� ��� ���� ����� ��� ��� ����� ��� ���
.������ ����� �� ��������� ������ ������ ������ ������ ��
���� ��� ،����� ���� ������ �� ����� ،����� ��� ���� �� ���� � ������ ��� ��� ��������
������� ��� � �� ���� ����� ����
�� ������� ������� � �� ������� ،����� �������� ����� ��� ،���� ����� ��� ���� -1
.����� ��
�������� ����� ��� �� ����� �� ����� ،�������� ���� ��� ،������ ������ ���� -2
.)������(
������ �� ������ ،������ ����� ����� ��� ��������� �������� �� ���� �� ����� ��� �����
���� ،����� ������� �� ������ ������ ������ ������ �� ����� ��� ��������� ����� ������
����� ������� ������ ���� ،������� ������ ���� ���� ������� �� �� ������� ������ ���
���� ���- ������ ����� ���� �� ،��� ������ ������ ��� ����� ،����� ���� ����� ����� ،������
����� ��� �� ،����� �� ������ ��� ������� ���� ��� �� ،������ ������� ��� -������� ��
������� �� ������ ��� ����� ����� ��� �� ،�������� ����� ���� �� ��� ،������� ������ ،������
������� ����� ،������� ،������ ��� ،������ �� ������� ،��������� ،������� �������
،��� ��� ����� ��� ��� ������ ��� �� ������� ،�������� ����� ���� ����� ���� �������
.������� ���� ������� ��� ���� ������ ��� ������ ������ �������� ������� ��� ����

.َ32ُ :‫ آية‬،‫َ سورة امائدة‬23ُ

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 25


‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫������ �����م� ��� ����� ��� ������� ��������� ������� �������� ������م� ����ن�‬
‫������� ك� ������� �������� ���� ���� ���ي� ������ ����������‬
‫���� ��� ��� ل�� ����� �ل����� ���������� ��ل��� �ل����� ��ل������ ل����� ���� �������‬
‫�ل����� �ل������ ���� ��� �ل����� �� ��� ل�� ����� �ل��� �ل�� ���� ل�� ��� �ل����� ��� ������‬
‫�ل��� ������ ��� �ل� �ل����� �� �ل���� ل����� �ل���� ��� ل� ��� ��� ل��� �� ���� �ل� ��‬
‫��ل����� ��ل����� ل����� �ل���� �ل������ ��������� ��� �ل��� ����� �� ���� ����� ل����� ���‬
‫�ل��� ��� ������ �� �ل�������(‪.)24‬‬
‫�� �ل������� ����� �ل� ��� ������� �� ���� ��� ���� ��ل�� �� ��� ���� ��ل�� ��‬
‫�ل����� ��ل����� ��ل���� ��ل����� ل�ل� ���� ����� ����� �� ����� ���� �������� ���������‬
‫��ل��� ���� ��� ���� � ���ل�� ���� �ل��� ��ل����� �� �ل���� �� ��� �ل��� �� ����� � ��‬
‫�� ��� �ل����� �� ������ ��� ���� ���� ل����� ��� �� ��ل� ���ل�‪( :‬ي�� �� ّي ��� ��َ ��ين� آ �م���� �� �إخ����‬
‫� إ� �م �ك�فَ��)(‪.)25‬‬
‫ف�� �� ّ‬
‫��ل���� �ل���� ��� ��� �� �� ���ل� ��� �ل������ ���� �ل���� �ل������ ��ل������ �� �‬
‫���ل� ����� �ل������ ��� �ل����� �ل������ �ل�� ���� ������� ���� ��ل��� ��ل�����‬

‫�� ����� �� ����� �����ف� ����م� �آ��� ������ن ������ ف� ��������� ������� ��������‬
‫ل� � ����� �ل����� ������� ��ل��� ��ل������ �ل������� ���� ��� �� ���� � ��ل� ��� �����‬
‫���� ‪�� �� ‬ل� ‪���  � ���� �)26(﴾����� :‬ل� ‪� �� ��������� ‬ل��� ���� ���ل�‪��� ���( :‬‬
‫���� ����)(‪� �� ���� �)27‬ل��� �ل����� ��ل� ‪( :‬من ي�� � �� خ���� ي���� ف� ���ين)(‪.)28‬‬
‫�� ���� �ل���ل� �ل����� ��ل���� ��� �� ��� ��� ‪� � ���� (‬ل��� ����� ���� ��ل��� ����� �ل���‬
‫������(‪.)29‬‬
‫ل�ل� ��� ل�� ����� ����� �������� ل������ ‪� ���-‬ل�‪� -‬ل������ ����� ���� �ل�����‬
‫��ل���� ل������ ����� �ل���� �ل����� ����� ل�� �����‪.‬‬
‫��ل����� ������� ���� �ل���� ��� �ل���� �ل����� �� ���� �ل������� ����� ����� ���‬
‫����� �ل���� �ل����� ���������� ���� ���� ل�� ��� ���� ��� ��� �ل���� ����� �� ���‬
‫��� � ��� �� ���� ������ ل�� ������ �� �ل��� �ل����� ��� ����� ������ ��� �ل����� ��� ���‬
‫�� ������ ������ ����� �����‪.‬‬
‫ل�� ������� �ل����� ������� �� ������� ��� ��� ����� �ل��� �� �ل������ �����‬
‫��������� �� �ل��� �ل����� ��� ����� �ل��� �ل������ ��� �ل���� �� ����� ���� �ل��� �ل��‬
‫��� � �ل��� ���� ������ ��ل� ��� �� ���� �ل��� �ل���� ��ل�����(‪.)30‬‬

‫ُ‪ َ24‬انظر ‪ :‬فقه ا�وليات ودور� ي ا�كم عل� القضايا السياسية ا�عاصرة‪ ،‬الباحثة‪� /‬ادية را�ي‪ ،‬رسالة دكتورا�‪� ،‬ر م�شورة‪ُ ،‬جامعة ا�ا� �ضر‪،‬‬
‫با��ة ‪ -‬ا�زا�ر‪1427 ،‬هـ‪2006 -‬مَ‪ ،‬ص‪.167-152‬‬
‫ُ‪ َ25‬سورة البقرة‪ ،‬آية‪.َ208ُ :‬‬
‫ُ‪ َ26‬سورة العلق‪ ،‬جزء من آية‪.َ1ُ:‬‬
‫ُ‪ َ27‬سورة طه‪ ،‬آية‪.َ114ُ :‬‬
‫ُ‪ َ28‬روا� الب�اري‪ ،‬كتا� اإمارة‪ 152/6 ،‬ي ا�هاد‪ ،‬ومسلم ُ‪ َ1037‬ي اإمارة‪ ،‬من حديث معاوية بن أي سفيان ‪.‬‬
‫ُ‪ َ29‬سورة اجادلة‪ ،‬جزء من آية‪.َ11ُ:‬‬
‫ُ‪َ30‬‬
‫انظر‪ :‬إسهامات مراكز البحوث العلمية ي دعم العمل الدعوي‪ ،‬الباحث‪ /‬فهد بن مطر الشهراي‪ ،‬رسالة ماجستر‪� ،‬ر م�شورة‪ُ ،‬جامعة‬
‫اإمام حمد بن سعود اإسامية‪ ،‬كلية الدعوة واإعامَ‪.‬وانظر‪ :‬إدارة الثقافة وقضايا معاصرة‪ ،‬عبدالكرم بكار‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار السام‪ ،‬القاهرة‪،‬‬
‫‪1431‬هـ‪2010-‬مَ‪ ،‬ص‪.95‬‬

‫‪26‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
‫] ‪AL-TAHSHIN AL-FIKRI WA AL-TSAQAFI .. — [Fahad bin Matar Alshahrani‬‬

‫��� ���� ��� ����� ������ ������� �� �� ������ ����� ����� ������ ��� ��� �� ����‬
‫������ �������� ������ �������� ��� ����� ������ ������ ���� ������� �����‪.‬‬
‫د���� �� ����� ���� ����� ������� ������� ������ �������� �������� �� ����� ���������‬
‫�� ���� ����� ������� �������� ��� ����� ��������� ���� ��� ��� ������ ��� ��� ��������‬
‫������ ���� ���� ���� ������ ��� ����� �� ����� ������� �������� �������� ������ ������‬
‫������‪����� �...������ ���� ������� �������� ��� ��������� ������� �������� ���� ��� �...‬‬
‫���� ������ ����� ����� �� ��� ���� ��� �������� ��� ����� �������� ���� ����� �� ���� ����‬
‫(‪)31‬‬
‫����� �������� ����� �� ����� �� ��� ���� �������� ������� �������د ‪.‬‬
‫�������� �� ��������� �������� ������ ������� ��� ����� �������� �� ���� ��� ���� ������‬
‫�� ������� �� ������� ������� �������� ���� ������� ����(‪.)32‬‬
‫د���� ���� ����� ������ �� ����� ������� �������� ����� ���� ������‪���� ��� �...‬‬
‫����� ������� ������� ������ ���� ������ �������� ������� ����������� ����� �����‬
‫���������� �������� �� ����� �������� ���������د(‪.)33‬‬
‫�� ��� ���� �� ��������� ������� �������� ������� ��������� ���������� ���������‬
‫���������� ���� �� ��� ������ �������� ����� � ������ ���� ����� ������ ��� ��� �� ����‬
‫������ �� ������ �������� �������� �������������� ��������‪.‬‬
‫��� ����� ������ ������ ��� ���� �� ���� ������� ������ �� ������ �������� �� ���‬
‫����� ������ ����� ������� ��� ������ ������� ���� د����� ������ �������� ����� ����‬
‫������� ������ �������� ���� ������د� ��� ������ ������� ����� د������ �� ������� �������‬
‫������ ������ ������� ��� ���� ������� �� ��� ��� ���� �������د� ��� ������ ������� �������� ��‬
‫���� ������ ��� �������� ���� �������� د���� ������ ��������د(‪.)34‬‬
‫����� ����� ��� �������� ������ ����� �������� ������� ��� ������� �������� ������� ������‬
‫�������� ������ ��������� �� ���� �������� ���� ����� ��� �������� ������ ����� ������‬
‫����� ������� ����� ������ ��������‪.‬‬
‫��� ���� ����� ����� ������ ���� ‪ ���� ��� ��1969/1389‬د�� ����� ����� ���������‬
‫���������‪������� ��� ���� ���� ���������� �������� ������� ����� ����� ��� ����� �� ..‬‬
‫�������� ������ ������ ������� ������� �� ������� ������ ������� ����� ���� ���� �����‬
‫�������� ������ �� ������ ��� ���� �����د(‪.)35‬‬

‫ُ‪ َ31‬العلوم والف�ون ي ا�ضارة اإسامية‪ ،‬تا� السر أمد حران‪ ،‬ص‪ ،37-36‬مرجع سابق‪.‬‬
‫ُ‪ َ32‬وه�ا� مصادر �افعة قد ألف� ي قرون سابقة قد حقق� وطبع� وترجم لبعض�ا واستفيد م��ا‪ ،‬وهي عل� سبيل امثال‪ :‬السياسة الشرعية ي‬
‫إصاح الراعي والرعية‪ ،‬أي العبّاس ابن تيمية‪ ،‬واأحكام السل�ا�ية والوايات الدي�ية‪ ،‬للقا�ي أي ا�سن علي بن حمد اماورد� الشافعي‪،‬‬
‫واأحكام السل�ا�ية‪ ،‬للقا�ي أي يعل� حمد بن ا�س� الفرا� ا��بلي‪ ،‬وكتا� اأحكام السل�ا�ية للقا�ي أبو يعل� الفرا�‪ ،‬وكتا� �رير‬
‫اأحكام ي تدبر أهل اإسام‪ ،‬لإمام بدر الدين بن ماعة‪.‬‬
‫ُ‪ َ33‬أزمة البحث العلمي ي مصر والوطن العري‪ ،‬حمد مسعد ياقوت‪ ،‬ط‪ُ ،1‬دار ال�شر لل�امعات‪1428 ،‬هـَ ص‪.17‬وانظر‪ :‬تاري� ال��م‬
‫وا�ضارة اإسامية‪ ،‬فتحية ال��او�‪ ،‬ط‪ُ ،14‬دار الفكر العري‪1424 ،‬ه‪2004-‬مَ‪ ،‬ص‪.15‬‬
‫ُ‪ َ34‬اإعان اإسامي �قوق اإ�سان‪ ،‬م��مة امؤ�ر اإسامي‪ ،‬الصادر عن امؤ�ر التاسع عشر لوزرا� �ارجية الدول العربية‪ ،‬قرار رقم ‪،19/49‬‬
‫‪1991‬م‪ُ ،‬امادة ‪ُ ،َ9‬امادة ‪ُ َ16‬امادة ‪ ،َ22‬مرجع سابق‪ ،‬ص‪ .132-125‬انظر�صوص ااتفاقية ا�اصة با�قوق ااقتصادية‬
‫وااجتماعية والثقافية ُحق التعليم‪ ،‬كأساس للحقوق الثقافيةَ‪ ،‬للمرجع‪ :‬دراسة مقار�ة حول اإعان العامي �قوق اإ�سان‪ ،‬و�صوص اميثاق‬
‫الدو� ا�اص با�قوق ااقتصادية وااجتماعية والثقافية‪ ،‬سعيد حمد با�اجة‪ ،‬ط‪ُ ،1‬مؤسسة الرسالة‪ ،‬القاهرة‪1985 ،‬مَ‪ ،‬ص‪.65‬‬
‫ُ‪ َ35‬و�ا�ق ام��مات الدولية واإسامية والعربية‪ ،‬د‪ .‬عبدالرمن الضحيان‪ ،‬ط‪ُ ،1‬أها‪1411 ،‬هـ‪1991-‬مَ‪ ،‬ص‪.114‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪27‬‬
‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 21 – 28‬‬

‫��� ����� ����� ������ ������ ��� ��� ������� د������ ��� ����� �� �����‬
‫����� ����� ������ ������ ��� ��� ������� د������ ��� ����� �� �����‬ ‫��� (‪36‬‬
‫‪��� ������ ��� ���� ��������� ������ ����� ��� ������� �������� �� ��� ���� �))36‬‬ ‫�������د‬
‫�������د( � ���� ��� �� �������� ������� ��� ����� ������ ��������� ���� ��� ������ ���‬
‫������ ������� �� ������ ��� ����� ��������� ���� ����� ������ �� ������ ���� �� �� ����‬
‫������ ������� �� ������ ��� ����� ��������� ���� ����� ������ �� ������ ���� �� �� ����‬
‫����� ���� ����� ������ ������� �������� ���� ������� �� ������� ��� ���� ����� ������� ��‬
‫����� ���� ����� ������ ������� �������� ���� ������� �� ������� ��� ���� ����� ������� ��‬
‫������� ������ ��������‬
‫������� ������ ��������‬
‫�� �������‬
‫�� �������‬
‫��� ������� ������ ������ ��� ����� ������� ���������� ������� ������� �� ���� ����� ����‬
‫��� ������� ������ ������ ��� ����� ������� ���������� ������� ������� �� ���� ����� ����‬
‫������ �������� �� ������ ��� ���� �� ����� �������‬
‫������ �������� �� ������ ��� ���� �� ����� �������‬
‫����� ����� ������� �� �� ����� ����� ������ �� ������ ��� �� ����� ����� �������‬
‫����� ����� ������� �� �� ����� ����� ������ �� ������ ��� �� ����� ����� �������‬
‫������� �� ������ �������‬
‫������� �� ������ �������‬
‫����� ��� ������� ������ ������ �� ������ �� ������ ������� �������� ������ �����‬
‫����� ��� ������� ������ ������ �� ������ �� ������ ������� �������� ������ �����‬
‫������� �� ������ ������ ���� �� ������ �� ������� �� �������‬
‫������� �� ������ ������ ���� �� ������ �� ������� �� �������‬
‫�������� �� ������ ��������‬
‫�������� �� ������ ��������‬
‫‪�� ������ �������� ����� �� ����� ������� ������ ������ �� ������ ������ � ��� ����� -1‬‬
‫‪�� ������ �������� ����� �� ����� ������� ������ ������ �� ������ ������ � ��� ����� -1‬‬
‫������ �������� ������� ������ ������� �����‬
‫������ �������� ������� ������ ������� �����‬
‫‪�������� ������ �� ������ ������ � ����� -2‬‬
‫‪�������� ������ �� ������ ������ � ����� -2‬‬
‫‪���� ������� ������� ��� ������� ������ ��� -3‬‬
‫‪���� ������� ������� ��� ������� ������ ��� -3‬‬
‫‪���������� ���� ������� ������� ������ ������ �� ��� ����� -4‬‬
‫‪���������� ���� ������� ������� ������ ������ �� ��� ����� -4‬‬
‫‪�������� ����� ������� �������� �� ���� ���� � ��� ����� ���� ����� -5‬‬
‫‪�������� ����� ������� �������� �� ���� ���� � ��� ����� ���� ����� -5‬‬
‫‪���������� ������ ��� ������� -6‬‬
‫‪���������� ������ ��� ������� -6‬‬
‫‪��������� ����� ����� ��� ������� -7‬‬
‫‪��������� ����� ����� ��� ������� -7‬‬
‫‪������ ����� �������� (����� ��� ���������� ���������� �������� �������� ��� ������� -8‬‬
‫‪������ ����� �������� (����� ��� ���������� ���������� �������� �������� ��� ������� -8‬‬
‫�����������)�‬
‫�����������)�‬
‫‪����� ������� ������ �������� ������ �� ������ ������ -9‬‬
‫‪����� ������� ������ �������� ������ �� ������ ������ -9‬‬
‫‪��� ���� ���� ����� ��� �� ��������� ������ -11‬‬
‫‪��� ���� ���� ����� ��� �� ��������� ������ -11‬‬

‫‪ ََ36‬ا�ما�ة العامة ����ة ا���ر اإسام�‪ُ ،‬د‪ ،َ�.‬م���ة ا���ر اإسام�‪ ،‬جدة‪ .‬وانظر� و�ا�� ا����ا� الدولية واإسامية والعربية‪ ،‬د‪.‬‬
‫ُ‪36‬‬
‫ُ ا�ما�ة العامة ����ة ا���ر اإسام�‪ُ ،‬د‪ ،َ�.‬م���ة ا���ر اإسام�‪ ،‬جدة‪ .‬وانظر� و�ا�� ا����ا� الدولية واإسامية والعربية‪ ،‬د‪.‬‬
‫عبدالرمن الضحيان‪ ،‬ط‪ُ ،1‬أها‪1411 ،‬هـ‪1991-‬مَ‪ ،‬ص‪.114‬‬
‫عبدالرمن الضحيان‪ ،‬ط‪ُ ،1‬أها‪1411 ،‬هـ‪1991-‬مَ‪ ،‬ص‪.114‬‬

‫‪28‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
TAFSIR
TAFSIR
TAFSIR TARBAWI
TARBAWI
TARBAWI
(Pendekatan
(Pendekatan
(Pendekatan Paedagogis
Paedagogis
Paedagogis TAFSIR
dan
dan Bayani
dan
Bayani TARBAWI
Bayani
terhadap
terhadap
terhadap Ayat
Ayat
Ayat Al-Quran
Al-Quran
Al-Quran Al-Karim)
Al-Karim)
Al-Karim)
(Pendekatan Paedagogis dan Bayani terhadap Ayat Al-Quran Al-Karim)
Aam
Aam
Aam Abdussalam
Abdussalam
Abdussalam
Universitas
Universitas
Aam
Universitas Pendidikan
Pendidikan
Indonesia
Abdussalam
Pendidikan Indonesia
Indonesia
Email:
Email:
Universitas
Email: aam86@upi.edu
aam86@upi.edu
Pendidikan Indonesia
aam86@upi.edu
Email: aam86@upi.edu
ABSTRACT
ABSTRACT
ABSTRACT
ABSTRACT
The
TheTheQur’an
Qur’an
Qur’an hashas
has introduced
introduced
introduced itself
itself
itself as as
as aa guidance.
guidance.
a guidance. It guaranteed
It guaranteed
It guaranteed Human’s
Human’s
Human’s realreal
real happiness
happiness
happiness throughout
throughout
throughout
eras.
eras.
The
The The
eras. The
Qur’aneffort
effortto to
interpret
interpret
hastointroduced
effort interpret the the the
Qur’an
Qur’an
itselfQur’an continuously
as a guidance. continuously
continuously is is
an
It guaranteed an
inevitable
is an inevitableinevitable
Human’s duedue
duerealto to
the the
to happiness development
development
the development throughout of of
of
Human’s
Human’s
eras. Thelife
Human’s lifelife
and
effort andthe
andtothe the
characteristics
characteristics
interpret the Qur’an
characteristics of of
thethe
Qur’an
Qur’an
of continuously
the Qur’an itself.itself.
itself.
is an The The Theinterpretation
inevitable interpretation
due to the
interpretation of of
the the
Qur’an
of development Qur’an
the Qur’an in inofin
Human’s life
educational
educational
educational and the characteristics
perspective,
perspective,
perspective, as as
one one of of
its
as one of its main its of the
main
main Qur’anseems
missions,
missions,
missions, itself.lack
seems
seems Thecompared
lack lack interpretation
compared
compared to theofdevelopment
to to
the the the Qur’anofinof
development
development of
other
otherkinds
kinds
educational
other kinds ofperspective,
of of
interpretation.
interpretation.
interpretation. This
as one
This Thisarticle
article
ofarticle
its deals
main deals
deals with with
missions,
with some
somesome questions
seems questions
questions related
related
lack compared
related to to
to to
Tafsir
TafsirTafsir Tarbawi:
Tarbawi:
the development
Tarbawi: what
whatwhat
of
is Tafsir Tarbawi?, what is the approach used?, and how it is applied? These questions are going to to
is is
Tafsir
other Tafsir
Tarbawi?,
kinds Tarbawi?,
of what what
interpretation.is the
is theapproach
This approach
article used?,
used?,
deals and
withandhowhow
some it is
it applied?
is
questions applied? These
These
related toquestions
questions
Tafsir are are
going
Tarbawi: goingto
what
be
isbe
be answers
answers
Tafsir
answers in inthisthis
Tarbawi?,
in this article.
article.
what
article. Based
is Based
the
Based onon
approach
on literature
literature
used?,
literature study
study
and
study about
how
aboutabout the
isthe
itthe development
development
applied?
development Theseof ofquestions
of
Tafsir
TafsirTafsirTarbawi,
Tarbawi,
are going
Tarbawi, theto
the the
development
development
be answers inofthis
development of ofIslamic
Islamic education
education
article.education
Islamic thoughts,
Based onthoughts, thoughts, and
literature and andthe the
studytheaboutunderpinning
underpinning
the development
underpinning sciences
sciences
sciencesof in in in
interpreting
Tafsir interpreting
Tarbawi,the
interpreting the
thethe
Qur’an,
Qur’an,
Qur’an, II conclude
development conclude
I conclude thatthat
that
of Islamic what
whatwhat is is
is
education meant
meant
meant byby
by
thoughts, Tafsir
Tafsir Tarbawi
Tarbawi
andTarbawi
Tafsir the is is
underpinning
is aa systematic-thematic
systematic-thematic
a systematic-thematic
sciences in interpreting study
study
study to to
to the
the
the the
Islamic
Islamic sources,
sources,
Qur’an,sources,
Islamic I conclude especially
especially
that what
especially the the
Qur’an
the isQur’anQur’an
meant and and andProphetic
by Tafsir Prophetic
PropheticTarbawi Tradition,
Tradition,
Tradition, which
which is is
developed
developed
which is developedstudy
is a systematic-thematic by by using
by using using
to the
Islamic sources, especially the
aimed at Qur’an
at
developing and
developing Prophetic
Islamic
Islamic Tradition,
pedagogic approach and aimed at developing Islamic Education sciences. It is developed to to
pedagogic
pedagogic approach
approach and and
aimed Education
Education which
sciences.
sciences. Itis is
Itdeveloped
developed
is developedby
to using
give
givegive
foundation, meaning, direction for all educational components and processes. At least, there areare
foundation,
foundation,
pedagogic meaning,
meaning,
approach direction
anddirection
aimed for
at for
all all
educational
developingeducational components
Islamic components
Education and andprocesses.
processes.
sciences. It is At At
least,
least,
developed there
there
to are
give
twotwoapproaches
approaches
foundation,
two approaches which
meaning,which
which cancan
be be
direction
can be used
used usedin all
forin this
in this
this study:
study:
educational
study: pedagogic
pedagogic
components
pedagogic andand
and bayani
bayani
and
bayani approach.
approach.
processes.
approach. At least, there are
two approaches which can be used in this study: pedagogic and bayani approach.
Key
Key
Key Word: Tafsir,
Word:
Word: Tafsir,
Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah,
tarbiyah/tarbawiyah,
tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah,
bayaniyah,
bayaniyah, wahdiyah,and
wahdiyah,and pedagogic.
wahdiyah,and pedagogic.
pedagogic.
Key Word: Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, wahdiyah,and pedagogic.
ABSTRAK
ABSTRAK
ABSTRAK
ABSTRAK
Alquran
Alquran
Alquran telah
telah
telah menyediakan
menyediakan
menyediakan diridiri
diri sebagai
sebagai
sebagai petunjuk
petunjuk
petunjuk yang
yangyangmenjamin
menjamin
menjamin keutuhan
keutuhan
keutuhan dandan
dan kebahagiaan
kebahagiaan
kebahagiaan hidup
hidup
hidup
manusia
manusiatelah
Alquran
manusia secara
secara
secara hakiki
hakikisepanjang
menyediakan
hakiki sepanjang
sepanjang
diri sebagai zaman.
zaman.
zaman. Upaya
petunjuk Upaya
Upaya yang penafsiran
penafsiranAlquran
menjamin
penafsiran Alquran
Alquransecara
keutuhan secara
secara
dan terus
terusmenerus
kebahagiaan
terus menerus
menerus
hidup
merupakan
merupakan
manusia keniscayaan
keniscayaan
secara hakiki dari
dariperkembangan
sepanjang perkembangan
zaman. kehidupan
kehidupan
Upaya dan dan
penafsiran
merupakan keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan karakteristik Alquran itu sendiri. karakteristik
karakteristik
Alquran Alquran
Alquran
secara itu
terus itusendiri.
sendiri.
menerus
Penafsiran
Penafsiran
merupakan
Penafsiran Alquran
Alquran dalam
keniscayaan
Alquran dalam
dalam perspektif
perspektif
dari pendidikan,
perkembangan
perspektif pendidikan,
pendidikan, sebagai
sebagai
kehidupan
sebagai salah
salah
dan
salah satusatu
misi
misi
karakteristik
satu misi utamanya,
utamanya,
Alquran
utamanya, masih
masih
masih sangat
itu sangatsangat
sendiri.
kurang
kurang dibanding
Penafsiran
kurang dibanding
Alquran
dibanding dengan
dengan pengembangan
pengembangan
dalampengembangan
dengan perspektif pendidikan, tafsir-tafsir
tafsir-tafsir
tafsir-tafsir corak
corak
sebagai lainnya.
corak salah lainnya.
lainnya. Padahal
Padahal
satuPadahal kebutuhan
kebutuhan
misi utamanya,
kebutuhanmasih padapadatafsir
pada sangat tafsir
tafsir
corak
corak
kurang
corak ini ini
sudah
sudah
inidibanding sangat
sudah sangat sangat
denganmendesak
mendesak
pengembangan
mendesak dihubungkan
dihubungkan
dihubungkan dengan
tafsir-tafsirdengan
dengan kenyataan
corak kenyataan bahwa
lainnya.bahwa
kenyataan bahwa
Padahal pendidikan
pendidikan selama
kebutuhanselama
pendidikan selama
pada tafsiriniini
ini
lebih
lebihbanyak
corakbanyak
lebih banyak
ini sudahmenggunakan
menggunakan konsep
sangat mendesak
menggunakan konsep
konsep dan dan dan teori
dihubungkan teori
pendidikan
pendidikan Barat
dengan Barat
teori pendidikan Baratyang
kenyataan yangsekuler.
yang bahwa sekuler.Apa Apa
sekuler.pendidikan yangyang
dimaksud
dimaksud
selama ini
Apa yang dimaksud
dengan
dengan
lebih
dengan tafsri
banyak tafsri
tafsri tarbawi,
tarbawi,apa
menggunakan
tarbawi, apaapapendekatan
pendekatan
konsep
pendekatan dan teori yang
yang
yang digunakannya,
digunakannya,
pendidikan
digunakannya, dan
Barat dan danbagaimana
yang bagaimana
bagaimana
sekuler. Apa langkah-langkah
langkah-langkah
yang dimaksud
langkah-langkah
pengkajiannya?
pengkajiannya?
dengan tafsri Inilah
Inilah
tarbawi, pertanyaan-pertanyaan
pertanyaan-pertanyaan
apa pendekatan yang
yang yang ingin
ingin
dijawab
digunakannya, dijawab
pengkajiannya? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang ingin dijawab dalam artikel ini. Melalui kajiandalam
dandalamartikel
artikel
bagaimana ini.ini.Melalui
Melaluikajian
langkah-langkah kajian
literatur
literaturtentang
pengkajiannya? tentang perkembangan
perkembangan
Inilah tafsir
tafsir
pertanyaan-pertanyaantarbawi,
tarbawi, perkembangan
perkembangan
yang ingin pemikiran
dijawab pemikiran
literatur tentang perkembangan tafsir tarbawi, perkembangan pemikiran tentang pendidikan Islam, dalam tentang
tentang
artikel pendidikan
ini.pendidikan
Melalui Islam,
Islam,
kajian
dan danilmu-ilmu
literatur
dan ilmu-ilmu
tentang
ilmu-ilmu penunjang
penunjang
perkembangan
penunjang dalam
dalam
dalam penafsiran
penafsiran
tafsir Alquran,
Alquran,
tarbawi,Alquran,
penafsiran penulis
perkembangan penulis
penulis dapat
dapat
pemikiran
dapat menyimpulkan
menyimpulkan
tentang pendidikan
menyimpulkan bahwa
bahwa
bahwa yangyang
Islam,
yang
dimaksud
dimaksud
dan ilmu-ilmu
dimaksud dengan
dengan
dengan tafsir
tafsir
penunjang tarbawi
tarbawi adalah
dalam adalah
tafsir tarbawi adalah
penafsiran kajian
kajiansistimatis
Alquran,
kajian sistimatis tematis
penulis
sistimatis tematis
dapat
tematis terhadap
terhadap sumber-sumber
menyimpulkan
terhadap sumber-sumber
sumber-sumberbahwa yang ke-ke-
ke-
Islaman,
Islaman,
dimaksud
Islaman, khusunya
khusunya al-Quran
al-Quran
dengan al-Quran
khusunya dan
tafsir tarbawi danSunnah,
dan Sunnah,Sunnah,
adalahyang yangyang
dikembangkan
kajian dikembangkan dengan
sistimatis tematis
dikembangkan dengan menggunakan
denganterhadapmenggunakan
menggunakan cara
cara
sumber-sumber pandang
pandang
cara pandang ke-
paedagogik
paedagogik
Islaman,
paedagogik dandan
khusunya
dan diarahkan
diarahkan untuk
al-Quranuntuk
diarahkan untuk
dan membangun
membangun
Sunnah,
membangun ilmu
yang ilmu ilmu pendidikan
pendidikan
dikembangkan
pendidikan Islam
dengan Islam
Islam dalam
dalam
menggunakan
dalam rangka
rangka
rangka melandasi,
cara melandasi,
pandang
melandasi,
mamaknai
mamaknaidan
paedagogik
mamaknai dandanmengarahkan
dan mengarahkan
mengarahkan
diarahkan seluruh
untuk seluruh
seluruh komponen
membangun komponen
komponen ilmu dandan
dan proses
prosespendidikan.
pendidikan
proses pendidikan.
pendidikan.
Islam dalamSetidaknya
Setidaknya adaadadua
rangka melandasi,
Setidaknya ada duadua
pendekatan
pendekatan
mamaknai dalam
dalam
dan melakukan
melakukan
mengarahkan kajian
kajiantersebut,
seluruh tersebut, yaitu
komponen yaitu
pendekatan
pendekatan
dan proses paedagogik
pendekatan dalam melakukan kajian tersebut, yaitu pendekatan paedagogik dan pendekatan bayani. paedagogik
pendidikan. dandan
pendekatan
pendekatan
Setidaknya bayani.
ada bayani.
dua
pendekatan dalam melakukan kajian tersebut, yaitu pendekatan paedagogik dan pendekatan bayani.
Kata
Kata
Kata Kunci :: Tafsir,
Kunci
Kunci : Tafsir,
Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah,
tarbiyah/tarbawiyah,
tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah,
bayaniyah,
bayaniyah, wahdiyah, dandan
wahdiyah,dan
wahdiyah, paedagogis.
paedagogis.
paedagogis.
Kata Kunci : Tafsir, tarbiyah/tarbawiyah, bayaniyah, wahdiyah, dan paedagogis.

A.A.PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Sekalipun
PENDAHULUAN
Sekalipun
Sekalipuntafsir
tafsir
tafsirAl-Quran
Al-Quran
Al-Quran telah
telah
telahmencapai
mencapai
mencapairatusan
ratusan
ratusanjudul,
judul,
judul,karya-karya
karya-karya
karya-karyayang
yang
yang
diturunkan
diturunkandaripadanya
daripadanya
Sekalipun
diturunkan telah
telah
tafsirtelah
daripadanya mencapai
Al-Quranmencapai
mencapai ribuan
telah ribuan
ribuan bahkan
bahkan
mencapai
bahkan jutaan
jutaan
ratusan
jutaan tema,
tema,
judul,
tema, tidak
tidak
berarti
berarti
karya-karya
tidak berarti bahwa
bahwa
yang
bahwa
seluruh
seluruh
nuansa
diturunkan
seluruh nuansamakna
makna
daripadanya
nuansa yang
makna yang yangdimilikinya
dimilikinya
telahdimilikinya telah
mencapai ribuan telah
habis.
habis.Penafsiran
Penafsiran
bahkanPenafsiran
telah habis. jutaan tema,Al-Quran
Al-Quran akan
akan
tidak berarti
Al-Quran terus
akan bahwaterus
terus
seluruh nuansa makna yang dimilikinya telah habis. Penafsiran Al-Quran akan terus
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 29
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

diperlukan sepanjang roda perkembangan kehidupan terus berputar. Al-Quran telah


menyediakan diri untuk menjadi petunjuk yang menjamin keutuhan dan kebahagian hidup
manusi secara hakiki sepanjang zaman. Pengembangan penafsiran Al-Quran secara terus
menerus merupakan keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan karakteristik Al-Quran
itu sendiri.
Kemajuan dan keunggulan umat Islam di dunia akan sangat tergantung pada
sejauhmana mampu beriteraksi dan menerapkan ajaran Al-Quran pada kehidupan mereka
dalam arti seluas-luasnya. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad
Ghazali (2009: 24-25), bahwa pada beberapa abad belakangan ini, Al-Quran tak ubahnya
laksana sungai yang kekeringan atau padang pasir yang tandus dan gersang. Sekarang ini,
sudah sangat sulit menemukan orang yang benar-benar berpegang pada Al-Quran.
Akibatnya, kebudayaan yang dihasilkanyapun tidak mempunyai dasar yang jelas dan
identitasnyapun tidak dapat dipegangi. Bahkan, menurutnya, budaya impor yang tidak
bermanfaat itu, dijadikan sebagai identitas diri atau mode yang sesuai dengan tren zaman
dan menjadi kebanggaan. Beliau menyeru umat Islam untuk kembali kepada Al-Quran.
Kembali pada Al-Quran tentu harus dimulai dengan mengkajinya kembali, dengan syarat
tidak ada dikotomis.
Harun Nasution menyatakan, bahwa keresahan timbul selama ini karena konsep-
konsep Barat yang didasarkan atas fisafat yang sekuler dibawa melalui pendidikan modern
kedalam masyarakat agamis kita di Indonesia. Tidak perlu ditegaskan lagi bahwa
sekulerisme adalah musuh terbesar dari agama dan dengan sendirinya tidak sejalan dengan
falsafah Pancasila kita (Nasution. 1989:290). Sedangkan Ahmad Tafsir mengemukakan
bahwa kajian pendidikan Islami di perguruan tinggi Islam selama ini lebih banyak
mengadopsi konsep-konsep pendidikan Barat ketimbang memproduksi sendiri. Padahal,
menurutnya pendidikan Barat adalah pendidikan yang berdasarkan rasionalisme, yakni
suatu paham yang menyatakan bahwa kebenaran itu diperoleh dan diukur dengan akal
(Tafsir, 2006:277). Inipun merupakan ungkapan lain dari istilah yang lebih sering
digunakan, yaitu pendidikan sekuler. Sementara Mujib menjelaskan bahwa dalam
menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori
dan falsafah pendidikan Barat. Sedangkan falsafah pendidikan Barat, menurutnya bercorak
sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan, padahal masyarakat Indonesia
lebih bersifat religius (Mujib, 2006:2). Dalam mengjelaskan pentingnya pengkajian
pendidikan Islam, Al-Kailani mengemukakan beberapa sebab. Antara lain, bahwa
pendidikan yang dikembangkan oleh manusia di berbagai belahan dunia adalah pendidikan
Barat, yakni pendidikan yang berdasarkan prinsip-prinsip pemikiran materialisme dan
tidak memberi ruang bagi hal lain di luar mareri (Al-Kailani, 2005:5). Bahkan Azra (dalam
Tafsir, 2006:281) menyatakan kekecawaannya yang mendalam tentang kurangnya kajian
terhadap ilmu pendidikan Islam. Beliau menyatakan bahwa kajian kependidikan Islam
tampaknya merupakan bidang yang berlum tergarap secara serius.
Dapat dinyatakan bahwa pendidikan sesungguhnya merupakan misi utama
diturunkannya Al-Quran . Di satu sisi Al-Quran dinyatakan sebagai Hudan (petunjuk atau
pembimbing) yang menjamin mengantarkan manusia memperoleh kehidupan terbaik, dan
di lain sisi Allah menyatakan diri-Nya sebagai Rabb al-'Alamin (Tuhan semesta alam).
Abul 'Ala Al-Maududi, dalam bukunya Al-Mushthalaha al-Arba'ah fie al-Quran mengkaji
makna kata Rabb dalam Al-Quran secara spesifik dan komprehensif. Beliau (tt.: 23)
berpendapat bahwa makna pokok yang paling mendasar dari istilah tersebut adalah
tarbiyah (pendidikan). Begitu juga pendapat Al-Ashfahani (tt.I: 375), bahwa makna asal
dari istilah Rabb adalah tarbiyah, yang didefinisikannya sebagai "upaya membimbing
secara bertahap untuk mencapai tarap kesempurnaan perkembangan".

30 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

Kajian atau tafsir pendidikan dari Al-Quran telah mulai muncul sejak tahun 1970,
seperti yang dilakukan oleh Abdul Fatah Jalal (1970), Abdurrahman al-Nahlawi (1989),
Abdurahman Saleh (1991) dan lain sebagainya. Akan tetapi kajian atau tafsir tersebut baru
dalam bentul tafsir maudhu’i (tematik). Sedangkan tafsir tarbawi yang analitis (tahlili) saat
ini sedang mulai mencari bentuk, terutama ditinjau dari segai metodologi analisisnya
(istinbat). Oleh karen itu, artikel ini akan berusaha menjawab pertanyaan: Apa yang
dimaksud atau pengertian tafsir tarbawi? Pendekatan apa yang digunakan untuk
menghampiri ayat sehingga memungkin mampu mengungkap pesan-pesan edukatifnya?
Bagaimana langkah-langkah analisisnya?

B. PENGERTIAN TAFSIR TARBAWI


Dalam sejarah kebudayaan dan peradaban Islam, tafsir menempati posisi dan peran
yang sangat penting. Istilah tafsir telah memiliki makna spesifik, yaitu tafsir Al-Quran.
Semua upaya yang dikembangkan oleh orang muslim dalam rangka mengaktualisasikan
Islam, pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai upaya menjelaskan (tafsir) kandungan dan
pesan-pesan Al-Quran. Sunnah Rasul yang mencakup perkataan, perbuatan dan pembiaran
Rasulullah saw. adalah tafsir atas Al-Quran (QS.16: 44). Al-Quran telah menyediakan
diri sebagai rujukan untuk segala sesuatu, paling tidak pada tataran prinsip-prinsip dasar, ia
adalah gagasan dan solusi global untuk memecahkan seluruh problematika kehidupan
manusia (QS.16: 89).
Penafsiran Al-Quran terjadi sejak awal Al-Quran diturunkan. Pada mulanya
penafsiran Al-Quran sangat terbatas pada segi kebahasaan, seperti arti kosa kata atau
maksud suatu ungkapan. Akibat semakin meluasnya Islam dan banyaknya kalangan non
Arab yang masuk Islam, di samping kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, maka
penjelasan mengenai keistimewaan dan kedalaman kandungan teks Al-Quran menjadi
sangat signifikan. Dari sini muncullah tafsir Al-Quran becorak sastra bahasa. Semakin
luas pergaulan dan wawasan orang Islam, terutama dengan masuknya buku dari luar
(Yunani) yang banyak diwarnai pemikiran filsafi, maka muncullah tafsir yang bercorak
filsafi. Berkembangnya ilmu fikih pun memberi corak lain pula kepada penafsiran Al-
Quran, yakni tafsir bercorak hukum. Tatkala kehidupan muslim terasa menjadi gersang
dari nilai-nilai ruhaniah, maka muncul upaya pemaknaan Al-Quran dari segi sufistik
(tafsir bercorak tasawuf). Kemajuan ilmu dan teknologi pun mengundang para ahlinya
menafsrikan Al-Quran dari sudut pandangnya (tafsir bercorak ilmiah). Lahirnya
Muhammad 'Abduh yang kemudian diikuti oleh Sayid Qutub memunculkan tafsir bercorak
lain lagi, yakni tafsir yang berorientasi pada masalah sosial-budaya-kemasyarakatan.
Kenyataan ini membuktikan bahwa penafsiran Al-Quran dapat dipengaruhi oleh
keahlian penafsirnya sebagai suatu keniscayaan dari perkembangan kehidupan dan
problematikannya. Di sinilah Al-Quran dan tafsirnya tampil sebagai jawaban dan
solusinya. Al-Quran akan terus memberi kesempatan kepada manusia dengan segala
kondisi dan problematikannya untuk dapat berdialog dan bertanya kepada Al-Quran. Ia
senantiasa memberi kemungkinan-kemungkinan memunculkan makna-makna yang
bersifat solutif. Semakin dalam pengkajiannya maka semakin indah dan menarik mutiara-
mutiara yang diberikannya. Abdullah Darraz mengemukakan ungkapan yang indah tentang
Al-Quran : "Alquran bagaikan mutiara di mana setiap sudutnya memancarkan cahaya
yang berbeda dengan apa yang tepancar dari sudut yang lain. Jika dilihat oleh orang lain,
tidak mustahil ia dapat melihat pancaran yang lebih banyak daripada yang anda lihat".
Dunia pendidikan menempati posisi sentral dalam pengembangan dan penataan
kehidupan dalam arti seluas-luasnya. Walau kadang-kadang pendidikan dipandang secara
sempit dengan sebelah mata, sehingga perhatian dan perlakuan kepadanya tidak

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 31


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

sebagaimana mestinya. Pendidikan inilah yang sesungguhnya memberi pondasi, makna


dan arah dalam pengembangan sumber daya manusia. Pendidikan memiliki kontribusi
terbesar terhadap kualitas suber daya manusia. Maka, pendidikan ini pulalah yang
memiliki tanggung jawab terbesar atas kebobrokannya. Karena itu, sepatutnyalah
pendidikan mendapat perhatian yang serius dan proporsional.
Jika pendidikan menjadi kata kunci dan titik awal untuk segala perubahan dan
perbaikan menyangkut seluruh segi kehidupan, maka pencerahan dunia pendidikan dengan
cahaya Islam bagi orang muslim jauh lebih penting dari pada pengajaran agama Islam yang
kadang dikembangkan secara parsial. Disadari atau tidak, bahwa pendidikan di republik
ini dikembangkan dari paradigma sekuler yang secara subtansial mengandung kontradiktif
dengan Islam. Ironis memang, negara mayoritas muslim merasa asing dengan pendidikan
Islami. "Pendidikan Islam" di sini berbeda dengan pengajaran agama Islam.
Akibat kemajuan ilmu dan teknologi, Barat telah merasakan kering dan gersangnya
kehidupan dari nilai-nilai yang sesungguhnya lebih esensial baginya. Kemajuan ilmu dan
teknologi yang bersifat sekuler, materialisme dan hedonisme telah mengantarkan kepada
kehidupan yang penuh gemerlapan dunia pada satu sisi, dan kelaparan ruhaniah serta
kenestapaan spiritual di lain sisi. Akibatnya kemajuan keduniaan sama sekali tidak mampu
menciptaan kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang hakiki, melainkan
berbalik menjadi alat yang menjatuhkan dan menjerumuskan kehidupannya. Karena itulah,
akhir-akhir ini di Barat banyak yang lari ke dunia meditasi, sekedar untuk mengobati dan
mencari kesejukan dalam hidup.
Tidak diragukan lagi bahwa kondisi seperti itu hanyalah merupakan akibat dari
pendidikan yang dilaksanakannya. Belajar daripadanya - kalau bukan karena kesadaran
religiusitas - orang-orang muslim sepatutnya melandasi dan mencahayai seluruh proses
dan komponen pendidikannya dengan nilai-nilai agama.
Dalam kontek kehidupan modern dewasa ini, tafsir pendidikan seyogyanya telah
lahir baik secara tahlili (analitis) maupun maudhu'i (tematis), dalam rangka memberikan
jawaban, masukan dan solusi terhadap problematika dunia pendidikan yang kini tengah
dipertanyakan oleh berbagai kalangan. Secara tematis sudah cukup banyak kajian-kajian
pendidikan yang secara khusus dikembangkan dari sumber-sumber ke-Islaman. Namun
dibanding dengan kajian-kajian pendidikan yang diturunkan dari sumber-sumber non Islam
masih belum mencapai tahap yang signifikan untuk dibandingkan. Itulah mungkin
sebabnya kajian-kajian tersebut belum mampu memengaruhi atau menggeserkan
paradigma pendidikan (sekuler) yang selama ini dikembangkan.
Yang dimaksud dengan tafsir pendidikan di sini adalah kajian sistimatis terhadap
sumber-sumber ke-Islaman, khusunya Alquran dan Sunnah, yang dikembangkan dengan
menggunakan cara pandang paedagogik dan diarahkan untuk membangun ilmu
pendidikan Islam dalam rangka melandasi, mamaknai dan mengarahkan seluruh
komponen dan proses pendidikan.
"Kajian sistimatis" maksudnya bahwa pengkajian atau penggalian makna
dilakukan sesaui dengan metodologis yang berlaku dalam dunia tafsir dan secara ilmiah
dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian, pemunculan aspek atau makna
paedagogis tidak bersifat pemaksaan ayat.
"Cara pandang paedagogik" ditempatkan sebagai instrumen yang bertugas
menangkap makna dan moment pendidikan yang terkandung dalam suatu teks atau nuasa
psikologis paedagogis yang hidup di dalam teks tersebut. Adalah logis jika dua orang yang
memiliki latar belakang disiplin ilmu berbeda mengapresisai berlainan terhadap sutu
peristiwa yang sama. Artinya, kemungkinan perbedaan temuan apresiasi tersebut dapat
diungkapkan secara rasional dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

32 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

"Membangun ilmu pendidikan Islam", ditempatkan sebagai tujuan teoritis dari


kajian ini. Disiplin ilmu pendidikan telah diakui kemapanannya sejak lama. Mulai dari segi
filosofi, teori dan prakteknya telah tersusun secara sistimatis. Tapi, disiplin ilmu
pendidikan Islam masih tertatih-tatih dalam perjuangan. Kajian tentang pendidikan Islam
memang sudah ada, tapi untuk menentukan konsep dasarnya saja seakan-akan belum
terwujudkan. Di sinilah upaya pengkajian semacam ini, secara teoritis memiliki urgensi
yang sangat stategis.
"Melandasi, memaknai dan mengarahkan seluruh komponen dan proses
pendidikan" ditempatkan sebagai tujuan praktis dari pengkajian ini. Telah lama pendidikan
di Republik ini dilandasi dan diarahkan oleh paradigma pragmatisme dan behaviorisme,
yang membawa akibat kepada penataan berbagai komponennya menjadi bersifat sekuler,
makanistis dan materialistis. Ini pun sesungguhnya hanya merupakan suatu akibat dari
fakta bahwa umat Islam belum mampu merumsukan dan menjabarkan konsep (teori-teori)
pendidikannya secara gamblang dan sistimatis. Kenyataan ini menempatkan kajian ini dan
yang serupa akan menjadi penting adanya.

C. PENDEKATAN PENAFSIRAN
Yang dimaksud dengan pendekatan dalam tafsir tarbawi ini adalah cara pandang
dalam menghampiri ayat dan atau cara memasuki ayat agar kajian mampu menyentuk
lubuk ayat sehingga cara pandang suatu disiplin ilmu dapat memasuki ruang makna ayat
secara absah. Dengan demikian, maka makna yang dikembangkannya benar-benar makna
yang terkandung di dalamnya, bukan makna yang hanya dikait-kaitkan atau diada-adakan.
Setidaknya ada dua pendekatan yang dikembangkan dalam kajian tafsir ini, yaitu
pendekatan paedagogis dan pendekatan bayani.

1. Pendekatan Paedagogis
Pendekatan paedagogis adalah cara pandang kependidikan yang dikembangkan
dalam menghampiri dan memahami ayat atas dasar asumsi bahwa pendidikan
merupakan misi utama Al-Quran. Fungsi utama Al-Quran adalah hudan atau hidayah
(petunjuk atau pembimbing). Kata hudan/hidayah memiliki dua makna asal yaitu
tindakan bimbingan dan kelembutan (Ibn Faris. 1979: VI:42). Jadi fungsi utama Al-
Quran adalah bimbingan yang disertai dengan kelembutan. Upaya atau tindakan
bimbingan dengan lembut merupakan strategi inti dalam proses pendidikan. Selanjutnya
dihubungkan dengan konsep Rabb sebagai konsep paling komprehensif yang merujuk
kepada Allah, yang ternyata memiliki hubungan generik dengan makna pendidikan.
Abul 'Ala Al-Maududi, dalam bukunya Al-Mushthalahat al-Arba'ah fie al-Quran
mengkaji makna kata Rabb dalam Al-Quran secara spesifik dan komprehensif. Beliau
(1969: 23) berpendapat bahwa makna pokok yang paling mendasar dari istilah Rabb
adalah tarbiyah (pendidikan). Begitu juga pendapat Al-Ashfahani (2111.I: 375), bahwa
makna asal dari istilah Rabb adalah tarbiyah, yang didefinisikannya sebagai "upaya
membimbing secara bertahap untuk mencapai tarap kesempurnaan perkembangan".
Bagitu pula Imam Baidhawi (2001.I: 28) dan Al-Alusi (1994.I: 80) menafsirkannya
dengan makna yang sama.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan merupakan misi utama Al-Quran.
Atas dasar itu maka pendekatan paedagogis terhadap Al-Quran dapat memandang ayat
sebagai fenomena paedagogis. Melalui ayat apapun, yakni ayat qauliyah (Al-Quran )
dan ayat kauniyah (fenomena alam), Allah berkomunikasi dengan manusia, di mana
misi utamanya adalah tarbiyah (mendidik) manusia. Dalam komunikasi tarbiyah

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 33


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

tersebut,
tersebut, Allah
Allah selalu
selalu hadir
hadir sebagai murabbi (pendidik)
sebagai murabbi (pendidik) dan
dan manusia
manusia sebagai
sebagai mutarabbi
mutarabbi
(terdidik).
(terdidik). Jika konstelasi komunikasi tersebut selalu menempatkan Allah
Jika konstelasi komunikasi tersebut selalu menempatkan Allah sebagai
sebagai
murabbi dan manusia sebagai mutarabbi, maka jelas komunikasi tersebut adalah
murabbi dan manusia sebagai mutarabbi, maka jelas komunikasi tersebut adalah
komunikasi
komunikasi edukatif.
edukatif. Atas
Atas dasar
dasar itulah
itulah komunikasi
komunikasi atau atau ayat
ayat tersebut
tersebut sah
sah dipandang
dipandang
sebagai
sebagai fenomena
fenomena paedagogis,
paedagogis, dimanadimana daripadanya
daripadanya dapat dapat dianalisis
dianalisis komponen-
komponen-
komponen
komponen pendidikannya.
pendidikannya. Setiap Setiap ayat
ayat atau
atau fenomena
fenomena paedagogis
paedagogis paling
paling tidak
tidak
mengandung tiga komponen pendidikan, yaitu pendidik, terdidik dan
mengandung tiga komponen pendidikan, yaitu pendidik, terdidik dan pesan atau nilai. pesan atau nilai.
Pendidikan
Pendidikan tidak
tidak terjadi
terjadi dalam
dalam kekosongan,
kekosongan, melainkan
melainkan terjadi
terjadi pada
pada suatu
suatu situasi
situasi
psikologis yang dihayati bersama oleh pendidik dan terdidik. Artinya
psikologis yang dihayati bersama oleh pendidik dan terdidik. Artinya bahwa tindakan bahwa tindakan
pendidikan
pendidikan ituitu harus
harus terjadi
terjadi setelah
setelah adanya
adanya pemahaman
pemahaman yang yang tepat
tepat dari
dari pendidik
pendidik
terhadap
terhadap situasi psikologis yang sedang dialami terdidik. Jika tindakan paedagogis
situasi psikologis yang sedang dialami terdidik. Jika tindakan paedagogis
seorang
seorang pendidik
pendidik tepat
tepat dan
dan sesuai
sesuai dengan
dengan situasi
situasi psikologis
psikologis terdidik,
terdidik, maka
maka tindakan
tindakan
tersebut
tersebut dapat dikatakan sebagai tindakan yang benar secara paedagogis. Dan
dapat dikatakan sebagai tindakan yang benar secara paedagogis. Dan jika
jika tidak
tidak
tepat, maka tindakan tersebut termasuk tindakan yang salah secara paedagogis.
tepat, maka tindakan tersebut termasuk tindakan yang salah secara paedagogis. Maksud Maksud
dari
dari uraian
uraian ini
ini adalah
adalah bahwa
bahwa ketika
ketika akan
akan menghampiri
menghampiri dan dan mengkaji
mengkaji ayatayat sebagai
sebagai
fenomena
fenomena peadagogis, tidak bisa hanya diraba-raba dari permukaan redaksi ayat,
peadagogis, tidak bisa hanya diraba-raba dari permukaan redaksi ayat,
melainkan
melainkan harus
harus mampu
mampu masukmasuk pada
pada situasi
situasi psikologis
psikologis yangyang terkandung
terkandung dalam
dalam ayatayat
tersebut. Untuk memasuki situasi psikologis ayat perlu bantuan pendekatan
tersebut. Untuk memasuki situasi psikologis ayat perlu bantuan pendekatan lain, yaitu lain, yaitu
pendekatan
pendekatan bayani.
bayani.
2. Pendekatan Bayani
2. Pendekatan Bayani (Retorik)
(Retorik)
Pendekatan
Pendekatan bayani bayani adalah
adalah cara
cara memasuki
memasuki ayat ayat dengan
dengan mengoperaikan
mengoperaikan kaidah- kaidah-
kaidah
kaidah gaya bahasa Arab agar pemahaman mampu masuk ke dalam situasi
gaya bahasa Arab agar pemahaman mampu masuk ke dalam situasi psikologis
psikologis
yang
yang terkandung
terkandung dalam dalam ayat.
ayat. Atau
Atau menggunakan
menggunakan istilah istilah Bint
Bint Syathi
Syathi (tt.:
(tt.: 17)
17) masuk
masuk ke ke
dalam
dalam ruh
ruh makna.makna. Sekalipun
Sekalipun pendekatan bayânî telah
pendekatan bayânî telah dikembangkan
dikembangkan sejak sejak Imâm
Imâm
Zamakhsyarî
Zamakhsyarî dalam dalam tafsîrnya Al-Kasysyâf, tapi
tafsîrnya Al-Kasysyâf, tapi yang
yang pertama
pertama mengklaim
mengklaim menggunakan
menggunakan
pendekatan
pendekatan bayânî bayânî dalam
dalam menafsirkan
menafsirkan Al-Quran
Al-Quran adalahadalah ‘Aisyah
‘Aisyah Abdurrahmân
Abdurrahmân yang yang
dikenal
dikenal dengan sebutan Bint Al-Syâthî. Sebagai guru besar untuk studi Al-Quran di
dengan sebutan Bint Al-Syâthî. Sebagai guru besar untuk studi Al-Quran di
Universitas Qurawiyin di
Universitas Qurawiyin di Maroko,
Maroko, Bintu
Bintu Syâthî
Syâthî telah
telah menulis
menulis tafsîr
tafsîr dua
dua jilid
jilid tafsîr
tafsîr untuk
untuk
surat-surat
surat-surat tertentu,
tertentu, yaitu
yaitu Al-Tafsîr
Al-Tafsîr al-Bayânî al-Qur’ân al-Karîm.
al-Bayânî lili al-Qur’ân al-Karîm. Pada Pada pengantar
pengantar
terbitan
terbitan pertama
pertama tahuntahun 1962,
1962, beliau
beliau mengemukakan
mengemukakan bahwa bahwa tafsîr bayânî yang
tafsîr bayânî yang
dikembangkannya
dikembangkannya itu itu merupakan
merupakan upayanya
upayanya dalam
dalam menyingkap
menyingkap kemu’jizatan
kemu’jizatan Al-Quran
Al-Quran
yang
yang abadi.
abadi. Ia Ia melakukan
melakukan segalasegala upaya
upaya untuk
untuk memahami
memahami teks teks Al-Quran
Al-Quran secara secara
mendalam
mendalam sehingga mampu menguak dasar dan jiwa kebahasaanya dengan menyingkap
sehingga mampu menguak dasar dan jiwa kebahasaanya dengan menyingkap
setiap
setiap kata
kata bahkan
bahkan setiap
setiap harkatnya
harkatnya sesuai
sesuai dengan
dengan gaya gaya bahasa
bahasa dan
dan kehendak
kehendak Al-Quran
Al-Quran
sendiri.
sendiri. Dikatakannya,
Dikatakannya, bahwa bahwa pada
pada prosedur
prosedur operasionalnya,
operasionalnya, penafsiran
penafsiran ini ini merupakan
merupakan
kajian
kajian tematik
tematik yang yang difokuskan
difokuskan pada pada satu
satu topik,
topik, di di mana
mana semua
semua ayat ayat terkait
terkait
dikumpulkan,
dikumpulkan, dan dan setelah
setelah menentukan
menentukan makna makna leksikalnya
leksikalnya dilakukan
dilakukan pengkajian
pengkajian
terhadap
terhadap cara cara dan
dan gaya
gaya Al-Quran
Al-Quran dalam dalam menggunakan
menggunakan kata kata dandan ungkapannya.
ungkapannya.
Diakuinya,
Diakuinya, bahwa bahwa pendekatan
pendekatan (bayânî)
(bayânî) dandan prosedur
prosedur tersebut
tersebut telah
telah digunakan
digunakan secarasecara
sukses
sukses dan
dan memuaskan
memuaskan oleh oleh sebagian
sebagian temannya
temannya dalamdalam melakukan
melakukan kajian
kajian terhadap
terhadap Al- Al-
Quran tentang tema-tema yang mereka pilih untuk penulisan
Quran tentang tema-tema yang mereka pilih untuk penulisan tesis dan disertasi (Binttesis dan disertasi (Bint
Syathi.
Syathi. tttt :: 17-18)
17-18)
Sekalipun
Sekalipun kajiankajian ini
ini mengoperasikan
mengoperasikan kaidah-kaidah
kaidah-kaidah gaya gaya bahasa
bahasa Arab,
Arab, tapitapi tidak
tidak
berarti
berarti dioperasikan
dioperasikan untuk untuk mendikte
mendikte atau atau membatasi
membatasi makna makna Al-Quran,
Al-Quran, melainkan
melainkan
berfungsi
berfungsi untuk untuk menyingkap
menyingkap tabir-tabir
tabir-tabir kebahasaan
kebahasaan (balaghiyah)
(balaghiyah) yang yang sering
sering
menyelimuti
menyelimuti makna. makna. Dengan
Dengan demikian,
demikian, makna
makna itu itu muncul
muncul daridari karakter
karakter kata,
kata, kalimat,
kalimat,
konfiguratif
konfiguratif dan dan gaya
gaya bahasanya,
bahasanya, bukan
bukan sesuatu
sesuatu yang
yang dipaksakan
dipaksakan atauatau didatangkan
didatangkan dari dari
luar
luar dengan
dengan cara cara pentakwilan
pentakwilan kata kata lain.
lain. Makna
Makna yang yang munculpun
munculpun bisa bisa melebihi
melebihi maknamakna

34 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

yang ada dalam batas-batas kaidah kebahasaan tersebut. Betapapun kaidah-kaidah


kebahasaan itu telah mapan, tetap tidak dapat membatasi kemutlakan Al-Quran yang
telah disiapkan untuk memberi solusi terbaik bagi problematika kehidupan manusia
sepanjang zaman.
Pendekatan bayani ini dipilih oleh penulis karena memiliki kelebihan atau paling
tidak dapat melakukan kajian teks dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Ayat dibiarkan bicara sendiri. Bentuk kata, bentuk kalimat dan karakter
konfiguratif redaksinya dibiarkan apa adanya, dan makna dilacak dari segi gaya
bahasanya;
b. Kata kunci atau konsep inti dari suatu kalimat atau ayat dilacak dari makna
linguistik aslinya, dan selanjutnya dibandingkan dengan makna-makna yang
dikembangkan dalam Al-Quran, hadits dan penafsiran-penafsiran ulama.
c. Tidak tergesa-gesa menakwilkan kata lain yang ditambahkan pada susunan Al-
Quran, sekalipun sifatnya penafsiran. Pendekatan ini memandang bahwa redaksi
dan susunan kalimat dalam Al-Quran telah final, sempurna dan merupakan
mu'jizat. Jika kaidah-kaidah yang ada sudah tidak memadai atau pengkajian
belum menemukan pemahaman yang jelas, maka sesungguhnya karena
keterbatasan pengetahuan dan pemahaman manusia. Di sini pengembangan kaidah
kebahasaan bisa terjadi;
d. Hubungan antar kalimat bahkan antar ayat yang kadang-kadang terasa seperti
loncat-loncat dilacak dengan baik dan teliti, sehingga hubungan-hubungan
tersebut mampu menciptakan keserasian yang indah dalam membangun suatu
konsep atau pemikiran yang komprehensif dan integral;
e. Generalitas makna selalu menjadi semangat kajian dengan pendekatan bayani ini.
Sekalipun Al-Quran mampu berkomunikasi secara konkrit dengan situasi yang
ada, generalitas maknanya merupakan jiwa dari pernyataan-pernyataannya, sebab
Al-Quran disediakan sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia secara
menyeluruh yang menyebrangi batas-batas ruang dan waktu.
f. Dengan pendekatan bayani, tafsir-tafsir yang ada dapat dikembangkan,
dikokohkan atau bahkan dikoreksi. Karena itu tafsir-tafsir yang ada harus
ditempatkan sebagai kemungkinan-kemungkinan yang dapat diberikan oleh Al-
Quran.
g. Dengan pendekatan bayani, situasi psikologis yang hidup dalam suatu kalimat
atau ayat dan semangat yang dikandungnya akan terungkap tanpa pentakwilan
atau penyisipan kata di luar teks asli Al-Quran. Maka dengan sendirinya, situasi
komunikasi edukatif akan menampakkan benang merahnya, karena pembinaan
manusia secara utuh menjadi misi utama Al-Quran itu sendiri;
h. Dalam pengoperasian pendekatan bayani ini, penerapan kaidah-kaidah balaghiyah
akan nampak secara dominan. Maka, makna-makna tersurat yang tersembunyi
dalam bentuk kata, bentuk kalimat, pemenggalan kalimat, penggunaan kata
sambung atau tanpa kata sambung menjadi bagian penting dalam analisisnya.

D. LANGKAH-LANGKAH PENAFSIRAN
Penafsiran Al-Quran merupakan upaya atau proses ilmiah yang harus
dipertanggungjawabkan secara metodologis. Penafsiran Al-Quran tidak bisa berdasar
perkiraan, melainkan harus dasar ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.
Rasulullah saw. Bersabda : Barangsiap berkata tentang Al-Quran tanpa dasar ilmu, maka
ia silahkan mempersiapkan tempat tinggalnya dari api neraka. Berangkat dari dua
pendekatan penafsiran di atas, dengan mengadaptasi langkah penerapan tafsir maudhu'i

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 35


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

yang dikembangkan oleh Abdul Hay Al-Farmawiy, maka langkah-langkah kajian dalam
tafsir tarbawi meliputi langkah-langkah :
yang1. dikembangkan
Menetapkan atau olehmengasumsikan suatu tema atau
Abdul Hay Al-Farmawiy, maka topik dari suatu surah
langkah-langkah atau gugus
kajian dalam
ayat yang akan ditafsirkan
tafsir tarbawi meliputi langkah-langkah : dengan melihat konsep utama yang muncul pada surah
1. atau ayat-ayatatau
Menetapkan bersangkutan.
mengasumsikan suatu tema atau topik dari suatu surah atau gugus
2. Melacak
ayat yangmakna linguistik asli
akan ditafsirkan untuk
dengan setiapkonsep
melihat kata kunciutama pada
yangsurah
munculataupadaayat surah
yang
akan ditafsirkan.
atau ayat-ayat Ada enam kamus yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut.
bersangkutan.
2. Kamus-kamus
Melacak maknatersebut linguistikadalah
asli (1).
untuk Al-Shahhah
setiap katafiekuncial-Lughah,
pada surahtulisanatauAl-Jauhari,
ayat yang
tahun 1003 M. (2).Mu'jam
akan ditafsirkan. Ada enam Maqâyîs
kamus yang al-Lughah, tulisan Ibn
dapat digunakan untukFaris, tahun 1004
keperluan M.
tersebut.
(3). Mufradât Alfazh
Kamus-kamus tersebut al-Qur'an,
adalah (1). tulisan Al-Asfahani,
Al-Shahhah tahun 1108
fie al-Lughah, M. (4)Al-Jauhari,
tulisan Lisan al-
Arab,
tahun tulisan
1003 M. Manzhur, tahun
Ibn(2).Mu'jam Maqâyîs 1711 M. (5) Tâjtulisan
al-Lughah, al-'ArûsIbnmin Jawâhir
Faris, tahunal-Qâmûs,
1004 M.
tulisan Az-Zabîdî,
(3). Mufradât Alfazh tahun 1790. (6).
al-Qur'an, Al-Mu'jam
tulisan tahuntulisan
al-Wasît,
Al-Asfahani, 1108 Al-Najjar,
M. (4) Lisan tahunal-
1965.
Arab, tulisan Ibn Manzhur, tahun 1711 M. (5) Tâj al-'Arûs min Jawâhir al-Qâmûs,
3. Mengkaji asep-aspek
tulisan Az-Zabîdî, balaghiyah
tahun 1790. (6). yangAl-Mu'jam
muncul pada surah tulisan
al-Wasît, atau ayat bersangkutan.
Al-Najjar, tahun
Kajian
1965. tersebut terutama berhubungan dengan bentuk dan jenis kata, bentuk dan
3. karakteristik kalimat, dan
Mengkaji asep-aspek hubungan
balaghiyah antar
yang kalimat
muncul atausurah
pada antaratau
ayat.ayat
Istilah-istilah
bersangkutan. dan
kaidah-kaidah
Kajian tersebutyang berhubungan
terutama berhubungandengan masalah
dengan tersebut
bentuk dan sebaiknya
jenis kata, diungkapkan
bentuk dan
secara tertulis.
karakteristik Tujuannya,
kalimat, agar makna-makna
dan hubungan antar kalimat yang muncul
atau antar ayat.daripadanya
Istilah-istilah dapat
dan
dipertanggungjawabkan
kaidah-kaidah yang berhubungan secara ilmiah.
dengan Apabila
masalah pengkajian serupa dilakukan
tersebut sebaiknya diungkapkan oleh
pihak
secaralain dengan
tertulis. menggunakan
Tujuannya, agarkaidah yang samayang
makna-makna akanmuncul
menghasilkan makna dapat
daripadanya yang
sama pula.
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Apabila pengkajian serupa dilakukan oleh
4. Menganalisis
pihak lain dengan penafsiran-penafsiran
menggunakan kaidah yangyangtelah
samadikembangkan
akan menghasilkan oleh makna
tafsir-tafsir
yang
terdahulu.
sama pula. Tafsir-tafsir yang dianalisis diutamakan tafsir-tafsir yang banyak
4. mengembangkan aspek gaya bahasa (balaghah)
Menganalisis penafsiran-penafsiran yang telahdalam penafsirannya,
dikembangkan olehseperti tafsir
tafsir-tafsir
Zamakhsyari, al-Alusi, al-Razi,
terdahulu. Tafsir-tafsir yang al-Biqo'i,
dianalisisIbn Asyur dan lain
diutamakan sebagainya.
tafsir-tafsir yang banyak
5. Melacak surah atau ayat-ayat lain yang memiliki kaitan
mengembangkan aspek gaya bahasa (balaghah) dalam penafsirannya, seperti langsung secara konseptual
tafsir
dengan surah yang
Zamakhsyari, akanal-Razi,
al-Alusi, ditafsirkan.
al-Biqo'i, Ibn Asyur dan lain sebagainya.
6.
5. Mencari hubungan
Melacak surah atau segi-segi
atau ayat-ayat kaitan
lain yang antara kaitan
memiliki surah langsung
atau ayat secara
yang konseptual
ditafsirkan
dengan ayat-ayat
surah yang lain
akansebagai penafsir.
ditafsirkan.
7.
6. Melacak hadists-hadist
Mencari hubungan yang memberi
atau segi-segi kaitan antarapengayaan
surah atau danayat penjelasan dalam
yang ditafsirkan
menafsirkan surah atau ayat
dengan ayat-ayat lain sebagai penafsir.bersangkutan.
8.
7. Menentukan sikap terhadapyang
Melacak hadists-hadist penafsiran
memberiyang ada, dan pilihan
pengayaan danpenafsiran
penjelasan yang dalam
akan
digunakan. Apabila makna yang
menafsirkan surah atau ayat bersangkutan. digunakan sesuai dengan penafisran yang ada,
8. sebaiknya
Menentukandikatakan
sikap terhadap sebagaimana
penafsiranaslinya.
yang ada, Apabila
dan pilihanpenafsiran
penafsiran berbeda
yang akan dari
penafsiran yang ada, perlu dikemukakan alasan-alasan
digunakan. Apabila makna yang digunakan sesuai dengan penafisran yang ada, penafsirannya secara utuh.
Penafsiran-penafsiran
sebaiknya dikatakan yang ada dipandang
sebagaimana aslinya. sebagai
Apabilakemungkinan-kemungkinan
penafsiran berbeda dari
kekayaan
penafsiranyang yangdiberikan
ada, perlu oleh Al-Quran yang
dikemukakan sah dan absah
alasan-alasan secara metodologis.
penafsirannya secara utuh.
9. Menarik implikasi edukatif.
Penafsiran-penafsiran yang Kajian bayani mampu
ada dipandang sebagai masuk pada situasi psikologis
kemungkinan-kemungkinan
bahkan
kekayaan situasi
yang komunikasi
diberikan oleh edukatif
Al-Quranyangyanghidupsah
dalam suatu secara
dan absah surah atau ayat. Maka
metodologis.
9. dengan
Menarik sendirinya, munculnya
implikasi edukatif. Kajianaspekbayanidan mampukomponen-komponen
masuk pada situasipendidikan psikologis
merupakan
bahkan situasi suatu konsekwensi
komunikasi logisyang
edukatif daripadanya.
hidup dalam Pendekatan
suatu surahpaedagogis,
atau ayat. Maka yang
menempatkan konsep-konsep pendidikan yang
dengan sendirinya, munculnya aspek dan komponen-komponen pendidikan berkembang dewasa ini sebagai
instrumen,
merupakan menjadi penguat dan
suatu konsekwensi logispemberian
daripadanya. label atau istilah
Pendekatan bagi makna-
paedagogis, yang
maknanya. Secara metodologis, dilâlah muthâbaqah,
menempatkan konsep-konsep pendidikan yang berkembang dewasa ini sebagai dilâlah tadhommun, dan
dilalah
instrumen,iltizâm adalah penguat
menjadi makna-makna yang lazim label
dan pemberian diangkatataudariistilah
Al-Quran.bagi Al-Sa'di
makna-
(I:28) memandang
maknanya. Secara bahwa kaidah-kaidah
metodologis, dilâlah tersebut
muthâbaqah,merupakan
dilâlahkaidah yang sangat
tadhommun, dan
penting
dilalah dan bermanfaat
iltizâm dalam menafsirkan
adalah makna-makna yang Al-Quran.
lazim diangkat dari Al-Quran. Al-Sa'di
(I:28) memandang bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan kaidah yang sangat
penting dan bermanfaat dalam menafsirkan Al-Quran.

36 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


TAFSIR TARBAWI: (PENDEKATAN PAEDAGOGIS ... — [Aam Abdussalam]

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


E.1. KESIMPULAN
Kesimpulan DAN REKOMENDASI
1. Kesimpulan
a. Tafsir tarbawi adalah kajian sistimatis terhadap sumber-sumber ke-Islaman,
a. khusunya
Tafsir tarbawi
Al-Quranadalahdan kajian sistimatis
Sunnah, terhadap sumber-sumber
yang dikembangkan ke-Islaman,
dengan menggunakan
khusunya
cara pandangAl-Quran
paedagogik dan danSunnah, yang dikembangkan
diarahkan untuk membangun denganilmumenggunakan
pendidikan
cara pandang paedagogik dan diarahkan untuk
Islam dalam rangka melandasi, memaknai dan mengarahkan seluruh membangun ilmu pendidikan
komponen
Islam dalam rangka
dan proses pendidikan. melandasi, memaknai dan mengarahkan seluruh komponen
dan proses pendidikan.
b. Untuk pengembangan tafsir tarbawi paling tidak memerlukan dua pendekatan,
b. yaitu
Untukpendekatan
pengembangan tafsir tarbawi
paedagogis paling tidak
dan pendekatan memerlukan
bayani. Pendekatan dua pendekatan,
paedagogis
yaitu pendekatan paedagogis dan pendekatan bayani.
adalah cara pandang kependidikan yang dikembangkan dalam menghampiri Pendekatan paedagogis
dan
adalah caraayat
memahami pandang kependidikan
atas dasar yang dikembangkan
asumsi bahwa dalam menghampiri
pendidikan merupakan misi utama Al-dan
memahami ayat atas dasar asumsi bahwa pendidikan
Quran. Sedangkan pendekatan bayani adalah cara memasuki ayat dengan merupakan misi utama Al-
Quran. Sedangkan pendekatan bayani adalah
mengoperaikan kaidah-kaidah gaya bahasa Arab agar pemahaman mampucara memasuki ayat dengan
mengoperaikan
masuk kaidah-kaidah
ke dalam situasi psikologisgayayangbahasa
terkandungArabdalam
agarayat.pemahaman mampu
masuk ke dalam situasi psikologis yang terkandung dalam
c. Pengembangan tafsir tarbawi yang tepat dan komprehensif akan menjadi solusi ayat.
c. atas
Pengembangan
problematika tafsir yang tepat dan
tarbawi kontemporer
pendidikan komprehensif
yang muncul akibat akanpengembangan
menjadi solusi
atas problematika pendidikan kontemporer
dan implementasi konsep pendidikan sekuler. yang muncul akibat pengembangan
dan implementasi konsep pendidikan sekuler.
2. Rekomendasi
2. a.Rekomendasi
Pengembangan tafsir tarbawi sampai saat ini masih sedang mencari bentuk.
a. Secara
Pengembangan tafsir muncul
tematis telah tarbawi sejak
sampaitahunsaat 1970,
ini masih
tapi sedang
masih mencari bentuk.
bersifat parsial.
Artinya bahwa ayat yang dikaji untuk mendukung tema yang dibahas parsial.
Secara tematis telah muncul sejak tahun 1970, tapi masih bersifat masih
Artinya bahwa ayat yang dikaji untuk mendukung
belum menyeluruh. Akibatnya kesimpulannya pun tidak cukup mencakup tema yang dibahas masih
belum menyeluruh. Akibatnya kesimpulannya pun
seluruh permasalahannya. Oleh karena itu, masih perlu pengembangan tafsirtidak cukup mencakup
seluruh secara
tarbawi permasalahannya.
tematis, baikOleh karena itu,
menyangkut masih yang
tema-tema perlu telah
pengembangan tafsir
dikaji terdahulu
tarbawi secara tematis, baik menyangkut
maupun tema-tema baru sesuai perkembangan kebutuhan. tema-tema yang telah dikaji terdahulu
maupun
b. Tafsir tema-tema
tarbawi tahlilibaru sesuai perkembangan
(analitis) kebutuhan.ini. Pengkajian konsep
baru muncul akhir-akhir
b. dan
Tafsir tarbawi tahlili (analitis) baru muncul
komponen pendidikan dari ayat masih belum menampakkan akhir-akhir ini. Pengkajian
metodologi konsep
dan
dan komponen pendidikan dari ayat masih belum menampakkan
hasil yang jelas. Konsep pendidikan yang dihasilkan baru bersifat implikatif, metodologi dan
hasil yang jelas. Konsep pendidikan yang dihasilkan baru
tidak diturunkan dari ayat secara jelas sesuai metodologi tafsir yang absah. Dua bersifat implikatif,
tidak diturunkan
pendekatan dari ayat secara
yang penafsiran di atasjelas
bisa sesuai
menjadi metodologi
jawaban atas tafsir yang absah.
kelemah Dua
tersebut.
pendekatan yang penafsiran di atas bisa menjadi jawaban atas kelemah tersebut.

REFERENSI
REFERENSI
Al-Quran al-Karim dan terjemah
Al-Quran Abdurrahaman
Abdullah, al-Karim dan terjemahShaleh. (1991) Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-
Abdullah, Abdurrahaman Shaleh. (1991)
Quran serta Implementasinya, Landasan
Bandung: dan Tujuan Pendidikan Menurut al-
Diponegoro
Quran serta Implementasinya, Bandung: Diponegoro
Abdul Fatah Jalal, (1988),: Azas Pendidikan Islam, (Terjemah: Herry Noer Ali), Bandung :
Abdul Diponegoro.
Fatah Jalal, (1988),: Azas Pendidikan Islam, (Terjemah: Herry Noer Ali), Bandung :
Diponegoro.
Abu al-Qâsim, t.th. Al-Râgib al-Ashfahânî. “Mufradât Alfazh al-Qur’ân”. Al-Maktabah
Abu al-Qâsim, t.th. Al-Râgib
al-Syâmilah. Damaskus: al-Ashfahânî.
Dar al-Qalam. “Mufradât Alfazh al-Qur’ân”. Al-Maktabah
Damaskus: Dar al-Qalam.
Aisyah Abdurrahmân Bint al-Syâthî, Al-Tafsîr al-Bayânî li al-Qur’ân al-Karîim, (t.t : Dar
al-Syâmilah.
Aisyahal-Ma’arif.
Abdurrahmân t.th),Bint
cet.al-Syâthî, 17-18. al-Bayânî li al-Qur’ân al-Karîim, (t.t : Dar
ke-5, hlm.Al-Tafsîr
t.th), cet. ke-5,
Al-Baidhowî, Nashiruddîn. t.th “Anwar17-18.
al-Ma’arif. hlm. al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl”. Al-Maktabah al-
Al-Baidhowî, Nashiruddîn.
Syâmilah. t.t. t.tp. t.th “Anwar al-Tanzîl wa Asrâr al-Ta’wîl”. Al-Maktabah al-
Syâmilah.
Al-Sa’dî, t.t. t.tp.bin Nashir bin. 2000. Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm
Abdurrahmân
Al-Sa’dî, Abdurrahmân bin Nashir
al-Mannân. t.t. : Majma’ bin.Żahd.
Malik 2000. Taisîr al-Karîm al-Rahmân fî Tafsîr Kalâm
al-Mannân. t.t. : Majma’ Malik Żahd.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 37


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 29 – 38

Al-Maududi, Abul A'la, (1969), Al-Mabadi al-Asasiyah li Fahmil Quran. Jakarta: Al-
Majlisul 'ala al-Indunisi lid-Da'wah al-Islamiyah.
Al-Nahlawi, Abdurrahman, (1989), Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: Diponegoro
Ghazâlî, Muhammad. 2008. Al-Qur’ân Kitab Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan Kitab
Suci dalam Konteks Masa Kini. terj. Masykur Hakîm. Bandung: Mizan Pustaka.
Harun Nasutian, (1989), Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. DR. Harun
Nasution. Bandung: Mizan
Muhammad Al-Alusi, (tt),: Ruhul Ma'ani fie Tafsiril Quranil Karim. Bairut: Dar Ihya
Turasts al-Islami.
Mujib, Abdul dan Mudzakkir. Jusuf. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Predana Media.
Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.
Tafsir, Ahmad. 2006. Fislsafat Pendidikan Islami: Integrasi Jasmani. Rohani dan Kalbu.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zakariyâ, Abu al-Husain Ahmad Ibn Żâris. 1979. “Mu’jam Maqâyîs al-Lugah”. Al-
Maktabah al-Syâmilah.t.t: Dar al-Fikr.

38 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL
(Best Practice di SD Islam Ibnu Sina Bandung)

Abas Asyafah
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: abas_asyafah@upi.edu

ABSTRACT

This study starts from the question: “How Full Day School model is developed from best practice
of Ibnu Sina Islamic Elementary School, Bandung?.” This main problem is then focused into some
questions, such as: (1) how is the overview of educational institution of Ibnu Sina Islamic
Elementary School, Bandung? (2) how is the overview of the educational interaction in this school?
(3) how is the pattern of Islamic personality development conducted in this school?. The results of
this investigation can be used to develop Full Day School model which is recently studied in
Indonesia. This study employs a descriptive method with qualitative approach. The object of this
research is Ibnu Sina Elementary Islamic School (Islamic Full Day School) which is located in
Lembah Asri Street No. 1 Bandung. The data are collected with interview, observation, and
documentation technic. The data collected are analyzed and described.

Key Word: Elementary School and Islamic Full Day School.

ABSTRAK

Studi ini berawal dari masalah pokok "Bagaimana model Full Day School dikembangkan dari best
practice SD Islam Ibnu Sina Bandung? Lalu masalah pokok ini difokuskan lagi menjadi: (1)
Bagaimana gambaran lembaga pendidikan SD Islam Ibnu Sina Bandung? (2) Bagaimana gambaran
interaksi edukatif pada SD tersebut? (3) Bagaimana pola pengembangan kepribadian Islami yang
dilksanakan di SD tersebut?, sehingga keseluruhan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan model Full Day School yang akhir-akhir ini di Indonesia sedang banyak dipelajari.
Kajian ini menggunakan metoda deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Objek
penelitian ini adalah SD Ibnu Sina (Islamic Full Day School) yang beralamat di Jalan Lembah Asri
No. 1 Bandung. Adapun teknik pengumpulan datanya dengan menggunakan wawancara, observasi
serta pemanfaatan dokumentasi. Setelah data diperoleh lalu dianalisis dan menghasilkan deskriftif
tentang Model Full Day School.

Kata Kunci: Sekolah Dasar dan Islamic Full Day School.

A. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini full day school sedang ramai dibicarakan di negeri ini, terutama pasca
menteri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melontarkan
wacana ini. Masyarakat muslim juga ramai membicarakan model Islamic full day shool
yang sesungguhnya sudah banyak lembaga yang melaksanakannya. Upaya pendidikan
memang jangkauannya luas, karena pendidikan tidak hanya bersifat mengajar dalam arti
hanya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik, melainkan -dan ini yang
lebih penting- membina atau mengembangkan kepribadian peserta didik itu, baik di dalam
kelas maupun di luar kelas, baik yang sifatnya kurikuler maupun non kurikuler. Seluruh
aspek kejiwaan (kognitif, afektif dan psikomotor) harus berkembang secara padu, harmonis
dan seimbang. Penekanan hanya pada salah satu aspek saja berarti tidak mendidik manusia

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 39


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

secara kaffah (sempurna),


secara kaffah (sempurna), dan
dan akan
akan mengakibatkan
mengakibatkan disharmoni
disharmoni yang
yang akan
akan menimbulkan
menimbulkan
perilaku
perilaku yang merugikan dirinya dan juqa masyarakatnya. Pada kebanyakan Sekolah Dasar
yang merugikan dirinya dan juqa masyarakatnya. Pada kebanyakan Sekolah Dasar
(SD)
(SD) di
di Nusantara
Nusantara ini
ini belum
belum memanfaatkan
memanfaatkan waktu
waktu di
di luar
luar jam
jam pelajaran
pelajaran (akademik)
(akademik) pada
pada
sore hari, walaupun ada juga yang sudah memanfaatkannya namun belum terkoordinasikan
sore hari, walaupun ada juga yang sudah memanfaatkannya namun belum terkoordinasikan
secara
secara baik.
baik. Dalam
Dalam keadaan
keadaan seperti
seperti ini,
ini, diperlukan
diperlukan suatu
suatu pendekatan
pendekatan yang
yang cocok
cocok untuk
untuk itu,
itu,
pendekatan yang sudah dan sedang dilaksanakan perlu diperkaya, best
pendekatan yang sudah dan sedang dilaksanakan perlu diperkaya, best practice dari practice dari
lembaga
lembaga yang
yang sudah
sudah melaksanakan
melaksanakan dipandang
dipandang perlu
perlu digali
digali dan
dan dipublikasikan,
dipublikasikan, sehingga
sehingga
semakin
semakin banyak "menu" yang dapat dipilih sebagai alternatif untuk memperbaiki praktik
banyak "menu" yang dapat dipilih sebagai alternatif untuk memperbaiki praktik
pendidikan.
pendidikan.
SD
SD Ibnu
Ibnu Sina
Sina lahir
lahir sebagai
sebagai respon
respon atas
atas kebutuhan
kebutuhan masyarakat
masyarakat (khususnya
(khususnya para
para orang
orang
tua,
tua, ayah dan ibu karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja. Mereka mengharapkan macam
ayah dan ibu karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja. Mereka mengharapkan macam
pendidikan
pendidikan dasar
dasar yang
yang unggul
unggul dalam
dalam berbagai
berbagai aspek,
aspek, lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan yang
yang mampu
mampu
menggantikan tanggung jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di
menggantikan tanggung jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tengah tengah-tengah
anak-anaknya
anak-anaknya tatkala
tatkala sibuk
sibuk bekerja,
bekerja, lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan yang
yang mampu
mampu memberikan
memberikan dasar-
dasar-
dasar
dasar kepribadian
kepribadian Islami
Islami untuk
untuk pendidikan
pendidikan lanjutannya,
lanjutannya, serta
serta mampu
mampu bersaing
bersaing dalam
dalam
seleksi
seleksi masuk SLTP unggulan di tengah persaingan yang semakin ketat. Lembaga ini
masuk SLTP unggulan di tengah persaingan yang semakin ketat. Lembaga ini
patut
patut dikaji
dikaji sebagai
sebagai model
model SDSD Islamic
Islamic Full
Full Day School untuk
Day School untuk pengembangan
pengembangan kepribadian
kepribadian
Islami.
Islami.
Adapun
Adapun masalah
masalah umum
umum yangyang timbul
timbul adalah;
adalah; Bagaimana
Bagaimana gambaran
gambaran umumumum SD SD Ibnu
Ibnu
Sina
Sina (Islamic
(Islamic Full
Full Day School) yang
Day School) yang dijadikan
dijadikan sebagai
sebagai "kasus"?
"kasus"? Dari
Dari masalah
masalah ini
ini
dikembangkan
dikembangkan beberapa
beberapa pertanyaan
pertanyaan penelitian
penelitian (Research Question): 1)
(Research Question): 1) Bagaimana
Bagaimana
gambaran
gambaran umumumum lokasi
lokasi sekolah?
sekolah? 2)2) Bagaimana
Bagaimana gambaran
gambaran umumumum personil
personil Sekolah?
Sekolah? 3)3)
Bagaimana
Bagaimana gambaran umum sarana dan prasarana Sekolah? Untuk mengetahui gambaran
gambaran umum sarana dan prasarana Sekolah? Untuk mengetahui gambaran
tentang
tentang interaksi
interaksi edukatif,
edukatif, maka
maka diajukan
diajukan pertanyaan
pertanyaan penelitian
penelitian 4) 4) Bagaimana
Bagaimana
pengajarannya
pengajarannya ?? 5) 5) Bagaimana
Bagaimana pengaturan
pengaturan waktunya
waktunya ?? 6) 6) Bagaimana
Bagaimana hubungan
hubungan murid
murid
dengan sesamanya, guru, dan pimpinan Sekolah? Sedangkan untuk mengetahui
dengan sesamanya, guru, dan pimpinan Sekolah? Sedangkan untuk mengetahui gambaran gambaran
tentang
tentang pembinaan/pengembangan
pembinaan/pengembangan kepribadian
kepribadian Islami,
Islami, maka
maka pertanyaan
pertanyaan inti
inti penelitian
penelitian
yang diajukan adalah: 7) Bagaimana pola pembinaan nilai mencintai ilmu
yang diajukan adalah: 7) Bagaimana pola pembinaan nilai mencintai ilmu pengetahuan? pengetahuan?
8)
8) Bagaimana
Bagaimana polapola pembinaan
pembinaan nilai
nilai keikhlasan
keikhlasan beramal
beramal ?? 9)9) Bagaimana
Bagaimana polapola pembinaan
pembinaan
nilai
nilai kesederhanaan ? 10) Bagaimana pola pembinaan nilai kedisiplinan ? 11)
kesederhanaan ? 10) Bagaimana pola pembinaan nilai kedisiplinan ? 11) Bagaimana
Bagaimana
pola
pola pembinaan
pembinaan nilai
nilai kernandirian
kernandirian ?? dan
dan 12)
12) Bagaimana
Bagaimana pola
pola pembinaan
pembinaan nilai
nilai rehabilitasi?
rehabilitasi?
Sedangkan
Sedangkan tujuan
tujuan kajian
kajian ini
ini adalah
adalah untuk
untuk mendapatkan
mendapatkan gambaran
gambaran tentang
tentang pola
pola
pengembangan kepribadian Islami di SD Ibnu Sina sebagai embrio untuk
pengembangan kepribadian Islami di SD Ibnu Sina sebagai embrio untuk pengembangan pengembangan
Islamic
Islamic Full
Full Day School. Hal
Day School. Hal ini
ini perlu
perlu dilakukan,
dilakukan, karena
karena hasilnya
hasilnya dapat
dapat digunakan
digunakan oleh
oleh
beberapa
beberapa kalangan,
kalangan, antara
antara lain:
lain: 1)
1) SD
SD yang
yang bersangkutan
bersangkutan dapat
dapat melihat
melihat gambaran
gambaran tentang
tentang
kegiatan-kegiatan
kegiatan-kegiatan pengembangan
pengembangan kepribadian
kepribadian Islami
Islami yang
yang mungkin
mungkin mereka
mereka sendiri
sendiri belum
belum
menyadarinya,
menyadarinya, para para pengelola
pengelola pendidikan
pendidikan dapatdapat mempertahankan
mempertahankan dan dan bahkan
bahkan
meningkatkan
meningkatkan kegiatan-kegiatan
kegiatan-kegiatan yang
yang dipandang
dipandang baik
baik untuk
untuk pengembangan
pengembangan kepribadian
kepribadian
Islami
Islami serta
serta memperbaiki
memperbaiki hal-hal
hal-hal yang
yang dinilai
dinilai kurang
kurang kondusif,
kondusif, dan
dan 2) 2) Dengan
Dengan
ditemukannya pola pengembangan kepribadian Islami di SD ini
ditemukannya pola pengembangan kepribadian Islami di SD ini dapat memperkaya dapat memperkaya
alternatif
alternatif cara
cara pembinaan
pembinaan keagamaan
keagamaan di di lembaga-lembaga
lembaga-lembaga pendidikan
pendidikan lain
lain terutama
terutama untuk
untuk
pengembangan Islamic Full Day School.
pengembangan Islamic Full Day School.

B.
B. KAJIAN
KAJIAN KONSEPTUAL
KONSEPTUAL
Yusuf
Yusuf dan
dan Nurihsan
Nurihsan (2007:
(2007: 5)
5) menuliskan
menuliskan teori
teori kepribadian
kepribadian sebagai
sebagai “perangkat
“perangkat
asumsi
asumsi tentang kualitas tingkah laku manusia beserta definisi empirisnya”. Terkait dengan
tentang kualitas tingkah laku manusia beserta definisi empirisnya”. Terkait dengan
pengembangan
pengembangan kepribadian
kepribadian seorang
seorang anak
anak di
di sekolah,
sekolah, Mahfudz
Mahfudz (2001:
(2001: 153)
153) menyatakan
menyatakan

40 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

bahwa ketika anak masuk sekolah, pada saat itulah pengaruh-pengaruh sekolah dan
masyarakat yang lebih luas mulai efektif berlaku dalam mengembangkan kepribadiannya
dan membentuk sistemnya yang bersifat moral maupun sosial. Pada lingkungan sekolah,
terjadi pengaruh-pengaruh pengajaran, pencerdasan, panutan yang baik, situasi-situasi
sosial, dan pola kehidupan yang secara umum mendominasi kepribadian anak, bertemu
dengan pengaruh-pengaruh fitrah, keturunan, serta lingkungan rumah tangga, dan juga
dengan fenomena-fenomena perkembangan jasmani dan akal. Adapun pola kepribadian
dapat dirujuk pendapat Hurlock (1986:20) bahwa pola kepribadian seseorang itu
merupakan satu penyatuan struktur yang multi dimensi yang terdiri atas “self-concept”
sebagai inti dan “traits” sebagai struktur yang mengintegrasikan kecenderungan pola-pola
respons. Salah satu “trait” yang besar pengaruhnya terhadap “self concept” sebagaimana
dinyatakan Hurloch (1986:20) adalah “religious afiliation”. Adlany (https://teosophy.
wordpress.com/2009/11/26) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
kesempurnaan perbuatan insan dan kepercayaan kepada Tuhan (agama). Semakin tinggi
kepercayaannya kepada Tuhan maka semakin intens pula hubungannya kepada-Nya, dan
ini berkonsekuensi pada semakin sempurna pengamalannya atas ajaran-ajaran agama.
Selanjutnya, walaupun sepintas lalu kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun
banyak hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan. Perubahan tersebut terutama
dipengaruhi oleh faktor fisik dan lingkungan (Yusuf dan Nurihsan (2007:11). Menurut
Mujib (2007:388) bahwa pengembangan kepribadian Islam dapat ditempuh dengan dua
pendekatan, 1) pendekatan konten (materi) yaitu serangkaian metode dan materi dalam
pengembangan kepribadian yang secara hirarkis dilakukan oleh individu, dari jenjang
terendah menuju jenjang yang paling tinggi untuk peningkatan kepribadiannya, asumsinya
adalah fastabiqul khairaat; 2) pendekatan rentang kehidupan, yaitu serangkaian prilaku
yang dikaitkan dengan tugas-tugas perkembangan menurut rentang usia, asumsinya adalah
bahwa dalam setiap rentang kehidupan, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang
harus diperankan menurut jenjang usia.

C. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN


Studi ini menggunakan metoda deskriptif, pendekatan kualitatif dan dengan teknik
observasi, wawancara, studi dokumenter serta dilengkapi dengan kajian pustaka maka
diperoleh temuan-temuan objektif-empirik dari lapangan dengan penelusuran data untuk
memecahkan permasalahan sampai pada fokus masalah. Data dari lapangan tersebut
setelah diolah, kemudian dianalisis dan dibahas.

D. TEMUAN DAN PEMBAHASAN


1. Latar Belakang Pendirian SD Ibnu Sina
Sebagaimana telah dituliskan di atas, bahwa berdirinya SD Ibnu Sina sebagai respons
terhadap dampak globalisasi dan derasnya arus informasi yang menghajatkan SDM masa
depan yang siap bersaing, mampu menjawab berbagai tantangan sains dan teknologi
sekaligus pula dapat menepis berbagai kendala negatif yang akan muncul. Hal tersebut di
atas terasa menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak untuk segera diwujudkan, salah
satunya melalui lembaga pendidikan SD unggul (RQ 1a). Sebagai SD unggul diharapkan
menjadi pondasi awal melahirkan SDM yang berkualitas. Umumnya, SD yang ada dinilai
belum dapat memenuhi kebutuhan dan tantangan, karena belum tersentuh berbagai aspek
kepribadian dan nilai-nilai secara maksimal dalam proses belajar mengajar pada anak didik

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 41


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

khususnya di
khususnya di tingkat
tingkat dasar
dasar dikarenakan
dikarenakan pendidikan
pendidikan dasar
dasar kita
kita secara
secara umum:
umum: a)a) belum
belum
banyak berbicara tentang penguasaan sains dan teknologi; b) kurang
banyak berbicara tentang penguasaan sains dan teknologi; b) kurang memberi peluang memberi peluang
ruang kreatif
ruang kreatif dan
dan inovatif
inovatif yang
yang makin
makin besar;
besar; c)
c) tidak
tidak mengakar
mengakar padapada tradisi-tradisi
tradisi-tradisi
keilmuan yang
keilmuan yang berpandangan
berpandangan ke ke depan;
depan; d) d) belum
belum membentuk
membentuk budayabudaya berani
berani bersaing;
bersaing; e)
e)
output pendidikannya belum berbicara tentang etos Islami;
output pendidikannya belum berbicara tentang etos Islami; dan f) tidak membina dan f) tidak membina
kepribadian Islami
kepribadian Islami secara
secara kaffah. (RQ 1b)
kaffah. (RQ 1b)
Lebih sepesifik
Lebih sepesifik lagi,
lagi, menurut
menurut salah
salah seorang
seorang pendiri
pendiri SDSD Ibnu
Ibnu Sina
Sina (RQ
(RQ 01,
01, c)
c) lahirnya
lahirnya
lembaga pendidikan SD Ibnu Sina karena terdorong oleh: Pertama,
lembaga pendidikan SD Ibnu Sina karena terdorong oleh: Pertama, kebutuhan lembaga kebutuhan lembaga
pendidikan yang
pendidikan yang mampu
mampu memberikan
memberikan jawaban
jawaban atas
atas kebutuhan
kebutuhan dandan harapan
harapan masyarakat
masyarakat
(para orang tua muslim karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja,
(para orang tua muslim karir) yang sehari-harinya sibuk bekerja, yakni mengharapkan yakni mengharapkan
pendidikan dasar
pendidikan dasar yang
yang unggul
unggul dalam
dalam berbagai
berbagai aspek,
aspek, yang
yang mampu
mampu menggantikan
menggantikan tanggung
tanggung
jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tegah
jawab orang tua dan menggantikan kehadirannya di tengah-tegah anak-anaknya tatkala anak-anaknya tatkala
sibuk bekerja, lembaga pendidikan yang mampu memberikan
sibuk bekerja, lembaga pendidikan yang mampu memberikan dasar-dasar kepribadian dasar-dasar kepribadian
Islami untuk
Islami untuk pendidikan
pendidikan lanjutannya,
lanjutannya, serta
serta mampu
mampu bersaing
bersaing dalam
dalam seleksi
seleksi masuk
masuk SLTP
SLTP
unggulan ditengah persaingan yang semakin ketat. Kedua,
unggulan ditengah persaingan yang semakin ketat. Kedua, memberikan lapangan memberikan lapangan
pekerjaan dan
pekerjaan dan peluang
peluang kepada
kepada para
para sarjana
sarjana (lulusan
(lulusan PT)
PT) yang
yang ingin
ingin mengabdikan
mengabdikan ilmunya
ilmunya
dalam bidang pendidikan. Ketiga, ikut serta membangun bangsa dan
dalam bidang pendidikan. Ketiga, ikut serta membangun bangsa dan mencerdaskan anak mencerdaskan anak
bangsa bersama
bangsa bersama pemerintah
pemerintah melalui
melalui pendidikan
pendidikan dasar
dasar Islami
Islami yang
yang memiliki
memiliki keunggulan
keunggulan
dalam berbagai aspek.
dalam berbagai aspek.

2. Sistem
2. Sistem Pendidikan
Pendidikan SD
SD Ibnu
Ibnu Sina
Sina

Secara umum
Secara umum SD SD Ibnu
Ibnu Sina
Sina merupakan
merupakan suatusuatu sistem
sistem dan
dan sifatnya
sifatnya terbuka. Amirin
terbuka. Amirin
(1984:30) mendefinisikan bahwa sistem terbuka adalah sistem
(1984:30) mendefinisikan bahwa sistem terbuka adalah sistem yang berhubungan denganyang berhubungan dengan
lingkungannya; komponen-komponennya
lingkungannya; komponen-komponennya dibiarkan dibiarkan mengadakan
mengadakan hubungan
hubungan keluar
keluar dari
dari
"batas luar"
"batas luar" sistem.
sistem. SD SD Ibnu
Ibnu Sina
Sina sebagai
sebagai sistem
sistem terbuka
terbuka memiliki
memiliki ciri-ciri
ciri-ciri yang
yang unik,
unik,
yaitu mempunyai masukan (input) dan keluaran (out put),
yaitu mempunyai masukan (input) dan keluaran (out put), memelihara dirinya dalam memelihara dirinya dalam
keadaan yang
keadaan yang stabil
stabil (steady
(steady state), mengatur diri
state), mengatur diri sendiri
sendiri (self
(self regulation), mempunyai
regulation), mempunyai
kapasitas untuk memperoleh hasil yang sama dari
kapasitas untuk memperoleh hasil yang sama dari kondisi yang berbeda dan kondisi yang berbeda dan oleh
oleh
penggunaan proses
penggunaan proses yang
yang berbeda
berbeda (equifinality), memelihara dirinya
(equifinality), memelihara dirinya melalui
melalui interaksi
interaksi dari
dari
sub-sub sistem yang fungsional (interaksi dinamic), memelihara
sub-sub sistem yang fungsional (interaksi dinamic), memelihara dirinya melalui umpan dirinya melalui umpan
balik (feed
balik (feed back), adanya pemisahan
back), adanya pemisahan diri diri (regregasi) yang progresif
(regregasi) yang progresif dandan mekanismenya
mekanismenya
juga progresif, serta adanya usaha untuk melawan entropi kehancuran
juga progresif, serta adanya usaha untuk melawan entropi kehancuran (negentropi). SD (negentropi). SD
Ibnu Sina memiliki bagian-bagian yang terdiri dari piranti keras
Ibnu Sina memiliki bagian-bagian yang terdiri dari piranti keras (hardware) dan piran (hardware) dan piran
lurtak (software)
lurtak (software) yangyang terhimpun
terhimpun dan dan tergantung
tergantung satusatu sama
sama lainnya,
lainnya, menurut
menurut aturan
aturan
tertentu dan semuanya berproses untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
tertentu dan semuanya berproses untuk mencapai tujuan penyelenggaraan sekolah. Dengan sekolah. Dengan
demikian kita
demikian kita dapat
dapat melihat
melihat adanya
adanya unsur-unsur
unsur-unsur murid,
murid, pimpinan
pimpinan sekolah,
sekolah, para
para guru,
guru, tata
tata
tertib, buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan
tertib, buku-buku pelajaran, sarana dan prasarana pendidikan, lingkungan sosial sekolah, sosial sekolah,
lingkungan alam
lingkungan alam sekolah,
sekolah, dan dan lain-lain.
lain-lain.
Adapun visi SD
Adapun visi SD Ibnu Sina Ibnu Sina adalah
adalah "Menjadi
"Menjadi lembaga
lembaga Pendidikan
Pendidikan Dasar
Dasar Islami
Islami
unggulan, terpadu
unggulan, terpadu dandan terkemuka
terkemuka yang yang mendapat
mendapat pengakuan
pengakuan dan dan dukungan
dukungan masyarakat
masyarakat
dalam rangka mempersiapkan anak didik yang berkualitas melalui
dalam rangka mempersiapkan anak didik yang berkualitas melalui pembinaan anak-anak pembinaan anak-anak
usia sekolah dasar" (RQ 01, e). Sedangkan misinya dapat dirinci
usia sekolah dasar" (RQ 01, e). Sedangkan misinya dapat dirinci sebagai berikut: sebagai berikut:
a. Menyelenggarakan
a. Menyelenggarakan program program Pendidikan
Pendidikan Dasar
Dasar Islami
Islami unggulan
unggulan dandan terpadu
terpadu yang
yang dapat
dapat
dijadikan sebagai wadah pendidikan dan pembinaan anak
dijadikan sebagai wadah pendidikan dan pembinaan anak usia SD sebagai pondasi usia SD sebagai pondasi
awal dalam
awal dalam menumbuhkembangkan
menumbuhkembangkan iman, iman, ilmu
ilmu dan
dan amal.
amal.
b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat
b. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan berperan dengan berperan sebagai
sebagai sumberdaya
sumberdaya
pendidikan dasar
pendidikan dasar Islami
Islami yang
yang berkualitas.
berkualitas.

42 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

Sejalan dengan latar belakang berdirinya SD Ibnu Sina, maka tujuan yang ingin dicapai
adalah sebagai
Sejalan berikut:
dengan menghasilkan
Pertama,berdirinya
latar belakang lulusan
SD Ibnu Sina,berkualitas
maka tujuanyang
yangbercirikan:
ingin dicapaia)
memiliki
adalah aqidah
sebagai benar
berikut:dan kuat; b) beribadah
menghasilkanbenar dan
lulusanistiqomah; c) berakhlak mulia; d)
Sejalan dengan Pertama,berdirinya
latar belakang SD Ibnu Sina, berkualitas
maka tujuanyangyangbercirikan:
ingin dicapaia)
memiliki
memiliki wawasan
aqidahberikut:yang
benar dan luas; e) kreatif
kuat; b)menghasilkan dan
beribadah benar inovatif; f)
dan istiqomah; cakap/terampil; dan g)
adalah sebagai Pertama, lulusan berkualitasc) yang
berakhlak mulia; a)
bercirikan: d)
berkepribadian
memiliki Islami.
wawasan yangKedua,
luas; membantu
e) kreatif dan inovatif;
dan bersama f)pemerintah dalam dan
cakap/terampil; upayag)
memiliki aqidah benar dan kuat; b) beribadah benar dan istiqomah; c) berakhlak mulia; d)
menyukseskan
berkepribadian program
Islami. wajib belajar 9 tahun,
membantu dengan memberikan
dan inovatif; program
bersama f)pemerintah bea siswa
dalam dan bagi
upaya
memiliki wawasan yangKedua,
luas; e) kreatif dan cakap/terampil; g)
siswa berprestasi
menyukseskan yang kurang
program wajib mampu.
belajar 9 (RQ 01;
tahun, f). Visi,
dengan misi, danprogram
memberikan tujuan tersebut
bea di bagi
siswa atas
berkepribadian Islami. Kedua, membantu dan bersama pemerintah dalam upaya
dicerminkan dengan
siswa berprestasi logo
yang SD Ibnu
kurang Sina sebagai
mampu. (RQ 01; berikut (RQ
f). Visi, 01; g):
misi, danprogram
tujuan tersebut di bagi
atas
menyukseskan program wajib belajar 9 tahun, dengan memberikan bea siswa
dicerminkan dengan logo SD Ibnu Sina sebagai berikut (RQ 01; g):
siswa berprestasi yang kurang mampu. (RQ 01; f). Visi, misi, dan tujuan tersebut di atas
dicerminkan dengan logo SD Ibnu Sina sebagai berikut (RQ 01; g):

SD Ibnu Sina memiliki keunikan dalam sistem pendidikan, yaitu merupakan sekolah
terpadu,SDdanIbnuIslamic school. Sekolah
full day keunikan
Sina memiliki terpadu,
dalam sistem artinya adanya
pendidikan, yaitu keterpaduan
merupakan sekolah dalam
hal-hal
terpadu, materi,Islamic
pembinaan, operasional, keterpaduan antara kurikulum baku nasionaldalam yang
SD dan full day
Ibnu Sina memiliki school. Sekolah
keunikan terpadu,
dalam sistem artinya
pendidikan, adanya keterpaduan
yaitu merupakan sekolah
berlaku dengan
hal-hal materi, sistem
pembinaan, pendekatan
operasional,islami, pengintegrasian
keterpaduan antara antara
kurikulum pendidikan agama dan
terpadu, dan Islamic full day school. Sekolah terpadu, artinya adanya baku nasionaldalam
keterpaduan yang
umum
berlakudengan diperkaya
denganpembinaan, oleh kurikulum
sistem pendekatan islami, yayasan yang sesuai
pengintegrasian antaradengan kebutuhan,
pendidikan agamayangserta
dan
hal-hal materi, operasional, keterpaduan antara kurikulum baku nasional
keterpaduan
umum denganpembinaan
diperkaya baik kognitif,
oleh kurikulum afektif dan
yayasan psikomotornya.
yang sesuai (RQ
dengan 01; h)
kebutuhan, serta
berlaku dengan sistem pendekatan islami, pengintegrasian antara pendidikan agama dan
keterpaduan
umum Adapun
dengan pembinaan
Islamic
diperkaya baik
olehkognitif,
Full-Day School
kurikulum afektif dan psikomotornya.
artinya
yayasan SD
yang Ibnu (RQ
Sinadengan
sesuai 01;kebutuhan,
memiliki h) karakteristikserta
sebagai
keterpaduanberikut:
Adapunpembinaan1) Penyelenggaraan
baik kognitif,
Islamic Full-Day pendidikan
Schoolafektif sekolah
dan psikomotornya.
artinya dengan
SD Ibnu Sina(RQ spirit dan nuansa
01; h) karakteristik
memiliki nilai-
nilai
sebagai ajaran Islam
berikut:Islamic dalam berbagai
1) Penyelenggaraan aspeknya.
pendidikan Para murid ditempatkan pada suatu
Adapun Full-Day School artinya sekolah
SD Ibnu dengan
Sina spirit dan nuansa
memiliki nilai-
karakteristik
lingkungan
nilai ajaran pendidikan
Islam dalamyang memiliki
berbagai nuansa
aspeknya. kehidupan
Para muridislami secara
ditempatkan maksimal
pada baik
suatu
sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan pendidikan sekolah dengan spirit dan nuansa nilai-
kuantitas
lingkungan maupun kualitasnya. 2) Pesertanuansa didik dapat berinteraksi secara maksimal
edukatif lebih
nilai ajaran pendidikan
Islam dalam yangberbagai
memiliki aspeknya. kehidupan
Para murid islami secara
ditempatkan pada suatu baik
lama (sehari
kuantitas penuh
maupun dari pukul
kualitasnya. 08.00
2) s.d.
Peserta 16.00
didikWib) dengan
dapat para
berinteraksipendidik
secara dan lingkungan
edukatif lebih
lingkungan pendidikan yang memiliki nuansa kehidupan islami secara maksimal baik
pendidikan,
lama (sehari sehingga transformasi
penuhkualitasnya.
dari pukul 08.00 nilai
s.d. dan
16.00 ilmu dapat lebihpara
optimal. 3) Meminimalkan
kuantitas maupun 2) Peserta didikWib) dengan
dapat berinteraksi pendidik
secaradan lingkungan
edukatif lebih
dampak
pendidikan,negatif yang
sehingga timbul dari
transformasi semakin
nilai danderas
ilmu dan transparannya
dapat lebih informasi
optimal. 3) dan budaya.
Meminimalkan
lama (sehari penuh dari pukul 08.00 s.d. 16.00 Wib) dengan para pendidik dan lingkungan
(RQ
dampak01; i)
negatif yang timbul dari semakin deras
pendidikan, sehingga transformasi nilai dan ilmudan transparannya
dapat lebih optimal. informasi dan budaya.
3) Meminimalkan
(RQ
dampak01;
Polai) Pendidikan
negatif SD Ibnu
yang timbul dariSina adalahderas
semakin terpadu,
dandinamis dan berkesinambungan,
transparannya informasi dan budaya. yaitu
proses
(RQ 01; pendidikan
i) universal, komprehensif dan integral
Pola Pendidikan SD Ibnu Sina adalah terpadu, dinamis dan berkesinambungan, yaituuntuk memelihara fitrah,
menumbuhkembangkan
prosesPola pendidikan dan memperbaiki potensidansetiap pribadi kearah pribadi muslim
Pendidikanuniversal,
SD Ibnu Sina komprehensif
adalah terpadu, integral
dinamis danuntuk memelihara
berkesinambungan, fitrah,
yaitu
yang kaffah serta
menumbuhkembangkan kokoh. (RQ
dan 01; j).
memperbaikiPengembangan
potensi SD
setiap Ibnu Sina
pribadi mengacu
kearah pada
pribadi pola:
muslim
proses pendidikan universal, komprehensif dan integral untuk memelihara fitrah,
yang kaffahdilandaskan
Pertama, serta kokoh.kepada
menumbuhkembangkan dan 01;perintah
(RQ memperbaiki Allah, artinya
j). Pengembangan
potensi setiapSD Ibnukegiatan mencari
Sinakearah
pribadi mengacu ilmu
pribadipada adalah
pola:
muslim
berdasarkan diktum bahwa semuanya berasal dari Allah dan bahwa semua aktivitas
kaffahdilandaskan
Pertama,
yang serta kokoh. kepada
(RQ 01;perintah Allah, artinya
j). Pengembangan SD Ibnu kegiatan
Sina mencari
mengacuilmu padaadalah
pola:
haruslah dilakukan dalam kerangka ibadah. Kedua, lingkungan Islami baik secara fisik
Pertama, dilandaskan kepada perintah Allah, artinya kegiatan mencari ilmuaktivitas
berdasarkan diktum bahwa semuanya berasal dari Allah dan bahwa semua adalah
maupun
haruslah sosio kultural. Ketiga,
dilakukan membiasakan kegiatanlingkungan
Islami sejak dari niat memulainya
berdasarkan diktum dalam
bahwakerangka
semuanya ibadah.
berasalKedua,
dari Allah dan bahwa Islami baik
semua secara fisik
aktivitas
maupun
maupun ketika
sosio mengisi
kultural. PBM
Ketiga, itu sendiri.
membiasakan Belajar yang
kegiatan Islami
Islami dan
sejak mempelajari
dari niat ilmu-ilmu
memulainya
haruslah dilakukan dalam kerangka ibadah. Kedua, lingkungan Islami baik secara fisik
yang
maupun Islami,
ketikayakni mencakup
mengisi PBM proses pencarian
itumembiasakan
sendiri. Belajar ilmu
yangyang mengharapkan
Islami dan mempelajariridha Allah
ilmu-ilmudan
maupun sosio kultural. Ketiga, kegiatan Islami sejak dari niat memulainya
ditunjang
yang Islami, oleh upaya
yakni dari
mencakuppihak guru
proses dan tenaga
pencarian ahli lainnya, tanpa melupakan peran orang
maupun ketika mengisi PBM itu sendiri. Belajarilmuyangyang
Islami mengharapkan
dan mempelajari ridha ilmu-ilmu
Allah dan
tua, untuk
ditunjang melahirkan
olehyakni
upaya model sain
dari pihakproses dan
guru dan teknologi
tenaga ilmu yang telah
ahli lainnya, melewati
tanpa melupakanproses Islamisasi.
yang Islami, mencakup pencarian yang mengharapkan ridhaperanAllahorang
dan
(RQ
tua, 01;
untukk). melahirkan model sain dan teknologi yang telah melewati proses Islamisasi.
ditunjang oleh upaya dari pihak guru dan tenaga ahli lainnya, tanpa melupakan peran orang
(RQ untuk
tua, 01; k).melahirkan model sain dan teknologi yang telah melewati proses Islamisasi.
(RQ 01; k).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 43


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

Raw Input
3. Raw
3. Input Pendidikan
Pendidikan
Adapun raw
Adapun raw input berupa peserta
input berupa peserta didik.
didik. Sejak
Sejak berdiri
berdiri tahun
tahun ajaran
ajaran 1994/1995
1994/1995 mulai
mulai
menerima murid
menerima murid baru
baru dan
dan pindahan.
pindahan. Sistim
Sistim penerimaan
penerimaan melalui
melalui seleksi
seleksi khusus
khusus yang
yang
didesain oleh SD Ibnu Sina. Adapun latar belakang ekonomi orang tua
didesain oleh SD Ibnu Sina. Adapun latar belakang ekonomi orang tua (wali) murid SD(wali) murid SD
Ibnu Sina sebagian besar dari golongan ekonomi menengah ke atas, sedangkan
Ibnu Sina sebagian besar dari golongan ekonomi menengah ke atas, sedangkan sebagian sebagian
kecil berasal
kecil berasal dari
dari golongan
golongan ekonomi
ekonomi menengah
menengah ke ke bawah.
bawah. Latar
Latar belakang
belakang pekerjaan
pekerjaan orang
orang
tua bervariasi, antara lain sebagai pegawai negri, pegawai swasta, pengusaha,
tua bervariasi, antara lain sebagai pegawai negri, pegawai swasta, pengusaha, wiraswasta wiraswasta
dan lain-lain
dan lain-lain yang
yang umumnya
umumnya mereka
mereka sibuk
sibuk bekerja
bekerja seharian
seharian dari
dari mulai
mulai Senin
Senin sampai
sampai
Jumat. Sedangkan latar belakang agama orang tua/keluarga murid SD Ibnu
Jumat. Sedangkan latar belakang agama orang tua/keluarga murid SD Ibnu Sina semuanya Sina semuanya
beragama Islam
beragama Islam yang
yang beragam
beragam namun
namun tingkat
tingkat pemahaman
pemahaman serta
serta madzhabnya
madzhabnya bervariatif.
bervariatif.
4. Lingkungan
4. Lingkungan Sekolah
Sekolah
SD Ibnu
SD Ibnu Sina
Sina saat
saat ini
ini berada
berada di
di sebuah
sebuah areal
areal seluas
seluas ++ 4500
4500 mm22 yang
yang berlokasi
berlokasi di
di
daerah Padasuka Cicaheum Bandung. Tanah tersebut adalah milik salah seorang
daerah Padasuka Cicaheum Bandung. Tanah tersebut adalah milik salah seorang pendiri pendiri
yayasan yang
yayasan yang memberikan
memberikan pinjaman
pinjaman secara
secara cuma-cuma
cuma-cuma sampai
sampai batas
batas waktu
waktu yang
yang tidak
tidak
ditentukan, setengah dari luas tanah tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan.
ditentukan, setengah dari luas tanah tersebut dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan.
Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah tersebut
tersebut sangat
sangat asri
asri dan
dan alamiah.
alamiah. Karena
Karena tanahnya
tanahnya masih
masih cukup
cukup luas
luas
memiliki keleluasaan
memiliki keleluasaan dandan kelayakan
kelayakan untuk
untuk dapat
dapat menciptakan
menciptakan suatu
suatu lingkungan
lingkungan
pendidikan yang kondusif guna menunjang hasil belajar yang optimal.
pendidikan yang kondusif guna menunjang hasil belajar yang optimal.
5. Kurikulum
5. Kurikulum
Adapun kurikulum
Adapun kurikulum SD SD Ibnu
Ibnu Sina
Sina dideskripsikan
dideskripsikan sebagai
sebagai berikut:
berikut: Pertama, program
Pertama, program
pengajaran pendidikan
pengajaran pendidikan keagamaan
keagamaan yang yang terdiri
terdiri dari
dari :: Akidah
Akidah Akhlak,
Akhlak, Fiqh,
Fiqh, Sirah,
Sirah, Praktek
Praktek
Ibadah, Hafalan : Al Quran, Hadits, Doa). Kedua, program
Ibadah, Hafalan : Al Quran, Hadits, Doa). Kedua, program pendidikan umum baku pendidikan umum baku
nasional yang
nasional yang diperkaya
diperkaya dengan
dengan nuansa
nuansa Islami.
Islami. Ketiga, muatan yayasan
Ketiga, muatan yayasan yang
yang dianggap
dianggap
perlu untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan
perlu untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan (Baca Tulis Al Quran, (Baca Tulis Al Quran,
Hafalan Al Quran Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Kreativitas, Praktikum
Hafalan Al Quran Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Kreativitas, Praktikum Sains , Komputer). Sains , Komputer).
ekstra kurikuler
Keempat, ekstra
Keempat, kurikuler yakni
yakni materi
materi penunjang
penunjang untuk
untuk menambah
menambah wawasan,
wawasan, kemampuan
kemampuan
dan kepribadian anak (misalnya Seni Musik dan Tari, Olah Raga,
dan kepribadian anak (misalnya Seni Musik dan Tari, Olah Raga, dsb.). Untuk mencapai dsb.). Untuk mencapai
hasil yang
hasil yang optimal,
optimal, isi
isi kurikulum
kurikulum disampaikan
disampaikan tidaktidak hanya
hanya di di dalam
dalam kelas
kelas tetapi
tetapi juga
juga
dikembangkan model-model pengajaran di luar kelas seperti
dikembangkan model-model pengajaran di luar kelas seperti : observasi langsung, : observasi langsung,
pengenalan profesi
pengenalan profesi dan
dan lingkungan,
lingkungan, sertaserta ditambah
ditambah dengan
dengan live
live skill
skill program (program
program (program
pembinaan dan pengembangan minat, bakat dan keterampilan
pembinaan dan pengembangan minat, bakat dan keterampilan hidup, seperti seni, olah hidup, seperti seni, olah
raga, outbond,
raga, membuat alat
outbond, membuat alat peraga,
peraga, dsb.).
dsb.). Sedangkan
Sedangkan program
program kokurikuler
kokurikuler di di SDSD Ibnu
Ibnu
Sina meliputi: 1) Pengenalan Lingkungan, 2) Pengenalan Profesi,
Sina meliputi: 1) Pengenalan Lingkungan, 2) Pengenalan Profesi, 3) Praktikum Sains, 4)3) Praktikum Sains, 4)
Pramuka, 5)
Pramuka, 5) Mabit
Mabit (Malam
(Malam BinaBina ImanIman dandan Taqwa),
Taqwa), 6) 6) Latihan
Latihan Dasar
Dasar Kepemimpinan
Kepemimpinan
(LDK), 7) Pemeriksaaan Kesehatan, dan 8) Pesantren Ramadhan.
(LDK), 7) Pemeriksaaan Kesehatan, dan 8) Pesantren Ramadhan. Sedangkan program Sedangkan program
ekstra kurikuler di SD Ibnu Sina meliputi: 1) Sepak Bola, 2) Basket,
ekstra kurikuler di SD Ibnu Sina meliputi: 1) Sepak Bola, 2) Basket, 3) Badminton, 4) 3) Badminton, 4)
Catur, 5)
Catur, 5) Bela
Bela Diri,
Diri, 6)
6) Seni
Seni Lukis,
Lukis, Rupa
Rupa dandan Tari,
Tari, 7)7) Jurnalistik,
Jurnalistik, 8) 8) Memasak,
Memasak, dan dan 9)
9)
English Club. Selain program tersebut di atas, SD Islam Ibnu
English Club. Selain program tersebut di atas, SD Islam Ibnu Sina juga melaksanakan Sina juga melaksanakan
program inklusi
program inklusi yaitu
yaitu dengan
dengan mengikutsertakan
mengikutsertakan anak-anak
anak-anak yang yang berkebutuhan
berkebutuhan khususkhusus
untuk belajar bersama-sama dengan anak yang sebayanya di sekolah,
untuk belajar bersama-sama dengan anak yang sebayanya di sekolah, dengan penanganan dengan penanganan
khusus anak-anak
khusus anak-anak berkebutuhan
berkebutuhan khusus khusus yang
yang pada
pada akhirnya
akhirnya akan
akan menjadi
menjadi bagian
bagian dari
dari
masyarakat sekolah, sehingga tercipta suasana belajar
masyarakat sekolah, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif."yang kondusif."
6. Pengelola
6. Pengelola dan
dan Sarana
Sarana prasarana
prasarana
SD Islam
SD Islam Ibnu
Ibnu Sina
Sina dikelola
dikelola oleh
oleh 25
25 orang
orang pendidik
pendidik yang
yang memiliki
memiliki latar
latar belakang
belakang
pendidikan yang sesuai dan memadai dari berbagai disiplin ilmu, didukung oleh dua
pendidikan yang sesuai dan memadai dari berbagai disiplin ilmu, didukung oleh dua orang orang
tenaga TU
tenaga TU Sekolah
Sekolah dan
dan dua
dua orang
orang penjaga
penjaga sekolah.
sekolah. Adapun
Adapun sarana
sarana dan
dan prasarana
prasarana SD
SD

44 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

Islam Ibnu Sina memiliki 12 ruang kelas, 1 ruang guru, 1 ruang kepala sekolah dan wakil,
1 ruang TU dan Administrasi, 1 ruang sanggar pramuka, 1 ruang UKS, 1 ruang
perpustakaan, 1 ruang kantin, 1 area kamar mandi dan tempat wudhu, masjid, halaman
bermain.
7. Disain Pendidikan untuk Pengembangan Kepribadian Islami
Disain pendidikan yang menggambarkan rencana program pengembangan
kepribadian Islami dapat terjadi dengan perencanaan (by designed), yaitu aktivitas
pendidikan yang secara sadar dirancang untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan pandangan hidup Islami yang selanjutnya diwujudkan dalam sikap hidup,
dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual maupun mental dan spiritual. Disain
merupakan langkah awal dalam upaya pendidikan yang merupakan salah satu wahana yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik menuju jalan
kehidupan yang disediakan oleh Sang Penciptanya, dan peserta didik sendiri yang akan
memilih, memutuskan, dan mengembangkan jalan hidup dan kehidupan yang telah
dipelajari dan dipilihnya. Pendidik dalam konteks pengembangan kepribadian Islami
berupaya untuk memilihkan, menetapkan, dan mengembangkan metode-metode
pendidikan/ pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu kemudahan, percepatan,
pembiasaan, dan kesenangan peserta didik mempelajari Islam untuk dijadikan pedoman
dan petunjuk hidup agar memiliki kepribadian yang kafah.
Tugas perancang dan pengembang pendidikan Islami adalah berupaya untuk menata
dan mengatur bagaimana agar pendidikan yang direncanakan itu dapat membuat peserta
didik butuh belajar, mau belajar, terdorong untuk belajar, memudahkan belajar, dan tertarik
untuk terus-menerus belajar sesuai dengan kondisi yang ada untuk mencapai hasil
pendidikan yang diharapkan. Dalam upaya untuk pengembangan kepribadian Islami,
rancangan ini mencakup interaksi dengan semua sumber belajar yang mungkin dapat
dipakai untuk mencapai hasil pendidikan yang diinginkan secara bermakna bagi kehidupan
mereka serta berkembangnya kepribadian Islami secara sehat. Memilih, menetapkan, dan
mengembangkan metode/ pendekatan pendidikan yang cocok dengan kondisi yang ada
untuk mencapai hasil pendidikan yang diharapakan merupakan tugas disainer juga. Upaya
tersebut berpijak pada empat hal pokok, yaitu: (1) tujuan pendidikan Islami untuk
pengembangan kepribadian Islami yang, (2) isi pendidikan Islami harus diikuti oleh peserta
didik untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, (3) sumber pendidikan Islami yang
tersedia dan dapat mengantarkan pesan pendidikan Islami yang lebih efektif dan efisien,
dan (4) karakteristik peserta didik yang belajar baik sebelum belajar (masukan) maupun
sesudah proses pendidikan (keluaran).
Ditemukan sembilan ayat (pola) dalam mendesain pendidikan pengembangan
kepribadian Islami, yaitu: 1) beranjak dari pemecahan masalah dan alternatif
pemecahannya, 2) mengacu pada keunggulan kualitas pendidikan Islami, 3) mengacu pada
pendekatan sistem, 4) mengacu pada teori pendidikan, 5) mengacu pada perhatian
individual, 6) mengacu pada hasil pendidikan, 7) mengacu pada kemudahan, 8) mengacu
pada interelasi variabel pendidikan Islami, dan 9) mengacu pada kualitas dan ketepatan
metode pendidikan Islami.
8. Sistem Pendidikan untuk Pengembangan Kepribadian Islami
SD Ibnu Sina merupakan sistem terbuka. Adapun karakternya dapat didentifikasi
dengan keunikannya berupa keterpaduan, sekolah sehari penuh (full day school), Islami
(Islamic), dan sekolah unggulan dan lain-lain. Untuk mencapai keunggulan tersebut, maka
strategi yang dikembangkannya mengacu pada pola: (a) dilandaskan kepada tauhidullah,

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 45


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

semua aktifitas pendidikan berdasar dan tertuju kepada Allah, (b) lingkungan Islami baik
secara
semua fisik maupun
aktifitas sosio berdasar
pendidikan kultural, dan
(c) membiasakan
tertuju kepada kegiatan
Allah, (b)Islami, (d) belajar
lingkungan Islamiyang
baik
Islami
secara dan
fisikmempelajari
maupun sosio ilmu-ilmu
kultural,yang
(c) Islami. Sebagaikegiatan
membiasakan Sistem, Islami,
Sekolah(d)
mengupayakan
belajar yang
beberapa
Islami danaspek: (a) memeliharan
mempelajari keberadaan
ilmu-ilmu dan peningkatan
yang Islami. kualitas
Sebagai Sistem, secaramengupayakan
Sekolah stabil (steady
state),
beberapa(b)aspek:
memiliki keunggulan keberadaan
(a) memeliharan mengatur diridan sendiri secara
peningkatan bebassecara
kualitas dan stabil
kreatif(steady
(self
regulation), (c) mendudukkan dan mempunyai kapasitas untuk memperoleh
state), (b) memiliki keunggulan mengatur diri sendiri secara bebas dan kreatif (self hasil yang
sama (equifinality),
regulation), (d) interaksidan
(c) mendudukkan dinamik dan progresif,
mempunyai danuntuk
kapasitas (e) memelihara
memperoleh kelangsungan
hasil yang
lembaga.
sama (equifinality), (d) interaksi dinamik dan progresif, dan (e) memelihara kelangsungan
lembaga.
a. Input. Hal-hal yang mempengaruhi pengembangan kepribadian Islami ditinjau dari
a. variabel input adalah:
Input. Hal-hal pertama latar pengembangan
yang mempengaruhi belakang orang kepribadian
tua siswa (family); para siswa
Islami ditinjau dari
berasal
variabeldari keluarga
input adalah:yang beragama
pertama Islam, tingkat
latar belakang orangekonomi
tua siswamapan, keluarga
(family); yang
para siswa
sukses
berasaldalam karir, komit
dari keluarga yangpada perjuangan
beragama Islam,
Islam, dan keluarga
tingkat ekonomiyangmapan,menjaga hubungan
keluarga yang
baik
suksesdengan sekolah.
dalam karir, komitKesemuanya
pada perjuanganitu Islam,
dapat dan mempengaruhi
keluarga yangpenciptaan suasana
menjaga hubungan
pendidikan
baik dengan untuk pengembangan
sekolah. Kesemuanya kepribadian
itu dapat Islami. Kedua faktor
mempengaruhi fisik parasuasana
penciptaan siswa;
bentuk fisikuntuk
pendidikan yang pengembangan
normal-ideal, kepribadian
memiliki daya tarikKedua
Islami. (cakap, cantik,
faktor dan siswa;
fisik para lucu),
terlindungi kesehatannya, makanan/minumannya terkondisikan
bentuk fisik yang normal-ideal, memiliki daya tarik (cakap, cantik, dan lucu), secara baik, lingkungan
alam dan sosialnya
terlindungi sehat. makanan/minumannya
kesehatannya, Semua ini merupakan variabel fisik yang
terkondisikan secaramendukung untuk
baik, lingkungan
pengembangan kepribadian siswa. Ketiga intelektualitas dan
alam dan sosialnya sehat. Semua ini merupakan variabel fisik yang mendukung untuk kapasitas belajarnya;
kualitas intelektual
pengembangan ditentukan siswa.
kepribadian sejak dalam
Ketiga kandungan ibu, dandan
intelektualitas masa balita. Peran
kapasitas orang
belajarnya;
tua dalam memanipulasi variabel penentu intelektualits besar sekali.
kualitas intelektual ditentukan sejak dalam kandungan ibu, dan masa balita. Peran orang Selanjutnya
keadaan
tua dalam ini memanipulasi
akan berpengaruh pada pengembangan
variabel penentu intelektualitskepribadianbesarsiswa.
sekali.Keempat, cita-
Selanjutnya
cita merupakan
keadaan ini akantujuan yang dirancang.
berpengaruh Sebelum masuk
pada pengembangan SD orang
kepribadian tua mengharapkan
siswa. Keempat, cita-
anaknya ingin jadi
cita merupakan apa, yang
tujuan kemungkinan
dirancang. anak dapat merancang
Sebelum masuk SD untukorang dirinya. Hubungan
tua mengharapkan
cita-cita
anaknya dengan perilaku
ingin jadi signifikan, dengan
apa, kemungkinan demikian
anak dapat maka akan
merancang untuksemakin
dirinya. besar pula
Hubungan
pengaruh yang ditimbulkan
cita-cita dengan oleh cita-cita
perilaku signifikan, terhadap
dengan kepribadian.
demikian maka akan semakin besar pula
pengaruh yang ditimbulkan oleh cita-cita terhadap kepribadian.
b. Instrumental Input. Sarana dan prasarana yang memadai, lingkungan kampus yang asri,
sejuk, edukatifInput.
b. Instrumental dan Sarana
Islami dan
merupakan
prasaranakeadaan yang kondusif
yang memadai, untuk
lingkungan pengembangan
kampus yang asri,
kepribadian secara Islami. Seluruh orang yang terlibat dalam lembaga
sejuk, edukatif dan Islami merupakan keadaan yang kondusif untuk pengembangan pendidikan
teridentifikasi sebagai
kepribadian secara muslim
Islami. yang orang
Seluruh memiliki
yangkepribadian Islamilembaga
terlibat dalam yang relatif sehat.
pendidikan
Mereka ramah-ramah, komunikatif, suka memberikan nasehat, murah senyum,
teridentifikasi sebagai muslim yang memiliki kepribadian Islami yang relatif sehat. tegas,
disiplin, shaleh, penyabar,
Mereka ramah-ramah, semangat,suka
komunikatif, penuh perhatian/peduli,
memberikan nasehat, sportif, dan memiliki
murah senyum, tegas,
sikap kepemimpinan
disiplin, yang baik.
shaleh, penyabar, Mereka penuh
semangat, menggunakan simbol-simbol
perhatian/peduli, diri secara
sportif, Islami;
dan memiliki
berpakaian muslim-mulimah,
sikap kepemimpinan makan-minum
yang baik. berdasarkan
Mereka menggunakan etika Islami, diri
simbol-simbol berbicara
secara santun,
Islami;
menunjukkan kedewasaan sebagai
berpakaian muslim-mulimah, pendidikberdasarkan
makan-minum muslim-muslimah, nama-nama
etika Islami, berbicara mereka
santun,
menunjukkan
menunjukkan simbol nama-nama
kedewasaan sebagaiIslami. Pola muslim-muslimah,
pendidik lingkungan pendidikan SD ini kondusif
nama-nama mereka
penting untuk perkembangan
menunjukkan kepribadian
simbol nama-nama Islami. para
Polasiswa.
lingkungan pendidikan SD ini kondusif
penting Proses
c. Proses. untuk perkembangan kepribadian
pendidikan untuk para siswa.
pengembangan kepribadian Islami diupayakan sesuai
c. dengan
Proses. yang
Prosesdidisain. Keunikan
pendidikan untuk yang dimiliki lembaga
pengembangan mempengaruhi
kepribadian nuansa proses
Islami diupayakan sesuai
edukakatif
dengan yang Islami yangKeunikan
didisain. merasa betah di lingkungan
yang dimiliki lembagasekolah. Ada empat
mempengaruhi komponen
nuansa proses
program
edukakatifpendidikan berkaitan
Islami yang merasa dengan
betahproses pendidikan
di lingkungan yaitu program
sekolah. intra komponen
Ada empat kurikuler,
ko-kurikuler, dan ekstra
program pendidikan kurikuler,
berkaitan dan program
dengan inklusi. Kempat
proses pendidikan komponen
yaitu program program
intra ini
kurikuler,
bersinergi untuk
ko-kurikuler, danmencapai tujuan pendidikan.
ekstra kurikuler, Secara integratif
dan program inklusi. antara lainprogram
Kempat komponen ditujukan
ini
untuk pengembangan
bersinergi kepribadian
untuk mencapai Islami yangSecara
tujuan pendidikan. sehat. integratif
Program antara
ko-kurikuler, ektra
lain ditujukan
kurikuler dan inklusi didisain
untuk pengembangan kepribadian untuk menyenagkan
Islami yang sehat.siswa. Oleh ko-kurikuler,
Program karenanya sangat
ektra
mengesankan
kurikuler dan mereka.
inklusi Kesan
didisainyanguntukdemikian mampu siswa.
menyenagkan membangkitkan minat, sangat
Oleh karenanya bakat,
keterampilan
mengesankan dan prilaku
mereka. lainnya.
Kesan yangDidemikian
sinilah strategisnya pendidikan pengembangan
mampu membangkitkan minat, bakat,
kepribadian
keterampilanIslami
dan bagi paralainnya.
prilaku siswa. Di sinilah strategisnya pendidikan pengembangan
kepribadian Islami bagi para siswa.

46 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


MODEL ISLAMIC FULL DAY SCHOOL ... — [Abas Asyafah]

d. Out put. Dalam system pendidikan Islami yang menginginkan berkembangnya


d. kepribadian
Out put. Dalam siswa system
secara pendidikan
sehat dapat Islamidiketahui
yangmelalui evaluasi berkembangnya
menginginkan terhadap para
lulusannya.
kepribadian Apakah
siswa mereka
secara sudahsehat memiliki kepribadian
dapat diketahui Islamievaluasi
melalui yang sehat atau tidak?
terhadap para
Dalam aspek apa saja yang sudah berhasil, dalam aspek apa saja
lulusannya. Apakah mereka sudah memiliki kepribadian Islami yang sehat atau tidak? yang belum? Mengapa
berhasil?
Dalam aspek Mengapa
apa sajabelum,yangprogram apa yang
sudah berhasil, mestiaspek
dalam oleh lembaga itu dipertahankan,
apa saja yang belum? Mengapa dan
program apa yang harus diperbaiki. Hasil evaluasi serta analisisnya
berhasil? Mengapa belum, program apa yang mesti oleh lembaga itu dipertahankan, dan ini dijadkan feed
back.
program Adapun
apa yang faktor-faktor penting Hasil
harus diperbaiki. untuk evaluasi
dilakukan adalah
serta (a) menentukan
analisisnya ini dijadkan standar
feed
sebagai ukuran, (b) evaluasi terhadap jalannya program
back. Adapun faktor-faktor penting untuk dilakukan adalah (a) menentukan standar berdasarkan rencana yang
ditetapkan,
sebagai ukuran,(c) membandingkan
(b) evaluasi terhadap hasil yangjalannya
diperoleh denganberdasarkan
program standar yangrencanadiminta,yang(d)
melakukan
ditetapkan, (c)tindakan
membandingkan koreksi/perbaikan terhadap
hasil yang diperoleh denganpenyimpangan,
standar yang diminta, dan (e) (d)
membandingkan hasil akhir (out put) dengan masukan
melakukan tindakan koreksi/perbaikan terhadap penyimpangan, dan (e) (input).
membandingkan
9. Hasil Pendidikanhasil dalamakhirMengembangkan
(out put) dengan masukan
Kepribadian(input).
Islami.
9. Hasil
BaikPendidikan
tidaknya dalamsebuahMengembangkan
produk umumnya Kepribadian Islami. dari respons para
dapat diketahui
pelanggannya.
Baik tidaknyaDemikian sebuah halnya
produk dalam menilai dapat
umumnya SD ini dari
outputdiketahui diketahui
respons melalui
para
penelusuran data tentang kepuasan pelanggannya.
pelanggannya. Demikian halnya dalam menilai output SD ini diketahui melalui
Kepuasan
penelusuran dataPrestasi Siswa; Siswa mendapat nilai rapot yang baik, sering
Akademikpelanggannya.
tentang kepuasan
mendapatkan
Kepuasan hadiah karena
Prestasi prestasiSiswa;
Akademik akademik,
Siswasegala tugas nilai
mendapat akademik dapatbaik,
rapot yang dikerjakan
sering
secara baik, lembaga dapat meluluskan dengan hasil baik–amat
mendapatkan hadiah karena prestasi akademik, segala tugas akademik dapat dikerjakan baik, memperoleh NEM
pada
secarajajaran
baik, atas,
lembagadan lulusannya
dapat meluluskanditerimadengan
di SLTPhasil
unggul.
baik–amat baik, memperoleh NEM
Kepuasan Penyelenggara Pendidikan;
pada jajaran atas, dan lulusannya diterima di SLTP unggul. Keberhasilan pendidikan berarti
menggambarkan
Kepuasan kinerja mereka. Beberapa
Penyelenggara indikator kepuasan
Pendidikan; Keberhasilanlembaga yang mepengaruhi
pendidikan berarti
kepribadian Islami para siswa: (1) anak didiknya berhasil mencapai
menggambarkan kinerja mereka. Beberapa indikator kepuasan lembaga yang mepengaruhi tujuan pendidikan, (b)
mampu melanjutkan
kepribadian Islami para ke sekolah
siswa: (1) yang
anaklebih tinggi,berhasil
didiknya (3) pendidik
mencapaiberhasil memberikan
tujuan pendidikan, dasar
(b)
dan bekal untuk kehidupan siswa di masa depan, (4) lulusannya shaleh/shalehah
mampu melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi, (3) pendidik berhasil memberikan dasar dan takwa
kepada
dan bekalAllah
untukdankehidupan
(5) ilmunya dapat
siswa bermanfaat.
di masa depan, (4) lulusannya shaleh/shalehah dan takwa
kepada Allah danPara
Kepuasan (5) ilmunya
Lulusan;dapat bermanfaat.
Indikator yang terungkap antara lain (1) mereka senang
dan bangga
Kepuasan terhadap
Para almamaternya,
Lulusan; Indikator (2) memahami
yang terungkaparti kehidupan,
antara lain(3) menjadisenang
(1) mereka orang
yang baik-baik, menyukai orang baik dan membahagiakan
dan bangga terhadap almamaternya, (2) memahami arti kehidupan, (3) menjadi orangorang lain, (4) lebih mandiri
dan
yangdewasa, dan (4)
baik-baik, mengidolakan
menyukai orang baik Nabidan
Muhammad, (5) menyenangi
membahagiakan orang lain, olah(4)raga/kesehatan
lebih mandiri
/musik /lingkungan, dan (6) mencintai IPTEK.
dan dewasa, dan (4) mengidolakan Nabi Muhammad, (5) menyenangi olah raga/kesehatan
/musikKepuasan
/lingkungan,
Orang danTua;(6) mencintai
Secara garisIPTEK.
besar kepuasan orang tua siswa terhadap lulusan
sekolah terungkap
Kepuasan antaraTua;
Orang lain:Secara
(1) Siap menghadapi
garis besar kepuasanmasa orang
aqil balig dan masa
tua siswa remaja,
terhadap (2)
lulusan
disiplin, patuh pada aturan, (3) mampu memahami prinsip-prinsip
sekolah terungkap antara lain: (1) Siap menghadapi masa aqil balig dan masa remaja, (2) ajaran Islam, (4) taat
beribadah, (5) tidak
disiplin, patuh pada melepaskan
aturan, (3) mampu simbol seorang
memahami muslim, (6) cerdas ajaran
prinsip-prinsip dalam Islam,
pergaulan, (7)
(4) taat
taat dan hormat pada orang tua dan sayang pada yang lebih muda,
beribadah, (5) tidak melepaskan simbol seorang muslim, (6) cerdas dalam pergaulan, (7) dan ( 8) mendapatkan
pendidikan
taat dan hormatyangpadaberkenjutan.
orang tuaJadi, hasil pendidikan
dan sayang pada yangyanglebihditandai
muda, dan dengan keberhasilan
( 8) mendapatkan
akademik,
pendidikankepuasan penyelenggara
yang berkenjutan. Jadi, pendidikan, kepuasan
hasil pendidikan yangpara siswa dengan
ditandai yang sudah menjadi
keberhasilan
alumni serta kepuasan orang tua, secara empirik menggambarkan
akademik, kepuasan penyelenggara pendidikan, kepuasan para siswa yang sudah menjadi kepribadian Islami para
lulusan
alumni lembaga tersebut.
serta kepuasan orang tua, secara empirik menggambarkan kepribadian Islami para
lulusan lembaga tersebut.
E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
E.Keberhasilan
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
pendidikan sangat ditentukan oleh desain/atau perencanaan pendidikan
yang baik,
Keberhasilan pendidikan sangatyang
pelaksanaan pendidikan benar dan
ditentukan olehtepat, serta kontrol
desain/atau yang ketat
perencanaan melalui
pendidikan
evaluasi
yang baik,program dan feed
pelaksanaan back yang
pendidikan membawa
yang benar dampak
dan tepat, pada berbaikan
serta kontrol yang ketatprogram
melalui
pendidikan. Kajian ini baru mampu memotret secara empirik langkah-langkah
evaluasi program dan feed back yang membawa dampak pada berbaikan program sistematik
pendidikan. Kajian ini baru mampu memotret secara empirik langkah-langkah sistematik

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 47


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 39 – 48

pendidikan pengembangan kepribadian Islami oleh salah satu lembaga pendidikan. Untuk
itu perlu diperluas dan diperdalam lagi dengan penelitian lanjutan.
Bagi pihak SD Ibnu Sina seyogyanya menjadikan hasil studi ini sebagai bahan
evaluasi untuk kemajuan lembaga serta dapat dijadikan dokumentasi tertulis yang suatu
saat nanti bermanfaat. Sekolah seyogyanya mengupayakan disain program pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian Islami para siswa secara sistematik dan dapat terukur
secara akurat. Masih butuh memantapkan kemampuan guru secara profesional untuk
pengembangan kepribadian Islami para siswanya yang didesain tersebut. Memaksimalkan
fungsi evaluasi program pendidikan sangat baik untuk pengembangan kepribadian Islami.
Pimpinan sekolah dapat memanfaatkan model pendidikan untuk pengembangan
kepribadian Islami ini sebagai gambaran awal, namun perlu untuk dikembangkan lebih
baik lagi. Bagi lembaga pendidikan lain, model pendidikan untuk pengembangan kepribadi
Islami ini dapat dijadikan bahan renungan, kajian, dan contoh bila akan diterapkan di
lembaga yang bersangkutan. Model ini nampaknya cocok diterapkan bagi lembaga yang
memiliki karakter atau keunikan seperti SD kasus untuk pengembangan model ini, tetapi
untuk lembaga yang tidak memiliki karakter yang sama/mirip model ini dapat diterapkan
setelah adanya modifikasi seperlunya.

DARTAR PUSTAKA
Adlany, https://teosophy. wordpress.com/2009/11/26
Hurlock, E.B. (1986). Personality Development. Mc Graw-Hill. United State of America.
Mujib, A, (2006), Kepribadian dalam Psikologi Islam, Jakarta, Rajagrafindo Persada.
Yusuf, Sy. dan Nurihsan J., (2007), Teori Kepribadian, Universitas Pendidikan Indonesia
dan Rosydakarya, Bandung.

48 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


������� ������� �� ������� ������ ������ ������
���� ����� ����
��������� ����� ����� ��� ����� - ������ �������� - ������� ������� ���
abasmanta@ppsuika.ac.id :���������� ������

������

������ �� �������� �����‫�������� �������� ت���� ت����� ����� ��� ������� ������ ����� �� ��ت‬
���� ������� ������� ���� ��� ������� ��‫����� ������ �� ������ ������� ����� ���� �������� ����� ت‬
���� �� ���� ��� ������ ���� �������� ������� ������ ��� ��� ����� ������� ����� ����� ���� �������
����� ��� ���� ������ ���� �������� ������ ������ �������� ������� �� ����� ��� � ������ ����‫����� ت‬
���� ��� �������� �� ������ ������ ������ ����� ���� ������� ������ ���� ��� ��‫������� ������� ��ت‬
��� ��� ���� ������� ��� ������� ����� ���� ����� ���� ���� �� ��� �������� ������ ����� ������� �������
�������� �������� ������� ������ ������ ������ ��� ����� ���� ��� ����� ������� ������� �� ������ ����‫ت‬
���� ������ ������� ������� �� ������ ������ ������ ������ ����� �������� �������� ��������
���������� ������� ����� �������

.����� ������� ������ ������ �������� :������ �������

ABSTRAK

Dunia pendidikan dihadapkan pada masalah, seperti kemerosotan moral, suburnya aliran
keagamaan menyimpang, serta sikap dan perilaku umat yang tidak sejalan dengan ajaran Islam itu
sendiri. Problem itu sering dituduhkan sebagai akibat dari mandulnya pendidikan agama Islam,
bahkan dianggap telah gagal. Penelitian kualitatif kepustakaan ini mencoba untuk mencari akar
konseptual dari persoalan serius ini. Hasilnya menunjukkan, ia diakibatkan oleh absennya Islam
sebagai worldview. Islamic worldview itu sendiri terdiri dari komponen akidah, syariah, akhlak,
dan teori pengetahuan. Akibatnya, dunia pendidikan telah kehilangan pendidikan agama Islam itu
sendiri. Islamic worldview menjadi solusi karena karakternya yang menggerakkan seluruh aktivitas
manusia, dan merupakan sarana terbaik dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan. Dalam hal ini,
proses perubahan perilaku dalam pendidikan Islam membutuhkan tiga prangkat penting, yaitu:
sistem transformasi pengetahuan Islam yang sahih, komitmen pada epistemologi Islam, dan
ketundukan pada sumber-sumber Islamic worldview, yaitu Al-Quran, sunnah, sumber-sumber
hukum lainnya, serta pandangan-pandangan para ulama yang otoritatif.

Kata Kunci: Pendidikan, Islamic worldview, dan agama Islam.

������� .‫أ‬
������� ������� ������� ��� ����� ����� ����‫�������� �������� ���������� ت‬
������� ��‫��ت����� �������� �� ������ ����� ������ �� ������ ������� ����� ���� �������� ت‬
����� ���� �� ������ ���� ��� �������� ������� ���� ���� �������� ������� ������� ���� ��� ��‫ت‬
���� ��� ���� ����� ��‫�� ������� �������� ��� ت��� ��� ������ �������� �������� ������� ��ت‬
������� ����� �� ������ ����� �� �������� ��‫����� ��� ��� ��� ���� ���� �� ���� �� ت‬
��� ���� ��� ��� ����� ��� ���� �� ����� ���� �� ��� �������� ������ ������� ����� �����
�� ���‫��� � �� ������� �� ت�������� ����� ������ ��� ����� ��� ����� ������� ����� � ت‬

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 49


‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56‬‬

‫(‪)1‬‬
‫��ل����� ��� ��ا� �ل��بي� ��سامي� �ن�� ا ت��� ��ي���� �ا ب��ل �ي �لع��ي�‬ ‫ن��س�م‪)1( .‬‬
‫��ل����� ��� ��ا� �ل��بي� ��سامي� �ن�� ا ت��� ��ي���� �ا ب��ل �ي �لع��ي�‬ ‫ن��س�م‪.‬‬
‫�ل��ب�ي�‪.‬‬
‫�ل��ب�ي�‪.‬‬
‫�ه�� �لب�� ي��� م���ب� ك�ي� �ي� يسع� �لب��� لب�� �ل���� عن ���� �ل��بي� �ل�ي�ي�‬
‫�ه�� �لب�� ي��� م���ب� ك�ي� �ي� يسع� �لب��� لب�� �ل���� عن ���� �ل��بي� �ل�ي�ي�‬
‫��سامي� ل�� �ل��سس�� �ل��ب�ي� �لع�م� ب���يل ������ ��ل�ب��� �ل���� �ي ب��� �ل��ب‪� ،‬من �م‬
‫��سامي� ل�� �ل��سس�� �ل��ب�ي� �لع�م� ب���يل ������ ��ل�ب��� �ل���� �ي ب��� �ل��ب‪� ،‬من �م‬
‫��نه ���س� م��بي�‪� .‬ه� ب�� ي��� ع�� �ا����� ب�� �ل���� �ل���ل �ي ع��ي� ت�ب�ي� ��� ب�� �ل�س��‬
‫��نه ���س� م��بي�‪� .‬ه� ب�� ي��� ع�� �ا����� ب�� �ل���� �ل���ل �ي ع��ي� ت�ب�ي� ��� ب�� �ل�س��‬
‫ﷺ ك�� �سب��‪ ،‬م��� ��� ��م �ل�بي ﷺ ل��� �ل�س�ل�‪� ،‬ت���ه �ي ��ي� ���نب ش��ه‬
‫ﷺ ك�� �سب��‪ ،‬م��� ��� ��م �ل�بي ﷺ ل��� �ل�س�ل�‪� ،‬ت���ه �ي ��ي� ���نب ش��ه‬
‫��يم) (�ل��م �‪� ،)4 :]68‬ه�� ����� �� � س�� ع���� ����‪( :‬ي� ���‬ ‫ق عع �‬ ‫�� � �خخ���� �‬
‫ق‬ ‫(���ن� �ك� ل� � �ع��‬ ‫ﷺ‪ ���� .‬تع�ل�‪:‬‬
‫�� � �يم) (�ل��م �‪� ،)4 :]68‬ه�� ����� �� � س�� ع���� ����‪( :‬ي� �� � ��‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫(���نك� ل �ع‬ ‫�‬
‫تع�ل�‪� :‬‬ ‫ﷺ‪���� .‬‬
‫ق‬ ‫ْت� ت� � ْ� ْ ��� � ْ�ل ْ�� ��ْ�ْ ��� �) ��ت ب��� ��‪�� ،‬لت‪� � ���( :‬خ�� � �‬ ‫�‬ ‫ه� ﷺ� ��لت‪� ��( :‬ل� �سْت�‬ ‫ق �س�� �‬ ‫�‬ ‫ْ�ل �� ْ� �م��ين� �� ْنب���ي��ي عن �خ��‬
‫ق‬ ‫ه� ﷺ� ��لت‪�( :‬لس ت� ��� �ل� ��� �) ��ت ب���‪�� ،‬لت‪ ���( :‬خ� �‬ ‫ق �س�� �‬ ‫ْ�ل �� ْ� �م���ين� �� ْنب���ي��ي عن �خ�� �‬
‫ه� ﷺ ك�� ْ�ل ْ�� ��ْ ��� )‪ ))22((.‬ل�� ت�س� ��سا� ل�� �ي ش�� �ل����ي �ه� �ل��بي ����به‪،‬‬ ‫ي �‬ ‫ن�ب� ّي‬
‫ه� ﷺ ك�� �ل��ْ ��� )‪ .‬ل�� ت�س� ��سا� ل�� �ي ش�� �ل����ي �ه� �ل��بي ����به‪،‬‬ ‫ن�ب� ّ‬
‫��ل�ع��� �ل�ب�ني� �ل���ل� ع�� �ل�س�� �ب���� �ل� ����به ت��لت ت����ي� �ل� �لع�ل ��لس���‪�� ��� .‬‬
‫��ل�ع��� �ل�ب�ني� �ل���ل� ع�� �ل�س�� �ب���� �ل� ����به ت��لت ت����ي� �ل� �لع�ل ��لس���‪�� ��� .‬‬
‫��م� ع�� ش� ��نه ي�� �ال� ����� ع�� �� �ل��بي� �ل��سس� ع�� �ل���� ��سامي ل����� �سب‬
‫��م� ع�� ش� ��نه ي�� �ال� ����� ع�� �� �ل��بي� �ل��سس� ع�� �ل���� ��سامي ل����� �سب‬
‫م���� �لب�� هي �ل����� ن��� �ل��بي� ��سامي�‪��� .‬لت ع����‪:‬‬
‫م���� �لب�� هي �ل����� ن��� �ل��بي� ��سامي�‪��� .‬لت ع����‪:‬‬
‫�� �ل���‬ ‫��� ���� �‬‫��‪��� ��� ،‬‬ ‫�ي�� ���� ْ ْكك � ��� ْ�ل ْ�ل � ������� �� �� � ����ل�ل���� �‬ ‫��� ح ح من ْ�ل ْ ���� �� ��ل‪� ،‬ي��‬ ‫م�ه سس �‬‫(�ن�� ن��� �� �� � �� �� م� ن��� �� م�ه‬
‫�� ْ�ل���‬
‫� �ل ْ�� ْ� ��‬
‫�‬ ‫���‬ ‫‪،‬‬ ‫��‬
‫�‬
‫� ��ب��� ْ�ل ْ�� ْ� �� ل� ����ل� ��� �ا ن� �� �‬ ‫م� نْ�ل ْ��� �� � ��ا �� �� ْ�ل ْ �� ��� ��‪�� ،‬ل��ْ ن��� �� �� � �� �� �ش ْي �ء �ا ت� ْ‬
‫‪،‬‬ ‫�ل‬
‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫�‬
‫�‬ ‫�ل‬ ‫من‬ ‫���‬
‫�‬
‫�‬
‫�‬
‫(�ن�� ْ ن��� �� � �� ��‬
‫���‬ ‫��س �ْا�‪ ،‬ن‬ ‫�ل�‬
‫� �ل�� ْ� ��‬ ‫��س �ْا � ��‪ ،‬ن��� �� �ل �� �ا �� ���ل �� ��� ��‪�� ،‬ل��ْ ن��� �� � �� �� �ش ْي �ء �ا ت� ْ� ��ب��� �ل�� ْ� �� ل���ل�� �ا ن� �� �‬ ‫�‬
‫�ل� ْ �‬
‫�� ح‬ ‫ي ل�ل� � ��� �‬
‫��ي�ي���ح‬ ‫�ل�ن�� �� �ب���‪ .‬ل�� ن��� �� ب� �� ����� � ع�� �م �� �� �� ﷺ ����نّ ّي‬ ‫ّ‬
‫� ّ‬ ‫�� �ب���‪�� ،‬ل� ��ْ ن��� �� �ا ت ْ ْ��ن� ��� ل� ����ل� ��� �ا ن� �� �‬
‫�‬
‫ن‬ ‫�‬ ‫�‬
‫�‬ ‫ﷺ‬ ‫�‬
‫�‬ ‫�‬‫�‬ ‫�‬
‫�‬ ‫م‬‫�‬ ‫ع��‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫���‬ ‫ن‬ ‫ل��‬ ‫�‪.‬‬‫�‬‫�‬ ‫ب‬ ‫�‬ ‫��‬ ‫ن‬ ‫�ل�‬ ‫�‬
‫�‬ ‫� �‬
‫س�� �عا��ت���من�ْ�� �ع ��ل�ه�� ْلم�� ���لاسن�� �� �ع�� �� � ْ�ه�� ���� � �م�� )‪� ،‬م� �ن ���� ل� ْ‬
‫�‬ ‫�‬ ‫�‬ ‫ب‬ ‫�� ْب���‪�� ،‬ل�ْ ن��� �� �‬
‫��� � � ْ�ل ْب��� � �� � ���ل�ّ ّ �س �� �ء �ا ���ن�‬ ‫�‬ ‫تس‬ ‫ب� (((ب�ب�‪3‬لْ)لْ �ل�لس�� �ع� �م�ْ �ع ��ه� ْم ���لس�� �ع� � ْ�ه�� ��� �م�� )‪� ،‬م� ن��� ل� ْ‬
‫�‬ ‫�‬ ‫� �ل ْ �عب�‬
‫��� �لب�� �� � ���ل� �س� �ء �ا ��ن�‬ ‫تس �‬ ‫�ل �ع‬
‫ع ْ� ����)‪)3( .‬‬
‫� �ع ْ� ����)‪.‬‬
‫����� �لب��� ل���بع� ���ي�� ��لب��� �ي م���� �لب�� �لم ي�� ب��� م��ب�� ل������‬
‫����� �لب��� ل���بع� ���ي�� ��لب��� �ي م���� �لب�� �لم ي�� ب��� م��ب�� ل������‬
‫ت��م�‪� ،‬ا بع� �لب��� �ل����ل م���‪:‬‬
‫ت��م�‪� ،‬ا بع� �لب��� �ل����ل م���‪:‬‬
‫ب�� ��مه ���� ���ني ه�‪ .�.‬ب��مع� �سامي� س���� ���ن� بع���� د�ل��بي� ��سامي� ��ل‬
‫ب�� ��مه (‪��� ����)4‬ني ه�‪ .�.‬ب��مع� �سامي� س���� ���ن� بع���� د�ل��بي� ��سامي� ��ل‬
‫�يل خي� �م�د‪�� �� ����� ،‬بت �� �يل خي� �م� ل�ي�م �ال���� ب�ل�ب��� ��سامي� ي���� ب�ل����‬
‫�يل خي� �م�د‪�� �� ����� )4(،‬بت �� �يل خي� �م� ل�ي�م �ال���� ب�ل�ب��� ��سامي� ي���� ب�ل����‬
‫��سامي ل�����‪.‬‬
‫��سامي ل�����‪.‬‬
‫�ب�� ��مه ��� م��� ن�� ��� ���� بع���� �ل��س�� ��لع��ي� �ل��ب�ي� ل�سي� م��� ن�يب‬
‫�ب�� ��مه ��� م��� ن�� ��� ���� بع���� �ل��س�� ��لع��ي� �ل��ب�ي� ل�سي� م��� ن�يب‬
‫�لع���((‪� ،))55‬ه� ب�� �يم يعب� عن ��س�� �لع��� ���ي�� �ل�� ��� ب���ي� �ل���� ��سامي‬
‫�لع��� ‪� ،‬ه� ب�� �يم يعب� عن ��س�� �لع��� ���ي�� �ل�� ��� ب���ي� �ل���� ��سامي‬
‫ل�����‪� ،‬من �م ��نه ي��� ب���ي� �ل��بي� ��ق �لك �ل���� �ي ��� �لع��� ��ي خب�ته �ل��ب�ي�‪.‬‬
‫ل�����‪� ،‬من �م ��نه ي��� ب���ي� �ل��بي� ��ق �لك �ل���� �ي ��� �لع��� ��ي خب�ته �ل��ب�ي�‪.‬‬
‫�يسع� ه�� �لب�� ل���ب� ع�� س��لين ��يسين �ه��‪ :‬م� ه� �ل���� ��سامي ل������ �م�‬
‫�يسع� ه�� �لب�� ل���ب� ع�� س��لين ��يسين �ه��‪ :‬م� ه� �ل���� ��سامي ل������ �م�‬
‫��ي��ه �ي �ل��بي� ��سامي�� ��لي�م ه�� �لب�� �ل������‪.‬‬
‫��ي��ه �ي �ل��بي� ��سامي�� ��لي�م ه�� �لب�� �ل������‪.‬‬
‫�� ����� ������ ������ ������‬
‫�� ����� ������ ������ ������‬
‫�ل���� ��سامي ل����� يع�ب� م����� ��ي�� ل����� ��يم ��� ��سا� ��ته‪� ،‬لعل سي� ��ب‬
‫�ل���� ��سامي ل����� يع�ب� م����� ��ي�� ل����� ��يم ��� ��سا� ��ته‪� ،‬لعل سي� ��ب‬
‫��� من ��� من ع���ء �ل�س��ين ب���ي� ه�� �ل����� ل��عبي� عن �ه�ي� �ل���� �ي �ل��� ��سامي‪،‬‬
‫��� من ��� من ع���ء �ل�س��ين ب���ي� ه�� �ل����� ل��عبي� عن �ه�ي� �ل���� �ي �ل��� ��سامي‪،‬‬
‫ب�ع�ب�� �� ل�سا� خ����ه �م��م�ته �ل�ي ت���� ع�� ي������ ��خ��� من �ل�ي�ن� ��ل��س��‪.‬‬
‫ب�ع�ب�� �� ل�سا� خ����ه �م��م�ته �ل�ي ت���� ع�� ي������ ��خ��� من �ل�ي�ن� ��ل��س��‪.‬‬
‫�م���� �لك �ل���� �ي ��يه ه� �لع�ي� ��سامي�‪� �� ،‬لع�ي� �ي ��سا� لم ت�ن �ي ي�� من ��ي��‬
‫�م���� �لك �ل���� �ي ��يه ه� �لع�ي� ��سامي�‪� �� ،‬لع�ي� �ي ��سا� لم ت�ن �ي ي�� من ��ي��‬

‫)‪ (11‬عب��‪ ،‬م���‪ .‬ع��� ‪ ،‬م���‪�� .)1993( .‬ع��� �ل��م�� ل��ي� م��� عب��‪� ،‬ل��ه� ‪� ��� :‬ل����‪119 � ،3 � ،‬‬
‫‪746‬م���‪�� .)1993( .‬ع��� �ل��م�� ل��ي� م��� عب��‪� ،‬ل��ه� ‪� ��� :‬ل����‪119 � ،3 � ،‬‬
‫ع��� ‪،‬‬ ‫��ي�م���‪.‬‬
‫مس�م‪/1 ،‬‬ ‫))‪ ((2‬عب��‪،‬‬
‫‪746‬‬ ‫‪/‬‬ ‫‪1‬‬ ‫مس�م‪،‬‬ ‫��ي�‬
‫))‪�� ((33‬ي� �لب����‪4717/4 ،‬‬
‫‪2‬‬

‫‪(44) Rohani, Ahmad H. M. (2009). Pendidikan Islam Menuju Generasi Khoiru Ummah.‬‬ ‫‪4717/4 Sultan‬‬
‫‪�Agung,‬لب����‪،‬‬
‫‪�� xliv,‬ي�‬
‫)(‬
‫‪( ) No.‬‬
‫‪Rohani,‬‬
‫‪118, Ahmad‬‬ ‫‪H. M. (2009). Pendidikan Islam Menuju Generasi Khoiru Ummah. Sultan Agung, xliv,‬‬
‫‪Juni-Agustus‬‬
‫‪No. 118,‬‬
‫‪(55) Wan‬‬ ‫‪Juni-Agustus‬‬
‫‪Daud,‬‬ ‫‪Wan Mohd Nor. (1998). The Education Philosophy and Practice of Syed Muhammad‬‬
‫‪( ) Wan‬‬
‫‪Naquib‬‬ ‫‪Daud,‬‬ ‫‪WanAn‬‬
‫‪Al-Attas‬‬ ‫‪Mohd‬‬ ‫‪Nor. (1998).‬‬
‫‪Exposition‬‬ ‫‪of The The‬‬ ‫‪Education‬‬
‫‪Original‬‬ ‫‪ConsepPhilosophy‬‬ ‫‪and Practice‬‬
‫‪of Islamization,‬‬ ‫‪of Syed International‬‬
‫‪Kuala Lumpur:‬‬ ‫‪Muhammad‬‬
‫‪Naquib‬‬ ‫‪Al-Attas‬‬ ‫‪An‬‬ ‫‪Exposition‬‬ ‫‪of‬‬ ‫‪The‬‬ ‫‪Original‬‬
‫)‪Institute of Islamic and Civilization (ISTAC‬‬ ‫‪Consep‬‬ ‫‪of‬‬ ‫‪Islamization,‬‬ ‫‪Kuala‬‬ ‫‪Lumpur:‬‬ ‫‪International‬‬
‫)‪Institute of Islamic and Civilization (ISTAC‬‬

‫‪50‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD ... — [Abbas Manshur Tamam]

����� ،�����‫ �� �� ������ �� �������� �ل������ ����� ���ل� �ل��� ��ل‬،���� ����� �����
������� �����‫ ��� ��� ��� �� ������� د������ �ل����� �ل‬،��� ����‫ ������ �ل‬،������ ����� �����
������ ����� ���� �� ����� ��� ،�����‫�ل�� ���� �� ��� �ل���� ����� �ل� �ل���� �ل��� ل‬
.)6(‫ ��� ���� ��� ��� �ل���� ���� ������ �� ��� ���������د‬،�����
�� ،��������� ���‫ �� �ل‬Worldview �� ����‫����� ������� ������� ��� ���� �ل���� ل‬
������ ����‫ ل���ل� ��� ��� �ل‬،�����‫ �� �ل���� ل‬،������‫�ل���� �ل� �ل���� ��� ��� ��� ������� �ل‬
�� worldview �� �‫ �ل‬،Roderick Ninian Smart ����� ����� ���� .�����‫�� �ل‬
�������� ����‫د ������� ��ل��� ��� �� �� ���� �� �ل���� �ل���� �ل���� ل������ �ل‬
�������‫ �ل� ��� د���� ���� �� �ل‬Thomas F. Wall ��� ����� ���� .)7(‫������� ��������د‬
Alparslan ������� �����‫ ��� ��� �ل‬.)8(‫ ��ل���� �ل�����د‬،����‫ ��ل‬،���� �� �������
.���‫ �ل� ���� د��� ����� ل���� ���� ������ ��� �� �ل� �ل���� �ل���� ��ل����ل‬Acikgence
.)9(‫�� ���� ���� �ل������ �������� ���� �� ����� ل�����د‬
��� ،����� ����� ��� �����‫���� ���� ������ ��� �ل������� �ل���� ل������� ������� ������ ل‬
.�����‫ ��� ����� �ل����� �ل‬،���������� �����‫���� ������ ��� ���� ���� ������ �� ����� �ل‬
����� ���� ،�������� �����‫����� ��� �ل����� ��� ����� ����� �� �ل����� ��ل��� ��� �ل‬
���� �‫ ��� ل‬،����‫��� ���� ���� �� �ل����� ��ل����� �ل������ ��ل����� �ل�� ���� ����� �� �ل‬
������ ����‫ ل��� ���� ����� ��� ����� �ل���� ل����� �� ������ ل‬،�����‫�ل����� ���� ��� �ل‬
.�����‫��� ���� ���� ����� ������� ل‬
�� �� ،�����‫���� ���� ����� ��� ��� ��� ��� ��� �ل�� �ل������ �� ����� �ل����� ل‬
�� ����‫����� �ل����� ����� ������ �ل��� ��� ����� ��ل������� ل�ل� ��� ����� ��� ���� �ل‬
‫ �ل� �� د���� ����� ل�����د‬،������� ����‫�ل���� ل� ����� ����� ل������ ��� �ل������� �ل‬
����‫ �� �ل���� ل‬worldview ���� ��‫��� �ل����� �ل�� ����� �ل���� ��� ������� ��� ��ل‬
����‫ل�� �ل������ ������ ���� �� �ل���� �� �ل��� �ل���� ���� ��� �ل���� �ل����� �ل���� ��ل‬
���� ���� ���� �� ��� ،������‫���ل� �� �ل������ ل������ �ل���� �ل���� ���ل� ������ �ل‬
�‫ ������� ���� ل�ل� ��� �ل��� ���� �� �ل��� �ل���� ��� ��ل‬.���� �����‫�ل��� ل���ل� ��� ��ل� �ل‬
����‫ �� �� ���� ����� ل����� ���� �ل���� �ل� �ل‬،����‫�ل���� ��ل���� �ل���� �ل�� ���� ��ل‬
.)10(����‫ �� ���� �ل���� ����� ل‬،������� ����‫ ��� �� ��� �� ����� �ل���� �ل������ ��ل‬،��� ������
����� ��� ��‫ �� �ل‬-����� ���� ������ ������ ��‫�ل‬- �����‫����� �������� �ل����� ��� �ل��� ��ل‬
��‫ ���� ����� ���� ����� ل����� ����� د��� ����� ل����� ��ل����� �ل‬،����‫�ل���� �� ����� ل‬
.)11(‫���� ���� ������ ��� ������ ����� �ل����د‬
.������‫����� �� �ل���� ���� ��� �ل���� �ل���� ��� � ����� �ل���� ��ل���� �ل���� �ل‬
���� ���� �����‫ ��� �ل‬.�������� ����� ��� ����‫��� ��� ����� ل� ����� ��� ل������ �ل��� ��ل‬
�� � ��� ��� ،�������‫�ل����� د����� ��ل������ �� �� ��� ������ �ل��� ��ل���� �� ��� �ل‬

41 � ،����‫ �ل������ ��� �ل‬،������ ����‫ ������ �ل‬.)1997( .��� ،��� (6)
7
( ) Smart, Ninian. (n.d). Worldview: Crosscultural Explorations of Human Belief, New York: Charles
Sribner’s sons, p. 1-2.
(8) Wall, Thomas F. (2001). Thinking Critically About Philosophical Problem: A Modern Introduction,
Australia: Wadsworth, Thomson Learning, p. 532.
(9) Zarkasyi, Hamid Fahmi. Worldview, p. 10-11; From Acikgence, Alparslan. (1996). The Framework for A
History of Islamic Philosophy. Al-Shajarah. Journal of The International Institute of Islamic Thought and
Civilization (ISTAC), vol. I, No. 1-2, p. 6.
(10) Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (2001). Prolegomena To The Metaphysics of Islam, Kuala Lumpur:
ISTAC, p. 1.
(11) Ibid, p. 2.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 51


‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56‬‬

‫�ول ب�ع�ف�ه ��اع���� ب�و���‪�� .‬ل��و���� ت��ل‪�� :‬نس��‪�� ،‬ل���‪�� ،‬ل�ا���‪� ،‬س��� �ل����ق��‪،‬‬
‫��ل���ن�� ��خ�� من س����� ��فا� ���� �ب���‪ ،‬ب�� ي����ه كل �لك من �سب�� �مسبب��‬
‫�ح�ك�� ك�ني� م�����‪ .‬ف�ل ه�� ���ي�� ي��� ع�ي�� �سم‪� :‬ل ��� ���‪� �� ،‬ل���‪�..‬ن�� في �ل��ي�� م���ف�‬
‫ل���� د�ل�و��د في�ب�ي �� ت��ل كل م� يس�� م�و���د(‪ )12‬من �ل����ق��‪.‬‬
‫�م���� �ل���� ل��و�� ي�� �� ي��ف� في ��ته �لع��ص� �ل��م� ���بع�‪:‬‬
‫���� �ل���هيم �لع��ي� ل��‬ ‫‪ ΩϮΟϮϟ΍ Ϧϋ ΔϴγΎγϷ΍ ϢϴϫΎϔϤϟ΍ -1‬مع�� �لك �� �ل���� ل��و�� ي ّ‬
‫��نس�� عن �لع�لم �ل���وي �ن�سه‪ .‬ت�ك �ل���هيم ب���ب� ع�ي�� ��نس�� �نه ي��� �ل� �ل���‬
‫�ي��م ���ي�� ب�����ه�‪ ،‬في��ل� من ت�ك �ل���� مب��� �� قيم ح�� ي���� �ل���� ل��و��‬
‫ب���� ‪ paradigm‬في �ل��� ��ل��ني�(‪� .)13‬ع�� سبيل �ل���� ا ي���� ك�ي� من �ل��� ب��‬
‫���� �ل���� �يع����� �� �ل���� هي �ح�ه� �ل��و��‪ ،‬ت�ك �لع�ي�� ت��� ب�م �ل� ع�� �اك����‬
‫(�ق��ل��� �م� �ه �ي �� �ا‬ ‫ب�ل�ب��� ��خاقي� �ن�� ا ت��ب� في ��ي�م ب���نين �ل����‪ ،‬ف��� تع�ل� ع��م‪� :‬‬
‫�� ��ن��ْ ي�� �� �م� ي� ْ��� ����� �� �ا �ل �� ْه �� �� �م� ل���م ب� ��ل�ك� �م ْن �ع ْ� �م �� ْ� ه� ْم �� �ا ي�������� ) (�ل��ثي�‬ ‫�حي��ت���� �ل �� ْني�� ن� �� �‬
‫[‪� .) 24 :]45‬ع�� ع�� �لك ه��� �ن�� يع��ف�� ب�� ���� �ل����‪ ،‬في�م��� ب�� �ما���ه‬
‫��لي�� ��خ�‪ ،‬في���م�� في حي�ت�م ب�ل�ب��� ��خاقي� �ن�� ت��ب� م� �ل�ي�� ��خ��ي�‪.‬‬
‫ه� ﷺ ب� �� ْ� ��ب�ي‪،‬‬ ‫ه� بن �ع �� �� �ضي ه ع���� ق��‪�� :‬خ� �� �س�� �‬ ‫���م� ك�� ��� عن عب� �‬
‫يل)‪� .‬ك�� �بن �ع �� �� ي���‪ْ �� ���( :‬م �سيْت� فا ت� ْ��� ���ْ‬ ‫��ي�� �� ع��ب� �� �سب� �‬ ‫�‬ ‫ف���‪� ( :‬ك ْن في �ل �� ْني�� �ك��ن�ك� غ‬
‫��‪�� ���� ،‬صْ ب��ْ ت� فا ت� ْ�� ����ْ ْ�ل �� �س� ��‪� �� ،‬خ ْ� من �‬
‫(‪)14‬‬
‫ضك� ‪� �� ،‬م ْن �حي��ت�ك� ل� ���ْ ت�ك� )‪.‬‬ ‫ص ����ك� ل� �� �� �‬ ‫�ب � �‬
‫�ل �‬
‫‪� .ξϗΎϨΘϟ΍ϡΪϋϭϪΑΎθΘϟ΍ϭϖϓ΍ϮΘϟ΍ -2‬ل���� ل��و�� ي�� �� ي��� م���ب�� حيث ي���ف� و�ي�‬
‫م��ن�ته �اع����ي� ��ل���ي� �ن��� قي�ه ح�� ي��� خ�لي� عن �ل�ع��� ��ل���ق�‪��� .‬م� ك��‬
‫(ه� ن� �� �� ��حْ �سن�‬ ‫ي��له تع�ل� عن �ل���� �ل��يم �ه� �ل���� ل����� ��سامي ل��و��‪� :‬‬
‫ين �و��� ��ه� ْم ��ق����ب��� ْم ��ل��‬ ‫ث �ك���ب� �م�� ���ب��� �م���ن� �ي ت� ْ� �� �ع�� �م ْ�ه� �و��� �� �ل� ��ين� ي� ْ� ���ْ �� ��ب��� ْم ث� �م ت��� �‬ ‫ْ�ل �� ��ي �‬
‫ه� ف� ��� ل�ه� �م ْن ه�� ��) (�ل�م� [‪،)23 :]39‬‬ ‫ه� ي� ْ� ��� ب� �ه �م ْن ي� ���� �� �من ي��ْ ��لْ �‬ ‫ه� ��ل�ك� ه���� �‬ ‫�� ْك �� �‬
‫�خ��ا�ف� �ك��ي��) (�ل�س��‬ ‫�� ف�ي �ه ْ‬‫ه� ل� �� �و �� ْ‬‫�ق�� تع�ل�‪��( :‬ف�ا� ي��� ��ب������ ْ�ل���ْ ��� ��ل��ْ �ك��� �م ْن �ع� �� �غي �ْ� ه‬
‫[‪.)82 :]4‬‬
‫‪� .ΔϠϣΎθϟ΍ϢϴϫΎϔϤϟ΍ -3‬ل���� ل��و�� ي�� �� ي��� �ي�� م��هي�� ��ما يع�ل� كل �� عن حي��‬
‫��نس��‪� �� .‬ل���� ل��و�� ب���ب� ��س�� �اع����� ل��� ��نس�� �ف��ه �ح��ه ع�� كل‬
‫م� ي�� ع�يه‪� ،‬ي�خ� مع�� في كل ��� من حي�ته �ي��� م�ق�� ت��هه‪ .‬ح�� ��� ك�� �ل����‬
‫ل��و�� ق�ص�� ع�� بع� م��ن�� �ل�ي��‪ ،‬سي��� ه��� م��ا في �ل�ي�� خ�لي� عن ت����‪.‬‬
‫ف��� ��سا� لي��� ت���� ��ما ل��و��‪� ،‬ه� ك�� ق�� �ل�ي� م���� �����‪��( :‬ل��يع�‬
‫هي �ل��� �ل�ي ��ع�� ه �� ��� �ص�ل�� لي�خ� ��نس�� ب�� ن�سه في عاق�ه ب�به‪� ،‬عاق�ه‬
‫(‪)15‬‬
‫ب�خيه �ل�س�م‪� ،‬عاق�ه ب�خيه ��نس��‪� ،‬عاق�ه ب�ل���‪� ،‬عاق�ه ب�ل�ي��)‪.‬‬
‫‪� .ϥΎδϧϹ΍ΓΎϴΣϲϓΓήϴΒϛϥΎδϧϹ΍ΔϠΌγ΃ϞϜϟΔΑΎΟϻ΍ήϓϮϳ -4‬ه�� م� ق�له وي�� �ل�ي�� ‪James‬‬
‫‪�( : H. Olthius‬ل���� ل��و�� �ف�ل م��هيم ل��ي� ق�� �س��� �ل�ي��‪ ،‬م�ل من �ن�� �� ��‬
‫م�و��� �ل� �ين �سي�� هل ��له م�و��� كي� �ك�� سعي��� �م� ه� �ل�ي� ��ل���‪� (16).)..‬ا‬
‫�ك �� ��و�ب� �ل������ عن ت�ك ��س��� ت��� �ل� صي�غ� �ل���� �ل����� عن �ل�و��‪،‬‬
‫��لع�� ص�ي�‪.‬‬

‫�لب��ي‪ ،‬م��� سعي�‪ .)1997( .‬كب�� �لي�ي�ي�� �ل��ني�‪ ،‬بي���‪� ��� :‬ل��� �ل�ع�ص�‪(12) 243 � ،‬‬
‫‪ .‬عب� �ل��ضل‪ ،‬ف��ي‪ .)1977( .‬ق�م�� �ل��ني‪-‬ع�بي‪ ،‬بي���‪ :‬م��ب� لب���‪ .‬ل����‪ :‬م�� ‪ ،Götz‬و�� ‪Schregle‬س�ي��ل )‪(13‬‬
‫��ن�ل� ��ي��� �‪1378 .� ،�.�.‬‬
‫)‪ (14‬ص�ي� �لب����‪6153/5 ،‬‬
‫)‪ ،����� (15‬م����‪�� .)2111( .‬سا� ع�ي�� ���يع�‪� ،‬ل��ه��‪� ��� :‬ل����‪11 � ،‬‬
‫)‪(16‬‬
‫‪Olthius, James H. (1985). On Worldviews, Christian Scholar’s Review. 15, no. 2, p. 153-164‬‬

‫‪52‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
‫]‪AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD ... — [Abbas Manshur Tamam‬‬

‫���� ن��ن� �ل� ��سا� ك���� ل��و�� ل�و�ن�� ي���ك و�يع ت�ك �لع��ص�‪� ،‬ي��ف� ل�يه كل‬
‫�ام��ني�� ل���ثي� ع�� حي� ��نس�� ع��� ��ع����� ��و��ن� �س��ك�‪.‬‬

‫�� ������ ����� ������ ������ ������ �� ������� ��������‬


‫���� ح�يث ص�ي� ي�� ع�� م��ن�� ��سا�‪ ،‬ع�� �نه ع�ي� �ش�يع� ��خا� �ن��� مع�في‪،‬‬
‫�ي��ف� ل�يه ثاث� ع��ص� �ئيس� في �ل��بي� ��� �ل��ن� �ل�ع�في ��ل��ن� �ل�و��ني ��ل��ن� �لع��ي‬
‫ل�نس��‪� ���� .‬ل��يث م� ي�ي‪:‬‬
‫ه� ﷺ ����� ي��ْ �� �� ْ� ���� �ع �ع�� ْي��� �� �و حل �ش ��ي ��‬ ‫� ق��‪ :‬ب� ْي�� ��� ن��ْ �ن �ع ْ� �� �س�� �‬ ‫عن �ع ��� بن ْ�ل�� ��� �‬
‫س �ل�‬ ‫ْ�ف�ه� �م��� �� �ح ح� ح�� �و�� �‬ ‫� �ش ��ي �� �س ��� �� �ل �� �ع �� �ا ي ���� ع�يه ��ث� �� �ل �س�� �� �ا ي�ع �‬ ‫�� �ل�ّي�� �‬ ‫ب�ي� �‬
‫ض �ع �ك� � ْي �ه ع�� ف� �� �� ْي �ه‪� ،‬ق��‪ :‬ي� م��� �� ْخب��ْ ن�ي عن‬ ‫�ل�بي ﷺ ف�� � ْس�� �� �� ْكب��� ْي �ه �ل� �� ْكب��� ْي �ه �� �� �‬
‫ه�‬ ‫(��س �ْا �� �� ْ� ت� ْ��� �� �� ْ� �ا ��ل�ه� �ا ه ���� �� �م �� ���� �س�� �‬ ‫ه � ﷺ‪� ْ :‬‬ ‫��س �ْا ��� ف��� �س�� �‬ ‫ْ�‬
‫���� ‪�� ،‬ت� �� �� ْ�لب�يْت� �� � ْس����عْت� �ليه‬ ‫ﷺ‪�� ،‬ت���ي �م �ل� ��ا �‪�� ،‬ت� ْ�ت� �ي �ل �� �ك� �‪�� ،‬ت���� �� �� �م �‬
‫��� ق��‪��ْ �( :‬‬ ‫��ي �� �‬ ‫�‬
‫�� ّ�ق�ه�‪ .‬ق��‪ :‬ف�� ْخب��ْ ن�ي عن ْ �‬ ‫ص �� ْقت� ‪ ،‬ق��‪ :‬ف� �ع �� ْب��� له ي�سْ��ل�ه� ��ي �‬ ‫�سب�يا)‪ .‬ق��‪� :‬‬
‫�� خ� ي �ْ� �� �� �ش ّ� ��)‪ .‬ق��‪:‬‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫���‪� �� ،‬م �ائ� ���� �ه‪� �� ،‬ك��ب� �ه‪� �� �� ،‬س�� �ه‪��� ،‬لي��ْ �� ْ�� �خ ��‪�� ،‬ت� ْ� �من� ب��ل��� �‬ ‫ت� ْ� �من� ب� �‬
‫ه� �ك��ن�ك� ت ������‪ ،‬ف�� � ْ� لم ت� �� ْن ت ������ ف�نه‬ ‫��� ق��‪ �ْ ��( :‬ت� ْعب� �� �‬ ‫��حْ �س �‬ ‫ص �� ْقت� ‪ .‬ق��‪ :‬ف�� � ْخب��ْ ن�ي عن ْ �‬ ‫�‬
‫�‬ ‫�‬ ‫ْ‬
‫ي� ����� )‪ .‬ق��‪ :‬ف�� ْخب��ْ ن�ي عن �لس�� �ع ��� ق��‪( :‬م� �ل �� ْس��� �� ع��� ب�� ْع�� �م من �لس��ئ� �ل)‪ .‬ق��‪ :‬ف�� ْخب��ْ ن�ي‬ ‫�‬
‫��ل����‬‫عن �م��ت��� ق��‪ �ْ ��( :‬ت��� �� ْ��� �م�� ��ب������‪ �ْ ���� ،‬ت� ��� ْ�ل ����� � ْ�لع ���� � ْ�ل �ع�ل��� ��ع�� �� �ل ��� �� ي����� �‬
‫ت �م��يه�‪ ،‬ث� �م ق�� لي ي� �ع ����‪��( :‬ت� ْ� ��� من �لس��ئ�ل��) ق�ت ه‬ ‫ق ف���ب� ْ� �‬
‫��)‪ .‬ق��‪ :‬ث� �م � ْن���� �‬ ‫�‬ ‫في ْ�لب� ْ�ي�‬
‫(‪)17‬‬
‫�� ��س��ل�ه� �� ْع�� �م‪ .‬ق��‪( :‬ف�نه �وب �ْ�ي �ل ��ت�� �ك ْم ي� �ع�ّ �� �� ْم ��ي�� �� ْم)‪.‬‬
‫�ش�� ��� �ل��يث �ل� عاق� م�ي�� بين �ل���� ��سامي ل��و�� ��ل��بي� ��سامي�‪ .‬ف�لس��� عن‬
‫��حس�� بع� �لس��� عن ��ي��� ���سا� ي�� ع�� ��� �ل��بي�‪ ،‬ع�� �� ا ت��� �ل�ع�ف� عن ��ي���‬
‫���سا� م��� �ل�ع�ف�‪ ،‬في�ب�� �� ي��� �ل� �ل����� في���� م���� �ل��ن� �ل�و��ني ��لس��كي‪.‬‬
‫ف���� ف�� بين �ل�ع�يم ��ل��بي�‪ ،‬حيث ي��� �ل�ع�يم �ل� كس� �ل�ع��م�� �ل����ك�� ��� �ل����‬
‫�ل� ت��ي� �ل��ق� ��لس���‪�� ،‬ل��بي� ت��م ب��� في كس� �ل�ع��م��‪ .‬ق�� �لع���‪ :‬دا تس�� ع��ي�‬
‫�ك�س�� �ل�ع�ف� دت�بي�د م� لم ت���� �ل�ع�ف� �ل���سب� ع�� �ل��� ��خاقي �ل�� ي�ل� �� ي��� في‬
‫�ل��� �ل�� ي��سبه م� �س�يه �ن� ب����‪� .‬يع�� ���� �ل���� �ل��ي� �ل�� ي�بع من �ان�ب��‬
‫�ل��تي �ل��ئم ع�� �ل�ع�ف� �ل��بع� من �ل����د(‪ .)18‬ب�ع�� آخ� �� �ل����� �ل��ي�� ل��ي� ��سامي�‬
‫ت���� �ل� ع�ل ت�ب��‪ .‬ك�� �� �ل���� ي�وع �ل� �و�� مع��� ��س�� في ن�س �ل��� ��ي ت���‬
‫م�ق�ه �ت��� س��كه‪� ���� .‬ل�ع��� ت���� من مع��م��‪�� ،‬ف���‪�� ،‬ع������ ي�ي�ي�‪���� ،‬ح�� �ل�‬
‫�ي� �لك‪ ،‬ي�تب� بع��� ببع� في شب��� ع��ه‪� ،‬ت��� ��ي�� ت��ي� له‪� ���� ،‬ل��ي�� في �ل���ي�‬
‫ت�عل �ل��س ش��ي� ��� م�ق� ��ض� ���� ق��ي� ف��ي� �� س��كي� �ي���� في �����‪.‬‬
‫�من ثم ف�ل��بي� ب��و� �ل� ثاث� �م�� في تع�يل س��� ��ف���‪:‬‬
‫‪������� ������� ������ ������ ������ ����� -1‬‬
‫ا م��ح� في �� ح�ك� ع��ي� ت�ل�� ل�� �ل�س��ين م�تب�� ب���� �ل��آ� �ل�� ي��� و�يع‬
‫�ل���� �ل�ع�في في م��حل ت��ي��م‪��� .‬تب�ت �ل��ك� ب�ع���م ���� ��� �س�� ه ﷺ �ل��‬
‫ث ف�ي ْ��� ّميّين� �� �س�ا ّم ْ��� ْم ي� ْ����‬ ‫ف�� ل�م ب�� �ل�ع�م‪� ،‬نه ��ي�� من ���ئ� �ل�س�ل�‪� �� ��( :‬ل� ��� ب� �ع �‬
‫ين) (�ل��ع� �‪:]62‬‬ ‫ض �ا �� �مب� �‬ ‫��� �� ْ�ل �� ْ� ���� ����� �ك�ن��� �من ق� ْب �ل ل���ي �‬ ‫�ع�� ْي �� ْم آي��ت� �ه ��ي��� ّكي �� ْم ��ي� �ع�ّ ���� �م ْ�ل ��� �‬
‫‪.)2‬‬

‫)‪ (17‬ص�ي� مس�م‪8/1 ،‬‬


‫‪18‬‬
‫‪( ) Al-Attas, Prolegomena, p. 16.‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪53‬‬
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56

���� ������� ���� ،���� ����� ��� ����� ����� �� ���� ����� ‫��� ��� ����� ﷺ‬
�������� ���� ،������ �������� ����� ���� ����� ������� ������� ������ ������� ������ ���
����� ��� ���� ������� ������� ���� .��������� ������� ��� ���� ����� ���� ��� ��
�� ��������� ������� ������ ��� ،��������� ��������� �������� ������ ����� �� ��������
����� ���� ���� ������� ������ ���� ��� ��� �� ��� ���� ������� ��� .������ �����
�� ،������ ����� �� ����� ��� ��� ���� ������ ������� ������� ������� ��‫ �� د‬.‫ﷺ‬
،������ �� ���� ���� ��� ����� ������ ������ ��� ���� �� ��� ��� ����� � ،‫����� ����� ﷺ‬
���� �� ،������ ����� �� ���� ����� ���� ������ ���� ������ ��� ��� �� ��� �� ��� ��
������ �� ������� ������ ����� .)19(‫�� ��� ������ ������ ���� ��� ���� ������ �� ������د‬
����� ��� ������� ������ ������ �� ������� �� ���� ������ ���� ،������� ����� ������ �������
����� ���� ������� ������� �� ��� ����� ،������ ������ �� ��������� ���� ���� ���� ��
���� ���� ������ ��� .�������� ������� ������ �� ������ ������ �� ��� �� ���� ���� ����
،�������� ������� �� ������� ������� �� ������� ������ �� ����� ����� �� ���‫����� د‬
.)20(‫���� �� ����� �� ����� ������ ���� ��� ��� ����� �� ����� ��� �����د‬
���� ������ ����� ���� ���� ������� �� �� ���� ������ ����� ������� ��������
���� ������ �������� ‫ ��� ��ه� ����� ﷺ‬،����� ��� �� ������� ������� ��� ����� �� ������
������� ������� ،�������� ���� �� �������� �� ������ ����� ����� �� ������ ������ ،���� ����� ��
�� ،������ ������ �� ������ ���� �������� ������� ������ �� ����� ���� ��� ��� �� ���
.������ ������ �� ������ �������� �� ������ ������� ��� ���� ���
��� ����� �� ،���� ��� ��� ��� ��� � �������� ������ ��� ���‫��� ������ ����� د‬
،���� �� �������� ��� ����� �� �� ��� ������� ،����� ������ ،������ ������� ����� �����
�������� ������� �������� ������� ������ ���� ��� �� ������ ��������� ������� ��� ��� ��
������ �� ������� �� ��� ���� .)21(‫ �� ������ ������� ��������د‬،������� ����� ���
.)22(������� ������ �� ���� �� �� ���� ������� ������ ���� �� ��� ������ �������� ������
������� �������� �������� ������� -2
������� ����� ��� ���� ���� ��� ������� ������ ������ ��� ������ �� �������
������ ��
� ���� ������ ����� �� ������ ������ �� ����� � �� ������� ������� ،���
.)������( ���� �� ����� ������ ����� �� ������ ،����� ��� �����
�� ������ ������ ،���� ���� ������� ���� ��� .�������� �������� ����� ������ ،�����
�� ������ ����� �� ������ ������ ��� ،���� ����� ���� ��� .��������� ������ ������
.���� ���� ���� ��� ،������ ������ ������ ��� ���� ���� ��� .������� ������ ������
،�������� ������� ���� ������� ��� ��� ������ ���� ��� �� ‫�������� ���� ����� ����� ﷺ‬
����� ��� �� ����� ����� � ���� ،����� ������ ��� ���� ����� ����� � ���� ���
.���� � ��� ��� ������ ��� ��� �� ������� ������� .�������
����� ���� �� ���� ���� ���� ��� �� ��� ���� ���� � ���� �� ��� ������ ،�����
����� ����� �� ����� ���� ����� ������� ������� �� �� ������ ���� ��� ��� �������

447 � ،������ ������ ��� ������ ،����� ��� �� ����� .)�.� ،��( .���� ���� ،���� (19)
������ ������ ��� (20)
������ ������ ��� (21)
21 � ،�������� ����� ������� ��� �������� ،����� �� ������ ������ .)199( .������ ��� ،���������� (22)

54 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


‫]‪AT-TASHAWWUR AL-ISLAMY LI AL-WUJUD ... — [Abbas Manshur Tamam‬‬

‫�ل����‪ ،‬ه��� �م� آ�� م��ب� ���� �ل���ب �ل���ف� �ه� �ل���ي�‪ ��� .‬ي��� ف� �ل���� ��� من‬
‫�ل����‪ ،‬ه��� �م� آ�� م��ب� ���� �ل���ب �ل���ف� �ه� �ل���ي�‪ ��� .‬ي��� ف� �ل���� ��� من‬
‫�ا����� �ين �ل��� ��ل��� �ه‪ ،‬ف�� ي��� ل���� ��ي� ه��� من �ل���ف� ����مي�‪ ،‬ل��ه ف� ���‬
‫�ا����� �ين �ل��� ��ل��� �ه‪ ،‬ف�� ي��� ل���� ��ي� ه��� من �ل���ف� ����مي�‪ ،‬ل��ه ف� ���‬
‫�ل��� ي���� ����� �ي���� �ه �ل�����‪�� .‬ل��� ��ي� ف�� ي��� له ��� ��ي� ف� �ل���ف�‬
‫�ل��� ي���� ����� �ي���� �ه �ل�����‪�� .‬ل��� ��ي� ف�� ي��� له ��� ��ي� ف� �ل���ف�‬
‫����مي� ل��ه ي���� ����ه‪.‬‬
‫����مي� ل��ه ي���� ����ه‪.‬‬
‫‪������ ������ ����� ������ ���� -3‬‬
‫‪������ ������ ����� ������ ���� -3‬‬
‫ا� ���ييْب�‬
‫ْب‬ ‫���‬‫لن ي��ب� �ل���� من ه��ي� �ل��آ� ��� ك�� ��لي� من �ل����‪��� ��� ،‬ل�‪��� ( :‬ل�ك� ْْ�ل ����‬
‫ي��ب� �ل���� من ه��ي� �ل��آ� ��� ك�� ��لي� من �ل����‪��� ��� ،‬ل�‪�( :‬ل�ك� (�ل ������� ا� � �‬ ‫لن لّ ْ‬
‫‪� ،))23‬ي��� ��‬ ‫�����ين� ) (�لب��� �‪��� .)2 :]2‬ي� ف��ه� �ل���� ���له‪ :‬د�ل����� م�����د(‪23‬‬ ‫�‬ ‫فيه ه���‬
‫ف��ي ��ه ه��� لّ ْ� ������ين� ) (�لب��� �‪��� .)2 :]2‬ي� ف��ه� �ل���� ���له‪ :‬د�ل����� م�����د ‪� ،‬ي��� ��‬ ‫�‬
‫�ل��آ� ا ي���� �ه �ا من ك�� ���� ������� ���� ل���� ه��ي�ه‪ �������� ،‬ي���� ل�ب�� م�ي� من‬
‫�ل��آ� ( ا ي���� �ه �ا من ك�� ���� ������� ���� ل���� ه��ي�ه‪ �������� ،‬ي���� ل�ب�� م�ي� من‬
‫‪ .))24‬في�ب �� ي�� �ل��من من �ل��آ� م��� ������ ��ل���ي� ل�� م� ��� �ه‪ ���� ،‬ي����‬ ‫�ل���ي�‬
‫�ل���ي�(‪ . 24‬في�ب �� ي�� �ل��من من �ل��آ� م��� ������ ��ل���ي� ل�� م� ��� �ه‪ ���� ،‬ي����‬
‫�ل��� ��ل����� �� ������� �� ������‪ �� ،‬ك��� ك���� � �ل���ي� ل��� ه� ����‪�� ،‬ل����� من ك�‬
‫�ل��� ��ل����� �� ������� �� ������‪ �� ،‬ك��� ك���� � �ل���ي� ل��� ه� ����‪�� ،‬ل����� من ك�‬
‫��� ���‪�� ��� ،‬ن م����‪ :‬د��� ���� � ي��� (ي�� ���ي���� �ل�� ��ين� آ �م�����) ف����� ���ك‪ ،‬ف��ه �ي�‬
‫‪)25‬د��� ���� � ي��� (ي�� �ي���� �ل ��ين� آ �م���) ف����� ���ك‪ ،‬ف��ه �ي�‬ ‫��� ���‪�� ��� ،‬ن م����‪:‬‬
‫���ل� ف� م����� من �ل��آ�‪���� ،‬‬ ‫��م� �ه‪�� ���� �� �� ،‬هد((‪� .)25‬ي��� ��ن م���� ����� �ل����‬
‫��م� �ه‪�� ���� �� �� ،‬هد ‪� .‬ي��� ��ن م���� ����� �ل���� ���ل� ف� م����� من �ل��آ�‪���� ،‬‬
‫ا ي����� �ل��آ� م����� ل������ �ل���ي�‪ �� ،‬ي�����ه ��� م��� ل��ك �ل�����‪ ،‬ف��ه ��ب���‬
‫ا ي����� �ل��آ� م����� ل������ �ل���ي�‪ �� ،‬ي�����ه ��� م��� ل��ك �ل�����‪ ،‬ف��ه ��ب���‬
‫ه� �����‪� ،‬ك��� ���ب ��ه�� ف� ���ي� �ل�ي�� �لب��ي�‪�� :‬ه�� ��ب��� �م� من ��� ����‬
‫ه� �����‪� ،‬ك��� ���ب ��ه�� ف� ���ي� �ل�ي�� �لب��ي�‪�� :‬ه�� ��ب��� �م� من ��� ����‬
‫�ل����‪�� ،‬ه ����‪��� ،‬يه ������ ف� �ل���� ���ل�‪���� ،‬ب�� �� �ل��� لي�� �ي�� آ�� ���‬
‫�ل����‪�� ،‬ه ����‪��� ،‬يه ������ ف� �ل���� ���ل�‪���� ،‬ب�� �� �ل��� لي�� �ي�� آ�� ���‬
‫�ل���� �ل�����ي� ل����يه �ل��آ��‪.‬‬
‫�ل���� �ل�����ي� ل����يه �ل��آ��‪.‬‬
‫ل�لك ف�� م��ل� ����� م�ل�ا� �ل��آ� ��ي�����ه‪ ،‬لي�� م��� ف�� �ل���ه ��ب����ه‪�� ،‬‬
‫ل�لك ف�� م��ل� ����� م�ل�ا� �ل��آ� ��ي�����ه‪ ،‬لي�� م��� ف�� �ل���ه ��ب����ه‪�� ،‬‬
‫لي�� م��� �ل���ي� �ل��ي� ل���آ�‪��� ،‬ه� من �لك ه� ������� �ل��� ���ي� من �ل�����‬
‫لي�� م��� �ل���ي� �ل��ي� ل���آ�‪��� ،‬ه� من �لك ه� ������� �ل��� ���ي� من �ل�����‬
‫��ل���ك�� ��ل�����‪���� ،‬ه ��ك �ل�� ���ب� ���له‪ � ���� .‬من �� ���� �ل���ي� �ل����ب�‬
‫��ل���ك�� ��ل�����‪���� ،‬ه ��ك �ل�� ���ب� ���له‪ � ���� .‬من �� ���� �ل���ي� �ل����ب�‬
‫ل����ه ه� ��ب� �ل���� من ����ه �ل��آ�ي�‪� .‬من �� ي���ب ������ ��ن ����� ���ن �ل���ه‬
‫ي���ب ������ ��ن ����� ���ن �ل���ه‬ ‫�من ����ْ��ل��� ْ‬ ‫�ل���� من ����ه �ل��آ�ي�‪.‬‬ ‫ل����ه ه� ��ب�‬
‫�) (� �‪� �� �� .)29 :]38‬ل���‬ ‫�‬ ‫��� ْْلب��‬
‫�‬ ‫ْ‬ ‫�‬ ‫� ّلّي� ��������� آي���� �ه ��ل�ي��� ��� ��ك ��‬‫فيه‪� ( :‬ك����ح ������ ْْل����� ��ل�� ْيك� �مب�� �� ح‬
‫ح‬
‫�) (� �‪� �� �� .)29 :]38‬ل���‬ ‫فيه‪� ( :‬ك����ح ���� ل����� ��ل ْيك� �مب�� ��� لي�������� آي���� �ه �ل�ي���ك �� ��ْ ل�� ��لب�� �‬
‫�‬
‫م��� �ل���ف� �لب����‪�� ،‬ل�� ����م� م� ���ه��‪���� ،‬ب ف� ��ي� �ل���ف�‪،‬‬ ‫�ل��آ�� ا ي��� �ل�‬
‫�ل��آ�� ا ي��� �ل� م��� �ل���ف� �لب����‪� ،‬ل�� ����م� م� ���ه��‪���� ،‬ب ف� ��ي� �ل���ف�‪،‬‬
‫����� ي���ب �ل��آ� �ل��� من ���� �ل���ف�‪.‬‬
‫����� ي���ب �ل��آ� �ل��� من ���� �ل���ف�‪.‬‬
‫�� �������‬
‫�� �������‬
‫��� �لب�� �ل� �ه� ����� في�� ي��‪:‬‬
‫��� �لب�� �ل� �ه� ����� في�� ي��‪:‬‬
‫‪� -1‬ل���� ل����� ي���� من �ا����� ��ل��� �ك� م� ه� ك��ن ف� �ل���ب �ل���� �ل����‬
‫‪� -1‬ل���� ل����� ي���� من �ا����� ��ل��� �ك� م� ه� ك��ن ف� �ل���ب �ل���� �ل����‬
‫ل����� �ا������ �������‪� ،‬م���� �ل���� ل����� ي�ب �� ي��ف� ف� ���ه �ل�����‬
‫ل����� �ا������ �������‪� ،‬م���� �ل���� ل����� ي�ب �� ي��ف� ف� ���ه �ل�����‬
‫�ل��م� ������‪� ،‬ه� ��ه �ل���هي� �����ي� �ن �ل����‪� ،‬ل���ف� ��ل����ه ���� �ل�����‪��� ،‬ه‬
‫�ل��م� ������‪� ،‬ه� ��ه �ل���هي� �����ي� �ن �ل����‪� ،‬ل���ف� ��ل����ه ���� �ل�����‪��� ،‬ه‬
‫م��هي� ��م��‪� ،‬ي�ف� �ا���� ل�� ����� ������ كبي�� ف� �ي�� ������‪ ������ .‬ي��ف� ف�‬
‫م��هي� ��م��‪� ،‬ي�ف� �ا���� ل�� ����� ������ كبي�� ف� �ي�� ������‪ ������ .‬ي��ف� ف�‬
‫���ه ��ك �ل����� ��ي���‪.‬‬
‫���ه ��ك �ل����� ��ي���‪.‬‬
‫‪ -2‬م���� �ل���� ����م� ل����� ي���� ف� �ل��ي�� ��ل��ي�� ������ ��ل���� �ل���ف�‪،‬‬
‫‪ -2‬م���� �ل���� ����م� ل����� ي���� ف� �ل��ي�� ��ل��ي�� ������ ��ل���� �ل���ف�‪،‬‬
‫ك�� ي��� من ��ي� �ب�ي� �ي� ي��� �لي�� ����� ����� ل����ي� �ل�� ���� �ل���ب‬
‫ك�� ي��� من ��ي� �ب�ي� �ي� ي��� �لي�� ����� ����� ل����ي� �ل�� ���� �ل���ب‬
‫�ل���ف� ��ل������ ��ل����‪� ،‬ه� ����� �ل� ���� �م�� ف� ���ي� ���� ��ف���‪� ،‬ه�‬
‫�ل���ف� ��ل������ ��ل����‪� ،‬ه� ����� �ل� ���� �م�� ف� ���ي� ���� ��ف���‪� ،‬ه�‬
‫����� �ل���� �ل���� �ل��ي� ل����ف� ����مي�‪�� ،‬ال���� ��ل���ي� �ل���في� ����مي�‪،‬‬
‫����� �ل���� �ل���� �ل��ي� ل����ف� ����مي�‪�� ،‬ال���� ��ل���ي� �ل���في� ����مي�‪،‬‬
‫����� ������ ل���� �ل���� ����م�‪.‬‬
‫����� ������ ل���� �ل���� ����م�‪.‬‬
‫�������‬
‫�������‬
‫�ل����‪� ��� ،‬لب�ك��‪ .).�.�( .‬م���� �ل���ي� ������ �ل���ي� (���ي� �ل����)‪� ،‬ل��ه��‪ :‬م��ب� �لب��� �ل��ب�‪11� ،1� ،‬‬ ‫‪(23‬‬
‫)‪23‬‬
‫‪.12‬م���� �ل���ي� ������ �ل���ي� (���ي� �ل����)‪� ،‬ل��ه��‪ :‬م��ب� �لب��� �ل��ب�‪11� ،1� ،‬‬‫(�‪.).�.‬‬
‫�لب�ك��‪� ،.‬‬ ‫�ل���� ���‬
‫�ل����‪1� ،‬‬ ‫�ل����‪،‬‬ ‫‪((24‬‬ ‫)‬
‫)‪24‬‬
‫‪.‬‬‫‪12‬‬ ‫�‬ ‫‪،‬‬‫‪1‬‬ ‫�‬
‫��ن ك�ي�‪����� ،‬ي� �ن ���(‪��� .)1411‬ي� �ل��آ� �ل��ي� (���ي� ��ن ك�ي�)‪� ،‬ي���‪� ��� :‬ل���‪255 � ،2 � ،‬؛‬ ‫�ل����‪،‬‬ ‫�ل����‬ ‫‪((25‬‬ ‫))‬
‫‪255 � ،2 �.43‬؛‬
‫�ل���‪،‬‬
‫��� �‬ ‫ك�ي�)‪�،‬ل���ي�‪،‬‬
‫�ي���‪،� �:‬‬ ‫��ن �ل��ب‬
‫(���ي� ���‬
‫�ل��ي��ي���‪:‬‬ ‫�ل��آ�‬
‫��ل�ي��‪،‬‬ ‫���ي��ل���‬ ‫‪.)1411‬‬
‫(�‪.).�.‬‬ ‫���(‬
‫م���‪.‬‬ ‫�����ي� �ن‬
‫��� �ن‬ ‫ك�ي�‪� ���،‬ل��ن‬ ‫��ن‬
‫�ل������‪،‬‬ ‫)‪(25‬‬
‫�ل������‪� ��� ،‬ل��ن ��� �ن م���‪� .).�.�( .‬ل��� ��ل�ي��‪� ،‬ي���‪� ��� :‬ل��ب �ل���ي�‪.43 � ،� � ،‬‬
‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪55‬‬
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 49 – 56

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (2001). Prolegomena To The Metaphysics of Islam,


Kuala Lumpur: ISTAC
Olthius, James H. (1985). On Worldviews, Christian Scholar’s Review. 15, no. 2
Rohani, Ahmad H. M. (2009). Pendidikan Islam Menuju Generasi Khoiru Ummah. Sultan
Agung, xliv, No. 118, Juni-Agustus
Smart, Ninian. (n.d). Worldview: Crosscultural Explorations of Human Belief, New York:
Charles Sribner’s sons
Wall, Thomas F. (2001). Thinking Critically About Philosophical Problem: A Modern
Introduction, Australia: Wadsworth, Thomson Learning
Wan Daud, Wan Mohd Nor. (1998). The Education Philosophy and Practice of Syed
Muhammad Naquib Al-Attas An Exposition of The Original Consep of Islamization,
Kuala Lumpur: International Institute of Islamic and Civilization (ISTAC)
Zarkasyi, Hamid Fahmi. Worldview. From Acikgence, Alparslan. (1996). The Framework
for A History of Islamic Philosophy. Al-Shajarah. Journal of The International
Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), vol. I, No. 1-2

����� ��� ������ ،)���� ��� �����( ������ ������ ����� .)1411(��� �� ������� ،���� ���
��� ������ ،)������� ����( ������� ������ ������ .)1987( .������� �� ���� ،�������
���� ���
������� ����� ��� ������ ،������� ��������� ���� .)1997( .���� ���� ،������
�������� ����� ������� ��� �������� ،����� �� ������ ������ .)199( .������ ��� ،����������
������ ،����-������ ����� .)1977( .���� ،������ ��� .Götz ��� ،Schregle ������
.�.�.� ������ ������ ��� ������ .����� �����
������ ��� �������� ،������ ����� ����� .)2111( .����� ،�����
������ ��� �������� ،���� ���� ����� ������� ������ .)1993( .���� ،����� .���� ،����
������ ��� �������� ،������ ������ ������ .)1997( .��� ،���
������� ����� ��� ������ ،������� ����� .).�.�( .���� �� ��� ����� ��� ،��������
������ ������ ����� ��� ������ ،���� ���� .).�.�( .���������� ������ �� ���� ،����
������ ����� �������� ،)������ �����( ������� ������ ������� ����� .).�.�( .������� ��� ،������
������
������ ������ ��� ������ ،����� ��� �� ����� .)�.� ،3�( .���� ���� ،����

56 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBIASAAN DZIKIR
(Sebuah Model Pendidikan Pada Thariqat Tijaniyah)
PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS MELALUI PEMBIASAAN DZIKIR
(Sebuah Model Pendidikan Pada Thariqat Tijaniyah)
Aceng Kosasih
Universitas Pendidikan Indonesia
Aceng Kosasih
Email: acengkosasih@upi.edu
Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRACT Email: acengkosasih@upi.edu

Recently, moral degradation emerges. The truth, honesty, justice, brotherhood, and
ABSTRACT
affection have been covered by evil, deception, oppression, and deviation. There are many
Recently,
corruption, moraland
collusion, degradation emerges.
manipulation. This The
moraltruth, honesty,appears
degradation justice,not
brotherhood,
only in adults,and
affection
but also inhave been Parents,
students. covered teachers,
by evil, deception, oppression,
religious figures, and deviation.
and society have been There are many
complaining
corruption,
some studentscollusion, and manipulation.
who are naughty, This moral
stubborn, drinking degradation
alcohol, engaging appears
in a gangnot onlyand
fight, in adults,
so on.
but also
Those allinare
students. Parents,
to be the reasonsteachers, religious
that religious figures,education
character and society have be
should been complaining
paid attention.
Thariqat Tijaniyah
some students is one
who are of schools
naughty, of Islamic
stubborn, drinking Mysticism (Tasawuf)
alcohol, engaging that tries
in a gang fight,toand so on.
build its
Those all religious
adherent are to be the reasonsthrough
character that religious
Dzikr character
recitationeducation
in regular. should be paidthis
Through attention.
Dzikr
recitation regularly,isikhwan’s
Thariqat Tijaniyah (adherent
one of schools of Thariqat
of Islamic Mysticism (Tasawuf)
Tijaniyah) that tries
character to build
is built. its
This
adherent
article religious
is the result ofcharacter through
my research aboutDzikr recitation
the Process in regular.
of Dzikr Through this
costumarization Dzikr
in Ikhwan
recitationTijaniyah
Thariqat regularly,inikhwan’s
Darussalam (adherent
Islamic of Boarding
Thariqat Tijaniyah)
School, Jaticharacter
Barang is built. This
Brebes. This
article isisthe
research result of with
qualitative my research about
descriptive the Process
analytic method.of Dzikr
The data in Ikhwan
collection is conducted
costumarization
Thariqat
by using: 1) Tijaniyah in Darussalam
participative observationIslamic
technic,Boarding School,
2) interview, Jati Barang Brebes.
3) documentation, This
4) literature
research
study, andis 5)qualitative with descriptive
triangulation. The result analytic method.shows
of the research The datathatcollection
the process is conducted
of Dzikr
by using: regularly
recitation 1) participative observation
in Ikhwan Thariqattechnic,
Tijaniyah2) interview,
is conducted 3) documentation,
with reciting wird 4) literature
lazimah,
study,wadzifah,
wird and 5) triangulation. The result of the research shows that the process of Dzikr
and wird hailallah.
recitation regularly in Ikhwan Thariqat Tijaniyah is conducted with reciting wird lazimah,
wirdWord:
Key wadzifah, and wird
Religious hailallah.
character, Dzikir, Thariqat Tijaniyah.

Key Word: Religious character, Dzikir, Thariqat Tijaniyah.


ABSTRAK

Dewasa
ABSTRAK ini banyak bermunculan gejala kemerosotan akhlak. Kebenaran, kejujuran, keadilan,
persaudaraan dan kasih sayang sudah tertutup oleh kebatilan, penipuan, penindasan dan
penyelewengan.
Dewasa ini banyak Di sana sini banyakgejala
bermunculan terjadikemerosotan
korupsi, kolusi dan manipulasi.
akhlak. Kebenaran, Gejala kemerosotan
kejujuran, keadilan,
akhlak tersebutdan
persaudaraan bukan saja sayang
kasih menimpasudahkalangan dewasa,
tertutup olehmelainkan
kebatilan,juga telah menimpa
penipuan, kalangan
penindasan dan
pelajar. Orang tua,Dipendidik,
penyelewengan. sana sinitokoh
banyakagama dankorupsi,
terjadi masyarakat
kolusibanyak mengeluhkan
dan manipulasi. sebagian
Gejala pelajar
kemerosotan
yang
akhlakberperilaku nakal,saja
tersebut bukan keras kepala,kalangan
menimpa mabuk-mabukan, tawuran, juga
dewasa, melainkan dantelah
sebagainya.
menimpaItukalangan
semua
menjadi alasan bahwa pendidikan karakter religius harus mendapat perhatian.
pelajar. Orang tua, pendidik, tokoh agama dan masyarakat banyak mengeluhkan sebagian pelajar Thariqat Tijaniyah
sebagai salah satu nakal,
yang berperilaku madzhab dalam
keras tasawuf
kepala, berupaya membangun
mabuk-mabukan, tawuran, karakter religius penganutnya
dan sebagainya. Itu semua
melalui pembiasaan dzikir. Melalui pembiasaan dzikir itulah watak
menjadi alasan bahwa pendidikan karakter religius harus mendapat perhatian. Thariqat dan karakter ikhwan pada
Tijaniyah
Thariqat
sebagai salahTijaniyah bisa dibina.
satu madzhab Makalah
dalam tasawuf iniberupaya
merupakan hasil penelitian
membangun penulis
karakter tentang
religius Proses
penganutnya
Pembiasaan Dzikir pada
melalui pembiasaan Ikhwan
dzikir. Thariqat
Melalui Tijaniyah
pembiasaan di Pondok
dzikir itulah Pesantren
watak danDarussalam Jati Barang
karakter ikhwan pada
Brebes.
ThariqatPenelitian
Tijaniyahini bersifat
bisa dibina.kualitatif
Makalahdengan menggunakan
ini merupakan hasil Metode deskriptif
penelitian tentang Untuk
penulis analitis. Proses
menghimpun
Pembiasaan Dzikir data dilakukan
pada Ikhwandengan menggunakan:
Thariqat Tijaniyah 1) Teknik Pesantren
di Pondok Observasi Darussalam
partisipatif, Jati
2) Teknik
Barang
Wawancara, 3) Teknik Dokumentasi, 4) Teknik Studi Pustaka, dan 5) Triangulasi.
Brebes. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan Metode deskriptif analitis. Hasil penelitian
Untuk
menunjukkan
menghimpun data bahwa proses pembiasaan
dilakukan dzikir terhadap
dengan menggunakan: Ikhwan
1) Teknik Thariqatpartisipatif,
Observasi Tijaniyah 2) dilakukan
Teknik
dengan pengamalan
Wawancara, wirid
3) Teknik lazimah, wirid
Dokumentasi, 4) wadzifah,
Teknik Studi danPustaka,
wirid hailallah.
dan 5) Triangulasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa proses pembiasaan dzikir terhadap Ikhwan Thariqat Tijaniyah dilakukan
Kata
denganKunci: Karakter
pengamalan religius,
wirid dzikir,
lazimah, wiriddanwadzifah,
Thariqat dan
Tijaniyah.
wirid hailallah.

Kata Kunci: Karakter religius, dzikir, dan Thariqat Tijaniyah.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 57


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 57 – 61

A. LATAR BELAKANG
Dunia modern saat ini pada satu sisi ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi sementara pada sisi yang lain ditandai dengan kemerosotan akhlak.
Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah menjadi barang
yang langka. Sebaliknya penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling
merugikan terjadi dimana-mana. Gejala kemerosotan akhlak tersebut, dewasa ini bukan
saja menimpa kalangan dewasa, melainkan juga telah menimpa kalangan pelajar. Orang
tua, guru dan masyarakat banyak mengeluhkan sebagian pelajar yang berperilaku nakal,
keras kepala, mabuk-mabukan, tawuran, pesta obat-obatan terlarang, dan sebagainya.
Ini adalah kenyataan yang sangat menakutkan bagi orang tua yang masih memiliki
iman. Apa yang sesungguhnya sedang terjadi di dunia pendidikan? Mengapa dunia
pendidikan seperti kurang memperhatikan aspek moral anak didiknya? Padahal beberapa
dekade terakhir ini, berbagai komponen dan aspek pendidikan telah mengalami lonjakan
kemajuan yang spektakuler. Kurikulum dan strategi pembelajaran ditinjau dan
diperbaharui setiap tahun. Kualifikasi tenaga pengajar ditingkatkan minimal Sarjana Strata
1 (S1). Fasilitas dan berbagai media pendidikan dan lain sebagainya mengalami
pengembangan secara signifikan, jauh meningkat dibanding dengan kondisi 10 apalagi 20
tahun yang lalu.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan telah mengantarkan ilmu dan teknologi
ke tingkat yang sangat maju. Dengan temuan-temuan ilmu dan teknologi, berbagai
pekerjaan tidak lagi dikerjakan secara manual, semuanya serba mudah dan praktis. Akan
tetapi di sisi lain, ternyata kemajuan ilmu dan teknologi telah membuat jurang yang
menjebak manusia itu sendiri, manusia telah kehilangan makna dan tujuan hidup yang
sebenarnya. Karena mereka telah dijauhkan dari akar-akar keagamaan dan dikikis dari
keterikatannya kepada Sang Pencipta. Ini adalah fenomena munculnya penyakit ruhani.
Padahal ilmu dan teknologi secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa
merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiannya. Ilmu dan teknologi harus
bisa mendorong manusia pada pengakuan atas kemahabesaran Sang Pencipta hingga
membawa kepada ketaatan dan ketundukan kepada-Nya.
Kondisi di atas hendaknya memacu kita untuk lebih menekankan pentingnya
pendidikan karakter, hususnya karakter religius. Berikut ini penulis mencoba akan
memaparkan sebuah model pendidikan karakter religius melalui pembiasaan dzikir yang
diterapkan pada ikhwan Thariqat Tijaniyah.

B. METODE PENELITIAN
Tulisan ini merupakan hasil penelitian penulis terhadap ikhwan Thariqat Tijaniyah
di Pondok Pesantren Darussalam, Brebes. Penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
observasi partisipatif, wawancara dan dokumentasi, studi pustaka, dan triangulasi.

C. PEMBAHASAN
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan pengertian pendidikan bahwa pendidikan
pada hakekatnya suatu usaha yang didasari untuk pengembangan kepribadian dan
kemampuan manusia, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan
berlangsung seumur hidup.
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu UU No. 20 Tahun 2003
pasal 1 ayat 2, dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional adalah Pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional dan
tanggap terhadap tuntutan dan perubahan zaman. Bahkan dalam Pasal 3 dikemukakan

58 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN KARAKTER RELIGIUS ... — [Aceng Kosasih]

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta


peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pada UU Sisdiknas di atas, ada hal yang menarik perhatian penulis yakni
pendidikan di Indonesia berfungsi membentuk watak, karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat yang akan tercermin dari pribadinya yang berakhlak mulia.
Adapun karakter berasal dari bahasa Yunani yakni karasso yang berarti cetak biru,
format dasar, sidik seperti dalam sidik jari. Dalam bahasa Arab, karakter disebut akhlak
atau tabi’at (Maksudin, 2013: 1). Sedangkan secara terminologis, Samani dan Hariyanto
(2013: 41) mengemukakan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap
individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa,
dan negara. Sedangkan Maksudin (2013: 3) mengartikan karakter sebagai ciri khas setiap
individu berkenaan dengan jati dirinya (daya qolbu) yang merupakan saripati kualitas
batiniah/rohaniah, cara berpikir, cara berperilaku (sikap dan perbuatan lahiriah) hidup
seseorang dan bekerja sama baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa maupun negara.
Sehingga, karakter religius dapat diartikan cara pandang atau berprilaku yang khas dari tiap
individu yang sesuai atau tidak bertentangan dengan ajaran agama, yang dalam bahasa
agama disebut akhlakul karimah.
Jadi pendidikan karakter religius dapat diartikan sebagai usaha sadar yang
dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai yang bersumber dari agama pada peserta didik
sehingga nilai itu melekat dalam kepribadianya (peserta didik itu berakhlakul karimah).
Model pendidikan karakter religius banyak dikembangkan oleh berbagai lembaga
pendidikan, termasuk pesantren dan thariqat. Di bawah ini penulis akan memaparkan
model pendidikan karakter religius melalui pembiasaan dzikir yang dilakukan pada ikhwan
Thariqat Tijaniyah.
Menurut bahasa, dzikir artinya mengingat, menyebut, dan mengenang. Adapun
yang dimaksudkan dengan dzikir dalam amaliah agama adalah mengingat atau menyebut
asma Allah. Lawan dzikir adalah ghaflah, yakni lupa atau lalai dari mengingat atau
menyebut asma Allah. Dalam makna yang lebih luas, dzikir ialah sikap kita secara totalitas
yang selalu ingat kepada ajaran Allah SWT (El Sulthani, 1997: 6). Lebih jauh, Imam
Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Asy-Syadziliy al-Iskandary dalam kitabnya
Miftahul-Falah wa Misbahul-Arwah Bi Fadhlillah Al-Karim Al-Fattah seperti dikutip Al-
Haddad (2009: 263) menjelaskan bahwa dzikir adalah cara untuk menghindari kelalaian
dan kelupaan dengan terus menerus menghadirkan hati bersama Al-Haq. Dzikir juga dapat
berarti menyebut-nyebut asma Allah, dengan hati dan lidah.
Dzikir harus selalu dilakukan oleh seorang muslim karena dengan dzikir seseorang
akan selalu ingat Allah dan akan merasakan kehadiran Allah. Pada situasi seperti ini dia
akan tercegah untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan aturan Allah.
Pada Thariqat Tijaniyah (Kosasih, 2011: 6-11), ada kewajiban bagi penganutnya
untuk melakukan dzikir, yaitu: pertama, wirid lazimah, yang diamalan 2 kali dalam sehari
semalam, pagi dan sore dan dilaksanakan secara munfarid (perseorangan), bacaannya tidak
boleh dikeraskan; kedua wirid wadzifah, yang diamalkan 1 kali dalam sehari semalam; dan
ketiga wirid hailallah, yang diamalkan 1 kali dalam satu minggu.
Waktu pelaksanaan wirid lazimah dalam sehari semalam 2 kali yaitu; waktu yang
pertama sesudah shalat ashar sampai waktu isya, bila ada udzur waktunya sampai waktu
subuh dan apabila sampai waktu shubuh belum mengamalkannya, maka wajib di qadha;
waktu yang kedua sesudah shalat shubuh sampai waktu dhuha akhir. Jika ada udzur,

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 59


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 57 – 61

waktunya sampai waktu maghrib. Dan apabila sampai waktu maghrib belum diamalkan,
maka wajib qadha. Wirid lazimah yang kedua ini lebih utama jika ditaqdim, yaitu
diamalkan sebelum waktu shubuh. Apabila waktu shubuh belum selesai, maka harus
diteruskan sampai selesai, dan setelah shalat shubuh harus mengamalkannya lagi. Waktu
taqdim kurang lebih satu jam 30 menit setelah shalat isya.
Pelaksanaan wirid lazimah adalah sebagai berikut; pertama, niat, yaitu berniat
mengamalkan wirid lazimah (pagi hari dan sore hari); kedua membaca istighfar 100 kali;
ketiga membaca shalawat 100 kali dengan sighat apapun. Namun lebih utama kalau
membaca shalawat faith; keempat membaca tahlil, yakni bacaan: ‫ � ��ه ��ه‬99 kali,
kemudian ditutup dengan bacaan:
‫� ��ه �� ه ���� ��� � ه ���ه ��� ه‬
Pelaksanaan wirid wadzifah sehari semalam hanya satu kali, yakni ba'da maghrib
dan dilakukan secara berjamaah. Hal itu sesuai dengan aturan di Thariqat Tijaniyah bahwa
apabila di daerahnya ada Ikhwan Tijani, maka wirid wadzifah harus diamalkan dengan
ijtima’ (berjamaah).
Pelaksanaan wirid wadzifah adalah sebagai berikut ; pertama, membaca niat untuk
mengamalkan wirid wadzifah; kedua membaca Istighfar 30 kali dengan sighat:
������ ���� �� �� ‫������ ه ������ ���� � ��ه‬
Ketiga membaca shalawat fatih 50 kali; keempat membaca tahlil, yakni bacaan: ‫� ��ه ��ه‬
99 kali, kemudian ditutup dengan bacaan:
‫� ��ه ��ه ���� ��� � � � ���� ��� ه‬
Dan terakhir membaca Shalawat Jauharat al-Kamal.

Adapun pelaksanaan wirid Hailallah dalam satu minggu diamalkan satu kali, yakni
setelah shalat ashar hari jumat, yakni sekitar 1 jam sebelum maghrib sampai waktu
maghrib. Dan yang dibaca adalah ‫ � ��ه ��ه‬paling sedikit 1000 kali dan paling banyak
1600 kali.
Apabila di daerahnya ada Ikhwan Tijani, maka melaksanakan wirid hailallah harus
dengan ijtima (berjamaah), dan apabila ada udzur sehingga tidak mengamalkan wirid
hailallah, maka tidak wajib diqadha.

D. KESIMPULAN
Pendidikan karakter religius dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan
untuk menanamkan nilai-nilai yang bersumber dari agama pada peserta didik sehingga
nilai itu melekat dalam kepribadianya (peserta didik itu berakhlakul karimah). Ikhwan
Tijani di Pondok Pesantren Darussalam melakukan pendidikan karakter melalui
pembiasaan dzikir, yakni dengan pengamalan wirid, baik lazimah, wadzifah, maupun
hailallah. Dengan dzikir-dzikir tersebut, Ikhwan Tijani akan selalu ingat Tuhan dan
merasakan kehadiran Tuhan. Pada keadaan seperti ini, karakter religius akan menjadi
bagian dari kepribadiannya, mereka akan tercegah untuk melakukan perbuatan-perbuatan
terlarang.

REFERENSI
Al-Haddad, Habib Alwi bin Ahmad bin al-Hasan bin Abdullah bin Alwi. (2009). Mutiara
Zikir dan Do'a. Bandung. Pustaka Hidayah.
El Sulthani, Mawardi Labay. (1997). Dzikir dan Do'a dalam kesibukan. Jakarta. Pesantren
Modern Al Iman Yayasan Al-Mawardi.
GBHN Tahun 1973
60
Undang-Undang RI No. 20 Tahun Prosiding
2003 The 1st UPISistem
tentang International Conference
Pendidikan on Islamic Education 2016
Nasional.
Kosasih, Aceng. (2011). Model Internalisasi Nilai Dzikir pada Ikhwan Thariqat Tijaniyah.
Bandung: Disertasi SPs UPI.
Maksudin, (2013), Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
REFERENSI
Al-Haddad, Habib Alwi bin Ahmad bin al-Hasan bin Abdullah bin Alwi. (2009). Mutiara
Zikir dan Do'a. Bandung. Pustaka Hidayah.
El Sulthani, Mawardi Labay. (1997). Dzikir dan Do'a
PENDIDIKAN
dalamKARAKTER Jakarta.
RELIGIUS
kesibukan. Pesantren
... — [Aceng Kosasih]

Modern Al Iman Yayasan Al-Mawardi.


GBHN Tahun 1973
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kosasih, Aceng. (2011). Model Internalisasi Nilai Dzikir pada Ikhwan Thariqat Tijaniyah.
Bandung: Disertasi SPs UPI.
Maksudin, (2013), Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2013), Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 61


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK

Ade Imelda Frimayanti


Universitas Lampung
Email: adeimelda270377@yahoo.co.id

ABSTRACT

The attitude formation is a learning dimension that has been overlooked in Indonesia, including the
establishment of a spiritual attitude. Lack of attention to the formation of the spiritual attitude of
students has implicated in moral crisis. The formulation of the problem in this study is how is the
spiritual attitude of student education?. The main purpose of research is to determine the
educational efforts of spiritual attitudes of students. This type of research is literature study with a
qualitative approach and inductive data analysis. The result of this research is there are some efforts
to be conducted to establish spiritual attitudes of student: (1) applying learning activities that are
integrated with Islamic religious education; (2) increasing students’ religious activity in the school
environment; (3) giving full attention to the religious motivation of student; (4) activating
emotional intelligence of students through real activity (5) enhancing the participation of parents to
establish an active communication between schools and parents.

Keyword: Education, Spiritual Attitude, Students

ABSTRAK

Pembentukan sikap merupakan dimensi belajar yang selama ini kurang diperhatikan di Indonesia
termasuk diantaranya pembentukan sikap spiritual. Kurangnya perhatian pada pembentukan sikap
spiritual peserta didik berimplikasi pada krisis akhlak. Rumusan Masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana pendidikan sikap spiritual peserta didik?, sehingga tujuan utama penelitian
adalah untuk mengetahui upaya pendidikan sikap spiritual peserta didik. Jenis penelitian ini adalah
studi pustaka dengan pendekatan kualitatif dan analisis data secara induktif. Hasil penelitiannya
adalah ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap spiritual peserta didik
yaitu (1) melakukan kegiatan pembelajaran terintegrasi dengan pendidikan agama Islam (2)
meningkatkan aktivitas keberagamaan peserta didik di lingkungan sekolah (3) memberikan
perhatian yang penuh terhadap motivasi beragama peserta didik (4) mengaktifkan kecerdasan
emosional peserta didik melalui aktivitas nyata (5) meningkatkan peran serta orangtua dengan
menjalin komunikasi aktif antara sekolah dan orangtua peserta didik.

Kata Kunci: Pendidikan, Sikap Spiritual, Peserta Didik

A. PENDAHULUAN
Pembentukan sikap merupakan dimensi belajar yang selama ini kurang
diperhatikan di Indonesia. Sistem pendidikan Indonesia kurang memperhatikan
pembentukan sikap peserta didik, dan lebih berfokus untuk membekali peserta didik
dengan pengetahuan semata, sehingga berimplikasi pada krisis akhlak. Terjadinya
beberapa kasus pelecehan agama yang dilakukan peserta didik seperti yang terjadi di
Seragen 6 (enam) orang siswa SMP memeragakan shalat pakai sepatu dan bercanda di
Mushala dengan alasan hanya “iseng” saja (Joglosemar.co/ Selasa 07-06-2016). Juga
terjadi di Metro Lampung beberapa remaja mengunggah foto melecehkan shalat berjamaah
sambil bermain dan telanjang dada (Jejamo.com/21 Juli 2016). Kasus penistaan agama

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 63


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 63 – 68

juga terjadi di Tolitoli Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh beberapa siswa di SMA 2
Tolitoli melakukan praktik shalat diselingi gerakan erotis dengan lagu ‘one more night’
bahkan salah satu siswa mempraktikkan gaya masturbasi (Pojoksatu.id/Jumat 08 April
2016). Dengan demikian, sikap dan karakter peserta didik Indonesia berada pada taraf
kritis, sehingga negara harus melakukan usaha untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Usaha sistematis yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan pembentukan
sikap sebagai hasil belajar di dalam sistem pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, tujuan
utama dan pertama dalam pendidikan di Indonesia adalah membentuk sikap spiritual dalam
diri peserta didik. Peserta didik yang memiliki sikap spiritual yang baik akan mampu
menunjukkan perilaku yang senantiasai didasarkan kepada keyakinannya kepada Allah
SWT yang diwujudkan melalui pelaksanaan ajaran agama Islam dalam kehidupannya
sehari-hari. Sebagaimana yang dikemukakan Muhammad Muhyidin bahwa seorang anak
yang memiliki sikap spiritual yang baik akan menjadikan agama sebagai paradigma dalam
kehidupannya dan senantiasa berada dalam kebahagiaan dan kesejahteraan jiwa dan raga
(Muhyidin, 2014: 289).
Pendidikan sikap spiritual merupakan tanggung jawab guru khususnya guru
pendidikan agama Islam, karena inti dari upaya membentuk sikap spiritual adalah
menanamkan nilai-nilai agama pada diri anak (Marjuq, 2010: 289). Tugas guru pendidikan
agama Islam antara lain menanamkan nilai-nilai agama tersebut dalam diri peserta
didiknya. Untuk itulah dalam makalah ini akan dikaji lebih lanjut mengenai beberapa
upaya yang dapat dilakukan dalam memberikan pendidikan sikap spiritual peserta didik.
Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pendidikan
sikap spiritual peserta didik?”, sehingga dari makalah ini akan diketahui beberapa upaya
yang dilakukan dalam membentuk sikap spiritual peserta didik.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka, yaitu segala upaya yang
dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh dan menghimpun segala informasi tertulis yang
relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian jenis ini salah satunya memuat beberapa
teori yang saling berkaitan secara kukuh serta didukung oleh data-data dari sumber pustaka
berupa jurnal penelitian ilmiah, disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian ilmiah, buku teks
yang dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya, makalah, laporan/kesimpulan seminar,
catatan/rekaman diskusi ilmiah, tulisan-tulisan resmi terbitan pemerintah dan lembaga-
lembaga lain, peraturan-peraturan, dan sumber-sumber lain yang kemudian dianalisis
secara induktif untuk menghasilkan kesimpulan penelitian.

C. KAJIAN TEORI
Dalam Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar
dan Menengah, sikap spiritual adalah menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran
agama yang dianutnya. Dengan demikian, sikap spiritual peserta didik adalah perilaku
peserta didik yang senantiasai didasarkan kepada keyakinannya kepada Allah SWT yang
diwujudkan dengan melaksanakan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu tanda seseorang yang memiliki sikap spiritual tinggi yaitu dia selalu
berhubungan dengan kekuatan Yang Maha Besar, dia bisa merasakan keberadaan-Nya dan
bisa mendapatkan kekuatan-Nya yang tak terbatas, kemudian kekuatan itu dimanfaatkan
untuk meraih kebaikan bagi dirinya dan memberikan kebaikan kepada orang lain (Aman,
2013: 30). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa ciri-ciri sikap spiritual
peserta didik ruang lingkupnya luas dan universal yang tidak hanya mencakup dimensi
habluminallah tetapi juga hablumminannas, dengan indikator: menerima, menanggapi,

64 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK — [Ade Imelda Frimayanti]

menghargai, menghayati,
menghargai, menghayati, dandan mengamalkan
mengamalkan nilai-nilai
nilai-nilai agama.
agama. Agar
Agar sikap
sikap spiritual
spiritual dimiliki
dimiliki
dan menjadi
dan menjadi bagian
bagian tak
tak terpisahkan
terpisahkan dalam
dalam diri
diri peserta
peserta didik,
didik, maka
maka perlu
perlu dilakukan
dilakukan
pendidikan sikap spiritual. Menurut Elmubarok (2009: 12), pendidikan
pendidikan sikap spiritual. Menurut Elmubarok (2009: 12), pendidikan sikap spiritual sikap spiritual
adalah bantuan
adalah bantuan terhadap
terhadap peserta
peserta didik
didik agar
agar menyadari
menyadari dandan mengalami
mengalami nilai-nilai
nilai-nilai religius
religius
serta menempatkannya secara integral dan keseluruhan
serta menempatkannya secara integral dan keseluruhan hidupnya. hidupnya.
Pendidikan sikap
Pendidikan sikap spiritual
spiritual mempunyai
mempunyai posisi
posisi yang
yang penting
penting dalam
dalam membentuk
membentuk sikap sikap
spiritual dalam diri peserta didik. Karena hanya melalui pendidikan sikap spiritual,
spiritual dalam diri peserta didik. Karena hanya melalui pendidikan sikap spiritual, peserta peserta
didik akan
didik akan menyadari
menyadari pentingnya
pentingnya nilai-nilai
nilai-nilai religius
religius dalam
dalam kehidupan.
kehidupan. Muhibin
Muhibin SyahSyah
(1997: 86) juga menegaskan, bahwa pendidikan yang mementingkan
(1997: 86) juga menegaskan, bahwa pendidikan yang mementingkan kecakapan sikap kecakapan sikap
spiritual akan
spiritual akan menumbuhkan
menumbuhkan kesadaran
kesadaran beragama
beragama yangyang mantap.
mantap. Ia Ia akan
akan menolak
menolak
melakukan perbuatan yang tidak berakhlak bahkan berusaha mencegahnya
melakukan perbuatan yang tidak berakhlak bahkan berusaha mencegahnya dengan segenap dengan segenap
daya dan upayanya. Dengan pendidikan sikap spiritual, peserta didik tidak
daya dan upayanya. Dengan pendidikan sikap spiritual, peserta didik tidak hanya akan hanya akan
menjadi generasi
menjadi generasi yang
yang memiliki
memiliki pengetahuan
pengetahuan dandan penguasaan
penguasaan teknologi
teknologi akan
akan tetapi
tetapi
menjadikan pengetahuan dan teknologi tersebut semakin meningkatkan
menjadikan pengetahuan dan teknologi tersebut semakin meningkatkan keimanan, keimanan,
ketakwaan dan
ketakwaan dan akhlak
akhlak yang
yang mulia
mulia dalam
dalam kehidupan
kehidupan pribadi
pribadi maupun
maupun di di masyarakat.
masyarakat.

D. HASIL
D. HASIL PENELITIAN
PENELITIAN DAN DAN PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Berikut upaya
Berikut upaya yang
yang dapat
dapat dilakukan
dilakukan untuk
untuk membentuk
membentuk sikap
sikap spiritual
spiritual peserta
peserta didik.
didik.

1.
1. Model Pembelajaran
Model Pembelajaran Teintegrasi
Teintegrasi
Model pembelajaran terintegrasi adalah
Model pembelajaran terintegrasi adalah suatu
suatu modelmodel pembelajaran
pembelajaran yang yang
mengintegrasikan atau
mengintegrasikan atau menyatupadukan
menyatupadukan seluruh seluruh unsur
unsur dalam
dalam pembelajaran
pembelajaran mulaimulai dari
dari
kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai pada kegiatan
kegiatan perencanaan, pelaksanaan sampai pada kegiatan evaluasi pembelajaran. evaluasi pembelajaran.
Sebagaimana yang
Sebagaimana yang dikemukakan
dikemukakan Fogarty Fogarty (1991:(1991: 76)76) pembelajaran
pembelajaran terintegrasi
terintegrasi
merupakan pendekatan
merupakan pendekatan pembelajaran
pembelajaran yang yang memadukan
memadukan empat empat atau
atau lebih
lebih mata
mata pelajaran
pelajaran
dengan memprioritaskan konsep, keterampilan atau sikap yang dapat
dengan memprioritaskan konsep, keterampilan atau sikap yang dapat diintegrasikan dari diintegrasikan dari
setiap mata
setiap mata pelajaran
pelajaran yang
yang bertolak
bertolak dari
dari tema
tema sentral.
sentral.
2. Aktivitas Keberagamaan di Lingkungan
2. Aktivitas Keberagamaan di Lingkungan Sekolah Sekolah
Aktivitas keagamaan
Aktivitas keagamaan di di sekolah
sekolah adalah
adalah upaya
upaya terwujudnya
terwujudnya nilai-nilai
nilai-nilai ajaran
ajaran
agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi
agama sebagai tradisi dalam berperilaku dan budaya organisasi yang diikuti oleh yang diikuti oleh
seluruh warga
seluruh warga di di sekolah
sekolah tersebut
tersebut (Muhaimin,
(Muhaimin, 2008: 2008: 287).
287). Langkah
Langkah konkrit
konkrit untuk
untuk
mewujudkan aktivitas keagamaan di sekolah menurut teori
mewujudkan aktivitas keagamaan di sekolah menurut teori Koentjaraningrat, upaya Koentjaraningrat, upaya
pengembangan dalam
pengembangan dalam tiga
tiga tataran,
tataran, yaitu
yaitu tataran
tataran nilai
nilai yang
yang dianut,
dianut, tataran
tataran praktik
praktik
keseharian, dan
keseharian, dan tataran
tataran simbol-simbol
simbol-simbol budayabudaya (Muhaimin,
(Muhaimin, 2006:2006: 157).
157).
3. Meningkatkan Motivasi Beragama
3. Meningkatkan Motivasi Beragama Peserta Didik Peserta Didik
Motivasi beragama
Motivasi beragama adalah
adalah dorongan
dorongan atau atau usaha
usaha seseorang
seseorang untuk
untuk melaksanakan
melaksanakan
prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, baik secara fisik
prinsip kepercayaan terhadap Tuhan, baik secara fisik lahiriyah maupun psikis lahiriyah maupun psikis
batiniyah. Seseorang
batiniyah. Seseorang yangyang memiliki
memiliki motivasi
motivasi beragama
beragama akan akan memberikan
memberikan responsrespons
terhadap sesuatu yang diyakini sebagai realitas mutlak, kemudian
terhadap sesuatu yang diyakini sebagai realitas mutlak, kemudian diungkapkan dalam diungkapkan dalam
bentuk pemikiran,
bentuk pemikiran, perbuatan,
perbuatan, dan dan komunitas
komunitas kelompok
kelompok (Kadir,
(Kadir, 2003:
2003: 44).
44).
4. Meningkatkan Kecerdasan Emosional
4. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Peserta Didik Peserta Didik
Goleman (2000:512)
Goleman (2000:512) mendefinisikan
mendefinisikan kecerdasan
kecerdasan emosional
emosional adalah
adalah kemampuan
kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi;
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi; menjaga keselarasan menjaga keselarasan
emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran
emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,diri, pengendalian diri,
motivasi diri,
motivasi diri, empati
empati dandan keterampilan
keterampilan sosial.
sosial. Dengan
Dengan demikian,
demikian, peserta
peserta didik
didik yang
yang
cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan
cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan tetapi juga mampu tetapi juga mampu
memahami apa
memahami apa makna
makna dari
dari rasa
rasa tersebut.
tersebut. Dapat
Dapat melihat
melihat diri
diri sendiri
sendiri seperti
seperti orang
orang lain
lain
melihat, serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang
melihat, serta mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan oleh orang dirasakan oleh orang
lain dapat
lain dapat dirasakannya
dirasakannya juga.juga. kecerdasan
kecerdasan emosional
emosional peserta
peserta didik
didik akan
akan berpengaruh
berpengaruh

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 65


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 63 – 68

terhadap peningkatan sikap spiritual peserta didik sebagaimana hasil penelitian


terhadap peningkatan sikap spiritual peserta didik sebagaimana hasil penelitian
King&Ames (2004: 703).
King&Ames (2004: 703).
5. Kerjasama Sekolah dan Orangtua Peserta Didik
5. Kerjasama Sekolah dan Orangtua Peserta Didik
Keluarga adalah ladang terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama. Orangtua
Keluarga adalah ladang terbaik dalam penyemaian nilai-nilai agama. Orangtua
memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-
memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual keagamaan sehingga nilai-
nilai agama dapat ditanamkan dalam jiwa anak. Karena itu fungsi keluarga berkaitan
nilai agama dapat ditanamkan dalam jiwa anak. Karena itu fungsi keluarga berkaitan
langsung dengan aspek-aspek keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi,
langsung dengan aspek-aspek keagamaan, budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi,
sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan (Djamarah, 2014: 22).
sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan pembinaan lingkungan (Djamarah, 2014: 22).
Oleh karena itu ketika peserta didik memasuki usia sekolah bukan berarti pendidikan
Oleh karena itu ketika peserta didik memasuki usia sekolah bukan berarti pendidikan
agama dalam keluarga sudah selesai, akan tetapi harus tetap memiliki keterpaduan dan
agama dalam keluarga sudah selesai, akan tetapi harus tetap memiliki keterpaduan dan
kesinambungan antara pendidikan di sekolah dan keluarga sehingga peserta didik terus
kesinambungan antara pendidikan di sekolah dan keluarga sehingga peserta didik terus
menerus dalam lingkungan proses pendidikan baik di sekolah maupun dalam
menerus dalam lingkungan proses pendidikan baik di sekolah maupun dalam
lingkungan keluarga.
lingkungan keluarga.
Pendidikan sikap spiritual di dalam kelas terwujud dalam pelaksanaan
Pendidikan sikap spiritual di dalam kelas terwujud dalam pelaksanaan
pembelajaran yang terintegrasi, baik integrasi dalam tujuan (sikap, keterampilan, dan
pembelajaran yang terintegrasi, baik integrasi dalam tujuan (sikap, keterampilan, dan
pengetahuan), integrasi dalam materi (yang menjadikan agama sebagai core), integrasi
pengetahuan), integrasi dalam materi (yang menjadikan agama sebagai core), integrasi
dalam metode/media (pengembangan semua potensi intelektual, moral, dan spiritual),
dalam metode/media (pengembangan semua potensi intelektual, moral, dan spiritual),
dan integrasi dalam evaluasi pembelajaran (menjadikan aspek spiritual dan moral
dan integrasi dalam evaluasi pembelajaran (menjadikan aspek spiritual dan moral
sebagai penilaian tertinggi). Ginanjar menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia hanya
sebagai penilaian tertinggi). Ginanjar menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia hanya
menekankan sisi intelektual/kognitif, padahal sisi EQ dan SQ (afektif) adalah yang
menekankan sisi intelektual/kognitif, padahal sisi EQ dan SQ (afektif) adalah yang
terpenting. Oleh karena itu, sudah saatnya pembelajaran bukan hanya berorientasi pada
terpenting. Oleh karena itu, sudah saatnya pembelajaran bukan hanya berorientasi pada
kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi juga berorientasi pada kecerdasan emosional
kecerdasan intelektual (IQ) saja, tetapi juga berorientasi pada kecerdasan emosional
(EQ) dan juga kecerdasan spiritual (SQ) dalam satu kesatuan yang terintegrasi sehingga
(EQ) dan juga kecerdasan spiritual (SQ) dalam satu kesatuan yang terintegrasi sehingga
akan tercapai keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ. Hasil studi Litbang Agama dan
akan tercapai keseimbangan antara IQ, EQ, dan SQ. Hasil studi Litbang Agama dan
Diklat Keagamaan tahun 2000 menunjukkan bahwa pendidikan sikap spiritual akan
Diklat Keagamaan tahun 2000 menunjukkan bahwa pendidikan sikap spiritual akan
lebih berhasil apabila pembelajaran dilaksanakan dengan prinsip keterpaduan moral
lebih berhasil apabila pembelajaran dilaksanakan dengan prinsip keterpaduan moral
knowing, moral feeling, dan moral Action (Muhaimin, 2008: 66).
knowing, moral feeling, dan moral Action (Muhaimin, 2008: 66).
Pendidikan sikap spiritual di lingkungan sekolah diwujudkan dalam berbagai
Pendidikan sikap spiritual di lingkungan sekolah diwujudkan dalam berbagai
aktivitas keagamaan di sekolah, seperti membaca doa bersama sebelum dan selesai
aktivitas keagamaan di sekolah, seperti membaca doa bersama sebelum dan selesai
belajar, tadarus Al-Quran sebelum memulai kegiatan belajar, shalat berjamaah, lomba
belajar, tadarus Al-Quran sebelum memulai kegiatan belajar, shalat berjamaah, lomba
keagamaan, dan lainnya. Aktivitas keagamaan di sekolah ini diyakini ampuh dalam
keagamaan, dan lainnya. Aktivitas keagamaan di sekolah ini diyakini ampuh dalam
meningkatkan sikap spiritual peserta didik. Hasil penelitian Muhaimin (2009: 301)
meningkatkan sikap spiritual peserta didik. Hasil penelitian Muhaimin (2009: 301)
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang
menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan dan praktik-praktik keagamaan yang
dilaksanakan secara terprogram dan rutin di sekolah dapat mentransformasikan dan
dilaksanakan secara terprogram dan rutin di sekolah dapat mentransformasikan dan
menginternalisasikan nilai-nilai agama secara baik pada diri peserta didik. Sehingga
menginternalisasikan nilai-nilai agama secara baik pada diri peserta didik. Sehingga
agama menjadi sumber nilai dan pegangan dalam bersikap dan berperilaku baik dalam
agama menjadi sumber nilai dan pegangan dalam bersikap dan berperilaku baik dalam
lingkungan pergaulan, belajar, olah raga, dan lain-lain.
lingkungan pergaulan, belajar, olah raga, dan lain-lain.
Pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga diwujudkan dengan komunikasi
Pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga diwujudkan dengan komunikasi
aktif antara orangtua peserta didik dan guru sehingga kegiatan pendidikan sikap
aktif antara orangtua peserta didik dan guru sehingga kegiatan pendidikan sikap
spiritual tidak hanya dilaksanakan di lingkungan sekolah akan tetapi juga di lingkungan
spiritual tidak hanya dilaksanakan di lingkungan sekolah akan tetapi juga di lingkungan
keluarga. Artinya selama 24 jam peserta didik mendapatkan pendidikan sikap spiritual
keluarga. Artinya selama 24 jam peserta didik mendapatkan pendidikan sikap spiritual
setiap harinya. Untuk itu menurut Hamalik (2005: 32), dengan keterpaduan antara
setiap harinya. Untuk itu menurut Hamalik (2005: 32), dengan keterpaduan antara
lingkungan sekolah dan kelurga diharapkan terbentuknya kepribadian yang bulat dan
lingkungan sekolah dan kelurga diharapkan terbentuknya kepribadian yang bulat dan
utuh.
utuh.
Pendidikan sikap spiritual peserta didik juga harus dilakukan dalam diri peserta
Pendidikan sikap spiritual peserta didik juga harus dilakukan dalam diri peserta
didik itu sendiri, sehingga peserta didik melakukan proses pendidikan sikap spiritual
didik itu sendiri, sehingga peserta didik melakukan proses pendidikan sikap spiritual
dalam dirinya dengan dirinya sebagai guru sekaligus sebagai peserta didik. Peserta didik
dalam dirinya dengan dirinya sebagai guru sekaligus sebagai peserta didik. Peserta didik
dilatih untuk dapat mendidik sikap spiritual dalam dirinya sendiri, sehingga dimanapun
dilatih untuk dapat mendidik sikap spiritual dalam dirinya sendiri, sehingga dimanapun

66 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN SIKAP SPIRITUAL PESERTA DIDIK — [Ade Imelda Frimayanti]

dan
dan kapanpun
kapanpun dengan
dengan masalah
masalah dan
dan hambatan
hambatan apapun,
apapun, peserta
peserta didik
didik mampu
mampu mengontrol,
mengontrol,
mengarahkan,
mengarahkan, dan membimbing dirinya sendiri. Oleh karena itu meningkatkan motivasi
dan membimbing dirinya sendiri. Oleh karena itu meningkatkan motivasi
beragama
beragama dan kecerdasan emosional peserta didik merupakan upaya agar peserta didik
dan kecerdasan emosional peserta didik merupakan upaya agar peserta didik
mampu
mampu melakukan
melakukan pendidikan
pendidikan sikap
sikap spiritual
spiritual dalam
dalam dirinya
dirinya sendiri.
sendiri. Sebagaimana
Sebagaimana yang
yang
dikemukakan Jalaluddin (2015: 90) bahwa motivasi beragama
dikemukakan Jalaluddin (2015: 90) bahwa motivasi beragama bisa mendorong bisa mendorong
seseorang
seseorang untuk
untuk lebih
lebih memahami
memahami dan dan memaknai
memaknai secara
secara mendalam
mendalam ajaran-ajaran
ajaran-ajaran yang
yang
telah diberikan Tuhan lewat utusannya. Arifin (2015: 243) menyakan bahwa
telah diberikan Tuhan lewat utusannya. Arifin (2015: 243) menyakan bahwa ketegangan ketegangan
emosi,
emosi, peristiwa
peristiwa yang
yang menyedihkan
menyedihkan dan dan keadaan
keadaan yang
yang tidak
tidak menyenangkan
menyenangkan
berpengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah keagamaan
berpengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah keagamaan dan akhlak. dan akhlak.

E.
E. KESIMPULAN
KESIMPULAN
Sesuai
Sesuai dengan
dengan masalah
masalah yangyang telah
telah dirumuskan,
dirumuskan, temuan
temuan dalam
dalam penelitian
penelitian adalah
adalah
ada
ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap spiritual
beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sikap spiritual peserta
peserta
didik
didik yaitu
yaitu (1)
(1) melakukan
melakukan kegiatan
kegiatan pembelajaran
pembelajaran terintegrasi
terintegrasi dengan
dengan pendidikan
pendidikan agama
agama
Islam
Islam (2) meningkatkan aktvitas keberagamaan peserta didik di lingkungan sekolah
(2) meningkatkan aktvitas keberagamaan peserta didik di lingkungan sekolah (3)
(3)
memberikan perhatian yang penuh terhadap motivasi beragama
memberikan perhatian yang penuh terhadap motivasi beragama peserta didik (4) peserta didik (4)
mengaktifkan
mengaktifkan kecerdasan
kecerdasan emosional
emosional peserta
peserta didik
didik melalui
melalui aktivitas
aktivitas nyata
nyata (5)(5)
meningkatkan peran serta orangtua dengan menjalin komunikasi
meningkatkan peran serta orangtua dengan menjalin komunikasi aktif antara sekolahaktif antara sekolah
dan
dan orangtua
orangtua peserta
peserta didik.
didik.
Berdasarkan
Berdasarkan hasil penelitian
hasil penelitian tersebut
tersebut maka
maka disimpulkan
disimpulkan bahwa
bahwa agar agar pendidikan
pendidikan
sikap
sikap spiritual
spiritual efektif
efektif dan
dan efisien
efisien mencapai
mencapai keberhasilan
keberhasilan tujuan
tujuan dengan
dengan optimal,
optimal, maka
maka
dalam pelaksanaannya pendidikan sikap spiritual tidak hanya
dalam pelaksanaannya pendidikan sikap spiritual tidak hanya dilakukan proses dilakukan proses
pendidikan
pendidikan didi dalam
dalam kelas,
kelas, tetapi
tetapi juga
juga pendidikan
pendidikan sikap
sikap spiritual
spiritual di
di lingkungan
lingkungan sekolah,
sekolah,
pendidikan
pendidikan sikap spiritual di lingkungan keluarga, dan pendidikan sikap
sikap spiritual di lingkungan keluarga, dan pendidikan sikap spiritual
spiritual di
di
dalam diri peserta didik.
dalam diri peserta didik.
REFERENSI
REFERENSI
Undang-Undang
Undang-Undang No.
No. 20
20 Tahun
Tahun 2003
2003 tentang
tentang Sistem
Sistem Pendidikan
Pendidikan Nasional
Nasional
Arifin,
Arifin, B.
B. S.
S. (2015).
(2015). Psikologi Agama. Bandung:
Psikologi Agama. Bandung: Pustaka
Pustaka Setia.
Setia.
Jalaluddin. (2015). Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali
Jalaluddin. (2015). Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers. Pers.
King.
King. P.M,
P.M, & & Ames.
Ames. L.F.
L.F. (2004).
(2004). Religion
Religion as as aa Resources
Resources for for Positive
Positive Youth
Youth
Development: Religion, Social Capital, and Moral Outcomes.
Development: Religion, Social Capital, and Moral Outcomes. Developmental Developmental
Psychology.
Psychology.
Muhaimin.
Muhaimin. (2009).
(2009). Pengembangan
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum dan dan Pembelajaran:
Pembelajaran: Upaya
Upaya Reaktualisasi
Reaktualisasi
Pendidikan Islam. Malang:
Pendidikan Islam. Malang: LKP21. LKP21.
________.
________. (2008).
(2008). Paradigma
Paradigma Pendidikan
Pendidikan Islam:
Islam: Upaya
Upaya Mengefektifkan
Mengefektifkan Pendidikan
Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja
Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rosdakarya.
________.
________. (2006).
(2006). Nuansa
Nuansa Baru
Baru Pendidikan
Pendidikan Islam,
Islam, Merangkai
Merangkai Benang
Benang Kusut
Kusut Dunia
Dunia
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Marjuq,
Marjuq, M.M. I.I. (2010).
(2010). Rahasia
Rahasia Kedasyatan
Kedasyatan ESQ;
ESQ; Memompa
Memompa Diri Diri dengan
dengan Pendekatan
Pendekatan
Spiritual. Yogyakarta: Pustaka
Spiritual. Yogyakarta: Pustaka Rama. Rama.
Muhyidin,
Muhyidin, M. M. (2014).
(2014). Melesatkan
Melesatkan Kecerdasan
Kecerdasan Anak Anak dengan
dengan Kecerdasan
Kecerdasan Jiwa.Jiwa. Depok:
Depok:
Braja Pustaka.
Braja Pustaka.
Kadir,
Kadir, M.
M. A.
A. (2003).
(2003). Ilmu
Ilmu Islam Terapan. Yogyakarta:
Islam Terapan. Yogyakarta: Pustaka
Pustaka Pelajar.
Pelajar.
Hamalik,
Hamalik, O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi
O. (2005). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Aksara.
Fogarty,
Fogarty, P.R. (1991). How to Integrate the Curricula. Palatine Illionis
P.R. (1991). How to Integrate the Curricula. Palatine Illionis Skylight
Skylight
Publishing.
Publishing.
Ramayulis.
Ramayulis. (2013).
(2013). Psikologi Agama. Jakarta:
Psikologi Agama. Jakarta: Kalam
Kalam Mulia.
Mulia.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 67


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 63 – 68

Aman, S. (2013). Tren Spiritualitas Millenium Ketiga. Banten: Ruhamah.


Djamarah, S. B. (2014) Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga: Upaya
Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Elmubarok, Z. (2009). Membukan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang terserak,
Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung:
Alfabeta.

68 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN
GURU (Telaah pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)

Agus Fakhruddin
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: agusfakhruddin@upi.edu

ABSTRACT

Teachers have strategic position in nations character building efforts. In fact until now, our nation
still suffers character crisis. There are many phenomena of immorality behaviors. A nation
character is identified by education which has characters, and it is developed by teachers who have
characters too. We need a teacher management which is based on character. We need teacher
management policies which has characters. Then, the question is had our teacher management
policies have characters? If yes, what such character values in it? This research try to study about
character values in National policies of teacher management which focus on law Number 14 year
2005 about teachers and lecturers. The result show that National policies of teacher management
contain character values. Teacher professionalism is the core values of the policies, and
competence, faithful, good moral, wise democratic, and so on.

Keyword: policy content, teacher professionalism

ABSTRAK

Guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun
karakter bangsa. Faktanya hingga saat ini bangsa kita masih mengalami krisis karakter. Beragam
perilaku pelanggaran moral, baik yang dilakukan mulai dari tataran masyarakat kecil, kaum
terdidik, sampai pejabat negara, menjadi fenomena yang memprihatinkan. Bangsa yang
berkarakter salah satunya ditandai dengan pendidikan yang berkarakter, dan pendidikan yang
berkarakter dibangun oleh guru-guru yang berkarakter. Untuk menghasilkan guru yang
berkarakter dibutuhkan pengelolaan guru yang berorientasi karakter, dan pengelolaan guru yang
berorientasi karakter hanya akan didapatkan jika didukung dengan kebijakan pengelolaan guru
yang juga berorientasi karakter. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kebijakan pengelolaan
guru saat ini sudah berorientasi karakter. Jika sudah berorientasi karakter, lantas nilai-nilai
karakter apa saja yang terkandung didalamnya. Studi ini berupaya mengkaji secara mendalam
tentang nilai-nilai karakter yang terkandung dalam konten kebijakan nasional pengelolaan guru.
Kajian difokuskan pada telaah konten Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Hasil kajian menunjukkan bahwa konten kebijakan nasional pengelolaan guru
didalamnya telah memuat nilai-nilai karakter secara ideal. Nilai karakter utama yang
dikembangkan dalam konten kebijakan ini adalah profesionalisme guru yang kemudian
diturunkan dalam karakter-karakter pendukung, diantaranya, kompeten, beriman, bertakwa,
berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur,
sportif, teladan, komunikatif, taat norma dan nilai.

Kata kunci : konten kebijakan, profesionalisme guru

A. PENDAHULUAN
Salah satu bidang pembangunan nasional yang sangat penting dan menjadi fondasi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah pembangunan karakter bangsa.
Misi pembangunan nasional memposisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 69


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 69 – 75

delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007), yaitu terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan
dengan watak dan prilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks. Untuk mencapai hal
tersebut, pembangunan karakter bangsa harus dilakukan melalui pendekatan sistematik dan
integratif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa. Salah satu komponen bangsa yang
memiliki peran sentral dalam pembangunan karakter bangsa adalah pendidikan.

Ketika berbicara pendidikan tidak bisa dilepaskan dari guru. Guru sebagai ujung
tombak pendidikan memiliki peran yang strategis dalam upaya membangun karakter
bangsa. Suryadi (2014:88) menyatakan bahwa guru merupakan faktor yang paling inti
dalam memicu kualitas pendidikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendidikan yang
bermutu sangat bergantung pada guru yang bermutu. Namun faktanya hingga saat ini,
bangsa kita masih mengalami krisis karakter. Beragam perilaku pelanggaran moral, baik
yang dilakukan mulai dari tataran masyarakat kecil, kaum terdidik, sampai pejabat negara,
menjadi fenomena yang memprihatinkan. Apakah fenomena ini mencerminkan kegagalan
para guru dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai pendidik?

Bangsa yang berkarakter salah satunya ditandai dengan pendidikan yang


berkarakter, dan pendidikan yang berkarakter dibangun oleh guru-guru yang berkarakter.
Untuk menghasilkan guru yang berkarakter dibutuhkan pengelolaan guru yang berorientasi
karakter, dan pengelolaan guru yang berorientasi karakter hanya akan didapatkan jika
didukung dengan kebijakan pengelolaan guru yang juga berorientasi karakter. Yang
menjadi pertanyaan adalah apakah kebijakan pengelolaan guru saat ini sudah berorientasi
karakter? Jika sudah berorientasi karakter, lantas nilai-nilai karakter apa saja yang
terkandung didalamnya.

Kebijakan memiliki peran yang strategis dalam pencapaian suatu tujuan.


Syafaruddin (2008) menyatakan betapa pentingnya keberadaan kebijakan dalam suatu
organisasi karena kebijakan dijadikan sebagai pedoman perilaku dalam berbagai aktivitas
strategis untuk mencapai tujuan organisasi. Artinya baik dan buruknya kebijakan akan
berdampak pada proses perilaku organisasi dalam beraktivitas. Kebijakan yang baik adalah
kebijakan yang bijaksana. Dalam kebijaksanaan terdapat nilai-nilai karakter. Maka
kebijakan yang baik adalah kebijakan yang berorientasi karakter. Studi ini berupaya
mengkaji secara mendalam tentang nilai-nilai karakter yang terkandung dalam konten
kebijakan nasional pengelolaan guru. Kajian difokuskan pada telaah konten Undang-
Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen..

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian literatur (literatur research). Data yang akan
dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam
Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengumpulan data dilakukan
70
melalui studi dokumen dengan Prosiding The 1st UPI International
cara mengumpulkan dan memilah konten
Conference kebijakan
on Islamic yang
Education 2016

terkait dengan pengelolaan guru, menemukan dan kemudian mengkaji konten kebijakan
yang relevan yang tertera dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Data yang
ditemukan kemudian dibahas dan dianalisis untuk menemukan nilai-nilai karakter yang
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakanNILAI-NILAI penelitianKARAKTER DALAM
literatur KEBIJAKAN
(literatur NASIONAL ...
research). — [Agus
Data Fakhruddin]
yang akan
dianalisis
B. METODE berupa konten
PENELITIAN kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam
B. METODE
Undang-undang No. PENELITIAN
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pengumpulan data dilakukan
B. METODE PENELITIAN
Penelitian
melaluiPenelitian
studi dokumen ini merupakan
dengan cara penelitian literatur (literatur
mengumpulkan dan memilah research).
kontenDataData yang yang
kebijakan akan
ini merupakan penelitian literatur (literatur research). yang akan
dianalisis
terkait berupa
Penelitian
dengan konten
ini
pengelolaan kebijakan
merupakan nasional
guru, penelitian
menemukan pengelolaan
literatur
dan (literatur
kemudian guru yang termaktub
research).
mengkaji Data yang
konten dalam
akan
kebijakan
dianalisis berupa konten kebijakan nasional pengelolaan guru yang termaktub dalam
Undang-undang
dianalisis
yang berupa
relevan No.
yang 14
konten tahun
tertera 2005 tentang
kebijakan nasionalGuru dan Dosen.guru
pengelolaan Pengumpulan
yang data dilakukan
termaktub dalam
Undang-undang No. 14 tahundalam peraturan
2005 tentang Guru perundang-undangan
dan Dosen. Pengumpulan tersebut.
dataData yang
dilakukan
melalui
ditemukan studi
Undang-undang dokumen
No.
kemudian 14 dengan
tahun cara
2005 mengumpulkan
tentang Guru dan dan memilah
Dosen. konten
Pengumpulan kebijakan
data yang
dilakukan
melalui studi dokumendibahas dengandan caradianalisis
mengumpulkanuntuk menemukan
dan memilahnilai-nilai karakter yang
konten kebijakan yang
terkait dengan
melalui
terkandung studi pengelolaan
dokumen
didalamnya. dengan guru,caramenemukan
mengumpulkan dan kemudian
dan memilah mengkaji
kontenkonten kebijakan
kebijakan yang
terkait dengan pengelolaan guru, menemukan dan kemudian mengkaji konten kebijakan
yang relevan
terkait dengan yang tertera guru,
pengelolaan dalammenemukan
peraturan perundang-undangan
dan kemudian mengkaji tersebut.
kontenData yang
kebijakan
yang relevan yang tertera dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Data yang
yangC.
ditemukanTEMUAN
relevankemudian DAN
yang tertera PEMBAHASAN
dibahasdalam dan dianalisis
peraturan untuk menemukan nilai-nilai
perundang-undangan tersebut. karakter
Data yang
ditemukan kemudian dibahas dan dianalisis untuk menemukan nilai-nilai karakter yang
terkandung
ditemukan didalamnya.
kemudian dibahas
Undang-undang dan dianalisis untuk menemukan nilai-nilai karakter yang
terkandung didalamnya. no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen memuat 8 bab dan 84
terkandung
pasal. Babdidalamnya.
I, II, dan
C. TEMUAN DANIIIPEMBAHASAN
berisi ketentuan umum, kedudukan, fungsi, dan tujuan, serta
C.
prinsip TEMUAN
profesioalitas DAN PEMBAHASAN
guru dan dosen. Bab IV secara khusus mengatur tentang guru,
C. TEMUAN DAN PEMBAHASAN
kemudian Undang-undang
dilanjutkan dengan no. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosententangmemuat 8 bab danbab 84
Undang-undang no. 14bab tahunV yang
2005secara
tentang khusus
guru mengatur
dan dosen memuat dosen.
8 babTiga
dan 84
pasal. Undang-undang
terakhir, Bab
yaituI, bab
II, dan III
no.
VI, III
VII,berisi
14dan ketentuan
tahunVIII2005 umum,guru
tentang
berturut-turut kedudukan,
dan dosen
mengatur fungsi,
memuat
tentang dan 8tujuan,
sanksi, bab danserta
ketentuan 84
pasal. Bab I, II, dan berisi ketentuan umum, kedudukan, fungsi, dan tujuan, serta
prinsip Bab
pasal.
peralihan,profesioalitas
II, dan guru
danI, ketentuan III dan dosen.
berisi
penutup. ketentuan Babumum,IV secara khusus fungsi,
kedudukan, mengatur dan tentang
tujuan, guru,
serta
prinsip profesioalitas guru dan dosen. Bab IV secara khusus mengatur tentang guru,
kemudian
prinsip dilanjutkan dengan
profesioalitas guru dan babdosen.
V yangBab secara IV khusus
secara mengatur tentang dosen.
khusus mengatur Tigaguru,
tentang bab
kemudian dilanjutkan dengan bab V yang secara khusus mengatur tentang dosen. Tiga bab
kemudian Mengacu
terakhir, yaitu kepada
bab VI,dengan
dilanjutkan konten
VII, dan undang-undang
bab V VIII
yang guru
berturut-turut
secara khusus dan dosen,
mengatur maka
mengaturtentang secara
tentangsanksi, garis besar,
dosen.ketentuan
Tiga bab
terakhir, yaitu bab VI, VII, dan VIII berturut-turut mengatur tentang sanksi, ketentuan
konsep guru
peralihan,yaitu
terakhir, dalam
dan ketentuan kerangka
bab VI, VII, undang-undang
penutup. guru dan dosen dapat digambarkan
dan VIII berturut-turut mengatur tentang sanksi, ketentuan sebagai
peralihan, dan ketentuan penutup.
berikut : dan ketentuan penutup.
peralihan,
Mengacu kepada konten undang-undang guru dan dosen, maka secara garis besar,
Mengacu kepada konten undang-undang guru dan dosen, maka secara garis besar,
1. Pengertian,
konsep Mengacu
guru dalam kedudukan,
kerangka
kepada fungsi,
konten dan tujuan guru
undang-undang
undang-undang guru dan dosen
dan dosen,dapat
maka digambarkan
secara garissebagai
besar,
konsep
Dalamguru dalam
perspektif kerangka undang-undang
undang-undang, guru guru dan
diartikan dosen pendidik
sebagai dapat digambarkan
profesional sebagai
dengan
berikut :guru dalam kerangka undang-undang guru dan dosen dapat digambarkan sebagai
konsep
berikut : utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
tugas
berikut :
1. mengevaluasi peserta didik
Pengertian, kedudukan, pada
fungsi, danpendidikan
tujuan guruanak usia dini, jalur pendidikan formal,
1. Pengertian,
pendidikan kedudukan,
dasar, dan fungsi, dan menengah.
pendidikan tujuan guru Dalam eksistensinya, guru mempunyai
Dalam perspektif
1. Dalam
Pengertian, undang-undang,
kedudukan, fungsi, danguruguru
tujuan diartikan sebagai pendidik profesional dengan
guru sebagai
kedudukan perspektif
sebagai undang-undang,
tenaga profesional diartikan
pada jenjang pendidik profesional
pendidikan dasar,menilai,dengan
pendidikan
tugas utama
Dalamutama mendidik,
perspektif mengajar,
undang-undang, membimbing, mengarahkan,
guru diartikan mengarahkan,
sebagai pendidik melatih,
profesional dan
dengan
tugas
menengah, mendidik,
dan pendidikan mengajar,
anak membimbing,
usia dini pada jalur pendidikan melatih,
formal menilai,
yang diangkatdan
mengevaluasi
tugas peserta didik
utama mendidik, pada pendidikan
mengajar, membimbing, anak usia dini, jalur pendidikan formal,
mengevaluasi
sesuai dengan peserta didik
peraturan pada pendidikan
perundang-undangan anakmengarahkan,
usia dini,
yang dibuktikan
melatih,
jalur menilai,
pendidikan
dengan
dan
formal,
sertifikat
pendidikan
mengevaluasi dasar, dan
peserta pendidikan
didik menengah.
pada pendidikan Dalam
anak usiaeksistensinya, guru
dini, jalur pendidikan mempunyai
formal,
pendidikan
pendidik. dasar, dantersebut
pendidikan menengah. Dalam eksistensinya, guru
danmempunyai
kedudukanKedudukan
pendidikan sebagaidantenaga
dasar, pendidikan berfungsi
profesional untuk
menengah. meningkatkan
pada Dalam martabat
jenjangeksistensinya,
pendidikan dasar,
guru peran guru
pendidikan
mempunyai
kedudukan
sebagai agen sebagai tenaga profesional
pembelajaran yangusia pada untuk
berfungsi jenjangmeningkatkan
pendidikan dasar, mutu pendidikan
pendidikan
menengah,
kedudukan dan pendidikan
sebagai tenaga anak
profesional dinipada
padajenjang
jalur pendidikan
pendidikan formal
dasar,yang diangkat
pendidikan
menengah,
nasional dan pendidikan
dan bertujuan anak usia
untuk dini pada jalursistem
melaksanakan pendidikan formal yang
pendidikan diangkat
nasional dan
sesuai dengan
menengah, peraturan perundang-undangan
dan pendidikan anak usia dini pada jalur yang dibuktikan
pendidikan formaldengan sertifikat
yang sertifikat
diangkat
sesuai
mewujudkandengan peraturan
tujuan pendidikan perundang-undangan
nasional. yang dibuktikan dengan
pendidik.
sesuai Kedudukan
dengan tersebut
peraturan berfungsi untuk meningkatkan
perundang-undangan yang dibuktikan martabat dan peran
dengan guru
sertifikat
pendidik. Kedudukan tersebut berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru
sebagai agen
pendidik.agen pembelajaran
Kedudukan yang
tersebutyang berfungsi
berfungsi untuk
untukuntuk meningkatkan
meningkatkan martabat mutu pendidikan
dan pendidikan
peran guru
2. sebagai
Prinsip
sebagai agen
pembelajaran
nasionalprofesionalitas
dan pembelajaran
bertujuan guruuntuk yang
berfungsi
melaksanakan
berfungsi untuk
meningkatkan
sistem pendidikan
meningkatkan
mutu
mutu nasional
pendidikan dan
nasional dan bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan
nasional
Profesi guru tujuan
dantujuan pendidikan
bertujuan
merupakan untuk
bidang nasional.
melaksanakan
pekerjaan khusus sistem
yang pendidikan
dilaksanakannasional
berdasarkan dan
mewujudkan pendidikan nasional.
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. prinsip-prinsip profesionalitas.
Prinsip profesionalitas guru Berdasarkan prinsip-prinsip profesionalitas, maka guru
2. Prinsip profesionalitas guru
dituntut untuk; memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; memiliki
2. Prinsip
Profesi profesionalitas
guru merupakan gurubidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
Profesi guru merupakan bidangmutu
komitmen untuk meningkatkan pendidikan,
pekerjaan khususkeimanan, ketakwaan berdasarkan
yang dilaksanakan dan akhlak
prinsip-prinsip
Profesi guru
mulia; memiliki profesionalitas.
merupakan bidang
kualifikasi akademikBerdasarkan
pekerjaan prinsip-prinsip
khusus
dan prinsip-prinsipyang profesionalitas,
dilaksanakan
latar belakang profesionalitas,
pendidikan sesuai maka
berdasarkanguru
dengan
prinsip-prinsip profesionalitas. Berdasarkan maka guru
dituntut tugas;
untuk;profesionalitas.
prinsip-prinsip
bidang memiliki bakat, minat,
Berdasarkan panggilan jiwa,
prinsip-prinsip dan idealisme;
profesionalitas, memiliki
maka guru
dituntut untuk;memiliki
memilikikompetensi
bakat, minat, yangpanggilan
diperlukanjiwa, sesuai
dandengan
idealisme;bidang tugas;
memiliki
komitmenuntuk;
dituntut
memiliki untuk memiliki
tanggung meningkatkan
jawabbakat, mutu
minat,
atasmutu pendidikan,
pelaksanaan panggilan keimanan,
tugas jiwa, danketakwaan
idealisme;dan
keprofesionalan; akhlak
memiliki
komitmen untuk meningkatkan pendidikan, keimanan, ketakwaan memperoleh
dan akhlak
mulia; memiliki
komitmen
penghasilan untuk kualifikasi
meningkatkan
yangkualifikasi akademik
ditentukan akademik mutu
sesuai dan latar belakang
pendidikan,
dengan keimanan, pendidikan
ketakwaan sesuai
dan dengan
akhlak
mulia; memiliki dan prestasi kerja; memiliki
latar belakang pendidikan kesempatan untuk
sesuai dengan
bidang memiliki
mulia; tugas; memiliki
kualifikasi kompetensi
akademikyang diperlukan
dan latar belakangsesuai dengan sesuai
pendidikan bidangdengan
tugas;
bidang tugas; memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
memilikitugas;
bidang tanggung
memiliki jawab atas pelaksanaan
kompetensi yang diperlukantugas keprofesionalan;
sesuai dengan bidang memperoleh
tugas;
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; memperolehkerja; memiliki kesempatan untuk
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; memiliki kesempatan untuk

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 71


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 69 – 75

mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang


hayat; memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan; memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

3. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru


Dalam aktualisasinya, guru wajib ; memiliki kualifikasi akademik yang diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma; memiliki empat
kompetensi guru yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi; memiliki sertifikat pendidik; sehat jasmani dan rohani; serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

4. Hak dan Kewajiban Guru


Dalam melaksanakan tugas keprofesional, guru berhak; memperoleh penghasilan di
atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial; mendapatkan
promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; memperoleh
perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual;
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi; memperoleh dan
memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjang kelancaran tugas
keprofesionalan; memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut
menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai
dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan;
memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas; memiliki
kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi; memiliki kesempatan untuk
berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan, memeproleh kesempatan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi, dan/atau
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya juga guru berkewajiban;
merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta
menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; bertindak objektif dan tidak
diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi
fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik
dalam pembelajaran; menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan
kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan memelihara dan memupuk
persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru


Berkaitan dengan pengangkatan, penempatan, dan pemindahan tugas guru, secara
sistem pengangkatan dan penempatan guru dilakukan secara objektif dan transparan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian, guru juga dapat dipindah
tugaskan atas dasar perintah otoritas atau permohonan guru yang bersangkutan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam kaitannya dengan pemberhentian, guru dapat diberhentikan dari jabatannya
dengan hormat dan tidak dengan hormat. Guru dapat diberhentikan dengan hormat
dari jabatannya sebagai guru apabila; meninggal dunia, mencapai batas usia pensiun,

72 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL ... — [Agus Fakhruddin]

atas permintaan sendiri, sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat
melaksanakan tugas secara terus menerus selama dua belas bulan, atau berakhirnya
perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara
pendidikan. Guru juga dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai
guru apabila; melanggar sumpah dan janji jabatan, melanggar perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama; atau melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
selama satu bulan atau lebih secara terus menerus.

6. Pembinaan, pengembangan, penghargaan, dan perlindungan guru


Pembinaan dan pengembangan guru mencakup pembinaan dan pengembangan profesi
dan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi pembinaan dan
pengembangan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi profesional. Sedangkan pembinaan dan pengembangan karir guru
meliputi penugasan, kenaikan pangkat, dan promosi.
Berkaitan dengan penghargaan dan perlindungan, guru yang berprestasi, berdedikasi
luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan. Guru
juga berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas yang meliputi
perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum yang mencakup perlindungan hukum
terhadap tindakan kekerasan, ancaman, dan perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau
perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain.
Guru berhak mendapatkan perlindungan profesi yang mencakup perlindungan
terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan
pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat
menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Guru berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang
mencakup perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,
kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
resiko lain.

7. Organisasi profesi dan kode etik guru


Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen yang berfungsi
untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan,
perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Organisasi
profesi guru ini mempunyai kewenangan untuk; menetapkan dan menegakkan kode
etik guru, memberikan bantuan hukum kepada guru, memberikan perlindungan profesi
guru, melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan
pendidikan nasional.
Untuk menjaga dan meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan
tugas keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk kode etik guru yang berisi
norma dan etika yang mengikat perilaku guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesionalan.
Bila kita kaji secara mendalam, pada dasarnya konten undang-undang nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen ini sudah secara eksplisit memuat nilai-nilai karakter
yang akan dikembangkan dalam pengelolaan guru. Nilai karakter utama yang ingin

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 73


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 69 – 75

dikembangkan dalam pengelolaan guru di Indonesia adalah profesionalisme guru. Dari


dikembangkan dalaminipengelolaan
nilai karakter utama guru di Indonesia
kemudian diturunkan adalahkarakter
pada nilai-nilai profesionalisme
pendukung. guru. Dari
nilai karakter utama ini kemudian diturunkan pada nilai-nilai karakter pendukung.
Nilai karakter utama dan nilai-nilai karakter pendukung tersebut dapat diuraikan
Nilai
sebagai berikutkarakter
: utama dan nilai-nilai karakter pendukung tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Profesionalisme Guru sebagai Nilai Karakter Utama
Karakter profesional
1. Profesionalisme sebagaiNilai
Guru sebagai karakter
Karakterutama
Utama yang dikembangkan dalam konten
kebijakan profesional
Karakter guru pada hakikatnya berfungsi
sebagai karakter untukyang
utama meningkatkan
dikembangkan martabat
dalamdankonten
peran
guru sebagai
kebijakan guru agen pembelajaran
pada hakikatnya yang diharapkan
berfungsi akan berdampak
untuk meningkatkan pada peningkatan
martabat dan peran
mutu sebagai
guru pendidikan
agen nasional
pembelajaran sebagai
yangupaya untuk akan
diharapkan melaksanakan
berdampaksistem pendidikan
pada peningkatan
nasional
mutu dan mewujudkan
pendidikan nasionaltujuan
sebagaipendidikan nasional.
upaya untuk melaksanakan sistem pendidikan
Suryadi dan
nasional (2014) mengkajitujuan
mewujudkan berbagai hasil nasional.
pendidikan penelitian dan ditemukan bahwa guru
merupakan
Suryadi faktormengkaji
(2014) yang paling inti dalam
berbagai memacu kualitas
hasil penelitian pendidikan,
dan ditemukan bahwasehingga
guru
peningkatan faktor
merupakan kualitasyang
profesi guruinti
paling adalah
dalamsebuah
memacu keniscayaan.
kualitas Lebih lanjut dikatakan
pendidikan, sehingga
bahwa sebagai
peningkatan faktorprofesi
kualitas tunggalgurudalam upaya
adalah peningkatan
sebuah mutu Lebih
keniscayaan. pendidikan,
lanjut guru yang
dikatakan
bermutusebagai
bahwa adalahfaktor
harga tunggal
yang tidak
dalam dapat ditawar-tawar
upaya peningkatanlagi, mutu dan untuk meningkatkan
pendidikan, guru yang
mutu guruadalah
bermutu maka harga
guru harus
yang profesional.
tidak dapat ditawar-tawar lagi, dan untuk meningkatkan
Menurut
mutu guru Djojonegoro
maka guru harus (Supardi,
profesional.2013) profesionalisme dalam suatu pekerjaan
ditentukanDjojonegoro
Menurut oleh tiga faktor penting, yaitu;
(Supardi, 2013) memiliki keahlian khusus
profesionalisme dalam yangsuatudipersiapkan
pekerjaan
oleh program
ditentukan oleh pendidikan keahlianyaitu;
tiga faktor penting, ataumemiliki
spesialisasi; memiliki
keahlian khususkemampuan
yang dipersiapkanuntuk
memperbaiki
oleh programkemampan
pendidikan yankeahlian
dimiliki;atau
dan memiliki penghasilan
spesialisasi; memilikiyang memadai. untuk
kemampuan
memperbaiki kemampan yan dimiliki; dan memiliki penghasilan yang memadai.
Karakteristik profesional sebagai karakter utama guru secara lebih rinci kemudian
diuraikan dalam nilai-nilai
Karakteristik karakter
profesional pendukung.
sebagai karakter utama guru secara lebih rinci kemudian
2. Nilai-Nilai
diuraikan dalamKarakter
nilai-nilaiPendukung
karakter pendukung.
Nilai-nilai Karakter
2. Nilai-Nilai karakter Pendukung
pendukung yang merupakan turunan dari profesionalisme guru
sebagai nilaikarakter
Nilai-nilai karakterpendukung
utama dapatyang diidenifikasikan sebagai berikut
merupakan turunan :
dari profesionalisme guru
a. kompeten;
sebagai guru yang
nilai karakter profesional
utama adalah guru yang
dapat diidenifikasikan kompeten,
sebagai berikut yaitu
: yang memiliki
seperangkatguru
a. kompeten; pengetahuan, keterampilan,
yang profesional adalah dan
guruperilaku yang harus
yang kompeten, dimiliki,
yaitu dihayati,
yang memiliki
dikuasai, dan
seperangkat diaktualisasikan
pengetahuan, keterampilan, olehdan guru
perilakudalam melaksanakan
yang harus tugas
dimiliki, dihayati,
keprofesionalan.
dikuasai, dan Jika pada periode sebelumnya
diaktualisasikan oleh guru sembarang orang dapat menjadi
dalam melaksanakan tugas
guru, maka dengan
keprofesionalan. Jikamenerapkan
pada periodependekatan
sebelumnya profesionalisme
sembarang orang hanya orang-orang
dapat menjadi
yang maka
guru, memiliki kompetensilah
dengan menerapkanyang dapat dikatakan
pendekatan sebagaihanya
profesionalisme guru orang-orang
profesional.
Kompetensi
yang memilikiyangkompetensilah
harus dimiliki yangoleh guru profesional
dapat dikatakanmencakup
sebagai empat lompetensi,
guru profesional.
yaitu kompetensi
Kompetensi pedagogik,
yang harus dimiliki kompetensi sosial, kompetensi
oleh guru profesional mencakup empatkepribadian,
lompetensi,dan
kompetensi
yaitu pofesional.
kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan
b. kompetensi
Kompetensipofesional.
pedagogik mensyaratkan seorang guru memiliki karakter cerdas dan
menguasai pedagogik
b. Kompetensi wawasan mensyaratkan
keilmuan pendidikanseorang guru dan memiliki
pembelajaran,
karakter mulai
cerdas dari
dan
perencanaan,wawasan
menguasai proses pembelajaran,
keilmuan dampai evaluasi
pendidikan danpembelajaran.
pembelajaran, mulai dari
c. perencanaan,
Kompetensi proses
kepribadian secara dampai
pembelajaran, lebih detail
evaluasimensyaratkan
pembelajaran. nilai-nilai karakter
c. kepribadian
Kompetensi seorang
kepribadianguru secara
yang haruslebihtercermin dalam kehidupan
detail mensyaratkan kesehariannya
nilai-nilai karakter
yang meliputiseorang
kepribadian karakter-karakter
guru yang ;harus beriman dan bertakwa;
tercermin berakhlak mulia;
dalam kehidupan arif dan
kesehariannya
bijaksana; demokratis; mantap; berwibawa; stabil; dewasa;
yang meliputi karakter-karakter ; beriman dan bertakwa; berakhlak mulia; arif jujur; sportif; teladan;
dan
introsprektif,
bijaksana; dan futuristik.
demokratis; mantap; berwibawa; stabil; dewasa; jujur; sportif; teladan;
d. Kompetensi
introsprektif,sosial mengarahkan guru pada nilai-nilai karakter ; komunikatif; ramah,
dan futuristik.
santun, taat nora
d. Kompetensi sosialdan nilai, dan cinta
mengarahkan gurukasih
pada dalam kebersamaan.
nilai-nilai karakter ; komunikatif; ramah,
e. santun,
Kompetensi profesional
taat nora dan nilai,menitik
dan cintaberatkan gurukebersamaan.
kasih dalam pada nilai karakter penguasaan
bidang ilmu yang
e. Kompetensi menjadimenitik
profesional tanggungberatkan
jawabnya. guru pada nilai karakter penguasaan
bidang ilmu yang menjadi tanggung jawabnya.

74 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


NILAI-NILAI KARAKTER DALAM KEBIJAKAN NASIONAL ... — [Agus Fakhruddin]

D. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara yuridis konseptual
undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen secara ekplisit sudah
bermuatan dan berorientasi karakter. Profesioalisme guru adalah karakter utama yang akan
dikembangkan dalam pengelolaan guru di Indonesia, dan diikuti dengan karakter-karakter
pendukung lainnya seperti kompeten, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, arif dan
bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, teladan,
komunikatif, dan taat norma dan nilai.

Daftar Pustaka

Syafaruddin 2008, Efektifitas Kebijakan Pendidikan, Konsep, Strategi, dan Aplikasi


Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif, Rineka Cipta, Jakarta

Supardi 2013, Sekolah Efektif, Konsep Dasar dan Praktiknya, PT Raja Grafindo, Jakarta

Suryadi, Ace 2014, Pendidikan Indonesia Menuju 2025, Outlook : Permasalahan,


Tantangan dan Alternatif Kebijakan, PT Remaja Rosda Karya, Bandung.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen,
Sekretariat Jenderal Depdiknas RI, Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 75


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


‫��� ������� ������� �� ����� ������� �������‬
‫أ�������������‬
‫�����*������� �������‬ ‫��� ������� �������‬
‫��م��*������ �����م��‬ ‫����م��‪-‬‬
‫��������‬ ‫��� �������� أ���‬
‫‪*Email: abunayeera@gmail.com‬‬
‫��� �������� ����م��‪��-‬م�� ������ �����م��‬
‫‪*Email: abunayeera@gmail.com‬‬ ‫أ‪������� .‬‬
‫���م� ����� �� ����� ������ ����� �� �������� ���� �� ����� ����� م� ��� ����� �������‬
‫م� ���� � ���� �� ���� ��� �� ���� ���� ����� �������� ���� ����� ��� ������� ���‬ ‫�������‬
‫أ‪��������.‬‬
‫������‬
‫‪�������11‬‬ ‫�������‬
‫�����‬ ‫��� ���‬
‫������ م�‬ ‫�����‬
‫����� �����‬ ‫����� ��‬
‫������ ����‬
‫��������‬ ‫�����‬‫�������‬
‫���م� �����‬ ‫��م���‬
‫����� ������‬ ‫������م�‬‫��������‬
‫م������م�‬
‫������‬ ‫������‬
‫������� ���‬ ‫��������‬
‫������������‬ ‫�����������م��‬
‫�������� ����‬ ‫�������‬‫�������‬‫���������‬
‫�������� ��‬
‫���������������‬‫����‬ ‫م�م���‬
‫���� �‬ ‫�����������‬
‫‪2111‬‬
‫����� ������ ��� ������� ‪������ 11‬‬ ‫�����‬
‫���������‬ ‫����������‬
‫������‬ ‫������‬ ‫���م����‬
‫�����‬ ‫���� ����‬
‫م����م���‬ ‫م��� �������‬
‫�������� �م�‬ ‫����‬
‫��������‬
‫��������� ��‬ ‫�������‬
‫����� ������‬ ‫م���‬
‫�������‬ ‫���������������‬
‫������م��‬ ‫��� �����‬
‫������� ���‬
‫�����������‬
‫������ �����‬
‫���� ���‬
‫��� ���‬
‫������م���‬‫‪��� 2111‬‬
‫������� �������� ������ ������ ����� �����‬ ‫���� �����‬ ‫�� ��‬ ‫������������‬
‫������� ����‬
‫����� ���‬ ‫م���������‬
‫���� ����‬ ‫����� م�‬ ‫�������‬ ‫������‬
‫����‬
‫�����‬ ‫م�� �����‬
‫��������� �� ��‬ ‫م����������‬
‫�������‬ ‫������������‬
‫����������‬ ‫��� ���‬ ‫������� م�‬
‫������ �����‬
‫������ ����‬
‫��� ����‬ ‫�����م�‬ ‫����� ���‬
‫����������‬
‫������ ������� ����� �� �� ������� �������� ������ ������ ����� �����‬ ‫��������‬
‫����� �����‬ ‫����� م�‬ ‫��������‬
‫������‬
‫��‬
‫�����‬‫����� �‬‫م���������‬
‫�� م��‬ ‫�������� �����‬
‫�������‬ ‫����� ����‬‫������ �����‬ ‫�������‬
‫����� م�‬
‫������� �����‬
‫�����م�م������� ����‬
‫�������� �����‬ ‫�����م�‬
‫����������� ���م� �������� ������� ��������� ��� ����� �� ������‬ ‫��������م���‬
‫�����������������‬
‫������‬
‫�����‬
‫����� � ��‬ ‫����� م�‬
‫����م����‬
‫���� ��‬
‫�����������‬
‫�����������������‬
‫������ �����‬ ‫��� ���‬
‫�������‬ ‫������� ���‬
‫�����‬ ‫م��� �������‬ ‫��������‬
‫���� ����‬ ‫��������� ���‬
‫�م�‬
‫��‬ ‫���������‬
‫������‬ ‫�������‬
‫�����‬‫�����‬
‫���������‬ ‫������ ��‬
‫���������‬ ‫�������‬ ‫�����‬ ‫���م��� �����‬
‫��������‬ ‫��� �����‬
‫�����‬‫������‬ ‫�م������� ��م�‬
‫م���‬ ‫م������‬
‫������ ���������‬
‫���� ����� م� �����‬ ‫����������‬
‫�����‬
‫�����������‬ ‫������ ����‬
‫���������‬ ‫��� ���‬‫��� م�‬‫�����‬ ‫����� �����‬
‫������� ���‬ ‫�� ��‬
‫����������‬
‫���� ����‬ ‫����‬ ‫������‬
‫���������‬
‫��‬
‫������ ��‬ ‫����� ������‬
‫������� �������‬ ‫����� ����‬ ‫������ ��‬
‫�� ������‬ ‫������‬ ‫�����‬ ‫����� ���‬
‫�����‬ ‫��������‬
‫����‬ ‫������‬
‫�����‬ ‫م���� ���‬ ‫م��� ��‬
‫��م� ������‬ ‫����� ���‬
‫�م�������‬ ‫م������‬
‫������ م���� ��� �����‬ ‫�����‬ ‫م�‬ ‫����‬ ‫���‬ ‫����‬ ‫م��‬ ‫������‬ ‫���‬ ‫�������‬
‫������ ���� ������� �� ����� ����� ����� م� ������ ���� ����� ����� ������‬ ‫����‬ ‫����‬ ‫��������‬
‫����‬ ‫������‬ ‫���‬ ‫��‬ ‫������‬
‫����� ���� ������ ������ ��‬ ‫�����������‬
‫���������‬ ‫م���‬
‫�����‬ ‫���� ���‬ ‫�� ���‬
‫��������‬ ‫������‬ ‫م���������‬
‫������‬ ‫����� ���������‬
‫��� م���‬ ‫����� ���‬
‫�����‬
‫��� ������ م�� ���� ��� ���� م� ����� ������ م���� ��� �����‬ ‫����‬ ‫�������� ���‬
‫�������‬ ‫�������������� ����‬
‫�������‬
‫��������‬
‫������ ����‬ ‫�������‬
‫������� ���‬
‫������ ��‬ ‫�����‬ ‫������م�‬
‫������ ���‬ ‫�����������‬
‫���� م���‬ ‫�������������‬
‫���� ������‬
‫��������������‬
‫����� �������‬ ‫��������‬ ‫��‬
‫����� ���‬
‫�� ������ ���� �� ������ ������� ������� ��� �م���� ���� �����‬ ‫�������������‬
‫����‬ ‫��������‬‫��������� ��������‬
‫�����‬
‫���‬ ‫�������������‬
‫��������‬ ‫��� ���‬ ‫����� �م�‬
‫�������‬ ‫������م��������‬
‫�������� ���م�‬
‫�������������‬ ‫��������‬‫������ ���‬ ‫������� ���� ���‬
‫��������� ����‬ ‫�� ��������‬ ‫������‬
‫��������‬
‫���� �����‬ ‫��������‬
‫�م����‬ ‫����م��‬ ‫��������������‬
‫������� ���‬ ‫���������������‬
‫�������������‬
‫م�������‬ ‫�����������‬ ‫����������‬
‫����� ��‬ ‫������ ����‬
‫�������� ������‬
‫�����‬
‫م�‬
‫�������� ���‬
‫��� ��� �‬
‫�������������‬
‫�������� �م�‬
‫���م� �������‬‫��� م���‬‫��������‬ ‫�������������‬ ‫��������‬
‫������ ���‬ ‫�����‬
‫�����������‬
‫�������‬ ‫������ ��� �‬
‫�� ��‬
‫��������� ������� ����م�� �������� ��������‬ ‫�� �������‬
‫�����‬‫���������‬
‫������������‬
‫�������م���‬
‫������� ������ �����‬
‫������ ����‬ ‫����� م���‬
‫������‬
‫�� �� ��� � ������� ����� ����� ������ ���� ��� م��� �������� ������� ��� ��� � �� م�‬
‫������� ������� ������ ��������� �� �������‬ ‫������������ �‬ ‫�‪.‬‬
‫����� م���‬
‫���� ���� ����� �� ����� ���� م��� ������ م������ �� م������� � ���� م���� ���� ��� ��‬
‫�� ����� ����� ���� ��� م��� ����� ����� ��� ���� ������� ���� ���‬ ‫�������‬
‫م���� �) �‬ ‫�����‬‫�‪.‬م���‬ ‫‪6‬‬
‫����‬
‫م������ ��‬ ‫م������‬ ‫������ ��‬
‫م����‬ ‫��� ����‬
‫م������� � ����‬ ‫��� ��‬ ‫�) ���‬
‫م������‬ ‫����‪,‬‬
‫������‬ ‫������م���‬
‫����� ����� ����‬ ‫����� ����‬
‫����� ��‬ ‫���������‬
‫����� ��‬
‫����‬
‫���� ���‬ ‫�������‬ ‫������� �‬
‫�������‬ ‫��������� ����‬
‫����� �����‬
‫��� �����‬
‫���� م���‬‫����) ���‬ ‫������‪� ,‬‬
‫��� م��‬
‫��������‬ ‫����‬ ‫م�������) �‬‫م��������‬
‫‪���6‬‬
‫���‬
‫����‬ ‫�����‬
‫���م���‬‫����م��‬
‫���� ��‬
‫������‬‫���� ‪)�,‬‬
‫������ �‬‫��������������‬
‫����) ���‬ ‫����‪,‬‬‫�����‬ ‫����� �����‬
‫������‬ ‫�����‪)� ,‬‬‫��� ����‬ ‫�� �����‬‫��� ��‬
‫�����‬
‫�����‬
‫��� ����‬ ‫������‬
‫�������‬ ‫م� ���� م��‬
‫������� �‬ ‫�����������‬
‫������‬ ‫���������‬
‫���� ���‬
‫����م�م��‬‫�������‪)� ,‬‬
‫��� م�� �‬ ‫م� ���‬
‫���‬‫���)‬ ‫�� �‪,‬‬
‫�������‬
‫����� �����‬
‫���‬
‫��� �� ��� ��� �‪��� ����� ��� ���� ���� )�, � ������ �� ������ ��� ����� ����� )� ,‬‬
‫����� ������� �‪ )� ,‬م� ��� ������� ����م�م�� ��� ������ ������ م� ���� م�� ������ ��� �����‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪77‬‬
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84

‫      ا  ل وا  وا وا  وا‬1.‫ ا وا‬
:­‫ ووردت دة "و" ­ ا‡أن ا‰ وˆ‡† ­ …„ اƒ‚ وه‬.‫وا‬
ö 3
Νä ‹ø =n æ ã θ™
t Α ß § 9#$ β ä ƒt ρu ¨
t θ3 Ä $Ψ¨ 9#$ ’?n ã y κp à− #( θΡç θ6
t u #! ‰ à Gt 9jÏ $Ü
V ™
y ρu πZ Β¨ &é Ν
ö 3
ä ≈Ψo =ù èy _ y Ï9≡‹
y 7 x .x ρu " ”‫ و‬-1

ϵø‹t7É)tã 4’n?tã Ü=Î=s)Ζtƒ £ϑÏΒ tΑθß™§9$# ßìÎ6®Ktƒ tΒ zΝn=÷èuΖÏ9 ωÎ) !$pκön=tæ |MΖä. ÉL©9$# s's#ö7É)ø9$# $oΨù=yèy_ $tΒuρ 3 #Y‰‹Îγx©

Ĩ$¨Ψ9$$Î/ ©!$# χÎ) 4 öΝä3oΨ≈yϑƒÎ) yì‹ÅÒã‹Ï9 ª!$# tβ%x. $tΒuρ 3 ª!$# “y‰yδ tÏ%©!$# ’n?tã ωÎ) ¸οuÎ7s3s9 ôMtΡ%x. βÎ)uρ 4

­ ‫( وآ و” ه  ا ل – و” ه‬143 ‫ ∪∩ " )رة ا‡ة‬ÒΟŠÏm§‘ Ô∃ρâts9
2
.™‫› š و‬
‫ ∪∩ " )رة ا‡ة‬tÏFÏΨ≈s% ¬! (#θãΒθè%uρ 4‘sÜó™âθø9$# Íο4θn=¢Á9$#uρ ÏN≡uθn=¢Á9$# ’n?tã (#θÝàρ≈ym" ”‫ ا‬-2
† ‫ ¡‰ ا „ إ أž† ­ ا وا   œة ا” أي أ‬¢‫( و‡ ذه‬238
3
‫و …ه‬
( z≈yϑ÷ƒF{$# ãΝ›?‰¤)tã $yϑÎ/ Νà2ä‹Ï{#xσムÅ3≈s9uρ öΝä3ÏΖ≈yϑ÷ƒr& þ’Îû Èθøó¯=9$$Î/ ª!$# ãΝä.ä‹Ï{#xσムŸω" ‫ أو‬-3

( 7πt6s%u‘ ãƒÌøtrB ÷ρr& óΟßγè?uθó¡Ï. ÷ρr& öΝä3ŠÎ=÷δr& tβθßϑÏèôÜè? $tΒ ÅÝy™÷ρr& ôÏΒ tÅ3≈|¡tΒ Íοu|³tã ãΠ$yèôÛÎ) ÿ…çµè?t≈¤s3sù

y7Ï9≡x‹x. 4 öΝä3oΨ≈yϑ÷ƒr& (#þθÝàxôm$#uρ 4 óΟçFøn=ym #sŒÎ) öΝä3ÏΨ≈yϑ÷ƒr& äοt≈¤x. y7Ï9≡sŒ 4 5Θ$−ƒr& ÏπsW≈n=rO ãΠ$u‹ÅÁsù ô‰Ågs† óΟ©9 yϑsù

‫( " وآ أو ه ¦­ إ‬89 ‫ ة‬¥‫ ∪∩ )رة ا‬tβρãä3ô±n@ ÷/ä3ª=yès9 ϵÏG≈tƒ#u öΝä3s9 ª!$# ßÎit7ãƒ

∩∪ tβθßsÎm7|¡è@ Ÿωöθs9 ö/ä3©9 ≅è%r& óΟs9r& öΝßγäÜy™÷ρr& tΑ$s% " :28 ‰‡‫ و ­ رة ا‬,‰† š‫ ا ل اي أ‬

›‫ أو أš‡ و™  ˆ أن © †¨ ا  إ™ و‬ª‫و ه –­ آ "أو"  أ‬
5 ‫ وآ ورد ­ رة ادت‬,œ‡™‫ا  ™‡ š ا  ا‡وž © وا‬
4
.‫¯ء ا  ®‚ ا¬š اء‬° ¦‫ ∪∈∩ ­ ا و‬$èº Ηø d
s µÏ /Î  ô ™
z Ü y θu ùs

‫ وه‬، ‫اظ وا‬³‫وأ ا ”´ "ا”" ¦­ إ اذ › و  ا” ا‬
‫ ا ž وا¶…ة وšان‬،ž ‫‚ ­ اازن  ا  وا‬°‫ا ازž  ا‡ وا‡ و ا‬
‫ا¬رض و¯آ ا ¸ وا™ع ”ت ا žو ا©œل „دة ا¬…او و  ا د‬
‫  ا”     ا”­ ه ا  ادل ا  ­ ال‬º ‡ ‫ وإذا أ‬5.‚°‫وا‬
 ¨‫š وذ¼ آ‬°‫ و©‡ ا © ا د أو ا‬،­ƒ‫ وا¡ إ  ه ‡ س وو‬،‡‫ا‡ وا‬
.‫ ا„دة ا žو وا¬…او‬¢„‫أ® آ‬

‫ي‬  ‫ الوسطية‬،‫ وانظر ايضا ع„ي محمد الصالبي‬13-12.‫( ص‬2011 ،‫ صناعة الفكر‬:‫ )بوت‬،‫ الوسطية والاعتدال‬،‫ محمد يتيم‬1
17-16.‫( ص‬1999 :‫ دار البيارق‬:‫ عمان‬،‫القرآن الكريم‬
21-20‫ ص‬،‫ي القرآن الكريم‬  ‫ الوسطية‬،‫ ع„ي محمد الصالبي‬2
15 .‫ ص‬،‫ الوسطية والاعتدال‬،‫محمد يتيم‬3
25-24 .‫ ص‬،‫ي القرآن الكريم‬  ‫ الوسطية‬،‫ع„ي محمد الصالبي‬4
9-7.‫ ص‬،(2004 :‫ مكتبة الشروق الدولية‬:‫ )القاهرة‬،–—‫ مقاالت الغلو الدي—– والالدي‬،‫محمد عمارة‬5

78 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


‫]‪DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH ... — [Andy Hadiyanto‬‬

‫وا ه ااط ا


 اي 
   
 ا   وا ‪ .‬و اا ه‬
‫اآ –ˆ• ‰رة أن أهŽ ا  Œ‹ ا†ˆŠا ‰ˆ‡ †… ا„‪‚
 ƒ  ‬ت ا€ا­‪  ‬و ت‬
‫اŠل و™˜ا أن ‪‹–Š ¢‬ة ƒ ا€ع ا ل وا˜… اŠل‪ ‹ž Ÿ .‬اا اˆƒ œز‬
‫ا‪
Œ¢‬د وا‪
‰¢‬د ‰ˆ‡ ااط ا
 وه ا
‪ ƒ ¥‬ا„ح ‰ˆ‡ ا
ˆ‹ ƒ ا™ ع ا‪£‬اه‬
‫وƒ ™ اŠŽ اي دم Œا†‪  ‬ا€ع‪ 6.‬و أف اوي ©  ا ا¨œ‬
‫–‪ ²‬ا
‹ƒ اي ‪ ²³‬ا ص ا„­ ƒ ا‪°‬ن وا  ¯ إ†ر و ء ا ‹ ا«ˆ‪ 7.‬إن‬
‫ا إذن ه ا
‪ ƒ ¥‬ا¨¯اط وا
‪ ¥³‬وه آˆ
ن ™´ن إ‡ Š ‡ ™„وز ا˜‹ ¯ ا
‹ƒ‪.‬‬
‫™€ آˆ ا¨¯اط إ‡ اة ا‹  ا
ا‹ة ا
 ™د ´ ‪ ²‬إ‡ ا
€‹د وا
‪ ¯  ‬ا
Š  ‰ƒ‬
‫‰¸‪ •
³‬ا‹ ‪ .‬وأ ا
‪ ¯ Ž·
¯ ¥³‬ا
 و ا¨هل وا
‚‪«´¶  ‬م وا ا€‰  ‹‰‬
‫إ‡ ا
‪ º‬وا™ ع ا‪¹‬هاء‪.‬‬
‫  اوي »œ» ‹ارس ´ل  ‹ ا€Š وا»
ن  ‪³
™ ²‬ن ˆ إ¯ا† أو‬
‫™‪ ³‬و™ˆŸ ا‹ارس ه‪ :‬ا‹ر ا‪£‬ه ا
 ™Ž ا¨¯اط وا‹ر اŠœ– ا
 ™Ž إ‡‬
‫ا
‪ ¥³‬وا‹ر ا
 ™
‪ ²‬وه ا‹ر ا‪ ƒ 8.‬ه  «ƒ ال ¾ن ƒ ‪£‬ه‬
‫ا ™ ول ا ص ا‹  ™ و‪ ƒ  „ ¢‬اŠŽ وا Ž ‪  ‬ا‰ة اوح ا‹  اي 
·ˆ•‬
‫ ‹ ا€Š‪.‬‬

‫ت‪ .‬ت ا  ا‬


‫
„ˆ‡ ا
‹ƒ ا ¯ ا ا´ ا«·ة  ‪:²‬‬
‫‪ -1‬اازن  اة وا ر‬
‫™
 اŠ‹ة ا¨œ ¨ن ‪ •À‬وا´‹ وه اب وا … وا‹ ˆ«ن وا ˆŒت اي‬
‫‪ Ã‬آ·ˆ• žء‪ ² .‬أن ا¨œم  ‪‹ Â‬رة ا‪ Á‬و إراد™• إ‪ ¢‬أ–• ‪
 ¢‬ك ا¨–ن آ­  دون ا©
ر‬
‫وإرادة‪ .‬ا ‪£‬ة ا ¯ اŠ‹ة ™ى أن ا¨œم ‪   ‡€
 ¢‬ا‹ر ­ ¯ ا‪ Å‬آ أ–• ‪¢‬‬
‫ ‰ˆ‡ ©‪ ¥‬وا´‹ ‪  ‬ا„ ‪ .‬إن ا¨œم ¯ –‪ £‬ا Šˆ  أن ا‪Œ Á‬در ‰ˆ‡ آŽ žء‬
‫و ˆ«ن و«ƒ ا‪–Ç Š Á‬ن ´… ا‪
©¢‬ر ¯ „‪¢‬ت 
زل ا‪‹Œ ƒ‰ ²¯ Á‬ر™• اˆ‬
‫˜«‪ .‬وإ‰ء ا¨–ن ´… ا‪
©¢‬ر 
™‪ •ˆ‰ º‬ا„اء واŠب‪.‬‬
‫و™Šˆ  ا أن ا‪ ‡Š™ Á‬و‰‹ ا س „  وا ر ‪ º‬أ‰• ¯‪ £– ¯ Á‬ا¨œم‬
‫ذو ‪³‬ت ا„ل وا„œل‪ .‬ها ا‪
‰¢‬د س ¯ –‪ ó‬ا¨–ن ا€Šر ب وا ف ƒ ا‪Á‬‬
‫¯ –‪ ó‬اŒ‪ ƒ‰ ˆ
 ،É‬ا‹–ت ا‪©¹‬ى ا
 ™
آ ‰ˆ‡ –‪ º‬ا„œل  أدى إ‡ ود‬
‫ا ن ا€‪ ƒ  ‬ا¨–ن ور• ´
‡ ˜
ج ا¨–ن ¨Œ اŠœŒ ‪  ‬ر• إ‡ وˆ ™• إ•‬
‫ز‪ .‡³‬آ أن ا¨œم ‪ º– ¯ Ë  ¢‬ل ا … ¯˜‪  º‬أدى إ‡ ا
‪²‬ون وا
هŽ ¯‬
‫اŠ د‪.‬‬
‫‪ -2‬ا€ن ­‪  ‬ا و    ا‬
‫إن ا ™‪ «˜ ƒÌ‬ا€Š و ه و™‚ ‪
˜  Ž« ²‬ج إ• ا ˆ…‪ .‬و  ‪²Š³‬‬
‫وŒ ‪ .²‬و‪²‬ا ¯ ™‪¾ ƒÌ‬ن ا€Š ا¨œ ™
‚ƒ آŽ ¯• ر´ Š د و™‬
‫‰ˆ‪ ²‬و™ ‪ .² ‰ ³‬آ أ–‪¾ ƒ ‡ˆ‰ ²‬ن آŽ ´« ž‰ • ´« و ‹ ƒ ™€Š•‪ .‬و‬
‫أ–ل ا‪ ‰ž Á‬إ‪‚ ¢‬ن © ا ˆ… وˆ˜
‪ ¯ ²‬ا‹– وا‪©Í‬ة‪.‬‬

‫‪6‬محمد عمارة‪ ،‬مقاالت الغلو الدي والالدي‪،‬ص‪8 .‬‬


‫‪ 7‬يوسف القرضاوي‪ ،‬دراسة ي فقه مقاصد الشريعة‪) ،‬القاهرة‪ :‬دار الشروق‪ ،(2012 :‬ص‪41-40 .‬‬
‫‪8‬يوسف القرضاوي‪ ،‬دراسة ي فقه مقاصد الشريعة‪ ،‬ص‪40-39.‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪79‬‬
‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84‬‬

‫و  ه   ا د ان ا



م ا ف  ه ا دون اج‬
‫ ‪   .‚ƒ ‬ا­ ‪ ‰† ‬اˆ ا…ي ه ا  ا†ف وا…„‪ .‬و ا ‬
‫اآ…
 ا†‰ اوŒ ‰ ه ا  ار ا”رج
 ’ا‪ ‘ ‬اŽŒم‪Š‹ .‬‬
‫¡­’ Ÿ ‪ ž ‬واا
ة ‪ ›ˆ ‬ا ‹Š  وšت دؤو‪ –‹  — Š ‬و‹–‬
‫ أ‪ ¤¥‬ا‪  –  ¤‬أرض اا ‪.‬‬
‫‪ -3‬ا
ة ا   أر ا وا‬
‫ا‹Š ¡‪ ª‬إ ¬«ون ا  وا‹ة ‪ª‬ة ازŠ  Š š ¨ وš ¡­‘‪‹¦ƒ š ،‬ن ‬
‫ا‹…ان وš إ¯ر ‹‚‪ .‬آ ‚ —‚ و¡  رة اŒ ‪: 9-8‬‬
‫" &‪" ∩∪ tβ#u”Ïϑø9$# (#ρçÅ£øƒéB Ÿωuρ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ šχø—uθø9$# (#θßϑŠÏ%r&uρ ∩∪ Èβ#u”Ïϑø9$# ’Îû (#öθtóôÜs? ωr‬‬

‫¶ ا  ا  ا وا‪µ‬ذ ‪  ‬ا‪°‬ل ا أ


ه ا‪ ، ²‬آ ‪ ±‬ا‪°‬م‬

 اšˆر
 و‪ ‚¥‬اŽرض ا‪¦ ‬ء ’ة ا‪ ،²‬وذŸ آ‚ ‪ˆ ‬ط أن š ¡–‹ ا ‹
 ذآ ا‪.²‬‬
‫دام ا¬¦ ‪ Œ  ‹  ‬ود ذآ ا‪  ° ²‬ذŸ‪.‬‬
‫ا  ا ا‪µ‬ي ه  ت ا‪°‬م  ا‪­ Š‹º‬د وا†
Š‪ ¤‹¹­¡ š .‬اŒ ‬

 Œب ا¾¯‪  .‬ا‪°‬م ­د Œ½ اš¯‹ر وا»ف  Œ ود ¼‪ ‹º  ‚‹Œ°‬و»Š‬
‫ا†‪ ¤ .‬إن ‚ Œ‪º‬ق و ‚ ا—‹
– دون ا ي
 Œ½ ا¾¯ أي ‚ وا‪‰¥‬‬
‫šŒام ا¾¯ ا‪µ‬ي ‚ Œ½ أ‪.‚
‹— ¹‬‬
‫‪ -4‬اازن  ا   ا واا‬
‫إن ا‪¹‬رة ا‪¹Œ Š‹°‬رة اž إذ أ– ¡—‪  Â‬اž ا– آ‪ Á‬ا‪† .Šº±‬ء‬
‫ا‪ĺ‬ن 
ة اس إ ا‪ ‹º‬ا‪  ±‬أ‪ ¤¥‬ا‹ة اŽ‪ ¤¹‬وه ا‹ة ا ¡‹
 ا­‪ª‬ة‬
‫وا‪ ‹º‬اوŒ‹Š‪   .‬ون ا‪ĺ‬ن واŠ  آ„ ا‪¹‬رة ا‪ .Š‹°‬و 
 ‪ Å ‬اس أن‬
‫ا‪ Šº±‬وا‪¹‬رة ا‪ ‹ »¡ Š‹°‬ورد  ا‪ĺ‬ن واŠ و آ‪   ¤‬د ‹– – ‪ Š
 ‬و‬
‫آ‪ .Š°’ Š
  ¤‬و— اž ‹را و واŒ‹ ا ‪ ‹‹º‬ا‪ª‬اه اŽ‹Š واš‪¤ Š‹
¥‬‬
‫ا‹ ا š ¡—  ا‪º‬أن واŠ ’Š‪.‬‬
‫ آن ا‪ĺ‬ن وزال † ‪ ،Šº±‬و‚  ­‪ È‬ا „ ‪ °  ÆÇ‬ت واا ‬
‫وا‪‹º‬ت ا …ل ‹–‪ ¡ .‬رج اˆ و ‪ Š‹¹‬ا‪ Ê‬واخ ‪¡ Æ‬ي أ—ب ا…ول  –‬
‫ا‪ĺ‬ن آ– د‹‪ 
¤‬أ‚ هك
ا‪ ¤‬أ¯ى š ‪   ‬اšهم ‪ 
– ‬اءة ا‪º‬أن واŠ‪.‬‬
‫و ذŸ أن اž  أ‹—‚ و ¡‚ ‪ÆÇ¡ ÆÇ‬ا آ—‹ا ‪ ‹ ‬ت واا ‪ Í‬ا …ل ‹–‬
‫ا‪ĺ‬ن واŠ‪ .‬و ‪ ‹ Æ‬ا
—ر ا‪ĺ‬ن † ‪ ¶­ -‹ºÆ‬اء‪ĺ -‬ن ‪ º‬م ات ا
Š‬
‫Œ‹  ا—‹‪ ŠÎ‬وا‪ª‬وف ا ‹ˆ–‪.‬‬
‫إن ا  ا š ‪ º‬س اž آ‪ ‚Ç‬ا‚ ا½ ا‪µ‬ي ‪ ‚ ‬أ¨‪» „º‬در ا‪½›º‬‬
‫اŽ¯ى‪ .‬و‚ š ى اا  ود‹‹Š ا‹ة ‹را وŒ‹ ا Œ‪º‬ق ا½ وإ‪ ‬ل ا—ƒ‪†‹ ،¤‬‬
‫ا  ا ‪ ‹ ‬اž ‪ ‚¦‹» ‬وا‹ق أو اا  ا‪µ‬ي ­–  ’ء‪ Ï‬اž‪ º .‬م ا‹Š‬
‫¡­‹ا ¡‹­‹ ‪ĺ‬ن أي ا­‹ ا‪µ‬ي ‪º‬م
 اž – ¬‪ °‬و­‹‪ ¹‬و– ا‹ ت‬
‫ار”‹Š ا آ„ ¡ و „ ا…ول وا‹ ت اا ‹Š واا ‪ Í‬ا‹Š ا ­– ‹– اž‬
‫Œ‹‪.‬‬
‫‪ -5‬اازن  ا   ا

‫و أه †šت و¡†‹ت ا‹Š  ا» ااه ا…ام ا ل  ا‪‹¨  Š °‬‬
‫ا‹‪ .‬و — ا‹Š  ه‪µ‬ا ا†ل
م ا‪º‬ط  اšء ام ¬
  ر‪ ‬ن‬
‫ا‹ أو ا‪º‬ط  اš
 اء
 ¨‹ ا‹‪ .‬و‪¥ º‬ءت ه‪ ϵ‬ا‹Š  ا‪‹¨  Š °‬‬

‫‪80‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH ... — [Andy Hadiyanto]

óΟs9uρ ÈÏd‰9$# ’Îû öΝä.θè=ÏG≈s)ムöΝs9 tÏ%©!$# Çtã ª!$# â/ä38yγ÷Ψtƒ ω ": ‫ا  وا ل ا‬

$yϑ¯ΡÎ) ∩∪ tÏÜÅ¡ø)ßϑø9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4 öΝÍκös9Î) (#þθäÜÅ¡ø)è?uρ óΟèδρ•y9s? βr& öΝä.Ì≈tƒÏŠ ÏiΒ /ä.θã_Ìøƒä†

#’n?tã (#ρãyγ≈sßuρ öΝä.Ì≈tƒÏŠ ÏiΒ Οà2θã_t÷zr&uρ ÈÏd‰9$# ’Îû öΝä.θè=tG≈s% tÏ%©!$# Çtã ª!$# ãΝä39pκ÷]tƒ

"∩∪ tβθßϑÎ=≈©à9$# ãΝèδ šÍׯ≈s9'ρé'sù öΝçλ°;uθtFtƒ tΒuρ 4 öΝèδöθ©9uθs? βr& öΝä3Å_#t÷zÎ)



 م أب ا
ت اى  داا
 ن ا  و

ن‬ ­€‫‚ 
 ا‬
 ‫ ‚ Œف ا 
 ‘Ž ا Œف اŠˆ†‰ واˆ† … ‚‡ €†… ا „  اƒن‬. ‫€  “ ا‬
$\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4s\Ρé&uρ 9x.sŒ ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $¯ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'¯≈tƒ " ”‡†• ‚ ‫أ—Ž ا رف‬

‫…× ∪∩" )€رة‬Î7yz îΛÎ=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ) 4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ
(13 ‫اˆات‬
“  ‫ ‚  ™ „Œ… ا‬، ‫ž ا€­… „  اŠœ ام ا دل وا 
› ا‬
…­€‫ ‚†Ÿة ا‬.…‫ إذ  ƒن „Œ… ¡… وا‬،¤‫¨ا  „Œ… ااوة وا¡§¦ء دا‬
‫ „Œ… ا  •§ ا  „Œ… ˆ « اœ… وا Œم‬ ‚ Ž‚ ،‫ • اŠŽ وا©ع‬ª

‫  §  ® اŒ…  ƒن „Œ… ¨ ود‬ª‫وا¡آ… وƒ ­رات ا‬
‫   ا‬-6
‫ وا†¡ي إذ‬ ±²‫ ا‬³‡†‫‚   ها‬.”‡†„ µ©¶ ‫ا€­…  ¡† ¸ ا   „  ا¶ · وا‬
„­‫ و• ا وŠ †©ا و‬،‫
ا وŠ  ا‬:‫ل‬²‚ ‫ أ• € وذا إ ا‬¹• œ  ¡†‫أو ا‬
.
‫ ا‬ ‚  ‫ ا‬º‫ ا‬µ ‫ ‚‡‡  أ—Ž آ‬ ‚ · ‫ ‚€­…  • ا†¼ص و‬.© ¶ Š‫و‬
Ž‫ ا‬ ‚ ‫ ا ­¡· •ون ا هŽ وا ‡ون‬ ‚ …‫ ه ا 
 ا½ي
 “ •و‬ ­
‫‚ 
 ا‬
.‫• ­ ¡ت ا ع‬
:…¾‫ † ا¶ذ ا¾ت ا‬ §¡†‚ 
 ‫ ا‬ ‚ …­€‫و أ—Ž ­¡· ا‬
‫ ا   ا
 إ ار ا‬-1
.…¦²  ¿¼‫ „  
 اƒ” ا‬µ € “
 ‫¼ ا رع و هف ا‬² …‚ ‫إن‬
‫† ن و‬² Ž¡ ‫ أœال ا†س‬ „‫ إذ أن ا
ا‬. ¤‫‚œƒم ا „…  ™  ج ا 
“ ا ا‬
.„ ‫ و—• أو‬ „ “ ‫ أن اƒ”
ور‬ ­€‫
ى ا 
 ا‬.”ƒœ “‫و‬
‫ء أ و‬ ­ € ‫ €‚ ا‬-2
¡ˆ ‫ل إ‬ª ‫ن‬±²‫ ن ا‬. œ‫ ا‬ª• ¸   ‫ • ت ا‬Æ‫أي ©ض ا€­… ر•¸ ا‬
…È•  ‚ ‫ل‬ª ‫ن‬±²‫‚… إ أن ا‬Å• ®‫ ذ‬.‫ء •
Ž دة ا†س‬ºÆ• ‫¦… أو ه‬² Šœ ‫ال أو‬Ç 
‫رئ ‚‡” ا ق‬²‫
­ «  ا‬Æ‫ن ‚‡” ا‬˕ ‫ل‬²‫ أو • ¼ر
ƒ ا‬.‡¡ž … ²„ ‡• ‫ت‬ÌË
. œ‫ول ا‬ª ™‫ اž… و‬µ‫ وا‬ ¶
‫ا ر‬
‫† ا…„ة‬ ‫ ا…‰  ا…  اˆ‡ وا‬-3
.”ƒ‫ ا€ †¡ط ا‬ ‚ ‫ ا€ … ا §ة‬ ‫¼ ا‘•™ و ه‬²‫ •  ه ا‬ª ‫Š •  ا‬
§
 ¼²‫ و€ … †Ž ا‬Î‫ واƒ” •„ ¡ر‬.”ƒœ “ ‫¼ ا‘•™ ه ا® وار‬²‚
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 81
‫‪ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84‬‬

‫€ ا­ وا‪ ‬ن‪ ،‬و  أن ا آن  وى  


 ا  و إ اى‪ .‬ه‬
‫‪  ‬ا‘ر ا”“ أˆ’ وا‹‪Ž ،‘Ž Š ‬ع ‰ أن ‹‪ †ˆ‰ Š ‬وه ‡† ا…داة ا ‪ ‬‬
‫˜€ه žœ› š
ت اا– دا ˜— – ا…ˆ†‪.‬‬
‫‪ -4‬ا   ا
 ت إ ا  ادات وات‬
‫ل ا‪ ¢£‬و واŽ”  اŸ
ء ا…ˆ† Ž اŸدات واŸ’ت ا‰ت إ‪ ¥‬اŸ ‬
‫وا”ˆ وا‹‪ ،Š ‬ا ‘
‪ ¥‬أن هك  ه §’ف ا…ˆ†‪ .‬وا…ˆ† Ž اŸدة اŸ دون‬
‫ا‰ت إ‪ ¥‬اŸ  وا”ˆ‪ ŠŸ ،‬آ†  ‪£‬ع ‰  و  ا‹‪ Š ‬وا”ˆ و ا…هاف إ‰ أن‬
‫ا¯ œن  ®
 œ› ¬Ÿ« ˜‪ ª ‬أو ˜”“‪ Ž ª‬ا©† وا ‹‪ Š ‬اŸدات‪  .‬ه‬
‫Ž‪’
‹˜ ›
š˜  š³‬ت ‪ Ž Š ž ‘ š ²‬اŸ’ت و ˜ض وب ˜آ † أن‬
‫˜¶‪ µ‬ا”ˆ وا‹‪ Š ‬ا ˜‘ إى‪ .‬و‪ Ž  ‬اŸدة Žض ا‪ š³‬وب ا‰­ام ‬
‫ ‘م ا ‪£ ‬ف ”ˆ‪ ª‬وž‪    …  ‬ن  ا…ر ا’ ‪   ·ž ž Ž  ‬ن ‬
‫ا…ر ا‪.”ž‰ Ž  ‬‬

‫ث‪ .‬إدة  ا  ا   ا  ا ‬


‫˜Ÿ ا  ا‪ †º³‬ا €س ا”Š وو˜¸› اœ
ك ى اار‪ Ž .³‬ا¯‪ ’³‬‬
‫دور Š Ž ˜Ÿ­­ ا”Š ا  و ˜‪  ‬ا ا¯‪ ’³‬ا ه Ž ž”” ا… ˜“«‬
‫ب"ا‪ š³‬وا‰‘ال"‪ .‬و ‰ ˜‪  ‬ا ا¯‪ «Ÿ˜ ¥
‘ ’³‬اš’ب ’‪ µ‬ا‪ š³‬‬
‫وا‰‘ال  † ‰  أن ˜Ÿى و½ ا ا¯‪ ’³‬إ‪ Š”˜ ¥‬ا“ر ا‪¼
˜ ˜ ‘ † ‬‬
‫ا ˆ ا¯‪ «
  Ž ’³‬ا › žة ا¯ œن‪.‬‬
‫و أن دة ا ا¯‪ ˜ ‰ ’³‬إ‪­˜ ¥‬و اار‪
Ÿ ³‬ت آ‡ة ‘ ان‬
‫ا¯‪ † ’³‬ه ˜ف إ‪  ˜ ¥‬اار‪  ³‬اŸ† ŸŠ ا¯‪’³‬م Ž ˆرة ˜‪ – ¥£‬روž‬
‫ا‡ و˜€ات ا­ ا‹آ ‪ Ž ،‬ا¯‪  ‰ ’³‬أن ˜رس š” و آ ˜¶  ‬
‫ا‪ ¥
‘ š³‬أرض اا–  ه ˜­ ا¯‪’³‬م ©  رž 
Ÿ ‪ .‬و أ† ذ¼ Ž€ أن‬
‫˜ا‘‪ ¥‬ا”ط ا Ž ˜ر‪ À‬أو ˜Ÿ
Š ا ا¯‪ ’³‬أ‰ وه‪:‬‬
‫‪ -1‬ا آ ‚ ا€­ ا‪ ‬‬
‫ž· ‰   ا‘ة ا‰§’Žت ا‡”Ž و ا‰‘ ى اار‪ 
  ’Ž ³‬ا¯‪ ’³‬‬
‫ ˜رŠ ‘
‪ Š˜ ¥‬اž ا¯ وŽ” 
œت ا‰‘ وا‡”Ž ا 
 ‪ .‬و  ه ŽŸ­ز‬
‫ا ا¯‪ ’³‬و‘ اار‪© ³‬ن ا§’Žت ا آ  œ ا¯ œن Ž ا‪Ÿ³‬ب ž” ا‪Ã‬‬
‫اš
” ) ‘رة ‘ ا Ÿ‪³ ‬ت ا Ž ا‪Ä‬ة  وزا Ÿدة(‪ .‬وذ¼ Ÿ أن أŠ اار‪³‬ن © ‬
‫هك ا‡ا وا€ات Ž ˜ŸŠ ا¯‪’³‬م‪‡Ž .‬ا ه ه ا و ا¸ي اءى دا‪Ž º‬‬
‫˜ ˜ŸŠ ا¯‪’³‬م ‘
‪ «
  ¥‬اš”ت اŸ
 ‪‘ Ž .‬رة ‘ اوح ا ˜ل ‘
‪ ¥‬ود‬
‫ا
œ ا¯  وا¯‪ Ž ’³‬أ‘ل ا¯ œن‪ .‬وا€ات ˜  Ž ا§’Žت اš”ت ŸŠ‬
‫ا¯‪’³‬م …ن ا¯ œن ®ل ‘
‪ Ÿ¢ ¥‬ا‰§’ف‪.‬‬
‫‪ -2‬ا… ا„‬
‫‰   ˜ر‪ À‬اŸŠ ا ‪”‘ – ›³˜  ‬ل اš
  
« œاه‪ .‬وه ˜ز‬
‫أه ا‪ ³‬ام ا”رت اŸ
 ا‹‡ Ž ˜Ÿ
Š ا ا¯‪’  ، ’³‬ف ˜Ÿ
  ا¸ي‬
‫œ ‪ † £‬دو‪ . ˜É‬وŠ ˜”Š ا ت واŸ
ت ‘ ا Ž دة ا ا¯‪† £ ’³‬‬
‫¬‘ دون أي ž‪ —œ Š ‬و‪É‬ض Ÿ ‪ .‬و‘ ˜Ÿد اار‪³‬ن ‘
‪ ¥‬ا˜ ذ «‬

‫‪82‬‬ ‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬
‫]‪DAUR AT-TARBIYYAH AL-ISLAMIYYAH ... — [Andy Hadiyanto‬‬

‫   
ا رات    ا    ه أر     ا‬
‫و ه أر ا†  د ره ا ا„ƒ‚   ا€­‪. ‬‬
‫‪ -3‬إدراج روح اار  ا‬
‫ – ‚ ا•‪ ‬ب 
 ول ع ا‘ ‪  ‬ت ا   Žار ا دئ وا ‹Š ا  ءة‬
‫ ه 
ا ا˜ — ا‘ ‪     ‬ا وا ‪ .‬وذ™  ‚ 
 ‹Š‬
‫ا ت اŸ ž  Š  دون ا‪ Ž¡£‬ز و ر¡ Ÿ ž اœ م  أو ا ‬
‫  Ž ا ‪ .‬و ‘‪ ‬ل اŽار  رس اار­ن – ا‪  ‘£‬ف وا‪  ¨£‬ف إذ ن ‪¥‬ن‬
‫ا‪  ‘£‬ف ‪ – ‚ £‬وه  ­ اŽ ة و  ذ™ ‪     ‬ا« 
Ž‪ ª‬ا‪  ¨£‬ف‬
‫œ¡– ‚ورة إ¡« ¡ ود  ¡® ا‹¬‪.‬‬
‫‪ -4‬إاز ا
 ا  ‬
‫و ه‪±‬ا أن ا‪ °‬اœ­ ­   ا ‚ ا€­‪  ‬ه ¯‚س ا ا ا   ‬
‫Ÿ ž ا« ‹ ت‪ .‬و‪     £‬ا€­‪ ‬م إ‪  £‬ا ‚‪  ª‬اœداة و اف   ول‬
‫اص ا‚أ¡ وا« ا ‪ .‬وه  رب اار­ن 
ا ‚ وا‪ £‬ر   ول ا‪،³‬‬
‫‪‹   ‬ا 
ا‪ µ‬ه‚ دون ا‪ ‚µ‬إ
ا ˜ أو اŽ ا وراءه ‪ .‬و €  إ
ذ™   ‚‬
‫ا€­‪    £  ‬ا ‚آ 
 اŠŸ ا  وذ™  ‘‪ ‬ل  ا¸ ¡·‬
‫ا‚و‪ º‬ى ا• ‪ .‬إذ ‪  ‚  £‬ا ‚ ا€­‪ 
  ‬اار­    ‬
‫ا€­‪ ‬م وإ ن ¡ Ž«·  ‪  –  £‬اآ « ب ا¼  وا ا ‚ورا إ
اœ‘‪ ‬ق‬
‫ا  ¸
 اŠŸ ا ¸ ا« ‪.‬‬
‫‪  -5‬ر ا ‬
‫ أ†  ا  ­• ا€­‪     ‬أن ود ا  ا ا•‪ ‬ب  رة 

‫ا   ا¸ا¡· ا   و ا  و   ه ا ر‘ وا‪  ‬رŸ ‪ .‬آ  ¿ – إ¾ ح‬
‫‚ورة  ا   ‪º‬ود‪ Á‬ا رŸ‪‚¿ ,‬س ا ‪¥‬ن ا‘ ‪  ‬ت اœ م إ¡ ه ¡ ¸ ‬
‫  ا« ‹ ت ا« ­ وا« وا‪   †£‬وا¼  و ¯‚ه ‪.‬‬
‫و رة أ‘‚ي  أ†  ا­• ا€­‪ ‚    ‬ا€­‪      ‬ه‪ Â‬ا ‬
‫ا ¾ •‪ ‬ب  و  ا وا  •  ا  ‪ ³‬و « ا¡‬
‫وا رŸ ‪ Å‬ا  Ž ة ا ‪ .Ä‬و¯ ب ا– ‪¡¥‬ا اŸ  ­اء  ‪ – ª‬اŠ‚ع أو –‬
‫اا‹— ه  أآ ‚ اœ­ ب ا «‚ ا¿ أو ا «·‪ .‬و ‚ ž ا ‪ ‚ƒ¥‬ا واي‬
‫Š ب  اœ­ ب ا«„و  ا¾ž ا وا ا‪±‬آر  أ د‪ Á‬اŸ ‪.‬‬

‫ج‪ .‬ا ‬
‫ ا Ž ت ا«   ا Ÿ‪¥ ³‬ن ا  ا­• ه ا  ا‪±‬ي  Š
— •‚ة‬
‫ا€¡« ن‪ .‬وه ا  ا‪±‬ي Ž‪ ­Æ Ç‬م ˜‪   – º ‬ن وز‪ .‬و ‘‪ ‬ل ا­•  ‚ز ‹ ‬
‫ا€­‪ ‬م  ž و اآ· •رات ا و‪ « ‬ت اŽ ة‪ .‬و أ‪ †º‬ام إ
اœ ل ا‬
‫وا ‚ ا   
ا  ا­•  أ† Ž‪ ª‬ا«‪ ‬م وا‚‪ º‬وا ‚آ  ‪  º‬ا‚د‬
‫وا‪   †£‬وا‪.‬‬
‫و  ‚ ا€­‪  ‬دور   ¡Š‚ و¯‚س و ا­• ا€­‪ ، ‬و أ† ذ™ ‪  ‬‬
‫ إ دة ˜ ¯  Ž‪  È‬اار­ن   وا ‪ .‬ل آ ا 
ا– ا‪ ª‬وا‹‪ª‬‬

‫‪Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016‬‬ ‫‪83‬‬
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 77 – 84

‫م   و   آ ا رة اار 


  د و آت‬ ‫ ا‬
.€‚‫ا‬

‫اا‬
2004 ،‫ €† ا…وق‬:‫اهة‬،‫ €‹ت اŠ ‰ ا واد‬،‫€   رة‬
1999 ،ŒŽ‘‫ دار ا‬:‫  ن‬،†‫ ا‰”  ا“ن ا‬،•–‫  €  ا‬
2006 ،‫ دار ا…وق‬:‫ اهة‬، …‫ درا  ˜ €— ا‬،‫‰› اšوي‬
2011 ،•‫ ا‹œ…ر ا‬:‫ •وت‬،‫ ا‰” وا‹ال‬،  €
، ‫ €آ‚ ا¡‚ة  را‬: £‫ او‬،€ ‫هة ا†‘  ا ¡ Ÿ ا‬¢ ،€‫ ا ”› ا‬
2010
2002 ، ‫ €† ا…وق او‬:‫ اهة‬، ‰‫م  – ا‬ ‫ ا‬،‫ ي ز‚وق‬£ ‫€ ‰د‬
§1435 ،‫ €آ‚ ا•‰ث وارات • ¡ ان‬:‫ اض‬،‫ ˜ ا‰ق‬،‫€آ‚ ا‰ث وارات‬
‫ €¡ ‰ ا‰ث  اوة او‬،”‫ €‘‰€ و‬: € ‫ ا‰” ا‬،(‫ب‬ª€) ‰œ‫أœي هد‬
2015 €‰†‫ € آ ا‬،”‫€ €‘‰€ و‬ ‫‰ل ا‰” ا‬£
Ÿ‫ دار اأ  … وا‰ز‬:®‰†‫ ا‬، € ‫–– ا¯€ ا‬° ”‰‫ ا‬،œ‰œ‫ ا‬±‘‫€  أ•‰ ا‬
2014
Charles Kimball, Kala Agama Jadi Bencana, Jakarta: Mizan, 2013
Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran, Jakarta: Mizan, 2011

84 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI
PENGARUH
TERHADAP MODEL FAHM AL-QURAN
PENINGKATAN PADA PERKULIAHAN
SIKAP RELIGIUS MAHASISWAPAI
TERHADAP PENINGKATAN
(Studi Pada SIKAP RELIGIUS
Mahasiswa Universitas Pendidikan MAHASISWA
Indonesia)
(Studi Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia)
Ani Nur Aeni
Ani
Universitas Nur AeniIndonesia
Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: aninuraeni@upi.edu
Email: aninuraeni@upi.edu
ABSTRACT
ABSTRACT
Islamic Religious Education (PAI) is a compulsory subject in all Genaral Higher Education
Islamic Religious
(University). Education
In Islamic Religious(PAI)Education
is a compulsory Qur’aninshould
(PAI), Thesubject be usedHigher
all Genaral as a source and
Education
reference.
(University).TheInQur’an
Islamicis Religious
important Education
to understand.
(PAI), A The Qur’an
correct should be of
understanding used
the as a source
content and
of The
reference.
Qur’an willThe Qur’an
greatly is important
affect the attitudes to and
understand. A correct
the correct practiceunderstanding
in everyday life, of the
and content of The
vice versa. To
Qur’an awill
obtain greatly
correct affect the attitudes
understanding of Theand the correct
Qur’an whichpractice
have an in everyday
impact onlife, theand vice versa. To
improvement of
of The Qur’an which have an impact
attitude, I applied model of teaching derived from The Qur’an, namely the model of Fahm Al-
obtain a correct understanding on the improvement of
Qur’an.
attitude, This
I applied
studymodel
aims of to teaching
reveal the derived fromofThe
influence theQur’an,
model namely
of FahmtheAl-Qur’an
model of inFahm Islamic
Al-
Qur’an. This
Religious study (PAI)
Education aims to reveal
course the influence
to increase of the
religious model
attitude of Fahm
of the students. This study
Al-Qur’an in uses
Islamic
an
Religious Education
experimental method(PAI)
True course to increase
Experimental typereligious attitude
design with of the students.
pretest-posttest This group
control study uses an
design.
experimental
The populationmethod
in this True
studyExperimental
are students who design with
type followed Islamic Religious Education
pretest-posttest (PAI) design.
control group course
The
in populationPendidikan
Universitas in this study are students
Indonesia (UPI)who followed
in the Islamic Religious
second semester Education
of the academic year(PAI) course
2014-2015.
in Universitas
The sampling Pendidikan
was conducted Indonesia (UPI) in the stratified
by proportionate second semester
randomofsampling
the academicwhere year 2014-2015.
samples were
The sampling
taken two classeswasfromconducted by proportionate
each faculty, they are to stratified
be used as sampling where
an experimental
random group samples were
and a control
taken two
group, classes
so the number fromof each
sample faculty, they are
is 8 classes. to results
The be used of as
thisanstudy
experimental group and1)a there
can be concluded: control
is
group,
an so the
increase ofnumber
religiousof attitudes
sample isof8students
classes. The
who results
use andofdo thisnotstudy can be of
the model concluded: 1) there in
Fahm Al-Quran is
an increase
Islamic of religious
Religious attitudes
Education (PAI)ofcourse
students who use
in UPI, andincrease
2) the do not of thereligious
model ofattitudes of students
Fahm Al-Quran in
Islamic
who useReligious
the modelEducation (PAI) course
of Fahm Al-Quran in UPI,than
is greater 2) the
the increase
students of whoreligious
do not attitudes
use model of of
students
Fahm
who use the
Al-Quran model of
in Islamic Religious Educationis(PAI)
Fahm Al-Quran greater than in
course theUPI.
students who do not use model of Fahm
Al-Quran in Islamic Religious Education (PAI) course in UPI.
Keywords: Fahm Al-Quran, Islamic Religious Education (PAI), Religious Attitude.
Keywords: Fahm Al-Quran, Islamic Religious Education (PAI), Religious Attitude.
ABSTRAK
ABSTRAK
Mata kuliah PAI merupakan mata kuliah wajib di setiap Perguruan Tinggi Umum. Dalam proses
Mata kuliah PAI merupakan
perkuliahan Al-Quran harusmata kuliah wajib
dijadikan di setiap
sumber danPerguruan Tinggiperkuliahan.
sebagai bahan Umum. Dalam proses
Al-Quran
perkuliahan
penting untukPAI Al-Quran
dipahami. harus dijadikan
Pemahaman sumber
yang benar dan sebagai
terhadap bahan perkuliahan.
isi kandungan Al-Quran akan Al-Quran
sangat
penting untukterhadap
berpengaruh dipahami. Pemahaman
sikap dan bentuk yang benar terhadap
pengamalan yang isi kandungan
benar Al-Quran akan
dalam perwujudan sangat
kehidupan
berpengaruhdemikian
sehari-hari, terhadap pula
sikapsebaliknya.
dan bentuk pengamalan
Untuk memperolehyangpemahaman
benar dalamyang perwujudan kehidupan
benar terhadap Al-
sehari-hari,
Quran demikian pula
yang berdampak padasebaliknya. Untuk memperoleh
adanya peningkatan sikap, makapemahaman yang benar
diterapkan model terhadapyang
pembelajaran Al-
Quran yang berdampak
bersumber pada adanya
dari Al-Quran, yaitu peningkatan
model fahmsikap, maka diterapkan
Al-Quran. model
Penelitian ini pembelajaran
bertujuan untuk yang
bersumber dari pengaruh
mengungkapkan Al-Quran,modelyaituFahm
model fahm pada
Al-Quran Penelitian
perkuliahan
Al-Quran. ini bertujuan
PAI terhadap untuk
peningkatan
mengungkapkan
sikap pengaruhPenelitian
religius mahasiswa. model Fahm Al-Quran pada
ini menggunakan metodeperkuliahan
eksperimenPAI terhadap
jenis peningkatan
True Experimental
sikap religius
dengan desainmahasiswa. Penelitian
Pretest-Posttest ini menggunakan
Control Group Design. metode eksperimen
Populasi dalamjenis
penelitian ini adalah
True Experimental
dengan desain
mahasiswa UPI yang mengikuti mata
Pretest-Posttest kuliah
Control PAI pada
Group Populasi
semester
Design. genapdalam penelitian 2014-2015.
tahun akademik ini adalah
mahasiswa UPI
Pengambilan yang dilakukan
sampel mengikuti dengan
mata kuliah PAI pada semester
Proportionate genap
stratified tahunsampling
random akademikyaitu2014-2015.
sampel
Pengambilan
diambil dari sampel dilakukanfakultas
masing-masing dengan sejumlah dua stratified
Proportionate kelas, untukrandomdijadikan
sampling satuyaitu sampel
kelompok
diambil daridanmasing-masing
eksperimen satu kelompokfakultas
kontrol, sejumlah
sehingga dua
jumlah kelas,
sampeluntuk dijadikan
sebanyak satu Hasil
8 kelas. kelompok
dari
eksperimeninidan
penelitian satudisimpulkan:
dapat kelompok kontrol, sehingga
1) Terjadi jumlah sikap
peningkatan sampelreligius
sebanyakpada8 mahasiswa
kelas. Hasilyangdari
penelitian ini dan
menggunakan dapat disimpulkan:
yang 1) Terjadi
tidak menggunakan peningkatan
model sikap religius
Fahm Al-Quran pada mahasiswa
pada perkuliahan yang
PAI di UPI,
menggunakan
2) Peningkatandan yang
sikap tidak menggunakan
religius pada mahasiswa model
yangFahm Al-Quran pada
menggunakan modelperkuliahan
Fahm Al-QuranPAI di lebih
UPI,
2) Peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm Al-Quran lebih

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 85


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

besar dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm Al-Quranpada
perkuliahan PAI di UPI.

Kata Kunci: Fahm Al-Quran, PAI, Sikap Religius

A. PENDAHULUAN
Mata kuliah PAI merupakan mata kuliah wajib di setiap Perguruan Tinggi Umum.
Dalam proses perkuliahan PAI, al-Quran harus dijadikan sumber dan sebagai bahan
perkuliahan. Al-Quran penting untuk dipahami, dan pemahaman yang benar terhadap isi
kandungan al-Quran akan sangat berpengaruh terhadap sikap dan bentuk pengamalan yang
benar dalam perwujudan kehidupan sehari-hari, demikian pula sebaliknya pemahaman
yang salah akan berdampak pula pada salahnya sikap dan pengamalan.
PAI secara jelas mengemban misi pewaris dan penyadaran nilai, maka mata kuliah
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dari mata kuliah lainnya. Nilai, moral, dan
etika adalah esensi yang terdapat di dalamnya dan itu semua harus menjadi komitmen dari
setiap tindakan pendidikan yang dilakukan dalam pembelajaran mata kuliah itu.
Tujuan PAI yang dinyatakan oleh Syahidin (2003, hlm. 3) mengarah pada aspek
sikap. Sikap yang diharapkan tercapai adalah sikap baik yang dibingkai dengan ranah
religius. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagai salah satu perguruan tinggi
umum yang memiliki motto ilmiah, edukatif dan religius memiliki tugas yang sangat mulia
untuk melahirkan para mahasiswa yang memiliki nilai ilmiah, edukatif dan religius.
Religius sebagai salah satu bagian dari motto tersebut menjadi fokus perhatian dalam mata
kuliah PAI. Untuk memperoleh pemahaman yang benar terhadap al-Quran yang
berdampak pada adanya peningkatan sikap, maka diterapkan model pembelajaran yang
bersumber dari al-Quran, yaitu model Fahm al-Quran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh model Fahm al-Quran
pada perkuliahan PAI terhadap peningkatan sikap religius mahasiswa. Adapun masalah
penelitian dirumuskan dalam tiga point pertanyaan, yaitu: 1) Apakah terjadi peningkatan
sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran dalam
perkuliahan PAI di UPI? 2) Apakah terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa
yang tidak menggunakan model Fahm al-Quran dalam perkuliahan PAI di UPI? 3)
Apakah terjadi perbedaan peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan
model Fahm al-Quran dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm al-Quran
dalam perkuliahan PAI di UPI?

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Jenis eksperimen yang digunakan
adalah jenis eksperimen True Experimental dengan desain Pretest-Posttest Control Group
Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian
diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa UPI yang mengikuti mata kuliah
PAI pada semester genap tahun akademik 2014-2015. Pengambilan sampel dalam
penelitian ini dilakukan dengan Proportionate Stratified Random Sampling, yaitu sampel
diambil dari empat fakultas (FPEB, FPMIPA, FPIPS, dan FPOK) sejumlah dua kelas,
untuk dijadikan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol, sehingga jumlah
sampel berdasarkan jumlah kelas sebanyak 8 kelas. Adapun pemilihan sampel dilakukan
dengan cara random dari kelas/jurusan/program studi yang ada pada setiap fakultas,
dengan memilih kelas/jurusan/program studi yang memiliki karakteristik yang sama.

86 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes, dengan alat berupa soal tes pretest
dan posttest jenis skala sikap (skala likert). Data yang telah diperoleh dari tes tersebut
diolah dengan skala penilaian untuk pernyataan positif Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S)
= 4, Netral (N) = 3, Tidak Setuju (ST) = 2, Sangat Tidak Setuju (STS) = 1, sedangkan
untuk pernyataan negatif Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Netral (N) = 3, Tidak
Setuju (ST) = 4, Sangat Tidak Setuju (STS) = 5. Dengan skala nilai tersebut diperoleh skor
ideal 75 (5 X 25 pernyataan). Untuk menghitung nilai digunakan rumus:

Nilai = Skor Perolehan


X 100
Ideal

Setelah diperoleh nilai lalu dilakukan analisis data hasil tes dengan menggunakan
statistik inferensial. Adapun perhitungannya menggunakan bantuan program Excel dan
SPSS for Windows versi 16. Disamping itu digunakan pula angket skala likert tentang
penilaian mahasiswa terhadap penggunaan model Fahm al-Quran. Angket ini digunakan
untuk mendapatkan data guna mendukung jawaban penelitian dari rumusan masalah nomor
satu dan tiga.

C. KAJIAN TEORETIS
1. Model Fahm Al-Quran
Secara umum istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Dalam arti lain, Madjid
dan Andayani (2012, hlm. 115) menyebutkan bahwa model juga diartikan sebagai
barang atau benda tiruan dari benda sesungguhnya. Model Pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial (Trianto, 2012, hlm. 51).
Sedangkan Joyce & Weil (1980, hlm.1) menyebutkan bahwa “A model of teachingis a
plan or pattern that can be used to shape curriculum (long-term ourses of students), to
design instructional materials, and to guide instructionalin the classroom and other
settings” model pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
menyusun kurikulum (program jangka panjang siswa), untuk merancang bahan ajar, dan
untuk mengarahkan pengajaran dalam kelas dan pengaturan lainnya). Setiap model
pembelajaran mengarahkan pendidik dalam merancang pembelajaran untuk membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran memiliki lima unsur
dasar (Joyce & Weil, 1980, hlm. 15-16), yaitu Syntax, Sosial System, Principles of
Reaction, Support System, Instructional and Nurturant Effects. Sedangkan Rusman
(2013, hlm 136) menyebutkan bahwa model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan belajar mengajar di kelas.
d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan (1) urutan langkah-langkah
pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) sistem sosial; dan
(4) sistem pendukung.
e. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut
meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang dapat diukur; (2)
dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka panjang.
f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
pembelajaran yang dipilih.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 87


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

Model pembelajaran Fahm al-Quran adalah kerangka konseptual tentang proses


pembelajaran yang digunakan untuk memahami al-Quran melalui tahapan terjemah,
Modelal-nuzul,
tafsir, asbab pembelajaran gramatikaladalah
Fahm al-Quran
dan analisis bahasakerangka konseptual
Arab, dengan tentangberbagai
melibatkan proses
pembelajaran yang digunakan untuk memahami al-Quran melalui
unsur pendukung berupa guru/dosen, siswa/mahasiswa, tujuan, bahan ajar, metode, tahapan terjemah,
tafsir,
media,asbab al-nuzul, dan analisis gramatikal bahasa Arab, dengan melibatkan berbagai
dan evaluasi.
unsur pendukung berupa guru/dosen,
Model pembelajaran Fahm al-Quransiswa/mahasiswa,
ini merupakantujuan, bahan ajar,
pengembangan darimetode,
metode
media, dan evaluasi.
tadabbur qurani (Asyafah, 2010, hlm. 118). Langkah inti dalam model Fahm al-Quran
adalah Model
TABT pembelajaran FahmAsbabun
(Tarjamah, Tafsir, al-Quran ini merupakan
Nuzul, pengembangan
Analisis Gramatikal BahasadariArab,
metode
dan
tadabbur qurani (Asyafah, 2010, hlm. 118). Langkah inti dalam model
Tafsir), dari empat langkah tersebut targetnya adalah akan berdampak pada pemantapan Fahm al-Quran
adalah
iman danTABT (Tarjamah,
akan Tafsir, Asbabun
terjadi perubahan sikapNuzul,
berupaAnalisis Gramatikal
peningkatan sikapBahasa Arab,
religius. dan
Model
Tafsir), dari empat
pembelajaran Fahmlangkah
al-Qurantersebut targetnya
ini salah satunyaadalah akan berdampak
diterapkan pada prosespada pemantapan
perkuliahan mata
iman dan akan terjadi perubahan sikap berupa peningkatan
kuliah PAI, dengan tujuan mahasiswa mampu memahami isi al-Quran pada materi-sikap religius. Model
pembelajaran Fahm al-Quran
materi yang terdapat ini salah satunya
pada perkuliahan diterapkan padadiwujudkan
PAI. Pemahamannya proses perkuliahan mata
dalam bentuk
kuliah PAI,interpret,
translate, dengan tujuan
explain,mahasiswa mampu memahami
describe, summarize, isi al-Quran
dan extrapolate. pada tersebut
Indikator materi-
materi
merupakan penjabaran dari indikator fahm menurut Bloom yang disebut denganbentuk
yang terdapat pada perkuliahan PAI. Pemahamannya diwujudkan dalam istilah
translate, interpret, explain, describe, summarize, dan extrapolate.
comprehension dan indikator fahm menurut Sudjana (2008, hlm. 51). Dalam Indikator tersebut
merupakan
menerapkanpenjabaran dari indikator
model pembelajaran menurut pada
fahmal-Quran
Fahm Bloom yang perkuliahan
proses disebut denganPAIistilah
perlu
comprehension dan indikator fahm menurut Sudjana
memperhatikan komponen-komponen yang terkait dengannya, yaitu: 1) (2008, hlm. 51). Dalam
menerapkan model 2)
Siswa/Mahasiswa; pembelajaran
Guru/Dosen; Fahm al-Quran
3) Tujuan; 4) pada proses perkuliahan
Isi pelajaran/Materi; PAI perlu
5) Metode; 6)
memperhatikan
Media; 7) Evaluasi. komponen-komponen yang terkait dengannya, yaitu: 1)
Siswa/Mahasiswa;Gambar 2) Guru/Dosen; 3) Tujuan;
1. Syntax Model 4) Isi pelajaran/Materi;
Pembelajaran Fahm Al-Quran 5) Metode; 6)
Media; 7) Evaluasi. Gambar 1. Syntax Model Pembelajaran Al-Quran
Gambar 1. Syntax Model Pembelajaran Fahm Al-Quran

88 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

2. Perkuliahan PAI
2. Perkuliahan PAI
Kedudukan PAI dalam kurikulum nasional pendidikan tinggi adalah merupakan
Kedudukan PAI dalam kurikulum nasional pendidikan tinggi adalah merupakan
mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh PTU,
mata kuliah wajib yang harus diikuti mahasiswa yang beragama Islam di seluruh PTU,
di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan tinggi negeri
di setiap jurusan, program dan jenjang pendidikan, baik di perguruan tinggi negeri
maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian muslim
maupun swasta. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki kepribadian muslim
secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan
secara utuh, yakni selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan
mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama.
mereka sebagai ahli dalam bidang ilmu agama.
Pasal 37 ayat (2) UU No. 20/2003 menyatakan bahwa kuriukulum pendidikan
Pasal 37 ayat (2) UU No. 20/2003 menyatakan bahwa kuriukulum pendidikan
wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Tiga
wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Tiga
mata pelajaran wajib ini mengisyaratkan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan
mata pelajaran wajib ini mengisyaratkan tujuan pendidikan nasional untuk mewujudkan
manusia Indonesia yang religius, bangsa yang menghargai warganegaranya dan
manusia Indonesia yang religius, bangsa yang menghargai warganegaranya dan
identitas kebangsaan dengan bahasa nasionalnya.
identitas kebangsaan dengan bahasa nasionalnya.
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam
Mata kuliah Pendidikan Agama pada perguruan tinggi termasuk ke dalam
kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang
kelompok MKU (Mata Kuliah Umum) yaitu kelompok mata kuliah yang menunjang
pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan
pembentukan kepribadian dan sikap sebagai bekal mahasiswa memasuki kehidupan
bermasyarakat. Menurut Arifin (1986, hlm. 64) Mata kuliah ini merupakan pendamping
bermasyarakat. Menurut Arifin (1986, hlm. 64) Mata kuliah ini merupakan pendamping
bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamanya
bagi mahasiswa agar bertumbuh dan kokoh dalam moral dan karakter agamanya
sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam
sehingga ia dapat berkembang menjadi cendekiawan yang tinggi moralnya dalam
mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat.
mewujudkan keberadaannya di tengah masyarakat.
3. Sikap Religius
3. Sikap Religius
Sikap religius merupakan hasil dari internalisasi nilai agama. Alim (2006, hlm.
Sikap religius merupakan hasil dari internalisasi nilai agama. Alim (2006, hlm.
10) menjelaskan bahwa internalisasi nilai agama merupakan suatu proses memasukkan
10) menjelaskan bahwa internalisasi nilai agama merupakan suatu proses memasukkan
nilai agama secara penuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan
nilai agama secara penuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan
ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui pemahaman ajaran agama secara
ajaran agama. Internalisasi nilai agama terjadi melalui pemahaman ajaran agama secara
utuh, dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama, serta
utuh, dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama, serta
ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata.
ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata.
PAI sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai. Dari segi isi, agama
PAI sebenarnya lebih banyak menonjolkan aspek nilai. Dari segi isi, agama
terdiri dari seperangkat ajaran yang merupakan perangkat nilai-nilai kehidupan yang
terdiri dari seperangkat ajaran yang merupakan perangkat nilai-nilai kehidupan yang
harus dijadikan barometer para pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam
harus dijadikan barometer para pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam
kehidupannya. Nilai-nilai ini secara popular disebut nilai agama. Nilai agama menurut
kehidupannya. Nilai-nilai ini secara popular disebut nilai agama. Nilai agama menurut
Sauri dan Firmansyah (2010) secara hakiki merupakan nilai yang memiliki dasar
Sauri dan Firmansyah (2010) secara hakiki merupakan nilai yang memiliki dasar
kebenaran paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang lainnya. Nilai agama
kebenaran paling kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang lainnya. Nilai agama
bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai-nilai agama
bersumber dari kebenaran tertinggi yang datangnya dari Tuhan. Nilai-nilai agama
merupakan seperangkat standar kebenaran dan kebaikan. Standar Kebenaran dan
merupakan seperangkat standar kebenaran dan kebaikan. Standar Kebenaran dan
kebaikan ini yang dijadikan pedoman bagi setiap orang yang mengaku beragama dalam
kebaikan ini yang dijadikan pedoman bagi setiap orang yang mengaku beragama dalam
mengatur kehidupannya.
mengatur kehidupannya.
Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam
Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai luhur yang ditransfer dan diadopsi ke dalam
diri. Oleh karena itu, seberapa banyak dan seberapa jauh nilai-nilai agama bisa
diri. Oleh karena itu, seberapa banyak dan seberapa jauh nilai-nilai agama bisa
mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung dari
mempengaruhi dan membentuk sikap serta perilaku seseorang sangat tergantung dari
seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasikan di dalam dirinya. Semakin dalam
seberapa dalam nilai-nilai agama terinternalisasikan di dalam dirinya. Semakin dalam
nilai–nilai agama terinternalisasikan di dalam diri seseorang, kepribadian dan sikap
nilai–nilai agama terinternalisasikan di dalam diri seseorang, kepribadian dan sikap
religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika sikap religius sudah muncul dan terbentuk,
religiusnya akan muncul dan terbentuk. Jika sikap religius sudah muncul dan terbentuk,
maka nilai-nilai agama akan menjadi pusat nilai dalam menyikapi segala sesuatu dalam
maka nilai-nilai agama akan menjadi pusat nilai dalam menyikapi segala sesuatu dalam
kehidupan. Ketaatan terhadap ajaran agama seorang mahasiswa dapat tercermin dari
kehidupan. Ketaatan terhadap ajaran agama seorang mahasiswa dapat tercermin dari
sikap religiusnya, untuk itulah berbagai aspek yang berkenaan dengan agamanya itu
sikap religiusnya, untuk itulah berbagai aspek yang berkenaan dengan agamanya itu
perlu dikaji secara seksama dan mendalam, sehingga dapat membuahkan pemahaman
perlu dikaji secara seksama dan mendalam, sehingga dapat membuahkan pemahaman
keagamaan yang komprehensif. Dengan kualitas pemahaman yang komprehensif,
keagamaan yang komprehensif. Dengan kualitas pemahaman yang komprehensif,
seseorang akan terbimbing pola pikir, sikap dan segala tindakan yang diambilnya.
seseorang akan terbimbing pola pikir, sikap dan segala tindakan yang diambilnya.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 89


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

Internalisasi nilai-nilai agama ke dalam diri mahasiswa memerlukan proses.


Proses internalisasi ini perlu diupayakan oleh yang bersangkutan, tidak sepantasnya
mengandalkan kepada
Internalisasi faktor agama
nilai-nilai hidayah, ke kesanggupan untuk mengupakan
dalam diri mahasiswa memerlukaniniproses. salah
satunya adalah melalui pembiasaan untuk menampilkan nilai-nilai
Proses internalisasi ini perlu diupayakan oleh yang bersangkutan, tidak sepantasnya agama.
Ketaatankepada
mengandalkan seseorangfaktorterhadap
hidayah,ajaran agamanyauntuk
kesanggupan dapatmengupakan
tercermin dari ini sikap
salah
religiusnya. Untuk mengukur dan melihat bahwa
satunya adalah melalui pembiasaan untuk menampilkan nilai-nilai agama.seseorang itu menunjukkan sikap
religiusKetaatan
atau tidak, dapat dilihat
seseorang terhadap dari ajaran
ciri-ciriagamanya
atau karakteristik sikap religius.
dapat tercermin Ada
dari sikap
beberapa
religiusnya. hal Untuk
yang dapat dijadikan
mengukur danindikator
melihat sikap
bahwareligius seseorang.
seseorang Alim (2006,sikap
itu menunjukkan hlm.
12) merumuskan indikator sikap religius dengan: komitmen terhadap
religius atau tidak, dapat dilihat dari ciri-ciri atau karakteristik sikap religius. Ada perintah dan
larangan
beberapa agama,
hal yang bersemangat
dapat dijadikanmengkaji ajaransikap
indikator agama, aktif seseorang.
religius dalam kegiatanAlimkeagamaan.,
(2006, hlm.
menghargai simbol-simbol keagamaan, akrab
12) merumuskan indikator sikap religius dengan: komitmen terhadap dengan kitab suci, mempergunakan
perintah dan
pendekatan
larangan agama, agama dalam menentukan
bersemangat mengkaji pilihan, ajaran aktif
ajaran agama, agama dijadikan
dalam sebagai
kegiatan sumber
keagamaan.,
pengembangan ide.
menghargai simbol-simbol keagamaan, akrab dengan kitab suci, mempergunakan
pendekatanSementara
agama Aeni
dalam(2014, hlm 57)pilihan,
menentukan dalam ajaran
kaitannya
agama pengembangan
dijadikan sebagai nilai religius
sumber
pada pendidikan
pengembangan ide. karakter bagi mahasiswa merumuskan indikator sikap religus
diantaranya adalah Aeni
Sementara membiasakan
(2014, hlm ucapan kalimatkaitannya
57) dalam thayyibah, afsus salam (menyebarkan
pengembangan nilai religius
salam), berpenampilan (berpakaian) Islami.
pada pendidikan karakter bagi mahasiswa merumuskan indikator sikap religus
Perwujudan
diantaranya nilai religius ucapan
adalah membiasakan adalah kalimat
dalam bentuk sikapafsus
thayyibah, dan salam
perilaku. Sikap dan
(menyebarkan
perilaku religius seseorang
salam), berpenampilan layaknya
(berpakaian) seperti keimanan yang terkadang mengalami
Islami.
fluktuasi, walaupun sebenarnya yang diharapkan
Perwujudan nilai religius adalah dalam bentuk adalah tetap
sikap konsisten,
dan perilaku.tetapiSikap
fluktuasi
dan
ini tak dapat terhindarkan. Hal ini dikarenakan adanya faktor
perilaku religius seseorang layaknya seperti keimanan yang terkadang mengalami yang dapat menyebabkan
naik turunnya
fluktuasi, sikap religius
walaupun sebenarnya seseorang.
yang diharapkan adalah tetap konsisten, tetapi fluktuasi
ini tak dapat terhindarkan. Hal ini dikarenakan adanya faktor yang dapat menyebabkan
D. HASIL
naik turunnyaPENELITIAN
sikap religius seseorang.
D.
1. HASIL PENELITIAN
Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Menggunakan Model
D.1. HASILFahmPENELITIAN
Al-Quran
Peningkatan Sikapdalam Perkuliahan
Religius PAI di UPI yang Menggunakan Model
pada Mahasiswa
Hasil
1. Fahm pretest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, memiliki
Al-Quran
Peningkatan dalam
Sikap Perkuliahan
Religius PAI di UPI yang Menggunakan Model
pada Mahasiswa
nilai rata-rata
Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI diyang
sebesar 83,87. Adapun nilai terbesar UPI diperoleh adalah 97 dan nilai
terkecilHasil
yang diperoleh adalah 66.
pretest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, memiliki
Hasil posttest kelompok
nilai rata-rata sebesar 83,87. Adapun eksperimen yang berjumlah
nilai terbesar 145 mahasiswa,
yang diperoleh adalah 97 memiliki
dan nilai
nilai rata-rata sebesar 88,32.
terkecil yang diperoleh adalah 66. Adapun nilai terbesar yang diperoleh adalah 100 dan nilai
terkecilHasil
yang diperoleh adalah 63.
posttest kelompok eksperimen yang berjumlah 145 mahasiswa, memiliki
Dari hasil
nilai rata-rata sebesar perhitungan,
88,32. Adapun terdapat
nilaiselisih
terbesarsebesar 4,45. Untuk
yang diperoleh melihat
adalah 100 dan apakah
nilai
selisih tersebut signifikan
terkecil yang diperoleh adalah 63. atau tidak, maka dilakukan perhitungan uji normalitas. Dari
hasil perhitungan
Dari hasil uji normalitas terdapat
perhitungan, data pretest kelompok
selisih sebesar eksperimen
4,45. Untukdiperoleh
melihat nilaiapakah P-
value (Sig.) = 0,024. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari
selisih tersebut signifikan atau tidak, maka dilakukan perhitungan uji normalitas. Dari nilai α, sehingga Ho
ditolak.
hasil Artinya, nilai
perhitungan data pretest
uji normalitas datakelompok eksperimen
pretest kelompok berdistribusi
eksperimen tidak normal.
diperoleh nilai P-
value (Sig.) = 0,024. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingganilai
Dari hasil perhitungan uji normalitas data posttest kelompok eksperimen diperoleh Ho
P-value (Sig.)
ditolak. = 0,000.
Artinya, Karena
nilai data P-value
pretest (Sig.) nilainya
kelompok lebih kecil
eksperimen dari nilaitidak
berdistribusi α, sehingga
normal.
Ho ditolak
Dari Artinya, nilai
hasil perhitungan ujidata posttestdata
normalitas kelompok
posttesteksperimen
kelompok berdistribusi tidak normal.
eksperimen diperoleh nilai
Dari hasil perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.)
P-value (Sig.) = 0,000. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingga = 0,000. Karena
P-value
Ho ditolak(Sig.) nilainya
Artinya, nilai lebih kecil dari
data posttest nilai nilai
kelompok α, sehingga
eksperimen Ho ditolak.
berdistribusi tidak Artinya,
normal.
Terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest
Dari hasil perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,000. dan posttest kelompok
Karena
eksperimen.
P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai nilai α, sehingga Ho ditolak. Artinya,
Terdapat Berdasarkan
perbedaan uraian data diatasrata-rata
yang signifikan maka dinyatakan
nilai pretestbahwadan terjadi
posttestpeningkatan
kelompok
sikap religius
eksperimen. pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran pada
perkuliahan PAI di UPI.
Berdasarkan uraian data diatas maka dinyatakan bahwa terjadi peningkatan
sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran pada
perkuliahan PAI di UPI.

90 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

2. Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Tidak Menggunakan


2. Model Fahm Al-Quran
Peningkatan dalam pada
Sikap Religius Perkuliahan
MahasiswaPAI diyang
UPI Tidak Menggunakan
Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI
Hasil pretest kelompok kontrol yang berjumlah 137 mahasiswa, memiliki nilai
rata-rata sebesar 81,36. Adapun nilai terbesar yang diperoleh adalah 96 dan nilai terkecil
yang
2. diperoleh adalahSikap
Peningkatan 67. Religius pada Mahasiswa yang Tidak Menggunakan
Hasil posttest
Model kelompok dalam
Fahm Al-Quran kontrolPerkuliahan
yang berjumlah PAI137 mahasiswa, memiliki nilai
di UPI
rata-rataHasil pretest
sebesar kelompok
83,54. Adapun kontrol
nilai yang
terbesarberjumlah 137 mahasiswa,
yang diperoleh adalah memiliki
100 dan nilai
rata-rata sebesar 81,36. Adapun
terkecil yang diperoleh adalah 60. nilai terbesar yang diperoleh adalah 96 dan nilai terkecil
yang diperoleh adalah
Dari hasil 67.
perhitungan, terdapat selisih sebesar 2,18. Untuk melihat apakah
Hasil posttest
selisih tersebut kelompok
signifikan kontrol
atau tidak, makayangdilakukan
berjumlahperhitungan
137 mahasiswa, memiliki nilai
uji normalitas. Dari
rata-rata sebesar 83,54.
hasil perhitungan Adapundata
uji normalitas nilaipretest
terbesar yang diperoleh
kelompok adalah 100
kontrol diperoleh nilaidan nilai
P-value
terkecil
(Sig.) =yang0,01.diperoleh P-value60.(Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α, sehingga Ho
Karena adalah
ditolak.Dari hasil nilai
Artinya, perhitungan,
data pretestterdapat selisiheksperimen
kelompok sebesar 2,18. Untuk melihat
berdistribusi apakah
tidak normal.
selisih tersebut
Dari hasil signifikan
perhitungan atau tidak, data
uji normalitas makaposttest
dilakukan perhitungan
kelompok uji normalitas.
eksperimen diperoleh Dari nilai
hasil
P-valueperhitungan uji normalitas
(Sig.) = 0,200. Karena data (Sig.)
pretest
P-value nilainyakontrol
kelompok lebih besar dari nilai
diperoleh nilai α,
nilai P-value
(Sig.)
sehingga = 0,01. Artinya,(Sig.)
Karena P-value
Ho diterima. nilai nilainya lebih kecil
data posttest dari nilai
kelompok α, sehingga
kontrol Ho
berdistribusi
ditolak. Artinya, nilai data pretest kelompok eksperimen berdistribusi
normal.Dari hasil perhitungan uji U Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = tidak normal.
Dari
0,01.hasil P-value (Sig.)
perhitungan
Karena nilainya data
uji normalitas lebihposttest
kecil dari nilai nilai
kelompok α, sehingga
eksperimen Ho ditolak.
diperoleh nilai
P-value (Sig.) = 0,200. Karena P-value (Sig.) nilainya lebih besar
Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok dari nilai nilai α,
sehingga
kontrol. Ho diterima. Artinya, nilai data posttest kelompok kontrol berdistribusi
normal.Dari hasil perhitungan
Berdasarkan uraian dataujidiatas
U Mann-Whitney
maka dinyatakan diperoleh
bahwa nilai P-value
terjadi (Sig.) =
peningkatan
0,01.
sikap Karena
religiusP-value (Sig.) nilainya
pada mahasiswa yang lebih
tidak kecil dari nilai nilai
menggunakan modelα, Fahm
sehingga Ho ditolak.
al-Quran pada
Artinya,
perkuliahanterdapat
PAI di perbedaan
UPI. yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok
kontrol.
3. Perbedaan
Berdasarkan uraian Peningkatan
data diatas Sikap
maka Religius
dinyatakan padabahwa Mahasiswa
terjadi peningkatan yang
Menggunakan
sikap religius Model yang
pada mahasiswa Fahmtidak Al-Quran
menggunakandenganmodel Mahasiswa yang Tidak
Fahm al-Quran pada
Menggunakan
perkuliahan PAI di UPI. Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI
3. Perbedaan
Hasil n-gainPeningkatan
kelompok kontrolSikap Religius pada Mahasiswa
yang berjumlah yang Menggunakan
137 mahasiswa, memiliki nilai
3. Model
rata-rataPerbedaanFahm
sebesar 2,04.Al-Quran dengan
Adapun nilai
Peningkatan Mahasiswa
n-gain
Sikap terbesar yang diperoleh
yang
Religius Tidak
pada Menggunakan
adalah 32 dan
Mahasiswa Model
nilai
yang
Fahm Al-Quran
n-gain Menggunakan dalam
terkecil yang diperoleh Perkuliahan
Model adalah
Fahm -17 PAI di UPI
Berikutdengan
Al-Quran adalah Mahasiswa
deskripsi dariyangdata Tidak
n-gain
kelompok kontrol.
Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI
Hasil n-gain
n-gain kelompok
kelompok kontrol
eksperimen yang yang
berjumlah 137 mahasiswa,
berjumlah 145 mahasiswa,memiliki nilai
memiliki
rata-rata sebesar
nilai rata-rata 2,04. Adapun
sebesar nilai n-gain
4,20. Adapun terbesar yang
nilai terbesar yang diperoleh
diperoleh adalah
adalah 2132 dan nilai
n-gain
terkecilterkecil yang diperoleh
yang diperoleh adalahadalah -17 lengkap
-12 (data Berikut hasil
adalahgaindeskripsi dari data
kelompok n-gain
eksperimen
kelompok
terdapat kontrol.
pada lampiran 35) Berikut adalah deskripsi dari data kelompok
Hasil n-gain
eksperimen.Dari hasilkelompok eksperimen
perhitungan, terdapat yang selisihberjumlah 145 Untuk
sebesar 2,16. mahasiswa,
melihat memiliki
apakah
nilai
selisihrata-rata
tersebutsebesar 4,20.atau
signifikan Adapun
tidak, nilai
makaterbesar
dilakukan yang diperoleh adalah
perhitungan 21 dan nilai
uji normalitas. Dari
terkecil yang diperoleh
hasil perhitungan adalah -12 (data
uji U Mann-Whitney lengkap
diperoleh nilaihasil gain(Sig.)
P-value kelompok
= 0,001.eksperimen
Karena P-
terdapat
value (Sig.) pada lampiran
nilainya lebih kecil35)dari nilai nilai
Berikut α, sehingga
adalah Ho ditolak.
deskripsi dari Artinya,
data kelompok
terdapat
eksperimen.Dari hasil perhitungan,
perbedaan yang signifikan gain nilaiterdapat
kelompok selisih sebesar
kontrol 2,16. Untuk melihat apakah
dan eksperimen.
selisih tersebut signifikan
Berdasarkan uraianatau tidak,
data maka
diatas makadilakukan perhitungan
dinyatakan bahwa uji normalitas. sikap
peningkatan Dari
hasil perhitungan
religius uji U Mann-Whitney
pada mahasiswa yang menggunakandiperoleh nilaimodelP-value
Fahm(Sig.) = 0,001.lebih
al-Quran Karena P-
besar
value (Sig.) nilainya
dibandingkan denganlebih kecil dari
mahasiswa nilai
yang nilaimenggunakan
tidak α, sehingga Ho ditolak.
model Fahm Artinya,
al-Quran terdapat
pada
perbedaan
perkuliahanyangPAIsignifikan
di UPI. gain nilai kelompok kontrol dan eksperimen.
Berdasarkan uraian data diatas maka dinyatakan bahwa peningkatan sikap
religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm al-Quran lebih besar
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan model Fahm al-Quran pada
perkuliahan PAI di UPI.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 91


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

E. PEMBAHASAN
1. Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Menggunakan Model
Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI
Dari hasil perhitungan uji Mann-Whitney diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,000.
Karena P-value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai nilai α = 0,05, sehingga Ho ditolak.
Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok
eksperimen. Pernyataan ini dapat pula diartikan bahwa perkuliahan di kelas eksperimen
dengan menggunakan model pembelajaran Fahm al-Quran telah berhasilkan
meningkatkan kemampuan mahasiswa, terlihat dari hasil tes awal (pretest)
dibandingkan dengan hasil posttest, terjadi peningkatan. Jika dilihat dari makna belajar
maka keberhasilan hasil test akhir (posttest) tersebut tidak semata-mata sebagai penentu
keberhasilan belajar. Karena pada intinya belajar itu adalah adanya perubahan tingkah
laku (Majid, 2014, hlm. 107). Sejalan dengan pernyataan ini Syah (2007, hlm. 68)
mengutarakan bahwa belajar secara umum dapat dipahami sebagai tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Keberhasilan perkuliahan di kelas eksperimen sangat dipengaruhi pula oleh
diterapkannya model pembelajaran Fahm al-Quran di kelas ini, hal ini diperkuat oleh
pendapat Syah (2007, hlm. 68) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu
keberhasilan pembelajaran adalah faktor pendekatan belajar dengan pernyataannya yang
menyatakan bahwa “faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis
upaya belajar yang meliputi strategi, dan metode yang digunakan untuk mempelajari
materi-materi pelajaran”.
2. Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang Tidak Menggunakan
Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI
Dari hasil perhitungan uji u diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,01. Karena P-value
(Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α = 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya, terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata nilai pretest dan posttest kelompok kontrol.
Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa mahasiswa di kelas kontrol yang menerima materi
perkuliahan PAI tanpa menggunakan model pembelajaran Fahm al-Quran memperoleh
peningkatan hasil belajar (posttest) dari kemampuan awal (pretest). Hal ini dapat
dipahami karena pada saat pelaksanaan penelitian ini, materi tentang taqwa telah
mereka dapatkan sebelumnya, kemudian mendapatkan penguatan kembali pada saat
dilakukannya penelitian ini, sehingga mereka mendapatkan materi ini dua kali dari dua
dosen yang berbeda, yaitu dosen pengampu dan penulis. Dilihat dari peningkatan ini
maka dapat diartikan pula bahwa pembelajaran di kelas kontrol telah berhasil.
Keberhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagaimana yang diakui oleh
Asyafah (2011, hlm. 71) yaitu manusia, tujuan, bahan ajar, waktu, dan saran belajar.

3. Perbedaan Peningkatan Sikap Religius pada Mahasiswa yang


Menggunakan Model Fahm Al-Quran dengan Mahasiswa yang Tidak
Menggunakan Model Fahm Al-Quran dalam Perkuliahan PAI di UPI
Dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai P-value (Sig.) = 0,001. Karena P-
value (Sig.) nilainya lebih kecil dari nilai α = 0,05, sehingga Ho ditolak. Artinya,
terdapat perbedaan yang signifikan gain nilai kelompok kontrol dan eksperimen. Hal ini
berarti bahwa model pembelajaran Fahm al-Quran memiliki dampak yang positif
terhadap proses dan hasil perkuliahan, baik berupa instructional effect (berdasarkan
tujuan yang telah ditetapkan), yaitu memahami al-Quran berdasarkan langkah TABT
sehingga tercapai tujuan iman dan taqwa yang diwujudkan dalam perubahan sikap

92 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENGARUH MODEL FAHM AL-QURAN PADA PERKULIAHAN PAI ... — [Ani Nur Aeni]

berupa peningkatan sikap religius, maupun nurturant effect (sebagai dampak pengiring),
yaitu berupa terjadinya peningkatan sikap religius. Hal ini dikarenakan model
pembelajaran Fahm al-Quran memiliki beberapa keunggulan sebagaimana yang
dinyatakan oleh para mahasiswa melalui angket. Berdasarkan hasil rekapitulasi angket
didapat bahwa hampir seluruh mahasiswa (di atas 98%) memberikan tanggapan yang
positif (baik sekali) terhadap model pembelajaran Fahm al-Quran, sementara yang
memberikan tanggapan negatif hanya sebagian kecil saja (1,38%). Berdasarkan hasil
tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Fahm al-Quran memiliki
kualitas baik sekali, hal ini merujuk pada pendapat Johnson (dalam Trianto, 2012, hlm
55) bahwa.
Untuk mengetahui kualitas model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek,
yaitu proses dan produk sebagaimana dinyatakan oleh aspek proses mengacu apakah
pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan (joyful learning)
serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan berfikir kreatif. Sedangkan aspek produk
mengacu apakah pembelajaran mampu mencapai tujuan, yaitu meningkatkan
kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.
Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat
dipastikan berlangsung baik.
Dari hasil angket juga diperoleh 98,62% menyatakan bahwa model
pembelajaran Fahm al-Quran menarik. Dikarenakan di dalam proses perkuliahan
banyak komponen yang terlibat yaitu mahasiswa, dosen, metode, materi, media, tujuan,
maka pernyataan “menarik” menurut mahasiswa bisa jadi dikarenakan salah satu
komponen tersebut, misalnya komponen metode.

F. SIMPULAN
1. Terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model
Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI.
2. Terjadi peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model
Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI.
3. Peningkatan sikap religius pada mahasiswa yang menggunakan model Fahm Al-
Quran lebih besar dibandinangkan dengan mahasiswa yang tidak menggunakan
model Fahm Al-Quran pada perkuliahan PAI di UPI.

REFERENSI
Aeni, A. N. (2014). Pendidikan Karakter Untuk Mahasiswa PGSD. Bandung: UPI Press.
Alim, M. (2006). Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arifin, (1986). Kapita Selekta Pendidikan Umum dan Agama. Semarang: Toha Putra.
Asyafah, A. (2010). Pengembangan Metode Tadabur Qurani Dalam Pembelajaran Agama
Islam (Studi Pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Tahun
2009/2010). (Disertasi). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia,
Bandung.
Asyafah, A. (2011). Metode Tadabur Qurani Dalam Pembelajaran Agama Islam.
Bandung: CV. Maulana Media Grafika.
Joyce, B & Weil, M. (1980). Models Of Teaching. Fifth Edition. USA: Allyn and Bacon A
Simon & Scuster Company.
Majid, A & Andayani, D. (2012). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Majid, A. (2014). Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 93


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 85 – 94

Rusman. (2013). Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo.


Sauri, S, dan Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: Arfindo Raya.
Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosydakarya.
Syah, M. (2007). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Syahidin. (2003). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: Proyek
Dikti.
Trianto. (2012). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

94 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT MUSLIM
DI KOTA PONTIANAK
FENOMENA MUNCULNYA
Baidhillah
SEKOLAH ELITRiyadhi*
MUSLIM DINelly
dan KOTA Mujahidah
PONTIANAK
Politeknik Negeri
Baidhillah Pontianak
Riyadhi*
* Email: baidhillahriyadhi@student.upi.edu
Nelly Mujahidah
Politeknik Negeri Pontianak
*Email: baidhillahriyadhi@student.upi.edu

ABSTRACT

Lately, excellent schools increase and are considered as a social phenomenon. In Islamic societies,
there are also Muslim elite school term. This school has a characteristic in teaching science and
technology and at the same time emphasising on religiosity and piety through the Islamic subject
matter. Among the problems discussed in this paper, are: 1) How is the background of the
establishment of the Muslim elite schools in Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar
21, SDIT Al-Mumtaz)? 2) How is the management of the Muslim elite schools in Pontianak (SD
Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar 21, SDIT Al-Mumtaz)? The method used in this research, is
qualitative descriptive method. Descriptive research method is a research using observation,
interviews or questionnaires regarding the present situation. Descriptive method used for this study
seeks describe the phemonenon of elit Muslim schools in Pontianak. This national phenomenon
also appears in Pontianak city. The development of Muhammadiyah Elementary School 2, Al-
Azhar 21 Islamic Elementary School, and SDIT (Islamic Integrated Elementary School) Al-
mumtaz can represent this phenomenon. These three education institutions have made great
contributions to the emerging Muslim scholars generation in Pontianak. All three have been
acknowledged its existence by the community and were able to give a foundation for the existence
of professional, excellent, and competitive Islamic educational institutions.

Keyword: Phenomenon, Elit Islamic School, Pontianak

ABSTRACT

Sekolah-sekolah elit akhir-akhir ini banyak muncul sehingga menjadi sebuah fenomena sosial. Di
tengah masyarakat Muslim, bahkan ada istilah sekolah elit Muslim. Sekolah ini memiliki ciri khas
dalam pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dan pada saat yang sama juga menekankan
nilai-nilai keagamaan dan keshalehan melalui mata pelajaran Agama. Di antara masalah-masalah
yang dibahas di dalam makalah ini adalah: 1) bagaimana latar belakang berdirinya sekolah elit
Muslim di Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar 21, SDIT Al-Mumtaz)?; dan 2)
bagaimana manajemen sekolah Muslim di Pontianak (SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-Azhar
21, SDIT Al-Mumtaz)?. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-
deskriprif. Metode penelitian deksriptif adalah penelitian yang menggunakan observasi,
wawancara, atau kuisioner terkait situasi objek penelitian secara hati-hati. Metode deskriptif yang
digunakan dalam penelitian ini mencoba mendeskripsikan fenomena sekolah elit Muslim yang saat
ini terjadi di Pontianak. Perkembangan sekolah elit seperti SD Muhammadiyah 2, SD Islam Al-
Azhar 21, dan SDIT Al-mumtaz dapat merepresentasikan fenomena ini. Ketiga institusi pendidikan
ini telah memberikan kontribusi yang besar bagi kemunculan generasi terpelajar Muslim di
Pontianak. Ketiganya telah dikenal eksistensinya oleh masyarakat dan telah mampu meletakkan
fondasi bagi keberadaan institusi pendidikan Islam yang profesional, unggul, dan kompetitif.

Kata Kunci: Fenomena, Sekolah Islam Elit, Pontianak

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 95


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

A. PENDAHULUAN
Pada era tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan sulit untuk menemukan sekolah
A. PENDAHULUAN
di kotaPada
Pontianak yangtujuh
era tahun berbasiskan
puluhan Islam dan diminati
dan delapan puluhan oleh masyarakat.
sulit Banyak keluarga
untuk menemukan sekolah
muslim terutama dari golongan menengah ke atas yang alergi
di kota Pontianak yang berbasiskan Islam dan diminati oleh masyarakat. Banyak keluarga terhadap sekolah Islam.
Sehingga pada waktu itu lazim adanya apabila banyak
muslim terutama dari golongan menengah ke atas yang alergi terhadap sekolah Islam. keluarga muslim yang
menyekolahkan
Sehingga pada putra
waktuputriitu mereka
lazim di sekolah
adanya yang dikelola
apabila banyak oleh manajemen
keluarga muslimKristen,
yang
terutama di tingkat dasar (SD). Sebut saja perguruan Bruder,
menyekolahkan putra putri mereka di sekolah yang dikelola oleh manajemen Kristen, Gembala Baik, Imanuel dan
Suster. Bisa jadi hal ini dilakukan melihat kenyataan bahwa
terutama di tingkat dasar (SD). Sebut saja perguruan Bruder, Gembala Baik, Imanuel dantata kelola dan kurikulum yang
digunakan
Suster. Bisaoleh
jadi sekolah-sekolah
hal ini dilakukantersebut, memang menjanjikan
melihat kenyataan bahwa tata keloladan dianggap bermutuyang
dan kurikulum dan
sangat professional.
digunakan oleh sekolah-sekolah tersebut, memang menjanjikan dan dianggap bermutu dan
Selanjutnya seiring perkembangan zaman dan kesadaran masyarakat, maka
sangat professional.
akhirnya sedikit demi
Selanjutnya sedikitperkembangan
seiring bermunculanlahzaman sekolah-sekolah
dan kesadaran bermutu yang berbasiskan
masyarakat, maka
Islam, dan semua dikelola oleh pihak swasta tapi dibawah
akhirnya sedikit demi sedikit bermunculanlah sekolah-sekolah bermutu yang berbasiskan izin dinas pendidikan. Untuk
membedakannya
Islam, dan semua dengandikelolaMadrasah
oleh pihak yang ada tapi
swasta juga dibawah
yang dikelola oleh pendidikan.
izin dinas swasta akanUntuk tetapi
dibawah izin kementerian
membedakannya agama. yang ada juga yang dikelola oleh swasta akan tetapi
dengan Madrasah
dibawah izin kementerian agama. dan menelusuri lebih jauh lagi, bagaimana eksistensi
Artikel ini akan melihat
sekolah-sekolah
Artikel iniIslam akanyang dapat dan
melihat dikatakan sangat lebih
menelusuri popular tersebut.
jauh Adapun yang
lagi, bagaimana menjadi
eksistensi
bahan kajian kami
sekolah-sekolah Islamadalah SD Muhammadiyah,
yang dapat dikatakan sangat SD Islamtersebut.
popular Al-Azhar 21, dan
Adapun yangSDIT
menjadi al-
Mumtaz. Adapun alasan pemilihan tersebut adalah
bahan kajian kami adalah SD Muhammadiyah, SD Islam Al-Azhar 21, dan SDIT al-mengingat ketiga SD tersebut sama-
sama popular
Mumtaz. Adapundi mata masyarakat
alasan pemilihan Kota Pontianak
tersebut adalah –meminjam
danmengingat istilah
ketiga SDAzyumardi Azra-
tersebut sama-
dapatlah digolongkan ke dalam “sekolah elit muslim”.
sama popular di mata masyarakat Kota Pontianak dan –meminjam istilah Azyumardi Azra- Selain itu, ketiga SD tersebut
memiliki digolongkan
dapatlah karakteristikketersendiri yang cukup
dalam “sekolah khas, sehingga
elit muslim”. Selain itu,dapatketiga
diharapkan akan
SD tersebut
ditemukan dinamika perkembangan yang tentunya menarik
memiliki karakteristik tersendiri yang cukup khas, sehingga dapat diharapkan akan untuk dijadikan bahan kajian.
ditemukan dinamika perkembangan yang tentunya menarik untuk dijadikan bahan kajian.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian
B. METODE PENELITIAN yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode deskriptif
kualitatif. Metode penelitian
Metode penelitian yang deskriptif
digunakan adalahdalam“ penelitian
penelitianyang ini, menggunakan
yaitu metode observasi,
deskriptif
wawancaraMetode
kualitatif. atau angket mengenai
penelitian keadaan
deskriptif sekarang
adalah ini, mengenai
“ penelitian subjek yang sedang
yang menggunakan observasi,kita
teliti”. Metode deskriptif digunakan karena penelitian ini berusaha
wawancara atau angket mengenai keadaan sekarang ini, mengenai subjek yang sedang kita mendepskripsikan atau
menggambarkan
teliti”. permasalahan
Metode deskriptif digunakan yangkarena
terjadipenelitian
pada saat ini sekarang.
berusahaSehingga pada dasarnya
mendepskripsikan atau
penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan
menggambarkan permasalahan yang terjadi pada saat sekarang. Sehingga pada dasarnya data yang digunakan dalam
penelitian ini
penelitian ini adalah
adalah penelitian
melalui penelusuran dokumentasi,
kualitatif. Teknik observasi,
pengumpulan datadan wawancara.
yang digunakan dalam
Analisis data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan
penelitian ini adalah melalui penelusuran dokumentasi, observasi, dan wawancara. untuk mencari dan mengatur
secara Analisis
sistematis berbagai data yang telah terhimpun
data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mencari dan untuk menambah pemahaman
mengatur
terhadap suatu objek yang diteliti. Oleh karena itu,
secara sistematis berbagai data yang telah terhimpun untuk menambah pemahaman pekerjaan pengumpulan data harus
langsung diikuti dengan menuliskan, mengedit, mengklasifikasikan,
terhadap suatu objek yang diteliti. Oleh karena itu, pekerjaan pengumpulan data harus mereduksi, dan
menyajikan
langsung yang akhirnya
diikuti dengan disebut sebagaimengedit,
menuliskan, analisis data.mengklasifikasikan, mereduksi, dan
menyajikan yang akhirnya disebut sebagai analisis data.
C. PEMBAHASAN
C. 1.PEMBAHASAN
Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan
Menurut Ibnu
1. Pandangan Khaldun,
Ibnu Khaldun ilmu pendidikan
tentang bukanlah suatu aktivitas yang semata-
Pendidikan
semataMenurut
bersifat Ibnu
pemikiran
Khaldun, dan ilmu
perenungan
pendidikan yangbukanlah
jauh dari aspek-aspek
suatu pragmatis
aktivitas yang semata- di
dalam kehidupan, tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain
semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di merupakan gejala sosial yang
menjadi
dalam ciri khas jenis
kehidupan, tetapiinsani.
ilmu dan Adapun tujuan pendidikan
pendidikan menurut Ibnu
tidak lain merupakan Khaldun
gejala sosialyaitu
yang
a. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan;
menjadi ciri khas jenis insani. Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yaitu
b. Menyiapkan
a. Menyiapkan seseorang
seseorang daridari segi
segi keagamaan;
akhlaq;
c. Menyiapkan seseorang dari
b. Menyiapkan seseorang dari segi akhlaq; segi kemasyarakatan atau sosial;
d. Menyiapkan
c. Menyiapkan seseorang
seseorang daridari segi
segi kemasyarakatan
vokasional atau pekerjaan;
atau sosial;
d. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan;

96 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]

e. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran;


f. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang pendidikan Islam berpijak pada konsep dan
pendekatan filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai
dalam proses pendidikan yaitu:
a. Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu.
b. Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman.
c. Pembinaan pemikiran yang baik.
Dalam hal metode pengajaran, Ibnu Khaldun mengemukakan enam prinsip
utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
a. prinsip pembiasaan
b. prinsip tadris (berangsur-angsur)
c. prinsip pengenalan umum
d. prinsip kontinuitas
e. memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik
f. menghindari kekasaran dalam mengajar

2. Pandangan Imam Al-Ghazali tentang Pendidikan


Al-Ghazali adalah penganut paham idealisme yang konsekuen terhadap agama
sebagai dasar pandangannya. Tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk mencari kedudukan, kemegahan dan
kegagahan atau mendapatkan kedudukan yang menghasilkan uang. Sehingga
ditetapkanlah ciri-ciri pendidik yang boleh melaksanakan pendidikan, yaitu dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri;
b. Guru jangan mengharapkan materi sebagai tujuan utama;
c. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuan menuntut ilmu semata-mata
untuk mendekatkan diri kepada Allah;
d. Guru harus mendorong muridnya agar mencintai ilmu yang bermanfaat;
e. Di hadapan muridnya guru harus memberikan contoh yang terbaik yaitu
berakhlaqul karimah;
f. Guru harus mengamalkan yang diajarkannya;
g. Guru harus memehami minat, bakat dan jiwa anak didiknya;
h. Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya.

Dari uraian di atas, tampaklah bahwa para ulama terdahulu mementingkan


pendidikan yang berimbang. Antara jiwa raga, mental spiritual dan kemaslahatan duniawi.
Sumber ajar yang utama adalah ayat-ayat Allah, baik yang tertuang dalam al-qur’an
maupun yang terbentang di alam semesta ini. Ayat-ayat qauliyah dan kauniyah.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia terus mengalami perkembangan mulai
zaman kemerdekaan hingga saat ini. Berbagai penelitian akhirnya memunculkan istilah
pesantren, madrasah dan sekolah sebagai representasi perjalanan panjang lembaga
pendidikan di tanah air. Lahir dan berkembangnya lembaga pendidikan tersebut tidak bisa
dilepaskan dari kisah politik, ekonomi, dan sosial budaya yang mengirinya. Lembaga
pendidikan Islam ini tumbuh dan berkembang pesat, baik yang dikelola oleh pemerintah
maupun oleh masyarakat (baca: swasta).
Sejak awal abad ke-20, gagasan modernisasi Islam menemukan momentum.
Pendidikan direalisasikan dengan pendirian lembaga-lembaga pendidikan modern.
Gagasan tersebut menuntut adanya modernisasi sistem pendidikan Islam. Perkembangan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 97


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

mencolok
mencolok yangyang terjadi
terjadi pada
pada tahun
tahun 90-an
90-an adalah
adalah munculnya
munculnya sekolah-sekolah
sekolah-sekolah Islam Islam elit
elit
muslim yang
muslim yang dikenal
dikenal sebagai
sebagai ”sekolah
”sekolah Islam”.
Islam”. Sekolah-sekolah
Sekolah-sekolah itu itu mulai
mulai menyatakan
menyatakan diri diri
secara
secara formal
formal dan diakui oleh
dan diakui oleh kalangan
kalangan Muslim
Muslim sebagai
sebagai “sekolah
“sekolah unggulan”
unggulan” atauatau sekolah
sekolah
Islam
Islam unggulan.
unggulan. Sekolah
Sekolah Islam
Islam unggulan
unggulan tersebut
tersebut seakan
seakan menjawab
menjawab tuntutan
tuntutan modernisasi
modernisasi
pendidikan.
pendidikan. Lahirnya
Lahirnya lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan Islam
Islam unggulan
unggulan dewasa
dewasa ini ini merupakan
merupakan buah buah dari
dari
gagasan
gagasan modernisasi
modernisasi Islam
Islam di di Indonesia.
Indonesia. Menurut
Menurut Azyumardi
Azyumardi (1999 (1999 ;; 69),
69), fenomena
fenomena ini ini
dianggap sebagai pola baru santrinisasi di
dianggap sebagai pola baru santrinisasi di Indonesia.Indonesia.
Secara
Secara umum,
umum, lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan Islam
Islam unggulan
unggulan diformat
diformat dengan
dengan model
model dan dan
gaya modern tanpa meninggalkan nilai-nilai pendidikan tradisional
gaya modern tanpa meninggalkan nilai-nilai pendidikan tradisional atau konvensional atau konvensional
sebelumnya.
sebelumnya. Bahkan,
Bahkan, lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan Islam
Islam unggulan
unggulan mencoba
mencoba menawarkan
menawarkan bentuk bentuk
sintesa
sintesa baru
baru yang
yang mengkolaborasi
mengkolaborasi antara antara tujuan
tujuan pendidikan
pendidikan umum umum dengan
dengan tujuan
tujuan
pendidikan (agama) Islam yang sepadan. Bentuk sintesa ini
pendidikan (agama) Islam yang sepadan. Bentuk sintesa ini kemudian diiringi dengan kemudian diiringi dengan
dukungan
dukungan kualitas
kualitas akademik,
akademik, sumber
sumber daya
daya manusia
manusia (SDM),
(SDM), saranasarana prasarana,
prasarana, sumber
sumber
pendanaan
pendanaan yang kuat serta penciptaan lingkungan yang baik. Kalau melihat gejala dan
yang kuat serta penciptaan lingkungan yang baik. Kalau melihat gejala dan
nuansa
nuansa kebangkitan
kebangkitan lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan Islam
Islam unggulan
unggulan nampaknya
nampaknya pada pada wilayah
wilayah praksis
praksis
baru
baru muncul
muncul tahun
tahun 1980-an
1980-an atauatau 1990-an.
1990-an. Baik
Baik madrasah
madrasah maupun
maupun sekolah
sekolah Islam
Islam unggulan
unggulan
mengadopsi
mengadopsi dari dari sistem
sistem pendidikan
pendidikan umum,umum, yang yang hal
hal itu
itu merupakan
merupakan warisan
warisan daridari sistem
sistem
pendidikan
pendidikan kolonial Belanda. Kemudian dilakukan modernisasi dari para pelaku dan
kolonial Belanda. Kemudian dilakukan modernisasi dari para pelaku dan
praktisi
praktisi pendidik
pendidik orang
orang muslim
muslim dengan
dengan menambahkan
menambahkan porsi porsi materi
materi agama
agama Islam
Islam lebih
lebih
banyak.
banyak.
Jika
Jika kita
kita perhatikan,
perhatikan, sekolah-sekolah
sekolah-sekolah tersebut dikatakan sebagai
tersebut dikatakan sebagai sekolah
sekolah “elite”
“elite”
Islam
Islam dikarenakan
dikarenakan beberapa
beberapa hal hal yang
yang mendasarinya.
mendasarinya. Baik Baik dari
dari segi
segi sarana
sarana dan
dan prasarana
prasarana
maupun
maupun daridari segi
segi akademis
akademis sertaserta pendanaan.
pendanaan. Dalam Dalam beberapa
beberapa kasus,
kasus, hanya
hanya siswa-siswa
siswa-siswa
yang
yang terbaik
terbaik saja
saja yang
yang dapat
dapat diterima.
diterima. Sedangkan
Sedangkan guru guru yangyang mengajar
mengajar pun pun hanyalah
hanyalah
mereka yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan melalui
mereka yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan melalui seleksi yang kompetitif. seleksi yang kompetitif.
Sekolah-sekolah
Sekolah-sekolah tersebut
tersebut dikelola
dikelola oleh
oleh manajemen
manajemen yang yang baikbaik dengan
dengan berbagai
berbagai fasilitas
fasilitas
yang
yang memadai dan lengkap seperti perpustakaan, ruang komputer, masjid dan sarana olah
memadai dan lengkap seperti perpustakaan, ruang komputer, masjid dan sarana olah
raga,
raga, dan
dan akhirnya
akhirnya menuntut
menuntut juga juga bayaran
bayaran yang
yang tidak
tidak sedikit
sedikit dari
dari orang
orang tua
tua murid.
murid.
Eksistensi
Eksistensi sekolah
sekolah Islam
Islam unggulan
unggulan tersebut
tersebut diharapkan
diharapkan mampumampu menjawab
menjawab tantangan
tantangan
dan
dan tuntutan modernisasi, kemajuan globalisasi dan informasi. Hadirnya lembaga
tuntutan modernisasi, kemajuan globalisasi dan informasi. Hadirnya lembaga
pendidikan
pendidikan Islam
Islam unggulan
unggulan dalamdalam konstelasi
konstelasi nasional
nasional sempat
sempat memancing
memancing perhatian
perhatian dan dan
perbincangan dari berbagai pakar dan ahli pendidikan untuk menangkap
perbincangan dari berbagai pakar dan ahli pendidikan untuk menangkap makna terhadap makna terhadap
gejala
gejala dan
dan fenomena
fenomena yang yang terpendam
terpendam dibalik
dibalik itu.
itu. Hal
Hal ini
ini wajar,
wajar, karena
karena sistem
sistem pendidikan
pendidikan
nasional
nasional masih dianggap belum mampu menunjukkan mutu pendidikan yang signifikan.
masih dianggap belum mampu menunjukkan mutu pendidikan yang signifikan.
Bahkan
Bahkan perubahan
perubahan kurikulum
kurikulum oleh oleh pemerintah
pemerintah yang yang terbilang
terbilang terlalu
terlalu sering
sering seperti
seperti hanya
hanya
merupakan ajang try and error bagi para penentu
merupakan ajang try and error bagi para penentu kebijakan. kebijakan.

3.
3. Sekolah
Sekolah Unggulan
Unggulan
Departemen
Departemen Pendidikan
Pendidikan Nasional
Nasional telah
telah pula
pula menetapkan
menetapkan sejumlah
sejumlah kriteria
kriteria yang
yang
harus
harus dimiliki sekolah unggul. Meliputi: Pertama, masukan (input) yaitu siswa diseleksi
dimiliki sekolah unggul. Meliputi: Pertama, masukan (input) yaitu siswa diseleksi
secara
secara ketat
ketat dengan
dengan menggunakan
menggunakan kriteria
kriteria tertentu
tertentu dan
dan prosedur
prosedur yangyang dapat
dapat
dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah : (1) prestasi belajar
dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah : (1) prestasi belajar superior superior
dengan
dengan indikator
indikator angka
angka rapor,
rapor, Nilai
Nilai Ebtanas
Ebtanas Murni
Murni (NEM,
(NEM, sekarang
sekarang nilai
nilai UN),
UN), dan
dan hasil
hasil
tes
tes prestasi akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (3) tes
prestasi akademik, (2) skor psikotes yang meliputi intelegensi dan kreativitas, (3) tes
fisik,
fisik, jika
jika diperlukan. Kedua, sarana
diperlukan. Kedua, sarana dan
dan prasarana
prasarana yang
yang menunjang
menunjang untuk
untuk memenuhi
memenuhi
kebutuhan
kebutuhan belajar
belajar siswa
siswa serta
serta menyalurkan
menyalurkan minat
minat dan
dan bakatnya,
bakatnya, baikbaik dalam
dalam kegiatan
kegiatan
kurikuler
kurikuler maupun
maupun ekstra
ekstra kurikuler. Ketiga, lingkungan
kurikuler. Ketiga, lingkungan belajar
belajar yang
yang kondusif
kondusif untuk
untuk
berkembangnya
berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkung fisik
potensi keunggulan menjadi keunggulan yang nyata baik lingkung fisik
maupun
maupun sosial-psikologis. Keempat, guru
sosial-psikologis. Keempat, guru dan
dan tenaga
tenaga kependidikan
kependidikan yang yang menangani
menangani

98 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]

harus unggul
harus unggul baikbaik dari
dari segi
segi penguasaan
penguasaan materimateri pelajaran,
pelajaran, metode
metode mengajar,
mengajar, maupun
maupun
komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu diadakan insentif
komitmen dalam melaksanakan tugas. Untuk itu perlu diadakan insentif tambahan guru tambahan guru
berupa uang
berupa uang maupun
maupun fasilitas
fasilitas lainnya
lainnya seperti
seperti perumahan.
perumahan. Kelima, kurikulum dipercaya
Kelima, kurikulum dipercaya
dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan
dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar tuntutan belajar
peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi dibandingkan
peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan dengan
siswa seusianya.
siswa seusianya. Keenam,
Keenam, kurunkurun waktu
waktu belajar
belajar lebih
lebih lama
lama dibandingkan
dibandingkan sekolah
sekolah lain.
lain.
Karena itu perlu ada asrama untuk memaksimalkan pembinaan
Karena itu perlu ada asrama untuk memaksimalkan pembinaan dan menampung para dan menampung para
siswa dari
siswa dari berbagai
berbagai lokasi.
lokasi. DiDi kompleks
kompleks asrama
asrama perlu
perlu adanya
adanya sarana
sarana yangyang bisa
bisa
menyalurkan minat dan bakat siswa seperti perpustakaan, alat-alat olah
menyalurkan minat dan bakat siswa seperti perpustakaan, alat-alat olah raga, kesenian raga, kesenian
dan lain
dan lain yang
yang diperlukan.
diperlukan. Ketujuh, proses belajar
Ketujuh, proses belajar mengajar
mengajar harusharus berkulitas
berkulitas dandan
hasilnya dapat diertanggungjawabkan (accountable) baik
hasilnya dapat diertanggungjawabkan (accountable) baik kepada siswa, lembaga kepada siswa, lembaga
maupun masyarakat.
maupun masyarakat. Kedelapan, sekolah unggul
Kedelapan, sekolah unggul tidak
tidak hanya
hanya memberikan
memberikan manfaatmanfaat
kepada peserta didik di sekolah tersebut, tetapi harus memiliki resonansi
kepada peserta didik di sekolah tersebut, tetapi harus memiliki resonansi sosial kepada sosial kepada
lingkungan sekitarnya.
lingkungan sekitarnya. Kesembilan,
Kesembilan, nilainilai lebih
lebih sekolah
sekolah unggul
unggul terletak
terletak pada
pada perlakuan
perlakuan
tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan
tambahan di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program kurikulum, program
pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingn
pengayaan dan perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingn dan konseling yang dan konseling yang
berkualitas, pembinaan
berkualitas, pembinaan kreatifitas
kreatifitas dan
dan disiplin.
disiplin.
Berdasarkan kriteria tersebut
Berdasarkan kriteria tersebut maka maka tidaklah
tidaklah mudah
mudah menggolongkan
menggolongkan sebuah sebuah
sekolah termasuk
sekolah termasuk dalam
dalam katagori
katagori unggul.
unggul. Bukan
Bukan sekedar
sekedar penampilan
penampilan fisik
fisik dan
dan hal
hal kasat
kasat
mata lainnya yang bisa menjadi indikator unggul. Hal ini berarti butuh
mata lainnya yang bisa menjadi indikator unggul. Hal ini berarti butuh telaah lebih jauhtelaah lebih jauh
agar kita
agar kita bisa
bisa menggolongkan
menggolongkan suatu suatu lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan (sekolah)
(sekolah) dapat
dapat dikatakan
dikatakan
unggul. Tidak mungkin juga sebuah sekolah dapat serta merta
unggul. Tidak mungkin juga sebuah sekolah dapat serta merta begitu saja dikatakanbegitu saja dikatakan
unggul pada
unggul pada saat
saat berdirinya.
berdirinya. Dibutuhkan
Dibutuhkan buktibukti nyata
nyata dan
dan harus
harus teruji
teruji oleh
oleh waktu.
waktu.
Masyarakat sebagai “konsumen” tentunya punya hak untuk menilainya.
Masyarakat sebagai “konsumen” tentunya punya hak untuk menilainya. Dalam konteks Dalam konteks
lembaga pendidikan,
lembaga pendidikan, istilah
istilah unggulan
unggulan dapatdapat dilekatkan
dilekatkan pada pada Sekolah
Sekolah yang yang pada
pada
akhirnya terdapat adanya keinginan dan gairah baru dilingkungan
akhirnya terdapat adanya keinginan dan gairah baru dilingkungan organisasi untuk organisasi untuk
melakukan inovasi
melakukan inovasi menjadi
menjadi lebih
lebih baik
baik kualitasnya
kualitasnya dan
dan unggul
unggul dari
dari sekolah
sekolah lainnya.
lainnya.
Usaha ini
Usaha ini menuntut
menuntut sekolah
sekolah bukan
bukan hanya
hanya harus
harus memiliki
memiliki cita-cita
cita-cita dan
dan keinginan
keinginan saja,
saja,
tapi sekolah tersebut harus selalu memiliki prestasi. Dengan
tapi sekolah tersebut harus selalu memiliki prestasi. Dengan demikian tercapai demikian tercapai
keunggulan dalam
keunggulan dalam segala
segala aspeknya.
aspeknya.

4. Kurikulum,
4. Kurikulum, Pola Pola Pembelajaran,
Pembelajaran, dan dan Program
Program Tambahan
Tambahan
Ketiga sekolah
Ketiga sekolah Islam
Islam yang
yang kami
kami teliti
teliti merupakan
merupakan sekolah
sekolah bukan
bukan madrasah.
madrasah.
Dalam artian secara hirarki mereka tdak berada dalam
Dalam artian secara hirarki mereka tdak berada dalam naungan dan pembinaan naungan dan pembinaan
kementerian Agama.
kementerian Agama. Kurikulum
Kurikulum yangyang digunakan
digunakan adalah
adalah kurikulum
kurikulum diknas,
diknas, demikian
demikian
pula pengawasan dan garis koordiansis mereka. Hal ini berarti mereka
pula pengawasan dan garis koordiansis mereka. Hal ini berarti mereka harus merancang harus merancang
kurikulum yang
kurikulum yang bernafaskan
bernafaskan IslamIslam secara
secara mandiri,
mandiri, terlepas
terlepas dari
dari mata
mata pelajaran
pelajaran
pendidikan agama
pendidikan agama Islam
Islam yang
yang sudah
sudah diwajibkan
diwajibkan dalam
dalam kurikulum.
kurikulum. Penyususnan
Penyususnan dandan
kontruksi kurikulum selalu dilakukan dengan mempertimbangkan
kontruksi kurikulum selalu dilakukan dengan mempertimbangkan rancangan yang rancangan yang
memiliki dimensi
memiliki dimensi keseimbangan
keseimbangan antara
antara pelajaran
pelajaran umum
umum dengan
dengan pelajaran
pelajaran agama,
agama, antara
antara
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, dan juga antara aspek teoritis
aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, dan juga antara aspek teoritis dan praktis. dan praktis.
Dalam rangka
Dalam rangka peningkatan
peningkatan kualitas
kualitas pendidikan
pendidikan di di sana,
sana, dilakukan
dilakukan pengembangan
pengembangan dalam
dalam
bidang kurikulum. Selain itu, salah satu faktor yang menjadi cirri khas keunggulan
bidang kurikulum. Selain itu, salah satu faktor yang menjadi cirri khas keunggulan yang yang
dimiliki sekolah
dimiliki sekolah ini
ini adalah
adalah nuansa
nuansa keagamaan
keagamaan dalam
dalam kurikulum
kurikulum yangyang mereka
mereka gunakan.
gunakan.
Dalam merancang kurikulum, ketiga sekolah ini membentuk
Dalam merancang kurikulum, ketiga sekolah ini membentuk tim yang bertugas tim yang bertugas
untuk menyusun kurikulum materi agama yang kemudian dikenal
untuk menyusun kurikulum materi agama yang kemudian dikenal dengan kurikulum dengan kurikulum
plus, holistik
plus, holistik atau
atau terpadu.
terpadu. Ditambah
Ditambah pulapula kurikulum
kurikulum cirri
cirri khas
khas masing
masing masing
masing yang
yang
mencerminkan yayasan yang menaunginya. Seperti
mencerminkan yayasan yang menaunginya. Seperti kemuhammadiyahan di SD kemuhammadiyahan di SD
Muhammadiyah 2,
Muhammadiyah 2, kurikulum
kurikulum al-azhar
al-azhar pusat
pusat untuk
untuk SDSD Al-Azhar
Al-Azhar 21,21, dan
dan kurikulum
kurikulum

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 99


ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu) pada SDIT Al-Mumtaz. Rancangan kurikulum
didasarkan
JSIT olehSekolah
(Jaringan tolak ukur Islampada siswa dipada
Terpadu) bidang
SDITpendidikan
Al-Mumtaz. agama, dengan kriterianya
Rancangan kurikulum
sebagai berikut:
didasarkan oleh tolak ukur pada siswa di bidang pendidikan agama, dengan kriterianya
Taat ibadah, mampu berzikir, berdoa dan pandai membaca al-qur’an dan
a. berikut:
sebagai
ibadah, mampu berzikir, berdoa dan pandai membaca al-qur’an dan
menghafalnya;
a. Taat
b. menghafalnya;
Memiliki akhlak yang baik terhadap Allah dan makhlukNya;
c. Memiliki
b. Mampu bermuamalah
akhlak yang baik dalam kehidupan
terhadap Allahmasyarakat;
dan makhlukNya;
d. Mampu
c. Meyakini kebenaran Islam;
bermuamalah dalam kehidupan masyarakat;
e. Meyakini
d. Memiliki pengetahuan
kebenaran Islam; yang menyeluruh dan terpadu tentang Islam;
f. Memiliki pengetahuan
e. daya tahan yang dan menyeluruh
peka terhadap ajaran tentang
dan terpadu atau pahamIslam; yang dapat
mengubah daya
f. Memiliki akidah; tahan dan peka terhadap ajaran atau paham yang dapat
g. mengubah
Mampu melakukan akidah; amr ma’ruf nahi munkar dengan baik dan benar;
h. Mampu melakukan
g. membacaamr Al-quran
ma’ruf nahidenganmunkar denganbaik baik dandanbenar,
benar; berusaha
menghafalkannya,
h. Mampu membaca menghayati
Al-quran dan mengamalkan
dengan baikisinya; dan benar, berusaha
Memiliki toleransi menghayati
i. menghafalkannya, sosial, dermawan senang berinfaq.
dan mengamalkan isinya;
i. Kurikulum untuk bidang
Memiliki toleransi sosial,umum
dermawansekolah telah berinfaq.
senang menerapkan kurikulum Depdiknas
secara Kurikulum
murni dan untuk diorientasikan
bidang umum padasekolah
pengembangan iptek. Akan
telah menerapkan tetapi Depdiknas
kurikulum nilai-nilai
keIslaman
secara murni tercermin pada proses pada
dan diorientasikan pembelajaran dan muatannya.
pengembangan iptek. Akan Padatnya
tetapi kurikulum
nilai-nilai
yang diterapkan
keIslaman tercerminmemiliki
pada konsekuensi pada penambahan
proses pembelajaran jam belajar
dan muatannya. yang lebih
Padatnya lama
kurikulum
dari sekolah
yang diterapkanbiasa. memiliki konsekuensi pada penambahan jam belajar yang lebih lama
Pengembangan
dari sekolah biasa. mendasar yang telah dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam
kaitannya dengan penyelenggaran
Pengembangan mendasar yang pembelajaran di sekolah
telah dilakukan olehadalah
lembagaupaya "desentralisasi
pendidikan Islam
kurikulum",
kaitannya yaknipenyelenggaran
dengan kurikulum yangpembelajaran
berbasis kekhasan masing-masing
di sekolah adalah upayasekolah. Hal ini
"desentralisasi
terlihat pada yakni
kurikulum", kurikulum yang dipakai
kurikulum di ketigakekhasan
yang berbasis sekolah yang diteliti. Setiap
masing-masing sekolah
sekolah. Haltetap
ini
menggunakan
terlihat kurikulumyang
pada kurikulum yangdipakai
telah ditetapkan oleh pemerintah.
di ketiga sekolah yang diteliti.Dalam halsekolah
Setiap ini mengacu
tetap
pada keputusan
menggunakan menteri yang
kurikulum pendidikan dan kebudayaan
telah ditetapkan RI. AkanDalam
oleh pemerintah. tetapi hal
masing-masing
ini mengacu
juga menambahkan
pada keputusan menteri kurikulum dengandan
pendidikan cirikebudayaan
khas keIslaman, sepertitetapi
RI. Akan pada masing-masing
madrasah yang
berada
juga di bawah naungan
menambahkan kurikulumKementerian
dengan ciri Agama.
khas Misalnya
keIslaman,al-Quran,
seperti padaakhlak, dan Bahasa
madrasah yang
Arab. di
berada Matabawah pelajaran
naungan iniKementerian
termasuk dalam Agama.kurikulum
Misalnya mulok dan wajib
al-Quran, akhlak,diikuti semua
dan Bahasa
peserta Mata
Arab. didik. pelajaran
Selain itu ini jugatermasuk
dibuat program khusus yang
dalam kurikulum juga wajib
mulok diikuti
dan wajib sepertisemua
diikuti TPA
dan Tahfiz
peserta didik.untuk
Selain mengintensifkan
itu juga dibuat program pembelajaran
khusus yangalqur’an. Mampu
juga wajib membaca
diikuti seperti TPA dan
dan Tahfizal-Qur’an
menghafal dengan baik dan benar.
untuk mengintensifkan Mampu melaksanakan
pembelajaran alqur’an. Mampu ibadah dengan baik.
membaca dan
Memiliki akhlak
menghafal al-Qur’an mulia dengan
dan budibaikpekerti.
dan benar. Mampu
Ketiga hal inimelaksanakan
menjadi target ibadah
utamadengan baik.
kompetensi
keIslamanakhlak
Memiliki para mulia
lulusan. danWalaupun
budi pekerti. tidak semua
Ketiga sekolah
hal ini menjadi initarget
mencantumkan
utama kompetensiistilah
‘terpadu’, tetapi
keIslaman para pada dasarnya
lulusan. Walaupunada keinginan
tidak semua untuksekolah
mengintegrasikan kurikulumistilah
ini mencantumkan yang
‘terpadu’, tetapi pada dasarnya ada keinginan untuk mengintegrasikan kurikulum yang
mereka gunakan. Keterpaduan yang utama adalah pada penanaman nilai-nilai
keIslaman,
mereka baik dalam
gunakan. hal ibadah maupun
Keterpaduan yang utama sikap atau akhlakul
adalah padakarimah.
penanaman nilai-nilai
Aspek
keIslaman, baikterpenting
dalam hal dan ibadah menarik
maupunsebagaimana yang dikembangkan
sikap atau akhlakul karimah. di sekolah
Islam iniAspekadalah membangun
terpenting tatanan sosio-kultur
dan menarik sebagaimanasekolah, dalam tatanandipergaulan
yang dikembangkan sekolah
antar warga
Islam sekolah.
ini adalah Sekolah berusaha
membangun tatanan membangun
sosio-kultur tatanan
sekolah,sosio-kultur
dalam tatananyangpergaulan
benuansa
Islami.
antar Mulaisekolah.
warga dari cara berpakaian,
Sekolah bergaul,
berusaha dan berinteraksi
membangun antar guru, siswa
tatanan sosio-kultur yang dan orang
benuansa
tua, semua
Islami. Mulaidilandasi
dari cara oleh nilai-nilai
berpakaian, keIslaman.
bergaul, Norma dan
dan berinteraksi antarnilai-nilai
guru, siswa yang
dan dianut
orang
adalah
tua, normadilandasi
semua keIslaman, olehcontohnya:
nilai-nilaisekolah memprogramkan
keIslaman. Norma dan sholat jamaah
nilai-nilai yangbagi para
dianut
siswa, norma
adalah tata pergaulan
keIslaman, antara siswa dan
contohnya: guru memprogramkan
sekolah yang didasarkan sholat pada jamaah
nilai-nilaibagiakhlak
para
Islam, tata
siswa, siswa menyapa
pergaulan teman
antara siswaataudan guru
guru dengan ucapan salam,
yang didasarkan bahkan akhlak
pada nilai-nilai dalam
mengenakan
Islam, siswa seragam
menyapasekolahtemanpun ataugurugurudan dengan
siswa setiap
ucapan harisalam,
diwajibkan
bahkan berbusana
dalam
muslim. Untuk
mengenakan seragamitu peran
sekolahsertapun semua
guru danguru siswasangat
setiapmenentukan
hari diwajibkan dalam rangka
berbusana
pelembagaan
muslim. Untuk praktik
itu ibadah
peran sertaserta persosialisasian
semua guru sangat nilai-nilai keIslaman. dalam
menentukan Dalam rangka
hal ini
pelembagaan praktik ibadah serta persosialisasian nilai-nilai keIslaman. Dalam hal ini

100 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]

bukan
bukan hanya
hanya tugas
tugas guru
guru agama
agama saja,
saja, melainkan
melainkan jugajuga tanggungjawab
tanggungjawab semua semua guru
guru dandan
staf di lingkungan sekolah.
staf di lingkungan sekolah.
Kendala
Kendala dihadapi
dihadapi pihak
pihak sekolah
sekolah manakala
manakala harus
harus membiasakan
membiasakan kemandirian
kemandirian pada pada
anak
anak didik. Hal ini dikarenakan mereka berlatar belakang keluarga yang berasal
didik. Hal ini dikarenakan mereka berlatar belakang keluarga yang berasal dari
dari
orang
orang tuatua “mampu”.
“mampu”. Kebiasan
Kebiasan selaluselalu dilayani
dilayani di di rumah,
rumah, selalu
selalu terpenuhi
terpenuhi segala
segala
kebutuhannya,
kebutuhannya, dan dan tidak
tidak pernah
pernah merasakan
merasakan kesulitan
kesulitan hidup
hidup (terutama
(terutama dalam
dalam hal
hal materi)
materi)
menjadi
menjadi ciri khas mereka. Ketika harus berada di sekolah dan mentaati segala peraturan
ciri khas mereka. Ketika harus berada di sekolah dan mentaati segala peraturan
dan
dan norma
norma yangyang ada
ada munculah
munculah sikapsikap kurang
kurang perduli.
perduli. Hal
Hal ini
ini terutama
terutama terjadi
terjadi di
di kelas-
kelas-
kelas
kelas rendah. Harapan sekolah bahwa pendidikan yang dilakukan kurang lebih enam
rendah. Harapan sekolah bahwa pendidikan yang dilakukan kurang lebih enam
tahun
tahun di pendidikan dasar ini dapat membentuk kepribadian mereka menjadi lebih
di pendidikan dasar ini dapat membentuk kepribadian mereka menjadi lebih
mandiri,
mandiri, baik
baik dalam
dalam beribadah
beribadah maupun
maupun dalam
dalam belajar.
belajar. Pembiasaan
Pembiasaan terus terus menerus
menerus dan dan
kerja sama dengan orang tua menjadi solusi yang selalu diupayakan.
kerja sama dengan orang tua menjadi solusi yang selalu diupayakan. Penerapan hidden Penerapan hidden
curriculum menjadi
curriculum menjadi sebuah
sebuah tantangan
tantangan bagi
bagi pihak
pihak sekolah.
sekolah.
Kegiatan
Kegiatan ekstrakurikuler
ekstrakurikuler untuk untuk membina
membina minat minat dan
dan bakat
bakat siswa
siswa juga
juga dilakukan
dilakukan
secara
secara kontinyu. Setiap siswa diwajibkan mengikuti kegiatan tersebut baik dibidang seni
kontinyu. Setiap siswa diwajibkan mengikuti kegiatan tersebut baik dibidang seni
(olah
(olah vokal,
vokal, seni
seni tari,
tari, mewarnai,
mewarnai, menggambar
menggambar // melukis),
melukis), olahraga
olahraga (renang,
(renang, karate,
karate,
futsal,
futsal, bulu
bulu tangkis,
tangkis, catur),
catur), atau
atau keterampilan
keterampilan lainnya
lainnya (tata
(tata boga,
boga, kerajinan
kerajinan tangan).
tangan).
Semua
Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa berupa
kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa berupa sikap
sikap
sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli dan
sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli dan menyalurkannya dalam menyalurkannya dalam
kegiatan
kegiatan yang
yang positif.
positif.
Beberapa
Beberapa program
program unggulan
unggulan sekolah
sekolah ini
ini juga
juga dilakukan
dilakukan secara
secara berkala.
berkala. Seperti
Seperti
kepramukaan,
kepramukaan, outing class, out bond, perkemahan, mabit, kewirusahaan (bazaar
outing class, out bond, perkemahan, mabit, kewirusahaan (bazaar dandan
market day). Program – program seperti ini untuk menambah
market day). Program – program seperti ini untuk menambah kepercayaan diri siswa kepercayaan diri siswa
dan
dan membina
membina mental
mental keberanian
keberanian mereka.
mereka. Selain
Selain itu itu juga
juga berfungsi
berfungsi sebagai
sebagai arena
arena
rekreasi
rekreasi dandan silaturahmi.
silaturahmi. Kegiatan-kegiatan
Kegiatan-kegiatan ini ini juga
juga membutuhkan
membutuhkan sumber sumber daya daya
manusia dan dana yang tidak sedikit. Program seperti ini
manusia dan dana yang tidak sedikit. Program seperti ini menjadi pembeda denganmenjadi pembeda dengan
sekolah
sekolah lain
lain yang
yang ada
ada di
di kota
kota Pontianak.
Pontianak.
5.
5. Ekpektasi
Ekpektasi Masyarakat
Masyarakat
Melihat
Melihat kondisi
kondisi dewasa
dewasa ini,
ini, maka
maka terdapat
terdapat banyak
banyak alasan
alasan dan
dan pertimbangan
pertimbangan bagibagi
keluarga muslim dalam hal menentukan pendidikan anak-anknya.
keluarga muslim dalam hal menentukan pendidikan anak-anknya. Mempercayakan Mempercayakan
pendidikan
pendidikan pada
pada satu
satu lembaga
lembaga tertentu
tertentu biasanya
biasanya juga
juga tergantung
tergantung padapada pola
pola pikir
pikir dan
dan
tingkat sosial ekonomi seseorang. Setidaknya jika kita cermati
tingkat sosial ekonomi seseorang. Setidaknya jika kita cermati ada lima aspek yangada lima aspek yang
menentukan
menentukan orang
orang tua
tua dalam
dalam memilih
memilih sekolah
sekolah bagi
bagi putra
putra // putrinya,
putrinya, yaitu
yaitu ::
a.
a. Kemampuan
Kemampuan guru guru dalam
dalam mentransfer
mentransfer ilmu.
ilmu.
b. Lingkungan pergaulan
b. Lingkungan pergaulan siswa, siswa,
c.
c. Sarana
Sarana dan
dan prasarana,
prasarana,
d.
d. Citra sekolan dan
Citra sekolan dan
e.
e. Penanaman
Penanaman nilai-nilai
nilai-nilai agama.
agama.
Saat
Saat ini, kesadaran orangtua muslim
ini, kesadaran orangtua muslim sudah
sudah mulai
mulai percaya
percaya kepada
kepada sekolah
sekolah Islam
Islam
unggulan.
unggulan. Karena sekolah atau madrasah tersebut menawarkan mutu dan memberikan
Karena sekolah atau madrasah tersebut menawarkan mutu dan memberikan
prospek
prospek yang
yang pasti
pasti bagi
bagi anak-anak
anak-anak mereka
mereka untuk
untuk melanjutkan
melanjutkan pendidikan
pendidikan hingga
hingga keke
jenjang
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, orang tua muslim percaya
pendidikan yang lebih tinggi. Lebih lanjut, orang tua muslim percaya
lingkungan
lingkungan sekolah
sekolah elitelit Islam
Islam lebih
lebih aman
aman dibandingkan
dibandingkan dengandengan lingkungan
lingkungan sekolah
sekolah
umum.
umum. Misalnya, jarang terjadi ada tawuran antar siswa dan para guru yang relatif
Misalnya, jarang terjadi ada tawuran antar siswa dan para guru yang relatif
terbilang
terbilang “shaleh”.
“shaleh”.
Secara
Secara faktual,
faktual, pembenahan
pembenahan lembagalembaga pendidikan
pendidikan Islam Islam yang
yang dilakukan
dilakukan
mengalami
mengalami perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena pengaruh
perubahan secara terus menerus. Tentunya ini terjadi karena pengaruh yang
yang
amat kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi
amat kuat dari luar seperti; persaingan pendidikan formal dan globalisasi yang sangat yang sangat

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 101
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 95 – 103

dan
dan menuntut
menuntut adanyaadanya perubahan
perubahan itu itu sendiri.
sendiri. Konsep
Konsep yang yang ditawarkan
ditawarkan lembaga
lembaga
pendidikan
pendidikan Islam elit seperti di atas merupakan salah satu solusi yang alternatif agar
Islam elit seperti di atas merupakan salah satu solusi yang alternatif agar
mampu
mampu memberikan
memberikan terobosan
terobosan pendidikan
pendidikan Islam
Islam lebih
lebih maju
maju dan dan kompetitif.
kompetitif. Substansi
Substansi
lain
lain yang
yang bisabisa menunjang
menunjang adalah adalah bagaimana
bagaimana lembaga lembaga pendidikan
pendidikan Islam Islam dapat
dapat
melibatkan
melibatkan tiga tiga unsur
unsur pelaksana,
pelaksana, yakniyakni keluarga,
keluarga, sekolahsekolah dan dan masyarakat.
masyarakat. Kondisi
Kondisi
faktual
faktual obyektif
obyektif pendidikan
pendidikan saat saat ini,
ini, ketiga
ketiga unsur
unsur pelaksana
pelaksana tersebut
tersebut belum
belum berjalan
berjalan
secara
secara sinergis
sinergis di di samping
samping masing-masing
masing-masing unsur unsur tersebut
tersebut jugajuga belumlah
belumlah berfungsi
berfungsi
secara
secara benar.
benar. Sinergi
Sinergi negatif
negatif antar
antar ketiganya,
ketiganya, memberikan
memberikan pengaruh pengaruh kualitas
kualitas proses
proses
pendidikan
pendidikan secara
secara keseluruhan.
keseluruhan.
Dalam
Dalam perspektif
perspektif ekonomi
ekonomi dan dan sosiologis,
sosiologis, munculnya
munculnya sekolah sekolah unggulan
unggulan Islam
Islam
elitis diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah
elitis diharapkan dapat menjawab berbagai persoalan yang tengah dihadapi oleh internal dihadapi oleh internal
umat
umat Islam
Islam sendiri.
sendiri. Persoalan
Persoalan tersebut
tersebut yakni
yakni keprihatinan
keprihatinan terhadapterhadap mutumutu pendidikan
pendidikan
Islam
Islam yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Iptek dan
yang rendah dan sekaligus memberi solusi terhadap tantangan Iptek dan Imtak.
Imtak.
Sebagai
Sebagai sekolah
sekolah elit,
elit, mereka
mereka kebanyakan
kebanyakan merebak
merebak di di daerah
daerah perkotaan.
perkotaan. Dan Dan jika
jika dilihat
dilihat
dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang
dari kaca mata ekonomi dan sosiologi, sekolah elit memang pangsa pasarnya adalah pangsa pasarnya adalah
anak-anak
anak-anak dari dari orangtua
orangtua yangyang taraf
taraf penghidupannya
penghidupannya sudah sudah relatif
relatif mapan.
mapan.
Islam
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan
sebagai agama yang sempurna telah memberikan pijakan yangyang jelas
jelas
tentang
tentang tujuan
tujuan dan
dan hakikat
hakikat pendidikan,
pendidikan, yakniyakni memberdayakan
memberdayakan potensi potensi fitrah
fitrah manusia
manusia
yang
yang condong
condong kepada
kepada nilai-nilai
nilai-nilai kebenaran
kebenaran dan dan kebajikan
kebajikan agar agar iaia dapat
dapat memfungsikan
memfungsikan
dirinya
dirinya sebagai hamba (QS. Al-Dzariyat: 56), yang siap menjalankan risalah
sebagai hamba (QS. Al-Dzariyat: 56), yang siap menjalankan risalah yang
yang
dibebankan
dibebankan kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30).
kepadanya sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Oleh
Oleh
karena
karena ituitu pendidikan
pendidikan berarti
berarti merupakan
merupakan suatu suatu proses
proses membina
membina seluruh
seluruh potensi
potensi manusia
manusia
sebagai
sebagai makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir, dan berkarya untuk
makhluk yang beriman dan bertaqwa, berfikir, dan berkarya untuk
kemaslahatan diri dan lingkungannya.
kemaslahatan diri dan lingkungannya.
Lembaga
Lembaga pendidikan
pendidikan Islam Islam memegang
memegang peranan peranan pentingpenting dalam
dalam menciptakan
menciptakan
generasi
generasi Islam sebagaimana dimaksud. Format sekolah yang menjanjikan perbaikan
Islam sebagaimana dimaksud. Format sekolah yang menjanjikan perbaikan
masa
masa depan
depan adalah
adalah sekolah
sekolah yangyang memiliki
memiliki paradigma
paradigma pendidikan
pendidikan yang yang maju
maju dan dan
visioner. Pendidikan haruslah mampu menumbuhkan
visioner. Pendidikan haruslah mampu menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan mengembangkan potensi
fitrah
fitrah peserta
peserta didik
didik yang
yang memiliki
memiliki sederet
sederet keunggulan
keunggulan kompetitif
kompetitif guna guna menghadapi
menghadapi
segala
segala tantangan ke depan. Semoga kehadiran sekolah Islam seperti ini
tantangan ke depan. Semoga kehadiran sekolah Islam seperti ini selain
selain menjadi
menjadi
kebanggaan
kebanggaan muslim kota Pontianak, juga dapat menjadi solusi alternatif bagi umat
muslim kota Pontianak, juga dapat menjadi solusi alternatif bagi umat
Islam
Islam di di Indonesia
Indonesia dalam
dalam melahirkan
melahirkan generasi
generasi insan
insan kamil,
kamil, manusia
manusia paripurna,
paripurna, seperti
seperti
yang
yang dicita-citakan.
dicita-citakan.
Bagaimanapun,
Bagaimanapun, kehadirankehadiran sekolah
sekolah IslamIslam elit elit yang
yang ada ada di di kota
kota Pontianak
Pontianak
merupakan “menu” pendidikan Islam yang tersaji di hadapan
merupakan “menu” pendidikan Islam yang tersaji di hadapan umat. Sehingga ekspektasi umat. Sehingga ekspektasi
masyarakat
masyarakat yang yang tinggi
tinggi seharusnya
seharusnya dibarengi
dibarengi dengan
dengan kesadaran
kesadaran para para elit
elit pengelola
pengelola
lembaga
lembaga tersebut. Namun akhirnya sebagian orang akan menyoroti sekolah unggulan
tersebut. Namun akhirnya sebagian orang akan menyoroti sekolah unggulan
elitis
elitis seperti
seperti iniini adalah
adalah sekolah
sekolah eksklusif
eksklusif bahkan
bahkan diskriminatif.
diskriminatif. Namun Namun demikian
demikian
terlepas
terlepas dari dari segala
segala kelebihan
kelebihan dan dan kekurangannya,
kekurangannya, sekolah sekolah IslamIslam tetaptetap masih
masih
menyimpan
menyimpan tanda tanya besar bagi kelangsungan generasi masa depan. Waktulah yang
tanda tanya besar bagi kelangsungan generasi masa depan. Waktulah yang
akan
akan membuktikan
membuktikan eksistensi
eksistensi mereka.
mereka. Menanggapi
Menanggapi ekspektasiekspektasi masyarakat
masyarakat yang yang tinggi,
tinggi,
maka
maka diharapkan
diharapkan para para pengelola
pengelola sekolah
sekolah Islam
Islam iniini haruslah
haruslah memiliki
memiliki ruh ruh perjuangan
perjuangan
dalam
dalam mendidik.
mendidik. Jangan Jangan sampai sampai terjebak
terjebak dalam dalam lingkaran
lingkaran komersialisasi
komersialisasi
pendidikan
pendidikan yang yang menitikberatkan
menitikberatkan perjuangan
perjuangan dengan
dengan profitprofit dan
dan keuntungan,
keuntungan, atau atau pada
pada
agenda
agenda politis
politis tertentu.
tertentu. Besar
Besar harapan
harapan semoga
semoga sekolah-sekolah
sekolah-sekolah Islam Islam ini ini menjadi
menjadi
lembaga
lembaga penghasil
penghasil ulama
ulama sekelas
sekelas al-Kindi,
al-Kindi, al-Farabi,
al-Farabi, al- al- Biruni,
Biruni, al-khawrizmi,
al-khawrizmi, al- al-
ghazali,
ghazali, Ibnu
Ibnu Sina,
Sina, Ibnu
Ibnu Rusyd
Rusyd di di masa
masa mendatang.
mendatang. Ulama Ulama yangyang mampu
mampu membaca
membaca ayat- ayat-
ayat
ayat Allah
Allah SWT SWT di di muka
muka bumibumi ini,ini, baik
baik yang
yang tersurat
tersurat maupun
maupun tersirat
tersirat untuk
untuk
kemaslahatan
kemaslahatan umat umat manusia.
manusia.

102 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
D. KESIMPULAN FENOMENA MUNCULNYA SEKOLAH ELIT ... — [Baidhillah Riyadhi dan Nelly Mujahidah]
1. Sejarah berdirinya sekolah Islam elit di Pontianak tidak terlepas dari fenomena
sosial yang ada pada masanya. Kesadaran elit muslim akan pentingnya lembaga
pendidikan berbasiskan nilai-nilai keIslaman menjadi momentum penting
D. KESIMPULAN
lahirnya berdirinya
1. Sejarah sekolah-sekolah
sekolahIslam terpadu.
Islam elit di Pontianak tidak terlepas dari fenomena
2. sosial
Visi misi
yang ada pada masanya. KesadaranIslam
sekolah disusun untuk sekolah itu benar-benar
elit muslim unggul. Visi-misi
akan pentingnya lembaga
dan tujuan yang
pendidikan hendak dicapai
berbasiskan olehkeIslaman
nilai-nilai lembaga itu bukan momentum
menjadi sekadar slogan dan
penting
nama, melainkan mengemban amanah
lahirnya sekolah-sekolah Islam terpadu. yang mulia untuk melahirkan lulusan
yangmisi
2. Visi mutunya
sekolahbaik. Visi-misi
disusun dan tujuan
untuk sekolah Islamitu
itu kemudian
benar-benardiimplementasikan
unggul. Visi-misi
sebagai acuan dan nilai-nilai bagi para pimpinan, guru dan karyawan
dan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga itu bukan sekadar slogan serta para
dan
siswa untuk
nama, mendasari
melainkan setiap aktifitas
mengemban amanah danyang
kegiatan
muliapembelajarannya.
untuk melahirkan lulusan
3. yang
Kurikulum,
mutunyapolabaik.pembelajaran
Visi-misi dan dantujuan
programitu tambahan
kemudian telah dilaksanakan
diimplementasikan
berdasarkan
sebagai acuan konsep pembelajaran
dan nilai-nilai yang integratif.
bagi para pimpinan, Mengkolaborasikan
guru dan karyawan serta para
kurikulum pemerintah dan kurikulum yang dirancang secara
siswa untuk mendasari setiap aktifitas dan kegiatan pembelajarannya. mandiri. Dengan
tujuan terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dengan
3. Kurikulum, pola pembelajaran dan program tambahan telah dilaksanakantetap berlandaskan
pada nilai-nilaikonsep
berdasarkan keIslaman.pembelajaran yang integratif. Mengkolaborasikan
kurikulum pemerintah dan kurikulum yang dirancang secara mandiri. Dengan
tujuan terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dengan tetap berlandaskan
pada nilai-nilai keIslaman.

REFERENSI
Al-Qur'an dan Terjemahnya
Azra, A. (1999). Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju mellinium Baru.
Jakarta: Logos.
REFERENSI
Noeng Muhajir, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.
Al-Qur'an dan Terjemahnya
Sugiyono,
Azra, 2012, Memahami
A. (1999). PendidikanPenelitian dan Bandung:
Kualitatif,
Islam; Tradisi Alfabeta.
Modernisasi Menuju mellinium Baru.
http://dirosahku.blogspot.com/2013/04/konsep-pendidikan-dalam-islam.html
Jakarta: Logos. (Diakses
pada tanggal
Noeng Muhajir, 17/11/14).
2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/05/18/115906-prof-arief-rachman-
Sugiyono, 2012, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta.
ada-sepuluh-ciri-sekolah-unggul (Diakses pada tanggal 17/11/14). (Diakses
http://dirosahku.blogspot.com/2013/04/konsep-pendidikan-dalam-islam.html
pada tanggal 17/11/14).
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/05/18/115906-prof-arief-rachman-
ada-sepuluh-ciri-sekolah-unggul (Diakses pada tanggal 17/11/14).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 103
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC EDUCATION
ISLAMIC EDUCATION LEARNING
LEARNING DESIGN
DESIGN BASED
BASED ON
ON "SISTEM
"SISTEM AMONG"
AMONG"

Bayu Iqbal
Bayu Anshari11*,
Iqbal Anshari *, Meisa Yutika22,,
Meisa Yutika
Moh. Dede11,, Ridha
Moh. Dede Ridha Eka Rahayu22
Eka Rahayu
1
1 Universitas Pendidikan Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia
2
2 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
*Email: bayuiqbal36@student.upi.edu
*Email: bayuiqbal36@student.upi.edu

ABSTRACT
ABSTRACT
Today, Islamic
Today, Islamic education
education learning
learning design
design tends
tends to
to be
be teacher
teacher centered,
centered, soso the
the end
end result
result is
is only
only
transfer of knowledge. One of learning designs that can be applied in teaching Islamic
transfer of knowledge. One of learning designs that can be applied in teaching Islamic education is education is
Among system.
Among system. Among
Among system
system isis initiated
initiated by
by KiKi Hajar
Hajar Dewantara.
Dewantara. It It is
is an
an education
education system
system which
which
is implemented by providing the freedom for students to act freely based on the rules,
is implemented by providing the freedom for students to act freely based on the rules, including the including the
Quran and Hadith. So, the system can develop Student’s confidence, aspiration
Quran and Hadith. So, the system can develop Student’s confidence, aspiration and activities. and activities.
Among system
Among consists of
system consists of three
three principles,
principles, those
those are:
are: nontoni (observe), niteni
nontoni (observe), (recall/memorize),
niteni (recall/memorize),
and nirokaken (imitate). Among system aims to build students
and nirokaken (imitate). Among system aims to build students to be faithful and to be faithful and devote
devote man,
man,
physically and spiritually independent, virtuous, intelligent and skilled, physically
physically and spiritually independent, virtuous, intelligent and skilled, physically and mentally and mentally
healthy, to
healthy, to become
become aa good
good citizen,
citizen, responsible
responsible for
for religion
religion and
and homeland.
homeland. The The problem
problem to to be
be
discussed is how to design Islamic education learning with Among system. Three
discussed is how to design Islamic education learning with Among system. Three basic principles of basic principles of
Among system require active participation and appreciative of teachers of Islamic
Among system require active participation and appreciative of teachers of Islamic education. This education. This
system is
system is expected
expected to to bring
bring about
about anan excellent
excellent muslim,
muslim, competent,
competent, and and able
able toto actualize
actualize the
the values
values
of Islam as rahmatan lil Alamin.
of Islam as rahmatan lil Alamin.

Learning Design,
Keyword: Learning
Keyword: Design, Islam,
Islam, Islamic
Islamic Education,
Education, Among
Among system
system

ABSTRAK
ABSTRAK
Dewasa ini,
Dewasa ini, desain
desain pendidikan
pendidikan agama
agama Islam
Islam cenderung
cenderung teacher
teacher centered sehingga hasil
centered sehingga hasil akhirnya
akhirnya
adalah transfer of knowlegde semata. Salah satu desain pembelajaran yang bisa
adalah transfer of knowlegde semata. Salah satu desain pembelajaran yang bisa diterapkan dalam diterapkan dalam
pembelajaran PAI adalah Sistem Among. Sistem Among digagas
pembelajaran PAI adalah Sistem Among. Sistem Among digagas oleh Ki Hajar Dewantara, oleh Ki Hajar Dewantara,
merupakan sistem
merupakan sistem pendidikan
pendidikan yangyang dilaksanakan
dilaksanakan dengandengan memberikan
memberikan kebebasan
kebebasan kepada
kepada peserta
peserta
didik untuk bertindak leluasa asalkan sesuai dengan aturan, termasuk Quran dan
didik untuk bertindak leluasa asalkan sesuai dengan aturan, termasuk Quran dan Hadis. Sehingga, Hadis. Sehingga,
sistem ini
sistem ini dapat
dapat menumbuhkembangkan
menumbuhkembangkan rasa rasa percaya
percaya diri,
diri, aspirasi,
aspirasi, dan
dan aktivitas
aktivitas peserta
peserta didik.
didik.
Sistem Among
Sistem Among terdiri
terdiri dari
dari tiga
tiga prinsip,
prinsip, yaitu:
yaitu: nontoni (melihat), niteni
nontoni (melihat), (mengingat), dan
niteni (mengingat), dan nirokaken
nirokaken
(meniru). Sistem among bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi
(meniru). Sistem among bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi manusia beriman dan manusia beriman dan
bertaqwa, merdeka lahir batin, berbudi luhur, cerdas dan berketerampilan, serta
bertaqwa, merdeka lahir batin, berbudi luhur, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan sehat jasmani dan
rohani agar
rohani agar menjadi
menjadi anggota
anggota masyarakat
masyarakat yang
yang baik,
baik, bertanggung
bertanggung jawab
jawab atas
atas agama
agama dandan tanah
tanah air.
air.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana desain pembelajaran
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah bagaimana desain pembelajaran pendidikan agama pendidikan agama
Islam dengan
Islam dengan Sistem
Sistem Among.
Among. TigaTiga prinsip
prinsip dasar
dasar sistem
sistem among menuntut peran
among menuntut peran aktif
aktif dan
dan apresiatif
apresiatif
guru PAI.
guru PAI. Sistem
Sistem iniini diharapkan
diharapkan melahirkan
melahirkan pribadi
pribadi muslim
muslim yang
yang unggul,
unggul, kompeten
kompeten serta
serta mampu
mampu
mengaktualisasikan nilai-nilai Islam rahmatan
mengaktualisasikan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin. lil alamin.

Kata Kunci:
Kata Desain Pembelajaran,
Kunci: Desain Pembelajaran, Islam,
Islam, Pendidikan
Pendidikan Agama
Agama Islam,
Islam, Sistem
Sistem Among
Among

A. INTRODUCTION
A. INTRODUCTION
Today, the Islamic
Today, the Islamic education
education learning
learning design
design tends
tends teacher-centered
teacher-centered so
so the
the end
end
result only transfer of knowledge. Whereas in Indonesia, learning design embraces
result only transfer of knowledge. Whereas in Indonesia, learning design embraces two two
curriculum (KTSP
curriculum (KTSP and and Kurikulum
Kurikulum 2013)
2013) are
are demanding
demanding student-centered
student-centered learning.
learning.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 105
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

According Mahfudin (2013: 154), KTSP was developed based on the Law of National
Education System Number 20 Year 2003 (UU Sisdiknas 2013) with the following
principles: 1) centered on the needs and interests of students; 2) varied and integrated; 3)
responsive to development of science and technology; 4) relevant with needs of life; 5)
comprehensive and continuous; 6) lifelong learning (life long education); 7) balance
between national interests and regional interests. So in Kurikulum 2013, learning more
emphasis on involvement of student to grow their potential (Mayasari, 2014: 13). from two
curriculum, it seems that learning requires active role in students. So that teachers act as
facilitators in the learning process leads students to active for achieve the learning
objectives, including the Islamic education learning in high school.
Islamic Education as a coaching lesson for religious and morality aspect are
expected to produce muslims generation who were cognitively intelligent, moral, and
social (Syahidin, 2014: 12). In reality, Learning of Islamic Education in high school is not
made to increase cognitively knowledge be meaning and value. Islamic education rated not
educate comprehensively, providing all aspects of competency in a balanced way, but
tends to teach and make up ability in memorize and complete the exams only (Abduh,
2015). Students lacking or not able to sense, appreciate and apply the moral values taught
in schools (Putra & Lisnawati, 2012: 11). Buchori (1992) adds failure of Islamic education
learning is caused educational practice were attentive to cognitive aspects of religious
values and ignore to coaching aspect of affective and conative-volitive, such as the
willingness and determination to practice the values of religious teaching. These conditions
make a gap between knowledge and practice. This fact was agreed by Basuni (2004) that
Islamic education tends to emphasize the cognitive aspect (thinking) rather than affective
(taste) and psychomotor (behavior).
So, studying as a process of Islamic education did not attract for students, this is
caused by the various components in the Islamic education learning itself. From various
highlights which presented by experts of education, looks problematic in Islamic Education
learning lies on the question is how Islamic education learning design is not limited to the
aspects of knowledge but able to provide inspiration and practice (Choiri & Fitriani, 2011:
310). It is caused the success educating students in learning of Islamic education isn’t only
measured in the value with numerical symbol, but success of transforming the Islamic and
moral values to their students. Here, exemplary and morality of teacher will largely
determine the success of learning of Islamic education (Sahniar, 2016).
Teacher as a figure who respected and emulated should provide exemplary
students. It has long been suggested by the great thinkers of education in Indonesia, Ki
Hajar Dewantara through model of Sistem Among. Concept of the model include a
principle that students is seen as subject who have an important position; students have
freedom in accordance with the nature; there should be no compulsion in the learning
process; learning occurs in a pleasant conditions; teacher should appreciate anything of
students; and learning is meant to instill good character (Subandiyah, 2012: 3).
The principles of Sistem Among can be applied to designing Islamic education
learning in global era. Aligned with one of Strategic Plan from Ministry of Education and
Culture (Kemendikbud) on the Plan of National Long-Term Development (RPJPN) 2005-
2025 about “Identity and National Character". Strengthening identity and national
character through Sistem Among in Islamic education learning is expected to support
nawacita of Jokowi-Jusuf Kalla who want to revolutionize the national character,
strengthen diversity and strengthen social restoration in Indonesia (Kemendikbud, 2015).
Sistem Among consider any activities should be done by students. Islamic
education learning process with Sistem Among is designed to adjust the students through

106 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

nontoni (observe), niteni (memorize, recall), and nirokaken (imitate). Through three stages
are expected of Islamic education may bring unpleasant impression for students. In
addition, the development of self-confidence, aspirations, and activities of students
expected to bring character as a human being faithful and devoted, independent inner and
outer, virtuous, intelligent and skilled, as well as physically and mentally healthy in order
to become a member of the good citizenship, responsible of religion, and the welfare of the
homeland. So expectations of Islamic education in giving birth muslims generation are
superior, competent and able to actualize the values of Islam rahmatan lil alamin.

B. RESEARCH METHODS
The study used a qualitative approach in the process of collecting and processing
data. A qualitative approach is methodology to investigating the phenomenon of social and
human problems. Bogdan & Taylor (in Moleong, 2008: 3) argue that qualitative approach
is a procedure who produces descriptive data in the form of words written or spoken of
phenomena observed. So, excavation efforts in the application of the Sistem Among on
Islamic education learning in high schools assessed with the help of the literature such as
books and journals, research reports, and other relevant literature. The purpose of writing
to be discussed is exposure of the Islamic education learning design with Sistem Among.
Analysis methods with literature reviews. it can be conducted by investigating all
data obtained from documents, records, files, and other things that have been documented
and proven reliability. One of the advantages of this method is easy to replace reference
because the data source are fixed. To making documentations guide are containing
guidelines outlines the data helped facilitate with assessment framework to applied in
paper (Djauhary, 2013).
To support the above statement, research was conducted in SMA Negeri 1 Babakan
and SMK Negeri 12 Bandung. After observing the implementation of the Islamic
education learning in the classroom and interviews with Islamic education teachers, some
things were found: (1) teacher is not able to develop a lesson plan (RPP) PAI, especially
for young teachers; (2) teacher is not able to choose compatible learning materials; (3)
teacher tend to use monotone technique (exp. discourse); (4) teacher rely on textbooks
from government as the main teaching materials; (5) the teacher is not able to create
innovations with a variety of media, (6) assessment is carried out only to measure students
cognitive aspects. (7) lowness Islamic literacy, so required extra energy for teaching
(especially in reading and understanding the Quran), (8) habituation of Islamic behavior is
still low.

C. LITERATURE REVIEW
1. Sistem Among
The term among is derived from the Javanese word meaning ‘care’, momong
means 'nurturing' and pamong means 'nanny' (Kamus Besar Bahasa Jawa, 2002). The
word momong, among, and ngemong has the same meaning that is ‘care’, ‘nurturing’,
and ‘nanny’. Sistem Among is one of the educational model in Tamansiswa proposed by
Ki Hajar Dewantara since 1922. However, people are more familiar with the term tut
wuri handayani. In Great Regulations and Charter of Tamansiswa Chapter IV on 12th
article, Sistem Among as a educational model is founded on the foundations of kinship,
based on: 1) nature (as a prerequisite for achieving progress in fast and good); and 2)
freedom (as a prerequisite for changing and moving inner strength till childs have strong
personality and be able to think and act independently). In management, Sistem Among
as known as paguron meaning school (Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa, 1989: 31).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 107
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

Spirit of brotherhood in Sistem Among is implemented based on love to others,


respect and appreciate values of diversity, mutual help, democracy, and as a mean to
build unity. Based on the values of freedom and nature, Sistem Among gives freedom to
students for develop themselve accordance with their character (Hadiwijoyo, et al.,
2005: 15).
Sistem Among placing students as the most important aspect in the learning
process. Ki Hajar Dewantara refer students as a manifestation that should be appreciated
(Subandiyah, 2015: 276). it forbids any coercion in the learning process, although the
main objective practicing self-discipline. Because compulsion potentially eliminating
the spirit of freedom in education.
The basic purpose of Sistem Among to familiarize good manners to students;
build a harmonious communication between teachers and students in creating a leader
figure (ngemong) (Suwignyo, 2009: 8-9). Teachers are expected to encourage
motivation and initiative of students when together (ing madya mangun karsa), and
teachers able to be a role model, mentor, and an example in front of students (ing
ngarsa sung tuladha) (Surjomihardjo, 1986 in Suwignyo, 2009: 3). It learning process
requires teachers to expert in material and skills for students through nontoni, niteni,
and nirokaken (observe, remember/recall, and imitate).

2. Islamic Education
Islamic education is an attempt to create and nurture the students to understand
many doctrines of Islam as a whole and goal of live, which in turn can practice and
make Islam as way of life (Zakiyah Darajdat (in Majid & Andayani, 2004: 13). Whereas
Joseph Tayar (in Majid & Andayani, 2004: 13) defines Islamic education as a conscious
effort the older generation to transfer of experiences, knowledges, competences, and
skills to the younger generation to become a person fear Allah. Arifin (1991: 13) also
said that Islamic education is the educational system that can give a person's ability to
lead his life in accordance with the Islamic visions, because values of Islam have been
animating and coloring shades of his personality (Gafar & Jamil, 2003: 37).
So, it can be seen that delivering of Islamic education by teacher and reception
by students are corelated think among teacher and students to believing in existence of
the doctrines then to understood, internalized and then practiced or applied, but there
also are demands to respect beliefs of others. If look at the purpose of Islamic education
accordance with the goal of human life itself, which is reflected in the words of Allah
on Surah Az-Zariyat: 56.
�� ��� �‫س �� �ا ل�ي� ْعب‬ � ْ �� ‫ت ْ�ل �� �ن‬
� ‫�� ْن‬ � �ْ �� �� �‫�� �م‬
“And I did not create the jinn and mankind except to worship Me” (Q.S Az-Zariat: 56).
Therefore the purpose of Islamic education should be directed to the
achievement of final goal, which is to form a human being who always worship to Allah
in all aspects on his life (Joseph & Anwar, 1992: 11). Whereas Islamic education in
high school level aims to increase confidence, comprehension, appreciation and practice
of students about Islam to be human who is faithful and devoted to Allah SWT, and
certain noble in personal life, society, nation and state, as well as for continuing
education at higher level (Assyidiq, 2015: 16).

D. RESULTS
The study focuses on the urgency of Islamic education in high school level, because
in this level on human development is referred to as mid-adolescence with range 15-18

108 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

years (Rumini & Sundari, 2004: 53). Teens already behave to get psychological
satisfaction and seek identity (Hariyanto, 2011). Related with that, Islamic education
learning in high school is expected to provide assistance and strengthen character to
forming ideal Muslims personality through selection learning design based on exemplary,
such as Sistem Among.
As an educational model, Sistem Among describes the steps (syntax) are used by
teacher in educating students from the beginning to the end of learning. Syntax serves to
outline the model or the phase of learning about how education is run (Joyce & Weil,
1992: 16). The education model is the philosophical basis of any overall approach and
beliefs about learning, instruction, and content (Bussinger, 2011).
Syntax of Islamic education model with Sistem Among include nontoni, niteni, and
nirokaken. The meaning of nontoni is seeing or observing is modeled by teacher through
modeling in front of students. From observing activity, students trying to niteni (memorize,
recall to understand). After they understand, students try to nirokaken or imitate (teacher
make self as a model to observed) (Subandiyah, 2015: 275).
Should be noted that imitations activity does not mean that students have a passive
attitude because they just do imitations. In this case, imitate is giving an understanding of
the model or example shown previously. then, students create something (innovation) in
accordance with their creativity. Each student has freedom to do things according for their
nature and talent, as long as the accordance rules of the Quran, the Hadith, rules of school
and the learning objectives are contained in Plan of Goals Learning (RPP PAI). In honing
creativity in students, coercion avoided, which allowed just punishment when students
make mistakes. So, collective agreement between teacher and students on Islamic
education learning is indispensable.
Wherease student activities, whatever they do should be appreciated by teacher,
even teacher should not be oppose to hard, just do recalling only. With this principle, at the
same time, students are expected to learn be respect others, including other people's
opinions, either verbally or in writing. Here is table 1 that presented description of the
Islamic learning design with Sistem Among.
Table 1. Syntax Sample to Apply Sistem Among on Islamic Education Learning
Syntax Student Activities Teacher Activities
Students see (in the sense of
Preparing itself as a model for
observing) an example or
the students and at the same
model of the observations
time prepare the other
made by the teacher, and not
materials (according to
Nontoni (Observe) only through the sense of sight
destination), for example,
but also through hearing,
pictures/ movies, literatures,
including a feeling of
including behavior in front of
involvement on observing the
students.
model
● Students memorize/ recall
model or example. For ● Provide opportunities for
example, with a note to students to find all
understand the necessary information to
characteristics of the understand the model were
Niteni (Memorize/ Recall)
model. Notes obtained observed.
from nontoni, or just rely ● Provide opportunities for
on memory skills of students to discuss who
students. gets.
● Students discuss the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 109
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

results of their
observations with
teachers.
● Students give input.
● Provide greater
opportunities for students
● Students imitate an
to move accordance with
bserved object.
their talents and
● Students are free to move
knowledge.
Nirokaken (Imitate) accordance with the talent
● Provide guidance to
and knowledge without
students and remind if the
any coercion, but should
students are wrong.
obey the rules.
● Appreciate works
produced by students.

Based on the table 1 can be explained that Sistem Among make teacher to inculcate
Islamic values (akhlakul karimah) for students as easily. for illustration, the Sistem Among
model will be applied to the Islamic education in odd semester of 11th grade on basic
competencies "Tolerance and Harmony". In applying nontoni (observing), during the
learning, teacher asking student conditions (including the background), it is important
when first time the teacher teaching in the classroom (for example, when the new school
year). After knowing some students have different religious background, teacher gives
students a choice to stay or not during PAI learning and teacher must respect the decision.
Knowing there are different students, teacher should be able to appreciate the
different students by keeping the oral and actions so as not to hurt their feelings.The
teacher gives an example of diversity led to harmony. so, social competence and literacy of
teacher play a dominant role in generating exemplary figure for students. Students see the
model, then niteni (understanding) the importance of promoting tolerance and harmony
among human beings. Both of these processes can’t be separated from the process of
imitating (nirokaken). Students are free to act in maintaining harmony accordance with
their creativity, without removing the concept and rules regarding tolerance and harmony
in Islam. Thus, in application of Sistem Among, pattern of teacher-centered learning can
reduce. At the same time demanding teacher creativity in presenting a good model for
students and the model is able to be imitated by students.
Based on the illustration, teacher can also learn how the meaning of "freedom" is
not always a negative impact on the lives of students. Students forged to know their rights
and duties in religion and environment. Sistem Among with the three principles can create
pattern of communication between teacher and students harmonious. Islamic education
teachers are not only open to giving love, but understand how their role in the Islamic
application in daily life of students (Al-Hamd & Hamd, 2011).

E. DISCUSSION
In the process to building character of Indonesian Muslims generation which high
competitiveness needs to be supported by the involvement of all stakeholders in the
educational ecosystem. As subjects on internalizing values of Islam, Islamic education in
Indonesia has a major role to grow the Islamic skills. It is what distinguishes the function
and purpose of Islamic education in Indonesia with other countries in the Middle East,
Europe and America (Fathoni, 2015).
Amin (2015) explains in European and America countries, Islamic education only
as an instrument to creating social cohesion. Whereas in the countries of the Middle East,

110 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

Islamic education to form a virtuous man. In Indonesia, Islamic education has the goal of
Islamictoeducation
both, to formbeings
create human a virtuous man. In Indonesia,
knowledgeable Islamic
and foster education
social has (create
cohesion the goaltheof
both, to of
balanced create
life human beings and
in the society) knowledgeable
form a virtuous and foster socialoncohesion
personality spiritual (create the
and moral
balanced of life in the society) and form a virtuous personality on spiritual
(Haedari in Fathoni, 2015). In effort to realize this goal, teacher as one of the components and moral
(Haedari
in in Fathoni,
educational 2015).needs
ecosystem In effort to realize
to seek learning thisdesign
goal, teacher
based onas exemplary
one of the components
and able to
in educational ecosystem needs to seek learning design based
accommodate the noble goal. Because an exemplary could build relationships, on exemplary andimprove
able to
accommodate
credibility, andthe noblethe
increase goal. Because
influence an exemplary
(DePorter, in Naim,could build
2009: 35) relationships, improve
credibility, and increase the influence (DePorter, in Naim,
Islam considers that the Sistem Among by Ki Hadjar Dewantara 2009: 35) aligned or relevant
Islam
to concept of considers that the Sistem
Islamic education Among
in general, by Ki
it can beHadjar Dewantara
seen from aligned
some bases or relevant
aspect of Ki
to concept of Islamic education in general, it can be seen from some
Hajar to implementing education (Wahyudi, 2013: 116). Three principles in Sistem Among bases aspect of Ki
Hajar to implementing education (Wahyudi, 2013: 116). Three principles
can be applied in Islamic education, because it implicitly has in common with the in Sistem Among
can be applied
principles in Islamic
of learning in Islameducation, becausea itgood
which provide implicitly
model has in common
(Asyafah, with The
2012: 10). the
principles of learning in Islam which provide a good model (Asyafah,
principle of nontoni in learning is also contained in Surah Al-Ahzab: 21 and Surah Al 2012: 10). The
principle of nontoni
Mumtahanah: 4. in learning is also contained in Surah Al-Ahzab: 21 and Surah Al
Mumtahanah: 4.
��‫ه� �ك��ي‬� �� ‫ه� �� ْ�لي��ْ �� ْ�� �خ �� �� �� �ك‬� ��‫ه� ��س �ْ� ح �ح �س���ح ل� �� ْن �ك��� ي��ْ و‬ � ���
� ‫ل��� ْ� �ك��� ل� �� ْم ف�ي ��س‬
��‫ي‬ � �‫ك‬� ‫ه‬� �� ‫ك‬� �� � � � ‫خ‬� ْ
�� � ْ�� ‫ي‬ ْ
‫�ل‬� ‫ه‬� ��
‫و‬ ْ�� ‫ي‬ ���‫ك‬� ْ
‫ن‬ � � ‫ل‬ ‫ح‬ �� �‫س‬� ‫ح‬
� ‫ح‬ �ْ
‫س‬ � � � ‫ه‬� ��� �‫ �ك��� ل� �� ْم ف‬for
� ‫ي ��س‬pattern �ْ ���‫ل‬
“There has certainly� been � for you� in � the � Messenger � of Allah� an excellent
“There whose
anyone has certainly been
hope is in forand
Allah youthe
in Last
the Day
Messenger of Allah
and [who] an excellent
remembers pattern
Allah often.” (Q.S.
for
anyone whose
Al-Ahzab: 21) hope is in Allah and the Last Day and [who] remembers Allah often.” (Q.S.
Al-Ahzab: 21)
�‫ه‬ � ��
��‫�� �ه‬ � �� ‫�ت �ل� � �� ْم ���س �ْ� ح ح �ح �س�� ح�ح ف�ي ��ب �ْ�� ��ي �م ��� �ل� ��ين� �م �عه� �� ْ ْ� �ق�� �ل��� ل� ����ْ �م �� ْم �� �ن�� ب ���آ �ء �م ْ ْ� � �� ْم �� �م ��� ت� ْعب� ����� �م ْن‬ ْ ‫ق� ْ� �ك�ن‬
ْ
� ْ � ْ �
‫��� �م� ���حْ ْم �� ���� �م��� ��ا ت ق�ع�ْب�� �������ب � �مْ��ن ��ي� �م ���ب�ي �ه‬ ‫� �مت� �� ْ ْ�م �م����ن���ب �ب��آ �ء‬

ْ�ٰ �� �‫�ع�ه� �ء�����ب�ق���ل�� �حل‬ � � ‫ين� ْغ �م‬
� ‫��� � ���ل �� �� ْ�لب‬

‫ي� �م��ب �ْ�ْ�ل� �ع ���ي �م‬ �
� ���‫�ت ��ل ْم� ْم ���ب��س�� �ْ� ب� ْي�� �ح��� �س� ���ب� ْيف‬ � ‫ق� �ك ْ����ْ �كن���ن ب‬
‫�ق�ي�ْ �� �� ��ب �ْ�� ��ي �م ���ب�ي �ه‬ � � � � ‫��� � �� ْ�لب� ْغ‬ � ‫ك ��لب� ْيك��� �� ��ممن� ْ�ل �ع‬
� ‫��� �� ����ل� ْحْي ��ك��� ْ ْ�ل�� ��ا‬
���‫�� ��ب�ن ْب‬ � � �
�‫�ب��� �ء�� � �عب�� ْي��ك� ت��ح ��� ٰ �ك� ْ����ت ْ��� ���مل�� ْيك‬ ��� ‫ه�� ��م ْن �ش ْي �ء‬ � ����‫� �ك�����ْْس��ن�� ْغ�� ب� �� �� � ْ�م ل� ��ك�ب�� ���� �م�ب� ْي���� ْ�م‬
“There has already �� ‫�ي‬ ‫�ل� ْيك� �ل‬for
� �� been ��� ���you ‫ك� ��ن� ْب‬an ����ْ ‫ ْيك� ت� �� �ك‬pattern
‫ ����ل� ْي‬excellent ��‫ �ء ���ب���� �ع‬in‫ش ْي‬ � ‫ه� �م ْن‬
Abraham
� �‫ن‬and ‫ل�ك� �م‬those ‫ك‬ � ��‫� �� ْم‬with ‫ك� �� �م‬him, �‫�� �� �� ل‬when ‫��� ْس�� ْغ‬
“There
they hastoalready
said been for
their people, ‘Indeed,
you anwe are disassociated
excellent from youand
pattern in Abraham andthose
fromwithwhatever you
him, when
they saidother
worship to their Allah .‘Indeed,
thanpeople, We havewedenied
are disassociated
you, and therefromhasyou and from
appeared whatever
between you
us and
you animosity and hatred forever until you believe in Allah alone’ except for the saying of
worship other than Allah . We have denied you, and there has appeared between us and
you animosity
Abraham to hisand hatred
father, forever
‘I will until
surely askyou believe infor
forgiveness Allah
you,alone’
but I except
have notfor[power
the saying of
to do]
Abraham
for to his father,
you anything against‘I Allah
will surely
. Our ask forgiveness
Lord, upon Youforweyou,
havebut I have
relied, andnotto[power
You wetohave
do]
returned, and to You is the destination’.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 4).
for you anything against Allah . Our Lord, upon You we have relied, and to You we have
returned, and to You is the destination’.” (Q.S. Al-Mumtahanah: 4).
Whereas the principle of niteni also harmonious with the principles of education in
Whereas
Islam. Niteni the principle
mentioned of niteni
in Surah also harmonious
Al Jatsiyah: 13 and Surahwith the principles
Yunus: 101. of education in
Islam. Niteni mentioned in Surah Al Jatsiyah: 13 and Surah Yunus: 101.
� �ْ ��‫� ْ�ل‬
������� �ْ �‫ك ف�ي �ه ب�� � ْم �� �� ��ل��� ْب�� �غ�� �م ْن ف��ْ �� �ه ��ل� �ع�� �� ْم ت‬ � �� ْ����‫ه� � �ل� ��� �س �� �� ل� �� �م ْ ْ�لب��ْ �� ل‬�
� ْ
�������to�‫م ت‬you
“And He has subjected � � �
ْ ��‫ل �ع‬all �
�� ‫�� �ه‬that ْ �
‫ل��� ْب��غ‬heavens
ْ�‫ن ف‬is‫ �م‬in��the �
�� �� �� ‫ �ه ب�� ْم‬and � ْ
‫�ك ف�ي‬all � ْ
�‫� �ل‬ �� ْ���is�‫ �� ل‬onْ��‫ب‬the
� that � �
‫� �م �ل‬earth. �
‫ �س� �� ل‬It��is
� ‫ �ل‬all
�‫ه‬ �
a“And
favorHeand
haskindness
subjected to you
from Him.allIndeed
that isthere
in theare
heavens
signs inand all athat
it for is onwho
people the think
earth.deeply.”
It is all
a favor
(Q.S. and kindness
Al-Jatsiyah: 13)from Him. Indeed there are signs in it for a people who think deeply.”
(Q.S. Al-Jatsiyah: 13)
�����‫�� ���ل�� �� �� ع ْ�ن ق��ْ �� �ا ي ْ�� �م‬
� � ‫م‬ ْ
�� ‫ي‬ ‫ا‬� � � ‫ق‬ ْ
‫�ن‬‫ع‬ � �
� � � ‫�ل‬�
� �‫� ��� �م� ت� ْغ��ي ْ��ي‬

�� ‫ي‬ ْ
�� ‫ي‬ � ْ
‫غ‬ � ‫ت‬ � ‫م‬�� � � ْ�ْ����

ْ �� �
��ْ �
� ���
� �
� �� ‫������ �م� ��� ف�ي �ل �س‬
�� � ‫س‬
� ‫�ل‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ��� � ‫م‬ ���
� � �
‫ق� �ل � ْن‬
‫ق� �ل � ْن‬
��� � � ْ� � � � �
“Say, ‘Observe what is in the heavens and earth.’ But� of� no avail will� be signs or � � � � � � warners
“Say,
to ‘Observe
a people who what
do notis believe.”
in the heavens and earth.’
(Q.S. Yunus: 101)But of no avail will be signs or warners
to a people who do not believe.” (Q.S. Yunus: 101)
Then the principle of nirokaken as the last step of the Sistem Among accordance
with theThen the principle
principle of nirokaken
of encouraging as theoflast
the practice step of
Islamic the Sistem
learning Among inaccordance
is contained Surah Al
with the principle of encouraging
Saff verse 2-3 (Asyafah, 2012: 10). the practice of Islamic learning is contained in Surah Al
Saff verse 2-3 (Asyafah, 2012: 10).
(�( �����‫ه� �� ْ� ت����ل��� �م� ا ت� ْ� �ع‬
� �� �ْ ‫ي�� ��ي���� �ل� ��ين� آ �م���� ل� �م ت����ل���� �م� ا ت� ْ� �ع����� (�) �كب ��� �م ْ��� �ع‬
(�( �����‫ه� �� ْ� ت����ل��� �م� ا ت� ْ� �ع‬� �� �ْ ‫ي�� ��ي���� �ل� ��ين� آ �م���� ل� �م ت����ل���� �م� ا ت� ْ� �ع����� (�) �كب ��� �م ْ��� �ع‬

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 111
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

“O
“O you
you who
who have
have believed,
believed, why
why do
do you
you say
say what
what you
you do
do not
not do?
do? Great
Great is
is hatred
hatred in
in the
the
sight of Allah that you say what you do not do.” (Q.S. Al Saff: 2-3)
sight of Allah that you say what you do not do.” (Q.S. Al Saff: 2-3)
When
When viewview closely,
closely, there
there isis aa meeting
meeting point
point between
between Islamic
Islamic education
education andand Sistem
Sistem
Among. Because
Among. Because learning
learning model
model with
with Sistem Among means
Sistem Among means the
the Islamic
Islamic education
education learning
learning
can
can be
be carried
carried out
out openly,
openly, lovingly,
lovingly, freely
freely accordance
accordance withwith the
the rules
rules (the
(the Quran,
Quran, Hadith,
Hadith,
school
school rules, and norms of decency), and protect students with coolness and comfort of
rules, and norms of decency), and protect students with coolness and comfort of
mind
mind in
in harmony
harmony withwith the
the principles
principles of of education
education in in Islam
Islam which
which create
create aa virtuous
virtuous and
and
noble
noble human.
human.
Islamic
Islamic education
education learning
learning based
based on on Sistem
Sistem Among
Among require
require active
active participation
participation and
and
appreciative from the teacher. Teacher expects to change the style of teaching
appreciative from the teacher. Teacher expects to change the style of teaching be student- be student-
centered
centered (students
(students asas subjects
subjects andand objects
objects of of study),
study), because
because Sistem
Sistem Among
Among model
model seeks
seeks
out
out the intimate communication between teacher and students. In addition, application of
the intimate communication between teacher and students. In addition, application of
Sistem
Sistem Among
Among is is aa development
development effort effort inin improving
improving the the quality
quality ofof Islamic
Islamic education
education
learning
learning appropriate
appropriate for for the
the Indonesian
Indonesian context.
context. Thus,
Thus, this
this model
model is is expected
expected to to build
build
muslim are superior, competent, and able to actualize values of Islam
muslim are superior, competent, and able to actualize values of Islam rahmatan lil Alamin rahmatan lil Alamin
without
without forgetting
forgetting cultures
cultures ofof the
the homeland.
homeland.
F.
F. CONCLUSION
CONCLUSION
Islamic
Islamic education
education learning
learning requires
requires an an innovation
innovation on on delivery
delivery to to students.
students. As As the
the
system was initiated by the father of education in Indonesia, Ki
system was initiated by the father of education in Indonesia, Ki Hajar Dewantara. Sistem Hajar Dewantara. Sistem
Among has
Among has been
been adapted
adapted to to the
the socio-cultural
socio-cultural conditions
conditions of of Indonesia.
Indonesia. The The principles
principles of of
Sistem Among are nontoni (observe), niteni (memorize/recall), and nirokaken (imitate).
Sistem Among are nontoni (observe), niteni (memorize/recall), and nirokaken (imitate).
These
These principles
principles can can improve
improve the the dignity
dignity of of Islamic
Islamic education
education in in our
our country.
country. Sistem
Sistem
Among not only serve as a means of character development, but also improve the
Among not only serve as a means of character development, but also improve the quality
quality ofof
education, including Islamic education in Indonesia, and
education, including Islamic education in Indonesia, and efforts to achieve Islamic efforts to achieve Islamic
education
education learning
learning model
model appropriate
appropriate to to Indonesian
Indonesian Context
Context andand concept
concept of of "think
"think globally
globally
act
act locally". In addition, Sistem Among in islamic education able to create patterns
locally". In addition, Sistem Among in islamic education able to create patterns of of
student-centered learning and make students excited to receiving Islamic
student-centered learning and make students excited to receiving Islamic education in high education in high
school.
school. Thus,
Thus, Indonesia
Indonesia hopes
hopes to to give
give birth
birth Muslims
Muslims generation
generation are are superior,
superior, competent
competent
and able to actualize the values of Islam rahmatan lil alamin
and able to actualize the values of Islam rahmatan lil alamin able to be realized.able to be realized.
This
This study
study is is expected
expected to to provide
provide inspiration
inspiration for for the
the development
development of of further
further
educational studies, particularly in the innovation development
educational studies, particularly in the innovation development of Islamic education of Islamic education
learning
learning model
model is is patterned
patterned Indonesian.
Indonesian. The The emphasis
emphasis on on the
the importance
importance of of an
an exemplary
exemplary
teacher
teacher figure and giving love to students in application of Islamic values in their
figure and giving love to students in application of Islamic values in their life.
life.
Likewise,
Likewise, students
students notnot only
only become
become the the object
object ofof life,
life, but
but also
also asas aa subject
subject thatthat is
is able
able to
to
reach
reach their
their goal
goal byby maintaining
maintaining and and developing
developing the the Islamic
Islamic andand social
social values
values in in society.
society.
ACKNOWLEDGEMENT
ACKNOWLEDGEMENT
Thanks
Thanks to
to our
our lecturers
lecturers in
in UPI
UPI and
and UIN
UIN SGD,
SGD, Islamic
Islamic education
education teachers
teachers in
in SMAN
SMAN
11 Babakan
Babakan (Mr. Farid & Mr. Zezen) and SMKN 12 Bandung (Mrs. Titin Rohayatin), and
(Mr. Farid & Mr. Zezen) and SMKN 12 Bandung (Mrs. Titin Rohayatin), and
Millary Agung Widiawaty.
Millary Agung Widiawaty.
REFERENCES
REFERENCES
Al-Hamd,
Al-Hamd, M. M. & & Hamd,
Hamd, H.R.
H.R. (2011).
(2011). Koreksi
Koreksi Kesalahan
Kesalahan Mendidik Anak (M.
Mendidik Anak (M. Muhtadi,
Muhtadi,
Trans.). Solo: Nabawi Publishing.
Trans.). Solo: Nabawi Publishing.
Amin,
Amin, K.K. (2015).
(2015). “Siaran
“Siaran Pers
Pers mengenai
mengenai Perhelatan
Perhelatan Pentas
Pentas PAI
PAI Nasional
Nasional VII
VII 2015”.
2015”.
Opening Ceremony Speech on Pentas PAI VII. Jakarta: Tidak Diterbitkan.
Opening Ceremony Speech on Pentas PAI VII. Jakarta: Tidak Diterbitkan.
Arifin,
Arifin, H.
H. M.
M. (1991).
(1991). Ilmu
Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Bumi Aksara.
Aksara.

112 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION LEARNING DESIGN BASED ON ... — [Bayu Iqbal Anshari dkk.]

Assyidiq, U. A. (2015). Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMAN 1


Mojo Kediri. Unpublished Undergraduate Thesis FKIP IAIN Tulungagung.
Asyafah, A. (2012). Handout SPAI: Pendidikan Islam. Retrieved August 6th, 2016, from
Direktori UPI.
Basuni, M. M. (2004). “Pendidikan Agama Belum Capai Tujuan”, Tempo Magazine,
November 24th, 2004.
Buchori, M. (1992). “Posisi dan Fungsi Pendidikan Agama Islam dalam Kurikulum
Perguruan Tinggi Umum,” Paper on Islamic National Seminar at IKIP Malang,
February 24th, 1992.
Bussinger, A. (2011). Defining Education: Models and Methods. Retrieved August 16th,
2016, from http://naturalfamilytoday.com/education/defining-education-models-
and-methods/
Choiri, M. M. & Fitriani, A. (2011). “Problematika Pendidikan Islam sebagai Sub Sistem
Pendidikan Nasional di Era Global”. Al-Tahrir Journal. Vol.11, No. 2. 308-313.
Departemen Agama RI. (2012). Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Penerbit Al Kahfi.
Djauhary, T. 2013. Problematika Pendidikan Keluarga dan Sekolah dalam Mencerdaskan
Anak Didik. Retrieved Juli 29th, 2016., from
http://lektur.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=38&It
emid=61
Fathoni, A. (2015). Perbedaan Tujuan Pendidikan Agama di Indonesia dengan Negara
Lain. Retrieved August 10th, 2016, from
http://www.nu.or.id/post/read/61531/perbedaan-tujuan-pendidikan-agama-di-
indonesia-dengan-negara-lain
Gafar, I. A & Jamil, M. (2003). Reformulasi Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam. Jakarta: Raja Grafindo.
Hadiwijoyo, S. et al. (2005). Pendidikan Ketamansiswaan Jilid 1, 2, 3. Yogyakarta:
Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
Hariyanto, 2011. Perkembangan Psikologis Remaja. Retrieved August 14th, 2016, from
http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikologis-remaja/
Joyce, B. & Weil, M. (1992). Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon, Pearson
Education Inc.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2015). Rencana Strategis Kementerian dan
Kebudayaan 2015-2019. Jakarta: Kemendikbud.
Mahfudin, H. A. (2013). “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah
Menengah Atas (SMA)”. Allemania Jounal. Vol. 2, No. 2 January 2013. 152-158.
Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. (1989). Peringatan Seratus Tahun Ki Hadjar
Dewantara: Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan
Mentriknya. Yogyakarta: MLPT.
Majid, A. & Andayani, D. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mangunsuwito, S. A. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Bandung: Yrama Widya.
Mayasari, N. C. (2014). Evaluasi Pelaksanaan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Ekonomi
pada SMA Negeri di Kabupaten Sleman. Unpublished Undergraduated Thesis, FE
UNY, Yogyakarta.
Moleong, L. J. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Naim, N. (2009). Menjadi Guru Inspiratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rumini, S. & Sundari, S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta.
Saheeh International. (2004). The Quran with English Meanings. Jeddah: al Muntada al
Islami.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 113
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 105 – 114

Sahniar. (2016). Urgensi Keteladanan Seorang Guru kepada Muridnya. Retrieved Juli
29th, 2016, from http://www.pontianakpost.com/urgensi-keteladanan-seorang-guru-
kepada-muridnya
Subandiyah, H. (2012). Rekonstruksi Pendidikan (Kumpulan Pemikiran tentang Perlunya
Merekonstruksi Pendidikan di Indonesia). Surabaya: Unesa University Press.
Subandiyah, H. (2015). “The Instructional Design Of Literary Appreciation Based on the
Concepts of Sistem Among”. Paper on International Seminar of Literation Power
and Creative Industry. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Suwignyo, H. (2009). Manifestasi Tindak Tutur Pembelajaran Among dalam Wacana
Kelas. Unpublished Doctoral Disertation, PPS Universitas Negeri Malang.
Syahidin. (2014). Pendidikan Agama Islam Kontemporer. Bandung: Yayasan Masyarakat
Indonesia Baru IKAPI.
Wahyudi, I. (2013). Konsep Pendidikan Humanistik Ki Hadjar Dewantara dalam
Perspektif Pendidikan Islam. Undergraduate Thesis, IAIN Walisongo Semarang.
Yusuf, T & Anwar, S. (1992). Metodelogi & Pengajaran Agama & Bahasa Arab. Jakarta:
Raja Grafindo.

114 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM
(A Study of Labib Al-Sa‛īd’s Efforts in Preserving the Qur’ān)

Cucu Surahman
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: cucu.surahman@upi.edu

ABSTRACT

This paper scrutinizes Labib al-Sa‘id’s efforts in preserving the Qur’an. By investigating Sa‘id’s
roles, we will understand Muslim scholars’ effort in transferring knowledge in Islam (especially in
preserving the Qur’an), since the Companions’ era up to now. Based on analyses to Sa‘id’s work, I
conclude that in Islam, knowledge (the Qur’an) was transmitted through both oral and written
transmission. In addition to the written transmission, oral tradition played an important role in
transmitting knowledge (the Qur’ān). In traditional Islam, memorizing the Qur’an is synonymous
with learning it. Besides, Muslim scholars have benefited from novel inventions (technology) and
used them in transferring Islamic knowledge (in Labib al-Sa‘id’s case is the using of recorder in
recording ten Readings of the Qur’ān).

Keywords: Preserving the Qur’ān, transfer of knowledge, oral and written tradition.

ABSTRAK

Tulisan ini mengkaji usaha Labib al-Sa‘id dalam menjaga al-Qur’an. Dengan melakukan
penyelidikan terhadap peran Labib al-Sa‘id ini, kita akan memahami usaha para sarjana Muslim
dalam mentransfer pengetahuan dalam Islam (terutama dalam menjaga al-Qur’an), mulai dari
zaman para sahabat sampai saat ini. Berdasarkan analisa terhadap karya Labib al-Sa‘id, saya
berkesimpulan bahwa dalam Islam, pengetahuan (al-Qur’an) ditransmisikan baik melalui cara lisan
maupun tulisan. Selain dari transmisi secara tertulis, tradisi lisan berperan sangat penting dalam
mentransmisi pengetahuan (dalam hal ini, al-Qur’an). Dalam tradisi Islam, menghafal al-Qur’an
sama artinya dengan mempelajarinya. Di samping itu, sarjana-sarjana Muslim memanfaatkan
penemuan-penemuan baru (teknologi) dan menggunakannya dalam mentransfer pengetahuan
(dalam kasus Labib al-Sa‘id adalah penggunaan mesin perekam dalam merekam sepuluh ragam
bacaan al-Qur’an).

Kata Kunci: Menjaga al-Qur’an, transfer pengetahuan, tradisi lisan dan tulisan.

A. INTRODUCTION
Muslims believe that their Holy book, the Qur’ān, has been being preserved by żod
since it was revealed till to the youngest day (The Qur’an, 15: 9). Yet they also hold that
żod’s preservation of the Qur’ān comes to manifest in human’s idea and action. Based on
this stance, Muslim scholars throughout history have been taking role in maintaining the
Qur’ān. This enterprise is considered as an obligation and responsibility. Besides, by doing
so they also believe that they would gain a great reward from God.
Historically speaking, the Qur’ān which is printed by media press and bounded
between two covers as found today is resulted from long nurture of human activities. When
the Prophet Mu�ammad passed away, the Qur’ān remained in scattered forms of leather,
parchment, scapulae (shoulder bones of animals) and the stalks of date palms (Al-Suyuthi,
1318 AH: 58). It was not compiled yet because the revelation was on going process till to
the last day of the Prophet. The collection and codification of Qur’ānic verses was first

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 115
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 115 – 120

held in the reign of Caliph Ab� �akr and then for the second time in the era of Caliph
‘Uthmān b. ‘Affān.
To maintain the Qur’ān, Muslim scholars have regulated complicated rules in
handling and reciting the Qur’ān (Nawawi, 1996, Denny, 1989: 17-18) have published and
standardized the Qur’ān (Morgan, 210: 33) and even recorded it (Sa’id, 1987). Related to
the efforts of Muslims in preserving the Qur’ān, either its text or its recitation, varied
ceremonies, festivals, and competitions have been being held until today.
This paper will scrutinize Labib al-Sa‘id’s efforts in preserving the Qur’ān, both its
text and recitation. Żor the first time, he also initiated to record ten Readings of the Qur’ān.
By investigating al-Sa‘id’s roles, we can understand the attitudes of Muslims (Islamic
scholars) in transferring knowledge in Islam, since the Companions’ era up to date. By
doing so, we can also understand how Muslim scholars benefited from novel inventions
and used them on behalf of Islam (in Labib al-Sa‘id’s case is the using of recorder in
recording ten Readings of the Qur’ān).

B. METHODOLOGY
This research is qualitative research which is based on library research. The data are
gained from books, journal articles, articles, and so on. Sa’id’s book, The Recited Book is
the main source, while the others are secondary sources. In this research I analyzed Sa’id’s
Book and then identified and described Sa’id’s effort in preserving the Qur’an.

C. RESULT AND DISCUSSION


1. Labib al-Sa‘id’s al-Muṣḥaf al-Murattal (the Recited Qur’an)
Labib al-Sa‘id is an Egyptian scholar and also a muqri. Little known about his
life, yet from his own book, al-�u��a� al-Murattal (Rauf and Berger, 1975), he was
president of the administrative board of the General Association for the Preservation of
the żlorious Qur’ān (al-Jam‘iya al-‘Ᾱmma li al-�u�a�a�āt ‘alā al-Qur’ān al-Karīm) of
Egypt. He was the first one who initiated to record the Qur’ān in its entirety.
Żurthermore, he intended to record not only �af� Reading, the popular Reading in
Egypt at that time, but also extended it to the seven mutawattir and three mashhur
Readings.
His idea was a respond to some challenges related to the Qur’ān at his time. As a
scholar, he felt worry to some problems such as the scarcely of the Qur’ān readers, the
contamination of modern music to the Qur’ānic recitation, and some attacks coming
from the Outsiders. In the 1950s, Labib al-Sa‘id (under the auspice of the Ministry of
Religious Endowments) began to record the eighty ways (turuq) of recitations of the
Qur’ān (Żisher and Abedi, 1990: 108). Although many Egyptian Muslims preferred to
�af� Reading as the only acceptable one, he steadfastly sought to record, document, and
preserve all the authoritative Readings. The result of the recording process was
broadcasted by a special radio station, Idā’at al-Qur’ān al-Karīm. This effort was aimed
partly at counteract the attempts of ones who wanted to damage the Qur’ān (Nelson,
2001: 142).

2. Labib Sa‘id’s Idea in Preserving the Qur’ān


Labib al-Sa‘id’s idea about the Qur’ān is totalistic. He believes that what he did
in nurturing the Qur’ān is a historical responsibility as a Muslim in maintaining his
religion. This effort is regarded as a continuous process of preservation from the early
Islam to nowadays. As a Muslim he also believes that this effort is a lofty endeavor
before God and he holds that it would be rewarded (Sa’id: 25-27).

116 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM: A STUDY OF LABIB ... — [Cucu Surahman]

What Labib al-Sa‘id did according to him is similar to what the Companions,
especially Ab� �akr and ‘Uthmān, did. He saw that many murqis (the Qur’ān readers)
passed away and many of them have no successors. He thought that this phenomenon
was terrifying. Their death means that their expertise, particularly in Qur’ānic
recitations, was dying as well. This problem was getting worse with the fact that many
institutions, including al-Azhār University, which previously regulated a strict
requirement of admission, have no longer put the memorizing of the whole Qur’ān as
prerequisite (Sa’id: 83-85). It means that there was a decline in term of producing the
Qur’ān reader. Labib al-Sa‘id thought that it was danger.
In addition, al-Sa‘id saw that there was a more dangerous challenge at that time.
He found that there was an evidence of efforts of the Outsiders to damage the Qur’ān.
They produced and disseminated a version of the Qur’ān within it contains some errors
and mistakes in some places (Sa’id: 472). He also found some Orientalists who—
according to him—attacked the validity and legitimacy of the Qur’ān. In his book, al-
����af�al-Murattal, he has dealt with them due to countering attack and falsifying their
ideas.
Labib al-Sa‘id’s ideas and projects are related to the three aspects: preservation
(�if�), inculcation (ta‘līm), and protection (difā‘). They are: (a). preserving the Qur’ān
from damage, changes, and lost, both in term of its text and recitation; (b). inculcating it
to the younger generation, meaning producing more the Qur’ān readers; and (c).
protecting it from Outsiders’ attack trying to change the content of the Qur’ān or
making some doubts pertinent to its originality and legitimacy.

3. Written and Oral Transmission of the Qur’ān


Labib al-Sa‘id holds that the Qur’ān was transmitted through both oral and
written transmission. He believes that the compiler of the Qur’ān has established the
authentic text of the Qur’ān on the basis of a dual witness, i.e. on the basis of both
written material and the oral tradition. Although Muslims emphasized more on the oral
tradition, it should not be supposed that written text had been amended (Sa’id: 60). Al-
Sa‘id argues that the Qur’ān was transmitted primarily based on materials which had
been written down in the Prophet’s era (Sa’id: 25-27).
He says that the Qur’ān was written down by the scribes immediately after it
was revealed. It was written down in some materials such as thin flat stone, leafless
palm branches, shoulder bones of the camels or ship, pieces of hide, parts of camel
saddles, and pieces of tanned leather (Sa’id: 38-39). He says that there is evidence
where the Prophet himself gathered the s�ras and indicated its order to his Companions.
He holds that it is extremely remote that the Qur’ān was compiled with
erroneous possibilities for it was compiled by a number of Companions who had known
the Qur’ān and had memorized it in the presence of the Prophet. This stance is also
based on belief in the integrity and loyalty of the Companions to the Qur’ān. Their
devotion and faithfully to the letter of the Qur’ān have never been questioned (Sa’id:
21).
According to him, the compilation of the Qur’ān was undertaken based on strict
principles, both in Ab� �akr and ‘Uthmān reign. In the codification of Ab� �akr, the
materials were gathered with such requirements as: it must have been originally written
down in the presence of the Prophet; the acceptance was not only based on memory, but
also on writing; there must be witnessed by at least two persons testifying that the
Prophet had recited it; and the verse was not abrogated by the Prophet (Sa’id: 44).
While in the period of ‘Uthmān, the codification was held under some principles, such

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 117
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 115 – 120

as: using Ab� �akr’s recension as the basis; wider range of material was considered;
emphasizing on the dialect of Quraysh; for collective enterprise purpose, everybody
who possessed a portion of the Qur’ān should not be passed over; any doubt was
dispelled by consulting it to persons who knew and learned it from the Prophet; and the
process of codification was supervised directly by ‘Uthmān himself (Sa’id: 71-73).
Up to this point, we could say that Labib al-Sa‘id emphasized so much on
Islamic tradition. His belief and background influenced so deep to his ideas in guarding
the validity and the legitimacy of the Qur’ān. As a traditionalist, his beliefs in żod, in
the Prophet, in the preserved Qur’ān, and in the trustworthiness of the Companions are
put before the other arguments. Therefore this inevitably resulted in different conclusion
compared to his counterparts. This point of departure is also clearly seen in his stance
pertinent to the orthography of the Qur’ān.
He believe that żod preserves the Qur’ān in details, no innovation in its
orthography, modification and updating of the Qur’ānic script to make it more readable
inconsistent with the role of oral tradition of Qur’ānic recitation and other related
sciences, modern edition of ‘Uthmānic text was supplied with vocalization to minimize
difficulties. He says that the uniqueness of ‘Uthmānic text sometimes could be
rationalized, it philologically gives some advantages, the written forms of the words is
not necessary to reflect exactly the pronunciation of the words, it bring the reader to
learn the Qur’ān not only from the written text, but also from the teacher (Qur’ān
reader) who can teach how to recite the written text correctly (oral tradition) (Sa’id: 71-
73).
In Labib al-Sa‘id’s view, oral tradition played an important role in transmitting
the Qur’ān. Muslim even more emphasized on it than on the written one. Labib says that
besides its written transmission, the Qur’ān was transmitted from generation to
generation by word of mouth (oral tradition). He says that this oral transmission was
quite independent from its written one (Sa’id: 132, Schoeler: 81, and Rafi‘i: 247). The
independence of the Qur’ānic recitation as oral tradition could be seen from the attitude
of Muslim scholars who have disallowed any reliance upon the written text alone in
learning the Qur’ān to avoid WD‫ۊ܈‬ƯI(misreading the words) (Sa’id: 132, Zwettler: 14).
The nature of the oral transmission in Islam is related to the belief that the
Qur’ān is żod’s word which was verbally revealed from żod, heard and repeated by the
Prophet Mu�ammad, and preserved in his heart. This tradition is also confirmed with
some terms used and familiar in Muslim community (Denny: 8).
According to Labib al-Sa‘id, in traditional Islam memorization of the Qur’an is
synonymous with learning it. To learn the Qur’an means to learn it by heart
(memorization) (Sa’id: 57). Muslims stressed on the important of memorizing the
Qur’an in early life of their children. It is not surprised then if Imām al-Shafi‘ī could
memorized the whole Qur’an at seven of his age and Imām al-Suy��ī at eight.
Memorization of the Qur’an was continuously maintained across the centuries. It
is informed that centers or schools for memorization were established across the Muslim
world (Sa’id: 59). Oral tradition was considered as a discipline of memory. It is not a
creative process, but a conserving and transmitting process. Oral tradition of Qur’ānic
recitation was at the center of Islamic corporate and individual piety (Denny: 5). Labib
says, without memorization there can be no oral tradition (Sa’id: 57).
Related to the reliability of oral tradition in Muslim community, Frederick M.
Denny criticizes Western scholars who underestimated the orality. He says that it is
simply a product of blindness both to Muslim practices and special nature of the Qur’ān
(Denny: 13). Further, he says that orality in Muslim community does not mean a lack,

118 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
TRANSFER OF KNOWLEDGE IN ISLAM: A STUDY OF LABIB ... — [Cucu Surahman]

since orality and literacy have coexisted throughout Islamic history (Denny: 13). In his
book, �� ��t��d��ti�� t� th� �adith, John Burton, even says that the method of
memorization (oral tradition) in transmitting the Qur’ān has mitigated the worst peril of
relying solely on written records (Burton: 27).
Pertaining to the question why is oral tradition still used, Labib al-Sa‘id says that
there are tree reasons: first, the less authority of the diacritical points and vocalization
compared to the bare, unmarked ‘Uthmānic text; second, oral tradition is the only way
to preserve the essential character of the Qur’ān as something recited, something orally
delivered, be preserved; third, only by oral tradition can the art of chanting the Qur’ān
(tajwīd) be conveyed (Sa’id: 56).
Considering the nature of Qur’ān and the the important of oral tradition in
transmitting it, Labib al-Sa‘id initiated to record it by taking an advantage of modern
invention of recorder. By recording the Qur’ān, he intended not only to preserve a
particular reading of the Qur’ān, but also included the mutawattir and mashhur
Readings. This endeavor is likely taken since al-Sa‘id believes that the Qur’ān embraces
ten recitations (Readings). They were transmitted orally from the Prophet himself
(Sa’id: 53). Responding some opinions questioning about the validity of the variant
Readings, in his book he provides a lot of authoritative sources, taken from the Qur’ān,
the �ad�th (the �rophetic tradition), and ijmā‘ (consensus).
Labib al-Sa‘id saw that the authoritative (the mutawattir and mashhur) Readings
tradition was dying due to the decrease of the Qur’ān Readers (Sa’id: 67). By his
recording project, he wanted to increase the number of the Qur’ān Readers so that the
Readings remain in mutawattir chain; the mutawattir Readings can be preserved and the
mixing between them and shādhdh Readings can be avoided.
Labib al-Sa‘id’s effort in recording all the authoritative Readings of the Qur’ān
did not always run well, there were of course obstacles and challenges. The main
challenge came from Shaykh al-A�hār, Shaykh Ma�m�d Shal��� worrying that the
recording would stir up confusion and dissension among Muslims (Sa’id: 84).
Responding to this challenge, Labib defends his project by saying that all the
authoritative Reading are acceptable, the Prophet himself approved it, and the
authoritative Readings have been used by Muslims over the centuries. Furthermore, he
says that one who reputes any one of the authoritative Readings is similar to they who
refute the Qur’ān itself. According to him, it is important for the Arab world to revive
its language and ancient heritage by using Egyptian resources in the field of Qur’ānic
recitation and scholarship (Sa’id: 8586).

D. CONCLUSION
Based on excursion above, it sheds light that knowledge is transferred in varied
forms. In case of the Qur’ān, it was initially revealed verbally and could only be heard. It
then evolved to be more tangible. It was written down and could be read. Some fixations
were undertaken to make the Qur’ān as perfect as we can find nowadays. These activities
reflect that what we find as a complicated thing in our life is not as innately such. It is
nurture, not nature.
The process of nurturing something is stimulated by varied reasons. In case of
nurturing the Qur’ān, Muslim scholars looked at it as a religious calling. It is regarded as a
religious obligation and noble act. Muslims believe that guarding the Qur’ān brings about a
great award in front of God. What Labib al-Sa‘id did in preserving the Qur’ān is an
excellent example of it. He has defended the legitimacy of ‘Uthmānic canon, argued
against ones who undermined its validity, and initiated to record ten Readings of the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 119
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 115 – 120

Qur’ān. Although, it is clear that his beliefs in Islamic doctrines highly influenced his ideas
and appear to be subjective.
However, Labib al-Sa‘id’s effort in nurturing the Qur’ān by recording it came from
his reflection and ideas that the Qur’ān as we find today is original. It comes to us down
through both a reliable oral and written transmissions. One might be agree or disagree to
his ideas. But however one could not ignore his roles related to the Qur’ān nowadays.
Though, the success of his efforts could not be measured definitely.
The recited text (al-Mu��af al-Murattal) was coined by him. His idea in recording
the Qur’ān, direct or indirectly brings about a further results, such as the betterment of
recitation of the Qur’ān among layman; the increasing number of Qur’ān reader,
memorizer, and reciter; the prevalent influence of Arabic language in Muslim world; and
the solidity of Muslim brotherhood worldwide.[ ]

REFERENCES
The Qur’ān
Burton, John. (1994). An �ntroduction to the �adith. UK: Edinburgh University Press.
Denny, Frederick M. (January, 1989). Qur’ān Recitation: A Tradition of Oral Performance
and Transmission, in Oral Tradition, Volume 4, Issue 1-2 .
Fisher, Michael M. J. and Abedi, Mehdi. (1990). Debating Muslims: Cultural Dialogue in
Post-modernity and Tradition. Madison: The University of Wisconsin Press.
McAuliffe, Jane Dammen, ed., Enscyclopedia of the Qurán, vol. III, (Leiden-Boston: Brill,
2003)
Morgan, Diane, Essential Islam: A Comprehensive Guide to Belief and Practice,
(California: Greenwood Publishing Group, 2010)
Nawawī, al-, Abī Zakariā Yahyā ibn Saraf. (1996 AD/1417 AH). al-Tibyān fi Ᾱdāb
Hamalat al-Qur’ān. Bairut: Dar Ibn �a�m.
Nelson, Kristina. (2001). The Art of Reciting The Qur’ān. Egypt: The American University
Press.
Sa’īd, al-, Labib. (1975a). The Recited Koran; A History of The First Recorded Version,
(New Jersey: The Darwin Press,
_____________. (1975b). al-Jam’ al-�aut al-Awwal lī al-Qur’ān al-Karīm aw al-Mu��af
al-Murattal; Bawā’ithuhu wa mukhaṭṭaṭātuhu. Egypt: Dār al-Kātib al-‘Arabī li al-
Tab’at wa al-Nashr, n.y.
Schoeler, Gregor. (no year). The Oral and The Written in Early Islam. Routledge Taylor
and Francis Group.
Suy��i, al-, Jalāl al-Dīn. (1318 AH). Al-Itqān fī 'Ul�m al-Qur'ān, Vol. I. Egypt: Al-A��ār.
__________________. (1318 AH). Al-Itqān fī 'Ul�m al-Qur'ān, Vol. II. Egypt: Al-A��ār.
Zwettler, Michael, The Oral Tradition of Classical Arabic Poetry, (USA: Ohio State Press:
1978)

120 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR AGAMA
PASANG
(Inspirasi untuk SURUT HUBUNGAN
Membangun Harmonisme ANTAR AGAMA
Muslim dan Non-Muslim)
(Inspirasi untuk Membangun Harmonisme Muslim dan Non-Muslim)
Dewi Anggraeni* dan Gumilar Irfanullah
Dewi Anggraeni*
Universitasdan Gumilar
Negeri JakartaIrfanullah
Universitas Negeri Jakarta
*Email: dewianggraeni@unj.ac.id
*Email: dewianggraeni@unj.ac.id
ABSTRACT
ABSTRACT
Throughout history of Islamic discourse, history of Islam seems to be more telling political
Throughout expansionist
movements, history of Islamic discourse,
ambitions history
and boring feudof with
IslamChristian
seems toduring
be morethe telling
Middlepolitical
Ages.
movements, expansionist ambitions and boring feud with Christian
Islamic history is military successes and achievements in expansion territory. Muslim during the Middlefound
Ages.
Islamic history is military successes and achievements in expansion territory.
political momentum after the establishment of the state in Medina and after Islam spread over Muslim found
political
the bordermomentum
of the Arabianafter thePeninsula.
establishment
Islamicof the state in Medina
civilization andbeginning
from the after Islamhasspread
beenover
a
the border
challenge forofthetheEuropean
Arabian - Peninsula. Islamic civilization
Christian civilization when Islam fromwastheexpanding
beginningitshas beentoa
power
challenge
Spain, for the
and then European
continued - Christian
to Eastern civilization
Europe when Islam
by the Ottoman Turkswas expanding
in the its power to
future. Throughout
Spain, and then continued to Eastern Europe by the Ottoman Turks in the
the Middle Ages, there was a heated confrontation between these two civilizations, transformed future. Throughout
the Middle Ages, there was a heated confrontation between these two civilizations,
into a crusade that has spilled blood for two centuries. This article deals with a question: what is transformed
intohistorical
the a crusadelesson
that has spilled
that can be blood for two
taken? or wecenturies. This article
read history merelydeals with a question:
to entertain what
ourselves byis
the historical lesson that can be taken? or we read history merely to entertain
watching the events of the rise and fall of nations, thoughts, and the rude stories about the death ourselves by
ofwatching the events of the rise and fall of nations, thoughts, and the rude stories about the death
the king?.
of the king?.
Keyword: Relation, Islamic civilization, Religion
Keyword: Relation, Islamic civilization, Religion
ABSTRAK
ABSTRAK
Sepanjang sejarah diskursus Islam, sejarah Islam tampak lebih menceritakan gerakan-gerakan
Sepanjang
politik, sejarah
ambisi diskursus dan
para penjajah, Islam, sejarah Islam
perseteruan dengan tampak
kaum lebih menceritakan
Kristiani selama abad gerakan-gerakan
Pertengahan.
politik, ambisi para penjajah, dan perseteruan dengan kaum Kristiani selama
Sejarah Islam adalah kesuksesan-kesuksesan dan prestasi militer di wilayah ekspansi. abad Pertengahan.
Kaum
Sejarah Islam adalah kesuksesan-kesuksesan dan prestasi militer di wilayah
Muslim menemukan momentum politiknya setelah mendidrikan negara di Madinah dan setelah ekspansi. Kaum
Muslim
Islam menemukan
menyebar momentum
ke seluruh politiknya
perbatasan setelahArab.
Jazirah mendidrikan
Peradabannegara
Islamdi Madinah
sejak awaldan adalah
setelah
Islam menyebar ke seluruh perbatasan Jazirah Arab. Peradaban Islam
tantangan bagi peradaban Kristen Eropa ketika Islam meluaskan kekuasaannya ke Spanyol, sejak awal adalah
tantangan bagi peradaban Kristen Eropa ketika Islam meluaskan kekuasaannya
kemudian ke Eropa Timur oleh Turki Utsmani. Sepanjang abad Pertengahan, ada konfrontasi ke Spanyol,
kemudian
yang sengitkeantara
EropaduaTimur oleh Turki
peradaban ini,Utsmani. Sepanjang
yang berujung padaabad Pertengahan,
“perang ada konfrontasi
suci” (crusade) yang
yang sengit antara dua peradaban ini, yang berujung pada “perang suci”
menumpahkan darah selama dua abad. Artikel ini membahas pertanyaan: Apa pelajaran sejarah (crusade) yang
menumpahkan darah selama dua abad. Artikel ini membahas pertanyaan:
yang bisa diambil? Atau kira membaca sejarah hanya sebagai hiburan dengan menonton Apa pelajaran sejarah
yang bisanaik
peristiwa diambil? Atausebuah
turunnya kira membaca sejarah hanya
bangsa, pemikiran, dan sebagai hiburan dengan
cerita kekerasan tentang menonton
matinya
peristiwa
seorang raja?.naik turunnya sebuah bangsa, pemikiran, dan cerita kekerasan tentang matinya
seorang raja?.
Kata kunci: Hubungan, Peradaban Islam, Agama
Kata kunci: Hubungan, Peradaban Islam, Agama

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Sepanjang diskursus kesejarahan, sejarah Islam nampaknya lebih banyak
Sepanjang
menceritakan diskursus kesejarahan,
pergerakan-pergerakan sejarah
politiknya, Islam
ambisi nampaknya
ekspansionis dan lebih banyak
perseteruan-
menceritakan pergerakan-pergerakan politiknya, ambisi ekspansionis
perseteruan membosankan dengan kristen selama abad pertengahan. Sejarah Islam dan perseteruan-
perseteruan
adalah membosankan dengan militer
keberhasilan-keberhasilan kristen dan
selama abad pertengahan.
capaian-capaian Sejarahdaerah
perluasan Islam
adalah keberhasilan-keberhasilan militer dan capaian-capaian perluasan
kekuasaan. Agama Islam menemukan momentum pollitisnya setelah pendirian negara di daerah
kekuasaan.
Yatsrib Agamadan
(Madinah) Islam menemukan
setelah momentum
itu melebar pollitisnya
melewati setelah
perbatasan pendirian
Jazirah Arab. negara
Fase inidi
Yatsrib meminjam
bahkan, (Madinah) bahasa
dan setelah itu melebar
Toynbee, melewati
disebut-sebut perbatasan
permulaan Jazirah Arab.
kemunduran Fase ini
“peradaban”
bahkan, meminjam bahasa Toynbee, disebut-sebut permulaan kemunduran “peradaban”

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 121
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

Islam (Subhi, 1975, hal. 285). Peradaban Islam sejak semula, telah menjadi tantangan
Islam (Subhi, 1975, hal. 285). Peradaban Islam sejak semula, telah menjadi tantangan
bagi
Islam peradaban
(Subhi, 1975, Kristen-Eropa
hal. 285). Peradabanketika agama Islam sejak Muhammad
semula, telah ini menjadi
meluaskan sayap
tantangan
bagi peradaban Kristen-Eropa ketika agama Muhammad ini meluaskan sayap
kekuasaannya
bagi peradaban ke Spanyol,
Kristen-Eropadilanjutketika
ke Eropa agamaTimurMuhammad
oleh orang-orang Turki Ottoman
ini meluaskan sayapdi
kekuasaannya ke Spanyol, dilanjut ke Eropa Timur oleh orang-orang Turki Ottoman di
kemudian
kekuasaannya hari. ke Sepanjang
Spanyol, abad
dilanjut pertengahan,
ke Eropa terjadi
Timur konfrontasi
oleh orang-orang yang memanas
Turki Ottoman antaradi
kemudian hari. Sepanjang abad pertengahan, terjadi konfrontasi yang memanas antara
dua peradaban
kemudian hari. ini, yang puncaknya
Sepanjang abad menjelma terjadi
pertengahan, menjadi Perang Salib
konfrontasi yang yang mengalirkan
memanas antara
dua peradaban ini, yang puncaknya menjelma menjadi Perang Salib yang mengalirkan
banyak darah selama
dua peradaban ini, yang duapuncaknya
abad lamanya. menjelmaLalu, menjadi
apakah sejarah
Perang hanya dijejali
Salib yang peristiwa-
mengalirkan
banyak darah selama dua abad lamanya. Lalu, apakah sejarah hanya dijejali peristiwa-
peristiwa
banyak darah seperti itu?
selama Apa pelajaran dari sejarah yang bisa diambil manusia? Tanya
peristiwa seperti itu? dua Apaabad lamanya.
pelajaran dariLalu,
sejarah apakah
yangsejarah hanya dijejali
bisa diambil manusia? peristiwa-
Tanya
sejarawan
peristiwa Will Durant,
seperti itu? apakah
Apa membaca
pelajaran dari sejarah
sejarah hanya
yang untukdiambil
bisa menghibur diri dengan
manusia? Tanya
sejarawan Will Durant, apakah membaca sejarah hanya untuk menghibur diri dengan
menonton peristiwa
sejarawan peristiwa
Will Durant, naik dan turunnya bangsa-bangsa, pemikiran-pemikiran, dan cerita-
menonton naik apakah
dan turunnyamembaca sejarah hanya
bangsa-bangsa, untuk menghibur diri
pemikiran-pemikiran, dandengan
cerita-
cerita menyedihkan
menonton peristiwa tentang
naik dankematian
turunnya para raja? (Durant,pemikiran-pemikiran,
bangsa-bangsa, 1968, hal, 11). dan cerita-
cerita menyedihkan tentang kematian para raja? (Durant, 1968, hal, 11).
Lalu, apakahtentang
cerita menyedihkan sejarah agamapara
kematian Islam
raja?itu sendiri1968,
(Durant, kebanyakan
hal, 11). berisi dengan
Lalu, apakah sejarah agama Islam itu sendiri kebanyakan berisi dengan
peperangan
Lalu,dengan
apakahagama sejarah “kafir”,
agamasehingga Islam itu nalarsendiri
Barat-Kristen
kebanyakan sejak berisi
dulu melihat
dengan
peperangan dengan agama “kafir”, sehingga nalar Barat-Kristen sejak dulu melihat
peperangan
Islam
Islam sebagaidengan
sebagai orang-orang
orang-orangagama barbar“kafir”,tidak
barbar sehingga
tidak bertuhan
bertuhan nalar
yang
yang Barat-Kristen
mengancam
mengancam sejak
kerajaan
kerajaan
Yesus
duluYesus
melihat di
di
bumi.
Islam Jelas
sebagai sekali memang, barbar
orang-orang prestasi Islambertuhan di bidangyang politik dan militer membuat Barat-
bumi. Jelas sekali memang, prestasitidak Islam di bidang politikmengancam
dan militer kerajaan
membuat Yesus
Barat-di
Kristen
bumi. Jelas gentar dan
sekalidan tanpa
memang, sadar menyimpan image negatif tentang Islam dan
Kristen gentar tanpa prestasi
sadar Islammenyimpan di bidang politiknegatif
image dan militer
tentangmembuat IslamBarat-dan
pemeluknya.
Kristen gentar Sejakdan abad
tanpa pertengahan,
sadar menyimpan jagat Eropa
image memandang
negatif tentang Islam Islamsebagai
dan
pemeluknya. Sejak abad pertengahan, jagat Eropa memandang Islam sebagai
permasalahan
pemeluknya. serius. abad
Sejak Peradaban Islam dilihat
pertengahan, jagat sebagai
Eropa peradaban
memandang yang Islamlebihsebagai
maju
permasalahan serius. Peradaban Islam dilihat sebagai peradaban yang lebih maju
daripada
permasalahanapa yang dicapai
serius. kristen. Islam
Peradaban Islam menciptakan
dilihat sebagai deretan capaian yang sulit
peradaban lebihdikejar
maju
daripada apa yang dicapai kristen. Islam menciptakan deretan capaian yang sulit dikejar
oleh peradaban
daripada apa yang barat
dicapaibaikkristen.
itu di Islam
bidangmenciptakan
arsitektur, hukum,
deretan sastra, filsafat
capaian yang dandikejar
sulit ilmu
oleh peradaban barat baik itu di bidang arsitektur, hukum, sastra, filsafat dan ilmu
pengetahuan.
oleh peradaban Kekalahan
barat baikEropaEropa dan
itu didan Barat-Kristen
bidang di
arsitektur,dihukum, bidang militer juga membantu
pengetahuan. Kekalahan Barat-Kristen bidang sastra,
militerfilsafat dan ilmu
juga membantu
masyarakat
pengetahuan. Eropa memandang
Kekalahan Eropa Islam
dan sebagai ancaman.
Barat-Kristen di Gambaran
bidang negatif
militer juga Islam
membantuterus
masyarakat Eropa memandang Islam sebagai ancaman. Gambaran negatif Islam terus
menerus
masyarakat berkembang
Eropa memandang bahkan masih menyisakan
Islam sebagai jejaknya
ancaman. hari
Gambaran ini.
negatifPandangan
Islam terus ini
menerus berkembang bahkan masih menyisakan jejaknya hari ini. Pandangan ini
menciptakan
menerus berkembanggambaran bahkan orang-orang masihmuslim menyisakan(saracens), bangsa
jejaknya hariMoorini. (muslim
Pandangan Afrikaini
menciptakan gambaran orang-orang muslim (saracens), bangsa Moor (muslim Afrika
Utara dan
menciptakan Andalusia),
gambaranserta serta orang-rang
orang-orang muslim Turki sebagai iblis. Michael Frasetto menulis
Utara dan Andalusia), orang-rang Turki(saracens),
sebagai iblis. bangsa MoorFrasetto
Michael (muslimmenulis
Afrika
bahwa
Utara gambaran
dan muslim
Andalusia), di beberapa
serta orang-rang literatur
Turki Eropa
sebagai abad pertengahan
iblis. Michael sebagai menulis
Frasetto bangsa
bahwa gambaran muslim di beberapa literatur Eropa abad pertengahan sebagai bangsa
pagan
bahwapenyembah
gambaran muslim berhala,dipengecut,
beberapatamak danEropa
literatur pemuja tuhan
abad palsu (Frasetto
pertengahan sebagai& Blanks,
bangsa
pagan penyembah berhala, pengecut, tamak dan pemuja tuhan palsu (Frasetto & Blanks,
1999, hal.
pagan hal. 3).
penyembah berhala, pengecut, tamak dan pemuja tuhan palsu (Frasetto & Blanks,
1999, 3).
Tapi,
1999, hal. 3). bersamaan dengan image negatif yang dikembangkan masyarakat Eropa
Tapi, bersamaan dengan image negatif yang dikembangkan masyarakat Eropa
tentang Tapi,
umat Islam, sejarah juga image
memperlihatkan adanya pertemuan masyarakat
intelektual antara
tentang umat bersamaan
Islam, sejarah denganjuga memperlihatkannegatif yang dikembangkan
adanya pertemuan intelektual antara Eropa
Barat-Kristen
tentang umat dengansejarah
Islam, Timur-Islam.
juga Beberapa sarjana
memperlihatkan Eropa
adanya menunjukkan
pertemuan ketertarikan
intelektual antara
Barat-Kristen dengan Timur-Islam. Beberapa sarjana Eropa menunjukkan ketertarikan
mereka terhadap
Barat-Kristen literatur
dengan Islam dan Beberapa
Timur-Islam. arab dengan mempelajari
sarjana bahasa, sastra
Eropa menunjukkan dan ilmu
ketertarikan
mereka terhadap literatur Islam dan arab dengan mempelajari bahasa, sastra dan ilmu
pengetahuan
mereka terhadap yangliteratur
dihasilkan Islam jagat
danIslam. Adanyamempelajari
arab dengan hubungan intelektual
bahasa, sastra ini barangkali
dan ilmu
pengetahuan yang dihasilkan jagat Islam. Adanya hubungan intelektual ini barangkali
bisa dilihat
pengetahuan dengan jelas
yang dihasilkan dalam aktivitas
jagat Peter
Islam.Peter Adanya Yang Mulia
hubungan bersama
intelektual kawan-kawannya
ini barangkali
bisa dilihat dengan jelas dalam aktivitas Yang Mulia bersama kawan-kawannya
seperti
bisa Robert
dilihat dari Ketton,
dengan jelas yangaktivitas
dalam melakukan Peter konsultasi
Yang dengan
Mulia sarjana
bersama muslim dalam
kawan-kawannya
seperti Robert dari Ketton, yang melakukan konsultasi dengan sarjana muslim dalam
menerjemahkan
seperti Robert dari Al-Quran
Ketton, ke yang dalam bahasa konsultasi
melakukan latin (Frasettodengan & Blanks, 1999, hal.
sarjana muslim dalam4).
menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa latin (Frasetto & Blanks, 1999, hal. 4).
Bernard Lewis
menerjemahkan melihat
Al-Quran setidaknya
ke dalam ada dua tujuan yang dijadikan acuan para sarjana,
Bernard Lewis melihat setidaknya adabahasadua tujuanlatin yang
(Frasetto & Blanks,
dijadikan acuan1999, hal. 4).
para sarjana,
yang
Bernardkebanyakan
Lewis melihat biarawan dan pendeta
setidaknya ada duagereja, tujuandalam mempelajari
yang dijadikan acuan Islam.
para Pertama
sarjana,
yang kebanyakan biarawan dan pendeta gereja, dalam mempelajari Islam. Pertama
adalah untuk
yang kebanyakan melindungibiarawan umat kristiani dari ajakan masuk Islam, kedua untuk mengajak
adalah untuk melindungi umatdan pendeta
kristiani darigereja, dalam Islam,
ajakan masuk mempelajari
kedua untukIslam.mengajak
Pertama
muslim
adalah untukmelindungi
untuk bergabung dengan umat agama dari
kristiani Kristenajakan(Lewis,
masuk 1993,
Islam,85).kedua untuk mengajak
muslim untuk bergabung dengan agama Kristen (Lewis, 1993, 85).
muslimFakta
untuksejarah
Fakta bergabung
sejarah
ini barangkali
dengan agama
ini barangkali
menjelma
menjelmaKristenmenjadi
(Lewis,paradox,
menjadi 1993, 85).
paradox,
bagaimana sebenarnya
bagaimana sebenarnya
karakteristik
Fakta hubungan
sejarah ini antar keduamenjelma
barangkali kubu tersebut menjadi pada abad pertengahan?
paradox, bagaimana sebenarnya Alauddin
karakteristik hubungan antar kedua kubu tersebut pada abad pertengahan? Alauddin
Samarrai
karakteristikdan Ernest
hubungan Kaulbach
antar melihat
kedua kubu adanya
tersebut dominasi
pada pertukaran
abad inteketual
pertengahan? yang
Alauddin
Samarrai dan Ernest Kaulbach melihat adanya dominasi pertukaran inteketual yang
lebih
Samarraiberperan
dan Ernest penting dalam melihat
Kaulbach interaksi antara dominasi Barat-Kristen dengan Timur-Islam
lebih berperan penting dalam interaksiadanya antara Barat-Kristen pertukaran
dengan inteketual
Timur-Islam yang
daripada konfrontasi
lebih berperan militer
pentingmiliterdalamdan dan politik.
interaksi Adanya rasa ketertarikan antar kedua
daripada konfrontasi politik.antara Adanya Barat-Kristen dengan antar
rasa ketertarikan Timur-Islam
kedua
peradaban
daripada dalam sains, militer
konfrontasi literaturdan dan politik.
filsafat adalahAdanya lebihrasapenting daripadaantar
ketertarikan peperangan
kedua
peradaban dalam sains, literatur dan filsafat adalah lebih penting daripada peperangan
antar keduanya.
peradaban dalam Ada semacam
sains, literatur sintesa
dan dan perpaduan
filsafat adalah antara
lebih tradisidaripada
penting arab danpeperangan
latin. Para
antar keduanya. Ada semacam sintesa dan perpaduan antara tradisi arab dan latin. Para
sarjana kristen secara
antar keduanya. sadar meminjam
Ada semacam sintesa tradisi intelektual
dan perpaduan muslim.
antara Selama
tradisi arab abad ke-12Para
dan latin. M,
sarjana kristen secara sadar meminjam tradisi intelektual muslim. Selama abad ke-12 M,
banyak teolog kristen
sarjana kristen secara sadaryang meminjam
mempelajari Al-Quran
tradisi dan muslim.
intelektual terjemahan arab abad
Selama atas teks-teks
banyak teolog kristen yang mempelajari Al-Quran dan terjemahan arab atas ke-12teks-teksM,
banyak teolog kristen yang mempelajari Al-Quran dan terjemahan arab atas teks-teks

122 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

kuno (Frasetto & Blanks, 1999, hal. 6). Adanya geliat ketertarikan untuk mengkaji
tradisi dan budaya
kuno (Frasetto & antar
Blanks,kedua kubu
1999, ini 6).
hal. menciptakan
Adanya geliat sebuah dimensi fakta
ketertarikan untuksejarah yang
mengkaji
dinamis.
tradisi dan budaya antar kedua kubu ini menciptakan sebuah dimensi fakta sejarah yang
dinamis. Dapat dilihat secara umum bahwa pada abad pertengahan, Barat telah
memandang Dapatbangsadilihatmuslim, umum sebagai
secarasaracens, bahwa bangsapada abad pagan pertengahan,
penyembah patung, Barat barbar
telah
dan rakus. Pencitraan
memandang bangsa muslim,antagonistik ini menyeruak
saracens, sebagai bangsa ketika Barat
pagan digempur patung,
penyembah oleh ekspansi
barbar
militer
dan rakus.umat Islam sejak
Pencitraan abad ke-7.
antagonistik Barat yangketika
ini menyeruak diwakiliki
Barat dengan
digempur “jagat
oleh kristen”,
ekspansi
militer umat telah
christendom, Islam merinding ke-7. Barat
sejak abadketakutan ketikayang diwakiliki
perbatasan dengan
mereka di “jagat
wilayahkristen”,
Timur
jatuh mengenaskan
christendom, ke tangan ketakutan
telah merinding bangsa muslim. ketika Tanah milikmereka
perbatasan kristen di di wilayah
kawasan Timur Hilal
Subur (fertile crescent),
jatuh mengenaskan Mesir bangsa
ke tangan dan Afrika UtaraTanah
muslim. satu persatu tumbang
milik kristen tidak berdaya
di kawasan Hilal
dihadapan
Subur (fertile ekspansi pasukan
crescent), Mesir muslim. Beruntung,
dan Afrika Utara Konstantinopel
satu persatu tumbang sebelum abadberdaya
tidak ke-15
mampu
dihadapan bertahan
ekspansi daripasukan
seranganmuslim.
muslim.Beruntung,
Di wilayahKonstantinopel
kristen bagian sebelum
barat, semenanjung
abad ke-15
Iberia
mampu sudah ditaklukkan
bertahan muslimmuslim.
dari serangan sejak tahun 710. Delapan
Di wilayah kristentahun
bagiansetelahnya, umat Islam
barat, semenanjung
hampir menguasai
Iberia sudah sebagian
ditaklukkan besarsejak
muslim kepulauan
tahun 710.dan Delapan
melintas tahun
ke pegunungan
setelahnya,Pyrenees
umat Islam di
Prancis. Gerak mereka
hampir menguasai sebagianterbendung pada tahun
besar kepulauan 732 ketika
dan melintas dihadang oleh
ke pegunungan pasukan
Pyrenees di
Charles
Prancis. Martel
Gerak dimereka
pertempuran Poitiers.
terbendung padaNamun,
tahunditengah
732 ketika ketakutan
dihadangyang oleh
dialami jagat
pasukan
Eropa
Charles dan Baratdiinilah,
Martel dunia kesarjanaan
pertempuran arab mulai
Poitiers. Namun, menggeliat
ditengah ketakutandi Eropa.
yang Waktu
dialamiitu, di
jagat
beberapa
Eropa danmonasteri
Barat inilah, di dunia
Eropa kesarjanaan
Barat, para arab biarawan
mulai gereja seriusdi mempelajari
menggeliat Eropa. Waktubahasa itu, di
Arab,
beberapa menerjemahkan
monasteri di Eropa Al-Quran danpara
Barat, mempelajari
biarawan gereja teks-teks Islam
serius lainnya. Tujuan
mempelajari bahasa
mereka, seperti yang dikatakan
Arab, menerjemahkan Al-Quran Bernard
dan Lewis,
mempelajariadalahteks-teks
untuk menyelamatkan
Islam lainnya. jiwaTujuan
umat
kristiani agar tidak
mereka, seperti yangberpaling
dikatakanagama,
Bernard juga sebagai
Lewis, sarana
adalah untuk untuk mengajak umat
menyelamatkan jiwaIslam
umat
memeluk agama
kristiani agar Kristen.
tidak Meskipun,
berpaling agama,pada jugabeberapa
sebagai abad sarananantinya, mereka sadar
untuk mengajak umatbahwa
Islam
motif
memeluktersebut
agamaternyata
Kristen. tidak ada gunanya
Meskipun, padasama
beberapasekaliabaddan nantinya,
jelas-jelasmereka
mustahil. sadar bahwa
Barangkali
motif tersebut hubungan
ternyata yang
tidak ada relatif harmonis
gunanya sama sekali dandansimpatik ini tidak
jelas-jelas banyak dilirik
mustahil.
dalam Barangkali
sejarah. Kontribusi
hubungan yang muslimrelatifyang positifdandisimpatik
harmonis bidang ini pengembangan
tidak banyak dilirik ilmu
pengetahuan,
dalam sejarah. kemanusiaan
Kontribusidanmuslimperadaban yang jugapositif
seakanditertelan
bidanggaungnya. Sejarah yang
pengembangan ilmu
“hilang”
pengetahuan,inilahkemanusiaan
yang ingin diungkap oleh penulis.
dan peradaban juga seakanPenulis yakin sejarah
tertelan gaungnya. peradaban
SejarahIslamyang
“hilang” inilah
menyimpan yang ingin yang
pesan-pesan diungkap
simpatik yang ingin
oleh penulis. Penulis disampaikannya kepada dunia.
yakin sejarah peradaban Islam
Dominasi
menyimpan peran Eropa-Barat
pesan-pesan yangdalam klaim yang
simpatik sejarahnya
ingin sebagai penyumbang
disampaikannya kepadaperadaban
dunia.
untuk
Dominasiduniaperan
sebaiknya dibaca dalam
Eropa-Barat ulang. klaim
Peran sejarahnya
Islam, sebagaimana peran peradaban
sebagai penyumbang arab,
peradaban
Persia,
untuk duniaIndia,sebaiknya
China, dilupakan
dibaca ulang.sedemikian
Peran Islam,rupa sebagaimana
dan sejarahnya hanya
peran ditampilkan
peradaban arab,
sebatas
Persia, pentas
India, panggung peperangan
China, dilupakan dan ekspansi
sedemikian rupa politik. Lebih lagi,hanya
dan sejarahnya membaca sejarah
ditampilkan
Islam
sebatasdengan hati-hati diharapkan
pentas panggung peperangan dan bisa ekspansi
memberikan politik.bukti-bukti
Lebih lagi,yang membacamemuaskan
sejarah
bahwa penyebaran
Islam dengan Islam diharapkan
hati-hati yang fantastis bisaitu,memberikan
tidak terjadi bukti-bukti
melalui ancaman yang pedang
memuaskan dan
tombak.
bahwa penyebaran Islam yang fantastis itu, tidak terjadi melalui ancaman pedang dan
tombak.
B. HARMONISME ISLAM DI MADINAH
B. Islam
HARMONISME
di Madinah bisa ISLAM DI MADINAH
disebut sebagai penampakan geliat Islam awal. Madinah
memperlihatkan siapa sosok
Islam di Madinah Muhammad
bisa disebut sebagaiyang beberapa
penampakan tahun saja Islam
geliat sejak misi
awal.agamanya
Madinah
lahir, mampu menggebrak
memperlihatkan siapa sosok pintu
MuhammadRomawi. yang Dalam
beberapa telaahnya yangsejak
tahun saja simpatik terhadap
misi agamanya
Muhammad,
lahir, mampuMontgomery
menggebrak Watt pintu menyimpulkan
Romawi. Dalam bahwa semakin
telaahnya yangseseorang
simpatik mengkaji
terhadap
Muhammad dan sejarah Islam awal, ia akan semakin
Muhammad, Montgomery Watt menyimpulkan bahwa semakin seseorang mengkaji terkesima kagum oleh capaian-
capaiannya
Muhammadyang dan begitu
sejarahcepat.
IslamMuhammad
awal, ia akan menjelma
semakinmenjadi
terkesima seorang
kagum agawaman yang
oleh capaian-
dihormati,
capaiannyatapi yang di begitu
satu sisicepat.
dia adalah
Muhammad negarawan dan administrator
menjelma menjadi seorang ulungagawaman
yang membuat yang
Watt menyebutnya
dihormati, tapi di satu sebagai “anak
sisi dia adalahcucu Adam terbaik”
negarawan (Watt, 1956,
dan administrator hal.yang
ulung 334-335).
membuat Di
Madinah, Muhammad
Watt menyebutnya sebagai “anak cucu Adam
memperlakukan masyrakatterbaik” arab(Watt,
Yahudi1956, dengan kesetaraan.
hal. 334-335). Di
Perjanjian yang dibuat memperlakukan
Madinah, Muhammad Muhammad relatif diterima
masyrakat arabbaik oleh dengan
Yahudi suku-suku Yahudi
kesetaraan.
Madinah
Perjanjianseperti
yang Bani Nadhir,
dibuat Bani Quraiza
Muhammad danditerima
relatif Bani Qainuqa.
baik olehSalahsuku-suku
satu isi perjanjian
Yahudi
Madinah seperti Bani Nadhir, Bani Quraiza dan Bani Qainuqa. Salah satu isi perjanjian

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 123
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

tersebut berbunyi: “Yahudi yang merelakan dirinya untuk kemakmuran kita, maka
tersebut harus
mereka berbunyi: “Yahudi
dilindungi dari yang
segalamerelakan dirinya untuk
macam penghinaan kemakmuran
dan kebencian. kita, harus
Mereka maka
mereka harus
memiliki hak dilindungi
yang samadari segalakita.
dengan macamMerekapenghinaan
seyogyanyadan kebencian.
membentukMereka harus
satu negara
memiliki umat
bersama hak yang
Islam.sama dengan
Mereka jugakita. Mereka seyogyanya
diperkenankan menjalankan membentuk
praktik satu negara
keagamaan
bersamadengan
mereka umat Islam. Mereka juga umat
bebas sebagaimana diperkenankan
Islam. Mereka menjalankan
diharuskan praktik keagamaan
melindungi kota
mereka dalam
Yatsrib denganmelawan
bebas sebagaimana
semua musuh” umat(Durant,
Islam. Mereka
1950, hal. diharuskan melindungi
168). Berbekal dorongankota
Yatsrib
dari dalam melawan
Al-Quran, Muammadsemua musuh” persamaan,
menawarkan (Durant, 1950, hal. 168).
egalitarian, dan Berbekal
menjunjung dorongan
tinggi
dari asasi
hak Al-Quran, Muammad
manusia. Pidato menawarkan
Muhammad persamaan, di Arafah padaegalitarian, dan menjunjung
9 Dzulhijjah misalnya, tinggi
jelas
hak asasi
sekali manusia.mengakui
Muhammad Pidato Muhammad
persamaan di HAM.Arafah pada 9 tentang
Pengakuan Dzulhijjah misalnya,
bangsa jelas
Arab tidak
sekali Muhammad
melebihi keutamaannya mengakui persamaan
dari bangsa lain.HAM.
manusia Pengakuan
dinyatakan tentang bangsaderajat
memiliki Arab tidak
yang
melebihi
sama keutamaannya
dan hak dari bangsa
yang sama (Karim, 2015,lain.
hal. manusia
73). dinyatakan memiliki derajat yang
sama dan hak yang
Rekaman samapenggiringan
upaya (Karim, 2015,pasukan hal. 73).Islam ke luar jazirah arab mulai terlihat
di negara Rekaman
Madinah. upaya penggiringan
Muhammad telahpasukan
mampuIslam ke luar jazirah
mengumpulkan arab mulai
pasukan raksasaterlihat
yang
di negara
terdiri dari Madinah.
30.000 pejuangMuhammad telah mampu
yang diantaranya ada mengumpulkan
10.000 penunggang pasukan
kuda.raksasa
Muhammad yang
terdiri dari
melepas 30.000
mereka kepejuang yang diantaranya
Tabuk untuk menghadangada 10.000 tapi
Romawi penunggang kuda. Muhammad
sejarah mencatat tidak ada
melepas mereka
konfrontasi yang ke Tabuk
berarti untuk
pada menghadang
peristiwa Romawi
tersebut. Sebelum tapipembebasan
sejarah mencatat
Mekah tidak
(Fathuada
konfrontasi
Makkah), yang berarti
Muhammad pada sudah
bahkan peristiwa tersebut. Sebelum
mengirimkan pembebasan
utusan-utusan damai untukMekah (Fathu
mengajak
raja-raja Muhammad
Makkah),kawasan bahkankesudah
bergabung dalam mengirimkan
barisannya. utusan-utusan
Ketika wafat pada damai untuk
tahun 11mengajak
Hiriyah,
raja-rajaArab
Jazirah kawasan
sampai bergabung
Oman beradake dalam barisannya.
di bawah benderaKetika wafat pada
Muhammad. tahun 11 musyrik
Orang-orang Hiriyah,
Jazirah
arab, Arab
umat sampai
kristen dan Oman berada
Yahudi kinidimenerima
bawah benderaIslam Muhammad.
sehingga membentukOrang-orang satu musyrik
ummah
arab, siap
yang umatmembebaskan
kristen dan Yahudi kini menerima
kawasan-kawasan lain Islam
di luarsehingga
arabia. membentuk satu ummah
yang siap membebaskan
Kebanggaan kawasan-kawasan
bangsa arab kepada Muhammad lain di luar arabia.
sudah mulai terlihat sejak masa
Kebanggaan
klasik. Seperti bangsa
kata-kata arabUmar
utusan kepada Muhammad
ketika menjawabsudah mulai Raja
pertanyaan terlihat sejak
Persia masa
tentang
Muhammad.
klasik. SepertiMereka
kata-kata mengatakan:
utusan Umar “Dulu
ketikakami memakan
menjawab serangga,Raja
pertanyaan kalajengking
Persia tentang dan
Muhammad.
ular. Mereka mengatakan:
Kami menganggapnya sebagai “Dulu
makanan. kami memakan
Agama serangga,
kami ialah salingkalajengking
membunuh satu dan
ular. Kami
sama menganggapnya
lain. salah satu dari kamisebagai adamakanan. Agama kami
yang mengubur ialah saling
hidup-hidup bayimembunuh
perempuannya satu
sama lain.
karena takutsalah satu merebut
ia akan dari kamijatahada makanan
yang mengubur hidup-hidup
kami. Lalu kemudian bayiAllah
perempuannya
mengutus
karena takut
kepada ia akan merebut
kami seseorang yang kami jatahketahui
makanan kami. Lalu
nasabnya, kemudian
wajahnya, tempat Allah mengutus
kelahirannya.
Allah
kepadalalu kamimemberikan
seseorang kami yang rasa
kamipercaya
ketahui kepadanya dan mengikutinya.”
nasabnya, wajahnya, żustave le
tempat kelahirannya.
Allahsetelah
Bon lalu memberikan
menulis rentetankami rasa percaya
prestasi kepadanyabahwa
Muhammad, dan mengikutinya.”
Muhammad adalah żustaveorang le
Bon setelah
paling menulis
besar yang pernahrentetan prestasi
diketahui sejarah Muhammad,
(Le Bon, t.t., bahwa Muhammad adalah orang
115-116).
paling besar yang pernah diketahui sejarah (Le Bon, t.t., 115-116).
C. ISLAM PADA MASA PENAKLUKAN
C. Nampaknya
ISLAM PADA paraMASA
penerusPENAKLUKAN
Muhammad, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali,
terkhusus Nampaknya para penerus
Umar, mengetahui Muhammad,
bahwa mereka yaitu
beradaAbudalam
Bakar,memontum
Umar, Utsman yangdantepat.
Ali,
terkhususbisa
Mereka Umar,
saja mengetahui
telah sadar bahwa mereka beradaraksasa
dua kerajaan dalam yangmemontum
menjelma yang tepat.
menjadi
Mereka bisa
imperium saja di
terbesar telah
mukasadar
bumi bahwa dua kerajaan
itu tengah mengalami raksasa
masa yang menjelma
kemunduran menjadi
disebabkan
imperium terbesar
peperangan yang tidakdi muka bumi itu tengah
berkesudahan selama mengalami
berabad-abad. masa kemunduran
Imperium Romawi disebabkan
dengan
peperangan yang
ibukotanya tidak berkesudahan
Konstantinopel sedang selamadirepotkanberabad-abad. Imperiumdengan
oleh peperangan Romawikerajaan
dengan
ibukotanya
Sassania Konstantinopel
di Timur. Nasib serupasedang jugadirepotkan oleh peperangan
dialami christendom di Spanyol.dengan kerajaan
Perpecahan
Sassanialama-lama
agama di Timur.mulai Nasibmenggerogoti
serupa juga kerajaan
dialami christendom
Visigoth di sana. di Spanyol.
Momentum Perpecahan
inilah
agamadigunakan
yang lama-lamaoleh mulai
Umar menggerogoti
untuk meluaskan kerajaansayapVisigoth
Islam di ke sana. Momentum inilah
kawasan-kawasan milik
yangimperium
dua digunakan olehitu.
besar Umar
Suriahuntuk
jatuhmeluaskan
ke tangah sayap
panglimaIslam ke kawasan-kawasan
perang terkenal yang bernama milik
dua imperium besar itu. Suriah jatuh ke tangah panglima
Khalid pada peperangan Yarmuk. Sedangkan Irak jatuh ke tangan panglima besar perang terkenal yang bernama
Khalid pada
Mutsanna bin peperangan Sa’d bin Sedangkan
Haritsan danYarmuk. Abi WaqoshIrak pada peperangan
jatuh ke tangan Qadisiyah.
panglimaDisusulbesar
Mutsanna
dengan bin Haritsan
jatuhnya kota bin
dan Sa’d
Palestina, suciAbi umatWaqosh padadan
kristiani, peperangan Qadisiyah.
ladang gandum Disusul
Bizantium,
dengan yang
Mesir, jatuhnya
tunduk Palestina,
kepada kota
Amr sucibin umat kristiani,
Ash. Tapi, perludandilihatkan
ladang gandum Bizantium,
di sini seperti apa
Mesir, yang
bentuk tunduk kepada
penaklukkan arab ke Amr bin Ash. Tapi, tersebut.
wilayah-wilayah perlu dilihatkan
Banyak dimeyakini
sini seperti bahwaapa
bentuk penaklukkan arab ke wilayah-wilayah tersebut. Banyak meyakini bahwa

124 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

pergerakan arab menaklukkan kawasan-kawasan itu adalah sebagai bentuk agresi


pergerakan
agama, arab menaklukkan
penjajahan, dan pemaksaan kawasan-kawasan
keyakinan. Namun, itu apabila
adalah kita sebagai bentuk sejarah
menelusuri agresi
agama,hati-hati,
lebih penjajahan,ada dan pemaksaan
beberapa catatan keyakinan. Namun, apabila
yang menyebutkan kita menelusuri
proses-proses simpatik sejarah
dan
menarik apabila ditarik
lebih hati-hati, sebagai catatan
ada beberapa salah satu bukti
yang ke”adab”an Islam.
menyebutkan proses-proses simpatik dan
menarikGustav
apabilaleditarik sebagaimenarik
Bon dengan salah satu bukti ke”adab”an
memaparkan bagaimana Islam.
sebenarnya bangsa arab
sebelumGustav
melakukanle Bonpenaklukan,
dengan menarik mereka memaparkan
terlebih dahulu bagaimana
mengirim sebenarnya bangsayang
utusan-utusan arab
sebelum melakukan
membawa syarat-syaratpenaklukan, mereka terlebih
untuk disetujui bersama. dahulu mengirimyang
Perlakuan utusan-utusan
simpatik yang juga
membawa syarat-syarat
diperlihatkan oleh khalifahuntuk Umardisetujui
bin Khattab bersama.
yang Perlakuan
berlaku lemah yanglembut
simpatik juga
terhadap
diperlihatkan
penduduk oleh khalifah
Yerusalem ketika Umar bin Khattab
ditaklukkan pasukan yang arabberlaku
pada lemah
tahun 638lembut M. terhadap
Sebuah
penduduk
prilaku yangYerusalem
sangat berbedaketika sekali
ditaklukkan
denganpasukan
apa yang arab pada tahun
dilakukan 638 salib
pasukan M. Sebuah
ketika
prilaku yang sangat berbeda sekali dengan apa yang
mereka merebut Yerusalem beberapa abad sebelumnya. Umar menjanjikan keamaan dilakukan pasukan salib ketika
merekapenduduk
untuk merebut Yerusalem,
Yerusalem Umar beberapa jugaabad sebelumnya.umat
memerintahkan Umar menjanjikan
Islam keamaan
untuk mengormati
untuk penduduk Yerusalem, Umar juga memerintahkan
gereja dan harta benda mereka, di samping mengharamkan melakukan ibadah di tempatumat Islam untuk mengormati
gereja dan
ibadah harta(Le
mereka benda
Bon, mereka, di samping
t.t., 134-135). Le mengharamkan
Bon ingin menegaskan melakukan ibadah
bahwa di tempat
penaklukan-
ibadah mereka
penaklukan arab(Le Bon, t.t.,karakteristik
memiliki 134-135). Le yangBonunikinginyangmenegaskan
tidak akan bahwa penaklukan-
ditemukan pada
penaklukan arab memiliki
penakluk-penakluk lain yang karakteristik yang unik
datang setelah yang arab.
bangsa tidak akan ditemukan
Ini bisa pada
dibuktikan
penakluk-penakluk
bahwasanya bangsa lain barbar yang yangdatang setelahjagat
menguasai bangsa
Romawi, arab. Turki
Ini bisadan dibuktikan
selainnya,
bahwasanya
meskipun bangsa
mereka bisabarbar yang negara
mendirikan menguasai yangjagatbesar,Romawi,
tapi mereka Turkitidak
danmendirikan
selainnya,
meskipunperadaban.
sebuah mereka bisa mendirikan
Berbeda dengan negara
bangsayangarab,besar,mereka
tapi merekadengan tidak mendirikan
sangat cepat
sebuah peradaban.
membangun peradaban Berbeda
baru, hal dengan bangsa banyak
yang menarik arab, mereka
orang untuk dengan sangat agama
merangkul cepat
membangun
ini, bahasa, dan peradaban baru, hal yang menarik banyak orang untuk merangkul agama
peradabannya.
ini, bahasa,
Hal dan
serupaperadabannya.
mendapatkan penegasannya dalam tulisan Thomas Arnold, yang
Hal serupa
mengatakan bahwa mendapatkan
kesuksesan masuknya penegasannyaIslam dalam
ke bumitulisanMesir Thomas
disebabkan Arnold,
pendudukyang
mengatakan
lokal bahwa kesuksesan
mau menerima mereka. Bangsa masuknyaKoptik Islam
Mesir kesudah
bumi lamaMesirmembenci
disebabkan penduduk
orang-orang
lokal mau menerima
Bizantium yang tidakmereka. Bangsa Koptik
saja menerapkan Mesir sudah
administrasi yanglama membenci
opresif, tetapi orang-orang
juga keras
Bizantiumwacana
terhadap yang tidak
ideologis.saja Umat
menerapkankristen administrasi
penganut aliran yangYakobit,
opresif, yang
tetapimembentuk
juga keras
terhadap wacana
mayoritas ideologis.
umat kristen Umat kristen
di Mesir, penganut
telah ditekan olehaliran
faham Yakobit,
ortodoxyang dan membentuk
tak jarang
mayoritaskepada
berakhir umat kristen
penyiksaan di Mesir, telah ditekan oleh
dan penganiayaan. Bagi faham
mereka, ortodox dan takpasukan
penaklukan jarang
berakhir kepada
Muhammad penyiksaan
dianggap sebagaidan penganiayaan.
pembawa kebebasan Bagi mereka, beragama
kehidupan penaklukan yangpasukan
tidak
Muhammad
pernah merekadianggap sebagaisatu
rasakan selama pembawa kebebasan
abad lamanya. Amrkehidupan
sendiri menjaminberagama yangibadah
tempat tidak
pernah mereka rasakan selama satu
dan cara beribadah mereka (Arnold, 1913, hal. 83).abad lamanya. Amr sendiri menjamin tempat ibadah
dan cara Diberibadah
dataran mereka
Irak, (Arnold,
warisan 1913, hal. 83).
kejayaan Mesopotamia dan terakhir Sasania,
Di dataran Irak, warisan
masyarakat Persia memilih masuk agama Islam kejayaan Mesopotamia
disebabkan dan terakhir
beberapa faktor Sasania,
yang
masyarakat
dinamis, Persia
tidak karena memilih
takut akan masuk agamaumat
dominasi IslamIslam
disebabkan
atau ancaman beberapapedangfaktor yang
mereka.
dinamis,
Faktor tidak karena
kebangsaan pada takut akan dominasi
masyarakat Persia umat Islam atau ancaman
juga memerankan andil. Carapedang jitu mereka.
Husein
Faktormenikahi
yang kebangsaan SahrpadaBanu, masyarakat Persia juga
puteri Yazdirzid memerankan
III cukup banyak andil.
membuat Caraorang
jitu Husein
Persia
yang menikahi
tertarik dan ikut Sahr Banu,keputeri
bergabung dalamYazdirzid III cukup
barisan ahlul banyakarab
bait. Bangsa membuat
masih orang
membiarkanPersia
tertarikPersia
orang dan ikut bergabung
memegang ke dalam
teguh agamabarisan ahlul bait.
dan keyakinan lamaBangsa
mereka. arabBeberapa
masih membiarkan
kelompok
orang Persiamasih
masyarakat memegangada yang teguhmenyembah
agama dan keyakinan
api. Tempat lama mereka. Beberapa
peribadatan mereka tentu kelompok saja
masyarakat
tidak diganggu masihgugatadaolehyangkekhilafahan.
menyembahTanah api. Tempat
taklukanperibadatan
adalah milik mereka
para tentu
penakluk,saja
tidak diganggu
tetapi gugat oleh kekhilafahan.
mereka meninggalkannya untuk diurus Tanah taklukan
penduduk adalah
lokal, merekamilikhanya
para menerima
penakluk,
tetapi mereka
bagian meninggalkannya
keuntungannya sebagai pajak untuk diurus
tanah ataupenduduk lokal, 1996,
kharaj (Hasan, mereka hanya
hal. 183).menerima
bagian keuntungannya sebagai pajak tanah atau kharaj (Hasan, 1996, hal. 183).
D. ISLAM PADA MASA KETURUNAN UMAYAH
D. Muawiyah
ISLAM PADA bin Abi MASASufyan KETURUNAN
mendeklarkan UMAYAH diri sebagai raja pertama dalam sejarah
Muawiyah bin
awal perpolitikan Abi Sufyan
Islam. Ambisimendeklarkan
lama yang diri sebagai raja
terpendam dalam pertama
keluargadalamUmayah
sejarah
awal perpolitikan
menemukan Islam.ketika
tempatnya Ambisi lama yang
Muawiyah terpendam dalam
memindahkan keluarga Umayah
basis pemerintahan dari
menemukan
Madinah tempatnyakota
ke Damaskus, ketika
eksotikMuawiyah memindahkan
warisan Romawi. basis pemerintahan
Pemerintahan Umayah nantinya dari
Madinah ke Damaskus, kota eksotik warisan Romawi. Pemerintahan Umayah nantinya

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 125
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

menjelma menjadi mesin politik yang membantu menyebarkan ajaran Muhammad ini
ke tempat-tempat terjauh di bumi. Karim (2015, hal. 114) menyebutkan sampai mana
pada masamenjadi
menjelma pemerintahan Bani Umayah
mesin politik peta Islam
yang membantu melebar ke ajaran
menyebarkan Timur Muhammad
sampai Kabul, ini
Kandahar,
ke Ghazni,terjauh
tempat-tempat Balkh, di bahkan
bumi.sampai
Karim kota
(2015,Bukhara.
hal. 114) Selain itu kota Samarkand
menyebutkan sampai mana dan
Tirmizmasa
pada jugapemerintahan
menjadi wilayah Bani kekuasaannya.
Umayah peta Islam Di selatan,
melebartentaranya
ke Timur sampai
sampai ke tepi
Kabul,
sungai SindGhazni,
Kandahar, (Shinhu/Indus).
Balkh, bahkan Di front
sampaibarat
kotapanglima
Bukhara.Umawiyah
Selain itu kotabernama Uqbah dan
Samarkand bin
Nafi’ menaklukkan Carthage ibu kota Byzantium di Ifriqiyah
Tirmiz juga menjadi wilayah kekuasaannya. Di selatan, tentaranya sampai ke tepi dan mendirikan masjid
bersejarah
sungai SindQayrawan.
(Shinhu/Indus).Pasukan Muawiyah
Di front juga berhasil
barat panglima Umawiyahmenguasaibernamapulau
UqbahRhodes,
bin
Nafi’ menaklukkan Carthage ibu kota Byzantium di Ifriqiyah dan mendirikan masjid
Sijikas, Kreta dan pulau-pulau lain di Laut Tengah.
bersejarahKetika buku sejarah
Qayrawan. Pasukanbanyak menceritakan
Muawiyah prestasi-prestasi
juga berhasil menguasai politik danRhodes,
pulau militer
Daulah Kreta
Sijikas, Umawiyah, dan bagaimana
dan pulau-pulau kisahTengah.
lain di Laut mengenaskan cucu Rasulullah Saw, yaitu
Husein Ketika
dibunuhbuku di padang
sejarahKarbala
banyak oleh pasukan Yazid,
menceritakan putera Muawiyah,
prestasi-prestasi politik danadamiliter
cerita
lain yangUmawiyah,
Daulah menarik untuk dan diangkat
bagaimana dari wilayah
kisah paling ujung
mengenaskan cucudi Rasulullah
Barat, di semenanjung
Saw, yaitu
yang kemudian
Husein dibunuh diberi namaKarbala
di padang Al-Andalus, Andalusia.
oleh pasukan Di sana,
Yazid, puteraproses asimilasi
Muawiyah, adabudaya,
cerita
dialog
lain antar
yang budaya,
menarik untuk dandiangkat
transmisi darikeilmuan akan berlangsung
wilayah paling ujung di Barat, selama 800 tahun
di semenanjung
lamanya.
yang Gubernur
kemudian diberi Umawiyah
nama Al-Andalus, di kawasan
Andalusia. Ifriqiyah,
Di sana,Abdurrahman
proses asimilasi al-Ghafiqi
budaya,
membawa
dialog antarpasukannya
budaya, dan menembus
transmisi wilayah-wilayah
keilmuan akan Iberia hingga mencapai
berlangsung selama batas utara
800 tahun
yang berjarak tidak jauh dari Paris. Gerakan al-Ghafiqi
lamanya. Gubernur Umawiyah di kawasan Ifriqiyah, Abdurrahman al-Ghafiqi berhasil dibendung oleh Charles
Martel di pertempuran
membawa pasukannya Poitiers.
menembus Pergerakan arab yang
wilayah-wilayah fantastis
Iberia hinggadi Iberia
mencapai ini memendam
batas utara
rasa takut pada benak orang-orang Kristen-Eropa. Tapi, di satu
yang berjarak tidak jauh dari Paris. Gerakan al-Ghafiqi berhasil dibendung oleh Charles waktu, mereka juga
merasa ditertarik
Martel terhadap
pertempuran teknologi
Poitiers. dan pemikiran
Pergerakan arab yang Islam. Charlamgne
fantastis di IberiaThe Great, atau
ini memendam
Charles
rasa takutyang
padaAgung,
benak di kemudian Kristen-Eropa.
orang-orang hari akan menjadi Tapi,orang yang
di satu paling
waktu, terkagum-
mereka juga
kagum terhadap
merasa karya pemikiran
tertarik terhadap teknologidan danteknologi
pemikiran yang dihasilkan
Islam. pihak musuh
Charlamgne (Morgan,
The Great, atau
t.t., 33). yang
Charles Pertemuan
Agung,antara barat-kristen
di kemudian dengan
hari akan timur-Islam
menjadi orang yang di Iberia
palingmenciptakan
terkagum-
hubungan
kagum yang kompleks
terhadap dari seketar
karya pemikiran hubungan yang
dan teknologi konflik dan perebutan
dihasilkan pihak kekuasaan.
musuh (Morgan,
t.t., 33).DiPertemuan
Damaskus,antara ibukotabarat-kristen
Dinasti Umawiyah, ketertarikan di
dengan timur-Islam akan budaya
Iberia lain juga
menciptakan
menemukan momentumnya, di tengah data-data sejarah
hubungan yang kompleks dari seketar hubungan konflik dan perebutan kekuasaan. mengenai kebrutalan para raja
Umawiyah. Khalifah Abdul
Di Damaskus, ibukota Malik bin Marwan
Dinasti Umawiyah, misalnya, yang memerintah
ketertarikan akan budayaantara lain 705-
juga
715, membeli gereja yang berumur dua abad dan menggantikannya
menemukan momentumnya, di tengah data-data sejarah mengenai kebrutalan para raja dengan masjid
Umayah. DiKhalifah
Umawiyah. bagian depan
Abdul(façade)
Malik bin masjid,
Marwannampak terlihatyang
misalnya, model Greko-Romawi
memerintah antara yang
705-
dipahat
715, berdasarkan
membeli gereja gaya
yang Byzantium.
berumur dua Seorang
abad dan arabmenggantikannya
Andalus pada abad 12 pernah
dengan masjid
menceritakan
Umayah. kepadadepan
Di bagian kita bentuk
(façade) masjid agung
masjid, tersebut:
nampak terlihat model Greko-Romawi yang
“Negeri
dipahat terkenal itu
berdasarkan gayaialah Sham. IaSeorang
Byzantium. adalah arabsurgaAndalus
dunia tanpa diragukan
pada abad lagi,
12 pernah
dikarenakan
menceritakan bangunannya
kepada kita bentuk yang bagus,
masjid tanahnya
agung tersebut:yang bersinar-sinar, buah-buahan
“Negeri
yang banyak,terkenal itu yang
dan air ialah melimpah.
Sham. Ia Di adalah
tengahsurga dunia tanpa
kota terdapat gereja Romawi yang
diragukan lagi,
berpengaruh, yang bernama Gereja Maria. Gereja ini
dikarenakan bangunannya yang bagus, tanahnya yang bersinar-sinar, buah-buahanadalah gereja terbaik setelah
gerejabanyak,
yang di Yerusalem.
dan airBangunan
yang melimpah. tersebutDiramai
tengah sekali,
kota memuat
terdapatgambar-gambar
gereja Romawi yang aneh
yang menarik pikiran, menyihir pandangan.
berpengaruh, yang bernama Gereja Maria. Gereja ini adalah gereja terbaik setelah
Di negeri
gereja ini juga terdapat
di Yerusalem. Bangunan 20 sekolah, dua maristan
tersebut ramai (rumah gambar-gambar
sekali, memuat sakit) yang lamaaneh dan
baru. Rumah
yang menarik sakit
pikiran, yang baru
menyihir itu yang paling besar dan ramai. Pengelolaannya
pandangan.
membutuhkan
Di negeri ini juga15 dinar
terdapat perhari. Para dua
20 sekolah, dokter pagi-pagi
maristan (rumah sudah berdatangan
sakit) yang lama dan
melayani
yang baru.pasien.
Rumah Mereka
sakit yang memerintahkan
baru itu yang apa paling saja yang
besar danbaik
ramai.untuk para pasien
Pengelolaannya
berupa obat-obatan
membutuhkan 15 dinardan makanan
perhari. yangParasesuai.
dokter pagi-pagi sudah berdatangan dan
Dan sesuatu
melayani yang Mereka
pasien. paling agung yang pernah
memerintahkan apa kami
sajalihat,
yangialahbaikbangunan
untuk parayangpasien
tidak
bisa dideskripsikan oleh lidah,
berupa obat-obatan dan makanan yang sesuai. ialah al-masjid al-jami’, tiang-tiangnya, masuk ke
tengah
Dan masjid,
sesuatu qubah
yang palingyang berada
agung yangdi pernah
tengah kamiseakan bolaialah
lihat, di dalam bola yang lebih
bangunan tidak
bisa dideskripsikan oleh lidah, ialah al-masjid al-jami’, tiang-tiangnya, masuk ke
besar (Morgan, t.t., hal. 37).
tengah masjid, qubah yang berada di tengah seakan bola di dalam bola yang lebih
besar (Morgan, t.t., hal. 37).

126 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

Khalifah Umar bin Abdul Aziz barangkali turut ikut menjadi wakil masa
gemilang DaulahUmar
Khalifah Umawiyah
bin Abdulini. Aziz
Di samping perbaikan
barangkali yangmenjadi
turut ikut radikalwakil
di sistem
masa
administrasi
gemilang Daulah Umawiyah ini. Di samping perbaikan yang radikal dimenaruh
negara, penetapan pajak, pengangkatan pejabat, Umar juga sistem
perhatian terhadap
administrasi golongan
negara, minoritas
penetapan pajak,seperti khawarij, shi’ah
pengangkatan danUmar
pejabat, orang-orang mawali
juga menaruh
perhatian terhadap golongan minoritas seperti khawarij, shi’ah dan orang-orang mawali
(non-arab yang tidak mendapatkan hak yang sama semenjak kekhilafahan berdiri).
Hukum
(non-arabditegakkan
yang tidakdengan tegas tanpa
mendapatkan hakpandang bulu. semenjak
yang sama Toleransi kekhilafahan
juga meningkat. Jika
berdiri).
pada al-Walid, gereja Saint Thomas di Damaskus dijadikan masjid,
Hukum ditegakkan dengan tegas tanpa pandang bulu. Toleransi juga meningkat. Jikamaka pada masa
Umar II, gereja gereja
pada al-Walid, itu dikembalikan
Saint Thomas kepada umat kristen.
di Damaskus Pajakmasjid,
dijadikan tinggi maka
yang diterapkan
pada masa
Muawiyah dan Hajjaj kepada penduduk Nazran, oleh Umar II dikurangi.
Umar II, gereja itu dikembalikan kepada umat kristen. Pajak tinggi yang diterapkan Umar
melarang keras pengrusakan gereja dan memberikan kebebasan
Muawiyah dan Hajjaj kepada penduduk Nazran, oleh Umar II dikurangi. Umar untuk praktek
keagamaan lain (Karim,
melarang keras 2015, hal.
pengrusakan 134). dan memberikan kebebasan untuk praktek
gereja
keagamaan lain (Karim, 2015, hal. 134).
E. MASA AUFKLARUNG ISLAM DAN KEHANCURAN BAGHDAD
E. MASA AUFKLARUNG ISLAM DAN KEHANCURAN BAGHDAD
E. Penghujung
MASA AUFKLARUNG pemerintahanISLAM Dinasti Umayah menyaksikan gejolak
DAN KEHANCURAN BAGHDAD pemberontakan
dan propaganda yang semakin memanas dan mengancam
Penghujung pemerintahan Dinasti Umayah menyaksikan gejolak pemberontakan keutuhan monarki warisan
Muawiyah
dan propaganda bin Abu Sufyan
yang semakintersebut. Pada tahun
memanas 739, revolusikeutuhan
dan mengancam besar kelompok
monarkiKhawarij
warisan
meletup dahsyat sepanjang Afrika Utara (Bennison, 2009,
Muawiyah bin Abu Sufyan tersebut. Pada tahun 739, revolusi besar kelompok Khawarijhal. 24), sehingga memutus
akses
meletup Dinasti
dahsyatUmayah di Andalusia
sepanjang Afrika Utaradari Timur Tengah,
(Bennison, terkhusus
2009, hal. 24), Damaskus.
sehingga Kerajaan
memutus
Umayah yang kelelahan tidak mampu lagi merebut kota-kota
akses Dinasti Umayah di Andalusia dari Timur Tengah, terkhusus Damaskus. Kerajaan penting di Afrika Utara.
Lebih
Umayah lagi,yang
gempuran
kelelahanselanjutnya
tidak mampu datanglagidarimerebut
arah barat. Revolusi
kota-kota yang di
penting lebih berbahaya
Afrika Utara.
ini dipimpin oleh keturunan paman nabi Muhammad Abbas bin
Lebih lagi, gempuran selanjutnya datang dari arah barat. Revolusi yang lebih berbahaya Abdul Muthalib yang
mulai merangkul kelompok ahlul bait, pengikut setia Ali
ini dipimpin oleh keturunan paman nabi Muhammad Abbas bin Abdul Muthalib yang dan simpatisan Bani Hashim
untuk
mulai menggulingkan
merangkul kelompok pemerintahan
ahlul bait,Umayah yangsetia
pengikut despotik dansimpatisan
Ali dan dianggap telahBani merebut
Hashim
hak kekhilafahan (Karim, 2015, hal. 143). Dimulai
untuk menggulingkan pemerintahan Umayah yang despotik dan dianggap telah di Khurasan, perbatasan
merebut
kekhilafahan
hak kekhilafahan bagian (Karim,
Timur Laut, 2015,revolusi
hal. bersejarah
143). Dimulaiitu dipimpin oleh Abu Muslim
di Khurasan, perbatasanal-
Khurasani
kekhilafahan bagian Timur Laut, revolusi bersejarah itu dipimpin oleh Abu Muslim Di
dan berhasil menggiring pasukannya menuju Kufah pada tahun 748. al-
Kufah,
Khurasani pejuang
dan revolusi
berhasil ini memproklamirkan
menggiring pasukannya Abumenuju
‘AbbasKufah
al-Saffahpadasebagai
tahun khalifah
748. Di
Kufah, pejuang
pertama. Denganrevolusi
benderainidi memproklamirkan
tangan khalifah baru, Abu mereka
‘Abbas bergerak
al-Saffah ke Mesopotamia
sebagai khalifah
dan menghancurkan
pertama. Dengan bendera pasukan
di tangankhalifah
khalifah terakhir Umawiyah,
baru, mereka bergerak Marwan II, pada
ke Mesopotamia
pertempuran
dan menghancurkan menentukan di dekatkhalifah
pasukan sungai Zab, sungaiUmawiyah,
terakhir yang mengalir MarwanmenujuII, sungai
pada
Tigris. Marwan yang kabur ke Mesir berhasil dibunuh
pertempuran menentukan di dekat sungai Zab, sungai yang mengalir menuju pasukan Abbasiyah enam sungai
bulan
kemudian.
Tigris. Marwan Adiknya kaburAbu
yangAbbas, Ja’farberhasil
ke Mesir al-Manshur memindahkan
dibunuh ibu kota kekhilafahan
pasukan Abbasiyah enam bulan
kemudian. Adiknya Abbas, Abu Ja’far al-Manshur memindahkan ibuhal.
Islam ke kota kedamaian, Baghdad pada tahun 762 M (Karim, 2015, 144).
kota kekhilafahan
Islam ke Padakotapermulaan
kedamaian, eraBaghdad
Abbasiyah padainilah,
tahunjagat
762 M Islam melihat
(Karim, 2015, geliat
hal. kebangkitan
144). di
berbagaiPada aspek, seperti seni, ilmu pengetahuan atau sains yang
permulaan era Abbasiyah inilah, jagat Islam melihat geliat kebangkitan di mencakup berbagai
bidang
berbagai termasuk
aspek, kedokteran,
seperti seni,ilmu ilmuoptik, matematika,
pengetahuan ataukaligrafi,
sains yang geografi, astronomi
mencakup dan
berbagai
filsafat. Bidang keagamaan juga menemukan momentum kebangkitannya
bidang termasuk kedokteran, ilmu optik, matematika, kaligrafi, geografi, astronomi dan di bidang
ilmu-ilmu keIslaman
filsafat. Bidang seperti Ushul
keagamaan juga Fiqh, Fiqih, Hadits,
menemukan momentumIlmu Hadits, Tafsir, Ilmu
kebangkitannya di Tauhid
bidang
(Kalam) dan sebagainya. Baghdad menyaksikan penerjermahan
ilmu-ilmu keIslaman seperti Ushul Fiqh, Fiqih, Hadits, Ilmu Hadits, Tafsir, Ilmu Tauhid karya-karya klasik dari
Yunani,
(Kalam) India, China, Persia
dan sebagainya. Baghdad dan menyaksikan
Romawi. Menghasilkan
penerjermahan ribuan buku diklasik
karya-karya berbagai
dari
bidang ilmu pengetahuan. Sigrid Hunke, seorang orientalis
Yunani, India, China, Persia dan Romawi. Menghasilkan ribuan buku di berbagai Jerman mengatakan bahwa
peristiwa
bidang ilmu lompatan yang besar
pengetahuan. Sigrid dalam
Hunke, tangga peradaban
seorang yang
orientalis dicapai
Jerman oleh “penghuni”
mengatakan bahwa
peristiwa lompatan yang besar dalam tangga peradaban yang dicapai oleh “penghuni”
gurun pasir tersebut patut menjadi perhatian dalam sejarah pemikiran manusia. Hunke
menulis
gurun pasir bahwa ibnu al-Nadim,
tersebut patut menjadi sejarawan
perhatiandandalam
seorang penjual
sejarah buku di manusia.
pemikiran Baghdad Hunke
waktu
itu, pernah
menulis mengkatalogkan
bahwa ibnu al-Nadim, daftar ilmu pengetahuan
sejarawan dan seorang dalam 10 jilid
penjual bukubuku. Di dalamnya
di Baghdad waktu
memuat nama-nama buku yang diterbitkan dalam bahasa arab
itu, pernah mengkatalogkan daftar ilmu pengetahuan dalam 10 jilid buku. Di dalamnya yang membahas filsafat,
astronomi,
memuat nama-namamatematika, bukuilmuyang bumi, kimia, dan
diterbitkan dalam kedokteran
bahasa arab sampayangsaat itu. Waktu
membahas itu,
filsafat,
astronomi, matematika, ilmu bumi, kimia, dan kedokteran sampa saat itu. Waktu itu,

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 127
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

seorang yang bernama Abu al-Qasim sudah menemukan prinsi-prinsip bedah yang
seorang yang
terkenal sampaibernama
beberapa Abu abad.al-Qasim sudah
Al-Biruni, menemukan Arab,
Aristotelesnya prinsi-prinsip bedah yang
pernah menjelaskan
terkenal sampai
bagaimana bumi beberapa abad. Al-Biruni,
berputar mengelilingi Aristotelesnya
matahari. SementaraArab, al-Hasanpernahbin menjelaskan
al-Haitsam,
bagaimana bumi berputar mengelilingi matahari.
berhasil menemukan hukum-hukum pada bidang optik dan membuktikannya Sementara al-Hasan bin al-Haitsam,
secara
berhasil menemukan hukum-hukum pada bidang optik dan
empiris di menara Kairo. Apa yang telah dicapai bangsa arab waktu itu, kata Hunke, membuktikannya secara
empiris
tidak di menara
pernah dirasakan Kairo.
olehApabangsayangmanapun
telah dicapai bangsa
di belahan duniaarab waktu 1993,
(Hunke, itu, kata
hal.Hunke,
354).
tidak pernah dirasakan oleh bangsa manapun di belahan dunia
Banyak yang mengatakan bahwa aufklarung ini bermula dari mimpi khalifah (Hunke, 1993, hal. 354).
Al-
Mamun bertemu Aristoteles. Dalam mimpi itu Al-Mamun menanyakan apa Al-
Banyak yang mengatakan bahwa aufklarung ini bermula dari mimpi khalifah itu
Mamun bertemu
kebaikan. AristotelesAristoteles.
menjawabnya Dalam mimpi
bahwa itu Al-Mamun
kebaikan adalah apa menanyakan
yang dipandang apabaik
itu
kebaikan.
oleh Aristotelestidak
akal, kemudian menjawabnya
ada lagi selain bahwaitu.kebaikan
Cerita yangadalahbisa apa
saja yang
legendadipandang baik
itu nyatanya
oleh akal, kemudian tidak ada lagi selain itu. Cerita yang
memang memberikan gambaran tentang apa yang diperbuat kemudian oleh sang bisa saja legenda itu nyatanya
memang Sejarawan
khalifah. memberikan gambaran
menulis bahwatentang
al-Ma’mun apa merupakan
yang diperbuat khalifah yang menggalakan
kemudian oleh sang
khalifah. Sejarawan menulis bahwa al-Ma’mun merupakan khalifah
gerakan penerjemahan karya-karya filsafat klasik dari bahasa Yunanu, Syriak ke dalam yang menggalakan
gerakanarab.
bahasa penerjemahan
Setiap minggu,karya-karya
al-Mamun filsafat klasik
gemar dari bahasa tokoh
mengundang Yunanu, Syriak
agama, kekalam,
ahli dalam
bahasafilsafat
pakar arab. Setiap minggu,Islam
dan keilmuan al-Mamun
lainnyagemar mengundangpertemuan
untuk menghadiri tokoh agama, ahli kalam,
dan mengadakan
pakar filsafat dan keilmuan Islam lainnya untuk menghadiri
diskusi yang kaya seputar keagamaan dan perdebatan-perdebatan teologi spekulatif pertemuan dan mengadakan
diskusi yang
lainnya. kaya seputar
Ketertarikan al-Mamun keagamaan
terhadapdan ilmuperdebatan-perdebatan
pengetahuan inilah yang teologi spekulatif
mendorongnya
lainnya. Ketertarikan al-Mamun terhadap ilmu pengetahuan
membangkitkan geliat intelektual di kalangan umat Islam dan menghadiakan masa inilah yang mendorongnya
membangkitkan
keemasan untuk geliat
dinastiintelektual
Abbasiyahdidan kalangan
agama umatMuammad.Islam dan Padamenghadiakan
masanya, Baghdad masa
keemasan untuk dinasti Abbasiyah dan agama Muammad. Pada
menjadi tempat tujuan akademis yang dijejali para pecinta ilmu pengetahuan dari segala masanya, Baghdad
menjadi tempat
penjuru. Al-Mamun tujuanbukan
akademis sajayang dijejalidan
politikus parakhalifah
pecinta ilmu
yang pengetahuan
hanya menjadi dari patron
segala
penjuru. Al-Mamun bukan saja politikus dan khalifah yang
pencerahan, tetapi dirinya juga adalah orang yang cinta akan ilmu pengetahuan. Ketika hanya menjadi patron
pencerahan,
berhasil tetapi dirinya
mengalahkan jugaByzantium,
tentara adalah orangal-Mamun
yang cintatidak akanmeminta
ilmu pengetahuan.
peti berisi Ketika
emas,
tetapi naskah buku Almagest karya astronom Yunani Ptolemi tentang emas,
berhasil mengalahkan tentara Byzantium, al-Mamun tidak meminta peti berisi ilmu
tetapi naskah buku Almagest karya astronom Yunani Ptolemi tentang ilmu
perbintangan.
perbintangan.
Diceritakan tidak lama setelah khalifah bertemu Aristoteles dalam mimpinya, ia
memanggil menterinya
Diceritakan tidakyang
lama berdarah Persia: bertemu
setelah khalifah “Thahir Aristoteles
yang setia,dalam sesungguhnya
mimpinya,aku ia
memanggil
ingin menterinya
membangun yang tempat
sebuah berdarahpusat
Persia: “Thahir
belajar yang yangbesar
setia,disesungguhnya
Baghdad untuk aku
ingin membangun sebuah tempat pusat belajar yang
mendukung daya fikir, penafsiran yang bebas, filsafat, ilmu pengetahuan, matematikabesar di Baghdad untuk
mendukung
dan astronomi. dayaKirimlah
fikir, penafsiran
utusan untuk yang mendatangkan
bebas, filsafat, buku-buku
ilmu pengetahuan,
utama yang matematika
ada di
Byzantium dan Persia. Ambil semua buku tersebut supaya aku bisa membangunada
dan astronomi. Kirimlah utusan untuk mendatangkan buku-buku utama yang pusatdi
Byzantium danitu.
pembelajaran Persia. Ambil semua
Datangkanlah buku tersebut supayahandal
penerjemah-penerjemah aku bisa membangun
supaya merekapusatbisa
menerjemahkan semua ilmu itu ke dalam bahasa arab. Pusat ilmu ini aku beri nama bisa
pembelajaran itu. Datangkanlah penerjemah-penerjemah handal supaya mereka bait
menerjemahkan
al-hikmah.” Menterinya
semua ilmu yangitu setia, Thahirbahasa
ke dalam langsungarab.menjalankan
Pusat ilmu ini perintah sang
aku beri khalifa.
nama bait
datangkanMenterinya
al-hikmah.”
Ia para ilmuan yang
dansetia, Thahir
pemikir langsung
terbaik menjalankan
seperti al-Khawarizmi,perintah yangsang khalifa.
kemudian
Ia datangkan para ilmuan dan pemikir terbaik seperti al-Khawarizmi,
hari dijuluki Abu al-Jabar, karena menjadi pendiri sistem bilangan arab. Baitul Hikmah yang kemudian
hari dijuluki
juga kedatangan Abu saudara-saudara
al-Jabar, karena menjadiBanu Musa. pendiri
Di sistem
masa bilangan
depan mereka arab. Baitul Hikmah
akan menjadi
juga kedatangan saudara-saudara Banu Musa. Di masa
ulama matematika, astronom dan pencipta alat dan mesin. Turut pula bergabung ke depan mereka akan menjadi
ulama jajaran
dalam matematika,
ilmuanastronom dan pencipta
adalah Hunein bin Ishak,alatdokter
dan mesin. Turut pula
dari kalangan bergabung
kristen Nestorian,ke
dalam jajaran ilmuan adalah Hunein bin Ishak, dokter dari
yang di kemudian hari menerjemahkan buku-buku karya Galen dan filsafat Yunani ke kalangan kristen Nestorian,
yang dibahasa
dalam kemudianarab.hari
Salahmenerjemahkan
satu peziarah buku-buku
arab pada masa karya Al-Mamun
Galen dan filsafat Yunaniapa
menceritakan ke
dalam bahasa arab. Salah satu peziarah arab pada masa Al-Mamun
yang ia lihat di Baghdad, sebagaimana dinukil oleh ahli geografi Islam abad-IX, al- menceritakan apa
Ya’qubi, dalamdibukunya
yang ia lihat Baghdad, sebagaimana dinukil oleh ahli geografi Islam abad-IX, al-
al-Buldan:
Ya’qubi, dalam bukunya al-Buldan:
“Aku memulai dengan Irak karena ia adalah pusat dunia dan pusar bumi. Aku
“Aku memulai
sebutkan Baghdad dengan
karena Irakia karena
adalah ia adalahkota
jantung pusat
Irakdunia dan pusar
dan kota besar bumi. Aku
yang tidak
sebutkan Baghdad karena ia adalah jantung kota Irak
tandingannya baik di barat atau di timur bumi, tak ada yang mampu menandingi dan kota besar yang tidak
tandingannya
keluasan kota, baik di barat
kebesaran, atau di timur
bangunan, air danbumi, tak ada
kejernihan yang mampu
udaranya. menandingi
Penduduknya diisi
keluasan kota, kebesaran, bangunan, air dan kejernihan
oleh berbagai macam golongan manusia dari berbagai daerah. Baghdad didatangi udaranya. Penduduknya diisi
oleh berbagai macam golongan manusia dari berbagai daerah. Baghdad didatangi

128 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

orang-orang yang berasal dari kota terjauh. Mereka lebih memilih Baghdad daripada
orang-orang
tanah air mereka. yang berasal
Tidak dari
ada kota terjauh.
seorang alimMereka
pun yang lebihlebih
memilihalimBaghdad
dari paradaripada
ilmuan
tanah
Baghdad. air mereka. Tidak adaadalah
Ahli riwayatnya seorang yang alimterbaik,
pun yang lebih
begitu jugaalimahlidari para ilmuan
kalamnya, ahli
Baghdad. Ahli riwayatnya adalah yang terbaik, begitu
gramatikalnya, dan qari-Al-Quran nya. Tidak ada ahli mantik yang lebih pandai juga ahli kalamnya, ahli
gramatikalnya,
daripada ahli mantik dan qari-Al-Quran
Baghdad, juganya. ahli Tidak ada ahli
ibadahnya, ahli mantik
zuhudnya. yang lebihada
Tidak pandai
yang
daripada ahli mantik Baghdad, juga ahli ibadahnya, ahli zuhudnya.
lebih pintar fiqih daripada ahli fiqih Baghdad, begitu pula khatibnya, penyairnya dan Tidak ada yang
lebih
orang-orang jenakanya”
pintar fiqih daripada(Morgan,
ahli fiqiht.t.,
Baghdad,
hal. 56-57) begitu pula khatibnya, penyairnya dan
orang-orang jenakanya” (Morgan, t.t., hal. 56-57)
Ketika dunia menyaksikan kegemilangan kota Baghdad, sejarah juga mencatat
kegemilangan dunia
Ketika lain yangmenyaksikan
menggeliat kegemilangan
di bagian barat kota dunia,
Baghdad, yaitusejarah juga mencatat
semenanjung Iberia,
kegemilangan
atau Andalusia. Di ibu kotanya, taman-taman yang luas dibangun, yangIberia,
lain yang menggeliat di bagian barat dunia, yaitu semenanjung oleh
atau Andalusia.sang
Abdurrahman, Di ibu kotanya,
khalifah, taman taman-taman
itu diberi yang nama luasRusafa.dibangun,
Pada tahun yang oleh 786,
Abdurrahman,
Abdurrahman membangun sang khalifah, taman
masjid agung itu Kordoba.
diberi nama Rusafa. Pada
Kegemilangan bumitahun 786,
Andalusia,
Abdurrahman
dengan ibu kotanya membangunKordoba masjid
ini diagung
kemudian Kordoba. Kegemilangan
hari membuat penulisbumi baratAndalusia,
menyebut
dengan ibu kotanya Kordoba ini di kemudian hari membuat
Kordoba sebagai The Ornament of The World (Ornamennya dunia). Sejarah Andalusi penulis barat menyebut
Kordoba
diwarnai sebagai
berbagaiThemacamOrnament World (Ornamennya
of Thepenting,
peristiwa dunia). Sejarah
dinamika perseteruan antara Andalusi
kerajaan
diwarnai berbagai macam peristiwa penting, dinamika
Kristen di Utara dengan penguasa muslim, hidup berdampingan yang relatif harmonis perseteruan antara kerajaan
Kristen
antara tigadi Utara
agama dengan
(Islam,penguasa
kristen muslim,
dan Yahudi). hidupSejak
berdampingan
penaklukan yang relatifatas
muslim harmonis
Iberia
antara tiga agama (Islam, kristen dan Yahudi). Sejak penaklukan
pada tahun 711 oleh Thariq bin Ziyad dan masuknya ratu Issabela pada tahun 1492, muslim atas Iberia
pada tahun 711
semenanjung olehmenyaksikan
Iberia Thariq bin Ziyad
meriahnyadan masuknya
karya-karyaratu Issabeladipada
memukau bidang tahun 1492,
arsitektur,
semenanjung
musik, sastra,Iberia menyaksikan
filsafat, kedokteranmeriahnya karya-karya memukau di bidang arsitektur,
dan ilmu pengetahuan.
musik, sastra, filsafat, kedokteran dan ilmu pengetahuan.
Sepertinya halnya sejarah bangsa dan peradaban lain, masa aufklarung Islam
Sepertinya halnya
juga nampaknya mulai sejarah
melihat bangsa dan peradaban
lamat-lamat lain, masa
kehancuran dunia Islam
aufklarung
ketika mulai
juga nampaknya mulai melihat lamat-lamat kehancuran
menyaksikan pergerakan berbahaya dari arah China pada abad ke-13. Bangsa Mongol ketika dunia mulai
menyaksikan
mulai bersatupergerakan berbahayasalah
di bawah komando dari arah
satu China pada abad
orang paling ke-13. Bangsa
menakutkan dalam Mongol
sejarah,
mulai bersatu di bawah komando salah satu orang paling
Jengis Khan. Bangsa nomaden ini diketahui ahli dalam menggunakan belati dan pedang. menakutkan dalam sejarah,
Jengis
MerekaKhan. juga Bangsa
ahli dalam nomaden ini diketahui
melepaskan panasahli dalam
ketika menggunakan
sedang menaiki kuda.belati Jengiz
dan pedang.Khan
Mereka juga ahli dalam melepaskan panas ketika sedang
bergerak ke wilayah Islam di Asia tengah. Dimulai dengan penghancuran kerajaan menaiki kuda. Jengiz Khan
bergerak
Khawarizmshah ke wilayah yang Islam di Asia
dipimpin tengah.
Alauddin Dimulai dengan
Muhammad. Pada tahun penghancuran
1219, Jenghiz kerajaan
Khan
Khawarizmshah yang dipimpin Alauddin Muhammad. Pada
resmi melancarkan peperangan atas tanah-tanah Islam sepanjang Transoxiana. Sebuah tahun 1219, Jenghiz Khan
resmi
pasukan melancarkan
yang dipimpin peperangan
anak atas
Jengiz tanah-tanah
Khan, Juju, Islam sepanjang
berhasil Transoxiana. pasukan
menghancurkan Sebuah
pasukan
Alaudin yang yang berjumlah
dipimpin 400.000
anak Jengiz
di dekat Khan,
Jand.Juju,
Shah berhasil
bergerak menghancurkan
terus menuju Samarkand.pasukan
Alaudin yang berjumlah 400.000 di dekat Jand. Shah
Anaknya yang lain, Jagatai, membumihanguskan Otrar. Sementara Khan sendiribergerak terus menuju Samarkand.
Anaknya
bersama yang lain, Jagatai,
pasukannya membumihanguskan
melulunlantakkan Bukhara Otrar. sampai Sementara
rata denganKhan sendiritanah.
bersama pasukannya melulunlantakkan Bukhara
Perempuannya diperkosa, dan sebanyak 30.000 laki-laki disembelih. Ketika Khan sampai rata dengan tanah.
Perempuannya
kembali ke Mongolia diperkosa, dan sebanyak
dan menikmati 500 30.000
istri danlaki-laki disembelih.
ratusan selirnya, lalu Ketika
meninggal Khan di
kembali ke Mongolia dan menikmati 500 istri dan ratusan
atas tempat tidurnya, anaknya sekaligus penerusnya Ogotai mengirim pasukan sekitar selirnya, lalu meninggal di
atas tempat
300.000 tidurnya,
orang untuk anaknya
menggempursekaligus penerusnya
Diarbakr Ogotai mengirim
yang dipegang Jalaluddin. pasukan
Setelah sekitar
kota
300.000 orang untuk menggempur Diarbakr yang dipegang
hancur, pasukan Mongol meratakan Azerbaijan, Mesopotamia Utara, Georgia dan Jalaluddin. Setelah kota
hancur,
Armeniapasukan pada tahun Mongol meratakan
1234. Cucu JengizAzerbaijan, Khan, Mesopotamia
Hulagu, bertolak Utara,keGeorgia
Iran untukdan
Armenia
menumpaspada tahun 1234. Assasin.
pemberontakan Cucu Jengiz HulaguKhan, Hulagu,
melintas bertolak dan
Samarkand ke Balkh,
Iran untuk lalu
menumpas pemberontakan Assasin. Hulagu melintas
menghancurkan markas besar Assasin di bukit Alamut. Sekarang tujuan mereka Samarkand dan Balkh, lalu
menghancurkan
semakin jelas, yaitu markas besar Assasin
meratakan di bukit Alamut.
kota kedamaian, Baghdad,Sekarang
sama sepertitujuankota-kota
mereka
semakin jelas, yaitu meratakan
lainnya (Durant, 1950, hal. 339-340). kota kedamaian, Baghdad, sama seperti kota-kota
lainnya Will
(Durant, 1950, hal.
Durant 339-340).
mendeskripsikan dengan baik bagaimana proses tersebut
Will Durant mendeskripsikan
berlangsung. Sehingga sampailah waktunya khalifah dengan baikterakhir
bagaimana
Baghdad, proses tersebut
al-Musta’shim
berlangsung.
billah, gemetar Sehingga sampailah
ketika melihat waktunya
ratusan khalifahHulagu
ribu pasukan terakhirberjejer
Baghdad, al-Musta’shim
mengerikan di luar
billah, gemetar ketika melihat ratusan ribu pasukan Hulagu
benteng Baghdad. Setelah satu bulan pengepungan, Hulagu bersama pasukannya berjejer mengerikan di luar
benteng Baghdad. Setelah satu bulan pengepungan,
memasuki Baghdad pada Februari 1258. Selama 40 hari, Hulagu melancarkan aksi Hulagu bersama pasukannya
memasuki Baghdad pada Februari 1258. Selama 40 hari, Hulagu melancarkan aksi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 129
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 121 – 131

pembantaian dan pembunuhan; sebanyak 800.000 penduduk terbunuh. Ribuan


pembantaian dan
cendekiawan, ulama, pembunuhan;
saintis, dansebanyakpenyair 800.000
bernasib penduduk
mengenaskan. terbunuh. Ribuan
Perpustakaan
cendekiawan, ulama, saintis, dan penyair bernasib mengenaskan.
dihancurkan, ratusan ribu jilid buku dilalap api. Durant menyebut bahwa dalam sejarah, Perpustakaan
dihancurkan,
tidak ada sebuahratusan ribu jilid
peradaban buku
yang dilalap api.
mengalami Durant menyebut
kehancuran yang begitubahwa dalam sejarah,
tiba-tiba terjadi.
tidak ada
Dalam sebuahsaja
40 tahun peradaban
dunia telahyang mengalami kengerian
menyakiskan kehancuran yang begitu
tersebut. Mereka tiba-tiba
datang terjadi.
bukan
Dalammenetap,
untuk 40 tahuntapi sajauntuk
duniamembunuh,
telah menyakiskanmembantaikengerian tersebut. Mereka
dan mengangkut kekayaan datang
dan bukan
harta
untuk menetap,
rampasan tapi untuk membunuh, membantai dan mengangkut kekayaan dan harta
ke Mongolia.
rampasan ke Mongolia.
F. PENUTUP
F. Sejarah
PENUTUP barangkali memperlihatkan gerak peradaban yang muncul, berkembang
Sejarah hancur.
lalu kemudian barangkali Adamemperlihatkan
yang mengatakan gerak peradaban
bahwa sejarahyang tidakmuncul, berkembang
ada hubungannya
lalu kemudian hancur. Ada yang mengatakan bahwa sejarah
dengan masa sekarang. Sejarah ibarat sebuah episode yang telah usai dalam perjalanan tidak ada hubungannya
dengan masa
manusia sekarang.
kemudian Sejarah
berpindah ibaratdunia
menuju sebuah episode
baru. Namun yangyangtelah usaiperadaban
jelas, dalam perjalanan
apapun,
manusia kemudian berpindah menuju dunia baru. Namun yang
Islam termasuk di dalamnya, bukan diisi oleh teriakan-teriakan dalam peperangan, jelas, peradaban apapun,
dan
Islam termasuk
darah-darah yangdimengalir
dalamnya, bukanpenaklukan.
setelah diisi oleh teriakan-teriakan
Peradaban dibangun dalam peperangan,
oleh sistem sosial dan
darah-darah
yang yang mengalir
menyebarkan kreativitassetelah penaklukan.
kultural. PeradabanPeradaban dibangun
berisi sistem oleh yang
politik sistemterjaga
sosial
yang menyebarkan
melalui adat, moral dan kreativitas
hukum. kultural.
PeradabanPeradaban berisiekonomi,
adalah sistem sistem politik
yang dijagayangmelalui
terjaga
melalui adat, moral
keberlangsungan dan hukum.
produksi. Ia juga Peradaban
merupakan adalah sistem ekonomi,
kreativitas yang dijaga
kultural, melalui melalui
kebebasan,
keberlangsungan
pertumbuhan ide, produksi.
sastra, adatIaistiadat,
juga merupakan kreativitas ia
seni dan bagaimana kultural, melaluidialami
diungkapkan, kebebasan,dan
pertumbuhan ide,
termanfaatkan. sastra, adat
Peradaban adalahistiadat,
benang seni dandari
rumit bagaimana
hubungan ia manusia
diungkapkan, (Durant dialami
& Ariel,dan
termanfaatkan.
1968, 167). Peradaban adalah benang rumit dari hubungan manusia (Durant & Ariel,
1968, 167).
Peradaban Islam lebih kompleks daripada catatan tentang peperangan, perebutan
kekuasaan, Peradaban
ekspansi Islam lebih kompleks
militer, dan pembunuhandaripada atas
catatan tentang
nama agama.peperangan,
Peradaban perebutan
Islam
menyimpan sejarah yang
kekuasaan, ekspansi “hilang”,
militer, sejarah tentang
dan pembunuhan atas interaksi
nama agama. yang Peradaban
simpatik antara Islam
menyimpan sejarah yang “hilang”, sejarah tentang interaksi
penganut agama yang berbeda. Sejarah Islam mencatat adanya geliat intelektual yang yang simpatik antara
penganut agama
terhormat, membawa yangmanusia
berbeda.menujuSejarah gerbang
Islam mencatat adanya
renaissance yang geliat intelektual
dipimpin Eropa yang
di
terhormat,hari.
kemudian membawa
Peradaban manusia
Islam menuju
juga diisigerbang renaissance yang yang
oleh hubungan-hubungan dipimpin
dinamis,Eropa di
tidak
kemudian
statis, hari.para
antara Peradaban
pemeluk Islam juga diisi
agama, oleh hubungan-hubungan
keyakinan dan aliran pemikiran. yang dinamis,
Terminologi tidak
“bentrokan
statis, antaraperadaban”
para pemeluk menjadiagama,semacam upaya yang
keyakinan dan terlalu
aliran menyederhanakan
pemikiran. Terminologi gejala
“bentrokan
sejarah dan peradaban” menjadi semacam
kondisi sosio-politik upaya rumit
yang sejatinya yang terlalu menyederhanakan
dan dinamis. Teori Huntingtongejala
sejarah clash
tentang dan kondisi sosio-politik
of civilization antara yang
Islamsejatinya rumitbarangkali
dan Barat dan dinamis. hanya Teori Huntington
di dasari dari
keyakinan bahwa negara dan budaya akan selalu “membutuhkan” konflik. Padahaldari
tentang clash of civilization antara Islam dan Barat barangkali hanya di dasari di
keyakinan
balik bahwa
sana ada negara untuk
keinginan dan budayaberdamaiakandanselalu “membutuhkan”
kerinduan konflik. Padahal
hidup berdampingan dengan di
balik sana ada keinginan
pihak yang tengah mengalami konflik. untuk berdamai dan kerinduan hidup berdampingan dengan
pihak yang tengah mengalami konflik.

REFERENSI
REFERENSI
REFERENSI
Amin, A. (1997). Dhuha al-Islam Jilid 1. Kairo: Maktabah al-Usrah.
Amin, A.
Arnold, T.(1997). Dhuha
W. (1913). al-Islam
The Jilid of
Preaching Kairo: Maktabah
1. Islam. al-Usrah. and Company. ltd,
London: Constable
Arnold,m.T. W. (1913). The Preaching of Islam. London: Constable and Company. ltd,
Bennison,m. A. K. (2009). The Great Caliphs, The Golden Age of the Abbasid Empire.
Bennison,
YaleA.University
K. (2009). The Great Caliphs, The Golden Age of the Abbasid Empire.
Press.
Durant, Yale University
W. (1950). ThePress.
Age of Faith, a History of Medieval Civilization-Christian,
Durant,Islamic,
W. (1950). The Age of Faith,
and Judaic-from a History
Constantine of Medieval
to Dante: Civilization-Christian,
AD. 325-1300. New York:
Islamic,
Simon andand Judaic-from Constantine to Dante: AD. 325-1300. New York:
Schuster.
Simon
_________. Durus al-Tarikh, terj. Ali Shalash. Kairo: Dar Su’ad al-Shabah.
and Schuster.
(1993).
_________.
Durant, W dan (1993).
Ariel.Durus al-Tarikh,
(1968). terj. of
The Lessons AliHistory.
Shalash. Kairo:
New DarSimon
York: Su’adandal-Shabah.
Schuster.
Durant, W dan Ariel. (1968). The Lessons of History. New York: Simon and Schuster.

130 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PASANG SURUT HUBUNGAN ANTAR-AGAMA ... — [Dewi Anggraeni dan Gumilar Irfanullah]

Frassetto, M. dan David R. Blanks. (1999). Western Views of Islam in Medieval and
Early Modern Europe. New York: St. Martin’s Press.
Hasan, H. I. (1996). Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’i,
vol 1. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah.
Hunke, S. (1993). Shams al-‘Arab Tastha’u ‘Ala al-Gharb, terj. Bahasa arab oleh Faruq
Baidhun dan Kamal Dasuki. Beirut :Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidah.
Karim, A. (2015) Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara.
Le Bon, G. (t.t.). Hadharah al-‘Arab, terj. Adil Zu’air. Kario: Isa al-Bab al-Halabi.
Lewis, B. (1993). Islam and The West. New York: Oxford University Press, Inc.
Morgan, M. H. (t.t.). Tarikh Dhai’. Kairo: Nahdhah Misr.
Subhi, A. M. (1975). Fi Falsafat al-Tarikh. Iskandariah: Muassasah al-Tsaqafah al-
Jami’iyah.
Watt, W. M. (1956). Mohamed at Medina. London: Clarendon Press.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 131
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


AVEROES:
A Study of The Influence of His Thoughts on Renaissance
AVEROES:
A Study of The Influence of His Thoughts on Renaissance
Edi Suresman
Universitas Pendidikan Indonesia
Edi Suresman
Email: esuresman@upi.edu
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: esuresman@upi.edu

ABSTRACT
ABSTRACT
This article discusses about great contributions of a Moslem scholar, Averoes, to the
development of science and technology in the West. The objectives of the writing of this article
This(1).article
are discusses
to introduce the about greatof contributions
biography a prominent Moslem of a Moslem
scholar and scholar, Averoes,Averoes;
philosopher, to the
(2). to understand his teachings; and (3). to find out the influence of his thoughts, toarticle
development of science and technology in the West. The objectives of the writing of this both
are (1). to introduce the biography of a prominent Moslem scholar
Islamic and Western worlds. The problems to discuss in this paper are: (1). what are the most and philosopher, Averoes;
(2). to understand
important teachings his teachings; (2).
of Averoes?; andhow(3). istothefind out theofinfluence
influence Averoes’s ofteachings
his thoughts, to both
on scientific
Islamicorand
world, Western
what is in worlds.
Europe The well problems
known astoRenaissance
discuss in this paper
Age?; andare:
(3).(1).
howwhat
arearethethe most
West’s
important teachings of Averoes?; (2). how is the influence of Averoes’s
attitudes toward Averoes’s teachings?. Based on this study, it can be concluded that: (1) teachings on scientific
world, or is
Averoism what is in Europe
basically a schoolwell known as
of thought thatRenaissance
brought about Age?;an and
Ibn (3). how thoughts-based
Rusyd’s are the West’s
reformation movement emerging in Europe; (2) Ibn Rusyd’s thoughts penetrated that:
attitudes toward Averoes’s teachings?. Based on this study, it can be concluded Europe(1)
Averoism is basically a school of thought that brought about an Ibn
through those youths who were studying at Cordova, Secilla, Malaga, and Granada universities, Rusyd’s thoughts-based
reformation
as well as themovement
translationemerging works(2)
in Europe;
of Ibn Rusyd’s intoIbn Rusyd’s
Latin; thoughts was
(3) Averoism penetrated
sponsored Europe
and
through those
developed youths who
by Western were studying
scholars and thusatitCordova,
played a Secilla, Malaga,
great role in theand Granada
process universities,
of the birth of
as well as the
Renaissance thattranslation
led Europe of communities
Ibn Rusyd’s to worksmodern intocivilization;
Latin; (3) Averoism
and (4) Ibn was sponsored
Rusyd and
is a great
developed by Western scholars and thus it played
Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes. a great role in the process of the birth of
Renaissance that led Europe communities to modern civilization; and (4) Ibn Rusyd is a great
Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes.
Key Words: Averoes, Averoism, Moslem scholar, Renaissance
Key Words: Averoes, Averoism, Moslem scholar, Renaissance
ABSTRAK
ABSTRAK
Artikel ini mendiskusikan tentang kontribusi besar dari seorang sarjana Muslim bernama Ibn
Rusyd (Averoes) terhadap perkembangan ilmu dan teknologi di Barat. Tujuan penulisan artikel
Artikel
ini adalahini :mendiskusikan tentang biografi
(1). memperkenalkan kontribusi besar dari
seorang seorang
sarjana sarjana Muslim
dan filosof Muslim terkenal,
bernama Ibn Ibn
Rusyd (Averoes) terhadap perkembangan ilmu dan teknologi di Barat. Tujuan
Rusyd; (2). memahami ajaran-ajarannya; dan (3). mengidentifikasi dan menemukan pengaruh penulisan artikel
ini adalah : (1). memperkenalkan
pemikiran-pemikirannya baik terhadapbiografi
Duniaseorang sarjanaBarat.
Islam maupun dan filosof Muslim terkenal,
Masalah-masalah yang akan Ibn
Rusyd; (2).
dibahas dalam memahami
artikel iniajaran-ajarannya;
adalah: (1). apadan saja(3). mengidentifikasi
ajaran-ajaran dan yang
Ibn Rusyd menemukan pengaruh
paling penting?;
(2). bagaimana pengaruh ajaran-ajaran Ibn Rusyd terhadap dunia ilmu pengetahuan atau akan
pemikiran-pemikirannya baik terhadap Dunia Islam maupun Barat. Masalah-masalah yang apa
dibahas
yang dalamdikenal
di Barat artikel dengan
ini adalah: (1). apa saja(kebangkitan)?;
Era Renaissance ajaran-ajaran Ibn danRusyd yang paling
(3). bagaimana penting?;
sikap Barat
(2). bagaimana
terhadap pengaruh
ajaran-ajaran Ibnajaran-ajaran Ibn Rusyd penelitian
Rusyd?. Berdasarkan terhadap dunia ilmuyang
kualitatif pengetahuan atau apa
penulis lakukan,
dapat disimpulkan bahwa: (1) Averoism pada dasarnya adalah sebuah madzhab pemikiran Barat
yang di Barat dikenal dengan Era Renaissance (kebangkitan)?; dan (3). bagaimana sikap yang
terhadap ajaran-ajaran
didasarkan Ibn Rusyd?.
pada ajaran-ajaran Ibn RusydBerdasarkan penelitian
yang kemudian kualitatif yang
menghasilkan penulis
gerakan lakukan,
reformasi di
dapat disimpulkan
Eropa; (2) pemikiran bahwa:
Ibn (1) Averoism
Rusyd masukpada kedasarnya adalah sebuah
Eropa melalui madzhabyang
para pemuda pemikiran
belajaryangdi
didasarkan Cordova,
universitas pada ajaran-ajaran Ibn Rusyd
Secilla, Malaga, yang kemudian
dan Granada, dan jugamenghasilkan gerakan reformasi
melalui penerjemahan karya-karya di
Eropa; (2) pemikiran Ibn Rusyd masuk ke Eropa melalui para pemuda
Ibn Rusyd ke dalam bahasa Latin; (3) Averoism disokong dan dikembangkan oleh para sarjana yang belajar di
universitas Cordova, Secilla, Malaga, dan Granada, dan juga melalui
Barat dan kemudian memerankan peran penting dalam proses kelahiran Renaissance penerjemahan karya-karya
Ibn Rusyd ke dalam
(kebangkitan) bahasa Latin;
yang membawa (3) Averoism
masyarakat Eropadisokong
ke dalam danperadaban
dikembangkan oleh dan
modern; para(4)sarjana
Ibn
Barat dan kemudian memerankan peran penting dalam proses kelahiran
Rusyd adalah sarjana dan filosof Muslim besar di Barat di mana dia dikenal dengan sebutan Renaissance
(kebangkitan) yang membawa masyarakat Eropa ke dalam peradaban modern; dan (4) Ibn
Averoes.
Rusyd adalah sarjana dan filosof Muslim besar di Barat di mana dia dikenal dengan sebutan
Averoes.
Kata Kunci: Ibn Rusyd, Averoisme, Sarjana Muslim, Renaissance
Kata Kunci: Ibn Rusyd, Averoisme, Sarjana Muslim, Renaissance

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 133
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 133 – 138

A. INTRODUCTION

Many people forget the great contributions of past Moslem scholars. We often
A. INTRODUCTION
hear that the development of science and technology came initially from West. It
implies Many people forget
that Moslems
A. INTRODUCTION the great
are always contributions
prototyped of pastand
as ignorant Moslem
colonized.scholars. We Islam
In fact, often
hear that long
has since the development
ago developed of sciences.
science and One technology
of which was came initiallyby
pioneered from West. It
a prominent
implies that
MoslemMany Moslems
scholar are always
and philosopher,
people forget prototyped
Averoes.
the great contributions as ignorant
of pastand colonized.
Moslem In fact,
scholars. We Islam
often
has since
hear A lot
that long ago developed
theofdevelopment
Moslems, evenof sciences.
Moslem
science and One technology
scholars,of which
do notwas pioneered
recognize
came by
Averoes,
initially froma in
prominent
spite of
West. It
Moslem
his high scholar
influence and
on philosopher,
the thoughts, Averoes.
to both Muslim and Western
implies that Moslems are always prototyped as ignorant and colonized. In fact, Islam worlds. Based on the
has A lot
background
since longof ago
Moslems,
above, developed even sciences.
the author Moslem
was driven scholars,
One to do nothim,
of study
which recognize
was the result
pioneered Averoes, in
of awhich
by spite
may
prominent of
his high
hopefully influence
be on
utilized the
by thoughts,
Moslem
Moslem scholar and philosopher, Averoes. to both
intellectuals Muslim
in and
developing Westerntheir worlds.
scholarship Based on
further. the
background
The
A above,
lotobjective the
of Moslems, author
of thisevenpaper waswas
Moslem driven
(1). totointroduce
scholars, study
do nothim, the the result
biography
recognize of awhich
Averoes, may
prominent
in spite of
hopefully
Moslem
his be utilized
scholar
high influence on by
and theMoslem
philosopher,
thoughts, intellectuals
Averoes;
to both Muslim in developing
(2). to and
understand
Westerntheir
his scholarship
teachings;
worlds. further.
Basedand on(3).the
to
find outThe
background objective
the influence
above, the this
of his
authorpaper waswas
thoughts, to (1). to
both
driven tointroduce
Muslimstudyand the biography
Western
him, the worlds.
result of awhich
prominent
may
Moslem scholar
hopefully andformulation
The
be utilized philosopher,
by Averoes;
problems (2).
Moslemofintellectuals to understand
toindiscuss
developing in this hisscholarship
paper
their teachings;
is: (1). what and are
(3).the
further. to
most important
find out teachings
the influence
The objective of hisofthoughts,
this Averoes?;
paper was to(2).
(1).how
both Muslim
to is theand
introduce influence
Western
the ofworlds.
biography Averoes’s teachings
of a prominent
on scientific
Moslem scholar The
andformulation
world, or in Europe
philosopher, of Averoes;
problems
well known to discuss
(2). as in this paper
to Renaissance
understand Age?;
his is: and
(1). (3).
teachings; what are
andhow(3).the
are
to
most
West’simportant
find outattitudes teachings
over Averoes’s
the influence of hisofthoughts,
Averoes?; to(2).
teachings? bothhow Muslimis theand influence
Western ofworlds.
Averoes’s teachings
on scientific world, or in Europe
The formulation well known
of problems as Renaissance
to discuss in this paperAge?; is: and
(1). (3).
whathow are
are the
West’s attitudes
mostB.important
METHODS over Averoes’s
teachings of Averoes?; (2). how is the influence of Averoes’s teachings
teachings?
This research
on scientific world, oruses qualitative
in Europe wellapproach.
known asThis approachAge?;
Renaissance according to Sugiyono
and (3). how are
West’s attitudes over Averoes’s teachings?
(2011:
B. 12)
METHODSis also called as interpretive approach since the data resulted from this
researchThis research
is more dealtuses withqualitative approach.toward
the interpretation This approach
the data according
found in the to Sugiyono
field. In
(2011: 12)
addition, is also
according
B. METHODS called
to Putra as and Lisnawati,
interpretive approach
this since
qualitative the data
approach resulted
design from
is this
usually
research is more
more global,
This dealtuses
not detail,
research with
and the interpretation
much
qualitativemoreapproach. toward
flexible (Putra This & the data according
Lisnawati,
approach found2012:in 28).
theSugiyono
to field. In
addition,12)
(2011: according to Putraasand
is also called Lisnawati,approach
interpretive this qualitative
since the approach design is
data resulted fromusually
this
moreC.global,
researchRESULT not detail,
is more dealt and
AND withmuch
DISCUSSION more flexible (Putra
the interpretation toward&the Lisnawati,
data found 2012:in 28).
the field. In
Averoes’stoBiography
a. according
addition, and Worksthis qualitative approach design is usually
Putra and Lisnawati,
more Averoes
C.global,
RESULT notwasAND born
detail, inmuch
Cordova
DISCUSSION
and moreinflexible
1126 to(Putra a family of lawyers.
& Lisnawati, His28).
2012: grandmother
a. Averoes’s
and parents served asBiography
judges of and WorksCourt. The name ‘Averoes’ is a western
Supreme
version for Arabic ‘Ibn Rusyd’.
C. RESULT AND DISCUSSION 1126
Averoes was born in Thus,
Cordova name
in Averoes is actually
to a family Ibn Rusyd.
of lawyers. His grandmother
and parents served
a. Averoes’s
His full nameasBiography
isjudges of and
Abu Al-Walid Supreme
Works Court. The
Muhammad IbnnameAhmad ‘Averoes’ is a western
Ibn Muhammad Ibn
version for
IbnArabic
AhmadAveroes Rusyd.
was‘Ibn
bornRusyd’.
During inhis Thus, name
youth
Cordova times,
in 1126 Averoes
hetostudied is actually
a family Islamic Ibn Rusyd.
theology,
of lawyers. His Islamic
grandmotherlaws,
and parents
medicine, served
nameasisjudges
His mathematics,
full Abu of Supreme
Al-Walid
astronomy, Court.andThe
Muhammad
literature Ibn name
Ahmad
philosophy. ‘Averoes’
Ibn is a he
In Muhammad
1169, western
Ibn
was
version
Ahmad
appointedfor Arabic
Ibnjudge in ‘Ibn
Rusyd. Rusyd’.
During
Seville, his in
and Thus,
1182name
youth times, Averoes
he studied
in Cordova. is actually
Islamic Ibn Rusyd.Islamic laws,
theology,
medicine,
He was
His mathematics,
well known
full name is Abuastronomy,a criticliterature
asAl-Walid of Aristotle
Muhammad and Ibn philosophy.
philosophy,
Ahmad Ibn In Muhammad
and 1169,famous
also he was in
Ibn
appointed
medicine.
Ahmad Ibnjudge
His in Seville,
works
Rusyd. During and
are highlyhis in 1182times,
influential
youth in Cordova.
inhe Europe
studied andIslamic
were translated
theology,into Latinlaws,
Islamic and
Hebrew.HeThe
medicine, was well known
thoughts
mathematics, of Ibn as a critic
Rusyd
astronomy, have of
laterAristotle
literature and philosophy,
developed in Europeand
philosophy. in also
In what
1169, isfamous
sohecalled
wasin
medicine. His
Averoism judge
appointed works
school ofare highly
thought
in Seville, and in influential
which
1182 was inofEurope
in Cordova. great and were translated
influence into Latinasanda
on Renaissance
Hebrew. HeThe
reformation thoughts
movement
was of
well known Ibn Rusyd
which lifted
as have of
Europe
a critic later
from developed
dark nature.
Aristotle in Europeand
philosophy, in what
also isfamous
so called in
AveroismHe His
medicine. wrote
school theofsummary
works are highlyand
thought whichinterpretation
influentialwasinofEurope of most
great żreek
influence
and philosophers’
on Renaissance
were translated works.
into Latin Ina
asand
reformation
medicine,The
Hebrew. hemovement
wrote a of
thoughts which
bookIbn entitled
Rusyd “al-Kulliat”,
lifted Europe
have from
later darklater
developed nature.
translated
in Europe in into
what Latin
is soentitled
called
HeInwrote
Colliget.
Averoism school theofsummary
philosophy, he wrote
thought and
whichinterpretation
books was entitled
of great of“Tahafut
most żreek
influence philosophers’
al-Tahafut” and works.
on Renaissance “Faslasal-Ina
Maqal”. Inhelaw,
medicine,
reformation he wrote
wrote
movement a which
book a book
entitled
lifted “al-Kulliat”,
entitled
Europe “Bidayah later
from darkal-Mujtahid”. translatedEurope
nature. pays entitled
into Latin a close
Heto
attention
Colliget. Inwrote
philosophy,
Ibn the summary
Rusyd. he wrote and books entitledof“Tahafut
interpretation most żreek philosophers’
al-Tahafut” and works.
“Fasl al- In
Maqal”. Inhelaw,
medicine, he wrote
wrote a book a book entitled
entitled “Bidayah al-Mujtahid”.
“al-Kulliat”, later translatedEurope pays entitled
into Latin a close
attention to
Colliget. InIbn
philosophy,
Rusyd. he wrote books entitled “Tahafut al-Tahafut” and “Fasl al-
Maqal”. In law, he wrote a book entitled “Bidayah al-Mujtahid”. Europe pays a close
attention to Ibn Rusyd.

134 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
AVEROES: A STUDY OF THE INFLUENCE OF ... — [Edi Suresman]

b. The Essence of Averoism


Averoism
b. The Essenceis a term used in West that refers to Ibn Rusyd and his thoughts. It
of Averoism
began to be appreciated
Averoism is a term used in 13thin century.
West thatAccording
refers to Ibn to Rusyd
Paul Edward
and his (1987:224),
thoughts. It
Averoism is a term that West scholars
th assigned to a certain
began to be appreciated in 13 century. According to Paul Edward (1987:224), interpretation of Aristotle’s
Averoism is a term that West scholars assigned to a certain interpretation of Aristotle’s
doctrines. In other words, Averoism is essentially an understanding of Aristotle’s
philosophy in accordance to Ibn Rusyd’s interpretation.
doctrines. In other words, Averoism is essentially an understanding of Aristotle’s
The in
philosophy most importanttoteachings
accordance Ibn Rusyd’sof Averoism are as follows:
interpretation.
1. Relationship between Philosophy
The most important teachings of Averoism are as (Reason) and Syariat (Divine Revelation)
follows:
1. Relationship Ibnbetween
Rusyd suggested
Philosophy that there isand
(Reason) no contradiction
Syariat (Divine between divine
Revelation)
revelation (syariat) and reason (philosophy). The two are compatible
Ibn Rusyd suggested that there is no contradiction between divine and
complementary.
revelation (syariat) Philosophy
and reasonis recommended
(philosophy). by The
religion,
two because a functionand
are compatible of
philosophy is to make a speculation on tangible image
complementary. Philosophy is recommended by religion, because a function of and to continuously
think of it asislong
philosophy as it brings
to make about knowledge
a speculation on tangibleon the Creator.
image and to continuously
The establishment of the law is
think of it as long as it brings about knowledge on the Creator. based on Quran verses, among
others;…. Meaning: The establishment of the law is based on Quran verses, among
others;….“Then let think, hey you who are of reason.” (Q.S. 59:2).
Meaning:
“Don’t
“Then let they learn
think, heywhat
youare
who existent in both heavens
are of reason.” and earth kingdoms
(Q.S. 59:2).
and everything that Allah SWT creates?” (Q.S. 7:185).
“Don’t they learn what are existent in both heavens and earth kingdoms
Syariat commands
and everything that us to undertake
Allah SWT creates?”investigations on anything tangible and to
(Q.S. 7:185).
take
Syariatlesson from it. us
commands Such investigations
to undertake should be carried
investigations out bytangible
on anything any rationally
and to
reasoning processes. The main target of syariah philosophically
take lesson from it. Such investigations should be carried out by any rationally is as a means
of achieving
reasoning both trueThe
processes. theories
mainand actions
target (al-ilmu
of syariah bil hag Wal ‘amal
philosophically is asbil haq).
a means
of achieving both true theories and actions (al-ilmu bil hag Wal ‘amal bil haq).
2. Interpretation by Ta’wil way on Quran
Ibn Rusyd asserted
2. Interpretation by Ta’wilthat
waydivine revelation was sent down to all human
on Quran
beings
Ibnaccording to their that
Rusyd asserted own divine
capacityrevelation
of understanding
was sentitsdown
content.
to According
all human
to Ibn Rusyd, humankind can be divided into three groups:
beings according to their own capacity of understanding its content. philosophers,
According
theologians,
to Ibn Rusyd, andhumankind
laymen (general
can be public).
divided Philosophers are those
into three groups: who use
philosophers,
demonstrative
theologians, andmethods;
laymentheologians are of lower
(general public). level, in that
Philosophers are they
thosebegin
whofrom
use
dialectic methods rather than scientific truths. And laymen are
demonstrative methods; theologians are of lower level, in that they begin from rhetorical
people who
dialectic simply absorb
methods rather anything throughtruths.
than scientific examples
Andand writtenare
laymen thoughts.
rhetorical
people who simply absorb anything through examples and written thoughts.
3. Theory of Universal Human Soul Sustainability after Being Separated from
3. His or Her
Theory Body and Human
of Universal Theory of Eternity
Soul and Material
Sustainability afterForm
BeingPotential
Separated from
Ibn Rusyd suggested that reason and soul are a unity.
His or Her Body and Theory of Eternity and Material Form Potential The body may die,
but both reason and soul should stay alive. Therefore, meant
Ibn Rusyd suggested that reason and soul are a unity. The body by resurrection
may die,
day is spiritual resurrection. As for material forms, it is said that
but both reason and soul should stay alive. Therefore, meant by resurrection the nature was
created after being inexistent, but both forms (materials) and times
day is spiritual resurrection. As for material forms, it is said that the nature wasare going
on forever.
created afterThis is in
being accordance
inexistent, butwith
boththe content
forms of Surah
(materials) andHud
timesparagraph 7,
are going
meaning
on forever.as follows:
This is in accordance with the content of Surah Hud paragraph 7,
“And
meaning as it follows:
is Him who created heavens and earth in six phases, and His
kingdom
“And (before
it is Him that)who
has been on waters,
created heavensfor Him
and to test
earth in who were among
six phases, and you
His
of
kingdom (before that) has been on waters, for Him to test who were among(Q.S.
better deeds, and if you say: “This is nothing more than a real magic.” you
11:7).
of better deeds, and if you say: “This is nothing more than a real magic.” (Q.S.
11:7).
The Entry of Averoes’s Thoughts into Europe
TheThe contact
Entry of Ibn Rusyd’s
of Averoes’s Thoughtsthoughts into Europe was triggered by Al-
into Europe
Muwahidun żovernment’s stance which disliked him, andwas
The contact of Ibn Rusyd’s thoughts into Europe he was thus arrested
triggered by Al-
Muwahidun żovernment’s stance which disliked him, and he was thus arrested

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 135
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 133 – 138

and then ostracized to Lucena, south of Cordova. The Khalifah instructed that all
his books
and be burnt and
then ostracized shouldn’t
to Lucena, be read.
south of Cordova. The Khalifah instructed that all
his books
Duringbe the burnt and shouldn’t
ostracizing time,beIbnread.Rusyd had been steadily teaching and
writing,
Duringso that
the lots of
ostracizingJew visited
time,
and then ostracized to Lucena, south of Cordova. him
Ibn to learn.had
Rusyd Ibn
ThebeenRusyd’s works
steadily
Khalifah can still
teaching
instructed be
thatand
all
writing,
his bookssobethat
found in Hebrew lotsand
burnt of shouldn’t
thanks Jew visited
to the be him
read.to learn. Ibn Rusyd’s works can still be
endeavors of his disciples in the ostracizing site.
Other
found During the ostracizing time, Ibninfluence
factor
in that
Hebrew brought
thanks Ibn
to theRusyd’s
endeavors to
of hishad
Rusyd Europe
disciples is the
in
been steadily the many European
ostracizing
teaching site.
and
Other factor that brought Ibn Rusyd’s influence to Europe
writing, so that lots of Jew visited him to learn. Ibn Rusyd’s works can still be
youths who came to study in Andalus, entering universities is the
in many
Cardova, European
Sevilla,
Malaga,
youths
found and
inwho
HebrewGranada.
came to study
thanks to in
theAndalus,
endeavors entering
of his universities
disciples in in theCardova,
ostracizingSevilla,
site.
Other factor that brought Ibn Rusyd’s influence to Europe is the many European
History
Malaga, and has told
Granada. that the first university in Europe is Paris University, found
in 1231.
youthsHistoryIbncame
who Rusyd’s
has toldto thatbooks
study are
theinfirst an obligatory
university
Andalus, course.
in Europe
entering It Paris
is
universities is only hundreds
in University,
Cardova, years
found
Sevilla,
in 1231.
later that Ibn
EuropeRusyd’s
Malaga, and Granada. has 18books are
(eighteen) an obligatory
universities. course. It is only hundreds years
laterHistory
that Europe
has told has that
18 (eighteen) universities.
the first university in Europe is Paris University, found
in 1231. Ibn Rusyd’s books are an obligatory course. It is only hundreds
c. European Attitudes to Averoism years
c. With
later that the presence
European
Europe 18of(eighteen)
Attitudes
has Averoism,
to Averoism the atmosphere of Europe since 13th century
universities.
becameWithdivided into two
the presence of groups,
Averoism, the atmosphere of Europe since 13th century
namely:
became
c. First: One into
divided
European group two that
Attitudes toresisted
groups, namely:
Averoism Ibn Rusyd’s thoughts, most of which
consisted
First:
With the One groupofthat
of Church
presence clerics. resistedtheIbn
Averoism, Rusyd’s ofthoughts,
atmosphere Europe since most13of th which
century
becameconsisted
Second:
dividedAnother
ofinto
Church group
two that namely:
clerics.
groups, supported Ibn Rusyd’s thoughts, which Church
Second:
First: One
clerks calledAnothergroup
atheist.group
that that supported
resisted Ibn Ibn Rusyd’s
Rusyd’s thoughts,most
thoughts, which of Church
which
According
clerks called to
atheist.
consisted of Church clerics. Philip K. Hitti (1956) and Fergillius Ferm (1961), the
presence Another
According
Second: to group
of Averoism Philip that
led
K. tosupported
Hittithe(1956) Ibnand
division Rusyd’s thoughts,
ofFergillius
Europe into
Ferm which
three Church
groups,
(1961), the
namely:
presence of Averoism
clerks called atheist. led to the division of Europe into three groups,
namely:
First: Stronglytoresisting
According Philip K. group,
Hitticonsisting
(1956) and of prominent
Fergillius Jews Fermof(1961),
traditionalthe
school
First: of thought,
Strongly prominent
resisting group,church clerks,
consisting and
of
presence of Averoism led to the division of Europe into three groups, Islamic
prominent scholars
Jews ofof jabariah
traditional
school of thought.
namely: thought, prominent church clerks, and Islamic scholars of jabariah
school
Second: of Proponent
thought.
First: Strongly resisting group, thoseconsisting
group, who suggested that human
of prominent Jewsbeings have a
of traditional
freedom
Second: of utilizing
Proponent their
group, reason,
those the
who prominent
suggested advocate
school of thought, prominent church clerks, and Islamic scholars of jabariahthat human of which
beings is Sigera
have
van Brabant.
freedom
school ofof utilizing their reason, the prominent advocate of which is Siger
thought.
van
Third: Moderate
Brabant.
Second: Proponent group,
group, pioneered
those who by Thomas
suggested Aquinas,
that human who acknowledged
beings have a
sensory,Moderate
Third:
freedom natural
of utilizing knowledge.
group,
theirpioneered
reason, the by prominent
Thomas Aquinas,advocatewho acknowledged
of which is Siger
sensory,
van Brabant. natural knowledge.
In 1270-1277,
Third: Moderate Averoism teachingsbypresented
group, pioneered by Siger who
Thomas Aquinas, Van acknowledged
Brabant were
condemned
In by
1270-1277, Paris Archbishop.
Averoism
sensory, natural knowledge. Afterwards,
teachings Siger
presented by left the
Siger university
Van Brabantand were
then
was detainedby
condemned within
ParisPapacy prisonAfterwards,
Archbishop. till dead in 1284.
Siger left the university and then
was In According
detained within to Mercia
Papacy Elliade
prison
1270-1277, Averoism teachings presented by till (1991:
dead in 567),
1284. afterSigerthe Vandead Brabant
of Sigerwere van
Brabant
condemned the school
According
by Paris of thought
to Archbishop.
Mercia Elliade was then steadily
(1991: 567),
Afterwards, developed
Sigerafter
left the by John
the university of
dead of Siger Jandun
van
and then
who detained
Brabant
was deified reason
the school
within of and set prison
thought
Papacy asidewasdivine
then
till dead revelation.
steadily
in 1284. The school
developed of thought
by John of Jandunwas
developed
who deified byreason
AccordingPeterto Abebard
and
Mercia and
set aside Roger
divine
Elliade Bacon as well.
revelation.
(1991: 567), The the
after school deadof ofthought
Siger wasvan
developed
Brabant thebyschool
Peter Abebard
of thought andwas RogerthenBacon as well.
steadily developed by John of Jandun
d.
whoInfluence
deified reasonof Averoismand set on Renaissance
aside divine revelation. The school of thought was
d. In thinking,
Influence
developed of Renaissance
by Peter Averoism
Abebardon people
and generally
Renaissance
Roger Bacon as escaped
well. church and scholasticism
constraints. In one
In thinking, hand, Renaissance
Renaissance people extolled
people generally escapedpast times
church andthey considered
scholasticism
as glorious,
constraints.
d. Influence but
In one
of in other Renaissance
hand,
Averoism hand they were
on Renaissance peoplehopeful for past
extolled the future
times theythey considered
aspired to
rebuild.
as glorious, but in other hand they were hopeful for
In thinking, Renaissance people generally escaped church and scholasticism the future they aspired to
Averoism
rebuild.
constraints. In one hand, Renaissance people extolled past times they considereda
is Ibn Rusyd’s work originally conducted in honor of
as Averoism
contributed
glorious, butisin Ibn
greatly to
other Rusyd’s
weakening
hand they work
Westwere originally
hopeful forconducted
communities from the their
future inthey
very honor
long of toa
sleep.
aspired
contributed
rebuild. greatly to weakening West communities from their very long sleep.
Averoism is Ibn Rusyd’s work originally conducted in honor of a
contributed greatly to weakening West communities from their very long sleep.

136 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
AVEROES: A STUDY OF THE INFLUENCE OF ... — [Edi Suresman]

According to Mucthar Kusumaatmadja (1991: 112), Basics of Renaissance


thought were originated
According to Mucthar in Averoism’s
Kusumaatmadja great (1991:
influence,112), in Basics
that foroffour centuries
Renaissance
Ibn Rusyd’s ideas dominated the intellectuals in Europe.
thought were originated in Averoism’s great influence, in that for four centuries
According
Ibn Rusyd’s to dominated
ideas Harun Nasution (1985:74-75),
the intellectuals it is from the classic period
in Europe.
MoslemAccording to Harun Nasution (1985:74-75), ittime
that Westerns learnt to be broad-minded in whenthe
is from Europe
classichadperiod
been
veiled
Moslembythat narrow-minded
Westerns learnt atmosphere, absence ofintolerance
to be broad-minded time when onEurope
minorities,
had beenand
atmosphere of thought oppression.
veiled by narrow-minded atmosphere, absence of tolerance on minorities, and
According
atmosphere to Philipoppression.
of thought K. Hitti (1964:611), Michael Scot, one of the advocates
of Averoism,
According to Philip K. HittiIslam
has introduced and itsMichael
(1964:611), culturesScot, to Sicilia andadvocates
one of the Italy by
bringing request by khalifah Abu Yakub for an interpretation
of Averoism, has introduced Islam and its cultures to Sicilia and Italy by of Aristotle’s
works,
bringingbutrequest
then by khalifah Abu Yakub for an interpretation of Aristotle’s
works, but thenof Aristotle on both biology and zoology that had been the subject
the works
of IbntheRusyd’s
works of critiques,
Aristotleand on itboth
is the original
biology andemergence
zoology that of Renaissance
had been theinsubjectItaly.
In its further development, Renaissance movement grew
of Ibn Rusyd’s critiques, and it is the original emergence of Renaissance in Italy. across continental
Europe.
In its further development, Renaissance movement grew across continental
Europe.
D. CONCLUSION
D. CONCLUSION
From the discussion presented above, it can be concluded that: (1) Averoism is
basically a school
From of thought
the discussion above, it about
that brought
presented can bean Ibn Rusyd’s
concluded thoughts-based
that: (1) Averoism is
reformation movement emerging in Europe. The hearth
basically a school of thought that brought about an Ibn Rusyd’s thoughts-based of the teaching is the
understanding
reformation movementof Aristotle’s
emerging philosophies.
in Europe.In The addition,
hearth Ibn of the Rusyd successfully
teaching is the
converged philosophy and religion; (2) Ibn Rusyd’s thoughts
understanding of Aristotle’s philosophies. In addition, Ibn Rusyd successfully penetrated Europe through
those youths
converged who wereand
philosophy studying
religion;at Cordova, Secilla,thoughts
(2) Ibn Rusyd’s Malaga,penetrated
and Granada universities,
Europe through
as well as the translation of Ibn Rusyd’s works into Latin,
those youths who were studying at Cordova, Secilla, Malaga, and Granada universities, and then made as an
obligatory
as well astextbook at Paris of
the translation University;
Ibn Rusyd’s (3) Averoism
works into wasLatin,
sponsored and developed
and then made as by an
Western scholars and thus it played a great role in the process
obligatory textbook at Paris University; (3) Averoism was sponsored and developed of the birth Renaissance by
that led scholars
Western Europe communities
and thus it played to modern
a great civilization; and (4)ofIbn
role in the process the Rusyd is a great
birth Renaissance
Moslem scholar and philosopher in the West where he is known
that led Europe communities to modern civilization; and (4) Ibn Rusyd is a great as Averoes.
Moslem scholar and philosopher in the West where he is known as Averoes.
REFERENCE
Ahmad,
REFERENCE Zainal Abidin, 1975. Riwayat Hidup Ibn Rusyd, Jakarta : Bulan-Bintang.
Edward, Paul, 1987.
Ahmad, Zainal Abidin,The1975.
Encyclopedia
Riwayat Hidup of Philosophy,
Ibn Rusyd, London
Jakarta: Macmillan.
: Bulan-Bintang.
Elliade,
Edward, Paul, 1987. The Encyclopedia of Philosophy, LondonNew
Mercia, 1991. The Encyclopedia of Religion, York : Macmillan
: Macmillan.
Elliade, Publishing.
Mercia, 1991. The Encyclopedia of Religion, New York : Macmillan
Ferm, Fergillius,
Publishing.1961. A History of Philosophical System, New Jersey : Littlefield &
Co.
Ferm, Fergillius, 1961. A History of Philosophical System, New Jersey : Littlefield &
Hitti, Philip
Co. K, 1956. A History of The Arabs, London : Macmillan & Co. Ltd.
Khan,
Hitti, Philip K, 1956. A History of tt.
Muhammad Abdurrahman, TheMuslim
Arabs,Contribution to Science
London : Macmillan & and
Co. Culture,
Ltd.
Delhi: Idarah Adabiah
Khan, Muhammad Abdurrahman, tt. Muslim Contribution to Science and Culture,
Kusumaatmaja, Mochtar,
Delhi: Idarah 1991. Tradisi dan Pembaharuan di Negeri Sedang
Adabiah
Berkembang,
Kusumaatmaja, Mochtar,Jakarta:
1991.BP-7 Tradisi dan Pembaharuan di Negeri Sedang
Musa, Muhammad Yusuf,
Berkembang, Jakarta: 1988. Bayna al-Din Wa al-Falsafatifi Ra’yiIbn Rusyd Wa
BP-7
alFalasifatiYusuf,
Musa, Muhammad al-Ashri
1988.al-Wasith, Beirut:Wa
Bayna al-Din Al-Ashral
al-Falsafatifi Ra’yiIbn Rusyd Wa
al - Hadits.
Nasution,alFalasifati
Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,
al-Ashri al-Wasith, Beirut: Al-Ashral al - Hadits. Jilid I, Jakarta : UI -
Nasution,Press.
Harun, 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta : UI -
---------------------,
Press. 1985. Falsafat dan Mistisisme Dalam Islam, Jakarta : Bulan-Bintang.
Noer, Deliar, 1982.1985.
---------------------, Pemikiran
Falsafat Politik
dan di Negeri Barat,
Mistisisme DalamJakarta
Islam,: Jakarta
Rajawali. : Bulan-Bintang.
Noer, Deliar, 1982. Pemikiran Politik di Negeri Barat, Jakarta : Rajawali.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 137
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 133 – 138

Poeradisastra, S. J, 1986. Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Peradaban Modern,


Jakarta : P 3 M.
Putra, N, & Lisnawati, S. 2012. Penelitian Kualitatif Pendidikan Agama Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya,
Qasim, Mahmud, 1967. Falsafat Ibn Rusyd Wa Atsaraha fi al-Tafkir al-Gharbi, Sudan :
Jamilah Ummi Darman.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) . Bandung: Alfabeta.
Syarif, MM, 1966. A History of Muslim Philosophy, Wicshade Harasowife.
--------------------, 1992. Para Filosof Muslim, Bandung : Mizan.

138 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS
KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA
DI PERGURUAN TINGGI

Eka Kurniawati
MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS
Universitas Lampung
KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA
Email: eka.syafrial@gmail.com
DI PERGURUAN TINGGI

ABSTRACT Eka Kurniawati


Universitas Lampung
The purpose of this study is to
Email:the
find design of module for Islamic Education (PAI) course
eka.syafrial@gmail.com
based on the Indonesian Qualification Framework (IQF) in higher education. This study is
expected to provide contribution to Islamic education lecturers who work with IQF-based
ABSTRACT
module for Islamic Education (PAI) course in higher education. It was carried out with
qualitative method; an approach which focus on natural and fundamentally naturalistic
The purposeTherefore,
symptoms. of this study
it is is to find as
so-called thefield
design
study.of The
module for Islamic
research Education
steps, are: (PAI) course
1) preliminary study,
based on theand
2) planning Indonesian
designingQualification
an IQF-basedFramework
module for(IQF)Islamic in Education
higher education. This in
(PAI) course study is
higher
expected
education,toand
provide contribution
3) improving to Islamic
the design of the education
IQF-based lecturers
module. Thewhoresult
workofwith IQF-based
the study is an
module
IQF-basedfor module
IslamicofEducation (PAI) course
Islamic Education (PAI)incourse
higherthateducation. It was
can be used carried education
by Islamic out with
qualitative
lecturers andmethod; an Itapproach
students. which focus
is recommended to lecturers to increase
on natural their students’naturalistic
and fundamentally ability by
symptoms.
referring toTherefore, it is so-called
the Indonesian as fieldFramework
Qualification study. The research steps, are:
(IQF) through 1) preliminary
Islamic Education study,
(PAI)
2) planning
learning and designing an IQF-based module for Islamic Education (PAI) course in higher
process.
education, and 3) improving the design of the IQF-based module. The result of the study is an
IQF-based
Keyword:module of Islamic
Indonesian EducationFramework
Qualification (PAI) courseBased,that can be used
Module forbyIslamic
Islamic Education
education
lecturers and students.
Course, Higher Education It is recommended to lecturers to increase their students’ ability by
referring to the Indonesian Qualification Framework (IQF) through Islamic Education (PAI)
learning process.
ABSTRAK
Keyword: Indonesian Qualification Framework Based, Module for Islamic Education
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan desain modul mata kuliah pendidikan agama Islam
Course,
berbasis Higher Education
Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) di perguruan tinggi. Manfaat
penelitian ini diharapkan dapat memberikan konktribusi bagi para tenaga pendidik (dosen)
ABSTRAK
terkait dengan modul pembelajaran mata kuliah Pendidikan Agama Islam berbasis KKNI di
perguruan tinggi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam
Penelitian
melakukaninipenelitian
bertujuanyang
untukberorientasi
mendapatkan padadesain modul mata
gejala-gejala yangkuliah pendidikan
bersifat alamiahagama Islam
dan bersifat
berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) di perguruan tinggi.
naturalistik yang mendasar. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini disebut dengan field study. Manfaat
penelitian ini diharapkan
Langkah-langkah dapat memberikan
dalam penelitian ini adalah konktribusi bagi Tahap
sebagai berikut: para tenaga
pertamapendidik (dosen)
dilakukan studi
terkait dengantahap
pendahuluan, modul pembelajaran
kedua, melakukan mata kuliah Pendidikan
perencanaan Agamamodul
dan penyusunan Islam PAI
berbasis KKNI
berbasis KKNI di
perguruan tinggi.
di perguruan Penelitian
tinggi, ini menggunakan
tahap ketiga, dilakukan metode yaitu suatu
kualitatif,desain
penyempurnaan modulpendekatan
mata kuliahdalam
PAI
melakukan
berbasis KKNIpenelitian yang berorientasi
di perguruan tinggi. Hasilpada gejala-gejala
penelitian yangsatu
ini adalah bersifat
modulalamiah dan bersifat
PAI berbasis KKNI
naturalistik
di perguruan yang mendasar.
tinggi Olehdisebab
yang dapat itu, penelitian
gunakan oleh dosen semacam
PAI daninimahasiswa
disebut dengan
yang field study.
mengambil
Langkah-langkah
mata kuliah PAIdalam penelitiantinggi.
di perguruan ini adalah sebagai
Peneliti berikut: Tahap pertama
merekomendasikan kepada dilakukan studi
pendidik untuk
pendahuluan, tahap kedua, melakukan perencanaan dan penyusunan modul
meningkatan kemampuan mahasiswa sesuai dengan kerangka kualifikasi Nasional Indonesia PAI berbasis KKNI
di perguruan
(KKNI), tinggi,
melalui tahap ketiga,
pembelajaran PAI. dilakukan penyempurnaan desain modul mata kuliah PAI
berbasis KKNI di perguruan tinggi. Hasil penelitian ini adalah satu modul PAI berbasis KKNI
di perguruan
Kata Kunci: tinggi yang dapat
Kerangka di gunakan
Kualifikasi oleh dosen
Nasional PAI dan Modul
Indonesia, mahasiswa yang mengambil
Pendidikan Agama
mata kuliah PAI di
Islam, Perguruan Tinggi perguruan tinggi. Peneliti merekomendasikan kepada pendidik untuk
meningkatan kemampuan mahasiswa sesuai dengan kerangka kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI), melalui pembelajaran PAI.

Kata Kunci: Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Modul Pendidikan Agama


Islam, Perguruan Tinggi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 139
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 139 – 144

A. PENDAHULUAN
Pemerintah terus berusaha membuat peraturan yang menjadi dasar berpijak bagi
A. jenjang
setiap PENDAHULUAN pendidikan agar pembelajaran di sekolah-sekolah menjadi tepat sasaran.
Salah satu usaha pemerintah
Pemerintah terus berusahatersebut adalah dengan
membuat peraturanmengeluarkan
yang menjadi Peraturan Presiden bagi
dasar berpijak No.
8setiap
Tahun 2012 pendidikan
jenjang tentang Kerangka Kualifikasi diNasional
agar pembelajaran Indonesiamenjadi
sekolah-sekolah (KKNI)tepat - Indonesia
sasaran.
Qualifiction
Salah satu usaha Framework
pemerintah (IQF),
tersebutdi adalah
dalamnya
denganmenyatakan
mengeluarkan KKNI adalah
Peraturan kerangka
Presiden No.
penjenjangan
8 Tahun 2012kualifikasi kerja yang
tentang Kerangka menyandingkan,
Kualifikasi Nasionalmenyetarakan,
Indonesia (KKNI) mengintegrasikan
- Indonesia
sektor pendidikan
Qualifiction dan pelatihan
Framework (IQF), kerja dalam rangka
di dalamnya pemberianKKNI
menyatakan pengakuanadalahkompetensi
kerangka
kerja dengan jabatan
penjenjangan kerja kerja
kualifikasi di berbagai
yang sektor. KKNI menempatkan
menyandingkan, menyetarakan, lulusan sarjana S1 dan
mengintegrasikan
D4 dimasukkan
sektor pendidikan pada
danlevel 6 dimana
pelatihan kerjatujuan
dalamdari pembelajaran
rangka pemberianpada jenjang kompetensi
pengakuan antara lain
mampu memanfaatkan
kerja dengan jabatan kerja IPTEKS, menguasai
di berbagai sektor.konsep
KKNI teoritis, mampu lulusan
menempatkan mengambil keputusan
sarjana S1 dan
strategis dan bertanggung
D4 dimasukkan pada level jawab sesuai tujuan
6 dimana bidangdaripengetahuan
pembelajaran yangpadaia kuasai.
jenjang MKWU
antara PAI
lain
merupakan salah satu mata
mampu memanfaatkan IPTEKS, kuliah yang mengemban
menguasai tugas mampu
konsep teoritis, dari pemerintah
mengambil yang tertera
keputusan
dalam KKNI
strategis memiliki kewajiban
dan bertanggung jawab sesuaiuntukbidang
menyusun pembelajaran
pengetahuan yang ia sesuai
kuasai.dengan
MKWU amanah
PAI
yang telah disalah
merupakan tetapkan
satudalam
mata KKNI.
kuliah yang mengemban tugas dari pemerintah yang tertera
Di sisi memiliki
dalam KKNI lain, Penyelenggaraan
kewajiban untuk Pendidikan
menyusun Agama Islam (PAI)
pembelajaran di Perguruan
sesuai Tinggi
dengan amanah
Umum (PTU)
yang telah dinilai dalam
di tetapkan oleh masyarakat
KKNI. Indonesia belum efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran
Di sisi yang
lain, tertera dalam KKNI
Penyelenggaraan tersebut.Agama
Pendidikan Hal iniIslam
dapat(PAI)
dilihatdipada gejala-gejala
Perguruan Tinggi
yang
Umumada diseputar
(PTU) dinilaipenyelenggaraan
oleh masyarakatmata kuliahbelum
Indonesia PAI di perguruan
efektif untuk tinggi
mencapai umum di
tujuan
Indonesia,
pembelajaran dimulai dari dalam
yang tertera permasalahn yang timbul
KKNI tersebut. Hal inidaridapateksternal
dilihat pada kampus seperti
gejala-gejala
beragamnya karakter mahasiswa
yang ada diseputar penyelenggaraan yang dimata
bawakuliah
dari daerah
PAI masing-masing
di perguruan tinggi dan dari internal
umum di
kampus
Indonesia,yaitudimulai
jumlah dosen PAI yang sedikit
dari permasalahn yangtidak sesuaidari
timbul dengan jumlah mahasiswa
eksternal kampus seperti yang
besar. Besarnya
beragamnya karakterjumlah mahasiswa
mahasiswa yang diyang
bawaditerima
dari daerah pada setiap PTU dan
masing-masing ini dari
tentu saja
internal
mempengaruhi
kampus yaitu jumlah prosesdosen
pembelajaran
PAI yang di kelastidak
sedikit terutama
sesuaipada
denganmatajumlahkuliah wajib umum
mahasiswa yang
seperti
besar. MKWU
BesarnyaPAI yang wajib
jumlah mahasiswadiambilyang
oleh diterima
mahasiswapada muslim baruPTU
setiap di PTU.ini Kenyataan
tentu saja
dilapangan
mempengaruhi ditemukan
proses permasalahan
pembelajaran yang dihadapi
di kelas pada pada
terutama matamata
kuliah PAI di
kuliah Perguruan
wajib umum
Tinggi
seperti adalah
MKWUpembelajaran
PAI yang wajib yangdiambil
dilakukan
olehdalam kelas-kelas
mahasiswa muslimbesar,
baru adanya
di PTU.kelas besar
Kenyataan
pada MKWU
dilapangan PAI ini permasalahan
ditemukan disebabkan oleh yangdianggapnya
dihadapi pada MKWU mataPAIkuliah sebagai
PAI dimata kuliah
Perguruan
umum sehingga
Tinggi adalah beberapa yang
pembelajaran pihakdilakukan
universitasdalamsering mengabungkan
kelas-kelas besar, adanya mahasiswa dari
kelas besar
berbagai
pada MKWU program PAIstudi untuk mengambil
ini disebabkan mata kuliahMKWU
oleh dianggapnya ini. Disisi
PAIlain, terbatasnya
sebagai rasio
mata kuliah
jumlah
umum dosen sehingga PAI beberapa
dibandingpihak jumlah mahasiswa
universitas seringmemaksa pihak universitas
mengabungkan mahasiswauntuk dari
menugaskan
berbagai program dosen-dosen
studi untuk fakultas yang tidak
mengambil matamemiliki
kuliah ini.kompetensi
Disisi lain, sebagai dosen rasio
terbatasnya PAI
mengajar
jumlah dosen PAI di PAI PTU. Kondisi-kondisi
dibanding pembelajaranmemaksa
jumlah mahasiswa MKWU pihak PAI diuniversitas
atas merupakanuntuk
permasalahan-permasalahan
menugaskan dosen-dosen fakultas pokok yang
yang tidak
timbul dalam kompetensi
memiliki pembelajaransebagai MKWU PAIPAI
dosen di
perguruan
mengajar PAI tinggidiumum.PTU. Kondisi-kondisi pembelajaran MKWU PAI di atas merupakan
Dalam rangka itu semua,
permasalahan-permasalahan pokokuntuk
yangmenunjang cita-citapembelajaran
timbul dalam mulia yang ada MKWU dalamPAI KKNI di
dan menyelaraskannya
perguruan tinggi umum. dalam pembelajaran MKWU PAI pemakalah tertarik untuk
membuat suaturangka
Dalam modul itu MKWUsemua,PAI berbasis
untuk KKNIcita-cita
menunjang di perguruan
muliatinggi,
yang ada sehingga
dalamterlihat
KKNI
sejauh mana tingkat kebermaknaan
dan menyelaraskannya misi yang diemban
dalam pembelajaran MKWU olehPAIkurikulum
pemakalah Mata tertarik
Kuliah Wajib
untuk
Umum
membuatPendidikan
suatu modulAgama MKWU Islam
PAI(MKWU-PAI)
berbasis KKNIyang menjadi tinggi,
di perguruan salah satu mata terlihat
sehingga kuliah
penyangga
sejauh manaterbentuknya akhlak mulia,
tingkat kebermaknaan misi serta
yang dapat
diemban mengintegrasikan
oleh kurikulumhasil Matapendidikannya
Kuliah Wajib
dengan
Umum pelatihan
Pendidikan kerjaAgama
dalam Islamrangka(MKWU-PAI)
mendapatkan kompetensi
yang menjadi kerjasalah
sesuaisatudengan
matajabatan
kuliah
kerja di berbagai sektor.
penyangga terbentuknya akhlak mulia, serta dapat mengintegrasikan hasil pendidikannya
dengan pelatihan kerja dalam rangka mendapatkan kompetensi kerja sesuai dengan jabatan
B. diMETODE
kerja berbagai sektor.PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif yang merupakan suatu
B. METODE
pendekatan PENELITIAN
dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat
Penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif yang merupakan suatu
pendekatan dalam melakukan penelitian yang beroriantasi pada gejala-gejala yang bersifat

140 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS ... — [Eka Kurniawati]

alamiah dan bersifat naturalistik yang mendasar. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini
alamiah dan bersifat naturalistik yang mendasar. Oleh sebab itu, penelitian semacam ini
disebut dan
alamiah dengan field study (Muhammad
bersifat Nazir,1986:159). Sumber data penelitian ini
disebut dengan field naturalistik yang mendasar.
study (Muhammad Oleh sebab Sumber
Nazir,1986:159). itu, penelitian semacam ini
data penelitian ini
berupa draft
disebut denganpedoman Mata Kuliah
field study (MuhammadWajib Nazir,1986:159).
Umum PendidikanSumber
Agama data
Islampenelitian
di Perguruan
ini
berupa draft pedoman Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Agama Islam di Perguruan
Tinggi
berupa dan pedoman bahan ajar MKWU-PAI, yang dikeluarkan oleh Dirjen Direktorat
Tinggi draft pedoman bahan
dan pedoman Mata Kuliah Wajib Umum
ajar MKWU-PAI, Pendidikan
yang Agama
dikeluarkan olehIslam
Dirjendi Direktorat
Perguruan
Pendidikan
Tinggi dan Tinggi, Peraturan
pedoman bahan Presiden
ajar No. 8 Tahun
MKWU-PAI, yang 2012 tentangoleh
dikeluarkan Kerangka
Dirjen Kualifikasi
Direktorat
Pendidikan Tinggi, Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia
Pendidikan (KKNI) dan bukuNo.
Tinggi, Peraturan yang berkaitan dengan materi atau bahan ajar
Nasional Indonesia (KKNI) Presiden
dan buku yang 8 Tahun 2012dengan
berkaitan tentangmateri
Kerangka
atau Kualifikasi
bahan ajar
MKWU
Nasional PAI.
Indonesia (KKNI) dan buku yang berkaitan dengan materi atau bahan ajar
MKWU PAI.
MKWU PAI.

C. HASIL PENELITIAN
C. HASIL PENELITIAN
C. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian
C. Hasil
HASIL PENELITIAN menunjukkan terciptanya satu modul PAI berbasis KKNI di
penelitian menunjukkan terciptanya satu modul PAI berbasis KKNI di
perguruan
Hasiltinggi yang
penelitian dapat di gunakan oleh dosen satu
menunjukkan PAI modul
dan mahasiswa yang mengambil
perguruan tinggi yang dapat di gunakanterciptanya
oleh dosen PAI dan PAI berbasis
mahasiswa KKNI di
yang mengambil
mata kuliah
perguruan PAI di
tinggi perguruan
yang dapat di tinggi,
gunakan sehingga
oleh dapat PAI
dosen membantu
dan dosen danyang
mahasiswa mahasiswa
mengambiltepat
mata kuliah PAI di perguruan tinggi, sehingga dapat membantu dosen dan mahasiswa tepat
waktu dan
mata kuliah mudah untuk
PAI diuntuk mencapai
perguruan tinggi, tujuan
sehinggapembelajaran MKWU
dapat membantu PAI terutama pada kelas-
waktu dan mudah mencapai tujuan pembelajaran MKWUdosen dan mahasiswa
PAI terutama tepat
pada kelas-
kelas besar
waktu dan di perguruan
mudah untuk tinggi. Adapun
mencapai tujuan ruang lingkupMKWU
pembelajaran materi pada
PAI Modul MKWU-PAI
terutama pada kelas-
kelas besar di perguruan tinggi. Adapun ruang lingkup materi pada Modul MKWU-PAI
sebagai
kelas berikut.
besar di perguruan tinggi. Adapun ruang lingkup materi pada Modul MKWU-PAI
sebagai berikut.
Modul
sebagai 1. Bagaimana Mempelajari Islam di Perguruan Tinggi;
berikut.
Modul 1. Bagaimana Mempelajari Islam di Perguruan Tinggi;
Modul 1.
Modul 2. Bagaimana
Bagaimana Mempelajari
Manusia Bertuhan; Islam di Perguruan Tinggi;
Modul 2. Bagaimana Manusia Bertuhan;
Modul
Modul 3.
2. Bagaimana
Bagaimana Agama Menjamin
Manusia Bertuhan; Kebahagiaan;
Modul 3. Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan;
Modul 3.
Modul 4. Bagaimana
Bagaimana Agama Mengintegrasikan
Menjamin Iman, Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kebahagiaan;
Modul 4. Bagaimana Mengintegrasikan Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kamil;
Modul 4. Bagaimana Mengintegrasikan Iman, Islam, dan Ihsan dalam Membentuk Insan
Kamil;
Modul 5. Bagaimana Membangun Paradigma Quranik untuk Kehidupan Modern;
Kamil;
Modul 5. Bagaimana Membangun Paradigma Quranik untuk Kehidupan Modern;
Modul 5.
Modul 6.Bagaimana Membumikan
BagaimanaMembumikan
Membangun Paradigma Islam di Indonesia;
Quranik untuk Kehidupan Modern;
Modul 6.Bagaimana Islam di Indonesia;
Modul 6.Bagaimana
Modul 7. BagaimanaMembumikan
Islam Membangun Islam Persatuan
di Indonesia; dalam Keberagaman;
Modul 7. Bagaimana Islam Membangun Persatuan dalam Keberagaman;
Modul
Modul 8: 8: Bagaimana
7. Bagaimana Kontribusi Islam dalam Pengembangan Peradaban Dunia;
Modul Bagaimana Islam Membangun
Kontribusi Islam dalam Persatuan dalam Keberagaman;
Pengembangan Peradaban Dunia;
Modul
Modul 9. 9. Bagaimana
8: Bagaimana
Bagaimana Islam Islam Menghadapi
Kontribusi Islam dalam Tantangan Moderenisasi;
Pengembangan Peradaban Dunia;
Modul Menghadapi Tantangan Moderenisasi;
Modul
Modul 10.10. Bagaimana
9. Bagaimana Pengembangan Budaya Islam melalui Masjid Kampus;
Modul BagaimanaIslam Menghadapi
Pengembangan Tantangan
Budaya IslamModerenisasi;
melalui Masjid Kampus;
Modul
Modul 11.11. Islam
10. Bagaimana Sebagai Rahmatan
Pengembangan lil’alamin:
Budaya Islam Rangkuman, Proyek
melalui Proyek Kerja
MasjidKerja
Kampus;dan Evaluasi;
Modul Islam Sebagai Rahmatan lil’alamin: Rangkuman, dan Evaluasi;
ModulPembelajaran
11. Islam Sebagai denganRahmatan
menggunakan lil’alamin:modul Rangkuman,
MKWU PAI Proyek KerjaKKNI
berbasis dan Evaluasi;
ini lebih di
Pembelajaran dengan menggunakan modul MKWU PAI berbasis KKNI ini lebih di
arahakan pada pembelajaran
Pembelajaran yang menerapkan
dengan menggunakan modul MKWU pendekatan berbasis prosesinikeilmuan
PAI berbasis
arahakan pada pembelajaran yang menerapkan pendekatan berbasis KKNI lebih di
proses keilmuan
(scientific/
arahakan pada epistemologic approach)
pembelajaran dengan
yang denganmenerapkansintakmatik generik
pendekatan sebagai berikut.
(scientific/ epistemologic approach) sintakmatik generik berbasis proses keilmuan
sebagai berikut.
1. Mengamati
(scientific/ epistemologic approach) dengan sintakmatik generik sebagai berikut.
1. Mengamati
2. Mengamati
1. Menanya
2. Menanya
3. Menanya
2. Mengumpulkan informasi
3. Mengumpulkan informasi
4. Mengasosiasi informasi
3. Mengasosiasi
Mengumpulkan
4.
5. Mengkomunikasikan
4. Mengkomunikasikan
Mengasosiasi
5.
5.Pendekatan
Mengkomunikasikan
tersebut dapat dikemas dalam berbagai model pembelajaran yang
Pendekatan tersebut dapat dikemas dalam berbagai model pembelajaran yang
secara psikologis-pedagogis memiliki karakter pembelajaran yang mengaktifkan
secara Pendekatan tersebut dapat
psikologis-pedagogis dikemaskarakter
memiliki dalam berbagai model yang
pembelajaran pembelajaran yang
mengaktifkan
mahasiswa
secara (student active
psikologis-pedagogis learning)
memiliki sebagai
karakter peserta didik
pembelajaran sekaligus
yang orang dewasa.
mengaktifkan
mahasiswa (student active learning) sebagai peserta didik sekaligus orang dewasa.
Dengan pendekatan
mahasiswa ini, mahasiswa
(student ini,
active difasilitasi
sebagai peserta
learning) difasilitasi untuk lebih banyak
didikbanyak
sekaligusmelakukan proses
orang dewasa.
Dengan pendekatan mahasiswa untuk lebih melakukan proses
membangun
Dengan pendekatan pengetahuan (epistemological
ini, mahasiswa approaches)
difasilitasi melalui
untuk melalui transformasi
lebih banyak pengalaman
melakukan proses
membangun pengetahuan (epistemological approaches) transformasi pengalaman
dalam berbagai
membangun model antara
pengetahuan lain sebagai berikut.
(epistemological approaches) melalui transformasi pengalaman
dalam berbagai model antara lain sebagai berikut.
dalam1.1. Pembelajaran
berbagai model antaraBerbasis Masalah
lain sebagai (Problem-Based Learning/PBL): merupakan
berikut.
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning/PBL): merupakan
model pembelajaran
1. model
Pembelajaran yang
Berbasisyang Masalahmenggunakan masalah yang kompleks merupakan
(Problem-Based dan nyata
pembelajaran menggunakan masalah Learning/PBL):
yang kompleks dan nyata
untuk memicu
model memicu pembelajaran
pembelajaran sebagai
yang menggunakan langkah awal
masalah dalam mengumpulkan dan
untuk pembelajaran sebagai langkah awal yang
dalamkompleks
mengumpulkandan nyata
dan
mengintegrasikan pengetahuan
untuk memicu pembelajaran baru.
mengintegrasikan pengetahuansebagai baru. langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 141
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 139 – 144

2. Projek Belajar Pendidikan Agama Islam (Project Citizen): merupakan model


pembelajaran pemecahan masalah MKWU PAI berbasis porto folio dengan
fokus kajian masalah kehidupan masyarakat dari sudut pandang pengalaman
agama dan menjalankan agama yang disajikan dalam bentuk simulasi dengar
pendapat (simulated public hearing).
3. Studi Kasus (Case Study): merupakan model pembelajaran dengan cara
memfasilitasi mahasiswa dengan suatu atau beberapa kasus, atau memilih kasus
baru untuk dicari pemecahannya sesuai dengan kompetensi dasar yang sedang
dibahas.
4. Kerja lapangan (Work Experiences/ Service Learning): merupakan model
pembelajaran yang memusatkan perhatian pada bahan kajian yang terkait
langsung dengan kompetensi dasar yang dipelajari di luar kampus (extra-mural
activities)
5. Tugas kelompok (Syndicate Group): merupakan model pembelajaran dengan
pemberian tugas kepada kelompok mahasiswa berdasarkan minat dengan fokus
tugas tertentu dalam rangka menyusun rekomendasi dalam bentuk makalah yang
akan disajikan dalam suatu forum.
6. Debat (Controversial Issues): merupakan model pembelajaran yang memusatkan
perhatian pada pengembangan kemampuan berpikir dan berkomunikasi secara
kritis dan produktif. Mahasiswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap
kelompok terdiri dari, misalnya, empat orang. Di dalam kelompok tersebut
mahasiswa melakukan perdebatan tentang topik tertentu.
7. Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning): merupakan model
pembelajaran berbentuk proses belajar kelompok yang memberi peluang kepada
setiap anggota untuk menyumbangkan pemikiran dan / atau pengalaman, berupa
data / informasi, hasil kajian, pengalaman, ide baru, sikap, pendapat umum,
kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama
saling meningkatkan penguasaan kompetensi dasar.
8. Bola Salju Menggelinding (Snow-balling Process): merupakan model
pembelajaran melalui pemberian tugas individual, kemudian berpasangan.
Selanjutnya dicarikan pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota
kelompok semakin besar seperti bola salju yang menggelinding. Model ini
digunakan untuk mendapatkan jawaban pemecahan masalah yang dihasilkan
dari mahasiswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil
dengan dimensi masalah sederhana dan secara berangsur-angsur kepada
kelompok yang lebih besar dengan masaalah yang lebih kompleks. Dari proses
tersebut, pada akhirnya dapat dirumuskan bersama dua atau tiga jawaban yang
telah disepakati dan dinilai paling tepat menurut pemikiran kolektif.
Berdasarkan hasil penelitian untuk mengetahui manfaat modul pembelajaran
MKWU PAI berbasis KKNI, ditemukan beberapa keunggulan dan keterbatasan modul
pembelajaran MKWU PAI berbasis KKNI. Keunggulannya adalah sebagai berikut.
1. Modul sangat membantu dosen dan mahasiswa dalam pembelajaran MKWU
PAI.
2. Dilihat dari isi dan arah pendekatan pembelajaran yang gunakan pada modul
mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran baik antar anggota kelompok
maupun dengan pendidik.
3. Kondisi kelas akan menjadi hidup, karena masing-masing kelompok diskusi
menganalisis topik kuliah dan menghubungkan topik pelajaran dengan proyek
kerja yang tertera dalam modul.

142 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MODUL MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS ... — [Eka Kurniawati]

4. Pendidik (dosen), akan terbantu dan lebih aktif sebagai fasilitator dalam
4. Pendidik
pembelajaran (dosen),
MKWU akanPAIterbantu
dan dapatdan mengamati
lebih aktifsecara
sebagai fasilitator
langsung dalam
kesesuaian
pembelajaran MKWU PAI dan dapat mengamati
temuan proyek kerja dengan perilaku nyata mahasiswa. secara langsung kesesuaian
5. temuan
Proyek proyek kerjaditugaskan
Kerja yang dengan perilaku
menjadinyata mahasiswa.
habit hidup dalam sehari-hari terutama
5. Proyek Kerja yang
dalam lingkungan kampus.ditugaskan menjadi habit hidup dalam sehari-hari terutama
6. dalam
Pendidiklingkungan
(dosen) kampus.
dan kelompok lain dapat mengevaluasi temuan Proyek Kerja
6. Pendidik (dosen)
salah satu kelompok danmahasiswa
kelompokapakah
lain dapat
sudahmengevaluasi temuandengan
sesuai atau belum Proyekproyek
Kerja
salah satu kelompok mahasiswa
yang diinginkan di dalam modul. apakah sudah sesuai atau belum dengan proyek
7. yang diinginkan
Terjadi di dalam
kesepakatan antaramodul.
dosen dan mahasiswa untuk tetap menjadikan temuan
7. Terjadi kesepakatan antara dosen
proyek kerja mahasiswa pada setiap dankelompoknya.
mahasiswa untuk tetap menjadikan temuan
proyek kerja mahasiswa pada setiap kelompoknya.
Keterbatasan modul MKWU PAI berbasis KKNI antara lain: 1) terbatasnya
Keterbatasan
keberanian dosen untuk modul MKWU
membuat PAIpembelajaran
modul berbasis KKNI MKWU antara
PAI lain: 1) terbatasnya
. 2) Bagi dosen PAI
keberanian dosen untuk membuat modul pembelajaran MKWU PAI
yang menggunakan metode belajar klasik atau ceramah modul sulit untuk diterapkan . 2) Bagi dosen PAI
yang
karenamenggunakan
setiap modul metode
memilikibelajar klasik proyek
tugas-tugas atau ceramah modul sulitmelalui
yang diselesaikan untuk kelompok-
diterapkan
karena setiap modul memiliki tugas-tugas proyek yang diselesaikan
kelompok diskusi, 3)Membutuhkan kesiapan dan kejelian pendidik atau dosen dalam melalui kelompok-
kelompok
menganalisis diskusi,
setiap 3)Membutuhkan
bab -bab yang ada kesiapan
di dalamdan kejelian
modul, pendidik
mahasiswa danatau
ikutdosen dalam
bertanggung
menganalisis setiap bab -bab
jawab terhadap hasil temuannya. yang ada di dalam modul, mahasiswa dan ikut bertanggung
jawab terhadap hasil temuannya.
.
.
D. KESIMPULAN
D. KESIMPULAN
Modul MKWU PAI berbasis KKNI sangat urgen dalam pembelajaran MKWU PAI
Modul MKWU PAI
demi terselenggaranya berbasis KKNI
pembelajaran sangat urgentinggi,
PAI diperguruan dalam dimana
pembelajaran MKWU
mahasiswa S1 PAI
dan
demi terselenggaranya
D4 berada pada levelpembelajaran PAI diperguruan
6 yaitu penjenjangan tinggi,kerja
kualifikasi dimana
yangmahasiswa S1 dan
menyandingkan,
D4 berada pada
menyetarakan, level 6 yaitu penjenjangan
mengintegrasikan sektor pendidikan kualifikasi kerja yang
dan pelatihan kerjamenyandingkan,
dalam rangka
menyetarakan,
pemberian pengakuanmengintegrasikan sektordengan
kompetensi kerja pendidikan
jabatandankerjapelatihan kerja
di berbagai dalam
sektor, danrangka
hal ini
pemberian pengakuan kompetensi kerja dengan jabatan kerja di berbagai
sangat sesuai dengan tujuan mulia MKWU PAI, yaitu untuk meningkatkan pemahaman, sektor, dan hal ini
sangat sesuai dengan
penghayatan, tujuan muliaajaran
dan pengamalan MKWUIslam PAI, yaitu
secarauntuk meningkatkan
komprehensif pemahaman,
(kaffah) dalam
penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam
pengembangan keilmuan, profesi, dan kehidupan bermasyarakat.secara komprehensif (kaffah) dalam
pengembangan keilmuan, profesi, dan kehidupan bermasyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Cet II.
Achmadi, Idiologi
Andi Hadianto, Pendidikan
Konsep Islam, Yogyakarta:
Pengembangan Materi PAI Pustaka Pelajar,Tinggi,
Pendidikan 2008, Cet II.
Bandung: Bahan
Andi Hadianto, Konsep Pengembangan Materi PAI
Pelatihan Tentang Kajian Substansi Materi PAI, 2016. Pendidikan Tinggi, Bandung: Bahan
Pelatihan
Cece Wijaya Tentang
dkk, UpayaKajian Substansi Materi
Pembaharuan dalam PAI, 2016. dan Pengajaran, Bandung:
pendidikan
Cece Wijaya dkk, Upaya
Remaja Karya, 1988. Pembaharuan dalam pendidikan dan Pengajaran, Bandung:
RemajaPengembangan
Ilham Anwar, Karya, 1988. Bahan ajar. Bahan Kuliah Online, Bandung: Direktori UPI
Ilham Anwar, Pengembangan
Bandung, 2010. Bahan ajar. Bahan Kuliah Online, Bandung: Direktori UPI
Bandung,
Kementerian Hukum2010.dan Hak Asasi Manusia, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Kementerian
Nomar 8 Tahundan
Hukum HakTentang
2012 Asasi Manusia,
Kerangka Peraturan
KualifikasiPresiden
NasionalRepublik
Indonesia, Indonesia
Jakarta:
Nomar 8 Tahun 2012 Tentang Kerangka Kualifikasi
Lembar Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 24. Nasional Indonesia, Jakarta:
Lembar
Kementerian Negara Republik
Sekretaris Indonesia Undang-Undang
Negara Indonesia, tahun 2012 Nomor 24.
Republik Indonesia Nomor 20
Kementerian Sekretaris Negara Indonesia,
tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Lembar NegaraNomor
Undang-Undang Republik Indonesia Republik20
tahun 2003No
Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Lembar Negara Republik
78, 2003.
Indonesia No 78, 2003.
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1986.
Muhammad Nazir, Penelitian
Sugiyono, Metode Metode Penelitian, Bandung:
Kuantitatif, Remaja
Kualitatif, dan Rosdakarya,
R&D, Bandung: 1986. Alfabeta, Cet-20
Sugiyono,
2014.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, Cet-20
2014.
Tim Pengembangan Kurikulum Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI,
Tim Pengembangan
Pedoman MataKurikulumKuliah WajibDirektorat Pembelajaran
Umum (MKWU) dan Kemahasiswaan
Pendidikan Agama Islam (PAI) DIKTI, di
Pedoman Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Islam (PAI) di

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 143
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 139 – 144

Perguruan Tinggi, Jakarta: Bahan Pelatihan Tentang Kurikulum MPK PAI


Berbasis KKNI, 2014.
Winkel, Psikologi Pengajaran, Yogyakarta: Media Abadi, 2009.
http://eprints.unsri.ac.id/1456/1/Artikel_JPM_2008. Jurnal Pendidikan Matematika 2(2).
Pp 35-44 ISSN 1978-0044 accessed on 27 Novenber 2012.
http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan. Diakses tanggal 08 Maret 2012.
http://www.adb.org/sites/default/files/publication/156821/education-indonesia-rising-
challenge.pdf.

144 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
�������� ����� ����� �� ������ ������ �������
‫اا وا
 اوي  ر اح وا‬
���‫���� �� �� إ‬
‫ر اح وا‬  ‫اا وا
 اوي‬
َْ  ‫أن‬
������� �������� �������
َْ  ‫أن‬
Email: ‫ا  او‬
elan_sumarna@upi.edu
Email: elan_sumarna@upi.edu
ABSTRAK
 ‫ا  او‬
ABSTRAK Email: elan_sumarna@upi.edu
Tsiqat dalam arti keadilan dan kedhabitan merupakan syarat mutlak di antara syarat-syarat
ABSTRAK
Tsiqat
lainnya yang dalam
harus arti dimiliki
keadilan oleh dan kedhabitan
rawi hadis. merupakan syarat mutlak
Hal demikian, di antara
ditujukan syarat-syarat
dalam rangka
lainnya kehormatan
memelihara yang harus dimilikirawi hadis olehsehingga
rawi hadis. Hal demikian,
berujung ditujukan dalam
dengan maqbulnya hadisrangka
yang
mereka riwayatkan. Dalam hal ini, seorang rawi yang tercela kehormatannya, dalamyang
memelihara
Tsiqat dalam artikehormatan
keadilan rawi
dan hadis
kedhabitan sehingga
merupakan berujung
syaratdengan
mutlak maqbulnya
di antara hadis
syarat-syaratarti
mereka
lainnya
keadilannya yang riwayatkan.
cacatharus Dalam
ataudimiliki
dan hal
olehini,kecerdasannyapun
bahkan seorang
rawi hadis. rawi
Halyang tercela kehormatannya,
demikian,
mendapat ditujukan dalam
kritik (mendapat dalam arti
rangka
jarh)
keadilannya
memelihara
maka berujungkehormatancacat atau
pada mardudnya dan bahkan
rawi hadis
hadisyang kecerdasannyapun
sehingga mendapat kritik (mendapat
berujung dengan maqbulnya hadis yang
diriwayatkan. jarh)
Ada maka
mereka
3 hal berujung
riwayatkan. pada
yang diusung mardudnya
Dalam hal sebagai hadis yang
ini, seorang
rumusan diriwayatkan.
rawi masalah
yang terceladalamkehormatannya,
penelitian ini, dalam arti
yaitu
Ada 3 hal
keadilannya cacat yang
atau diusung
dan bahkan sebagai rumusan masalah dalam kritik
kecerdasannyapun penelitian ini, yaitu
bagaimanakah kaidah “seluruh sahabat itu adil” dalammendapat implementasinya?, (mendapat
bagaimana jarh)
makabagaimanakah
berujung pada kaidah “seluruh
mardudnya sahabat
hadis itu adil” dalam implementasinya?, bagaimana
yang keseharian
diriwayatkan.
duduk masalahnya, bahwa dalam kehidupan sahabat, di antara mereka ada yang
duduk
Ada 3dalam masalahnya,
hal yang bahwa dalam
diusungdansebagai kehidupan
rumusan keseharian
masalah sahabat,
dalamdi antara merekaini,
penelitian ada yang
yaitu
terjebak
terjebak dalam percekcokan dan bahkan dalam periwayatan hadis di antara satu dengan
percekcokan bahkan dalam periwayatan hadis di antara satu dengan
bagaimanakah
yang yang
lainnya kaidah
ada ada yangyang“seluruh
saling sahabat
mengingkari?, itu adil” dalam
dandanbagaimana implementasinya?, bagaimana
lainnya saling mengingkari?, bagaimana halnyahalnya dengan
dengan generasi
generasi
duduksahabat
setelah masalahnya, bahwa dalamdengankehidupan keseharian sahabat, di antara mereka ada yang
setelah sahabat dalam kaitannya dengan keadilan dan kedhabitan mereka,apakah
dalam kaitannya keadilan dan kedhabitan mereka, apakah sama sama
terjebak
dengandengan dalam
halnya halnyapercekcokan
sahabatsahabat dan bahkan
sebagaimana
sebagaimana dalam
dipaparkan
dipaparkanperiwayatan
di diatas? hadis di antara
atas?Selanjutnya
Selanjutnya satu dengan
penelitian
penelitian ini
ini
yangdilakukan
dilakukanlainnya
dengan ada yang saling mengingkari?, dan bagaimana
dengan menggunakan metode kepustakaan (Library Research) atau Contents
menggunakan metode kepustakaan (Library halnya
Research) dengan
atau generasi
Contents
setelah
Analysis sahabat
Analysis
yangyang dalam
ditujukan kaitannya
ditujukan untuk untuk dengan keadilan
menjelaskan
menjelaskan dan
konsep
konsep kedhabitan
dhabith
dhabith mereka,
keadilanapakah
dankeadilan
dan rawi dalam
rawi sama
dalam
dengan
persfektif halnya
Ilmu Ilmu
persfektif sahabat
Jarh Jarh
wa wa sebagaimana
Ta’dil.
Ta’dil.AdaAda dipaparkan
3 3kesimpulan di atas?
kesimpulanyang Selanjutnya
yangdapat penelitian
dapat diketengahkan
diketengahkan dari ini
dari
dilakukan
penelitian
penelitian dengan
ini, yaitumenggunakan
ini, yaitu : bahwa
: bahwa metode
keadilan
keadilan kepustakaan
sahabatsebagai
sahabat (Library
sebagai suatu
suatu Research)
sifat yang
sifat yang Contents
atausenantiasa
senantiasa
Analysis
berdampingan yang
berdampingan ditujukan
dengan dengan untuk menjelaskan
kedhabitannya
kedhabitannya adalah
adalah konsep dhabith
ditujukandalam
ditujukan dan keadilan
dalamperiwayatan
periwayatanhadis; rawi dalam
hadis; bahwa
bahwa
persfektif
walaupun
walaupun Ilmu
sahabat Jarh
sahabat
dalam wa
dalam Ta’dil.
kaidahkaidah Ada
ilmuilmu 3
hadis
hadis kesimpulan
termasuk
termasuk yang
kepada
kepada dapat
merekayang
mereka diketengahkan
yangadil
adilseluruhnya,
seluruhnya,dari
penelitian
hal ini ini ini,
hal tidak tidak yaitu
menggugurkan : bahwa
menggugurkan keadilandi sahabat
kewajiban
kewajiban di sebagai
antaramereka
antara suatu
merekauntuk sifat
salingyang
untuksaling senantiasa
control
control dalam
dalam
berdampingan
kedhabitan dengan
mereka kedhabitannya
khusus dalam adalah
proses ditujukan
periwayatan
kedhabitan mereka khusus dalam proses periwayatan hadis; dan bahwa untuk generasi dalam
hadis; periwayatan
dan bahwa hadis;
untuk bahwa
generasi
walaupun
setelah
setelah sahabatsahabat
sahabat dalam
( tabi’in dankaidah
( tabi’in dan ilmual-tabiin)
tabi’tabi’ hadispenelaahan
al-tabiin) termasuk
penelaahan kepada
rawi
rawi mereka
darisudut
dari sudutyang adil
adildan
adil seluruhnya,
dandhabithnya
dhabithnya
hal mutlak
ini harus
tidak dilaksanakan
menggugurkan demi otentitisitas
kewajiban di
mutlak harus dilaksanakan demi otentitisitas hadis yang diriwayatkan. hadis
antara yang diriwayatkan.
mereka untuk saling control dalam
kedhabitan mereka khusus dalam proses periwayatan hadis; dan bahwa untuk generasi
Katasahabat
setelah Kunci :(Dhabith,
tabi’in ‘adalah,
dan tabi’ Ilmu Jarh wa Ta’dil rawi dari sudut adil dan dhabithnya
Kata Kunci : Dhabith, ‘adalah, Ilmual-tabiin) penelaahan
Jarh wa Ta’dil
mutlak harus dilaksanakan demi otentitisitas hadis yang diriwayatkan.
       
     ­  
      
Kata Kunci : Dhabith, ‘adalah, Ilmu Jarh wa Ta’dil
������ ����� ����� �� ��� �����‫����� �� ��� �� ���� ������ ���� ���� ���� ي‬
:  ‚ƒ  „  …† ‡ˆ ‰ Š‹  ‡Œ Ž‘’ “” 
�� ������� ��� �� ��� ����� ������ �‫��� �� ���ي� ������ ������ �� ���ي‬
       
     ­  
      
• ”–— ˜… ™ š ‡ˆ �›���
…œ ž“����� ����-1���
…“Ÿ ¡™
‫��� ������ ؟‬: ����  ‚�������
ƒ  „  …†��‡ˆ�‫����ي‬ ����
‰ Š‹ �����
 ‡Œ Ž‘’ ���“”-1 
‰  ¤ ¥ ¤ ˜“‰ ¦¥ˆ  §¨¢
 ©£
    “£Ÿ …Ÿ š ’ ‡ˆ ¢ˆ ¡™ -2
����� ��� �������� ������� �� �� ��� ����� �� ������� ���� �� ��‫ ��� ��ي‬-2
‫ي��� ��� ������� ���� ��� ؟‬ • ”–—
���˜…����
™ š
����  ‡ˆ ›…œ ž“�…“Ÿ ¡™ -1
• ˜…�™���
š ª ����
˜
’
��‰������ ��� ¤
 ¤ ¥ ��˜“‰
���� �����§¨¢

¦¥ˆ ��� �  ����
 ©£
   ����� ��� �������
“£Ÿ …Ÿ š ’ ‡ˆ ¢ˆ���
 ¡™ --32
‫����� �������� ��� ������� ����� ������� ؟‬
• ˜… ™ š ª ˜
’

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 145
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 145 – 150

      



         ­ € -3

‚  ƒ„… 

Ÿ ‹„¡ ¢  („˜ ™) ›œ  ž†„  ‡ ˆ‰ Š‹ŒŽ ‘ ،“”  •–

‹„  £Œ¨©ª « ¬Œ  ž®   £Œ¤ ¥… ¦§

: ± ، ‡ ˆ‰  Ž„ª„ ¯–¯


˜ ž ª ª

.¢ ´‹µ ³  ¥… ¦§   ² -1


®ª ¸›„  ¸¹ª„   «
    ¶ ·›   ² -2

²º» ²º   ²Œ‘  ¼     -3

‹„ £Œ¨ , ، : ´ 

 -

®  ­ºŒ ²˜‹ ² ± º ®˜¾ ´‹µ ¿  ²˜º ² ÀÁ Ÿ Έ  Œ¤ ±  ½

ĝ Å ¿Œ Æ º " ²˜‹ ²œ  ­ ®˜¾ ² ÀŽ ©‹ ¬Œ ª  ©  ´‹µ ³ „ « © È

̅  ‰ ºÍ„‹ Ì ,„˜ Å  •Œ‰ Å ´‹µ É Ê ‰ ²˜‹ ˆÄ  ‡ ³› ‹›Ë‹ ˆº  ´‹µ

(159 :1981 , À­‡ ) "É µ ² ºÏ ´‹µ · ª »‹  ,Å ª”  ˜ ι ‡

) Ô‡ Õք ‡ × „… ‹Œ‹ ² ÀР̝ ˆ‰Ä  ´‹µ ¬Œ‹ ² ¬Œ Ñ­„Ò‹ ² ‰Ó › ‡

(80 :1979 , Մ


® ¿Œ ‹  ‹„ ‰˜
®„  ؃ª
® ¬Œ £ŒÐ ² 
® ‹ £Œ¨  

(92 :1979 , Մ)


®„ ½

ڝ ž Û Ü Âê ²×‹


Ý ،̽ ō„‡   ‹„  Âê ‰ Ù Ì
¯  

(92 :1979 , Մ) Ö à ª áÍ ڝ ž Û ‘ ‚ ³ ÀÖº  ߤ ‹  ‘ Þƪ Œ­

" ‚‹„ £Œ¨ ©ª «  „ ¿Œ Ñ  ½ Šá € " ± ˜Ã‡ Šã‘ £ŒÃ   â

146 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
AL-ADALAH WA AL-DHABT LI AR-RAWY FI MANDHUR ... — [Elan Sumarna]

:         ،   

Œ Ž‘€‚ ƒ „­ … †‡ ˆ‰ƒŠ ‹ ƒ  ­ .1

” • – • —“ ˜…–‡ ™ š›  œ“ž Ÿ  ¡ ž  ƒ … ’ †‡  ‰‡“  ­ .2

Œƒž ƒ „­ … †‡ ™¢ Ž‰ ’ ™—

 ­ ƒž £‘ Ÿ ¤¥ ™¢ ¦ ™— ” • – • —“ ˜…–‡ ƒž ¤Ž‘€  ­ .3

Œ §¨ ƒ …

  


 -

:‫„ „ ﳘ‬¥ „— †‚ † ª «‚¬® ˜‘  ® Ž     ‡ ƒ 

… ¬® -1

• ¤ ­ ¯° ±„² • ¡– •—“  ³­  ¡ ™„¥ ´ ‡ … †‡ ™  ­

: ž‚ •   ­ ™‰· ”µ ‚  ž ”‚‘  ƒ¶

š†Å̧‘ 9≈|¡ômÎ*Î/ Νèδθãèt7¨?$# tÏ%©!$#uρ Í‘$|ÁΡF{$#uρ tÌÉf≈yγßϑø9$# zÏΒ tβθä9¨ρF{$# šχθà)Î6≈¡¡9$#uρ

4 #Y‰t/r& !$pκÏù tÏ$Î#≈yz ã≈yγ÷ΡF{$# $yγtFøtrB “Ìôfs? ;M≈¨Ζy_ öΝçλm; £‰tãr&uρ çµ÷Ζtã (#θàÊu‘uρ öΝåκ÷]tã ª!$#

(100 :  “—) ãΛÏàyèø9$# ã—öθxø9$# y7Ï9≡sŒ

:  ‰· ”¸‰ƒ’ ¹ ™—  ” • ¡– • —“  

¡Á¥ْ ³َ ÃÁÀ» ®َ ،¡ِ»…–


º ‡َ Â‘
¾ ‚َ َ ،¡ِ»…–
º ‡َ Â‘
¾ ‚َ َ» :»™À»—» ”Áºَ» ُ• À–
» ِ• ُ¾—“» ََ :ََ ،»·» ‰º·» ¾ ¡ِ‡َ Ÿº »

¦Ê® ® ˓´‘ ”’·Ì‡) «”¾ َ¥Áَ³ َ» ،º™Á ƒÁ ’» ‡َ ƒÅ ¾ Éَ “» ±º ‡َ » ،ȑ» َ ƒÇ ’¾ ُ‡ ¦َ ¸ْÁ »Æ¥َ ْ³‡َ ™º ُ­»ƒ»’‡َ †Å ‡َ º َ ÁƒÁ »ِ

( 80 Ï : 6 Î ™—  ” • – ‘  ˜…–

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 147
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 145 – 150

 ­ ( 92 :1979 )      


        

.
‰„ Š‚ €‚  ƒ„  …†‡  …†‡ 

: ŒŽ ‘’ “ƒ  ”ƒ  

•     Ž–— ˜  •

•    ™  ‡ ‡  š› œž •

¦ – ¦  §™ ¨© –  Š’ Ÿ ž   ¡ ¢ ‰ £ “ƒ ¤ ¥†‘ 

Œ    –ª «¬™® –  ž ¯ž  °„ ¦ §™ ±†²„  ³´—  ³ µ    § ³

™ ¶ † ·‰ ·¸ ’ Œ    Š   ‡   — ”‰ Š‚
 Ÿ 

( 86 ,ƒ‘  ,˜·¹ ) ·›º¹ » ž™  ±‘ £  ¼ †ƒ §·

Á¯‚ ž¤  §‘ ± Â ¾¿ƒ À™   –      “Ž ‘  –´€ µ ½

: §  ³ ¦ – ¦  §™  “à ³·› ˜¯  Š    ·

 †¸ œ Ł –   ³ Ƹ ÇÈ œ‰ Š¸ É    †¤§
  °Â  ¬Ä§ ·‰ "

" ƒ¬  ”‰ \

Ž²Ì ¼·€‚ ’ £ ž™  ³´ ͠΍ ƒ ¦ –Ë™     ·  – ¥†§   ¯ž

(28 :
1981 ,¥²¹†)    ™ 

ž· – Œ ƒ ±  – ‡  „ ³ §™ ¦ †Ð   – „ ƒ  Ï®—„

 §  ³ ¦ – ¦  §™   ‰ “ µ²Ì  ·Š ”™   ³ ± ˜¯ €¹ ®†¹

¦ – ҃  Ó : э    ƒ ¦ –Ë™ —Ô Ï·´   .³ž Ž† µ¯ ѹ  :

.  † ž µ¯ ŸÂ  ®   §  ³

¦ – ¦  §™  ˜™  ¼· ·ž   ‰  ·‚Õ Š‚ ֑ƒ Š ¬  ‡   ¼ 

¦ – ³´ э —Ô ³×‘´  ¼· ·ž  ”™   ¯ž ."·²¸ ‰¸ †ƒ¬ ؆   "  §  ³

.
  œ‘Ù  ¥ƒ¬ ž ·Ú  ¬

148 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
AL-ADALAH WA AL-DHABT LI AR-RAWY FI MANDHUR ... — [Elan Sumarna]

.       


  
   
     ­€


  ‚ƒ -2

Š‹
ˆ  ŒŽ  ‘  
 ŒŽ  ’Š 
“  … ” •   „…† ‡ ˆ‰ 

–—  ˜™ š› 


œ† žŸ 
ž ‡ ¡‰¢ ‚š£ ¤
¥ ¦ §
¨‹—
€Ž © ”

ª… ‘  ”  ’£ ª Ÿ «© ”


€  ¢£€ ’¬
€ ¤
’ ¤
Ÿ ­€
€ ˜® ª…

¡ ž  ²
 „…†  ¯’€ •   •   ¯’€ „…† •©
 ¬° ±  ’ —

.µ… ‚…€ ¨…¶ •—… —


¨ · ¡Ÿ¸   ¹
 ­€š£¸ ² ™º » (5 : ž )

• ’ · © µ…‹ ‚’ ¼ ©š› 


 ­ Ÿ
½
¾ „…†  —
¨ · 
 © ©

( 11 : ¡ ž ) …žŸ€ ·º „…†

:
€ ( 94-93 : 1979 ) š ²

œ¸ ¿…À ¬¢¬ ¼ „
† ²¥
€ 

: ž ,µ¼)
¨…—   ª… Á £
œ¸
¨  ¡¨   µ  µ’   .1

(52

•   „…†  ±


à   .2

¡€ 
ğ … Å  ‡
à   .3

” ¯’
¾ ‘ ¾ ’¥ ¦ Æ— Ǩ  … ¨ –— ª…  ’£ ¯’‰
€ È


 …“ ­€ ˜¸ (  ¹Ë · — Ì ) ¡Š ͺ ’¬ ’¬ ’¬ É ‡¬
€ … …£¸
ž€
‰ • Ä€

(¦ Æ  Ì ) ¡Š ͺ ˜™ š›  »¸  ¹


 »¸
€ ‚š£¸ ¤
ž€

 - 

:
€ Î
Ï к
  ž’ © ”

.œÒ ¦ ÆÈ œ к ÓÔ  œÑ§ 


  .1

 Õ
€ ‘ ¾ œ ” ¼ ‘ ¾ ­ Ÿ
½ œÑ§  ¦ Æ ¯  ”
œ¸ 
 .2

     ²  


× Ö  •§ © ©  §
 €


‰؀
‰
Ÿ 
 …   ‘ ¾
€  .3

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 149
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 145 – 150

 -

  ­: ‚ ƒ  ,(   ,(  ) -       ,

“š›  ­ : Žœ­ ,Ž‘’ “”• Ž– “‡  —˜ ™ ,( Œ 1981 = ‹ 1400 ) † ‡ ˆ‰‡ ,„‚…ƒ 

Ž ¤ : ¥ž , ¡Ÿ¢ Œ ‚ “‡ – £­ ,(1979) Ÿ ” ,ž

:  ƒ  ,Ÿ‰  ¨Ž© “‡ ª« ,(  ) Ÿ ¦–™  „§   Žœ   Ÿ £™ ,“   ¦‚

¥­¬® ¥ …ƒ  ­

¥ … : ²ŸŽ ,¯°  «…”® ±‰­ ,(1988), -  ¯’    ,¯Žœ­

¥ …ƒ  ­ ,  ƒ  ,    ³‡Ž , (   ) -    ‚ ¦¢   ¥¢  ,

¥­¬®

150 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
LEARNING MODEL
LEARNING MODEL OF OF RELIGIOUS
RELIGIOUS TOLERANCE
TOLERANCE
(A Study
(A Study of
of the
the Increase
Increase of
of Life
Life Cohesion
Cohesion for
for Students)
Students)

Endis Firdaus*
Endis Firdaus* and
and Munawar
Munawar Rahmat
Rahmat
Universitas Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Indonesia
*Email: endisf@upi.edu
*Email: endisf@upi.edu

ABSTRACT
ABSTRACT
This research aims to describe the learning model of Religious Tolerance of the students by
This research aims to describe the learning model of Religious Tolerance of the students by
analyzing the learning experience of Islamic Religious Education (IRE) subjects. The main issue of
analyzing the learning experience of Islamic Religious Education (IRE) subjects. The main issue of
this research is the students’ changing aspect to enhance the students’ religious tolerance attitude.
this research is the students’ changing aspect to enhance the students’ religious tolerance attitude.
Several big multi-ethnic cities in Indonesia are the object of this research. The research finding
Several big multi-ethnic cities in Indonesia are the object of this research. The research finding
shows that the task–based learning where Moslem students conduct an exploration study to
shows that the task–based learning where Moslem students conduct an exploration study to
understand basic different understandings in order to enhance their religious tolerance attitude.
understand basic different understandings in order to enhance their religious tolerance attitude.
First, they get direct experiences through observation and interview conducted in worship places
First, they get direct experiences through observation and interview conducted in worship places
and from religious figures (clerics) observed. Second, the students get direct feedback from the
and from religious figures (clerics) observed. Second, the students get direct feedback from the
teacher and their peer about their experiences in other worship places (churches) and their
teacher and their peer about their experiences in other worship places (churches) and their
knowledge obtained through interview. Third, the students can strengthen their faith and religious
knowledge obtained through interview. Third, the students can strengthen their faith and religious
tolerance. These three aspects could contribute to the understanding and belief which can enhance
tolerance. These three aspects could contribute to the understanding and belief which can enhance
students’ tolerance attitude toward adherents of different religions.
students’ tolerance attitude toward adherents of different religions.
Learning Model,
Keyword: Learning
Keyword: Model, pluralism,
pluralism, Religious
Religious Tolerance.
Tolerance.

ABSTRAK
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengungkap model pembelajaran Toleransi Beragama Siswa dengan
Penelitian ini bertujuan mengungkap model pembelajaran Toleransi Beragama Siswa dengan
menganalisis pengalaman pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Masalah utama
menganalisis pengalaman pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Masalah utama
dari penelitian ini adalah aspek perubahan siswa untuk menumbuhkan sikap toleran beragama
dari penelitian ini adalah aspek perubahan siswa untuk menumbuhkan sikap toleran beragama
siswa. Kota-kota besar multi etnik di Indonesia menjadi objek penelitian ini. Temuan menunjukkan
siswa. Kota-kota besar multi etnik di Indonesia menjadi objek penelitian ini. Temuan menunjukkan
bahwa pembelajaran melalui penugasan di mana siswa mengadakan studi eksplorasi pemahaman
bahwa pembelajaran melalui penugasan di mana siswa mengadakan studi eksplorasi pemahaman
dasar yang berbeda agar dapat meningkatkan sikap toleran keagamaannya. Pertama, Siswa
dasar yang berbeda agar dapat meningkatkan sikap toleran keagamaannya. Pertama, Siswa
memperoleh pengalaman langsung dari praktik observasi dan wawancara dari tempat ibadah dan
memperoleh pengalaman langsung dari praktik observasi dan wawancara dari tempat ibadah dan
tokoh agama masing-masing objek. Kedua, siswa ini mendapat umpan balik secara langsung dari
tokoh agama masing-masing objek. Kedua, siswa ini mendapat umpan balik secara langsung dari
guru dan teman sebaya mengenai pengalaman mereka di tempat ibadah dan mendapatkan
guru dan teman sebaya mengenai pengalaman mereka di tempat ibadah dan mendapatkan
pengetahuan agama hasil wawancara. Ketiga, siswa dapat memantapkan keyakinan dan toleransi
pengetahuan agama hasil wawancara. Ketiga, siswa dapat memantapkan keyakinan dan toleransi
beragamanya. Ketiga aspek tersebut memberikan pemahaman dan keyakinan dapat bertoleransi
beragamanya. Ketiga aspek tersebut memberikan pemahaman dan keyakinan dapat bertoleransi
dengan pemeluk agama yang berbeda.
dengan pemeluk agama yang berbeda.
Kata kunci:
Kata Model pembelajaran,
kunci: Model pembelajaran, pluralisme,
pluralisme, toleransi
toleransi beragama.
beragama.

A. THE
A. THE STUDY
STUDY
This Learning
This Learning Model
Model taken
taken from
from the
the teaching
teaching and
and learning
learning process
process on
on the
the Study
Study ofof
Islamic Education
Islamic Education in in Indonesia.
Indonesia. The
The goal
goal of
of this
this study
study isis to
to enhance
enhance the
the students’
students’ basic
basic
religious tolerance (understanding) in order to have good faith and
religious tolerance (understanding) in order to have good faith and good understanding.good understanding.
There are
There are 106
106 students
students who
who took
took this
this study
study (from
(from four
four classes).
classes). TheThe teaching
teaching and
and learning
learning
process is
process is done
done once
once aa week
week during
during the
the semester.
semester. There
There are are two
two hours
hours in
in each
each meetings
meetings
during 5 weeks. The rest of the meeting (each one hour) is done to do the exploration
during 5 weeks. The rest of the meeting (each one hour) is done to do the exploration study study
on the
on the field.
field. OnOn the
the first
first meeting
meeting the
the teacher
teacher presented
presented the
the Theory
Theory ofof Religions
Religions Study
Study inin
the form of discussion from the students’ study of literature. On
the form of discussion from the students’ study of literature. On the second step, thethe second step, the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 151
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 151 – 155

students doing the exploration in the church to verify the first meeting result. The
students doing the exploration in the church to verify the first meeting result. The
exploration is done by doing the observation and holding an interview toward the
exploration is done by doing the observation and holding an interview toward the
clergymen of the Christian. There are five steps that the students should follow. The first is
clergymen of the Christian. There are five steps that the students should follow. The first is
plan session. On the first step they decide to choose the location. The second step is
plan session. On the first step they decide to choose the location. The second step is
making the guidance session, material observation, and preparing lists of interview which
making the guidance session, material observation, and preparing lists of interview which
will be used in the learning process. These two earlier steps are carried out and discussed
will be used in the learning process. These two earlier steps are carried out and discussed
in front of the teacher and the peers. On the discussion activities, there are presenter groups
in front of the teacher and the peers. On the discussion activities, there are presenter groups
and the discussant ones. The third step is doing the exploration study. All the learning
and the discussant ones. The third step is doing the exploration study. All the learning
process, the materials, and the result of students’ leaning process are recorded. They fill the
process, the materials, and the result of students’ leaning process are recorded. They fill the
evaluation form, record the event to be discussed and evaluated. The fourth step is
evaluation form, record the event to be discussed and evaluated. The fourth step is
Discussion session. The teacher and/ or the group of peers in this step talk about the
Discussion session. The teacher and/ or the group of peers in this step talk about the
students’ works and their result in the form of intensive discussions. These can become as
students’ works and their result in the form of intensive discussions. These can become as
a feedback and important points given to the students as an improvement and reflection.
a feedback and important points given to the students as an improvement and reflection.
The instrument of evaluation gives the chance to the students to observe the tasks and the
The instrument of evaluation gives the chance to the students to observe the tasks and the
discussions objectively. The fifth step, Final Evaluation. In this session the students
discussions objectively. The fifth step, Final Evaluation. In this session the students
arrange the learning report based on the feedback given on the previous steps. This last
arrange the learning report based on the feedback given on the previous steps. This last
step gives the students a chance to make a self-evaluation towards the change of their
step gives the students a chance to make a self-evaluation towards the change of their
perceptions. In this session they should pay attention to the feedback they get from the
perceptions. In this session they should pay attention to the feedback they get from the
teacher and/or their peer. The teacher evaluates all the activities discusses the important
teacher and/or their peer. The teacher evaluates all the activities discusses the important
point of change starts from their first religious tolerance attitude to their attitude after doing
point of change starts from their first religious tolerance attitude to their attitude after doing
their exploration study.
their exploration study.
B. PARTICIPANTS AND METHODS
B. PARTICIPANTS AND METHODS
The 106 participants been taken from four classes. All of them are the students in
The 106 participants been taken from four classes. All of them are the students in
Senior High School in Indonesia. The data taken from the teaching and learning process in
Senior High School in Indonesia. The data taken from the teaching and learning process in
the class and the task- based Exploration Study given. The students visit their face to face
the class and the task- based Exploration Study given. The students visit their face to face
classes, literature studies, discussion, and task-based exploration study. The students
classes, literature studies, discussion, and task-based exploration study. The students
implement this using the observation method by holding the interview to the clergymen or
implement this using the observation method by holding the interview to the clergymen or
church leaders. These qualitative data was being transcript and translated into English.
church leaders. These qualitative data was being transcript and translated into English.
Member checking is done to verify the accurateness of those data.
Member checking is done to verify the accurateness of those data.
C. FINDINGS
C. FINDINGS
1. Religious Tolerance (Understanding) Gained by Doing A Direct
1. Religious Tolerance (Understanding) Gained by Doing A Direct
Observation
Observation
The data taken from the students’ direct observation tells the dramatic change in
The data taken from the students’ direct observation tells the dramatic change in
their conviction toward their religious tolerance attitude and the face to face method
their conviction toward their religious tolerance attitude and the face to face method
with other adherent of different religion. At first, in those activities, they report the
with other adherent of different religion. At first, in those activities, they report the
limited knowledge about the process method, faith, and the knowledge of the religious
limited knowledge about the process method, faith, and the knowledge of the religious
tolerance. They didn’t realize how can the direct observations make them aware about
tolerance. They didn’t realize how can the direct observations make them aware about
the religious tolerance (understanding)? Although they had learned about the Islamic
the religious tolerance (understanding)? Although they had learned about the Islamic
Teaching theories for three semesters in the schools, they haven’t understood yet about
Teaching theories for three semesters in the schools, they haven’t understood yet about
religious tolerance (understanding). Though they have heard about the religious
religious tolerance (understanding). Though they have heard about the religious
tolerance, they still doubt, and asked 'is the theory in one hand and the social in practice
tolerance, they still doubt, and asked 'is the theory in one hand and the social in practice
in other hand run effectively in the society?’. The students also declared about the
in other hand run effectively in the society?’. The students also declared about the
importance of using of various direct observation strategy in exploring the physical and
importance of using of various direct observation strategy in exploring the physical and
spiritual experiences. But, it is not as complicated as they think theoretically. It is great
spiritual experiences. But, it is not as complicated as they think theoretically. It is great
that after doing the observation, they are not only having a better understanding than
that after doing the observation, they are not only having a better understanding than
before which is totally different with its theory. They also learn how to feel spiritual
before which is totally different with its theory. They also learn how to feel spiritual
experiences. As the students they reflect: "They learned that the tolerance is not a single
experiences. As the students they reflect: "They learned that the tolerance is not a single

152 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
LEARNING MODEL OF RELIGIOUS TOLERANCE (A STUDY OF ... — [Endis Firdaus dan Munawar Rahmat]

activity
activity to to do,do, but but it it is
is aaa take
take and and givegive activities.
activities. It It also
also needs
needs to to understand
understand each each other.other.
activity
And thoseto do,
are but
very it is
helpfultake and
to give
support activities.
the real It also
true needs
tolerance. to understand
The students each can other.
And those
And those are are very very helpful
helpful to to support
support the the real real true true tolerance.
tolerance. The The students
students can can use use
use
another
another different
different strategy.
strategy. For
For example,
example, the
the discussion
discussion to
to get
get more
more ideas
ideas to
to be
be
another
implemented different on thestrategy.
religious For example,
tolerance. the
They discussion
can also useto get
their more
mind ideas
or ideasto be
implemented on
implemented on the the religious
religious tolerance.tolerance. They They can can alsoalso use use theirtheir mind mind or ideas in
or ideas in
in
evaluating
evaluating the
the grade
grade of
of their
their tolerance.
tolerance. It
It shows
shows that
that they
they are
are not
not only
only enhancing
enhancing their
their
evaluating
knowledge the
about gradethe of their tolerance.
attitude, but also It shows
in creating thatmoretheyconcrete
are not ideas only enhancing
in applying their
the
knowledge
knowledge about
about the attitude,
the attitude, but
butwith also in
alsoitsinstrategy creating
creatingpractice. more concrete
more concrete ideas
ideas in applying
in applying the
the
balance
balance of
of the
the knowledge
knowledge theory
theory with its strategy practice. Their
Their same
same positive
positive faith
faith also
also
balance
appear of the
and they knowledge
realize that theory
the with itsmodel
learning strategy of practice.
tolerance Their
is very same positive
flexible and faith
effectivealso
appear
appear and they
and theythe realize that the
realize that theitlearning learning model
model of tolerance
of tolerance is from is very flexible
very flexible and effective
and effective
after
after they
they had had the the experience
experience itit and and getget the the direct
direct guidance
guidance from from the the researcher
researcher about about
after
how they
to had
implement experience
every step of and
the get
task the
they direct
had guidance
planned. the researcher about
how to
how to implement
implement every every step step of of thethe task
task they they had had planned.
planned.
2. Religious
2. Religious
Religious Tolerance Tolerance
Tolerance through through
through Direct Direct
Direct InterviewInterview
Interview to to the
the Source
Source from from Different
Different
2. to the Source from Different
Religion.
Religion.
Religion.
The
The other
The other real
other real changes
real changes in
changes in the
in the basic
the basic faith
basic faith of
faith of the
of the students
the students lay
students lay on
lay on the
on the main
the main focus
main focus
focus
from the
from the sources
the sources
sources on on
on thethe field
the field
field and and their
and their role
their role role in in learning
in learning process.
learning process.
process. The The students
The students
students believe believe
believe that that
from
the knowledge and their accurate of their understanding are the most important that
thing
the knowledge
the knowledge and
and their their accurate
accurate of of their understanding
their understanding are the
are the most most important
important thing
thing
they
they should
should have. have. In In this
this process,
process, they they put put themselves
themselves as as learner
learner who who can can see see through
through
they
real should have. In this process, they put themselves as learner who can see through
real live
real live that
live that they
that they could
they could help
could help each
help each other
each other to
other to enhance
to enhance their
enhance their competencies
their competencies on
competencies on their
on their own
their own
own
religious teaching.
religious teaching.
teaching. They They complain
They complain
complain on on how
on how difficult
how difficult
difficult to to talk
to talk
talk to to face
to face
face to to face
to face
face withwith
with the the
the oneone
religious
who has aa different religion. They are not only should be responsible to have aa religious one
who has different
who has a different religion.
religion. They
They are are not
not time only
only shouldshould be responsible
be responsible to
towho have
haveembraces religious
a religiousa
tolerance,
tolerance, but
but also
also have
have to
to spend
spend much
much time to
to evaluate
evaluate the
the source
source who
tolerance,religion.
different but alsoInhave fact, tothis spend
practicemuch helps timethetostudentsevaluatemuch the source
to make who embracesonaa
embraces
aa reflection
different
different religion.
religion. In fact, this
In fact, thisa practice practice helps the
helps the students students much
muchout to
to themake
make reflection
a reflection on
on
their
their practice
practice and
and enhancing
enhancing a better
better understanding
understanding and
and carry
carry out the process
process approach
approach
their practice
focusing and enhancing a better understanding and carrybelief out the process approach
focusing on
focusing on interview
on interview strategy.
interview strategy. Besides,
strategy. Besides, it
Besides, it changes
it changes their
changes their belief about
their belief about the
about the religious
the religious
religious
tolerance.
tolerance. The
The students
students reflect
reflect that
that the
the interview
interview motivates
motivates them
them to
to think
think out
out the
the box
box of of
tolerance.
their differentThe students
religious reflect
belief. thatTheythe interview
also declare motivates
their them
strong to think
interest out
in the
using box of
this
their different
their different religiousreligious belief. belief. They They also also declaredeclare their their strong
strong interestinterest in in using
using this this
method,
method, and
and learn
learn much
much from
from implementing
implementing the
the interview
interview strategy.
strategy. This
This can
can be
be found
found in
in
method,
the class and learn
discussion muchof the from
studentsimplementing
and the the
source interview
from strategy.
different This
religion can
as a be found
strategy in
in
the class
the class discussion
discussion of of the
the students
students and and the the source
source from from different
different religion
religion as as aa strategy
strategy in in
strengthen
strengthen the
the argumentations
argumentations of
of the
the existence
existence of
of religious
religious tolerance.
tolerance. They
They explain
explain
strengthenthat
intensely, the this argumentations
strategy is of the
useful for existence
the students of religious
to create tolerance.
more ideas They
to extend explain the
intensely,
intensely, that
that this
this strategy
strategy is
is useful
useful for
for the
the students
students to
to create
create more
more ideas
ideas to
to extend
extend the
the
religious
religious tolerance.
tolerance. Moreover,
Moreover, some
some students
students are
are being
being inspired
inspired by
by the
the use
use of
of this
this
religious and
strategy tolerance.
said that Moreover,
they want some
to use students
this are being
learning strategyinspired in by the task.
different use of In this
the
strategy
strategy and
and said
said that
that they
they want
want to
to use
use this
this learning
learning strategy
strategy in
in different
different task.
task. In
In the
the
reflection session
reflection session
session they they
they makemake a conclusion
make aa conclusion
conclusion that that 'some
that 'some strategies
'some strategies
strategies of of exploration
of exploration
exploration study study
study is is
reflection
very useful for motivating the students’ interest and enhancing their cooperation as is
in
very
verypeeruseful for
useful for motivating motivating the students’
the students’ interest interest and enhancing
and enhancing their cooperation
their cooperation as
as in in
the peer review
the peer review activity activity or or brainstorming.
brainstorming. They They want want to to use
use thisthis strategy
strategy in in learning
learning
the
another review activity or brainstorming. They want to use this strategy in learning
another case
another case for
case for themselves
for themselves and
themselves and for
and for other
for other subject.
other subject.
subject.
3.
3. Religious
Religious tolerance tolerance trough trough aaa feedback
feedback reflection reflection discussion
discussion
3. Religious
The change tolerance
of teaching trough and feedback
learning reflection
process using discussion
The change
The change of of teaching
teaching and and learning
learning process process using using task-based
task-based exploration
task-based exploration study
exploration study
study
also caused
also caused
caused by by
by thethe result
the result
result of of discussion
of discussion
discussion on on
on thethe field.
the field. After
field. After practicing
After practicing
practicing this, this, they
this, theythey statestate
state their
their
also
opinions that they have experienced itit directly and actively engage in the process theirof
opinions that
opinions practice. they
that theyThey have
haveare experienced
experienced directly
it directly and actively
and actively engage
engage in
in thethe process
process As of
of
learning
learning practice.
practice. They They are openly
are openly
openly being being
being the the receiver
the receiver
receiver of of the
of the knowledge
the knowledge
knowledge passively. passively.
passively. As As
learning
the students, they explain that their new role help them to realize the importance of
the students,
the students, they explain
they explain with that
that othertheir
their new new role
role usinghelp
help them them to realize
to realize the importance
the importance of
of
sharing
sharing the
the responsibility
responsibility with other students
students using the
the different
different strategy,
strategy, as
as engaging
engaging
sharing
the the responsibility withthe other students using the different strategy, as engaging
the students
the students in
students in discussion.
in discussion. By
discussion. By the
By the presence
presence of
presence of the
of the audience
the audience of
audience of discussants.
of discussants. Some
discussants. Some of
Some of them
of them
them
become
become the
the discussants
discussants with
with the
the opposite
opposite opinion.
opinion. This
This goal
goal is
is to
to strengthen
strengthen their
their
become
findings the
in thediscussants
field since withthey the
will opposite
get the opinion.
different This
arguments. goal is
So, to thestrengthen
source hastheir
findings in
findings in thethe fieldfield since
since they they will will getget the the different
different arguments.
arguments. So, So, the the source
source has has to to
to
present
present their
their findings
findings and
and being
being prepared
prepared to
to have
have the
the opponent
opponent with
with totally
totally different
different in
in
present
the their findings
knowledge and and being
attitude. Thosepreparedare to have
the valuablethe opponent
source towithchange totallythedifferent
students’ in
the knowledge
the knowledge and and attitude.
attitude. Those Those are are the the valuable
valuable source source to to change
change the the students’
students’

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 153
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 151 – 155

attitude from the lankness of tolerance being the one who has more knowledge, better
understanding
attitude from the andlankness
apply it. of tolerance being the one who has more knowledge, better
understanding and apply it.
D. DISCUSSION AND CONCLUSION
This research investigates
D. DISCUSSION AND CONCLUSION the change of the Moslem students’ religious tolerance
after doingThis theresearchpracticeinvestigates
of explorationthe change study of in the
the Moslem
church. Most students’
studies religious
have found tolerance
that
teacher
after doingbeliefs
the directly
practice affect the outcome
of exploration studyofin learning
the church. experiences
Most studies andhavetheirfound practices
that
(Teng, 2016).
teacher beliefsLack of opportunity
directly affect the motivation
outcome of of learning
teachers in professional
experiences andlearning dialogue
their practices
lies in the
(Teng, 2016).setting
Lackofoflearning itself motivation
opportunity (Qiao & Yu, of 2016).
teachers The problem withlearning
in professional the teachers and
dialogue
students located in the Muslim face of pluralism aspects
lies in the setting of learning itself (Qiao & Yu, 2016). The problem with the teachers and ( particularly tolerance ) emerging
from a distinctive
students located in the character
Muslimthat faceisofofpluralism
faith and Islamic
aspects culture (Wielandt,
( particularly tolerance 1993).) emerging The
findings
from shows thatcharacter
a distinctive this practice that enhance
is of faith the and
students’
Islamic attitude
culture and(Wielandt,
the knowledge 1993).about The
findings
the religious shows that this
tolerance practice
though enhance
the direct the students’
experience done,attitude and the
the feedback knowledge
given by the teacherabout
andreligious
the their peer from their
tolerance though experience
the direct study.experience Exploration
done, theStudy feedbackgives the by
given students
the teacherrich
experience
and their peer for understanding
from their experience themselves study.when they meet Study
Exploration with thegives different
the studentslive. Sincerich
living in this
experience fornation and country
understanding in this when
themselves world they need meet a safe, withpeaceful, comfortable,
the different live. Since and
prosperous.
living in thisAll of them
nation and often
country disturb
in thisbyworld somethingneed awhich safe, makes
peaceful, thiscomfortable,
nation to beand in
trouble. Radicalism,
prosperous. All of them extremism,
often disturb physical by harassment,
something which and terrorism
makes this is considered
nation to be as ina
mean which
trouble. puts the society
Radicalism, extremism, in danger.
physicalIn a harassment,
long way of the and history
terrorismof mankind,
is considered there were
as a
the rightness
mean which puts claims done byin groups
the society danger.of In anya longreligions.
way of the Here the competition,
history of mankind, radicalism,
there were
extremism,
the rightnessphysical
claims done harassment,
by groups intolerance,
of any religions.even terrorism
Here the happened.
competition, Allradicalism,
of these
become the cause
extremism, physical of the unconducive
harassment, condition which
intolerance, even markedterrorism by happened.
cracking theAll religion and
of these
its conflict
become (Hookofetthe
the cause al,unconducive
2016). These things which
condition made lots marked of sufferings
by crackingwhich cannotand
the religion be
stooped
its conflictuntil(Hook
peopleetrealize how importance
al, 2016). These things of togetherness.
made lots ofThe experience
sufferings which of Indonesian
cannot be
people inuntil
stooped facing the bad
people suffering
realize in past events
how importance on any kindThe
of togetherness. of disasters
experience as inof Tsunami
Indonesian in
Aceh and
people Yogyakarta.
in facing the badThese suffering sufferings
in past show eventsthe on global
any kind suffering, or 'the
of disasters as inpain from the
Tsunami in
world'and
Aceh as aYogyakarta.
religion challenge These to all the religions
sufferings show the (Singgih, 2016, p. 129).
global suffering, or 'the Thepainstudy from which
the
is discussed
world' in this religious
as a religion challengetolerance
to all theresearch,
religions is(Singgih,
how to conduct2016, p.a129).teachingThe andstudy learning
which
process
is discussed in order
in this that the students
religious tolerance having good is
research, attitude.
how toIndonesia
conduct aas a nation
teaching and which has
learning
been gradually introduced the secular curriculum in
process in order that the students having good attitude. Indonesia as a nation which has some religious schools and built the
accreditation
been graduallysystem introducedby thetheone who could
secular curriculum give the influence
in some on the
religious way how
schools and builtto teach
the
them (Künklersystem
accreditation & Lerner, by the2016).
one So, whothe couldtogetherness
give the in understanding
influence on the our way how religion and
to teach
other (Künkler
them formed a&meaningful Lerner, 2016). thingSo,inthe religious
togethernesstolerance. We run the our
in understanding world religion
for politicsand
conservatism
other formed (for example inthing
a meaningful Economics
in religiousfield, tolerance.
foreign policy, We run and thethe world
social for issues) and
politics
religious commitment.
conservatism (for example Some in researches
Economicsshow field, that
foreign conservatism
policy, and andthethe strong
social beliefand
issues) of
the religion
religious have a connection
commitment. with the lack
Some researches show of the
thattolerance
conservatism (Hookand et al,
the2016).
strongHowever,
belief of
in this
the case,have
religion it can be prevent with
a connection by enhancing
the lack ofdeep the understanding
tolerance (Hook and et knowing
al, 2016).each other
However,
thatthis
in all case,
religions
it can teach the peacefulness,
be prevent by enhancing happiness, and wisdoms.and
deep understanding So, knowing
it is needed eachtoother
hold
an activity
that whichteach
all religions could thebring us closer,happiness,
peacefulness, side by side and in this society.
wisdoms. So, it In Indonesia,
is needed the
to hold
ideology
an activity of which
Pancasila, could will not ask
bring about the
us closer, sideclaim
by sideof pluralism can be accepted,
in this society. In Indonesia, but only
the
after boarding
ideology the horizon
of Pancasila, will of
not rationality
ask about the to enclose
claim ofother experience
pluralism can befrom the disaster,
accepted, but only to
makeboarding
after it possible, the newofvision
the horizon of religious
rationality to enclose tolerance (Singgih, 2016,
other experience from the p. disaster,
111). This to
analytical
make reflectivethe
it possible, couldnewmakevision the ofstudents
religious giving the idea(Singgih,
tolerance of conducting 2016,peaceful
p. 111).live in
This
a better religious
analytical reflective tolerance
could makein their theown live. giving
students Although thein small
idea scale, this experience
of conducting peaceful live gives
in
little religious
a better suggestion which inistheir
tolerance usefulownfor live.enhancing
Althoughthe attitude
in small of this
scale, religious
experience tolerance.
gives
aConsidering
little suggestionthe scope of this
which is experience
useful for isenhancing
very limited, thesoattitude
it betterofto religious
continue totolerance.the next
experience. the
Considering Thescope experience could be isdone
of this experience veryin the scope,
limited, participant,
so it better to continue andtostudy the nextof
longitudinal to
experience. The giveexperience
a better understanding
could be done and better
in theattitudescope,of participant,
religious tolerance.and study of
longitudinal to give a better understanding and better attitude of religious tolerance.

154 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
LEARNING MODEL OF RELIGIOUS TOLERANCE (A STUDY OF ... — [Endis Firdaus dan Munawar Rahmat]

Disclosure statement
No potential conflict of interest was reported by the author.

REFERENCES
Hook et al, J. N. (2016). Intellectual humility and religious tolerance. Intellectual humility
and religious tolerance:TheJournal of Positive Psychology, 11:(5), 1-7.
doi:10.1080/17439760.2016.1167937
Künkler, M., & Lerner, H. (2016). A private matter? Religious education and democracy in
Indonesia and Israel. British Journal of Religious Education, 1-29. doi:
01416200.2015.1113933
Qiao, X., & Yu, S. (2016). Enhancing professional learning communities through
knowledge artefacts in mainland China. Journal of Education for Teaching, 42(1), :
110-113. doi:10.1080/02607476.2015.1135229
Singgih, E. G. (2016). Suffering as Ground for Religious Tolerance. Exchange -(45), 111-
129. doi:10.1163/1572543X-12341396
Teng, L. S. (2016). Changes in teachers’ beliefs after a professional development project
for teaching writing: two Chinese cases. Journal of Education for Teaching, 42:(1),
106-109. doi:10.1080/02607476.2015.1135228
Wielandt, R. (1993). Islamic Religious Education in a Pluralist Society. British Journal of
Religious Education, 15(2), 50-57. doi: 10.1080/0141620930150209

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 155
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF SEBAGAI UPAYA
MEMBENTUK HAMBA ALLAH YANG MUKHLISH

Fahrudin
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: fahrudin59@upi.edu

ABSTRACT

Understanding the concept of tauhidullah correctly is an unconditional for all Muslims in order to
avoid them from polytheism. Muslims nowadays fall into polytheism because they do not
understand the concept of tauhidullah correctly in accordance with Allah and His Prophet
guidance. The purpose of the writing of this article is to let Muslim know and understand the
concept of tauhidullah correctly according to Allah and His Prophet guidance as well as according
to tasawuf perspective. The approach used in this research is qualitative approach by studying
various related literatures, and analyszing the data by using descriptive analytic method. The result
of this research is as follow: (1) Tauhidullah in tasawuf perspective is different to tauhidullah in
Ulama’s perspective in general. In tasawuf perspektive, tauhidullah means not only believing Allah
is the only One, but also implanting the belief in our heart that in reality there is no existence but
Allah, because in reality all things in this universe is only the shadows of Allah’s existence; and (2)
The belief of tauhidullah is very important because by implanting this concept of tahuid we will
avoid polytheism and become a mukhlis (straight) servant, one who can serve Allah straightly
because of Allah.

Keyword: Tauhidullah, tasawuf, and mukhlish.

ABSTRAK

Memahami konsep tauhidullah secara benar merupakan hal yang mutlak bagi setiap umat Islam
agar terhindar dari kemusyrikan. Umat Islam saat ini banyak yang terjerumus ke dalam
kemusyrikan, karena mereka tidak memahami konsep tauhidullah dengan benar sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Tujuan penulisan makalah ini agar umat Islam mengetahui dan
memahami konsep tauhidullah dengan benar menurut Allah dan Rasul-Nya dan juga tauhidullah
dalam perspektif tasawuf. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian menggunakan
pendekatan kualitatif, dengan mengakaji berbagai literatur yang terkait, sedangkan dalam
menganalisis data yang diperoleh menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini
yaitu berikut: (1) Tauhidullah dalam perspektif tasawuf berbeda dengan tauhidullah dalam
pandangan ulama pada umumnya. Dalam perspektif tasawuf, tauhidullah diartikan bukan hanya
mengesakan Allah, melainkan kita harus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki
tidak ada yang ada kecuali hanya Allah, karena pada dasarnya semua yang ada di alam ini
hanyalah merupakan bayang-bayang dari wujud Allah, (2) Keyakinan tentang tauhidullah
merupakan hal yang sangat penting , karena dengan menanamkan ketauhidan kita akan terhindar
dari kemusyrikan dan akan menjadi hamba yang mukhlis, yakni hamba yang dapat menyembah
Allah dengan mengikhlashkan agama sepenuhnya hanya kepada Allah.

Kata Kunci: Tauhidullah, tasawuf, dan mukhlish.

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN


Pemahaman tentang tauhidullah merupakan hal yang sagat penting bagi setiap umat
Islam, karena tauhidullah merupakan inti dari ajaran Islam dan merupakan satu-satunya

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 157
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 157 – 163

aqidah
aqidah yang
yang diajarkan
diajarkan oleh
oleh para
para Rasulullah
Rasulullah kepada
kepada umatnya.
umatnya. Dengan
Dengan memahami
memahami konsep konsep
tauhidullah secara benar, maka umat Islam akan beriman kepada Allah Yang Mahas Esa
tauhidullah secara benar, maka umat Islam akan beriman kepada Allah Yang Mahas Esa
dan
dan dapat
dapat mentauhidkan-Nya,
mentauhidkan-Nya, sehinggasehingga terhindar
terhindar dari
dari kemusyrikan
kemusyrikan sebagai
sebagai dosa
dosa yang
yang
paling
paling besar
besar dan
dan tidak
tidak ada
ada ampunannya
ampunannya dari dari Allah.
Allah.
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang
yang menjelaskan
menjelaskan agar
agar umat
umat manusia
manusia
menyembah
menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu yang lain.
hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu yang lain.
Semua
Semua Rasulullah
Rasulullah mulai
mulai dari
dari Nabi
Nabi Adam
Adam sampai
sampai dengan
dengan Nabi
Nabi Muhammad
Muhammad dan dan penerus-
penerus-
penerusnya
penerusnya mengajarkan
mengajarkan kepada
kepada umatnya
umatnya agar agar menyembah
menyembah hanyahanya kepada
kepada Allah.
Allah. Namun
Namun
demikian,
demikian, tidak semua umat manusia itu menganut keyakinan tauhidullah, bahkan masih
tidak semua umat manusia itu menganut keyakinan tauhidullah, bahkan masih
banyak
banyak di di atara
atara umat
umat Islam
Islam yang
yang belum
belum memahami tauhidullah dengan
memahami tauhidullah dengan benar,
benar, sehingga
sehingga
masih
masih banyak
banyak umat
umat Islam
Islam yang
yang menyekutukan
menyekutukan Allah. Allah.
Sehubungan
Sehubungan dengan itu, maka
dengan itu, maka penulis
penulis tergerak
tergerak untuk
untuk mengkaji
mengkaji apa apa sebenarnya
sebenarnya
tauhidullah itu, bagaimanakah ajaran aqidah yang disampaikan oleh para Rasulullah pada
tauhidullah itu, bagaimanakah ajaran aqidah yang disampaikan oleh para Rasulullah pada
umatnya
umatnya sejak
sejak zaman
zaman Nabi
Nabi Adam
Adam sampai
sampai dengan
dengan Nabi
Nabi Muhammad
Muhammad dan dan juga
juga para
para penerus-
penerus-
penerusnya,
penerusnya, dan dan bagaimanakah tauhidullah dalam
bagaimanakah tauhidullah dalam pandangan
pandangan ahliahli tasawuf
tasawuf yang
yang dianggap
dianggap
sebagai orang yang dekat dengan
sebagai orang yang dekat dengan Allah. Allah.
Dengan
Dengan mengakaji tauhidullah ini
mengakaji tauhidullah ini diharapkan
diharapkan dapat
dapat memberikan
memberikan pencerahan
pencerahan dandan
pemahaman
pemahaman yang benar kepada umat Islam dan para pembaca tentang tauhidullah dalam
yang benar kepada umat Islam dan para pembaca tentang tauhidullah dalam
pandangan
pandangan parapara ulama, tauhidullah dalam
ulama, tauhidullah Al-Qur’an yang
dalam Al-Qur’an yang diajarkan
diajarkan oleh
oleh para
para Rasulullah,
Rasulullah,
dan
dan tauhidullah dalam pandangan ahli tasawuf, sehingga dapat mengantarkannya menjadi
tauhidullah dalam pandangan ahli tasawuf, sehingga dapat mengantarkannya menjadi
hamba
hamba Allah
Allah yang
yang mukhlish.
mukhlish.
Dalam
Dalam mengkaji tauhidullah ini,
mengkaji tauhidullah ini, penulis
penulis menggunakan
menggunakan pendekatan
pendekatan kualitatif
kualitatif
dengan
dengan mengkaji berbagai literatur, khususnya Al-Qur’an dan buku-buku tauhid
mengkaji berbagai literatur, khususnya Al-Qur’an dan buku-buku tauhid yang
yang
ditulis oleh para ulama muslim, serta buku-buku yang ditulis oleh para
ditulis oleh para ulama muslim, serta buku-buku yang ditulis oleh para ahli ahli tasawuf. ahli ahli tasawuf.
Metode
Metode analisa
analisa yangyang digunakan
digunakan adalahadalah metode
metode deskriptif,
deskriptif, yakni
yakni penulis
penulis berusaha
berusaha
menganalisis
menganalisis dan mendeskripsikan apa-apa yang ditemukan dalam literatur tersebut,
dan mendeskripsikan apa-apa yang ditemukan dalam literatur tersebut,
sehingga
sehingga menghasilkan
menghasilkan suatusuatu karya
karya ilmiah
ilmiah dengan
dengan judul
judul Tauhidullah
Tauhidullah dalam
dalam Perspektif
Perspektif
Tasawuf
Tasawuf sebagai
sebagai Upaya
Upaya Membentuk
Membentuk Hamba Hamba Allah
Allah yang
yang Mukhlish.
Mukhlish.
B.
B. KAJIAN
KAJIAN TEORITIS TENTANG TAUHIDULLAH
TEORITIS TENTANG TAUHIDULLAH
Berbicara
Berbicara tentang tauhidullah tidak lepas
tentang tauhidullah tidak lepas dari
dari pembicaraan
pembicaraan tentang
tentang keimanan,
keimanan,
karena
karena hal yang paling utama yang harus kita iman ialah iman kepada Allah. Iman
hal yang paling utama yang harus kita iman ialah iman kepada Allah. Iman kepada
kepada
Allah
Allah sangat penting bagi umat Islam, karena tanpa didasari dengan keimanan ibadah yang
sangat penting bagi umat Islam, karena tanpa didasari dengan keimanan ibadah yang
kita
kita kerjakan
kerjakan akanakan sia-sia.
sia-sia. Sekaitan
Sekaitan dengan
dengan itu,
itu, Al-Qarni
Al-Qarni (2007:
(2007: 25)
25) menjelaskan
menjelaskan bahwa:
bahwa:
“Orang-orang
“Orang-orang yang yang sebenarnya
sebenarnya paling
paling sengsara
sengsara yaitu
yaitu mereka
mereka yang
yang miskin
miskin iman
iman dan
dan
mengalami
mengalami krisis keyakinan”. Apa yang dikatakan oleh Al-Qarni itu sesuai dengan
krisis keyakinan”. Apa yang dikatakan oleh Al-Qarni itu sesuai dengan
kenyataan.
kenyataan. Kalau
Kalau kita
kita perhatikan
perhatikan kehidupan
kehidupan umat umat manusia
manusia yang
yang tidak
tidak memiliki
memiliki iman,
iman,
mereka
mereka itu selamanya akan berada dalam kesengsaraan, kepedihan, kemurkaan, dan
itu selamanya akan berada dalam kesengsaraan, kepedihan, kemurkaan, dan
kehinaan. Sebenarnya tidak ada sesuatu yang
kehinaan. Sebenarnya tidak ada sesuatu yang dapat membahagiakan jiwa, dapat membahagiakan jiwa,
membersihkannya,
membersihkannya, mensucikannya,
mensucikannya, membuatnya
membuatnya bahagia,bahagia, dan
dan mengusir
mengusir kegundahan
kegundahan
darinya,
darinya, selain keimanan yang benar kepada Allah swt atau dengan kata
selain keimanan yang benar kepada Allah swt atau dengan kata lain,
lain, kalau
kalau hidup
hidup
tanpa iman akan terasa hambar dan tidak
tanpa iman akan terasa hambar dan tidak bermakna. bermakna.
Iman
Iman kepada
kepada Allah
Allah yaitu
yaitu beriman
beriman kepada
kepada DzatDzat Allah
Allah Yang
Yang Ghaib (yu’minuna bil
Ghaib (yu’minuna bil
ghaib), yang wajib wujud-Nya dan sangat dekat dengan manusia, bahkan
ghaib), yang wajib wujud-Nya dan sangat dekat dengan manusia, bahkan lebih dekat dari lebih dekat dari
urat
urat nadi
nadi yang
yang ada
ada di
di leher.
leher. Selain
Selain itu,
itu, iman
iman kepada
kepada Allah
Allah berarti
berarti seorang
seorang muslim
muslim harus
harus
mempercayai dan meyakini bahwa “La Ilaha Illallah” (Tiada Tuhan
mempercayai dan meyakini bahwa “La Ilaha Illallah” (Tiada Tuhan kecuali Allah) Yang kecuali Allah) Yang
Maha
Maha Esa,
Esa, Esa Dzat-Nya, Esa
Esa Dzat-Nya, Sifat-Nya, dan
Esa Sifat-Nya, dan Esa
Esa Af’al-Nya.
Af’al-Nya. Iman Iman kepada
kepada Allah
Allah
merupakan inti dari keimanan seseorang, karena tanpa beriman
merupakan inti dari keimanan seseorang, karena tanpa beriman kepada Allah hidup kepada Allah hidup
seseorang
seseorang akan
akan menjadi
menjadi hampa.
hampa. Iman
Iman merupakan
merupakan fondasi
fondasi dalam
dalam kehidupan
kehidupan seseorang,
seseorang,

158 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF — [Fahrudin]

yang dapat menentukan baik buruknya prilaku orang itu, dan inti iman itu terletak pada
kalimat “La ilaha illallah”. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Al-
Maududi (1983: 68), bahwa: “Di atas kalimat la ilaha illallah inilah berdiri tegak
bangunan Islam seseorang”. Oleh karena itu, sepatutnya manusia menerima dengan ikhlas
dan mengimani Allah dengan sebenar-benarnya dengan meyakini bahwa tiada Tuhan
selain Allah dan berusaha untuk mentauhidkannya.
Apakah tauhid itu? Secara etimologis, tauhid berasal dari kata wahhada–
yuwahhidu- tauhid, yang artinya keesaan. Tauhidullah, artinya mengesakan Allah.
Maksudnya, menanamkan keyakinan dalam hati bahwa tidak ada Tuhan yang harus kita
sembah kecuali Allah Yang Maha Esa. Tauhid yaitu ilmu yang membahas tentang wujud
Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya,
dan tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya (Asmuni, 1996: 1).
Hukum mempelajari ilmu tauhid adalah wajib bagi setiap muslim, karena tanpa
mempelajari ilmu tauhid seseorang tidak akan bisa mengenal Tuhan dengan yakin dan
mengesakan-Nya. Asmuni (1996: 3) mengatakan bahwa para ulama sepakat hukum
mempelajari ilmu tauhid itu wajib bagi setiap muslim, dan kewajiban itu bukan hanya
didasarkan rasio, karena tauhid merupakan dasar pertama dan utama dalam Islam, tetapi
justru didasarkan pada dalil-dalil naqli, Al-qur’an dan Hadits. Kalau kita baca sejarah,
Rasulullah selama hayatnya berjuang dengan gigih menegakkan tauhid di tengah
masyarakat yang hidup dalam kekafiran dan kemusyrikan. Beliau mengajak umat manusia
untuk bertauhid dan memberikan pendidikan ketauhidan secara terus menerus kepada para
sahabat dan pengikutnya. Beliau memberikan contoh kongkrit dan teladan yang baik
bagaimana sikap hidup manusia bertauhid yang tercermin dalam perkataan, sikap hidup,
kepribadian, dan perilaku beliau sehari-hari.
Di dalam Al-qur’an banyak sekali ayat yang menjelaskan tentang keesaan Tuhan, di
antaranya: "Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Maha Hidup
dan terus menerus mengurus (makhluk-Nya)" (QS.2: 255). "Sesungguhnya Aku adalah
Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku" (QS. Thaha: 14). "Allah, tiada
Tuhan selain Dia Sang pemelihara Arsy Agung" (QS. An-naml: 26).
Di dalam ayat-ayat Al-qur’an di atas, Allah memulai dengan menyebut nama-Nya.
Dia menafikan yang lain dan menetapkan nama-Nya. Walaupun namanya yang lain yang
diungkapkan itu hanya merupakan sifat dari nama ini (Allah). Jika Dia mengungkapkan-
Nya dengan kalimat "huwa", kalimat itu kembali kepada-Nya. Ia berasal dari nama Allah
dan kembali kepada-Nya.
Ajaran tauhid itu intinya terletak pada pengakuan bahwa “La ilaha illallah”.
Pengakuan tentang “la ilaha illallah” tersebut, harus dapat mengantarkan kita untuk
menjadikan Allah itu satu-satunya yang harus kita sembah, yang harus kita tuju, dan yang
harus kita jadikan tempat berlindung dan tempat memohon. Pengakuan akan tauhid, yakni
mengakui Allah satu-satunya Tuhan yang harus disembah adalah sangat penting, karena
tanpa adanya pengakuan itu manusia akan jatuh ke dalam kemusyrikan. Kalimat tauhid ini
apabila selalu melekat dalam hati setiap muslim, maka syetan-syetan pun menjauh darinya.
Sejalan dengan ini, Al-Jailani (2010: 225) dalam nasihatnya menjelaskan:
Wahai manusia, siksalah setan-setan kalian dengan keikhlasan dari dalam hati
ketika mengucapkan la ilaha illa Allah. Kalimat tersebut merupakan kalimat tauhid yang
dapat membakar setan manusia dan juga setan jin, sebab lafadz tersebut merupakan api
yang membakar bagi para setan dan menjadi cahaya penerang bagi orang-orang bertauhid.
Oleh karena itu, ketika seseorang mengucapkan kalimat tersebut di dalam hatinya
harus meniadakan segala sesuatu selain Allah, karena bagaimana lidah kita bisa
mengucapkan la ilaha illa Allah, kalau di dalam hatinya sekian banyak Tuhan yang

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 159
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 157 – 163

dijadikan sebagai sandaran. Sia-sia saja lafadz tauhid yang diucapkan dengan lisan,
sedangkan di dalam hatinya terjadi kemusyrikan. Sia-sia saja kita membersihkan badan,
sedangkan hati dipenuhi oleh najis. Seorang muwahhid sejati dapat menyiksa syetannya,
sedangkan orang yang musyrik akan disiksa oleh syetannya sendiri. Keikhlasan adalah
intisari dari setiap perkataan dan perbuatan. Jika itu ditinggalkan, maka yang ada adalah
kulit tanpa isi. Kulit hanya layak dilalap oleh api. Keikhlasan dalam tauhid dapat
memadamkan kerakusanmu dan dapat mematahkan brutalnya nafsumu. Jangan menghadiri
tempat yang dapat mengobarkan api watakmu, sehingga dapat menghanguskan rumah
agama dan keimananmu. Jangan mendatangi tempat-tempat yang mengakibatkan kelakuan
keji hawa nafsu dan setan, karena itu dapat menghilangkan agama, keimanan, dan
keyakinanmu.

C. HASIL PENELITIAN
1. Tauhidullah dalam Perspektif Tasawuf
Dalam ajaran Islam, kalimat "la ilaha illa Allah" itu biasa disebut dengan
kalimat tauhid, karena di dalamnya mengandung keyakinan akan keesaan Allah. Ia
disebut kalimat tauhid karena menunjukkan adanya penolakan terhadap semua bentuk
kemusyrikan secara mutlak. Pemahaman tauhidullah dalam pandangan tasawuf
berbeda dengan pandangan pemahaman tauhidullah pada umumnya. Tauhidullah dalam
pandangan tasawuf bukan hanya menyakini bahwa tiada Tuhan slain Allah, melainkan
tauhidullah itu kita harus menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki tidak
ada yang ada kecuali Allah (la maujuda illa Allah), dan kita harus menafikan segala
sesuatu selain Allah, karena segala sesuatu selain Allah pada dasarnya hanyalah
merupakan bayang-bayang dari wujud Allah itu sendiri. Manusia, binatang, bumi,
langit, dan yang lainnya semuanya ciptaan Allah, dan pada akhirnya akan hancur, dan
yang kekal dan abadi hanya Allah. Hal ini didasarkan kepada firman Allah: “Kullu
syaiin halikun illa wajhah” (segala sesuatu itu akan hancur kecuali Dzat Allah) (QS.Al-
qashash: 88). Dalam ayat yang lain, Allah menjelaskan: “Kullu man ‘alaiha fanin wa
yabqa wajhu rabbik” (setiap orang dan apa saja yang melekat padanya semuanya fana
(tidak ada), dan yang kekak adalah Dzat Tuhanmu (QS.Ar-rahman: 26-27).
Dalam pandangan tasawuf, khususnya tasawuf syathariah seperti yang
dikemukakan oleh Muttaqin (2014: 18), kalimat “la ilaha illa Allah” disebut kalimat
nafi itsbat. Nafi maksudnya bahwa selain Diri Tuhan itu sesungguhnya nafi, tidak ada,
termasuk wujud jiwa raganya sendiri. Itsbat yaitu menetapkan (mengitsbatkan) bahwa
hanya Diri Tuhanlah yang sesungguhnya ada dan wajib wujud-Nya, dan itulah tauhid.
Sejalan dengan itu, Affandi (2007: 9) menjelaskan bahwa: “Tauhid itu ialah satu-satu-
Nya Dzat Yang Mutlak Wujud-Nya, yakni Dzat Al-żhaib” yang Allah asma-Nya.
Artinya, bagaimanakah kita menanamkan keyakinan dalam hati bahwa secara hakiki
yang ada itu hanya Allah. Konsekuensinya, kalau kita masih merasa wujud, maka itu
termasuk kepada dosa besar, karena dianggap menyekutukan Tuhan. Dalam sebuah
keterangan yang sering dijadikan rujukan dalam tasawuf syathariah dijelaskan:
“Wujuduka dzanbun kabirun wala yunqashu dzanbun akhor” (wujud-mu yang kamu
aku (merasa wujud) itu merupakan dosa besar, dan tidak ada dosa lain yang lebih besar
dari itu). Kita sadari, bahwa pada dasarnya manusia itu tidak bisa apa-apa kalau tidak
bersama Allah. “la haula wala quwwata illa billah”. Kalau kita bergerak, pada dasarnya
itu adalah gerak Allah. Kalau kita melempar, pada dasarnya Allahlah yang melempar,
dan lain-lainnya, dan itulah sebenarnya tauhid yang murni. Namun begitu, kita selaku
manusia dalam hidup ini pasti masih merasa wujud, buktinya kalau kita lapar kita
makan, kalau dipukul pasti sakit, dan lain-lainnya. Karena merasa wujud itu merupakan

160 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF — [Fahrudin]

dosa besar, maka kita selaku manusia harus terus menerus beristighfar kepada Allah,
memohon ampun kepada-Nya.
Tauhidullah itu merupakan inti dari ajaran tasawuf. Kita sering mendengar
istilah “fana” dan “baqa” dalam tasawuf. Apabila seseorang sudah bisa menafikan
dirinya, maka muncullah “baqa” suatu keyakinan bahwa yang ada hanyalah Tuhan
Yang Maha Kekal dan Abadi. Dengan demikian, maka akan datang suatu keyakinan
bahwa perbuatannya merupakan perbuatan Tuhan, penglihatannya merupakan
penglihatan Tuhan, pendengarannya merupakan pendengaran Tuhan.
Al-Jailani (2010: 410) sebagai salah seorang ahli sufi yang sangat terkenal
menjelaskan bahwa yang dimaksud tauhidullah itu ialah “mengesakan Allah Azza wa
Jalla, sehingga tidak ada lagi yang tersisa di dalam hati walaupun hanya setitik kecuali
Allah”. Jadi, tauhidullah itu bagaimana kita berusaha menafikan segala sesuatu apa saja
di dalam hati kita kecuali hanya Allah, karena secara hakiki yang ada hanyalah Allah.
Ibnu Athaillah yang terkenal sebagai seorang ahli ma’rifat dan sekaligus sebagai
sufi dalam bukunya Rahasia Kecerdasan Tauhid (2011: 137) mengungkapkan bahwa
para ahli makrifat memberi tafsiran yang beragam terhadap kalimat "la ilaha illa Allah".
Pertama, dalam pandangan Ibn Abbas, "la ilaha illa Allah" maknanya bahwa tidak ada
yang memberikan manfaat, tidak ada yang bisa mendatangkan bahaya, tidak ada yang
dapat memuliakan, tidak ada yang dapat menghinakan, tidak ada yang dapat memberi,
dan tidak ada pula yang dapat menolak kecuali Allah. Kedua, makna "la ilaha illa
Allah" ada yang mengartikan bahwa tidak ada yang diharapkan anugerahnya, tidak ada
yang patut ditakuti siksanya, tidak ada yang patut diharapkan perlindungannya, tidak
ada yang patut diyakini kemurahannya, tidak ada yang patut dilaksanakan perintahnya,
tidak ada yang layak dimintai ampunannya, tidak ada yang patut dijauhi larangannya,
serta tidak ada yang dihormati kemuliannya selain Allah. Ketiga, kalimat "la ilaha illa
Allah" ada juga yang memaknai sebagai pertanda adanya makrifat dan tauhid dalam diri
seseorang lewat lisan yang memuji dan mengakui Penguasa Yang Agung. Jika seorang
hamba mengucapkan la ilaha illa Allah, berarti mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang
memiliki kenikmatan, anugerah, karunia, kekuatan, keabadian, keagungan, keluhuran,
keterpaksaan, pujian, murka, da ridha selain Allah. Dialah yang menguasai alam
semesta ini, Pencipta generasi terdahulu dan generasi akhir zaman, Dialah yang
memberi pembalasan di hari kemudian. Keempat, ada juga yang memberi makna
kalimat la ilaha illa Allah bahwa hanya kepada Allah sajalah kita berharap dan
menaruh rasa cemas. Hanya Dia yang mampu melapangkan kesempitan dan kesulitan.
Kalimat la ilaha illa Allah di atas, tentu bukan hanya sekedar ucapan dalam
lisan, melainkan ucapan yang disertai dengan keyakinan dalam hati bahwa
sesungguhnya tidak ada yang maujud kecuali Dzat Allah Yang Maha Esa. Dzat Yang
Ghoib yang wajib Wujud-Nya yang keberadaannya sangat dekat dengan kita, bahkan
lebih dekat daripada urat nadi yang di leher. Oleh karena itu, memahami tauhid tidak
bisa hanya atas dasar pemikiran sendiri, melainkan harus berdasarkan petunjuk Rasul
Allah. Kalau memahami tauhid didasarkan kepada pemikiran sendiri, maka pasti akan
sesat. Sehubungan dengan itu, Athaillah lebih lanjut mengatakan bahwa barang siapa
menuju Allah tanpa meneladani rasul-Nya, tauhidnya tidak benar dan menyimpang,
sedangkan barang siapa yang menuju Allah berdasarkan tuntunan-Nya dan tuntunan
Rasul-Nya, maka tauhidnya benar dan lurus. Barang siapa mengenal Allah dengan
landasan iman, ia tentu menaati-Nya. Barang siapa mengenal Allah dengan landasan
keyakinan, ia tentu mengutamakan-Nya. Dan barang siapa mengenal Allah dengan
landasan tauhid, ia tentu mengangungkan-Nya. Adapun orang yang ma'rifatnya tidak
membuat dirinya semakin mengenal Allah dan sifat-Nya serta tidak menambah hakikat

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 161
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 157 – 163

tauhid baginya, ia terhijab. Orang yang terhijab adalah orang yang kehilangan, dan
keimanan para ulama bersumber dari ilmu yang yakin.
Kalimat la ilaha illa Allah merupakan kalimat penafian dan penetapan. Ia
merupakan penafian yang meniadakan seluruh sifat baru (bermula), cacat, dan fana,
serta penetapan yang mengharuskan keberadaan seluruh sifat suci, sempurna dan tak
bermula. Barang siapa yang melihat eksistensi Allah sebagai Dzat yang bermula dan
melihat segala sesuatu selain-Nya sebagai makhluk yang bermula, ia telah melihat
keazalian-Nya serta berkata: Aku tidak melihat sesuatu pun melainkan Allah telah ada
sebelumnya. Barang siapa yang melihat Allah sebagai Dzat yang abadi dan melihat
makhluk sebagai sesuatu yang fana, ia telah menyaksikan rasasia keabadian-Nya seraya
berkata, aku tidak melihat sesuatu pun melainkan Allah tetap ada sesudahnya. Barang
siapa melihat Allah sebagai Dzat yang memiliki pengetahuan dan kekuasaan serta
melihat makhluk sebagai sesuatu yang bodoh, lemah, dan terbata, maka ia telah
menyaksikan perbuatan dan pengetahuan-Nya yang komprehensif seraya berkata, aku
tidak melihat sesuatu pun melainkan Allah ada bersamanya.
Dari beberapa pandangan para ahli tentang tauhidullah seperti yang
diungkapkan di atas, dapat dipahami bahwa tahuhidullah dalam pandangan tasawuf itu
ialah menafikan segala sesuatu selain Allah dengan menanamkan keyakinan dalam hati
bahwa sesungguhnya “la maujuda illa Allah” (tidak ada ada yang ada kecuali Allah).
Dengan demikian, konsekuensinya: (1) bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali
Allah, (2) tidak ada yang dituju dalam hidup ini, kecuali Allah. Maksudnya, bahwa
ibadah kita hidup kita, mati kita, dan segala aktivitas kita harus ditujukan kepada Allah,
dan semata-mata karena mengharap ridha Allah, (3) tidak ada yang berhak dijadikan
tempat berlindung dan memohon sesuatu kecuali Allah, (4) tidak ada daya dan kekuatan
kecuali Allah daya dan kekuatan Allah, dalam arti bahwa manusia itu tidak punya daya
dan kekuatan apa pun kecuali bersama Allah (la haula wala quwwata illa billah).
2. Tauhidullah sebagai Upaya Membentuk Hamba Allah yang Mukhlis
Hamba Allah yang mukhlish ialah hamba Allah beriman kepada Allah Yang
Maha Esa dan mentauhidkan-Nya, sehingga ia dapat beribadah dengan ikhlash semata-
mata hanya karena Allah. Menjadi haba yang mukhlish itu sangat penting, karena
dengan menjadi hamba yang mukhlish, maka ia hidupnya tidak akan dapat digelincirkan
ke dalam jurang kesesatan oleh Iblis.
Apabila keyakinan tentang tauhidullah sudah tertanam dalam hati setiap orang
Islam, maka akan terhindar dari prilaku musyrik dan akan menjadi hamba yang mukhlis,
yakni hamba yang dapat menyembah Allah dengan penuh keikhlasan. Mengikhlashkan
semua pengabdiannya, shalatnya, zakatnya, puasanya, dan segala perbuatannya semata-
mata hanyalah untuk Allah dan semata-mata mencari ridha Allah. Dan hamba yang
mukhlis itulah sebagai hamba Allah yang tidak akan tergelincirkan oleh godaan Iblis,
atau dengan kata lain mereka itulah orang yang akan selamat dari tipu daya iblis di
dunia ini, sehingga dapat mengantarkannya untuk dapat kembali kepada Allah dengan
selamat, memperoleh kebahagiaan di sisi-Nya.

E. KESIMPULAN
Tauhidullah, artinya mengesakan Allah. Maksudnya, menanamkan keyakinan
dalam hati bahwa tidak ada Tuhan yang harus kita sembah kecuali Allah, tiada Tuhan yang
harus kita tuju dalam hidup ini kecuali Allah, tiada Tuhan yang harus kita jadikan tempat
berlindung dan tempat kita memohon kecuali Allah.
Tauhidullah merupakan satu-satunya akidah yang diajarkan oleh semua para
Rasulullah mulai dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad. Semua para Nabi dan

162 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
TAUHIDULLAH DALAM PERSPEKTIF TASAWUF — [Fahrudin]

para Rasul menyeru kepada umatnya agar menyembah hanya kepada Allah, dan tidak
menyekutukannya dengan sesuatu yang lain.
Tauhidullah dalam pandangan ahli ma’rifat berbeda dengan tauhidullah dalam
pandangan ulama pada umumnya. Dalam pandangan ahli ma’rifat, tauhidullah diartikan
bukan hanya mengesakan Allah, melainkan kita harus menanamkan keyakinan dalam hati
bahwa secara hakiki tidak ada yang ada kecuali hanya Allah (la maujuda illa Allah), dan
semua yang ada di alam ini hanyalah merupakan bayang-bayang dari wujud Allah.
Dalam pandangan ahli ma’rifat, khususnya ahli ma’rifat dalam tasawuf syathariyah
apabila kita merasa wujud itu merupakan dosa besar, tetapi karena hampir semua orang
merasakan itu dan tidak bisa menghindarkannya, maka konsekuensinya kita harus
memperbanyak istighfar untuk bertaubat kepada Allah.

REFERENSI
Afandi, Mohamad Munawar (2007), Ilmu Syathariah Jalan Menuju Tuhan, Tanjung Anom
Nganjuk: Pondok Sufi.
Al-Jailani, Syaikh Abdul Qadir (2010), Fathur Robbani: Mensucikan Jiwa Membuat Hati
Menjadi Tenang dan Damai (terj. Zenal Muttaqin), Bandung: Jabal.
Al-Qarni, 'A. (2007), La Tahzan: Jangan Bersedih (terj.), Jakarta: Qisthi Press.
Al-Qur'an dan Terjemah (1984), Jakarta: Kemeterian Agama Republik Indonesia.
Asmuni, Y. (1996), Ilmu Tauhid, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Athaillah, I. (20011), Terapi Makrifat: Rahasia Kecerdasan Tauhid (terj.), Jakarta: Zaman.
Muttaqien, Muhammad Anwar (2014), Pedoman dan Tuntunan Mencapai Derajat
Muqarrabien, Tanjung Anom Nganjuk: Yayasan Sirrul Albab.
Shihab, M. Quraish (1999), Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Mizan.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 163
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING)
SEBAGAI BEST PRACTICE PERCEPATAN REVOLUSI MENTAL
PEMBELAJARAN PAI DENGANDINLP
INDONESIA
(NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING)
SEBAGAI BEST PRACTICE PERCEPATAN REVOLUSI MENTAL DI
Helmawati
INDONESIA
Universitas Islam Nusantara
Helmawati
Email: helmawati.dr@gmail.com
Universitas Islam Nusantara
Email: helmawati.dr@gmail.com

ABSTRACT

The focus of this research is Learning of Islamic Religious Education with NLP (Neuro-Linguistic
Programing) as Best Practice of Mental Revolution Acceleration in Indonesia. The theory
underlying this study is learning theory with NLP technique to build best human character which is
applied in Islamic Religious Education. The purpose of this study is to describe how to learn
Islamic Religious Education with NLP techniques as Best Practice of Mental Revolution
Acceleration in Indonesia. The approach taken is qualitative-descriptive approach. It describes how
important to understand and gain unconscious mind and to build communication skill as educator in
learning process, such as rapport skill, pacing and leading.

Keyword: Learning, NLP (Neuro-Linguistic Programing), Character

ABSTRAK

Fokus kajian ini adalah tentang Pembelajaran PAI dengan NLP (Neuro-Linguistic Programing)
sebagai Best Practise Percepatan Revolusi Mental di Indonesia. Teori yang melandasi kajian ini
adalah teori pembelajaran dengan NLP yang diterapkan dalam materi pelajaran atau materi kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI). Sementara tujuan dari kajian ini adalah untuk mendeskripsikan,
bagaimana pendidik dapat mencapai tujuan pembelajaran PAI dengan teknik NLP (Neuro-
Linguistic Programing) sebagai Best Practise Percepatan Revolusi Mental di Indonesia.
Pendekatan yang dilakukan adalah kualitatif deskriptif tentang bagaimana pentingnya memahami
dan mengoptimalkan pikiran bawah sadar, serta membangun kemampuan komunikasi sebagai
tenaga pendidik dalam proses pembelajaran seperti membangun rapport skill, pacing and leading.

Kata Kunci: Pembelajaran, NLP (Neuro-Linguistic Programing), Karakter

A. PENDAHULUAN
Karaker generasi muda perlu dibentuk agar mampu menjadi individu yang baik dan
pemimpin di kemudian hari. Pendidikan yang berhasil tidak terlepas dari proses
pembelajarannya, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Agar proses
pembelajaran berhasil ada suatu teknik yang mampu mempermudah dan mempercepat
membentuk karakter mulia, yaitu dengan teknik NLP (Neuro-Linguistic Programing).
Karakter atau akhlak merupakan perihal utama yang dibentuk melalui ajaran Islam.
Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw dalam rangka memperbaiki akhlak (karakter)
manusia. Akal yang merupakan kelebihan yang diberikan Allah membantu manusia
menentukan apakah dirinya akan menjadi manusia yang berakhlak mulia atau tidak.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 165
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 165 – 170

Pengaruh globalisasi khususnya budaya luar negeri, seperti bahaya paham-paham


radikal, gaya hidup materialis-hedonis, obat-obat terlarang, dan pergaulan bebas
berpengaruh terhadap kehancuran bangsa dan negara. Hal senada diperkuat pemerhati
pendidikan seperti Thomas Lickona. Thomas Lickona dalam Character Matters (2013)
menyatakan bahwa kesehatan bangsa dalam beberapa abad mendatang bergantung pada
bagaimana keseriusan untuk berkomitmen terhadap pendidikan karakter ini. Seorang filsuf
Yunani, Heraclitus menyatakan bahwa karakter membentuk takdir seseorang dan takdir
tersebut menjadi takdir seluruh masyarakat. Pada karakter warga negara pun terletak
kesejahteraan bangsa.
Selain itu, Lance Morrow menyatakan bahwa karakter atau moral berpengaruh
terhadap peradaban; peradaban bisa naik dan jatuh. Peradaban jatuh ketika moral
memburuk, ketika masyarakat gagal dalam menyampaikan kebaikan atau kekuatan
karakter kepada generasi berikutnya. Berdasarkan pengamatan sejarawan Arnold Toynbee
dinyatakan bahwa dari 21 peradaban penting, 19 hancur bukan oleh penaklukan dari luar
akan tetapi disebabkan oleh pembusukan moral dari dalam.
Terjadinya krisis moral manusia banyak dipengaruhi akibat proses pembelajaran
yang masih sangat didominasi oleh peningkatan aspek kognitif belaka (Megawangi, 2007),
sehingga pencapaian tujuan pendidikan karakter terhambat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Daniel Goleman (1999) yang menyatakankan bahwa pendidikan selama ini
cenderung terlalu menekankan arti penting dari nilai akademik, kecerdasan otaknya atau
IQ saja. Hal ini cenderung menimbulkan krisis moral atau buta hati akibat pendidikan yang
hanya mengandalkan logika saja. Akibatnya anak-anak generasi sekarang lebih sering
mengalami masalah emosi, tumbuh dalam kesepian, lebih mudah marah, lebih sulit di atur,
cenderung cemas dan agresif.
Pendidikan seharusnya membawa manusia pada pribadi berkarakter; yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Namun, hasil (output) pendidikan yang dapat dilihat sekarang ini belum mampu
merealisasikan tujuan pendidikan bagi peserta didik. Banyak faktor yang mempengaruhi
hasil pendidikan di Indonesia. Terutama faktor sumber daya manusia dan gempuran
budaya melalui era globalisasi, serta belum turunnya ideologi bangsa ini pada tataran
praktis sistem pendidikan nasional.
Islam memberikan sinyal bahwa karakter menjadi modal bagi manusia untuk hidup
bahagia dunia dan akhirat. Kemudian, berdasarkan hasil penelitian para pakar pendidikan
dan psikologi Barat lebih dari satu abad yang lalu menyatakan bahwa karakter atau akhlak
atau moral lebih tinggi dari kecerdasan (intelektual). Itulah mengapa sebabnya kita senang
melihat anak-anak tumbuh dengan memiliki karakter yang baik atau akhlak mulia.
Helmawati (2014) menyatakan bahwa semua orangtua ingin memiliki anak yang
sukses dan berakhlak mulia. Akhlak mulia atau moral yang tinggi merupakan karakter
yang diharapkan orangtua dari anak-anaknya. Anak yang baik akhlaknya selain memiliki
stabilitas hidup, juga akan memberikan kebahagiaan pada orangtua di dunia dan akhirat.
Sementara anak yang buruk akhlaknya akan membuat hidupnya dan orangtuanya sengsara
di dunia dan akhirat. Muchlas Samani dan Hariyanto (2014) mengukuhkan bahwa
kesuksesan setelah dewasa lebih penting daripada prestasi di sekolah. Dan semua
kesuksesan tersebut didasarkan atas karakter yang kuat dalam diri seorang individu.
Dengan demikian, tidak diragukan lagi kebenaran bahwa pendidikan religious
(PAI) disinyalir menjadi obat bagi permasalahan rendahnya akhlak mulia. Pendidikan
Agama, khususnya Agama Islam sebagaimana yang telah difirmankan Allah Swt bahwa
Allah mengutus Nabi Muhammad Saw dalam rangka memperbaiki akhlak (karakter)

166 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMING) ... — [Helmawati]

manusia. Selanjutnya fokus bahasan utama dalam kajian ini adalah bagaimana
manusia. Selanjutnya
pembelajaran Pendidikan fokus
Agamabahasan utama NLP
Islam dengan dalamsebagai
kajianbest ini practice
adalah percepatan
bagaimana
pembelajaran Pendidikan
revolusi mental di Indonesia. Agama Islam dengan NLP sebagai best practice percepatan
revolusi mental di Indonesia.
B. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
B. Pembelajaran
PEMBELAJARAN berasalPENDIDIKAN
dari kata belajar. AGAMA SecaraISLAM etimologi, dalam KBBI (1999)
belajar Pembelajaran
memiliki beberapa berasalarti,dari kata belajar.
diantaranya: (1) Secara
berusahaetimologi,
memperoleh dalam KBBI (1999)
kepandaian atau
belajar(2)
ilmu; memiliki
berlatih;beberapa
(3) berubaharti, diantaranya:
tingkah laku (1)atauberusaha memperoleh
tanggapan kepandaian oleh
yang disebabkan atau
ilmu; (2) berlatih;
pengalaman. Sementara (3) pembelajaran
berubah tingkah laku atau
didefinisikan tanggapan
sebagai yang disebabkan
suatu proses, cara menjadikan oleh
pengalaman.
orang atau mahlukSementara
hidup pembelajaran
belajar. didefinisikan sebagai suatu proses, cara menjadikan
orang atauMengutip
mahlukAunurrahman
hidup belajar. (2012), Burton dalam sebuah buku ”The Guidance of
Learning Activities” merumuskan(2012),
Mengutip Aunurrahman pengertian Burton
belajardalam sebuah
sebagai buku ”The
perubahan tingkah laku pada
Guidance of
Learning
diri individu Activities” merumuskan
berkat adanya interaksipengertian belajardengan
antara individu sebagaiindividu,
perubahan dantingkah
individu laku pada
dengan
diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam buku individu, dan individu dengan
lingkungannya
Educational sehingga mereka
Psychology, mampu berinteraksi
H.C. Witherington, mengemukakan dengan lingkungannya.
bahwa belajar adalahDalam suatu
buku
Educational
perubahan di Psychology,
dalam kepribadian H.C. Witherington,
yang menyatakan mengemukakan
diri sebagai bahwa belajar
suatu pola baruadalah suatu
dari reaksi
perubahan
berupa di dalam
kecakapan, kepribadian
sikap, kebiasaan, yang menyatakan
kepribadian ataudiri sebagai
suatu suatu pola baru dari reaksi
pengertian.
berupa PAIkecakapan,
(Pendidikansikap,Agama
kebiasaan,Islam) kepribadian
merupakan atau suatu pengertian.
pendidikan yang bersumber dari ajaran
Islam yaitu (Pendidikandan
PAI Al-Qur’an Hadits.
Agama Islam) merupakan
Mengutip pendidikan
Syahidin, yang bersumber
dkk (2014), di Indonesia daridikenal
ajaran
Islambahwa
luas yaitu ajaran Islamdan
Al-Qur’an Hadits.
terdiri Mengutip
atas tiga disiplin, Syahidin, dkk (2014),
yaitu: akidah, syariat,didanIndonesia dikenal
akhlak. Akidah
luas bahwa ajaran
merupakan dimensi IslamIslamterdiri
yangatas berhubungan
tiga disiplin, yaitu:dengan akidah, syariat, Syariat
keimanan. dan akhlak. Akidah
merupakan
merupakan
dimensi Islam dimensi Islam yang dengan
yang berhubungan berhubungan ketentuandengan keimanan.
hubungan Syariat
manusia merupakan
dengan Allah,
saudara seagama, saudara sesama manusia, serta hubungan dengan alam besarAllah,
dimensi Islam yang berhubungan dengan ketentuan hubungan manusia dengan dan
saudara seagama,
kehidupan. Adapunsaudaraakhlak sesamamembicarakan manusia, serta hubungan
baik-buruknya suatudengan alambaik
perbuatan, besar dan
secara
kehidupan. Adapun akhlak membicarakan baik-buruknya
parsial (masing-masing perbuatan) maupun komparatif (memilih satu dari dua atau lebih suatu perbuatan, baik secara
parsial (masing-masing
perbuatan yang baik). perbuatan) maupun komparatif (memilih satu dari dua atau lebih
perbuatanMetodeyang yang
baik).utama dalam belajar sehingga dapat membentuk anak atau peserta
Metodemanusia
didik menjadi yang utama yang dalam
manusiawi belajar sehingga yaitu
diantaranya dapatmetode:
membentuk anak memberikan
motivasi, atau peserta
didik menjadi
contoh manusia
atau teladan, yang manusiawi
pembiasaan, diantaranya
dan pelatihan. yaitu metode:
Helmawati (2016)motivasi,
menyatakanmemberikan
bahwa
karakter yang akan ditanamkan hendaknya disampaikan dengan metode yang bahwa
contoh atau teladan, pembiasaan, dan pelatihan. Helmawati (2016) menyatakan tepat
karakter tujuan
sehingga yang akan dapat ditanamkan
tercapai. Begitu hendaknya
juga dalam disampaikan
membentuk dengan metode
karakter anak yang tepat
diperlukan
sehingga tujuan dapat tercapai. Begitu juga dalam membentuk
berbagai macam metode karena ada banyak karakter yang perlu dimiliki oleh anak dalam karakter anak diperlukan
berbagai macam
mengarungi metode karena
kehidupannya sehingga ada banyak karakter
akan selamat yangdan
dunia perlu dimiliki
akhirat. oleh anak
Metode, caradalam
atau
mengarungi kehidupannya sehingga akan selamat dunia
strategi yang dapat membentuk anak berkarakter diantaranya adalah: 1) sedikit pengajaran dan akhirat. Metode, cara atau
strategi
atau yang
teori, dapat membentuk
2) banyak peneladanan, anak berkarakter
3) banyak diantaranya
pembiasaan atau adalah:
praktek,1)4)sedikit
banyakpengajaran
motivasi,
atau5)teori,
dan 2) banyakdan
pengawasan peneladanan,
penegakan aturan 3) banyak yangpembiasaan
konsisten. atau praktek, 4) banyak motivasi,
dan 5) pengawasan dan penegakan aturan yang konsisten.
C. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN NLP
C. SEBAGAI
PEMBELAJARAN BEST PRACTICE PENDIDIKANPERCEPATAN AGAMA ISLAMMENTAL
REVOLIUSI DENGAN NLP
SEBAGAI
Dalam lamanBEST PRACTICE PERCEPATAN diuraikan
http://nlpindonesia.com/about_nlp REVOLIUSI bahwa MENTAL
NLP atau Neuro-
Linguistic Dalam laman http://nlpindonesia.com/about_nlp
Programming adalah teknologi yang mempelajari diuraikan bahwainternal
struktur NLP atau Neuro-
seseorang
Linguistic Programming adalah teknologi yang mempelajari
dan bagaimana struktur tersebut bisa didesain untuk tujuan yang bermanfaat bagi orang struktur internal seseorang
dan bagaimana
tersebut. Dalam NLP, struktur tersebut
setiap perilaku bisamempunyai
didesain untuk tujuan
struktur yangyang
internal bermanfaat bagi orang
mendukungnya.
tersebut. Dalam NLP, setiap perilaku mempunyai struktur internal
NLP sering disebut sebagai teknologi yang mempelajari operasional dunia secara yang mendukungnya.
subyektif, NLPkarenasering disebut
dunia sebagaiinternalteknologi yang mempelajari
seseoranglah yang kemudian operasional dunia secara
mempengaruhi
subyektif, karena dunia internal seseoranglah yang
pengalamannya di dunia eksternal. Jadi prinsip sederhananya adalah bagaimana mendesain kemudian mempengaruhi
pengalamannya
secara subyektif didunia duniainternal
eksternal. Jadi prinsip
seseorang, untuk sederhananya
mendapatkan adalah
hasilbagaimana mendesain
yang diinginkan di
secaraeksternal.
dunia subyektif dunia internal seseorang, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan di
dunia eksternal.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 167
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 165 – 170

Belajar adalah kata kunci yang paling penting dalam pendidikan, sebab tanpa
belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah
merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar. Dengan belajar manusia
secara bebas dapat mengeksplorasi, memilih dan menetapkan keputusan-keputusan penting
untuk kehidupannya. Karena kemampuan belajar itu pula manusia berfungsi menjadi
khalifah di muka bumi. Belajar menjadikan manusia dapat mengembangkan serta
meningkatkan peradaban dan martabatnya. Dan dengan belajar pula dapat
mempertahankan eksistensi manusia di tengah-tengah persaingan hidup.
Sayyid Quthub menyatakan setidaknya ada tiga faktor yang dapat merevolusi
perubahan perilaku (pembelajaran berhasil):
1. Jadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber pegangan (pedoman) hidup
(way of life);
2. Implementasikan apa yang ada dalam Al-Qur’an;
3. Membuang jauh-jauh masa jahiliyah (masa lalu yang negatif/menyimpang dari
ajaran Islam).
Saat ini, pendidikan di Indonesia terlalu menekankan pada aspek kognitif. Bukan
hanya ditujukan pada siswa atau peserta didik, para pendidik pun dalam pelatihan-
pelatihan lebih banyak menekankan pada aspek penguasaan pedagogik, seperti pembuatan
RPP dan penilaian. Sedangkan kompetensi yang seharusnya dikembangkan dan disiapkan
untuk para pendidik baik guru maupun dosen selain kompetensi pedagogik adalah
kompetensi kepribadian, sosial, dan professional.
Fenomena yang terjadi seperti pada pelatihan-pelatihan, penguasaan para pendidik
terlalu banyak difokuskan pada pengembangan kompetensi pedagogik, sementara potensi
kepribadian dan sosial kurang tergali. Dan jika benar-benar dianalisis bahwa permasalahan
utama dalam keberhasilan proses pendidikan sebenarnya bukan terletak pada kompetensi
pedagogik seorang pendidik, tetapi lebih pada permasalahan kepribadian dan sosial atau
cara berkomunikasi yang kurang tergali.
Kemampuan kognitif hanya akan membuat peserta didik berada dalam posisi
“learning to know”. Sementara learning to do dan learning to be tidak dapat hanya
mengandalkan kemampuan kognitif, sehingga diperlukan upaya atau strategi dan teknik
untuk membuat anak menjadi learning to do dan learning to be secara mudah. Salah satu
teknik untuk mempermudah belajar dan membantu percepatan revolusi mental adalah
penggunaan NLP. NLP ini merupakan teknik yang memberdayakan secara optimal
kemampuan pikiran bawah sadar yang sejatinya berfungsi memproses: kebiasaan,
perasaan, memori permanen (ingatan jangka panjang), persepsi, kepribadian, intuisi,
kreativitas, dan keyakinan. Pikiran Sadar (yang membantu meningkatkan kemampuan
kognitif atau logis) mempunyai empat fungsi utama, yaitu: 1) mengenali informasi yang
masuk dari panca indra, 2) membandingkan dengan memori, 3) menganalisa, dan 4)
memutuskan respon spesifik terhadap informasi tersebut.
Kondisi inilah yang menjadi perhatian untuk digali, yaitu kondisi pembinaan para
pendidik dan peserta didik yang lebih ditekankan pada kompetesi kepribadian dan sosial.
Seperti diketahui pendidikan sejatinya adalah pembinaan dan pembentukan kepribadian
atau karakter mulia. Selain itu berdasarkan penelitian bahwa kecerdasan kognitif hanya
berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang hanya kurang lebih 20% sebagaimana
keberhasilan pikiran sadar manusia hanya memberikan kontribusi terhadap kesuksesan
hanya sebesar 10%. Yang paling besar pengaruhnya terhadap keberhasilan manusia dalam
kehidupannya adalah bagaimana mengelola kecerdasan emosi dan spiritualnya.
Agar tujuan pendidikan berhasil membantuk manusia mengoptimalkan seluruh
potensi yang dimilikinya, maka perlu strategi dan teknik NLP yaitu mengoptimalkan

168 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBELAJARAN PAI DENGAN NLP (NEURO-LINGUISTIC PROGRAMING) ... — [Helmawati]

pikiran bawah
pikiran bawah sadar
sadar dengan
dengan bahasa
bahasa yang
yang dipahami
dipahami otak.
otak. Agar
Agar ajaran
ajaran Islam
Islam mampu
mampu
menjadi pedoman
menjadi pedoman hidup
hidup mayoritas
mayoritas masyarakat
masyarakat Indonesia
Indonesia yang
yang beragama
beragama Islam,
Islam, maka
maka
penggunaan bahasa yang ada dalam Al-Qur’an dapat menjadi solusi
penggunaan bahasa yang ada dalam Al-Qur’an dapat menjadi solusi utama sehingga utama sehingga
karakter manusia
karakter manusia dapat
dapat dibentuk.
dibentuk.
Strategi dan teknik yang dapat
Strategi dan teknik yang dapat digunakan
digunakan dalam
dalam berkomuniksi
berkomuniksi seperti
seperti rapport
rapport skill,
skill,
and leading
pacing and
pacing penting untuk
leading penting untuk dimiliki
dimiliki para
para pendidik
pendidik sebagai
sebagai kompetensi
kompetensi utama
utama selain
selain
pedagogik. Program-program yang dirancang berbasis NLP sebagai strategi
pedagogik. Program-program yang dirancang berbasis NLP sebagai strategi percepatan percepatan
revolusi mental
revolusi mental ini
ini membantu
membantu pembentukan
pembentukan karakter
karakter lulusan
lulusan lembaga
lembaga pendidikan
pendidikan agar
agar
terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 3 UU Sisdiknas No.
terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Dalam pasal 3 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 20 Tahun 2003
menyatakan bahwa
menyatakan bahwa pendidikan
pendidikan nasional
nasional berfungsi
berfungsi mengembangkan
mengembangkan kemampuan
kemampuan dan dan
membentuk watak
membentuk watak serta
serta peradaban
peradaban bangsa
bangsa yang
yang bermartabat
bermartabat dalam
dalam rangka
rangka mencerdaskan
mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar didik agar menjadi
menjadi
manusia yang
manusia yang beriman
beriman dandan bertakwa
bertakwa kepada
kepada Tuhan
Tuhan Yang
Yang Maha
Maha Esa,
Esa, berakhlak
berakhlak mulia,
mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta serta
bertanggung jawab.
bertanggung jawab. Dengan
Dengan menggunakan
menggunakan teknikteknik NLP
NLP proses
proses pembelajaran
pembelajaran dapatdapat
membantu peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia dan mampu
membantu peserta didik menjadi manusia yang berakhlak mulia dan mampu hidup mandiri hidup mandiri
dengan menumbuhkan
dengan menumbuhkan potensi
potensi psesifik
psesifik yang
yang dimilikinya.
dimilikinya.

D. SIMPULAN
D. SIMPULAN
Pembentukan karakter
Pembentukan karakter mulia
mulia pada
pada manusia
manusia tidak
tidak hanya
hanya dapat
dapat dicapai
dicapai dengan
dengan
mengisi ranah atau kompetensi kognitifnya saja. Ranah kognitif hanya mampu
mengisi ranah atau kompetensi kognitifnya saja. Ranah kognitif hanya mampu menumbuh- menumbuh-
kembangkan nalar
kembangkan nalar atau
atau kemampuan
kemampuan logika.
logika. Keberhasilan
Keberhasilan dan dan kesuksesan
kesuksesan manusia
manusia banyak
banyak
ditentukan oleh kemampuan pengendalian diri yakni melalui kecerdasan
ditentukan oleh kemampuan pengendalian diri yakni melalui kecerdasan emosional dan emosional dan
spiritual. Kemampuan
spiritual. Kemampuan mengendalikan
mengendalikan diri
diri merupakan
merupakan indikator
indikator akhlak
akhlak mulia.
mulia.
Untuk mampu menumbuhkan karakter mulia itu
Untuk mampu menumbuhkan karakter mulia itu perlu suatu teknik perlu suatu teknik atau
atau best
best
practice dalam
practice dalam proses
proses pembelajaran.
pembelajaran. Salah
Salah satu
satu teknik
teknik tersebut
tersebut adalah
adalah penerapan
penerapan NLP
NLP
(Neuro-Linguistic Programing). NLP mempermudah dan
(Neuro-Linguistic Programing). NLP mempermudah dan mempercepat perubahan mempercepat perubahan
kepribadian dan
kepribadian dan komunikasi
komunikasi dalam
dalam proses
proses pembelajaran.
pembelajaran.
Kemampuan atau keterampilan
Kemampuan atau keterampilan dalam dalam menguasai
menguasai teknik
teknik NLPNLP perluperlu
disosialisasikan. Untuk
disosialisasikan. Untuk itu
itu penulis
penulis mengembangkan
mengembangkan dalam dalam program
program yang
yang ditawarkan
ditawarkan
melalui 10 program berbasis NLP. Program ini diusung sebagai
melalui 10 program berbasis NLP. Program ini diusung sebagai best practice untuk best practice untuk
mewujudkan percepatan revolusi mental di Indonesia.
mewujudkan percepatan revolusi mental di Indonesia.
REFERENSI
REFERENSI
Aunurrahman, 2012,
Aunurrahman, 2012, Belajar
Belajar dan
dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
Pembelajaran, Bandung: Alfabeta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Kamus Besar
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999, Kamus Besar Bahasa Bahasa Indonesia
Indonesia (KBBI),
(KBBI),
Jakarta: Balai
Jakarta: Balai Pustaka.
Pustaka.
Departemen Pendidikan Nasional Republik
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia,
Indonesia, 2003,
2003, Undang-Undang
Undang-Undang Republik
Republik
Indonesia Nomor
Indonesia Nomor 2020 Tahun
Tahun 2003
2003 tentang
tentang Sistem
Sistem Pendidikan
Pendidikan Nasional, Jakarta.
Nasional, Jakarta.
Goleman, Daniel, 1999, Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustakan
Goleman, Daniel, 1999, Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia Pustakan Utama.Utama.
Helmawati, 2014,
Helmawati, 2014, Pendidikan
Pendidikan Keluarga
Keluarga (Teoritis
(Teoritis dan
dan Praktis),
Praktis), Bandung:
Bandung: PTPT Remaja
Remaja
Rosdakarya.
Rosdakarya.
Helmawati, Pendidik Sebagai
2016, Pendidik
Helmawati, 2016, Sebagai Model
Model “Menjadikan
“Menjadikan Anak
Anak Sehat,
Sehat, Beriman,
Beriman, Cerdas,
Cerdas,
dan Berakhlak
dan Berakhlak Mulia”,
Mulia”, Bandung:
Bandung: Rosdakarya.
Rosdakarya.
Lickona, Thomas, 2013, Character Matters (terjemahan: Persoalan
Lickona, Thomas, 2013, Character Matters (terjemahan: Persoalan Karakter), Jakarta:
Karakter), Jakarta:
Bumi Aksara.
Bumi Aksara.
Megawangi, Ratna, 2007, Pendidikan
Megawangi, Ratna, 2007, Pendidikan Karakter, Jakarta: Indonesia
Karakter, Jakarta: Indonesia Heritage
Heritage Foundation.
Foundation.
Samani, Muchlas
Samani, Muchlas dandan Hariyanto,
Hariyanto, 2014, Pendidikan Karakter
2014, Pendidikan Karakter ”Konsep
”Konsep dan
dan Model”,
Model”,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Bandung: Remaja Rosdakarya.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 169
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 165 – 170

Syahidin, dkk, 2014, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Direktorat
Pembelajaran dan Kemahasiswaan direktorat Jenderl Perguruna Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
http://nlpindonesia.com/about_nlp

170 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK
PENDIDIKAN
PAKET PERMAINAN AQIDAHALIF
INTERAKTIF UNTUK ANAK
AQIDAH UNTUK ANAK
PAKET PERMAINAN INTERAKTIF ALIF AQIDAH UNTUK ANAK
Imas Eva Nurviati
Imas Eva Nurviati
Yayasan Nurul Fikri, Bogor
Yayasan
Email: Nurul Fikri, Bogor
nurvimut@gmail.com
Email: nurvimut@gmail.com
ABSTRACT
ABSTRACT
Aqidah (belief) is an abstract thing for kids. All this time, the learning of Aqidah (belief) for kids,
Aqidah (belief)
especially is anchildhood,
for early abstract thing for kids.
is always All this
doctrinal. time,learn
They the to
learning
memorizeof Aqidah (belief) of
the principles forbelief
kids,
especially
(iman), for early
Islam, childhood,
syahadat is alwaysofdoctrinal.
(the profession They and
faith), shalat, learnsotoon.
memorize the principles
This learning activity isofalmost
belief
(iman),
in Islam,
cognitive syahadat
area. (the profession
While aqidah (belief) isofactually
faith), shalat,
the goalandofsolearning
on. Thisin learning
which the activity is almost
kids must have
in cognitive area. While aqidah (belief) is actually the goal of learning in which
it in their personality. Thus, how to teach aqidah (belief) to the kids as a process and the result the kids must have is
it in their personality. Thus, how to teach aqidah (belief) to the kids as a process
they have a good belief in pracatice and behaviour that is easy to measure. In this writing, I want to and the result is
they have a good belief in pracatice and behaviour that is easy to measure.
describe how to teach aqidah (beleif) to early childhood. Here I explain an approach of learning, In this writing, I want to
describe
i.e. ALIFhow to teachgame
interactive aqidah (beleif) This
package. to early childhood.
package Here I explain
will stimulate teacheranorapproach
parents toof learning,
be more
i.e. ALIFininteractive
creative game package.
teaching aqidah Islam (beliefThisofpackage
Islam) will stimulatebased
continously teacher or parents
on The Quran toandbeHadits
more
creative in teaching
interactively aqidah (kids).
to the students Islam In(belief
everyoflearning
Islam) activity,
continously based
teacher on The
is given Quran and
a module on howHadits
to
interactively to the students (kids). In every learning activity, teacher is
make a game which is a process of giving an understanding about an abstract idea with analogy, given a module on how to
make a game which
storytelling, and so on. is a process of giving an understanding about an abstract idea with analogy,
storytelling, and so on.
Keyword: Learning, Aqidah, Early Childhood, ALIF interactive game
Keyword: Learning, Aqidah, Early Childhood, ALIF interactive game
ABSTRAK
ABSTRAK
Aqidah merupakan sesuatu yang abstrak buat anak. Selama ini pembelajaran Aqidah (agama) untuk
Aqidah
anak merupakan
terlebih siswasesuatu yang abstrak
pendidikan buat
dini usia anak.bersifat
selalu Selamadoktrin.
ini pembelajaran Aqidah menghapalkan
Mereka belajar (agama) untuk
anak terlebih
rukun siswaIslam,
iman, rukun pendidikan
syahadat,dini usia shalat,
bacaan selalu dsb.
bersifat doktrin.
Kegiatan Mereka
belajar belajar
tersebut hampirmenghapalkan
seluruhnya
rukun iman, rukun Islam, syahadat, bacaan shalat, dsb. Kegiatan belajar tersebut
ada pada tataran kognitif. Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang hampir seluruhnya
harus
ada pada tataran kognitif. Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil
dimiliki anak setelah mereka belajar berbagai pengetahuan tersebut. Lalu,bagaimana mengajarkanbelajar yang harus
dimiliki anak setelah mereka belajar berbagai pengetahuan tersebut. Lalu,bagaimana
aqidah kepada anak yang berupa proses dan memperoleh hasil belajar berupa pemilikan aqidah mengajarkan
aqidah
oleh anakkepada
dalamanak
bentukyang
danberupa
sikap proses
perilakudan memperoleh
yang lebih mudah hasil belajar
diukur. Dalamberupa pemilikan
tulisan ini sayaaqidah
akan
oleh anak dalam
menjelaskan carabentuk dan sikap
bagaimana perilaku yang
pendidikan aqidahlebihuntuk
mudahusia
diukur.
dini Dalam tulisanDiini sini
diajarkan. saya kami
akan
cara satu
menjelaskan salah bagaimana
pendekatanpendidikan aqidah
pembelajaran, untuk
yaitu paketusia dini diajarkan.
permainan Di sini
interkatif ALIF. kami
Paket ini
menjelaskan salah satu pendekatan pembelajaran, yaitu paket permainan interkatif
akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi menyajikan pembelajaran aqidah ALIF. Paket ini
akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi menyajikan
Islam yang berkesinambungan berdasarkan Al-Quran dan Hadits yang interaktif kepada siswa. pembelajaran aqidah
Islamsetiap
Pada yang pembelajaran,
berkesinambungan berdasarkan
guru diberi pedomanAl-Quran
bagaimana danmenyajikan
Hadits yang interaktif
permainan kepada
yang siswa.
merupakan
Pada setiap
proses pembelajaran,
pemahaman kepada guru diberi
sesuatu yangpedoman
abstrak bagaimana
dengan metodemenyajikan
analogi,permainan
cerita, danyang merupakan
lain-lain.
proses pemahaman kepada sesuatu yang abstrak dengan metode analogi, cerita, dan lain-lain.
Kata Kunci: Pembelajaran, Aqidah, Anak Usia Dini, Permainan Interaktif ALIF
Kata Kunci: Pembelajaran, Aqidah, Anak Usia Dini, Permainan Interaktif ALIF

A. PENDAHULUAN
A. Pendidikan
PENDAHULUANadalah tanggung jawab bersama antara orang tua, sekolah dan
Pendidikan
masyarakat. adalah
Kesamaan tanggung
tujuan jawab
pendidikan danbersama
terutama antara orang
kesamaan tua, pendidikan
isi dari sekolah dan
itu
masyarakat. Kesamaan tujuan pendidikan dan terutama kesamaan isi dari pendidikan
sendiri merupakan hal yang utama. Keberhasilan adalah keniscayaan bila antara ketiga itu
sendiri merupakan hal yang utama. Keberhasilan adalah keniscayaan bila antara
pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan berjalan sendiri-sendiri atau bahkanketiga
pihak diserahkan
hanya yang bertanggung jawab
ke sekolah saja.terhadap pendidikan berjalan sendiri-sendiri atau bahkan
hanya diserahkan ke sekolah saja.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 171
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 171 – 175

Aqidah merupakan
Aqidah merupakan sesuatu
sesuatu yang
yang abstrak
abstrak bagi
bagi anak.
anak. Selama
Selama iniini pembelajaran
pembelajaran
Aqidah (agama)
Aqidah (agama) untuk
untuk anak
anak terlebih
terlebih siswa
siswa pendidikan
pendidikan dini
dini usia
usia selalu
selalu bersifat
bersifat doktrin.
doktrin.
Mereka belajar menghapalkan rukun iman, rukun Islam, syahadat,
Mereka belajar menghapalkan rukun iman, rukun Islam, syahadat, bacaan shalat, dan bacaan shalat, dan
sebagainya. Kegiatan
sebagainya. Kegiatan belajar
belajar tersebut
tersebut hampir
hampir seluruhnya
seluruhnya ada ada pada
pada tataran
tataran kognitif.
kognitif.
Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang harus dimiliki
Sementara aqidah sesungguhnya merupakan hasil belajar yang harus dimiliki anak setelah anak setelah
mereka belajar
mereka belajar berbagai
berbagai pengetahuan
pengetahuan tersebut.
tersebut. Lalu,
Lalu, bagaimana
bagaimana mengajarkan
mengajarkan aqidah
aqidah
kepada anak yang berupa proses dan memperoleh hasil belajar berupa
kepada anak yang berupa proses dan memperoleh hasil belajar berupa pemilikan aqidah pemilikan aqidah
oleh anak
oleh anak dalam
dalam bentuk
bentuk dan
dan sikap
sikap perilaku
perilaku yang
yang lebih
lebih mudah
mudah diukur.
diukur. Perlu
Perlu kita
kita garis
garis
bawahi bahwa bukan hapal rukun iman tujuan pembelajaran aqidah
bawahi bahwa bukan hapal rukun iman tujuan pembelajaran aqidah kita kepada siswa, kita kepada siswa,
tetapi bagaimana
tetapi bagaimana anak
anak beriman
beriman sesuai
sesuai dengan
dengan karakter
karakter dan
dan perkembangan
perkembangan usianya.
usianya.
Pendidikan aqidah
Pendidikan aqidah merupakan
merupakan pendidikan
pendidikan dasar
dasar yang
yang harus
harus diajarkan
diajarkan kepada
kepada anak
anak
sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Pada kesempatan ini yang akan
sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah dibahas adalah
cara bagaimana
cara bagaimana pendidikan
pendidikan aqidah
aqidah untuk
untuk usia
usia dini.
dini.

B. PEMBAHASAN
B. PEMBAHASAN
Penanaman aqidah
Penanaman aqidah sejak
sejak umur
umur dini
dini menjadi
menjadi suatu
suatu kemestian
kemestian dengan
dengan beberapa
beberapa
alasan sebagai
alasan sebagai berikut:
berikut:
1. Untuk
1. Untuk Menjaga
Menjaga dan dan Mengarahkan
Mengarahkan Kefitrahannya
Kefitrahannya
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Bukhari Bukhari dari dari AbuAbu Hurairah
Hurairah
“Sesungguhnya setiap
“Sesungguhnya setiap anak
anak dilahirkan
dilahirkan dalam
dalam keadaan
keadaan fitrah,
fitrah, orang
orang tuanyalah
tuanyalah yang
yang
menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” menunjukkan bahwa
menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” menunjukkan bahwa sangat mungkin sangat mungkin
seorang bayi
seorang bayi yang
yang telah
telah lahir
lahir dengan
dengan spot
spot keimanan
keimanan pada
pada jiwanya
jiwanya didi kemudian
kemudian hari
hari
menjadi tertutupi
menjadi tertutupi oleh
oleh spot-spot
spot-spot kefasikan
kefasikan dandan kekafiran
kekafiran oleh
oleh karena
karena pengaruh
pengaruh
lingkungannya (orang tua dan masyarakat). Sehingga wajib bagi kita
lingkungannya (orang tua dan masyarakat). Sehingga wajib bagi kita untuk senantiasauntuk senantiasa
mengusahakan supaya
mengusahakan supaya nilai-nilai
nilai-nilai keimanan
keimanan ditanamkan
ditanamkan dandan diajarkan
diajarkan semenjak
semenjak usia
usia
dini atau dengan kata lain memberikan bi’ah atau lingkungan
dini atau dengan kata lain memberikan bi’ah atau lingkungan yang mendukung yang mendukung
berjalannya nilai-nilai
berjalannya nilai-nilai keimanan.
keimanan. Dengan
Dengan demikian
demikian diharapkan
diharapkan nilai
nilai keimanan
keimanan yang
yang
sudah ada pada diri setiap anak dapat terpelihara karena adanya
sudah ada pada diri setiap anak dapat terpelihara karena adanya dominasi nilai dominasi nilai
keimanan pada
keimanan pada lingkungannya.
lingkungannya.
2. Pemenuhan
2. Pemenuhan Volume
Volume Otak
Otak dengan
dengan ImanIman
Banyak ahli pendidikan mengatakan
Banyak ahli pendidikan mengatakan bahwa bahwa masa
masa usia
usia dini
dini adalah
adalah golden
golden year,
year,
karena pada saat itu banyak hal, tentunya yang sederhana-sesuai
karena pada saat itu banyak hal, tentunya yang sederhana-sesuai dengan tingkat dengan tingkat
kemampuan berfikir,
kemampuan berfikir, yang
yang bisa
bisa diserap
diserap oleh
oleh otak
otak anak-anak.
anak-anak. Alangkah
Alangkah sangat
sangat indah
indah
manakala yang diserap anak-anak ini adalah nilai-nilai yang
manakala yang diserap anak-anak ini adalah nilai-nilai yang akan menghantarkan akan menghantarkan
mereka menuju
mereka menuju nilai
nilai keimanan.
keimanan. Pendidikan
Pendidikan aqidah
aqidah dengan
dengan penggunaan
penggunaan metode
metode yang
yang
tepat, sesuai dengan tingkat kefahaman anak, akan sangat membantu
tepat, sesuai dengan tingkat kefahaman anak, akan sangat membantu mempermudah mempermudah
anak menyerap
anak menyerap nilai
nilai kebenaran
kebenaran tersebut
tersebut dengan
dengan kata
kata lain
lain diharapkan
diharapkan volume
volume otak
otak anak
anak
dapat didominasi nilai keimanan.
dapat didominasi nilai keimanan.
3. Calon
3. Calon Generasi
Generasi UmatUmat
Tentunya anak-anak
Tentunya anak-anak kelak
kelak diharapkan
diharapkan dapat
dapat menjadi
menjadi pemegang
pemegang tongkat
tongkat estafet
estafet
pemakmur bumi (khalifah) dan tentunya mempunyai kualitas spiritual,
pemakmur bumi (khalifah) dan tentunya mempunyai kualitas spiritual, mental dan fisik mental dan fisik
yang dapat diandalkan. Penanaman nilai keimanan sejak
yang dapat diandalkan. Penanaman nilai keimanan sejak dini diharapkan dapat dini diharapkan dapat
memperkuat cengkraman
memperkuat cengkraman akarakar keimanan
keimanan yang yang sudah
sudah adaada menjadi
menjadi lebih
lebih kuat
kuat lagi
lagi
sehingga tidak akan mudah tercabik saat mengalami badai cobaan dalam
sehingga tidak akan mudah tercabik saat mengalami badai cobaan dalam kehidupannya. kehidupannya.
4. Perintah
4. Perintah dari
dari Allah
Allah
Terlepas dari
Terlepas dari alasan-alasan
alasan-alasan tersebut
tersebut di
di atas,
atas, bahwa
bahwa memberikan
memberikan pendidikan
pendidikan
keimanan atau aqidah kepada anak-anak adalah salah satu kewajiban bagi setiap orang
keimanan atau aqidah kepada anak-anak adalah salah satu kewajiban bagi setiap orang

172 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK: PAKET PERMAINAN ... — [Imas Eva Nurviati]

dewasa. Sebagaimana dalam QS. 66:6; 31:12-19; 20:132 bahwa orang tua harus
mengajari anak-anaknya semenjak dini untuk tidak mempersekutukan Allah dengan
sesuatu apapun, yang berarti mengajarkan anak tentang makna KeEsaan Allah
dewasa. Sebagaimana dalam QS. 66:6; 31:12-19; 20:132 bahwa orang tua harus
(Tahuhidullah). Sehingga wajar kalau pada masa salfus shaleh mereka berusaha keras
mengajari anak-anaknya semenjak dini untuk tidak mempersekutukan Allah dengan
memberikan pendidikan keimanan yang memadai untuk anak-anak mereka baik diajar
sesuatu apapun, yang berarti mengajarkan anak tentang makna KeEsaan Allah
langsung dirumah atau dikirim ke lembaga-lembaga pendidikan
(Tahuhidullah). Sehingga wajar kalau pada masa salfus shaleh mereka berusaha keras
Penanaman aqidah untuk anak tentu saja membutuhkan metode yang tepat
memberikan pendidikan keimanan yang memadai untuk anak-anak mereka baik diajar
sesuai dengan usia anak. Metode Permaianan Interaktif–Penanaman Aqidah untuk anak
langsung dirumah atau dikirim ke lembaga-lembaga pendidikan
merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran di kelas
Penanaman aqidah untuk anak tentu saja membutuhkan metode yang tepat
maupun di rumah oleh orang tua. Insya Allah.
sesuai dengan usia anak. Metode Permaianan Interaktif–Penanaman Aqidah untuk anak
merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran di kelas
C. PAKET PERMAINAN INTERAKTIF ALIF –AQIDAH UNTUK ANAK
maupun di rumah oleh orang tua. Insya Allah.
Paket yang terdiri dari 2 buah buku petunjuk mengajar Aqidah untuk guru dan 1
paket alat
C. PAKET peraga yang dapat dipergunakan
PERMAINAN INTERAKTIF dalam
ALIFpembelajaran,
–AQIDAH UNTUK menjawab pertanyaan
ANAK
tersebut. Paket ini akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi
Paket yang terdiri dari 2 buah buku petunjuk mengajar Aqidah untuk guru dan 1
menyajikan pembelajaran yang interaktif kepada siswa. Pada setiap pembelajaran, guru
paket alat peraga yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran, menjawab pertanyaan
diberi pedoman bagaiman menyajikan permainan yang merupakan proses pemahaman
tersebut. Paket ini akan menstimulus guru atau orang tua untuk lebih kreatif lagi
kepada sesuatu yang abstrak dengan metode analogi, cerita, puzzle, dan sebagainya.
menyajikan pembelajaran yang interaktif kepada siswa. Pada setiap pembelajaran, guru
diberi 1.pedoman
Mengapabagaiman menyajikan
Pendidikan permainan yang merupakan proses pemahaman
Aqidah?
Ada yang
kepada sesuatu beberapa
abstrakalasan
dengankenapa pendidikan
metode analogi, Aqidah
cerita, puzzle, yang dibuatkan paket
dan sebagainya.
permainana interkatifnya. Alasan tersebut adalah:
1. Mengapa Pendidikan Aqidah?
a. Aqidah Islam adalah dasar yang sangat penting dalam pendidikan Agama Islam;
Ada beberapa alasan kenapa pendidikan Aqidah yang dibuatkan paket
b. Aqidah Islam sangat penting dalam membentuk kepribadian Islami;
permainana interkatifnya. Alasan tersebut adalah:
c. Aqidah Islam perlu ditanamkan sejak usia dini, agar kepribadian anak berkembang
a. Aqidah Islam adalah dasar yang sangat penting dalam pendidikan Agama Islam;
berdasarkan nilai-nilai Islami.
b. Aqidah Islam sangat penting dalam membentuk kepribadian Islami;
c. 2.Aqidah IslamPermainan?
Mengapa perlu ditanamkan sejak usia dini, agar kepribadian anak berkembang
a. berdasarkan
Anak menunjukkan keingintahuan
nilai-nilai Islami. yang besar
b. Permainan interaktif akan merangsang keingintahuan anak
2. Mengapa Permainan?
c. Permainan interaktif dapat mengarahkan perkembangan intelektual
a. Anak menunjukkan keingintahuan yang besar
d. Dalam permainan beberapa aspek perkembangan anak (fisik, intelektual,
b. Permainan interaktif akan merangsang keingintahuan anak
emosional, sosial, bahasa, kepribadian) secara Latar Belakang
c. Permainan interaktif dapat mengarahkan perkembangan intelektual
e. Dasar Pemikiran
d. Dalam permainan beberapa aspek perkembangan anak (fisik, intelektual,
3.emosional,
Tujuan sosial, bahasa, kepribadian) secara Latar Belakang
e. Dasar Memberi kesempatan kepada seluruh anak, orang tua dan guru agar terlibat
Pemikiran
secara aktif dalam proses pendidikan aqidah Islam yang berkesinambungan berdasarkan
3. Tujuan
Al Quran dan Hadits.
Memberi kesempatan kepada seluruh anak, orang tua dan guru agar terlibat
secara
4. aktif dalam
Sasaran proses pendidikan aqidah Islam yang berkesinambungan berdasarkan
Umum
Al Quran Berdasar pada falsafah penyusunan paket ini, yaitu Q.S. Luqman ayat 12-19,
dan Hadits.
sasaran yang ingin dicapai yang juga merupakan skenario besar dalam pelaksanaan
4. Sasaran Umum
pendidikan aqidah menggunakan paket ALIF. Sasaran umum Paket Pendidikan Aqidah
Berdasar pada falsafah penyusunan paket ini, yaitu Q.S. Luqman ayat 12-19,
ini adalah untuk menanamkan pemahaman bahwa
sasaran yang ingin dicapai yang juga merupakan skenario besar dalam pelaksanaan
a. Allah Maha pencipta
pendidikan aqidah menggunakan paket ALIF. Sasaran umum Paket Pendidikan Aqidah
Siswa memiliki kompetensi bahwa Allah satu-satunya zat yang harus disembah.
ini adalah untuk menanamkan pemahaman bahwa
Insya Allah pemilikan kompetensi ini akan membuat siswa memiliki aqidah yang
a. Allah Maha pencipta
bersih dan tidak melakukan perbuatan syirik.
Siswa memiliki kompetensi bahwa Allah satu-satunya zat yang harus disembah.
b. Allah Maha Pemberi Rizki
Insya Allah pemilikan kompetensi ini akan membuat siswa memiliki aqidah yang
bersih dan tidak melakukan perbuatan syirik.
b. Allah Maha Pemberi Rizki
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 173
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 171 – 175

b. Allah Maha Pemberi Rizki


Siswa memiliki kompetensi bersyukur kepada Allah atas segala yang telah
dinikmati dan diperolehnya. Siswa memiliki yakin Allah maha pengasih dan
penyayang pada umatnya. Siswa juga memiliki keyakinan bahawa segala sesuatu
yang didapatnya merupakan pemberian dari Allah. Rasa syukur itu, diekspresikan
oleh siswa melalui amalan-amalan sehari-hari, seperti mengucapkan ucapan syukur,
berterima kasih, menghormati orang lain dan makhluk lain, mau berbagi, dsb.
c. Allah Maha Mengetahui
Siswa memiliki komtensi selalu merasakan pengawasan Allah (muroqobatullah).
5. Aktivitas Pendidikan
a. Pemahaman Aqidah diberikan melalui berbagai kegiatan interaktif di kelas,
sehingga diharapkan terbentuknya kepribadian Islami dalam diri anak;
b. Kepribadian Islami dibangun dengan menanamkan nilai-nilai Islami secara
sistematis dan berulang-ulang;
c. Mendorong anak untuk melaksanakan perilaku-perilaku Islami;
d. Pengembangan konsep Islami dan melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari;
e. Agar tujuan itu tercapai, maka ajaran-ajaran Islam harus secara konsisten
dilaksanakan tidak hanya oleh santri, tapi juga oleh ustad di sekolah dan oleh orang
tua di rumah;
6. Metode Penyampaian
a. Cerita, didukung grambar peraga; j. Penjelasan, didukung ayat Al
b. Permainan memilih gambar; Qur’an;
c. Teka-teki gambar; k. Kartu bergambar;
d. Pemeranan; l. Prakarya: mewarnai, melipat,
e. Pengamatan aktivitas; menggunting, menggambar,
f. Tanya jawab dan penjelasan; menulis;
g. Melatih dan mempraktekkan; m. Penghargaan;
h. Diskusi; n. Aktivitas di rumah di bawah
i. Permainan analogi; pengarahan orang tua.
7. Topik-Topik Bahasan
a. Mengenal Allah d. Kitabullah g. Surga
b. Kalimat syahadat e. Nabi dan Rasul
c. Malaikat f. Manusia
8. Terdapat dalam Paket Ini
a. Menggunakan metode modern terbaru yang telah sukses teruji di Eropa, Amerika
dan Timur Tengah;
b. Mengadopsi metode Montessori;
c. Santri terlibat secara aktif selama proses belajar-mengajar;
d. Memperhatikan dan merangsang aspek-aspek lain perkembangan anak;
e. Topik-topik aqidah dipilih secara sistematis sesuai dengan tingkat pemahaman
anak;
f. Metode dan kedalaman materi dipilih serta dirancang sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pemahaman anak pada kelompok usia 5-7 tahun;
g. Disesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia;
h. Disusun dalam format yang mudah dibaca dan dimengerti;
i. Dilengkapi dengan berbagai alat bantu mengajar;
j. Tersedia kertas kerja santri yang dapat diperbanyak.
174 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN AQIDAH UNTUK ANAK: PAKET PERMAINAN ... — [Imas Eva Nurviati]

D. PENUTUP
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melaksanakan pendidikan aqidah, dari
paket permainan interaktif ALIF ini, kami menyampaikan salah satu pendekatan
pembelajarannya saja dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang dapat
membawa hal abstak menjadi konkrit. Wallahu a’lam bil shawab.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 175
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL
THREE IN ONE LICKONA
UNTUK MENINGKATKAN AKHLAK MULIA SISWA SD
STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL THREE IN ONE
LICKONA UNTUK MENINGKATKAN
M. Abdul AKHLAK
Somad* dan Munawar MULIA SISWA SD
Rahmat
Universitas Pendidikan Indonesia
M. Abdul Somad* dan Munawar Rahmat
*Email: m_abdulsomad@yahoo.co.id
Universitas Pendidikan Indonesia
*Email: m_abdulsomad@yahoo.co.id

ABSTRACT

Moral learning method is actually quite a lot. This method was already developed. However, in
Indonesia, studies about the development of moral learning to improve the noble character of
students can be said to be rare, especially in its implementation. Elementary school teachers tend to
be conventional, it is difficult to accept, learn, and apply innovative teaching methods, especially in
the field of moral learning. Moral learning model of Lickona’s three in one is quite popular among
researchers and observers of moral. The model integrates three moral domains, namely moral
knowing, moral feeling, and moral action. Moral education in elementary schools, including noble
character education, tend to develop cognitive domain (knowledge about moral), do not develop
the domain of their feeling and action. The research aims to produce a model of moral learning of
Lickona’s three in one to increase the noble character of elementary school students. The method
used is a classroom action research. The instruments used are guidelines for observation, interview,
and inventory. Data are processed qualitatively and quantitatively. The study found, based on the
trial of the limited model, Lickona’s three in one model proofs its effectivity in improving the
noble character of elementary school students.

Keyword: Primary School, moral teaching model, model of Lickona’s three in one

ABSTRAK

Metode pembelajaran moral sebenarnya cukup banyak. Metode ini pun sudah banyak
dikembangkan. Tapi di Indonesia studi pengembangan pembelajaran moral untuk meningkatkan
akhlak mulia anak-anak dapat dikatakan langka. Terlebih-lebih implementasinya. Guru-guru
Sekolah Dasar (SD) cenderung konvensional, sulit menerima, mempelajari, dan mengaplikasikan
metode-metode pembelajaran inovatif. Terlebih-lebih lagi metode pendidikan inovatif di bidang
pembelajaran moral. Model pembelajaran moral three in one ala Lickona cukup populer di
kalangan peneliti dan pemerhati moral. Model ini mengintegrasikan tiga domain moral, yakni
moral knowing, moral feeling, dan moral action. Pendidikan moral di SD, termasuk pendidikan
akhlak mulia, cenderung hanya mengembangkan domain kognitif saja (pengetahuan tentang
moral), tidak mengembangkan domain feeling dan action-nya. Penelitian ini bertujuan
menghasilkan model pembelajaran moral three in one Lickona untuk meningkatkan akhlak mulia
siswa SD. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun
instrumen yang digunakan adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan inventori. Data
diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini menemukan, berdasarkan uji-coba model
secara terbatas, model pembelajaran moral three in one Lickona terbukti efektif dalam
meningkatkan akhlak mulia siswa SD.

Kata kunci: Sekolah Dasar, akhlak mulia, model pembelajaran moral, model three in
one Lickona

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 177
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 177 – 181

A. PENDAHULUAN
Kerusakan akhlak dewasa ini melanda hampir semua kalangan dan semua usia.
Kerusakan akhlak bukan hanya terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa, tapi melanda
juga anak-anak. Kasus kekerasan pada anak-anak terjadi di mana-mana, di kota ataupun di
desa. Faktor penyebabnya pun sulit dideteksi. Tapi faktor keluarga dan sekolah tetap
menjadi faktor utamanya. Sebabnya, orang tua merupakan pihak yang paling bertanggung-
jawab dalam pendidikan anak; sementara pihak sekolah diberi amanah khusus untuk
mencerdaskan dan membina moralitas anak-anak. Metode pembelajaran moral sebenarnya
cukup banyak. Metode ini pun sudah banyak dikembangkan. Tapi di Indonesia studi
pengembangan pembelajaran moral untuk meningkatkan akhlak mulia anak-anak dapat
dikatakan langka. Terlebih-lebih implementasinya. Guru-guru SD cenderung konvensional,
sulit menerima, mempelajari, dan mengaplikasikan metode-metode pembelajaran inovatif.
Terlebih-lebih lagi metode pendidikan inovatif di bidang pembelajaran moral. Model
pembelajaran moral three in one ala Lickona cukup populer di kalangan peneliti dan
pemerhati moral. Lickona (1992) mengintegrasikan tiga domain moral, yakni moral
knowing, moral feeling, dan moral action. Tapi menurut Akbar (2009-2011) Lickona
belum sampai berpikir pada memecahkan persoalan bagaimana pembelajaran nilai dan
karakter di kelas. Atau, belum sampai bagaimana nilai-nilai tertentu diajarkan tersendiri
melalui pembelajaran di kelas. Selain itu pembelajaran agama perlu kaya dengan nilai-nilai
ilahi (Sauri, 2011), atau karakter inti sufistik (Rahmat & Fahrudin, 2014). Pembelajaran di
SD pun perlu berbasis pendidikan yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan
(Kemdiknas, 2011).
Pendidikan moral di SD, termasuk pendidikan akhlak mulia, cenderung hanya
mengembangkan domain kognitif saja (pengetahuan tentang moral), tidak
mengembangkan domain feeling dan action-nya. Studi ini berupaya mengembangkan
model pembelajaran moral three in one Lickona dalam pembelajaran pendidikan agama
Islam tema meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang di kelas V SD Lab School
Universitas Pendidikan Indonesia.

B. METODE PENELITIAN
Adapun proses action research, menurut Kemmis & Mc Taggart (1988), dimulai
dengan: (1) perencanaan, kemudian (2) melakukan aksi, kemudian (3) mengobservasi
dampak dari aksi, dan terakhir (4) melakukan perenungan tentang efektivitas dan efisiensi
perencanaan dan aksi yang telah dilakukan. Bila (dengan keempat langkah pada Putaran I
tersebut) kurang berhasil, maka lakukanlah Putaran II. Langkah-langkahnya sebagaimana
dalam Putaran I, yakni dimulai dengan: (1) perencanaan yang baru, kemudian (2)
melakukan aksi yang baru, kemudian (3) mengobservasi dampak dari aksi yang baru, dan
terakhir (4) melakukan perenungan tentang efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi
Putaran II. Demikianlah seterusnya hingga ditemukan hasil yang memuaskan. Secara
teoritis, action research bisa dilakukan dalam beberapa putaran. Setelah Putaran I gagal,
lakukan Putaran II. Jika gagal lagi, lakukan Putaran III. Dan seterusnya. (Somad &
Rahmat, 2009).
Pada tahap pertama, planning, guru SD membuat perencanaan pembelajaran.
Kemudian, tahap kedua, acting, dosen melakukan tindakan pengajaran. Pada tahap ini
pertama kali dosen mengikuti proses pengajaran dalam skenario pembelajaran yang
disusun oleh tim peneliti. Tapi dalam tahap acting yang kedua kali dan selanjutnya lebih
berdasarkan seni mengajar masing-masing (dengan tetap mengacu pada skenario model).
Lalu tahap ketiga, observing, guru SD mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Terakhir, tahap keempat, reflecting, tim peneliti bersama guru pelaku implementasi model

178 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL ... — [M. Abdul Somad dan Munawar Rahmat]

menimbang tingkat keberhasilan penggunaan model pembelajaran. Jika dipandang belum


menimbang
berhasil, maka tingkat keberhasilan
dilakukan penggunaan
revisi terhadap setiapmodel
tahapan pembelajaran.
kegiatan untuk Jikamelakukan
dipandangPutaran
belum
berhasil, maka
II dan seterusnya. dilakukan revisi terhadap setiap tahapan kegiatan untuk melakukan Putaran
II dan seterusnya.
C. TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Pada
TEMUAN PTK ini PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
pendidikan karakter menggunakan model pendidikan nilai/karakter
Pada PTK ini pendidikan karakter menggunakan
yang dikembangkan oleh Lickona. Karakter yang akan dikembangkan model pendidikan nilai/karakter
yakni pembinaan
yang dikembangkan oleh Lickona. Karakter yang akan
meminta maaf dan memaafkan. Model pembelajaran mengikuti Akbar (2009-2011 dikembangkan yakni pembinaan
dan
meminta maaf dan memaafkan.
2011) Adapun media pembelajaran adalah permen. Model pembelajaran mengikuti Akbar (2009-2011 dan
2011) Adapun media pembelajaran adalah permen.
1. Tahap Perencanaan
1. Pada
Tahaptahap Perencanaan
ini diungkapkan tujuan dan langkah-langkah pembelajaran. Tujuan
Pada tahap
pembelajaran kepatuhan ini diungkapkan
terhadap peraturantujuanbagi
dananak-anak
langkah-langkah
kelas V SD, pembelajaran. Tujuan
agar anak-anak:
pembelajaran
a. Memahamikepatuhanarti terhadap
meminta peraturan
maaf atasbagi anak-anak kelas V SD, agar anak-anak:
kesalahan.
a. Memahami arti meminta maaf atas kesalahan.
b. Menjelaskan akibat kalau tidak ada saling memaafkan.
b.
c. Menjelaskan
Menjelaskan akibat akibatkalau
jika tidak ada saling
seseorang memaafkan.
(masyarakat) tidak meminta maaf atas
c. Menjelaskan
kesalahan. akibat jika seseorang (masyarakat) tidak meminta maaf atas
kesalahan.
d. Berpengalaman meminta maaf dan memaafkan kesalahan.
d.
e. Berpengalaman
Menghargai moralitas meminta maaf dan
meminta maaf memaafkan kesalahan.
dan memaafkan kesalahan.
e. Menghargai moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan.
2. Tahap Aksi
2. Tahap
Tahap aksi, Aksi yakni pembinaan moral meminta maaf dan memaafkan kesalahan
Tahap aksi,
melalui model pendidikan yakni pembinaan
karakter yang moral meminta maaf
dikembangkan olehdanLickona.
memaafkan kesalahan
Pembinaan ini
melalui model pendidikan
dilakukan melalui mengambil permen. karakter yang dikembangkan oleh Lickona. Pembinaan ini
dilakukan melaluiproses
Aktivitas mengambil permen. pada PTK ini pertama-tama dilakukan klarifikasi
pembelajaran
tentangAktivitas
pemahaman, proses
nilaipembelajaran
dan sikap untuk padamengetahui
PTK ini pertama-tama
sejauh mana dilakukan klarifikasi
sikap meminta maaf
tentang pemahaman, nilai dan sikap untuk mengetahui sejauh
dan memaafkan kesalahan yang dimiliki oleh masing-masing anak (dengan instrumen mana sikap meminta maaf
dan memaafkan
observasi kesalahan yang
dan wawancara). dimiliki
Dari hasil oleh masing-masing
klarifikasi (pengalaman di anak (denganSD)
beberapa instrumen
terlihat
observasi dan wawancara). Dari hasil klarifikasi (pengalaman
masih banyak anak-anak yang belum memahami moralitas meminta maaf dan memaafkan di beberapa SD) terlihat
masih banyak
kesalahan yang anak-anak yang belumsehingga
ada di sekitarnya, memahami mitramoralitas
penelitimeminta
(GURU) maaf dan memaafkan
melakukan diskusi
kesalahan yang ada di sekitarnya, sehingga mitra peneliti
dengan anak-anak serta memberikan pengalaman belajar berupa permainan dalam (GURU) melakukan diskusi
dengan anak-anakmoral
memperkenalkan sertameminta
memberikan
maaf dan pengalaman
memaafkanbelajar
kesalahanberupa
dalampermainan
kehidupan dalam
anak-
memperkenalkan
anak. moral meminta maaf dan memaafkan kesalahan dalam kehidupan anak-
anak. Langkah pertama, membagi permen. Sebelum kegiatan dimulai anak-anak
Langkah
mengerjakan pertama,
pre-tes (secara membagi permen.
sampling) untuk Sebelum
mengukur kegiatan
sejauh dimulai
mana sikap anak-anak
meminta maaf
mengerjakan pre-tes (secara sampling) untuk mengukur
dan memaafkan yang dimiliki oleh masing-masing anak-anak. GURU kemudian sejauh mana sikap meminta maaf
dan memaafkan
melakukan apersepsi. yang
dengandimiliki oleh masing-masing
cara bertanya pada anak-anakanak-anak. GURU kemudian
sebagai berikut:
melakukan apersepsi. dengan cara bertanya pada anak-anak
GURU mulai melakukan diskusi dengan anak-anak dengan memberikan sebagai berikut:
GURU mulai mengenai
pertanyaan-pertanyaan melakukan diskusimeminta
moralitas denganmaaf anak-anak
dan memaafkandengankesalahan
memberikan
yang
pertanyaan-pertanyaan mengenai moralitas meminta maaf
ada di sekitar anak-anak. Anak-anak dengan semangat dan antusias menjawab dandan memaafkan kesalahan yang
ada di sekitar
memberikan anak-anak.
tanggapan tentangAnak-anak
pertanyaan dengan semangatoleh
yang diberikan danGURU.
antusias menjawab
Anak-anak dan
tampak
memberikan
antusias dalam tanggapan tentang
melakukan pertanyaan
diskusi denganyang diberikan
GURU oleh
serta GURU. Anak-anak
temannya. tampak
GURU memberi
antusias dalam melakukan diskusi dengan GURU serta
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan moralitas meminta maaf dan memaafkan temannya. GURU memberi
pertanyaan-pertanyaan
kesalahan kepada anak-anak yang danberkaitan
jawaban dengan moralitas
anak-anak meminta maaf dan memaafkan
bervariasi.
kesalahan kepada anak-anak dan jawaban
GURU : Apa yang kalian ketahui tentang meminta maaf? anak-anak bervariasi.
GURU
Dawud :: Apa Memintayangmaaf
kalianatasketahui tentang meminta maaf?
kesalahan.
Dawud
Robi : Meminta maaf atas kesalahan.
: Meminta maaf atas kekeliruan.
Robi
Tini :: Meminta
Kalau salah maaf atasmeminta
harus kekeliruan.
maaf.
Tini : Kalau salah
GURU : Apa kesalahan itu? harus meminta maaf.
GURU : Apa kesalahan itu?

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 179
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 177 – 181

Hasna : Perbutan yang keliru.


Winda
Hasna :: Perbuatan yangkeliru.
Perbutan yang salah
Dila
Winda :: Perbuatan
Perbuatan yang
yang menyakiti
salah orang lain.
Tia
Dila :: Memfitnah orang lain.
Perbuatan yang menyakiti orang lain.
Jajang
Tia :: Mengejek
Memfitnahorang
oranglain.
lain.
Siswa
Jajang :: Dan
Mengejek orang.....
seterusnya lain.
Siswa : Dan seterusnya .....
Dari tanya jawab tersebut GURU dapat mengetahui seberapa pengetahuan anak-
anak mengenai
Dari tanyamoralitas
jawab meminta
tersebut maaf
GURU dandapat
memaafkan kesalahan.
mengetahui Terlihat
seberapa dari jawaban-
pengetahuan anak-
jawaban anak-anak
anak mengenai kebanyakan
moralitas meminta berkaitan
maaf dan dengan kesalahan
memaafkan yang bersifat
kesalahan. Terlihatumum. Setelah
dari jawaban-
GURU
jawabanmeminta
anak-anakcontoh yang terdapat
kebanyakan di sekolah
berkaitan denganbarulah
kesalahananak-anak mencari
yang bersifat contohSetelah
umum. yang
ada
GURUdi sekitar
memintasekolah misalnya
contoh tata tertib
yang terdapat disekolah.
sekolah barulah anak-anak mencari contoh yang
Setelah melakukan diskusi GURU
ada di sekitar sekolah misalnya tata tertib sekolah.segera menyiapkan permen dengan jumlah 40
buah dan mengajak
Setelah anak-anak
melakukan diskusiuntuk
GURU melaksanakan sebuah permen
segera menyiapkan permaianan.
denganSaat GURU
jumlah 40
menginformasikan akan melakukan permainan anak-anak langsung
buah dan mengajak anak-anak untuk melaksanakan sebuah permaianan. Saat GURU semangat dan antusias.
Apa lagi saat GURUakan
menginformasikan mengeluarkan
melakukan permen
permainan anak-anak langsung
anak-anak gaduh
langsung dan maju
semangat danke depan
antusias.
semua. Hingga GURU sering mengingatkan untuk duduk kembali di
Apa lagi saat GURU mengeluarkan permen anak-anak langsung gaduh dan maju ke depan tempatnya masing-
masing.
semua. Hingga GURU sering mengingatkan untuk duduk kembali di tempatnya masing-
masing.GURU segera membagi permen menjadi dua bagian di tempat yang berbeda.
Permen GURU
tersebutsegera
di taruhmembagi
di lantai dimana
permenanak-anak mudah
menjadi dua untukdimenjangkaunya.
bagian Permen
tempat yang berbeda.
ditaruh
Permendi lantai di
tersebut dantaruh
dibagi pada dimana
di lantai dua tempat sehingga
anak-anak anak-anak
mudah tidak terlalu berdesak-
untuk menjangkaunya. Permen
desakan.
ditaruh di lantai dan dibagi pada dua tempat sehingga anak-anak tidak terlalu berdesak-
desakan.GURU mengingatkan anak-anak bahwa pada permainan tadi ada anak-anak yang
mungkinGURU secaramengingatkan
tidak sadar menyakiti
anak-anaktemannya. GURU
bahwa pada kemudiantadi
permainan mendiskusikan
ada anak-anak tentang
yang
moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan.
mungkin secara tidak sadar menyakiti temannya. GURU kemudian mendiskusikan tentang
moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan.
3. Tahap Observasi
3. GURU
Tahap memberikan
Observasi pesan moral kepada anak-anak tentang pentingnya meminta
maaf dan memaafkan
GURU memberikan kesalahan.
pesan Di rumah
moral ada anak-anak
kepada peraturan keluarga; di masyarakat
tentang pentingnya ada
meminta
peraturan
maaf danRT, peraturan kesalahan.
memaafkan RW, peraturan Desa; di
Di rumah adasekolah peraturan
peraturan sekolah;
keluarga; dan kita selalu
di masyarakat ada
saja
peraturan RT, peraturan RW, peraturan Desa; di sekolah peraturan sekolah; dan kitabahkan
melakukan kesalahan. Coba kalau tidak ada moralitaas akan terjadi kekacauan selalu
pertengkaran,
saja melakukan sebagaimana yang kalau
kesalahan. Coba kamu tidak
alamiada
ketika mengambil
moralitaas permenkekacauan
akan terjadi tanpa peraturan.
bahkan
Tapi setelah dibuat
pertengkaran, peraturanyang
sebagaimana yangkamu
disepakati
alami bersama, kamu kan permen
ketika mengambil menjaditanpa
nyaman. Tidak
peraturan.
perlu takut kebagian, tidak perlu berdesak-desakan, tidak perlu ada keributan.
Tapi setelah dibuat peraturan yang disepakati bersama, kamu kan menjadi nyaman. Tidak
perlu takut kebagian, tidak perlu berdesak-desakan, tidak perlu ada keributan.
4. Tahap Perenungan
4. PTK
TahapiniPerenungan
dapat dikatakan berhasil. Oleh karena itu model pembelajaran Lickona
dalam PTKpembinaan
ini dapatmoralitas
dikatakanmeminta
berhasil.maaf
Oleh dan memaafkan
karena itu model kesalahan
pembelajaranyangLickona
telah
ditetapkan cukup berhasil.
dalam pembinaan moralitas meminta maaf dan memaafkan kesalahan yang telah
Dampak
ditetapkan cukuplainnya
berhasil.adalah anak-anak menjadi aktif dan partisipatif, selama proses
pembelajaran,
Dampak lainnyasecara
berpikir adalahkreatif ketikamenjadi
anak-anak merekaaktif
harusdanmemecahkan
partisipatif, masalah yang
selama proses
mereka hadapi dalam proses pembelajaran, berusaha dan kerja keras dalam
pembelajaran, berpikir secara kreatif ketika mereka harus memecahkan masalah yang menyelesaikan
tugas,
merekadan berbagai
hadapi dalamkecakapan hidup anak-anak
proses pembelajaran, seperti
berusaha dan tumbuhnya kesadaran
kerja keras dalam diri untuk
menyelesaikan
meminta maaf dan memaafkan, kemauan dan kemampuan berkomunikasi dan
tugas, dan berbagai kecakapan hidup anak-anak seperti tumbuhnya kesadaran diri untuk ketrampilan
bekepatuhan
meminta maafterhadap moralitas kemauan
dan memaafkan, untuk sebuah membangun
dan kemampuan teori sendiri—mereka
berkomunikasi dapat
dan ketrampilan
menemukan teori sendiri bahwa “meminta maaf dan memaafkan kesalahan
bekepatuhan terhadap moralitas untuk sebuah membangun teori sendiri—mereka dapat orang itu
penting”,
menemukan serta, suasana
teori pembelajarannya
sendiri bahwa “meminta punmaaf
sangatdan
menyenangkan anak-anak.orang
memaafkan kesalahan Artinya,itu
model Lickonaini memenuhi prinsip “belajar yang menyenangkan”. Model
penting”, serta, suasana pembelajarannya pun sangat menyenangkan anak-anak. Artinya, pembelajaran
model Lickonaini memenuhi prinsip “belajar yang menyenangkan”. Model pembelajaran

180 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MORAL ... — [M. Abdul Somad dan Munawar Rahmat]

ini sangat baik untuk digunakan dalam membelajarkan anak-anak untuk meminta maaf dan
memaafkan kesalahan orang lain.

D. SIMPULAN
Berdasarkan uji-coba model secara terbatas model pembelajaran moral three in one
Lickona terbukti efektif dalam meningkatkan akhlak mulia siswa SD. Dengan materi
meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang anak-anak kelas 5 SD terbukti mampu
melakukan tindakan moral meminta maaf dan memaafkan kesalahan orang.

REFERENSI
Akbar, Sa`dun (2009-2011). Efektivitas Model pendidikan nilai Lickona dalam
Pembelajaran Karakter di Sekolah Dasar: Berdasarkan Uji Coba Model di SD
Merjosari 3 Malang. Penelitian Multy Years yang dibiayai DIKTI, Malang:
Universitas Negeri Malang.
Akbar, Sa`dun (2011). “Strategi Pembelajaran Nilai dan Karakter: Strategi Peningkatan
Tahap Perkembangan Moral). Artikel dalam Workshop Pendidikan Nilai,
diselenggarakan oleh DPP Asosiasi Dosen dan Sarjana Pendidikan Nilai Indonesia
(DPP ADSPENSI), di Isola Resort UPI Bandung, September 2011.
Kemdiknas (2011). Panduan Pendidikan Karakter dengan Pendekatan PembelajaranAktif,
Kreatif, Efektif dan Menyenangkan Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan
Dasar Kementerian Pendidikan Nasional.
Kemmis, S. & McTaggart, R. (1988). The Action Research Planner. Deakin University.
Lickona, T. (1992). Educating For Character: How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books.
Rahmat, Munawar & Fachrudin (2014), Studi Model Pembelajaran Qurani berbasis
Karakter Inti Sufistik dalam Perkuliahan PAI untuk Meningkatkan Akhlak Mulia
Mahasiswa, Laporan Penelitian yang dibiayai BOPTN 2013 dan 2014, Bandung:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UPI.
Sauri, Sofyan (2011). Urgensi Pendidikan Nilai dan Karakter dalam Grand Design
Pendidikan Nasional, Makalah yang dipresentasikan dalam Workshop Pendidikan
Menghidupkan Nilai di Sekolah. Diselenggarakan oleh The Creative Institute
Garut, di Hotel Sabda Alam Garut, 9 Pebruari 2011.
Somad, HM Abdul & Rahmat, Munawar (2009), Cara Mudah Menyusun Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), Jatinangor Bandung: ALQA Prisma Interdelta.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 181
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


IJTIHAD RASUL SAW
IJTIHAD RASUL SAW
(Upaya Menelusuri Asal-Usul Sunnah sebagai Sumber dan Dalil Hukum Islam)
(Upaya Menelusuri Asal-Usul Sunnah sebagai Sumber dan Dalil Hukum Islam)
Makhmud Syafe’i
Makhmud Syafe’i
Universitas Pendidikan Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: makhmud@upi.edu
Email: makhmud@upi.edu

ABSTRACT
ABSTRACT
In the history of Prophet, we know that our Prophet, Muhammad PBUH, has two identities; as a
In the history
prophet and asof aProphet,
human we know
being that our Prophet,
(al-basyar). Muhammad
His experiences and PBUH, has two
ideas, more identities;
or less, playedasana
prophet
importatandroleasina facing
humanmany beingproblems
(al-basyar).
and His experiences
obstacles in his and
life.ideas,
He didmore
notoronly
less,bring
played an
żod’s
importat role in facing many problems and obstacles in his life. He did not
message, he had also desires and passions to apply his experience and idea to answer the problemonly bring żod’s
message, he had
he was facing in also desires
his life. Whenandrevelation
passions to applydid
(wahy) hisnot
experience
come to and him,idea to answer
he did the problem
a reasoning activity
he was facing in his life. When revelation (wahy) did not come to him, he did a
(ijtihad). This article try to find the root of reasoning activity he ever did. Taking a lesson reasoning activity
from
(ijtihad). This article try to find the root of reasoning activity he ever did.
Prophet history, therefore, ijtihad is one of choices we can do as our Prophet ever did. Taking a lesson from
Prophet history, therefore, ijtihad is one of choices we can do as our Prophet ever did.
Keyword: Basyariyat al-Rasul, Prophethood, infallible, revelation.
Keyword: Basyariyat al-Rasul, Prophethood, infallible, revelation.
ABSTRAK
ABSTRAK
Dalam sejarah Nabi, kita mengetahui bahwa Nabi kita Muhammad SAW memiliki dua identitas;
Dalam sejarah
seagai nabi danNabi, kitaorang
sebagai mengetahui bahwa Nabi
biasa (al-basyar). kita Muhammad
Pengalaman SAWbeliau,
dan ide-ide memiliki dualebih,
kurang identitas;
telah
seagai nabi dan sebagai orang biasa (al-basyar). Pengalaman dan ide-ide
berperan penting dalam menghadapi banyak masalah dalam hidupnya. Beliau tidak hanya beliau, kurang lebih, telah
berperan
membawapenting
risalah dalam menghadapi
Allah, tetapi banyak
beliau juga masalah
memiliki dalam
hasrat dan hidupnya.
keinginan Beliau tidak hanya
untuk menggunakan
membawa risalah Allah, tetapi beliau juga memiliki hasrat dan keinginan
pengalaman dan idenya dalam menjawab masalah-masalah yang sedang beliau hadapi dalam untuk menggunakan
pengalaman
kehidupannya. danKetika
idenya dalam
wahyu menjawab
(wahy) masalah-masalah
tidak datang, yang sedang
beliau melakukan ijtihad.beliau
Tulisanhadapi dalam
ini mencoba
kehidupannya.
menemukan akar Ketika wahyu
aktivitas (wahy)
ijtihad yangtidak datang,
pernah beliau
beliau melakukan
lakukan. ijtihad.
Berkaca TulisanNabi
dari sejarah ini mencoba
tersebut,
menemukan akar aktivitas ijtihad yang pernah beliau lakukan. Berkaca dari sejarah
maka oleh karena itu ijtihad adalah salah satu pilihan yang kita bisa lakukan seperti halnya Nabi tersebut,
Nabi
maka
pernaholeh karena itu ijtihad adalah salah satu pilihan yang kita bisa lakukan seperti halnya Nabi
lakukan.
pernah lakukan.
Kata Kunci: Basyariyat al-Rasul, Nubuwwah, al-Ismah, Wahyu.
Kata Kunci: Basyariyat al-Rasul, Nubuwwah, al-Ismah, Wahyu.

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Tradisi Islam menempatkan hadis sebagai pengurai1 al-Quran yang mempunyai
Tradisi Islam menempatkan hadis sebagai pengurai1 al-Quran yang mempunyai
otoritas sangat tinggi sehingga terkadang muncul kesan adanya ‘pemaksaan’ perujukan
otoritas sangat tinggi sehingga terkadang muncul kesan adanya ‘pemaksaan’ perujukan
1
Ada perbedaan dalam pemakaian kata ‘pengurai’ atau ‘penjelas’ dengan ‘tafsir atau ‘penafsiran’. ‘Penguraian’ atau
1
Ada perbedaan
‘penjelasan’ dalam pemakaian
merupakan keterangankataatau‘pengurai’
penjabaranatau ‘penjelas’
suatu dengan
sikap atau ‘tafsir
gagasan atau
baik ‘penafsiran’.
melalui praktek ‘Penguraian’ atau
langsung (‘amali)
‘penjelasan’
maupun uraian merupakan keterangan
lainnya (gayr atau penjabaran
‘amali:qawli suatu
atau taqiri). sikap atau
Sementara gagasan
‘tafsir’ atau baik melalui merupakan
‘penafsiran’ praktek langsung (‘amali)
keterangan atau
maupun uraian
penjelasan lainnya
terhadap (gayr
suatu ‘amali:qawli
sikap atau gagasan taqiri). Sementara
atau melalui uraian dari‘tafsir’ atau ‘penafsiran’
sudut pandang tertentu merupakan
dari banyakketerangan atau
sudut pandang
penjelasan
yang mungkinterhadap
ada. suatu sikap atau
‘peng-uraian’ ataugagasan melalui bisa
‘penjelaasan’ uraian dari sudut
dilakukan pandang
melalui tertentu (penafsiran
‘penafsiran’ dari banyak merupakan
sudut pandangsatu
yang mungkin ada. ‘peng-uraian’ atau ‘penjelaasan’ bisa dilakukan melalui ‘penafsiran’ (penafsiran
diantara cara/proses menjelaskan), namun ‘tafsir’ atau ‘penafsiran’ lebih luas cakupannya, seluas sudut pandang yang merupakan satu
diantara cara/proses
ada sebanyak menjelaskan),
penafsir namun ‘tafsir’
yang menafsirkannya. atau ‘penafsiran’
Meskipun keduanyalebih
bisaluas cakupannya,
dipahami sedangseluas sudutpenjelasan,
memberi pandang yangtapi
ada sebanyak penafsir yang menafsirkannya. Meskipun keduanya bisa dipahami sedang memberi
objektifitas dan subjektifitasnya tampak kentara. Begitu pula yang terjadi dalam kaitannya dengan fungsi dan tugas penjelasan, tapi
objektifitas dan subjektifitasnya
kerasulan: Allah-lah tampakKalam-Nya
yang menjelaskan kentara. Begitu pula yang
baik melalui terjadi dalam
firman-Nya ataupun kaitannya dengan fungsi
melalui perilaku dan tugas
dan ucapan nabi,
kerasulan: Allah-lah yang tanggungngan
Kemudian,sesungguhnya menjelaskan Kalam-Nya
Kami-lah baik melalui firman-Nya
penjelasanya ataupun melalui
(QS.Al-Qiyamah:19). Kamiperilaku dan ucapan
tidak mengutus nabi,
seorang
Kemudian,sesungguhnya
rosul pun, kecuali dengantanggungngan
bahasa kaumnya Kami-lah penjelasanya
agar ia[bisa] (QS.Al-Qiyamah:19).
memberi penjelasan kepadaKami tidak mengutus seorang
mereka...(QS.Ibrahim:4). Dan
rosul
kami pun, kecuali
turunkan dengan al-zikr
kepadamu bahasaagarkaumnya
kamu agar ia[bisa]kepada
menjelaskan memberi penjelasan kepada
manusia...dan mereka...(QS.Ibrahim:4).
kami menurunkan Dan
al-Kitab kepadamu,
kami turunkan
kecuali kepadamu
agar engkau al-zikr agar
menjelaska kamumereka
kepada menjelaskan kepada manusia...dan
(QS.Al-Nahl:44 kami menurunkan
dan 64). Bandingkan denganal-Kitab kepadamu,
dan mereka tiada
membawa
kecuali agarsuatu ‘matsal’
engkau menjelaska
(contohkepada
gagasan,mereka (QS.Al-Nahl:44
persoalan, dan 64). Bandingkan
usulan, kecaman,dan sejenisnya)dengan dan mereka
kepadamu, kecuali tiada
Kami
membawa suatu ‘matsal’
berikan kepadamu kebenaran(contoh
yanggagasan,
lebih baikpersoalan, usulan, kecaman,dan
(QS.Al-Furqan:33). Dalam ayat sejenisnya)
ini, nabi kepadamu, kecuali Kami
memberi penafsiran, tapi
berikan kepadamu kebenaran yang lebih baik (QS.Al-Furqan:33). Dalam ayat ini, nabi memberi penafsiran, tapi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 183
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 183 – 189

ketika menggunakanya sebagai sandaran penafsiran tertentu terhadap Al-Quran atau


realita. Hadis ini sering dipaksa dalam persoalan-persoalan yang tak tampak relevansinya.
Bahkan, tak jarang ‘hantam-hantaman’ oleh kelompok-kelompok yang bertikai.
Keagungan Nabi yang luar biasa, terkadang, ‘membuat lupa’ umatnya bahwa beliau juga
manusia biasa yang bisa berbuat kesalahan. Kisah tentang kemurkaan ‘Umar ibn al-
Khatab2 ketika mendengar berita bahwa Nabi saw telah meninggal, merupakan satu di
antara bentuk ‘kelupaan’ ini. Muhammad saw adalah manusia biasa, disamping tentu saja
nabi dan utusan Allah dengan segala wahyu dan kelebihannya.
Dalam kehidupan sehari-hari, dari sisi ini, Muhammad akan memilki dua identitas:
sebagai seorang nabi dan rasul, juga sebagai manusia biasa yang tak bisa lepas dari
persoalan dan problematika kehidupan. Pengalaman hidup, percobaan dan gagasan
manusiawinya, sedikit banyak akan berperan dalam usaha menghadapi persoalan dan
problematika ini. Dan, karena beliau bukan hanya sekedar penyampai pesan semata, beliau
juga memilki keinginan dan dorongan untuk menerapkan pengalaman-pengalaman dan
gagasan-gagasanya sebagai satu bentuk jawaban atas problematika dan persoalan yang ada.
Hal ini menunjukkan bahwa wahyu tidak turun setiap saat dalam semua persoalan yang
ada. Hal ini menunjukan bahwa wahyu tidak turun setiap saat dalam semua persoalan
kehidupan. Penyampaian gagasan dan pandangan yang bukan berasal dari wahyu inilah
yang termasuk dalam kategori ‘ijtihad’ Nabi yang kemudian melahirkan istilah yang
dikenal dengan “Sunnah Ghayr al-Tasyri’iyyah”. Dan, sekali lagi ini bukanlah hal yang
aneh, bahkan sangat wajar, selama beliau masih disebut sebagai manusia. Ijtihad Nabi
menunjukkan kebenaran Ilahi yang mengatakan nabi adalah manusia yang diutus untuk
manusia pula, “Katakan! Mahasuci Tuhanku,bukankah aku hanya seorang manusia yang
menjadi rasul?”3 (3). Ini menunjukan, sifat-sifat dan ciri-ciri kemanusiaan seorang nabi
masih tetap melekat dan bekerja aktif meskipun telah menjadi seorang rasul maupun nabi.
Rasul atau nabi tetap manusia dan tidak berubah menjadi malaikat atau juga tidak bisa
digambarkan dengan sosok lain.
Pengkajian teks-teks agama seakan telah menjadi sebuah keniscayaan, agar
semboyan al-Islam salih li kulli zaman wa makan menjadi nyata, bukan sekedar pemanis
bibir sementara realita berkata beda. Kaitan pengkajian teks dengan pencapaian semboyan
adalah, hanya teks-teks yang lulus uji dan benar-benar merupakan teks otentik yang berhak
menjadi sandaran legal bagi perujukan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, bukan
sembarang teks yang tak jelas diketahui juntrungnya. Membiarkan teks-teks tersebut tetap
berada dalam kubangan realita sehari-sehari adalah pengkhianatan terhadap teks teks itu
sendiri. Teks-teks itu lahir bukan untuk disimpan atau dibiarkan di atas awang-awang, tapi
untuk diterapkan dalam praktek kehidupan dan realita sehari-hari.
Syariat yang dibawa Muhammad memilki kesempurnaan hukum yang diperlukan
oleh masyarakat kesempurnaan hukum yang diperlukan oleh masyarakat dalam semua

penafsiran itu diberikan atas persoalan-persoalan yang diajukan oleh penentang-nya bukan kepada apa yang dibawa
dari Tuhanya, wahyu. Kesimpulannya, jika yang dilakukan Nabi merupakan penjabaran dari wahyu, maka itu berarti
penjelasan bukan penafsiran, sementara jika penjabarannya karena persoalan yang dibawa kaumnya, bisa jadi, yang
dilakukan adalah tafsiran beliau,sudut pandang beliau. Dan, sudut pandang beliau adalah sebaik-baik penafsiran ketika
penafsiran itu merupakan ilham dari Tuhan sebagaimana ayat di atas. Juga perhatikan dalam kamus-kamus pada entri
b-y-n dan f-s-r , Kamus Besar Bahasa Indonesia, entri jelas,urai, tafsir.
2
Umar dengan lantang berkata di dalam masjid, “orang-orang munafik menyangka Rasullah saw telah meninggal dunia.
Demi Allah! Rasul tidak akan mati, tetapi beliau pergi menju Tuhanya seperti halnya Musa bin Imran, yang
meninggalkan kaumnya selama 40 malam dan kembali lagi pada kaumnya setelah dikabarkan meninggal dunia. Demi
Allah! Rasul saw akan kembali seperti kembalinya Musa. Beliau akan memotong tangan dan kaki orang-orang yang
menyangkannya telah mati”, DR. Muhammad Husein Haikal, Hayat Muhammad Shallallahi, ‘Alaihi wa sallam, cet
XXII, hal 400 (Cairo, Dar al-Ma’arif,2000)
3
QS. Al-Isra’ [17]: 93

184 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
IJTIHAD RASUL SAW ... — [Makhmud Syafe’i]

bidang. Kesempurnaan di sini, tidak harus diartikan sebagai kemampuannya menhadapi


segala sesuatu yang baru dan tanpa dibatasi waktu, sehingga mencakup pula masa
mendatang, akan tetapi bisa dipahami dengan: keberadaan syariat datang lengkap dengan
prinsip umum dan kaidah-kaidah pokok yang mampu menghadapi segala persoalan yang
timbul dan berubah seiring dengan perubahan waktu situasi dan kondisi.
Mengetahui betapa pentingnya ijtihad demi menjawab tantangan-tatangan dan
problematika kehidupan, dan agar praktek yang ada tak terpisah sama sekali dari sandaran
keagamaanya atau nilai-nilai holistik ilahi, maka pengkajian terhadap masalah ijtihad ini
pun menjadi hal yang tak dapat dielakan. Seberapa jauh kelegalan ijtihad ini mengikat
perilaku manusia. Dengan alasan-alasan tersebut, tulisan singkat ini berusaha menemukan
akar pembenaranya dalam praktek kehidupan beragama. Untuk itu, ijtihad Nabi merupakan
fenomena yang coba dikemukan sebagai pilahan-pilihan.

B. IJTIHAD RASUL SAW


Dalam bahasa Indonesia, ijtihad diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh yang
dilakukan para ahli agama untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syara’
mengenai kasus yang menyelesainya belum tertera dalam Al-Qur’an dan Sunnah (KBBI).
Dalam bahasa Inggris, ijtihad didefinisikan dengan : (arabic “effort”) in islamic
law, the idependent or original inter-pretation of problems not precisely covered by the
Qur’an, Hadith (tradition concerning the Prophet’s life and utterances (Encyclopedia
Britanica).
Sementara dalam bahasa aslinya, dimana kata dan istilah tersebut digunakan, kata
ijtihad merupakan bentuk mashdar (kata dasar, infinitif) yang berarti bazlu al-wus’i (al
Razi, 1992); mencurahkan upaya/ usaha, kemampuan/kekuatan; kerja keras, sungguh-
sungguh4. Secara bahasa, ijtihad dalam istilah keilmuan (terminologis) menurut Ibn Hajar
adalah usaha sungguh-sungguh untuk mengetahui hukum syara’ (bazlu al-wusi al-
tawassuli ila m’arifah al-hukm al-syar’i) (Jayb, 1998:71).
Nadiyah, yang mengutip definisi ijtihad dari Taj al-‘Arus menyimpulkan bahwa
secara etimologi ijtihad bisa diartikan dengan “mengerahkan segala upaya untuk
memperoleh apa yang hendak dicapai, baik berupa suatu yang bersifat inderawi (hissi),
seperti: perjalanan dan pekerjaan maupun sesuatu yang maknawi (ma’nawi), seperti
mengeluarkan hukum atau teori; yang bersifat akal , syara, maupun bahasa” (al Umri,
1987:11).
Wahbah dalam bukunnya Usul al-Fiqih al-islami merangkum beberapa definisi
ijtihad dari pakar semisal al-Ghazali dan al-Baydawi. Dia juga sampai pada pendapat
bahwa Ijtihad mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faqih dan fuqaha’, bahkan al-
Ghazali cenderung mendefinisikan ijtihad dengan segala upaya mujtahid dalam
pencapaian ilmu yang berhubungan dengan hukum-hukum syariat (al Zuhayli, 1998:1066-
1067). Sedangkan al-Qadwi al-Baydawi mendefinisikannnya dengan menemukan hukum-
hukum syariat.Sehingga kesimpulannya ialah ambilan (istinbath) hukum-hukum syariat
dari dalil-dalilnya secara terperinci dalam masalah syara.

C. PENDAPAT ULAMA SEPUTAR IJTIHAD RASUL


Para ahli hadis umunya menyepakati bahwa ijtihad Nabi pasti terjadi, dengan
alasan ketika ada pertanyaan atau suatu peristiwa dihadapkan kepada Rasul, beliau

4
Bandingkan terjemahan bahasa Indonesianya dalam Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdlor Qamus “Krapyak” al-‘ashri:
Arab-Indonesia dalam entri-entri yang berkaitan, yaitu bazl, wus’i dan ijtihad (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum dan
Pondok Pesantren Krapyak).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 185
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 183 – 189

memberikan jawaban tanpa menunggu datangnya wahyu. Meskipun, dalam beberapa kasus
Nabi perlu menunggu wahyu untuk memberikan jawaban atau respon. Begitu pula
pendapat mayoritas ulama Ushul, semisal Malik Syafi’i dan Ahmad (al Umri, 1997:157-
158). Sementara kalangan Hanafiyah berpendapat, ijtihad Rasul dibenarkan setelah melalui
proses penggunaan wahyu, jika tak datang wahyu, maka ijtihad Rasul dibenarkan dan
diperintahkan (al Zuhayli, 1998:1058).
Dalam literatur-literatur rujukan, ketika membahas permaslahan ini, pembagian
diperinci kepada boleh atau tindaknya ijtihad Nabi (jawaz al-ijtihad) dan terjadi atau
tidaknya ijtihad itu terjadi, cara otomatis ijtihad itu dibenarkan. Karena Nabi tidak akan
melakukan perbuatan yang dilarang oleh syari’at.
Jika pendapat para ulama di atas mengakui adanya ijtihad Nabi secara mutlak, baik
dalam masalah keduniaan maupun dalam masalah agama dan syariat, di sana juga di
temukan pendapat yang menentang kemutlakan ijtihad Nabi ini jika berkaitan dengan
masalah-masalah syariat dan keagamaaan mereka tidak mengakui adanya ijtihad ini.
Mereka ini adalah Ibn Hazm dari mazhab Dahiri, sebagian besar ulama ilmu kalam aliran
Asy’ariyyah, sebagian besar aliran Mu’tazillah dan Jubaiyyah (al Zuhayli, 1998:1085).

D. PENGARUH ISMAH DAN WAHYU DALAM IJTIHAD RASUL SAW


Pokok persoalan dan perbedaan di antara para ulama di atas bisa jadi dikarenakan
adanya doktrin kemaksuman (ismah, keterajagaan Nabi dari perbuatan salah) dan wahyu
ini. Di antara alasan ulama ulama yang menentang adanya ijtihad Nabi adalah karena
adanya wahyu yang bisa saja diminta turun oleh Nabi ketika menghadapi suatu
permasalahan, dan doa atau permintaan Nabi tak akan ditolak oleh Tuhan (al Umri,
1987:160). Karena alasan adanya wahyu yang bisa di minta turun inilah ijtihad Nabi
menurut pendapat yang mengingkarinya tidak bisa dibenarkan karena ijtihad hanya bernilai
zhann, sementara Nabis bisa mampu memperoleh yang qath’i dengan meminta turunya
wahyu. Hal ini tentu berbeda dengan ijtihad-ijtihad selain Nabi, karena mereka tak mampu
meminta datangnya kepastian tersebut (wahyu).
Doktrin kedua, kemaksuman Nabi banyak berpengaruh pada kemungkinan benar
dan salahnya hasil ijtihad Nabi. Jika Nabi ismah, maka mustahil beliau akan melakukan
kesalahan, ijtihad beliau pasti benar, baik dalam masalah dunia maupun masalah agama.
“Rasul Saw. tak pernah salah dalam melakukan ijtihad, beliau selalu benar dalam
ijtihadnya”, begitu di antaranya pendapat al-Baidawi dan al-Razi (al Zuhayli, 1998:1090-
91).“Yang benar, ijtihad Nabi Saw. tidak pernah salah. Karena derajat kenabian tak
membenarkan kesalahan ada dalam ijtihad Nabi”, demikian Ibn Sabki.
Selanjutnya, permasalahan dan perbedaan timbul ketika ternyata ada beberapa
ijtihad Nabi yang tidak sesuai dengan realita, kasarnya beliasu salah dalam melakukan
ijtihad. Melihat realita ini, pendapat jumhur ulama terasa lebih realistis ketika
membolehkan adanya kesalahan dalam ijtihad Nabi atas permasalah-permasalahan yang
tak dibimbing oleh wahyu.
Namun begitu, kesalahan yang mungkin terjadi dalam ijtihad Rasul tak berati
mencemarkan kesempurnaan dan mengurangi kemuliaan rasul, juga tak berarti ijma’ umat
lebih tinggi kedudukannya (perlu diingat, ijma’ umat tak mungkin salah) daripada ijtihad
Rasul, karena derajat kenabian (martabat al-nubuwwah) tak lebih rendah daripada umat.
Dan, juga, jika ada ijtihad rasul, maka ijma’ tak bisa dijadikan dalil mendahului nash.
Ijtihad rasul ada pada posisi nash.
“Iz hadastukum ‘an allahi syai’in fa khuzu bih, fa inni id ukadzdibu ala allahi.”
Dari Hadis ini maka bisa disimpulakan, ketika Nabi menjelaskan persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan agama, maka bisa dipastikan yang beliau katakan adalah benar meskipun

186 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
IJTIHAD RASUL SAW ... — [Makhmud Syafe’i]

ijtihadnya. Karena jika sampai terjadi kesalahan, maka akan datang wahyu yang
membenarkannya. Di sinilah derajat kenabian, nubuwwah dan kemaksuman menemukan
relevansinya.
Jadi, kemaksuman rasul tidak meliputi persoalan-persoalan duniawi yang tak
pernah diberitahukan sebelumnya oleh wahyu, semisal pengetahuan tentang huruf atau
tulis menulis, pertanian, ilmu matematika; juga dugaan-dugaan beliau mengenai persoalan-
persoalan tersebut (al Khaliq, 1997:142). Dimana adakalanya beliau berijtihad atau
berpendapat tentang masalah kedunian dan salah, kemudian datang wahyu mengoreksi
pendapat tersebut. Dan ada kalanya beliau salah berpendapat dalam maslah keduniann
wahyu tak datang membenarkannnya.

E. IJTIHAD-IJTIHAD NABI (Al Umri, 1987:83-116)


1. Ijtihad Nabi Dalam Masalah Keduniaan
Ketika rasul sampai di madinah beliau menjumpal penduduk yang sedang
melakukan penyerbukan pada pohon kurma. Rasul tampak kurang menyukai perbuatan
itu, lalu melarang mereka melakukan hal tersebut. Ternyata, buah kurma yang dihailkan
menjadi jelek tak memuaskan. Ketika itu rasul bertanya: “Beritahu aku, kenapa buahmu
menjadi seperti ini?” mereka menjawab: “Anda melarang kami melakukan
penyerbukan, sedangkan kualitas kurma bersumber dari situ”. Rasul bersabda: “Kalian
lebih tahu urusan duniamu dan aku lebih tau dengan urusan agamamu”.
Hadis ini menunjukan betapa sisi manusiawi Nabi tetap melekat. Dalam
syarhnya, Iman Namawi sepakat dengan Ibnu Khaldun yang mengatakan: “Dalam
urusan penghidupan, seperti kedokteran dan pertanian, Rasul Saw. Berpendapat
menurut pendapat orang-orang di sekitarnya, yang merupakan hasil dari eksperimen-
eksperimen dan kebiasaan (adat), tidak berasal dari wahyu” dalam peristiwa di atas,
tampak adanya ‘gagasan manusiawi’ Muhammad Saw. Mengenai kurma yang bisa saja
menimbulkan kesalahan. Hal ini mungkin dikarekanakan kondisi Nabi yang lahir dan
tumbuh di Makkah5, di mana penduduknya kurang mengenal ilmu cocok tanam kurma.
Ijtihad Nabi Saw. yang lain dapat terlihat dalam hadits berikut. Bukhari dan
muslim meriwaytkan dari Aisyah Ra, beliau berkata:
“Suatu ketika rasul saw meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy dan berada
bersamanya, lalu giliranku dan hafsah, maka ia bertanya pada Rasul Saw: “Tidak, tapi
saya minum madu bersama Zainab, saya tidak akan mengulanginya lagi, saya telah
berjanji padamu, maka jangan memberi tahu tentang hal ini” maka turunlah ayat: ”Hai
Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang allah menghalalkannnya bagimu, kamu
mencari kesengan hati isteri-istrimu dan allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian
untuk membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Mah
Mengetahui lagi Maha Penyayang”.
Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang
dari istri-istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan pada
(Aisyah) dan Allah memberitahukan (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada
Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagai (yang dicritakan Allah
kepadanya) dan menyebunyikan sebagian (yang diceritakan Allah kepadanya)dan
menyebunyikan sebegaian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala Muhammad
memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah), lalu Hafsah bertanya:
“Siapakah yang memberitahukan hal ini pada anda?” Nabi menjawab: Telah

5
Seperti ungkapan Ibrahim As, dalam penyebutanya terhadap Mekkah,.. bi wadin ghayri dzi zar’in...” (QS Ibrahim;37)

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 187
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 183 – 189

diberitahukan padaku Allah yang mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al Tahrim: 1-
diberitahukan padaku Allah yang mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Qs. Al Tahrim: 1-
3)
3)
Ketika Nabi menghadapi para permuka Quraisy dengan pengharapan agar
Ketika Nabi menghadapi para permuka Quraisy dengan pengharapan agar
mereka masuk Islam, datanglah Abdullah Ibnu Ummi maktum yang buta kepada Nabi.
mereka masuk Islam, datanglah Abdullah Ibnu Ummi maktum yang buta kepada Nabi.
Dia datang untung menanyakan beberapa ajaran Islam. Lalu Nabi bermuka masam dan
Dia datang untung menanyakan beberapa ajaran Islam. Lalu Nabi bermuka masam dan
berpaling darinya. Maka turunlah: “Dia (muhammad) bermuka masam dan berpaling.
berpaling darinya. Maka turunlah: “Dia (muhammad) bermuka masam dan berpaling.
Karena telah datang seorang buta kepadanya”. (Qs. 'Abasa: 1-2)
Karena telah datang seorang buta kepadanya”. (Qs. 'Abasa: 1-2)
2. Ijtihad Nabi dalam Strategi Perang
2. Ijtihad Nabi dalam Strategi Perang
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ibnu ‘abbasdari umar Ibnu al
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari ibnu ‘abbasdari umar Ibnu al
khattab, ia berkata:
khattab, ia berkata:
“Ketika terjadi penawanan pada perang Badar dan Umar berkata: “Bagaimana
“Ketika terjadi penawanan pada perang Badar dan Umar berkata: “Bagaimana
pendapat kalian tentang para tawanan perang Badar tersebur?” Abu Bakar menjawab:
pendapat kalian tentang para tawanan perang Badar tersebur?” Abu Bakar menjawab:
“Wahai Rasulullah, mereka adalah anak keturunan paman dan kerabat (mu). Menurut
“Wahai Rasulullah, mereka adalah anak keturunan paman dan kerabat (mu). Menurut
saya, kita mengambil tebusan saja dari merka, agar kita bisa memperkuat kedudukan
saya, kita mengambil tebusan saja dari merka, agar kita bisa memperkuat kedudukan
kita atas orang-orang kafir, dan semoga allah menunjukan Islam pada mereka”. Lalu
kita atas orang-orang kafir, dan semoga allah menunjukan Islam pada mereka”. Lalu
Rasul bertanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai ibnu al-Khattab?” ‘Umar menjawab:
Rasul bertanya: “Bagaimana pendapatmu, wahai ibnu al-Khattab?” ‘Umar menjawab:
“Tidak demi Allah, saya tidak sependapat dengan Abu Bakar. Menurut saya , jika
“Tidak demi Allah, saya tidak sependapat dengan Abu Bakar. Menurut saya , jika
engkau memungkinan maka kita ‘pukul leher-leher mereka’, mereka adalah para
engkau memungkinan maka kita ‘pukul leher-leher mereka’, mereka adalah para
pemimpin dan pendukung kaum kafir” Maka Rasul lebih mengunggulkan pendapat Abu
pemimpin dan pendukung kaum kafir” Maka Rasul lebih mengunggulkan pendapat Abu
Bakar, dari pendapatku. Keesokannya, aku mendatangi Rasul dan Abu Bakar yang
Bakar, dari pendapatku. Keesokannya, aku mendatangi Rasul dan Abu Bakar yang
sedang duduk sambil mngis. Aku berkata: “Wahai Rasullullah, beritahu padaku apa
sedang duduk sambil mngis. Aku berkata: “Wahai Rasullullah, beritahu padaku apa
yang membuat anda dan sahabat anda menangis? Jika tidak apa penyebabkan engkau
yang membuat anda dan sahabat anda menangis? Jika tidak apa penyebabkan engkau
menangis?” Rasulullah berkata: “Saya menagis, karena saya telah menganjurkan pada
menangis?” Rasulullah berkata: “Saya menagis, karena saya telah menganjurkan pada
sahabatku untuk mengambil tebusan dari para tawanan itu, telah tampak bagiku siksa
sahabatku untuk mengambil tebusan dari para tawanan itu, telah tampak bagiku siksa
mereka lebih dekat dari pohon ini”. Maka turunlah ayat: “Tidak selayaknya bagi
mereka lebih dekat dari pohon ini”. Maka turunlah ayat: “Tidak selayaknya bagi
seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka
seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka
bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia, sedangkan Allah menghendaki (pahala)
bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia, sedangkan Allah menghendaki (pahala)
akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al Anfal:67)
akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs. Al Anfal:67)
Ibnu Hisyam berkata bahwa telah dikatakan: “Salman al-Farisi yang
Ibnu Hisyam berkata bahwa telah dikatakan: “Salman al-Farisi yang
berkebangsaan Persia mengusulkan pada Nabi untuk menggali parit. Ia berkata: “Di
berkebangsaan Persia mengusulkan pada Nabi untuk menggali parit. Ia berkata: “Di
Persia, jika kita terkepung, maka kita akan masuk kedalam parit.” Kemudian, Rasul
Persia, jika kita terkepung, maka kita akan masuk kedalam parit.” Kemudian, Rasul
memerintahkan penggalian parit di sekeliling Madinah, dan beliau ikut serta dalam
memerintahkan penggalian parit di sekeliling Madinah, dan beliau ikut serta dalam
penggalian sebagai support kaum muslimin. Mereka pun berhasil menuntaskan
penggalian sebagai support kaum muslimin. Mereka pun berhasil menuntaskan
perkerjaan tersebut sebeum kaum musyrikin tiba.”
perkerjaan tersebut sebeum kaum musyrikin tiba.”
Sebagaian orang-orang munafik meminta izin pada Nabi Saw. agar
Sebagaian orang-orang munafik meminta izin pada Nabi Saw. agar
diperbolehkan tidak mengikuti Perang Tabuk66 dan Nabi mengizinkan mereka, walaupun
diperbolehkan tidak mengikuti Perang Tabuk dan Nabi mengizinkan mereka, walaupun
alasan yang mereka ajukan lemah. Maka turunlah ayat: “Kalau yang kamu serukan
alasan yang mereka ajukan lemah. Maka turunlah ayat: “Kalau yang kamu serukan
pada mereka adalah keuntungan yang mudah di peroleh dan perjalanan yang tidak
pada mereka adalah keuntungan yang mudah di peroleh dan perjalanan yang tidak
seberapa jauh pastilah mereka mengikutimu. Tapi, tempat yang dituju itu amat jauh
seberapa jauh pastilah mereka mengikutimu. Tapi, tempat yang dituju itu amat jauh
terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan nama Allah ‘jikalau kami sanggup
terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan nama Allah ‘jikalau kami sanggup
tentulah kami benrgkat bersama-sama’, mereka mebinaasakan diri mereka sendiri dan
tentulah kami benrgkat bersama-sama’, mereka mebinaasakan diri mereka sendiri dan
allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang
allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang
berdusta” (QS. Al-Taubah [9]: 42).
berdusta” (QS. Al-Taubah [9]: 42).

6
6 Dikenal juga dengan Perang Al-Usr, terkenal dengan cuacanya yang sangat panas dan penuh dengan rintangan terjadi
Dikenal
pada bulanjuga dengan
rajab, tahunPerang
9 H. Al-Usr, terkenal dengan cuacanya yang sangat panas dan penuh dengan rintangan terjadi
pada bulan rajab, tahun 9 H.

188 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
IJTIHAD RASUL SAW ... — [Makhmud Syafe’i]

REFERENSI

Al-khaliq, A. (1997). Hujjiyah al- Sunnah. Manshurah: dar al-wafa’.


Al-Razi, A.Q., (1992), Mukhtar al-Shihah. Lebanon: Maktabah Lubnan.
Al-Umri N.S. (1987). Ijtihad Al-rasul. Beirut: Muassasah al- Risalah.
Al-Zuhayli, W. (1998). Usul al-Fiqh al-Islami. Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir.
Encyclopedia Britannica (CD vers.), entri ijtihad.
Haikal, M.H. (2000). Hayat Muhammad Shallallahi, ‘Alaihi wa sallam. Cairo: Dar al-
Ma’arif
Jayb, S.A. (1998). Al-Qamus Al-Fiqhi Lughatan wa Isthilahan. Damaskus-Syaria: Dar al-
Fikr
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, entri ijtihad.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 189
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA
PENDIDIKAN
SEKOLAH KARAKTER
MENENGAH ANTI KEKERASAN
ATAS MELALUI PADA PROGRAM
OPTIMALISASI SISWA
SEKOLAH MENENGAH
KEGIATAN ATAS MELALUI
PENDIDIKAN AGAMA OPTIMALISASI PROGRAM
ISLAM DI SEKOLAH
KEGIATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH
Mokh. Iman Firmansyah
Mokh. Iman
Universitas Firmansyah
Pendidikan Indonesia
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: mokhiman.712@upi.edu
Email: mokhiman.712@upi.edu
ABSTRACT
ABSTRACT
This article results from my research on the phenomena of violence cases committed by Senior
This article
High Schoolresults from
Students in my researchOne
Indonesia. on of
thethose
phenomena
violencesof isviolence
tawurancases committed
(in group by among
fighting Senior
High School Students in Indonesia. One of those violences is tawuran (in group
students). Many cases of tawuran happening today have existed long years ago and every year it fighting among
students).between
happens Many cases of tawuran
two schools. Thishappening
phenomenon todaymust
havequickly
existedbe long yearsbyago
solved and every
taking year it
a preventive
happensthrough
action betweenoptimatization
two schools. of Thisthephenomenon must Religious
role of Islamic quickly beEducation
solved by (Pendidikan
taking a preventive
Agama
action through
Islam/PAI) in theoptimatization of the rolevalues
process of internalizing of Islamic ReligiousThe
to the students. Education (Pendidikan
optimatization of the Agama
role of
can beinconducted
Islam/PAI)
PAI the processinofthree
internalizing values
forms, i.e. to the students.
intracurricular The extracurricular
activity, optimatization of the roleand
activity, of
PAI can
school be conducted
cultivation. In theinform
threeofforms, i.e. intracurricular
intracurricular activity,
activity, teacher extracurricular
of PAI should use activity, and
an approach
school
that cultivation.
regards studentInasthe form ofwho
a subject intracurricular
can constructactivity, teacher
his/her of PAIattitude,
knowledge, should useand an approach
behaviours.
Through extracurricular activity, a mentor can optimalize students’ religious potencies and
that regards student as a subject who can construct his/her knowledge, attitude, and behaviours.
School can alsoactivity,
Through extracurricular
passions. take some a mentor
policy can optimalize
programs that canstudents’
pave areligious
way in thepotencies
processand
of
passions. School
internalizing canvalues,
Islamic also take somecultivation
as school policy programs
process. that can pave a way in the process of
internalizing Islamic values, as school cultivation process.
Keyword: Character Education, Anti- violence, Senior High School Student
Keyword: Character Education, Anti- violence, Senior High School Student
ABSTRAK
ABSTRAK
Artikel ini merupakan hasil telaah terhadap fenomena-fenomena kasus kekerasan yang dilakukan
ArtikelSMA
siswa ini merupakan
di Indonesia.hasil telaah
Salah satuterhadap fenomena-fenomena
bentuk kekerasan kasus kekerasan
itu adalah tawuran. yang dari
Tidak sedikit dilakukan
kasus
siswa SMA
tawuran yang di terjadi
Indonesia. Salah
selama ini satu
telahbentuk
terjadikekerasan itu adalah tawuran.
selama bertahun-tahun Tidaktahun
dan setiap sedikitrutin
dariterjadi
kasus
tawuran yang terjadi selama ini telah terjadi selama bertahun-tahun dan setiap
antar dua sekolah. Fenomena ini harus segera diselesaikan dengan upaya preventif melalui tahun rutin terjadi
antar dua sekolah.
optimalisasi Fenomena ini
peran pembelajaran harus segera
pendidikan Agamadiselesaikan
Islam (PAI) dengan upaya preventif melalui
dalam menginternalisasikan nilai-
optimalisasi
nilai kepada peran
siswa.pembelajaran
Optimalisasi pendidikan
peran PAI Agama
ini dapatIslam (PAI) dalam menginternalisasikan
dilakukan tiga bentuk kegiatan yakninilai-
nilai kepada
kegiatan intrasiswa. Optimalisasi
kurikuler, peran PAI
ektra kurikuler, danini dapat dilakukan
pembudayaan dalam
sekolah. tiga bentuk intra
Dalam kegiatan yakni
kurikuler,
kegiatan
guru PAIintra
haruskurikuler, ektrapendekatan
melakukan kurikuler, danyangpembudayaan
berbasis padasekolah.
siswa Dalam
sebagaibentuk
subjekintra
yangkurikuler,
mampu
guru PAI harus sendiri
mengkontruksi melakukan pendekatansikap,
pengetahuan, yang berbasis pada siswa sebagai
dan perilaku-perilaku. subjek
Melalui yang mampu
kegiatan ekstra
mengkontruksi
kurikuler, pembina dapat mengotimalkan bakat dan peminatan keagamaan siswa. Sekolahekstra
sendiri pengetahuan, sikap, dan perilaku-perilaku. Melalui kegiatan pun
kurikuler,
dapat pembina dapat
mengeluarkan mengotimalkan
program-program bakat dan
kebijakan yangpeminatan keagamaan siswa.
dapat memperlancar proses Sekolah pun
internalisasi
dapat mengeluarkan
nilai-nilai Islami yakniprogram-program
dengan pembudayaan kebijakan yang dapat memperlancar proses internalisasi
sekolah.
nilai-nilai Islami yakni dengan pembudayaan sekolah.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Anti kekerasan, Siswa SMA
Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Anti kekerasan, Siswa SMA

A. PENDAHULUAN
A. Frekuensi
PENDAHULUAN kasus kekerasan di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
Frekuensi kasus kekerasan
semakin tinggi. Tawuran di kalangan
antar pelajar siswasatu
baik di dalam Sekolah
sekolahMenengah Atas sekolah
maupun antar (SMA)
tinggi. Pelaku
semakin tinggi. Tawuran antar pun
tawuran pelajar baik
tidak lagidididominasi
dalam satulaki-laki;
sekolah pelajar
maupunperempuan
antar sekolah
pun
semakin
tidak tinggi.
sedikit yangPelaku tawuran pun tidak lagi didominasi laki-laki; pelajar perempuan pun
terlibat.
tidak sedikit
Dalamyang terlibat.
laman www.harnas.com (2015) terdapat data dari klaster (pengelompokan
kasus) Dalam
dalam laman pendidikan (2015)
www.harnas.com
lingkungan dari KPAIterdapat dataanak
untuk dari korban
klaster (pengelompokan
tawuran pelajar
kasus) dalam lingkungan pendidikan dari KPAI untuk anak korban tawuran pelajar

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 191
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 191 – 195

menunjukkan, pada 2011 terdapat 20 kasus, 2012 terdapat 49 kasus, 2013 terdapat 52
kasus, 2014 terdapat 113 kasus, 2015 ada 37 kasus.
Anak pelaku tawuran pelajar, pada 2011 terdapat 64 kasus, 2012 ada 82 kasus,
2013 ada 71 kasus, 2014 terdapat 46 kasus, dan 2015 terdapat 62 kasus. Bila melihat data
tersebut, ada kemungkinan untuk terus bertambah pada 2015.
Anak korban kekerasan sekolah yang menerima kekerasan fisik dan psikologi, pada
2011 terdapat 56 kasus, 2012 terdapat 130 kasus, 2013 terdapat 96 kasus, 2014 terdapat
159 kasus, dan 2015 ada 55 kasus.
Anak pelaku kekerasan di sekolah yang terdata KPAI, pada 2011 ada 48 kasus,
2012 ada 66 kasus, 2013 terdapat 63 kasus, 2014 ada 67 kasus, dan 2015 sampai saat ini
baru 39 kasus.
Dari data itu, seolah-olah terjadi peniruan perilaku negatif dari tahun-tahun.
Terdapat paradigma yang negatif dari beberapa siswa bahwa tidak disebut hebat apabila
tidak ikut terlibat dalam tawuran.
Peniruan-peniruan tersebut adalah bentuk imitasi perilaku negatif dari generasi ke
generasi. Teori imitasi ini dikemukakan Thomas Lickona dimana terdapat pandangan
umum masyarakat dimana setiap orang telah menyimpangkan sistem yang berlaku maka
menjadi orang bodoh apabila tidak mengikuti perilaku tersebut. Artikel ini menelaah
fenomena-fenomena kekerasan yang dilakukan siswa SMA dianalisis dengan teori imitasi
perilaku Thomas Lickona dan teori proposisi kejahatan dari Edwin H. Sutherland.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Kajiannya lebih memfokuskan pada kajian pustaka. Teori yang kaji adalah teori imitasi
perilaku menurut Thomas Lickona dan teori proposisi kejahatan dari Edwin H. Sutherland.
Kedua teori ini digunakan sebagai pisau analisis fenomena-fenomena kekerasan yang
terjadi pada siswa SMA. Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan
laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir, 1988:
111).

C. PEMBAHASAN
1. Pembahasan tentang Karakter
Secara etimologis karakter berasal dari bahasa Yunani yakni karasso yang
berarti cetak biru, format dasar, sidik seperti dalam sidik jari. Dalam bahasa Arab,
karakter disebut akhlak atau tabi’at (Maksudin, 2013: 1). Sedangkan secara terminologis
terdapat beberapa pengertian tentang karakter. Samani dan Hariyanto (2013: 41)
mengemukakan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Tafsir (2010) mengemukakan istilah karakter sama dengan istilah akhlak dalam
Islam. Dalam pandangan Islam akhlak itu adalah pengetahuan, sikap yang sesuai
dengan pengetahuan itu, dan perilaku yang sesuai dengan pengetahuan dan sikap itu.
Dengan demikian pendidikan karakter itu memiliki esensi dan makna sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak (Fathurrohman, et.al., 2013: 15).
Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter memiliki
pengertian sebagai berikut: Pertama, karakter merupakan akhlak yang nampak pada diri
seseorang yang merupakan implementasi kesesuaian antara pengetahuan dan sikap.
Kedua, karakter merupakan akhlak yang memiliki kaitan hubungan manusia sebagai
hamba, pribadi, sosial, dan bagian dari alam.

192 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA ... — [Mokh. Iman Firmansyah]

2. Karakter membutuhkan Proses Pendidikan


Akar dari membutuhkan
2. Karakter semua tindakanProses yang Pendidikan
jahat dan buruk, tindakan kejahatan, terletak
pada hilangnya karakter. Karakter adalah sandangan fundamental yang memberikan
2. Akar
kemampuanKarakter dari membutuhkan
kepada
semua tindakanProses
populasi manusia
yang jahat
untuk
dan buruk,
Pendidikan
hidup bersama
tindakan kejahatan,
dalam kedamaian.
terletak
Oleh
pada hilangnya
Akar dari karakter.
semua Karakter yang
tindakan adalah sandangan
jahat dan buruk,fundamental
tindakan yang memberikan
kejahatan, terletak
karena itu, penting
kemampuan kepada melakukan
populasi pendidikan
manusia karakter.
untuk hidup bersama dalam yang kedamaian. Oleh
pada hilangnya
Menurut karakter.
Helen Karakter
G. Douglas adalah sandangan
dikutip Samani fundamental
dan Hariyanto memberikan
(2013: 41)
karena
kemampuan itu, penting
kepada melakukan
populasi pendidikan
manusia karakter.
untuk hidup bersama dalam kedamaian. Oleh
menyebutkan
Menurut bahwa karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun (2013:secara
karena itu,
berkesinambunganpentingHelen melakukan
hari
G. Douglas
demi pendidikan
hari melalui
dikutip
karakter.
pikiran
Samani
dan
dan Hariyanto
perbuatan, pikiran demi
41)
pikiran,
menyebutkan
Menurut bahwa Helen karakter
G. tidak diwariskan,
Douglas dikutip tetapi sesuatu
Samani dan yang dibangun
Hariyanto (2013: secara
41)
tindakan demi tindakan.
berkesinambungan hari Sama
demi harihalnya
melalui dengan
pikiran penegasan
dan Maksudin
perbuatan, pikiran (2013:
demi 6)pikiran,
bahwa
menyebutkan
karakter demi bahwa
tidak tindakan. karakter
terjadi secara tidak
tiba-tiba, diwariskan,
akan tetapi tetapi sesuatu
membutuhkan yang dibangun
proses. Proses secara
yang
tindakan
berkesinambungan hari Samahari
demi halnya
melalui dengan
pikiran penegasan
dan Maksudin
perbuatan, pikiran(2013:
demi 6) pikiran,
bahwa
dimaksudtidak
karakter adalah upayasecara pembinaan melalui pendidikan karakter. proses. Proses yang
demi terjadi
tindakanPendidikan tindakan.
karakterSama tiba-tiba,
halnya akan
merupakan dengan tetapi
upaya
membutuhkan
penegasan
pendidikan Maksudinyang (2013:diarahkan 6) bahwa
untuk
dimaksud
karakter adalah
tidak upaya
terjadi pembinaan
secara melalui
tiba-tiba, akan pendidikan
tetapi karakter.
membutuhkan proses. Proses yang
menanamkan
Pendidikan dan mengembangkan
karakter merupakan nilai-nilai
upaya yang menggambarkan
pendidikan yang diarahkankarakter bangsa.
untuk
dimaksud adalah
Karena itu pembelajarannya upaya pembinaandiarahkan melalui pendidikan
untuk membawa karakter.
mahasiswa kepada pengenalan
menanamkanPendidikan dan mengembangkan
karakter merupakan nilai-nilai
upaya yang menggambarkan
pendidikan karakter
yangke diarahkan bangsa.
untuk
nilai
Karena secara kognitif,
itu pembelajarannya penghayatan diarahkan nilai secara afektif,
untuk membawa dan akhirnya
mahasiswa kepada pengamalan
pengenalan nilai
menanamkan
secara nyata. dan mengembangkan
Untuk penghayatan
sampai kepada nilai-nilai yang menggambarkan karakter bangsa.
nilai
Karena secara kognitif,
itu pembelajarannya diarahkannilaipengamalan
secara afektif,
untuk membawa
praktis, perlu adanya
danmahasiswa
akhirnya kekepada satu peristiwa
pengamalan
pengenalannilai
batin
secara yang amat
nyata.kognitif, penting
Untuk penghayatan yang
sampai kepada harus terjadi dalam diri mahasiswa, yaitu munculnya
nilai secara
keinginan yang pentingsangat yang kuat harus nilaipengamalan
(tekad) secara
untukdalam
praktis,
afektif,
mengamalkan
perlu adanya
dan akhirnya nilai.
satu peristiwa
ke pengamalan
Langkah nilai
untuk
batin
secara yang amat
nyata. Untuk sampai terjadi
kepada pengamalan diri
praktis, mahasiswa, yaitu munculnya
membimbing
keinginan yang mahasiswa
sangat kuat membulatkan tekad
(tekad)terjadiuntukdalam disebut perlu
inimengamalkan langkah adanya
nilai.konatif.satuJadi
Langkah
peristiwa
dalam
untuk
batin yang amat
pendidikan karakter, penting yang
urut-urutan harus
langkah yanginiharus diri mahasiswa,
terjadi ialah konatif.yaitu
langkah Jadi munculnya
pengenalan
membimbing
keinginan mahasiswa
yang sangatlangkahmembulatkan
(tekad) tekad
kuat memahami untuk disebut
mengamalkan langkah nilai.secaraLangkah dalam
untuk
nilai secara
pendidikan kognitif,
karakter, urut-urutan langkah dan
yang menghayati
harus terjadi nilai
ialah langkah afektif,
pengenalan dan
membimbing
langkah mahasiswa
pembentukkan membulatkan
tekad secara tekad
konatif. ini disebut langkah konatif. Jadi dalam
nilai secara
pendidikan kognitif,urut-urutan
karakter, langkah memahami
langkah danDengan
yang menghayati
harus
demikian,
terjadi
pembinaan
nilai langkah
ialah secara afektif, karakter
pengenalan dan
pada
langkah dasarnya adalah
pembentukkan membimbing
tekad secara mahasiswa
konatif. untuk
Dengan secara sukarela
demikian, mengikatkan
pembinaan karakterdiri
pada dasarnya
nilai
pada nilai atau adalah
secara “voluntary
kognitif, langkah memahami
personal commitment
membimbing mahasiswa
dan menghayati
to values”.
untuk secara
nilai
sukarela
secara afektif,
mengikatkan
dan
diri
langkah pembentukkan tekad secara konatif. Dengan demikian, pembinaan karakter
pada
pada nilai
3. dasarnyaatau “voluntary
Filosofiadalah Urgensi personal commitment
Pembinaanmahasiswa
membimbing Karakter pada to values”.
untuk Siswa
secaraSMA sukarela mengikatkan diri
pada Secara
3. nilai filosofis,
atau “voluntary
Filosofi pendidikan
Urgensi Pembinaan karakter
personal commitment
Karakter pada yang diharapkan
to values”.
Siswa SMA Kementerian Pendidikan
Nasional (2010: 9) adalah:
3. Secara
Filosofi
a.(2010:
filosofis,
Urgensi pendidikan
Mengembangkan Pembinaan karakter
potensi kalbu/Karakter yang
nurani/pada diharapkan
Siswa
afektif SMA
peserta
Kementerian Pendidikan
didik sebagai manusia
Nasional Secara 9) adalah:
filosofis, pendidikan karakter yang diharapkan Kementerian Pendidikan
dan
a. (2010: warganegara
Mengembangkan yang memiliki nilai-nilai budaya
potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik sebagai dan karakter bangsa; manusia
Nasional b. dan 9)
Mengembangkan adalah: kebiasaan dan perilakubudaya peserta didik yang terpuji dan
warganegara
a. Mengembangkan yang memiliki
potensi kalbu/ nilai-nilai
nurani/ afektifbudaya dan karakter
pesertabangsa
didik sebagaibangsa; manusia
sejalan dengan nilai-nilai
b. Mengembangkan kebiasaan universal
dan dan tradisi
perilaku peserta didik yangyangterpuji
religius;dan
dan
c. sejalan warganegara
Menanamkan jiwayang memiliki nilai-nilai
kepemimpinan dan tradisibudayajawab
tanggung dan karakter
peserta bangsa;
didik sebagai
b. Mengembangkan dengan nilai-nilai universal dan budaya
kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan bangsa yang religius;
generasi penerus
c. Menanamkan jiwa bangsa;
kepemimpinan dan
sejalan
d. generasi dengan nilai-nilai
Mengembangkan kemampuan universal dan tanggung
peserta tradisi
didik
jawab
budaya
menjadi
peserta
bangsa
manusia
didik
yang
yang
sebagai
religius;
mandiri,
c. Menanamkan penerus jiwabangsa;
kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai
kreatif, berwawasan
d. Mengembangkan kebangsaan;
kemampuan dan
peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
generasi
e. kreatif,
Mengembangkan penerus bangsa;lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar
d. Mengembangkan berwawasan kebangsaan;
kemampuan dan didik
peserta menjadi manusia
yang aman, jujur,lingkungan
e. Mengembangkan penuh kreativitas
kehidupan dan persahabatan,
sekolah sebagai sertayang
lingkungandenganmandiri,
rasa
belajar
kreatif,
kebangsaan berwawasan
yang kebangsaan;
tinggi dan penuh dankekuatan (dignity).
e. yang aman, jujur,lingkungan
Mengembangkan penuh kreativitas
kehidupan dansekolah
persahabatan, serta dengan
sebagai lingkungan rasa
belajar
kebangsaan
yang aman, yang tinggi
jujur, yang dan
penuhHarus penuh
kreativitas kekuatan (dignity).
dan persahabatan, serta dengan rasa
4. Nilai-Nilai Karakter Ditanamkan pada Siswa SMA
kebangsaan
Terdapat yang tinggi
18Karakter
nilai-nilai dan penuh
karakter yang kekuatan
digariskan(dignity).
pemerintah
4. Nilai-Nilai yang Harus Ditanamkan pada Siswa yang SMAharus dimiliki
siswa yakni:
Terdapat (1) Religius,
18Karakter (2)
nilai-nilaiyang Jujur,
karakter (3)
yang Toleransi, (4) Disiplin,
digariskan pemerintah (5)
yang Kerja
haruskeras,
dimiliki(6)
4.
Kreatif, Nilai-Nilai
(7) Mandiri, (8) Demokratis, Harus Ditanamkan
(9) Toleransi,
Rasa ingin(4) pada
tahu, Siswa
(10) Semangat SMA kebangsaan,
siswa yakni:
Terdapat (1) 18 Religius,
nilai-nilai (2)karakter
Jujur, (3) yang digariskan Disiplin,
pemerintah (5)
yang Kerja
harus keras, (6)
dimiliki
(11) Cinta
Kreatif, (7) tanah
Mandiri, air, (12)
(8) Menghargai
Demokratis, prestasi,
(9) Rasa (13)
ingin Bersahabat/komunikatif,
tahu, (10) Semangat (14)
kebangsaan,Cinta
siswa
damai, yakni:
(15)tanah (1) Religius,
Gemar (2) (16)
Jujur, (3) Toleransi, (4)(17)Disiplin,
Peduli (5) Kerja keras, (6)
(11) Cinta
Kreatif, (7) Mandiri,air, membaca,
(12)
(8) Menghargai
Demokratis,
Peduli
(9)
lingkungan,
prestasi,
Rasa (13)
ingin Bersahabat/komunikatif,
tahu, (10)
sosial,
Semangat
dan danCinta
(14)
kebangsaan,
(18)
Tanggung
damai, (15)jawabGemar (Kementerian(16) Pendidikan Nasional, 2010).
(11) Cinta tanah air,membaca,
(12) Menghargai Peduli lingkungan,
prestasi, (17) Peduli sosial, dan(14)
(13) Bersahabat/komunikatif, danCinta
(18)
Tanggung
damai, (15)jawab Gemar (Kementerian
membaca, (16) Pendidikan
Peduli Nasional,
lingkungan, 2010).
(17) Peduli sosial, dan dan (18)
Tanggung jawab (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 193
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 191 – 195

5. Analisis Teori Proposisi Proses Terjadinya Kejahatan dan Teori Imitasi


Perilaku Negatif Thomas Lickona
Perilaku tawuran dan perpeloncoan terjadi rutin setiap tahun. Dua SMA di
Jakarta selama puluhan tahun terlibat tawuran. Jarak kedua sekolah tersebut tidaklah
jauh (hanya 200 meter). Berbagai upaya dari pihak kepolisian sudah dilakukan namun
tetap saja tawuran terus terjadi (http://jurnalsrigunting.wordpress.com, Oktober 2012).
Dalam jurnal tersebut terdapat analisis dari Edwin H. Sutherland yang
menjelaskan sembilan proposisi proses terjadinya kejahatan, yang terdiri atas:
Pertama, Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari. Secara negatif
berarti perilaku itu tidak diwariskan. Kedua, Perilaku kejahatan dipelajari dalam
interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Ketiga, Bagian terpenting
dalam proses mempelajari perilaku kejahatan terjadi dalam kelompok personal yang
intim. Keempat, Ketika perilaku kejahatan terjadi maka seseorang itu termasuk telah
mempelajari teknik dan motif melakukan kejahatan. Kelima, Arah dan motif dorongan
itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum. Keenam, Seseorang
menjadi delinkuen (berperilaku negatif/jahat sebagai pergolakan mental yang labil)
karena ekses pola-pola pikir yang lebih melihat aturan hukum sebagai pemberi peluang
melakukan kejahatan daripada melihat hukum sebagai sesuatu yang harus dipatuhi dan
ditaati. Ketujuh, Asosiasi diferensial bervariasi dalam frekuensi, durasi, prioritas serta
intetitasnya. Kedelapan, Proses mempelajari perilaku jahat diperoleh melalui hubungan
dengan pola-pola kejahatan dan mekanisme yang lazim terjadi. Kesembilan, Sementara
perilaku jahat merupakan ekspresi dari kebutuhan nilai umum, namun tidak dijelaskan
bahwa perilaku yang bukan jahat pun merupakan ekspresi.
Kesembilan proposisi Sutherland tersebut memiliki persinggungan dengan teori
imitasi perilaku Thomas Lickona. Lickona (2010) mengemukakan pandangan umum
masyarakat dimana setiap orang telah menyimpangkan sistem yang berlaku maka
menjadi orang bodoh apabila tidak mengikuti perilaku tersebut.
“Pewarisan” tawuran antar pelajar yang terjadi secara rutin dapat mengakibatkan
ekses negatif bagi siswa lain sebagai generasi selanjutnya. Sebutan tidak “tenggang
rasa” teman dan demi membela “sekolahnya” mereka dengungkan ketika terlibat dalam
suatu tawuran. Mereka telah menjadi bagian dari sistem kekerasan tersebut.
Dalam upaya menangkal ini, tentu berbagai upaya penting dilaksanakan,
termasuk pendekatan agama. Lickona (2010) mengemukakan semakin religius
seseorang, semakin kurang ketertarikan mereka untuk terlibat dalam perilaku moral
yang masih diragukan kebenarannya, dan semakin muda seseorang, semakin tinggi
ketertarikan mereka untuk mengetahui dan mencoba perilaku moral yang sebenarnya
masih diragukan kebenarannya.
Secara psikologi agama, siswa SMA berada pada masa keragu-raguan (skeptis).
Sekolah merupakan lembaga penting bagi siswa untuk meyakinkan siswa dalam
penghayatan ruhaniahnya sehingga siswa tidak terlibat dalam perilaku-perilaku
kekerasan. Di sinilah peran mata pelajaran pendidikan agama Islam di sekolah wajib
dioptimalkan.
6. Pendidikan Karakter Siswa SMA dengan Optimalisasi Internalisasi Nilai
Agama Islam
Terdapat tiga bentuk kegiatan penting berkaitan dengan pendidikan karakter
siswa SMA melalui optimalisasi internalisasi nilai agama Islam di sekolah. Ketiga
bentuk itu adalah intra kurikuler, ekstra kurikuler, dan pembudayaan.
Pertama, pada kegiatan intra kurikuler, guru pendidikan agama Islam (PAI)
harus mengubah paradigma pembelajarannya dari pendekatan yang berpusat pada guru

194 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KEKERASAN PADA SISWA ... — [Mokh. Iman Firmansyah]

(teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student centered). Kini pendekatan itu
lebih dikenal dengan sebutan student centered learning (SCL). Dalam mempraktikkan
pendekatan SCL ini harus didukung dengan strategi inquiry learning/discovery
learning. Pada strategi ini masalah-masalah siswa dapat diteliti oleh diri siswa itu
sendiri dari mulai akar penyebabnya sampai tahapan-tahapan pemecahannya. Hasil itu
kemudian dikonfirmasikan kepada nilai-nilai Islami melalui dalil-dalil wahyu. Temuan
ilmiah oleh siswa dan disempurnakan dengan nilai-nilai kewahyuan itu pada gilirannya
dapat menimbulkan pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif.
Kedua, dalam kegiatan ekstra kurikuler di sekolah yang berkaitan
pengembangan bakat dan peminatan keagamaan siswa.
Ketiga, dalam kegiatan pembudayaan, sekolah dapat mengeluarkan kebijakan-
kebijakan yang dapat membiasakan siswa memiliki karakter yang baik dengan
pendekatan keagamaan. Bentuk kegiatan tersebut dapat berupa tadarus Quran dalam
memulai pembelajaran, dan lain sebagainya.

D. KESIMPULAN
Perilaku kekerasan dalam bentuk tawuran yang dilakukan para siswa SMA
dilakukan secara turun temurun. Perilaku tersebut merupakan imitasi dari siswa-siswa
sebelumnya. Pewarisan ini harus segera dihentikan dengan penegakan aturan yang jelas
dan tegas. Di samping itu upaya preventif melalui optimalisasi pendidikan agama Islam di
sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan intra kurikuler, ekstra kurikuler, dan
pembudayaan sekolah. Sehingga demikian, aksi kekerasan dalam bentuk tawuran dapat
diminimalisir.

REFERENSI
Kementerian Pendidikan Nasional (2010), Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran
Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter
Bangsa, Jakarta: Pusat Kurikulum.
Lickona, Thomas, (2010), Education for Character (Mendidik untuk Membentuk
Karakter), Cetakan-2, Jakarta: Bumi Aksara.
Maksudin, (2013), Pendidikan Karakter Non-Dikotomik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nazir, Mohammad, 1988, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pathurrohman, Pupuh, et.al., (2013), Pengembangan Pendidikan Karakter, Bandung:
Refika Aditama.
Samani, Muchlas dan Hariyanto, (2013), Konsep dan Model Pendidikan Karakter,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad, (2010), Makalah: Pendidikan Karakter Berbasis Agama, Workshop
Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Agama, Yogyakarta 08-10 April 2010.
http://jurnalsrigunting.wordpress.com, Pelajar Tawuran (Lagi), Oktober 2012, Diakses 26
September 2016.
http://www.harnas.co/2015/09/22/di-balik-marak-kekerasan-di-sekolah, Diakses 26
September 2016.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 195
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK
PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK
Mualimin
Mualimin
Universitas Lampung
Universitas Lampung
Email: saudinsaudin@yahoo.co.id
Email: saudinsaudin@yahoo.co.id

ABSTRACT
ABSTRACT
Prosocial behavior is important to pay attention and make improvement since there are many cases
Prosocial behavior is important to pay attention and make improvement since there are many cases
occuring in the field of education show that prosocial behavior of students is low. Therefore, it
occuring in the field of education show that prosocial behavior of students is low. Therefore, it
must be made various efforts in shaping the prosocial behavior of students. The formulation of the
must be made various efforts in shaping the prosocial behavior of students. The formulation of the
problem in this research is how is the effort to establish the prosocial behavior of students?, so, the
problem in this research is how is the effort to establish the prosocial behavior of students?, so, the
purpose of the study is to find some efforts in the formation of prosocial behavior of students. This
purpose of the study is to find some efforts in the formation of prosocial behavior of students. This
research uses library research with qualitative approach and inductive data analysis. The results of
research uses library research with qualitative approach and inductive data analysis. The results of
the study is to establish the prosocial behavior of students, things to do are: (1) increasing the
the study is to establish the prosocial behavior of students, things to do are: (1) increasing the
intelligence quotient (IQ) students, (2) improving emotional intelligence (EQ) students, and (3)
intelligence quotient (IQ) students, (2) improving emotional intelligence (EQ) students, and (3)
improving spiritual intelligence (SQ) students. By increasing IQ, EQ and SQ students, the efforts to
improving spiritual intelligence (SQ) students. By increasing IQ, EQ and SQ students, the efforts to
establish the prosocial behavior of students will be more effective and efficient.
establish the prosocial behavior of students will be more effective and efficient.
Keyword: Formation, Behavior, Prosocial, Students
Keyword: Formation, Behavior, Prosocial, Students
ABSTRAK
ABSTRAK
Perilaku prososial penting untuk mendapat perhatian dan pembenahan mengingat banyak kasus
Perilaku prososial penting untuk mendapat perhatian dan pembenahan mengingat banyak kasus
yang terjadi dalam dunia pendidikan menunjukkan perilaku prososial peserta didik yang rendah.
yang terjadi dalam dunia pendidikan menunjukkan perilaku prososial peserta didik yang rendah.
Untuk itu perlu kiranya dilakukan berbagai upaya dalam membentuk perilaku prososial peserta
Untuk itu perlu kiranya dilakukan berbagai upaya dalam membentuk perilaku prososial peserta
didik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pembentukan perilaku
didik. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pembentukan perilaku
prososial peserta didik?, sehingga tujuan penelitian adalah untuk menemukan beberapa upaya
prososial peserta didik?, sehingga tujuan penelitian adalah untuk menemukan beberapa upaya
dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
library research dengan pendekatan kualitatif dan analisis data induktif. Hasil penelitian adalah
library research dengan pendekatan kualitatif dan analisis data induktif. Hasil penelitian adalah
untuk membentuk perilaku prososial peserta didik hal-hal yang dilakukan adalah: (1) meningkatkan
untuk membentuk perilaku prososial peserta didik hal-hal yang dilakukan adalah: (1) meningkatkan
kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik, (2) meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) peserta
kecerdasan intelektual (IQ) peserta didik, (2) meningkatkan kecerdasan emosional (EQ) peserta
didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) peserta didik. Dengan meningkatkan IQ,
didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual (SQ) peserta didik. Dengan meningkatkan IQ,
EQ, dan SQ peserta didik maka upaya pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih
EQ, dan SQ peserta didik maka upaya pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih
efektif dan efisien.
efektif dan efisien.
Kata Kunci: Pembentukan, Perilaku, Prososial, Peserta Didik
Kata Kunci: Pembentukan, Perilaku, Prososial, Peserta Didik

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Perilaku prososial masyarakat Indonesia berada dalam taraf kritis, bahkan sikap
Perilaku prososial masyarakat Indonesia berada dalam taraf kritis, bahkan sikap
kritis perilaku prososial tersebut sudah merambah ke dalam dunia pendidikan di Indonesia,
kritis perilaku prososial tersebut sudah merambah ke dalam dunia pendidikan di Indonesia,
sehingga negara harus melakukan rekonsepsi untuk memperbaiki keadaan tersebut.
sehingga negara harus melakukan rekonsepsi untuk memperbaiki keadaan tersebut.
Sebagaimana contoh salah satu kasus akhir-akhir ini banyak kejadian atau kecurangan
Sebagaimana contoh salah satu kasus akhir-akhir ini banyak kejadian atau kecurangan
yang terjadi di dunia pendidikan. Banyaknya perilaku yang tidak seharusnya dilakukan
yang terjadi di dunia pendidikan. Banyaknya perilaku yang tidak seharusnya dilakukan
oleh seorang pendidik, seperti memberi bocoran soal, memberikan jawaban pada saat ujian
oleh seorang pendidik, seperti memberi bocoran soal, memberikan jawaban pada saat ujian
akhir nasional berjalan, serta memberikan peluang kepada anak didiknya saling bertukar
akhir nasional berjalan, serta memberikan peluang kepada anak didiknya saling bertukar
jawaban ketika ujian, serta masih banyak lagi perilaku prososial yang seharusnya tidak
jawaban ketika ujian, serta masih banyak lagi perilaku prososial yang seharusnya tidak
dilakukan, akan tetapi hal ini banyak ditemui, demi membantu anak didiknya. Contoh
dilakukan, akan tetapi hal ini banyak ditemui, demi membantu anak didiknya. Contoh
kasus yang terjadi yaitu kecurangan Ujian Negara di Malang. Kasus kecurangan yang
kasus yang terjadi yaitu kecurangan Ujian Negara di Malang. Kasus kecurangan yang

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 197
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 197 – 202

dilakukan oleh para guru agar membantu siswa dengan cara memberikan kunci jawaban
dilakukan
(NN, 2006). oleh para guru agar membantu siswa dengan cara memberikan kunci jawaban
dilakukan
(NN, 2006). oleh para guru agar membantu siswa dengan cara memberikan kunci jawaban
Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam memperbaiki keadaan tersebut adalah
(NN, 2006).
dengan Salah
Salah
satu usaha
menjadikan
satu usaha
yang dapat sebagai
perilaku/sikap
yang dapat
dilakukan
dilakukan
dalam
hasil
dalamprosesmemperbaiki
pembelajaran
memperbaiki
keadaan tersebut
peserta
keadaan didik adalah
tersebut dalam
adalah
dengan
sistem menjadikanIndonesia.
pendidikan perilaku/sikap
Oleh sebagaiitu
karena hasil
dalam proses pembelajaran
Permendikbud peserta
Nomor 68 didik
Tahun dalam
2013
denganpendidikan
sistem menjadikanIndonesia.
perilaku/sikap
Oleh sebagaiitu
karena hasil
dalam proses pembelajaran
Permendikbud peserta
Nomor 68 didik dalam
Tahun 2013
tentang kerangka Indonesia.
sistem pendidikan dasar danOleh struktur kurikulum
karenakurikulum
itu dalam SMA/MA SMA/MA rumusan
Permendikbud kompetensi
Nomorkompetensi
68 Tahun 2013 inti
tentang
memasuki kerangka
sikap dasaryang
sosial dan indikator
struktur salah satunya perilaku rumusan
prososial menjadi inti
tujuan
tentang kerangka
memasuki dasaryang
sikap pendidikan
sosial dan indikator
struktur salah
kurikulum SMA/MA perilaku rumusan
prososial kompetensi inti
dalam
memasukikurikulum
sikap sosial yang Indonesia.salah satunya
diindikator satunya perilaku prososial
menjadi tujuan
menjadi tujuan
dalam kurikulum pendidikandikutip
Myers sebagaimana di Indonesia.
oleh Sarwono (2002: 328) menyatakan bahwa perilaku
dalam kurikulum
Myers pendidikandikutip
sebagaimana di Indonesia.
oleh Sarwono
prososial adalah
Myers hasrat untuk
sebagaimana menolong
dikutip oleh orang
Sarwono lain(2002:
tanpa 328)
(2002: 328)
menyatakan
memikirkan
menyatakan
bahwa perilaku
kepentingan sendiri.
bahwa perilaku
prososial
Bagi adalahyang
seseorang hasrat untuk menolong
mempunyai perilakuorang lain tanpa
prososial yang memikirkan
tinggi kepentingan
memberikan suatu sendiri.
bantuan
prososial
Bagi adalahyang
seseorang hasrat untuk menolong orang
mempunyai lain tanpa memikirkan kepentingan bantuan
sendiri.
dengan
Bagi tidak melihat
seseorang yang situasi dan perilaku
mempunyai perilaku
prososial
kondisi apapun,
prososial
yangdikala
baik
yang
tinggi
tinggi
memberikan
orang tersebutsuatu
memberikan mampu
suatu atau
bantuan
dengan
tidak tidak melihat
mampu, ketika situasi dan
banyak orangkondisi
ataupun apapun,
dia baik dikala
sendiri. orang tersebut
Sebagaimana yang mampu atau
dikemukakan
dengan
tidak tidak melihat
mampu, situasi dan
ketika banyak kondisi apapun, baik dikala orang tersebut mampu atau
Comte
tidak dalam Prasetyo
mampu, ketika (2015)orang
banyak bahwaataupun
orang ataupun
dia sendiri.
setiap orang
dia sendiri.
Sebagaimana
yang hidup di mukayang
Sebagaimana bumidikemukakan
yang ini memiliki
dikemukakan
Comte
sebuah dalam
tanggung Prasetyo (2015)
jawab(2015) bahwa
moral bahwa setiap
untuk melayani orang yang
umatyang hidup
manusia di muka
sepenuhnya, bumi ini
sehingga memiliki
setiap
Comte
sebuah dalam
tanggung Prasetyo
jawabsikapmoraldan untuk setiap
melayani orang
umat hidup
manusia di muka
sepenuhnya, bumi ini
sehingga memiliki
setiap
orang harus
sebuahharus
tanggung memiliki
jawabsikapmoraldan untukperilaku
melayani yang tidak hanya mementingkan diri sendiri,
orang
tetapi lebih memiliki
mengutamakan perilaku
kepentingan yangumat
oranglain. tidak manusia
hanya
Oleh
sepenuhnya,
mementingkan
karena
sehingga
itu, perilaku
setiap
diriprososial
sendiri,
orang
tetapi harus
lebih hal memiliki
mengutamakan sikap dan perilaku
kepentingan yang tidak hanya mementingkan diri sendiri,
merupakan
tetapi lebih hal yang harus dilakukan
mengutamakan kepentingan dan oranglain.
perlu untukOleh
oranglain. Oleh
karena itu,
ditanamkan kepada
karena kepada
itu,
perilaku
setiap prososial
perilaku manusia
prososial
merupakan
(peserta didik), yang
karena harus dilakukan
padadilakukan
dasarnyadandan perlu
manusia untuk ditanamkan
adalahditanamkan
makhluk sosial setiap
yang tidakmanusia
dapat
merupakan
(peserta hal yang
didik), karena harus
pada dasarnyaprososialperlu untuk
manusia adalah kepada
makhlukkehidupan
sosial setiap
yang tidakmanusia
dapat
hidup sendirian.
(pesertasendirian. Selain
didik), karena itu
pada perilaku
dasarnyaprososial
manusiaakan akan
adalah membuat
makhlukkehidupan
sosial yang manusia aman
tidak aman
dapat
hidup
tentram dan damai. Selain itu perilaku membuat manusia
hidup sendirian.
tentram dan damai. Selain itu perilaku prososial akan membuat kehidupan manusia aman
Rumusan
tentramRumusan
dan damai. masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pembentukan perilaku
prososial masalah
didik?, dalam
peserta masalah sehingga penelitian
tujuan ini utamaadalah bagaimana
dalam pembentukan
penelitian ini adalahperilakuuntuk
prososialRumusan
peserta didik?, dalam
sehingga penelitian
tujuan ini
utamaadalah bagaimana
dalam penelitianpembentukan
ini adalahperilaku
untuk
menemukan
prososial pesertabeberapa upaya
didik?, dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik.
menemukan beberapa upayasehingga tujuan utama
dalam pembentukan dalam
perilaku penelitian
prososial inididik.
peserta adalah untuk
menemukan beberapa upaya dalam pembentukan perilaku prososial peserta didik.
B. METODE PENELITIAN
B. Penelitian
METODE ini PENELITIAN
menggunakan metode studi pustaka atau kajian pustaka. Kajian
B. Penelitian
METODEini PENELITIAN
menggunakan
pustakaPenelitian
adalah segala ini upaya yangmetode
menggunakan dilakukan
metode
studioleh
studi
pustaka atau untuk
peneliti
pustaka atau
kajianmemperoleh
kajian
pustaka. Kajian
pustaka. Kajian dan
pustaka
menghimpun adalahsegala
segalainformasi
upaya yang dilakukan
tertulis yang oleh peneliti
relevan dengan untuk
masalahmemperoleh
yang dan
diteliti.
pustaka adalahsegala
menghimpun segalainformasi
upaya yang dilakukan
tertulis yangbeberapa oleh peneliti
relevan dengan untukmasalah memperoleh dan
Penelitian
menghimpun jenis ini salah
segala satunya
informasi memuat
tertulis yang relevan gagasan
dengan atau teoriyang
masalah yang diteliti.
yang saling
diteliti.
Penelitian
berkaitan jenis kukuh
secara ini salahserta satunya
didukungmemuat beberapa
oleh data-data darigagasan atau teori yang saling
sumber pustaka.
Penelitiansecara
berkaitan jenis kukuh
ini salahserta satunya
didukung memuat
oleh beberapa
data-data dari gagasan
sumber atau teori yang saling
pustaka.
berkaitanSumber
secara pustaka
kukuh sebagai
serta didukungbahanoleh kajian
data-data dapat dariberupa
sumber jurnal
pustaka. penelitian ilmiah,
Sumber
disertasi, tesis,pustaka
skripsi,sebagai bahanpenelitian
laporan kajian dapat berupabuku
ilmiah, jurnaltekspenelitian
yang ilmiah,
dapat
Sumber
disertasi, tesis,pustaka
skripsi,sebagai
laporanbahanpenelitian
kajian dapat berupabuku
ilmiah, jurnaltekspenelitian
yang ilmiah,
dapat
dipertanggungjawabkan
disertasi, tesis, skripsi, asallaporanasal usulnya,
penelitianmakalah, laporan/kesimpulan
ilmiah,laporan/kesimpulan
buku teks yangseminar, seminar,
dapat
dipertanggungjawabkan
catatan/rekaman diskusi ilmiah, usulnya,
tulisan-tulisan makalah,
resmi terbitan pemerintah dan lembaga-
dipertanggungjawabkan
catatan/rekaman diskusi ilmiah,asal tulisan-tulisan
usulnya, makalah, resmi terbitan laporan/kesimpulan
pemerintah lain. seminar,
dan lembaga-
lembaga lain, peraturan-peraturan,
catatan/rekaman diskusi ilmiah, ketetapan-ketetapan
tulisan-tulisan resmi dan sumber-sumber
terbitan pemerintah dan Beberapa
lembaga-
lembaga
data-data lain, peraturan-peraturan,
pustaka tersebut dibahasketetapan-ketetapan
secara mendalam dan dansumber-sumber
teliti, dalam rangkalain. Beberapa
sebagai
lembaga
data-data lain, peraturan-peraturan,
pustaka tersebut gagasan ketetapan-ketetapan
dibahas atausecara mendalam dan sumber-sumber
dandianalisis
teliti, dalam lain. Beberapa
rangka sebagai
pendukung atau
data-data pustaka penentang
tersebut gagasan
dibahas atausecara teori awal
mendalam yang dandianalisis secara
teliti, dalam induktif
rangka untuk
sebagai
pendukung
menghasilkan atau penentang
kesimpulan penelitian. teori awal yang secara induktif untuk
pendukung atau
menghasilkan penentangpenelitian.
kesimpulan gagasan atau teori awal yang dianalisis secara induktif untuk
menghasilkan kesimpulan penelitian.
C. LITERATUR REVIEW
C. LITERATUR
Menurut Sears REVIEW
(dalam Desmita, 2014: 235) pengertian perilaku prososial secara
C. Menurut
LITERATUR Sears REVIEW
(dalam Desmita, 2014: 235) pengertian perilaku untuk
prososial secara
luas meliputi
Menurut segala bentuk
Searsbentuk
(dalam tindakan
Desmita, yang2014:dilakukan atau direncanakan
235) pengertian perilaku untuk
prososialmenolong
secara
luas
orangmeliputi
lain, segala
tanpa memperdulikan tindakan yang
motif-motif dilakukan
si atau
penolong. direncanakan
Lebih lanjut Rushton menolong
(dalam
luas meliputi
orang lain,2014: segala
tanpa bentuk tindakan
memperdulikan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong
Desmita,
orang lain, tanpa 237) menyatakanmotif-motif
memperdulikan bahwa tingkah
motif-motif
si penolong.
si penolong.
Lebih lanjut
laku prososial
Lebih lanjut
Rushton
merupakan
Rushton
(dalam
tindakan
(dalam
Desmita,
menolong 2014: 237)
yang tidak menyatakan
mementingkan bahwa tingkah
diri sendiri laku
atau prososial
pamrih merupakan
dan merupakan tindakan
tindakan menolong
Desmita,
menolong 2014:
yang 237) menyatakan bahwa tingkah laku prososial tindakan
termotivasi
menolong yang oleh tidak
tindakan
tidak
mementingkan
sendiri. Dari
mementingkan
diripengertian
sendiri atau
diripengertian
sendiri atau
pamrihdipahami
tersebut dan tindakan
pamrihdipahami bahwamenolong
dan tindakan perilaku
menolong
termotivasi
prososial oleh
merupakan tindakan
tindakan sendiri. Dari
yang dilakukan tersebut
oleh seseorang dengan bahwa
tanpa paksaan perilaku
tetapi
termotivasi
prososial oleh tindakan
merupakan tindakan sendiri. Dari pengertian
yang dilakukan tersebutdengan
oleh seseorang dipahamitanpabahwa
paksaan perilaku
tetapi
prososial merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan tanpa paksaan tetapi

198 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK — [Mualimin]

timbul dari dalam hatinya untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan sebuah imbalan
dari orang yang ditolongnya.
Sementara itu Brigham (dalam Desmita, 2014: 237) mengemukakan wujud dari
perilaku prososial meliputi: murah hati (charity), persahabatan (frendship), kerja sama
(cooperation), menolong (helping), penyelamatan (rescuing), pertolongan terdekat oleh
orang terdekat (bystander intervention), pengorbanan (sacrificing), dan memberi (sharing).
Lebih lanjut Bringham (1991: 277) menyatakan jenis-jenisperilaku prososial dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk yakni: (1) persahabatan (2) kerjasama (3)
menolong (4) bertindak jujur (5) berderma. Dari teori di atas dapat disimpulkan jenis-jenis
perilaku prososial meliputi: perilaku menolong, bekerjasama, berbagi rasa, peduli terhadap
orang lain, dan jujur.
Timbulnya perilaku prososial dalam diri peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu (1) tindakan menolong dikarenakan tunduk pada otoritas eksternal, (2) tindakan
menolong dikarenakan timbul dari inisiatif diri sendiri (Dasmita, 2014: 243). Dengan
demikian perilaku prososial peserta didik dapat berkembang dengan melalui afektif,
kognitif, hubungan dengan orang tua, moral dan permainan yang di alami oleh peserta
didik semenjak dari usia kanak-kanak hingga remaja.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pembentukan perilaku prososial peserta didik dimulai dengan meningkatkan
kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual peserta didik.
1. Meningkatkan Kecerdasan Intelektual Peserta Didik
Menurut Howard Gardner, kecerdasan intelektual adalah kemampuan untuk
memecahkan dan menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan
AlfredBinet dan Theodore Simon membagi kecerdasan intelektual menjadi tiga komponen:
(1) Kemampuan seseorang untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, (2) Kemampuan
seseorang untuk mengubah arah tindakan jika tindakan sudah dilakukan, (3) kemampuan
untuk mengkritik dirinya sendiri (Effendi, 2005: 81). Kecerdasan intelektual dapat
disimpulkan sebagai kemampuan berpikir seseoarang secara abstrak dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan simbol-simbol verbal, kemampuan untuk berani mengkritik
dirinya sendiri agar dapat mengubahnya kearah tindakan lebih baik dengan cara
menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari.
Hasil penelitian para ahli yang membahas tentang kecerdasan intelektual yang
mengukur keberhasilan seseorang di masyarakat. Seseorang dapat dikatakan cerdas
intelektualnya apabila dia mampu bersosialisasi dengan baik dengan lingkungan
masyarakatnya. Sebagaimana yang dinyatakan Daniel żoleman (2007: 121) “seorang yang
dapat berperilaku sosial dengan baik, ketika ia memiliki pengetahuan tentang sosial,
kemampuan mendengarkan dan empati secara bersama-sama dapat meningkatkan perilaku
menolong”.
2. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Peserta Didik
Bar-On (dalam Goleman, 2000: 180) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
rangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Sedangkan
Goleman (2007: 121) memandang kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang
mengatur kehidupan emosinya dengan intelegensi; menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati dan keterampilan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dipahami bahwa kecerdasan emosional
meliputi kemampuan mengungkapkan perasaan, kesadaran serta pemahaman tentang

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 199
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 197 – 202

emosi dan kemampuan untuk mengatur dan mengendalikannya. Jadi orang yang cerdas
secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan tetapi juga mampu memahami
apa makna dari rasa tersebut. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat,serta
mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan oleh orang lain dapat
dirasakannya juga.
3. Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik
Kecerdasan spritual merupakan kemampuan seseorang yang memiliki suatu
kecakapan transenden, dan mempunyai kesadaran yang tinggi untuk menjalani kehidupan
dengan menggunakan sumber-sumber spritual untuk memecahkan masalah hidup dengan
menggunakan akhlak, serta mampu berhubungan baik dengan penciptanya, manusia, alam,
dan dirinya sendiri. Toto Asmara (dalam Yusuf dan Nurihsan, 2010: 246) mendefinisikan
kecerdasan spiritual (atau yang disebutnya kecerdasan ruhani) yaitu kecerdasan yang
berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah SWT dan seluruh ciptaan-Nya.
Selanjutnya menurut Ary Ginanjar Agustian (2004: 57), kecerdasan spiritual adalah
kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui
langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya
(hanief), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip hanya karena
Allah. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dipahami bahwa kecerdasan spiritual adalah
kemampuan untuk memaknai setiap prilaku dan kegiatan sebagai ibadah dan kemampuan
untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks dan makna yang lebih luas serta
berprinsip hanya karena Allah SWT.
Seseorangyang memiliki kecerdasan spiritual adalah orang yang dalam hidupnya
bersikap jujur, penuh energi, memiliki motivasi yang tinggi, spontan, tidak penuh curiga,
terbuka menerima hal-hal baru, senang belajar, mudah memaafkan, tidak mendendam,
berani mencoba hal-hal baru serta tidak mudah putus asa jika mengalami atau menghadapi
kegagalan dalam kehidupan berkeluarga dan berorganisasi.
Membentuk perilaku prososial peserta didik maka hal pertama yang harus
dilakukan adalah meningkatkan kecerdasan intelektual peserta didik. Dengan
meningkatnya kecerdasan intelektual peserta didik, akan memiliki pemahaman tentang
cara dan bagaimana serta pentingnya bersosialisasi dengan baik bagi dirinya dan orang
lain. Pengetahuan yang ia miliki akan menjadi pendorong bagi dirinya untuk berperilaku
prososial dengan baik.
Upaya kedua yang dapay dilakukan dalam membentuk perilaku prososial peserta
didik adalah meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik. Peserta didik yang
memiliki kecerdasan emosional akan mampu menampilkan perilaku prososial yang baik
pula. Karena salah satu indikator seseorang yang memiliki kecerdasan emosional adalah
memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi akan penderitaan orang lain yang kemudian
akan diwujudkan dalam perilaku prososial. Sebagaimana yang dikemukakan Arnold
(dalam Goleman 2003: 47) bahwa banyak bukti yang memperlihatkan bahwa orang yang
secara emosional cakap yang mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan
baik, dan yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif
memiliki keuntungan dalam bidang kehidupan, entah itu dalam hubungan asmara dan
persahabatan atau dalam menangkap aturan-aturan tak tertulis yang menentukan dalam
politik organisasi.
Pembentukan perilaku prososial selanjutnya dilakukan dengan meningkatkan
kecerdasan spiritual peserta didik. Peserta didik yang memiliki kecerdasan spiritual akan
terdorong melakukan perbuatan menolong orang lain dengan mengharap Ridho Allah SWT
selain dikarenakan perilaku prososial diperintahkan dalam ajaran agama. Sebagaimana
yang dikemukakan Jacobi (2004: 34) bahwa seseorang yang memiliki spiritualitas tinggi

200 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBENTUKAN PERILAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK — [Mualimin]

akan mempunyai keterampilan sosial yang lebih baik yang berkontribusi pada perilaku
prososial.
akan Selain itu
mempunyai spiritualitassosial
keterampilan dapat yang
berfungsi lebihsebagai
baik yangfaktorberkontribusi
pelindung seseorang untuk
pada perilaku
melakukan perilaku antisosial dan membuat individu condong ke perilaku
prososial. Selain itu spiritualitas dapat berfungsi sebagai faktor pelindung seseorang untuk prososial.
melakukan Temuan tersebut
perilaku membuktikan
antisosial dan membuatbahwa individuperilaku
condongprososial
ke perilakutidak hanya bisa
prososial.
dilakukan oleh seseorang yang mempunyai spIritual
Temuan tersebut membuktikan bahwa perilaku prososial tidak hanya yang tinggi, emosional yang tinggi
bisa
ataupun intelektual
dilakukan yang tinggi,
oleh seseorang akan tetapi perilaku
yang mempunyai spIritual prososial
yang tinggi, dipengaruhi
emosional oleh ketiga
yang hal
tinggi
tersebut. Dengan ketiga hal tersebut maka dipandang perlu
ataupun intelektual yang tinggi, akan tetapi perilaku prososial dipengaruhi oleh ketiga hal untuk menjaga dan
membimbing
tersebut. keseimbangan
Dengan ketiga hal antara kecerdasan
tersebut makaintelektual,
dipandangspritual perlu dan emosional.
untuk menjaga Apabila
dan
ketiga hal itu berjalan dengan seimbang maka dapat diramalkan
membimbing keseimbangan antara kecerdasan intelektual, spritual dan emosional. Apabila perilaku prososial peserta
didikakan
ketiga baik.
hal itu berjalan dengan seimbang maka dapat diramalkan perilaku prososial peserta
Hasil
didikakan baik. penelitian tersebut relevan dengan hasil penelitian Wati (2010) yang hasilnya
ada hubungan yang segnifikan
Hasil penelitian tersebut relevan antara dengan
Intellegence Quotient Wati
hasil penelitian (IQ),(2010)
Emotional Quotient
yang hasilnya
(EQ),
ada dan SpritualQuotient
hubungan yang segnifikan (SQ) dengan
antara kenakalanQuotient
Intellegence remaja. Juga(IQ), dalam
Emotionalpenelitian
Quotient M.
As’ad Djalali (2012) dengan hasilnya ada hubungan positif
(EQ), dan SpritualQuotient (SQ) dengan kenakalan remaja. Juga dalam penelitian M. antara kecerdasan emosional,
As’ad Djalali
kecerdasan (2012)dangan
spritual denganperilaku
hasilnya ada hubungan positif antara kecerdasan emosional,
prososial.
Berdasarkan temuan penelitian,
kecerdasan spritual dangan perilaku prososial. teori dan penelitian relevan tersebut disimpulkan
bahwa Berdasarkan
untuk membentuk temuanperilaku prososial
penelitian, teori peserta didik, maka
dan penelitian relevan perhatian
tersebutguru terutama
disimpulkan
guru pendidikan agama Islam hendaknya memperhatikan
bahwa untuk membentuk perilaku prososial peserta didik, maka perhatian guru terutama kecerdasan intelektual,
kecerdasan
guru emosional,
pendidikan agama dan Islam
kecerdasan spiritualmemperhatikan
hendaknya peserta didik. Ketiga kecerdasan
kecerdasan peserta
intelektual,
didik tersebut harus ditingkatkan terlebih dahulu agar upaya
kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual peserta didik. Ketiga kecerdasan peserta pembentukan perilaku
prososial
didik peserta
tersebut harusdidik dapat dilaksanakan
ditingkatkan terlebih dahulu denganagar hasilupaya
yangpembentukan
optimal sesuai yang
perilaku
diinginkan.peserta didik dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal sesuai yang
prososial
diinginkan.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka kesimpulan yang
E. KESIMPULAN
diperoleh adalah untuk
Berdasarkan membentuk
rumusan perilaku
masalah dalam prososial pesertaini,
penelitian didik hal-hal
maka yang dilakukan
kesimpulan yang
adalah: (1) meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ) peserta
diperoleh adalah untuk membentuk perilaku prososial peserta didik hal-hal yang dilakukan didik, (2) meningkatkan
kecerdasan
adalah: (1) emosional
meningkatkan (EQ)kecerdasan
peserta didik, dan (3) meningkatkan
intelektual (IQ) peserta didik, kecerdasan spiritual (SQ)
(2) meningkatkan
peserta didik. Dengan meningkatkan IQ, EQ, dan SQ
kecerdasan emosional (EQ) peserta didik, dan (3) meningkatkan kecerdasan spiritual peserta didik maka upaya(SQ)
pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih
peserta didik. Dengan meningkatkan IQ, EQ, dan SQ peserta didik maka upaya efektif dan efisien.
pembentukan perilaku prososial peserta didik akan lebih efektif dan efisien.
REFERENSI
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, Kritik MI, EI, SQ, AQ, & Successful
REFERENSI
Intelegence
Agus Efendi, Atas IQ,
Revolusi (Bandung:Abad
Kecerdasan Alfabeta,21, 2005)
Kritik MI, EI, SQ, AQ, & Successful
Ary Ginanjar
Intelegence Atas IQ, (Bandung: Alfabeta, 2005)(Jakarta: Arga, 2004)
Agustian, Emotional Spiritual Question.
Ary GinanjarJ. Agustian,
Bringham, C., SocialEmotional
Psychology, (New Question.
Spiritual York: Edisi II, Harper
(Jakarta: Arga,Colling
2004) Publisher Inc,
Bringham, 1991) J. C., Social Psychology, (New York: Edisi II, Harper Colling Publisher Inc,
Daniel 1991)
Goleman, Social Intelligence, Alih Bahasa Hariono, (Jakarta: 2007)
Daniel Goleman,
Daniel Goleman, Social
Kecerdasan Manusia,
Intelligence, Alih(Jakarta:
BahasaGramedia, 2000) 2007)
Hariono, (Jakarta:
_________,
Daniel Goleman, Kecerdasan
Kecerdasan Emosional.
Manusia, (Jakarta:
(Jakarta: Gramedia
Gramedia, Pustaka
2000)Utama, 2003)
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,
_________, Kecerdasan Emosional. (Jakarta: Gramedia Pustaka (Bandung: PT.Utama,
Remaja2003)Rosdakarya, Cet.
Desmita,Ke-5, 2014)Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.
Psikologi
Jacobi,Ke-5,
L. J.2014)
Psychological ProtectiveFactors and Social Skills : An Examination of
Jacobi, Spirituality and Prosocial
L. J. Psychological Behavior, (National
ProtectiveFactors Communication
and Social Skills : An Association:
Examination 2004)of
M. As’ad Djalali, Persona, Jurnal Psikologi Indonesia September
Spirituality and Prosocial Behavior, (National Communication Association: 2004) 2012, Vol. 1, No. 2
M. As’ad Djalali,
Prasetyo, A.B. Persona,
E. http://alislamiyah.uii.ac.id/2013/02/28/aku-memberi-maka-aku-ada-
Jurnal Psikologi Indonesia September 2012, Vol. 1, No. 2
mengapa-seseorang-memiliki-sifat-dan-perilaku-menolong/,
Prasetyo, A.B. E. http://alislamiyah.uii.ac.id/2013/02/28/aku-memberi-maka-aku-ada- diunduh pada hari
senin tanggal 3 November 2015
mengapa-seseorang-memiliki-sifat-dan-perilaku-menolong/, diunduh pada hari
senin tanggal 3 November 2015

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 201
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 197 – 202

Rofi’ah Indah Wati, Hubungan Antara Kecerdasan Intelegensi, Kecer-dasan Emosi dan
Kecerdasan Spiritual dengan Kenakalan Remaja. (Tesis,Universitas 17 Agustus
1945 Surabaya, 2010)
Sarwono, S. W., Psikologi Sosial, Individu Dan Teori-Teori Psikologi Sosial. (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002)

202 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC
ISLAMIC EDUCATION
EDUCATIONAL IN PUBLIC HIGHER
INSTITUTION EDUCATIONON
IN THE SPOTLIGHT AND THE
THE ISLAMIC
MIDST
EDUCATIONAL INSTITUTION
GLOBAL IN THE SPOTLIGHT ON THE MIDST
CHALLENGES
GLOBAL
(ProblemCHALLENGES
and Solution)
(Problem and Solution)
Muhammad Turhan Yani
State University
Muhammad of Surabaya
Turhan Yani
Email:State University of Surabaya
muhammadturhan@unesa.ac.id
Email: muhammadturhan@unesa.ac.id
ABSTRACT
ABSTRACT
The term Islamic Education is usually understood as an academic subject or course in Public
Higher
The Education
term Islamic (Pendidikan
Education isAgama
usuallyIslam in Perguruan
understood as an Tinggi
academicUmum), as well
subject as an institution
or course in Public
such as Madrasah, Boarding School, and Islamic Religious College (Perguruan
Higher Education (Pendidikan Agama Islam in Perguruan Tinggi Umum), as well as anKeagamaan Tinggi institution
as Islamic
Islam).
such Madrasah,education,
Boarding both in theand
School, sense of anReligious
Islamic academicCollege
subject(Perguruan
or course and as anKeagamaan
Tinggi institution
has a problem
Islam). Islamic that needs both
education, to beinresolved
the sense in oforder for the Islamic
an academic subject education in the
or course and as future has an
an institution
has a problem that needs to be resolved in order for the Islamic education in the future has the
appeal and even will give maximum contribution to the students or the college students and an
community
appeal at large.
and even will The
give challenges of globalization
maximum contribution to thetoday are also
students or themust be faced
college by and
students Islamic
the
education with
community its all The
at large. potencies. Therefore
challenges in this paper
of globalization it will
today are be elaborated
also must be some
facedproblems
by Islamic of
Islamic education both as a subject in Public Higher Education (Pendidikan
education with its all potencies. Therefore in this paper it will be elaborated some problems of Agama Islam in
Perguruan
Islamic both asand
Tinggi Umum)
education as an institution
a subject in PublicinHigher
the midst of today's(Pendidikan
Education global challenges,
Agama and try to
Islam in
find the solution.
Perguruan Tinggi Umum) and as an institution in the midst of today's global challenges, and try to
find the solution.
Keyword: Islamic education, global challenges, problem, solution.
Keyword: Islamic education, global challenges, problem, solution.
ABSTRAK
ABSTRAK
Istilah pendidikan Islam biasanya dipahami sebagai mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di
Perguruan
Istilah Tinggi Umum
pendidikan (PTU), dan
Islam biasanya juga sebagai
dipahami sebagaisuatu
matainstitusi
pelajaranseperti madrasah,
di sekolah pesantren,
atau mata kuliahdan
di
Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi Umum
Keagamaan
(PTU),Islam (PTKI).
dan juga Pendidikan
sebagai Islam,seperti
suatu institusi baik dalam arti pesantren,
madrasah, sebagai mata
dan
pelajaran atau
Perguruan mataKeagamaan
Tinggi kuliah maupunIslam sebagai suatu
(PTKI). institusi memiliki
Pendidikan problem
Islam, baik dalamyang
artiperlu dicarikan
sebagai mata
solusinya atau
pelajaran agar mata
ke depan pendidikan
kuliah Islam memiliki
maupun sebagai daya tarik
suatu institusi dan bahkan
memiliki problem memberikan
yang perlukontribusi
dicarikan
maksimal agar
solusinya kepada anak pendidikan
ke depan didik atauIslammahasiswa
memilikidandayamasyarakat pada memberikan
tarik dan bahkan umumnya. Tantangan
kontribusi
globalisasi saat ini juga menjadikan pendidikan Islam perlu
maksimal kepada anak didik atau mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. merespon dengan kesiapan potensi
Tantangan
yang dimiliki. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan diuraikan lebih lanjut mengenai
globalisasi saat ini juga menjadikan pendidikan Islam perlu merespon dengan kesiapan potensi problematika
pendidikan
yang Islam
dimiliki. Olehsebagai mata
karena itu kuliah
dalam di ini
tulisan Perguruan Tinggi lebih
akan diuraikan Umum (PAI
lanjut di PTU)
mengenai dan juga
problematika
pendidikan Islam
pendidikan Islam sebagai
sebagai mata
institusi di tengah
kuliah tantangan
di Perguruan globalisasi
Tinggi Umum saat (PAIini,
di untuk
PTU) dandicarikan
juga
solusinya. Islam sebagai institusi di tengah tantangan globalisasi saat ini, untuk dicarikan
pendidikan
solusinya.
Kata kunci: Pendidikan Islam, tantangan global, problematika, solusi
Kata kunci: Pendidikan Islam, tantangan global, problematika, solusi

A. INTRODUCTION
Islamic education, both in the sense of a academic subject or courses and as an
A. INTRODUCTION
institution has aeducation,
Islamic problem that needs
both to be
in the resolved
sense in order forsubject
of a academic the Islamic education
or courses and in
as the
an
future has appeal and even giving maximum contribution to the students or the
institution has a problem that needs to be resolved in order for the Islamic education in the college
students
future hasand the community
appeal at large.
and even giving The challenges
maximum of globalization
contribution todayorare
to the students thetocollege
make
Islamic education needs to respond to the readiness of its potential. Therefore
students and the community at large. The challenges of globalization today are to make in this paper
will elaborate
Islamic on the
education problems
needs of Islamic
to respond to theeducation
readiness as
of aitssubject in Public
potential. Higher
Therefore in Education
this paper
will elaborate on the problems of Islamic education as a subject in Public Higher Education

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 203
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 203 – 208

(PAI in PTU) and Islamic education as an institution in the midst of today's global
challenges, to find a solution.

B. THE PROBLEMATIC OF ISLAMIC EDUCATION AS ACADEMIC


SUBJECT IN PTU AND SOLUTIONS
There are some problems that can be associated with PAI in PTU in this paper.
First, the weight of Islamic Religious Education (PAI) credits in most of the Public Higher
Education (PTU) still in weighs of 2 credits that have not been able to optimize the PAI
target/destination in college. It is in the practice of the class is a problem of its own if it is
associated with PAI in PTU destination that focuses on the development aspect of the
intellectual, moral, and spiritual. On the basis of this reality then the solution is need for
development outside the classroom in the form of support activities to achieve the PAI
target/destination in PTU in case the addition of credits difficult to realize.
Second, PAI learning in PTU some are still in a class of large/ excessive number of
college students in class that are not effective. Though the ratio of the ideal class for
Bachelor’s Degree generally ranges between 40-45 students per class, but in fact most of
the course there is the number of students in one class to 60 students. On the basis of this
reality, the solution necessary for effective classroom management and adequate so that
classes can take place effectively.
Third, PAI methods/learning strategies in PTU some are still monotonous, so less to
make students to participate actively and even saturated. Though, the lecturers are
demanded to be able to evoke the spirit of the students in learning. On the basis of this
reality, the solution methods CBMA needs to be implemented and developed (How Active
Student Learning) in the form of class model variants that could motivate students.
Fourth, the PAI material in PTU partially attributed to problems contextually. It is
ultimately less meaningful learning because religions material is basically has to learn in
direct contact with daily life, whether in the context of intellectual development as well as
real life experience. On the basis of this reality, the solution needs to be developed Multi
perspective study as IDI concept (Islam for Discipline) so that the class has been more
helpful.
Fifth, some students still consider PAI subjects only as supplement/complement
subjects. Among the indicator is some students do not make the PAI book as a must-have
handbook. On the basis of this reality then the solution is necessary to strengthen the
position of PAI subjects through the assignment of students outside the campus in a variant
form of activities that the student has the responsibility to implement.
Sixth, student assessment is not only tied to aspects of learning in the classroom, but
PAI lecturers need to investigate the track record of student-related to PAI purposes. For
very likely have a portfolio that boasts a student, whether related to the skills and
experience of life that reflects aspects of religiosity. Therefore, this is where the necessary
assessment that can record tracks/student activities in a comprehensive manner. This can
be done by recording daily/weekly regarding student activities undertaken by the students
themselves honestly, peer assessment, and reporting student portfolios.

C. PROBLEMS OF THE ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION AND


SOLUTIONS
Independence of a nation can not be separated from society independence (SDM),
and the independence of a society can not be separated from the independence of the
individual members of the public. While the independence of the community members also
can not be separated from the process and experience of educational path. In this context,

204 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC ... — [Muhammad Turhan Yani]

Islamic education becomes one of the educational experiences that are passed by the
majority of Indonesian
Islamic education Muslims.
becomes one of the educational experiences that are passed by the
majority of Indonesian Muslims. global challenges, the ideal Islamic education is able to
In the context of today's
build self-reliance.
In the context What is meant
of today's here challenges,
global is the attitude the of self-reliance
ideal in tough,isdoes
Islamic education ablenotto
always depends on other parties, able to live a life challenge,
build self-reliance. What is meant here is the attitude of self-reliance in tough, does not have entrepreneurial spirit,
and
alwayscourage
depends to oncompete. The question
other parties, able to live is whether the Islamic
a life challenge, have education duringspirit,
entrepreneurial this
emphasis on aspects such? If Islamic education is
and courage to compete. The question is whether the Islamic education during thisalready doing so, this profile of Islamic
education
emphasis on canaspects
give hope such? for IftheIslamic
future education
in responseistoalready the challenges
doing so,ofthis globalization.
profile of Islamic
education Today
can givepeople hopeexpect
for the to future
Islamic educationtointhe
in response order to make
challenges of changes in terms of
globalization.
processToday and the future orientation. In terms of orientation,
people expect to Islamic education in order to make changes in terms there are not many Islamic of
educational
process andinstitutions
the future yet that give In
orientation. youngterms students to live a there
of orientation, better arequality
not ofmanytheirIslamic
future
through
educational education
institutionspath yet
nowthat (ingive
Madrasah
young and boarding
students to live schools).
a betterQuality
quality of life can
of their futurebe
passed
throughifeducation
a person has pathonenow major (in capital
Madrasah life, and
namely independence.
boarding schools). Quality of life can be
Islamic education normatively already
passed if a person has one major capital life, namely independence. directed that Muslims can develop their
potential. But this
Islamic ideal expectation
education normatively has already
not beendirected
able to bethat realized
Muslims by Islamic educational
can develop their
institutions, practitioners, and also the government. Institutionally
potential. But this ideal expectation has not been able to be realized by Islamic educational the non formal some
boarding
institutions,schools are already
practitioners, anddoing
also thethedebriefing
government. for independence
Institutionallyofthe kids
nonor formal
his students,
some
among examples of boarding schools mentioned here are
boarding schools are already doing the debriefing for independence of kids or his students, Sidogiri boarding in Pasuruan,
East
among Java, this boarding
examples involves
of boarding a lot ofmentioned
schools his students here to engage
are Sidogiriin concrete
boarding in the
in economic
Pasuruan,
field, suchthis
East Java, as boarding
operatinginvolves the cooperative
a lot of hisoptimally
students to and economic
engage empowerment
in concrete of the
in the economic
people.
field, such as operating the cooperative optimally and economic empowerment of the
people.What formal Islamic education institutions such as Madrasah and other Islamic
schoolsWhat are? formal
According Islamic to the observations
education of thesuch
institutions author of the majority
as Madrasah and other of Islamic
Islamic
education
schools are? are According
still a lot of to activities that are more
the observations of thelikely author to of
touchthe the religious
majority of aspects
Islamic
alone, while other aspects associated with the life skills they
education are still a lot of activities that are more likely to touch the religious aspects have not worked optimally.
Aheadother
alone, while of Islamic
aspects education
associatedthat withwill survive
the life skillsistheythat have
can give people optimally.
not worked hope for the
future, while still struggling in the religious aspect alone
Ahead of Islamic education that will survive is that can give people hope for the without a balanced development
of whilewill
life skills
future, stillbestruggling
abandoned in bythesociety.
religiousWhy aspectis that?
aloneBecause
withoutmany peopledevelopment
a balanced now expect
of Islamic
of life skills education
will be abandonedis able by to society.
provideWhy spiritual
is that?enlightenment
Because manyand peoplesimultaneously
now expect
performing the functions of empowerment in improving
of Islamic education is able to provide spiritual enlightenment and simultaneously the quality of life, such as not to
depend
performing on others, have independent
the functions of empowerment spirit, resilient,
in improving and others. If such
the quality of things are not
life, such done
as not to
by the institution of Islam is by itself the community will leave.
depend on others, have independent spirit, resilient, and others. If such things are not done
Is an ironic,
by the institution of when
Islamsomeone
is by itself decades in boarding
the community willschools
leave. or MI, MTS, MA and PTA
graduates Is an ironic, when someone decades in boarding schools orfragile
turned out afterwards that he can not be independent, MI, MTS,soul, MA
not working,
and PTA
not able toturned
graduates live aout better life andthat
afterwards others.
he can Whennot circumstances
be independent, becomes our treats,
fragile soul, then in
not working,
fact Islam ever educate education they have a moral responsibility
not able to live a better life and others. When circumstances becomes our treats, then in to provide a solution.
Indeed,
fact Islam notever
all boarding schools/PTA
educate education theygraduates
have a moral as it is, but life skillstorelated
responsibility providetoathe future
solution.
of their lives
Indeed, not allneed to be developed.
boarding schools/PTA Certainly
graduates notasaniteconomic
is, but lifeproblem to be indicators
skills related to the future of
aofperson's independence, but the issue was required by every
their lives need to be developed. Certainly not an economic problem to be indicators of member of intellectuals in the
hold of lifeindependence,
a person's in the future. but the issue was required by every member of intellectuals in the
To realize
hold of life in the future. the independence of intellectual’s beings in the context of Islamic
education, To according
realize thetoindependence
the author’s solutions is Islamicbeings
of intellectual’s educationin theneedscontext of Islamic
to optimize the
education, according to the author’s solutions is Islamic education needs to optimize the
management functions are planning, organizing, actuating, controlling (POAC). These
functions
management are functions
not merelyarereinforcement
planning, organizing,into the (internal
actuating, education)
controlling but (POAC).
it must also These to
orientation to the outside (external education). An example,
functions are not merely reinforcement into the (internal education) but it must also to first, how to design a profile of
educational
orientation toinstitutions
the outside graduates of Islam that
(external education). formal and
An example, first,informal?
how to designThena fromprofiletheof
beginning was to do the analysis based on the needs
educational institutions graduates of Islam that formal and informal? Then from the and expectations of society. The draft
will be reference
beginning was to dotothe educators
analysis and basedmanagers.
on the needs Needs and and expectations
expectations of society
of society. will
The draft
will be reference to educators and managers. Needs and expectations of society will

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 205
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 203 – 208

certainly need to be seen in the context of modern society without losing the aspect of
spirituality which is characteristic of Islamic education.
Second, after designing a profile of graduates of Islamic education, organization
and coordination need to be done well by the components of Islamic education. This is
where the need for division of labor based on competence and performed collaboratively.
This is no longer day of "ewuh pakewoh" element when it should not involve a family
member, a close friend, because they are incompetent. Professional principle of duty needs
to be realized by reference to the safeguards that have been outlined.
Third, in running programs that are well designed, should be done in cooperation
with various parties so that implementation runs smoothly. An example boarding school or
Madrasah bring an economic practitioner to give enlightenment to the madrasah/boarding
components on the purposes of having spirit of independence to make it happen. The
author welcomes when the Directorate of Islamic Education the Ministry of Religious
Affairs took Ciputra to enlighten/supplies entrepreneurial spirit to the faculty of religion
lecturers in Public Higher Education (PTU) and the lecturers in PTAI.
Fourth, after all the program is run, it is necessary to evaluate both short-term
evaluation (during the educational process is still in progress) and long term (after the
students pass) whether they can move better survival or become lazy and unemployed. On
the basis of this evaluation it is necessary to re planning on Islamic education process that
makes them so.

D. ISLAMIC EDUCATIONAL INSTITUTION IN SPOTLIGHT OF


GLOBALIZATION MIDST
It is a fact that the people of Indonesia majority are Muslim was not proportional to
the condition of Islamic education, which tends to be underestimated, even considered
"missed the train". This perception is not really one hundred percent the fault of people
who look, but also an error of Muslim intellectual himself in "presenting" the performance
of Islamic education.
Indeed normatively, Islamic education concept is ideal, is the effort to develop a
wide range of human potential in a variety of things based on the values of Islam.
However, the normative concept has not been able to be embodied in the reality of life in
the community of the world, including Indonesia, so the logical consequence that happens
is Islamic education becomes scorn of Muslim community in Indonesia, even the people of
the world.
Institutionally, Islamic education in Indonesia of which is represented by the
boarding school (non-formal), madrassah and other Islamic schools (formal). Islamic
educational institutions of this kind can survive in Indonesia, even from time to time have
increased in terms of quantity, but the quality has not matched the increase. Of course this
general fact, do not overlook several Islamic institutions that have been able to compete
with "secular" schools/colleges. However, this amount is not proportional to the number of
existing Islamic institutions and Muslim population of Indonesia.
Human Resources in Islamic education has an important role in "presenting"
Islamic education quality and contain the impression of "teasing" the public as an
expression of a sponsor on a television, "the first impression is so tempting, then it's up to
you". This expression is true if adopted can raise awareness of how important the working
men of skill (education managers, caregivers, teachers, students, vested interests, and
others) to achieve a higher quality of Islamic education.
Public scorn against the real Islamic education can not be separated from the
quality of human resources and the products of the institutions. Therefore, it is here that

206 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION IN PUBLIC HIGHER EDUCATION AND THE ISLAMIC ... — [Muhammad Turhan Yani]

needs to be done based on the imaging quality of human resources, education and learning
processes, and product education to be proud. In the present context, Islamic education
needs to show the product to be proud. Certainly the product is not such products
factory/company, but graduates can continue their survival, unable to compete, handy for
the family, society, religion, country and nation.
So far, Islamic education is still much more concerned about the sustainability of its
institutions rather than thinking about the products, for example, there are several
educational institutions of Islam (LPI) which has pegged the cost of education for their
students in large nominal, but the graduates produced not get maximum attention. Of
course this issue into the public doubts the moral responsibility of Islamic education.
It should be recognized that the product LPI graduates has not been much a place in
the heart of Indonesia's Muslim population, the opposite happens that students who pass
"secular" public schools/PT more proud. Of course this fact is not something that is wrong,
because they get something more in terms of the institutions. It is precisely this reality
became a whip motivation for Islamic education in order to reflect on and immediately fix
the weaknesses found in him.
The tendency of modern society is very rational, that thinking about the future
without ignoring the religious life. The question is whether the Islamic education is able to
realize the desire of the modern society? Among the future life is desired economic
independence and ability. Changes made by the Islamic educational institutions has been
more touching internal institutional side, such as building facilities, learning tools, and
others, while matters related to the future needs of their students are not yet apparent. This
situation is exacerbated by the views of Indonesian society, including the world of work
that has not glanced products/graduates of Islamic education. Even some graduates of
Islamic educational institutions (madrasah and boarding schools) still get discriminated
against.When that happens, who is actually responsible? Certainly not just managers and
government alone, but all parties have a responsibility to make Islamic education as an
honor, and even love so when we are asked by a friend, where does your child study? We
proudly answered my son's school in madrassah X or X Islamic schools, not the other way
my child studies only at this school, because the public schools rejected. Such answers can
certainly be said to distort the Islamic education.

E. CONCLUSION
The author is fully aware that someone’s un-independency certainly not solely for
education in its path, but also nothing to do with the character of the individual concerned.
However, on the other hand, one of the main functions of Islamic education is to develop
the human potential, it is thus the authors believe that Islamic education is able to realize
the independence of human intellectuals as a solution to face the challenges of
globalization. Naturally this responsibility should receive the support and attention of the
Muslim community and the government as well as one of the stakeholders of Islamic
education. Wa Allah A’lam bi al-Shawab.

REFERENCES
Bawani, Imam. 2001.Pendidikan Islam di Indonesia (Beberapa Problema dan Alternatif
Jalan Keluarnya). Naskah pidato pengukuhan guru besar di IAIN Sunan Ampel 10
Februari 2001.
Buchori, Mochtar, ”Pendidikan Islam di Indonesia : Problem Masa Kini dan Perspektif
Masa Depan”. Jurnal PRISMA. Jakarta : LP3ES.
Hidayat, Komarudin dkk. 2000. Islam untuk Disiplin Ilmu Pendidikan, Jakarta : Depag RI.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 207
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 203 – 208

Luth, Thohir,2008. Skala Prioritas Bahan AjarMata Kuliah Pendidikan Agama Islam
(PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU). Makalah disampaikan dalam Seminar
Orientasi PAI di PTU se- Jawa Timur di Universitas Brawijaya, 17 April 2008.
Mughni, Syafiq A., 2008. Pendekatan Pembelajaran Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
(PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU). Makalah disampaikan dalam Seminar
Orientasi PAI di PTU se- Jawa Timur di Universitas Brawijaya, 17 April 2008.
Muhaimin, 2007. Pengembangan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan
Perguruan Tinggi. Jakarta : Raja Grafindo, 2007.
Yani, Muhammad Turhan. 2009. Fenomena Keagamaan di Perguruan Tinggi Umum,
Surabaya : Unesa University Press.
------------- 2009. Dinamika Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi Umum.Jurnal
Penelitian Keislaman, Volume 5, No.2, Juni 2009. LPPM-IAIN Mataram.
Yani, Muhammad Turhan, dan Abdullah, M Husni.Madrasah di Perkotaan (Surabaya);
Kajian Antara Idealitas dan Realitas. Jurnal Pendidikan Islam “At-Tarbawi”
Volume 6, No. 2,Nop 2007. STAIN Surakarta

208 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DALAM MEMBANGUN KARAKTER PESERTA DIDIK
DI SMP LABORATORIUM UPI

Mulyana Abdullah
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: abdullahmulyana@gmail.com

ABSTRACT

How actually the role of the Islamic Religious Education in Junior High School (SMP)
Laboratorium Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) which can build its student’s character is the
main focus of this study. The method used in this research is qualitative or qualitative research
(naturalistic inquiry) oriented to the natural and fundamental phenomena that occur on the subject
of research. In collecting data, researcher used the technique of in-depth interviews and
documentation study. The results of this study indicate that the students character formation in
SMP Laboratorium UPI which is in accordance with the objectives of Islamic education derived
from the character which is the main purpose of education in Islam. This is in line with the need to
implement character education at school to create a great, dignified and respected nation. In
addition to the intellectual and skill elements, Islamic Religious Education in the school has a very
vital role in shaping better character of students and therefore they will always adhere religious
values and norms as well as social norms, especially as an Indonesian citizen.

Keyword: Islamic Religious Education, Character Education, Junior High School (SMP)
Laboratorium UPI

ABSTRAK

Bagaimana sebenarnya peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Laboratorium Universitas Pndidikan Indonesia (UPI) dapat membangun karakter
peserta didiknya merupakan fokus utama dari penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif atau qualitative researach (naturalistic inquiry) yang berorientasi pada fenomena alami
dan mendasar yang terjadi pada subjek penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan
teknik wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pembentukan karakter peserta didik di SMP Laboratorium UPI yang sesuai dengan tujuan
Pendidikan Agama Islam berasal dari akhlak yang merupakan pilar utama dari tujuan pendidikan di
dalam Islam, hal ini senada dengan latar belakang perlunya diterapkan pendidikan karakter di
sekolah yaitu untuk menciptakan bangsa yang besar, bermartabat dan disegani. Di samping unsur
intelektualitas dan skill, Pendidikan Agama Islam di sekolah ini memiliki peran yang sangat vital
dalam membentuk karakter peserta didik yang lebih baik dan senantiasa mentaati nilai-nilai dan
norma-norma agama dan sosia,l khususnya sebagai bangsa Indonesia.

Kata kunci: pendidikan agama Islam, pendidikan karakter, SMP Laboratorium UPI

A. PENDAHULUAN
Ditinjau dari segi konsep, pendidikan dipandang sebagai suatu proses untuk
membina dan mengantarkan peserta didik agar dapat menemukan kemandiriannya,
sehingga pendidikan menjadi suatu aktivitas pendewasaan diri seseorang, sebagaimana
tertuang dalam Undang-undang No. 20 tahun2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 209
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 209 – 214

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajardan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 ayat 1).
Bagi bangsa Indonesia sendiri, pendidikan warga negaranya merupakan sesuatu hal
yang vital yang akan mampu meningkatkan harkat, derajat, martabat bangsa Indonesia di
mata bangsa-bangsa lain di dunia. Meskipun konsep pendidikan dan pembelajaran yang
diterapkan selama ini di Indonesia cukup ideal, namun pada kenyataannya tidak jarang
“orang-orang terpelajar” yang menunjukkan perilaku yang terlepas dari spiritualitas dan
moralitas, bahkan kecenderungannya menunjukkan mewabahnya mutual distrust
(Pawenang, 2010, hlm. 132). Fenomena seperti itu begitu jelas terlihat dalam keseharian
kita sebagai masyarakat Indonesia. Tidak hanya pada kalangan orang dewasa, tetapi juga
telah merambah pada perilaku remaja dan anak-anakyang tampak dalam bentuk kenakalan
remaja dan anak-anak, bahkan hal yang paling kecil seperti kebiasaan mencontek untuk
mendapatkan nilai yang tinggi seakan-akan telah menjadi hal yang lumrah. Ini
menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan mereka masih terjadi ketimpangan antara
pembangunan intelektual (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik)dengan sikap-perilaku
(afektif), dimana aspek kognitif dan psikomotor lebih mendapatkan prioritas dibandingan
dengan aspek afektif.
Di sinilah sistem pendidikan di Indonesia dirasa perlu untuk kembali menekankan
pentingnya penerapan pembangunan karakter peserta didik yang berakhlak dan bermoral
sesuai dengan nilai dan norma sosial dan agama yang menjadi dasar kehidupan dalam
bermasyarakat dan bernegara. Di sini pula lah pentingnya penerapan pendidikan agama
Islam dalam proses pendidikandi Indonesia dalam menumbuhkembangkan akidah melalui
pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang
terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Swt, dan mewujudkan
manuasia Indonesia yang taat beragamadan berakhlak mulia. Melalui mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) inilah karakter akhlak dan moral peserta didik dibangun
dan dikembangkan, ini berarti bahwa pendidikan karakter bagi peserta didik merupakan
bagian integral dari pendidikan agama Islam itu sendiri.
Berkenaan dengan penerapan mata pelajaran pendidikan agama Islam ini, SMP
Laboratorium UPI mengamban misi mewujudkan pendidikan yang mampu membangun
insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif, kreatif, beriman dan berahlak mulia untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat di era globalisasi, serta menanamkan sifat percaya diri,
tanggap, dan mampu mengatasi masalah, memiliki keimanan danketaqwaan yang kuat
(Profil SMP Laboratorium UPI, 2015). Dengan misinya ini, maka pendidikan agama Islam
sangat berperan penting dalam membangun karakter peserta didiknya. Bagaimana
sebenarnya peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI ini
dapat membangun karakter peserta didiknya? Inilah yang menjadi daya tarik bagi penulis
untuk mengkaji lebih jauh mengenai peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam
membangun karakter peserta didik di SMP Laboratorium UPI.

B. METODE PENELITIAN
Secara keseluruhan, penggunaan metode dalam penelitian ini adalah metode
kualitatifatau qualitative researach (naturalistic inquiry) yang menurut Bogdan dan Biklen
(1982, hlm. 2) naturalistic inquiryberorientasi pada fenomena alami dan mendasar yang
terjadi pada subjek penelitian. Penggunaan metode ini didasarkan atas
pertimbangankesesuaian antara hakikat metode penelitian dengan subjek yang diteliti.

210 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM ... — [Mulyana Abdullah]

Dalam prosesnya, penelitian kualitatif ini akan mengalami perkembangan, khususnya


dalam hal masalah yang diteliti, yang semuanya tergantung pada perkembangan temuan
yang terjadi di lapangan.
Sementara itu, selaras dengan pendapat Sugiyono (2012, hlm. 216) bahwa dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi. Dengan demikian, maka subjek
penelitian yang ditetapkan sebagai informan atau nara sumber dalam penelitian ini adalah
seorang guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan siswa kelas IX SMP
Laboratorium UPI.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Penerapan Nilai-nilai Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMP
Laboratorium UPI
SMP Laboratorium UPI sebagai salah satu lembaga pendidikan dasar dengan visi
menjadikan Sekolah Menengah Pertama yang memiliki keunggulan akademis, sosial dan
religi serta menjadi wahana bagi pengembangan pendidikan bertaraf nasional dan
internasional menuju terwujudnya insan indonseia yang cerdas, kompetitif, kreatif,
mandiri, beriman dan berahlak mulia, sehingga mampu bersaing di era global ini
mengemban empat misi utama penyelenggaraan pendidikannya, salah satu di antaranya
adalah melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar bertaraf nasionaldan internasional
yang berazaskan religius, serta menanamkan sifat percaya diri, tanggap, dan mampu
mengatasi masalah, memiliki keimanan danketaqwaan yang kuat (Profil SMP
Laboratorium UPI, 2015).
Dengan misinya tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan di SMP Laboratorium
UPI yang didasarkan pada kurikulum kurikulum nasional dan muatan lokal yang
ditetapkan sekolah ini ditunjang dengan jam pelajaran tambahan berupa kegiatan
kokurikuler pada beberapa mata pelajaran, termasuk baca tulis Al-quran sebagai jam
tambahan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Dalam pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, di samping penanaman nilai-nilai kognitif seperti pengetahuan tentang Al-
quran dan hadits, aqidah, akhlak, dan fikih, serta nilai-nilai psikomotor seperti
keterampilan baca-tulis Al-quran, juga ditanamkan nilai-nilai sikap dan perilaku yang
selaras dengan ajaran Islam dengan lebih menitikberatkan pada pencapaian kompetensi
secata utuh selain penguasaaan materi pelajaran. Nilai-nilai inilah yang menjadi nilai-nilai
karakter yang diupayakan untuk ditanamkan dalam setiap proses pembelajaran Pendidikan
Agama Islam bagi siswa SMP Laboratorium UPI, termasuk bagi siswa kelas IX, dimana
siswa dibina untuk senantiasa mengetahui, mencintai, dan melakukan tindakan-tindakan
yang tidak menyimpang dari ajaran Islam secara utuh. Mengetahui hal-hal yang selaras
dengan ajaran Islam di sini berarti mengembangkan kemampuan siswa untuk
menyimpulkan atau meringkaskan sesuatu dan sengaja memilih sesuatu yang benar untuk
dilakukan, sehingga siswa yang bersangkutan menyukai/menyenangi sesuatu itu, dan pada
akhirnya mengamalkan/menerapkannya dalam setiap aktivitas kehidupannya. Inilah yang
menurut Aristoteles (Ryan dan Bohlin, 1999, hlm. 5) disebut dengan practical wisdom
(kebijakan praktis). Memiliki kebijakan praktis di sini berarti mengetahui apa yang
diperlukan dalam bertingkah laku yang benar sesuai dengan ajaran Islam, dalam
hubungannya dengan orang lain, dengan diri sendiri, dan terutama dengan Khalik-nya.
Berkaitan dengan pendidikan karakter sebagai pendidikan suatu kebajikan,
penerapan nilai-nilai karakter melalui Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI
dilandaskan pada suatu pemahaman bahwa Islam memandang tujuan pendidikan itu
mencakup tiga hal, yaitu mencapai manusia yang memiliki karakteristikhilmun, yaitu
kesanggupan atau kemampuan untuk menolak argumentasi orang yang bodoh dengan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 211
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 209 – 214

menggunakan bahasa yang santun; waro’, yaitu hati-hati, tidak rakus, rendah hati, yang
dapat membentengi
menggunakan bahasadiri
yangdarisantun;
perbuatan maksiat;
waro’, yaitu dan khusnul
hati-hati, tidakkhuluq.Hal
rakus, rendah ini menegaskan
hati, yang
bahwa pendidikan berperan
dapat membentengi diri dari dalam
perbuatan menanamkan
maksiat; dan akhlakulmahmudah
khusnul khuluq.Hal atauiniakhlakmenegaskan terpuji
dan meninggalkan akhlakul mazmumah atau akhlak tercela.
bahwa pendidikan berperan dalam menanamkan akhlakulmahmudah atau akhlak terpuji Pendidikan karakter ini telah
diterapkan sejak zaman
dan meninggalkan akhlakulRasulullah
mazmumah saw atau
yangakhlaktercermin dariPendidikan
tercela. pribadi beliau sebagaimana
karakter ini telah
difirmankan Allah Swt. dalam surat al-Ahzab ayat 21:
diterapkan sejak zaman Rasulullah saw yang tercermin dari pribadi beliau sebagaimana
difirmankan Allah Swt. dalam surat al-Ahzab ayat 21:
ô‰s)©9tβ%x.öΝä3s9’ÎûÉΑθß™u‘«!$#îοuθó™é&×πuΖ|¡ymyϑÏj9tβ%x.(#θã_ötƒ©!$#tΠöθu‹ø9$#uρtÅzFψ$#tx.sŒuρ©!$##Z ÏVx.
ô‰s)©9tβ%x.öΝä3s9’ÎûÉΑθß™u‘«!$#îοuθó™é&×πuΖ|¡ymyϑÏj9tβ%x.(#θã_ötƒ©!$#tΠöθu‹ø9$#uρtÅzFψ$#tx.sŒuρ©!$##Z ÏVx.
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi
Artinya: “Sesungguhnya telah orang yang (diri)
ada pada mengharap (rahmat)
Rasulullah itu Allah dan (kedatangan)
suri teladan yang baik
hari kiamat
bagimu dan bagi
(yaitu) dia banyak
orang menyebut Allah.” (rahmat) Allah dan (kedatangan)
yang mengharap
Akhlak yang dan
hari kiamat dimaksud di sini
dia banyak berhubungan
menyebut Allah.” dengan gejala jiwa yang dapat
menimbulkan
Akhlak perilaku tertentu. diPerilaku
yang dimaksud inilah yangdengan
sini berhubungan akan gejala
memperlihatkan
jiwa yangapakah
dapat
seseorang
menimbulkantersebut berakhlak
perilaku terpujiPerilaku
tertentu. atau berakhlak tercela.akan
inilah yang Berkaitan dengan pendidikan
memperlihatkan apakah
karakter
seseorangbagi peserta
tersebut didik, tercapainya
berakhlak terpuji atautujuan pendidikan
berakhlak iniBerkaitan
tercela. melibatkandengan
peran pendidikan
dari semua
pihak seperti
karakter orangtua,
bagi peserta sekolah,
didik, dan masyarakat.
tercapainya Semua itu
tujuan pendidikan ini dibutuhkan untuk dari
melibatkan peran membantu
semua
peserta didik diharapkan ,sebagai mana di jelaskan dalam sabda rosululloh
pihak seperti orangtua, sekolah, dan masyarakat. Semua itu dibutuhkan untuk membantu saw
peserta didik diharapkan ,sebagai mana di jelaskan dalam sabda rosululloh saw
Artinya: “Tidak ada seorang anak pun, kecuali dilahirkan atas fitrah. Maka kedua orang
tuanyalah
Artinya: “Tidak ada yang menjadikannya
seorang Yahudi,dilahirkan
anak pun, kecuali Nasrani, danatasMajusi…(H.R Bukhori).
fitrah. Maka kedua orang
Itulah sebabnya,
tuanyalah yang guru Pendidikan
menjadikannya Agama
Yahudi, Islamdan
Nasrani, di Majusi…(H.R
SMP LaboratoriumBukhori). UPI
senantiasa terus berupaya mengembangkan berbagai strategi
Itulah sebabnya, guru Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI untuk mengintegrasikan
penanaman
senantiasa terusnilai-nilai karakter
berupaya dalam pembelajaran
mengembangkan Pendidikan
berbagai strategiAgama
untuk Islam bagi peserta
mengintegrasikan
didiknya.
penanaman nilai-nilai karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi peserta
didiknya.
2. Peran Pendidikan Agama Islam dalam membina karakter siswa SMP
2. Laboratorium
Peran Pendidikan UPI Agama Islam dalam membina karakter siswa SMP
Masa remaja adalah
Laboratorium UPI usia transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pada
masa remaja,
Masa seorang individuusia
remaja adalah sedang mengalami
transisi dari masamasa kegoncangan
kanak-kanak jiwa. Dalam
menuju dewasa.periode
Pada
ini mereka digelisahkan oleh perasaan yang ingin melawan orang tua,
masa remaja, seorang individu sedang mengalami masa kegoncangan jiwa. Dalam periode keinginan kuat untuk
mandiri
ini merekanamun ketikaoleh
digelisahkan dihadapkan
perasaan yangpadaingin
kenyataan
melawan danorangkesulitan hidupkuatsebagai
tua, keinginan untuk
konsekuensinya mereka menjadi goyah, serta adanya masalah
mandiri namun ketika dihadapkan pada kenyataan dan kesulitan hidup sebagai pergaulan dengan sesama
remaja. Secara langsung
konsekuensinya maupun goyah,
mereka menjadi tidak kondisi ini akan
serta adanya memaksamereka
masalah untuk mencari
pergaulan dengan sesama
bantuan diluar dirinya
remaja. Secara langsungberupa
maupun suatu kekuatan
tidak kondisiyang diyakini
ini akan mampu menolongnya.
memaksamereka untuk mencariJika
mereka salah langkah akan sangat berbahaya karena dapat menjerumuskan
bantuan diluar dirinya berupa suatu kekuatan yang diyakini mampu menolongnya. Jika mereka dalam
pergaulan
mereka salah yang tidak sehat.
langkah Dalamberbahaya
akan sangat keadaan seperti
karenaitu agama
dapat merupakan penolong
menjerumuskan yang
mereka dalam
sangat ampuh untuk mengembalikan ketenangan dan keseimbangan
pergaulan yang tidak sehat. Dalam keadaan seperti itu agama merupakan penolong yang jiwanya, sebagai
pengisi filsafat hidupnya
sangat ampuh dimana agamaketenangan
untuk mengembalikan bagi remajadan memiliki fungsi yang
keseimbangan sangat penting
jiwanya, sebagai
yaitu
pengisiuntuk penenang
filsafat hidupnyajiwa.dimana agama bagi remaja memiliki fungsi yang sangat penting
Akarpenenang
yaitu untuk permasalahan
jiwa. yang timbul dari kekurang-senangan peserta didik terhadap
materi pelajaran keagamaan yang
Akar permasalahan di sekolah
timbulterletak pada minimnya motivasi
dari kekurang-senangan untuk
peserta mendalami
didik terhadap
agama secara lebih intens dan pelajaran agama yang mereka dapat
materi pelajaran keagamaan di sekolah terletak pada minimnya motivasi untuk mendalami di sekolah kurang
memberikan
agama secaraaplikasi dan solusi
lebih intens praktis dalam
dan pelajaran agamakeseharian
yang mereka mereka.Hal
dapat diinisekolah
menyebabkan
kurang
PAI dianggap materi yang tidak penting dan hanya menjadi pelengkap
memberikan aplikasi dan solusi praktis dalam keseharian mereka.Hal ini menyebabkan pembelajaran saja,
dan
PAI bahkan
dianggap pembelajaran
materi yang PAI tidakhanya dilakukan
penting dan hanya didalam kelas
menjadi saja yang
pelengkap hanya mendapat
pembelajaran saja,
jatah 2 jam pelajaran
dan bahkan setiapPAI
pembelajaran minggu,
hanyalebih ironis lagi
dilakukan evaluasi
didalam kelasPAIsajahanya
yangdilakukan dengan
hanya mendapat
tes tertulis.
jatah 2 jam pelajaran setiap minggu, lebih ironis lagi evaluasi PAI hanya dilakukan dengan
tes tertulis.

212 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM ... — [Mulyana Abdullah]

Pola pembelajaran terhadap materi PAI diatas sudah saatnya diubah. Guru yang
Pola
menjadiPola ujungpembelajaran terhadap materi
tombak keberhasilan PAI diatas
sebuah sudah saatnya
pembelajaran diubah.
harus diubah.
menyadari Guru yang
menjadi ujungpembelajaran
tombak terhadap materi
keberhasilan PAI diatas
sebuah sudah saatnya
pembelajaran harus menyadari Gurubahwa yang
bahwa
tanggung
menjadi Pola jawabnya
ujungpembelajaran
tombak terhadap keberhasilan
terhadap
keberhasilan materi pembelajaran
PAI
sebuah diatas sudah
pembelajaran PAI tidak
saatnya hanya
diubah. pada
Guru tataran
yang
tanggungsaja,tetapi
kognitif jawabnya terhadap
tidak kalah keberhasilan
penting adalah pembelajaran
bagaimana PAI harus
tidak hanya
memberikan
menyadari bahwa
pada kepada
kesadaran tataran
menjadi
tanggung ujung tombak
jawabnyatidak terhadap keberhasilan sebuah pembelajaran harus menyadari bahwa
kognitif
siswa akan saja,tetapi
akhlak dan kalahkeberhasilan
moralitas. penting
Disinilah adalah pembelajaran
bagaimana
kreatifitas guru
PAI tidak hanya
memberikan
Pendidikan Agama
pada tataran
kesadaran kepada
Islamkepada
SMP
tanggung
kognitif jawabnya
saja,tetapi terhadap
tidakmoralitas. keberhasilan
kalah penting adalah pembelajaran
bagaimana PAI tidak
memberikan hanya pada
kesadaran tataran
siswa akan
Laboratorium akhlak
UPI dan dan
berupaya Disinilah
menerapkan kreatifitas
sistem guru
dan strategi Pendidikan
pembelajaran Agama Islam
PAI Islam
yangkepadaSMP
tidak
kognitif
siswa akan saja,tetapi
akhlak tidak kalah
moralitas. penting
Disinilah adalah bagaimana
kreatifitas guru memberikan
Pendidikan kesadaran
Agama SMP
Laboratorium
hanya diajarkan UPI berupaya
didalam menerapkan
kelasmenerapkan
saja,Disinilah sistem
tetapi sistem
juga dan strategi
memotivasi pembelajaran PAI yang tidak
siswa akan
Laboratorium akhlak
UPI dan moralitas.
berupaya kreatifitas guru dan
dan strategi memfasilitasi
Pendidikan
pembelajaran Agama PAIpembelajaran
Islam
yang tidakSMP
hanya
agama diajarkan
Islam didalam
diluar kelas
kelas saja,
melalui tetapi juga memotivasi
kegiatan-kegiatan dan
yang memfasilitasi
bersifat pembelajaran
keagamaan dan
Laboratorium
hanya UPI berupaya menerapkan sistem dan strategi pembelajaran PAI yang tidak
agamadiajarkan
menciptakan
didalamkelas
Islamlingkungan
diluar kelasmelalui
sekolah
saja, tetapi
yang
juga memotivasi yang
kegiatan-kegiatan
religius dan tidak
dan memfasilitasi
terbatas bersifat
oleh jam
pembelajaran
keagamaan
pelajaran.Ibnu dan
hanya diajarkan
agama didalam
Islamlingkungan
diluar kelasmelalui
kelas saja, tetapi juga memotivasiyang
kegiatan-kegiatan dan memfasilitasi
bersifat pembelajaran
keagamaan dan
menciptakan
Shina sekolah yang religius dan tidak terbatas oleh jam pelajaran.Ibnu
agama dalam
menciptakan Risalah
Islamlingkungan
diluar kelas al-Siyâsah
sekolahmelalui mensyaratkan
yang religius danprofesionalitas
kegiatan-kegiatan yang bersifat
tidak terbatas Gurujam
oleh ditentukan
keagamaan
pelajaran.Ibnu oleh
dan
Shina dalam
kecerdasan, Risalah
agamanya, al-Siyâsah
akhlaknya, mensyaratkan
kharisma dan profesionalitas
wibawanya.Oleh Guru ditentukan
karena itu oleh
salah
menciptakan
Shina lingkungan
dalam agamanya,
Risalah al-Siyâsahsekolah yang religius
mensyaratkan dan tidak terbatas
profesionalitas oleh jam
Guru karena pelajaran.Ibnu
ditentukan oleh
kecerdasan,
satuproses mendidik yang akhlaknya,
penting kharisma
adalah dan
keteladanan. wibawanya.Oleh
Guru harus mampu itu salah
menerapkan
Shina dalam
kecerdasan, Risalah
agamanya, al-Siyâsah
akhlaknya, mensyaratkan
kharisma profesionalitas
dan wibawanya.Oleh Guru ditentukan
karenamenerapkan
itu salaholeh
satuproses agamadalam
nilai-nilai mendidik yang penting adalah
kehidupannya keteladanan.
sebelum mengajarkan Guru harus
nilai-nilaimampu agama tersebut
kecerdasan,
satuproses agamanya,
mendidik yang akhlaknya,
penting adalah kharisma dan
keteladanan. wibawanya.Oleh
Guru harus mampukarena itu
menerapkan salah
nilai-nilai
kepada siswa.agamadalam
Karena ia kehidupannya
akan menjadi sebelum
model yang mengajarkan
nyata bagi nilai-nilai
siswa. Disinilahagama tersebut
pentingnya
satuproses
nilai-nilai mendidik
agamadalam yang penting
kehidupannya adalah keteladanan.
sebelum mengajarkan Guru harus
nilai-nilaimampu agama menerapkan
tersebut
kepada
dukungan siswa.
dari Karena ia
semuaiapihak. akan menjadi
Karena model model
didalam yang nyata
metode bagi siswa. Disinilah pentingnya
nilai-nilai
kepada
dukungan siswa.agamadalam
dariKarena
semuadiri
kehidupannya
akan menjadi
pihak. Karena
sebelum
didalam yang nyata pembiasaan
mengajarkan
metode
nilai-nilai
bagi siswa.
pembiasaan
siswaagama
Disinilah dilatih
siswa dilatih
untuk
tersebut
pentingnyauntuk
mampu
dukungan membiasakan
kepada siswa. dariKarena
semuadiri berprilaku
iapihak.
akan menjadi baik
Karenabaik dimana
model
didalam yang saja, kapan saja
nyata pembiasaan
metode dan dengan
bagi siswa. Disinilah siapa
siswa dilatih saja.
pentingnya
untuk
mampuBerkenaan
membiasakan dengan berprilaku
itu, proses belajar dimana
mengajar saja, kapan saja dan dengan siapa saja.
dukungan
mampu dari semua
membiasakan
Berkenaan
pihak.
diri
dengan
Karena
berprilaku
itu, proses baik didalam
belajardimana
mengajarsaja, yang
metode kapan
yang
diterapkan
pembiasaan
saja dan dengan
diterapkan
didalam
siswa
didalam
pendidikan
dilatih
siapa untuk
saja.
pendidikan
akhlak melalui
mampuBerkenaan
membiasakan pembelajaran
dengan diri itu, Pendidikan
berprilaku
proses baik dimana
belajar Agama
mengajar Islam
saja,yang di SMP
kapanditerapkan
saja dan dengan Laboratorium
didalam siapa saja.
pendidikan UPI
akhlak
diarahkan melalui pembelajaran
lebih pembelajaran
kepada Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI
akhlak Berkenaan
melalui dengan mendidik,
itu, proses bukan mengajar
belajar
Pendidikan hanya
Agama sebabatas mengajar.
yang diterapkan
Islam di SMP Dalam
didalam
Laboratorium hal UPI
pendidikan ini,
diarahkan lebih proses
mendidikberarti kepada pembelajaran
mendidik, bukan lebih hanya
diarahkan sebabatas
kepada mengajar.
bimbingan Dalam
dan hal ini,
nasihat.
akhlak melalui
diarahkan lebih pembelajaran
kepada pembelajaran
mendidik, Pendidikan
bukan Agama sebabatas
Islam di mengajar.
SMP Laboratorium UPI
mendidikberarti
Membimbing dan proses
menasehati berarti lebih hanya
mengarahkan diarahkan kepada
peserta didik bimbingan
terhadap
Dalamdan hal nasihat.
pembelajaran
ini,
diarahkan
mendidikberarti lebih kepada mendidik, bukan hanya sebabatas mengajar. Dalam hal ini,
Membimbing
nilai-nilai danproses
sebagai tauladan
pembelajaran
menasehati berarti
dalam
lebih diarahkan
mengarahkan
kehidupan nyata, jadi
kepada
peserta didikbimbingan
bukan
dan nasihat.
terhadapmenyampaikan
sekedar pembelajaran
mendidikberarti
Membimbing proses
dan menasehati pembelajaran
berarti lebih
mengarahkan diarahkan kepada
peserta bimbingan
didik sekedar dan
terhadapmenyampaikan nasihat.
pembelajaran
nilai-nilai
sesuatu yang sebagai
bersifat tauladan
pengetahuandalam kehidupan
saja. Mendidik nyata, jadi bukan
dengan memberikan perhatian berarti
Membimbing
nilai-nilai dan
sebagai menasehati
tauladan berarti
dalam kehidupan mengarahkan peserta
nyata,dengan
jadi bukandidik terhadap
sekedarperhatian pembelajaran
menyampaikan
sesuatu
senantiasa yang bersifat
memperhatikan pengetahuan
dan selalu saja. Mendidik
mengikuti perkembangan memberikan
anak padaperhatian berarti
prilaku sehari-
nilai-nilai
sesuatu yang sebagai
bersifat tauladan
pengetahuandalam kehidupan
saja. Mendidik nyata, jadi bukan
dengan memberikansekedar menyampaikan berarti
senantiasaHal
harinya. memperhatikan
ini jugapengetahuan
dapatdan selalu
dijadikan mengikuti perkembangan
dasar perkembangan
evaluasi anak pada prilaku sehari-
sesuatu yang
senantiasa bersifat
memperhatikan dan selalu saja. Mendidik
mengikuti dengan bagi gurupada
memberikan
anak bagi keberhasilan
perhatian
prilaku berarti
sehari-
harinya. Hal
pembelajarannya. ini juga
Karena dapat
hal dijadikan
yang terpentingdasar evaluasi
dalam bagi
proses guru
pembelajaran bagi keberhasilan
PAI adalah
senantiasa
harinya. memperhatikan
Hal ini Karena juga dapat dan selalu
dijadikan mengikuti perkembangan
dasar dalamevaluasi anak
bagi pembelajaranpada prilaku
guru bagi keberhasilan sehari-
pembelajarannya.
adanya hal yang terpenting proses PAI adalah
harinya.perubahan
Hal ini Karena
pembelajarannya. prilaku
juga dapat yang
hal baik terpenting
dalam
dijadikan
yang kehidupan
dasar evaluasi
dalam sehari-harinya guru sebagai
bagipembelajaran
proses wujud
bagi keberhasilan
PAI dari
adalah
adanya
aplikasi perubahan
pengetahuan prilaku
yang telah yang baik
didapat. dalam kehidupan sehari-harinya sebagai wujud dari
pembelajarannya.
adanya perubahan Karena
prilaku hal yang
yang baik terpenting
dalam dalam sehari-harinya
kehidupan proses pembelajaran sebagai PAI
wujud adalah
dari
aplikasi pengetahuan yang telahterhadap
didapat. prestasi siswa dalam pembelajaran Pendidikan
adanya Bentuk
aplikasi perubahan
pengetahuan apresiasi yangguru
prilaku yang didapat.
telah baik dalam kehidupan sehari-harinya sebagai wujud dari
Agama Bentuk
Islam apresiasi
diapresiasi
SMPyang guru
Laboratorium terhadap prestasi
UPI prestasi
ini adalah siswa
adanya dalamumpa pembelajaran
balik yang positif Pendidikan yaitu
aplikasiBentuk
pengetahuan telah
guru didapat.
terhadap siswa dalam pembelajaran Pendidikan
Agama
dengan Islam di
memberikan SMP Laboratorium UPI ini adalah adanya umpa balik yang positif yaitu
Agama
dengan
Bentuk
Islam
memberikan SMP ganjaran
diapresiasi Laboratorium
ganjaran
dan hukuman
guru terhadap
dan UPI
hukuman
prestasi (reward-punishment).
ini adalah siswa
adanya dalam
(reward-punishment).umpa balikGanjaran
pembelajaran yang positif
Ganjaran
diberikan
Pendidikan yaitu
diberikan
sebagai
Agama Islam
dengan apresiasidi SMP
memberikan guruganjaran
terhadapdan
Laboratorium prestasi
UPI siswa
hukuman ini adalahsedangkan
adanyahukuman
(reward-punishment).umpa balik diberikan jika
yang positif
Ganjaran siswa
yaitu
diberikan
sebagai
melanggar apresiasi
aturan guru
yang terhadap
telah prestasi
ditentukan, siswa
tetapi sedangkan
hukuman hukuman
disini diberikan
bukan berarti jika siswa
dengan
dengan
sebagai memberikan
apresiasi guru ganjaran dan hukuman (reward-punishment). Ganjaran diberikan
melanggar
kekerasan aturan
atau yangterhadap
merendahkan telah mentalprestasi siswa
ditentukan,siswa, tetapi sedangkan
tetapi hukuman
lebih
hukuman
disinihukuman
kepada
diberikan
bukan jikadengan
berarti
yang
siswa
sifatnya
sebagai
melanggar apresiasi
aturan guru terhadap
yang telah mental prestasi
ditentukan, siswa sedangkan hukuman diberikan jika siswa
kekerasan Metode
mendidik. atau merendahkan
reward dan siswa,tetapi
punishmentini tetapi hukuman
lebih dalam
dibutuhkan
disinihukuman
kepada bukan berarti
pembelajaran yang
PAI
dengan
sifatnya
dengan
melanggar
kekerasan aturan yang
atau merendahkan telah ditentukan, tetapi hukuman disini bukan berarti
mendidik.
Tujuan agar Metode
anak reward
selalu danmental siswa, tetapi
punishmentini
termotivasi untuk belajar.
lebih dalam
dibutuhkan
Pemberian
kepadapembelajaran
hukuman yang
pengetahuan PAIsifatnya
tentang dengan
aqidah
kekerasan
mendidik. atau
Metode merendahkan mental
dan punishmentini
rewardtermotivasi siswa, tetapi lebih
dibutuhkan kepada hukuman
dalampengetahuan
pembelajaran yang
PAI sifatnya
dengan
Tujuan
yang agar
benar anak
menjadi selalu
dasartermotivasi
yang untuk
palinguntuk belajar.
utamabelajar.
dalam Pemberian
penanaman akhlak tentang
pada anak. aqidah
mendidik.
Tujuan agar Metode
anak reward
selalu dan punishmentini dibutuhkan
Pemberiandalam pembelajaran
pengetahuan PAI dengan
tentang aqidah
yang benarTujuan menjadi
utama dasar yang paling utama
daritermotivasi
pembelajaran dalam penanaman
Pendidikan Agama Islam akhlak pada
di pada
SMPanak.anak.
Laboratorium
Tujuan
yang agarmenjadi
benar anak selalu
dasar yang palinguntukutama belajar.
dalam Pemberian
penanaman pengetahuan
akhlak tentang aqidah
UPI ini Tujuan
adalah utama dari
pembentukankarakter pembelajaran pada Pendidikan
diri peserta Agama
didik Islam
yang di
akanSMP Laboratorium
tercermin dalam
yang benarTujuan menjadi
utama dasar yang paling
dari pembelajaran utama dalam
Pendidikan penanaman
Agama akhlak
Islam di pada
SMP anak.
Laboratorium
UPI ini
tingkah adalah
laku dan pembentukankarakter
pola pada diri peserta didik yang akan tercermin dalam
UPI iniTujuan
adalah utama daripiker
pembentukankarakter mereka
pembelajaran pada dalam
Pendidikan kehidupan
diri peserta Agamadidiksehari-hari.
Islam
yang di akanSMP Itulah sebabnya
Laboratorium
tercermin dalam
tingkah
pembelajaran laku dan pola piker mereka dalam kehidupan sehari-hari. Itulah sebabnya
pembelajaran laku PAI
UPI ini adalah
tingkah dan
PAI
tidak
pola hanya
pembentukankarakter
tidak piker
hanya
menjadi
mereka
menjadi
pada tanggung
diri peserta
dalam
tanggung
jawab
kehidupan
jawab
didikguruyang PAIakan
sehari-hari.
guru PAI
seorang
tercermin
Itulah
seorang
diri, tetapi
dalam
sebabnya
diri, tetapi
dibutuhkan
tingkah laku
pembelajaran dukungan
dan tidak
PAI darihanya
pola seluruhmereka
piker komunitas
menjadi dalam disekolah,
tanggung kehidupan
jawabmasyarakat, PAIdan
sehari-hari.
guru lebih
Itulahpenting
seorang sebabnya
diri, lagi
tetapi
dibutuhkan
adalah orang dukungan
tua. Didari seluruh
sini pula komunitas
SMP disekolah,
Laboratorium masyarakat,
UPI dan
tertuntut lebih
untukpentingmampu lagi
pembelajaran
dibutuhkan PAI tidak
dukungan hanya
darisini seluruh menjadi
komunitas tanggung
disekolah, jawab guru PAIdan
masyarakat, seorang
lebih diri, tetapi
penting lagi
adalah orang
mengkoordinir tua.
serta Di pula SMP Laboratorium UPI tertuntut untuk mampu
dibutuhkan
adalah orang
mengkoordinir tua. mengkomunikasikan
dukungan
serta Didarisiniseluruh
mengkomunikasikan SMPpola
pulakomunitas pola
pembelajaran
disekolah,
Laboratorium PAI terhadap
masyarakat,
UPI
PAI tertuntut
pembelajarankepribadian
dan lebih
terhadap
pihak-pihak
untukpenting
pihak-pihak mampu lain
lagi
lain
untuk saling
adalah orang serta
mengkoordinir mendukung dan
tua. mengkomunikasikan menjaga
Di sini pula SMPpola demi terbentuknya
Laboratorium UPI
pembelajarankepribadian peserta
tertuntut pihak-pihak
PAI terhadap didik
untuk mampu yang
lain
untuk
berakhlaksaling dan mendukung
berbudi dan
pekerti menjaga
luhur. demi demi
Karena terbentuknya
tanpa kerjasama peserta
terkaitpeserta
antar didik
usur-unsur yang
mengkoordinir
untuk saling serta
mendukung mengkomunikasikan
dan menjaga polaterbentuknya
pembelajaran PAI terhadap
kepribadian pihak-pihak lain
berakhlak
tersebut dan
mustahil berbudi
akan pekerti
tercipta luhur. muda
generasi Karena tanpa yang
(remaja) kerjasama terkait antar didik
berkualitas. usur-unsuryang
untuk saling
berakhlak danmendukung
berbudi dan menjaga
pekerti luhur. demi Karena terbentuknya
tanpa kerjasama kepribadianterkaitpeserta
antar didik
usur-unsuryang
tersebut mustahil akan tercipta generasi muda (remaja) yang berkualitas.
berakhlak dan berbudi pekerti luhur. Karena
tersebut mustahil akan tercipta generasi muda (remaja) yang berkualitas. tanpa kerjasama terkait antar usur-unsur
tersebut mustahil akan tercipta generasi muda (remaja) yang berkualitas.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 213
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 209 – 214

D. KESIMPULAN
Eksistensi Pendidikan Agama Islam dalam sistem pendidikan nasional dijelaskan
dalam Lampiran UU no 22 tahun 2006, didalamnya terdapat kurikulumpendidikan agama
Islam dengan tujuan pembelajarannya adalahmenghasilkan manusia yang selalu berupaya
menyempurnakan iman,takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban
dankeharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradabanbangsa yang
bermartabat.
Materi pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Laboratorium UPI sebagai
wujud pendidikan karakter pada peserta didik di titik beratkan mengajarkan Al-Qur’an dan
hadits sebagai pedoman hidupnya, mengajarkan fiqih sebagai rambu-rambu hukumdalam
beribadah, mengajarkan sejarah Islam sebagai sebuah keteladanan hidup, dan mengajarkan
akhlak sebagai pedoman prilaku manusiaapakah dalam kategori baik ataupun buruk.
Dengan materi yang telah diberikan tersebut diharapkan dapat mewujudkan karakter
peserta didik yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan menjadi tujuan dari Pendidikan
Agama Islam tersebut.

REFERENSI
Afandi, R. (2011) Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS di Sekolah
Dasar. Pedagogia. vol. 1 (1). 11 Desember 2011. hal. 85-98.
Al Ghazaly, I. (2000)Minhajul’abidin. terjemahan. K.H. Abdullah bin Nuh, Menuju
Mukmin Sejati. Bogor: Yayasan Islamic Center al-Ghazaly.
Bogdan, R. C., & Biklen, S. K. (1982). Qualitative Research to Education: An
Introduction to Theory and Methode. Boston: Alyn & Bacon, Inc.
Daradjat, Z. (1992), Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, S. H., dkk. (2010) Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.
Jakarta: BPLP Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional.
Kementrian Pendidikan Nasional(2006)Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Islam.
Lickona, T. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. New York: Bantam Books.
Pawenang, S. (2010) Epistimologi Keilmuan Teoantroposentrik-Integralistik, Suhuf. vol.
22 (2). November 2010. hal. 132-141.
Republik Indonesia (2003) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Ryan, K. and Bohlin, K. E.(1999)Building Character in Schools: Practical Ways to Bring
Moral Instruction to Life. San Francisco: JOSSEY-BASS A Wiley Imprint.
Sardiman A.M., dkk. (2004)Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan Sosial PS-
02.Jakarta: Direktorat PLP.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suwito (2004)Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih. Yogyakarta: Belukar.
Zuhairini dan Ghafir, A.(2004)Metodologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
Malang: UM Press.

214 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB”
DALAM PERKULIAHAN SEMINAR PAI
STUDI MODEL PEMBELAJARAN
UNTUK MENINGKATKAN “TIPOLOGI
PEMAHAMAN MAZHAB” SE-AGAMA
DAN TOLERANSI DALAM
PERKULIAHAN SEMINAR PAI MAHASISWA
PADA UNTUK MENINGKATKAN
UPI PEMAHAMAN
DAN TOLERANSI SE-AGAMA PADA MAHASISWA UPI
Munawar Rahmat
Munawar Rahmat
Universitas Pendidikan Indonesia.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Email: munawarrahmat.pai@upi.edu
Email: munawarrahmat.pai@upi.edu

ABSTRACT

Problems of religious harmony in Indonesia until now is still discoursive. State Constitution
guarantees religious freedom for every citizen. The religious leaders of the nation have often
spoken about the need for citizens to practice religion according to their faith and respect other
different faiths. At university, term religious harmony is one of the competencies and educational
purposes in the national curriculum. However, this term seems weak in implementation. In fact,
intolerance and disharmony behavior is pertinent in Indonesia, including in universities. Intra-
religious intolerance in Indonesia is still very high. Adherents of different sects are accused as
heresy and infidel. Their houses of worship are forcibly closed. The results of previous studies
show that the pattern of Islamic activist student tend to be exclussive and potentially radical. The
research aims to produce learning model of “typology of sect" in the SPAI (Seminar Pendidikan
Agama Islam) lecture to improve the understanding of religion and religious tolerance for student
of UPI. The most appropriate methods and approach is classroom action research (CAR). This
study found that sect typology learning model proved its effectivity in increasing the understanding
and religious tolerance to other schools (madzhab).

Keyword: Lectures models, school/sect typology, religious understanding, religious


tolerance to other schools/sect.

ABSTRAK

Masalah kerukunan hidup beragama hingga sekarang di Indonesia masih merupakan cita-cita dan
wacana. Konstitusi Negara menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara. Para tokoh
bangsa dan pemuka agama sering mendengungkan perlunya warga negara untuk menjalankan
agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing serta menghargai agama penganut agama
berbeda. Di universitas term kerukunan hidup beragama merupakan salah satu kompetensi dan
tujuan pendidikan dalam kurikulum nasional. Hanya tampaknya term ini lemah dalam
implementasi. Buktinya sikap intoleran dan tidak rukun justru menghiasi masalah sosial-agama di
Indonesia, termasuk di perguruan tinggi. Masalah intoleransi se-agama di Indonesia masih sangat
tinggi. Penganut mazhab berbeda dicap sesat dan kafir. Rumah-rumah ibadah mereka ditutup
paksa. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan, corak berpikir keagamaan mahasiswa aktivis Islam
cenderung eksklusif dan berpotensi radikal. Penelitian bertujuan ‘menghasilkan’ model
pembelajaran “tipologi mazhab” dalam perkuliahan Seminar agama untuk meningkatkan
pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Metode/pendekatan penelitian yang paling tepat adalah classroom action research (CAR).
Penelitian inii menemukan, model pembelajaran tipologi mazhab terbukti efektif dalam
meningkatkan pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa UPI.

Kata kunci: Model perkuliahan, tipologi mazhab, pemahaman agama, toleransi seagama

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 215
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 215 – 221

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Kerukunan antar umat seagama, dalam hal ini sesama penganut Islam, masih
menjadi masalah di Indonesia. Pembakaran masjid, pesantren, dan rumah pemuka Islam
oleh para demonstran yang berbeda mazhab dan keyakinan religius cukup menghiasi
fenomena sosial-keagamaan kita hingga akhir-akhir ini. Kasus pengusiran warga Syi`ah di
Sampang (Madura), kekerasan terhadap warga Ahmadiyah di Pandeglang (Banten), dan
kasus kekerasan terhadap penganut tarekat Tijaniyah di Sukabumi selatan merupakan
fenomena gunung es. Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifudin dalam sebuah
wawancara di MetroTV (September 2014) memberikan pernyataan khusus tentang
perlunya menyelesaikan kasus Sampang ini.
Syafi`i (2006) mengungkapkan, gerakan radikalisme agama akhir-akhir ini
merambah kepada masyarakat dengan begitu cepat. Fenomena ini banyak dipengaruhi oleh
media-media kanan yang banyak bermunculan di masyarakat. Media seperti itu seringkali
menghembuskan berita-berita yang sinis terhadap ajaran di luar kelompoknya. “Kondisi itu
diperkeruh pula oleh pengkhutbah di masjid-masjid”, keluh Syafi’i. “Mereka ini seringkali
mengkhutbahkan agama bukan dengan wajah kedamain, melainkan dengan kutukan,
penyesatan, dan penghinaan terhadap kelompok-kelompok non mainstream. Akibatnya
umat menjadi terpengaruh dan terprofokasi.” żejala radikalisme agama yang berkembang
di masyarakat, lanjut Syafi`i, ditandai oleh beberapa hal: Pertama, kecenderungan untuk
menafsirkan teks secara leterlek dengan mengabaikan konteks; kedua, adanya orientasi
pada penegakan syari`ah, atau syariah minded; dan ketiga, adanya kecenderungan anti
pluralisme. Pandangan Syafi`i dibenarkan oleh Mujani. Hasil penelitiannya membuktikan
adanya kecenderungan radikalisme agama akhir-akhir ini. Menurutnya paling tidak ada 1
(satu) dari 10 orang Indonesia yang menyetujui aksi-aksi kekerasan dan terorisme itu.
Artinya ada 1% dari 240 juta masyarakat Indonesia yang menyetujui aksi tersebut. Berarti
ada lebih kurang 24 juta orang Indonesia yang melindungi para teroris itu. Masyarakat
yang intoleran tentu akan jauh lebih banyak lagi. Hal ini didukung pula dengan fakta
bahwa masyarakat muslim masih memandang rendah agama dan mazhab yang berbeda,
antara lain dikupas oleh Thalib (2014) dalam artikelnya Toleransi Beragama.
Di kampus perguruan tinggi, Rahmat (2006) menemukan lebih separoh responden
mahasiswa UPI memiliki corak berpikir keagamaan yang eksklusif (53%). Sekitar
seperempatnya memiliki corak berpikir keagamaan yang inklusif (26%) dan tidak jelas
corak berpikir keagamaannya (21%). Temuan penelitian ini diperkuat dengan penelitian
Syahidin dan Rahmat (2009) dengan sampel yang lebih luas pada beberapa perguruan
tinggi di Jawa Barat. Tokoh agama menyebut mahasiswa eksklusif dan radikal sebagai
kelompok sempalan. Mereka justru ingin mengamalkan dan mendakwahkan Islam yang
“asli” sebagaimana yang diamalkan masyarakat Muslim awal di zaman Rasulullah Saw
dan Khulafaur Rasyidin, tentunya menurut pemahaman mereka. Pakaian jilbab bercadar
bagi perempuan dan pakaian damis serta jenggot bagi laki-laki adalah pakaian Muslim ala
Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin yang wajib dipraktekan oleh kaum Muslimin sekarang.
Jika tidak, berarti telah mengingkari Islam dan mengikuti thaghut. Dalam tataran politis
mereka memandang pemerintahan yang bukan Islam sebagai pemerintahan thaghutyang
harus dilawan. (Azra, 2002; Ali, 2002; Mukawi, 2002).
Untuk meningkatkan pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa
diperlukan model perkuliahan yang inovatif. Model studi tipologi mazhab diduga akan
dapat meningkatkan pemahaman para mahasiswa terhadap ajaran Islam perspektif mazhab
berbeda, juga dapat meningkatkan toleransi terhadap ajaran mazhab yang berbeda-beda.
Studi ini bertujuan menghasilkan model pembelajaran studi tipologi mazhab dalam

216 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM ... — [Munawar Rahmat]

perkuliahan Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan pemahaman dan toleransi para
mahasiswa terhadap mazhab yang berbeda.

B. METODE STUDI TIPOLOGI MAZHAB


Metode ini diadopsi dari metode tipologi agama Ali Syari`ati. Ia mengatakan
metode tipologi merupakan sebuah metode yang dipakai secara luas di Eropa untuk
mengetahui dan memahami tipe-tipe manusia. Dalam konteks ini, Syari`ati
mengembangkan metode khusus untuk mengkaji agama, yang bahkan dapat dipakai untuk
mengkaji semua agama. Metode ini memiliki dua ciri penting, yaitu: pertama.
mengidentifikasi aspek-aspek agama yang utama; dan kedua, membandingkan aspek-aspek
agama ini dengan aspek-aspek yang sama dalam agama lain. (Dabla, 1991-1992). Menurut
Syari`ati ada 5 (lima) aspek yang perlu diperbandingkan, sebagai berikut:
1. Tuhan atau Tuhan-tuhan dari masing-masing agama, yakni yang dijadikan obyek
penyembahan oleh para penganutnya.
2. Rasul (Nabi) dari masing-masing agama, yaitu orang yang memproklamasikan
dirinya sebagai penyampai agama.
3. Kitab Suci dari masing-masing agama, yaitu dasar dan sumber hukum yang
dinyatakan oleh agama itu.
4. Situasi kemunculan Nabi dari tiap-tiap agama dan kelompok manusia yang
diserunya, karena pesan tiap Nabi berbeda-beda.
5. Individu-individu pilihan yang dilahirkan setiap agama, yaitu figur-figur yang telah
dididiknya dan kemudian dipersembahkan kepada masyarakat dan sejarah.
Tujuan utama metode tipologi adalah agar umat beragama memahami agama
sendiri dengan membandingkannya secara objektif dengan agama lain dan bersikap toleran
terhadap agama dan penganut agama lain.
Metode tipologi ini bisa diimplementasikan juga untuk memahami Islam perspektif
mazhab yang berbeda. Makna mazhab dalam metode tipologi ini bukanlah mazhab-mazhab
teoritis semacam mazhab fikih dan teologi. Makna mazhab dalam studi tipologi adalah
mazhab-mazhab yang ril ada di masyarakat: ada ulamanya, ada jamaahnya, dan ada
ajarannya. Mazhab-mazhab yang dimaksud misalnya Nahdhatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Islam Sunni, Islam Syi`ah, Wahabi, Islam Sufi
(tarekat), Islam pada umumnya (Islam syare`at), dan lain-lain. Studi tipologi mazhab perlu
mengungkap aspek-aspek utama mazhab, lalu membandingkan aspek utama mazhab A
dengan mazhab lainnya. Aspek utama mazhab yang diperbandingkan harus
menggambarkan tipe mazhab.
Untuk mengimplementasikan metode ini digunakan penelitian tindakan kelas atau
classroom actionresearch. Adapun prosesnya mengikuti Kemmis & Mc Taggart (1988),
dimulai dengan: (1) perencanaan, kemudian (2) melakukan aksi, kemudian (3)
mengobservasi dampak dari aksi, dan terakhir (4) melakukan perenungan tentang
efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi yang telah dilakukan. Kemudian bilakurang
berhasil, maka lakukanlah Putaran II. Langkah-langkahnya sebagaimana dalam Putaran I,
yakni dimulai dengan: (1) perencanaan yang baru, kemudian (2) melakukan aksi yang
baru, kemudian (3) mengobservasi dampak dari aksi yang baru, dan terakhir (4) melakukan
perenungan tentang efektivitas dan efisiensi perencanaan dan aksi Putaran II (Somad &
Rahmat, 2009).

C. PEMBAHASAN
Langkah-langkah pembelajaran dengan penelitian tindakan kelas dapat diuraikan
sbb.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 217
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 215 – 221

1. Perencanaan
Tujuan perkuliahan agar mahasiswa memahami ajaran Islam secara lebih luas dan
mendalam dengan cara mengkaji ajaran Islam perspektif Islam Sufi dan Islam syare`at
dengan pendekatan/metode “studi tipologi mazhab”. Bahan kuliah yang dipersiapkan
menyangkut 5 aspek ajaran, yakni guru mursyid, murid dan tingkatannya, cara mengenal
Allah (ma`rifat billah), zikir, dan talqin zikir.
2. Pelaksanaan
Untuk memudahkan kajian, untuk memahami ke-5 aspek ajaran mahasiswa bisa
membuka google, karena aspek-aspek ajaran ini – sebagaimana berbagai masalah
keagamaan lainnya – banyak terdapat di google. Tapi mahasiswa harus memilih situs-situs
resmi, seperti situs NU, situs Muhammadiyah, situs Persis, atau situs-situs universitas-
universitas Islam dan pondok-pondok pesantren.
Makalah yang dipresentasikan mahasiswa sebagai berikut. Islam Sufi dan Islam
umum (Islam syare`at) memiliki perspektif berbeda tentang ke-5 aspek ajaran ini.
Perspektif Islam Sufi, menjalankan agama harus dibimbing oleh Guru Mursyid. Sebabnya,
dia adalah manusia yang dibentuk oleh Allah sebagai ahli zikir. Mereka menjadi Guru
Mursyid dengan cara ditunjuk dan dididik secara khusus oleh Guru Mursyid sebelumnya,
dan seterusnya hingga Guru Mursyid pertama ditunjuk dan dididik khusus oleh Nabi
Muhammad SAW. Guru Mursyid bertugas men-talqin zikir kepada orang yang
memintanya, memenuhi perintah Allâh dalam QS. 16/An-Nahl ayat 43 dan QS. 21/Al-
Anbiya ayat 7:Fas`aluu ahladz dzikri inkuntum laa ta`lamuun (maka bertanyalah kepada
ahli zikir jika kamu tidak mengetahui – Tuhan dan ilmu zikir.
Makna ahli zikir perspektif tasawuf adalah orang yang ahli berzikir, yakni Guru
Mursyid. Guru Mursyid menjadi ahli zikir karena mendapat perlimpahan dari Guru
Mursyid sebelumnya. Jadi, Guru Mursyid haruslah dipilih oleh Guru Mursyid sebelumnya,
yang silsilahnya sambung menyambung (ittishal) hingga Rasûlullah Saw. (Alba dan
Suchrowardi, 2005: 134). Betapa pentingnya berguru, sampai-sampai Syekh Abdul Qodir
Jailani mengatakan, “orang yang tidak memiliki żuru, maka iblislah gurunya”. Syekh
(Guru Mursyid), lanjut beliau, adalah jalan menuju kepada Tuhan dan petunjuk serta pintu
masuk bertemu kepadaNya. “Karena itu seorang murid tidak dapat tidak selain harus
memiliki żuru (Syekh).” (Afandi, 2009: 55). Kemudian Syekh Abdul Qodir Jailani
menegaskan: Wajib bagi murid terus menerus berada di bawah bimbingan Syekh (Guru
Mursyid) dan mengikuti bimbingannya dan meyakininya sebagai wasilah dan wasithah
(perantara) antara dia dan Tuhan `Azza wa Jalla, sekaligus sebagai thaqiqah (jalan) dan
menjadi sebab dapat mengantarkannya sampai bertemu Tuhannya. Ibarat seseorang yang
berkeinginan bertemu Raja dan dia sendiri tidak mengenal Raja tersebut, maka sudah tentu
dia menghadapi hijab (rintangan; menemui tembok penghalang). Hendaklah seseorang
masuk (untuk bertemu Raja) melalui pintu dan jangan sekali-kali memanjat tembok dari
belakang. Cara ini tidak akan membawanya bertemu Raja. (Afandi, 2009: 56). Bahkan
Imam Ghazali menegaskan, bahwa wajib bagi murid yang menempuh tarekat (jalan
tasawuf) mencari Guru, walau ia seorang Ulama Besar (Afandi, 2009: 55).
Islam syare`at tidak mengenal Guru Mursyid. Adapun mereka yang mengenalnya
berpendapat tidak perlu punya Guru Mursyid. Tapi Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin (2016) berpesan kepada para generasai muda untuk tidak hanya terpaku pada
informasi yang tersaji di dunia maya (internet) dalam menggali dan
mempelajaripengetahuan agama.“Saya berharap, generasi muda dalam mempelajari
agama, tidak hanya terpaku dan mengandalkan internet. Belajarlah agama kepada para
pakar, para ustadz dan para ulama yang telah teruji dan mampu memahi esensi dan
substansi agama,” kata Menag saat menjadi pembicara pada Pelantikan Pengurus Lembaga

218 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM ... — [Munawar Rahmat]

Kemahasiswaan tingkat Universitas Masa Bhakti 2016 dan Seminar “Deradikalisasi di


Media Sosial” di Auditorium Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, di Ciputat, Tangsel,
Banten, Kamis (28/01). Menurutnya, esensi agama adalah memanusiakan manusia dan
mensejahterakan masyarakat. Inti agama adalah perdamaian dan kasih sayang. Untuk itu,
Menag berharap para generasi muda lebih selektif dalam menerima informasi yang
berkembang di dunia maya.
Sementara itu KH Aceng Zakaria (2008), Pimpinan Pusat Persatuan Islam,
menjelaskan makna ahli zikir dalam QS. 16/An-Nahl ayat 43 bukanlah orang yang suka
membaca kalimat zikir seperti membaca laailaha illallah 1.000 kali, dsb, tapi ahli dzikir di
sini maksudnya ialah (orang) yang menguasai al-Qur’an dan Sunnah. Mengapa al-Qur’an
dikatakan dzikr, karena al-Qur’an berfungsi sebagai pengingat penggugah, dan penyadar.
Dan arti dzikir itu sendiri ialah ingat, sadar. Adapun makna zikir adalah: Al-Quran, shalat
(wajib dan sunat), shalat jum`at, dan dzikrullah. Ibarat seorang istri yang berpesan kepada
suaminya yang mau pergi ke luar kota. Seorang suami disebut ingat istrinya jika ia
sepulang dari luar kota membawa oleh-oleh yang dipesan istrinya. Jadi, berzikir adalah
menjalankan pesan-pesan (perintah-perintah) Allah SWT.
Demikianlah keempat aspek ajaran lainnya: murid dan tingkatannya, ma`rifat
billah,zikir, dan talqin zikir dikaji sebagaimana pengkajian aspek guru mursyid.

3. Evaluasi
Setelah mendeskripsikan kelima aspek ajaran perspektif Islam Sufi dan Islam
syare`at, mahasiswa kemudian melakukan pembahasan titik-temu dan perbedaan kedua
mazhab yang dibandingkan. Tentang aspek pertama, guru mursyid, mahasiswa terlebih
dahulu membeberkan ringkasannya. Islam Sufi memandang penting guru mursyid,
sementara Islam syare`at tidak memandang penting guru mursyid. Makna “ahli zikir”
dalam QS 16/An-Nahl ayat 43 dan QS. 21/Al-Anbiya ayat 7 oleh KH Aceng Zakaria
dimaknai sebagai Al-Quran, shalat, shalat jum`at, dan dzikrullah.
Kedua pandangan berbeda itu perlu dikritisi. Apa makna “ahli” dalam kedua ayat
tersebut? Makna ahli dapat diibaratkan “ahli kubur”. Siapa ahli kubur itu? Ialah orang yang
selama-lamanya tinggal di dalam kubur. Jadi ahli zikir adalah orang yang selama-lamanya
berzikir (zikirnya banyak), yang dalam QS 3/Ali Imran ayat 190-191 (tentang ulul albab)
disebutkan “selala berzikir ketika berdiri, duduk, ataupun berbaring”. Maksudnya selama
terjaga ia terus-menerus berzikir. (Rahmat, 2015: 93-94). Diartikan orang yang menguasai
Al-Quran dan Sunnah pun bisa diterima. Siapakah Ahli Al-Quran dan Sunnah itu?
Tentunya adalah orang yang benar-benar menguasai dan mengamalkan Al-Quran dan
Sunnah.
Persoalan kedua tentang makna “ahli” itu, siapakah orang/pihak yang menentukan
bahwa seseorang itu ahli zikir atau ahli/menguasai Al-Quran dan Sunnah? Dalam Islam
Sufi ditegaskan Guru Mursyid itu dipilih dan dididik secara khusus oleh Guru Mursyid
sebelumnya, sambung-menyambung hingga ada Guru Mursyid pertama yang dipilih dan
dididik secara khusus oleh Rasulullah SAW. Bagaimanakah halnya dengan “ahli” Al-
Quran dan Sunnah, siapakah yang memilihnya? Logikanya seorang ahli haruslah disahkan
oleh ahli sebelumnya. Jadi seharusnya ahli Al-Quran pun dipilih oleh ahli Al-Quran
sebelumnya hingga ada ahli Al-Quran yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW.
Tentang ilustrasi pesan istri kepada suaminya, bagaimanakah jika seorang suami
memenuhi semua pesan istrinya (yakni membawa oleh-oleh yang dipesannya) tapi hatinya
lebih mengingat-ingat wanita lain? Dengan demikian menjalankan pesan Allah seperti
membaca syahadat, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan
hajji ke baitullah bagi yang mampu tapi hatinya mengingat-ingat selain Allah maka orang

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 219
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 215 – 221

seperti ini sulit dikatakan berzikir. Tapi tetap makna menjalankan pesan harus
dilaksanakan. Jadi kedua pandangan ini sebenarnya saling melengkapi.
seperti ini sulit dikatakan berzikir. Tapi tetap makna menjalankan pesan harus
dilaksanakan.
4. Renungan Jadi kedua pandangan ini sebenarnya saling melengkapi.
Mahasiswa terbukti memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang Islam Sufi dan
4. Renungan
Islam syare`at. Selain itu mahasiswa pun tampak bersikap toleran terhadap mazhab yang
berbeda.Mahasiswa
Mahasiswaterbukti memilikimemahami
bukan sekedar pengetahuan yang lebih
perbedaan kedua luas tentang
mazhab Islam
tapi Sufijuga
berhasil dan
Islam syare`at.
menemukan Selain itu
titik-temu mahasiswa
di antara keduapun tampak
mazhab yangbersikap
berbedatoleran
itu. terhadap mazhab yang
berbeda. Mahasiswa bukan sekedar memahami perbedaan kedua mazhab tapi berhasil juga
menemukan titik-temu di antara kedua mazhab yang berbeda itu.
D. KESIMPULAN
Model pembelajaran “studi tipologi mazhab” terbukti efektif dalam meningkatkan
D. KESIMPULAN
pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa. Dengan tema pembelajaran Islam Sufi
dan Islam padapembelajaran
Model umumnya (Islam “studi syare`at)
tipologi mazhab” terbukti efektif
dengan pendekatan dalam
“studi tipologi mazhab”
meningkatkan
pemahaman dan toleransi seagama pada mahasiswa. Dengan
mahasiswa berhasil meningkatkan pengetahuan agama dan sikap toleran terhadaptema pembelajaran Islam Sufi
mazhab
dan Islam
yang padaMahasiswa
berbeda. umumnya terbukti
(Islam syare`at)
mengetahui dengan pendekatan
pandangan kedua“studi
mazhabtipologi
tentang mazhab”
perlu-
mahasiswa berhasil meningkatkan pengetahuan agama dan sikap
tidaknya guru mursyid, murid dan tingkatannya, ma`rifat billah,zikir, dan talqin toleran terhadap mazhab
zikir
yang berbeda. Mahasiswa terbukti mengetahui pandangan kedua
perspektif Islam Sufi dan Islam pada umumnya. Mahasiswa pun memiliki keyakinannya mazhab tentang perlu-
tidaknyaada
sendiri, guru
yangmursyid,
condongmuridkepadadanIslamtingkatannya, ma`rifat billah,zikir,
Sufi, tapi kebanyakan condong kepada dan talqin zikir
Islam pada
perspektif Islam Sufi
umumnya.Namun dan Islam
demikian pada umumnya.
mahasiswa memahamiMahasiswa
dan menerima punpandangan
memiliki keyakinannya
mazhab yang
sendiri,
berbeda. ada yang condong kepada Islam Sufi, tapi kebanyakan condong kepada Islam pada
umumnya.Namun demikian mahasiswa memahami dan menerima pandangan mazhab yang
berbeda.
REFERENSI
Al-Quran dan Terjemahnya (dalam Digital Quran versi 3.1)
REFERENSI
Afandi, Abdullah Khozin (2009). Tasawuf: Menghidupkan Hati Bersinar. Surabaya: Visi
dan Terjemahnya (dalam Digital Quran versi 3.1)
Al-QuranHumanika.
Ali,
Afandi,Mohammad Daud (2002),
Abdullah Khozin (2009). “Żenomena ‘Sempalan’ Keagamaan
Tasawuf: Menghidupkan Hati Bersinar. di Surabaya:
PTU: Sebuah Visi
Tantangan Bagi Pendidikan Agama Islam”. Dalam Żuaduddin & Cik Hasan Bisri,
Humanika.
Ali, Mohammad DaudDinamika
Editor (2002). (2002), Pemikiran
“ŻenomenaIslam ‘Sempalan’ Keagamaan
di Perguruan di PTU:Logos.
Tinggi.Ciputat: Sebuah
Tantangan Bagi Pendidikan Agama Islam”. Dalam Żuaduddin
Azra, Azyumardi (2002). Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme & Cik Hasan Bisri,
&
Editor (2002). Dinamika
Pluralisme.Jakarta: Pemikiran
RajaGrafindo Islam di Perguruan Tinggi.Ciputat: Logos.
Persada.
Azra, Azyumardi
Dabla, Bashir A.(2002). Konflik Baru
(1991-1992). Dr. Antar Peradaban:
Ali Syari`ati danGlobalisasi,
MetodologiRadikalisme
Pemahaman &
Pluralisme.Jakarta:Bambang
Islam.Terjemahan RajaGrafindo Persada. Jurnal Al-Hikmah No.4, Bandung,
Gunawan.
Dabla, Yayasan
Bashir A.Muthahhari,
(1991-1992). Dr. Ali Syari`ati 1412/Nopember
Rabi` Al-Tsani-Sya`ban dan Metodologi 1991-Februari
Pemahaman
Islam.Terjemahan Bambang Gunawan. Jurnal Al-Hikmah No.4, Bandung,
1992.
Dhofier, Yayasan
Zamachsyari Muthahhari, Rabi` Pesantren:
(1994). Tradisi Al-Tsani-Sya`ban 1412/Nopember
Studi Tentang Pandangan1991-Februari
Hidup Kiai.
1992.
Jakarta: LP3ES.
Dhofier, Zamachsyari
Kemmis, S. & McTaggart, (1994). TradisiThe
R. (1988). Pesantren: Studi Tentang
Action Research Planner.Pandangan Hidup Kiai.
Deakin University.
Mukawi, Tanwir Y. (2002). “Żenomena ‘Sempalan’ Keagamaan di PTU: Sebuah
Jakarta: LP3ES.
Kemmis,Tantangan Bagi Pendidikan
S. & McTaggart, R. (1988). Agama Islam”.
The Action DalamPlanner.
Research Żuaduddin & Cik
Deakin Hasan Bisri,
University.
Mukawi, Editor
Tanwir Y. (2002). “Żenomena ‘Sempalan’ Keagamaan
(2002). Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi.Ciputat: Logos. di PTU: Sebuah
Tantangan (2006).
Rahmat, Munawar Bagi Pendidikan Agama Islam”.
“Corak Berpikir KeagamaanDalamMahasiswa
ŻuaduddinAktivis
& Cik HasanIslam Bisri,
UPI:
Dari Corak Berpikir Yang Eksklusif, Inklusif, Hingga Liberal”. Laporan
Editor (2002). Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi.Ciputat: Logos.
Rahmat, Penelitian,
Munawar LPPM (2006).Universitas
“Corak Berpikir Keagamaan
Pendidikan Indonesia.Mahasiswa Aktivis Islam UPI:
Rahmat, Munawar (2015). Pendidikan Insan Kamil. Bandung:Hingga
Dari Corak Berpikir Yang Eksklusif, Inklusif, Liberal”.
Celtics Press bekerjaLaporan
sama
Penelitian, LPPM Universitas Pendidikan Indonesia.
dengan Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia.
Saifuddin, Luqman(2015).
Rahmat, Munawar Hakim Pendidikan
(Menteri Agama RI) (2014).
Insan Kamil. “Wawancara
Bandung: MetroTV
Celtics Press bekerjadengan
sama
Tema Radikalisme Beragama”. Ditayangkan September 2014.
dengan Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam Indonesia.
Saifuddin, Luqman Hakim (Menteri Agama RI) (2014). “Wawancara MetroTV dengan
Tema Radikalisme Beragama”. Ditayangkan September 2014.

220 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI MODEL PEMBELAJARAN “TIPOLOGI MAZHAB” DALAM ... — [Munawar Rahmat]

Saifuddin, Luqman Hakim (Menteri Agama RI) (2016). “Belajar Agama pada Ulama,
Bukan di Dunia Maya”. Tersedia dalam http://kemenag.go.id/index.php?a=
berita&id=326992, 28 Januari 2016.
Somad, HM Abdul & Rahmat, Munawar (2009), Cara Mudah Menyusun Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), Jatinangor Bandung: ALQA Prisma Interdelta.
Syafi`i (2006). “Radikalisme Beragama”. Tersedia dalam www.islamlib.com (20 Maret
2006).
Syahidin &Rahmat, Munawar (2009). “Corak Berpikir Keagamaan Mahasiswa di Jawa
Barat: Dari Corak Berpikir Yang Eksklusif, Inklusif, Hingga Liberal”. Laporan
Penelitian, LPPM Universitas Pendidikan Indonesia.
Thalib, Al Ustadz Ja'far Umar (2014). “Toleransi Beragama”. Tersedia dalam
http://indonesiaindonesia.com/f/51596-toleransi-beragama (15 Oktober 2014).
Zakaria, K.H. Aceng (Pimpinan Pusat Persatuan Islam) (2008). “Makna Dzikir dalam Al-
Quran”. Tersedia dalam https://pwkpersis.wordpress.com/ 2008/04/28/makna-
dzikir-dalam-al-quran/ (28-04-2008)

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 221
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH FIL ARDHI
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN
STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH FIL ARDHI
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
Munawar Rahmat* PENDIDIKAN
dan Fahrudin
Universitas Pendidikan Indonesia
Munawar Rahmat* dan Fahrudin
*Email: munawarrahmat.pai@upi.edu
Universitas Pendidikan Indonesia
*Email: munawarrahmat.pai@upi.edu
ABSTRACT

What is the meaning of khalifah fil ardhi in the Qur’an? Who is the khalifah fil ardhi? Does
ABSTRACT
khalifah fil ardhi refer to human beings in general or refer to a particular man who holds the
highest
What range
is the in religious
meaning position?
of khalifah The inQur’anic
fil ardhi the Qur’an? Who is (mufassir)
interpreters the khalifahdiffer
fil ardhi? Doesin
to Sufis
khalifah fil ardhi
understanding therefer to human
meaning beingsfilinardhi.
of khalifah generalTheor Qur’anic
refer to ainterpreters
particular tendman towho interpret that
holds the
highest
khalifahrange in isreligious
fil ardhi position?
human beings The Qur’anic
in general, i.e. Prophetinterpreters
Adam and(mufassir)
his offspring differ
as Histo vicegerent
Sufis in
understanding
on earth. Among the meaning
them there of are
khalifah fil ardhi.
Prophets, The Wali,
Apostles, Qur’anic interpreters
Shiddiqin, tend and
the pious to interpret that
devout man.
While Sufis interpret that khalifah fil ardhi is żod’s representative on the earth. Are the meaning of
khalifah fil ardhi is human beings in general, i.e. Prophet Adam and his offspring as His vicegerent
on earth.
term Among
khalifah them and
fil ardhi theretheareother
Prophets, Apostles,
terms related Wali,
to it derivedShiddiqin, the pious
from thematic the Qur’an?
andofdevout
study man.
While Sufisaims
The study interpret that khalifah
to understand ardhi is of
thefilmeaning żod’s representative
khalifah on the
fil ardhi and theearth.
other Are the meaning
related of
terms in the
Qur’an
term basedfilonardhi
khalifah a thematic
and thestudy
other of the related
terms Qur’antoand its implications
it derived for education.
from thematic study of theTheQur’an?
method
usedstudy
The in thisaimsresearch is thematic
to understand study of of
the meaning thekhalifah
Qur’an.filBased andthematic
ardhi on the otherstudy
related terms in it
conducted, theis
Qur’an based
found that theon a thematic
meaning study
of term of the fil
khalifah Qur’an
ardhi and its implications
is Rasulullah, for education.
not human beings in The method
general. This
used in this
finding has research
pedagogical is thematic study such
implications, of theas:Qur’an. Based meaning
the primary on thematic study in
of belief conducted,
His angelsit isis
found that the meaning of term khalifah fil ardhi is Rasulullah, not human
following their attitude in which angels could obey to Allah and His Prophet, and do not imitate beings in general. This
finding hasare
devil who pedagogical implications,
arrogant refusing such toas:Adam.
to prostrate the primary meaning of belief in His angels is
following their attitude in which angels could obey to Allah and His Prophet, and do not imitate
devil who areMethod
Keyword: arrogantof thematic
refusing study oftothe
to prostrate Qur’an, khalifah fil ardhi, pedagogical
Adam.
implications
Keyword: Method of thematic study of the Qur’an, khalifah fil ardhi, pedagogical
implications
ABSTRAK

ABSTRAK
Apa makna khalifah fil ardhi dalam Al-Quran? Siapakah khalifah fil ardhi itu? Apakah khalifah fil
ardhi itu menunjuk kepada manusia pada umumnya ataukah manusia tertentu yang menyandang
Apa makna
jabatan tertinggi fil ardhi dalam
khalifahkeagamaan? Al-Quran?
Ulama Siapakah
tafsir dan ulamakhalifah
sufi berbeda itu? Apakah
fil ardhipendapat khalifah
tentang maknafil
ardhi itu menunjuk kepada manusia pada umumnya ataukah manusia tertentu
khalifah fil ardhi. Ulama tafsir cenderung memaknai khalifah fil ardhi sebagai manusia pada yang menyandang
jabatan
umumnya, tertinggi keagamaan?
yakni Nabi Adam dan Ulama tafsir dansebagai
anak-cucunya ulamawakil
sufi Tuhan
berbeda pendapat
di bumi. tentang
Di antara makna
mereka itu
khalifah
ada Nabi, ardhi. Ulama
fil Rasul, tafsir cenderung
Wali, Shiddiqin, memaknai
orang-orang saleh,khalifah ardhi sebagai
dan ahlifil ibadah. Sementara manusia
ulamapada
sufi
umumnya,
memaknaiyakni NabifilAdam
khalifah ardhidan anak-cucunya
sebagai wakil Tuhan sebagai wakilApakah
di bumi. Tuhan dimaknabumi. khalifah
Di antarafilmereka itu
ardhi dan
ada Nabi, Rasul,
term-term lain yangWali,berkaitan
Shiddiqin, orang-orang
dengannya saleh, dan
berdasarkan ahlitematik
studi ibadah.Al-Quran?
SementaraPenelitian
ulama sufi ini
memaknai ardhi sebagai
khalifah fil makna
bertujuan memahami khalifahwakil Tuhan
fil ardhi dan di bumi. Apakah
term-term lain yang makna khalifah
berkaitan dan
fil ardhidalam
dengannya
term-term
Al-Quran lain yang berkaitan
berdasarkan dengannya
studi tematik Al-Quranberdasarkan studi tematik
serta implikasinya Al-Quran?
terhadap Penelitian
pendidikan. ini
Metode
bertujuan memahami makna khalifah fil ardhi dan term-term lain yang berkaitan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi tematik Al-Quran. Berdasarkan pada studi dengannya dalam
Al-Quran
tematik yangberdasarkan studi tematik
telah dilakukan, Al-Quran
penelitian serta implikasinya
ini menemukan bahwa makna terhadap pendidikan.
khalifah fil ardhiMetode
adalah
yang digunakan
Rasulullah, bukan dalam
manusiapenelitian ini adalahTemuan
pada umumnya. studi tematik Al-Quran.
ini mengandung Berdasarkan
implikasi pedagogis,pada bahwa
studi
tematik
makna yang
utamatelah dilakukan,
beriman kepadapenelitian ini menemukan
para malaikat-Nya adalah bahwa makna
meneladani khalifah
para fil yang
malaikat adalah
ardhi rela taat
Rasulullah, bukan manusia
kepada Rasulullah dan jangan padameneladani
umumnya. iblisTemuan
yanginimenolak
mengandung
sujud implikasi pedagogis,
karena sombong dan bahwa
merasa
makna
dirinyautama beriman
lebih baik kepada
daripada para malaikat-Nya adalah meneladani para malaikat yang rela taat
Rasulullah.
kepada Rasulullah dan jangan meneladani iblis yang menolak sujud karena sombong dan merasa
dirinya lebih baik
Kata kunci: Metode
daripada ‘studi tematik Al-Qur’an, khalifah fil ardhi, implikasi pedagogis
Rasulullah.

Kata kunci: Metode ‘studi tematik Al-Qur’an, khalifah fil ardhi, implikasi pedagogis

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 223
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 223 – 229

A. PENDAHULUAN
Apa makna khalifah fil ardhi dalam Al-Quran? Siapakah khalifah fil ardhi itu?
Apakah khalifah fil ardhi itu menunjuk kepada manusia pada umumnya ataukah manusia
tertentu yang menyandang jabatan tertinggi keagamaan? Ulama tafsir dan ulama sufi
berbeda pendapat tentang makna khalifah fil ardhi. Ulama tafsir cenderung memaknai
khalifah fil ardhi sebagai manusia pada umumnya (Shihab, 2007: 142; Thabathaba`i, 2010:
228-231). Ibnu Mas`ud (Isawi, 2009: 173,180), Asy-Syaukani (2008: 254), dan Ibnu Katsir
(Abdullah, 2009: 100) menjelaskan, maksud manusia di sini adalah Nabi Adam dan anak-
cucunya sebagai pengendali bumi, sebagai wakil administratif Tuhan di bumi.
menyebutkan, di antara mereka itu ada Nabi, Rasul, Wali, Shiddiqin, orang-orang saleh,
dan ahli ibadah. Sementara ulama sufi memaknai khalifah fil ardhi sebagai wakil Tuhan di
bumi (Al-Qurthubi, 2007: 615-616). Demikian juga term-term lain yang berkaitan dengan
term khalifah fil ardhi dalam QS. 2/Al-Baqarah ayat 30-34, seperti makna al-asma`a
kullaha (nama-nama seluruhnya) dalam kalimat “dan Dia (Tuhan) mengajari (Adam) al-
asma`a kullaha“ dan makna sujud dalam kalimat “sujudlah kalian (hai malaikat) kepada
Adam” dimaknai secara berbeda oleh ulama tafsir dan ulama sufi. Apakah makna khalifah
fil ardhi dan term-term lain yang berkaitan dengannya berdasarkan studi tematik Al-
Quran? Studi bertujuan memahami makna khalifah fil ardhi dan term-term lain yang
berkaitan dengannya dalam Al-Quran berdasarkan studi tematik Al-Quran serta
implikasinya terhadap pendidikan.

B. METODE “STUDI TEMATIK Al-QURAN”


Al-Quran dipahami oleh ulama dengan menggunakan dua metode, bil-ma`tsuratau
bil-manqul dan bir-ro`yi. Tafsir bil-ma`tsur adalah penjelasan Nabi terhadap suatu term.
Tafsir ini disepakati paling benar. Sayangnya sangat sedikit. Ulama kemudian memperluas
tafsir bil-ma`tsurshahabi. Oleh karena itu al-Qattan (2001: 482) dan ash-Shiddiqie (1980:
227) menyebutkan tafsir bil-manqul sebagai metode penafsiran dengan cara mengambil
rujukan pada Al-Quran, hadist Nabi, dan kutipan sahabat serta tabi`in. Namun para sahabat
dan tabi`in tetap melakukan ijtihad. Dalam bahasa Quraish Shihab (1996: 71), mereka
berijtihad sebagai keterpaksaan karena Nabi telah wafat. Tapi bil-ma`tsur shahabi
mengandung kelemahan. Ash-Shiddiqie (1972: 220) menyebut 4 kelemahan tafsir ini:
pertama, banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh orang-orang Yahudi dan
Nasrani dengan tujuan merusak Islam; kedua,banyak ditemukan penyusupan oleh aliran-
aliran yang dianggap menyimpang; ketiga, tercampur aduknya riwayat-riwayat yang
shahih dengan yang lemah; dan keempat, banyak ditemukan riwayat Isra`iliyat yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan. Akhirnya Ulama mengembangkan metode tafsir bil-ro`yi
dengan dibuatnya kaidah-kaidah yang disepakati bersama(Ash-Shiddiqie, 1980: 227).
Metode tafsir ini hanya bisa diimplementasikan oleh para ulama dan pakar Al-Quran.
Studi ini menggunakan metode “studi tematik Al-Quran”, sejenis metode maudhu`i
(tematik) yang dikembangkan dari Al-Qarafi (Khozin Afandi, 2001). Walau metode ini
lebih mudah tapi tetap saja ketat. Al-Qarafi menetapkan 3 standard untuk menafsirkan
term-term dalam Al-Quran, yakni bahwa makna sebuah term harus: (1) sesuai dengan
pengertian bahasa daritradisi masyarakat zaman Nabi Muhammad SAW; (2) sesuai
semantik bahasa; dan (3) upaya menemukan arti yang diyakini sesuai dengan kehendak
Allah. Bagi mahasiswa umum kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan Al-
Qurandan Terjemahnya dalam Digital Quran versi 3.1. (Rahmat, 2015: 81). Adapun term-
term yang perlu menggunakan studi tematik Al-Quran ini terutama pokok-pokok agama
(masalah keimanan dan peribadatan).
Langkah-langkah kerja implementasi metode “Studi Tematik Al-Quran” sbb:

224 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH ... — [Munawar Rahmat dan Fahrudin]

1. Klik folder Digital Quran versi 3.1


2. Klik file LOVE (warna Hijau)
3. Cari term-term yang diinginkan, bisa Bahasa Arab (huruf Arab) bisa Bahasa
Indonesia (huruf Latin). Misal, term KHALIFAH. Caranya, klik cari (Arab),
kemudian tulis khalifah dengan cara klik huruf kho (�), lam (�), ya (�), fa (‫)ف‬, dan
ta marbuthoh ( ). Akan muncul di layar (bawah) term (�� ��‫ ) ف‬atau khalifah = 2
items. Klik juga terjemah Al-Quran dengan cara: Klik cari (Ind/Eng),kemudian
ketik KHALIFAH, maka akan muncul di layar (bawah) term khalifah = 5 items.
Term khalifah (juga term-term lainnya) dalam Bahasa Indonesia lebih banyak karena
merupakan terjemahan langsung dari term khalifah, juga derivatnya (khola`if dan
istakhlafa).
4. Untuk menyimpulkan makna sebuah term perlu diingat: (a) Al-Quran adalah kitab
petunjuk “beragama yang lurus”, kitab petunjuk memasuki Hari Akhir dengan
selamat dan bahagia, bukan berbicara tentang dunia; dan (b) kadang-kadang perlu
dikaji pula ayat-ayat sebelumnya atau sesudahnya; dan kadang-kadang perlu dikaji
pula term-term lain yang dapat lebih mempertegas makna sebuah term.

C. PEMBAHASAN
Term khalifah dengan semua derivatnya terdiri dari 6 ayat. Dengan bantuan tabel
implementasi studi tematik Al-Quran, term khalifah fil ardhi memiliki makna berikut.
Sebaiknya teks ayat Al-Quran dan terjemahnya dikutip semua. Tapi bagi mahasiswa umum
boleh dikutip terjemahnya saja.

Tabel 1. Makna Khalifah Fil Ardhi Berdasarkan Metode “Studi Tematik Al-Quran”
QS. ... Kesimpulan
No. ayat ... Teks Al-Quran & Terjemahnya Pesan ayat
sementara
1 2:30 1. Tuhan menyampai- Khalifah fil ardhi
kan rencana-Nya memiliki kedudukan
kepada para yang tinggi. Jabatan
malaikat, yakni ini hanya pantas
akan selalu disandang oleh orang
menjadikan yang selalu bertasbih
“seorang” khalifah memuji Tuhan dan
Dan ingatlah ketika Tuhanmu fil ardhi mensucikan-Nya;
berfirman kepada para malaikat: 2. Malaikat tidak pantas
"Sesungguhnya Aku hendak mengajukan disandang oleh orang
men-jadikan seorang khalifah di keberatan mengapa yang suka membuat
muka bumi." Mereka berkata: khalifah itu dari kerusakan dan
"Mengapa Engkau hendak kalangan manusia. menum-pahkan
menjadikan (khalifah) di bumi Alasannya, manusia darah. Karena itu
itu orang yang selalu membuat selalu membuat para malaikat
kerusakan padanya dan kerusakan dan keberatan mengapa
menumpahkan darah; padahal menumpahkan Tuhan akan
kami senantiasa bertasbih darah mengang-kat
dengan memuji Engkau dan 3. Malaikat mengusul- khalifah-Nya itu
mensucikan Engkau?" Tuhan kan agar khalifah itu salah seorang
berfirman: "Sesungguhnya Aku (salah seorang) dari manusia, seharusnya
mengetahui apa yang tidak kamu kalangan malaikat salah sseorang

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 225
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 223 – 229

ketahui." 4. Tuhan mengetahui


malaikat.
apa yang tidak
Tapi Tuhan menegas-
diketahui malaikat
kan, Dia mengetahui
apa yang tidak diketa-
hui para malaikat
2 6:165 dan Dia-lah yang menjadikan 1. Allah telah menjadi- Allah telah
kamu khalifah-khalifah di bumi kan para khalifah di menjadikan khalifah-
dan Dia meninggikan sebagian muka bumi khalifah di muka
kamu atas sebagian (yang lain) 2. Allah meninggikan bumi
beberapa dera-jat, untuk derajat sebagian
mengujimu tentang apa yang manusia atas
diberikan-Nya kepadamu. sebagian lainnya.
Sesungguhnya Tuhanmu amat Tujuannya sebagai
cepat siksaan-Nya dan ujian
sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha
Penyayang.

3 7:129 Kaum Musa berkata: "Kami 1. Pengikut Nabi Musa Untuk


telah ditindas (oleh Fir'aun) merasakan menghilangkan
sebelum kamu datang kepada penderita-an penderitaan
kami dan sesudah kamu datang. ditindas Fir`aun kaumnya Nabi Musa
Musa men-jawab: "Mudah- baik sebelum berdo`a "Mudah-
mudahan Allah membinasakan ataupun sesudah mudahan Allah
musuhmu dan men-jadikan datangnya Nabi membinasakan
kamu khalifah di bumi; maka Musa. musuhmu dan men-
Allah akan melihat bagaimana 2. Nabi Musa berdo`a jadikan kamu
perbuatanmu. "Semoga Allah khalifah di bumi”
mem-binasakan
musuhmu dan
menjadikan kamu
khalifah di bumi”
4 27:62 Atau, siapakah yang 1. Allah-lah yang Allah-lah yang
memperkenan-kan (doa) orang mem-perkenankan menjadikan
yang dalam kesulitan apabila ia do`a dan yang seseorang sebagai
berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan khalifah di muka
menghilangkan kesusahan, dan kesusahan bumi, sebagai-mana
yang menjadikan kamu sebagai 2. Allah juga yang Allah mengabul-kan
khalifah di bumi? Apakah di men-jadikan do`a orang yang
samping Allah ada Tuhan (yang seseorang sebagai berdo`a kepada-Nya
lain)? Amat sedikitlah kamu khalifah di bumi
mengingati(Nya).
5 35:39 Dia-lah yang telah menjadikan 3. Allah telah menjadi- Allah telah
kamu khalifah-khalifah di muka kan para khalifah di menjadikan khalifah-
bumi. Barangsiapa yang kafir, muka bumi khalifah di muka
maka (akibat) kekafirannya 4. Orang yang kafir bumi. Adapun orang
menimpa dirinya sendiri; dan adalah orang yang yang kafir (menolak
kekafiran orang-orang yang kafir merugikan dirinya khalifah-khalifah-
itu tidak lain hanyalah akan sendiri Nya) maka kekafiran

226 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH ... — [Munawar Rahmat dan Fahrudin]

menambah kemurkaan pada sisi mereka itu hanya


Tuhannya dan kekafiran orang- menambah murka
orang yang kafir itu tidak lain Tuhan
hanyalah akan menambah
kerugian mereka belaka.
6 38:26 Hai Daud, sesungguhnya Kami 1. Allah menjadikan Nabi Daud sebagai
menjadikan kamu khalifah di Nabi Daud sebagai khalifah fil ardhi
muka bumi, maka berilah khalifah fil ardhi
keputusan di antara manusia 2. Nabi Daud
dengan adil, dan janganlah kamu diperintah Allah
mengikuti hawa nafsu, karena ia untuk memberi
akan menyesatkan kamu dari keputusan secara
jalan Allah. Sesungguhnya adil
orang-orang yang sesat dari jalan 3. Nabi Daud dilarang
Allah akan mendapat azab yang mengikuti hawa
berat, karena mereka melupakan nafsu, karena akan
hari perhitungan. menyesatkannya
dari jalan Allah

Dari 6 ayat tentang term khalifah fil ardhi dalam tabel di atas, ayat yang paling jelas
dan rinci menjelaskan makna term ini adalah QS 2/Al-Baqarah ayat 30-34. Ayat-ayat ini
menerangkan tiga term yang saling berkaitan, yakni khalifah fil ardhi, malaikat, dan iblis.
Makna khalifah fil ardhi menjadi jelas dan gamlang dengan mengkaji term malaikat dan
iblis. Ayat 30 sudah jelas: (1) Tuhan akan selalu mengangkat seseorang sebagai khalifah-
Nya dari kalangan manusia; (2) para malaikat berpendapat watak khalifah fil ardhi harus
selalu bertasbih memuji Allah dan mensucikan-Nya; (3) para malaikat menyaksikan, bukan
memprediksi (karena ayat ini menggunakan fi`il mudhore), bahwa watak manusia itu
buruk. Dengan demikian Nabi Adam bukanlah manusia pertama melainkan Nabi/Rasul
pertama. Dari ayat 30 dan ayat-ayat berikutnya akan ditemukan makna yang paling tepat
untuk khalifah fil ardhi adalah Rasulullah; (4) para malaikat mengusulkan agar salah
seorang dari mereka dijadikan khalifah fil ardhi, karena malaikat mempunyai watak yang
baik; dan (5) Tuhan menegaskan bahwa Dia mengetahui apa yang tidak diketahui oleh para
malaikat. Kalimat ini mengandung makna: (a) benar bahwa watak khalifah fil ardhi
haruslah baik. Tapi tidak cukup dengan baik saja, khalifah fil ardhi harus menguasai ilmu
agama sebagai shirothol mustaqim, sebagaimana dijelaskan dalam ayat 31-34; (b) khalifah
fil ardhi dalam pengertianRasulullah haruslah dapat ditaati dan diteladani oleh manusia,
jin, dan malaikat. Manusia dapat dilihat oleh malaikat, jin, dan manusia (sehingga perintah-
perintahnya dan teladannya dapat dimengerti dan dilihat oleh malaikat, jin, dan manusia);
sementara malaikat hanya dapat dilihat oleh malaikat lagi, tidak bisa dilihat oleh manusia;
dan (c) karena malaikat berwatak baik memang di kemudian hari ada salah seorang
malaikat yang Tuhan jadikan Rasulullah, yakni Rasul untuk mengangkat seorang manusia
menjadi Nabi dan Rasul, yakni malaikat Jibril.
Ayat 31 menjelaskan, Nabi Adam (sebagai khalifah/Rasul pertama) diajari Tuhan
al-asma`a kullaha. Para ahli tafsir mengutip pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Mas`ud
tentang makna al-asma`a kullaha, yakni nama-nama segala sesuatu seluruhnya, baik yang
besar maupun yang kecil. Ibnu Abbas menambahkan, Allah mengajarkan kepada Adam
nama-nama segala sesuatu, termasuk nama wadah dan cemeti, sampai mangkuk besar dan
alat untuk memerah susu, antara lain dalam Tafsir Ibnu Mas`ud (Isawi, 2009: 182-183),
Tafsir Ibnu Katsir (Abdullah, 2009: 105), Tafsir Ath-Thabari (2007: 564-565), dan Tafsir

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 227
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 223 – 229

Fi Zhilalil Quran (Sayyid Quthb, 2008: 68). Adapun Al-Maraghi (1992: 137-144)
Fi makna (Sayyid
Zhilalil Quran
menjelaskan al-asma`a Quthb,
kullaha 2008:
adalah68).nama-nama
Adapun Al-Maraghi
Allah dan ilmu (1992: 137-144)
kekhalifahan,
menjelaskan makna al-asma`a kullaha adalah nama-nama Allah
yang diajarkan Allah melalui ilham baik secara bertahap ataupun sekaligus. Thabathaba`i dan ilmu kekhalifahan,
yang
(2010:diajarkan Allah melalui ilham
231) menambahkan, manusia baikmemiliki
secara bertahap
sejumlah ataupun
potensi sekaligus. Thabathaba`i
dan mewujudkannya
(2010: 231) menambahkan, manusia memiliki sejumlah
dalam kehidupan ril. Ini merupakan sebuah proses yang tak berkesudahan, merupakan potensi dan mewujudkannya
dalam kehidupan
keajaiban yang takril. Ini merupakan
pernah sebuah proses
henti. Jika dikaitkan denganyang tak berkesudahan,
ketinggian derajat khalifah merupakan
fil ardhi
keajaiban yang tak pernah henti. Jika dikaitkan dengan ketinggian
dalam ayat 30, penjelasan Al-Maraghi lebih tepat. Tapi harus dikaitkan dengan tugas-tugas derajat khalifah fil ardhi
dalam ayat 30, dalam
kekhalifahan penjelasan arti Al-Maraghi
kerasulan, lebih bukantepat. Tapi harusdalam
kekhalifahan dikaitkanartidengan
pemimpin tugas-tugas
dunia.
kekhalifahan
Maksudnya, Nabi dalamAdam arti (juga
kerasulan, bukandankekhalifahan
Nabi-nabi Rasul-rasul dalam arti pemimpin
sesudahnya) selalu diajari dunia.al-
Maksudnya,
asma`a kullaha, NabiyakniAdamilmu (jugajalan Nabi-nabi dan Rasul-rasul
lurus menuju sesudahnya)
Tuhan. Ketepatan maknaselaluinidiajari
berkaitan al-
asma`a kullaha,
dengan para yakniternyata
malaikat ilmu jalantidak lurus menujual-asma`a
mengetahui Tuhan. Ketepatan
kullaha inimakna ini berkaitan
(ayat 32-33).
dengan Ayat
para malaikat
34-nya, ternyata tidak mengetahui
para malaikat diperintahal-asma`a
sujud kepada kullaha Nabiini (ayat
Adam32-33).
(Nabi Adam
sebagaiAyat 34-nya,
khalifah, bukan paraNabimalaikat diperintah
Adam sebagai sujud kepada
manusia). Tentu saja Nabi Adam
makna (Nabi
sujud yangAdam lebih
sebagai khalifah, bukan Nabi Adam sebagai manusia). Tentu
tepat adalah sujud dalam arti taat, bukan sujud dalam arti menyembah. Maksudnya para saja makna sujud yang lebih
tepat adalah
malaikat sujud dalam
diperintah untuk arti taat, bukan
mentaati sujud Semua
Rasulullah. dalam malaikat
arti menyembah.
sujud. TapiMaksudnya
iblis menolakpara
malaikat diperintah untuk mentaati Rasulullah. Semua
untuk sujud karena dia sombong dan merasa lebih baik (daripada khalifah fil malaikat sujud. Tapi iblis menolak
untuk sujud karena
ardhi/Rasulullah). Adadia sombong
4 ayat lainnyadan yangmerasa
sama denganlebih QS baik2/al-Baqarah
(daripada khalifah
ayat 34 ini, fil
ardhi/Rasulullah). Ada 4 ayat lainnya yang sama dengan
yakni QS 7/Al-A`raf ayat 11, QS 17/Al-Isra ayat 61, QS 18/Al-Kahfi ayat 50, dan QS QS 2/al-Baqarah ayat 34 ini,
yakni QS ayat
20/Thaha 7/Al-A`raf
116. ayat 11, QS 17/Al-Isra ayat 61, QS 18/Al-Kahfi ayat 50, dan QS
20/Thaha ayat 116.
D. KESIMPULAN
D. KESIMPULAN
Dari kajian tentang term khalîfah fil ardhi dihubungkan dengan term malaikat dan
iblis dalam kajian
Dari tentang term ayat
QS 2/Al-Baqarah khalîfah
30-34fil ardhi dihubungkan
dan ayat-ayat dengan
lainnya term malaikat
dapatlah disimpulkan dan
iblis
bahwadalam QS 2/Al-Baqarah
khalîfah fil ardhi adalah ayatRasulullah,
30-34 dan bukan ayat-ayat lainnyapada
manusia dapatlah
umumnya. disimpulkan
Ketika
bahwa khalîfah fil ardhi adalah Rasulullah, bukan manusia
diperintah untuk sujud kepada khalîfah fil ardhi semua malaikat rela sujud. Makna sujud di pada umumnya. Ketika
diperintah
sini bukanuntuk sujud kepada
menyembah melainkankhalîfah fil ardhi
mentaati semua malaikat
Rasulullah. Adapun rela iblissujud.
menolak Maknauntuksujud
sujud.di
sini bukan menyembah melainkan mentaati Rasulullah.
Ia sombong dan merasa lebih baik daripada khalîfah fil ardhi/Rasulullah. Adapun iblis menolak untuk sujud.
Ia sombong dan merasa lebih
QS. Al-Baqarah baik daripada
ayat 30-34 mengandung khalîfah fil ardhi/Rasulullah.
implikasi pedagogis perlunya meneladani
QS. Al-Baqarah
para malaikat yang relaayat sujud 30-34
kepadamengandung
Rasulullah. implikasi pedagogis
Orang-orang berimanperlunya
perlu meneladani
belajar dari
para
sikapmalaikat
tunduk yang
para rela sujud terhadap
malaikat kepada Rasulullah.
Rasulullah. Orang-orang
Apa saja yang beriman perlu belajarAllah
diperintahkan dari
sikap
melaluitunduk para malaikat
Rasul-Nya para malaikat terhadapselalu Rasulullah.
mentaatinya Apatidak
sajapernah
yang diperintahkan
membantah ataupun Allah
melalui
enggan. Rasul-Nya
Sikap inilahpara yangmalaikat selalu mentaatinya
perlu diteladani oleh orang-orang tidakberiman.
pernah membantah ataupun
enggan. Sikap inilah yang perlu diteladani oleh orang-orang beriman.
REFERENSI
REFERENSI
Al-Quran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI. (dalam Al-Quran Digital versi 3.1)
Al-Quran
Abdullah dan Terjemahnya,
bin Muhammad binDepartemen
Abdurrahman Agamabin RI.
Ishaq(dalam Al-Quran
Alu Syaikh Digital
(2009). versi 3.1)
Lubabut Tafsir
Abdullahmin bin Ibni
Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh
Katsir. Terjemahan M. Abdul Ghoffar dengan judul Tafsir Ibnu Katsir. (2009). Lubabut Tafsir
min IbniPustaka
Bogor: Katsir.ImamTerjemahan M. Abdul
Asy-Syafi`i, Ghoffar
Cetakan dengan judul Tafsir Ibnu Katsir.
ketujuh.
Bogor: Pustaka
Isawi, Muhammad Imam (2009).
Ahmad Asy-Syafi`i,TafsirCetakan
Ibnu ketujuh.
Mas`ud. Terjemahan Ali Murtadho
Isawi, Muhammad
Syahudi. Jakarta:Ahmad (2009).
Pustaka Azzam.Tafsir Ibnu Mas`ud. Terjemahan Ali Murtadho
Al-Maraghi,Syahudi.
Ahmad Jakarta: Pustaka
Mustafa (1992),Azzam.
Tafsir Al-Maraghi, terjemahan Anwar Rasyidi dkk,
Al-Maraghi, AhmadPT
Semarang: Mustafa
Karya (1992),
Toha Putra, Tafsir kedua. terjemahan Anwar Rasyidi dkk,
Al-Maraghi,
Cetakan
Afandi, Semarang:
Khozin(2001).PT Karya”MaknaToha Putra, Wasilah”.Majalah
Cetakan kedua. AFKAR. Edisi XV/Ahad
Khozin(2001). ”Makna Wasilah”.Majalah AFKAR. Edisi XV/Ahad
Afandi, Pahing/05/2001.
al-Qattan, Manna’ Khalil (2001). Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Terjemahan Mudzakir AS.
Pahing/05/2001.
Manna’
al-Qattan,Bogor: KhalilLitera
Pustaka (2001). Antar Studi
Nusa,Ilmu-ilmu Qur’an. Terjemahan Mudzakir AS.
Cetakan ke-6.
Bogor:
al-Qurthubi, Pustaka
Syekh ImamLitera AntarAl-Jami`
(2007). Nusa, Cetakan ke-6. Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi).
li Ahkaam
al-Qurthubi, Syekh Imam (2007). Al-Jami`
Terjemahan Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka Azzam.li Ahkaam Al-Quran (Tafsir Al-Qurthubi).
Terjemahan Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka Azzam.

228 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
STUDI TEMATIK AL-QURAN TENTANG MAKNA KHALIFAH ... — [Munawar Rahmat dan Fahrudin]

Quthb, Sahid Sayyid (2008). Tafsir Fi Zhilalil Quran. Terjemahan As`ad Yasin dkk.
Jakarta: Gema Insani Press.
Rahmat, Munawar (2015). Implementasi Metode Studi Tematik Al-Quran untuk Memahami
Makna Beriman kepada Para Malaikat. Jurnal Ta`lim, Volume 13 No. 1 Maret
2015.
ash-Shiddieqy, Hasbi (1980). Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/Tafsir. Jakarta: Bulan
Bintang.
ash-Shiddieqy, Hasbi (1972). Ilmu-Ilmu Al-Quran. Jakarta: Bulan Bintang.
Shihab, M. Quraisy (2007). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati, Cetakan kesebelas.
Shihab,M. Quraisy (1996).Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat. Bandung: Mizan.
Asy-Syaukani, Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad (2008).Tafsir Fathul
Qadir.Terjemahan Amir Hamzah Fachruddin & Asep Saefullah. Jakarta: Pustaka
Azzam.
Ath-Thabari, Muhammad, Abu Ja`far bin Jarir (2007). Jami` Al-Bayan `an Ta`wil Ayi Al-
Quran. Terjamahan Ahsan Askan dengan judul Tafsir Ath-Thabari. Jakarta:
Pustaka Azzam
Thabathaba`i, Sayid Muhammad Husain (2010). Al-Mizan.Terjemahan Ilyas Hasan.
Jakarta: Penerbit Lentera.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 229
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY
ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY
(Lessons from Nurcholish Madjid)
(Lessons from Nurcholish Madjid)
Mushlihin
Mushlihin
Universitas Negeri Jakarta
Universitas Negeri Jakarta
Email: farhiin_mdn@yahoo.com
Email: farhiin_mdn@yahoo.com
ABSTRACT
ABSTRACT
This study attempts to examine Nurcholish Madjid’s ideas on democratic education. It
This
mainlystudy attempts
questions howto he
examine
bases Nurcholish Madjid’s
such education ideas on
and linked democratic
it to the Islamic education.
teachings,It
mainly questions how he bases such education and linked it to the Islamic
through which he constructed his concept on democratic education. By doing a library teachings,
through
research which he on
primarily constructed
Nurcholish hisMadjid’s
conceptown
on democratic education.
works, this study By doing
demonstrates thata he
library
first
research primarily on Nurcholish Madjid’s own works, this study demonstrates
developed the education based on the West theories of liberal democracy and democratic that he first
developed the looking
socialism. By educationat based
the ideonofthe West theories
musyawara of liberal
or syura in thedemocracy
Quran, and andthedemocratic
historical
socialism.
facts of the prophet he then saw that democracy was in line with Islam based the
By looking at the ide of musyawara or syura in the Quran, and historical
on which, he
facts of the
insisted the prophet he then saw
implementation of anthat democracy
academic was in
freedom in the
linedemocratic
with Islameducation.
based on which, he
insisted the implementation of an academic freedom in the democratic education.
Keyword: Nurcholish Madjid, Democratic Education, Musyawara or Syura
Keyword: Nurcholish Madjid, Democratic Education, Musyawara or Syura
ABSTRAK
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menguji ide-ide Nurcholish Madjid mengenai konsep
Penelitian ini mencoba untuk menguji ide-ide Nurcholish Madjid mengenai konsep
pendidikan demokratis. Penelitian ini terutama mempertanyakan bagaimana ia meletakkan
pendidikan demokratis. Penelitian ini terutama mempertanyakan bagaimana ia meletakkan
landasan pendidikan demokratis dan mengkaitkannya dengan ajaran Islam. Dengan
landasan pendidikan demokratis dan mengkaitkannya dengan ajaran Islam. Dengan
melakukan penelitian perpustakaan terutama pada karya-karya Nurcholish Madjid sendiri,
melakukan penelitian perpustakaan terutama pada karya-karya Nurcholish Madjid sendiri,
penelitian ini menunjukkan bahwa ia pertama kali mengembangkan pendidikan demokratis
penelitian ini menunjukkan bahwa ia pertama kali mengembangkan pendidikan demokratis
berdasarkan pada teori-reori Barat, demokrasi liberal dan sosialisme demokratis.
berdasarkan pada teori-reori Barat, demokrasi liberal dan sosialisme demokratis.
Selanjutnya, dengan melihat ide Musyawara atau Syura dalam Quran, dan fakta-fakta
Selanjutnya, dengan melihat ide Musyawara atau Syura dalam Quran, dan fakta-fakta
sejarah nabi Muhammad SAW. ia kemudian melihat bahwa demokrasi sejatinya sejalan
sejarah nabi Muhammad SAW. ia kemudian melihat bahwa demokrasi sejatinya sejalan
dengan nilai-nilai Islam, dan atas dasar ini, ia menganjurkan dengan sangat akan adanya
dengan nilai-nilai Islam, dan atas dasar ini, ia menganjurkan dengan sangat akan adanya
kebebasan akademik dalam upaya mewujudkan pendidikan demokratis.
kebebasan akademik dalam upaya mewujudkan pendidikan demokratis.

Kata Kunci: Nurcholish Madjid, Pendidikan Demokrasi, Musyawara atau Syura


Kata Kunci: Nurcholish Madjid, Pendidikan Demokrasi, Musyawara atau Syura

A. THE RELATIONSHIP BETWEEN EDUCATION AND DEMOCRACY


A. Issues
THE RELATIONSHIP
on education and BETWEEN
democracy hadEDUCATION AND DEMOCRACY
been the concerns of Nurcholish Madjid
Issues on education and democracy had been the concerns of Nurcholish Madjid
ever since he was young. In his early writing, to answer the question of what the real goal
ever since he was young. In his early writing, to answer the question of what the real goal
of education was, and how an education achieved it, the young Nurcholish Madjid
of education was, and how an education achieved it, the young Nurcholish Madjid
introduced Alan Simpson’s idea of liberal education. According to this idea, whatever the
introduced Alan Simpson’s idea of liberal education. According to this idea, whatever the
kind of education it was, it should be capable of forming and creating an intelligent and
kind of education it was, it should be capable of forming and creating an intelligent and
liberal human being. Although, the term ‘liberal’ was commonly perceived as a word with
liberal human being. Although, the term ‘liberal’ was commonly perceived as a word with
a negative connotation at the time, Nurcholish Madjid insisted on the significance of such
a negative connotation at the time, Nurcholish Madjid insisted on the significance of such
an education, which, in his view, included knowledge, skills, and values.11 Concerning the
an education, which, in his view, included knowledge, skills, and values. Concerning the
idea of democracy and its relationship with education, the young Nurcholish Madjid
idea of democracy and its relationship with education, the young Nurcholish Madjid

1
Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, Bandung:
1
Nurcholish Madjid,
Mizan, 1993, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, Bandung:
pp. 30-1
Mizan, 1993, pp. 30-1

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 231
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 231 – 235

referred to Willy Eichler’s theory of dynamic democratic socialism, by which he analysed


democracy and social justice in Indonesia. The theory expounded that democracy and
social justice could not be formulised into static and final ideals, but they were growing
values in the form of progressive processes that followed a continuum. In this sense, a
society was not democratic, unless it constantly underwent the ongoing process of
democratisation, which increasingly respected and acknowledged human rights.2
Furthermore, neither democracy nor social justice would be present within a
society, unless all members of the society were equally granted their respective rights.
Among other things, education was of the most paramount significance, since it had the
broadest and strongest effects on society.3 For this reason, Nurcholish Madjid argued that
in a democratic society, there in the first place should be education, before fulfilling other
rights. Without so doing, building democracy and education was but like building a sand-
castle.
In Indonesia, as stated in the preamble of the constitution, one of the independence
goals was to develop the mentality of all Indonesian citizens. However, in the case of
education for Indonesian Muslim society, Nurcholish Madjid observed that it was only
from the beginning of the 1960s, that Muslim students entered universities in Indonesia. In
the 1970s, many of them graduated, and in the latter part of the decade they started to have
children, which then influenced significantly the emergence of Islamic education in
Indonesia, ranging from Islamic kindergarten (TK Islam), Islamic elementary school (SD
Islam), Islamic junior high school (SMP Islam), to Islamic senior high school (SMU
Islam).4 Although Muslim education was largely marginalised before, this recent
development demonstrated an increasing democratisation process in education for
Indonesian Muslim society, which was obviously very significant for further development
of Indonesian Islam.

B. VIEWS ON DEMOCRACY
Before examining Nurcholish Madjid’s view on how education, as a human capital
investment, plays a significant role in building democracy in Indonesia, particular attention
is first devoted to further elaborating and defining his view on democracy, which, as
discussed earlier, had been his concern since he was young. With regard to the idea, which
naturally came from the West, Nurcholish Madjid actually referred to various sources,
which he did not have problems to accept. Apart from Willy Eichler, he also referred to
other Western scholars, such as Robert N. Bellah, Alexis de Tocqueville, Albert Camus,
S.I. Benn, R.S. Peters, T.V. Smith, Eduard C. Lindeman, and Eric Fromm. However, as a
Muslim thinker and reformer, Nurcholish Madjid then employed and further developed the
idea of democracy in accordance with Islam.
In general, in the view of Nurcholish Madjid, democracy did not oppose Islam.
Conversely, it was indeed in line with Islamic teachings. In this regard, he referred to the
Islamic concept of mushâwara or syûrâ (consultation or deliberation).5 The concept was
one of the main topics of, and central to, the Qur’ânic teachings. Nurcholish Madjid argued
that as a principle, mushâwara did not stand on its own. Instead, it closely linked to other

2
Ibid., pp. 194-5. See also Nurcholish Madjid (1984), “Our Political Ideals”, in: Rudy Harisyah Alam and
Ihsan Ali-Fauzi, o. c., p. 190, and idem, “Demokrasi adalah Sebuah Proses”, in: Budhy Munawar-Rachman,
Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, pp. 493-5
3
Nurcholish Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’, p. 195
4
Nurcholish Madjid, “Membangun Pendidikan Umat Islam”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi
Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, pp. 493-5
5
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Jakarta: Paramadina, 2005, pp. 118-9

232 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY ... — [Mushlihin]

principles, concerning human characteristics, such as fitrî (holy or pure), hanîf (tendency to
the truth), and da’îf (weakness). As a person who was pure and tendentious to the truth, a
human was constantly potentially right and good, and therefore, his/her arguments should
be heard and respected. However, at the same time, a human was also weak, and therefore,
he/she should listen to others as well. This was the mechanism of mushâwara, which
should be carried out in order to solve any problem, especially when dealing with a public
one.6 Thus, in the process of mushâwara, everybody should respect and listen to each
other. Mushâwara recognises all voices and grants the freedom of speech, in the sense that
everyone has the right to express his/her arguments. However, he/she can not compel
others to follow his/her arguments. Mushâwara is a collaborative path to the truth. Based
on the verse of Al ‘Imran/3:159,7 Nurcholish Madjid insisted that one should follow this
way, if not, he/she was an arbitrary dictator and, as such, an enemy of society.8
Nurcholish Madjid pointed out that in dealing with societal or worldly matters, the
Prophet Muhammad himself, as an apostle guided by a revelation, was commanded by
Allah to perform mushâwara and firmly carry out the decision with submission to God.
Nurcholish Madjid maintained that the early Muslim society (Madîna society), led by the
Prophet and his four wise successors, was the best example of how the principle of
mushâwara is used as the basis of a democratic society.9 Moreover, as he argued, from the
perspective of a deeper understanding of Islamic teachings, mushâwara was not only a
form of humanity, for it was based on a mutual respect among people, but also a form of
tawhîd (divinity) and taqwâ (piety), since it reflected a modesty of the participants, which
meant that in mushâwara, there was not a claim of superiority over others, but humbleness
and awareness that it was only God who was superior, not others. 10 Indeed, Nurcholish
Madjid described Madîna society, as an egalitarian and participatory society, resembled the
picture of a fair, open, and democratic society, as portrayed in modern concepts of society
and politics.11

C. ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY


On 10 September 2001 Nurcholish Madjid delivered a speech on “Education for
Democracy” at the University of Paramadina, in which he first further elaborated on
freedom as the result of the reform after the collapse of Suharto’s regime. Nurcholish
Madjid indicated that it was really only in a free atmosphere, without any pressure of any
kind, that there was a greater chance for the truth to emerge. However, as he argued,
creating freedom for the truth needed a long-term effort which was constantly consistent
with the principles of morals and ethics. Such an effort was, for instance, human capital
investment or education.12

6
Nurcholish Madjid, “Żilsafat Musyawarah”, in: Adi Badjuri, Dalam Pelita Hati: Nurcholish Madjid, Abdul
Gafur, Abdurrahman Wahid, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989, pp. 67-8
7
It is part of the Mercy of Allah that thou dost deal gently with them Wert thou severe or harsh-hearted, they
would have broken away from about thee: so pass over (Their faults), and ask for ((Allah)'s) forgiveness for
them; and consult them in affairs (of moment). Then, when thou hast taken a decision put thy trust in Allah.
For Allah loves those who put their trust (in Him).
8
Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia,
Jakarta: Paramadina, 1995, p. 194
9
Nurcholish Madjid, Islam Kemodernenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989, p. 59
10
Ibid., pp. 59-60
11
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan, dan Kemoderenan, p. 114
12
Nurcholish Madjid, “Pendidikan untuk Demokrasi”, in: Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 1, No. 3,
May, 2002, p. 282

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 233
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 231 – 235

According to Nurcholish Madjid, education for democracy included all education in


the spirit of freedom for civilisation, as the fulfilment of the primordial agreement between
a human being and God, namely living in voluntary and peaceful submission to Him, by
which, as described by Nurcholish Madjid, one could achieve a perfect peace (salâm) and
integrity of heart, soul, and mind (qalbun salîm).13 Here, it can be understood that
Nurcholish Madjid obviously emphasised two important aspects in education for
democracy: the important role of freedom in education, by which he meant academic
freedom; and the search for a happily primordial condition, in which human beings find
their humanistic integrity.
Nurcholish Madjid felt that all educational activities for building democracy should
be carried out on the basis of academic freedom, which, in his opinion, ranked with
freedom of speech, freedom of press, and freedom of worship, as an essential characteristic
of a democratic society. According to Nurcholish Madjid, academic freedom was a social
life value, characterised by humanity, maintained and liberated. In this respect, he
identified that a teacher or lecturer had three dimensions of academic freedom. In the first
place, he was free to conduct scholarly research towards a reliable and trustworthy
conclusion. Secondly, he was free to convey his findings and research in accordance with
his particular specialised field. Finally, he was free to publish the result of his research, so
that his colleagues and society could benefit from it, as well as criticise it. While academic
freedom for students included the right to be taught in trustworthy fashion, the right to
form their own conclusion, based on their research, the right to express and listen to an
argument, and the right to make known their choice of whatever particular field of study
they were interested in.14 Although both teacher and student had such academic freedom,
they had to always use their rights with responsibility. A teacher was, for instance, not
allowed to teach anything which could mislead their students.
For its paramount significance in developing sciences and civilisation, as practiced
by advanced countries, Nurcholish Madjid encouraged seriously maintaining and
protecting the use of academic freedom in education. He then further developed the idea of
academic freedom by relating it to the concept of the mind, in Islam. According to him, the
mind was far more important than reason (‘aql). With their mind, human beings had an
instinctive capability to reach wisdom, however distant, which was on a higher plane than
mere science. It was with this mind that Adam, a perfect human being in the primordial
world, was able to receive żod’s instruction about all names (al-asmâ’ kullahâ), and for
this capability, he served as żod’s caliph (khalîfa) on earth.15
Unfortunately, as Nurcholish Madjid observed, the academic freedom was
unconsciously limited by over-specialisation, which was the result of the modern concept
of higher education, that heavily devoted itself to fulfilling the demands of a practical
modern life, which required an expertise in a particular field. This narrow, rigid, and
parochial specialisation in turn, as Nurcholish Madjid argued, would lead to a narrow
horizon for humanity, would dwarf personality, and decrease creativity.16 To overcome this
problem, Nurcholish Madjid proposed a classical Islamic humanistic education that
reintroduced ‘liberal arts’ into the educational agenda. In particular, he insisted on the great
significance of humanitarian teachings, including the studies of civilisation and culture. Of
particular importance were the studies of philosophy and religion.17

13
Ibid., p. 289
14
Ibid., p. 283
15
Ibid., pp. 285-286
16
Ibid.
17
Ibid., pp. 287-288

234 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
ISLAMIC EDUCATION AND DEMOCRACY ... — [Mushlihin]

REFERENCES
Madjid, Nurcholish, Islam Kemodernenan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989
_____, “Żilsafat Musyawarah”, in: Adi Badjuri, Dalam Pelita Hati: Nurcholish Madjid,
Abdul Gafur, Abdurrahman Wahid, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989
_____, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan: Pikiran-Pikiran Nurcholish ‘Muda’,
Bandung: Mizan, 1993
_____, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia,
Jakarta: Paramadina, 1995
_____, “Pendidikan untuk Demokrasi”, in: Jurnal Universitas Paramadina, Vol. 1, No. 3,
May, 2002
_____, “The Potential of National Cultural Support for Socio-Political Reform in
Indonesia”, in: Rudy Harisyah Alam and Ihsan Ali-Fauzi, The True Face of Islam:
Essays on Islam and Modernity in Indonesia, Ciputat: Voice Center Indonesia
(VCI), 2003
_____, “Our Political Ideals”, in: Rudy Harisyah Alam and Ihsan Ali-Fauzi, The True Face
of Islam: Essays on Islam and Modernity in Indonesia, Ciputat: Voice Center
Indonesia (VCI), 2003
_____, Indonesia Kita, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, Jakarta: Paramadina, 2005
_____, “Demokrasi adalah Sebuah Proses”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi
Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Jakarta: Yayasan
Wakaf Paramadina, Center for Spirituality and Leadership (CSL), and Mizan, 2006
_____, “Membangun Pendidikan Umat Islam”, in: Budhy Munawar-Rachman, Ensiklopedi
Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Jakarta: Yayasan
Wakaf Paramadina, Center for Spirituality and Leadership (CSL), and Mizan, 2006

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 235
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI
PROSES BELAJAR
BERNUANSA BIMBINGAN MENGAJAR PAI
DAN KONSELING
BERNUANSA BIMBINGAN DAN KONSELING
N. Fathurrohman
N. Fathurrohman
Fakultas Agama Islam (FAI) Unsika
Fakultas
Email: Agama Islam (FAI) Unsika
fathurrohman.fai@staff.unsika.ac.id
Email: fathurrohman.fai@staff.unsika.ac.id

ABSTRACT
ABSTRACT
There are three roles that should be implemented when teacher is carrying out the process of
There areand
teaching three roles that
learning, should
namely as abeteacher,
implemented when teacher
who transfers is carrying
the science accordingouttothe
theprocess of
discipline
teaching andaslearning,
of science; namely
an educator, whoas adoteacher, who
not only transfers
teach, the science
but also bring theaccording
student to the discipline
become the best
of science;
person as an
aspects of educator,
life; as a who do not This
supervisor. only is
teach, but also bringbythe
not implemented student
most become
teachers. All the best
teachers
person aspects
alctually should of give
life; as a supervisor.
guidance This is nottoimplemented
and counseling the student, bynotmost
onlyteachers.
the taskAllofteachers
Islamic
alctually
Religiousshould
Education giveteacher.
guidance and counseling to the student, not only the task of Islamic
Religious Education teacher.
Keyword: Teaching and learning process, Islamic education, Guidance and counselling,
Keyword: Teaching and
teachers of learning process, Islamic education, Guidance and counselling,
subjects
teachers of subjects
ABSTRAK
ABSTRAK
Terdapat tiga peran Guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang harus dilaksanakan,
Terdapat tiga sebagai
yaitu peran peran Guru dalam dimana
pengajar, melaksanakan proses ilmu
mentransfer belajarpengetahuan
mengajar yang harus
sesuai dilaksanakan,
dengan disiplin
yaitu peran
ilmunya, sebagai
peran pengajar,
sebagai dimana
pendidik, dimanamentransfer ilmu sekedar
tugasnya tidak pengetahuan sesuaidandengan
mengajar, peran disiplin
sebagai
ilmunya, peran
pembimbing sebagai
dimana pendidik, dimana
mengarahkan tugasnya
peserta didik tidakyang
menjadi sekedar mengajar,
terbaik danaspek
pada setiap peranhidup
sebagai
dan
pembimbing
kehidupannya.dimana
Peranmengarahkan peserta didik
menjadi pembimbing menjadi
inilah yang terbaik
yang masih belum pada setiap aspek
dilaksanakan olehhidup dan
sebagian
kehidupannya.
besar guru mata Peran menjadikhususnya
pelajaran, pembimbing inilah
guru matayang masih belum
pelajaran dilaksanakan
PAI, karena oleh sebagian
guru mata pelajaran
besar gurupandangan
memiliki mata pelajaran, khususnya
yang keliru yaitu guru
tugasmata pelajaran adalah
membimbing PAI, karena mata pelajaran
tugas guru Bimbingan dan
memiliki
Konseling,pandangan
bukan tugasyang
gurukeliru yaitu tugas membimbing adalah tugas guru Bimbingan dan
mata pelajaran.
Konseling, bukan tugas guru mata pelajaran.
Kata Kunci: Proses belajar mengajar, Pendidikan Agama Islam, Bimbingan dan
Proses belajar
Kata Kunci: konseling, Gurumengajar, Pendidikan Agama Islam, Bimbingan dan
mata pelajaran
konseling, Guru mata pelajaran

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Fenomena kualitas pendidikan di Indonesia secara perorangan memang telah diakui
Fenomena oleh
keberadaannya kualitas pendidikan dilain
bangsa-bangsa Indonesia
di dunia,secara
hal perorangan memang
ini dibuktikan telahberbagai
dengan diakui
keberadaannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia, hal ini dibuktikan
kegiatan akademik, seperti lomba Olympiade Matematika, Fisika, Bumi Antariksa, dengan berbagai
kegiatan
Teknologiakademik, sepertidan
dan Informatika lomba
MerakitOlympiade Matematika,
Robot. Sedangkan Fisika,
kegiatan Bumi Antariksa,
non-akademik, seperti
Teknologi dan Informatika dan Merakit Robot. Sedangkan kegiatan non-akademik,
cabang olagraga (bulutangkis, sepak bola ditingkat Asia). Indonesia selalu muncul menjadi seperti
cabang olagraga
pemenang. (bulutangkis,
Namun, sepak bola ditingkat
ketika dikomulatifkan Asia). Indonesia
secara keseluruhan bangsaselalu muncul
Indonesia menjadi
masih jauh
pemenang. Namun, ketika dikomulatifkan secara keseluruhan bangsa Indonesia
dibandingkan negara-negara tetangga dalam pencapaian prestasi di bidang akademik, hal masih jauh
dibandingkan
ini dibuktikannegara-negara
dengan hasil tetangga dalam pencapaian
laporan UNICEP prestasi diSumber
tentang Peringkat bidang Daya
akademik, hal
Manusia
ini dibuktikan dengan hasil laporan UNICEP tentang Peringkat Sumber
tahun 2010 bangsa Indonesia termasuk ke dalam kategori Medium Human Development Daya Manusia
tahun 2010 bangsa
yaitu rangking Indonesia
ke-108. Laporantermasuk ke dalam
tersebut secara kategori
lengkap dapatMedium Human
diperhatikan Development
bagan berikut:
yaitu rangking ke-108. Laporan tersebut secara lengkap dapat diperhatikan bagan berikut:

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 237
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 237 – 243

Selanjutnya berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia 2015 Program


Pembangunan Perserikatan
Selanjutnya Bangsa-Bangsa
berdasarkan Laporan (UNDP), Indeks Pembangunan
Pembangunan Manusia 2015Manusia (IPM)
Program
Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara dengan besaran 0,684 atau
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sama
dengan tahun
Indonesia sebelumnya.
berada Posisi
di peringkat Indonesia
ke-110 sama
dari 188 dengan
negara Gabon
dengan (salah0,684
besaran satu atau
negara di
sama
Afrika yang merdeka pada 1960).
dengan tahun sebelumnya. Posisi Indonesia sama dengan Gabon (salah satu negara di
AfrikaDari
yanghasil
merdeka padatersebut
laporan 1960). dapat ditarik benang merahnya bahwa hasil pendidikan
bangsaDari
Indonesia masihtersebut
hasil laporan jauh dibandingkan negara-negara
dapat ditarik benang merahnyatetangga, bahkan
bahwa hasil bangsa
pendidikan
Indonesia SDM-nya ditempat yang kritis, yaitu bisa masuk ke dalam kategori
bangsa Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga, bahkan bangsa Low Human
Development.
Indonesia SDM-nya ditempat yang kritis, yaitu bisa masuk ke dalam kategori Low Human
Development.
Guru Pendidikan Agama Islam yang ketika masa perkuliahannya hanya memperoleh
mata kuliah bimbingan Agama
Guru Pendidikan konseling 2 SKS
Islam yangselama
ketikakurun waktu 4 tahun atau
masa perkuliahannya 8 semester
hanya dan
memperoleh
ditambah dengan paradigma yang keliru tentang layanan bimbingan dan konseling
mata kuliah bimbingan konseling 2 SKS selama kurun waktu 4 tahun atau 8 semester dan di
sekolah-sekolah,
ditambah dengandimana urusan
paradigma layanan
yang bimbingan
keliru dan konseling
tentang layanan adalahdan
bimbingan tugas pokok dan
konseling di
fungsi guru bimbingan dan konseling. Hal inilah persepsi Guru mata pelajaran yang
sekolah-sekolah, dimana urusan layanan bimbingan dan konseling adalah tugas pokok dankeliru,
karena guru
fungsi membimbing
bimbinganmerupakan salah Hal
dan konseling. satuinilah
peranpersepsi
guru yang harus
Guru dilakukan,
mata pelajaranartinya tidak
yang keliru,
hanya mendidik dan mengajar saja.
karena membimbing merupakan salah satu peran guru yang harus dilakukan, artinya tidak
hanyaPermasalahannya,
mendidik dan mengajar saja.
untu menghadapi ketertinggalan kualitas SDM, menghadapi era
perdagangan bebas Asia untu
Permasalahannya, atau Masyarakat
menghadapi Ekonomi Asia (MEA),
ketertinggalan kualitas dan dayamenghadapi
SDM, saing disegala
era
bidang dalam hidup dan kehidupan, maka peran guru sebagai
perdagangan bebas Asia atau Masyarakat Ekonomi Asia (MEA), dan daya saingpendidik, pengajar dan
disegala
pembimbing
bidang dalamwajib
hidupsinergis dilaksnakan
dan kehidupan, padaperan
maka saat melaksanakan proses pembelajaran
guru sebagai pendidik, di
pengajar dan
kelas dan luar
pembimbing kelas.
wajib Apalagi
sinergis dengan imbas
dilaksnakan perkembangan
pada saat budaya
melaksanakan barat
proses melalui gaya
pembelajaran di
hidup masyarakat (khususnya peserta didik), Guru mata pelajaran Pendidikan
kelas dan luar kelas. Apalagi dengan imbas perkembangan budaya barat melalui gaya Agama
Islam yang
hidup selama ini
masyarakat menjadi pasukan
(khususnya peserta terdepan yang mata
didik), Guru selalu pelajaran
bertemu dengan peserta
Pendidikan didik
Agama
memiliki peran yang sangat penting untuk dapat meningkatkan SDM dan Persaingan
Islam yang selama ini menjadi pasukan terdepan yang selalu bertemu dengan peserta didik
melalui perannya
memiliki sebagai
peran yang pembimbing.
sangat penting untuk dapat meningkatkan SDM dan Persaingan
melalui perannya
Sebagai sebagai pembimbing.
pengajar, guru berperan memberikan transfer ilmu pengetahuan yang
dimilikinya kepada seluruh
Sebagai pengajar, guru peserta didik memberikan
berperan tanpa pilih kasih atau ilmu
transfer diskriminasi, sedangkan
pengetahuan yang
berperan sebagai pendidik, guru seyogyanya memberikan sesuatu yang terbaik
dimilikinya kepada seluruh peserta didik tanpa pilih kasih atau diskriminasi, sedangkan sebagai
individu yang
berperan digugu
sebagai dan ditiru.
pendidik, guruSelanjutnya
seyogyanyaperan sebagai pembimbing
memberikan sesuatu yang inilah yangsebagai
terbaik belum
dilakukan guru dalam kegiatan proses belajar mengajar baik di dalam kelas maupun
individu yang digugu dan ditiru. Selanjutnya peran sebagai pembimbing inilah yang belum di luar
kelas, bahkan
dilakukan peran kegiatan
guru dalam yang ketiga
prosesinilah
belajarkebanyakan
mengajar baikguru berpersepsi
di dalam bahwa ditugas
kelas maupun luar
membimbing adalah tugasnya guru bimbingan dan konseling.
kelas, bahkan peran yang ketiga inilah kebanyakan guru berpersepsi bahwa tugas
membimbing adalah tugasnya guru bimbingan dan konseling.

B. METODE PENELITIAN
B. METODE
Penelitian iniPENELITIAN
menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif desainnya
bersifat umum, dan
Penelitian ini berubah-ubah
menggunakan atau berkembang
pendekatan sesuaiPendekatan
kualitatif. dengan situasi di lapangan.
kualitatif Hal
desainnya
itu dijelaskan oleh Sugiyono (2011, hlm. 12) bahwa metode ini disebut juga
bersifat umum, dan berubah-ubah atau berkembang sesuai dengan situasi di lapangan. Hal dengan
metode
itu interpretive
dijelaskan karena data
oleh Sugiyono hasilhlm.
(2011, penelitian
12) bahwalebihmetode
berkenaan denganjuga
ini disebut interpretasi
dengan
terhadap data yang ditemukan di lapangan.
metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi
terhadapDitambahkan
data yang ditemukan di lapangan.
oleh Putra dan Lisnawati yang mengungkapkan bahwa desain
penelitian kualitatif biasanya bersifat global, tidak
Ditambahkan oleh Putra dan Lisnawati terperinci,
yang tidak pasti
mengungkapkan dan
bahwa sangat
desain
fleksibel (Putra
penelitian & Lisnawati,
kualitatif biasanya2012, hlm. global,
bersifat 28). tidak terperinci, tidak pasti dan sangat
fleksibel (Putra & Lisnawati, 2012, hlm. 28).

238 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN ... — [N. Fathurrohman]

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Peranan Guru sebagai Pembimbing
Peranan (role) guru artinya keseluruhan perilaku yang harus dilakukan guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru mempunyai peranan yang luas, baik di sekolah,
di keluarga, maupun di masyarakat. Guru merupakan faktor utama dalam keseluruhan
proses pendidikan. Dalam tugasnya sebagai pendidik, guru banyak sekali memagang
berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakan sebagai seorang guru.
Natawidjaja (1984:59) mengatakan bahwa guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci
di dalam keseluruhan proses pendidikan –terutama dalam pendidikan formal– bahkan
dalam pembangunan masyarakat pada umumnya.
Moody (dalam Natawidjaja, 1984:59) memberikan tulisan yang sangat mendukung
terhadap peranan guru baik di sekolah maupun di masyarakat, yaitu:
“....the success of organized society depend largely upon the teacher. She must be
conscious that she is performing the highest type of service and that her profession
must be on as high a level as that of any other. A teacher’s personality plays a most
important part in her teaching success.”
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembimbing diartikan sebagai : (1)
orang yang membimbing; pemimpin; penuntun; (2) yang dipakai untuk membimbing
seperti pengantar (ilmu pengetahuan) (1988:117). Selanjutnya Mapiarre (2002:6)
mengatakan bahwa pembimbing atau konselor adalah menunjuk pada orang, person, yang
menyediakan bantuan.
Berdasarkan uraian di atas, jadi sebagai pembimbing, guru seyogyanya melaksanakan
tugas di sekolah dengan berfungsi sebagai pendidik dan pengajar dan berfungsi sebagai
pembimbing, artinya dalam hal ini guru tidak semata-mata hanya memberikan materi
pelajaran saja, melainkan lebih jauh dari itu. Hal ini berlaku bagi semua guru mata
pelajaran yang selama ini masih belum tertarik terhadap peran sebagai pembimbing pada
saat proses belajar-mengajar. Koran Kampus ITB dalam menumbuhkan wacana beda
pendapat dalam pengajaran menyampaikan bahwa: “żuru yang menonjol adalah sebagai
Teacher (pengajar), sebaiknya ke depan, guru lebih dituntut sebagai coach, conselor, dan
learning manager, yang harus mampu membimbing siswa belajar” (Edisi April 2003).
Sehubungan tugas atau peran guru sebagai pembimbing, Natawidjaja (2008)
menyampaikan ada tiga tugas pokok guru, yaitu:
a. Tugas Profesional, yaitu tugas yang berkenaan dengan profesinya. Tugas ini mencakup
tugas mendidik (mengembangkan pribadi siswa), mengajar (untuk mengembangkan
intelektual siswa), melatih (untuk mengembangkan keterampilan siswa) dan mengelola
ketertiban sekolah sebagai penunjang ketahanan sekolah.
b. Tugas Manusiawi (Human Responsibility), yaitu tugas sebagai manusia. Dalam hal ini,
guru bertugas mewujudkan dirinya untuk ditempatkan dalamkegiatan kemanusiaan dan
sesuai dengan martabat manusia.
c. Tugas kemasyarakatan (Civic Mission) yaitu tugas sebagai anggota masyarakat dan
warga negara. Dalam hal ini, guru bertugas membimbing siswa menjadi warga negara
yang baik, sesuai dengan kaidah-kaidah yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945,
dan GBHN.
Tiga tugas pokok guru di atas, dalam kegiatan belajar-mengajar tidak dapat dipisahkan
satu sama lainnya, melainkan menjadi sebuah sistem yang saling berhubungan. Dengan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 239
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 237 – 243

demikian, guru tidaklah


demikian, sekedarsekedar
guru tidaklah menyampaikan materi belaka,
menyampaikan menerapkan
materi belaka, metodemetode
menerapkan yang yang
cocok, cocok,
mengevaluasi pekerjaan siswa dan tugas lainnya yang tidak tercermin seperti tugas
mengevaluasi pekerjaan siswa dan tugas lainnya yang tidak tercermin seperti tugas
di atas,di melainkan guru adalah
atas, melainkan pribadinya,
guru adalah yaitu keseluruhan
pribadinya, penampilannya
yaitu keseluruhan serta serta
penampilannya
perwujudannya dengan siswa.
perwujudannya dengan siswa.
Natawidjaja (1998: (1998:
Natawidjaja 32-33) 32-33)
menyampaikan perananperanan
menyampaikan guru yang
guruharus
yangdilakukan dalam dalam
harus dilakukan
PBM diPBM
dalam
dikelas,
dalamyaitu:
kelas, yaitu:
a. Wakila. masyarakat (termasuk
Wakil masyarakat pandangan
(termasuk moralnya)
pandangan moralnya)
b. Hakim (memberi
b. Hakim penilaian)
(memberi penilaian)
c. Sumber (proses,(proses,
c. Sumber pengetahuan, dan keterampilan)
pengetahuan, dan keterampilan)
d. Penolong (memberi
d. Penolong bimbingan
(memberi bagi kesulitan
bimbingan siswa) siswa)
bagi kesulitan
e. Detektif (menemukan pelanggaran aturan)
e. Detektif (menemukan pelanggaran aturan)
f. Pelerai (menyelesaikan
f. Pelerai perselisihan
(menyelesaikan diantaradiantara
perselisihan siswa) siswa)
g. Obyek identifikasi bagi siswa
g. Obyek identifikasi bagi siswa
h. Penawar kecemasan
h. Penawar (membantu
kecemasan siswa untuk
(membantu siswamemiliki kepercayaan
untuk memiliki diri sendiri)
kepercayaan diri sendiri)
i. Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan
i. Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan diri sendiri)
diri sendiri)
j. Pemimpin kelompok
j. Pemimpin (membantu
kelompok iklim kelompok)
(membantu iklim kelompok)
k. Pengganti orang tua
k. Pengganti (bertindak
orang sebagaisebagai
tua (bertindak tempat tempat
mengeluh bagi anak-anak
mengeluh muda) muda)
bagi anak-anak
l. Sasaran kemarahan
l. Sasaran siswa (bertindak
kemarahan sebagaisebagai
siswa (bertindak tempat tempat
agresi yang
agresitimbul dari frustasi
yang timbul dari frustasi
yang diciptakan orang dewasa)
yang diciptakan orang dewasa)
m. Teman dalam kepercayaan
m. Teman dalam kepercayaan(membangun hubungan
(membangun yang hangat
hubungan dengan dengan
yang hangat anak dan saling
anak dan saling
mempercayai)
mempercayai)
n. Obyekn. perhatian (memenuhi
Obyek perhatian kebutuhan
(memenuhi psikologis
kebutuhan anak). anak).
psikologis
Ternyata tugas guru
Ternyata tugasdalam
guru kelas
dalambukan
kelas hanya
bukan memberikan materi materi
hanya memberikan saja atausajahanya
atau hanya
tertuju tertuju
kepada kepada
kegiatankegiatan
instruksional saja, akan tetapi banyak perannya yang
instruksional saja, akan tetapi banyak perannya yang harus harus
dilakukan yang berisikan
dilakukan hubungan
yang berisikan antar probadi
hubungan siswa untuk
antar probadi siswamembimbing siswa. siswa.
untuk membimbing
DenganDengan
demikian, guru memegang
demikian, guru memegangperan peran
kunci kunci
yang paling utama, utama,
yang paling artinya artinya
keberhasilan PBM banyak
keberhasilan tergantung
PBM banyak dari pihak
tergantung daripengajar (guru) itu
pihak pengajar sendiri.
(guru) Salah satu
itu sendiri. halsatu hal
Salah
yang paling
yang strategis adalah adalah
paling strategis mengenal dan menerapkan
mengenal berbagai
dan menerapkan aspek psikologis
berbagai dalam dalam
aspek psikologis
keseluruhan proses proses
keseluruhan pendidikan, khususnya
pendidikan, PBM seperti
khususnya berperan
PBM seperti sebagaisebagai
berperan pembimbing
pembimbing
dalam PBM.
dalam PBM.
2. Pelaksanaan BK bagiBK
2. Pelaksanaan Guru
bagiMata
GuruPelajaran PAI PAI
Mata Pelajaran
Pelaksanaan bimbingan
Pelaksanaan dan konseling
bimbingan bagi guru
dan konseling mata
bagi gurupelajaran PAI berbeda
mata pelajaran dengan dengan
PAI berbeda
guru bimbingan dan konseling, sebagian perbedaannya dapat diperhatikan bagan berikut:
guru bimbingan dan konseling, sebagian perbedaannya dapat diperhatikan bagan berikut:

PERBEDAAN PELAKSANAAN
PERBEDAAN BK BK
PELAKSANAAN
ANTARA GURUGURU
ANTARA BK DAN
BKGURU MATAMATA
DAN GURU PELAJARAN
PELAJARAN

No NoGuru Mata
GuruPelajaran PAI PAI
Mata Pelajaran Guru BK Guru BK
1 Program
1 Pelaksanaan tidak dibuat
Program Pelaksanaan tidak dibuat Program Pelaksanaan dibuat dibuat
Program Pelaksanaan
secara khusus, melainkan
secara khusus, melainkan secara khusus dalam bentuk
secara khusus dalam bentuk
dilaksanakan secara includ
dilaksanakan secaradiinclud
dalamdi dalam
programprogram
kerja guru BKguru BK
kerja
PBM PBM
2 Tempat
2 khusus pelaksanaan
Tempat BK tidakBK Memiliki
khusus pelaksanaan tempat khusus
tidak Memiliki tempat yang
khusus yang

240 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN ... — [N. Fathurrohman]

ada, melainkan
ada, melainkan di ruang di ruang
kelas kelas ketika
ketika disebutRuang
disebut dengan denganBK Ruang BK
PBM
PBM berlangsung berlangsung
3 3
Waktu Waktu pelaksanaan
pelaksanaan BK dilakukan
BK dilakukan Waktu pelaksanaan
Waktu pelaksanaan diprogram diprogram
pada
pada saat PBM saat PBM dengan memberikan panggilanpanggilan
dengan memberikan
khusus
khusus atau ataudidik
peserta peserta didik datang
datang
sendiri untuk menyampaikan
sendiri untuk menyampaikan
keluhan, keluhan, dan permasalahan.
dan permasalahan.
4 4
PemberianPemberian
bimbingan bimbingan hanya ruang
hanya ruang PemberianPemberian
bimbinganbimbingan
yang yang
lingkup bidang akademik
lingkup bidang akademik pada mata pada mata menyeluruh, yaitu
menyeluruh, yaitu bidang bidang
pelajaranpelajaran yang diampunya.
yang diampunya. akademik,akademik, pribadi,
pribadi, sosial dansosial dan
karir. karir.
5 5
PemberianPemberian
bimbingan bimbingan
lebih lebih PemberianPemberian
bimbinganbimbingan
lebih lebih
cenderungcenderung
klasikal klasikal cenderungcenderung kepada individual.
kepada individual.
6 6 Jika permasalahan cenderung
Jika permasalahan cenderung sulit sulit Jika permasalahan
Jika permasalahan cenderung cenderung
sulit sulit
dipecahkan, guru mata
dipecahkan, guru mata pelajaran pelajaran dipecahkan, guru
dipecahkan, guru BK dapat BK dapat
dapat mereveral
dapat mereveral ke guru BK mereveralmereveral
ke guru BK ke ahli
ke ahli yang yang lebih
lebih
profesional.
profesional.

Dariperbedaan
Dari tabel tabel perbedaan
di atas di atas ternyata
ternyata pelaksanaan
pelaksanaan BK bagiBKgurubagimata
gurupelajaran
mata pelajaran
merupakan bagian dalam pelaksanaan PBM, oleh karena itu setiap guru
merupakan bagian dalam pelaksanaan PBM, oleh karena itu setiap guru mata pelajaran mata pelajaran
seyogyanya
seyogyanya melaksanakan
melaksanakan denganrasa
dengan penuh penuh rasa tanggungjawab.
tanggungjawab.
Peran bimbingan
Peran bimbingan yang dilakukan
yang dilakukan guruPBM
guru dalam dalammerupakan
PBM merupakan satu kompetensi
satu kompetensi guru guru
yang terpadu dalam keseluruhan kompetensi pribadinya. Dalam hal ini
yang terpadu dalam keseluruhan kompetensi pribadinya. Dalam hal ini peran bimbingan peran bimbingan
merupakan
merupakan kompetensi
kompetensi penyesuaian
penyesuaian interaksional,
interaksional, yang merupakan
yang merupakan kemampuankemampuan
guru guru
untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajar siswa. Hal ini Hal ini
untuk menyesuaikan diri dengan karakteristik siswa dan suasana belajar siswa.
diperkuat
diperkuat oleh Pedoman
oleh Pedoman Pelaksanaan
Pelaksanaan Pola Pembaharuan
Pola Pembaharuan Sistem Sistem Pendidikan
Pendidikan Tenaga Tenaga
Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia yang disebut dengan Profil Kemampuan Dasar Dasar
Kependidikan (P4SPTK) di Indonesia yang disebut dengan Profil Kemampuan
Guru, dimana
Guru, dimana tertuangtertuang poin mengenal
poin mengenal fungsi fungsi dan program
dan program pelayanan
pelayanan BK sertaBK serta
menciptakan
menciptakan iklimyang
iklim belajar belajar yang serasi.
serasi.
Agarproses
Agar dalam dalambelajar-mengajar
proses belajar-mengajar bermakna,
bermakna, guru
guru harus harus memperhatikan
memperhatikan hal-hal hal-hal
sebagai
sebagai berikut: berikut:
a. Perlakuan
a. Perlakuan terhadapterhadap siswa sebagai
siswa sebagai individuindividu yang memiliki
yang memiliki potensi potensi untuk berkembang
untuk berkembang
dan majudan maju
serta serta mampu
mampu mengarahkan
mengarahkan dirinyauntuk
dirinya sendiri sendirimandiri.
untuk mandiri.
b. Sikap positif dan wajar terhadap
b. Sikap positif dan wajar terhadap siswa. siswa.
c. Perlakuan
c. Perlakuan terhadapterhadap siswahangat,
siswa secara secara ramah,
hangat, rendah
ramah,hati,
rendah
danhati, dan menyenangkan.
menyenangkan.
d. Pemahaman siswa
d. Pemahaman siswa secara empatik. secara empatik.
e. Penghargaan
e. Penghargaan terhadapterhadap
martabatmartabat siswa sebagai
siswa sebagai individuindividu
f. Penampilan
f. Penampilan diriikhlas
diri secara secara(genuince)
ikhlas (genuince)
di depandisiswa.
depan siswa.
g. Kekongkritan dalam
g. Kekongkritan dalam menyatakan diri.menyatakan diri.
h. Penerimaan
h. Penerimaan siswa apa siswa apa adanya
adanya
i. Perlakuan siswa secara terbuka terbuka
i. Perlakuan siswa secara
j. Kepekaan
j. Kepekaan terhadapterhadap
perasaanperasaan yang dinyatakan
yang dinyatakan olehdan
oleh siswa siswa dan membantu
membantu menyadari
menyadari
perasaan
perasaan itu. itu.
k. Kesadaran
k. Kesadaran bahwa mengajar
bahwa tujuan tujuan mengajar bukan terbatas
bukan terbatas pada penguasaan
pada penguasaan siswa terhadap
siswa terhadap
bahan pengajaran (materi) saja, melainkan menyangkut seluruh pengembangan siswa siswa
bahan pengajaran (materi) saja, melainkan menyangkut seluruh pengembangan
menjadimenjadi
individuindividu
yang lebih yang lebih dewasa.
dewasa.
l. Penyesuaian diri terhadap keadaankeadaan
l. Penyesuaian diri terhadap khusus khusus

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 241
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 237 – 243

Perlakuan guru
Perlakuan guru di
di atas
atas merupakan
merupakan salah
salah satu
satu unsur
unsur yang
yang dapat
dapat mempengaruhi
mempengaruhi
kegiatan PBM,
kegiatan PBM, keberhasilan
keberhasilan siswa
siswa akan
akan kurang,
kurang, jika
jika nuansa
nuansa perlakuan
perlakuan terhadap
terhadap siswa
siswa di
di
atas diabaikan oleh seorang guru dalam perannya sebagai pembimbing.
atas diabaikan oleh seorang guru dalam perannya sebagai pembimbing.

D. KESIMPULAN
D. KESIMPULAN
Guru memiliki
Guru memiliki tiga
tiga peran
peran yang
yang harus
harus dijalankan
dijalankan secara
secara bersamaan
bersamaan dalam
dalam pelaksanaan
pelaksanaan
PBM, yaitu
PBM, yaitu sebagai
sebagai pengajar,
pengajar, pendidik
pendidik dan
dan pembimbing.
pembimbing. Namun,
Namun, kenyataannya
kenyataannya hampir
hampir
seluruhnya guru mata pelajaran hanya melaksanakan tugas mengajar
seluruhnya guru mata pelajaran hanya melaksanakan tugas mengajar dan mendidik dan mendidik
sedangkan membimbing
sedangkan membimbing diabaikan
diabaikan perannya
perannya karena
karena berpikir
berpikir bahwa
bahwa membimbing
membimbing adalah
adalah
bukan tugasnya.
bukan tugasnya.
Dengan perkembangan
Dengan perkembangan ilmu
ilmu pengetahuan
pengetahuan dan
dan teknologi
teknologi yangyang semakin
semakin maju,
maju, maka
maka
pendidikan sebagai garda terdepan memiliki peran yang sangat penting
pendidikan sebagai garda terdepan memiliki peran yang sangat penting dalam mencetakdalam mencetak
kualitas manusia
kualitas manusia yang
yang siap
siap bersaing
bersaing dengan
dengan bangsa
bangsa lain,
lain, karena
karena tanpa
tanpa manusia
manusia yang
yang
berkualitas maka akan terus menjadi terbelakang dalam era globalisasi.
berkualitas maka akan terus menjadi terbelakang dalam era globalisasi.
Bimbingan dan
Bimbingan dan Konseling
Konseling didi sekolah-sekolah
sekolah-sekolah bukan
bukan hanya
hanya tugas
tugas guru
guru BK
BK saja
saja tetapi
tetapi
guru mata
guru mata pelajaran
pelajaran pun
pun dapat
dapat melakukannya
melakukannya ketika
ketika memberikan
memberikan pelajaran
pelajaran di
di dalam
dalam atau
atau
di luar kelas, apalagi dengan Guru PAI yang memiliki peran tambahan
di luar kelas, apalagi dengan Guru PAI yang memiliki peran tambahan seperti yang seperti yang
difirmankan Allah
difirmankan Allah Swt
Swt dalam
dalam Surat
Surat At-Tahrim,
At-Tahrim, Ayat
Ayat 66 sebagai
sebagai beikut:
beikut:

ِ‫ظ‬
‫ظ ِششدد ٌادٌاد اا‬
ِ ِ ‫ا�ِِججار‬
ٌٌ ‫ارةُةُ ععللْيْيــههاا مماائئِككةٌةٌ غِغاا‬ �‫ا‬
ْْ ‫�ا� وو‬
�‫�ا‬
ُُ ��‫ودههاا الال‬
‫ود‬ ‫ين آمآم�ُ�وواا ققُُوواا أأنْنـْـُففسس ُُكك ْمم ووأأ ْههلِلِيي ُُكك ْمم ننارا‬
ُُ ُُ‫ارا ووقق‬ ‫يياا أأييـ�ـ�ههاا االل�� ِذِذين‬
ْ ْ ْ ُ ُ
‫ون مماا ييـُـ ْؤؤممُررون‬ ‫ون الالل�ل�هه مماا أأممررُهه ْمم ووييــْْففععلُلُون‬ ‫صون‬ ‫يـعص‬
‫ون‬ ُ ُْ ُْ ُُ ‫يـ ْْع‬
Artinya :: “Hai
Artinya “Hai orang-orang
orang-orang yang
yang beriman,
beriman, peliharalah
peliharalah dirimu
dirimu dan
dan keluargamu
keluargamu dari
dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar,
yang kasar, yang
yang keras,
keras, yang
yang tidak
tidak mendurhakai
mendurhakai (perintah)
(perintah) Allah
Allah terhadap
terhadap apa
apa yang
yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. (Q.S.
A-Tahrim/66: 6)
A-Tahrim/66: 6)

REFERENSI
REFERENSI
Depdiknas, (2004).
Depdiknas, (2004). Dasar
Dasar Standarisasi
Standarisasi Profesi
Profesi Konseling. Jakarta :: Bagian
Konseling. Jakarta Bagian Proyek
Proyek
Peningkatan Tenaga
Peningkatan Tenaga Akdemik
Akdemik Dirjen
Dirjen Dikti
Dikti
Havighurst (1985).
Havighurst (1985). Human
Human Development
Development and
and Education [Online].
Education [Online]. Tersedia:
Tersedia:
http//www.duniapsikologi.dagdigdug.com/2008.hotml [25 Juli 2009].
http//www.duniapsikologi.dagdigdug.com/2008.hotml [25 Juli 2009].
Moh. Surya.
Moh. Surya. (1997).
(1997). Psikologi
Psikologi Pembelajaran
Pembelajaran dan
dan Pengajaran. Bandung: IKIP
Pengajaran. Bandung: IKIP Bandung
Bandung
Mujamma’al Malik
Mujamma’al Malik Żahd
Żahd Li
Li Thiba’at
Thiba’at Al
Al Mush-Haf
Mush-Haf (2014). Al Qur’an
(2014). Al Qur’an dan
dan Terjemahan.
Terjemahan.
Madinah Al
Madinah Al Munawarah:
Munawarah: Kerajaan
Kerajaan Arab
Arab Saudi.
Saudi.
Rochman Natawijaya
Rochman Natawijaya (1987).
(1987). Pendekatan-Pendekatan
Pendekatan-Pendekatan dalam
dalam Penyuluhan
Penyuluhan Kelompok.
Kelompok.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen.
Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen.
Surya, M.
Surya, M. dan
dan Rochman
Rochman Natawijaya
Natawijaya (1985).
(1985). Buku
Buku Materi
Materi Pokok
Pokok Pengantar
Pengantar Bimbingan
Bimbingan dan
dan
Penyuluhan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Penyuluhan. Jakarta: Universitas Terbuka.

242 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI BERNUANSA BIMBINGAN ... — [N. Fathurrohman]

Sutirna (2004). Model Pembelajaran Matematika bernuansa Bimbingan dan Konseling di


Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.Tesis : UPI Bandung (tidak diterbitkan)
Sutirna (2011). Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Bagi Peserta didik di
Pendidikan Kesetaraan (Paket B setara SMP). Disertasi : UPI Bandung –tidak
diterbitkan.
Sutirna (2013). Bimbingan dan Konseling (Pendidikan Formal, Non Formal dan
Informal). Yogyakarta: Andi Offset.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 243
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PESANTREN MANHAJ SALAFI:
MODEL BARU SISTEM PENDIDIKAN ISLAM

Nurhasanah Bakhtiar
Prodi Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SUSKA Riau
Email: nurhasanahbakhtiar@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study discusses the internalization of salafi method (manhaj) in Islamic boarding school
systems. Salafi boarding schools teach the salafi ideology which as exemplied by the Prophet and
three early generations based on Qur’an and Hadits. They interpreted the values of Islam in a more
literal, textual and normative way. The Nurturing of Salafi boarding school is controversial in the
community. Salafi boarding schools are considered as a model of education that are againt plural
reality because it maintains the conventional way of understanding the texts of the Quran and
hadith without recognizing plural reality. Despite of controversy, the development of Salafi
boarding schools in Indonesia has demonstrated rapid growth since the past three decades. The
institution is deemed successful in transferring its ideologies to students in their life. This study
examines two Salafi boarding schools in Pekanbaru, i.e Al- Al-Uswah and Ummu Sulaym boarding
schools.

Keyword: Boarding School, Manhaj Salafi, Islamic Education Systems

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren.
Pesantren manhaj salafi mengajarkan ideologi salafi yang mengamalkan Islam sebagaimana yang
dicontohkan oleh Nabi dan tiga generasi awal Islam. Manhaj salafi menafsirkan nilai-nilai Islam
secara lebih harfiah, tekstual dan cara normatif. Perkembangan Pesantren Salafi tidak terlepas dari
tanggapan kontroversial di tengah masyarakat. Pesantren salafi dianggap sebagai model pendidikan
yang menentang realitas plural karena masih mempertahankan cara konvensional memahami teks-
teks Al-Quran dan hadits tanpa mengakui realitas plural. Meskipun dalam kondisi yang
kontroversial, pengembangan pesantren Salafi di Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang
pesat selama tiga dekade terakhir. Lembaga ini dianggap berhasil dalam mentransfer ideologi salafi
kepada para santri dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini merupakan studi kasus pada dua
pesantren salafi yaitu pesantren al-Uswah dan pesantren puteri Ummu Sulaim Pekanbaru Riau.

Kata Kunci: Pesantren, Manhaj Salafi, Sistem Pendidikan Islam

PENDAHULUAN
Di Indonesia, pada tiga dekade terakhir terutama setelah tumbangnya rezim orde
baru, perkembangan dakwah salafi termasuk di dalamnya pesantren salafi tumbuh dengan
pesat dan masif. Beberapa peneliti menyatakan bahwa salafisme merupakan gerakan
keagamaan penting dan dinamis yang dalam dasawarsa mendatang akan berkembang lebih
signifikan. (Iffah Muzammil: 2003, 213).
Perkembangan pesantren salaf yang masif tersebut justru berada dalam suasana yang
kontroversial baik berhadapan dengan masyarakat sekitar maupun dengan lembaga dan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 245
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 245 – 250

tokoh pesantren lain yang ada sebelumnya. Noorhaidi menyebutkan bahwa pesantren salafi
berupaya untuk mengembangkan ideologi manhaj salafi yang kurang akomodatif dengan
sosio-kultur/sisio-historis masyarakat sehingga kerap menimbulkan konflik dalam
masyarakat. (Noorhaidi: 2005).
Jargon “ kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah” lebih banyak dimaksudkan sebagai
perintah untuk kembali kepada akar-akar Islam awal dan praktik-praktik Nabi yang puritan
dalam mencari keaslian (otentisitas). Jika umat Islam tidak kembali kepada “jalan yang
benar” dari para pendahulu mereka , maka mereka tidak akan selamat. Kembali kepada al-
Qur’an Sunnah dipahami secara skriptural dan totalistik. (Shiren T. Hunter: 2010, h. 15).
Inilah keyakinan mereka tentang memperjuangkan Islam secara kaffah, yakni obsesi
kembali ke masa lalu Islam secara keseluruhan tanpa melihat perubahan sosial budaya
yang telah dialami masyarakat muslim dewasa ini. Pandangan ini menunjukkan sikap
literal mereka dalam memahami teks-teks agama sehingga harus sesuai atau sama dengan
prilaku Nabi SAW.
Di Kota Pekanbaru Riau, pesantren bermanhaj salafi tumbuh dan berkembang
dengan signifikan. Selain jumlahnya yang semakin bertambah, peminat yang tertarik
menimba ilmu di pesantren bermanhaj salafi terus meningkat. Penelitian ini difokuskan
pada dua pesantren manhaj salafi di Pekanbaru Riau yaitu Pesantren al-Uswah dan
pesantren puteri Ummu Sulaim.
Bagaimanakah internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren al-
Uswah dan Ummu Sulaim ? merupakan pertanyaan pokok yang akan dijawab dalam
tulisan ini.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengambil kasus-kasus
tertentu sebagai obyek penelitian, yaitu internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan
pesantren. al-Uswah dan Pesantren Ummu Sulaim Pekanbaru Riau. Sumber data
(informan) penelitian ini diperoleh diperoleh dari pengelola pesantren, kepala pesantren
(kyai), para guru (ustad dan ustazah), para santri, karyawan, orang tua santri dan
masyarakat sekitar. Di samping itu data-data tertulis, buku-buku, dan dokumentasi juga
merupakan sumber data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi. Metode analis data data penelitian ini adalah
metode deskriftif analisis komparatif kualitatif. Analisis data kualitatif terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Manhaj secara bahasa artinya jalan yang jelas dan terang. Manhaj berakar dari kata
nahaja yang artinya metode atau proses. Secara istilah manhaj berarti jalan hidup yang
jelas dan terang dalam beragama. Kata salafi bersal dari bahasa Arab salaf yang artinya
dulu atau klasik. Salafi adalah penisbahan terhadap orang-orang yang mepraktekkan Islam
sebagai mana yang dianjurkan atau dipraktekkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat.
(Endang Turmuzi : 2004, 154) Salaf menurut para ulama adalah sahabat, tabi’in (orang-
orang yang mengikuti sahabat) dan tabit tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in).

246 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU SISTEM ... — [Nurhasanah Bakhtiar]

Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan salafush sholih (orang-orang terdahulu yang
sholih). Merekalah tiga generasi utama dan terbaik dari umat ini.
Beragamnya defenisi, pandangan dan reaksi terhadap manhaj salafi menunjukkan
bahwa manhaj salafi berkembang tidak bersifat monolitik tetapi heterogen yang
dipengaruhi oleh tokoh, tempat dan waktu perkembangannya. Melacak asal-usul dan
perkembangan salafisme, Amin Abdullah membaginya dalam tiga periode. (Amin
Abdullah: 2011). Pertama, masa origin, yakni masa Ahmad bin Hanbal (780-855 M), Ibn
Taymiyah (1263-1328 M), serta Muhammad bin Abd al-Wahhab (1703-1792 M). Ibn
Hanbal adalah figur penting dalam gerakan salafisme modern. Pendekatan hadîs yang
digunakannya dalam menyelesaikan persoalan fiqh, membuatnya menjadi kerangka
referensial kaum salafi yang menjadikan hadîs sebagai sumber utama untuk mengetahui
kehidupan awal generasi Muslim (salaf). T
Kedua, masa change, yakni masa Jamal al-Din al-Afghani (1838-1897), Muhammad
Abduh (1849-1905), Muhammad Rashid Ridha (1865-1935), Hasan al-Banna (1906-1949),
dan Sayyid Qutb (1906-1966). Pada abad ini, seruan purifikasi dimunculkan kembali oleh
para tokoh ini. Namun demikian, ada perbedaan mendasar antara kedua gerakan salafi
tersebut. Gerakan yang kedua ini muncul sebagai respons terhadap ancaman budaya,
politik, dan ekonomi Barat, sedangkan Wahabisme muncul sebagai gerakan yang
diarahkan untuk pemurnian doktrin dari syirik, bid‘ah, dan ekspresi-ekspresi keagamaan
tradisional lainnya.
Ketiga, masa development. Pada masa ini terdapat dua kelompok salafis yang berbeda
orientasi. Kelompok pertama yang melanjutkan ide-ide dari Hasan al Banna dan Sayyid
Qutb. Kelompok ini melahirkan sentimen-sentimen anti-Barat dan sekaligus obsesi akan
kebangunan kembali umat Islam dan sistem kekhalifahannya yang pernah berjaya berabad-
abad. Al-Ikhwan al-Muslimun dan Jamaat al-Islami menekankan bahwa kemunduran umat
Islam tidak lain disebabkan lemahnya rasa solidaritas dan persaudaraan di antara mereka
serta lunturnya kesadaran akan nilai-nilai moral dan keagamaan. Sedangkan kelompok
kedua dimotori oleh Nasir al-Din al-Albani (1914-1999), Ibn Baz, dan lain-lain. (Roel: 9-
12) Kelompok ini tidak terlibat dalam poltik praktis dan fokus pada furifikasi dan
perbaikan sosial pendidikan.
Dalam perkembangannya, salafi tumbuh dengan varian yang berbeda. Sedikitnya,
terdapat tiga varian salafi, yaitu: Pertama, salafi jihadis. Mereka menyerukan jihad dengan
kekerasan untuk mewujudkan eksistensi politik yang berdasarkan Islam dalam bentuk
kekhalîfahan. Al-Qaedah merupakan contoh dari pandangan ini. Mereka digolongkan
sebagai kelompok takfîri, karena mengafirkan penguasa Muslim yang tidak menjalankan
hukum Islam di pemerintahannya. (Haykel: 2005, 50). Kelompok ini dipengaruhi oleh
Sayyid Qutb (w. 1966) yang membagi negara menjadi dua macam, konsep negara
hakimiyah dan negara jahiliyah, sebagaimana pasal 5 dan 19 UU Al-Qaeda. (Pasal 5 dan
19 dari UU Al-Qaeda).
Kedua, Salafi Sururiyah. kelompok yang mirip dengan kelompok pertama, aktif
dalam politik, namun tidak dengan mengambil jalan kekerasan. Kelompok ini memandang
menumbuhkan kesadaran politik sebagaimana al-Ikhwan al-Muslimun. Kelompok ini
diwakili oleh Shahwa, Sururi terletak di Yaman dan Kuwait. Abd. al-Rahman Abd. al-
Khâliq, seorang Mesir lulusan universitas Madinah yang memimpin Jamiyat Ihya al-Turas
al-Islami. Dia menyatakan bahwa inilah salafi yang terorganisir (al-salafîyah al-
tanzimiyah) guna mencapai kekuatan dan pengaruh politik. (Haykel: 2005, 50).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 247
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 245 – 250

Ketiga, salafi apolitik yang disebut juga salafi furis. Kelompok ini diidentikkan
dengan Nasir al-Din al-Albani dan Jamis dan Rabi’ Madkhali. Mereka menjauhi semua
bentuk politik, menjauhi jalur dan tidakan kekerasan, karena ini merupakan sumber fitnah.
Mereka digolongkan sebagai salafiyah skolastik (al-salafîyah al-ilmiyah), yang
mengutamakan pemurnian Islam. Memusatkan pada pendidikan individu dengan ajaran
salafiyah dan meluruskannya dengan ajaran yang benar ini. Mereka tidak peduli dengan
hiruk-pikuk politik khususnya isu-isu internasional. (Slameto Muliono:2011, 231-250).
Model salafi inilah yang berkembang dalam sistem pendidikan pesantren manhaj salaf.
Internalisasi manhaj salafi dalam sistem pendidikan pesantren al-Uswah dan
Ummu Sulaim Pekanbaru terdapat pada: Pertama orientasi, visi, misi dan tujuan
pendidikan pesantren. Orientasi pendidikan sebuah lembaga pendidikan tertuang pada visi,
misi dan tujuan pendidikannya. Visi pesantren al-Uswah yaitu “Menuju Generasi yang
Shalih dalam Bingkai Tauhidullah”. Sedangkan misinya adalah: (1) Menjadikan Al-Uswah
sebagai gerbang Iman dan Intelektual. (2) Menjadikan Al-Uswah sebagai penerus dan
penerjemah nilai-nilai Islam. (3) Menjadikan Al-Uswah sebagai lembaga pendidikan yang
memelihara nilai Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. (4) Menjadikan Al-Uswah
sebagai lembaga pendidikan Islam yang profesional berfokus pada pembinaan aqidah,
akhlaq dan ibadah sesuai dengan sunnah Rasulullah. (5) Memberikan santri dengan bekal
kemampuan dasar dalam mengembangkan kehidupannya (life skill)
Begitu juga dengan Pesantren Puteri Ummu Sulaim yang mempunyai visi menjadi
pusat pengajaran dan pengkajian Agama Islam berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah yang
shahih sesuai dengan pemahaman ulama ahlu al-Sunnah wa al-Jama’ah. Adapun misi
pendidikan pesantren Puteri Ummu Sulaim adalah (1) menanamkan aqidah yang benar
sesuai dengan aqidah ahlu al-Sunnah wa al-jama’ah. (2) Membina santri puteri untuk bisa
meneladani ajaran dan sikap yang dimiliki Rasulullah SAW, dan secara aktif turut serta
mengembalikan kebaikan di tengah umat Islam. (3) Mencetak generasi yang hafal al-
Qur’an serta memahami dan mengamalkannya. (4) Menyiapkan puteri muslimah yang
mengenal dan mengamalkan Islam serta sabar dalam mendakwahkannya. (5) Berilmu,
beramal serta ikhlas dalam berjuang dan berkorban. (6) Menguasai, memahami bahasa
Arab secara profesional dan berkualitas sebagai sarana dalam mendalami Islam yang
hakiki serta berbekal bahasa Inggris yang memadai. (7) Mendidik puteri muslimah untuk
memiliki wawasan yang luas, pengetahuan yang matang dengan dilandasi ajaran Islam
yang sempurna.
Secara eksplisit, kata “manhaj salaf” tidak terdapat dalam rumusan visi, misi dan
tujuan pesantren al-Uswah. Namun secara implisit, kata “generasi shalih” merujuk pada
pemahaman generasi salaf al- shaleh yang dipahami oleh manhaj salaf. Demikian juga Jika
diperhatikan visi dan misi pesantren puteri Ummu Sulaim terlihat adanya statemen yang
menggiring kepada pemahaman manhaj salaf yaitu adanya kata “ sesuai dengan
pemahaman ulama ahlus Sunnah wal Jamaah”. Sekalipun nama “ahlus Sunnah wal-
jama’ah” juga dimiliki dan disandar kan kepada kelompok lain seperti Nahdhatul Ulama
(NU), Muhammadiyah, Persis, al-Washliyah dan lainnya, namun ahlus sunnah wal jamaah
yang dipahami oleh kelompok salaf memiliki konsep khusus dibanding dengan ahlus
sunnah lainnya.
Kedua, pada kurikulum dan buku teks yang digunakan. Buku rujukan/kitab yang
menjadi pedoman dasar sebagai materi pembelajaran antara lain kitab yang ditulis oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab yang berjudul al Usul al Thalatha, Kitab al Tawhid, Kashf

248 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PESANTREN MANHAJ SALAFI: MODEL BARU SISTEM ... — [Nurhasanah Bakhtiar]

al Shubuhat, Masail al-Jahiliyah, dan syarahnya yang ditulis oleh para sarjana salafi
seperti Muhammad Ibnu Salih al Uthaymin dan Salih Ibnu Fawzan ibnu Abd Allah al
Fauzan. Ditambah juga kitab yang ditulis oleh Ibnu Taymiyyah yang berjudul al Aqida al
Wasitiyyah dan syarahnya yang ditulis oleh al Uthaymin yang berjudul Sharh al ‘Aqida al
Wasitiyyah dan al ‘Aqida al Tahwiyyah oleh al-Imam al Tahawiyyah dan di syarahi oleh
Ibnu Abi al ‘Izzi, minhaj al-Muslim karangan Abu Bakr Jabir dan kitab lainnya. (Irham:
2010,1).
Ada beberapa hal pokok yang menjadi issu sentral dalam kitab-kitab manhaj salaf,
yaitu: 1) Tauhid, 2) Penolakan terhadap bid’ah dan syirik, 3) al-wala’ wa al-bara’ 4) Ahlu
al-Sunnah wa al-Jamaah, 5) Amar ma’ruf nahi mukar.
Umumnya pesantren bermanhaj salaf menggunakan model pesantren salafiyah yang
lebih banyak mempelajari dan mengkaji ilmu-ilmu syar’i (agama). Mata pelajaran umum
seperti matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dipelajari sekedar
untuk dapat mengikuti ujian kesetaraan (paket). Bagi mereka ilmu-ilmu agama tersebutlah
yang dapat menyelamatkan manusia hidup di dunia dan menggapai kebahagiaan di akhirat.
Ilmu-ilmu sains hanya untuk kepentingan dunia semata.
Konsep pendidikan manhaj salaf seperti digambarkan di atas, lebih berorientasi
pengembangan keilmuan dalam rangka peningkatan hakekat kemanusiaan sebagai hamba
Allah. Sebagai hamba Allah, manusia mesti mesti menguasai ilmu syar’i dalam rangka
melakukan pengamalan peribadatan kepada Allah agar mendapat keridhoan dari Allah
SWT. Amalan yang benar mesti dilandasi dengan ilmu. Untuk itu konsep pendidikan
manhaj salaf lebih berorientasi pada ilmu-ilmu syar’i. Namun, ada sisi lain yang kurang
mendapat perhatian pendidikan manhaj salaf yaitu pengembngan ilmu berkaitan dengan
pengembangan hakekat manusia sebagai khalifah fi al-ardh. Hakekat manusia sebagai
khalifah di muka bumi, manusia bertanggung jawab sebagai pengelola bumi, pemanfaat
dan pelestari apa yang ada di muka bumi. Untuk merealisasikan tugas tersebut, manusia
mesti menguasai ilmu-ilmu kauniyah (sains). Alam semesta yang terbentang luas,
merupakan sumber ilmu yang perlu dipikirkan dan dikaji dalam rangka mencari rahasia
kebesaran Allah.
Pendidikan manhaj salafi di pesantren al-Uswah dan Ummu Sulaim, sekalipun secara
kuantitas lebih banyak mengkaji ilmu-ilmu syar’i, namun sudah mulai memandang perlu
pengkajian terhadap berbagai bidang ilmu kauniyah, sosial dan sains. Dalam mempelajari
mata pelajaran umum seperti PKn, IPA, IPS dan lainnya, selalu dikaitkan dengan inti sari
ajaran agama. Dengan demikian, santri menganggap ilmu kauniyah sebagai bagian ilmu
keislaman.
Sekalipun pesantren al-Uswah menggunakan sistem pesantren salafiyah dengan
mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan C (UNPKC), pembelajaran mata
pelajaran umum sama forsinya dengan madrasah Aliyah. Hanya saja terkadang ada
pengurangan waktu disebabkan banyaknya mata pelajaran yang mesti diselelsaikan. Para
alumni pesantren al-Uswah pada tahun 2016 mampu bersaing untuk masuk ke Perguruan
Tinggi Negeri melalui ujian Seleksi Bersama Masuk Peguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Terlebih lagi, dua dari lulusan al-Uswah tahun 2016 berhasil lulus masuk ke UIN SUSKA
Riau pada Jurusan Administrasi Negara dan Teknik Informatika. Hal ini bererti bahwa
pendidikan umum yang diselenggarakan di pesantren al-Uswah setara dengan lulusan
yang setingkat dengannya.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 249
pembelajaran yang tawqifi bukan merupakan ijtihadi. Sehingga tidak ada ruang lagi untuk
berbeda pendapat. (Wahid, 2014b: 225). Membumikan manhaj salafi kepada santri bukan
hanya melalui pembelajaran saja melainkan praktik hidup keseharian. Upayanya adalah
melakukan pembiasaan-pembiasaan di dalam tradisi pesantren. Pembiasaan tersebut mulai
ISLAMIC EDUCATION
dari cara FACES GLOBAL
berpakaian CHALLENGES
hingga q 245 – 250hidup, seperti halnya pelarangan bermain,
pada prinsip
menonton
Ketiga, atau
Metodemendengarkan segala Manhaj
yang digunakan. alat musik, salafibernyanyi, menonton tv,
lebih menekankan dan
metode
mendengarkan
pembelajaran radio.
yang Hal
tawqifi itu dinilai
bukan sebagai
merupakan perkara bid’ah,
ijtihadi.
Ketiga, Metode yang digunakan. Manhaj salafi lebih menekankan haram
Sehingga untuk
tidak adadilakukan.
ruang lagi untuk
metode
berbeda pendapat.
pembelajaran yang (Wahid, 2014b: 225).
bukan merupakan
tawqifipakaian Membumikan manhaj
Sehingga salafi kepada
tidak ada isbal, santri
lagi bukan
ruang lihya,untuk
hanyaAda empat
melalui identias
pembelajaran saja salafi yang ijtihadi.
melainkan diterapkan
praktik hidupyaitu jalabiya,
keseharian. Upayanya dan
adalah
berbeda
niqab. pendapat.
Berikutnya (Wahid,
pemberian 2014b:
nama 225).
sebagaiMembumikan
nama alias manhaj
dengan salafi
bahasa kepada
arab. santri
Misalnya bukan
anak
melakukan
hanya pembiasaan-pembiasaan
melalui pembelajaran di dalam praktik
saja melainkan tradisi pesantren.
hiduppula Pembiasaan
keseharian. tersebutadalah
Upayanya mulai
laki
dari yang
cara bernama
berpakaian Fauzan
hingga dijuluki
pada Abu Fauzan,
prinsip hidup, begitu
seperti untukpelarangan
halnya perempuan dengan
bermain,
melakukan
julukan Umi.pembiasaan-pembiasaan di dalam tradisi pesantren. Pembiasaan tersebut mulai
menonton
dari atau mendengarkan
cara berpakaian hingga padasegala prinsipalathidup,
musik, bernyanyi,
seperti menonton bermain,
halnya pelarangan tv, dan
mendengarkan
menonton
Internalisasiatau radio.
manhaj Hal itu
mendengarkan dinilai sebagai perkara
segaladilaterapkan
salaf lebih intensif alat musik, bid’ah, haram
bernyanyi,
di Pesantren untuk dilakukan.
menonton
Puteri tv, dan
Ummu Sulaim di
mendengarkan
banding radio. Hal itu dinilai sebagai perkara bid’ah, haram untuk dilakukan.
Ada pesantren al-Uswah.
empat identias Hal salafi
pakaian ini disebabkan,
yang diterapkanpara ustad
yaitudijalabiya,
pesantrenisbal,
Ummu Sulaim
lihya, dan
mayoritas
niqab. alumni
Berikutnya dari Universitas
pemberian nama Madinah
sebagai dan
nama LIPIA
alias Jakarta
dengan sebagai
bahasa pusat
arab. pembinaan
Misalnya anak
Adasalaf
manhaj empat identias pakaian
Indonesia. Sedangkan salafi yang diterapkan
guru-guru di pesantrenyaitual-Uswah
jalabiya, mayoritas
isbal, lihya, dan
berasal
laki yang bernama
Berikutnya Fauzan
pemberian dijuluki Abu Fauzan, begitu pula untuk perempuan dengan
niqab.
dari berbagai
julukan Umi. pesantren dan nama sebagai
perguruan nama
tinggi alias negeri
dalam dengan seprti
bahasaUniversitas
arab. Misalnya
Riauanak
dan
laki yang bernama Fauzan
Universitas Islam Negeri (UIN/IAIN) dijuluki Abu Fauzan, begitu pula untuk perempuan dengan
julukan Umi.
Internalisasi manhaj salaf lebih intensif dilaterapkan di Pesantren Puteri Ummu Sulaim di
banding pesantren
Internalisasi manhajal-Uswah.
salaf lebihHal ini disebabkan,
intensif dilaterapkan para ustad di pesantren
di Pesantren Puteri UmmuUmmu Sulaim
Sulaim di
mayoritas
banding
KESIMPULAN alumni dari Universitas Madinah dan LIPIA Jakarta sebagai
pesantren al-Uswah. Hal ini disebabkan, para ustad di pesantren Ummu Sulaim pusat pembinaan
manhaj salaf
mayoritas Indonesia.
alumni SedangkanMadinah
dari Universitas guru-guru dandiLIPIA
pesantren al-Uswah
Jakarta sebagai mayoritas berasal
pusat pembinaan
dari
1. berbagai
Manhaj salafpesantren
telah dan perguruan
terinternaisasi tinggi
dalam dalam
sistem negeri
pendidikan seprti
manhaj salaf Indonesia. Sedangkan guru-guru di pesantren al-Uswah mayoritas berasal Universitas
pesantren Riau
al-Uswah dan
Universitas
pesantren
dari berbagai Islam
puteri Negeri
Ummu
pesantren (UIN/IAIN)
danSulaim Pekanbaru
perguruan tinggiyang terdapat
dalam negeridalam
seprtiorientasi, kurikulum
Universitas Riau dan
metode pendidikan yang
Universitas Islam Negeri (UIN/IAIN)diselenggarakan.
2. Model internalisasi manhaj salaf yang dilakukan di pesantren al-Uswah dan ummu
Sulaim Pekanbaru dalam bentuk puris atau pemurnian untuk membekali siswa dengan
KESIMPULAN
ilmu syar’i dengan berdasarkan dalil yang shahih, ilmiah dan pembiasaan prilaku serta
KESIMPULAN
1. cara hidup
Manhaj sesuai
salaf sunnah
telah Rasul.
terinternaisasi dalam sistem pendidikan pesantren al-Uswah dan
pesantrensalaf
1. Manhaj puteritelah
Ummu Sulaim Pekanbaru
terinternaisasi dalam yang sistemterdapat dalampesantren
pendidikan orientasi, kurikulum
al-Uswah dandan
metode pendidikan yang diselenggarakan.
pesantren puteri Ummu Sulaim Pekanbaru yang terdapat dalam orientasi, kurikulum dan
2. metode
Model internalisasi
pendidikan yang manhaj salaf yang dilakukan di pesantren al-Uswah dan ummu
diselenggarakan.
2. Model internalisasi manhaj salaf puris
Sulaim Pekanbaru dalam bentuk yangatau pemurnian
dilakukan untuk membekali
di pesantren al-Uswahsiswa
dan dengan
ummu
ilmu syar’i
Sulaim dengan dalam
Pekanbaru berdasarkan
bentukdalil
purisyang
ataushahih,
pemurnianilmiah dan membekali
untuk pembiasaansiswa
prilaku serta
dengan
ilmu syar’i dengan berdasarkan dalil yang shahih, ilmiah dan pembiasaan prilaku serta
cara hidup sesuai sunnah Rasul.
cara hidup sesuai sunnah Rasul.
DAFTAR PUSTAKA
Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (Ed.). 2004. Islam dan Radikalisme di Indonesia,
(Jakarta: LIPI Press).
Hasan, Noorhaidi. 2008. Laskar Jihad: Islam, Militansi, dan Pencarian Identitas di
Indonesia Pasca-Orde Baru, (Jakarta: LP3ES & KITLV-Jakarta, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Haykel, Bernard.
DAFTAR PUSTAKA 2003. Legacy of Muhammad Shawkani. Cambridge: Cambridge Revival
EndangandTurmudi
Reformdan Riza The
in Islam: Sihbudi (Ed.). 2003
University, 2004. Islam dan Radikalisme di Indonesia,
(Jakarta: LIPI Press).
Endang Turmudi dan Riza Sihbudi (Ed.). 2004. Islam dan Radikalisme di Indonesia,
Irham. (Jakarta: LIPI Press).
Hasan,2016. “Pesantren
Noorhaidi. 2008.Manhaj salafi:
Laskar Pendidikan
Jihad: Islam Model
Islam, Militansi, danBaru”. jurnal Identitas
Pencarian Ulul Albab
di
Vol 17 No 1 tahun 2016. (Jakarta:Islam,
LP3ES & KITLV-Jakarta, 2008) Identitas di
Hasan, Indonesia
Noorhaidi.Pasca-Orde Baru, Jihad:
2008. Laskar Militansi, dan Pencarian
Muzammil, Iffah.Pasca-Orde
2013.Legacy
“ żlobal (Jakarta: LP3ES & żerakan
Baru, Salafisme KITLV-Jakarta, 2008)
of Muhammad Antara dan Kekerasan”
Indonesia
Haykel, Bernard. 2003. Shawkani. Cambridge: CambridgeTeosofi,
Revival
Jurnal
and Tasawuf
Reform in dan Pemikiran
Islam: The Islam, Vol
University, 20033 Nomor 1 Juni.
Haykel, Bernard. 2003. Legacy of Muhammad Shawkani. Cambridge: Cambridge Revival
Roel, Meijer. Islam: The University,
2009. in“Introduction”,
and Reform 2003 Salafism. London: Hurst and Company.
dalam Global

250 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM AL-QURAN DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP TEORI PENDIDIKAN ISLAM
(Studi Analisis terhadap Sepuluh Tafsir Mu’tabaroħ)

Nurti Budiyanti
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: nurtibudiyanti@student.upi.edu
Nurti Budiyanti
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: nurtibudiyanti@student.upi.edu

ABSTRACT

Education is a process of building and developing human’s potencies optimally, including potency
of soul, mind and heart. Therefore, educational process should deal with those three potencies.
Practically speaking, School reaches mere graduation and students’ intellectuality. Therefore, the
goal gained is only partial, not holistic. The Qur’an guides human beings comprehensively and
integratively with regard to education. In this research, I try to examine and understand the concept
of �lul ‘ilmi in the Qur’an with reference to ten credible Qur’anic exegesis (Tafsir al-
Mu’tabaraħ). The purpose of this research is to know the concept of �lul ‘ilmi in the Qur’an,
including its meaning, characters, roles, functions, and implications to the theory of Islamic
education. The approach used is qualitative approach with tahlīlī and muqāran method of
interpretation. Based on findings and analyses in this research, it is concluded that �lul ‘ilmi is one
who has knowledge based on reality, broad insight, spiritually intelligent, and heart that firmly
believes in The Only One God. While, the pedagogical implications of the concept of �lul ‘ilmi to
the theory of Islamic education are pertinent to the concept of educator, student, objective, role,
principle, method, subject metter, and media.

Keyword: �lul ‘ilmi, Tafsir Mu’tabaroħ, Islamic Education.

ABSTRAK

Sejatinya, pendidikan merupakan proses pembinaan dan pengembangan potensi manusia secara
optimal, baik menyangkut jiwa, akal dan hatinya. Oleh karena itu, proses pendidikan harus mampu
menyentuh semua hal tersebut. Pada praktiknya, sekolah hanya mengejar kelulusan dan
intelektualitas peserta didik saja, sehingga tujuan yang dicapai pun bersifat parsial, tidak
keseluruhan. Alquran memberikan bimbingan secara komprehensif dan integratif terhadap manusia
dalam kaitannya terhadap pendidikan, dimana tidak ada dikotomi dalam pendidikan. Di dalam
penelitian ini, peneliti berupaya menggali dan memahami konsep �lul ‘ilmi dalam Alquran dengan
merujuk kepada sepuluh Tafsir Mu’tabaroħ. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui konsep �lul ‘ilmi dalam Alquran yang meliputi makna, karakteristik, peran dan fungsi
�lul ‘ilmi, serta implikasinya terhadap teori pendidikan Islam. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif dan secara prosedural metode yang digunakan adalah metode tahlīlī dan
muqāran. Berdasarkan penemuan dan analisis dalam penelitian ini didapatkan bahwa makna �lul
‘ilmi ialah seseorang yang memiliki ilmu berdasarkan realitas, berwawasan luas, kecerdasannya
mampu mencapai makrifat, dan hatinya teguh bertauhid karena memiliki tingkatan khasyyah
seperti para ulama. Adapun implikasi konsep �lul ‘ilmi terhadap teori pendidikan Islam meliputi;
konsep pendidik, peserta didik, tujuan, peran, fungsi, prinsip, metode, materi dan media
pendidikan.

Kata Kunci: �lul ‘ilmi, Tafsir Mu’tabaroħ, dan Pendidikan Islam.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 251

A. PENDAHULUAN
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 251 – 257

A. PENDAHULUAN
Alquran telah mencangkup seluruh konsep kehidupan, di dalamnya terdapat
kandungan yang secara garis besar dapat kita bagi menjadi beberapa hal pokok, yakni
akidaħ, ibadaħ, akhlak, hukum, sejarah, serta ilmu pengetahuan.
Diantara kandungan Alquran yang sangat penting adalah mengenai pendidikan.
Mengingat begitu pentingnya pendidikan, dewasa ini banyak hal yang kontradiktif terjadi
dalam dunia pendidikan. Dimana pendidikan yang dilakukan oleh orang tua, guru maupun
lembaga lebih menitikberatkan padaintelektualitas saja, sedangkan aspek perilaku dan
spiritual luput dari perhatian utama. Sehingga kegagalan kerap terjadi dalam sekmen
pendidikan, baik konsep, sistem maupun materi.
Alquran memberikan bimbingan secara komprehensif dan integratif. Di dalamnya
terdapat sebuah konsep yang bertujuan untuk memberikan sebuah solusi, diantaranya
konsep �lul ��l�� yang merupakan salah satu upaya untuk mengatasi berbagai problematika
yang ada. Hal tersebut tergambar dari tafsir atau makna kata �lul ��l��dalam Alquran yang
tentunya sangat memungkinkan dikembangkan serta diterapkan dalam konsep pendidikan.
Jika kita lihat makna “�lul ��l��” yakni orang yang memiliki ilmu tentunya akan mengarah
kepada ranah pendidikan. Pendidikan dapat dikatakan berhasil jika pendidikan itu mampu
merealisasikan tujuannya. Maka dari itu orang yang memiliki karakter “�lul ��l�� ”-lah
yang dapat membantu merealisasikan tujuan akhir pendidikan kita yakni menjadi hamba
Allah yang memancarkan akhlakul karimah disepanjang kehidupannya.

B. METODE
Studi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai konsep �lul ��l��dalam
Alquran, yang berkaitan dengan makna, karakteritik, peran dan fungsi serta implikasi
terhadap teori pendidikan Islam, melalui tinjauan sepuluh kitab tafsir Mu’tabaroħ. Desain
penelitian inimenggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang dipergunakan adalah
metode penelitian non-interaktif (analisis dokumen). Adapuun secara prosedural metode
tafsir yang digunakan adalah metode tahlīlī (analisis) dan metode muqaran
(perbandingan). Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis konten.Langkah-
langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan langkah-langkah analisis
data sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Sugiyono (2011, hlm. 247-252) yaitu sebagai
berikut: (a) Data Reduction (Reduksi Data): merangkum, memilih hal-hal yang pokok, dan
memfokuskan data pada hal-hal yang penting. (b) Data Display (Penyajian Data) : dalam
bentuk uraian, kemudian tabel dan bagan, agar mempermudah pembaca untuk memahami
isi dari kajian makna pernafsiranayat tersebut. (c) Penarikan kesimpulan (Conclusion
Drawing / Verification) : menarik kesimpulan mengenai konsep �lul ��l��dalam
Alqurandengan memberikan kejelasan atas gambaran mengenai makna, karakter, peran dan
fungsi serta implikasi edukatif.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Makna Ūlul ‘ilmi
Berdasarkan hasil temuan dalam Tafsir Mu’tabaroħ, �lul ��l�� (orang yang
berilmu) ialah para utusanNabi, baik dari kalangan Muhajirin ataupun kalangan Anṣor,
yang memiliki akal yang tajam serta hatinya teguh beraqidah. Aqidah kuat yang terbentuk
dalam dirinya dapat meningkatkan rasa takut kepada Allah. Sehingga, pengalaman ruhani
ini mampu mencapai makrifat. Ketajaman akalnya mampu membuktikan realitas yang ada,
berdasar pada dalil dan hujjah. Sehingga, ilmu ini mampu memberikan pengaruh yang
hidup, karena amal sholeh bukan sebatas membilang tasbih, namun mengintegrasikan ilmu
dan iman untuk membentuk amal sholeh secara keseluruhan.

252 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM ALQURAN DAN IMPLIKASINYA ... — [Nurti Budiyanti]

Makna �lul ‘ilmi ini,memiliki kesamaan makna dengan �lul �lbab dan Ulin Nuha
yang terdapat dalam Alquran.Ketiga kata tersebut menggambarkan bahwa konsep akal
dalam Alquran tidak semata-mata dalam alam fikir saja, melaikan keterkaitan qalbu di
dalamnya. Adapun perbandingan antara kata �lul ‘ilmi� �lul albab� dan Ulin nuha dalam
Alquran dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel Perbandingan Kata �lul ‘ilmi� �lul albab� dan Ulin nuha

Redaksi Kata Persamaan Perbedaan


�lul ‘ilmi Mempergunakan akal Menanamkan aqidah yang kuat
�lul albab Mempergunakan akal �enanamkan �ikir dan �ikir
Ulin nuha Mempergunakan akal Menanamkan akhlakul karimah

Berdasarkan tabel tersebut, terlihat bahwa konsep �lul ‘ilmi� �lul albab� dan Ulin
nuha dalam �l�uran saling berkaitan� �ikir, sebagai bentuk ibadah merupakan aktualisasi
dari penanaman aqidah yang kuat. Begitu pun dengan akhlak, aktualisasi dari bentuk
ibadah serta �ikir ini yang akan menunjukan kesempurnaan akhlak di hadapan-Nya.
Konsep akal dalam Alquran secara tidak langsung menuntut kita untuk membina diri
dalam setiap aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan aspek aqidah, ibadah maupun
akhlak. Di dalam ajaran Islam ada dua jalan untuk memperoleh ilmu pengetahuan yaitu
melalui akal, dan wahyu. Shihab (1999, hlm. 434) telah menjabarkan mengenai cara
memperoleh ilmu ini, yakni melalui (1) ‘ilmu kasby (ilmu yang diperoleh dengan cara
usaha manusia), (2) ‘ilm laduni (ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia). �lul ‘ilmi
termasuk ke dalam kategori ‘ilmu kasby. Oleh karennya, untuk melahirkan sosok �lul ‘ilmi
harus menjalani beberapa proses, dengan memberdayakan pendengaran, penglihatan, akal
serta hati yang paling utama.

2. Karakteristik Ūlul ‘ilmi


Berdasarkan hasil temuan, �lul ‘ilmi memiliki karakteristik tersendiri. karakteristik
�lul ‘ilmi� yang dibicarakan dalam Alquran ialah seseorang yang memiliki kualitas ilmu
yang memadai, memiliki keterampilan serta pendalaman yang mumpuni baik dalam aspek
aqidah, ibadah maupun akhlak. Memiliki aqidah yang kuat, akan mengantarkan iman yang
mantap, melahirkan ketajaman spiritual serta tabi’at yang lurus untuk menularkan energi
positif serta memelihara wasiat untuk menunaikan segala bentuk perintah-Nya. Berbagai
sikap yang harus tercermin dalam sosok �lul ‘ilmi diantaranya ialah; sikap adil, bijaksana,
sikap terbuka, lapang dada, budi bahasa yang baik, tawadhu, zuhud, wara’, ikhlas, taat,
syukur, rasa cinta dan khasyyah, serta istiqomah. Kesempurnaan sikap tersebut akan
mewarnai ilmu dengan nilai spiritual yang kuat. Berbagai sikap yang telah dipaparkan
tersebut dapat terwujud jika kita sebagai generasi �lul ‘ilmi mampu menjaga, merawat
serta mencusikan hati terlebih dulu. Dengan demikian, ilmu yang dimiliki oleh �lul ‘ilmi
ini tidak hanya berorientasi pada duniawi semata. Di sini telah terlihat jelas bahwa
karaktereristik yang dimiliki oleh �lul ‘ilmibukan hanya pada ranah kognitif saja,
melainkan terdapat ranah lainnya seperti ranah afektif, ranah psikomotorik, ranah sosial,
ranah etika dan ranah spiritual. Pengklasifikasian karakteristik �lul ‘ilmiini dapat
divisualisasikan dalam bentuk tabel berikut:
Tabel Klasifikasi Karakter �lul ‘ilmi

Kognitif Afektif Psikomo Sosial Etika Spiritual


torik
Memiliki Memiliki Bersikap Memberi Budi Memiliki aqidah

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 253
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 251 – 257

ketajaman rasa kasih adil dorongan bahasa yang kokoh


akal sayang posotif yang baik
Memiliki Memiliki Bersikap Memelihara Sopan Memiliki iman yang
ilmu yang semangat bijaksana wasiat santun kuat
memadai yang
tinggi
Memiliki Bersikap Memelihara Memiliki Memiliki hati yang
hujjah dan lapang hubungan tabiat yang suci
bukti dada harmonis lurus
Memiliki sikap
khasyyah, zuhud,
tawadhu, wara’,
syukur, ikhlas, dan
taat

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karakteristik �l�l� �il�imemiliki ciri


khas yang berbeda dengan yang lain, yakni memiliki nuansa Ilāhiyyah, spiritual dan
bathiniyyah.

3. Peran dan Fungsi Ūlul ‘ilmi


Alquran telah menggambarkan konsep �l�l��il�i yang berkaitan dengan peran dan
fungsi �l�l� �il�i�� diantaranya ialah sebagai berikut: (a) Membina jiwa, akal danhati. (b)
Membina niat agar senantiasa berujung Lillāh. (c) Membina hati agar selalu bertauhid. (d)
Memberikan hujjah dan bukti. (e) Menumbuhkan rasa cinta dan khasyah kepada Allah. (f)
Menumbuhkan keyakinan dengan tali keimanan. (g) Memelihra wasiat dengan menunaikan
perintah-Nya. (h) Mengingatkan dalam berjihad dan berbuat kebaikan. (i) Menegakkan
keadilan dan kebenaran. (j) Mencipatakan keteraturan dan kedamaian. (k) Menjalin
silaturahmi yang harmonis. (l) Mengungkapkan rahasia keesaan Allah. (m) Mengungkap
realitas kebenaran ilmu. (n) Membina keseimbangan jasmani dan rohani. (o) Membina
akhlakul karimah. (p) Memberikan pengaruh positif danmotivasi. (q) Sebagai fasilitator
bertaqarub kepada Allah. (r) Sebagai fasilitator untuk meraih kemenangan dunia akhirat.
(s) Sebagai fasilitaor untuk meraih rezeki dan rahmat Allah. (t) Sebagai fasilitator untuk
mempermudah jalan manusia menuju syurga. (u) Sebagai fasilitator untuk meraih
kelapangan dan ketinggian martabat di sisi Allah. (v) Sebagai fasilitator untuk meraih
derajat taqwa dan kemuliaan diri di hadapan Allah.
Pemaparan di atas, mengenai peran dan fungsi�l�l� �il�i dalam konsep Alquran
selaras dengan apa yang telah dipaparkan oleh Rizal (2014, hlm. 9) yang mengatakan
bahwa peran dan fungsi ilmu ialah untuk meningkatkan spiritual, penataan hidup,
pencapaian kebahagian lahir dan batin, serta dinamisasi peradaban. Kesimpulannya, esensi
yang paling utama peran dan fungsi �l�l��il�i�ini dapat membina jiwa, akal dan hati umat
manusia menjadi terarah. Dengan demikian orang yang berilmu dalam konsep
Alquranbukan semata-mata yang memiliki banyak pemikiran, ide serta gagasan. Namun
orang yang berilmu harus mampu memberikan pengaruh serta motivasi positif untuk
mengarahkan umat menuju pencapaian hakikat Rabb-nya.

4. Implikasi Edukatif Konsep Ūlul ‘ilmi


a. Pendidik
Dalam pembahasan konsep �l�l� �il�i� ini, pendidik merupakan orang yang
berilmu yang harus memiliki kemampuan lebih dalam mengintegrasikan ilmu dan

254 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM ALQURAN DAN IMPLIKASINYA ... — [Nurti Budiyanti]

amalnya
amalnya karena
karena keberadaan
keberadaan iman iman yang yang kuatkuat di di dalam
dalam hatinya,
hatinya, sehingga
sehingga memiliki
memiliki
pengalaman
pengalaman ruhani ruhani yang yang baikbaik untuk
untuk ditularkan
ditularkan kepada kepada anak anak didiknya.
didiknya. Adapun Adapun
amalnya karena
tugasnya;
tugasnya; (1)
(1) mampu
mampukeberadaan
menanamkan
menanamkan iman yang kuat diyang
ketauhidan
ketauhidan dalam
yang kuat
kuathatinya,
terhadap
terhadapsehingga
anak memiliki
anak didiknya.
didiknya.
pengalaman
(2)
(2) mampu ruhani yang baik
mampu mengarahkan
mengarahkan untukspiritual
aktifitas
aktifitas ditularkan
spiritual yangkepada
yang baik
baik dan anakbenar.
dan didiknya.
benar. (3) Adapun
(3) mampu
mampu
tugasnya;
membina
membina (1)
pribadi
pribadi mampu
anak
anak menanamkan
didik
didik menuju
menuju ketauhidan
tabiat
tabiat yang
yang yang
lurus,
lurus, kuat
baik
baik terhadap
itu
itu membina
membina anak didiknya.
jiwa,
jiwa, akal
akal
amalnya karena keberadaan iman yang kuat di dalam hatinya, sehingga memiliki
(2)
maupun mampu hati.
maupun hati.ruhani mengarahkan
(4) mampu
(4) mampu aktifitas
memberikan
memberikan spiritual
motivasiyang
motivasikepada baik
serta
serta anakdan benar.
dorongan
dorongan (3)
yang mampu
yangAdapunpositif
positif
pengalaman yang baik untuk ditularkan didiknya.
membina anak
terhadap
terhadap pribadi
anak anak didik(5)
didiknya.
didiknya. menuju
(5) mampu
mampu tabiat yang lurus,
memiliki
memiliki baik itu membina
keterampilan
keterampilan untuk
untuk jiwa,
membina
membina akal
tugasnya; (1) mampu menanamkan ketauhidan yang kuat terhadap anak didiknya.
maupun hati.
kesadaran
kesadaran anak (4) mampuagar
didiknya, memberikan
lebih dekatmotivasi
dekat kepada serta
Rabb dorongan
yang yang positif
menciptakannya.
(2) mampuanak didiknya,
mengarahkan agar lebihspiritual
aktifitas kepada
yang baik Rabbdan yang menciptakannya.
benar. (3) mampu
terhadap
Sebagaimana
Sebagaimana anak didiknya.
(Syahidin,
(Syahidin, (5)
2009,
2009, mampu
hlm
hlm 68)
68) memiliki
mengatakan
mengatakan keterampilan
bahwa
bahwa untuk
seorang
seorang membina
pendidik
pendidik
membina pribadi anak didik menuju tabiat yang lurus, baik itu membina jiwa, akal
kesadaran
diharapkan
diharapkan anak
mampu didiknya, agar
mewariskan lebih dekat
nilai-nilai Ilāhiyyah
kepada
Ilāhiyyah Rabb yang
serta menciptakannya.
mengikuti jejak
maupun hati.mampu (4) mampu mewariskan memberikan nilai-nilai
motivasi serta mengikuti
serta dorongan yang positif jejak
Sebagaimana karena
Rasulullah,
Rasulullah, (Syahidin,dalam 2009, pelaksanaan
hlm 68) mengatakan tugasnyabahwa seorang pendidik
Rasulullah mampu
terhadap anakkarena didiknya.dalam (5) mampu pelaksanaan memilikitugasnya keterampilan Rasulullah
untuk membina mampu
diharapkan
mengembangkan
mengembangkan mampu semua mewariskan
aspek
semua aspek nilai-nilai
kepribadian para Ilāhiyyah
sahabat. serta mengikuti jejak
kesadaran anak didiknya, agarkepribadian
lebih dekat para sahabat.
kepada Rabb yang menciptakannya.
Rasulullah, karena dalam pelaksanaan tugasnya Rasulullah mampu
Sebagaimana (Syahidin, 2009, hlm 68) mengatakan bahwa seorang pendidik
mengembangkan semua aspek kepribadian para sahabat.
diharapkan mampu mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah serta mengikuti jejak
Rasulullah, karena dalam pelaksanaan tugasnya Rasulullah mampu
b.
b. Peserta
Peserta didikdidik semua aspek kepribadian para sahabat.
mengembangkan
Peserta
Peserta didik didik dalam
dalam pendidikan
pendidikan Islam Islam adalah
adalah individu
individu yangyang sedang
sedang tumbuh
tumbuh dan dan
b. Peserta
berkembang, didik
baik secara fisik, psikologis, sosial,
berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi dan religius dalam mengarungi
Pesertadi
kehidupan
kehidupan dididik
duniadalam
dunia dan dipendidikan
dan di akhirat
akhirat kelak Islam
kelak adalah
(Nata,
(Nata, 2010,
2010, individu
hlm. yang sedang
hlm. 173).
173). Dalamkonsep
Dalamkonsep tumbuh�l�l dan
�l�l
‘ilmi,
berkembang,
‘ilmi, peserta
peserta baik
didiksecara
didik merupakan
merupakan fisik, seseorang
psikologis,yang
seseorang sosial,
yang dan religius
memiliki
memiliki akal dalamyang
akal sehat,
sehat, mengarungi
yang sedang
sedang
b. Peserta didik
kehidupan
berjuang
berjuang di
menjadi
menjadi dunia dan
orang di
yang akhirat
orang pendidikan kelak
berilmu
yang berilmu (Nata,
diiringi
diiringi 2010,
dengan hlm. 173).
aktualisasi Dalamkonsep
iman dan
dan amal �l�l
Peserta didik dalam Islam adalahdengan individu aktualisasi
yang sedang iman tumbuh amal
dan
‘ilmi, melalui
dalam
dalam peserta
melalui didik
proses
proses merupakan
pembelajaran.
pembelajaran. seseorang
Oleh
Oleh yang memiliki
karenanya,
karenanya, hal
hal akal sehat,
tersebut
tersebut memberi
memberi yangpeluang
sedang
peluang
berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi
berjuang
untuk menjadi
dirinya dalam orang yang berilmu
mewujudkan pribadidiiringi
yang dengan
mandiri aktualisasi
dan iman dan amal
bertanggungjawab
untuk
kehidupan dirinyadi duniadalam danmewujudkan
di akhirat kelak pribadi
(Nata, yang
2010, mandiri
hlm. 173). dan Dalamkonsep
bertanggungjawab �l�l
dalam melalui
sebagai bekal prosesmengarungi
dalam pembelajaran. Oleh karenanya,
kehidupannya dan hal tersebut
memiliki sikapmemberi
karakter �l�l
peluang
�l�l
‘ilmi, peserta didik merupakan seseorang yang memiliki akal sehat, yang sedang
sebagai bekal dalam mengarungi kehidupannya dan memiliki sikap karakter
‘ilmi
untukseperti,
‘ilmi dirinyaadil,
seperti, dalam
adil, mewujudkan
bijaksana,
bijaksana, taat,
taat, pribadi
sikap
sikap terbuka,
terbuka,yang mandiri
lapang
lapang dada,
dada, dan
tuturbertanggungjawab
tutur kata
kata yang
yang baik,
baik,
berjuang menjadi orang yang berilmu diiringi dengan aktualisasi iman dan amal
sebagai bekal
tawadhu,
tawadhu, ikhlas,
ikhlas, dalam
zuhud,
zuhud,mengarungi
memiliki kehidupannya
memiliki rasa
rasa cinta dan dandan memiliki
kasih, serta
serta rasasikapkhasyyah
karakteryang �l�l
dalam melalui proses pembelajaran. Olehcinta karenanya, kasih,
hal tersebut rasa khasyyah
memberi yang
peluang
‘ilmi
dalam seperti,
terhadap
dalam terhadap adil, bijaksana,
Rabb-nya.
Rabb-nya. taat, sikap terbuka, lapang dada, tutur kata yang baik,
untuk dirinya dalam mewujudkan pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab
tawadhu, ikhlas, zuhud, memiliki rasa cinta dan kasih, serta rasa khasyyah yang
sebagai bekal dalam mengarungi kehidupannya dan memiliki sikap karakter �l�l
dalam
c. terhadap
Tujuan Rabb-nya.
Pendidikan
‘ilmi
c. Tujuan
seperti,Pendidikan
adil, bijaksana, taat, sikap terbuka, lapang dada, tutur kata yang baik,
�l�l
�l�l ‘ilmi
‘ilmi memiliki tujuan tujuan yang sama untuk menunjang ketercapaian tujuan
tawadhu, ikhlas,memiliki
zuhud, memiliki yangrasasamacintauntuk
dan kasih,menunjang ketercapaian
serta rasa khasyyahtujuan yang
c. Tujuan
pendidikan
pendidikan Pendidikan
Islam
Islam tersebut,
tersebut, �l�l
�l�l ‘ilmi
‘ilmi sebagai
sebagai generasi
generasi orang
orang yang
yang berilmu
berilmu memiliki
memiliki
dalam terhadap Rabb-nya.
sebuah
sebuah�l�l ‘ilmiyakni
tujuan
tujuan memiliki
yakni tujuan yang
mengungkap
mengungkap keesaan
keesaansamaAllah untuk
Allah menunjang
dengan
dengan pembinaan
pembinaan ketercapaian
jiwa,
jiwa, akal
akal tujuan
dan
dan
pendidikan
hati
hati menuju
menuju Islam
pribadi
pribadi tersebut,
yang
yang �l�l ‘ilmi
mampu
mampu sebagai generasi
menunjukkan
menunjukkan orang yang
prilaku-prilaku
prilaku-prilaku yang
yangberilmu
sesuai
sesuai memiliki
dengan
dengan
c. Tujuan Pendidikan
�l�l
sebuah
�l�l ‘ilmitujuan
‘ilmi serta yakni
yangmengungkap
yang utama ialahkeesaan
memiliki Allah dengan yang
khasyyah pembinaanmendalam jiwa, terhadap
akal dan
�l�l ‘ilmi
serta memiliki utama
tujuanialah yangmemiliki
sama untuk khasyyahmenunjangyang mendalam
ketercapaianterhadap tujuan
hati menuju
Rabb-nya karenapribadihatiyang mampu
bertauhid denganmenunjukkan
keikhlasan prilaku-prilaku
dan keistiqamahan yang di sesuai dengan
di jalan-Nya.
Rabb-nya
pendidikan karena
Islam hatitersebut, �l�l dengan
bertauhid ‘ilmi sebagaikeikhlasan
generasi danorang
keistiqamahan
yang berilmu jalan-Nya.
memiliki
�l�l ‘ilmi serta yang utama ialah memiliki khasyyah yang mendalam terhadap
sebuah tujuan yakni mengungkap keesaan Allah dengan pembinaan jiwa, akal dan
d. Peran
Rabb-nya
d. Peran karena
dan
dan FungsihatiPendidikan
Fungsi bertauhid dengan keikhlasan dan keistiqamahan di jalan-Nya.
Pendidikan
hati menuju pribadi yang mampu menunjukkan prilaku-prilaku yang sesuai dengan
�l�l
�l�l ‘ilmimemiliki
‘ilmimemiliki peran dan fungsi
fungsi sebagai fasilitator untuk
untuk menunjang
�l�l ‘ilmi serta yang utama ialah peran dan memiliki sebagai
khasyyah fasilitator
yang mendalam menunjang
terhadap
d. Peran
ketercapaian
ketercapaian dan Fungsi
tujuan
tujuan Pendidikan
pendidikan. Peran dan fungsi pendidikan yang dilihat dari
Rabb-nya karena hati pendidikan.
bertauhid dengan Perankeikhlasan
dan fungsi danpendidikan
keistiqamahan yangdi dilihat
jalan-Nya. dari
konsep �l�l�l�l ‘ilmimemiliki
‘ilmi sebagaimana peran dan
yang fungsi
telah sebagai
dijelaskan
konsep �l�l ‘ilmi sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya fasilitator
pada pembahasan untuk menunjang
sebelumnya
ketercapaian
ialah
ialah mampu
mampu tujuan
diarahkan
diarahkan pendidikan.
terhadap Peran
terhadap pembinaan
pembinaan dan fungsi
empat pendidikan
kompetensi yang
empat kompetensi pendidikan
pendidikandilihatyang dari
yang
d. Peran dan Fungsi Pendidikan
konsep �l�lialah;
diantaranya ‘ilmi sebagaimana
spiritual, yang telah sosial
pengetahuan, dijelaskan dan pada
dan pembahasan
keterampilan. sebelumnya
Namun, disini
�l�l ‘ilmimemiliki
diantaranya ialah; spiritual,
peran pengetahuan,
dan fungsisosial sebagai keterampilan.
fasilitator untuk Namun,
menunjang disini
ialah
sangat
sangat mampu
terlihat
terlihat diarahkan
bahwa
bahwa terhadap
keterampilan
keterampilan pembinaan
harus
harus empat
mampu
mampu kompetensi
menguasai
menguasai pendidikan
ranah
ranah yang
spiritual,
spiritual,
ketercapaian tujuan pendidikan. Peran dan fungsi pendidikan yang dilihat dari
diantaranya ialah;
pengetahuan dan spiritual,
dan sosial. pengetahuan,
Sebagaimana dapat sosial dan keterampilan.
divisualisasikan dalamNamun,
dalam bentuk disini
tabel
konsep �l�l ‘ilmi
pengetahuan sosial.
sebagaimanaSebagaimana
yang telah dapat divisualisasikan
dijelaskan pada pembahasan bentuk
sebelumnya tabel
sangat
berikut:
berikut: terlihat bahwa keterampilan harus mampu menguasai ranah spiritual,
ialah mampu diarahkan terhadap pembinaan empat kompetensi pendidikan yang
pengetahuan dan sosial. Sebagaimana dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel
diantaranya ialah; spiritual, pengetahuan, sosial dan keterampilan. Namun, disini
berikut:
sangat terlihat bahwa keterampilan harus mampu menguasai ranah spiritual,
pengetahuan dan sosial. Sebagaimana dapat divisualisasikan dalam bentuk tabel
berikut:

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 255
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 251 – 257

Tabel 1
����������������������������������������‘����
KETERAMPILAN
Spiritual Pengetahuan Sosial
Membina jiwa dan hati agar Membina akal dengan Memelihara wasiat(amanah)
terarah menuju jalan yang baik dan benar. dengan baik.
benar.
Membina niat agar selalu Memberikan hujjah dan Mengingatkan dalam berbuat
bertauhid. bukti. kebaikan.
Menumbuhkan cinta dan Mengungkap realitas Menegakan keadilan dan
khasyyah kepada Allah. kebenaran ilmu. kebenaran.
Meneguhkan keyakinan dalam Menciptakan keteraturan dan
naungan iman. kedamaian.
Mengungkap rahasia keesaan Menjalin silaturahimi yang
Allah. harmonis.
Membina keseimbangan Memberikan pengaruh positif
jasmani dan rohani. dan motivasi.
Membina akhlakul karimah.
Mengarahkan jalan agar selalu
bertaqarub kepada Allah.
Membina diri menjadi pribadi
yang bertaqwa.

Dari sekian peran dan fungsi tersebut, tolak ukur yang utama ialah
meningkatkan kecerdasan sprirtual dan kecerdasan emosional, dengan dua
kecerdasan tersebut dapat dengan mudah untuk mewariskan nilai-nilai Ilāhiyyah.

e. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam


Dalam konsep �lul �ilmi tergambar beberapa prinsip pendidikan Islam
dianataranya ialah Prinsip Ra�māniyyaħ (Kasih Sayang), Prinsip Takāmuliyyaħ
(integratif), Prinsip �yum�liyyaħ (komprehensif, universal), PrinsipTawāzuniyyaħ
(keseimbangan), Prinsip Rabbāniyyaħ (Ketuhanan).

f. Materi dalam Proses Pendidikan Islam


Dalam konsep �lul �ilmi tergambar beberapa materi yang harus ada dalam
proses pendidikan Islam, seperti halnya materi yang berkaitan dengan agama,
rasional, empiric serta ilmu terapan. Namun, esensi yang paling penting dalam
konsep �lul �ilmi ialah materi yang berkaitan dengan agama, yang dimana disana
terdapat kesatuan materi antara ilmu, iman, amal dan akhlak.

g. Metode dalam Proses Pendidikan Islam


Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa metode pendidikan Islam dalam
ayat- ayat yang berkaitan dengan konsep �lul �ilmi.Metode tersebut diantaranya
adalah metode ��wā� �a�anaħ, metode ‘IbraħMaw’iẓaħ, dan metode Targib.

h. Media Pembelajaran Pendidikan Islam


Adapun media yang tergambar dalam konsep �lul �ilmi� seperti yang telah
digambarkan dalam Alquran yaknisarana untuk meraih ilmu, ialah pendengaran,
penglihatan, akal dan hati. Empat sarana tersebut merupakan media Islami yang

256 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP ŪLUL ‘ILMI DALAM ALQURAN DAN IMPLIKASINYA ... — [Nurti Budiyanti]

mutlak diberikan Allah untuk digunakan sebaik mungkin agar memperoleh


kebenaran
mutlak yang objektif.
diberikan Allah Namun
untuk bukan hanya sebaik
digunakan itu saja,mungkin
alam semestaagar serta makhluk
memperoleh
ciptaan-Nya dapat menjadi media murni untuk meyakini
kebenaran yang objektif. Namun bukan hanya itu saja, alam semesta serta makhluk kekuasaan-Nya yang
begitu luas. Hal ini mengindikasikan bahwa proses
ciptaan-Nya dapat menjadi media murni untuk meyakini kekuasaan-Nya yang pendidikan dituntut untuk
mampuluas.
begitu memberdayakan sumber belajar
Hal ini mengindikasikan bahwaberupaprosesmedia pembelajaran
pendidikan dituntutdengan
untuk
memanfaatkan alat indra, alam semesta serta makhluk
mampu memberdayakan sumber belajar berupa media pembelajaran dengan ciptaan-Nya tersebut.
memanfaatkan alat indra, alam semesta serta makhluk ciptaan-Nya tersebut.
D. KESIMPULAN
D. Berdasarkan
KESIMPULAN permbahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwamakna �lul� �il�i
Tafsir Mu’tabaroħ
dalam Berdasarkan permbahasanialah seseorang yang disimpulkan
tersebut, dapat memiliki ilmu berdasarkan�lul�
bahwamakna �il�i
realitas,
berwawasan
dalam Tafsirluas,Mu’tabaroħ
kecerdasannya ialah mampu
seseorang mencapai
yang makrifat,
memiliki dan ilmuhatinya teguh bertauhid
berdasarkan realitas,
karena memiliki
berwawasan luas,tingkatan
kecerdasannya khasyyahmampuseperti para ulama.
mencapai Maka
makrifat, dandari teguh �lul�
itu, sosok
hatinya �il�i�
bertauhid
harus memiliki
karena memiliki karakteristik
tingkatan khasyyah yang berbeda dengan
seperti para ulama.yangMaka
lain,dari
yakni sosok �lul�
itu, memiliki �il�i�
nuansa
Ilāhiyyah, spiritual dan bathiniyyah. Karakteristik ini mencangkup
harus memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang lain, yakni memiliki nuansa pada enam ranah, yakni
Ilāhiyyah,
ranah kognitif, ranah
spiritual dan afektif, ranahKarakteristik
bathiniyyah. psikomotorik, ini ranah sosial, pada
mencangkup ranahenametikaranah,
dan ranah
yakni
spiritual. Namun, yang menjadi kunci utama karakteristik �lul� �il�i
ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik, ranah sosial, ranah etika dan ranah ialah menghasilkan
yang kuatyang
khasyyah Namun,
spiritual. terhadap
menjadiRabb-nya, sebagaikarakteristik
kunci utama sebab ilmu yang�lul�dimilikinya.
�il�i ialah menghasilkan
Tafsir Mu’tabaroħ menggambarkan beberapa peran
khasyyah yang kuat terhadap Rabb-nya, sebagai sebab ilmu yang dimilikinya. dan fungsi �lul� �il�i�� Esensi
Tafsir Mu’tabaroħ menggambarkan beberapa peran dan fungsi �lul�dan
yang paling utama dalam peran dan fungsi tersebut ialahmembina jiwa, akal �il�i��
hati, baik
Esensi
untukpaling
yang dirinyautama
maupundalamuntukperanumatdanmanusia menjadi ialahmembina
fungsi tersebut terarah. Dengan demikian,
jiwa, akal danorang
hati, yang
baik
berilmu dalam konsep Alquran bukan semata-mata yang memiliki
untuk dirinya maupun untuk umat manusia menjadi terarah. Dengan demikian, orang yang banyak pemikiran, ide
serta gagasan.
berilmu Namun,Alquran
dalam konsep orang yang bukanberilmu harus yang
semata-mata mampu memberikan
memiliki banyakpengaruh
pemikiran, hidup
ide
serta motivasi positif untuk mengarahkan umat menuju pencapaian
serta gagasan. Namun, orang yang berilmu harus mampu memberikan pengaruh hidup hakikat Rabb-nya.
Inilah motivasi
serta fungsi yang utama,
positif untuk seseorang yang bertindak
mengarahkan umat menuju setelahpencapaian
mengetahuihakikat
ilmunya. Karena
Rabb-nya.
ilmu menjadi landasan utama ketika beramal.
Inilah fungsi yang utama, seseorang yang bertindak setelah mengetahui ilmunya. Karena
Keseluruhan
ilmu menjadi landasan konsep
utama itu memiliki
ketika beramal. implikasi teoritis terhadap pendidikan Islam.
Implikasi tersebut meliputi
Keseluruhan konsep pendidik,
itu memilikipeserta didik, tujuan
implikasi teoritispendidikan, peran dan fungsi
terhadap pendidikan Islam.
pendidikan, prinsip-prinsip pendidikan, materi pendidikan, metode
Implikasi tersebut meliputi pendidik, peserta didik, tujuan pendidikan, peran dan pendidikan dan fungsi
media
pendidikan. prinsip-prinsip
pendidikan, Kesemuanya itupendidikan,
harus memberikan pengaruh positif
materi pendidikan, metodepada akal dandan
pendidikan hatimedia
agar
dapat meningkatkan rasa kagum dan kasyyah kepada Allah SWT.
pendidikan. Kesemuanya itu harus memberikan pengaruh positif pada akal dan hati agar
dapat meningkatkan rasa kagum dan kasyyah kepada Allah SWT.
REFERENSI
Shihab, M. Q. (1999). Wawasan Al-Quran. Bandung: Mizan.
REFERENSI
Sugiyono.
Shihab, M.(2011). Metode
Q. (1999). Penelitian
Wawasan Kuantitatif,
Al-Quran. Bandung: Mizan.dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Kualitatif
Rizal, A. (2011).
Sugiyono. S. (2014). Filsafat
Metode Pendidikan
Penelitian Islam Kualitatif
Kuantitatif, Sebagai Landasan
dan R&D. Membangun Sistem
Bandung: Alfabeta.
Pendidikan Islami. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim
Rizal, A. S. (2014). Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Landasan Membangun Sistem Vol.12 No.1 .hlm. 1-18.
Syahidin, D. H. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran.
Pendidikan Islami. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta'lim Vol.12 No.1 .hlm. 1-18. Bandung: CV
ALFABET.
Syahidin, D. H. (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran. Bandung: CV
Nata, A.ALFABET.
(2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencan Prenada Media Group.
Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencan Prenada Media Group.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 257
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) KE DALAM
MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK

Riadi Budiman
Universitas Tanjungpura
Email: riadi@untan.ac.id

ABSTRACT

The ninth point of the programme of Nawa Cita Jokowi-JK government is to firm Indonesian
diversity (kebhinnekaan) and strengthen social restoration in Indoensia through the policy of
multicultural education and create public sphere for dialogue among citizens. Universitas
Tanjungpura is the first university in Kalimantan Barat province where the best students from many
parts of regions come to study. They come with their unique characteristics. This diversity
sometimes brings about tension in Campus and it potentially become bigger. Therefore, Universitas
Tanjungpura applies a programme for excellence of character education with brotherhood student
activity among faculties and with strengthening the commitment to obey religious teaching through
performing religious obligations and reciting (studying) holy sciptures. This programme is
followed by six official religions in Indonesia (Islam, Catholic, Protestant, Hindism, Buddhism and
Konghucu/Confusius). The proggramme can be accessed through its website
(www.pendikar.untan.ac.id).

Keyword: education, Character, Pendikar, Integration, Religion

ABSTRAK

Butir kesembilan dari program Nawa Cita pemerintahan Jokowi-JK adalah memperteguh
kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat
pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. Universitas
Tanjungpura sebagai perguruan tinggi pertama di Propinsi Kalimantan Barat merupakan tempat
berkumpulnya para putra daerah terbaik dari pelosok pedalaman yang tentu mereka itu membawa
ciri khasnya masing-masing. Kebhinnekaan ini kadang kala menimbulkan gesekan di kampus dan
berpeluang menjadi besar. Untuk itu, Universitas Tanjungpura menerapkan program unggulan
pendidikan karakter berupa kegiatan persaudaraan mahasiswa antar fakultas dan komitmen untuk
kembali mentaati ajaran agama melalui kewajiban melaksanakan ibadah dan membaca/
mentadabburi kitab suci masing-masing. Program ini diikuti oleh 6 agama resmi di Indonesia
(Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu). Program ini dapat diakses melalui
website www.pendikar.untan.ac.id.

Kata kunci: Pendidikan, Karakter, Pendikar, Integrasi, Agama

A. PENDAHULUAN
1. Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 3: Pemerintah wajib menyelenggarakan
satuan sistem pendidikan nasional yang meningkatkan iman dan ketakwaan serta
akhlak mulia.
3. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal 3:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 259
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 259 – 263

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan


kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
4. Nawacita No 9: Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan
menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
5. Berbagai permasalahan bangsa yang berhubungan dengan sumber daya manusia.

B. ISI ATAU PEMBAHASAN


Universitas Tanjungpura telah memulai program Pengintegrasian Pendidikan
Karakter Berbasis Agama ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Agama dengan
dikeluarkannya Surat Keputusan Rektor No 1540/UN22/DT/2012 tanggal 20 Desember
2012.Surat Keputusan ini mengandung beberapa ketetapan:
1. Mengintegrasikan Pendidikan Karakter ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Agama
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan
2. Menetapkan Pendidikan Karakter berbobot 1 (satu) SKS sebagai bagian dari Mata
Kuliah Pendidikan Agama yang berbobot 3 (tiga) SKS
3. Menetapkan Pendidikan Karakter sebagai syarat kelulusan Mata Kuliah Pendidikan
Agama
4. Menetapkan Pendidikan Karakter wajib diikuti oleh mahasiswa baru dan
mahasiswa lama Universitas Tanjungpura yang mengulang Mata Kuliah
Pendidikan Agama pada semester gazal setiap tahun ajaran.
Program Pendidikan Karakter (PENDIKAR) berbasis Agama di Universitas
Tanjungpura diikuti oleh 6 Agama Resmi di Indonesia, yakni: Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, Buddha dan Khonghucu pada setiap tahun ajaran baru selama satu semester.
Diawali dengan kewajiban setiap mahasiswa baru mengisi surat pernyataan bersedia
mengikuti Program Pendidikan Karakter pada saat pendaftaran ulang secara online di
Universitas Tanjungpura. Selanjutnya untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi
seluruh peserta program pendidikan karakter dengan sesama peserta, tutor dan dosen
pendidikan karakter dengan memanfaatkan jaringan media sosial facebook.
Persamaan dari program pendikar setiap agama adalah pertemuan rutin setiap
keluarga pendikar (istilah kelompok dalam pendikar) pada hari Jumat pukul 13.00 – 15.00
WIB, kunjungan persaudaraan sesama anggota dalam satu keluarga pendikar setiap pekan
dan wajib membaca/ mempelajari kitab suci agama masing-masing.

Berikut ini sistem penilaian Program Pendidikan Karakter berbasis Agama Islam
Tabel 1. Komponen Penilaian Pendikar Muslim
No Keterangan Bobot
1 Kehadiran Pendikar Muslim 10%
2 Tugas Terstruktur 20%
3 Ujian Kompetensi 30%
4 Aktifitas Ibadah Harian 40%
Total 100%

1. KehadiranPendikar Muslim. Penilaian Program Pendidikan Karakter Muslim ini


berdasarkan kepada ketuntasan materi yang ditutorialkan sehingga peserta wajib
mengikuti seluruh pertemuan pada waktu yang telah disepakati bersama tiap pekan.

260 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) ... — [Riadi Budiman]

Materi yang diberikan berupa wawasan keislaman yang mendukung motivasi


dalam berkeyakinan, beribadah dan persaudaraan.
Nilai Kehadiran: Jumlah Kehadiran / Jumlah Pertemuan X 10%
2. Tugas Terstruktur. Tugas Terstruktur Pendidikan Karakter Muslim merupakan
sarana untuk meningkatkan Ukhuwwah Islamiyah diantara sesama peserta dalam
satu keluarga yang terdiri dari 5 (lima) tahap, yaitu: Ta’aruf (saling berkenalan),
Tafahum (saling memahami), Ta’awun (saling tolong menolong), Takaful (senasib
sepenanggungan) dan yang tertinggi adalah Itsar (mengutamakan kepentingan
saudaranya daripada dirinya sendiri). Pembagian keluarga (berjumlah 11 - 12
orang) mahasiswa mengacu kepada latar belakang fakultas yang berbeda antara
satu peserta dengan peserta lainnya.
Nilai Tugas Terstruktur: Jumlah Kunjungan / Jumlah Pekan X 20%
3. Ujian Kompetensi, merupakan gabungan dari penilaian wawasan ke-Islaman Fadhu
Kifayah (10%), hafalan do’a sholat (10%) dan membaca Al Qur’an (10%) peserta
selama mengikuti program Pendidikan Karakter Muslim ini. Syarat peserta
mengikuti ujian kompetensi adalah kehadiran dari kegiatan yang diwajibkan
minimal 75%.
4. Aktifitas Ibadah Harian, merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengacu
pada intensitas ibadah harian yang dipantau pada setiap pertemuan tutorial dengan
menggunakan format yang ada dalam Laporan Perjalanan Tutorial (LPT). Aktifitas
ibadah harian yang ditekankan selama proses tutorial adalah Sholat Fardhu Awal
Waktu (wajib berjamaah untuk peserta tutorial laki-laki) dan Saritilawah Al Qur’an
(membaca terjemahan Al Qur’an). Berikut ini pedoman penskoran amaliah harian
peserta tutorial (yang periode pengisiannya dilaksanakan setiap 7 hari dan diisi
pada saat pertemuan tutorial setiap pekan) :

Tabel 3. Distribusi Penilaian Aktifitas Ibadah Harian Setiap Pekan


Sholat Awal Waktu (bobot 20%) Saritilawah Al Qur’an (bobot 20%)
Interval Sholat
Interval Saritilawah
(kali per pekan) Skor Nilai Skor Nilai
(hal per pekan)

33-35 100 >45 100


29-32 90 41-45 90
26-28 80 36-40 80
22-25 70 31-35 70
19-21 60 26-30 60
15-18 50 21-25 50
12-14 40 16-20 40
8-11 30 11-15 30
5-7 20 6-10 20
1-4 10 1-5 10

Nilai Sholat Awal Waktu adalah jumlah seluruh sholat yang dilaporkan dibagi
dengan jumlah pekan yang ditempuh. Sedangkan nilai Saritilawah Al Qur’an
adalah nomor halaman terakhir yang dilaporkan dibagi dengan jumlah pekan yang
ditempuh.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 261
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 259 – 263

Nilai Ibadah Harian: skor nilai sholat X 20% + skor nilai saritilawah X 20%
Khusus untuk mahasiswi yang sedang berhalangan sholat maka nilai sholat diambil
dari kompensasi membaca terjemahan dua kali dari biasanya.

Kebijakan baru dengan memunculkan Program Pendidikan Karakter yang berbasis


kepada Agama menjadikan Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam di Universitas
Tanjungpura lebih tampak menyenangkan bagi mahasiswa. Pendidikan Agama Islam di
Universitas Tanjungpura menjadi tidak sekedar pada tataran teori di kelas melainkan juga
aspek praktek yang meliputi praktek ukhuwwah Islamiyah, praktek ibadah sholat fardhu,
tadabbur Al Qur’an sampai khatam. Dengan mewajibkan mahasiswa baru melaksanakan
sholat fardhu awal waktu selama satu semester dapat menyebabkan mereka terbiasa dalam
melaksanakan ibadah sholat fardhu pada awal waktu. Dengan mewajibkan mahasiswa
peserta program Pendikar membaca terjemahan Al Qur’an sampai khatam dapat
meningkatkan wawasan sekaligus keyakinan mahasiswa baru sehingga memotivasi mereka
untuk beribadah lebih baik lagi pada semester berikutnya.
Praktek ukhuwwah Islamiyah dalam program pendidikan karakter merupakan salah
satu solusi dari konflik antar fakultas yang dulu sering terjadi di Universitas Tanjungpura.
Mengelompokkan dengan jumlah bilangan yang kecil lebih efektif daripada
mengumpulkan mahasiswa baru dalam kelompok besar. Kebijakan dengan jumlah
kelompok besar tetap membuat mahasiswa berkelompok menurut fakultas masing-masing
sehingga tujuan mempersaudarakan mereka tidak akan tercapai. Sebaliknya, dengan
mengelompokkan dalam skala kecil dapat meningkatkan intensitas interaksi mahasiswa
beda fakultas sehingga tujuan ukhuwwah Islamiyah dapat dicapai.
Dengan mewajibkan praktek ibadah sholat fardhu diawal waktu selama satu
semester dapat menimbulkan kebiasaan melaksanakan ibadah tanpa pengawasan lagi.
Sesuatu yang terbiasa dilakukan maka lebih mudah untuk dilaksanakan. Dalam program
pendidikan karakter ini juga mewajibkan mahasiswa menghafal dan mengamalkan do’a –
do’a ruku’, i’tidal, sujud dan tawarruk yang relatif panjang beserta artinya. Sering perintah
sholat dalam Al Qur’an diwakili dengan kata perintah ruku’ dan sujud yang mempunyai
makna / tujuan utama dalam sholat. Hadist Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan
untuk memperlama sujud dengan memanjatkan do’a-do’a yang relatif panjang sebab do’a
adalah senjata kaum beriman.
Dengan mewajibkan mahasiswa membaca terjemahan Al qur’an paling sedikit 7
(tujuh) halaman perhari maka dalam waktu satu semester mahasiswa dapat
mengkhatamkan terjemahan Al Qur’an. Hal ini diterapkan karena butuh waktu yang lama
untuk memahami bahasa Al Qur’an sedangkan waktu yang tersedia untuk mewajibkan
mahasiswa mengikuti perkuliahan PAI hanya satu semester. Ilustrasi ini seperti sebuah
pabrik memproduksi suatu produk teknologi canggih dimana setiap produk biasanya
mempunyai manual book yang memberikan panduan penggunaan produk tersebut.
Demikian juga manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT tentu juga diberikan manual
book berupa kitab suci Al Quran. Agar mahasiswa dapat dengan mudah mempelajari arti
hidup dan kehidupan maka mereka diwajibkan membaca terjemahan Al Quran sampai
khatam.
Dukungan pengelola Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) juga ikut memberikan
kemudahan dalam pengintegrasian Program Pendidikan Karakter berbasis agama ini ke
dalam Pendidikan Agama. Pengelola MKWU memfasilitasi regulasi Program Pendidikan
Karakter berbasis agama dalam perkuliahan Pendidikan Agama.
Bantuan sistem pendaftaran ulang online mahasiswa baru yang diterima di
Universitas Tanjungpura memberikan dampak informasi Program Pendidikan Karakter

262 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER (PENDIKAR) ... — [Riadi Budiman]

yang diintegrasikan ke dalam Mata Kuliah Pendidikan Agama ini lebih cepat diketahui
oleh calon mahasiswa dan orang tua/wali mahasiswa. Formulir kesediaan mengikuti
Program Pendidikan Karakter secara otomatis muncul setelah registrasi online dan harus
ditanda tangani mahasiswa baru dan orangtua/wali. Hal ini sebagai informasi dan
sosialisasi agar mahasiswa baru dan orang tua/wali dapat mempersiapkan diri.

C. KESIMPULAN DAN SARAN


Program Pendidikan Karakter berbasis pada nilai-nilai agama di Universitas
Tanjungpura merupakan salah satu terobosan dalam mencapai cita-cita para pendiri Bangsa
Indonesia yang termaktub sila pertama dari Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,
yakni menjadikan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai awal/ titik tolak dari
pembangunan sumber daya manusia Bangsa Indonesia. Penulis berharap mendapatkan
umpan balik dari semua pihak sehingga Program Pendidikan Karakter ini menjadi lebih
baik. Semoga bisa menjadi referensi bagi kampus yang ingin menerapkannya.

REFERENSI
Al Qur’anul Karim (terjemahan Departemen Agama RI)
Al Hadits Bukhari, Muslim, Abu Daud (terjemahan)
https://untan.academia.edu/RiadiBudiman
www.pendikar.untan.ac.id

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 263
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KONSEP PENDIDIKAN
KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS
EKOLOGIS
SYEH MUHAMMAD
SYEH MUHAMMAD ARSYAD
ARSYAD AL-BANJARI
AL-BANJARI

Rihlah
Rihlah Nur
Nur Aulia
Aulia
Universitas
Universitas Negeri
Negeri Jakarta
Jakarta
Email: rihlahnuraulia_faisal@yahoo.com
Email: rihlahnuraulia_faisal@yahoo.com

ABSTRACT

This article aims to know the concept of ecological education of Syeh Muhammad Arsyad Al-
Banjari. How does ecological education of Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari look at earth
condition that needs the concept of ecological education to solve, evolve, and prevent ecological
destructions committed by human being? The method used in this research is qualitative research
by applying thematic, otobiographic, special case, and figure story. The research found the concept
of ecological education of Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari, the concept of education that
integrates some elements, such as santri (student), society, and environment. Using river as a
medium and pesantren (Islamic Boarding School) as a supporter of all activities, in both economic
and religious aspects.

Keyword: education, ecology, Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan ekologis Syeh Muhammad Arsyad Al-
Banjari, melihat kondisi dunia yang membutuhkah sebuah konsep pendidikan ekologi (pendidikan
lingkungan). Untuk menanggulangi, memperbaiki, dan mencegah kembali kerusakan-kerusakan
lingkungan yang dilakukan oleh manusia. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif, sedangkan pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tematis,
otobiografi, masalah khusus, dan cerita tentang tokoh. Penelitian ini telah menemukan tentang
konsep pendidikan ekologi Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari, konsep pendidikan yang
mengintegrasikan beberapa unsur antara santri, masyarakat, dan alam. Menggunakan sungai
sebagai penghubung dan pesantren sebagai pendukung semua aktivitas, baik dari segi
perekonomian maupun keagamaan.

Kata kunci: pendidikan, ekologi, Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari

A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang masalah
Kondisi alam yang sangat memprihatinkan saat ini yang mendorong mengapa
pendidikan berbasis ekologi sangat dibutuhkan. Dampak dari krisis ekologi yang menjadi
isu paling santer dalam permasalahan global, isu ini terus dilugulirkan berbagai pihak
sebagai problematika semua umat.
Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, dan kebutuhan manusia yang semakin
besar yang membutuhkan alam sebagai pendukungnya, sehingga mengharuskan manusia
melakukan eksploitasi alam secara besar-besaran. Hal inilah yang menjadi pemicu dari
kerusakan alam yang terjadi oleh tangan-tangan jail manusia yang hanya memikirkan
kepentingan pribadi atau kebutuhan pribadinya saja dan rela mengorbankan alam.
Dewasa ini, mulai terlihat gerakan peduli lingkungan, melalui gerakan pendidikan
akan memudahkan gerakan untuk sadar akan pentingnya menjaga lingkungan ini bisa

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 265
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

tercapai. Belum cukup sampai di situ pergerakan untuk keperdulian lingkungan hidup juga
tercapai. disuarakan
banyak Belum cukup sampai
oleh di situ pergerakan
lembaga-lembaga untuk keperdulian
kemasyarakatan lingkungan
melalui hidup juga
seminar-seminar,
banyak
tercapai.disuarakan
lokakarya, Belum cukup
dan penerbitan oleh
sampai lembaga-lembaga
serta dipenyusunan
situ pergerakan kemasyarakatan modul melalui
untuk keperdulian
buku-buku seminar-seminar,
lingkungan
integrasi, hidup juga
dan buku-buku
lokakarya,
banyaklain
bacaan dan
yangpenerbitan
disuarakan oleh dengan
berkaitan serta penyusunan
lingkungan.buku-buku
lembaga-lembaga kemasyarakatan modul melalui
integrasi,seminar-seminar,
dan buku-buku
bacaan lain dan
lokakarya, yangpenerbitan
Muhammad berkaitan
Arsyaddengan serta lingkungan.
penyusunan
Al-Banjari buku-buku
cendekiawan danmodul
ulama integrasi, dan buku-buku
besar Nusantara asal
bacaanMuhammad
lain yang
Banjarmasin Arsyaddengan
yangberkaitan
mengabdikan Al-Banjari
lingkungan.
seluruh cendekiawan
hidupnya untuk dan ulama besar Nusantara
memperjuangkan kemajuanasal
Banjarmasin
pendidikanMuhammad yangagama
dan mengabdikan
Arsyad islam. seluruhcendekiawan
Al-Banjari
Melalui hidupnya untuk
pendidikan memperjuangkan
dan ulama
ekologi besar Nusantara
Al-Banjari kemajuan
menyebarkan asal
dakwahnya. Konsep ekologi Al-Banjari bertumpu kepada terma “air” sebagai basis
pendidikan
Banjarmasin dan
yang agama islam.
mengabdikan Melalui
seluruh pendidikan
hidupnya ekologi
untuk Al-Banjari
memperjuangkan menyebarkan
kemajuan
dakwahnya.
pendidikan Dari
kehidupan. Konsep
dan agama
air ekologi
tumbuh Al-Banjari
islam.kembang
Melaluipertanianbertumpu
pendidikan dan kepada
ekologi terma “air”Operasionalisasi
Al-Banjari
perekonomian. sebagai basis
menyebarkan
kehidupan.
dakwahnya.
konsep Dari
Konsep
ekologisnya airdilakukan
tumbuh
ekologimelaluikembang
Al-Banjari institusibertumpu
pertanian dan
pesantren. kepada terma “air”
perekonomian. sebagai basis
Operasionalisasi
konsep ekologisnya
kehidupan.
Dalam Dari airdilakukan
pemikiran tumbuhislammelalui
klasikinstitusi
kembang yang pesantren.
pertanian
telah dan perekonomian.
dilaksanakan oleh Syeh Operasionalisasi
Muhammad
konsepDalam
Arsyad pemikiran
ekologisnya
Al-Banjari dilakukan
melalui islam klasikinstitusi
melalui
ekopesantrenya, yang telah dilaksanakan
pesantren.
beliau menerapkan olehkonsep
Syeh Muhammad
pendidikan
Arsyad Dalam
ekologis Al-Banjari
pemikiran
yang integratif melalui islam
terhadap ekopesantrenya,
klasik
lingkungan. beliau
yang Menjadikan
telah menerapkan
dilaksanakan
alam sebagai olehkonsep
Syeh
pusat Muhammad
pendidikan
ekologis
Arsyad
dan yang
kehidupan integratif
Al-Banjari terhadap
melalui
bagi penggunanya. lingkungan.
ekopesantrenya,
Dalam kajian Menjadikan
beliau alam Al-Banjari
menerapkan
pendidikan sebagai pusat
konsep pendidikan
pendidikan
tesebut dapat
dan kehidupan
ekologis
dijadikan yang bagi
solusiintegratif
terhadap penggunanya.
terhadap
pendidikan Dalam
lingkungan. kajian pendidikan
Menjadikan
yang interogatif alam Al-Banjari
terhadap sebagai
lingkungan. tesebut
pusat dapat
pendidikan
Atas dasar
tersebut
dijadikan peneliti
dan kehidupansolusi akan
terhadap
bagi mengangkat
pendidikan
penggunanya. judulDalampenelitian“KONSEP
yang interogatif
kajian pendidikan PENDIDIKAN
terhadap lingkungan.tesebut
Al-Banjari Atas dasar
EKOLOGIS dapat
tersebut
dijadikan
SYEH peneliti akan
solusi terhadap
MUHAMMAD mengangkat
ARSYAD pendidikan judul penelitian“KONSEP PENDIDIKAN
yang interogatif terhadap lingkungan. Atas dasar
AL-BANJARI” EKOLOGIS
tersebutMUHAMMAD
SYEH peneliti akan mengangkat
ARSYAD AL-BANJARI” judul penelitian“KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS
SYEH MUHAMMAD
2. Tujuan penelitian ARSYAD AL-BANJARI”
2. Penelitian
Tujuan penelitianmengenai Konsep Pendidikan ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari
2. Penelitian
dilakukan mengenai
denganpenelitian
Tujuan tujuan sebagai Konsep
berikut Pendidikan
: ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari
dilakukan dengan tujuan
Penelitian
a. Mendeskripsikan mengenai sebagai
dan berikut :Pendidikan
Konsep
menganalisis ekologis filosofis,
konstruksi teologis, Syeh Arsyad sosiologisAl-Banjari
a. pendidikan
Mendeskripsikan
dilakukan dengan tujuan
ekologis dan
sebagaimenganalisis
Syeh konstruksi teologis, filosofis, sosiologis
berikut :Al-Banjari.
Arsyad
b. pendidikan
a. Mendeskripsikan
Mendeskripsikan ekologis danSyeh
dan Arsyad Al-Banjari.
menganalisis
menganalisis konstruksi
praktik teologis,ekologis
pendidikan filosofis,Syeh sosiologis
Arsyad Al-
b. Banjari.
Mendeskripsikan
pendidikan ekologis danSyeh menganalisis praktik pendidikan ekologis Syeh Arsyad Al-
Arsyad Al-Banjari.
b. Banjari.
Mendeskripsikan dan menganalisis praktik pendidikan ekologis Syeh Arsyad Al-
Banjari. penelitian
3. Manfaat
3. Adapun
Manfaatmanfaatpenelitian penelitian ini adalah :
Adapun
3. a.Manfaat manfaat
Manfaat penelitian ini adalah :
teoritis
penelitian
a. Manfaat
Adapun
Demi manfaatteoritis
penelitianilmu
pengembangan ini adalah :
pengetahuan khususnya di bidang kajian tokoh dan
a. Demi
Manfaat
pemikiran, pengembangan
teoritisberharap
peneliti ilmusemogapengetahuan
penelitiankhususnya di bidang
ini menjadi kajian tokoh
dokumentasi dan
tentang
pemikiran,
konsep Demi peneliti berharap
pengembangan
pendidikan berbasis ilmu semoga
pengetahuan
ekologis penelitian
yang khususnyaini menjadi
diterapkan dokumentasi
diAl-Banjari.
bidang kajian tentang
tokoh
Peneliti dan
juga
konsep
pemikiran,
berharap pendidikan
peneliti
supaya berbasis
berharapini
penelitian ekologis
semoga yang diterapkan
dapat penelitian
berpartisipasi ini menjadi
dalam Al-Banjari. Peneliti
dokumentasi
memperkaya juga
tentang
konsep-
berharap
konsep supaya penelitian
konsepPendidikan
pendidikan berbasis
Islam iniekologis
di Bumi dapat berpartisipasi
Nusantara.yang diterapkan dalam memperkaya
Al-Banjari. konsep-
Peneliti juga
konsep
berharap
b. Pendidikan
Manfaat supaya Islam di Bumi
praktispenelitian Nusantara.
ini dapat berpartisipasi dalam memperkaya konsep-
b. Manfaat
konsep
Selain praktis teoritis
Pendidikan
manfaat Islam dipeneliti
Bumi Nusantara.
berharap penelitian ini memiliki manfaat praktis
Selain
b. Manfaat
yang didapat,manfaat
denganteoritis
praktis manfaat peneliti
sebagai berharap
berikutpenelitian
: ini memiliki manfaat praktis
yangSebagai
1) didapat,
Selain dengan
manfaat
karya manfaat
teoritis
penulisan sebagai
peneliti
tokoh berikut
berharap
ulama :
penelitian
Nusantara ini memiliki manfaat praktis
klasik
1)
2) Sebagai
didapat,karya
yangSumbangan dengan
bagipenulisan
manfaattokoh
pengembagan sebagaiulama
ilmu Nusantara
berikut
dan :
pengetahuanklasik
2)
3) Sumbangan
1) Kegunaan
Sebagai karya bagi
untuk pengembagan
penulisan
pengembangan ilmu
tokoh ulama dan
keilmuan pengetahuan
Nusantara
pribadiklasik
peneliti
3)
4) Kegunaan
2) Perluasan
Sumbangan untuk
bagipengembangan
wawasan pengembagan
bagi pembaca. keilmuan
ilmu pribadi peneliti
dan pengetahuan
4)
3) Perluasan
Kegunaanwawasan bagi pembaca.
untuk pengembangan keilmuan pribadi peneliti
4) Perluasan
4. Metodologi wawasan bagi pembaca.
penelitian
4. Jenis penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Study Tokoh penelitian
penelitian
4. Jenis
ini merupakan penelitian
Metodologipenelitian yang digunakan
kualitatif.
penelitian dalam penelitian
pendekatan ini adalah
yang dilakukan Studyadalah
peneliti Tokohpendekatan
penelitian
ini merupakan
Teologis, Jenis penelitian
penelitian
Filosofis, dan yang kualitatif.
Sosialis. digunakan pendekatan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalahpeneliti
Study adalah
Tokoh pendekatan
penelitian
Teologis,
Sedangkan Filosofis,
ini merupakan metode dan Sosialis.
penelitian
penelitian kualitatif.
dilakukan pendekatan
dengan dengan yang dilakukan peneliti adalah
langkah-langkah sebagaipendekatan
berikut :
Sedangkan
Teologis, metodepengumpulan
Filosofis,
a. Instrumen penelitian
dan Sosialis. dilakukan
data dengan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Instrumen
Sedangkan metodepengumpulan
penelitian dilakukan data dengan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Instrumen pengumpulan data
266 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS ... — [Rihlah Nur Aulia]

a. Untuk
Instrumen pengumpulan
memperoleh hasildata
penelitian yang valid dalam skripsi ini, peneliti akan
Untuk dua
menggunakan memperoleh
jenis data,hasil
yaknipenelitian
: yang valid dalam skripsi ini, peneliti akan
menggunakan dua
1. Data primer jenis data, yakni :
1. Data primer
Peneliti menggunakan tulisan Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari yaitu kitab
SabilPeneliti menggunakan
Al-Muhtadin tulisan Syeh
sebagai Sumber Muhammad
primer Arsyad Al-Banjari yaitu kitab
penelitian ini.
Sabil Al-Muhtadin
2. Data sekunder sebagai Sumber primer penelitian ini.
2. Data sekunder
Buku-buku yang digunakan sebagai sumber sekunder penelitian ini antara lain
Buku-buku yang
sebagai berikut : kerajaan digunakan
Islamsebagai sumber
Nusantara Abad sekunder
XVI &penelitian ini antara
XVII, Biografi lain
Agung
sebagai berikutAl-Banjari,
Syeikh Arsyad : kerajaan Jaringan
Islam Nusantara Abad XVI
Ulama Nusantara dan&Timur
XVII,Tengah.
Biografi Agung
Syeikh Arsyad Al-Banjari, Jaringan Ulama Nusantara dan Timur Tengah.
Karya-karya dan tulisan-tulisan ilmiah yang digunakan peneliti dalam tulisan
Karya-karya
ini sebagai dan tulisan-tulisan
pendukung sumber sekunder ilmiah yanglain
antara digunakan peneliti :dalam
sebagai berikut tulisan
Sahriansyah,
Sahri, 2014, “Pemikiran Keagamaan M. Syekh Arsyad Al-Banjari”, Merah
ini sebagai pendukung sumber sekunder antara lain sebagai berikut : Sahriansyah,
Sahri,
Johansyah 2014,Ismail,
“Pemikiran
2013, “Ekologi
Keagamaan M. Syekh
Pesantren ala Arsyad Al-Banjari”,
Syekh Arsyad Merah
Al-Banjari”,
Johansyah
MuhammadIsmail, Zaini 2013,
2010 “Ekologi
“PELUANG DAN TANTANGAN
Pesantren ala Syekh Arsyad MENGGUNAKAN
Al-Banjari”,
Muhammad
LAHAN BASAH 2010 “PELUANG
Zaini DALAM MEMBELAJARKANDAN TANTANGAN KONSEP MENGGUNAKAN
EKOLOGI DAN
KESADARAN
LAHAN BASAHLINGKUNGAN”,
DALAM MEMBELAJARKAN Abnan panacasilawati
KONSEP 2015, EKOLOGI “Mazahib
DAN
KESADARAN LINGKUNGAN”, Abnan panacasilawati
Epistemologi Fiqih SABILAL MUHTADIN”, danMedia Opsi- KPK Kudus, 2011, 2015, “Mazahib
“Syekh Muhammad
Epistemologi SABILAL
Fiqih Arsyad MUHTADIN”, danMedia Opsi- KPK Kudus, 2011,
Al-Banjari”.
“Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari”.
b. Metode Analisis Data
b. Metode Analisis Data
1. Interpretasi
1.
2. Interpretasi
Induksi dan deduksi
3. Holistikadan deduksi
2. Induksi
3.
4. Holistika
Kesinambungan historis
4.
5. Kesinambungan
Heuristika historis
5. Heuristika
B. LANDASAN TEORI
B. LANDASAN
Pendidikan Ekologi TEORI
Pendidikan Ekologi rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah yang digunakan
Ekologi mempelajari
oleh Ernets
Ekologi Haeckel sejah rumah
mempelajari tanhun tangga
1869. mahluk
Dan menurutnyaekologi
hidup (oikos), istilahadalah
yang“ilmu yang
digunakan
oleh Ernets Haeckel sejah tanhun 1869. Dan menurutnyaekologi
mempelajari seluk beluk ekonomi alam, suatu kajian hubungan nonorganik serta adalah “ilmu yang
lingkungan organik
mempelajari seluk dibeluk
sekitarnya Ekologi
ekonomi merupakan
alam, bagian ilmu
suatu kajian dasar”. nonorganik serta
hubungan
lingkungan organik di sekitarnya Ekologi merupakan bagian ilmu
Sedangkan Resosoedarmo dkk, ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungandasar”.
timbal balik antara Resosoedarmo
Sedangkan makhluk hidup dkk, dengan lingkungannya”.
ekologi adalah ilmuJadi, yangdapat disimpulkan
mempelajari bahwa
hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. Jadi, dapat
ekologi adalah ilmu dasar yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antar makhluk disimpulkan bahwa
ekologi adalahlingkungannya.
hidup dengan ilmu dasar yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antar makhluk
hidup dengan lingkungannya.
Setya Raharja dalam tulisanya mengutip pernyataan (Ife, 2002)Terdapat empat
prinsip Setya
ekologi Raharja
yang dalam
banyaktulisanya
digunakan mengutip
sebagai pernyataan
perspektif (Ife,
oleh 2002)Terdapat empat
kalangan intelektual,
prinsip
ilmuwan,ekologi yang banyak
dan penggiat hijau digunakan
atau green.sebagai
Empatperspektif
prinsip ini olehmenimbulkan
kalangan intelektual,
beberapa
ilmuwan,
konsekuensi, danyaitu
penggiat
sebagaihijau atau green. Empat prinsip ini menimbulkan beberapa
berikut:
konsekuensi, yaitu sebagai
(1) holistik (holism):berikut:
filosofi ekosentrik, respek pada kehidupan dan alam, menolak
solusi linear, perubahan yang bersifatekosentrik,
(1) holistik (holism): filosofi organik; respek pada kehidupan dan alam, menolak
solusi linear, perubahan yang
(2) keberlanjutan bersifat organik;
(sustainibility): konservasi mengurangi konsumsi eko-nomi tanpa
(2) keberlanjutan (sustainibility): konservasi
menekankan pada pertumbuhan, kendala pada pengem-bangan mengurangi konsumsi eko-nomi tanpa
teknologi;
menekankan pada pertumbuhan,
(3) keanekaragaman kendala pada
(diversity): pengem-bangan
anti kapitalis, teknologi;
menghargai perbedaan, tidak ada
(3) keanekaragaman (diversity): anti kapitalis, menghargai perbedaan,
jawaban tunggal atas suatu masalah, desntralisasi, jejaring (networking) dan komunikasi tidak ada
jawaban tunggal tepat
lateral, teknologi atas suatu masalah,
guna (lower desntralisasi,
level technology);jejaring
dan (networking) dan komunikasi
lateral, teknologi tepat guna(equilibrium):
(4) keseimbangan (lower level technology);
global/lokal,danyin/yang, gender, hak/ tanggung
(4) keseimbangan
jawab, perdamaian (equilibrium): global/lokal, yin/yang, gender, hak/ tanggung
dan kerjasama.
jawab, perdamaian dan kerjasama.
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 267
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

C. BIOGRAFISYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI

C. BIOGRAFISYEH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI


1. Historis Sosial-Ekonomi, Politik, Budaya Masyarakat Banjar
a. Sosial-Ekonomidan Politik
Kalimantan memiliki pearaiaran yang sangat strategis sebagai lalu lintas
perdagangan. KemajuanPerdagangan di banjar dimulai pada abad ke 17M dimonopoli
pedagang dari Tionghoa. Lada menjadi rempah yang paling menjadi buruan pedagang dari
Tionghoa, yang menarik banyak perahu dari Tionghoa. Pada masa puncak kemakmuranya
di permulaan abad ke 18M, hasil rata-rata tiap tahunya mencapai puluhan perahu
Tiongkokyang mampir ke banjar.
Dalam masyarakat Banjar terdapat sususan dan peranan sosial yang berbentuk
segitiga piramid. Lapisan teratas, merupakan golongan penguasa yang merupakan
golongan minoritas. Selain itu, pemimpin-pemimpin agama islam, juga merupakan
golongan penguasa tingkat atas yang mengatus semua kegiatan pedagang, rakyat umum
dan para petani. Penempatan golongan pemimpin agama pada kasta teratas ini didasarkan
pada, agama islam yang merupakan agama resmi kerajaan dan pemimpin agama islam
dalam struktur kerajaan adalah satu kesatuan.
Sedangkan golongan mayoritas dalam masyarakat adalah golongan terbawah yang
terdiri dari penduduk setempat yang terdiri dari petani, nelayan, pedagang dan lain
sebagainya. Belanda masuk dalam golongan kedua setelah golongan penguasa, The rulling
cas. Hal ini terjadi karna hubungan baik antara kerajaan dan dan Belanda dalam
perdagangan.
b. Sistem budaya dan agama
Untuk melacak budaya dan agama yang ada dalam masyarakat Banjar, perlu
diketahui bahwa manusia banjar berasal dari tiga golongan, yaitu kelompok banjar muara
yang didominasi oleh suku maju, selanjutnya kelompok Banjar banyu yang didominasi
suku mayan, dan yang terakhir ialah suku bukit yang disebut kelompok Banjar Hulu.
Setelah masuknya islam di kerajaan banjar,maka ajaran islam masuk namun masih
melakukan upacara-upacara yang biasa dilakukan oleh pendahulu-pendahulunya. Namun
seiring berjalanya waktu banyak perubahan yang dilakukan oleh ulama-ulama banjar
termasuk oleh Al-Banjari sendiri.

2. Kelahiran, perkembangan, dan Pendidikan Syeh Muhammad Arsyad Al-


Banjari
Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al-Banjari dilahirkan, di kampung Lok
Gobang, dekat kampung Kalampayan, Martapura, Kalimantan Selatan pada hari Kamis
tanggal 15 Shafar 1122 H (1710 M) dari pasangan Abdullah dan Aminah.
Al-Banjari pertama kali memperoleh pendidikan keluarga sampai usia delapan
tahun. Di kala usia yang masih kanak-kanak itu, sudah tampak ketinggian intelegensinya di
mata orang tua dan masyarakat sekitarnya. Sultan Tahlilillah, yang berkuasa di Banjar pada
waktu itu, bertemu dengan Al-Banjari dan tertarik oleh kecerdasanya terutama dalam
kemampuannya melukis keindahan alam yang mengagumkan. Kemudian Sultan meminta
kepada kedua orang tuanya untuk membawa Al-Banjari ke istana untuk dididik di kalangan
keraton.. Di dalam keran dididik bersama-sama dengan anak-anak Sultan yang lain untuk
belajar mengaji al-Qur’an dan beberapa cabang ilmu pengetahuan agama lainnya.
Setelah mencapai usia yang cukup matang untuk berkeluarga, ia dinikahkan oleh
Sultan dengan seorang perempuan warga istana yang bernama Bajut. Pada saat istrinya
yang sedang hamil, waktu itu usia Al-Banjari sekitar 30 tahun, Sultan memberangkat Al-

268 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS ... — [Rihlah Nur Aulia]

Banjari ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus bermukim di


sana untuk menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu di Makkah selama 30 tahun.
Setelah merasa cukup belajar di Makkah, ia bersama ketiga sahabatnya itu
bermaksud untuk melanjutkan belajar ke Mesir. Sebelum ke Mesir, mereka singgah di
Madinah dan tinggal di rumah Syekh Abdul Karim Samman, seorang ulama di bidang
tasawuf.Syekh al-Kurdi tidak begitu setuju, bahkan menganjurkan supaya mereka kembali
saja ke tanah air. Al-Kurdi menyatakan bahwa ilmu yang merekaperoleh selama belajar di
tanah suci sudah sangat memadai untuk dikembangkan dikampung halaman mereka.
Mereka mematuhi anjuran al-Kurdi dan akhirnya merekakembali ke tanah air, pada tahun
1186 H./1772 M.

D. HASIL PENELITIAN
1. Pengertian Pendidikan Ekologis Syeh Arsyad Al-Banjari
Ekologi Al-Banjari di wujudkanya guna untuk mengimplementasikan makna
eksistensi manusia di muka bumi ini sebagai khalifah yang mengemban tanggung jawab
langsung untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pemikiran Al-Banjari dipengaruhi oleh
pemikiran imam Al-Ghazzali yang menjelaskan arti kesadaran diri terhadap penciptaan
alam di tengah lingkungan hidup yang lestari yang dilihat dari dua prespektif : pertama,
melalui pemahaman tentang ke khalifahan. Kedua, melalui pemahaman diri tentang nilai
keutamaan dari fungsi penciptaan alam di tengah lingkungan hidup yang lestari.
Pendidikan ekologimerupakan salah satu gagasan pembaharuan Syeh Muhammad
Arsyad Al-Banjari yang ia kembangkan di banjar. konsep ekologi Al-Banjari bertumpu
kepada terma “air” sebagai basis kehidupan. Dari air tumbuh kembang pertanian dan
perekonomian. Konsep ekologi yang praktekkan Al-Banjari mengadopsi konsep yang di
kemukakan oleh Thales filsuf terkenal asal Yunani yang berpendapat “segala kehidupan
berasal dari air dan akan kembali kepada air” Air menjadi simbol kesederhanaan yang
dipahami oleh Thales sumber kehidupan. Operasionalisasi konsep ekologisnya dilakukan
melalui institusi pesantren.

2. Kontruksi Teologis, Filosofis dan Sosiologis Pendidikan Ekologis Syeh Arsyad


Al-Banjari
Syeh Arsyad Al-Banjari menghabiskan separuh dari umurnya untuk memperdalam
ilmu agama. Setelah medalami ilmu agamanya di dalam kerajaan banjar, Makkah
merupakan tujuan selanjutnya untuk memperdalam ilmu agamanya. Atas perintah sultan
Tahlilullah pada saat itu yang menunjuk Makkah sebagai tempat selanjutnya untuk Al-
Banjari selain untuk memberangkatkan haji, bermukim dan memperdalam ilmu agama
adalah tujuan utamanya. Mekkah yang menjadi tempat pilihan sultan tahlilullah, untuk
Syeh Arsyad karna Mekkah merupakan pusat ke ilmuwan Islam.
Sepulang dari Mekkah Al-Banjari membawa ajaran-ajaran Islam ketimuran dari
semua bidang ilmu termasuk ilmu fiqih yang dibawa Al-Banjari adalah fiqih Makkah. ilmu
fikih yang dipelajari Al-Banjari menerapkan fikih-fikih yang berpacu dalam kitab-kitab
karangan ulama-ulama timur tengah. Yang masih menggunakan kaidah-kaidah bahasa
Arab dan memberikan contoh kasus yang menginterpretasikan dengan budaya ketimuran.
Sehingga masih sulit untuk di terapkan ke dalam budaya nusantara.
Namun atas perintah dari Sultan Tahlilullah yang meminta untuk mengaplikasikan
ilmu yang didapat dari timur dengan kondisi budaya nusantara terutama dengan budaya
banjar khusunya. Al-Banjari dengan pemikiranya meneropong Peradaban nusantara
Banjarmasin kususnya, Al-Banjari melihat kepada duaaspek mendasar yang melekat erat di
kehidupan masyarakat nusantara yaituantara Air (sungai) dan hutan. Lalu terjadi dialektika

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 269
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

besar dalam pemikiran Al-Banjari untuk mengintegrasikan antara budaya Arabisme dengan
budaya Nusantarais.
Setelah berdialektika hebat dalam pemikiranya maka dari pemikiranya tersebut
lahirlah kitab Sabil Al-muhtadin. Kitab fikih kontekstual karangan Al-Banjari yang mampu
menginterpretasikan ajaran Al-qur’an dan Sunnah di dalam kitab fiqih tersebut. Tuntutan
dari sultan tersebut menjadi landasan filosofis yang lahir dari pemikiran Al-Banjari untuk
mewujudakan perintah dari sultan untuk mewujudkan keinginan sultan dengan untuk
mengitegrasikan pemikiran Al-Banjari dengan budaya masyarakat banjar.
Dalam uraian dari Abnan dalamtulisanya dalil teologis yang digunakan Al-Banjari
dalam Kajian ekologisnya Dengan menelaah ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan
kelestarian lingkungan,misalnya seperti ayat 77 surah al-Qashash dan ayat 56 surah al-
A’raf, secara deduktif melalui pendekatan kebahasaan (analisis nahy) dapat disimpulkan
bahwa tindakan apapun yang mengakibatkan kerusakan lingkungan, secara fikih, adalah
dilarang (haram hukumnya), karena diungkapkan dengan kalimat nahy yang tegas (jazim).
Masih dalam tulisan abnan yang mengutip penjelasan dari M. Quraish sihab, menjelaskan
makna ayat dimaksud, bahwa Allah telah menciptakan alam semesta ini dalam keadaan
yang sangat harmonis, serasi, dan memenuhi kebutuhan makhluknya. Allah telah
menjadikannya baik, bahkan juga telah memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk
menjaganya agar tetap baik.
Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari dalam pemikiranya mengambil konsep filsuf Yunani
kuno yang terkenal yakni Thales yang berpendapat “bahwa segala kehidupan berasal dari
air dan kehidupan pun akan usai dan kembali pada air”. Air menjadi simbol
kesederhanaan yang dipahami Thales sebagai sumber kehidupan. Meskipun air mengalir
apa adanya, namun menjadi sumber dan acuan hidup makhluk hidup. Setiap manusia wajib
menjaga kelestarian sumber mata air. Karenanya manusia tidak boleh merusaknya,
merusak sumber mata air berarti merusak kelangsungan ekosistem.
Konstruksi pemikiran Al-Banjari juga dipengaruhi oleh beberapa hal baik secara
filosofis maupun sosiologis. Dalam perjalanan dialektika pemikiranya yang melahirkan
pemikiran akan ekologis Al-Banjari, tidak terlepas dari kondisi alam dan budaya yang
terjadi di banjar. Selain dari permintaan sultan yang berkuasa pada saat itu kepada Al-
Banjari untuk mengamalkan ilmunya. Berikut berapa hal yang mempengaruhi pemikiran
Al-Banjari :
Kakus terapung (jamban) Masih dalam tema thaharah kata kunci “jamban” dalam
kitab Sabil Al-Muhtadin yang dikaitkan dengan larangan untuk tidak membuang air besar
pada sungai yang tidak mengalir. Secara tekstual dapat dimaknai dengan ketakutan akan
najis yang keluar dapat menyebar kepada panggota tubuh yang lain. Namun jika
pembahasan ini di maknai secara kontekstual Al-Banjari banyak makna yang tersirat
terhadap pembahasan ini. Kecintaan Al-Banjari terhadap lingkungan ia ingin menekankan
pada pembahasan ini akan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan. Dan larangan untuk
tidak mencemari lingkungan, walaupun dengan limbah yang dihasilkan dari tubuh manusia
itu sendiri. Inilah yang menjadi landasan sosiologis dalam pendidikan ekologis Al-Banjari,
dengan melarang membuang air sembarangan untuk menjaga kebersihan alam khususnya
air.
Al-Banjari menjelaskan mengenai larangan-larangan mengenai membuang hajat di
sembarang tempat. :
“Yang tertulis di dalam thuhfah kata Syeh ibnu Qasimharam qhada’ul hajah pada
air yang tenang yang banyak yang berdiri dalamnya jika ghalib padanya
bahwasanya air itu berwabah iya dengan najis yang keluar dari padanya karena
alat tersebut itu . . .

270 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONSEP PENDIDIKAN EKOLOGIS ... — [Rihlah Nur Aulia]

sunah bagi yang bahwa jangania qhada’ul hajah kecuali menghadap arah mata
sunah pada
angin bagi ia yang ketikabahwa jangania
ia bertiup qhada’ul
hanya hajahiakecuali
dendaklah menghadap
membelakangi mataarah
anginmata
ia
qhada’ul hajah . . .
angin pada ia ketika ia bertiup hanya dendaklah ia membelakangi mata angin ia
sunah
qhada’ulbagi yang. bahwa
hajah .. jangania qhada’ul hajah pada tempat perhimpunan masa .
.sunah
. bagi yang bahwa jangania qhada’ul hajah pada tempat perhimpunan masa .
sunah
.. bagi yang bahwa jangania qhada’ul hajah pada jalan masa karena qhada’ul
hajah bagi yang
sunah pada jalanbahwa jangania
itu makruh danqhada’ul
kata para hajah padaharam
ulama jalan masa karenabagi
. . . sunah qhada’ul
yang
bahwa jangania
hajah pada jalanqhada’ul
itu makruh hajahdandi bawah pohon
kata para kayuharam
ulama yang berbuah
. . . sunahyangbagi
dimakan
yang
bahwa jangania
buahnya atau dicium qhada’ul atauhajah di bawah
barang pohon kayu
sebaagainya atauyang berbuah
supaya yang
tiada dimakan
kena najis
buahnya”
buahnya atau dicium atau barang sebaagainya atau supaya tiada kena najis
buahnya”
Dari paparan Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari diatas, jelas di sebutkan
mengenai Darilarangan-larangan
paparan Syeh megotori Muhammad air yang
Arsyad tenang, tempat diatas,
Al-Banjari umum, jelasserta dipohon yang
sebutkan
berbuah. Alasan sosiologis yang dipaparkan Al-Banjari menjelaskan
mengenai larangan-larangan megotori air yang tenang, tempat umum, serta pohon yang mengenai Kesehatan,
Kebersihan,
berbuah. Alasandan etika.
sosiologis yang dipaparkan Al-Banjari menjelaskan mengenai Kesehatan,
Kebersihan, dan etika.
E. KESIMPULAN
E. Konstruksi
KESIMPULAN teologis pendidikan ekologis Syeh Muhammad Arsyad Al-Banjari
dipengaruhi oleh pemikiran
Konstruksi imam Al-Ghazzali
teologis pendidikan ekologis yangSyehmenengaskan
Muhammad arti Arsyadkesadaran diri
Al-Banjari
terhadap
dipengaruhipenciptaan alam ditengah
oleh pemikiran imamlingkungan
Al-Ghazzali hidupyanglestari yang memiliki
menengaskan arti dua prespektif
kesadaran diri:
pertama, melalui pemahaman
terhadap penciptaan alam ditengah diri lingkungan
tentang kekhilafahan.
hidup lestari Kedua, melalui pemahaman
yang memiliki dua prespektif diri:
tentang
pertama,nilai dan pemahaman
melalui keutamaan dari diri Fungsi
tentang penciptaan
kekhilafahan. alam di tengah-tengah
Kedua, melalui pemahaman lingkungandiri
hidup.
tentang nilai dan keutamaan dari Fungsi penciptaan alam di tengah-tengah lingkungan
hidup. Kontruksi filosofis pendidikan ekologi Al-Banjari adalah Untuk mewujudkan
perintahKontruksi
dari sultanfilosofis
tahlilullah yang meminta
pendidikan ekologiuntuk mengaplikasikan
Al-Banjari adalah Untukilmu yang didapat
mewujudkan
dari timurdari
perintah dengan
sultankondisi
tahlilullah budaya yangnusantara.
meminta Peradaban nusantara, dalam
untuk mengaplikasikan ilmupemikiran
yang didapatAl-
Banjari bertumpu pada duaaspek mendasarantara Air (sungai)
dari timur dengan kondisi budaya nusantara. Peradaban nusantara, dalam pemikiran Al- dan hutan. Lalu terjadi
dialektika besar dalam
Banjari bertumpu pada duaaspek pemikiranmendasarantara
Al-Banjari untuk mengintegrasikanantara
Air (sungai) dan hutan. Lalu budaya terjadi
Arabisme
dialektika dengan
besar budaya
dalam nusantarais.
pemikiran Al-Banjari untuk mengintegrasikanantara budaya
ArabismeKontruks
dengan sosiologis
budaya nusantarais.yang mempengaruhi pendidikan ekologi Al-Banjari adalah
banyaknya kegiatan
Kontruks masyarakat
sosiologis yang banjar yang sering pendidikan
mempengaruhi dilakukan dan telah menjadi
ekologi Al-Banjari kebiasaan
adalah
yang dapat mencemari lingkungan sehingga berpengaruh terhadap
banyaknya kegiatan masyarakat banjar yang sering dilakukan dan telah menjadi kebiasaan kesehatan, kebersihan,
dan
yangetika.
dapatYang mengharuskan
mencemari lingkungan Al-Banjari
sehinggamerubah kebiasaan-kebiasaan
berpengaruh terhadap kesehatan,tersebut.kebersihan,
Dengan sebidang tanah yang diberikan sultan
dan etika. Yang mengharuskan Al-Banjari merubah kebiasaan-kebiasaan tersebut. Tahlilullah, untuk di kelola Al-
banjari. Dengan itu, yangtanah
Kawasansebidang kemudianyangdikenal dengan
diberikan sultannama “Dalampagar”,
Tahlilullah, untukdijadikan
di kelolapusat
Al-
banjari. Kawasan itu, yang kemudian dikenal dengan nama “Dalampagar”, dijadikan pusat
kegiatan dakwah (semacam pondok pesantren) oleh al-Banjari. Sultan Tahmidullah telah
menghibahkan
kegiatan dakwah tanah tersebutpondok
(semacam kepadapesantren)
Al Banjari.olehSyekh Arsyad Sultan
al-Banjari. menyulap tanah tersebut
Tahmidullah telah
menjadi lembaga
menghibahkan sebuah
tanah tersebutperkampungan
kepada Al yang didalamnya
Banjari. Syekh Arsyad terdapat rumah-rumah,
menyulap tempat
tanah tersebut
pengajian, perpustakaan
menjadi lembaga sebuahdan asrama parayang
perkampungan santri.Pesantren
didalamnya yang terletak
terdapat di tengah-tengah
rumah-rumah, tempat
hutan dengan
pengajian, model yangdan
perpustakaan dikelilingi
asrama olehpara sungai. Dengan santri
santri.Pesantren yang sebagai
terletakporos penjaga air,
di tengah-tengah
sungai dan hutan,
hutan dengan model yang yangharus dijaga kesetabilanya.
dikelilingi Sehingga
oleh sungai. Dengan santri
santri memiliki
sebagai poros peranan
penjaga besar
air,
dalam
sungaimenjaga
dan hutan, kelestarian
yang harus air dijaga
(sungai) dan hutan. Sehingga santri memiliki peranan besar
kesetabilanya.
Konsep kelestarian
dalam menjaga ekologi Syeh Muhammad
air (sungai) Arsyad Al-Banjari, menggabungkan berapa
dan hutan.
unsur antara
KonsepSantri,
ekologi Masyarakat,
Syeh Muhammad dan Alam. Dengan
Arsyad sungai sebagai
Al-Banjari, penghubung
menggabungkan dan
berapa
pesantren sebagai pendukung semua aktivitas, baik
unsur antara Santri, Masyarakat, dan Alam. Dengan sungai sebagai penghubung dandari segi perekonomian maupun
keagamaan. Guna menyebarkan
pesantren sebagai pendukung semua menyebarkan
aktivitas,ilmu
baikyangdariia segi
miliki menggunakanmaupun
perekonomian media
lingkungan dan alam yang sangat melekat dengan kehidupan
keagamaan. Guna menyebarkan menyebarkan ilmu yang ia miliki menggunakan media manusia. Dengan menjadikan
alam sebagaidan
lingkungan lahan
alam produktif
yang sangat yangmelekat
dapat menunjang kehidupanmanusia.
dengan kehidupan manusia.Dengan menjadikan
alam sebagai lahan produktif yang dapat menunjang kehidupan manusia.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 271
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 265 – 272

REFERENSI
Arsyad, Muhammad,1676,, Sabil Al-Muhtadin Littafaqqu Fi-Ammriddin,
Indonesia,DarulIhya’
Azra, Azzyumadi,2004,Jaringan Ulama Timur Tengah dan KepulauanNusantara Abad
XVII & XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia, Jakarta,KENCANA
Ahmad, Ubaidillah,2016, Islam Geger Kendeng Dalam Konflik Ekologis dan Rekonsiliasi
Akar Rumput. Jakarta, PRENADA
Sukur, Aswadie,2013,, Kitab Sabilal Muhtadin I Versi Indonesia, Surabaya, Bina
Ilmu,Yahya Harun1995,,Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI & XVII Kurnia
kalamsejahtera, Yogyakarta
Abdullah, Aburrahman,2016,, Biografi Agung Syeikh Arsyad Al-Banjari. Malaysia,
Perpustakaan Negara Malaysia.
Ahmad. 2010, PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN MASA DEPAN EKOLOGI
MANUSIA. Forum Tarbiah vol. 1 no 8
Lexy J, Moleong,2009, metode penelitian kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Bungin, B2003,. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke arahPenguasaan Model Aplikasi .Jakarta: Raja Afindo
Kuswoso, Samijo Broto,2003,, pendidikan lingkungan hidup. Jakarta
Hamid, Abu,1978,, Sistem Pesantren Madrasah dan Pesantren di Sulawesi SelatanUjung
Pandang: Fakultas Sastra UNHAS, 1978,
Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa IndonesiaJakarta: Pustaka Ilmu, t.2000,,
Fatah, Abdul, Rohadi, dkk2005,., Rekontruksi Pesantren Masa Depan. Jakarta Utara:
Listafariska Putra,
Wahid, Abdurrahman, “Pesantren Sebagai Subkultur” dalam M. Dawam Rahardjoed,,
Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta: LP3ES, 1995.
pancasilawati, Abnan,2015,, mazahib epistemologi fiqih SABILAL MUHTADIN.VolXIV,
No. 1 Juni.
Sabir, Muslih,2009, ANALISIS INTELEKTUAL PEMIKIRAN SYEH MUHAMMAD
ARSYADAL-BANJARI TENTANG ZAKATDALAM KITAB SABILAL
MUHTADIN. Jurnal Analisa, Volume XVINO. 01 januari-juli
Zaini, Muhammad,2010, “PELUANG DAN TANTANGAN MENGGUNAKAN LAHAN
BASAH DALAM MEMBELAJARKAN KONSEP EKOLOGI DAN KESADARAN
LINGKUNGAN”
Sumber Online
Kompas, edisi “senin, 14 september 2015” www.compas.com
Kompas, edisi “selasa 27 januai 2015” www.compas.com
Kompas, edisi “Sabtu 4 april 2015” www.compas.com
Kompas,edisi“Sabtu 25 maret 2013”www.compas.com
Kompas, edisi “Kamis 18 desember 2008” www.compas.com
Sahriansyah, Sahri, 2014, “Pemikiran Keagamaan M. Syekh Arsyad Al-Banjari”,dalam
http://islambanjar.blogspot.co.id/2014/04/pemikiran-keagamaan-msyekh-arsyad-
al.html, diunduh tanggal 6 Desember 2015 jam 21.43 WIB.
Johansyah, Merah, Ismail, 2013, “Ekologi Pesantren ala Syekh Arsyad Al-
Banjari”,dalamhttp//m.nu.or.id/a,public-m,dynamic-s,detailids,50id,48872lang,id-
c,essait,Ekologi+Pesantren+ala+Syekh+Arsyad+Al+Banjari.phpx,diunduh tanggal
4 Desember 2015 jam 15.35WIB.
Adi, Supri,2004, Teori Ekologi dan Ilmu Lingkungan
http://hembusandebuhalus.blogspot.co.id/2014/11/teori-ekologi-dan-ilmu
lingkungan. html diakses pada minggu 11 juni 2016 pukul 02.00

272 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI
PADA PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA:
PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM, PENDIDIKAN AGAMA,
DAN PENDIDIKAN UMUM
KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI PADA
Saepul Anwar
PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA: PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM,
Universitas
PENDIDIKAN AGAMA, Pendidikan Indonesia
DAN PENDIDIKAN UMUM
Email: saefull@upi.edu
Saepul Anwar
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: saefull@upi.edu

ABSTRACT

In Indonesian National Education System, as stated explicitly on The Law No. 20 year 2003,
Islamic Religious Education (IRE) is one of compulsory subjects in National Education Curriculum
for every level of education. For higher education, the statement is re-confirmed in the Law No. 12
year 2012 on Higher Education in clause 53, subsections 3. Furthermore, the implementation of
IRE in higher education has been set on The Decree of Director General of Higher Education No.
043/DIKTI/Kep/2006 on Implementation Guidelines of Personality Development Subjects in
Higher Education. However in reality, various forms of the implementation of IRE in higher
education have been found. At least, the difference can be minimized, when the managers of IRE,
particularly the lecturers of IRE, share the same perception on the essence and the purpose of IRE
in higher education. This article will discuss three conceptual approaches about the essence and the
purpose of IRE in higher education. There are Islamic Education (IE), Religious Education (RE),
and General Education (GE).

Keyword: Islamic Religious Education, Islamic Education, Religious Education,


General Education

ABSTRAK

Dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 dinyatakan secara tersurat bahwa Pendidikan Agama Islam
(PAI) merupakan salah satu muatan wajib kurikulum pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia.
Untuk jenjang pendidikan tinggi, pernyataan tersebut kembali dikuatkan dalam UU No. 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi dalam Pasal 53 ayat 3. Selanjutnya, secara teknis pengelolaan PAI
di perguruan tinggi telah diatur dalam keputusan Dirjen Dikti No. 043/DIKTI/Kep/2006 tentang
Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan
Tinggi. Akan tetapi, dilapangan ditemukan beragam bentuk penyelenggaraan PAI di perguruan
tinggi. Perbedaan tersebut tidak akan terjadi, ketika para pengelola PAI di perguruan tinggi,
terutama para dosen PAI, memiliki persepsi yang sama tentang hakekat dan tujuan PAI di
perguruan tinggi. Sekaitan dengan hal tersebut, tulisan ini akan mendiskusikan tiga pendekatan
konseptual tentang hakekat dan tujuan PAI di perguruan tinggi, yaitu pendekatan Pendidikan Islam
(Islamic Education – IE), Pendidikan Agama (Religious Education – RE), dan Pendidikan Umum
(General Education - GE).

Kata kunci: Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Islam, Pendidikan Agama,


Pendidikan Umum

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 273
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 273 – 277

A. PENDAHULUAN
Secara konstitusional, Indonesia telah menjamin setiap warganya untuk dapat
menjalankan agama dan mendapatkan pendidikan agama yang sesuai dengan keyakinannya
(Anwar, 2016) (Mastuhu, 1999). Atas dasar itulah, Pendidikan Agama Islam (PAI)
merupakan salah satu muatan wajib dalam kurikulum di setiap jenjang pendidikan di
Indonesia termasuk pendidikan tinggi (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003).
Untuk kepentingan standarisasi, pemerintah melalui kementrian pendidikan dan
kebudayaan, yang saat ini menjadi tugas kementrian riset, teknologi dan pendidikan tinggi,
sudah mengeluarkan pedoman penyelenggaraan PAI pada perguruan tinggi umum
(Keputusan Dirjen DIKTI No. 043/DIKTI/Kep/2006). Namun demikian, berbeda dengan
penyelenggaraan PAI di sekolah, praktik penyelenggaraan PAI, sebagai mata kuliah, pada
jenjang pendidikan tinggi belum menemukan pola yang seragam.
Perbedaan terjadi bukan saja antara perguruan tinggi swasta dan negeri, tetapi
diantara perguruan tinggi negeri sekalipun, seperti ITB, UGM, UI, UNPAD dan UPI yang
masing-masing telah mengembangkan pola penyelenggaraan PAI yang berbeda satu sama
lainnya. Substansi perbedaan bisa dilihat dari beberapa hal, diantaranya: lembaga
pengelola, materi, metode perkuliahan, kualifikasi SDM dosen PAI bahkan bobot SKS
mata kuliah.
Menurut hemat penulis, perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pijakan
konseptual tentang PAI di perguruan tinggi. Setidaknya, secara konseptual PAI di
perguruan tinggi bisa dikaji dalam konteks Pendidikan Islam (Islamic Education - IE),
Pendidikan Agama (Religious Education - RE), maupun Pendidikan Umum (General
Education - GE).
Sekaitan dengan hal tersebut, tulisan ini berusaha memadukan tiga pendekatan
konseptual tersebut untuk menemukan hakekat serta tujuan dari PAI di perguruan tinggi
dalam konteks Indonesia.

B. METODE PENELITIAN
Tulisan ini berupa kajian literatur (literature research) yang berupaya menggali
secara konseptual tentang hakikat PAI pada jenjang pendidikan tinggi. Penulis
menggunakan tiga pendekatan teoritik secara bersamaan, yaitu Pendidikan Islam,
Pendidikan Agama, dan Pendidikan Umum. Untuk kepentingan tersebut, pendekatan
kualitatif digunakan dimana peneliti berperan sebagai instrument kunci (Creswell, 2010,
hal. 261)(Sugiyono, 2011, hal. 222).

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Hakikat PAI di perguruan tinggi perspektif IE, RE, dan GE.
PAI di perguruan tinggi memiliki tiga sisi yang saling beririsan. Pertama, PAI
sebagai salah satu wujud dari pendidikan Islam (IE) dimana agama sebagai sumber
utamanya (Halstead, 2004, hal. 526); Kedua, PAI sebagai bagian dari pendidikan agama
(RE) yang mengajarkan tentang keagamaan (Stern, 2007) dan keberagamaan (Hand, 2015);
dan ketiga, PAI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Pendidikan Umum (GE) yang
memposisikan agama sebagai salah satu unsur penting dalam pendidikan (Johnson, 1947,
hal. 25). Atas dasar itulah, kajian tentang PAI di perguruan tinggi harus melibatkan
ketiganya secara bersama-sama.
Sekaitan dengan hal tersebut, PAI di perguruan tinggi pada hakekatnya memiliki
tiga ciri utama, yaitu:
a. Dalam konteks Pendidikan Islam, fokus utama dari PAI tidak sampai pada
mencetak mahasiswa muslim yang ahli agama (Anwar, 2015), tapi lebih pada

274 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI ... — [Saepul Anwar]

pembentukan kepribadian sebagai seorang muslim yang mampu menjadikan


Islam sebagai jalan hidup (way of life) (Hussain, 2004).
b. Dalam konteks Pendidikan Agama, PAI merupakan salah satu dimensi penting
dalam pendidikan manusia, dimana beragama merupakan salah satu hak asasi
manusia (Niculescu & Norel, 2013). Karenanya, fokus utama dari PAI bukan
sebatas mengajarkan mahasiswa untuk menjadikan agama sebagai sumber
moral dalam menjalankan kehidupan, tapi mengajarkan mereka untuk
memahami agama (Harris & Moran, 1998, hal. 30) dan keberagamaan.
c. Dalam konteks Pendidikan Umum, PAI tidak menjadikan agama sebatas
sebagai objek transfer of knowledge (pengajaran)1 tapi lebih pada
menjadikannya sebagai sumber nilai. Dengan demikian, PAI harus lebih fokus
pada pendidikan atau internalisasi nilai-nilai yang bersumber dari ajaran
agama, daripada sekedar mengajarkan teks agama. Mendidik mahasiswa untuk
memiliki tanggung jawab (Association of American Colleges, 1994, hal. 18)
dan kepekaan sosial (social responsibilityand sensitivity) menjadi tujuan
utama.
Berdasarkan tiga ciri utama tersebut, PAI di perguruan tinggi merupakan sebuah
mata kuliah yang mendidik mahasiswa muslim agar mampu memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan mereka sebagai makhluk individu
dan sosial dengan karakter yang tercantum dalam tujuan pendidikan nasional Indonesia.

2. Tujuan PAI di perguruan tinggi perspektif IE, RE, dan GE.


Tarbiyyah, Ta'lim, dan Ta'dîb merupakan tiga istilah yang setidaknya telah
dimunculkan oleh para sarjana muslim untuk menjelaskan konsep Pendidikan dalam Islam
(Hussain, 2004, hal. 318). Konsep "tarbiyah" diutarakan oleh al-Nahlawi (1996), sementara
"ta'dîb" lebih dipilih oleh Syed Muhamad Alnaquib Alattas (Halstead, 2004, hal. 522), dan
"ta'lîm" dianggap lebih mewakili konsep pendidikan Islam oleh Abdul Fatah Jalal (1988).
Berdasarkan ketiga konsep tersebut dalam konteks Pendidikan Islam, setidaknya
terdapat tiga tujuan utama PAI di perguruan tinggi, yaitu Pertama, sisi spiritual, yaitu
membantu berkembangnya potensi kematangan beragama mahasiswa (tarbiyah); kedua,
sisi emosional, yaitu mendidik mahasiswa untuk menjadi pribadi yang berkarakter dan
shaleh baik secara individu maupun sosial (ta'dîb) (Halstead, 2004, hal. 522); dan ketiga,
sisi intelektual, yaitu transfer of knowledge (Hussain, 2004, hal. 318) dalam rangka
membantu mahasiswa untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari (ta'lîm).
Tidak jauh berbeda, dalam konteks kurikulum Pendidikan Agama (RE), PAI di
perguruan tinggi memiliki tiga tujuan, yaitu (a) tujuan intelektual (Washe & Teece, 2013,
hal. 2013): mengembangkan pemahaman agama mahasiswa; (b) tujuan nilai moral (Riegel
& Ziebertz, 2007): mengembangkan kesalehan sosial dalam diri mahasiswa; dan (c) tujuan
spiritual: mengembangkan dan memfasilitasi mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman
religious secara langsung (Religious experience) (Court, 2013, hal. 251). Dimana tujuan
terakhir merupakan inti dari kehidupan beragama.
Sementara itu, kematangan pribadi berupa kesolehan individu dan sosial menjadi
tujuan utama PAI di perguruan tinggi sebagai bagian dari Pendidikan Umum dalam
konteks pendidikan karakter atau nilai. Kedua tujuan tersebut hanya bisa dicapai ketika

1
Harun Nasution(1996, hal. 385) pernah mengkritisi PAI di perguruan tinggi baru sebatas pengajaran agama
(instruction). Padahal dalam pandangan beliau yang dibutuhkan adalah pendidikan agama, bukan pengajaran
agama. Begitula Rochmat Wahab (1999, hal. 156-157) yang menyimpulkan PAI di perguruan tinggi baru
menyentuk aspek kognitif.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 275
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 273 – 277

agama diperlakukan sebagai sumber nilai, bukan sebatas objek kajian. Dengan demikian,
internalisasi nilai agama dalam kehidupan mahasiswa secara individu dan sosial menjadi
tujuan akhir perkuliahan yang diawali dengan pemahaman yang benar tentang ajaran
agama.
Berdasarkan tuntutan tiga pendekatan di atas, maka bisa disimpulkan bahwa tujuan
PAI di perguruan tinggi harus lebih mengedepankan pencapaian kepentingan mahasiswa
sebagai makhluk yang beragama dan membutuhkan agama.

D. KESIMPULAN
Posisi dan kedudukan PAI dalam sistem pendidikan nasional, secara konstitusional,
sudah sangat kokoh dan mapan. PAI merupakan salah satu kurikulum wajib dalam sistem
pendidikan Indonesia pada setiap jenjang dan level pendidikan, disamping Bahasa
Indonesia dan Pancasila. Namun demikian, sangat disayangkan hal tersebut tidak dibarengi
dengan pengelolaan yang baik dan tidak terstandar sebagaimana mata kuliah yang lain,
terutama pada jenjang pendidikan tinggi. Perkuliahan agama dianggap sebagai perkuliahan
pelengkap dan formalitas akademik semata.
Kondisi ini bisa terjadi, karena perbedaan pendekatan konseptual dalam
menyelenggarakan perkuliahan PAI. Ada yang memandang PAI sebagai wujud dari
Pendidikan Islam secara khusus, ada yang memandang PAI bagian dari Pendidikan Agama
secara umum, dan ada yang memposisikan PAI sebagai Pendidikan Umum. Kesamaan
persepsi akan terwujud ketika tiga pendekatan tersebut digunakan secara terpadu. Irisan
dari ketiganyalah yang seharusnya merupakan bentuk nyata dari PAI di perguruan tinggi
khususnya dalam konteks Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, secara konseptual PAI di perguruan tinggi seharusnya
bukan sekedar mengajarkan teks agama Islam, tapi lebih fokus pada pemaknaan teks
agama tersebut dalam kehidupan mahasiswa sebagai individu atau anggota masyarakat.
Pengalaman religious hanya bisa diperoleh ketika nilai-nilai agama telah terinternalisasi
dalam diri mahasiswa.
Tujuan PAI bukan sebatas untuk pemenuhan kepentingan agama itu sendiri, tapi
lebih menonjolkan kepentingan mahasiswa sebagai makhluk yang beragama dan butuh
akan agama. Setidaknya dalam konteks Pendidikan Islam, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Umum, tujuan PAI di perguruan tinggi diorientasikan pada pemenuhan
kebutuhan spiritual (pengalaman religious), emosional (internalisasi nilai agama), dan
intelektual (pemahanan agama) mahasiswa.
Sebagai penutup, kiranya tepat apa yang diungkapkan oleh Michael Grimmitt (Hull,
2002) bahwa dari tiga bentuk penyelenggaraan pendidikan agama, yaitu Learning Religion,
Learning about Religion dan Learning from Religion, bentuk ketiga adalah bentuk terbaik.

REFERENSI

Al-Nahlawi, A. (1996). Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di


Sekolah, dan Masyarakat. (H. N. Aly, Penerj.) Bandung: CV Diponegoro.
Anwar, S. (2015). Peran Strategis Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam dalam
Menanamkan Nilai Toleransi. Konaspipsi III: Tantangan IPS/IIS dalam Dinamika
Sosial Budaya (pp. 326-339). Bandung: Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Universitas Pendidikan Indonesia.
Anwar, S. (2016). Tolerance Education Through Islamic Religious Education in Indonesia.
1st UPI International Conference on Sociology Education (UPI ICSE 2015) (pp.
438-442). Bandung: Atlantis Press.

276 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KAJIAN KONSEPTUAL TENTANG HAKEKAT DAN TUJUAN PAI ... — [Saepul Anwar]

Association of American Colleges. (1994). Strong Foundations: Twelve Principles for


Effective General Education Programs. Washington DC: Association of American
Colleges.
Court, D. (2013). Religious experience as an aim of religious education. British Journal of
Religious Education ISSN:, 35(3), 251-263.
Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed
(3rd ed.). (A. Fawaid, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Halstead, M. (2004). An Islamic concept of education. Comparative Education, 40(4),
517-529.
Hand, M. (2015). Religious Education and Religious Choice. Journal of Beliefs& Values:
Studies in Religion & Education, 36(1), 31-39.
Harris, M., & Moran, G. (1998). Reshaping Religious Education: Conversation on
Contemporary Practice. Louisville, Kentucky, United State of America:
Westminster John Knox Press.
Hull, J. (2002). The Contribution of Religious Education to Religious Freedom: A Global
Perspective. In Z. T. Caldwell (Ed.), “International Consultative Conference on
School Education in Relation with Freedom of Religion and Belief, Tolerance, and
Non-Discrimination (pp. 4-11). Madrid: The International Association for Religious
Freedom (IARF).
Hussain, A. (2004). Islamic education: why is there a need for it? ournal ofBeliefs &
Values: Studies in Religion & Education, 25(3), 317-323.
Jalal, A. F. (1988). Azas-Azas Pendidikan Islam. (H. N. Aly, Penerj.) Bandung: CV
Diponegoro.
Johnson, R. I. (1947). Exploration in General Education. New York: Harper & Brothers.
Keputusan Dirjen DIKTI No. 043/DIKTI/Kep/2006. (n.d.). Rambu-Rambu Pelaksanaan
Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Mastuhu. (1999). Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Dalam N. Madjid,
I. Amal, M. D. Ali, A. Saefuddin, S. S. Brodjonegoro, H. Syarief, et al., Fuaduddin,
& C. H. Bisri (Penyunt.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi: Wacana
tantang Pendidikan Agama Islam (hal. 29-38). Jakarta: Logos.
Nasution, H. (1996). Islam Rasional. Bandung: Mizan.
Niculescu, R. M., & Norel, M. (2013). Religious education an important dimension of
human’s education. 3rd World Conference on Learning, Teaching and Educational
Leadership – WCLTA 2012.93, hal. 338-342. Elsevier.
Riegel, U., & Ziebertz, H. G. (2007). Religious Education and Values. Journal of
Empirical Theology, 20, 52-76.
Stern, J. (2007). Teaching Religious Education. London: Continuum International
Publishing Group.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 . (n.d.). Sistem Pendidikan Nasional.
Wahab, R. (1999). Pembelajaran PAI di PTU: Strategi Pengembangan Kegiatan
Kokurikuler dan Ekstra Kurikuler. Dalam N. Madjid, I. Amal, M. D. Ali, A.
Saefuddin, S. S. Brodjonegoro, H. Syarief, et al., Fuaduddin, & C. H. Bisri
(Penyunt.), Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi: Wacana tantang
Pendidikan Agama Islam (hal. 155-159). Jakarta: Logos.
Washe, K., & Teece, G. (2013).
Understanding‘religiousunderstanding’inreligiouseducation. British Journal of
Religious Education, 35(3), 313-325.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 277
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM

Sari Narulita*, Embang


Sari Syasyadin,
Narulita*, Embangdan Sarotul Musabbihah
Syasyadin,
Universitas
dan SarotulNegeri Jakarta
Musabbihah
Universitas Negeri Jakarta
*Email: sari-narulita@unj.ac.id
*Email: sari-narulita@unj.ac.id

ABSTRACT

This paper aims to study in deep the concept of multicultural education in Islam’s perspective as
well as advantages and disadvantages of these concepts in learning Islam. The authors use the
technique of literature study and library research for the data collection. The conclusion of this
paper will describe the limits that can be used in the implementation of Islamic Religious
Education to avoid doubt and confusion in students.

Keyword: Multicultural Education, Islamic Religious Education

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam akan konsep pendidikan multikultural dalam
tinjauan Islam serta kelebihan dan kekurangan konsep tersebut dalam pembelajaran agama Islam.
Penulis menggunakan teknik studi literatur dan library research guna pengumpulan data.
Kesimpulan dalam tulisan ini menggambarkan akan batasan yang bisa digunakan dalam
implementasi Pendidikan Agama Islam sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kerancuan
dalam diri siswa.

Kata Kunci: Pendidikan Multikultural, Pendidikan Agama Islam

A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara majemuk dengan berbagai keragaman yang dimiliki,
baik dari kondisi sosial-kultural maupun geografis. Indonesia memiliki 13.000 pulau
dengan jumlah penduduknya mencapai 230 juta jiwa. Selain itu, Indonesia memiliki lebih
dari 300 suku bangsa dengan 200 bahasa serta ragam adat atau kebudayaan yang berbeda
(Yaqin, 2005:4). Di satu sisi, keragaman tersebut merupakan suatu khazanah yang patut
dipelihara dan memberikan dinamika bagi bangsa; namun di sisi lain keragaman tersebut
dapat pula menjadi titik pangkal perselisihan dan konflik bagi masyarakat Indonesia
(Baidhawy, 2005: 21).
Faktanya, bangsa Indonesia ternyata belum dianggap cukup mampu dalam
mengelola kemajemukan dengan yang ada, sehingga konflik dan tindak kekerasan masih
dapat ditemukan dalam kehidupan sosial masyarakat bangsa Indonesia, diantaranya adalah
konflik yang identik dengan perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)
yang terjadi di Ambon, Poso, Aceh, Maluku, dan Sampit. Bahkan dalam database Patterns
of Collective Violence in Indonesia di sebutkan bahwa meskipun kurang dari 16,6% dari
seluruh insiden kekerasan kolektif di Indonesia, kekerasan etnis telah menelan 89,3% dari
total jumlah korban tewas. Dengan kata lain, kekerasan etnis akan menelan korban jauh
lebih banyak dibandingkan jenis kekerasan lain (Varshney, 2004).
Setiap konflik dan kekerasan memberikan dampak yang buruk dalam berbagai lini
kehidupan. Tak jarang, konflik yang diawali prinsip perbedaan tersebut telah

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 279
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 279 – 285

meninggalkan perih mendalam bagi masyarakat korban konflik. Hal tersebut seolah
menjadi cerminan
meninggalkan danmendalam
perih indikasi bahwa bagi bangsa ini belum
masyarakat cukup
korban bisa menyikapi
konflik. keragaman
Hal tersebut seolah
dan perbedaan yang ada secara dewasa. Karenanya, dengan suburnya
menjadi cerminan dan indikasi bahwa bangsa ini belum cukup bisa menyikapi keragaman sikap kecurigaan
dan
dan prasangka
perbedaan di antara
yang ada sesama, maka kedamaian
secara dewasa. Karenanya,menjadi
dengan barang langka
suburnya (Yaqin,
sikap 2005:
kecurigaan
17). Kecurigaan dan prasangka tersebut menjadi warisan bagi generasi
dan prasangka di antara sesama, maka kedamaian menjadi barang langka (Yaqin, 2005: berikutnya bila
tidak segera ditangani dengan baik.
17). Kecurigaan dan prasangka tersebut menjadi warisan bagi generasi berikutnya bila
Untukditangani
tidak segera memutusdengan
rantaibaik.
pemicu diatas, maka dibutuhkan cara dan solusi yang bisa
menekan dan meminimalisasi
Untuk memutus rantai pemicu timbulnya
diatas, prasangka dan kecurigaan
maka dibutuhkan antaryang
cara dan solusi sesama,
bisa
diantaranya melalui dunia pendidikan. Masyarakat seolah
menekan dan meminimalisasi timbulnya prasangka dan kecurigaan antar sesama, perlu disadarkan akan
keragaman
diantaranya budaya
melalui di antara
dunia mereka melaluiMasyarakat
pendidikan. pendidikan; seolah
karena pendidikan bukan hanya
perlu disadarkan akan
transfer of knowledge saja, namun juga merupakan sarana transfer
keragaman budaya di antara mereka melalui pendidikan; karena pendidikan bukan hanya of values, yakni
pewarisanof nilai-nilai
transfer knowledge etis-religius-humanis
saja, namun juga merupakan dari generasi
saranaterdahulu
transfer kepada
of values,generasi
yakni
berikutnya (Yaqin: 2005: 5). Dengan adanya kesadaran akan keragaman
pewarisan nilai-nilai etis-religius-humanis dari generasi terdahulu kepada generasi budaya lah, maka
diharapkan tidak ada lagi dominasi budaya mayoritas dan tirani
berikutnya (Yaqin: 2005: 5). Dengan adanya kesadaran akan keragaman budaya lah, maka budaya minoritas.
Semuanya
diharapkan tumbuh
tidak adabersama dan memiliki
lagi dominasi budaya peluang
mayoritasyang
dan sama untuk menggapai
tirani budaya minoritas.
kesejahteraan
Semuanya tumbuh bersama. Masing-masing
bersama dan memilikibudayapeluang
memilikiyang
kesempatan yang sama
sama untuk untuk
menggapai
menampakkan eksistensinya tanpa diskriminasi (Machfud: 2006: 5).
kesejahteraan bersama. Masing-masing budaya memiliki kesempatan yang sama untuk
Pendidikan
menampakkan yang menumbuhkan
eksistensinya kesadaran
tanpa diskriminasi akan keragaman
(Machfud: 2006: 5). budaya inilah dikenal
dengan Pendidikan
konsep pendidikan multikultural. Melalui pendidikan
yang menumbuhkan kesadaran akan keragaman multikultural, peserta
budaya inilah didik
dikenal
yang
dengandatang
konsepdari berbagai multikultural.
pendidikan etnik/latar belakang
Melalui yang berbeda
pendidikan dibimbing peserta
multikultural, untuk saling
didik
mengenal
yang datang dari berbagai etnik/latar belakang yang berbeda dibimbing untukdari
budaya, cara hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan yang berbeda. Lebih itu,
saling
peserta
mengenaldidik diajaricara
budaya, untuk memahami,
hidup, mengakui,
adat-istiadat, dan menghormati
dan kebiasaan bahwaLebih
yang berbeda. tiap golongan
dari itu,
memiliki hak untuk menyatakan diri menurut caranya masing-masing.
peserta didik diajari untuk memahami, mengakui, dan menghormati bahwa tiap golongan Dengan
mengajarkan
memiliki hak pendidikan multikultural, diri
untuk menyatakan para peserta
menurutdidik sedini mungkin
caranya dibimbing
masing-masing. untuk
Dengan
memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dan mengimplimentasikannya
mengajarkan pendidikan multikultural, para peserta didik sedini mungkin dibimbing untukdalam kehidupan
sehari-hari.
memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dan mengimplimentasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
B. DEFINISI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
B. DEFINISI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
B. Secara
DEFINISIetimologis, Pendidikan
PENDIDIKAN adalah proses pengembangan sikap dan tingkah laku
MULTIKULTURAL
seseorang atau sekelompok orang
Secara etimologis, Pendidikan adalah dalamproses
usaha mendewasakan
pengembangan sikapmanusia
dan tingkah melalui
laku
pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan, dan cara-cara yang
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melaluimendidik, membantu peserta
didik mengalami
pengajaran, proses
pelatihan, pemanusiaan
proses, perbuatan,diridan
ke arah tercapainya
cara-cara pribadi yang
yang mendidik, dewasa-susila
membantu peserta
(Sudarminta, 1990: 12).
didik mengalami proses pemanusiaan diri ke arah tercapainya pribadi yang dewasa-susila
Sedangkan
(Sudarminta, 1990:multikultural
12). berasal dari kata dasar “kultur” yang berarti kebudayaan,
kesopanan,
Sedangkan multikultural berasal awalan
atau pemeliharaan; dengan dari kata“multi” yang berarti
dasar “kultur” yangbanyak, ragam, atau
berarti kebudayaan,
aneka. Secara
kesopanan, atau sederhana
pemeliharaan; multikutural
dengan awalanberarti“multi”
keragaman budayabanyak,
yang berarti (Lash, ragam,
2002: atau
6).
Multikultural pun dapat diartikan sebagai keragaman budaya sebagai
aneka. Secara sederhana multikutural berarti keragaman budaya (Lash, 2002: 6). pengejawantahan dari
keragaman
Multikulturallatar belakang
pun dapat seseorang
diartikan sebagai(Dawam,
keragaman2003:budaya100).
sebagai Pendapat senada juga
pengejawantahan dari
dikemukakan oleh Parekh (2002: 6), bahwa “The term multicultural
keragaman latar belakang seseorang (Dawam, 2003: 100). Pendapat senada refer to the fact of
juga
cultural diversity,
dikemukakan olehthe term multiculturalism
Parekh (2002: 6), bahwato“The a normative response to the
term multicultural fact.
refer to the fact of
Dengan demkian, dipahami bahwa yang dimaksud pendidikan
cultural diversity, the term multiculturalism to a normative response to the fact. multikultural adalah
proses Dengan
pengembangan seluruh potensi
demkian, dipahami bahwa yang manusia yangpendidikan
dimaksud menghargai pluralitasadalah
multikultural dan
heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis,
proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan suku, dan aliran (agama)
(Dawam, 2003:
heterogenitas 101). konsekuensi
sebagai Pendidikan keragaman
multikultural bertujuan
budaya, etnis,menawarkan satu alternatif
suku, dan aliran (agama)
melalui
(Dawam,implementasi
2003: 101). strategi dan konsep
Pendidikan pendidikan
multikultural yang menawarkan
bertujuan berbasis padasatupemanfaatan
alternatif
keragaman yang terdapat
melalui implementasi dalamdan
strategi masyarakat, khususnya yang
konsep pendidikan yangada pada peserta
berbasis didik seperti
pada pemanfaatan
pluralitas
keragamanetnis,
yangbudaya,
terdapatbahasa, agama, status
dalam masyarakat, sosial, gender,
khususnya yang adakemampuan,
pada pesertaumur,
didikdan ras.
seperti
Strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan supaya peserta didik mudah
pluralitas etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras. memahami
Strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan supaya peserta didik mudah memahami

280 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM — [Sari Narulita dkk.]

pelajaran yang dipelajarinya, namun juga untuk meningkatkan kesadaran mereka agar
pelajaran yang
senantiasa yang dipelajarinya,
berperilaku namun
humanis,namun pluralis, juga untuk
danuntuk meningkatkan kesadaran mereka agar
demokratis.
pelajaran dipelajarinya, juga meningkatkan kesadaran mereka agar
senantiasa berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis.
senantiasa berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis.
C. KERAGAMAN BUDAYA DALAM PANDANGAN ISLAM
C. Keragaman
KERAGAMAN adalah BUDAYA
sunnatullah. DALAM Hal iniPANDANGAN
tampak dalamISLAM ISLAM
surah Ar-Ruum: 22 yang
C. KERAGAMAN BUDAYA DALAM PANDANGAN
Keragaman
menyatakan adalah
bahwa adalah
diantara sunnatullah.
tanda kekuasaan Hal ini tampak dalam surah Ar-Ruum: 22dengan
yang
Keragaman sunnatullah. Hal iniAllah
tampak adalah
dalam keragaman manusia22
surah Ar-Ruum: yang
menyatakan
perbedaan bahasa bahwa diantara tanda kekuasaan Allah adalah keragaman manusia dengan
menyatakan bahwadan warna kulit;
diantara tanda DalamkekuasaansurahAllah
lainnya,
adalahyakni al-Hujuraat:
keragaman 13 dijelaskan
manusia dengan
perbedaan
bahwa manusia bahasa dan warna kulit; Dalam surah lainnya, yakni al-Hujuraat: 13 dijelaskan
perbedaan bahasa diciptakan
dan warna kulit;berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
Dalam surah lainnya, agar mereka
yakni al-Hujuraat: saling
13 dijelaskan
bahwa
mengenal; manusia
dan diciptakanbahwa
ditekankan berbangsa-bangsa
dengan keragamandan bersuku-suku
tersebut, yang agar
terbaikmereka
di sisi saling
Allah
bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling
mengenal;
adalah yang dan ditekankan
paling bertakwa. bahwa dengan keragaman tersebut, yang terbaik di sisi Allah
mengenal; dan ditekankan bahwa dengan keragaman tersebut, yang terbaik di sisi Allah
adalah yang
Secara paling bertakwa.
tekstual, maka tampak jelas bahwa keragaman adalah suatu hal yang lumrah
adalah yang paling bertakwa.
Secara
dalam Secara
kehidupan. tekstual,
Dalammakaayattampak jelas bahwa
tersebut pun dengankeragaman adalah
tegasadalah suatu hal
dipaparkan yang lumrah
bahwa
tekstual, maka tampak jelas bahwa keragaman suatu hal yang dengan
lumrah
dalam
keragamankehidupan.
tersebut, Dalam
manusia ayatdiarahkan
tersebut untukpun dengan
bisa tegasmengenal;
saling dipaparkan danbahwa
bukan dengan
saling
dalam kehidupan. Dalam ayat tersebut pun dengan tegas dipaparkan bahwa dengan
keragaman
bertengkar tersebut,
dan saling manusia
berprasangka diarahkan
satu untuk lainnya.
dengan bisa saling Hal mengenal;
ini diperkuat dan bukanperilaku
dengan saling
keragaman tersebut, manusia diarahkan untuk bisa saling mengenal; dan bukan saling
bertengkar
nabi dalam dan dan saling berprasangka
menyikapi keragaman disatu satu dengan lainnya. Hal ini diperkuat dengan perilaku
Madinah.
bertengkar saling berprasangka dengan lainnya. Hal ini diperkuat dengan perilaku
nabi dalam menyikapi
Sebelum keragaman
Islamkeragaman
datang, di di Madinah.
diMadinah.
Arab telah berkembang bermacam agama dan
nabi dalam menyikapi
Sebelum
kepercayaan Islam
yangIslam datang,
berbeda, seperti di Arab telah berkembang bermacam agama dan
Sebelum datang, di Yahudi,
Arab telah Kristen, Majusi, Zoroaster
berkembang bermacamdanagama Shabi’ah.dan
kepercayaan yang
Ketika Nabi Muhammad berbeda, seperti
hijrah Yahudi,
ke Madinah, Kristen, Majusi, Zoroaster dan Shabi’ah.
kepercayaan yang berbeda, seperti Yahudi,diKristen,
sana juga sudah ada
Majusi, beragam
Zoroaster danagama yang
Shabi’ah.
Ketika Nabi
dianut, Nabi
dimana Muhammad
yang terbesarhijrah ke Madinah, di sana juga sudah ada beragam agama yang
Ketika Muhammad hijrah adalah
ke Madinah, Yahudi dan Kristen.
di sana juga sudah Bahkan, di Madinah,
ada beragam agama yang Nabi
dianut,
Muhammad dimana tidak yang
hanyaterbesar
menemukan adalah keragaman
Yahudi dan Kristen.
agama, Bahkan,
tetapi juga di Madinah,
keragaman suku Nabi
dan
dianut, dimana yang terbesar adalah Yahudi dan Kristen. Bahkan, di Madinah, Nabi
Muhammad
adat istiadat. tidak
Untuk hanya menemukankeragaman
mempersatukan keragaman tersebut,
agama, tetapimaka juga keragaman
dikenallah satu suku dan
dokumen
Muhammad tidak hanya menemukan keragaman agama, tetapi juga keragaman suku dan
adat istiadat.
penting, Untuk
yakniUntukPiagam mempersatukan
Madinah. Salah keragaman tersebut,
satu paragraf dalammaka dikenallah
Piagam Madinahsatu dokumen
adat istiadat. mempersatukan keragaman tersebut, maka dikenallah satu itu adalah
dokumen
penting,
sebagai yakni
berikut, Piagam Madinah. Salah satu paragraf dalam Piagam Madinah itu adalah
penting, yakni Piagam Madinah. Salah satu paragraf dalam Piagam Madinah itu adalah
sebagai
“Jikaberikut,
seorang pendeta atau pejalan kaki berlindung di gunung atau lembah atau gua
sebagai berikut,
“Jika seorang pendeta atau pejalan kaki berlindung di gunungdesa atau lembah atau gua
“Jika seorang pendeta
atau bangunan atau pejalan
atau dataran raml atau kakiRadnah
berlindung(nama di sebuah
gunung atau di lembah
Madinah) atauataugua
atau bangunan
gereja, maka atau(Nabi
Aku dataran raml atau Radnah
Muhammad) adalah (nama
pelindung sebuahdi desa di Madinah)
belakang mereka atau
dari
atau bangunan atau dataran raml atau Radnah (nama sebuah desa di Madinah) atau
gereja, maka Aku (Nabi
setiap permusuhan terhadap Muhammad)
mereka demi adalah
jiwaku,pelindung di belakang mereka
para pendukungku, dari
gereja, maka Aku (Nabi Muhammad) adalah pelindung di belakang para mereka pemeluk
dari
setiap
agamaku permusuhan terhadap
dan paraterhadap
pengikutku, mereka demi jiwaku,
sebagaimana para pendukungku,
mereka para pemeluk
setiap permusuhan mereka demi jiwaku, para (kaum Nashrani)
pendukungku, para itupemeluk
adalah
rakyatku
agamaku dan
dan anggota
para perlindunganku”.
pengikutku, sebagaimana mereka
agamaku dan para pengikutku, sebagaimana mereka (kaum Nashrani) itu adalah
(kaum Nashrani) itu adalah
rakyatku dan anggota perlindunganku”.
rakyatku
Hal yang dansama
anggotajugaperlindunganku”.
dilakukan oleh khalifah kedua Umar ibn Khattab ketika Islam
menguasaiHal yang sama juga dilakukan oleh khalifah kedua Umar ibn Khattab ketika Islam
Hal Yerusalem,
yang sama juga dimana sebagian
dilakukan besar
oleh penduduknya
khalifah kedua Umar beragama non-Islam.
ibn Khattab ketika Sebagai
Islam
menguasai
penguasa, Umar Yerusalem,
membuat dimanasebuahsebagian besar
undang-undang penduduknya beragama
yang menjamin non-Islam.
keamanan, Sebagai
baik jiwa,
menguasai Yerusalem, dimana sebagian besar penduduknya beragama non-Islam. Sebagai
penguasa, Umar
harta dan tempat membuat sebuah undang-undang yang menjamin keamanan, baik jiwa,
penguasa, Umar peribadatan
membuat sebuah penduduk lokal.
undang-undang yang menjamin keamanan, baik jiwa,
harta dan tempat
Dari peribadatan
beberapa catatan penduduk
sejarah lokal.
menunjukkan konsep dasar Islam sebagai agama
harta dan tempat peribadatan penduduk lokal.
Dari beberapa
alamin, yaknicatatan sejarah menunjukkan konsep dasar Islam sebagaimanusia, agama
rahmatan Darililbeberapa catatanagamasejarahyang penuh kasih
menunjukkan sayang
konsep kepada
dasar Islamseluruh
sebagai agama
rahmatan
bukan hanya lil alamin,
sekelompokyakni agama yang penuh kasih sayang kepada seluruh manusia,
rahmatan lil alamin, yakni orang
agamasaja. yangDengan
penuh kasih konsep inilah,kepada
sayang maka seluruh
kesadaran akan
manusia,
bukan
keragamanhanya budayasekelompok
menjadi satu orang saja.
hal saja.
yang ada Dengan konsep
sejak konsep
agama ini inilah, maka
dikenalkan. kesadaran akan
bukan hanya sekelompok orang Dengan inilah, maka kesadaran akan
keragaman budaya menjadi satu hal yang ada sejak agama ini dikenalkan.
keragaman budaya menjadi satu hal yang ada sejak agama ini dikenalkan.
D. PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
D. Pendidikan
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
yang berparadigma
D. PROBLEMATIKA PENDIDIKANmultikultural MULTIKULTURAL mengajarkan manusia untuk
Pendidikan
menghargai dan yang berparadigma
menjunjung tinggi keragamanmultikultural
budaya, mengajarkan
etnis, manusia
suku, dan manusia
aliran (agama).untuk
Pendidikan yang berparadigma multikultural mengajarkan untuk
menghargai
(Baidhawy, dan dan menjunjung
2006:menjunjung
38) Namun tinggi
dalam keragaman budaya,
aspek agama, etnis, suku, dan aliran (agama).
menghargai tinggi keragaman budaya,pendidikan
etnis, suku, model ini mengalami
dan aliran (agama).
(Baidhawy,
problem 2006: 38)
teologis karenaNamun dalam aspek
mengajarkan agama, pendidikan
relativisme dan model Pendidikan
pluralisme. ini mengalami ini
(Baidhawy, 2006: 38) Namun dalam aspek agama, pendidikan model ini mengalami
problem
mengajarkan teologis karena
bahwakarena
semua agamamengajarkan relativisme
dan kepercayaan dan
mengandung pluralisme. Pendidikan
ajaran tentang ini
nilai-nilai
problem teologis mengajarkan relativisme dan pluralisme. Pendidikan ini
mengajarkan
universal yang bahwa
sama semua
(Yaqin, agama
2005: dan
41). kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai
mengajarkan bahwa semua agama dan kepercayaan mengandung ajaran tentang nilai-nilai
universal yang sama
Ajaran bahwa (Yaqin, 2005:
semua2005: agama41).
universal yang sama (Yaqin, 41). memiliki nilai universal yang sama, mendapat
Ajaran
pertentangan bahwa semua agama memiliki nilai universal yang sama, mendapat
Ajaranyang bahwa cukupsemuakuat agama
dari kaum agamawan,
memiliki mengingatyang
nilai universal bahwa ketetapan
sama, mendapat hati
pertentangan
dalam memeluk yangsuatucukup
agama kuat dari
didasarkan kaum agamawan,
padaagamawan, mengingat
keyakinan mengingat
bahwa apa yang bahwa ketetapan hati
pertentangan yang cukup kuat dari kaum bahwadianutnya
ketetapan adalah
hati
dalam memeluk suatu agama didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang dianutnya adalah
dalam memeluk suatu agama didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang dianutnya adalah

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 281
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 279 – 285

yang paling benar dari agama lainnya. Klaim bahwa semua agama adalah sama tentunya
yang paling benar
bertentangan dengan dari agama
klaim lainnya.yang
kebenaran Klaim bahwaoleh
diyakini semua agama
semua pemelukadalah samamanapun.
agama tentunya
bertentangan dengan klaim kebenaran yang diyakini oleh semua pemeluk agama manapun.
E. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS PENDIDIKAN
E. PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL AGAMA ISLAM BERBASIS PENDIDIKAN
Pendidikan agama sejatinya merupakan upaya sistematis untuk menanamkan suatu
MULTIKULTURAL
Pendidikan
kesadaran tertentuagama sejatinya
berkaitan merupakan
dengan ikatan upaya sistematis
kelompok untuk menanamkan
keagamaan, suatu
serta bagaimana
kesadaran
membanguntertentu
pandangan berkaitan
dan sikap dengan ikatanhanya
yang tidak kelompok keagamaan,
menghargai tetapi jugaserta bagaimana
mengindahkan
membangun
dan menjunjung pandangan dan sikap
perbedaan sebagaiyangsuatu
tidakkenyataan
hanya menghargai
yang wajartetapidanjugabermanfaat
mengindahkan bagi
dan menjunjung perbedaan sebagai suatu kenyataan yang wajar
kehidupan. Namun faktanya, pendidikan keagamaan seolah belum mampu mempersatukan dan bermanfaat bagi
kehidupan. Namun faktanya,
bangsa Indonesia denganpendidikan keagamaan seolah belumnamun
corak multikulturalismenya; mampu justru
mempersatukan
terkesan
bangsa Indonesia dengan corak multikulturalismenya;
memperuncing perbedaan antar agama, sehingga konflik antar agama masih menjadi namun justru terkesan
memperuncing
fenomena sosialperbedaan
di masyarakat antar agama,
(Listia: 2007,sehingga
xv). konflik antar agama masih menjadi
fenomena Atassosial di masyarakat
dasar itulah maka, (Listia:
perlu2007, xv). pendidikan multikultural yang mampu
disusun
Atas dasarperbedaan;
mempersatukan itulah maka, perlu memecah
dan tidak disusun pendidikan multikultural
persatuan yang telah ada. yang mampu
Pendidikan
mempersatukan
agama berbasis perbedaan;
pendidikandan tidak memecah
multikultural persatuan yang telah
ini diimplementasikan ada. Pendidikan
dengan pendekatan
agama
dialogisberbasis pendidikan kesadaran
untuk menanamkan multikulturalhidupinibersama
diimplementasikan
dalam keragaman dengan dan pendekatan
perbedaan.
dialogis untuk
Pendidikan menanamkan
model ini dibangunkesadaran
di atashidup bersama
semangat dalam keragaman
kesetaraan dan perbedaan.
dan kesederajatan, saling
Pendidikan
percaya, salingmodelmemahami;
ini dibangun di atas semangat
menghargai kesetaraan
persamaan, dan kesederajatan,
perbedaan dan keunikan,saling serta
percaya, saling Model
interdependensi. memahami; menghargai
pendidikan jenis inipersamaan,
akan memberi perbedaan
konstruk danbaru keunikan,
yang bebasserta
dari
interdependensi. Model pendidikan jenis ini akan memberi konstruk
prasangka dan stereotip mengenai agama lain. (Baidhaiwy, 2005: 74). Hingga dengan baru yang bebas dari
prasangka
demikian, danmakastereotip
diharapkan mengenai
pendidikanagama lain. Islam
agama (Baidhaiwy, 2005: 74).
dapat menjadi salahHingga dengan
satu instrumen
demikian, maka diharapkan
untuk mencegah konflik dan pendidikan
menebarkanagama Islam dapat menjadi
spirit multikulturalisme salah satu instrumen
di Indonesia.
untuk mencegah konflik danBanks
Dalam prosesnya, menebarkan(1997) spirit multikulturalismelima
mengindentifikasi di Indonesia.
dimensi pendidikan
Dalamdalam
multikultural prosesnya,
merespon Banks (1997)peserta
perbedaan mengindentifikasi
didik, yakni: lima dimensi pendidikan
multikultural
1. Dimensidalam integrasi
meresponisi/ perbedaan peserta didik,
materi (content yakni:
integration)
Dimensi integrasi
1. Dimensi ini digunakan oleh (content
isi/ materi pendidikintegration)
untuk memberikan keterangan dengan
‘poin kunci’
Dimensipembelajaran
ini digunakan dengan olehmerefleksi
pendidikmateri
untukyang berbeda-beda.
memberikan keterangan
Secara dengan
khusus,
‘poin kunci’
pendidik pembelajaran dengan
menggabungkan kandungan merefleksi materi yang berbeda-beda.
materi pembelajaran ke dalam kurikulumSecara khusus,
dengan
pendidik
beberapa menggabungkan
cara pandang yang kandungan
beragam.materi pembelajaran ke dalam kurikulum dengan
beberapa cara pandangmateri
Karakteristik yang beragam.
potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis
Karakteristik materi
multikultural, antara lain meliputi: potensial yang relevan dengan pembelajaran berbasis
multikultural, antara lainperbedaan
a. Menghormati meliputi: antar teman, seperti gaya pakaian, mata pencaharian,
a. Menghormati
suku, agama, etnisperbedaan antar teman, seperti gaya pakaian, mata pencaharian,
dan budaya
b. suku, agama, etnis
Menampilkan dan budaya
perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masing-
b. Menampilkan
masing. perilaku yang didasari oleh keyakinan ajaran agama masing-
c. masing.
Kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c.
d. Kesadaran
Membangun bermasyarakat,
kehidupan berbangsa
atas dasar dan bernegara.
kerjasama umat beragama untuk
d. Membangun kehidupan
mewujudkan persatuan dan atas dasar kerjasama umat beragama untuk
kesatuan.
e. mewujudkan
Mengembangkan persatuan
sikapdan kesatuan. antar suku bangsa dan antra bangsa-
kekeluargaan
e. Mengembangkan
bangsa. sikap kekeluargaan antar suku bangsa dan antra bangsa-
f. bangsa.
Menjaga kehormatan bangsa dan bernegara, mengembangkan kesadaran
f. Menjaga
budaya daerah kehormatan
dan nasiona bangsa dan bernegara, mengembangkan kesadaran
g. budaya daerah dan nasiona
Mengembangkan sikap disiplin diri, adil, tanggung jawab ,sosial
g. Mengembangkan
kerukunan,dan nasional. sikap disiplin diri, adil, tanggung jawab ,sosial
kerukunan,dan
Dari karakteristik nasional.
di atas dapat disimpulkan bahwa materi pendidikan
Dari karakteristik
multikultural harus mengajarkan di atas dapatsiwa
kepada disimpulkan bahwa
nilai-nilai luhur materi pendidikan
kemanusian, nilai-nilai
multikultural harus mengajarkan
bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis kepada siwa nilai-nilai luhur kemanusian, nilai-nilai
(kultural).
bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).

282 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM — [Sari Narulita dkk.]

2. Dimensi konstruksi pengetahuan (knowledge construction)


Suatu dimensi dimana pendidik membantu peserta didik memahami beberapa
perspektif dan merumuskan kesimpulan yang dipengaruhi oleh disiplin pengetahuan
yang mereka miliki. Dimensi ini juga berhubungan dengan pemahaman para pelajar
terhadap perubahan pengetahuan yang ada pada diri mereka sendiri.
Konstruksi pengetahuan terkait dengan metode yang digunakan dalam
pendidikan multicultural, yakni harus mencerminkan nilai-nilai demokratis, yang
menghargai aspek-aspek perbedaan dan keberagaman budaya bangsa dan kelompok
etnis (multikulturalis).
Salah satunya adalah dengan metode dialog, khususnya bila berkaitan dengan
kajian perbandingan agama dan budaya. Selain dalam bentuk dialog, pelibatan peserta
didik dalam pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk ‘belajar aktif’ yang dapat
dikembangkan dalam bentuk collaborative learning. (Naim, 2008: 57) Strategi lain
yang dapat digunakan dalam mengembangkan pembelajaraan berbasis multikultural,
antara lain adalah strategi kegiatan belajar bersama-sama (Cooperative Learning), yang
dipadukan dengan strategi pencapaian konsep (Concept Attainment) dan strategi analisis
nilai (ValueAnalysis) serta strategi analisis sosial (Social Investigation).
Beberapa pilihan strategi di atas dapat dilaksanakan secara simultan, dan harus
tergambar dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis multikultural. Namun
demikian, masing-masing strategi pembelajaran secara fungsional memiliki tekanan
yang berbeda. Strategi pencapaian konsep digunakan untuk memfasilitasi peserta didik
dalam melakukan kegiatan eksplorasi budaya lokal untuk menemukan konsep budaya
apa yang dianggap menarik bagi dirinya dari budaya daerah masing-masing, dan
selanjutnya menggali nilai-nilai yang terkandung dalam budaya daerah asal tersebut.
Sedangkan Strategi Cooperative Learning digunakan untuk menandai adanya
perkembangan kemampuan peserta didik dalam belajar bersama sama mensosialisasikan
konsep dan nilai budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas belajar bersama teman.
3. Dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction)
Hal ini dilakukan dengan membantu siswa dalam mengembangkan perilaku
positif tentang perbedaan kelompok Penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang
datang ke sekolah dengan banyak stereotipe, cenderung berperilaku negatif dan banyak
melakukan kesalahpahaman terhadap kelompok etnik dan ras dari luar kelompoknya.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan buku teks multikultural atau bahan
pengajaran lain dan strategi pembelajaran yang kooperatif dapat membantu para pelajar
untuk mengembangkan perilaku dan persepsi terhadap ras yang lebih positif. Jenis
strategi dan bahan dapat menghasilkan pilihan para pelajar untuk lebih bersahabat
dengan ras luar, etnik dan kelompok budaya lain.
4. Dimensi pendidikan yang sama/adil atau kesetaraan dalam pendidikan
(equitable pedagogy)
Dimensi ini memperhatikan cara-cara dalam mengubah fasilitas pembelajaran
sehingga mempermudah pencapaian hasil belajar pada sejumlah siswa dari berbagai
kelompok. Strategi dan aktivitas belajar yang dapat digunakan sebagai upaya
memperlakukan pendidikan secara adil, antara lain dengan bentuk kerjasama
(cooperatve learning).
Dalam pendidikan multikultural, pendidik dan peserta didik mempunyai
kedudukan yang sama yakni sebagai obyek (Abdurrahman, 2007: 121). Pendidik tidak
boleh mendominasi proses pembelajaran hingga dengan demikian pendidikan di sekolah
harus dikembalikan menjadi milik peserta didik. Karenanya, peserta didik harus
dianggap, dinilai, didampingi, dan diajari sebagai anak. Peserta didik diberikan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 283
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 279 – 285

kesempatan sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya masig-masing (Mangunjaya,


1998: 18).
5. Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial (empowering
school culture and social structure)
Dimensi ini penting dalam memperdayakan budaya peserta didik yang dibawa
ke sekolah yang berasal dari kelompok yang berbeda. Di samping itu, dapat digunakan
untuk menyusun struktur sosial (sekolah) yang memanfaatkan potensi budaya siswa
yang beranekaragam sebagai karakteristik struktur sekolah setempat, misalnya berkaitan
dengan praktik kelompok, iklim sosial, latihan-latihan, partisipasi ekstra kurikuler dan
penghargaan staff dalam merespon berbagai perbedaan yang ada di sekolah.

F. KESIMPULAN
Pendidikan Multikultural di Indonesia menjadi penting karena menjadi salah satu
alternatif pemecahan konflik dengan tetap memfokuskan agar peserta didik tidak terserabut
dari budaya. Fokus pendidikan multikultural lebih pada memberikan setiap peserta didik
kesadaran akan adanya keragaman di lingkungan sekitar hingga diharapkan timbul upaya
untuk saling menghargai dan menghormati, bukan melebur dengan perbedaan yang ada.

REFERENSI
al-Bantani, S. M. (2006). Salālim al-Fuḍalā (Tangga-Tangga Orang Mulia). Indonesia:
Pustaka Mampir.
Abdurrahman. (2007) Meaningful LearningRe-Invensi Kebermaknaan Pembelajaran.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
AloLiliweri, (2003) Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yogyakarta: LKiS
Arif, Syamsuddin. (2008) Orientalis dan Diabolisme Pemikiran Jakarta: Gema Insani
Baidhawy, Zakiyuddin. (2005) Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.
Jakarta:Erlangga
Banks, James, A, (1997) Multikultural Education and Goals dalam James A. Banks dan
Cherry A. Mcgee Banks (eds), Multicultural Education; Issues and Perspectives.
America: Allyn Bacon.
Dawam, Ainurrofiq. (2003) Emoh Sekolah. Yogyakarta: Inspeal
Hilmy, Masdar. (2002). Melembagakan Dialog (antar teks) Agama, Kompas, Jakarta: 5
April 2002
Lash, Scott dan Featherstone, Mike (ed.), (2002). Recognition And Difference: Politics,
Identity, Multiculture. London: Sage Publication
Langulung, Hasan.(1988) Asas-asas pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna
Listia, dkk. (2007) Problematika Pendidikan Agama Di Sekolah, Hasil Penelitian Tentang
Pendidikan Agama Di Kota Jogjakarta 2004-2006. Yogyakarta: Institut Dian/
Interfidei
Mahfud, Choirul. (2006) Pendidikan Multikultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Naim, Ngainun. (2008) Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta; Ar-
Ruzz Media
Mangunwijaya, YB. (1998) Beberapa Gagasan tentang SD Bagi 20 Juta Anak dari
Keluarga Kurang Mampu”, dalam Pendidikan Sains yang Humanis, Yogyakarta:
Kanisius
Parekh, Bikhu. (2002) Rethingking Multikulturalis: Cultur Diversity and Political
Theory. Massachusetts: Harvard University Press
Ruben, Brent D & Stewart, Lea P. (2013) Komunikasi dan Perilaku Manusia. Jakarta:
Rajawali Pers

284 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM TINJAUAN ISLAM — [Sari Narulita dkk.]

Sudarminta, J. (1990) Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: IKIP Sanata Dharma


Suparno, Paul. (2003) Pendidikan Multikultural, Kompas, 7 Januari 2003
Sutrisno, (2006) Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tilaar, H.A.R. (2004) Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan dalam
Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo
Varshney, A., Panggabean, R. and Tadjoeddin, M. (2004) Patterns of Collective Violence
in Indonesia (1990-2003), (Jakarta: United Nations Support Facility for Indonesian
Recovery (UNSFIR)
Yaqin, M. Ainul. (2005) Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 285
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM MENGANTISIPASI
TANTANGAN
PERAN GLOBAL
PENDIDIKAN DI KALANGAN
PRA NIKAH MAHASISWA
DALAM MENGANTISIPASI
TANTANGAN GLOBAL DI KALANGAN MAHASISWA
Shohib Khoiri* dan Yedi Purwanto
Institut
Shohib Teknologi
Khoiri* Bandung
dan Yedi Purwanto
*Email: shohibkhoiri2016@gmail.com
Institut Teknologi Bandung
*Email: shohibkhoiri2016@gmail.com
ABSTRACT
ABSTRACT
Family is the smallest community in a community. Families play an important role in the
civilization
Family of asmallest
is the society and even the in
community state. Good or bad Families
a community. quality of play
a society depends onrole
an important the in
quality
the
of the family. Digital information technology which is growing rapidly provides
civilization of a society and even the state. Good or bad quality of a society depends on the quality two opposite
blades,
of both positive
the family. Digital and negative.technology
information Among the negative
which side is rapidly
is growing the spread of cultures
provides against
two opposite
religious
blades, and positive
both eastern culture such as free
and negative. Amongsex and
the LGBT
negative(Lesbian,
side is Gay, Bisexual
the spread ofand Transgender).
cultures against
In addition, pornography also become easier to spread in society. The above mentioned
religious and eastern culture such as free sex and LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender). problems
can
In damagepornography
addition, the integrity of family,
also become especially
easier tochildren
spread or
in adolescents
society. Theincluding universityproblems
above mentioned students.
The impact of brokenhome will impact to the community and the State. To prevent
can damage the integrity of family, especially children or adolescents including university students. it, premarital
education
The impactwill be a way for will
of brokenhome themimpact
to understand how they should
to the community and theinteract
State. between the it,
To prevent same sex and
premarital
with the opposite sex and how Islam regards matters relating to marriage
education will be a way for them to understand how they should interact between the same sex and sexual, soand
the
negative effects of the rapid development of information technology do not
with the opposite sex and how Islam regards matters relating to marriage and sexual, so the damage their soul and
future. effects of the rapid development of information technology do not damage their soul and
negative
future.
Keyword: Education, Premarital, Global Challenge.
Keyword: Education, Premarital, Global Challenge.
ABSTRAK
ABSTRAK
Keluarga merupakan komunitas terkecil dalam sebuah masyarakat. Keluarga memberikan pengaruh
penting dalam
Keluarga merupakanperadaban suatuterkecil
komunitas masyarakat
dalam bahkan Negara. Baik
sebuah masyarakat. atau buruknya
Keluarga memberikan kualitas suatu
pengaruh
masyarakat sangat bergantung pada baik atau buruknya kondisi keluarga
penting dalam peradaban suatu masyarakat bahkan Negara. Baik atau buruknya kualitas suatu pada setiap anggota
keluarga masyarakat
masyarakat tersebut. Teknologi
sangat bergantung pada baikinformasi digital yang
atau buruknya semakin
kondisi keluargaberkembang
pada setiap memberikan
anggota
dua mata pisau yang berlawanan, positif dan negatif. Di antara sisi negatifnya
keluarga masyarakat tersebut. Teknologi informasi digital yang semakin berkembang memberikan adalah mudahnya
penyebaran
dua mata pisau budaya-budaya yang bertentangan
yang berlawanan, denganDiagama
positif dan negatif. antaradan
sisibudaya ketimuran
negatifnya adalah seperti
mudahnyaseks
bebas dan LGBT atau Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender. Di samping
penyebaran budaya-budaya yang bertentangan dengan agama dan budaya ketimuran seperti seks itu pornografi pun
menjadi hal yang mudah tersebar di khalayak masyarakat. Hal-hal seperti
bebas dan LGBT atau Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender. Di samping itu pornografi pun itu dapat merusak
keutuhanhalkeluarga,
menjadi yang mudahterutama anak-anak
tersebar atau remaja-remaja,
di khalayak di mana
masyarakat. Hal-hal termasuk
seperti di dalamnya
itu dapat merusak
mahasiswa. Dampak dari rusaknya keluarga akan berdampak pula pada
keutuhan keluarga, terutama anak-anak atau remaja-remaja, di mana termasuk di dalamnya masyarakat sekitar dan
tidak penutup kemungkinan pada Negara. Untuk membendung hal tersebut,
mahasiswa. Dampak dari rusaknya keluarga akan berdampak pula pada masyarakat sekitar dan pendidikan pranikah
menjadi
tidak sebuah
penutup jalan agar mereka
kemungkinan memahami
pada Negara. Untukbagaimana seharusnya
membendung mereka bergaul
hal tersebut, antara
pendidikan sesama
pranikah
jenis, antara lawan jenis dan bagaimana Islam memandang hal-hal yang
menjadi sebuah jalan agar mereka memahami bagaimana seharusnya mereka bergaul antara sesama berkaitan dengan
pernikahan dan seksual, sehingga efek negatif dari pesatnya perkembangan
jenis, antara lawan jenis dan bagaimana Islam memandang hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi
tidak merusak
pernikahan danjiwa dan masa
seksual, depanefek
sehingga mereka.
negatif dari pesatnya perkembangan teknologi informasi
tidak merusak jiwa dan masa depan mereka.
Kata Kunci: Pendidikan, Pranikah, Tantangan Global.
Kata Kunci: Pendidikan, Pranikah, Tantangan Global.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi yang kian pesan memberikan dua dampak
A. PENDAHULUAN
sekaligus bagi masyarakat,
Perkembangan yaitu informasi
teknologi dampak positif
yang dan
kian dampak negatif. di antara
pesan memberikan dampak
dua dampak
negatif adalah
sekaligus mudahnnya
bagi masyarakat, yaitupenyebaran paham-paham
dampak positif dan dampakatau konten-konten
negatif. yang
di antara dampak
bertentangan dengan agama atau budaya ketimuran. Diantaranya
negatif adalah mudahnnya penyebaran paham-paham atau konten-konten yang adalah paham atau
bertentangan dengan agama atau budaya ketimuran. Diantaranya adalah paham atau

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 287
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 287 – 292

budaya suka sesama jenis yang saat ini populer dengan sebutan LGBT (Lesbi, Gay, Biseks
dan Transgender), seks bebas dan pornografi.
Hal ini sangat mengkhawatirkan masyarakat khususnya kelompok masyarakat
kategori usia remaja, dan di antara kelompok masyarakat usia remaja adalah mahasiswa.
Usia mahasiswa adalah usia di mana mereka memulai bergaul dengan perkenalan yang
semakin luas. Dalam pergaulan tersebut terjadi preses saling mempengarhui, terlebih
dengan teknologi informasi membuat mereka semakin mudah bergaul dan mendapatkan
informasi dalam segala hal. Agar mereka dapat terjaga dari segala pengaruh negatif yang
meuncul dari pergaulan dan informasi yang mereka dapatkan, maka pendidikan pra nikah
menjadi sebuah solusi yang harus dikembangkan. Pendidikan pra nikah tidak hanya
menjaga mereka dari pergaulan bebas, juga memberikan arahan dan persiapan untuk
masuk ke sebuah fase kehidupan selanjutnya, yaitu pernikahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui urgensi pendidikan pra nikah
khususnya bagi kalangan mahasiswa dalam memproteksi mereka dari berbegai pengaruh
negatif perkembangan teknologi informasi dan sebagai persiapan bagi mereka dalam
memasuki fase kehidupan baru, yaitu pernikahan. Disamping itu untuk mengetahui respon
mereka terhadap pendidikan ini dan bagaimana mengimplementasikannya.

B. METODE PENELITIAN
Metode yang dilakukan dalam penilitian ini adalah kajian pustaka dari berbagai
sumber dan pengumpulan data menggunakan metode kuesioner terhadap mahasiswa ITB
dan kajian terhadap sekolah pra nikah Salman ITB. Untuk metode kuesioner kami
menggunakan data yang dikumpulkan oleh Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal
yang ketiganya mahasiswa ITB dan mengambil mata kulia Agama dan Etika Islam serta
data dari sekolah pra nikah Mesjid Salman ITB.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Memiliki kecenderungan terhadap lawan jenis merupakan salah satu bentuk fitrah
manusia (QS. Ali Imran 14). Rasa kecenderungan tersebut jika dituntun sesuai syariat
Islam, maka ia akan berdampak positif, tapi jika dibiarkan liar tanpa tuntunan ia akan
memberikan dampak negatif. Rasa kecenderungan terhadap lawan jenis pada umumnya
mulai tumbuh ketika manusia masuk periode remaja atau awal masuk usia dewasa,
termasuk di dalamnya adalah usia mahasiswa. Hal ini seiring mulainya masa baligh
mereka, di mana mereka belum memiliki jiwa yang matang dalam menyikapinya.
Di tengah-tengah kondisi mereka yang relatif masih labil, perkembangan teknologi
informasi semakin berkembang pesat. Hal ini tidak hanya memberikan dampak positif, tapi
juga memberikan dampak negatif. Di antara dampak negatif tersebut adalah mudahnya
penyebaran paham atau budaya yang bertentangan dengan agama atau budaya ketimuran.
Sebagai contoh adalah penyebaran budaya LGBT (Lesbi, Gay, Biseks dan Transgender),
seks bebas dan konten-konten pornografi, hal ini tentu sangat membahayakan bagi kondisi
kejiwaan mereka. Untuk memproteksi mereka dari hal-hal yang merusak tersebut, maka
pendidikan pra nikah menjadi sebuah solusi agar mereka tidak terjerumus para budaya-
budaya negatif tersebut, di samping sebagai sarana persiapan menuju fase kehidupan baru
dimana mereka meletakkan rasa kecenderungan pada sebuah ikatan yang dilegalkan dalam
agama, yaitu pernikahan sesuai dicontohkan oleh Nabi, di mana dua insan pria dan wanita
di satukan dalam ikatan halal.
Sejatinya pendidikan pra nikah dapat dilakukan di forum mana pun, baik keluarga,
sekolah/kampus atau masjid. Dalam hal ini, Mesjid Salman ITB sudah melakukan
pendidikan pra nikah dengan peserta pada umumnya mahasiswa ITB dan diikuti juga oleh

288 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM ... — [Shohib Khoiri dan Yedi Purwanto]

mahasiswa luar ITB. Berikut adalah grafik dari hasil penelusuran kuesioner yang dilakukan
mahasiswa
oleh luarRistia
Frideyas, ITB. Berikut
Mareta adalah grafik dari
dan Denobia hasil penelusuran
Faishal pada tahunkuesioner yang dilakukan
2015 dengan jumlah
responden 180 orang, berkaitan dengan respon mahasiswa ITB tentang pendidikanjumlah
oleh Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal pada tahun 2015 dengan pra
responden luar
mahasiswa
nikah: 180 ITB.
orang, berkaitan
Berikut adalahdengan
grafik respon mahasiswa
dari hasil ITB
penelusuran tentang yang
kuesioner pendidikan pra
dilakukan
nikah:Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal pada tahun 2015 dengan jumlah
oleh
1.1. Sudah
responden Sudah
180 berapa
orang,
berapa lamalama kuliah
berkaitan
kuliah di ITB respon mahasiswa ITB tentang pendidikan pra
didengan
ITB
mahasiswa
nikah:1. Sudahluarberapa
ITB. Berikut adalah
lama kuliah di grafik
ITB dari hasil penelusuran kuesioner yang dilakukan
oleh Frideyas, Ristia Mareta dan Denobia Faishal pada tahun 2015 dengan jumlah
responden
1. Sudah 180berapa
orang,lama
berkaitan
kuliah didengan
ITB respon mahasiswa ITB tentang pendidikan pra
nikah:

1. Sudah berapa lama kuliah di ITB

Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden


Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden
Gambar
2. Apakah 1. Grafik
Saudara variasi angkatan
mengetahui responden
apa itu pendidikan pra nikah?
2. Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah?
Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden
2. Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah?
2. Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah?
Gambar 1. Grafik variasi angkatan responden
2. Apakah Saudara mengetahui apa itu pendidikan pra nikah?

Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah?
3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah?
Ada 5 pilihan jawaban,
2. Grafik tiga jawaban
pengetahuan teratas
reponden diambil
mengenai apadengan
itu hasil seperti
pendidikan berikut:
Gambar
Ada 5 pilihan jawaban, tiga jawaban teratas diambil dengan hasil pra nikah
seperti berikut:
Gambar 2. Grafik pengetahuan reponden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah?
Ada 5 pilihan
Gambar jawaban,
2. Grafik tiga jawaban
pengetahuan repondenteratas diambil
mengenai dengan
apa itu hasil seperti
pendidikan berikut:
pra nikah
3. Menurut Saudara apa itu pendidikan pra nikah?
Menurut
3. Ada 5 pilihan
Saudara jawaban,
apa itu tiga jawabanpra
pendidikan teratas diambil dengan hasil seperti berikut:
nikah?
Ada 5 pilihan jawaban, tiga jawaban teratas diambil dengan hasil seperti berikut:

Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?
4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?
Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?
Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
Gambar 3. Grafik pendapat responden mengenai apa itu pendidikan pra nikah
4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 289
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 287 – 292

4. Apakah ada bayangan ingin segera menikah?

Gambar 4. Grafik rencana responden menikah


5. Jika ingin menikah, rencana berapa tahun lagi?

Gambar 5. Grafik waktu rencana menikah responden


6. Menurut pendapat Saudara, perlukah pendidikan pra nikah dalam mempersiapkan
itu semua?

Gambar 6. Grafik perlu tidaknya pendidikan pra nikah bagi responden


7. Apa alasan Saudara?
Dari banyaknya variasi jawaban yang ada, dapat kami simpulkan sebanyak 94
responden yang menjawab pendidikan pra nikah perlu dilakukan dengan alasan:
a. Dibutuhkan ilmu dari orang yang lebih berpengalaman mengenai pernikahan
agar dapat dibangun keluarga yang sakinah mawaddah dan rohmah.
b. Diperlukan kesiapan ilmu untuk menjadi orang tua bagi anak-anaknya kelak.
Sedangkan sebanyak 14 responden yang menjawab bahwa pendidikan pra nikah
tidak perlu dilakukan dengan alasan:
a. Sudah ada orang tua yang dapat berbagi ilmu kepada mereka mengenai
pernikahan.
b. Tidak ada urgensi dari pendidikan pra nikah.

290 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN PENDIDIKAN PRA NIKAH DALAM ... — [Shohib Khoiri dan Yedi Purwanto]

Tahun 2016 ini sekolah pra nikah Salman ITB juga sudah memberikan data
mengenai peserta
Tahun yang mengikuti
2016 ini pendidikan
sekolah pra tersebut,
nikah Salman di antara
ITB juga laporan datanya
sudah memberikan data sebagai
mengenai peserta yang mengikuti pendidikan tersebut, di antara laporan datanya sebagai
berikut:
berikut:

D. KESIMPULAN
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 291
Sekolah atau pendidikan pra nikah sangat dibutuhkan oleh mahasiswa ITB pada
khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya sebagai upaya melindungi mereka dari
hal-hal yang dapat merusak mereka berupa paham-paham yang datang dari luar yang
bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kultur ketimuran. Pendidikan pra nikah juga
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 287 – 292

D. KESIMPULAN
Sekolah atau pendidikan pra nikah sangat dibutuhkan oleh mahasiswa ITB pada
khususnya dan seluruh mahasiswa pada umumnya sebagai upaya melindungi mereka dari
hal-hal yang dapat merusak mereka berupa paham-paham yang datang dari luar yang
bertentangan dengan nilai-nilai agama dan kultur ketimuran. Pendidikan pra nikah juga
bermanfaat bagi mereka sebagai upaya memahamkan mereka mengenai hal-hal yang perlu
dipersiapkan untuk masuk ke dunia baru yaitu dunia pernikahan.

REFERENSI
Al-Quran al-Karim (2009), PT. Sygma Examedia Arkanleema.
Buku Data Pra Nikah Salman ITB 2015
Bukhari, (1400 H), al-Jami’ ash-Shahih. Kairo: Maktabah Salafiyyah.
Sabiq, Sayyid. (2006). Fiqh Sunnah Jilid 2. Jakarta: Pena pundi Aksara
Wulandari, Ari. (2010), Jodoh Cinta Update. Jakarta: PT Lingkar Pena Kreativa
http://kbbi.web.id/nikah. Diakses tanggal 25 September 2016. Pukul 20: 55.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pubertas, diakses 25 September 2016. Pukul 21:07.
http://dosenit.com/kuliah-it/teknologi-informasi/dampak-positif-dan-negatif-penggunaan-
teknologi-informasi-dan-komunikasi. Diakses 25 September 2016.

292 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MADRASAH
(PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION)

Supa’at
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus
Email: supaatkudus@yahoo.com

ABSTRACT

The proliferation of deviant behavior in our daily activities has created awareness
about the important of “character education” and the evident of the failure of our
education in achieving its goals. Ideally, education should be a solution and
instrument of a nation to gain the true development and prosperity. To know what
really happens in our educational system and practice, it has been conducted a
research in 29 Madrasah Aliyahs (MA) in Kudus. This study finding showed that the
concept of character education has substantively the same concept with the system of
madrasah as educational system. The different is only on its concept of value be
referred. The concept and philosophy of character education refers to
anthropocentrism while madrasah refers to theocentrism (religion). The concept and
system of madsasah are balancing between cognitive achievement (intellectual) and
affection (behavior). Socially and historically, the system of madrasah is a real model
of character education or character based education that is the most suitable with the
condition of Indonesia. Therefore, this model can be developed, adopted, and applied
in schooling system in Indonesia.

Keyword: Madrasah, Character Education, Referred value, Anthropocentism,


Theocentrism.

ABSTRAK

Menjamurnya sikap menyimpang di hampir setiap aktifitas kita sehari-hari


menyadarkan kita tentang pentingnya pendidikan karakter dan bukti gagalnya
pendidikan kita dalam mencapai tujuannya. Idealnya, pendidikan dapat menjadi solusi
dan alat Negara dalam mencapai kemajuan dan kesejahteraan. Untuk mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi dalam sistem dan praktek pendidikan kita, sebuah riset telah
dilakukan terhadap 29 Madrasah Aliyahs (MA) di Kudus. Temuan riset ini
menunjukkan bahwa konsep pendidikan karakter secara substansial memiliki
kesamaan konsep dengan sistem madrasah sebagai sistem pendidikan. Perbedaannya
adalah hanya pada konsep nilai yang dirujuk. Konsep dan filsafat pendidikan karakter
merujuk pada anthropocentrisme sementara madrasah merujuk pada theocentrisme
(agama). Konsep dan sistem madrasah menyeimbangkan antara pencapaian kognitif
(intelektual) dan afektif (sikap). Secara sosial dan historis, sistem madrasah adalah
model nyata pendidikan karakter atau pendidikan berbasis karakter yang paling cocok
dengan kondisi Indonesia. Oleh karena itu model ini bisa dikembangkan, diadaptasi,
dan diaplikasikan dalam sistem sekolah di Indonesia.

Kata Kunci: Madrasah, Pendidikan Karakter, Nilai yang dirujuk, Anthropocentisme,


Theocentrisme.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 293
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

A. INTRODUCTION
The emergence issue on the importance of character education in school concerns
on the rise of uncommendable attitude in almost all apects of life. Starting with the student
schools fights in the street until villages strongly influenced the victims and personal goods
that cannot be calculated as the little things. Moreover, various other cases tend to
contradict the logic as if this nation does not have adequate civilization and moral – ethic
that able to prevent from the destructive effect and bad behavior. The glorious values such
as honesty, courtesy, hospitality, togetherness, and religious behavior remain disappeared
through the “new culture” which is more hedonistic, materialistic, and individualistic. As a
result, this nation seemed never to get an education about how to be a good citizen.
However, in fact, they already have the education moral and / or religious education at
every level of education that they have dealt with.
The question is “what is wrong with our education systems and practices?”. This
question becomes relevant and crucial because the educational purpose is only to prepare
the students to be good an individual and citizens (read: characterized). When that becomes
reality, it can be said that the education systems and practices have failed to reach the goal.
Because, Indonesian society who have already got higher education should become
mukmin, muttaqin, and have good values. The believers who are governed by the spiritual
and felt ethical values of Islam are possible to restrict themselves to do the forbidden
things by religion. On the contrary, they are going to do the good things that religion
commanded. The occurrence of various violation and deviant actions indicates that the
norms or lessons acquired by students do not positively correlate within attitude and
behavior. This means that the quality of learning (education) in schools / madrasah has not
tightly touched the vital domain that is actually being the educational goal in good values.
From this point, as generation of nation, we certainly do not want that bad situation
always persist and take place without any attempts to stop and fix it. One effort that
remains rational enough is the importance of national character building through education.
Therefore, with the expectation that the lack of problems occur recently can be completed
and the errors that still exist can be justified. There are two example countries: Japan and
Korea that systematically succeed to form the national character building by any means,
including repressive means. Japan in their cultural character of feeling embarrassed and
hard working have represented this country to be “a king” which its technology is able to
control over the world as well as South Korea. Indeed, the growing number of successful
aspects can be fairly achieved because these two countries have highly concerned to build
the moral values into the national character building in a synergistic way like honesty, hard
working, the culture of feeling embarrassed, etc.
Initially, as an important instrument and the agent of change, the institutional and
educational activities must be able to boost the role and function as the media of
socialization, acculturation, and enculturation in order to build the national character.
Contextually, as a universal phenomenon, the educational purpose in general means: “…to
help young people become smart and to help them become good”. Therefore, the result of
education should include two main things, namely intelligent and good manners. In the
formation of classical educational philosophy stated that “…the ultimate goal of education
is how to facilitate student to be good citizens”. In addition, in the words of Martin Luther
King, “…we must remember that intelligence is not enough. Intelligence plus character –
that is the goal of true education” (Thomas Lichona, 1991:20). Without supported by a
strong character, it is like a sharp knife that can be used more than its designation.
For surely we do not want the wrong practices continuously exist in various acts. It
is supposed to bring the commitment to find the solutions to these problems. Nevertheless,

294 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

the reconstruction system and educational practice contextually cannot be avoided because
in fact, our educational practices have already failed to establish the human nature as
deliberately stated in the formulation of national education goals. Thus, it raises a question
that “What kind of character education model is compatible with the condition of
Indonesia?” The result of this study attemps to provide the alternative answer in line with
the question that is the model of character education into religious teaching as a primary
reference value.

B. METHODS
This study is qualitatative using descriptive method. Through this research, profile
of Madrasah as educational institution can be figured out and factors that cause the certain
phenomena can be analyzed. To get the data collection, the researcher used observation to
select the phenomena, in depth-interview to select the informants, and literature rivew to
select the proper document. The sampling technique in this study was using purposive
sampling based on quality and relevance of data associated with the goal of this research.
Madrasah that was chosen as the unit analysis in this research is Madrasah Aliyah (MA)
located in Kudus. The collected data is then processed, reduced, and analyzed in order to
get a conclusion.

C. LITERATUR REVIEW
1. Character Education
a. Definition
In terminology, the word “karakter” definitely defined as the word borrowed
from English “character”. Etymologically, the word “character’ is rooted from the
ancient żreek “charassen” means to engrave” (Ryan and Bohlin, 1999: 5).Literally,
the word “to angrave” means engrave, paint, sculpt, or scratch (Echols and Sadily,
1987: 214). In a big Indonesian dictionary (2008: 682), the word “karakter” is
defined as human nature, psychological traits, morals, good manners, and
characters in order to differentiate one person to another. When the word character
is attributed to a person by given a prefix “ber’ (orang ber-karakter/ human
characterized) means a person who has a personality, behavior, character, nature, or
disposition. With this literal meaning, the word character is closely defined with
personality or moral. The personality is the feature, characteristic, or human nature
that deals with the particular formations that acquire from the environment, such as,
the family referred to their childhood and congenital condition (Doni
Koesoema,2007: 80).
As a concept, some definitions of the term character always refer to the answer
of the question in “how good a person is?” In other words, someone who has an
appropriate qualified behaviour which is expected by society, then that person is
considered having a good character. In the context of education, that is supposed to
be the educational purpose for good citizen. As said by Suyanto (2009: 1), character
is the way of thinking and behaving that becomes distinctive characteristics of each
individual to live and have teamwork within family, community, nation, and state.
Every individual who has good character is an individual who can make decisions
and is ready to deal with the consequences. According to Thomas Lickona (1991:
21), the character is a reliable inner disposition to respond to situations in a morally
good way. Then he added that character so conceived has three interelalted parts,
moral knowing, moral feeling, and moral behaviour. In this context, a good
character includes the knowledge about kindness, and then raises commitment

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 295
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

(intention) through kindness, finally does the goods. It can be said that character
refers to a series of cognitive development, attitude, and motivation, and behaviour,
and skill.
The universal education is developing the students’ attitude and personality
which is started from the process of delivering information and internalization
values. This actually means that without giving any additional character, the
educational process is1 still to develop the students’ characters. As the formation of
the definition of character education stated by Ratna Megawati: “…An attempt to
educate the children for making a wise decision and practicing should become part
of their daily routine, so that it can provide the positive contribution to real
environement (Ratna Megawangi, 2004: 95). In other definitions to the character
education, it can be considered that character education closely refers to teaching
children in a manner that imparts one or more positive character qualities–such as
to make them moral, civic, good, well mannered, non-bullying, healthy, critical,
successful, traditional, compliant socially acceptable (http//www.Wikipedia
Encyclopedia, 2012:1). Character education closely refers to a set of transformation
of life in moral values which will be accounted for within a person’s characteristics
relating to make one or two continued positive characters for every individual.
In a school setting, according to Dharma Kesuma et al., character education is
the learning process that more concern on the students’ reinforcement and
development as a whole, based on a particular value supported by the schools”
(Dharma Kesuma, et al. 2011: 5). The definition then was simplified that the
character education is the process of the students’ formulation within developing
characters regarding with certain moral values in the school culture. Furthermore,
in the context of education in Indonesia, it is clear that the moral values which
referred to be the educational references are the theocentric and anthropocentric
value. According to Gordon Allport (1964), the value is the belief that makes
someone acts because of their straight choice. In addition, according to Kupperman
(1983), the value is the normative benchmark that possibly affects human to
consider and make their choices among other alternative ways.

b. Goals and scope of character education


According to Thomas Lickona (1992:21), the goals of character education are:
”... to develop student socialy, ethically and academicly by infusing character
development into every aspect of school culture and curriculum and to help student
develop good character, which include knowing, caring about and acting upon core
ethical values such as respect, responsibility, honesty, fairness and compassion. The
concept and educational model such like this viewing from the standpoint of its
function call as the the holistic education, because the highest function of education
is to bring about an integrated individual who is capable of dealing with a whole
life.
1
According to al-Ghazali, the character (akhlak) is a trait that is fixed in the soul which arisethe
actions easily, with no need to think of mind (Ramat Djatnika: 1996: 27). In the Indonesian treasury, an
equivalent word with the meaning of akhlak is moral and ethic. These two words are often equated with
morality, ethics, etiquette or manners (Faisal Ismail, 1998: 178). Basically, conceptually, the word ethic and
morality have the same sense, which are equally discuss human conduct and behavior from the perspective of
good and bad. But in implementation, ethic is more theoretical philosophical as a reference to assess the
value system, being morally practical as a yardstick to judge acts committed by a person (Muka Sa'id, 1986:
23-24).

296 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

It is important to consider that in the educational setting of school, the


character education aims: (a) strengthening and developing the values of life that
are important and necessary to be the distinctive characteristics of students as
reflected from the good values. (b) Correcting the students’ behaviour that is not
required to conform the values developed by the teachers in schools. And, (c)
making connection in harmony with family and society to play the responsibility
for character education each other (Dharma Kesuma, et al., 1991: 71). Therefore, in
the context of school education, character education has some functions, they are:
(a) developing basic potentials to be kind-hearted, good thought, and good
behaviour; (b) strengthening and carrying the nation’s multicultural attitude; and (c)
enhancing the competitive civilization in the association world.
According to Azyumardi Azra (2003:175), there are nine education pillars
which were the origin from the noble universal values, namely: (1) the character of
the love God and all His creatures; (2) self-reliance and responsibility, (3) honesty /
trustworthy, diplomacy; (4) respect and politeness, (5) generosity, willing to give
helps and collaborative working; (6) confidence and hardworking; (7) leadership
and justice; (8) kindness and simplicity, and (9) the character of tolerance, peace,
and unity. According to Michael Josephson, there are six ethical values and
character education, namely: (1) Trustworthiness, (2) Respect, (3) Responsibility,
(4) Fairness, (5) Caring, and (6) Citizenship. Besides the six ethical values, there
are eleven principles that have to take into account for the effectiveness of the
implementation of character education, they are: (1) promotes core ethical value;
(2) teacher student to understand, care about, and act upon these core ethical value;
(3) encompassing all aspects of school culture; (4) fosters a caring school
community; (5) offers opportunities for moral action; (6) support academic
achievement; (7) develops intrinsic motivation; (8) includes whole-staff
development; (9) requires positive leadership of staff and students; (10) involves
parents and community members; and (11) assesses results and strives to improve
(http// www.character.org. (2009:152) (Download 02-05-2013).
An important point to note for the success of character education is education
should be given systematically started from childhood (golden age), because this
period is crucial to determine the development of children’s abilities and potentials
for the next periode and the variability of adults’ intelligence has already existed
when a child was 4 years old (Joseph Zins, et.al., 2001: 35). A similar opinion was
stated by Daniel Goleman (2010: 21) that the success of a person in society, 80
percent is influenced by the emotional quotient (EQ) and only 20 percent is
determined by intelligence quotient (IQ). Children who have problems in their
emotional quotient are difficult to learn, make friends, and control emotion.
Children who have these kinds of problems can already be seen from the pre-school
age, and if the problems cannot be handle very well, they can be carried over into
adulthood. On the contrary, the teenagers with their particular character will not
allow themselves to do the common problems typically brought by stroppy
teenagers, such as mischief-making, gengs fights, narcotic drugs, mixed alcohol,
free sex deviance, and so forth.

2. Madrasah
a. A Brief History of Madrasah
As one of the variants of institutional education and Islamic education in
Indonesia, the existence of madrasah cannot be separated from the history of the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 297
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

development (da’wah) of Islam in the Indonesian archipelago. Officially, the birth


of madrasah embryo in Indonesia comes from majlis da’wah which is called as
hallaqoh lead or carried by Islamic scholars (ulama’) in mosque and musholla. The
birth of madrasah as an educational institutional in the context of the history of
education in Indonesia brough some many views. Besides to enhance the
effectiveness and teaching capacity, it is also supported within as a respond to the
policy from the Ducth colonial government that began to introduce formal
educational system. Obviously, the system is more systematic and organized for
Indonesian indigeneous society in which many kids from Muslim families join and
study in those related institutions. This step issued by the colonial government
cannot be considered separately from the attempts to apply the Christian missions
and to produce unexpensive labors for the benefit of the colonialist.
The institutional forms of madrasah as formal institutions in particular, is
divided into three levels, they are: Madrasah Ibtida’iyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). In the colonial era, there were
found a number of historical facts which showed that the Dutch not only
acknowledged the educational institutions founded by a group of indigeneous
Muslims, but also despised for the Islamic educational institution. Due to the
negative perception, then all the policies run officially by the Dutch which is related
to the education are always discriminating in all matters. Model policy such like
this has been carried through the independence era which completely rises the
dichotomy and dualism within the management of education. Contextually, in the
educational system in Indonesia, there are some schools under the Ministry of
Education and madrasahs managed by the Ministry of Religious Affairs. Each
institution has run based on their own regulations. Unfortunately, the competence
of madrasah graduates are considered not being equal to high-schools graduates.
The enactment of Law No. 2 of 1989 then was revised by Law No. 20 of 2003,
not only to strengthen the existence of madrasah legally and politically, but also to
carry out madrasah into sub-national education system and remove dualism of the
educational system in Indonesia. Or in other words, the educational institution of
madrasah has already got the position which have been to struggle, equity and
equality. As a distinctively Islamic educational institution, essentially madrasah has
comparative of advantages because there is a significant emphasis on religious and
morality education besides, for sure the mastery of secular subjects (science). With
the advantages, madrasah is challenged to be “the alternative education” to the
anxiety at society because nowadays the students tend to have less understanding of
religious values due to the massive of negative behaviour and moral decadence in
the daily lives

b. The Purpose and Madrasah Education System


As one of the variants of Islamic educational institutions, then the purpose of
the madrasah education is actually similar to the goal of Islamic education. As a
form of transformation and formulation of hallaqoh system, madrasahs also adapt
to the phenomenon of Western classical education system and take a benefit to
facilitate their needs. This is supposed to do because the system of hallaqoh and
pesantren is no longer able to accommodate people’s needs to study Islamic
education. Thus, it is not surprising that the education system of madrasah is almost
the same as the education system of common schooling; instead, the difference is
only in the core learning material.

298 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

As an institution of Islamic education, the purpose of madrasah education is


considered as the whole of definitions implied in the concept of ta’lim, tarbiya, and
ta'dib. According to Musthofa and Ally (1999: 60), Islamic education refers to a
process for forming a knowledgeable Muslim man, faithful and devoted to Allah
SWT with an emphasis on the aspect of "inheritance". In addition, Zuharini, et al.
(2004: 40), argued that Islamic education is the process of inheritance, development
of human culture and Islamic teachings source that contained in the Qur'an and the
Sunnah of the prophet Muhammad SAW. Meanwhile, according to Ahmad Tafsir
(2002: 24), Islamic education is the guidance given by someone to someone in
order to develop optimally based on the teachings of Islam. In other words, the
guidance is to bring someone becomes a qualified Muslim.
Philosophically, the concept and theory of Islamic education are built,
understood, and developed from al-Quran and al-Sunnah. Operationally, it has
already been realized through the process of acculturation, inheritance and
development of religion teaching, culture and Islamic civilization from generation
to generation that lasted throughout the history of humankind. Based on
understanding and theoretical framework, a number of Islamic educational studies
always be started and dispatched from the two main concepts namely the concept of
human and the concept of education. Developed from the al-Quran and al-Sunnah,
the beliefs and doctrines of tauhid (One and only Allah) always color and underlie
the concepts and practice of Islamic education. Tauhid in the view of Islam is the
foundation for all Muslims activities, both in the vertical and horizontal
relationships. It is actually the fact that makes education in the perspective of Islam
has special characteristics, because Islamic education is influenced by the teachings
of a transcendent source, namely the revelation. Although it does not mean that
Islamic education should be separated from society, but it is found the contrary.
That actually means that Islamic education should be an integral part of the
community itself even it is further than that. Particularly, the implementation point
should be developed and appropriate to any situations and society needs. This is in
accordance with the essence of Islam itself, that is rahmatan lil al-'alamin.
Because formulated and developed directly from al-Quran and al-Hadith, so
there is a fundamental difference between the Islamic education purposes and
education developed from the rational philosophy and Western culture. In the
Islamic view, man is human being entity which is endowed with a variety of perfect
potentials (imputed perfection); body and spirit, soul and thought, nafs and qolb.
All these potentials that exist inseparably in humans are placed as an organic unity
that is dynamic and interacting. Therefore, various potentials perfection that were
provided by God to man must be able to be changed or translated into actus (the
actual perfection) through educational activities. Thus, the Islamic education
purpose is so far to change and to make a potential instrument and the basis of
existing potential in humans to be actual. Eventually, it is able to carry out the
mandate of Allah SWT on earth, either khalifatullah fil ard or abdullah.
The above understanding implies that the Islamic education purposes are not
only limited to the materials achievement for the benefit of people in the world, like
the secular ideology underlying the system and practice of education in the Western
countries. Therefore, the Islamic education purposes are determined by the
integration of the physical aspects (lahiriyah) and spiritual aspects (batiniyah),
between the time in this world and the hereafter in the future (li Sa'adat al-darain),
between individual and collective interests, anddeserve under consideration as the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 299
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

representative of Allah and devote to being servants. In fact, according to Hasan


Langgulung, the
representative of Islamic
Allah andeducation
devote purposes are the human’s
to being servants. In fact, goals life itself.
according And
to Hasan
the task of education is to preserve human life. Engaging to this idea,
Langgulung, the Islamic education purposes are the human’s goals life itself. AndLanggulung
Hasan
the task(1986: 10) then
of education is added that ahuman
to preserve study life.
of Islamic education
Engaging to this should involve an
idea, Langgulung
understanding of the nature and purpose of human life within the Islamic
Hasan (1986: 10) then added that a study of Islamic education should involve view. an
understanding of the nature and purpose of human life within the Islamic view.
D. THE RESULT STUDY AND DISCUSSION
D. THE The missions
RESULT ofSTUDY
the Prophet AND Muhammad
DISCUSSION SAW. is keen to perfect and enhance the
akhlaq Theof Arabian
missions with
of athe moral
Prophetbelief system (religion)
Muhammad SAW. is of keen
Islamtowhichperfect is derived
and enhance from thethe
complete revelations of Allah SWT. To begin with,
akhlaq of Arabian with a moral belief system (religion) of Islam which is derived from the the missions of the Prophet
Muhammad
complete SAW. were
revelations ofstarted
AllahtoSWT. the priestly
To begin developmentwith, the of Iman (aqeedah)
missions of the as the main
Prophet
foundation for the Muslims’ behaviour, both in the
Muhammad SAW. were started to the priestly development of Iman (aqeedah) as the main context of a vertical relationship
(worship) with
foundation for Allah and fellow
the Muslims’ human beings
behaviour, both in withinthe the surrounding
context of a verticalof environment
relationship in
the universe (mu'amalah). In the Islamic concept, moral
(worship) with Allah and fellow human beings within the surrounding of environment in values (ahlakul karimah) are the
accumulation
the and the culmination
universe (mu'amalah). In the Islamic from concept,
the overall moral implementation
values (ahlakuleducation karimah)(sharia)are the
which is based on a sturdy faith of foundation
accumulation and the culmination from the overall implementation education (aqeedah). A Muslim who has a(sharia)
strong
aqidahiscertainly
which based oncomplies a sturdy with faith allof the provisions
foundation of (Islamic
(aqeedah). law) Islam
A Muslim who has to carry
a strongout
religious orders and leave intentionally all the bans
aqidah certainly complies with all the provisions of (Islamic law) Islam to carry outfrom the religion view, indeed he is
called as Muslim taqwa. Associated with the implementation
religious orders and leave intentionally all the bans from the religion view, indeed he is of all provisions of the
Islamicaslaw
called intact intaqwa.
Muslim the whole life (kaffah),
Associated with athe Muslim will have moral
implementation of allvalues as it has
provisions ofbeen
the
practiced particularly by the Prophet of Muhammad SAW.
Islamic law intact in the whole life (kaffah), a Muslim will have moral values as it has been From this emerged, the religion
as a guideline
practiced and lifeby
particularly system play anofimportant
the Prophet Muhammad role SAW.
for building
From of thishuman
emerged,character.
the religion
From the above ideas, it is understood that religion
as a guideline and life system play an important role for building of human character. is as a guideline and life system
which contains
From theaabove seriesideas,
of reference norms (as
it is understood commands
that religion isorasprohibitions)
a guideline and thatlifeshould
system be
known, understood, internalized and practiced. To reach
which contains a series of reference norms (as commands or prohibitions) that should be at the level of carrying out the
orders orunderstood,
known, leave the bans, a Muslim
internalized andmust learn (toToknow,
practiced. reachtoatunderstand,
the level of and to practice).
carrying out the In
other words, to come to the certain level, a Muslim must
orders or leave the bans, a Muslim must learn (to know, to understand, and to practice). In able to do the good things both
using words,
other the media to comeand manner. In the context
to the certain level, a of modern
Muslim civilization,
must able to doeducational
the good things institutions
both
(formal)
using the ismedia
the the andright
manner.answer. It can
In the be said
context that the civilization,
of modern educational institutions
educational are possible
institutions
to be more
(formal) is theeffective
the right and scalable
answer. process
It can be said in that
termstheofeducational
transfer of institutions
knowledge,are transfer
possible of
values
to and/or
be more internalization.
effective and scalable Nevertheless,
process intheterms informal educational
of transfer institutionstransfer
of knowledge, and non- of
values and/or internalization. Nevertheless, the informal educational institutions andformal
formal remain to play an important and strategic role in supporting the success of non-
education.
formal remain Thetosynergy
play anofimportant
the three and typesstrategic
of educationrole inwill determine
supporting thethe achievement
success of formal of
nation character building. On the basis of the principle
education. The synergy of the three types of education will determine the achievement offramework and understanding such
like this,
nation then it is
character a great deal
building. On the with the nation’s
basis considerations
of the principle framework which andrequire all teachers
understanding to
such
teach religion subject in the learning system of all the education
like this, then it is a great deal with the nation’s considerations which require all teachers to levels as an effort to
achieve
teach educational
religion subject goalsin the(faith, piety and
learning system noble of character).
all the educationFor learners
levelswho as anare effort
Muslim, to
the Islamic
achieve subject goals
educational taught(faith,by the pietyteacher
and noble in schools
character). / madrasahs
For learners named
who are the Muslim,
Islamic
Religious
the Islamic Education
subject (PAI).
taught by the teacher in schools / madrasahs named the Islamic
Religious Being a lesson
Education subject in school, PAI has played an important role in the cultivation
(PAI).
of the Islamic values
Being a lesson subject to students. The subject
in school, PAI has content
playedofanPAI containing
important role moral
in the and ethical
cultivation
values
of of Islamic
the Islamic values religion puts PAI
to students. Theatsubject
the forefront
contentfor of the
PAIwell development
containing moral of andmoral or
ethical
religious students. As has already been defined in the Content
values of Islamic religion puts PAI at the forefront for the well development of moral or Standards, PAI has several
characteristics,
religious students. namely:
As has(1)already
PAI isbeen a subject
defined thatinisthe advanced
Content from the basic
Standards, PAIteachings
has several of
Islam; (2) PAI aims to form students to be faithful and
characteristics, namely: (1) PAI is a subject that is advanced from the basic teachings of devoted to Allah, and has noble
characters;
Islam; (2) PAI (3) PAIaimsincludes
to form the three to
students principals
be faithful framework,
and devoted which to are;
Allah, faith,
andsharia,
has nobleand
morals (National Education Minister Regulation No. 22 th.
characters; (3) PAI includes the three principals framework, which are; faith, sharia, and 2006). Based on the distinctive
characteristics,
morals (NationalPAI is totallyMinister
Education distinct Regulation
from other lesson No. 22subjects
th. 2006). thatBased
is because
on thethe contents
distinctive
characteristics, PAI is totally distinct from other lesson subjects that is because the contents

300 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]

subject of PAI are the truth values and goodness (also beauty) that derived from revelation
indeed.
The objectives or learning competencies related to PAI in high schools as defined
in the passing of standard competence (SKL) is: (1) understanding the verses of the Qur’an
regarding with the human functioning as khallifah, democracy and the development of
science and technology; (2) increasing the strong believe (iman) to Allah SWT up to the
Qodha and Qodar through understanding the special features and Asmaul Husna; (3) doing
goods truthfully as husnudhon ', taubat, raja‘, and leave respehensible actions, such as
isyraf, tabzir, and slander; (4) understanding the sources of Islamic law and the law taklifi
and explaining the law of mu'amalah and family as viewed from the Islamic perspectives;
(5) understanding the history of the prophet Muhammad SAW in a long period of Mecca
and Medina as well as the development of Islam in Indonesia and in the world (the Content
Standards, 2006).
In spite of the same nomenclature, but the contents of materials of PAI between
schools and madrasah PAI are much different, in terms of broad and depth of materials
discussion. For high schools, PAI is provided throughout a single set of subjects taught by
a teacher who called a religious teacher. While at madrasahs, PAI is not considerably the
specific name but it is as a group of lesson subjects (PAI family), which divided into five
subjects taught by different teachers. Based on the "1994 Curriculum " the related subjects
include: (1) Quran-Hadith, (2) Aqeedah Moral, (3) Fiqh, (4) History of Islamic Culture,
and (5) Arabic. The following objectives of a group of lesson subjects are described briefly
in PAI family taught at all educational levels of madrasah.
1. Al-Qura'an Hadith: in order that the students are keen to read the Qur’an and
Hadith properly by learning, understanding, getting believe in the truth, and
practicing the Islamic teachings and values contained in it as the instructions and
guidance in all aspects of life. The scope of the learning discussion include: (1)
Ulumul Qur'an and Ulumul Hadith, (2) the selection verses of the Qur’an that
presented systematically by providing hadiths that support the chosen verses from
the Qur’an.
2. Aqeedah Morals: In particular, this subject is to encourage and increase the
learners’ believes which are supposedly to be a morality realization with providing
and establishing the knowledge, appreciation, and practice about Aqeedah and
Islamic morals. Thus, a Muslim tends to much develop and enhance the quality of
faith, the sense being taqwa to Allah SWT and morality in own personal life,
society, nation and state. The scope of materials / the lesson study are: (1) aspect of
Aqeedah, (2) aspect of the nobel character, and (3) aspect of story model.
3. Fiqh: to equip students to: (1) know and understand the main ideas of Islamic law
in detail and comprehensively by putting the naqli and aqli proposition. The
knowledge and understanding are expected to be strong guidance within personal
and social life; (2) implement and practice the Islamic law properly. The practice is
expected to attract the obedience in carrying out the Islamic law, discipline and
high social responsibility in personal and social life. The scope of the discussion
includes harmony, congruence, and balance between: (a) the human relationship
with Allah; (B) the human relationship with fellow human beings; (3) the
relationship of man to nature (other than humans) and the environment.
4. History of Islamic Culture (SKI): (1) provides knowledge about the history of
Islam and Islamic culture to the students based on the objective and systematic
concept in a historical perspective. (2) takes i'tibar, values and meanings that
contained in history; (3) instills appreciation and a strong will to practice the

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 301
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306

teachings of
teachings of Islam
Islam based
based on on the
the analysis
analysis of of the
the existing
existing historical
historical facts;
facts; (4)(4) forms
forms
the learners’
the learners’ personalities
personalities into into noble
noble personalities
personalities based based on on historical
historical figures
figures whowho
are being the role
are being the role models. models.
5. Arabic:
5. Arabic: This This subject
subject is is primarily
primarily for for the
the learners
learners to to develop
develop in in terms
terms of: of: (1)
(1) the
the
ability to listen, speak, read and write well; (2) talk in
ability to listen, speak, read and write well; (2) talk in simple talks but effective simple talks but effective
throughout aa variety
throughout variety of of contexts
contexts to to convey
convey information,
information, thoughtsthoughts and and feelings,
feelings, as as
well as the social relationships in the form of diverse activities,
well as the social relationships in the form of diverse activities, interactive, and fun; interactive, and fun;
(3) interpret
(3) interpret the the content
content of of the
the text
text inin the
the form
form of of short
short and and simple
simple writing
writing and and then
then
responding in various interactive and interesting activities;
responding in various interactive and interesting activities; (4) write a short simple (4) write a short simple
text despite
text despite various
various forms
forms of of textin
textin order
order to to convey
convey information
information and and express
express
thoughts and
thoughts and feelings;
feelings; (5) (5) comprehend
comprehend and and appreciate
appreciate works works of of literature;
literature; (6) (6) the
the
addition of vocabulary mastery based on targeted
addition of vocabulary mastery based on targeted programm to understand the programm to understand the
material source
material source text text (al-Qur'an
(al-Qur'an -- al-Sunnah);
al-Sunnah); (7) (7) able
able to to speak
speak in in reseftif
reseftif andand
expressive. The scope of learning Arabic in MA include:
expressive. The scope of learning Arabic in MA include: (a) language elements; (a) language elements;
words form
words form (sarf),
(sarf), sentences
sentences structure
structure (nahw),
(nahw), mufrodat;
mufrodat; (B) (B) speaking
speaking activities;
activities;
reading (qira'ah), speaking, and writing
reading (qira'ah), speaking, and writing Arabic skill. Arabic skill.
Although the
Although the frequency
frequency and and duration
duration of of learning
learning are are relatively
relatively broader
broader and and deeper
deeper
than high schools, in addition to the private madrasah is also
than high schools, in addition to the private madrasah is also added by some extra subjectsadded by some extra subjects
of either
of either local
local content
content or or local
local curriculum.
curriculum. In In other
other words,
words, the the learning
learning process
process withwith thethe
content education / religious materials in madrasahs is deeper
content education / religious materials in madrasahs is deeper and more extensive than and more extensive than
high schools.
high schools. This
This meansmeans thatthat the
the successful
successful chances
chances in in madrasah
madrasah for for the
the transformation
transformation
and internalization
and internalization of of religious
religious values
values achieving
achieving the the educational
educational purposes
purposes (iman,
(iman, taqwataqwa andand
noble values) are greater than high schools. The extra subjects
noble values) are greater than high schools. The extra subjects that primarily related to that primarily related to
auxiliary sciences
auxiliary sciences (science
(science tools)
tools) to to support
support the the achievement
achievement of of religious
religious competencies,
competencies,
such as: nahwu / shorof, Ulumul Quran, Ulumul hadith,
such as: nahwu / shorof, Ulumul Quran, Ulumul hadith, ushul fiqh and so forth. ushul fiqh and so forth. This
This
implemented addition
implemented addition is is intended
intended to to deepen
deepen and and enrich
enrich the the (religious
(religious science)
science) religion
religion
knowledge in accordance with the specific vision - mission and
knowledge in accordance with the specific vision - mission and to achieve particular goals to achieve particular goals
of madrasah,
of madrasah, like like thethe religious
religious competence.
competence. An An example
example is is Madrasah
Madrasah Aliyah Aliyah Qudsiyah
Qudsiyah
Kudus added a number of religious subjects (Ulumuddin) including
Kudus added a number of religious subjects (Ulumuddin) including the local curriculum in the local curriculum in
the learning system that are quite similar or even the same as
the learning system that are quite similar or even the same as the existing systems applied the existing systems applied
in pesantren.
in pesantren. The The typetype and
and number
number of of subjects
subjects as as well
well as as aa reference
reference book book thatthat can
can bebe seen
seen
in the following
in the following table.table.

Tabel
Table 1.
Tabel 1.
1.
The List
The List of Subjects Local Curriculum of
The List of ofSubjects
Madrasah Aliyah Qudsiyah Kudus
Subjects
Local Curriculum of Madrasah
Local Curriculum of Madrasah Aliyah Aliyah Qudsiyah
Qudsiyah Kudus
Kudus
Reference Books
Books of
of
NO Name of of Subjects
Subjects Reference
NO Name Learning
Learning
1 Tafsir al-Qur'an Tafsir Jalalain
1 Tafsir al-Qur'an Tafsir Jalalain
22 Tafsir
Tafsir science
science Tasrihul Yasir
Yasir
Tasrihul
3 Qiro'ah science -
3 Qiro'ah science -
44 Hadiths
Hadiths Bulughul Marom
Marom
Bulughul
5 Mustholah Hadiths Mustholah Hadits
5 Mustholah Hadiths Mustholah Hadits
66 Tauhid
Tauhid Tuhfatul Murid
Murid
Tuhfatul
7 Morals (Akhlak) Qifayatul Atqiyak
7 Morals (Akhlak) Qifayatul Atqiyak
88 Mantiq
Mantiq Sulamul Munawaroh
Munawaroh
Sulamul
Faroidus Sanniyyah
Sanniyyah wa
wa
Faroidus
99 Doctrine
Doctrine ASWAJA
ASWAJA
Durorul Bahiyyah
Durorul Bahiyyah
10 Fiqh
Fiqh Takhrir
10 Takhrir

302 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
11 Ushul Fiqh Lubabul Ushul
12 Qowaid al-Fiqhiyah Hidayah at-Thobah
1) Durusul Falaqiyah
13 Falak Lugharitma
2) Lughorithma
MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]
14 Nahwu – Shorof Ibnu Aqil–Sarah alfiyah
15 Arabic -
16
11 Balaghoh
Ushul Fiqh Uqudul Juman
Lubabul Ushul
17
12 Muthola'ah
Qowaid al-Fiqhiyah Study certain books
Hidayah at-Thobah
18 Qiro’ah Sab’ah Faidulas-Sani
1) Durusul Falaqiyah
13 Falak Lugharitma
2) Lughorithma
14 Nahwu – Shorof Ibnu Aqil–Sarah alfiyah
15 Arabic -
16 Balaghoh Uqudul Juman
17 Muthola'ah Study certain books
18 Qiro’ah Sab’ah Faidulas-Sani

Refer to any understanding about the concepts of character education and consider
the empirical reality of madrasah educational institutions from the curriculum structure and
the learning goals, this educational institution is a model of educational character. This
model also called as character-based education that not only has already existed and so far
also have had it too. Why we should have to worry to look for the character references
from the western education model which is basically different from the ways of Indonesian
school needs.
Refer to It any
should be importantabout
understanding to understand
the concepts that of
education
character is education
a fundamental issue for
and consider
a nation that always relates to the culture, perception, and even
the empirical reality of madrasah educational institutions from the curriculum structure andpublic beliefs. Systems as
well as the education al goals for a certain society or a country
the learning goals, this educational institution is a model of educational character. This cannot be imported or
exported
model alsofrom a country
called or community.
as character-based In addition
education to Azyumardi
that not Azra, education
only has already existed and must be
so far
developed and "stitched" in accordance with the shape and
also have had it too. Why we should have to worry to look for the character references the size of the wearers, by
identifying
from the way
the western of life and
education model moral values
which containeddifferent
is basically in the community
from the ways or the
of country.
Indonesian So
that, there are no educational concepts and theories that exist or
school needs. It should be important to understand that education is a fundamental issue for even itmay be applied as
athe the complete
nation that always application
relates tointhe entire educational
culture, schools,
perception, and in the public
even contextbeliefs.
of applying
Systems to anyas
different places and setting (Abudin Nata, 2004: 7).
well as the education al goals for a certain society or a country cannot be imported or
exportedRecognizing
from a country that or
madrasah
community. showed little attraction
In addition to society
to Azyumardi Azra,in education
some urban must areas
be
(read: well informed and well educated), to be honest, it
developed and "stitched" in accordance with the shape and the size of the wearers, by can be admitted that is true.
Disinterest the
identifying or even
way mistrust
of life and from
moral certain
valuesgroups of people
contained in thetowards
communitymadrasah
or theiscountry.
due to the So
perception and belief that this institution is less advanced
that, there are no educational concepts and theories that exist or even itmay be appliedin learning general subjects as
(read: secular education), as a result, reducing the chances to
the the complete application in entire educational schools, in the context of applying to any win the competition in
competing
different the educational
places and setting opportunity
(Abudin Nata, continuing
2004: 7).to the next level. The learning processes
and achievements are not qualified,
Recognizing that madrasah showed little since most attraction
of the madrasahs
to societyfacing
in some anyurban
shortages,
areas
particularly
(read: from the financial
well informed and wellaspects and the
educated), to bequality
honest,of human
it can resources.
be admitted This factis exists
that true.
because nationally, 85% of madrasahs are being managed by
Disinterest or even mistrust from certain groups of people towards madrasah is due to theprivate foundations, and the
majority of and
perception madrasahs are situated
belief that in the countryside.
this institution is less advanced In Kudus district, from
in learning generalthesubjects
total of
29 MA, there are only two madrasahs that have official state
(read: secular education), as a result, reducing the chances to win the competition status, then from the total inof
55 MTs, there
competing are also twoopportunity
the educational state MadrasahscontinuingTsanawiyah,
to the next andlevel.
whileThefrom the total
learning of 133
processes
MI, there is only one with the state status (The data taken
and achievements are not qualified, since most of the madrasahs facing any shortages, from The Religious Affairs of
Office in Kudus District a year of 2014).
particularly from the financial aspects and the quality of human resources. This fact exists
becauseWhen they are
nationally, 85%managed
of madrasahs properly, referring
are being managedto thebyeight standards
private of education,
foundations, and the
actually these madrasahs will be “plus” educational institutions
majority of madrasahs are situated in the countryside. In Kudus district, from the total ofand the model of character
education
29 MA, there thatareactually
only two needed
madrasahs bythisthatnation build the
have official statenation's character
status, then from thewithtotalfaith,
of
devotion
55 MTs, andtherenoble character.
are also Although
two state the science
Madrasahs education
Tsanawiyah, andiswhile
important
from in
thethe context
total of
of 133
technological
MI, there is onlymastery,
one withbuttheseveral of certain
state status policies
(The data takenthat
fromareThetooReligious
concerned to the
Affairs of
cognitive achievement itself by
Office in Kudus District a year of 2014). getting less attention to religious education have been
alreadyWhencausedthey
the are
results that our
managed education
properly, lost itsto substantive
referring meaning. ofThe
the eight standards balance
education,
actually
between these madrasahs
cognitive will beand
achievement “plus” educational
character institutions
formation throughand the model
religious of character
education and all
subjects in that
education synergy will needed
actually be the answer
bythis to all the
nation nation's
build the problems which due
nation's character to afaith,
with low
morality and the noble character. To be honest, it must be recognized that the mathematical
targets through the educational outcomes, the neglect and ostracism of ethical values 303
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
and
religion morality have systematically eliminated and reduced the objectives and holistic
values within an educational process.
In many cases, when a child has just got religious education from schools, due to
one reason or another reason, family and society are not probable to establish the
devotion and noble character. Although the science education is important in the context of
technological mastery, but several of certain policies that are too concerned to the
cognitive achievement itself by getting less attention to religious education have been
already caused the results that our education lost its substantive meaning. The balance
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306
between cognitive achievement and character formation through religious education and all
subjects in synergy will be the answer to all the nation's problems which due to a low
morality and the noble character. To be honest, it must be recognized that the mathematical
targets through the educational outcomes, the neglect and ostracism of ethical values and
religion morality have systematically eliminated and reduced the objectives and holistic
values within an educational process.
In many cases, when a child has just got religious education from schools, due to
one reason or another reason, family and society are not probable to establish the
atmospher within religious education, so it cannot be denied that the child has got less
experience about religious knowledge. Therefore, the child does not have quite preventive
to the potentials of disavowals. Regarding to this, the improving of quality and quantity for
learning PAI in schools becomes a rational concept to be implemented. How curriculum
model structure is suitable to be applied at the schools for educational outcomes has
already produced character ized people who also have noble values (ahlakul karimah).
Based on empirical facts as well as exposure to the above study, the policy options that
could be pursued by the government is the restructuring and reconstruction of the
curriculum by adopting a curriculum model that has been applied inmadrasah. An
important point that can be drawn from madrassa curriculum is a curriculum balanced
composition between secular knowledge (common science) and religious knowledge. With
providing the curriculum model and also supported by the infrastructure and appropriate
system / model learning, what we want to realize the formulation of national education
goals will be achieved soon.
From the point of policy theory, the successful chances of character education by
adopting a model of Islamic education is greater because of as socio-cultural and socio-
religious, madrasah education is one variant that grows and develops from the aspirations
and needs of the community (Ummah). As stated by Seidman (1983: 323), education
policy or social intervention in education is not necessarily to result in a better change.
Because the educational policy and the education itself do not stand alone, yet there are
many involved factors which influence and even determine. Not infrequently, a designed
policy which is expected to result a change does not produce anything because it is not
supported by some certain factors, especially the one which is available in the institution
itself. Because as a social paranata of educational institution is an organization that has a
tradition / culture which is built to become a reference in the organization, that is the
organizational culture. Organisational culture refers to the pattern of beliefs, values and
learned ways of coping with experience that have developed during the course of an
organisation’s history, and which tend to be manifested in its material arrangement and in
the behavioral of its members. In addition, according to Brown, a culture of certain
organization contains the contents of an organisation’s culture): (1) artifacts, (2) language,
(3) behaviour pattern, (4) norm of behaviour, (5) heroes, (6) symbols and simbolic action,
(7) belief, values, and attitudes, (8) ethical codes, (9) basic assumptions, and (10) history
(E.D.Brown, 1989:9).

E. CONCLUSION AND RECOMMENDATION


1. Conclusion
Based on the above explanation, it can be concluded that:

a. Having considered from the content and purpose between character education
and akhlak education have substantive in common, they are both to shape the
character of a nation with certain values. Character education refers to the
anthropocentric values of moral education while akhlak education referring to
the theocentric values.
b. The central values that referred to the basic and purpose of character education
in Indonesia are the values derived from Islamic religion. This is reflected from
304 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
the nomenclature used in the formulation of national education goals, namely:
faith (iman), pious believe (taqwa), and noble values (akhlak).
c. The madrasah education system is a model of educational character or
character-based education that is certainly suited to the conditions in Indonesi.
a. Having considered from the content and purpose between character education
and akhlak education have substantive in common, they are both to shape the
character of a nation with certain values. Character education refers to the
MADRASAH (PROTOTYPE AND MODEL OF CHARACTER EDUCATION) — [Supa’at]
anthropocentric values of moral education while akhlak education referring to
the theocentric values.
b. The central values that referred to the basic and purpose of character education
in Indonesia are the values derived from Islamic religion. This is reflected from
the nomenclature used in the formulation of national education goals, namely:
faith (iman), pious believe (taqwa), and noble values (akhlak).
c. The madrasah education system is a model of educational character or
character-based education that is certainly suited to the conditions in Indonesi.
Because empirically, this educational institution has already existed before
Indonesia's independence, therefore, this educational model could be developed
and adopted to be applied in the school system in Indonesia.
d. To establish madrasah as a figure and character education model, there must be
a political will from the government in order to help and empower madrasah
from various shortcomings, especially from the facilities and funding.

2. Recommandation
Based on the above analysis and conclusion, the writer suggests that:
a. The concept and implementation of character education in Indonesia should
refer to the values that have lived and evolved in religious society who believe
to the Almighty God.
b. Because it has a substantive similarity between the characters and the morals
(akhlak), so the character education should be developed and always refer to
the formation of Islamic individuals who are mukmin, muttaqin, and ahlakul
karimah as defined in the national education goals.
c. Madrasah education can be served as a prototype and a model for the
implementation of character education because this educational model has
proved a great contribution in the formation of national character and religious
nationalists.
d. It is time for the government to wake up for any deficiencies (problems) faced
by private madrasahs (related to educational facilities and human resources) to
provide assistance in order to increase its capacity. With the help or improve
the capacity of the private madrasah, it can be meant that the government has
helped a group of citizens who are eligible to get assistance.

REFERENCES
Abudin Nata. (1999). Metodologi studi Islam. Jakarta:PT Rajagrafindo Persada.
Ahmad Tafsir. (2002). Metodologi pengajaran agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya.
Allport, G.W. (1964). Pattern and growth of personality.New York: Holt, Renehart and
Winston.
Azyumardi Azra. (2003).Surau: Pendidikan Islam tradisional dalam transisi dan
modernisasi. Jakarta: Logos.
Brown, E.D., Organisational culture. (London: Prentice Hall, 1989), hlm. 9.
Departeman Pendidikan Nasional (2008). Kamus bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Cet. I.
Dharma Kesuma, dkk (2011). Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi.Bandung: Pustaka
Aulia Press.
Doni Koesoema (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik anak di Zaman Global.
Jakarta. Grasindo. Cet. I.
Echols, J. M. danHasan Sadily (1987). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet.
XV.
Fakri Gaffar M. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Yoyakata: Makalah Seminar
Prosiding The 1st UPI
(8-10 April 2010). Conference on Islamic Education 2016
International 305
Goleman, D. (2010). Emotional intelligence (kecerdasan emosional). Alih Bahasa T.
Hermaya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Josephson, M. (2013 ). Making ethical decisions: the Six Pillars character education. New
York: Josephson Institute.
Dharma Kesuma, dkk (2011). Korupsi dan Pendidikan Anti Korupsi.Bandung: Pustaka
Aulia Press.
Doni Koesoema (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik anak di Zaman Global.
Jakarta. Grasindo. Cet. I.
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 293 – 306
Echols, J. M. danHasan Sadily (1987). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Cet.
XV.
Fakri Gaffar M. (2010). Pendidikan Karakter Berbasis Islam. Yoyakata: Makalah Seminar
(8-10 April 2010).
Goleman, D. (2010). Emotional intelligence (kecerdasan emosional). Alih Bahasa T.
Hermaya. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Josephson, M. (2013 ). Making ethical decisions: the Six Pillars character education. New
York: Josephson Institute.
Kupperman, J.J. (1983). The foundation of morality. London:George Allen and Unrwin.
Langgulung, H. (1997). Manusia dan pendidikan: Suatu analisis psikologi dan pendidikan.
Jakarta: Pustaka al-Husna.
Lichona, T. (1991). Educating for character: how our school can teach respect and
responsibility. New Yok, Toronto. London. Sydney, Aucland: Bantam Book.
Musthofa, A. & Aly, A. (1999). Sejarah pendidikan Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah
Komponen MKDK. Bandung: PT Pustaka Setia.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
Rachmat Djatnika (1996). Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka Panjimas.
Ratna Megawangi (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk Membangun
Bangsa. Bogor: Indonesia Heritage Foundation.
Ryan, K.dan Bohlin, K.E. (1999). Building character in Schools. Practical Ways to bring
Moral Instruction to Life.San Francisco. Jossey Bass.
Seidman, E. (1983). Handbook of social intervention. Beverly Hill/London/New Delhi:
Sage Publication.
Suyanto (2009). Urgensi Pendidiklan Karakter. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah: Jakarta.
Undang-Undang RINomor 02 Tahun 1989 tentang Sistem pendidikan nasional.
Undang-Undang RINomor 20 Tahun2003tentang Sistem pendidikan nasional.
www.chracter.org. (2009:152). Download: 02-05-2013.
Zins, J. et al, (2001). Emotional Intelligence and School Success.New York: Phi Delta
Kappa.
Zuhairini, et al. (2004).Sejarah pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Bekerja- sama
denganDirjen BagaisDeparteme Agama RI.

306 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN RADIKALISME DI PTU

Supian Ramli* dan K. A. Rahman


Universitas Jambi
*Email: supian_ramli@yahoo.co.id

ABSTRACT

This paper mostly contains finding of my research entitled “Strategi dan Kebijakan dalam
Menetralisir Eksklusivisme kegiatan Kemahasiswaan (Rohis) di PTU (strategy and policy in
neutralizing exclusivism in student activities in General University” funded by DP2M DIKTI,
where year 2016 is the second year. In the first year, the researcher conducted a comparative study
to some General Universities such as Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung,
Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Jakarta and Universitas Negeri Yogyakarta
and spread research questioners to 50 lecturers of Islamic Religious Education in General
Universities in Indonesia. In the second year, the researcher conducted Focus Grup Discussion
(FGD) in Universitas Jambi with the theme “Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan
Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme
(Learning strategy, instruction, activity, and subject matter of Islamic Religious Education in
General Universities, in preventing exclusivism and radicalism)”. This paper is a resume of how is
the understanding about exclusivism and radicalism in general and how is the role played by
Islamic Religious Education in facing its radicalism challenge.

Keyword: Islamic Religious Education, General University, Exclusivism, Radicalism

ABSTRAK

Tulisan ini sebagian besar merupakan temuan dalam penelitian penulis dengan tema “Strategi dan
Kebijakan dalam Menetralisir Eksklusivisme kegiatan Kemahasiswaan (Rohis) di PTU” yang
dibiayai oleh DP2M Dikti, yang tahun 2016 ini merupakan tahun kedua. Pada tahun pertama,
peneliti melakukan studi banding ke beberapa PTU di Indonesia, seperti Universitas Indonesia,
Institut Teknologi Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Negeri Jakarta dan
Universitas Negeri Yogyakarta dan menyebarkan kuesioner penelitian kepada 50 Dosen PAI pada
PTU se-Indonesia. Sedangkan tahun kedua, peneliti mengadakan Focus Grup Discussion (FGD) di
Universitas Jambi dengan tema “Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan Materi
Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme”. Tulisan ini
merupakan gambaran umum (resume) penelitian yang memberikan gambaran ringkas mengenai
bagaimana pemahaman secara umum tentang eksklusivisme dan radikalisme, serta bagaimana
peran PAI dalam upaya menghadapi tantangan radikalisme tersebut.

Kata Kunci : PAI, PTU, Eksklusivisme, Radikalisme

A. MELACAK AKAR EKSKLUSIVISME DAN RADIKALISME


Menurut Mantan Menteri Agama RI, Prof. Dr. K.H. M. Tolhah Hasan, MA 1,
eksklusivisme dalam pemikiran, aktivitas dan kegiatan beragama dan keagamaan harus
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena di khawatirkan dapat menjurus
menjadi radikalisme agama. Artinya kegiatan dan kehidupan keagamaan yang eksklusif

1
Muhammad Tolhah Hasan, “Islam dan Radikalisme Agama”. Makalah Seminar Nasional
“Deradikalisasi Wacana dan Perilaku Keagamaan” (Universitas Negeri Malang, Senin November 2014).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 307
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 307 – 312

dapat saja merupakan akar dari radikalisme agama, sebagaimana merokok merupakan
dapat
dapat saja merupakan akar
saja merupakan akar dari
atau radikalisme
tangga pertama darisebagaimana
agama, narkoba. Sementara
merokok radikalisme
merupakan
agama menurutnya, dengan merujuk kepada kamus
dapat saja merupakan akar atau tangga pertama dari narkoba. Sementara Al-Maurid, adalah kemauan untuk
radikalisme
mengadakan
agama menurutnya,perubahan-perubahan
dengan merujuk secara ekstrem,
kepada kamusdrastis bahkan adalah
Al-Maurid, dengan kemauan
cara kekerasan
untuk
dalam
mengadakan perubahan-perubahan secara ekstrem, drastis bahkan dengan carasituasi
pemikiran-pemikiran dan tradisi-tradisi yang umum berlaku, atau dalam dan
kekerasan
institusi-intitusi yang eksis. dan tradisi-tradisi yang umum berlaku, atau dalam situasi dan
dalam pemikiran-pemikiran
Sikap-sikap
institusi-intitusi yang golongan
eksis. radikal yang literalis dengan interpretasi yang eksklusif, yang
menganggap orang golongan
Sikap-sikap lain semua salah.yang
radikal Menurut Abu
literalis Zahroh,
dengan mereka yang
interpretasi memiliki kebenaran
eksklusif, yang
yang absolut, atau dalam Istilah Abu Zahroh “La yaqbalu al-khatha’
menganggap orang lain semua salah. Menurut Abu Zahroh, mereka memiliki kebenaran min nafsihi wa la
yang absolut,
yaqbalu atau dalam
al-shawab Istilah Abu
min al-ghoyr” (tidak
Zahroh mau“La menerima
yaqbalu kesalahannya
al-khatha’ mindan tidakwa
nafsihi maula
yaqbalu al-shawab min al-ghoyr” (tidak mau menerima kesalahannya dan tidak mau
menerima kebenaran orang lain). Hal-hal yang menjadi karakteristik atau dapat memicu
radikalisme saat ini adalah;
menerima kebenaran (a) pemahaman
orang lain). Hal-hal yang danmenjadi
penghayatan agamaatau
karakteristik yangdapatekstrim,
memicu(b)
kekaguman terhadap superioritas diri atau kelompok,
radikalisme saat ini adalah; (a) pemahaman dan penghayatan agama yang ekstrim, (b) (c) fanatisme
golongan/madzhab/faham
kekaguman terhadap yang berlebihan, (d)
superioritas dirimerasa
ataubenarkelompok,
sendiri, orang(c) lain yang tidak
fanatisme
sama dengannya dipandangyang
golongan/madzhab/faham pastiberlebihan,
salah, (e) sistem pendidikan
(d) merasa agama yang
benar sendiri, orangtidaklain benar, baik
yang tidak
materi maupun metodologinya, dan (f) karena ada desain rekayasa
sama dengannya dipandang pasti salah, (e) sistem pendidikan agama yang tidak benar, baik dari kelompok
kepentingan
materi maupun tertentu. (Hasan:2014)dan (f) karena ada desain rekayasa dari kelompok
metodologinya,
kepentingan tertentu. (Hasan:2014) radikalisme, karena dapat merusak sendi-sendi
Pentingnya mengantisipasi
kehidupan beragama,mengantisipasi
Pentingnya apalagi dalam kehidupan
radikalisme, berbangsa
karena dan bernegara.
dapat merusak Sebagai sebuah
sendi-sendi
negara yang berdasarkan Pancasila dengan mengedepankan 4
kehidupan beragama, apalagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai sebuahpilar kehidupan berbangsa
dan bernegara,
negara maka kegiatan-kegiatan
yang berdasarkan Pancasila dengan yangmengedepankan
bernuansa ata mengarah kepada radikalisme
4 pilar kehidupan berbangsa
harus mendapat perhatian dari semua pihak.
dan bernegara, maka kegiatan-kegiatan yang bernuansa ata mengarah kepada radikalisme
harus mendapat perhatian dari semua pihak.
B. EKSKLUSIVISME DAN RADIKALISME KEGIATAN KEAGAMAAN DI
B. PTUEKSKLUSIVISME DAN RADIKALISME KEGIATAN KEAGAMAAN DI
Pendidikan
PTU Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum (PTU) bertujuan, selain
membimbing mahasiswa
Pendidikan Agama agar memiliki
Islam nilai-nilai Tinggi
di Perguruan keagamaan Umum dalam kehidupannya
(PTU) bertujuan,dengan
selain
meningkatkan
membimbing mahasiswakeimanan, agar
ketakwaan
memiliki dan akhlak keagamaan
nilai-nilai mulia, juga dalamuntuk kehidupannya
membina kehidupan dengan
beragama
meningkatkan yangkeimanan,
inklusif dan toleran, baik
ketakwaan intern pemeluk
dan akhlak mulia, jugaagama Islam
untuk maupunkehidupan
membina terhadap
penganut
beragama agama lain. Dalam
yang inklusif situasibaik
dan toleran, beragam
intern corak
pemeluk danagama
aliranIslam
pemikiran
maupun keagamaan
terhadap
dewasa ini, tugas pembina keagamaan dan dosen agama di
penganut agama lain. Dalam situasi beragam corak dan aliran pemikiran keagamaan PTU menjadi sangat berat.
Dalam
dewasa situasi
ini, tugas seperti
pembinaini, keagamaan
seolah-olahdan sedang
dosen terjadi
agama pergulatan
di PTU menjadi antarasangatpembinaan
berat.
keagamaan di PTU dengan corak pemikiran agama yang sedang
Dalam situasi seperti ini, seolah-olah sedang terjadi pergulatan antara pembinaan menjadi mainstream.
Yang tidak kalah
keagamaan di PTUpentingnya
dengan adalah
corak pengaruhnya
pemikiran agama di lingkungan
yang sedang kampus dalam mainstream.
menjadi membentuk
corak pemikiran
Yang tidak agama dalam
kalah pentingnya adalahorganisasi-organisasi
pengaruhnya di lingkungan keagamaan,
kampusbaik dalam intra kampus
membentuk
semacam Rohis, LDK dan lain-lain, maupun ekstra kampus,
corak pemikiran agama dalam organisasi-organisasi keagamaan, baik intra kampus semacam HMI, PMII, IMM,
KAMMI, HTI dan
semacam Rohis, LDK lain-lain. Organisasi-organisasi
dan lain-lain, maupun ekstra kampus,ini jauh semacam
lebih intensHMI, berkomunikasi
PMII, IMM,
dalam mengarahkan dan mengembangkan corak pemikiran
KAMMI, HTI dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini jauh lebih intens berkomunikasi keagamaan, ketimbang
pembina resmi kehidupan
dalam mengarahkan danagama (baca: Dosen agama)
mengembangkan corak di kampus. keagamaan, ketimbang
pemikiran
Menurut Azyumardi Azra, kelompok eksklusif
pembina resmi kehidupan agama (baca: Dosen agama) di kampus. ini merupakan kelompok mahasiswa
muslimMenurut
yang lebih berorientasi
Azyumardi Azra, kepada
kelompok pengamalan
eksklusif ini Islam secara kelompok
merupakan menyeluruh, kaffah.
mahasiswa
Kelompok-kelompok mahasiswa ini, apakah karena pengaruh
muslim yang lebih berorientasi kepada pengamalan Islam secara menyeluruh, kaffah. gerakan internasional Islam
Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jamaat Islami (Pakistan)
Kelompok-kelompok mahasiswa ini, apakah karena pengaruh gerakan internasional Islam dan organisasi-organisasi
internasional
Ikhwanul Muslimin lainnya, atau hasil Jamaat
(Mesir), kreasi lokal Islamipara(Pakistan)
mahasiswa dan Islamorganisasi-organisasi
Indonesia, mereka
mengadakan pengkajian-pengkajian Islam secara intensif, dalam
internasional lainnya, atau hasil kreasi lokal para mahasiswa Islam Indonesia, bentuk Usrah-Usrah atau
mereka
Liqo’. Kelompok
mengadakan mahasiswa Islam ini
pengkajian-pengkajian pulasecara
Islam yang kemudian mendirikan
intensif, dalam bentukkegiatan
Usrah-Usrah mentoring
atau
Liqo’. Kelompok mahasiswa Islam ini pula yang kemudian mendirikan kegiatan mentoring
atau tutorial di kampus-kampus, khususnya di PTU, bahkan kegiatan tersebut sekarang
sudah mendapatkan
atau tutorial legitimasi ilmiah
di kampus-kampus, melalui UKM
khususnya di PTU, Rohis di kampus-kampus
bahkan kegiatan tersebut (Azra:2002).
sekarang
sudah mendapatkan legitimasi ilmiah melalui UKM Rohis di kampus-kampus (Azra:2002).

308 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ... — [Supian Ramli dan K. A. Rahman]

Dan sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Munawar Rahmat2, bahwa
responden yang aktif di organisasi ekstra KAMMI dan HTI lebih dominan pada corak
berpikir eksklusif. Fenomena eksklusivisme keagamaan di kampus PTU memang
merupakan fenomena umum dewasa ini. Dalam beberapa kali pertemuan Nasional Dosen
PAI di PTU, sinyalemen tersebut semakin kuat dan diakui oleh utusan-utusan PTU dari
seluruh Indonesia. Tetapi semua mereka hampir masih memiliki pemikiran yang sama,
menghentikan aktivitas mereka sama saja dengan mematikan kegiatan agama. Selain itu
kegiatan mereka juga sangat membantu dalam suasana kehidupan keagamaan di kampus.
Sedangkan membiarkan mereka sama saja dengan membiarkan menguatnya corak
pemikiran keagamaan yang eksklusif. Sehingga seperti buah “simalakama”, dimakan ibu
mati, tidak dimakan bapak mati.

C. Pendidikan Agama Islam (PAI) Menghadapi Tantangan Radikalisme di PTU


Upaya untuk mencegah dan memberantas pemahaman dan ekspresi beragama yang
radikal dapat dilakukan dengan program-program berikut :3
No Upaya Uraian
1 Pendidikan dan Pencegahan dan pemberantasan paham radikal dilakukan
Pembinaan melalui pendidikan agama Islam yang terbuka,
komprehensip, kontekstual historik, pendekatan
antroposentris, dan pembelajaran yang dialogis
2 Dakwah Dakwah Islam yang tidak ideologis dan politis,
mengedepankan dialog dan keterbukaan, menghargai budaya
dan kearifan lokal, dan mengarusutamakan moderatisme
Islam. Di kalangan Islam perlu digelorakan semangat Islam
rahmatan lil alamin.
3 Politik Ketegasan pemerintah dan DPR dalam menghadapi tindakan
kekerasan dan anarkisme dengan cara: keseimbangan antara
kebebasan dan kepentingan untuk meindungi keamanan
bangsa dan negara, dukungan politik bagi aparat keamanan
untuk melakukan tindakan terhadap aksi radikal. Di samping
itu perlu dibangkitkan kesadaran para pemimpin bangsa,
pemerintah, pimpinan keagamaan yang moderat tentang
adanya ancaman radikalisme, lalu diikuti sinergi antara
mereka dengan aparat penegak hukum untuk merespon
radikalisme.
4 Hukum Dilakukan dengan: 1)memperkuat kerangka hukum seperti
kriminalisasi terhadap propaganda yang mengarah pada
kebencian dan permusuhan, dan kriminalisasi terhadap yang

2
Rahmat, Munawar. “Corak Berpikir.. Di Universitas Jambi, Peneliti pernah menelusuri media
sosial Żacebook (Kajian dan Syi’ar Ar-Rahman dan Humas Rohis Arrahman, di copy tanggal 21 Oktober
2015), yang menggambarkan temuan yang sama, kajian-kajian yang dilakukan maupun status-status yang
dimuat, sangat kental dengan nuansa eksklusifisme, sehingga salah satu media sosial (yang menamakan
dirinya “Unja Independen” menulis “Kampus saya jadi sarang PKS, kalau di luar kampus itu PKS, kalau di
kampus jelmaan PKS itu KAMMI, Rohis dan BEM serta UKM-UKM lain”.
3
Data dan Tabel ini disampaikan oleh Dr. Andy Hadiyanto, MA dalam “Pendidikan Agama Islam
Menghadapi Tantangan Radikalisme” pada “Żocus żroup Discussion” Strategi Perkuliahan, Pembelajaran,
Kegiatan dan Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan Radikalisme” di
Universitas Jambi, 3 Juni 2016. Menurut Andy, tabel inidikonstruk dengan memadukan pandangan informan
dan uraian penulis tentang Pendidikan Agama Islam berbasis toleransi, serta uraian pimpinan BNPT Ansyaad
Mbai tentang upaya deradikalisasi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 309
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 307 – 312

melakukan pelatihan militer, 2) tegakkan UU


melakukan
kewarganegaraan, pelatihan militer, kewarganegaan
dengan mencabut 2) tegakkan orang UU
kewarganegaraan,
yang mengangkat sumpah dengan danmencabut kewarganegaan
janji setia pada negara asing,orang
yang
3) mengangkat
perketat sumpah untuk
keimigrasian dan janji setia padakeluar
mengawasi negaramasuk
asing,
3) perketat
jaringan keimigrasian
teroris, untuk mengawasi
dan 4) tegakkan hukum pidana keluar tentang
masuk
jaringankegiatan
setiap teroris, konspirasi,
dan 4) tegakkan hukummakar
dan upaya pidana terhadap
tentang
setiap kegiatan konspirasi, dan upaya makar terhadap
negara.
negara.
Pembelajaran, perkuliahan, materi dan kegiatan yang dilakukan dalam konteks mata kuliah
Pembelajaran,
PAI di PTU harus perkuliahan,
diupayakan materi
dalam danlingkaran
kegiatan Islam
yang dilakukan
yang moderat,dalam konteks
toleran, mata kuliah
bersatu dalam
PAI di PTUdan
perbedaan harus diupayakandalam
kebersamaan dalam kemajemukan.
lingkaran IslamKarena yang moderat,
Islam itu –meminjam
toleran, bersatu istilah
dalam
perbedaan dan kebersamaan dalam kemajemukan. Karena Islam
Said Agil Siroj (2015:125), sebagai agama ilmu, agama intelektual, agama kemajuan itu –meminjam istilah
dan
Said Agil
agama Siroj (2015:125),
peradaban. Demikiansebagai agama
pula materi ilmu,
yang agama intelektual,
disampaikan, agamaada
paling tidak kemajuan
empat pilardan
agama peradaban.
utama Demikian pula
materi pembelajaran, yakni materi yang disampaikan,
(1) nilai-nilai Islam (Ruh paling tidak ada
al-Din), (2) empat pilar
Nilai-nilai
utama materi pembelajaran,
Nasionalisme yakni (1) nilai-nilai
(Ruh al-Wathaniyyah), Islam (Ruh
(3) Nilai-nilai al-Din), (2) (Ruh
Kemajemukan Nilai-nilai
al-
Ta’addudiyyah),
Nasionalisme (Ruh Kemanusiaan(3)(RuhNilai-nilai
al-Wathaniyyah),
dan Nilai-nilai al-Insaniyyah).Kemajemukan (Ruh al-
Ta’addudiyyah),
Dosen PAI padadanPTU yang Kemanusiaan
Nilai-nilai dihadapkan pada (Ruh persoalan
al-Insaniyyah).“pelik” eksklusivisme dan
Dosen PAI ini,
radikalisme pada PTU yang
hendaknya dihadapkan
(1) mampu pada persoalan
memposisikan “pelik” “wasit”
dirinya sebagai eksklusivisme dan
yang berdiri
radikalisme
di atas semua ini,golongan,
hendaknyatidak(1) mampu memposisikan
boleh memihak apalagidirinya “wasit” yang
sebagaiemas-kan
meng-anak berdiri
kelompok-
di atas semua
kelompok golongan,
tertentu, tidak boleh
(2) merangkul anakmemihak
didik yang apalagi meng-anak
disinyalir atau emas-kan kelompok-
sudah teridentifikasi
kelompok
masuk tertentu,
ke dalam (2)eksklusivisme
ranah merangkul anak dan didik yang disinyalir
radikalisme tersebut, (3) ataudan sudah
terusteridentifikasi
mengajarkan
masuk ke kebersamaan
nilai-nilai dalam ranah eksklusivisme
Islam dalam semua dan radikalisme tersebut,terutama
lingkup kehidupan, (3) dan terus mengajarkan
di dalam kampus.
nilai-nilai kebersamaan Islam dalam semua lingkup kehidupan, terutama di dalam kampus.
REFERENSI
Abd A’la, Jahiliyah Kotemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan, Yogyakarta: LkiS,
REFERENSI
Abd A’la,
2014.Jahiliyah Kotemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan, Yogyakarta: LkiS,
2014. Muhammad. Tarikh al-madzahib al-Islamiyah I. Kairo : Dar al-Fikr al-
Abu Zahroh,
‘Araby.tt.
Abu Zahroh, Muhammad. Tarikh al-madzahib al-Islamiyah I. Kairo : Dar al-Fikr al-
‘Araby.tt.
Abu al-Żida’ Ismail bin Umar bin Kasir al-Qarsy al-Dimasyq, Tafsir al-Quran al-‘Azhim,
Abu al-Żida’
ditahqiq Ismail
oleh bin
SamiUmar bin Kasir al-Qarsy
bin Muhammad Salamah. al-Dimasyq,
Juz IV. t.t :Tafsir al-Quran lial-‘Azhim,
Dar Thayyibah al-Nasyr
ditahqiq
wa 1999. bin Muhammad Salamah. Juz IV. t.t : Dar Thayyibah li al-Nasyr
oleh Sami
al-Tauzi’,
Abdurrahman Wahid,1999.
wa al-Tauzi’, Ed., Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Abdurrahman
Indonesia.Wahid, Ed.,The
Jakarta: IlusiWahid
Negara Islam: 2009.
Institute, Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di
Indonesia.
Abu al-Husain Jakarta:
Ahmad binThe Wahid
Faris Institute,Maqayis
bin Zakaria, 2009. al-Lughoh, ditahqiq oleh Abd al-
Abu al-Husain Ahmad binHarun.
Salam Muhammad Faris t.t
bin: Ittihad
Zakaria, Maqayis
al-Kitab al-Lughoh,
al-‘Arabi, 2002.ditahqiq oleh Abd al-
Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad
Salam Muhammad Harun. al-Wahidi
t.t : Ittihad al-Kitab al-‘Arabi,
al-Naisaburi, 2002. dalam Mushaf al-
Asbab al-Nuzul
Haram ‘Ali
Abu al-Hasan bin Ahmad
al-Makki, Cet. XXV. al-Wahidi
Damaskus:al-Naisaburi,
Dar al-FajrAsbab al-Nuzul
al-Islami, 2005.dalam Mushaf al-
HaramSalim,
Abdul Muin FiqhCet.
al-Makki, XXV.Konsepsi
Siyasah: Damaskus: Dar al-Fajr
Kekuasaan al-Islami,
Politik dalam 2005.
Al-Quran. Jakarta:
Abdul Muin
PT. Raja Salim, Fiqh Persada,
Grafindo Siyasah: 2002.Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran. Jakarta:
Abu Ja’far
PT. Muhammad
Raja Grafindo binPersada, Yazid bin Kasir bin żhalib al-Amali al-Thabari, Jami’
Jarir bin2002.
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir
al-Bayan fi Takwil al-Quran, bin Yazid bin Kasir
ditahqiq bin Ahmad
oleh żhalib al-Amali
Muhammad Syakir.Jami’
al-Thabari, t.t:
al-Bayan fiRisalah,
Muassasah al-Quran, ditahqiq oleh Ahmad Muhammad Syakir. t.t:
Takwil2000.
Abu Abd Muassasah Risalah, 2000.
Allah Muhammad bin Yazid al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, ditahqiq oleh
Abu Abd Allah Muhammad
Muhammad bin Yazid
Fuad Abd al-Baqi. al-Quzwaini,
Beirut: t.th. Ibn Majah, ditahqiq oleh
Dar al-Fikr,Sunan
Aba ‘Abd Allah Ahmadbin
Muhammad Fuad Abd Hanbal
al-Baqi.al-Syaibani,
Beirut: DarMusnad
al-Fikr,Ahmad,
t.th. dita’liq oleh Syu’aib al-
Aba ‘Abd AllahKairo:
Arnaut. Ahmadbin Hanbal
Muassasah al-Syaibani,
Qurtubah, t.th. Musnad Ahmad, dita’liq oleh Syu’aib al-
Abu ‘Abd AllahKairo:
Arnaut. Muhammad
Muassasah bin Qurtubah,
Isma’il al-Bukhari
t.th. al-Ja’fi, Shahih al-Bukhari, ditahqiq
Abu ‘AbdolehAllah
MustafaMuhammad bin Isma’il
Daib Elbagha, Cet. III.al-Bukhari
Beirut: Daral-Ja’fi, Shahih
Ibn Katsir, 1987.al-Bukhari, ditahqiq
oleh Mustafa Daib Elbagha, Cet. III. Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987.

310 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PERAN PAI DALAM MENGHADAPI TANTANGAN ... — [Supian Ramli dan K. A. Rahman]

Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ud al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil, Cet. IV. t.t: Dar
Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1997.
Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Umar al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa
al-‘Uyun Aqawil fi Wujuh al-Takwil, ditahqiq oleh ‘Abd al-Razzaq al-Mahdi.
Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, t.th.
Ahmad Syafii Maarif, Pengantar dalam Haedar Nashir, Islam Syariat.
Ahmad Yani Anshori, “Konsep Jihad Imam Samudera Versus Nasir Abbas” dalam Jurnal
Asy-Syir’ah, Vol. 43 Edisi Khusus, 2009, h. 224
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Cet. II. Juz XXXVI. t.t : Muassasah al-
Risalah, 1999.
Andy Hadiyanto, MA. “Pendidikan Agama Islam Menghadapi Tantangan Radikalisme”
pada “Żocus żroup Discussion” Strategi Perkuliahan, Pembelajaran, Kegiatan dan
Materi Pendidikan Agama Islam di PTU dalam menangkal Eksklusivisme dan
Radikalisme” di Universitas Jambi, 3 Juni 2016.
Andy Hadiyanto, Wacana Islam Aliran dalam Menghadapi Modernisasi, Presentasi pada
Seminar Sehari PK PMII UNJ “Islam Indonesia : ‘Antara Agama dan Kebudayaan’
”Masjid Nuurul Irfaan UNJ, Kamis 29 Juni 2006
Al-Raghib al-Asfihani, Mu’jam Mufradat Alfaz al-Quran, ditahqiq oleh Nadim Mar’asyli
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Al-Syihrastani, Muhammad Abdul Karim. Al-Milal Wan-Nihal. Beirut: Dar el-Fikr al-
‘Arabi. Tt.
Azra, Azyumardi. “Kelompok ‘Sempalan’ di Kalangan Mahasiswa PTU: Anatomi Sosio-
Historis, dalam Fuadduddin & Cik Hasan Bisri (Ed), Dinamika Pemikiran Islam di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Logos. 2002.
Bakti, A.S. Darurat Terorisme, Kebijakan Pencegahan, perlindungan dan Deradikalisasi.
Jakarta: Daulat Press, 2014.
HaedarNashir, Islam Syariat, Bandung: Mizan, 2013.
Hans Wehr, A Dictionary of Modern Written Arabic : Arabic-English, Cet. III. London:
McDonald &Evans Ltd., Beirut: Maktabah Lebanon, 1974.
Huda, Muhammad A.Y. “Melacak Akar Radikalisme atas Nama Agama dan Ikhtiar
Memutus Rantainya”. Makalah Seminar Nasional “Deradikalisasi Wacana dan
Perilaku Keagamaan” (Universitas Negeri Malang, Senin November 2014).
Imam Samudera, Aku Melawan Teroris.Solo: Jazeera, 2004.
John M. Echols. Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 2005.
Joko Santoso, “Pidato pada Pertemuan Ormas Islam dan Tokoh Nasional di Kantor
PBNU” September 2009
Kontras, NII Masuk Kampus, Jakarta: Kontras, 2011.
Muhammad Muhibbuddin. Terapi Hati, Yogyakarta: Buku Pintar, 2012.
Muhammad Tolhah Hasan, “Islam dan Radikalisme Agama”. Makalah Seminar Nasional
“Deradikalisasi Wacana dan Perilaku Keagamaan” (Universitas Negeri Malang,
Senin November 2014).
Muhammad Haniff Hassan, Pray to Kill, Jakarta: Grafindo, 2006.
Mustafa Akyol, Islam tanpa Ekstrimisme, Jakarta: Alex Media Komputindo, 2014.
Purwawidada, F. Jaringan Baru Teroris Solo. Jakarta: Kepustakaan PopulerGramedia,
2014.
Rahmat, Munawar. “Corak Berpikir Agama Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum”,
Laporan Penelitian, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.2009.
Said Agiel Siradj, Islam Keras dan Santun, dalam harian umum Kompas, Jum’at 4
September 2009.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 311
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 307 – 312

Said Agil Siroj. Meneguhkan Islam Nusantara, Biografi Pemikiran dan


KiprahKebangsaan Prof. Dr. KH. Said Agil Siroj, MA. Jakarta : PT. KHALISTA,
2015.
Shofiy, Lu’aiy. Mustaqbal al-Islam fi Ru’yatihi al-Hadloriyyah. Damaskus: Dar al-Fikr,
2004.
Tim Penulis, Diary Perdamaian: Mengenal, Mewaspadai, dan Mencegah Terorisme di
Kalangan Generasi Muda, Jakarta: BNPT, 2014.
http://www.triaspolitica.net/peneliti-lipi-sebut-organisasi-kemahasiswaan-kammi-ajarkan-
ideologi-radikalisme/ diunduh, 28 Pebruari 2016.

312 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
SISTEM PENDIDIKAN
SISTEM PENDIDIKAN GURU
GURU BERBASIS
BERBASIS ISLAM
ISLAM

Syahidin
Syahidin
Universitas Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Indonesia
Email: syahidin@upi.edu
Email: syahidin@upi.edu

ABSTRACT
ABSTRACT
In educational
In educational system,
system, teacher
teacher and
and lecturer
lecturer play
play anan important
important rule
rule that
that cannot
cannot bebe replaced
replaced
by anyone
by anyone oror anything
anything else.
else. High
High technology
technology can can only
only help
help to
to implement
implement the the function
function and
and
role of them, but it is impossible to replace totally their role which is
role of them, but it is impossible to replace totally their role which is full of humanistic full of humanistic
values such
values such asas love
love and
and mercy.
mercy. These
These values
values disappeared
disappeared in in modern
modern educational
educational system.
system.
To cope with this problem, modern educational system should train
To cope with this problem, modern educational system should train qualified teacher and qualified teacher and
lecturer candidates
lecturer candidates with
with three
three things:
things: 1)
1) recruitment
recruitment of of teacher
teacher and
and lecturer
lecturer should
should consider
consider
morality, passion, talent, and competence aspect as professional
morality, passion, talent, and competence aspect as professional worker candidates; 2) worker candidates; 2)
training system of teacher candidate should be prepared early and
training system of teacher candidate should be prepared early and conducted congruentlyconducted congruently
and sustainably;
and sustainably; andand 3)3) the
the appreciation
appreciation of of society
society and
and government
government towardtoward thethe profession
profession
of teacher and lecturer should be showed clearly by placing them in
of teacher and lecturer should be showed clearly by placing them in an honored position. an honored position.
Islamic educational
Islamic educational system
system based
based onon Islam
Islam hashas opened
opened aa horizon
horizon and and wide
wide hope
hope inin
improving a modern educational orientation and maintaining
improving a modern educational orientation and maintaining its essence. its essence.

Profession, Teacher
Keyword: Profession,
Keyword: Teacher Competence,
Competence, Muslim
Muslim Teacher
Teacher

ABSTRAK
ABSTRAK
Dalam dunia
Dalam dunia pendidikan,
pendidikan, guru
guru dan
dan dosen
dosen memegang
memegang peran peran utama
utama yang
yang tidak
tidak bisa
bisa
digantikan oleh siapapun. Produk teknologi canggih hanya mampu
digantikan oleh siapapun. Produk teknologi canggih hanya mampu membantu dalam membantu dalam
melaksanakan fungsi
melaksanakan fungsi dan
dan peran
peran guru
guru dan
dan dosen,
dosen, namun
namun tidak
tidak mungkin
mungkin menggantikan
menggantikan peran
peran
mereka secara utuh yang syarat dengan sentuhan nilai nilai kemanusiaan seperti
mereka secara utuh yang syarat dengan sentuhan nilai nilai kemanusiaan seperti cinta dan cinta dan
kasih sayang.
kasih sayang. Nila
Nila inilah
inilah yang
yang hilang
hilang dalam
dalam sistem
sistem pendidikan
pendidikan modern.
modern. Untuk
Untuk mengatasi
mengatasi
permasalah tersebut, sistem pendidikan modern perlu mempersiapakan
permasalah tersebut, sistem pendidikan modern perlu mempersiapakan calon guru calon guru dan
dan
dosen yang
dosen yang berkualitas
berkualitas dengan
dengan tiga
tiga hal
hal ;; 1)
1) rekruitmen
rekruitmen calon
calon guru
guru dan
dan dosen
dosen perlu
perlu
mempertimbangkan aspek moralitas, minat bakat, serta aspek kompetensi
mempertimbangkan aspek moralitas, minat bakat, serta aspek kompetensi sebagai calon sebagai calon
tenaga profesional
tenaga profesional 2) 2) system
system pembinaan
pembinaan caloncalon guru
guru harus
harus disiapkan
disiapkan sejak
sejak dini
dini dan
dan
dilakukan secara conkuren dan berkelanjutan, dan, 3) penghargaan
dilakukan secara conkuren dan berkelanjutan, dan, 3) penghargaan masyarakat dan masyarakat dan
pemerintah terhadap profesi guru dan dosen harus ditunjukan
pemerintah terhadap profesi guru dan dosen harus ditunjukan secara jelas dengan secara jelas dengan
menempatkan mereka
menempatkan mereka pada
pada posisi
posisi terhormat.
terhormat. Sistem
Sistem pendidikan
pendidikan guruguru berbasis
berbasis Islam
Islam telah
telah
membuka cakrawala dan harapan besar dalam memperbaiki orientasi
membuka cakrawala dan harapan besar dalam memperbaiki orientasi pendidikan modern pendidikan modern
agar tidak
agar tidak kehilangan
kehilangan makna
makna esensinya.
esensinya.

Kata Kunci:
Kata Profesi, Kompetensi
Kunci: Profesi, Kompetensi Guru,
Guru, dan
dan Guru
Guru Muslim
Muslim

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Pada pertengahan
Pada pertengahan abad
abad keke 20
20 di
di kalangan
kalangan para
para pengamat
pengamat pendidikan
pendidikan Amerika
Amerika dan
dan
Eropa, pada
Eropa, pada mereka
mereka timbul
timbul suatu
suatu kegelisahan
kegelisahan yang
yang serius
serius tentang
tentang kehidupan
kehidupan umat
umat manusia
manusia
masa depan. Kegelisahan tersebut dilatar belakangi oleh realitas bahawa
masa depan. Kegelisahan tersebut dilatar belakangi oleh realitas bahawa pendidikan pendidikan
modern hanya
modern hanya berorientasi
berorientasi pada
pada kepentingan-kepentingan
kepentingan-kepentingan yangyang bersipat
bersipat pragmatis,
pragmatis, kurang
kurang
peduli terhadap
peduli terhadap upaya
upaya pengembangan
pengembangan kepribadian
kepribadian peserta
peserta didik
didik secara
secara utuh.
utuh. Fungsi
Fungsi dan
dan
peran guru sebagai pendidik sudah banyak digantikan oleh alat-alat elektronik.
peran guru sebagai pendidik sudah banyak digantikan oleh alat-alat elektronik. Analisis Analisis

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 313
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 313 – 319

mereka berkesimpulan bahwa sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis
mereka
dan teknokrat berkesimpulan yang handal, bahwatapi sistem
tidak pendidikan
melahirkan modern telah menghasilkan
para lulusan yang memiliki para saintis
integritas
mereka
dan berkesimpulan
teknokrat yang bahwatapi
handal, sistem
tidak pendidikan
melahirkan modern
para telah menghasilkan
lulusan yang memiliki para saintis
integritas
kepribadian.
dan teknokrat yang Praktik pendidikan
handal, cenderungan
tapi tidakcenderungan
melahirkan para lebihlulusan
menekankanyang memiliki pada integritas
perolehan
kepribadian.
pengetahuan dan Praktik pendidikan
keterampilan murid secara matanglebih lebih menekankan
(education for workpada pada perolehan
and skills), tidak
kepribadian.
pengetahuan Praktik
dan pendidikan
keterampilan muridcenderungan
secaramemahami
matang (education menekankanfor worknilai-nilai perolehan
and skills), tidak
lagi membekali
pengetahuan kemampuan
dan kemampuan
keterampilan murid murid
murid untuk untuk
secara memahami
matang (education dan memaknai
for worknilai-nilai
and skills), esensial
tidak
lagi membekali
kemanusiaan (Phenix, 1963)murid (Mc Connel, 1960). sebagai dan memaknai
makhluk ciptaan Tuhan esensial
yang
lagi membekali
kemanusiaan kemampuan
(Phenix, untuk memahami dan
1963) (Mc Connel, 1960). sebagai makhluk ciptaan Tuhan yangmemaknai nilai-nilai esensial
diberi
kemanusiaan potensi sempurna.
(Phenix, 1963) (Mc Connel, 1960). sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
diberi potensi
Deklarasi sempurna.
dunia tentang pembangunan pendidikan menyepakati bahwa orientasi
diberi potensi
Deklarasi sempurna.
duniadiarahkan
tentang pada pembangunan pendidikan menyepakati bahwa orientasi
pendidikan Deklarasi ke depan duniadiarahkan
tentang pembangunan dua hal secara
pendidikan seimbang yaitu; education
menyepakati for work
bahwa orientasi
pendidikan
dan education ke depan
for life. Educationpada dua hal
for hal
work secara seimbang
diarahkan yaitu;
padayaitu; education
kemampuan for
memahami work
pendidikan
dan education ke depan
for diarahkan
life. Educationpada dua
for work secara seimbang
diarahkan pada kemampuan education for
memahami work
berbagai
dan education teori for danlife. ketrampilan
Education sebagai
for work bekaldiarahkan
untuk mengelola
pada kemampuan sumber memahami
daya alam.
berbagai
Sedangkan teori dan
education ketrampilan
for life sebagai
diarahkan padabekal untuk
pendidikan mengelola
moral, sumber
etika dan daya
estetika alam.
untuk
berbagai
Sedangkan teori dan ketrampilan
education sebagaipada
life diarahkan
fordalam bekal untuk mengelola
pendidikan moral, sumber
etika dan daya alam.
estetika untuk
mencapai
Sedangkan kebahagiaan
education fordalam menjalani
life diarahkan kehidupan.
pada pendidikan Namun moral, deklarasi
etika dan dunia nampaknya
estetika untuk
mencapai
belum menyentuh kebahagiaan pada dalampembinaan menjalani kehidupan.
dan pengembangan Namun
guru secara deklarasi dunia nampaknya
utuh.dunia nampaknya
mencapai
belum menyentuh kebahagiaan pada pembinaan menjalani
dan kehidupan. Namun
pengembangan guru deklarasi
secara utuh.
Rendahnyapada
belum menyentuh mutu guru (pendidik
pembinaan – bukan pengajar)
dan pengembangan guru secara dewasa ini disebabkan tiga
utuh.ini
Rendahnya mutu gurupendidikan
(pendidik – bukan pengajar) dewasa disebabkan tiga
faktor Rendahnya
faktor
; Pertama mutu
; Pertama
; sistem
; sistem (pendidik –calon
gurupendidikan calon
bukan guru
guru
semakin
pengajar)
semakin
tidak
dewasa
tidak
jelas.
ini Dikalangan
disebabkan
jelas. Dikalangan tiga
masyarakat,
faktor ; Pertama muncul suatu
; suatu pandangan
sistempandangan
pendidikan bawacalon pekerjaan mendidiktidak
guru mendidik
semakin merupakan sebuah
jelas. sebuah profesi
Dikalangan
masyarakat,
yang sangat muncul
terbuka. Pandangan bawa
tersebut pekerjaan
sangat beralasan merupakan
mengingat lembaga-lembaga profesi
masyarakat,
yang sangatcalon muncul
terbuka. suatu pandangan
Pandangan bawa pekerjaan
tersebut sangat beralasan mendidik merupakan
mengingat sebuah profesi
lembaga-lembaga
pendidikan
yang sangat terbuka. guruPandangan
semakin tidak jelas sangat
tersebut arahnya. Siapapunmengingat
beralasan boleh melamar menjadi guru
lembaga-lembaga
pendidikan
asal memiliki calon guruS1semakin
ijazah sebagai tidak jelas arahnya.
persyaratan utama Siapapungurudan
menjadi boleh melamar
dan menjadi
memiliki guru
koneksi
pendidikan
asal memiliki calon ijazahguruS1semakinsebagai tidak jelas arahnya.
persyaratan utama Siapapungurudan
menjadi boleh melamar
dan menjadi
memiliki guru
koneksi
di sekolah
asal memiliki yangijazahakan dia
S1dia masuki.
sebagai Persepsi utama
persyaratan ini diperkuat
menjadi oleh
gurudanregulasi pemerintah
danpemerintah
memiliki koneksi tentang
di sekolah
pengangkatan yang akan
guru. Kondisi masuki. Persepsi
ini mengakibatkan ini diperkuat
kelangkaan olehguru regulasi
profesional, namun tentang
disisi
di sekolah yangguru.
pengangkatan akanKondisi
dia masuki. ini Persepsi ini diperkuat
mengakibatkan kelangkaan olehguru regulasi pemerintah
profesional, namun tentang
disisi
lain kelebihan
pengangkatan para
guru. pengajar. Kondisi ini diperparah oleh sistem yang berlaku di lembaga-
lain
lembagakelebihan para Kondisi
pendidikan pengajar.
keguruan
ini mengakibatkan
Kondisi
yang ini ini
hanya
kelangkaan
diperparah
mampuoleh oleh guru profesional,
sistem
menghasilkan yang para
berlaku namun
di lembaga-
calon
disisi
pengajar
lain kelebihan
lembaga para
pendidikan pengajar.
keguruan Kondisi
yang hanya diperparah
mampu sistem
menghasilkan yang berlaku
para calon di lembaga-
pengajar
"tukang pendidikan
lembaga ngajar" bukankeguruan menghasilkan
yang hanya calon mamputenaga menghasilkan
pendidik profesinal para calon yangpengajar
mampu
"tukang
melaksanakan ngajar" bukan
tiga misi utama menghasilkan
pendidikan calon tenaga
yaitu; pendidik
1) mentranformasikan profesinal yang
pengetahuan mampu dan
"tukang
melaksanakan ngajar" tigabukan
misi utama menghasilkan
pendidikan calon tenaga
yaitu; pendidik profesinal
1) mentranformasikan yang mampu
pengetahuan dan
keterampilan
melaksanakan (transformasi
tiga misi utama of knowledge
pendidikanand and skills),
yaitu; 2) mentransformasikan
1) mentranformasikan budaya
pengetahuan yang
dan
keterampilan
baik (transformasi (transformasi
of culture), of knowledge
dan 3) mentransformasikanskills), 2) mentransformasikan
nilai-nilai positif budaya budaya yang
(transformasi
keterampilan
baik (transformasi (transformasi of knowledge
of culture), dan Kedua; and skills),
3) mentransformasikan 2) mentransformasikan
nilai-nilai positif (transformasi yang
of value)
baik kepada murid-muridnya.
(transformasi of culture), dan Kedua; rekruitmen dannilai-nilai
3) mentransformasikan sistem pembinaan guru dewasa
positif (transformasi
of value)
inivalue)
kurang kepadamendukungmurid-muridnya.terhadap Kedua; peningkatan rekruitmen
mutu dan dan sistem pembinaan
Padapembinaan
guru.sistem prinsipnya guru guru
profesi dewasaguru
of
ini kurang kepada
mendukung murid-muridnya.
terhadap peningkatan rekruitmen
mutu Pada prinsipnya
guru. dokter profesi dewasaguru
sama
ini saja
kurang denga
mendukung profesi dokter
terhadap atau pengacara.
peningkatan mutu Seorang atau
Pada prinsipnya
guru. dokter pengacara mereka
profesimereka guru
sama
harussaja saja
menempuhdenga profesi
pendidikan dokter atau
keahlian pengacara.
sejak tingkat Seorang
satu, dokter
kemudian atauditambah
pengacara dua tahun
sama
harus menempuhdenga profesi
pendidikan dokter atau
keahlian pengacara.
sejak tingkat Seorangsatu, kemudian atau pengacara
ditambah mereka
dua tahun
pendidikan
harus menempuh profesi, baru mereka
pendidikan diakui sejak
keahlian sebagai tenagasatu,
tingkat profesi. Demikian
kemudian pula profesi
ditambah dua tahun guru,
pendidikan
semestinya profesi,
rekruitmen baru mereka
guru sama diakui
sepertisebagai tenaga
rekrutmen profesi.
profesi Demikian
lain. Sistem pula profesi
rekruitmen guru,
calon
pendidikan
semestinya profesi,
rekruitmen baruguru mereka sama diakui
sepertisebagai tenagaprofesi
rekrutmen profesi.lain. Demikian
Sistem pula profesi guru,
rekruitmen calon
guru di Indonesia,
semestinya rekruitmen kurang
guru sama mempertimbangkan
seperti rekrutmen aspek
profesi minat,
lain. bakat,rekruitmen
Sistem latar belakangcalon
guru di Indonesia,
pendidikan, loyalitas,kurang kurang
dan dedikasi mempertimbangkan
terhadap dunia aspek aspek
pendidikan.minat,Sistem bakat,pendidikan
latar belakang calon
guru di Indonesia,
pendidikan, loyalitas, dan mempertimbangkan
dedikasi terhadap dunia pendidikan.minat, Sistem bakat, pendidikan
latar belakang calon
guru saat ini
pendidikan, hanya dan
loyalitas, bersifat
dedikasi konsekutif
terhadap dunia yakni pendidikan.
lulusan S1 Sistem non kependidikan
pendidikan calon boleh
guru
mengambil saat ini hanyaguru
profesi bersifat
dengan konsekutif
menambahkan yaknipendidikan
lulusan S1 non kependidikan
keguruan selama satu boleh
tahun
guru
mengambilsaat iniprofesi hanyaguru bersifat
dengan konsekutif
menambahkan yaknipendidikan
lulusan S1keguruan non kependidikan
selama satu boleh
tahun
dengan menyelesaikan
mengambil profesi guru beban beban
dengansks sks sebanyak 37pendidikan
menambahkan sks (syahidin, keguruan2006). Setelah
selama diterima
satuditerima
tahun
dengan
menjadi menyelesaikan
guru, mereka mempunyai sebanyak
hak dan 37 sks (syahidin,
kewajiban yang sama 2006).
dengan Setelah
para guru yang
dengan
menjadi menyelesaikan
guru, mereka beban sks sebanyak
mempunyai hak dan 37 sks (syahidin,
kewajiban yang sama 2006).
denganSetelah
para diterima
guru yang
memiliki
menjadi guru,latar belakang pendidikan keguruan sejak dini. Pembinaan dalam bentuk
memiliki latarmereka
pelatihan-pelatihan belakang mempunyai
lebih pendidikan
diprioritaskan
hak dan kewajiban
keguruan
pada aspek sejak yang
dini.
pengembangan
sama dengan para
Pembinaan
kompetensi dalamgurubentuk
yang
profesional
memiliki latar belakang
pelatihan-pelatihan pendidikan keguruan
lebihpenguasaan
diprioritaskan pada aspek sejak dini. Pembinaan
pengembangan kompetensi dalam bentuk
profesional
dalam arti sempit yaitu
pelatihan-pelatihan lebih diprioritaskan materi
pada ajar.
aspek Ketiga; kecenderungan
pengembangan masyarakat
kompetensi kurang
profesional
dalam
menghargai arti sempit
terhadap yaitu penguasaan
profesi materi
guru.materiTerlebil ajar.
padaKetiga;
saat gajikecenderungan masyarakat
guru masihmasyarakatsangat rendah kurangdan
dalam
menghargaiarti sempit terhadap yaituprofesi
penguasaan guru. Terlebil ajar.
padaKetiga;
saat gajikecenderungan
guru masih sangatpersepsi
rendah kurang dan
belum
menghargai mendapatkan tunjangan
terhadap tunjanganprofesi guru. profesi.
TerlebilAkar persoalannya
pada saat gaji guru adalah masihkesalahan
sangatpersepsi
rendah dan dari
belum
sebahagian mendapatkan
besar masyarakat profesi.
dan paraAkarAkar
pemegangpersoalannya
kebijakan adalahbidang kesalahan
pendidikan terhadapdari
belum
sebahagianmendapatkanbesar tunjangan
masyarakat profesi.
dan para pemegangpersoalannya
kebijakan adalahbidang kesalahan
pendidikan persepsi dari
terhadap
profesi guru
sebahagian dan masyarakat
besar sistem pendidikan dan para guru. Profesi kebijakan
pemegang guru hanya dipandang
bidang sebagai
pendidikan sebuah
terhadap
profesi
pekerjaan guru dan
biasa, sistem
bukan pendidikan
sebagai panggilanguru. Profesi
suci untuk guru hanya
mendidik dipandang
anak bangsa sebagai sebuah
agar menjadi
profesi
pekerjaan guru dan bukan
biasa, sistem sebagaipendidikan guru. suci
panggilan Profesiuntuk guru hanya dipandang
mendidik anak bangsa sebagai sebuah
agar menjadi
pekerjaan biasa, bukan sebagai panggilan suci untuk mendidik anak bangsa agar menjadi

314 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM — [Syahidin]

manusia
manusia yang
yang beriman,
beriman, bertakwa,
bertakwa, berakhlak
berakhlak mulia,
mulia, cerdas,
cerdas, trampil,
trampil, sehat
sehat jasmani
jasmani rohani
rohani
dan
dan bertangung jawab, sebagaimana amanat Undang-Undang RI No 20 tahun 2003.
bertangung jawab, sebagaimana amanat Undang-Undang RI No 20 tahun 2003.
B.
B. KONSEP
KONSEP GURU GURU DALAM DALAM ISLAMISLAM
Guru
Guru merupakan
merupakan komponen
komponen utama
utama dalamdalam sistem
sistem pendidikan
pendidikan Islam.
Islam. Fungsi
Fungsi dandan
peranannya tidak dapat digantikan secara total oleh alat-alat teknologi
peranannya tidak dapat digantikan secara total oleh alat-alat teknologi secanggih apapun. secanggih apapun.
Guru
Guru merupakan
merupakan sosok sosok ideal
ideal dalam
dalam kehidupan
kehidupan murid. murid. DiaDia sebagai
sebagai contoh
contoh dan
dan panutan
panutan
yang selalu dikenang dalam kehidupan muridnya. Siapa sebenarnya
yang selalu dikenang dalam kehidupan muridnya. Siapa sebenarnya guru itu? guru itu?
Dalam
Dalam literature
literature kependidikan
kependidikan Islam,
Islam, seorang
seorang guruguru bisa
bisa disebut
disebut sebagai
sebagai ustadz,
ustadz,
11
mu'alim, murabbiy, mursyid dan mu'adib . Kata ustadz dalam bahasa
mu'alim, murabbiy, mursyid dan mu'adib . Kata ustadz dalam bahasa arab biasa digunakan arab biasa digunakan
untuk
untuk memanggil
memanggil seorang
seorang profesor.
profesor. Mengandung
Mengandung arti arti bahwa
bahwa seorang
seorang guruguru harus
harus memiliki
memiliki
komitmen tinggi terhadap profesionalisme dalam menjalankan
komitmen tinggi terhadap profesionalisme dalam menjalankan tugasnya. Kata mu'alim tugasnya. Kata mu'alim
diambil
diambil dari
dari kata
kata dasar 'llm yang
dasar 'llm yang berarti
berarti menangkap
menangkap hakekathakekat sesuatu
sesuatu dari
dari sisi
sisi teoretik
teoretik
maupun
maupun praktis. Seorang guru selain dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu
praktis. Seorang guru selain dituntut mampu menjelaskan hakikat ilmu
pengetahuan
pengetahuan yang yang diajarkannya,
diajarkannya, juga
juga mampu
mampu membangkitkan
membangkitkan motivasi motivasi murid
murid untuk
untuk
belajar
belajar dan
dan beramal.
beramal. Kata murabiy berasal
Kata murabiy berasal dari
dari kata rabb yang
kata rabb yang juga
juga merupakan
merupakan salahsalah satu
satu
nama Allah, rabbul 'alamin, yakni pemelihara semesta alam termasuk
nama Allah, rabbul 'alamin, yakni pemelihara semesta alam termasuk manusia. Manusia manusia. Manusia
sebagai
sebagai khalifah
khalifah Allah
Allah didi muka
muka bumi,
bumi, dituntut
dituntut untuk
untuk menjaga
menjaga dan dan memelihara
memelihara alam alam
semesta dengan benar. Dengan daya nalar dan kreativitasnya
semesta dengan benar. Dengan daya nalar dan kreativitasnya manusia akan mampu manusia akan mampu
mengatur
mengatur dandan memelihara
memelihara alam alam semesta
semesta untuk
untuk kemakmuran.
kemakmuran. Tugas Tugas seorang
seorang guru
guru adalah
adalah
mendidik
mendidik dan menyiapkan muridnya agar mampu berkreasi sekaligus mengatur dan
dan menyiapkan muridnya agar mampu berkreasi sekaligus mengatur dan
memelihara
memelihara hasilhasil kreasinya.
kreasinya. Makna
Makna iniini diambil
diambil daridari konsep
konsep teologi
teologi yaitu
yaitu Tauhid
Tauhid
Rububiyah yang
Rububiyah yang bertolak
bertolak dari
dari pandangan
pandangan dasardasar bahwa
bahwa hanya
hanya Allah
Allah yangyang mengatur
mengatur dandan
memelihara
memelihara alam semesta beserta segenap isinya. Kata mursyid, biasanya digunakan untuk
alam semesta beserta segenap isinya. Kata mursyid, biasanya digunakan untuk
menyebut
menyebut seorang
seorang guruguru dalam
dalam tarekat
tarekat yang
yang berfungsi
berfungsi sebagai
sebagai pembimbing,
pembimbing, mengarahkan
mengarahkan
ruhaniyah
ruhaniyah seorang murid dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat
seorang murid dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat
dekatnya.
dekatnya. Sedangkan
Sedangkan kata muaddib berasal
kata muaddib berasal daridari kata adab yang
kata adab yang berarti
berarti moral,
moral, etika
etika dan
dan
adab atau kemajuan lahir dan bathin. Kata adab lebih
adab atau kemajuan lahir dan bathin. Kata adab lebih menekankan pada dimensi menekankan pada dimensi
perubahan
perubahan tingkah
tingkah laku
laku berdasarkan
berdasarkan ajaran
ajaran Islam.
Islam. Di Di sinilah
sinilah yang
yang membedakan
membedakan etika etika dan
dan
moral dengan akhlak. Seorang guru dikatakan mu'adib karena
moral dengan akhlak. Seorang guru dikatakan mu'adib karena tugas utamanya adalah tugas utamanya adalah
merubah
merubah tingkah
tingkah laku
laku yang
yang belum
belum sesuai
sesuai dengan
dengan ajaran
ajaran agama
agama menjadi
menjadi sesuai.
sesuai.
C.
C. KRITERIA
KRITERIA GURU GURU DALAM
DALAM ISLAM ISLAM
Dalam
Dalam sistem pendidikan Islam, guru
sistem pendidikan Islam, guru identik
identik dengan
dengan ulama,
ulama, sedangkan
sedangkan ulama
ulama
merupakan
merupakan pewaris Nabi. Di tengah masyarakat muslim guru dipandang sebagai
pewaris Nabi. Di tengah masyarakat muslim guru dipandang sebagai tokoh
tokoh
masyarakat
masyarakat sekaligus sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Di sekolah guru
sekaligus sebagai agen perubahan dalam masyarakat. Di sekolah guru
merupakan
merupakan agenagen perubahan
perubahan bagi
bagi perilaku
perilaku muridnya.
muridnya. Berdasarkan
Berdasarkan hasilhasil kajian
kajian dari
dari berbagai
berbagai
literature
literature pendidikan
pendidikan Islam,
Islam, Muhaimin
Muhaimin (2006),
(2006), mencatat
mencatat adaada lima
lima karakter
karakter guru
guru muslim
muslim
sbb
sbb : (a) memiliki komitmen terhadap profesionalita yang melekat pada dirinya sekap
: (a) memiliki komitmen terhadap profesionalita yang melekat pada dirinya sekap
dedikatif
dedikatif ,, komitmen
komitmen terhadap
terhadap mutu
mutu proses
proses dan
dan hasil
hasil kerja,
kerja, serta
serta sikap
sikap continous
continous
improvement;
improvement; (b) (b) menguasai
menguasai ilmuilmu dan
dan mampu
mampu mengembangkannya
mengembangkannya serta serta menjelaskan
menjelaskan
fungsinya
fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, atau
dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, atau sekaligus
sekaligus
melakukan
melakukan transfer ilmu pengetahuan , internalisasi serta amaliah (inplementasi; (c)
transfer ilmu pengetahuan , internalisasi serta amaliah (inplementasi; (c)
mendidik
mendidik dandan menyiapkan
menyiapkan peserta
peserta didik
didik agar
agar mampu
mampu berkreasi
berkreasi serta
serta mampu
mampu mengatur
mengatur dan
dan
memelihara
memelihara hasil
hasil kreasinya
kreasinya untuk
untuk tidak
tidak menimbulkan
menimbulkan malapetaka
malapetaka bagibagi dirinya,
dirinya, masyarakat
masyarakat
dan
dan alam sekitarnya; (d) mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri
alam sekitarnya; (d) mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau
atau menjadi
menjadi

11
Baca
Baca :: 1)
1) al-Attas,
al-Attas, 2)
2) al-Nahlawi,
al-Nahlawi, 3)
3) Abdurrahman
Abdurrahman Saleh
Saleh

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 315
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 313 – 319

pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya; dan (e) mampu bertanggung
jawab dalam membangun peradaban di masa depan.
Merujuk pada lima karakteristik di atas, seorang guru muslim harus memiliki lima
sifat dasar sebagai berikut; (a) memiliki sifat Fatonah (cerdas), artinya menguasai ilmu
yang dibinanya, mampu menjelaskana fungsinya dalam kehidupan, serta mampu
melakukan transfer ilmu pengetahuan, transfer budaya, dan transfer nilai-nilai ilahiyah
secara utuh pada muridnya; (b) memiliki sifat sidik (jujur) artinya professional dalam
melaksanakan tugasnya. Ia memiliki komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap
profesionalitas, dia komited terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous
improvement, (c) memiliki sifat Tabligh (Transfaran) artinya terbuka namun didukung
dengan argumentasi yang kuat dalam menjelaskan ilmunya sehingga murid kritis dan
termotivasi untuk berkreasi dan memelihara hasil kreasinya; (d) memilki sifat Amanah
(Dapat dipercaya) artinya bertanggung jawab dalam membangun peradaban manusia di
masa depan, dan (e) memiliki sifat Syaja’ah (berani) artinya berani melakkan perubahan-
perubahan yang signifikan melalui inovasi positif bagi kemajuan ummat, mengiuti
perkembangan zaman serta sanggup dijadikan model serta menjadi teladan bagi
masyarakat luas.
Muhammad Abduh (Ridha, t.t.:756), berpendapat; dalam sistem pendidikan
formal seorang guru muslim di samping harus menguasai materi dan metode mengajar, ia
juga dituntut mampu memberikan contoh yang baik dihadapan muridnya sehingga menjadi
panutan bagi muridnya. Untuk itu seorang guru yang baik harus memiliki kriteria sebagai
berikut:
1. Guru harus orang yang melaksanakan ajaran agama dengan baik, berakhlak
mulia dan mempunyai kemampuan mendidik. Guru yang dipilih adalah guru
yang layak menangani tugas pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah
digariskan dapat tercapai,
2. Guru harus mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh muridnya,
3. Guru harus mempunyai kepedulian terhadap perkembangan murid, baik
perkembangan kecakapan maupun keseriusannya dalam belajar, kehadiran dan
akhlaknya.
Kriteria seorang pendidik yang dikemukakan oleh Muhammad Abduh, bukan
hanya dikhususkan bagi para pendidik dalam bidang studi agama Islam saja, melainkan
bagi seluruh pendidik muslim yang mengajarkan bidang-bidang studi umum.

D. KOMPETENSI GURU MUSLIM


Dalam Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan
bahwa guru dan dosen sebagai tenaga profesi, tenga rofesi harus memilki kualifikasi dan
kompetensi. Ada empat kompetensi yaitu a) kompetensi pedagogic, b) kompetensi
professional, c) kompetensi kepribadian, dan d) kompetensi social.
Untuk kompetensi guru Islami nampaknya keempat kompetensi itu belum cukup,
nampaknya masih perlu ditambah dan dikembangkan. Ada lima kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh seorang guru muslim sebagai berikut:
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi Pedagogik merupakan bagian dari kompetensi profesional yaitu
profesional dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Ia menguasai ilmu mendidik
(pedagogik), baik yang bersipat teoretik maupun praktis.
2. Kompetensi Profesional
Ada empat ciri pokok dari pekerjaan profesional yaitu :

316 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM — [Syahidin]

a. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam, dan
kinerjanya didasarkan pada keilmuan yang dimilikinya,
b. Suatu profesi menekankan kepada suatu keahlian dalam bidang tertentu yang
spesifik contohnya masalah keguruan dan kependidikan,
c. Tingkat kemampuan dan keahliannya didasarkan pada latar belakang pendidikan
yang dialaminya, semakin tinggi tingkat pendidikan akademiknya semakin tinggi
pula tingkat keahliannya dan penghargaan nya pun semakin tinggi pula,
d. Suatu profesi sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Profesi memiliki dampak sosial
pada masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepekaan terhadap setiap efek
yang di timbulkan dari pekerjan pekerjaan profesinya itu.
3. Kompetensi Kepribadian.
Menurt Howard Gardner, seorang ahli psikologi Harvard Scholl of Education,
kompetensi kepribadian (personal intelegence) merupakan kemampuan untuk
memahami orang lain; apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja. Para
politisi, guru, bisnismen, dan pemimpin keagamaan yang berhasil dan sukses, semuanya
cenderung sebagai orang-orang yang mempunyai tingkat kecerdasan antar pribadi
yang tinggi. Para ahli psikologi berubah pandangannya tentang kecerdasan yang lebih
luas. Mereka berusaha menemukan makna kecerdasan yang dibutuhkan manusia untuk
meraih sukses dalam kehidupannya. Ternyata ditemukan bahwa kata kuncinya adalah
akhlakul karimah sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Kompetensi kepribadian dapat dirumuskan, sejumlah nilai, komitmen, dan etika
profesional yang mempengaruhi semua bentuk perilaku guru terhadap murid, teman
sekerja, keluarga dan masyarakat, serta mempengaruhi motivasi belajar murid, termasuk
pengembangan diri secara profesional.
4. Kompetensi Sosial
Komptensi sosial (social intelegence) merupakan kemampuan seseorang
berkomunikasi bergaul, bekerja sama, dan memberi kepada orang lain. Kompetensi
sosial juga dapat dipahami sebagai suatu kemampuan untuk memahami orang lain dan
bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Kompetensi sosial dapat
dirumuskan suatu kemampuan melakukan hubungan sosial dengan murid, kolega,
karyawan dan masyarakat untuk menunjang pendidikan. Yang termasuk kompetensi
sosial seorang guru sbb :
a. kemampuan menghargai keragaman sosial dan konservasi lingkungan
b. kemampuan menyampaikan pendapat dengan runtut, efisien dan jelas
c. kemampuan menghargai pendapat orang lain
d. kemampuan membina suasana kelas
e. kemampuan membina suasana kerja
f. kemampuan mendorong peran serta masyarakat.
5. Kompetensi Keagamaan
Yang dimaksud kompetensi keislaman di sini adalah menguasai dasar-dasar
keislaman dan sanggup mengamalkannya. Kompetensi ini merupakan kompetensi
umum yang harus dimiliki seorang muslim. Sedangkan seorang muslim yang memiliki
profesi guru sudah barang tentu dituntut memiliki keemampuan khusus sebagai seorang
muslim yang menjadi guru. Kompetensi tersebut diantaranya ;
a. mampu menciptakan lingkungan dan suasana religius di sekolahnya,
b. mampu memimpin ibadah ritual (ibadah makhdohuk),
c. menjadi motor penggerak kehidupan keagamaan di sekolah,
d. mampu melakukan inovasi pembelajaran agama sehingga menarik murid,

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 317
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 313 – 319

e. mampu menciptakan kegiatan ekxtra kurikuler keagamaan, dan


f.
e. mampu
mampu menyajikan
menciptakanpesan-pesan dakwah
kegiatan ekxtra melalui
kurikuler bidang studinya
keagamaan, dan
g.
f. Untuk
mampuguru bidang keagamaan
menyajikan pesan-pesanselain
dakwahkompetensi di atas studinya
melalui bidang ia mampu menjadi
g. nara
Untuksumber keagamaan
guru bidang di lingkungan
keagamaan sekolah mapun
selain kompetensi di masyarakat.
di atas ia mampu menjadi
Begitu berat
nara dan keagamaan
sumber mulianya tugas guru dalam
di lingkungan Islam,mapun
sekolah seolah-olah tidak mungkin
di masyarakat.
ditemukan figur guru muslim yang memenuhi kriteria dan kompetensi
Begitu berat dan mulianya tugas guru dalam Islam, seolah-olah tidak di atas.mungkin
Namun
di sisi lain upaya pendidikan Islam tidak boleh berhenti dikarenakan
ditemukan figur guru muslim yang memenuhi kriteria dan kompetensi di atas. Namun tidak
ditemukannya
di sisi lain guruupaya muslim yang ideal.
pendidikan Jika tidak
Islam kriteriaboleh
di atas berhenti
dijadikan dikarenakan
sebagai acuan tidak
bagi
penyiapan calon guru muslim yang ideal maka perlu dicarikan alternatif
ditemukannya guru muslim yang ideal. Jika kriteria di atas dijadikan sebagai acuan bagisistem dan
model pendidikan
penyiapan calonmuslim
calon guru guru muslim.
yang ideal maka perlu dicarikan alternatif sistem dan
model pendidikan calon guru muslim.
D. Prinsip Dasar Pendidikan Guru Islam
D. PRINSIP DASAR PENDIDIKAN GURU ISLAM
D. Secara
Prinsipteoretik, konsep
Dasar Pendidikan pendidikan
Guru Islam guru yang berbasis Islam dapat merujuk pada
empat konsep utama dalam pendidikan Islam yaitu:
Secara teoretik, konsep pendidikan guru yang berbasis Islam dapat merujuk pada
Pertama;
empat konsep konsep
utama dalam dasar tentang manusia
pendidikan Islam yaitu: dalam perspektif al-Quran. Dalam konsep
pendidikan Islam manusia merupakan subjek
Pertama; konsep dasar tentang manusia dalam dan objekperspektif
pendidikan itu sendiri.
al-Quran. DalamKarena
konsepitu
memahami konsep manusia dalam pandangan al-Quran merupakan
pendidikan Islam manusia merupakan subjek dan objek pendidikan itu sendiri. Karena itu pembahasan utama
pendidikan
memahami dalam konsepIslam.
manusia dalam pandangan al-Quran merupakan pembahasan utama
pendidikan dalam Islam.ilmu dalam pandangan Islam. Ilmu merupakan suatu perkakas
Kedua; konsep
untuk menggali dan mengungkap
Kedua; konsep ilmu dalam segala rahasia alam
pandangan Islam.(sunnatullah)
Ilmu merupakan apa yang ada pada
suatu diri
perkakas
manusia dan di jagat raya. Pengembangan ilmu dalam Islam senantiasa
untuk menggali dan mengungkap segala rahasia alam (sunnatullah) apa yang ada pada diri harus dilandasii
oleh Imandan
manusia kepada Allah,
di jagat raya. karena dengan ilmu
Pengembangan ilmusajadalam
tidak Islam
cukupsenantiasa
untuk menggali, menjaga
harus dilandasii
dan melestarikan alam semesta bagi kemakmuran manusia.
oleh Iman kepada Allah, karena dengan ilmu saja tidak cukup untuk menggali, menjaga Ilmu tanpa iman akan
menjadikan
dan melestarikanmanusia alamsombong
semesta dan bagi cenderung
kemakmuran menghilangkan
manusia. Ilmu perantanpa
Tuhan.
imanDalamakan
pendidikan Islam, ilmu merupakan materi, sedangkan
menjadikan manusia sombong dan cenderung menghilangkan peran Tuhan. Dalammateri merupakan komponen utama
dalam kurikulum.
pendidikan Islam, Ilmu
ilmu apa yang harus
merupakan dipelajari
materi, sedangkansecaramateri
mandiri oleh setiap
merupakan murid dan
komponen apa
utama
yang harus diajarkan kepada murid. Pemilahan ini merupakan tugas
dalam kurikulum. Ilmu apa yang harus dipelajari secara mandiri oleh setiap murid dan apa para ulama dan para
ahli
yang pendidikan.
harus diajarkan Selain
kepada materi,
murid.komponen
Pemilahanlain yang tidak tugas
ini merupakan kalahpara
pentingnya
ulama dandalam para
kurikulum pendidikan
ahli pendidikan. Islam
Selain adalahkomponen
materi, metode pendidikan.
lain yang Al-Quran
tidak kalahmenawarkan
pentingnya banyak
dalam
metode
kurikulumdalam menyampaikan
pendidikan Islam ilmu-ilmu
adalah metode Allah pendidikan.
(Syahidin, 1999).Al-Quran menawarkan banyak
metodeKetiga; konsep belajarilmu-ilmu
dalam menyampaikan dan mengajar.Allah Belajar
(Syahidin, dalam
1999). Islam merupakan kewajiban
individual. Ayat yang pertama diturukan mengisyaratkan
Ketiga; konsep belajar dan mengajar. Belajar dalam Islam bahwa manusia wajib kewajiban
merupakan membaca
alam semesta
individual. Ayatatas
yangnama Tuhannya
pertama (QS;Al-Alaq
diturukan mengisyaratkan1-5). Artinya
bahwa manusiasegala aktivitas belajar
wajib membaca
senantiasa berangkat dari rasa iman kepada Allah. Belajar
alam semesta atas nama Tuhannya (QS;Al-Alaq 1-5). Artinya segala aktivitas belajarmerupakan kewajiabn setiap
manusia.
senantiasaMengajar
berangkatjuga darimerupakan
rasa iman kewajiban
kepada Allah. bagiBelajar
orang yang
merupakanlebih dulu mengetahui
kewajiabn setiap
akan sesuatu pengetahuan. Untuk itu Nabi pernah bersabda :
manusia. Mengajar juga merupakan kewajiban bagi orang yang lebih dulu mengetahui “Kun ‘alima, au muta’alima,
au Mustamian,
akan wala takun Rabian
sesuatu pengetahuan. Untuk itufatahlaka”.
Nabi pernah Jadilah kamu :orang
bersabda “Kunyang mengajarkan
‘alima, ilmu,
au muta’alima,
atau orang belajar
au Mustamian, ilmu Rabian
wala takun atau sebagai pendengar/pencinta
fatahlaka”. Jadilah kamu orang ilmu,yangdanmengajarkan
janganlah kamu ilmu,
menjadi yang ke empat maka kamu akan celaka (Al-Hadits).
atau orang belajar ilmu atau sebagai pendengar/pencinta ilmu, dan janganlah kamu
menjadiKeempat; konsep
yang ke empat maka guru
kamudanakan
murid sebagai
celaka subjek dan objek pendidikan. Guru
(Al-Hadits).
identik Keempat;
dengan ustadz, ulama, mu'adib, dan
konsep guru dan murid sebagai subjek mursyid artinyadan orangobjekyang alim dan bijak
pendidikan. Guru
serta
identikbanyak
dengantahu dalam
ustadz, berbagai
ulama, hal dan
mu'adib, dan sanggup memberikan
mursyid artinya orang suri
yangtauladan
alim dankepada
bijak
muridnya. Seorang murid identik dengan orang yang belum tahu
serta banyak tahu dalam berbagai hal dan sanggup memberikan suri tauladan kepada dalam berbagai hal, tetapi
mereka
muridnya.punya potensi
Seorang untuk
murid mengetahui
identik sebagaiyang
dengan orang mana gurunya,
belum bahkanberbagai
tahu dalam dapat melampaui
hal, tetapi
guruny. Mereka sangat memerlukan arahan bimbingan dan
mereka punya potensi untuk mengetahui sebagai mana gurunya, bahkan dapat melampauituntunan. Tugas utama guru
dalam
guruny.pendidikan Islam memerlukan
Mereka sangat adalah memberi arahantahu, membimbing,
bimbingan menuntunTugas
dan tuntunan. dan mengarahkan
utama guru
potensi baik murid secara sistimatik sehingga
dalam pendidikan Islam adalah memberi tahu, membimbing, menuntun dan memudahkan mereka dalam
mengarahkan
mengembangkan potensinya menuju kesempurnaannya.
potensi baik murid secara sistimatik sehingga memudahkan mereka dalam Betapa berat dan mulia tugas
mengembangkan potensinya menuju kesempurnaannya. Betapa berat dan mulia tugas

318 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
SISTEM PENDIDIKAN GURU BERBASIS ISLAM — [Syahidin]

seorang guru, maka seorang guru harus disiapkan dan dididik secara dini melalui lembaga
pendidikan khusus.

REFERENSI
‘Abduh, Muhammad, Risalah Tauhid , Isa Bab Halby, cet, IX, 1357 H. Mesir
‘Abdullah, ‘Abdurrahman Saleh, Educational Theory: a Qur'anic Outlook, terj,
Prof.H.M.Arifin.M.Ed. Jakarta: Rineka Cipta Jakarta, 1990.
Alattas, Muhammad Naquib Konsep Pendidikan Islam. Terj, Haidar Bagir. Jakarta: Mizan:
Cet.II. 1994.
______, (ed) Aims and Objectives of Islamic Education. World Conference on Muslim
Education, Macca: King Abdul Aziz, 1977. Copyright, 1979 King Abdulaziz,
Jedah.
Ashraf, Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, terj, Sori Siregar.Jkt: Pustaka Firdaus,1989.
Dahlan, M.Djawad, “Pendidikan Agama pada Usia Dini“ dalam Pendidikan Agama dalam
Keluarga.. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996.
Al-Gazali, Mukhtasor Ikhya Ulumuddin. Bairut: Dar Fikri, 1993
________, Ihya’ Ulumuddin, terj, Prof.Ismail Yakub.MA. Jakarta: CV Faizan, Cet.ke 10.
tahun 1988.
Gorge Maksidi, The Rise of Colleges. Institutions of Learning in Islam and The west. New
York: Edinburgh University Press. tahun 1981.
Henry, Nelson B, The FiftyiFifty Yearbook of National society for the study for Education.
Chicago : Univercity of Chicago Pres,1954.
Muhaimin, dkk. Pemikiran Pendidikan Islam. Kajian Filosofis Kerangka Dasar
Operasional. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
________, (2006) Reorientasi Pengembangan Guru, Penerbit.CPM, Malang.
McConnel, 1960, laporan tahunan Nation Society for the study of education.
Nahlawi, ‘Abdurrahman, Ushulut Tsarbiyah Islamiyah Wa Ashalibiha. Fii Bait wa
Madrasah Wa Mujtama' terj, Heri Noor. Bandung: Dipenogoro, 1991.
Philip H.Phenix , 1963 dalam, Realem of Meanings.
Syahidin, dkk. (Hasil Penelitian Tentang Kompetensi Guru MTs di Provinsi Jawa Barat,
DKI dan Banten)
__________,1999, Metode Pendidikan Qurani. Teori dan Aplikasi. Penerbit Misak
Ghalidza,1999. Jakarta.
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 319
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


PENERAPAN SANKSI
DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DAN GURU BERPRESTASI

Syihabuddin
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: syihabuddin@upi.edu

ABSTRACT

At first and principally, education is conducted based on affection (love). When this value cannot
train students, teacher can transform it into sanction which is applied gradually by considering
principles of applying the sanction. If this principle is avoided, sanction will change into violence.
And violence will be responded by students or parents with violence too. Therefore, it is very
important to formulate concept, form, principle, and gradation of sanction according to a certain
educational system, in this case, Islamic educational system. In order to be relevant with
contemporary context, it is also necessary to formulate teacher’s view, in this case, high
performance teacher, about the application of sanction to the students. In general, their opinion in
accordance with theoretical study about sanction according to Islamic educational system.
Therefore, concept, form, principle, and gradation of sanction described in this article can be
applied in educational context in Indonesia. Generally, this discussion is under the umbrella of
spiritual pedagogy.

Keyword: Sanction, Islamic Educational System, Spiritual Pedagogy

ABSTRAK

Pada prinsipnya pendidikan diselenggarakan dengan berlandaskan pada nilai kasih sayang. Tatkala
nilai ini tidak lagi mampu membina siswa, guru dapat mentransformasi nilai kasih sayang ke dalam
sanksi yang diterapkan secara berjenjang dengan memperhatikan prinsip-prinsip penerapan sanksi.
Apabila prinsip tersebut diabaikan, maka sanksi akan berubah menjadi kekerasan, dan kekerasan
akan direspon oleh siswa atau orang tua dengan kekerasan pula. Karena itu, sangatlah penting
merumuskan konsep, bentuk, prinsip, dan gradasi sanksi menurut sistem pendidikan tertentu, dalam
hal ini menurut sistem pendidikan Islam. Agar rumusan tersebut relevan dengan konteks kekinian,
perlu pula dirumuskan pandangan para guru, dalam hal ini guru berprestasi, tentang penerapan
sanksi terhadap anak-anak. Secara umum, pendapat mereka sejalan dengan telaah teoretis tentang
sanksi menurut sistem pendidikan Islam. Dengan demikian, paparan tentang konsep, bentuk,
prinsip, dan gradasi sanksi yang disajikan dalam tulisan ini dapat diterapkan dalam konteks
pendidikan di Indonesia. Secara umum, pembahasan masalah ini berada di bawah payung
pedagogik spiritual.

Kata Kunci: Sanksi, Sistem Pendidikan Islam, Pedagogik Spiritual

A. PENDAHULUAN
Penerapan sanksi tidak dapat dielakkan dalam kegiatan pengendalian perilaku di
lingkungan sekolah. Pada kegiatan penerapan sanksi ini muncul sejumlah fenomena yang
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk berikut.
Pertama, sanksi yang melampaui batas kepatutan. Bentuk sanksi ini dialami
seorang siswi yang ditendang kaki kirinya oleh guru, sehingga dia terjatuh, lalu tersungkur
ke lapangan basket, hingga dia pingsan selama beberapa saat (Pikiran Rakyat 22 Oktober,
2008). Pada tahun 2009, tiga orang siswa kelas VIII SMP Kartika Siliwangi 1 Bandung

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 321
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

ditampar oleh gurunya (Pikiran Rakyat, 18 November 2009). Penamparan juga dilakukan
oleh guru pada seorang siswa gara-gara membolos (Pikiran Rakyat, 13 Maret 2009). Selain
tendangan dan tamparan, ada juga guru yang mencubit siswanya (Kompas, 4 Juli
2016).Pada mulanya perbuatan guru tersebut dimaksudkan sebagai sanksi atas pelanggaran
yang dilakukan siswa. Namun, tatkala perbuatan itu melampaui batas kewajaran dan
kepatutan, maka sebagian masyarakat mengkategorikannya sebagai tindak kekerasan. Pada
peristiwa tersebut, kekerasan itu berupa tendangan, tamparan, dan cubitan.
Kedua, sanksi dibalas oleh siswa atau orang tua dengan tindakan yang juga
melampaui batas. Di Mamuju, Sulawesi Barat, seorang guru babak belur diserang siswa
(Republika, 8 Agustus 2016), sementara di Kadungora, Garut, seorang siswa membacok
guru yang menegurnya karena merokok (Pikiran Rakyat, 14 Agustus 2008). Dan peristiwa
yang menggemparkan akhir-akhir ini ialah penganiayaan yang dilakukan siswa bersama
orang tuanya terhadap guru di SMK Negeri 2 Makassar (Republika, 29 Agustus 2016).
Tentu saja akal sehat menolak perilaku tersebut. Tidak mungkin siswa berbuat demikian
kepada gurunya. Tidak mungkin ada siswa mencelakakan gurunya.Lalu, mengapa dia tega
berbuat demikian? Salah satu jawaban yang dapat diberikan ialah kemungkinan tindakan
guru itu telah meruntuhkan harga diri siswa. Sanksi yang diberikan guru itu melampaui
batas kewajaran dan kepatutan, sehingga tidak lagi dipandang sebagai sanksi, tetapi
sebagai kekerasan.
Ketiga, sanksi atau hukuman yang dijatuhkan karena siswa melanggar peraturan
yang ditetapkan oleh institusi di luar sekolahnya. Hal ini di antaranya dialami seorang
siswa yang membawa mobil ke sekolah di Purwakarta, Jawa Barat. Siswa itu dikeluarkan
dari sekolahnya karena melanggar Surat Edaran Bupati Purwakarta No.
024/1737/Disdikpora tentang Pelarangan dan Sanksi Mengendarai Kendaraan Bermotor
bagi Siswa (Kompas, 12 Agustus 2016). Bentuk sanksi ketiga ini sangat bervariasi dan
menyangkut tindak pidanan atau perdata. Maka yang menegakkan sanksi pun lembaga-
lembaga yang berwenang di bidang itu. Sanksi bentuk ketiga ini tidak dibahas dalam
tulisan ini.
Paparan di atas menunjukkan bahwa kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa
atau kekerasan siswa yang dilakukan terhadap guru terjadi karena beberapa alasan.
Pertama, sanksi yang diberikan guru tidak dalam konteks mendidik dan mengendalikan
perilaku siswa. Kedua, sanksi diterapkan dengan melampaui batas kepatutan atau
kewajaran. Ketiga, bentuk sanksi yang diterapkan tidak sesuai dengan bentuk sanksi yang
lazim digunakan. Keempat, tampaknya sebagian guru kurang memahami kaidah-kaidah
penerapan sanksi, sehingga sanksi berubah menjadi kekerasan.
Untuk mengatasi persoalan di atas, maka diperlukan kajian yang memadai tentang
sanksi, sehingga diperoleh gambaran tentang konsep dan urgensi sanksi, prinsip-prinsip
penerapan sanksi, jenis dan tahapan penerapan sanksi, beberapan ketentuan tentang sanksi
fisik, dan dampak sanksi.Semua topik ini akan dikaji dari perspektif sistem pendidikan
Islam yang masuk ke dalam wilayah pedagogik spiritual. Agar paparan tersebut sejalan
dengan konteks pendidikan pada saat ini, maka pada bagian akhir tulisan ini akan disajikan
hasil penelitian tentang penerapan sanksi di sekolah menurut perspektif guru-guru
berprestasi. Kemudian tulisan ini dipungkas dengan bagian penutup yang merangkum
seluruh pembahasan secara komprehensif. Melalui tulisan ini diharapkan para pembaca
atau pendidik beroleh wawasan tentang sanksi dalam perspektif sistem pendidikan Isam.

B. KONSEP DAN URGENSI SANKSI


Kehidupan merupakan pertarungan antara kebaikan dan keburukan. Setiap
kelompok manusia mendeskripsikan hakikat kebaikan menurut pandangan mereka sendiri

322 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

dengan bersumber pada agama dan budayanya. Maka pembinaan masyarakat atau generasi
dengan bersumber pada agama dan budayanya. Maka pembinaan masyarakat atau generasi
mendatang pun dilakukan menurut prinsip kebaikan yang dianutnya itu. Sarana utama
mendatang pun dilakukan menurut prinsip kebaikan yang dianutnya itu. Sarana utama
pembinaan tersebut ialah pendidikan. Menurut Quthub (1992: 131) pembinaan dan
pembinaan tersebut ialah pendidikan. Menurut Quthub (1992: 131) pembinaan dan
pendidikan itu dilakukan melalui empat prinsip, yaitu (a) kasih sayang dan pengayoman,
pendidikan itu dilakukan melalui empat prinsip, yaitu (a) kasih sayang dan pengayoman,
(b) pengendalian, (c) keteladanan, dan (d) pengajaran.
(b) pengendalian, (c) keteladanan, dan (d) pengajaran.
Pandangan senada juga dikemukakan oleh Ma’lum (1993: 276-278) yang
Pandangan senada juga dikemukakan oleh Ma’lum (1993: 276-278) yang
menegaskan bahwa hubungan kasih sayang antara guru dan murid seperti hubungan antara
menegaskan bahwa hubungan kasih sayang antara guru dan murid seperti hubungan antara
orang tua dan anak. Menurutnya, guru bagi siswa seperti ayah bagi anak. Siswa memiliki
orang tua dan anak. Menurutnya, guru bagi siswa seperti ayah bagi anak. Siswa memiliki
hak dari guru seperti hak yang diterima anak dari ayah. Prinsip ini merupakan realisasi dari
hak dari guru seperti hak yang diterima anak dari ayah. Prinsip ini merupakan realisasi dari
hadits Nabi saw. yang menegaskan, “Aku bagi kalian seperti ayah bagi anak”.
hadits Nabi saw. yang menegaskan, “Aku bagi kalian seperti ayah bagi anak”.
Maka tidaklah mengherankan jika An-Nawawi (1987: 35) menetapkan kasih
Maka tidaklah mengherankan jika An-Nawawi (1987: 35) menetapkan kasih
sayang sebagai adab yang hendaknya diterapkan guru dalam mendidik. Menurutnya, guru
sayang sebagai adab yang hendaknya diterapkan guru dalam mendidik. Menurutnya, guru
hendaknya menyayangi siswa dan memperhatikan aneka keperluannya sebagaimana dia
hendaknya menyayangi siswa dan memperhatikan aneka keperluannya sebagaimana dia
memperhatikan anaknya sendiri. Guru hendaknya mencintai siswanya sebagaimana dia
memperhatikan anaknya sendiri. Guru hendaknya mencintai siswanya sebagaimana dia
mencintai dirinya sendiri. Guru hendaknya menjauhkan keburukan dari siswa sebagaimana
mencintai dirinya sendiri. Guru hendaknya menjauhkan keburukan dari siswa sebagaimana
dia menjauhkan keburukan dari dirinya sendiri. Karena itu, apabila siswa melakukan
dia menjauhkan keburukan dari dirinya sendiri. Karena itu, apabila siswa melakukan
kesalahan dalam proses pendidikan, Islam menganjurkan agar guru memaafkan kesalahan
kesalahan dalam proses pendidikan, Islam menganjurkan agar guru memaafkan kesalahan
siswa. Dalam Alquran dikenal sejumlah istilah yang menggambarkan pemberian maaf
siswa. Dalam Alquran dikenal sejumlah istilah yang menggambarkan pemberian maaf
melalui ungkapan “membiarkan, memaafkan, dan mengampuni”. Pemberian maaf
melalui ungkapan “membiarkan, memaafkan, dan mengampuni”. Pemberian maaf
merupakan sarana untuk mendapatkan simpati dan ketertarikan siswa kepada gurunya.
merupakan sarana untuk mendapatkan simpati dan ketertarikan siswa kepada gurunya.
Karena itu, kelompok orang yang mengutamakan pendekatan kasih sayang, sering
Karena itu, kelompok orang yang mengutamakan pendekatan kasih sayang, sering
mengabaikan hukuman atau sanksi pada anak yang melakukan kesalahan. Mereka berdalih
mengabaikan hukuman atau sanksi pada anak yang melakukan kesalahan. Mereka berdalih
bahwa anak-anak itu belum lagi memiliki kewajiban hukum (syar’i), sehingga mereka
bahwa anak-anak itu belum lagi memiliki kewajiban hukum (syar’i), sehingga mereka
tidak pantas dihukum atas setiap kesalahan yang dilakukannya.
tidak pantas dihukum atas setiap kesalahan yang dilakukannya.
Namun, dalam kegiatan pendidikan di sekolah, penerapan prinsip kasih sayang
Namun, dalam kegiatan pendidikan di sekolah, penerapan prinsip kasih sayang
tidak selamanya membuahkan hasil. Karena itu, para ahli menerapkan pendekatan targhib
tidak selamanya membuahkan hasil. Karena itu, para ahli menerapkan pendekatan targhib
dan tarhib dengan saling melengkapi. Targhib berarti pembinaan yang dilakukan orang tua
dan tarhib dengan saling melengkapi. Targhib berarti pembinaan yang dilakukan orang tua
atau guru dengan membujuk siswa agar melakukan suatu kebaikan dengan menjanjikan
atau guru dengan membujuk siswa agar melakukan suatu kebaikan dengan menjanjikan
imbalan, sedangkan tarhib ialah pembinaan yang dilakukan orang tua atau guru dengan
imbalan, sedangkan tarhib ialah pembinaan yang dilakukan orang tua atau guru dengan
menakut-nakuti anak dengan sebuah sanksi atau hukuman.
menakut-nakuti anak dengan sebuah sanksi atau hukuman.
Ali (2002: 432) memandang pendekatan targhib dan tarhib sebagai sarana penting
Ali (2002: 432) memandang pendekatan targhib dan tarhib sebagai sarana penting
dan fundamental dalam mendorong manusia agar melakukan perbuatan baik dan menjauhi
dan fundamental dalam mendorong manusia agar melakukan perbuatan baik dan menjauhi
perbuatan buruk. Secara psikologis, manusia merasa senang untuk dibujuk dengan imbalan
perbuatan buruk. Secara psikologis, manusia merasa senang untuk dibujuk dengan imbalan
dan ditakut-takuti dengan hukuman dan sanksi. Menurut Asy-Syarif (2006: 57, 92-99)
dan ditakut-takuti dengan hukuman dan sanksi. Menurut Asy-Syarif (2006: 57, 92-99)
penerapan pendekatan iniberimplikasi terhadap adanya tsawab (imbalan) dan ‘iqab
penerapan pendekatan iniberimplikasi terhadap adanya tsawab (imbalan) dan ‘iqab
(sanksi). Imbalan diberikan kepada anak yang berprestasi atau kepada anak yang didorong
(sanksi). Imbalan diberikan kepada anak yang berprestasi atau kepada anak yang didorong
agar meningkatkan prestasi, sedangkan sanksi diberikan kepada anak yang melakukan
agar meningkatkan prestasi, sedangkan sanksi diberikan kepada anak yang melakukan
pelanggaran. Di samping itu, imbalan juga perlu diberikan kepada anak-anak sebab mereka
pelanggaran. Di samping itu, imbalan juga perlu diberikan kepada anak-anak sebab mereka
masih rentan terhadap godaan dan lemah dalam memikul beban kehidupan yang berat.
masih rentan terhadap godaan dan lemah dalam memikul beban kehidupan yang berat.
Menurut Al-Hazimi (2000:401-406), ada perbedaan antara tarhib (menakut-nakuti)
Menurut Al-Hazimi (2000:401-406), ada perbedaan antara tarhib (menakut-nakuti)
dan ‘iqab (sanksi). Tarhib dilakukan sebelum terjadinya suatu kesalahan. Tujuan tarhib
dan ‘iqab (sanksi). Tarhib dilakukan sebelum terjadinya suatu kesalahan. Tujuan tarhib
ialah menakut-nakuti agar seseorang tidak terjerumus ke dalam kesalahan, atau agar
ialah menakut-nakuti agar seseorang tidak terjerumus ke dalam kesalahan, atau agar
seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tarhib berkenaan dengan sesuatu yang
seseorang tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tarhib berkenaan dengan sesuatu yang
ditakuti. Adapun ‘iqab dikenakan kepada seseorang setelah dia melakukan kesalahan atau
ditakuti. Adapun ‘iqab dikenakan kepada seseorang setelah dia melakukan kesalahan atau
yang meninggalkan kewajiban. Menurut Al-Asfahani (t.t.: 352), kata ‘iqab berasal dari al-
yang meninggalkan kewajiban. Menurut Al-Asfahani (t.t.: 352), kata ‘iqab berasal dari al-
‘aqib, yaitu bagian belakang kaki atau tumit. Aqib juga metafora untuk anak atau cucu.
‘aqib, yaitu bagian belakang kaki atau tumit. Aqib juga metafora untuk anak atau cucu.
Kata ini juga mengandung dimensi positif atau negatif. Dimensi positif diungkapkan
Kata ini juga mengandung dimensi positif atau negatif. Dimensi positif diungkapkan
dengan ‘uqbun atau ‘uqba yang berarti pahala atau kesudahan yang baik. Adapun dimensi
dengan ‘uqbun atau ‘uqba yang berarti pahala atau kesudahan yang baik. Adapun dimensi
negatif diungkapkan dengan uqubah, mu’aqabah, dan ‘iqab yang berarti azab.
negatif diungkapkan dengan uqubah, mu’aqabah, dan ‘iqab yang berarti azab.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 323
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

Dalam praktik
Dalam praktik pendidikan
pendidikan Islam
Islam dikenal
dikenal sanksi
sanksi yang
yang dapat
dapat dikenakan
dikenakan kepada
kepada
semua individu,
semua individu, baik
baik laki-laki
laki-laki maupun
maupun perempuan,
perempuan, anak-anak
anak-anak maupun
maupun orang
orang dewasa,
dewasa,
orang kaya maupun miskin, dan seterusnya. Islam memaparkan
orang kaya maupun miskin, dan seterusnya. Islam memaparkan berbagai jenis sanksi berbagai jenis sanksi
selaras dengan
selaras dengan jenis
jenis kesalahan
kesalahan yang
yang dilakukan.
dilakukan. Pembunuh,
Pembunuh, pezina,
pezina, pencuri,
pencuri, peminum
peminum
khamr, dan pelaku kesalahan lainnya memiliki hukumannya
khamr, dan pelaku kesalahan lainnya memiliki hukumannya sendiri. sendiri.
Namun, dalam
Namun, dalam tulisan
tulisan ini
ini masalah
masalah sanksi
sanksi akan
akan dibahas
dibahas dalam
dalam konteks
konteks pendidikan
pendidikan
anak-anak. Sanksi
anak-anak. Sanksi dipandang
dipandang sebagai
sebagai salah
salah satu
satu sarana
sarana pendidikan
pendidikan yang
yang perlu
perlu diterapkan
diterapkan
dalam kondisi tertentu. Hal ini karena karakter manusia itu bervariasi
dalam kondisi tertentu. Hal ini karena karakter manusia itu bervariasi dalam merespon dalam merespon
stimulasi dari
stimulasi dari lingkungannya.
lingkungannya. Ada Ada manusia
manusia atau
atau siswa
siswa yang
yang cukup
cukup dengan
dengan nasihat,
nasihat, ada
ada
yang cukup dengan targhib, atau dengan tarhib, atau melalui peristiwa yang
yang cukup dengan targhib, atau dengan tarhib, atau melalui peristiwa yang dilihat, atau dilihat, atau
didengar, atau
didengar, atau dialami.
dialami. Ada
Ada pula
pula siswa
siswa yang
yang tidak
tidak dapat
dapat merespon
merespon sarana
sarana tersebut.
tersebut. Dia
Dia
hanya merespon apabila diberi sanksi. Hal ini menunjukkan
hanya merespon apabila diberi sanksi. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahamanpentingnya pemahaman
tentang prinsip-prinsip
tentang prinsip-prinsip penerapan
penerapan sanksi.
sanksi.

C. SANKSI
C. SANKSI SEBAGAI TAZKIYYAH
SEBAGAI TAZKIYYAH
Sebagaimana dimaklumi
Sebagaimana dimaklumi bahwa bahwa tujuan
tujuan utama
utama pendidikan
pendidikan IslamIslam ialah
ialah membina
membina
individu agar dia mengenal Tuhannya dan beribadah kepada-Nya
individu agar dia mengenal Tuhannya dan beribadah kepada-Nya dengan tulus. Untuk dengan tulus. Untuk
mencapai tujuan
mencapai tujuan tersebut,
tersebut, Tuhan
Tuhan menjelaskan
menjelaskan berbagai
berbagai konsep
konsep pembinaan,
pembinaan, di di antaranya
antaranya
tarbiyyah, ta’lim, tazkiyyah, taujih, tadrib, dan istilah lainnya.
tarbiyyah, ta’lim, tazkiyyah, taujih, tadrib, dan istilah lainnya. Konsep ini memiliki Konsep ini memiliki
pengertian, tujuan,
pengertian, tujuan, dandan cakupan
cakupan masing-masing.
masing-masing. Salah Salah satu
satu konsep
konsep yang
yang akan
akan ditelaah
ditelaah
dalam tulisan ini ialah tazkiyyah, yaitu bentuk pengembangan
dalam tulisan ini ialah tazkiyyah, yaitu bentuk pengembangan perilaku individu dan perilaku individu dan
pembinaannya agar
pembinaannya agar selaras
selaras dengan
dengan nilai-nilai
nilai-nilai Islam.
Islam.
Menurut al-Kailani (1985: 41), tazkiyyah
Menurut al-Kailani (1985: 41), tazkiyyah berarti berarti memperbaiki,
memperbaiki, membersihkan,
membersihkan, dan dan
mengembangkan manusia
mengembangkan manusia dengan
dengan menghilangkan
menghilangkan hal-halhal-hal yangyang tidak
tidak diinginkan
diinginkan daridari
dirinya atau memperkuat hal-hal yang diharapkan terbentuk
dirinya atau memperkuat hal-hal yang diharapkan terbentuk dalam dirinya. Tazkiyyah dalam dirinya. Tazkiyyah
menunjukkan sebuah
menunjukkan sebuah proses
proses yang
yang terdiri
terdiri atas
atas beberapa
beberapa tahap.
tahap. Pertama, menjauhkan
Pertama, menjauhkan
individu dari
individu dari lingkungan
lingkungan yang yang bertentangan
bertentangan dengan
dengan nilai-nilai,
nilai-nilai, budaya,
budaya, dandan pandangan
pandangan
Islam. Langkah ini dimaksudkan untuk melindungi pikiran, ruhaniah,
Islam. Langkah ini dimaksudkan untuk melindungi pikiran, ruhaniah, dan perilaku indvidu dan perilaku indvidu
dari hal-hal
dari hal-hal yang yang bertentangan
bertentangan dengandengan Islam.
Islam. Kedua, membina individu
Kedua, membina individu dalam
dalam
mengidentifikasi nilai-nilai yang tidak Islami, baik yang berkenaan
mengidentifikasi nilai-nilai yang tidak Islami, baik yang berkenaan dengan perilaku, dengan perilaku,
tradisi, kebiasaan,
tradisi, kebiasaan, nilai,
nilai, pola
pola pikir,
pikir, dan
dan imajinasi
imajinasi serta
serta warisan
warisan masa
masa lampau
lampau yang
yang diterima
diterima
anak dari orang tuanya. Ketiga, meluruskan perilaku
anak dari orang tuanya. Ketiga, meluruskan perilaku yang tidak dikehendaki danyang tidak dikehendaki dan
memperkuat perilaku
memperkuat perilaku yang yang dikehendaki.
dikehendaki. Kegiatan
Kegiatan ini ini berlangsung
berlangsung dalamdalam dimensi
dimensi
emosional, intelektual, dan amal. Dimensi pertama ditampilkan
emosional, intelektual, dan amal. Dimensi pertama ditampilkan dalam konteks Islam dalam konteks Islam
dengan meluruskan
dengan meluruskan perilaku
perilaku lahiriah.
lahiriah. Kemudian
Kemudian dimensi
dimensi kedua
kedua ditopang
ditopang keimanan
keimanan yang yang
mengokohkan perilaku lahir. Dan dimensi ketiga disebut ihsan
mengokohkan perilaku lahir. Dan dimensi ketiga disebut ihsan yang mengoordinasikan yang mengoordinasikan
fikiran dan
fikiran dan perbuatan
perbuatan sertaserta perasaan
perasaan secara
secara serempak.
serempak. Dengan
Dengan demikian,
demikian, akhirakhir dari
dari
ialah lahirnya
tazkiyyah ialah
tazkiyyah lahirnya sosok
sosok muslim
muslim yangyang muhsin. Maka dalam
muhsin. Maka dalam konteks
konteks pelurusan
pelurusan dandan
pengendalian perilaku itulah muncul konsep
pengendalian perilaku itulah muncul konsep sanksi. sanksi.

D. PRINSIP
D. PRINSIP PENERAPAN
PENERAPAN SANKSI SANKSI
Sehubungan dengan
Sehubungan dengan proses
proses tazkiyah, tatkala guru
tazkiyah, tatkala guru menerapkan
menerapkan sanksi
sanksi kepada
kepada siswa,
siswa,
dia perlu memahami dan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian sanksi
dia perlu memahami dan memperhatikan prinsip-prinsip pemberian sanksi agar efektif agar efektif
dalam mencapai
dalam mencapai tujuan
tujuan yang
yang dikehendaki.
dikehendaki. Husain
Husain (1977:
(1977: 61-65)
61-65) menyimpulkan
menyimpulkan prinsip-
prinsip-
prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan
prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menerapkan sanksi.sanksi.
para pendidik
Pertama, para
Pertama, pendidik perlu
perlu memahami
memahami bahwa
bahwa kekerasan
kekerasan tidak
tidak dikenal
dikenal dalam
dalam
sistem pendidikan
sistem pendidikan Islam.
Islam. Kekerasan
Kekerasan dapat
dapat berdampak
berdampak permanen
permanen pada
pada diri
diri anak,
anak, di
di
antaranya anak menjadi murung, berpura-pura, pasif, malas, berdusta, dan
antaranya anak menjadi murung, berpura-pura, pasif, malas, berdusta, dan melakukan melakukan
berbagai muslihat
berbagai muslihat agar
agar terhindar
terhindar dari
dari kekerasan
kekerasan sanksi
sanksi

324 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Kedua, sanksi itu tidak dilaksanakan karena balas dendam terhadap siswa, dengki,
dan kompensasi, tetapi semata-mata bertujuan bagi kebaikan siswa dan untuk
membantunya dalam belajar, menegakkan akhlak mulia, dan meraih prestasi.
Ketiga, sanksi tidak boleh dilakukan karena kemarahan, sebab kemarahan membuat
pelakunya kehilangan kesadaran, lalu dia berperilaku di luar kendali atau berkata kasar dan
kotor. Rasulullah saw. melarang marah. Beliau menjadikan kemarahan sebagai bagian dari
perilaku setan. Beliau bersabda, “Kemarahan itu dari setan dan setan diciptakan dari api,
sementara api hanya dapat dipadamkan dengan air. Maka jika salah seorang di antara
kalian marah, maka berwudhulah” (HR. Abu Dawud).
Keempat, dalam menerapkan sanksi hendaknya guru mencontohNabi saw. Beliau
merupakan model ideal dalam berperilaku. Beliau tidak pernah mencaci, mencela, dan
berkata kasar. Beliau semata-mata menyampaikan hukum Allah dan mendorong para
sahabat agar memegang teguh hukum-hukum-Nya. Dalam hadits yang diriwayatkan dari
Anas dikatakan, “Rasulullah saw. bukanlah orang yang suka marah, tidak suka berkata
kotor, dan tidak suka mengutuk. Tatkala menegur salah seorang di antara kami, beliau
hanya berujar, “Mengapa dia tidak melakukan hal yang menguntungkan bagi dirinya?”
Karena itu, pada prinsipnya sanksi fisik tidak boleh dilakukan kecuali jika siswa
melakukan kesalahan yang jelas. Sanksi fisik diterapkan setelah berbagai upaya
pengendalian terhadap perilaku anak tidak berhasil.Sanksi fisik diterapkan setelah guru
menerapkan beberapa tahapan kegiatan berikut.
1. Dinasihati dan dibimbing;
2. Dipanggil dan diarahkan supaya tidak mengulangi kesalahan;
3. Ditegur di hadapan teman-temannya; dan
4. Dipukul.
Pendidik muslim dilarang bermuka masam kecuali terpaksa, misalnya terhadap
anak yang membangkang setelah berkali-kali diperingatkan. Menyakiti anak secara fisik
jangan dijadikan sebagai sarana menghukum.
Sementara itu Asy-Syarif (2006:92-99) menegaskan bahwa sanksi fisik dapat dilakukan
dengan berpedoman pada beberapa prinsip seperti berikut:

1. Memahami alasan pemberian sanksi


Sanksi hanya diberikan kepada anak yang melakukan pelanggaran yang prinsip,
misalnya meninggalkan kewajiban agama, membahayakan kesehatan dirinya,
membahayakan orang lain, dan kesalahan lain yang berdampak buruk bagi dirinya dan
bagi orang lain. Adapun lemahnya prestasi akademik bukanlah sebuah kesalahan, sebab
manusia itu diciptakan Tuhan secara beragam:tinggi dan pendek, pintar dan kurang pintar,
kaya dan miskin, dan perbedaan lainnya.

2. Menggunakan otak, bukan otot


Ajaklah anak untuk berdialog. Anak usia sekolah sudah dapat diajak berpikir logis
selaras dengan tingkat pemahamannya. Kemukakan argumentasi yang melemahkan
tindakannya atau menguatkan pilihannya. Dengan demikian, anak akan terbiasa berpikir
dan bertindak secara logis.

3. Menerapkan sanksi secara bertahap


Sebelum menerapkan sanksi fisik, selayaknya guru memberlakukan sanksi secara
bertahap. Dia jangan langsung menerapkan sanksi fisik. Bahkan jika anak melakukan
kesalahan yang prinsip untuk pertama kali, guru dapat saja mengabaikannya, jangan
membuka rahasianya, dan tidak mengungkapkannya di depan anak lain. Jika dia

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 325
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

mengulanginya, orang tua atau guru dapat menegurnya tatkala berduaan dengannya dan
menegaskan bahwa dia tidak boleh mengulanginya. Orang tua atau guru jangan
mengumbar ancaman karena akan kehilangan efeknya dan ancaman dianggap hal yang
biasa oleh anak.

4. Membuat sakit, tetapi tidak membahayakan


Tatkala guru memilih sanksi fisik karena anak melakukan kesalahan yang prinsip,
maka sanksi itu hendaknya menimbulkan rasa sakit pada anak agar menimbulkan efek jera,
tetapi tidak boleh membahayakan, misalnya menimbulkan luka-luka, patah tulang, atau
selainnya karena pendidikan tidak mengenal praktik semacam ini. Jangan pula menerapkan
sanksi dengan sanksi yang menurunkan kehormatan anak, misalnya menampar atau
meludahinya, atau merusak benda miliknya seperti melemparkan mainannya.

5. Mengendalikan perilaku, bukan menghukum


Jangan sampai guru menghukum siswa, sedang siswa mengetahui kemarahan dan
sikap permusuhan guru terhadap dirinya. Guru harus memberi tahu bahwa hukuman itu
semata-mata untuk meluruskan perilakunya agar tidak melakukan kesalahan di masa yang
akan datang. Tatkala guru menghukum, dia tetap memperlihatkan kasih sayangnya kepada
siswa.

6. Menerapkan sanksi secara variatif


Saknsi fisik tidak boleh dilakukan dengan satu cara, tetapi dilakukan secara variatif
dan bergradasi.Pertama, memperlihatkan alat untuk menghukum seperti tongkat atau
cambuk. Simpanlah alat itu di tempat terbuka. Cara ini akan mengingatkan anak untuk
senantiasa berperilaku terpuji. Nabi saw. bersabda, “żantungkanlah cambuk agar dilihat
penghuni rumah”. Kedua, jika anak melakukan kesalahan, tunjukkan alat itu dan ancamlah
bahwa orang tua akan menggunakannya jika kesalahannya diulang. Ketiga, jika dia
melakukan kesalahan pukullah dengan ringan, tetapi tetap menimbulkan rasa sakit, dan
tidak membahayakan. Keempat, jangan mengulangi pukulan pada tempat yang sama.
Kelima, jangan memukul dengan menganggkat tangan hingga ketiak terlihat, tetapi
pukullah dengan tangan mengepit ke tubuh. Keenam, jangan memukul menggunakan
tongkat yang kasar, atau besi, atau semacamnya.

7. Jangan mencela saat menghukum anak


Tatkala menghukum anak secara fisik, orang tua sering menyertainya dengan kata-
kata yang menegaskan kesalahannya. Cara ini dapat saja dilakukan karena merupakan
bagian dari hukuman, tetapi dilarang mencela anak, karena hal ini akan meruntuhkan
kehormatan atau harga dirinya.

8. Jika anak meminta perlindungan, lindungilah dia


Tatkala anak hendak dihukum, lalu dia berlari menuju ayahnya, ibunya, atau
kerabatnya, maka orang tua hendaknya mengurungkan rencana menghukumnya. Jika dia
tetap melaksanakannya, hal itu akan mengurangi wibawa orang yang diminta perlindungan
oleh anak. Jelaskan pula bahwa dia sebenarnya berhak menerima hukuman, kalaulah tidak
berlindung kepada ayah, atau ibu, atau kerabatnya. Demikian pula seseorang hendaknya
mengurungkan hukuman jika anak berlindung dengan mushaf atau dengan nama Allah.

9. Membedakan kesalahan karena ketidaktahuan atau kesengajaan


Sanksi hanya dikenakan kepada anak yang melakukan kesalahan karena sengaja.
Adapun kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan, maka penyelesaiannya dengan
326
diberi tahu. Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016

10. Membedakan antara meninggalkan perintah dan melanggar larangan


Saknsi fisik hendaknya dikenakan kepada anak yang melakukan pelanggaran atas
PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Sanksi hanya dikenakan kepada anak yang melakukan kesalahan karena sengaja.
Sanksi
AdapunSanksi hanya dikenakan
kesalahan kepada anak yang melakukan kesalahan karena sengaja.
hanyayang dilakukan
dikenakan kepadakarenaanakketidaktahuan,
yang melakukan maka penyelesaiannya
kesalahan dengan
karena sengaja.
Adapun
diberi tahu. kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan, maka penyelesaiannya dengan
Adapun kesalahan yang dilakukan karena ketidaktahuan, maka penyelesaiannya dengan
diberi tahu.
diberi tahu.
10. Membedakan antara meninggalkan perintah dan melanggar larangan
10. Membedakan
Saknsi fisik hendaknyaantara meninggalkan perintah
dikenakan perintah
kepada anak dan melanggar
yang melakukanlarangan
10. Membedakan antara meninggalkan dan melanggar laranganpelanggaran atas
Saknsi
sesuatuSaknsi fisik hendaknya
yang seharusnya dikenakan
tidak dikenakan
dilakukan.kepadakepada
Hal inianakanak yang melakukan
didasarkan pelanggaran
atas sabdapelanggaran
Nabi saw. yang atas
fisik hendaknya yang melakukan atas
sesuatu
menegaskan, yang seharusnya tidak
“Jika aku melarangmu dilakukan. Hal
melakukan ini didasarkan
sesuatu, maka atas sabda Nabi saw. yang
sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Hal ini didasarkan atas jauhilah.
sabda Nabi Dansaw. jikayang
aku
menegaskan,
menyuruhmu “Jika “Jika
melakukanaku melarangmu
suatu perintah, melakukan sesuatu,
maka lakukanlah maka jauhilah. Dan jika aku
menegaskan, aku melarangmu melakukan sesuatu, selaras
maka dengan
jauhilah.kemampuanmu”
Dan jika aku
menyuruhmu
(HR. Bukhari). melakukan
Dalam suatuiniperintah,
hadits larangan maka lakukanlah
dikemukakan selaras
secara dengan
mutlak, kemampuanmu”
sedangkan perintah
menyuruhmu melakukan suatu perintah, maka lakukanlah selaras dengan kemampuanmu”
(HR. Bukhari).
dikemukakan Dalam hadits ini larangan dikemukakan secara mutlak, sedangkan perintah
(HR. Bukhari).secara Dalamterikat
haditsdengan kemampuan.
ini larangan dikemukakanKesalahansecarayang menyangkut
mutlak, sedangkan agama lebih
perintah
dikemukakan
berat daripada secara
kesalahanterikat dengan kemampuan.
menyangkut dunia. Kesalahan yang menyangkut agama lebih
dikemukakan secara terikat dengan kemampuan. Kesalahan yang menyangkut agama lebih
berat daripada kesalahan menyangkut dunia.
berat daripada kesalahan menyangkut dunia.
11. Menyeimbangkan sanksi
11. Menyeimbangkan
Saknsi perlu diterapkan sanksi
11. Menyeimbangkan sanksi secara seimbang. Penerapan sanksi secara berlebihan dapat
Saknsi
menimbulkan perlu diterapkan
penyesalan karena secaraanakseimbang.
dapat saja Penerapan
mengalami sanksi secara berlebihan
gangguan dapat
psikologisdapat atau
Saknsi perlu diterapkan secara seimbang. Penerapan sanksi secara berlebihan
menimbulkan
mengalami penyesalan
cacat dalam karena
kehidupannya. anak dapat saja mengalami gangguan psikologis atau
menimbulkan penyesalan karena anak dapat saja mengalami gangguan psikologis atau
mengalami
Quthub (1992: cacat dalam kehidupannya.
mengalami cacat142)
dalam juga menyampaikan pandangan yang senada dengan prinsip di atas,
kehidupannya.
Quthub
yaitu (1992:
pembinaan 142)
anak juga menyampaikan
hendaknya pandangan yang senada
mendahulukan dengan prinsip di atas,
Quthub (1992: 142) juga menyampaikan pandanganmotivasiyang senadasebelum menerapkan
dengan prinsip disanksi.
atas,
yaitu
Bagi pembinaan
Quthub, anakadalah
sanksi hendaknya tindakan mendahulukan
terakhir. motivasi
Anak yang sebelum
melakukan menerapkan
kesalahan sanksi.
dapat
yaitu pembinaan anak hendaknya mendahulukan motivasi sebelum menerapkan sanksi.
Bagi Quthub,
dihukum sanksi
secarasanksi adalah
berjenjang tindakan
dengan terakhir.
mengikuti Anak yang melakukan kesalahan dapat
tahapan
Bagi Quthub, adalah tindakan terakhir. Anakberikut.
yang melakukan kesalahan dapat
dihukum secara berjenjang dengan mengikuti tahapan berikut.
dihukuma.secara Guruberjenjang
atau orang dengantua tidak menyuruh
mengikuti tahapananak untuk melakukan sesuatu. Guru
berikut.
a. Guru atau orang
membiarkan anak. tua
Cara tidak
ini menyuruh
pun merupakan anakhukuman
untuk melakukan
bagi anak yang sesuatu.
selamaGuruini
a. Guru atau orang tua tidak menyuruh anak untuk melakukan sesuatu. Guru
membiarkan
biasa didorong anak.dan Cara ini pun
disuruh guru merupakan
untuk hukuman bagi
mengerjakan atau anak yang selama
meninggalkan ini
suatu
membiarkan anak. Cara ini pun merupakan hukuman bagi anak yang selama ini
biasa didorong dan disuruh guru untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu
kegiatan.
biasa didorong dan disuruh guru untuk mengerjakan atau meninggalkan suatu
kegiatan.
b. kegiatan.
Guru atau orang tua tidak memperhatikan anak selama kurun waktu tertentu.
b.
c. Guru Guru atau
Guru atau orang
atauorang
orangtuatua tidak
tuatidak memperhatikan
memperlihatkan anak selama kurun waktu tertentu.
ketidaksenangannya
b. memperhatikan anak selama kurun kepada anak yang
waktu tertentu.
c. Guru atau
melakukan orang
kesalahan.tua memperlihatkan ketidaksenangannya kepada anak yang
c. Guru atau orang tua memperlihatkan ketidaksenangannya kepada anak yang
melakukan
d. melakukan
Guru atau orang kesalahan.
tua bermuka masam.
kesalahan.
d.
e. Guru
Guru atau
atau orang
orang tua bermuka
tua bermuka
melarangmasam.masam.
anak dengan suara tegas dan keras.
d. Guru atau orang tua
e. Guru atau orang tua melarang anak dengan suara kepada
tegas dan keras.
e.f. GuruGuru atauatauorang
orangtua tuamelarang
tidak mengajak
anak dengan berbicara
suara tegas dananak yang melakukan
keras.
f. Guru atau
kesalahan orang
untuk tua
kurun tidak
waktumengajak
tertentu. berbicara kepada anak yang melakukan
f. Guru atau orang tua tidak mengajak berbicara kepada anak yang melakukan
kesalahan
g. kesalahan
Guru atauuntuk untuk kurun
orangkuruntua tidak waktu tertentu.
memberi anak sesuatu yang disukainya.
waktu tertentu.
g.
h. Guru
Guru atau
atau orang
orang tua
tua tidak memberi
mengancam akananak sesuatu yang
menghukum disukainya.
anak.
g. Guru atau orang tua tidak memberi anak sesuatu yang disukainya.
h.
i. Guru Guru atau
Guru atau orang
atau orang
orang tuatua mengancam
tua mengancam akan menghukum anak.
memukul perlahan-lahan.
h. akan menghukum anak.
i.j. Guru atau
Guru atau orang
atau orang
orang tuatua memukul
tua memukul perlahan-lahan.
memukul perlahan-lahan.
keras, sehingga anak merasa sakit.
i. Guru
j. Guru atau orang tua memukul keras, sehingga anak merasa sakit.
j. Guru atau orang tua memukul keras, sehingga anak merasa sakit.
Langkah-lang di atas harus diikuti secara tertib, tidak boleh dilangkahi. Guru atau
Langkah-lang
orang Langkah-lang
tua tidak boleh di atas harusmemukul diikuti secara tertib, tidak boleh dilangkahi. Guru atau
di langsung
atas harus diikuti secara atau tertib,
mencambuk anak.dilangkahi.
tidak boleh Sebelum melakukan
Guru atau
orang
pukulan tua tidak boleh langsung memukul atau mencambuk anak. Sebelum melakukan
orang tuaatau cambukan,
tidak guru hendaknya
boleh langsung memukul mempertimbangan
atau mencambukbeberapa hal berikut.
anak. Sebelum melakukan
pukulana.atauGuru cambukan,
atau orang guru hendaknya
tua perlu memilikimempertimbangan beberapa
berbagai alternatif hal berikut.
hukuman
pukulan atau cambukan, guru hendaknya mempertimbangan beberapa hal berikut.yang akan
a. Guru atau
diterapkan orang tua perlu
secaratuaberangsur-angsur,memiliki berbagai alternatif
sebab biasanya hukuman yang akan
a. Guru atau orang perlu memiliki berbagai alternatifanak akan yang
hukuman melakukan
akan
diterapkan
banyak secara
kesalahan, berangsur-angsur,
sehingga memerlukan sebabbanyakbiasanya
hukuman.anak akan
Karena melakukan
itu, bentuk
diterapkan secara berangsur-angsur, sebab biasanya anak akan melakukan
banyak
hukuman kesalahan,
pun merentang sehingga memerlukan
panjang dari yang banyak
paling hukuman. Karena itu, bentuk
ringan hingga
banyak kesalahan, sehingga memerlukan banyak hukuman. Karenapukulan atau
itu, bentuk
hukuman
cambukan. pun merentang panjang dari yang paling ringan hingga pukulan atau
hukuman pun merentang panjang dari yang paling ringan hingga pukulan atau
cambukan.
b. cambukan.
Guru atau orang tua hendaknya tidak membiasakan hukuman fisik karena
b. Guru atau
boleh atau orang anak
jadi orang
tubuh tua hendaknya
menjadi terbiasatidak membiasakan hukuman
jika disakiti, hukuman fisik karena
sehingga hukuman itu
b. Guru tua hendaknya tidak membiasakan fisik karena
boleh
menjadi jadi tubuh
tidak anak
berpengaruh. menjadi
Jika terbiasa
hukuman jika
fisikdisakiti,
tidak sehingga
berpengaruh, hukuman
padahal itu
itu
boleh jadi tubuh anak menjadi terbiasa jika disakiti, sehingga hukuman itu
menjadi
merupakan tidak berpengaruh. Jika hukuman fisik tidak berpengaruh, padahal itu
menjadi tidakhukuman
berpengaruh. yang Jika
paling berat, maka
hukuman hilanglah
fisik tidak semua jenis
berpengaruh, padahal sarana
itu
merupakan hukuman yang paling berat, maka hilanglah semua jenis sarana
merupakan hukuman yang paling berat, maka hilanglah semua jenis sarana

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 327
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

hukuman yang efektif. Karena jika hukuman fisik yang berat saja tidak
berpengaruh, apalagi hukuman yang ringan.
c. Sanksi itu pada mulanya merupakan sesuatu yang ditakuti sebelum ia
dilaksanakan. Kemudian sanksi itu memiliki dampak sempurna saat diterapkan
untuk pertama kali. Namun, jika penerapannya berulang-ulang dalam jangka
waktu yang dekat, maka ia akan kehilangan efektifitasnya, dan akhirnya sanksi
itu tidak lagi berguna.

E. JENIS DAN TAHAPAN SANKSI


Secara umum sanksi bertujuan memberikan nasihat bagi penerimanya dan bagi
orang lain. Dalam peribahasa dikatakan, “Orang bahagia ialah yang dapat mengambil
pelajaran dari orang lain.” Ini berarti sanksi yang dialami seseorang merupakan nasihat dan
pelajaran bagi orang lain, terutama bagi orang yang menerima sanksi. Karena itu,
penerapan sanksi harus dilakukan di hadapan khalayak.
Dilihat dari segi tujuannya, sanksi itu ada empat macam: yang bersipat membalas,
mencegah, menasihati, atau memperbaiki. Sanksi yang bertujuan membalas diterapkan
karena pelakunya melakukan kesalahan atau dosa. Balasan tersebut hendaknya dilakukan
secara sepadan dengan kesalahan yang telah dilakukannya. Pembalasan yang sepadan ini
disebut qishash, dan tidak akan dibicarakan dalam tulisan ini.
Sanksi yang akan dibahas di sini ialah yang bersifat edukatif, yaitu yang bertujuan
mencegah, menasihati, dan memperbaiki perilaku anak. Sanksi edukatif itu bervariasi dan
berjenjang selaras dengan karakter siswa yang dihadapinya dan tingkat kesalahan yang
dilakukannya.Sejatinya, sanksi tersebut bukanlah hukuman yang berkaitan dengan masalah
pidana atau pelanggaran hukum syara’, tetapi hukuman yang berkaitan dengan kesalahan
yang dilakukan anak-anak di sekolah karena meninggalkan kewajiban agama, melakukan
perbuatan yang membahayakan dirinya atau orang lain, dan melakukan akhlak yang
tercela. Pelanggaran tersebut terjadi dalam proses pendidikan anak di sekolah atau di
rumah. Menurut Al-Hazimi(2000:401-406), sanksi edukatif tersebut dapat dikelompokkan
ke dalam lima jenis seperti berikut.

a. ‘Adamur ridha (Menampakkan Ketidaksenangan)


Guru atau orang tua menampilkan sikap atau perilaku tidak senang kepada
anak,sehinggadiamerasa bahwa guru atau orang tua tidak meridhai dan menyukai dirinya.
Dalam hal ini guru jangan cepat-cepat memukul siswa tatkala siswa tidak merespon nasihat
dan bimbingan. Guru harus berangsur-angsur menerapkan sanksi, yaitu dimulai dari
pemberitahuan bahwa guru tidak menyukai perilaku siswa tersebut. Ketidaksukaan guru ini
ditampilkan dalam muka yang masam, tidak memberinya perhatian, atau perbuatan
lainnya.
Sanksi semacam itu berpengaruh besar terhadap anak, terutama jika pembiaran
dilakukan oleh guru yang disayangi siswa. Karena itu, kita sering menjumpai anak yang
segera meminta maaf kepada orang tua atau gurunya atas kesalahan yang dilakukannya.

b. Taqri’ (Menegur)
Tahap kedua dari tahapan pemberian sanksi ialah menegur dengan keras (taqri’).
Gurumenegur dengan tegas terhadap siswa yang bersalah, tetapi tidak boleh mencela dan
mencacinya. Ini adalah sanksi yang bersifat menakut-nakuti, sehingga marwah atau
kehormatan anak di depan temannya ataumasyarakatnya tetap terjaga. Namun, ada pula
guru yang salah dalam menerapkan sanksi ini, yaitu guru atau orang tua mencela anak
denganmelampaui batas, yaitu dengan menggunakan kata-kata yang tajam, kasar, dan

328 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

melukai perasaan siswa, sehingga membuatnya membenci guru. Teguran keras merupakan
melukai perasaan siswa,
sanksi kependidikan yangsehingga membuatnya
efektif, jika guru pandai membenci guru. Teguran keras merupakan
menggunakannya.
sanksi kependidikan yang efektif, jika guru pandai menggunakannya.
melukai perasaan siswa, sehingga membuatnya membenci guru. Teguran keras merupakan
sanksi Hirman (Mencegah)
c. kependidikan yang efektif, jika guru pandai menggunakannya.
c. Hirman (Mencegah)
Siswa dicegah (hirman) melakukan sesuatu yang disukainya atau menerima sesuatu
Siswa
yangc.menjadi
Hirman dicegah
haknya.
(Mencegah) (hirman)
Sanksi inimelakukan
diterapkansesuatu yangsebelumnya
jika sanksi disukainya atau tidakmenerima
mempan.sesuatu Sanksi
yang menjadi
diterapkan haknya.
dalam situasi Sanksi
yang ini diterapkan
berbeda. jika
Misalnya, sanksi
anak sebelumnya
dilarang
Siswa dicegah (hirman) melakukan sesuatu yang disukainya atau menerima sesuatu tidak
bermain mempan.
dengan Sanksi
teman-
diterapkan
temannya,
yang menjadi dalam situasi
atauhaknya.
tidak yangberwisata
diajak
Sanksi berbeda.
ini diterapkan Misalnya,
ke tempat anak dilarang
yangsebelumnya
jika sanksi disukainya, bermain dengandibelikan
ataumempan.
tidak tidak teman-
Sanksi
temannya,
keperluan atau tidak
sekolahnya. diajak
Penerapan berwisata
sanksi ke
ini tempat
temporer yang
saja,
diterapkan dalam situasi yang berbeda. Misalnya, anak dilarang bermain dengan teman- disukainya,
tidak atau
selamanya. tidak dibelikan
keperluan
temannya, sekolahnya.
Meskipun sanksi
atau tidak Penerapan
diajak sanksi ini
ini berpengaruh
berwisata ke temporer
mendalam
tempat yang saja,anak,
bagi tidaknamun
selamanya.
disukainya, jika
atau dilakukan terus-
tidak dibelikan
menerus Meskipun
dan sanksi
melampaui ini berpengaruh
batas, ia akan mendalam
menimbulkan
keperluan sekolahnya. Penerapan sanksi ini temporer saja, tidak selamanya. bagi anak,
pengaruh namun
burukjika dilakukan
bagi siswa. terus-
Anak
menerus dan
dapat melakukan melampaui
Meskipun perilaku
sanksi ini batas, ia
menyimpang akan
berpengaruhguna menimbulkan
memenuhi
mendalam pengaruh
bagiapaanak,yang buruk
tidakjika
namun bagi
diraihnya.siswa.
dilakukan terus-Anak
dapat melakukan perilaku menyimpang guna memenuhi
menerus dan melampaui batas, ia akan menimbulkan pengaruh buruk bagi siswa. Anak apa yang tidak diraihnya.
dapatd. melakukan
Hijr(Memboikot)perilaku menyimpang guna memenuhi apa yang tidak diraihnya.
d. Hijr(Memboikot)
Secara harfiah hijr merupakan lawandari menyambung (washal), yaitu tidak
d. Secara
mengajak harfiahkepada
berbicara
Hijr(Memboikot) hijr merupakan
orang lain lawandari menyambung
tatkala bertemu. Hal ini(washal),
bertujuanyaitu agartidak
dia
menghentikan
mengajak Secara perbuatan
berbicara
harfiahkepada yangmerupakan
hijr melanggar
orang syari’at.
lain lawandari
tatkala Hijrbertemu.
menyambung Hal ini
merupakan bertujuan
sarana
(washal), agartidak
pendidikanyang
yaitu dia
menghentikan
dapat dilakukan perbuatan
oleh yang
suami melanggar
kepada istri, syari’at.
orang tua Hijr merupakan
kepada
mengajak berbicara kepada orang lain tatkala bertemu. Hal ini bertujuan agar dia anak, sarana
guru pendidikanyang
kepada siswa, dan
dapat dilakukanperbuatan
seterusnya.
menghentikan oleh suami yang kepada istri, orang
melanggar syari’at.tuaHijr
kepada anak, guru
merupakan saranakepada siswa, dan
pendidikanyang
seterusnya.
Sebenarnya
dapat dilakukan olehpemboikotan
suami kepada ini istri,haram
orang tua dilakukan
kepada anak, kecuali
guru ada
kepada alasan
siswa,yangdan
Sebenarnya
mewajibkannya
seterusnya. pemboikotan ini haram dilakukan
dan dilakukan sesuai dengan prinsip syariat. Nabi saw. bersabda, kecuali ada alasan yang
“Janganlah
mewajibkannya kaliandansaling
Sebenarnya membenci,
dilakukan
pemboikotan inisaling
sesuai dengan
haram dengki,
prinsipdan syariat.
dilakukan saling membelakangi.
kecuali Nabiadasaw. alasan Jadilah
bersabda,
yang
“Janganlah
hamba
mewajibkannya kalian
Allah yang dansaling
bersaudara. membenci,
dilakukanSeorang saling
sesuai muslim dengki,
dengan tidak dan saling
halalsyariat.
prinsip membelakangi.
memboikot Nabi(hijr) Jadilah
saw.saudaranya
bersabda,
lebih
hamba dari
“Janganlah tiga
Allah hari” bersaudara.
yang
kalian (HR. Bukhari).
saling Seorangsaling
membenci, muslim tidak dan
dengki, halalsaling
memboikot (hijr) saudaranya
membelakangi. Jadilah
lebih dari
Imamtiga hari”
an-Nawawi (HR. Bukhari).
berkata: Para ulama mengharamkan
hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim tidak halal memboikot (hijr) pemboikotan di antara umat
saudaranya
muslim
lebih dariImamtigaan-Nawawi
lebih dari 3(HR.
hari” berkata:
hari,Bukhari). Para ulama
tetapi boleh kurang mengharamkan
dari 3 hari. Pada pemboikotan
prinsipnya di antara
memboikotumat
muslim
seorangImamlebih
muslim dari itu3 hari,
haram tetapi
kecualiboleh jika kurang
memiliki dari 3 hari.
kepentingan
an-Nawawi berkata: Para ulama mengharamkan pemboikotan di antara umat Pada prinsipnya
syariat, memboikot
misalnya untuk
seorang
mendidik muslim
dan
muslim lebih dari itu3 haram
mengembalikan kecuali
hari, tetapi seseorang
bolehjikakurang
memiliki
kepadadari kepentingan
kebenaran.
3 hari. Pada syariat,
Pemboikotan misalnya
prinsipnya yang untuk
minimal
memboikot
mendidik
ialah hanya dan mengembalikan
memberi salam, seseorang
tidak sampai kepada
memutuskan kebenaran.
seorang muslim itu haram kecuali jika memiliki kepentingan syariat, misalnya untuktali Pemboikotan
silaturahim. yang minimal
ialah hanyadan
mendidik memberi salam, tidak
mengembalikan sampai memutuskan
seseorang kepada kebenaran.tali silaturahim.
Pemboikotan yang minimal
ialahe. hanya memberi(Memukul)
Adh-dharbu salam, tidak sampai memutuskan tali silaturahim.
e. Adh-dharbu
Pendidikan Islam (Memukul)menegaskan sanksi memukul dalam beberapa situasi, misalnya
Pendidikan
tatkalamendidik Islam
anak
e. Adh-dharbu (Memukul) menegaskan
agar mendirikan sanksi memukul
shalat, menegakandalam hukum-hukum
beberapa situasi,Allah, misalnyadan
tatkalamendidik
menetapkan ta’zir anak
(sanksi agar mendirikan
dengan dipermalukan).shalat, menegakan
Pendidikan Islam menegaskan sanksi memukul dalam beberapa situasi, misalnya hukum-hukum Allah, dan
menetapkan
Sehubungan
tatkalamendidik ta’zir
dengan (sanksi
anak dengan
mendidik
agar dipermalukan).
anak agar
mendirikan shalat,mendirikan
menegakan shalat, Nabi saw. Allah,
hukum-hukum bersabda,
dan
“Perintahkan
Sehubungan dengan
anak-anak mendidik
kalian anak
untuk
menetapkan ta’zir (sanksi dengan dipermalukan). agar
mendirikan mendirikan
shalat saatshalat,
usia Nabi
mereka saw.
tujuh bersabda,
tahun dan
“Perintahkan
pukullah
Sehubungan merekaanak-anak
saat usia
dengan kalian
mendidik untuk
sepuluh mendirikan
tahun
anak shalat saat
sertamendirikan
agar pisahkan tempatusiatidur
shalat, mereka tujuh
saw. tahun
mereka."
Nabi (HR. dan
Abu
bersabda,
pukullah
Dawud. mereka
Dishahihkan saat usia
oleh sepuluh
Al-Albany tahun
). serta pisahkan
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mendirikan shalat saat usia mereka tujuh tahun dantempat tidur mereka." (HR. Abu
Dawud.
pukullahDishahihkan
mereka saatoleh usiaAl-Albany
sepuluh tahun ). serta pisahkan tempat tidur mereka." (HR. Abu
F. KETENTUAN
Dawud. Dishahihkan oleh PENERAPAN
Al-Albany ). SANKSI FISIK
Apabila pendekatan kasih sayang
F. KETENTUAN PENERAPAN dan sanksi
SANKSI FISIK ringan tidak efektif dalam membina
siswa, Apabila pendekatan kasih
F. KETENTUAN PENERAPAN SANKSI FISIKpenerapan
para pendidik dan para sayang
ulama dan
membolehkansanksi ringan tidak sanksi
efektif fisik.
dalamSalah membinasatu
siswa, para
bentuksaknsi pendidik
fisik itu dan para
adalah ulama
pukulan membolehkan
atau cambukan. penerapan
Menurut
Apabila pendekatan kasih sayang dan sanksi ringan tidak efektif dalam membina sanksi
Husain fisik.
(1977:Salah satu
61-65),
bentuksaknsi
penerapan
siswa, parasanksi fisikberupa
pendidik itu danadalahparapukulan
pukulan atau cambukan.
atau cambukan
ulama membolehkan itu perlu Menurut Husain
menuhisanksi
penerapan beberapa (1977:
fisik.syarat 61-65),
Salah seperti
satu
penerapan
berikut. sanksi berupa pukulan atau cambukan itu perlu
bentuksaknsi fisik itu adalah pukulan atau cambukan. Menurut Husain (1977: 61-65), menuhi beberapa syarat seperti
berikut.
1. Guru
penerapan selayaknya
sanksi berupamenerapkan
pukulan ataudan mengutamaan
cambukan itu perlu pembinaan perilaku siswa
menuhi beberapa syarat dengan
seperti
1.
berikut. Guru selayaknya
berlandaskan kasihmenerapkan
sayang. dan mengutamaan pembinaan perilaku siswa dengan
1. berlandaskan
Guru selayaknya kasihmenerapkan
sayang. dan mengutamaan pembinaan perilaku siswa dengan
berlandaskan kasih sayang.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 329
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

2. Pukulan yang diterapkan guru tidak boleh lebih dari tiga kali. Jika guru akan
2. menambah
Pukulan yang pukulan, maka guru
diterapkan tidak boleh lebih dari
tidak boleh 10dari
lebih kali tiga
kecualikali.atas izinguru
Jika dari akan
wali
siswa.
menambah pukulan, maka tidak boleh lebih dari 10 kali kecuali atas izin dari wali
3. Pukulan
siswa. dikenakan pada bagian tubuh yang aman. Guru tidak boleh memukul
3. bagian
Pukulankepaladan
dikenakan wajah siswa demi
pada bagian tubuh menjaga
yang aman. keselamatan
Guru tidakotak, bolehmata, dang
memukul
pancainderanya. Pukulan misalnya dilakukan terhadap
bagian kepaladan wajah siswa demi menjaga keselamatan otak, mata, dang kaki.
pancainderanya. Pukulan misalnya dilakukan terhadap kaki.
Adapun menurut Al-Qabasi (Al-Ahwani,1967:156), pukulan dapat dilakukan guru
atau orang tua dengan
Adapun menurut memenuhi
Al-Qabasi beberapa ketentuan seperti berikut.
(Al-Ahwani,1967:156), pukulan dapat dilakukan guru
1. Guru tidak boleh memukul siswa kecuali karena
atau orang tua dengan memenuhi beberapa ketentuan seperti berikut. kesalahan.
2.
1. Guru
Guru memukul
tidak bolehsiswa sesuaisiswa
memukul dengan tingkat
kecuali kesalahan
karena yang dilakukannya.
kesalahan.
3.
2. Jumlah pukulansiswa
Guru memukul berkisar antara
sesuai 1 hingga
dengan tingkat3 pukulan.
kesalahanJikayanglebih dari 3 pukulan, guru
dilakukannya.
harus meminta izin kepada orang tua atau walinya.
3. Jumlah pukulan berkisar antara 1 hingga 3 pukulan. Jika lebih dari 3 pukulan, guru
4. Guru
harus boleh
meminta memukul lebihorang
izin kepada dari 10, jika walinya.
tua atau anak sudah berusia ihtilam, tetapi buruk
4. Guru boleh memukul lebih dari 10, jika anakdengan
akhlaknya, buruk perilakunya, dan tidak takut sudah pukulan.
berusia ihtilam, tetapi buruk
5. Tindakan memukul harus dilakukan
akhlaknya, buruk perilakunya, dan tidak takut dengan oleh guru sendiri, tidak boleh diwakilkan
pukulan.
5. kepada
Tindakan teman anak yang
memukul harusdipkul.
dilakukan oleh guru sendiri, tidak boleh diwakilkan
6. Pukulan harus menimbulkan
kepada teman anak yang dipkul. rasa sakit, tetapi tidak boleh terlampau menyakitkan
6. dan membahayakan.
Pukulan harus menimbulkan rasa sakit, tetapi tidak boleh terlampau menyakitkan
7. Pukulan dilakukan pada bagian kaki. Jangan memukul wajah atau kepala anak.
dan membahayakan.
8.
7. Alat pukul
Pukulan adalah kayu
dilakukan padayang
bagianagak lembut
kaki. Jangan danmemukul
aman, atau sejenis
wajah ataucambuk kecil.
kepala anak.
8. Alat pukul adalah kayu yang agak lembut dan aman, atau sejenis cambuk kecil.
Sementara itu Al-Hazimi(2000:401-406) menetapkan tata cara memukul atau
mencambuk seperti itu
Sementara berikut.
Al-Hazimi(2000:401-406) menetapkan tata cara memukul atau
1. Pukulan
mencambuk sepertiitu berikut.
bukan untuk melepas emosi karena hal itu akan menyebabkan
1. seseorang
Pukulan itu bertindak
bukan melampaui
untuk melepas batas. emosi karena hal itu akan menyebabkan
2. Pukulan itu tidak menimbulkan
seseorang bertindak melampaui batas. luka, yaitu tidak membuat tulang patah atau retak.
2. Pukulan
Pukulan harus selaras
itu tidak dengan kadar
menimbulkan luka, kesalahan
yaitu tidakanak.
membuat tulang patah atau retak.
3. Alat
Pukulan harus selaras dengan kadar kesalahan anak.akan mematahkan tulang, atau
pukul tidak boleh keras atau kasar karena
3. terlampau
Alat pukullembut tidak karena
boleh akan
kerasmenyakitkan.
atau kasar karena akan mematahkan tulang, atau
4. Alat pukul jangan terlalu
terlampau lembut karena akan kecilmenyakitkan.
sehingga tidak dapat digantungkan di rumah untuk
4. diperlihatkan.
Alat pukul jangan terlalu kecil sehingga tidak dapat digantungkan di rumah untuk
5. Jangan memukul lebih dari 10 kali berkenaan dengan kesalahan yang tidak
diperlihatkan.
5. berkaitan dengan kemaksiatan
Jangan memukul lebih dari atau 10 kalipelanggaran
berkenaan had.dengan kesalahan yang tidak
6. Jangan memukul pada tempat-tempat
berkaitan dengan kemaksiatan atau pelanggaran had. yang mematikan.
6. Jangan memukul pada tempat-tempat yang mematikan.
G. DAMPAK SANKSI
G. Ahmad
DAMPAK (1982:SANKSI169-170) mengutip pandangan Ibnu Khaldun yang menegaskan
bahwa Ahmad
siapa yang(1982:mengajar
169-170)siswa,mengutippelayan, atau karyawan
pandangan Ibnu Khaldun dengan yang kekerasan
menegaskandan
pemaksaan, maka akan meciutkan jiwa mereka, membuat
bahwa siapa yang mengajar siswa, pelayan, atau karyawan dengan kekerasan dan mereka pasif dan malas,
mendorongnya
pemaksaan, maka berdusta,berpura-pura,
akan meciutkan jiwa dan berlainan
mereka, antara
membuat isi hati dan tindakannya.
mereka Anak
pasif dan malas,
yang sering menerima kekerasanakan berupaya mencari cara untuk
mendorongnya berdusta,berpura-pura, dan berlainan antara isi hati dan tindakannya. Anak melakukan tipu daya
guna menghindari
yang sering menerima kekerasan. Jika halberupaya
kekerasanakan ini dibiarkan,
mencarimaka terbentuklahkebiasaan
cara untuk melakukan tipu daya dan
perilaku yang merusak kemanusiaan. Dia akan tumbuh menjadi
guna menghindari kekerasan. Jika hal ini dibiarkan, maka terbentuklahkebiasaan dan anak yang berupaya
melindungi
perilaku yang danmerusak
mempertahankan
kemanusiaan. diri danDiakedudukannya
akan tumbuh dari ancaman
menjadi anakpihakyang lain. Pada
berupaya
gilirannya, penyakit ini akan menular pada keluarga lain. Di samping
melindungi dan mempertahankan diri dan kedudukannya dari ancaman pihak lain. Pada itu dia menjadi orang
malas dalam
gilirannya, meraih
penyakit keutamaan
ini akan menular pada dan keluarga
akhlak lain.yang mulia, itu
Di samping sehingga
dia menjadiruntuhlah
orang
kemanusiaannya, lalu jatuh ke dalam kenistaan.
malas dalam meraih keutamaan dan akhlak yang mulia, sehingga runtuhlah
kemanusiaannya, lalu jatuh ke dalam kenistaan.

330 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Hal senada juga dikemukakan oleh Al-Kailani (1985: 229) yang menyatakan
kekerasan akan membahayakan siswa, terutama anak-anak. Kekerasan akan membuat
anak-anak malas dan mendorong mereka untuk berdusta, menipu, mencaci, dan menjauhi
kebaikan. Kekerasan akan membuat anak-anak bersedih, dan kesedihan membuat hatinya
mati. Sebaliknya, jika guru atau orang tua terlampau permisif terhadap perilaku anak,
makaanak akan terbiasa hidup santai dan manja. Guru perlu memperlakukan anak dengan
kelembutan. Jika kelembutan tidak efektif,guru dapat menerapkan tindakan tegas. Adapun
pukulan yang tidak melukai merupakan tindakan terakhir yang dapat dilakukan guru atau
orang tua.

H. SANKSI DALAM PERSPEKTIF GURU BERPRESTASI


Munculnya fenomena sanksi yang berubah menjadi kekerasan, mendorong
Syihabuddin (2016) untuk mewawancara para guru berprestasi pada tingkat
kabupaten/kota, provinsi, dan nasional, baik guru SD, SMP, maupun SMA atau SMK,
tentang cara membimbing siswa, cara memotivasi siswa, cara memberikan sanksi, dan
bagaimana sikap orang tua terhadap guru.
Pada umumnya para guru berprestasi menggunakan berbagai cara membimbing
siswa agar mencapai perubahan perilaku yang diharapkan. Di antara cara tersebut ialah
membina komunikasi dengan siswa, menyesuaikan cara membimbing dengan karakter
siswa, memberikan perhatian khusus kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus,
menerapkan nilai secara konsisten, menegakkan disiplin, dan memberikan keteladanan.
Menurut responden, keteladanan itu sangat penting. “Menerapkan nilai untuk memotivasi
siswa dengan cara memberikan contoh-contoh teladan dalam kehidupan (sosok orang yang
berprestasi) dan mengajarkan rasa syukur kepada siswa bahwa tidak semua orang dapat
belajar seperti mereka jadi mereka harus memanfaatkan kesempatan ini untuk menjadi
sosok yang dapat memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat, lebih jauh bagi
negara” (8:10).
Namun, pada umumnya para guru berprestasi membimbing siswa dengan
menerapkan nilai-nilai yang relevan dengan kebutuhan siswa. Secara lengkap, cara yang
dilakukan guru disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1
Cara Membimbing Siswa
Frekuensi
No. Kegiatan Membimbing
F %
1. Berkomunikasi dengan siswa dan mengidentifikasi 2 8.69
penyebabnya untuk ditangani secara khusus
2. Disesuaikan dengan karakter siswa secara proporsional 4 17,39
3. Memberikan perhatian kepada yang nakal 3 13,04
4. Menerapkan nilai secara konsisten dan fleksibel 4 17,39
5. Mengajar dengan hati dan kasih sayang 3 13,04
6. Menegakkan disiplin 3 13,04
7. Memberikan keteladanan 2 8,69
8. Menerapkan metode Value Clarification Technique 1 4,34
9. Menerapkan nilai kebersamaan 1 4,34
Jumlah 23 100

Di samping membimbing, para guru pun memotivasi siswa dengan menyuruh


membaca, menggunakan dan memanfaatkan gadget, menggunakan metode pembelajaran

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 331
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

yang variatif, memberikan keteladanan, mengundang siswa yang berhasil, menceritakan


kisah, memberikan bahan ajar untuk didiskusikan, melakukan pembiasaan, menyuruh
siswa belajar dan bekerja keras, memberikan penghargaan, memberikan motivasi, dan
memberikan pembelajaran yang menyenangkan. Di antara cara yang paling banyak
dilakukan oleh guru ialah memberikan keteladanan dan menyuruh siswa agar bekerja keras
dalam meraih prestasi. Hal ini ditegaskan oleh responden nomor 11, “Siswa harus diberi
contoh berulang kali, ada yang langsung menyadari dan menerapkan hal tersebut ada yang
tidak. Tapi kelak ketika mereka dewasa, mereka mengerti, mereka akan menerapkan nilai-
nilai yang dicontohkan ketika sekolah” (11:12).
Di samping itu, guru juga perlu memperlakuan siswa secara adil. Seorang guru
menegaskan, “Ketika menghadapi siswa yang memiliki kemampuan tinggi ataupun rendah
maka konsep utama dalam pembelajaran ialah adanya konsep keadilan dalam
menyamaratakan perlakuan terhadap siswa yang sesuai dengan kapasitasnya masing-
masing” (1:8)
Cara-cara memotivasi yang dilakukan guru dapat dicermati pada tabel berikut.

Tabel 2
Kegiatan Memotivasi
Frekuensi
No. Kegiatan Memotivasi
F %
1. Menyuruh membaca 3 13,63
2. Membebaskan siswa menggunakan dan memanfaatkan gadget 1 4,54
3. Menggunakan metode pembelajaran yang variatif 1 4,54
4. Memberikan keteladanan, menghadirkan siswa yang berhasil 6 27,27
5. Menceritakan kisah/cerita 3 13,63
6. Memberikan bahan ajar untuk didiskusikan 1 4,54
7. Melakukan pembiasaan 1 4,54
8. Menyuruh siswa belajar dan bekerja keras 3 13,63
9. Memberikan penghargaan 1 4,54
10. Memberikan motivasi yang lebih 1 4,54
11. Memberikan pembelajaran yang menyenangkan kepada siswa 1 4,54
Jumlah 22 100

Apabila berbagai bentuk bimbingan dan motivasi yang dilakukan guru tidak
berhasil dalam mengembangkan potensi siswa dan mengarahkan perilakunya, maka
sebagian guru menggunakan strategi lain, yaitu memberikan sanksi. Namun, sekaitan
dengan masalah sanksi, pandangan guru berprestasi terbagi dua: yang setuju dan yang
tidak setuju. Guru yang tidak setuju terhadap penerapan sanksi lebih mengutamakan kasih
sayang dan menekankan pada komunikasi. żuru yang tidak setuju menegaskan, “Mendidik
dengan memberi sanksi baik fisik maupun verbal tidak efektif karena sanksi tidak
memberikan efek jera kepada siswa, justru apabila sanksi itu dikenakan apalagi dengan
cara kekerasan atau menggunakan kata-kata yang kurang arif akan menimbulkan antipati
terhadap orang/guru yang memberikan sanksi tersebut” (9:22)
Guru yang setuju dengan sanksi fisik memberikan beberapa syarat penerapan
sanksi, yaitusanksi fisik tersebut tidak berat, tidak memberikan hukuman fisik, hukuman
disesuaikan dengan kesalahan dan keadaan siswa, hukuman yang mendidik, dan tidak
memberikan hukuman verbal. Menurut guru, “Jika ada siswa yang nakal harus diberi
sanksi jangan dibiarkan. Pemberian sanksi dalam proses mendidik masih dibutuhkan mulai
dari SD sampai ke perguruan tinggi” (3:21).

332 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENERAPAN SANKSI DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM ... — [Syihabuddin]

Salah seorang guru menegaskan, “Tujuan pemberian sanksi yaitu untuk memberi
pelajaran dan mendorong siswa agar dapat menghentikan tingkah laku mereka yang salah,
tapi sanksi fisik kepada siswa tidak bisa dibenarkan” (5:17).
Pandangan para guru berprestasi tentang penerapan sanksi dapat dicermati pada
tabel berikut.
Tabel 3
Penerapan Sanksi

Frekuensi
No. Penerapan Sanksi
f %
1. Menekankan pada komunikasi 4 16,66
2. Memberi sanks ifisik yang tidak berat seperti memungut sampah 1 4,16
3. Tidak memberikan hukuman fisik 3 12,50
4. Hukuman disesuaikan dengan kesalahan dan keadaan siswa 4 16,16
5. Hukuman yang mendidik 8 33,33
6. Tidak memberikan hukuman verbal 3 12,50
7. Mengutamakan kasih sayang 1 4,16
Jumlah 24 100

Dalam melaksanakan tugas mendidik, para guru mengharapkan para orang tua
memberikankontribusi dan dukungan bagi tercapainya keberhasilan pembelajaran. Di
antara bentuk kontribusi orang tua yang diharapkan para guru ialah bekerja sama, menjalin
komunikasi, dan mendukung kegiatan sekolah, memantau kegiatan anak di sekolah, peduli,
proaktif, menyumbang buku, memberikan kepercayaan penuh kepada guru dalam
membimbing siswa, dan memantau anaknya dalam mengerjakan PR. Seorang guru
menegaskan, “Bentuk intervensi orang tua yang menunjang kelancaran tugas guruialah
yang sejalan dengan norma-norma agama dan budaya. Intervensidilakukan dalam bentuk
penguatan terhadap perilaku-perilaku yang baik atau positif di lingkungan keluarga,
misalnya membimbing, memotivasi, dan mengontrol perilaku anak agar sesuai dengan
yang diinginkan dalam membentuk sosok yang dapat berguna bagi dirinya, keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara” (8:19).
żuru lain menegaskan, “Orang tua harus bisa berkompromi alias kooperatif dengan
pihak sekolah. Tidak terlalu memanjakan anak sehingga anak bisa berkembang menjadi
pribadi yang mandiri” (15:20).
Bentuk-bentuk kontribusi orang tua yang diharapkan oleh para guru tampak pada tabel
berikut.
Tabel 4
Kontribusi Orangtua
Frekuensi
No. Kontribusi Orangtua
f %
1. Kooperatif, komunikasi, dan mendukung kegiatan sekolah, 9 37,50
2. Memantau kegiatan anaknya di sekolah 4 16,66
3. Kerjasama, peduli, proaktif 7 29,16
4. Menyumbang buku 1 4,16
5. Memberikan kepercayaan penuh kepada guru dalam 2 8,33
membimbing siswa
6. Memantau anaknya dalam mengerjakan PR 1 4,16
Jumlah 24 100

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 333
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 321 – 334

I. KESIMPULAN
Paparan di atas menunjukkan bahwa pendidikan hendaknya dilakukan dengan
berlandaskan pada nilai kasih sayang. Guru hendaknya menyayangi para siswanya
sebagaimana dia menyayangi dirinya dan anaknya sendiri. Sanksi atau hukum merupakan
cara terakhir yang diterapkan guru. Sanksi yang dipilih guru merentang mulai dari yang
paling ringan hingga sanksi fisik. Tatkala pemberian sanksi akan dipilih, guru perlu
mempertimbangkan kesesuaian sanksi tersebut dengan tingkat kesalahan anak, etika,
kepatutan, dan prinsip-prinsip penerapan sanksi yang ditetapkan dalam sistem pendidikan
Islam, atau kaidah pendidikan pada umumnya.
Jika sanksi tersebut tidak sejalan dengan kaidah, tidak sesuai dengan pertimbangan
nalar dan etika, serta tidak relevan dengan pengalaman paraguru, maka sanksi tersebut
akan berubah menjadi kekerasan. Pada gilirannya, kekerasan yang dilakukan guru akan
menimbulkan kekerasan yang dilakukan oleh siswa atau orang tua siswa. Tamparan,
pukulan, dan tendangan yang dilakukan guru akan melahirkan bacokan dan keroyokan dari
siswa. Karena itu, sanksi perlu diterapkan dengan mengikuti prinsip-prinsip pemberian
sanksi. Pelanggaran terhadap prinsip ini akan melahirkan malapraktik pendidikan.

REFERENSI
Ahmad, L.B. (1982). Fi Al-Fikri al-Tarbawy al-Islamy. Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah As-
Sa’udiyah Riyad: Dar al-Marikh.
Al-Ahwany, A.H. (1967). Dirasat fi al-Tarbiyyah: Al-Tarbiyyah fi al-Islam. Mesir: Dar al-
Ma’arif.
Al-Ashfahani, A. (t.t.). Mu’jam Mufrâdâtil alfâ-dhil Qur`âni. Beirut: Dar Al-Fikr.
Al-Hazimy, K.H. (2000). Usulu al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah. Al-Mamlakah Al-‘Arabiyah
As-Sa’udiyah: Dar ‘Alami al-Kutub.
Ali, S.I. (2002).Al-Sunnah al-Nabawiyyah: Ru’`yah Tarbawiyah. Al-Qahirah: Dar al-Fikr
al-‘Arabi.
Al-Kailani, M.A. (1985: 229). Tathawwur Mafhum an-Nazhayyah at-Tarbawiyyah al-
Islamiyyah. Beirut: Dar Ibnu Katsir.
An-Nawawy, I. (1987). Adabul Mu’allim wal Muta’allim. Maktabah al-Sahabah: Tanta.
Asy-Syarif, M.S. (2006). Nahwa Tarbiyah Islamiyyah Rasyidah min ath-Thufulah Hata al-
Bulugh. Riyadh: Maktabah al-Mulk Fahd.
Husain, A.L. (1977). Al-Tarbiyyah fi al-Sunnah al-Nabawiyah. Al-Riyad: Manshurat Dar
al-Liwa’.
Kompas. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Ma’lum, S.A. (1993). Al-Fikru al-Tarbawy ‘Inda al-Khatib al-Baghdadi. Lebanon:
Maktabah Layinah.
Quthub, M. (1992). Manhaju al-Tarbiyyah al-Islamiyyah. Al-Juz’u al-Thany. Al-Qahirah:
Dar al-Shuruq.
Pikiran Rakyat. Bandung: PT Pikiran Rakyat Bandung.
Republika. Jakarta: PT Abdi Bangsa.
Syihabuddin. (2016). Pedagogik Spiritual: Studi Inquiri Naratif ihwal Landasan Nilai dan
Prinsip Pendidikan dalam Perspektif Guru Berprestasi. Laporan Penelitian.
Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI.

334 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MODEL
MODEL PEMBELAJARAN
PEMBELAJARAN TADZKIROH
TADZKIROH UNTUK
UNTUK MENANAMKAN
MENANAMKAN NILAI
NILAI IMAN DAN TAQWA DALAM PEMBELAJARAN PAI
IMAN DAN TAQWA DALAM PEMBELAJARAN PAI DI SEKOLAH DASAR
DI SEKOLAH DASAR

Tedi Supriyadi
Tedi Supriyadi
Universitas
Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Indonesia
Email: tedisupriyadi@upi.edu
Email: tedisupriyadi@upi.edu

ABSTRACT

TADZKIROH learning model is a conceptual framework that is used as a guideline in implanting


iman and taqwa (IMTAQ) values to the student in Islamic Religious Education process. In its
learning technic, the effort to implant, strengthen, and grow this iman and taqwa value, teachers
must be able to instruct and touch all human dimensions in their learning processes including soul
(ruh), mind (aql), heart (qalb), passion (nafs) and body (basyar) in balance. In addition,
transformation process of iman anad taqwa values in learning activity cannot be transferred at
once, but should be appropriated with levels of student’s age development. It were found 79 values
that should be actualized in students’ daily life. These values are then inventoried to be transformed
gradually based on elementary school student’s age, through TADZKIROH learning model, i.e.
Tunjukan teladan, Arahkan, Dorongan, Zakiyah (Kesucian), Kontinuitas, Repetisi, Organisasikan
and Hati (show example, give direction, motivation, purity, continuity, repetition, organize, and
heart).

Keyword: Tadzkirah, learning Model, Iman and Taqwa

ABSTRAK

Model pembelajaran TADZKIROH adalah sebuah kerangka konseptual yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam menanamkan nilai-nilai iman dan taqwa (IMTAQ) pada peserta didik
dalam pembelajaran PAI. Upaya penanaman, penguatan dan penumbuh kembangan nilai-nilai iman
dan taqwa ini, dalam teknik pembelajarannya, guru harus mampu membelajarkan serta menyentuh
seluruh dimensi kemanusiaan dalam potensi belajarnya yang meliputi ruh, aqal, hati, nafsu dan
fisik secara seimbang. Selain itu proses transformasi nilai iman dan taqwa dalam kegiatan
pembelajaran tidak bisa ditranformasikan secara sekaligus tetapi bertahap disesuaikan dengan
tahapan perkembangan usia peserta didik. Ditemukan 79 nilai yang perlu diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari bagi peserta didik, nilai tersebut kemudian diinventarisir untuk
ditransformasikan secara bertahap berdasarkan usia anak sekolah dasar melalui model
pembelajaran TADZKIROH yakni Tunjukan teladan, Arahkan, Dorongan, Zakiyah (Kesucian),
Kontinuitas, Repetisi, Organisasikan dan Hati.

Kata kunci : Tadzkirah, Model Pembelajaran, Iman dan Taqwa

A. PENDAHULUAN
Dewasa ini dunia pendidikan dihantam musibah yang menyesakan dada bagi siapa saja
yang mendengarnya terlebih bagi seorang pendidik, begitu santer media cetak dan online
memberitakan terjadinya pemukulan guru oleh siswa, disamping hal itu terdapat pula guru yang
dipenjarakan gara-gara dianggap salah mendidik oleh orang tua siswa dengan dalih melakukan
tindakan kekerasan terhadap peserta didiknya, perendahan martabat seorang guru oleh siswa atau
pelecehan yang dilakukan oleh oknum guru terhadap siswanyadanmungkin juga masih banyak
fakta yang lain yang tidak terekspose, menggambarkan buramnya potret pendidikan Indonesia.
Menurut Zubaidi (2011, hal.2) hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan moral yang

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 335
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 335 – 340

didapat di bangku sekolah tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia.
didapat
Bahkan yangdi bangku
terlihatsekolah
adalah tidak
begituberdampak terhadap
banyak manusia perubahan
Indonesia yang perilaku manusia
tidak koheren Indonesia.
antara ucapan
Bahkan yang terlihat
dan tindakannya. adalah demikian,
Kondisi begitu banyak manusia
diduga Indonesia
berawal yangyang
dari apa tidak dihasilkan
koheren antaraolehucapan
dunia
dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari apa yang dihasilkan oleh dunia
pendidikan.
pendidikan.Problem utama dari buramnya potret pendidikan Indonesia adalah hampanya nilai dalam
Problem utama
proses pendidikan dari buramnya
di Indonesia potret
sehingga pendidikan
melahirkan Indonesia adalahyang
manusia-manusia hampanya nilai dalam
pecah kepribadian
proses pendidikan di Indonesia sehingga melahirkan manusia-manusia yang pecah
(split personality), permisalan manusia yang split personality adalahdia tahu jujur itu baik, dia siap kepribadian
(split personality),
jadi orang permisalan
jujur tetapi prilakunyamanusia
seringyang
tidaksplit personality
jujur, adalahdia tahu
hal ini dikarenakan jujur itu sudah
pendidikan baik, dia siap
hampir
jadi orang
identik jujurpengajaran
dengan tetapi prilakunya seringmenyentuh
yang hanya tidak jujur,ranah
hal ini dikarenakan
kognitif semata,pendidikan sudah hampir
dalam pelajaran agama,
identik
lebih cenderung mencetak para penghapal ajaran agama bukan penghayat dan pengamalagama,
dengan pengajaran yang hanya menyentuh ranah kognitif semata, dalam pelajaran ajaran
lebih
agama,cenderung
outputnyamencetak para penghapal
hanya melahirkan orangajaran
yang agama
cerdas bukan
secara penghayat
intelektual dan pengamal
namun ajaran
tidak cerdas
agama, outputnya
dalam sosial, hanyakonsep
padahal melahirkan
ideal orang yang cerdas
dari proses pendidikansecarabukan
intelektual
hanya namun
sebatastidak cerdas
transfer of
dalam sosial, padahal konsep
knowledge tetapi juga transfer of value. ideal dari proses pendidikan bukan hanya sebatas transfer of
knowledge
. tetapi juga transfer of value.
.
B. METODE
B. METODE
Tulisan ini bersifat kepustakaan murni (library research) karena sumber datanya berupa
buku-buku Tulisan
atau ini bersifat kepustakaan
kitab-kitab karya ulamamurni (library
klasik maupun research) karena sumber
kontemporer datanya dengan
yang berkaitan berupa
buku-buku atau kitab-kitab karya ulama klasik maupun kontemporer
masalah pendidikan dan akhlak atau moral yang pendekatannya adalah pendekatan untuk yang berkaitan dengan
masalah
pendidikan pendidikan
kepribadian danyang
akhlak ataudengan
berbeda moral pendekatan
yang pendekatannya adalah pendekatan
pada bidang-bidang pengetahuanuntukatau
pendidikan kepribadian
keterampilan lainnya. yang berbeda dengan pendekatan pada bidang-bidang pengetahuan atau
keterampilan
Dalamlainnya.
menganalisis data dan materi yang telah dikumpulkan, menggunakan metode
deskriptif Dalam menganalisis
analitis, data danmakna
yakni menguraikan materisuatu
yangistilah
telahseperti
dikumpulkan, menggunakan
makna karakter metode
dan internalisasi
deskriptif analitis, yakni menguraikan makna suatu istilah seperti makna
dan makna makna umum lainnya yang relevan dengan pendidikan karakter, kemudian menggali karakter dan internalisasi
dan maknadari
nilai-nilai makna
imanumum lainnya
dan taqwa yangyang relevan
akan dengan pendidikan
diinternalisasikan karakter,
pada peserta didikkemudian menggali
usia sekolah dasar
nilai-nilai
dengan menggunakan metode dan model pembelajaran dalam upaya internalisasi dasar
dari iman dan taqwa yang akan diinternalisasikan pada peserta didik usia sekolah nilai
dengan menggunakan metode dan model pembelajaran dalam upaya
tersebut,sehingga indikator prilaku manusia yang beriman dan bertaqwa pada peserta didik usia internalisasi nilai
tersebut,sehingga
sekolah dasar dapatindikator prilaku manusia yang beriman dan bertaqwa pada peserta didik usia
terejawantahkan
sekolah dasar dapat terejawantahkan
C. PEMBAHASAN
C. PEMBAHASAN
Secara etimologis, kata karakter bisa berarti tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
Secaramembedakan
pekerti yang etimologis, seseorang
kata karakter bisa yang
dengan berarti tabiat,
lain, atau sifat-sifat
watak (Timkejiwaan,
Redaksiakhlak atau2008:
Tesaurus, budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau watak (Tim Redaksi
229). Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti, atau akhlak. Tesaurus, 2008:
229).
DenganOrang
maknaberkarakter
seperti iniberarti orang
berarti yang memiliki
karakter watak, kepribadian
identik dengan kepribadian, atau
budi akhlak.
pekerti, Kepribadian
atau akhlak.
Dengan
merupakan makna seperti
ciri atau ini berartiatau
karakteristik karakter identik
sifat khas daridengan kepribadian
diri seseorang yang atau akhlak.dari
bersumber Kepribadian
bentukan-
merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang
bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga yang bersumber dari bentukan-
bawaan
bentukan
sejak lahiryang diterima2007
(Koesoema, darihal.80)
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
sejak lahir (Koesoema,
Lickona (1991 2007
hal.51)hal.80)
memberikan makna bahwa karakter berkaitan dengan konsep moral
Lickona (1991 hal.51) memberikan
(moral knonwing), sikap moral (moral felling), makna
danbahwa
perilaku karakter
moral berkaitan dengan konsep
(moral behavior). moral
Berdasarkan
(moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral
ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan behavior). Berdasarkan
ketiga
tentangkomponen ini dapat untuk
kebaikan, keinginan dinyatakan
berbuatbahwa karakter
baik, dan melakukanyang perbuatan
baik didukung oleh pengetahuan
kebaikan.
tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga
karakterDari pengertian
merupakan di atas perilaku
nilai-nilai dapat dipahami
manusiabahwa
yang karakter
universalidentik dengan akhlak,
yang meliputi seluruh sehingga
aktivitas
karakter
manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, denganaktivitas
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh sesama
manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya,
manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dengan sesama
manusia, maupun
dan perbuatan dengan lingkungannya,
berdasarkan norma-norma agama,yang terwujud
hokum, dalam pikiran,
tata karma, sikap,dan
budaya, perasaan, perkataan,
adat istiadat. Dari
dan perbuatan
konsep karakterberdasarkan
ini muncul norma-norma
konsep pendidikanagama, hokum,(character
karakter tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dari
education).
konsep karakter
MenurutiniAhmad muncul Tafsir
konsep dalam
pendidikan karakter
sebuah (character
pengantar bukueducation).
Pendidikan Karakter dalam
Menurut Ahmad Tafsir dalam sebuah pengantar
Perspektif Islam (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2012, hal vi) menyatakan buku Pendidikanbahwa
Karakter
akhlakdalam
atau
Perspektif Islam (Abdul Majid dan Dian Andayani, 2012, hal vi) menyatakan
karakter itu diajarkan melalui metode internalisasi, teknik pendidikannya ialah peneladanan, bahwa akhlak atau
karakter itu penegakan
pembiasaan, diajarkan melalui
peraturan,metode internalisasi, yang
dan pemotivasian, teknik pendidikannya
jelas bukan denganialah peneladanan,
cara menerangkan
pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian, yang jelas bukan dengan
atau mendiskusikan, jika pun perlu itu hanya cukup sedikit saja. Dengan demikian karakter pada cara menerangkan
atau mendiskusikan,
dasarnya bukan diajarkanjika puntetapi
perluditumbuh
itu hanya kembangkan
cukup sedikit dalamsaja. Dengan
proses demikian karakter
pembelajaran pada
melalui,
dasarnya bukan diajarkan tetapi ditumbuh
pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian. kembangkan dalam proses pembelajaran melalui,
pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian.

336 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN ... — [Tedi Supriyadi]

Dalam kaitannya dengan nilai-nilai keimanan, Ibn Hibban sebagaimana yang dikemukakan
oleh tim dosen PAI UPI (2012, hal 67) teridentifikasi 79 nilai-nilai keimanan yang perlu di
aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Berimana kepada Allah 42. Menggunakan harta dengan 78. Melemparkan


2. Beriman kepada malaikat baik (menyingkirkan) duri dari
3. Beriman kepada Kitab 43. Menghidari dendam dan jalan
4. Beriman kepada Nabi dan dengki 79. Al-I’tibar (mengambil
Rasul 44. Menjaga kehormatan orang pelajaran)
5. Beriman kepada kiamat lain
6. Beriman kepada adanya hari 45. Ikhlas dalam ibadah
kebangkitan 46. Bergembira berbuat taat dan
7. Beriman kepada qadar bersedih berbuat maksiat
8. Beriman kepada padang 47. Bertobat
mahsyar 48. Berkurban, berakekah dan
9. Beriman kepada adanya surge mengeluarkan hadiyah
dan neraka 49. Menaati pemimpin
10. Mencintai Allah 50. Menjaga persatuan dan
11. Takut siksa Allah kesatuan
12. Mengharapkan rahmat Allah 51. Menegakan keadilan
13. Tawakal kepada Allah 52. Melaksanakan amar makruf
14. Mencintai Nabi Muhammad nahyi munkar
15. Mengagungkan kedudukan 53. Saling menolong dalam
Nabi Muhammad kebaikan dan ketaqwaan
16. Berpegang Teguh pada 54. Memiliki rasa malu
Agama 55. Berbakti kepada orang tua
17. Menuntut Ilmu 56. Bersilaturahmi
18. Menyebarluaskan Ilmu 57. Berakhlak mulia
19. Menghormati dan 58. Bersikap baik terhadap
mengagungkan Al-Qur’an hamba sahaya
20. Bersuci 59. Melaksanakan kewajiban
21. Mendirikan shalat hamba terahadap majikannya
22. Mengeluarkan Zakat 60. Melaksanakan kewajiban
23. Melaksanakan ibadah shaum orang tua terhadap anaknya
24. Itikaf 61. Mencintai ahli agama
25. Ibadah Haji 62. Menjawab salam
26. Jihad fi sabilillah 63. Menjenguk orang sakit
27. Menetap dimedan 64. Melayat jenazah
pertempuran 65. Mendoakan orang bersin
28. Istiqomah menghadapi 66. Menjauhi setiap orang jahat
musuh 67. Berprilaku baik terhadap
29. Membagikan harta rampasan tetangga
30. Memerdekakan hamba 68. Memuliakan tamu
sahaya 69. Menutup aib (kesalahan)
31. Membayar kifarat muslim
32. Memenuhi janji atau nadzar 70. Bersikap sabar
33. Mensyukuri nikmat 71. Zuhud
34. Menjaga lidah 72. Al-Ghirah (cemburu)
35. Menjaga kehormatan diri 73. Menjauhi perbuatan yang
36. Menyampaikan amanat tidak bermanfaat
37. Tidak membunuh muslim 74. Berderma ( menjadi
38. Menghindari makanan dan dermawan)
minuman haram 75. Sayang kepada yang kecil
39. Menghindari harta yang dan hormat kepada yang
haram lebih tua
40. Menghindari pakain, perhisan 76. Menciptakan perdamaian
dan bejana haram 77. Mencintai orang lain dan
41. Menjauhi perbuatan tak melenyapkan gangguan
berguna dijalan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 337
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 335 – 340

Pada prinsipnya karakter tidak dapat dikembangkan secara cepat dan segera (instant), tetapi
harus melalui suatu proses yang panjang, cermat dan sistematis. Berdasarkan persfektif yang
berkembang dalam sejarah pemikiran manusia, pendidikan karakter harus dilakukan berdasarkan
tahap-tahap perkembangan anak sejak usia dini sampai dewasa. Setidaknya, berdasarkan pemikiran
psikolog Kohlberg dan ahli pendidikan dasar Marlene Lockheed (dalam Abdul Majid dan Dian
Andayani 2012 hal. 108), terdapat empat tahap pendidikan karakter yang perlu dilakukan yaitu 1)
Tahap “pembiasaan” sebagai awal perkembangan karakter anak. 2) Tahap pemahaman dan
penalaran terhadap nilai, sikap, prilaku dan karakter siswa. 3) Tahap penerapan berbagai perilaku
dan tindakan siswa dalam kenyataan sehari-hari 4) Tahap pemaknaan yaitu suatu tahap refleksi dari
para siswa melalui penilaian terhadap seluruh sikap dan perilaku yang telah mereka fahami dan
lakukan dan bagaimana dampak kemanfaatannya dalam kehidupan bagi dirinya maupun orang lain
Berkaiatan dengan model pembelajaran, secara umum model dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan.Dengan
demikian yang dimaksud dengan model pembelajaran TADZKIROH disiniadalah kerangka
konseptual dan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran para
guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Model pembelajaran Tadzkiroh dimaksudkan untuk mengantarkan muris agar senantiasa
memupuk, memelihara dan menumbuhkan rasa keimanan yang telah diilhamkan oleh Allah SWT,
agar mendapat wujud konkretnya yaitu amal shaleh yang dibingkai dalam ibadah yang ikhlas
sehingga melahirkan suasana hati yang lapang dan ridho atas ketetapannya. Secara harfiah
Tadzkiroh berasal dari bahasa arab yaitu dzakkaro yang artinya ingat, dan tadzkiroh artinya
peringatan. Kata tadzkiroh ini banyak dijumpai dalam al-qur’an misalnya surat thaha ayat 2-3, al
Mudastir ayat 55-54, dan Adzariyat ayat 56. Adapun yang dimaksud model Tadzkiroh dalam hal
ini sebagaimana yang digagas oleh Abdul Majid dan Andayani (2012 hal 116) merupakan suatu
akronim yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. T : Tunjukan Teladan
Dalam proses pembelajaran keteladanan merupakan suatu hal yang mesti, terlebih untuk
anak usia sekolah dasar yang serba meniru, guru ibarat naskah asli yang hendak dikopi,
oleh karena itu guru harus memiliki sikap tertentu yang mulia, ramah, santun, hormat
penyanyang, hal ini karena guru merupakan model bagi peserta didiknya, misalnya guru
selalu memulai dan mengakhiri aktifitas dengan berdoa dan mengajak siswanya untuk
berdoa

2. A : Arahkan ( Berikan Bimbingan)


Bimbingan dilakukan secara bertahap dengan melihat kemampuan yang dimiliki anak
untuk kemudian ditingkatkan perlahan-lahan, bimbingan dapat berupa lisan, latihan dan
keterampilan, misalnya bimbingan dalam lisan seperti nasihat, bimbingan dalam bentuk
latihan dan keterampilan misalnya membimbing dan membiasakan supaya anak
maumelaksanakan shalat berjamaah dan menjelaskan manfaat dari shalat berjamaah

3. D : Dorongan ( Berikan Motivasi )


Salah satu unsure keberhasilan seorang guru dalam pelaksanaan kegiatan belajar terletak
pada kemampuan ia mendorong atau memotivasi peserta didiknya, tanpa motivasi
pembelajaran tidak akan optimal

4. Z : Zakiyah (Murni, Bersih, Rapi Menjaga Kesucian diri dan


Lingkunganbelajar)
Konsep nilai kesucian diri, keikhlasan dalam beramal dan keridhaan terhadap Allah harus
ditanamkan kepada anak, guru dalam hal ini khususnya guru agama yang mempunyai
peran yang cukup signifikan, dituntut untuk senantiasa memasukan nilai-nilai bathiniah
kepada anak dalam proses pembelajaran, niat ikhlas ridha itu ada dalam hatidan itu akan
lahir mana kala tersentuh hatinya

338 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MODEL PEMBELAJARAN TADZKIROH UNTUK MENANAMKAN ... — [Tedi Supriyadi]

5. K : Kontinuitas ( Proses Pembiasaan yang dilakukan secara terus menerusdan


ditingkatkan)
Proses pembiasaan harus dimulai dan ditanamkan kepada anak sejak dini, potensi ruh
keimanan manusia yang diberikan oleh Allah harus senantiasa dipupuk dan dipelihara
dengan memberikan pelatihan-pelatihan dalam beriibadah. Jika pembiasaan sudah
ditanamkan, maka anak tidak akan merasa berat lagi untuk beribadah, bahkan ibadah akan
menjadi bingkai amal dan sumber kenikmatan dalam hidupnya karena bisa berkomunikasi
langsung dengan sang Khaliq dan sesama manusia.

6. I : Ingatkan
Kegiatan mengingat memiliki dampak yang luar biasa dalam kehidupan. Ketika kita ingat
sesuatu, maka ia akan mengingatkan pula pada rangkaian-rangkain yang terkait dengannya.
Ingatan bisa muncul karena kita mempunyai keinginan, kepentingan harapan dan kerinduan
terhadap apa yang kita ingat. Kegiatan mengingat juga bisa memicu ide-ide kreatifitas baru,
misalnya dzikrullah, mengingatkan suatu peristiwa untuk diambil pelajaran.

7. R : Repetisi dan Refleksi (Mengulang dan Mengevaluasi apa yangtelah


diterima)
Pendidikan yang efektif dilakukan dengan berulang kali sehingga anak menjadi mengerti,
pelajaran atau nasihat apapun perlu dilakukan secara berulang, sehingga mudah difahami
oleh anak. Fungsi utama dari pengulangan adalah untuk memastikan bahwa siswa
memahami persyaratan-persyaratan kemampuan suatu pelajaran.

8. O :Organisasikan
Guru harus mampu mengorganisasikan pengetahuan dan pengalaman yang sudah diperoleh
siswa diluar sekolah dengan pengalaman belajar yang diberikannya. Pengorganisasian yang
sistematis dapat membantu guru untuk menyampaikan informasi dan mendapatkan
informasi yang secara tepat. Informasi itu kemudian dijadikan umpan balik untuk kegiatan
belajar yang sedang dilaksanakan. Kronologi pengorganisasian itu mencakup tiga tahap
kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian. Dalam program perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran hendaknya diikuti langkah-langkah strategis sesuai dengan
prinsip didaktik anatara lain dari mudah ke sulit dari sederhana ke kompleks dan dari
konkrit ke abstrak.

9. H : Hati ( Sentuh Hati dengan perhatian dan kasih sayang )


Kehidupan hati itu dengan iman kematiannya adalah kekufuran. Kesehatannya didasarkan
atas ketaatan dan sakitnya hati adalah akibat melakukan maksiat. Hati menjadi bangun
karena dzikir dan hati menjadi tidur karena lalai mengingat Allah.Kekuatan spiritual
terletak pada kelurusan dan kebersihan hati nurani, roh, pikiran jiwa dan emosi, bahan
bakar motif yang paling kuat adalah nilai-nilai, doktrin doktirin dan ideology. dengan
demikian maka guru harus mampu mendidik murid dengan menyertakan nilai-nilai
spiritual . guru harus mampu membangkitkan dan membimbing kekuatan spiritual yang
sudah ada pada muridnya, sehingga hatinya akan tetap bening laksana bersih bagaikan
cermin itulah hati orang yang berimandan beramal shalih.

Berkaitan dengan hal diatas, satu hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
menumbuhkan nilai-nilai dalam kegiatan pembelajaran adalah, guru dituntut untuk mampu
membelajarkan seluruh dimensi kemanusiaan yakni ruh,akal, hati nafsu, dan fisik.
Keberhasilan guru dalam membelajarkan seluruh dimensi itu ditunjukan dengan
kemampuanmengenal watak unsur-unsur yang ada pada diri manusia tersebut. Secara sederhana
dapat digambarkan sebagai berikut :

Dimensi Watak Aspek Aksi Nilai Pembelajaran Eksternalisasi


Ruh Transendensi Esoterik Spirtualisasi Dihidupkan Lembut
Akal Rasional Kognitif Konseptualisasi Difahamkan Cerdas

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 339
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 335 – 340

Hati /Rasa Mudah Tunduk Afektif InternalisasiDikuatkan Rindu


Nafsu Pemuas diri Psikomotorik Desonansi Dikendalikan Taat
Hati /Rasa Mudah Tunduk Afektif InternalisasiDikuatkan Rindu
Tubuh Siap Bertindak Motorik Aktualisasi Dilenturkan Jinak/terampil
Nafsu Pemuas diri Psikomotorik Desonansi Dikendalikan Taat
/Di Praktikan
Tubuh Siap Bertindak Motorik Aktualisasi Dilenturkan Jinak/terampil
Gambar disarikan dari disertasi Dr. Ahamd Syamsu Rizal
Gambar disarikan dari disertasi Dr. Ahamd Syamsu Rizal /Di Praktikan
Komponen karakter dalam eksternalisasi
Gambar disarikan dari disertasi itu, kemudian
Dr. Ahamd ditumbuh
Syamsu Rizal kembangkan dalam
pembelajaran PAI dengan menginternalisasikan nilai-nilai
Komponen karakter dalam eksternalisasi itu, kemudian ditumbuh iman dan kembangkan
taqwa berdasarkan
dalam
perkembangan
pembelajaran PAI dengan menginternalisasikan nilai-nilai iman dan taqwa pembelajaran
peserta didik usia sekolah dasar melalui model berdasarkan
TADZKIROH.Sehingga
perkembangan peserta deskripsi didik prilaku
usia siswa yang mencerminkan
sekolah dasar melaluinilai-nilai
model iman dan taqwa
pembelajaran
seperti berdoa, mentaati perintah agama, tumbuh rasa hormat, mencintai
TADZKIROH.Sehingga deskripsi prilaku siswa yang mencerminkan nilai-nilai iman dan dan terbiasa membaca
taqwa
kitab
sepertisuci akan terejawantahkan
berdoa, mentaati perintahdalam prilaku
agama, kehidupan
tumbuh sehari-haris.
rasa hormat, mencintai dan terbiasa membaca
kitab
D.suci akan terejawantahkan dalam prilaku kehidupan sehari-haris.
KESIMPULAN
1. Nilai iman dan taqwa merupakan hal yang paling fundamental bagi setiap manusia, ia
D. KESIMPULAN
1. merupakan
Nilai iman dan dayataqwa
dorong bagiperilaku
merupakan hal yangseseorang, kualitas prilaku
paling fundamental seseorang
bagi setiap sangat
manusia, ia
ditentukan oleh kualitas iman dan taqwanya.
merupakan daya dorong bagiperilaku seseorang, kualitas prilaku seseorang sangat
2. Iman dan taqwa
ditentukan akan tumbuh
oleh kualitas iman dan dan berkembang dalam proses pendidikan yang baik dan
taqwanya.
benar, proses pendidikan yang keliruhanya
2. Iman dan taqwa akan tumbuh dan berkembang akandalam
mereduksi
prosesnilai-nilai
pendidikanimanyangdan taqwa
baik dan
bahkan menghilangkannya, implikasinya akan lahir manusia-manusia
benar, proses pendidikan yang keliruhanya akan mereduksi nilai-nilai iman dan taqwa yang perilakunya
hampa
bahkannilai.
menghilangkannya, implikasinya akan lahir manusia-manusia yang perilakunya
3. Upaya
hampa penanaman,
nilai. penguatan dan penumbuh kembangan nilai-nilai Iman dan taqwa pada
peserta didik dalam
3. Upaya penanaman, penguatanproses pembelajaran
dan penumbuhkhususnya
kembangandalam pembelajaran
nilai-nilai Pendidikan
Iman dan taqwa pada
Agama Islam sebagai suatu pelajaran yang paling berperan dalam
peserta didik dalam proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran Pendidikan hal ini, dalam proses
pembelajarannya
Agama Islam sebagai harussuatu
mampu memberlajarkan
pelajaran seluruh dalam
yang paling berperan serta hal
menyentuh
ini, dalamdimensi
proses
kemanusiaan yang meliputi ruh, aqal, hati, nafsu dan fisik secara
pembelajarannya harus mampu memberlajarkan seluruh serta menyentuh dimensi seimbang berdasarkan
watak dari dimensi
kemanusiaan yang tersebut.
meliputi ruh, aqal, hati, nafsu dan fisik secara seimbang berdasarkan
4. Proses transformasi
watak dari nilai iman dan taqwa tidak bisa ditranformasikan secara menyeluruh
dimensi tersebut.
tetapi bertahap disesuaikan
4. Proses transformasi nilai iman dan dengan
taqwatahapan
tidak bisaperkembangan
ditranformasikan usia peserta
secara didik.
menyeluruh
teridentifikasi 79 nilai yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan
tetapi bertahap disesuaikan dengan tahapan perkembangan usia peserta didik. sehari-hari bagi
peserta didik,nilai tersebut kemudian diinventarisir untuk ditransformasikan
teridentifikasi 79 nilai yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari bagi secara
bertahap berdasarkantersebut
peserta didik,nilai usia anakkemudian
sekolah dasar melalui model
diinventarisir pembelajaran
untuk TADZKIROH.
ditransformasikan secara
bertahap berdasarkan usia anak sekolah dasar melalui model pembelajaran TADZKIROH.
REFERENSI
Abdul Majid dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Rosda
REFERENSI
Karya.dan Dian Andayani. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: Rosda
Abdul Majid
Akin, Terri.,dkk.
Karya. 1995. Character Education in America’s School. Califrornia: Innerchoice
Publishing. 1995. Character Education in America’s School. Califrornia: Innerchoice
Akin, Terri.,dkk.
Borg, W.R. & Gall, M.D. 1989. Educational Research. New York: Longman.
Publishing.
Doni Koesoema
Borg, W.R. & Gall,A. 2007. Pendidikan
M.D. 1989. Karakter:
Educational Strategi
Research. Mendidik
New Anak di ZamanGlobal. Jakarta:
York: Longman.
Grasindo. Cet. I.
Doni Koesoema A. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di ZamanGlobal. Jakarta:
Elfindri,Grasindo.
dkk. 2011.Cet.
SoftI. Skills untuk Pendidik. Praninta Offset.
Lickona, Thomas.2004.Character
Elfindri, dkk. 2011. Soft Skills untuk Matters. NewPraninta
Pendidik. York: Somon
Offset.& Schuster.
Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character:
Lickona, Thomas.2004.Character Matters. New York: Somon How Our School Can Teach Respect and
& Schuster.
Lickona,Responsibility.
Thomas. 1991. NewEducating
York, Toronto, London, Sydney,
for Character: Aucland:
How Our SchoolBantambooks.
Can Teach Respect and
Saptono.Responsibility.
2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan,
New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Strategi, dan Langkah Praktis. :
Bantambooks.
Erlangga.
Saptono. 2011. Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter Wawasan, Strategi, dan Langkah Praktis. :
Tim Dosen PAI UPI. 2012 Pendidikan Agama Islam Bandung: Value Press.
Erlangga.
Zubaidi, 2011.Desain
Tim Dosen PAI UPI. 2012 Pendidikan Karakter,
Pendidikan AgamaJakarta:
Islam Prenada Media
Bandung: ValueGroup.
Press.
Zubaidi, 2011.Desain Pendidikan Karakter, Jakarta: Prenada Media Group.

340 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF
DI INDONESIA

Wawan Hermawan
PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: wawan_hermawan@upi.edu
Wawan Hermawan
Universitas Pendidikan Indonesia
Email: wawan_hermawan@upi.edu

ABSTRACT

This paper aims to describe the problems of the development of waqf in Indonesia. Waqf is
believed to have great potencies to be developed. The enactment of Waqf Act No. 1 of 2004 is
expected to change people's behavior relating to the waqf so that the great potency can be
empowered. However, those hopes were not easily to achieve. There are some obstacles that
impede it. These constraints are: lack of socialization, professionalism of nazhir, banking
institutions as managers of cash waqf, flexibility and acceptability of cash waqf, and the driving
behavior factors.

Keyword: waqf, law and social changes, law effectiveness, law awareness

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan problematika pengembangan wakaf di Indonesia.


Wakaf diyakini memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Pemberlakuan Undang-undang
Wakaf Nomor 1 Tahun 2004 diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat berkenaan
dengan wakaf sehingga potensi besar tersebut dapat diberdayakan. Akan tetapi, harapan itu
ternyata tidak mudah diraih. Terdapat beberapa kendala yang merintanginya. Kendala-kendala
tersebut adalah: minim sosialisasi, profesionalisme nazhir, institusi bank sebagai pengelola,
fleksibilitas dan akseptabilitas wakaf uang, dan faktor pendorong perilaku.

Kata kunci: wakaf, hukum dan perubahan sosial, efektivitas hukum, kesadaran hukum

A. LATAR BELAKANG
Wakaf diyakini memiliki potensi besar. Sejak penghujung abad XX muncul upaya-
upaya untuk memberdayakan potensi wakaf yang besar ini. Kelahiran Undang-undang
Wakaf Nomor 1 Tahun 2004 merupakan rangkaian dari upaya tersebut. Setelah dua
dasawarsa perjalanan pembaruan wakaf mau berakhir, ternyata menemui hasil yang kurang
memuaskan. Potensi besar wakaf dalam banyak hal masih tetap sebagai potensi, belum
berubahmenjadi kekuatan besar yang bisa menjadi daya ungkit untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Kendala yang dihadapi dalam upaya pemberdayaan wakaf adalah kendala
sosialisasi, profesionalisme nazhir, institusi bank sebagai LKS-PWU, fleksibilitas dan
akseptabilitas wakaf uang, dan faktor pendorong prilaku wakaf uang. Kelima kendala
tersebut akan diuraikan pada pembahasan berikut.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 341
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 341 – 345

B. PEMBAHASAN
B. PEMBAHASAN
1. Minim Sosialisasi
Agar masyarakat
1. Minim Sosialisasimemiliki pemahaman yang memadai tentang sebuah peraturan,
sehiggaAgar
perilaku mereka memiliki
masyarakat sesuai dengan kehendak
pemahaman hukum,
yang makatentang
memadai diperlukan
sebuahsuatu proses
peraturan,
pelembagaan.
sehigga perilakuSosialisasi merupakan
mereka sesuai wujud konkrit
dengan kehendak hukum,dari
makaproses pelembagaan
diperlukan ini.
suatu proses
Menurut
pelembagaan.Soekanto (1982:merupakan
Sosialisasi 320-321),wujud
tingkat keberhasilan
konkrit dari prosesproses pelembagaan
pelembagaan ini.
ditentukan oleh besaran efektivitas menanam dikurangi kekuatan
Menurut Soekanto (1982: 320-321), tingkat keberhasilan proses pelembagaan menentang dari
masyarakat
ditentukan yang
oleh dipengaruhi oleh kecepatan
besaran efektivitas menanammenanam.
dikurangi kekuatan menentang dari
Isu yang dibawa oleh UU Wakaf Nomor
masyarakat yang dipengaruhi oleh kecepatan menanam. 41 Tahun 2004 ternyata belum banyak
diketahui
Isu oleh
yang masyarakat.
dibawa oleh Jangankan masyarakat
UU Wakaf Nomor awam,
41 Tahun tokoh
2004 agama
ternyata pun banyak
belum masih
banyak
diketahuiyang belum
oleh memahami
masyarakat. isu tersebut.
Jangankan Jika isunya
masyarakat saja belum
awam, tokohdipahami,
agama punjika masih
tokoh
agama
banyak saja
yang belum memahami,isubagaimana
belum memahami dengan
tersebut. Jika masyarakat
isunya saja belumpada umumnya
dipahami, bisa
jika tokoh
berperilaku
agama saja sesuai
belumperaturan
memahami, tersebut (Hermawan,
bagaimana 2013).
dengan masyarakat pada umumnya bisa
berperilaku sesuai peraturan
2. Profesionalisme tersebut (Hermawan, 2013).
Nazhir
Nazhir adalah pihak
2. Profesionalisme yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola
Nazhir
dan dikembangkan
Nazhir adalahsesuai
pihakdengan peruntukannya
yang menerima (pasalwakaf
harta benda 1 ayat 3 wakif
dari UU Wakaf). Nazhir
untuk dikelola
menempat posisi yang sangat penting dalam menjaga keamanan
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya (pasal 1 ayat 3 UU Wakaf). Nazhir dan keberlangsungan
aset wakaf,posisi
menempat keberhasilan
yang sangat pengelolaan,
penting serta
dalamkelancaran penyalurandan
menjaga keamanan hasil wakaf kepada
keberlangsungan
yang berhak sesuai peruntukannya. Posisi dan peran nazhir yang sangat
aset wakaf, keberhasilan pengelolaan, serta kelancaran penyaluran hasil wakaf kepada penting dalam
pengamanan dan pengelolaan
yang berhak sesuai peruntukannya. aset Posisi
wakaf dansertaperan
penyaluran hasilnya
nazhir yang sangat menuntut
penting nazhir
dalam
bekerja secaradan
pengamanan profesional.
pengelolaan aset wakaf serta penyaluran hasilnya menuntut nazhir
bekerjaProfesionalitas
secara profesional. nazhir merupakan masalah klasik dalam perwakafan yang hingga
kini masih menjadi salah
Profesionalitas nazhirsatu kendala utama
merupakan masalah dalam
klasikupaya
dalampeningkatan
perwakafan produktifitas
yang hingga
aset wakaf. menjadi
kini masih Penelitian salahTuti A. kendala
satu Najib dkk.
utama (Najib
dalam[ed.],
upaya2006: 96-97) menunjukkan
peningkatan produktifitas
bahwa nazhirPenelitian
aset wakaf. yang bekerjaTuti A.penuh
Najibsebagai nazhir [ed.],
dkk. (Najib masih2006:
sedikit (16%).
96-97) Umumnya
menunjukkan
mereka sebagai nazhir secara sambilan dan tidak mendapatkan
bahwa nazhir yang bekerja penuh sebagai nazhir masih sedikit (16%). Umumnya upah (92%). Sebagian
besar
mereka dari merekanazhir
sebagai yang secara
mendapatkan
sambilan upah
danpun (82%)
tidak merasa upah
mendapatkan upahyang mereka
(92%). terima
Sebagian
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Temuan
besar dari mereka yang mendapatkan upah pun (82%) merasa upah yang mereka terima lain dari penelitian
ini adalah
tidak cukuptentang
untuk pertimbangan
memenuhi kebutuhan dalam penunjukkan nazhir. Temuan
mereka sehari-hari. Diantara laintigadari
pertimbangan
penelitian
yang disodorkan, faktor hubungan kekeluargaan menempati posisi
ini adalah tentang pertimbangan dalam penunjukkan nazhir. Diantara tiga pertimbangan yang sangat penting
dalam pertimbangan
yang disodorkan, penunjukkan
faktor hubungan nazhir (93%). menempati
kekeluargaan Sementara pertimbangan
posisi yang sangat kepercayaan
penting
(46%) dan pemahaman
dalam pertimbangan manajemennazhir
penunjukkan (30%)(93%).
beradaSementara
pada urutan sesudahnya.kepercayaan
pertimbangan Semestinya
tentu
(46%)sebaliknya,
dan pemahamanfaktor manajemen
kepercayaan(30%) dan kemampuan
berada padamanajemen yang diutamakan
urutan sesudahnya. Semestinya di
atas
tentu hubungan
sebaliknya,kekeluargaan
faktor kepercayaan dan kekerabatan.
dan kemampuan Kondisi seperti ini
manajemen yang tentu akan sulit
diutamakan di
menumbuhkan
atas hubungan nazhir yang bisadan
kekeluargaan secara optimal memberdayakan
kekerabatan. Kondisi seperti asetiniwakaf.
tentu akan sulit
Pembahasan
menumbuhkan nazhirtentang fakta
yang bisa keberadaan
secara optimalnazhir saat ini danaset
memberdayakan parameter
wakaf. nazhir yang
dikemukakan oleh beberapa
Pembahasan tentang fakta pakar di atas menunjukan
keberadaan nazhir saat initerdapat jurang yang
dan parameter nazhircukup
yang
tajam. Kondisioleh
dikemukakan ini tentu akan berpengaruh
beberapa pakar di atas terhadap perkembangan
menunjukan terdapatwakaf
jurangdi yang
masyarakat,
cukup
termasuk wakaf
tajam. Kondisi uang.akan
ini tentu Sulit diharapkan
berpengaruh kemajuan
terhadap pengelolaan
perkembangan wakaf wakaf uang di
di masyarakat,
masyarakat
termasuk wakafjika kondisi
uang. nazhir
Sulit masih jauh dari
diharapkan standar. Upaya
kemajuan pembinaan
pengelolaan wakaf nazhir
uangtidak
di
bisa lagi ditunda-tunda
masyarakat jika perkembangan
jika kondisi nazhir masih jauh dari wakaf di tanah
standar. Upayaair ingin maju.
pembinaan Menteri
nazhir tidak
(dalam
bisa lagihalditunda-tunda
ini Menteri Agama) dan BWI harus
jika perkembangan wakafsegera melakukan
di tanah air inginlangkah-langkah
maju. Menteri
konkrit
(dalam dalam
hal iniupaya peningkatan
Menteri Agama) profesionalisme
dan BWI harus nazhir segeradengan melakukan
melakukan pembinaan
langkah-langkah
secara
konkritberkelanjutan sebagaimanaprofesionalisme
dalam upaya peningkatan yang diamanahkan Undang-undang
nazhir dengan melakukan Wakaf. Pasa 13
pembinaan
Undang-undang
secara berkelanjutan Wakaf no. 41 Tahun
sebagaimana yang2004 menyatakan
diamanahkan bahwa dalamWakaf.
Undang-undang melaksanakan
Pasa 13
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, nazhir
Undang-undang Wakaf no. 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam melaksanakanmemperoleh pembinaan dari
Menteri dan BWI. dimaksud
tugas sebagaimana Sedangkandalam PasalPasal
41 ayat [1] huruf
11, nazhir (a) Undang-undang
memperoleh pembinaan dari ini
Menteri dan BWI. Sedangkan Pasal 41 ayat [1] huruf (a) Undang-undang ini

342 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA — [Wawan Hermawan]

menyatakan bahwa BWI mempunyai tugas dan wewenang melakukan pembinaan


terhadap
menyatakan nazhir dalamBWI
bahwa mengelola
mempunyaidan mengembangkan
tugas dan wewenang harta benda wakaf. pembinaan
melakukan
terhadap
menyatakan nazhir
3. Institusi dalam
bahwa
BankBWI mengelola
sebagai mempunyaidan mengembangkan
Pengelolatugas Wakaf danUang harta benda
wewenang melakukan wakaf. pembinaan
terhadap
menyatakan nazhir
3. Menurut
Institusi dalam
Bank
bahwa mengelola
Undang-undang
BWIsebagai dan
Pengelola
mempunyai mengembangkan
Wakaf, wakif
Wakaf
tugas dapat
danUang harta
wewenang benda
mewakafkan wakaf.
melakukanbendapembinaan
bergerak
berupa
terhadap uang
Menurut melalui lembaga
Undang-undang
nazhir dalam mengelola keuangan
Wakaf,
dan syariah yang
wakif Uang
mengembangkan ditunjuk
dapatharta mewakafkanoleh
benda wakaf.menteri (pasal
benda bergerak 28).
3. Institusi Bank sebagai Pengelola Wakaf
Selanjutnya,
uang Peraturan
berupa Menurut melalui Pemerintah
lembaga
Undang-undang Nomor
keuangan
Wakaf, 42
syariah
wakifTahun
yang
dapat2006 tentang
ditunjuk
mewakafkan olehPelaksanan
menteri
benda(pasal Undang-28).
bergerak
3.
undang Institusi
Wakaf
Selanjutnya, Bank
menyatakan
Peraturan sebagai
Pemerintah Pengelola
bahwa Nomor Wakaf
pengelolaan
42 Tahun Uang
dan pengembangan
2006 tentang atas harta benda
berupa uang
Menurut melalui lembaga
Undang-undang keuangan
Wakaf, syariah
wakifyang dapat ditunjuk
mewakafkanolehPelaksanan
menteri
benda
Undang-
(pasal 28).
bergerak
wakaf
undang uang
Selanjutnya,Wakafhanya dapat
menyatakan
Peraturan dilakukan
Pemerintahbahwa melalui investasi
pengelolaan
Nomor 42 Tahundan pada produk-produk
pengembangan
2006 tentang atas
PelaksananLKS
harta dan/atau
benda
Undang-
berupauang
instrumen
wakaf uang melalui
keuangan
hanya lembaga
syariah
dapat dilakukan keuangan
(pasal 48
melalui syariah
ayat yangpada
2). Dalam
investasi ditunjuk oleh menteri
hal produk-produk
LKS-PWU menerima
LKS (pasal 28).
wakaf
dan/atau
undang Wakaf
Selanjutnya, menyatakan
Peraturan bahwa
Pemerintah pengelolaan
Nomor 42 dan pengembangan atas harta benda
uang
wakaf untuk
instrumenuang jangka
keuangan
hanya waktu
syariah
dapat tertentu,
(pasalmaka
dilakukan 48 ayat
melalui 2).Tahun
nazhir hanya
Dalam
investasi
2006
dapat
pada
tentang
melakukan
halproduk-produk
LKS-PWU Pelaksanan
pengelolaan
menerima
LKS
Undang-dan
wakaf
dan/atau
undang
pengembangan
uang Wakaf
untuk jangkamenyatakan
harta benda
waktu bahwa
wakaf
tertentu, makapengelolaan
uang pada
nazhir dan
LKS-PWU
hanya pengembangan
dapat dimaksud
melakukan atas
(pasal harta
48
pengelolaan benda
ayat 3).
dan
instrumen
wakaf uang keuangan
hanya syariah
dapat (pasal melalui
dilakukan 48 ayat investasi
2). Dalampada hal produk-produk
LKS-PWU menerima LKS wakaf
dan/atau
Pengelolaan
pengembangan
uang danharta
untukkeuangan
jangka pengembangan
waktubenda wakaf
tertentu, atas harta
uang
maka benda
pada
nazhir wakaf
LKS-PWU uang yang dilakukan
dimaksud (pasal pada
48 ayatbank3).
instrumen
syariah
Pengelolaanharus mengikuti
dan syariah
pengembanganprogram (pasal 48
lembaga
atas ayat
harta 2). hanya
penjamin
benda Dalam
wakaf
dapat
hal
simpanan
uang
melakukan
LKS-PWUsesuai
yang
pengelolaan
menerima
dengan
dilakukan Peraturan
pada
dan
wakaf
bank
pengembangan
uang untuk jangkaharta benda
waktu wakaf maka
tertentu, uang nazhir
pada LKS-PWU
hanyasimpanan
dapat dimaksud
melakukan (pasal 48 ayat dan
pengelolaan 3).
Perundang-undangan
syariah
Pengelolaanharus mengikuti
danharta (pasal
pengembanganprogram 48 ayat
lembaga
atasuang 4).
hartapadaPengelolaan
penjamin
benda wakaf uang dan pengembangan
sesuai dengan
yang dilakukan atas harta
Peraturan
pada bank
pengembangan
benda wakaf
Perundang-undangan uang yangbenda
(pasal wakaf
dilakukan
48 ayat dalam bentuk LKS-PWU
4). Pengelolaan dandimaksud
investasi di luar bank
pengembangan(pasal 48
syariah ayat
atas harus3).
harta
syariah harus
Pengelolaan mengikuti
dan program
pengembangan lembaga
atas harta penjamin
benda wakaf simpanan
uang sesuai
yang dengan
dilakukan Peraturan
pada bank
diasuransikan
benda wakaf uang
Perundang-undangan pada asuransi
yang(pasal syariah
dilakukan
48 ayat (pasal
4). 48
dalam ayat 5).
bentuk
Pengelolaan investasi
dan di luar bank syariah
pengembangan harus
syariah harus
Berkenaan
diasuransikan mengikuti
pada dengan
asuransiprogram
prosedur
syariah lembaga
wakaf
(pasal penjamin
uang
48 menurut
ayat 5). simpanan
peraturan sesuai denganatas
perundang-undangan
harta
Peraturan
benda wakaf
Perundang-undangan uang yang dilakukan
(pasal dalam
48 pandangan
ayat bentuk
4). uang
Pengelolaan investasidan di luar bank
pengembangan syariah harus
atasmereka
harta
di atas, Berkenaan
para ulama
diasuransikan pada mempunyai
dengan
asuransi prosedur
syariah wakaf
(pasal 48 yang beragam.
menurut
ayat 5). Namun
peraturan pandangan
perundang-undangan
benda
ini
di jikawakaf
atas, para uang yang
disimpulkan
ulama dilakukan
terbagi
mempunyai dalam bentuk
dua,pandangan
pandangan yang
yang investasi
setuju
beragam. di luar
dan
Namun bank
pandangan
pandangansyariah harus
yangmereka
masih
Berkenaan
diasuransikan pada dengan
asuransi prosedur
syariah wakaf
(pasal uang
48 menurut
ayat 5). peraturan perundang-undangan
meragukan
ini atas,
di jika para terhadap
disimpulkan
ulamadengan praktikdua,
terbagi
mempunyai perbankan
pandangan
pandangan syariah. Pandangan
yangberagam.
yang setuju dan Namun sebagian
pandangan
pandangan ulama
yangmerekayang
masih
meragukan Berkenaan
praktik
terhadap perbankan prosedur
praktikdua, syariah wakaf
perbankan uang
sebagai menurut
LKS-PWU
syariah. peraturan
Pandanganinilah yangperundang-undangan
akan menghambat
sebagian ulama yang
ini jika disimpulkan
di atas, parapraktik terbagi
ulamaperbankan
mempunyai pandangan
pandangan yangberagam.
yang setuju dan
Namun pandangan
pandangan yangmereka
masih
laju pengembangan
meragukan
meragukan wakaf,
terhadap terbagi khususnya
praktik dua, syariah
perbankan wakaf
sebagai uang
syariah. (Hermawan,
LKS-PWU Pandanganinilah 2013).
yang akan
sebagian ulama menghambat yang
ini jika
laju disimpulkan
pengembangan wakaf, khususnya pandangan
wakaf yang
uang setuju dan2013).
(Hermawan, pandangan yang masih
meragukan
4. praktik
Fleksibilitas perbankan
dan syariah
Akseptabilitas sebagai
Wakaf LKS-PWU
Uang
meragukan terhadap praktik perbankan syariah. Pandangan sebagian ulama yang inilah yang akan menghambat
laju4.pengembangan
meragukan Berdasarkan
Fleksibilitas wakaf, khususnya
Undang-undang
dan Akseptabilitas
praktik perbankan wakaf
syariahWakaf, Wakaf
sebagai uang
wakaf (Hermawan,
Uang
LKS-PWU inilah2013).
uang hanya bisa dilakukan
yang akan menghambat melalui
LKS yang ditunjuk
Berdasarkan
laju4.pengembangan oleh Menteri
Undang-undang (Pasal
Wakaf, 28). Lebih
wakaf lanjut
uang hanyaPP Nomor
bisa 42
dilakukan tahun 2006
melalui
Fleksibilitas wakaf, khususnya wakaf
dan Akseptabilitas Wakaf uangUang(Hermawan, 2013).
tentang
LKS yang Peraturan Pelaksanaan
ditunjuk Undang-undang
oleh Menteri (Pasal Undang-undang 28).wakaf Wakaf
Lebihuang lanjut tersebut
PP bisa menyatakan
Nomor 42 tahun bahwa
2006
4. Berdasarkan
tentang Fleksibilitas
pengelolaan dan
Peraturan dan Akseptabilitas
pengembangan
Pelaksanaan atas
Wakaf,
Undang-undangWakaf
harta benda Uangwakaf
Wakaf
hanya
uang
tersebut hanya
dilakukan
dapat
menyatakan
melalui
dilakukan
bahwa
LKS yang ditunjuk Undang-undang
Berdasarkan oleh Menteri (Pasal Wakaf, 28).wakaf
Lebihuang lanjut PP Nomor
hanya 42 tahunmelalui
bisa dilakukan 2006
melalui
pengelolaan
tentang investasi
dan pada produk-produk
pengembangan
Peraturan Pelaksanaan atas LKS
harta dan/atau
benda instrumen
wakaf uang keuangan
hanya syariah
dapat (Pasal
dilakukan
LKS
48 yang
ayat
melalui 2). ditunjukpadaoleh
Berdasarkan
investasi MenteriUndang-undang
peraturan
produk-produk (PasalLKS28). Lebih
perundang-undangann
dan/atau
Wakaf lanjut
instrumen
tersebut
PPmaka
ini,
menyatakan
Nomor
keuanganwakaf42 tahun
uang
syariah
bahwa
2006
tidak
(Pasal
pengelolaan
tentang dan
Peraturan pengembangan
Pelaksanaan atas harta
Undang-undang benda wakaf
Wakaf uang
tersebut hanya dapat
menyatakan dilakukan
bahwa
bisa
48 ayat
melaluitidak2). kecuali
Berdasarkan
investasi padamelalui institusiperundang-undangann
peraturan
produk-produk perbankan
LKS dan/atau syaraiah
instrumen yang ditunjuk
ini, keuangan
maka wakaf olehuang
syariah Menteri
tidak
(Pasal
pengelolaan
Agama.
bisa tidakSelaindanLKS
kecuali pengembangan
yang
melalui telah
institusiatas
ditunjuk harta
oleh
perbankan benda
Menteri wakaf
syaraiahAgama uang
yang tidakhanya
boleh
ditunjuk dapat dilakukan
menerima
oleh dan
Menteri
48 ayat investasi
melalui 2). Berdasarkan
pada peraturan perundang-undangann
produk-produk LKS dan/atau instrumen ini, maka
keuanganwakaf uang (Pasal
syariah tidak
mengelola
Agama.
bisa tidak wakaf
Selain LKS
kecuali uang,
yang
melaluibaik perorangan,
telah ditunjuk organisasi,
oleh
institusiperundang-undangannMenteri maupun
perbankan syaraiah yang Agama badan
tidak hukum.
boleh
ditunjuk menerima
oleh dan
Menteri
48 ayat
mengelola 2).
Adanya Berdasarkan
wakaf pembatasan
uang, peraturan
baik pengelola
perorangan, dan pengembang
organisasi, maupun ini,
wakaf
badanmaka
uang wakaf
hukum. uang
inimenerima tidak
di satu dan sisi
Agama.
bisa tidak Selain LKS
kecuali yang
melalui telah ditunjuk
institusi oleh
perbankan Menteri Agama
syaraiah yang tidak boleh
ditunjuk oleh Menteri
bertujuan
mengelola untuk
Adanya
wakaf mengawal
pembatasan
uang, baik nilai harta
pengelola
perorangan, wakaf
dan yang
pengembang
organisasi, harus
maupun tetap,
wakaf
badan namun
uang
hukum. ini di sisi
satu lain
sisi
Agama.
memunculkan
bertujuan Selain LKS
beberapa
untukpembatasanyang telah
kendala,
mengawal pengelola ditunjuk
baik
nilai harta dan oleh
yang
wakaf Menteri
berasal Agama
yang harus dari tidak
wakif,boleh
tetap,uangnamun menerima
nazhir, besaran
di satu dan
sisi lain
mengelola Adanya
wakaf uang, baik perorangan, pengembang
organisasi, maupun wakaf
badan hukum. ini di sisi
keuntungan,
memunculkan
bertujuan maupun
untuk beberapayang
mengawal berkenaan
kendala,
nilai harta dengan
baik yang
wakaf pelibatan
berasal
yang institusi
harusdari perbankan.
wakif,
tetap, namunnazhir, Bagi
di wakif
besaran
sisi lain
dan Adanya
nazhir,
keuntungan, pembatasan
keharusan
maupun wakaf
yang pengelola
uang melalui
berkenaan daninstitusi
dengan pengembang
pelibatanperbankan wakaf
institusi uang inipraktik
membuat
perbankan. di
Bagisatu
wakafsisi
wakif
memunculkan
bertujuan untuk beberapa
mengawal kendala,
nilai baik
harta yang
wakaf berasal
yang dari
harus bagi wakif,
tetap, nazhir,
namunpraktik besaran
di sisiwakaflain
uang
dan kurang
nazhir,
keuntungan, fleksibel
keharusan
maupun dan
wakaf
yang kuranguangmendatangkan
berkenaan melalui
dengan keuntungan
institusi
pelibatanperbankan
institusi mereka.
membuat
perbankan. Bagibesaran
wakif
memunculkan
uang kurang beberapa
fleksibel dan kendala,
kurang baik yang berasal dari wakif, nazhir,
dan 5.nazhir,
Faktor
keuntungan, keharusan
Pendorong
maupun wakaf
yang uangmendatangkan
Perilaku
berkenaan melalui
Wakaf
dengan Uang keuntungan
institusi
pelibatanperbankan bagi mereka.praktik wakaf
institusimembuat
perbankan. Bagi wakif
uang kurang
Setiap
dan5.nazhir,
Faktor fleksibel
perbuatan
Pendorong
keharusan dan
wakafkurang
sadarPerilaku
uang mendatangkan
manusia pastiinstitusi
Wakaf
melalui Uang keuntungan
disertai alasan dan
perbankan bagi mereka.
tujuan
membuat tertentu.
praktikAlasan-
wakaf
alasan
uang atau
Setiap dorongan-dorongan
perbuatan sadar dalam
manusia diri
pasti manusialah
disertai alasan yang
dan menyebabkan
tujuan tertentu. manusia
Alasan-
5. kurang
Faktor fleksibel
Pendorong dan kurang
Perilaku mendatangkan
Wakaf Uang keuntungan bagi mereka.
berbuat sesuatu.
alasan Setiap
atau Dalam
dorongan-dorongan
perbuatan kajian
sadar psikologi,
dalam
manusia diri alasan atau
manusialah
pasti disertai alasan dorongan
yang yang
menyebabkan
dan tujuan menyebabkan
tertentu. manusia
Alasan-
5.
manusia Faktor
berbuatatau sesuatu. Pendorong
melakukan suatukajian
Dalam Perilaku
perbuatan Wakaf
disebut
psikologi, Uang
motif atau
alasan (Sobur, 2003:
dorongan 266-27). Sementara
yang menyebabkan
alasan Setiap dorongan-dorongan
perbuatan sadar dalam
manusia diri
pasti manusialah
disertai alasan yang
dan menyebabkan
tujuan tertentu. manusia
Alasan-
dalam
manusia
berbuat kajian hukum
melakukan
sesuatu. Islam
suatu
Dalam dikenal
perbuatan
kajian istilah niat,
disebut
psikologi, yangatau
motif
alasan pengertiannya
(Sobur, 2003:
dorongan mirip
266-27).
yang dengan motif
Sementara
menyebabkan
alasan atau
dalam kajian dorongan-dorongan
hukum suatuIslam perbuatan dalam
dikenal istilah diri manusialah
niat,motif
yang(Sobur, yang
pengertiannya menyebabkan
mirip dengan manusia
motif
manusia melakukan
berbuat sesuatu. Dalam kajian disebut
psikologi, alasan atau 2003: 266-27).
dorongan Sementara
yang menyebabkan
dalam
manusia kajian hukum suatu
melakukan Islam perbuatan
dikenal istilah niat,motif
disebut yang (Sobur,
pengertiannya mirip dengan
2003: 266-27). motif
Sementara
dalam kajian hukum Islam dikenal istilah niat, yang pengertiannya mirip dengan motif

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 343
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 341 – 345

dalam psikologi, yaitu dorongan yang berkaitan dengan perbuatan sekarang dan yang
akan datang.1
Perbuatan hukum seseorang sama halnya dengan perbuatan manusia lainnya
sehingga tidak akan terlepas dari rangkaian tiga faktor di atas. Seseorang melakukan
perbuatan hukum pasti disertai motif. Tidak heran jika kemudian Friedman (1977: 115)
menyatakan bahwa perbuatan hukum merupakan masalah pilihan yang berkaitan
dengan motif dan gagasan seseorang.
Motif dan gagasan ini jika dikaitkan dengan masalah hukum bisa dirinci menjadi
empat macam, yaitu kepentingan sendiri (self-interest), takut terhadap sanksi,
pertimbangan sosial, kesesuaian dengan nilai yang dianut, dan kepentingannya terjamin
(Friedman, 1977: 115-116; Soekanto, 1989: 198).
Keempat motif perilaku di atas jika dikaitkan dengan wakaf, maka ada motif
perilaku yang mungkin muncul dan ada motif yang tidak mungkin muncul. Faktor
kepentingan sendiri bisa muncul dalam perilaku wakaf, sedangkan faktor ketakutan
terhadap sanksi pasti tidak akan muncul pada perilaku wakaf karena tidak ada sanksi
hukum bagi orang yang tidak melakukannya, baik dalam Undang-undang Wakaf
maupun dalam agama. Faktor kepentingan sosial bisa muncul dalam perilaku wakaf,
dan faktor terakhir, adanya kesesuaian dengan nilai yang dianut mungkin muncul dalam
perilaku wakaf uang; seseorang mengeluarkan wakaf uang karena ia menyadari arti
penting wakaf uang untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
disamping sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Akan tetapi, walaupun tiga motif perilaku wakaf mungkin muncul pada diri
seseorang, karena karakter hukum wakaf banyak tergantung kepada kesadaran individu
tentang arti penting wakaf sedangkan dorongan kebutuhan pribadi dan dorongan sosial
sangat kecil, maka perilaku wakaf sulit diharapkan menjadi sebuah tradisi yang harus
dijalani dalam kehidupan seseorang sehingga banyak orang yang melakukan wakaf.
Banyaknya orang yang memberikan sumbangan ketika terjadi musibah tidak bisa
dijadikan acuan akan mudahnya orang untuk berwakaf karena musibah merupakan
situasi khusus yang bisa membangkitkan empati orang yang sulit muncul pada kasus
wakaf.

C. KESIMPULAN
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa upaya pengembangan wakaf di Indonesia
menghadapi beberapa kendala, yaitu minim sosialisasi, profesionalisme nazhir, institusi
bank sebagai pengelola, fleksibilitas dan akseptabilitas wakaf uang, dan faktor pendorong
perilaku.

REFERENSI
Friedman, Lawrence M., 1977, Law and Society: An Introduction, New Jersey: Prentice
Hall.
Hermawan, Wawan, 2013, Pandangan Ulama Garut Tentang Wakaf Uang dan Wakaf
Mu`aqqat, disertasi pada Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang.

1
Sebenarnya para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan definisi niat.Sebagian ulama
berpendapat bahwa niat adalah keinginan yang dikaitkan dengan perbuatan pada saat sekarang, sedangkan
‘azm adalah perbuatan yang dikaitkan dengan perbuatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Akan tetapi, pembedaan seperti ini jelas bertentangan dengan pengertian kedua lafaz tersebut sebagaimana
yang terdapat dalam kitab-kitab bahasa. Oleh karena itu kata niat dan `azm memiliki arti yang sama (al-
Zahīlī, 1985, I: 151).

344 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN WAKAF DI INDONESIA — [Wawan Hermawan]

Najib, A. Tuti dan Ridwan al-Makasary (ed.), 2006, Wakaf, Tuhan, dan Agenda
Kemanusiaan: Studi tentang Wakaf Perspektif Keadilan Sosial di Indoneisa,
Jakarta: CSRC UIN Jakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang Wakaf
Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Riyanto, Astim, 2007, Kapita Selekta Hukum dalam Dinamika, Bandung: Yapemdo.
Sobur, Alex, 2003, Psikologi Umum, cet. 1, Bandung: Pustaka Setia.
Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali.
_______, 1989, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum terhadap Masalah-masalah Sosial, cet.
2, Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti.
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
al-��a��l����a��a���������Al-Fiqh al-��l��� �a A�illa��h���������������al-Fikr.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 345
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


URGENSIMENANAMKAN
URGENSI MENANAMKAN POLA
POLA PENDIDIKAN
PENDIDIKAN EKONOMI
EKONOMI
YANGDIPERKUAT
YANG DIPERKUATNILAI-NILAI
NILAI-NILAI SYARIAH
SYARIAH

WeningEstiningsih,
Wening Estiningsih, Lindiawatie,*
Lindiawatie,* dan
dan Anita
Anita Ria
Ria
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
*Email : lindammanaf@gmail.com
*Email : lindammanaf@gmail.com

ABSTRACT

Economic activities are needed for survival. Modern human economic behavior is far from being
noble and educated. Human beings behave wildly, greedy and uncontrollable and finally could
disrupt life environment. Burning of forests by businessmen, corrupt behavior, the cartel of the
businessmen who led price increase, plagiarism by academic are behaviors that goes beyond the
limit. The facts raise question about how effective the economic education in imparting moral
values and business ethics in work? Why do appear wild and greedy businessmen, corrupt
behavior, academics plagiarism and selfish politicians?
Answering the questions need to be done improvement and the evaluation of economic education
pattern with complete and reinforced with moral values and ethics to glorify the human beings
themselves, others and the environment. The pattern of economic education we mean is economic
education strengthened by Islamic values.

Keyword: Economic Education, Islamic Economic, Islamic Values

ABSTRAK

Manusia membutuhkan kegiatan ekonomi supaya kehidupannya di muka bumi tetap langgeng.
Tetapi perilaku ekonomi manusia modern jauh dari kesan mulia dan berpendidikan. Manusia
berperilaku liar, rakus dan tidak terkontrol sehingga mengganggu kehidupan lingkungannya.
Pembakaran hutan oleh pengusaha perkebunan, perilaku koruptif semua lapisan masyarakat, kartel
pengusaha yang menyebabkan kenaikan harga, mafia migas, plagiat karya ilmiah adalah perilaku
yang melampaui batas. Kenyataan tersebut memunculkan pertanyaan tentang seberapa efektifkah
pendidikan ekonomi dalam menanamkan nilai-nilai moral dan etika dalam berusaha dan bekerja
selama ini? Mengapa muncul pengusaha liar dan rakus, masyarakat koruptif, akademisi plagiat
dan politisi egois? Menjawab pertanyaan tersebut perlu dilakukan perbaikan dan evaluasi pola
bidang pendidikan ekonomi dengan melengkapi dan diperkuat dengan nilai-nilai moral dan etika
berusaha yang memuliakan manusia sendiri, orang lain dan lingkungan. Pola pendidikan ekonomi
yang dimaksud adalah pendidikan ekonomi yang diperkuat nilai syariah.

Kata Kunci : Pendidikan Ekonomi, Ekonomi Syariah, Nilai-nilai Islam

A. PENDAHULUAN
Pada dasarnya, lembaga pendidikan berusaha mengasah kemampuan berpikir,
ketrampilan, sikap spiritual dan kemampuan bermasyarakat peserta didik. Setelah lepas
dari lembaga pendidikan, sikap-sikap tersebut akan digunakan oleh manusia sebagai salah
satu bekal untuk menjalani kehidupan agar tetap berlangsung.
Namun setelah manusia lulus dari lembaga pendidikan, sikap-sikap tersebut
seolah-olah tidak berbekas dalam menghadapi kenyataan kehidupan bermasyarakat.
Manusia seperti “tidak berpendidikan”. Sikap-sikap yang kurang berperan positif dalam
kehidupan adalah kurang menonjolnya sikap spiritual dan sikap sosial terhadap
lingkungan dan masyarakat.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 347
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 347 – 352

Akhirnya muncullah perilaku koruptif mulai dari lapisan bawah hingga kalangan
pemerintahan, akademisi yang plagiat, pengusaha nakal yang melakukan kartel dalam
menaikkan harga barang, politisi yang tidak peduli rakyat kecil, pembakaran hutan secara
masif dan perilaku-perilaku lainnnya yang jauh dari sikap spiritual dan sosial. Perilaku
manusia sudah melampaui batas moral. Mereka berperilaku tidak peduli terhadap
lingkungan sekitar dan sesama manusia.
Lembaga pendidikan ideal seharusnya mampu menghasilkan manusia yang cerdas,
kreatif, sehat jasmani tapi juga mampu menghasilkan pribadi-pribadi manusia dengan
sikap spiritual (rohani) dan jiwa sosial yang sehat dan cerdas. Mudyahardjo (2001)
mengutarakan bahwa pendidikan merupakan bentuk pengajaran etika dan psikologi.
Kehidupan manusia di muka bumi seharusnya ditegakkan atas dasar
keseimbangan/keadilan antara kehidupan jasmani (dunia) dan rohani (akhirat), karena
Alquran telah menggariskan ketentuan tersebut:
ª!$# z|¡ômr& !$yϑŸ2 Å¡ômr&uρ ( $u‹÷Ρ‘‰9$# š∅ÏΒ y7t7ŠÅÁtΡ š[Ψs? Ÿωuρ ( nοtÅzFψ$# u‘#¤$!$# ª!$# š9t?#u !$yϑ‹Ïù ÆtGö/$#uρ

∩∪ tωšø ßϑø9$# =Ïtä† Ÿω ©!$# ¨βÎ) ( ÇÚö‘F{$# ’Îû yŠ$|¡x ø9$# Æö7s? Ÿωuρ ( šø‹s9Î)
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 77).
Pendidikan manusia pun harus mengacu pada landasan keseimbangan/keadilan
antara kecerdasan dan kesehatan jasmani dengan rohani. Keduanya tidak bisa dipisahkan.
Itulah prinsip keseimbangan (‘adalah) sebagaimana diutarakan oleh Chapra (2000) dan
Nasution dkk (2007) bahwa keseimbangan adalah prinsip dalam pendidikan ilmu ekonomi
syariah/Islam.
Kenyataannya lembaga pendidikan di masa modern ini tidak menjalankan
keseimbangan antara pendidikan jasmani dan rohani. Kemampuan akal manusia hanya
diarahkan untuk bagaimana memenuhi kebutuhan dan kesehatan jasmani saja akan tetapi
mengabaikan kebutuhan yang juga sangat penting yaitu kebutuhan rohani.
Atas dasar keprihatinan dan sebagai wujud kepedulian terhadap dunia pendidikan,
maka paper ini dibuat. Paper ini ditulis dengan asumsi bahwa “pola pengajaran di bidang
pendidikan ekonomi khususnya dan di bidang ilmu pengetahuan sosial umumnya pada
lembaga pendidikan di Indonesia belum mengintegrasikan antara aspek spiritual
(hubungan dengan sang Pencipta) dengan aspek sosial (hubungan dengan sesama
manusia dan lingkungan alam)”,sehingga kurang mampu menghasilkan lulusan yang
cerdas dan sehat secara spiritual dan sosial.
Efeknya berdampak negatif bagi kehidupan lingkungan dan sesama manusia.
Lulusan yang tidak sehat dan cerdas secara spiritual dan sosial akan merugikan lingkungan
dan sesamanya berupa kerusakan lingkungan dan munculnya kecurangan-kecurangan yang
merugikan masyarakat umumnya.
Oleh karena itulah, paper ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan kontribusi
pemikiran terhadap lembaga pendidikan supaya menanamkan nilai-nilai syariah Islam
yang bersumber dari Alquran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Nilai-nilai syariah
merupakan sumber dari munculnya sikap spiritual dan sosial dalam diri manusia
khususnya pendidikan ilmu-ilmu ekonomi dan ilmu pengetahuan sosial umumnya.
Tirtarahardja dan La Sulo (2005) menekankan bahwa pendidikan lebih mengutamakan

348 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
URGENSI MENANAMKAN POLA PENDIDIKAN EKONOMI ... — [Wening Estiningsih dkk.]

penanaman sikap dan nilai-nilai dengan metode yang lebih bersifat psikologis dan
pendekatan manusiawi.

B. METODOLOGI
Karya ini ditulis dengan metode studi literatur. Sumber data-data yang digunakan
adalah sumber-sumber literatur yang mendukung penulisan paper ini yaitu dengan
mempelajari berbagai literatur yang terkait dengan penelitian meliputi buku-buku, artikel-
artikel, hasil penelitian dan kajian, jurnal dan lain-lain.
Sifat paper ini hanyalah ide-ide atau sumbangan pemikiran semata yang muncul
dari bentuk keprihatinan dan upaya kepedulian Penulis atas kelangsungan nasib negeri ini
di masa yang akan datang, karena sebagaimana dikutip dalam Tilaar (2012) dari
pernyataan Huntington bahwa yang akan bertahan pada era globalisasi ini hanyalah bangsa
yang memiliki jati diri yang kuat. Bangsa ini seperti kehilangan jati dirinya di era
globalisasi yang penuh tantangan dan godaan yang berat bagi peserta didik khususnya dan
lembaga pendidikan umumnya.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Keberadaan ilmu ekonomi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial
berperan sangat penting dalam kehidupan nyata. Ketrampilan di bidang ilmu ekonomi
khususnya dan ilmu sosial lainnya umumnya menjadi penentu kesuksesan manusia dalam
kehidupan tidak hanya dunia tetapi juga akhirat. Karena manusia dikatakan berhasil dalam
pandangan syariah Islam apabila manusia tersebut menunjukkan kepedulian sosial yang
tinggi dan besar manfaatnya buat sesama dan lingkungannya sebagaimana termaktub
dalam ayat Alquran di bawah ini:
∩∪ ÒΟŠÎ=tæ ϵÎ/ ©!$# ¨βÎ*sù &óx« ÏΒ (#θà)ÏΖè? $tΒuρ 4 šχθ™6ÏtéB $£ϑÏΒ (#θà)ÏΖè? 4®Lym §É9ø9$# (#θä9$oΨs? s9
Artinya: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.”(QS. Ali-Imran [3]: 92)
Pandangan serupa dikemukakan oleh Profesor Harun Joko Prayitno (2016) bahwa:
“Ranah kognitif dan afektif berkontribusi sebesar kurang lebih 33 % dalam proses
pendewasaan dan pemandirian siswa didik. Selanjutnya entitas penting sebagai proses
untuk mewujudkan pendewasaan dan pemandirian anak melalui ketrampilan berkehidupan
bermasyarakat dan kreativitas.
Ayat dan pernyataan demikian menunjukkan bahwa kedudukan ilmu ekonomi
khususnya dan ilmu sosial umumnya sangat penting untuk ditanamkan pada siswa didik
yang tentunya diperkuat dengan nilai-nilai syariah. Kenyataan tersebut juga didukung dari
pernyataan Prayitno (2016) bahwa kontribusi ketrampilan di bidang ilmu sosial umumnya
dan ilmu ekonomi khususnya justru berlangsung selama kehidupan bermasyarakat
berlangsung. Artinya kedewasaan dan kemandirian manusia akan tumbuh apabila selalu
diasah dengan sikap sosial (hubungan dengan sesama manusia) yang diperkuat dengan
sikap spiritual (hubungan manusia dengan Allah). Selanjutnya kedewasaan dan
kemandirian ini merupakan bekal manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Namun sayangnya, perilaku manusia-manusia yang hidup di zaman modern di
negeri ini jauh dari tuntutan sikap sosial dan spiritual berkehidupan bermasyarakat.
Sebagaimana landasan latar belakang penelitian yang dilakukan oleh Eka Putri (2012)
berdasarkan fenomena bahwa terdapatnya kesenjangan antara pengetahuan di bidang
sosial/ekonomi yang dimiliki siswa didik dengan sikap/perilakunya. Siswa paham prinsip-
prinsip ilmu ekonomi tetapi ketika membeli barang bukan didasarkan kebutuhan tetapi

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 349
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 347 – 352

karena keinginan atau gengsi semata. Siswa paham ilmu perilaku sosial tetapi tidak bisa
karena keinginan
menghargai orang atau
lain. gengsi semata. Siswa paham ilmu perilaku sosial tetapi tidak bisa
menghargai orang lain.
Perilaku-perilaku demikian merupakan cermin bahwa pendidikan ekonomi
khususnyaPerilaku-perilaku
dan ilmu sosialdemikianumumnyamerupakan
apabila tidak cermin bahwa
diperkuat pendidikan
dengan penanaman ekonomi
sikap
khususnya dan ilmu sosial umumnya apabila tidak diperkuat
spiritual akan memunculkan sikap mementingkan diri sendiri baik dalam memenuhi dengan penanaman sikap
spiritual
kebutuhanakan memunculkan
maupun perilaku sikap mementingkan
kepedulian yang rendah diri sendiri
terhadap baikorang
dalamlain.memenuhi
Tidak
kebutuhan maupun perilaku kepedulian yang rendah terhadap
mengherankan apabila muncul perilaku korupsi mulai dari rakyat jelata hingga petinggi- orang lain. Tidak
mengherankan
petingginya, plagiat apabila munculakademik,
di bidang perilaku korupsi mulai darimenaikkan
kartel pengusaha rakyat jelata hingga
harga, petinggi-
pembakaran
petingginya, plagiat di bidang akademik, kartel pengusaha menaikkan
hutan secara masif, politisi egois dan lain-lain perilaku-perilaku yang tuna sosial dan harga, pembakaran
hutan secara masif, politisi egois dan lain-lain perilaku-perilaku yang tuna sosial dan
spiritual.
spiritual.
Perilaku-perilaku demikian adalah perwujudan dari rendahnya sikap sosial dan
sikap spiritual. Perilaku demikian
Perilaku-perilaku adalah perwujudan
mereka didasari prinsip ilmudari rendahnya
ekonomi modernsikapsebagaimana
sosial dan
sikap spiritual.
diutarakan Perilaku
oleh Case dan mereka didasari
Fair (2007) bahwaprinsip
dalam ilmu ilmu ekonomi tidak modern sebagaimana
mengenal istilah
diutarakan oleh Case dan Fair (2007) bahwa dalam ilmu
membantu seseorang berdasarkan keikhlasan atau pamrih. Case dan Fair (2007) ekonomi tidak mengenal istilah
membantu
mengistilahkan seseorang
dengan berdasarkan
tidak ada makan keikhlasan atau artinya
siang gratis, pamrih. bantuan
Case dan Fair kepada
seseorang (2007)
mengistilahkan
orang lain didasari dengan tidak ada makan siang gratis, artinya bantuan seseorang kepada
oleh kepentingan.
orang lain didasari oleh kepentingan.
Pola pendidikan ekonomi yang tidak diperkuat dengan nilai syariah atau sikap
spiritualPola pendidikan
menurut pandanganekonomi yangberpotensi
penulis tidak diperkuat denganhari
di kemudian nilaimelahirkan
syariah atau sikap
perilaku-
spiritual menurut pandangan penulis berpotensi di kemudian
perilaku yang melampaui batas-batas norma kemasyarakatan. Oleh sebab itu perlu hari melahirkan perilaku-
perilaku
ditanamkan yang
dan melampaui
diperkuat denganbatas-batas norma
nilai-nilai syariahkemasyarakatan. Oleh sebab
Islam dalam pendidikan ilmuitu perlu
ekonomi
ditanamkan
modern. Ilmu danekonomi
diperkuatIslam
dengan nilai-nilai
menurut Mannansyariah Islam adalah
(1997), dalam pendidikan ilmu ekonomi
ilmu pengetahuan sosial
modern. Ilmu ekonomi Islam menurut Mannan (1997), adalah
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari
Permasalahan dasarmasalah-masalah
ilmu ekonomi antara ekonomi rakyatmodern
ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai
dengan ekonomi Islam.
Islam adalah
Permasalahan dasar ilmu ekonomi antara ekonomi modern dengan
sama yaitu sama-sama mencari solusi atas kelangkaan sumber daya. Perbedaan antara ekonomi Islam adalah
sama
keduanyayaituterletak
sama-sama pada mencari solusi atas kelangkaan
aspek spiritualnya. Ilmu ekonomi sumberIslamdaya. Perbedaanmanusia
memandang antara
keduanya terletak pada aspek spiritualnya. Ilmu ekonomi Islam
sebagai makhluk sosial religius yang dikendalikan oleh nilai-nilai Islam (menjunjung tinggimemandang manusia
sebagai makhluk sedangkan
sikap spiritual), sosial religius
ilmuyang dikendalikan
ekonomi modernoleh nilai-nilaimanusia
memandang Islam (menjunjung
sebagai makhluktinggi
sikap
sosial spiritual), sedangkan ilmukepentingan
yang mementingkan ekonomi modern memandang
individu dan tidak manusia sebagai makhluk
mempermasalahkan
sosial yang mementingkan kepentingan
pertimbangan nilai-nilai (mengabaikan sikap spiritual) individu dan tidak mempermasalahkan
pertimbangan
Pada nilai-nilai
kenyataannya, peserta sikap
(mengabaikan didik spiritual)
tidak dibekali dengan bagaimana cara
Pada kenyataannya, peserta didik
menghadapi pengaruh eksternal yang berat dalam menjalani tidak dibekali dengan kehidupan.bagaimana
Siswa hanya cara
menghadapi pengaruh eksternal yang berat dalam menjalani
ditanamkan bahwa keberhasilan dalam kehidupan apabila mampu mengolah akal- kehidupan. Siswa hanya
ditanamkan bahwa keberhasilan
kecerdasan. Keberhasilan dalam kehidupan
individu menghadapi tantangan apabila
eksternalmampuyang mengolah
berat hanyaakal-bisa
kecerdasan. Keberhasilan individu menghadapi tantangan eksternal
diperoleh melalui pendidikan ekonomi atau ilmu sosial yang diperkuat nilai-nilai syariah yang berat hanya bisa
diperoleh melalui pendidikan ekonomi atau ilmu sosial yang diperkuat nilai-nilai syariah
(sikap spiritual).
(sikap spiritual).
Penanaman nilai bahwa ukuran keberhasilan sebenarnya dalam berkehidupan
Penanaman
bermasyarakat adalahnilai bahwaseseorang
apabila ukuran individu
keberhasilan sebenarnya
mampu, trampil, dalam
mandiriberkehidupan
serta dapat
bermasyarakat
menjaga keseimbanganadalah apabila
antara seseorang
kepentingan individu mampu,
masyarakat trampil,
dengan mandiri sertasendiri
kepentingannya dapat
menjaga keseimbangan antara kepentingan masyarakat dengan
kurang ditonjolkan. Karakter yang mampu menyeimbangkan antara kepentingan umum kepentingannya sendiri
kurang
dengan ditonjolkan.
kepentingan Karakter yang mampu
pribadi sedemikian hanyamenyeimbangkan
bisa diperoleh antara melaluikepentingan
penanamanumum nilai-
dengan kepentingan pribadi sedemikian hanya bisa diperoleh melalui
nilai syariah (sikap spiritual) dalam pendidikan dan pembelajaran ilmu ekonomi khususnya penanaman nilai-
nilai syariah
dan ilmu (sikapumumnya.
sosial spiritual) dalam pendidikan
Jadi sikap sosialdan pembelajaran
ekonomi ilmu ekonomi
yang diperkuat sikapkhususnya
spiritual
dan ilmu mendapatkan
sebaiknya sosial umumnya. porsi Jadi
yang sikap
dominan sosial
dalam ekonomi yang diperkuat
proses pembelajaran dansikap spiritual
pendidikan di
sebaiknya
negeri ini. mendapatkan porsi yang dominan dalam proses pembelajaran dan pendidikan di
negeri ini.
Sayangnya lembaga pendidikan di negeri ini kurang menanamkan hal demikian,
Sayangnya
sebagaimana dikemukakan lembagaPrayitno
pendidikan di bahwa:
(2016) negeri ini kurang menanamkan hal demikian,
sebagaimana dikemukakan Prayitno (2016) bahwa:
“Domain kognitif mengalahkan segala-galanya. Reputasi pendidikan dibangun melalui
“Domain
keberhasilankognitif
dalam mengalahkan segala-galanya. Reputasi
mengolah akal-kecerdasan. Kompetensi pendidikan
anak didik dibangun melalui
mengabadikan
keberhasilan dalam mengolah akal-kecerdasan. Kompetensi anak didik mengabadikan

350 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
URGENSI MENANAMKAN POLA PENDIDIKAN EKONOMI ... — [Wening Estiningsih dkk.]

hasil olah akal-kecerdasan sementara kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan


hasil olah kehidupan
kompetensi akal-kecerdasan sementara kompetensi
dalam berkehidupan bermasyarakatsosial,menjadi
kompetensi kepribadian dan
diabaikan.”
kompetensi kehidupan dalam berkehidupan bermasyarakat menjadi diabaikan.”
Kenyataan demikian mengundang keprihatinan dan kepedulian Penulis terhadap
Kenyataan
nasib generasi demikian
penerus bangsamengundang keprihatinan
dan keberlangsungan daninikepedulian
negeri di masa yang Penulis
akanterhadap
datang.
nasib generasi
Mengingat penerus bangsa
urgensinya dan keberlangsungan
penanaman sikap spiritual negeridalam inipendidikan
di masa yang ilmuakanekonomi
datang.
Mengingat urgensinya penanaman sikap spiritual dalam
khususnya dan ilmu pengetahuan sosial umumnya dan demi kesinambungan generasi pendidikan ilmu ekonomi
khususnya
dalam memimpindan ilmu pengetahuan
negeri ini, makasosial umumnya
Penulis dan demi
menganggap bidangkesinambungan
ilmu ekonomi generasi
yang
dalam memimpin
diajarkan pada pesertanegeri
didikini, maka
mulai dariPenulis
lembagamenganggap bidang
pendidikan dasar ilmuperguruan
hingga ekonomi tinggi
yang
diajarkan pada peserta didik mulai dari lembaga pendidikan dasar hingga
perlu diperkuat dengan nilai-nilai syariah Islam di bidang ekonomi. Artinya para pendidik perguruan tinggi
perlu
bidangdiperkuat denganperlu
ilmu ekonomi nilai-nilai syariahbentuk
memahami Islam penanaman
di bidang ekonomi. Artinyaapa
sikap spiritual para pendidik
saja dalam
bidang ekonomi.
ilmu ekonomi perlu memahami bentuk penanaman sikap spiritual apa saja dalam
bidang ekonomi.
Demikian pula dalam bidang pendidikan agama Islam, Penulis menganggap perlu
Demikian
ditanamkan aspekpula dalam bidang
ketrampilan pendidikan
bermuamalah agama
atau Islam, Penulis
ketrampilan kehidupanmenganggap perlu
bermasyarakat
ditanamkan aspek ketrampilan bermuamalah atau ketrampilan kehidupan
kepada peserta didik yang dilandasi dengan nilai-nilai syariah Islam. Karena pada dasarnya bermasyarakat
kepada
aturan peserta
Islam didik
tidakyang dilandasi
hanya denganhubungan
mengatur nilai-nilai syariah
manusia Islam. KarenaSang
dengan pada dasarnya
Pencipta
aturan Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia
(hablumminallah) tetapi aturan Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanyadengan Sang Pencipta
(hablumminallah) tetapi aturan
dan lingkungan sekitarnya Islam juga mengatur
(hablumminannash). hubungan
Oleh sebab itu manusia dengan sesamanya
para pendidik di bidang
dan
ilmu agama Islam perlu menyampaikan pemahaman kepada peserta didik tentangdiperlunya
lingkungan sekitarnya (hablumminannash). Oleh sebab itu para pendidik bidang
ilmu agama
menjaga Islam perlu
hubungan menyampaikan
harmonis dengan pemahaman
lingkungan kepada peserta didik
dan masyarakat tentang perlunya
sekitarnya. Karena
menjaga hubungan harmonis
menjalin harmonisasi dengan lingkungan
dengan lingkungan sekitar adalah danwujud
masyarakat sekitarnya.
ibadah kepada Karena
Sang Khalik.
menjalin harmonisasi dengan lingkungan sekitar adalah wujud ibadah
Urgensi penanaman pendidikan ekonomi khususnya dan ilmu pengetahuan sosial kepada Sang Khalik.
umumnya Urgensi
yangpenanaman
diperkuat pendidikan ekonomiIslam
nilai-nilai syariah khususnya
menurutdanpandangan
ilmu pengetahuan
Penulis sosial
akan
umumnya yang diperkuat nilai-nilai syariah Islam menurut
menjadikan generasi bangsa ini memiliki jati diri yang tangguh sehingga tidak mudahpandangan Penulis akan
menjadikan
goyah menghadapigenerasi bangsa eksternal
pengaruh ini memiliki jatiglobalisasi.
seperti diri yang tangguh sehingga tidak mudah
goyah menghadapi pengaruh eksternal seperti globalisasi.
D. KESIMPULAN
D. KESIMPULAN
Lembaga pendidikan umumnya dan para pendidik khususnya perlu menyadari
Lembaga pendidikan
bahwa pendidikan di negeri iniumumnya dan para pola
perlu menjalankan pendidik khususnya
pendidikan yang perlu menyadari
seimbang antara
bahwa pendidikan
pemenuhan kebutuhandi negeri
akal, ini perlu menjalankan
ketrampilan berkehidupan pola bermasyarakat
pendidikan yang danseimbang antara
sikap spiritual.
pemenuhan kebutuhan akal, ketrampilan berkehidupan bermasyarakat
Ketrampilan berkehidupan bermasyarakat khususnya di bidang ekonomi dan sosial dan sikap spiritual.
Ketrampilan
umumnya perlu berkehidupan
diperkuat dengan bermasyarakat khususnya
nilai-nilai syariah Islam.di bidang ekonomi dan sosial
umumnya perlu diperkuat
Penanaman dengan
pendidikan nilai-nilai
ekonomi syariah
yang Islam.dengan nilai-nilai syariah Islam
diperkuat
Penanaman pendidikan ekonomi
akan menumbuhkan karakter yang mampu mendahulukan yang diperkuat dengan kepentingan
nilai-nilai syariah Islam
masyarakat
akan
daripadamenumbuhkan karakter Karakter
kepentingan individu. yang mampukepribadianmendahulukan kepentingan
yang kuat akan menjadikan masyarakat
generasi
daripada
bangsa ini memiliki jati diri yang tangguh dalam menghadapi tantangan globalisasi.generasi
kepentingan individu. Karakter kepribadian yang kuat akan menjadikan
bangsa Pendidikan
ini memiliki agama
jati diri yang
Islamtangguh
perlu dalam menghadapi
menanamkan tantanganbermuamalah
ketrampilan globalisasi. yang
Pendidikan
dilandasi syariah Islamagama Islam
karena aturanperlu
Islam menanamkan ketrampilan
bersifat menyeluruh yang bermuamalah
mengatur hubungan yang
dilandasi syariah Islam karena aturan Islam bersifat
manusia dengan pencipta, sesama manusia dan lingkungan sekitarnya. menyeluruh yang mengatur hubungan
manusiaPenulis
dengan menyarankan
pencipta, sesama manusia
supaya dan lingkungan
pemikiran sekitarnya. ini perlu ditindak
dan asumsi-asumsi
Penulis menyarankan supaya pemikiran dan
lanjuti melalui pembuktian secara empiris di lapangan supaya tidak hanyaasumsi-asumsi inisekedar
perlu ditindak
menjadi
lanjuti
hipotesamelalui pembuktian
dan asumsi semata.secara empiris di lapangan supaya tidak hanya sekedar menjadi
hipotesa dan asumsi semata.

REFERENSI
REFERENSI
Case, Karl E & Ray C. Fair. (2007). Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Edisi ketujuh. PT.
Case, Karl Ray C. Fair. (2007). Prinsip-prinsip Ekonomi Mikro. Edisi ketujuh. PT.
E &Jakarta.
Indeks.
Indeks. Jakarta.
Chapra, Umer. (2000). Islam dan Tantangan Ekonomi. Edisi Terjemahan. Gema Insani
Chapra,Press
Umer. (2000). Islam
bekerjasama danTazka
dengan Tantangan Ekonomi.
Institute. Jakarta. Edisi Terjemahan. Gema Insani
Press bekerjasama dengan Tazka Institute. Jakarta.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 351
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 347 – 352

Eka Putri, Mamik Lis Swartin. (2012). Pengembangan Model Pembelajaran Ekonomi
Berbasis Lingkungan dengan Pendekatan Jigsaw di SMA Negeri 3 Semarang.
Naskah Publikasi. Program Studi Manajemen Pendidikan. Program Pascasarjana.
Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Mannan, Abdul. M, Prof. (1997). Teori dan Praktek Ekonomi Islam. PT. Dana Bhakti
Wakaf. Yogyakarta.
Mudyahardjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Nasution, Mustafa Edwin et al. (2007). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Edisi Kedua.
Penerbit Kencana Prenada Media group. Jakarta.
Prayitno, Harun Joko, Prof. (2016, 26 Agustus). Ketrampilan Berkehidupan Bermasyarakat
Pilar Pendidikan Berpenciri. Harian Republika. Hal 4.
Tilaar, H.A.R, Prof. (2012). Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik
Transformatif Untuk Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta.
Tirtarahardja, Umar, Prof dan La Sulo, S.L, Drs. (2005). Pengantar Pendidikan. Rineka
Cipta. Jakarta.

352 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ANAK-ANAK
DI MASYARAKAT BALAI GURAH KABUPATEN AGAM
SUMATERA BARAT
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ANAK-ANAK
DI MASYARAKAT BALAI GURAHWirdanengsih*
KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT
Universitas Negeri Padang
*Email:wirdanengsih69@yahoo.com
Wirdanengsih*
Universitas Negeri Padang
*Email:wirdanengsih69@yahoo.com

ABSTRACT

Balai Gurah is one of nagari (village) having Qur’an recitation tradition for children
everyday continuously. Nagari Balai Gurah can be called as a village where there is
nobody who cannot recite the Qur’an. The aim of this research is to describe recitation
tradition for children and how the pattern Qur’an recitation education in nagari Balai
Gurah. This research uses qualitative approach where the data taken from the participative
observation, in depth interview, and documentation. The result of this research shows that
there are some patterns of Qur’an recitation education, among others: Qur’an recitation
education held by non-formal education (Perguruan Awaliyah Quran [PAQ]), Qur’an
recitation education in houses and Qur’an recitation education in the community mosques
as centers of society religious service. The pattern of Qur’an recitation education in PAQ is
conducted at 14.00-18 pm.; Qur’an recitation education in houses begins at 19.00 -20.00
pm.; and Qur’an recitation education in the community mosques begins at 05.00-06.00 am.
The process of mentoring by teacher, parents, and society is the main foundation in the
process of cultivating Qur’an recitation for children.

Keyword: cultivation, Qur’an recitation tradition, Balai Gurah community

ABSTRAK

Balai Gurah adalah salah satu nagari yang memiliki tradisi membaca Alquran pada anak-
anak secara rutin tiap hari. Nagari Balai Gurah dapat dikatakan sebagai nagari yang tidak
ada orang yang tidak mampu membaca Al-Qur’an. Tujuan Penelitian ini untuk
mengambarkan tradisi membaca pada anak –anak dan bagaimana pola pendidikan
membaca Alquran di nagari Balai Gurah. Penelitian ini mengunakan pendekatan
kualitatif dimana data diambil dari observasi partisipasi, wawancara mandalam dan
dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa pola pendidikan membaca
Alquran. Pola pendidikan membaca Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh pendidikan non
formal (Perguruan Awaliyah Quran), pola pendidikan membaca Al-Qur’an di rumah dan
pola pendidikan membaca Al-Qur’an di tengah masyarakat melalui masjid sebagai pusat
ibadah masyarakat. Pola pendidikan membaca Al-Qur’an di PQA dilakukan pada jam
14.00-18 WIB. Pola pendidikan membaca di rumah pada 19.00 -20.00 WIB. Dan pola
pendidikan membaca Al-Qur’an di masjid pada jam 05.00-06.00 WIB. Proses
pendampingan dari pihak guru, orang tua serta masyarakat menjadi pondasi utama dalam
proses pembudayaan membaca Al-Qur’an terhadap anak-anak

Kata kunci: pembudayaan, tradisi membaca Al-Qur’an, masyarakat Balai Gurah

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 353
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Agama hidup ditengah masyarakat, agama sering bertemu dengan budaya lokaldan
masyarakat yang memeluknya, inilah yang disebut dengan masyarakat agama ( Bachtiar
Efendi 1997:44) yang akan memiliki respon konstruktifatas realita masyarakatdalam
rangka mempertahankan identitiastradisional dan nilai-nilai agamanya.Secara Teologis,
simbol dan nilai agama akan mempengaruhi dan membentuk struktur sosial ,
budayapolitikserta kebijakan publik, sehinggasimbol dan nilai-nilai itu menjadi pedoman
bagi segala aktivitas manusia, dan secara sosiologis ada kalanya agama menjadifaktor
penentudalam proses transformasi di tengah kehidupan masyarakat ( Ibid 1997 :45)
Berangkat dari pemikiran diatas, umat Islam menjadikan simbol dan nilai
Alquransebagai kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT sebagau pedoman hidup dan
sumber hukum, sumber inspirasi dalam segala aktivitas kehidupan sebagai umat muslim
(Fazlur Rahman : 1994: 32) sehingga upaya membaca Alquran dengan baik dan benar
berserta pengamalannya adalah suatu yang amat penting dan niscaya.
Konsekuensi logis, setiap muslimharuslah memiliki komitmenuntuk mengenal
Alquran , mempelajajri, mengamalkannya serta mendakwahkannya. Dalam rangka
mewujudkannya inilah masyarakat nagari BalaiGurahyang mayoritas muslim telah
menjadikan pendidikan membaca Alquran kepada anak-anak sebagai keharusan dan tradisi
serta menjadikan upacara KhatamQuran sebagai penghargaan bagi anak-anak yang telah
pandai membaca Alquran dengan baik dan benar.
Masyarakat nagari Balai gurah adalah sebuah nagari yang telah berhasildalam
melestarikan tradisi membaca Alquran bagi anak-anakdidalam kehidupan
masyarakat.Bukti keberhasilan iniadalah masyarakat Nagari Balai Gurah 99% adalah
wargayang telah bebas buta abaca Al Quran dan tradisi membacaAlquransudah menjadi
suatu budayatersendiri bagi masyarakat nagari Balai Gurah. Lalu apa bentuk tradisi
membaca Alquranpada masyarakat nagari Balai Gurah ini ? Bagaimana
prosespembudayaannya ? ini lah yang menjadipermasalahan dalam penelitian ini.

2. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikanbentuk tradisi pendidikan membaca
Alqurandi masyarakat Nagari Balai Gurahdan proses pembudayaannyasehingga ditemukan
pola pendidikan membaca Alquran untuk anak-anak .
Hasil penelitian inimemberikan informasi bahwa tradisipendidikan membaca
Alquran pada masyarakat muslim memiliki kekhasan dan dapat dijadikan model dalam
usaha memberikan pendidikan yang efektif dan efesien serta usaha dalam melakukan
pengentasan buta huruf membaca Alquran.Selain utu dapat dijadikansebagai informasi
ilmiahdalam filosofi pendidikan nilai .

3. Studi Relevan
Penelitian terdahulu yang menjadikan Alquran sebagai subyek kajiannya
diantaranya penelitian Howard Rederspiel denganPopular Indonesian Literature of Al
Quran, (Howard m. Fredeirspiel(1996) penelitian ini focus pada studi literature namun
belum sampai pada aspek kajian antara masyarakat danAlquran itu sendiri. Dan yang
membedakan dengan penelitian ini adalah penelitian melihat aspek hubungan Alquran dan
masyarakat.
Cliffortd Gertz (1989) melakukan penelitian dalam masyarakat Jawa, meneliti
tradisi dalam masyarakat jawa namun dalam melihat tradisi masyarakat muslim yang
disebut santri belum mengkaji tradisi dalam membaca Alquran sebagai kitab suci mereka

354 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

dan pedoman hidup dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat dan
berhubungan dengan sang Penciptanya.
Penelitian James Dananjaya pada masyarakat Bali( 1980) yang bagian
penelitiannya tentang pola pengasuhan dalam keluarga petani di Bali dapat menjadi studi
perbandingan dalam halpola pengasuhan yang dikaitkan dengan sistem sosial budaya dari
masyarakat setempat yang akan membentuk suatu kepribadian dasar atau karakter dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
Rosmarul (2003) didalam penelitian tentang Nilai budaya Minangkabau yang
memilikifalsafah “ Adat basandisyarak, syarak basandi kitabullah.” Memiliki pengaruh
padaetos kerja pedagang dimana ada pengaruh yang besar, etos kerja terhadap keberhasilan
usaha yang berdampak terhadap kehidupan ekonomi dan sosial pedagang Minangkabau.
Para pengusaha Minangkabau dipengaruhi oleh ajaran agama yang telah berfungsi sebagai
alat pendorong bagi prilaku ekonomi dan struktur ekonomi politik sehingga kerja
merupakan dari aplikasi beribadah dalam beragama. Penelitian dapat menjadi acuan bahwa
masyarakat nagari Balai gurah sebagai bagian dari orang Minangkabau memiliki etos
dalam upaya memberikan pendidikan membaca Alquran bagi anak adalah bagian dari
ibadah sosial beragama.
Penelitian Chairul Anwar yang berjudul internalisasi semangat nasionalisme
melalui pendekatan dalam E-Jurnal Jp Peradaban Islam dd 2014, adapun hasil
penelitiannya menunjukan bahwa Nasionalisme di Indonesia lahir ketika penduduk negeri
ini berada di bawah pemerintahan jajahan Belanda. Ideologi ini muncul menjadi sebuah
kesadaran kolektif dipicu oleh perasaan senasib di masa lalu dan di masa yang sedang
dijalani, dan yang lebih penting lagi adalah dipersatukan oleh cita-cita yang sama untuk
masa depan. Namun dalam perkembangannya, semangat nasionalisme di kalangan
generasi muda tampak melemah. Fenomena ini menunjukkan bahwa peran lembaga
pendidikan menjadi sangat penting-tidak hanya agar peserta didik mengerti dan memahami
makna nasionalisme tetapi yang terpenting mampu menghayati nilai-nilai filosofis dibalik
semangat nasionalisme itu. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan
mengenalkan kembali nilai-nilai nasionalisme, menghayatinya melalui pendekatan
habituasi (pembiasaan) di sekolah, sehingga nilai-nilai nasionalisme tertanam dalam jiwa
para siswa. Dengan menggunakan pendekatan habituasi, para guru diyakini akan mampu
menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada peserta didik baik melalui kegiatan rutin,
kegiatan spontan, kegiatan pemberian keteladanan, maupun kegiatan terprogram.
Kelima Penelitian diatas adalah penelitian dengan pendekatan kualitatif dengan
obyek formal dan obyek materi yang berbeda. Penelitian pertama berbicara tentang
perkembangan kajian literature Alquran dan Tafsirannya. Penelitian kedua tentang upacara
dan simbolnya, peneltian ketiga tentang pola pengasuhan pada masyarakat bali yang dapat
dijadikan perbandingan, dan penelitian ke empat tentang etos kerja Masyarakat
Minangkabau.
Berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini memfokuskan pada bentuk
tradisi membaca Alquran dan bagaimana proses penbudayaannya.

4. Kerangka Teori
Tylor mendifinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan komplek prestasikreasi
manusia berupa ikmu pengetahuan dan kepercayaan. Kebudayaan dalam benbentuk fisik,
prilaku yang terarah, hokum, dan adat berkesinambungan yang diperoleh melalui proses
belajar dengan lingkungan. Kebudayaan itu hidup ditengah masyarakat kebudayaan
memberi keteraturan hidup , ada proses pemanusiaan sehingga tercipta kehidupan yang
berbudaya dan terdapat tujuan hidup yang jelas (Tilaar 1999) .

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 355
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

Kebudayaan sebagai komplek pengetahuan, didapat melalui proses belajar secara


terus menerus, jadi pembelajaran budaya telah terjadi sejak manusia lahir. Koenjaraningrat
(1996;11) mengemukan bahwa proses inkulturasi sebagai proses belajar sepanjang hayat
yang terjadi mulai anak lahir sampai meninggal, umumnya individu belajar menanamkan
perasaan, hasrat, hawa nafsu, emosi yang diperlukan dalam rangka pembentukan
kepribadian. Sedangkan proses enkulturasi (pembudayaan) adalah proses pembudayaan,
dimana individu berusaha menyesuaiakan pola pikir dan peraturan yang ada dan berlaku di
dalam kebudayaan dan masyarakat. Kemudian proses belajar kebudayaan dengan sistem
sosial, yang mana individu mempelajari pola tindakan sehari–hari di dalam interaksi
dengan individu lainnya yang memiliki peran-peran sosial di tengah masyarakat disebut
dengan sosialisasi.
Seperti yang dipaparkan diatas, kebudayaan adalah seperangkat pengethaunan
berupa ide, gagasan, nilai yang didapat melalui proses belajar. Proses belajar baik Learning
cultures maupun teaching cultures. Margaret Mead mengemukakan bahwa learning
cultures (kebudayaan belajar) adalah pembelajaran yang didapat melalui jalur informal
dimana ia mendapat pengetahuan, ketrampilan serta kemampuan diri pada saat ia
menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari sedangkan teaching cultures
(kebudayaan mengajar), suatu pembelajaran masyarakat yang ia dapat dari orang–orang
yang telah terlebih dahulu tahu tentang materi yang bersangkutan
Berkaitan dengan hal diatas, maka proses pendidikan membaca Alquran didapat
melalui proses learning cultures dan teaching cultures. Learning cultures ia dapat melalui
pendidikan keluarga dan masyarakat, sedangkan proses teaching cultures, ia dapat di
pendidikan formal dan pendidikan non formal yaitu institusi perguruan Awaliyah Quran
Koenjaraningrat mengungkapkan bahwa untuk memahami suatu norma perlu
memahami unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat, unsur ini disebut
dengan pranata sosial yang berpusat pada aktitivitas aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
yang komplek ditengah masyarakat, norma tersebut memiliki kekuatan tersendiri dalam
mengontrol prilaku masyarakat Koentjaraningrat, 1964. 113)
Untuk dapat membedakan kekuatan-kekuatan mengikat daripada norma norma
tersebut, maka secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian yaitu:
a. Cara(usage)’,
a. Cara menunjukkanpada
(usage)',menunjukkan padasuatu
suatubentuk
bentuk perbuatan,
perbuatan, cara
cara lebih
lebih menonjol
menonjol
di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan
diterhadapnya
dalam hubungan
tak akanantar individu dalam
mengakibatkan hukumanmasyarakat. Suatu
yang berat, akanpenyimpangan
tetapi hanya
terhadapnya tak akan mengakibatkan
sekedar celaan dari individu yang dihubungi. hukuman yang berat, akan tetapi hanya
b. sekedar celaan
Kebiasaan dari individu
(folkways); yang dihubungi.
kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang ulang
b. Kebiasaan (folkways); kebiasaan menunjuk kekuatan
dalam bentuk yang sama. Ia mempunyai mengikat
pada perbuatan yang
yang lebih ulang
diulang besar
daripada
dalam bentukcara.yang
Kebiasaan
sama. Iainimempunyai
merupakan bukti bahwa
kekuatan orang banyak
mengikat yang lebihmenyukai
besar
perbuatan tersebut. Apabik kebiasaan ini tidak dilakukan, maka hal tadi
daripada
dianggap cara.
suatuKebiasaan ini merupakan
penyimpangan bukti bahwa
terhadap kebiasaan umumorang banyak
dalam menyukai
masyarakat.
c. perbuatan tersebut.(mores)
Tata Kelakuan Apabik kebiasaan
merupakaninikebiasaan
tidak dilakukan, maka hal tadi
yang dianggap dianggap
sebagai cara
suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat.
berperilaku dan diteritna sebagai norma-norma pengatur. Mores ini
c. Tatamencerminkan
Kelakuan (mores) sifat-sifat yang kebiasaan
merupakan hidup dalam kelompok
yang dianggap manusia
sebagai cara
yangdilaksanakan sebagai alat pengawas oleh masyarakat terhadap
berperilaku dan diteritna sebagai norma-norma pengatur. Mores ini mencerminkan anggota-
anggotanya. Tata Kelakuan tersebut, di satu pihak memaksakan suatu
sifat-sifat
perbuatan yang
dan hidup
di taindalam kelompok manusia
pihak melarangnya, yangdilaksanakan
sehingga secara langsungsebagai alat
merupakan
pengawas
suatu alat oleh masyarakat
agar terhadap anggota-anggotanya.
supaya nggota-anggota Tata Kelakuan
masyarakat menyesuaikan tersebut,
perbuatan-
diperbuatannya
satu pihak memaksakan suatu perbuatan
dengan tata-kelakuan dan di tain pihak melarangnya, sehingga
tersebut.
secara langsung merupakan suatu alat agar supaya nggota-anggota masyarakat
menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata-kelakuan tersebut.

356 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

d. Adat istiadat (costum) adalah tata-kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya
d. dengan pola-pola
Adat istiadat prilaku masyarakat.
(costum} Pelanggaran
adalah tata-kelakuan terhadapnya
yang kekal sertaakan
kuatmendapatkan
integrasinya
sanksi yangpola-pola
dengan keras.’’’(Soerjono
prilaku Soekanto, 1987 :180.)
masyarakat. Pelanggaran terhadapnya akan
mendapatkan sanksi yang keras.'''(Soerjono Soekanto, 1987 :180.)
Norma-norma tersebut di atas setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan
menjadi bagian tertentu di lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses
institusional yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma kemasyarakatan yang baru
untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Sehingga norma
kemasyarakatan itu dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan
masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1987 :183.)
Dalam proses pembudayaan , adaproses habituasi yang terjadi. Budimansyah(2010
: 63) mengemukakan bahwa proses habituasi adalah proses menciptakan aneka situasi dan
kondisi yang bermuatan penguatan pada peserta didik di rumah, di sekolah dan
dilingkungan masyarakatnya untuk membiasakan diri berprilaku sesuai dengan nilai-nilai
dan nilai itu diinternalisasikan dan dipersonalisasikan melalaui proses olah hati, olah pikir,
olah raga, olah rasa dan olah karsa sebagai karakter. Habituasi juga merupakan proses
pembentukan sikap dan prilaku yang realtif tetap dan berulang-ulang serta
berkesinambaungan (Depdiknas 2007 :4)

5. Metode Penelitian
Dalam Penelitian ini, peneliti mengunakan pendekatan kualitaitf dengan metode
etnografi. Metode etnografi adalah metode yang mengambarkan tentang potret kebudayaan
masyarakat beserta adat istiadatnya. Hasil penelitian ini disuguhkan secara etnografi agar
pembaca dapat merasakan hidup ditengah masyarakat tersebut. Metode Etnografi
merupakan metode yang mendiskripsikan kebudayaan dengan mempelajari dan memahami
pandangan hidupdan pola budaya secara rinci melalui cara berpikir dan bertingkah laku
masyarakat dalam kurun waktu dan ruang.
Data dikumpulkan melalui proses observasi, wawancara mendalam, dan
dokumentasi. Informan kunci adalah para tokoh masyarakat, para orang tua dan karib
kerabatnya, para guru dan anak-anak yang sedang belajar membaca Alquran.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data induktif.
tahapan analisis data induktif adalah: 1) melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial,
melakukan identifikasi, revisi-revisi dan pengecekanulang terhadap data yang ada, 2)
melakukan katagorisasi, ditelusuri dan dijelaskan katagori tersebut beserta hubunganya,
dan 3) menarik kesimpulan dan membangun teori.

B. TEMUAN PENELITIAN
1. Sekilas Masyarakat Balai Gurah
Balai Gurah adalah salah satu nagari yang terletak di kabupaten Agam Sumatera
barat . Ini merupakan nagari yang tingkat kepadatan penduduknya cukup tinggi, karena
kepadatan penduduknya orang/km. Tanah nagari Balai Gurah adalah tanah yang subut
dengan irigasi yang memadai. Oleh karenanya petani di nagari Balai Gurah dapat
mengetam padi 3xdalam satu tahun bahkan lebih. Meskipun demikian selain bertani
sebagianbesar penduduknya bermata pencahatian wiraswasta. Wiraswasta yangmereka
kerjakan adalah memiliki usaha dan kegiatan konveksi yang terkenal dengan dengan jahit
Trawang Ampek Angkek
Nagari ini merupakan salah satu nagari yang banyak siswa “anak mengaji,: di
mana di dalamnya terdapat lebih dari 5 Perguruan Quran Awaliyah (PQA). Oleh
karenanya kehidupan masyarakat Balai Gurah dan sekitarnya sarat dengan kehidupan

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 357
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

siswa “Anak mangaji.” Nama-nama PQA yang ada dikanagarian Balai Gurah dan
sekitarnya adalah :
a. PQA Balai Banyak
b. PQA Simpang tigo Biaro
c. PQA Kapalo koto
d. PQA Koto Tuo
e. PQA jambun
Perguruan-perguruan tersebut memilki peran yang cukup besar di dalam kehidupan
keagamaan masyarakat Balai Gurah dan sekitarnya dan umumnya beragama Islam,Rasa
kesukuan masyarakat Balai gurah dan sekitarnya begitu kental dan Orang Balai Gurah
pasti Islamdan bisa membaca al Qur'an. Anggapan seperti ini sudah mendarah daging.Hal
inilah yang mendorong mereka untuk mewujudkan masyarakat bebas buta huruf baca al
Qur'an.
Di nagari Balai Gurah masjid ini selalu dalam suasana hidup. Hal ini ditandai
dengan selalu dikumandangkan adzan untuk sernua sholat wajib dan digunakan untuk
berjama'ah sholat. Jam 14.00 WIB nampak para anak-anak denganmengenakan peci hitam
dan membawa Kitab di tangan menuju ke perguruan,begitu pula dengan para anak –anak
perempuan dengan berkerudung membawa tas dan jalan kaki mereka menuju ke
perguruan.untuk belajar mengaji dan sholat secara rutin-rutin tiap hari

2. Pola Pembudayaan membaca Alquran Anak-anak


Pendidikan membaca Alquran di kanagarian Balai Gurah melalui tiga jalur
pendidikan yaitu jalur pendidikan formal yaitu di sekolah formal ( SD ), pendidikan non
formal yaitu Perguruan Qur an Awaliyah ( PQA) dan Madrasah Diniyah Awal ( MDA),
pendidikan informal di rumah (keluarga) dan pendidikan masyarakat di masjid.\
a. Pembudayaan Membaca Alquran di Perguruan Quran Awaliyah
a. Pembudayaan Membaca Alquran
“ Proses pembelajaran di Perguruan
di perguruan QuranQuran
Awaliyah Awaliyah
ini dilakukan dengan
system klasikal , pelajaran berlangsung selama satu tahun tanpa ada liburan
“ Proses pembelajaran di perguruan Awaliyah Quran ini dilakukan dengan system
semesteran, namun yang ada libur hari minggu dan hari besar keagamaan.
klasikal , pelajaran
Pada waktu sekoahberlangsung
dasar libur,selama satu tahun
anak –anak tetaptanpa adamengaji
belajar liburandengan
semesteran,
cara
namun yang ada libur hari minggu dan hari besar keagamaan. Pada
mereka lebih awal masuk belajar mengaji, yang biasanya rutin jam 14.00 wib-waktu sekoah
dasar
18.00libur,
wib. anak –anak
Di saat liburtetap belajar
sekolah mengaji
formal, anak dengan cara mereka
belajar mengaji lebih yaitu
lebih awal, awal
masuk belajar
jam 08.00 ( wawancara
mengaji,
wib.” ibu butetrutin
yang biasanya 12 maret 2016)wib- 18.00 wib. Di saat
jam 14.00
libur sekolah formal, anak belajar mengaji lebih awal, yaitu jam 08.00 wib.” (
Berdasarkan hasil wawancara didapat bahwa proses pendidikan membaca
wawancara ibu butet 12 maret 2016)
Alquran anak-anak dilakukan tiap hari kecuali hari minggu dan hari besar, di saat
Berdasarkan
liburan semesterhasil wawancara
sekolah anak-anakdidapat bahwa pendidikan
tetap mendapat proses pendidikan membaca
membaca AlQuran.
Dalam pembagian kelas di bagi atas 3 kelompok yang dikelola oleh
Alquran anak-anak dilakukan tiap hari kecuali hari minggu dan hari besar, di saat liburansatu guru,
namun sebelumnya 1 kelas dengan jumlah siswa 98-90
semester sekolah anak-anak tetap mendapat pendidikan membaca AlQuran. orang di kelola oleh 2
orang guru dikarenakan guru yang masih terbatas ,sebagaimana ungkapan bu Is,
Dalampengelola
sebagai pembagian kelas di bagi atas 3 kelompok yang dikelola oleh satu guru,
perguruan
namun sebelumnya 1 kelas dengan jumlah siswa 98-90 orang di kelola oleh 2 orang
“ Siswa dibagi
guru dikarenakan guruatas
yang3 masih
kelas yaitu 1A, 1B,
terbatas 1C denganungkapan
,sebagaimana masing lokalbu terdiri dari
Is, sebagai
30 sampai 40 orang yang diajar oleh seorang guru ,dulu hanya 1 atau 2 orang
pengelola perguruan
untuk siswa 87 orang karena guru belum banyak.”(Wawancara dengan bi Is,
“ Siswa
13 maretdibagi
2016)atas 3 kelas yaitu 1A, 1B, 1C dengan masing lokal terdiri dari 30
sampai 40 orang yang diajar oleh seorang guru ,dulu hanya 1 atau 2 orang untuk
siswa memberikan
Adapun 87 orang karena guru
materi belum banyak.”(Wawancara
pembelajaran denganyaitu
dibagi dalam 2 tahapan bi Is, 13 maret
2016)

358 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

Adapun memberikan materi pembelajaran dibagi dalam 2 tahapan yaitu


Tahap awal memprkenalkan , mengucapkan ,menulis, merangkai huruf
hijaiyah. Guru menulis di depan kelas lengkap dengan ketentuan membaca struktur
bahasanya. Guru menuliskan dengan contoh kalimat selanjutnya siswa dituntun
untuk mengucapkan dan membaca dengan benar sesuai aturan mahrajnya. Stetelah
siswa mamapu membaca dengan benar , selanjutnya siswa menuliskannya dalam
catatan masing-masing. Catatan inilah yang menajdi bahan untuk mengulangi
bacaan dirumah dan diharapkan didampingi oleh orang tua dan keluarga
lainnya.Pelajaran Hijaiyyah berlangsung lebih kurang selama 4 bulan kemudian
siswa belajar rangkaian huruf yang lebih panjang lagi dengan mengunakan
tajwid,ini masih pengunaan papan tulis dan siswa mencatat dalam buku
catatannya.
Dalam tahapan ini, faktor kehadiran menadi amat penting, karena pelajaran
pertama sangat berkaitan dengan pelajaran sebelumnya, sebagaimana ungkapan ibu
Eni
“ Siswa tidak hadir pada satu materi akan sulit memahami materi selanjutnya
akibat ia sulit mengikuti pelajaran dan sulit menempuh pemebelajaran
membaca Alquran. Untuk itu dalam 6 bulan pertama anak-anak sangat
diharapkan tidak boleh absen sama sekali. 6 Bulan pertama ini adalah kunci
untuk bisa pindah dalam tahapan membaca Alquran langsung.”: (wawancara
12 Maret 2016)

Dari gambaran diatas, 6 bulan pertama adalah kunci keberhasilan anakuntuk


dapat membaca Alquran dengan baik dan benar karena proses pembelajaran 6
bulan pertama adalah dasar-dasar untuk aturan membaca Al Quran
Tahap kedua, siswa mulai membaca kitab suci Alquran secara tadarusan yaitu
begiliran. Seorang siswa membaca Al Quran didampingi oleh guru, sementara
siswa lainnya memyimak bacaan dari temannya yang membaca, guru mengkoreksi
bacaan siswa yang salah secara langsung dan diperbaiki cara membaca sehingga
bacaan Alquran menjadi benar , sesuai dengan mahraj, namun kadang-kadang
diminta temannya untuk memperbaiki bacaan teman.
Sistem ujian ada diberlakukan dalam rangka mengevaluasi keberhasilan anak
membaca Alquran, Sebagaimana ungkapan bu Is 50 tahun.
Perkembangan kepandaian siswa dinilai dan dilihat sejauh mana pencapaian
tujuan pembelajaran , kepada siswa yang tidak mencapai target diberikan
perlakuan khusus, perlakuan kepada siswa yang bermasalah ini berupa
peringatan kepada orang tua atau wali muridnya . Tindakan lainnya dengan
meberikan tugas tambahan untuk memperbaiki kekuranganya seperti tugas
membaca lebih banyak di kelas dan di rumah sehingga ia mencapai target
belajar membaca Alquran yang diharapkan.” ( Wawancara 14 Maret 2016)

Selain proses pembelajaran di kelas, anak-anak juga dilatih untuk belajar


sholat disaat jam istirahat yang berlangsung dari jam15.30 wib -16.00. anak-anak
diajak untuk shoat berjamaah dan melakukan sholat yang benar.
Selama proses pembelajaran juga ditanamkan tata tertib dalam membaca
Alquran seperti
- Sebelum membaca Alquran dimulai dengan mengucapkan salam dan
mengucapkan doa perlindungan kepada kuasa dan menyebut nama Allah
SWT

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 359
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

- Tidak boleh memotong kalimat ayat Alquran dengan sembarangan karena bisa
- menyebabkan
Tidak boleh memotong salah arti.kalimat
Sebagaimana
ayat Alquran peristiwa
dengantanggal 12 Maret
sembarangan 2016
karena bisa.
- Tidak boleh
teguran
menyebabkanguru memotong
ibu
salah kalimat
butetarti.
kepada ayat Alquran
Ismail
Sebagaimana yangperistiwadengan
sedang sembarangan
membaca
tanggal Alquran
12 Maret karena bisa.
2016
“menyebabkan
diharap
teguran jangan
guru salah arti.
dipotong
ibu butet kepadaSebagaimana
dalam membaca
Ismail peristiwa
Alquran,
yang sedang tanggal 12
artinyaAlquran
membaca Maret
bisa Salah,” 2016 .
“teguran
diharap
- Alquran guru ibu
jangan
harus butet dikepada
dipotong
berada atasdalam Ismail yang
membaca
pinggang, sedang
didekap ke membaca
Alquran, dada artinyaAlquran
bisa Salah,”
“ diharap
Seperti jangan
yang dipotong
diungkapkan dalam
ibu butet membaca
- Alquran harus berada di atas pinggang, didekap ke dadadi dalam Alquran,
kelas artinya bisa Salah,”
- “Seperti
Alquran
anak-anakharusdiungkapkan
yang , berada
alqurandididekap
atas
ibupinggang,
didada,
butet didekap
di dalamjangan kedidada
kelas taruh di bawah lutut, kita
Seperti
“ anak-anak
harus yang diungkapkan
menghargai
, alquran ibu
kitab didekap butet
suci Alquran di
didada, dalam kelas
,” ( jangan
observasi di 11 maret
taruh di 2016)
bawah lutut, kita

- Tidak anak-anak , alquran
memegang alkitab
harus menghargai Quran didekap
sucidengan didada,
Alquran jangan
,” ( observasi
tangan kiri. di taruh di
11 maret 2016)bawah lutut, kita
harus
- Disaat menghargai
teman membaca
Tidak memegang kitab suci Alquran
al Quran Alquran,
dengan tangan ,” (
teman observasi 11 maret 2016)
kiri.lainnya diharus menyimak dan
-- menegur
Tidak memegang
Disaat teman al
atas membaca Quran dengan
kesalahan Alquran,
teman dalamtangan
teman kiri.
membaca
lainnya Al Quranmenyimak
diharus dengan cara
dan
- mengangkat
Disaat teman
menegur membaca
atastangan terlebihAlquran,
kesalahan dahuludalam
teman temanmembacalainnya Al diharus
Quranmenyimak
dengan caradan
menegur
- Terkait
mengangkat atas
dengan kesalahan
tangan awal masuk
terlebih teman
dahulu dalam membaca Al Quran
kelas, masuk kelas dengan tertib , tidak dengan cara
mengangkat
- terlambat,mengucapkan
Terkait dengantangan awalterlebih
salam,
masuk dahulu
dan berdoa
kelas, bersama
masuk sebelum
kelas denganbelajar
tertib , tidak
- Pembudayaan
b. Terkait dengan awal
Membaca masuk
Alquran kelas,
di rumah.masuk
terlambat,mengucapkan salam, dan berdoa bersama sebelum belajar kelas dengan tertib , tidak
terlambat,mengucapkan
b. Pendidikan
Pembudayaan membaca
Membaca salam,
Alquran
Alquran dandi berdoa
didalam
rumah. bersama(rumah)
keluarga sebelumdilakukan
belajar pada saat
b. Pembudayaan
selesai sholat magrib
Pendidikan Membaca
membaca sampai Alquran
Alquran di
masukdidalam rumah.
waktu keluarga
Isya. Orang tua atau
(rumah) kerabatpada
dilakukan lainnya
saat
Pendidikan
menyimak
selesai sholat membaca
apamagrib
yang disampai Alquran
baca oleh
masuk didalam
kemudian keluarga
waktu Isya. membetulkan(rumah)
Orang tuaatas dilakukan
ataukesalahan pada saat
bacaan
kerabat lainnya
selesai
yang sholat
ada. Selain
menyimak magrib
apa yang sampai
mengulang
di baca olehmasuk
bacaan waktu Isya.
Alquranmembetulkan
kemudian Orang tua
pada saat magrib, atau kerabat lainnya
ada juga bacaan
atas kesalahan anak
menyimak
dalam
yang ada. apa
keluarga yang
Selainyang di baca
mengulang
mengulang oleh
bacaan kemudian
bacaan membetulkan
Alquran
Alquran padapadasaatsubuh atas kesalahan
hari,ada
magrib, setelah bacaan
juga sholat
anak
yang ada.
subuh.
dalam Selainyang
keluarga mengulang
mengulang bacaanbacaanAlquran
Alquran pada saatsubuh
pada magrib,
hari,ada juga sholat
setelah anak
dalam keluarga yang mengulang bacaan Alquran
Mengulang kembali membaca AlQuran dilakukan secara peorangan dengan
subuh. pada subuh hari, setelah sholat
subuh.
orang tua, namun
Mengulang ada juga
kembali secara AlQuran
membaca bersama-sama, dilakukandimana anak-anak
secara peorangan berkumpul
dengan
dalamMengulang
satu rumahkembaliteman membaca
untuk AlQuran
mengulang dilakukan
bacaan
orang tua, namun ada juga secara bersama-sama, dimana anak-anak berkumpul secara
Alquran peorangan
secara dengan
bersama
orang tua,
dalam satunamun
didampingi orang
rumah tuaada juga
yang
teman secara
punya
untuk rumahbersama-sama,
mengulang dimana
bacaan anak-anak
Alquran secaraberkumpul
bersama
dalam satu rumah teman
didampingi orang tua yang punya rumah untuk mengulang bacaan Alquran secara bersama
didampingi orang tua yang punya rumah
c. Pembudayaan Membaca AlQuran di Mesjid
c. Kegiatan
Pembudayaan ekstra kurikulerAlQuran
Membaca bagi peserta
di Mesjid didik di perguruan Awaliyah Quran
c. Kegiatan
Pembudayaan
adalah kegiatan Membaca
didikan
ekstra kurikulerAlQuran
subuh di subuh
Mesjid
padapeserta
bagi hari dihari
didik minggu.Selain
perguruan Awaliyahkegiatan
Quran
Kegiatan
mengulang ekstra
kembali
adalah kegiatan kurikuler
bacaansubuh
didikan bagi
Alquran peserta
padapeserta didik
subuhdidik. di perguruan
hari Peserta Awaliyah Quran
diberi pelajarankegiatan
hari minggu.Selain agama
adalahseperti
Islam
mengulang kegiatan
kembali didikan
Aqidah bacaan subuh
Akhlak, Alquran padapeserta
dan syariah subuh
Islam, hari
didik. harisholat
ibadah
Peserta minggu.Selain
beserta
diberi kegiatan
bacaan,
pelajaran dan
agama
mengulang
mempelajari kembali
Islam seperti seni bacaan
bacaAkhlak,
Aqidah Alquran
Al Quran. peserta didik. Peserta diberi pelajaran
dan syariah Islam, ibadah sholat beserta bacaan, dan agama
Islam
Diseperti
samping
mempelajari Aqidah
seni bacaAkhlak,
kegiatan dan subuh,
didikan
Al Quran. syariahanak-anak
Islam, ibadah juga sholat
di beribeserta bacaan,
kesempatan dan
untuk
mempelajari
tampil
Di mengaji seni baca
sampingdikegiatan Al Quran.
depan umum
didikandi subuh,
saat adaanak-anak
pengajianjuga mingguan
di beri orang tua dewasa
kesempatan untuk
Di
sambil samping
memberikan
tampil mengaji kegiatan didikan
pengertian
di depan umumtentang subuh, anak-anak
di saat kebaikan
ada pengajian juga
kepada di beri
anak anak.
mingguan kesempatan untuk
orang tua dewasa
tampil
d. mengaji
Pembudayaan
sambil di depan
memberikanMembaca umum di
Alquran
pengertian saat ada
tentangmelalui pengajian
kebaikan upacara
kepadamingguan
Khatam orang
Quran
anak anak. tua dewasa
sambil memberikan
d. Upacara
Pembudayaan khatam pengertian
Quran bagi
Membaca tentang kebaikan
anakmelalui
Alquran laki-lakiupacarakepada
dan perempuananak anak.
yang berusia sekitar
Khatam Quran
d. Upacara
8-12 Pembudayaan
tahun yangkhatam Membaca
ditandai Alquran
Quran sudah
bagi melalui
pintar
anak upacara
membaca
laki-laki Khatam
dan Alquran
perempuan Quran
secara
yangbaik dansekitar
berusia benar
Upacara
mahrajnya khatam Quran bagi anak laki-laki dan perempuan
8-12 tahun. yang ditandai sudah pintar membaca Alquran secara baik dan benar yang berusia sekitar
8-12Upacara
tahun. yang
mahrajnya ditandai
Khatam Quransudah pintar membaca
merupakan salah satu Alquran secara
bagian dari baik
daur dan benar
hidup ( life
mahrajnya
cycle)
Upacara .
bagi anak-anak
Khatam Quranberusia 8-12 tahun
merupakan salah ,satu dan bagian
upacara darikhatam Quran( life
daur hidup ini
Upacara
diselenggarakan
cycle) Khatam
secaraQuran
bagi anak-anak umum merupakan
berusiadengan
8-12 maksudsalah ,untuk
tahun satu
dan bagian
1)upacara darikhatam
memberikan daur penghargaan
hidup
Quran( life
ini
cycle)
kepada bagi
anak anak-anak
anak yang berusia
mampu 8-12 tahun
membaca , dan
Alquran upacara
dengan
diselenggarakan secara umum dengan maksud untuk 1) memberikan penghargaan khatam
baik dan Quran
benar. ini
2)
diselenggarakan
menyatakan
kepada anak kepada secara
anak yang umum
khalayak
mampudengan
ramai maksud
bahwa si
membaca untuk 1)
anak sudah
Alquran memberikan
denganmelalui penghargaan
satubenar.
baik dan tahapan 2)
kepada
hidup anak
yang anak
memiliki yang mampu
status social membaca
yang baru Alquran
yaitu dengan
masa
menyatakan kepada khalayak ramai bahwa si anak sudah melalui satu tahapan baik
anak-anak dan benar.
yang sudah2)
menyatakan
pintar
hidup mengaji kepada
yang memiliki khalayak
dan hendaknya ramai
status social bahwa
berprilaku
yang si yaitu
lebih
baru anak sudah
baik.masa melalui satu
3) memberikan
anak-anak tahapan
pendidikan
yang sudah
hidup
kepada yang memiliki
individudan yang
pintar mengaji status social
bersangkutan
hendaknya yang
berprilaku baru
bahwa yaitu
lebih baik. masa
dia 3) sudahanak-anak
memasuki
memberikan yang sudah
tahapan
pendidikan
pintar mengaji
kepada individudanyanghendaknya berprilaku
bersangkutan lebih baik.
bahwa dia 3) memberikan
sudah memasuki pendidikan
tahapan
kepada individu yang bersangkutan bahwa dia sudah memasuki tahapan
360 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

kehidupan yang lebih tinggi sebagai manusia yang di ciptakan oleh yang maha
kuasa.rang
Dari beberapa guru dan orang tua mengungkapkan bahwa mengulang kaji
(mengulang kembali bacaan Alquran ) ini menjadi penting dalam proses
pendidikan membaca Alquran.
“ hafa kaji karena di ulang, hafa jalan karano ditampuah, ( Hafal bacaan
karena di ulang, hafal jalan karena sering di tempuh) . kaji di ulang menjadi
lancar, dan hati menjadi tenang dengan membaca Alquran dan mengingat
akan kebaikan .mengulang bacaan .’

Kesimpulannya pendidikan membaca Alquran di kanagarian Balai Gurah


melalui tiga jalur pendidikan yaitu jalur pendidikan formal yaitu di sekolah formal
( SD ), pendidikan non formal yaitu Perguruan Qur an Awaliyah ( PQA) dan
Madrasah Diniyah Awal ( MDA), pendidikan informal di rumah (keluarga) dan
pendidikan masyarakat di masjid. Ini dilakukan secara rutin dan kontinu karena
suatu prinsip ““ hafa kaji karena di ulang, hafa jalan karano ditampuah, ( Hafal
bacaan karena di ulang, hafal jalan karena sering di tempuh) . kaji di ulang
menjadi lancar, dan hati menjadi tenang dengan membaca Alquran dan
mengingat akan kebaikan .mengulang bacaan .’
Didalam proses pendidikan membaca Alquran , pendampingan secara
konsisten dari pihak guru dan orang tua serta masyarakat melalui kegiatan masjid
adalah pondasi utama dalam mencapai target tujuan anak dapat membaca Alquran
dengan baik dan benar di iringi dengan prilaku sopan santun serta menjalankan
ibadah yang baik dan benar.

D. PELEMBAGAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN SUKU


MINANGKABAU
Agama sering bertemu dengan budaya lokal masyarakat setempat, sehingga
masyarakat yang memeluk disebut dengan masyarakat agama dimana masyarakat
memberikan respon yang kontruktif atas realita yang ada dalam rangka mempertahankan
nilai tradisi dan nilai agama tersebut. Dalam hal ini Alquran sebagai kitab suci agama
Islam memiliki komitmen untuk menjadikan tradisi membaca Alquran sebagai bagian
identitas diri masyarakat, maka suatu keharusan dalam studi ini yaitu masyarakat
kanagarian balai gurah bahwa tradisi membaca Alquran dengan perayaan upacara khatam
Quran menjadi suatu identitias budaya yang berbasis Islam.
Terkait dengan membaca Alquran Buchari memberi 2 muqamman yaitu
muqamman bcut dan meqaddaman Raye. Muqamaan Bcut adalah pembacaan Alquran
sampai tamat , tiap orang membaca satu juz hingga selesai, sedangkan muqaddaman raye
adalah pembaca secagaian ayat alquran. Dalam hal ini membaca Alquran dalam Tradisi
khatam Quran di kanagariqan Balaigurah anak-anak membaca Alquran dengan membaca
sebagian dari ayat ayat Alquran secara berganti-gantian sampai jumlah siswa selesai
membacanya. dan jika dipahami tradisi khatam Quran tidak hanya bersifat ritual semata,
tetapi juga memihki implikasi duniawi yaitu kegiatan membaca al Quran berserta arak-
arakan ,ziarah dengan berdoanya , makan bersama dengan semangat berbagi tidak sebagai
ibadah, tetapi unsur keduniaan juga ada yaitu mencari hikmah kehidupan,penghargaan dan
kebersamaan berbagi sesama kerabat.
Norma atau nilai memang sangat berhubungan dengan tradisi masyarakat
masyarakat , koenjaraningrat mengungkapkan bahwa untuk memahami suatu norma perlu
memahami unsur yang mengatur prilaku para anggota masyarakat, unsur ini disebut

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 361
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 353 – 363

dengan pranata social yang berpusat pada aktitivitas aktivitas untuk memenuhi kebutuhan
yang
dengankonplek
pranataditengah
social yang masyarakat,
berpusatnorma tersebut memiliki
pada aktitivitas kekuatan
aktivitas untuk tersendiri
memenuhi dalam
kebutuhan
mengontrol prilaku masyarakat Koentjaranngrat, 1964. 113)
yang konplek ditengah masyarakat, norma tersebut memiliki kekuatan tersendiri dalam
Untukprilaku
mengontrol dapat masyarakat
membedakan kekuatan-kekuatan
Koentjaranngrat, 1964. mengikat
113) daripada norma norma
tersebut,Untuk
maka secara sosiologis dikenal adanya empat pengertian
dapat membedakan kekuatan-kekuatan mengikat daripada norma norma yaitu:
a. maka
tersebut, Cara (usage)', menunjukkan
secara sosiologis dikenal pada suatuempat
adanya bentukpengertian
perbuatan,yaitu:cara lebih menonjol
di dalam hubungan antar individu dalam masyarakat.
a. Cara (usage)', menunjukkan pada suatu bentuk perbuatan, cara lebih Suatu penyimpangan terhadapnya
menonjol
tak
di akan
dalam mengakibatkan
hubungan antar hukuman
individu yang dalamberat, akan tetapi
masyarakat. Suatuhanya sekedar terhadapnya
penyimpangan celaan dari
individu
tak akanyang dihubungi. hukuman yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari
mengakibatkan
individub. yang
Kebiasaan $olkways); kebiasaan menunjuk pada perbuatan yang diulang ulang
dihubungi.
dalam bentuk yang sama.
b. Kebiasaan $olkways); Ia mempunyai
kebiasaankekuatan
menunjukmengikat yang lebih
pada perbuatan yangbesar
diulangdaripada
ulang
cara.
dalamKebiasaan
bentuk yang ini merupakan bukti bahwakekuatan
sama. Ia mempunyai orang banyakmengikat menyukai
yang lebihperbuatan
besar tersebut.
daripada
Apabik kebiasaaniniini
cara. Kebiasaan tidak dilakukan,
merupakan bukti bahwa makaorang hal banyak
tadi dianggap
menyukai suatu penyimpangan
perbuatan tersebut.
terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat.
Apabik kebiasaan ini tidak dilakukan, maka hal tadi dianggap suatu penyimpangan
terhadapc. kebiasaan
Tata Kelakuanumum dalam (mores) merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara
masyarakat.
berperilaku
c. Tata Kelakuan (mores) merupakan pengatur.
dan diteritna sebagai norma-norma kebiasaanMores yang ini mencerminkan
dianggap sebagaisifat-
cara
sifat yang hidup
berperilaku dalam kelompok
dan diteritna manusia yangdilaksanakan
sebagai norma-norma pengatur. Mores sebagai alat pengawas sifat-
ini mencerminkan oleh
masyarakat
sifat yang hidup terhadap
dalam anggotaanggotanya.Tata
kelompok manusia yangdilaksanakan Kelakuan tersebut,
sebagai alatdipengawas
satu pihak oleh
memaksakan
masyarakat suatu terhadap perbuatan dan di tain pihak melarangnya,
anggotaanggotanya.Tata sehingga secara
Kelakuan tersebut, di satu langsung
pihak
merupakansuatu
memaksakan suatu alatperbuatan
agar supaya dan nggota-anggota masyarakat menyesuaikan
di tain pihak melarangnya, sehingga secaraperbuatan-
langsung
perbuatannya
merupakansuatu denganalat tata-kelakuan
agar supaya tersebut.
nggota-anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-
d. Adatdengan
perbuatannya istiadattata-kelakuan
(costum} adalah tata-kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya
tersebut.
dengan d. pola-pola petikelakuan
Adat istiadat (costum} masyarakat. Pelanggaranyang
adalah tata-kelakuan terhadapnya
kekal serta akan
kuatmendapatkan
integrasinya
sanksi yang keras.'''(Soerjono Soekanto, 1987 :180.)
dengan pola-pola petikelakuan masyarakat. Pelanggaran terhadapnya akan mendapatkan
sanksi Norma-norma tersebut Soekanto,
yang keras.'''(Soerjono di atas setelah1987 mengalami
:180.) suatu proses pada akhirnya akan
menjadiNorma-norma
bagian tertentu di lembaga
tersebut di ataskemasyarakatan.
setelah mengalami Proses
suatutersebut
proses padadinamakan
akhirnya proses
akan
institusionali%ation ^elembagaan) yaitu suatu proses yang
menjadi bagian tertentu di lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses dilewati oleh suatu norma
kemasyarakatan
institusionali%ation yang ^elembagaan)
baru untuk menjadi yaitu bagian dari salah
suatu proses yang satudilewati
lembagaoleh kemasyarakatan.
suatu norma
Sehingga norma kemasyarakatan itu dikenal, diakui, dihargai
kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. dan kemudian ditaati dalam
kehidupan masyarakat.
Sehingga norma (Soerjono Soekanto,
kemasyarakatan itu dikenal, 1987 :183.)
diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam
Berangkat dari kerangka pikir
kehidupan masyarakat. (Soerjono Soekanto, 1987 :183.) diatas, maka tradisi Khatam Quran di kanagarian
balai gurah sudah dari
Berangkat menjadi normapikir
kerangka yangdiatas,
menjadi indetitias
maka tradisibudaya
Khatammasayrakat, ada suatu
Quran di kanagarian
kekuatan
balai gurah sudah menjadi norma yang menjadi indetitias budaya masayrakat, ada suatu
pengontrol yang kuat, ketika tradisi tidak di lakukan malah menjadi suatu
perdebatan , sebagaimana
kekuatan pengontrol dengan
yang kuat,situasi
ketika observasi
tradisi tanggal
tidak di9 lakukan ,”
Juli 2016malah menjadi suatu
“Didalam
perdebatan tradisi Khatam
, sebagaimana dengan Quran, memotongtanggal
situasi observasi sapi lalu9 Julidi2016
masak ,” bersama serta di
“Didalam tradisi Khatam Quran, memotong sapi lalu di masakmemiliki
makan bersama sudah menjadi tradisi tersendiri yang bersama sertamakna di
kebersamaan
makan bersama dan ungkapan
sudah menjadi rasa syukurtradisiatas pandainya
tersendiri yang anak-anak
memilikimengaji.
makna
Tradisi sudah berlangsung
kebersamaan dan ungkapan darirasatahunsyukur
ke tahun atas. Dan ketika pada
pandainya saat ini mengaji.
anak-anak tidak di
berlakukan
Tradisi sudah menjadi pertengkaran
berlangsung di . tengah
dari tahun masyarakat.”
ke tahun . Dan ketika pada saat ini tidak di
berlakukan menjadi pertengkaran di . tengah masyarakat.”
REFERENSI
REFERENSI
Budimansyah,
REFERENSIDasim (2007) Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun
karakterDasim
Budimansyah, bangsa.(2007)Bandung Widya Pendidikan
Penguatan Aksara Press Kewarganegaraan untuk Membangun
żeertz, Clifford (1983),” Abangan , Santri,
karakter bangsa. Bandung Widya Aksara Press Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.” Jakarta
żeertz, Clifford (1983),” Abangan , Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.” Jakarta
.Pustaka Jaya
Effendi,.Pustaka
Bactiar,(1997)
Jaya ” Masyarakat Agama dan Tantangan Globalisasi:
Effendi, Bactiar,(1997) ” Masyarakat
Mempertimbangkan Konsep Deprivitasasi
Agama dan Agama,”Tantangan dalam jurnal Kebudayaan dan
Globalisasi:
Peradaban
MempertimbangkanUlumul Quran Konsep Deprivitasasi Agama,” dalam jurnal Kebudayaan dan
, 3/VII/97.
Peradaban Ulumul Quran , 3/VII/97.

362 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PEMBUDAYAAN TRADISI MEMBACA ALQURAN PADA ... — [Wirdanengsih]

Koenjaraningrat (2005, Pengantar Antropologi II .Pokok-pokok Etnografi, Jakarta,


Rineka Cipta
Koentjaraningrat (1964) PengantarAntropologi, cetakan IV ,Jakarta: Universitas
Indonesia
Koenjaraningrat (1993) Dinamika Masyarakat . Jakarta .PT Raja Grafindo Persada.
Rahman, Fazlur ( 1994),” Islam” terj Ahsin Muhammad. Bandung.Pustaka
Soerjojo Sockanto, Sosiologi Suatu Pengantar,]akarta: Rajawali Press, 1987
Hikmah, Rosmarul (2003) Etos kerja pedagang perantau Minangkabau dalam perspektif
nilai budaya Minangkabau (studi kasus tentang pedagang minangkabau di
kelurahan Kelapa Tiga kecamatan Tanjungkarang pusat kota Bandar Lampung).
Other thesis, Universitas Sebelas Maret.
Chairul Anwar (2014) INTERNALISASI SEMANGAT NASIONALISME MELALUI
PENDEKATAN HABITUASI (Perspektif Filsafat Pendidikan). E-Jurnal Jp
Peradaban Islam

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 363
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENGEMBANGAN DAKWAH
KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI
DI KALANGAN DALAM
MAHASISWA PENGEMBANGAN
ITB
DAKWAH DI KALANGAN MAHASISWA ITB
Yedi Purwanto
Yedi Purwanto
Institut Teknologi Bandung
Institut Teknologi Bandung
Email: yedipurwanto@gmail.com
Email: yedipurwanto@gmail.com

ABSTRACT

Higher education such as Institut Teknologi Bandung (ITB) is expected to be a pioneer in


the use of information technology-based application, including in Islamic Religious
Education subject. Information technology can be applied in the teaching and learning
instruction of Islamic Religious program, as it can be used by the lecturers to deliver
Islamic moral values to ITB students. In the context of Islamic preaching in higher
education, ICT can be used as a medium to convey Islamic Religious materials, and it
practically contributes to the development of Islamic proselytization for ITB students. As
the Islamic youths, university students can take a role as the agents of change in the
development of human resources to face the challenge of globalization era including the
fast growth of information technology and ASEAN Economic Community (EAC). In this
context, the role of technology is crucial in overcoming these rapid changes. This paper is
particularly aimed at mapping the Islamic preaching for ITB students. From this notion, it
can be noted that online-social media is effective for implanting Islamic values to students.
By posting only one article, thousands readers can be reached and inspired. Besides, it is
considered to be more effective, because the use of social media is not restricted by the
specific time and place.

Keyword: Islamic Preaching, Information Technology, Students, Islamic Religious


Education

ABSTRAK

Dunia pendidikan tinggi seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), diharapkan menjadi
garda terdepan dalam penggunaan aplikasi yang berbasis teknologi informasi. Tidak
terkecuali dalam Pendidikan Agama Islam. Penyampaian materi pendidikan Agama Islam
selayaknya sudah akrab dengan penggunaan teknologi informasi. Hal tersebut dikarenakan
teknologi informasi memiliki kontribusi dalam dakwah, khususnya di kalangan mahaiswa
ITB. Terlebih lagi, peran umat Islam termasuk para mahasiswa merupakan garda terdepan
dalam pembangunan manusia seutuhnya, dalam menghadapi tantangan global seperti
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta tantangan Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA). Urgensi dakwah menggunakan teknologi informasi jelas sangat diperlukan
untuk menghadapi tantangan global tersebut. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memetakan dakwah di kalangan mahasiswa di kampus ITB. Berdasarkan hal tersebut,
diketahui bahwa dakwah melalui media sosial (online) terbukti efektif. Hanya dengan satu
posting saja sudah dapat menjangkau dan menginspirasi lebih dari sembilan ratus ribu
pembaca. Selain itu dakwah melalui media sosial juga dinilai lebih efektif dari segi waktu
dan tempat, karena tidak diperlukan waktu yang banyak ataupun tempat khusus.

Kata Kunci: Dakwah, Teknologi Informasi, Mahasiswa, Pendidikan Agama Islam

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 365
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 365 – 371

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Dengan menyebut asma Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Indonesia pada tahun 2010-2035 akan mendapatkan bonus demografi dimana jumlah
angkatan muda lebih dominan dibanding angkatan tua. Hal ini menurut Prof Furqon bisa
menjadi pedang bermata dua, bisa menguntungkan juga bisa merugika bagi perkembangan
bangsa kita, terutama dalam kaitannya dengan peroses pendidikan karakter, moral, dan
etika bangsa (Furqon:2016). Salah satu unsur penting dalam kehidupan bangsa ini adanya
perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat. Bahkan tidak jarang
menimbulkan kebingungan sendiri di kalangan para pengguna ternologi tersebut. Antara
percepatan teknologi dengan kesiapan mental para penggunanya masih terdapat gap yang
masih menganga.Berdasarkan amanat Undang-undang (UU) Sisdiknas tahun 2003 pasal 1
ayat 2 menyatakan bahwa pendidikan harus didasari oleh Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Dalam dunia Islam, pendidikan dikenal dengan istilah tarbiyah atau bisa juga
disebut dengan dakwah. Tarbiyah artinya mendidik, sementara dakwar artinya mengajak.
Esensinya sama yaitu mengajak peserta didik kepada perubahan yang lebih baik.
Pendidikan Agama Islam saat ini mengahadapi tantangan Global, seperti baik dalam
bidang teknologi, budaya, ekonomi, politik,moral, dan lainnya. Untuk itu peranan
pendidikan agama akan sangat memberikan arti strategis dalam mempersiapakan generasi
muda khususnya mahasiswa untuk menghadapi tantangan tersebut. Mahasiswa ITB
sebagai salah satu komunitas mahasiswa yang sebagian besar mengkaji ilmu yang erat
kaitannya dengan teknologi harus mampu menjawab tantangan zaman terutama berkaitan
dengan perkembangan teknologi informasi. Karena dari teknologi informasi dapat
memberikan pengaruh yang sangat kuat bagi perkembangan budaya, persepsi, dan bahkan
etika bangsa, terutama di kalangan generasi muda.
Dakwah adalah menyeru kepada umat manusia untuk menuju kebaikan,
memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dalam rangka memperoleh
kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di akhirat. Oleh karena itu, dakwah memiliki
pengertian yang luas. Ia tidak hanya berarti mengajak dan menyeru umat manusia agar
memeluk Islam, lebih dari itu dakwah juga berarti upaya membina masyarakat Islam agar
menjadi masyarakat yang lebih berkualitas (khairuummah) yang dibina dengan ruhtauhid
dan ketinggian nilai-nilai Islam (Pimay, 2006: 13-14).
Perubahan zaman juga berdampak terhadap perkembangan teknologi yang semakin
canggih dan memasuki hampir setiap aspek kehidupan manusia. Aspek kehidupan
beragama pun tidak luput dari perkembangan teknologi dalam penyebaran informasi.
Menurut ITTA (Information Technology Assocition of America), teknologi informasi
adalah suatu studi, perancangan, implementasi, pengembangan, dukungan atau manajemen
sistem informasi berbasis komputer, khususnya pada aplikasi perangkat keras dan
perangkat lunak komputer. Teknologi informasi memanfaatkan komputer elektronik dan
perangkat lunak komputer untuk mnegubah, menyimpan, memproses, melindungi,
mentrasmisikan dan memperoleh informasi secara aman.
Pengaruh perkembangan teknologi ini contohnya dapat dilihat pada aplikasi-
aplikasi telepon genggam pintar (smartphone) yang dapat digunakan sebagai media
beribadah, seperti aplikasi Quran dan pengingat adzan, keberadaan aplikasi ini tentu sangat
mempermudah manusia yang ingin senantiasa dekatdengan Allah.
Keberadaan dakwah sangat penting dalam Islam. Antara dakwah dan Islam tidak
dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap Muslim diwajibkan

366 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ... — [Yedi Purwanto]

menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia, sehingga mereka dapat
menyampaikan
merasakan dakwah dan
ketenteraman Islam kepada seluruh
kedamaian. Dasar hukum umat kewajiban
manusia, sehinggadakwah tersebut merekabanyakdapat
menyampaikan
merasakan dakwah
ketenteraman Islam
dan kepada
kedamaian. seluruh
Dasar umat
hukum
disebutkan dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah surat Ali Imran ayat 104 yaitu:”Dan manusia,
kewajiban sehingga
dakwah mereka
tersebut dapat
banyak
merasakan ketenteraman
disebutkan
hendaklah dalamdi Al-Qur’an.
ada antara dankamu Diantaranya
kedamaian. Dasar
segolongan adalah hukum
umat surat Ali menyeru
kewajiban
yang Imran ayat
dakwah 104
kepada yaitu:”Dan
tersebut banyak
kebajikan,
disebutkan
hendaklah dalam
ada di Al-Qur’an.
antara kamuDiantaranya
segolongan adalah
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orangumat suratyang Ali Imran
menyeru ayat
kepada104 yaitu:”Dan
kebajikan,
hendaklah
menyuruh
yang ada diyang
kepada
beruntung.” antara
(QS. ma'ruf
Ali kamu
Imran danayatsegolongan
mencegah umat
dari
104). (Mujamma` yang yang Al menyeru
munkar, Malik kepada
merekalah
Fahd kebajikan,
Li orang-orang
Thiba`at Al
yang
Mush beruntung.”
menyuruh kepada yang
HafAsySyarif, (QS.
1433Ali H:Imran
ma'ruf 93).dan Halayatini104).
mencegah (Mujamma`
dari yang
berdasarkan firman AlAllah
munkar, Malik FahdAl-Qur’an
merekalah
dalam Li orang-orang
Thiba`at Al
surat
yang beruntung.”
MushNahlayat
An HafAsySyarif, (QS. Ali
1433 H: 93).
125:“Serulah Imran ayat 104).
Hal ini kepada
(manusia) (Mujamma`
berdasarkan jalanfirman Al Malik
Allah dalam
Tuhan-mu Fahd
dengan Li Thiba`at
hikmah surat
Al-Qur’an Al
dan
MushNahlayat
An
pelajaranHafAsySyarif, baik1433
yang125:“Serulah (manusia)
danH:bantahlah
93). Hal ini kepada
berdasarkan
mereka jalanfirman
dengan Tuhan-mu
cara Allahyangdalamdengan hikmah surat
baik. Al-Qur’an
Sesungguhnya dan
An Nahlayat
pelajaran Dialah
Tuhanmu 125:“Serulah
yang baik yang dan (manusia)
lebihbantahlah
mengetahuimereka kepada
tentangdengan jalan
siapa yang Tuhan-mu
cara tersesat
yang baik.dengan hikmah
Sesungguhnya
dari jalan-Nya dan
dan
pelajaran
Tuhanmu
Dialah yang yang
Dialahlebihbaik
yang dan
lebihbantahlah
mengetahui mengetahui
orang-orang mereka yangdengan
tentang siapa
mendapat carapetunjuk.”
yang yang baik.
tersesat dari (QS. Sesungguhnya
jalan-Nya
AnNahlayat dan
Tuhanmu
Dialah yangDialahlebih yang lebih
mengetahui mengetahui
orang-orang yang
tentang
125). (Mujamma` Al Malik Fahd Li Thiba`at Al Mush Haf AsySyarif, 1433 H: 421). mendapat
siapa yang petunjuk.”
tersesat dari(QS. AnNahlayat
jalan-Nya dan
Dialah
125). yang
Di sisi lebih
(Mujamma` mengetahui
lain,AlRasulullah
Malik Fahd orang-orang
SAW Li Thiba`at yang
Al Mush mendapat
telah bersabda“Sampaikanlah petunjuk.”
Haf AsySyarif, 1433(QS.
dariku AnNahlayat
H: 421).
walaupun hanya
125). Di sisi
(Mujamma` lain, Al Rasulullah
Malik Fahd SAW Li telah
Thiba`at bersabda“Sampaikanlah
Al
satu ayat.” (HR. Al–Bukhari). Perintah Allah SWT untuk menyeru kepada sekalian Mush Haf AsySyarif, 1433
dariku H: 421).
walaupun hanya
Dimerupakan
satu ayat.”
manusia sisi(HR.
lain, Al–Bukhari).
Rasulullah
perintah untuk SAW telah
Perintah bersabda“Sampaikanlah
Allah melalui
berinteraksi SWT untuk informasi dariku
menyeru walaupun
kepada
dan komunikasi. hanya
sekalian
Al-
satu
manusia ayat.” (HR.
merupakan Al–Bukhari).
perintah untuk Perintah Allah
berinteraksi
Qur’an adalah sumber informasi mengenai keagamaan (Islam) dari Tuhan kepada umat SWT
melalui untuk
informasi menyeru dan kepada
komunikasi. sekalianAl-
Qur’an adalah
manusia
manusia merupakan
sebagai sumber pemelukinformasi
perintah untuk
Islam. mengenai
berinteraksi
Demikian keagamaan pula (Islam)
melalui informasi dari Tuhan kepada
sabda Rasulullah dan SAW umat
komunikasi. Al-
yang
Qur’an adalah
manusia
memerintahka sebagai sumber
nuntuk informasi
pemeluk
menyampaikan Islam. mengenai
Demikian
sesuatu keagamaan
yang pula (Islam)
sabda
berasal dari
dariRasulullah
Rasul,Tuhan kepada
SAW hanya
walaupun umat
yang
manusia
memerintahka
satu sebagai
ayat kepada nuntuk pemeluk
orangmenyampaikan Islam.
lain. Ini menunjukkan Demikian
sesuatu yang pula
bahwa berasalsabda Rasulullah
dari Rasul,
Rasulullah SAW walaupun SAW
memerintahkan yang
hanya
memerintahka
satu
untuk ayat kepada
menyebarkan nuntuk
orang menyampaikan
informasilain. yangIni menunjukkansesuatu
berasal yang
bahwa
dari Beliau. berasal dari Rasul,
Rasulullah SAW walaupun
memerintahkan hanya
satu ayat kepada
untuk menyebarkan
Dalam tulisan orang
informasilain.
ini saya Ini
yang menunjukkan
berasal
ingin bahwa Rasulullah
dari Beliau. beberapa konsep dakwah atau
mengungkapkan SAW memerintahkan
untuk menyebarkan
Dalam tulisan informasi
ini saya
pendidikan yang menggunakan teknologi informasi yang berasal
ingin dari Beliau.
mengungkapkan sebagai beberapa
salah satu konsep
mediadakwah pendidikan.atau
pendidikanDalam yang tulisan
menggunakanini saya ingin
teknologi mengungkapkan
informasi
Teruatama Pendidikan Agama Islam di lingkungan kampus kami. Tulisan ini mencoba sebagai beberapa
salah konsep
satu media dakwah
pendidikan. atau
pendidikan Pendidikan
Teruatama
merumuskan yangtentangmenggunakan
Agama Islam
bagaimana teknologi informasi
di lingkungan
kontribusi teknologi sebagai
kampus salah
informasi kami.satu media
Tulisan
dalam pendidikan.
ini mencoba
pengembangan
Teruatama
merumuskan Pendidikan
tentang Agama
bagaimana Islam di
kontribusi lingkungan
dakwah di kalanagn mahasiswa ITB? mengapa teknologi tersebut dibutuhkan? teknologi kampus
informasikami. Tulisan
dalam ini mencoba
pengembangan dan
merumuskan
dakwah di tentang
kalanagn bagaimana
mahasiswa kontribusi
ITB? mengapateknologi
bagaimana keefektifan teknologi tersebut dalam dakwah di kalangan mahaiswa ITB?. informasi
teknologi dalam
tersebut pengembangan
dibutuhkan? dan
dakwah
bagaimana di kalanagn
keefektifan mahasiswa
teknologi ITB?
tersebut mengapa
dalam
Adapun paparandalamkajian ditujukan untuk memetakan peta dakwah di kalangan teknologi
dakwah di tersebut
kalangan dibutuhkan?
mahaiswa dan
ITB?.
bagaimana keefektifan
Adapun paparandalamkajian
mahasiswa teknologi
di kampus ITB. Terutama tersebut
ditujukan guna dalam dakwah
untukmendapatkan
memetakan informasidi kalangan
peta dakwah mahaiswa
tentangdi kontribusiITB?.
kalangan
Adapun
mahasiswa paparandalamkajian
di kampus ITB. ditujukan
Terutama untuk
guna memetakan
mendapatkan
teknologi informasi dalam pengembangan dakwah di kalangan mahasiswa ITB. Kemudian peta
informasi dakwah
tentang di kalangan
kontribusi
mahasiswa
teknologihal-hal
tentang di
informasi kampus
terkaitdalam ITB. Terutama
pengembangan
pengembangan guna
dakwahdakwah mendapatkan
di kalangan
dengan informasi
teknologi mahasiswa tentang
informasi, ITB.dan kontribusi
Kemudian
tentang
teknologi
tentang informasi
hal-hal terkaitdalam pengembangan
pengembangan dakwahdakwah
cara-cara efektif dalam menggunakan teknologi tersebut guna mendukung dakwah di
dengan kalangan
teknologi mahasiswa
informasi, ITB. Kemudian
dan tentang di
tentang
cara-cara hal-hal
efektif
kalangan mahasiswa ITB. terkait
dalam pengembangan
menggunakan dakwah
teknologi dengan
tersebut teknologi
guna informasi,
mendukung dan
dakwahtentangdi
cara-cara mahasiswa
kalangan efektif dalam ITB. menggunakan teknologi tersebut guna mendukung dakwah di
kalangan mahasiswa
B. METODE PENELITIAN ITB.
B. Metode
METODE PENELITIAN
Penelitian untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas
B. METODE
Metode
saya coba gunakan PENELITIAN
Penelitianmelalui untuk mendapatkan
pendekatan kajianjawaban
pustaka, atasbaikpertanyaan-pertanyaan
buku, jurnal, dan dikarya atas
saya Metode
coba gunakan Penelitian
melalui untuk mendapatkan
pendekatan kajian jawaban
lainnya. Juga dengan cara menyebar angket di kalangan mahasiswa peserta pendidikanpustaka, atas pertanyaan-pertanyaan
baik buku, jurnal, dan di atas
karya
saya
agama coba
lainnya.dan Juga gunakan
etikadengan melalui
islamcara kelas pendekatan
menyebar
07 tahunangket kajian
ajarandi2015. pustaka,
kalangan Mutia baik
mahasiswa buku,
Marwa, Hasna jurnal,
pesertaN.K., dan karya
pendidikan
Fanni
lainnya.
agama Juga
dan etikadengan
islam carakelasmenyebar
07 tahun angket
ajaran di
Ulfani dan Sobit Aprilana merupakan team riset yang bertugas di lapangan.Hasil kalangan
2015. Mutia mahasiswa
Marwa, peserta
Hasna pendidikan
N.K., Fanni
dari
agama
Ulfani dan
dan etika
Sobit islam
Aprilana kelas 07
merupakan tahun ajaran
team 2015.
riset
kajian kami di lapangan menemukan bahwa kontribusi teknologi informasi sangat berperanyang Mutia Marwa,
bertugas di Hasna N.K.,
lapangan.Hasil Fanni
dari
Ulfanipendidikan
kajian
dalam dan di
kami Sobit Aprilana
lapangan
moralitas merupakan
menemukan
mahasiswa. bahwa team
Metode riset
kontribusi yang
penelitian bertugas
teknologi
dalaminformasi di lapangan.Hasil
kajian ini sangat
meliputi berperandari
kajian
kajian
dalam kami di
pendidikan lapangan
kuantitatif dan kaulitatif. moralitas menemukan
mahasiswa. bahwaMetode kontribusi
penelitian teknologi
dalam informasi
kajian ini sangat
meliputi berperan
kajian
dalam pendidikan
kuantitatif moralitas mahasiswa. Metode penelitian dalam kajian ini meliputi kajian
dan kaulitatif.
kuantitatif
C. HASIL dan kaulitatif.
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Setelah
HASIL melakukanPENELITIAN kajian DAN PEMBAHASAN
tentang permasalahan di atas maka dapat disampaikan
C. HASIL
Setelah PENELITIAN
melakukan
hasil penelitian berupa beberapa hal sebagaikajian DAN PEMBAHASAN
tentang permasalahan
berikut:diPendidikan
atas maka dapat termasuk disampaikan
dakwah
islamiah Setelah
sangatmelakukan
hasil penelitian berupa kajian tentang
efektif beberapa
dengan hal sebagai
menggunakanpermasalahan
berikut:
teknologi diPendidikan
atas maka dapat
informasi. termasuk disampaikan
Hasil dakwah
tersebut
hasil
islamiah penelitian
sangat berupa
efektif beberapa
dengan
ditunjukkan pada grafik dan tabel di bawah ini. hal sebagai
menggunakan berikut:
teknologi Pendidikan
informasi. termasuk
Hasil dakwah
tersebut
islamiah sangat
ditunjukkan pada grafik efektifdandengantabel di bawahmenggunakan ini. teknologi informasi. Hasil tersebut
ditunjukkan pada grafik dan tabel di bawah ini.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 367
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 365 – 371

Grafik 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB


Grafik 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB
Tabel 3. 1 Arti
1 ArtiDakwah
Dakwah Menurut
Menurut Mahasiswa
Mahasiswa ITB ITB ITB
Grafik
Grafik3. 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa
Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB
Arti3.Dakwah
Tabel Presentase
1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa (%)
ITB
Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB
Semua benar
Arti Dakwah Presentase44
(%)
Arti
Semua
ajakanDakwah
benar Presentase
44 28 (%)
Semua
ajakan benar 28 44
seruan 20
seruan
ajakan 20 28
Lain-lain
GrafikLain-lain 8 8
3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB
seruan 20
Tabel 3. 1 Arti Dakwah Menurut Mahasiswa ITB
Lain-lain 8
Arti Dakwah Presentase (%)
Semua benar 44
ajakan 28
seruan 20
Lain-lain 8

Grafik 3. 2 Media Dakwah Paling Efektif Menurut Mahasiswa ITB


Tabel 3. 2 Media Dakwah Paling Efektif Menurut Mahasiswa ITB
Grafik Media Dakwah
3. 2Dakwah
Media Paling(%)
Presentase Efektif Menurut Mahasiswa ITB
Tabel 3. Kajian
2 Media Dakwah Paling 36% Efektif Menurut Mahasiswa ITB
Grafik
Grafik 2 Media
3. 23.sosial
Media Media Dakwah
Dakwah Paling
Paling
36% Efektif Efektif
MenurutMenurut Mahasiswa
Mahasiswa ITB ITB
Media Dakwah Presentase (%)
TabelLain-lain
3. 2 Media Dakwah16% Paling Efektif Menurut Mahasiswa ITB
Kajian
Ceramah
Tabel 3.3.22Media Dakwah 12% 36%Menurut Mahasiswa ITB
PalingEfektif
EfektifMenurut
Grafik
Media Media Dakwah Paling
Dakwah Presentase Mahasiswa ITB
(%)
Media sosial 36%
Tabel Media
Tabel3.3.23Kajian Dakwah
Tingkat UrgensiPaling
DakwahEfektif Menurut
36% Mahasiswa ITB
di Kalangan
Lain-lain
Media Dakwah 16%
Tingkat
Media sosial PresentasePresentase
Urgensi Dakwah (%)
36% (%)
Ceramah
Kajian 1 36% 12% 0
Media Lain-lain
sosial2 36% 16%8
Tabel 3. 3Ceramah
Tingkat
Lain-lain 3 Urgensi Dakwah16% 12%
di Kalangan
4 Mahasiswa ITB
Ceramah
Tingkat 4
Urgensi Dakwah 12% 12
Presentase (%)
Tabel 3. 3 Tingkat Urgensi Dakwah di Kalangan Mahasiswa ITB
Tabel 3. 3 Tingkat1Urgensi Dakwah di Kalangan Mahasiswa 0 ITB
368 Tingkat Urgensi 1st UPI International
Dakwah
Prosiding The Presentase
Conference on(%)
Islamic Education 2016
Tingkat Urgensi 2 Dakwah Presentase (%)8
13 1 0 4
0
2 2 8 8
4 12
KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ... — [Yedi Purwanto]

Tabel 3. 4 Berpengaruh atau Tidaknya Teknologi Informasi terhadap Pengembangan Dakwah


Tabel 3. 4 Berpengaruh atau Tidaknya Teknologi Informasi terhadap Pengembangan Dakwah

Presentase
Apakah teknologi informasi berpengaruh terhadap pengembangan
(%)
dakwah?
Ya 100
Tidak 0

Grafik 3. 3 Akun Resmi Islami dengan Banyak Pengikut

Walaupun tidak sempat datang menghadiri kajian yang berdurasi sekitar 2 jam
secara langsung, kini mahasiswa ITB tetap dapat men-charge iman dalam dirinya dengan
membaca dari sumber-sumber dakwah yang tersebar di media sosial.
Dakwah melalui teknologi iformsi menjadi kegiatan selingan karena tidak
memerlukan waktu yang terlalu banyak. Bahkan jika dirasa informasi yang didapatkan
kurang dapat dimengerti, mereka dapat mencari lebih lanjut di mesin pencari, misalnya
Google. Di situ bisa ditemukan lebih banyak lagi sumber seperti dari website, blog, dan
sarana lainnya.

D. KESIMPULAN
Dakwah melalui cara seperti ini terbukti efektif. Hanya dengan satu posting saja
sudah dapat menjangkau dan menginspirasi lebih dari sembilan ratus ribu pembaca. Selain
itu dakwah melalui media sosial juga dinilai lebih efektif dari segi waktu dan tempat,
karena tidak diperlukan penyediaan waktu yang banyak ataupun penyediaan tempat
khusus.
Dalam menghadapi tantangan global seperti sekarang ini Orientasi Pendidikan
Islam di Perguruan Tinggi seperti di ITB, ditujukan untuk menghadapi tantangan
modernitas dunia global. Oleh karena itu,maka kontgribusi teknologi informasi sudah
mutlak menjadi sarana utama dalam pendidikan. Kehadiran teknologi informasi seharusnya
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menunjang program pendidikan mahasiswa.
Terutama dalam Pendidikan Agama Islam. Tujuan Pendidikan Agama Islam di ITB guna
mencetak para lulusan ITB memiliki Otak Berkualitas Jerman, dan memiliki hati
berkualitas Mekkah Mukarramah. Arinya sosok lulusan yang cerdas, disertai karakter
mulia dan bertakwa.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 369
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 365 – 371

Walaupun tidak sempat datang kajian yang berdurasi sekitar 2 jam, kini mahasiswa
ITB tetap dapat men-charge iman dalam dirinya dengan membaca dari sumber-sumber
dakwah yang tersebar di media sosial. Kegiatan ini dapat menjadi kegiatan selingan karena
tidak memerlukan waktu yang terlalu banyak. Bahkan jika dirasa informasi yang
didapatkan kurang dapat dimengerti, mereka dapat mencari lebih lanjut di mesin pencari,
misalnya Google. Di situ bisa ditemukan lebih banyak lagi sumber seperti dari website,
blog, dan sarana lainnya.
Dakwah melalui cara seperti ini terbukti efektif. Hanya dengan satu posting saja
sudah dapat menjangkau dan menginspirasi lebih dari sembilan ratus ribu pembaca. Selain
itu dakwah melalui media sosial juga dinilai lebih efektif dari segi waktu dan tempat,
karena tidak diperlukan penyediaan waktu yang banyak ataupun penyediaan tempat
khusus.

REFERENSI
Ahmad, Amrullah. (1983). Dakwah dan Perubahan sosial. Yogyakarta: Prima Duta.
Anonim. (2015). Dakwah dan Majalah. Diunduh pada tanggal 10 November 2015 dari
http://eprints.walisongo.ac.id/3482/3/091211003_Bab2.pdf
Atjeh, Abu Bakar. (1979). Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam.Semarang:
Ramadani.
Faridl, Miftah. (2001). Refleksi Islam. Bandung.Pusdai Press.
Faridl, Miftah. (2008). Da’wah Lain Saukur Ceramah. Bandung. Bina Da’wah.
Fauzi, Akhmad. (2008). Pengantar Teknolgi Informasi. Yogyakarat: Graha Ilmu.
Hafidhuddin, Didin. (2000). Dakwah Aktual .Jakarta: Gema Insani Press.
Hasmy, A. (1997). Dustur Dakwah menurut Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.
Komunitas Anak PAI. (2013). Makalah Pengertian Dakwah Islam. Diunduh pada tanggal
3 November 2015 dari http://www.tongkronganislami.net/2013/07/pengertian-
dakwah islam.html#ixzz3qzLKHJqj
Noor, Żarid Ma’ruf. (1981). Dinamika dan Akhlak Dakwah. Surabaya: Bina Ilmu.
Mahzar, Armahedi, et al. (2004). Islam Untuk Disiplin Ilmu Manajemen
Informatika.Jakarta: Depag.
Prasojo, Lantip Diat dan Riyanto. (2011). Teknologi informasi Pendidikan. Yogyakarta:
Gava Media.
Rohadi dan Sudarsono. (2005). Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Cet. 3. Jakarta:
Departemen Agama RI.
Saefudin, Didin. (2002). Zaman Keemasaan Islam Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti
Abassiyah. Jakarta: PT. Grasindo.
Saerozi. (2013). Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Ombak.
Sukayat, Tata. (2009). Quantum Dakwah. Jakarta: Rineka Cipta.
Oemar, Toha Yahya. (1976). Ilmu Dakwah. Jakarta: Wijaya.
Sahari Besari, Muhammad. (2008). Teknologi di Nusantara 40 Abad Hambatan Inovasi.
Jakarta:Salemba Teknika.
Sardar, Ziauddin. (1988). Tantangan Dunia Islam Abad 21. Bandung: Mizan.
Suhandang,Kustadi. (2013). Ilmu Dakwah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Susskind, Charles. (1973). Understanding Technology, London: The John Hopkins
University Press.
Syaihul, Hadi. (2014). Strategi Pengembangan Dakwah Islam Melalui Media Online.
Diakses pada tanggal 3 November 2015 dari
http://cyberdakwah.com/2014/03/strategi-pengembangan-dakwah-islam-melalui-
media-online/

370 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
KONTRIBUSI TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ... — [Yedi Purwanto]

Tanpa Nama. (2013). 15 Situs Berita Islam Terpercaya dan Kajian Islam. Diakses pada
tanggal 3 November 2015 dari
https://muslimedianews.wordpress.com/2013/11/01/15-situs-berita-islam-
terpercaya-dan-kajian-muslimin/
Turner, Howar R. (2004). Sains Islam yang Mengagumkan,Bandung: Nuansa.
Zamris, Habib. (2014). Dakwah Melalui New Media. Diakses pada tanggal 3 November
2015 dari http://www.zamrishabib.web.id/2014/11/dakwah-melalui-new-
media.html

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 371
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016


MAKNAFILSAFAT
MAKNA FILSAFATDALAM
DALAMPERSPEKTIF
PERSPEKTIFISLAM
ISLAM DAN
DAN IMPLIKASINYA
IMPLIKASINYA
TERHADAPPENDIDIKAN
TERHADAP PENDIDIKANUMUM
UMUM

Yoyo Zakaria Ansori


Yoyo Zakaria Ansori
UniversitasMajalengka
Universitas Majalengka
Email:yoyozakariaansori@student.upi.edu
Email: yoyozakariaansori@student.upi.edu

ABSTRACT

This study aims to examine the implications of Islamic philosophical thought on education. The
method used in this study is qualitative method. It is used to know the development of
philosophers’ thought in Islam and its implications on education I also use a hermeneutic approach
to reveal the meaning of thoughts in Islamic philosophy. With hermeneutic approach, it is expected
to take the hidden meaning in Islamic philosophy that has implications for education.

Keywords : Islamic philosophy, Meaning, Educational Implication

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi-implikasi pemikiran filsafat Islam terhadap
pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini
digunakan untuk mengetahui perkembangan pemikiran para filosof dalam Islam dan implikasinya
terhadap pendidikan. Saya juga menggunakan pendekatan hermeneutis untuk mengungkap makna
dari pemikiran-pemikiran yang ada dalam filsafat Islam tersebut. Dengan pendekatan hermeneutis
ini, diharapkan dapat mengambil makna tersembunyi dari filsafat Islam yang memiliki implikasi
terhadap pendidikan.

Kata Kunci: Filsafat Islam, Makna, Implikasi Pendidikan

A. PENDAHULUAN
Dewasa ini masih ada golongan yang berpandangan skeptis dan apatis terhadap
keberadaan filsafat, dengan mengatakan bahwa filsafat adalah pekerjaan yang tidak
berguna dan membuang waktu saja, atau filsafat itu seperti bermain api. Di kalangan umat
Islam sendiri menurut Musa Asy’arie (2002) terdapat perasaaan antipati dan alergi
terhadap filasafat melebihi alergi terhadap matematika. Filsafat menggoyahkan iman, lebih
dari itu terdapat paham yang mengatakan filsafat membawa kekafiran. Dari situ muncul
keyakinan dikalangan umat Islam, mempelajari filsafat dan berfilsafat haram.
Filsafat merupakan salah satu unsur peradaban asing yang ditemukan Islam dalam
perjalanan sejarahnya. Namun demikian, bukan berarti bahwa pemikiran-pemikiran
filosofis belum di kenal di kalangan umat Islam, sebab sebelum masuknya istilah filsafat
dan filosof dalam dunia Islam, umat Islam telah mengenal al-hikmah yang mempunyai
konotasi yang hampir sama dengan filsafat (Oemar Amin Hoessin, 1975). Sedangkan
filosof dan filsafat Islam di kenal dalam istilah al-hakim yang berarti orang yang memiliki
hikmah atau mencapai hikmah.
Hikmah menurut pendapat Muhammad Rasyid Ridla dalam tafsir Al-Manar III
adalah sebagai mana yang dikutip oleh Hamzah Ya’kub (1972 :9)”… sebagai alat untuk
memahami Al-Qur’an. Memahami Al-Qur’an tidak mudah dicapai jika tidak sempurna
akal dan tidak menggunakan akal dalam memahami hukum-hukum dan illat-illat hukum
itu. Sedangkan menurut pendapat Ibnu Abbas bahwa yang di maksud hikmah dalam ayat

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 373
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 372 – 376

ini ialah, fikih (paham) tentang Al-Qur’an. Dengan demikian, arti yang memperoleh
hikmah, yaitu orang yang mencapai paham dan mengerti terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
untuk di amalkan. Yaitu paham yang memberi pengetahuan secara individual kepadanya
tentang petunjuk-petunjuk, hukum-hukum dan penjelasan tersebut dalam Al-Qur’an,
beserta illat-illat dan hukum-hukumnya.

B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang di tempuh adalah dengan menggunakan metode kualitatif
dan untuk memfasilitasi suatu pendekatan perkembangan pemikiran para filosof dengan
memakai pertemuan (inter play) antar ide. Pendekatan kualitatif di lakukan untuk
mendalami pemikiran filsafat dalam Islam, karena itu metode kualitatif harus di perkaya
dengan pemikiran dialektis filosofis tentang Islam.
Peneliti juga menggunakan pendekatan hermeneutika dengan harapan penulis
mampu mengungkap makna dalam filsafat Islam. Karena pendekatan hermeneutika
(konsep ontologis) tidak sejalan dengan konsepsi ontologis realisme dan ontologis
idealisme. Landasan ontologis hermeneutika bersifat holistik. Adapun satu realitas
hendaknya di pandang dalam konteks hubungan keseluruhan tingkatan. Pendekatan
hermeneutika (konsep epistemologis) adalah untuk memperoleh pemahaman makna
(verstehen) tentang suatu fenomena atau ekspresi, yaitu gejala yang menampakan diri
sebagai mana adanya dan hermeneutika hendaknya di lakukan bertolak dari pengalaman
konkrit.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Ada beberapa implikasi filsafat Islam bagi pendidikan seperti di bawah ini :
1. Dalam perkembangan dunia dewasa ini mudah bagi pengembangan profesi untuk
tenggelam dalam kegiatan spesialisasi keilmuan. Spesialisasi dalam suatu bidang
atau disiplin ilmu menurut Djahiri (1992) akan cenderung memandang ,
menghadapi dan memecahkan problematika hidup dan kehidupan yang di
hadapinya dari sudut disiplin ilmu yang menjadi spesialisnya. Padahal hidup dan
kehidupan ini pada hakikatnya adalah merupakan suatu sistem yang kompone-
komponennya berhubungan satu sama lainnya secara fungsional.
Dengan demikian dalam menghadapi problema hidup dan kehidupan tersebut
diperlukan pendekatan yang bersifat sistematis, utuh, dan logika, dan radikal,
namun masih pada tataran makna. Merupakan suatu alternatif jawaban untuk
mengupas, menganalisa sesuatu secara mendalam. Sehingga diharapkan filsafat
Islam ini menjadi perekat kembali antara berbagai disiplin ilmu yang terpisah
kaitannya satu sama lain. Dengan menggunakan analisa filsafat Islam , berbagai
macam disiplin ilmu yang berkembang selama ini akan menemukan kembali
relavasinya dengan hidup dan kehidupannya. Sehingga masyarakat akan selalu
dalam naungan keselamatan dan kedamaian.
2. Filsafat Islam memberikan pandangan tentang konsep manusia. Bahwa manusia
adalah ciptaan ilahi dengan bentuk yang sempurna, mempunyai tiga dimensi yang
merupakan komponen pokok pada kepribadian manusia, yaitu badan, akal, dan ruh
melebihi dualisme jamsmani dan ruhani (Kama Abdul Hakam 2010). Kemajuan,
keselamatan, dan kesempurnaan kepribadian manusia, banyak tergantung kepada
keselarasan dan keharmonisan ketiga dimensi tersebut. Dan Islam tidak sekedar
mengakui saja terhadap adanya ketiga dimensi tersebut, bahkan Islam meneguhkan
dan menatapkan lagi bentuk wujudnya. Sedangkan manusia yang terbaik ialah yang
selain beriman Islam, juga bertaqwa.

374 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
MAKNA FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN ... — [Yoyo Zakaria Ansori]

3. Filsafat Islam dengan analisanya yang mendalam berusaha untuk memberikan


alternatif – alternatif jawaban terhadap masalah/pertanyaan yang dihadapi dalam
perkembangan pendidikan yang dihadapinya (Ibrahim Madkour 1996). Misalkan
jawaban terhadap pertanyaan pendidikan akan menjadi dasar bagi pelaksanaan dan
praktek pendidikan. Kecermatan menjawab dari pertanyaan – pertanyaan yang
berkembang akan mampu merumuskan tujuan pendididikan secara tepat, sehingga
hal ini akan mengarahkan kepada usaha – usaha pendidikan yang tepat pula. Hal ini
sesuai dengan harapan pendidikan Umum sebagai problem solving lintas disiplin.
4. Filsafat Islam merupakan landasan bagi integrasinya berbagai disiplin ilmu.
Keilmuan yang berkembang selama ini ternyata masih dipengaruhi oleh adanya
dikotomi keilmuan, yang membagi ilmu umum dengan ilmu agama. Padahal dalam
Al-Qur’an semua ilmu merupakan satu kesatuan dan hakikatnya adalah penjelmaan
dan perpanjangan dari ayat – ayat Tuhan. Hal ini, sesuai dengan harapan
pendidikan umum sebagai integration education, sehingga diharapkan akan
menghasilkan kemampuan pakar PU dalam comprehensive decision making
process untuk hidup sekarang, masa depan di harapan hidup sesudah mati.

D. KESIMPULAN
Filsafat mendapat tempat yang layak dan sama sekali tidak bertentangan secara
prinsip dengan ajaran-ajaran Islam. Bahkan sebaliknya Al-Qur’an secara jelas memberi
kemungkinan-kemungkinan bagi pemikiran-pemikiran filosofis untuk memperoleh
kebajikan dan kebijaksanaan dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 269 menjelaskan
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang
diberi hikmah, sungguh telah diberikan kebajikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat
mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.
Pada aspek lain pun ada beberapa implikasi filsafat Islam terhadap Pendidikan
Umum seperti 1) mencegah spesialisasi keilmuan, 2) memberikan pandangan tentang
konsep manusia yang utuh, 3) filsafat Islam dengan analisanya yang mendalam berusaha
untuk memberikan alternative-alternatif jawaban terhadap masalah/pertanyaan yang
dihadapi dalam perkembangan kehidupan manusia, 4) filsafat Islam merupakan landasan
bagi integrasinya berbagai disiplin ilmu.

REFERENSI
Abu Khalil, Syauqi .(1986). Islam Meluruskan Pandangan Anti Islam, Husaini: Bandung
Al-Maududi, Abul A’la .(1991). Berdialog dengan Al-Qur’an (terj. Principles of Islam),
Al-Ma’arif: Bandung.
Djahiri, A, K .(1992). Menelusuri Dunia Afektif Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral.
Lab. PMP IKIP Bandung
Amin Hoessin, Oemar .(1975). Filsafat Islam, Bulan Bintang
Asy’arie, Musa .(2002). Żilsafat Islam, Lesfi: Yogyakarta
Bakar, Osman .(1998). Hierarki Ilmu (Terj. Clasification of Knowledge in Islam), Mizan:
Bandung
Elmubarok, Zaim .(2009). Membumikan Pendidikan Nilai. Alfabeta: Bandung
Hakam, Kama Abdul .(2010). Pendidikan Nilai Moral, CV Jasindo Multi Aspek: Bandung
Madkour Ibrahim .(1996). Filsafat Islam Metode dan Penerapannya (Terj. Fi al-Falsafah
al-Islamiyah), Bumi Aksara: Yoyakarta
Maftuh, Bunyamin .(2009). Pendidikan Umum dan Pendidikan Nilai. UPI Pascasarjana :
Bandung
Mulyana, Rohmat .(2011). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Alfabeta : Bandung

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 375
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 372 – 376

M.M, Syarif .(1998) Para Filosof Muslim (Terj. History of Muslim Philosophy), Mizan:
Bandung
Sulaiman, Fathiyah Hasan .(1993). Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali (terj. Al-
Madzhabut Tarbawi), Al-Ma’arif: Bandung
Ya’kub Hamzah .(1973). Żilsafat Ketuhanan Yang Maha Esa, Al-Ma’arif: Bandung

376 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
DI PERGURUAN TINGGI UMUM (PTU)
DALAM PERSPEKTIF STANDAR
PENYELENGGARAAN NASIONAL
PERKULIAHAN PENDIDIKAN
PENDIDIKAN AGAMATINGGI (SNPT)
ISLAM (PAI)
DI PERGURUAN TINGGI UMUM (PTU) DALAM PERSPEKTIF STANDAR
Yusuf HanafiTINGGI (SNPT)
NASIONAL PENDIDIKAN
Universitas Negeri Malang
Yusuf Hanafi
Email: sufi_rmi@yahoo.com
Universitas Negeri Malang
Email: sufi_rmi@yahoo.com

ABSTRACT

The implementation of Islamic Religious Education (Pendidikan Agama Islam/PAI) in General


Higher Education (Perguruan Tinggi Umum /PTU) is regarded by society as not maximal and
effective yet. It is because of some factors. First, the purpose of learning of PAI emphasizes too
much on cognitive aspect and is less on pschymotoric and affective aspects; second, the subject
matter which is developed tends to be normative and repetitive; third, the learning method used is
not dialogic and multi-perspectives; forth, the human resource (lecturer) of PAI is sometimes not
enough, both quantitatively and qualitatively; fifth, the learning management of PAI differs from
one univerity to anothers; sixth, tool and infrastructure of learning of PAI in General Higher
Education is not sufficient. This article aims to standardizes the implimentation of learning of PAI
in General Higher Education with referring to ministry law (PERMENRISTEK DIKTI Nomor 44
year 2015) about Higher Education National Standard (Standar Nasional Pendidikan
Tinggi/SNPT). The purpose of this study is to guarantee the implementation of an excellent
learning of PAI in General Higher Education, with reference to the eight standards in SNPT, i.e. (1)
graduate competence standard; (2) learning content standard; (3) learning process standard; (4)
learning assesment standard; (5) lecturer and education officer standard; (6) learning tool and
infrastructure standard; (7) learning management standard, and (8) learning financial standard.

Keyword: Learning of PAI, General Higher Education, SNPT.

ABSTRAK

Penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Perguruan Tinggi Umum (PTU) dinilai oleh
masyarakat belum maksimal dan efektif. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, tujuan
pembelajaran PAI masih terlalu menekankan ranah kognitif, dan kurang menyentuh aspek
psikomotorik dan afektif. Kedua, materi yang dikembangkan cenderung normatif dan sekadar
mengulang hal-hal yang telah diajarkan pada jenjang pendidikan sebelumnya. Ketiga, metode
pembelajaran tidak dialogis dan tidak multi perspektif. Keempat, sumber daya dosen PAI seringkali
tidak memadai, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Kelima, pengelolaan perkuliahan PAI
yang tidak seragam antara satu PTU dengan PTU lain. Keenam, sarana dan prasarana perkuliahan
PAI di PTU yang tidak memadai. Tulisan ini bermaksud untuk melakukan standarisasi
penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada Permenristek Dikti Nomor 44
Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT). Tujuannya adalah untuk
menjamin penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU yang bermutu, dengan mengacu kepada
delapan standar dalam SNPT, yakni: (1) standar kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran;
(3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen dan tenaga
kependidikan; (6) standar sarana dan prasarana pembelajaran; (7) standar pengelolaan
pembelajaran, dan (8) standar pembiayaan pembelajaran.

Kata Kunci: Perkuliahan PAI, Perguruan Tinggi Umum, SNPT.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 377
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Pendidikan agama memiliki peran yang sangat strategis dalam pengembangan
potensi sumber daya manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa, serta berakhlak
mulia. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Dari uraian di atas, dipahami bahwa keberhasilan penyelenggaraan pendidikan
agama akan berkontribusi terhadap penyiapan generasi yang memiliki etika, pengetahuan,
dan perilaku yang baik. Sebaliknya, kegagalan dalam penyelenggaraan pendidikan agama
akan berakibat pada kemerosotan akhlak, wawasan, dan keterampilan generasi penerus di
masa yang akan datang, dan pada gilirannya akan merapuhkan jati diri dan karakter
bangsa. Sayangnya, sejauh ini, penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Perguruan Tinggi Umum (PTU) dinilai oleh masyarakat belum maksimal dan efektif untuk
mencapai tujuan mulia nan luhur di atas.
Sesuai amanat Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Permenristek Dikti) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT), penyelenggaraan pendidikan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) wajib memenuhi SNPT tersebut. SNPT bertujuan untuk: (1)
menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang
berkelanjutan; (2) menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi di seluruh
wilayah hukum NKRI sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam SNPT, dan (3)
mendorong agar perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum NKRI mencapai mutu
pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria yang
ditetapkan dalam SNPT (pasal 3, ayat 1).
SNPT terdiri atas Standar Nasional Pendidikan, Standar Nasional Penelitian, dan
Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Penyelenggaraan perkuliahan PAI di
PTU, sebagai Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU), juga berkewajiban menyesuaikan diri
untuk memenuhi kriteria minimal yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Berangkat dari rasional di atas, penulis bermaksud melakukan standarisasi
penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada Permenristek Dikti
Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT di atas. Tujuannya adalah untuk menjamin
penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU yang bermutu. Sasaran mutu minimal untuk
penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU yang dikembangkan nantinya mengacu kepada 8
(delapan) Standar Nasional Pendidikan. Kedelapan standar itu diharapkan dapat dijadikan
kriteria untuk mengukur mutu penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU.

B. METODE PENELITIAN
Berdasarkan identifikasi kajian di atas, isi tulisan ini masuk dalam katagori
penelitian normatif, meski tetap menggunakan data empiris sebagai pendukung. Dengan
demikian, pokok permasalahan diteliti secara yuridis-normatif. Metode ini dimaksudkan
untuk menjelaskan perspektif Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT
perihal penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis,
yakni menggambarkan secara keseluruhan objek yang diteliti secara sistematis dengan
menganalisis data-data yang diperoleh.

378 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

Dalam
Dalam penelitian
penelitian ini, ini, digunakan
digunakan bahan bahan pustaka
pustaka yang yang meliputi
meliputi data data primer,
primer,
sekunder,
sekunder, dan
Dalam tersier.
dan tersier. Data-data
penelitian yang
ini, digunakan
Data-data dimaksud
yang dimaksud bahan itu adalah:
itu pustaka
adalah: (1) (1) bahan
yang bahan hukum
meliputi
hukum dataprimer,
primer, yaitu
primer,
yaitu
Permenristek
Dalam
sekunder, dan Dikti
Permenristek Dikti Nomor
penelitian
tersier.Nomor 44
ini,
Data-data Tahun
digunakan 2015
yang dimaksud
44 Tahun tentang
bahan
2015 tentang Standar
pustaka
itu adalah: Nasional
yang
Standar(1)Nasional Pendidikan
meliputi
bahan hukum data Tinggi
primer,
primer,Tinggi
Pendidikan yaitu
(SNPT);
(SNPT); (2)
sekunder,
Permenristek danbahan
(2) Dikti
bahan hukum
tersier.Nomor
Data-data
hukum sekunder,
44 Tahun
sekunder, yaitu
yang dimaksud
2015 literatur-literatur
yaitu tentang itu adalah:
Standar
literatur-literatur yang
yang relevan
(1)Nasional
bahan hukum dan
dan terkait
primer,
Pendidikan
relevan yaitu
Tinggi
terkait
dengan
dengan penyelenggaraan
Permenristek
(SNPT); Dikti Nomor
(2) bahan
penyelenggaraan hukum perkuliahan
44 Tahun PAI
sekunder,
perkuliahan yaitudi
2015
PAI PTU;
ditentang dan
dan (3)
PTU; Standar
literatur-literatur bahan
yang hukum
(3) Nasional
bahan tertier,
Pendidikan
relevan
hukum yaitu
dan Tinggi
tertier, terkait
yaitu
sumber-sumber
(SNPT);
dengan (2) bahanyang
penyelenggaraan
sumber-sumber menunjang
yanghukum bahan
bahanprimer
sekunder,
perkuliahan
menunjang PAI
primer dan
PTU;
dan sekunder.
yaitudiliteratur-literatur
dan (3) bahan
sekunder. yang relevan
hukum tertier, dan terkait
yaitu
dengan penyelenggaraan
sumber-sumber yang menunjang perkuliahan
bahanPAI primer di dan
PTU; dan (3) bahan hukum tertier, yaitu
sekunder.
C.
C. HASIL
HASILPENELITIAN
sumber-sumber yang menunjang
PENELITIAN DAN
bahan
DAN PEMBAHASAN
primer dan sekunder.
PEMBAHASAN
Pada
C. HASIL bagian
Pada bagian ini,
PENELITIAN akan dipaparkan:
DAN PEMBAHASAN
ini, akan dipaparkan: (1)
(1) Peraturan
Peraturan MenteriMenteri Riset, Riset, Teknologi,
Teknologi, dan dan
Pendidikan
C. HASIL
Pendidikan PadaTinggi
bagian
Tinggi (Permenristekdikti)
PENELITIAN
ini, akan dipaparkan:
(Permenristekdikti) Nomor
DAN PEMBAHASANNomor (1) 44 44 Tahun
Tahun 2015
Peraturan 2015 tentang
Menteri Riset,Standar
tentang Teknologi,
Standar Nasionaldan
Nasional
Pendidikan
PendidikanPadaTinggi
bagian(SNPT);
Tinggi ini, akan dan
(Permenristekdikti)
(SNPT); dan (2)
(2) Jabaran
dipaparkan: Nomor
Jabaran (1)standarisasi
Peraturan
44 Tahun Menteri
standarisasi penyelenggaraan
2015 Riset,Standar
tentang
penyelenggaraan perkuliahan
Teknologi, dan
Nasional
perkuliahan
PAI
PAIdi diPTU
PendidikanPTUdalamdalamkacamata
Tinggi (SNPT);
kacamata SNPT.
(Permenristekdikti)
dan (2) Jabaran
SNPT. Nomorstandarisasi
44 Tahun 2015 tentang Standar
penyelenggaraan Nasional
perkuliahan
Pendidikan
PAI di PTU Tinggi (SNPT); SNPT.
dalam kacamata dan (2) Jabaran standarisasi penyelenggaraan perkuliahan
PAI1.1.di Permenristek
Permenristek Dikti Nomor
PTU dalam Dikti
kacamata Nomor 44
SNPT. 44 Tahun
Tahun 2015 2015 tentangtentang Standar Standar NasionalNasional
Pendidikan
1. Permenristek
Pendidikan Tinggi Tinggi Dikti(SNPT)
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional
(SNPT)
1. Standar
Standar Nasional
Permenristek
Pendidikan Tinggi
Nasional Pendidikan
Dikti Nomor
(SNPT)
Pendidikan Tinggi
44 (SNPT)
Tinggi (SNPT) adalah
Tahun adalah satuan
2015 satuan standar
tentang Standar
standar yang meliputi
yangNasional
meliputi
Standar Nasional
StandarPendidikan
Standar
Nasional Pendidikan,
Tinggi
Nasional
Pendidikan, ditambah
(SNPT)
Pendidikan
ditambah dengan
Tinggidengan(SNPT)Standar
Standar Nasional
adalah satuanPenelitian,
Nasional standar yang
Penelitian, dan Standar
dan meliputi
Standar
Nasional
Standar Pengabdian
Standar
Nasional Nasionalkepada
Pendidikan,
Nasional Pengabdian kepada Masyarakat. Masyarakat.
Pendidikan
ditambah Tinggidengan(SNPT) Standaradalah satuan
Nasional standar
Penelitian, yang
dan meliputi
Standar
Standar
Nasional Standar
Nasional Nasional
Pengabdian
Standar Pendidikan,
Nasional Pendidikan
kepada ditambah
Masyarakat.
Pendidikan adalah
adalah kriteria minimal tentang pembelajaran pada
dengankriteria minimal
Standar Nasional tentang pembelajaran
Penelitian, dan Standar
pada
jenjang
Nasional pendidikan
Pengabdian
Standar tinggi
Nasional kepadadi perguruan
Masyarakat.
Pendidikan tinggi
adalah di seluruh
kriteria wilayah
minimal
jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan hukum
tentang Negara
pembelajaran Kesatuan
pada
Republik
jenjang Indonesia.
Standar
Republikpendidikan Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal
Indonesia.tinggi di perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan tentang pembelajaran pada
jenjang
Republik Standar
pendidikan Nasional
Indonesia.
Standar tinggiPenelitian
Nasional di perguruan
Penelitian adalah
adalah kriteria
tinggi
kriteria minimal
di seluruh
minimal tentang
wilayah
tentang sistem
hukum penelitian
sistemNegara pada
Kesatuan
penelitian pada
perguruan
Republik
perguruan tinggi
Indonesia.
Standar
tinggi yang
Nasional berlaku
Penelitian
yang berlaku di seluruh
di adalah wilayah
seluruhkriteria
wilayah hukum
minimal
hukumtentang Negara
Negara Kesatuan
sistem Republik
penelitian
Kesatuan pada
Republik
Indonesia.
perguruan
Indonesia.Standar
tinggi Nasional Penelitian
yang berlaku di adalah
seluruhkriteria
wilayah minimal
hukumtentang Negara sistem penelitian
Kesatuan pada
Republik
perguruan
Indonesia.Standar
tinggi
Standar Nasional
Nasional Pengabdian
yang berlakuPengabdian kepada
di seluruh
kepadawilayahMasyarakat
Masyarakat hukumadalah
adalah kriteria
Negara
kriteria minimal
Kesatuan tentang
minimalRepublik
tentang
sistem
sistem pengabdian
Indonesia. Standar
pengabdian kepada
Nasional
kepada masyarakat
Pengabdian
masyarakat pada
kepada perguruan
perguruan tinggi
pada Masyarakat adalahyang
tinggi kriteria
yang berlaku
minimal
berlaku di
di seluruh
tentang
seluruh
wilayah
sistem hukum
Standar
pengabdian Negara
Nasional Kesatuan
kepada Pengabdian Republik
masyarakat
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. kepada Indonesia.
pada Masyarakat
perguruan adalah
tinggi kriteria
yang minimal
berlaku di tentang
seluruh
wilayahSNPT
sistem hukumterbaru
pengabdian
SNPT Negara
terbaru ditetapkan
kepada masyarakat
Kesatuan
ditetapkan melalui
Republik
melalui pada Peraturan
perguruanMenteri
Indonesia.
Peraturan tinggi yang
Menteri Riset, Teknologi,
Riset,berlaku dan
di seluruh
Teknologi, dan
Pendidikan
wilayah SNPT Tinggi
hukum (Permenristek
Negara
terbaru Kesatuan
ditetapkan Dikti)
Republik
melalui Nomor
Indonesia.44
Peraturan
Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Nomor 44 Tahun 2015 sebagai penyempurnaanTahun 2015
Menteri sebagai
Riset, penyempurnaan
Teknologi, dan
atas SNPT
PendidikanSNPT
atas SNPT Tinggi sebelumnya
terbaru
sebelumnya ditetapkan
ditetapkan
(Permenristek
ditetapkan melalui melalui
Dikti) melalui PeraturanPeraturan
Nomor 44 Peraturan Menteri
Tahun 2015Menteri Menteri
Riset, Pendidikan
Teknologi,
sebagai Pendidikan
penyempurnaan dan
dan
dan
Kebudayaan
Pendidikan
atas SNPT Tinggi
Kebudayaan (Permendik-bud)
sebelumnya(Permenristek
(Permendik-bud) Nomor
ditetapkanDikti)49
Nomor tahun
49Nomor
tahun 44
melalui 2014.Tahun Pada
Peraturan
2014. Pada 2015bagiansebagai
Menteri
bagian ini, hanya
hanya Standar
penyempurnaan
ini,Pendidikan dan
Standar
Nasional
atas SNPT
Kebudayaan Pendidikan
Nasional Pendidikan sebelumnya saja
(Permendik-bud) yang
saja yangNomor dikupas,
ditetapkan
dikupas, menimbang
melalui
49 menimbang Standar
Peraturan
tahun 2014. Standar Pada bagian Nasional
Menteri
Nasional Penelitian
Pendidikan
ini, Penelitian
hanya Standar dan
dan
dan
Standar
Standar Nasional
Kebudayaan
Nasional Pendidikan
Nasional Pengabdian
(Permendik-bud)saja yang
Pengabdian kepada
Nomor Masyarakat
dikupas,
kepada 49 menimbang
tahun 2014.
Masyarakat tidak memiliki
Pada
tidak Standar
memiliki bagianrelevansi
Nasional dengan
ini, hanya
relevansi Penelitian
dengan tema
Standar
dan
tema
tulisan.
Nasional
Standar
tulisan. Pendidikan
Nasional saja
Pengabdian yang dikupas,
kepada menimbang
Masyarakat tidak Standar
memiliki Nasional
relevansi Penelitian
dengan dan
tema
tulisan.Standar
Standar Nasional
Standar Nasional
Pengabdian
Nasional Pendidikan
kepada terdiri
Pendidikan terdiri atas:
Masyarakat (1)
(1) standar
atas: tidak memiliki
standar kompetensi
relevansi dengan
kompetensi lulusan;
lulusan;tema(2)
(2)
standar
tulisan. isi
Standarpembelajaran;
Nasional (3)
Pendidikanstandar proses
terdiri atas: pembelajaran;
standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) standar penilaian(1) standar (4)
kompetensistandar penilaian
lulusan; (2)
pembelajaran;
standar Standar
pembelajaran; (5) standar
Nasional
isi pembelajaran;
(5) dosen
standar dosen dan
Pendidikan
(3) dan tenaga
standarterdiri
tenaga kependidikan;
proses
kependidikan; (6)
atas: pembelajaran;
(1) standar standar
(6) standar sarana
kompetensi
(4)sarana dan
standar
dan prasarana
lulusan; (2)
penilaian
prasarana
pembelajaran;
standar
pembelajaran; (5)(7)
isi pembelajaran; standar
standar dosen pengelolaan
(3) standar
dan tenaga pembelajaran;
proses pembelajaran;
kependidikan;
(7) standar pengelolaan pembelajaran; dan (8) standar pembiayaan dan
(6) (8)
standar standar
(4) standar
sarana pembiayaan
dan penilaian
prasarana
pembelajaran.
pembelajaran;
pembelajaran. (5) Standar
standar
(7)
Standar Nasional
standar
Nasional Pendidikan
dosenpengelolaan
dan
Pendidikan sebagaimana
sebagaimana dimaksud
tenaga kependidikan;
pembelajaran; (6)dan (8) di
standar
dimaksud atas
atas menjadi
disarana
standar dan acuan
prasarana
pembiayaan
menjadi acuan
dalam menyusun,
pembelajaran;
pembelajaran.
dalam menyusun, menyelenggarakan,
(7)
Standar standar
Nasional
menyelenggarakan, dan
pengelolaan
Pendidikan mengevaluasi
pembelajaran;
sebagaimana
dan mengevaluasi kurikulum.
dan (8) distandar
dimaksud
kurikulum. pembiayaan
atas menjadi acuan
pembelajaran. Standar Nasional Pendidikan
dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum. sebagaimana dimaksud di atas menjadi acuan
2.2. menyusun,
dalam Standarisasi
Standarisasi Penyelenggaraan
menyelenggarakan,
Penyelenggaraan danPerkuliahan
mengevaluasiPAI
Perkuliahan di
kurikulum.
PAI di PTU
PTU dalam dalam Perspektif
Perspektif
SNPT
2. Standarisasi
SNPT Penyelenggaraan Perkuliahan PAI di PTU dalam Perspektif
2. Pada Pada bagian
bagian ini,
Standarisasi
SNPT penulis
penulis akan
Penyelenggaraan
ini, akan memaparkan
Perkuliahan standar
memaparkan PAI diminimal
standar PTU dalam
minimal penyelenggaraan
Perspektif
penyelenggaraan
perkuliahan
perkuliahan PAI di PTU dengan mengacu kepada 8 (delapan) yang ditetapkan melalui
SNPT
Pada PAIbagiandi PTU
ini, dengan
penulis mengacu
akan kepada
memaparkan 8 (delapan)
standar yang
minimal ditetapkan
penyelenggaraan
melalui
Permenristek
Pada PAI
perkuliahan
Permenristek Dikti
bagian
Dikti diNomor
PTU
Nomor 44
44 Tahun
ini, penulis
dengan akan 2015
mengacu
Tahun 2015 tentang
tentang Standar
memaparkan
kepada standar
8Standar
(delapan) Nasional
yang Pendidikan
minimal
Nasional Tinggi
penyelenggaraan
ditetapkan
Pendidikan melalui
Tinggi
(SNPT).
perkuliahan
Permenristek
(SNPT). PAIDikti di PTU
Nomor dengan
44 mengacu
Tahun 2015 kepada
tentang 8 (delapan)
Standar yang
Nasional ditetapkan
Pendidikan melalui
Tinggi
a.
Permenristek Standar
Dikti Kompetensi
Nomor
(SNPT).a. Standar Kompetensi Lulusan PAI 44 Lulusan
Tahun 2015 PAI tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
(SNPT).a. Standar Kompetensi Lulusan PAI
a. Standar Kompetensi Lulusan PAI
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 379
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

a. Standar Kompetensi Lulusan PAI

Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah “kriteria minimal tentang


Standar kemampuan
kualifikasi Kompetensi lulusanLulusan yang (SKL)mencakup
adalah “kriteria
sikap, pengetahuan,
minimal tentang dan
keterampilan yang dinyatakan
kualifikasi kemampuan lulusandalam yangrumusan
mencakup capaian pembelajaran
sikap, pengetahuan, lulusan”.
dan
Standar kompetensi lulusan yang dinyatakan dalam rumusan
keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan”. capaian pembelajaran
lulusan
Standar digunakan
kompetensisebagai
lulusan acuan utama pengembangan
yang dinyatakan dalam rumusan standar isi pembelajaran,
capaian pembelajaran
standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran,
lulusan digunakan sebagai acuan utama pengembangan standar isi pembelajaran, standar dosen dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana
standar proses pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen pembelajaran, standar
dan
pengelolaan pembelajaran, dan standar pembiayaan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar pembelajaran. Rumusan
capaian pembelajaran
pengelolaan lulusandan
pembelajaran, sebagaimana dimaksud di atas
standar pembiayaan wajib mengacu
pembelajaran. Rumusanpada
deskripsi capaian pembelajaran
capaian pembelajaran lulusan Kerangka
lulusan sebagaimana dimaksud Kualifikasi Nasional
di atas wajib mengacuIndonesia
pada
(KKNI); dan memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi
deskripsi capaian pembelajaran lulusan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia pada KKNI
(Permenristek
(KKNI); dan Dikti 44/2015,
memiliki Pasal 5). dengan jenjang kualifikasi pada KKNI
kesetaraan
Secara konseptual, kurikulum
(Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 5). PAI bertumpu pada sejumlah kompetensi yang
hendak
Secaradicapai. Kompetensi
konseptual, kurikulum adalah kemampuan
PAI bertumpu padamahasiswa untuk bersikap,
sejumlah kompetensi yang
menggunakan pengetahuan dan ke-terampilan untuk
hendak dicapai. Kompetensi adalah kemampuan mahasiswa untuk bersikap, melaksanakan suatu tugas di
kampus, masyarakat, dan lingkungan tempat yang bersangkutan
menggunakan pengetahuan dan ke-terampilan untuk melaksanakan suatu tugas di berinteraksi.
Kurikulum dirancang untuk
kampus, masyarakat, memberikantempat
dan lingkungan pengalaman
yang belajar seluas-luasnya
bersangkutan bagi
berinteraksi.
mahasiswa selaku peserta didik untuk mengembangkan
Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi sikap, keterampilan dan
pengetahuan
mahasiswa selaku yang diperlukan
peserta didik untukuntukmembangun
mengembangkan kemampuan sikap,tersebut. Hasil dari
keterampilan dan
pengalaman
pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasilyang
belajar tersebut adalah hasil belajar peserta didik dari
menggambarkan
pengalaman belajar manusia denganadalah
tersebut kualitashasilyangbelajar
dinyatakan
pesertadalam didikStandar
yang
Kompetensi Lulusan (SKL).
menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam Standar
Dalam Peraturan
Kompetensi Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa
Lulusan (SKL).
SKLDalam
digunakan sebagai pedoman(PP)
Peraturan Pemerintah penilaian
Nomordalam19 Tahunpenentuan kelulusan peserta
2005 dinyatakan bahwa
didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan kompetensi untuk seluruhpeserta
mata
pelajaran
didik dariatau kelompok
satuan mata pelajaran
pendidikan. SKL meliputi dan mata kuliah atau
kompetensi untukkelompok
seluruh mata
mata
kuliah. Kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan,
pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata danketerampilan.
Selanjutnya pada pasallulusan
kuliah. Kompetensi 26 ditegaskan
mencakup bahwa SKL pengetahuan,
sikap, pada jenjang pendidikan
danketerampilan.tinggi
adalah bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik “menjadi
Selanjutnya pada pasal 26 ditegaskan bahwa SKL pada jenjang pendidikan tinggi anggota masyarakat
yang
adalahberakhlak
bertujuanmulia,
untuk memiliki pengetahuan,
mempersiapkan didik “menjadi
pesertaketerampilan, kemandirian, dansikap
anggota masyarakat
untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu,
yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dansikap teknologi, dan seni,
yang
untukbermanfaatbagi kemanusiaan”. serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni,
menemukan, mengembangkan,
yang bermanfaatbagi kemanusiaan”.
Dalam Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang SNPT, digariskan
rumusan
Dalam sikap dan keterampilan
Permenristek Dikti Nomor umum44 setiap
Tahun lulusan
2015lulusan
tentangbaikSNPT, padadigariskan
program
diploma, program sarjana, magister, program doktor,
rumusan sikap dan keterampilan umum setiap lulusan lulusan baik pada program maupun pada program
profesi.
diploma,Berdasarkan pada SKL,
program sarjana, pada kurikulum
magister, program PAI, kompetensi-kompetensi
doktor, maupun pada program yang
diinginkan selanjutnya
profesi. Berdasarkan dijabarkan
pada SKL, pada ke dalam dua kompetensi,
kurikulum yakni Konpetensiyang
PAI, kompetensi-kompetensi Inti
(KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
diinginkan selanjutnya dijabarkan ke dalam dua kompetensi, yakni Konpetensi Inti
(KI) Kompetensi
dan Kompetensi Inti Dasar
(KI) merupakan
(KD). kemampuan atau kompetensi yang bersifat
generik yang isinya merujuk pada:
Kompetensi Inti (KI) merupakan kemampuan (1) Tujuan Pendidikan Nasional [UU
atau kompetensi yangNomor 20
bersifat
Tahun
generik 2003];
yang isinya(2) merujuk
Tujuan pada:Dikti (1) [UU Nomor
Tujuan 12 Tahun
Pendidikan 2012];
Nasional [UU(3) NomorKKNI 20
(Permendikbud 73 Tahun 2013); dan (d) SKL
Tahun 2003]; (2) Tujuan Dikti [UU Nomor 12 Tahun 2012]; (3) KKNI [Permenristek Dikti SNPT]. KI
berfungsi
(Permendikbudsebagai 73 integrator
Tahun 2013); kompetensi
dan (d)kelompok mata kuliahDikti
SKL [Permenristek dalam program
SNPT]. KI
studi. Secara keseluruhan KI dikelompokkan menjadi empat
berfungsi sebagai integrator kompetensi kelompok mata kuliah dalam program kelompok, yakni: KI 1
(mencerminkan
studi. Secara keseluruhan KI dikelompokkan menjadi empat kelompok, yakni: KI 13
sikap spiritual), KI 2 (mencerminkan sikap sosial), KI
(mencerminkan
(mencerminkan pengetahuan),
sikap spiritual), dan KI KI4 (mencerminkan
2 (mencerminkan keterampilan).
sikap sosial), KI 3
Kompetensi Inti 1 dan 2 (KI 1 dan KI 2)
(mencerminkan pengetahuan), dan KI 4 (mencerminkan keterampilan).dikembangkan secara koheren dan
harmonis sebagaiInti
Kompetensi dampak
1 danpengiring
2 (KI 1 (nurturant effects). KI 1 dan
dan KI 2) dikembangkan KI 2koheren
secara yang secara
dan
380
filosofis berfungsi
harmonis sebagai dampak sebagai wahana
pengiring aksiologis.
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
(nurturant effects). KI 1 dan KI 2 yang secara
filosofis berfungsi sebagai wahana aksiologis.
Tahun 2003]; (2) Tujuan Dikti [UU Nomor 12 Tahun 2012]; (3) KKNI
(Permendikbud 73 Tahun 2013); dan (d) SKL [Permenristek Dikti SNPT]. KI
berfungsi sebagai integrator kompetensi kelompok mata kuliah dalam program
studi. Secara keseluruhan KI dikelompokkan menjadi empat kelompok, yakni: KI 1
PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]
(mencerminkan sikap spiritual), KI 2 (mencerminkan sikap sosial), KI 3
(mencerminkan pengetahuan), dan KI 4 (mencerminkan keterampilan).
Kompetensi Inti 1 dan 2 (KI 1 dan KI 2) dikembangkan secara koheren dan
harmonis sebagai dampak pengiring (nurturant effects). KI 1 dan KI 2 yang secara
filosofis berfungsi sebagai wahana aksiologis.

Kompetensi Inti 3 dan 4 (KI 3 dan KI 4) dikembangkan secara konsisten dan


interaktif sebagai dampak instruksional (instructional effects). KI 3 dan KI 4 secara
filosofis berfungsi sebagai wahana ontologis dan epistemologis.
Kompetensi Inti 1, 2, 3,dan 4 secara bersama-sama harus dipahami dan disikapi
sebagai entitas utuh dari capaian pembelajaran (learning outcomes) dalam konteks
utuh proses psikologis-pedagogis-andragogis dan sebagai suatu proses pencapaian
dan perwujudan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi Dasar (KD) bersifat spesifik dan mendeskripsikan kemampuan
terkait substansi mata kuliah, dalam hal ini mata kuliah Pendidikan Agama Islam
(PAI) sebagai salah satu dari empat elemen Mata Kulian Wajib Umum (MKWU).
Dalam konteks KKNI, KD sepadan dengan konsep dan posisi capaian
pembelajaran.
Dalam konteks Pendidikan Agama Islam (PAI), Kompetensi Dasar (capaian
pembelajaran) yang dikembangkan secara utuh dengan kerangka KI 1, 2, 3, dan 4
sangat konsisten dan koheren dengan keutuhan perwujudan religion virtues
(kemuliaan keberagamaan Islam) melalui pengembangan secara interaktif dan
sinergis kemampuan-kemampuan: Islamic knowledge, Islamic dispositions,
Islamic skills, Islamic confidence, Islamic commitment, Islamic competence, yang
bermuara pada perwujudan Islamicresponsibility dan Islamic enggagement.
Rincian Kompetensi Inti (KI) dari mata kuliah PAI di PTU dapat dilihat pada tabel
berikut:

Aspek Kompetensi Inti


Sikap spiritual Menghayati dan mengamalkan ajaran Islam yang dianutnya
sebagai pola hidup dalam konteks akademik dan/atau profesi.
Sikap sosial Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerja sama, cinta
damai, responsif dan pro-aktif), menunjukkan sikap sebagai bagian
dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa, serta memosisikan
diri sebagai agen transformasi masyarakat yang berakhlak mulia
dalam membangun peradaban bangsa.
Pengetahuan Memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait berbagai fenomena dan
kejadian, serta menggunakan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian keislaman sesuai dengan bakat dan minat.
Keteram pilan Mengolah, menalar, mencipta, dan menyaji berbagai hal dalam
ranah konkret dan abstrak secara mandiri; serta bertindak secara
efisien, efektif, dan kreatif; serta menggunakannya sesuai kaidah
keilmuan Islam dan/atau keprofesionalan.

SKL yang ditetapkan oleh Dikti di atas, jika kita usung ke level global,
menemukan ruang relevansinya dengan 4 (empat) “visi dasar” pendidikan yang
dicanangkan UNESCO sejak memasuki milenium ketiga, yakni: (1) learning to be
(belajar untuk tahu diri), sejajar dengan sikap spiritual; (2) learning to live together
Prosiding (belajar
The 1st UPIuntuk hidup Conference
International bersama),onsejajar dengan 2016
Islamic Education sikap sosial; (3) learning to know
381
(belajar untuk mengerti), sejajar dengan aspek pengetahuan; (4) learning to do
(belajar untuk bekerja) sejajar dengan aspek keterampilan (Delor, 1996: 64).
efisien, efektif, dan kreatif; serta menggunakannya sesuai kaidah
keilmuan Islam dan/atau keprofesionalan.

SKL yang ditetapkan oleh Dikti di atas, jika kita usung ke level global,
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389
menemukan ruang relevansinya dengan 4 (empat) “visi dasar” pendidikan yang
dicanangkan UNESCO sejak memasuki milenium ketiga, yakni: (1) learning to be
(belajar untuk tahu diri), sejajar dengan sikap spiritual; (2) learning to live together
(belajar untuk hidup bersama), sejajar dengan sikap sosial; (3) learning to know
(belajar untuk mengerti), sejajar dengan aspek pengetahuan; (4) learning to do
(belajar untuk bekerja) sejajar dengan aspek keterampilan (Delor, 1996: 64).

Selain itu, SKL Dikti di atas juga berkesesuaian dengan taksonomi Bloom yang
Selainranah
membagi
Selain itu, SKL
itu, SKL
belajar Dikti
Dikti itudi di atas juga
menjadi
atas juga berkesesuaian
3 (tiga), yaitu: afeksi
berkesesuaian dengan
dengan (sikaptaksonomi
spiritualBloom
taksonomi Bloom yang
dan sosial),
yang
membagi
kognisi
membagi
Selain ranah
(pengetahuan),
ranah
itu, SKLbelajar
belajar itu
dan menjadi
psikomotor
itu menjadi
Dikti di atas juga 3 (tiga), yaitu:
(keterampilan).
3 (tiga), afeksi
yaitu: afeksi
berkesesuaian dengan(sikap
(sikap spiritual
spiritual Bloom
taksonomi dan sosial),
dan sosial),yang
Selain
kognisi
Dalam itu,
(pengetahuan),SKL Dikti
pencapaian dan
SKL dipsikomotor
atas juga berkesesuaian
sebagaimana (keterampilan).
ditetapkan dengan
oleh Diktitaksonomi
di atas, Bloom
mata yang
kuliah
kognisi
membagi (pengetahuan),
Selain ranah
itu, belajar
SKL Diktidan psikomotor
itudimenjadi
atas juga (keterampilan).
3 (tiga), yaitu: afeksi
berkesesuaian dengan (sikap spiritualBloom
taksonomi dan sosial),
yang
membagi
PAI Dalam
jelas ranah
menghadapibelajar SKL
pencapaian itu menjadi
banyak sebagaimana 3 (tiga),ditetapkan
tantangan. yaitu: afeksi
Sebagai oleh(sikap
contoh, Dikti spiritual
dalamdi atas,
atas, dan sosial),
mata
pencapaian kuliah
KI
Dalam
kognisi
membagi pencapaian
(pengetahuan),
ranah belajar SKL dan
itu sebagaimana
psikomotor
menjadi ditetapkan
(keterampilan).
3 (tiga), yaitu: afeksi oleh Dikti
(sikap di
spiritual mata kuliah
dan sosial),
kognisi
PAI jelas
sikapDalam (pengetahuan),
menghadapi
spiritual, mata kuliah dan
banyak psikomotor
tantangan. (keterampilan).
Sebagai contoh, dalam pencapaian KI
PAI jelas
kognisi menghadapi
pencapaian
(pengetahuan), SKLPAI
banyak
dan
menghadapi
tantangan.
sebagaimana kendalacontoh,
Sebagai
ditetapkan belum
oleh Dikti adanya
dalam di atas, keseimbangan
pencapaian
mata kuliah KI
sikap
antaraDalam
spiritual,
kesalehanpencapaian
mata kuliah
individual SKLpsikomotor
sebagaimana
PAI
dan menghadapi
kesalehan
(keterampilan).
ditetapkan
kendala
sosial dalamoleh
belum Dikti
praksis dikehidupan
adanya atas, mata nyata.
keseimbangan kuliah
sikap spiritual,
PAI Dalam
jelas mata
menghadapi
pencapaian SKL kuliah banyak PAI menghadapi
tantangan.
sebagaimana kendala
Sebagai
ditetapkan belum
contoh,
oleh Dikti adanya
dalam
di atas, keseimbangan
pencapaian
mata kuliah KI
PAI jelas
antara
Dalam menghadapi
kesalehan
pencapaian individual
KI banyak
sikap dan tantangan.
kesalehan
sosial, Sebagai
sosial
tantangan contoh,
dalam
yang praksisdalam
dihadapi pencapaian
kehidupan
adalah nyata.
masih KI
antara kesalehan
sikap spiritual,
PAI individual
mata kuliah dan tantangan.
PAI kesalehan
menghadapi sosial
kendaladalam belumpraksis adanyakehidupan
keseimbangan nyata.
sikapjelas
Dalam
bersemainya
menghadapi
spiritual,
pencapaian mataperilaku
model kuliah
KI
banyak
sikap PAI menghadapi
sosial,
beragama
Sebagai
tantangan
yang kendala
ekslusif,
contoh,
yangbelum dalam
adanya
dihadapi
polemis, dan
pencapaian
keseimbangan
adalah
radikal masihmasih
dalam
KI
Dalam
antara
sikap pencapaian
kesalehan KI
individual sikap dan sosial,
kesalehan tantangan
sosial yang
dalam dihadapi
praksis adalah
kehidupan nyata.
antaraspiritual,
kehidupan kesalehan
bersemainya
mata
model
sosial,
kuliah PAI
individual
perilaku
dan dan menghadapi
kesalehan
beragama
belum yang
matangnya
kendala
sosial dalam
ekslusif,
kesiapan
belumpraksis
polemis,
adanya
mental dan
keseimbangan
kehidupan
radikal
untuk nyata.
dalam
hidup
bersemainya
Dalam kesalehan
antara model
pencapaian perilaku
KI sikap
individual beragama
dan sosial,
kesalehan yang
tantanganekslusif,
sosial yang
dalam polemis,
dihadapi
praksis dan radikal
adalah dalam
kehidupan masih
nyata.
Dalam
kehidupan
berdampingan pencapaian
sosial,
di tengah KI sikap
dan keragaman.
belum sosial, tantangan
matangnya
Adapun yang
kesiapan
dalam dihadapi
mental
pencapaian adalah
untuk
KI untuk
pengetahuan, masih
hidup
kehidupan
bersemainya
Dalam sosial,
pencapaianmodel dan
perilaku
KI belum
sikap beragama matangnya
sosial, yang
tantangan kesiapan
ekslusif, yang mental
polemis,
dihadapi dan radikal
adalah hidup
dalam
masih
bersemainya
berdampingan
hambatan model perilaku
di menghadang
tengah beragama
keragaman. yang ekslusif,
Adapun dalam polemis,
pencapaian danKI radikal
pengetahuan,dalam
kehidupan yang
berdampingan
bersemainya di
sosial,
model tengah dan keragaman.
perilaku belum adalah
beragama
masih
Adapun
matangnya berakarnya
dalam
yang ekslusif, kesiapan pola
pencapaian
polemis, mental pikir
KI
dan
yang single
pengetahuan,
untuk
radikal hidup
dalam
kehidupan
hambatan
perspective, yangsosial,
normatif, dan
menghadang belum
dikotomis, adalah matangnya
masih berakarnya
berorientasi kesiapan
berakarnya
pasif pencapaian mental
pola
ke polamasa pikirpikir
lampau, untuk
yangpadahalhidup
single
hambatan
berdampingan
kehidupan yang dimenghadang
sosial, tengah
dan belum adalah
keragaman. masih
Adapun
matangnya dalam
kesiapan mental yang
KI untuk single
pengetahuan,hidup
berdampingan
perspective,
seharusnya aktifdi tengah
normatif, dan responsif keragaman.
dikotomis, Adapun
berorientasi
menatap dalam
pasif pencapaian
ke masa KI pengetahuan,
lampau, padahal
hambatan yang
perspective,
berdampingan normatif, tengahdikotomis,
menghadang
di menghadang keragaman. adalah masihtantangan
berorientasi
Adapun pasif
berakarnya
dalam
zaman.
ke pola Sedangkan
masa
pencapaian lampau,
pikir
KI pengetahuan,
dalam
yangpadahalsingle
hambatan
seharusnya
pencapaian yang
aktif
KI dan responsif
keterampilan, responsif adalah
matamenatapmasih berakarnya
tantangan
kuliahtantanganPAIpasif zaman.
ditantang pola pikir
Sedangkan
untuk yang
membangun single
dalam
seharusnya
perspective,yang
hambatan aktif
normatif, dan
menghadang dikotomis, menatap
adalah berorientasi
masih berakarnya zaman.
ke polamasa Sedangkan
lampau,
pikir yang dalam
padahal
single
perspective,
pencapaian
mentalitas KInormatif,
keterampilan, dikotomis, mata berorientasi
kuliahtantanganPAI pasif ke masa
ditantang untuklampau, padahal
membangun
seharusnyaberkarya
pencapaian
perspective, KI
aktif
normatif,
dan berkontribusi
keterampilan,
dan responsifmata
dikotomis,
aktif.
kuliah
menatap
berorientasi PAI pasifditantang
zaman.
ke masa untuk
Sedangkan
lampau, membangun dalam
padahal
seharusnyaberkarya
mentalitas aktif dan
dan responsif
berkontribusi menatap
aktif. tantangan zaman. Sedangkan dalam
mentalitas
pencapaianberkarya
seharusnya aktif dan berkontribusi
KI keterampilan,
dan responsifmata mata aktif.
menatapkuliah PAI ditantang untuk membangun
pencapaian
b. Standar KI keterampilan,
Isi Pembelajaran PAI aktif. kuliahtantanganPAI ditantang zaman. untuk Sedangkan membangun dalam
mentalitas
pencapaian berkarya dan
KI keterampilan, berkontribusi mata kuliah PAI ditantang untuk membangun
b.
b. Standarberkarya
mentalitas
Standar
Standar isi
Isipembelajaran
Isi
dan berkontribusi
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan
PAI aktif.
PAI “kriteria minimal tingkat kedalaman dan
mentalitas berkarya dan berkontribusi aktif.
Standar
keluasan isi pembelajaran
materi pembelajaran
pembelajaran”. merupakanKedalaman “kriteria dan minimal
keluasantingkat
minimal materikedalaman
tingkat pembelajaran
kedalaman dan
b. Standar
Standar isiIsi Pembelajaran merupakan
PAI “kriteria dan
b. Standar
keluasan
sebagaimana
Standar
keluasan materi
materi
Isi
isi
Pembelajaran
pembelajaran”.
dimaksud
pembelajaran
pembelajaran”.di atas PAI Kedalaman
mengacu
Kedalaman
merupakan pada
“kriteriadan keluasan
capaian
dan minimal materi
pembelajaran
keluasantingkat materikedalamanpembelajaran
lulusan,
pembelajaran di
dan
b. Standar
Standar Isipembelajaran
isi Pembelajaran PAI
merupakan “kriteria minimal tingkat kedalaman dan
sebagaimana
mana lulusan dimaksud
program D4 di dan atasS1 mengacu
paling
Kedalaman pada dan
sedikit capaian
menguasai
keluasanpembelajaran
konsep
materiteoritis lulusan,
bidang
pembelajaran di
Standar
sebagaimana
keluasan
keluasan isi
materi
materi pembelajaran
dimaksud di
pembelajaran”.
pembelajaran”.
atasmerupakan
mengacu
Kedalaman “kriteria
pada capaian
dan minimal
keluasan
pembelajaran
tingkat
materikedalaman
lulusan,
pembelajaran dandi
mana lulusan
pengetahuan program
dan D4
keterampilan dan S1 paling
tertentu sedikit
secara menguasai
umum, dan konsep teoritis bidang
bagian
mana lulusan
sebagaimana
keluasan
sebagaimana materi program
dimaksud
dimaksud
D4didan
pembelajaran”.di atastertentuKedalaman
atasS1mengacu
paling
mengacu
padadan
sedikit
pada keluasan
menguasai
capaian
capaian materiteoritis
konsep
pembelajaran
pembelajaran pembelajaran
bidang
lulusan,
lulusan,
di
di
pengetahuan
khusus secara
pengetahuan
mana lulusandan dan keterampilan
mendalam
keterampilan
program D4 (Permenristek
dan tertentu
S1 secara
Dikti
palingsecara
sedikit umum,
44/2015,
umum,
menguasai dan
Pasal
dan konsep
8-9).
konsep teoritis
konsep teoritis
teoritis bagian
bagian
bidang
sebagaimana
mana lulusan dimaksud
program D4 di atas mengacu
dan S1 paling pada
sedikit capaian
menguasai pembelajaran
konsep lulusan,
teoritis bidang di
khusus
khusus secara dan
Kurikulum
secara
pengetahuan mendalam
(baca:
mendalam isi
keterampilan (Permenristek
pembelajaran)
(Permenristek tertentu Dikti
PAI
Dikti
secara 44/2015,
di PTU
44/2015,
umum, Pasal
tidak
Pasal 8-9).
danboleh
8-9).
konsep mengulang-ulang
teoritis bidang
bagian
mana lulusan
pengetahuan program
dan D4
keterampilan dan S1 paling
tertentu sedikit
secara menguasai
umum, dan konsep teoritis bagian
Kurikulum
materi PAI
Kurikulum yang (baca:
telah
(baca: isi pembelajaran)
diajarkan
isi (Permenristek
pembelajaran) pada PAI
jenjang
PAI di
di PTU tidak
sebelumnya.
PTU tidak boleh mengulang-ulang
Idealnya, konteks dan
khusus
khususPAI
secaradan
pengetahuan
secara
mendalam
keterampilan
mendalam (Permenristek
Dikti
tertentuDikti secara 44/2015,
umum,
44/2015, danboleh
Pasal
Pasal
8-9).mengulang-ulang
konsep
8-9). teoritis bagian
materi
konten
materi materi
PAI
Kurikulum yang
yang PAItelah
telah isi
(baca: diajarkan
antara
diajarkan satu
pembelajaran)pada
satuanjenjang
pada jenjang sebelumnya.
pendidikan
disebelumnya.
PAI 44/2015, PTU tidak dengan Idealnya,
satuan
Idealnya,
boleh konteks
pendidikan
konteks dan
mengulang-ulang dan
khusus secara
Kurikulum mendalam
(baca: isi(Permenristek
pembelajaran) Dikti
PAI di PTU Pasalboleh
tidak 8-9). mengulang-ulang
konten
berikutnya
konten
materi materi
harus
materi
PAI yang PAI
mengalir
PAI telah antara
antara dan
diajarkan satu
satu pada satuan
berbeda.
satuan pendidikan
Konteks
pendidikan
jenjang materi
sebelumnya. dengan
PAI
dengan untuk satuan
jenjang
satuan
Idealnya, pendidikan
SD yang
pendidikan
konteks dan
Kurikulum (baca: isi pembelajaran) PAI di PTU tidak boleh mengulang-ulang
sebatas
materi PAI
berikutnya
berikutnya
konten “keluarga”,
yangmengalir
harus
harus
materi
telah
mengalir
PAI pada
antara saat
diajarkan
dan
dan SMP padaharus
berbeda.
berbeda.
satu satuan
jenjang
Konteks
Konteks naik
pendidikan ke
materi
materi level
sebelumnya. PAI
PAI
denganyang
untuk
untuk lebih
Idealnya,jenjang
jenjang
satuan luas,
konteks
SD
SD yakni
dan
yang
yang
pendidikan
materi
konten PAI yangPAI telahantaradiajarkan pada jenjang sebelumnya. Idealnya, konteks dan
sebatas
lingkup
sebatas
berikutnya “keluarga”,
“lingkungan
materi
“keluarga”,
harusPAI pada
sekitar”
pada
mengalir saat
saat
dansatu SMP
(lokal).
satu
SMP
berbeda. harus
Di
satuan
harus
Konteks naik materi
jenjang
pendidikan
naik keSMA/sederajat,
ke level
dengan
level yang
PAIyang untuk lebih
satuan
lebihkonteks
jenjang luas, yakni
materi
pendidikan
luas, SD yakni
yang
konten materi antara satuan pendidikan dengan satuan pendidikan
lingkup
PAI harus
berikutnya
lingkup
sebatas “lingkungan
berada
“lingkungan
“keluarga”, padapada
harus mengalir sekitar”
leveldan
sekitar” saat (lokal).
berbeda.Di
“kehidupan
(lokal).
SMP harus Di jenjang
berbangsa
Konteks
jenjang SMA/sederajat,
danlevel
materi
naikmateri
ke bernegara”
PAI untuk jenjang
SMA/sederajat, yang konteks
(nasional).
konteks
lebih
SDmateri
luas, Pada
yang
materi
yakni
berikutnya
sebatas harus
“keluarga”, mengalir
pada dan
saat berbeda.
SMP Konteks
harus naik ke PAI
level untuk
yang lebih jenjang SD yang
luas, yakni
PAI
PAI harus
jenjang
harus
lingkup berada pada
perguruan
berada
“lingkungan pada
tinggi, level
level
sekitar” “kehidupan
lingkup materi
“kehidupan
(lokal). Diberbangsa
PAI
berbangsaadalah
jenjang dan
dan bernegara”
“dunia global”
bernegara”
SMA/sederajat, (nasional).
(internasional).
(nasional).
konteks Pada
Pada
materi
sebatas
lingkup “keluarga”,
“lingkungan pada
sekitar” saat SMP harus
(lokal). Di naik ke
jenjang level
SMA/sederajat,yang lebih konteksluas, materi
yakni
jenjang
jenjang
harusperguruan
PAIKonten/isi
perguruan
berada materitinggi,
tinggi,
pada PAI lingkup
juga
lingkup
level materi
harus
materi
“kehidupan PAI
bergerak
PAI adalah
secara
adalah
berbangsa “dunia
“dunia
dan global”
diakronik
global”
bernegara” maju (internasional).
ke depan.Pada
(internasional).
(nasional). Di
lingkup
harus “lingkungan
PAIKonten/isi berada pada sekitar”
level (lokal).
“kehidupan Di jenjang
berbangsa SMA/sederajat,
dandiakronik
bernegara” konteks materi
(nasional). Pada
jenjang
jenjang SD, materi
perguruan materi PAI PAI
tinggi, yangjuga
lingkup disajikan
harus
materi boleh
bergerak
PAI adalahsaja
secara sekadar
“dunia “pengetahuan
global” maju ke faktual”.
depan.
(internasional). Di
PAI harus
Konten/isi
jenjang berada
perguruan
materipada
tinggi, level
PAI juga
lingkup“kehidupan
harus
materi berbangsa
bergerak
PAI
secara
adalah dan bernegara”
diakronik
“dunia global”
maju (nasional).
ke depan.
(internasional). Pada
Di
jenjang
Ketika
jenjang SD,
di
SD, materi
jenjang
materi SMP,PAI
PAIPAI yang
wawasan
yang disajikan boleh
keagamaan
disajikan boleh saja
yang
saja sekadar
diajarkan
sekadar “pengetahuan
adalah
“pengetahuan faktual”.
“pengetahuan
faktual”.
jenjang perguruan
Konten/isi materitinggi, lingkup
juga materi
harus PAI adalah
bergerak secara “dunia global”
diakronik maju (internasional).
ke depan. Di
Ketika
Ketika
jenjang diSD,
konseptual”.
di jenjang
Konten/isi
jenjangDimateri
materi SMP,
jenjang
SMP,PAI
PAI wawasan
SMA/
wawasan
yang keagamaan
sederajat,
juga harus bergerak
keagamaan
disajikan bolehjenis yang
secara
yang diajarkan
diakronik
pengetahuan
saja diajarkan
sekadar adalah
yangmaju
adalah
“pengetahuan “pengetahuan
ke depan. Di
dikembangkan
“pengetahuan
faktual”.
Konten/isi
jenjang SD, materi materi PAI PAI yang jugadisajikan
harus bergerak
boleh secara
saja diakronik
sekadar maju ke depan.
“pengetahuan faktual”.Di
konseptual”.
harus
Ketikasetingkat
konseptual”.
di Dilebih
Di
jenjang jenjang
jenjang
SMP,tinggi SMA/
SMA/
wawasan sederajat,
dari satuan
sederajat,
keagamaan jenisyang
pendidikan
jenis sebelumnya,
pengetahuan
diajarkan yaknidikembangkan
yang
adalah “pengetahuan
dikembangkan
“pengetahuan
jenjang SD,
Ketikasetingkat
di jenjangmateri PAI
SMP, yang
wawasan disajikan
keagamaanboleh saja sekadar
pengetahuan
yang diajarkan “pengetahuan
yang faktual”.
harus
prosedural”,
harus setingkat
konseptual”. dan lebih
Dilebihpada
jenjangtinggi
tinggisaat dari
dari
SMA/ satuan
di satuan
bangku pendidikan
perguruan
pendidikan
sederajat, jenis sebelumnya,
tinggi,
sebelumnya, jenisadalah
yakni “pengetahuan
“pengetahuan
pengetahuan
yakni “pengetahuan yang
Ketika di jenjang
konseptual”. Di jenjangSMP, wawasan
SMA/ keagamaan
sederajat, jenis yang diajarkan adalah
pengetahuan yang “pengetahuan
dikembangkan
prosedural”,
disemaikan
prosedural”,
harus setingkat dan
adalah
dan pada
padatinggi
lebih saat
“pengetahuan
saat di bangku
di bangku
dari satuan perguruan
metakognitif”,
perguruan
pendidikan tinggi,
yakni
pengetahuan jenis
“thinking
tinggi, jenisyang
sebelumnya, pengetahuan
yang about dikembangkan
pengetahuan
yakni yang
thingking”
“pengetahuan yang
konseptual”.
harus setingkat Dilebihjenjang tinggi SMA/ sederajat,
darisendiri.
satuan jenis pengetahuan
pendidikan sebelumnya, yakni dikembangkan
“pengetahuan
disemaikan
untuk memahami
disemaikan
prosedural”, adalah
adalah
dan “pengetahuan
kognisi
“pengetahuan
pada saat diri di satuanmetakognitif”,
Kedalaman
metakognitif”,
bangku perguruan yakni
konten
yakni
tinggi,“thinking
dan
“thinking about
jeniskeluasan
pengetahuan thingking”
konteks isi
yang
harus setingkat
prosedural”, dan lebihpada tinggisaat dari
disendiri. pendidikan
bangkuKedalaman
perguruan konten sebelumnya,
tinggi, jenis yakni
about “pengetahuan
pengetahuan
thingking”
yang
untuk memahami
pembelajaran
disemaikan PAI
adalah kognisi
di PTU
“pengetahuandiri
selengkapnya tergambar
metakognitif”, di bawah dan ini.keluasan konteks isi
prosedural”,
untuk memahami
disemaikan adalah dan kognisi
pada saat
“pengetahuan
diridisendiri.
bangku perguruanyakni
Kedalaman
metakognitif”, tinggi,
konten “thinking
jeniskeluasan
dan pengetahuan
aboutkonteks yang
thingking” isi
pembelajaran PAI di di PTU selengkapnya
selengkapnya tergambaryakni di “thinking
bawah about thingking”
ini.keluasan
disemaikan
pembelajaran
untuk memahami adalah
PAI “pengetahuan
PTU
kognisi diri sendiri. metakognitif”,
tergambar
Kedalaman
untuk memahami kognisi diri sendiri. Kedalaman konten dan keluasan konteks isi yakni
di
konten “thinking
bawah danini. about konteks
thingking” isi
pembelajaran
untuk memahami PAI di PTU diri selengkapnya tergambar di bawah ini.
pembelajaran PAI kognisi
di PTU selengkapnya sendiri. Kedalaman
tergambar konten di bawah dan ini.keluasan konteks isi
pembelajaran PAI di PTU selengkapnya tergambar di bawah ini.

382 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

c. Standar Proses Pembelajaran PAI


Standar proses Proses
c. Standar pembelajaran
Pembelajaran merupakan
PAI “kriteria minimal tentang
pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk“kriteria
Standar proses pembelajaran merupakan memperolehminimal tentang
capaian
pelaksanaan pembelajaran pada program studi untuk memperoleh capaian
pembelajaran lulusan.” Standar proses sebagaimana dimaksud di atas mencakup:
pembelajaran lulusan.” Standar proses sebagaimana dimaksud di atas mencakup:
(a) karakteristik proses pembelajaran,
(a) karakteristik proses pembelajaran, (b) perencanaan
(b) perencanaanproses pembelajaran,
proses pembelajaran, (c)(c)
pelaksanaan proses pembelajaran, dan (d) beban belajar mahasiswa
pelaksanaan proses pembelajaran, dan (d) beban belajar mahasiswa (Permenristek (Permenristek
Dikti 44/2015,
Dikti Pasal
44/2015, 14).Pasal 14).
Karakteristik proses pembelajaran
Karakteristik proses pembelajaran mata kuliah PAI harus
mata kuliah PAI harusbersifat interaktif,
bersifat interaktif,
holistik, integratif, saintifik,saintifik,
holistik, integratif, kontekstual, tematik,
kontekstual, efektif,
tematik, kolaboratif,
efektif, dandan
kolaboratif, berpusat
berpusat
pada mahasiswa. Adapun perencanaan proses
pada mahasiswa. Adapun perencanaan proses perkuliahan PAI di PTU harus perkuliahan PAI di PTU harus
dituangkandituangkan
dalam Rencanadalam Rencana
PerkuliahanPerkuliahan
SemesterSemester
(RPS)(RPS)
yangyang setidaknya
setidaknya memuat
memuat
aspek-aspek berikut: (a) Nama program studi,
aspek-aspek berikut: (a) Nama program studi, nama dan kode mata kuliah PAI, nama dan kode mata kuliah PAI,
semester, semester,
SKS, nama SKS, namapengampu
dosen dosen pengampu mata kuliah
mata kuliah PAI; PAI; (b) Kompetensi
(b) Kompetensi IntiInti
(KI)(KI)
mata kuliah PAI; (c) Kompetensi Dasar (KD) yang direncanakan pada tiap tatap
mata kuliah PAI; (c) Kompetensi Dasar (KD) yang direncanakan pada tiap tatap
muka; (d) Topik bahasan dalam tiap tatap muka; (e) Metode pembelajaran; (f)
muka; (d)Waktu Topikyang bahasan dalam
disediakan tiaptiaptatap
pada tatapmuka;
muka; (e) Metode pembelajaran;
(g) Deskripsi tugas PAI yang (f) harus
Waktu yang disediakan pada tiap tatap muka; (g) Deskripsi tugas PAI
dikerjakan oleh mahasiswa selama satu semester; (h) Kriteria, indikator, dan bobot yang harus
dikerjakanpenilaian;
oleh mahasiswa
(i) Daftarselama
referensisatu
yangsemester;
digunakan.(h) Kriteria, indikator, dan bobot
penilaian; (i) Daftar
Sedangkanreferensi yang
terkait digunakan.
dengan pelaksanaan proses perkuliahan PAI di PTU,
Sedangkan terkait harus
pembelajaran denganmampupelaksanaan
melibatkan proses perkuliahan
mahasiswa untuk PAI di PTU,
belajar bersama
(cooperative Selain itu, kegiatan
pembelajaran harus mampu melibatkan mahasiswa untuk belajar bersama
learning). belajar harus berpusat pada mahasiswa
(cooperative (student centered),
learning). sekaligus
Selain mengajak
itu, kegiatan mereka
belajar untuk
harus ikut-serta
berpusat secara
pada aktif dalam
mahasiswa
membangun pengetahuan (epistemological approoaches).
(student centered), sekaligus mengajak mereka untuk ikut-serta secara aktif dalam Bukan zamannya lagi,
membangun pembelajaran
pengetahuan dilakukan secara individual
(epistemological (individualBukan
approoaches). learning), berpusat
zamannya pada
lagi,
dosen (teacher centered), dan sekadar memindahkan pengetahuan (knowledge
pembelajaran dilakukan secara individual (individual learning), berpusat pada
transmitted). Pergeseran paradigra belajar di atas selengkapnya dapat dicermati
dosen (teacher centered),
dalam gambar dan ini.
di bawah sekadar memindahkan pengetahuan (knowledge
transmitted). Pergeseran paradigra belajar di atas selengkapnya dapat dicermati
dalam gambar di bawah ini.
Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 383
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

Untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran PAI di atas, metode


perkuliahan yang dapat digunakan, antara lain: (1) diskusi kelompok, (2) simulasi,
(3) studi kasus, (4) pembelajaran kolaboratif, (5) pembelajaran kooperatif, (6)
pembelajaran berbasis proyek, (7) pembelajaran berbasis masalah. Adapun
Untuk menunjang pelaksanaan proses pembelajaran PAI di atas, metode
bentuknya perkuliahan
dapat berupa: (1) digunakan,
yang dapat kuliah, (2) responsi dan tutorial, (3) seminar, (4)
Untuk menunjang pelaksanaanantara lain:pembelajaran
proses (1) diskusi kelompok, (2) simulasi,
PAI di atas, metode
praktikum/praktik
(3) studi lapangan,
perkuliahankasus,
yang (4) (5)
dapat menyusun
pembelajaran
digunakan, program
kolaboratif,
antara kreativitas
(5)diskusi
lain: (1) pembelajaran
kelompok,mahasiswa
kooperatif, (PKM)
(6)
(2) simulasi,
bidang kealqur’anan/keislaman/
pembelajaran berbasis keagamaan
proyek,
(3) studi kasus, (4) pembelajaran (7) (Permenristek
pembelajaran
kolaboratif, berbasis
(5) pembelajaran masalah. Adapun
Diktikooperatif,
44/2015, (6) Pasal
14). bentuknya dapat berupa: (1) kuliah, (2) responsi dan tutorial,
pembelajaran berbasis proyek, (7) pembelajaran berbasis masalah. Adapun(3) seminar, (4)
praktikum/praktik
bentuknya dapat berupa:lapangan,(1)(5)kuliah,
menyusun program dan
(2) responsi kreativitas
tutorial,mahasiswa
(3) seminar,(PKM)(4)
bidang kealqur’anan/keislaman/ keagamaan (Permenristek
praktikum/praktik lapangan, (5) menyusun program kreativitas mahasiswa (PKM) Dikti 44/2015, Pasal
d. Standar 14). Penilaian
bidang Pembelajarankeagamaan
kealqur’anan/keislaman/ PAI (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal
Standar14).penilaian pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang penilaian
proses dan d. Standar Penilaian Pembelajaran
hasil belajar mahasiswa PAI dalam rangka pemenuhan capaian
Standar penilaian pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang penilaian
pembelajaran d.
proses
Standar
lulusan.”
dan Penilaian
Penilaian
hasil belajar proses
Pembelajaran
mahasiswa
PAI
dan hasil
dalam belajar
rangka mahasiswa
pemenuhan sebagaimana
capaian
Standar penilaian pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang penilaian
dimaksud pembelajaran
di atas mencakup:
lulusan.” Penilaian
(a) proses
prinsip penilaian,
dan hasil
proses dan hasil belajar mahasiswa dalam rangka pemenuhan capaian (b)
belajar teknik
mahasiswa dan instrumen
sebagaimana
penilaian, dimaksud
(c) di atas
mekanisme
pembelajaran mencakup:
danPenilaian
lulusan.” prosedur(a)proses
prinsip
danpenilaian,
penilaian, (d) (b)
hasil belajar teknik dansebagaimana
pelaksanaan
mahasiswa instrumen
penilaian, (e)
penilaian,
dimaksud (c)
di mekanisme
atas dan
mencakup: prosedur
(a) penilaian,
pelaporan penilaian, dan (f) kelulusan mahasiswa (Permenristek Dikti
prinsip (d)
penilaian, pelaksanaan
(b) teknik penilaian,
dan (e)
44/2015,
instrumen
pelaporan
penilaian, penilaian,
(c) mekanismedan (f)
dankelulusan
prosedur mahasiswa
penilaian, (d)(Permenristek
pelaksanaanDikti 44/2015,
penilaian, (e)
Pasal 19-20).Pasal 19-20).
pelaporan penilaian, dan (f) kelulusan mahasiswa (Permenristek Dikti 44/2015,
PrinsipPasal
penilaian
Prinsip sebagaimana
19-20).penilaian sebagaimanadimaksud
dimaksuddidi atas mencakup
atas mencakup prinsip
prinsip edukatif,
edukatif,
otentik,
otentik, objektif, objektif,
akuntabel,
Prinsip akuntabel, dan
dan transparan
penilaian sebagaimana transparan
dimaksud yang
yang dilakukan
dilakukan
di atas secara
mencakup secara terintegrasi.
terintegrasi.
prinsip edukatif,
Adapun teknikAdapun teknik
otentik,penilaian penilaian perkuliahan
perkuliahan
objektif, akuntabel, PAI
PAI ituyang
dan transparan itu dapat
dapat dipilah
dipilah
dilakukan menjadi
secara menjadi 2 (dua)
2 (dua)
terintegrasi.
kelompok
Adapun besar,
teknik yakni:
penilaian (a) penilaian
perkuliahan sikap
PAI itu menggunakan
dapat dipilah teknik
menjadi penilaian
2 (dua)
kelompok observasi;
besar, yakni: (a) penilaian sikap menggunakan teknik penilaian
kelompok dan (b) penilaian
besar, yakni: (a) penguasaan
penilaian pengetahuan dan keterampilan
sikap menggunakan teknik dilakukan
penilaian
observasi; dengan
dan (b)
observasi; penilaian
memilih
dan (b) penguasaan
satupenilaian
atau kombinasi
penguasaan pengetahuan
dari teknik: dan
observasi,
pengetahuan keterampilan
dan partisipasi,
keterampilan unjuk dilakukan
kerja,
dilakukan
tes
dengan memilih tertulis,
dengansatu tes
memilih lisan,
atausatu dan angket,
kombinasi
atau kombinasisebagaiman
daridari
teknik: tergambar
teknik:observasi,di bawah ini.
partisipasi,
observasi, partisipasi, unjukunjuk
kerja,kerja,
tes tertulis, tes
testertulis,
lisan, tesdan angket,
lisan, sebagaiman
dan angket, sebagaiman tergambar
tergambar di dibawah
bawah ini.ini.

384 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

Instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur pembelajaran PAI dapat


dirinci sebagai berikut: (a) Penilaian proses menggunakan rubrik; (b) Penilaian
hasil menggunakan portofolio. Sedangkan prosedur penilaian perkuliahan PAI
adalah sebagai berikut: (a) tahap perencanaan penilaian; (b) tahap pelaksanaan
penilaian (pemberian tugas atau soal); (c) tahap observasi kinerja (menilai hasil
ujian mahasiswa); (d) tahap
Instrumen penilaian yangpengembalian
digunakan untukhasil observasi
mengukur (memberikan
pembelajaran umpan
PAI dapat
balik); (e)
dirinci tahap
Instrumenpemberian
sebagai nilai
berikut: (a)
penilaian yang akhir (Permenristek
Penilaian proses
digunakan Diktipembelajaran
untukmenggunakan
mengukur 44/2015, Pasal
rubrik; (b) 19-20).
Penilaian
PAI dapat
hasil
dirincimenggunakan
sebagai berikut: portofolio. Sedangkan
(a) Penilaian prosesprosedur
menggunakanpenilaian perkuliahan
rubrik; PAI
(b) Penilaian
e. adalah
Standar sebagai
Dosenberikut:
hasil menggunakan (a) tahap
danportofolio.
Tenaga perencanaan
Kependidikan
Sedangkan penilaian; (b) tahap
PAI penilaian
prosedur pelaksanaan
perkuliahan PAI
Standaradalahdosen
penilaian sebagaidanberikut:
(pemberian tenaga(a)kependidikan
tugas atau soal); (c)
tahap perencanaan merupakan
tahap penilaian;“kriteria
observasi kinerja (menilai
(b) tahapminimal hasil
pelaksanaan tentang
ujian mahasiswa);
penilaian (pemberian (d) tahap
tugas pengembalian
atau soal); (c) hasil
tahap
kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan observasi
observasi (memberikan
kinerja (menilai umpan
hasil
balik); (e) tahap pemberian nilaipengembalian
akhir (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 19-20).
pendidikan ujian mahasiswa);
dalam rangka(d) tahap
pemenuhan capaian hasil observasi
pembelajaran (memberikan
lulusan.” Dosen
umpanwajib
balik); (e) tahap pemberian nilai akhir (Permenristek Dikti 44/2015, Pasal 19-20).
memilikie. kualifikasi akademik, kompetensi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan PAI
memilikiStandar
kecakapan
e. Standar
untuk
dosenDosen
dan dan menyelenggarakan
tenagaTenagakependidikan
Kependidikan
pendidikan
merupakan dalam rangka pemenuhan
PAI “kriteria minimal tentang
capaian pembelajaran
Standardan
kualifikasi dosen lulusan
dan tenaga
kompetensi (Permenristek
dosenkependidikan
dan tenaga Dikti 44/2015, “kriteria
merupakan
kependidikan Pasal
untuk 29).menyelenggarakan
minimal tentang
Kualifikasi
pendidikan akademik
dalam rangka minimal
pemenuhan dari dosen
capaian PAI di PTU
pembelajaran
kualifikasi dan kompetensi dosen dan tenaga kependidikan untuk menyelenggarakan adalah
lulusan.” Dosenia wajib
bahwa memiliki
ijazahmemiliki
akademik
pendidikan minimal
kualifikasi
dalam S-2pemenuhan
akademik,
rangka (magister)
kompetensi studi Islam
pendidik,
capaian dari
sehatPerguruan
pembelajaran jasmani dan
lulusan.” Dosen
Tinggi
rohani, wajib
(dalam
serta dan
memiliki
luar negeri) yang kecakapan
kualifikasi untuk
terakreditasi.
akademik, menyelenggarakan
Atau, pendidikan
ia tidakpendidik,
kompetensi memilikisehat dalam
ijazah rangka
S-1 dan
jasmani pemenuhan
S-2 studi
dan rohani, sertaIslam,
capaian
memiliki pembelajaran
kecakapan lulusan
untuk (Permenristek
menyelenggarakan Dikti 44/2015,
pendidikan
namun bersertifikat profesi (karena memiliki keahlian khusus) yang dikeluarkan oleh Pasal
dalam 29). rangka pemenuhan
Kualifikasi akademik minimal dari dosen PAI di PTUPasal
capaian
Organisasi pembelajaran
Profesi yanglulusanrelevan. (Permenristek
Dari Dikti
hasil 44/2015,
kajian yangadalah 29).bahwa ia
dilakukan memiliki
penulis, status
ijazah akademik minimal S-2 (magister) studi Islam dari Perguruan
Kualifikasi akademik minimal dari dosen PAI di PTU adalah bahwa ia memiliki Tinggi (dalam dan
kepegawaian
luar dosen
negeri) PAI
yangminimal di PTU
terakreditasi. sangat beragam:
Atau, ia tidak ada yang berstatus dosen tetap dan ada
ijazah akademik S-2 (magister) studimemiliki
Islam dariijazah S-1 dan
Perguruan S-2 studi
Tinggi (dalamIslam,
dan
pula namun
yangnegeri)
luar berstatus
yangdosen
bersertifikat profesitidak
terakreditasi. tetap
(karena sebagaimana
Atau,memiliki keahlian
ia tidak memiliki tergambar
khusus)
ijazah S-1 dalam
yang gambar
dandikeluarkan
S-2 di
oleh
studi Islam, bawah
ini. Organisasi Profesi yang
namun bersertifikat profesirelevan.
(karenaDari hasil keahlian
memiliki kajian yangkhusus)dilakukan penulis, status
yang dikeluarkan oleh
kepegawaian dosen PAI di PTU sangat beragam: ada yang berstatus
Organisasi Profesi yang relevan. Dari hasil kajian yang dilakukan penulis, status dosen tetap dan ada
pula yang berstatus
kepegawaian dosen PAIdosen di tidak tetap sebagaimana
PTU sangat beragam: adatergambar dalamdosen
yang berstatus gambar
tetapdidan
bawahada
ini.
pula yang berstatus dosen tidak tetap sebagaimana tergambar dalam gambar di bawah
ini.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 385
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

Adapun kompetensi minimal yang harus dimiliki dosen PAI di PTU ada 4
(empat), yakni: kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi
Adapun Kompetensi
pedagogik. kompetensi minimal
kepribadianyangadalah
harus kemampuan
dimiliki dosen PAI PAI
dosen di PTU ada (a)
untuk: 4
(empat),
bertindak yakni: kompetensi
sesuai dengan normakepribadian,
agama, hukum, kompetensi profesional,
sosial, dan kompetensi
budaya Indonesia; (b)
pedagogik. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan
tampil sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan; (c)dosen PAI untuk: (a)
bertindak
memiliki sesuai dengan
etos kerja norma agama,
dan tanggung jawab,hukum, sosial, dan budaya
serta menjunjung Indonesia;
tinggi kode (b)
etik dosen
tampil
PAI. sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan; (c)
memiliki etos kerja dan tanggung jawab, serta menjunjung tinggi
Terkait dengan kompetensi profesional, dosen PAI dituntut untuk: (a) mampu kode etik dosen
PAI.
menguasai worldview, epistemologi, metodologi, dan materi mata kuliah PAI; (b)
Terkait
mampu dengan kompetensi
memanfaatkan profesional,
teknologi informasidosendanPAI komunikasi
dituntut untuk: (a) mampu
(TIK) untuk
menguasai
pengembangan worldview, epistemologi,
mata kuliah metodologi,
PAI. Kompetensi dan materi
pedagogik matabahwa
adalah kuliahdosen
PAI; PAI
(b)
mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
mampu: (a) menguasai teori belajar dan prinsip pengajaran PAI yang mendidik; (b) (TIK) untuk
pengembangan
Menyelenggarakan mata pengajaran
kuliah PAI.PAI Kompetensi pedagogik
yang kreatif, adalah
edukatif, bahwa
dan dosen PAI
menyenangkan.
mampu: (a) menguasai teori belajar dan prinsip pengajaran PAI
Kompetensi sosial adalah bahwa dosen PAI dituntut mampu: (a) bertindak adil dan yang mendidik; (b)
Menyelenggarakan pengajaran
tidak diskriminatif terhadap PAI didiknya,
peserta yang kreatif,karenaedukatif, dan menyenangkan.
pertimbangan jenis kelamin,
Kompetensi sosial adalah bahwa dosen PAI dituntut mampu: (a)
agama, etnis, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi; bertindak adil dan
(b)
tidak
mampu diskriminatif
beradaptasiterhadap peserta didiknya,
dengan lingkungan karena
tugas yang pertimbangan
memiliki keragaman jenis kelamin,
budaya.
agama, etnis, kondisi
Sedangkan bebanfisik,
kerjalatar
dosenbelakang
PAI di keluarga,
PTU paling dansedikit
status 40
sosial-ekonomi;
jam, yang terdiri(b)
mampu beradaptasi dengan lingkungan tugas yang memiliki
atas: (a) kegiatan pokok (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada keragaman budaya.
Sedangkan
masyarakat) bebansedikit
paling kerja dosen
setara PAI
dengandi PTU
12 SKSpaling sedikit
beban 40 jam,
belajar yang terdiri
mahasiswa; (b)
atas: (a) kegiatan pokok (pendidikan,
tugas tambahan; dan (c) kegiatan penunjang. penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat) paling sedikit setara dengan 12 SKS beban belajar mahasiswa; (b)
tugas tambahan;
f. Standar dan (c)
Sarana dankegiatan
Prasaranapenunjang.
Pembelajaran PAI
Standar sarana dan prasarana pembelajaran merupakan “kriteria minimal
f.tentang
Standar Sarana
sarana dandanprasarana
Prasaranasesuai
Pembelajaran
dengan PAIkebutuhan isi dan proses
Standar sarana
pembelajaran dalamdan prasarana
rangka pembelajaran
pemenuhan merupakan “kriteria
capaian pembelajaran lulusan.”minimal
Standar
tentang sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan
sarana pembelajaran sebagaimana dimaksud di atas paling sedikit isi dan
terdiriproses
atas:
pembelajaran dalam rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.”
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, buku elektronik, repositori, Standar
sarana
sarana pembelajaran sebagaimana
teknologi informasi dimaksud diinstrumentasi
dan komunikasi, atas paling sedikit terdirisarana
eksperimen, atas:
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, buku elektronik,
olahraga, sarana berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai, dan saranarepositori,
sarana teknologi
pemeliharaan, informasi dan
keselamatan, dankeamanan.
komunikasi, instrumentasi
Standar prasarana eksperimen,
pembelajaran sarana
paling
olahraga, sarana berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai, dan
sedikit terdiri atas: lahan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel sarana
pemeliharaan, keselamatan,
kerja/unit produksi, tempatdan keamanan. Standar
berolahraga, prasarana
ruang untuk pembelajaran
berkesenian, ruangpaling
unit
sedikit terdiri atas: lahan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel
kerja/unit produksi, tempat berolahraga, ruang untuk berkesenian, ruang unit
386 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
sarana pembelajaran sebagaimana dimaksud di atas paling sedikit terdiri atas:
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, buku elektronik, repositori,
sarana teknologi informasi dan komunikasi, instrumentasi eksperimen, sarana
olahraga, sarana berkesenian, sarana fasilitas umum, bahan habis pakai, dan sarana
PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]
pemeliharaan, keselamatan, dan PENYELENGGARAAN
keamanan. Standar prasarana pembelajaran paling
sedikit terdiri atas: lahan, ruang kelas, perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel
kerja/unit produksi, tempat berolahraga, ruang untuk berkesenian, ruang unit
kegiatan mahasiswa, ruang pimpinan perguruan tinggi, ruang dosen, ruang tata
usaha, dan fasilitas umum (Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015, Pasal 31).
Terkait dengan prasarana perkuliahan PAI di PTU, setiap perguruan tinggi
setidaknya memiliki: (a) ruang kelas, (b) laboratorium Pendidikan Agama Islam
(PAI), dan (c) rumah ibadah (masjid dan/atau mushalla). Keberadaan rumah ibadah
sangatlah vital mengingat alokasi Satuan Kuliah Semester (SKS) Pendidikan
Agama Islam di PTU, relatif minim dan terbatas. Kondisi ini diperparah oleh
kelangkaan nilai-nilai keteladanan yang dapat diperoleh mahasiswa dari lingkungan
tinggal dan belajarnya.
Dalam konteks ini, rumah ibadah di lingkungan kampus (masjid, mushalla,
atau lainnya) sangat potensial untuk mengisi kekosongan ini, antara lain: untuk
kegiatan mentoring, sebagai laboratorium rohani, rumah bina karakter, dan
semacamnya (sebagaimana tergambar di samping). Sayangnya, civitas akademik di
PTU belum banyak yang menyadari dan memahami peran sentral rumah ibadah di
lingkungan kampus sebagai pusat segala aktivitas, termasuk fungsi edukasinya.
Oleh karena itu, diperlukan rumusan konsep dan program yang jelas untuk
mewujudkan peran dan fungsi rumah ibadah di lingkungan kampus sebagai the
center of excellence. Tentunya, dosen PAI di PTU dituntut untuk memikirkan dan
menformulasikan model pengelolaannya.
Sedangkan sarana minimal yang harus ada dalam penyelenggaraan PAI di PTU
adalah: (a) buku ajar (text book) PAI, baik cetak maupun elektronik; (b) mushaf al-
Qur’an; (c) kitab-kitab khazanah keislaman klasik (turats); (d) buku-buku
keislaman kontemporer; dan (e) software keislaman, seperti: al-Maktabah asy-
Syamilah, e-Qibla, dan sejenisnya.

g. Standar Pengelolaan Pembelajaran PAI


Standar pengelolaan pembelajaran merupakan “kriteria minimal tentang
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi, serta
pelaporan kegiatan pembelajaran pada tingkat program studi.” Pelaksana standar
pengelolaan dilakukan oleh Unit Pengelola program studi dan perguruan tinggi.
Unit Pengelola program studi sebagaimana dimaksud di atas wajib: (1) melakukan
penyusunan kurikulum dan rencana pembelajaran dalam setiap mata kuliah; (2)
menyelenggarakan program pembelajaran sesuai standar isi, standar proses, standar
penilaian yang telah ditetapkan dalam rangka mencapai capaian pembelajaran
lulusan; (3) melakukan kegiatan sistemik yang menciptakan suasana akademik dan
budaya mutu yang baik; (4) melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi secara
periodik dalam rangka menjaga dan meningkatkan mutu proses pembelajaran; dan
(5) melaporkan hasil program pembelajaran secara periodik sebagai sumber data
dan informasi dalam pengambilan keputusan perbaikan dan pengembangan mutu
pembelajaran (Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015, Pasal 38).
Terkait dengan pengelolaan mata kuliah PAI di PTU, komponen-komponen
minimal yang harus ada, antara lain, adanya Standard Operating Procedure
(Prosedur Operasi Baku) untuk pelaksanaan perkuliahan PAI di PTU yang meliputi:
(a) Unit Pengelola Teknis (UPT) Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU); (b) SOP
penjadualan mata kuliah PAI; (c) SOP mentoring agama Islam; (d) SOP
pengendalian ekstremisme dan radikalisme dalam kehidupan beragama di kampus;
(e) SOP pengembangan bakat dan minat mahasiswa bidang kerohanian (MTQ
Mahasiswa, dan sebagainya).

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 387
ISLAMIC EDUCATION FACES GLOBAL CHALLENGES q 377 – 389

h. Standar Pembiayaan Pembelajaran PAI


h. Standar pembelajaran merupakan
pembiayaan Pembelajaran
Standar Pembiayaan PAI “kriteria minimal tentang
komponen
Standar pembiayaan pembelajaran merupakan “kriteriayang
dan besaran biaya investasi dan biaya operasional disusuntentang
minimal dalam
rangka pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.” Biaya investasi
komponen dan besaran biaya investasi dan biaya operasional yang disusun dalam pendidikan
tinggi
rangkamerupakan
pemenuhan bagian dari pembelajaran
capaian biaya pendidikan tinggi untuk
lulusan.” Biayapengadaan sarana dan
investasi pendidikan
prasarana, pengembangan dosen, dan tenaga kependidikan pada
tinggi merupakan bagian dari biaya pendidikan tinggi untuk pengadaan sarana pendidikan tinggi.
dan
Biaya operasional pendidikan tinggi merupakan bagian dari biaya
prasarana, pengembangan dosen, dan tenaga kependidikan pada pendidikan tinggi. pendidikan tinggi
yang
Biayadiperlukan
operasionaluntuk melaksanakan
pendidikan kegiatan bagian
tinggi merupakan pendidikan yang pendidikan
dari biaya mencakup tinggibiaya
dosen, biaya tenaga
yang diperlukan kependidikan,
untuk melaksanakan biayakegiatan
bahan operasional
pendidikanpembelajaran,
yang mencakup dan biaya
biaya
operasional
dosen, biaya tenaga kependidikan, biaya bahan operasional pembelajaran, dan40).
tidak langsung (Permenristek Dikti Nomor 44 Tahun 2015, Pasal biaya
Biaya investasi
operasional dan biaya
tidak langsung operasionalDikti
(Permenristek penunjang
Nomorperkuliahan PAI meliputi:
44 Tahun 2015, Pasal 40).(a)
pengadaan sarana dan prasarana bagi perkuliahan PAI dan pengembangan
Biaya investasi dan biaya operasional penunjang perkuliahan PAI meliputi: dosen
(a)
PAI; (b) pembiayaan kegiatan mentoring agama Islam:
pengadaan sarana dan prasarana bagi perkuliahan PAI dan pengembangan dosen (c) pembiayaan
pengembangan
PAI; (b) pembiayaanbakat dan minat
kegiatanmahasiswa bidangagama
mentoring kerohanian.
Islam: (c) pembiayaan
pengembangan bakat dan minat mahasiswa bidang kerohanian.
D. KESIMPULAN
D. Standar
KESIMPULAN Nasional Pendidikan untuk penyelenggaraan PAI di PTU ini adalah
standar Standar
minimal Nasional
dan bersifat umum. Pengelola
Pendidikan PAI di PTU dapat merincinya
untuk penyelenggaraan PAI di PTU sendiri sesuai
ini adalah
dengan “kebutuhan”. Hal ini didasarkan kepada status otonomi PT,
standar minimal dan bersifat umum. Pengelola PAI di PTU dapat merincinya sendiri sesuai yang memiliki
kewenangan untuk mengatur
dengan “kebutuhan”. Hal inirumah tangganya
didasarkan sendiri
kepada secara
status “bebas”PT,
otonomi danyang
“bertanggung
memiliki
jawab”.
kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara “bebas” dan “bertanggung
jawab”.Tulisan ini dimaksudkan untuk melakukan standarisasi penyelenggaraan
perkuliahan PAI ini
Tulisan di PTU dengan mengacu
dimaksudkan untuk kepada Permenristek
melakukan Dikti Nomor
standarisasi 44 Tahun
penyelenggaraan
2015 tentangPAI
perkuliahan SNPT. Tujuannya
di PTU denganadalah
mengacuuntukkepada
menjamin penyelenggaraan
Permenristek perkuliahan
Dikti Nomor PAI
44 Tahun
di PTU yang bermutu. Sasaran mutu minimal untuk penyelenggaraan
2015 tentang SNPT. Tujuannya adalah untuk menjamin penyelenggaraan perkuliahan PAI perkuliahan PAI di
PTU harus mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan,
di PTU yang bermutu. Sasaran mutu minimal untuk penyelenggaraan perkuliahan PAI di yaitu: (1) standar
kompetensi lulusan; (2)
PTU harus mengacu standar
kepada isi pembelajaran;
8 (delapan) (3) standar
Standar Nasional proses pembelajaran;
Pendidikan, yaitu: (1) standar(4)
standar penilaian pembelajaran; (5) standar dosen dan tenaga kependidikan;
kompetensi lulusan; (2) standar isi pembelajaran; (3) standar proses pembelajaran; (4) (6) standar
sarana
standardan prasarana
penilaian pembelajaran;
pembelajaran; (5)(7) standar
standar pengelolaan
dosen dan tenagapembelajaran,
kependidikan;dan (6)
(8) standar
standar
pembiayaan pembelajaran.
sarana dan prasarana pembelajaran; (7) standar pengelolaan pembelajaran, dan (8) standar
pembiayaan pembelajaran.
REFERENSI
Direktorat
REFERENSI Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, 2004. Materi
Direktorat PerguruanPendidikan
Instruksional Tinggi Agama AgamaIslam IslamDepartemen
di Perguruan 2004. Jakarta:
TinggiRI,Umum.
Agama Materi
Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama
Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum. Jakarta: RI.
Hanafi,Direktorat
Yusuf. 2015. “Pergeseran
Perguruan TinggiParadigma
Agama Islam MataDepartemen
Kuliah Pendidikan
Agama RI.Agama Islam (PAI)
di Perguruan Tinggi Umum: Telaah atas Kurikulum
Hanafi, Yusuf. 2015. “Pergeseran Paradigma Mata Kuliah Pendidikan Agama Tahun 2000, 2002,Islam
dan 2013”,
(PAI)
halaman 199-206. Dalam Proceeding Seminar Nasional
di Perguruan Tinggi Umum: Telaah atas Kurikulum Tahun 2000, 2002, dan 2013”, ADPISI Bertema
Membangun
halaman 199-206.IndonesiaDalam
Berbasis Agama di Nasional
Nilai-Nilai Seminar
Proceeding UniversitasADPISI
Airlangga, 19-20
Bertema
November
Membangun 2015.
Indonesia Berbasis Nilai-Nilai Agama di Universitas Airlangga, 19-20
Keputusan
November 2015. 263/DIKTI/KEP/ 2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti
Dikti Nomor:
MataDikti
Keputusan kuliah Pengembangan
Nomor: Kepribadian
263/DIKTI/KEP/ 2000Pendidikan Agama pada Perguruan
tentang penyempurnaan kurikulum Tinggi
inti
di Indonesia. Depdiknas, 2000.
Mata kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama pada Perguruan Tinggi
Keputusan Direktur Depdiknas,
di Indonesia. Jenderal Pendidikan
2000. Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI,
Nomor:
Keputusan 38/DIKTI/KEP/2002
Direktur Jenderal PendidikanTentang Rambu-rambu
Tinggi Departemen Pelaksanaan
Pendidikan Kelompok
NasionalMataRI,
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Nomor: 38/DIKTI/KEP/2002 Tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata
Keputusan
KuliahMenteri Pendidikan
Pengembangan Nasionaldi Perguruan
Kepribadian Nomor: 232/U/2000
Tinggi. Tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: 232/U/2000 dan Penilaian Hasil Belajar
Tentang Mahasiswa.
Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa.

388 Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016
PENYELENGGARAAN PERKULIAHAN PAI DI PTU ... — [Yusuf Hanafi]

Pedoman Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) Pendidikan Agama Islam (PAI) di
Perguruan Tinggi Tahun 2014 (draft belum diterbitkan).
Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristek Dikti) Nomor 44
Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Surat Keputusan Dikti Nomor 38 Tahun 2002 tentang Mata Kuliah Pengembangan
Kepribadian.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Prosiding The 1st UPI International Conference on Islamic Education 2016 389
Catatan

Anda mungkin juga menyukai