BAB I
PENDAHULUAN
(80%) terjadi selama persalinan, namun dapat pula terjadi sebelum persalinan
(20%) atau setelah kelahiran bayi. Sekitar 25% pasien akan meninggal dalam
onset 1 jam. Manifestasi klinik AFE yang klasik adalah onset dypsnea, kegagalan
respiratorik dan hipotensi yang diikuti dengan kolaps cardiovascular,
disseminated intravascular coagulation (DIC) dan kematian.
AFE masih sangat kurang dimengerti dan mayoritas didiagnosis secara
eksklusi. Saat ini, diagnosis AFE tidak berdasarkan pada hasil yang didapatkan
secara klinis maupun laboratorium. Penatalaksanaan AFE masih tetap berupa
terapi suportif, bukan kausatif, dan terfokus pada stabilisasi system
cardiopulmonal secara cepat. Tujuan terpenting dari terapi AFE adalah untuk
mencegah terjadinya hypoxia tambahan dan mengakibatkan end-organ failure.
Prognosis dan mortalitas AFE telah membaik secara signifikan dengan diagnosis
awal dan penanganan resusitasi secara cepat dan tepat.
Kasus emboli air ketuban pertama kali dilaporkan pada tahun 1926 oleh
Meyer dan merupakan kejadian bersejarah yang mendapat perhatian publik dan
medis selama lebih dari 100 tahun. AFE menjadi masalah klinis pada tahun 1941
setelah Steiner dan Luschbaugh mempublikasikan kasus mortalitas maternal
tentang 8 wanita dengan sel skuamous dan mucin yang berasal dari fetal di dalam
pembuluh darah paru-paru.
Sampai saat ini pun, emboli air ketuban merupakan penyebab kematian
utama selama persalinan dan jam-jam pertama pasca persalinan, serta tetap
sebagai kegawat daruratan obstetric yang fatal dan tidak dapat dicegah. Di
samping kemajuan teknologi dalam critical care life support, maternal mortality
rate emboli air ketuban tetap tinggi, sekitar 61%; sebagian besar yang selamat
memiliki kerusakan neurologis permanen akibat hypoxia (permanent hypoxia-
induced neurological damage). Mortalitas fetal sekitar 21% dan 50% dari yang
berhasil selamat mengalami kerusakan neurological permanen.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Emboli cairan amnion adalah suatu gangguan kompleks yang secara klasik
ditandai oleh terjadinya hipotensi, hipoksia, dan koagulopati konsumtif secara
mendadak.
Secara normal, air ketuban tidak masuk ke dalam sirkulasi maternal karena
terdapat aman di dalam uterus, dilindungi oleh kantung ketuban. Perihal
5
kenapa masuknya air ketuban terjadi pada beberapa wanita dan tidak pada
yang lainnya, belum dapat dimengerti. Banyak faktor yang
dipertimbangkan berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian AFE,
antara lain :
Overdistensi uterus akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya
terjadi pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak
terkontrol.
Rupture uteri
Multiparitas
Kehamilan lewat waktu
Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban, di
mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Air ketuban yang penuh
dengan kotoran bayi inilah yang sering kali menimbulkan kefatalan pada
kasus-kasus AFE.
Persalinan buatan
Janin laki-laki
Usia maternal yang lanjut
Sectio caesaria
Polihydramnion
Laserasi serviks yang luas
Solusio plasenta dan plasenta previa
IUFD
Bayi besar
Eklampsia
6
2.5.1 Patogenesis
AFE pertama kali dilaporkan secara klinis oleh Steiner dan Lushbaugh
tahun 1941, yang mendapatkan bukti adanya debris janin berupa sel skuamous
dan mucin di sirkulasi paru-paru sekelompok wanita yang meninggal saat
bersalin. Namun, studi-studi selanjutnya jelas memperlihatkan bahwa cairan
amnion itu sendiri tidak berbahaya, bahkan apabila diinfuskan dalam jumlah
besar.
AFE merupakan masuknya cairan ketuban dan komponen-komponennya
ke dalam sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsur-unsur yang ada
dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin,
lapisan lemak janin, dan musin atau cairan kental.
Baik persalinan normal atau sectio tidak dijamin 100% aman dari risiko
AFE, karena pada saat proses persalinan, banyak vena-vena yg terbuka, yang
memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu akibat rusaknya sawar
fisiologis yang biasanya terdapat antara kompartemen ibu dan janin. Emboli air
ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian.
Selain itu dapat terjadi komplikasi berupa gangguan saraf.
Umumnya AFE terjadi pada tindakan aborsi. Terutama jika dilakukan
setelah usia kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan
diagnostik dengan cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu
hamil yang mengalami trauma/benturan berat juga berpeluang terancam AFE.
Namun kasus AFE paling sering terjadi, saat persalinan atau beberapa saat setelah
ibu melahirkan (postpartum). Ibu mungkin terpajan ke berbagai elemen janin
sewaktu terminasi kehamilan, setelah amniosintesis atau trauma, atau yang lebih
sering selama persalinan atau pelahiran saat berbentuk laserasi-laserasi kecil di
segmen bawah uterus atau serviks. Selain itu seksio sesaria memberikan banyak
7
kesempatan terjadinya percampuran darah ibu dan jaringan janin. Pada sebagian
besar kasus, kejadian-kejadian ini tidak membahayakan. Namun, pada sebagian
wanita, pemajanan ini memicu serangkaian reaksi fisiologis kompleks yang mirip
dengan yang dijumpai pada anafilaksis dan sepsis. Proses serupa juga dibuktikan
terjadi pada emboli lemak traumatic, suatu proses yang semula diperkirakan
hanya melibatkan obstruksi vascular sederhana setelah trauma. Kaskade
patofisologi kemungkinan besar disebabkan oleh sejumlah kemokin dan sitokin.
2.5.2 Patofisiologi
Sebelum onset tanda dan gejala maternal, perubahan inisial pada pola
denyut jantung janin menjadi jelas pada monitor fetal. Perubahan ini terjadi
karena penurunan perfusi uterus yang mengakibatkan penurunan aliran darah
plasenta yang berhubungan dengan hipotensi maternal. Cadangan fetal yang
diperlukan untuk menngkompensasi penurunan perfusi ini dengan cepat akan
hilang dan fetus akan menunjukkan tanda-tanda hypoxia-induced stress. Denyut
jantung janin yang normal berkisar antara 110-160/menit dengan variabilitas 6-
25/menit. Penurunan oksigenasi fetal akibat hipotensi dan hipoksia maternal akan
menyebabkan non-reassuring pattern pada denyut jantung janin seperti pada tabel
10
di bawah ini.
Tabel 2.2 Perubahan Pola Denyut Jantung Janin Akibat Hipoksia Fetal
(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)
Setiap pola yang terdapat pada tabel di atas mempunyai lebih dari satu
penyebab, beberapa diantaranya jinak dan mudah dikoreksi.
Salah satu faktor utama yang membuat AFE sangat mengenaskan adalah
tidak dapat diprediksi sama sekali. Meskipun sebagian besar kasus terjadi saat
onset persalinan, beberapa insiden terjadi di luar persalinan. Pengecualian pada
onset waktu adalah jarang, tetapi beberapa kasus telah dilaporkan terjadi pada
periode post-partum lambat, setelah kelahiran seksio cesarean, amniocentesis,
pelepasan plasenta, atau dengan aborsi terapeutik. Beberapa kasus juga
berhubungan dengan trauma abdominal, cervical suture removal, ruptur uterus,
atau intrapartum amnioinfusion.
Manifestasi klasik AFE digambarkan sebagai dyspnea yang tiba-tiba, dan
11
2.7 Diagnosis
Tabel 2.4 Kriteria National Registry untuk Diagnosis Emboli Air Ketuban
(Sumber : http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf)
Pemeriksaan Penunjang:
Electrocardiogram dan pulse oximeter
Tanda klinik pertama sering terlihat pada ECG dan pulse oximeter. ECG
menunjukkan takikardia dengan perubahan gelombang ST-T. Pulse
oximeter menunjukkan penurunan saturasi oksigen tiba-tiba.
Pemeriksaan Laboratorium
Analisa gas darah untuk menentukan ventilasi adekuat atau tidak dan
derajat hipoksemia.
Foto rontgen thorax
Menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, serta oedem
pulmonum (24%-93%).
CVP (Central Venous Pressure)
Pada awalnya CVP meningkat disebabkan hipertensi pulmonal, kemudian
pada akhirnya mengalami penurunan karena perdarahan yang hebat
Penilaian faktor pembekuan darah
Normalnya pada wanita hamil akan terjadi peningkatan dari factor
pembekuan darah. Di mana pada AFE akan terjadi peningkatan angka
kejadian DIC disertai kegagalan pembekuan darah, penurunan hitung
trombosit, penurunan kadar fibrinogen, pemanjangan protrombin time.
Pemeriksaan untuk mengevaluasi terjadinya DIC adalah kadar AT-III,
14
2.9 Penatalaksanaan
Terapi untuk AFE tidak bersifat kausatif, tetapi suportif dan terfokus pada
stabilisasi jantung dan paru ibu. Kebanyakan pasien akan dirawat di Intensive
Care Unit (ICU) setelah dilakukan stabilisasi inisial. Tujuan utama terapi adalah
menghindari terjadinya tambahan hipoksia dan kegagalan organ. Prinsip utama
dalam menangani kegawatdaruratan obstetric sama dengan gawatdarurat lainnya,
yaitu prinsip ABC (Airway, Breathing, and Circulation). Perbedaan utamanya
15
adalah perlunya untuk menangani 2 pasien (ibu dan janin). Fetus harus dimonitor
secara kontinyu untuk mendeteksi tanda-tanda adanya gangguan (lebih diinginkan
dilakukan oleh perawat obstetric yang berpengalaman). Untuk memastikan perfusi
uterus yang optimal selama penanganan AFE, ibu harus dalam posisi miring ke
kiri untuk mencegah beban uterus gravid menekan vena cava inferior dan
mengganggu aliran darah.
Meskipun terdapat penurunan mortalitas, tidak ada terapi baru dan tetap
bersifat suportif. Strategi penanganan adalah meningkatkan oksigenasi,
mendukung sirkulasi, dan mengoreksi koagulopati. Bila secara klinis
memungkinkan, jalur arterial dan kateter arteri pulmonal harus dilakukan untuk
menyediakan akses sample darah untuk analisis sitologi air ketuban dan fetal
debris.
Oksigenasi maternal dengan tekanan oksigen arterial > 60 mmHg harus
dicapai dengan memberikan oksigen melalui face mask kepada seluruh pasien
yang sadar. Intubasi trakea dan ventilasi mekanik menggunakan oksigen 100%
harus dilakukan pada pasien dengan kejang atau koma.
Untuk meningkatkan cardiac output dan menyokong tekanan darah, dapat
diberikan dopamine, pada keadaan syok berat, lebih baik diberikan epinefrin atau
norepinefrin. Obat-obatan lain yang mungkin dapat berguna untuk hipertensi
pulmonal berat antara lain nitric oxide (sebagai vasodilator pulmonal selektif),
prostacyclin, dan sildenafil.
Dalam kurang dari 4 jam, 50% pasien yang bertahan hidup melewati fase
pertama akan mengalami DIC dengan perdarahan massif. Dengan demikian,
produk-produk darah harus disiapkan sebelumnya, seperti packed red blood cells
atau darah O-negative. Penanganan DIC memerlukan transfusi packed red blood
cells dan produk-produk darah lainnya. Akses intravena diperlukan karena
mungkin diperlukan transfusi massif. Platelets, cryoprecipitate, dan fresh frozen
plasma harus diberikan sesuai prosedur berdasarkan hasil laboratorium
prothrombin time, fibrinogen, fibrin dan fibrin degradation product (FDP).
16
2.10 Prognosis
Pasien dengan AFE memiliki prognosis yang buruk. Sampai saat ini, AFE
tidak dapat diprediksi maupun dicegah. AFE tetap menjadi salah satu komplikasi
kehamilan yang paling ditakuti dan yang paling lethal. Prognosis dan mortalitas
AFE telah membaik secara signifikan dengan early diagnosis dan penanganan
resusitasi yang cepat dan tepat. Meskipun mortalitas telah menurun, morbiditas
tetap tinggi dengan sequel yang berat, terutama kerusakan neurologis.
Kunci agar prognosis yang baik adalah identifikasi pasien dengan risiko
tinggi AFE. Pada beberapa kasus, kematian tidak dapat dihindari meskipun
dengan penanganan yang cepat dan tepat. Meskipun terdapat perkembangan
pengetahuan yang baru tentang sindrom ini, AFE tetap menjadi penyakit
catastrophic yang memerlukan high index of suspicion, pendekatan multidisiplin,
dan usaha resusitasi yang cepat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Pada laporan-laporan National Registry, angka kematian ibu adalah 60
persen. Di data dasar 1,1 juta persalinan di California, hanya seperempat kasus
yang dilaporkan yang meninggal. Sementara, data lain dari China menyatakan
dari 38 kasus, hampir 90 persen wanita dengan kasus ini meninggal. Kematian
dapat terjadi sangat cepat, dan diantara 34 wanita yang meninggal dalam
penelitian di China, 12 wanita meninggal dalam waktu 40 menit. Kelainan
neurologis yang parah sering terjadi ada mereka yang selamat. Diantara para
wanita yang dilaporkan ke National Registry mengalami henti jantung disertai
gejala-gejala awal, hanya 8 persen yang selamat tanpa mengalami kelainan
neurologis. Hasil akhir juga buruk bagi janin. Kelompok wanita yang selamat
tersebut dan dikaitkan dengan interval henti jantung sampai kelahiran. Angka
ketahanan hidup neonatus keseluruhan adalah 70%, tapi hampir separuh penderita
kelainan neurologis residual.
20
BAB III
KESIMPULAN
Emboli air ketuban merupakan salah satu penyebab syok dalam obstetric
yang bukan disebabkan karena perdarahan. Penyebabnya adalah masuknya air
ketuban melalui vena endoserviks atau sinus vena yang terbuka di daerah tempat
perlekatan plasenta. Masuknya air ketuban yang mengandung rambut lanugo,
verniks kaseosa dan mekonium ke dalam peredaran darah ibu akan menyumbat
pembuluh-pembuluh kapiler dalam paru-paru ibu, menimbulkan reaksi anafilaksis
dan gangguan pembekuan darah.
Gejala permulaan yaitu penderita tampak gelisah, mual, muntah dan
disertai takikardi dan takipnea, diikuti dyspnea dan sianosis. Tekanan darah
menurun, nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun disertai nistagmus dan
kadang-kadang timbul kejang tonik-klonik. Penyumbatan kapiler paru-paru
tersebut akan menimbulkan edema paru-paru yang luas dan akhirnya
mengakibatkan gagal jantung. Komplikasi yang lain adalah terjadinya gangguan
pembekuan darah. Karena mortalitasnya yang sangat tinggi, di mana dalam 60
menit pertama dapat mencapai 50%, maka diperlukan tindakan yang cepat dan
tepat.
Terdapat tiga tujuan utama terapi yaitu oksigenasi, mempertahankan
cardiac output dan tekanan darah, dan koreksi koagulopati. Segera setelah
keadaan ibu stabil, fokus perhatian ditujukan pada kelahiran bayi. Jika fetus telah
matur dan belum dilahirkan pada saat maternal cardiac arrest, seksio cesarean
harus dilakukan sesegera mungkin. Jika resusitasi ibu tidak berhasil, emergency
bedside seksio cesarean diperlukan untuk menyelamatkan janin. Semakin segera
setelah maternal cardiopulmonary arrest fetus dilahirkan, semakin baik prognosis
fetus.
Berdasarkan National Registry, angka kematian ibu adalah sebesar 60%.
Mortalitas fetal sekitar 21% dan 50% dari yang berhasil selamat mengalami
kerusakan neurological permanen. Oleh karena itu, kunci agar prognosis yang
baik adalah identifikasi pasien dengan risiko tinggi AFE.
21
DAFTAR PUSTAKA
Seto Martohoedoso, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa Lain pada Persalinan, In:
Ilmu Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin,
Trijatmo Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2008 : 672-673.
Suwardjono Surjaningrat, Abdul Bari Saifuddin. Kematian Maternal, In: Ilmu
Kebidanan, 3rd edition, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin,
Trijatmo Rachimhadhi, eds. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2008 : 22-27.
Perozzi, Katherine J., Englert, Nadine C. 2004. Amniotic Fluid Embolism An
Obstetric Emergency. Aacnjournals.
http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf. Diambil tanggal
04/10/10
Skerman, Jonathan H, Rajab, Khalil E. 2003. Amniotic Fluid Embolism. Kuwait
Medical Journal. http://www.kma.org.kw/KMJ/Issues/jun2003/KMJ
%20June%202003.PDFs/Review%20Article/Amniotic%20Fluid
%20Embolism.pdf. Diambil tanggal 04/10/10
Toy, Harun. 2009. Amniotic Fluid Embolism. European Journal of General
Medicine. http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf. Diambil tanggal
05/10/10