Anda di halaman 1dari 12

Industri Kelapa Sawit Sebagai Ekonomi Baru Pasca Tambang di Bangka

Belitung dalam Perspektif Ekologi

Cindy Julia Sari¹, Diyana Sriwahyuni², Wahyu Badharullah³

Universitas Bangka Belitung

Balun Ijuk, Merawang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung

Email : sindyjuliasari341@gmail.com, diyanasriwahyuni@gmail.com,


wahyubadharrullah@gmail.com

Abstrak

Adapun penelitian ini dilakukan dilatarbelakangi dengan banyaknya


kontroversi terkait dengan merebaknya industri kelapa sawit di Bangka Belitung
akhir-akhir ini. Dimana selain besarnya potensi dan kontribusi industri kelapa
sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah, industri ini disoroti karena dampak
yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan. Penelitian ini memiliki tujuan yakni
untuk menganalisis bagaimana kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap
deforestasi di Bangka Belitung, serta menganalisis perkebunan kelapa sawit
sebagai alternatif ekonomi baru pasca tambang dilihat melalui perspektif ekologi,
dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif serta data primer dan
data sekunder yang didapat melalui pengamatan langsung yang berlokasi di
Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan serta studi pustaka
(literature review). Meskipun dianggap memiliki andil yang besar dalam
kerusakan lingkungan (deforestasi hutan), melalui penelitian ini didapatkan fakta
bahwa perkebunan kelapa sawit tidak berkontribusi secara begitu signifikan
terhadap deforestasi di Bangka Belitung. Masalah industri kelapa sawit yang perlu
disoroti justru cenderung terletak pada aspek sosial yakni pada konflik aktor-aktor
yang terlibat, seperti ketimpangan produktivitas kelapa sawit antara perkebunan
rakyat dengan perkebunan perusahaan swasta, dan konflik lain seperti sengketa
lahan antara masyarakat dan perusahaan, permainan harga baik dalam aspek
penjualan bibit, perawatan ataupun hasil panen baik oleh aktor masyarakat,
perusahaan swasta ataupun pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk
mengendalikan sistem industri ini, yang menjadi sisi gelap dari industri kelapa
sawit. Sementara dalam aspek ekonomi, industri kelapa sawit jelas telah
memberikan keuntungan bagi perekonomian daerah, dilihat dari prospek ke
depannya industri kelapa sawit tentu cukup bisa menggantikan ekonomi
pertambangan di Bangka Belitung.

Kata Kunci : Industri Kelapa Sawit, Ekonomi, Ekologi

Pendahuluan

Sebagai negara yang dilimpahi anugerah berupa tanah yang subur, Indonesia
memiliki potensi yang besar dalam sektor pertanian dan perkebunan, sektor ini
memiliki kontribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi di negara ini.
Kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman yang dianggap menjadi salah
satu komoditi yang memiliki pengaruh besar terhadap pembangunan ekonomi
nasional saat ini.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari benua Afrika dan mulai masuk
ke Indonesia pada tahun 1948, bagian tanaman kelapa sawit yakni buahnya telah
menjadi komoditas perkebunan utama di Indonesia, tanaman ini memiliki potensi
besar untuk menjadi sumber energi baru biodiesel nabati yang tentunya menjadi
angin segar di tengah krisis minyak bumi yang semakin hari semakin berkurang.
Minyak yang dihasilkan kelapa sawit dinilai lebih unggul dibanding dengan
minyak nabati dari tanaman lain, yakni lebih tahan lama, lebih tahan terhadap
tekanan, serta toleransi terhadap suhu yang lebih tinggi (Surbakti, 2008).

Saat ini Indonesia menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang
dimana dalam kurun waktu kurang lebih 20 tahun luas kebun sawit di Indonesia
berkembang sangat pesat yang mana banyak tersebar di Kalimantan dan
Sumatera, namun selain kedua pulau tersebut Kepulauan Bangka Belitung juga
turut menyumbang produksi kelapa sawit yang cukup besar yang dapat dibuktikan
dengan adanya keberadaan beberapa perusahaan yang memproduksi dan
mengolah hasil perkebunan kelapa sawit seperti PT Sawindo Kencana, PT Bumi
Sawit Sukses Pratama (BSSP), PT BML, dan lainnya.
Selain itu semakin ketatnya regulasi terkait pertambangan timah yang telah
menjadi sektor utama dalam perekonomian masyarakat Bangka Belitung sejak
lama dan habitus masyarakat Bangka Belitung yang suka berkebun juga menjadi
faktor pendorong pergantian mata pencaharian masyarakat ke sektor perkebunan
kelapa sawit dan menyebabkan banyak munculnya perkebunan kelapa sawit
rakyat.

Namun meningkatnya industri kelapa sawit yang cukup menguntungkan bagi


perekonomian di Bangka Belitung ini diiringi pula dengan narasi-narasi yang
cukup besar terkait dengan bagaimana dampak dari adanya industri kelapa sawit
ini terhadap lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Kehadiran perkebunan
kelapa sawit yang semakin hari semakin meningkat dianggap sebagai dalang
utama berkurang atau bahkan hilangnya mayoritas hutan tropis di Indonesia yang
telah terkenal eksistensinya secara global, selain itu adanya pembukaan lahan
perkebunan kelapa sawit juga dinilai berkontribusi besar terhadap musnahnya
keragaman hayati di negara Indonesia ini. Tidak hanya itu, pertanyaan mengenai
bagaimana potensi industri kelapa sawit ini sebagai ekonomi baru pasca tambang
timah di Bangka Belitung yang telah dipenuhi kontroversi tentunya menjadi
sorotan utama bagi berbagai pihak serta menarik untuk dikaji secara lebih
mendalam.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis bagaimana kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap


deforestasi di Bangka Belitung.

2. Untuk menganalisis perkebunan kelapa sawit sebagai alternatif ekonomi baru


pasca tambang dilihat melalui perspektif ekologi
Studi Pustaka

Kontroversi meningkatnya industri kelapa sawit di Indonesia sejatinya memang


telah menuai banyak pro dan kontra dari berbagai pihak. Berbagai lapisan
masyarakat, baik yang awan bahkan yang ahli sekalipun turut menyuarakan
pendapat terkait perspektif mereka tentang kehadiran industri yang sedang
merebak ini. Terlepas dari perspektif manapun baik itu pro maupun kontra
terhadap kehadiran industri kelapa sawit ini, tentunya semua orang mengharapkan
adanya pembangunan industri kelapa sawit yang berkelanjutan dan lebih efisien
tentunya baik dalam aspek ekologi, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Menurut
Wawan Kurniawan, dengan adanya pembangunan industri kelapa sawit yang
berkelanjutan ini diharapkan mampu untuk meredam isu-isu yang mengatakan
bahwa kehadiran industri kelapa sawit ini hanya berdampak buruk terhadap
lingkungan yang meliputi penurunan kualitas udara, air, dan tanah hingga dinilai
turut berkontribusi terhadap isu pemanasan global (global warming) serta
perubahan iklim (climate change). Tidak hanya itu pembangunan industri kelapa
sawit yang berkelanjutan ini juga diharapkan mampu untuk mengendalikan
pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit sehingga dapat mengurangi
peningkatan deforestasi dan degradasi hutan, diperlukan upaya optimalisasi lahan
serta evaluasi lahan agar dapat meminimalisir terjadinya pembukaan lahan yang
eksploitatif dan meningkatkan kualitas produktivitas kelapa sawit (Apong
Sandrawati & Aldi Putra Guntara). Sedangkan berdasarkan data dari penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Jan Horas V. Purba dan Tungkot Sipayung,
industri kelapa sawit ini cukup efisien dalam berbagai aspek sehingga memiliki
potensi yang besar terhadap pembangunan berkelanjutan dan sama sekali bukan
pemicu utama deforestasi di Indonesia. Industri minyak sawit dinilai bersifat
inklusif dan dapat menarik perkembangan sektor-sektor lain, sementara dalam
aspek ekologi, perkebunan kelapa sawit berperan dalam pembangunan
berkelanjutan dengan menyumbang peranan sebagai penghasil oksigen dan
menyerap karbondioksida, meningkatkan biomassa lahan, serta mengurangi emisi
gas rumah kaca (Jan Horas V. Purba & Tungkot Sipayung).

Metode

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu metodologi


yang dimanfaatkan untuk prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
yakni data yang ditulis dengan menggunakan kata-kata secara lebih detail
(Bogdan & Taylor, 1975).

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dimana data dari
lapangan dianalisis, digambarkan serta diuraikan sehingga dapat dipahami oleh
pembaca. Data yang digunakan adalah data primer yang didapat dari pengamatan
langsung di lapangan yang berlokasi di Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten
Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah ini dipilih karena dianggap
memenuhi syarat sebagai sampel data karena banyaknya perkebunan sawit baik
milik pribadi (perkebunan kelapa sawit rakyat) maupun milik perusahaan swasta
di sekitar wilayah ini yang menyebabkan wilayah ini menjadi salah satu wilayah
sentra produksi kelapa sawit di Kabupaten Bangka Selatan, tidak hanya itu desa-
desa Kecamatan Simpang Rimba juga memiliki banyak lahan penambangan timah
baik itu yang sudah ditinggalkan maupun masih berlangsung, keberadaan industri
perkebunan kelapa sawit sekaligus pertambangan timah yang dominan satu sama
lain dalam cakupan wilayah ini menyebabkan Kecamatan Simpang Rimba
menjadi lokasi yang sangat tepat bagi kegiatan penelitian ini, selain itu juga
terdapat data sekunder yang digunakan yakni data-data yang didapat melalui studi
pustaka (literature review) berupa dokumen-dokumen tertulis yang berisikan data-
data terkait.

Hasil dan Pembahasan

Tidak dapat dipungkiri masuknya industri kelapa sawit di Indonesia terutama di


Kepulauan Bangka Belitung memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan
pendapatan dan pembangunan ekonomi baik daerah maupun nasional.

Perkebunan kelapa sawit mulai masuk ke sub-sektor pertanian di Bangka Belitung


pada tahun 1980-an dan terus meningkat hingga kini dan kemudian mulai
menggantikan lada, karet, bahkan timah sebagai komoditas utama masyarakat
Bangka Belitung.

Dalam skala perkebunan rakyat terdapat 69.000 hektare lahan yang telah
digunakan sebagai perkebunan sawit pada tahun 2018, sementara luas keseluruhan
areal perkebunan kelapa sawit di Bangka Belitung pada tahun 2018 telah
mencapai angka 224.514 hektar dan terus meningkat sebanyak 0,29% dalam
periode tahun 2018-2021.

Di provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri, produksi kelapa sawit banyak


berasal dari enam kabupaten dengan urutan pertama yaitu Kabupaten Bangka
Selatan dengan jumlah persentase mencapai 56,45%, disusul dengan Kabupaten
Bangka Barat dengan persentase 46,72%, kemudian Kabupaten Bangka dengan
jumlah persentase mencapai 31,01% pada tahun 2014. Melalui data dari stasiun
pengamat iklim Pangkalpinang ditunjukkan bahwa kondisi iklim di Kabupaten
Bangka Selatan terutama pada curah hujan tergolong cukup baik yang
menyebabkan berbagai komoditi pertanian dan perkebunan, salah satunya yaitu
kelapa sawit dapat bertumbuh dengan baik. Dalam lingkup wilayah Kabupaten
Bangka Selatan, Kecamatan Simpang Rimba dan Pulau Besar menjadi wilayah
sentra produksi kelapa sawit, sementara wilayah-wilayah lain yang dikembangkan
sebagai wilayah pendukung produksi kelapa sawit antara lain Kecamatan Air
Gegas, Tukak Sadai, Toboali, dan Lepar Pongok.

Menurut Jan Horas V. Purba & Tungkot Sipayung, industri minyak sawit
memiliki peran strategis dalam perekonomian makro-ekonomi Indonesia, seperti
contohnya sebagai penghasil devisa terbesar, sebagai lokomotif perekonomian
nasional, sebagai kedaulatan energi, sebagai pendorong sektor ekonomi
kerakyatan, serta penyerapan tenaga kerja.

Industri kelapa sawit sedikitnya telah menyerap 16 juta tenaga kerja, dan telah
berkontribusi sebanyak 15,6% dari total ekspor non migas pada tahun 2020, selain
itu industri ini juga telah menyumbang sebanyak 3,50% terhadap PDB Indonesia
(Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, 2021).

Konsumsi minyak kelapa sawit secara global yang kian meningkat mendorong
naiknya permintaan terhadap kelapa sawit sebagai bahan baku yang kemudian
membuat negara harus meningkatkan produksi untuk menyelaraskan peningkatan
permintaan ini. Hal ini membuktikan bahwa industri kelapa sawit memiliki
prospek yang sangat baik ke depannya.

Berdasarkan aspek sosial dan ekonomi industri kelapa sawit telah terbukti secara
empiris telah berkontribusi terhadap sumber devisa dan pendapatan negara,
pembangunan ekonomi daerah dan berperan dalam pembangunan pedesaan dan
menekan angka kemiskinan.

Meskipun memiliki dampak yang positif dalam aspek ekonomi sosial, industri
perkebunan kelapa sawit dianggap memiliki dampak yang buruk terhadap ekologi
seperti meningkatkan deforestasi dan degradasi hutan karena pembukaan lahan
untuk perkebunan kelapa sawit yang dapat mengganggu fungsi ekosistem dan
bencana kebakaran hutan dan lahan. Padahal dilihat dalam perspektif ekologi
perkebunan kelapa sawit juga turut berkontribusi pada pembangunan
berkelanjutan melalui peranannya sebagai penghasil oksigen dan menyerap
karbon dioksida seperti halnya jenis tumbuhan lain.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan sampel data yang digunakan
berupa beberapa perkebunan sawit baik dalam skala perkebunan rakyat maupun
perusahaan swasta di Kabupaten Bangka Selatan tepatnya di Kecamatan Simpang
Rimba, lebih dari 50% lahan yang digunakan untuk membuka perkebunan sawit
merupakan lahan yang sudah digunakan sebelumnya (non hutan) seperti kebun
karet, lada dan lain lain atau bahkan merupakan lahan terbengkalai yang tidak lagi
dipergunakan.

Sementara pengertian deforestasi menurut Peraturan Kementerian Lingkungan


Hidup dan Kehutanan adalah perubahan areal berhutan secara permanen menjadi
tidak berhutan, selain itu menurut Indonesian National Carbon Accounting
System (INCAS) definisi deforestasi adalah perubahan permanen lahan hutan
menjadi lahan non-hutan akibat aktivitas manusia.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa deforestasi adalah proses alih fungsi dari
hutan menjadi non hutan, dan perlu ditegaskan kembali bahwa sebagian besar
lahan yang digunakan untuk pembukaan perkebunan sawit di Kabupaten Bangka
Selatan, tepatnya di Kecamatan Simpang Rimba bukan lagi hutan melainkan lahan
non hutan yang sebelumnya sudah digunakan, sehingga dapat diartikan bahwa
keberadaan perkebunan kelapa sawit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
deforestasi di Bangka Belitung.

Meskipun begitu pernyataan terkait perkebunan kelapa sawit yang berperan dalam
terganggunya fungsi ekosistem tidak dapat terbantahkan juga, adanya perluasan
perkebunan kelapa sawit yang tentunya bersifat monokultur akan menyebabkan
berkurangnya habitat bagi spesies-spesies tertentu contohnya spesies primata
seperti kera, monyet dan lutung, dan keanekaragaman hayati lainnya selain itu
meningkatnya kemunculan hewan-hewan predator seperti harimau (di pulau
Sumatera) dan ular karena habitat mereka yang tergusur yang tentunya berbahaya
juga merupakan dampak yang didapat dari adanya perluasan perkebunan kelapa
sawit.

Masalah industri kelapa sawit yang perlu disoroti justru cenderung terletak pada
aspek sosial yakni pada konflik aktor-aktor yang terlibat, seperti ketimpangan
produktivitas kelapa sawit antara perkebunan rakyat dengan perkebunan
perusahaan swasta sehingga para petani kecil kurang dapat merasakan dampak
dari adanya industri kelapa sawit, selain itu industri kelapa sawit rentan memicu
konflik seperti sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan, permainan
harga baik dalam aspek penjualan bibit, perawatan ataupun hasil panen baik oleh
aktor masyarakat, perusahaan swasta ataupun pemerintah yang memiliki
kekuasaan untuk mengendalikan sistem industri ini, hal-hal seperti ini yang
menjadi sisi gelap dari industri kelapa sawit.

Sama halnya dengan sektor pertambangan, industri kelapa sawit juga memiliki
dua sisi yang berbeda yang kemudian memicu kontroversi akan pro dan kontra.
Namun dalam perspektif ekologi apabila dikomparasikan, industri kelapa sawit
tentunya jauh lebih efisien karena selain merupakan sumber daya yang dapat
diperbaharui sehingga tidak akan mengalami kelangkaan atau bahkan kepunahan,
industri ini juga tidak memiliki dampak yang sangat buruk baik dalam aspek
ekologi maupun sosial jika dapat dikendalikan dengan benar.

Industri kelapa sawit memang menjadi salah satu dari sekian banyak faktor
berlandaskan oleh kepentingan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan (deforestasi dan degradasi hutan) apabila terus diabaikan dan perlu
dikendalikan agar keseimbangan lingkungan serta pembangunan ekonomi
berbasis pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan. Maka dari itu diperlukan
kerjasama banyak pihak untuk mewujudkan cita - cita Indonesia agar menjadi
negara yang mandiri dalam bidang sumber energi namun juga dapat menjaga
keragaman hayatinya agar tidak mengalami kerusakan.karena sesungguhnya
perkebunan kelapa sawit dapat dikembangkan tanpa menghancurkan hutan tropis
yang ada dengan melakukan perencanaan ekologis yang tepat ,karena sebenarnya
jika kita teliti lagi perkebunan kelapa sawit ini ternyata cukup menghemat air serta
memiliki sistem konservasi tanah yang cukup baik hanya saja kita belum
menemukan sistem yang tepat dan ini masih dalam proses penelitian banyak
peneliti yang masih mengembangkan sistem ini,dan yang menjadi tantangan lain
adalah pandangan banyak orang menganggap negatif tentang kelapa sawit bahkan
tudingan itu hanya asumsi semata saja bahkan tudingan itu tidak didukung fakta
yang kuat.Bahkan sebaliknya kelapa sawit sebenarnya memiliki sistem konservasi
yang berkelanjutan bagi tanah dan air karena struktur dari pohon sawit sendiri
sebenarnya sangat mendukung pertahanan sistem t pertahanan pada tanah dan
air,jadi yang menjadi masalah saat ini adalah bagaimana cara membuat pemikiran
negatif tentang kelapa sawit itu dapat diatasi sehingga Indonesia dapat menjadikan
perkebunan kelapa sawit menjadi ekonomi keberlanjutan Indonesia dan dapat
membuat perubahan serta kemajuan Indonesia dalam persaingan global dan
membuat Indonesia tidak di pandang sebagai perusak hutan akibat perkebunan
kelapa sawit ini,maka dari itu diharapakan kerjasama kepada seluruh pihak agar
dapat membantu dan menyukseskan proses perkembangan ekonomi berkelanjutan
ini.

Kesimpulan

Terlepas dari segala kontroversinya, industri kelapa sawit memiliki prospek yang
cukup baik saat ini untuk dapat dikatakan sebagai ekonomi baru pasca tambang.
Permasalahan terkait kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap deforestasi di
Bangka Belitung untuk saat ini belum terlalu signifikan dan masih dapat
dikendalikan sehingga dapat mewujudkan pembangunan ekonomi dalam
perspektif ekologi yang berbasis dengan pembangunan berkelanjutan. Masalah
industri kelapa sawit yang perlu disoroti justru cenderung terletak pada aspek
sosial yakni pada konflik aktor-aktor yang terlibat, seperti ketimpangan
produktivitas kelapa sawit antara perkebunan rakyat dengan perkebunan
perusahaan swasta sehingga para petani kecil kurang dapat merasakan dampak
dari adanya industri kelapa sawit, selain itu industri kelapa sawit rentan memicu
konflik seperti sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan, permainan
harga baik dalam aspek penjualan bibit, perawatan ataupun hasil panen baik oleh
aktor masyarakat, perusahaan swasta ataupun pemerintah yang memiliki
kekuasaan untuk mengendalikan sistem industri ini, hal-hal seperti ini yang
kemudian menjadi sisi gelap dari industri kelapa sawit dan dapat merusak
keefektifan industri kelapa sawit sebagai ekonomi baru pasca tambang.
Daftar Pustaka

Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2021. Industri Kelapa


Sawit Nasional Perkuat Kemitraan Petani Sawit untuk Masa Depan Sawit
Indonesia yang Berkelanjutan

Di akses dari :

https://ekon.go.id/publikasi/detail/3349/industri-kelapa-sawit-nasional-perkuat-
kemitraan-petani-sawit-untuk-masa-depan-sawit-indonesia-yang-berkelanjutan

Horas V. Purba, Jan, Tungkot Sipayung. 2017. Perkebunan Kelapa Sawit


Indonesia dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Masyarakat
Indonesia, Vol 43 No. 1

Di akses dari :
https://scholar.google.co.id/
citationsview_op=view_citation&hl=en&user=Dnqw1xkAAAJ&citation_for_vie
w=Dnqw1xkAAAAJ:xtRiw3GOFMkC

Utami, Siska. 2013. Analisa Efisiensi Produksi pada Pabrik Pengolahan Kelapa
Sawit di PT. Gersido Minang Plantation Kecamatan Lingkung Aur Kabupaten
Pasaman Barat. Padang: Universitas Andalas

Di akses dari :

https://123dok.com/document/yng9v91z-efisiensi-produksi-pengolahan-gersindo-
plantation-kecamatan-lingkung-kabupaten.html

Indonesian National Carbon Accounting System. 2015. Definisi

Di akses dari :

http://incas.menlhk.go.id/id/methodology/definitions/

Anda mungkin juga menyukai