LUQMAN KARIEM
118290075
2021
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kerja Praktik yang berjudul “Analisis Tingkat Bahaya Bencana Angin
Putting Beliung di Kota Bogor” adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum
pernah dibuat dan diserahkan sebelumnya, baik sebagian ataupun seluruhnya, baik
oleh saya ataupun orang lain, baik di Institut Teknologi Sumatera maupun di
institusi pendidikan lainnya.
Luqman Kariem
118290075
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis mengucapkan kepada Allah SWT, atas
rahmat dan hidayah serata karunianya-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
kerja praktik yang berjudul “Analisis Tingkat Bahaya Bencana Angin Putting
Beliung di Kota Bogor” yang merupakan hasil secara tertulis dari kerja praktik
yang diikuti penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kerja praktik ini tidak terlepas
dari banyak pihak yang memberi bantuan, do’a, saran dan kritik sehingga dapat
terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua keluarga dan saudara penulis yang telah mendukung dan
memberikan do’a.
2. Ibu Alfiah Rizky Diana Putri, S.T., M.Eng., selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran demi membantu penulis.
3. Bapak Anjar Apriyana selaku secretaris BPBD Kota Bogor.
4. Bapak Sonny selaku pembimbing lapangan selama kerja praktik di BPBD
kota Bogor.
5. Bapak Ibu staff BPBD Kota Bogor yang telah ikut memberikan
pengetahuan serta pengalaman untuk penulis.
Maksud dan tujuan penyusunan Laporaan Kerja Praktik ini adalah untuk
melengkapi persyaratan kelulusan pada mata kuliah kerja praktik pada program
studi Sains Armosfer dan Keplanetan, Jurusan Sains di Institut Teknologi
Sumatera. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman serta pengetahuan penulis. Oleh
karena itu, sangat diharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak.
Luqman Kariem
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Struktur Organisasi BPBD Kota Bogor (BPBD Kota Bogor) ............4
Gambar 2. 2 Total Kejadian Bencana di Kota Bogor Bulan Desember Tahun 2018
(PB: Puting beliung, RB: Rumah Roboh, K: Kebakaran, TL: Tanah Longsor, B:
Banjir dan PT: Pohon Tumbang) (BPBD Kota Bogor) ...........................................6
Gambar 2. 3 Tampilan ArcGIS 10.3.1 .....................................................................8
Gambar 3. 1 Lokasi BPBD Kota Bogor (Google Maps, 2021) .............................11
Gambar 3. 2 Diagram Alir Pelaksanaan Kerja Praktik ..........................................16
Gambar 4. 1 Peta Curah Hujan Kota Bogor...........................................................17
Gambar 4. 2 Peta Suhu Permukaan Kota Bogor ....................................................18
Gambar 4. 3 Peta Kemiringan Lereng Kota Bogor ................................................19
Gambar 4. 4 Peta Tutupan Lahan Kota Bogor .......................................................21
Gambar 4. 5 Peta Tingkat Bahaya Bencana Angin Puting Beliung.......................22
Gambar 4. 6 Peta Kejadian Angin Puting Beliung Kota Bogor (2018-2020) .......25
BAB I
PENDAHULUAN
1
wilayah Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
karakteristik curah hujan, suhu permukaan, kemiringan lereng dan penutupan
lahan, analisis tingkat bahaya bencana angin puting beliung, serta upaya mitigasi
bencana angin puting beliung di Kota Bogor.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Instansi
2.1.1 Sejarah
BPBD Kota Bogor, lembaga pemerintah non-departemen yang
melaksanakan tugas penanggulangan bencana alam di daerah Kota Bogor dan
juga menghasilkan data bencana alam yang cepat dan tepat bagi para masyarakat
untuk sarana informasi bencana terbaru.
Sejalan dengan paradigma penanggulangan bencana terkini dan nafas
otonomi daerah, desentralisasi penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan solusinya. Prinsipnya, harus ada kejelasan dalam pembagian
kewenangan penanggulangan bencana, sumber pembiayaan yang memadai untuk
melaksanakan kewenangan, dan upaya untuk memberdayakan masyarakat dan
dunia usaha. Pemerintah berperan dalam :
a. menyusun peraturan/hukum untuk melindungi masyarakat dari bahaya
yang mengancam dan dampak bencana;
b. mengatur kewenangan dan tanggung jawab penanggulangan bencana;
c. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana yang sesuai
dengan prinsip-prinsip penanggulangan bencana: cepat dan tepat,
prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan berhasil guna,
transparan dan akuntabel, serta kemitraan;
d. menjamin upaya pengurangan risiko bencana terintegrasi dalam program
pembangunan;
e. membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta dalam
penanggulangan bencana.
Pasal 5 UU no 24 Tahun 2007, tentang pemerintah dan pemerintah daerah
menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Pasal 18 Ayat 1, tentang: pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Berdasarkan ketentuan pada kedua pasal yang dijabarkan pada paragraf
sebelumnya, maka pemerintah Kota Bogor telah menetapkan peraturan daerah No
3 tahun 2014 tentang organisasi dan tata kerja BPBD Kota Bogor, serta PerWali
No 75 Tahun 2014 tentang tugas pokok, fungsi, tata kerja dan uraian tugas jabatan
3
struktural di lingkungan BPBD, dan untuk pengisian Jabatan struktural BPBD
Kota Bogor telah di lantik pada tanggal 30 januari 2015.
Visi:
Ketangguhan masyarakat Kota Bogor dalam menghadapi bencana.
Misi:
a. Melindungi masyarakat Kota Bogor dari ancaman bencana, melalui
pengurangan resiko berbasis pastisipasi masyarakat;
b. Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal;
c. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinir, dan menyeluruh.
Struktur organisasi BPBD Kota Bogor berdasarkan Perda Kota Bogor No.3
Tahun 2014 dijabarkan pada gambar 2.1. BPBD Kota Bogor dipimpin oleh
Kepala Pelaksana di bawah Kepala Sekretaris Daerah dan terdiri dari 3 seksi:
Pencegahan & Kesiapsiagaan, Kedaruratan & Logistik, dan Rehabilitasi &
Rekonstruksi.
4
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Bencana
Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara alami maupun karena
akibat dari aktivitas manusia yang menimbulkan kerugian korban jiwa, material
maupun sosial [4]. Bencana merupakan konsekuensi negatif dari bahaya (hazard)
dan kerentanan (vulnerability). Kejadian bencana dan kerugian akibat bencana
meningkat secara drastis dalam beberapa dekade terakhir [5]. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai bencana,
jika peristiwa tersebut menimbulkan kerugian bagi manusia [6]. Tingkat kerugian
akibat bencana bergantung kepada jenis kejadian, frekuensi, magnitud dan
komponen risiko yang terpapar.
Pada tahun 2012 Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional
(BNPB), mengklasifikasikan bencana ke dalam 13 jenis, yaitu gempa bumi,
Tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung api, gelombang ekstrim dan
abrasi, cuaca ekstrim, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, kebakaran gedung
dan pemukiman, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi dan konflik sosial
[7]. Hal itu diperkuat oleh United Nations Office for Disaster Risk Reduction [8]
yang mengklasifikasikan fenomena yang berpotensi mengakibatkan bencana
menjadi tiga jenis, yaitu hidrometeorologis (hydrometeorological), geologis
(geological) dan biologis (biological). Kedua klasifikasi tersebut menggambarkan
betapa banyaknya kejadian yang berpotensi menjadi bencana.
2.2.2 Angin Puting Beliung
Fenomena angin puting beliung [9] adalah angin kencang yang berputar
yang keluar dari awan Cumulonimbus dengan kecepatan lebih dari 34,8 (tiga
puluh empat koma delapan) knots atau 64,4 (enam puluh empat koma empat)
kilometer (km)/jam dan terjadi dalam waktu singkat.
Bencana angi puting beliung jika ditinjau berdasarkan klasifikasi menurut
BNPB, maka termasuk dalam fenomena cuaca ekstrim, sedangkan berdasarkan
klasifikasi UNISDR termasuk ke dalam fenomena hidrometeorologis. Puting
beliung merupakan angin ribut yang identik dengan pusaran berbentuk seperti
corong yang bergerak dengan kecepatan tinggi dan memiliki daya rusak tinggi
bagi wilayah yang dilaluinya [10]. Bencana putting beliungmerupakan bencana
5
yang relatif tinggi angka kejadiannya, dari data BNPB menyebutkan bahwa
bencana Puting beliung memberikan sumbangan sebesar 21% dari semua bencana
yang ada di Indonesia [11].
Gambar 2. 2 Total Kejadian Bencana di Kota Bogor Bulan Desember Tahun 2018
(PB: Puting beliung, RB: Rumah Roboh, K: Kebakaran, TL: Tanah Longsor, B:
Banjir dan PT: Pohon Tumbang) (BPBD Kota Bogor)
Angin puting beliung sebenarnya bersifat lokal ditinjau dari lokasi kejadian
dan dampak yang ditimbulkan. Namun demikian, kejadian tersebut telah
menimbulkan banyak kerugian baik secara material maupun non material [12]. Di
antara bencana hidrometeorologi bencana angin puting beling merupakan salah
satu bencan yang mempunyai ancaman besar hingga dapat merenggut korban jiwa
sehingga patut mendapatkan perlakuan yang khusus. Pada akhir tahun 2018 di
wilayah Kota Bogor sempat mengalami bencana angin puting beliung hingga 12
kali di setiap kelurahan, sebaran kejadian bencana hidrometeorologi di Kota
Bogor pada bulan Desember (2018) dapat dilihat pada gambar Gambar 2.2
Penyebab puting beliung terbentuk karena adanya bentrokan antara udara
hangat yang lembap dengan udara dingin yang kering. Udara dingin yang lebih
padat didorong oleh udara hangat,reaksi yang terjadi biasanya menghasilkan badai
petir. Udara hangat naik melalui udara yang lebih dingin, menyebabkan aliran
udara ke atas. Aliran udara keatas atau updraft akan mulai berputar jika kecepatan
atau arah angin berubah tajam.
Saat updraft berputar, yang disebut mesocycle, ia menarik lebih banyak
udara hangat dari badai yang bergerak dan kecepatan rotasinya meningkat. Udara
dingin yang diumpankan oleh aliran jet atau gelombang angin yang kuat di
atmosfer, memberikan lebih banyak energi. Tetesan air dari udara lembap
6
mesocyclone membentuk awan corong. Corong terus berkembang dan akhirnya
turun dari awan. Saat menyentuh tanah, hal ini menjadi angin puting beliung.
Angin puting beliung merupakan bencana alam dan sulit diprediksi kapan
akan terjadi dan dapat menimbulkan korban jiwa manusia, kerusakan atau
kerugian harta benda dan dampak psikologis. Dampak terjadinya angin puting
beliung antara lain adalah rusaknya rumah dan infrastruktur daerah yang terkena,
timbulnya korban jiwa manusia, rusaknya kebun-kebun warga, adanya kerugian
material, banyaknya puing-puing dan sampah yang terbawa dan berserakan, serta
terganggunya kegiatan ekonomi.
2.2.3 Mitigasi bencana
Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana).
Tujuan dari mitigasi bencana adalah untuk mengurang dari dampak yang
ditimbulakan, khususnya bagi masyarakat.selain itu juga meningkatkan
pengetahuan masyarakat dalam menghadapi serta mengurangi dampak atau resiko
bencan, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja dengan aman.
Kesiapsiagaan merupakan proses yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna (Undang-Undang No. 24 Tahun 2007). Sesuai dengan peraturan
kepala BNPB tentang Pengurangan risiko bencana merupakan bagian penting
dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, sebagai upaya proaktif dalam
mengelola bencana. Pada bulan Desember Tahun 2003, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi resolusi 57/254 untuk
menempatkan Dekade Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan mulai Tahun
2005-2014, dibawah kordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan risiko
bencana, menjadi sebab awal bagi cita – cita menjadikan masyarakat kuat yang
tanggap dan tangguh bencana.
2.2.4 ArcGis
Perangkat lunak (Software) yang dapat digunakan dalam pengelolaan peta,
diantaranya adalah Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Pengindraan Jauh. SIG
7
merupakan suatu sistema pengolahan berbasis komputer yang digunakan untuk
mengolah, menyimpan, menganalisis, dan mengaktifkan atau memangggil
kembali data yang memiliki referensi untuk berbagai tujuan yang berkaitan
dengan pemetaan. ArcGIS merupakan salah satu diantara sekian banyak perangkat
lunak yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografis. ArcGIS memiiki
kemampuan yang tinggi dalam pembuatan peta digital hungga análisis spasial.
8
permukaan bidang datar dalam suatu periode tertentu (harian, mingguan,
bulanan, atau tahunan) [13]
B. Suhu Permukaan
Definisi suhu permukaan tergantung pada definisi objek yang diukur.
Secara umum suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu bagian terluar
dari suatu objek. Suhu permukaan vegetasi dapat dipandang sebagai suhu
permukaan kanopi tumbuhan dan suhu permukaan pada tubuh air
merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Pada saat permukaan suatu
benda menyerap radiasi, suhu permukaannya belum tentu sama. Hal ini
tergantung pada sifat fisis objek pada permukaan tersebut. Sifat fisis objek
tersebut diantaranya: emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas
termal [14].
Pada SIG suhu permukaan lahan (land surface temperature) dapat
didefinisikan sebagai suhu permukaan rata-rata dari suatu permukaan yang
digambarkan dalam satuan piksel dengan berbagai tipe permukaan.
Besarnya suhu permukaan dipengaruhi oleh panjang gelombang. Panjang
gelombang yang paling sensitif terhadap suhu permukaan adalah inframerah
termal. Suhu permukaan lahan merupakan salah satu parameter
keseimbangan energi dan variabel klimatologis yang utama. Besarnya suhu
permukaan lahan tergantung pada kondisi parameter permukaan lainnya,
seperti albedo, kelembaban permukaan dan tutupan lahan serta kondisi
vegetasi [14].
C. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dapat didefinisikan sebagai suatu lereng yang
membentuk suatu sudut baik dalam satuan derajat maupun persentase antara
satu bidang tanah yang datar dengan bidang tanah lainnya yang berada pada
posisi yang lebih tinggi Semakin curam lereng aliran permukaan akan
semakin besar tanah yang banyak mengandung bahan organik yang turut
terangkut dan terbawa ke tempat yang lebih rendah.
Curam kemiringan lereng, semakin meningkat jumlah dan kecepatan
aliran permukaan, sehingga dapat memperbesar energi kinetik dan mampu
meningkatkan kemampuan untuk mengangkut butir tanah. Faktor
9
kemiringan lereng merupakan perbandingan antara besarnya erosi dari
sebidang tanah dengan panjang lereng dan kecuraman lereng tertentu
terhadap erosi sebidang tanah [15].
Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), dihitung menggunakan
Persamaan 2.1 [15].
𝜆
𝐿𝑆 = √100 (1,38 + 0,965 𝑆 + 0,138 𝑆 2 ) (2.1)
dengan
LS = faktor panjang dan kemiringan lahan;
S = kemiringan lahan (%)
L = panjang lereng (m)
Tabel 2. 1 Klasifikasi Kemiringan Lereng
Kelas Kemiringan Klasifikasi
1 0-8% datar
2 8-15% landai
3 15-25% agak curam
4 25-45% curam
5 ≥ 45% sangat curam
D. Penutupan Lahan
Syahbana [16] menjelaskan bawa tutupan lahan merupakan perwujudan
secara fisik atau visual dari vegetasi, benda alam, dan sensor budaya yang
ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap
objek tersebut. Definisi tutupan lahan (land cover) sangat penting karena
penggunaannya yang sering disamakan dengan istilah penggunaan lahan
(land use). Tutupan lahan dan penggunaan lahan memiliki beberapa
perbedaan mendasar. Menurut penjelasan, penggunaan lahan mengacu pada
tujuan dari fungsi lahan, misalnya tempat rekreasi, habitat satwa liar atau
pertanian sedangkan tutupan lahan mengacu pada kenampakan fisik
permukaan bumi seperti badan air, bebatuan, lahan terbangun, dan lain-lain.
10
BAB III
PELAKSANAAN KERJA PRAKTIK
11
3.3 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian termasuk data sekunder yang
dikumpulkan dari instansi terkait melalui website yang disediakan instansi. Data
tersebut adalah peta RBI Kota Bogor dengan format shp yang di ambil dari
website indonesia-geospasial.com yang diterbitkan oleh badan informasi
geospasial, peta curah hujan bulanan Indonesia selama 10 tahun (2011-2020)
dengan format bil yang diambil dari data CHIRPS
(https://data.chc.ucsb.edu/products/CHIRPS-2.0/), data suhu permukaan dari
BMKG Kota Bogor dan data DEM dengan titik acuan kota bogor yang di ambil
dari website USGS melalui data satelit SRTM. Data yang digabung menjadi peta
rawan bencana putting beliung dibandingkan dengan data kejadian puting beliung
di Kota Bogor. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan
data kejadian puting beliung di Kota Bogor adalah teknik dokumentasi. Teknik
dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan mencari data variabel
penelitian yang berupa catatan, transkrip, dan sebagainya [17].
Tabel 3. 1 Data Penelitian
Data Tipe File Sumber Lokasi Pengunduhan
Peta Administrasi Shapefile Ina- indonesia-geospasial.com
Kota Bogor (SHP) Geoportal
Curah Hujan Raster (bil) CHIRPS https://data.chc.ucsb.edu/pro
ducts/CHIRPS-2.0/
Suhu Permukaan Tabel Excel BMKG https://dataonline.bmkg.go.i
(xlsx) d/home
Kemiringan Lereng Raster (tif) USGS https://earthexplorer.usgs.go
v
Tutupan Lahan Shapefile Ina- indonesia-geospasial.com
(SHP) Geoportal
Kejadian puting Microsoft BPBD -
beliung di Kota Excel Kota
Bogor Bogor
12
3.4 Metode Penelitian
Sesuai data yang di ambil data maka penelitian ini termasuk ke dalam jenis
penelitian kuantitatif. jenis penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol [17]. Jika
dilihat dari permasalahan penelitian ini, jenis penelitian termasuk kedalam sebagai
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha
untuk memecahkan dan menyelesaikan maslah berdasarkan pada data-data yang
tersedia,sehingga dapat melakukan pengelolahan data, analisis data serta
interpretasi data [18].
13
26 – 30℃ 3 0,20
21 – 26℃ 4 0,13
≤ 20℃ dan > 40℃ 5 0,07
3 Kemiringan lereng 0 – 8% 0,351 1 0,33
>8 – 15% 2 0,27
>15 – 25% 3 0,20
>25 – 45% 4 0,13
>45% 5 0,07
4 Penutup lahan Tanah terbuka 0,351 1 0,33
Sawah, ladang 2 0,27
Semak belukar 3 0,20
Perkebunan, permukiman 4 0,13
Hutan, badan air 5 0,07
Skor hasil tumpang susun merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan
kelas pada klasifikas tingkat bahaya angin puting beliung. Tingkat bahaya angin
puting beliung dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu rendah, sedang dan tinggi.
Kelas bahaya ditentukan berdasarkan nilai interval yang dihitung dengan
menggunakan Persamaan 3.2
(𝑨 − 𝑩)
𝒊=
𝒏
𝑪 = (𝑩 + 𝒊); 𝑫 = (𝑪 + 𝒊) (3.2)
14
dengan
i = Lebar interval (nilai selisih rawan)
n = Jumlah kelas kerawanan
A = Nilai rawan maksimum
B = Nilai rawan minimum
C = Nilai maksimum rawan tingkat rendah
D = Nilai maksimum rawan tingkat sedang
Dari Persamaan 3.2 didapatkan nilai interval kelas bahaya untuk dimasukan
kedalam klasifikasi peta tingkat bahaya bencana angin puting beliung (tabel 3.2).
15
3.5 Diagram Alir
Berikut merupakan diagram alir selama berlangsungnya keerja praktik.
Mulai
Mendapatkan Hasil
Persentasi hasil
Selesai
16
BAB IV
HASIL PEMBELAJARAN
17
Tabel 4. 1 Pembagian Luas Curah Hujan Kota Bogor
Curah Hujan Luas (Ha) Luas (%)
4203 - 4459 mm 1545,35 13,74
4495 - 4597 mm 2664,02 23,68
4597 - 4722 mm 3294,68 29,29
4722 - 4850 mm 2548,11 22,65
4850 - 5041 mm 1195,90 10,63
Total 11248,06 100,00
18
terbilang sedikit rendah bila dirasai pada klasifikasi pada Tabel 3.2 mungkin ini
selaras dengan curah hujan yang begitu tinggi yang mengakibatkan sering
terjadinya hujan di Kota Bogor, yang menyebabkan suhu permukaan turun.
19
pada Gambar 4.3. Data kemiringan lereng di ambil dari web USGS yang
kemudian diolah pada software ArcGIS.
Wilayah Kota Bogor didominasi dengan kemiringan lereng 0-8% (datar) yaitu
seluas 8242.90 Ha atau sekitar 73% wilayah Kota Bogor serta 8-15% (landai)
seluas 19%, 15-25% (agak curam) seluas 5%, 25-45% (curam) seluas 1% dan
>45% (sangat curam). Total luas wilayah Kota Bogor sebesar 11247 hektar, dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Dari Ilustrasi pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.3, terlihat
bahwa Kota Bogor relatif datar. Kemiringan lereng yang tinggi di Kota Bogor
umumnya ada pada daerah pegunungan. Bila mengacu pada pembobotan pada
Tabel 3.2 , memiliki pengaruh yang lumayan kuat untuk bencana puting beliung.
20
4.4 Penutupan Lahan
1) Tanah kosong;
3) Semak belukar;
Sebaran penutupan lahan di wilayah Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.4.
dan pembagian luasnya dijabarkan pada Tabel 4.4. Seperti yang terlihat pada
Tabel 4.4, wilayah Kota Bogor didominasi oleh permukiman yaitu sekitar 66%
wilayah Kota Bogor atau seluas 7485 hektar, wilayah Kota Bogor termasuk ke
dalam daerah yang berpenduduk padat.
21
Tabel 4. 4 Pembagian Luas Tutupan Lahan Kota Bogor
Tutupan Lahan Luas (Ha) Luas (%)
Danau/Situ 5,39 0,05
Gedung/Bangunan 38,50 0,34
Perkebunan/Kebun 1188,45 10,56
Permukiman dan Tempat Kegiatan 7485,58 66,54
Sawah 1381,91 12,28
Semak Belukar 148,95 1,32
Sungai 116,60 1,04
Tanah Kosong/Gundul 271,42 2,41
Tegalan/Ladang 613,77 5,46
Total 11250,58 100,00
22
(berdasarkan Persamaan 3.1 dan 3.2) dibuatlah tiga klasifikasi kerawanan puting
beliung di Kota Bogor. Dapat dilihat pada Gambar 4.5
Penelitian ini membagi peta rawan bencana angin puting beliung menjadi tiga
kelas yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.5 tingkat
rawan rendah mendominasi wilayah Kota Bogor seluas 6898 hektar atau sekitar
61% dari wilayah Kota Bogor. Tingkat rawan sedang seluas 32% wilayah Kota
Bogor dan 5% dari wilayah Kota Bogor merupakan rawan tingkat tinggi artinya,
wilayah tersebut yang harus lebih mewaspadai terjadinya angin puting beliung.
Luas wilayah Kota Bogor dengan tingkat bahaya angin puting beliung yang tinggi
sebesar 5.9%. daerah dengan tingkat bahaya bencana angin puting beliung pada
wilayah Kota Bogor memiliki karakteristik kemiringan lereng 0-8% (datar)
dengan jenis penutupan lahan berupa sawah dan tanah kosong, memiliki curah
hujan >2.500 mm/tahun, serta suhu permukaan 21-25℃. Menurut hasil penelitian
yang dilakukan oleh Bahri (2014) di Kabupaten Bondowoso, Provinsi Jawa Timur
yang melakukan analisis terhadap empat desa dengan frekuensi kejadian angin
puting beliung yang tertinggi, menemukan bahwa keempat desa, memiliki
kemiringan lereng 0-8%, memiliki suhu permukaan 30-35℃, serta didominasi
oleh penutupan lahan berupa sawah. Hal ini sesuai dengan karakteristik daerah
rawan bencana puting beliung yang dihasilkan pada peta kerawanan bencana di
Kota Bogor.
Selanjutnya, di Kota Bogor luas wilayah dengan tingkat bahaya sedang sebesar
32.29%. Daerah ini umumnya memiliki karakteristik kemiringan lereng 0-8%
(datar) dan 8-25% (landai), lalu terdapat jenis penutupan lahan berupa
23
permukiman, sawah, semak belukar dan ladang dengan curah hujan yang sangat
tinggi dan suhu permukaan yang sedang. Bila dibandingkan penelitian yang
dilakukan Nur Syafitri, dkk 2021 [19] untuk melakukan analisis tingkat rawan
angin puting beliung di wilayah Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan
dengan tingkat rawan sedang, daerah dengan tingkat rawan sedang tersebut
memiliki karakter kemiringan lereng antara 8-25% atau bentuk permukaan landai
hingga agak curam, lalu terdapat jenis penutupan lahan berupa permukiman,
perkebunan dan semak belukar dengan curah hujan dan suhu permukaan yang
sedang. Bila dibandingkan dengan penelitian tersebut, hasil pemetaan kerawanan
bencana angin puting beliung di Kota Bogor memiliki kesesuaian pada parameter
kemiringan lereng, suhu permukaan, dan tutupan lahan meskipun kurang sesuai
pada parameter curah hujan, sehingga hasil penelitian ini dan penelitian Nur
Syafitri dkk, mengalami kemiripan
Sedangkan untuk luas wilayah tingkat bahaya rendah sebesar 61.82% dari
keseluruhan wilayah Kota Bogor. Umumnya wilayah beresiko puting beliung
rendah memiliki karakteristik jenis tutupan lahan berupa permukiman dan
memiliki bentuk permukaan datar hingga landau. Hampir seluruh wilayah Kota
Bogor memikiki bentuk permukaan datar serta suhu permukaan yang sedang,
menyebabkan klasifikasi tingkat bahaya puting beliung rendah yang bernilai
besar.
24
4.6 Sebaran Kejadian Angin Puting Beliung
25
Data ini diambil langsung dari tempat penulis dan tim melakukan kerja praktik
yaitu BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Bogor. Sekalipun
menggunakan data dari tahun 2018-2020 kejadian bencana angin puting beliung
terbilang jarang, karena dalam rentang waktu tiga tahun tersebut hanya terjadi 16
kali bencana angin puting beliung. Daerah-daerah yang terkena angin puting
beliung dapat dilihat pada Tabel 4.7
Jika meninjau peta rawan bencana angin puting beliung yang telah dibuat
(Gambar 4.7) dan kejadian angin puting beliung (2018-2020) (Gambar 4.6)
hampir semua kejadian berada pada daerah rawan kelas rendah. Hal ini bisa
disebabkan oleh kurang validan peta rawan bencana yang telah dibuat, baik dari
segi kurangnya parameter untuk menghasilkan peta rawan bencana puting beliung
yang lebih akurat untuk wilayah Kota Bogor, atau pembobotan parameter yang
dapat diperbaiki untuk wilayah Kota Bogor dengan menggunakan data historis
bencana puting beliung. Meskipun begitu daerah pembanding hasil klasifikasi
dengan penelitian Nur Syafitri dkk [19] yang cukup sesuai, dapat pula diambil
kesimpulan bahwa kejadian puting beliung adalah kejadian yang langka terjadi,
dan mungkin wilayah Kota Bogor cukup berbeda dengan wilayah penelitian
sebelumnya atau kemungkinan dengan data historis yang lebih banyak.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang tingkat bahaya
bencana angin puting beliung di Kota Bogor , dapat disimpulkan bahwa: karakter
fisik yang menjadi faktor umum penentu bahaya bencana angin putting beliung di
Kota Bogor yaitu curah hujan tahunan >2500 mm/tahun, suhu permukaan sedang
sekitar 21-25℃, kemiringan lereng berkisar 0-8% atau datar dan jenis penutup
lahan berupa tanah terbuka.
Wilayah Kota Bogor dengan rawan bencana angin puting beliung tingkat
rendah seluas 61.82% (6898.80Ha), tingkat sedang seluas 32.29% (3603.09 Ha),
dan untuk kerawanan tingkat tinggi seluas 5.90% (658.03 Ha).
Jika ditinjau dari peta rawan bencana angin puting beliung yang dihasilkan
pada penelitian ini dan kejadian angin putting beliung (2018-2020) di Kota Bogor,
hampir semua kejadian berada pada daerah rawan kelas rendah. Hal ini dapat
dimungkinkan karena kurangnya parameter untuk menghasilkan peta rawan
bencana puting beliung yang lebih akurat untuk wilayah Kota Bogor, perbedaan
pembobotan parameter pada kejadian puting beliung untuk Kota Bogor, kejadian
puting beliung yang langka, atau kurangnya data historis puting beliung di Kota
Bogor yang dapat digunakan untuk validasi.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya sangat di anjurkan untuk melakukan
pengkajian lebih lanjut terkait faktor yang mempengaruhi bahaya bencana angin
puting beliung dan menambahkan parameter agar hasilnya menjadi lebih akurat.
Selain itu, koreksi pada bobot bisa diperiksa untuk menghasilkan peta yang lebih
akurat dengan 4 parameter yang sama. Data historis yang lebih lebar perlu
digunakan untuk menambah jumlah kejadian puting beliung untuk validasi peta
kerawanan bencana. Kemudian untuk melakukan penelitian yang serupa
disarankan untuk menggunakan laptop/komputer yang lebih mumpuni untuk
menghindari lag dan hang saat proses pengolahan data.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
[13] Suroso. 2006. Analisa Curah Hujan untuk Membuat Kurva Intensity-Duration
Frequency (IDF) di Kawasan Rawan Banjir Kabupaten Banyumas, Jurnal Teknik
Sipil, Volume 3 No.1.
[14] Atikah, 2018. “ESTIMASI SUHU PERMUKAAN LAHAN DI KABUPATEN
ACEH BARAT MENGGUNAKAN SALURAN TERMAL CITRA LANDSAT”.
[15] Setiarno dkk. 2019. Penuntun Praktikum Konservasi Tanah dan Air. Universitas
Palangka Raya. Palangka Raya
[16] Syahbana, M. I. 2013. Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Dengan Metode
Object Based Image Analysis. Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut Teknologi
Bandung: Bandung.
[17] Siyoto, Sandu dan Ali Sodik. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta:
Literasi Media Publishing.
[18] Narbuko, C. dan A. Achmadi. 2015. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
[19] Syafitri, N. A., Maru, R., Invanni, I. 2021. Analisis Tingkat Bahaya Bencana
Angin Puting Beliung Berbasis Sistem Informasi Geografis Di Kabupaten
Sidenreng Rappang. Jurnal Environmental Science. 3 (2):128-139.
29
LAMPIRAN A
Logbook Kerja Praktik
Hari,
No. Kegiatan yang Dilakukan TTD Pembimbing Lapangan
Tanggal
Bertemu dengan pembimbing
Mengenal staf-staf yang ada
di BPBD dan sekaligus
penempatan di pusdalops.
Penjelasan SOP BPBD
Rabu, 21 Pengenalan dan diskusi
1.
Juli 2021 dengan pusdalops (regu 1)
ISHOMA
Membantu pekerjaan BPBD
packing peralatan covid ke
dalam truk
Diskusi dengan pembimbing
Keliling BPBD Kota Bogor
dan pengenalannya
30
Diskusi dan bimbingan
dengan pusdalops regu 3
Senin, 26
4.
Juli 2021 ISHOMA
Diskusi dengan pembimbing
Pengambilan data
kebencanaan (tanah longsor,
Selasa, 27 banjir, angin puting beliung)
5.
Juli 2021
ISHOMA
Diskusi dengan pembimbing
Pengolahan data
Senin, 2
Ikut mengirim peti mati ke
7. Agustus
Gedung kewanitaan
2021
ISHOMA
31
Membantu dan belajar
Senin, 9 merekap data peralatan covid-
10. Agustus 19
2021
ISHOMA
Pengolahan data
Selasa, 10
Membantu mempacking
11. Agustus
peralatan covid-19
2021
Menyicil laporan
32
LAMPIRAN B
33
Gambar B. 3 Dokumentasi dengan Pembimbing Lapangan
34
Gambar B. 5 Mengirim Barang dengan Kendaraan Dinas
35