Anda di halaman 1dari 17

DOXORUBICIN

Secara farmakologi, doxorubicin bekerja sebagai agen sitotoksik dengan menghambat


sintesis DNA dan RNA. Efek ini dapat menghambat dan menghentikan
perkembangan neoplasma lebih lanjut. Doxorubicin akan dimetabolisme di hepar dan
sebagian besar ekskresinya dilakukan melalui sistem bilier.1-3

Farmakodinamik

Efek sitotoksik doxorubicin pada sel-sel ganas terjadi melalui ikatan doxorubicin
secara langsung dengan DNA (interkalasi) dan melalui inhibisi enzim topoisomerase
II. Aktivitas ini menyebabkan kerusakan pada untai DNA, inhibisi replikasi
nukleotida, dan inhibisi aktivitas polimerase DNA dan RNA yang akhirnya
menyebabkan fragmentasi DNA dan apoptosis. Selain itu, doxorubicin juga
merupakan agen kelasi besi yang kuat. Ikatan doxorubicin dengan besi dapat
menimbulkan stres oksidatif akibat radikal bebas yang merusak DNA lebih lanjut.1-4

Farmakokinetik

Doxorubicin umumnya diberikan melalui injeksi intravena atau infus intravena


kontinu. Obat ini dapat didistribusikan dengan cepat ke organ seperti paru-paru, hati,
jantung, dan limpa. Metabolisme doxorubicin terjadi di hepar dan sebagian besar
eliminasinya dilakukan oleh sistem bilier.1-4

1. Absorbsi

Doxorubicin dapat diserap ke dalam sel secara cepat melalui proses difusi pasif. Obat
ini memiliki tingkat penetrasi dan kemampuan bertahan di dalam sel yang tinggi
karena sifatnya yang lipofilik. Konsentrasi doxorubicin di dalam kompartemen
nukleus biasanya lebih tinggi daripada konsentrasinya di sitoplasma. Karena
doxorubicin dapat diserap dengan cepat ke dalam sel, konsentrasinya di plasma
biasanya turun secara cepat.3,4
2. Distribusi

Doxorubicin terdistribusi secara cepat ke jaringan paru-paru, hati, jantung, limpa, dan
ginjal. Waktu paruh distribusinya adalah sekitar 5 menit dan waktu paruh terminalnya
adalah sekitar 20-48 jam. Doxorubicin tidak melewati sawar darah otak, namun dapat
melintasi plasenta dan dapat diekskresikan ke dalam ASI.1,3,4

Volume distribusi doxorubicin dalam keadaan stabil berkisar antara 809-1214 L/m2.
Tingkat pengikatan doxorubicin dan metabolit utamanya (doxorubicinol) terhadap
protein plasma adalah sekitar 75%. Doxorubicin terdeteksi pada ASI setelah
pemberian sebanyak 70 mg/m2 selama 15 menit melalui infus intravena kontinu.
Konsentrasi puncak dalam ASI setelah 24 jam terhitung 4.4 kali lipat lebih besar dari
konsentrasi dalam plasma. Doxorubicin masih terdeteksi dalam ASI hingga 72 jam.4

3. Metabolisme

Sebagian besar doxorubicin dimetabolisme di hepar dan diubah menjadi metabolit


utamanya yaitu doxorubicinol. Waktu paruh terminal doxorubicinol dilaporkan mirip
dengan doxorubicin. Selain itu, doxorubicin juga dapat dimetabolisme menjadi
aglycones yang prosesnya disertai dengan pembentukan radikal bebas. Hal ini
berkontribusi terhadap efek kardiotoksik doxorubicin.3,4

4. Eliminasi

Sebagian besar ekskresi doxorubicin dilakukan oleh sistem bilier dengan tingkat
plasma clearance sekitar 324-809 mL/menit/m2. Sekitar 40% dosis obat akan
dikeluarkan melalui feses dalam waktu 5 hari dan sekitar 5-12% dosis akan
dikeluarkan melalui urine. Eliminasi doxorubicin mengalami penurunan signifikan
pada pasien wanita yang mengalami obesitas dengan berat badan ideal > 130%.3,4
SIKLOFOSFAMIDE

Siklofosfamid secara farmakologi merupakan sebuah prodrug yang harus


dimetabolisme dengan bantuan sitokrom P450 di hepar untuk berubah menjadi bahan
aktif. Setelah teraktivasi, metabolit ini bersifat sitotoksik dan dapat bereaksi dengan
molekul DNA sehingga menyebabkan kematian sel.

Farmakodinamik

Prinsip kerja alkylating agents adalah dengan membentuk ikatan kovalen dari suatu
struktur alkil yang sangat reaktif dengan asam nukleat pada DNA. Lebih lanjut,
hubungan antara terbentuknya ikatan ini dan kejadian kematian sel tumor masih
belum dipahami secara jelas.

Siklofosfamid, seperti alkylating agents lainnya, menghancurkan sel-sel tumor


melalui mekanisme apoptosis yang dimulai dari adanya kerusakan DNA dan
gangguan regulasi siklus sel. Konsep yang diyakini para peneliti saat ini adalah
adanya ikatan tersebut akan menghambat pemisahan untaian pita DNA saat proses
replikasi, sehingga replikasi tidak dapat berlangsung.

Berdasarkan konsep ini, maka dikatakan efek sitotoksisitas siklofosfamid bersifat


tidak spesifik pada fase sel. Artinya, siklofosfamid dapat menyebabkan kerusakan
DNA pada seluruh fase sel. Selain itu, di luar mekanisme molekuler, beberapa
metabolit aktif dari siklofosfamid terbukti memicu apoptosis dengan cara menekan
sintesis glutathione (GSH) dalam sel yang merupakan suatu antioksidan poten untuk
melawan berbagai macam toksin dalam tubuh.

Efek Imunomodulator pada Siklofosfamid

Siklofosfamid memiliki efek regulasi sistem imun seluler dan humoral. Pada penyakit
autoimun, efek yang menguntungkan didapat dari aksi supresi sistem imun.
Siklofosfamid juga dapat memperbesar tingkat respons imunitas antitumor dengan
menekan sintesis sel regulator T (CD4+/CD25+). Temuan akan tingginya angka sel
regulator T pada pasien dengan keganasan menunjukkan bahwa sel ini memegang
peranan penting dalam munculnya toleransi terhadap antigen sel tumor. Hal ini secara
tidak langsung akan menekan sistem imunitas antitumor itu sendiri.

Sebagai gantinya, siklofosfamid akan meningkatkan proliferasi sel limfosit T


sitotoksik sebagai sel efektor primer dalam imunitas antitumor. Selain itu,
siklofosfamid juga dapat menghilangkan sel-sel progenitor endotel yang beredar di
sirkulasi.

Hilangnya progenitor ini akan menghambat proses angiogenesis oleh sel-sel tumor.
Pada kasus keganasan sel darah, di mana siklofosfamid utamanya diindikasikan, salah
satu bahan metabolit aktif obat ini yang berupa 4-hydroxycyclophosphamide bekerja
secara spesifik menghancurkan sel-sel progenitor darah termasuk pada sumsum
tulang.

Hasil-hasil penelitian ini yang kemudian menjadi dasar penggunaan siklofosfamid


sebagai agen imunosupresif pada terapi penyakit autoimun dan sebagai komponen
integral dalam kombinasi dengan agen imunoterapi lain pada terapi penyakit kanker.

Efek Antineoplastik pada Siklofosfamid

Prinsip utama patofisiologi kanker adalah abnormalitas pertumbuhan sel-selnya. Dua


mekanisme utama untuk mencapai keberlangsungan pertumbuhan ini adalah
terjaminnya proses angiogenesis yang menyediakan suplai nutrisi untuk sel-sel
kanker dan replikasi sel yang tidak terkontrol melalui biosintesis material genetik saat
proses pembelahan. Sehingga berdasarkan teori ini, DNA ditetapkan menjadi target
terapi efektif pada kasus keganasan.
Kebanyakan agen antineoplastik bersifat DNA-interactive yang dapat memodulasi sel
di tingkat molekuler. Alkylating agent melalui mekanisme cross-link DNA
merupakan agen kemoterapi paling aktif yang tersedia saat ini. Siklofosfamid adalah
salah satu yang paling banyak digunakan dalam terapi keganasan sel darah seperti
leukemia dan beberapa kasus tumor padat, seperti kanker payudara, kanker paru tipe
small cell, kanker ovarium, dan kanker prostat.

Siklofosfamid bekerja melalui dua mekanisme utama. Mekanisme kerja pertama


adalah membentuk ikatan pada DNA melalui metabolit aktifnya sehingga
menghambat terjadinya replikasi dan transkripsi. Kemudian, siklofosfamid juga
memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel-sel progenitor pada endotel yang
berperan dalam angiogenesis dan pertumbuhan massa tumor.

Farmakokinetik

Aspek farmakokinetik siklofosfamid terutama adalah onset kerja yang baru dimulai
setelah obat ini dimetabolisme menjadi bentuk metabolitnya, sekitar 2-3 jam.

1. Absorbsi

Siklofosfamid bersifat larut dalam air sehingga dapat diberikan secara oral.
Siklofosfamid terserap dengan baik dan konsentrasi puncak pada plasma tercapai
dalam 1 jam setelah pemberian oral. Namun, onset kerja baru dimulai dalam 2-3 jam
mengingat siklofosfamid merupakan prodrug yang perlu dimetabolisme menjadi
metabolit terlebih dahulu sebelum menunjukkan efek kerja.

Kadar siklofosfamid secara oral yang mencapai peredaran darah berkisar antara 85-
100% di mana sebagian dari obat ini telah sebelumnya melalui metabolisme tingkat
pertama di hepar dan gastrointestinal. Oleh karena ini, pemberian secara oral akan
menghasilkan aktivitas alkilasi yang lebih tinggi dibanding pemberian secara
parenteral.Bioavailabilitas obat sebesar 75%. Onset kerja obat dicapai dalam 2-3 jam.
2. Distribusi

Siklofosfamid didistribusikan di dalam tubuh dengan cepat setelah pemberian secara


oral dan parenteral. Sebanyak 20% dari kandungan siklofosfamid berikatan dengan
protein. Setelah teraktivasi di hepar, kemampuan berikatan dengan protein untuk
metabolit aktifnya meningkat hingga lebih dari 60%.

Siklofosfamid dalam bentuk aktif dapat melewati sawar darah otak dengan sangat
terbatas dan terdeteksi pada cairan serebrospinal. Siklofosfamid juga dapat melewati
sawar plasenta sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan janin dan siklofosfamid
terdeteksi pada ASI. Volume distribusi obat ini meningkat pada individu dengan
obesitas, sehingga akan meningkatkan waktu paruh untuk eliminasinya.

3. Metabolisme

Siklofosfamid dimetabolisme oleh enzim hepatik P450 CYP2A6, CYP2B6, CYP3A4,


CYP3A5 dan menghasilkan metabolit utama berupa 4-hydroxycyclophosphamide.
Konsentrasi puncak metabolit ini tercapai dalam 2-3 jam. Metabolit aktif lainnya
meliputi phosphoramide mustard, acrolein, dan aldophosphamide. Enzim aldehida
dehydrogenase (ALDH) dan glutathione (GSH) berperan dalam mendetoksifikasi
sifat toksik dari metabolit-metabolit ini.

4. Eliminasi

Siklofosfamid diekskresikan terutama dalam bentuk metabolit aktifnya, sebanyak


70% melalui urine. Namun hanya 10-20% yang diekskresikan tanpa perubahan
bentuk. Sebanyak 4% diekskresikan lewat empedu. Rata-rata waktu paruh untuk
eliminasi obat ini adalah 6,5-7 jam.

5. Resistensi
Resistensi pada siklofosfamid terjadi akibat rendahnya sensitivitas beberapa jenis
tumor terhadap obat ini. Resistensi sering terjadi pada kasus tumor padat yang
akhirnya menyebabkan fenomena kegagalan terapi kanker. Pada kasus autoimun,
suatu studi pernah melaporkan kejadian resistensi di mana terdapat sebanyak 40%
pasien dengan nefritis lupus akibat penyakit lupus yang gagal mencapai remisi meski
sudah mendapat terapi siklofosfamid jangka panjang (30 bulan).

Kurangnya aktivasi oleh sitokrom-sitokrom di hepar yang berperan dalam


metabolisme siklofosfamid diyakini menjadi salah satu faktor terjadinya resistensi.
Selain itu, pada sel-sel kanker yang resisten terhadap terapi siklofosfamid, ditemukan
kadar enzim detoksifikasi yang lebih tinggi.
VINCRISTINE

Aspek farmakologi vincristine adalah dengan menghambat suatu fase sel secara
spesifik sehingga pembelahan dan pertumbuhan sel tidak dapat berlanjut.

Farmakodinamik

Vincristine memiliki karakteristik biologis yang khas yaitu mekanisme kerjanya yang
sitotoksik, yang disebabkan oleh kemampuan obat ini berikatan dengan tubulin dalam
DNA dan menghambat fase mitosis. Vincristine digolongkan juga sebagai modulator
tubulin.

Efek Imunomodulator Vincristine

Prinsip utama patofisiologi kanker adalah pertumbuhan sel yang abnormal.


Pertumbuhan abnormal ini menunjukkan adanya gangguan dalam mekanisme
proliferasi yang berakibat siklus pembelahan sel menjadi lebih aktif dibandingkan
batas normal.

Sebagai obat antineoplastik, vincristine bekerja di unit mikrotubulus DNA, di mana


mikrotubulus sebagai komponen sitoskeleton sel sangat berperan penting dalam
pembelahan sel. Mikrotubulus adalah salah satu unit dasar penyusun benang spindel
dalam mitosis.

Setelah interfase dalam siklus sel, proses segregasi kromosom pada fase mitosis
hanya akan terjadi jika mikrotubulus telah terbentuk dan dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Fungsi biologis mikrotubulus ditentukan oleh aktivitas
polimerisasi yang terjadi antar tubulin subunit.

Keberadaan vincristine sebagai modulator tubulin atau microtubule-targeting agents


(MTA) akan menghambat terjadinya polimerisasi dengan cara berikatan dengan
protein tubulin sehingga mikrotubulus gagal berfungsi secara normal. Dengan
demikian, sel akan tertahan pada metafase dan tidak berlanjut ke anafase.
Efek kerja vincristine terhadap proses polimerisasi tubulus DNA bersifat
concentration-dependent. Pada pemberian dosis tinggi, vincristine tidak hanya dapat
menghambat polimerisasi dan interaksi molekuler lainnya, namun juga dapat
mengubah bentuk dan massa dari mikrotubulus itu sendiri.

Perubahan formasi mikrotubulus akan mengakibatkan terbentuknya agregat,


protofilamen, dan kristal patologis. Vincristine dengan dosis tinggi juga dapat
membuat mikrotubulus membuka tempat-tempat ikatan baru sehingga jumlah tingkat
interaksi dan besar efek klinis obat akan meningkat. [2,7]

Efek Nonmitotik Vincristine

Selain memiliki aktivitas biokimia dengan target mitosis, vincristine juga memiliki
beberapa mekanisme kerja lain yang bersifat sitotoksik. Mikrotubulus, selain
berfungsi dalam pembelahan sel, juga berfungsi mengatur struktur protein intrasel
yang bertugas dalam fungsi sekretori, vaskularisasi, migrasi, dan interaksi antar sel.

Mikrotubulus yang dirusak oleh vincristine akan memengaruhi struktur seluler dan
berdampak pada pergerakan serta komunikasi antar sel. Efek dari mekanisme ini
beragam. Pada kasus keganasan, vincristine dapat bersifat antiangiogenik dan
memiliki fungsi disruptif terhadap vaskuler serta antimetastatik.

Salah satu efek samping yang paling sering muncul dari penggunaan vincristine, yaitu
neurotoksisitas, juga dapat dijelaskan dengan mekanisme ini. Vincristine akan
mengganggu transport pada serabut saraf di mana efek ini bahkan dapat terjadi dalam
pemberian dosis kecil.

Farmakokinetik

Secara farmakokinetik, vincristine akan mengalami beberapa proses di dalam tubuh


yaitu absorpsi, metabolisme, distribusi, dan eliminasi.
1. Absorpsi

Vincristine tidak dapat diabsorpsi dengan pemberian oral sehingga harus diberikan
secara intravena. FDA menerapkan peringatan keras mengenai administrasi
vincristine. Karena neurotoksisitas vincristine, administrasi selain intravena, terutama
intratekal, dapat berakibat fatal yaitu kematian. [2,10]

2. Metabolisme

Vincristine dimetabolisme di hepar dengan bantuan sitokrom P450, terutama


CYP3A4. Metabolisme vincristine dapat juga berfungsi sebagai detoksifikasi, di
mana CYP3A4 mengubah vincristine menjadi molekul-molekul dengan profil
toksisitas yang lebih ringan.

Reaksi toksisitas unik yang ditimbulkan oleh vincristine atau obat-obatan golongan
alkaloid vinka lainnya,berhubungan dengan perbedaan jenis metabolit yang
dihasilkan saat proses metabolisme. Metabolit dapat berupa aktif atau inaktif namun
struktur dan target kerjanya belum diketahui dan dipelajari lebih lanjut.

Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau dengan riwayat konsumsi obat-
obatan yang menghambat kerja sitokrom P450 harus dilakukan penyesuaian dosis
untuk menghindari efek samping.

3. Distribusi

Lebih dari 90% kandungan vincristine didistribusikan melalui sirkulasi darah menuju
jaringan perifer dengan cepat, dalam waktu 15-30 menit setelah injeksi. Sebanyak
75% vincristine berikatan kuat dengan protein walaupun ikatannya masih bersifat
reversibel. Volume distribusi vincristine adalah 215 L/1,73 m2.

Vincristine dapat menembus sawar darah otak dengan sangat minimal dan cenderung
tidak terdeteksi pada cairan serebrospinal.
Vincristine secara umum bersifat relatif tidak larut dalam air, memiliki angka klirens
yang tinggi dalam waktu singkat, dan volume distribusi yang besar. Hal ini
menyebabkan indeks terapinya tergolong rendah. Konsekuensi dari upaya
peningkatan bioavailabilitas dan distribusi obat dengan penambahan dosis dapat
berdampak negatif terhadap peningkatan efek samping.

Hingga saat ini, banyak penelitian yang masih berfokus pada modifikasi sistem
distribusi vincristine dan obat-obatan antineoplastik lainnya agar dapat meningkatkan
konsentrasinya di jaringan, namun juga menekan efek toksisitasnya pada organ-organ
lain.

Saat ini, FDA menyetujui penggunaan liposome sebagai karier vincristine. Teknologi
ini bertujuan untuk meningkatkan distribusi dan paparan obat terhadap sel kanker
dengan meningkatkan bioavailabilitasnya. Partikel liposom dapat mengatur agar
pengeluaran molekul vincristine ke jaringan sistemik dapat melambat sehingga
konsentrasi obat dapat dipertahankan lebih lama di dalam sirkulasi.

Selain itu, dalam aspek toksisitas, vincristine dalam liposom menunjukkan tingkat
efek samping yang lebih rendah dibandingkan vincristine secara konvensional.
Sehingga, metode ini juga memungkinkan keamanan pemberian vincristine dalam
dosis lebih tinggi untuk mencapai target terapi penyakit leukemia atau keganasan
lainnya.

4. Eliminasi

Proses eliminasi vincristine dari plasma terdiri dari 3 tahapan (tri-phasic clearance).
Waktu paruh fase pertama berlangsung sangat cepat yaitu dalam 5 menit. Waktu
paruh tahap kedua adalah 2 jam. Waktu paruh tahap tiga (terminal) bervariasi pada
tiap individu sekitar 18-85 jam.
Vincristine diekskresikan melalui sistem bilier. Dalam kurun waktu kurang lebih 72
jam, vincristine paling banyak ditemukan dalam feses yaitu sebesar 80%. Sisanya,
sebesar 10-20% ditemukan dalam urine. Vincristine diekskresikan dalam bentuk
metabolitnya.

5. Resistensi

Saat ini mekanisme terjadinya resistensi seluler terhadap vincristine dan golongan
alkaloid vinka lainnya diyakini diakibatkan aktivitas Pgp (P-glikoprotein).
Peningkatan Pgp dapat mengakibatkan penurunan konsentrasi obat intrasel dan
penurunan aktivitas antiproliferasi vincristine.

Mekanisme lainnya yang berkontribusi menyebabkan resistensi dan penurunan fungsi


antineoplastik pada vincristine meliputi perubahan atau perbedaan struktur tubulin
sebagai tempat kerja obat golongan ini. Overekspresi subunit tubulin tertentu (class-
III beta tubulin) dapat mengubah kekuatan ikatan vincristine dan berdampak pada
efikasi klinisnya.

Solusi dari permasalahan resistensi terhadap obat antineoplastik diatasi dengan


pemberian kemoterapi dengan regimen kombinasi yang bekerja melalui mekanisme
berbeda. Misalnya, kasus limfoma sel-B membutuhkan pengobatan menggunakan
regimen kemoterapi kombinasi vincristine, siklofosfamid, dan prednison.

PREDNISON

Farmakologi prednison terdiri dari aspek farmakodinamik dan farmakokinetik,


bekerja dengan cara menghambat migrasi sel polimorfonuklear (PMN).

Farmakodinamik

Prednisone mengurangi inflamasi dengan cara menginhibisi migrasi sel


polimorfonuklear (PMN) dan mengurangi peningkatan permeabilitas kapiler.
Prednisone mensupresi sistem imun dengan cara mengurangi aktivitas dan volume
sistem limfe. Prednisone di dalam darah akan berubah menjadi bentuk aktif, dan di
dalam inti sel akan mengikatkan diri dan mengaktivasi reseptor-reseptor sitoplasmik
nuklear spesifik dengan afinitas yang tinggi, sehingga mengakibatkan ekspresi
genetik yang berubah dan menginhibisi produksi sitokin pro-inflamatori.

Bentuk aktif tersebut menghasilkan inhibisi infiltrasi leukosit, mengintervensi fungsi


mediator-mediator terhadap respon inflamatori, mensupresi respon imun humoral,
serta mengurangi edema dan jaringan parut

Farmakokinetik

Farmakokinetik prednison mayoritas didistribusikan berikatan dengan protein.

1. Absorpsi

Absorpsi prednison sangat baik setelah konsumsi per oral. Konsentrasi puncak dalam
plasma darah tercapai sekitar 1─3 jam pada sediaan immediate release, dan sekitar 6
jam pada sediaan delayed release. Bioavailabilitas obat per oral adalah 92%.

2. Distribusi

Distribusi prednison dalam ikatan dengan protein sebesar 65%─91%.

3. Metabolisme

Metabolisme terjadi di hati dengan cara hidroksilasi menjadi metabolit aktif,


prednisolon.

4. Eliminasi

Prednison diekskresikan ke dalam urin. Waktu paruh biologis setelah konsumsi per
oral adalah sekitar 3-4 jam. Pada anak-anak waktu tersebut lebih pendek, yaitu sekitar
1-2 jam.

5. Resistensi
Dilaporkan terjadinya resistensi terhadap pemberian rutin prednison pada pasien yang
menderita Idiopathic Thrombocytopenia Purpura autoimun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arbor KJ, Dubey R. Doxorubicin. StatPearls. StatPearls Publishing. 2020.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459232/
2. PubChem. Doxorubicin. 2019.
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Doxorubicin
3. MIMS. Doxorubicin. 2020.
https://www.mims.com/indonesia/drug/info/doxorubicin/?
type=brief&mtype=generic
4. U.S. Food and Drug Administration. Doxorubicin Hydrochloride. 2013.
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2013/050467s073lbl.
pdf
5. Drug and Lactation Database (LactMed). Doxorubicin. 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK501911/
6. Subramanian R, Pathak H, Ravindran V. Safety of Cyclophosphamide
Therapy in Autoimmune Rheumatic Diseases. Indian Journal of
Rheumatology. 2019;0:0.
https://www.researchgate.net/publication/332937397_Safety_of_Cyclophos
phamide_Therapy_in_Autoimmune_Rheumatic_Diseases
7. Panigrahy SK, Jatawa S, Tiwari A. Therapeutic use of cyclophosphamide
and its cytotoxic action: A challenge for researchers. Journal of Pharmacy
Research. 2011;4(8):2755-57. http://jprsolutions.info/newfiles/journal-file-
56f548e367c933.11404832.pdf
8. U.S. Food & Drug Administration. Drugs@FDA: FDA Approved Drug
Products. 2013.
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2013/012141s090,01
2142s112lbl.pdf
9. Zhang J, Tian Q, Zhou F. Clinical Pharmacology of Cyclophosphamide and
Ifosfamide. Current Drug Therapy. 2006;1:55-84.
https://pdfs.semanticscholar.org/9916/ee54a6d20d7006f20944ca52cee2593b
ea3b.pdf
10. Chen X, Du Y, Lin X, Qian Y. CD4+CD25+ regulatory T cells in tumor
immunity. Int Immunopharmacol. 2016;34:211-49.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26994448
11. Bruno G. Ab Initio and DFT Study on Cyclophosphamide: Anticancer and
Immunomodulating Agents. Aust J Chem. 2018;71(7).
https://www.researchgate.net/publication/326152081_Ab_Initio_and_DFT_
Study_on_Cyclophosphamide_Anticancer_and_Immunomodulating_Agents
12. Martino E, Casamassima G, Castiglione S, Cellupica E, et al. Vinca
alkaloids and analogues as anti-cancer agents: Looking back, peering ahead.
Biororganic and Medicinal Chemistry Letters. 2018;28(17):2816-26.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0960894X18305456?via
%3Dihub
13. Pubchem. Vincristine.
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Vincristine#section=Preventiv
e-Measures
14. U.S. Food & Drug Administration. Drugs@FDA: FDA Approved Drug
Products – Vincristine Sulfate Injection. 2013.
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2014/071484s042lbl.
pdf
15. Bates D, Eastman A. Microtuble destabilising agents: far more than
antimitotic anticancer drugs. Br J Clin Pharmacol. 2017;83(2):255-68.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27620987
16. Liu F, Liu Z, Huang J. Vincristine Impairs Microtubules and Causes
Neurotoxicity in Cerebral Organoids. Neuroscience. 2019;404:530-40.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30599272
17. Wojciak ID. The death of an infant after the unfortunate intrathecal injection
of vincristine. Clin. Pract. 2018;15(1):438-441.
https://www.researchgate.net/publication/322693106_The_death_of_an_infa
nt_after_the_unfortunate_intrathecal_injection_of_vincristine
18. Cancer Care Ontario. CCO Drug Formulary – Vincristine. 2017.
https://www.cancercareontario.ca/en/drugformulary/drugs/vinCRIStine
19. Douer D. Efficacy and Safety of Vincristine Sulfate Liposome Injection in
the Treatment of Adult Acute Lymphocytic Leukemia. The Oncologist.
2016;21:840-47.
http://theoncologist.alphamedpress.org/content/21/7/840.full.pdf
20. Lee CT, Huang YW, Yang CH, Huang KS. Drug Delivery Systems and
Combination Therapy by Using Vinca Alkaloids. Curr Top Med Chem.
2015;15(15):1491-1500. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25877096
21. Pandey H, Rani R, Agarwal V. Liposomes and Their Applications in Cancer
Therapy. Braz Arch Biol Technol. 2016;59:1-10.
https://www.researchgate.net/publication/297623957_Liposome_and_Their
_Applications_in_Cancer_Therapy
22. Chrousos, G., A.N. Pavlaki, and M.A. Magiakou, Glucocorticoid Therapy
and Adrenal Suppression, in Endontext [Internet], L.J. De Groot, G.
Chrousos, and K. Dungan, Editors. Updated 2011 Jan 11, MDText.com,
Inc.; 2000-: South Dartmouth (MA)
23. Drugs.com. Prednison.2022; https://www.drugs.com/pro/prednisone.html
24. U.S. Food and Drug Administration. RAYOS (Prednisone). July
2012;https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2012/202020s0
00lbl.pdf
25. U.S. National Library of Medicine, PubChem: Prednisone
26. TGA: Therapeutic Goods Administration Department of Health Australian
Government. The Australian categorisation system for prescribing
medicines in pregnancy. December 2016;
https://www.tga.gov.au/prescribing-medicines-pregnancy-
database#searchname

Anda mungkin juga menyukai