Anda di halaman 1dari 7

Industri Kelapa Sawit Sebagai Ekonomi Baru Pasca Tambang di Bangka Belitung

dalam Perspektif Ekologi

Cindy Julia Sari¹, Diyana Sriwahyuni², Wahyu Badharullah³

Abstrak

Adapun penelitian ini dilakukan dilatarbelakangi dengan banyaknya kontroversi


terkait dengan merebaknya industri kelapa sawit di Bangka Belitung akhir-akhir ini. Dimana
selain besarnya potensi dan kontribusi industri kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi
daerah, industri ini disoroti karena dampak yang dapat ditimbulkan terhadap lingkungan.
Penelitian ini memiliki tujuan yakni untuk menganalisis bagaimana kontribusi perkebunan
kelapa sawit terhadap deforestasi di Bangka Belitung, serta menganalisis perkebunan kelapa
sawit sebagai alternatif ekonomi baru pasca tambang dilihat melalui perspektif ekologi,
dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif serta data primer dan data sekunder
yang didapat melalui pengamatan langsung yang berlokasi di Kecamatan Simpang Rimba,
Kabupaten Bangka Selatan serta studi pustaka (literature review). Meskipun dianggap
memiliki andil yang besar dalam kerusakan lingkungan (deforestasi hutan), melalui penelitian
ini didapatkan fakta bahwa perkebunan kelapa sawit tidak berkontribusi secara begitu
signifikan terhadap deforestasi di Bangka Belitung. Masalah industri kelapa sawit yang perlu
disoroti justru cenderung terletak pada aspek sosial yakni pada konflik aktor-aktor yang
terlibat, seperti ketimpangan produktivitas kelapa sawit antara perkebunan rakyat dengan
perkebunan perusahaan swasta, dan konflik lain seperti sengketa lahan antara masyarakat dan
perusahaan, permainan harga baik dalam aspek penjualan bibit, perawatan ataupun hasil
panen baik oleh aktor masyarakat, perusahaan swasta ataupun pemerintah yang memiliki
kekuasaan untuk mengendalikan sistem industri ini, yang menjadi sisi gelap dari industri
kelapa sawit. Sementara dalam aspek ekonomi, industri kelapa sawit jelas telah memberikan
keuntungan bagi perekonomian daerah, dilihat dari prospek ke depannya industri kelapa sawit
tentu cukup bisa menggantikan ekonomi pertambangan di Bangka Belitung.

Kata Kunci : Industri Kelapa Sawit, Ekonomi, Ekologi


Pendahuluan

Sebagai negara yang dilimpahi anugerah berupa tanah yang subur, Indonesia memiliki
potensi yang besar dalam sektor pertanian dan perkebunan, sektor ini memiliki kontribusi
yang besar terhadap pembangunan ekonomi di negara ini. Kelapa sawit merupakan salah satu
jenis tanaman yang dianggap menjadi salah satu komoditi yang memiliki pengaruh besar
terhadap pembangunan ekonomi nasional saat ini.

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari benua Afrika dan mulai masuk ke
Indonesia pada tahun 1948, bagian tanaman kelapa sawit yakni buahnya telah menjadi
komoditas perkebunan utama di Indonesia, tanaman ini memiliki potensi besar untuk menjadi
sumber energi baru biodiesel nabati yang tentunya menjadi angin segar ditengah krisis
minyak bumi yang semakin hari semakin berkurang.

Minyak yang dihasilkan kelapa sawit dinilai lebih unggul dibanding dengan minyak nabati
dari tanaman lain, yakni lebih tahan lama, lebih tahan terhadap tekanan, serta toleransi
terhadap suhu yang lebih tinggi (Surbakti, 2008).

Saat ini Indonesia menjadi produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia dimana
perkebunan kelapa sawit banyak tersebar di Kalimantan dan Sumatera, namun selain kedua
pulau tersebut Kepulauan Bangka Belitung juga turut menyumbang produksi kelapa sawit
yang cukup besar yang dapat dibuktikan dengan adanya keberadaan beberapa perusahaan
yang memproduksi dan mengolah hasil perkebunan kelapa sawit seperti PT Sawindo
Kencana, PT Bumi Sawit Sukses Pratama (BSSP), PT BML, dan lainnya.

Selain itu semakin ketatnya regulasi terkait pertambangan timah yang telah menjadi sektor
utama dalam perekonomian masyarakat Bangka Belitung sejak lama dan habitus masyarakat
Bangka Belitung yang suka berkebun juga menjadi faktor pendorong pergantian mata
pencaharian masyarakat ke sektor perkebunan kelapa sawit dan menyebabkan banyak
munculnya perkebunan kelapa sawit rakyat.

Namun meningkatnya industri kelapa sawit yang cukup menguntungkan bagi perekonomian
di Bangka Belitung ini diiringi pula dengan narasi-narasi yang cukup besar terkait dengan
bagaimana dampak dari adanya industri kelapa sawit ini terhadap lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan, dan bagaimana pula potensi industri kelapa sawit ini sebagai
ekonomi baru pasca tambang timah di Bangka Belitung yang dipenuhi kontroversi yang
kemudian membuat hadirnya industri perkebunan kelapa sawit yang kian meningkat di
Bangka Belitung ini tentunya menarik untuk dikaji secara lebih mendalam.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis bagaimana kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap deforestasi di


Bangka Belitung.

2. Untuk menganalisis perkebunan kelapa sawit sebagai alternatif ekonomi baru pasca
tambang dilihat melalui perspektif ekologi

Metode

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif yaitu metodologi yang
dimanfaatkan untuk prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yakni data yang
ditulis dengan menggunakan kata-kata secara lebih detail (Bogdan & Taylor, 1975).

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dimana data dari lapangan
dianalisis, digambarkan serta diuraikan sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Data yang
digunakan adalah data primer yang didapat dari pengamatan langsung di lapangan yang
berlokasi di Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka
Belitung. Wilayah ini dipilih karena dianggap memenuhi syarat sebagai sampel data karena
banyaknya perkebunan sawit baik milik pribadi (perkebunan kelapa sawit rakyat) maupun
milik perusahaan swasta di sekitar wilayah ini, selain itu juga terdapat data sekunder yang
digunakan yakni data-data yang didapat melalui studi pustaka (literatur review) berupa
dokumen-dokumen tertulis yang berisikan data-data terkait.

Hasil dan Pembahasan

Tidak dapat dipungkiri masuknya industri kelapa sawit di Indonesia terutama di Kepulauan
Bangka Belitung sendiri memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan pendapatan dan
pembangunan ekonomi baik daerah maupun nasional.

Perkebunan kelapa sawit mulai masuk ke sub-sektor pertanian di Bangka Belitung pada tahun
1980-an dan terus meningkat hingga kini dan kemudian mulai menggantikan lada, karet,
bahkan timah sebagai komoditas utama masyarakat Bangka Belitung.
Dalam skala perkebunan rakyat terdapat 69.000 hektare lahan yang telah digunakan sebagai
perkebunan sawit pada tahun 2018, sementara luas keseluruhan areal perkebunan kelapa
sawit di Bangka Belitung pada tahun 2018 telah mencapai angka 224.514 hektar dan terus
meningkat sebanyak 0,29% dalam periode tahun 2018-2021. Dalam perekonomian
makroekonomi Indonesia, industri minyak sawit memiliki peran strategis seperti penghasil
devisa terbesar, lokomotif perekonomian nasional, kedaulatan energi, pendorong sektor
ekonomi kerakyatan, dan penyerapan tenaga kerja (Jan Horas V. Purba & Tungkot Sipayung,
2017).

Industri kelapa sawit sedikitnya telah menyerap 16 juta tenaga kerja, dan telah berkontribusi
sebanyak 15,6% dari total ekspor non migas pada tahun 2020, selain itu industri ini juga telah
menyumbang sebanyak 3,50% terhadap PDB Indonesia (Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian Republik Indonesia, 2021).

Konsumsi minyak kelapa sawit secara global yang kian meningkat mendorong naiknya
permintaan terhadap kelapa sawit sebagai bahan baku yang kemudian membuat negara harus
meningkatkan produksi untuk menyelaraskan peningkatan permintaan ini. Hal ini
membuktikan bahwa industri kelapa sawit memiliki prospek yang sangat baik ke depannya.

Berdasarkan aspek sosial dan ekonomi industri kelapa sawit telah terbukti secara empiris
telah berkontribusi terhadap sumber devisa dan pendapatan negara, pembangunan ekonomi
daerah dan berperan dalam pembangunan pedesaan dan menekan angka kemiskinan.

Meskipun memiliki dampak yang positif dalam aspek ekonomi sosial, industri perkebunan
kelapa sawit dianggap memiliki dampak yang buruk terhadap ekologi seperti meningkatkan
deforestasi dan degradasi hutan karena pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
yang dapat mengganggu fungsi ekosistem dan bencana kebakaran hutan dan lahan. Padahal
dilihat dalam perspektif ekologi perkebunan kelapa sawit juga turut berkontribusi pada
pembangunan berkelanjutan melalui peranannya sebagai penghasil oksigen dan menyerap
karbon dioksida seperti halnya jenis tumbuhan lain.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan sampel data yang digunakan berupa
beberapa perkebunan sawit baik dalam skala perkebunan rakyat maupun perusahaan swasta
di Kabupaten Bangka Selatan tepatnya di Kecamatan Simpang Rimba, lebih dari 50% lahan
yang digunakan untuk membuka perkebunan sawit merupakan lahan yang sudah digunakan
sebelumnya (non hutan) seperti kebun karet, lada dan lain lain atau bahkan merupakan lahan
terbengkalai yang tidak lagi dipergunakan.
Sementara pengertian deforestasi menurut Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan adalah perubahan areal berhutan secara permanen menjadi tidak berhutan, selain
itu menurut Indonesian National Carbon Accounting System (INCAS) definisi deforestasi
adalah perubahan permanen lahan hutan menjadi lahan non-hutan akibat aktivitas manusia.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa deforestasi adalah proses alih fungsi dari hutan
menjadi non hutan, dan perlu ditegaskan kembali bahwa sebagian besar lahan yang
digunakan untuk pembukaan perkebunan sawit di Kabupaten Bangka Selatan, tepatnya di
Kecamatan Simpang Rimba bukan lagi hutan melainkan lahan non hutan yang sebelumnya
sudah digunakan, sehingga dapat diartikan bahwa keberadaan perkebunan kelapa sawit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap deforestasi di Bangka Belitung.

Meskipun begitu pernyataan terkait perkebunan kelapa sawit yang berperan dalam
terganggunya fungsi ekosistem tidak dapat terbantahkan juga, adanya perluasan perkebunan
kelapa sawit menyebabkan berkurangnya habitat bagi spesies-spesies tertentu contohnya
spesies primata seperti kera, monyet dan lutung, dan keanekaragaman hayati, selain itu
meningkatnya kemunculan hewan-hewan predator seperti harimau (di pulau Sumatera) dan
ular yang tentunya berbahaya juga merupakan dampak yang didapat dari perluasan
perkebunan kelapa sawit.

Masalah industri kelapa sawit yang perlu disoroti justru cenderung terletak pada aspek sosial
yakni pada konflik aktor-aktor yang terlibat, seperti ketimpangan produktivitas kelapa sawit
antara perkebunan rakyat dengan perkebunan perusahaan swasta sehingga para petani kecil
kurang dapat merasakan dampak dari adanya industri kelapa sawit, selain itu industri kelapa
sawit rentan memicu konflik seperti sengketa lahan antara masyarakat dan perusahaan,
permainan harga baik dalam aspek penjualan bibit, perawatan ataupun hasil panen baik oleh
aktor masyarakat, perusahaan swasta ataupun pemerintah yang memiliki kekuasaan untuk
mengendalikan sistem industri ini, hal-hal seperti ini yang menjadi sisi gelap dari industri
kelapa sawit.

Sama halnya dengan sektor pertambangan, industri kelapa sawit juga memiliki dua sisi yang
berbeda yang kemudian memicu kontroversi akan pro dan kontra. Namun dalam perspektif
ekologi apabila dikomparasikan, industri kelapa sawit tentunya jauh lebih efisien karena
selain merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui sehingga tidak akan mengalami
kelangkaan atau bahkan kepunahan, industri ini juga tidak memiliki dampak yang sangat
buruk baik dalam aspek ekologi maupun sosial jika dapat dikendalikan dengan benar.
Industri kelapa sawit memang menjadi salah satu dari sekian banyak faktor berlandaskan oleh
kepentingan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan (deforestasi dan
degradasi hutan) apabila terus diabaikan dan perlu dikendalikan agar keseimbangan
lingkungan serta pembangunan ekonomi berbasis pembangunan berkelanjutan dapat
diwujudkan.

Penutup

Terlepas dari segala kontroversinya, industri kelapa sawit memiliki prospek yang cukup baik
saat ini untuk dapat dikatakan sebagai ekonomi baru pasca tambang. Permasalahan terkait
kontribusi perkebunan kelapa sawit terhadap deforestasi di Bangka Belitung untuk saat ini
belum terlalu signifikan dan masih dapat dikendalikan sehingga dapat mewujudkan
pembangunan ekonomi dalam perspektif ekologi yang berbasis dengan pembangunan
berkelanjutan. Masalah industri kelapa sawit yang perlu disoroti justru cenderung terletak
pada aspek sosial yakni pada konflik aktor-aktor yang terlibat, seperti ketimpangan
produktivitas kelapa sawit antara perkebunan rakyat dengan perkebunan perusahaan swasta
sehingga para petani kecil kurang dapat merasakan dampak dari adanya industri kelapa sawit,
selain itu industri kelapa sawit rentan memicu konflik seperti sengketa lahan antara
masyarakat dan perusahaan, permainan harga baik dalam aspek penjualan bibit, perawatan
ataupun hasil panen baik oleh aktor masyarakat, perusahaan swasta ataupun pemerintah yang
memiliki kekuasaan untuk mengendalikan sistem industri ini, hal-hal seperti ini yang
kemudian menjadi sisi gelap dari industri kelapa sawit dan dapat merusak keefektifan industri
kelapa sawit sebagai ekonomi baru pasca tambang.

Daftar Pustaka

Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. 2021. Industri Kelapa Sawit


Nasional Perkuat Kemitraan Petani Sawit untuk Masa Depan Sawit Indonesia yang
Berkelanjutan

Di akses dari :

https://ekon.go.id/publikasi/detail/3349/industri-kelapa-sawit-nasional-perkuat-kemitraan-
petani-sawit-untuk-masa-depan-sawit-indonesia-yang-berkelanjutan
Horas V. Purba, Jan, dan Tungkot Sipayung. 2017. Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia
dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Masyarakat Indonesia, Vol 43 No. 1

Di akses dari :

https://scholar.google.co.id/
citationsview_op=view_citation&hl=en&user=Dnqw1xkAAAJ&citation_for_view=Dnqw1x
kAAAAJ:xtRiw3GOFMkC

Utami, Siska. 2013. Analisa Efisiensi Produksi pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit di PT.
Gersido Minang Plantation Kecamatan Lingkung Aur Kabupaten Pasaman Barat. Padang:
Universitas Andalas

Di akses dari :

https://123dok.com/document/yng9v91z-efisiensi-produksi-pengolahan-gersindo-plantation-
kecamatan-lingkung-kabupaten.html

Indonesian National Carbon Accounting System. 2015. Definisi

Di akses dari :

http://incas.menlhk.go.id/id/methodology/definitions/

Anda mungkin juga menyukai