i
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dewan Redaksi
Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A.
Prof. Dr. Phil Kamaruddin Amin, M.A.
Prof. Dr. H. Arifuddin Siraj, M.Pd.
Dr. H. Muammar Bakri, Lc., M.Ag.
Dr. H. Abd. Muis Said, M.Ed, TESOL.
Dr. Muh. Rusydi, S.Pd.I., M.Pd.I.
Pimpinan Redaksi
Mansyur, S.Pd.I., M.Pd.I.
Sekretaris Redaksi
Nurul Haeriyah Ridwan, S.E., M.Pd.
Editor Pelaksana
Mukdar Boli, S.Pd.I., M.Pd.I.
Husnussaadah, S.Pd.I., M.Pd.I.
Editor Bahasa
Abdullah Jawawi, S.Pd.I., M.Pd.I.
ii
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR ISI
1. PROSPEK PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN ISLAM DI
INDONESIA
Taqdir
iii
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
iv
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Oleh :
Takdir, S. Pd. I., M. Pd. I.
ABSTRAK
Prospek pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional dapat
dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu: pertama, dari sudut pandang
sosiologis pendidikan agama Islam mempunyai akar sosiologis yang
mengakar pada masyarakat. Kedua, dari sudut pandang yuridis pendidikan
agama Islam mempunyai legitimasi yang kuat dalam konstitusi negara dan
dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga, dari sudut pandang politik
pendidikan agama Islam didukung pranata-pranata politik yang kuat.
Peningkatan mutu pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
nasional diimplementasikan melalui peningkatan mutu pendidikan Islam
dari segi kurikulum untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap peserta didik, dan peningkatan pendidikan Islam segi sumber
daya manusia yang intelek memiliki iman, takwa, budi pekerti luhur, dan
skill serta dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya
baik hubungan kepada Allah swt maupun hubungan dengan manusia.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan masalah yang sangat urgen dan aktual sepanjang
zaman. Dengan pendidikan, orang mengerti akan dirinya dan segala potensi
kemanusiaannya, menyadari sekaligus menghayati keberadaannya di hadapan
Khaliknya. Eksistensi pendidikan di era ilmu pengetahuan dan teknologi
dewasa ini, semakin dirasakan sebagai sebuah kebutuhan yang mendesak
dalam menjawab berbagai tantangan dan arus tuntutan perubahan yang ada.
Pendidikan Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimami,
bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari
1
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
1
Depdiknas, Kurikulum 2004 Standar Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas
dan Madrasah Aliyah (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2007), h. 7.
2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. IV; Jakarta: Rajawali Press, 2000), h. 81.
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran (Cet. VII; Bandung: Alfabeta, 2009),
h. 12.
4
BSNP dan Departemen Pendidikan Nasional, Model Silabusddan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam SMP/MTs (Dirjen Menejemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Pertama, Tahun 2007), h. 1.
2
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah
atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan
madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.5
Kendatipun dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 telah
ditegaskan bahwa tidak terdapat perbedaan antara pendidikan agama Islam
dengan pendidikan lainnya, tetapi dalam kenyataan masih ditemukan
kecenderungan yang membedakan antara keduanya. Implikasinya adalah
formalisasi pendidikan Islam baik dalam bentuk mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam, maupun dalam bentuk lembaga madrasah masih mendapat
perlakuan yang diskriminatif.
Dinamika pendidikan Islam di Indonesia memperlihatkan suatu bentuk
yang konfiguratif dengan kebijakan pemerintah. Sehingga pendidikan Islam di
Indonesia belum menemukan formalisasinya yang sejati, paling tidak pengaruh
politik negara yang mengitarinya belum sepenuhnya memihak.6
Namun demikian, kenyataan ini tidak berarti mengabaikan substansi
pendidikan Islam dalam arti tidak mempunyai kemandirian dan prinsip tersendiri,
melainkan variasi bentuk dan pola pendidikan Islam justru disebabkan oleh
keuniversalan pendidikan Islam itu sendiri. Implikasi dari keuniversalan inilah
sehingga pendidikan Islam dapat mengambil bentuk pada semua tempat dan
waktu, tanpa harus meninggalkan identitasnya. Karena sifatnya yang demikian
maka pendidikan Islam dapat menampilkan bentuk dan pola yang beragam sesuai
dengan kondisi dan situasi yang mengitarinya. 7
B. Permasalahn
5
Ikhrom, Peningkatan Mutu Masrasah pada Era Otonomi Daerah Studi Manajemen
Berbasis Sekolah (Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2001), h. 87.
6
Marzuki Wahid, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan Transformasi
Pesantren (Cet. III; Bandung: Pustaka Hidayah, 2004), h. 191.
7
Ibid.
3
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
II. PEMBAHASAN
1. Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama: Ketuhanan
Yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa
Indonesia harus percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, atau tegasnya
harus beragama.
2. Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD 1945 dalam Bab XI pasal 29
ayat 1 dan 2 yang berbunyi: (a) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa; (b) Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu.8
8
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Cet. VJakarta: PT. Rosdakarya,
2004) h. 5.
4
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi Negeri", di samping pengakuan bahwa
"Pesantren dan Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang otonom di bawah
pembinaan Depatemen Agama". 9
Dari bunyi UUD tersebut, secara konstitusional juga memberikan
pengertian bahwa masyarakat bangsa Indonesia harus beragama.
9
Muhaimin, Peningkatan Mutu Masrasah Pada Era Otonomi Daerah (Yogyakarta:
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2003), h.13.
10
Abdul Majid dan Dian Andani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004 (Cet III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 133.
11
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam (Ed. I, Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 7.
5
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Maha Esa, berakhlak yang mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. 12
Mencermati pasal 1 Ayat 5 dan Pasal 4 UUSPN 2003 tersebut, terlihat
bahwa pendidikan agama Islam berada pada posisi strategis, karena orientasi
pelaksanaannya bukan hanya pada pengembangan IQ akan tetapi EQ dan SQ
secara harmonis. Hal ini terlihat dari amanat Pasal 13 Ayat 1 huruf a UUSPN
2003, yaitu “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama”.13 Dengan mengacu pada pasal ini, pesan edukasi yang
diharapkan agar pendidikan mampu melahirkan out put yang beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia dan memiliki kualitas yang tinggi.
Mengacu pada UUD 2003 di atas, ada beberapa pasal yang terkait dengan
pendidikan agama Islam sehingga pendidikan agama Islam di Indonesia diakui
keberadaannya dalam sistem pendidikan nasional, yang dibagi kepada tiga hal.
Pertama, pendidikan Islam sebagai lembaga formal, kedua, pendidikan agama
Islam sebagai mata pelajaran, dan ketiga, pendidikan Islam sebagai nilai. 14
Secara eksistensial, pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan
nasional, tidak dipermasalahkan. Dalam pasal 36 dan 37 Undang-undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara tegas mewajibkan
pendidikan agama Islam untuk dimasukkan sebagai kurikulum pada setiap jenjang
pendidikan. Pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Pada diktum ini yang dimaksudkan dengan beriman dan
bertakwa adalah sesuai dengan agama peserta didik. Oleh karena itu, arah
12
UU R.I. No. 20, Tahun 2003 Tentang Sisdiknas (Jakarta: Dirjen Pend. Dasar dan
Menengah Bagian Proyek Penilaian Hasil Belajar Tahap Akhir Nasional, 2003), h. 5.
13
Ibid.
14
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia
(Cet. 1; Jakarta: Prenada Media, 2004),h. 4.
6
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
pendidikan agama Islam pada setiap jenjang pendidikan memiliki pola
konfensional.15
Diharapkan terwujud dalam kehidupan sehari-hari yaitu prilaku yang
memancarkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat
yang terdiri dari berbagai golongan agama, prilaku yang bersifat kemanusiaan
yang adil dan beradab, prilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam
masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan kepentingan; baik kepentingan
golongan maupun perorangan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau
kepentingan dapat diatasi melalui musyawarah dan mufakat.
Kaitannya dengan hal tersebut, formalisasi pendidikan agama Islam dalam
sistem pendidikan nasional, dilakukan melalui dua jalur pokok, yaitu:
15
M. Saerozi, Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme: Telaah Histories Atas
Kebijakan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana Yoga,
2004), h. 29.
16
Abdul Mudjib, Strategi Pendidikan Islam di Era Reformasi, dalam Jurnal Attarbiyah:
Kajian Agama, Budaya dan Kependidikan, Nomor 1. Th. XIII Januari-Juni, 2002, h. 58-59.
7
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Islam, lintas zaman, lintas budaya dan lintas wilayah. Dengan demikian,
formalisasi pendidikan agama Islam dipandang sangat prospektif untuk
diwujudkan dalam semua sistem pendidikan, termasuk dalam sistem pendidikan
nasional di Indonesia.
Pendidikan Islam mempunyai akar sejarah, budaya, dan agama yang kuat
di Indonesia. Oleh karena itu, berbicara tentang pendidikan Islam pada dasarnya
berbicara tentang pendidikan nasional. Artinya, membicarakan pendidikan
nasional tanpa membicarakan pendidikan Islam merupakan pengingkaran
terhadap fakta sejarah, budaya, dan agama. Dengan demikian, keberadaan
pendidikan Islam di Indonesia mempunyai landasan yang kuat dan kokoh.
Agama Islam merupakan agama yang mayoritas dianut oleh penduduk
bangsa Indonesia. Oleh karena itu, penduduk bangsa Indonesia banyak diwarnai
dan dipengaruhi oleh norma-norma ajaran Islam. Demikian pula dalam konteks
pendidikan agama Islam menempati posisi yang amat penting dan strategis.
Bahkan pendidikan agama Islam telah memberikan kontribusi yang cukup
signifikan dalam perkembangan pendidikan nasional.
Dalam konteks inilah, maka wacana formalisasi pendidikan agama Islam
dalam sistem pendidikan nasional menemukan titik signifikansinya. Artinya
bahwa formalisasi pendidikan agama Islam dipandang sebagai upaya untuk
memaksimalkan pelaksanaan pendidikan Islam melalui jalur formal. Fakta sejarah
menunjukkan bahwa pendidikan Islam merupakan basis pendidikan di Indonesia
dan telah berperan dalam mewujudkan bangsa Indonesia yang merdeka. Oleh
karena itu, pendidikan agama Islam harus ditegaskan eksistensinya dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia.
Dengan demikian, hubungan ideal antara pendidikan (agama) Islam dan
pendidikan nasional adalah keduanya harus ditempatkan secara komplementer dan
integratif.17 Idealisasi pola hubungan antara kedua sistem pendidikan ini akan
17
Dedi Djubaedi, Pemaduan Pendidikan Pesantren-Sekolah: Telaah Teoritis dalam
Perspektif Pendidikan Nasional (Cet. II; Jakarta: Grafindo Persada, 2005), h. 181.
8
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
menjamin keterpaduan dalam merealisasikan tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
diperlukan adanya integrasi pendidikan agama Islam ke dalam sistem pendidikan
nasional, di satu pihak akan memberikan ruang gerak yang luas dan kesetaraan
eksistensi secara yuridis dan sistemik. Di pihak lain, meniscayakan terciptanya
sistem pendidikan nasional yang paripurna.
Prospek formalisasi pendidikan agama Islam dalam sistem pendidikan
nasional, dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain: pertama, dari sudut
pandang sosiologis pendidikan agama Islam mempunyai akar sosiologi yang kuat
ditengah masyarakat Islam Indonesia. Oleh karena itu, akar sosiologi terbentuk
dan berkembangnya pendidikan agama Islam di Indonesia merupakan potensi
besar bagi setiap upaya pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Realitas
sejarah menunjukkan bahwa akar kekuatan pendidikan agama Islam di Indonesia
bukan hanya terletak pada jaringan sistem pengorganisasian, akan tetapi tertanam
kokoh pada jaringan sosial masyarakat muslim yang independen dan otonom. 18
Atas dasar inilah sehingga dikatakan bahwa akar sosiologis yang mengakar
menjadi potensi bagi perwujudan formalisasi pendidikan agama Islam. Implikasi
dari ikatan-ikatan sosiologis menjadikan pendidikan agama Islam dalam proses
interaksinya mudah dan dapat diterima. Pada gilirannya memberikan prospek
yang besar bagi pendidikan agama Islam untuk diformalisasikan dalam sistem
pendidikan nasional.
18
Slamet Effendi, Dinamika Kaum Santri: Menelusuri Jejak dan Pergolakan Internal NU
(Cet. VI; Jakarta: Rajawali Press, 2003), h. 1.
9
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
19
Yusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam (Cet. IV; Jakarta: Gema Insan Press,
2003), h. 19.
20
Azyumardi Azra, Paradikma Baru Pendidikan Nasional (Cet. 1; Jakarta: Buku Kompas,
2002), h. 76.
10
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
1. Peningkatan Mutu Pendidikan Islam dari segi kurikulum
Kurikulum pendidikan merupakan jalan yang terbaik untuk mendidik dan
meningkatkan kapabilitas generasi muda sehingga mampu mengembangkan bakat
dan keterampilan yang mereka miliki untuk menjalankan hak dan kewajibannya,
memikul tanggung jawab terhadap diri dan keluarga, dan turut serta secara aktif
untuk kemajuan masyarakat dan bangsa.21
Masa depan suatu bangsa ditentukan oleh generasi mudanya, kualitas
suatu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecap oleh
anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima di
sekolah. Apa yang akan dicapai di sekolah ditentukan oleh kurikulum sekolah itu.
Maka dapat dipahami bahwa kurikulum adalah sebagai alat vital bagi
perkembangan bangsa dan negara dapat pula dipahami betapa pentingnya
mengembangkan kurikulum itu. Dengan demikian, berbagai upaya yang telah
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia,
dalam menghadapi perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan
masyarakat Indonesia pada khususnya, salah satunya adalah pengembangan
kurikulum.
Sejak Indonesia merdeka, dunia pendidikan telah mengenal berbagai
kurikulum yang datang silih berganti, mulai dari kurikulum 1947, kurikulum
tahun 1950-an, kurikulum tahun 1964, kurikulum tahun 1968, kurikulum tahun
1975, kurikulum tahun 1984, kurikulum tahun 1994, kurikulum tahun 2004 yang
dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan
oleh pemerintah, tetapi sempat berlaku di beberapa sekolah piloting project), dan
terakhir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan
pemerintah melalui Permen Diknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi,
Permen Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Permen
nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan kedua Permen tersebut.22
21
Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam (Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang, 2004),
h. 476.
22
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI. tentang SISDIKNAS (Departemen
Agama RI. Dirjen Pendidikan Islam, 2006), h. 154. Lihat, Kunandar, Guru Profesional,
11
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
12
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan
dicapai.25
Dari serangkaian perubahan kurikulum, yang didasarkan atas hasil
penilaian nasional pendidikan (national assesment), hanya kurikulum 1975 dan
kurikulum PPSP 1974-1981 (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan). Selebihnya
merupakan perubahan yang didasarkan atas asumsi teoretik, bukan atas dasar
temuan-temuan hasil evaluasi yang dilakukan secara sistimatik. Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika akan kesulitan untuk menjawab pertanyaan tentang
seberapa jauh kurikulum 1975, 1984, 1994, dan 2004 mempengaruhi keberhasilan
peningkatan mutu pendidikan.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang lahir karena dianggap
Kurikulum Berbasis Kompetensi masih sarat dengan beban belajar. Dalam KTSP
beban belajar peserta didik sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan
(sekolah, guru, komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan
kurikulum, seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen
kurikulum lainnya. Namun, keterandalan dan keunggulan kurikulum ini pun
masih perlu diuji di lapangan dan waktu nanti yang akan menjawabny, bahkan
kurikulum tersebut diganti kemabli.
2. Peningkatan Pendidikan Islam segi Sumber Daya Manusia
Sekolah dan Madrasah, lebih terpacu untuk mengembangkan sumber daya
manusianya agar mampu bersaing. Salah satu upaya dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup manusia adalah dengan pendidikan. Dengan kata lain, pendidikan
bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan mengubah prilaku serta
meningkatkan kualitas manusia menjadi lebih baik dan sekaligus meningkatkan
mutu pendidikan.
Dalam konteks ini, Madrasah Aliyah sebagai lembaga pendidikan Islam
alternatif masa depan diharapkan mampu menyiapkan kualitas sumber daya
manusia yang memiliki kedalaman spiritual (iman dan takwa) dan keunggulan
moral. Sehingga dalam rangka peningkatan kualitas out put Madrasah Aliyah
25
Ibid.
13
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
26
Dawam Rahardjo, Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional (Cet. IV; Jakarta:
Intermasa, 2008), h. 173.
14
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
kewirausahaan adalah kemampuan dan etos untuk menciptakan kegiatan produktif
bagi dirinya dan masyarakat.27
Paradigma pengembangan kualitas out put pendidikan pada Madrasah
Aliyah tersebut di atas, pada gilirannya akan melahirkan out put, yaitu sebagai
berikut:
1) Manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt., sehingga tercipta
kepribadian dan tatanan masyarakat yang dinamis yang memiliki
perspektif moral.
2) Manusia yang percaya diri, memiliki kemandirian dan kreatif, manusia
yang memiliki orientasi yang kuat pada penguasaan ilmu dan teknologi,
memiliki dinamika batiniyah (inner dynamic) yang kuat untuk meraih
kemajuan, dan pro aktif dalam memberikan kontribusi terhadap
terwujudnya suatu masyarakat yang maju dalam peradaban ilmu dan
teknologi.
3) Manusia yang sebagai bagian dari masyarakat global, yang memiliki
semangat dinamis, inovatif, dan kompetitif dalam suasana kooperatif penuh
rasa persaudaraan, toleransi, dan semangat kemanusiaan universal.
4) Manusia yang beradab yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama, dan
nilai-nilai luhur dan kepribadian yang telah mengakar dalam tatanan
masyarakat Indonesia.28
Secara sederhana, dalam memasuki abad ke-21 dewasa ini tuntutan
kualitas sumber daya manusia yang harus dipersiapkan dalam pendidikan Islam
adalah out put yang memiliki kecerdasan, keterampilan, dan berkepribadian
(beriman, bertakwa, dan bermoral).
III. KESIMPULAN
A. Prospek pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional pada tataran
praktis dapat dilakukan melalui jalur struktural mempunyai peluang besar
27
Syamsul Nizar, Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis) (Cet. I;
Jakarta : Ciputat Press, 2002), h. 182-183.
28
Ibid.
15
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
untuk diwujudkan. Paling tidak dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu:
pertama, dari sudut pandang sosiologis pendidikan agama Islam mempunyai
akar sosiologis yang mengakar pada masyarakat. Kedua, dari sudut pandang
yuridis pendidikan agama Islam mempunyai legitimasi yang kuat dalam
konstitusi negara dan dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga, dari sudut
pandang politik pendidikan agama Islam didukung pranata-pranata politik
yang kuat.
B. Peningkatan mutu pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional
diimplementasikan melalui peningkatan mutu pendidikan Islam dari segi
kurikulum untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
peserta didik, dan peningkatan pendidikan Islam segi sumber daya manusia
yang intelek memiliki iman, takwa, budi pekerti luhur, dan skill serta dapat
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-harinya baik hubungan kepada
Allah swt maupun hubungan dengan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
16
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Ikhrom. Peningkatan Mutu Masrasah pada Era Otonomi Daerah Studi
Manajemen Berbasis Sekolah. Yogyakarta: Perpustakaan UIN Sunan
Kalijaga, 2001.
Kunandar. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Ed. 1; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2007.
Langgulung, Hasan. Falsafah Pendidikan Islam. Cet. V; Jakarta: Bulan Bintang,
2004.
Majid, Abdul dan Dian Andani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Cet III; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006.
Mudjib, Abdul. Strategi Pendidikan Islam di Era Reformasi, dalam Jurnal
Attarbiyah: Kajian Agama, Budaya dan Kependidikan, Nomor 1. Th. XIII
Januari-Juni, 2002.
Muhaimin. Peningkatan Mutu Masrasah Pada Era Otonomi Daerah. Yogyakarta:
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, 2003.
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Cet. IV; Jakarta: Rajawali Press, 2000.
Nizar, Syamsul. Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis).
Cet. I; Jakarta : Ciputat Press, 2002.
Rahardjo, Dawam. Keluar dari Kemelut Pendidikan Nasional. Cet. IV; Jakarta:
Intermasa, 2008.
Saerozi, M. Politik Pendidikan Agama dalam Era Pluralisme: Telaah Histories
Atas Kebijakan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia. Cet. I;
Yogyakarta: Tiara Wacana Yoga, 2004.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran. Cet. VII; Bandung: Alfabeta,
2009.
Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Cet. V; Jakarta: PT.
Rosdakarya, 2004.
UU R.I. No. 20, Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Jakarta: Dirjen Pend. Dasar dan
Menengah Bagian Proyek Penilaian Hasil Belajar Tahap Akhir Nasional,
2003.
Wahid, Marzuki. Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan
Transformasi Pesantren. Cet. III; Bandung: Pustaka Hidayah, 2004.
Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam (Ed. I, Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
17
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
MANSYUR
Staf Pengajar Di Institut Parahikma Indonesia
Abyed_elfaqieh23@yahoo.com
ABSTRAK
Masalah mutu pendidikan menjadi isu menarik yang menjadi
perhatian serius di kalangan masyarakat terdidik. Mutu pendidikan
tersebut dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan manajemen
pendidikan, dan difokuskan penelitiannya pada salah satu lembaga
pendidikan.
Lembaga pendidikan yang menjadi fokus penelitian ini adalah
MAN Bontoharu dengan pokok masalah faktor-faktor apa yang
terkait dengan kegiatan manajemen pendidikan pada MAN
Bontoharu. Sebagai sub masalahnya adalah bagaimana tingkat mutu
pendidikan pada MAN Bontoharu, dan faktor-faktor apa yang
mendukung mutu pendidikan pada MAN Bontoharu tersebut.
Permasalahan dalam penelitian ini, dibahas dan dijawab secara
deksriptif, yakni menggambarkan obyek penelitian sesuai dengan
kenyataan yang ditemukan melalui penelitian lapangan (field
research). Metode penelitian yang digunakan adalah populasi dan
sampel random. Pengumpulan datanya melalui observasi,
kuesioner, dan dokumentasi. Pengolahan dan analisis datanya
melalui kualitatif dengan cara membagi hasil data dengan distribusi
frekuensi.
Hasil akhir penelitian ini, menunjukkan bahwa mutu pendidikan
dalam arti kualitas dan prestasi belajar yang dicapai siswa-siswa
MAN Bontoharu dalam kategori baik. Faktor-faktor utama yang
mendukung mutu pendidikan tersebut adalah sistem sileksi calon
siswa yang ketat, kualitas guru MAN Bontoharu selama ini cukup
memadai sehingga proses belajar di madrasah berjalan dengan baik.
Faktor lain yang mendukungnya adalah implementasi K13, dan
adanya manajemen organisasi yang baik.
I. PENDAHULUAN
Eksistensi lembaga pendidikan di era ilmu pengetahuan dan teknologi
dewasa ini, semakin dirasakan sebagai sebuah kebutuhan yang mendesak
dalam menjawab berbagai tantangan dan arus tuntutan perubahan yang ada.
Dalam merespon kondisi faktual empiris, lembaga pendidikan terutama
lembaga pendidikan Islam yang dinilai sudah eksis, menjadi semakin
signifikan bagi masyarakat dalam upaya membentuk generasi muslim yang
berdaya guna dan berhasil guna pada masa yang akan datang.
Berkaitan dengan mutu pendidikan, A. Mukti Ali menjelaskan bahwa
apabila pendidikan telah disadari sebagai sebuah bentuk investasi, maka
perencanaan hasil pendidikan menjadi sesuatu yang urgent, bahkan menjadi
sangat dibutuhkan. Dalam hubungan ini, harus dipikirkan sungguh-sungguh
tentang penyesuaian dan keselarasan pendidikan dengan kebutuhan bangsa
yang telah membangun. 29 Apa yang dikemukakan A. Mukti Ali ini dapat
dijadikan sebagai tolak ukur untuk menilai mutu pendidikan.
Pengertian mutu atau kualitas pendidikan terkait banyak komponen
yang saling mempengaruhi, perubahan dari pengaruh itulah yang sering
dibahasakan dengan perubahan kualitatif yakni menyangkut
hubungan-hubungan dalam pendidikan dimana pendidik dan anak didik
memungkinkan bertemu, atas dasar itulah sehingga pendekatan yang
digunakan untuk menentukan pendidikan yang berkualitas tinggi adalah
dengan manajemen yang baik, terutama dari segi proses atau sistem pengajaran
yang betul-betul mendidik.
Keberadaan Madrasah Aliyah memang seringkali berhadapan dengan
problematika manajemen pendidikan, dan karena itu maka pola manajemen
29
A. Mukti Ali, "Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Bangsa" dalam
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Nomor 2, Vol. 1 (Yogyakarta : Fak. Tarbiyah IAIN Sunan
Kalijaga, 1991), h. 11.
19
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
30
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praltek
(Cet.II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 230.
20
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
3. Perpustakaannya, dan sarana prasarana lainnya, apakah telah mendukung
peningkatan mutu pendidikan.
4. Rasio guru dan siswanya, apakah telah seimbang. Karena hal tersebut
merupakan salah satu faktor meningkatnya mutu pendidikan pada
madrasah.
5. Suasana sekolah dan suasana kelas sebagai tempat asimilasi dalam proses
belajar dan mengajar, apakah telah layak dan mendorong siswa ke arah
peningkatan mutu pendidikan.
Identifikasi masalah yang disebutkan di atas, menyebabkan penulis
terpanggil untuk mengadakan penelitian dalam rangka mendeskripsikan mutu
pendidikan di MAN Bontoharu.
A. Lokasi Penelitian
Moleong menyatakan bahwa, pemilihan lokasi penelitian diarahkan
oleh teori substantif yang ada dalam bentuk hipotesis kerja. Untuk keperluan
substantif atau empiris dalam inkuiri, sistem interview suatu ilmu pengetahuan,
antropologi dan psikologi, baru akan tetap setelah dikonfirmasikan dengan data
31
A. Kadir Ahmad, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. I;
Makassar: CV. Indobis Media Centre, 2003), h. 46
21
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tabel 1
Populasi Penelitian
Komponen Kelas I Kelas II Kelas III
No Jumlah
Program Umum IPA IPS IPA IPS
Kelas (Rombongan
2 4 1 1 1 1 8
belajar)
3 Siswa 113 25 32 17 31
218
Jumlah Populasi 113 57 48
32
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. III ; PT. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 1999), h. 21.
22
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Model pengambilan sampel tersebut adalah random sampling atau
sampel acak. Teknik sampling ini dinamakan sampel, demikian menurut
Suharsimi, karena dalam pengambilan sampelnya peneliti mencampur
subyek-subyek di dalam populasi, sehingga semua subyek dianggap sama. 33
Mengenai sampel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2
Sampel Penelitian
Komponen Sampel
Jumlah Sampel
Kelas I Kelas II Kelas III
Lk Pr Lk Pr Lk Pr
150
40 40 20 20 13 17
33
Suharsimi Arikunto, op. cit., h. 107.
34
Ibid., h. 192.
23
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
4. Dokumentasi
Adapun metode dokumentasi yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah mengambil data-data dari MAN Bontoharu sebagai pelengkap data,
misalnya; data jumlah siswa, guru, dan termasuk data-data yang ber-kenaan
dengan gambaran umum mengenai keberadaan madrasah tersebut.
2. Data sekunder adalah data yang penulis peroleh kepala sekolah, guru-
guru, pegawai administrasi melalui wawancara. Termasuk pula data
sekunder di sini adalah hasil telalahan dalam berbagai literatur, serta
informasi lainnya yang ada kaitannya dengan masalah mutu pendidikan
24
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dan manajemen pendidikan. Data skunder ini, merupakan tambahan
keterangan untuk data primer tadi.
35
Sofanul Hidayatullah, Kepala MAN Bontoharu, Wawancara, Bontoharu
Selayar, 17 Maret 2018.
25
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
didirikan, dan sebagai kepala sekolah pertama adalah H. Abd. Kadir Kasim,
yang merangkap sebagai Ketua Pendiri lembaga pendidikan tersebut.
Status PGA 6 Tahun Bontoharu Benteng Selayar berlangsung selama 12 tahun
6 bulan, yakni mulai sejak berdirinya tanggal 1 Januari 1968 sampai dengan 30
Juni 1980. Selama dalam rentang waktu tersebut, telah terjadi empat kali
peralihan kepemimpinan yang secara berturut-turut
Tabel 7
Penguasaan terhadap mata pelajaran
Responden
No Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1 Menguasai/Memahami 97 64,67%
2 Kurang menguasai 45 30%
3 Tidak menguasai 8 5,33%
Jumlah 150 100%
Sumber Data : Hasil Kuisioner No. 1
37
Hasil survey penulis terhadap Buku Rapor siswa Kelas I -III di setiap Program
Jurusan pada MAN Bontoharu.
26
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
menyatakan tidak menguasai. Dengan demikian, dipahami bahwa rata-rata
siswa MAN Bontoharu selama ini mampu menguasai dan atau memahami mata
pelajaran yang diikutinya dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
Kaitannya dengan itu, berikut ini dikemukakan tabel tentang bagaimana
sikap mereka dalam menerima pelajaran di kelas.
Tabel 8
Sikap Siswa ketika Guru Mengajar di Kelas
Responden
No Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1 Memperhatikan apa yang dijelaskan guru 146 97,33%
2 Kurang memperhatikan 3 2,00%
3 Tidak memperhatikan 1 0,67%
Jumlah 150 100%
Sumber Data : Hasil Kuisioner No. 2
27
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
28
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
pada malam hari, yakni dengan cara membaca ulang materi yang telah
dipelajari di sekolah di bawah bimbingan orangtua masing-masing di rumah.38
Untuk mengetahui hal tersebut, dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 11
Kualifikasi nilai/angka hasil belajar Siswa
Responden
No Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1 Tinggi 119 79,3%
2 Sedang 28 18,7%
3 Rendah 3 2%
Jumlah 150 100%
Sumber Data : Hasil Kuisioner No. 5
38
Rusdin B, Amrullah Hasan, Arlang Gauk, Ahmad Rifai, Syahrul, Muh. Ikbal,
Hamriana, Rukayyah Daud, Muh. Nakir, Abd. Rahman, Syahrul, siswa -siswa MAN
Bontoharu, Hasil Wawancara, tanggal 23 Maret 2018.
29
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tabel 12
Bentuk tugas yang dominan diberikan
guru kepada siswa
Responden
No Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1 Ulangan harian 102 68%
2 PR (Pekerjaan Rumah) 29 19,3%
3 Tugas tambahan di luar jam pelajaran (Les) 19 12,7%
Jumlah 150 100%
Sumber Data : Hasil Kuisioner No. 6
Tabel 12 di atas menunjukkan bahwa dari 150 responden, 102 siawa
atau 68 % menjawab bahwa ulangan harian lebih dapat memotivasi mereka
untuk meningkatkan mutunya dalam hal ini untuk lebih berpretasi dalam
belajar. Selebihnya yakni 29 siswa, atau 19,3% menjawab bahwa dengan tugas
berupa PR (pekerjaan rumah) dapat memotivasi mereka, selebihnya lagi yakni
19 siawa atau 12,7% menyatakan bahwa dengan tugas tambahan di luar jam
pelajaran (Les) menyebabkan diri untuk lebih meningkatkan mutunya. Dari
sini dipahami bahwa faktor utama yang mempengaruhi siswa dalam hal mutu
adalah disebabkan selalu ada ulangan yang diberikan oleh guru di kelas.
Muhibbin Syah menyatakan bahwa ulangan merupakan model evaluasi
yang dapat diberikan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau
modul.39 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa para siswa menjadi giat belajar
kalau mengetahui akan ada ulangan. Oleh karena itu memberi ulangan ini juga
merupakan faktor terpenting dalam upaya memotivasi.
Di samping ulangan harian dan dan faktor lain lain yang dapat
mempengaruhi mutu siswa, tentu saja ada usaha lain bagi siswa secara
tersendiri untuk memotivasi dirinya. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel
berikut :
39
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Logos, 1999), h. 200.
30
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tabel 13
Yang sering lakukan siswa dalam meningkatkan
motivasi belajar
Responden
No Kategori Jawaban
Frekuensi Persentase
1 Belajar sendiri tanpa bantuan orang lain 1 0,7%
2 Belajar dengan bimbingan orangtua 3 2%
3 Belajar dengan bimbingan guru di sekolah 146 97,3%
Jumlah 150 100%
Sumber Data : Hasil Kuisioner No. 7
Tabel 13 di atas menunjukkan bahwa dari 150 responden, 1 atau 0,7%
menyatakan bahwa usaha lain yang sering dilakukan dalam rangka
meningkatan motivasi belajarnya adalah dengan cara belajar sendiri. 3 atau
atau 2% menyatakan belajar dengan bimbingan orangtua, dan yang terbanyak
adalah 146 atau 97% jumlah siswa yang menyatakan belajar dengan bimbingan
guru lebih memotivasi dirinya untuk peningkatan mutu, yakni berprestasi
dalam belajar.
31
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
rekrutmen siswa itu dilakukan dengan jalan menyaring kembali calon siswa
yang telah mendaftar sebelumnya melalui mekanisme tes masuk. Selanjutnya,
diterimalah calon siswa yang memiliki nilai tes sesuai dengan yang disepakati
bersama. Jadi, setelah nilai hasil tes-masuknya itu dirangking, maka
ditetapkanlah berapa orang yang akan diterima. Bila yang diputuskan itu
menerima 40 orang saja di setiap kelas, maka yang diambil adalah rangking 1-
40.
Dengan demikian siswa MAN Bontoharu sejak itu boleh dikata siswa
pilihan. Hal tersebut dimaksudkan untuk lebih mengarah pada peningkatan
mutu pendidikan. Karena peningkatan kualitas senantiasa menjadi target utama
pimpinan MAN Bontoharu, dan itu dimulai dari penyaringan calon siswa.
MAN Bontoharu melakukan upaya itu karena sadar bahwa berbagai jenis dan
jenjang lembaga pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di Sulawesi
Selatan pada khususnya diperhadapkan dengan berbagai masalah, terutama
yang berhubungan dengan rendahnya mutu pendidikan. Salah satu faktor untuk
meningkatkan mutu pendidikan ialah dengan alternatif memperketat seleksi
calon siswa sebagaimana yang disebutkan tadi. 40
40
Sofanul Hidayatullah Kepala MAN Bontoharu, Wawancara, Bontoharu Selayar,
17 Maret 2018.
41
Lihat H. Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Guru (Cet I; Semarang: CV.
Aneka Ilmu, 2003), h. 2
32
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dalam perspektif Islam, guru merupakan profesi yang amat mulia, karena
pendidikan adalah satu tema sentral Islam. Nabi Muhammad saw sendiri sering
disebut sebagai “pendidik kemanusiaan atau educator of mindkind”.42 Bagi
Islam, dan tentu saja implementasi berlaku setiap guru di MAN Bontoharu,
haruslah memiliki SDM yang bukan yang dapat diandalkan.
3. Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan ini meliputi pencapaian mutu pendidikan sesuai yang dicita-
citakan.
Mappanganro menjelaskan bahwa dalam pencapaian tujuan pendidikan,
terutama dalam pencapaian mutu dan kualitas pendidikan agama Islam di
sekolah, pelaksanaan kurikulum sebagaimana yang diatur dalam GBPP, harus
meliputi; (1) pendekatan pengamalan, yaitu pemberian pengamalan
keagamaan; (2) pendekatan pembiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengamalkan ajaran agamanya; (3) pendekatan
emosiaonal, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik
dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya; (4) pendekatan
rasional, yaitu usaha memberikan peranan kepada rasio akal dalam memahami
dan menerima kebenaran ajaran agama; (5) pendekatan fungsional, yaitu usaha
menyajikan ajaran agama Islam dengan menekankan kepada segi
kemanfaatannya bagi peserta didik. 43 Khusus bagi MAN Bontoharu selain
berupaya menerapkan kurikulum di sebagaimana yang dikemukakan
Mappanganro tersebut, juga MAN Bontoharu menggunakan Kurikulum
Pendidikan Nasional dan Departemen Agama.
4. Perpustakaan yang Memadai
42
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam (Cet I ;
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), h. 167
43
Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah (Cet.I; Ujung
Pandang: Yayasan Ahkam, 1996), h. 53-54
33
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
34
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
f. melakukan pemeliharaan buku-buku dan perlengkapan lainnya di
perpustakaan,
g. mengawasi penggunaan buku diperpustakaan,
h. menjaga terlaksananya tata tertib diperpustakaan,
i. melakukan tugas lain yang diberikan oleh kepala madrasah dan
menyusun laporan kegiatan perpustakaan. 44
5. Keorganisasian
Penetapan struktur organisasi dan tata kerja penyelenggaraan MAN
Bontoharu mengacu kepada surat keputusan Menteri Agama RI Nomor 370
dan 373 tahun 1993. Kedua surat keputusan tersebut berisikan tentang pola
penyelenggaraan organisasi dan kurikulum Madrasah Aliyah.
Untuk kelancaran dan terkoordinasinya pelaksanaan tugas organisasi
madrasah yang tergambar dalam struktur organisasi MAN Bontoharu, mulai
dari Kepala MAN dan wakil-wakil kepala madrasah dibantu oleh beberapa
Pembina yang terkait dengan bidang tugasnya masing-masing sehingga
program madrasah yang sudah ditetapkan dapat terwujud.
a. Tugas Kepala MAN Bontoharu
Kepala madrasah merupakan pucuk pimpinan dan orang yang paling
bertanggung jawab atas pengelolaan MAN Bontoharu.
Kepala madrasah dalam hal ini Sofanul Hidayatullah, M.Ag sebagai
mana yang dinyatakannya adalah Antara lain cara yang saya tempuh dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah ini adalah menjadikan pola
kepemimpinan sebagai Kepala MAN yang berdasar pada manajemen
organisasi, yakni mengkoordinasikan, mengarahkan, mengawasi, memotivasi
dan mengevaluasi segala yang terkait pada upaya penciptaan mutu pendidikan.
Kelima aspek ini, diyakini saling mempengaruhi. Di samping itu yang menjadi
penekanan adalah selalu mengarahkan pada guru untuk komitemen
mewujudkan mutu pendidikan yang berkualitas. Dalam hal ini, mengupayakan
44
Iskandar, S.Pd, Pembina Perpustakaan MAN Bonto haru, Wawancara, tanggal 15
Maret 2018.
35
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
45
Sofanul Hidayatullah, Kepala MAN Bontoharu, Wawancara, Bontoharu Selayar,
17 Maret 2018.
46
Sofanul Hidayatullah, dalam "Buku Agenda MAN Bontoharu" (t.d),
36
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
- Belajar mengajar
- Perkantoran
- Siswa
- Ketenagaan
- Perlengkapan
- Keuangan
- Perpustakaan
- Laboratorium
- Bimbingan dan konseling
- Hubungan dengan masyarakat.47
Struktur organisasi MAN Bontoharu dapat dipilah dalam empat komponen
organisasi yaitu: 1) Pengelola, 2) Pembina, 3) Pelaksana, dan 4) Pendukung.
Pengelola adalah pihak yang bertanggung jawab secara langsung untuk
memimpin dan menjalankan roda organisasi dan operasional Madrasah.
Pengelola Madrasah berada di bawah tanggung jawab Kepala Madrasah.
Secara operasional Kepala Madrasah dibantu oleh wakil Kepala Madrasah
(Wakamad) sebanyak 4 (empat) Wakil Kepala Madrasah (Wakamad Aliyah),
yang masing-masing membidangi garapan-garapan tertentu, yaitu Bidang
kurikulum, Bidang kesiswaan, Bidang sarana dan prasarana, Bidang hubungan
dan masyarakat.
Adapun tugas Wakamad MAN Bontoharu selama ini, dapat dilihat dalam
uraian berikut :
a. Wakamad Bidang Kurikulum
Tugas Wakamad bidang kurikulum dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Menyusun:
- Program pengajaran
- Pembagian dan uraian tugas
- Jadwal pengajaran
- Penjabaran jadwal kalender penjabaran
47
Ibid
37
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
- Evaluasi belajar
- Kriteria dan persyaratan kenaikan kelas dan kelulusan
- Peringkat kelas setiap semester
- Program penerusan
2) Memberikan administrasi wali kelas, guru, perpustakaan, laboratorium dan
guru piket.
3) Merencanakan, mengkoordinir dan mengawasi PBM tambahan.
4) Mengkoordinir dan membina lembaga bidang akademis.
5) Membantu kepala madrasah melaksanakan supervisi kelas.
6) Membina dan memeriksa pelaksanaan program wali kelas, pustakawan dan
laboran. 48
b. Tugas Wakamad Bidang Kesiswaan
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan secara rinci tugas Wakamad
bidang kesiswaan pada MAN Bontoharu sebagai berikut:
1) Menyusun :
- Program pembinaan kegiatan kesiswaan Osis, dalam rangka mengadakan
disiplin dan tata tertib siswa
2) Mengkoordinir, membina dan mengawasi:
- Upacara Bendera, SKJ, delapan K
- Try Out dan Try In
- Kegiatan UKS, PMR, Pramuka dan kegiatan lainnya
3) Menyelenggarakan LKMD
4) Memantau lulusan Madrasah
5) Memilih siswa teladan dan menerima beasiswa
6) Merencanakan dan membina karya wisata, KIR, majalah dinding,
orientasi madrasah.49
48
Nur Haedah, S. Ag, Wakamad Kurikulum MAN Bontoharu, Wawancara,
tanggal 28 Maret 2018.
49
Sofanul Hidayatullah, S.PdI, Wakamad Kesiswaan MAN Bontoharu,
Wawancara, tanggal 16 Maret 2018.
38
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
c. Tugas Wakamad Bidang Sarana dan Prasarana
Uraian tentang tugas dan Wakamad bidang sarana dan prasarana sebagai
berikut:
1). Menyusun program pengadaan, pemeliharaan dan pengamanan barang
inventaris yang berkaitan dengan KBM.
2). Mendayagunakan sarana dan prasarana
3). Menjaga stabilitas ekstra guru / karyawan
4). Merencanakan kegiatan pendayagunaan sarana dan prasarana madrasah
secara optimal.
5). Mencatat dan menginventarisasikan tropi, piala, dan piagam.
6). Membuat laporan.50
d. Tugas Wakamad Bidang Hubungan Masyarakat.
50
Drs. Bau Hawa, Wakamad Sarana Prasarana MAN Bontoharu, Wawancara,
tanggal 16 Maret 2018
51
Sofanul Hidayatullah, Kepala MAN Bontoharu, Wawancara, Bontoharu Selayar,
17 Maret 2018.
39
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
52
Ibid.
40
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Setiap semester dilaksanakan kegiatan, antara lain: menyelenggarakan
perbaikan sarana kegiatan belajar mengajar, peralatan kantor, peralatan praktek
dan lain-lain, menyelenggarakan evaluasi semester, menyelenggarakan
kegiatan evaluasi OSIS, UKS dan ekstra kurikuler lainnya, menyelenggarakan
semester meliputi pengumpulan nilai (leger), ketetapan nilai raport, catatan
siswa yang perlu mendapat perhatian khusus, pengisian nilai semester,
memanggil orang tua siswa sejauh diperlukan untuk pemberian informasi dan
konsultasi.
(5). Kegiatan Tahunan
Setiap akhir tahun dilaksanakan kegiatan menyelenggarakan penutupan
buku inventaris dan keuangan, menyelenggarakan UAS/ UNAS,
menyelenggarakan persiapan kenaikan kelas yang menyangkut kegiatan-
kegiatan pengisian daftar nilai (leger), penyiapan bahan untuk rapat guru,
pengisian raport dan hasil UAS/UNAS, upacara akhir tahun pelajaran,
kenaikan kelas, pembagian raport, penyelesaian STTB dan penamatan siswa
kelas III, menyelenggarakan evaluasi, pelaksanaan belajar mengajar yang
sudah dilakukan setahun silam, menyelenggarakan penyusunan rencana
perbaikan dan pemeliharaan madrasah, menyelenggarakan laporan akhir tahun
anggaran dan pelaksanaan kegiatan penerimaan siswa baru.
Sedangkan kegiatan awal tahun anggaran sangat diperlukan adanya
rencana kegiatan madrasah pada tahun yang akan datang yang meliputi
pembagian tugas mengajar, program satuan pengajaran, dan jadwal pelajaran,
kebutuhan buku pelajaran, buku pegangan guru, kelengkapan alat dan bahan
pelajaran dan rapat guru.
Selanjutnya dalam hal penataan administrasi, maka posisi tata usaha
MAN Bontoharu merupakan “tangan kanan” kepada Kepala Madrasah.
Kelompok tata usaha madrasah berperan ganda, sebagai “dapur” dan sekaligus
“wajah” madrasah.
Empat tugas pokok yang terkait dengan tanggung jawab ketatausahaan
pada MAN Bontoharu adalah:
41
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
53
Sitti Nafisah, Kapala Urusan Tata Usaha MAN Bontoharu, Wawancara, tanggal
16 Maret 2018
42
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Berdasar dari uraian yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
bahwa upaya peingkatan mutu pendidikan bagi MAN Bontoharu, merupakan
tuntutan yang makin mendesak dan tidak dapat dihindari, dan karena itu
penataan organisasi merupakan sesuatu yang sangat siginifikan bagi MAN
Bontoharu sebagaimana yang terlaksana selama ini. Faktor organisasi d
samping beberapa faktor lainnya telah dikemukakan, memiliki pengaruh
penting dalam pemutuan pendidikan dan hal itu menjadi perioritas bagi MAN
Bontoharu selama ini sebagaimana hasil analisis penulis yang telah
dikemukakan dalam uraian sebelumnya.
43
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
B. Saran
Berdasar dari hasil kesimpulan di atas, berikut ini dirumuskan saran
sebagai implikasi akhir dari penelitian ini yakni, oleh karena mutu pendidikan
pada MAN Bontoharu selama ini termasuk dalam kategori tinggi, maka
disarankan untuk tetap dipertahankan, bahkan lebih ditingkat kan lagi dengan
menggunakan berbagai upaya dan usaha yang dapat mengantar siswa ke arah
tersebut. Upaya penting yang harus dilakukan adalah hendaknya semua guru
saling bekerjasama dan aktif mendiskusikan program apa yang harus
dilaksanakan, kemudian diusulkan kepada Kepala Madrasah untuk dibuatkan
konsep implementasinya.
44
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an al-Karim
Ahmad, A. Kadir. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif. Cet. I;
Makassar: CV. Indobis Media Centre, 2003.
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan. Cet. I; Jakarta: Rineka
cipta, 1991.
Al-Ahwāniy, Ahmad Fū’ad. Al-Tarbiyah fī al-Islām. Mesir: Dār al-Ma’arif,
1979.
Ali, A. Mukti. "Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Bangsa" dalam
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Nomor 2, Vol. 1. Yogyakarta : Fak.
Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga, 1991.
Arifin, H.M. Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum. Cet III ; Jakarta :
Bumi Aksara, 1995.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Cet.
IX; Jakarta: Renika Cipta, 1993.
Arsyad, Azhar. Pokok-pokok Manajemen Pengetahuan Praktis Bagi
Pimpinan dan Eksekuti. Montreal, Exekutive Institute Fakulty Of
Managemen Mc Gill University, 1996.
Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Cet I ;
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998.
Basyir, K. H. Ahmad Azhar. Refleksi Atas Persoalan Keislaman. Bandung :
Mizan, 1994.
Brubacher, John S. Modern Philosophies of Education. New Delhi: Tata
Graw-Hill Publishing Company LTD, 1981.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Cet V; Jakarta: Bumi Aksara, 2004.
Daud, Wan Mohd. Nor Wan. The Educational Philosophy and Practice of
Syed Muhammad Naquib al-Attas, diterjemahkan oleh Hamid
Fahmi, et. all dengan judul Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam
Syed M. Naquib al-Attas. Cet. I; Bandung: Mizan, 2003.
Departemen Agama RI, Statistik Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam. Jakarta : Sekretariat Ditjen Binbaga
Islam, 2002.
45
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
46
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Al-Munawwir, Ahmad Warson. Kamus Al-Minawwir. Cet. II; Bangil:
Pesantren al-Munawwir, 1998.
Najamuddin, H. Syamsuddin. Efektifitas Penerapan Kurikulum Lokal dalam
Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan Siswa; Studi pada Madrasah
Tsanawiyah Swasta di Kabupaten Pinrang "Tesis Magister".
Makassar: Program Pascasarjana UMI, 2002.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Cet. III; Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Nitisemito, Alex S. Manajemen Suatu Dasar dan Pengantar. Cet. III; Jakarta
: Ghalia Indonesia, 1989.
Panglaykim dan Hazil Tanzil, Manajemen Suatu Pengantar. Cet. XV ; Jakarta
: Ghalia Indonesila, 1991.
Partanto, Pius A., dan M Dahlan al-Barry. Kamus llmiah Poputer. Surabaya :
Arkola, 1994.
Pongtuluran, Aris. Manajemen Mutu Total dalam Pendidikan, "Makalah"
disampaikan dalam Konfrensi Nasional Manajemen Pendidikan.
Jakarta : 2002.
Rahini, Husain. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Cet. I ; Jakarta :
PT. Logos Wacana Ilmu, 2001.
Saleh, Abdurahman. Pembaharuan Pendidikan Islam. Jakarta : Dewan
Pimpinan Gabungan Usaha Pembaruan Pendidikan Islam, 1993.
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet.VII; Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2000.
Saridjo, Marwan. Bunga Rampai Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta :
Direktorat Binibaga Islam Dep. Agama, 1996/1997.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Cet. IV; Jakarta:
Rineka Cipta, 2003.
Sudjana S., Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah
dan Pergembangan Sumber Daya Manusia. Cet III ; Bandung :
Falah Productiou, 2000.
., Metode Statistik. Bandung: Tarsito, 1984.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praltek.
Cet.II; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Supriadi, Dedi. Manajemen Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta : Adicita
Karya Nusa, 1999.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar; Dasar dan
Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Transito, 1982.
Surya, H. Mohamad. Percikan Perjuangan Guru. Cet I; Semarang: CV.
Aneka Ilmu, 2003.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Cet. II; Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2003.
47
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
48
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Rufaida Salam
Program Pendidikan Agama Islam
49
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
PENDAHULUAN
Pendidikan Islam yang terlakasana sebagai suatu sistem mengharuskan
berprosenya seluruh bagian menuju ke arah tujuan yang ditetapkan sesuai dengan
ajaran Islam. Proses tersebut baru dapat berjalan secara konsisten jika dilandasi
dengan pola dasar pendidikan yang mampu menjamin terwujudnya tujuan
pendidikan Islam.54 Dengan demikian, suatu sistem pendidikan Islam dari pola
yang membentuknya yakni dengan meletakkan nilai-nilai dasar agama sehingga
menjadi pendidikan yang bercorak dan berwatak Islam.
Segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu terjadwal dan didasari
oleh berbagai pertimbangan, serta diakhiri dengan suatu harapan agar terwujudnya
pencapaian tujuan sesuai dengan yang diingkan. Sudah merupakan fitrah bahwa
setiap manusia menginginkan kehidupan yang bermakna, baik untuk dirinya
maupun lingkungannya. Kehidupan yang bermakna memberikan kesadaran pada
diri manusia bahwa eksistensi (keberadaannya) dihargai. 55 Dengan demikian,
manusia menyadari bahwa kehidupan yang dijalani tidaklah sia-sia, tetapi
bermakna dan memberi nilai pada manusia untuk menyadari harga diri dan jati
dirinya.
Pendidikan juga merupakan bagian dari upaya yang membantu manusia
untuk memperloleh kehidupan yang bermakna sehingga memperoleh kebahagiaan
hidup. Sebagai proses, pendidikan memerlukan sebuah sistem yang terprogram
dan mantap, serta tujuan yang jelas agar arah yang hendak dituju mudah tercapai.
54H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner (Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h. 37. Bandingkan dengan
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 109.
55H. Jalaluddin, Teknologi Pendidikan (Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2001), h. 77.
50
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dasar pendidikan dihasilkan dari rumusan pemikiran yang terpola dalam
bentuk pandangan hidup. Sedangkan tujuan pendidikan dihasilkan dari rumusan
kehendak dan cita-cita yang akan dicapai, yang menurut pertimbangan dapat
memberi kebahagiaan dan makna hidup bagi manusia. Keduanya dirumuskan atas
dasar berbagai sudut pandang. 56 Dengan demikian, maka dasar dan tujuan
pendidikan menjadi beragam, tergantung dari latar belakang pemikiran,
pengalaman serta pendekatan yang digunakan.
Latar belakang ini bersumber dari falsafah hidup yang dianggap memiliki
nilai kebenaran oleh suatu masyarakat atau bangsa. Tentunya nilai tentang
kebenaran itu tidak sama dalam pandangan masyarakat yang berbeda.
Sehubungan dengan hal itu, maka dasar dan tujuan pendidikan Islam yang
menjadi bagian dari komponen sistem pendidikannya akan berbeda pula dengan
dasar dan tujuan pendidikan selainnya.
Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam dirumuskan dari nilai-nilai
filosofis yang kerangka dasarnya termuat dalam filsafat pendidikan Islam.57
Seperti halnya dengan dasar pendidikannya, maka tujuan pendidikan Islam juga
identik dengan tujuan Islam itu sendiri.
PEMBAHASAN
A. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam dari Tinjauan Al-Qur’an dan Hadis
Dasar pendidikan merupakan persoalan yang sangat fundamental dalam
pelaksanaan pendidikan. Sebab, dengan dasar tersebut ditentukan corak, warna
dan isi pendidikan itu sendiri. Dasar merupakan landasan untuk berdirinya sesuatu
dan mempunyai fungsi untuk memberi arah kepada tujuan yang ingin dicapai.
Mengenai dasar pendidikan Islam tentu, tidak terlepas dari sumber hukum Islam
itu sendiri yakni al-Qur’an dan Hadis.
Kedudukan al-Qur’an sebagai dasar dan sumber utama pendidikan Islam
dpat dipahami dari beberapa ayat al-Qur’an yang menunjukkan hal tersebut,
antara lain dalam QS. Shad (38): 29 sebagai berikut:
56Ibid., h. 79.
57Ibid., h. 89.
51
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
ب َٰ َ ك ِ َِلَ َّدبَّ ُر ٓوا ْ َء َايَٰتِهِۦ َو َِلَ َت َذ َّك َر أُ ْول ُوا ْ ۡٱۡلَ ۡل
ب
َ ۡ َ ُ َٰ َ ۡ َ َ ٌ َٰ َ
ٞ ك ُم َبَٰ َر كِتب أنزلنه إَِل
ِ
Terjemahnya:
Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.
58Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. II; Makassar: Yayasan Pendidikan Fatiya
2003), h. 127.
52
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
61
ِ سانِ ِه ا ً ْو يُن
َص َرانِ ِه ْ علَى اْل ِف
َ ط َر ِة فَاًبَ َواهُ ا ً ْن يُ َه ِودَانِ ِه ا ً ْوي ُ َم ِج َ ُ ُك ُل َم ْول ُ ْو ٍد ي ُ ْولَد
Artinya:
Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi atau Majusi atau Nasrani.
ۡ ُ ۡ ُّ ُ َ َ َّ َّ َۡ َ َ َۡ َۡ ََ
َس ِدين ِۖ ِ وَل تبغِ ٱلفساد ِِف ٱۡل
ِ ۡرض إِن ٱَّلل َل ُيِب ٱلمف
Terjemahnya:
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dengan demikian, tujuan terakhir dari pendidikan Islam itu terletak dalam
realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan,
masyarakat maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan.62 Dalam hal ini
telah dijelaskan dalam firman Allah swt dalam QS. Al-An’am (6): 162:
61Imam Hafidz Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asgalany, Shohih Bokhary (juz. III; Beirut
53
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Terjemahnya:
Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
54
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Manusia dalam meningkatkan sumber daya insaninya terikat dengan nilai-
nilai yang telah ditentukan oleh Allah. Dengan demikian, dalam filafat pendidikan
Islam manusia adalah makhluk alternatif (dapat memilih), akan tetapi juga
ditawarkan kepadanya nilai-nilai yang terbaik yaitu nilai ilahiyat. Jadi, di satu sisi
ia memiliki kebebasan untuk menentukan arah, dan di sisi lain ia diberi pedoman
ke mana arah yang terbaik yang mesti dituju.
Dengan memahami filsafat pendidikan akan mengantarkan kita kepada
penentuan falsafah pendidikan Islam (pandangan pendidikan), sebab filsafat
memberikan ide-ide dan cara berpikir dengan sistematis dan benar akan
mengarahkan kepada falsafah pendidikan Islam yang benar. Sejalan dengan
pandangan pendidikan bahwa manusia merupakan obyek dan sekaligus subyek
pendidikan, maka dalam pendidikan Islam manusia dinilai menempati titik
sentral.64 Tergantung dari kemampuan manusia bagaimana mereka
mengembangkan diri dan memanfaatkan alam sekitarnya.
Adapun dasar dan tujuan pendidikan Islam merujuk pada sumber wahyu.
Hakikat kebenaran wahyu memang dapat diterima oleh nalar manusia sebagai
makhluk ciptaan. Dalam konteks ini, dapat dilihat rangkaian hubungan antara
tujuan manusia diciptakan dengan tujuan wahyu diturunkan. Manusia
menginginkan kebahagiaan hidup, sedangkan wahyu diturunkan sebagai pedoman
untuk membimbing manusia ke arah pencapaian kebahagiaan hidup tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka dasar dan tujuan pendidikan Islam
apabila dilihat dari falsafahnya akan kembali kepada prinsip-prinsip Islam itu
sendiri dalam menilai manusia sebagai makhluk yang memiliki fitrah dan kodrat
yang senantiasa menginginkan kebahagiaan.
Dengan demikian, pendidikan Islam bertujuan agar manusia memperoleh
kebahagiaan melalui cara hidup yang susila dan shaleh sesuai dengan tuntunan
agama, sebab dengan cara demikianlah akan mendatangkan rasa bahagia baik
lahir maupun batin.
C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam dari Tinjauan Yuridis Formal
55
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
56
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
2) Pasal 4 dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.67 Apa yang dinyatakan tersebut
menyangkut nilai-nilai dan berbagai aspeknya adalah nilai-nilai ajaran Islam,
oleh karena itu berkembangnya pendidikan Islam sangat berperan penting
dalam keberhasilan pecapaian tujuan pendidikan nasional.
3) Pasal 10 ayat 4 dinyatakan bahwa pendidikan keluarga merupakan bagian
dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan
memberikan keyakinan agama, nilai moral dan keterampilan.
Islam mengajarkan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
pertama dan utama yang berperan besar dalam pembentukan kepribadian anak.
Dengan masuknya lembaga pendidikan keluarga sebagai salah satu dari sistem
pendidikan nasional, maka pendidikan keluarga menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari sistem pendidikan nasional.
Secara eksplisit, dasar dan tujuan pendidikan Islam telah tertuang dalam
penjelasan beberapa pasal UUD 1945 dan Pancasila yang dapat dirangkum,
pendidikan Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama saja,
melainkan dapat mengarahkan anak didik untuk menjadi manusia yang benar-
benar mempunyai kualitas keberagamaan yang kuat. Sehingga mampu
membentuk sikap dan kepribadian yang beriman dan bertakwa dalam arti yang
sesungguhnya.
D. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam dari Tinjauan Psikologis.
Salah satu fungsi pendidikan Islam adalah mentransfer ilmu pengetahuan
dan nilai-nilai serta keterampilan dari generasi ke generasi selanjutnya, sehingga
proses pendidikan berlangsung secara berksinambungan. Dalam proses
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesisa) (Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2001), h. 335.
57
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
transformasi tersebut, tentu banyak hal yang perlu diperhatikan, salah satunya
adalah psikologi perkembangan yang sangat membantu dalam keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan Islam. Sebab menurut ajaran Islam, manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak masih berada dalam kandungan
sampai ia lahir dan tumbuh menjadi manusia dewasa.
Sehubungan dengan dasar tersebut, maka tujuan pendidikan Islam
dirahkan pada usaha membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal, dengan demikian tidak mengabaikan adanya perbedaan individu
serta penyesuaian perkembangan dengan kadar kemampuan dari potensi yang
dimiliki masing-masing.68 Dengan demikian, tujuan pendidikan Islam dapat
tercapai sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan setiap individu
yang berbeda.
Pendidikan Islam harus mampu mengembangkan anak didik agar
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan serta nilai-nilai yang kemudian dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai muslim yang berilmu
pengetahuan. Tujuan pendidikan Islam pada dasarnya harus mampu mengubah
tingkah laku manusia yang meliputi tiga aspek, yaitu: aspek kognitif, aspek afektif
dan aspek psikomotorik.69 Dalam proses pendidikan, ketiga apek tersebut saling
berkaitan satu sama lain dan dengan ketiga aspek tersebut akan sangat
memudahkan bagi pendidik untuk mengetahui bagaimana metode yang akan
diterapkan kepada peserta didik yang memiliki kepribadian yang berbeda antara
satu sama dengan yang lain.
Jadi, pendidikan Islam merupakan sebuah proses perubahan yang
direncanakan secara bertahap dan berkesinambungan yang bertujuan untuk
merubah aspek kepribadian manusia yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik70
58
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
yang berlangsung secara simultan. Dengan demikian, manusia dapat
mengaktualisasikan potensi imaniah dan insaniah sebagai hamba Allah swt.
Dengan memperhatikan aspek psikologis dalam pencapaian tujuan
pendidikan Islam, maka dapat dipahami bahwa proses pendidikan perlu
menekankan pada pengembangan kemampuan rasional dalam memahami ajaran
Islam dari sumber aslinya, yaitu al-Qur’an dan hadis.71 Dengan demikian, proses
pendidikan membawa perubahan tingkah laku menurut pandangan Islam, tidak
hanya menyangkut perubahan kemampuan rasional, melainkan juga perubahan
fungsi kejiwaan lainnya. Melalui proses pendidikan Islam, manusia akan
mengalami perubahan secara total, meliputi rohaniah dan jasmaniah. Sebab, ideal
menurut Islam adalah jika seluruh aspek kepribadiannya teraktualisasi ke dalam
acuan norma dan nilai ajaran Islam.
E. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam dari Tinjauan Sosiologis.
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang memiliki dorongan
untuk hidup berkelompok secara bersama-sama. Dalam hidup bermasyarakat,
manusia mengenal sejumlah lingkungan sosial dari bentuk terkecil hingga yang
paling kompleks. Atas dasar tersebut, maka tujuan pendidikan Islam diarahkan
kepada pembentukan manusia yang memiliki kesadaran akan kewajiban, hak dan
tanggung jawab sosial, serta sikap toleran, agar keharmonisan hubungan antar
sesama manusia dapat berjalan dengan harmonis.72 Sebab dalam suatu masyarakat
terdapat banyak tata kehidupan yang satu sama lain berbeda, maka seorang anak
harus dipersiapkan agar dapat menerima berbagai perbedaan tersebut.
Pendidikanlah yang harus mempersiapkan seseorang agar dapat hidup
secara damai dengan orang sekitarnya. Pendidikanlah yang mempunyai tugas
untuk mempersiapkan anak agar mampu memperhatikan kepentingan orang lain,
bukan hidup secara egoistis ataupun efisentris (kepentingan diri sendiri).
Seseorang harus belajar menghargai kepentingan orang lain yang serba berubah-
59
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
ubah, hal tersebut disebabkan karena masyarakat selalu berubah mengikuti arus
perubahan zaman, maka seseorang harus mampu mengikutinya dengan baik.
Dalam kaitan dengan kehidupan bermasyarakat, tujuan pendidikan Islam
diarahkan pada pembentukan manusia sosial yang memiliki sifat takwa sebagai
dasar sikap dan perilaku.73 Kehidupan bermasyarakat merupakan sesuatu yang
mutlak, meskipun demikian kedudukan manusia sebagai makhluk sosial tidak
mesti melupakan dirinya sebagai makhluk individu. Memang Rasulullah saw.
memberi semacam kriteria tentang kualitas manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, yaitu berupa nilai mufakat. Sejalan dengan hal tersebut, seorang
yang bijak mengatakan:
“Manusia yang terbaik adalah mereka yang paling banyak memberi manfaat
kepada orang lain”.
Hadis tersebut sudah cukup jelas mengingatkan bahwa manusia memang
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Mereka senantiasa mengadakan
interaksi dalam pergaulan masyarakat. Oleh karena itu, setiap orang harus mampu
memberi manfaat bagi orang lain sebab hal tersebut ikut memberi pengaruh
terhadap berbagai aspek kehidupan dan prilaku manusia dalam menciptakan
keharmonisan dalam suatu masyarakat.
Dengan demikian, pendidikan dan masyarakat mempunyai hubungan yang
sangat kuat dan saling mempengaruhi. Yakni pendidikan dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat dan pada sisi lain, pendidikan juga sangat mempengaruhi
dinamika kehidupan masyarakat.74 Sebab masyarakat mempunyai norma, adat dan
berbagai karya budaya lainnya yang diwujudkan ke dalam diri peserta didik
sebagai generasi yang akan mewarisinya, dan hal ini tentunya terlaksana dalam
proses pendidikan. Sebaliknya, pendidikan mempengaruhi dinamika kehidupan
masyarakat, di mana peserta didik sebagai generasi yang akan menentukan
keberhasilan masyarakat dengan berbagai keterampilan dan ilmu pengetahun.
60
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Berangkat dari pernyataan tersebut, maka tujuan pendidikan Islam dari
tinjauan sosiologis menitikberatkan pada upaya untuk membimbing dan
mengembangkan potensi peserta didik agar dapat berperan secara harmonis dan
serasi dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, agar peran manusia sebagai
makhluk sosial sejalan dengan perintah Allah yaitu sebagai seorang yang
bertakwa.75 Secara singkat, pendidikan Islam dari tinjauan ini merupakan usaha
untuk memanusiakan peserta didik agar mampu berperan dalam statusnya sebagai
makhluk sosial, sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai khalifah Allah swt.
F. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam dari Tinjauan Aksiologis
Dasar dan tujuan pendidikan Islam merupakan dua hal yang sangat
fundamental dalam proses pendidikan. Pendidikan didasari bahwa manusia
merupakan makhluk yang memiliki potensi untuk mengembangkan dirinya.
Dengan dasar tersebut, maka proses pendidikan diawali dengan perencanaan
tujuan pendidikan Islam. Tujuan yang jelas dalam proses pendidikan akan
memudahkan untuk menentukan langkah-langkah dan metode yang akan
digunakan dalam pecapaian tujuan tersebut. Sebaliknya jika proses pendidikan
tidak memiliki tujuan yang jelas, maka hal tersebut akan menghilangkan nilai
hakiki pendidikan. Apabila semua sistem pendidikan berjalan secara
berkesinambungan, maka akan mencapai tujuan yang telah direncanakan. Hal
yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah dasar dan tujuan pendidikan
tersebut memiliki nilai yang baik atau tidak, atau dengan kata lain apakah
pemberian manfat atau tidak dalam proses pendidikan?
Permasalahan nilai baik dan buruk terdapat dua persepsi. Pertama,
menekankan permahaman bahwa baik dan buruk hanya ditentukan oleh Tuhan,
dan yang kedua lebih menenkankan peran akal dalam menentukan baik buruknya
sesuatu.76 Adapun dasar dan tujuan pendidikan Islam, maka baik dan buruk
tersebut tentu saja ditentukan oleh Allah, namun tidak terlepas pula dari peran
akan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam dapat
Ibid., h. 96.
75
76H. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Inergratif-
Interkonektif (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 240.
61
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dikatakan bernilai baik apabila telah berhasil merumuskan suatu pendidikan yang
berusaha untuk memanusiakan manusia atau proses menuju tercapainya manusia
seutuhnya dengan memperlihatkan intelektualisasi agama dan norma.77 Sebab
dalam analisis aksiologi bahwa yang dikatakan baik adalah yang berguna dalam
masyarakat atau sesuatu, sehingga apabila tujuan tersebut mendatangkan
kegunaan dalam proses pendidkan Islam, maka tujuan tersebut sudah bernilai
baik.
PENUTUP
Pendidikan Islam merupakan suatu usaha penaman nilai-nilai Islami dalam
kehidupan, sebab manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk dididik sehingga
dengan pendidikan tersebut diharapkan manusia dapat mengembangkan potensi
yang telah dikaruniai oleh Allah swt. Dengan dasar tersebut, maka pendidikan
Islam bertujuan agar peserta didik memiliki berbagai pengetahuan yang
berlandaskan sehari-hari, sehingga tertanam dalam dirinya sifat keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt. dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
77 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia (Cet. III;
62
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, Cet. II; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004.
Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta,
1991.
Adurrahman, Ilmu Pendidikan Sebuah Pengantar dengan Pendekatan Islami
Jakarta: PT. Al-Quswah Jakarta, 1988.
Abdullah, M. Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-
Interkonektif Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Bandung: PT. Syaamil Cipta
Media, 2005.
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 1999.
H. Jalaluddin, Teologi Pendidikan Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2001.
H.M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner Cet. I; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003.
Imam Hafidz Ahmadi bin Ali bin Hajar al-Asqalany, Shohih Bokhary juz. III;
Beirut Libanono: Dar Ma;rifah, 752-773 H, No. Hadis 1385.
Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam Cet. I; Makassar: Yayasan Pendidikan Fatiya
Makassar, 2004.
,Pemikiran NIlai dan Etika Pendidikan IslamCet. I; Makassar:
YAPMA, 2003
Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan (Sebuah Studi Awal tentang Dasar-
dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia) Cet. I;
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001.
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dan Masalah Sumber Daya Manusia Cet. III;
Jakarta: Lantabosa Press, 2004.
63
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Oleh :
Mutammimal Husna
ABSTRAK
Anak didik merupakan salah satu dari faktor-faktor pendidikan. Setiap
Anak didik mempunyai potensi yang berbeda yang perkembangannya di
pengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yakni faktor
yang ada dari dalam diri anak didik itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal yakni
lingkungan dimana anak didik itu tinggal. Dalam bidang pendidikan, anak didik
perlu mendapatkan perhatian yang serius. Oleh karena itu, anak didik harus
diperhatikan dan dibimbing oleh pendidik bersama-sama dengan orang tua agar
potensi yang dimiliki bisa berkembang dan diarahkan dengan baik.
PENDAHULUAN
Manusia membutuhkan pendidikan dalam hidupnya. Pendidikan
merupakan usaha agar dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya
melalui proses pembelajaran, baik formal maupun non formal.
Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
64
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.78
Suryobroto mengatakan bahwa dalam mewujudkan proses pendidikan dan
pengajaran kita kenal adanya faktor-faktor pendidikan. Adapun yang termasuk
faktor pendidikan sebagaimana yang ditulis oleh Suryobroto adalah tujuan,
pendidikan,anak didik, sarana dan Lingkungan. 79 Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan bersifat sistematis, artinya proses pendidikan tidak berjalan sendiri-
sendiri namun dari kelima faktor tersebut saling berkaitan. Dan tidak disebut
pendidikan jika salah satu dari kelima faktor tersebut tidak ada.
Selanjutnya Wasti Sumanto mengatakan bahwa peserta didik atau anak
didik merupakan salah satu faktor pendidikan yang memiliki potensi yang
berbeda-beda dan memiliki faktor bawaan masing-masing. Maka seorang
pendidik harus mengenal hakikat anak didik supaya tujuan pendidikan bisa
tercapai dengan baik. Karena salah satu tujuan pendidikan adalah menolong anak
mengembangkan potensinya semaksimal mungkin dan oleh karena itu pendidikan
menguntungkan baik bagi anak maupun bagi masyarakat.80
Oleh karena itu, anak didik merupakan salah satu dari unsur pendidikan
yang harus diperhatikan dan dibimbing oleh pendidik bersama-sama dengan orang
tua, karena anak didik merupakan generasi penerus bangsa, agama maupun
keterunan atau persiapan generasi masa yang akan datang. Sehingga diperlukan
perhatian yang serius dalam bidang pendidikan.
Dengan kata lain bahwa untuk dapat menolong anak didik dalam
perkembangan dan kepribadiaannya perlu diketahui dan dikenali potensi yang
dimilkinya serta berbagai aspek yang berkaitan dengan anak didik seperti
lingkungan dimana ia tinggal dan dimana ia bergaul.
78
Undang-undang Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003), (Jakarta: Sinar Grafika,2008),
h.3
79
Suryobroto, Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan, (Cet; II, Jakarta: Rineka
Cipta, 1990), h. 24
80
Wasti Sumanto, Psikologi Pendidikan, (Cet; III, Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h. 165
65
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
66
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
PEMBAHASAN
Jadi dapat dipahami bahwa peserta didik atau anak didik adalah setiap
manusia yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses
pembelajaran, baik pada jalur pendidikan formal maupun pendidikan yang non
formal, pada jenjang pendidikan dan jenis penidikan tertentu. Selain itu anak didik
merupakan manusia yang belum dewasa yang memerlukan bimbingan dan
pertolongan dari orang dewasa untuk mengembangkan potensinya.
81
UU RI No. 20 Th. 2003, op. cit.,
82
Syaiful Bakhri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaktif Edukatif (Cet; II,
Jakarta: 2005), h. 51
83
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Cet.II; Jakarta: Kencana
Predana Media Group, 2008), h.103.
67
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
84
http://rumah makalah.wordpress.com.
68
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. 85Teori ini dari
filsafat nativisme (terlahir) sebagi suatu bentuk dari filsafat idealism dan
menghasilkan suatu pandangan bahwa perkembangan anak ditentukan oleh
hereditas, pembawaan sejak lahir, dan faktor alam yang kodrati. Pelopor aliran
Nativisme adalah Arthur Scopenhauer seorang filosof Jerman yang hidup pada
tahun 1768-1860.86 Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan individu
ditentukan oleh bawaan sejak ia dilahirkan. Faktor lingkungan sendiri dinilai
kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak. Pada
hakekatnya aliran Nativisme bersumber dari Lebtnitzian Tradition, sebuah tradisi
yang menekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Hasil
perkembangan ditentukan oleh pembawaaan sejak lahir dan genetik dari kedua
orang tua.87
Dengan demikian, menurut aliran ini, keberhasilan belajar ditentukan oleh
individu itu sendiri. Nativisme berpendapat, jika anak memiliki bakat jahat dari
lahir, ia akan menjadi jahat, dan sebaliknya jika anak memiliki bakat baik, maka
ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak sesuai dengan bakat yang
dibawa tidak akan berguna bagi anak itu sendiri.
Pandangan itu tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip
orang tuanya secara fisik dan akan mewarisi sifat dan bakat orang tua. Prinsipnya,
pandangan Nativisme adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah
terbentuk sejak manusia lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis
yang bersifat herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda
dalam diri tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik
maksimal kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari orang tua yang ahli seni musik, akan
85
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Cet. XII; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h. 177.
86
Mashutu, Dinamika Pendidikan Pesantren (Jakarta: INIS, 1994), h. 14.
87
Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan (Cet.III;
Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h.8
69
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
88
Lihat Khaeruddin, Ilmu Pendidikan Islam, (Cet. II; Makassar: CV. Berkah Utami,
2004), h. 65
89
Sarito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh
Psikologi (Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h.31
90
Lihat Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; Suatu pendekatan Baru (Cet. II;
Bandung, Remaja Rosdakarya, 1995), h. 42-43
91
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan; Sistem dan Metode (Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fak. Ilmu Pendidikan IKIP, 1987), h. 53
70
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
mengajar mereka.92 Oleh karena pendidik mempunyai peranan penting, maka
pendidik (Orangtua, Guru, dan masyarakat) diharapkan benar-benar
bertanggungjawab dalam memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta
didik.
3. Pandangan Konvergensi
Aliran ini diperkenalkan oleh seorang ahli ilmu jiwa dari berkebangsaan
Jerman bernama William Sterm yang lahir pada tanggal 28 April 1871. William
Sterm berpandangan bahwa antara hereditas (pembawaan) dengan lingkungan
saling berkaitan dan saling memberi pengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan manusia.93 Sehingga dapat dipahami bahwa aliran ini muncul
karena adanya ketidaksepahaman dengan kedua aliran sebelumnya, yaitu aliran
nativisme dan empirisme.
Aliran ini memandang faktor dasar atau bawaan (faktor internal ) dan
faktor lingkungan (eksternal) memiliki andil yang sama dalam proses pendidikan.
Faktor dasar atau bawaan anak didik tidak dapat berkembang dengan baik tanpa
didukung oleh lingkungan dimana anak berada. Sebagai contoh, anak seorang
seniman tidak mutlak menjadi seniman kalau tidak dididik di lingkungan yang
bernuansa seni. Begitu juga sebaliknya, anak yang tidak memiliki bakat seni, tidak
mutlak tidak menjadi seniman walau dididik di lingkungan bernuansa seni.
Jadi antara bakat dan lingkungan sama-sama berpengaruh. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak didik ada dua faktor:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang dimiliki anak didik
b. Faktor ekstern, yaitu hal-hal yang ada di luar diri anak yang meliputi
pendidikan dan lingkungan tempat berinteraksi.
C. Konsep Fitrah dalam Pendidikan Islam
92
Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar
Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2002)
93
Lihat M. Ngalim Purwanto, Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis dan Teoritis dan
Praktis (Cet. VIII; Bandung: Remaja Rosdakarya,1995), h. 60
71
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.97
94
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 42
95
Dalyono, Psikologi Pendidikan (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 30
96
Munawir AF dan Adib Bisri, Kamus al-Bisri- Indonesia Arab-Arab Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), h. 571
97
Departemen Agama RI, op. cit., h. 645
72
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. Hal ini senada dengan hadis nabi berikut
ini:
عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال كل مولود: قال النبي صلى هللا عليه وسلم
98
يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمجسا نه
Terjemahnya:
Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang
menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi.
98
Sayyid Ahmad al-Hasyimi, Muhtar al-Hadis al-Nabawi (Cet. XII; Semarang: Toha
Putra, t.th), h.122
99
LPKUB, Ensiklopedi Praktis Kerukunan Hidup Umat Beragama (Cet. II; Bandung:
Citapustaka Media, 2003), h. 118
73
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
100
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2000), h. 158.
74
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih, yang secara pasif menerima
pengaruh dari lingkungan eksternal.
PENUTUP
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hakekat anak didik
adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang dalam perkembangannya
dipengaruhi faktor eksternal atau lingkungan dimana ia tinggal.
Pandangan Nativisme berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh
faktor internal yang dimiliki oleh anak didik. Empirisme berpendapat bahwa
perkembangan anak ditentukan oleh faktor eksternal atau faktor lingkungan.
Sedangkan Konvergensi berpendapat bahwa perkembangan anak ditentukan oleh
faktor internal dan faktor eksternal (potensi dan lingkungan).
Konsep fitrah dalam pendidikan Islam adalah bahwa anak memiliki potensi dasar
yang dibawa sejak lahir yang perkembangannya saling mempengaruhi dengan
lingkungan.
75
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. III; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
--------. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. VI; Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan; Sistem dan Metode . Yogyakarta: Yayasan
Penerbit Fak. Ilmu Pendidikan IKIP, 1987.
Khaeruddin. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. II; Makassar: CV. Berkah Utami, 2004.
LPKUB, Ensiklopedi Praktis Kerukunan Hidup Umat Beragama. Cet. II;
Bandung: Citapustaka Media, 2003.
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf. Ilmu Pendidikan Islam. Cet.II; Jakarta:
Kencana Predana Media Group, 2008.
76
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Purwanto, M. Ngalim. Ilmu pendidikan Teoritis dan Praktis dan Teoritis dan
Praktis. Cet. VIII; Bandung: Remaja Rosdakarya,1995.
Sumanto, Wasti. Psikologi Pendidikan. Cet; III, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Cet. XII; Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
Undang-undang Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003) Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
77
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Oleh :
Husnussaadah, S.Pd.I., M.Pd.I
ABSTRAK
Pendahuluan
78
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
kesempurnaan jasmani dan kesempurnaan rohani. Sebagaimana dijelaskan dalam
QS. Al-Tiin/95:4
ۡ َ َ ۡ َ ٓ َ َٰ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ
يم
ٖ ِ ٱۡلنسن ِِف أحس ِن ت
و ق ِ لقد خلقنا
Artinya: “Carilah ilmu sejak dari buaian sampai masuk ke liang lahat.”
101
Taneja,V.R. Socio-Philosophical Approach to Education, (New Delhi: Atlantic
Publisher, 2005), h. 16
79
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
II. PEMBAHASAN
102
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Islam Di
Sekolah (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 19.
103
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenada
Media Group, 2009), h. 34.
80
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
konteks ini dapat dipahami bahwa manusia hidup di dunia dalam keadaan belum
tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya, karena itu hakikat manusia
pada dasarnya merupakan potensi sekaligus adalah sebagai tugas yang harus
diwujudkan oleh setiap manusia. Adapun untuk menjadi manusia yang
sesungguhnya diperlukan pendidikan atau harus dididik. “Man can become man
through education only”, demikian pernyataan Immanuel Kant dalam teori
pendidikannya.104
Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup
yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Sedangkan dalam arti sempit
pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh
yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya
agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Dan dalam arti luas terbatas
pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan
pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan, yang
berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang. 105
Dalam pendidikan, manusia harus dapat dikembangkan ke arah
pengembangan kepribadian manusia, yaitu:
1. Pengembangan manusia sebagai makhluk individu.
Setiap individu yang dilahirkan telah dikaruniai potensi yang berbeda
dengan individu lain. Setiap individu memiliki kehendak, perasaan, cita-cita,
semangat, dan daya tahan yang berbeda. Manusia sebagai makhluk iindividu
mempunyai dorongan untuk mandiri, walaupum di sisi lain terdapat rasa tidak
berdaya sehingga ia memerlukan bimbingan dari orang lain. Oleh karena itu,
104
Wahyudin, Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka. 2008), h. 21
105
Redja Mudyahardjo. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2012), h. 3
81
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
82
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat
tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan.
4). Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Beragama.
Manusia memerlukan agama demi untuk keselamatan hidupnya. Agama
merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah
sehingga memerlukan tempat bertopang. Untuk itu ia dituntut untuk dapat
menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dengan sebaik-
baiknya melalui pendidikan.
1. Aliran Nativisme
Nativisme berasal dari kata dasar “natus” artinya lahir dan “nativius”
artinya kelahiran, pembawaan. Nativisme berpendapat bahwa perkembangan
individu semata-mata ditentukan oleh faktor pembawaan yang dibawa sejak lahir.
Nativisme berpandangan bahwa pertumbuhan dan perkembangan manusia
dipengaruhi oleh faktor hereditas (pembawaan).107 Jadi, menurut aliran ini
pembawaan yang dibawa sejak manusia dilahirkan itulah yang menentukan
perkembangan berikutnya. Asumsi yang mendasari aliran ini adalah bahwa pada
106
Kata “teori” sebagaimana yang dipergunakan dalam konteks pendidikan secara
umum adalah sebuah tema yang apik. Teori yang dimaksudkan hanya dianggap absah manakala
kita tetapkan hasil-hasil eksperimental yang dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau
sosiologi hingga sampai kepada praktek kependidikan. umar tirtarahardja dan drs. s. l. la sulo,
pengantar pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2005), h. 191. “teori” menunjuk kepada bentuk
asas-asas yang saling berhubungan yang mengacu kepada petunjuk praktis. Dalam pengertian ini,
bukan hanya mencangkup pemindahan-pemindahan eksplanasi fenomena yang ada, namun
termasuk di dalamnya mengontrol atau membangun pengalaman. Abdurrahman Saleh Abdullah,
Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), h. 21-22.
107
,Fatah YasinDimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Malang Press,
2008), h. 57.
83
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
diri anak dan orang tua terdapat banyak kesamaan baik fisik maupun psikis. 108
Dalam ilmu pendidikan nativisme disebut juga dengan pesimisme pedagogic.109
Jika benar segala sesuatu ditentukan dan tergantung pada dasar atau pembawaan,
maka pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak akan berpengaruh apa-
apa terhadap perkembangan manusia.
Konsep Nativisme tentang pembawaan/potensi dasar tidak berbeda jauh dengan
konsep fitrah dalam Islam. Fitrah yang dalam pengertian etimologis mengandung
arti “kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan
lurus yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau
lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan
mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.
Dalam perspektif islam, konsep nativisme dijelaskan dalam QS. Al-A’rof ayat
172)
َ ْ ُ َ ُ ُ سه ۡم َأل َ ۡس
ت ب ِ َر ِبِك ۡمَۖ قالوا بَ ََٰل
ُ َ ٰٓ َ َ ۡ ُ َ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ َّ ِ ُ ۡ
ِِ لَع أنف ِن َءاد َم مِن ظ ُهورِهِم ذ ِريتهم وأشهدهم
ُ َ ٓ َ ۢ َ ُّ َ َ َ َ ۡ
ِ ِإَوذ أخذ ربك مِن ب
َ َشه ۡدنَا ٓۚ أَن َت ُقولُوا ْ يَ ۡو َم ۡٱلقِ َيَٰ َمةِ إنَّا ُك َّنا َع ۡن َهَٰ َذا َغ َٰ ِفل
ِي ِ ِ
Terjemahan: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
108
Netty Hastati dkk., Islam dan Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
174-175
109
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), 59.
84
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
kebenaran mutlak maka pendidik bukan hanya sekedar pembantu tetapi ia
bertanggungjawab akan terbentuknya kepribadian muslim pada peserta didik.110
Jadi, tanggung jawab pendidik dalam perspektif Islam lebih besar daripada
pendidik perspektif aliran nativisme.
2. Aliran Empirisme
Aliran Empirisme berasal dari kata Yunani “empiria” yang berarti
pengalaman inderawi. Aliran empirisme juga bisa disebut dengan aliran
environmentalisme (environment: lingkungan). . Emperisme berpendapat bahwa
manusia itu lahir seperti kertas putih yang kosong, pembawaan tidak berpengaruh
apapun terhadap seseorang yang memberi pengaruh adalah lingkungan di mana
anak tersebut tumbuh dan besar.111 Empirisme secara langsung bertentangan
dengan nativisme. Kalau nativisme berpendapat bahwa perkembangan manusia itu
semata-mata tergantung pada faktor dasar, maka empirisme berpendapat bahwa
perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor lingkungan. sedangkan
dasar tidak memainkan peranan sama sekali.
Pengertian fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif yang
beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam kaitannya dengan pengembangan
ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pula tabiat atau watak dan
kecenderungan untuk mengacu kepada pengaruh lingkungan eksternal, sekalipun
tidak aktif.. Adapun dasar yang menjelsakan tentang aliran empirisme di dalam
QS. Al-Alaq: 3-4
َ َ ۡ َّ َّ ۡ َۡ َ ۡ ۡ
ٱق َرأ َو َر ُّبك ٱۡلك َر ُم ٱَّلِي َعل َم بِٱلقل ِم
Terjemahan : (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (4). yang
mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
110
Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John
Dewey (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), 28.
111
Muh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Cet.1. (Yogyakarta: LKiS, 2009)h. 59
85
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
3. Aliran Konvergensi
Konvergensi berasal dari kata converge yang berarti “bertemu, berpadu”.
Terhadap pertentangan dua aliran diatas, maka William Stern berusaha
mengambil langkah yang lebih moderat. Menurutnya perkembangan manusia itu
bergerak secara konvergen antara nativisme atau keturunan dan empirisme atau
lingkungannya, termasuk pendidikan.
Jadi, konvergensi adalah suatu aliran yang berpendapat bahwa perkembangan
manusia dipengaruhi oleh interaksi dan perpaduan antara faktor hereditas dan
lingkungan. Menurut aliran ini hereditas tidak akan berkembang secara wajar
apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan. Sebaliknya, rangsangan
lingkungan tidak akan membina kepribadian yang ideal tanpa didasari oleh faktor
hereditas. Penentuan kepribadian seseoang ditentukan oleh kerja yang integral
antara faktor internal (potensi bawaan) maupun faktor eksternal (lingkungan
pendidikan)112 Keduanya berproses secara konvergen tanpa bisa dipisahkan.
Rujukan aliran konvergensi dalam al-Qur’an dijelaskan dalam QS. Al-Insan: 3
ً ِإَوما َك ُف َ َّ ُ َ ۡ َ َ َّ
َّ يل إ َّما َشاك ِٗرا
ورا ِ ِ إِنا هدينَٰه ٱلسب
Terjemahan : Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang
bersyukur dan ada pula yang kafir.
112
Netty Hastati dkk., Islam dan Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.
178
86
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
berpikir sehat (berakal sehat). Dengan demikian berpikir benar dan sehat adalah
merupakan kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan
latihan. Dalam pengertian ini pendidikan Islam berproses secara konvergensis,
yang dapat membawa kepada paham konvergensi dalam pendidikan Islam.
Aliran konvergensi walaupun memadukan dua aliran; emperisme dan
nativisme, tetapi konsep Islam jauh lebih sempurna. Ini juga merupakan kritik
terhadap paham konvergensi tentang perkembangan manusia. Dalam Islam, faktor
pembawaan tidak hanya bersifat genetika, tetapi semua potensi baik diletakkan di
dalam dirinya oleh Allah. Iniah yang disebut dengan fitrah.
Fitrah bukan bawaan dari orang tua sebagaimana konsep nativisme, tetapi fitrah
adalah anugerah Ilahi yang diberikan kepada manusia. Fitrah itulah yang
kemudian dikembangkan oleh pendidikan melalui beragam lingkungan
pendidikan, dengan tiga alat utama, yaitu pendengaran, penglihatan dan hati.
َ َۡ ُ َ ََ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ ُ َٰ َ َّ ُ
ۡ َ ون ُ َ َ ۡ َ ُ َّ َ
ٱلس ۡم َع َوٱۡلبۡص َٰ َر
َّ ك ُم شٔٔٗا وجعل ل ون أمهتِكم َل تعلم ِ
ُ كم ِ ِم ۢن ُب
ط وٱَّلل أخرج
َ ُ ۡ َ ُ َّ َ َ َۡۡ
َوٱۡلفِٔٔدةَ ل َعلك ۡم تشك ُرون
Terjemahan : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.
87
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Ayat di atas menggambarkan keadaan manusia yang belum tahu apa-apa (karena
hanya memiliki potensi), tetapi dengan belajar dari mendengar, belajar dari
mengalami, belajar dari apa yang mereka lihat, dan dengan menggunakan
kekuatan akal, pikiran dan hati, manusia kemudian menjadi paham, mengerti dan
memahami. Pendidikan menjadikan semua potensi manusia berkembang dengan
baik.
كل: قال النبي صلى هللا عليه وسلم: عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال
113
مولد يولد على الفطرة فابواه يهودانه او ينصرانه او يمحسانه
Artinya:
‘Dari Abi Hurairah ra, bahwa Nabi saw bersabda: setiap anak yang dilahirkan
dalam keadaan fitrah, maka orang tualah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani
atau Majusi’.
113
Imam Ibn Husain Muslim bin Hajjaj Ibn Muslim al-Qusyairi al-Naisaburi, al-Jami
Shahih, Juz VIII (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th.), h. 530
88
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
manusia yang berkaitan dengan jasmani, akal dan ruhnya.114 Ahmad Tafsir
menjelaskan bahwa Fitrah (potensi) yang dijelaskan oleh Al-Qur’an115antara lain;
1) Manusia sebagai makhluk sosial, artinya manusia itu membawa sifat ingin
bermasyarakat. (QS. Al-Hujurât 13)
2) Manusia sebagai makhluk yang ingin beragama (QS Yunus ayat 90),
karena itu pendidikan agama dan lingkungan beragama perlu disediakan
bagi manusia.
َ َ ُ َ ۡ َ ۡ َ ٓ َ َّ َ ً ۡ َ َ ٗ ۡ َ ُ ُ ُ ُ َ ُ ۡ َ ۡ ۡ ُ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َٰٓ ۡ ٓ َ َ ۡ َ َٰ َ َ
ِت إِذا أد َرك ُه ٱلغ َرق قال
ٰٓ ۞وجوزنا بِب ِِن إِسءِيل ٱۡلحر فأتبعهم ف ِرعون وجنودهۥ بغيا وعدواَۖ ح
يَ سءِي َل َو َأنَا ۠ ِم َن ٱل ۡ ُم ۡسلِم
َٰٓ ۡ ِ ت بِهِۦ َب ُن ٓوا ْ إ
ۡ ام َن ٓ نت َأنَّ ُهۥ ََلٓ إ َل َٰ َه إ ََّل َّٱَّل
َ ِي َء َ َء
ُ ام
ِ ِ ِ
Terjemahan : Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan
menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah
dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai
oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)".
3) Manusia itu mencintai wanita dan anak-anak, harta benda yang banyak,
emas dan perak, kuda-kuda pilihan (kendaraan sekarang), ternak dan sawah
lading (QS. Ali „Imrân: 14)
َ ۡ ٱَّل َهب َو ۡٱلف َّض ِة َو
َّ َ َ َ َ ُ ۡ َ ِي َو ۡٱل َقَ ٱلن ِ َسآءِ َو ۡٱۡلَنِ َ َّ ُّ ُ
ِ ُز ِي ِ َن ل َِّلن
ٱِل ۡي ِل ِ ِ ري ٱلمقنطرة ِ مِن ِ ط
ِ َٰ ن ت مِن ِ َٰ ب ٱلش َه َو اس ح
َ
َاب ٔ ٔ َ ۡ ِندهُۥ ُح ۡس ُن ٱل
م َ ۡ ث َذَٰل َِك َم َتَٰ ُع
ُ َّ ٱۡل َي َٰوة ِ ٱ ُّدل ۡن َياَۖ َو
َ ٱَّلل ع
ِِۗ ر َ ۡ ٱل ۡ ُم َس َّو َمةِ َو ۡٱۡلنۡ َع َٰ ِم َو
ۡ ٱۡل
ِ
89
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
َِّللا
ق ه ِ ْع لَيْ َها ََل تَبْدِي َل ِلخَل
َ اس َ ََّللاِ الهتِي ف
َ ط َر النه ْ ِِين َح نِيفًا ف
ط َر ة َ ه ِ َو ْج َهكَ ِل لد فَأَقِ ْم
ِ الدِي ُن الْقَيِ ُم َو لَ ِك هن أ َ ْكث َ َر النه
َاس ََل يَعْ لَ ُم ون َذَلِك
Terjemahnya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
90
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Kesimpulan
116
Al-Rāgib Al-Ashfahāni, Mu’jam al-Mufradāt Alfāzh al-Qur’ān. (Bairūt: Dār al-Fikr,
1992). h. 396
91
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
bersifat asasi dan mendasar. Islam mengandung petunjuk yang jelas tentang
konsep manusia yang dapat diterapkan dalam merancang konsep pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
92
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Hastati, Netty. Islam dan Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Netty Hastati dkk., Islam dan Psikologi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005.
Purwanto, Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008.
93
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
94
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN ONLINE DAN INSTRUKSI TATAP
MUKA
Nurul Haeriyah Ridwan
Dosen Institut Parahikma Indonesia
Jln. Manggala Raya No 23 Makassar, Email :haeriyahridwan@gmail.com
Abstract
In this study the investigator compared two sections of the same course-one
section was online and asynchronous; the other was face-to-face-by
examining gender, age, learning preferences and styles, media familiarity,
effectiveness of tasks, course effectiveness, test grades, and final grades. The
two sections were taught by the same instructor and used the same
instructional materials. The results revealed no significant differences in
test scores, assignments, participation grades, and final grades, although
the online group’s averages were slightly higher. Ninety-six percent of the
online students found the course to be either as effective or more effective to
their learning than their typical face-to-face course. There were no
significant differences between learning preferences and styles and grades
in either group. The study showed that equivalent learning activities can be
equally effective for online and face-to-face learners.
Abstrak
95
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
I. PENDAHULUAN
Selama bertahun-tahun, banyak studi tentang pembelajaran di mana
distribusi kelas ditentukan berdasarkan ukuran hasil yang menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran siswa melakukan juga melalui jarak belajar atau biasa kita
sebut saat ini dengan pembelajaran jarak jauh atau online system seperti yang
mereka lakukan di kelas tatap muka (FTF) (Martin dan Rainey1993; Souder 1993;
Verduin dan Clark 1991). Temuan ini berlanjut di beberapa studi yang lebih baru:
Ada laporan tentang pelaku cyberlearners pada penilaian sama atau lebih baik
dari siswa FTF (Arbaugh 2000; Clark 1999; Dobrin 1999; Dutton, Dutton, dan
Perry 1999; Navarrodan Shoemaker 1999; Trinkle 1999). Banyak penelitian telah
menggunakan sampel siswa yang dipilih memiliki Karakteristik pembelajar jarak
efektif - self-starter terkuat, memiliki disiplin diri, pengetahuan tentang
persyaratan teknologi.
Sebagian besar penelitian tidak mengendalikan masing-masing independen
variabel, sehingga membuat kegunaannya untuk memprediksi hasil belajar sangat
terbatas. Joy dan Garcia (2000) mengemukakan bahwa penelitian membandingkan
media pengiriman harus mempertimbangkan variabel berikut di penelitian:
sampling, ukuran sampel, pengetahuan sebelumnya, kemampuan,
pembelajaran,gaya, keakraban media peserta, efek pendidik, waktu tugas, dan
metode instruksional. Tantangan penelitian ini adalah merancangnya sedemikian
rupa untuk mengatasi beberapa kritik terhadap penelitian sebelumnya dan di saat
yang sama memberikan serangkaian kegiatan belajar dan penilaian yang efektif
metodologi, identik untuk kedua bagian, menggunakan sampel siswa yang dipilih
sendiri untuk kedua kelompok. Penelitian ini dilakukan oleh penulis, yang
mengajar dua bagian dari perguruan tinggi, Tentu saja, satu bagian online dan
FTF( face to face). Pembelajaran ini dipilih karena menarik minat mahasiswa
sains maupun nonsains.
Tentu saja, beberapa hasil pembelajaran dapat diukur dengan cara
standar,dan bagian FTF ditawarkan di malam hari, bagian yang sempurna untuk
bekerja orang dewasa, seperti bagian online. Metrik meliputi nilai ujian,
96
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
akhir,nilai, tingkat partisipasi, jumlah posting diskusi, kualitas tugas, penilaian
siswa terhadap efektivitas belajar, preferensi belajar dan gaya, dan pengetahuan
media.
Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
ada signifikansi Perbedaan hasil belajar antara dua bagian yang sama , seseorang
mengajar secara online selama lima belas minggu dan satu mengajar
menggunakan format tradisional FTF, pertemuan kelas tiga jam sekali perminggu
selama lima belas minggu. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
97
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
4. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai akhir dan testscores FTF
dan siswa online.
5. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara keefektifan hubungan intim
seperti yang dirasakan oleh masing-masing kelompok.
Meskipun ada banyak interaksi dalam kursus online asinkron, siswa bebas
untuk menyediakan lingkungan online sesuka hati dan memberi reenergize.
Sehubungan dengan ini, deskripsi ekstraversi / introversi menunjukkan bahwa
introvert mungkin melakukan lebih banyak pembelajaran online daripada
pembelajaran FTF dan menemukan pembelajaran online lebih efektif untuk
pembelajaran mereka. Oleh karena itu, hipotesis penelitiannya adalah bahwa
orang yang introvert akan lebih berhasil dalam pembelajaran online daripada
orang asing, dan sebaliknya untuk pembelajaran FTF, dan akibatnya, hal ini akan
berdampak pada outcome.Keirsey and Bates (1984, 121-128) mengklasifikasikan
empat pembelajaran -stylegroups: sensasi / persepsi (SP), sensasi / penilaian (SJ),
intuisi / pemikiran (NT), dan intuisi / perasaan (NF). Orang dengan gaya belajar
98
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
SP membutuhkan keterlibatan fisik atau pendekatan langsung dalam
pembelajaran. Dia / shelearns dari media presentasi lebih suka dihibur. Orang
bergaya SJlearning membutuhkan struktur dan bergantung pada instruksi yang
jelas. Dia tidak selalu menikmati kelompok diskusi atau kegiatan kelompok kecil
dan lebih menyukai instruksi yang harus dipimpin oleh pendidik. Gaya belajar
bahasa NT suka menukar ide dengan orang lain dan mengembangkan gagasan
mereka sendiri. Dia berfokus pada teknologi dan cenderung menjadi pembelajar
mandiri. Ia merasa nyaman dengan presentasi material didaktik yang logis dan
menindaklanjuti pembelajaran mandiri. James dan Gardner (1995)
mengemukakan bahwa, akibatnya, siswa belajar mandiri akan menganggap bahwa
pembelajaran online lebih efektif. Orang dengan gaya belajar NF memiliki built-in
yang ingin berkomunikasi secara pribadi dengan orang lain. Dia menyukai
pertukaran dua arah dan menyukai umpan balik pribadi atas apa pun yang dia
hasilkan. Dia menyukai interaksi dan partisipasi dalam kelompok serta belajar dari
metode diskusi. Dia sangat responsif terhadap pembelajaran kelompok-kelompok
kecil, dan pembelajaran di mana instruktur merespons dan menerima gagasan dari
anggota kelas. Meskipun ada beberapa ketidakkonsistenan antara deskripsi gaya
belajar dan beberapa atribut metodologi online, nampaknya gaya belajar NT dan
NF mungkin sesuai dengan pembelajaran online; Oleh karena itu, dihipotesiskan
bahwa orang bergaya SPORSJ akan menemukan pembelajaran online kurang
efektif dan mungkin juga tidak berhasil. Siswa online yang lebih sukses secara
moral harus benar-benar menjadi tipe NF atau NT daripada tipe SP atau SJ. Diaz
dan Cartnal (1999) menyarankan bahwa jika tidak ada perbedaan dalam
pembelajaran, maka aktivitas belajar yang digunakan di kelas FTF mungkin hanya
sebagai efektif untuk pembelajaran online. Oleh karena itu, jika ditemukan dalam
penelitian ini bahwa gaya belajar tidak berbeda secara signifikan antara kelompok
online dan FTF, maka kegiatan belajar yang sama harus efektif untuk kedua
kelompok siswa yang dirasakan oleh siswa; dan, akibatnya, hipotesisnya adalah
bahwa tidak ada perbedaan signifikan dalam efektivitas kegiatan belajar di antara
kedua kelompok, dan perbedaan dalam kejadian di luar bukan hasil gaya belajar.
99
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
III. METODOLOGI
Bagian kedua pembelajaran bertemu bersama untuk sesi pertama di ruang
kelas (FTF) untuk pengenalan dan demonstrasi pembelajaran mengakses database
perpustakaan online dan Web. Bagian FTF dilanjutkan untuk bertemu FTF setiap
minggu. Bagian online "bertemu" melalui perangkat lunak pengelolaan dan email
WebBoard. Pembelajaran ini dirancang untuk menggunakan kegiatan dan
penilaian yang sama. Untuk memastikan bahwa kedua kelompok diberi informasi
dan aktivitas yang sama, perlu menggunakan surat untuk beberapa kegiatan untuk
kelompok FTF. Meskipun ada kegiatan opsional yang dipresentasikan melalui e-
mail untuk pesertadidik FTF, satu-satunya aktivitas e-mail yang merupakan
persyaratan adalah ujian (tiga ujian); Oleh karena itu, bagian pembelajaran ini
secara akurat dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran FTF dan bukan
pembelajaran Web-enhanced (Boettcher1999).
100
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tabel 1 menunjukkan aktivitas belajar dan lokasi kegiatan. Diskusi di
bagian online mencakup topik dan kegiatan yang sama seperti di bagian FTF..
Semua ujian untuk kedua bagian adalah buku terbuka, diserahkan secara
individual kepada setiap siswa melalui e-mail, kembali ke instruktur dengan cara
yang sama, dinilai dalam waktu dua belas jam, dan kembali ke siswa. Tes statistik
yang digunakan dalam analisis data termasuk uji t , chi-square, koefisien korelasi
product-moment, analisis varians, dan koefisien korelasi rank order. Pesertadidik
dipersilahkan memilih sendiri bagian dimana untuk mendaftar; Namun,
kebanyakan siswa hanya sedikit atau tidak memiliki pengetahuan tentang
pembelajaran online.
Tabel 2 menunjukkan informasi pemberi kerja, usia, dan pekerjaan untuk
kedua kelompok. Karena riwayat kerja (jam kerja per minggu, usia, dan
pengalaman kerja) mungkin berdampak pada jumlah jam yang tersedia bagi siswa
untuk berpartisipasi, uji chi-kuadrat adalah berjalan pada jenis kelamin, usia, dan
seperangkat variabel pekerjaan untuk menentukan apakah kedua kelompok
berbeda secara signifikan. Meskipun siswa online tampaknya sedikit lebih tua,
dengan beberapa tahun pengalaman kerja, hasilnya menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Variabel pengetahuan
media dapat mempengaruhi apakah seorang siswa memilih Pembelajara online
atau pembelajaran FTF, juga Sebagian sukses dalam pembelajaran online, akan
pengalaman beprior dengan kursus teknologi yang disempurnakan atau online.
Dari total 62 siswa, hanya 18 yang memiliki pengalaman dengan peningkatan
teknologi dan 6 dengan pembelajaran online; Dengan demikian, jumlahnya
menunjukkan sedikit pengalaman dengan teknologi dalam mata kuliah di antara
kedua kelompok tersebut. Para siswa diminta untuk menilai kompetensi mereka
sendiri dalam penggunaan e-mail, penggunaan Web, dan penggunaan database
perpustakaan online di awal dan akhir pembelajaran.
Tabel 2. Demografi Kelompok
101
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
tahun
Rasio Pria/Wanita 60//40 20/80
a
N = 25. bN = 36.
102
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
menyelesaikan pembelajaran, 95% siswa online mendapatkan preferensi
pembelajara online mengenai pembelajaran FTF.
Tabel 3. Efektivitas Pembelajaran
103
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
104
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
setidaknya 70% siswa di kedua kelompok, "menyenangkan", "belajar banyak,"
"menarik," "berbagi ide," dan "interaktif karena dari korelasi moderat, kesamaan
dalam deskriptor yang paling sering digunakan , dan kesamaan yang dirasakan
dalam efektivitas Pembelajaran, kita dapat merasa nyaman bahwa kedua bagian
itu setara dalam presentasi mata pelajaran. Oleh karena itu, perbandingan nilai tes
dan penilaian akhir dapat dibuat tanpa mempertimbangkan perbedaan dalam
metode pembelajaran.
105
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
statistik menunjukkan korelasi positif rendah antara nilai akhir dan tipe introversi
untuk kedua kelompok. Dari siswa online, 49% tipe introversi, dimana 53%
memperoleh nilai AORA. Lima puluh tiga persen kelompok FTF adalah tipe
introversi, dimana 50% adalah siswa yang berhasil. Karena nilai akhir dipengaruhi
oleh partisipasi, yang mungkin memiliki variabel lain yang bekerja dengannya,
penelitian lebih lanjut harus didorong untuk menentukan apakah ada hubungan
antara tipe pembelajaran dan efektivitas dan kepuasan yang dihasilkan dengan
nilai course.
Tabel 5. Hubungan Antara Gaya Belajar dan Kesuksesan
Kesimpulan
106
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
22 tahun) lebih tinggi daripada siswa nontradisional (NonReguler), terutama di
kelas online. Hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian sebelumnya
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai-nilai tes, tugas, nilai
partisipasi, dan penilaian akhir yang utama; Namun, nilai aktual untuk kelompok
online sedikit lebih tinggi. Sembilan puluh enam persen (96%) siswa online
menganggap pembelajaran tersebut lebih efektif daripada pembelajaran FTF,
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam menilai
efektivitas pembelajaran. Kegiatan pembelajaran individual (pretest, perkuliahan1,
perkuliahan II, diskusi kelompok, tugas, presentasi siswa, review bab, dan
posttests) dinilai untuk efektivitas belajar oleh orang-orang yang berprestasi.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara penilaian kedua kelompok untuk
setiap aktivitas kecuali dua kegiatan opsional - tinjauan ulang dan tinjauan bab.
Kegiatan utama pembelajaran serupa efektifitasnya untuk kelompok online dan
FTF. Hal ini mungkin akan mempermudah dalam kegiatan FTF yang dapat
digunakan untuk mengikuti pembelajaran. nekourses dengan hasil pembelajaran
serupa untuk para siswa.
107
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dampak pada nilai akhir dalam penelitian ini. Tidak ada bukti statistik bahwa jenis
preferensi belajar adalah prediktor kesuksesan yang baik secara online atau
Kursus FTF Hal ini mendukung temuan bahwa gaya belajar, pola pembelajaran
terhadap pengajaran berbasis Web, dan karakteristik siswa tidak berpengaruh
terhadap prestasi belajar berbasis Web (Shih et al 1998). Karena penilaian akhir
dipengaruhi oleh partisipasi, yang dipengaruhi oleh variabel lain seperti motivasi,
keluarga, dan komitmen kerja, penelitian penelitian dapat ditingkatkan dengan
memeriksa hubungan antara preferensi belajar dan gaya dengan efektivitas
kegiatan pembelajaran. Karena surveikollecting data untuk efektivitas anonim, ini
tidak mungkin ditentukan dalam penelitian ini. Meskipun siswa yang terpilih
sendiri mengikuti bagian online dan FTF, tidak ada perbedaan signifikan yang
ditemukan pada demografi siswa, pengetahuan media, dan deskripsi kursus oleh
siswa di antara kedua bagian tersebut. Thestudy mendukung temuan dari banyak
penelitian lain di mana tidak ada perbedaan signifikan dalam nilai akhir atau nilai
tes yang ditemukan.
108
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
literatur yang berkembang yang menegaskan kualitas pembelajaran online
seefektif pembelajaran FTF.
DAFTAR PUSTAKA
109
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
110
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Abstrak
111
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
BAB I
PENDAHULUAN
117
Rahmatunnair, Kontekstualisasi Budaya dan Membongkar Fakta Menuju Era Baru,
(Cet. I; Jakarta: Padamabo, 2005), h. 174.
112
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
vitalitas, sehingga manusia lebih menghargai individu untuk melakukan aktivitas
industri perdagangan dari pada aktivitas spiritual. Ini kemudian melahirkan pola
sikap individualisme dan materialisme yang memungkinkan munculanya
pelanggaran ajaran agama.
Dalam konteks tersebut, ditemukan signifikansi terhadap vitalisasi karakter
dalam membendung arus globalisasi yang menawarkan sikap dan prilaku yang
tidak mendidik. Oleh karena itu, harus ditegaskan bahwa satu konklusi bahwa
karakter merupakan salah satu elemen pokok agama yang tidak dapat dilepaskan
dari ajaran Islam. Bahkan mengabaikan aspek karakter hampir dapat dikatakan
sebagai pengingkaran agama secara keseluruhan. Era globalisasi dengan segala
identitasnya ternyata menawarkan dua alternatif bagi manusia. Di satu pihak dapat
menjadi sarana peningkatan kualitas manusia dalam mengembangkan potensinya.
Sementara di pihak lain justru dapat menjerumuskannya pada jurang kehancuran,
yang pada gilirannya menyebabkan tercabiknya identitas kemanusiaannya.
Fakta memperlihatkan bahwa dalam 20 tahun terakhir ini perilaku warga
masyarakat banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur. Misalnya, sikap
mementingkan diri sendiri; menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan,
termasuk dengan cara-cara yang melanggar hukum seperti korupsi dan memeras
warga masyarakat; budaya memilih jalan pintas; budaya konflik dan saling curiga;
saling mencela/menjatuhkan; budaya mengerahkan otot (massa); dan budaya tidak
tahu malu.
Khusus dunia pendidikan, perilaku menyimpang di kalangan peserta didik
semakin meningkat. Misalnya, banyak dari mereka yang terjerat narkoba,
pergaulan bebas, tawuran antar pelajar dari tahun ke tahun semakin meningkat di
beberapa kota besar dan premanisme.Di samping itu, sejak kebijakan ujian
nasional diterapkan sebagai standar kelulusan, perilaku tidak jujur saat ujian telah
dilakukan secara berjamaah oleh guru, peserta didik dan pihak terkait.
Dari tahun ke tahun jumlah kriminalitas semakin meningkat. Kenakalan
remaja yang cukup mengkhawatirkan tersebut semakin hari semakin meningkat.
Kemerosotan karakter anak itu agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat,
113
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
hal ini tampak pada banyaknya kasus yang benar-benar nyata, sehingga pada
akhirnya kesemuanya terbias dampaknya pada Bangsa.
Fenomena tersebut mendapat respon yang serius sehingga dirumuskan
tujuan pendidikan dalam pembangunan karakter bangsa, yaitu seperti yang
diakomodasi dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab 2 Pasal 3, yang berbunyi:
118
Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No. 20 Th. 2003)
(Cet. V; Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 7.
114
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
menghargai waktu, pengabdian/ dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah,
cinta keindahan (estetis, sportif, tabah, terbuka, dan tertib.119
Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.120
Mengacu pada ayat tersebut maka dapat dipahami bahwa konsep
keteladanan sudah diberikan oleh Allah swt. dengan cara mengutus para Rasul,
terutama Nabi Muhammad saw. untuk menjadi panutan bagi umat Islam.
Demikian halnya seorang pendidik harus menjadi panutan bagi peserta didiknya,
baik dari segi perkataan, perilaku maupun dari segi penampilan dan lain
sebagainya, sebagai bentuk aplikasi dari pendidikan karakter tersebut. Apabila
dicermati secara historis pendidikan karakter zaman Rasulullah saw. maka dapat
dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang membawa beliau kepada
119
M. Fauzil Adhim, Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter
Positif Pada Anak Anda (Cet. II; Bandung: Mizan, 2006), h. 42.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: PT. Syamil Cipta
120
115
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
121
Menteri Pendidikan Nasional Sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Peringatan
Hari Pendidikan Nasional tahun 2011, Senin, 2 Mei 2011.
116
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Pada intinya pendidikan karakter sebagai istilah payung (umbrella term)
yang acap kali digunakan dalam mendeskripsikan pembelajaran peserta didik
dengan sesuatu cara yang dapat membantu mereka mengembangkan berbagai hal
terkait moral, kewargaan, sikap tidak suka memalak, menunjukkan kebaikan,
sopan santun dan etika, perilaku, bersikap sehat, kritis, keberhasilan, menjunjung
nilai tradisional, serta menjadi makhluk yang memenuhi norma-norma sosial.122
Pendidikan karakter merupakan proses pemberian tuntunan kepada peserta
didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati,
pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai
pendidikan akhlak, nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak. Berdasarkan asumsi tersebut, penulis menyusun makalah yang berjudul
Pendidikan Karakter.
B. Rumusan Masalah
122
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012), h. 44.
117
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
BAB II
PEMBAHASAN
123
Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No. 20 Th. 2003),
op.cit., h. 3.
118
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tanpa pendidikan maka mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang sejalan dengan cita-cita untuk maju, sejahterah dan bahagia menurut
konsep pandangan hidup mereka. Pendidikan sebagai suatu hasil peradaban
bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri
termasuk di dalamnya nilai dan norma masyarakat yang berfungsi sebagai filsfat
pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya
sekaligus menunjukkan sesuatu warga negara berpikir serta berperilaku secara
turun temurun hingga pada generasi berikutnya yang dalam perkembangannya
akan sampai pada tingkat peradaban yang maju, atau dengan kata lain
meningkatnya nilai-nilai kehidupan dan pembinaan kehidupan yang lebih
sempurna.
Pengertian pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dikemukakan bahwa pendidikan adalah pendidikan berasal dari kata didik, yang
mengandung arti pengarahan, perbuatan, hal, cara dan sebagainya. 124 Dari definisi
tersebut diperoleh gambaran bahwa pendidikan pada hakikatnya dimaknai
bimbingan dan pengarahan. Namun dalam perkembangannya, arti pendidikan
yang berarti bimbingan atau pengarahan tersebut meluas ke pemaknaan yang
bermacam-macam, misalnya pertolongan, pengarahan, mendewasakan seseorang
atau sekelompok orang dan selainnya.
Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan
sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Pendidikan merupakan usaha
sadar dan terncana untuk mendewasakan peserta didik.125 Pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Atau
dapat pula dikatakan bahwa pendidikan secara terminologi adalah sebagai
124
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi IV
(Jakrata: Gramedia, 2008), h. 204.
125
Hasabullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi V; Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2006), h. 1.
119
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
126
Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan (Cet. I;
Bandung: Alfabeta, 2011), h. 3.
127
Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan, Kamus Cerdas Bahasa Indonesia Terbaru (Cet.
II; Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, 2003), h. 300.
128
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi IV, h.
301.
129
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi (Cet. II; Bandung:
Alfabeta, 2012), h. 1.
120
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
yang berarti “to engrave” diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan.130 Kata charassein diartikan pula dengan membuat tajam dan
membuat dalam.131 Sedangkan menurut Wynnie dalam Achmad Mubarok istilah
karakter diambil dari bahasa Yunani charassein yang berarti mengukir hingga
terbentuk pola dan ‘to mark’ (menandai).132 Istilah ini lebih fokus pada tindakan
atau tingkah laku.
Mengacu pada beberapa definisi di atas maka dapat dimaknai bahwa
karakter merupakan keadaan asli yang ada dalam diri seseorang yang menbedakan
antara dirinya dengan orang lain atau dengan kata lain ciri khas yang
membedakan antara dirinya dengan orang lain. Karakter merupakan bawaan
individu dalam menyikapi suatu hal, atau dapat diartikan karakter sebagai sifat
bawaan seseorang yang mempengaruhi tingkah laku, budi pekerti, tabiat dari
individu itu sendiri.
Sedangkan secara terminologis karakter menurut Lickona adalah,
“Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral
feeling, and moral behavior”133. Menurut Lickona, good character (karakter
mulia) meliputi moral khowing (pengetahuan tentang kebaikan), kemuadian moral
feeling (lalu menimbulkan komitmen/niat terhadap kebaikan), dan akhirnya moral
behavior (benar-benar melakukan kebaikan).134
Pengertian karakter dikemukakan para ahli, yang dikutip oleh Heri
Gunawan di antarnya sebagai berikut:
130
Kevin Ryan & Karen E Bohlin, Building Character in Schools: Practical Ways to
Bring Moral Instruction to Life (San Francisco: Jossey Bass, 2004), h. 5.
131
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi, h. 1.
132
Achmad Mubarok, Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban Bangsa
(Jakrata: Gramedia, 2012), h. 101.
133
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility (New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books, 1991), h. 51.
134
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility, h. 54.
121
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
135
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter; Konsep dan Implementasi, h. 2-3.
136
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h. 41.
137
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, h. 41.
122
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan. 138 Furqon mengemukakan
beberapa pengertian karakter yaitu (1) Karakter adalah sifat nyata dan berbeda
yang ditunjukkan oleh individu, (2) karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik
tolak etis atau moral, (3) karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh
individu.139
Winnie mengatakan dalam Fatchul Mu’in bahwa kata karakter memiliki
dua pengertian karakter. Pertama ia menunjukkan bagaimana seorang bertingkah
laku atau bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau
rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek. Sebaliknya orang yang
berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia.
Kedua istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian). Seseorang
baru bisa disebut orang yang berkarakter apabilah tingkah lakunya sesuai dengan
kaidah moral.140
Dalam hal ini akar dari semua tindakan yang jahat dan buruk, tindakan
kejahatan, terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat adalah sandangan
fundamental yang memberikan kemampuan kepada populasi manusia untuk hidup
bersama dalam kedamaian serta membentuk dunia yang dipenuhi dengan
kebaikan dan kebajikan, yang bebas dari kekerasan dan tindakan-tindakan tidak
bermoral.
Arismantoro menjelaskan karakter sebagai penggambaran tingkah laku
dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun
implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian
dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun
karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan ke lingkungan sosial, keduanya
138
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Cet.
IV; Jakarta: Grasindo, 2010), h. 81.
139
Nurachman, N., Pendidikan Karakter di Sekolah dan Keluarga (Cet. III; Jakarta: PT.
Gramedia, 2011), h. 59.
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik (Cet. I; Jakarta:
140
123
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
141
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Mendidik Anak
Berkarakter (Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), h. 81.
142
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 17.
124
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh embangkan dalam kepribadian
seseorang sehingga menjadi satu dalam prilaku kehidupan orang terssebut.
Donie Koesoema mengungkapkan bahwa pendidikan karakter adalah
usaha yang dilakukan secara individu dan sosial dalam menciptakan lingkungan
yang kondusif bagi pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri. 143 Berdasarkan
pendapat di atas dapat diasumsikan bahwa pendidikan karakter merupakan
pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi
lebih berorientasi pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri peserta
didik, dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran
nilai-nilai karakter yang baik.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral,
karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih
dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal
yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana
yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (domain perilaku).
Pendidikan karakter erat kaitannya dengan kebiasaan yang terus menerus
dipraktekan atau dilakukan seseorang. Karenanya, pendidikan karakter dimaknai
sebagai pendidikan nilai yang mengarahkan dan mengembangkan etika, tanggung
jawab dan kepedulian peserta didik melalui penekanan aspek nilai-nilai positif
harian di sekolah ke dalam tiap-tiap aspek pembentukan karakter yang tujuannya
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik
buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
B. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam
Pendidikan karakter dalam ajaran Islam sudah dikenal 15 abad yang lalu
yang lebih dikenal dengan sebutan akhlak yang berasal dari istilah “akhlaq”
adalah bentuk jama dari “khuluq” yang artinya tingkah laku, tabiat, watak,
143
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, h.
194.
125
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
perangai, atau budi pekerti.144 Akhlak berasal dari bahasa Arab dengan kata dasar
خلقyang berarti mencipta, membuat atau menjadikan.145 Akhlak pada dasarnya
mengajarkan seseorang menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan seperti kebenaran,
kejujuran, keindahan, amanah, tidak menyakiti perasaan orang lain dan
sejenisnya.
144
Subarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Cet. IX; Jakarta: Bina Aksara,
2009), h.129.
145
Achmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia, (Cet. IV;
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 363.
146
Subarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, h. 84.
147
Wahyudin, Akhlak Tasawuf, (Cet. IV; Jakarta: Kalam Mulia, 2003), h.4.
148
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam, Keluarga dan Sekolah, (Cet. XII; Jakarta: CV
Ruhama, 2005), h. 5.
149
Imam Al-Ghazaly, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), h. 56.
126
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
5. Ibrahim Anis bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.150
Dari definisi di atas, dapat diasumsikan bahwa akhlak merupakan sifat
yang tertanam dalam jiwa, yang darinya lahirlah macam-macam perbuatan, baik
atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Artinya akhlak
merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa setiap manusia, kemudian
melahirkan suatu perbuatan yang mudah untuk dilakukan tanpa harus melalui
pemikiran yang lebih lama. Maka apabila sifat tersebut melahirkan suatu tindakan
yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, tindakan tersebut
dinamakan akhlak yang baik. Tetapi apabila sifat tersebut melahirkan suatu
tindakan yang tercela, maka dinamakan akhlak yang buruk.
Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, pendidikan karakter
mempunyai orientasi yang sama yaitu pembentukan karakter (watak). Hanya
pendidikan akhlak terkesan timur dan Islam, sedangkan pendidikan karakter
terkesan barat dan sekuler, tetapi bukan alasan untuk dipertentangkan. Pada
kenyataannya keduanya memiliki ruang untuk saling mengisi. Bila sejauh ini
pendidikan karakter telah berhasil dirumuskan oleh para penggiatnya sampai pada
tahapan yang sangat operasional meliputi metode, strategi, dan teknik, sedangkan
pendidikan akhlak sarat dengan informasi ideal dan sumber karakter baik, maka
memadukan keduanya menjadi suatu tawaran yang sangat inspiratif. Hal ini
sekaligus menjadi entry point bahwa pendidikan karakter memiliki ikatan yang
kuat dengan nilai–nilai spiritualitas dan religiusitas.
Bahkan pendidikan karakter merupakan misi utama yang menjadi amanah
Rasulullah Muhammad saw. Hal tersebut sebagaimana bunyi sebuah hadits:
150
Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasith (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1972), h. 202.
127
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Artinya:
Dari Muhammad bin Ajlan dari al-Qa’qa bin Hakim dari Abu Shalih dari
Abu Hurairah berkata: Bersabda Rasulullah saw: Sesungguhnya aku diutus
ke muka bumi ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia (HR
Ahmad).
Hadis di atas memberikan penjelasan bahwa akhlak yang baik merupakan
sebuah misi kerasulan. Dalam hal ini bukan hanya akhlak yang baik secara
horizontal (kepada Tuhan) tetapi juga secara vertikal (kepada sesama makhluk).
Dalam kehidupan sosial kemanusiaan, pendidikan bukan hanya melahirkan
pembelajaran yang bermaksud untuk membawa manusia menjadi sosok yang
potensial. Akan tetapi proses tersebut juga bernuansa pada upaya pembentukan
masyarakar yang berakhlak, karena akhlak sebagai salah satu ajaran pokok dalam
Islam meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Dalam pengertian bahwa
manusia dalam berhabl min Allah dan berhabl min al-nas, harus berdasarkan
akhlak yang mulia, yaitu sesuai dengan ketentuan al-Qur’an dan hadis.
Jika dalam akhlak penilaian baik dan buruk berdasarkan al-Qur’an dan
hadis maka pada etika penilaian baik dan buruk berdasarkan pendapat akal pikiran
dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat. 152
Sementara pada karakter penilaian baik dan buruk berdasarkan norma-norma
agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.153
Setelah menganalisis beberapa istilah di atas maka dapat dipahami bahwa
akhlak dan karakter, pada prinsipnya memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah sama-sama menentukan hukum untuk menilai baik dan
buruknya perbuatan yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan perbedaannya
terletak pada sumber hukum yang dijadikan sebagai acuan untuk menentukan baik
dan buruk.
151
Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Jilid II (Beirut: Dar al-
Fikr, 1991), h. 381.
152
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 97.
153
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, h. 4.
128
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat lebih dipertegas lagi bahwa antara
akhlak, dan karakter, masing-masing memiliki perbedaan dan persamaan.
Perbedaannya terletak pada sudut pandang keilmuan, yaitu Islam memandang
baik dan buruk itu sebagai akhlak, para filosof mengenal baik dan buruk sebagai
etika, orang Barat mengenal baik dan buruk tersebut sebagai moral dan sebagian
juga menganggap sebagai karakter. Adapun persamaannya yaitu semua istilah
tersebut berkaitan dengan penilaian terhadap baik dan buruk.
Persamaan dari pendidikan karakter dengan pendidikan akhlak adalah
sama-sama membahas tentang usaha yang dilakukan untuk membentuk perilaku
yang baik, yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku untuk menjadikan
manusia yang bermartabat tinggi dan tidak hina. Sedangkan perbedaan antara
keduanya tampak bahwa pendidikan karakter diterapkan pada lingkungan sekolah,
karena memang program dari pemerintah yang diterapkan dalam pendidikan.
Pendidikan akhlak diterapkan di lingkungan keluarga atau lingkungan rumah atau
merupakan tata cara dalam melakukan segala hal, jadi lebih condong ke dalam
teknis untuk berperilaku yang terpuji.
Pada dasarnya dalam Islam sangat menganjurkan pendidikan karakter, hal
ini dipertegas oleh Tamyiz Burhanudin, bahwa karakter adalah sama dengan
akhlak, karena pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut.154
Sofan Amri mempertegas bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi peserta didik, supaya menjadi manusia yang baik,
warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu
masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang
154
Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren: Solusi bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:
Ittaqa Press, 2001), h. 39.
129
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. 155 Oleh karena itu,
hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bersumber dari ajaran Islam. Pendidikan karakter dalam konteks
pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
Pendidikan nilai karakter yang dimaksud nilai-nilai agama, norma-norma
sosial, peraturan hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah
dikelompokkan menjadi lima yaitu : (1) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan Tuhannya; (2) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan diri sendiri; (3) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan sesama manusia; (4) nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan; (5) serta nilai-nilai perilaku manusia dalam
hubungannya dengan kebangsaan.156
Kemudian merinci secara ringkas kelima nilai-nilai tersebut yang harus
ditanamkan kepada peserta didik yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, bersahabat atau komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber
dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga
disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang
pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli
psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan
ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun,
kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang
155
Sofan Amri, dkk. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran, (Jakarta:
PT. Prestasi Pustakaraya, 2011), h. 45.
156
Kementerian Pendidikan Nasional, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 34.
130
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta
damai, dan cinta persatuan.
Pendidikan karakter penanaman nilai dasar manusia terdiri dari: dapat
dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya
integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada
nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang
lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif)
sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Berbagai penjelasan di atas, yang berkaitan dengan pendidikan karakter
dalam perspektif Islam, maka dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter dalam
Islam sama halnya dengan akhlak. Sehingga pendidikan karakter dalam pespektif
Islam lebih menitikberatkan pada sikap peserta didik, yang hal tersebut pada
kehendak positif yang dibiasakan, sehingga dia mampu menimbulkan perbuatan
dengan mudah, tanpa pertimbangan pemikiran lebih dahulu dalam kehidupan
sehari-hari.
Semakin jelas bahwa pendidikan karakter dalam perspektif Islam memang
diidentik dengan kata-kata akhlak, sehingga pendidikan tersebut selalu bermuara
pada akhlak. Pendidikan karakter dalam perspektif Islam lebih menitikberatkan
pada sikap peserta didik, yang hal tersebut pada kehendak positif yang selalu
dibiasakan, sehingga mampu menimbulkan perbuatan dengan mudah, tanpa
pertimbangan pemikiran terlebih dahuludalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah mata pelajaran yang harus dihafal.
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam merupakan keseluruhan proses
pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman pembentukan
kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri nilai-nilai, keutamaan-
keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai moral pancasila, dan
sebagainya yang mendukung pembentukan karakter peserta didik. Pendidikan
karakter dalam perspektif Islam akan berjalan sepanjang hayat, sebagai proses
perkembangan ke arah manusia kaffah (sempurna). Oleh karena itu, pendidikan
karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa.
131
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
132
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
merasakan dan mau melaksanakannya, sehingga mampu menimbulkan
perbuatan baik dengan mudah dalam kehidupan sehari-hari, sebagai proses
ke arah manusia yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan karakter
memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa,
sebagaimana halnya pendidikan akhlak dalam Istilah Islam.
B. Saran
133
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
134
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Munawwir, Achmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia. Cet. IV;
Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Mu’in, Fatchul. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik. Cet. I;
Jakarta: ar-Ruzz Media, 2011.
Nurachman, N. Pendidikan Karakter di Sekolah dan Keluarga. Cet. III; Jakarta:
PT. Gramedia, 2011.
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Rahmatunnair. Kontekstualisasi Budaya dan Membongkar Fakta Menuju Era
Baru. Cet. I; Jakarta: Padamabo, 2005.
Ryan, Kevin & Karen E Bohlin. Building Character in Schools: Practical Ways to
Bring Moral Instruction to Life. San Francisco: Jossey Bass, 2004.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Cet. II;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Subarsono. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Cet. IX; Jakarta: Bina
Aksara, 2009.
Tim Bahasa Pustaka Agung Harapan. Kamus Cerdas Bahasa Indonesia Terbaru.
Cet. II; Surabaya: CV. Pustaka Agung Harapan, 2003.
Undang-Undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) (UU RI No. 20 Th.
2003). Cet. V; Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Wahyudin. Akhlak Tasawuf. Cet. IV; Jakarta: Kalam Mulia, 2003.
Wibowo, Agus. Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.
135
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Abtract:
This research discuss some problems, they are: (1) How does
learning environment of Islamic education student?, (2) How does learning
achievement of Islamic Education Department student? And (3) Are there
any influences between learning environment toward learning achievement
of Islamic Education Department student?
Population of this research is student of Islamic Education
Department 2014 Tarbiyah and Teaching Faculty of Alauddin State Islamic
University of Makassar, there are 194 people. In proportionally sampling
15% with sample taking technique, random sampling so that got sample 30
people. Data collecting technique in this research such as questionnaire and
document, so that got the data that analyzed using descriptive statiscs
technique.
The result of this research showed that student learning environment
of Islamic Education Department 2014 Tarbiyah and Teaching Faculty of
Alauddin State Islamic University of Makassar, getting score 65 (good)
because in interval 60-66 that adequate category and student learning
achievement of Islamic Education Department 2014 Tarbiyah and Teaching
Faculty of Alauddin State Islamic University of Makassar, getting score
3,59 in interval 3,51-3,75 in very good category. The result of hypotheses
test that t0= 34.39796 and ttable= 2.048 where is t0 > ttable so that H0 rejected
Ha accepted. So that, from this research can be concluded that student
learning environment influence to student learning achievement Islamic
Education Department 2014 Tarbiyah and Teaching Faculty of Alauddin
State Islamic University of Makassar.
136
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
PENDAHULUAN
157
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi (Cet II; Jakarta: Bulan
Bintang, 1982), h.11
137
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
KAJIAN TEORETIS
Lingkungan mencakup semua pengaruh, kemungkinan dan kekuatan yang
melingkungi individu, yang dapat mempengaruhi usahanya dalam mencapai
kestabilan kejiwaan dan jasmani dalam kehidupannya. Lingkungan ini
mempunyai tiga segi, yakni lingkungan alami dan materi, lingkungan sosial,
kemudian individu dengan segala komponennya, bakat pembawaan dan
pikirannya tentang dirinya.158
Lingkungan belajar merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar, lingkungan belajar dapat dibagi menjadi tiga bagian secara garis
besar159 diantaranya: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.
Prestasi (achivement) dalam kamus psikologi adalah pencapaian atau hasil
yang telah dicapai. Secara pendidikan atau akademis, prestasi merupakan satu
tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian dalam karya akademis yang dinilai
oleh guru, lewat tes-tes yang dibakukan.160
Belajar dapat diartikan sebagai perubahan perilaku yang relatif tetap
sebagai hasil adanya pengalaman, dalam hal ini tidak termasuk perubahan
158
Mustafa Fahmi, Penyesuaian Diri (Jakarta:Bulan Bintang, 1982), h.14
159
Alex Sobur, Psikologi Umum (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h.248
160
J.P.Chaplin,Kamus Lengkap Psikologi, h.5
138
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan,
atau perubahan karena pematangan.161
Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan, yakni
perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang menyangkut seluruh aspek tingka
laku.162
Belajar menurut Gagne, belajar tarjadi apabila suatu situasi stimulus
bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami
sesuatu itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.163
Pengertian belajar memang selalu berkaitan dengan perubahan, baik yang
meliputi keseluruhan tingkah laku individu maupun yang hanya terjadi pada
beberapa aspek dari kepribadian kehidupan individu. 164 Pada referensi yang lain
menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan yang bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.165
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan pengertian belajar,
karenanya ada banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, di mana penulis
dapat menarik suatu kesimpulandari beberapa pengertian yang diungkapkan di
atas yakni perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak
dianggap sebagai hasil dari belajar.
161
Alex Sobur,Psikologi Umum, h.218
162
Nurwanita, Psikologi Pendidikan (Makassar: Yayasan Pendidikan Makassar, 2003),
h.60
163
M.Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),
h.84
164
Alex Sobur,Psikologi Umum, h.219
165
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),h.36
139
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Belajar sebagai proses atau aktivitas yang disyaratkan oleh banyak faktor-
faktor, secara garis besar, dalam hal ini Alex Sobur 166 membagi menjadi dua garis
besar, yaitu:
Faktor endrogen atau disebut juga faktor internal, yakni semua faktor yang
berada dalam diri individu
Faktor ekstrogen atau disebut juga faktor eksternal, yakni semua faktor
yang berada di luar diri individu, misalnya orang tua, guru, atau kondisi
lingkungan di sekitar individu.167 Faktor ini terdiri dari beberapa cakupan, di
antaranya:
1) Faktor keluarga
2) Faktor sekolah
3) Faktor lingkungan lain.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menurut pendekatannya merupakan penelitian Expost
facto. Penelitian Expost facto adalah penelitian yang menunjuk kepada perlakuan
variabel bebas X telah terjadi sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu
memberikan perlakuan lagi, tinggal melihat efeknya pada variabel terikat Y. 168
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif karena gejala-gejala hasil
pengamatan berwujud angka-angka dan dianalisis dengan menggunakan teknik
statistik. Lokasi penelitian berlangsung pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Pendekatan dalam penelitian ini
adalah pendekatan kuantitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam Angkatan 2014 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Alauddin Makassar, yang terdiri dari lima kelas, berjumlah 194 orang mahasiswa.
166
Alex Sobur,Psikologi Umum, h.244
167
Alex Sobur,Psikologi Umum, h.244
168
Nana Sudjana dan Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2009),h. 56
140
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
jumlah populasi berkisar antara 101-500 maka penetapan sampel pada penelitian
ini sebanyak 15% dari jumlah populasi169, sehingga jumlah sampel minimal yaitu
15% x 194 = 29.1. Sehingga dibulatkan menjadi 30 orang mahasiswa sebagai
sampel. Metode pengumpulan data antara lain: angket dan dokumentasi, dan
teknik pengolahan analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan
analisis statistik regresi berganda.
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan penelitian, diperoleh hasil bahwa rata-rata lingkungan
belajar mahasiswa adalah 60. Hasil ini tergolong tinggi sedangkan rata-rata
prestasi belajar mahasiswa adalah 3.59 termasuk tingkat kualifikasi tinggi.
Adapun hasil analisis pada pegujian statistik yaitu uji t, diperoleh hasil uji
hipotesis t hitung ( t0) = 34.39796 > dari t tabel yakni 2.048. Jadi, H0 ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, terdapat pengaruh antara
lingkungan belajar terhadap prestasi belajar Mahasiswa angkatan 2014 Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar.
Hasil penelitian yang disusun oleh peneliti menunjukkan bahwa
lingkungan belajar berpengaruh terhadap prestasi Belajar Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin
Makassar yaitu, semakin mendukung lingkungan belajar maka semakin tinggi
pula prestasi belajar dan sebaliknya semakin tidak mendukung lingkungan belajar
maka semakin rendah pula prestasi belajar. Belajar sebagai suatu tahapan
perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. 170
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan prestasi belajar
kaitannya dengan lingkungan belajar adalah sarana dan prasarana, hubungan
mahasiswa dengan mahasiswa, dosen dengan mahasiswa, dan lingkungan sekitar
yang kondusif untuk proses pembelajaran.
169
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h.224
170
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h.90.
141
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
PENUTUP
Berdasarkan anlisis regresi sederhana yang peneliti gunakan terhadap variabel
lingkungan belajar dan prestasi belajar mahasiswa, maka peneliti berkesimpulan
bahwa;
1. Lingkungan belajar mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam
memperoleh skor nilai 65 (baik), karena berada pada interval 60-66 yang
berkategori sedang.
2. Nilai Prestasi belajar mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam,
memperoleh skor nilai sebesar 3.59, yang berada pada interval 3.51-3.75
yang berkategori sangat memuaskan.
3. Lingkungan Belajar berpegaruh Terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa
Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Hasil penelitian ini mempunyai implikasi bahwa untuk meningkatkan
prestasi belajar yang tinggi pada mahasiswa dapat dilakukan dengan
meningkatkan motivasi belajar yang tinggi dan suasana yang baik dalam
lingkungan belajar.
Peningkatan prestasi belajar yang tinggi pada mahasiswa dapat dilakukan
dengan memberikan wadah agar dapat meningkatkan motivasi yang tinggi dengan
mempunyai dukungan motivasi belajar yang kuat baik dari dalam diri maupun
orang lain dan selalu dibimbing dengan baik. serta fasilitas kampus yang
memadai. Selain itu, peningkatan prestasi belajar dalam lingkungan keluarga juga
dapat dilakukan dengan cara selalu menjadikan lingkungan kampus yang kondusif
di mana suasana yang tenang dan nyaman untuk belajar, tidak bising, aman,
nyaman, bersih dan rapi. Dalam proses pembelajaran diperlukan situasi atau
keadaan yang nyaman. Dengan kata lain, lingkungan harus mendukung, sehingga
proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar.
142
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
143
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
NURHIKMAH
Institut Parahikma Indonesia
Nurhikmah@parahikma.ac.id
ABSTRACT
The aims of the study were to: (1) describe the headmaster’s
emotional intelligence in SMA Negeri 3 Polewali, Polewali District of
Polewali Mandar Regency; (2) describe the teachers’ performance in SMA
Negeri 3 Polewali, Polewali District of Polewali Mandar Regency; (3)
describe the significant influence of the headmaster’s emotional intelligence
on the teachers’ performance in SMA Negeri 3 Polewali, Polewali District
of Polewali Mandar Regency; The study was a quantitative research with
the ex-post facto type of research i.e. to look for a causal relationship that
was not manipulated or treated by the researcher. It was employed the
normative-theological, juridical, and psychological approaches. The
population was all 56 teachers in SMA Negeri 3 Polewali and 56 people
were taken as samples using saturated sample. Analyzed using descriptive
and inferential statistical analysis techniques. The results of the study
revealed that: (1) the descriptive analysis result of the headmaster’s
emotional intelligence in SMA Negeri 3 Polewali was generally in the
medium category with a frequency of 19 of 56 teachers or 34%, (2) the
descriptive analysis result of the teachers’ performance in SMA Negeri 3
Polewali was generally in the high category with a frequency of 19 of 56
teachers or 34%, (3) the result of inferential analysis was obtained t count =
6.442 > ttable = 2.7, so Ho was rejected and H1 was accepted meaning that
there was a significant influence of the headmaster’s emotional intelligence
on the teachers’ performance in SMA Negeri 3 Polewali.
144
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
PENDAHULUAN
171
Undang-Undang RI Tentang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, h.5-6.
145
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
172
Rusman, Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru
(RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014), h.58.
173
Sutalaksana dkk, Teknik Perancangan Sistem Kerja (Bandung: Institut Teknologi
Bandung, 2006), h. 55.
146
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
kepemimpinan kepala sekolah, kompensasi, rekrutmen guru, status guru di
masyarakat, dukungan masyarakat, dan dukungan pemerintah.174
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran dan tugas guru
yang begitu dominan terhadap keberhasilan program dan mutu pendidikan tidak
mudah dilakukan apabila guru tidak melakukan koordinasi dengan warga sekolah,
khususnya kepala sekolah. Faktor kemamuan manajerial kepala sekolah serta
kemampuan dalam mengolah emosi atau kecerdasan emosional kepala sekolah
dipandang memiliki peranan penting bagi peningkatan kinerja guru.
Koordinasi yang baik oleh kepala sekolah melahirkan pencapaian tujuan
sekolah, serta tujuan dari para individu yang ada di lingkungan sekolah.
Disamping itu, keterpaduan kerja guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran serta penciptaan situasi yang kondusif merupakan prasyarat
keberhasilan tujuan sekolah. Kehadiran kepala sekolah sebagai motor penggerak,
penentu arah kebijakan sekolah, serta menentukan bagaimana tujuan-tujuan
sekolah dan pendidikan yang ada di sekolah yang dipimpinnya untuk
direalisasikan maka dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerja. Peningkatan
kinerja dapat dilihat dengan mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien. Seorang kepala sekolah nantinya dituntut untuk memiliki keterampilan
khusus dalam kepemimpinannya.175
Selain dari kemampuan manajerial, dalam Permendiknas RI Nomor 13
tentang Standar Kepala sekolah/ Madrasah terdapat 5 kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang kepala sekolah yaitu kompetensi kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi, dan sosial.176 Akan tetapi dalam penelitian ini peneliti
akan mengkaji lebih jauh dua kompetensi yaitu kompetensi manajerial dan
kompetensi sosial kepala sekolah kaitannya dengan kemampuan kepala sekolah
dalam mengolah emosi (kecerdasan emosional).
174
Samsoel M , Jurnal Kepemimpinan Kepala Sekolah Vol .1( Yogyakarta: UGM, 2007),
h. 9.
175
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2004), h. 126.
176
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 13 Tahun 2007 Tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah, h. 5.
147
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Berkaitan dengan Kompetensi sosial dalam hal ini yang dimaksud dengan
kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien baik dengan peserta didik, guru, orang tua/wali dan
masyarakat sekitar sehingga seseorang yang memiliki kompetensi sosial akan
nampak menarik, empati, kolaboratif, suka menolong, menjadi panutan,
komunikatif dan kooperatif.177
177
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: Cet.III; Rosda
Karya, 2007), h. 176.
178
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21 (Bandung: Cet; 1, 2005), h .81.
148
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Adapun aspek kecerdasan emosi menurut Salovey dalam Edhin Nasution,
antara lain: (1) Mengenali emosi diri (2) Mengelola emosi (3) Memotivasi diri
sendiri (4) Mengenali emosi orang lain (5) Membina hubungan. 179. Berdasarkan
hasil observasi ditemukan beberapa hal yang dianggap sangat berpengaruh
terhadap peningkatan kinerja guru yakni: 1) Kepala sekolah kurang mampu
mengelola emosi dengan baik hal ini terlihat ketika ada pekerjaan yang tidak
berjalan dengan baik kadang kepala sekolah langsung marah dan meninggalkan
rapat, 2) Kepala sekolah kadang memarahi guru tanpa memperhatikan kondisi.
Berdasarkan uraian diatas terdapat ketimpangan-ketimpangan yang terjadi
dalam upaya pencapain tujuan pendidikan khususnya mengenai peningkatan
kinerja guru, sehingga dalam rangka ikut berpartisipasi meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah Negeri, khususnya dalam rangka meningkatkan kinerja
guru di SMA Negeri 3 Polewali Kabupaten Polewali Mandar melalui kemampuan
kepala sekolah dalam mengolah emosionalnya, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosional
Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru di SMA Negeri 3 Polewali Kabupaten
Polewali Mandar”.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosi (emotional intelligence-EI) muncul dan terkenal sejak
Daniel Goleman menerbitkan bukunya Emotional Intelligence, pada tahun 1995.
Menurutnya, kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat dan
ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri.180 Kecerdasan emosi
memberi kita kesadaran akan perasaan sendiri dan perasaan orang lain. Emotional
Intelligence juga mengajarkan dan menanamkan rasa empati, cinta, motivasi dan
kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat.
179
Edhin Nasution, Psikologi Manajemen, h. 143.
180
Daniel Goleman, Emotional Intelligence,diterjemahkan oleh T. Hermaya, Kecerdasan
Emosional, h. 13.
149
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
181
Daniel Goleman, Working with Emotional Intelligence, diterjemahkan oleh: Alex Tri
Kantjono Widodo, Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi (Cet. V; Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 9.
150
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme,
gairah, optimis, dan keyakinan diri.
182
Edhin Nasution, Psikologi Manajemen, h. 143
183
Yunuarita Adi, Rahasia Otak dan Kecerdasan Anak (Cet; 1; Yogyakarta,: Teranova
books, 2012), h. 15.
151
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Kinerja dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai suatu yang dicapai,
prestasi yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Istilah kinerja memiliki
pengertian kualitas kerja yang dimiliki dan diaktualisasikan oleh seorang yang
dapat dijadikan standar ukur kemampuan dan profesionalitas.185
Menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara
mengemukakan bahwa:
Kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga
kerja per-satuan waktu (lazimnya per-jam) dan kinerja juga sebagai
ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan
dengan produktivitas, sedangkan kinerja karyawan adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. 186
184
Nafis, M.W, Sembilan Jalan untuk Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual, h. 139
185
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (
Jakarta: Edisi. III, 2011), h. 570.
186
A.A.Anwar Prabu Mangkunegara. Evaluasi Kinerja Sekolah Dasar. h. 9.
152
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang atau kelompok orang
dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara illegal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika .
Dalam Undang-Undang RI. Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen pasal I ayat I dimaksudkan adalah;
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utamanya mendidik,
mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.187
187
Rahman Getteng, Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika, h.93.
188
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru, h. 15.
153
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi dari hasil yang dicapai dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja
dapat dirtikan sebagai kemampuan kerja seseorang baik secara kualitas maupun
kuantitas dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawab yang ada padanya atau
wujud perilaku seorang atau organisasi dengan orientasi prestasi.
Basyaruddin mengatakan bahwa kinerja guru adalah mendesain program
pengajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan melakukan evaluasi
penilaian.189 Mengacu pada pengertian tersebut kinerja guru dapat diukur dari
input yang diberikan pada proses pembelajaran dan seberapa besar output yang
dihasilkan berupa kualitas peserta didik. Dalam pengertian lain kinerja guru
sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi dari hasil yang dicapai dalam proses
pembelajaran.
Ondi Saondi dan Ari Suherman mengemukakan bahwa:
Kinerja guru merefleksikan kesuksesan maka dipandang penting untuk
mengukur karakteristik tenaga kerjanya dari tiga elemen yang saling
berkaitan yaitu keterampilan, upaya sifat keadaan dan kondisi
erksternal.190
189
Muh. Basyaruddin Usman, Guru Profesional dan Implimentasi Kurikulum (Cet.1.
Jakarta: Ciputat, 2006), h. 9.
190
Ondi Saondi & Ari Suherman, Etika Profesi Keguruan., h.21
154
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
berkewajiban merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran
yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.191
Kemudian Georgia Department of Education telah mengembangkan
Teacher Performance Assessment Instrument yang kemudian dimodifikasi oleh
Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Kinerja Guru (APKG). Alat
Penilaian Kemampuan Guru meliputi: (1) Rencana Pembelajaran (teaching plans
and material) atau sekarang disebut dengan respen atau RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran), (2) Pelaksanaan Pembelajaran (classroom
procedure), dan hubungan antar pribadi (interpersonal skill); dan , (3) Penilaian
Pembelajaran.192
Senada dengan uraian di atas, selanjutnya Menurut Rusman, aspek
penilaian terhadap kinerja guru dapat dilakukan dengan tiga kegiatan
pembelajaran di kelas yaitu:
a. Perencanaan pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang
berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru
dapat dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru.
b. Pelakasanaan kegiatan pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan
yang ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media, sumber
belajar dan pengguanaan metode serta strategi pembelajaran. Semua tugas tersebut
merupakan tugas serta tanggung jawab guru yang secara optimal dalam
pelaksanaannya menuntut kemampuan guru. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran,
meliputi:
1) Pengelolaan kelas
2) Penggunaan media dan sumber belajar
3) Penggunaan metode pembelajaran
191
Depdiknas, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru
Dan Dosen, h. 75.
192
Rusman, Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru, h.75
155
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Kuantitatif adalah
pengumpulan informasi dari suatu sampel dengan menggunakan pertanyaan atau
pernyataan melalui angket yang dapat menggambarkan populasi. Adapun jenis
penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian eks post fakto. Dimana eks
post fakto, yakni suatu penelitian yang mencari hubungan sebab akibat yang tidak
dimanipulasi atau diberi perlakuan oleh peneliti.194 Variabel bebas (X) yang terdiri
dari: kemampuan manajerial (X1) dan kecerdasan emosional (X2). Variabel terikat
(Y) yang terdiri dari kinerja guru di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali
Kabupaten Polewali Mandar.
193
Rusman, Model-Model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Gur, h. 75-
78.
194
Musfiqon, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), h. 68.
156
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh guru di SMA Negeri 3
Polewali Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 56 orang,
yang terdiri dari 44 orang guru tetap dan 12 orang guru tidak tetap. penulis
mengambil seluruh populasi dijadikan sampel dalam penelitian ini yang berjumlah
56 orang guru. Dalam penelitian ini disebut penelitian populasi atau sampel jenuh.
Analisis statistic inferensial dengan menggunakan teknik korelasi product
moment untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara keterampilan mengajar
dengan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dan Budi Pekerti. Adapun rumus product moment sebagai berikut :
N XY X Y
Rxy=
Keterangan :
N X 2
N X N Y 2 N Y
2 2
Rx y : Angka indeks korelasi “r” product moment
N : Banyaknya subjek
∑x y : Jumlah hasil perkalian antara skor x
∑x : Jumlah seluruh skor x
∑y : Jumlah seluruh skor y
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Kecerdasan Emosional Kepala Sekolah di SMA Negeri 3
Polewali Kabupaten Polewali Mandar
Tabel 4.1 Rekapitulasi Penilaian Variabel Kecerdasan Emosional Kepala
Sekolah di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali Kabupaten
Polewali Mandar.
Sko Kategor
N0 Indikator r Rerata i
Kemampuan Kepala Sekolah dalam Setuju
1 mengolah emosi diri 2,55
Kemampuan Kepala Sekolah dalam Setuju
2 mengendalikan diri, 2,52
157
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
158
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Selanjutnya gambaran Kecerdasana Emosional Kepala Sekolah di SMA
Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar dapat dilihat
dalam tabel berikut
Tabel 4.1.124
Kategorisasi Variabel Kecerdasan Emosional Kepala Sekolah
N Kategori Interval Frek Persenta
o. uensi se (%)
1 Sangat Tinggi 155 – 159
8
. 14
2 Tinggi 32
150 -154
. 18
3 Sedang 146 -149
19
. 34
4 Rendah 142 – 145
8
. 14
Sangat Rendah 138 – 141
3
5 6
Jumlah
56
100
Sumber Data: Analisis angket kecerdasan emosional kepala sekolah.
Data pada tabel 4.1.124 diperoleh gambaran kecerdasan emosional kepala
sekolah di SMA Negeri 3 Polewali bahwa, pada kategori sangat tinggi sebanyak 8
orang atau 14 % , kategori tinggi sebanyak 18 orang atau 32 % , kategori Sedang
sebanyak 19 orang atau 34 % , kategori rendah sebanyak 8 orang atau 14 % , dan
kategori sangat rendah sebanyak 3 orang atau 6 %. Hasil tersebut
menggambarkan bahwa kecerdasan emosional kepala sekolah di SMA Negeri 3
Polewali berada pada kategori Sedang dan signifikan karena jumlah persentasenya
sebesar 34 % .
159
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
160
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Agenda
Kemampuan Guru dalam
Melaksanakan Kegiatan
5 Pendahuluan, 2,48 Setuju
Kemampuan Guru dalam
melaksanakan kegiatan Inti dalam
6 proses pembelajaran, 2,49 Setuju
Kemampuan Guru dalam menutup
7 pembelajaran, 2,43 Setuju
Kemampuan Guru dalam
8 melaksanakan teknik penilaian, 2,38 Tidak Setuju
Kemampuan Guru dalam
melaksanakan kegiatan program
9 remedial 2,42 Setuju
Kemampuan Guru dalam
malaksanakan Analisis ulangan
10 harian 2,48 Setuju
Data pada tabel 4.1.176 diperoleh gambaran kinerja guru di SMA Negeri 3
Polewali berada pada kategori sangat tinggi sebanyak 12 orang atau 21 % ,
kategori tinggi sebanyak 19 orang atau 34 % , kategori Sedang sebanyak 12 orang
atau 21 % , kategori rendah sebanyak 11 orang atau 20 % , dan kategori sangat
161
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
162
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
inferensial untuk menguji hipotesis. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah (x2)
terhadap kinerja guru (y). Pengolahan data digunakan untuk melihat besar
kecilnya sumbangan (kontribusi) variabel (x2) terhadap variabel (y) tersebut.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya dapat diketahui dengan
menggunakan analisis regresi lineahr yang menggunakan aplikasi SPSS 20.
Berdasarakan hasil perhitungan tersebut, diperoleh nilai perhitungan yang
disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 5.11.b: Hasil Analisi regresi
Nilai Statistik
Nilai Linear Keterangan
Parametrik
R ,431a
Pola Positif
R squre ,186
F 12,300
Pola Pengaruh
Sig. F 0,001
T 3,152
Siqnifikansi
Sig. T 0,003
Berdasarkan perhitungan diatas diketahui perolehan data koefisien korelasi
dengan analisis produc momen Nilai R = 0,431 dan R square = 0,186
memberikan arti bahwa pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah (x2)
terhadap kinerja guru (y) di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali
Kabupaten Polewali Mandar terdapat hubungan positif dan dan berdasarkan
pedoman nilai koefisien korelasi dan kakuatan hubungan tergolong rendah atau
tidak kuat. Arah hubungan antara variabel diketahui bernilai posistif Artinya, jika
pengetahuan kecerdasan emosional kepala sekolah (x2) naik maka kinerja guru (y)
juga ikut naik tetapi tingkat pengaruh antar variabel rendah dan tidak kuat.
Berdasarkan nilai R square = 0,186 diperoleh indeks sumbangan
pengaruh kecerdasan Emosional kepala sekolah (x2) terhadap kinerja guru (y)
sebesar 18,6 selebihnya sebanyak 81,4 dipengaruhi oleh faktor lain. Sehingga dari
data tersebut memiliki pola positif artinya terdapat hubungan antara variable (x 2)
dan (y) searah. Maksud searah disini, semakin tinggi kecerdasan emosional kepala
sekolah (x2), maka semakin meningkat kinerja guru (y). Begitu juga sebaliknya,
163
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
semakin kecil kecerdasan emosional kepala sekolah (x2), maka semakin rendah
pula kinerja guru (y).
Berdasarkan tabel anova di atas, dapat dianalisis kaidah pengujian
berdasarkan perbandingan antara Fhitung dan Ftabel, Nilai Fhitung dari table anova
sebesar = 12,300 nilai Ftabel dari table F= 3,17. Sehingga diketahui bahwa
pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah (x2) terhadap kinerja guru (y) di
SMA Negeri 3 Polewali diperoleh probabilitas (sig) > Dari table anova nilai
probabilitas (sig) = 0,01 dan nilai taraf signifikan = 0,05. sehingga keputusan
data hasil penelitian Model regresi linier sederhana dapat digunakan untuk
memprediksi kecerdasan emosional kepala sekolah (x2) terhadap indeks kinerja
guru (y) di SMA Negeri 3 Polewali .
Berdasarkan uji –t untuk membuat hipotesis dalam bentuk kalimat
tentang ada atau tidaknya pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah (x 2)
terhadap kinerja guru (y) di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali
Kabupaten Polewali Mandar. Kaidah pengujian Jika , ttabel < thitung <ttabel, maka
Ho diterima. Jika, thitung >ttabel , maka Ho ditolak. Berdasarkan tabel coeeficiens
(α) diproleh nilai tHitung = 3, 152 Nilai ttabel diperoleh 2,7 sehingga
Membandingkan ttabel dan thitung ternyata thitung = 3,152 > ttabel = 2,7 maka Ho
ditolak dan H1 diterim, sehingga tedapat pengaruh kecerdasan emosional kepala
sekolah (x2) terhadap kinerja guru (y) di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan
Polewali Kabupaten Polewali Mandar. Pengujian siqnivikan menentukan kriteria
pengujian diperoleh coeefficients ( α ) diperoleh nilai sig = 0,00 Nilai α, karena
uji dua sisi maka nilai α-nya dibagi 2, sehingga nilai α = 0,05/2 = 0,025. Sehingga
diketahui bahwa tedapat pengaruh kecerdasan emosional kepala sekolah (x2)
terhadap kinerja guru (y) di SMA Negeri 3 Polewali Kecamatan Polewali
Kabupaten Polewali Mandar.
164
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Metode Kurikulum IKP, Pengantar Dakdik Metode Krikulum PBM.
Jakarta. Remaja Rosda karya, 2000.
Asfandiyar, Andi Yudha. Kenapa Guru Harus Kreatif. Cet. III; Bandung: Mizan
Pustaka, 2009.
-------------. Standar Kompetensi dan Sertifikasi guru. Cet. IV; Bandung: Rosda
Karya, 2009.
Faizah, Dewi Utami. Keindahan Belajar dalam Perspektif Pedagogi . Ed. I; Cindy
Grafika, 2008.
Getteng, Abd. Rahman. Menuju Guru Profesional dan Ber-Etika. Cet. III;
Yogyakarta: Graha Guru, 2011.
165
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Hasan, Iqbal. Pokok-Pokok Materi Statistik I. Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
J. Supranto. Statistik Teori dan Aplikasi. Cet. VII; Jakarta: Erlangga, 2008.
Khairil, & Danim Sudawan . Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Cet. I;
Bandung: Alfabeta, 2010.
Nafis M.W, Sembilan Jalan untuk Cerdas Emosi dan Cerdas Spiritual.
Jakarta:Hikmah PT Mizan Publika, 2006.
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam, Edisi Ravisi. Jakarta: Gaja Grafindo
Persada, 2008.
---------------. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010.
166
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi. III, 2011.
----------------------------------------------------------. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran. Cet. III; Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Suherman, Ari & Saondi, Ondi. Etika Profesi Keguruan. Cet. I; Bandung: Refika
Aditama, 2010.
Usman, Husaini. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2008.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional Ed. II. Cet. XXV; Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011.
Uno, B. Hamzah. Profesi Kependidikan. Cet. VIII; Jakarta: Bumi Akasara, 2011.
167
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Abstrak
Pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang terencana, praktis dan
memiliki tujuan yang ingin dicapai. Demikian pentingnya tujuan tersebut,
sehingga tidak mengherankan jika banyak dijumpai kajian yang serius
alangan para ahli mengenai tujuan tersebut. Beragam buku yang mengkaji
mengenai pendidikan, dan senantiasa berusaha untuk merumuskan
tujuannya, baik secara umum maupun secara khusus.
Sistem Pendidikan Islam ada yang mengenal dengan sistem pendidikan
tradisional bukan mederen, sehingga beranjak dari hal tersebut peneliti ingin
mengulas lebih jauh tentang sistem pendidikan Islam sehingga mampu di
Inplementasikan dengan baik.
I. PENDAHULUAN
Kata Kunci:
Secara kultural,Sistem_Pendidikan_Islam
pendidikan pada umumnya berada dalam lingkup peran, fungsi
dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya yang bermaksud
mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui transmisi yang
dimilikinya, terutama dalam bentuk transfer of knowledge dan transfer of
values.195
Saat ini, dirasakan ada keperihatinan sangat mendalam tentang adanya
dikotomi ilmu agama dan ilmu umum. Dikenal bahkan diyakini, adanya “sistem
pendidikan agama” dan pendidikan umum. Kedua sistem tersebut lebih dikenal
dengan pendidkan tradisional dan pendidikan moderen.
Berbagai istilah yang kurang elok hadir dipermukaan seperti, adanya
fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan sekolah umum bahkan
195
Hasbullah, Dsar-dasar Ilmu Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Rajawali Press, 1999),h,
149
168
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa
dukungan Iptek dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama. 196
Kedua sistem pendidikan tersebut, kemudian diupayakan adanya integrasi
antara keduanya menyusul unsur-unsur yang terlibat di dalam sistem pendidikan.
Secara formal, sistem pendidikan agama (Islam) mendapat peluang dan
kesempatan untuk berkembang secara dinamis yang pada akhirnya membawa
sistem pendidikan umum menuju ke arah sistem pendidikan nasional.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Pendidikan Islam
Sistem Pendidikan Islam merupakan satuan kata yang mengandung
kesatuan makna atau arti antara sistem dan pendidikan Islam. Olehnya itu,
sebelum sampai kepada pengertian tersebut, maka terlebih dahulu akan dijelaskan
kedua istilah tersebut.
1. Pengertian Sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” (mengumpulkan) yang
berarti suatu kesatuan bermacam-macam hal menjadi suatu keseluruhan dengan
bagian-bagian yang tersusun dari dalam.197
Sistem adalah suatu keseluruhan yang bulat yang tersusun dari bagian-
bagian yang bekerja sendiri-sendiri (independen) atau bekerja sama-sama untuk
mencapai hasil atau tujuan yang diinginkan berdasarkan kebutuhan.198
Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah
jumlah keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk mencapai
hasil yang diharapkan berdasarkan atas kebutuhan yang telah ditentukan.
2. Pengertian Pendidikan Islam
h. 3
Hasan Shadily, Insekolpedia Indonesia (Jakarta: Ikhtiar Baru, Van Houve, 1980),
197
h. 3205
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Suatu Tinjauan Kritis dan Praktis Berdasarkan
198
Pendekatan Inter disipliner (cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 104
169
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
201
Aham Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prepektif Islam, (Bandung: Rosda Karya,
1992), h. 32.
170
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Pada bagian ini penulis hendak menguraikan unsur-unsur pendidikan yang
tentunya sangat menunjang suatu sistem pendidikan.
Menurut pandangan Islam, unsur-unsur pokok dalam operasional
pendidikan Islam terbagi ke dalam 5 bahagian yaitu:
1. Pembacaan Al-Qur’an
Dalam hal ini tidak langsung sebagaimana mestinya, karena pembacaan al-
Qur’an hanya sebutan dan sekedar bisa membaca, tidak sampai pada tingkat
pemahaman dan pengamalannya.
2. Tazkiyah atau penyucian
Dalam hal ini penyucian jiwa dan budaya agar tumbuh dan berkembang secara
maksimal dan tidak menyimpang dari tujuan ajaran agama Islam. Hal ini pun
bisa sebagai melaksanakan acara-acara ritual yang sakral (termasuk suci dari
pengaruh agama Hindu dan Budha).
3. Ta’lim atau pengajaran al-Kitab
Hal ini dimaksudkan agar berkembang budaya tulisan. Pengajaran ini hanya
sampai pada tarap baca tulis Arab, latin atau melayu di kalangan mereka, hanya
terbatas dan tidak fungsional dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
4. Al-Hikmah
Pengajaran al-Hikmah dimaksudkan untuk mengembangkan budaya dan
kemampaun berfikir dan berfilsafat. Hal ini boleh dikatakan tidak ada.
5. Al-Ilmu
Pengajaran al-Ilmu dimaksudkan agar tumbuh berkembang ilmu pengetahuan
di segala bidangnya termasuk teknologi, ternyata boleh dikatakan tidak ada
sama sekali.202
Di samping itu, Sistem Pendidikan Islam memiliki ciri-ciri khusus anata
lain:
1. Sistem ibadah, sistem ini tidak terbatas pada ibadah yang sudah dikenal
seperti rukun Islam tetapi pengertiannya lebih daripada itu. Yaitu kebaktian
1996), h. 88.
171
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
172
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi
afektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik.203
Seorang pendidik akan mampu melaksanakan fungsinya dengan baik
apabila memiliki hal-hal sebagai berikut.
1) Kewibawaan
Wibawa diartikan sebagai sikap dan penampilan yang dapat
menimbulkan rasa segan dan hormat, sehingga anak didik merasa
diayomi dan ada perlindungan.
2) Memiliki sikap tulus dan pengabdian
Sikap tulus ikhlas timbul dari hati yang rela berkorban untuk anak didik,
diwarnai juga dengan kejujuran, ketabahan dan kesabaran.
3) Keteladanan
Seorang pendidik bukan hanya ditangkap perkataannya akan tetapi sikap
dan prilakunya akan ditangkap dan dihayati oleh anak didik. Oleh karena
itu, seorang pendidik harus mampu menjadi teladan, sebagaimana misi
Nabi Muhammad saw yang lahir ke muka bumi ini menjadi tauladan bagi
ummatnya.204
b. Anak didik
Sama halnya dengan teori Barat, anak didik dalam pendidikan Islam
adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun
secara psikologi untuk mencapai tujuan pendidikannya melalui lembaga
pendidikannya.
Definisi tersebut, memberi arti bahwa anak didik merupakan anak yang
belum dewasa yang memerlukan orang lain untuk menjadi dewasa. Anak
kandung adalah anak didik dalam keluarga, murid adalah anak didik di
203
Ahmad Tafsir, h. 74-75.
204
Khadari Nawawi, Pendidikan Dalam Islam (Cet. I; Surabaya: Al-Ikhlas, 1991), h.
108-110.
173
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikirian Pendidikan Islam, (Kajian Filosofis dan
205
208
Hadari Nawawi, h. 125.
209
Hadari Nawawi, h. 127.
174
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dengan demikian, pendidikan Islam sebagai sebuah sistem sangat membutuhkan
unsur-unsur tersebut.
2) Unsur-unsur Non Situasional
a. Lembaga-Lembaga pendidikan Islam
1. Keluarga
Keluarga muslim adalah benteng utama tempat anak-anak dibesarkan
melalui pendidikan Islam, yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah
keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai
dengan syari’at Islam.
Berdasarkan Al-quran dan al-Sunnah maka tujuan terpenting dari
pembentukan keluarga adalah:
- Mendirikan syari’at Allah dalam segala permasalahan rumah tangga.
- Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis.
- Mewujudkan Sunnah Rasulullah saw dengan melahirkan anak-anak shaleh
sehingga umat manusia merasa bangga dengan kehadiran kita.
- Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak.
- Menjaga citra anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-
penyimpangan.210
2. Sekolah
Lembaga sekolah merupakan pembinaan lanjutan dari nilai yang telah
diletakkan dasar-dasarnya dalam lingkungan keluarga.
3. Masyarakat
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga
setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah
mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga
dan berada di luar pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh
pendidikan tersebut tampak lebih luas.211
210
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat
(Ce. II; Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 139-144.
211
Hasbullah, h. 55
175
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: Pustaka Al-
212
176
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dalam hal ini dapat dipahami bahwa unsur adimistrasi dan pembiayaan
pendidikan dalam islam merupakan dua hal yang sangat menunjang keberhasilan
sebuah proses pendidikan dan oleh karenanya keduanya merupakan unsur yang
sangat penting dalam pendidikan islam.
2. Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan yang dibawa oleh orang-orang Barat terasimilasi
dengan Sistem Pendidikan Islam yang telah berkembang di Nusantara akhirnya
menjadi satu sistem pendidikan yaitu Sistem Pendidikan Nasional.
Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana yang dikehendaki oleh UU 45
adalah satu sistem integrasi antara pendidikan dan pengajaran pada sekolah
modern model pemerintahan Kolonial dan Sistem Pendidikan Islam yang pada
umumnya masih bercorak tradisional.214
Menurut Muhaimin dkk., proses asimilasi antara sistem pendidikan yang
dibawa orang-orang Barat dengan Sistem Pendidikan Islam yang terkesan
dualistis tersebut menjadi satu sistem pendidikan, yaitu Sistem Pendidikan
Nasional, tanpak jelas dilakukan oleh msyarakat dan bangsa Indonesia dengan
jalan.
2. Pemberian bantuan dan tuntunan kepada Pesantren dan Madrasah agar mampu
meningkatkan mutu pendidikan dan perannya sebagai alat serta sumber
pendidikan kecerdasan bangsa. Untuk itu, Sistem Pendidikan Islam harus
dikembangkan menjadi sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat
modern setaraf dengan sekolah-sekolah modern.215
Usaha asimilasi tersebut dipermatang oleh UU NO. 2 tahun 1989 sebagai
berikut :
214
Muhaimin, h. 93.
215
Muhaimin, h. 94.
177
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
III. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan pembahasan ini sebagai berikut:
1. Sistem Pendidikan Islam adalah keseluruhan dari bagian-bagian yang saling
bekerja sama atau unsur-unsur yang disusun secara teratur dan saling
berkaitan, dalam rangka membentuk manusia yang berkepribadian muslim
berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan
al-Sunnah.
2. Unsur-unsur Pendidikan Islam adalah saling terkait dan berantai baik secara
operasional, maupun situasional, dan non situasional. Dengan demikian,
maka antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya merupakan satu
kesatuan perangkat secara teratur membentuk suatu totalitas yang terpadu dari
suatu kegiatan. Akhirnya terbentuk suatu sistem pendidikan yang disebut
Sistem Pendidikan Islam untuk mencapai tujuan pendidikan Islam itu sendiri.
3. Sistem Pendidikan Islam dan Sistem Pendidikan Nasional bila dilihat dari
aspek prosesnya adalah saling mempengaruhi. Hal ini nampak dalam usaha
216
Muhaimin, h. 96.
178
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
masyarakat dan pemerintah, akhirnya pendidikan agama menjadi mata
pelajaran di sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam. Cet. II; Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1992.
Muhaimin dan Abdul Mujib. Pemikirian Pendidikan Islam (Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya). Cet. I; I; Bandung: PT.
Trigendan Karya, 1993.
Shadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1980.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prepektif Islam. Bandung: Rosda Karya,
1992.
179
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Abstrak
A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan
yang sangat signifikan pada berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dalam
kehidupan ekonomi, sosial, budaya maupun pendidikan. Perubahan tersebut
banyak membawa manfaat, tetapi di sisi lain juga membawa manusia ke
persaingan global yang semakin ketat. Karena itu agar mampu berperan dalam
persaingan global, perlu diupayakan pengembangan dan peningkatan kualitas
217
Dosen tetap Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) Universitas Islam Negeri (UIN)
Alauddin Makassar.
180
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
sumber daya manusia (SDM). SDM merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai
tujuan pembangunan bangsa.
Salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM, peran pendidikan
sangat dibutuhkan, sebab pendidikan merupakan sarana untuk membangun watak
bangsa (Nation Character Building). Oleh karena itu, kualitas pendidikan harus
senantiasa ditingkatkan sebab masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa
kehidupan yang cerdas pula dan secara progresif akan membentuk kemandirian.
Dapat dikatakan eksistensi dan daya survival suatu bangsa sangat ditentukan oleh
kualitas SDM yang dimiliki bangsa tersebut. Semakin tinggi kualitas SDM suatu
bangsa, makin eksis bangsa tersebut, sebaliknya semakin rendah kualitas SDM
suatu bangsa, pertanda semakin bergantungnya bangsa tersebut terhadap bangsa
lain.218
Sebagai salah satu negara berkembang, kualitas SDM bangsa Indonesai
terhitung rendah, sehingga ketergantungan Indonesia terhadap negara-negara maju
bisa dikatakan sangat tinggi.219 Rendahnya kualitas SDM ini salah satunya
diakibatkan rendahnya mutu pendidikan jika dibanding dengan Negara lain. Jika
dilihat secara lebih spesifik lagi dalam proses pembelajaran, terbukti hasil-hasil
pengajaran dan pembelajaran di berbagai bidang studi selalu kurang memuaskan
berbagai fihak (stakeholder).
218
Jacques Attali (1991) seorang penulis berkebangsaan Perancis, dalam buku Millenium:
Winners and Lossers in the Coming World Order baranggapan bahwa memasuki millennium
ketiga, manusia tersegmentasi menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok pemenang (the
winners) dan kelompok pecundang (the Lossers). Kelompok pemenang adalah mereka yang
terdidik (educated), otonom secara peribadi, berketrampilan, berdaya adaptibilitas tinggi, memiliki
kemampuan ekonomi kuat, dan menguasai multiakses. Adapun ciri-ciri the Lossers ditandai
dengan kemampuan ekonomi rendah, berpendidikan rendah, tidak dimiliki keterampilan
professional yang memadai, akses informasi terbatas, underestimate, daya adaptasi rendah, gizi
dan kesehatan yang memprihatinkan, dan tempat bermukim yang seadanya. Lihat: Rohadi
Wicaksono, ”Mengapa Harus Konstruktivistik”, dalam http//www.artikelpendidikan.com (19 Juli
2017).
219
Menurut catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP Human
Development Indek (HDI) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia berada di peringkat 112
dari 126 negara, dan satu peringkat di bawah Vietnam. Indonesia berada jauh dibawah Filipina
(85), Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darussalam (31), Korea Selatan (30) dan Singapura
(28). Lihat: Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya
dalam KBK (Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang, 2003), h. 1.
181
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
220
Luk-luk Nur Mufidah, “Pembelajaran Kuantum yang Menyenangkan”, dalam http:
//pakb.wordpress (2 April 2018)
221
Inovasi juga berarti suatu perubahan baru menuju ke arah perbaikan atau berbeda dari
yang ada sebelumnya, dilakukan dengan sengaja dan berencana. Fuad Ihsan, Dasar-dasar
Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 191.
182
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
berupa ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.222
Telah banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya
pembaruan atau inovasi dalam pendidikan. Pada dasarnya inovasi pendidikan itu
sendiri telah melalui berbagai tahap sebagaimana diidentifikasi oleh Ashby
sebagai berikut: Tahap pertama terjadi ketika pendidikan anak dilakukan secara
langsung oleh orang tua. Pada tahap ini lembaga pendidikan sekolah belum ada
dan media yang digunakan juga masih sangat primitif. Materi pelajarannya pun
sebatas pengetahuan orang tua berdasarkan pengalaman yang mereka miliki.
Tahap Kedua terjadi ketika masyarakat/orang tua mulai sibuk dengan
peran di luar rumah sehingga tugas pendidikan anak sebagian digeser dari orang
tua pindah ke guru atau dari rumah ke sekolah. Pada tahap ini mulai muncul
profesi guru. Tahap Ketiga ditandai dengan adanya penemuan alat untuk
keperluan percetakan yang mengakibatkan lebih luasnya ketersediaan buku.
Tahap keempat terjadi sebagai akibat ditemukannya bermacam-macam alat
elektronika yang bisa menunjang proses belajar siswaseperti radio, telepon, TV,
computer, LCD proyektor, perekan internet, LAN, dan sebagainya. 223
Berdasarkan tahapan-tahapan di atas dapat dikatakan bahwa pada saat ini
telah terjadi tahap keempat inovasi pendidikan yang ditandai dengan adanya
pemanfaatan teknologi canggih baik perangkat lunak (software) maupun
perangkat keras (hardware) dalam proses pembelajaran. Tujuan utama aplikasi
teknologi baru itu adalah untuk mewujudkan proses pembelajaran yang
berkualitas sehingga dapat meningkatkan kompetensi, kemampuan, keterampilan
dan daya saing perserta didik dalam suatu program pendidikan pada jenjang, jenis
maupun jalur tertentu.224 Inovasi pada tahap ini tentu saja bukan merupakan
tahapan terakhir pembaharuan pendidikan, sebab pembaruan itu harus terus–
222
Ibrahim, Inovasi Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Direktorat Pendidikan Tinggi, 1988), 51. JURNAL FALASIFA. Vol. 1 No.1 Maret 2011
223
Aric Ashby, The Fourth Revolution, Instructional Technology in Higher Education,
(New York: Carnegie Commision in Higher Education, 1972).
224
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), 297.
183
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
225
Suyanto & Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki
Milenium III, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusantara, 2000), 18.
184
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Dengan kata lain inovasi dalam pendidikan masih sangat diperlukan dalam
upaya menghasilkan sistem pendidikan yang mampu menghasilkan generasi yang
memiliki kecerdasan nalar, emosional, dan spiritual, bukan manusia yang kerdil,
pasif, dan tidak mampu mengatasi persoalan yang dihadapi.
226
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, Pembelajaran…., 2
227
Kurikulum disini tidak bias diartikan sebatas subjek pelajaran saja tetapi mencakup
berbagai aktifitas yang dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah sebagaimana
diungkapkan oleh Saylor dan Alexander: “...School curriculo is the total of the school to bring
about desired outcome’s in school and in out of the situation. In short the curriculum is the
school’s program for learners”, Galen J Saylor and Alexander M. William. Curriculum Planing
for Better teaching and Learning. (New York: Holt, Rinchat, 1960), 4.
185
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
228
Lihat: Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, (Jakarta: Prenada media, 2004), 206.
229
Pasal 4 (1) menegaskan bahwa pendidikan harus diselenggarkan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai cultural dan kemajemukan bangsa. Adapun pasal 11 (1) menekankan kewajiban
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan tanpa
diskriminatif. Lihat Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang
dan Peraturan Pemerintah tentag Pendidikan, (Jakarta: DEPAG RI, 2006), 9, 11.
230
Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk, Pembelajaran…., 2.
186
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Pendidikan yang memberikan otonomi bagi tiap satuan pendidikan untuk
menyusun dan mengembangkan sendiri kurikulumnya berdasarkan karakteristik
peserta didik dan kepentingan daerah masing-masing. Kebijakan ini bukan berarti
menghilangkan unsur-unsur nasional dan menimbulkan fanatisme daerah, tetapi
dalam rangka memberikan perimbangan yang proporsional antara kurikulum
nasional dan daerah (lokal).
2. Peningkatan kualitas pembelajaran
Peningkatan kualitas pembelajaran harus dilakukan agar mencapai
peningkatan kualitas hasil pendidikan. Faktor penentu utama keberhasilan upaya
itu adalah pendidik. Di tangan pendidikan kurikulum akan hidup dan bermakna.
Di tangan pendidik pula metode penyajian menjadi hidup dan menarik bagi
peserta didik. Begitu pula alat pendidikan baik material maupun non material
dapat digunakan oleh pendidik sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya.
Dengan demikian pendidik memegang kunci yang penting dalam upaya
peningkatan kualitas pembelajaran. Semua pembaruan yang menyangkut upaya
peningkatan kualitas pendidikan harus mempertimbangkan keikutsertaan. Michael
G. Fullan (1991) dalam bukunya The New Meaning of Educational Change
berpendapat “Educational Change depends on what teacher do and think—it’s as
231
simple and as complex as that. Keikutsertaan guru di sini bukan dalam arti
fisik semata, tetapi yang lebih penting lagi keikutsertaan secara mental yang
didukung oleh kemampuan profesionalnya. Dapat dikatakan upaya peningkatan
hasil pendidikan harus dilakukan dengan peningkatan kualifikasi guru. Dalam
rangka upaya ini pemerintah telah menerbitkan Undang-undang nomor 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen, yang khusus mengatur tentang kualifikasi,
kompetensi dan sertifikasi guru.232
Dengan kekuatan hukum ini diharapkan akan muncul guru-guru
profesional yang kreatif mencari strategi dan pendekatan baru dalam
pembelajaran. Pencarian pendekatan dan strategi inilah yang menimbulkan
231
Suyanto & Djihad Hisyam, Refleksi....., 19.
232
Peraturan ini terdapat pada Bab IV Pasal 8, 9, 10, 11, 12 dan 13. Lihat: Direktorat
Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI, Undang-undang......, 88-89.
187
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
berbagai macam inovasi dalam pembelajaran. Diantara inovasi itu adalah adanya
kecenderungan untuk mengedapkan pembelajaran yang berorientasi kepada
peserta didik, dengan indikator keberhasilan terletak pada kesejahteraan anak
didik. Anak didik sejahtera jika aktivitas belajarnya menyenangkan dan
menggairahkan. Model pembelajaran seperti ini antara lain: humanizing of the
classroom, active learning, quantum learning, quantum teaching, dan the
accelerated learning.
Humanizing of the classroom ini dilatarbelakangi oleh kondisi sekolah
yang otoriter, tidak manusiawi, sehingga banyak menyebabkan peserta didik putus
asa, yang akhirnya mengakhiri hidupnya alias bunuh diri. Kasus ini banyak terjadi
di Amerika Serikat dan Jepang. Humanizing of the classroom ini dicetuskan oleh
John P. Miller yang terfokus pada pengembangan model “pendidikan afektif”.
Pendidikan model ini bertumpu pada tiga hal:(1) menyadari diri sebagai suatu
proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah, (2) mengenali konsep
dan identitas diri, dan (3) menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan
yang dilakukan tidak terbatas pada substansi materi saja, tetapi yang lebih penting
pada aspek metodologis yang dipandang sangat manusiawi.233
Active learning dicetuskan oleh Melvin L. Silberman. Asumsi dasar yang
dibangun dari model pembelajaran ini adalah bahwa belajar bukan merupakan
konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar
membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat kegiatan
belajar itu aktif, siswa melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka
mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan berbagai masalah dan menerapkan
apa yang mereka pelajari.
Dalam active learning, cara belajar dengan mendengarkan saja akan cepat
lupa, dengan cara mendengarkan dan melihat akan ingat sedikit, dengan cara
mendengarkan, melihat, dan mendiskusikan dengan siswa lain akan paham,
dengan cara mendengar, melihat, diskusi, dan melakukan akan memperoleh
233
Abd. Rachman Assegaf, dkk, ”Kondisi dan Pemicu Kekerasan dalam Pendidikan”
dalam: http//: www.ditpertais.net, tanggal 2 Maret 2002.
188
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
pengetahuan dan ketrampilan, dan cara untuk menguasai pelajaran yang terbagus
adalah dengan mengajarkan. Belajar aktif merupakan langkah cepat,
menyenangkan, dan menarik. Active learning menyajikan 101 strategi
pembelajaran aktif yang dapat diterapkan hampir untuk semua materi
pembelajaran.234
Adapun quantum learning merupakan cara pengubahan bermacam-macam
interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar.
Dalam prakteknya, quantum learning menggabungkan sugestologi, teknik
pemercepatan belajar dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan metode
tertentu. Quantum learning mengasumsikan bahwa jika siswa mampu
menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu akan mampu membuat
loncatan prestasi yang tidak bisa terduga sebelumnya. Dengan metode belajar
yang tepat siswa bisa meraih prestasi belajar secara berlipat-ganda. Salah satu
konsep dasar dari metode ini adalah belajar itu harus mengasyikkan dan
berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk untuk informasi baru
akan lebih besar dan terekam dengan baik.
Sedang quantum teaching berusaha mengubah suasana belajar yang
monoton dan membosankan ke dalam suasana belajar yang meriah dan gembira
dengan memadukan potensi fisik, psikis, dan emosi siswa menjadi suatu kesatuan
kekuatan yang integral. Quantum teaching berisi prinsip-prinsip sistem
perancangan pengajaran yang efektif, efisien, dan progresif berikut metode
penyajiannya untuk mendapatkan hasil belajar yang mengagumkan dengan waktu
yang sedikit. Dalam prakteknya, model pembelajaran ini bersandar pada asas
utama bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkanlah dunia kita ke dunia
mereka. Pembelajaran, dengan demikian merupakan kegiatan full content yang
melibatkan semua aspek kepribadian siswa (pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh)
di samping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya, serta persepsi masa
234
Hisyam Zaini, dkk, Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD
IAIN Sunan Kalijaga, 2002), 112.
189
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
235
Luk-luk Nur Mufidah, “Pembelajaran Kuantum.......
236
Abd. Rachman Assegaf, dkk, ”Kondisi.........
190
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
waktu tertentu. Oleh karena itu setiap inovasi harus terus dilaksanakan
sampai berhasil.
3. Inovasi selalu diwarnai dengan ketidakpastian mengenai efektifitasnya
terhadap kualitas pembelajaran. Oleh karena itu perlu disadarai bahwa
inovasi yang berhasil di suatu tempat belum tentu berhasil di tempat lain.
4. Inovasi dalam pembelajaran dapat dilaksanakan baik pada sektor
pendidikan formal, nonformal maupun informal pada segala macam
bentuk jalur dan jenjang pendidikan yang terkait dengan berbagai bidang
kehidupan.
D. Penutup
Inovasi pendidikan merupakan proses yang akan terus terjadi karena
didorong oleh adanya faktor luar dan faktor dari dalam diri manusia sendiri serta
adanya interaksi antara keduanya. Faktor dari dalam diri misalnya keinginan dan
kebutuhan serta adanya potensi untuk meningkatkan dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sedang faktor luar adalah perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungan kehidupan manusia sendiri. Interaksi antara faktor dari luar dan dari
dalam ini meyebabkan terjadinya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta adanya inovasi yang tiada henti. Dikarenakan pendidikan merupakan sarana
untuk membentuk manusia menjadi pribadi unggul yang siap menghadapi
tantangan zaman, maka pendidikan juga harus siap merespon segala perubahan
zaman itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa inovasi dalam dunia
pendidikan merupakan sebuah keharusan.
191
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
192
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Sophia Azhar237
Fakultas Tarbiyah & Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar
Abstract
Indonesia, as many experts mention, has interminable problems of
leadership. As a country in which Muslims are the majority, everyone
should realize that all are born as a leader who shall have the
responsibility upon people’s welfare. But in reality, Indonesians are
not wellbeing physically or spiritually. It absolutely defines that a
leader should possess leadership knowledge to lead people, not only
depend on the God’s will solely. A leader is not an innate. For this
purpose, teachers have the responsibility and important role to
succeed the educational leadership as earlier as possible. This article
is a descriptive discussion which is aimed at describing the roles of
teacher as motivator, leader, problem solver and students’ ally in
modeling the leadership. The discussion shows that all the four roles of
teachers give positive effect in gaining the learning objectives of
educational leadership.
Pendahuluan
Permasalahan yang terus dirasakan oleh masyarakat Indonesia
dalam kehidupan berbangsa seperti tidak berkesudahan baik dalam hal
politik, ekonomi, budaya, sosial dan bahkan dalam hal kehidupan
beragama.Semua masalah tersebut seperti gelombang laut yang datang
saling bergantian dan kadang bersamaan menerpa semua aspek
237
Penulis adalah dosen tetap Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar,
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
193
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
َ َ َ َ َ ۡ َ ِٓ َ َ َ َ ُ ِ َُ َ َ ۡ َ ُ ِ َُ ُ َۡ َ َٓ َ ِ ُ َۡ َ
ّن أعل ُم َما َل ت ۡعل ُمون ِ ِ ويسفِك ٱدلِماء وَنن نسبِح ِِبمدِك ونقدِس لك َۖ قال إ
Artinya :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamuketahui.”
194
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dimanifestasikan secara nyata oleh para pemimpin Indonesia saat ini,
sehingga segala bentuk permasalahan seperti yang disampaikan diatas
masih saja membelenggu masyarakat Indonesia.Padahal Hadis daripada Ibnu
Amr R.A , Rasulullah SAW bersabda:
"Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan
dipertanggungjawabkan atas kepimpinannya." (Hadis Muttafaq Alaih)
Artinya :
“Kemudian Kami jadikan kamu (Wahai umat Muhammad) khalifah-
khalifah di bumi menggantikan mereka yang telah dibinasakan itu,
supaya Kami melihat apa pula corak dan bentuk kelakuan yang kamu
akan lakukan.”
195
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
196
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
kepemimpinan kepada siswa.
Tulisan ini bermanfaat untuk bertambahnya pengetahuan dan
wawasan guru, praktisi dan pemerhati pendidikan tentang peranan guru
dalam memberi pendidikan kepemimpinan. Tumbuhnya motivasi dan
inisiatif guru dalam meningkatkan keterampilan mengajar pendidikan
kepemimpinan.
Pembahasan
1. Guru sebagai Motivator
Banyak cara yang bisa diterapkan guru dalam memberikan
pendidikan kepemimpinan kepada siswa. Namun demikian, apapun cara
yang dipakai, satu hal yang harus dipastikan adalah bahwa materi yang
disampaikan tersebut bisa diterima dan dimengerti oleh siswa dengan baik,
tidak membuat mereka kehilangan semangat belajar, mengantuk atau
kehilangan tujuan pembelajarannya. Oleh sebab itu, cara mengajar tersebut
haruslah menimbulkan motivasi dan minat yang tinggi dari siswa. Sebagai
motivator, guru dituntut menjadi peribadi yang menyenangkan,
mengembirakan, menghibur, bisa mengendalikan dan melarutkan emosi
siswa dalam pendidikan kepemimpinan yang disampaikannya.
a. Memperhatikan Penampilan
Guru sebaiknya menyesuaikan penampilannya dengan siswa.
Sebagai seorang motivator, menempatkan penampilan yang sesuai dengan
siswa adalah sebuah keharusan bagi guru. Penampilan yang tepat akan
menunjang keyakinan para siswa terhadap pendidikan kepemimpinan yang
197
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
198
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
makna dengan siswa, yaitu memastikan bahwa segala materi yang
disampaikannya bisa dengan gamblang dan mudah untuk diterima dan
dimengerti. Untuk itu, sebelum menyampaikan materi pengajaran, guru
sebaiknya terlebih dahulu mengatasi faktor-faktor hambatan yang bisa
mengganggu komunikasi efektifnya dengan siswa. Faktor hambatan
tersebut di antaranya adalah:
1. Usia
Karena siswa yang belajar usianya lebih muda daripada usia guru,
sebaiknya guru menggunakan komunikasi dengan kosa kata dan intonasi
yang mengayomi dan menyayangi.
2. Jeniskelamin
Bila berbicara kepada siswa wanita, guru sebaiknya menyentuh hatinya
dan sebaliknya bila berbicara dengan siswa pria, guru sebaiknya
menyentuh logikanya. Dengan demikian, sudah tidak saatnya lagi guru
memandang sama antara siswa perempuan dan pria ketika melakukan
komunikasi dengan mereka.
3. Faktor budaya
Adalah hal yang baik bagi guru untuk mengenal budaya siswa, karena
berkomunikasi dengan siswadari budaya/etnis A tentu akan berbeda
dengan siswadari budaya/etnis B. Oleh sebab itu, kemauan guru untuk
mempelajari latar belakang budaya/etnis tertentu akan memudahkannya
berkomunikasi efektif dengan siswa.
4. Waktu
Sebaiknya guru juga memperhatikan waktu ketika terjadinya komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan di pagi hari yang masih segar tentu akan
berbeda caranya dengan komunikasi yang dilakukan di siang hari yang
bernuansa lapar dan mengantuk, dimana siswa sebaiknya lebih banyak
disegarkan dengan kegiatan-kegiatan aplikatif dan komunikatif tentang
kepemimpinan daripada mendengarkan ceramah. Karena itu, kemampuan
dalam menimbang waktu, akan membantu guru untuk bisa berkomunikasi
efektif dengansiswa.
199
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
200
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
siswa dalam belajar pendidikan kepemimpinan, guru selanjutnya harus dapat
meningkatkan ketertarikan mereka tersebut menjadi sebuah hasrat untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih daripada yang sudah dibahas. Hal ini
dapat dilakukan dengan memancing mereka untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau pendapat-pendapat yang lebih mendalam tentang materi
pendidikan kepemimpinan.Semakin banyak pertanyaan atau pendapat yang
muncul, bisa dipastikan bahwa siswa sangat berhasrat untuk tahu tentang materi
pendidikan kepemimpinan tersebut.
4. Arahkan siswa untuk melakukan tindakan sesuai dengan materi
pendidikan kepemimpinan yang disampaikan. Sebagai motivator, guru harus
dapat mengarahkan dan menggairahkan siswa untuk melakukan berbagai
tindakan praktis yang berkaitan dengan materi pendidikan kepemimpinan yang
sudah diberikan. Jika langkah pertama, kedua dan ketiga di atas sudah
dilakukan dengan baik, maka langkah terakhir ini adalah langkah pembuktian
keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan materi tentang pendidikan
kepemimpinan.
201
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Oleh sebab itu, guru merupakan sosok yang digugu dan ditiru alias
menjadi suri tauladan bagi para siswanya, sehingga tidak difungsikan untuk
mengubah siswa, tapi lebih cocok sebagai agent of change, agar siswa bisa
mengubah diri mereka sendiri sebagai akibat dari keteladanan yang telah
202
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
diberikan.
Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh guru untuk menjadi
pemimpin yang dapat memfasilitasi dan menginspirasi para siswa untuk
belajar materi pendidikan kepemimpinan (Hendra Riofita, 2014), yaitu:
a. Visioner
Guru dengan visi yang hebat akan memiliki komitmen dan rasa percaya
diri yang tinggi dalam mengemban misi pembelajaran pendidikan
kepemimpinan didalam kelas dan sekaligus akan mampu
mengidentifikasi arah dan tujuan pembelajaran pendidikan kepemimpinan
yang tepat, sehingga selalu bisa fokus dalam pencapaian hasil.
Selanjutnya, karena guru merupakan sumber keteladanan bagi siswa
untuk berubah, maka guru yang visioner pastinya memiliki kompetensi
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang tepat dalam pelajaran
pendidikan kepemimpinan yang diampunya. Oleh sebab itu, guru yang
kompeten, sudah pasti akan menjadi model yang sesuai bagi para siswa
untuk meningkatkan kompetensi kepemimpinan mereka.
b. Tangguh
Guru harus memiliki kepribadian pemimpin yang tangguh dan memiliki
semangat yang tidak pernah menyerah dalam menularkan keberhasilan
bagi siswa. Hal ini bisa dibuktikan dengan kecekatan guru dalam
mengambil tindakan.Oleh karena itu, dengan tindakan dan pemikiran
yang akurat, guru semestinya selalu bisa mengendalikan dan menciptakan
203
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
204
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
selain mengasah kemampuan berkomunikasi yang efektif, guru juga
dituntut untuk bisa memiliki banyak wawasan, pengetahuan dan gagasan
tentang pendidikan kepemimpinan. Disamping itu, seperti pembaca berita
di televisi, guru sebaiknya juga mengemas diri dan dan materi pendidikan
kepemimpinannya dengan menarik pula. Guru dengan materi pelajaran
yang tidak menarik akan dengan mudah membuat siswa bosan, dan
kebosanan itu tentu akan mendekatkan siswa padakegagalan.
f. Komputer
Guru harus seperti komputer yang memiliki kemampuan berfikir yang
cepat dan tepat agar segala permasalahan yang muncul dalam
memberikan pendidikan kepemimpinan dapat diselesaikan dengan cepat
dan tepat pula.
g. Palangmerah
Guru harus bisa juga seperti palang merang merah yang selalu siap hadir
membantu siswa keluar dari setiap kerumitan dan permasalahan yang
dihadapi dalam mengikuti pendidikan kepemimpinan.
h. Kembangapi
Guru harus bertindak seperti kembang api yang bersinar terang benderang
di kegelapan malam ketika mengajarkan materi pendidikan
kepemimpinan agar kebahagian dan keceriaan bisa ditaburkan kepada
siswa sepanjang proses pembelajaran.
i. Salesman
Guru harus bisa menjadi salesman yang selalu menawarkan ide dan
gagasan yang cemerlang ketika memberikan pendidikan kepemimpinan
kepada siswa.
j. Semut
Guru harus bisa menjadi seperti seekor semut dalam hal kekompakan dan
kerjasama, artinya, guru harus bisa menciptakan kerjasama dan iklim
interaksi yang kompak dengan siswa ketika memberikan pendidikan
kepemimpinan.
205
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Oleh sebab itu, sekolah sebagai salah satu lingkungan utama yang
memainkan peranan dalam manjaga, menumbuhkan dan mengembangkan
potensi kepemimpinan tersebut, sebaiknya selalu memacu siswa dalam
mengembangkan potensi kepemimpinan mereka melalui proses belajar
mengajar di dalam kelas yang diampu oleh para guru. Guru harus
berkelanjutan membentuk dan membangun kharakter kepemimpinan
tersebut dengan menciptakan pribadi-pribadi yang kritis dan kreatif melalui
206
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
pelajaran-pelajaran pendidikan kepemimpinan yang mengedepankan
problem solving, seperti studi kasus, diskusi, debat, dan brain storming.
Dengan demikian, bila penguasaan pelajaran pendidikan kepemimpinan
didapatkan melalui problem solving, maka setuju atau tidak, gurupun
dituntut untuk berperan sebagai problem solver yang membantu siswa
untuk menguasai dan mengimplementasikan hasil dari pelajaran pendidikan
kepemimpinan yangdiberikan.
207
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
akan salah dalam memberikan solusi. Bila hal ini terjadi, selain masalah
siswa tidak akan pernah terpecahkan, juga akan bisa menimbulkan
permasalahan yang baru bagi siswa atau bahkan bagi guru sendiri. Karena
itu, pendekatan yang tidak reaktif terhadap penyelesaian masalah, teruslah
dikembangkan seiring peningkatan kedewasaan yang mengikuti
pertambahan usia guru. Jika diperlukan, tidak ada salahnya bila guru
menuliskan secara rinci tentangbeberapa rumusan dan ruang lingkup dari
permasalahan yang akan diselesaikan.
a. Bangunlah kesepakatan dengan pihak-pihak yang dipandang harus terlibat
dalam penyelesaian masalah siswa tentang pendidikan kepemimpinan.
Berperan seperti layaknya seorang dokter yang mendapatkan kepercayaan
penuh untuk menyembuhkan pasien, tentu menjadi tugas utama guru agar
legitimasi dalam menyelesaikan masalah tidak mendapatkan resistensi.
Jika dipandang perlu, maka ajaklah para pihak tersebut untuk ikut aktif
dalam menyelesaikan masalah melalui pembagian peranan, agar
dukungan yang didapat dari mereka nyataadanya.
b. Buatlah rencana pemecahan masalah tentang pendidikan kepemimpinan
dengan berbagai macam alternatifnya. Semakin berat permasalahan siswa
yang akan dipecahkan, tentu harus semakin bijak dalam menyusun langkah-
langkah solusi bagi setiap alternatif tersebut. Terhadap alternatif-alternatif yang
disusun, sebaiknya guru mendasarkannnya pada tingkat resiko yang akan
diambil, biaya yang akan dikeluarkan, waktu yang akan diperlukan dan hal-hal
penting yang lainnya.
208
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
d. Tentukan solusi dan segera untuk mengimplementasikannya dalam
memberikan pendidikan kepemimpinan. Keberhasilan solusi tidak bisa
diharapkan terjadi begitu saja, tapi harus diukur efektifitasnya pada setiap
langkah yang dilakukan. Karena itu, kemauan semua pihak yang memegang
peranan dalam penyelesaian masalah untuk melakukan pengendalian terhadap
apa yang dilakukan, merupakan sebuah keharusan. Jadi, semakin banyak pihak
yang diberi peranan oleh guru dalam penyelesaian masalah tersebut, maka
semakin banyak pulalah pihak-pihak yang harus dipantau dan dinilai oleh guru
tentang keefektifan langkah mereka.
e. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Guru adalah tempat
bergantungnya para siswa untuk meraih masa depan mereka sebagai pemimpin
yang cemerlang dan gemilang bagi kepentingan nusa, bangsa dan agama. Adalah
kewajiban guru untuk menjadi problem solver bagi para siswanya dalam setiap
kondisi yang ada, tanpa terkecuali. Oleh karena itu, hanya semangat yang tidak
pernah pudarlah yang akan membuat guru bisa menjadikan siswa lebih hebat
daripada dirinya, termasuk dalam hal menjadi problem solver.
209
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
210
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
mengedepankan sisi empati dan simpati ketika berbicara kepada siswa,
tidak hanya ketika menyampaikan pendidikan kepemimpinan, tapi juga
ketika berbagi dan menggali potensi siswa mengenai kepemimpinan itu
sendiri, baik didalam maupun di luar kelas.
211
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Oleh karena itu, guru dan siswa harus bersatu dalam bangunan
kerjasama yang solid, minimal mencontoh bangunan kerjasama seperti
yang diuraikan diatas. Selalu menjadi orang yang visioner, berjiwa
kepemimpinan yang handal dan bisa menjadi problem solver adalah
hakekat kepribadian yang sebaiknya dimiliki guru sebagai modal utama
dalam membangun, mengarahkan, mempertahankan dan mengembangkan
kerjasama yang bersahabat dengan siswa dalam menyukseskan tujuan
pembelajaran pendidikan kepemimpinan.
e. Selalu berupaya menjaga kebersamaannya dengan siswa, baik secara
formal maupun non formal, baik di sekolah maupun di luar sekolah
Hanya dengan kebersamaan yang terjagalah persahabatan bisa
langgeng. Selalu menyediakan waktu untuk berinteraksi dengan siswa,
selalu mencari celah untuk bisa berkomunikasi dengan siswa, selalu
memasukkan unsur- unsur edukasi dalam setiap interaksi dengan siswa,
adalah beberapa cara yang bisa dilakukan guru untuk menjaga kebersamaan
yang bersahabat dengan siswa sehinggga pemberian pendidikan
kepemimpinan bisa dilakukan setiap saat.
212
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Kesimpulan :
1. Setiap manusia tidak terkecuali manusia Indonesia, terlahir sebagai
pemimpin, karena itu setiap orang di negeri ini berhak diasah
kepemimpinannya sedini mungkin dan guru memiliki kewajiban untuk
pemenuhan hak tersebut.
2. Banyak bentuk peranan yang dapat dilakukan guru dalam memberikan
pendidikan kepemimpinan kepada siswa diantaranya adalah berperan
sebagai motivator, pemimpin, problem solver dan sahabat bagisiswa.
213
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Daftar Pustaka
214
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Abstrak
Tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan manusia yang baik (al-insan al-
shalih) yang sudah pasti bersifat universal dan sudah pasti diakui semua
orang dan semua aliran tanpa mempersoalkan di manapun negerinya dan
apapun agamanya . Banyak sekali sebetulnya apa yang dikemukakanoleh para
ahli muslim tapi kesemuanya pada esensinya sama dengan di atas. Selain itu
bahwa pendidikan itu juga untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dasar dan
tujuan filsafat pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan
tujuan ajaran Islam atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Hakekat dan tujuan
hidup manusia adalah Hakekat dan tujuan hidup manusia yang dihubungkan
dengan hakekat dan tujuan pendidikan Islam adalah mendidik individu yang
saleh dengan memperhatikan perkembangan rohaniah, emosional, sosial,
intelektual dan fisik, mendidik anggota kelompok sosial yang saleh, baik dalam
keluarga maupun masyarakat muslim .
PENDAHULUAN
Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap
sampai ke titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan
fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.
Secara garis besarnya pengertian itu mencakup tiga aspek, yaitu: (1) Seperangkat
teknik atau cara untuk memberikan pengetahuan, keterampilandan tingkah laku.
(2) Seperangkat teori yang maksudnya untuk menjelaskan dan membenarkan
penggunaan teknik dan cara-cara tersebut. (3) seperangkat nilai, gagasan atau cita-
cita sebagai tujuan yang dijelmakan serta dinyatakan dalam pengetahuan,
215
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
keterampilan dan tingkah laku, termasuk jumlah dan pola latihan yang harus
diberikan .238
Imam Al-Gazali sebagaimana disimpulkan oleh Fathiyah Hasan Sulaiman,
pada dasarnya mengemukakan dua tujuan pokok pendidikan Islam: (1) untuk
mencapai kesempurnaan manusia dalam mendekatkan diri kepada Tuhan; dan (2)
sekaligus untuk mencapai kesempurnaan hidup manusia dalam menjalani hidup
dan penghidupannya guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
239
238
Lihat Lihat M. Arifin,, Ilmu Pendidikan Islam Cet.II; Jakarta : Bumi Aksara, 1993), h.
18-19
239
Lihat dalam , Munzir Hitami, Menggagas Kembali Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Infinite Press, 2004), h.56-57
240
Lihat Sayyid Quthub, Sistem Pendidikan Islam (Cet.IV; Jakarta: Bina Ilmu, 1998), h.
7-9
216
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spritual,
intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa,baik secara individual maupun
kolektif; dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun
seluruh umat manusia.Pendidikan.241
Jika dipahami dari pengertiannya maka kita bisa menggolongkan sebagai
satu disiplin keilmuan yang mandiri, yaitu ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan
merupakan sebuah sistem pengetahuan tentang pendidikan yang diperoleh melalui
riset. Riset tersaji dalam bentuk konsep-konsep, maka ilmu pendidikan dapat
dibataskan sebagai sistem konsep pendidikan yang dihasilkan melalui riset. 242
Disini kita akan menentukan objek formal ilmu pendidikan yang maha
luas, luasterbatas tetapi juga diartikan sempit. Dalam pengertian maha luas,
Pendidikan adalah segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan
seseorang, bisa berupa pengalaman belajar sepanjang hidup, tidak terbatas pada
waktu, tempat,bentuk sekolah, jenis lingkungan dan tidak terbatas pada bentuk
kegiatannya. Pengertian kemaha-luasan tersirat pada tujuan pendidikannya.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan pengertian pendidikan
Islam, tujuan dan hakekat pendidikan Islam serta hakekat dan tujuan hidup
manusia yang merupakan esensi dasar tujuan dan hakekat hidup manusia itu
sendiri.
I. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam
Istilah pendidikan kerap diartikan secara longgar dan dapat mencakup
berbagai persoalan yang luas. Namun demikian, pendidikan sebenarnya dapat
ditinjau dari dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dan kedua dari
segi pandang individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti
241
Lihat dalam Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Cet.V; Jakarta : Bumi Aksara,
2004), h. 25-27
242
Lihat M.Arifin, op.cit., h. 9
217
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
pewaris kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, agar hidup
masyarakat tetap berkelanjutan. Dari segi individu pendidikan berarti
pengembangan potensi-petensi yang terdalam. Pandangan lainnya adalah
pendidikan yang ditinjau dari segi masyarakat dan dari segi individu sekaligus.243
Dengan kata lain, pendidikan dipandang sebagai sekumpulan pewaris
kebudayaan dan pengembang potensi-potensi. Pada pengembangannya pendidikan
dipahami orang tidak hanya dari tiga sudut pandang di atas, bahkan melahirkan
teori-teori baru yang tentu saja sangat positif bagi kegiatan pengkajian. Namun,
tidak hanya sampai di situ, perkembangan ini pula telah melahirkan berbagai
keracunan dari pengertian pendidikan itu sendiri.244
Pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung
kontiniu/berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang
diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan
berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi
pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh
berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai hayatnya. 245
Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy
of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu
menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah
pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Theodore Meyer Greene
mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan
adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang
bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang
menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.246
243
Lihat Azra, Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Moderenisasi Menuju
Milenium baru (Cet.I; Jakarta : Logos, 1999), h. 9-11
244
Lihat Ibid., h. 11
245
Lihat M. Arifin,, Ilmu Pendidikan Islam Cet.II; Jakarta : Bumi Aksara, 1993), h. 18
246
Lihat dalam Oliver Leamen, Pengantar Filsafat Islam (Cet.I; Jakarta : Rajawali,
1989), h.11-12
218
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian
dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan
pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik
karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya,
dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan
“ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu
mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta
lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama
lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam;
informal, formal, dan non-formal247
247
Lihat Ibid., h.14
219
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
248
Lihat Abidin Ibnu Rusyd, Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan (Cet.I;
Yogyakarta : Pustaka Pajar, 1998), h. 42-44
249
Lihat op.cit., h. 58
250
Ahmad Qodri Azizy, Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar (Cet.II;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2000), h. 24-25
220
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
2.Tujuan yang berkaitan dengan masyarakat, mencakup tingkah laku
masyarakat, tingkah laku individu dalam masyarakat, perubahan
kehidupan masyarakat, memperkaya pengalaman masyarakat.
3.Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran
sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai kegiatan
masyarakat.
Dengan demikian dapat diambil suatu pemahaman bahwa tujuan
pendidikan Islam itu mengandung tiga hal yaitu berkaitan dengan
masalah individu, masyarakat dan pofesionalisme. Sehingga apabila tiga
hal tersebut dapat dicapai maka tujuan pendidikan pun tercapai. 251
Menurut Al Abrasyi, merinci tujuan akhir pendidikan Islam menjadi
1. Pembinaan akhlak.
2. menyiapkan anak didik untuk hidup dudunia dan akhirat.
3. Penguasaan ilmu
4. Keterampilan bekerja dalam masyrakat.252
Dari apa yang disampaikan Al Abrasyi tersebut nampak pendidikan akhlak
pada posisi yang sentral sehingga muara dan tujuan pendidikan adalah
terbentuknya akhlak anak.
Menurut Asma Hasan Fahmi, tujuan akhir pendidikan Islam dapat
diperinci menjadi:
1. Tujuan keagamaan.
2. Tujuan pengembangan akal dan akhlak.
3. Tujuan pengajaran kebudayaan.
4. Tujuan pembicaraan kepribadian.
Menurut Munir Mursi, tujuan pendidikan Islam menjadi :
251
Lihat Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan (Cet.II; Jakarta
:: Rajawali Pers, 1996),h. 25-27.
252
Lihat dalam Ibid ., h. 28
253
Lihat dalam Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Cet.I; Jakarta : Al-
Husna, 2000), h. 42-43
221
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
ۡ ۡ ُّ ُ َ َ َّ َّ َۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َ َ َ َ ُ َّ
َ سد
ِين ِ ب ٱل ُمفُي ِۖ ِ ٱَّلل إ ِ َۡلك َۖ وَل تبغِ ٱلفساد ِِف ٱۡل
ِ ۡرض إِن ٱَّلل َل
Terjemahnya: Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
254
Lihat Amhad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam (Cet.I; Jakarta: Bina Ilmu 1996),
h. 14-15
255
Lihat Sidi Gazalba, Sistematika Buku Pertama Pengantar Kepada Dunia Filsafat
(Cet.V; Jakarta : Bulan Bintang, 1990), h. 67-68
222
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berbuat kerusakan.256
256
Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahnya (Semarang: Bina Restu
223
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Terjemahnya: “Dan buatlah bahtera itu dibawah pengawasan dan petunjuk wahyu
kami, dan jangan kau bicarakan dengan aku tentang orang-orang yang zalim itu
karena meeka itu akan ditenggelamkan”.258
257
Lihat dalam Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam (Cet.I; Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1999), h.. 23-26
258
Departemen Agama RI., op.cit., h. 217
224
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Kecerdasan dan kepandaian itu dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai
berikut :
a) Memiliki sains yang banyak dan berkualitas tinggi.
b) Mampu memahami dan menghasilkan filsafat.
c) Rohani yang berkualitas tinggi. 259
Kekuatan rohani (tegasnya kalbu) lebih jauh daripada kekuatan akal.
Karena kekuatan jasmani terbatas pada objek-objek berwujud materi yang dapat
ditangkap oleh indera. Islam sangat mengistemewakan aspek kalbu. Kalbu dapat
menembus alam ghaib, bahkan menembus Tuhan. Kalbu inilah yang merupakan
potensi manusia yang mampu beriman secara sungguh-sungguh. Bahkan iman itu,
menurut al Qur’an tempatnya didalam kalbu.
Dengan demikian tujuan umum pendidikan Islam sejalan dengan tujuan
agama Islam itu sendiri, yaitu berusaha mendidik individu mukmin agar tunduk,
bertaqwa, dan beribadah dengan baik kepada Allah SWT sehingga memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat. Dengan demikian sesungguhnya pendidikan Islam
merupakan kumpulan metode dan alat tradisional, tetapi sekaligus rasional sosial
dan ilmiah empiris yang digunakan para ulama dan pendidik dalam melatih serta
mengembangkan individu, masyarakat, dan umat manusia agar bertaqwa dan
tunduk kepada Allah swt. 260
Hal tersebut diungkapkan dalam Al-Quran surah al-Jum’ah ( 62 ) ; 2:
ٗ َُ َ ُِِۡ
َ َٰوَل ِم ِۡن ُه ۡم َي ۡت ُلوا ْ َعلَ ۡيه ۡم َء َايَٰتِهِۦ َويُ َز ِك ِيه ۡم َويُ َع ِل ُِم ُه ُم ۡٱلك َِت َ ََ َّ َ ُ
ب ِ ِ سر نٔ م
ِ ِ ٱۡل ِف
ِ ث ع ب ِي
ٱَّل هو
ُّ َ َ َ َُۡ ْ ُ َ ََ ۡ ۡ َ
ٖ ِ وٱۡل ِكمة ِإَون َكنوا مِن قبل ل ِِف ضل َٰ ٖل مب
ي
Terjemahnya:. Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan
hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.261
259
Lihat Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran ( Jakarta : Pustaka Jaya, 1996), h. 96-97
260
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan, (Cet.II; Jakarta: :
Rajawali Pers, 1996), h. 57-58.
261
Departemen Agama, op.cit., h. 516
225
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Terjemahnya: “Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya
mereka beribadah kepada-Ku”.263
Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada
menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah
Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua
amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah.
Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia
dapat mengamalkannya dengan cara yang benar. Ibadah ialah jalan hidup yang
mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan manusia berupa
perkataan, perbuatan, perasaan, pemikiran yang disangkutkan dengan Allah. Dari
tujuan umum pendidikan Islam yang berpusat pada ketaqwaan dan kebahagiaan
serta kemampuan-kemampuan yang diinginkan dapat tujuan khusunya sebagai
berikut :
262
Lihat dalam Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam (Cet.II; Jakarta :
Logos, 1999), h. 67-68.
263
Departemen Agama, op.cit., h. 386
226
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
1. Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan perkembangan
rohaniah, emosional, sosial, intelektual dan fisik
2. Mendidik anggota kelompok sosial yang saleh, baik dalam keluarga
maupun masyarakat muslim
3. Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang besar. 264
Ketiga hal tersebut menjadi salah satu tujuan khusus yang hendak dicapai
dalam tujuan pendidikan Islam. Individu-individu dalam kelompok masyarakat
merupakan komponen masyarakat terkecil, sehingga apabila dari setiap individu
berhasil dalam meraih tujuan dari pendidikan maka dengan sendirinya akan
membentuk kelompok masyarakat yang telah meraih tujuan itu juga. Dan pada
akhirnya tujuan secara luas akan tercapai juga. 265
Bila dicermati dari tujuan dan hakekat hidup manusia di dunia ini dan
dilihat dari tujuan dan hakekat pendidikan Islam, sangat relevan karena tujuan dan
hakekat pendidikan Islam adalah mewujudkan manusia paripurna (Insan Kamil)
yang dicintai oleh Allah swt.
III. KESIMPULAN
264
Lihat Mastuhu, op.cit., h. 87-88 dan bandingkan dengan Ibnu Miskawaih, Tahzib al-
Akhlaq, (Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah, tanpa tahun), h. 217
265
Lihat Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (cet.IV; Jakarta : Logos, 2001), h. 86-
87
227
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
DAFTAR PUSTAKA
Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam Cet.I; Jakarta : Logos Wacana Ilmu,
1999
D. Marimba, Ahmad Filsafat Pendidikan Islam Cet.I; Jakarta: Bina Ilmu 1996
Quthub, Sayyid. , Sistem Pendidikan Islam Cet.IV; Jakarta: Bina Ilmu, 1998.
228
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Abdullah Muhammad
Institut Parahikmah Indonesia
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tatanan kehidupan masyarakat yang kurang sempurna merupakan akibat
dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat pada
krisis yang berkepanjangan, krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan
sebenarnya bersumber dari rendahnya kualitas, kemampuan dan semangat kerja.
Secara jujur bahwa bangsa dapat dikatakan bahwa bangsa ini belum mampu
mandiri dan terlalu banyak dikendalikan pihak asing. Meskipun agenda reformasi
terus digulirkan untuk terus memperbaiki sendi-sendi kekuatan dengan menetapkn
prioritas tertentu, namun hal tersebut belum mampu secara kaffah
(menyeluruh).266
266
Umaedi, Manejmen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (CEQM,2014), h.1.
229
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
267
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional dalam Menyukseskan MBS dan KBK
(bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 31.
230
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
sebab itu sumber daya guru harus dikembangkan baik melalui pendidikan,
pelatihan, dan kegiatan lain agar kemampuan profesionalnya lebih meningkat. 268
Dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik
sering diwakili oleh istilah guru. Istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadrari
Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di
sekolah/kelas. Secara lebih khusus ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang
bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab
dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.269
Dengan demikian yang penulis maksudkan Guru Agama Islam adalah guru
yang bertugas memberi matari pembelajaran pada sekolah-sekolah yang berada
dibawah lembaga Departemen Agama. Dan merupakan figur dan teladan bagi
kehidupan masyarakat dan lebih khusus adalah guru agama Islam sebagai
pembinaan karakter di sekolah.
Peran, tugas, dan tanggung jawab guru bukan hanya sebatas pagar
sekolah, tetapi bisa dikatakan di mana saja mereka berada, baik di rumah maupun
lingkungan masyarakat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa guru merupakan
benteng pertahanan dan penyelamat generasi masa depan. guru agama adalah
guru yang mengajarkan illmu pengatahuan agama dengan harapan agar siswa bisa
memiliki ilmu dan akhlak yang baik, untuk itu, guru agama islam madrasah
Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Selatan Prov. Maluku Utara berusaha untuk
mencapai target yaitu dengan menerapkan tiga nilai dasar manajmen berbasis
sekolah yaitu, akuntabilitas, transparansi dan akuntabilitas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi pokok permasalahan
dalam Jurnal ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengertian Manajeman Berbasis Sekolah dan Bentuk dan Profil
Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Selatan Prov. Maluku Utara?
268
Buchari Alma dkk, Guru Profesional Menguasai Metode dan Terampil Mengajar (Cet.
II; Bandung : Alfabeta, 2009), h. 123.
269
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997),
h. 62.
231
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
270
Soebagio Admodiwirio. Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Ardadizyajaya.
2000), h. 5-6.
271
Suryosubroto, Manejemen Pendidikan di Sekolah (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.
204-205.
232
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
mengajar serta tempat untuk menerima dan memberikan pelajaran. Berdasarkan
makna leksikal tersebut maka MBS daapaat diartikan sebagai penggunaan sumber
daya yang berasaskan pada sekolah itu sendiri dalam proses pengajaran atau
pembelajaran.
Manajmen Berbasis Sekolah diartikan sebagai model pengelolaan yang
memberikan otonomi (kewenangan dan tanggung jawab) lebih besar pada
sekolah, memeberikan fleksebilitas kepada sekolah dan mendorong partisipasi
secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, kariyawaan) dan
masyarakat (orang tua, tokoh masyarakat, ilmuan). Untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dengan otonomi tersebut, sekolah diberikan kewenangan
dan tanggung jawab untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan tuntutan sekolah serta masyarakat atau stekholder yang ada.272
Pengertian lain Manajemen Berbasis Sekolah menurut para ahli antara lain
adalah merupakan salaah satu upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi yang ditunjukan
dengan pernyataan polotik dalan Garis-garis Besar Haluan Negara.273
Denim secara sederhana mendenfinisikan Manajemen Berbasis Sekolah
sebagai desentralisasi kewenangan pembuatan keputusan pada tingkat sekolah.
Defenisi memberikan penjelasan bahwa melalui MBS, pihak sekolah dan para
stakeholder mempunyai wewenang untuk membuat keputusan sesuai dengan
sistem pendidikan nasional. Keputusan yang diambil menyangkut seluruh aspek
yang berhubungan dengan sikap pelaksanaan pendidikan di lingkungan sekolah
berdasarkan peraturan yang berlaku. Dengan adanya kewengan ini, pihak sekolah
dapat mengidentifikasi setiap masalah dan kendala yang dihdapi dalam proses
272
Departemen Pendidikan Nasional, ManajemenPeningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Konsep Dasar (Jakarta: Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Ditjen SLTP, 2002), h. 10.
273
E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Impementasi
(Bandung: Remaja Rosdakarya,2007), h. 11.
233
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
274
Sudarwan Denim, Konsep dan Teori Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta; Direktorat
Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat,Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi), h.
22.
275
Yusufhadi Miraso, Menyamai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2004),
h. 728.
276276
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi, (Jakarta: PT.
Grasindo, 2003), h. 3.
277
Nurkholis, Manajemen Berbasis Sekolah Teori, Model dan Aplikasi, h. 2.
234
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
dengan kebijakan dan kewenangan sekolah itu sendiri dalam upaya meningkatkan
kualitas pendidikan.
Secara yuridis, MBS merupakan sebuah semangat otonomi yang juga
didasari oleh undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, manjamin bahwa pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan dengan
prinsip Manajemen Berbasis Sekolah. Kemudian Rencana Strategis Depdiknas
Tahun 2005-2006, bagian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun,
dinyatakan bahwa pengembangan kapasitas dilaksanakn dalam rangka penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah.278 MBS adalah sistem manajemen yang bertumpuh
pada situasi dan kondisi serta kebutuhan sekolah setempat. Sekolah diharapkan
mengenali seluruh infrastruktur yang beradah di sekolah, seperti guru, peserta
didik, dan sarana prasarana, fenesial, kurikulum serta informasi.279
Berdasarkan pengertian di atas, MBS pada hakekatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang tekait dengan sekolah secara
langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau mencapai tujuan pendidikan nasionl.
2. Profil Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Selatan Prov.
Maluku Utara
Kedatangan Islam di Nusantara merupakan salah satu peristiwa sejarah
yang menarik dan telah menjadi bahan perdebatan para sejarawan. Persolan kapan
dan dari mana datangnya Islam pertama kali di Nusantara, telah memunculkan
paling kurang tiga teori.280 Akan tetapi teori-teori itu dapat dikatakan belum final,
sehingga meskipun sudah banyak sejarawan yang menulis tentang masalah ini,
masih terbuka kesempatan bagi munculnya penafsiran-penafsiran baru atau paling
278
Nurkhalis, Manajemen Berbassis Sekolah: Teori Model dan Aplikasi, h. 2.
279
Departemen Pendidikan Nasional, h. 15.
280
Ketiga teori itu adalah : a) Islam datang pertama kali ke Nusantara pada abad VII H /
XII M melalui Gujarat/India Bagian Barat; b) Islam datang langsung arab (Mekkah-Madinah) pada
abad I H / VII M; dan c) Islam datang langsung dari Persia.
235
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
281
Lihat Azyumardi Azra (ed.) Perspektif Islam di Asia Tenggara, dalam bukunya
Muljono Damapolii Pasantren Moderen IMIM Pencetak Muslim Moderen ( Cet. I; Jakarta :
Rajagrafindo Persada, 2011), h. 90.
282
Dra. Hj. Sumarni Umar, MPdI., Kepala Sekolah Madrsah Aliyah Negeri Gurabati
Kecamatan Tidore Selatan. Wawancara, Tidore 6 Maret 2019.
236
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
merupakan kelas jauh dari MAN Ternate. Dan didirikan pada tahun 1989
kemudian pada tahun 11 Maret 2002 di Negrikan oleh Menteri Agama RI dan di
tetapkan sebagai sekolah Negeri dengan nama Madrasah Aliyah Negeri
Gurabati.283
Pengakuan salah satu alumni, bahwa peserta didik Madrasah Aliyah Negeri
Gurabati Kecamatan Tidore Selatan dari tahun ke tahun selalu mendapatkan nilai
yang maksimal ketika mengikuti ujian Nasional. 284 Madrasah Aliyah Negeri
Gurabati Kecamatan Tidore Selatan awalnya bertempat di samping kanan Stadion
Gurabati Kecamatan Tidore Selatan Jl. Rum Soasio. Dan kemudian di pindahakan
di belakang Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Gurabati. 285
Peserta Didik Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan
berasal dari berbagai kelurahan di Kota Tidore Kepuluan diantaranya adalah
kelurahan Dokiri, Tugiha, Tomalou, dan berbagai macam kelurahan lainya. Dan
juga ada dari kecamtan Tidore Utara, seperti bobo, Mareku, dan Ome.
Keberadaan Madrasah ini, semakin hari mengalami kemajuan, baik dari
jumlah peserta didik, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, sarana prasarana.
Karakteristik yang dimiliki lewat pendidikan agamanya semakin mendapat tempat
di hati masyarakat. Letak geografisnya sangat strategis untuk pengembangan
pendidikan Islam.
Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan Provinsi
Maluku Utara berstatus Negeri pada tanggal 11 Maret 2002. Dengan identitas
sebagai berikut :286
Nama Madrasah : Madrsasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamtan
Tidore Selatan
283
Data Dokumen Piagam Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan,
tahun 1989.
284
Yunus, Alumni Pertama, Madrsah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan,
Wawancara, Tanggal 3 Maret 2019.
285
Karim, Tokoh Pendiri Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamtan Tidore Selatan,
Wawancara, Tanggal 27 Pebruari 2019.
286
Data, Dokumen Kurikulum Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore
Selatan Tahun 2019.
237
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
NSS : 000211212002
Status : Negeri
SK Pendirian : KMA. Nomor 48 Tahun 2002 tanggal 11 Maret
2002
Alamat :
a. Jalan : Jalan Raya Rum Soasio
b. Kelurahan : Gurabati
238
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Tujuan pendidikan Madrsah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore
Selatan sebagai berikut :
a. Meningkatkan prilaku disiplin, tertib dan akhlak mulia pendidik, tenaga
kependidikan dan peserta didik.
287
Sumber Data : TU Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan
Provnsi Maluku Utara.
239
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Maksud filosofinya adalah anak tersebut senantiasa dekat dengan gurunya, kasih
sayang diberikan oleh orang tua dirumah, dapat diaplikasikan guru di sekolah.288
B. Bentuk dan Hasil dari Penerapan Manajeman Berbasis Sekolah di
Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Selatan Prov. Maluku
Utara
1. Bentuk Bentuk Penerapan Manajeman Berbasis Sekolah di Madrasah
Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Prov. Maluku Utara
Manajmen berbasis sekolah bertujuan untuk meningkatkan kenerja sekolah
melalui pemberian wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada
sekolah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelolah sekolah yang
baik yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Peningkatan kenerja sekolah
yang dimaksud meliputi peningkatan kualitas, efektifitas, produktifitas, dan
inovasi pendidikan.289 Adapun bentuk bentuk penerapan manajeman sekolah
yang dilakukan guru agama di Madrasah Aliyah Negeri Gurabati adalah sebagai
berikut :
a. Peningkatan Partisipasi
Partisipasi adalah proses dimana satakeholder (warga sekolah dan
masyarakat) terlibat aktif baik secara individual maupun kolektif, secara
langsung maupun tidak langsung, dalam pengambilan keputusan, pembuatan
kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan / pengevaluasian
pendidikan sekolah.290
288
Hasan Abdullah, Guru Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan,
Wawancara, Tanggal 10 April 2019
289
Departemen Pendidikan Nasional, h. 39.
289
PH Slamet, Manajemen Berbasis Sekolah: Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas
dan Generating Activity (Bluten Pelangi Pendidikan: Edisi V, 2006), h. 34.
290
Hasan Abdullah, Guru Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan,
Wawancara, Tanggal 10 2019.
240
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Peningkatan partisipasi yang dimaksud adalah penciptaan lingkungan yang
terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah (siswa guru dan kariyawan) dan
masyarakat didorong untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan
pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan dan evaluasi
pendidikan. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan
dalam penyelenggaraan pendidikan, maka yang bersangkutan akan mempunyai
rasa memiliki terhadap sekolah, sehingga yang bersangkutan juga akan
bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.
Singkatnya, makin besar tingkat partisipasi maka makin besar pula rasa memiliki
dan tanggung jawabnya. Peningkatan partisipasi yang dilakukan oleh guru agama
di Madrasah Aliyah Negeri Gurabati adalah dengan cara sebagai berikut :
a. Kegiatan Donasi
Kegiatan donasi dilakukan dengan harapan siswa yang kurang mampu
dapat menikmati pendidikan dan terlebih khusus adalah pendidikan agama.
Sehingga siswa memahami nilai ajaran agama dengan baik. Untuk mampu
mengaplikasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Hal itu sejalan dengan
ungkapan Hasan Abdullah guru agama Islam Madrasah Aliyah Gurabati Kec.
Tidore Selatan.291 Dari hasil pengamatan peniliti bahwa bentuk bentuk kegiatan
partisipatif yang dilakukan oleh guru agama Islam berjalan dengan baik yaitu
konsisten guru agama Islam dalam berdonasi yaitu kartu kartu donasi terisi
dengan baik dan tepat waktu. Serta penyalurannya ke siswa dalam bentuk
pelunasan seluruh pembayaran yang berkaitan dengan kebutuhan siswa.
b. Peningkatan Tranparansi
Dalam ruang lingkup sekolah, transparansi adalah keadaan dimana setiap
orang yang terkait dengan kepentingan pendidikan dapat mengatahui proses dan
hasil pengambilan keputusan dan kebijakan sekolah. Transparansi merupakan
salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui MBS. Transparansi ini ditujukan
dalam semua kegiatan yang dilakukan sekolah yang meliputi pengambilan
keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang dan
241
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
sebagainya.292 Dalam hal ini dapat kita pahami bahwa transparansi merupakan
sebuah sistem yang memungkinkan terselenggarannya komunikasi eksternal dan
internal dalam dunia pendidikan. Tranparansi dibangun atas dasar kebebasan arus
informasi yang secara langsung dapat diterima oleh stakeholder pendidikan.
Kebebasan informasi ini harus dapat dipahami sehingga penggunaannya benar-
benar ditujukan untuk pencapain tujuan.
Peningkatan transparansi dalam MBS ditujukan untuk membangun
kepercayaan dan keyakinan publik kepada sekolah bahwa sekolah adalah
organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa. Bersih dala arti
tidak KKN dan berwibawa dalam arti profesional. Pengelolaan yang tidak
transparan berdampak negatif bagi pengembangan sekolah karena masyarakat dan
orang tua murid akan meragukan apakah kalau mereka diminta untuk ikut
memikirkan kekurangan pendanaan pendidikan, sumbangan yang mereka berikan
akan benar-benar dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan atau akan terjadi
penyimpangan yang tidak diharapkan. Adapun kegiatan transparanasi yang
dilakukan guru guru agama di Madrasah Aliyah Negeri Gurabati adalah setiap
kegiatan dilakukan secara terbuka yaiitu seperti kegiatan Isra, Mi’raj atau kegiatan
lainya dilakukan secara transparansi yaitu dengan pembuatan laporan yang sangat
jelas dan detil. Hal itu dapat dilihat ketika dokumentasi dari kegiatan kegiatan
tersebut dilaporkan. Disamping itu nilai transparansi ini dapat dimengerti oleh
siswa dan dapat di praktekan dalam kehidupan kesehariannya. Hal ini sesuai
dengan wawancara dengan Marwah Adjaran yang menyatakan bahwa :
Kegitan kegitan yang kami lakukan melibatkan siswa dalam hal keterbukaan
seperti kegiatan proses belajar dikelas, maupun kegitan diluar kelas seperti
kegiatan Isra Mi’raj dilakukan secar terbuka seperti laporan keuangan dan
lainya.293
292
PH Slamet, Manajemen Berbasis Sekolah: Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas
dan Generating Activity, h. 34.
293
Marwah Adjaran Guru Mata Pelajaran Al Quran Hadis Madrasah Aliyah Negeri
Gurabati, Wawancara Tanggal 10 April 2019
242
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Hal itu sesuai dengan hasil pengematan peneliti bahwa kegiatan kegiatan
semuanya dilakukan dengan cara transparansi seperti kegiatan dalam proses
pembelajaran di kelas maupun kegiatan keagamaan yang dilakukan di lingkup
sekolah seperti kegiatan Isra Mi’raj semua hasil laporan dlakukan dengan baik dan
rapi.
Selanjutnya hal itu diperkuat oleh Hasan Abdullah Guru Pelajaran Bahasa
Arab Madrasah Aliyah Negeri Gurabati yang menyatakan bahwa :
Transparansi merupakan suatu hal yang tak bisa kita pisahakan dalam
kehidupan kita sebab transparansi dapat meningkatan saling kepercayaan kepada
kami selaku guru, begitupun demikian halnya dengan siswa, sehingga kegiatan
apa saja yang kami lakukan semuanya melibatkan siswa dalam kegiatan tersebut
baik proses belajar mengajar di kelas maupun kegiatan agama yang dilakukan di
lingkup sekolah kami seperti kegiatan Isra Mi,raj maupun kegaitan dzikir dan
kegiatan lainya.
c. Penginkatan Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggung jawaban
atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggaraan
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk meminta
keterangan atau pertanggung jawaban.294 Dengan demikian akuntabilitas adalah
bentuk pertanggung jawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan
program yang telah dilaksanakan berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan
dilaporkan kepada pemerintah, orang tua siswa dan masyarakat.
Pada dasarnya, pengertian akuntabilitas yang diberikan oleh Slamet tidak
hanya berupa
pertanggung jawaban administratif keuangan saja, tetapi mencakup pula
penggunaan/ pemanfaatan dan hasil kenirjanya. Tujuan utama akuntabilitas adalah
untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kenerja sekolah sebagai salah satu
prasyarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan dapat dipercaya. Penyelenggara
294
PH Slamet, Manajemen Berbasis Sekolah: Partisipasi, Transparansi, Akuntabilitas
dan Generating Activity, h. 37.
243
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
295
Nurkhalis, Manajemen Berbassis Sekolah: Teori Model dan Aplikasi. h. 45.
296
Nurkhalis, Manajemen Berbassis Sekolah: Teori Model dan Aplikasi. h.1
297
E Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Impementasi. h. 11.
244
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Manajemen Berbasis Sekolah yaitu mengembangkan potensi sekolah sehingga
kesejahtraan lebih maju.298
Adapun nilai akuntabilitas yang diterapkan guru guru agama Madrasah
Aliyah Gurabati adalah setiap kegiatan selalu dilakukan dengan penuh tanggung
jawab hal itu bisa dapat dilihat ketika diberikan suatu amanah seperti penerimaan
mahasiswa baru, maupun kegiatan proses pembelajaran didalam kelas dilakukan
dengan rasa tanggung jawab, datang tepat waktu begitupun pulang tepat pada
waktunya. Hal itu berdasarkan hasil pengematan peneliti ketika berada dilokasi
penelitian.
C. Hasil dari Implementasi Nilai Partisipasi, Transparansi dan
Akuntabiliitas Guru Agama Islam di Madrasah Aliyah Negeri Gurabati
Kec. Tidore Selatan Prov. Maluku Utara
Implementasi atau lebih dikenal dengan istilah pelaksanaan merupakan
upaya untuk merelesasikan program kerja yang ada di sekolah sebagai lembaga
pendidikan agar bisa berhasil dalam melaksanakan Manajemen Berbasis Sekolah
maka dibutuhkan strategi atau metode pelaksanaan. Adapun hasil dari penerapan
nilai paratisipasi, transpransi dan akuntabilitas di Guru Mata Pelajaran Islam di
Madrasah Aliyah Negeri Gurabati adalah sebagai berikut :
a. Nilai Partisipasi
Hasil dari nilai partisipasi yang dilakukan oleh guru mata pelajaran agama
Islam di Madrasah Aliyah Negeri Gurabati yaitu memberikan hasil yang sangat
positif kepada siswa, sehingga siswa dapat menerapakannya dengan baik hal itu
bisa dapat dilihat ketika siswa yang berbulan bulan tidak datang sekolah dengan
alasan ekonomi bisa datang untuk datang kembali untuk melanjutkan sekolahnya.
Hal ini berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran agama Islam Hasan
Abdullah menyatakan bahwa :
Ekonomi peserta didik kami beragam ragam dan bermacam dengan ada yang
penghasilan orang tua berkisar 1.000000 hingga 3.000000 ada juga siswa yang
hanya memiliki pendapatan orang tua hanya 600000 hingga 1.000000 inilah
298
Supriono dan Achmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah (Jawa Timur SIC, 2001),
h. 66.
245
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
yang kadang membuat siswa sebagian ikut orang tua untuk mencari nafkah
hingga mereka tidak aktif untuk mengikuti proses belajar mengajar di kelas.
Namun alhamdullailah setelah kami melakukan program program partisipasi
ini bisa dapat membantu biaya sekolah mereka.299
Hal itu juga dapat diperkuat dengan pernyataan Suhaimi, Jainal dan Rifkah
siswa Madrasah Aliyah Negeri Gurabati kelas XII IPA 3 mereka meyatakan
bahwa :
Bahwa kami awalnya sangat malas sekolah karena kami berpikir bahwa untuk apa
kami sekolah sebab ekonomi kami sangat susah kami kasian dengan orang tua
kami tapi alhamdulilah kami dibantu oleh para guru guru agama kami dengan
membayar kebutuhan sekolah seperti uang sewa mobil kami300
299
Hasan Abdullah, Guru Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan,
Wawancara, Tanggal 10 Mei 2019.
300
Siswa kelas XII IPA 3 Madrasah Aliyah Negeri Gurabati wawancara, Tanggal, 10
Mei 2019.
246
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
transparansi akhirnya kami melakukan kegiatan dilakukan dengan cara
terbuka301
Hal itu diperkuat oleh pernyataan Hasan Abdullah guru mata pelajaran
agama Islam Madrasah Aliyah Negeri Gurabati yang menyatkan bahwa :
301
Fauzi Ketua OSIS Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Selatan Wawancara,
Tanggal, Tanggal 10 Mei 2019
302
Hasan Abdullah, Guru Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kecamatan Tidore Selatan,
Wawancara, Tanggal 10 Mei 2019.
247
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
Kegiatan osis yang saya dan kawan lakukan awalnya hanya kami
menganggap bahwa kegiatan OSIS cuma kegiatan kegiatan biasa saja tapi
ketika setelah kami memahami nilai akuntabilitas yang diajarkan oleh guru
guru agama kami alhamdulilah kami bisa menerapkannya dengan baik
seperti kegiatan OSIS kami lakukan dengan rasa penuh tanggung jawab. 303
Selanjutnya hal itu juga diperkuat oleh ketua PMR Madrasah Aliyah
Negeri Gurabati Madrasah Aliyah Negeri Gurabti yang menyatakan bahwa :
Awalnya kegiatan PMR ini saya lakukan hanya biasa biasa saja dalam arti
saya jarang malakukannya dengan rasa penuh tanggung jawab tapi setelah
saya mengatahui bahwa pentingnya nilai akuntabilitas ini akhirnya saya
pun melakukannya rasa tanggung jawab.304
III. Penutup
Kesimpulan
1. Partisipasi adalah salah masalah yang sangat penting di lingkup pendidikan
dengan nilai partisipasi akan memberikan keringanan kepada para peserta didik
yang membutuhkan sehingga nilai transparansi harus di miliki oleh seluruh
komponen sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan nilai. Adapun nilai
partisipasi yang diterapkan oleh guru guru mata pelajaran agama Islam sangat
memberikan dampak yang sangat positif kepada peserta didik.
303
Fauzi Ketua OSIS Madrasah Aliyah Negeri Gurabati Kec. Tidore Selatan Wawancara,
Tanggal, Tanggal 10 Mei 2019.
304
Ilham, Ketua PMR Madrasah Aliyah Negeri Gurabati, Kec. Tidore Selatan
Wawancara Tanggal, Tanggal 10 Mei 2019.
248
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
2. Tujuan penerapan nilai transparansi dan akuntabilitas sangat dibuthkan di
lembaga pendidikan karena dengan transparan dan tanggung jawab, semua
lembaga akan bisa berjalan dengan baik. Untuk meningkatkan mutu pendidikan
maka perlu ditingkatkan nilai transparansi dan akuntabilitas oleh seluruh
komponen sekolah. Dan nilai transparansi dan akuntabilitas yang diterapakan
oleh guru guru mata pelajaran agama Islam memberikan hasil yang sangat
positif kepada peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
249
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI)
GOWA
Volume 3 Nomor 1 2019 M / 1440 H
ISSN : 2599 - 1523
250
251