Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Mekanisme DMBA yang Menstimulasi Munculnya Kanker


Salah satu contoh hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) adalah
DMBA (7,12-dimethylbenz(a)anthracene) yang merupakan senyawa
genotoksik dan mampu membentuk adduct DNA. Menurut Rundle dkk.
(2000), pembentukan adduct DNA adalah dari metabolisme DMBA
yang melibatkan upregulasi enzim sitokrom p450 dan dapat
menghasilkan epoksida mutagenik yaitu metabolik aktif yang merusak
molekul DNA sehingga berperan dalam karsinogenesis. Peran ini
disertai dengan interaksi langsung antara DNA dan ROS (reactive
oxygen species) yang menyebabkan kerusakan oksidatif seluler melalui
biomolekul seperti protein dan DNA, peroksidasi lipid. Kerusakan
oksidatif ini akan mengakibatkan kerusakan dalam perbaikan DNA pada
siklus sel dan mengakibatkan terjadinya akumulasi mutasi dan terjadi
transformasi ganas yang mengarah ke karsinogenesis. Pernyata tersebut
didukung dengan pernyataan Minari (2014), bahwa sel-sel kanker
terjadi karena mutasi pada gen yang mengatur respon kerusakan DNA
atau jalur perbaikan, proto-onkogen dan gen supresor tumor. Ketika
bahan kimia tersebut terkonsumsi dalam tubuh, maka tubuh akan
memetabolisme dan mengubah senyawa tersebut menjadi mutagen yang
menyerang DNA. Menurut Bensaad & Vousden (2005), DMBA dapat
mempengaruhi jalur sinyal seluler terkait bahwa ROS pada DMBA
terbukti dapat mengatur regulasi dalam siklus sel melalui pengaturan
dari berbagai protein dalam siklus sel seperti p53 .
Menurut Ke dkk. (2015), kanker terjadi proses bertingkat yaitu ada
tiga tahap yaitu inisiasi, promosi, dan progresi. Stress oksidatif
berinteraksi dalam tiga tahap proses tersebut. Selama tahap insiasi, ROS
dapat mengakibatkan kerusakan DNA dengan cara mutasi gen dan
terjadi perubahan struktural dalam DNA. Tahap promosi, ROS berperan
dalam mengekspresikan gen yang abnormal, memblok atau
menghambat komunikasi antar sel. Menurut Liu dkk. (2015), tahap
promosi adalah langkah kedua yang terjadi pada sel-sel yang sudah
bermutasi oleh inisiator atau ROS tersebut. Kondisi tahap promisi ini
ROS atau sebagai promotor akan mendorong proliferasi sel dari sel-sel
yang sudah termutasi dari tahap inisiasi. Tahapan ketiga adalah
mengacu pada transformasi sel dari tumor jinak ke neoplasma dan
menjadi ganas. Perkembangan tersebut dikaitkan dengan perubahan
kariotipe karena kebanyakan tumor yang lanjut berkembang
menunjukkan aneuploidi dengan jumlah kromosom yang salah.
Perubahan kariotipe ini ditambah dengan peningkatan laju pertumbuhan,
invasif, metastasis dan perubahan biokimia serta morfologi karena
mutasi yang berlanjut atau ketidakstabilan genetik (Liu dkk., 2015).
Akhirnya, stress oksidatif berpartisipasi dalam tahap perkembangan
proses kanker dengan meningkatkan perubahan DNA lebih lanjut (Ke
dkk., 2015).

(Liu dkk., 2015)


Gambar 1. Tahapan perkembangan sel kanker terkait peran ROS

Menurut Minari (2014), DMBA akan menginduksi terjadinya


hiperplasia pada lobular alveolar, dan hiperplasia pada
fibroadenomatoid yang terdapat di bagian jaringan payudara mencit. Hal
ini menunjukkan perubahan neoplasma pada kelenjar susu yang
mengindikasikan DMBA menginduksi proliferasi sel. Hiperplasia duktal
juga menjadi pemicu dalam perkembangan karsinoma duktal in situ.
Sehingga, induksi DMBA akan terkait dengan karsinoma duktal,
fibroadenoma, adenoma, dan papilloma. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya perkembangan sel-sel kanker pada kelenjar susu.
Secara umum, kandungan senyawa pada PAH menunjukkan efek
toksik yang berpengaruh pada sistem imun. Banyak karsinogenik PAH
(DMBA) menunjukkan terjadinya imunosupresor. PAH menekan sistem
imun seluler dan humoral dan juga memberi efek supresi pada makrofag
dan komponen seluler pada sistem imun. DMBA menekan imun seluler
pada aktivitas sel T sitotoksik, aktivitas sel NK, dan produksi IFN
(Arcos dkk., 1995).

2.2 Stress Oksidatif Dapat Menyebabkan Kanker Payudara


Kerusakan yang disebabkan oleh stress oksidatif akan
mengakibatkan berbagai jenis penyakit, salah satunya jenis kanker yaitu
kanker payudara (Gonenc dkk., 2005; Aldini dkk., 2010; Kruk &
Duchnik, 2014). Stress Oksidatif itu terjadi karena ketidakseimbangan
antara oksidan (radikal bebas) yaitu elektron yang tidak berikatan
dengan antioksidan yang berperan sebagai mekanisme pertahanan tubuh
melawan oksidan dalam tubuh (Chandra dkk., 2000; Tandon dkk., 2005;
Dayem dkk., 2010; Omar dkk, 2011). Sel-sel tumor memproduksi
radikal bebas yang dipengaruhi oleh stress oksidatif. Banyak faktor
melalui beberapa mekanisme terkait dengan peningkatan ROS pada sel
tumor payudara. Mekanisme peningkatan ROS yang dapat
menyebabkan kanker payudara ada beberapa jalur yang dapat dilihat
pada Gambar 2. Enzim timidin fosforilase banyak diekspresikan
sebagian besar pada karsinoma sel payudara dan berperan dalam
produksi dan peningkatan ROS pada sel kanker. Inflamasi, proses yang
berperan pada kanker payudara dan melibatkan sel-sel kekebalan tubuh
termasuk makrofag dan neutrofil dalam respon sistem kekebalan tubuh.
Makrofag melalui NADPH oksidase menyebabkan ROS meningkat di
sel-sel ini. Enzim ini diatur oleh G-protein Rac-1. Pertumbuhan yang
cepat pada tumor payudara juga dikaitkan dengan kekurangan glukosa
dalam darah dan hipoksia. Kekurangan glukosa dalam sel MCF-7
berhubungan dengan peningkatan produksi ROS dan stress oksidatif.
Hipoksia menyebabkan peningkatan radikal bebas, merangsang ekspresi
HIF-1α, meningkatkan stimulasi ekspresi VEGF, dan angiogenesis
dalam karsinoma payudara. Dengan kata lain, hipoksia ini merangsang
pertumbuhan sel kanker payudara dengan sangat cepat dan ketika
oksigen yang tidak cukup dalam sel berhubungan dengan kerusakan
DNA dan nekrosis pada sel tersebut (Brown & Bicknell, 2001).
Mekanisme lain yang dapat meningkatkan produksi ROS melalui
mitogen-activated protein kinase (MAPKs), dengan mempengaruhi
berbagai jalur signaling sehingga ROS dapat mempengaruhi banyak
proses seluler seperti proliferasi dan diferensiasi, kontrol pertumbuhan,
apoptosi dan penuaan, metastasis dan perlawanan terhadap kemoterapi
serta radiasi. Famili MAPK terdiri p38α, ERK1 (extracelullar-regulated
kinase) dan JNK (c-jun N-terminal kinase). AP-1 adalah salah satu
faktor transkripsi yang terdiri dari dua subunit yaitu Jun dan Fos yang
diaktifkan oleh p38 dan JNK akan berperan dalam proliferasi dan
transformasi sel (Brown & Bicknell, 2001). Raf-1adalah salah satu
onkogen yang dipengaruhi oleh produksi ROS dengan mengkode
serin/threonine kinase sebagai signal proliferasi. Setelah aktivasi
pathway p38 dalam kondisi stress oksidatif, fosforilasi Hsp-27 terjadi
(Rust dkk., 1999; Lee dkk., 2009; Schramek dkk., 2011). JNK penting
untuk mengkontrol ekspresi gen supresor tumor seperti p53. Sebagai
respon terhadap peningkatan ROS pada sel kanker payudara, aktivasi
JNK menyebabkan fosforilasi p53 dan stimulasi apoptosis (Martindale
& Holbrook, 2002; Schramek dkk., 2011, Raj dkk., 2012). Protein
p66Shc juga diyakinkan dapat memproduksi ROS dengan menginduksi
ekspresi prolin oxidase. Itulah sebabnya memainkan peran penting
dalam aktivitas p53 dan apoptosis (Halliwell, 2007; Vera-Ramirez dkk.,
2011). Faktor pertumbuhan seperti PDGF, EGF, IGF, dan VEGF juga
dapat meningkatkan produksi ROS. Sitokin IL-1β dengan mengaktivasi
signal mitogenik pada sel kanker payudara MCF-7, dapat meningkatkan
keganasan. NF-κB adalah faktor transkripsi yang terlibat dalam kanker
payudara dan akan meningkat sebagai respon terhadap stress oksidatif
akibat reoksigenasi ( Brown & Bicknel, 2001).
Matriks metalloproteinase (MMPs) berpartisipasi dalam metastasis
dalam sel kanker payudara. Stress oksidatif pada sel kanker, akan
merangsang MMPs. Metalloproteinase-1 (MPP-1) yang terlibat dalam
angiogenesis yang disekresi oleh efek stress oksidatif dan meningkatkan
rangsangan pertumbuhan pembuluh darah tumor atau kanker. MPP-2
berperan dalam metastastis pada sel kanker payudara. MPP-3 akan
meningkatkan produksi ROS di sel kanker, selanjutnya menyebabkan
kerusakan pada DNA dan ketidakstabilan kromosom (Yadav dkk.,
2014). Pengaruh dari ROS terhadap PTPs (protein tyrosine
phosphatase) akan menyebabkan perubahan pada jalur sinyal dengan
pengaktifan jalur tirosin kinase dan berperan dalam proliferasi sel dan
perkembangan tumorigenesis (Vera-Ramirez dkk., 2011).
(Nourazarian dkk., 2014)
Gambar 2. Mekanisme produksi ROS dalam perkembangan kanker
payudara

Berdasarkan Gambar 2, secara umum dengan peningkatan radikal


bebas akan menghambat proses seluler dalam tubuh seperti proliferasi
dan diferensiasi sel. Radikal bebas juga mempengaruhi jalur sinyal
intraseluler. Selain itu, peningkatan ROS berperan penting
perkembangan kanker dengan mengubah ekspresi gen supresor terlibat
dalam apoptosis, meningkatkan ekspresi sitokin yang terlibat dalam
angiogenesis, menimbulkan perubahan dalam hubungan antara sel-sel
dan efek sel-sel tersebut pada aktivitas metaloproteinase dari proteinase
terlibat dalam metastasis.
2.3 Kanker Payudara
Kanker payudara adalah satu kanker yang paling sering terjadi di
kaum wanita di seluruh dunia (Jemal dkk., 2010). Kanker payudara
adalah pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel-sel payudara yang
berasal dari jaringan payudara yaitu yang sering terjadi di lapisan dalam
saluran susu (lobulus) sebagai akibat dari mutasi pada gen yang
bertanggung jawab dalam pertumbuhan sel dan menjaga sel tetap sehat
(Kirubha dkk., 2012). Perkembangan kanker payudara akan melibatkan
serangkaian peristiwa yang kompleks yaitu disregulasi diferensiasi sel,
proliferasi sel yang berlebihan dan resisten terhadap apoptosis
(Batcioglu dkk., 2012). Menurut Zhao dkk. (2011), ekspresi dari
AgNOR, PCNA, Ki-67 dan MCM2 yang menunjukkan proliferasi
abnormal pada jaringan payudara. Demikian pula, ekspresi dari C-erbB-
2 yang terkait dengan karsinogenesis dan perkembangan kanker
payudara, yang menunjukkan ekspresi secara abnormal dengan
proliferasi secara aktif dan keganasan dari jaringan tumor.
Perkembangan kanker payudara diperkirakan terjadi melalui beberapa
tahap proses. Mayoritas kanker payudara kemungkinan besar
berkembang diawali dari pra-invasif seperti atypical ductal hyperplasia
(ADH) dan ductal carcinoma in situ (DCIS), berlanjut ke karsinoma
invasif dan hingga puncaknya terjadi metastastis (Ye dkk., 2004).
Selama proses ini, sel epitel pada tumor primer akan mengalami
epithelial-mesenchymal transition (EMT) yaitu sel epithelial menjadi sel
mesenkimal yang memiliki kemampuan invasif dan migrasi. Sel ini
akan bermigrasi dan menyerang secara lokal melalui lapisan matriks
ekstraselular dan lapisan sel stromal oleh memproduksi
metaloproteinase matriks (MMP) dan protease lainnya. Sel akhirnya
masuk ke dalam pembuluh darah dan jaringan limfatik terdekat dan
kemudian menyebar melalui sirkulasi ekstravasasi (sel kanker keluar
dari pembuluh darah dan masuk ke jaringan baru kemudian
berproliferasi). Awalnya sel kanker akan menghasilkan
mikrometastastis dan akhirnya berkembang biak menghasilkan
makroskopik metastasis (Gambar 3). Beberapa langkah dalam proses
invasi-metastasis dikoordinasikan oleh jalur molekuler yang berproses
di dalam sel karsinoma dan juga oleh interaksi heterotip antara sel
karsinoma dan sel stroma sekitarnya, sel kekebalan dan matriks
ekstraselular (Scheel dkk., 2007).
(Scheel dkk., 2007)
Gambar 3. Skematis representasi beberapa tahapan metastasis pada
kanker

2.4 Mekanisme Pengenalan Sistem Imun terhadap sel Kanker


Kanker imunoediting adalah proses dimana sistem kekebalan tubuh
mencoba untuk menghancurkan tumor atau kanker yang terdiri dari tiga
tahapan yaitu eliminasi, equilibrium dan escape (Gambar 4). Selama
tahap eliminasi, sistem imun host innate dan adaptif akan berkoordinasi
untuk memindai sel abnormal dalam tubuh dan menghancurkan tumor
awal sebelum terlihat secara klinis (Mitta dkk., 2014). Ketika sel normal
mengalami perubahan oleh faktor-faktor seperti paparan karsinogen atau
mutasi genetik, sel tersebut mulai mengekspresikan suatu molekul yang
akan dikenal oleh sistem imun sebagai benda asing dan harus
dikeluarkan. Komponen molekul dari antigen tumor yang akan
dipresentasikan oleh MHC I. Molekul ini dikenali oleh sel T CD8 +
sitotoksik atau sel NK. Beberapa sel pertama yang mengalami
perubahan akibat paparan karsinogen dan terjadi mutasi genetik pada
awalnya terdeteksi oleh sel NK melalui pertemuan sel tersebut dengan
ligan spesifik pada sel tumor Sel NK menginduksi apoptosis pada sel
kanker dengan memproduksi molekul sitotoksik seperti granzyme dan
perforin atau melalui sitotoksisitas seluler yang bergantung pada
antibodi (ADCC) (Mitta dkk., 2014).
Sel dendritik atau makrofag kemudian menelan sel tumor yang mati
dan melemahkan antigen tumor oleh sel T CD8+, sel T CD4+, sel NK
atau sel B. Sel T efektor teraktivasi kemudian mensekresikan sitokin
proinflmasi IFNγ, yang sangat penting menghambat proliferasi tumor
dan angiogenesis (Dunn dkk, 2006). Secara khusus sel B yang
teraktivasi akan menghasilkan antibodi spesifik tumor yang dapat
memediasi ADCC oleh sel NK serta Sel T CD4 + dan sel T CD8+ untuk
proses selanjutnya. Mirip dengan sel NK, sel T CD8 + sitotoksik
menginduksi apoptosis pada sel kanker melalui sekresi granzyme dan
perforin serta interaksi dengan reseptor Fas dan TRAIL pada sel kanker.
Sel T efektor juga mengekspresikan co-stimulator seperti CD28, OX40
dan CD137 yang memediasi proliferasi dan kelangsungan hidup sel T
tersebut. Selain itu, sel T mengenali dan membunuh sel kanker yang
mengeksprseikan ligan NKG2D (Finn, 2012).
Walaupun mekanisme immunosurveillance pada kanker sudah sangat
kuat dan menghilangkan persentase sel yang tertransformasi, tetapi ada
beberapa sel tumor yang dapat melarikan diri dari pengkontrolan sistem
imun dan dapat bertahan. Sehingga masuk ke tahap ekuilibrium, pada
fase ini sel kanker yang masih bertahan dalam keadaan dormansi.
Kondisi ini juga terjadi keseimbangan produksi sitokin anti tumor (IL-
12, IFN-γ) dan sitokin yang mendukung tumor (IL-10 dan IL-23)
(Mittal dkk., 2014). Selama fase ini sel kanker mengalami proses editing
baik genetik dan epigenetik sehingga ketika sel limfosit dan IFN-γ
mengeleminasi sel kanker maka beberapa sel varian dari sel tumor asli
terbunuh tetapi akan ada varian dari sel tumor yang telah bermutasi akan
muncul kembali. Hal ini terjadi, dari proses editing yang mengakibatkan
sel kanker menjadi sel non-imunogenik. Sehingga terjadi penghambat
pengenalan dari sel NK, sel T CD8+, sel T CD4+ dan penghancuran sel
kanker oleh sel NK (Wu dkk., 2013).
Tahap selanjutnya adalah escape, pada tahap ini pertumbuhan tumor
terus berlanjut terus menerus tanpa tekanan dari sistem imun dan dapat
di deteksi secara klinis. Menghindari pengenalan sistem imun, sel-sel
kanker sering menurunkan ekspresi antigen tumor, MHC kelas I atau
molekul co-stimulatori. Varian dari sel kanker juga dapat meningkatkan
ekspresi molekul resistansi sel tersebut seperti STAT3, yang menekan
induksi molekul stimulasi kekebalan tubuh seperti calreticulin, yang
menyebabkan gangguan pematangan DC. Sel kanker meningkatkan
kualitas hidupnya, dengan meningkatkan resistensi terhadap apoptosis
melalui peningkatan ekspresi molekul anti-apoptosis seperti Bcl-2
(Mittal dkk., 2014). Mekanisme lain dalam tahap escape adalah
kemampuan sel kanker yang menekan fungsi kekebalan tubuh, yaitu sel
kanker dapat mensekresikan mediator parakrin seperti adenosine, dan
prostaglandin E2, serta sitokin supresor seperti IL-10, TGF-beta, IL-6
dan M-CSF. Mediator ini memiliki banyak efek seperti penekanan DC,
inaktivasi langsung sel T efektor dan aktivasi Treg (Mellman dkk.,
2011).
Mekanisme lainnya termasuk sekresi ligand NKG2D, yang sangat
menghambat sitotoksisitas yang dimediasi sel T (Groh dkk., 2002). Sel
kanker juga dapat mengatur ligan seperti PD-L1 yang menghambat
fungsi sel T. Sel kanker juga memproduksi lebih banyak molekul
penghambat fungsi sel T lainnya seperti indoleamine 2,3-dioxygenase,
galectin-1/3/9, CD39 dan CD73. MDSC khususnya dapat menekan
aktivasi sel T dan NK melalui produksi oksida nitrat, spesies oksigen
reaktif, arginase, IL-10 dan TGF-beta (Gabrilovich & Nagaraj, 2009).
(Dunn dkk., 2002)
Gambar 4. Tiga tahapan imunoediting pada sel kanker

Mekanisme yang terdapat pada Gambar 4, terkait sel kanker yang


non-imunogenik, tetapi ada juga sel kanker imunogenik sehingga akan
mudah dikenal oleh sistem imun. Mekanismenya yaitu efektor imun
innate dan adaptif memiliki peran dalam pengenalan dan mengontrol sel
tumor (Dranoff, 2004). Beberapa sel yang berubah akibat mutasi DNA
pertama akan terdeteksi oleh sel NK melalui pertemuan sel NK dengan
ligan spesifik pada sel tumor. Selanjutnya, makrofag atau sel dendritik
teraktivasi. Sel dendritik atau makrofag akan mempresentasikan antigen
yang kemudian ditangkap pada molekul MHC I dan MHC II untuk
dikenal oleh ke sel T, sehingga terjadi proses priming (kontak pertama
kali antara sel T dan B terhadap antigen) dan aktivasi respon efektor sel
T terhadap antigen spesifik kanker yang dikenal sebagai benda asing.
Aktivasi sel T dan sel B akan mengarah pada bertambahnya jumlah
sitokin yang lebih mendorong aktivasi sistem imun innate dan
mendukung perkembangan serta produksi sel T spesifik pada tumor dan
produksi antibodi. Sistem imun adaptif mengarah untuk menghilangkan
sisa sel tumor dan penting untuk memiliki sel memori yang kebal
terhadap komponen tumor tertentu yang akan berfungsi untuk mencegah
kekambuhan tumor tersebut (Finn, 2012). Efektor sistem imun adaptif,
seperti sel CD4+ T helper, sel CD8+ T sitotoksik dan antibodi secara
spesifik menargetkan antigen tumor yaitu molekul yang diekspresikan
oleh MHC (Dranoff, 2004).

2.4.1 Sel Makrofag


Makrofag memiliki peranan mulai dari pertahanan host melawan
antigen, perkembangan jaringan, penyembuhan luka dan regulasi sistem
imun. Secara garis besar, dua kemungkinan diferensiasi yang terjadi
pada makrofag yaitu makrofag tipe 1 (M1) dan makrofag tipe 2 (M2)
(Gambar 5). Lipopolisakarida (LPS), Toll-like receptor (TLR), dan
sitokin IFN-γ mengarah pada aktivasi dari M1. Aktivasi M1 akan
menghancurkan mikroba dalam tubuh, menghilangkan sel tumor,
mempresentasikan antigen ke sel T untuk respon imun adaptif,
memproduksi tingginya sitokin pro-inflamatori. Makrofag yang
diaktifkan oleh TLR dan IFN-γ memiliki kemampuan untuk menolak sel
tumor. Sisi lain, paparan Th2 dan sitokin seperti IL-4, IL-10, IL-13,
TGF-β, ataupun prosraglandin E2 (PGE2) mengarah pada aktivasi
makrofag tipe 2 (M2). Secara umum, populasi ini berpartisipasi dalam
respon Th2, mensupres Th1 yang dimediasi terjadinya inflamasi melalui
produksi IL-10 dan IL-1b dan mendorong semua proses remodeling
jaringan misalnya remodeling matriks ekstraseluler dengan matriks
metaloproteinase (MMP), serta mendorong angiogenesis melalui
produksi VEGF. Jadi, berbeda dengan subtipe M1, makrofag M2 akan
meningkatkan perkembangan tumor (Sica dkk., 2006).

(Sica dkk., 2006)


Gambar 5. Diferensiasi makrofag tipe 1 (M1) dan makrofag tipe 2 (M2)

CD11b/CD18 (reseptor komplemen 3, CR3) atau yang juga dikenal


sebagai Mac-1 merupakan reseptor permukaan pada monosit, neutrofil,
makrofag dan sel dendiritik yang berperan penting dalam beberapa
proses imunologi termasuk ekstravasasi dan fagositosis leukosit
(Fossati-jimack dkk., 2013). CD11b juga terbukti berkontribusi terhadap
aktivitas sel, kemotaksis, dan sitotoksitas (Varga dkk., 2007). Ekspresi
CD11b dilakukan dianalisis secara morfologis dan fenotip.
TAM (Tumor-associated macrophages) dengan menggunakan flow
cytometry dan imunohistokimia (Lu-Emerson dkk., 2013). Secara
spesifik TAM ditemukan di lingkungan mikro tumor yang diketahui
dapat mendorong terjadinya tumorgenesis karena TAM dikaitkan
dengan prognosis buruk pada penelitian klinis dan preklinis salah
satunya di karsinoma payudara. TAM merupakan karakteristik dari
makrofag M2 yang akan mendukung perkembangan tumor. TAM
mengubah respon kekebalan pada host dengan beberapa mekanisme
utama diantaranya: 1) penghambatan aktivasi sel T; 2) penghambatan
viabilitas sel T; 3) mendorong induksi dan perekrutan Treg. TAM
memdorong terjadinya angiogenesis dan vasculogenesis pada tumor
dengan melepaskan VEGF dan WNT7β, yang mendukung pembentukan
pembuluh darah baru dan mempertahankan metastasis. Akhirnya, TAMs
mempertahankan reservoir sel kanker dengan mensekresikan IL-6 dan
TNF-α dan menghasilkan MFG-E8 untuk melindungi CSC (cancer stem
cell) dari kemoterapi (Ugel dkk., 2015).

(Ugel dkk., 2015)


Gambar 6. Mekanisme TAM selama proses kanker
2.4.2 Sel B
Sel B dan produksi antibodinya adalah elemen dari imunitas humoral
berperan melindungi, dan sebagai bagian dari sistem imun adaptif.
Kegagalan atau kecacatan dalam pengembangan sel B akan
menyebabkan autoimun, malignan (keganasan), imunodefisiensi, dan
alergi. Berikut penjelasan terkait perkembangan sel B, dengan
mekanisme yang mengatur pematangan, kelangsungan hidup, dan
pemilihan sel B limfosit dalam respon protektif dan autoimun. Limfosit
B berkembang di sumsum tulang dari sel induk hematopoeitik (HSC).
Selama masa embrio, bone marrow merupakan tempat perkembangan
sel induk hematopoetik (Pieper dkk., 2013).
Tahap sel pro-B, kondisi dimana semua sel B timbul dalam bone
marrow dari sel induk hematopoeitik yang tidak memproduksi
imunoglobulin. Tahap sel pre-B adalah ketika sel paling awal yang
mensintesis gen imunoglobulin dengan rantai berat (heavy chain) µ
yang susunannya terdiri dari daerah V-chain (varieabel) dan C-chain
(constan). Sel pre-B hanya ada di jaringan hematopoeitik yaitu bone
marrow dan hati janin. Sel pre-B tidak mengekspresikan IgM serta tidak
merespon antigen. Tahap selanjutnya adalah sel B imatur, dimana sel
pre-b yang telah dilengkapi dengan rantai ringan dan ketika gabungan
rantai berat dan rantai ringan (light chain) dikombinasikan dengan rantai
µ maka akan terbentuk IgM di permukaan sel. Sel B imatur ini akan
meninggalkan bone marrow dan bermigrasi ke spleen atau jaringan
limfoid dan menuju sirkulasi periferal sehingga berdiferensiasi menjadi
sel B naive yang telah matang sehingga sel B menjadi imunokompeten.
Sebagian besal sel B naive akan berkembang menjadi sel B folikel,
sementara populasi kecil dari sel B naive menjadi zona marginal sel B
(sering disebut IgM memory sel B). Sel B yang telah matang dapat
mengenal antigen dan menjadi sel B teraktivasi dan sel B ini
memproduksi IgM dan IgD. Setelah adanya aktivasi terhadap antigen,
sel B folikel akan berperan pada pusat germinal dimana sel B folikel
akan berdiferensiasi menjadi sel B memori dengan waktu yang lama
atau antibodi dari sekresi sel plasma (Pieper dkk., 2013).
(Pieper dkk., 2013)
Gambar 7. Perkembangan dan diferensiasi sel B
B220 adalah salah satu molekul permukaan yang terdapat pada
permukaan sel B dan terekspresi pada proses perkembangan sel B (early
pro-B cell) (Murphy, 2012). B220/CD45R adalah salah satu ekspresi
protein pertama yang dapat diidentifikasi pada permukaan turunan dari
sel B. B220 memiliki peran dalam jalur perkembangan sel B yang akan
mengekspresikan molekul CD45R pada sel progenitor, sumsum tulang
belakang, hati, fetus, dan sel B yang teraktivasi (Murphy, 2012).

(Murphy, 2012)
Gambar 8. Marker B220 pada sel B

2.5 Sitokin IL-6 Terhadap Kanker


Bagi penderita kanker, respon sistem imun terhadap sel kanker
berhubungan dengan sitokin proinflamatori yang merugikan dan salah
satunya adalah IL-6 (Coussens & Zena, 2002). Tingkat IL -6 yang tinggi
dikaitkan secara konsisten dengan hasil yang lebih buruk pada penderita
kanker. IL-6 adalah faktor pertumbuhan autokrin dan parakrin untuk
beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara (Balkwill & Alberto,
2001). IL-6 termasuk diantara sitokin yang paling umum berada
disekitar pertumbuhan tumor, dengan ekspresi umumnya berhubungan
dengan perkembangan tumor dan metastasis. Sitokin IL-6 terlibat dalam
regulasi berbagai fungsi seluler, di antaranya proliferasi, apoptosis,
angiogenesis, diferensiasi dan regulasi respon imun (Culig dkk., 2005).
Protein ini merupakan sitokin pleiotropik yang disintesis oleh jenis sel
yang berbeda, seperti sel B dan T, makrofag, monosit, fibroblas, sel
endothelial dan mesothelial, keratinosit, sel mast, sel stroma, beberapa
sel saraf dan sel tumor tertentu serta jaringan adiposa (Kishimoto dkk.,
1995).
Mekanisme aktivasi sitokin IL-6 dan reseptor pada sel kanker dapat
dilihat pada Gambar 9. Aktivitas sitokin IL-6 aktif ketika sitokin
berikatan dengan IL-6R dan gp130. IL-6R diekspresikan hanya oleh sel
hepatosit, neutrofil, monosit/ makrofag dan beberapa sel limfosit.
Sementara gp130 diekspresikan oleh semua sel dalam tubuh. Interaksi
IL-6/IL-6R/gp130 menyebabkan terjadinya sinyal intraseluler melalui
JAK-STAT3, MAPK (Mitogen-activated protein kinase) dan
phosphatidylinositol-3 kinase/ Akt kinase (PI3-K/Akt) yang akan
mengaktifkan ekspresi gen yang berbeda dengan berperan penting
dalam inflamasi dan perkembangan kanker (Tawara dkk., 2011).
Aktivasi STAT3 yang mendorong perkembangan sel kanker melalui
induksi berbagai gen target, gen yang terlibat dalam kelangsungan hidup
sel tumor (misalnya Bcl-2, Mcl-1), proliferasi (misalnya c-Myc, Cyclin
D1, Cyclin B), angiogenesis (HIF1α, VEGF), metastasis (misalnya
MMP2, MMP9), inflamasi (misalnya IL-6, IL-17, IL-23, Cox2)
(Jarnicki dkk., 2010; Yu dkk., 2009). Mekanisme ini disebut jalur
classic signaling. Sitokin IL-6 juga akan mengaktifkan Akt melalui
aktivitas PI3K yang bergantung pada JAK dan menghasilkan sinyal agar
sel dapat bertahan dan anti-apoptosis. Seiring hal itu, peningkatan
MAPK oleh aktivasi JAK dapat menyebabkan pertumbuhan sel,
proliferasi, dan mitosis yang teregulasi.
Jalur trans-signaling ketika pada suatu sel tidak mempunyai IL-6R
dan mengeskpresikan gp130. Sehingga mekanisme ini ditandai dengan
adanya ikatan soluble IL-6 (sIL-6) dengan sitokin IL-6 dan terbentuk
ikatan IL-6/sIL-6, kemudian berikatan dengan gp130. Fungsi dari
soluble gp130 adalah sebagai penghambat ketika terjadi ikatan atau
aktivasi kompleks IL-6/sIL-6/gp130. Ketika IL-6 berikatan dengan
reseptor, STAT3 akan teraktivasi oleh JAK yang menyebabkan
aktivator reseptor ligan NF-κB (RANKL) meningkat sehingga terjadi
aktivasi NF-κB (Tawara dkk., 2011).
(Tawara dkk., 2011)
Gambar 9. Signaling pathway Sitokin IL-6 pada kanker

IL-6 menginduksi ekspresinya pada sel CD11b+ yang diisolasi dari


darah perifer manusia (Roca dkk., 2009). IL-6 akan mempengaruhi
respon antigen- imun spesfik dan reaksi inflamasi. Hal ini terbukti
dalam mekanisme sistem kekebalan tubuh, IL-6 terlibat dalam
pertumbuhan sel T, diferensiasi sel T sitotoksik dengan meningkatkan
ekspresi IL-2 dan produksi IL-2 serta perkembangan normal sel B. IL-6
juga menginduksi proliferasi timosit dan berperan dalam perkembangan
sel-sel T di tyhmus. Melalui proses haemotopoisis, IL-6 bertindak secara
sinergis dengan IL-3 untuk mendukung pembentukan koloni sel blast
dan juga menginduksi diferensiasi makrofag dan megakariosit. IL-6
juga memiliki dampak besar pada tulang dan dapat menginduksi
diferensiai osteoklas (Kishimoto, 2006).

2.6 Peran Lemon Terhadap Sel Kanker


Buah jeruk seperti jeruk keprok, jeruk bali, lemon dan limau
merupakan buah yang memiliki senyawa bioaktif yaitu kaya vitamin
dan flavonoid dan telah lama diduga memiliki efek dalam perlindungan
terhadap kanker (Li dkk., 2010). Komponen lain dalam jeruk, yaitu
fenol, asam amino, minyak esensial, pektin, karotenoid. Flavonoid
berperan dalam pencegahan utama pada penyakit kronis. Flavonoid
merupakan senyawa polifenol dan termasuk struktur fenil benzopyrone,
memiliki dua cincin benzena (C6) dan diikuti dengan tiga linear-rantai
karbon (C3) dengan gugus karbonil pada posisi C4 (Wang dkk., 2014).
Senyawa bioakif pada buah jeruk berkaitan dengan sifat terapeutik
termasuk antialergenik, antimikroba, anti kanker, antitrombotik,
kardioprotektif, dan efek vasodilitasi. Banyak aktivitas farmakologi dari
polifenol jeruk yang memiliki kemampuan untuk scavenging ROS dan
RNS (reactive nitrogen species) (Bayazit & Vahit, 2011).
Beberapa penelitian menggunakan hewan coba menunjukkan bahwa
ekstrak jeruk berperan sebagai anti-inflamasi, anti proliferasi dan
perbaikan DNA serta dapat menginduksi apoptosis sel kanker.
Berdasarkan perlakuan pada hewan coba, antioksidan autraptene dari
jeruk telah terbukti sebagai zat kemoprevensi terhadap beberapa jenis
kanker (Li dkk., 2010). Selain itu, penggunaan tanaman herbal dan
ekstraknya sebagai alternatif terapi kanker dapat digunakan karena
toksisitas yang rendah sehingga ada kenyamanan dalam penggunaannya.
Buah jeruk, umum digunakan sebagai pengobatan tradisional di Cina
dan negara-negara lain (Luo dkk., 2008), dengan memiliki efek
antiproliferasi pada berbagai jenis kanker termasuk kanker payudara.
Lemon termasuk antioksidan yang menghambat dan mencegah
oksidasi. Aktivitas antioksidan menunjukkan kemampuan senyawa
bioaktif untuk mempertahankan struktur sel dan fungsi dengan efektif
menghilangkan radikal bebas, menghambat reaksi peroksidasi lipid, dan
mencegah kerusakan oksidatif lainnya. Flavonoid pada citrus berfungsi
sebagai pereduksi, scavenger ROS, sehingga karakteristik ini untuk
mencegah reaksi berantai dari ROS (Ke dkk., 2015). Menurut Zhang
dkk. (2014) dan Xi dkk. (2014), melaporkan bahwa flavonoid pada
citrus dapat mengikat radikal bebas dan anion superoksida.
Flavonoid citrus terdiri dari eriocitrin, neoeriocitrin, hesperidin,
hesperetin, neohesperidin, naringenin, naringin, tangeretin, auraptene
dan quercetin. Penghambatan hesperetin dalam pembentukan radikal
bebas dan asam lemak tak jenuh lebih baik daripada hesperidin (Ke
dkk., 2015). Menurut Wilmsen dkk. (2005), hesperidin memiliki
kemampuan sebagai scavenger mendorong regenerasi sel B pankreas,
mencegah dan mengatasi oksidatif pada embrio pada tikus hamis yang
mengalami diabetes. Naringin secara signifikan dapat meningkatkan
efektivitas sistem kekebalan tubuh untuk menghindari luka pada
jaringan atau penyakit yang disebabkan oleh reaksi oksidasi melalui
peningkatan aktivitas katalase (CAT), glutathione peroxidase (GPx),
superoksida dismutase (SOD), paraoxonase (PON) dan enzim
antioksidan lainnya. Quercetin menunjukkan aktivitas anti inflamasi
yang signifikan karena penghambatan langsung pada awal proses
inflamasi. Hespiridin dan tangeretin dari ekstrak kulit jeruk diketahui
memiliki potensial menekan LPS-induksi proinflamasi NO, TNF-α, IL-
1β dan sekresi IL-6. Flavonoid di citrus ditemukan mempengaruhi
aktivitasi dari sejumlah sel yang terlibat dalam respon imun termasuk
sel T dan sel B limfosit.

(Ke dkk., 2015)


Gambar 10. Skema representasi jalur antikarsinogenik flavonoid Citrus
Berdasarkan keterangan gambar diatas, bahwa pada jalur 1
menjelaskan kegiatan anti-metastasis melalui penghambatan VCAM-1
dengan meningkatkan miR-126 dan menghambat jalur sinyal MAPK an
PI3K sehingga terjadi penghambatan MMP 2/9. Tahap jalur 2
menjelaskan anti-proliferasi melalui penurunan PCNA dan
menghambat pembentukan ACF atau COX-2, atau melalui aktivasi p53
dan Bax dan menghambat p21 dan BCL-2 dan melalui penghambatan
jalur RAS/MEK/ERK dan GSK-3β/ NF-κB. Tahap jalur 3, aktivitas
anti-angiogenesis melalui VEGF dengan menghambat ERK1/2 dan c-
JNK, dan mengaktifkan jalur caspase (Ke dkk., 2015).

2.7 Deskripsi Kerangka Konsep Penelitian


DMBA merupakan senyawa genotoksik yang bersifat karsinogenik.
DMBA ketika didalam tubuh akan melakukan suatu metabolisme
sehingga terjadi interaksi antara DNA dan ROS yang akan
menyebabkan kerusakan biomolekul seperti DNA. Awalnya DNA
tersebut normal, tetapi karena adanya pemberian DMBA akan
menyebabkan DNA mutasi sehingga mempengaruhi terjadinya kanker
karena mutasi terjadi pada gen supresor tumor. Ketika mutasi gen akan
menyebabkan proliferasi sel yang terus-menerus, hingga terjadi
metastasis dan angiogenesis. Peran sitokin proinflamatori seperti IL_6
mendukung terjadinya pertumbuhan tumor dengan mendorong
terjadinya metastastis dan angiogenesis. Peningkatan terjadinya
angiogenesis akan mengakibatkan terjadinya inflamasi kronik. Kondisi
ini, mengaktivasi sel B sebagai sel B regulator dengan marker B220. Sel
B akan memproduksi IL-6 yang akan meningkatkan TAM dengan
marker CD11b. DMBA juga akan mensupres imun seluler dan humoral
serta makrofag dalam tubuh. Dengan adanya pemberian ekstrak lemon
dapat menghambat kinerja sitokin pro inflamatori dari IL-6 dan sel B
yang mendukung pertumbuhan sel kanker.
Kerangka Konsep Mensupresi imun
seluler, humoral,
DMBA makrofag dan
komponen seluler
pada sistem imun

Metabolisme DMBA

Scavenger
ROS

Ektrak lemon Proliferasi sel


DNA DNA
Mutasi Metastasis

Angiogenesi
s
Kanker

Meningkatkan
CD11b + Makrofag

TAM Sitokin Proinflamasi IL-6

Sel B teraktivasi Terjadi inflamasi kronik


(Sel B220)

produksi TAM
Sel T sitotokisitas (CTL)
Presentasi Antigen

Gambar 11. Kerangka konsep penelitian

Anda mungkin juga menyukai