Anda di halaman 1dari 139

PERFORMANCE BASED ASSESSMENT

Oleh:

Junil Adri, Ambiyar, Refdinal

i
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan Syukur kami panjatkan selalu kepada Tuhan Yang
Maha Esa atas Rahmat, Taufiq, dan Hidayah yang sudah diberikan sehingga
kami bisa menyelesaikan buku panduan yang berjudul “PenilaianKinerja
Dalam Matakuliah Praktek” dengan tepat waktu.
Panduan ini akan sangat bermanfaat untuk para dosen karena
menyajikan informasi praktis tentang teknik-teknik penilaian, dilengkapi
dengan langkah-langkah pelaksanaan penilaian. Diharapkan dengan buku
panduan ini para dosen dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari di kelas
lebih profesional.Sehingga mutu pendidikan dapat lebih terjaga danterus
meningkat.
Kami sadar bahwa penulisan buku ini bukan merupakan buah hasil
kerja keras kami sendiri.Ada banyak pihak yang sudah berjasa dalam
membantu kami di dalam menyelesaikan buku ini, seperti pengambilan data,
pemilihan contoh, dan lain-lain.Maka dari itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan
wawasan dan bimbingan kepada kami sebelum maupun ketika menulis buku
panduan ini.
Kami juga sadar bahwa buku yang kami buat masih tidak belum bisa
dikatakan sempurna.Maka dari itu, kami meminta dukungan dan masukan
dari para pembaca, agar kedepannya kami bisa lebih baik lagi di dalam
menulis sebuah buku.
Padang, September 2021
 

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................iii

BAB 1 PENDIDIKAN VOKASI DI ERA GLOBALISASI..............1

A. Pembelajaran di Era Revolusi Industri..........................................4


B. Pembelajaran dan Proses Pembelajaran.........................................6
C. Pembelajaran pada Pendidikan Vokasional...................................8
D. Pendidikan Vokasi di Indonesia....................................................10
BAB 2 INOVASI DALAM BIDANG PENDIDIKAN.......................14

A. Makna Hakiki Inovasi Pendidikan.................................................14


B. Sasaran Inovasi Pendidikan...........................................................24
C. Bentuk-bentuk Inovasi Pendidikan................................................29
BAB 3 PERANAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN.........32

A. Evaluasi Pembelajaran...................................................................32
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran....................................34
C. Jenis Jenis Evaluasi........................................................................37
D. Prinsip Evaluasi Pembelajaran.......................................................38
E. Teknik dan Bentuk Evaluasi Pembelajaran...................................42
F. Prosedur Evaluasi Pembelajaran....................................................47
BAB 4 PERFORMANCE....................................................................49

A. Pengertian Performance.................................................................49
B. Performance Assessment...............................................................51

iii
C. Aspek-Aspek Kinerja.....................................................................53
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja.................................54
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja................55
F. Upaya Peningkatan Kinerja...........................................................58
BAB 5 ASSESMENT...........................................................................61

A. Pengertian Assesment (Penilaian).................................................61


B. Konsep Assesment (Penilaian)......................................................62
C. Penilaian Antar Kawan (Peer Assesment).....................................64
D. Fungsi Assesment..........................................................................69
E. Cakupan Ranah Assessment..........................................................70
BAB 6 GERAKAN MOTORIK PENDUKUNG PERFORMANCE75

A. Klasifikasi Berdasarkan Kecermatan Gerak..................................75


B. Klasifikasi Berdasarkan Titik Awal dan Akhir Gerak...................76
C. Klasifikasi Berdasarkan Stabilitas Lingkungan.............................78
D. Domaian Psikomotorik..................................................................80
E. Proses Motorik dalam Pembelajaran Praktek................................89
F. Kontrol Motorik Pada Keterampilan.............................................96
BAB 7 PERFORMANCE BASED ASSESSMENT..........................101

A. Pengertian Peformance Based Assessment (Penilaian Kinerja)....101


B. Prinsip-prinsip Peformance Based Assessment.............................103
C. Tujuan dan fungsi Peformance Based Assessment........................106
D. Karakteristik dan Sifat Performance Assessment..........................111
E. Prinsip Dan Langkah-Langkah Performance assessment..............114
F. Bentuk Performance Based Assessment........................................116
iv
BAB 8 PANDUAN PERFORMANCE BASED ASESSMENT.........119

A. Penentuan Tugas............................................................................119
B. Bentuk Rancangan Tugas Praktik..................................................120
C. Rubrik............................................................................................123
D. Bentuk Bentuk penilaian................................................................133
E. Pelaksanaan Penilaian....................................................................136
F. Penilaian Hasil Kerja.....................................................................137
G. Sumber Kesalahan dalam penskoran Penilaian Kinerja................139
BAB 9.PENGEMBANGANPERFORMANCE BASEDASSESSMENT
PADA PEMBELAJARAN PRAKTIKUM..........................141

A. Pembelajaran Berbasis Pratikum...................................................141


B. Penilaian Pratikum.........................................................................142
C. Kriteria Performance Based Assessment (Penilaian Kinerja).....145
D. Langkah-langkah Membuat Performance Assessment..................147
E. Validitas dan Reliabilitas dari Performance Assessment...............148
F. Prosedur Pengembangan Performance Assessment.......................149
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................159

v
BAB 1
PENDIDIKAN VOKASI DI ERA GLOBALISASI
Diera teknologi perkembangan pendidikan dituntut menyesuaikan dengan
dunia kerja (Ghufron, 2018). Pendidikan aktualisasi potensi dan kemampuan
yang dimanfaatkan untuk kehidupan ditengah-tengah masyarakat. Sumber
daya manusia (SDM) adalah aset optimal dan maksimal keberhasilan
pembangunan nasional Indonesia(Nugraha, 2018). Dalam hal ini, baik
melalui pendidikan formal dan non formal dalam menyiapkan lulusan
memasuki dunia kerja.
Pendidikan vokasi yang berkembang di dunia mempunyai strategis,
persepsi, pengembangan program, dan kongres internasional bersama
Unesco dan ILO. Pendidikan teknologi dan kejuruan selain mempersiapkan
suatu bidang keahlian yang bersifat jabatan, juga perlu didorong untuk
pengayaan pengetahuan dan keterampilan umum yang dipandang dapat
dijadikan latar belakang mengadaptasi berbagai kemungkinan di masyarakat
(King, 2009).
Terdapat beberapa jenis model pendidikan dan pelatihan kejuruan a)
pendidikan kejuruan dan sistem pelatihan, b) peningkatan keterampilan, c)
kebutuhan untuk menyamakan peluang melalui peningkatan keterampilan, d)
pendidikan dan pelatihan, e) sebagai tambahan manfaat ekonomi, pendidikan
dan pelatihan dapat menghasilkan kegunaan sosial, seperti pengurangan
kejahatan, peningkatan kesehatan, f) pendidikan dan pelatihan mempunyai
manfaat tidak langsung untuk mengurangi pembelanjaan (Gasskov, 2000).
Pendidikan vokasi sebagai tempat untuk menyiapkan tenaga kerja
berpengetahuan, berketerampilan, dan berkepribadian bagi dunia kerja, tetapi
kondisi riil menunjukkan bahwa pendidikan kejuruan belum banyak lulusan
memperoleh kerja, bahkan yang telah bekerja menghadapi masalah
keterampilan pada pendidikan dan latihan kejuruan (Hanafi, 2012).
Pendidikan vokasi sebagai salah satu pemegang peranan penting dalam
penyiapan tenaga kerja dituntut untuk selalu dapat mengikuti kebutuhan
pasar yang terus berkembang (Wibowo, 2016). Pendidikan kejuruan
memiliki peran dan strategi penting untuk merealisasikan visi Sistem
Pendidikan Nasional yaitu menghasilkan insan indonesia cerdas dan
kompetitif (Munadi, 2008). Kebijakan pemerintah yang bijak diperlukan
untuk menjalankan berbagai program pendidikan vokasi dan teknis di
vi
seluruh negara, yang didasarkan pada kebutuhan dunia kerja. Masalah umum
yang muncul adalah bagaimana membangun hubungan "simbiosis mutual"
antarapertenaga pengajaran tinggi kejuruan dan teknis dan dunia kerja
(Jalinus, 2011).
Konsep dasar pendidikan vokasi perlu dikaji konsep-konsep yang
melandasi pendidikan kejuruan, meliputi: dasar filsafat pendidikan kejuruan,
asumsi anak didik, konteks sosial pendidikan kejuruan, dimensi ekonomi
pendidikan kejuruan dan pendidikan kejuruan dan ketenaga kerjaan (Sumardi
& Djohar, 2015). Secara teori, pendidikan menengah kejuruan, menganut
prinsip dasar dan filosofi secara universal. Pendidikan diartikan suatu proses
sosial yang berpengaruh pada lingkungan, kemampuan personal, dan sosial
secara optimal. Pendidikan hendaknya mampu menghasilkan sumberdaya
manusia yang memiliki kompetensi utuh, dikenal dengan kompetensi abad
ke-21, pengalaman anak didik akan memiliki kekuatan tinggi sebagai sebuah
hasil belajar, jika proses pendidikan menerapkan prinsip learning by doing
(Wijaya et al., 2016). Selanjutnya era global menuntut sumber daya manusia
yang memiliki daya saing, adaptif dan antisipatif, mampu belajar, terampil,
mudah beradaptasi dengan teknologi baru, dan profil tenaga kerja yang
dibutuhkan pasar adalah yang kuat pada aspek soft skills dan hard skills
(Widarto & Widodo, 2012). Oleh karena itu, pembelajaran dikemas dengan
baik sehingga mahasiswa mempunyai pengalaman nyata.
Vocational education, like general education, is a responsibility of the
school and cannot be limited to single discipline or department (karakteristik
pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistem pendidikan secara
keseluruhan) (Calhoun & Finch, 1982). Pembelajaran berbasis kompetensi
menuntut perubahan desain kurikulum, dari model lama yang berisi uraian
mata pelajaran ke dalam desain kurikulum baru yang berisi pernyataan
seperangkat kompetensi (Nurtanto & Sofyan, 2015). Peningkatan mutu
pendidikan, menyangkut pengendalaian komponen-komponen yang terdiri
atas kebijakan mutu pendidikan, kurikulum, pembelajaran, fasilitas
pendidikan, peserta didik, dan pendidik yang menunjang terpenuhinya mutu
pendidikan di dunia kerja (Ratnata, 2012).
Pendidikan tidak hanya diukur di pertenaga pengajaran tinggi tetapi
prestasi kerja di dunia kerja juga dalam keberhasilan kurikulum pendidikan
vokasi. Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses dan

vii
hasil (Finch & Crunkilton, 1999). Pendidikan vokasi dalam pengembangan
programnya perlu justifikasi kebutuhan nyata tenaga kerja di DUDI.
Kurikulum dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada pengembangan
pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu, tetapi harus secara simultan
mempersiapkan peserta didik yang produktif (Wardina et al., 2019).
Kurikulum pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan membantu
mahasiswa untuk mengembangkan suatu tingkat pengetahuan, keahlian,
sikap, dan nilai yang luas. Setiap aspek tersebut akhirnya bertambah dalam
beberapa kemampuan kerja lulusan (Triyono, 2017). Kurikulum merupakan
sebuah dokumen yang dikembangkan dalam bentuk tertulis dan digunakan
untuk merencanakan dan mengatur pengalaman yang terorganisasi bagi
mahasiswa dan untuk pembelajaran mahasiswa (Billett, 2011).
Secara pragmatis pendidikan mengatasi masalah yang mengalami
perubahan. Technical and Vocational Education and Training (TVET)
mengacu pada intervensi yang disengaja untuk mewujudkan pembelajaran
yang akan membuat orang lebih relevan dan produktif di bidang ekonomi
dan teknologi(Slamet, 2011). Pemenuhan tempat kerja abad ke-21 untuk
tenaga kerja terampil mandiri, lembaga pendidikan TVET harus
berkolaborasi dengan industri menjembatani kesenjangan keterampilan(van
Dijk, 2019).
Tujuan pendidikan kejuruan dan filosofi oleh Charles Prosser tokoh
pendidikan kejuruan. Enam belas teorema yang dikemukakan oleh Prosser
tentang pendidikan kejuruan sangat berhubungan dalam proses pembelajaran
pada pendidikan vokasi yaitu teorema satu dan dua.
1. Vocational education will be efficient in proportion as the environment in
which the learner is trained is replica of the environment in which he must
subsequently work, and
2. Effective vocational training can only be given where the training jobs are
carried on in the same way, with the same operations, the same tools, and
the same machines as in the occupation it self(Gray et al., 2005).

A. Pembelajaran di Era Revolusi Industri


Pembelajaran diartikan sebagai sebuah usaha untuk mempengaruhi
emosi, intelektual, spiritual seseorang agar mau belajar dengan
kehendaknya sendiri(Prawiradilaga, 2015). Pembelajaran merupakan

viii
suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkan dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar
(Gasong, 2018).Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun
meliputi unsur-unsur manusiawi, internal, eksternal, material, fasilitas
perlengkapan dan prosedur yang memengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Andjani, 2018). Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan
yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada
mahasiswa (Tibahary & Muliana, 2018). Pembelajaran adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
Learning is thus understood as a process in which social interaction
provides feedback, stimulation, instruction, correction, mutual scaffolding
of comprehension, and socially shared construction of meaning.
(Pembelajaran dapat dipahami sebagai sebuah proses dimana interaksi
sosial memberikan umpan balik (masukan), stimulasi, instruksi, koreksi,
pengarahan pemahaman secara timbal balik, dan pembangunan makna
secara sosial)(Preiss, 2020). Learning is a very complex process in which
we learn knowledge, skills, beliefs, attitudes, values, emotions and the
senses even though we tend only to assess one or at most dimensions of
this process.(Pembelajaran merupakan proses yang sangat kompleks di
mana kita belajar pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, sikap, nilai-
nilai, emosi dan indera meskipun kita cenderung hanya untuk menilai satu
atau paling banyak dimensi dari proses ini)(Jarvis, 2006).Pembelajaran
merupakan proses yang kompleks yang terdiri atas fungsi dan bagian-
bagian yang saling berhubungan satu sama lain serta diselenggarakan
secara logis untuk mencapai keberhasilan belajar(Rusmono, 2012).
Berdasarkan pendapat di atas dapat dismpulkan pembelajaran adalah
perubahan tingkah laku yang diiringi dengan proses pertumbuhan yang
ditimbulkan melalui penyesuaian diri terhadap keadaan lewat rangsangan
atau dorongan.Pembelajaranmewujudkan kualitas pada proses, lulusan
juga pengaruh penyebab kualitas pendidikan rendah yang memiliki peran
dominan. berarti pembelajaran bergantung kesiapan tenaga pengajar
melaksanakan proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan
secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan kepada
mahasiswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang
tidak baik akan menyebabkan potensi mahasiswa sulit dikembangkan atau

ix
diperdayakan (Muhith, 2017). pembelajaran menjadi pengasah dan
melatih moral kepribadian manusia, meskipun juga ada aspek psikis.
Mengatur psikis tidak sama mengatur aspek fisik. Dengan demikian
tenaga pengajar di tuntut memiliki kemampuan dan sekaligus kepekaan
dalam memahami fenomena, realitas dan potensi yang dimiliki oleh
mahasiswa (Rohmawati, 2015).
Tenaga pengajar mempunyai kesempatan, peluang luas dalam
melakukan pembentukan karakteristik mahasiswa ,terbimbing,
pengaturan sesuai rumusan tujuan yang ditetapkan. Pembelajaran
merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen yang saling
berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan,
materi, metode dan evaluasi (Dolong, 2016). Dinamika masyarakat
menuntut penyelesaian dalam proses pembelajaran. Artinya proses dan
teknik pembelajaran senantiasa disesuaikan dengan tuntutan dinamika
masyarakat. Kegagalan pendidikan bisa disebabkan kegagalan dalam
proses pembelajaran mata pelajaran.
B. Pembelajaran pada Pendidikan Vokasional
Pelaksanaan pembelajaran pada pendidikan vokasi menitik beratkan
kepada pembelajaran praktik. Pendidikan kejuruan mempunyai kaitan
dengan dunia kerja atau industri, maka pembelajaran dan pelatihan
praktik memegang kunci untuk membekali lulusannya agar mampu
beradaptasi dengan lapangan kerja (Winangun & Mesin, 2017). Hal yang
paling penting dalam pembelajaran praktik kejuruan adalah penguasaan
keterampilan praktis, serta pengetahuan dan perilakuyang bertalian
langsung dengan keterampilan tersebut (Jang et al., 2020). Keterampilan
kerja hanya dapat diajarkan dengan baik apabila mereka dilatih secara
langsung dengan peralatan sebenarnya (Rahdiyanta et al., 2016). Jadi
kompetensi yang perlu dikuasai oleh peserta didik khususnya dibidang
kejuruan hanya dapat diperoleh melalui kegiatan belajar yang bersifat
praktik.
Tujuan pendidikan vokasi tidak hanya berfokus pada pengembangan
kapasitas dan keterampilan bekerja saja. Tujuan lain pendidikan vokasi
adalah: (1) assisting individuals engage effectivelyin working life, (2)
securing personal or societal emancipatory changes, (3) supporting the
sustainability of particular enterprises and (4) supporting national
economic performance(Metso & Kianto, 2014). Peran pendidikan
x
kejuruan tidak hanya pada pengembangan SDM, namun lebih jauh untuk
mendukung keberlanjutan perusahaan dan pergerakan ekonomi nasional.
Dari penjelasan diatas, pendidikan vokasi merupakan pertenaga
pengajaran tinggi yang mengembangkan peserta didiknya untuk mampu
bekerja pada suatu kelompok pekerjaan tertentu yang berguna untuk
memasuki dunia kerja sesuai dengan dengan bidang keahlian yang
dikuasainya.Lebih jauh, dengan peran pendidikan kejuruan dalam
meningkatkan kapasitas dan keterampilan kerja pada individu,
menjadikan kualitas hasil pekerjaan meningkat sehingga dapat
mendukung keberlanjutan perusahaan dan mendorong pembangunan
ekonomi suatu wilayah bahkan Negara.
Pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk memberikan pelatihan dan
pengalaman berkaitan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja.oleh
karena hal tersebut, model pembelajaran pada pendidikan vokasi berbeda
dengan pendidikan umum. Model-model yang dapat digunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut: 1) Model
pendidikan di dunia kerja (company model) adalah pendidikan tenaga
kerja yang dilakukan secara penuh di perusahaan atau biasa disebut
magang; 2) Model pendidikan dipertenaga pengajaran tinggi (school
based) adalah pendidikan kejuruan yang dilakukan dipertenaga
pengajaran tinggi. Seluruh sistem pelaksanaan, fasilitas, anggaran, dan
pengelolaan merupakan tanggungjawab pertenaga pengajaran tinggi
khususnya pemerintah.Model ini menempatkan industri hanya sebagai
model saja; 3) Cooperatif model atau pendidikan sistem ganda
(PSG).Model pendidikan ini dilakukan secara bersama-sama
antarapertenaga pengajaran tinggi dan dunia kerja.model ini merupakan
kombinasi dari school based dan company model yang dipercaya dapat
mengatasi kelemahan dari masing-masing model tersebut; 4) Model
school based enterprise atau dikenal dengan Unit Produksi (UP). Model
ini pada dasarnya adalah mengembangkan dunia usaha
dilingkunganpertenaga pengajaran tinggi dengan maksud memberikan
pengalaman kerja nyata dipertenaga pengajaran tinggi sekaligus
menambah penghasilanpertenaga pengajaran tinggi(Sudira, 2015).
Penjelasan diatas memberikan pemahaman bahwa model
penyelenggaraan pendidikan kejuruan bermacam-macam.Pemilihan
model sangat menentukan luaran yang dihasilkan.Oleh karena itu

xi
pemilihan model penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus
disesuaikan dengan kebutuhan, jenis pendidikan kejuruan dan orientasi
dari penyelenggaraan pendidikan kejuruan.
C. Pendidikan Vokasi di Indonesia
Memasuki era global, dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan
yang akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin berat serta
kompleks. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain,
baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam penyiapan sumber daya
manusia. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu sub sistem dalam sistem
pendidikan nasional diharapkan mampu mempersiapkan dan
mengembangkan SDM yang bisa bekerja secara profesional di
bidangnya, sekaligus berdaya saing dalam dunia kerja. Namun dalam
perjalanannya pendidikan kejuruan tetaplah dihadapkan pada segenap
tantangan, diantaranya adalah perubahan ketenagakerjaan yang begitu
cepat, stigma negatif pendidikan vokasi yang masih melekat sehingga
menghambat kemajuan pendidikan kejuruan itu sendiri, ketersediaan
sarana dan prasarana, dan permasalahan-permasalahan lain yang
menuntut segera diatasi ditengah arus globalisasi ini.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia
dan tidak mengenal batas wilayah. Pada era ini setiap negara akan mudah
memasuki Indonesia dan berinvestasi di negeri ini sehingga akan
membawa pengaruh pula terhadap jumlah lapangan pekerjaan yang
tersedia. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia
pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan kejuruan dalam
mempersiapkan lulusan yang mampu berdaya saing.Untuk menghadapi
pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan kejuruan, baik akademik maupun non-
akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan agar lebih produktif
dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat
untuk mendapatkan pendidikan.Oleh sebab itulah bangsa dan pendidikan
kejuruan khususnya dituntut untuk mampu mencetak SDM yang
berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah
dalam kancah globalisasi.
Pendidikan vokasi/kejuruan sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya tenaga

xii
kerja yang terampil. Dari berbagai kajian bahwa peluang untuk memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dari suatu negara
akan semakin besar jika didukung oleh SDM yang memiliki: (1)
pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan dan dinamika perkembangan yang tengah berlangsung; (2)
jenjang pendidikan yang semakin tinggi; (3) keterampilan keahlian yang
berlatar belakang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); dan (4)
kemampuan untuk menghasilkan produk-produk baik dari kualitas
maupun harga, mampu bersaing dengan produk-produk lainnya di pasar
global. Berdasarkan data dari Badan Statistik Nasional (BPS) tahun 2011,
terdapat 82,1 juta tenaga kerja Indonesia diisi kelompok unskill workers
(pekerja yang tidak punya skill atau kompetensi di bidangnya).
Kelompok unskill workers ini mayoritas adalah lulusan pertenaga
pengajaran tinggi umum. Sedangkan kelompok di atasnya diisi skill
workers (pekerja dengan skill atau kompetensi dibidangnya) sebesar 20,4
juta orang. Serta komposisi teratas merupakan pekerja expert (ahli)
dengan 4,8 juta orang. Melihat kondisi seperti ini Indonesia akan sulit
bersaing dengan negara lain dalam era globalisasi dan persaingan yang
ketat sekarang saat ini maupun di masa yang akan datang. Berdasarkan
kenyataan tersebut, menjadi tanggung jawab dunia pendidikan khususnya
pendidikan vokasi untuk dapat menghasilkan lulusan yang kompeten.
Oleh karena itu kompetensi yang akan dikembangkan melalui proses
pembelajaran harus merujuk pada kompetensi yang dibutuhkan oleh
dunia industri. Salah satu mata kuliah di pertenaga pengajaran tinggi
yang sangat penting dan strategis untuk pembentukan kompetensi adalah
mata kuliah praktik. Oleh sebab itu dipandang sangat penting untuk
selalu meningkatkan mutu proses pembelajaran praktik. Berdasarkan
prasurvei yang telah dilaksanakan di industri manufaktur, diperoleh
informasi bahwa proses pembuatan satu unit produk memerlukan
kerjasama (kolaborasi) dari berbagai keterampilan (collaborative skill).
Tanpa kerja sama yang baik maka hasil akhir dari produk yang
diharapkan tidak dapat tercapai. Salah satu upaya untuk menanamkan
sikap dan perilaku peserta didik terkait dengan kompetensi yang dituntut
oleh dunia industri tersebut adalah dengan mengembangkan model
pembelajaran praktik melalui pendekatan collaborative skill.

xiii
BAB 2
INOVASI DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan
inovasi dalam berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan.Sehubungan
dengan inovasi tersebut, dalam sistem pendidikan nasional telah ditetapkan
visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional.Visinya adalah
terwujudnya
sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi
manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan
zaman yang selalu berubah.Terkait visi tersebut, telah ditetapkan serangkaian
prinsip penyelenggaraan pendidikan untuk dijadikan landasan dalam
pelaksanaan reformasi pendidikan. Salah satu prinsip tersebut adalah
pendidikan diselenggarakan sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Dalam proses tersebut
diperlukan tenaga pengajar yang
dapat memberikan keteladanan, membangun kemauan dan
mengembangkan potensi dan kreativitas peserta didik.
Sesuai dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar, peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian kecerdasan, ahlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Sanjaya, 2017). kurikulum Berbasis Kompetensi juga menghendaki adanya
suatu perbaikan terhadap hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta
didik hendaknya dinilai secara komprehensif dan berkelanjutan.
A. Makna Hakiki Inovasi Pendidikan
Berbicara mengenai inovasi (pembaharuan) mengingatkan kita pada
istilah invention dan discovery.Invention adalah penemuan sesuatu yang
benarbenar baru, artinya hasil karya manusia.Adapun discovery adalah
penemuan sesuatu (benda yang sebenarnya telah ada
sebelumnya).Secara etimologi, inovasi berasal dari bahasa Latin, yaitu
innovaation yang berarti pembaharuan dan perubahan.Kata kerjanya

xiv
innovo, yang artinya memperbarui dan mengubah. Jadi, inovasi adalah
perubahan baru menuju arah perbaikan dan berencana (tidak secara
kebetulan) (Fauzan, 2021)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, inovasi diartikan sebagai
pemasukan satu pengenalan halhal yang baru; penemuan baru yang
berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, yang
(gagasan, metode atau alat) (Fauzan, 2021)
Dengan demikian, inovasi dapat diartikan usaha menemukanbenda
yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) inventiondan
discovery.Dalam kaitan ini, (Ibrahim, 1989)mengatakan bahwainovasi
adalah penemuan yang dapat berupa sesuatu ide, barang,kejadian,
metode yang diamati sebagai sesuatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat). Inovasi dapat berupahasil dari
invention atau discovery. Inovasi dilakukan dengan tujuantertentu atau
untuk memecahkan masalah (Giatman, 2012)
Para ahli mengungkapkan berbagai persepsi, pengertian,
interpretasi tentang inovasi dengan susunan kalimat dan penekananyang
berbeda, tetapi mengandung pengertian yang sama, seperti (Kennedy,
1987), White (1987), dan Kouraogo (1987). White
(1987:211)mengatakan, “Inovation...more than change, although
allinnovations involve change” (inovasi itu ... lebih dari
sekadarperubahan, walaupun semua inovasi melibatkan perubahan).
Selain itu, definisi inovasi yang dikemukakan oleh (Rogers, 1983),
“An innovation is an idea, practice, or object
that is perceived asnew by an individual or other unit of adoption.”
Zaltman dan Duncan (1973: 7) mengatakan, “An innovation isan
idea, practice, or material artifact perceived to be new by the
relevantunit of adoption. The innovation is the change object.”
Inovasi sering diartikan pembaharuan, penemuan dan ada
yang mengaitkan dengan modernisasi. Perubahan dan inovasi,keduanya
sama dalam hal memiliki unsur yang baru atau lain darisebelumnya.
Inovasi berbeda dari perubahan karena dalam inovasi dalam unsur
kesengajaan.Pembaharuan misalnya, dalam hal pembaharuan kebijakan
pendidikan mengandung unsurk esengajaan dan pada umumnya istilah

xv
pembaharuan dapatdisamakan dengan inovasi (Suryo Subroto, 1990:
127). Menurut Nicholls (1982: 2), penggunaan kata perubahan dan
inovasi sering
tumpang tindih. Pada dasarnya, inovasi adalah ide, produk,
kejadian, atau metode yang dianggap baru bagi seseorang atau
sekelompok orang atau unit adopsi yang lain, baik hasil invensi maupun
hasil discovery (Ibrahim, 1998: 1; Hanafi, 1986: 26; Rogers,1983: 11).
Untuk mengetahui dengan jelas perbedaan antara inovasi
dengan perubahan, berikut definisi yang diungkapkan oleh Nichols
(1983: 4).
“Change refers to continuous reapraisal and improvement ofexisting
practice which can be regarded as part of the normalactivity ..... while
innovation refers to .... Idea, subject orpractice as new by an individual
or individuals, which is intendedto bring about improvement in relation
to desired objectives,which is fundamental in nature and which is
planned anddeliberate.”
Nicholls menekankan perbedaan antara perubahan (change)dengan
inovasi (innovation) sebagaimana dikatakannya di atas, bahwa
perubahan mengacu pada kelangsungan penilaian,penafsiran, dan
pengharapan kembali dalam perbaikan pelaksanaan pendidikan yang ada
yang dianggap sebagai bagianaktivitas yang biasa.Adapun inovasi
menurutnya mengacu pada ide, objek atau praktik sesuatu yang baru
oleh seseorang atausekelompok orang yang bermaksud untuk
memperbaiki tujuan yang diharapkan.
1. Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan adalah inovasi untuk memecahkan masalahd
alam pendidikan.Inovasi pendidikan mencakup halhal
yangberhubungan dengan komponen sistem pendidikan, baik dalam
arti sempit, yaitu tingkat lembaga pendidikan, maupun arti luas, yaitu
sistem pendidikan nasional.
Inovasi dalam dunia pendidikan dapat berupa apa saja,
produkataupun sistem. Produk misalnya, seorang tenaga pengajar
menciptakan media pembelajaran mock up untuk pembelajaran.
Sistem misalnya, cara penyampaian materi di kelas dengan tanya
jawab ataupun yang lainnya yang bersifat metode. Inovasi dapat
xvi
dikreasikan sesuai pemanfaatannya, yang menciptakan hal baru,
memudahkan dalam dunia pendidikan, serta mengarah pada
kemajuan.
Inovasi di perguruan tinggi, terjadi pada sistem perguruan tinggi
yang meliputikomponenkomponan yang ada. Diantaranya adalah
sistem pendidikan perguruan tinggi yang terdiri atas kurikulum, tata
tertib, dan manajemen organisasi pusat sumber belajar.Selain itu,
yang lebihpenting adalah inovasi dilakukan pada sistem pembelajaran
(yang berperan di dalamnya adalah tenaga pengajar) karena secara
langsung yang melakukan pembelajaran di kelas ialah tenaga
pengajar. Keberhasilan pembelajaran sebagian besar tanggung jawab
tenaga pengajar.
Inovasi pendidikan adalah suatu ide, barang, metode
yangdirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil inversi(penemuan
baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa sesuatu yang baru itu,
mungkinsudah lama dikenal pada konteks sosial atau sesuatu itu
sudah lamadikenal, tetapi belum dilakukan perubahan.Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah perubahan, tetapi
tidak semua perubahan merupakan inovasi (Idris, Lisma Jamal, 1992:
71).
Definisi lain tentang inovasi pendidikan adalah suatu
perubahanbaru dan kualitatif yang berbeda dari hal (yang ada)
sebelumnyadan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan
guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Suryobroto, 1990:
127).
“Baru” dalam pengertian tersebut adalah halhal yang belum
dipahami, diterima atau dilaksanakan oleh penerima
inovasi,meskipun mungkin bukan merupakan hal yang baru lagi bagi
orang lain. Adapun “kualitatif” berarti bahwa inovasi
memungkinkanadanya reorganisasi atau pengaturan kembali unsur-
unsur dalam pendidikan.Jadi, bukan sematamata penjumlahan

xvii
ataupenambahan dari unsurunsur komponen yang ada
sebelumnya.Inovasi adalah lebih dari keseluruhan jumlah unsur
komponen.
Karena besar dan kompleksnya masalah pendidikan serta
karenaketerbatasan kemampuan yang dimiliki, tindakan inovasi atau
pembaharuan sangat diperlukan.Secara implisit, manajemen
inovasimengacu pada komponen perencanaan, pengawasan,
pengarahan,dan perintah.Urwick dalam Nicholls (1993: 3)
mengidentifikasi bahwa manajemen atau pengolahan adalah aktivitas
yang berkenaandengan perencanaan, pengaturan, pemberian perintah,
koordinasi,pengawasan, dan penilaian.Hal ini dikaitkan dengan
kegiatan atauaktivitas yang berkenaan dengan upaya pendayagunaan
segala materiel dan nonmateriel untuk mencapai tujuan inovasi.
Manajemen inovasi dari sudut proses berhubungan dengan kegiatan
perencanaan, sedangkan dalam perencanaan inovasi menuntutuntuk
melakukan asesmen situasi dan mengidentifikasi tujuan
inovasi.Inovasi akan berjalan baik jika didukung oleh perencanaan
inovasi yang efektif.
Tindakan menambah anggaran belanja supaya dapat mengadakan
lebih banyak peserta didik, tenaga pengajar kelas, buku, dan
sebagainyameskipun perlu dan penting bukan merupakan tindakan
inovasi.Tindakan mengatur kembali jenis dan pengelompokan
pelajaran,waktu, ruang kelas, caracara menyampaikan pelajaran,
sehinggadengan tenaga, alat, uang, dan waktu yang sama dapat
dijangkau jumlah sasaran peserta didik yang lebih banyak, dan
dicapai kualitas yanglebih tinggi, itulah tindakan inovasi.
2. Prinsip-prinsip Inovasi Pendidikan
Peter M. Drucker dalam bukunya Innovation and
Enterpreneurship(Tilaar, 1999), mengemukakan beberapa prinsip
inovasi, yaitusebagai berikut.
a. Inovasi memerlukan analisis berbagai kesempatan dan
kemungkinan yang terbuka. Artinya, inovasi hanya dapat terjadi
apabila mempunyai kemampuan analisis.

xviii
b. Inovasi bersifat konseptual dan perseptual, artinya yang bermula
dari keinginan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang dapat
diterima masyarakat.
c. Inovasi harus dimulai dengan yang kecil. Tidak semua inovasi
dimulai dengan ideide besar yang tidak terjangkau oleh kehidupan
nyata manusia. Keinginan yang kecil untuk memperbaiki suatu
kondisi atau kebutuhan hidup ternyata kelak mempunyai pengaruh
yang sangat luas terhadap kehidupan manusia selanjutnya.
d. Inovasi diarahkan pada kepemimpinan atau kepeloporan. Inovasi
selalu diarahkan bahwa hasilnya akan menjadi pelopor dari suatu
perubahan yang diperlukan. Apabila tidak demikian maka intensi
suatu inovasi kurang jelas dan tidak memperoleh apresiasi dalam
masyarakat.
3. Tujuan Inovasi Pendidikan
“Tujuan” yang direncanakan mengharuskan adanya perincianyang
jelas tentang sasaran dan hasil yang ingin dicapai, yang dapat diukur
untuk mengetahui perbedaan antara keadaan sesudah dengan sebelum
inovasi. Tujuan inovasi adalah efisiensi, relevansi, dan efektivitas
mengenai sasaran jumlah anak didik sebanyakbanyaknya,
dengan hasil pendidikan yang sebesar-besarnya (menurut kriteria
kebutuhan anak didik, masyarakat, dan pembangunan) dengan
menggunakan sumber tenaga, uang, alat, dan waktu dalam jumlah
sekecilkecilnya (Suryosobroto, 1990: 129).
Tujuan utama dari inovasi adalah berusaha meningkatkan
kemampuan, yaitu kemampuan sumber tenaga, uang, sarana, dan
prasarana, termasuk struktur dan prosedur
organisasi.Jadi,keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua
tujuan yang telah direncanakan dapat dicapai dengan sebaikbaiknya
(Hasbullah, 2001:189).
Tujuan pendidikan Indonesia jika disimpulkan bahwa saat ini
Indonesia sedang mengejar ketertinggalan iptek secara global
yangberjalan sangat cepat dan berusaha agar pendidikan bisa
dirasakandan didapatkan oleh semua warga Indonesia.
Adapun arah tujuan inovasi pendidikan yakni akan diusahakan
peningkatan mutu yang dirasakan semakin menurun saat ini. Dengan
sistem penyampaian
xix
yang baru, peserta didik diharapkan menjadi manusia yang
aktif,kreatif, dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.
Tujuan jangka panjang yang hendak dicapai ialah terwujudnya
manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan lain dilakukannya inovasi
pendidikan adalah untuk memecahkan masalah pendidikan dan
menyongsong arah perkembangan dunia kependidikan yang lebih
memberikan harapan kemajuan lebih pesat.
Secara lebih terperinci, maksud diadakannya inovasi
pendidikanadalah sebagai berikut (Hasbullah, 2001: 199201).
Pertama, inovasi/pembaharuan pendidikan sebagai tanggapan baru
terhadap masalahmasalah pendidikan. Tugas inovasi/pembaharuan
pendidikan yang utama adalah memecahkan masalahmasalah yang
dijumpai dalam dunia pendidikan dengan cara inovatif. Inovasi atau
pembaharuan pendidikan juga merupakan tanggapan baru terhadap
masalah kependidikan yang dihadapi. Titik pangkal pembaharuan
pendidikan adalah masalah pendidikan yang aktual, yang secara
sistematis akandipecahkan dengan cara inovatif. Akhirakhir ini,
semua usaha pembaharuan pendidikan ditujukan untuk kepentingan
peserta didik atau subjek belajar demi perkembangannya, yang sering
disebut student centered approach. Pembaharuan pendidikan yang
memusatkan padamasalah pendidikan umumnya dan perkembangan
subjek pendidikan khususnya mengutamakan segi efektivitas dan segi
ekonomis dalam proses belajar.
4. Arah Motivasi Pendidikan
a. Invetion (penemuan). Invetion meliputi
penemuan/penciptaantentang suatu hal yang baru. Invetion
merupakan adaptasi darihal-hal yang telah ada. Akan tetapi,
pembaharuan yang terjadi dalam pendidikan terkadang
menggambarkan suatu hasil yang
sangat berbeda dengan yang terjadi sebelumnya.
b. Development (pengembangan). Pembaharuan harus
mengalamipengembangan sebelum masuk dalam dimensi skala
yang besar.Development sering bergandengan dengan riset
sehingga prosedur-prosedur “research and development” (R & D)
digunakan dalam pendidikan.

xx
c. Diffusion (penyebaran). Persebaran ide baru dari sumber
kepadapemakai/penyerap yang terakhir.
d. Adaption (penyerapan). Beberapa tahap yang penting dalam
penerapan inovasi pendidikan.
Adapun sifat pendekatan yang dilakukan untuk pemecahan
masalah pendidikan yang kompleks dan berkembang itu harus
berorientasi pada halhal yang efektif dan murah, serta peka terhadap
timbulnya masalahmasalah yang baru di dalam pendidikan.
a. Pendekatan sistem dalam usaha pembaharuan pendidikan
dipandang sebagai tanggapan terhadap masalah pendidikanyang
baru dan komprehensif. Pendekatan dalam pemecahanmasalah dan
perencanaan pendidikan pada periode sebelumnyabiasanya bersifat
tidak menyeluruh dan terikat pada salah satuprinsip tertentu.
b. Pendekatan sosial budaya didasarkan atas
tuntutan/kebutuhansosial akan pendidikan yang berkembang dan
populer dalam masyarakat sehingga mengabaikan alokasi sumber-
sumber dalam skala nasional.
c. Pendekatan tenaga kerja didasarkan pada kebutuhan tenagakerja
yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi nasional,sehingga
kurang mementingkan pendidikan dasar.
d. Pendekatan untung rugi mengutamakan prinsip
keuntungan.Besarnya biaya pendidikan yang dikeluarkan tidak
boleh lebihbesar dari pengembalian yang akan diperoleh setelah
pendidikandilakukan.
Dengan memerhatikan pengalaman beberapa pendekatan itu,
inovasi pendidikan dengan pendekatan sistem untuk pemecahan
masalah pendidikan yang mengutamakan kepentingan subjek
pendidikan lebih bersifat tanggap (responsif) terhadap masalahasalah
yang baru.
Sifat pendekatan yang dilakukan untuk pemecahan masalah
pendidikan yang kompleks dan berkembang harus berorientasi pada
hal-hal yang efektif dan murah, serta peka terhadap timbulnya
masalah-masalah yang baru di dalam pendidikan. Untuk itu, hal yang
harus diutamakan adalah:

xxi
a. Apa yang perlu dilakukan pemerintah untuk menunjang
keberhasilan dalam melakukan sebuah pembaharuan atau inovasi
dalam dunia pendidikan?
b. Hal yang diprioritaskan terlebih dahulu untuk melaksanakan
inovasi pendidikan.
Miles (1964: 15) mengemukakan komponen pendidikan atau
komponen sistem sosial yang memungkinkan untuk dilakukan suatu
inovasi, yaitu: (a) pembinaan personalia; (b) banyaknya personalia
dan wilayah kerja; (c) fasilitas fisik; (d) penggunaan waktu; (e)
perumusan tujuan; (f) peran yang diperlukan; (g) wawasan dan
perasaan; (h) bentuk hubungan antar bagian; (i) hubungan dengan
sistem yang lain; (j) strategi.
5. Masalah-masalah dalam Inovasi Pendidikan
Empat masalah pokok yang harus diperbaharui dalam pendidikan
di antaranya:
a. kuantitas dan pemerataan kesempatan belajar. Masalah
inimendapat prioritas utama yang perlu ditangani, yaitu dengan
menciptakan sistem pendidikan yang mampu menampung
anakdidik sebanyak mungkin di berbagai daerah;
b. kualitas; kurangnya dana, kurangnya jumlah tenaga pengajar, dan
kurangnya fasilitas pendidikan memengaruhi merosotnya mutu
pendidikan;
c. relevansi; kurang sesuainya materi pendidikan dengan
menyusun kurikulum baru;
d. efisiensi dan keefektifan; pendidikan harus diusahakan
agarmemperoleh hasil yang baik dengan dana dan waktu yang
sedikit.
B. Sasaran Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa
berdiri sendiri, tetapi harus melibatkan semua unsur yang terkait di
dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti tenaga
pengajar dan peserta didik.Di samping itu, keberhasilan inovasi
pendidikan tidak hanya ditentukan oleh satu atau dua faktor, tetapi juga
oleh masyarakat serta kelengkapan fasilitas.Faktor utama yang perlu

xxii
diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah tenaga pengajar, peserta
didik, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan.
1. Tenaga pengajar
Agar dunia pendidikan dapat lebih inovatif diperlukan tenaga
pengajar yangberkompeten dan memiliki kreativitas yang
tinggi.Tenaga pengajar harusmempunyai cara menyampaikan
pembelajaran agar belajar itu menarik dan mudah dimengerti.
Peran tenaga pengajar pada inovasi di perguruan tinggi tidak
terlepas dari tatananpembelajaran yang dilakukan di kelas.Tenaga
pengajar harus tetap memerhatikan sejumlah kepentingan peserta
didik, di samping harus memerhatikan suatu tindakan inovasinya.
Langkahlangkah perubahan yang dilakukan oleh seorang tenaga
pengajar pun tidak terlepas dari beberapa aspek kompetensi yang
harus dicapai,seperti: (a) Planning Instructions (Merencanaan
Pembelajaran); (b) Implementing Instructions (Menerapkan
Pembelajaran); (c) Performing Administrative Duties (Melaksanakan
TugasTugas Administratif); (d)Communicating (Berkomunikasi); (e)
Development Personal Skills (Mengembangkan Kemampuan
Pribadi); (f) Developing Pupil Self (Mengembangkan Kemampuan
Peserta Didik).
Tenaga pengajar sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses
belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan tenaga pengajar
sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas
maupun efeknya diluarkelas. Tenaga pengajar harus pandai
membawa peserta didiknya pada tujuan yang hendak dicapai.
Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan tenaga
pengajar,yaitu: (a) penguasaan materi yang diajarkan; (b) metode
mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik; (c)
hubungan antar individu, baik dengan peserta didik maupun antar-
sesama tenaga pengajar danunsur lain yang terlibat dalam proses
pendidikan, seperti adminstrator, misalnya kepala perguruan tinggi
dan tata usaha sertamasyarakat sekitarnya; (d) pengalaman dan
keterampilan tenaga pengajar.

xxiii
Dengan demikian, dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan
tenaga pengajar mulai perencanaan inovasi pendidikan sampai
denganpelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran penting bagi
keberhasilan inovasi pendidikan.
Tenaga pengajar menempati posisi kunci dan strategis dalam
menciptakansuasana belajar yang kondusif dan menyenangkan untuk
mengarahkan peserta didik agar mencapai tujuan secara
optimal.Seorang tenaga pengajar tidak hanya harus pintar dari segi
intelektualnya, tetapi jugaharus memiliki kompetensi pedagogi,
profesional, individual, dan sosial.Selain itu, tenaga pengajar juga
harus kreatif dan inovatif. Untuk itu tenaga pengajar harus mampu
menempatkan dirinya sebagai diseminator, informator,transmitter,
transformator, organizer, fasilitator, motivator, danevaluator bagi
terciptanya proses pembelajaran yang dinamis dan inovatif. Tenaga
pengajar mempunyai peran yang luas sebagai pendidik,
orangtua,teman, dokter, motivator, dan
sebagainya(Abdolmohammadi & Wright, 1987).
2. Peserta didik
Prioritas paling tinggi di perguruan tinggi adalah berpusat pada
minat dan kebutuhan peserta didik.Jadi, semua unit pekerjaan di
perguruan tinggi diabdikan pada kepentingan peserta didik sesuai
dengan tujuan dari pendidikan di perguruan tinggi tersebut.
Sebagai objek utama dalam pendidikan, peserta didik memegang
peran yang sangat dominan. Peserta didik dapat menentukan
keberhasilan belajar melalui penggunaan inteligensi, daya motorik,
pengalaman, kemauan, dan komitmen yang timbul dalam dirinya
tanpa paksaan. Hal ini terjadi apabila peserta didik juga dilibatkan
dalam proses inovasi pendidikan, walaupun hanya dengan
mengenalkan kepada mereka tujuan perubahan, mulai dari
perencanaan sampai pelaksanaan. Peran peserta didik dalam inovasi
pendidikan adalah sebagai penerima pelajaran, pemberi materi
pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, bahkan tenaga pengajar.
3. Kurikulum
Kurikulum pendidikan, lebih sempit lagi kurikulum perguruan
tinggi meliputi program pengajaran dan perangkatnya, merupakan
xxiv
pedoman dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di perguruan
tinggi. Kurikulum perguruan tinggi merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi,
sehingga dalam pelaksanaan inovasi pendidikan, kurikulum
memegang peranan yang sama dengan unsurunsur lain dalam
pendidikan. Tanpa kurikulum, inovasi pendidikan tidak akan berjalan
sesuai dengan tujuan inovasi. Oleh karena itu, dalam inovasi
pendidikan, semua perubahan yang hendak diterapkan harus sesuai
dengan perubahan kurikulum. Dengan kata lain, perubahan
kurikulum diikuti dengan pembaharuan pendidikan dan tidak
mustahil perubahan keduanya akan berjalan searah.
Inovasi kurikulum adalah gagasan atau praktik kurikulum baru
dengan mengadopsi bagianbagian yang potensial dari kurikulum
tersebut dengan tujuan memecahkan masalah atau mencapai tujuan
tertentu.
Inovasi berkaitan dengan pengambilan keputusan yang diambil,
baik menerima maupun menolak hasil dari inovasi. Ibrahim (1988:
7173) menyebutkan bahwa tipe keputusan inovasi pendidikan –
termasuk di dalamnya inovasi kurikulum– dapat dibedakan menjadi
empat, yaitu: (a) keputusan inovasi pendidikan opsional, yaitu
pemilihan menerima atau menolak inovasi berdasarkan keputusan
yang ditentukan oleh individu secara mandiri tanpa bergantung atau
terpengaruh dorongan anggota sosial lain; (b) keputusan inovasi
pendidikan kolektif, yaitu pemilihan menerima dan menolak inovasi
berdasarkan keputusan yang dibuat secara bersama atas kesepakatan
antaranggota sistem sosial; (c) keputusan inovasi pendidikan otoritas,
yaitu pemilihan untuk menerima dan menolak inovasi yang dibuat
oleh seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan,
status, wewenang, dan kemampuan yang lebih tinggi daripada
anggota lain dalam sistem sosial; (d) keputusan inovasi pendidikan
kontingen, yaitu pemilihan untuk menerima atau menolak keputusan
inovasi pendidikan baru dapat dilakukan setelah ada keputusan yang
mendahuluinya.
4. Fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasarana pendidikan, tidak
bisadiabaikan dalam proses pendidikan khususnya dalam proses
xxv
belajar mengajar. Dalam inovasi pendidikan, fasilitas ikut
memengaruhi kelangsungan inovasi yang akan diterapkan. Tanpa
fasilitas,pelaksanaan inovasi pendidikan tidak akan berjalan dengan
baik.
5. Lingkup Sosial Masyarakat
Dalam menerapakan inovasi pendidikan, lingkup sosial
masyarakat tidak secara langsung terlibat dalam perubahan tersebut,
tetapi bisa membawa dampak, baik positif maupun negatif, dalam
pelaksanaan pembaharuan pendidikan.Secara langsung atau tidak,
masyarakat terlibat dalam pendidikan. Sebab, apa yang ingin
dilakukan dalam pendidikan sebenarnya mengubah masyarakat
menjadi lebih baik, terutama masyarakat tempat peserta didik itu
berasal. Keterlibatan masyarakat dalam inovasi pendidikan akan
membantu inovator dan pelaksana inovasi dalam melaksanakan
sinovasi pendidikan.
C. Bentuk-bentuk Inovasi Pendidikan
Inovasi pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari
masa ke masa.Isu ini selalu muncul tatkala orang membicarakan tentang
hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.Dalam inovasi pendidikan,
secara umum dapat diberikan dua buah model inovasi yang baru, yaitu
sebagai berikut.
1. Top-down Model
Top-down model, yaitu inovasi pendidikan yang diciptakan oleh
pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada
bawahan, seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh
Kemendiknas dan Kemenag selama ini.
Inovasi pendidikan seperti yang dilakukan di Depdiknas
yangdisponsori oleh lembagalembaga asing cenderung merupakan
“top-down inovation”.Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan
sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha
untuk meningkatkan efisiensi dan sebagainya.
Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan
dengan cara mengajak, menganjurkan, bahkan memaksakan suatu
perubahan untuk kepentingan bawahannya. Bawahan tidak punya

xxvi
otoritas untuk menolak pelaksanaannya. Contoh inovasi yang
dilakukan oleh Depdiknas adalah Cara Belajar Peserta didik Aktif
(CBSA), Tenaga pengajar Pamong, Perguruan tinggi Persiapan
Pembangunan, Tenaga pengajar Pamong, Perguruan tinggi kecil,
Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar Jarak Jauh,dan lainlain.
Inovasi pendidikan yang berupa top-down model tidak selamanya
berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan oleh banyak hal antara lain
penolakan para pelaksana seperti tenaga pengajar yang tidak
dilibatkan secara penuh, baik dalam perencananaan maupun
pelaksanaannya.
2. Bottom-up Model
Inovasi yang lebih berupa bottom-up model dianggap sebagaisuatu
inovasi yang langgeng dan tidak mudah berhenti karena
parapelaksana dan pencipta samasama terlibat, mulai dari
perencanaan sampai pada pelaksanaan. Oleh karena itu, masing-
masing bertanggung jawab terhadap keberhasilan suatu inovasi yang
mereka ciptakan.
Bottom-up model adalah model inovasi dan hasil ciptaan
daribawah serta dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan
penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Model inovasi yang
diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari
perguruan tinggi, tenaga pengajar atau masyarakat yang umumnya
disebut model Bottom-UpInnovation. Ada inovasi yang juga
dilakukan oleh tenaga pengajartenaga pengajar, yangdisebut dengan
Bottom-Up Innovation.Model ini jarang dilakukan diIndonesia
karena bersifat sentralistis.
Pembahasan tentang model inovasi seperti model Top-Down dan
Bottom-Up telah banyak dilakukan oleh para peneliti dan para
ahlipendidikan. Sudah banyak pembahasan tentang inovasi
pendidikan yang dilakukan, misalnya perubahan kurikulum dan
proses belajarmengajar. White (1988: 136156) menguraikan beberapa
aspek yang berkaitan dengan inovasi, seperti tahapantahapan dalam
inovasi,karakteristik inovasi, manajemen inovasi, dan sistem
pendekatannya.
Di samping kedua model yang umum tersebut, ada hal lain
yangmuncul tatkala membicarakan inovasi pendidikan, yaitu: (1)
kendalakendala, termasuk resistensi dari pihak pelaksana inovasi,
seperti tenaga pengajar, peserta didik, masyarakat dan sebagainya; (2)
xxvii
faktorfaktor seperti tenaga pengajar, peserta didik, kurikulum,
fasilitas, dan dana; (3) lingkup sosial masyarakat.

xxviii
BAB 3
PERANAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN
A. Evaluasi Pembelajaran
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation, dalam
bahasa Arab at-Taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian
(Rukajat, 2018). Adapun secara istilah sebagimana yang dikemukakan
oleh Edwind Wandt dan Gerald W.Brown (1977) adalah suatu tindakan
atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (Supriyadi, 2011).
Sedangkan Komite Studi Nasional tentang Evaluasi dari UCLA
menyatakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan
pemlihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan
program selanjutnya (Widoyoko, 2009).
Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai
beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan (Malawi & Maruti, 2016). Sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto dan Safruddin Abdul Jabar, evaluasi adalah kegiatanuntuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya
informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternative yang tepat
dalam mengambul sebuah keputusan (Arikunto & Jabar, 2004).
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerjasama antara tenaga
pengajar dan peserta didik dalam memanfaatkan segala potensi dan
sumber yang ada baik potensi yang ada di dalam maupun potensi di luar
peserta didik (Susilana & Riyana, 2008). Sebagai suatu proses kerjasama,
pembelajaran tidak hanya menitik beratkan pada kegiatan tenaga
pengajar atau kegiatan peserta didik saja, akan tetapi tenaga pengajar dan
peserta didik bersama-sama berusaha mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan. Tujuan dari pembelajaran adalah perubahan
perilaku peserta didik baik perubahan dari aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotorik (Husamah et al., 2016).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi
pembelajaran adalah proses pengumpulan informasi hasil kerja sama
tenaga pengajar dan peserta didik dalam proses belajar sehingga
diketahui kelemahan dan kelebihannya untuk kemudian dilakukan

xxix
perbaikan, untuk mengambil keputusan atau penyusunan program
selanjutnya.
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes,
pengukuran dan penilaian (test, measurement, and assessment). Tes
merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan
seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui stimulus atau pertanyaan.
Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran dan bagian
tersempit dalam evaluasi. Pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan
angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan
tertentu (Ambiyar, 2018). Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan
kognitif, afektif dan psikomotor.Pengukuran memiliki konsep yang lebih
luas dari tes. Selain dengan tes pengukuran juga dapat dilakukan dengan
pengamatan, skala reting atau carayang lain. Penilaian adalah menilai
sesuatu, yaitu mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan berpegang
pada ukuran baikatau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh, dsb.Jadi
penilaian itu bersifat kualitatif. Sedangkan evaluasi mencakup
pengukuran dan penilaian. Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk
menilai sesuatu. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu dilakukanlah
pengukuran dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian yang dalam
dunia pendidkan dikenal dengan istilah tes (Rukajat, 2018).
Evaluasi proses pembelajaran di pertenaga pengajaran tinggi dapat
dilaksanakan dengan baik apabila didasarkan pada data yang bersifat
kuantitatif. Oleh karena itu baik buruknya evaluasi akan banyak
bergantung pada hasil-hasil pengukuran yang mendahuluinya (Gunawan,
2011). Teknik-teknik pengukuran yang tepat diharapkan akan
memberikan landasan yang kokoh untuk mengadakan evaluasi yang
tepat.
B. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pembelajaran
1. Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Tujuan evaluasi ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat
khusus.Jika tujuan evaluasi masih bersifat umum, maka tujuan tersebut
perlu diperinci menjadi tujuan khusus sehingga dapat menuntun tenaga
pengajar dalam menyusun soal atau mengembangkan instrumen evaluasi
lainnya.Tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui
keefektifan dan efisiensi sistem pembelajaran, baik yang menyangkut
tentang tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan,
xxx
maupun sistem penilaian itu sendiri.Tujuan khusus evaluasi pembelajaran
disesuaikan dengan jenis evaluasi pembelajaran itu sendiri, seperti
evaluasi perencanaan dan pengembangan, evaluasi monitoring, evaluasi
dampak, evaluasi efisiensi-ekonomi, dan evaluasi program komprehensif
(Zainal Arifin, 2009: 14).
Tujuan evaluasi secara umum tujuan adalah:
a. Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan
bukti mengenai taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami oleh
peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam
hangka waktu tertentu.
b. Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka
waktu tertentu.
Sedangkan yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam
bidang pendidikan adalah:
a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program
pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak akan muncul motivasi
atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan
meningkatkan prestasi masing-masing.
b. Untuk mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka
waktu tertentu.
c. Untuk mencari dan menemukan factor-faktor penyebab keberhasilan
dan kegagalan peserta didik dalam mengikuti program pembelajaran,
sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar arau cara-cara
perbaikannya.
Tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan
objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses
pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta
pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri,
yakni untuk mengambil keputusan apakah lanjutkan, diperbaiki, atau
dihentikan (Eko Putro Widoyoko, 2012: 6).
Adapun fungsi evaluasi pembelajaran menurut Chabib Thoha dilihat
dari kepentingan masing-masing pihak (Thoha, 1990) adalah sebagai
berikut:
Fungsi evaluasi bagi tenaga pengajar adalah untuk:
xxxi
a. Mengetahui kemajuan belajar peserta didik.
b. Mengetahui kedudukan masing-masing individu peserta didik dalam
kelompoknya.
c. Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran.
d. Memperbaiki proses belajar-mengajar
e. Menentukan kelulusan peserta didik
Bagi peserta didik, evaluasi berfungsi untuk:
a. Mengetahui kemampuan dan hasil belajar.
b. Memperbaiki cara belajar.
c. Menumbuhkan motivasi dalam belajar
Bagi orang tua peserta didik, fungsi evaluasi adalah untuk:
a. Mengetahui hasil belajar anaknya.
b. Meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada
anaknya dalam usaha belajar.
c. Mengadakan pemilihan jurusan ataujenis pertenaga pengajaran tinggi
lanjutan bagi anaknya.
Bagi masyarakat dan pemakai jasa pendidikan adalah untuk:
a. Mengetahui kemajuan pertenaga pengajaran tinggi.
b. Ikut mengadakan kritik dan saran perbaikan bagi kurikulum pada
pertenaga pengajaran tinggi tersebut.
c. Lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usahanya membantu
lembaga pendidikan
2. Fungsi Evaluasi Pembelajaran
Selain tujuan, evaluasi pembelajaran memiliki fungsi untuk mencari
kekurangan yang ada pada suatu program pendidikan untuk kemudian
diperbaiki dan disempurnakan sehingga tercapai tujuan yang
diinginkan.Ada beberapa fungsi evaluasi menurut Zainal Arifin (2009:
17) salah satunya dapat mengetahui potensi peserta didik sehingga tenaga
pengajar dapat memberikan bimbingan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.Jika peserta didik belum menguasai kompetensi yang
ditentukan, maka peserta didik belum siap untuk naik ke kelas yang
berikutnya atau ke jenjang yang lebih tinggi.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 10-11) dengan mengetahui
makna penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan,
maka dengan cara lain dapat dikatakan bahwa fungsi penilaian ada
beberapa hal.
xxxii
a. Penilaian berfungsi selektif
Dengan cara mengadakan penilaian tenaga pengajar mempunyai cara
untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap peserta didiknya.
b. Penilaian berfungsi diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, tenaga pengajar akan
mengetahui kelemahan peserta didik. Jadi dengan mengadakan
penilaian, sebenarnya tenaga pengajar mengadakan diagnosis kepada
peserta didik tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahui
sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk
mengatasinya.
c. Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang
peserta didik harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian.
Sekelompok peserta didik yang mempunyai hasil penilaian yang
sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
d. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana suatu pogram berhasil diterapkan. Keberhasilan program
ditentukan oleh beberapa faktor yaitu, faktor tenaga pengajar, metode
mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi.
C. Jenis Jenis Evaluasi
Jenis evaluasi selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan evaluasi. Ada
bermacam jenis evaluasi yang secara garis besar setidaknya dapat dibagi
menjadi 5 jenis yaitu :
1. Evaluasi Formatif
yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan,
tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap
pokok bahasan tertentu. Informasi dari evaluasi formatif dapat dipakai
sebagai umpan balik bagi pengajar mengenai proses pengajaran.
2. Evaluasi Sumatif
yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu,
(catur wulan, semester atau tahun ajaran), tujuannya untuk melihat
prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara

xxxiii
lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam raport
dan penentuan kenaikan kelas.
3. Evaluasi Diagnostik
yaitu penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan peserta didik
dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk
keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial,
sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek
yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta
berbagai kondisi khusus peserta didik.
4. Evaluasi penempatan (placement)
yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan peserta didik sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya, misalnya dalam pemilihan
jurusan atau menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan
kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai meliputi bakat, minat,
kesanggupan, kondisi phisik, kemampuan dasar, keterampilan dan
aspek khusus yang berhubungan dengan proses pengajaran.
5. Evaluasi Seleksi
yakni penilaian yang ditujukan untuk menyaring atau memilih orang
yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Evaluasi ini
dilakukan kapan saja diperlukan. Aspek yang dinilai dapat beraneka
ragam disesuaikan dengan tujuan seleksi, sebab tujuannya adalah
memilih calon untuk posisi tertentu, karena itu analisis dari evaluasi ini
biasanya menggunakan kriteria yang bersifat relatif atau berdasar
norma kelompok.

D. Prinsip Evaluasi Pembelajaran


Evaluasi pembelajaran dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila
dalam pelaksanaannya berdasar pada tiga prinsip dasar berikut:
1. Prinsip keseluruhan
Prinsip keseluruhan atau prinsip menyeluruh juga dikenal dengan
istilah prinsip komprehensif.Yang dimaksud dengan prinsip
komprehesif adalah evaluasi hasil belajar dapat dikatakan terlaksana
dengan baik apabila dilaksanakan secara bulat, utuh dan
mennyeluruh. Evaluasi pembelajaran tidak boleh dilakukan secara
terpisah-pisah, harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat

xxxiv
menggambarkan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada
peserta didik.
Evaluasi belajar harus mencakup aspek kognitif atau proses berfikir,
afektif atau aspek nilai dan sikap dan psikomotorik atau aspek
keterampilan (Nuriyah, 2016). Jika dikaitkan dengan pembelajaran,
maka evaluasi pembelajaran hendaknya tidak hanya mengungkap
pemahaman peserta didik, tetapi juga harus dapat mengungkapkan
sejauh mana peserta didik dapat menghayati dan mengamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan melakukan evaluasi pembelajaran
secara meyeluruh, akan diperoleh bahan-bahan keterangan dan
informasi yang lengkap mengenai keadaan dan perkembangan
peserta didik yang dievaluasi.
2. Prinsip kesinambungan
Prinsip berkesinambungan juga dikenal dengan istilah prinsip
kontinulitas, yaitu evaluasi pembelajaran yang dilakukan secara
periodic, teratur dan sambung-menyambung (Pantiwati, 2016).
Dengan evaluasi yang dilaksanakan secara teratur, terencana dan
terjadwal maka dimungkinkan diperoleh informasi yang
menggambarkan kemajuan atau perkembangan peserta didik.Hal ini
juga dimaksudkan agar pihak elevator dapat memperoleh kepastian
dalam menentukan langkah atau merumuskan kebijakan yang perlu
diambil untuk masa selanjutnya, agar tujuan pembelajaran dapat
dicapai dengan sebaik-baiknya.
3. Prinsip objektivitas
Prinsip objektivitas dimaksudkan bahwa hasil evaluasi pembelajran
dikatakan baik jika dapat terlepas dari factor-faktor yang bersifat
sebjektif. Elevator harus senantiasa berfikir dan bertindak menurut
keadaan yang ada, tidak dicampuri adanya kepentingan-kepentingan
yang bersifat objektif.
4. Ruang lingkup evaluasi pembelajaran
Ruang lingkup evaluasi dapat dilihat dari ruang lingkup proses
pendidikan sebagai suatu system (Subali, 2014). Evaluasi merupakan
bagian dari proses pendidikan secara menyeluruh, bukan hanya
kumpulan teknik-teknik yang diperlukan tenaga pengajar dalam
mengukur hasil belajar peserta didik, tetapi juga proses yang

xxxv
berkelanjutan yang mendasari seluruh proses pendidikan dan
pengajaran yang baik.
Menurut Chabib Thoha, evaluasi terkait dengan lima
komponen utama, yaitu tujuan pendidikan, bahan pengajaran,
pendidik, peserta didik, dan proses belajar mengajar (Thoha, 1990).
Evaluasi harus mempertimbangkan semua aspek tersebut.
Stufflebeam membagi evaluasi menjadi empat ruang lingkup
(Prijowuntato, 2020), yaitu:
a. Evaluasi masukan (input) yaitu evaluasi yang berkaitan dengan
kalitas masukan yang berupa calonpeserta didik, baik kemampuan
intelektualnya maupun aspek kepribadian.
b. Evaluasi proses, yaitu evaluasi yang sasarannya adalah proses
belajar-mengajar, termasuk factor instrumentnya, seperti evaluasi
kemampuan tenaga pengajar dalam mengajar, kesesuaian metode
yang digunakan oleh tenaga pengajar, kurikulum, media
pendidikan dan lembaga pendidikan.
c. Evaluasi produk, yaitu penilaian pendidikan yang sasarannya hasil
akhir suatu proses pendidikan, yaitu peserta didik.
d. Evaluasi konteks, yaitu evaluasi yang berkaitan dengan masalah-
masalah kompleks yang melibatkan hal-hal di luar proses
pendidikan tetapi memperngaruhi proses dan hasil pendidikan.
Evaluasi koteks seperti pengaruh lingkungan social, budaya,
keluarga, iklim terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dapat
juga melakukan penilaian terhadap hasil pendidikan dengan
menggunakan kriteria ekasternal, seperti mengaitkan hasil
pendidikan dengna tuntutan masyarakat kerja, masyarakat politik,
masyarakat agama, dan sebagainya.
Ruang lingkup evaluasi dalam bidang pendidikan dipertenaga
pengajaran tinggi mencakup tiga komponen utama (Anas, 2008),
yaitu:
a. Evaluasi program pengajaran, yaitu mencakup evaluasi terhadap
tujuan pengajaran, isi program pengajaran, dan strategi belajar
mengajar.
b. Evaluasi proses pelaksanaan pengajaran, yaitu mencakup:

xxxvi
1) Kesesuaian antara proses belajar mengajar yang berlangsung
dengan garis besar program pengajaran yang telah ditentukan
2) Kesiapan tenaga pengajar dalam melaksanakan program
pengajaran
3) Kesiapan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran
4) Minat atau perhatian peserta didik dalam mengikuti pelajaran
5) Keaktifan atau partisipasi peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung
6) Peranan bimbingan dan penyuluhan terhadap peserta didik
yang memerlukannya
7) Komunikasi dua arah antara tenaga pengajar dan peserta didik
selama proses pembelajaran berlangsung
8) Pemberian motivasi terhadap peserta didik
9) Pemberian tugas-tugas kepada peserta didik dalam penerapan
teori-teori yang diperoleh dalam kelas
10) Upaya menghilangkan dampak negative yang timbul akibat
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dipertenaga pengajaran
tinggi.
c. Evaluasi hasil belajar, yaitu mencakup evaluasi tingkat
penguasaan peserta didik terhadap tujuan khusus yang ingin
dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas,
dan evalasi tingkat pencpaian peserta didik terhadap tujuan-tujuan
umum pengajaran.

E. Teknik dan Bentuk Evaluasi Pembelajaran


Banyak teknik dan metode dalam mengumpulkan informasi tentang
kemajuan belajar peserta didik, baik hubungan dengan proses belajar
maupun hasil belajar. Penilaian tersebut dijabarkan berdasarkan standar
kompetensi, kompetensi dasar, serta pencapaian indikator-indikator.
Teknik evaluasi yang dapat diterapkan dikelompokkan dalam dua bagian,
yaitu:
1. Teknik tes
Adalah suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan
evaluasi, yang di dalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian
tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh anak didik, kemudian

xxxvii
pekerjaan itu menghasilkan nilai tentang perilaku anak didik tersebut.
Dalam teknik ini, menurut Drs. Zainal Arifin terdiri dari tiga bagian
(Arifin, 2009), yaitu:
a. Tes tulis, yaitu suatu bentuk tes yang menuntut anak menjawab
soal-soal dalam bentuk tulisan yang diberikan kepada sekelompok
peserta didik pada waktu, tempat dan untuk soal tertentu.
b. Tes lisan, yaitu bentuk tes yang menuntut respons dari anak dalam
bentuk bahasa lisan
c. Tes perbuatan/tindakan, yaitu tes yang menuntuu jawaban peserta
didik dalam bentuk perilaku, tindakan atau perbuatan.
Dari ketiga bentuk evaluasi di atas berarti bahwa aspek yang dapat
dicapai dalam melakukan teknik ini ada dua, yaitu kemampuan yang
bersifat ilmu pengetahuan lazimnya dengan menggunakan tes tulis dan
teslisan, sedangkan aspek kemampuan yang bersifat keterampilan
lazimnya dinilai dengan tes perbuatan.
2. Teknik Non Tes
Adalah suatu teknik atau cara untuk mengukur perbahan sikap dan
pertumbuhan anak. Teknik ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
(Shobariyah, 2018), yaitu:
a. Skala bertingkat, yaitu skala menggambarkan suatu nilai yang
berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan
b. Kuisioner, adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh
orang yang akan diukur (responden)
c. Daftar cocok, adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-
singkat), dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan
tanda cocok di tempat yang sudah disediakan.
d. Wawancara, adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan
jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.
e. Pengamatan, adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis
f. Riwayat hidup, adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama
dalam masa kehidupannya.
Data–data yang diperoleh daru pelaksanaan tes ini dapat digunakan
sebagai bahan penilaian terhadap kegiatan belajar peserta didik, dan
untuk mengukur kemampuan belajar mahasiswa pada aspek
xxxviii
afektif.Oleh karena itu, dalam melaksanakan tes ini seorang pendidik
hendaknya benar-benar cermat dan selektif agar dapat memperoleh
data yang sesuai dengan kenyataanya.
Sedangkan Menurut Mimin Haryati, ada tujuh pendekatan teknik yang
dapat digunakan dalam evaluasi pembelajaran (Haryati, 2007), yaitu:
a. Teknik Unjuk Kerja, yaitu proses penelitian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan satu hal.
Teknik ini sangat cocok untuk menilai ketercapaian ketuntasan
belajar peserta didik dalam ranah psikomotor, misalnya praktik
shalat, presentasi, membaca Al-Qur’an, dan lainnya. Penilaian
unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
pengamatan atau observasi terhadap berbagai konteks dari suatu
kompetensi dasar.
b. Teknik project work, yaitu kegiatan penilaian terhadap suatu tugas
yang mencakup beberapa kompetensi yang harus diselesaikan oleh
para peserta didik dalam periode atau waktu tertentu. Tugas tersebut
dapat berupa investigasi terhadap suatu proses atau kejadian yang
dimulai dari perencanaa, pengumpulan data, pengorganisasian,
pengolahan data, dan penyajian data. Project work juga dapat
berfungsi sebagai:
1) Bagian internal dari proses pembelajaran terstandart, bermautan
pedagogis dan bermakna bagi peserta didik.
2) Memberi peluang kepada peserta didik untuk mengekspresikan
kompetensi yang dikuasainya secara utuh.
3) Lebih efisien dan menghasilkan produk yang memiliki nilai
ekonomis.
4) Menghasilkan nilai penguasaan kompetensi yang dapat
dipertanggungjawabkan dan memiliki kelayakan untuk
disertifikasi.
c. Penilaian tertulis, yaitu jenis tes berbentuk butir-butir pertanyaan
atau soal secara tertulis dan jawaban yang d
d. iberikan peserta didik dilakukan secara tertulis. Pelaksanaan tes
tertulis dibedakan menjadi bentuk uraian (subjective test) dan
bentuk penilaian pilihan ganda (objectivetest) yang umumnya
menggunakan kunci jawaban.

xxxix
e. Penilaian produk, yaitu penilaian terhadap proses pembuatan dan
kualitas suatu produk, misalnya produk teknologi, makanan, karya
seni, dan sebagainya. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan penilaian produk antara lain:
1) Tahap persiapan meliputi penilaian kemampuan peserta didik
dalam merencanakan, menggali dan mengembangkan gagasan
serta mendesain produk.
2) Tahap proses pembuatan produk meliputi kemampuan peserta
didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, metode,
dan teknik.
3) Tahap penilaian produk, meliputi penilaian produk yang
dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan
f. Portofolio, yaitu proses penilaian yang berkelanjutan yang
didasarkan padakumpulan informasi yang menunjukkan
perkembangan kemampuanpsikomotor peserta didik dalam satu
periode tertentu. Penilaian ini pada dasarnya menilai karya-karya
peserta didik secara individual dalam satu periode tertentu tiap mata
pelajaran.
g. Penilaian sikap, yaitu penilaian terhadap aspek afektif yang sangat
menentukan keberhasilan belajar seseorang atau peserta didik.
Teknik penilaian sikap dapat dilakukan dengan observasi perilaku,
pertanyaan langsung, laporan pribadi dan buku kendali peserta
didik. Secara umum aspek sikap afektif yang perlu dinilai dalam
proses pembelajaran mencakup hal-hal berikut:
1) Sikap peserta didik terhadap materi pelajaran.
2) Sikap terhadap tenaga pengajar
3) Sikap terhadap proses belajar
4) Sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang
berhubungan dengan materi pelajaran
5) Sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas
kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran.
h. Penilaian diri atau evaluasi diri merupakan teknik atau metode
dimana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri yang
berkaitan dengan staus, proses, dan tingkat ketercapaian kompetensi
yang sedang dipelajarinya. Teknik penilaian ini dapat sekaligus
mengukur aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Manfaat dari
xl
evaluasi diri terhadap perkembangan kepribadian peserta didik
diantaranya:
1) Menumbuhkan rasa percaya diri, karena peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri.
2) Peserta didik dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan
dirinya sendiri.
3) Memberikan motivasi untuk membiasakan dan melatih peserta
didik untuk berbuat jujur dan objektif dalam menyikapi suatu
hal.
F. Prosedur Evaluasi Pembelajaran
Pada umumnya para pakar bidang evaluasi pendidikan merinci
langkah-langkah pokok evaluasi hasil belajar sebagai berikut:
1. Objektif, dalam melakukan evaluasi diperlukan untuk melakukan
tujuan yang jelas yang akan dicapai dalam pelaksanaan evaluasi itu.
2. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar. Perencanaan evaluasi hasil
belajar umumnya mencakup enam kegiatan (Hartini & SS, 2019):
a. Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi.
b. Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, kognitif, afektif atau
psikomotor
c. Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan dalam
pelaksanaan evaluasi
d. Menyusun alat-alat yang akan digunakan.
e. Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan
tolak ukur dalam memberikan interpretasi terhadap data
hasilevaluasi.
f. Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar.
3. Menghimpun data, Yaitu dengan melakukan pengukuran, misalnya
dengan menyelenggarakan tes, pengamatan, wawancara dan angket.
4. Melakukan verifikasi data, Verifiikasi data adalah proses penyaringan
data sebelum dioleh lebih lanjut. Verifikasi bertujuan untuk
memisahkan data yang dapat menjelaskan gambaran yang akan
diperoleh mengenai peserta didik yang sedang dievaluasi dengna data
yang tidak baik atau dapat mengaburkan gambaran yang akan
diperoleh.

xli
5. Mengolah dan menganalisis data. Mengolah dan menganalisis data
bertujuan untuk memberikan makna terhadap data yang telah dihimpun
dalam kegiatan evaluasi. Cara mengolah dan menganalisi data dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik statistic, misalnya dengan
menyusun dan mengatur data lewat table grafik atau diagaram,
perhitungan rata-rata, standart deviasi, pengukuran korelasi, dan
sebagainya.
6. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan. Interpretasi
merupakan verbalisasi makna yang terkandung dalam data yang telah
mengalami pengolahan dan penganalisisan. Atas dasar interpretasi
tersebut akan ditemukan kesimpulan yang mengacu kepada tujuan
dilaksanakan evaluasi tersebut.
7. Tidak lanjut hasil evaluasi. Dari hasil evaluasi yang telah disusun,
diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga diketahui
maknanya, maka elevator dapat mengambil keputusan atau
merumuskan kebijakan yang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan
evaluasi tersebut.

xlii
BAB 4
PERFORMANCE
A. Pengertian Performance
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja
(performance). Sebagaimana dikemukakan oleh (Mangkunegara,
2005)bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai
seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Performance atau kinerja dalam bahasa Indonesia menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti sesuatu yang dicapai atau prestasi yang
diperlihatkan. Kinerja pada hakikatnya merupakan prestasi yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya, sesuai
dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.Menurut
Ilyas (2001) kinerja adalah penampilan hasil karya pada seluruh jajaran
personil di dalam suatu organisasi.
Menurut Hasibuan (2006) mengemukakan kinerja adalah suatu hasil
kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas
yangdibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman
dan kesungguhan serta waktu.Kinerja dalam organisasi merupakan
jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.Para atasan sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat
buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering atasan tidak
mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga organisasi
menghadapi krisis yang serius.Kesan-kesan buruk organisasi yang
mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan adanya
kinerja yang merosot.
Menurut Notoatmodjo bahwa kinerja tergantung pada kemampuan
pembawaan (ability), kemampuan yang dapat dikembangkan (capacity),
bantuan untuk terwujudnya performance (help), insentif materi maupun
nonmateri (incentive), lingkungan (environment), dan evaluasi
(evaluation). Kinerja dipengaruhi oleh kualitas fisik individu (ketrampilan

xliii
dan kemampuan, pendidikan dan keserasian), lingkungan (termasuk
insentif dan noninsentif) dan teknologi.
Kinerja secara umum dipahami sebagai suatu catatan keluaran, hasil
suatu fungsi jabatan kerja atau seluruh aktivitas kerjanya dalam periode
tertentu.Secara lebih singkat kinerja disebutkan sebagai suatu kesuksesan
di dalam melaksanakan suatu pekerjaan.Kinerja sendiri dalam pekerjaan
yang sesungguhnya tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha
dan kesempatan. Kinerja dapat diukur melalui keluaran atau hasilnya
(As’ad, 2002).
(Mangkunegara, 2005) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.Koesmono (2005) mengatakan bahwa kinerja merupakan
prestasi karyawan dari tugas-tugas yang telah ditetapkan. Russel (1993),
menyebutkan kinerja sebagai “the record of outcome produced on a
specified job function or activity during specified time period”. Artinya
kinerja sebagai catatan hasil (outcomes) yang dihasilkan dari suatu
aktivitas tertentu, selama kurun waktu tertentu.Soeprihantono (1998)
mengatakan, bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan seorang karyawan
selama periode tertentu,dibandingkan dengan berbagai kemungkinan,
misalkan standar, target, sasaran, dan kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Menurut Waldman (1994)
kinerja merupakan gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang
diharapkan dan pilihan atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada
masing-masing individu dalam organisasi.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan, bahwa kinerja
merupakan hasil akhir seseorang dalam melaksanakan tugasnya selama
periode tertentu yang dapat diukur berdasarkan ukuran yang berlaku
dalam organisasi tersebut.
B. Performance Assessment
Pada dokumen kurikulum tercantum banyak hasil belajar yang
menggambarkan proses, kegiatan, atau unjuk kerja. Untuk menilai hasil
belajar tersebut, dibutuhkan suatu alat penilaian yaitu penilaian unjuk
kerja (performance assessment).Performance assessment adalah penilaian
berdasarkan hasil pengamatan penilai terhadap aktivitaspeserta didik

xliv
sebagaimana yang terjadi. Penilaian dilakukan terhadap unjuk kerja,
tingkah laku, atau interaksi peserta didik.
Performance assessment digunakan untuk menilai kemampuan peserta
didik melalui penugasan.Penugasan tersebut dirancang khusus untuk
menghasilkan respon (lisan atau tulis), menghasilkan karya (produk), atau
menunjukkan penerapan pengetahuan. Tugas yang diberikan
kepadapeserta didik harus sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
dan bermakna bagi peserta didik (Setyono, 2005).Cara penilaian ini lebih
otentik dari pada tes tulis karena bentuk tugasnya lebih mencerminkan
kemampuanpeserta didik yang sebenarnya.Semakin banyak kesempatan
tenaga pengajar mengamati unjuk kerja peserta didik, semakin reliabel
hasil penilaian kemampuan peserta didik.
Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai
kemampuan peserta didik menggunakan peralatan laboratorium,
kemampuanpeserta didik mengoperasikan suatu alat, dan sebagainya
(Hutabarat, 2004:16). Sedangkan menurut Majid (2006:88) performance
assessment merupakan penilaian dengan berbagai macam tugas dan
situasi di mana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman
dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di
dalam berbagai macam konteks.Jadi boleh 14
dikatakan bahwa performance assessment adalah suatu penilaian yang
meminta peserta tes untuk mendemostrasikan dan mengaplikasikan
pengetahuan ke dalam berbagai macam konteks sesuai dengan kriteria-
kriteria yang diinginkan.
Menurut Muhammad Ali Gunawan (2009), Performance Assessment
adalah berbagai macam tugas dimana peserta tes diminta
untukmendemonstrasikan pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan
yang mendalam, serta ketrampilan didalam berbagai macam konteks
sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Lebih lanjut dinyatakan pula
bahwa performance assessment diwujudkan berdasarkan empat asumsi
pokok, yaitu:
1. Performance assessment didasarkan pada partisipasi aktif peserta didik.
2. Tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh peserta didik yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses
pembelajaran.

xlv
3. Performance assessment tidak hanya untuk mengetahui posisi peserta
didik pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu,
assessment juga dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran
itu sendiri.
4. Dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan untuk
mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, peserta
didik akan secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa performance
assessment adalah suatu bentuk penilaian untuk mendemostrasikan atau
mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh olehpeserta didik dan
menggambarkan suatu kemampuan peserta didik melalui suatu proses,
kegiatan, atau unjuk kerja.
C. Aspek-Aspek Kinerja

Menurut John Bernadin (1993) menyatakan ada enam dimensi yang


digunakan untuk mengukur kinerja karyawan secara individu, antara lain
sebagai berikut:
1. Kualitas
Tingkat dimana hasil akivitas yang dilakukan mendekati sempurna
dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas
ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
2. Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah
siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan Waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan
waktu yang tesedia untuk aktivitas yang lain.
4. Efektivitas.
Tingkat pengguna sumber daya organisasi dengan maksud menaikkan
keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam pengguna
sumber daya.
5. Kemandirian.

xlvi
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melaksanakan fungsi kerjanya
tanpa meminta bantuan, bimbingan dari pengawas atau meminta turut
campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan.
6. Komitmen Kerja
Tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
perusahaan dan tanggung jawab kerja dengan perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari
kinerja adalah: yaitu: kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, efektivitas,
kemandirian dan komitmen kerja.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Jewel dan Siegel (1998) mengungkapkan bahwa kinerja


karyawan mengacu pada prestasi kerja karyawan yang diukur berdasarkan
standar/kriteria yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam upaya
meningkatkan kinerja karyawan secara optimal dalam suatu perusahaan,
terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kinerja
karyawan, antara lain sebagai berikut: Strategi organisasional (nilai tujuan
jangka pendek dan jangka panjang), Batasan situasional (budaya
organisasi dan kondisi ekonomi), dan Atribut individual (kemampuan dan
ketrampilan).
Menurut Steers (1985), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan adalah:
1. Kemampuan, kepribadian dan minat kerja. Kemampuan merupakan
kecakapan seseorang, seperti kecerdasan dan keterampilan.
Kemampuan pekerjaan adalah mempengaruhi kinerja dalam berbagai
cara. Misalnya dalam cara pengambilan keputusan,
menginterpretasikan tugas dan cara penyelesaian tugas. Kepribadian
adalah serangkaian ciri yang relatif mantap yang dipengaruhi oleh
keturunan dan faktor sosial, kebudayaan dan linkungan. Sedangkan
minat merupakan valensi atau sikap.
2. Kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peran seorang pekerja, yang
merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseorang individu atau
tugas yang dibebankan kepadanya. Makin jelas pengertian pekerja
mengenain persyarakatan dan sasaran pekerjaannya, maka semakin
banyak energi yang dapat dikerahkan untuk kegiatan kearah tujuan
xlvii
3. Tingkat motivasi pekerja, motivasi adalah daya energi yang
mendorong, mengarahkan dan mempertahankan perilaku.
Mc Cormick dan Tiffin (1994) menjelaskan bahwa terdapat dua variabel
yang mempengaruhi kinerja, yang pertama variabel individu yang terdiri
dari pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur, motivasi, keadaan
fisik, kepribadian dan sikap.Kedua adalah variabel situasional yakni
menyangkut faktor fisik dan faktor sosial dari organisasi atau pekerjaan.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan


(ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat
Keith Davis dalam A.A Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) dalam
Prabu Mangkunegara (2007, 13) yang merumuskan bahwa:
Human Performance : Ability x Motivation
Motivation : Attitude x Situation
Ability : Knowledge x Skill
1. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kekampuan potensi (IQ) dan
kemampuan realiti (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan
karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ
superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor Motivasi (Motivation)


Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka
yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan
menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya. Jika mereka
bersikap negative (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan
motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup
antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan
pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

xlviii
Menurut Henry Simamora dalam Prabu Mangkunegara (2007: 14)
kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1. Faktor individual yang terdiri dari:
a. Kemampuan dan keahlian
b. Latar belakang
c. Demografi
2. Faktor psikologis yang terdiri dari:
a. Persepsi
b. Attitude
c. Personality
d. Pembelajaran
e. Motivasi
3. Faktor organisasi yang terdiri dari:
a. Sumber daya
b. Kepemimpinan
c. Penghargaan
d. Struktur
e. Jobdesign
Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.
Kinerja individu ini akan tercapai didukung oleh atribut individu, upaya
kerja (workeffort) dan dukungan organisasi (Mangkunegara, 2007: 15).
Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil:
1. Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan
sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan dan
keahlian, latar belakang serta demografi) dan faktor psikologis meliputi
persepsi, attitude, personality, pembelajaran dan motivasi.
2. Upaya kerja (workeffort), yang membentuk keinginan untuk mencapai
sesuatu.
3. Dukungan organisasi, yang memberikan kesempatan untuk membuat
sesuatu. Dukungan organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan,
lingkungan kerja, struktur organisasi dan jobdesign.

xlix
Menurut A. Dale Timple dalam Mangkunegara (2007: 15), faktor-
faktor kinerja terdiri faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
(disposisional) yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat
seseorang.Misalnya, kinerja seseorang baikdisebabkan karena mempunyai
kemampuan tinggi dan seseorang itu tipe pekerja keras, sedangkan
seseorang mempunyai kinerja jelekdisebabkan orang tersebut mempunyai
upaya-upaya untuk memperbaiki kemampuannya.
Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yang berasal dari lingkungan.Seperti perilaku, sikap dan
tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan
iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-
jenis atribusi yang dibuat karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis
dan berdasarkan kepada tindakan. Seseorang karyawan yang menganggap
kinerjanya baik berasal dari faktor-faktor internal seperti kemampuan atau
upaya, diduga orang tersebut akan mengalami lebih banyak perasaan
positif tentang kinerjanya dibandingkan dengan jika ia menghubungkan
kinerjanya yang baik dengan faktor eksternal. Seperti nasib baik, suatu
tugas yang mudah atau ekonomi yang baik. Jenis atribusi yang dibuat
seorang pimpinan tentang kinerja seorang bawahan mempengaruhi sikap
dan perilaku terhadap bawahan tersebut. Misalnya, seorang pimpinan
yang mempermasalahkan kinerja buruk seseorang bawahan karena
kekurangan ikhtiar mungkin diharapkan mengambil tindakan hukum,
sebaliknya pimpinan yang tidak menghubungkan dengan kinerja buruk
dengan kekurangan kemampuan/ketrampilan, pimpinan akan
merekomendasikan suatu program pelatiha di dalam ataupun luar
perusahaan. Oleh karena itu, jenis atribusi yang dibuat oleh seorang
pimpinan dapat menimbulkan akibat-akibat serius dalam cara bawahan
tersebut diperlukan. Cara-cara seorang karyawan menjelaskan kinerjanya
sendiri juga mempunyai implikasi penting dalam bagaimana dia
berperilaku dan berbuat ditempat kerja.
Dari pemaparan diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja yaitu faktor internal
dan faktor eksternal.Faktor internal itu merupakan faktor yang muncul
dari individu dalam individu itu sendiri, misalnya motivasi kerja, inisiatif
individu, kemampuan dan pengetahuanyang dimiliki individu untuk
menyelesaikan kinerja perusahaan.Sedangkan faktor eksternal merupakan
faktor yang mempengaruhi kinerja yang berasal dari lingkungan kerja,
l
misalnya mencakup iklim organisasi dan pola hubungan kerja antar
karyawan.
F. Upaya Peningkatan Kinerja

Menurut Stoner dalam Sutrisno (2010, h. 184-185) mengemukakan


adanya empat cara untuk meningkatkan kinerja, yaitu:
1. Diskriminasi
Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara
mereka yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian
tujuan organisasi dengan mereka yang tidak.dalm konteks penilaian
kerja memang harus ada perbedaan antara karyawan yang berprestasi
dengan karyawan yang tidak berprestasi.Oleh karena itu, dapat dibuat
keputusan yang adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan
SDM, penggajian dan sebagainya.
2. Pengharapan
Dengan memerhatikan bidang tersebut diharakan bisa meningkatkan
kinerja karyawan.Karyawan yang meiliki kinerja tinggi mengharapkan
pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari
organisasi.Untuk mempertinggi motivasi dan kinerja, mereka yang
tampil mengesankan dalam bekerja harus dididentifikasi sedemikian
rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang
berhak.
Pengembangan Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk
mereka adalah mengikuti program pelatihan dan
pengembangan.Sedangkan yang diatas standar, misalnya dapat
dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi.Berdasarkan hasil
laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat
tejamin keadilan dan kejujurannya.Untuk itu diperlukan suatu
tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya.
3. Komunikasi
Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para
karyawan dan secara akurat mengomunikasikan penilaian yang
dilakukannya. Untuk dapat melakukan sacara akurat, para manajer
harus mengetahui kekurangan dan masalah apa saja yang dihadapi para

li
karyawan dan bagaimana cara mengatasinya. Disamping itu, para
manajer juga harus mengetahui program pelatihan dan pengembangan
apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu
berkomunikasi secara intens dengan karyawan.

lii
BAB 5
ASSESMENT
Asesmen kinerja sangat penting dalam pembelajaran karena memberi
peluang yang lebih besar kepada tenaga pendidik untuk mengenalipeserta
didik secara lebih utuh karena pada kenyataannya tidak semuapeserta didik
yang kurang berhasil dalam tes objektif atau tes uraian biasanya dikatakan
tidak terampil (Stiggins, 1994). Asesmen kinerja dilakukandengan cara
mengamati kegiatanpeserta didik dalam melakukan sesuatu (Tim Penyusun,
2014b). Oleh karena itu, asesmen kinerja ini cocok digunakan untuk menilai
ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik untuk melakukan
tugas tertentu seperti praktikum di laboratorium (Phelps dkk., 1997;
Kunandar, 2011; Tim Penyusun, 2014b).

A. Pengertian Assesment (Penilaian)


Menurut Glencoe (2006: 1) assessment adalah evaluasi sehari-
haripeserta didik di dalam kelas.Untuk memberi penilaian yang tepat,
informasi tersebut perlu dikumpulkan daripeserta didik dalam berbagai
macam bentuk. Assessment dalam pembelajaran adalah suatu proses atau
upaya formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-
variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan
keputusan oleh tenaga pengajar untuk memperbaiki proses dan hasil
belajar peserta didik. Variabel-variabel penting yang dimaksud sekurang-
kurangnya meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan
sikappeserta didik dalam pembelajaran yang diperoleh tenaga pengajar
dengan berbagai metode dan prosedur baik formal maupun informal.
Agar penggunaan asssessment dalam kelas sesuai dengan
pembelajaran dan dapat meningkatkan pembelajaran tersebut, Cottel
(1991) menggagaskan 5 petunjuk bagi tenaga pengajar penggunaan
assessment dalam kelas. Kelima petunjuk tersebut adalah:
1. senantiasa menganggap bahwa pembelajaran terus berlangsung,
2. selalu memintapeserta didik untuk menunjukkan bukti-bukti
bagaimana mereka belajar,
3. memberi umpan balik tentang respon kelas
serta rencana pengajar tentang respon tersebut,

liii
4. melakukan penyesuaian-penyesuaian yang tepat untuk meningkatkan
pembelajaran, dan
5. menilai ulang bagaimana penyesuaian penyesuaian tersebut bekerja
cukup baik.
Tujuan utama penggunaan assessment dalam pembelajaran
(classroom assessment) membantu tenaga pengajar danpeserta didik
dalam mengambil keputusan profesional untuk memperbaiki
pembelajaran. Menurut Popham (1995: 4-13) assessment bertujuan
untuk:
1. mendiagnosa kelebihan dan kelemahanpeserta didik dalam belajar,
2. memonitor kemajuan peserta didik,
3. menentukan jenjang kemampuanpeserta didik,
4. menentukan efektivitas pembelajaran,
5. mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
6. mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang tenaga pengajar.
B. Konsep Assesment (Penilaian)
Ada empat macam istilah penting yang berkaitan dengan konsep
penilaian, yaitu pengukuran (measurement), pengujian (testing),
penilaian (assesment), dan evaluasi (evaluation). Keempat kata tersebut
merupakan kegiatan atau proses yang saling berhubungan. Artinya
kegiatan dilakukan secara berurutan yaitu diawali dari proses pengukuran
yang di dalamnya terdapat kegiatan pengujian, kemudian penilaian dan
terakhir evaluasi.
Suprapta (2004:17) mengatakan bahwa penilaian merupakan bagian
dari pengukuran yang dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Sedangkan
menurut Suwandi (2010:7) menjelaskan bahwa penilaian merupakan
suatu proses untuk mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu
program kegiatan telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah
ditetapkan. Adapun pendapat Haryati (2007:15) bahwa penilaian
merupakan istilah umum dan mencakup semua metode yang biasa
dipakai untuk menegetahui keberhasilan
peserta didik dengan cara menilai unjuk kerja individu peserta didik
maupun kelompok.
Menurut Haryati (2007:14) bahwa pengukuran (measurement) adalah
proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari

liv
suatu tingkatan dimana
seorang peserta didik telah mencapai karakteristik tertentu. Sedangkan
menurut Sudijono (2009:4) mengatakan bahwa pengukuran merupakan
kegiatan membandingkan sesuatu
dengan atau atas dasar ukuran tertentu.
Penilaian berurusan dengan aspek kualitatif dan kuantitatif,
sedangkan pengukuran selalu berkaitan dengan aspek
kuantitatif.Penilaian membutuhkan data yang diperoleh dari pengukuran
sehingga dapat dilakukan kegiatan penilaian berupa pemberian
pertimbangan terhadap suatu hal.Adapun evaluasi bersifat kualitatif yaitu
suatu tindakan untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Menurut Majid (2006:185) mengemukakan bahwa evaluasi adalah
penilaian keseluruhan ketercapaian program pendidikan, perencanaan
suatu program substansi pendidikan termasuk kurikulum, penilaian
(assesment) dan pelaksanaannya, pengadaan dan peningkatan
kemampuan tenaga pengajar, pengelolaan dan reformasi pendidikan
secara keseluruhan. Sedangkan menurut Haryati (2007:15) mengatakan
bahwa evaluasi merupakan kegiatan identifikasi untuk melihat apakah
suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum,
berharga atau tidak, dan untuk mengetahui tingkat efisiensi
pelaksanaannya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
penilaian (assesment) merupakan bagian dari evaluasi. Kegiatan
pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang saling
berkaitan.

C. Penilaian Antar Kawan (Peer Assesment)

Peer assessment merupakan suatu penilaian yang memiliki kelebihan


dari penilaian yang lain, yaitu penilaian yang secara langsung melibatkan
peserta didik dalam proses penilaian yang semula hanya dilakukan oleh
peneliti. Melalui kegiatan pelibatan peserta didik dalam proses penilaian,
peserta didik mampu mengembangkan kerjasama, mengkritisi proses dari
hasil belajar orang lain, menerima feedback atau kritik dari orang lain
(Zulharman, 2007). Peer assessment mendorong pelajar untuk memiliki
rasa tanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga pelajar dapat
mandiri, melatih evaluation skill yang berguna untuk life long learning
lv
dan mendorong deep learning. Menurut Rustaman dalam Purnamasari
(2012:9) peer assesment atau penilaian antar teman adalah proses dimana
peserta didik dilibatkan dalam penilian kerja peserta didik lain. Peserta
didik yang menilai harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai apa
yang harus mereka cari dan mereka nilai dalam proses kerja temannya,
jadi dapat dikatakan bahwa peer assesment merupakan penilaian yang
dilakukan teman sebaya untuk menilai hasil kerja temannya.
Zulrahman (2007) Peer assessment dapat digunakan untuk membantu
pelajar dalam mengembangkan kemampuan bekerjasama, mengkritisi
proses dan hasil belajar orang lain (penilaian formatif), menerima
feedback atau kritik dari orang lain, memberikan pengertian yang
mendalam kepada para peserta didik tentang kriteria yang digunakan
untuk menilai proses dan hasil belajar dan untuk penilaian sumatif. Bila
teknik ini dilakukan dengan benar, maka peer assesment memberikan
banyak keuntungan bagi peserta didik. Pada saat peserta didik menilai
penampilan kerja peserta didik lain, maka mereka juga dapat menilai
kerja mereka.
Terdapat empat langkah dalam perencanaan dan penerapan peer
assessment agar efektif yaitu: (Zulrahman, 2007)
1. Menyampaikan maksud dan tujuan peer assessment kepada semua
partisipan yang terlibat. Oleh karena bentuk penilaian ini masih baru,
maka peer assessment ini diterapkan secara bertahap, dengan
menggunakan anonym, diterapkan pada low stake setting seperti
untuk penilaian formatif dan buatlah sistem pernilaian ini semudah
dan sesederhana mungkin.
2. Kriteria penilaian harus dikembangkan dan disampaikan kepada
partisipan. Kriteria ini meliputi berapa banyak partisipan yang terlibat,
karakteristik partisipan, komponen kompetensi apakah yang akan
dinilai, kapan penilaian akan dilaksanakan, dan juga metode
pengambilan data (checklist,rating form, scoring key). Penggunaan
criterion standart sangat sesuai sehingga kriteria standar penilaian
jelas dan mudah dipahami.
3. Pelatihan perlu dilakukan untuk semua partisipan. Pelatihan ini
mencakup pelatihan mengenai penentuan kriteria penilaian ( criterion
reference test) dan pelatihan cara memberikan feedback yang efektif.

lvi
4. Hasil penilaian perlu dimonitor.
Osmond mengungkapkan perbandingan antara peer assessment
dengan bentuk penilaian lainnya sebagai berikut: ( Purnamasari, 2012:9).
D. Perbandingan antara Penilaian Peer Assessmentdengan Penilaian
Lain
No Peer assessment Penilaian lainya
1. Berpusat pada peserta didik Biasanya tidak berpusat pada
peserta didik
2. Kriterianya jelas atau Penentuan kriteria atau aspek
transparan terhadap peserta yang dinilai tidak pernah
didik didiskusikan dengan peserta
didik. Peneliti langsung
menentukan kriteria penilaian.
3. Memberikan keleluasaan Peserta didik terisolasi dari
terhadap peserta didik. Peserta penilaian sehingga terisolasi
didik akan merasa penilaian dari pembelajaran.
merupakan kebutuhan
4. personal. Penilaian bagian dari -
pembelajaran.

5. Mengevaluasi pembelajaran Mengevaluasi pembelajaran


secara mendalam hanya permukaan saja
6. Memperkenalkan peserta didik Tidak menyediakan dorongan
untuk membangun untuk membangun belajar
pembelajaran secara aktif mandiri
7. Mendorong adanya diskusi Sedikit diskusi bahkan kadang-
antara peserta didik dan peneliti kadang tidak ada
8. Adanya formatif feedback Adanya feedback yang keliru
karena ada selang waktu atau
kehilangan komunikasi yang
terus menerus antara peserta
didik dan peneliti
9. Hasil penilaian dapat Hasil penilaian merupakan hasil
digunakan untuk memperbaiki akhir
performa selanjutnya
10. Lebih banyak tantangan dan Sedikit tantangan dan lebih
sedikit eror dalam banyak eror dalam
pembelajaran peserta didik pembelajaran peserta didik
11. Menyiapkan peserta didik Biasanya tujuan akhirnya
untuk perjalanan lifelong hanya belajar
lvii
learning yang terus menerus
12. Memberikan kesempatan yang Sedikit formatif
baik untuk formatif assessment assessment
13. Dapat meningkatkan Memiliki efek negatif
kepercayaan diri peserta didik terhadap kepercayaan diri
14. Meningkatkan kinerja -
atau kualitas belajar dari
hasil belajar
15. Merupakan task pembelajaran Sebagian merupakan task
yang otentik pembelajaran yang otentik

Penilaian antar teman (peer assessment) secara tak sengaja sebenarnya


sudah terjadi di setiap kelas ketika peserta didik saling memperhatikan
hasil karya teman-temannya. Banyak cara yang dapat dikembangkan oleh
peneliti untuk membuat peer assessment menjadi bagian dari proses
penilaian. Salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada para
peserta didik untuk saling memuji dan mengkritik hasil karya teman-
temannya. Cara yang lain adalah penilaian keterampilan dalam kerja
kelompok dan sumbangan setiap peserta didik terhadap kelompoknya.
Menurut Bostock ada beberapa keuntungan dalam penggunaan peer
assessment, yaitu diantaranya: (Amrullah,2012:12)
1. Membantu peserta didik untuk bertanggung jawab dengan dilibatkan
dalam penilaian.
2. Mendorong peserta didik untuk kritis meneliti pekerjaan yang
dilakukan rekannya.
3. Memberikan umpan balik bagi peserta didik.
4. Sebagai latihan bagi peserta didik untuk terjun kedalam dunia kerja,
dimana penilaian dilakukan oleh kelompok.
5. Mengurangi beban peneliti.
6. Meningkatkan motivasi peserta didik
Selain memiliki kelebihan peer assesment juga memiliki kelemahan
seperti yang diungkap oleh Bostock (Siahaan, 2012:10) yaitu:
1. Peserta didik kurang mampu menilai rekannya

lviii
2. Hubungan persahabatan, perasaan tidak suka dan lain-lain mungkin
mempengaruhi penilaian
3. Peserta didik mungkin tidak suka dinilai oleh rekannya, karena
kemungkinan ada diskriminasi, kesalah pahaman dan lain-lain.
4. Tanpa ada keterangan dari peneliti, kemungkinan peserta didik akan
memberi keterangan yang salah tentang rekannya.

E. Fungsi Assesment
Tugas pendidik adalah mendesain materi dan situasi di kelas agar
peserta didik dapat belajar untuk mencapai kompetensi yang
dipersyaratkan. Setelah Anda mempelajari apa keunggulan dan tujuan
dari asessment khusunya asesmen berbasis kelas, maka perlu pula
diketahui fungsi dari penilaian kelas tersebut. Secara rinci fungsi dari
penilaian kelas dapat dijelaskan sebagai berikut (Diknas, 2006):
1. Kalau tujuan pembelajaran adalah pencapaian standar kompetensi
maupun kompetensi dasar, maka penilaian kelas ini dapat
menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai
suatu kompetensi.
2. Asesmen berbasis kelas dapat berfungsi pula sebagai landasan
pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka
membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan
tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program,
pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan, dalam hal ini
terkait erat dengan peran tenaga pengajar sebagai pendidik sekaligus
pembimbing.
3. Sejalan dengan tujuan asesmen yang telah dikemukakan di atas maka
salah satu fungsi asesmen berbasis kelas ini adalah menemukan
kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan
peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik
menentukan apakah seorang peserta didik perlu mengikuti remedial
atau justru memerlukan program pengayaan.
4. Dengan demikian asesmen juga akan berfungsi sebagai upaya
pendidik untuk dapat menemukan kelemahan dan kekurangan proses
pembelajaran yang telah dilakukan ataupun yang sedang berlangsung.
Temuan ini selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan

lix
langkah perbaikan proses pembelajaran berikutnya, guna peningkatan
capaian hasil belajar peserta didik .
5. Kesemuanya dapat dipakai sebagai kontrol bagi tenaga pengajar
sebagai pendidik dan semua stake holder pendidikan dalam
lingkuppertenaga pengajaran tinggi tentang gambaran kemajuan
perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.
F. Cakupan Ranah Assessment
Cakupan asesmen terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks
Kurikulum yang diberlakukan.Hal ini merupakan penjabaran dari standar
isi dan stándar kompetensi lulusan.Di dalamnya memuat kompetensi
secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran.Muatan dari standar
isi pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar.Satu
standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar dan setiap
kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian
hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh tenaga pengajar
dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan yang
digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar
bersangkutan.Teknik penilaian yang digunakan harus disesuaikan dengan
karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar
yang diajarkan oleh tenaga pengajar. Tidak menutup kemungkinan
bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa teknik penilaian, hal
ini karena memuat domain kognitif, afektif,dan psikomotor.
Seperti diuraikan di atas, umumnya tujuan pembelajaran mengikuti
pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun
1956, yaitu cognitive, affective, dan psychomotor.Benjamin Bloom
(1956) mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam dua ranah
(domain) utama yaitu ranah kognitif dan ranah non-kognitif.Ranah non-
kognitif dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ranah afektif dan ranah
psikomotor.Setiap ranah diklasifikasikan secara berjenjang mulai dari
yang sederhana sampai pada yang kompleks.
1. Ranah Kognitif
Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif
memegang tempat utama.Aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang,
lx
yaitu aspek pengetahuan, pemahanan, penerapan, analisis, sintesis dan
penilaian.
1. Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini seseorang dituntut dapat
mengenali atau mengetahui adanya konsep, fakta atau istilah tanpa
harus mengerti atau dapat menggunakannya. Kata-kata operasional
yang digunakan, yaitu: mendefinisikan, mendeskripsikan,
mengidentifikasikan, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan,
menyatakan dan mereproduksi.
2. Pemahaman (comprehension), kemampuan ini menuntut peserta didik
memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang
sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus
menghubungkannya dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan
menjadi tiga, yakni; (a) menterjemahkan, (b) menginterpretasikan,
dan (c) mengekstrapolasi. Kata-kata operasional yang digunakan
antara lain: memperhitungkan, memperkirakan, menduga,
menyimpulkan, membedakan, menentukan, mengisi, dan menarik
kesimpulan.
3. Penerapan (aplication), adalah jenjang kognitif yang menuntut
kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-
metode, prinsip prinsip, serta teori-teori dalam situasi baru dan
konkret. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain:
mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan,
memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan, memecahkan, dan
menggunakan.
4. Analisis (analysis adalah tingkat kemampuan yang menuntut seseorang
untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam
unsur-unsur atau komponen pembentuknya. Kemampuan analisis
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu; (a) analisis unsur, (b)
analisis hubungan, (c) analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Kata-
kata operasional yang umumnya digunakan antara lain: memperinci,
mengilustrasikan, menyimpulkan, menghubungkan, memilih, dan
memisahkan.
5. Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut seseorang untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara menggabungkan berbagai
faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa: tulisan, rencana atau
mekanisme. Kata operasional yang digunakan terdiri dari:
lxi
mengkatagorikan, memodifikasikan, merekonstruksikan,
mengorganisasikan, menyusun, membuat design, menciptakan,
menuliskan, dan menceritakan.
6. Evaluasi (evaluation) adalah jenjang yang menuntut seseorang untuk
dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep
berdasarkan suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi ialah
menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga peserta didik mampu
mengembangkan kriteria, standar atau ukuran untuk mengevaluasi
sesuatu. Kata-kata operasional yang dapat digunakan antara lain:
menafsirkan, menentukan, menduga, mempertimbangkan,
membenarkan, dan mengkritik.

2. Ranah Afektif
Secara umum ranah afektif diartikan sebagai internalisasi sikap yang
menunjuk ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu
menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil
sikap sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk
nilai dan menentukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah
afektif yaitu:
a. Menerima (Receiving), diharapkan peserta didik peka terhadap
eksistensi fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali
dengan penyadaran kemampuan untuk menerima dan
memperhatikan. Kata-kata operasional yang digunakan antara lain:
menanyakan, memilih, mendeskripsikan, memberikan, mengikuti,
menyebutkan.
b. Menjawab (Responding), peserta didik tidak hanya peka pada suatu
fenomena, tetapi juga bereaksi terhadap salah satu cara.
Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk menjawab secara
sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata-kata operasional yang
digunakan antara lain: menjawab, membantu, melakukan, membaca,
melaporkan, mendiskusikan, dan menceritakan.
c. Menilai (valuing), diharapkan peserta didik dapat menilai suatu objek
, fenomena atau tingkah laku tertentu dengan cukup konsisten. Kata-
kata operasional yang digunakan antara lain; melengkapi,

lxii
menerangkan, membentuk, mengusulkan, mengambil bagian,
memilih, dan mengikuti.
d. Organisasi (organization), tingkat ini berhubungan dengan
menyatukan nilai nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan
masalah, membentuk suatu sistem nilai. Kata-kata operasional yang
digunakan antara lain: mengubah, mengatur, menggabungkan,
membandingkan, mempertahankan, menggeneralisasikan, dan
memodifikasikan.

3. Ranah Psikomotor
Berkaitan dengan gerakan tubuh atau bagian-bagiannya mulai dari
yang sederhana sampai yang kompleks.Perubahan pola gerakan
memakan waktu sekurang-kurangnya 30 menit. Kata operasional untuk
aspek psikomotor harus menunjuk pada aktualisasi kata-kata yang dapat
diamati, yang meliputi:
a. Muscular or motor skill; mempertontonkan gerak, menunjukkan hasil,
melompat, menggerakkan, dan menampilkan.
b. Manipulations of materials or objects; mereparasi, menyusun,
membersihkan, menggeser, memindahkan, dan membentuk.
c. Neuromuscular coordination; mengamati, m
d. Menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan,
memasang, memotong, menarik, dan menggunakan. (Poerwanti E.,
2001)

lxiii
BAB 6
GERAKAN MOTORIK PENDUKUNG PERFORMANCE
Dalam mengkaji keterampilan motorik salahsatunya dapat dilakukan
melalui karakteristik setiap gerakan.Berdasarkan kesamaan karakteristik
yang ditemukan, maka dilakukan klasifikasi motorik pada pola-pola gerak
tertentu.Dengan klasifikasi motorik yang dilakukan diharapkan para
pelatih dan tenaga pengajar olahraga dapat menggunakannya untuk
mempermudah menganalisis gerak yang diberikan kepada atlit atau
mahasiswanya. Keterampilan motorik dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa sudut pandang, dan hampir setiap ahli menyusun klasifikasi
keterampilan motorikberdasarkan sudut pandang masing-masing. Pada
bagian ini akan dikaji klasifikasi keterampilan motorik berdasarkan
kecermatan gerak, awal dan berakhirnya suatu kegiatan, stabilitas
lingkungan, gerak objek dan lingkungan, dan keterasingan terhadap suatu
keterampilan.

A. Klasifikasi Berdasarkan Kecermatan Gerak


Klasifikasi keterampilan motorik ditinjau berdasarkan kecermatan
gerak, dapat dibagi menjadi dua yaitu: (a) keterampilan motorik kasar
(gross motor skills) dan (b) keterampilan motorik halus (finemotor skills)
(Singer, l980).
1. Keterampilan Motorik Kasar.
Keterampilan motorik kasar adalah keterampilan motorik yang
melibatkan otot-otot besar sebagai penggerak utama.Keterampilan
motorik kasar berhubungan dengan besar dan luasnya penggunaan
otot-otot dalam tubuh.Misalnya, berlari, meloncat, memukul dan
sebagainya.
Keterampilan motorik kasar berkaitan dengan besar dan luasnya
penggunaan otot-otot dalam tubuh.Keterampilan ini biasanya
melibatkan seluruh otot tubuh, sehingga hampir semua keterampilan
olahraga dapat dipertimbangkan sebagai kelompok keterampilan
motorik kasar.Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan, diantara
kegiatan olahraga yang memiliki keterampilan motorik kasar terdapat
aktivitas yang bersifat halus, seperti waktu penyesuaian diri (timing)

lxiv
untuk ketepatan gerak.Gerak halus tersebut merupakan suatu rangkaian
kontinyu yang turut mendukung keterampilan gerak kasar, namun ciri
khusus keterampilan gerak kasar yang berhubungan dengan otot-otot
besar tetap mendominasi kegiatan ini.

2. Keterampilan Motorik Halus.


Keterampilan motorik halus adalah keterampilan gerak yang
melibatkan otot-otot halus sebagai penggerak utama. Sebagai contoh
keterampilan menarik pelatuk senapan, keterampilan melepas anak
panah pada cabang olahraga panahan dan sebagainya.
Keterampilan gerak halus lebih menunjukkan kepada kualitas gerak
yang lembut. Pada gerak ini aktivitas tubuh lebih terbatas pada
ketelitian responsdari berbagai stimulus.Kunci keberhasilan
keterampilan motorik halus ini salah satunya ditentukan oleh
koordinasi neuromusculer, terutama untuk gerak-gerak yang
berhubungan dengan ketepatan dan sering bertautan dengan koordinasi
mata tangan.Keterampilan motorik halus ini ada kalanya murni terjadi
berbentuk keterampilan motorik halusseperti main gitar, mengetik dan
sebagainya.Namun tidak jarang juga muncul disela-sela keterampilan
motorik kasar, seperti yang terjadi pada loncat indah, senam irama, dan
sebagainya.

B. Klasifikasi Berdasarkan Titik Awal dan Akhir Gerak


Berdasarkan titik awal dan akhir suatu gerak yang dilakukan,
keterampilan motorik dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: (a)
keterampilan motorik diskrit, (b) keterampilan motorik serial, dan (c)
keterampilan motorik kontinyu (Magill, l980; Singer, l980).
1. Keterampilan Motorik Diskrit.
Keterampilan motorik diskrit adalah keterampilan yang dapat diketahui
dengan jelas kapan saat dimulai dan kapan saat berakhir (Singer,
l980).Sebagai contoh, gerakan meloncat dalam loncat indah, gerakan
mengguling kedepan sekali dalam senam lantai dan sebagainya. Ciri
lain dari keterampilan diskrit biasanya gerakan dilakukan secara cepat,
dan sering membutuhkan dukungan kemampuan kognitif. Penentuan
batas mulai dan berakhirnya suatu keterampilan itu terutama

lxv
didasarkan atas strukturketerampilan itu sendiri, dan bukan
berdasarkan mulai diamatinya keterampilan tersebut.
2. Keterampilan Motorik Serial
Keterampilan motorik serial merupakan gabungan dari beberapa
keterampilan motorik terputus yang dilakukan secara berulang-ulang.
Keterampilan ini dapat dilakukan dengan baik apabila stimulus dapat
diperkirakan (diantisipasi), sehingga pada saat tertentu tuntutan
respons tidak terlalu berat mengganggu rangkaian kegiatan, yang
mengakibatkan keterampilan yang ditampilkan lebih stabil. Poulton
(l966) dan Travers (l977), berdasarkan hasil penelitiannya
menyimpulkan, penampilan akan menjadi efektif apabila situasi yang
diantisipasi dan penyesuaian diri dipersiapkan (dalam Singer, l980).
Contoh keterampilan motorik berangkai adalah gerakan mengguling ke
depan beberapa kali, latihan smash tenis meja dengan bantuan alat
pelempar dan sebagainya.
3. Keterampilan Motorik Kontinyu
Keterampilan motorik kontinyu adalah keterampilan motorik yang
tidak jelas kapan saat dimulai dan kapan saat akhir gerakan.Kegiatan
ini sewaktu-waktu dapat berhenti atau terus berlangsung dan tidak
dapat dihentikan.Contoh keterampilan ini adalah gerakan bermain tenis
meja.Dalam bermain tenis meja, pemain bergerak dalam berbagai
macam pola motorik yang harus dilakukan secara terus menerus sesuai
dengan keadaan bola.
Untuk lebih jelasnya perbedaan antara keterampilan motorik diskrit,
serial dan kontinyu dapat dilihat pada Tabel 2
C. Perbedaan antara keterampilan motorik Diskrit, Serial,
dan Kontinyu (Adaptasi Lutan 1988).
Keterampilan Keterampilan Keterampilan
Diskrit Serial Kontinyu
Dikenal saat Keterampilan Tidak dapat
dimulai dan diskrit menjadi diketahui secara
berakhir satu pasti dimulai dan
berakhir
Melempar bola, Bermain piano, Mengemudi
menendang bola, senam indah, dan mobil, berenang

lxvi
dan sejenisnya sejenisnya dan sebagainya

D. Klasifikasi Berdasarkan Stabilitas Lingkungan


Berdasarkan pelaksanaan gerak dan stabilitas lingkungan,
keterampilan motorik dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (a)
keterampilan tertutup (close skills) dan (b) keterampilan terbuka (open
skill) (Oxendine, 1984). Dengan dasar yang sama, Singer (1980) membagi
keterampilan motorik menjadi tigs kelompok yaitu: (a) keterampilan
motorik menggunakan irama langkah mandiri (self paced) yang dimaknai
sama dengan keterampilan tertutup, (b) keterampilan motorik
menggunakan irama langkah terpengaruh faktor lingkungan (externally
paced dan externally paced)
E. Perbedaan antara self-paceddan externally-paced(Adaptasi
dari Singer, 1980)
Aktivitas
Variabel
self-paced externally-paced
Situasi dapat diduga, tak dapat diduga,
statis berubah-ubah
respons yang waktu untuk keputusan persepsi
muncul meng-antisipasi yang cepat
terencana
gerakan terkendali dan kecepatan
tepat menyesuaikan diri
latihan ulangan respons ulangan dan
(penekanan pada kemungkinan altertif
respons). (penekanan pada
situasi).
respons gangguan gangguan maksimal
penyimpanan minimal

1. Keterampilan Tertutup
Keterampilan motorik tertutup adalah keterampilan gerak yang
dilakukan dalam kondisi lingkungan yang tidak berubah-ubah, dan
gerakan dilakukan semata-mata dari stimulus dari dalam diri pelaku

lxvii
sendiri tanpa dipengaruhi oleh stimulus dari luar.Dengan demikian
keterampilantertutupmerupakan keterampilan merespons lingkungan
yang stabil, sehingga pelaku dapat memprediksi lingkungan dengan
baik, karena lingkungan tidak berubah-ubah. Beberapa contoh
keterampilan motorik tertutup antara lain: menembak, memanah,
melempar bola, menendang bola diam dan sebagainya.
2. Keterampilan Terbuka
Keterampilan motorik terbuka adalah keterampilan gerak dimana
lingkungan selalu berubah-ubah sehingga sukar diprediksi, gerakan
yang dilakukan selain karena adanya stimulus daridalam diri pelaku,
juga dipengaruhi oleh stimulus dari luar.Keterampilan terbuka ada
hampir pada semua cabang olahraga permainan, kunci sukses
pelaksanaan keterampilan terbuka tergantung pada kemampuan pelaku
untuk beradaptasi terhadap stimulus yang berubah-ubah. Contoh dalam
bermain sepakbola, gerakan-gerakan yang dilakukan seorang pemain
selain karena kemauan sendiri, juga harus berdasarkan gerakan
bola,kawan dan lawan bermain. Kesemuanya merupakan stimulus yang
harus diperhatikan dalam melakukan gerakan.

F. Domaian Psikomotorik
Domain yang dapat diartikan sebagai bagian atau unsur. Kawasan
psikomotor yang akan dikemukakan pada kesempatan ini bertitik tolak
dari klasifikasi gerak yang dikemukakan oleh Harrow (1972) yang
membedakan gerakan tubuh manusia menjadi enam klasifikasi yang
meliputi:
1. Gerak reflex
2. Gerak dasar fundamental
3. Kemampuan perseptual
4. Kemampuan fisik
5. Gerak Terampilan
6. Komunikasi Non Diskursif
Klasifikasi tersebut di atas merupakan satu kesatuan yang membentuk
gerakan tubuh manusia, yang merupakan suatu urutan mulai dari gerakan
yang dibawa sejak lahir sampai dengan gerakan pada tingkat yang paling
tinggi yang dapat dilakukan oleh manusia.

lxviii
1. Gerak Refleks
Gerak refleks adalah respon gerak atau aksi yang terjadi tanpa
kemauan secara sadar, yang ditimbulkan oleh suatu stimulus.Gerak
refleks adalah kemampuan gerak yang dimiliki oleh setiap orang,
merupakan kemampuan yang bersifat bawaan atau tidak perlu
dipelajari.Gerak refleks ini bersifat pre-requesiteterhadap
perkembangan kemampuan gerak tubuh yang bertaraf lebih tinggi.
Bersifat pre-requesite artinya tanpa memiliki kemampuan gerak
refleks, maka kemampuan gerak tubuh tidak akan berkembang dengan
baik. Sebagai contoh dimilikinya refleks untuk memelihara ketegakan
tubuh (refleks postural) memberikan kemungkinan berkembangnya
kemampuan berjalan, berlari, meloncat dan sebagainya.
2. Gerak Dasar Fundamental
Gerak dasar fundamental adalah gerakan-gerakan dasar yang
berkembangnya terjadi sejalan dengan pertumbuhan tubuh dan tingkat
kematangan pada anak-anak.Gerak dasar fundamental mulai dapat
dilakukan oleh seseorang sebagian pada masa bayi dan sebagian pada
masa anak-anak. Gerak dasar yang mulai dapat dilakukan pada masa
bayi dan masa anak-anak tersebut dapat disempurnakan pada masa-
masa sesudahnya melalui proses latihan.
Gerak dasar fundamental dapat dibagi menjadi tiga kelompok yang
meliputi:
a. Gerak Lokomotor
b. Gerak Non-lokomotor
c. Gerak Manipulatif.
Gerak lokomotor adalah gerak berpindah dari satu tempat ke tempat
lain. Misalnya: Merangkak, berjalan, berlari dan meloncat. Gerak Non-
lokomotor adalah suatu gerakan yang berporos pada persendian tubuh
tertentu. Misalnya: menekuk lengan, menekuk kaki, membungkuk dan
memilin togok. Gerak manipulatif adalah suatu gerakan memanipulasi
objek tertentu dengan menggunakan menggunakan tangan, kaki atau
bagian tubuh lain. Misalnya menggiring bola, memukul bola dan
melempar ke sasaran dan lain-lain.
3. Kemampuan Perseptual.
Kemampuan perseptual adalah kemampuan untuk menginterpretasi
stimulus yang ditangkap oleh panca indera. Menggunakan kemampuan
lxix
perseptual ini seseorang dapat mengerti tentang apa yang terjadi di
sekitarnya. Misalnya seseorang yang sedang bermain bola, apabila ada
bola yang mendekat maka setelah matanya memandang bola ia
menjadi sadar dan mengerti bahwa ada bola yang datang ke arahnya,
atau seorang pelari yang telinganya menangkap suara dari pemberi
aba-aba start, maka ia menjadi sadar dan mengerti bahwa ia telah
diberi aba-aba untuk mulai lari.
Kemampuan perseptual yang erat hubungannya dengan gerakan tubuh
ada lima macam, yang meliputi:
a. Pembedaan rasa gerak (kinestetik).
Pembedaan kinestetik adalah kemampuan untuk menginterpretasi
rasa posisi dan gerakan tubuh atau bagian tubuh. Pada saat
seseorang membentuk posisi atau menggerakan tubuh tertentu, ia
akan dapat merasakan posisi atau gerakan tubuh yang dilakukan.
Dari yang dirasakan itu ia dapat membedakan berbagai macam
posisi gerak tubuh. Indera kinestetik berada pada otot, sendi dan
tendon. Kemampuan pembedaan kinestetik ini sangat berguna
dalam mempelajari pola-pola gerak keterampilan olahraga. Dengan
memiliki kemampuan ini seseorang dapat membedakan rasanya
gerakan yang benar dan yang salah, sehingga ia akan berusaha
selalu melakukan gerakan-gerakan yang benar, dan menghindari
untuk tidak melakukan gerakan-gerakan yang salah dalam olahraga.
b. Pembedaan penglihatan (visual)
Pembedaan visual adalah kemampuan menginterpretasi stimulus
yang ditangkap oleh mata untuk dapat mengerti tentang apa yang
dilihat. Kemampuan ini berguna dalam olahraga yang melibatkan
objek yang harus dilihat misalnya olahraga yang menggunakan
bola.Dengan menggunakan kemampuan pembedaan visual, pemain
bola dapat mengetahui bola yang datang, kemana arah bola, berapa
kecepatannya dan sebagainya.Dengan demikian memungkinkan
bagi pemain untuk mengantisipasi dengan gerakan-gerakan tertentu
untuk memainkan bola tersebut.
c. Pembedaan pendengaran (auditory).
Pembedaan auditori adalah kemampuan menginterpretasi stimulus
yang ditangkap oleh telinga untuk dapat mengerti tentang apa yang
didengar. Kemampuan ini berguna bagi olahraga yang
lxx
menggunakan isyarat-isyarat suara, misalnya bunyi aba-aba peluit,
suara wasit atau juri, atau suara yang timbulkan lawan. Misalnya
dalam bermain sepakbola, seorang yang sedang menggiring bola
karena mendengar suara langkah di belakang yang mengejarnya,
maka ia menjadi waspada menjaga agar bola tidak direbut lawan
yang mengejar.
d. Pembedaan peraba (taktil).
Pembedaan taktil adalah kemampuan menginterpretasi stimulus
yang ditangkap oleh indera peraba untuk dapat mengerti bagaimana
keadaan sesuatu yang diraba atau menyentuh kulitnya.Kemampuan
ini berguna dalam olahraga yang menggunakan objek yang harus
dimanipulasi.Misalnya dalam permaianan bola voli, seorang pemain
harus tahu keras atau lunaknya bola yang dimainkan. Seorang
pemain tenis meja karena merasa pegangannya licin, maka ia
berusaha mengeringkan telapak tangannya agar pemukul tidak
lepas.
e. Kemampuan koordinasi.
Kemampuankoordinasi adalah kemampuan memadukan persepsi
atau pengertian yang diperoleh dalam menginterpretasi stimulus
olahraga beberapa kemampuan perseptual ke dalam suatu pola
gerak tertentu. Misalnya seorang pemain sepakbola sedang
menggiring bola dan dikejar lawan, ia mengkoordinasikan
persepsinya mengenai rasa gerakan menggiring, penglihatnnya
terhadap bola, menjaga bola dari lawan yang berada di belakangnya
yang diketahui dari suara orang lari mendekat, dan rasa sentuhan
kaki dengan bola. Kesemua persepsi tersebut dipadukan dalam
gerakan menggiring bola.
4. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan memfungsikan sistem organ-
organ tubuh dalam melakukan aktivitas gerak tubuh.Kemampuan fisik
sangat diperlukan dalam mendukung aktivitas gerak tubuh.Gerakan
yang terampil dapat dilakukan apabila kemampuan fisik cukup
memadai. Secara garis besar kemampuan fisik dapat dibedakan
menjadi empat macam yaitu:
a. Ketahanan (endurance)

lxxi
Ketahanan fisik adalah kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik
dalam jangka waktu lama.Kemampuan ini merupakan wujud dari
kemampuan organ-organ tubuh memenuhi kebutuhan dan
menggunakan oksigen sehingga memungkinkan melakukan
aktivitas fisik secara terus-menerus tanpa istirahat, serta
kemampuan membuang dan menghambat bertambahnya asam laktat
di dalam tubuh. Ketahan fisik dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu: (1) Ketahan muskuler dan (2) Ketahanan kardiovaskuler.
Ketahan muskuler adalah kepastian sekelompok otot untuk
berkontraksi atau bekerja berulang-ulang dalam waktu
lama.Keperluan ini diperlukaan misalnya dalam melakukan squat-
jumpsebanyak-banyaknya.Ketahanan kardiovaskuler adalah
kapasitas melakukan aktivitas fisik yang melibatkan fungsi
peredaran darah, jantung dan paru-paru secara intensif dalam waktu
lama.Kemampuan ini diperlukan misalnya pada lari jarak jauh.
b. Kekuatan (strength)
Kekuatan fisik adalah kemampuan menggunakan tegangan otot
untuk menahan atau melawan beban.Kekuatan merupakan jumlah
maksimum daya yang dikerahkan sekelompok otot dalam melawan
beban atau tahanan.Kemampuan ini diperlukan misalnya pada saat
mengangkat barbel atau menarik busur.
c. Kelentukan (flexibelity)
Kelentukan adalah keluasan gerak persendian.Keluasan gerak
persendian dipengaruhi oleh bentuk tulang yang membentuk
persendian dan elastisitas otot-otot yang menghubungkan
persendian.Kelentukan sangat diperlukan pada cabang olahraga
yang banyak melibatkan kelentukan seperti senam dan gulat.
Corbin dan Nobel (1980) mendefinisikan kelentukan sebagai
rentangan gerakan persedian yang ada pada satu atau sekelompok
persendian. Kelentukan ini bukan hanya akan memberikan
kontribusi terhadap keahlian atau keterampilan cabang olahraga
tertentu, melainkan juga dapat mencegah terjadinya cedera.
Secara garis besar kelentukan dapat dibagi menjadi dua yaitu:
kelentukan statis dan kelentukan dinamis. Menundukkan kepala,
menundukkan badan ke bawah untuk menyentuh ubin termasuk
kategori kelentukan statis.Sedangkan kelentukan dinamis
lxxii
merupakan kecakapan untuk menggunakan rentangan gerakan sendi
dalam penampilan kegiatan fisik, sesuai dengan kecepatan yang
diperlukan dalam suatu penampilan.Tingkat kebutuhan kelentukan
ini salah satunya tergantung dari kekhususan cabang olahraga yang
ditekuni.
Hampir setiap cabang olahraga memerlukan kelentukan, hanya saja
kadar yang diperlukan berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan.
Pengembangan kelentukan dapat dilakukansalah satunya melalui
stretching (penguluran) pada kelompok otot dan sendi. Corbin dan
Nobel (1980) menyarankan bahwa prosedur pasif mungkin akan
lebih baik bagi sebagian orang. Hal yang menarik di sini adalah
perubahan yangdihasilkan oleh latihanpenguluran dapat bertahan
sampai dengan delapan minggu sesudah latihan dihentikan.
d. Kelincahan (agility)
Kelincahan adalah kemampuan bergerak cepat ke segala
arah.Unsur-unsur kelincahan adalah kemampuan memulai dan
berhenti melakukan gerakan dengan cepat, bergerak cepat dengan
tingkat akselerasi atau percepatan tinggi, bergerak berubah-ubah
arah dengan cepat, waktu gerak dan waktu reaksi yang cepat, serta
cekatan.Kemampuan fisik ini diperlukan dalam berbagai cabang
olahraga yang memerlukan kecekatan gerak kaki, misalnya
bulutangkis, tenis meja, bola voli, sepakbola, bola basket dan
sebagainya.
5. Gerak Terampil
Gerak terampil adalah gerak yang mengikuti pola atau bentuk tertentu
yang memerlukan koordinasi dan kontrol sebagai bagian atau seluruh
tubuh yang dapat dilakukan melalui proses belajar. Seseorang yang
mampu melakukan gerak keterampilan dengan baik dikatakan
terampil.Orang yang terampil mampu melakukan tugas gerak secara
efisien dan efektif.Dikatakan efisien adalah apabila pelaksanaan
gerakan tidak banyak mengeluarkan tenaga tanpa membuang tenaga
yang seharusnya tidak dikeluarkan. Suatu gerakan dikatakan efektif
apabila pelaksanaan gerakan sesuai dengan apa yang dikehendaki atau
sesuai dengan tujuannya. Gerak keterampilan dibedakan menjadi tiga
macam yaitu:
a. Keterampilan adaptif sederhana
lxxiii
b. Keterampilan adaptif terpadu
c. Keterampilan adaptif komplek
Keterampilan adaptif sederhana adalah keterampilan yang dihasilkan
dari penyesuaian gerak dasar fundamental dengan situasi atau kondisi
tertentu pada saat melakukan gerakan.Misalnya berlari
denganmelewati bermacam-macam rintangan.Keterampilan adaptif
terpadu adalah keterampilan yang dihasilkan melalui perpaduan antara
gerak dasar fundamental dengan penggunaan perlengkapan atau alat
tertentu.Misalnya memukul bola dengan menggunakan
raket.Keterampilan adaptif kompleks adalah keterampilan yang
memerlukan penguasaan bentuk gerakan dan koordinasi tubuh yang
kompleks.Misalnya menendang bola ke gawang dengan bola bergerak.
Penguasaan setiap macam gerak keterampilan akan dimiliki setiap
orang dengantingkat penguasaan yang berbeda-beda. Tingkat
penguasaan gerak keterampilan dapat dibedakan menjadi empat
tingkatan yang terdiri dari:
a. Tingkat pemula (beginner)
b. Tingkat madya (intermediate)
c. Tingkat lanjut (advance)
d. Tingkat mahir (higly skilled)
Batasan tingkat penguasaan gerak di atas hanya bersifat perkiraan saja,
tidak ada pembeda yang jelas. Namun perkiraan tersebut akan dapat
dilakukan dengan baik apabila dilakukan oleh orang yang ahli dalam
hal gerak yang dipelajari. Misalnya pelatih bolavoli yang baik akan
mampu menilai setiap atlitnya berada pada tingkatan yang mana.
6. Komunikasi Non-diskursif
Komunikasi non diskursif adalah komunikasi melalui perilaku gerak
tubuh. Gerak tubuh yang komunikatif dapat dibedakan menjadi:
a. Gerak ekspresif
Gerak ekspresif adalah gerak yang bertujuan mengkomunikasikan
suatu pesan.Misalnya gerak menganggukkan kepala yang
menyatakan setuju, gerak melambaikan tangan yangmenyatakan
perpisahan.
b. Gerak interpretif
1) Gerak estetik
2) Gerak kreatif
lxxiv
Gerak interpretif adalah gerak tubuh yang menampilkan nilai
keindahan dan mengandung makna tertentu.Gerak yang
menampilkan keindahan disebut gerak estetik, sedangkan gerak
yang menampilkan makna tertentu disebut gerak interpretif. Contoh
gerak interpretif adalah gerak tari balet.Gerakan tari balet
mengandung nilai estetik sekaligus mengandung makna tertentu
yang ingin disampaikan melalui penampilan gerakan.Gerak
interpretif merupakan klasifikasi gerak yang paling tinggi tarafnya.
Sebagai contoh penari balet, ia menguasai keterampilan geraknya
dulu baru kemudian dapat melakukannya dengan indah dan penuh
penjiwaan makna gerakan.
G. Proses Motorik dalam Pembelajaran Praktek
Penguasan informasi yang diterima seseorang merupakan salah satu
kunci keberhasilan proses penguasaan keterampilan. Informasi yang
datang dari lingkungan sekitar dan diterima seseorang, seterusnya
disimpan dalam berbagai sistem penyimpanan yang disebut
memory.Dalam kegiatan praktek, proses penguasaan keterampilan
praktek tidak terlepas dari penguasaan informasi yang diterima
seseorang.Bagaimana kegiatan terjadi semenjak informasi diterima,
diolah dan ditransformasikan dalam bentuk respons gerak, dapat dipahami
dari salah satu pandangan yang menyatakan bahwa manusia adalah
pemroses informasi.
1. Model Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi merupakan proses psikologis yang bstrak, dan
tersembunyi. ena sifatnya yang abstraks tersebut, maka para psikolog
mendekati permasalahan tersebut dengan pendekatan model. Informasi
akan mulai bekerja setelah adanya input informasi dari lingkungan.
Prinsip-prinsip pemrosesan informasi mirip dengan prinsip stimulus-
respons (SR).Perbedaan pokok terletak pada fokus kajianyang terjadi
antara stimulus hingga munculnya respons. Peristiwa tersebut dalam
model pemrosesan informasi sering disebut dengan istilah "kotak
hitam". Munculnya psikologi kognitif mendorong psikolog untuk
memahami apa yang terjadi di dalam kotak hitam.
Pendekatan model tersebut dipilih, dengan pertimbangan pemrosesan
informasi yang terjadi di dalam diri manusia rasanya tidak mungkin
lxxv
dapat dipelajari secara langsung.Oleh karena itu pendekatan tak
langsung dengan menggunakan model digunakan sebagai pendekatan
untuk mempelari proses pengolahan informasi. Model pemrosesan
informasi secara sederhana dapat dilihat pada gambar berikut.

H. Model sederhana pemrosesan informasi (dari Schmidt, 1982).


Beberapa cara yang telah dilakukan untuk mempelajari pemrosesan
informasi terutama di arahkan ke arah struktur "arus" informasi. Di
samping itu pendekatan lainnya di fokuskan pada perubahan dalam
struktur informasi takala diproses melalui sistem (Schmidt, 1982).
Pendekatan yang sering digunakan adalah menekankan aspek waktu
(temporal) dari proses informasi, dengan titik konsentrasi pada
lamanya beberapa proses terjadi. Pendekatan dasar ini disebut
pendekatan kronometrik (Chronometric approach).Unit analisisnya
adalah waktu reaksi (WR), sehinggacara utama mengukur perilaku
seseorang ialah interval antara penyampaian stimulus dan munculnya
respons yang pertama kali.
Konsep dasar tentang tahap-tahap yang terdapat antara stimulus dan
respons sudah lama dikenal, meskipun yang mempopulerkannya
adalah psikolog dari pandangan psikologi kognitif.Mungkin dapat
dikatakan bahwa Donders (1886) seorang psikolog Belanda adalah
orang pertama yang berusaha mempelajari tahap-tahap pemrosesan
informasi Meskipun ide yang dikemukakan tidak sepenuhnya benar,
tetapimetode dasar yang diterapkan masih relevan untuk masa
sekarang (Schmidt, 1982).
Teori Donders pada dasarnya menytakan, terdapat dua tahap dalam
pemrosesan informasi, yaitu tahap-tahap membeda-bedakan
(diskriminasi) dan tahap pemilihan.Schmidt (1988) cenderung
membagi tahap pemrosesan informasi menjadi dua, yaitu (1) serial dan
(2) paralel (simultan).

lxxvi
I. Contoh proses paralel dan serial perakitan mobil. (Adaptasi
Lutan 1988).
Schmidt (1988) mengemukakan kedua macam tahap pemrosesan
informasi di atas memiliki kesamaan dengan proses perakitan mobil.
Gambar 2.2.Mula-mula komponen utama mobil dirakit terlebih dahulu,
seperti komponen rangka, komponen mesin, dan komponen badan
mobil. Proses perakitan berlangsung secara paralel. Tahap kedua
adalah pengetesan kemampuan mobil, pengetesan dapat dilakukan
setelah perakitan keseluruhan konponen mobil tersebut selesai. Dengan
demikian rangkaian kedua tahap utama tersebut berlangsung dalam
proses berangkai atau serial. Tahap pemrosesan informasi tersebut
berlaku juga bagi manusia.Pemrosesan informasi yang datang dari luar
berlangsung selama waktu tertentu.Pemrosesan informasi itu mungkin
diantaranya terjadi secara paralel dan yang lainnya secara serial.
2. Pengembangan Model Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi merupakan sesuatu yang abstrak, yang terjadi di
bagian dalam sebagai proses psikologis. Untuk kebutuhan analisis,
berdasarkan arus masuknya pemrosesan informasi tersebut dapat
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: (1) tahap identifikasi rangsang, (2)
tahap seleksi respons, dan (3) tahap pemrograman respons. Ketiga
tahap ini memang amat sederhana jika dibandingkan dengan
kompleksitas yang terjadi pada diri manusia.Model tersebut dapat diuji
keabsahannya kembali berdasarkan kenyataan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam kegiatan yang membutuhkan
keterampilan gerak, termasuk keterampilan gerak olahraga. Analisis
waktu reaksi juga akan membantu kita untuk memahami kebenaran
model tersebut.

lxxvii
J. Pengembangan model pemrosesan informasi (Adaptasi dari
Schmidt, 1982)
a. Tahap Identifikasi Rangsang
Yang dimaksud dengan informasi dalam kaitannya dengan kajian
ini adalah pengetahuan tentang pesan, sinyal atau peringatan dari
lingkungan sekitar yang memberikan kepada kita tentang dunia
sekitar. Menurut Schmidt (1982) bahwa faktor utama yang
mempengaruhi tahap pengenalan rangsang adalah faktor yang
bersumber dari karakteristik rangsang, seperti: (1) Kejelasan
rangsang yang berarti tajam tidaknya rangsang yang diterima, (2)
Intensitas rangsang seperti terang tidaknya cahaya rangsang, keras
tidaknya suara rangsang dan sebagainya.
Persoalan yang dihadapi adalah rangsang yang masuk ke suatu
sistem, jarang sekali dikenal.Rangsang tersebut pada umumnya
harus diolah terlebih dahulu, disarikan dalam suatu pola gerak yang
bervariasi sesuai dengan tugas yang dilakukan.Pola gerak yang
dikuasai manusia itu ada, karena faktor genetika, dan karena adanya
interaksi dengan pengenalan bentuk dan pengalaman yang
merupakan faktor eksternal.Pada tahap identifikasi rangsang ini
informasi diabstraksikan sebagai elemen spesifik, dikode, dan di
kombinasikan ke dalam satu pola yang bermakna dan abstrak.
b. Tahap Seleksi Respons
Setelah tahap pengenalan rangsang berakhir, maka tahap
selanjutnya adalah memilih respons yang tepat.Apa yang terjadi
dalam pemilihan respons, memang sukar dianalisis berdasarkan
situasi di lapangan. Studi laboratorium dapat membantu kita untuk
pemilihan respons terutama dengan menerapkan paradigma
pemilihan Waktu Reaksi. Sebagai akibat dari perkembangan dan
hasil penelitian, maka Hick (1952) telah menghasilkan sebuah
hukum yang berbunyi: Waktu reaksi memilih respons meningkat
konstan (sekitar 150 milidetik) pada setiap kali jumlah alternatif
respons meningkat dua kali. Hukum ini cenderung menegaskan

lxxviii
bahwa hubungan antara waktu reaksi memilih dan logaritma dari
alternatif jumlah rangsang respons adalah linier.
c. Tahap Pemrograman Respons
Tahap pemrograman respons diawali dari setelah terjadinya
identifikasi rangsang dan seleksi respons, maka tahap berikutnya
adalah mengorganisasi informasi yang diperoleh untuk mewujudkan
dalam bentuk gerak atau perilaku nyata. Proses ini terjadi pada
tahap pemrograman respons, dan ini biasanya sangat kompleks.
Guna lebih mudah memahami proses yang berlangsung sejak
simulus diidentifikasi hingga terjadinya gerak atau perilaku nyata,
maka tahap pengenalan stimulus yang akan dipengaruhi oleh
variabel tertentu atau disebut variabel input. Variabel input tersebut
selanjutnya akan mempengaruhi gerak nyata setelah respon di
program yang berupa variabel output. Terjadinya output tersebut
berlangsung pemrosesan informasi mulai dari tahap identifikasi
rangsang, seleksi respons dan pemrograman respons.
3. Kerangka Memori
Suatu sistem yang dianggap dapat menyimpan informasi dan tempat
pemrosesan informasi untuk dapat diproses pada waktu berikutnya
disebut memori.Memori tidak hanya mempengaruhi persepsi kita
melalui saringan persepsi, tetapi juga keputusan dan pilihan yang kita
ambil dalam saluran terbatas, dan sebagaian konsepsi dalam
mengorganisasi kontrol gerakan. Berdasarkan keunikan latar belakang
pengalaman yang telah dimiliki oleh setiap individu, individu tersebut
akan memberikan interpretasi sesuai dengan informasi yang diterima
dari lingkungan.
Dari sejumlah pengamatan dan bukti-bukti empiris tentang bagaimana
informasi disimpan, bentuk informasi, dan gejala hilangnya informasi
dari penyimpanan (lupa), maka kerangka memori secara konseptual
dilukiskan seumpama "kotak" dimana di dalamnya disimpan berbagai
hal, dan menampung informasi yang berpindah dari satu kotak, ke
kotak yang lain. Kotak-kotak tersebut meliputi: Short-Term Sensory
Store (STSS), Short-Term Memory(STM), dan Long-Term Memory.
Berbagai jenis rangsang yang berasal dari lingkungan seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman dan sebagainya diterima oleh
kompartemen STSS, diteruskan ke STM hingga ke LTM. Diantara
lxxix
kompartemen STMdan LTM ada istilah rehearsalyang memiliki arti
proses yang menghasilkan intensitas untuk mentransfer informasi dari
STM ke LTM. Sementara itu istilah retrieval merupakan suatu proses
yang mencakup pencarian informasi melalui LTM guna dipakai untuk
melaksanakan tugas yang sedang dihadapi. Hubungan antara
kompartemen memori, yang meliputi: Short-term sensory store, Short-
term memory dan Long-term memory serta proses yang terjadi di
dalamnya dapat dilihat pada Gambar 2-5.
a. Short-Term Sensory Store
Sistem ini berfungsi untuk menyimpan sejumlah besar informasi
yang diterima dalam waktu yang singkat. Kompartemen dari sistem
ini menerima tanpa mencatatnya, dan dalam waktu yang singkat
akan hilang karena penambahan informasi baru.

K. Hubungan antara kompartemen memori, memperlihatkan


proses yang terdapat di dalamnya. (Adaptasi dari Lutan 1988).
b. Short-Term Memory
63(b) Short-Term Memory.Informasi yang masuk pada sistem
penyimpanan jangka pendek tidak semua diproses pada tahap
berikutnya, karena adanya penyaringan terhadap informasi yang
relavan dan yang tidak relevan. Dan hanya informasi yang
relevanlah yang diproses pada tahap berikutnya, karena adanya
kesesuaian antara informasi dengan situasi untuk diproses ke dalam
memori jangka pendek (STM).Memori ini merupakan tempat
penyimpanan informasi, baik yang berasal dari Short-Term Sensory
Store(STSS) maupun yang berasal dari Long-Term Memory (LTM).
c. Long-Term Memory
Yang menunjukkan perbedaan antara kompartemen memori jangka
pendek dan jangka panjang adalah jumlah waktu dari informasi
yang dapat disimpan, selain itu juga berbeda dalam jumlah

lxxx
kemampuan menyimpan informasi. Berdasarkan teori kotak memori
yang telah dikemukakan di atas, jika suatu hal dilatih terlebih
dahulu, sudah barang tentu membutuhkan informasi untuk
memproses aktivitas yang bersangkutan, maka informasi itu
disalurkan dari penyimpanan jangka pendek ke penyimpanan jangka
panjang, di mana informasi itu akan tersimpan secara permanen
supaya tidak hilang.
L. Kontrol Motorik Pada Keterampilan
Tubuh manusia merupakan satu sistem yang terdiri dari beberapa
bagian, setiap bagian saling terkait antara bagian yang satu dengan bagian
lainnya.Kontrol motorik mengacu pada mekanisme kerja bagaimana
informasi yang datang dari lingkungan disusun dan disampaikan ke otot,
agar gerakan-gerakan yang dihasilkan sesuai dengan rencana, dan dapat
dilakukan secara efektif. Secara garis besar pengontrolan gerak manusia
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: (1) sistem tertutup dan (2) sistem
terbuka.
1. Kontrol tertutup
Kontrol tertutup adalah pengontrolan keadaan yang berlangsung di
dalam sistem itu sendiri untuk selama beberapa waktu.Dalam
pengontrolan sistem tertutup umpan balik memiliki peranan penting.
Misal: seorang yang akan jatuh ke depan, stimuli sensori yang terdapat
di dalam otot dan dalam mekanisme vestibular yang ada di telinga
memberikan tanda kepada struktur sistem pusat syaraf untuk
mengembalikan tubuh dan kepala pada posisi tegak. Mekanisme
kontrol tertutup ini dapat dilihat pada Gambar 5
Adams (1976) menyatakan bahwa semua gerakan dapat dikontrol
dengan cara yang sama. Umpan balik dari gerakan yang sedang
dilakukan akan dibandingkan dengan gambaran sensori (indera)
berdasarkan gerakan yang dilakukan pada masa lalu, yang disimpan
dalam memori. Apabila ada ketidak sesuaianantara gerakan yang
dilakukan sekarang dengan pola gerakan yang ada di memori, maka
komando motorik mulai bertugas untuk membetulkan gerakan. Fungsi
gambaran sensori yang tersimpan dalam memori bekerja sebagai
memori pengenalan. Apabila dirasakan terjadi gerakan yang salah,
maka akan segera dilakukan pembetulan. Jika pola gerakan dari suatu

lxxxi
keterampilan baru, secara relatih kurang dimiliki mahasiswa , maka
umpan balik dicari dari sumber lain misalnya melalui penglihatan dan
pendengaran untuk membantu membetulkan gerakan, dan mahasiswa
harus berusaha membiasakan diri.

M. Mekanisme kontrol jalur tertutup. (Adaptasi dari


Rahantoknam 1988).
Mekanisme sistem kontrol tersebut di atas melibatkan beberapa
elemen penting dalam sistem pengontrolan. Schmidt (1988)
menyebutkan elemen-elemen sistem pengontrolan tertutup tersebut
meliputi: (1) Mekanisme rujukan, (2) Tingkat eksekutif, (3) Tingkat
efektor, dan (4) Lingkungan. Hubungan kerja masing-masing elemen
dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Berdasarkan elemen-elemen yang ada, maka elemen tujuan
merupakan elemen pertama yang ingin dicapai, dan tujuan merupakan
input bagi mekanisme rujukan. Schmidt (1988) memberikan contoh
sistem penghangan suhu ruangan di dalam rumah bagi daerah yang
mengalami musim dingin.Suhu yang diinginkan adalah 68 derajat
Fahreheit, diharapkan mampu memanasi suhu di seluruh
rumah.Tercapainya suhu tersebut merupakan elemen tujuan pada
sistem ini. Faktor lingkungan seperti naik turunnya suhu yang ada di
sekitar rumah akan mempengaruhi berapa derajat suhu yang
sebenarnya. Informasi naik turunnya suhu lingkungan tersebut di sebut
umpan balik. Mekanisme rujukan sebagai elemen kedua berfungsi
untuk membandingkan suhu yang dikehendaki dengan suhu yang ada
di sekitar rumah, berdasarkan itu akan dapat dihitung selisih atau
tingkat kesalahan yang terjadi antara suhu yang sebenarnya dengan
suhu yang diiginkan. Selisih suhu itulah yang selanjutnya akan dibawa
ke tingkat eksekutif dan kemudian akan diambil keputusan untuk
lxxxii
menetapkan bagaimana mengurangi selisih yang ada hingga mencapai
nol. Pada taraf eksekutif ini akan diputuskan apakah tingkat kesalahan
yang ada cukup besar untuk diubah pada alat pemanas. Jika perbedaan
yang ada cukup besar, maka instruksi akan dilanjutkan ke tingkat
efektor, dan satu mekanisme yang berpengaruh terhadap lingkungan
digiatkan, dalam hal ini alat pemanas itu sendiri. Alat pemanas
meningkatkan suhu kamar, dan peningkatan suhu tersebut diteruskan
kembali ke mekanisme rujukan. Proses ini berlangsung terus hingga
selisih suhu yang sebenarnya dengan selisih suhu yang dikehendaki
mencapai nilai nol.

N. Elemen-elemen dari sistem pengontrolan tertutup.(Adaptasi


dari Schmidt 1988).

2. Kontrol Terbuka
Pengontrolan motorik dengan sistem terbuka terjadi apabila instruksi
yang terjadi disusun terlebih dahulu dan dilaksanakan tanpa
memperhatikan efek yang terjadi terhadap lingkungan.Mekanisme
kerja kontrol terbuka dapat dijelaskan pada Gambar 2.8.

lxxxiii
O. Mekanisme kontrol jalur terbuka. (Adaptasi dari
Rahantoknam 1988).
Seperti pada sistem pengontrolan tertutup, dalam pengontrolan sistem
terbuka juga memiliki elemen-elemen penting yang harus ada untuk
melaksanakan kegiatan pengontrolan.Elemen-elemen tersebut meliputi
elemen eksekutif dan efektor.Hubungan kerja masing-masing elemen
dapat dilihat pada Gambar 2.9.

P. Elemen sistem terbuka.(Adaptasi dari Schmidt 1988).


Seperti pada sistem tertutup, dalam sistem terbuka elemen eksekutif
dan efektor secara langsung berkaitan.Namun dalam sistem terbuka
umpan balik dan rujukan tidak ada.Elemen eksekutif diprogramkan
untuk mengirimkan instruksi tertentu pada waktu tertentu ke elemen
efektor, dan efektor melaksanakan perintah tersebut sesuai dengan
perintah tanpa melakukan perubahan jika terjadi hal yang salah
sekalipun. Lutan (1988) memberikan contoh sistem kerja lampu
pengatur lalu lintas yang pada dasarnya terdiri dari dua macam tanda:
Warna hijau kendaraan boleh berjalan, dan warna merah menunjukkan
kendaraan harus berhenti. Kapan warna hijau dan warna merah harus
menyala sudah diprogram tanpa memperhatikan kepadatan lalu lintas
dan kebutuhan pengendara. Jika terjadi kemacetan lalu lintas, lampu
pengatur lalu lintas tidak dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang
dibutuhkan, karena tidak ada umpan balik dari lingkungan yang masuk
dalam sistem pengontrolan

lxxxiv
BAB 7
PERFORMANCE BASED ASSESSMENT
A. Pengertian Peformance Based Assessment (Penilaian Kinerja)
Asesmen kinerja (performance assessment) adalah suatu system
alternatif berdasarkan tugas jawaban terbuka (open-ended task) atau
kegiatana hands-on yang dirancang untuk mengukur criteria peserta didik
terhadap seperangkat criteria tertentu. Performance Assessment
merupakan penilaian dengan berbagai macam tugas dan situasi dimana
peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman dan
pengaplikasian pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di dalam
berbagai macam konteks. Jadi boleh dikatakan bahwa Performance.
Assessment adalah suatu penilaian yan meminta peserta tes untuk
mendemonstrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan kedalam berbagai
macam konteks sesuai dengan kriteria dengan yang diinginkan.
Assessment merupakan istilah umum yang diidentifikasi sebagai
sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi yang
digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai para
peserta didik, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan,
metode atau instrument pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga,
organisasi atau institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas
tertentu. Dinyatakan pula oleh Linn dan Gronlund bahwa assessment
(penilaian) adalah suatu istilah umum yang meliputi prosedur yang
digunakan untuk mendapatkan informasi tentang belajar peserta didik
(observasi, rata-rata pelaksanaan tes tertulis) dan format penilaian
kemajuan belajar. Selain itu, Popham mengemukakan bahwa assessment
dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan
informasi yang berkaitan dengan variable-variabel penting pembelajaran
sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh tenaga pengajar untuk
memperbaiki proses dan hasil belajar peserta didik. Secara umum
assessment dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan informasi
dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar pengambilan
keputusan tentang peserta didik, baik yang menyangkut kurikulum,
program pembelajaran, iklim pertenaga pengajaran tinggi maupun
kebijakan-kebijakan pertenaga pengajaran tinggi.

lxxxv
Target pencapaian hasil belajar dalam penilaian kinerja dapat
meliputi aspek-aspek: 1) pengetahuan; 2) praktik dan aplikasi
pengetahuan; 3) kecakapan dalam berbagai jenis keterampilan
komunikasi, visual, karya seni, dan lain-lain; 4) produk (hasil karya); dan
5) sikap (berhubungan dengan perasaan, sikap, nilai, minat, motivasi).
Jadi dalam hal ini penilaian kinerja dapat mengukur kompetensi yang
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Penilaian kinerja mempunyai dua karakteristik dasar, yaitu (1)
mempraktikkan kemampuan membuat suatu produk (proses) atau terlibat
dalam suatu aktivitas (perbuatan) dan (2) menghasilkanproduk dari tugas
kinerja yang diminta. Berdasarkan kedua karakteristik dasar tersebut,
penilaian kinerja dapat menilai proses, produk, atau keduanya (proses dan
produk).Untuk menentukan bentuk penilaian kinerja yang tepat
tergantung pada karakteristik materi yang dinilai dan kompetensi yang
diharapkan harus dicapai oleh peserta didik.
Menurut Muhammad Ali Gunawan (2009), Performance Assessment
adalah berbagai macam tugas dimana peserta tes diminta untuk
mendemonstrasikan pemahaman dan mengaplikasikan pengetahuan yang
mendalam, serta ketrampilan didalam berbagai macam konteks sesuai
dengan kriteria yang diinginkan. Lebih lanjut dinyatakan pula bahwa
performance assessment diwujudkan berdasarkan empat asumsi pokok,
yaitu:
1. Performance assessment didasarkan pada partisipasi aktif peserta
didik.
2. Tugas-tugas yang diberikan atau dikerjakan oleh peserta didik yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan proses
pembelajaran.
3. Performance assessment tidak hanya untuk mengetahui posisi peserta
didik pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi lebih dari itu,
assessment juga dimaksudkan untuk memperbaiki proses pembelajaran
itu sendiri.
4. Dengan mengetahui lebih dahulu kriteria yang akan digunakan untuk
mengukur dan menilai keberhasilan proses pembelajarannya, peserta
didik akan secara terbuka dan aktif berupaya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.

lxxxvi
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa performance
assessment adalah suatu bentuk penilaian untuk mendemostrasikan atau
mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh oleh peserta didik dan
menggambarkan suatu kemampuan peserta didik melalui suatu proses,
kegiatan, atau unjuk kerja.
B. Prinsip-prinsip Peformance Based Assessment
Penilaian kinerja dilaksanakan dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
(1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran;
(2) mencerminkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
dan masalah dunia pertenaga pengajaran tinggi; (3) menggunakan
berbagai metode dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi
pengalaman belajar; (4) bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari
tujuan pembelajaran (pengetahuan, keterampilan, dan sikap).
Kualitas penilaian kinerja sangat bergantung pada tugas kinerja yang
diberikan pada peserta didik. Untuk mendapatkan penilaian kinerja yang
berkualitas, ada tujuh kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan
tugas kinerja, yaitu:
1. Representatif/dapat digeneralisas
Tugas kinerja yang diberikan hendaknya dapat memberikan informasi
yang memadai mengenai kompetensi yang dinilai. Untuk menilai satu
kompetensi dasar dapat digunakan beberapa tugas yang berbeda.
Tugas-tugas tersebut hendaknya sebanding dan memberi informasi
mengenai kompetensi yang dinilai sehingga peserta didik tidak
dirugikan karena mendapat tugas kinerja yang berbeda.
2. Otentik
Tugas kinerja yang diberikan kepada peserta didik merefleksikan
kehidupan nyata. Tugas kinerja ini dilakukan pada saat aktivitas
pembelajaran di kelas, di laboratorium atau dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Multi domain
Tugas kinerja yang diberikan kepada peserta didik mengukur lebih dari
satu aspek, yaitu aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara
terintegrasi
4. Dapat diajarkan

lxxxvii
Tugas kinerja yang diberikan berkaitandengan materi yang diajarkan.
Pendidik memberikan umpan balik yang konstruktif terhadap hasil
pekerjaan peserta didik, sehingga tugas kinerja yang diberikan dapat
meningkatkan pemahaman pengetahuan dan kemampuan keterampilan
peserta didik.
5. Adil
Tugas kinerja yang diberikan tidak menguntungkan kelompok tertentu
berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, agama, dan status sosial
ekonomi.
6. Fisibel
Tugas kinerja yang diberikan dapat dilaksanakan, artinya harus
mempertimbangkan faktor biaya, tempat, waktu, dan peralatan.
7. Dapat diskor
Tugas yang diberikan dapat diskor dengan akurat dan reliabel dengan
menggunakan pedoman penskoran (rubrik) yang tepat.
Selain tujuh kriteria di atas, hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penilaian kinerja antara lain:
1. Relevan
Tenaga pengajar harus memastikan penugasan yang akan dinilai
relevan dengan tuntutan kompetensi dalam kurikulum. Tenaga
pengajar memilih penugasanyang akan dinilai menyesuaikan dengan
tingkat kompetensi peserta didik, misalnya penugasanyang akan dinilai
didasarkan pada tingkat kompleksitas, tahapan, dan waktudalam
melakukan tugas tersebut.
2. Mewakili kompetensi yang dinilai
Penugasan yang diberikan tenaga pengajar mewakili kompetensi-
kompetensi dalam kurikulum. Pemilihan tugasini didasarkan pada
urgensi, keterpakaian, dan representatif.
3. Objektivitas
Penilaian kinerja didasarkan pada rubrik penilaian yang telah
ditetapkan dan tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penilai.
Walaupun penilaian kinerja memiliki keunggulan dalam menilai
kemampuan peserta didik, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan penilaian kinerja, antara lain:(1) tidak semua tujuan

lxxxviii
pembelajaran yang tercantum pada setiap kompetensi dasar harus dinilai
melalui penilaian kinerja; (2) dalam penyusunan rubrik, perlu
diperhatikan kriteria dalam pemberian skor dan kualitas dari setiap
kriteria; dan (3) perlu diperhatikan waktu untuk mengerjakan dan
memeriksa tugas kinerja.
C. Tujuan dan fungsi Peformance Based Assessment
Performance assessment digunakan untuk menilai kemampuan
peserta didik melalui penugasan.Penugasan tersebut dirancang khusus
untuk menghasilkan respon (lisan atau tulis), menghasilkan karya
(produk), atau menunjukkan penerapan pengetahuan. Tugas yang
diberikan kepada peserta didik harus sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai dan bermakna bagi peserta didik (Setyono,2005:3). Cara
penilaian ini lebih otentik daripada tes tulis karena bentuk tugasnya lebih
mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.Semakin
banyak kesempatan tenaga pengajar mengamati unjuk kerja peserta didik,
semakin reliabel hasil penilaian kemampuan peserta didik.
Penilaian dengan cara ini lebih tepat digunakan untuk menilai
kemampuan peserta didik menggunakan peralatan laboratorium,
kemampuan peserta didik mengoperasikan suatu alat, dan sebagainya
(Hutabarat, 2004:16). Sedangkan menurut Majid (2006:88) performance
assessment merupakan penilaian dengan berbagai macam tugas dan
situasi di mana peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan pemahaman
dan mengaplikasikan pengetahuan yang mendalam, serta keterampilan di
dalam berbagai macam konteks.Jadi boleh dikatakan bahwa performance
assessment adalah suatu penilaian yang meminta peserta tes untuk
mendemostrasikan dan mengaplikasikan pengetahuan ke dalam berbagai
macam konteks sesuai dengan kriteriakriteria yang diinginkan.
Penilaian kelas pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan
pendidik yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian
kompetensi atau hasil belajar peserta didik selama mengikuti proses
pembelajaran. Penilaian kelas dilaksanakan dalam berbagai teknik, seperti
penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis
(paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian
melalui kumpulan hasil kerja peserta didik (portofolio), dan penilaian diri
(self assessment).

lxxxix
Berbagai model penilaian dalam pembelajaran telah banyak
diperkenalkan oleh para ahli dan telah diimplementasikan oleh tenaga
pengajar-tenaga pengajar di suatu lembaga. Namun demikian,
penilaian/evaluasi pada umumnya mengandung fungsi dan tujuan sebagai
berikut:
1. Penilaian berfungsi selektif, yang bertujuan:
a. Untuk memilih mahasiswa yang dapat diterima di lembaga tertentu
b. Untuk memilih mahasiswa yang dapat naik ke kelas atau tingkatan
berikutnya
c. Untuk memilih mahasiswa yang seharusnya mendapat
beamahasiswa
d. Untuk memilih mahasiswa yang sudah berhak meninggalkan
pertenaga pengajaran tinggi dan sebagainya.
2. Penilaian berfungsi diagnositik
Penilaian ini bertujuan untuk mengenal latar belakang mahasiswa
(psikologis, fisik dan lingkungan). Hal ini sangat penting untuk
menemukan sebab-sebab kesulitan belajar para mahasiswa , karena
kebanyakan mahasiswa mengalami kesulitan dalam belajar itu
dipengaruhi beberapa faktor dari luar yang harus bisa didiagnosa oleh
tenaga pengajar dan pihak lembaga. Informasi yang diperoleh dapat
digunakan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan pendidikan
guna mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.
3. Penilaian berfungsi sebagai penempatan
Penilaian dengan fungsi ini dilaksanakan ketika penerimaan mahasiswa
baru atau ketika kenaikan kelas. Untuk dapat menentukan dengan pasti
dikelompok mana seorang mahasiswa harus ditempatkan digunakan
suatu penilaian. Sekelompok mahasiswa yang mempunyai minat,
karakteristik, tingkat kemampuan dan hasil penilaian yang sama akan
berada dalam kelompok belajar yang sama sehingga tenaga pengajar
akan lebih mudah untuk mengetahui tingkat kemampuan mahasiswa
di dalam kelas secara merata.
4. Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Penilaian ini bermaksud untuk menentukan angka kemajuan atau hasil
belajar para mahasiswa . Angka-angka yang diperoleh dicantumkan
sebagai laporan terhadap orang tua, untuk kenaikan dan penentuan

xc
kelulusan mahasiswa . Dalam fungsinya sebagai pengukur
keberhasilan, penilaian sangat berguna untuk:
a. Mengukur kompetensi atau kapabilitas mahasiswa apakah mereka
telah merealisasikan tujuan yang telah ditentukan
b. Menentukan tujuan mana yang belum terealisasikan sehingga
tindakan perbaikan yang cocok dapat diadakan.
c. Memutuskan ranking mahasiswa dalam hal kesuksesan mereka
mencapai tujuan yang telah disepakati.
d. Memberikan informasi kepada tenaga pengajar tentang cocok
tidaknya strategi mengajar yang ia gunakan, supaya kelebihan dan
kekurangan strategi mengajar tersebut dapat ditentukan.
e. Merencanakan prosedur untuk memperbaiki rencana pembelajaran
dan menentukan apakah sumber belajar tambahan perlu digunakan.
Pada dasarnya penilaian pembelajaran dalam bentuk apapun
mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengetahui tingkat
keberhasilan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Performance
assessment sebagai salah satu model penilaian pembelajaran dalam
penilaian berbasis kelas yang lebih mengedepankan kinerja mahasiswa
tentunya fungsi dan tujuan yang sama tetapi mempunyai kelebihan dan
juga kekurangan dengan model penilaian yang lain. Adapun kelebihan
dan kekurangan performance assessment antara lain:
1. Kelebihan
a. Tenaga pengajar dapat secara langsung mengukur ketrampilan-
ketrampilan dari mahasiswa dan bukan hanya dengan tes(paper
and pencil test) Saja. Termasuk pula penilaian ketrampilan-
ketrampilan teori tingkat yang lebih tinggi dan kebanyakan
keterampilan-keterampilan psychomotor.
b. Dapat mempengaruhi cara belajar mahasiswa dimana
mahasiswa tidak hanya sekedar menghapal saja tetapi
bagaimana mahasiswa diharapkan dapat menunjukkan
kemampuannya dalam menggunakan semua keterampilan-
keterampilannya sehingga mereka dapat mengingatnya dengan
lebih baik.
c. Tenaga pengajar dapat mengukur proses kinerja mahasiswa
langkah demi langkah yang sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
xci
2. Kekurangan
a. Masalah dalam instrumen tidak jelas, sukar digunakan
b. Masalah prosedural: kemampuan terlalu banyak, rata-rata hanya
satu orang
c. Penskoran cederung bias atau subjektif
d. Waktu penilaian tidak memadai
e. Penilaian kurang objek tif
f. Kurang andal dalam pemberian angka
g. Tidak semua mahasiswa mempunyai minat yang sama dalam
kegiatan/proses kinerja pada topik tertentu.
Adapun tujuan dan fungsi Assesment berbasis kelas sebagai berikut :
1. Tujuan Assessment berbasis kelas sebagai berikut:
a. Dengan melakukan assessment berbasis kelas ini pendidik dapat
mengetahui seberapa jauh peserta didik dapat mencapai tingkat
kompetensi yang dipersyaratkan, baik selama mengikuti
pembelajaran atau setelahnya.
b. Saat melaksanakan assessment, pendidik juga dapat
langsung memberikan umpan balik kepada peserta didik.
c. Pendidik dapat terus melakukan pemantauan kemajuan belajar
yang dialami peserta didik.

2. Fungsi Assessment Berbasis Kelas


Ada beberapa acuan tentang penilaain kelas dalam beberapa acuan
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tujuan pembelajaran adalah pencapaian standar kompetensi
maupun kompetensi dasar
b. Assessment berbasis kelas dapat berfungsi pula sebagai landasan
pelaksanaan evaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka
membantu peserta didik memahami dirinya, dan membuat
keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan
c. Sejalan dengan tujuan assessment yang telah dikemukakan di
atas, maka salah satu fungsi assessment berbasis kelas ini adalah
menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang
bias dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis
yang membantu pendidik menentukan apakah seorang peserta
xcii
didik perlu mengikuti remedial atau justru memerlukan program
pengayaan.
D. Karakteristik dan Sifat Performance Assessment
Menurut Fuchs (dalam Asmawi Zainul, 2001:10) menjelaskan bahwa
asesmen kinerja dapat memperbaiki proses pembelajaran, karena asesmen
kinerja membantu tenaga pengajar untuk membuat keputusan-keputusan
selama proses pembelajaran masih berjalan. Menurut Stiggins (1994:160),
salah satu karakteristik penilaian kinerja peserta didik adalah dapat
digunakan untuk melihat kemampuan peserta didik selama proses
pembelajaran tanpa harus menunggu sampai proses tersebut berakhir.
Dalam menentukan aspek apa saja yang dinilai dalam performance
assessment perbuatan atau produknya, itu semua tergantung pada
karakteristik utama yang diukur. Adapun salah satu cara untuk melihat
kemampuan peserta didik selama proses pembelajaran tanpa harus
menunggu sampai proses berakhir yaitu dengan menentukan karakteristik
Performance assessment. Menurut Norman dalam bukunya Siti
Mahmudah, karakteristik Performance assessment antara lain:
1. Tugas-tugas yang diberikan lebih realistis atau nyata
2. Tugas-tugas yang diberikan lebih kompleks sehingga mendorong
mahasiswa untuk berpikir dan ada kemungkinan mempunyai solusi
yang banyak
3. Waktu yang diberikan untuk assesmen lebih banyak
4. Dalam penilaiannya lebih banyak menggunakan pertimbangan.
Sedangkan menurut Maertel terdapat dua karakteristik yang mendasari
performance assessment yaitu:
2. Peserta tes diminta untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam
mengkreasikan suatu produk atau terlibat dalam suatu aktivitas
(perbuatan), misalnya melakukan eksperimen untuk mengetahui
tingkat penyerapan dari kertas tissue.
3. Produk dari performance assessment lebih penting daripada
perbuatan (performan)-nya.
Adapun pendapat lain yang dikemukakan oleh Isyanti (2004:6)
bahwa penilaian unjuk kerja dapat mengungkapkan potensi peserta didik
dalam memecahkan masalah, penalaran, dan komunikasi dalam bentuk
tulisan maupun lisan. Menurut Setyono (2005:3) bahwa penilaian
xciii
performansi digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik melalui
penugasan yang berupa aspek pembelajaran kinerja dan produk.
Hutabarat (2004:16) berpendapat bahwa penilaian kinerja lebih tepat
untuk menilai kemampuan peserta didik dalam menyajikan lisan,
pemecahan masalah dalam suatu kelompok, partisipasi peserta didik
dalam suatu kegiatan pembelajaran, kemampuan peserta didik dalam
menggunakan peralatan laboratorium serta kemampuan peserta didik
mengoperasikan suatu alat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik dan sifat
performance assessment adalah
1. digunakan untuk melihat kemampuan peserta didik selama proses
pembelajaran;
2. tugas-tugas yang diberikan lebih kompleks sehingga mendorong
peserta didik untuk berpikir dan ada kemungkinan mempunyai solusi
yang banyak;
3. tugas-tugas yang diberikan real/nyata;
4. mengungkapkan potensi peserta didik dalam memecahkan masalah,
penalaran, dan komunikasi dalam bentuk lisan/tulisan;
5. menilai aspek kinerja peserta didik;
6. menilai aspek produk;
7. penilaian ini lebih tepat untuk menilai kemampuan
peserta didik dalam menyajikan lisan, pemecahan masalah dalam
suatu kelompok, partisipasi peserta didik dalam suatu kegiatan
pembelajaran, kemampuan peserta didik dalam menggunakan
peralatan laboratorium serta kemampuan peserta didik
mengoperasikan suatu alat.

Untuk mengetahui kualitas dari performance assessment apakah


sudah baik atau belum, maka paling tidak harus diperhatikan tujuh
kriteria, kriteria-kriteria tersebut antara lain:
1. Generability
Artinya apakah kinerja perserta didik dalam melaksanakan tugasnya
sudah memadai untuk digeneralisasikan kepada tugas lain? Semakin
tugas-tugas tersebut dapat dibandingkan dengan tugas yang lainnya
maka kualitas tugas tersebut semakin baik.
2. Authenticity
xciv
Artinya apakah tugas yang diberikan sudah serupa dengan apa yang
sering dihadapinya dalam praktek kehidupan sehari-hari.
3. Multiple foci
Artinya apakah tugas yang diberikan kepada peserta didik sudah
mengukur lebih dari satu kemampuan-kemampuan yang diinginkan.
Seorang mahasiswa bisa saja mempunyai kemampuan yang baik
dalam hal menghafal dan menganalisa suatu materi namun lemah
dalam prakteknya.
4. Teachability
Artinya apakah tugas yang diberikan relevan dengan yang sudah
diajarkan tenaga pengajar dikelas karena tugas merupakan hasil yang
semakin baik dengan adanya usaha mengajar tenaga pengajar dikelas.
5. Fairness
Apakah tugas yang diberikan sudah adil untuk semua peserta didik,
jadi tugas-tugas yang diberikan harus dipikirkan apakah semua
mahasiswa bisa mengerjakan tugas tersebut atau tidak dengan
pertimbangan bahwa kemampuan setiap mahasiswa itu berbeda.
6. Feasibility
Artinya apakah tugas-tugas yang diberikan dalam performance
assessment memang relevan untuk dilaksanakan mengingat factor-
faktor seperti biaya, tempat, waktu serta peralatannya. Setiap lembaga
memiliki kemampuan yang berbeda baik dari SDM maupun sarana dan
prasarananya.
7. Scorability
Merupakan hal yang paling mendasar dalam penilaian karena untuk
mengetahui valid atau tidaknya sebuah penilaian. Artinya apakah tugas
yang diberikan nanti dapat diskor dengan akurat dan reliable sehingga
hasil yang diperolehnyapun juga valid. Dalam penilaian kinerja,
seorang tenaga pengajar harus teliti dalam hal penskorannya karena
memang salah satu yang sensitif dari penilaian kinerja adalah
penskoran.
E. Prinsip Dan Langkah-Langkah Performance assessment
Tenaga pengajar adalah perancang terbaik untuk tugas kinerja
mahasiswa karena tenaga pengajar mengetahui lebih mengetahui kondisi
mahasiswa nya. Tenaga pengajar mengetahui kelebihan dan kekurangan

xcv
dari diri mahasiswa , dengan informasi itu tenaga pengajar dapat
merancang tugas yang membuat mahasiswa mencurahkan pengetahuan
barunya atau pemahaman secara mendalam. Keberhasilan tenaga pengajar
dalam mengajarkan materi-materi tidak hanya bisa diukur dengan model
“paper and pencil tes” melainkan dengan “performance assessment”
karena evaluasi yang dilaksanakan tidak hanya pada segi kognitifnya saja
melainkan pada keseluruhan aspek. Pada model performance assessment
bentuk tugas-tugasnya biasanya lebih mencerminkan kemampuan yang
diperlukan dalam praktek kehidupan sehari-hari.
Sebelum mengetahui langkah-langkah dalam mempersiapkan
performance assessment, sebaiknya kita tahu indikator-indikator
performance dalam pengukuran performance. Indikator performance
menurut Perrin ada delapan titik kecacatan, diantaranya:
1. Variasi interpretasi kesamaan istilah dan konsep.
2. Pergeseran tujuan
3. Penggunaan pengukuran yang tidak bermakna dan tidak relevan
4. Kekacauan antara penghematan biaya dan pergeseran biaya
5. Ketidakjelasan perbedaan kekritisan subgroup oleh sejumlah indikator
yang menyesatkan
6. Pembatasan pendekatan berbasis objektif dengan evaluasi
7. Ketidakgunaan indikator performance untuk pembuatan keputusan dan
alokasi sumberdaya.
8. Ketidak konsistenannya antara fokus yang menyempit dalam
pengukuran dengan manajemen publik yang lebih besar.
Selanjutnya dalam melakukan performance assessment ada beberapa
hal yang perlu dipersiapkan, adapun langkah-langkah yang perlu
diperhatikan dalam membuat performance assessment antara lain sebagai
berikut:
1. Identifikasi semua langkah penting atau aspek yang diperlukan atau
yang akan mempengaruhi hasil akhir.
2. Menuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas.
3. Mengusahakan kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak
sehingga semua dapat diamati.

xcvi
4. Mentenaga pengajartkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan
urutan yang akan diamati.
5. Bila menggunakan skala rentang, perlu menyediakan kriteria untuk
setiap pilihan.

Menurut A. Majid langkah-langkah melakukan performance


assessment yaitu:
1. Melakukan identifikasi terhadap langkah-langkah penting yang
diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir (output yang
terbaik).
2. Menuliskan perilaku kemampuan spesifik yang penting dan diperlukan
untuk menyelesaikan dan menghasilkan output yang terbaik.
3. Membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur, jengan terlalu
banyak sehingga semua kriteria- kriteria tersebut dapat diobservasi
selama mahasiswa melaksanakaan tugas.
4. Mentenaga pengajartkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur
berdasarkan urutan yang dapat diamati.
5. Kalau ada periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria-kriteria
kemampuan yang dibuat sebelumnya oleh orang lain
F. Bentuk Performance Based Assessment
Dalam performance assessment, penskoran merupakan suatu hal yang
sangat penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan ada beberapa
masalah yang terkadang timbul dan menjadikan hasil performance
assessment tidak lagi menunjukkan mahasiswa yang sebenarnya.
Masalah penskoran performance assessment lebih sensitif dan lebih
kompleks dibanding soal bentuk uraian. Ada tiga sumber kesalahan dalam
penskoran performance assessment yaitu:
1. Masalah dalam instrumen, artinya instrumen pedoman penskoran tidak
jelas sehingga sukar untuk digunakan oleh penilai. Selain itu
komponen-komponen yang harus dinilai biasanya sukar untuk diskor.
Pada umumnya kesukaran yang timbul karena masalah komponen ini
dikarenakan komponen tersebut sukar diamati.

xcvii
2. Masalah prosedural, artinya prosedur yang digunakan dalam
performance assessment tidak baik sehingga mempengaruhi hasil
penskoran. Masalah yang biasanya terjadi adalah komponen-komponen
yang harus diskor terlalu banyak, sehingga penskor mengalami
kesulitan. Bagi penskor, semakin sedikit komponen yang harus dinilai
maka akan semakin baik, tetapi pembuat pedoman penskoran tetap
harus membuat pedoman penskoran yang dapat mewakili semua
komponen-komponen penting yang mempengaruhi kualitas hasil akhir.
Masalah lain dari prosedur ini adalah masalah jumlah penskor.
Semakin sedikit jumlah penskor, maka hasil penilaian akan semakin
sukar untuk dibandingkan.
3. Masalah penskor yang bias, artinya penskor cenderung untuk sukar
menghilangkan “personal bias”. Pada performance assessment harus
diupayakan untuk memaksimalkan keadilan dalam menilai atau
menskor kemampuan kinerja mahasiswa dan meminimalkan faktor
subjektifitas. Sewaktu menskor hasil pekerjaan mahasiswa , ada
kemungkinan penskor mempunyai masalah “generosity error”, artinya
penskor cenderung memberi nilai yang tinggi, walaupun dalam
realitanya pekerjaan mahasiswa tersebut tidak baik. Kemungkinan
penskor juga mempunyai masalah “severity error”, artinya penskor
cenderung memberi nilai yang rendah, walaupun pada dasarnya
kualitas pekerjaan mahasiswa tersebut baik. Kemungkinan lain
penskor juga cenderung dapat memberi nilai yang sedang-sedang saja,
walaupun sebenarnya hasil pekerjaan mahasiswa tersebut ada yang
baik dan yang tidak baik. Masalah lain adalah adanya kemungkinan
penskor memberi nilai yang tidak objektif.
Untuk memudahkan penskoran dalam performance assessment, maka ada
beberapa metode yang perlu diketahui yang dapat digunakan untuk
menskor penilaian hasil kinerja mahasiswa , yaitu metode holistik dan
metode analitik. Metode holistik digunakan apabila penskor hanya
memberikan satu buah skor berdasarkan penilaian mereka secara
keseluruhan dari hasil kinerja mahasiswa . Sedangkan pada metode
analitik para penskor memberikan penilaian pada berbagai aspek yang
berbeda yang berhubungan dengan kinerja yang dinilai.

xcviii
BAB 8
PANDUAN PERFORMANCE BASED ASESSMENT
A. Penentuan Tugas
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan tugas adalah:
1. Menentukan kompetensi dasar yang sesuai dengan konteks kinerja
yang diharapkan, indikator pencapaian kompetensi, tujuan penilaian,
dan kriteria/patokan capaian standar yang akan digunakan untuk
mengukur kompetensi. Kompetensi dasar yang dipilih bisa hanya
terdiri atas satu kompetensi dasar, tetapi dapat juga merupakan
gabungan dari beberapa kompetensi dasar yang cukup berkaitan
dengan konteks yang akan dibuatkan tugas kinerjanya.
2. Menentukan bentuk penilaian (praktik, produk, proyek) yang
memungkinkan untuk digunakan sesuai dengan kompetensi dan
domain pembelajaran yang akan dinilai.
3. Membuat indikator yang sesuai dengan bentuk penilaian yang dipilih
berdasarkan kompetensi yang akan diukur.
4. Membuat tugas kinerja yang relevan dengan pengetahuan yang akan
diukur (fakta, konsep, prinsip, prosedur) dan keterampilan
(pemecahan masalah, pengambilan keputusan, investigasi, percobaan,
atau sintesis) yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas. Tugas
kinerja dapat dibuat dari yang paling sederhana hingga paling
kompleks sesuai dengan indikator pencapaian yang diharapkan.
Tugas kinerja yang dibuat harus memperhatikan:
1) Siapa yang akan mengerjakan tugas (individu, kelompok kecil,
atau lainnya).
2) Waktu yang diperlukan (dikerjakan secara bertahap, waktu yang
diperlukan diatur sesuai tahapan).
3) Perangkat (bahan dan peralatan) yang digunakan selama
persiapan dan pengerjaan tugas.
4) Aspek-aspek yang akan dinilai dalam penugasan tersebut.
5. Memberi penjelasan tentang prosedur pelaksanaan penilaian kinerja
sesuai dengan tugas kinerja.
6. Membuat rubrik penilaian baik untuk individu maupun kelompok
yang mudah dipahami sebagai pedoman dalam proses penilaian

xcix
kinerja.

B. Bentuk Rancangan Tugas Praktik


Rancangan tugas praktikum terdiri dari :
1. Tujuan tugas
Adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dicapai
oleh mahasiswa bila ia berhasil mengejakan tugas
2. Uraian tugas
a. Objek garapan
Berisi deskripsi objek material yang akan dipelajari dalam tugas
ini
b. Yang harus dikerjakan dan batasan-batasan
Uraian besaran, tingkat kerumitan, dan keluasan masalah dari
objek material yang harus distudi, tingkat ketajaman dan
kedalaman studi yang distandarkan
c. Metode/cara pengerjaan, acuan yang digunakan
Berupa petunjuk tentang teori/teknik/alat yang sebaiknya
digunakan, alternatif langkah-langkah yang bisa ditempuh, data
dan buku acuan yang wajib dan yang disarankan untuk
digunakan, ketentuan dikerjakan secara kelompok/individual.
d. Deskripsi luaran tugas yang dikerjakan
Adalah uraian tentang bentuk hasil studi/ kinerja yang harus
ditunjukkan/disajikan
3. Kriteria penilaian
Berisi butir-butir indikator yang dapat menunjukan tingkat
keberhasilan mahasiswa dalam usaha mencapai kemampuan yang
telah dirumuskan.
Berdasarkan Permendikbud No. 66 tahun 2013 tentang Standar
Penilaian, penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik yang mencakup beberapa bentuk penilaian diantaranya:
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian projek, ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat
kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan
ujianpertenaga pengajaran tinggi.

c
Selanjutnya bentuk-bentuk penilaian tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut.
1. Penilaian otentik
Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input),
proses,dan keluaran (output) pembelajaran. Penilaian otentik
dilakukan oleh tenaga pengajar secara berkelanjutan
2. Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh
peserta didik secara reflektif untuk membandingkan posisi
relatifnya dengan kriteria yang telah ditetapkan.Penilaian diri
dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan
harian.
3. Penilaian Portofolio
Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi
kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis
maupun lisan dalam waktu tertentu. Penilaian projek dilakukan
oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema pelajaran
4. Ulangan Harian
Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara
periodik untuk menilai kompetensi peserta didik setelah
menyelesaikan satu Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
5. Ulangan Tengah Semester (UTS)
Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik
setelah melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran.
Cakupan ulangan tengah semester meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan seluruh KD pada periode tersebut
6. Ulangan Akhir Semester
Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di
akhir semester.Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator
yang merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
7. Ujian Tingkat Kompetensi

ci
Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK
merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan
pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat
kompetensi.Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar
yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi
tersebut.Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan
pendidikan pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2),
kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5), dengan
menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh Pemerintah.
8. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi
Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK
merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah
untuk mengetahui pencapaian tingkat kompetensi.Cakupan
UMTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi
tersebut.Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan
metode survei oleh Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1),
kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI (tingkat
5).
9. Ujian Nasional
Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan
pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam
rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang
dilaksanakan secara nasional.
10. Ujianpertenaga pengajaran tinggi/Madrasah 
Ujianpertenaga pengajaran tinggi/Madrasah merupakan kegiatan
pengukuran pencapaian kompetensi di luar kompetensi yang
diujikan pada UN, dilakukan oleh satuan pendidikan.
C. Rubrik
1. Definisi Rubrik
Rubrik sebagai kriteria dan alat penskoran, terdiri dari senarai
(daftar)
dangradasimutu.Senaraiberupadaftaryangdiwujudkandengandimensi-
dimensikinerja,aspek-
aspekataukonsepyangakandinilai.Gradasimutumulaidaritingkat yang

cii
paling sempurna sampai dengan tingkat yang paling buruk. Nitko
menyatakandalam bukunya, Scoring rubrics adalah suatu alat yang
berisi seperangkat aturan
yangdigunakanuntukmengaseskualitasdariperformansi/kinerjamahasi
swa .Rubrikdapat dipahami sebagai sebuah skala penyekoran
(scoring scale) yang dipergunakanuntuk menilai kinerja subjek didik
untuk tiap kriteria terhadap tugas-tugas tertentu.Kalau dilihat tiga
pendapat di atas tidaklah sama, dikarenakan penyebutannya
yangberbeda. Ada yang menggunakan kata scoring rubrics, rubrics.
Namun demikian,pada dasarnya tiga pendapat tersebut
mengemukakan hal yang sama yaitu alat
yangberisiseperangkatkriteria yangdigunakanuntuk
mengukurkinerjapeserta didik.
Padasebuah rubrik terdapatdua hal pokokyang harus dibuat,
yaitu kriteriadan tingkat capaian kinerja (level of performance) tiap
kriteria.Kriteria berisi hal-halesensialstandar(kompetensi)yang
ingindiukurtingkatcapaiankinerjanyayangsecara esensial dan konkrit
mewakili kompetensi yang diukur capaiannya.Denganmembatasi
kriteria pada hal-hal esensial, dapat dihindari banyaknya kriteria
yangdibuatyangmenyebabkanpenilaianmenjadikurangpraktis.Selainit
u,kriteriaharuslah dirumuskan atau dinyatakan (jadi: berupa
pernyataan dan bukan
kalimat)singkatpadat,komunikatif,denganbahasayanggramatikal,danb
enar-benarmencerminkanhal-halesensial(daristandar/
kompetensi)yangdiukur.Tingkatcapaian kinerja, umumnya
ditunjukkan dalam angka-angka, dan umumnya adalah 1-4atau 1-5,
besar kecilnya angka 8 sekaligus menunjukkan tinggi rendahnya
capaian.Penilaian tingkat capaian kinerja seorang pembelajar
dilakukan dengan menandaiangka-
angkayangsesuai.Rubriksebaiknyaditampilkandalamtabel,kriteria
ditempatkan di sebelah kanan nomor urut dan tingkat capaian di
sebelah kanan tiapkriteria yangdiukur capaiannyaitu.
Adaduatiperubrics,yaituholistikdananalitik.Rubricsholisticme
mungkinkan pemberi skor untuk membuat penilaian tentang kinerja
(produk atauproses) secara keseluruhan.Sedangkan rubrics analitik
menuntut pemberi skor untukmenilaikomponen-

ciii
komponenyangterpisahatautugas-tugasindividualyangberhubungan
dengan kinerja yang dimaksud.Rubrik dapat juga dibuat secara
analitis(analytic rubrics) dan holistic (holistic rubrics).Rubrik analitis
menunjuk pada
rubrikyangmemberikanpenilaiantersendiriuntuktiapkriteria.Jadi,tiapkr
iteriamempunyai nilai tersendiri.Pada umumnya, rubrik bersifat
analitis.Contoh di atasjuga merupakan rubrik analisis.Rubrik holistik,
di pihak lain, adalah yang tidakmemberikan penilaian capaian kinerja
untuk tiap kriteria.Penilaian capaian kinerjadiberikan secara
menyeluruh untuk seluruh criteria.Dari semua pendapat yang
telahdisampaikandiatasmengatakanbahwarubricterdiriatas2jenis,holis
tikdananalitik.Setiap jenis memiliki titik tekan yang agak berbeda,
holistik lebih
digunakanuntukmenilaikemampuan/prosessecarakeseluruhantanpaad
apembagiankomponen secara terpisah.Sedangkan, rubric analatik
lebih digunakan untuk menilaikemampuan/proses secaralebih
spesifik.
Berdasarkanpenjelasandiatasmakadapatditarikkesimpulanmen
genairubrikyaitusuatualatyangdidalamnyaberisipernyataan-
pernyataan/aspek-aspek yang akan dinilai disertai dengan tingkat
aspek yang akan diperolehpeserta didik,
umumnyamenggunakanangka-angka1-4atau1-
5,yangnantinyainiakanditandaiolehobserveruntukmengetahuitingkatc
apaianpeserta didikselamakegiatanyangdilakukan.
Indikatorrubrikdalamberbasisketerampilanprosessains yaitu:
a. Kelayakan isi : kesesuaian rubrik dengan SK dan KD, kesesuaian
rubrikdenganindikatorprosessains(biologi),kegiatanpesertadidiky
angdiamatimengarah keprosessains.
b. Kebahasaan:penulisansesuaidengankaidahbahasaIndonesia,pengg
unaanbahasa efektifdankomunikatif,bahasamudahdimengerti.
c. Penyajian:tujuanyangingindicapaijelas,mempemudahdalammelak
ukanpenilaian,fleksibelbila digunakan olehtenaga pengajarlain

2. Rubrik Penilaian

civ
Rubrik penilaian merupakan panduan yang digunakan untuk
menilai kinerja peserta didik. Informasi yang diperoleh dari rubrik dapat
digunakan untuk fungsi formatif, yakni untuk memperbaiki proses
pembelajaran. Selain itu, informasi yang diperoleh dari rubrik dapat
digunakan untuk fungsi sumatif, yakni menilai pencapaian kompetensi
pembelajaran.
Andrade (Zainul 2001: 19) mendefinisikan rubric is a scoring to
olthatliststhe criteria for a piece of work, or what counts. Penggunaan
rubrik dalam assessment kinerja sangat penting karena asesmen kinerja
tidak menggunakan kuncijawaban yang menentukan suatu kinerja benar
atau salah seperti yang biasa dilakukan dalam tes (Zainul, 2001:
20).Dengan demikian rubric dapat digunakan untuk mengevaluasi
apakah penilaian kinerja tersebut sudah dapat dianggap berkualitas baik,
maka paling tidak harus diperhatikan tujuh kriteria membantu tenaga
pengajar untuk menentukan tingkat ketercapaian kinerja yang
diharapkan. Zainul (2001: 22) mengungkapkan,setidaknya ada beberapa
elemen yang harus ada pada rubrik, yaitu:
1. Dimensi, yang akan dijadikan dasar menilai kinerja mahasiswa ;
2. Definisi dan contoh, yang merupakan penjelasan mengenai setiap
dimensi
3. Skala yang akan digunakan untuk menilai dimensi;
4. Standar untuk setiap kategori kerja.

Adapun kriteria pada rubrik sebagai berikut :


a. Memuat seperangkat indikator untuk menilai kompetensi tertentu;
b. Memiliki indikator yang diurutkan berdasarkan urutan langkah
kerja pada instrumen atau sistematika pada hasil kerja
mahasiswa ;
c. Dapat mengukur kemampuan yang diukur (valid);
d. Dapat digunakan untuk menilai kemampuan mahasiswa ;
e. Dapat memetakan kemampuan mahasiswa ; dan
f. Disertai dengan penskoran yang jelas. 

Rubrik penilaian terdiri dari beberapa bagian disesuaikan dengan


karakteristik penugasan kinerja. Format yang pertama terdiri dari tiga
bagian, yakni aspek, kriteria, dan level skala kinerja. Aspek merupakan
cv
komponen, lingkup atau dimensi yang akan dinilai, misalnya ketika kita
akan menilai kualitas suatu karangan dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia, aspek yang dinilai meliputi tata bahasa, koherensi kalimat,
kesesuaian isi dengan judul, dan sebagainya. Kriteria merupakan
deskripsi atau jabaran yang mencerminkan hubungan aspek dengan level
skala kinerja. Level skala kinerja menunjukkan tingkat capaian kinerja
peserta didik yang bisa dituliskan dalam bentuk angka, misalnya 0, 1, 2,
dan seterusnya, atau 1, 2, 3, dan seterusnya, atau kurang, cukup, baik,
dan seterusnya, atau istilah lain yang menunjukkan gradasi kinerja.
Format yang pertama dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar4.2:Contohformatrubrik
No Aspek Tingkat kemampuan

0 1 2 3 4 5
1. Aspek kriteria kriteria kriteria kriteria kriteria kriteria
1

2. Aspek kriteria kriteria kriteria kriteria kriteria kriteria


2

3. ......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

4. ......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

Format yang kedua terdiri dari tiga bagian, yakni aspek, kriteria,
dan rentang skor.Aspek merupakan komponen, lingkup atau
dimensi yang akan dinilai, misalnya ketikakita akan menilai kualitas
suatu karangan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, aspekyang
dinilai meliputi tata bahasa, koherensi kalimat, kesesuaian isi
dengan judul, dansebagainya. Kriteria merupakan deskripsi yang
mencerminkan hubungan aspek
denganrentangskor.Rentangskormerupakangambaranyangmenunjuk
kangradasilevelkemampuan. Formatyang keduadapat
dilihatpadagambarberikut

Gambar4.3:Contohalternatifformatrubrik

cvi
No Aspek/Kriteria Skor/
Rentang
Skor
1. Aspek 1 0-5
 Kriteria 0
 Kriteria Rincian dari aspek 1
 Kriteria 1 2
 Kriteria 3
 Kriteria 4
5
 Kriteria
2. Aspek 2 0-2
 Kriteria Rincian dari aspek 0
 Kriteria 2 1
 Kriteria 2
3. .......
4. .......

Catatan :
 Contohpadagambarmenggunakantingkatkemampuan0-
5,pendidikbisamenentukan tingkat kemampuan ini sesuai dengan
karakteristik penugasan,
misalnyauntukpenugasanyanglebihsederhanabisamenggunakanti
ngkatkemampuan0–3.
 Skalatingkatkemampuanpadacontohbergerakdari0–
5,skalanilaiyangterendah
menunjukkantidakadakinerjayangdiamatiatautidaksatupunaspekatauk
riteria yang dipenuhi, sedangkan skala nilai yang tinggi (5)
menunjukkan kualitasketerampilan yang tinggi. Jika tingkat
kemampuan dimulai dari 1 – 5, skala nilai
yangterendah(1)menunjukkantingkatkinerjaminimalyangdihasilkanol
ehpesertadidik.
 Kolomtingkatkemampuanmenunjukkanlevelskalakinerja.

Perumusan deskripsi pada aspek/kriteria menggunakan kata kerja


operasional yangmengukur kemampuan keterampilan bukan
cvii
pengetahuan.Rubrik penilaian disesuaikandengan tujuan penilaian.Untuk
tujuan penilaian formatif, aspek/kriteria pada rubrikfokus untuk
menghasilkan informasi yang digunakan sebagai umpan balik
perbaikanpembelajaran,dengandemikianskorataunilaibukantujuanutamap
enilaianketerampilanformatif,bahkanrubrikbisadisajikandalambentukdesk
ripsi.Untukpenilaian sumatif, aspek/kriteria pada rubrik harus benar-
benar dapat diukur dan tidakmulti tafsir sehingga pemberian angka pada
suatuaspek/kriteria mencerminkan satuaspekatausatu kriteria yang
telahdicapai.

Rubrik penilaian untuk individu berbeda dengan rubrik penilaian


untuk kelompok. Rubrik penilaian untuk kelompok mempertimbangkan
kualitas kerja sama dan kualitas kontribusi tiap anggota kelompok.
Dengan demikian, anggota kelompok yang memiliki kualitas kontribusi
tinggi berhak mendapatkan penghargaan lebih baik dari anggota
kelompok lain.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam menyusun rubrik, antara


lain:
a. Mengidentifikasi semua aspek penting yang akan memengaruhi hasil
penugasan.
b. Menentukan dan mentenaga pengajartkan aspek-aspek penting
tersebut untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil yang
terbaik.
c. Mengusahakan aspek kinerja yang akan diukur tidak terlalu banyak
sehingga semuanya dapat diobservasi selama peserta didik
melaksanakan tugas.
d. Mendefinisikan dengan jelas setiap aspek kinerja menjadi indikator
yang lebih spesifik sehingga dapat diamati.
e. Menentukan level kemampuan pada berbagai tingkat penguasaan
untuk pemberian skor/nilai. Level kemampuan biasanya berupa skala
angka (0, 1, 2, 3, .....) yang menggambarkan gradasi kualitas capaian
untuk setiap aspek, misalnya: (0) tidak ada kinerja yang diamati atau
tidak satupun aspek atau kriteria yang dipenuhi (1) kurang, (2) cukup,
(3) baik, dan (4) baik sekali. Level kemampuan dapat juga diisi

cviii
dengan skor sesuai dengan kata kunci yang diukur pada setiap aspek
(contoh 4.3).
f. Menentukan pemberian bobot pada setiap aspek atau kelompok aspek
yang akan dinilai jika diperlukan didasarkan pada tahapan proses
pengerjaan, kompleksitas, dan urgensi dari setiap aspek. Misalnya:
aspek atau kelompok aspek yang memerlukan banyak tahapan dalam
proses pengerjaan, kompleksitasnya tinggi, dan sangat urgen bisa
diberi bobot lebih tinggi dari aspek atua kelompok aspek yang
memerlukan sedikit tahapan dalam pengerjaan, kompleksitasnya
sederhana, dan kurang urgen. Persentase bobot setiap aspek atau
kelompok aspek merupakan judgment tenaga pengajar atau tim
tenaga pengajar.

Jika tidak dilakukan pembobotan, nilai mahasiswa diperoleh dengan


rumus berikut:

Nilai= (( Jumla
Jumla h Skor Maksimum )
h Skor Perole h an
× 100
)
Jika dilakukan pembobotan, misalnya aspek atau kelompok aspek 1
diberi bobot 40% dan aspek atau kelompok aspek 2 diberi bobot
60%, nilai mahasiswa diperoleh dengan rumus berikut:

Nilai=
(( Jumla h Skor Perole h an Aspek 1
Jumla h Skor Maksimum Aspek 1 ) )
× 40 +

(( Jumla h Skor Perole h an Aspek 2


Jumla h Skor Maksimum Aspek 2 ) )
× 60

Catatan: Aspek pada rumus menunjukkan aspek atau kelompok aspek


tertentu

g. Memeriksa dan membandingkan kembali semua aspek kinerja yang


sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan (jika ada
pembandingnya), untuk melihat validitas dan reliabilitas rubrik.

Pembuatan rubrik bermanfaat untuk:


 memberikan informasi kepada peserta didik tentang aspek-aspek
yang akan dinilaikan dan bobot pada tiap aspek atau kelompok
cix
tersebut jika diperlukan;
 memotivasi peserta didik untuk menunjukkan kemampuannya
dengan optimal;
 memberikan umpan balik bagi peserta didik untuk menilai hasil
capaian kemampuannya (penilaian diri);
 memberikan panduan bagi pendidik saat melakukan pengamatan
sehingga pendidik dapat fokus pada aspek-aspek dari kinerja
maupun produk yang dinilai;
 menjadi acuan bagi peserta didik dalam merencanakan bahan
yang diperlukan, langkah-langkah kerja, dan melaksanakan unjuk
kerjanya.

D. Bentuk Bentuk penilaian


Penilaian kinerja meliputi dua aktivitas pokok, yaitu: 1)
pengamatan/observasi saat berlangsungnya unjuk kinerja atau
keterampilan dan 2) penilaian hasil dari tugas kinerja yang diberikan.
Penilaian kinerja dilakukan dengan mengamati saat peserta didik
melakukan aktivitas atau menciptakan suatu hasil karya yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran, atau mengamati hasil/produk dari tugas
kinerja yang diberikan, atau keduanya. Keterampilan yang ditunjukkan
peserta didik merupakanaspek yang akan dinilai. Penilaian terhadap
keterampilan didasarkan pada kualitas kinerja peserta didik dengan target
yang telah ditetapkan. Proses penilaian dilakukan mulai persiapan dan
pelaksanaan tugas sampai dengan hasil akhir yang dicapai.
Bentuk-bentuk penilaian kinerja yang dapat diberikan kepada mahasiswa
dapat berupa penilaian praktik, penilaian produk, dan penilaian proyek.
1. Penilaian Praktik
Penilaian praktik dilakukan melalui pengamatan pada saat mahasiswa
mendemonstrasikan atau mempraktekkan suatu aktivitas sesuai dengan
target kompetensi. Pada saat melakukan penilaian praktik, tenaga
pengajar dapat menilai kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
peserta didik.

Aspek yang dinilai dalam penilaian praktik ditulis dalam rubrik


penilaian.Rubrik penilaian berisi kriteria-kriteria berkaitan dengan
cx
langkah-langkah yang dilakukan pada saat mengerjakan suatu
aktivitas.Langkah-langkah tersebut diurutkan, lengkap, jelas, mudah
diamati, dan dapat diukur.
2. Penilaian Produk
Penilaian Produk dilakukan terhadap kualitas teknis dan estetis hasil
kerja atau produk yang telah dibuat peserta didik.Hasil kerja peserta
didik dapat berupa produk yang terbuat dari kain, kertas, metal, kayu,
plastik, keramik; hasil karya seni seperti lukisan, gambar, patung, dan
karya sastra; dan laporan hasil penelitian/karya ilmiah.
Aspek yang dinilai dalam penilaian produk ditulis dalam rubrik
penilaian.Rubrik penilaian berisi kriteria-kriteria berkaitan dengan
kualitas teknis dan estetis suatu produk.Kriteria-kriteria tersebut harus
lengkap, jelas, mudah diamati, dan dapat diukur.
3. Penilaian Proyek
Penilaian proyek adalah penilaian terhadap suatu penugasan yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Penugasan tersebut
meliputi:perencanaan, pengumpulan data, analisis data, penyajian data,
hingga pelaporan. Periode waktu untuk menyelesaikannya tergantung
kompleksitas tugas, misalnya dalam satu minggu, dua minggu, satu
bulan, atau satu semester.
Pelaksanaan proyek membutuhkan data primer, data sekunder, kerja
sama dengan berbagai pihak, dan kemampuan mengevaluasi hasil. Oleh
karena itu penilaian proyek dapat dilakukan pada semua mata pelajaran
secara terintegrasi atau masing-masing mata pelajaran di semua jenjang
pendidikan.

Penilaian proyek dapat memberikan informasi tentang kemampuan


peserta didik dalam memahami, mengaplikasikan,dan menyampaikan
informasi tentang materi tertentu pada satu atau lebih mata pelajaran
yang terkait sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai pada
penugasan yang diberikan. Penilaian proyek dapat dilakukan pada setiap
langkah yang meliputi: persiapan (perencanaan), proses pengerjaan,
danpelaporan. Hasil belajar yang dapat dinilai pada tahap-tahap tersebut
antara lain:
a. Tahap persiapan

cxi
 Kemampuan merencanakan dan mengorganisasikan tugas
proyek;
 Kemampuan memperoleh informasi awal (data-data awal)
b. Tahap pelaksanaan
 kemampuan bekerja dalam kelompok;
 kemampuan untuk melaksanakan tugas secara mandiri;
 kemampuan mengidentifikasi dan mengumpulkan informasi;
 kemampuan menganalisis permasalahan.
c. Tahap pelaporan
 Kemampua menganalisis dan menginterpretasikan data;
 kemampuan membuat laporan;
 kemampuan menyampaikan hasil.

Pada pembelajaran di kelas, pendidik mungkin menekankan penilaian


proyek pada prosesnya dan menggunakan sebagai sarana untuk
mengembangkan dan memonitor keterampilan peserta didik dalam
merencanakan, menyelidiki, dan menganalisis proyek.Peserta didik
dapat menunjukkan pengalaman dan pengetahuan tentang suatu topik,
memformulasikan pertanyaan, dan menyelidiki topik tersebut melalui
bacaan dan wawancara.Kegiatan ini dapat digunakan untuk menilai
kemampuan peserta didik secara individual atau kelompok.
Pendidik juga dapat menggunakan produk akhir dari suatu proyek
dalam bentuk presentasi (penilaian praktik)untuk menilai kemampuan
peserta didik dalam mengomunikasikan temuan-temuannya dan dalam
bentuk laporan (penilaian produk). Apabila proyek digunakan pada
penilaian sumatif, fokus biasanya terletak pada produknya.
Aspek yang dinilai dalam penilaian proyek ditulis dalam rubrik
penilaian.Rubrik penilaian berisi kriteria-kriteria berkaitan dengan
tahapan-tahapan sebuah proyek.Tahapan-tahapan tersebut diurutkan,
lengkap, jelas, mudah diamati, dan dapat diukur.
E. Pelaksanaan Penilaian
Pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan dengan metode observasi
terhadap individu maupun kelompok tergantung penugasan yang
diberikan.Metode pemberian skor dilakukan secara holistik dan
analitik.Metode holistik digunakan apabila pemberi skor hanya
memberikan satu macam skor berdasarkan kesan mereka secara
cxii
keseluruhan dari hasil kinerja peserta didik.Pada metode analitik, skor
diberikan pada berbagai aspek kinerja yang berbeda berdasarkan kriteria-
kriteria yang sudah disepakati.Metode analitik dapat menggunakan
instrumen bentuk daftar cek (checklist) atau skala rentang (rating scale).
Pada pelaksanaan assessment pembelajaran tenaga pengajar
dihadapkan pada 3 istilahyang sering
dikacaukanpengertiannyaataubahkansering
puladigunakansecarabersama,yaitu istilah pengukuran,penilaian, dan tes.
1. Pengukuran
Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upayayang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu
gejala, peristiwaatau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu
berupa angka. Dalamproses pembelajaran tenaga pengajar juga
melakukan pengukuran terhadap proses danhasil belajar yang hasilnya
berupa angka-angka yang mencerminkan capaiandanprosesdan hasil
belajar tersebut.
2. Evaluasi
Evaluasiadalahprosespemberianmaknaatauketetapankulatishasilpengu
kuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran
tersebutdengancriteriatertentu.Kriteriasebagaipembandingdariprosespe
ngukuranataudapat pula ditetapkan sesudahpelaksanaan pengukuran.
3. Tes
Tesadalahseperangkattugasyangharusdikerjakanatausejumlahpertanya
an yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur
tingkatpemahamandanpenguasaannyaterhadapcakupanmateriyangdipe
rsyaratkan dan sesuai dengan tujuan pengajaran tertentu. Sehingga
dapatdisimpulkanbahwapadadasarnyatesmerupakanalatukuryangserin
gdigunakandalamassessment pembelajaranselain alatukurlain.
F. Penilaian Hasil Kerja
Hasil penilaian kinerja dapat diberikan dalam bentuk penilaian
formatif atau penilaian sumatif. Apabila penilaian diberikan untuk
penilaian formatif, maka proses umpan balik harus lebih banyak
dilakukan sehingga peserta didik mengetahui kekurangan/kelemahan dari
kinerja yang dilakukan. Pemberian umpan balik langsung dilakukan pada
saat pelaksanaan tugas kinerja berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh pendidik.Apabila penilaian kinerja dilakukan untuk
cxiii
melihat capaian hasil kinerja (sumatif) yang dikuasai peserta didik, maka
penilaian umpan balik bagi peserta didik bukan fokus utama dan skor
yang diperoleh peserta didik merupakan hasil capaian dari kompetensi
yang dinilai dalam penilaian kinerja tersebut.Dengan demikian, pada
penilaian sumatif, setiap angka dari setiap aspek atau kriteria harus
mencerminkan telah seluruh atau sebagian atau ada kriteria dicapai.Oleh
karena itu, angka pada rubrik harus jelas kriterianya, dapat diukur dan
tidak multitafsir.
1. Langkah-langkahPenilaianKinerja(PerformanceAssessment)
1. Melakukanidentifikasiterhadaplangkah-
langkahpentingyangdiperlukanatauyangakanmempengaruhihasilak
hir(output)yangterbaik.
2. Menuliskan perilaku kemampuan-kemapuan spesifikyang penting
dandiperlukanuntukmenyelesaikantugasdanmenghasilkanhasilakhi
r(output)yangterbaik.
3. Membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur jangan
terlalubanyak sehingga semua criteria tersebut dapat diobservasi
selamapeserta didikmelaksanakantugas.
4. Mendefinisikankriteriakemampuan-
kemampuanyangakandiukurberdasarkankemampuanpeserta
didikyang harusdapatdiamati(observable)ataukarakteristik produk
yangdihasilkan.
5. Urutkankriteria-
kriteriakemampuanyangakandiukurberdasarkanurutanyangdapat
diamati.
6. Kalauada,periksakembalidanbandingkandengancriteria-
kriteriakemampuanyangdibuatsebelumnyaolehoranglaindi
lapangan.

2. Metode yangdapatdigunakan

Metodeholistik,digunakanapabilaparapenskor(rater)hanyamemberikan
satubuahskorataunilai(singlerating)berdasarkanpenilaianmereka secara
keseluruhandarihasilkinerja peserta.

cxiv
Metodeanalytic,parapenskormemberikanpenilaian(skor)padaberbagaias
pekyangberbedayangberhubungandengankinerjayangdinilai.Dapatmen
ggunakan checklist danratingscale.
G. Sumber Kesalahan dalam penskoran Penilaian Kinerja
Kesulitan utama dalam penilaian kinerja adalah dalam hal
penskorannya. Paling tidak ada tiga sumber kesalahan dalam penskoran
penilaian kinerja yaitu:
1. Masalah dalam rubrik
Rubrik/pedoman penskoran tidak jelas sehingga sukar untuk
digunakan oleh penilai.Selain itu aspek-aspek yang harus dinilai
juga sukar untuk diskor, karena aspek-aspek tersebut sukar untuk
diamati. Hal yang demikian akan mengakibatkan hasil penskoran
menjadi tidak valid, tidak akurat (tidak reliabel), dan tidak objektif.

2. Masalah prosedural
Prosedur yang digunakan dalam penilaian keterampilan atau
penilaian kinerja tidak baik sehingga dapat mempengaruhi hasil
penskoran.Masalah yang biasanya terjadi adalah pemberi skor
(penskor) harus menskor aspek-aspek yang terlalu banyak.Bagi
penskor, makin sedikit aspek yang harus dinilai, makin baik.Dalam
hal ini perlu ditekankan bahwa dalam membuat pedoman
penskoran, semua aspek penting yang mempengaruhi kualitas hasil
akhir harus dicantumkan.Masalah lainnya adalah jumlah penskor
hanya satu orang, sehingga sukar untuk membuat perbandingan
terhadap hasil penskorannya.

3. Masalah bias pada penskor


Penskor cenderung sukar dalam hal menghilangkan masalah
“personal bias”. Pada waktu melakukan penskoran terhadap hasil
pekerjaan peserta didik, ada kemungkinan penskor mempunyai
masalah “generosity error”, artinya penskor cenderung memberi
nilai yang tinggi, walaupun kenyataan yang sebenarnya hasil
pekerjaan peserta didik tidak baik. Kemungkinan juga penskor
mempunyai masalah “severity error”, artinya penskor cenderung
memberi nilai yang rendah, walaupun kenyataannya hasil pekerjaan
peserta didik tersebut baik. Kemungkinan lain, penskor juga
cxv
cenderung dapat memberi skor yang sedang-sedang saja, walaupun
kenyataan yang sebenarnya hasil pekerjaan peserta didik ada yang
baik dan ada yang tidak baik. Masalah lain adalah adanya
kemungkinan penskor tertarik atau simpati kepada peserta tes
sehingga sukar baginya untuk memberi nilai yang objektif (halo
effect).

cxvi
BAB 9
PENGEMBANGANPERFORMANCE BASEDASSESSMENT PADA
PEMBELAJARAN PRAKTIKUM
A. Pembelajaran Berbasis Pratikum
Praktikum dalam arti sempit merupakan kegiatan pembelajaran
terstruktur dan terjadwal sebagai pelengkap tatap muka teori yang
dilakukan di laboratorium. Kegiatan ini dapat berupa pelaksanaan
prosedur yang bersifat baku. Praktikum dapat dilakukan di laboratorium,
lapangan, atau di dalam kelas dengan cara demostrasi. Demostrasi adalah
cara menunjukkan bagaimana mengerjakan sesuatu, hal ini termasuk
bahan-bahan yang digunakan dalam hal pekerjaan yang sedang di
ajarkan, memperlihatkan apa yang di kerjakan dan bagaimana
mengerjakannya, serta menjelaskan setiap langkah pengerjaannya
( Suprijanto, 2008 : 145 ).
Rustaman (2005) menjelaskan ada tiga bentuk praktikum.Pertama,
praktikum latihan yaitu praktikum yang dikembangkan untuk
mengembangkan keterampilan dasar, misalnya latihan menggunakan alat
laboratorium, mengobservasi, mengukur, dankegiatan dasar
lainnya.Kedua, praktikum investigasi/penyelidikan yaitu praktikum
untuk mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.Di dalam
praktikum investigasi, peserta didik memperoleh pengalaman
mengidentifikasi masalah nyata, merumuskan masalahtersebut,
merancang percobaan untuk memecahkan masalahnya, dan
mengimplementasikannya dalam laboratorium serta menganalisis dan
mengevaluasi hasilnya.Ketiga, praktikum yang bersifat memberi
pengalaman merupakan praktikum yang dikembangkan untuk
meningkatkan pemahaman terhadap materi pelajaran.
Merancang pembelajaran berbasis praktikum dibutuhkan kematangan
dan persiapan yang memadai, namun hal yang harus diperhatikan adalah
tugas-tugas yang diberikan dalam pembelajaran tersebut harus
menantang tapi tidak terlalu sukar bagi peserta didik.Hal ini bertujuan
agar peserta didik menjadi lebih tertarik dan merasa terlibat serta
bertanggung jawab terhadap tugasnya tersebut (Lang, dkk 2006).
Praktikum tidak hanya harus menantang tapi juga menyenangkan, karena

cxvii
proses dan frekuensi belajar yang menyenangkan dapat meningkatkan
motivasi belajar yang tinggi bagi peserta didik sehingga memberikan
hasil belajar yang berkualitas (Fuady, 2007)
Metode praktikum mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut:
1. Kelebihan metode praktikum
a. Membuat peserta didik lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya.
b. Dapat membina peserta didik untuk membuat terobosan-terobosan
baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat
bagi kehidupan manusia.
c. Hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk
kemakmuran umat manusia.
2. Kekurangan metode praktikum
a. Metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi.
b. Metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan
yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal.
c. Metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan.
d. Setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan
karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar
jangkauan kemampuan atau pengendalian.

B. Penilaian Pratikum
Penilaian praktikum adalah salah satu teknik dari penilaian
pembelajaran yang terdiri dari penilaian kinerja proses dan produk
praktikum (Sapriati, 2005). Penilaian kinerja (performance assessment)
adalah penilaian tindakan atau tes praktik yang secara efektif dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pengumpulan berbagai informasi
tentang bentuk-bentuk perilaku yang diharapkan muncul dalam diri
peserta didik (keterampilan) (Kunandar, 2007:374). Teknik penilaian
unjuk kerja merupakan proses penilaian yang dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan suatu hal. Teknik ini
sangat cocok untuk menilai ketercapaian ketuntasan belajar (kompetensi)
yang menuntut peserta didik untuk melakukan tugas/gerak (psikomotor)
(Haryati,2007 :45).

cxviii
Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa penilaian praktikum
adalah suatu pengumpulan berbagai informasi tentang bentuk-bentuk
perilaku yang diharapkan muncul dari suatu proses, atau penilaian
terhadap apa yang dilakukan peserta didik terhadap suatu tindakan
praktikum.
1. Kelebihan dan kekurangan penilaian praktikum
a. Kelebihan
Kelebihan penilaian praktikum adalah dapat menilai kompetensi
berupa keterampilan, dapat diguankan untuk mencocokkan
kesesuaian antara pengetahuan mengenai teori dan keterampilan di
dalam praktik sehingga informasi penilaian menajdi lengkap,
dalam pelaksanaan tidak ada peluang peserta didik untuk
mencontek, dan tenaga pengajar dapat mngenal lebih dalam lagi
tentang karakteristik masing-masing peserta didik (Kunandar,
2007:375)
b. Kekurangan
Kekurangan penilaian praktikum adalah memakan waktu yang
lama, biaya yang besar dan membosankan, harus dilakukan secara
penuh dan lengkap,Keterampilan yang dinilai melalui tes
perbuatan mungkin sekali belum sebanding mutunya dengan
keterampilan yang dituntut oleh dunia kerja karena kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi selalu lebih cepat dari pada apa yang
didapatkan (Kunandar, 2007:375).
2. Langkah-langkah penilaian praktikum
Berikut langkah-langkah yang dilakukan ketika akan melakukan
penilaian
praktikum, yaitu :
a. Identifasi semua langkah penting yang diperlukan atau yang akan
mempengaruh hasil akhir (output) yang terbaik.
b. Tulislah perilaku kemampuan-kemampuan spesifik yang penting
dilakukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil
akhir (output) yang terbaik.
c. Rumuskan kriteria kemampuan yang akan diukur (tidak terlau
banyak sehingga semua kriteria tersebut dapat diobservasi
selama peserta didik melaksanakan tugas).

cxix
d. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan-kemampuan yang
akan diukur atau kriteria produk yang dihasilkan (harus dapat
diamati).
e. Urutkan kriteria-kriteria kemampuan yang akan diukur
berdasarkan urutan yang akan diamati.
f. Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan kriteria-
kriteria kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang
lain di lapangan (Majid, 2006:200).

3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam melakukan Penilaain


Praktikum
Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penilaian
praktikum adalah langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta
didik untuk menunjukkan
kinerja dari suatu kompetensi, kelengkapan dan ketetapan aspek yang
akan dinilai dalam kinerja tersebut, kemampuan khusus yang
diperlukan untuk menyelesaikan
tugas, upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak,
sehingga semua yang ingin dinilai dapat diamati, dan kemampuan
yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati
(Kunandar, 2007:374).

C. Kriteria Performance Based Assessment (Penilaian Kinerja)


Penilaian kinerja digunakan untuk menilai kemampuan peserta didik
melalui penugasan (Task).Dalam menilai kinerja peserta didik tersebut,
perlu disusun kriteria.Kriteria yang menyeluruh disebut rubric. Dengan
demikian wujud asesmen kinerja yang utama adalah task (tugas)dan
rubrics (kriteria penilaian). Tugas-tugas kinerja digunakan untuk
memperlihatkan kemampuan peserta didik dalam melakukan suatu
keterampilan tentang sesuatu dalam bentuk nyata.Selanjutnya rubrik
digunakan untuk memberikan keterangan tentang hasil yang diperoleh
peserta didik (Zainul, 2001:9-11).
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam penilaian kinerja antara lain: generalizability atau
keumuman, authenticity atau keaslian/nyata, muliple focus (lebih dari
satu fokus), fairness (keadilan), teachability (bisa tidaknya diajarkan),
cxx
feasibility (kepraktisan), Scorability atau bisa tidaknya tugas tersebut
diberi skor ( Popham, 1995:147).
Suatu kriteria penilaian harus dilengkapi dengan skala penilaian
supaya mudah dalam melakukan penilaian.Skala penilaian dapat
berbentuk numerik atau deskriptif.Setiap skala penilaian harus
didefinisikan secara jelas untuk memudahkan penilaian dalam
menggunakan kriteria penilaian.Salah satu contoh skala penilaian
menurut Iryanti (2004:15) adalah ganjil atau genap.Skala ganjil memuat
nilai tengah yang nyata.Penilai yang ragu-ragu cenderung untuk memberi
nilai angka tengah.Skala genap tidak memiliki angka tengah.Dalam hal
ini penilai harus membuat keputusan untuk memberi penilaian yang
pasti.Skala penilaian yang disarankan adalah skala 4 (0-3 atau 1-4) atau
skala 6 (0-5 atau 1-6).
Dalam melakukan suatu penilaian, skala yang digunakan sebaiknya jangan
terlalu besar karena semakin besar skala akan memakan waktu yang banyak
sehingga hal ini perlu dipertimbangkan. Selain hal tersebut, sangat penting juga
untuk menentukan batasan atau kategori misalkan pada skala 4 (1-4).Kategori
yang dapat digunakan sebagai berikut.
 Skala (1) : kurang
 Skala (2) : cukup
 Skala (3) : baik
 Skala (4) : sangat baik (Iryanti, 2004:16)
Rubrik yang diterapkan adalah rubrik analitik yang dapat
digambarkansebagai berikut.

Tabel 1. Rubrik Analitik (Iryani, 2004:14)


1 2 3 4

Kriteria/Sub Kritea
1. .........................................
 ........................................
 ........................................
 ........................................

D. Langkah-langkah Membuat Performance Assessment


Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam membuat
performance assessment adalah 1) identifikasi semua langkah penting atau

cxxi
aspek yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil akhir; 2)
menuliskan kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas; 3) mengusahakan kemampuan yang akan diukur
tidak terlalu banyak sehingga semua dapat diamati; 4) mentenaga
pengajartkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan urutan yang
akan diamati; 5) bila menggunakan skala rentang, perlu menyediakan
kriteria untuk setiap pilihan (Hutabarat, 2004: 17).
Menurut Majid (2006: 88) langkah-langkah membuat performance
assessment adalah 1) melakukan identifikasi terhadap langkah-
langkahpenting yang diperlukan atau yang akan mempengaruhi hasil
akhir (outputyang terbaik); 2) menuliskan perilaku kemampuan spesifik
yang penting dandiperlukan untuk menyelesaikan dan menghasilkan
output yang terbaik; 3)membuat kriteria-kriteria kemampuan yang akan
diukur, jengan terlalubanyak sehingga semua kriteria-kriteria tersebut
dapat diobservasi selamapeserta didik melaksanakaan tugas; 4)
mentenaga pengajartkan kriteria-kriteria kemampuanyang akan diukur
berdasarkan urutan yang dapat diamati; 5) kalau adaperiksa kembali dan
bandingkan dengan kriteria-kriteria kemampuan yang dibuat sebelumnya
oleh orang lain.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
langkahlangkah membuat performance assessment adalah 1) identifikasi
semua langkah-langkah penting yang mempengaruhi hasil akhir; 2)
menuliskan kemampuan yang spesifik; 3) kriteria-kriteria kemampuan
jangan terlalu banyak; 4) mentenaga pengajartkan kriteria-kriteria
kemampuan berdasarkan urutan yang akan diamati; 5) memeriksa
kriteria-kriteria yang telah dibuat dan memberikan skala rentang pada
tiap-tiap kriteria-kriteria.

E. Validitas dan Reliabilitas dari Performance Assessment


Di dalam performance assessment, sumber utama yang menyebabkan
kesalahan dalam menilai adalah observer.Fungsi observer adalah
melakukan observasi dan memberi penilaian kepada objek yang
diobservasi.Hal ini yang dapat mempengaruhi kualitas dari kinerja. Sikap
subjektivitas pada proses observasi dapat menimbulkan terjadinya
kesalahan dalam penilaian sehingga dapat mengurangi validitas dan
reliabilitas (Airasian, 1991:298).
cxxii
Menurut beliau bahwa validitas adalah segala sesuatu yang
menitikberatkan pada informasi yang diperoleh dari suatu penilaian yang
mengijinkan tenaga pengajar untuk mengkoreksi suatu keputusan tentang
belajar peserta didik.Salah satu faktor yang dapat mengurangi validitas
dari performanceassessment adalah bias. Bias adalah kesalahan tenaga
pengajar dalam menginterpretasikan kinerja peserta didik karena dalam
satu kelompok peserta didik dipertimbangkan dalam kriteria yang
berbeda atau dinilai pada karakteristik yang berbeda. Jika instrumen
penilaian yang memberikan informasi tidak relevan dalam mengambil
keputusan maka instrumen tersebut tidak valid.Dalam penilaian
performance assessment, seorang tenaga pengajar harus memilih dan
menggunakan prosedur yang adil pada seluruh peserta didik tanpa
membedakan latar belakang kebudayaan, bahasa, dan jenis kelamin.
Selain itu faktor lain yang dapat menimbulkan kesalahan dalam validitas
performanceassessmentadalahkegagalan tenaga pengajar dalam
memasukkan atau memberikan penilaian kinerja peserta didik.
Reliabilitas adalah segala sesuatu yang menitikberatkan pada
kestabilan dan kekonsistenan penskoran, secara logika untuk
mendapatkan informasi tentang reliabilitas kinerja peserta didik adalah
mengadakan observasi kinerja sesering mungkin.Jika kriteria kinerja
tidak jelas, maka tenaga pengajar harus mengerti dari suatu kriteria
sehingga tidak timbul kasalahan dan subjektivitas. Salah satu cara untuk
mengurangi ketidakkonsistenan pada penskoran adalah menentukan
tujuan performance assessment dan kriteria-kriteria penilaian dengan jelas
pula.
Berdasarkan uraian di atas untuk menentukan validitas dan
reliabilitas dalam performance assessment ada beberapa langkah yang
harus diperhatikan yaitu
1. menentukan tujuan penilaian yang jelas sebelum memulai
2. mengajar peserta didik dengan kinerja yang diinginkan, dan
3. memberitahukan kepada peserta didik tentang kriteria-kriteria kinerja
yang akan dipertimbangkan (Airasian, 1991:299-301).
F. Prosedur Pengembangan Performance Assessment
Keberhasilan suatu kegiatan evaluasi akan dipengaruhi pula oleh
keberhasilan evaluator dalam melaksanakan prosedur evaluasi. Prosedur

cxxiii
yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang harus ditempuh
dalam kegiatan evaluasi. Menurut Zainal Arifin (2009: 88), prosedur
pengembangan evaluasi adalah sebagai berikut.
1. Perencanaan evaluasi
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan
evaluasi adalah perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan
memengaruhi langkah langkah selanjutnya, bahkan memengaruhi
keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh. Implikasinya
adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan
spesifik, terurai dan komprehensif sehingga perencanaan tersebut
bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Melalui
perencanaan yang matang inilah kita dapat menetapkan tujuan-tujuan
tingkah laku atau indikator yang akan dicapai, dapat mempersiapkan
pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat
menggunakan waktu yang tepat.
Perancanaan evaluasi meliputi beberapa hal berikut ini.
a. Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan adalah suatu proses yang dilakukan oleh
seseorang untuk mengidentifikasi kebutuhan dan menentukan
skala prioritas pemecahannya. Dalam program pembelajaran,
kebutuhan yang dimaksud merupakan suatu kondisi kesenjangan
antara kondisi yang diharapkan dengan kondisi nyata.Kebutuhan
tersebut dapat terjadi pada diri peserta didik dan tenaga
pengajar.Hal penting yang harus dipahami oleh evaluator adalah
ketika melakukan analisis kebutuhan dalam pembelajaran
hendaknya dimulai dari peserta didik, kemudian komponen-
komponen yang terkait dengannya.
b. Menentukan tujuan penilaian
Tujuan penilaian harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta
ditentukan sejak awal, karena menjadi dasar untuk menentukan
arah, ruang lingkup materi, jenis/model, dan karakter alat
penilaian. Dalam penilaian hasil belajar ada empat kemungkinan
tujuan penilaian, yaitu untuk menentukan keberhasilan peserta
didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta
didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk
menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya
cxxiv
(penempatan). Rumusan tujuan penelitian harus memeperhatikan
domain hasil belajar, seperti domain kognitif, domain afektif, dan
domain psikomotor dari Bloom (1956) yang kemudian terkenal
dengan TaxonomyBloom.
c. Mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-
nilai yangdirefleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dalam kurikulumberbasis kompetensi, semua jenis kompetensi
dan hasil belajar sudahdirumuskan oleh tim pengembang
kurikulum, seperti standar kompetensi,kompetensi dasar, hasil
belajar, dan indikator. Tenaga pengajar tinggalmengidentifikasi
kompetensi mana yang akan dinilai.Mengenai hasil belajar,
Benyamin S. Bloom, dkk. Mengelompokkannyadalam tiga
domain, yaitu: (a) domain kognitif (cognitive domain)
yangmeliputi pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehension),penerapan (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan
d. Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-
betul representatif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah
diberikan oleh tenaga pengajar kepada peserta didik.Kisi-kisi
adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item
untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang
kemampuan tertentu.Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman
untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes.Dalam
konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan
silabus setiap mata pelajaran.Kisi-kisi ini menjadi penting dalam
perencanaan penilaian hasil belajar, karena di dalamnya terdapat
sejumlah indikator sebagai acuan dalam mengembangkan
instrumen. Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi persyaratan
tertentu, antara lain: (1) representatif, yaitu harus betul-betul
mewakili isi kurikulum sebagai sampel perilaku yang akan dinilai,
(2) komponen-komponennya harus terurai/terperinci, jelas, dan
mudah dipahami, (3) soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator
dan bentuk soal yang ditetapkan.
e. Mengembangkan draft instrumen
cxxv
Instrumen penilaian dapat disusun delam bentuk tes maupun
nontes. Dalam bentuk tes, berarti tenaga pengajar harus membuat
soal.Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi
pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan
pedoman kisi-kisi.Dalam bentuk nontes, tenaga pengajar dapat
membuat angket, peodman observasi, pedoman wawancara, studi
dokumentasi, skala sikap, penilaian bakat, minat, dan sebagainya.
f. Uji coba dan analisis instrumen
Jika semua instrumen sudah disusun dengan baik, maka perlu
diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk
mengetahui butir instrumen mana yang perlu diubah, diperbaiki,
bahkan dibuang sama sekali, serta butir instrumen mana yang baik
untuk dipergunakan selanjutnya. Instrumen yang baik adalah
instrumen yang sudah mengalami beberapa kali uji coba dan
revisi, yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional.Analisis
empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahankelemahan
setiap butir instrumen yang digunakan.Sedangkan analisis rasional
dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap
butir instrumen.
g. Revisi dan merakit instrumen baru
Setelah instrumen diuji coba dan dianalisis, kemudian direvisi
sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran isntrumen dan daya
pembeda.Dengan demikian ada instrumen yang masih dapat
diperbaiki dari segi bahasa, ada juga instrumen yang harus direvisi
total.Berdasarkan hasil revisi instrumen ini, barulah dilakukan
perakitan instrumen menjadi suatu instrumen yang terpadu.Untuk
itu, semua hal yang dapat memepengaruhi validitas skor tes
haruslah diperhatikan.

2. Pelaksanaan evaluasi
Pelaksanaan evaluasi artinya bagaimana cara melaksanakan suatu
evaluasi sesuai dengan perencanaan evaluasi. Pelaksanaan evaluasi
sangat bergantung pada jenis evaluasi yang digunakan. Jenis evaluasi
yang digunakan akan memengaruhi seorang evaluator dalam
menentukan prosedur, metode, instrumen, waktu pelaksanaan,

cxxvi
sumber data, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan penilaian hasil
belajar, tenaga pengajar dapat menggunakan tes maupun nontes.
Tujuan pelaksanaan evaluasi adalah untuk mengumpulkan data
dan prestasi peserta didik yang meliputi: (1) data pribadi, (2) data
kesehatan, (3) data prestasi belajar (achievement), (4) data sikap
(attitude), (5) data bakat (aptitude), (6) persoalan penyesuaian
(adjustment), (7) data minat (interest), (8) data rencana masa depan,
(9) data latar belakang keluarga.
Ada kecenderungan pelaksanaan evaluasi selama ini kurang begitu
memuaskan (terutama) bagi peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai segi, antara lain: (a) proses dan hasil evaluasi kurang
memberi keuntungan pada peserta didik, baik secara langsung
maupun tidak langsung (b) penggunaan teknik dan prosedur evaluasi
yang kurang tepat berdasarkan apa yang telah dipelajari oleh peserta
didik (c) prinsip-prinsip umum evaluasi kurang dipertimbangkan dan
pemberian skor cenderung tidak adil (d) cakupan evaluasi kurang
memperhatikan aspek-aspek penting dari pembelajaran.
3. Monitoring Pelaksanaan Evaluasi
Langkah ini dilakukan untuk melihat apakah pelaksanaan
evaluasi pembelajaran telah sesuai dengan perencanaan evaluasi yang
telah diterapkan atau belum.Tujuannya adalah untuk mencegah hal-
hal yang negatif dan meningkatkan efisiensi
pelaksanaanevaluasi.Monitoring mempunyai dua fungsi
pokok.Pertama, untuk melihat relevansi pelaksanaan evaluasi dengan
perencanaan evaluasi. Kedua, untuk melihat hal-hal apa yang terjadi
selama pelaksanaan evaluasi.
Untuk melaksanakan monitoring, evaluator dapat
menggunakan beberapa teknik, seperti observasi partisipatif,
wawancara, atau studi dokumentasi. Untuk itu, evaluator harus
membuat perencanaan monitoring sehingga dapat dirumuskan tujuan,
sasaran, data yang diperlukan, alat yang digunakan, dan pedoman
analisis hasil monitoring. Hasil analisis monitoring ini dapat
dijadikan acuan dan landasan untuk memperbaiki pelaksanaan
evaluasi selanjutnya dengan harapan akan lebih baik daripada
sebelumnya.
4. Pengolahan Data
cxxvii
Setelah semua data dikumpulkan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, maka selanjutnya dilakukan pengolahan
data.Data hasil evaluasi, ada yang berbentuk kualitatif, ada juga yang
berbentuk kuantitatif.Data kualitatif tentu diolah dan dianalisis secara
kualitatif, sedangkan data kuantitatif diolah dan dianalisis dengan
bantuan statistika, baik statistika deskriptif maupun statistika
inferensial.Dalam penilaian hasil belajar, tentu data yang diperoleh
adalah tentang prestasi belajar. Dengan demikian, pengolahan data
tersebut akan memberikan nilai kepada peserta didikberdasarkan kualitas
hasil pekerjaannya.
Ada empat langkah pokok dalam mengolah hasil penilaian, yaitu.
a. Menskor, yaitu memberikan skor pada hasil evaluasi yang dapat
dicapai oleh peserta didik. Untuk menskor atau memberikan angka
diperlukan tiga jenis alat bantu, yaitu kunci jawaban, kunci
skoring, dan pedoman konversi.
b. Mengubah skor mentah menjadi skor standar sesuai dengan norma
tertentu
c. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, baik berupa huruf
atau angka.
d. Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui
derajat validitas dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal, dan
daya pembeda.
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan tertentu, langkah
selanjutnya adalah menafsirkan data itu sehingga memberikan
makna. Ada dua jenis penafsiran data, yaitu: (1) penafsiran kelompok
adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik
kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, (2) penafsiran individual
adalah penafsiran yang hanya dilakukan secara perseorangan.
5. Pelaporan Hasil Evaluasi
Laporan hasil evaluasi merupakan sarana komunikasi
antarapertenaga pengajaran tinggi, peserta didik, dan orang tua dalam
upaya mengembangkan dan menjaga hubungan kerja sama yang
harmonis di antara mereka. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu.
a. Konsisten dengan pelaksanaan penilaian dipertenaga pengajaran
tinggi.

cxxviii
b. Memuat perincian hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria
yang telah ditentukan dan dikaitkan dengan penilaian yang
bermanfaat bagi pengembangan peserta didik.
c. Menjamin orang tua akan informasi permasalahan peserta didik
dalam belajar.
d. Mengandung berbagai cara dan strategi komunikasi.
e. Memberikan informasi yang benar, jelas, komprehensif, dan
akurat.

6. Penggunaan Hasil Evaluasi


Tahap akhir dari prosedur evaluasi adalah penggunaan atau
pemanfaatan hasil evaluasi.Salah satu penggunaan hasil evaluasi
adalah laporan.Laporan dimaksudkan untuk memberikan
feedbackkepada semua pihakyang terlibat dalam pembelajaran, baik
secara langsung maupun tidak langsung.Hasil evaluasi dapat
digunakan untuk membantu pemahaman peserta didik menjadi lebih
baik, menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
kepada orang tua, dan membantu tenaga pengajar dalam menyusun
perencanaan pembelajaran. Dengan demikian, apa yang harus
dilakukan terhadap hasilhasil evaluasi yang kita peroleh bergantung
pada tujuan program evaluasi itu sendiri yang tentunya sudah
dirumuskan sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikemukakan
beberapa jenis penggunaan hasil evaluasi sebagai berikut.
1) Untuk keperluan laporan pertanggungjawaban
Asumsinya adalah banyak pihak yang berkepentingan dengan hasil
evaluasi.Oleh sebab itu tenaga pengajar harus membuat laporan ke
berbagai pihak sebagai bentuk akuntabilitas publik.
b. Untuk keperluan seleksi
Asumsinya adalah setiap awal dan akhir tahun ada peserta didik
yang mau masukpertenaga pengajaran tinggi dan ada peserta didik
yang mau menamatkanpertenaga pengajaran tinggi pada jenjang
pendidikan tertentu.Hasil evaluasi dapat digunakan untuk
menyeleksi, baik ketika peserta didik mau masukpertenaga
pengajaran tinggi, selama mengikuti program pendidikan, pada

cxxix
saat mau menyelesaikan jenjang pendidikan, maupun ketika
masuk dunia kerja.
c. Untuk keperluan promosi
Asumsinya adalah pada akhir tahun pelajaran, ada peserta didik
yang naik kelas atau lulus. Bagi peserta didik yanglulus dari
jenjang pendidikan tertentu akan diberikan ijazah, sebagai bukti
fisik kelulusan. Begitu juga jika peserta didik memperoleh prestasi
belajar yang baik, maka mereka akan naik ke kelas berikutnya.
Kegiatan ini semua merupakan salah satu bentuk promosi.Dengan
demikian, promosi itu diberikan setelah dilakukan kegiatan
evaluasi.
d. Untuk keperluan diagnosis
Asumsinya adalah hasil evaluasi menunjukkan ada peserta didik
yang kurang mampu menguasai kompetensi sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan.Maka tenaga pengajar perlu melakukan
diagnosis terhadap peserta didik yang dianggap kurang mampu
tersebut.Artinya, tenaga pengajar harus mencari faktorfaktor
penyebab bagi peserta didik yang kuran mampu dalam menguasai
kompetensi tertentu, sehingga dapat diberikan bimbingan atau
pembelajaran remedial.
e. Untuk memprediksi masa depan peserta didik
Hasil evaluasi perlu dianalisis oleh setiap tenaga pengajar mata
pelajaran. Tujuannya untuk mengetahui sikap, bakat, minat dan
aspek-aspek kepribadian lainnya dari peserta didik, serta dalam hal
apa peserta didik dianggap paling menonjol sesuai dengan
indikator keunggulan.

cxxx
DAFTAR PUSTAKA
Abdolmohammadi, M., & Wright, A. (1987). An examination of the effects
of experience and task complexity on audit judgments. Accounting
Review, 1-13.
Ambiyar, A. (2018). Evaluasi Formatif dalam Pembelajaran Sains.
Anas, S. (2008). Pengantar statistik pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Andjani, T. R. (2
018). Definisi dan Kawasan Teknologi Pembelajaran. Universitas
Muhammadiyah Sidoarjo.
Arifin, Z. (2009). Evaluasi pembelajaran. In: Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Arikunto, S., & Jabar, C. S. A. (2004). Evaluasi program pendidikan
pedoman teoritis praktis bagi praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Billett, S. (2011). Vocational education: Purposes, traditions and prospects.
Springer Science & Business Media.
Calhoun, C. C., & Finch, A. V. (1982). Vocational Education: Concepts and
Operations. Wadsworth. In: Inc.
Dolong, J. (2016). Teknik analisis dalam komponen pembelajaran. Inspiratif
Pendidikan, 5(2), 293-300.
Fauzan, T. C. (2021). Peran Guru Dalam Inovasi Pendidikan.
Finch, C. R., & Crunkilton, J. R. (1999). Curriculum development in
vocational and technical education. planning, content, and
implementation. ERIC.
Gasong, D. (2018). Belajar dan pembelajaran. Deepublish.
Gasskov, V. (2000). Managing vocational training systems: A handbook for
senior administrators. International Labour Organization.
Ghufron, G. (2018). Revolusi Industri 4.0: Tantangan, Peluang, dan solusi
bagi dunia pendidikan. Seminar Nasional dan Diskusi Panel
Multidisiplin Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
2018,

cxxxi
Giatman, M. (2012). Pendekatan Teori Diffusi Inovasi dalam Implementasi
SMM ISO 9001: 2008 di FT UNP Padang.
Gray, K., Camp, W. G., & Johnson, C. L. (2005). Leadership in career and
technical education: Beginning the 21st century. University Council
for Workforce and Human Resource Education.
Gunawan, I. (2011). Evaluasi program pembelajaran. Jurnal Pendidikan,
17(1).
Hanafi, I. (2012). Re-orientasi keterampilan kerja lulusan pendidikan
kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(1).
Hartini, S., & SS, H. H. (2019). Analisis sinkronitas rencana pembelajaran
semester (RPS) dengan rencana tugas semester mahasiswa (RTM)
dan rencana evaluasi pembelajaran (REP) dosen FKIP Unisri tahun
2018. Research Fair UNISRI, 3(1).
Haryati, M. (2007). Model dan teknik penilaian pada tingkat satuan
pendidikan. Jakarta: Gaung Persada.
Husamah, H., Pantiwati, Y., Restian, A., & Sumarsono, P. (2016). Belajar
dan pembelajaran. Research Report.
Ibrahim, N. S. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru.
Jalinus, N. (2011). Pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan dan
hubungan dunia kerja. Jurnal Pendidikan Vokasi, 1(1), 25-34.
Jang, J., Purwanto, A., Purnamasari, D., Ramdan, M., Hutagalung, L.,
Akuba, S. F., Sulistiyadi, A., Pramono, R., & Bernarto, I. (2020).
Pendidikan Vokasi BTEC UK di Indonesia: Studi Fenomenologi
Esensi Pengalaman Peserta Didik. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil
Penelitian dan Kajian Kepustakaan di Bidang Pendidikan,
Pengajaran dan Pembelajaran, 6(1), 1-12.
Jarvis, P. (2006). The theory and practice of teaching. Routledge.
Kennedy, C. (1987). Innovating for a change: Teacher development and
innovation. ELT journal, 41(3), 163-170.
King, K. (2009). A Technical and Vocational Education and Training
Strategy for UNESCO. A Background Paper. Unpublished
background paper for the International Expert Consultation Meeting
on Technical and Vocational Education,

cxxxii
Malawi, I., & Maruti, E. S. (2016). Evaluasi pendidikan. CV. AE MEDIA
GRAFIKA.
Mangkunegara, A. A. P. (2005). Evaluasi kinerja SDM. Tiga Serangkai.
Metso, S., & Kianto, A. (2014). Vocational students' perspective on
professional skills workplace learning. Journal of Workplace
Learning.
Muhith, A. (2017). Dasar-dasar manajemen mutu terpadu dalam pendidikan.
In: Samudra Biru.
Munadi, S. (2008). Transformasi Teknologi pada Pendidikan Kejuruan.
Seminar International Pendidikan Kejuruan Pengembangan SDM
Nasional dan Konvensi Nasional,
Nugraha, D. (2018). Transformasi Sistem Revolusi Industri 4.0. Workshop
Technopreneurship Road to TBIC 2019,
Nuriyah, N. (2016). Evaluasi pembelajaran: sebuah kajian teori. Edueksos:
Jurnal Pendidikan Sosial & Ekonomi, 3(1).
Nurtanto, M., & Sofyan, H. (2015). Implementasi problem-based learning
untuk meningkatkan hasil belajar kognitif, psikomotor, dan afektif
siswa di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, 5(3), 352-364.
Pantiwati, Y. (2016). Pengembangan Modul Evaluasi Pembelajaran dengan
Model Pembelajaran 7E Berbasis Kreativitas. Proceeding Biology
Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and
Learning,
Prawiradilaga, D. S. (2015). Prinsip desain pembelajaran. Kencana.
Preiss, D. D. (2020). The psychology of schooling and cultural learning:
some thoughts about the intellectual legacy of the Laboratory of
Comparative Human Cognition. Mind, Culture, and Activity, 27(2),
165-171.
Prijowuntato, S. W. (2020). Evaluasi pembelajaran. Sanata Dharma
University Press.
Rahdiyanta, D., Hargiyarto, P., & Asnawi, A. (2016). Penerapan Model
Pembelajaran Praktik Berbasis Collaborative Skill Sebagai Upaya
Peningkatan Mutu Pendidikan Tinggi Vokasi. Jurnal Dinamika
Vokasional Teknik Mesin, 1(1), 1-9.
Ratnata, I. W. (2012). Konsep Pemikiran dalam Pengembangan Pendidikan
Vokasi untuk Menghadapi Tuntutan Dunia Kerja. Prosiding

cxxxiii
APTEKINDO, 6(1).
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. Canada. In: The Free Press, A
Division of Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Rohmawati, A. (2015). Efektivitas pembelajaran. Jurnal Pendidikan Usia
Dini, 9(1), 15-32.
Rukajat, A. (2018). Teknik Evaluasi Pembelajaran. Deepublish.
Rusmono, S. P. D. P. B. (2012). Learning Itu Perlu Untuk Meningkatkan
Porfesionalitas Guru. Bogor: Ghalia Indonesia.
Sanjaya, R. (2017). Disruptive Innovation dalam Pendidikan Tinggi. In:
Unika Soegijapranata Semarang.
Setyono, B. (2005). Penilaian Otentik dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi (dalam jurnal pengembangan pendidikan). Lembaga
Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan (LP3) Universitas
Jember.
Shobariyah, E. (2018). Teknik Evaluasi Non Tes. Adz-Zikr: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 3(2), 1-13.
Slamet, P. (2011). Peran pendidikan vokasi dalam pembangunan ekonomi.
Jurnal Cakrawala Pendidikan(2).
Subali, B. (2014). Evaluasi pembelajaran (proses dan produk). Makalah
disajikan pada Workshop Evaluasi program Pembelajaran (Proses &
Produk) bagi Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu,
Sudira, P. (2015). Pengembangan model “Lis-5c” pada pendidikan teknologi
dan kejuruan. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 34(1).
Sumardi, K., & Djohar, A. (2015). Vocational Learning Design for Women
in Rural Areas in Indonesia. 2015 International Conference on
Innovation in Engineering and Vocational Education,
Supriyadi, G. (2011). Pengantar teknik evaluasi pembelajaran. In: Intimedia.
Susilana, R., & Riyana, C. (2008). Media pembelajaran: hakikat,
pengembangan, pemanfaatan, dan penilaian. CV. Wacana Prima.
Thoha, M. C. (1990). Teknik Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo:
Jakarta.
Tibahary, A. R., & Muliana, M. (2018). Model-model Pembelajaran Inovatif.
Scolae: Journal of Pedagogy, 1(1), 54-64.

cxxxiv
Tilaar, H. A. R. (1999). Pendidikan, kebudayaan, dan masyarakat madani
Indonesia.
Triyono, M. B. (2017). Tantangan revolusi industri Ke 4 (I4. 0) bagi
pendidikan vokasi. Proceeding Semnasvoktek, 2, 1-5.
van Dijk, J. (2019). The Further Alignment of Life Skills Training at TVET’s
in Amhara region
Wardina, U. V., Jalinus, N., & Asnur, L. (2019). Kurikulum Pendidikan
Vokasi Pada Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Pendidikan, 20(1), 82-
90.
Wibowo, N. (2016). Upaya memperkecil kesenjangan kompetensi lulusan
sekolah menengah kejuruan dengan tuntutan dunia industri. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, 23(1), 45-59.
Widarto, P., & Widodo, N. (2012). Pengembangan model pembelajaran soft
skills dan hard skills untuk siswa SMK. Cakrawala Pendidikan,
31(3), 409-423.
Widoyoko, E. P. (2009). Evaluasi program pembelajaran. Yogyakarta:
pustaka pelajar, 238.
Wijaya, E. Y., Sudjimat, D. A., Nyoto, A., & Malang, U. (2016).
Transformasi pendidikan abad 21 sebagai tuntutan pengembangan
sumber daya manusia di era global. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Matematika,
Winangun, K., & Mesin, P. T. (2017). Pendidikan vokasi sebagai pondasi
bangsa menghadapi globalisasi. Jurnal Taman Vokasi, 5(1).

cxxxv
GLOSARIUM

cxxxvi
INDEKS

H
harfiah · 35
A holistik · 106, 121, 128, 139

adaptif · 7, 90
afektif · 36, 42, 47, 49, 50, 73, 74, 76, 154, I
164
aktual · 24 implisit · 22
aktualisasi · 6, 77 inisiatif · 33, 61
akurat · 38, 62, 108, 117, 142, 159 inovasi · 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
alternatif · 96, 104, 123 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34
analisis · 23, 35, 41, 74, 75, 95, 128, 137, 153, Inovasi · iii, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 27,
154, 155, 157, 158, 162 31, 32, 33, 162, 163
apresiasi · 23 instruksi · 10, 101, 102, 103
atribusi · 60 intelektual · 9
inteligensi · 30
intensi · 23
B Intensitas · 95
interaksi · 10, 96
beradaptasi · 7, 11, 83 interpretasi · 18, 50, 51, 97, 118
intervensi · 9
invensi · 19
D investigasi · 48, 122, 144

diagnositik · 110
diagnostik · 39, 153 K
Diagnostik · 41
dinamika · 11, 15 kapabilitas · 111
diskrit · 80, 81 kognitif · 36, 42, 49, 50, 73, 74, 75, 80, 92, 93,
154, 164
kompetensi · 7, 8, 12, 15, 28, 29, 39, 45, 47,
E 48, 49, 54, 64, 68, 72, 73, 105, 107, 108,
109, 110, 111, 113, 122, 124, 125, 126,
efektif · 22, 25, 26, 68, 80, 90, 99, 146 127, 129, 130, 136, 137, 140, 146, 148,
efektivitas · 23, 25, 37, 57, 65 154, 160, 167
efektor · 101, 103 kompleks · 10, 13, 25, 26, 44, 74, 77, 90, 96,
efisien · 14, 48, 90 114, 115, 119, 122
efisiensi · 23, 27, 33, 37, 38, 67, 157 komprehensif · 17, 25, 37, 42, 124, 153, 159
eksistensi · 76 konseptual · 23, 97
elevator · 43, 51 konteks · 7, 21, 44, 47, 55, 62, 73, 104, 105,
esensi · 106 109, 122, 154
etimologi · 18, 52 kontingen · 31
kontribusi · 11, 89, 133

cxxxvii
kreasi · 33
R
kreatif · 24, 29, 91

relatif · 41, 57
relevan · 9, 49, 94, 98, 108, 116, 117, 118,
M
122, 151, 154
relevansi · 23, 27, 157
mereparasi · 77
reliabel · 54, 108, 109, 142
motorik · 30, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 99, 100,
reliable · 117
102

O S
selektif · 39, 47, 110
observasi · 47, 49, 104, 136, 139, 151, 152,
sinovasi · 32
155, 157
spiritual · 9, 17
optimal · 6, 7, 29, 57, 135
stake holder · 73
otentik · 54, 70, 109, 124
stimulasi · 10
otoritas · 31, 33
stimulus · 36, 79, 80, 82, 83, 84, 85, 86, 87,
92, 93, 97
strategi · 7, 17, 27, 44, 111, 159
P strategis · 6, 14, 29
subjektif · 112
persepsi · 6, 18, 60, 65, 82, 87, 97 sumatif · 68, 129, 133, 139, 140, 153
potensial · 31 Sumatif · 40
praktis · ii, 11, 162
pranata · 17
proaktif · 17 T
produktif · 8, 9, 14
profesional · ii, 14, 29, 65, 171
TVET · 9, 166
psikomotor · 36, 47, 49, 50, 73, 74, 77, 83,
146, 154, 164
psikomotorik · 36, 42
V
visual · 86, 105
vokasi · 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 166, 167

cxxxviii
BIOGRAFI PENULIS
1. Junil Adri lahir di Koto Padang 30 Juni 1987. Menyelesaikan Sarjana
jurusan Pendidikan Teknik Mesin pada tahun 2011 di Universitas Negeri
Padang dan memperoleh gelar Master Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan di Universitas yang sama pada tahun 2013. Saat ini menjadi
salah seorang dosen di jurusan Teknik Mesin sejak tahun 2015. Mata
kuliah yang diampu diantaranya adalah teknologi mesin perkakas,
fabrikasi, teknologi pengelasan logam, gambar teknik, teknologi
permesinan, metrologi industri, pemograman komputer, pemeliharaan
mesin dan fabrikasi. Mempunyai sertifikasi profesional diantaranya
Solid CAD, computer graphic design, Welder level III Migas dan
Welding Inspektor.
2. Refdinal lahir di Bukittinggi pada tanggal 18 September 1959.
Menyelesaikan Sarjana di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan pada tahun
1978 di Padang dan memperoleh gelar Master Teknik Mesin di
Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta pada tahun 2004 dan gelar
Doktoral di Pendidikan Teknologi Kejuruan tahun 2016 di Universitas
Negeri Yogyakarta. Mata kuliah yang diampu diantaranya adalah mesin
konversi energi, perpindahan panas, CAD dan basis data Teknik,
aplikasi komputer dan pemograman komputer.
3. Ambiyar

cxxxix

Anda mungkin juga menyukai