Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, 235 juta

orang di seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari

8% dinegara- negara berkembang yang sebenarnya dapat dicegah.

National Center Fot Health Statistics (NCHS) pada tahun 2011, prevalensi

asma menurut usia sebesar 9,5% pada anak dan 8,2% pada dewasa,

sedangkan menurut jenis kelamin 7,2% laki-laki dan 9,7% perempuan

(Gisella, 2016).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), prevalensi tertinggi

penyakit asma di Provinsi Sulawesi Tengah (7,8%), dua di Provinsi Nusa

Tenggara Timur (7,3%), kemudian di Yogyakarta (6,9%), sementara itu

prevalensi terendah terdapat di Provinsi Lampung (1,6%), kemudian

diikuti Riau, dan Bengkulu (2%). Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah

sebesar 113.028 kasus mengalami penurunan bila dibandingkan dengan

tahun 2012, 140.026 kasus dan tertinggi di Kota Surakarta sebanyak

10.393 kasus.

Pada tahun 2017 di provinsi Jawa Barat, jumlah kasus penyakit

asma sebanyak 8.333 kasus dengan angka kematian sebanyak 86 kasus.

Sedangkan di tahun 2018 pengidap penyakit asma meningkat menjadi

12.323 kasus dan 127 kasus diantaranya menyebabkan kematian. Salah

1
satu pencetus asma ini asap rokok, penyakit ini bisa karena bawaan,

infeksi, kehidupan seharihari, tidak menular. Itu salah satu pengaruh dari

luar itu asap rokok. Pencegahannya tadi salah satunya menghindari asap

rokok, pola hidup bersih dan sehat, mencegah alergen, dan rajin olahraga.

(Dinas Kesehatan, 2019).

Masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjadi di negara maju

tetapi juga di negara berkembang Menurut data laporan dari Global

Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa jumlah

penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah

kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun (GINA,

2012).

Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan

kematian di Indonesia. Jumlah kunjungan penderita asma di seluruh rumah

sakit dan puskesmas di ibu Kota Jakarta sebanyak 40% di tahun 2013.

Menurut (Surtiretna, 2013) Asma dapat disebabkan oleh alergi

terhadap sesuatu, seperti udara dingin atau panas, asap, debu, bulu, atau

karena gangguan psikis, alergi ini biasanya bersifat menurun atau faktor

gen.

Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas penyakit Asma semakin

meningkat di seluruh dunia. Asma dapat timbul pada berbagai usia, baik

pria atau pun wanita. Meningkatnya insiden hampir setiap dekade,

merupakan suatu tantangan bagi para klinis untuk menindaklanjutinya

(Triyoga, 2012). Asma banyak diderita oleh masyarakat terutama pada

2
anakanak, penyakit ini berhubungan dengan faktor keturunan (Pratyahara,

2011).

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat

reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap

berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas

yang luas dan derajatnya dapat berubahubah secara spontan yang ditandai

dengan mengi, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran

napas. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kekambuhan pada klien

asma yaitu faktor emosional dimana dapat memicu munculnya serangan

asma pada seseorang. pada saat serangan asma terjadi klien mengalami

sesak nafas dimana prekwensi pernafasan bisa sampai di atas 30x/menit.

Kondisi ini merupakan salah satu kondisi kegawatan yang dapat

mengancam nyawa klien (Henneberger dkk, 2011).

Hal yang ditimbulkan dalam penyakit Asma yaitu masalah pada

jalan napas dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Seseorang akan merasa

terganggu apabila melakukan aktivitas yaitu cepat merasakan sesak napas,

frekuensi napas cepat, mudah lelah, dan sulit untuk bernapas. Asma akan

menimbulkan batuk disertai dahak yang berlebih akan menghambat

masuknya oksigen ke saluran pernapasan sehingga kebutuhan oksigen

dalam tubuh berkurang. Selain itu juga akan menimbulkan suara napas

tambahan mengi pada saat bernapas (Mutaqqin, 2010).

Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas

akibat adanya inflamasi dan pembengkakan dinding dalam saluran napas

sehingga menjadi sangat sensitif terhadap masuknya benda asing yang

3
menimbulkan reaksi yang berlebihan. Akibatnya saluran napas menyempit

dan jumlah udara yang masuk ke dalam paru berkurang. Hal ini

menyebabkan timbulnya napas berbunyi wheezing, batuk-batuk, dada

sesak, dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari

(Soedarto, 2012).

Penatalaksanaan pada pasien asma dapat dilakukan secara

farmakologik dan non farmakologik. Pengobatan farmakologik seperti

pemberian bronkodilator dan obat-obatan untuk penyakit asma. Sedangkan

pengobatan secara non farmakologik salah satunya dengan teknik

pernapasan Buteyko yang dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas

pada penderita asma dan meningkatkan control pause. Caranya adalah

dengan menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif akibat

hiperventilasi, sesuai dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi

pembuluh darah dan otot, maka dengan menjaga keseimbangan kadar

karbondioksida dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme

pada penderita asma. Berdasarkan hasil penelitian, sesudah dilakukan

tehnik pernapasan Buteyko dapat mengurangi sesak napas. (Melastuti,

2015).

Penanganan asma oleh perawat di instalasi Gawat darurat sesuai

SOP (standar oprasional prosedur) yang ada di Instalasi Gawat Darurat RS

Kepresidenan RSPAD Gatot Soebroto, diberikan secara sistematis, seperti

pemberian oksigen, pengaturan posisi, pemberian nebulizer dan obat-

obatan lainnya sesuai dengan derajat serangan asma. Namun terkadang

pada saat pemberian nebulizer klien selama 10 menit klien ditinggalkan

4
sampai pemberian nebulizer itu selesai. Sedangkan pada situasi seperti ini

peran perawat sangat penting, dimana perawat bisa melakukan tindakan

mandiri lainnya sesuai dengan diagnosa keperawatan yang didapatkan

pada klien.

Dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul pada pasien

Asma, peran perawat sangat penting, diantaranya sebagai pelaksana,

perawat berperan penting dalam memberikan asuhan keperawatan secara

profesional dan komprehensif yang meliputi : mempertahankan pola nafas

yang efektif, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta

meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat. Berdasarkan uraian diatas

maka penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang

bagaimana “ Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Klien Dengan

Gangguan Sistem Pernafasan : Asma “ .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penyusun dapat

merumuskan rumusan masalah yaitu bagaimana konsep Asuhan

Keperawatan pada Tn. X Dengan Gangguan Sistem pernafasan : Asma.

Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan ini untuk memberikan asuhan

keperawatan gawat darurat pada pasien dengan Gangguan Sistem

5
Pernafasan : Asma secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-

sosial-spiritual di Instalasi Gawat Darurat.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan triase pada pasien dengan gangguan Sistem

Pernafasan : Asma di Instalasi Gawat Darurat.

b. Mampu melakukan pengkajian primary dan secondary survey pada

pasien dengan gangguan Sistem Pernafasan : Asma di Instalasi

Gawat Darurat.

c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

gangguan Sistem Pernafasan : Asma di Instalasi Gawat Darurat.

d. Mampu menyusun intervensi atau perencanaan keperawatan pada

pasien dengan gangguan Sistem Pernafasan : Asma di Instalasi

Gawat Darurat.

e. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan

gangguan Sistem Pernafasan : Asma di Instalasi Gawat Darurat.

f. Mampu melakukan evaluasi hasil implementasi keperawatan pada

pasien dengan gangguan Sistem Pernafasan : Asma di Instalasi

Gawat Darurat.

g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan gawat darurat

pada pasien dengan gangguan Sistem Pernafasan : Asma di

Instalasi Gawat Darurat.

6
D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam perkembangan

pengetahuan dan penelitian selanjutnya khususnya tentang Penyakit

Asma.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Untuk mendapatkan pengetahuan serta pengalaman nyata penulis

mengenai asuhan keperawatan gawat darurat dengan Asma serta

dapat mengamalkan ilmu yang telah dipelajari selama perkuliahan

khususnya tentang asuhan keperawatan gawat darurat.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil proposal penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

dokumentasi serta referensi perpustakaan untuk menambah

wawasan dan pengetahuan serta meningkatkan kualitas pendidikan

bagi mahasiswa Akper Rs Efarina Purwakarta.

c. Bagi Perawat

Mendapatkan pengetahuan dan pemecahan masalah khusus yang

dalam bidang/profesi keperawatan. Agar dapat mengaplikasikan

teori keperawatan kedalam praktik pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit maupun Masyarakat. Sebagai bahan kepustakaan dan

perbandingan pada penanganan Kasus Asma di lapangan dan

dalam teori asuhan keperawatan gawat darurat.

7
E. Sistematika Penulisan

Dalam pembuatan sistematika penulisan proposal penelitian ini,

terdiri dari isi Bab I s/d Bab II antara lain : Bab I : Pendahuluan, bagian ini

menguraikan secara singkat dan jelas mengenai latar belakang, tujuan,

manfaat, dan sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan teori, bagian ini

menguraikan tentang konsep dasar kegawatdaruratan, Konsep dasar

penyakit terdiri dari pengertian, anatomi fisiologi, , etiologi, patofisiologi,

manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan

medis. dan konsep asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelakasanaan

keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

8
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Gawat Darurat

1. Definisi Gawat Darurat

Keperawatan gawat darurat adalah pelayanan profesional

keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan

kritis. Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk

mengatasi kondisi kegawatdaruratan yang dialami pasien tetapi memberik

an asuhan keperawatan untuk mengatasi kecemasan pasien dan keluarga

dengan tindakan gawat darurat yang dimulai dengan pengkajian awal

mengenai status kesehatan klien sangat penting dilakukan untuk

meminimalkan jumlah korban dan merencanakan tindakan selanjutnya.

Penilaian awal tersebut dimulai dari primary survey yang terdiri dari

Airway, Breathing, Circulacy, Disability dan Exposure, selanjutnya

Secondary Survey dengan teknik Head to toe. Sistem pelayanan bersifat

darurat sehungga perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki

kemampuan, keterampilan, teknik serta ilmu pengetahuan yang tinggi

dalam memberikan pertolongan kegawatdaruratan pada pasien.

(Permenkes, 2018).

Pelayanan keperawatan gawat darurat merupakan pelayanan yang

komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang

mengancam kehidupan. Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi

9
suatu keadaan cedera atau sakit akut yang membutuhkan intervensi segera

untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah atau mencegah kecacatan

serta rasa sakit pada pasien. Pasien gawat darurat merupakan pasien yang

memerlukan pertolongan segera dengan tepat dan cepat untuk mencegah

terjadinya kematian atau kecacatan. Dalam penanganannya dibutuhkan

bantuan oleh penolong yang profesional. Derajat kegawatdaruratan serta

kualitas dari penanganan yang diberikan membutuhkan keterlibatan dari

berbagai tingkatan pelayanan, baik dari penolong pertama, teknisi

kesehatan kegawatdaruratan serta dokter kegawatdaruratannya itu sendiri.

Respon terhadap keadaan kegawatdaruratan medis bergantung kuat pada

situasinya. Keterlibatan pasien itu sendiri serta ketersediaan sumber daya

untuk menolong. Hal tersebut beragam tergantung dimana peristiwa

kegawatdaruratan itu terjadi, diluar atau didalam rumah sakit

Karakteristik keperawatan gawat darurat:

a. Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi

b. Keterbatasan waktu, data dan sarana: pengkajian, diagnosis, dan

tindakan

c. Keperawatan diberikan untuk seluruh usia

d. Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan tinggi

e. Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan (Caroline

2013).

10
2. Prinsip Keperawatan Gawat darurat

Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan

tepat serta harus dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama

menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para medis, dokter), baik

didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat terjadi setiap

saat dan menimpa siapa saja.

a. Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan

panik).

b. Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun

saksi.

c. Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang

mengancam jiwa (henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat,

keracunan).

d. Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara

menyeluruh. Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali

jika ada ortopnea), lindungi korban dari kedinginan.

e. Jika korban sadar jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk

menenangkan dan yakinkan akan ditolong.

f. Hindari mengangkat atau memindahkan yang tidak perlu,

memindahkan jika hanya ada kondisi yang membahayakan.

g. Jangan di beri minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan

kemungkinan tindakan anastesi umum dalam waktu dekat.

h. Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama

selesai dilakukan dan terdapat alat transportasi yang memadai.

11
3. Klasifikasi Kegawat daruratan

Kondisi kegawat daruratan dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(kumpulan materi mata kuliah Gadar: 2010) :

a. Gawat darurat

Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak

mendapatkan pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat

jantung, kejang, koma, trauma kepala dengan penurunan kesadaran.

b. Gawat tidak darurat

Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi

tidak memerlukan tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium

lanjut

c. Darurat tidak gawat

Pasien akibat musibah yang datang tibatiba tetapi tidak

mengancam nyawa atau anggota badannya contohnya : fraktur tulang

tertutup.

d. Tidak gawat tidak darurat

Pasien poliklinik yang datang ke UGD

Triage dalam keperawatan gawat darurat yaitu skenario pertolongan yang

akan diberikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-pasien yang terancam

hidupnya harus diprioritas utama. Triage dalam keperawatan gawat darurat

digunakan untuk mengklasifikasikan keparahan penyakit atau cedera dan

menetapkan prioritas kebutuhan. Kategori klasifikasi Triase antara lain :

1. Merah (Emergent) yaitu korban-korban yang membutuhkan

stabilisasi segera. Yaitu kondisi yang mengancam kehidupan dan

12
memerlukan perhatian segera. Contoh : syok oleh berbagai kausa,

gangguan pernapasan, trauma kepala.

2. Kuning (Urgent) yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat,

tetapi perawatan dapat ditunda sementara. Kondisi yang merupakan

masalah medis yang disignifikan dan memerlukan penatalaksanaan

sesegera mugkin. Contoh :luka bakar luas, fraktur femur, korban

dengan resiko syok, gangguan kesadaran dan korban dengan status

yang tidak jelas.

3. Hijau (Non Urgent) yaitu kelompok yang tidak memerlukan

pengobatan atau pemberian pengobatan dapat ditunda biasanya

terjadi pada penyakit atau cidera tumor. Contoh : luka minor, dan

luka bakar minor.

4. Hitam (Expenctant) yaitu korban yang meninggal dunia atau yang

berpotensi untuk meninggal dunia dengan -6% memakai sistem 4

kelas yaitu :

a. Kelas I : kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan,

atau tindakan segera).

b. Kelas II : akut (terdapat perubahan yang signifikan,

tindakan segera mungkin).

c. Kelas III : urgent (signifikan, tindakan pada waktu yang

tepat).

d. Kelas IV : non urgent (tidak terdapat resiko yang perlu

segera ditangani).

13
4. Sistem penanggulangan Gawat Darurat

Kondisi gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital

maupun in hospital ataupun post hospital, oleh karena itu Sistem dari

penanggulangan gawat darurat ada tiga yaitu:

a. Pre Hospital

Rentang kondisi gawat darurat pada pre hospital dapat dilakukan

orang awam khusus ataupun petugas kesehatan diharapkan dapat

melakukan tindakan penanganan berupa:

1) Menyingkirkan benda-benda berbahaya di tempat kejadian yang

berisiko menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca

yang masih menggantung dan lain-lain.

2) Melakukan triase atau memilih dan menentukan kondisi gawat

darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas

kesehatan yang lebih ahli datang untuk membantu

3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara

4) Melakukan evakuasi yaitu korban dipindahkan ke tempat yang

lebih aman atau dikirim ke pelayanan kesehatan yang sesuai

kondisi korban

5) Mempersiapkan masyarakat awam khusus dan petugas kesehatan

melalui pelatihan siaga terhadap bencana

b. In Hospital

Kondisi gawat darurat in hospital dilakukan tindakan menolong

korban oleh petugas kesehatan. Tujuan pertolongan di rumah sakit

adalah:

14
1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana

sesuai dengan kondisinya.

2) Memberikan Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup

Lanjut (BHL)

3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamika yang

akurat

4) Melakukan rehabilitasi agar produktifitas korban setelah kembali

ke masyarakat setidaknya setara bila dibanding bencana

menimpanya

c. Post Hospital

Kondisi gawat darurat post hospital hampir semua pihak

menyatakan sudah tidak ada lagi kondisi gawat darurat padahal

kondisi gawat darurat ada yang terjadi setelah diberikan pelayanan

di rumah sakit, contohnya korban perkosa. Korban perkosa

mengalami gangguan trauma psikis yang mendalam seperti, merasa

tidak berharga, harga diri rendah, sehingga mengambil jalan pintas

dengan mengakhiri hidupnya sendiri. Tujuan diberikan pelayanan

dalam rentang post hospital adalah:

1) Mengembalikan rasa percaya diri pada korban

2) Mengembalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat

tumbuh dan berkembang

3) Meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada orang-orang

terdekat dan masyarakat yang lebih luas

4) Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempat kehidupan

15
nyata korban

5) Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupannya pada masa

yang akan datang (Hutabarat & Putra, 2016).

B. KONSEP DASAR PENYAKIT ASMA

1. Definisi Asma

Asma adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing,

dimana frekuensi dan keparahan dari tiap orang berbeda. Kondisi ini

akibat kelainan dari jalan napas di paru dan memengaruhi sensitivitas saraf

pada jalan napas sehingga mudah teriritasi (Rosalina, 2015).

Menurut (Aspar 2014) Penyakit asma adalah efek peradangan paru

yang menyebabkan menyempitnya jalan napas, sehingga pengeluaran

udara dari paru-paru terhambat, dan demikian pula dengan udara yang

dihembuskan ke paru-paru. Gejala asma sering terjadi pada malam hari

dan saat udara dingin, biasanya dimulai mendadak dengan gejala batuk

dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan

mengi.

Penyakit Asma kronis biasanya mengganggu jalan napas akibat

adanya inflamasi dan pembekakan dinding dalam saluran napas sehingga

menjadi sangat sensitif terhadap masuknya benda asing yang

menimbulkan reaksi yang berlebihan. Akibatnya saluran napas menyempit

dan jumlah udara yang masuk ke dalam paru berkurang. Hal ini

menyebabkan timbulnya napas berbunyi wheezing, batuk-batuk, dada

16
sesak, dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari

(Soedarto, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa

asma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing

(Mengi) intermiten yang timbul sebagai 2 respon akibat paparan terhadap

suatu zat iritan atau alergen.

2. Anatomi Fisiologi

Sistem Pernafasan berhubungan dengan kegiatan memasukan dan

mengeluarkan udara ke dalam paruparu (respirasi). Ketika tubuh

kekurangan oksigen, maka oksigen yang berada di luar tubuh akan dihirup

(inspirasi) melalui organ pernafasan. Ketika tubuh kelebihan

karbondioksida, maka tubuh akan mengeluarkannya melalui organ

pernafasan (ekspirasi), sehingga tercipta keseimbangan oksigen dan

karbondioksida dalam tubuh. Sistem respirasi berperan untuk menukar

udara dari permukaan ke paruparu. Fungsi dari sistem pernafasan adalah

untuk mengalirkan udara ke paruparu. Menurut Syaifuddin (2011) anatomi

fisiologi pada Sistem Pernafasan antara lain :

a. Hidung

Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat

pernafasan dan indra penciuman. Dalam keadaan normal, udara

masuk dalam sistem pernafasan melalui rongga hidung. Rongga

hidung berisi serabutserabut halus yang berfungsi untuk

17
mencegah masuknya benda benda asing yang menganggu proses

pernafasan. Hidung memiliki beberapa fungsi, yaitu :

1) Menghangatkan udara yang masuk, kurang lebih sekitar 36

ͦC.

2) Melembabkan udara, kurang lebih 75 ͦC.

3) Menyaring kotoran yang dilakukan oleh bulubulu hidung.

4) Melakukan penciuman.

b. Faring

Faring (tekak) adalah saluran otot selaput yang tegak lurus

antara basis kanii dan vetebrate servikalis IV. Faring berhubungan

dengan suara yang dihasilkan oleh manusia. Lipatanlipatan vokal

suara manusia mempunyai elastisitas tinggi dan dapat bantuan

pita suara. Faktor yang menentukan frekuensi puncak bunyi dan

produksi bergantung pada panjang dan ketegangan regangan dari

pita suara. Regangan pita suara tersebut akan memproduksi

frekuensi dan getaran. Ketegangan pita suara dikontrol oleh otot

kerangka dibawah kontrol korteks.

c. Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang

rawan yang dilengkapi degan otot, membran, jaringan ikat, dan

ligamentum. Tepi lubang dari pita suara asli kiri dan kanan

membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis

dan bagian bawah disebut subglotis. Laring berfungsi dalam

vokalisasi manusia. Vokalisasi adalah berbicara yang

18
melibatkan sistem respirasi. Siste respirasi meliputi pusat

khusus pengaturan bicara dalam korteks serebri, pusat respirasi

di dalam batang otak, artikulasi, serta struktur resonansi dari

mulut dan rongga hidung.

d. Trakea

Trakea atau batang tenggorokan adalah tabung seperti pipa

dan berbentuk menyerupai huruf C. Trakea dibentuk oleh

tulangtulang rawan yang disempurnakan oleh selaput. Terletak

di antara vetebratae VI sampai ke tepi bawah katrilago

krikoidea veterbrata torakalis V. Memiliki panjang sekitar 13

cm dan berdiameter 2,5 cm. Trakea memiliki bagian yang

mampu berubah menjadi elastis ketika terjadi proses menelan,

sehingga akan membuka jalan makanan, sehingga makanan

akan masuk ke dalam lambung. Rangsangan saraf simpatis

akan memperlebar diameter trakea dan mengubah besarnya

volume saat terjadinya proses pernafasan.

e. Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan

dari trakea. Brokus memiliki struktur yang sama dengan trakea

dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan

berjalan ke bawah menuju paruparu.

Didalam paruparu, masingmasing bronkus utama

bercabang dengan diameter yang lebih kecil, membentuk

bronkus sekunder (lobar), bronkus tersier (segmental),

19
bronkiolus terminal (0.5 mm diameter) dan

brokoiuluspernafasan mikroskopis. Dinding utama bronkus

dibangun seperti trakea, tetapi cabang dari pohon semakin

kecil, cincin tulang rawan dan mukosa yang digantikan oleh

otot polos.

f. Pulmo

Pulmo atau paru adalah organ sistem pernafasan yang

berada dalam kantong bentukan pleura parietalis dan pleura

viseralis. Paruparu sangat lunak, elastis, dan berada dala rongga

torak. Paruparu memiliki sifat ringan dan mampu terapung

dalam air, berwarna biru keabuabuan dengan bintik. Bintik-

bintik ini antara lain karena partikel debu yang masuk termakan

oleh tagosi. Paruparu diselimuti oleh suatu selaput paruparu

yang disebut pleura. Pleura adalah membran serosa yang halus

dan membentuk suatu kantong.

3. Etilogi

Penyakit asma hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi

dan respon saluran nafas yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya

kalor (panas karena vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema),

dolor (rasa sakit karena rangsagan sensori),dan function laesa fungsi yang

terganggu (sudoyoAru,dkk.2015).

Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi

virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan

20
(debu, kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau

asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-

bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian,

tertawa terbahak-bahak), dan emosi (sudoyoAru,dkk.2015).

4. Patofisiologi Asma

Patofisiologi asma tampaknya hiperresponsivitas pada jalan nafas

setelah terpajan satu atau lebih rangsangan iritan. Stimulan yang diketahui

memicu reaksi asmatik antara lain infeksi virus; respon alergik terhadap

debu, serbuk sari, tungau, atau bulu binatang; latihan fisik; pajanan dingin;

dan refluks saluran cerna. Karena jalan napas yang rentan dan hiper-

responsif, reaksi inflamasi dan bronkokostriksi, keduanya dapat terjadi

bersamaan. Meskipun bronkokonstriksi dan perasaan saluran nafas

menyempit merupakan gejala pertama dari serangan asmatik, reaksi

inflamasi yang lambat dapat memperburuk asma menjadi penyakit yang

serius.

Asma yang lebih akut adalah efek dari histamin kimiawi pada otot

polos bronkus. Histamin dilepaskan bersamaan dengan IgE yang

memediasi degranulasi selmast dan dengan cepat menyebabkan konstriksi

dan spasme otot polos bronkiolus. Histamin juga menstimulasi produksi

mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, selanjutnya menyebabkan

kongesti dan pembengkakan ruang intstertisial paru.

Individu yang mengalami asma kemungkinan memiliki eosinofil yang

berlebihan atau kemungkinan selmast yang berespons berlebihan untuk

21
merangsang awal terjadinya degranulasi. Antibodi IgE, bertanggung jawab

untuk serangan alergik, dapat bereaksi secara berlebihan dalam merespons

antigen asing, dengan mengaktifkan kaskade inflamasi. Apa pun sumber

hipersensitivitas, hasil akhirnya adalah bronkospasme, produksi dan

akumulasi mukus, edema, dan obtruksi aliran udara. Infeksi virus, alergi,

dan refluks memicu respon hipersensitivitas dengan cara mengiritasi jalan

napas. Olahraga atau latihan fisik juga dapat menjadi iritan karena aliran

keluar masuk udara ke paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini

belum mendapat pelembabpan (humidifikasi), penghangatan, atau

pembersihan dari partikel debu yang adekuat sehingga dapat mencetuskan

serangan asma. (Brunner & Suddarth, 2014).

22
5. Pathways Asma

Bagan 2.1 Pathways Asma

Faktor Pencetus : Mengeluarkan


Antigen yang terikat
a. Alergen Mediator : Permeabilitas Permeabilitas
IgE pada permukaan
b. Stress kapiler meningkat kapiler meningkat
sel mast atau basofil Histamine, platelet,
c. Cuaca
bradiknin dll

Spasme otot Konsentrasi O2


polos sekresi dalam darah
kelenjar bronkus menurun

Penyempitan/ Hipoksemia
obtruksi
proksimal dari
bronkus pd tahap
ekspirasi dan
inspirasi Gangguan Pertkaran Gas Asidosis Metabolik Suplai darah dan O2 ke
jantung berkurang
Muncul berlebih :
a. Batuj Tekanan partial
b. Wheezing oksigen dialveoli ↓
c. Sesak
Nafas Suplai O2 kejaringan ↓ Perfusi jaringan perifer Penurunan Cardiac output

Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Penyempitan Jalan
Nafas Pernafasan Penurunan Curah Jantung Tekanan Darah menurun

Kelemahan dan Keletihan


Peningkatan kerja Hiperventilasi Kebutuhan O2
otot pernafasan ↑ Intoleransi Aktivitas
↓ Nafsu makan →
Retensi O2 Asidosis
Ketidakseimbangan
Respiratorik
nutrisi kurang dari
Ketidakefektifan Pola
kebutuhan tubuh
Nafas

(Kowalac, J. 2011).

23
F. Manifestasi Klinis

Tanda gejala yang timbul biasanya Batuk, Mengi (Whezeeing),

Dipsnea dan rasa sesak di dada, Takipnea dan Takikardi, pulsus

paradoksus, Hipoksemia, Hiperkapnia dan asidosis respiratorik, Kelainan

Obstruktif pada uji fungsi paru, Hiperresponivitas bronkus (Mcphee,

2011 ; Ganong 2011).

Sedangkan menurut mumpuni (2013) Umumnya ada sembilan tanda

dan gejala yang paling mudah dikenali oleh setiap orang, yaitu :

a. Kesulitan bernafas dan sering terlihat terengahengah bila melakukan

aktifitas yang sedikit berat.

b. Sering batuk, baik disertai dahak maupun tidak. Batuk adalah pertanda

ada yang tidak beres dengan saluran pernafasan.

c. Mengi atau “ngikk...ngikk..ngikk...” pada suara napas penderita asma

secara terusmenerus.

d. Dada terasa sesak karena adanya penyempitan saluran pernafasan

akibat rangsangan tertentu. Akibatnya, untuk memompa oksigen ke

seluruh tubuh harus ekstra keras (memaksa) sehingga dada menjadi

sesak.

e. Perasaan selalu merasa lesu dan lelah. Ini akibat kurangnya pasokan

oksigen ke seluruh tubuh.

f. Tidak mampu menjalankan aktifitas fisik yang tanpa mengalami

masalah pernafasan.

g. Susah tidur karena sering batuk atau terbangun akibat dada sesak.

h. Paru paru tidak berfungsi secara normal

24
6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada asma yaitu:

a. Spirometer : dilakukan sebelum dan sesudah brokodilator hirup

(nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%

b. Sputum : Eosinofil meningkat

c. Eosinofil darah meningkat

d. Uji Kulit

e. RO dada yaitu patologis paru/ komplikasi asma.

f. AGD : Terjadi para asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan

hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan

hiperkapnia (PCO2 Naik).

g. Foto dada AP dan Lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior

membesar pada lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.

(Muttaqien 2010)

7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan asma menurut Brunner & Suddarth, (2016) yaitu:

a. Penatalaksanaan medis

1) Agonis adrenergik-beta2 kerja-pendek

2) Antikolinergik

3) Kortikostereoid: inhaler dosis-terukur

4) Inhibitor pemodifikasi leukotrien/ antileukotrien

5) Metilxantin

25
b. Penatalaksanaan keperawatan menurut Claudia, (2010) yaitu:

1) Penyuluhan

Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan

pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien

secara sadar akan menghindari faktor-faktor pencetus asma,

menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim

kesehatan.

2) Menghindari faktorpencetus

Klien perlu mengidentifikasi pencetus asma yang ada

pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan

mengurangi faktor pencetus asma termasuk intake cairan yang

cukup.

3) Fisioterapi dan latihan pernapasan.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat teradi pada Asma apabila tidak segera ditangani,

adalah :

a. Gagal napas.

b. Bronkhitis.

c. Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada disekeling

paru yang menyebabkan paru-paru kolaps).

d. Pneumodiastinum penimbunan dan emfisema subkitus.

e. Aspergilosis bronkopulmoner alergik.

f. Atelektasis. (Mansjoer 2009)

26
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah kegiatan praktek

keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat

yang berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat

darurat. Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara

bertahap maupun mendadak.

Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi

oleh karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat

memberikan asuhan keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan

ruangan.

Karakteristik unik di ruang gawat darurat yang dapat mempengaruhi

sistem asuhan keperawatan antara lain :

1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan

jumlah klien yang datang ke ruang gawat darurat.

2. Keterbatasan sumber daya dan waktu

3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk

seluruh usia, seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.

4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan

kecepatan dan ketepatan yang tinggi.

5. Adanya saling ketergantun yang tinggi antara profesi kesehatan yang

bekerja di ruang gawat darurat.

27
1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya (Rohmah & Walid, 2016) .

a. Identitaspasien/ biodata

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,

umur, tempat lahir, asal suku bangsa.

b. Pengkajian Primer

1) Airway

Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh,

adanya benda asing pada jalan napas (bekas muntahan, darah,

sekret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring,

disfagia, suara stidor, gurgling atau wheezing yang

menandakan adanya masalah pada jalan napas.

2) Breathing

Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas

pernapasan, pola napas, bunyi napas tambahan, penggunaan

otot bantu napas, adanya napas cuping hidung, saturasi

oksigen.

3) Circulation

Kaji Nadi, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral,

suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan

eksternal jika ada.

4) Disability

28
Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale

(GCS) atau AVPU, ukuran dan reaksi pupil.

5) Exposure

Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau

kelainan lain. Atau kondisi lingkungan yang ada di sekitar

klien

c. Pengkajian Sekunder

1) Keadaan/ penampilan umum :

Kesadaran :

Tanda-tanda vital

a) Tekanan Darah :

b) Nadi :

c) Respirasi :

d) Suhu :

2) History (SAMPLE)

a) S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi

dan dirasakan klien

b) A (allergis) : alergi yang di derita klien

c) M (medications) : tanyakan obat yang telah diminum klien

untuk mengatasi nyeri

d) P (pertinent past medical hystori) : riwayat penyakit yang

diderita klien

e) L (last oral intake solid or liquid) : makan/minum terakhir,

jenis makanan, ada penurunan atau peningkatan makanan.

29
f) E (event leading to injury or illnes) : pencetus/kejadian

penyebab keluhan

d. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Lemah.

2) Kesadaran : Composmetis

3) Tanda-tanda vital :

a) Nadi : Takikardi (normalnya 60-100 x/menit)

b) Tekanan darah : Hipertensi (normalnya 120/80-140/90

mmhg)

c) Frekuensi pernapasan : Takipnea, dispnea progresif,

pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan.

d) Pemeriksaandada

Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah

pada thoraks dan paru-paru.

• Inspeksi : Frekuensi irama, kedalaman dan upaya

bernafas

Antara lain : Takipnea, dispnea progresif,

pernapasan dangkal.

• Palpasi : Adanya nyeri tekan, masa, peningkatan

vokal vremitus pada daerah yangterkena.

• Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru,

normalnya timpani (terisi udara)resonansi.

30
• Auskultasi : suara pernafasan yang meningkat

intensitasnya, adanya suara mengi (whezing) dan

adanya suara pernafasan tambahanronchi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa atau masalah keperawatan dapat teridentifikasi sesuai

dengan kategori urgensi masalah berdasarkan pada sistem triage dan

pengkajian yang telah dilakukan. Prioritas ditentukan berdasarkan

besarnya ancaman kehidupan : Airway, Breathing dan Circulation.

Diagnosa keperawatan gawat darurat yang dapat muncul pada

kasus Asma antara lain :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

penumpukan sekresi mukus

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang

dilakukan perawat berdasarkan peenilaian klinis dan pengetahuan

perawat untuk meningkatkan outcome pasien atau klien. Intervensi

keperawatan mencakup baik perawatan langsung dan tidak langsung

yang ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, serta orang-

orang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberi

pelayanan kesehatan lainnya (Bullechek dkk 2015).

31
Tabel 2.1 Intervensi keperawatan

(Intansari, N, Roxsana, D. 2016)

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria NIC

Keperawatan Hasil (NOC)

1. Setelah dilakukan
Bersihan jalan napas 1. Monitor
tindakan keperawatan
tidak efektif kecepatan,irama, dan
selama 1 x 6 jam
berhubungan dengan frekuensi pernafasan
diharapkan jalan nafas
bronkospasme 2. Auskultasi pada
pasien kembali efektif,
pemeriksaan fisik
dengan kriteria hasil :
paru
a. Klien udah untuk
3. Ajarkan batuk efektif
bernapas
4. Kolaborasi pemberian
b. Tidak ada sianosis
obat sesuaiindikasi
tidak ada dispneu

c. Saturasi oksigen

dalam batas

normal

d. Jalan napas paten

e. Mengeluarkan

sekresi seara

efektif

f. Klien mempunyai

32
irama dan

frekuensi

pernapasan dalam

rentang

Normal

2. Setelah dilakukan
Pola nafas tidak efektif 1. Monitor pola nafas
tindakan keperawatan
berhubungan dengan pasien
selama 1x24 jam
hiperventilasi 2. Pantau tanda-
diharapkan pola nafas
tandavita
pasien dapat efektif
3. Atur posisi
Saturasi oksigen
semifowler Ajarkan
dalam rentang yang
tekni bernapas
diharapkan (90-
butyko
100%), dengan
4. Kolaborasi
kriteria hasil :
pemberian terapi

a. Klien menunjukan oksigen dan

kedalaan dan bronkodilator

kemudahan dalam

bernapas

b. Ekspansi dada

simetris

c. Tidak ada

penggunaan otot

33
bantu pernapasan

d. Tidak ada bunyi

napas tambahan

e. Tidak ada napas

pendek

3. Setelah dilakukan
Intoleransi aktivitas 1. Evaluasi respon
tindakan keperawatan
berhubungan dengan pasien terhadap
selama 1 x 24 jam
kelemahan aktivitas. Catat
klien dapat
laporan dispnea,
menunjukkan toleransi
peningkatan
terhadap aktivitas,
kelemahan atau
dengan Kriteria Hasil :
kelelahan dan
a. Mentoleransi
perubahan tanda vital
aktivitas yag
selama dan setelah
biasa dilakukan
aktivitas.
dan dan
2. Berikan lingkungan
ditunjukan
yang tenang dan
dengan daya
batasi pengunjung
tahan,
selama fase akut
penghematan
sesuai indikasi.
energi dan
3. Bantu pasien memilih
perawatan diri
posisi yang nyaman

34
b. Menunjukan untuk istirahat dan

penghematan tidur.

energi 4. Bantu aktivitas

perawaan diri yang

diperlukan. Berikan

kemajuan

peningkatan aktivitas

selama fase

penyembuhan.

4. Implementasi

Menurut Effendi dalam buku Taqiyyah & Mohammad Jauhar (2013)

implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Jenis tindaka

pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling

ketergantungan/ kolaborasi, dan tindakan rujukan/ ketergantungan.

Implementasi kolaborasi merupakan tindakan keperawatan atas dasar

kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya,

seperti dokter. Contohnya dalam pemberian obat oral, injeksi, infus,

cateter urine, dan lain-lain. Serta respon pasien setelah pemberian

merupakan tanggungjawab dan menjadi perhatian perawat (Haryanto,

2007 dalam Skripsi Merlyn (2014).

35
Menurut buku Carpenito (2000) dalam Skripsi Merlyn (2014)

menyatakan implementasi kolaborasi merupakan tindakan perawat

dalam pemberian obat karena perawat merupakan mata rantai terakhir

dalam proses keperawatan.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan (Budiono dan Sumirah,2015).

Evaluasi yang dilakukan di ruang gawat darurat meliputi evaluasi

tentang pelaksanaan triage, keadaan dan status kesehatan pasien,

dokumentasi dilakukan setiap tindakan selesai atau selama perawatan di

unit gawat darurat, dan evaluasi dengan cara subyektif, objektif, analisa,

planning (SOAP) (Paula Krisanty et al,2016).

36
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain Penelitian adalah proses ilmiah karena dalam penelitian

menggunakan ilmu dan penelitian akan menghasilkan penemuan untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan, namun penelitian yang dilakukan

yaitu terhadap suatu obyek yang disebut sebagai kasus yang dilakukan

secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan

berbagai macam sumber data. (Hasdianah, dkk, 2015)

Desain Penelitian ini adalah studi yang mengeksplorasi masalah

Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami Asma dengan gangguan

Ketidakefektifan Pola Nafas di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah

Sakit Umum Daerah Purwakarta.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Pada kasus ini tempat pengambilan kasus dilakukan di Ruang Instalasi

Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta, yang

mengalami Asma dengan Ketidakefektifan Pola Nafas di ruang A.

2. Waktu Penelitian

37
Kegiatan penelitian ini dilakukan pada saat klien masuk ke Ruang

Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah Purwakarta

selama 3 hari.

C. Pengumpulan DataWOD

Metode Pengumpulan data merupakan teknik atau cara yang

dilakukan untuk mengumpulkan data. Metode menunjukkan suatu cara

sehingga diperlihatkan penggunaannya melalui angket, wawancara,

pengamatan, tes, dokumentasi dan sebagainya (Hidayat, 2014).

Pada bab ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan yaitu :

1. Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara

mewawancarai langsung responden yang diteliti, sehingga metode ini

memberikan hasil secara langsung. Hal ini digunakan untuk hal-hal

dari responden secara lebih mendalam. Kasus ini wawancara dilakukan

pada klien, keluarga, tenaga kesehatan, dan rekam medik.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik adalah cara pengumpulan data

dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden

penelitian untuk mencari perubahan hal- hal yang akan diteliti. Metode

instrumen yang dapat digunakan, antara lain lembar observasi,

panduan pengamatan observasi atau lembar checklist.

3. Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relevan).

38
D. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validasi

tinggi. Uji keabsahan mempunyai fungsi yaitu melaksanakan pemeriksaan

sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat terpercaya

dan memperlihatkan derajat kepercayaan hasil- hasil penemuan dengan

jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang di teliti

(Prastowo, 2011).

Uji keabsahan data dilakukan dengan:

1. Memperpanjang waktu pengamatan

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari sumber data

utama

Yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti yaitu pada klien yang mengalami asma dengan

Ketidakefektifan pola napas di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rumah

Sakit Umu Daerah Purwakarta.

E. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan cara mengemukakan data terkumpul.

Analisa dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam

opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban- jawaban yang diperoleh dari hasil interprestasi

39
wawancara yang mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan

masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti

dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya

diinterprestasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk

memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan analisis

adalah.

1. Pengumpulan data

Data dikumpulkan dari hasilWawancara, Observasi, Dokumentasi.

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian di salin dalam

bentuk transkrip (catatan terstruktur).

2. Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip. Data yang terkumpul

kemudian yang dibuat oleh peneliti dan mempunyai arti tertentu

sesuai dengan topik penelitian yang diterapkan. Data obyektif

dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian

dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan

maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan

mangaburkan identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil- hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan

40
perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode

induksi.Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian,

diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

F. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk

setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak

yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh

dampak hasil penelitian tersebut ( Notoatmodjo, 2010).

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya

rekomendasi dari institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan

ijin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian. Setelah mendapat

persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah

etika yang meliputi :

1. Informed Consent (persetujuan menjadi responden)

Informed consent ini berupa lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang

akan diteliti dan memenuhi kriteria inklusi.

Lembar ini juga dilengkapi dengan judul penelitian dan

manfaat penelitian. Apabila subjek menolak, maka peneliti tidak boleh

memaksa dan harus tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonymity (tanpa nama)

41
Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak

akan mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan

kode.

Contoh : nama klien Tn. R

3. Confidentislity (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah terkumpul dari responden

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil penelitian.

Contoh : Data-data yang sifatnya pribadi (seperti nama, tempat,

tanggal lahir, agama, status perkawinan, penyakit yang pernah

diderita, dan sebagainya) harus dapat di proteksi dalam penggunaan

dan penyebarannya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Rahajoe Nastini, Supriyanto Bambang, dkk. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1.

IDAI, 2012.

Kowalac, J. 2011. Buku Ajar Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.

Jakarta : EGC

Zara, A (2012). Pengaruh teknik pernafasan buteyko terhadap penurunan gejala

asma di wilayah kerja puskesmas.Universitas Andalas.

Afiyanti dan Rachmawati. (2014). Metodologi penelitian kualitatif dalam riset

keperawatan. Jakarta : PT. Raja Grafindo.

Intansari,N, Roxsana,D. (2016) NIC, Edisi Indonesia : Mocomedia

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.Volume 1.

Jakarta : EGC.

Departemen Kesehatan RI. Riset Keperawatan Dasar (RIKES DAS). (2013).

Sumantri, Arif. (2011). Metodologi Penelitian Kesehata. Jakarta : Kencana

Widyawati, SN. (2012). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Prestasi Pustaka

43

Anda mungkin juga menyukai