Farmakodinamik
Efek sitotoksik doxorubicin pada sel-sel ganas terjadi melalui ikatan doxorubicin
secara langsung dengan DNA (interkalasi) dan melalui inhibisi enzim topoisomerase
II. Aktivitas ini menyebabkan kerusakan pada untai DNA, inhibisi replikasi
nukleotida, dan inhibisi aktivitas polimerase DNA dan RNA yang akhirnya
menyebabkan fragmentasi DNA dan apoptosis. Selain itu, doxorubicin juga
merupakan agen kelasi besi yang kuat. Ikatan doxorubicin dengan besi dapat
menimbulkan stres oksidatif akibat radikal bebas yang merusak DNA lebih lanjut.1-4
Farmakokinetik
1. Absorbsi
Doxorubicin dapat diserap ke dalam sel secara cepat melalui proses difusi pasif. Obat
ini memiliki tingkat penetrasi dan kemampuan bertahan di dalam sel yang tinggi
karena sifatnya yang lipofilik. Konsentrasi doxorubicin di dalam kompartemen
nukleus biasanya lebih tinggi daripada konsentrasinya di sitoplasma. Karena
doxorubicin dapat diserap dengan cepat ke dalam sel, konsentrasinya di plasma
biasanya turun secara cepat.3,4
2. Distribusi
Doxorubicin terdistribusi secara cepat ke jaringan paru-paru, hati, jantung, limpa, dan
ginjal. Waktu paruh distribusinya adalah sekitar 5 menit dan waktu paruh terminalnya
adalah sekitar 20-48 jam. Doxorubicin tidak melewati sawar darah otak, namun dapat
melintasi plasenta dan dapat diekskresikan ke dalam ASI.1,3,4
Volume distribusi doxorubicin dalam keadaan stabil berkisar antara 809-1214 L/m2.
Tingkat pengikatan doxorubicin dan metabolit utamanya (doxorubicinol) terhadap
protein plasma adalah sekitar 75%. Doxorubicin terdeteksi pada ASI setelah
pemberian sebanyak 70 mg/m2 selama 15 menit melalui infus intravena kontinu.
Konsentrasi puncak dalam ASI setelah 24 jam terhitung 4.4 kali lipat lebih besar dari
konsentrasi dalam plasma. Doxorubicin masih terdeteksi dalam ASI hingga 72 jam.4
3. Metabolisme
4. Eliminasi
Sebagian besar ekskresi doxorubicin dilakukan oleh sistem bilier dengan tingkat
plasma clearance sekitar 324-809 mL/menit/m2. Sekitar 40% dosis obat akan
dikeluarkan melalui feses dalam waktu 5 hari dan sekitar 5-12% dosis akan
dikeluarkan melalui urine. Eliminasi doxorubicin mengalami penurunan signifikan
pada pasien wanita yang mengalami obesitas dengan berat badan ideal > 130%.3,4
SIKLOFOSFAMIDE
Farmakodinamik
Prinsip kerja alkylating agents adalah dengan membentuk ikatan kovalen dari suatu
struktur alkil yang sangat reaktif dengan asam nukleat pada DNA. Lebih lanjut,
hubungan antara terbentuknya ikatan ini dan kejadian kematian sel tumor masih
belum dipahami secara jelas.
Siklofosfamid memiliki efek regulasi sistem imun seluler dan humoral. Pada penyakit
autoimun, efek yang menguntungkan didapat dari aksi supresi sistem imun.
Siklofosfamid juga dapat memperbesar tingkat respons imunitas antitumor dengan
menekan sintesis sel regulator T (CD4+/CD25+). Temuan akan tingginya angka sel
regulator T pada pasien dengan keganasan menunjukkan bahwa sel ini memegang
peranan penting dalam munculnya toleransi terhadap antigen sel tumor. Hal ini secara
tidak langsung akan menekan sistem imunitas antitumor itu sendiri.
Hilangnya progenitor ini akan menghambat proses angiogenesis oleh sel-sel tumor.
Pada kasus keganasan sel darah, di mana siklofosfamid utamanya diindikasikan, salah
satu bahan metabolit aktif obat ini yang berupa 4-hydroxycyclophosphamide bekerja
secara spesifik menghancurkan sel-sel progenitor darah termasuk pada sumsum
tulang.
Farmakokinetik
Aspek farmakokinetik siklofosfamid terutama adalah onset kerja yang baru dimulai
setelah obat ini dimetabolisme menjadi bentuk metabolitnya, sekitar 2-3 jam.
1. Absorbsi
Siklofosfamid bersifat larut dalam air sehingga dapat diberikan secara oral.
Siklofosfamid terserap dengan baik dan konsentrasi puncak pada plasma tercapai
dalam 1 jam setelah pemberian oral. Namun, onset kerja baru dimulai dalam 2-3 jam
mengingat siklofosfamid merupakan prodrug yang perlu dimetabolisme menjadi
metabolit terlebih dahulu sebelum menunjukkan efek kerja.
Kadar siklofosfamid secara oral yang mencapai peredaran darah berkisar antara 85-
100% di mana sebagian dari obat ini telah sebelumnya melalui metabolisme tingkat
pertama di hepar dan gastrointestinal. Oleh karena ini, pemberian secara oral akan
menghasilkan aktivitas alkilasi yang lebih tinggi dibanding pemberian secara
parenteral.Bioavailabilitas obat sebesar 75%. Onset kerja obat dicapai dalam 2-3 jam.
2. Distribusi
Siklofosfamid dalam bentuk aktif dapat melewati sawar darah otak dengan sangat
terbatas dan terdeteksi pada cairan serebrospinal. Siklofosfamid juga dapat melewati
sawar plasenta sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dan siklofosfamid
terdeteksi pada ASI. Volume distribusi obat ini meningkat pada individu dengan
obesitas, sehingga akan meningkatkan waktu paruh untuk eliminasinya.
3. Metabolisme
4. Eliminasi
5. Resistensi
Resistensi pada siklofosfamid terjadi akibat rendahnya sensitivitas beberapa jenis
tumor terhadap obat ini. Resistensi sering terjadi pada kasus tumor padat yang
akhirnya menyebabkan fenomena kegagalan terapi kanker. Pada kasus autoimun,
suatu studi pernah melaporkan kejadian resistensi di mana terdapat sebanyak 40%
pasien dengan nefritis lupus akibat penyakit lupus yang gagal mencapai remisi meski
sudah mendapat terapi siklofosfamid jangka panjang (30 bulan).
Aspek farmakologi vincristine adalah dengan menghambat suatu fase sel secara
spesifik sehingga pembelahan dan pertumbuhan sel tidak dapat berlanjut.
Farmakodinamik
Vincristine memiliki karakteristik biologis yang khas yaitu mekanisme kerjanya yang
sitotoksik, yang disebabkan oleh kemampuan obat ini berikatan dengan tubulin dalam
DNA dan menghambat fase mitosis. Vincristine digolongkan juga sebagai modulator
tubulin.
Setelah interfase dalam siklus sel, proses segregasi kromosom pada fase mitosis
hanya akan terjadi jika mikrotubulus telah terbentuk dan dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Fungsi biologis mikrotubulus ditentukan oleh aktivitas
polimerisasi yang terjadi antar tubulin subunit.
Selain memiliki aktivitas biokimia dengan target mitosis, vincristine juga memiliki
beberapa mekanisme kerja lain yang bersifat sitotoksik. Mikrotubulus, selain
berfungsi dalam pembelahan sel, juga berfungsi mengatur struktur protein intrasel
yang bertugas dalam fungsi sekretori, vaskularisasi, migrasi, dan interaksi antar sel.
Mikrotubulus yang dirusak oleh vincristine akan memengaruhi struktur seluler dan
berdampak pada pergerakan serta komunikasi antar sel. Efek dari mekanisme ini
beragam. Pada kasus keganasan, vincristine dapat bersifat antiangiogenik dan
memiliki fungsi disruptif terhadap vaskuler serta antimetastatik.
Salah satu efek samping yang paling sering muncul dari penggunaan vincristine, yaitu
neurotoksisitas, juga dapat dijelaskan dengan mekanisme ini. Vincristine akan
mengganggu transport pada serabut saraf di mana efek ini bahkan dapat terjadi dalam
pemberian dosis kecil.
Farmakokinetik
Vincristine tidak dapat diabsorpsi dengan pemberian oral sehingga harus diberikan
secara intravena. FDA menerapkan peringatan keras mengenai administrasi
vincristine. Karena neurotoksisitas vincristine, administrasi selain intravena, terutama
intratekal, dapat berakibat fatal yaitu kematian. [2,10]
2. Metabolisme
Reaksi toksisitas unik yang ditimbulkan oleh vincristine atau obat-obatan golongan
alkaloid vinka lainnya,berhubungan dengan perbedaan jenis metabolit yang
dihasilkan saat proses metabolisme. Metabolit dapat berupa aktif atau inaktif namun
struktur dan target kerjanya belum diketahui dan dipelajari lebih lanjut.
Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau dengan riwayat konsumsi obat-
obatan yang menghambat kerja sitokrom P450 harus dilakukan penyesuaian dosis
untuk menghindari efek samping.
3. Distribusi
Lebih dari 90% kandungan vincristine didistribusikan melalui sirkulasi darah menuju
jaringan perifer dengan cepat, dalam waktu 15-30 menit setelah injeksi. Sebanyak
75% vincristine berikatan kuat dengan protein walaupun ikatannya masih bersifat
reversibel. Volume distribusi vincristine adalah 215 L/1,73 m2.
Vincristine dapat menembus sawar darah otak dengan sangat minimal dan cenderung
tidak terdeteksi pada cairan serebrospinal.
Vincristine secara umum bersifat relatif tidak larut dalam air, memiliki angka klirens
yang tinggi dalam waktu singkat, dan volume distribusi yang besar. Hal ini
menyebabkan indeks terapinya tergolong rendah. Konsekuensi dari upaya
peningkatan bioavailabilitas dan distribusi obat dengan penambahan dosis dapat
berdampak negatif terhadap peningkatan efek samping.
Hingga saat ini, banyak penelitian yang masih berfokus pada modifikasi sistem
distribusi vincristine dan obat-obatan antineoplastik lainnya agar dapat meningkatkan
konsentrasinya di jaringan, namun juga menekan efek toksisitasnya pada organ-organ
lain.
Saat ini, FDA menyetujui penggunaan liposome sebagai karier vincristine. Teknologi
ini bertujuan untuk meningkatkan distribusi dan paparan obat terhadap sel kanker
dengan meningkatkan bioavailabilitasnya. Partikel liposom dapat mengatur agar
pengeluaran molekul vincristine ke jaringan sistemik dapat melambat sehingga
konsentrasi obat dapat dipertahankan lebih lama di dalam sirkulasi.
Selain itu, dalam aspek toksisitas, vincristine dalam liposom menunjukkan tingkat
efek samping yang lebih rendah dibandingkan vincristine secara konvensional.
Sehingga, metode ini juga memungkinkan keamanan pemberian vincristine dalam
dosis lebih tinggi untuk mencapai target terapi penyakit leukemia atau keganasan
lainnya.
4. Eliminasi
Proses eliminasi vincristine dari plasma terdiri dari 3 tahapan (tri-phasic clearance).
Waktu paruh fase pertama berlangsung sangat cepat yaitu dalam 5 menit. Waktu
paruh tahap kedua adalah 2 jam. Waktu paruh tahap tiga (terminal) bervariasi pada
tiap individu sekitar 18-85 jam.
Vincristine diekskresikan melalui sistem bilier. Dalam kurun waktu kurang lebih 72
jam, vincristine paling banyak ditemukan dalam feses yaitu sebesar 80%. Sisanya,
sebesar 10-20% ditemukan dalam urine. Vincristine diekskresikan dalam bentuk
metabolitnya.
5. Resistensi
Saat ini mekanisme terjadinya resistensi seluler terhadap vincristine dan golongan
alkaloid vinka lainnya diyakini diakibatkan aktivitas Pgp (P-glikoprotein).
Peningkatan Pgp dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi obat intrasel dan
penurunan aktivitas antiproliferasi vincristine.
PREDNISON
Farmakodinamik
Farmakokinetik
1. Absorpsi
Absorpsi prednison sangat baik setelah konsumsi per oral. Konsentrasi puncak dalam
plasma darah tercapai sekitar 1─3 jam pada sediaan immediate release, dan sekitar 6
jam pada sediaan delayed release. Bioavailabilitas obat per oral adalah 92%.
2. Distribusi
3. Metabolisme
4. Eliminasi
Prednison diekskresikan ke dalam urin. Waktu paruh biologis setelah konsumsi per
oral adalah sekitar 3-4 jam. Pada anak-anak waktu tersebut lebih pendek, yaitu sekitar
1-2 jam.
5. Resistensi
Dilaporkan terjadinya resistensi terhadap pemberian rutin prednison pada pasien yang
menderita Idiopathic Thrombocytopenia Purpura autoimun.
DAFTAR PUSTAKA