KIMIA PANGAN
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Pangan yang diampu oleh:
Mujdalipah, S.TP., M.Si dan Shinta Maharani, S.TP., M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 5 – Shift A
Novita Purnamasari Hendarmin (1503646)
Putri Audia Aneti Kallista (1504063)
Ramadhan Nurcholis (1500529)
Rizki Yanti Rahayu (1500753)
ABSTRAK
Untuk menarik minat konsumen terhadap beberapa produk makanan dan
minuman biasanya pedagang atau pembuat menggunakan zat pewarna agar
menghasilkan warna yang lebih menarik. Namun terkadang zat pewarna yang
terdapat pada makanan dan minuman tersebut adalah zat pewarna yang dilarang,
sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis zat pewarna apa yang
digunakan apakah membahayakan atau tidak.
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat kualitatif yaitu untuk
mengetahui kandungan zat pewarna dalam beberapa sampel makanan dan
minuman yang dijual di wilayah UPI dan sekitarnya. Sampel diambil secara
sampling yaitu Ale-ale Jeruk, Agar-agar Hitam, Mie Basah, Agar-agar Hijau
(Bakso Andhika), Pacar Cina, Agar-agar Hijau, Agar-agar Merah, Kerupuk,
Sirup, Kolang-kaling. Analisis zat pewarna dilakukan dengan menggunakan
pemberian H2SO4, HCL, NaOH, dan NH4OH.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 10 sampel yang diperiksa, 2
sampel teridentifikasi menggunakan zat pewarna yaitu Tartazine dan Acid
Violet.B, 4 sampe lain mendekati ciri—ciri penggunaan Amaranth, Tartrazine,
Erythrosine, dan Acid Violet.B, kemudian 4 sampel lainnya tidak teridentifikasi
penggunaan zat pewarna yang kami uji.
LATAR BELAKANG
Setiap manusia memerlukan bahan pangan untuk kelangsungan hidupnya.
Manusia akan selektif untuk memilih bahan pangan yang akan dikonsumsinya,
salah satunya melihat dari mutu bahan pangan tersebut. Beberapa faktor yang
menentukan mutu bahan pangan adalah cita rasa, warna, nutrisi, dan tekstur.
Faktor warna tampil lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan mutu
dari makanan (Susilowati dan M, Triwahyuni, 2006). Pewarna yang digunakan
dapat berupa pewarna alami ataupun pewarna sintetis.
1
yang tidak diizinkan ataupun penggunaan pewarna sintetis yang diizinkan tetapi
pemakaiannya tidak terkendali dapat membahayakan konsumen. Oleh karena itu
perlu dilakukan analisis zat warna yang ditambahkan pada berbagai produk
pangan.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui jenis pewarna sintetis yang
ditambahkan pada beberapa produk pangan dan mengetahui jenis pewarna yang
layak konsumsi dengan dosis penggunaan yang diizinkan oleh Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013
tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna.
METODE
1. Alat yang digunakan dalam praktikum analisis bahan warna yaitu
a. Hot plate stirrer
b. Bekker glass 100 ml
c. Sudip
d. Cawan petri
e. Loyang
f. Mortar
g. Gunting
h. Kertas HVS
i. Kertas pH
j. Pipet atau bulb
k. Oven
l. Timbangan analisis
m. Tissue
n. Benang Wol
2
n. Kerupuk
o. Sirup
p. Kolang-kaling
3. Langkah-langkah dalam proses analisis bahan warna yang di uji yaitu sebagai
berikut
Penyiapan sampel
+ Aquades 50 ml
untuk sampel Penimbangan sampel Sampel padat : 25 gr
Sampel cair : 30 ml
padat, ambil 30
ml
Penyiapan benang 40
cm
Pengeringan benang
15 menit, 80oC
di oven
Pemasukkan benang
ke dalam larutan
sampel
Pengeringan benang
5-10 menit, 80oC
di oven
Pemasukkan benang
ke dalam media
4
kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi
secara kimiawi. Amatanth sendiri merupakan pewarna merah.
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami dapat menghasilkan
warna yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan lebih
sedikit. Warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah
meskipun sudah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, sedangkan
pewarna alami mudah mengalami degradasi atau pemudaran pada saat di olah
dan di simpan.
3. Mie Basah
Mie basah yang umumnya kita temui menjadi pelengkap saat memakan
bakso ini juga disinyalir menggunakan zat pewarna jenis Tartazine untuk
membuatnya terlihat berwarna yang cenderung kuning.
Perubahan warna yang tampak pada
sampel, sedikit berubah pada penambahan
larutan NaOH dan NH4OH, berubah
menjadi lebih gelap saat ditambahkan
larutan HCL, dan berwarna kuning saat
ditambahkan larutan H2SO4.
5
setelah dilarutkan pada HCl 37% menjadi warna kuning terang, H2SO4 50%
menjadi wana kuning, NaOH 10% menjadi sedikit berubah, dan NH4OH 12%
tidak berubah, hampir sesuai dengan pedoman analisis pewarna erythrosine
yaitu HCl pekat menjadi orange-kuning, H2SO4 pekat menjadi orange-kuning,
NaOH 10% tidak berubah, dan NH4OH 12% tidak berubah.
5. Pacar Cina
Hasil analisis kualitatif bersifat negatif untuk sampel pacar cina. Hal ini
disebabkan oleh perubahan warna merah muda pada benang wol setelah
dilarutkan pada larutan HCl 37%, H2SO4 50%, NaOH 10%, dan NH4OH 12%
menjadi pudar.
6
Maka diperkirakan sampel ini menggunakan zat pewarna alami yang
menghasilkan warna merah muda, atau menggunakan zat pewarna sintetis
yang tidak diujikan dalam praktikum ini.
6. Agar-Agar Hijau
Analisis bahan warna yang telah di lakukan pekan lalu, mengindikasikan
bahwa agar-agar hijau yang telah kami teliti hasilnya negatif. Warna sebelum
dianalisis oleh larutan NaOH, HCl, NH4O, dan H2SO4 warna benang wol
yaitu hijau muda cerah namun setelah ditetesi tidak menunjukkan warna
tersebut masuk dalam kategori bahan pewarna sintetik yang diuji. Namun
bisa diduga juga zat warna sintetik yang digunakan tidak diujikan dalam
praktikum ini sehingga hasilnya pun tidak nampak. Namun dilihat dari
komposisi produk agar-agar hijau ini mengandung zat pewarna makanan
yaitu Ponceau 4R/Cochineal Red A.15374.CI.16255, menurut Apriyantono
(2003) merupakan pewarna makanan yang status kehalalannya yaitu halal dan
telah diteliti hasilnya baik digunakan sebagai pewarna makanan. Sedangkan
menurut Ahmad (2015) yang telah melakukan penelitiannya di daerah
Cileunyi, Bandung,pewarna ini banyak digunakan di daerah tersebut untuk
diperjual belikan di sekolah dasar, akan tetapi batas penggunaannya melebihi
dari batas yang optimum seharusnya digunakan, dalam transaksi jual belinya
itu pedagang menjualnya dalam bentuk sirup dan permen gulali yang apabila
penggunaan 300 mg/kg untuk sirup dan 100mg/kg untuk permen gulali setiap
hari membuat anak-anak dapat beresiko menyebabkan gangguan kesehatan
yang ditimbulkan seperti halnya alergi dan kanker hati.
7. Agar-agar merah
Analisis bahan warna yang telah di lakukan pekan lalu, mengindikasikan
bahwa agar-agar hijau yang telah kami teliti hasilnya negatif. Warna sebelum
dianalisis oleh larutan NaOH, HCl, NH4O, dan H2SO4 warna benang wol
7
yaitu merah muda cerah namun setelah ditetesi tidak menunjukkan warna
tersebut masuk dalam kategori bahan pewarna sintetik yang diuji. Namun
bisa diduga juga zat warna sintetik yang digunakan tidak diujikan dalam
praktikum ini sehingga hasilnya pun tidak nampak. Namun dilihat dari
komposisi produk agar-agar hijau ini mengandung zat pewarna makanan
yaitu Ponceau 4R/Cochineal Red A.15374.CI.16255, menurut Apriyantono
(2003) merupakan pewarna makanan yang status kehalalannya yaitu halal dan
telah diteliti hasilnya baik digunakan sebagai pewarna makanan. Sedangkan
menurut Ahmad (2015) yang telah melakukan penelitiannya di daerah
Cileunyi, Bandung,pewarna ini banyak digunakan di daerah tersebut untuk
diperjual belikan di sekolah dasar, akan tetapi batas penggunaannya melebihi
dari batas yang optimum seharusnya digunakan, dalam transaksi jual belinya
itu pedagang menjualnya dalam bentuk sirup dan permen gulali yang apabila
penggunaan 300 mg/kg untuk sirup dan 100mg/kg untuk permen gulali setiap
hari membuat anak-anak dapat beresiko menyebabkan gangguan kesehatan
yang ditimbulkan seperti halnya alergi dan kanker hati, sedangkan menurut
Marwati (2016) pewarna ponceau 4R ini merupkan pewarna yang dapat
memberikan warnamerah hati dan biasa digunakan dalam pembuatan
minuman, selai, dan jelly. Pewarna ini bersifat karsinogenik dan dapat
menyebabkan hiperativitas pada anak.
8. Kerupuk
Analisis bahan warna yang telah dilakukan di pekan lalu, mengindikasikan
bahwa kerupuk yang telah kami teliti hasilnya negatif. Warna sebelum
dianalisis oleh larutan NaOH, HCl, NH4O, dan H2SO4 warna benang wol
yaitu merah cerah namun setelah ditetesi tidak menunjukkan warna tersebut
masuk dalam kategori bahan pewarna sintetik yang diuji. Namun bisa diduga
juga zat warna sintetik yang digunakan tidak dujikan dalam praktikum ini
sehingga hasilnya tidak nampak atau digunakan zat warna alami. Menurut
8
Murtiyanti (2013) kerupuk yang menggunakan pewarna berbahaya bisa
digunakannya zat warna merah (Rhodamin B), kuning (Methanyl Yellow)
atau hijau (Malachite Green). Pewarna sintetik tersebut dilarang digunakan
dalam pangan, karena bisa menyebabkan kerusakan hati, apabila tertelan
dapat menyebabkan iritasi saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare,
demam, lemah, dan tekanan darah rendah.
9. Sirup
Pada tabel hasil pengamatan sirup X ini memiliki indikasi
ditambahkannya pewarna erythrosine dan acid violet 6 B. Karena saat ditetesi
larutan NaOH dan NH4OH memiliki kenampakan yang mirip dengan ciri-ciri
terindikasinya erythrosine yaitu tidak adanya perubahan dari warna awalnya.
Sedangkan ketika ditetesi larutan H2SO4 dan HCl menampakan warna kuning
kecokelatan gelap yang merupakan ciri bahwa sirup ini juga terindikasi
adanya acid violet 6 B. Erythrosine (FD & C red No.3) zat pewarna ini
termasuk golongan fluorescein.berupa tepung coklat, larutannya dalam
alcohol 95% menghasilkan warna merah yang berfluoresensi, sedangkan
larutannya dalam air berwarna merah cherry tanpa fluoresensi. Larutan dalam
gliserol dan glikol, bersifat kurang tahan terhadap cahaya.
Pada SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
penggunaan Erithrosine pada sirup diatur batas maksimumnya adalah
100mg/kg produk akhir (total campuran pewarna 3 mg/kg). Namun pada
komposisi sirup X tersebut tidak mencantumkan jumlah total Erithrosine
yang dicampurkan pada bahan tersebut. Acid violet 6 B yang menampakan
indikasinya pada sirup tersebut pun telah melanggar Permenkes 239/85
tentang penggunaan zat pewarna tekstil pada makanan.
9
10. Kolang kaling
Seperti pada tabel hasil kolang kaling jika ditambahkan H2SO4 ( menjadi
kebiruan), HCl ( menjadi agak kebiruan), NaOH ( menjadi kuning), NH4OH
(lebih kebiruan). Terlihat dari hasil warna yang ditampakan oleh sampel
kolang kaling mendekati adanya indikasi pewarna Acid Violet 6 B karena
saat ditetesi larutan NaOH berwarna kuning dan larutan NH4OH berwarna
lebih kebiruan. Sampel kolang kaling ini mungkin saja memiliki kandungan
acid violet 6 B yang rendah. Acid Violet 6 B ini merupakan bahan pewarna
tekstil yang penggunaannya telah dilarang oleh pemerintah dalam Permenkes
239/85. Penggunaan acid violet 6 B pada makanan merupakan suatu
penyalahgunaan penambahan zat kimia terhadap bahan pangan. Pewarnaan
kolang kaling juga dapat menggunakan bahan alami seperti dengan daun suji
agar berwarna hijau dan dapat juga menggunakan gula aren agar
menampakan warna cokelat.
KESIMPULAN
Berdasarkan pada ayat (1) huruf b pada Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna, Tartazine,
Erythrosine merupakan jenis BTP pewarna sintetis atau Synthetic colour. Untuk
Tartazine, ADI yang seharusnya adalah 0–7,5 mg/kg berat badan. Erythrosine,
ADI yang seharusnya adalah 0-0,1 mg/kg berat badan.
LAMPIRAN
A. Richeese Ahh’
10
Richeese Ahh’ adalah makanan ringan berbentuk stick dilapisi keju,
makanan ini berwarna orange ke kuning-kuningan, dengan nomor kategori
pangan 15.0. Ditinjau dari komposisinya warna tersebut didapat dari pewarna
kuning FCF CI 15985 dan Kurkumin CI 75300, dan Tartrazin CI 19140.
Berdasarkan Peraturan BPOM Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2013
Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pewarna
Bab III pasal 3, pewarna yang digunakan dalam makanan ringan ini
merupakan perpaduan antara pewarna alami dan pewarna sintetis yang
diizinkan oleh BPOM. Kurkumin CI 75300 merupakan pewarna alami yang
diperbolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0-3 mg/kg berat badan. Adapaun
batas maksimum penggunaan dari Kurkumin CI 75300 pada pangan olahan
jenis Richeese Ahh’ adalah 200 mg/kg. Pewarna kuning FCF CI 15985
adalah tergolong pewarna sintetis yang juga diizinkan penggunaannya dengan
ADI : 0 – 4 mg/kg berat badan. Tartrazin CI 19140 merupakan pewarna
sintetis yang penggunaannya dibolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0 – 7,5
mg/kg berat badan.
B. Delfi Chacha Peanut
11
Makanan ini berupa bola-bola coklat yang berisi kacang tanah di
dalamnya, tergolong sebagai snack desert. Keunikan dari makanan ini adalah
dalam satu kemasan memiliki beberapa warna bola-bola coklat diantaranya
merah, kuning, hijau, coklat, orange, dan dengan inovasinya kini bertambah
satu warna lagi yaitu warna biru. Adapun nomor kategori pangan dari
makanan ini adalah 05.1.5.
12
Minuman jelly ini adalah minuman berperisa yang memiliki jelly
didalamnya. Okky Jelly Drink memiliki ekstrak stroberi (0.02%) dan pewarna
Ponceau 4R Cl 16255. Menurut SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88, pewarna Ponceau 4R Cl 16255 digunakan pada
minuman ringan dan makanan cair dengan takaran 70mg/Kg produk siap
dikonsumsi. Sedangkan jika digunakan pada Yoghurt memakai takaran 48
mg/Kg berasal dari aroma yang digunakan.
D. Indomie Mie Goreng Rendang
Mie instan ini merupakan makanan mie dengan rasa rendang dan memiliki
nomor kategori pangan 06.4. Berdasarkan komposisi yang tertera pada
kemasan terdapat pewarna karamel kelas I, pewarna tersebut tergolong
kedalam pewarna alami yang diizinkan penggunaannya oleh BPOM memiliki
ADI yang tidak dinyatakan dan batas maksimal penggunaannya pun CPPB
E. Minuman Berenergi Torpedo
13
Berdasarkan komposisi yang tertera dalam kemasannya saus sambal
bawang ini mengandung pewarna Sunset Yellow CI 15985 (Kuning FCF) dan
Tartarazine CI 19140, kedua pewarna tersebut merupakan pewarna sintetis
yang penggunaanya diizinkan oleh BPOM. Adapun ADI dari Sunset Yellow
CI 15985 adalah 0 – 4 mg/kg berat badan dengan batas penggunaan 70
mg/kg. Sedangkan untuk Tartrazine CI 19140 merupakan pewarna sintetis
yang penggunaannya dibolehkan oleh BPOM dengan ADI : 0 – 7,5 mg/kg
berat badan dengan batas penggunaan 100 mg/kg.
14
LEMBAR KONTRIBUSI
15
DAFTAR PUSTAKA
Asterina dkk. 2011. Efek Penggunaan Zat Pewarna Erythrosine terhadap Kadar
T3 dan T4 Serum pada Tikus Galur Wistar. Majalah Kedokteran Andalas,
35 (2), hlm. 126-136.
Sumarlin. (2010). Identifikasi Pewarna Sintetis pada Produk Pangan yang Beredar
di Jakarta dan Ciputat. Jurnal Kimia Valensi, 1 (6), hlm. 274-283.
Susilowati dan M, Triwahyuni. (2006). Identifikasi Zat Warna Sintetis pada Agar-
Agar Tidak Bermerk yang Dijual di Pasar Doro Pekalongan dengan
Metode Kromatografi Kertas. Jurnal Litbang, 4 (3), hlm. 26-32.
16